You are on page 1of 28

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kajian Teori


2.1.1. Merger dan Akuisisi
Dalam bahasa akuntansi, peristiwa merger dan akuisisi disebut
sebagai kombinasi bisnis (business combination) yang didefinisikan
sebagai penyatuan dua atau lebih perusahaan yang terpisah menjadi
satu entitas ekonomi. Penekanannya adalah dalam penggabungan
bisnis ini akuntansi tidak memandang apakah penggabungan tersebut
merupakan merger atau akuisisi,7 kecuali dalam definisi. Hal ini juga
mengacu pada pengklasifikasian sebagaimana dilakukan oleh Ross e.t
al, bahwa merger adalah bentuk khusus dari akuisisi, maka dalam
penelitian ini menggunakan istilah merger dan akuisisi (M&A).
Merger dan akuisisi, dalam konteks keuangan dibagi menjadi
dua yaitu keuangan perusahaan (corporate finance) dan manajemen
strategi (strategic management). Dari sisi keuangan perusahaan,
merger dan akuisisi adalah salah satu bentuk keputusan investasi
jangka panjang (penganggaran modal/capital budgeting) yang harus
diinvestigasi dan dianalisis dari aspek kelayakan bisnisnya. Dari
perspektif manajemen strategi, merger dan akuisisi adalah salah satu
alternatif strategi pertumbuhan melalui jalur eksternal untuk mencapai
tujuan perusahaan. Hal ini dapat disimpulkan bahwa tujuan dari
merger dan akuisisi adalah untuk membangun keunggulan kompetitif
perusahaan jangka panjang yang pada gilirannya dapat meningkatkan
nilai perusahaan atau memaksimumkan kemakmuran pemilik
perusahaan atau pemegang saham. Dibawah ini akan dijelaskan
definisi merger dan akuisisi serta macam-macamnya.
7
Stanley Foster Reed and Alexandra Reed Lajoux. 1999. The Art of M&A: A Merger,
Acquisition, Buyout Guide. New York. McGraw-Hill

9
10

1) Definisi Merger

Merger merupakan suatu strategi bisnis yang diterapkan dengan


menggabungkan antara dua atau lebih perusahaan yang setuju
menyatukan kegiatan operasionalnya dengan basis yang relatif
seimbang, karena mereka memiliki sumber daya dan kapabilitas yang
secara bersama-sama dapat menciptakan keunggulan kompetitif yang
lebih kuat, (Hitt, et.al., 2001)8. Sedangkan menurut Brian Coyle
(2000)9 merger dapat diartikan secara luas maupun secara sempit.
Dalam pengertian yang luas, merger juga menunjuk pada setiap bentuk
pengambilalihan suatu perusahaan oleh perusahaan lainnya, pada saat
kegiatan usaha dari kedua perusahaan tersebut disatukan. Pengertian
yang lebih sempit merujuk pada dua perusahaan dengan ekuitas
hampir sama, menggabungkan sumber-sumber daya yang ada pada
kedua perusahaan menjadi satu bentuk usaha. Pemegang saham atau
pemilik dari kedua perusahaan sebelum merger menjadi pemilik dari
saham perusahaan hasil merger, dan top manajemen dari kedua
perusahaan tetap menduduki posisi senior dalam perusahaan setelah
merger.

Merger menurut Morris (2000)10, adalah “the absorption of one


corporation into another corporation,….. Usually but not always, the
selling corporation’s shareholders receive stock in the buying
corporation” . Bagi Morris merger dapat dengan mudah dimengerti
sebagai suatu bentuk yang secara struktural serupa dengan
pengambilalihan saham. Semua hak dan kewajiban dari perusahaan
yang merger dialihkan demi hukum kepada perusahaan yang
mengambil alih tersebut. Dalam suatu transaksi merger yang
8
Hitt, M.E., et.all., 2000, Strategic Management, South Western College Publishing
9
Coyle Brian, 2000, Mergers and Acquisitions, Amacom, New York
10
Morris Joseph M., 2000, Mergers and Acquisitions, Business Strategies for Accountants,
JohnWiley & Sons, Inc., New York

10
11

sebenarnya terjadi adalah pengalihan hak dan kewajiban dari


perusahaan yang diambil alih ke perusahaan yang mengambil alih.
Pada pengambilalihan saham biasa, hak dan kewajiban dari perusahaan
yang diambil alih tetap dipisahkan dalam suatu perusahaan independen
yang berbeda dari perusahaan yang mengambil alih tersebut. Agar
tidak merugikan kepentingan dari perusahaan yang mengakuisisi,
dalam merger, maka diciptakanlah triangular merger, dimana
perusahaan yang mengambil alih mendirikan satu perusahaan baru
yang akan mengabsorbsi seluruh hak dan kewajiban dari perusahaan
yang diambil alih tersebut.

2) Definisi Akuisisi

Akuisisi dalam terminologi bisnis diartikan sebagai berikut :


Akuisisi adalah pengambilalihan kepemilikan atau pengendalian atas
saham atau asset suatu perusahaan oleh perusahaan lain, dan dalam
peristiwa ini baik perusahaan pengambilalih atau yang diambil alih
tetap eksis sebagai badan hukum yang terpisah. (Abdul Moin, 2004)11.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 27 Tahun 199812
tentang Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan Perseroan
Terbatas mendefinisikan akuisisi sebagai perbuatan hukum yang
dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan untuk
mengambil alih baik seluruh atau sebagian besar saham perseroan
yang dapat mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap
perseroan tersebut.

11
Moin, Abdul, op.cit
12
Peraturan Pemerintah RI No. 27 tahun 1998. Tentang Penggabungan, Peleburan dan
Pengambilalihan Perseroan Terbatas.

11
12

3) Macam-macam Merger dan Akuisisi

Merger dan Akuisisi berdasarkan aktivitas ekonomik dapat


diklasifikasikan dalam lima tipe13 :

a. Merger Horisontal

Merger horisontal adalah merger antara dua atau lebih perusahaan


yang bergerak dalam industri yang sama. Sebelum terjadi merger
perusahaan-perusahaan ini bersaing satu sama lain dalam
pasar/industri yang sama. Salah satu tujuan utama merger dan
akuisisi horisontal adalah untuk mengurangi persaingan atau untuk
meningkatkan efisiensi melalui penggabungan aktivitas produksi,
pemasaran dan distribusi, riset dan pengembangan dan fasilitas
administrasi. Efek dari merger horisontal ini adalah semakin
terkonsentrasinya struktur pasar pada industri tersebut. Apabila
hanya terdapat sedikit pelaku usaha, maka struktur pasar bisa
mengarah pada bentuk oligopoli, bahkan akan mengarah pada
monopoli.

b. Merger Vertikal

Merger vertikal adalah integrasi yang melibatkan perusahaan-


perusahaan yang bergerak dalam tahapan-tahapan proses produksi
atau operasi. Merger dan akuisisi tipe ini dilakukan jika perusahaan
yang berada pada industri hulu memasuki industri hilir atau
sebaliknya. Merger dan akuisisi vertikal dilakukan oleh
perusahaan-perusahaan yang bermaksud untuk mengintegrasikan
usahanya terhadap pemasok dan/atau pengguna produk dalam
rangka stabilisasi pasokan dan pengguna. Tidak semua perusahaan
memiliki bidang usaha yang lengkap mulai dari penyediaan input
sampai pemasaran. Untuk menjamin bahwa pasokan input berjalan
dengan lancar maka perusahaan tersebut bisa mengakuisisi atau
13
Coyle Brian, op.cit

12
13

merger dengan pemasok. Merger dan akuisisi vertikal ini dibagi


dalam dua bentuk yaitu integrasi ke belakang atau ke bawah
(backward/downward integration) dan integrasi ke depan atau ke
atas (forward/upward integration).

c. Merger Konglomerat

Merger konglomerat adalah merger dua atau lebih perusahaan yang


masing-masing bergerak dalam industri yang tidak terkait. Merger
dan akuisisi konglomerat terjadi apabila sebuah perusahaan
berusaha mendiversifikasi bidang bisnisnya dengan memasuki
bidang bisnis yang berbeda sama sekali dengan bisnis semula.
Apabila merger dan akuisisi konglomerat ini dilakukan secara terus
menerus oleh perusahaan, maka terbentuklah sebuah konglomerasi.
Sebuah konglomerasi memiliki bidang bisnis yang sangat beragam
dalam industri yang berbeda.

d. Merger Ekstensi Pasar

Merger ekstensi pasar adalah merger yang dilakukan oleh dua atau
lebih perusahaan untuk secara bersama-sama memperluas area
pasar. Tujuan merger dan akuisisi ini terutama untuk memperkuat
jaringan pemasaran bagi produk masing-masing perusahaan.
Merger dan akusisi ekstensi pasar sering dilakukan oleh perusahan-
perusahan lintas Negara dalam rangka ekspansi dan penetrasi
pasar. Strategi ini dilakukan untuk mengakses pasar luar negeri
dengan cepat tanpa harus membangun fasilitas produksi dari awal
di negara yang akan dimasuki. Merger dan akuisisi ekstensi pasar
dilakukan untuk mengatasi keterbatasan ekspor karena kurang
memberikan fleksibilitas penyediaan produk terhadap konsumen
luar negeri.

13
14

e. Merger Ekstensi Produk

Merger ekstensi produk adalah merger yang dilakukan oleh dua


atau lebih perusahaan untuk memperluas lini produk masing-
masing perusahaan. Setelah merger perusahaan akan menawarkan
lebih banyak jenis dan lini produk sehingga akan menjangkau
konsumen yang lebih luas. Merger dan akuisisi ini dilakukan
dengan memanfaatkan kekuatan departemen riset dan
pengembangan masing-masing untuk mendapatkan sinergi melalui
efektivitas riset sehingga lebih produktif dalam inovasi.

Pola adalah sistem bisnis yang diimplementasikan oleh sebuah


perusahaan dan dalam hal ini pola merger adalah sistem bisnis
yang akan diadopsi atau yang akan dijadikan acuan oleh
perusahaan hasil merger. Klasifikasi berdasarkan pola merger
terbagi dalam dua kategori yaitu :

a. Mothership Merger

Mothership merger adalah pengadopsian satu pola atau sistem


untuk dijadikan pola atau sistem pada perusahaan hasil merger.
Biasanya perusahaan yang dipertahankan hidup adalah
perusahaan yang dominan dan sistem pola bisnis perusahaan
yang dominan inilah yang diadopsi.

b. Platform Merger

Jika dalam mothership merger hanya satu sistem yang


diadopsi, maka dalam platform merger hardware dan software
yang menjadi kekuatan masing-masing perusahaan tetap
dipertahankan dan dioptimalkan. Artinya adalah semua system

14
15

atau pola bisnis, sepanjang itu baik, akan diadopsi oleh


perusahaan hasil merger.

Klasifikasi berdasarkan obyek yang diakuisisi dibedakan atas


akuisisi saham dan akuisisi asset, yaitu :

a. Akuisisi Saham

Istilah akuisisi digunakan untuk menggambarkan suatu


transaksi jual beli perusahaan, dan transaksi tersebut
mengakibatkan beralihnya kepemilikan perusahaan dari penjual
kepada pembeli. Karena perusahaan didirikan atas saham-
saham, maka akuisisi terjadi ketika pemilik saham menjual
saham-saham mereka kepada pembeli/pengakuisisi.

Akuisisi saham merupakan salah satu bentuk akuisisi yang


paling umum ditemui dalam hampir setiap kegiatan akuisisi.
Akuisisi tersebut dapat dilakukan dengan cara membeli seluruh
atau sebagian saham-saham yang telah dikeluarkan oleh
perseroan maupun dengan atau tanpa melakukan penyetoran
atas sebagian maupun seluruh saham yang belum dan akan
dikeluarkan perseroan yang mengakibatkan penguasaan
mayoritas atas saham perseroan oleh perusahaan yang
melakukan akuisisi tersebut, yang akan membawa ke arah
penguasaan manajemen dan jalannya perseroan.

b. Akuisisi Aset

Apabila sebuah perusahaan bermaksud memiliki


perusahaan lain maka ia dapat membeli sebagian atau seluruh
aktiva atau aset perusahaan lain tersebut. Jika pembelian
tersebut hanya sebagian dari aktiva perusahaan maka hal ini
dinamakan akusisi parsial.

Akuisisi asset secara sederhana dapat dikatakan merupakan :

15
16

1. Jual beli (aset) antara pihak yang melakukan akuisisi aset


(sebagai pihak pembeli) dengan pihak yang diakuisisi asetnya
(sebagai pihak penjual), jika akuisisi dilakukan dengan
pembayaran uang tunai. Dalam hal ini segala formalitas yang
harus dipenuhi untuk suatu jual beli harus diberlakukan,
termasuk jual beli atas hak atas tanah yang harus dilakukan
dihadapan Pejabat Pembuatan Akta Tanah.

2. Perjanjian tukar menukar antara aset yang diakuisisi dengan


suatu kebendaan lain milik dan pihak yang melakukan akuisisi,
jika akuisisi tidak dilakukan dengan cara tunai. Dan jika
kebendaan yang dipertukarkan dengan aset merupakan saham-
saham, maka akuisisi tersebut dikenal dengan nama assets for
share exchange, dengan akibat hukum bahwa perseroan yang
diakuisisi tersebut menjadi pemegang saham dan perseroan
yang diakuisisi.

Untuk melakukan akuisisi, Morris (2000)14 mengemukakan


adanya beberapa hal yang perlu diketahui terlebih dahulu :

1. Characteristics and size of industry and company

2. Size of market and expected market growth

3. Share of market held by the candidate (to be acquired)

4. Barriers to entry by the new competition

5. State of the acquisition candidate’s technology and easy with


which it could be duplicated by the acquirer or by a
competitior

6. Competitive advantage of the acquisition candidate’s product


or service

14
Morris Joseph M., op.cit

16
17

7. Amount of the investment required by the acquirer and the


projected return rates

8. Existence of in place management, technical personnel and


other key personnel

9. Ability of the acquirer to acquire and retain the acquisition


candidate’s business

10. Size and price range

Akuisisi dapat terjadi dalam keseluruhan ataupun secara


sebagian. Akuisisi keseluruhan terjadi jika yang diambil alih
seluruh saham dari perusahaan yang diambil alih tersebut,
sedangkan akuisisi disebut akuisisi sebagian jika akuisisi dilakukan
dengan mengambil alih lebih dari 50% kepemilikan saham tetapi
kurang dari 100% Coyle(2000)15.

Selain itu, akuisisi dapat dilakukan dengan cara :

1. Pembayaran tunai

2. Pembayaran dengan penerbitan surat-surat berharga, dalam


bentuk saham (share swap), obligasi, surat utang, dan surat-
surat berharga lainnya

3. Campuran dalam bentuk pembayaran tunai dan surat berharga

4. Opsi bagi pihak yang sahamnya diambil alih, untuk menerima


pembayaran dalam bentuk tunai atau surat berharga.

Akuisisi, Coyle (2000)16 dalam prakteknya juga dapat


mengambil bentuk :

1. Agresive

15
Coyle Brian, op.cit
16
Coyle Brian, op.cit

17
18

2. Defensive

3. Negotiated

Akuisisi dikatakan bersifat aggressive, jika akuisisi dilakukan


dengan paksa, yang pada umumnya memperoleh tentangan yang
sangat dari manajemen perusahaan yang akan diambil alih,
sehingga seringkali disebut juga dengan hostile take over. Bentuk
akuisisi yang berlawanan dari aggressive acquisition ini adalah
negotiated take over. Sedangkan suatu akuisisi disebut dengan
defensif, jika terjadi keadaan tawar menawar antara manajemen
perusahaan yang diambil alih mengenai pihak mana yang disetujui
untuk melakukan pengambilalihan. Defensive acquisition ini pada
umumnya terjadi sebagai reaksi dari aggressive take over.

Ada beberapa alasan perusahaan-perusahaan melakukan


merger dan akuisisi, menurut Morris (2000)17 bahwa sekurangnya
ada lima alasan pokok perusahaan melakukan merger dan
akuisisi :

1. Faster growth

2. Vertical integration

3. Acquisition of intangibles and personnel

4. Portfolio investment

5. Change in industries

4) Manfaat dan Resiko Merger dan Akuisisi

Dalam banyak literature manajemen strategi ditemukan bahwa


merger dan akuisisi memberikan banyak manfaat. Beberapa manfaat

17
Morris Joseph M., op.cit

18
19

yang mungkin dihasilkan dari proses merger dan akuisisi menurut


David (1998)18 antara lain :

1. Meningkatkan efisiensi melalui sinergi yang tercipta diantara


perusahaan yang dimerger atau diakuisisi.

2. Memperluas portfolio jasa yang ditawarkan yang akan berakibat


pada bertambahnya sumber pendapatan bagi perusahaan.

3. Memperkuat daya saing perusahaan, dan lain sebagainya.

Namun selain manfaat yang mungkin dihasilkan, menurut David


(1998) perlu juga diperhatikan kemungkinan risiko yang akan muncul
sebagai hasil dari merger dan akuisisi, yaitu :

1. Seluruh kewajiban masing-masing perusahaan akan menjadi


tanggungan perusahaan hasil merger atau akuisisi, termasuk
kewajiban pembayaran dan penyerahan produk kepada vendor
yang masih terhutang.

2. Beban operasional, terutama dalam jangka pendek, akan semakin


meningkat sebagai akibat dari proses penggabungan usaha.

3. Perbedaan budaya (corporate culture), sistem dan prosedur yang


diterapkan dimasing-masing perusahaan selama ini akan
memerlukan penyesuaian dengan waktu yang relatif lama, dan
sebagainya.

5) Faktor Keberhasilan Merger dan Akuisisi

Keberhasilan suatu merger dan akuisisi sangat bergantung pada


ketepatan analisis dan penelitian yang menyeluruh terhadap faktor-
faktor penyelaras atau kompatibilitas antara organisasi yang akan
18
David, Fred R. 1998. Concepts of Strategic Management. 7th ed. New Jersey. Prentice Hall
Inc.

19
20

bergabung. Neil M. Kay (1997)19, dalam bukunya Pattern in


Corporate Evolution, mengungkapkan bahwa merger dan akuisisi akan
berlangsung sukses apabila diantara perusahaan yang akan bergabung
memiliki market link dan technological link. Sementara Robins
(2000)20, dalam Organizational Behavior, menambahkan bahwa
kompatibilitas budaya organisasi yang akan bergabung dalam sebuah
merger seringkali menjadi faktor non ekonomi yang krusial dalam
mendukung keberhasilan sebuah proses merger. Sedangkan Pringle
dan Harris (1987)21, dalam bukunya Esentials of Managerial Finance
memandang bahwa kinerja keuangan pada perusahaan hasil merger
merupakan faktor penting yang harus dipertimbangkan ketika dua
perusahaan atau lebih akan bergabung.

1. Faktor Pasar dan Pemasaran

Menurut Neil Kay (1997), perusahaan dapat berhasil dalam


melakukan merger dan akuisisi apabila terdapat kesamaan atau
komplementaritas dalam hal pasar yang ia sebut sebagai market
linkages. Salah satu hasil yang diharapkan dari merger dan akuisisi
adalah sinergi yang dihasilkan oleh meningkatnya akses
perusahaan ke pasar baru yang selama ini tidak tersentuh.

Sumber-sumber potensial yang dalam hal ini menggabungkan


kesempatan pasar dengan saling berbagi pasar yang ditekuni
masing-masing selama ini (cross marketing). Dengan lini produk
yang lebih luas, setiap perusahaan dapat menjual lebih banyak
produk kepada pelanggannya dari yang selama ini telah
dilakukannya. Cross-marketing ini memungkinkan secara cepat
masing-masing perusahaan untuk meningkatkan pendapatannya
dengan sangat cepat. Sehingga memungkinkan terjadinya cross
19
Neil, M. Kay. 1997. Pattern In Corporate Evolution. New York. Oxford University Press.
20
Robins, S.T., 2000. Organizational Behavior. New Jersey. Prentice Hall Inc.
21
Pringle, J.J., and Harris, R.S., 1987. Esentials of Managerial Finance. 2nd ed., Illinois
London

20
21

selling yang akan meningkatkan pendapatan perusahaan hasil


merger dan akuisisi. Sebagai contoh sarana cross-marketing adalah
kekuatan merk salah satu produk akan memberikan efek kepada
produk yang lain yang didapat dari hasil merger dan akuisisi.

Sustainability perusahaan sangat tergantung pada respon pasar


yang positif terhadap apa yang mereka tawarkan. Meskipun
memiliki kemampuan untuk memproduksi barang atau jasa yang
berkualitas namun bila pasar tidak memberikan respon yang positif
maka perusahaan tidak akan memperoleh profit. Sementara profit
merupakan dasar bagi keberlangsungan sebuah perusahaan.

2. Faktor Teknologi

Menurut Neil Kay (1997)22, perusahaan dapat melakukan


merger dan akuisisi apabila terdapat kesamaan atau
komplementaritas dalam hal sumber daya teknologi dan produksi
yang ia sebut sebagai technological linkages. Technological
linkages ini dapat meliputi penggabungan proses produksi karena
proses yang sama seperti halnya yang terjadi pada horizontal
merger.

Proses pengembangan produk juga dapat menjadi sarana


terjadinya sinergi teknologi informasi dalam satu organisasi.
Ketika teknologi yang digunakan sama maka potensi sinergi dapat
diciptakan. Dengan melakukan proses merger dan akuisisi secara
sehat dan suka rela, potensi sinergi akan menghasilkan skala dan

22
Neil, M. Kay., op.cit

21
22

ruang lingkup ekonomi (economy of scale and scope) yang


bermanfaat. Teknologi dapat juga didefinisikan sebagai
kemampuan produksi dan inovasi yang dimiliki oleh perusahaan
yang tercermin dari kualifikasi sumber daya manusia, skill dan
keahlian yang mereka miliki, jenis produk yang mereka tawarkan
serta peralatan barang modal yang mereka gunakan.

Disinilah para pengambil kebijakan juga mesti berhati-hati.


Jangan sampai perusahaan hasil merger dan akuisisi malah menjadi
tidak produktif dikarenakan adanya kesenjangan teknologi.

3. Faktor Budaya Organisasi

Budaya organisasi merupakan salah satu aspek non ekonomis


yang sangat penting untuk dipertimbangkan ketika dua perusahaan
atau lebih melakukan merger dan akuisis. Dalam banyak kasus
merger dan akuisisi diberbagai perusahaan, masalah budaya
seringkali menjadi masalah yang sangat krusial. Latar belakang
budaya yang sangat berbeda diantara karyawan dapat
menyebabkan karyawan enggan untuk melakukan kerja sama,
masing-masing berusaha melakukan sesuatu berdasarkan cara
metode yang selama ini telah mereka lakukan diperusahaan lama
mereka, untuk bisa beradaptasi seringkali membutuhkan waktu
yang lama.

Budaya organisasi didefinisikan oleh Robins (2000)23 sebagai


suatu persepsi bersama yang dianut anggota-anggota organisasi
tersebut. Schein (1997)24, menyebutkan bahwa budaya organisasi
mengacu kepada suatu sistem makna bersama yang dianut oleh
anggota-anggota yang membedakan organisasi itu dari organisasi
lainnya. Sementara Kotter dan Heskett (1992)25 menjelaskan

23
Robins, S.T., op.cit
24
Schein, E.H., 1997. Organizational Culture and Leadership. Fransisco : Jossey-Bass
25
Kotter, John and Heskett, James., op.cit

22
23

bahwa dalam organisasi, budaya mempresentasikan value dan cara


yang dimiliki bersama oleh orang-orang yang terlibat dalam
organisasi. Value sendiri dipandang sebagai keyakinan dasar
tentang apa yang seharusnya atau tidak seharusnya dilakukan dan
apa yang penting dan apa yang tidak penting untuk organisasi.

Perbedaan budaya ini dapat menyebabkan konflik. Akibatnya


kerja sama tidak mudah terbangun, kohesivitas organisasi lemah,
sinergi tidak tercipta, akhirnya produktivitas perusahaan hasil
merger dan akuisisi juga menjadi lebih buruk dari sebelumnya.

Perbedaan budaya organisasi tentu dapat diselesaikan. Karena


memang budaya sendiri adalah sesuatu yang dapat berubah.
Namun hal tersebut membutuhkan waktu dan kemampuan
mengelola perubahan yang baik. Karenanya sebelum merger dan
akuisisi dilakukan kiranya perlu dipersiapkan model transisi
budaya yang bisa diterima dan diikuti oleh segenap komponen
dalam masing-masing perusahaan yang akan merger dan akuisisi

4. Faktor Keuangan

Salah satu alasan mengapa merger dan akuisisi dilakukan


adalah harapan akan terjadinya sinergi melalui penggabungan
sumber daya beberapa perusahaan.

Dari sisi finansial26, sinergi ini bermakna kemampuan


menghasilkan laba perusahaan hasil merger dan akuisisi yang lebih
besar dari kemampuan laba masing-masing perusahaan sebelum
merger dan akuisisi. Sinergi inilah yang menjadi syarat awal
terjadinya sebuah merger. Sinergi ini kemudian memungkinkan
perusahaan hasil merger dan akuisisi dapat membiayai proses
merger dan akuisisi serta mampu memberikan deviden yang
premium kepada pemilik modal perusahaan.
26
Pringle, J.J., and Harris, R.S., op.cit

23
24

Efek sinergi dari sebuah merger dan akuisisi bersumber pada


dua aktivitas yaitu sinergi dalam hal operasional dan sinergi dalam
hal finansial. Sinergi operasional dapat terjadi berupa peningkatan
pendapatan (revenue enhancement) dan pengurangan biaya (cost
reduction).

Dalam prakteknya, usaha peningkatan pendapatan ini lebih


sulit dibanding usaha mengurangi biaya produksi. Hal ini karena
yang kedua lebih kasat mata dan terukur sehingga lebih mudah
diidentifikasi. Sementara sinergi dalam hal finansial berhubungan
dengan kemungkinan lebih rendahnya biaya memperoleh modal
bagi perusahaan hasil merger dan akuisisi dibanding biaya bagi
perusahaan sebelum merger dan akuisisi.

Para perencana merger dan akuisisi cenderung melihat


pengurangan biaya sebagai sumber utama sinergi operasional.
Pengurangan biaya ini lebih banyak bersumber dari skala ekonomi
yaitu penurunan biaya per unit produk yang dihasilkan oleh
peningkatan volume produksi atau skala operasional perusahaan.
Biaya per unit produk yang tinggi muncul akibat biaya tetap
operasional yang hanya menghasilkan output yang sedikit. Proses
yang meningkatkan jumlah output yang kemudian berakibat
penurunan biaya per unit ini biasa disebut spreading overhead.
Sumber lain yang dapat mengurangi biaya adalah peningkatan
spesialisasi tenaga kerja dan manajemen, serta penggunaan barang
modal yang lebih efisien, yang tidak mungkin terjadi pada tingkat
output yang rendah.

2.1.2. Variabel Keuangan Yang digunakan Dalam Penelitian

Rasio keuangan dapat dimaksudkan untuk mengukur hampir setiap


aspek atau segi dari kinerja perusahaan. Pada umumnya, analisis
menggunakan rasio sebagai salah satu alat untuk mengidentifikasikan

24
25

kekuatan atau kelemahan suatu perusahaan. Rasio cenderung digunakan


untuk mengidentifikasikan gejala-gejala dari suatu permasalahan atau
problem pada suatu perusahaan.

Weston dan Copeland27 membagi rasio keuangan dalam 6 kelompok,


sebagai berikut :

a. Rasio likuiditas, mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi


kewajiban jangka pendeknya yang jatuh tempo.

b. Rasio leverage, mengukur hingga sejauh mana perusahaan dibiayai


dari hutang.

c. Rasio aktivitas, mengukur seberapa efektif perusahaan menggunakan


sumber dayanya.

d. Rasio profitabilitas, mengukur efektivitas manjemen dilihat laba yang


dihasilkan terhadap penjualan dan investasi perusahaan.

e. Rasio pertumbuhan, mengukur kemampuan perusahaan


mempertahankan posisi ekonominya di dalam pertumbuhan ekonomi
dan industri.

f. Rasio penilaian, mengukur kemampuan manajemen dalam


menciptakan nilai pasar yang melampaui pengeluaran biaya investasi.
Rasio penilaian sangat penting oleh karena rasio ini berkaitan langsung
dengan tujuan memaksimumkan nilai perusahaan dan kekayaan para
pemegang saham, yang merupakan hakekat atau fungsi daripada
manajemen keuangan.

Analisis rasio laporan keuangan menurut Palepu (1996)28 adalah


nilai (value) dari suatu perusahaan ditentukan oleh profitabilitas dan
pertumbuhannya. Sedangkan profitabilitas dan pertumbuhan
27
Weston, J. Fred & Copeland, E. Thomas. 1992. Manajemen Keuangan. Edisi ke-8. Penerbit
Bina Rupa Aksara
28
Palepu, Bernard & Healy. 1996. Business Analysis & Valuation Using Financial Statements,
Text & Cases. South-Western College Publishing. Cincinnati Ohio. P. 4-21.

25
26

dipengaruhi oleh strategi produk market dan finansial market. Dimana


strategi produk market diimplementasikan melalui strategi operasi dan
investasi. Sedangkan strategi finansial market diimplementasikan
melalui kebijakan financing dan dividen. Secara sistematis
profitabilitas dan pertumbuhan dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 3. Profitability and Growth

26
27

Sumber : Palepu, Bernard & Healy. 1996. Business Analisys & Valuation
Using Financial Statements, Text & Cases.

Gambar 4. Sustainable Growth Rate

a. Return On Sales

Dalam penelitian ini rasio yang digunakan adalah Gross Profit


Margin (GPM), adalah persentase dari setiap hasil sisa penjualan
sesudah perusahaan membayar harga pokok penjualan. Semakin tinggi
marjin laba kotor, maka semakin baik dan secara relatif semakin
rendah harga pokok barang yang dijual.

GPM = Gross Profit / Sales

27
28

Sinergi operasi29 (operating synergy) terjadi ketika perusahaan


hasil kombinasi mampu mencapai efisiensi biaya. Efisiensi ini dicapai
dengan cara pemanfaatan secara optimal sumberdaya-sumberdaya
perusahaan. Dalam merger dan akuisisi, sinergi operasi dapat
dibedakan dalam economies of scale dan economies of scope.
Economies of scale menunjukkan suatu keadaan dimana perusahaan
mampu mencapai biaya rata-rata per unit yang semakin rendah seiring
dengan semakin besarnya jumlah output yang diproduksi. Sedangkan
economies of scope bisa diperoleh melalui merger dan akuisisi ketika
perusahaan mampu memanfaatkan secara maksimal satu input sumber
daya untuk menghasilkan beberapa output/produk atau jasa.

Jika sinergi operasi dari merger dan akuisisi tercapai maka, gross
profit semakin tinggi dan pada akhirnya akan meningkatkan gross
profit margin.

b. Rasio Likuiditas

Likuiditas adalah sebuah ukuran untuk mengetahui kemampuan


perusahaan untuk melunasi hutang-hutang jangka pendek yang segera
jatuh tempo dan sumber dana untuk membiayai pelunasan hutang
tersebut adalah aktiva lancar. Rasio-rasio ini memberikan informasi
yang sangat berguna bagi pengakuisisi ketika menilai perusahaan
target yaitu seberapa besar tingkat likuiditas pascamerger. Jika segera
sesudah merger perusahaan memerlukan dana yang likuid, maka
perusahaan akan relatif lebih aman jika memiliki rasio likuiditas yang
tinggi. Current ratio, merupakan merupakan perbandingan antara
aktiva lancar dengan hutang lancar. Rasio ini menunjukkan seberapa
besar kemampuan perusahaan, dengan menggunakan aktiva lancarnya,

29
Jay B. Barney, 2002. Gaining and Sustaining Competitive Advantage. New Jersey : Prentice
Hall. P. 79-86

28
29

melunasi atau menutup hutang lancar. Semakin besar rasio ini semakin
likuid perusahaan tersebut.

Current Ratio (CR) = Current Assets / Current Liabilities

c. Rasio Solvabilitas

Rasio solvabilitas mengukur tingkat jumlah hutang terhadap


seluruh kekayaan perusahaan.

Debt to Assets Ratio, merupakan perbandingan antara total hutang


dengan total aset. Rasio ini mengukur seberapa besar seluruh hutang
dijamin oleh aset perusahaan. Semakin besar rasio ini semakin berisiko
perusahaan karena semakin besar beban aset untuk menjamin hutang.
Jika dilihat dari sudut kreditor, rasio ini memberikan petunjuk tentang
seberapa besar perusahaan memberikan proteksi atas pinjaman yang
diberikannya. Karena dalam merger seluruh hutang perusahaan
dialihkan ke perusahaan hasil merger maka pengakuisisi harus melihat
nilai hutang ini. Semakin besar hutang berarti semakin besar beban
bagi perusahaan pascamerger untuk mengembalikan pinjaman
tersebut. Oleh karena itu ada kemungkinan bahwa perusahaan yang
memiliki debt to assets ratio yang tinggi kurang menarik untuk
diakuisisi dibanding dengan perusahaan yang memiliki debt to assets
ratio yang rendah.

Debt to Assets Ratio (DAR) = Total Liabilities / Total Assets

d. Rasio Aktivitas

Rasio aktivitas, digunakan untuk mengetahui kecepatan beberapa


perkiraan menjadi penjualan atau kas.

29
30

Total asset turnover, mengukur seberapa efektif aktiva perusahaan


mampu menghasilkan pendapatan operasional yaitu pendapatan yang
diperoleh dari kegiatan utama perusahaan. Semakin tinggi assets
turnover ini berarti semakin efektif aktiva tersebut dalam
menghasilkan pendapatan. Sebaliknya jika rasio ini rendah maka ada
kemungkinan perusahaan menggunakan aset dibawah kapasitas,
sehingga perusahaan harus berusaha untuk meningkatkan penerimaan
misalnya dengan meningkatkan volume penjualan atau meningkatkan
harga jual.

Total Asset Turnover = Sales / Total Assets

e. Rasio Profitabilitas

Ada banyak ukuran profitabilitas. Masing-masing hasil perusahaan


dihubungkan terhadap penjualan, aktiva, modal atau nilai saham. Alat
yang umum digunakan untuk mengevaluasi profitabilitas dihubungkan
dengan penjualan yaitu laporan laba rugi dalam presentase yang umum
yaitu laporan laba rugi dimana setiap posnya dinyatakan dalam
persentase penjualan.

Return on Assets (ROI/ROA), mengukur seberapa efektif aset yang


ada mampu menghasilkan keuntungan. Semakin besar rasio ini
semakin efektif penggunaan aset ini. ROA dapat ditingkatkan melalui
peningkatan profit margin dan pengingkatan perputaran aktiva.
Adanya sinergi baik sinergi operasi maupun sinergi finansial maka
adanya merger dan akuisisi akan meningkatkan ROA.

ROA = net profit after taxes / total asset

Untuk memahami teori bagi pengujian alternatif dari suatu merger


dan akuisisi, kita susun suatu kerangka untuk analisis manajerial dari
merger dan akuisisi yang kita rencanakan. Pada dasarnya yang kita

30
31

perlukan adalah prakiraan mengenai hasil pemgembalian dan resiko


setelah merger atau akuisisi. Untuk itu perlu digunakan prosedur
standar penganggaran modal, analisis biaya modal dan prinsip-prinsip
penilaian. Tujuannya adalah untuk menentukan apakah nilai
perusahaan setelah merger dan akuisisi lebih besar dibandingkan nilai
dari masing-masing perusahaan. Bila demikian, berarti merger atau
akuisisi yang dilakukan itu dapat dibenarkan dari segi sosial maupun
secara perorangan.

Telah ditunjukkan bahwa dasar dari penilaian dalam suatu


transaksi merger atau akuisisi merupakan perluasan dari prinsip dasar
penganggaran modal. Apabila nilai sekarang bersih dari investasi
ekstern dalam perusahaan lain positif, berarti kriteria penganggaran
modal dipenuhi secara tepat. Bila penggabungan perusahaan dihasilkan
dari sinergi atau dari sumber-sumber yang meningkatkan nilai
perusahaan, maka penambahan nilai sekarang bersih tersebut dapat
dijadikan dasar untuk membayarkan suatu premi kepada para
pemegang saham dari perusahaan yang dibeli. Apakah para pemegang
saham dari perusahaan pengambil alih akan memperoleh keuntungan
atau tidak tergantung dari tingkat persaingan di pasar untuk membeli
perusahaan tersebut dan juga tergantung dari pandangan pasar
mengenai hasil yang akan dicapai dengan adanya penggabungan
perusahaan itu. Dalam suatu pembelian atau penjualan yang
direncanakan dengan baik akan kita peroleh kenaikan dalam nilai,
yang merupakan keuntungan bagi kedua belah pihak yang melakukan
transaksi.

2.1.3. Variabel Dummy

31
32

Variabel dummy30, nama lainnya adalah variabel indicator, variabel


binary (2 angka), variabel bersifat katagori, variabel kualitatif dan variabel
yang membagi dua (dichotomous). Satu metode untuk membuatnya
kuantitatif dari atribut itu adalah dengan membentuk variabel buatan yang
mengambil nilai 1 atau 0, 0 menunjukkan ketidakhadiran ciri tadi dan 1
menunjukkan adanya ciri tadi. Variabel dummy dapat digunakan dalam
model regresi semudah variabel kuantitatif.

Y = α + βDi + µi

dimana Y = ROA

Di = 1 sesudah merger dan akuisisi

= 0 sebelum merger dan akuisi

Model ini bisa memungkinkan kita untuk mengetahui apakah merger


dan akuisisi menyebabkan perbedaan dalam ROA perusahaan, dengan
mengasumsikan variabel yang lain dijaga konstan, maka :

Rata-rata ROA perusahaan sebelum M&A E(Yi|Di = 0) = α

Rata-rata ROA perusahaan sesudah M&A E(Yi|Di = 1) = α + β

yaitu, unsur intersep α memberikan ROA rata-rata perusahaan sebelum


merger dan akuisisi dan koefisien kemiringan β menyatakan berapa
besarnya ROA rata-rata perusahaan sesudah merger dan akuisisi berbeda
dari ROA rata-rata perusahaan sebelum merger dan akuisisi, α + β
mencerminkan rata-rata ROA perusahaan sesudah merger dan akuisisi.

2.1.4. Variabel Ekonomi Makro Yang Digunakan Dalam Penelitian

1) Nilai Tukar (kurs)

30
Gujarati, Damodar N., 2003. Basic Econometrics. 4th Ed. Mc. Graw-Hill. New York

32
33

Nilai tukar berarti nilai pada tingkat mana dua mata uang yang
berbeda diperdagangkan satu sama lainnya.31 Nilai tukar (exchange
rate) valuta asing adalah harga pembelian dan penjualan mata uang
asing atau klaim atasnya, ini adalah jumlah mata uang suatu Negara
yang harus dibayarkan untuk mendapatkan satu unit mata uang asing.

Fluktuasi kurs rupiah terhadap mata uang asing akan sangat


mempengaruhi iklim investasi di dalam negeri. Terjadinya apresiasi
kurs rupiah terhadap dollar akan memberikan dampak negatif terhadap
ekspor Indonesia di luar negeri dalam persaingan harga karena harga
akan menjadi mahal dalam ukuran mata uang dollar sehingga para
importer dari negara-negara tersebut akan membeli lebih sedikit dalam
volume sehingga neraca perdagangan akan terpengaruh secara negatif.
Eksport yang sedikit akan mempengaruhi neraca pembayaran secara
negatif, dan pada akhirnya akan berpengaruh terhadap kinerja
perusahaan.

2) Tingkat Bunga Riil (Real Interest rate)

Tingkat bunga merupakan ukuran keuntungan investasi yang dapat


diperoleh investor dan juga merupakan ukuran biaya modal yang harus
dikeluarkan oleh perusahaan untuk menggunakan dana dari pemodal.
Bila suku bunga mengalami penurunan, maka kinerja emiten akan
membaik dalam jangka panjang karena cost of capital yang
relativflebih rendah. Pada gilirannya, kinerja keuangan perusahaan
akan meningkat.

Jika diukur dalam bentuk daya beli, pengembalian atas pinjaman


itu harus diukur dengan suku bunga riil.32 Hasilnya diperoleh dari suku
bunga nominal dikurangi dengan laju inflasi. Pembayaran dalam
31
Lipsey, Richard G., Purvis, Douglas D., Steiner, Peter O, dan Courant, Paul N., 1995.
Pengantar Makroekonomi. Page 25. Binarupa Aksara
32
Lipsey, Richard G., op.cit

33
34

persentase tertentu yang sama dengan inflasi diperlukan sebagai


kompensasi berkurangnya daya beli jumlah uang yang dipinjamkan
sebelum pengembalian yang sebenarnya dihasilkan pada investasi itu.
Masalah pembebanan atas pinjaman harus dinyatakan pada suku bunga
riilnya, dan bukan pada suku bunga nominalnya.

Sakhowi A. (2004), menyatakan bahwa peningkatan interest riil


dapat melalui dua kemungkinan. Pertama peningkatan/penurunan
tingkat bunga nominal (SBI) sementara inflasi stabil (tetap), maka
peningkatan/penurunan tingkat bunga riil akan mengakibatkan
peningkatan/penurunan kinerja perekonomian secara umum sehingga
akan meningkatkan/menurunkan ekspektasi pertumbuhan perusahaan
yang pada akhirnya akan meningkatkan/menurunkan laba bersih
(equity return). Kedua, peningkatan/penurunan tingkat bunga riil
melalui penurunan/peningkatan inflasi sementara tingkat bunga
nominal (SBI) tetap, maka peningkatan/penurunan tingkat bunga riil
akan mendorong meningkatnya aktivitas ekonomi dimasa datang
sehingga akan meningkatkan ekspektasi return. Berdasarkan teori yang
sudah diuraikan, tingkat suku bunga riil dipergunakan untuk
menghitung pengembalian dari suatu investasi.

2.2. Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian Tri Ariyono Pinastiko (2006), mengenai Pengaruh Asset


Liability Management Terhadap Profitabilitas pada Bank Umum Swasta
Nasional di Indonesia. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari
semua faktor dalam Asset Liability Management (ALMA), IRR lebih
berpengaruh terhadap ROA dan ROE yang kemudian diikuti oleh CAR
dan LDR. Dengan menggunakan metode Dummy diperoleh hasil jenis
bank tidak berpengaruh terhadap ROA dan ROE dan secara keseluruhan
rata-rata rasio bank non Tbk lebih baik dibandingkan dengan bank Tbk.

34
35

Penelitian Rina Rodianingsih (2006), mengenai Dampak Merger dan


Penyertaan Modal terhadap Produktivitas dan Laba Perusahaan pada
Unit INKABA PD. Industri di Bandung. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa : 1) penyertaan modal tidak berpengaruh secara langsung terhadap
produktivitas parsial yaitu produktivitas tenaga kerja, bahan, dan biaya
lain-lain. 2) merger berpengaruh langsung terhadap perubahan
produktivitas bahan dan biaya lain-lain, serta produktivitas bahan dan
produktivitas biaya lain-lain berpengaruh secara langsung terhadap laba
perusahaan. 3) penyertaan modal tidak berpengaruh secara langsung
terhadap laba perusahaan, sedangkan merger berpengaruh langsung
terhadap perubahaan laba perusahaan.

Penelitian Doddy Setiawan (2004), mengenai Analisis Pengaruh


Merger dan Akuisisi terhadap Kinerja Perusahaan Publik 1990-1996.
Hasil penilitian ini menunjukkan bahwa kinerja perusahaan setelah
melakukan merger dan akuisisi tidak mengalami perbaikan dibandingkan
dengan sebelum melaksanakan merger dan akuisisi, dengan melakukan uji
beda. Jadi, berdasarkan analisis kinerja keuangan perusahaan dari sisi rasio
keuangan merger dan akuisisi tidak menimbulkan sinergi bagi perusahaan.
Dengan kata lain, motif ekonomi bukanlah motif utama perusahaan
melakukan merger dan akuisisi.

Penelitian Cyrillius M. (2002), mengenai Analisis Pengaruh


Profitabilitas Industri, Rasio Leverage, Keuangan Tertimbang, dan
Intensitas Modal Tertimbang serta Pangsa Pasar Terhadap ROA dan
ROE. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel ROA industri,
intensitas modal tertimbang, leverage keuangan tertimbang berpengaruh
signifikan terhadap ROA. Demikian juga ROE industri, leverage keuangan
tertimbang, pangsa pasar berpengaruh signifikan terhadap ROE.

35
36

36

You might also like