You are on page 1of 24

HARAPAN DAN TANTANGAN PENYELENGGARAAN

SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN BERTARAF INTERNASIONAL

BAB 1
PENDAHULUAN

Era globalisasi telah merambah ke dalam dunia pendidikan, menuntut sekolah


untuk melakukan berbagai upaya yang berorientasi pada penciptaan kompetensi
lulusan yang berdaya saing global. Upaya yang harus dilakukan dalam rangka
memperbaki mutu sumber daya manusia adalah dengan meningkatan mutu pendidikan.
Fokus utama yang harus perhatikan dalam peningkatan mutu pendidikan adalah
peningkatan institusi sekolah sebagai basis utama pendidikan, baik aspek manajemen,
sumber daya manusianya, maupun sarana dan prasarananya.
Pendidikan di Indonesia pada era globalosasi dituntut untuk menghasilkan
sumber daya manusia yang unggul di bidang pengetahuan serta mampu bersaing di
dunia teknologi juga punya jiwa kebangsaan yang tinggi, sehingga di manapun berada
selalu memberikan karya terbaik bagi bangsa dan negaranya. Teknologi komunikasi
dan informasi yang begitu pesat rasanya memang tidak menjadikan perdebatan bila
perkembangan ini diikuti dengan mendirikan sekolah bertaraf internasional di
Indonesia. Pendidikan dan pelatihan adalah suatu yang sangat dibutuhkan sehubungan
menjelang tahun 2020 perkonomian Indonesia akan berubah dan berkembang ke arah
perekonomian global, yang diikuti dengan perubahan arah perusahaan dan industri
harus berkembang sesuai dengan tuntutan global, sehingga diperlukan pengembangan
sumber daya manusia melalui pendidikan dan pelatihan yang mampu memenuhi dan
mengimbangi kebutuhan lokal, regional maupun internasional.
Pengembangan sistem pendidikan dan pelatihan kejuruan dirancang untuk
memenuhi kebutuhan industri dan dunia kerja. Untuk mencapai tujuan pendidikan
yang diharapkan diperlukan dukungan dunia industri terutama dalam menetapkan
standar keahlian, pengembangan kurikulum dan kebijakan pengelolaan pendidikan.
Kunci pengembangan kebijakan pendidikan kejuruan harus didasarkan pada
perkembangan ekonomi dan pasar kerja. Berkaitan dengan ini kebijakan penggalakan
pendidikan dasar akan memberikan dampak tersendiri pada penyerapan angkatan kerja.

1
Pada saat ini industri Indonesia berjalan dengan bermodalkan pada
keterampilan, produktivitas dan upah yang rendah. Kondisi ini tidak dapat
dipertahankan, sehubungan dengan usaha yang sungguh-sungguh dari negara lain
dalam meningkatkan kemampuan angkatan kerjanya. Negara yang sejajar dengan
Indonesia seperti Thailand, Malaysia dan Pilipina memiliki cara yang relatif sudah
lebih maju dalam mengembangkan angkatan kerjanya. Negara ini dalam masa yang
akan datang dimungkinkan untuk menggeser posisi Indonesia dalam menghasilkan
produk dengan upah yang rendah. Dengan demikian sasaran yang harus dicapai
Indonesia, yaitu menghasilkan produk berkualitas tinggi dengan teknologi yang makin
canggih, sehingga tercapai produktivitas dan efesiensi yang semakin tinggi.
Ketertinggalan di berbagai bidang di era globalisasi dibandingkan negara-
negara tetangga rupanya menyebabkan pemerintah terdorong untuk memacu diri untuk
memiliki pendidikan dengan standar internasional. Sektor pendidikan termasuk yang
didorong untuk berstandar internasional. Dorongan itu bahkan dicantumkan di dalam
UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas pasal 50 ayat (3), Peraturan Pemerintah
Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Pasal 61 Ayat (1)
Keinginan melakukan penyelenggaraan sekolah bertaraf internasional (SBI)
dilatarbelakangi oleh tiga alasan yaitu (1) kebutuhan sumber daya manusia (SDM) di
era global, (2) adanya dasar hukum yang kuat, dan (3) landasan filosofi
eksistensialisme dan esensialisme (fungsionalisme) (Depdiknas, 2006). Era globalisasi
menuntut kemampuan daya saing yang kuat dalam teknologi, manajemen dan
sumberdaya manusia. Keunggulan teknologi akan menurunkan biaya produksi,
meningkatkan kandungan nilai tambah, memperluas keragaman produk, dan
meningkatkan mutu produk. Keunggulan manajemen akan meningkatkan efektivitas
dan efisiensi. Keunggulan SDM merupakan kunci daya saing karena SDM yang akan
menentukan siapa yang mampu menjaga kelangsungan hidup, perkembangan, dan
kemenangan dalam persaingan.
Sekolah bertaraf internasional yang dimaksud oleh undang-undang dan peraturan
pemerintah, di samping untuk memicu peningkatan mutu pendidikan, bertujuan untuk
meningkatkan mutu pendidikan setingkat atau memiliki level yang sama dengan
sekolah-sekolah sejenis di negara-negara maju sehingga mutu pendidikan tidak hanya
mempunyai keunggulan lokal tetapi juga keunggulan internasional atau global. Saat ini
penyelenggaraan SBI dilakukan oleh masyarakat maupun pemerintah. Beberapa
sekolah menggunakan label sekolah internasional maupun kelas internasional dengan
2
pola penyelenggaraan yang berbeda. Ada pula sekolah penyelenggara SBI yang
memperlakukan siswa secara keseluruhan sebagai siswa internasional, bukan kelas
internasional, sedangkan dilihat dari segi ketenagaan, SBI juga memiliki karakteristik
yang berbeda-beda. Ada juga SBI yang menggunakan tenaga asing (expatriate) sebagai
tenaga pendidik dan ada pula yang menggunakan guru lokal secara keseluruhan.
Seiring dengan tuntutan peraturan perundangan dan era global, penyelenggaraan
SBI harus memiliki keunggulan kompetitif. Penyelenggaraan SBI pada SMK diproyek-
sikan agar lulusannya dapat segera terserap di dunia kerja, baik dalam negeri maupun
luar negeri. Penyelenggaraan SBI perlu memiliki strategi-strategi good practice untuk
menghasilkan lulusan sesuai tuntutan dunia kerja dalam rangka peningkatan mutu dan
daya saing. Dengan demikian rintisan pembukaan Sekolah Menengah Kejuruan
merupakan harapan bagi penyediaan tenaga kerja yang berkualitas dan siap bersaing di
era global dan tantangan bagi fihak penyelenggara pendidikan dan sekolah untuk
dapat mempersiapkan segala kemampuannya dalam rangka menyongsong era
perbaikan kualitas pendidikan agar menghasilkan lulusan yang berkompeten dan dapat
diterima di pasar tenaga kerja industri secara global.

3
BAB II
KAJIAN TEORITIS

1. Pengertian Sekolah Bertaraf Internasional

Landasan penyelenggaraan sekolah bertaraf internasional dapat ditemui dalam


Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005,
dan Renstra Depdiknas Tahun 2005-2010. Ayat (3) Pasal 50 Undang-Undang Nomor
20 Tahun 2003 menyatakan bahwa, ”Pemerintah dan/atau pemerintah daerah
menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua
jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi suatu satuan pendidikan yang
bertaraf internasional”. Kata bertaraf internasional di sini memiliki arti bahwa sekolah
setingkat atau memiliki level yang sama dengan sekolah-sekolah sejenis di negara-
negara lain, khususnya negara maju. Kata setingkat atau level yang sama ini dapat
merujuk pada input, proses, dan output-nya dengan sekolah sejenis di negara maju.
Menurut, Peraturan Pemerintah Nomor 19 Pasal 61 Ayat (1) mengamanatkan
bahwa, pemerintah bersama-sama pemerintah daerah menyelengga-rakan
sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan
sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada jenjang pendidikan menengah
untuk dikembangkan menjadi suatu satuan pendidikan yang bertaraf
internasional. Menurut Depdiknas (2006:3) SBI adalah sekolah nasional yang
menyiapkan peserta didiknya berdasarkan standar nasional pendidikan (SNP)
Indonesia dan tarafnya internasional, sehingga lulusannya memiliki kemampuan daya
saing internasional. Dengan pengertian ini, SBI dapat dirumuskan sebagai berikut:
SBI = SNP + X
di mana SNP adalah standar nasional pendidikan (SNP) yang meliputi: kompetensi
lulusan, isi, proses, pendidik, dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, dana
pengelolaan, dan penilaian. X merupakan penguatan, pengayaan, pengembangan,
perluasan, pendalaman melalui adaptasi atau adopsi terhadap standar pendidikan, baik
dari dalam maupun luar negeri yang diyakini telah memiliki reputasi mutu yang diakui
secara internasional sehingga lulusan dari sekolah-sekolah tersebut dengan mudah
diterima jika melanjutkan pendidikan atau bekerja di negara-negara maju.
Rumusan SNP + X dapat menggunakan standar internasional misalnya standar
dari OECD (Organization for Economic Co-operation and Development) yaitu sebuah
4
organisasi kerjasama antar negara dalam bidang ekonomi dan pengembangan. Anggota
organisasi ini biasanya memiliki keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan yang
telah diakui standarnya secara internasional. Yang termasuk anggota OECD ialah:
Australia, Austria, Belgium, Canada, Czech Republic, Denmark, Finland, France,
Germany, Greece, Hungary, Iceland, Ireland, Italy, Japan, Korea, Luxembourg,
Mexico, Netherlands, New Zealand, Norway, Poland, Portugal, Slovak Republic,
Spain, Sweden, Switzerland, Turkey, United Kingdom, United States dan Negara maju
lainnya seperti Chile, Estonia, Israel, Russia, Slovenia, Singapore, dan Hongkong.
Jadi, SNP+X di atas artinya bahwa dalam penyelenggaraan SBI, sekolah
menengah kejuruan harus memenuhi Standar Nasional Pendidikan (Indonesia) dan
ditambah dengan indikator X, maksudnya ditambah atau diperkaya/di-
kembangkan/diperluas/diperdalam dengan standar anggota OECD di atas atau dengan
pusat-pusat pelatihan, industri, lembaga-lembaga tes/sertifikasi inter-nasional, seperti
Cambridge, IB, TOEFL/TOEIC, ISO, pusat-pusat studi dan organisasi-organisasi
multilateral seperti UNESCO, UNICEF, SEAMEO, dan sebagainya.
Ada dua cara yang dapat dilakukan sekolah/madrasah untuk memenuhi
karakteristik (konsep) Sekolah Bertaraf Internasional (SBI), yaitu sekolah yang telah
melaksanakan dan memenuhi delapan unsur SNP sebagai indikator kinerja minimal
ditambah dengan (X) sebagai indikator kinerja kunci tambahan. Dua cara itu adalah:
(1) adaptasi, yaitu penyesuaian unsur-unsur tertentu yang sudah ada dalam SNP
dengan mengacu (setara/sama) dengan standar pendidikan salah satu anggota OECD
dan/atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang
pendidikan, diyakini telah memiliki reputasi mutu yang diakui secara internasional,
serta lulusannya memiliki kemampuan daya saing internasional; dan (2) adopsi, yaitu
penambahan atau pengayaan/pendalaman/penguatan/perluasan dari unsur-unsur
tertentu yang belum ada diantara delapan unsure SNP dengan tetap mengacu pada
standar pendidikan salah satu anggota OECD/negara maju lainnya.
Lulusan SBI diharapkan, selain menguasai SNP Indonesia, juga menguasai
kemampuan-kemampuan kunci global agar setara dengan siswa sehingga peserta didik
memiliki pandangan terhadap nilai-nilai progresif yang diunggulkan dalam era global
Nilai-nilai progresif tersebut akan dapat mempersempit kesenjangan antara Indonesia
dan negara-negara maju khususnya dalam bidang ekonomi dan teknologi.
Perkembangan ekonomi dan teknologi sangat tergantung pada penguasaan
disiplin ilmu keras (hard science) meliputi matematika, fisika, kimia, biologi,
5
astronomi, dan terapannya yaitu teknologi yang meliputi teknologi komunikasi,
transportasi, manufaktur, konstruksi, bio, energi, dan bahan dan disiplin ilmu lunak
(soft science) meliputi, misalnya sosiologi, ekonomi, bahasa asing (terutama bahasa
Inggris) dan etika global.
Ekonomi dan teknologi keduanya memiliki hubungan yang saling menghidupi
(simbiosis). Jika ingin memajukan ekonomi, maka teknologi merupakan alat utamanya.
Sebaliknya untuk memajukan teknologi, ekonomi yang dapat menghidupinya. Oleh
karena itu, pengembangan SBI perlu bekerjasama dengan satuan-satuan pendidikan,
pelatihan, industri, lembaga sertifikasi, lembaga standarisasi nasional dan
internasional, dari negara-negara tertentu yang memiliki nilai-nilai ekonomi dan
teknologi lebih maju dan mereka juga telah teruji dalam menyiapkan sumberdaya
manusianya untuk mendukung pengembangan ekonomi dan teknologi sehingga visi
SBI adalah “terwujudnya insan Indonesia yang cerdas dan kompetitif secara
internasional”. Visi tersebut memiliki implikasi bahwa penyiapan manusia bertaraf
internasional memerlukan upaya-upaya yang dilakukan secara intensif, terarah,
terencana, dan sistematik agar dapat mewujudkan bangsa yang maju, sejahtera, damai,
dihormati, dan diperhitungkan oleh bangsa-bangsa lain. Berdasarkan visi tersebut,
maka misi SBI adalah mewujudkan manusia Indonesia cerdas dan kompetitif secara
internasional, yang mampu bersaing dan berkolaborasi secara global. Misi ini
direalisasikan melalui kebijakan, rencana, program, dan kegiatan SBI yang disusun
secara cermat, tepat, futuristik, dan berbasis demand-driven.
Penyelenggaraan SBI bertujuan untuk menghasilkan lulusan yang berkelas
nasional dan internasional sekaligus. Lulusan yang berkelas nasional secara jelas telah
dirumuskan dalam UU No. 20/2003 dan dijabarkan dalam PP 19/2005 dan lebih rinci
lagi dalam Permendiknas No. 23/2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL).
Tujuan pendidikan menengah umum bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan,
pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan
mengikuti pendidikan lebih lanjut. Pendidikan menengah kejuruan bertujuan untuk
meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan
untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya.
Sebagai upaya untuk mengembangkan pendidikan bertaraf internasional, SBI harus
tetap memegang teguh untuk mengembangkan jati diri, nilai-nilai bangsa Indonesia, di
samping mengembangkan daya progresif global yang diupayakan secara eklektif
inkorporatif melalui pengenalan, penghayatan dan penerapan nilai-nilai yang
6
diperlukan dalam era kesejagatan, yaitu religi, ilmu pengetahuan dan teknologi,
ekonomi, seni, solidaritas, kuasa, dan etika global. Untuk memperlancar komunikasi
global, SBI menggunakan bahasa komunikasi global, terutama Bahasa Inggris dan
menggunakan teknologi komunikasi dan informasi (information communication
technology, ICT).

2. Standar SBI

Mengingat SBI merupakan upaya sadar, intens, terarah, dan terencana untuk
mewujudkan citra manusia ideal yang memiliki kemampuan dan kesanggupan hidup
secara lokal, regional, nasional, dan global (internasional), maka perlu dirumuskan
standar SBI yang meliputi input, proses, dan output. Input adalah segala hal yang
diperlukan untuk berlangsungnya proses dan harus memiliki tingkat kesiapan yang
memadai. Input penyelenggaraan SBI yang ideal untuk menyelenggarakan proses
pendidikan yang bertaraf internasional meliputi siswa baru (intake) yang diseleksi
secara ketat dan masukan instrumental yaitu kurikulum, pendidik, kepala sekolah,
tenaga pendukung, sarana dan prasarana, dana, dan lingkungan sekolah. Intake (siswa
baru) diseleksi secara ketat melalui saringan rapor SMP, hasil ujian nasional (UN),
scholastic aptitude test (SAT), kesehatan fisik, dan tes wawancara. Siswa baru SBI
memiliki potensi kecerdasan unggul, yang ditunjukkan oleh kecerdasan intelektual,
emosional, dan spiritual, dan potensi untuk bekembang.
Kurikulum SBI harus diperkuat, diperluas, dan diperdalam (direkayasa) agar
memenuhi standard isi SNP plus kurikulum bertaraf internasional yang digali dari
berbagai sekolah dari dalam dan dari luar negeri yang jelas-jelas memiliki reputasi
internasional karena kurikulum ini merupakan proses dalam mencapai tujuan
pembelajaran. Guru harus memiliki kompetensi professional dalam penguasaan mata
pelajaran, pedagogik, kepribadian, dan sosial yang bertaraf internasional, serta
kemampuan berkomu-nikasi secara internasional yang ditunjukkan oleh penguasaan
salah satu bahasa asing, misalnya bahasa Inggris. Selain itu guru memiliki kemampuan
menggunakan ICT mutakhir dan canggih. Kepala sekolah harus memiliki kemampuan
profesional dalam manajemen, kepemimpinan, organisasi, adminsitrasi, dan
kewirausahaan yang diperlu-kan untuk menyelenggarakan SBI, termasuk kemampuan
komunikasi dalam bahasa asing, khususnya Bahasa Inggris.
7
Standar – standar yang harus dipenuhi dalam merintis sekolah menengah
kejuruan berstandar Internasional adalah: STANDAR INPUT, PROSES DAN OUT
PUT SEKOLAH DASAR STANDAR NASIONAL
(SDSN)

A. STANDAR INPUT: Meliputi

1. Kurikulum
a. Kurikulum disusun berdasarkan kompetensi dan tujuan yang akan dicapai.
b. Pada kurikulum terlihat adanya hubungan/ keterkaitan langsung dan jelas antara
tujuan yang akan dicapai dengan isi masing-masing komponen kurikulum
(masing-masing mata pelajaran)
c. Kurikulum dikembangkan secara sistematis dan berkesinambung-an sejalan
dengan tujuan yang akan dicapai
d. Kurikulum disusun berdasarkan kemajuan IPTEK
e. Praktikum siswa harus memenuhi standar kerja pabrik yang diakui secara
internasional seperti standar kerja yang dikeluarkan oleh OECD (Organization
for Economic Co-operation and Development) ILO (international Labour
Organizations) atau standar ISO yang diakui secara internasional.
f. Memiliki dokumen kurikulum lengkap, yaitu standar kompetensi, tujuan,
KTSP, Silabus, RPP, dan bahan ajar.
g. Memiliki tim pengembang kurikulum yang anggota-anggotanya merefleksikan
kelompok-kelompok keahlian yang terkait dengan setiap mata pelajaran.

2. Guru
a. Jumlah dan kualifikasi sesuai dengan kebutuhan
b. 80% Guru memiliki tingkat pendidikan minimal S1
c. Kemampuan dan kompetensi yang dimiliki oleh guru sesuai dengan mata
pelajaran yang diampu
d. Minimal 50% guru, memiliki sertifikasi profesi sebagai guru
e. Memiliki kesanggupan kerja yang tinggi
f. Mampu menggunakan ICT sederhana

3. Kepala Sekolah

a. Tingkat pendidikan minimal S2


b. Memiliki sertifikasi profesi sebagai kepala sekolah
c. Memiliki kemampuan manajemen berbasis sekolah
8
d. Memiliki kamampuan visioner dan situasional
e. Memiliki kamampuan di bidang managerial organisasi dan administrasi
f. Mampu menggunakan ICT sederhana

4. Tenaga Kependidikan
a. Pustakawan
1) Tingkat pendidikan: minimal D3
2) Bidang pendidikan : diutamakan kepustakaan
3) Memiliki kompetensi untuk melaksanakan tugas dan fungsi sebagai
pustawan

b. Laboran
1) Tingkat pendidikan : S1
2) Bidang pendidikan : sesuai dengan kebutuhan laboratorium
3) Memiliki kemampuan untuk melaksanakan tugas dan fungsi sebagai laboran

c. Teknisi komputer
1) Tingkat pendidikan : S1
2) Bidang pendidikan : komputer/teknik informatika
3) Memiliki kompetensi untuk melaksanakan tugas dan fungsi sebagai teknisi
komputer

d. Kepala TU

1) Tingkat pendidikan : minimal S1


2) Bidang pendidikan : administrasi pendidikan
3) Memiliki kompetensi untuk melaksanakan tugas dan fungsi sebagai kepala
TU
4) Memiliki kemampuan dalam bidang komputer

e. Tenaga admnistrasi kesekretariatan dan keuangan


1) Tingkat pendidikan : minimal D3
2) Bidang pendidikan : administrasi keuangan dan kesekratarisan
3) Memiliki kompetensi untuk melaksanakan tugas dan fungsi sebagai tenaga
kesekretarisan dan administrasi keuangan
4) Memiliki kemampuan menggunakan komputer
5. Sarana Prasarana
9
5. Kesiswaan
a. Penerimaan siswa baru didasarkan atas kriteria yang jelas, tegas, dan
dipublikasikan
b. Siswa memiliki tingkat kesiapan belajar yang memadai, baik mental maupun
pisik
c. Memiliki program yang jelas tentang pembinaan, pengembangan, dan
pembimbingan siswa
d. Memberi kesempatan yang luas kepada siswa untuk berperan serta dalam
penyelenggaraan upaya sekolah
e. Melakukan evaluasi belajar dengan cara-cara yang memenuhi persyaratan
evaluasi

6. Pembiayaan
a. Menyediakan dana pendidikan yang cukup dan berkelanjutan untuk
menyelenggarakan pendidikan di sekolah
b. Menghimpun/menggalang dana dari potensi sumber dana yang bervariasi
c. Mengelola dana pendidikan secara transparan, efisien, dan akuntabel sesuai
dengan prinsip manajemen berbasis sekolah
d. Dalam mengalokasikan dana pendidikan, SDSN berpegang pada prinsip keadilan
dan pemerataan.

7. Hubungan Sekolah dengan Masyarakat


a. Hubungan dengan masyarakat, baik menyangkut substansi maupun strategi
pelaksanaannya, ditulis dan dipublikasikan secara eksplisit dan jelas
b. Melibatkan dan memberdayakan masyarakat dalam pendidikan di sekolah
melalui pengembangan model-model partisipasi masyarakat sesuai tingkat
kemajuan masyarakat.

8. Kultur Sekolah
Sekolah dapat menumbuhkan dan mengembangkan budaya/kultur yang kondusif
bagi peningkatan efektivitas sekolah pada umumnya dan efektivitas
pembelajaran pada khususnya, yang dibuktikan oleh: berpusat pada
pengembangan peserta didik lingkungan belajar yang kondusif, penekanan pada
pembelajaran, profesionalisme, harapan tinggi, keunggulan, respek terhadap
setiap individu warga sekolah; keadilan, kepastian, budaya korporasi atau
10
kebiasaan bekerja secara kolaboratif/kolektif, kebiasaan menjadi masyarakat
belajar, wawasan masa depan (visi) yang sama, perencanaan bersama,
kolegialitas, tenaga kependidikan sebagai pebelajar,

B. STANDAR PROSES:

1. Pengelolaan Aspek
a. Dilaksanakan aspek dan fungsi manajemen secara utuh, meliputi aspek
kurikulum, pendidik, siswa, sarana dan prasarana, dana dan hubungan
masyarakat dan fungsi manajemen sekolah yang dimaksud meliputi:
pengambilan keputusan, pemformulasian tujuan dan kebijakan, perencanaan,
pengorganisasian, pen-staf-an, pengkomunikasian, pelaksanaan,
pengkoordinasian, pensupervisian, dan pengontrolan.
b. Menetapkan manajemen berbasis sekolah yang menerapkan prinsip-prinsip
kemandirian, partisipasi, transparansi, akuntabilitas, keluwesan, kewenangan
dan tanggung jawab lebih besar pada SDSN.
c. Memiliki rencana pengembangan sekolah yang bersifat strategis dan
operasional.
d. Kemitraan dengan komite sekolah kuat yang dapat dilihat dari besarnya
dukungan, baik finansial, moral, jasa (pemikiran, keterampilan), dan
barang/benda.
e. menerapkan kepemimpinan visioner/ transformatif dalam:
1) merumuskan visi, misi, tujuan, dan sasaran yang secara jelas ditulis,
dipublikasikan, dan diartikulasikan keseluruh kelompok kepentingan
sekolah.
2) menyakini bahwa sekolah adalah tempat untuk belajar yang dibuktikan
oleh iklim/kultur sekolah yang kondusif untuk belajar;
3) menghargai bawahan yang dibuktikan oleh penghargaan terhadap nilai-
nilai inti kemanusian seperti misalnya solidaritas, kasih sayang,
kebersamaan, keharmonisan, keadilan, dan kesopanan.
4) memberdayakan warga sekolah yang dibuktikan oleh upaya-upaya konkret
dalam: peningkatan kemampuan dan kesanggupan kerja, pemberian

11
kewenangan dan tanggungjawab, pemberian kepercayaan dan memfasilitas
bawahan.
5) berpikir dan bertindak secara proaktif, komunikatif, dan berani mengambil
resiko.

2. Proses Pembelajaran
a. Pro-perubahan yaitu yang mampu menumbuhkan dan mengembangkan daya
kreasi, inovasi, nalar dan ekperimentasi untuk menemukan kemungkinan-
kemungkinan baru, a joy discovery.
b. Menekankan pada pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan
(PAKEM), student centered, reflective learning, dan active learning.

3. Administrasi
a. pembagian tugas
b. struktur organisasi sekolah yang mengikuti pembagian tugas
c. hirarki otoritas jelas
d. pembagian kewenangan dan tanggungjawab yang jelas
e. koordinasi yang dilakukan secara teratur
f. aturan, prosedur dan mekanisme kerja yang jelas
g. hubungan struktural dan fungsional yang jelas
h. administrasi yang rapi, efisien, dan efektif pada lingkup: proses belajar
mengajar, kurikulum, kesiswaan, sarana dan prasarana (perpustakaan,
peralatan, perlengkapan, bahan, tata persuratan dan kearsipan dsb), keuangan,
dan hubungan sekolah-masyarakat
i. Membuat dan menegakan peraturan sekolah secara adil, teratur dan
berkesinambungan.

C. STANDAR OUT PUT LULUSAN

1. Kemampuan mengembangkan jati diri sebagai warga Negara Kesatuan Republik


Indonesia serta integritas moral dan akhlak yang tinggi.
2. Kemampuan belajar sepanjang hayat secara mandiri yang ditunjukkan dengan
kemampuan mencari, mengorganisasi dan memproses informasi untuk kepentingan
kini dan nanti serta kebiasaan membaca dan menulis dengan baik.

12
3. Pribadi yang bertanggung jawab terhadap tugas yang diberikan yang ditunjukkan
dengan kesediaan menerima tugas, menentukan standar dan strategi tersebut, dan
bertanggung jawab terhadap hasilnya.
4. Kemampuan berpikir ilmiah, kritis, kreatif, inovatif, dan eksperimentatif untuk
menemukan kemungkinan-kemungkinan baru atau ide-ide baru yang belum
dipikirkan sebelumnya.
5. Penguasaan tentang diri sendiri sebagai pribadi (intra personal/kualitas pribadi)
6. Penguasaan materi pelajaran yang dituntunjukkan dengan kelulusan ujian akhir
sekolah
7. Penguasaan teknologi dasar (konstruksi, manufaktur, transportasi, komunikasi,
energi, bio, dan bahan).
8. Kemampuan mengkomunikasikan ide dan informasi kepada orang lain.
9. Kemampuan mengelola kegiatan (merencanakan, mengorganisasi-kan,
melaksanakan, mengkoordinasikan, dan mengevaluasi).
10. Kemampuan memecahkan masalah dan pengambilan keputusan
11. Terampil mengaplikasikan dasar-dasar ICT
12. Memahami budaya/kultur Indonesia (lintas budaya antar suku/ pulau).
13. Kepedulian terhadap lingkungan sosial, fisik dan budaya
14. Menghasilkan karya yang bermanfaat bagi diri sendiri dan bangsa.

Organisasi, manajemen, dan administrasi SBI harus memadai untuk


penyelenggaraan SBI, yang ditunjukkan oleh: (1) organisasi, kejelasan pembagian
tugas dan fungsi dan koordinasi yang baik antar tugas dan fungsi, (2) manajemen
tangguh, mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, koordinasi dan
evaluasi, dan (3) administrasi rapi, yang ditunjukkan oleh pengaturan dan
pendayagunaan sumberdaya pendidikan secara efektif dan efisien. Lingkungan
sekolah, baik fisik maupun nir-fisik (kultur), sangat kondusif bagi penyelenggaraan
SBI. Lingkungan nir-fisik sekolah mampu menggalang konfir-misme perilaku
warganya untuk menjadikan sekolahnya sebagai pusat gravitasi keunggulan pendidikan
yang bertaraf internasional.
Output SBI harus memiliki kemampuan-kemampuan bertaraf nasional plus
internasional yang ditunjukkan oleh penguasaan SNP Indonesia dan penguasaan
kemampuan-kemampuan kunci yang harus dimiliki dalam era global. SNP merupakan
standar minimal yang harus diikuti oleh semua satuan pendidikan yang berakar
13
Indonesia. SNP boleh dilampaui asal memberikan nilai tambah yang positif bagi
pengaktualan potensi peserta didik, baik intelektual, emosional, maupun spiritualnya.
Selain itu, nilai tambah yang dimaksud harus mendukung penyiapan manusia-manusia
Indonesia abad ke-21 yang kemampuannya berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi,
beretika global, dan sekaligus berjiwa dan bermental kuat, integritas etik dan moralnya
tinggi, dan peka terhadap tuntutan keadilan sosial. Penguasaan kemampuan-
kemampuan kunci yang diperlukan dalam era global merupakan kemampuan-
kemampuan yang diperlukan untuk bersaing dan berkolaborasi secara global dengan
bangsa-bangsa lain, yang setidaknya meliputi penguasaan ilmu pengetahuan dan
teknologi mutakhir yang canggih serta kemampuan berkomunikasi secara global.

3. Pendidikan Kejuruan

Pendidikan kejuruan pada dasarnya merupakan subsistem dari sistem


pendidikan. Menurut National Council for Research into Vocational Education
Amerika Serikat (NCRVE, 1981), pendidikan kejuruan merupakan subsistem
pendidikan yang secara khusus membantu peserta didik dalam mempersiapkan diri
memasuki lapangan kerja. Ciri pendidikan kejuruan dan yang sekaligus membedakan
dengan jenis pendidikan lain adalah orientasinya pada penyiapan peserta didik untuk
memasuki lapangan kerja. Menurut, Finch & Crunkilton (1984:161) menyebutkan
pendidikan kejuruan sebagai pendidikan yang memberikan bekal kepada peserta didik
untuk bekerja guna menopang kehidupannya (education for earning a living).
Pendidikan kejuruan Menurut, Finch & Crunkilton (1984)adalah lembaga pendidikan
dan pelatihan yang tujuannya adalah mempersiapkan peserta didik untuk dapat bekerja
pada bidang tertentu dan agar dapat memperoleh kehidupan yang layak melalui
pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan masing-masing serta norma-norma yang
berlaku. Ciri pendidikan kejuruan sebagai persiapan untuk memasuki dunia kerja
dapat dimengerti karena secara historis pendidikan kejuruan merupakan perkembangan
dari latihan dalam pekerjaan (on the job training) dan pola magang (apprenticeship)
(Evans & Edwin, 1978:36). Pola pelatihan dalam pekerjaan peserta didik belajar
sambil langsung bekerja sebagai karyawan baru tanpa ada orang yang secara khusus
ditunjuk sebagai instruktur, sehingga tidak ada jaminan bahwa peserta didik akan
mendapatkan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang makin canggih membawa
pengaruh terhadap pola kerja manusia. Pekerjaan menjadi kompleks dan memerlukan
14
bekal pengetahuan dan keterampilan yang makin tinggi, sehingga pola magang dan
latihan dalam pekerjaan kurang memadai karena tidak memberikan dasar teori dan
Pendidikan kejuruan dapat dikelompokkan berdasarkan jenjang dan menurut struktur
programnya. Pengelompokan berdasarkan jenjang dapat didasarkan atas jenjang
kecanggihan keterampilan yang dipelajari atau jenjang pendidikan formal yang berlaku
(Zulbakir & Fazil, 1988:7). Jenjang pendidikan formal yang berlaku dikenal
pendidikan kejuruan tingkat sekolah menengah (secondary) atau Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK) dengan berbagai program keahlian seperti Listrik, Elektronika
Manufaktur, Elektronika Otomasi, Metals, Otomotif, Teknik Pendingin, Gambar
Bangunan, Konstruksi Baja, Tata Busana, Tata Boga, Travel and Tourism, dan
sebagainya serta tingkat di atas sekolah menengah (post secondary) misalnya
politeknis (IEES, 1986:124). Berdasarkan struktur programnya, khususnya dalam
kaitan dengan bagaimana sekolah kejuruan mendekatkan programnya dengan dunia
kerja, Evans seperti yang dikutip oleh Hadiwiratama (1980:60-69) membagi sekolah
kejuruan menjadi lima kategori, yaitu (1) program pengarahan kerja (pre vocational
guidance education), (2) program persiapan kerja (employability preparation
education), (3) program persiapan bidang pekerjaan secara umum (occupational area
preparation education), (4) program persiapan bidang kerja spesifik (occupational
specific education), dan (5) program pendidikan kejuruan khusus (job specific
education).

15
BAB III
PENDEKATAN MASALAH

Merintis sekolah menengah teknologi dan kejuruan merupakan harapan bagi


para pemegang kebijakan sekolah (stakeholder) dalam mengembangkan sekolahnya
agar lulusannya memiliki kualifikasi internasional. Penekanan-penekanan yang perlu
dilakukan adalah pada proses penyelenggaraan pendidikan bukanlah memberikan
pengajaran dengan bahasa inggris, melainkan memotivasi peserta didik untuk berfikir
secara global kedepan tentang tantangan pekerjaan yang akan dihadapinya adalah
berstandar internasional. Penerapan kurikulum internasional untuk mengembangkan
sekolah menjadi RSBI itu butuh dua hal besar. Pertama kesiapan sarana prasarana, dan
kedua kesiapan sumberdaya manusia, khususnya para guru, termasuk tenaga
kependidikannya; karyawan dan bagian tata usaha. Kesemua ini masih harus didukung
dengan pengelolaan manajerial yang berstandar internasional. Khusus untuk
peningkatan kualitas sumberdaya manusia tantangan lebih besar memang pada
kesiapan sumberdaya manusia, khususnya para guru.
Dengan melakukan rekayasa kurikulum yang berdasarkan pada standar
nasional pendidikan (SNP) dan diperkaya dengan mengacu pada standar pendidikan
salah satu Negara anggota OECD (Organization for Economic Co-operation and
Development) dan/atau Negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu
dalam bidang pendidikan, sehingga memiliki dayasaing di forum internasional. SNP
terdiri dari delapan komponen, yaitu standar isi, standar proses, standar kompetensi
lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana,
standar pengelolaan, standar pembiayaan, standar penilaian maka pemenuhan delapan
standar nasional pendidikan itu mutlak dipenuhi oleh SBI sebelum menambah standar
pendidikan internasional dari negara-negara anggota OECD atau negara maju lain.
Yang menjadi cirri khas SBI, proses pembelajaran mata pelajaran kelompok sains
harus menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris (bilingual). Selain itu,
kegiatan pembelajaran harus berbasis teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Oleh
karena itu, setiap ruang kelas harus dilengkapi sarana pembelajaran berbasis TIK.
Perpustakaan sekolah juga harus dilengkapi sarana digital yang memungkinkan akses
ke sumber pembelajaran berbasis TIK di seluruh dunia. Sebagai perbandingan, di Turki
setiap guru punya satu laptop dan perangkat sekolah biasa mengoperasikan computer
dengan baik. Guru mata pelajaran kelompok sains harus mampu berbahasa Inggris
16
dengan baik dan memiliki kualifikasi pendidikannya minimal S2 dari perguruan tinggi
yang program studinya berkualifikasi A, serta telah menempuh pelatihan manajemen
pengelolaan sekolah menggunakan standar internasional ISO 9001:2000.
Menurut (Mendiknas) Bambang Sudibyo, suatu sekolah akan dirintis menjadi sekolah
internasional harus terakreditasi A secara nasional dan memiliki indikator tambahan
dari Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) yaitu
organisasi negara-negara yang memiliki keunggulan di bidang pendidikan. Sekolah
juga menerapkan standar kurikulum dengan tingkat satuan pendidikan (KTSP) dengan
sistem kredit semester (SKS), sistem akademik berbasis teknologi informasi dan
komunikasi (TIK), sistem kompentensi, dan muatan mata pelajaran setara atau lebih
tinggi dari mata pelajaran yang sama pada sekolah unggul negara OECD.
Tantangan untuk menjadi Sekolah Menengah Kejuruan Bertaraf Internasional,
dituntut untuk dapat mewujudkan apa yang menjadi Profil SMK RSBI sbb. :

1. Menyelenggarakan program keahlian yang telah memiliki standar


kompetensi internasional.
2. Memiliki kualifikasi tamatan yang memenuhi beberapa persyaratan yaitu :

a. Minimal 50 % tamatan bersertifikat kompetensi sesuai dengan bidang/


program keahlian terserap pada dunia kerja yang relevan.
b. Minimal 50 % tamatan memperoleh skor TOEIC minimal 505, atau
memperoleh nilai ujian nasional bahasa Inggris > 7,5.
c. Minimal 50 % tamatan memperoleh nilai ujian nasional Matematika >
6,0.
d. Minimal 60 % tamatan memperoleh nilai ujian nasional bahasa
Indonesia > 7,0.
e. Menghasilkan tamatan yang mampu mengisi lapangan kerja/mandiri
atau melanjutkan ke pendidikan tinggi dengan rasio 30 : 70.

3. Menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar pada proses


pembelajarannya.
4. Menerapkan SMM ISO 9001 : 2008.
5. Menerapkan prinsip-prinsip akselerasi dalam proses pembelajarannya.

17
6. Kualifikasi seluruh tenaga pendidik minimal S1 atau D4 di bidangnya dengan
memiliki pengalaman industri / mengelola usaha minimal 1 tahun.
7. Memiliki/mengakses sumberdaya (sarana prasarana) sesuai tuntutan
kompetensi yang ingin dicapai.
8. Seluruh tenaga pendidik mempunyai sertifikat kompetensi di bidangnya dan
sertifikat pedagogik yang dikeluarkan oleh lembaga sertifikasi yang
berwenang.
9. Memiliki mitra lembaga pendidikan dan usaha relevan yang bertaraf
internasional.
10. Sekolah memiliki Training Production Unit sesuai dengan unggulan daerah
pada skala usaha / omzet tertentu.
11. Sekolah mempunyai program pembelajaran yang diakui oleh mitra / lembaga
profesi yang relevan dan bertaraf internasional dan keduabelas proses belajar
mengajar di sekolah menggunakan sistem ICT.

Dalam mengelola dan mengembangan suatu aktifitas terutama dalam merintis


sekolah menengah kejuruan teknologi bertaraf internasionan memerlukan suatu
perencanaan strategis, yaitu suatu pola atau struktur sasaran yang saling mendukung
dan melengkapi menuju ke arah tujuan yang menyeluruh. Sebagai persiapan
perencanaan, agar dapat memilih dan menetapkan strategi dan sasaran sehingga
tersusun program-program dan proyek-proyek yang efektif dan efisien maka
diperlukan suatu analisis yang tajam dari para stakehoder dan organisasi sekolah.
Salah satu analisis yang cukup populer di kalangan pelaku organisasi adalah Analisis
SWOT.

Istilah SWOTdari perkataan : Strength (kekuatan), Weakness (kelemahan),


Opportunities (kesempatan) dan Threats (Ancaman). Tahap awal dalam menjalankan
SWOT :
1. Membaca/menginventarisir latar belakang
2. Membaca situasi dan kondisi sekarang.
Komponennya:
1. Internal organisasi menuju kesiapan sekolah menengah kejuruan bertaraf
internasional.

18
2. Object/sasaran yang ingin dicapai dalam penyelenggaraan sekolah menengah
kejuruan bertaraf internasional
3. Lingkungan lokal yang mendukung penyelenggaraan sekolah menengah
kejuruan bertaraf internasional seperti kesiapan sumber daya manusia,
kesiapan sarana dan prasarana sekolah, teknologi informasi, peralatan
praktikum yang sesuai dengan standar internasional
4. Lingkungan regional yang mendukung penyelenggaraan sekolah menengah
kejuruan bertaraf internasional seperti lulusan yang dapat diserap oleh
perusahaan yang berstandar internasional.

Analisis SWOT dalam mempertimbangkan penyelenggaraan sekolah menengah


kejuruan bertaraf internasional dapat dikelompokkan dalam dua kategori:

1. Internal Lembaga yaitu menyangkut Strength dan Weakness

Pertimbangan analisa:
a. Sarana dan Prasarana yang dimiliki oleh sekolah
b. Kumpulan pendapat dari dalam organisasi sekolah ataupun dari instansi
pendidikan dan masyarakat
c. Komparasi dengan lembaga lain
d. Hasil pengamatan sendiri

Obyek analisa :
a. Kemampuan memimpin
b. Jumlah dan kualitas anggota
c. Kerapian organisasi (Struktur, AD/ART, kebijakan-kebijakan)
d. Aturan kedisiplinan

2. Eksternal Lembaga, yaitu menyangkut Opportunities dan Threats

Pertimbangan analisis :

1. Pengalaman individu dan organisasi sekolah


2. Kumpulan pendapat
3. Komparasi dengan lembaga lain
19
4. Pendapat para ahli

Obyek analisa :

a. Personal atau lembaga yang tengah berkuasa


b. Kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan
c. Kejadian-kejadian atau peristiwa penting yang pernah terjadi

Langkah-langkah SWOT :

a. Identifikasi semua hal yang berkaitan dengan SWOT


b. Tentukan Faktor penghambat dan faktor pendukung
c. Tentukan alternatif-alternatif kegiatan
d. Rumuskan tujuan dari masing-masing kegiatan
e. Ambil keputusan yang paling prioritas

Upaya yang harus dilakukan dalam rangka memperbaki mutu sumber daya
manusia adalah dengan meningkatan mutu pendidikan. Fokus utama yang harus
perhatikan dalam peningkatan mutu pendidikan adalah peningkatan institusi sekolah
sebagai basis utama pendidikan, baik aspek manajemen, sumber daya manusianya,
maupun sarana dan prasarananya. Salah satu program yang dilaksanakan pemerintah
agar perubahan dan perkembangan tersebut dapat direspon dengan cepat adalah dengan
meningkatkan kualitas/mutu sekolah dengan mengembangkan sekolah bertaraf
internasional.
Sekolah Bertaraf Internasional adalah sekolah nasional yang menyiapkan
peserta didiknya berdasarkan standar nasional pendidikan (SNP) Indonesia dan
tarafnya internasional sehingga lulusannya memiliki kemampuan daya saing
internasional. Sekolah Bertaraf Internasional pada hakikatnya mengacu pada Standar
Nasional Pendidikan meliputi 8 (delapan) standar, yaitu kompetensi lulusan, isi,
proses, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pembiayaan,
pengelolaan, dan penilaian yang diperkaya, dikembangkan, diperluas, diperdalam
melalui adaptasi atau adopsi terhadap standar pendidikan yang dianggap reputasi
mutunya diakui secara internasional

20
Aspek-aspek yang dikembangkan pada Sekolah Bertaraf Internasional adalah standar
kompetensi lulusan standar Internasional, kurikulum standar internasional, PBM
standar internasional, SDM standar internasional, fasilitas standar internasional,
manajemen standar internasional, pembiayaan standar internasional, penilaian standar
internasional. Standar kompetensi lulusan Sekolah Bertaraf Internasional adalah
keberhasilan lulusan yang melanjutkan ke sekolah internasional dalam negeri maupun
di luar negeri dengan tetap berkepribadian bangsa Indonesia, menguasai dan terampil
menggunakan ICT, mampu debat dengan Bahasa Inggris, terdapat juara internasional
dalam bidang: olahraga, kesenian, kesehatan, budaya, dll, mampu menyelesaikan,
tugas–tugas dan mengumpulkan portofolio dengan baik, mampu
meyampaikan/mendemonstrasikan tugas-tugas dari guru/sekolah, mampu
melaksanakan eksprimen dalam pengembangan pengetahuan dan keterampilan,
mampu menemukan / membuktikan pengalaman belajarnya dengan berbagai karya,
mampu menulis dan mengarang dengan bahasa asing atau dengan bahasa Indonesia
yang baik dan benar, memperoleh kejuaraan olimpiade internasional dalam bidang:
matematika, fisika, biologi, kimia, stronomi, dan atau lainnya Iditunjukkan dengan
sertifikat internasional), NUAN rata-rata tinggi (> 7,5), memiliki kemampuan
penguasaan teknologi dasar, melakukan kerjasama dengan berbagai pihak, baik secara
individual, kelompok/kolektif (lokal, nasional, regional, dan global) dengan bukti ada
piagam kerjasama atau MoU yang dilakukan oleh lulusan, memiliki dokumen lulusan
tentang karya tulis, persuratan, administrasi sekolah, penelitian, dll dalam bahasa asing
atau dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar, memiliki dokumen dan
pelaksanaan, pengelolaan kegiatan belajar secara baik (ada perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, pengkoordinasian, dan evaluasi) dari lulusan,
menguasai budaya bangsa lain, memiliki dokumen karya tulis, nilai, dll tentang
pemahaman budaya bangsa lain dari lulusan, memiliki pemahaman terhadap
kepedulian dengan lingkungan sekitar sekolah, baik lingkungan sosial, fisik maupun
budaya, memiliki berbagai karya-karya lain dari lulusan yang bermanfaat bagi dirinya
maupun orang lain, bangsa, dll, dan terdapat usaha-usaha dan atau karya yang
mencerminkan jiwa kewirausahaan lulusan.
Sekolah Berstandar Internasional akan dicapai melalui sebuah proses
peningkatan kualitas sekolah yang berkesinambungan. Salah satu tujuan pokoknya
adalah lulusan sekolah yang kompetensinya diakui secara internasional.

21
Harapan dengan terwujudnya sekolah menengah kejuruan bertaraf internasional
adalah mendekatkan kompetensi lulusan ke dunia kerja secara fungsional,
pembelajaran mata pelajaran produktif dilakukan terintegrasi dengan unit produksi di
sekolah dapat membentuk kompetensi siswa sesuai dengan kebutuhan dunia kerja,
penerapan manajemen mutu penyelenggaraan sekolah berstandar internasional ISO
9001-2000, ini menunjukkan kesungguhan dari civitas sekolah untuk menjadikan
sekolah unggul, kerja sama dengan dunia usaha dan industri yang dilakukan oleh kedua
sekolah telah meningkatkan mutu pembelajaran praktik dan mendekatkan kebutuhan
dunia industri akan tenaga kerja terdidik dan terampil serta layanan terhadap siswa
berupa bimbingan konseling, career path, dan bursa kerja dapat meningkatkan
keterserapan lulusan ke dunia kerja baik secara regional,nasional serta internasional.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah proses pembelajaran, penilaian, dan
penyelenggaraan SBI sebagai berikut: (1) pro-perubahan, yaitu proses pembelajaran
yang mampu menumbuhkan dan mengembangkan daya kreasi, inovasi, nalar, dan
eksperimentasi untuk menemukan kemungkinan-kemungkinan baru, a joy of
discovery, (2) menerapkan model pem-belajaran aktif, kreatif, efektif, dan
menyenangkan; student centered; reflective learning, active learning; enjoyable dan
joyful learning, cooperative learning; quantum learning; learning revolution; dan
contextual learning, yang kesemuanya itu telah memiliki standar internasional; (3)
menerapkan proses pembelajaran berbasis TIK pada semua mata pelajaran; (4) proses
pembelajaran menggunakan bahasa Inggris, khususnya mata pelajaran sains,
matematika, dan teknologi; (5) proses penilaian dengan menggunakan model penilaian
sekolah unggul dari negara anggota OECD dan/atau negara maju lainnya, dan (6)dalam
penyelenggaraan SBI harus menggunakan standar manajemen intenasional, yaitu
mengoimplementasikan dan meraih ISO 9001 versi 2000 atau sesudahnya dan ISO
14000, dan menjalin hubungan sister school dengan sekolah bertaraf internasional di
luar negeri.

22
BAB IV

Kesimpulan dan Saran

Dari kajian di atas dapat disimpulkan bahwa kebijakan Sekolah Bertaraf


Internasional (SBI) merupakan upaya pemerintah untuk memperbaiki kualitas
pendidikan Indonesia agar mempunyai daya saing dengan negara maju di era global.
Salah satunya dengan mengadopsi standar internasional anggota OECD sebagai faktor
kunci tambahan di samping Standar Nasional Pendidikan.
Dalam perjalanannya, kebijakan SBI mulai terlihat beberapa kelemahan, baik
secara konseptual maupun sistem pembelajarannya. Ibarat kata pepatah tiada gading
tak retak, maka pemerintah sebaiknya melakukan pelbagai langkah perbaikan konsep
dengan melibatkan pelbagai unsur/stakeholders pendidikan dan melakukan
studi/penelitian mendalam sebelum kebijakan tersebut bergulir sehingga dengan
adanya sekolah menengah berstandar internasional kita dapat berharap bahwa dengan
penyelenggaraan pendidikan menengan teknologi berstandar internasional dapat
melahirkan sumberdaya manusia yang memliki kompetensi dan keahlian yang dapat
memenuhi kriteria dari perusahaan-perusahaan yang berstandar internasional serta
mempunyai daya saing yang tinggi dalam memenuhi pasar kerja diera globalisasi.

23
DAFTAR PUSTAKA

_____. (2006). Sistem Penyelenggaraan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) untuk


Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Clinton, R. E. (1984). A rationale for collaboration: The view from industry.
Collaboration vocational education and the privat sector (pp.43-53). Arlington,
VA: The American Vocational Association.
Depdiknas. (2005). Rencana Strategis Departemen Pendidikan Nasional 2005-2009.
Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Finch, Curtis R. & Crunkilton, John R. (1984). Curriculum Development in Vocational
and Technical Education: Planning, Content, and Implementation. Boston: Allyn
and Bacon, Inc.
IEES. (1986). Indonesia Education and Human Resources Sector Review. Chapter VII-
Vocational/Technical Education. Jakarta: Depdikbud and USAID.
Karabel, R. L. & Hasley, R. A. (1977). Vocational Education Outcomes: Perspective for
Evaluation. Columbus: NCRVE.
Malik, Oemar H. (1990). Pendidikan tenaga kerja nasional, kejuruan, kewiraswastaan,
dan manajemen. Bandung: PT. Citra Aditya Bhakti.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Pendidikan Nasional. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Tilaar, H.A.R (2006), Standarisasi Pendidikan Nasional, Suatu Tinjauan Kritis, Rineka
Cipta, Jakarta
Tilaar, H.A.R (2008), Manajemen Pendidikan Nasional, Kajian Pendidikan Masa Depan,
Remaja Rosda Karya, Bandung

24

You might also like