You are on page 1of 63

LAPORAN KULIAH KERJA LAPANG

PROSEDUR PELAKSANAAN PEMBEBASAN BERSYARAT


BAGI NARAPIDANA

(STUDI DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS I LOWOKWARU MALANG)

Oleh :

INTAN NUR NUGRAHENI

0610110094

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

2009
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Ketika berbicara tentang kejahatan, maka kata yang pertama muncul

adalah pelaku kejahatan. Pelaku kejahatan ini biasa disebut dengan penjahat,

criminal, atau lebih buruk lagi, sampah masyarakat, dan masih banyak lagi.

Maka tidaklah mengherankan bila upaya penanganan kejahatan masih terfokus

hanya pada tindakan penghukuman terhadap pelaku. Dengan memberikan

hukuman kepada pelaku dianggap sebagi upaya yang paling efektif untuk

menyembuhkan baik luka atau derita korban maupun kelainan perilaku yang di

idap oleh pelaku kejahatan. Dimana hukuman yang dimaksud yaitu merupakan

suatu sanksi pidana perampasan kemerdekaan sehingga diharapkan dapat

memberikan efek jera terhadap pelaku kejahatan.

Sanksi pidana yang berupa perampasan kemerdekaan dalam perundang-

undangan di Indonesia dibedakan jenisnya yaitu pidana penjara, pidana

kurungan, dan pidana tutupan (pasal 10 KUHP dan Undang-undang No 20 Tahun

1946) yang penempatannya menjadi satu dalam lembaga pemasyarakatan.1

Pidana penjara adalah sanksi pidana berupa pembatasan kekuasaan

bergerak dari seorang terpidana yang dilakukan dengan menutup orang tersebut

dalam sebuah penjara dengan mewajibkan orang untuk mentaati semua

1
Bambang Poernomo, Pelaksanaan Pidana Penjara Dengan system Pemasyarakatan,
Liberty, Yogyakarta, --------, hal 3
peraturan tata tertib yang berlaku didalam penjara yang dikaitkan dengan suatu

tindakan tata tertib bagi mereka yang telah melanggar peraturan tersebut.2

Pada awalnya rumah penjara sebagai tempat pelaksanaan pidana penjara

yang saat itu dibagi dalam beberapa bentuk antara lain:

1. Tuchtuis adalah rumah penjara untuk menjalankan pidana yang sifatnya berat

2. Rasphuis adalah rumah penjara dimana kepada para terpidana diberikan pelajaran

tentang bagaimana caranya melicinkan permukaan benda-benda dari kayu dengan

mempergunakan amplas.

Pembagian rumah penjara ketika itu erat kaitannya dengan kebiasaan saat itu dalam hal

menempatkan para terpidana secara terpisah sesuai dengan berat ringannya pidana yang

harus mereka jalani.

Di Indonesia, hal tersebut juga diikuti namun bentuk dan namanya diubah menjadi

Lembaga Pemasyarakatan. Dengan penggantian istilah “Penjara” menjadi “Lembaga

Pemasyarakatan” tentu terkandung maksud baik yaitu bahwa pemberian maupun

pengayoman warga binaan tidak hanya terfokus pada pada itikad menghukum (funitif Intend)

saja melainkan berorientasi pada tindakan-tindakan yang lebih manusiawi dan disesuaikan

dengan kondisi dari warga binaan. Dengan demikian tujuan pidana penjara itu adalah

disamping menimbulkan rasa derita pada terpidana, lembaga pemasyarakatan juga

membimbing terpidana agar bertobat dan mendidik supaya setelah menjalani masa pidananya

mereka dapat berintegrasi dengan masyarakat.

2
Ibid,hal 5.
Pidana penjara menurut P.A.F Lamintang adala suatu pidana berupa

pembatasan kebebasan bergerak dari seorang terpidana, yang dilakukan

dengan menutup orang tersebut dalam sebuah lembaga pemasyarakatan,

dengan mewajibkan orang itu untuk mentaati semua peraturan tata tertib yang

berlaku didalam lembaga pemasyarakatan, yang dikaitkan dengan sesuatu

tindakan tata tertib bagi mereka yang telah melanggar peraturan tersebut (P.A.F

Lamintang, 1988:69)

Pidana Penjara yang mengandung pengertian tata perlakuan terhadap

Narapidana tersebut di buat jera agar tidak mengulangi lagi perbuatan yang

melanggar hukum Hal ini akan mengandung persepsi yang berbeda-beda karena

membuat orang jera akan di tempuh berbagai macam cara.

Padahal tidak demikian maksud dari Pidana Penjara, yang sebenarnya

adalah satu-satunya derita yang diberikan oleh Negara adalah dihilangkannya

kemerdekaan bergerak dan di bimbing terpidana agar bertaubat, di didik supaya

menjadi seorang anggota masyarakat sosial di Indonesia yang berguna

Hal ini sesuai dengan orasi ilmiah Dr. Soeardjo, SH pada penerimaan gelar

Doktor Honoris Causa dalam ilmu hukum, oleh Universitas Indonesia di Istana

Negara pada tanggal 5 Juli 1963. Merumuskan bahwa tujuan Pidana penjara

adalah “Disamping menimbulkan rasa derita pada terpidana karena hilangnya

kemerdekaan bergerak, membimbing terpidana agar bertaubat, mendidik

supaya ia menjadi seorang anggota masyarakat sosial di Indonesia yang

berguna”. Gagasan tersebut sebagai tonggak sejarah lahirnya tata perlakuan

yang lebih baik terhadap Narapidana yang melahirkan prinsip-prinsip


pemasyarakatan, kemudian dirumuskan dalam suatu sistem yaitu Sistem

Pemasyarakatan.

Pidana Penjara merupakan suatu sistem perlakuan pelanggaran hukum

yang pada dasarnya memberi pola perlakuan reintegrasi yang bertujuan

memulihkan kesatuan hubungan hidup, kehidupan dan penghidupan Narapidana

dalam kapasitasnya sebagai mahluk pribadi dan mahluk social dalam konteks

Hak Asasi nya sebagai Manusia, Pemulihan kesatuan ini memiliki masalah yang

sangat kompleks. Masalah pembinaan pelangar hukum adalah pembinaan

manusia dari segala sisi termasuk yang paling prinsip yakni sisi HAMnya. Dalam

upaya pemulihan kesatuan ini, yang terpenting adalah proses yang berfungsi

sebagai katalisator pencapaian tujuan tersebut.

Dengan demikian fungsi Pidana Penjara, tidak lagi sekedar penjaraan

tetapi juga merupakan suatu usaha rehabilitas dan reintegrasi sosial. Pidana

Penjara seharusnya merupakan Sistem Pemasyarakatan menitikberatkan pada

usaha perawatan, pembinaan, pendidikan dan bimbingan bagi warga binaan

yang bertujuan untuk memulihkan kesatuan yang asasi antara induvidu warga

binaan dan masyarakat.

Pelaksanaan pidana penjara di lembaga pemasyarakatan didasarkan atas

prinsip-prinsip Sistem Pemasyarakatan dengan tujuan agar menjadi warga yang

baik dan berguna. Warga binaan dalam Sistem Pemasyarakatan mempunyai

hak-hak asasi untuk memperoleh pembinaan rohani dan jasmani serta dijamin

untuk menjalankan ibadahnya, berhubungan dengan pihak luar baik

keluarganya maupun pihak lain, memperoleh informasi baik melalui media cetak

maupun elektronik, memperoleh pendidikan yang layak dan sebagainya.


Pembebasan Bersyarat Bagi Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan,

berada sepenuhnya di tengah-tengah keluarga dan masyarakat dengan maksud

memberikan kesempatan kepada narapidana untuk belajar bergaul dengan

keluarga dan masyarakat yang selama mereka di dalam Lembaga

Pemasyarakatan (LAPAS) terputus, agar kelak setelah menjalani pidananya

mereka dapat hidup wajar di tengah-tengah keluarga dan masyarakat. Proses

pembinaan melalui pemberian Pembebasan Bersyarat kepada narapidana

pelaksanaannya tidaklah mudah, karena dibutuhkan persiapan, kemampuan dan

kerja keras dari petugas Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) dan Balai

Pemasyarakatan (BAPAS).

Pada asasnya setiap orang adalah manusia dan harus diperlakukan

sebagai manusia, meskipun telah melakukan sebuah perbuatan pidana. Oleh

karena itu selama menjalani masa pidananya, seorang Narapidana tetap

mempunyai hak, yaitu seperti yang terdapat dalam pasal 14 Undang-undang

Republik Indonesia Nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, antara lain :

1. Mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi)

2. Mendapatkan pembebasan Bersyarat (PB)

3. Mendapatkan cuti menjelang bebas (CMB)

Sedangkan untuk proses pembinaan dan pembimbingan warga binaan

pemasyarakatan diselenggarakan oleh Menteri dan dilaksanakan oleh petugas

Lembaga Pemasyarakatan. Sehingga petugas Lembaga Pemasyarakatan

memegang peranan penting dalam proses pembinaan dan pembimbingan

Narapidana. Selain itu petugas Lembaga Pemasyarakatan juga memegang


peranan penting dalam pelaksanaan hak-hak yang dimiliki oleh setiap

Narapidana.

Titik berat penulisan laporan penelitian ini adalah peneliti ingin mengkaji

lebih dalam mengenai prosedur pelaksanaan hak Narapidana dalam hal

mendapatkan pembebasan bersyarat (seperti yang terdapat dalam pasal 14

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 12 tahun 1995 tentang

Pemasyarakatan, dan dalam praktek di lapangan apakah ditemukan hambatan

dalam pemberian hak tersebut kepada Narapidana. Hak tersebut pada intinya

bertujuan untuk memberikan kesempatan bagi Narapidana yang berkelakuan

baik selama menjalani masa pidananya, untuk mendapatkan pengurangan masa

hukuman tersebut tentu saja tidak semua Narapidana bisa mendapatkannya.

Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh Narapidana untuk

mendapatkan hak tersebut. Kesemua syarat tersebut diatur dalam peraturan

perundang-undangan Indonesia. Sebagaimana permasalahan yang telah

disebutkan diatas, hal inilah yang melatarbelakangi penulisan laporan ini,

peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai prosedur pelaksanaan

pemberian hak Pembebasan Bersyarat bagi Narapidana pada Lembaga

Pemasyarakatan.

1.2. Ruang Lingkup Kegiatan

Penulis akan membatasi ruang lingkup kegiatan Kuliah Kerja Lapangan

(KKL) ini dengan mengidentifikasi tentang nama dan tempat kedudukan kantor

lembaga, sejarah berdirinya lembaga, fungsi dan tugas lembaga, visi dan misi
lembaga, struktur organisasi lembaga, Prosedur pelaksanaan tugas lembaga,

kendala yang dihadapi lembaga serta rekomendasi yang diberikan penulis untuk

penyelesaian masalah, perkembangan dan perbaikan terhadap bekerjanya

lembaga.

1. Nama kantor lembaga tempat KKL

LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS I LOWOKWARU MALANG.

2. Fungsi dan tugas lembaga tempat KKL

Pemasyarakatan adalah kegiatan untuk melakukan pembinaan Warga Binaan

Pemasyarakatan berdasarkan sistem, kelembagaan, dan cara pembinaan

yang merupakan bagian akhir dari sistem pemidanaan dalam tata peradilan

pidana.3 Sistem Pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan

batas serta cara pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan

Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara pembina, yang dibina,

dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas Warga Binaan Pemasyarakatan

agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak

pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat

aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai

warga yang baik dan bertanggung jawab. Lembaga Pemasyarakatan yang

selanjutnya disebut LAPAS adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan

Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan.

1.3. Tahapan Kegiatan

3
Undang-undang No 12 tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan,Pasal 1 angka 1
Dalam pelaksanaan kegiatan Kuliah Kerja Lapangan (KKL), penulis akan

banyak terjun langsung dalam kegiatan-kegiatan dalam Lembaga

Pemasyarakatan Klas I Lowokwaru Malang. Hal ini tidak lepas dari dukungan

dan bantuan pegawai Lembaga Pemasyarakatan yang diharapkan dapat

memberikan keleluasaan, keterbukaan, dan kerjasama yang baik sehingga

penulis dapat dengan jelas mengetahui informasi-informasi yang ada di

dalamnya guna memperoleh data yang diperlukan untuk menyusun laporan

KKL.

Prosedur pelaksanaan KKL yang akan dilakukan meliputi kegiatan-

kegiatan sebagai berikut:

1. Persiapan : Minggu I – III

a. Melakukan konsultasi dengan dosen pembimbing untuk mendiskusikan hal-

hal yang berkaitan dengan prosposal pelaksanaan kegiatan Kuliah Kerja

Lapangan (KKL).

b. Mengurus Surat Pengantar dari Dekan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya

di Bagian Akademik yang ditujukan kepada lembaga tempat pelaksanaan

KKL.

2. Pelaksanaan : Minggu IV – VII

a. Menyampaikan Surat Pengantar dari Dekan Fakultas Hukum Universitas

Brawijaya dan proposal KKL yang telah disetujui oleh dosen pembimbing ke

lembaga tempat KKL.


b. Mencari data-data di lembaga tempat KKL dengan menggunakan metode

partisipasif, wawancara, studi dokumentasi, dan observasi.

c. Mencari dan mencatat berbagai informasi yang menyangkut hal-hal sebagai

berikut:

(1) Nama lembaga tempat KKL.

(2) Sejarah berdirinya lembaga tempat KKL.

(3) Fungsi dan tugas lembaga tempat KKL.

(4) Visi dan misi lembaga tempat KKL.

(5) Struktur organisasi lembaga tempat KKL.

(6) Kendala dan atau problematik yang dihadapi lembaga tempat KKL.

(7) Upaya yang telah dilaksanakan oleh lembaga tempat KKL.

(8) Rekomendasi dari penulis untuk perbaikan dan atau alternatif solusi

pemecahan problematik yang dihadapi lembaga tempat KKL.

d. Melakukan konsultasi dengan dosen pembimbing untuk pelaksanaan

kegiatan beserta penyusunan laporan kegiatan KKL.

3. Evaluasi : Minggu VIII – X

Evaluasi terhadap kegiatan KKL yang dilakukan oleh dosen

pembimbing selama proses pelaksanaan kegiatan KKL dan penyusunan

laporan kegiatan KKL yang meliputi:

a. Evaluasi pelaksanaan kegiatan KKL.


b. Evaluasi penyusunan laporan dari kegiatan KKL.

Kegiatan yang akan dilaksanakan penulis selama Kuliah Kerja

Lapangan (KKL) di Lembaga Pemasyarakatan Lowokwau Klas I Malang

terbagi menjadi tiga jenis kegiatan, yaitu :

a. Kegiatan Operasional

Kegiatan operasional adalah kegiatan yang sifatnya melibatkan diri dalam

usaha melaksanakan kegiatan yang dilakukan oleh Lembaga

Pemasyarakatan Klas I Lowokwaru Malang.

b. Kegiatan Pengamatan

Kegiatan pengamatan adalah kegiatan yang sifatnya mengadakan

menyimak, mempelajari, dan mengamati pelaksanaan pemberian hak

pelepasan bersyarat bagi Narapidana, serta mempelajari bagaimana

prosedurnya.

c. Kegiatan Wawancara

Kegiatan wawancara adalah kegiatan memperoleh data dan informasi melalui

dialog atau wawancara langsung dengan sumber data yang berasal dari

pegawai dan Kepala Lembaga Pemasyarakatan Lowokwaru Klas I Malang.

1.4. Tujuan KKL

1.4.1.Tujuan Umum
Tujuan umum dari kegiatan KKL ini adalah untuk mengidentifikasi nama

dan tempat kedudukan kantor lembaga, sejarah berdirinya lembaga,

fungsi dan tugas lembaga, visi dan misi lembaga, struktur organisasi

lembaga, mekanisme bekerjanya lembaga saat ini.

1.4.2.Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari kegiatan KKL ini untuk mengetahui pelaksanaan

pembebasan bersyarat bagi narapidana pada lembaga, kendala yang

dihadapi pihak lembaga dalam pelaksanaan pemberian hak pembebasan

bersyarat bagi narapidana, kendala yang dihadapi oleh lembaga serta

rekomendasi yang diberikan penulis untuk penyelesaian masalah,

perkembangan dan perbaikan terhadap bekerjanya lembaga.

1.5. Manfaat KKL

1. Bagi Mahasiswa

a. Memberikan gambaran dan pemahaman yang lebih mendalam tentang

aplikasi teori, konsep dan proses manajemen dalam praktek dan sebagai

bahan evaluasi tentang pengetahuan yang telah diserap dalam

perkuliahan oleh mahasiswa dengan realitas kondisi serta situasi yang

ada di lapangan.
b. Peneitian ini diharakan dapat menjadi wawasan baru dalam ilmu

kepenjaraan (Penologi) selain daripada teori yang didapakan dalam

perkuliahan

c. Dapat meningkatkan kompetensi, kecerdasan intelektual, dan emosional

mahasiswa tersebut.

d. Sebagai sarana memperluas pengetahuan, pengalaman, sebelum terjun

ke dunia kerja yang sesungguhnya.

2. Bagi Lembaga Pemasyarakatan Klas I Lowokwaru Malang

a. Dapat melaksanakan salah satu bentuk tanggung jawab sosial lembaga

negara kepada masyarakat.

b. Hasil dari Kuliah Kerja Lapangan ini nantinya dapat digunakan sebagai

bahan perbandingan atas langkah-langkah yang telah atau sedang

diambil oleh instansi terkait dalam mencapai tujuannya.

c. Selain itu dapat juga digunakan sebagai bahan masukan yang obyektif

atau sumbangan pemikiran bagi instansi terkait untuk membantu

peningkatan kinerja di masa yang akan datang, khususnya dalam

pelaksanaan pemberian pembebasan bersyarat.

d. Membantu proses pekerjaan administratif secara umum pada instansi

terkait.

3. Bagi Fakultas / Perguruan Tinggi

a. Memperluas jaringan kerjasama dengan lembaga lain yang terkait dengan

peningkatan mutu pendidikan


b. Adanya umpan balik sebagai acuan bagi pelaksanaan Kuliah Kerja

Lapangan selanjutnya.

c. Sebagai bahan tambahan alternatif materi kuliah dan penyempurnaan

kurikulum agar lebih efektif dan efisien.

d. Sebagai upaya memperkenalkan mahasiswa dengan almamater

perguruan tingginya pada dunia kerja.

e. Meningkatkan relevansi kurikulum berbagai program pendidikan di

Fakultas Hukum dengan dunia kerja.

1.6. Metode Penelitian

Metode kegiatan dalam pelaksanaan KKL ini adalah Metode Partisipatif,

artinya mahasiswa yang bersangkutan terlibat dalam proses kegiatan yang

dilakukan oleh lembaga tempat KKL.

Adapun metode pencarian data yang dilakukan untuk melengkapi

penyusunan Laporan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) adalah sebagai berikut:

1. Library Research

Setiap penulisan ilmiah pasti akan bergantung dan bersandar pada kepustakaan.

Dengan adanya studi literatur atau kepustakaan maupun peraturan perundang-

undangan, penulis dapat melakukan kontrol serta menegaskan kerangka teoritis

yang menjadi landasan jalan pemikiran penulis.

2. Field Research
Dalam penelitian ini riset lapangan perlu dilakukan untuk mempelajari secara

intensif tentang latar belakang obyek yang diteliti. Metode yang dilakukan

dengan cara:

a. Observasi

Suatu cara untuk memperoleh data dengan mengadakan pengamatan

langsung terhadap suatu objek tertentu dengan jalan ikut serta aktif melihat,

mengamati, dan juga melaksanakan kegiatan yang terjadi pada objek yang

bersangkutan serta mengadakan pencatatan secara sistematis terhadap

objek yang diteliti.

b. Interview

Suatu cara pengumpulan data dengan mengadakan wawancara langsung

pada pihak terkait (informan kunci/sumber informasi) yang terdapat dalam

lembaga tempat KKL, yang dianggap dapat memberikan penjelasan

sehubungan dengan objek yang diteliti atau masalah yang akan dibahas.

c. Dokumentasi

Suatu cara untuk memperoleh data yang dilakukan dengan cara menelusuri

pustaka dan peraturan perundang-undangan yang terkait.


BAB II

KERANGKA KONSEPSIONAL

2.1. Pidana dan Pemidanaan

Pidana merupakan salah satu bagian dari ilmu hukum yang berisi tentang

penderitaan yang sengaja dibebankan kepada orang yang melakukan

perbuatan yang memenuhi syarat-syarat terentu. (Muladi dan Barda

Nawawi Arief, 1984: 2)

Pidana adalah reaksi atas delik dan ini berwujud suatu nestapa yang sengaja

ditimpalkan negara pada pembuat delik itu (Roeslan Salah, 1983 : 9).

Selanjutnya ia menyatakan bahwa memang nestapa ini bukanlah suatu

tujuan yang terakhir dicita-citakan masarakat. Nestapa hanyalah suatu

tujuan yang terdekat.

Berdasarkan beberapa definisi, dapat disimpulkan bahwa pidana memiliki

unsur-unsur :

1. Pidana pada hakikatnya merupakan suatu pengenaan pemderitaan

atau nestapa atau akibat-akibat lain yang tidak menyenangkan.

2. Pidana diberikan dengan sengaja oleh orng atau badan yang

mempunyai kekuasaan (oleh yang berwenang)

3. Pidana dikenakan kepada seseorang atau Badan Hukum (korporasi)

yang telah melakukan tindak pidana menurut undang-undang (Muladi

dan Barda Nawawi Arief, 1982 : 2,3,4)

Filsafat Pemidanaan mempunyai 2 fungsi yaitu :


1. Fungsi fundamental, yaitu sebagai landasan dan asas normatif atau kaidah yang

memberikan pedoman, kriteria atau paradigma terhadap masalah pidana dan

pemidanaan.

2. Fungsi teori, dalam hal ini sebagai meta teori maksudnya filsafat pemidanaan

berfungsi sebagai teori yang mendasari dan melatar belakangi setiap teori

pemidanan.

Berdasarkan kedua fungsi diatas dalam proses implementasinya, penetapan sanksi pidana

dan tindakan merupakan aktifitas programlegislasi dan/atau yurisdiksi nuk

menormatifkan jenis dan bentuk sanksi (pemidanaan) sebagai landasan keabsahan

penegakan hukum melalui penerapan sanksi.

Filsafat pemidanaan berkaitan erat dengan alasan pembenar (pembalasan, manfaat

atau utilitas, dan pembalasan yang bertujuan) adanya sanksi pidana. Filsafat pemidanaan

merupkan landasan filosofis untuk merumuskan ukuran/dasar keadilan apabila terjadi

pelanggaran hukum pidana. Filsafat keadilan dalam hukum pidana yang kuat

pengaruhnya ada 2 yaitu keadilan yang berbasis pada filsafat pemalasan (retributive

justice) dan keadilan yang berbasis pada fisafat restorasi atau pemulihan (restorative

justice), dan KUHP menganut filsafat keadilan lebih condong pada retributve justice.

Tujuan Pemidanaan diformulasikan sebagai bagian integral dari sistem

pemidanaan, sebagai pedoman (guidance of sentencing), landasan filsofis, dan justifikasi

pemidanaan, agar tidak hilang atau tidak dlupakan dalam praktek.

Teori-teori pemidanaan dibagi 2 kelompok teori yaitu :


1. Teori absolut atau teori pembalasan (retributive/vergeldig theorieen)

Menurut teori ini pidana dijatuhkan semata-mata karena orang telah melakukan

kejahatan atau indak pidana (quia peccatumest).

2. Teori relatif atau tujuan (utilitarian/doelthrerieen)

Menurut teori ini memidana bukanlah untuk memutuskan tntutan absolut dari

kadiln.Pembalasan itu sendiri tidak mempunyai nilai tetapi hanya sebagai sarana

untuk melindungi kepentingan masyarakat.

Dalam Pemidanaan wajib mepertimbangkan :

1. Kesalahan pembuat tindak pidana

2. Motif dan tujuan melakukan tindak pidana

3. Sikap batin pembuat tindak pidana

4. Apakah tindak pidana dlakukan dengan berencana

5. Cara melakukan tindak pidana

6. Sikap dan tindakan pembuat sesudah melakukan tindak pidana

7. Riwayat hidup dan keadaan sosial-ekonomi pembuat tindak pidana

8. Pengaruh pidana terhadap masa depan pembuat tindak pidana

9. Pengaruh tindak pidana terhadap korban atau keluarga koran


10. Pemaafan dari korban dan/atau keluargnya; dan/atau Pandangan masyarakat

terhadap tindak pidana yang dilakukan.

2.2. Pidana Penjara

Pidana Penjara yang mengandung pengertian tata perlakuan

terhadap Narapidana tersebut di buat jera agar tidak mengulangi lagi

perbuatan yang melanggar hukum. Hal ini akan mengandung persepsi yang

berbeda-beda karena membuat orang jera akan di tempuh berbagai macam

cara.

Padahal tidak demikian maksud dari Pidana Penjara, yang sebenarnya

adalah satu-satunya derita yang diberikan oleh Negara adalah

dihilangkannya kemerdekaan bergerak dan di bimbing terpidana agar

bertaubat, di didik supaya menjadi seorang anggota masyarakat sosial di

Indonesia yang berguna.

Pidana Penjara merupakan suatu sistem perlakuan pelanggaran hukum

yang pada dasarnya memberi pola perlakuan reintegrasi yang bertujuan

memulihkan kesatuan hubungan hidup, kehidupan dan penghidupan

Narapidana dalam kapasitasnya sebagai mahluk pribadi dan mahluk social

dalam konteks Hak Asasi nya sebagai Manusia, Pemulihan kesatuan ini

memiliki masalah yang sangat kompleks. Masalah pembinaan pelangar

hukum adalah pembinaan manusia dari segala sisi termasuk yang paling

prinsip yakni sisi HAMnya. Dalam upaya pemulihan kesatuan ini, yang

terpenting adalah proses yang berfungsi sebagai katalisator pencapaian

tujuan tersebut.
Dengan demikian fungsi Pidana Penjara, tidak lagi sekedar penjaraan

tetapi juga merupakan suatu usaha rehabilitas dan reintegrasi sosial. Pidana

Penjara seharusnya merupakan Sistem Pemasyarakatan menitik beratkan

pada usaha perawatan, pembinaan, pendidikan dan bimbingan bagi warga

binaan yang bertujuan untuk memulihkan kesatuan yang asasi antara

induvidu warga binaan dan masyarakat.

Pelaksanaan pidana penjara di lembaga pemasyarakatan didasarkan

atas prinsip-prinsip Sistem Pemasyarakatan dengan tujuan agar menjadi

warga yang baik dan berguna. Warga binaan dalam Sistem Pemasyarakatan

mempunyai hak-hak asasi untuk memperoleh pembinaan rohani dan jasmani

serta dijamin untuk menjalankan ibadahnya, berhubungan dengan pihak luar

baik keluarganya maupun pihak lain, memperoleh informasi baik melalui

media cetak maupun elektronik, memperoleh pendidikan yang layak dan

sebagainya.

2.3. Hak-hak Narapidana

Hak-hak Narapidana diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Nomor 32 Tahun 1999, adalah4 :

1. Ibadah

2. Perawatan Rohani dan Perawatan Jasmani

3. Pendidikan dan Pengajaran

4
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2006 Tentang Syarat dan
Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.
4. Pelayanan Kesehatan dan Makanan

5. Keluhan

6. Bahan Bacaan dan Siaran Media massa

7. Upah dan Premi

8. Kunjungan

9. Remisi

10.Asimilasi dan Cuti

11.Pembebasan Bersyarat

12.Cuti Menjelang Bebas

13.Hak-hak Lain

2.4. Pembebasan Bersyarat

2.4.1.Pengertian

Pengertian pembebasan bersyarat terdapat dalam beberapa ketentuan

yang mengatur tentang pembebasan bersayarat, antara lain :

Dalam pasal 43 undang-undang no 12 tahun 1995 tentang

Pemasyarakatan :

“Pembebasan Bersyarat adalah proses pembinaan Lembaga

Pemasyarakatan setelah menjalani sekurang-kurangnya 2/3 masa

pidana nya minimal 9 bulan.”5

5
Undang-undang No 12 Tahun 1995 , Pasal 43
Dalam pasal 15 ayat 1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana:

“ jika terpidana telah menjalani dua pertiga dari lamanya pidana penjara

yang dijatuhkan kepadanya, yang sekurang-kurangnya harus sembilan

bulan, maka kepadanya dapat diberikan pelepasan bersyarat. Jika

terpidana harus menjalani beberapa pidana berturut-turut, pidana itu

dianggap sebagai satu pidana”

2.4.2.Tujuan

1. Pembebasan bersyarat diberikan dengan tujuan sebagai pendidikan

bagi terhukum yang diberi kesempatan untuk memperbaiki diri6.

2. Membangkitkan motivasi atau dorongan pada napi dan anak didik

pemasyarakatan kearah pencapaian tujuan pembinaan7

3. Memberikan kesempatan pada Narapidana dan Anak Didik

Pemasyarakatan untuk pendidikan dan keterampilan guna

mempersiapkan diri hidup mandiri di tengah masyarakat setelah

bebas menjalani pidana8

4. Mendorong masyarakat untuk berperan serta secara aktif dalam

penyelenggaraan pemasyarkatan.9

2.4.3.Subyek Pembebasan Bersyarat

6
KitabUndang-undang Hukum Pidana. Pasal 14 huruf a
7
Permen Hukum dan HAM Republik Inodonesia No. M.2.Pk.04-10 Tahun 2007. Tentang
Syarat dan tata cara pelaksanaan Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang
Bebas, dan Cuti Bersyarat, Pasal 4 ayat 2.
8
Ibid
9
ibid
Subyek pembebasan bersyarat, yaitu:

1. Narapidana atau Napi, yaitu terpidana yang menjalani pidana hilang

kemerdekaan di lembaga pemasyarakatan (lapas);

2. Anak Pidana, yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan

menjalani pidana lapas anak paling lama sampai berumur 18 tahun;

3. Anak Negara, yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan

diserahkan kepada negara untuk dididik dan ditempatkan di lapas

anak paling lama sampai berumur 18 tahun.

Namun diberikan beberaa pengecualian pemberian pembebasan

bersyarat yaitu, Pembebasan bersyarat tidak bisa diberikan kepada Napi

atau anak didik permasyarakatan yang kemungkinan akan terancam

jiwanya; dan Napi yang sedang menjalani pidana penjara seumur hidup.

2.4.4.Dasar Pertimbangan Keputusan Pemberian Pembebasan

Bersyarat

Untuk mendapatkan keputusan pemberian Pembebasan Bersyarat, juga

didasarkan atas beberapa pertimbangan, antara lain10 :

1) Sifat tindak pidana yang dilakukan

2) Pribadi dan riwayat hidup (latar belakang kehidupan) Narapidana

3) Kelakuan Narapidana selama pembinaan

4) Kemungkinan-kemungkinan untuk mendapatkan pekerjaan setelah ia

dibebaskan
10
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I,Pt. Raja Grafindo Persada, 2002,
hal 63
5) Penerimaan masyarakat dimana ia akan bertempat tinggal
BAB III

PEMBAHASAN

3.1. Gambaran Umum Lembaga Pemasyarakatan Klas I Lowowaru Malang

Lembaga Pemasyarakatan Klas I Lowokwaru Malang adalah unit pelaksana Teknis

(UPT) Pemasyarakatan dan bertanggung jawab pada Kantor Wilayah Hukum dan Hak

Asasi Manusia. Lembaga Pemasyarakatan Klas I Lowokwaru Malang terletak di Jalan

Asahan no.7 Kecamatan Lowokwaru Malang. Didirikan pada masa pemerintah Belanda di

Indonesia pada tahun 1918.

Lembaga Pemasyarakatan Klas I Lowokwaru Malang memiliki luas wilayah sebesar

57.710 m2, yang terdiri dari luas tanah 50.110 m2, luas bangunan 14.679 m2, dan Rumah

dinas seluas 7.600 m2. Dengan sertifikat tanah No. 1614/1985 Tanggal 17 Juli 1985 sebagai

hak pakai,dan sampai sekarang keadaan bangunan masih sangat layak huni. Bangunan

tersebut terdiri dari 22 Blok, 211 Kamar dengan kapasitas 936 Orang. Pada tahun 1987

bangunan ini mulai dilakukan rehabilitasi.

Lembaga Pemasyarakatan Klas I Lowokwaru Malang memiliki batas-batas sebagai

berikut :

Utara : Permukiman penduduk

Selatan : Permukiman penduduk

Timur : Permukiman penduduk


Barat : Jalan Asahan dan Lintasan Kereta Api

Fasilitas yang dimiliki Lembaga Pemasyarakatan Klas I Lowokwaru Malang antara

lain adalah :

1. Sarana Ibadah, terdiri dari ; Masjid, Gereja, dan Pura

2. BLOK Narapidana, terdiri dari ; Blok Narkoba, Blok Pengasingan, Blok Narapidana

Khusus, Blok Narapidana Anak

3. Lapangan olahraga, terdiri dari lapangan Tenis, Basket,Volley, Sepak Bola

4. Ruang Pendidikan dan Perpustakaan, Ruang Kunjungan, Ruang Poliklinik dan

Psikologi, Ruang Kantor

5. Bengkel Kerja

6. Dapur

Fasilitas yang dimiliki Lembaga Pemasyarakatan Klas I Lowokwaru Malang, seluas :

i. Gedung : 10.374 m2

ii. Sarana Olahraga : 2.448 m2

iii. Pertamanan : 25.665 m2

iv. Pertanian : 7.318 m2

v. R.Dinas : 7.600 m2

vi. Bengkel Kerja : 4.285 m2


Selain itu Lembaga Pemasyarakatan Klas I Lowokwaru Malang juga memiliki lahan

pertanian di desa Maguan Kecamatan Ngajum Kabupaten Malang seluas 20.460 m2 dengan

sertifikat No. 12.30.20.09.4.0001/2001 Tanggal 18 Oktober 2001. Di tanah tersebut

terdapat bagunan seluas 147m2 yang dibangun pada tahun 2004. Sisa nya digunakan

sebagai lahan pertanian terbuka yang berfungsi untuk proses pembinaan Narapidana di luar

Lembaga Pemasyarakatan.

Fasilitas Pendukung yang dimiliki Lembaga Pemasyarakatan Klas I Lowokwaru

Malang :

TABEL I

Kendaraan Roda Empat yang Dimiliki Lembaga Pemasyarakatan Klas I Lowokwaru


Malang

NO Nama Kendaraan Keadaan

1 Transpas Baik
2 Pick Up Daihatsu Rusak Berat
3 Cell Wagon Toyota Dyana Rusak
4 Cell Wagon Mitsubishi Rusak
5 Station Wagon Toyota Kijang Baik
6 Toyota Ambulans Baik
7 Ambulans L300 Mitsubishi Baik
8 Mitsubishi Kuda Minibus Baik
Sumber : Data Sub Bagian Umum Lembaga Pemasyarakatan Klas I Lowokwaru Malang, 2009

TABEL II

Kendaraan Roda Dua yang Dimiliki Lembaga Pemasyarakatan


Klas I Lowokwaru Malang

NO Nama Kendaraan Jumlah Keadaan

1 Sepeda Motor Suzuki GP 2 Rusak


2 Sepeda Motor Suzuki VR 1 Rusak
3 Sepeda Motor 3 Baik
Sumber : Data Sub Bagian Umum Lembaga Pemasyarakatan Klas I Lowokwaru Malang, 2009

Dalam menjalankan tugas dan fungsinya Lembaga Pemasyarakatan Klas I

Lowokwaru Malang memilki beberapa sarana pendukung antara lain : Senjata api, Metal

Detector, Tongkat kejut, Borgol, Scanner Body, Gas air mata, Lampu emergency, Amunisi,

Alat huru-hara, Lonceng pos, Computer, Mesin ketik manual.

3.2. VISI dan MISI Lembaga Pemasyarakatan Klas I Lowokwaru Malang

3.2.1. Visi

Memulihkan kesatuan hubungan hidup, kehidupan dan penghidupan warga binaan

pemasyarakatan sebagai individu, anggota masyarakat dan mahkluk Tuhan Yang Maa

Esa (membangun manusia mandiri).

3.2.2. Misi

Melaksanakan perawatan tahanan,pembinaan dan pembimbingan warga

pemasyarakatan serta pengelolaan benda sitaan negara dalam kerangka penegakan

hukum, pencegahan dan penanggulangan kejahatan serta pemajuan dan perlindungan

hak asasi manusia.


3.3. Tujuan dan Fungsi Lembaga Pemasyarakatan Klas I Lowokwaru Malang

3.3.1. Tujuan

a. Membentuk warga binaan pemasyarakatan agar menjadi manusia seutunya,

menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana,

sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan

dalam pembangunan dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan

bertanggung jawab.

b. Memberikan jaminan perlindungan hak asasi tahanan yang ditahan di Rumah

Tahanan Negara dan Cabang Rumah Tahanan Negara dalam rangka memperlancar

proses penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan.

c. Memberikan jaminan perlindungan hak asasi tahanan/ para pihak yang berperkara

serta keselamatan dan keamanan benda-benda yang disita untuk keperluan barang

bukti pada tingkat penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan

serta benda-benda yang dinyatakan dirampas untuk Negara berdasarkan putusan

pengadilan.

3.3.2. Fungsi

Menyiapkan warga binaan pemasyarakatan agar dapat berinteraksi secara sehat dengan

masyarakat, sehingga dapat berperan kembali sebagai anggota masyarakat yang bebas

dan bertanggung jawab.11

11
Undang-undang No 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan Pasal 3
3.4. Kepegawaian dan Stuktur Organisasi Lembaga Pemasyarakatan Klas I

Lowokwaru Malang

Berikut adalah rekapitulasi jumlah pegawai berdasarkan golongan dan jenis

kelamin dan struktur organisasi lembaga beserta tugas dan kewajibannya

adalah:
(STRUKTUR ORGANISASI )
(REKAP KEPEGAWAIAN)
Adapun tugas masing-masing bagian sebagai berikut :

1. Kepala Lembaga Pemasyarakatan (Kalapas)

Bertugas memimpin secara keseluruhan terhadap bagian atau seksi yang

ada dalam lingkup organisasi LAPAS, dan bertanggung jawab terhadap

kegiatan yang dilakukan dalam LAPAS.

2. Bagian Tata Usaha, bagian ini mempunyai tugas melaksanakan urusan tata

usaha dan rumah tangga Lapas. Terdiri atas :

1. Sub Bagian Umum

Tugasnya melakukan urusan surat-menyurat, perlengkapan dan rumah

tangga Lapas, serta Pemeliharaan fasilitas dinas.

2. Sub Bagian Keuangan

Tugasnya melakukan urusan keuangan.

3. Sub Bagian Kepegawaian

Tugasnya melakukan urusan kepegawaian, dan melakukan pengusulan

kenaikan pangkat pegawai.

3. Kesatuan Pengamanan Lapas (KPLP)

Tugasnya menjaga keamanan dan ketertiban Lapas, antara lain adalah

menentukan strategi penempatan Warga Binaan Pemasyarakatan dan

membuat laporan harian berita acara dan pelaksanaan tugas, KPLP terdiri :

a. Komandan Peleton A

b. Komandan Peleton B

c. Komandan Peleton C
d. Komandan Peleton D

4. Bidang Pembinaan Narapidana

Terdiri dari :

1. Seksi Registrasi

Bertugas melakukan pencatatan dan membuat statistik serta

dokumentasi sidik jari narapidana.

2. Seksi Bimbingan Kemasyarakatan

Bertugas memberikan bimbingan dan penyuluhan rohani serta

memberikan latihan olahraga, peningkatan, pengetahuan asimilasi,

cuti dan pelepasan bersyarat narapidana.

Dalam melaksanakan tugas pembinaan, seksi bimbingan

pemasyarakaan(BIMPAS) dibagi menjadi :

a. Seksi bimbingan agama islam

b. Seksi bimbingan agama kristen

c. Seksi bimbingan kemasyarakatan sosial

d. Seksi bimbingan pengetahuan umum

e. Seksi bimbingan olah raga dan kesenian

3. Seksi Perawatan Narapidana

Bertugas mengurus kesehatan, pakaian, perlengkapan, pengawasan

dan memberikan perawatan bagi Narapidana.

5. Bidang Administrasi Keamanan dan Ketertiban


Bertugas mengatur jadwal tugas, penggunaan perlengkapan dan

pembagian tugas pengaanan,penerimaan laporan harian dan berita acara

dari satuan pengamanan yang bertugas, serta menyusun laporan berkala

dibidang keamanan dan menegakkan tata tertib. Terdiri atas :

1. Seksi Keamanan

Bertugas mengatur jadwal tugas, penggunaan perlengkapan, kontrol

pos jaga dan pembagian tugas pengamanan.

2. Seksi Pelaporan dan tata tertib

Bertugas menerima laporan harian dan berita acara dari satuan

pengamanan yang bertugas serta mempersiapkan laporan berkala

dibidang keamanan.

6. Bidang Kegiatan Kerja

Tugasnya memberikan bimbingan kerja, mempersiapkan sarana kerja dan

mengelola hasil kerja. Terdiri atas :

1. Seksi Sarana Prasarana

Bertugas mempersiapkan fasilitas sarana kerja

2. Seksi Bimbingan Kerja

Tugasnya memberikan petunjuk dan bimbingan kerja bagi narapidana

3. Seksi Pengelolaan Hasil Kerja

Bertugas menelola hasil kerja narapidana

Dengan melihat dari masing-masing bagian diatas, dapat disimpulkan

bahwa bagian yang terkait dengan permasalahan perberian Pembebasan


Bersyarat diatur dalam Bagian Pembinaan Narapidana. Dimana masalah

tersebut diatur pada seksi Bimbingan Kemasyarakatan.

3.5. Keadaan Penghuni Lembaga Pemasyarakatan Klas I Lowokwaru Malang

Jumlah keseluruhan penghuni Lembaga Pemasyarakatan Klas I

Lowokwaru Malang adalah 1.522 orang (data dikumpukan sampai dengan

tanggal 21 Agstus 2009 ). Dalam tabel berikut akan disebutkan status hukum

dari penghuni Lembaga Pemasyarakatan Klas I Lowokwaru Malang dalam tabel

dibawah ini :

Tabel III

RINCIAN STATUS HUKUM PENGHUNI

LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS I LOWOKWARU MALANG

TAHUN 2009

N STATUS HUKUM
GOLONGAN JUMLAH PRESENTASE
O PENGHUNI

1. Narapidana BI 642 42.18 %

BIIa 288 18.92 %

BIIb 12 0.78 %

BIIIk - 0%

BIIIs - 0%

2. Tahanan

AI 78 5.12 %

AII 176 11.56 %


AIII 322 21.15 %

AIV 3 0.19 %

AV 1 0.07 %

JUMLAH 1522 100%

Sumber : Data Sub Bagian Registrasi Tanggal 21 Agustus 2009 (diolah)

Keterangan :

BI : Pidana 1 tahun lebih, termasuk pidana seumur hidup dan pidana


mati

BIIa :
Pidana 3 bulan sampai dengan 1 tahun

BIIb : Pidana 1 hari – 3 bulan

BIIIk :
Pidana kurungan karena melakukan pelanggaran

BIIIs :
Pidana kurungan pengganti denda

AI : Tahanan Kepolisian

AII : Tahanan Kejaksaan

AIII : Tahanan Pengadilan Negeri

AIV : Tahanan

AV : Tahanan

Berdasarkan tabel diatas, penghuni terbanyak di dalam Lapas adalah narapidana


yang hukumannya lebih dari satu tahun termasuk pidana seumur hidup dan pidana
mati.

TABEL IV

PENGGOLONGN NARAPIDANA

BERDASARKAN TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN


DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS I LOWOKWARU MALANG TAHUN 2009

N Jumla Presenta
Jenis Kejahatan Pasal KUHP/ UU
o h se

1 Pidana Politik UU No.11 Th1963 6 0.35 %

2 Pidana terhadap Pers 207-208 - 0%

3 Pidana terhadap Tata 154-181 49 2.87 %


Tertib
4 187-188 13 0.76
Pembakaran
5 209-210 dan 418-420 - 0%
Penyuapan
6 244-251 3 0.18 %
Kejahatan Mata Uang
7 253-262 4 0.23 %
Pamalsuan Materai
8 281-303 71 4.16 %
Kesusilaan
9 303-303bis 167 9.79 %
Perjudian
10 324-336 16 0.93 %
Penculikan
11 388-350 94 5.51 %
Pembunuhan
12 351-355 61 3.58 %
Penganiayaan
13 362-364 407 23.86 %
Pencurian
14 365 84 4.92 %
Perampokan
15 368-371 32 1.88 %
Pemerasan
16 372-375 56 3.28 %
Penggelapan
17 378-395 63 3.69 %
Penipuan
18 406-412 1 0.06 %
Merusak Barang
19 413-437 6 0.35 %
Pidana Jabatan
20 480-482 28 1.64 %
Penadahan
21 UU No.23 Th 2002 120 7.03 %
Perlindungan Anak
22 UU No.15 Th 2003 4 0.23 %
Subversi/Teroris
23 UU No.22 Th 1997 225 13.18 %
24 Narkoba UU No.3 Th 1971 2 0.12 %

25 Korupsi UU No.19 Th 2002 4 0.23 %

26 Pembajakan UU No.12 Th 1951 37 2.17 %

27 Sajam UU No.23 Th 2004 26 1.52 %

28 KDRT 360 17 0.99 %

29 Kelalaian UU No.41 Th 1999 73 4.28 %

30 Kehutanan UU No.11 Th 1995 15 0.88 %

31 Cukai Rokok UU No.21 Th 2007 8 0.47 %

32 Trafikking UU No.23 Th 1992 11 0.64 %

33 Kesehatan UU No.15 Th 2001 - 0%

Merk

JUMLAH 1706 100%

Sumber : Data Sub Bagian Registrasi, sampai dengan Bulan Juli 2009 (diolah)

Status Narapidana

1. Narapidana Pelayan

Adalah status pertama yang didapatkan oleh Narapidana yang bekerja di dalam Lembaga

Pemasyarakatan.

2. Narapidana Pendamping

Adalah status yang diperoleh Narapidana setelah mendapatkan status narapidana pelayan.

Fungsi dari narapidana pendamping adalah sebagai penghubung antara para Narapidana

dengan Petugas Lapas

3. Narapidana Pemuka
Adalah status tertinggi yang dapat diperoleh Narapidana. Narapidana yang memiliki

status pemuka memperoleh kesempatan untuk memperoleh remisi khusus pemuka, yang

besarnya ⅓ remisi umum.

Penghuni Lembaga Pemasyarakatan Klas I Lowokwaru Malang (yang

selanjunya disebut Lapas) tersebut kedalam blok-blok yang ada di dalam

Lapas. Blok I dihuni oleh Tahanan. Berikut adalah nama –nama Blok dan

pengaturan penempatan narapidana (yang selanjutnya disebut Napi) dapat

dilihat di Layout Lembaga Pemasyarakatan Klas I Lowokwaru Malang.

1. Blok Burung Kakak Tua 12. Blok Burung Nuri

2. Blok Burung Cendrwasih 13. Blok Burung Jalak Bali

3. Blok Burung Kenari 14. Blok Burung Bangau

4. Blok Burung Flaminggo 15. (BLOK SARANA KERJA)

5. Blok Burung Alap-Alap 16. Blok Burung Kukua latah

6. Blok Burung Beo 17. Blok Burung Kaswari

7. Blok Burung Kelelawar 18. (BLOK SARANA KERJA)

8. Blok Burung Elang 19. Blok Burung Gagak

9. Blok Burung Merak 20. Blok Burung Rangkong

10. Blok Burung Kuau Besar 21. Blok Burung Onta

11. Blok Burung Rajawali 22. Blok Burung Walet

( Layout Pemasyarakatan)
3.6. Tahapan Pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Lowokwaru
Malang

Berdasarkan Surat Edaran Kepala Direktorat Pemasyarakatan No.KP.10.13/3/1

tanggal 8 Februari 1965 adalah sebagai berikut;

a. Admisi orientasi (pengawasan maksimum security)

yaitu terhadap tiap narapidana yang masuk Lembaga Pemasarakatan dilakukan

penelitian untuk mengetahui segala hal tentang dirinya

b. Tahapan Pembinaan (pengawasan medium security)

yaitu jika proses pembinaan telah berlangsung ⅓ (sepertiga)

c. Asimilasi (pengawasan minimum security)

yaitu jika proses pembinaan telah dijalani ½ (setengah) dari masa pidana yang

sebenarnya dan menurut TIM Pengamat Pemasyarakatan telah dicapai cukup

kemajuan,maka wadah pembinaannya diperluas dengan diperbolehkan mengadakan

asimilasi dengan masyarakat luar.

d. Integrasi

Yaitu jika proses pembinaan telah dijalani ⅔ (duapertiga) dari masa pidana yang

sebenarnya atau sekurang-kurangnya 9 bulan, maka kepada narapidana yang

bersangkutan diberikan pembebasan bersyarat beradasarkan pertimbangan Tim

Pengamat Pemasyarakatan

Pola pembinaan yang diterapkan dalam Lapas Klas I Lowokwaru Malang

ini sudah mengalami perubahan dari yang bersifat kepenjaraan menjadi


pemasyarakatan. Pembinaan yang dilakukan dalam Lapas ini dilakukan dengan

cara berupa interaksi langsung antara pembina dengan Napi yang dibina.

Pembinaan tersebut bersifat persuasif dan edukatif, melalui keteladanan dan

adil. Pembinaan dilakukan secara terencana, terus menerus dan sistematis,

dengan dilakukannya secara bertahap demi tahap. Dalam SK Menteri

Kehakiman No. M.02.PK.04.10 Tahun 1990 Tentang Pola Pembinaan

Narapidana/ Tahanan menyebutkan 2 pola pembinaan,yaitu :

1. Pembinaan Secara Umum

a. Pembinaan Kepribadian, terdir dari Pembinaan kesadaran beragama,

Pembinaan kesadaran berbangsa dan bernegara, Pembinaan

kemampuan intelektual, Pembinaan kesadaran hukum, Pembinaan

mengintegrasikan diri dengan masyarakat.

b. Pembinaan Kemandirian, terdiri dari Program pendidikan ketrampilan,

Ketrampilan untuk mendukung usaha industri, Ketrampilan yang

dikembangkan sesuai dengan bakat masing-masing, Ketrampilan

untuk mendukung usaha pertanian (perkebunan).

2. Pembinaan secara Khusus

Berhasil memantabkan kembali harga diri dan kepercayaan dirinya serta

optimis akan masa depannya; Memperoleh pengetahuan; Berhasil

menjadi manusia patuh hukum; Memiliki jiwa dan semangat pengabdian

terhadap bangsa dan negara.12

12
SK Menteri Kehakiman No. M.02.PK.04.10 Tahun 1990 Tentang Pola Pembinaan
Narapidana/ Tahanan
Pembinaan dengan bimbingan dan kegiatan lainnya yang

diprogramkan terhadap narapidana meliputi cara pelaksanaan Bimbingan

mental, sosial, ketrampilan, Bimbingan untuk memelihara rasa aman dan

damai, Bimbingan lainnya yang menyangkut segala aspek kehidupan

bermasyarakat.

Pembinaan tersebut dimulai sejak Napi masuk dan diterima di Lapas

(atas dasar putusan pengadilan yang telah mendapatkan kekuatan hukum

yang tetap) sampai menjalani program release atau pelepasan baik berupa

asimiliasi, cuti mengunjungi keluarga maupun pembebasan bersyarat.

Di Lapas Klas I lowokwaru, pembinaan dilakukan melalui beberapa

proses, yaitu13 :

1. Masa Pengenalan Lingkungan (Mapenaling)

Masa ini dilaksanakan pada awal masuk dan diterimanya Napi di Lapas.

Pada masa ini Napi diberi penjelasan mengenai tugas,tanggung jawab,

dan kewajibannya selama berada di dalam Lapas; penjelasan mengenai

peraturan di dalam Lapas, Program-progaram Lapas; penjelasan

mengenai hak-hak nya.

Semua napi memperoleh hak dan kewajiban yang sama, kecuali ada

peraturan khusus bagi napi yang tidak mendapat hak-hak tertentu.

2. Masa Pembinaan

Masa pembinaan dilaksanakan selama napi menjalani masa pidana

didalam maupun diluar Lapas. Pembinaan di dalam lapas dilaksanakan

13
Hasil wawancara dengan Pak Haryono (staf Bimpas), Agustus 2009
oleh lapas, sedangkan pembinaan diluar lapas dilaksanakan oleh BAPAS

(Balai Pengawas Pemasyarakatan).

a. Pembinaan Wajib Pendidikan

Penyelenggaraan pendidikan didalam Lapas dilaksanakan oleh

seksi Bimbingan Pemasyarakatan (BIMPAS) sejak tahun 2004. Fokus

penyelenggaraan pendidikan di dalam Lapas adalah persiapan ujian

kejar paket A, B, C dan pengentasan buta huruf. Dalam

menyelenggarakan pendidikan, Lapas bekerjasama dengan Dinas

Pendidikan Kota Malang. Pengajar berasal dari napi sendiri yang

memiliki latar belakang pendidikan atau yang memiliki pendidikan

cukup tinggi. Sekolah dilaksanakan setiap hari mulai dari pukul

9.00-11.00 WIB.

Selain mengadakan ujian kejar paket dan pengentasan buta huruf,

Sekolah Lapas ini juga memiliki koleksi buku di perpustakaan yang

berlokasi di kantor BIMPAS.

b. Pembinaan Kerohanian

Pembinaan di bidang kerohanian dilaksanakan secara bergantian,

untuk agama islam yang merupkan agam mayoritas penghuni

Lapas dilaksanakan setiap ari senin dan rabo diisi dengan ceramah

agama dengan mendatangkan ustad dari luar (kerjasama dengan

Depag),kegiatan rutin adalah shalat jumat dan ada ceramah

singkat dari petugas Lapas setiap hari setelah shalat dhuhur.


Agama kristen dilaksanakan pada hari selasa dan kamis, dan

kegian rutin kegereja setiap hari minggu. Untuk agam budha dan

hindu dilaksanakan sekali dalam satu bulan.

Disamping itu dilaksanakan kegiatan hari-hari keagamaan seperti

pada bulan Ramadhan dilkukan solat Tarawih secara bergiliran dan

Tadarus.

c. Pembinaan Ketramilan

Setiap napi bebas memilih salah satu jenis ketrampilan yang

diajarkan di dalam Lapas, antara lain ketrampilan anyaman rotan,

pertukangan, tenun tikar, pembuatan keset, pembuatan sepatu,

kerajinan tangan, pavin, pertanian, dan perkebunan. Bahan dasar

dipasok dari Lapas, dan hasil nya ada yang dipakai untuk

kebutuhan Lapas itu sendiri, ada pula yang dijual keluar Lapas.

d. Pembinaan Fisik

Pembinaan fisik dilakukan melalui kegiatan olahraga futsal, bola

volley, bola basket, tenis meja dan tenis lapangan. Lapas memiliki

sarana berupa lapangan masing-masing olahraga sesuai yang telah

disebutkan sebelumnya.

Sebagai salah satu sarana pembinaan fisik, makanan di dalam

Lapas juga mendapat pehatian, napi mendapatkan jatah makanan

yang cukup layak, ditambah dengan pemberian bubur kacang ijo

setiap hari sabtu. Dari semua makanan yang diberikan kepada napi
adalah makanan yang dimasak sendiri oleh napi yang berstatus

pelayan.

Lapas juga menyediakan sarana untuk berobat dan konsultasi

psikolgi di poliklinik Lapas. Lapas Klas I Lowokwaru Malang memiiki

2 orang dokter dan 1 orang psikiater.

e. Pembinaan Ketertiban

Setelah penyampaian tata tertib Lapas pada masa Mapenaling,

Napi wajib mematuhi segala tata tertib yang ada. Bila terdapat

pelanggaran, diberikan sangsi berupa sangsi administratif dan

sangsi fisik.

3. Masa Asimilasi

Pembinaan napi diluar lapas dilaksanakan di desa Maguan Kecamatan

Ngajum Kabupaten Malang

4. Masa Integrasi

Pada masa ini napi diberi hak berupa Pembebasan bersyarat,Cuti

Menjelang Bebas, Cuti Bersyarat.

Selain itu agar tidak ada kesenjangan antara petugas dengan penghuni

maka diadakan pertemuan antara Kalapas dan staf dengan penghuni Lapas

setiap 3(tiga) bulan sekali dengan materi menyampaikan peraturan-peraturan

yang ada dan menerima keluhan dan saran/ usul dari para penghuni kemudian

mencarikan jalan keluarnya.


3.7. Prosedur Pelaksanaan Pembebasan Bersayarat di Lembaga
Pemasyarakatan Klas I Malang

Pemberian Hak Pembebasan Bersyarat, seorang narapidana atau anak

didik pemasyarakatan harus memenuhi beberapa persyaratan, yang diatur

dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor M.2.PK.04-10

TAHUN 2007 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pelaksanaan Asimilasi,

Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, Dan Cuti Bersyarat

Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk mendapatkan

pembebasan Bersyarat adalah Syarat Substantif dan Syarat Administratif.

1. Syarat Substantif14

a. Napi telah memperlihatkan kesadaran dan penyesalan atas

kesalahan yang menyebabkan dijatuhi pidana

b. Napi telah memperlihatkan perkembangan budi pekerti dan moral

yang positif

c. Napi berhasil mengikuti program kegiatan pembinaan dengan tekun

dan bersemangat

d. Masyarakat telah dapat menerima program kegiatan pembinaan

napi yang bersangkutan

e. Berkelakuan baik selama menjalani pidana dan tidak pernah

mendapat hukuman disiplin sekurang-kurangnya dalam waktu 6

(enam) bulan terakhir

14
Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor M.2.PK.04-10 Tahun 2007
Tentang Syarat Dan Tata Cara Pelaksanaan Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti
Menjelang Bebas, Dan Cuti Bersyarat . Pasal 6
f. Telah menjalani masa pidana 2/3 (dua pertiga) dari masa pidananya

sekurang-kurangnya 9 (sembilan) bulan.

Syarat Administratif15

a. Salinan putusan pengadilan (ekstrak vonis)

b. Surat keterangan asli Kejaksaan bahwa Napi tidak mempunyai

perkara lagi

c. Surat keterangan asli dari Pengadilan Negeri yang memutus bahwa

sikap Napi pada waktu pemeriksaan di Pengadilan tidak

menyulitkan dan keterangan tentang latar belakang tindak pidana

yang dilakukan.

d. Laporan penelitian kemasyarakatan dari BIMPAS tentang pihak

keluarga yang akan menerima Napi, keadaan lingkungan

masyarakat sekitarnya dan pihak lain yang ada hubungannya

dengan Narapidana.

e. Salinan daftar F (Daftar yang memuat tentang pelanggaran tata

tertib yang dilakukan narapidana selama menjalankan masa

pidanya) dari Kepala LAPAS.

f. Salinan daftar perubahan atau pengurangan masa pidana, seperti

grasi, remisi dan lain-lain, dari Kepala LAPAS.

g. Surat pernyataan kesanggupan dari pihak yang akan menerima

Napi, seperti pihak keluarga, sekolah, instansi pemerinah atau

15
Ibid, pasal 7
swasta, dengan diketahui oleh pemerintah setempat serendah-

rendahnya lurah atau kepala desa.

h. Surat keterangan kesehatan dari psikolog atau dari dokter umum

bahwa Napi sehat baik jasmani maupun jiwanya, dan apabila

psikolog atau dokter umum tidak ada di tempat LAPAS, diganti

dengan surat keterangan dari Kepala LAPAS.

Menurut ketentuan pasal 15 (2) KUHP, setiap pemberian pembebsan

bersyarat harus disertai pemetapan masa percobaan dan syarat-syarat yang

harus dipenuhi selama masa percobaan. Lama masa percoban sama dengan

sisa waktu pidana penjara yang belum dijalani ditambah satu tahun,

demikian ketentuan Pasal 15 ayat (3) KUHP. Sedangkan syarat-syarat yang

harus dipenuhi selama masa percobaan dapat berupa syarat umum yang

dapat pula ditambah dengan syarat khusus.16

Syarat umum adalah berisi keharusan bagi Napi selama masa

percobaan, tidak boleh melakukan tindak pidana dan perbuatan tercela

lainnya (Pasal 15 ayat (1)). Perbuatan tercela tidak hanya dalam lingkup

perbuatan pidana, artinya pengertiannya lebih luas dari tindak pidana,

misalnya pergi bersenang-senang di empat pelacuran atau ditempat hiburan

malam seperti diskotek, atau bergaul dengan para penjahat, para preman

dan lain sebagainya.17

16
Masruchin Ruba’I, Mengenal Pidana dan Pemidanaan di Indonesia, IKIP Malang,
1997, hal 25
17
Adami Chazawi, Op cit, hal 64
Sedangkan syarat khusus adalah segala ketentuan perihal

kelakuannya, asal saja syarat itu tidak membatasi hak-hak berpolitik dan

menjalankan ibadah agamanya (pasal 15 ayat 2)18

Pemberian Pelepasan Bersyarat dapat dicabut, Jaksa tempat

beradanya Napi dapat memerintahkan untuk mencabut hak tersebut dan

dapat ditahan kembali dengan alas an untuk kepentingan umum, jika ada

sangkaan yang beralasan bahwa ia dalam masa percobaan telah melanggar

syarat dalam surat lepasnya, penahanan mana harus diberitahukan pada

Menkeh (pasal 15 ayat(3)). Hak untuk menahan dengan alasan melanggar

syarat yang ditetapkan dan demi keteriban umum ini disebut “recht van

aanhouding”19

3.8. Tata cara Pelaksaan Pembebasan Bersyarat

Berdasarkan PERMEN HUKUM DAN HAM No M.2.PK.04-10 Tahun 2007, dalam

Pasal 11, menerangkan bahwa tata cara untuk pemberian Pembebasan

Bersyarat adalah :

1. Tim Pengawas Pemasyarakatan (TPP) atau TPP Rutan setelah mendengar

pendapat anggota TPP dan mempelajari laporan perkembangan

pembinaan dari Wali Pemasyarakatan, mengusulkan pemberian

pembebasan Bersyarat kepada kepala Lapas atau Kepala Rutan;

18
Loc cit
19
Ibid, hal 65
2. Apabila Kepala Lapas atau Kepala Rutan menyetujui usul TPP Lapas atau

TPP Rutan selanjutnya meneruskan usul tersebut kepada Kepala Kantor

Wilayah Departemen Hukum dan HAM setempat, dengan tembusan

kepala Direktur Jendral Pemasyarakatan;

3. Kepala Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM memutuskan untuk

menolak atau menyetujui usulan Pembebasan Bersyarat, setelah

mempertimbangkan hasil sidang TPP Kantor Wilayah Departemen Hukum

dan HAM setempat;

4. Apabila Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM menolak tentang

usulan Pembebasan bersyarat, maka dalam jangka waktu paling lama 14

(empat belas hari) sejak diterimanya usul tersebut, memeritahukan

penolakan itu beserta alasannya kepada Kepala Lapas atau kepala Rutan;

5. Apabila Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM menerima tentang

usulan Pembebasan bersyarat, maka dalam jangka waktu paling lama 14

(empat belas hari) sejak diterimanya usul tersebut, meneruskan usul

tersebut kepada Direktur Jenderal Pemasyarakatan;

6. Apabila Direktur Jenderal Pemasyaraktan menolak tentang usul

Pembebasan Bersyarat, maka dalam jangka waktu paling lama 14 (empat

belas hari) sejak tanggal penetapan, memberitahukan penolakan itu

beserta alasannya kepada Kepala Lapas atau kepala Rutan;

7. Apabila Direktur Jenderal Pemasyaraktan menerima tentang usul

Pembebasan Bersyarat, maka Direktur Jenderal Pemasyarakatan

menerbitkan keputusan tentang Pembebasan Bersyarat.


Seorang Napi yang akan diusulkan untuk mendapatkan Pembebasan

Bersayarat harus memenuhi persyaratan administrative dan substantive. Dan

hal itu memakan waktu antara 3-6 Bulan. Berikut adalah skema Prosedur

Pembebasan Bersyarat :

SKEMA PROSEDUR PEMBERIAN PEMBEBASAN BERSYARAT

NAPI Dirjen PAS

2/3 Masa Pidana

Telah memenuhi
KAKANWIL
syarat adm dan Napi
syarat substantif Bebas
Bersyara
KAJARI PB t
KALAPAS

Usulan PB TPP ADM KAMTIB KPLP BAPAS

Bagan ini dibuat sesuai dengan Permen Kehakiman RI Nomor M.01-PK.04.10 Tahun 1989
tentang Asimilasi, Pembebasan Persyarat dan Cuti Menjelang Bebas.

TABEL V

DAFTAR NARAPIDANA YANG MENDAPATKAN PEMBEBASAN BERSYARAT


TAHUN 2007-2009
No Tahun 2007 Tahun 2008 Tahun 2009

1. 49 Orang 79 Orang 93 Orang

Sumber : Kantor BIMPAS, Lembaga Pemasyarakatan Klas I Lowokwaru Malang (sampai bulan
Juli 2009)

Berdasar tabel diatas, jumlah narapidana yang mendapakan pembebasan

bersyarat mengalami kenaikan setiap tahunnya. Pada tahun 2009, tercatat 93

orang yang telah mendapatkan pembebasan bersyarat (data tercatat sampai bulan

Juli 2009).

3.9. Alasan-alasan Dicabutnya Pembebasan Bersyarat

Pencabutan pembebasan Bersyarat dapat dilakukan apabila Narapidana,

anak didik pidana atau Anak negara yang sedang melaksanakan

pembebasan bersyarat20 :

1. Hidup secara tidak teratur

2. Malas bekerja atau sekolah

3. Bergaul dengan residivis

4. Mengulangi melakukan tindak pidana

5. Menimbulkan keresahan dalam masyarakat.

6. Melanggar ketentuan mengenai pelaksanaan asimilasi, pembebasan

bersyarat, dan cuti menjelang bebas.

20
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 32 Tahun 1999, Tentang syarat dan tata
cara pelaksanaan hak warga binaan pemasyarakatan . Pasal 46
Pencabutan ini dilakukan oleh DirjenPas atas usul Kepala Balai

Pemasyarakatan (Bapas) melalui Kakanwil Depkumham setempat.

Akibat Pencabutan Pembebasan Bersyarat

Pencabutan pembebasan bersyarat mempunyai akibat terhadap napi atau

anak pidana yang bersangkutan, yaitu:

1. Tidak diberikan remisi untuk tahun pertama setelah pencabutan;

2. Tidak diberikan pembebasan bersyarat lagi, asimilasi, cuti menjelang

bebas atau cuti bersyarat selama menjalani sisa pidananya untuk

pencabutan kedua kalinya; Tidak dihitung menjalani masa pidana

selama di luar lapas atau rutan.

3.10. Kendala Yang Dihadapi Pihak Lembaga Pemsayarakatan Dalam

Pelaksanaan Pemberian Hak Pembebasan Bersyarat

Dalam praktek dilapangan, Petugas Lapas tidak banyak menemui kendala

yang menghambat dalam proses pemeberian Pembebasan Bersyarat.

Hanya saja untuk hak Pembebasan Bersyarat, kendala dihadapi oleh

petugas BISPA yaitu pada saat proses memenuhi syarat administratif Napi

yaitu Litmas dimana mereka harus melakukan survey langsung kelapangan

untuk melihat bagaimana keadaan rumah yang akan ditinggali Napi.

Kendalanya adalah karena alamat keluarga Napi tidak jelas/susah

ditemukan, alamat berpindah-pindah dan dimungkinkan juga adanya

kendala lain yang timbul adalah kesulitan pihak Lapas untuk meminta

ketersediaan masyarakat dari lingkungan dimana Napi akan menjalani


Pembebasan Bersyarat tidak bersedia menerima kembali kehadiran Napi,

apabila keadaannya adalah demikian maka lokasi dimana Napi akan

menjalani Pembebasan Bersyarat dapat dialihkan ke daerah lain. Serta

adanya kendala pengawasan terhadap Narapidana yang telah menjalani

Pembebasan Bersyarat. Disamping itu kendala yang dihadapi petugas

berasal dari diri napi yang akan di usulkan Pembebasan bersyarat itu

sendiri, seperti yang terjadi pada napi dengan kasus pembunuhan,

kebanyakan dari mereka tidak ingin mengurus upaya pengurangan masa

pidana dengan jalan pembebasan bersyarat. Dengan alasan ingin

menghabiskan masa tahanan nya di dalam penjara. Sikap tidak antusias ini

merupakan kendala yang dihadapi oleh petugas Lapas dalam memberikan

hak napi tersebut.

Kendala yang paling besar yang dihadapi petugas adalah ketika melengkapi

syarat administratif, yaitu penyataan pesetujuan korban atas usulan

pembebasan bersyarat yang diberikan kepada Napi tersebut.

Sejauh ini peugas Lapas telah melaksanakan pemberian hak Pembebasan

Bersyarat dengan semestinya. Dari semua usulan untuk mendapatkan

Pembebasan Bersyarat, tidak ada satupun usulan Pembebasan Bersyarat

yang di tolak, karena petugas akan berusaha secara maksimal untuk

memenuhi syarat administratifnya dan setelah semua syarat tersebut

terpenuhi, maka petugas mengusulkannya ke KaLapas yang selanjutnya

disulkan ke kantor Departemen Kehakiman. Hanya saja dalam proses untuk

mendapatkan Pembebasan Bersyarat ini harus memenuhi beberapa


persyaratan yang telah disebut diatas dan hal tersebut memakan waktu
21
yang lama sekitar 3 (tiga) sampai 6 (enam) bulan.

3.11. Analisa Dan Rekomendasi Yang Diberikan Mahasiswa Peserta KKL

Untuk Perbaikan Terhadap Bekerjanya Lembaga

Secara umum bekerjanya Lembaga Pemasyarakatan Klas I Lowokwaru Malang sudah

sesuai dengan visi misi lembaga serta sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang

berkaitan dengan tugas dan fungsi lembaga. Namun peningkatan kualitas pembinaan

warga binaan pemasyarakatan masih perlu ditingkatkan. Baik sarana prasarana maupun

pemenuhan kebutuhan warga binaan itu sendiri seperti peningkatan pelayanan kesehatan,

kegiatan kerja maupun sekolah lapas dan kualitas makanan yang diterima oleh warga

binaan pemasyarakatan.

Bila dilihat secara khusus sesuai dengan permasalahan yang di amati oleh peserta KKL,

maka prosedur pembebasan bersyarat telah dilaksanakan dengan baik sehingga tujuan dari

pemberian pembebasan bersyarat itu berhasil dilaksanakan. Namun dalam menjalankan

tugas dan fungsinya Lembaga banyak menghadapi kendala. Antara lain adalah saat

pemenuhan syarat administratif yang berupa surat pernyataan kesanggupan dan jaminan

keluarga dan persetujuan dari pihak korban. Oleh sebab itu diharapkan keluarga napi

petugas melakukan kerjasama dalam rangka melakukan pendekatan terhadap korban dan

memberikan pengertian mengenai hak napi tersebut serta tujuan dan manfaatnya bagi napi

itu sendiri maupun masyarakat secara umum.

21
Hasil wawancara dengan Pak Haryono, Seksi Bimbingan Pemasyarakatan , Agustus 2009
Dan dalam rangka melakukan proses usulan Pembebasan bersyarat, hendaknya jangka

waktunya dapat dipersingkat, agar tidak terjadi pemberian keputusan Pembebasan

bersyarat yang telah lewat waktu dari tanggal bebas yang seharusnya.
BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan

1. Narapidana menjalani empat tahapan pembinaan didalam Lapas setelah mendapatkan

putusan tetap dari pengadilan, yaitu :

a. Admisi orientasi (pengawasan maksimum security)

yaitu terhadap tiap narapidana yang masuk Lembaga Pemasarakatan dilakukan

penelitian untuk mengetahui segala hal tentang dirinya yaitu

b. Tahapan Pembinaan (pengawasan medium security)

jika proses pembinaan telah berlangsung ⅓ (sepertiga)

c. Asimilasi (pengawasan minimum security)

yaitu jika proses pembinaan telah dijalani ½ (setengah) dari masa pidana yang

sebenarnya dan menurut TIM Pengamat Pemasyarakatan telah dicapai cukup

kemajuan,maka wadah pembinaannya diperluas dengan diperbolehkan mengadakan

asimilasi dengan masyarakat luar.

d. Integrasi

Yaitu jika proses pembinaan telah dijalani ⅔ (duapertiga) dari masa pidana yang

sebenarnya atau sekurang-kurangnya 9 bulan, maka kepada narapidana yang

bersangkutan diberikan pembebasan bersyarat beradasarkan pertimbangan Tim

Pengamat Pemasyarakatan
2. Seorang Napi yang telah menjalani ⅔ (duapertiga) dari masa pidana akan diusulkan

untuk mendapatkan Pembebasan Bersayarat, dan ia harus memenuhi persyaratan

administrative dan substantive. Dan hal itu memakan waktu antara 3-6 Bulan

3. Dalam memberikan pembebasan bersyarat, Lembaga menemui beberapa kendala,

antara lain adalah;

a. Narapidana pindah alamat, sehingga kesulitan mencari tempat tinggal keluarga

penjamin dan kesulitan meneliti lingkungan calon tempat tinggal napi setelah

mendapat pembebasan bersyarat

b. Memperoleh persetujuan dari pihak korban

c. Antusiasme napi ataupun pihak keluarga napi nmengenai progaram pembebasan

bersyarat

d. Usulan Pembebasan bersayarat memakan waktu yang cukup lama, yaitu 3-6 bulan,

yang dikawatirkan pemberian keputusan Pembebasan Bersyarat baru terbit setelah

lewat waktu masa bebas yang seharunya.

4.2. Saran

1. Dalam rangka memberikan pelayanan maksimal kepada Napi, sebaikknya Lapas Klas I

Lowokwaru Malang menambah Jumlah Petugas/ Sipir, sehingga dapat lebih

dimaksimalkan pembinaan Napi nya.


2. Diharapkan diakukan peningkatan peningkatan kualitas pembinaan yang dilakukan

terhadap warga binaan pemasyarakatan masih perlu ditingkatkan. Baik sarana prasarana

seperti sarana ketrampilan, maupun pemenuhan kebutuhan warga binaan itu sendiri

seperti peningkatan pelayanan kesehatan, kegiatan kerja maupun sekolah lapas dan

kualitas makanan yang diterima oleh warga binaan pemasyarakatan.

3. Sebagai Warga Binaan Pemasyarkatan, Napi sudah seharusnya mentaati

peraturan yang beraku dalam Lembaga Pemasyarakatan, sehingga

diharapkan dapat membantu kinerja kerja petugas Lapas dalam proses

pembinaan.

4. Lebih ditingkatkan kontrol pengawasan terhadap narapidana yang sedang

bekerja diluar lingkungan Lembaga Pemasyarakatan, agar tidak terjadi hal-

hal yang tidak diinginkan.

5. Dihapakan bagi masyarkat, agar tidak menganggap bahwa setiap orang yang

baru keluar dari penjara atau lembaga Pemasyarkatan adalah orang

jelek,jahat,sadis, dan sebagainya. Karena pada dasarnya mereka adalah

manusia yang sama dengan kita yang sekali waktu dapat khilaf berbuat

kesalahan

6. Dalam menjalankan tugas dan fungsinya yang kaitannya dengan pemberian pembebasan

bersyarat, hendaknya hendaknya jangka waktunya dapat dipersingkat, agar tidak terjadi

pemberian keputusan Pembebasan bersyarat yang telah lewat waktu dari tanggal bebas

yang seharusnya.
7. Diharapkan dapat memberi manfaat bagi pengembangan Studi serta

menambah pengetahuan hukum, khususnya aplikasi hukum acara pidana

dan penologi.
DAFTAR PUSTAKA

Adami Chazawi.Pelajaran Hukum Pidana Bagian I,Pt. Raja Grafindo

Persada.2002

Bambang Poernomo, Pelaksanaan Pidana Penjara Dengan system

Pemasyarakatan, Liberty, Yogyakarta,-----

Masruchin Ruba’I,Mengenal Pidana dan Pemidanaan di Indonesia.IKIP

Malang.1997

Wirjono Prodjoikoro,Asas-Asas hukum Pidana,PT.Eresco.Bandung.1986

Kitab Undang-undang Hukum Pidana

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1995 Tentang

Pemasyarakatan.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 tahun 1999 Tentang

Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan

Pemasyarakatan

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 tahun 2006 Tentang

perubahan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 tahun

1999 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan

Pemasyarakatan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2006 Tentang

Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan

Pemasyarakatan.

SK Menteri Kehakiman No. M.02.PK.04.10 Tahun 1990 Tentang Pola

Pembinaan Narapidana/ Tahanan

Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor M.2.PK.04-10 Tahun

2007 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pelaksanaan Asimilasi, Pembebasan

Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, Dan Cuti Bersyarat

You might also like