You are on page 1of 16

Tugas Akuntansi Forensic Penipuan Investasi PT.

Qurnia Subur Alam Raya ( QSAR )

Nama Kelompok : Windu Kumoro Jati Rheiner Pieter Muhammad Akbar Ilma Sally Fanzuri Haka

Program Profesi Akuntansi Universitas Trisakti

Penipuan Investasi PT. Qurnia Subur Alam Raya

Deskripsi dan sejarah didirikannya PT. QSAR


PT Qurnia Subur Alam Raya (PT QSAR atau QSAR) didirikan oleh pendirinya Ramly Araby sekitar tahun 1998 dan bergerak dalam bidang agrobisnis. Kantornya berlokasi di Jl. Raya Situ Gunung Km. 3.5 No. 277 A, Cisaat, Sukabumi Jawa Barat. Pada saat yang sama terjadi krisis moneter di Indonesia dan Asia yang menjatuhkan Suharto dari kursi kepresidenannya yang telah didudukinya selama sekitar 35 tahun. Pada saat itu, bisnis Ramli Araby melalui PT. QSAR tumbuh dengan cepat. Hal ini dimungkinkan karena selama krisis banyak terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) dan banyak karyawan yang diPHK memperoleh uang pesangon. Apalagi perusahaan-perusahaan minyak di Indonesia seperti ARCO Indonesia (Atlantic Richfield Company), uang pesangon PHKnya sangat tinggi, para pengangguran baru ini ingin punya penghasilan. Sebagai gambaran bagaimana parahnya situasi ekonomi pada saat itu ialah menjamurnya warungwarung tenda yang didirikan orang-orang yang kena PHK. Membuka usaha warung tenda dimasa ekonomi sulit seperti itu juga tidak mudah. Banyak yang tidak berumur panjang. Kesempatan untuk memperoleh penghasilan adalah daya tarik yang kuat bagi yang punya uang. Hal inilah yang mungkin dilihat Ramli Araby sebagai kesempatan dalam menjalankan bisnis investasinya.

Investasi Yang ditawarkan


Dalam menjalankan bisnis investasinya dibidang agrobisnis, PT QSAR menawarkan proposal yang bermacam macam. Salah satunya yang menjadi proposal utama yaitu sistem bagi hasil untuk sebuah proyek baru budidaya pertanian. Sistem Bagi Hasil Budidaya Pertanian Didalam proposal ini dijelaskan bahwa Investor diwajibkan menyetorkan sejumlah uang, kemudian paling lambat 7 hari setelah modal disetor, pekerjaan dimulai. QSAR harus mengembalikan modal kepada investor ketika proyek sudah

selesai yang ditandai dengan selesainya masa. Untuk cabai merah Hot and Beauty misalnya perhitungan penyiapan lahan akan memakan waktu 25 hari dan 4-5 bulan untuk menanam sampai panen dan pohonnya tidak produktif lagi. Sedangkan pembagian keuntungan dimulai sejak panen pertama dimulai, yaitu sekitar 4 bulan setelah modal disetor. Dari seorang ahli geofisika Madura, peserta penanam modal di QSAR bernama Abdurahman, diceritakan bahwa dia tertarik dengan model kerja sama yang ditawarkan oleh Ramli Araby, karena sesuai dengan kaidah Islam. Abdurahman yang baru saja diPHK dari sebuah perusahaan minyak, mempunyai banyak uang, yang tidak kurang dari Rp 500 juta (ekivalen dengan 5 kg emas). Ia mengambil paket budidaya brokoli. Dalam paket ini investor berkewajiban menyetor Rp 25 juta (senilai kira-kira 250 gram emas). Keuntungannya akan dibagikan setelah panen. Investor akan memperoleh 40% dan QSAR memperoleh 60% dari keuntungan. Dengan masa tanam yang pendek, yaitu sekitar 60 hari, maka hasil akhir dari investasi Abdurahman bisa diketahui dengan cepat. Oleh QSAR, paket Abdurahman dinyatakan gagal dimakan ulat. Anehnya Abdurahman memperoleh kembali uangnya secara utuh, yaitu Rp 25 juta. Bagi banyak orang, kejadian seperti ini akan menjadi daya tarik yang lebih kuat untuk menanamkan uangnya lebih banyak. Lain halnya dengan teman Madura kita Abdurahman ini. Dia pikir, jika uangnya kembali, maka uang yang diterimanya itu berasal dari uang orang lain, apakah itu dari QSAR sendiri atau dari investor lain. Dan ini menurutnya, bukanlah cara-cara Islam. Sepatutnya modal Abdurahman sudah habis. Dan ia akan merelakan uangnya habis. Sebagai seorang penganut Islam sejati, Abdurahman tidak melanjutkan hubungan bisnisnya dengan QSAR dengan alasan bisnis QSAR tidak Islami. Keputusan inilah yang menyelamatkan uang PHKnya dari mangsa QSAR. Tidak banyak orang yang berpikir seperti Abdurahman. Banyak rekan-rekan koleganya dari ARCO (yang diPHK ARCO) bernasib tidak sebaik Abdurahman. Pengembalian modal akibat gagal panen dianggap oleh orang banyak sebagai bentuk kejujuran dan niat baik QSAR sehingga mereka membenamkam uangnya lebih banyak lagi. Padahal sebenarnya hal ini adalah pancingan agar investor menanamkan uangnya lebih banyak lagi. Seperti kata seorang pengarang novel bernama Ken Kesey:

"The secret of being a top-notch con-man is being able to know what the mark wants, and how to make him think he's getting it." Rahasia untuk menjadi penipu yang hebat adalah mengetahui apa yang diinginkan calon korbannya dan meyakinkan padanya bahwa ia akan memperoleh yang diidamkannya. Ramly Araby mengetahui apa yang diinginkan pengangguran yang punya uang, yaitu penghasilan besar yang mudah, aman, tidak beresiko, maka Ramli memancing calon korbannya dengan umpan-umpan yang seolah-olah merupakan investasi yang tidak ada resiko dan tidak akan pernah rugi. Pemilik modal yang terpancing akhirnya sangat menyesal atas keputusannya ini. Tentu saja cara ini tidak mempan terhadap orang seperti geofisikawan Abdurahman yang tertarik pada bisnis Islami ketimbang sekedar mudah, aman dan tidak beresiko.

Investasi Proyek Berjalan Bentuk kerja sama lain yang ditawarkan QSAR adalah membiayai usaha yang sudah berjalan. Pola ini memberi kesempatan bagi investor yang tidak mau menunggu pembagian keuntungannya selama 3 - 4 bulan. Seperti yang dikisahkan oleh seorang drilling engineer yang bekerja di sebuah perusahaan jasa pengeboran minyak bernama Mohammad Saar, ia menanamkan modalnya sebesar Rp 10 juta pada awal tahun 2002 untuk paket membiayai usaha yang sudah berjalan. Menurut perjanjian ia akan memperoleh 2% perbulannya. Jumlah ini lebih besar dibandingkan dengan bunga deposito bank yang besarnya berkisar disekitar 10% per tahun. Sayangnya bunga itu tidak pernah diterimanya. Yang diterimanya hanyalah janji-janji saja. Walaupun QSAR menawarkan berbagai paket-paket bisnis, untuk mengetahui secara rinci bentuk paket-paket bisnis agak sulit karena kurangnya dokumentasi. Ketika kisah ini ditulis, kasus QSAR sudah terkubur selama 9 tahun. Walaupun sudah banyak korbannya dan juga ikut menyeret keluarganya seperti ayahnya, saudaranya atau mertuanya untuk menjadi korban QSAR, tetapi pada umumnya mereka ini mencoba melupakan kemalangan yang menimpa mereka. Namun umumnya mereka

mengatakan, sudah lupa cerita detailnya. Terlalu pahit untuk diceritakan karena merupakan aib. Besarnya potensi tingkat keuntungan dari paket-paket bisnis yang ditawarkan kepada investor dari berita dan cerita yang terkumpul bermacam-macam, yaitu dari 25% sampai 85% per tahunnya. Kisaran angka yang tinggi seperti 50% - 85% dari media massa, sepertinya agak dibesar-besarkan dan kemungkinan tidak benar. Seandainya ada kemungkinan jumlahnya tidak banyak. Karena dengan

keuntungan/bunga setinggi ini, QSAR akan berumur pendek saja. Sistem Ponzinya akan meledak dengan cepat. Dari beberapa korban yang diketahui, mereka mengatakan tingkat keuntungan yang lebih masuk akal, yaitu 25% saja per tahunnya, atau sekitar 2% per bulan. Untuk tingkat bunga seperti ini memungkinkan sistem penipuan Ponzi bisa bertahan agak lama. Seperti kasus Madoff di Amerika Serikat dan terbongkar di tahun 2008, hanya memberikan keuntungan sekitar 10% saja. Penipuan ala penipuan Ponzi yang dilakukan oleh Madoff ini bisa ditutupi dan tidak terbongkar lebih dari 10 tahun. Kalau dilihat potensi tingkat keuntungan yang ditawarkan mencapai 20% 30% per tahunnya, sedangkan bunga deposito hanya sekitar 10% di masa itu, maka QSAR menjanjikan lebih dari 2 kali bunga deposito. Iming-imingan seperti ini jelas bisa membuat simpanan deposito mengalir ke QSAR. Yang dilakukan PT QSAR dalam meyakinkan Investor Analisis Cash Flow Untuk bisa menyakinkan investornya punya prospektus dengan segala perincian analisa cash-flow. Untuk mempercantik analisa cash-flow, digunakan asumsi harga jual produk yang digembungkan, dengan embel-embel produk kelas ekspor. Untuk produk yang harganya terkadang melambung di saat-saat hari natal, lebaran atau di musim hujan seperti cabai, mengambil asumsi harga yang agak tinggi tidak akan terlalu kentara sehingga dicurigai. Dengan analisa cash-flow yang cantik investor akan tergiur.

Bagi orang yang berkecimpung secara langsung di bidang pertanian, misalnya saja di bidang tanaman cabai Hot and Beauty, pasti mengetahui bahwa keuntungan rata-ratanya sekitar 10% 20% per tahunnya. Demikian juga untuk tanaman lain seperti jagung manis atau sayur mayur, tingkat keuntungan per tahunnya tidak lebih dari 20%. Tawaran keuntungan 20% - 30% per tahun patut dicurigai. Oleh sebab itu yang terjebak biasanya adalah orang-orang yang awam terhadap agrobisnis. Lokasi Kantor yang Jelas Ada satu lagi yang masih kurang dalam cerita ini. Seawam-awamnya investor, ada juga yang berhati-hati. Investor semacam ini tidak segan-segan meninjau ke lokasi untuk melihat apakah bisnis QSAR ini benar-benar ada atau sekedar di atas kertas saja. Hal semacam ini nampaknya sudah diantisipasi oleh QSAR, sehingga mereka juga mempunyai ladang di Sukabumi untuk dipamerkan jika ada yang memintanya. Bahkan ladang ini juga berfungsi sebagai pemanis dan pancingan. QSAR juga membuka kantor di Jakarta. Dalam Direktori Bisnis Indonesia tercatat data perusahaan QSAR: Qurnia Subur Alam Raya PT Jln. MH Thamrin 5 Menara BDN, Jakarta , DKI Jakarta, 10340, Indonesia Phone: 021-39833691, 021-3983369 Fax: 021-39833705 QSAR juga mempunyai situs internet di www.alamraya.net yang dulu bisa diakses secara online. Pada jaman itu, adanya website membuat QSAR nampak seperti busnis yang profesional, bonafide dan terkelola secara modern dan baik. Ini membuat daya tariknya semakin besar. Menggaet Orang orang besar sebagai Endoser Ramli Araby juga menggaet politikus petinggi negara untuk menarik investor. Tosari Wijaya, di masa itu adalah wakil ketua DPR dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP), didudukkan sebagai komisaris QSAR . Ternyata sejak 1998, Tosari sudah menjadi konsultan QSAR. Istri Tosari, Hajjah Mahsusoh Ujiati, tak kalah rapatnya dengan Qurnia, ia menjadi Presiden Direktur PT Bromo Agropuro Alam Raya-perusahaan agrobisnis yang berbasis di Probolinggo, Jawa Timur. Namun, katanya, PT Bromo Agropuro Alam Raya tidak ada kaitannya dengan QSAR.

Tidak hanya Tosari Wijaya yang dilibatkan oleh Ramli Araby ke dalam QSAR tetapi juga wakil presiden Hamzah Haz dan ketua MPR Amin Rais juga sempat dekat dengan Ramli Araby. Foto mereka dijadikan pemanis untuk menarik dan menyakinkan investor-investor baru. Bisnis QSAR ini juga pernah ditayangkan di TV sekitar tahun 2000 sehingga semakin membuatnya terkenal. Keganjalan dari Investasi PT QSAR Bisnis QSAR bukan tanpa lubang yang menganga. Dana yang berhasil dikumpulkan mencapai Rp 480 milyar. Jika uang ini ditanamkan ke agribisnis, akan memerlukan tanah yang sangat luas dan QSAR harus berekspansi keluar dari Sukabumi. Untuk 1 hektar diperlukan dana Rp 20 juta 23 juta pada masa itu (tahun 2000). Angka dari cabai Hot and Beauty ini bisa mewakili tanaman lainnya. Dengan kata lain tanah garapan QSAR akan mencapai 22.000 ha. Sebagai perbandingan adalah luas sawah di seluruh kabupaten Sukabumi adalah 63.000 ha. Artinya: Ramli Arabi akan nampak seperti raja kecil di Sukabumi dan kebun sayurnya akan nampak sejauh mata memandang. Pemambahan 22.000 ha atau 30% lahan pertanian Sukabumi akan membuat goncangan pertanahan. Harga tanah pertanian di Sukabumi akan melonjak tajam. Penambahan kebun sayur sedemikian besarnya akan membuat goncangan permintaanpenawaran di sektor sayur mayur. Harga sayur akan anjok. Lubang kelemahan yang menganga ini tidak pernah terlihat karena angka Rp 480 milyar dana yang berhasil dikumpulkan tidak pernah diumumkan. Sehingga tidak ada yang bisa memahami seberapa besar bisnis Ramli Araby yang sebenarnya. Akhir dari Penipuan Investasi PT QSAR Semua permainan sistem piramida Ponzi akan berakhir dengan kesedihan untuk investor yang datang belakangan. Ini berlaku juga bagi QSAR. Borok QSAR mulai terbuka tahun 2001, dan meledaknya tahun 2002 sampai polisi turun tangan mencokok Ramli Araby tanggal 29 Agustus 2002. Investor QSAR yang tergabung dalam Forum Komunikasi Investor

(FKI), berusaha mengambil alih asset-asset QSAR, tetapi kemudian polisi melakukan penyitaan aset-aset QSAR ini. Skema Ponzi merupakan sebuah istilah untuk praktik kotor dalam bisnis keuangan yang menjanjikan pemberian keuntungan berlipat ganda yang jauh lebih tinggi dari keuntungan bisnis riil bagi investor. Para invesor umumnya tidak tahu dan tidak mau tahu darimana perusahaan membayar keuntungan yang dijanjikan. Tidak pernah ada investasi riil. Perjuangan Ramli Araby tidak berhenti di sel tahanan polisi. Ketika di tahanan polisi, Ramli Araby, masih berusaha untuk bangkit. Tanggal 8 Januari 2003, Ramli menggelar jumpa pers di rumah tahanan Sukabumi dan mengajak investornya untuk memulai kembali kerja sama mereka. Katanya: "Sekarang kami memang tidak memiliki uang tunai. Namun mitra kami dari luar negeri siap mengucurkan dana Rp 6 trilliun." Katanya dia mempunyai investor baru dari Brunei, Malaysia dan Cina. Janji-janji Ramli Araby tentang dana Rp 6 trilliun itu dibumbui bahwa akan digunakan untuk membeli 400-450 kapal penangkap ikan dan usaha buah mengkudu (mengkudu sedang populer waktu itu di majalah Trubus). Bumbu lain adalah akan disalurkan untuk ternak cacing untuk memproduksi asam amino. Tentu saja ceritannya itu hanyalah omong kosong. Yang tidak dipikirkannya dalam berbohong ini adalah pemasaran produk-produk yang dihasilkan. Bisnis Rp 6 trilliun (ekivalen dengan 60 ton emas) tidak mudah. Kasus QSAR cukup memalukan banyak politikus karena mereka dilibatkan. Kabarnya uang Partai Persatuan Pembangunan sebesar Rp 6,50 milyar tersangkut di QSAR. Tetapi kemudian diakui oleh Tosari Wijaya (wakil ketua DPR) sebagai uang pribadinya. Amien Rais (ketua MPR) dan Hamzah Haz, (wakil presiden) ikut berkomentar yang nadanya membela Ramli dalam arti untuk memberi kesempatan lagi bagi Ramli Araby atau tidak membawa Ramli ke pengadilan. Tanggal 31 Juli 2003 Ramli Araby dijatuhi hukuman delapan (8) tahun penjara dan denda Rp 10 miliar, subsidair enam bulan untuk tuduhan menghimpun dana masyarakat tanpa persetujuan Bank Indonesia (pelanggaran UU No. 10 tahun 1992). Ini adalah pasal pelanggaran undang-undang perbankan, bukan pasal penipuan. Dan menghimpun dana masyarakat tanpa persetujuan Bank Indonesia adalah pasal karet. Arisanpun bisa dikategorikan pelanggaran pasal ini. Delik penipuan tidak akan mempan. Patut diduga bahwa UU No. 10 tahun 1992 yang karet ini dibuat untuk memuaskan korban penipuan jika mereka

marah dan mau menyeret dan menghukum pelaku penipuan. Yang namanya delik karet, bisa dilebarkan dan bisa memendek lagi, tergantung selera. Ibaratnya, orang melakukan arisanpun bisa dikenakan 15 tahun penjara ketika hakim dan jaksa punya dendam terhadap pelaku arisan. Apa yang bisa disimpulkan dari kisah investasi QSAR ini ? Pertama, Ramli Arabi bisa sukses karena banyaknya dana masyarakat yang menganggur seperti uang dari pesangon PHK. Dan pemiliknya ingin mempunyai penghasilan secara mudah. Dengan demikian mudah tergiur oleh proposal-proposal investasi. Kedua, pola bisnis yang ditawarkan menarik sekelompok masyarakat tertentu (Islam) karena diberi make-up Islami dan berdasarkan syariah. Pancingan spesial diberikan kepada calon investor besar, yaitu jika investasinya gagal, maka modalnya akan kembali sepenuhnya. Menggunakan petinggi-petinggi negara untuk menarik korbannya. Di masyarakat yang patenalistik, cara ini sangat ampuh. Petinggi negara adalah panutan dan jaminan sukses. Proposal investasinya nampak sederhana dan nampak mudah dicerna dan tingkat pengembalian modal dan keuntungannya tinggi. Proposal QSAR bervariasi, dinamis dan disesuaikan dengan situasi. Dari kerja sama bagi hasil, sampai pola dengan bunga tetap. Dari cabai Hot and Beauty, brokoli, ikan nila, armada penangkapan ikan, ternak cacing dan ekstraksi asam amino, sampai perkebunan buah pace. Dan terakhir bahwa kasus ini berakhir dengan dihukumnya Ramli Arabi bukan untuk kasus penipuan melainkan untuk pelanggaran pasal karet menghimpun dana masyarakat tanpa persetujuan Bank Indonesia dimana secara teknis arisanpun bisa dikenai pasal ini. Mungkin tanpa adanya pasal karet ini Ramli bisa lolos. Usaha penipuan seperti yang dilakukan Ramli Arabi sebenarnya cukup menguntungkan. Walaupun hanya dia saja yang tahu, berapa besar uang yang diperoleh Ramli secara bersih. Tetapi yang jelas sejumlah Rp 480 milyar (ekivalen dengan 5 ton emas) yang diraupnya secara gross hanya perlu dibayar dengan 10 tahun penjara dan Rp 10 milyar denda. Kalau dia bisa

membayar denda Rp 10 milyar dan menggelar konferensi pers di penjara, yang tentunya perlu biaya besar untuk pelicin, bisa disimpulkan bahwa dari Rp 480 milyar masih bersisa banyak. Sebenarnya Ramli Arabi tidak perlu mendekam di penjara jika ia jauhjauh hari sudah mempersiapkan pelariannya. Ada beberapa negara yang menganggap sistem piramida seperti yang ia lakukan bukan tindak kriminal, sehingga Ramli tidak akan diekstradisikan (sendainya negara tersebut punya perjanjian ekstradisi dengan Indonesia). Rupanya Ramli Araby tidak punya pemikiran yang demikian panjang.

Pembahasan Atas Kasus Penipuan Investasi PT QSAR Adakah jenis investasi yang bisa meniadakan dogma high risk high return? Ada! Setidaknya, seperti itulah persepsi para investor yang menempatkan dananya dalam perusahaan investasi bagi hasil. Jadi, tidak mengherankan bila kemudian PT Qurnia Subur Alam Raya (QSAR), yang menjalankan bisnis bagi hasil di sektor agrobisnis berhasil menarik hati para pemilik dana. Perusahaan ini, menawarkan return yang jauh di atas bunga deposito dan risiko yang nihil. Itulah janji yang dikemukakan, ketika QSAR memasang iklan di berbagai media cetak beberapa tahun silam. Namun, persepsi memang berbeda dengan realitas. High risk high return adalah suatu aksioma yang tidak bisa digugat oleh keajaiban apa pun. Sekitar 6.500 investor yang semula begitu yakin, investasi bagi hasil yang diikutinya akan memberikan return dahsyat, ternyata menghadiahi mereka risiko yang jauh lebih dashyat. Konkretnya, dana Rp 500 milyar yang tertanam di QSAR, tidak jelas lagi nasibnya. QSAR yang semula diyakini bisa menjadi "dewa investasi" ternyata hanya memberi mimpi.

Mengapa masyarakat bisa tertarik investasi semacam itu? Boleh jadi, latar persoalannya ada di budaya kita yang cenderung ingin hasil cepat tanpa kerja keras. Lihat saja, fenomena iming-iming tabungan berhadiah yang dijalankan banyak bank dewasa ini, ternyata begitu sakti menghimpun dana. Masyarakat lebih suka iming-iming hadiah ketimbang substansi. Atau, lihat beberapa tahun silam, saat banyak bank jor-joran menaikkan suku bunga. Pemilik dana berlomba-lomba menempatkan dananya di bank seperti itu. Sampai ketika bank-bank itu dilikuidasi, baru penyesalan datang. Boleh jadi, perasaan seperti itu pula yang dialami ribuan investor QSAR, saat ini. *** INVESTASI bagi hasil sebenarnya bukan hal keliru. Prinsip syariah atau venture capital juga mengenal bagi hasil. Tetapi, hasil investasi bukan sekadar keuntungan, namun juga resiko kerugian. Inilah prinsip dasar yang umumnya tidak dikemukakan secara jujur oleh penyelenggara investasi bagi hasil. Investasi juga mengenal logika, bagaimana investasi itu

dilakukan. Logika bagaimana penyelenggara mengelola risiko yang melekat pada jenis investasi itu. Dalam investasi agrobisnis, seperti dilakoni QSAR, sebagai misal, benar bahwa sepanjang manusia masih butuh pangan, maka kebutuhan akan produk pertanian akan terus ada. Tetapi, juga ada tingkat kejenuhannya. Itu berarti, tidak seluruh hasil produksi bisa diserap pasar. Dan QSAR yang kebanjiran dana investasi, boleh jadi bingung menanamkan dana itu. Sebab, semakin luas lahan yang digarap, tidak menjamin output-nya akan diserap pasar. Ada titik optimum dalam penggunaan lahan. Sebab, selain QSAR juga ada lahan yang dikelola perusahaan lain yang juga memproduksi output yang sama. Lain hal, kalau QSAR menjadi pemasok tunggal produk pertanian. Itu baru dilihat dari sisi teknis pertaniannya. Kemudian, target keuntungan yang bisa diraih. Setinggi apa pun permintaan terhadap produk pertanian, sulit rasanya untuk bisa menghasilkan keuntungan 50 sampai 85 persen per tahun, sebagaimana dijanjikan QSAR.

Menurut para ahli pertanian, dalam keadaan normal, keuntungan dari bisnis pertanian paling banter hanya sekitar 10 persen per tahun.

Lalu, bagaimana QSAR berani menjamin return yang melebihi kelaziman itu? Ada beberapa kemungkinan. Pertama, harga produk pertanian QSAR dibeli pasar dengan harga jauh di atas pesaingnya. Kedua, QSAR melakukan efisiensi luar biasa dahsyat, sehingga mungkin tidak ada ongkos sama sekali. Ketiga, QSAR sebenarnya menjalankan "matrik bisnis" dalam pengelolaan bisnisnya. Mengenai kemungkinan pertama, jelas tidak masuk akal. Yang melakukan investasi di sektor agrobisnis bukan cuma QSAR. Perusahaan-perusahaan yang nonbagi hasil juga banyak bermain di agribisnis. Jadi, amat muskil bila produk hasil tani QSAR mendominasi pasar, apalagi dijual dengan harga jauh di atas kelaziman. Konkretnya, bila QSAR

menjanjikan keuntungan tinggi kepada investor, itu jelas bukan karena QSAR mampu menjual produknya dengan harga mahal. Sementara, kemungkinan melakukan efisiensi, rasanya juga agak berlebihan. Untuk melakukan kegiatannya, selain mengalokasikan dana untuk lahan, bibit, pemeliharaan, proses produksi, dan distribusi, QSAR pasti memiliki biaya overhead yang besar. Dengan kantor cabang di mana-mana, muskil bagi QSAR untuk melakukan efisiensi melebihi yang dilakukan perusahaan sejenis. Kemungkinan ketiga bukannya mengada-ada. Sebab, bisnis apa pun, termasuk agrobisnis pasti memiliki yang namanya masa investasi atau grace periode. Bila palawija, paling tidak kurun waktu masa investasi adalah tiga bulan. Kalau holtikultura atau tanaman keras jelas lebih panjang, bisa mencapai tahunan. Anehnya, dalam masa investasi itu, yang nyata-nyata belum menghasilkan, penyelenggara investasi tetap harus membayar (minimal) bunga atau keuntungan kepada investor.

Dari mana sumber dananya? Sangat mungkin, yang dipakai sebagai sumber pembayaran adalah dana si investor juga. Konkretnya, menggunakan pola gali lubang tutup lubang atau mendekati pola arisan. Dengan kata lain, dana dari investor yang masuk belakangan dipakai untuk membayar investor yang duluan menjadi anggota. Itu sebabnya, para investor yang masuk di awal, umumnya masih menikmati keuntungan. Sementara, investor yang datang belakangan, hanya menerima "getahnya" saja. *** LEPAS kemungkinan mana yang benar, hal yang paling tidak masuk akal dari kegiatan QSAR adalah filosofi pendanaannya. Bisnis apa pun, sukar dimungkiri bukan kegiatan sosial. Bisnis adalah derivatif dari ideologi kapitalis. Dalam konsep ini, lazimnya pebisnis enggan berbagi keuntungan. Yang ada adalah berbagi risiko. Nah, bila benar QSAR mampu meraih keuntungan 50 persen sampai 85 persen, seharusnya ia tidak perlu berbagi. Kalaupun berbagi, tentunya dengan persentase lebih kecil, dan itu bisa dilakukan bila QSAR menggunakan kredit bank.

Dengan bunga sekitar 17-20 persen per tahun, maka marjin yang diperoleh pemilik QSAR akan jauh lebih besar ketimbang menggunakan dana milik masyarakat, yang biayanya mencapai 50-85 persen per tahun. Lalu mengapa QSAR tidak menggunakan kredit bank yang lebih jelas akuntabilitasnya? Atau, dari sisi lain, bila bisnis QSAR benar-benar sebagaimana dijanjikannya, tentu akan banyak bank tergiur memberi pendanaan? Nyatanya, tidak ada bank yang berminat? Boleh jadi, bisnis QSAR sebenarnya tidak bank-able. Yang juga mengherankan adalah mekanisme operasional QSAR itu sendiri. Perusahaan ini adalah perseroan terbatas yang tentunya tunduk pada Undang-Undang (UU) Perseroan Terbatas (PT) dan memiliki izin sebagai perusahaan yang bergerak di agrobisnis. Tetapi, dalam praktiknya, QSAR sudah melakukan kegiatan penghimpunan dana. Kalau perusahaan di sektor riil melakukan penghimpunan dana langsung dari masyarakat, mestinya dilakukan dengan menggunakan instrumen keuangan, seperti surat berharga, apakah itu obligasi atau minimal promissory notes. Tetapi, adakah QSAR menggunakan metoda semacam itu? Lebih jauh lagi, adakah QSAR memiliki izin untuk menghimpun dana masyarakat? TIDAK ADA Meski ada pejabat yang mengatakan QSAR bukan bank gelap, praktik yang dijalankannya sebenarnya analog dengan itu. Masalahnya, di negeri ini, aturan-aturan yang menyangkut investasi bagi hasil dengan cara menghimpun dana langsung dari masyarakat memang belum tertata. Di pasar modal, ada yang namanya KIK (kontrak investasi kolektif). Sebenarnya, apa yang dilakukan QSAR dan perusahaan sejenis, harus merujuk ke situ, bila ingin dibakukan. Sayang, kita sering kebakaran jenggot bila masalah sudah demikian parah. Dan, QSAR hanyalah salah satu contoh dari problema investasi bagi hasil yang marak belakangan ini. QSAR bukan ujung dari persoalan investasi bagi hasil. Bukan tidak mungkin, fenomena sejenis akan mencuat kembali dalam waktu tidak terlalu lama, bila pemerintah tidak segera menertibkan bisnis-bisnis seperti itu, yang apa boleh buat, lebih cocok diberi istilah "pepesan kosong" ketimbang investasi bagi hasil.

Keterkaitan dengan Fraud Kasus penipuan ini sangat erat hubungannya dengan ada fraud. Hal ini bisa dihubungkan dengan adanya Fraud Triangle tentang bagaimana fraud itu dapat terjadi The Fraud Triangle

Opportunity

Preasure
Rasionalization
1. Opportunity Keadaan yang memberikan kesempatan kepada manajemen untuk melakukan kecurangan. Pada kasus PT QSAR ini, keadaanya adanya opportunity ini adalah berkenaan krisis ekonomi pada saat itu banyak terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) dan banyak karyawan yang diPHK memperoleh uang pesangon. Kesempatan untuk memperoleh penghasilan adalah daya tarik yang kuat bagi yang punya uang. Hal inilah yang mungkin dilihat Ramli Araby sebagai kesempatan dalam menjalankan bisnis investasinya. 2. Preasure Keadaan dimana pihak manajemen memiliki tekanan untuk melakukan kecurangan. Pada kasus PT QSAR ini karena berkedok penipuan, manajemen melakukan skema ponzi dengan penekanan untuk meraih keuntungan sebesar besarnya. Jadi, tekanan untuk dapat memperoleh keuntungan sebesar besarnya ini yang menjadi salah satu faktor QSAR dalam melakukan Fraud, sekalipun itu memang sudah direncanakan dalam melakukan penipuan.

3. Rasionalization Hadirnya sebuah perilaku, karakter atau kumpulan nilai etis yang membiarkan manajemen secara sengaja melakukan sebuah tindakan tidak jujur atau mereka berada dalam lingkungan yang membebankan tekanan yang cukup untuk menyebabkan mereka untuk merasionalisasikan melakukan fraud. Pada kasus QSAR ini, manajemen merasionalisasikan berbagai macam investasi penipuan yang salah satunya bagi hasil untuk menarik investor dalam berinvestasi.

You might also like