Professional Documents
Culture Documents
Pemanfaatan hutan rakyat diatur dalam Permenhut Nomor P26/Menhut-II/2006, namun Permenhut
tersebut belum secara rinci mengatur mengenai penatausahaan hasil hutan dari hutan rakyat dan masih
mengacu pada SK Menteri Kehutanan No 126/2003 tentang Penatausahaan Hasil Hutan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penatausahaan hasil hutan di hutan rakyat di Kabupaten
Humbang Hasundutan (Humbahas) dan Samosir. Pelaksanaan penatausahaan hasil hutan di hutan
rakyat di Kabupaten Humbahas dan Samosir sudah berjalan dengan adanya Perda Nomor 03 tahun
2005 dan Peraturan Bupati Nomor 06 tahun 2006 untuk Kabupaten Humbahas dan Peraturan Bupati
Nomor 30 tahun 2006 untuk Kabupaten Samosir. Peraturan Daerah Kabupaten Humbahas masih belum
rinci mengatur legalitas kayu dan izin pelaporan penebangan kayu dari hutan rakyat harus dikeluarkan
dari Bupati, sedangkan Peraturan Bupati Kabupaten Samosir sudah mengatur legalitas kayu secara rinci
dan izin penebangan kayu dari hutan rakyat dikeluarkan oleh Kepala Desa/pejabat setara berupa SKAU
sesuai dengan Permenhut Nomor 126/Kpts-II/2003.
Kata Kunci: penatausahaan hasil hutan, hutan rakyat.
I. PENDAHULUAN
Menurut Darori (2006), luas lahan kosong di Indonesia mencapai 60,9 juta hektar dimana
sekitar 39,2 juta hektar (64,4 %) berada dalam kawasan hutan negara dan sisanya 21,7 hektar
(35,6 %) berada di luar kawasan hutan. Salah satu dampak dari kerusakan hutan antara lain
berkurangnya pasokan kayu di Indonesia. Pada saat ini hasil kayu dari kawasan hutan negara
tidak bisa diandalkan lagi, baik hasil kayu sebagai bahan baku kayu pertukangan, kayu industri,
maupun kayu bakar. Beberapa alternatif untuk menghadapi kondisi diatas adalah melalui
pengembangan/peningkatan pengusahaan hasil hutan kayu rakyat,
pengembangan/peningkatan pengusahaan hasil hutan bukan kayu, dan mencari bahan
substitusi kayu. Menurut catatan Departemen Kehutanan sampai tahun 2004, luas hutan rakyat
di Seluruh Indonesia mencapai 1.265.460,26 ha yang sebagian besar merupakan hutan rakyat
swadaya seluas 1.151.653,13 ha (91%).
alam pemanfaatan hasil hutan dari hutan rakyat, Departemen Kehutanan telah
mengeluarkan Permenhut Nomor P26/Menhut-II/2006 tentang Pedoman Pemanfaatan Hutan
Hak/Rakyat, namun Permenhut tersebut belum secara rinci mengatur mengenai
penatausahaan hasil hutan dari hutan rakyat dan masih mengacu pada SK Menteri Kehutanan
No 126/2003 tentang Penatausahaan Hasil Hutan yang saat ini berubah menjadi Permenhut No
55/Menuhut-II/2006 tentang Penatausahaan Hasil Hutan yang berasal dari hutan negara. Penatausahaan
hasil hutan merupakan kegiatan yang meliputi penatausahaan tentang perencanaan produksi,
pemananena atau penebangan, penandaan, pengukuran dan pengujian, pengangkutan/peredaran dan
penimbunan, pengolahan dan pelaporan yang bertujuan untuk memberikan kepastian hukum dan
pedoman kepada semua pihak untuk menjamin kelestarian hutan, pendapatan negara, danpemanfaatan
hasil hutan secara optimal. Hutan rakyat di Humbang Hasundutan (Humbahas) dan Samosir
tumbuh/ditanam pada lahan milik baik perorangan, kelompok marga/adat maupun kampung dan salah
satu jenis yang dominan di hutan rakyat adalah pinus.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penatausahaan hasil hutan di hutan rakyat di
Kabupaten Humbahas dan Samosir.
II. METODOLOGI
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Humbahas dan Samosir pada Bulan Juni – November
2007.
B. Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh
melakui pengamatan dan wawancara dengan pejabat kehutanan dan petani di daerah yang
melakukan pengelolaan hasil hutan. Untuk melangkapi data primer dilakukan juga
pengumpulan data sekunder dari instansi-instansi terkait seperti BPS, Dinas Kehutanan, dan
sebagainya seperti peraturan daerah tentang pengelolaan hutan baik pada tingkat kabupaten
maupun propinsi.
C. Analisis Data
Hutan rakyat di Indonesia mempunyai potensi besar, baik dari segi populasi pohon
maupun jumlah rumah tangga yang mengusahakannya, yang ternyata mampu menyediakan
bahan baku industri kehutanan. Perkiraan potensi dan luas hutan rakyat berdasarkan sensus
pertanian yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa hutan rakyat
mempunyai luas 1.560.229 ha dengan potensi mencapai 39.564.003 m3, jumlah pohon yang
ada mencapai 226.080.019 dan jumlah pohon siap tebang sebanyak 78.485.993 batang
(Anonim, 2004).
Kawasan hutan Kabupaten Samosir tersebar di dua daratan, yaitu daratan Samosir dan
Daratan Sumatera dengan luas keseluruhan 62.120,16 hektar atau sekitar 0,9% dari luas hutan
Sumatera Utara. Kawasan hutan yang dimiliki Kabupaten Samosir terdiri dari Kawasan hutan
register seluas 42.765,11 hektar dan kawasan hutan Inlijving 11,650.05 hektar serta Hutan
Rakyat seluas sekitar15.705 hektar.
Beberapa dasar hukum pemanfaatan dan penatausahaan hasil hutan sebagai berikut:
1. UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan;
2. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan
Rencana Pengelolaan Hutan Serta Pemanfaatan Hutan;
3. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.26/Menhut-II/2005 tentang Pedoman
Pemanfaatan Hutan Hak;
4. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.18/Menhut-II/2005 tentang Perubahan Ketiga
atas Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 126/Kpts-II/2003 tentang Penatusahaan
Hasil Hutan.
5. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.51/Menhut-II/2006 tentang Penggunaan Surat
Keterangan Asal Usul (SKAU) Untuk Pengangkutan Hasil Hutan Kayu yang Berasal
Dari Hutan Hak jo. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.62/Menhut-II/2006.
6. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.55/Menhut-II/2006 tentang Penatausahaan Hasil
Hutan yang Berasal dari Hutan Negara.
7. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.5/Menhut-II/2007 tentang Penetapan Jenis-
Jenis Kayu Yang Berasal dari Hutan Hak Di Propinsi Sumatera Utara Yang
Pengangkutannya Menggunakan Surat Keterangan Asal Usul (SKAU)
Pejabat penerbit dokumen SKAU adalah kepala desa/pejabat yang setara yang
ditetapkan oleh Bupati/Walikota atas usulan dari Dinas yang membidangi kehutanan. Sebelum
menerbitkan SKAU Kepala Desa wajib melakukan pemeriksaan atas kebenaran asal usul kayu
dan kepemilikannya serta melakukan pengujian dan pengukuran untuk mengetahui jenis dan
volume kayu. Pada dasarnya penggunaan SKAU dimaksudkan untuk melindungi hak-hak
masyarakat atas hasil hutan yang merupakan miliknya dalam pengangkutannya, untuk
membedakan dengan hasil hutan yang berasal dari hutan negara, kemudahan dalam
pelayanan peredaran, dan mendorong semangat pembangunan kehutanan berbasis
masyarakat.