You are on page 1of 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pemerintah telah cukup lama menggulirkan kebijakan kredit usaha mikro


dalam rangka penanggulangan kemiskinan yang telah lama menggerogoti
sebagian besar rakyat Indonesia. Ada satu hal yang menarik untuk dicermati
terkait dengan kebijakan pemerintah tersebut. Yaitu upaya-upaya
penanggulangan kemiskinan yang telah dikaitkan dengan pengembangan usaha
mikro. Dasar pemikiran yang berkembang adalah adanya pengelompokan umur
dalam kerangka penanggulangan kemiskinan.

Kelompok umur 0 - 15 tahun, adalah kelompok umur yang harus terkena


intervensi dari pemerintah dalam bentuk penyiapan sosial melalui pelayanan
dasar pendidikan dan kesehatan. Umur 15 - 55 tahun dikelompokkan dalam
kelompok miskin produktif. Artinya, kelompok miskin pada usia produktif.
Kelompok inilah yang menjadi fokus penanggulangan kemiskinan. Bentuk
intervensi dari pemerintah untuk menangulangi kelompok miskin usia produktif
adalah pengembangan usaha mikro melalui kredit kepercayaan usaha mikro
(KKUM) dan pendampingan usaha.

Pelaku utama yang diharapkan berperan membantu terlaksananya strategi


ini adalah perbankan, Konsultan Keuangan Mitra Bank (KKMB)/Business
Development Services (BDS) dan dunia usaha. Sedangkan kelompok umur di
atas 55 tahun oleh pemerintah diberikan perlindungan sosial melalui jaminan
sosial.

Fokus terbesar sebagai partner dalam usaha mikro penulis pilih pada
lembaga keuangan perbankan. Sebagai lembaga keuangan yang begitu besar
perannya dalam perputaran keuangan masyarakat, bank akan menjadi pelaku
utama yang secara signifikan dapat memberikan aura positif bagi
pengembangan usaha mikro di Indonesia.

1
1.2 Rumusan Masalah

Sesuai dengan fungsi umum bank sebagai lembaga keuangan masyarakat,


maka bank dalam hal ini akan sangat mempengaruhi permodalan usaha mikro.
Para pelaku usaha mikro yang pada dasarnya ditinjau dari besaran pendapatan
yang mendekati masyarakat miskin namun masih memiliki keinginan untuk
menjadi masyarakat yang produktif jelas akan menemui hambatan dengan
modal yang mereka miliki.

Berdasarkan kondisi tersebut penting untuk mengupayakan mencari jawaban


untuk memperluas akses pelaku usaha mikro untuk mempunyai modal yang
cukup. Maka rumusan masalah yang diangkat pada makalah ini adalah,

a. Bagaimana menjadikan Bank-Bank di Indonesia menjadi salah satu pilar


bagi pelaku usaha mikro untuk bekerja sama mendanai usaha tersebut?

b. Bagaimana membuat para pelaku usaha mikro paham sepenuhnya


tentang produk-produk kredit yang disediakan oleh Perbankan di
Indonesia agar mereka paham pentingnya kredit yang diberikan bank bagi
keberlangsungan usahanya?

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan ‘peranan perbankan pada usaha kredit mikro di


Indonesia’ ini antara lain,

a. Menganalisis kinerja Perbankan di Indonesia dalam usahanya untuk turut


serta dalam program pemerintah mengenai Usaha Kecil Menengah (UKM).

b. Memaparkan secara jelas tentang strukturisasi produk kredit yang di


sediakan oleh Bank-Bank di Indonesia untuk membantu para pelaku UKM
agar paham dan mengerti tentang pentingnya pemberian kredit dari
perbankan.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Perbankan di Indonesia

Setelah badai krisis yang terjadi di Indonesia pada tahun 1998, kondisi
perbankan di Indonesia hancur lebur. Namun seiring dengan perbaikan
perekonomian yang dilakukan oleh pemerintah lewat kebijakan-kebijakan ekonomi,
perbankan di Indonesia berangsur-angsur memulihkan diri. Bank-bank yang hancur
bermerger dan menjadi Bank baru yang lebih terstrukturisasi dengan baik.

Kini perbankan di Indonesia telah kembali pada fungsinya yang terbagi


menjadi dua yaitu, :

a. Bank Sentral

Bank sentral berarti bank yang menjadi sentral bagi perbankan di


Indonesia. Dalam hal ini Bank Indonesia bertindak sebagai Bank Sentral. BI
mengatur kebijakan moneter mengenai fiskal, suku bunga, nilai uang yang
beredar dan sebagai pengawas Bank-Bank umum lainnya.

BI harus bisa menjaga perekonomian dengan menstabilkan semua


gejolak dan isu-isu ekonomi lainnya yang sedang berkembang di dalam

3
maupun luar negeri. Sebagai Bank Sentral BI berperan besar dalam
perlindungan dana masyarakat yang tersebar di berbagai Bank-Bank Umum.

b. Bank Umum

Bank Umum disini adalah Bank-Bank lainnya yang ada di Indonesia


selain Bank Indonesia. Seperti Bank Mandiri, BNI, BRI, BCA, dan masih banyak
lagi. Bank Umum memiliki peran langsung ke masyarakat yaitu menerima
serta menyalurkan secara langsung dana masyarakat kepada masyarakat
pula.

Bank Umum harus mencadangkan dana masyarakat tersebut ke Bank


Indonesia agar apabila terjadi krisis, dana masyarakat tetap aman. BI
menentapkan cadangan tiap-tiap Bank sebanyak sembilan persen dari
pendapatan Bank tersebut.

2.2 Bank Sebagai Penyalur Kredit

Masyarakat yang memiliki dana lebih pada aktivitasnya sehari-hari, biasanya


akan menyimpannya di bank-bank umum seperti bank mandiri, bni, dan lain lain.
Mereka menyimpan dana tersebut dengan berbagai tujuan seperti mengamankan
dana mereka dari tindak criminal, mendapatkan bunga atau mengikuti undian-
undian.

Tabungan adalah produk di bank yang digunakan untuk menyimpan dana


masyarakat. Giro pun demikian menyimpan dana korporasi-korporasi. Ada pula
deposito yang tidak terlalu likuid dibandingkan dengan tabungan ataupun giro
karena masa tabungnya telah di akadkan terlebih dahulu.

Tabungan, giro dan deposito merupakan sebagian dari pasiva yang


didapatkan oleh Bank umum untuk dapat menjalankan aktivitas perbankan mereka.
Dana-dana masyarakat itu mereka salurkan ke berbagai aktiva seperti cadangan di
Bank Indonesia, dan memberikan kredit bagi kepentingan masyarakat.

Pemberian kredit kepada masyarakat merupakan aktivitas yang harus


dilakukan Bank karena diperlukan untuk melakukan perputaran dana yang harus
mereka kembalikan lagi kepada masyarakat yang telah menginvestasikan dana

4
mereka kepada Bank. Tidak hanya itu masyarakat pun harus menggunakan dana
yang dipinjam tersebut untuk hal yang produktif dan tidak hanya bersifat konsumtif
seperti kartu kredit.

Pada sistemnya Bank biasanya memberikan 0-1 persen bagi pemilik dana
Tabungan, 3 persen untuk pemilik giro dan 9 persen untuk pemilik tabungan
deposito. Untuk mengembalikan bunga yang mereka tawarkan itu, Bank harus
mengadakan penjualan kembali dana masyarakat dengan membeli SBI,
menempatkan kembali dana mereka di Bank lainnya serta memberikan penyaluran
kredit kepada masyarakat umum(jenis-jenis kredit dapat dilihat di sub bab 2.6)

Maka jelaslah fungsi utama Bank dalam hal pemberian dana langsung
kepada masyarakat yang membutuhkan. Bank adalah lembaga keuangan yang
seharusnya secara selektif mampu memberikan pelayanan dana kepada
masyarakat yang akan membutuhkan dana. Bank pun harus mampu menjaga
perekonomian negara dengan tetap berdiri sehat.

2.3 Perkembangan UKM

Pemberdayaan UKM sampai saat ini masih terkesan sebagai "slogan" atau
retorika dan baru sebatas memperlakukan UKM sebagai obyek untuk diberdayakan
dan belum menyentuh sebagai subjek untuk aktif dengan ditingkatkan kualitas
kemampuan kemandiriannya. Mereka belum dikuatkan, dicerdaskan, diberi fasilitas
dan sebagainya. Dengan kata lain, belum ada keberpihakan dalam realisasi atau
aplikasinya.

Berdasarkan data BPS tahun 2005 kondisi UKM pada periode 2001-2004
menunjukkan perkembangan yang positif. Selama periode itu, kontribusi UKM pada
produk domestic bruto rata-rata mencapai 56,04 persen. Secara sektoral aktivitas
UKM ini mendominasi pertanian, bangunan, perdagangan, hotel dan restoran.
Sektor-sektor inilah yang paling banyak menyerap tenaga kerja.

Tabel 1

Kontribusi Usaha Kecil, Menengah dan Besar terhadap PDB


5
Tahun 2001-2004 (Rata-rata persentase)

NO. Lapangan Usaha Kecil Menenga Besar Jumlah


h

1. Pertanian 85.89 9.05 5.06 100

2. Pertambangan 7.42 3.09 89.49 100

3. Industri Pengolahan 14.95 12.8 72.25 100

4. Listrik,Gas & Air 0.54 7.34 82.12 100

5. Bangunan 43.57 22.61 33.82 100

6. Perdagangan,Hotel & 75.19 21.06 3.75 100


Restoran

7. Pengangkutan dan 35.35 26.40 38.25 100


Komunikasi

Sumber : Perkembangan Makro UKM Tahun 2005 , Berita Statistik


2005, Badan Pusat Statistik dengan Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil
Menengah

Kemampuan sector usaha dalam menciptakan sangat berbeda antara satu


kelompok usaha dengan lainnya dan mencerminkan karakteristik masing-masing
pelaku usaha. Data BPS tahun 2005 menunjukkan bahwa dari jumlah 43.22 juta unit
UKM tahun 2004 meningkat 1.61 persen dibandingkan tahun 2003, dan jumlah ini
merupakan bagian terbesar pelaku usaha di Indonesia. Sementara jumlah tenaga
kerja yang berhasil diserap oleh UKM sebanyak 70.92 juta orang pada tahun 2004.

Tabel 2

Jumlah Unit Usaha, Penyerapan Tenaga Kerja dan Produktivitas


Berdasarkan Skala Usaha

2004 (dalam Jutaan)

Skala Usaha Unit Usaha Tenaga Kerja Produktivitas


(rupiah)

Usaha Kecil 43.22 70.92 11.57

6
Usaha Menengah 0.06 8.15 38.71

Usaha Besar 2.25 0.40 2.22

Sumber : Perkembangan Indikator Makro UKM Tahun 2005, Berita


Statistik Maret 2005

Badan Pusat Statistik dengan Kementrian Koperasi & Usaha Kecil


Menengah

Perkembangan kontribusi UKM kemampuannya dalam menyerap tenaga


kerja selama periode diatas menggambarkan produktivitas pelaku UKM.
Produktivitas Usaha Kecil sebesar Rp. 10,37 juta per tenaga kerja tahun 2003,
meningkat cukup besar pada tahun 2004 menjadi Rp. 11,57 juta pertenaga kerja.

Dari uraian diatas, terlihat bahwa masing-masing kelompok usaha memiliki


keunggulan komparatif dan saling melengkapi satu sama lainnya. Kelompok Usaha
Besar memiliki potensi sebagai motor pertumbuhan, sementara kelompok Usaha
Kecil sebagai penyeimbang dan penyerapan tenaga kerja. Namun hal ini juga
memperlihatkan bahwa unit-unit usaha kecil dan menengah pada umumnya masih
menjadi sandaran hidup bagi masyarakat kecil yang jumlahnya besar.

Dalam kaitannya dengan pemanfaatan sumber-sumber pembiayaan UKM


masih menunjukkan perkembangan yang bervariasi. Data Survei Usaha Terintegrasi
(SUSI) yang dilakukan oleh BPS pada tahun 2001, menunjukkan bahwa dari
14.660.645 UKM yang tidak berbadan hukum, tercatat 2.131.810 UKM yang
memanfaatkan pinjaman dalam upaya mendukung proses pengembangan
usahanya. Sumber-sumber permodalan yang tersedia bagi UKM dikategorikan
dalam perbankan, koperasi, lembaga keuangan non bank, modal ventura,
perorangan, keluarga/family, dan lain-lain masih menduduki posisi teratas dalam
memberikan pelayanan terhadap kebutuhan permodalan UKM.

Gambar 1

Sumber-Sumber yang Melayani UKM Tidak Berbadan Hukum

dan UKM yang dilayani Tahun 2001 dan 2002


7
80
70
60
50
40 Tahun 2001
30 Tahun 2002
20 3-D Column 3
10
0
Perbankan LKNB Perorangan Lainnya

Pembiayaan yang bersumber dari lembaga keuangan non bank sebanyak


82.962 UKM atau mengalami peningkatan sebesar 10.93 persen, perbankan
sebanyak 385.383 UKM atau mengalami peningkatan sebesar 6,55 persen dan
sumber permodalan lainnya sebanyak 661.629 UKM atau mengalami peningkatan
sebesar 3,43 persen. Sedangkan sumber permodalan yang berasal dari modal
ventura mengalami penurunan dari tahun sebelumnya hingga mencapai 50,18
persen yaitu dari 16.002 UKM menjadi 7.972 UKM.

Kesimpulan yang dapat diambil dari uraian diatas adalah sebagian besar UKM
belum tersentuh oleh lembaga-lembaga keuangan. Sedangkan dilihat dari lembaga
keuangan formal yang identik dengan perbankan, pemberian berbagai kredit untuk
membantu permodalan UKM sangat kecil persentasenya jika dibandingkan dengan
jumlah kredit yang diberikan kepada pelaku Usaha Besar. Bahkan dalam rentang
tahun 200 sampai dengan 2004 kredit yang diberikan kepada UMKM porsinya
semakin mengecil (Lihat Tabel 3). Hal ini semakin memperjelas bahwa hanya
menggantungkan sumber pembiayaan dari lembaga keuangan formal tidak akan
mampu mengembangkan UKM, oleh karena itu perlu dikembangkan alternative
sumber-sumber pembiayaan yang mampu menjawa kebutuhan UKM yaitu LKM.

Tabel 3

Posisi Kredit Rupiah dan Valuta Asing pada Bank-Bank Umum

Tahun 2000 sampai dengan 2004 (Miliar rupiah)

TAHUN TOTAL KREDIT USAHA BESAR USAHA KECIL


8
2000 269,000 213,375 56,625

2001 307,594 245,025 62,569

2002 365,410 303,145 62,265

2003 437,942 363,974 73,968

2004 553,548 459,933 93,615

Sumber : Bank Indonesia

Melihat kondisi tersebut diatas maka peranan yang dilakukan Bank Indonesia
dalam upaya pemberdayaan UKM dilakukan melalui empat pilar kebijakan dan
strategi, yaitu kebijakan kredit perbankan, pengembangan kelembagaan,
pemberian bantuan teknis, dan kerjasama dengan Pemerintah. Dari sisi kebijakan
kredit perbankan, Bank Indonesia mengajukan kepada perbankan untuk
memasukkan rencana penyaluran kredit UKM ke dalam business plan perbankan.
Pada tahun 2004, perbankan nasional, termasuk BPR merencanakan untuk
meningkatkan penyaluran kredit baru untuk sektor UKM menjadi sekitar Rp 36,02
triliun untuk bank umum dan Rp 2,47 triliun untuk BPR 1. Salah satu bank BUMN
yaitu Bank BRI telah menyalurkan enam puluh delapan persen atau Rp 2,5 triliun
dari total kredit yang disalurkan ditujukan kepada usaha mikro, kecil, dan
menengah. Secara regional sampai Desember 2004 total pinjaman Bank BRI
sebesar Rp 3,8 triliun. Jumlah itu terdiri atas pinjaman menengah Rp 31,89 milyar,
ritel Rp 2,33 triliun, dan mikro Rp 1,5 triliun2.

Pemerintah dalam rangka pemberdayaan usaha mikro hingga saat ini juga
telah melakukan langkah-langkan strategis. Sebagai berikut.

a. menciptakan iklim usaha yang kondusif dan menyediakan lingkungan


yang mampu mendorong pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah
(UMKM) secara sistemik, mandiri dan berkelanjutan.

b. menciptakan sistem penjaminan (financial guarantee system) untuk


mendukung kegiatan ekonomi produktif usaha mikro.

9
c. menyediakan bantuan teknis dan pendampingan (technical assistance and
facilitation) secara manajerial guna meningkatkan “status usaha” usaha
mikro agar feasible dan bankable dalam jangka panjang.

d. penataan dan penguatan kelembagaan keuangan mikro untuk


memperluas jangkauan pelayanan keuangan kepada usaha mikro secara
cepat, tepat, mudah dan sistematis.

Pemerintah dalam upaya penanggulangan kemiskinan melalui


pemberdayaan usaha mikro, telah menyusun beberapa kebijakan kredit. Seperti,
adanya nota kesepahaman (MoU) antara Komite Penanggulangan Kemiskinan (KPK)
dengan Bank Indonesia mengenai penanggulangan kemiskinan melalui
pemberdayaan UMKM. Kerjasama ini dimaksudkan untuk menciptakan iklim yang
kondusif bagi usaha mikro dan kecil.

1
Sambutan Deputi Gubernur Bidang Kredit BI, 23 Juni 2004
2
Suara Merdeka, 6 Januari 2005

2.3 Pembiayaan Perbankan ke Sektor UKM

Sejalan dengan semakin kondusifnya perubahan paradigma perbankan dalam


memandang UKM dalam beberapa tahun belakangan ini kita mencermati adanya
perubahan perilaku bisnis perbankan yang lebih mengarah pada segmen UKM.
Kondisi ini sangat berbeda dengan era masa lalu dimana orientasi penyaluran kredit
perbankan terlalu memusatkan pada korporasi atau Usaha Besar yang dianggap
lebih memberikan keuntungan besar secara ekonomis. Ditambah lagi dengan
adanya krisis financial yang dimulai dari negeri kiblak perekonomian dunia, USA.
Maka sector riil yang ada di Usaha Mikro akan sangat banyak membantu bagi
perekonomian negeri khususnya dalam hal penerimaan PDB dan penyerapan
tenaga kerja.

10
Akan tetapi sector UKM kerap kali mengalami hambatan dalam memperoleh
akses dana dan sering dibiayai melalui program pemerintah yang cenderung
bersifat subsidi atau sumber dana relative murah dari para donator. Dalam
perkembangannya, penyaluran kredit UKM semakin lama semakin meningkat
sejalan dengan meningkatnya portofolio perbankan untuk pemberian kredit bagi
sector UKM.

Perkembangan kredit UKM yang bersumber dari kredit bank, menunjukkan


baki debet pada akhir Juni 2007 telah mencapai Rp. 462,12 Triliun atau 52,5 persen
dari total komposisi kredit perbankan yang disalurkan.

Tabel 4

Kredit Perbankan (dalam Triliun rupiah)

Juni 2007

SKALA USAHA PEMBERIAN KREDIT PRESENTASE

Usaha Mikro 186,52 40,4%

Usaha Kecil 131,95 28,6%

Usaha Menengah 143,69 31,1 %

Secara keseluruhan terdapat pertumbuhan sebesar 18,4 persen bila


dibandingkan dengan posisi pada tahun 2006 yaitu Rp. 427,99 Triliun. Sementara
net NPLs kredit UKM 3,19 persen dan total kredit perbankan sebesar 2,61 persen.
Sementara itu hingga Juni 2007 net ekspansi kredit perbankan yang disalurkan ke
sector UKM sebesar Rp. 34,2 Triliun atau 48,1 persen dari total business plan tahun
2007 telah mencapai lebih dari 19,1 juta rekening dibandingkan pada Juni 2006
yang berjumlah 18,2 juta.

Berdasarkan jenis penggunaan kredit, prosentase terbesar penggunaan


kredit UKM adalah untuk kredit konsumsi dimana per Juni 2007 adalah sebesar 66,7
persen yang diikuti oleh kredit modal kerja sebesar 22 persen dan kredit investasi
sebesar 11,3 persen. Besarnya prosentase kredit konsumsi tersebut juga

11
menunjukkan bahwa penyaluran kredit UKM ke sector usaha produktif masih perlu
ditingkatkan.

Berdasarkan uraian diatas kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa


penyediaan kredit perbankan untuk mendukung pengembangan UKM sebenarnya
sudah berangsur membesar, karena telah mencapai separuh dari alokasi total
kredit perbankan. Strategi yang sebaiknya diterapkan perbankan di masa
mendatang harus lebih ekspansif untuk menggali potensi dan kemajuan sector
UKM, untuk menunjukkan keyakinan perbankan bahwa pasar pembiayaan di sector
ini masih belum jenuh dan menjanjikan. Apabila kita cermati, penetrasi bank-bank
kepada sector UKM tersebut bukan hanya sekedar mengikiuti tren melainkan suatu
strategi yang mendasari keputusan bisnis yang mengukuhkan bahwa UKM
merupakan sector yang prospektif sehingga layak untuk dibiayai dan
menguntungkan.

2.4 Kebijakan Bank Indonesia dalam Pemberdayaan UKM

Dengan diberlakukannya UU Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia


yang kini telah di ubah dengan UU Nomor 3 Tahun 2004, kebijakan Bank Indonesia
dalam membantu pengembangan UKM mengalami perubahan paradigma yang
cukup mendasar karena BI tidak dapat lagi memberikan bantuan keuangan atau
Kredit Likuiditas Bank Indonesia dalam pengembangan UKM berubah menjadi tidak
langsung. Pendekatan yang digunakan kepada UKM bergeser dari development role
menjadi promotional role. Pendekatan yang memberikan subsidi kredit dan bunga
murah sudah bergeser kepada pendekatan yang lebih menitikberatkan pada
kegiatan pelatihan kepada petugas bank, penelitian dan penyediaan informasi.

Dengan kondisi seperti itu, BI masih tetap memberikan dukungan, namun


kebijakan BI baik dari sisi supply maupun demand lebih difokuskan dalam rangka
mendorong peningkatan fungsi intermediasi perbankan serta untuk mendukung
system perbankan yang sehat. Dari sisi supply, Bank Indonesia mengeluarkan
berbagai kebijakan perbankan sehingga dapat meningkatkan pemberian kredit
kepada UKM namun tetap prudent.

Kebijakan tersebut antara lain dengan mengeluarkan Peraturan Bank


Indonesia (PBI) Nomor 3/2/PBI/2001 tentang pemberian Kredit Usaha Kecil yang
12
menganjurkan bank memberikan sebagian kreditnya kepada usaha kecil, PBI Nomor
6/25/PBI/2004 dan SE Nomor 6/44/DPNP perihal Rencana Bisnis Bank Umum Dalam
Penyaluran Kredit UKM, sehingga diketahui komitmen bank dalam menyalurkan
kredit UKM, dan SE nomor 8/3/DNP, dimana dalam perhitungan aktiva tertimbang
menurut risiko (ATMR) bobot risiko untuk KUK dikenakan sebesar 85 persen.

Dari sisi demand, kebijakan BI lebih difokuskan pada penguatan lembaga


pendamping UKM melalui peningkatan capacity building dalam bentuk pelatihan
dan kegiatan penelitian yang menunjang pemberian kredit kepada UKM.

Beberapa upaya yang dilakukan antara lain:

a. Pelatihan-pelatihan kepada lembaga pendamping UKM dalam rangka


meningkatkan kemampuan kredit UKM. Pada periode Januari-Juni 2007, BI
telah memberikan pelatihan kepada 819 orang pendamping UKM atau KKMB
(Konsultan Keuangan Mitra Bank) dengan jumlah kredit yang berhasil
dihubungkan dengan bank mencapai Rp. 155 miliar untuk 2.582 UKM.

b. Pendirian Pusat Pengembangan Pendamping UKM (P3UKM), sebagai pilot


project di Bandung. P3UKM antara lain bertugas melakukan pelatihan dan
akreditasi pendamping UKM. Pada bulan Juli 2007 lembaga sejenis telah
didirikan di Kalimantan Selatan dan pada bulan September ini lembaga
sejenis direncanakan juga didirikan di Sulawesi Selatan.

c. Pengembangan Sistem Informasi Terpadu Pengembangan Usaha Kecil


(SIPUK) sebagai sarana untuk lebih menyebarluaskan secara cepat hasil-hasil
penelitian dan berbagai informasi lainnya. SIPUK terdiri dari Sistem Informasi
Baseline Economic Survey (SIB), Sistem Informasi Agroindustri Berorientasi
Ekspor (SIABE), Sistem Informasi Pola pembiayaan / lending model Usaha
Kecil (SILMUK), Sistem penunjang Keputusan Untuk Investasi (SPKUI). SIPUK
ini dapat diakses di website BI3.

d. Berbagai penelitian dalam rangka memberikan informasi untuk mendukung


pengembangan UKM. Kegiatan penelitian terutama diarahkan untuk
mendukung penetapan arah dan kebijakan BI dalam rangka pemberian
bantuan teknis dan juga dalam rangka penyediaan informasi yang berguna

13
dalam rangka pengembangan UKM. Penelitian tersebu disesuaikan dengan
kebutuhan pengembangan UKM serta untuk menggali potensi sector UKM di
tiap-tiap daerah di Indonesia. Dalam upaya meningkatkan peran UKM untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi, pada tahun 2005 BI telah mensurvei
untuk memperoleh gambaran mengenai potensi dan permasalahan yang
dihadapi UKM ditinjau dari berbagai aspek. Pada tahun 2007, BI melakukan
kajian identifikasi peraturan pusat dan daerah dalam rangka pengembangan
UKM serta kajian dan implentasi pilot project klaster pengembangan UKM.

2.5 Pemahaman Perkreditan Perbankan dan UKM

Bank memiliki tiga produk kredit bagi masyarakat yaitu,

a. Kredit Modal Kerja

Kredit ini diberikan oleh Bank untuk pembiayaan modal kerja yang
sifatnya kecil. Kontribusi KMK ini jelas berorientasi pada pembiayaan Bank
bagi UKM. Contoh produk kreditnya adalah KUR atau Kredit Usaha Rakyat
yang dimiliki oleh BRI.

b. Kredit Investasi

Kredit ini diberikan oleh Bank untuk memberikan modal bagi korporasi-
korporasi yang membutuhkan dan berkisar miliaran rupiah. Jelas kredit
investasi ini berorientasi bagi Usaha Besar yang kebanyakan memiliki big
project.

c. Kredit Konsumsi

Kredit semacam ini sangat memberikan keuntungan besar serta


menjanjikan bagi keberlangsungan pendanaan di Bank. Karena presentase
penerimaan kembali yang akan didapatkan oleh Bank jauh lebih besar
dibandingkan dengan pembiayaan yang diberikan. Kredit ini sangat
menentukan paradigm masyarakat tentang budaya konsumtif dan
menghilangkan kemauan produktif. Contoh produknya adalah, Kartu kredit,
kredit pembelian mobil, dan lain-lain.

14
Akan tetapi penulis mempunyai hipotesis bahwa dana yang dihimpun pihak
bank justru banyak dilarikan ke kota-kota besar di Indonesia (misalnya Jakarta)
yang banyak didominasi untuk kredit konsumsi, seperti kartu kredit, kredit
kepemilikan rumah dan kredit kepemilikan mobil yang memiliki resiko yang lebih
rendah dan menjajikan dibandingkan dengan UKM. Bank beranggapan penyaluran
kredit kepada UKM mempunyai resiko relatif tinggi, manajemen dan administrasi
buruk dan ketiadaan agunan. Di lain pihak, fungsi intermediasi perbankan memang
sangat rumit karena prosedur dan aturan yang ketat terikat pada prudential
banking (prinsip kehati-hatian bank). Padahal, banyak UKM yang sebenarnya
memiliki prospek usaha yang baik, namun tidak memiliki agunan sebagai syarat
mendapatkan kredit bank. Ini terlihat dari tingkat kredit macet sektor usaha mikro,
kecil, dan menengah akhir tahun 2002 hanya sekitar 3,9 persen, yang jauh lebih
rendah dibandingkan kredit macet total kredit perbankan yang sekitar 10,3
persen4 .

Daya serap UKM terhadap penyaluran kredit perbankan masih banyak


terkendala oleh persyaratan teknis, sehingga dibutuhkan mekanisme tertentu untuk
meningkatkan kapabilitas UKM agar pembiayaan terhadap sektor ini dapat semakin
dioptimalkan, sehingga target dari business plan dapat dipenuhi. Dalam kerangka
tersebut, upaya peningkatan daya serap UKM melalui pemberdayaan Konsultan
Keuangan/Pendampingan UKM Mitra Bank, dan atau yang bisa dikenal dengan
KKMB menemukan relevansinya.

Pemberdayaan bank BUMN dan lembaga keuangan lainnya untuk dapat


membiayai UKM secara efektif, melalui perluasan pembukaan kantor cabang di
berbagai daerah dan link program dengan BPR dan LKM (Lembaga Keuangan
Mikro), sehingga mampu menjangkau UKM sampai tingkat akar rumput. Upaya
pemberdayaan ini memerlukan dukungan peraturan yang mewajibkan kantor
cabang bank untuk kembali menyalurkan sebagian besar dana yang dihimpun dari
masyarakat setempat sebagai kredit komersial di daerah operasionalnya dengan
menetapkan LDR (Loan Deposit Rasio) minimal secara regional.

15
3
www.bi.go.id
4
Kompas, 16 September 2004

Peran Pemda difokuskan pada fungsi regulasi dan fasilitasi untuk


menciptakan struktur pasar dan persaingan yang sehat sebagai lapangan bermain
bagi UKM-UKM, serta mengoreksi ketidaksempurnaan mekanisme pasar dengan
menumbuhkan iklim berusaha yang kondusif dan memberikan dukungan perkuatan
bagi pengusaha kecil dan menengah.

Dengan menilik kondisi seperti ini, maka di waktu mendatang, pemerintah


perlu mengubah strategi agar UKM kita lebih bersemangat dan bangga sebagai
pelaku usaha. Peran pemerintah dan civil society (misalnya melalui LSM dan juga
perguruan tinggi) diperlukan untuk memberi fasilitas dan dukungan agar usaha
kecil bisa menjadi kekuatan penyeimbang. Untuk mengoptimalkan upaya dalam
rangka memberdayakan UKM diperlukan peran aktif seluruh pihak, seperti
keterpaduan antara bantuan keuangan dari bank BUMN, bantuan teknis berupa
program pendampingan melalui pelayanan Konsultan KKMB, sedangkan Pemda
sebagai fasilitator dalam penyedia infrastruktur secara bersamaan (Full Pledge
Service).

Banyak orang yang mempunyai prinsip, bahwa jika mempunyai usaha


sebaiknya hanya menggunakan modal sendiri. Hal ini tidak salah, tetapi perlu
disadari bahwa keuangan perusahaan terbatas, dan pertumbuhan perusahaan tak
bisa berlangsung pesat. Mengapa? Karena laba yang diperoleh perusahaan, pada
umumnya sebagian besar diputar kembali dalam bentuk modal kerja , serta hanya
sedikit yang dapat digunakan untuk investasi atau meningkatkan kapasitas
produksi.

Dengan pengelolaan keuangan yang tepat, kredit Bank dapat dimanfaatkan


untuk meningkatkan kapasitas usaha, selain mempunyai kegunaan lain, antara lain
sebagai berikut:

1. Pembagian risiko

16
Dengan pembiayaan sebagian ditanggung oleh Bank ( umumnya sharing kredit
Bank: untuk kredit investasi 65% dan kredit modal kerja 70%), maka apabila terjadi
risiko maka pengusaha hanya menanggung risiko sebesar sharing dananya. Oleh
karena itu, sebaiknya perusahaan memisahkan antara harta perusahaan dengan
harta pribadi, sehingga kalau terjadi sesuatu, debitur bisa bangkit kembali.

2. Transparansi

Dengan mendapatkan pembiayaan dari Bank, pengusaha dipaksa untuk secara


rutin melaporkan posisi keuangan perusahaan, termasuk laporan piutang dan
persediaan minimal setiap triwulan. Dengan membuat laporan keuangan,
pengusaha dipaksa untuk belajar memahami kondisi perusahaan day to day,
sehingga mengetahui secara persis jalannya perusahaan. Misalkan, mengapa
perputaran piutang melambat, berarti ada piutang macet, sehingga perlu
digalakkan penagihan piutang agar uang dapat diputar kembali.

Petugas Bank, umumnya diwakili oleh Account Officer, akan membantu pengusaha
memahami laporan keuangan, mendiskusikan prospek usaha, karena Bank juga
dituntut untuk melaporkan kolektibilitas kredit yang diberikan kepada Bank
Indonesia. Dalam hal ini antara nasabah kredit dan Bank ibarat suami isteri, yang
kalau perusahaan nasabah sakit, akan berakibat pada Bank. Oleh karena itu
merupakan kewajiban Bank untuk memantau perkembangan usaha nasabah, agar
baik nasabah maupun Bank sama-sama memperoleh keuntungan.

3. Meningkatkan disiplin

Pengusaha/perusahaan dipaksa untuk disiplin membuat perencanaan, mengatur


keuangan sesuai anggaran, menyisihkan sebagian uang untuk membayar angsuran,
membuat laporan keuangan, mengasuransikan barang2 yang mempunyai risiko,
terhadap kebakaran, kebanjiran, gempa serta risiko lainnya.

17
Pengusaha juga disiplin mengatur capex (Capital Expenditure) , merencanakan
secara jangka menengah atau panjang, perbaikan/investasi yang diperlukan
perusahaan untuk meningkatkan produksi.

Bank akan memantau kondisi nasabah minimal 3 (tiga) bulan sekali (yang dilihat
adalah kemampuan cash flow untuk membayar, dan prospek perusahaan). Karena
uang Bank digunakan untuk mengembangkan perusahaan, Bank bertindak sebagai
pengawas, konsultan maupun sebagai dokter bila perusahaan menunjukkan tanda-
tanda penurunan, agar dapat segera dilakukan penyelamatan.

4. Peluang untuk mendapatkan networking

Bank memiliki nasabah yang bergerak diberbagai bidang usaha. Setiap periodik,
Bank mengadakan “gathering” atau temu nasabah, yang dapat merupakan ajang
saling kenal, dan mempertemukan antara supplier dan demand.

5. Peluang untuk meningkatkan pasar

Selain melakukan pemantauan, Bank juga akan membantu nasabah yang dinilai
layak untuk mengembangkan usahanya, misalkan meningkatkan pasar keluar
negeri. Disini peran Bank adalah membantu nasabah untuk memahami seluk beluk
transaksi devisa dan menjaga agar pengiriman barang keluar negeri melalui
transaksi L/C ( Letter of credit) sehingga dijamin pembayarannya, karena dari Bank
to Bank.

18
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Usaha mikro di Indonesia sebenarnya memiliki potensi yang sangat besar


bagi pengembangan ekonomi bangsa. Hal itu disebabkan karena usaha mikro
terkonsentrasi pada soktor riil seperti, perhotelan, perdagangan, restoran dan lain-
lain. Apabila tingkat produktivitas yang dihasilkan oleh para pelaku usaha mikro
tersebut meningkat setiap tahunnya maka hal positif yang dapat terjadi juga
semakin besar. Seperti penerimaan PDB yang bertambah dan penyerapan tenaga
kerja yang tidak sedikit jumlahnya. Apalagi jika usaha mikro tersebut juga mampu
menembus pasar internasional.

Akan tetapi akses permodalan yang harus didapatkan oleh para pelaku usaha
mikro kadang sangat sulit. Hal itu disebabkan oleh paradigm yang ada di perbankan
kita bahwa dengan memberikan kredit modal kerja kepada UKM maka tidak akan
terlalu menguntungkan dan menjanjikan bagi keuangan mereka. Padahal faktanya
tingkat kredit macet oleh pelaku UKM jauh lebih kecil ketimbang kredit lainnya.

19
Mulai saat ini perbankan harus sadar bahwa pembiayaan ekonomi di sector
mikro akan sangat menguntungkan tidak hanya bagi Bank itu sendiri tapi juga
banyak pihak lainnya, seperti pelaku UKM, perekonomian makro dan pendapatan
pemerintah pun turut menikmati hasil yang dicapai apabila UKM maju secara pesat.

Peranan Bank Indonesia dalam pengembangan UKM juga harus mengalami


perubahan paradigma, namun bukan berarti kebijakan dan strategi untuk
mendukung UKM menjadi berkurang tetapi disesuaikan dengan perundangan-
undangan baru yang berlaku. Untuk itulah, kebijakan Bank Indonesia dalam
pengembangan dan pemberdayaan UKM adalah dalam rangka mendorong
peningkatan fungsi intermediasi perbankan serta untuk mendukung system
perbankan yang sehat. Sehingga sekali lagi dapat membantu dan mendukung
pertumbuhan ekonomi nasional.

3.2 Saran

Saran yang dapat penulis berikan dalam makalah ini adalah,

1. Pemerintah harus memulai membuat peraturan-peraturan baru yang sifatnya


mendukung perkembangan UKM di Indonesia, misalnya peraturan tentang
pembuatan lembaga pendamping yang dapat membantu para pelaku UKM

2. Bank Indonesia yang dalam hal ini adalah pemimpin-pemimpin Bank umum
juga harus memberikan kebijakan-kebijakan yang sifatnya mendukung UKM
yang baik.

3. Bank-Bank umum juga harus mengurangi paradigma tentang pemberian


kredit bagi masyarakat. Mulai mengurangi yang bersifat konsumtif dan lebih
mendukung pada yang produktif seperti UKM.

20
DAFTAR PUSTAKA

Darwin (Penyunting), Model-model Pemberdayaan Usaha Kecil dan Menengah,


Pusat Penelitian Ekonomi – LIPI, Jakarta, 2003

Retnandi, Djoko, Menengok Kebijakan UKM di Malaysia, Kompas, Sabtu, 16 Oktober


2004

Marquerite, S. Robinson, 1993, Beberapa Strategi yang Berhasil Untuk


Mengembangkan Bank Pedesaan : Pengalaman dengan Bank Rakyat Indonesia
1970-1990, Institute Bankir Indonesia, Jakarta.

Iskandar, Syamsu. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. 2002. Jakarta, Gramedia

21
22

You might also like