You are on page 1of 65

Cermin

Dunia Kedokteran
International Standard Serial Number: 0125 – 913X

Daftar Isi :
106. Malaria 2. Editorial
4. English Summary
Januari 1996
Artikel
5. Penelitian Malaria di Kecamatan Teluk Dalam, Nias, Sumatera Utara –
Rita Marleta Dewi Harijani A. Marwoto, Sustriayu Nalim, Sekartuti,
Emiliana Tjitra
10. Penelitian Pemberantasan Malaria di Kabupaten Sikka, Flores. Penelitian
Entomologi 2: Bionomik Anopheles Setelah Gempa Bumi – Sahat
Ompusunggu, Harijani A. Marwoto, Mursiatno, Rita Marleta Dewi,
Marvel Renny
15. Kepadatan Vektor dan Penderita Malaria di Desa Waiklibang, Kecamatan
Tanjung Bunga, Flores Timur Sebelum dan Sesudah Gempa Bumi –
Barodji, Widiarti, Ima Nurisa, Sumardi, Tri Suwarjono, Sutopo
19. Anopheles hyrcanus group dan Potensinya Sebagai Vektor Malaria di
Kecamatan Teluk Dalam, Nias, Sumatera Utara - Damar Tri Boewono
MS, Sustriayu Nalim
26. Uji Patogenisitas Bacillus thuringiensis yang Diisolasi dan Tanah Pohon
Kelengkeng (Euphoria longan) terhadap Jentik Nyamuk Vektor di La-
boratorium – Blondine Ch.P., Umi Widyastuti, Subiantoro, Sukarno
30. Pengujian Metode Larvasida Teknar 1500 S terhadap Larva Anopheles
maculatus yang Merupakan Vektor Malaria di Daerah Aliran Sungai –
Amrul Munif, Pranoto
34. Pengaruh Pasase terhadap Gejala Klinis Mencit strain Swiss derived yang
Diinfeksi dengan Plasmodium berghei ANKA – Rabea Pangerti Jekti,
Karya Sriwidodo WS Edhie Sulaksono, Siti Sundari Yuwono, Rita Marleta Dewi Subahagio
37. Keadaan Hematologis Mencit yang Diinfeksi dengan Plasmodium berghei
ANKA – Rita Marleta Dewi Harijani A. Marwoto, Emiliana Tjitra,
Suwarni, Rabea Pangerti Jekti
41. Cendawan Patogen pada Larva C. quinquefasciatus yang Berasal dari
Kubangan Air Limbah Rumah Tangga untuk Menunjang Pengendalian
Hayati – Amrul Munif
45. Penentuan Vektor Filariasis bancrofti di Kecamatan Tanjung Bunga,
Flores Timur – Barodji, Sumardi, Tri Suwardjono, Rahardjo, Heru
Prijanto, Sutopo
49. Nyeri Kepala Tipe Tegang – Budi Riyanto W.
52. Pengaruh Pemberian Obat Kumur Mengandung Fluor terhadap Per-
kembangan Karies Gigi Narapidana Lembaga Pemasyarakatan Tanjung
Gusta, Medan – Monang Panjaitan
55. Hambatan Pembentukan Plak Gigi dengan Larutan Obat Kumur Hexeti-
dine 0,1% (secara klinis) – Prijantojo
60. English Summary
61. Pengalaman Praktek
62. Abstrak
64. RPPIK
Malaria kembali menjadi pokok bahasan dalam terbitan Cermin
Dunia Kedokteran di awal tahun 1996 ini, penelitian-penelitian se-
bagian besar dilaksanakan di daerah Indonesia Timur, selain juga di
Nias – daerah-daerah yang relatif masih jauh dan keramaian. Sekali-
pun demikian, tidak berarti bahwa para Sejawat di kota-kota besar
tidak perlu mengikuti perkembangannya.
Edisi ini juga memuat dua artikel mengenai kesehatan gigi; mu-
ah-mudahan menambah wawasan Sejawat bukan dokter gigi dalam al
peningkatan kesehatan gigi dan mulut.
Selamat Tahun Baru 1996.

Redaksi

2 Cermin Dunia Kedokteran No. 106, 1996


Cermin
Dunia Kedokteran
International Standard Serial Number: 0125 – 913X

KETUA PENGARAH REDAKSI KEHORMATAN


Prof. Dr Oen L.H. MSc
– Prof. DR. Kusumanto Setyonegoro – Prof. DR. Sumarmo Poorwo Soe-
KETUA PENYUNTING Guru Besar Ilmu Kedokteran Jiwa darmo
Dr Budi Riyanto W Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Staf Ahli Menteri Kesehatan,
Jakarta. Departemen Kesehatan RI,
PEMIMPIN USAHA Jakarta.
Rohalbani Robi – Prof. Dr. R.P. Sidabutar – Prof. DR. B. Chandra
Guru Besar Ilmu Penyakit Dalam Guru Besar Ilmu Penyakit Saraf
PELAKSANA Sub Bagian Ginjal dan Hipertensi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga,
Sriwidodo WS Bagian ilmu Penyakit Dalam Surabaya.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, – Prof. Dr. R. Budhi Darmojo
TATA USAHA Jakarta. Guru Besar Ilmu Penyakit Dalam
Sigit Hardiantoro Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro,
– Prof. Dr. Sudarto Pringgoutomo Semarang.
ALAMAT REDAKSI Guru Besar Ilmu Patologi Anatomi – DR. Arini Setiawati
Majalah Cermin Dunia Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Bagian Farmakologi
Gedung Enseval Jakarta. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Jl. Letjen Suprapto Kav. 4, Cempaka Putih Jakarta,
Jakarta 10510, P.O. Box 3117 Jkt. – Prof. Drg. Siti Wuryan A. Prayitno – Prof. DR. Hendro Kusnoto Drg.,Sp.Ort
SKM, MScD, PhD. Laboratorium Ortodonti
NOMOR IJIN Bagian Periodontologi Fakultas Kedokteran Gigi
151/SK/DITJEN PPG/STT/1976 Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Trisakti, Jakarta
Universitas Indonesia, Jakarta
Tanggal 3 Juli 1976
DEWAN REDAKSI
PENERBIT
Grup PT Kalbe Farma
– Dr. B. Setiawan Ph.D – Prof. Dr. Sjahbanar Soebianto
PENCETAK Zahir MSc.
PT Temprint – DR. Ranti Atmodjo – Dr. P.J. Gunadi Budipranoto
PETUNJUK UNTUK PENULIS
Cermin Dunia Kedokteran menerima naskah yang membahas berbagai sesuai dengan urutan pemunculannya dalam naskah dan disertai keterangan
aspek kesehatan, kedokteran dan farmasi, juga hasil penelitian di bidang- yang jelas. Bila terpisah dalam lembar lain, hendaknya ditandai untuk meng-
bidang tersebut. hindari kemungkinan tertukar. Kepustakaan diberi nomor urut sesuai dengan
Naskah yang dikirimkan kepada Redaksi adalah naskah yang khusus untuk pemunculannya dalam naskah; disusun menurut ketentuan dalam Cummulated
diterbitkan oleh Cermin Dunia Kedokteran; bila telah pernah dibahas atau di- Index Medicus dan/atau Uniform Requirements for Manuscripts Submitted
bacakan dalam suatu pertemuan ilmiah, hendaknya diberi keterangan mengenai to Biomedical Journals (Ann Intern Med 1979; 90 : 95-9). Contoh:
nama, tempat dan saat berlangsungnya pertemuan tersebut. Basmajian JV, Kirby RL. Medical Rehabilitation. 1st ed. Baltimore. London:
Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau Inggris; bila menggunakan William and Wilkins, 1984; Hal 174-9.
bahasa Indonesia, hendaknya mengikuti kaidah-kaidah bahasa Indonesia yang Weinstein L, Swartz MN. Pathogenetic properties of invading microorganisms.
berlaku. Istilah media sedapat mungkin menggunakan istilah bahasa Indonesia Dalam: Sodeman WA Jr. Sodeman WA, eds. Pathologic physiology: Mecha-
yang baku, atau diberi padanannya dalam bahasa Indonesia. Redaksi berhak nisms of diseases. Philadelphia: WB Saunders, 1974; 457-72.
mengubah susunan bahasa tanpa mengubah isinya. Setiap naskah harus di- Sri Oemijati. Masalah dalam pemberantasan filariasis di Indonesia. Cermin
sertai dengan abstrak dalam bahasa Indonesia. Untuk memudahkan para pem- Dunia Kedokt. l990 64 : 7-10.
baca yang tidak berbahasa Indonesia lebih baik bila disertai juga dengan abstrak Bila pengarang enam orang atau kurang, sebutkan semua; bila tujuh atau lebih,
dalam bahasa Inggris. Bila tidak ada, Redaksi berhak membuat sendiri abstrak sebutkan hanya tiga yang pertama dan tambahkan dkk.
berbahasa Inggris untuk karangan tersebut. Naskah dikirimkan ke alamat : Redaksi Cermin Dunia Kedokteran,
Naskah diketik dengan spasi ganda di atas kertas putih berukuran kuarto/ Gedung Enseval, JI. Letjen Suprapto Kav. 4, Cempaka Putih, Jakarta 10510
folio, satu muka, dengan menyisakan cukup ruangan di kanan-kirinya, lebih P.O. Box 3117 Jakarta.
disukai bila panjangnya kira-kira 6 - 10 halaman kuarto. Nama (para) penga- Pengarang yang naskahnya telah disetujui untuk diterbitkan, akan diberitahu
rang ditulis lengkap, disertai keterangan lembaga/fakultas/institut tempat secara tertulis.
bekerjanya. Tabel/skema/grafik/ilustrasi yang melengkapi naskah dibuat sejelas- Naskah yang tidak dapat diterbitkan hanya dikembalikan bila disertai
jelasnya dengan tinta hitam agar dapat langsung direproduksi, diberi nomor dengan amplop beralamat (pengarang) lengkap dengan perangko yang cukup.

Tulisan dalam majalah ini merupakan pandangan/pendapat masing-masing penulis


dan tidak selalu merupakan pandangan atau kebijakan instansi/lembaga/bagian tempat
kerja si penulis.
English Summary
THE POTENCY OF ANOPHELES test to confirm the vector, sure) and 3 isolates (48 – hour
HYRCANUS GROUP AS MALARIA exposure) were pathogenic on
VECTOR IN TELUK DALAM, NIAS Cermin Dunia Kedokt. 1996, 106:19-25 more than 50% Culex quinque
Dtb,Sn
fasciatus.
Damar Tri Boowono, Sustriayu This study showed the possibi-
Nalim lity of utilization of B. thuringiensis
PATHOGENICITY TEST OF BACILLUS
Vector Research Station, Health Research as a biological control for
and Development Board, Salatiga, Indo- THURINGIENSIS ISOLATED FROM
mosquito larvae population.
nesia EUPHORIA LONGAN SOIL ON
VECTOR LARVAE IN LABORATORY Cermin Dunia Kedokt. 1996; 106: 26-9
SETTING Bcp, Uw, S, S
A two-year study was con- Blondine Ch.P., Umi Widyastuti,
ducted starting on May 1992, to Subiantoro, Sukarno
observe the seasonal fluctuation, Vector Control Research Station, Health TEST OF TEKNAR 1500S LARVICIDAL
biting activity and the potency of Research and Development Board, De-
partment of Health. Salatiga Indonesia APPLICATION METHOD AN.
An. hyrcanus spesies group as MACULATUS LARVAE IN RIVER
malaria vector in Teluk Dalam STREAM
district, Nias island, North Su-
matera province. Amrul Munif*, Pranoto**
A study to evaluate the po-
Regular standard collecting
tency of bacteriae from soil
methods such as night landing * Health Ecology Research Centre Boord
sample as biological vector
and morning collections - indoor of Health Research and Development
control against mosquito larvae, Department of Health. Jakarta Indo-
and outdoor, revealed 4 species
was conducted at the Vector nesia
of An. hyrcanus group, e.g. An. Si- * Subdirectorate of Disease-transmitting
Control Research Station at
nensis, An. crawfordi, An. nigerri- Insects. Departmentof Health, Jakarta
Salatiga. Protein crystals were
mus and An, ped/taeniatus. The Indonesia
detected by ChIlco8 & Wigley’s
peak biting activity occured at
method (1988). A study to evaluate the
20.00 to 21.00 hours, decreasing
Samples of soil from 5 different efficacy of biological larvacide
gradually until morning. The An.
locations in Kotamadya Sala- Teknar 1500S which contains 1500
hyrcanus group had the highest
tiga, were evaluated. Total of 6 S AAU of Baccilus thuringiensis
dominance rate and vectorial
samples collected from 2 habi- israeliensis (Bti) serotype H-14
capacity among Anopheles re-
tats (hole and branch of Eupho- crystal delta endotoxin against
vealed in the study areas,respec-
ria Iongan). 1 sample from Butuh, Anopheles maculatus larvae was
tively belween 4,016.25-8,492.31
2 samples from Canden Timur, 1 conducted at Kokap district,
and 0.67-2.73. Seasonal density
sample from Karangduwet, 1 Kulon Progo Regency in Yogya-
of the An.hyrcanusspecies group
sample from Banyuputih and 1 karta Province. Three methods of
and An. sundaicus supports the
sample from Imam Bonjol. Bacte- application was compared, i.e.;
prevalence of malaria cases in
riological evaluation showed that spraying, using plastic bags and
Teluk Dalam village, which
4 out of 10 B.thuringiensis isolates pouring the larvicide on small
occurs throughout the year. No
and 5 out of 10 B. thuringiensis stream. The design of the study
sporozoites found through the
were pathogenic on more than was Split Plot design with six repli-
conventional salivary gland
50% Aedes aegypti instar III lar- cation. The larval densities were
dissecting method on 1,347 Ano-
vae afer 24 and 48 hours of expo- measured one day before appli-
pheles spp. Further investigations
sure. One isolate (24-hour expo- cation: 1,8. 14, and 21 days after
will be conducted using the EllSA

(Bersambung ke halaman, 60

4 Cermin Dunia Kedokteran No. 106, 1996


Artikel
HASIL PENELITIAN

Penelitian Malaria di Kecamatan Teluk


Dalam, Nias, Sumatera Utara
Rita Marleta D, Harijani AM, Sustriayu N., Sekartuti, Emiliana Tjitra
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Jakarta

ABSTRAK
Dalam rangka uji coba Bacillus thuringiensis israelensis sebagai sarana pemberan-
tasan penyakit malaria di Pulau Nias, telah dilakukan pemeriksaan klinis, parasitologis,
entomologis dan resistensi malaria terhadap obat di Kecamatan Teluk Dalam, Kabupaten
Nias. Pemeriksaan parasitologis dan klinis dilakukan pada semua kelompok umur ter-
utama murid sekolah dasar.
Secara keseluruhan ditemukan adanya daerah hipoendemis dan mesoendemis. Kasus
malaria terutama ditemukan di desa-desa dengan persawahan.
Hasil penelitian entomologis dan resistensi terhadap obat-obat malaria akan di-
laporkan secara terpisah.

PENDAHULUAN Penelitian ini bertujuan untuk melengkapi data parasitologi


Malaria masih merupakan masalah kesehatan masyarakat dan klinis.
yang cukup besar di Indonesia, terutama untuk daerah luar
Jawa–Bali. Untuk meningkatkan efektifitas usaha-usaha pem- METODOLOGI
berantasan diperlukan data epidemiologi malaria yang lengkap SPVP telah menentukan daerah penelitiannya yaitu di desa
dan masing-masing ekosistem yang ada. Sampai saat ini data Lagundri, Teluk Dalam dan Hilinifaoso. Pada bulan Oktober
tersebut masih sangat terbatas, terutama untuk daerah luar 1992 SPVP telah melakukan survai pendahuluan, maka pada
Jawa–Bali tahun 1994/1995 ini survai malariometrik terutama dilakukan
Pulau Nias adalah suatu pulau kecil di kawasan barat Indo- ditiga desa tersebut, kemudian dikembangkan di beberapa desa
nesia yang merupakan daerah wisata yang potensial dan sedang lain dengan kasus malaria klinistinggi. Pemeriksaan parasito-
dikembangkan. Kabupaten Nias terdiri dari 13 kecamatan de- logis dan klinis (limpa) dilakukan pada semua kelompok umur
ngan 106.965 rumah tangga, 588.642 jiwa (Sensus Penduduk terutama murid sekolah dasar kelas I,II dan III. Pemeriksaan ini
tahun 1990). dilakukan dengan cara standar dari penderita positif malaria di-
Upaya pemberantasan malaria dewasa ini ditujukan ter- berikan pengobatan dengan cara standar pula(2,3). Kasus-kasus
hadap parasit dan nyamuk malaria. Disesuaikan dengan ke- yang memenuhi syarat untuk penelitian resistensi terhadap klo-
mampuan yang terbatas maka upaya pemberantasan malaria di- rokuin akan dilaporkan secara terpisah.
prioritaskan pada daerah-daerah wisata dan pembangunan eko-
nomi. Dan seluruh kecamatan, yang merupakan lokasi prioritas HASIL
dan ada upaya pemberantasan adalah Kecamatan Teluk Dalam, Desa Lagundri merupakan daerah pantai, tempat perin-
Lolowau dan Gunung Sitoli(1). Dari tiga kecamatan tersebut, dukan utama di desa ini adalah rawa-rawa yang banyak ditum-
Teluk Dalam merupakan daerah wisata yang utama. buhi pohon nipah, air tersedia sepanjang tahun.

Cermin Dunia Kedokteran No. 106, 1996 5


Dan dua kali survai malaria didapatkan Parasite Rate (PR) dan SR = 59,83% pada bulan Pebruari 1995 (Tabel 3).
0–9th= 0% dan Spleen Rate (SR) 2–9th= 2,18% pada bulan Mei, Desa Hilisimaetano merupakan dataran tinggi di daerah
sedangkan pada bulan Nopember nilai PR = 7,78% dan SR = pedalaman, sekitar pemukiman berupa hutan campuran, tidak
1,11% (Tabel 1). ditemukan tempat perindukan utama. Hasil survai pada bulan
Tabel 1. Hasil pemeriksaan darah dan limpa pada masyarakat Desa Lagundri, Kecamatan
Teluk Dalam, Nias Mei dan Nopember 1994
Jumiah Darah Spesies
Golongan Waktu Limpa SR Jumlah
dipe- dipe- PR
umur (bin) besar % positif PF PV PM MIX
riksa riksa
0-11 bulan 10 Mei 4 0 0 4 0 0 0 0 0 0
16 Nop 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
12-23 bulan 10 Mei 5 1 20 5 0 0 0 0 0 0
16 Nop 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0
2- 4 tahun 10 Mei 19 1 5,26 19 0 0 0 0 0 0
16 Nop 12 0 0 12 1 0 0 1 0 0
5- 9 tahun 10 Mei 58 0 0 58 0 0 0 0 0 0
16 Nop 78 1 1,28 78 6 7,69 0 6 0 0
I0-14 tahun l0 Met 24 1 8,13 24 0 0 0 0 0 0
16 Nop 13 2 0 13 4 30,77 1 3 0 0
≥ 15 tahun 10 Mei 32 0 0 32 0 0 0 0 0 0
16 Nop 32 0 0 31 2 6,25 1 1 0 0
Jumlah 10 Met 142 4 281 142 0 0 0 0 0 0
16 Nop 136 1 0,74 136 13 9,56 2 11 0 0

Desa Teluk Dalam juga merupakan daerah pantai; desa ini Mei 1994 dapat dilihat dalam Tabel 4 dengan nilai PR = 0%
merupakan ibukota kecamatan dan pelabuhan sehingga lalu dan SR = 0%.
lintas masyarakatlebih tinggi. Tempatperindukan utama di desa Desa Bawomataluo, merupakan desa tradisional dan daerah
ini adalah sawah dan saluran irigasi yang airnya sangat tergan- wisata yang sedang dikembangkan. Terletak di dataran tinggi pe-
tung pada hujan, di samping itu juga ditemukan lagun. Dan dua dalaman dengan tanaman utama karet dan cengkeh. Di sekitar
kali survai malaria didapatkan PR = 2,72% dan SR = 1,36% pada pemukiman tidak diketemukan tempat perindukan utama. Hasil
bulan Mel sedangkan pada bulan November nilai PR = 3,08% survai malaria bulan Nopember 1994 mendapatkan PR = 0%
dan SR = 14,3% (Tabel 2). dan SR = 0% (Tabel 5).

Tabel 2. Hasil pemeriksaan darah dan limpa pada masyarakat Desa Teluk Dalam, Kecamatan
Teluk Dalam, Nias Mei dan Nopember 1994

Jumlah Darah Spesies


Golongan Waktu Limpa SR Jumlah
dipe– dipe– PR
umur (bin) besar % positif
riksa riksa PF PV PM MIX
0–11 bulan 8– 9 Mei 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
14–15 Nop 4 0 0 4 0 0 0 0 0 0
12–23 bulan 8– 9 Mei 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
14–15 Nop 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0
2– 4 tahun 8– 9 Mei 7 0 0 7 0 0 0 0 0 0
14–15 Nop 17 5 294 17 0 0 0 0 0 0
5– 9 tahun 8– 9 Mei 140 2 143 140 4 2 85 2 1 1 0
14–15 Nop 200 26 13 210 7 1,31 1 6 0 0
10–14 tahun 8– 9 Mei 118 3 2 54 118 1 0 84 1 0 0 0
14–15 Nop 89 6 6,74 89 3 3 37 0 3 0 0
> 15 tahun 8– 9 Mei 89 0 0 89 2 2 24 1 1 1 0
14–15 Nop 44 0 0 44 5 11,37 4 0 0
Jumlah 8– 9 Mei 349 5 1,41 354 7 197 4 2 1 0
14–15 Nop 155 37 10,42 365 15 4,11 5 10 0 0

Desa Hilinifaoso letaknya berdekatan dengan Teluk Dalam, Desa Bawonahono, letaknya berdekatan dengan Baworna-
tempat perindukan utama di desa ini adalah sawah dengan sa- taluo. Desa ini merupakan dataran tinggi dengan komoditi utama
luran irigasi. Dan survai malaria yang dilakukan tiga kali di- karet dan kelapa hibrida. Di sekitar pemukiman tidak ditemukan
dapatkan PR = 6,09% dan SR = 10,34% pada bulan Mei, PR = tempat perindukan utama. Hasil survai malaria bulan Nopember
6,93% dan SR = 10,9% pada bulan November serta PR = 17,5%. 1994 mendapatkan PR = 0% dan SR = 0% (Tabel 6).

6 Cermin Dunia Kedokteran No. 106, 1996


Tabel 3. Hasil pemeriksaan darah dan limpa pada masyarakat Desa Hilinifaoso, Kecamatan
Teluk Dalam Kab. Nias, Mel dan Nopember dan Pebruari 1994/95

Jumlah Darah Spesies


Golongan Waktu Limpa SR Jumlah
dipe- dipe- PR
umur (bin) besar % positif PF PV PM MIX
riksa riksa
0-11 bulan Mei 3 0 0 3 0 0 0 0 0
Nop 1 0 0 1 1 100 0 1 0 0
Peb 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
12-23 bulan Mei 3 1 33,33 3 0 0 0 0 0 0
Nop 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Peb 4 2 50 4 1 25 0 1 0 0
2- 4 tahun Mei 15 1 6,66 15 1 6 66 0 1 0 0
Nop 4 1 25 4 0 0 0 0 0 0
Peb 18 4 22,22 21 3 14 29 1 2 0 0
5- 9 tahun Mei 14 2 14,28 14 1 7,14 0 1 0 0
Nop 97 10 10,31 97 7 7,22 3 4 0 0
Peb 66 66,67 99 19 192 6 12 0 1
10-14 tahun Mei 22 3 13,63 22 2 9 09 1 1 0 0
Nop 49 10 20,41 49 6 12,24 3 3 0 0
Peb 65 34 52 31 65 14 21 54 6 8 0 0
15 tahun Mei 55 0 0 55 0 0 0 0 0 0
Nop 29 0 0 29 5 17,24 2 3 0 0
Peb 70 9 12 86 72 12 16 67 7 5 0 0.
Jumlah Mei 112 7 6,25 112 4 3,57 1 3 0 0
Nop 180 21 11,67 180 19 10,56 8 11 0 0
Peb 256 115 44,92 261 49 18,77 20 28 0 1

Tabel 4. Hasil pemeriksaan darah dan limpa pada masyarakat Desa Hilisimaetano, Tabel 6. Hasil pemeriksaan darah dan limpa pada masyarakat Desa Bawonahono
Kecamatan Teluk Dalam Nias, Mei 1994. Kecamatan Teluk Dalam, Nias. Mei 1994
Jumlah Darah Spesies Jumlah Darah Spesies
Golongan Limpa SR Jumlah Golongan Limpa SR Jumlah
dipe- dipe- PR dipe– dipe– PR
umur besar % positif PF PV PM MIX umur besar % positif PF PV PM MIX
riksa riksa riksa riksa
0– 1 bulan 4 0 0 4 0 0 0 0 0 0 0–11 bulan 3 0 0 3 0 0 0 0 0 0
12–23 4 0 0 4 0 0 0 0 0 0 12–23 bulan 3 0 0 3 0 0 0 0 0 0
2–4 tahun 9 0 0 9 0 0 0 0 0 0 2– 4 tahun 13 0 0 13 0 0 0 0 0 0
5–9 tahun 12 0 0 12 0 0 0 0 0 0 5–9 tahun 8 0 0 8 0 0 0 0 0 0
10–14tahun 17 0 0 17 I 5,88 0 1 0 0 10–14tahun 4 0 0 4 1 25 0 1 0 0
≥ 15 tahun 93 0 0 93 0 0 0 0 0 0 15 tahun 76 0 0 76 1 1,32 0 1 0 0
Jumlah 139 0 0 139 I 0,71 0 1 0 0 Jumlah 107 0 0 107 2 0 02 0 2 0 0

Tabe1 5. Hasil pemeriksaan darah dan limpa pada masyarakat Desa Bawomataluo, Tabel 7. Hasil pemeriksaan darah penduduk desa Sorake Kecamatan Teluk
Kecamatan Teluk Dalam, Nias. November 1994 Dalam, Nias. Pebruari 1992
Jumlah Darah Spesies Jumlah Spesies
Golongan Limpa SR Jumlah Golongan Jumlah
dipe– dipe– PR dipe– PR
umur hesar % positif P1T PV PM M1X umur positif PF PV PM M1X
riksa riksa riksa
0–11 bulan 10 3 30 10 0 0 0 0 0 0 0–11 bulan 5 0 0 0 0 0 0
12–23 bulan 5 2 40 5 0 0 0 0 0 0 12–23 bulan 2 0 0 0 0 0 0
2–4 tahun 9 0 0 9 0 0 0 0 0 0 2–4 tahun 12 0 0 0 0 0 0
5–9 tahun 9 0 0 9 0 0 0 0 0 0 5–9 tahun 23 1 4,35 0 1 0 0
10–14 tahun 9 1 11,11 9 0 0 0 0 0 0 10–14 tahun 11 1 9,09 0 1 0 0
≥ 15tahun 62 1 1,61 64 1 1,56 0 1 0 0 15 tahun 61 0 0 0 0 0 0
Jumlah 104 7 6,73 106 1 0 94 0 1 0 Jumlah 114 2 1,75 0 2 0 0

Desa Sorake, merupakan daerah pantal tempat berselancar Desa Lazafahowu, merupakan dataran rendah yang berse-
(surfing) yang bersebelahan dengan desa Lagundri. Tempat belahan dengan Hilinifaoso. Keadaan ekosistem di desa ini
perindukan yang utama di desa ini berupa sawah dengan irigasi menyerupai desa Hilinifaoso namun lokasi penduduk menyebar
non teknis. Hasil pemeriksaan darah penduduk yang dilakukan di sekitar persawahan sedangkan masyarakat Hilinifaoso berke-
pada bulan Pebruari 1995 mendapatkan PR = 2,86% (Tabel 7). lompok. Hasil survai malaria bulan Pebruari 1995 mendapatkan
Pemeriksaan limpa tidak ditakukan. data PR = 3,33% dan SR = 27,12% (Tabel 8).

Cermin Dunia Kedokteran No. 106, 1996 7


Tabel 8. Hasil pemeriksaan darah dan limpa pada masyarakat Desa Lazafahowu,
Kecamatan Teluk Dalam, Nias 1994

Jumlah Darah Spesies


Golongan Limpa SR Jumlah PR
dipe- dipe-
umur besar % positif %
riksa riksa PF PV PM MIX
0–11 bulan 7 2 28,57 7 0 0 0 0 0 0
12–23 bulan 10 3 30 10 0 0 0 0 0 0
2– 4 tahun 22 3 13,64 22 1 4,55 1 0 0 0
5–9 tahun 37 13 35,14 38 1 2,63 0 0 0 1
10–14 tahun 17 5 29,41 19 3 15,79 3 1 0 0
≥ 15 tahun 66 3 4,55 68 4 5,88 2 1 0 0
Jumlah 159 29 18,24 164 9 5,49 6 2 0 1

PEMBAHASAN
Di tiga desa utama (Lagundri, Teluk Dalam dan Hilinifaoso)
ternyata dari dua kali survai (awal Mei dan akhir Nopember
1994) terjadi peningkatan jumlah kasus malaria, tertinggi di desa
Hilinifaoso. Rendahnya kasus malaria pada survai pertama sesuai
dengan hasil penelitian SPVP; pada saat tersebut (bulan MeI)
curah hujan dan kepadat populasi nyamuk tersangka vektor
rendah, curah hujan meningkat mulai bulan Agustus/September
dan populasi tersangka vektor meningkat pada bulan September/
Oktober(4), menyebabkan kasus malaria pada bulan Oktober/
Nopember meningkat. Di Kecamatan Teluk Dalam ini ternyata
Plasmodium vivax lebih dominan dan P1. falciparum sehingga
tingginya kasus malaria pada survai ke dua mungkin akibat
relaps penderita malaria vivax.
Jumlah kasus malaria falciparum berkaitan dengan tingkat
sensitifitas parasit terhadap obat (khususnya kiorokuin). Cara
pengobatan yang tidak tepat menyebabkan sensitifitas parasit
terhadap obat malaria menurun(3). Keadaan ekonomi masyarakat
Nias umumnya kurang, pendidikan/pengetahuan rendah dan
klorokuin mudah didapat di toko obat menyebabkan masyarakat
melakukan pengobatan sendiri (jika terasa gejala panas dan sakit
kepala) dengan cara yang tidak tepat. Di samping itu efek sam-
ping berupa pusing, vertigo, mual, muntah dan sakit perut me-
nyebabkan pengobatan tidak sesuai aturan.
Secara umum dan seluruh survai yang dilakukan ternyata
pada delapan desa (Tabel 1 sld 8) kasus malaria tertinggi terjadi
pada anak usia 5 s/d 14 tahun. Hal ini sesuai pula dengan hasil
survai pendahuluan yang dilakukan oleh SPVP pada bulan Okto-
ber 1992 (komunikasi pribadi).
Mengingat mayoritas masyarakat Nias adalah pemeluk agama
Kristen/Katholik (kecuali di desa Lagundri) dengan banyak
kegiatan agama (doa bersama dan latihan koor) yang dilakukan
pada malam hari (mereka keluar rumah) kemungkinan transmisi
terjadi pada saat itu. Kegiatan tersebut terutama dilakukan oleh
anak usia remaja (10 s/d 15 tahun) sehingga mungkin hal ini yang
menyebabkan kasus malaria tertinggi pada usia tersebut. Di
samping itu masyarakat Nias mempunyai kebiasaan duduk-
duduk di luar pada malam hari (terutama di desa Hilinifaoso)
sehingga infeksi malaria mulai terjadi pada usia lebih rendah
(1–4 tahun); di samping itu anak usia mulai 7 tahun sudah mulai
membantu kegiatan orang tua di kebun/sawah.
Splenomegali adalab akibat suatu fenomena imunologi

8 Cermin Dunia Kedokteran No. 106, 1996


berupa hiperaktifasi limpa. Dan hasil pemeriksaan limpa ter- 2) Kebiasaan masyarakat Nias melakukan kegiatan ke luar
nyata pembesaran limpa banyak dijumpai pula pada anak usia 5 rumah pada malam hari menyebabkan penularan malaria lebih
s/d 14 tahun (sesuai dengan tingginya kasus malaria). memungkinkan.
Mengingat keadaan geografi kecamatan m beragam (pan- 3) Malaria di Kecamatan Teluk Dalam masih merupakan ma-
tai, pedalaman/persawahan dan bukit/dataran tinggi) dengan salah kesehatan, walaupun secara keseluruhan merupakan daerah
ekosistem yang berbeda, maka kemungkinan vektor malaria ber- hipoendemis, namun ada beberapa daerah yang mesoendemis,
beda. Sampai saat ini SPVP belum menemukan vektor potensial, terutama di daerah persawahan.
sedangkan nyamuk tersangka vektor adalah Anopheles hyrcanus 4) Secara keseluruhan spesies parasit malaria yang dominan
group. Berdasarkan keadaan ekosistem/geografi ternyata dari 8 adalah Plasmodium vivax.
desa dengan kasus malaria klinis tinggi (komunikasi pribadi 5) Tingginya kasus malaria di kecamatan ini mungkin karena
dengan kepala Puskesmas Teluk Dalam) pemeriksaan parasito- gagalnya pengobatan akibat pengetahuan dan keadaan ekonomi
logi mendapatkan kasus malaria terutama di desa dengan per- yang relatif rendah.
sawahan (Hilinifaoso dan Lazafahowu). Sedangkan di desa
Teluk Dalam, tingginya kasus malaria mungkin disebabkan UCAPAN TERIMA KASIH
karena letak desa Teluk Dalam dengan Hilinifaoso dan La- Penulis mengucapkan terimakasih yang sangat besar kepada Dr. Moh.
Khaerani dari Puskesmas Teluk Dalam dan Dr. Kasim dari Puskesmas Lagundri
zafahowu berdekatan/bersebelahan (Gambar 2) sehingga ke- yang telah/selalu membantu dalam penyiapan dan pelaksanaan semua kegiaran
mungkinan terjadi transmisi. Di samping itu banyak masyarakat di lapangan. Selain itu rasa terima kasih kami sampaikan pula kepada Bapak
Teluk Dalam yang memiliki sawah (bertani) di desa Hilinifaoso. Dokabu Nias Dr. Ambarita yang telah membantu sehingga penelitian ini dapat
Desa Teluk Dalam merupakan ibukota kecamatan dan pusat terlaksana dengan baik. Terima kasih pula kepada J. K. Baird, PhD., Sdr. Sofyan
Masbar dan Dr. Hasan Basri dan NAMRU-2 Jakarta yang telah banyak mem-
kegiatan serta pelabuhan sehingga lalu lintas masyarakat di sini bantu penelitian ini. Tak lupa kami sampaikan rasa terima kasih kepada Sdi. Sri
paling tinggi. Dari laporan SPVP ternyata selain Anopheles Supriyanto, Sdr. Mujiyono dan Sdr. Budi yang telah membantu pelaksanaan
hyrcanus group sebagai nyamuk tersangka vektor An. Sundaicus Penelitian ini.
juga mempunyai dominasi yang cukup tinggi, sehingga malaria
di Teluk Dalam merupakan masalah. Seringnya masyarakat
Lagundri berkunjung ke Teluk Dalam menyebabkan kemungkin-
an terjadinya penularan. Keadaan malaria di daerah tinggi relatif
rendah dan dan wawancara dengan penderita ternyata dalam 1
bulan terakhir mereka berkunjung (menginap) ke desa lain.
KEPUSTAKAAN
Dari hasil penelitian dan uraian tersebut di atas dapat dike-
tahui bahwa daerah bukit/dataran tinggi dan pantai termasuk 1. Kanwil Kesehatan Sumatera Utara. Laporan Program Pemberantasan ma-
daerah hipoendemis malaria (SR < 10%) sedangkan di daerah laria di Kabupaten Dati II Nias. 1994.
pedalaman/persawahan termasuk daerah mesoendemis (SR > 2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Dit Jen PPM & PLP. Epide-
10%). miologi. Malaria. 1991.
3. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Dit Jen PPM & PLP. Peng-
obatan Malaria. 1991.
KESIMPULAN 4. Boewono DT, Sustriayu N. Anopheles hvrcanus species group dan potensi-
1) Umumnya kasus malaria terjadi pada usia 5 s/d 14 tahun. nya sebagai vektor malaria, di Kecamatan Teluk Dalam, Nias 199

Never mind who was your grandfather. What are you?

Cermin Dunia Kedokteran No. 106, 1996 9


ULASAN

Penelitian Pemberantasan Malaria


di Kabupaten Sikka, Flores
Penelitian Entomologi-3:
Bionomik Anopheles
Setelah Gempa Bumi
Sahat Ompusunggu, Harijani A. Marwoto, Mursiatno, Rita Marleta Dewi, Marvel Renny
Pusat Penelitian Penyakit Menular, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Departemen Kesehatan RI, Jakarta

ABSTRAK
Gempa bumi yang mengguncang pulau Flores pada akhir tahun 1992 menyebabkan
perubahan fisik lingkungan yang besar di pulau itu sehingga diduga juga bisa menyebab-
kan perubahan fauna nyamuk Anopheles serta perubahan perilakunya. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui fauna dan perilaku nyamuk Anopheles setelah gempa bumi.
Survei dilakukan dua kali yang meliputi penangkapan nyamuk dewasa yang sedang
menggigit orang dan istirahat pada malam hari baik di dalam maupun luar rumah dan
pencarian larva.
Terdapat 6 spesies Anopheles yang ditemukan, yaitu: An. sundaicus, An. aconitus,
An. subpictus, An. barbirostris, An. rnaculatus dan An. vagus dengan kepadatan tertinggi
dimiliki oleh An. barbirostris. Seluruhjenis nyamuk itu lebih senang menggigit orang di
luar rumah daripada di dalam rumah. Tiga spesies vektor di daerah itu: An. sundaicus,
An. subpictus dan An. barbirostris sesudah mënggigit lebih senang istirahat di dalam
rumah daripada di luar rumah. Seluruh jenis nyamuk tersebut kebanyakan berumur
pendek. Anopheles sundaicus menggigit sepanjang malam dengan puncaknya pada
tengah malam, An. subpictus hanya menggigit pada awal-awal malam tiba dan A.
barbirostris mirip dengan aktifitas menggigit An. sundaicus namun mencapai puncaknya
segera sesudah tengah malam. Jenis perindukan nyamukAnopheles adalah: lagun, sawah,
genangan dan tepian sungai.

PENDAHULUAN 11 spesies Anopheles(1) dan 4 spesies di antaranya telah diketahui


Selama tahun 1991–1993 telah dilakukan penelitian pem- selama ini sebagai vektor malaria di daerah lain Indonesia, yaitu
berantasan malaria di kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur Anopheles sundaicus, An. subpictus, An. barbirostris dan An
(NIT) yang tujuannya untuk mengetahui apakah penyemprotan Aconitus(2). Dan keempat spesies tersebut,. tiga spesies terbukti
rumah dengan insektisida perlu dilakukan dua kali dalam setahun positif sporozoit (confirmed vectors) di daerah itu, yaitu An.
sebagaimana yang dilakukan dalam program pemberantasan sundaicus (di Pantai Selatan dan Pedalaman), An. barbirostris
malaria, atau cukup satu kali saja. Beberapa hasil yang diperoleh (di Pantai Selatan dan Pedalaman) dan An. subpictus (di Pantai
dalam penelitian tersebut berupa data-data dasar antara lain Utara)(3). Beberapa sifat perilaku nyamuk tersebut juga telah di-
bahwa di kabupaten Sikka terdapat 3 macam daerah ekosistim ketahui, baik perilaku berkembang biak, menggigit maupun
yang berkaitan dengan malaria yaitu daerah Pantai Utara, Peda- istirahat.
laman dan Pantai Selatan. Di seluruh daerah tersebut ditemukan Gempa bumi yang mengguncang pulau Flores dan sekitar-

10 Cermin Dunia Kedokteran No. 106, 1996


nya pada bulan Desember 1992 diduga menyebabkan perubahan desa Korowuwu di Pantai Selatan), An. aconitus terdapat baik di
lingkungan fisik yang besar di pulau itu, terutama kabupaten pedalaman (desa Tiulang) maupun pantai selatan (desa Koro-
Sikka, sebab daerah ini merupakan kabupaten yang paling dekat wuwu dan Mbengu), An. barbirostris dan An. vagus terdapat di
dengan pusat gempa dibanding kabupaten lain yang ada dipulau seluruh ekosistim dan An. maculatus hanya terdapat di peda-
Flores. Perubahan lingkungan fisik yang besar ini selanjutnya laman (desa Tilang).
diduga dapat menyebabkan perubahan bionomik vektor, baik Dilihat dan distribusi menurut waktu penangkapan (Tabel
tempat perindukan, populasi/kerapatan maupun pola menggigit- 2) ternyata bahwa rata-rata jumlah An. sundaicus, An. Aconitus
nya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran bio- dan An. subpictus menunjukkan peningkatan yang besar pada
nomik nyamuk Anopheles setelah terjadinya gempa bumi di bulan Maret 1994 dibanding pada bulan September 1993,
kabupaten Sikka. sedangkan spesies lainnya meskipun meningkat atau menurun,
namun tidak begitu tinggi.
BAHAN DAN CARA KERJA
Penelitian dilakukan di kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Tabel 2. Jumlah rata-rata tiap jenis nyamuk Anopheles yang tertangkap
dalam dua kali penangkapan di 6 desa di Kabupaten Sikka,
Timur, yang meliputi 6 desa, yaitu Watumilok dan Wairbleler di
Flores, NTT, 1993-1994
Pantai Utara, Koting A dan Tilang di Pedalaman dan Korowuwu
Jumlah rata-rata
serta Mbengu di Pantai Selatan. Seluruh desa tersebut merupakan Spesies
lokasi penelitian yang sama dengan penelitian-penelitian sebe- September 1993 Maret 1994
lumnya. Survei entomologis telah dilakukan sebanyak dua kali An. sundaicus 1 43
di masing-masing desa yaitu pada bulan September 1993 dan An. aconitus 12 55
Maret 1994. Survei meliputi penangkapan nyamuk dewasa yang An. subpictus 0 10
An. barbirostris 39 31
hinggap di tubuh orang selama 40 menit setiap jam semalam An. maculatus 4 0
penuh (antara pukul 18.00–06.00) baik di dalam maupun di luar An. vagus 5 7
rumah). Juga dilakukan penangkapan nyamuk yang istirahat di
dalam rumah dan di sekitar kandang ternak selama 10 menit
Perilaku menggigit menunjukkan bahwa seluruh jenis Ano-
setiap jam semalam penuh. Di samping itu dilakukan juga pen-
pheles yang ditemukan lebih banyak tertangkap menggigit
carian dan penangkapan nyamuk dewasa yang istirahat di dalam
manusia di luar rumah dan pada di dalam rumah (Tabel 3).
rumah pada 10 rumah dan di luar rumah pada pagi hari antara
Perilaku istirahat menunjukkan bahwa An.sundaicus, An. subpic-
pukul 06.00–11.00 serta pencarian larva nyamuk. Setelah di-
tus dan An. barbirostris lebih banyak tertangkap istirahat di
identifikasi, terhadap nyamuk dewasa betina yang termasuk
dalam rumah dan pada di kandang ternak, sedangkan An. aconi-
Anopheles yang tertangkap malam hari dibedah ovariumnya,
tus, An. maculatus dan An. vagus sebaliknya.
sedangkan terhadap nyamuk yang tertangkap pada pagi hari
Jumlah masing-masing jenis Anopheles dengan status pa-
dibedakan antara yang penuh darah (blood fed), setengah penuh
rousnya dapat dilihat pada Tabel 4. Ternyata seluruh jenis
(half fed) dan tidak mengandung darah.
Anopheles tersebut lebih banyak yang telah pernah bertelur
(parous) dan pada yang belum pernah bertelur (nulliparous)
HASIL
atau yang sedang bertelur (gravid).
Hasil penangkapan nyamuk dewasa pada malam hari
Aktifitas menggigit menurut waktu (jam) menunjukkan
dengan gabungan seluruh cara pengobatan (4 cara) dapat di-
bahwa An. sundaicus cenderung Iebih banyak menggigit pada
lihat pada Tabel 1. Terdapat 6 spesies Anopheles yang ditemu-
tengah malam meskipun telah mulai menggigit begitu. Malam
kan yaitu: An. sundaicus, An. aconitus, An. subpictus, An. bar-
tiba namun menurun menjelang subuh (Tabel 5 dan Gambar 1).
birostris, An. maculatus dan An. vagus dengan An. barbirostris
Adapun An. aconitus langsung banyak menggigit begitu malam
sebagai spesies yang dominan. Dilihat dan distribusinya me-
tiba namun menurun drastis 3 jam kemudian dan selanjutnya
nurut desa, nampak spesies tertentu cenderung hanya terdapat di
meningkat tajam pada jam 22.00 lalu berangsur-angsur menurun
desa tertentu, misalnya An. sundaicus dan An. subpictus hanya
menjelang subuh. An. subpictus hanya menggigit pada awal-
terdapat di daerah pantai (desa Wairblhler di Pantai Utara dan
Tabel 1. Jumlah masing-masing jenis Anopheles dewasa yang tertangkap pada malam hari dengan
gabungan seluruh cara penangkapan di 6 desa di Kabupaten Sikka, Flores, 1993–1994

Desa An. sundaicus An. aconitus An. subpictus An. barbirostris An. maculatus An. vagus
Wairbleler 33 0 5 2 0 1
Watumilok 0 0 0 1 0 0
Koting A 0 0 0 0 0 2
Tilang 0 65 0 97 4 8
Korowuwu 11 10 5 8 0 6
Mbengu 0 1 0 0 0 0
Jumlah 44 76 10 108 4 17

Cermin Dunia Kedokteran No. 106, 1996 11


Tabel 3. Jumlah masing-masing jenis Anopheles yang tertangkap menurut
cara penangkapan di 6 desa di Kabupaten Sikka, Flores, NTT,
1993–1994

Jumlah dan (%) yang Jumlah dan (%) yang


menggigit istirahat
Spesies
Di dalam Di luar Di dalam Di kandang
Jumlah Jumlah
rumah umah rumah ternak
An. sundaicus 8" 28 36 5 3 8
(22,2)h (77,8) (100) (62,5) (37,5) (100)
An. aconitus 6 44 50 6 20 26
(12,0) (880) (100) (23,1) (76,9) (100)
An. subpictus 0 8 8 2 0 2
(0,0) (100) (100) (100) (0,0) (100)
An. 10 35 45 39 24 63
(22,2) (77,8) (100) (61,9) (38,1) (100)
An. maculatus 0 1 1 0 3 3
(0,0) (100) (100) (0,0) (100) (100)
An vagus 2 8 10 1 6 7
(20,0) (80,0) (100) (14,3) (85,7) (100)
b
*Jumlah; Persen terhadap jumlah yang menggigit atau istirahat. Jam Penangkapan
Gambar 1. Grafik aktifitas menggigit 3 spesies vektor malaria di Ka-
Tabel 4. Jumlah masing-masing jenis Anopheles yang tertangkap pada
bupaten Sikka, Flores, NTT, 1993–1994.
malam hari dengan status parousnya di 6 desa di Kabupaten
Sikka, NTT, 1993–1994
Tabel 6. Jenis-jenis tempat perindukan masing-masing jenis Anopheles di
Jumlah dan (%) dengan status parous 6 desa di Kabupaten Sikka, Flores, NTT, 1993–1994
Spesies
Dibedah Parous Nulliparous Gravid
An. sundaicus 42 31, 4 7 Spesies Lagun Sawah Sungai Genangan
(100) (73,8)b (9,5) (16,7) An. sundaicus ? – ? –
An. aconitus 73 33 32 8 An. aconitus – + ? –
(100) (45,2) (43,8) (11,0) An..subpictus + – ? –
An. subpictus 10 5 5 0 An. barbirostris ? + ? +
(100) (50,0) (50,0) (0,0) An. maculatus – ? ? –
An. barbirostris 67 46 16 5 An. vagus ? + + +
(100) (68,7) (23,9) (7,4) An. indefinitus – + – –
An. maculatus 4 3 1 0
(100) (75,0) (25,0) (0,0) + = ditemukan larva; – = tidak ditemukan larva; ? = belum ditemukan larva.
An. vagus 9 5 1 3
(100) (55,6) (11,1) (33,3) belum pernah berhasil ditangkap nyamuk Anopheles sama sekali.
*Jumlah; bPersen terhadap jumlah yang dibedah. Hasil pencarian larva nyamuk dapat dilihat pada Tabel 6.
Terdapat 4 jenis tempat perindukan yang potensial di daerah itu
awal malam tiba sedangkan An. barbirostris mulai menggigit meskipun belum seluruh jenis larva berhasil ditemukan. Anophe-
begitu malam tiba dan secara berangsur-angsur meningkat hingga les barbirostris dan An. vagus merupakan spesies yang paling
tengah malam dan selanjutnya berangsur-angsur menurun banyak jenis tempat perindukannya.
menjelang subuh.
Hasil penangkapan nyamuk yang istirahat di dalam rumah PEMBAHASAN
pada pagi hari menunjukkan hanya satu ekorAn. barbirostris di Gempa bumi yang mengguncang pulau Flores pada bulan
Korowuwu yang pernab tertangkap, sedangkan di luar rumah Desember 1992 telah menyebabkan banyak tanah-tanah longsor

Tabel 5. Rata-rata jumlah masing-masing jenis Anopheles yang tertangkap sewaktu meng-
gigit menurut waktu (jam) penangkapan di 6 desa di Kabupaten Sikka, Flores,
NTT, 1993–1994

Rata-rata jumlah yang tertangkap menggigit orang menurut jam


Spesies
18– 19– 20– 21– 22– 23– 24– 01– 02– 03– 04– 05–
An. sundaicus 0 0 3 3 5 4 11 4 2 0 5 0
An. aconitus 13 1 0 4 10 7 3 4 1 2 5 0
An. subpictus 0 3 2 2 0 0 0 0 1 0 0 0
An. barbirostris 3 1 3 2 4 3 3 8 6 7 3 2
An. maculatus 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0
An. vugus 3 0I 0 0 1 2 1 1 0 0 1 0
di samping gelombang yang sangat besar, kesemuanya menye- nyamuk tersebut tidak pernah tertangkap di salah satu desa di
babkan perubahan fisik pantai maupun pedalaman. Perubahan Pantai Selatan (Mbengu) dan satu desa di pantai Utara (Watu
fisik yang besar tersebut diduga menyebabkan perubahan ling- milok) sedangkan pada penelitian sebelum gempa bumi spesies
kungan hidup nyamuk-nyamuk penular malaria dan selanjutnya tersebut ditemukan di seluruh desa yang terletak di pantai. Di
akan mempengaruhi bionomiknya. samping itu di kedua desa tempat ditemukannya kedua jenis
Pada Tabel 1 terlihat bahwa hanya 6 spesies nyamuk Anophe- nyamuk ini, saat (waktu) penemuannya pun tidak sama. Hal ini
les dewasa yang ditemukan dan An. barbirostris merupakan pun diduga di samping disebabkan oleh frekuensi penangkapan
spesies yang paling dominan. Seperti diketahui bahwa 5 di antara yang jauh lebih sedikit dalam penelitian ini, mungkin juga karena
6 spesies yang ditemukan tersebut merupakan vektor malaria pergeseran musim nyamuk, yang juga ada kaitannya dengan
atau filariasis di Indonesia. Anopheles sundaicus dan An. sub- tersedianya tempat perindukan.
pictus adalah vektor malaria di berbagai propinsi di pulau Jawa, Pada bulan September 1993 (musim kemarau) terlihat bahwa
Sumatera, Sulawesi dan Nusa Tenggara Timur, sedangkan An. An. barbirostris (salah satu vektor yang telah dikonfirmasi pada
aconitus sejauh ini hanya terbukti sebagai vektor malaria di pulau penelitian sebelumnya adalah spesies yang dominan, namun
Jawa saja. Sebaliknya An. barbirostris belum pernah terbukti pada musim hujan (Maret 1994) spesies yang dominan adalah
sebagai vektor malaria di pulau Jawa, namun telah terbukti di An. aconitus sedangkan An. barbirostris menempati urutan ke
Sulawesi, Irian Jaya dan Nusa Tenggara Timur di samping tiga setelah An. sundaicus. Perubahan ini diduga sesuai dengan
sebagai vektor Brugia malayi periodik nokturna di Sulawesi tersedianya tempat perindukan masing-masing spesies. Dalam
Tengah dan Selatan dan vektor B. timori di F1ores Di kabupa- penelitian tentang tempat perindukan nyamuk Anopheles se-
ten Sikka sendiri, ada 3 spesies: An. barbirostris, An. sundaicus belum gempa bumi di daerah itu telah diketahui bahwa An. bar-
dan An. subpictus yang terbukti mengandung sporozoit parasit birostris mempunyai tempat perindukan segala jenis, baik lagun,
malaria Di kawasan lain pulau Flores sebelumnya telah ter- sawah, sungai maupun genangan, sedangkan An. sundaicus
bukti pula bahwa An. barbirostris mengandung sporozoit parasit terutama bertempat perindukan di lagun dan An. aconitus di
malaria(7) Sebagai vektor malaria, An. maculatus hanya terbatas sawah Dengan lebih bervariasinya tempat perindukan An.
di Sumatera Utara dan Jawa Tengah saja meskipun secara barbirostris, maka dapat dimengerti bahwa pada musim ke-
eksperimen bisa mengandung larva stadium tiga W. bancrofti marau meskipun sawah atau lagun kering namun masih ada
Meskipun belum pernah terbukti sebagai vektor malaria, namun genangan atau sungai sebagai tempat perindukan yang tersedia,
di Flores An. vagus telah terbukti sebagai vektor W. bancrofti(4). yang selanjutnya menghasilkan nyamuk dewasa relatif lebih
Seluruh jenis nyamuk Anopheles yang ditemukan dalam banyak daripada spesies yang hanya mempunyai satu atau dua
penelitian ini (Tabel 1) juga ditemukan dalam pengamatan se- jenis tempat perindukan. Sebaliknya pada bulan Maret 1994
lama 3 tahun (1991–1993) di daerah itu. Dua spesies Anopheles yang diperkirakan merupakan akhir musim hujan, lagun sudah
lainnya yang belum ditemukan dalam penelitian ini adalah An. terbentuk dan sawah sudah ditanami padi sehingga nyamuk
kocki dan An. indefinitus. Tidak tertangkapnya kedua spesies ini dewasa An. sundaicus dan An. aconitus mendominasi spesies
bisa disebabkan oleh terlalu sedikitnya frekuensi penangkapan lainnya. Dalam Tabel 6 memang larva An. sundaicus belum
nyamuk sehingga spesies yang populasinya rendah seperti kedua ditemukan pada lagun, namun hal inipun diduga karena frekuensi
spesies tersebut menjadi kecil kemungkinannya tertangkap. Dalam pencarian larva yang juga sangat kecil.
penelitian sebelum gempa bumi kedua spesies tersebut di sam- Seluruh spesies Anopheles yang tertangkap menunjukkan
ping jarang ditemukan, populasinyapun sangat rendah. Bahwa kecenderungan yang lebih senang menggigit manusia di luar
kepadatan An. barbirostris menduduki urutan tertinggi di antara rumah daripada di dalam rumah (Tabel 3). ini berarti bahwa
seluruh jenis nyamuk Anopheles yang tertangkap di daerah itu penduduk yang mempunyai aktifitas di luar rumah pada malam
juga sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya. Dengan de- hari lebih besar kemungkinannya tertular malaria daripada yang
mikian dapat dikatakan bahwa fauna nyamuk di keenam desa berada di dalam rumah. Untuk An. sundaicus dan An. barbiros-
yang diteliti tidak berubah sesudah gempa bumi. tris kenyataan ini berlawanan dengan hasil penelitian sebelum
Rata-rata jumlah An. sundaicus, An. aconitus dan An. sub- gempa bumi sedangkan untuk spesies lainnya menunjukkan sifat
pictus menunjukkan peningkatan yang besar pada bulan Maret yang sama. Dalam pengamatan sebelumnya selama hampir dua
1994 dibanding pada bulan September 1993, sedangkan spesies tahun (1990–1992) ditunjukkan bahwa An. sundaicus dan An.
lainnya meskipun meningkat atau menurun namun tidak begitu barbirostris lebih senang menggigit di dalam rumah daripada
tinggi (Tabel 2). Pada penelitian sebelumnya di lokasi yang sama di luar rumah Keadaan inipun diduga bukan karena sudah ada
selama tiga tahun, Harijani melaporkan bahwa An. sundaicus perubahan perilaku menggigit, melainkan karena terlalu sedikit-
mempunyai 2 puncak kepadatan dalam satu tahun yaitu bulan nya frekuensi penangkapan nyamuk dalam penelitian ini se-
Mei–Juni dan September–November. Hal tersebut sangat ber- hingga secara kebetulan ditemukan keadaan yang berbeda. Tiga
lawanan dengan hasil dalam penelitian ini, sebab jumlah nyamuk spesies (An. sundaicus, An. subpictus dan An. barbirostris) lebih
dewasa An. sundaicus yang tertangkap pada bulan September senang beristirahat di dalam rumah daripada di sekitar kandang
1993 hanya I ekor dan sebaliknya pada bulan Maret 1994 se- ternak sedangkan spesies lainnya sebaliknya. Hal ini berarti
banyak 43 ekor. Keadaan yang sedikit berlainan juga diper- bahwa ketiga spesies ini lebih mudah diberantas dengan pe-
lihatkan oleh An. subpictus, yang dalam penelitian ini jenis nyemprotan residu dibanding spesies lainnya. Satu spesies lain-

Cermin Dunia Kedokteran No. 106, 1996 13


nya yang dalam penelitian sebelumnya telah dikonfirmasi se- menggigit manusia di luar rumah daripada di dalam rumah dan
bagai vektor di daerah itu, An. subpictus, meskipun tidak ada ketiga jenis vektor (An. sundaicus, An. subpictus dan An. bar-
yang tertangkap menggigit di dalam rumah belum dapat di- birostris) seluruhnya lebih senang istirahat di dalam rumah
simpulkan lebih senang menggigit di luar rumah. Berhubung daripada di luar rumah/kandang ternak.
populasinya sangat rendah, masih dibutuhkan pengamatan 4) Seluruh spesies Anopheles yang ditemukan kebanyakan
lebih lanjut. berumur pendek (sudah pernah bertelur).
Hampir seluruh spesies Anopheles yang dibedah menunjuk- 5) Aktifitas menggigit menunjukkan An. sundaicus menggigit
kan lebih banyak yang parous daripada yang nulliparous atau sepanjang malam dengan puncaknya pada tengah malam, An.
gravid, kecuali An. aconitus yang relatif sama jumlah yang subpictus cenderung hanya pada awal-awal malam tiba dan An.
parous dengan yang nulliparous (Tabel 4). Keadaan ini meng- barbirostris menggigit sepanjang malam dengan puncaknya
isyaratkan bahwa kebanyakan nyamuk-nyamuk yang tertangkap segera sesudah tengah malam.
berumur pendek. 6) Tempat perindukan Anopheles adalah lagun, sawah, sungai
Aktifitas menggigit ketiga spesies yang berperan sebagai dan genangan namun beberapa spesies belum ditemukan tempat
vektor di Kabupaten Sikka (Tabel 5 dan Gambar 1) menunjuk- perindukannya.
kan bahwa mulai malam tiba selalu ada jenis nyamuk yang meng-
gigit penduduk. Kemungkinan mendapat gigitan sesudah lelap
tidur (menjelang tengah malam hingga pagi hari) lebih besar dan
KEPUSTAKAAN
pada awal-awal malam tiba, sebab dua spesies (An. sundaicus
dan An. barbirostris) di samping dominan, aktifitas menggigit- 1. Harijani AM. Penelitian Pemberantasan Malanadi Kabupaten Sikka,
nya juga lebih banyak pada waktu-waktu tidur penduduk. Roses. Laporan Penelitian. Pusat Penelitian Penyakit Menular, Badan
Dalam Tabel 6 ditunjukkan hanya 6 spesies larva yang Litbang Kesehatan, Jakarta.
2. Departemen Kesehatan RI. Direktorat Pencegahan dan Pemberantasan Pe-
ditemukan, padahal pada penelitian sebelum gempa terdapat 10 nyakit Menular Malaria, Entomologi. Departemen Kesehatan RI, Jakarta
spesies Anopheles yang ditemukan di daerah itu. Empat spesies 1990: 34–40.
lainnya yang belum pernah ditemukan larvanya dalam penelitian 3. Harijani AM. Pcnelitian Pemberantasan Malaria di Kabupaten Sikka–
ini adalah An. sundaicus, An. minimus, An. annularis dan An. Flores (Tahun III). Laporan akhir. Pusat Penelitian Penyakit Menular.
Badan Litbang Kesehatan, Jakarta 1993.
flavirostris. Belumditemukannyakeempatspesiestersebutdiduga 4. Lie. K.ian Joe. The, distribution of filariasis in Indonesia. A summary of
juga disebabkan karena terlalu sedikitnya frekuensi pencarian published inforn Southeast Asian J. Trop. Med. Pub. HIth. 1970; 1(3):
larva. 366–376.
5. Atmosoedjono S, Partono F, Dennis DT, Purnomo. Anopheles barbirostris
(Diptera: Culicidae) as a vector of the timor filaria on Flores island.
KESIMPULAN Preliminary observations. J. Med. Entomol. 1977; 13: 61 1–13.
Dalam penelitian ini dapat diambil beberapa kesimpulan 6. Marwoto HA, Atmosoedjono S. Dewi RM. Penentuan vektor malaria di
sebagai berikut: Flores. Bull. Penelit. Kes. 1992; 20(3): 43–9.
1) Fauna nyamuk Anopheles dewasa yang ditemukan lebih 7. Lien JC, Atmosoedjono 5, Usfinit AU, Gundelfinger BF. Observations on
natural Plasmodial infections in mosquitoes and a brief survey of mosquito
sedikit (6 spesies) yaitu: An. sundaicus, An. aconitus, An. fauna in Belu Regency, Indonesia Timor. J. Med. Entomol. 1975; 12(3):
subpictus, An. barbirostris, An. maculatus dan An. vagus 8. Lee VH, Atmosoedjono S. Dennis DI, Suhaepi A. The Anopheine
dengan An. barbirostris sebagai spesies yang dominan. (Diptera: Culicidae) vectors of malaria and bancroftian filariasis in Flores
2) Kepadatan An. sundaicus, An. aconitus dan An. subpictus Island, Indonesia. J. Med. Entomol. 1983; 20(5): 577–78.
9. Ompusunggu S, Marwoto HA, Sulaksono ST, Atmosoedjono S. Suyitno,
lebih tinggi pada musim hujan daripada musim kemarau Mursiatno. Tempat tierindukan Anopheles sp. Penelitian Malaria di Kabu-
sedangkan spesies lainnya relatif sama. paten Sikka. Penelitian Entomologi –2: Tempat perindukan Anopheles sp.
3) Seluruh spesies Anopheles yang ditemukan lebih senang Cermin Dunia Kedokt. 1993; 94: 44-50.

Never disregard your enemy’s sayings


( BR Haydon)

14 Cermin Dunia Kedokteran No. 106, 1996


HASIL PENELITIAN

Kepadatan Vektor dan Penderita Malaria


di Desa Waiklibang,
Kecamatan Tanjung Bunga, Flores Timur
Sebelum dan Sesudah Gempa Bumi
Barodji*, Widiarti*, Ima Nurisa**, Sumardi*, Tn Suwarjono*, Sutopo*
* Stasiun Penelitian Vektor Penyakit, Pusat Penelitian Ekologi Kesehatan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,
Salatiga
* * Pusat Penelitian Ekologi Kesehatan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Departemen Kesehatan RI, Jakarta

ABSTRAK
Pengamatan situasi kepadatan populasi vektor dan penderita malaria di daerah pantai
sebelum dan sesudah gempa bumi di Flores telah dilakukan di desa Waiklibang, ibukota
kecamatan Tanjung Bunga, Flores Timur. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa gempa
bumi di Flores yang disusul dengan gelombang tsunami (12 Desember 1992) ternyata
telah berpengaruh terhadap peningkatan kepadatan populasi nyamuk Anopheles spp.
(An. sundaicus, An. subpictus, An.barbirostris dan An.flavirostris) dan penderita malaria.
Rata-rata kepadatan nyamuk yang menggigit orang di dalam rumah meningkat dari 0,19
ekor/orang/jam sebelum gempa menjadi 0,92 ekor/orang/jam dan yang menggigit di luar
rumah meningkat dari 0,22 ekor/orang/jam menjadi 1,32 ekor/orang/jam. Peningkatan
kepadatan nyamuk Anopheles tersebut didominasi oleh nyamuk yang menjadi vektor
malaria di daerah-daerah pantai terutama An. sundaicus dan yang kedua An. subpictus.
Penderita malaria sesudah gempa meningkat dari 20,77% menjadi 30, 60% dan penderita
malaria Plasrnodium falciparum meningkat dari 12,30% menjadi 20,06%.

PENDAHULUAN penular malaria di daerah-daerah pantai(5).


Kecamatan Tanjung Bunga merupakan salah satu daerah Gempa bumi di Flores yang terjadi pada 12 Desember 1992,
endemis penyakit malaria di Flores Timur, NTT. Hasil pe- diikuti gelombang pasang tsunami, di samping telah banyak
meriksaan klinis menunjukkan bahwa penderita malaria di menelan korban baik jiwa maupun harta benda juga telah me-
kecamatan ini berkisar antara 21,50%-46,84%(1). Penderita malaria nyebabkan terjadinya perubahan-perubahan alam khususnya di
di ibukota kecamatan (Waiklibang) bulan Juni 1992 sebesar daerah pantai. Sesudah gempa, sambil menunggu perbaikan
20,77%(2). Hasil survai entomologi menunjukkan bahwa di rumah-rumah yang hancur, juga karena rasa takut akan terjadi
kecamatan ini terdapat 5 spesies nyamuk Anopheles, yaitu An. gempa susulan, banyak penduduk yang tidur di luar rumah, baik
sundaicus, An. subpictus, An. barbirostris, An. flavirostris dan menggunakan tenda maupun rumah-rumah darurat sehingga
An. macu1atus Di antara nyamuk Anopheles, An. barbirostris, mereka kurang terlindungi dan gigitan nyamuk malaria atau
An. sundaicus dan An. subpictus telah dinyatakan sebagai vektor nyamuk lainnya. Selain itu meluapnya air laut ke daratan akibat
malaria di Flores dan di pulau-pulau lain di NTT sedang An. gelombang pasang tsunami telah mencemari air tawar sehingga
maculatus dan An. flavirostris dilaporkan berpotensi sebagai perairan tersebut berubah menjadi air payau; dengan demikian

Cermin Dunia Kedokteran No. 106, 1996 15


maka perairan payau sesudah gelombang pasang tsunami men- Perairan di dusun Waiklibang berupa mata air, sungai kecil
jadi bertambah. Bertambahnya perairan payau ini berarti ber- yang merupakan aliran mata air, genangan air pada sungai
tambah pula tempat perkembangbiakan vektor malaria (An. sun- mengering, dan lagun. Sumber air minum berasal dan mata air
daicus dan An. subpictus) sehingga dapat meningkatkan populasi di gunung yang dialirkan melalui pipa, sumur dan mata air
vektor malaria tersebut. Kemungkinan peningkatan kepadatan yang ada di dekat pemukiman.
vektor dan kurang terlindunginya penduduk dan gigitan nyamuk Keadaan iklim panas, tanahnya gersang, macam pepohonan
malaria sesudah gempa, sangat memurigkinkan peningkatan di samping semak belukar antara lain adalah kelapa, pinang,
penderita malaria di daerah-daerah yang dilanda gempa dan pisang, jambu mete dan bakau. Tanaman padi hanya terdapat
gelombang tsunami. pada musim hujan. Curah hujan setahun berkisar antara 1052
Dalam makalah ini dilaporkan kepadatan vektor dan pen- ml–2010 ml, dengan variasi hari hujan antara 0–30. Musim
derita malaria di ibukota kecamatan Tanjung Bunga (desa hujan berlangsung antara bulan Nopember–April, sedang
Waiklibang) sebelum dan sesudah gempa bumi. musim kemarau antara bulan Mei–Oktober.

BAHAN DAN CARA KERJA Cara kerja


1) Penilaian kepadatan vektor
Daerah penelitian Penilaian kepadatan vektor malaria dilakukan 2 minggu se-
Penelitian situasi kepadatan vektor dan penderita malaria kali dengan penangkapan nyamuk yang menggigit orang, baik di
dilakukan di desa Waiklibang. Desa ini merupakan ibukota dalam maupun di luar rumah pada malam hari (18.00–24.00).
kecamatan Tanjung Bunga, terbagi menjadi 3 dusun (Dusun I, Masing-masing penangkapan dilakukan di dalam dan di luar 4
Dusun II dan Dusun III). Sebelum dan sesudah gempa desa rumah, dikerjakan oleh 4 orang.
tersebut (Dusun III) merupakan daerah penilaian penelitian Semua nyamuk Anopheles hasil penangkapan diidentifikasi
pemberantasan penyakit malaria dan filariasis. Desa Waiklibang dengan kunci identifikasi yang dibuat oleh O’Connor dan Ar-
terletak di pantai Teluk Hading (Gambar 1); sebelum gempa wati(6).
terdapat 212 rumah dengan penduduk sekitar 1238 jiwa. Pada Penangkapan nyamuk sebelum gempa dilakukan dan bulan
waktu gempa sebagian besar bangunan di desa ini hancur. Se- Juli–September 1992 dan sesudah gempa dilakukan dan bulan
sudah gempa selain rumah yang hancur direhabilitasi juga di- Juli–September 1993.
bangun pemukiman barn di dusun Riang Pigang. Pemukiman 2) Penilaian penderita malaria
baru ini dibangun untuk penduduk Waiklibang yang tidak mem- Penilaian penderita malaria di desa Waiklibang, dilakukan
punyai rumah. Hasil pemetaan sesudah gempa menunjukkan dengan survai malariometrik di daerah penangkapan nyamuk
bahwa di desa Waiklibang terdapat 194 rumah dengan penduduk (Waiklibang dusun III). Survai malariometrik dilakukan dengan
sekitar 970 jiwa. Sebagian besar mata pencaharian penduduk mengambil darah tepi penduduk lewat ujung jar Pemeriksaan
adalah petani ladang, sedang lainnya adalah nelayan dan darah tepi dilakukan dengan cam konvensional dan QBC.
penderes pohon lontar. Survai malariometnik sebelum gempa dilakukan bulan Juli
1992 dan sesudah gempa bulan Agustus 1993.

Gambar 1. Peta Kecamatan Tanjung Bunga dan Lokasi Pangambatan HASIL DAN PEMBAHASAN
Penilaian kepadatan vektor
Hasil penilaian kepadatan vektor malaria Anophe/es spp.
(An. sundaicus, An. subpictus, An. barbirostris, dan An. flavi-
rostris) dikemukakan pada Tabel 1, Gambar 2 dan 3. Sedang
penilaian kepadatan tiap spesies dikemukakan pada Tabel 2,
dan Gambar 4
Tabel 1 menunjukkan bahwa rata-rata kepadatan Anopheles
spp. yang menggigit orang di dalam rumah sebelum dan sesudah
gempa masing-masing sebesar 0,19 ekor/orang/jam dan 0,92
ekor/orang/jam, sedang menggigit orang di luar numah masing
masing 0,22 ekor/orang/jam dan 1,32 ekon/orang/jam.
Penilaian kepadatan tiap spesies Anopheles yang menggigit
orang menunjukkan bahwa rata-rata kepadatan sebelum dan
sesudah gempa masing-masing 0,01 ekor/orang/jam dan 1,54
ekor/orang/jam untuk An. sundaicus, 0,10 ekor/orang/jam dan
0,55 ekor/orang/jam untuk An. subpictus, 0,27 ekor/orang/jam
dan 0,33 ekor/orang/jam untuk An. flavirostris, 0,10 ekon/orang/
jam dan 0,14 ekor/onang/jam untuk An. barbirostris (Tabel 2).
Kepadatan populasi vektor tersebut secara keseluruhan

16 Cermin Dunia Kedokteran No. 106, 1996


Tabel 1. Kepadatan Anopheles sp. (per orang/jam) sebelum dan sesudah Tabel 2. Rata-rata kepadatan Anopheles spp. (per-orang/jam) yang
gempa bumi di desa Waiklibang, Kecamatan Tanjung Bunga, menggigit orang sebelum dan sesudah gempa
Flores Timur NTT.
Spesies Sebelum Sesudah
Menggigit orang
Bulan An. sundaicus 0,01 1,54
penangkapan Di dalam rumah Di luar rumah An. .cubpictus 0,10 0,55
Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah An. barbirostris 0,27 0,33
Juli 0,57 0,62 0,58 1,25 An.,flavirostris 0,10 0,14
Juli 0,00 0,75 0,05 0,79
Agustus 0,12 0,92 0,29 1,21 sesudah gempa meningkat sekitar 5–6 kali (Tabel 1, Gambar
Agustus 0,24 0,92 0,16 1,71 2 dan 3). Peningkatan kepadatan nyamuk Anopheles tersebut
September 0,04 0,83 0,04 0,62
September 0,16 1,46 0,20 2,33
didominasi oleh peningkatan kepadatan An. Sundaicus dan
Rata-rata 0,19 0,92 0,22 1,32
sedikit oleh peningkatan kepadatan An. subpictus (Tabel 2,
Gambar 4). Kepadatan An. barbirostris dan An. flavirostris
Penangkapan nyamuk sebelum gempa bumi dilakukan tahun 1992 dan sesudah sesudah gempa hanya sedikit meningkat, rata-ratanya tidak
gempa dilakukan tahun 1993. banyak berbeda bila dibanding dengan sebelum gempa.
Peningkatan kepadatanAn. sundaicus yang menggigitorang
kepadatan (tiap orang/jam) sangat besar dan rata-rata 0,01 ekor/orang/jam menladi 1,54
ekor/orang/jam sesudah gempa, antara lain karena keberhasilan-
nya dalam mengisap darah dan bertambahnya tempat perindukan
spesies tersebut. Sesudah gempa sebagian besar penduduk ka-
rena rumahnya hancur dan rasa takut akan terjadi gempa susulan,
tidur di luar rumah, di dalam tenda dan di rumah-rumah darurat
sehingga kurang terlindungi dari gigitan nyamuk. Keberhasilan
nyamuk mengisap darah akan berpengaruh terhadap jumlah telur
yang dihasi1kan(7). Semakin banyak nyamuk yang berhasil
mengisap darah maka semakin banyak telur yang dihasilkan.Per-
airan tawar (genangan air tawar) yang tercemar oleh meluapnya
air laut ke daratan akibat gelombang pasang tsunami berakibat
berubahnya perairan atau genangan air tawar tersebut menjadi
perairan payau; kondisi perairan yang demikian merupakan
tempat perindukan yang baik bagi An. sundaicus. Tabel 3 me-
nunjukkan bahwa pada beberapa perairan seperti aliran air dan
bak penampungan air tenaga surya yang sebelum gempa tidak
mengandung jentik, sesudah gempa ditemukan jentik nyamuk air
Gambar 2. Kepadatan Anopheles sp. Yang menggigit orang di dalam payau. Semakin banyaknya nyamuk yang mengisap darah, di-
rumah sebelum dan sesudah gempa. tunjang dengan tersedianya tempat perindukan yang baik, ber-
akibat terjadinya peningkatan kepadatan populasi nyamuk.
kepadatan (tiap orang/jam)
PENILAIAN PENDERITA MALARIA
Hasil survai malariometrik menunjukkan bahwa sebelum
gempa SPR 20,77% dan SFR 12,70%, sesudah gempa SPR
30,60% dan SFR 20,86% (Tabel 3); peningkatan SPR sebesar
47,32% dan peningkatan SFR sebesar 64,25%. Peningkatan

Tabel 3. Survai jentik An.sundaicus dan An.subpictus di perairan di desa


Waiklibang, sebelum dan sesudah gempa bumi

Macam Sebelum gempa Sesudah gempa


perairan An. sundaicus An. subpictus An. sundaicus An. subpictus

Mata air – – – –
Aliran mata air – – + –
Rawa-rawa – – – +
Bak air tenaga – – + +
surya*
Lagun (terbuka) – – + –
Gambar 3. Kepadatan Anopheles sp. yang menggigit orang di luar
rumah sebelum dan sesudah gempa. * Sesudah gempa rusak sehingga tidak digunakan lagi.

Cermin Dunia Kedokteran No. 106, 1996 17


Kepadatan (tiap orang/jam)

Gambar 4. Kepadatan Anopheles spp. yang menggigit orang sebelum dan sesudah gempa bumi.

jumlah penderita malaria sesudah gempa tersebut karena pening- Tabel 4. Prevalensi penyakit malaria sebelum (Juli 1992) dan sesudah
gempa (Agustus 1993) di desa Waiklibang, Kecamatan Tanjung
katan kepadatan populasi vektor dan kurang terlindunginya
Bunga, Flores Timur, NTT.
penduduk dari gigitan nyamuk. Peningkatan kepadatan populasi
vektor disertai sebagian besar penduduk tidak terlindungi dari SPR SFR
gigitan nyamuk sangat menunjang keberhasilan penularan pe- Saat survai Sediaan darah
nyakit malaria. % n % n
Juli 1992 130 20.77 27 12.10 16
Agustus 1993 163 30.60 1 49 20.06 14

KESIMPULAN DAN SARAN SPR = Jumlah sediaan darah (%) positif malaria
Gempa bumi yang diikuti dengan gelombang pasang SFR = Jumlah sediaan darah (%) positif P. falciparum
tsunami di Flores, telah mengakibatkan peningkatan kepadatan
malaria di kecamatan Tan Jung Bunga. 1992.
vektor dan penderita malaria di desa Waiklibang, kecamatan 2. SPVP. Laporan survai malariometrik di kecamatan Tanjung Bunga. Flores
Tanjung Bunga. Timur, NIT. 1992.
Dari hasil pengamatan tersebut disarankan bahwa dalam 3. Barod Sumardi. Tn Suwarjono, Survai fauna nyamuk di heberapa desa
penanggulangan gempa bumi dan gelombang tsunami khusus di pantai Teluk I-lading. kecamatan Tanjung Bunga. Flores Tiniur. Seminar
Parasitologi Nasional. Denpasar. 1993.
daerah endemis penyakit malaria, bantuan berupa kelambu atau 4. Dit. Jen. P2M dan PLP. Entomologi. Malaria Vol. tO. Dep. Kes. RI. 1983.
kelambu beninsektisida sangat bermanfaat untuk melindungi 5. Lien JC. Atmosoejono S. Unfinit AU Gundelfinger BF. Observation of
penduduk dan serangan penyakit malaria. natural plasmodial infections in mosquitoes and a brief survey of mosquito
fauna in BeIu Regency, Indonesian Timor. J. Med. Entoniol. 1975: 12(3).
KEPUSTAKAAN 6. O”Connor. Arwati. Kunci bergambar untuk nyaniuk A henna di Indonesia.
Dit. Jen. P2M. Dep. Kes. RI. 1985.
1. Puskesmas Kecamatan Tan jung Bunga. Laporan secara klinis penderita 7. Clements AN. The Physiology of Mosquitoes. New York; The Macmillan
Co. 1963.

18 Cermin Dunia Kedokteran No. 106, 1996


HASIL PENELITIAN

Anopheles hyrcanus Group


dan Potensinya sebagai Vektor Malaria,
di Kecamatan Teluk Dalam, Nias
Damar Tn Boewono, Sustriayu Nalim
Stasiun Penelitian Vektor Penyakit, Salatiga

ABSTRAK
Suatu penelitian tentang kepadatan musiman, aktivitas menggigit dan potensi An.
hyrcanus spesies group sebagai vektor malaria, telah dilakukan di kecamatan Teluk
Dalam, pulau Nias, propinsi Sumatera Utara, selama 2 tahun dimulai bulan Mei 1992.
Penangkapan nyamuk pada malam dan pagi hari, ditemukan 4 spesies An. hyrcanus
group, yaitu An. sinensis, An. crawfordi, An. nigerrimus dan An. peditaeniatus. Aktivitas
menggigit berlangsung sepanjang malam, mencapai puncaknya pukul 20.00–21.00, ke-
mudian secara bertahap menurun hingga menjelang pagi. Angka dominasi dan vectorial
capacity An. hyrcanus group paling tinggi di antara nyamuk Anopheles spp. yang
ditemukan, masing-masing berkisar antara 4.016,25-8.492,31 dan 0,67-2,73. Kepadatan
musiman An. hyrcanus spesies group dan An. sundaicus sangat menunjang selalu tinggi-
nya kasus malaria di desa Teluk Dalam sepanjang tahun. Pembedahan 1.347 nyamuk
Anopheles spp. belum menemukan sporozoit. Test ELISA akan dikembangkan untuk
verifikasi vektor malaria di pulau Nias.

PENDAHULUAN gungjawab terhadap epidemi malaria di beberapa daerah di Indo-


Di Asia Tenggara, Anopheles hyrcanus spesies group dila- nesia, seperti di Benteng, Sulawesi bagian Selatan, dan Karang-
porkan terdiri dan 8 spesies(1), di antaranya termasuk An. sinensis binangoen, kabupaten Lamongan, Jawa Timur(7,8) Spesies ini
dan An. nigerrimus, yang juga dilaporkan ditemukan di beberapa juga pernah dilaporkan sebagai vektor pada waktu terjadi ledak-
daerah di Indonesia(2). Hanya satu spesies yang pernah di- an penyakit malaria di dekat Kuala Lumpur, Malaysia Nyamuk
temukan di pulau Nias, yaitu An. sinensis(3). An. sinensis pernah dilaporkan sebagai vektor utama wabah
Anopheles sinensis adalah vektor utama penyakit malaria malaria di daerah Sungei Tuan, dan Mandailing, Sumatera
di dataran Cina bagian timur dan tengah dan juga di Jepang(6) Di (Swellengrebel 1950) Hal tersebut menandakan bahwa An.
Indonesia, potensi An. hyrcanus spesies group sebagai vektor sinensis dan An. nigerrimus mempunyai potensi penting
malaria kurang penting jika dibandingkan dengan An. sundaicus, sebagai vektor malaria, sehingga perlu diwaspadai.
An. aconitus, An. balabacensis dan An. maculatus. Walaupun Penelitian tentang dinamika populasi nyamuk An. hyrcanus
demikian pernah dilaporkan bahwa An. nigerrimus bertang- spesies group telah dilakukan khususnya tentang kepadatan

Penelitian dibiayai oleh WHO/TDR.

Cermin Dunia Kedokteran No. 106, 1996 19


musiman dan aktivitas menggigit, sehubungan dengan potensi- Semua nyamuk yang tertangkap diidentifikasi dan spesies nyamuk
nya sebagai vektor penyakit malaria di daerah kecamatan Teluk Anopheles dibedah untuk penentuan prosentase parous dan pe-
Dalam, pulau Nias. Informasi yang diperoleh akan digunakan meriksaan sporozoit.
sebagai dasar dikcmbangkannya metoda pengendalian vektor 3) Koleksi stadium pra dewasa
yang tepat dan efisien. Pada penelitian ini, teknik sampling yang digunakan adalah
dipper standard WHO yang terdiri dari dipper plastik isi 350 ml,
dengan tangkai kayu panjang. Koleksi dilakukan antara pukul
BAHAN DAN CARA KERJA 08.00-11.00 pagi, sebanyak 50 cidukan di setiap habitat yang ada
di lokasi penelitian. Sampling air dilakukan dengan cara meren-
Daerah penelitian
dahkan satu sisi dipper, .sehingga air dengan perlahan akan ma-
Dua daerah yang merupakan tanah pantai datar yaitu desa
suk ke dalam. Semua stadium pra dewasa nyamuk Anopheles di-
Lagundri dan Teluk Dalam, dipilih sebagai tempat penelitian,
ambil menggunakan pipet dan dikumpulkan di dalam tabung
terletak di kecamatan Teluk Dalam, di bagian Barat Daya pulau
plastik. Semua koleksi diberi label sesuai dengan tipe habitat dan
Nias. Sebagian daerah penelitian merupakan rawa-rawa dengan
dibawa ke laboratorium. Pupa dan larva dipelihara menjadi
air tawar atau payau, dan banyak tumbuh pohon nipah. Tanaman
nyamuk, kemudian dibunuh dan diidentifikasi.
ekonomi yang utama adalah kelapa, kopi dan karet. Macam
4) Dominasi spesies nyamuk
vegetasi lain yang tumbuh di daerah penelitian pada umumnya
Angka dominasi spesies diperoleh dan hasil kali antara
rumput liar. Padi juga banyak ditanam di antara pohon kelapa,
kelimpahan nisbi dengan frekuensi setiap spesies nyamuk ter-
dengan sistim irigasi non teknis. Jumlah penduduk pada tahun
tangkap, selama penelitian.
1993 di desa Teluk Dalam dan Lagundri masing-masing adalah
5) Vectorial Capacity (VC)
2.254 d 455 jiwa. Mata pencaharian pada umumnya bertani
Kemampuan nyamuk sebagai vektor (vectorial capacity)
serta memelihara ayam dan babi, sedangkau kerbau, sapi dan
ditentukan dengan 4 faktor utama yaitu: kepadatan populasi
kambing sangat jarang ditemukan.
nyamuk, pilihan hospes, kerentanan terhadap infeksi parasit
Selama penelitian, suhu udara pada malam hari berkisar
dan umur atau proporsi nyamuk parous.
antara 28,09 ± 0,11°C dan 21,52 ± 0,12°C. Kelembaban udara
Hubungan tersebut ditentukan dengan rumus(11,12):
berkisar antara 88,38 ± 0,54% dan 93,85 ± 0,49%. Jumlah curah
hujan setiap tahun±1.645mm, dengan maksimum dan minimum m a 2 pn
VC =
setiap bulan tercatat 412 mm dan 28 mm, berturut-turut pada − ln p
(m)=Kepadatan spesies nyamuk/orang/malam. (a) Proporsi nyamuk yang menggigit orang/malam dihitung
bulan November dan Januari 1993. dari Human Blood Index (HBI), dibagi jumlah hari dari satu siklus gonotropi. (pn)=Harapan hidup nyamuk
setiap hari, dihitung dari akar pangkat (jumlah hari satu siklus gonotropi) dan pada proporsi nyamuk parous
= (p). (n) = jumlah hari yang diperlukan bagi sporozoit untuk tumbuh kembang di dalaan tubuh nyamuk.
Teknik sampling pn
= Harapan hidup populasi nyamuk infektif
Penelitian dilakukan selama dua tahun, dimulai pada bulan − ln p

Mei 1992. Penangkapan nyamuk dilakukan dua kali setiap


HASIL DAN PEMBAHASAN
bulan, di setiap daerah penelitian, menggunakan tiga cara
Hasil penangkapan nyamuk di daerah penelitian, ditemukan
penangkapan seperti berikut:
empat spesies An. hyrcanus group yaitu An. sinensis, An. craw-
1) Penangkapan nyamuk yang hinggap/menggigit manusia
fordi, An. nigerrimus dan An. peditaeniatus. Penentuan kepa-
Suatu team yang terdiri dari empat orang ditugaskan sebagai
datan dan angka dominasi, tidak ditentukan secara rinci setiap
penangkap nyamuk. Di antara mereka, dua kolektor ditempatkan
spesies, tetapi diperhitungkan sebagai An. hyrcanus spesies
di dalam dua rumah yang berbeda sedang dua orang yang lain di-
group. Nyamuk Anopheles yang ditemukan dengan dominasi
tempatkan di luar,yaitu di serambi rumah. Nyamuk yang hinggap
tinggi adalah An. hyrcanus group, diikuti An. kochi, An. sun-
atau menggigitt pada dua tungkai yang dibuka atau bagian badan
daicus dan An. tessellatus. Sedangkan An. indefinitus, An. bala-
lain dan kolektor, ditangkap menggunakan aspirator dengan
bacensis, An. vagus dan An. barbirostris, ditemukan dengan
bantuan lampu senter. Penangkapan nyamuk pada malam hari
dominasi sangat rendah (Tabel 1).
dilakukan selama 6 jam, dimulai pada saat matahari terbenam
dan diakhiri tengah malam. Penelitian untuk mengetahui aktivi- Tabel 1. Dominasi spesies Anopheles spp, tertangkap menggiglt orang
tas menggigit dilakukan dengan penangkapan nyamuk sepanjang pada malam hari, selama penelitian
malam. Nyamuk Anopheles yang tertangkap diidentifikasi dan
Desa Lagundri Desa Teluk Dalam
dibedah untuk penentuan prosentase nyamuk parous dan peme- Spesies Dalam Luar Dalam Luar
riksaan sporozoit. Kepadatan nyamuk dihitung dalam satuan rumah rumah rumah rumah
jumlah setiap spesies/orang/jam. An. hyrcanus grp. 8.492,31 8.348.02 4.016,25 4.054,75
2) Penangkapan nyamuk istirahat pagi hari An. sundaicus 2,81 22,58 663,06 533,33
Dua kolektor ditugaskan menangkap nyamuk yang istirahat An. balabacensis 0,00 0,23 0,00 0,62
An. kochi 282,63 630,05 1.005,81 1.973,89
di dalam rumah penduduk selama 15 menit setiap rumah. Dua An. tessellatus 2,81 13,38 17,83 209,60
kolektor yang lain bertugas menangkap nyamuk yang istirahat di An. indefinitus 0,00 0,87 1,10 0,00
luar rumah, yaitu di kebun dan semak-semak. Cara penangkapan An. vagus 0,00 0,23 1,10 0,00
ini dilakukan selama 2 jam, dimulai pada pukul 07.00 pagi. An. barbirostris 0,00 0,23 0,00 0,00

20 Cermin Dunia Kedokteran No. 106, 1996


Nyamuk An.hyrcanus spesies group, mempunyai dominasi tas menggigit mencapai puncaknya pada pukul 20.00 hingga
paling tinggi yaitu 4.054,75 dan 4.016,25, masing-masing di luar 21.00 dan kemudian menurun secara bertahap sampai menjelang
dan di dalam rumah di desa Lagundri. Sedangkan di desa Teluk matahari terbit. Hasil ini sesuai dengan kebiasaan menggigit
Dalam angka dominasi tersebut 8.348,02 dan 8.492,81, masing- nyamuk Anopheles pada umumnya(13).
masing di luar dan di dalam rumah. Angka dominasi nyamuk An. Kepadatan musiman nyamuk An. hyrcanus group di desa
sundaicus sangat kecil dibandingkan An. hyrcanus spesies group Lagundri menunjukkan kenaikan pada saat kurang hujan, yaitu
yaitu 533,33 dan 663,06 masing-masing di luar dan di dalam pada bulan Januari-April 1993 dan menurun pada saat curah
rumah di desa Teluk Dalam dan 222,58 di luar rumah dan 2,81 di hujan tinggi pada bulan Agustus-Oktober 1992 dan September-
dalam rumah di desa Lagundri. Angka dominasi nyamuk An. Desember 1993 (Gambar 1). Hasil tersebut sedikit berbeda
hyrcanus group paling tinggi di antara nyamuk Anopheles yang dengan di desa Teluk Dalam, dengan kepadatan An. hyrcanus
tertangkap menggigit manusia, baik di dalam maupun di luar ru- group meningkat pada saat curah hujan tinggi, yaitu pada bulan
mah. Hal ini menunjukkan bahwa nyamuk tersebut mempunyai Juni-Agustus 1992 dan Oktober-Desember 1993 (Gambar 2).
kepadatan dan frekuensi menggigit manusia paling tinggi, se- Keadaan yang hampir sama, terlihat pada kepadatan musiman
hingga potensinya dalam penularan penyakit paling tinggi pula. stadium pra dewasa baik di desa Lagundri maupun Teluk Dalam.
Gambar 3 menunjukkan bahwa nyamuk An. hyrcanus Kepadatan stadium pra dewasa An. hyrcanus spesies group di
group mempunyai aktivitas menggigit sepanjang malam. Aktivi- desa Lagundri meningkat pada waktu kurang hujan, seperti pada

Gambar 1. Kepadatan musiman Anopheles hyrcanus spesies group menggigit manusia, di desa Lagundri, Nias

Gambar 2. Kepadatan musiman Anopheles hyrcanus spesies group menggigit manusia, di desa Teluk
Dalam, Nias

Cermin Dunia Kedokteran No. 106, 1996 21


Gambar 3. Aktivitas menggigit An. hyrcanus spesies group di daerah karena perbedaan habitat utama stadium pra dewasa di dua
kecamatan Teluk Dalam, Nias
daerah penelitian. Habitat utama di desa Teluk Dalam adalah
sawah dan saluran inigasi. Tersedianya air sangat tergantung
adanya hujan dan pada waktu musim penghujan jentik nyamuk
hanyut oleh banjir.Habitat utama stadium pra dewasa nyamuk ini
di desa Lagundri adalah rawa-rawa yang banyak ditumbuhi
pohon nipah, dan air tersedia sepanjang tahun. Walaupun dalam
kepadatan yang sangat rendah, jentik An. hyrcanus spesies
group juga ditemukan di lagun desa Teluk Dalam (salinitas air
berkisar antara 1-3%).
Perhitungan vectorial capacity menunjukkan bahwa di an-
tara nyamuk Anopheles spp yang tertangkap menggigit manusia,
An. hyrcanus spesies group paling besar potensinya sebagai
vektor penyakit malaria. Vectorial capacity An. hyrcanus group
di desa Lagundri 1,88 dan 2,73, masing-masing di dalam dan di
luar rumah.Sedangkan di desa Teluk Dalam adalah 0,87 di dalam
rumah dan 0,67 di luar rumah. Kemampuan nyamuk Anopheles
yang lain sebagai vektor malaria, pada umumnya sangat rendah,
kecuali An. kochi yang menggigit orang di luar rumah di desa
Lagundri, dengan vectorial capacity 1,31. Hasil perhitungan
vectorial capacity secara rinci disajikan pada Tabel 2.Pada siang
hari, nyamuk An. hyrcanus group sangat sedikit ditemukan
istirahat baik di dalam maupun di luar rumah (Gambar 6).
Angka dominasi nyamuk An.sundaicus di desa Teluk Dalam
adalah 663,06 di dalam rumah dan 533,33 di luar rumah. Se-
dangkan vectorial capacity spesies tersebut adalah 0,04 dan 0,53,
masing-masing di dalam dan di luar rumah (Tabel 1 dan 2).
Jentik nyamuk ini banyak ditemukan di lagun sepanjang tahun
dan meningkat kepadatannya pada waktu musim kering. Hal ini
sangat berbed dengan An. hyrcanus group di daerah tersebut,
kepadatan nyamuk ini meningkat pada waktu musim penghujan
dan menurun pada musim kering (Gambar 2). Kenyataan ini
bulan Maret-Mei 1993 (Gambar 4). Tetapi di desa Teluk Dalam sangat menunjang data kasus malaria di desa Teluk Dalam yang
kepadatan populasi nyamuk tersebut di sawah maupun di salur- selalu tinggi sepanjang tahun (Gambar 8). Walaupun An.
an irigasi, meningkat pada waktu musim hujan, yaitu bulan Sep- ludlowi tidak ditemukan dan An. tessellatus juga hanya ditemu-
tember-Desember 1993 (Gambar 5). Hal tersebut dapat terjadi kan di daerah penelitian dengan vectorial capacity yang sangat

Gambar 4. Kepadatan musiman stadium pra dewasa An. hyrcanus spesies group, di desa Lagundri, Nias
Tabel 2. Vectorial capacity nyamuk Anopheles spp. tertangka menggigit manusia di daerah kecamatan Teluk Dalam, pulau Nias @

Desa Lagundri Desa Teluk Dalam


Spesies Di dalam rumah Di luar rumah Di dalam rumah Di luar rumah
2 n 2 n 2 n 2
ma p -In p p V.C ma p -In p p V.C ma p -In p p V.C ma p -in p pn V.C
An. hyrcanus grp 1 61 0 85 0 1647 0 21 188 2 08 0,85 0 1574 0,21 2,73 0,27 0 90 0,1061 0,35 0 87 0,39 0,86 0,1419 0,24 0 67
An. sundaicus * * 0 18 0,76 0,2776 0,06 0,04 0,22 0,89 0,1216 0 30 0,53
An. balabacensis – * – *
An: kochi 0,22 0,86 0,1536 0 22 0,31 0,61 0,88 0,1292 0 27 1,31 0,22 0 81 0,2081 0,12 0,13 0 58 0,86 0,1536 0,22 0,81
An. tessellatus – * * Oil 0 86 0,1507 0 22 0,17
An. indefinitus – * * –
4n. vagus – * * –
An. barbiro.ctris – * – –
@ HB1 diperhitungkan 50% (Reid, 1968), siklus gonotropi 2–3 hari (faal, 1992)
dan perkembangan intrinsik P. falciparum dan P. vivax = 10–12 hari (WHO, 1963).
* Persentase tidak dihitung (jumlah nyamuk kurang dari 10 ekor); (–) Nyamuk tidak diremukan.

kecil 0,17, tetapi nyamuk ini pernah dilaporkan positip mengan- bedahan kelenjar ludah 1.347 ekor nyamuk Anopheles spp.
dung sporozoit di pualu Nias(3). Verifikasi spesies vektor malaria belum ditemukan sporozoit. Test ELISA akan dikembangkan
ini masih perlu diteliti lebih lanjut, mengingat dan hasil pem untuk melanjutkan verifikasi vektor malaria di Nias.

Gambar 5. Kepadatan musiman stadium pra dewasa An. hyrcanus spesies group, di desa Teluk Dalam, Nias

Gambar 6. Kepadatan An. hyrcanus spesies group pagi hari di desa Lagundri, Nias

Cermin Dunia Kedokteran No. 106, 1996 23


Nyamuk An. hyrcanus group ini ditemukan mempunyai angka 3. Soesilo R. Uittreksel Uit het rapport omtrent het onderzoek
dominasi dan vectorial capacity paling tinggi di antara Anophe- naar de verspreiding van de malaria op een eiland Nias. Gen. Ti
les spp. yang tertangkap. Walaupun dari pembedahan 1.347 ekor voor Ned-Indie, 1926; 75: 1–27.
nyamuk belum ditemukan sporozoit, tetapi kepadatan musiman 4. Chow CY. Note on the time of feeding of An. hyrcanus var sinensis and An.
minimus in the vicinity of Chungking. Chinese Med i. 1949; 67: 489–490,
An. hyrcanus group dari An. sundaicus di desa Teluk Dalam, 5. Ho C, Chou TC, Chen TH, Hsueh AT. The An. hyrcanus group and its
sangat menunjang data kasus malaria yang selalu tinggi se- relation to malaria in East China. Chinese Med J. 1962; 81: 71–8.
panjang tahun. Verifikasi vektor malaria akan dikembangkan 6. Otsuru M, Ohmari Y. Malaria studies in Japan after World War II. Part II.
dengan teknik ELISA. The research forAn. sinensis sibling species group. Japanese J Experimen
tal Mcd. 1960; 30: 33–65.
7. Kirnowardoyo S. Status of malaria vectors in Indonesia. Southeast Asian J
KEPUSTAKAAN
Trop Med and Publ Health 1985; 16: 129–132.
8. Van Hell JC. Dc betekenis van An. (A) hyrcanusvar. X als malaria over
1. Reid JA. Anopheline mosquitoes of Malaya and Borneo. Studies from the brenger op Zuid-Celebes. Med. Maandbl. 1950; 3: 557–567.
Institute for Medical Research, Malaysia 1968 No. 31, 520p. 9. Hodkin EP The transmission of malaria in Malaya. Studies from the
2. O’Connor CT. The Anopheles hyrcanus Group in Indonesia. Mosquito Institute for Medical Research Federation of Malaya, No. 27, 1956, 98p.
Systematics, 1980; 12: 293–305. l0. Beales PF. A review of the taxonomic status of An. sinensis Wiedemann

Gambar 7. Kepadatan An. hyrcanus spesies group dan jumlah kasus malaria di desa Lagundri, Nias

Gambar 8. Kepadatan An. hyrcanus spesies group dan jumlah kasus malaria di desa Teluk Dalam, Nias

24 Cermin Dunia Kedokteran No. 106, 1996


1828, in relation to transmission of Brugian filariasis in Peninsular Ma- Malaysia. Southeast Asian J Trop Med and PubI Health 1992; 23: 479–85.
laysia. Tropical Biomedicine 1986; 3: 179–182. 14. Chiang GL, Cheong WH, Mak JW, Eng KL. Field and laboratory observa-
11. Dharmawan R. Metoda identifikasi spesies kembar nyamuk Anophele.c. tion on An. sinensis Wiedemann 1828, in relation to transmission of
Sebelas Maret University Press 1993, lS7p. Brugian filariasis in Peninsular Malaysia. Tropical Biomedicine 1986; 3:
12. White GB. The impotance of An leucosphyrus group mosquitoes as vectors 179–182.
of malaria and filariasis in relation to transmigration and forestry in 15. Reid JA. The An. hyrcanus group in Southeast Asia (Diptera: Culicidae).
Indonesia, with assessment of An. balabacensis ecology and vectorial Bull Entomol Res 1954; 44: 5–76.
capacity. WHO/VBCRU/VBC 025. 1983. 16. WHO. Practical entomology in malaria eradication, Part 11. WHO/MHO/
13. Jaal Z, MacDonald WW. Anopheline mosquitoes of Northwest coastal PA/62.63. 1963.

Cermin Dunia Kedokteran No. 106, 1996 25


HASIL PENELITIAN

Uji Patogenisitas Bacillus thuringiensis


yang Diisolasi dan Tanah Pohon
Kelengkeng (Euphoria longan) terhadap
Jentik Nyamuk Vektor di Laboratonium
Blondine Ch.P, Umi Widyastuti, Subiantoro, Sukarno
Stasiun Penilaian Vektor Penyakit, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Departemen Kesehatan RI, Salatiga

ABSTRAK
Suatu penelitian telah dilakukan di Laboratorium Pengendalian Jazad Hayati, Stasiun
Penelitian Vektor Penyakit di Salatiga untuk mengisolasi bakteri patogen lokal Bacillus
thuringiensis dan tanah pohon kelengkeng (Euphoria longan) dengan cara Chilcott &
Wigley (1988), yaitu dengan mendeteksi adanya kristal protein (parasporal body). Isolat
yang ditemukan, diuji patogenitasnya terhadap jentik nyamuk vektor.
Dari 6 sampel tanah yang berasal dari 2 habitat (lubang dan percabangan) pohon ke-
lengkeng dan 5 lokasi di Kotamadya Salatiga, berhasil diperoleh 10 isolat B. thuringien-
sis. Uj i patogenitas isolat tersebut terhadap jentik Aedes aegypti instar III, menunjukkan
4 dari 10 isolat mempunyai patogenitas > 50% yang diuji selama 24 jam perlakuan dan
5 dari 10 isolat yang diuji selama 48 jam perlakuan, mempunyai patogenitas >50%. Satu
isolat (24 jam perlakuan) dan 3 isolat (48 jam perlakuan) dan masing-masing 10 isolat,
mempunyai patogenisitas >50% terhadapjentik Culex quinquefasciatus instar III. Isolat-
isolat yang mempunyai patogenitas tinggi, akan dikembangkan lebih lanjut untuk
dijadikan agen pengendali jentik nyamuk vektor.

PENDAHULUAN nikasi pribadi dengan DR. Pillai J.S).


Salah satu mikroorganisme yang telah dikembangkan Berdasarkan hal tersebut, maka dilakukan penelitian yang
penggunaannya sebagai agen pengendali hama pertanian dan bertujuan untuk mengisolasi B. Thuringiensis dari tanah dilubang
serangga kesehatan adalah Bacillus thuringiensis. Selain B. dan percabangan pohon kelengkeng (E. longan), serta uji pato-
thuringiensis, beberapa spesies Bacillus telah diketahui pula se- genitasnya terhadap jentik Ae. aegypti dan Cx. quinquefasciatus
bagai patogen serangga seperti B. papilliae, B. larvae dan instar III.
strain tertentu dan B. sphaericus(1).
Bacillus thuringiensisadalah bakteri yang membentuk spora, BAHAN DAN CARA KERJA
masing-masing spora menghasilkan kristal protein toksin (delta
endotoksin) selama sporu1asi(2). Kristal toksin memegang pe- 1) Pengambilan sampel
ranan penting karena aktifitasnya sebagai insektisida(3). Bebe- Sampel tanah diambil dan lubang (5 sampel) dan cabang (1
rapa pene1iti(4,5,6), menggunakan B.thuringiensis untuk pengen- sampel) pohon kelengkeng (E. longan) tua di lima lokasi, Kota-
dalian beberapa genus nyamuk vektor Culex, Anopheles, dan madya Salatiga (Gambar 1).
Aedes.
Bacillus thuringiensis dapat diisolasi dan berbagai habitat 2) Pemeriksaan sampel
tanah misalnya tanah di lubang dan percabangan pohon (komu- Dari masing-masing sampel diambil 1 gram tanah, ditambah

26 Cermin Dunia Kedokteran No. 106, 1996


dengan menggunakan pengecatan Chilcott dan Wigley(7), di-
peroleh bakteri patogen B. thuringiensis (Tabel 1). Bacillus
thuringiensis mempunyai kristal-kristal protein tercat hitam,
sedangkan spora-sporanya tercat ungu (Gambar 2,3). Ditemu-
kannya bakteri patogen pada sampel tanah, mungkin disebabkan
tanah yang berada pada lubang dan cabang pohon sudah tua
umurnya dan berada pada kedalaman 0,5–2 cm dari permukaan
tanah (komunikasi pribadi dengan DR. PilIai J.S).

Gambar 1. Lubang pohon kelengkeng (Euphoria longan)

10 ml air suling (distilled water) didiamkan selama 5 menit.


Dari sampel-sampel tersebut dibuat pengenceran 10-1-10-5,
kemudian dipanaskan pada suhu 70°C selama 15 menit.
Pemanasan tersebut bertujuan untuk menghambat pertumbuhan
bakteri lain, terutama bakteri non spora. Masing-masing seri
pengenceran diinokulasikan pada media nutrien agar yang
terdiri dari bacto beef extract 3 gram, bacto peptone 5 gram
dan bacto agar 15 gram per 1 liter akuades, kemudian
Gambar 2. Pengecatan kristal Bacillus thuringiensis (K=kristal,S =spora)
diinkubasikan selama 48 jam pada suhu 30°C.
Dari koloni yang diduga bakteri patogen, dibuat preparat
olesan dan dicat dengan pengecatan Naphthalene black 2 menit
dan Gurr’s improved R 66 Giemsa selama 1 menit(7).Diamati di
bawah mikroskop perbesaran 1000 kali, untuk melihat protein
toksin. Apabila terdapat kristal protein, berarti ditemukan B.
thuringiensis yang patogen. Dan koloni yang positif dibuat
biakan murni dengan cara inokulasi bakteri ini ke dalam media
nutrien agar, kemudian diinkubasikan pada suhu 30°C, selama
48 jam. Biakan murni ini disimpan pada agar miring NYSMA
selama 4 hari, suhu 30°C, kemudian diuji patogenitasnya.
Uji patogenitas biakan murni dilakukan menurut metoda
Chilcott dan Wigley(7), sebagai berikut:
Diambil 2 loop (2 ose) biakan murni dan dimasukkan ke
dalam Erlenmeyer ukuran 250 ml yang telah diisi dengan 50 ml
Tryptose Phosphate Broth (Oxoid, Unipath Ltd. Basingstoke,
Hampshire, England). Sampel-sampel tersebut digoyang dengan Gambar 3. Pengecatan kristal Bacillus thuringiensis (K kristal,S = spora)
menggunakan penggoyang pada suhu kamar selama 48 jam. Dari
masing-masing sampel yang sudah digoyang diambil 15 ml dan Isolasi 6 sampel tanah,menemukan 10 isolat bakteri patogen
dimasukkan ke dalam mangkok plastik yang diisi dengan 100 ml B. thuringiensis. Isolat-isolat yang ditemukan diuji patogeni-
suling dan 25 ekor jentik Ae. aegypti instarlil (umur 6–7 hari). tasnya terhadap jentik nyamuk Aedes aegypti dan Cx. quinque-
Sebagai kontrol, mangkok plastik hanya diisi dengan 150 ml air fasciatus. Uji patogenitas 10 isolat tersebut terhadap jenis Ae.
suling dan 25 ekor jentik Ae aegypt instar III. Ulangan di- aegypti instar III (6–7 hari) memperoleh 4 isolat (40%) mem-
lakukan sebanyak 3 kali. Pengamatan dilakukan selama 2 kali punyai patogenitasnya lebih dari 50% dan 6 isolat (60%) kurang
jam sesudah perlakuan Uji patogenisitas terhadap Culex dan 50% selama 24 jam perlakuan Pada 48 jam perlakuan di-
quinquefasciatus dilakukan seperti cara yang sama peroleh 5 isolat (50%) yang patogenitasnya Iebih dan 50% dan
5 isolat (50%) kurang dari 50% (Tabel 2).
HASIL DAN PEMBAHASAN Pada Tabel 3, menunjukkan 1 isolat (10%) mempunyai
Dari 6 sampel tanah pohon kelengkeng yang diperiksa (5 patogenitas lebih dan 50% dan 9 isolat (90%), kurang dan 50%
sampel dan lubang pohon dan 1 sampel dan cabang pohon), terhadap jentik Cx quinquefasciatus selama 24 jam perlakuan

Cermin Dunia Kedokteran No. 106, 1996 27


Tabel 1. Hasil isolasi Bacillus thuringiensis dan tanah di lima lokasi dasar dan dinding penampungan air (bottom feeders)(10).
penelitian
Isolat-isolat B. thuringiensis mampu membunuh 50% jentik
Jumlah sampel Hasil isolasi Ae.aegypti maupun Cx. quinquefasciatus, maka pengembangan
No. Lokasi Habitat lebih lanjut perlu dilakukan.
tanah B. thuringiensis
1. Butuh Lubang pohon l +
kelengkeng
2. Canden Timur Cabang pohon
kelengkeng 1 +
Lubang pohon KESIMPULAN DAN SARAN
kelengkeng 1 +
3. Karangduwet Lubang pohon Dari 6 sampel tanah yang diperiksa, diperoleh 10 isolat B.
kelengkeng 1 + thuringiensis (8 isolat berasal dari lubang pohon dan 2 isolat
4. Banyuputih Lubang pohon dari cabang pohon).
kelengkeng 1 + Isolat-isolat B. thuringiensis yang ditemukan pada lubang
5. Imam Bonjol Lubang pohon
pohon kelengkeng di lokasi Canden Timur, Banyuputih dan
kelengkeng 1 +
Imam Bonjol mampu membunuh jentik Ae. aegypti maupun
Sedangkan pada 48 jam perlakuan, menunjukkan 3 isolat (30%), Cx. quinquefasciatus lebih dari 50% pada 24 jam dan 48 jam
patogenitasnya lebih dan 50%, serta 7 isolat (70%) kurang dari perlakuan.
50% terhadap jentik Cx. quinquefasciatus (Tabel 3). Test serologi bakteri B. thuringiensis akan dilakukan guna
Perbedaan tinggi rendahnya patogenitasnya isolat-isolat yang mengetahui serotipenya.
diperoleh, mungkin disebabkan oleh banyaknya toksin bakteri UCAPAN TERIMA KASIH
yang termakan oleh jentik dan adanya perbedaan serotipe. Sero- Kami mengucapkan terima kasih kepada DR. Sustriayu Nalim, Pjh. Kepala
tipe B. thuringiensis H-14, menunjukkan patogenitas lebih tinggi Stasiun Penelitian Vektor Penyakit yang telah membimbing dan memberi saran-
terhadap jentik nyamuk dibandingkan dengan 13 serotipe lain saran sehingga selesainya makalah ini. Ucapan terima kasih juga kami sampai-
kan kepada rekan-rekan di laboratorium jazad hayati SPVP atas bantuan yang
yang menunjukkan patogen tinggi terhadap jentik Lepidoptera(2). diberikan.
Oleh karena itu pemeriksaan serologi akan dilakukan guna me-
ngetahui serotipenya. Selain itu patogenitas dapat dipengaruhi KEPUSTAKAAN
oleh kebiasaan dan perilaku makan jentik serta adanya toksin di
daerah makan jentik (larval feeding zone)(8,9).Jentik Cx. quinque- 1. de Barjac H. Insect Pathogens in the Genus Bacillus. In: R.C.W. Berkeley
fasciatus biasa mengambil makanannya di bawah permukaan air & M. Goodfellow (ed). The aerobic endospore forming bacteria. Classifi-
cation and identification. Academic Press. New York. 1981. p. 241–250.
(suspension feeders) dan Ae. aegypti mengambil makanan di 2. WHO. Data sheet on the biological control agent. Bacillus thuringiensis

Tabel 2. Hasil uji patogenitas isolat Bacillus thuringiensis yang diisolasi dari tanah terhadap jentik Aedes
aegypti instar III
Kematian jentik nyamuk terhadap B. thuringiensis*
Jumlah
No. Lokasi Habitat tanah sampel/ 24 jam 48 jam
isolat I II I II
n % n % n % n %
1. Butuh Lubang pohon
kelengkeng 1/1 1 8,0 1 49,3
2. Canden Timur Cabang pohon
kelengkeng 1/2 2 14,7–25,0 2 37,3–44,0
Lubang pohon
kelengkeng 1/2 2 52,0–80,0 2 66,7–93,3
3. Karangduwet Lubang pohon
kelengkeng 1/1 1 16,0 1 49,3
Banyuputih Lubang pohon
kelengkeng 1/2 1 56,0 1 12,0 2 53,3–78,7
5. Imam Bonjol Lubang pohon
kelengkeng 1/2 1 90,7 1 10,7 1 94,7 1 18,7
Jumlah 6/10 4 52,0–90,7 6 8,0–25,0 5 53,3–94,7 5 18,7–49,3

Keterangan:
* = rata-rata dan 3 ulangan
I = jumlah isolat dengan kematian jentik nyamuk > 50%
II = jumlah isolat dengan kematian jentik nyamuk < 50%
(. . .) = percentase kematian jentik nyamuk

28 Cermin Dunia Kedokteran No. 106, 1996


Tabel 3. Hasil uji patogenitas isolat Bacillus thuringiensis yang diisolasi dan tanah terhadap jentik Culex
quinquefasciatus instar III
Kematian jentik nyamuk terhadap B. thuringiensis*

Jumlah 24 jam 48 jam


No. Lokasi Habitat tanah sampel/
isolat I II I II
n % n % n % n %
1 Butuh Lubang pohon
kelengkeng 1/1 1 24,0 1 36,8
2. Canden Timur Cabang pohon
kelengkeng 1/2 2 9,3-25,3 2 13,3-28,0
Lubang pohon
kelengkeng 1/2 2 21,3-22,7 2 41,3-42,7
3. Karangduwet Lubang pohon
kelengkeng 1/1 1 25,0 1 37,3
4. Banyuputih Lubang pohon
kelengkeng 1/2 1 74,7 1 24,0 2 57,3-88,0
5. Imam Bonjol Lubang pohon
kelengkeng 1/2 2 16,0-18,7 1 60,0 29,3

Jumlah 6/10 1 74,7 9 9,3-25,3 3 57,3-88,0 7 13,3-42,7

Keterangan:
* = rata-rata dan .3 ulangan
I = jumlah isolat dengan kematian jentik nyamuk > 50%
II = jumlah isolat dengan kematian jentik nyamuk < 50%
(…) = persentase kematian jentik nyamuk

serotype H-14, WHO/VBCI79.750.13p. 1979. 7. Chilcott CN, Wigley PJ. Technical note: an improved method for differen-
3. Soesanto Prospek Bacillus thuningiensis dalam Pengendalian Hama. tial staining of Bacillus thuringiensis crystals. Letters in Applied Microbio-
Kumpulan Makalah Seminar B. thuringiensi. Komisi Pestisida Departe- logy. 1988; 7:,67–70.
men Pertanian. 1994. hal 1–14. 8. Aly C, MullaMS,Bo-Zhao Xu, Schnetter W. Rate of ingestion by mosquito
4. Reeves EL, Garcia C Jr. Pathogenicity of bicrystalliferous Bacillus isolate larvae (Diptera, Culicidae) as a factor in the effectiveness of a bacterial
for Aedes aegypti and other aedine mosquito larvae. Proc. IV mt. Collo stomach toxin. J. Med. Entomol. 1988; 25(3): 191–96.
quium on Insect. Pathol. College Park, Maryland, USA. 1970. p 219–228. 9. Mulla MS, Darwazeh HA, Tietze NS. Efficacy of B. sphaericus 2362
5. Goldberg U, Margalit J. A bacterial spore demonstrating rapid larvicidal formulations against floodwater mosquitoes. J. Am. Mosq. Contr. Assoc.
activity against Anopheles sergentii Uranotaenia unquiculata, Cx. univit 1988; 4(2).
tatus, Ac. aegypti, and CL pipiens. Mosquito News. 1977; 37(3); 246–251. 10. BeckerN, DjakariaS, KaiserA, ZulhasrilO, Ludwig HW. Efficacyofanew
6. Lee HL, Cheong WH. Laboratory evalution of the potential efficacy of B. tablet formulation of an Asporogenous strain of Bacillus thuringensis
thuningensis for the control of mosquitoes in Malaysia. Trop. Biomed. israclensis against larvae of Aedes aegypti. Bull. Soc. Vector Ecol. 1991;
1985; 2: 133–37. 16(1): 1–7.

Many can argue, not many converse


(AB Alcott)

Cermin Dunia Kedokteran No. 106, 1996 29


HASIL PENELITIAN

Pengujian Metode Larvasida


Teknar 1500 S terhadap Larva
Anopheles maculatus yang merupakan
Vektor Malaria di Daerah Aliran Sungai
Amrul Munif*, Pranoto**
*) Pusat Penelitian Ekologi Kesehatan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Departemen Kesehatan RI, Jakarta
* *) Kepala Sub Direktorat Serangga Penular Penyakit, Direktorat P2M & PLP
Departemen Kesehatan RI, Jakarta

PENDAHULUAN bagai vektor penyakit malaria untuk daerah Yogyakarta, Jawa


Penyakit malaria di pulau Jawa, khususnya Jawa Tengah Tengah.
sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat, Walaupun sembilan kecamatan ini merupakan daerah prio-
terutama di daerah pedalaman berbukit dengan pengairan sawah ritas pemberantasan penyakit malaria dengan insektisida, namun
nonteknis yang memerlukan air mengalir sepanjang tahun agar pada hakekatnya daerah-daerah tersebut masih termasuk dalam
sawah dapat dikelola terus menerus. Keadaan demikian dapat kelompok HCI. Berbagai upaya penelitian untuk mengendalikan
dimanfaatkan untuk perkembangan nyamuk Anopheles spp. nyamuk vektor malaria baik uji coba insektisida maupun peman-
Selama tahun 1980-an kecamatan yang selalu mempunyai faatan hewan predator terhadap larva telah dimasukkan ke dalam
High Case Incidence (HCI) adalah sebanyak 75 kecamatan, ke- program P2M PLP. Pemberantasan larva Anopheles spp di per-
mudian menurun pada tahun 1986 dan 1992 menjadi 9 kecamat- sawahan telah dilakukan dengan menebar ikan kepala timah
an(1). Analisis epidemiologis menunjukkan bahwa semua keca- (Panchak spp) pada tempat-tempat perkembangbiakán larva.
matan dengan HCI berada di daerah dataran tinggi dengan sawah Dilakukan juga penggunaan biosida untuk menekan dampak
bertingkat, dan sumber air melimpah dan mata air secara terus negatif dengan Bacillus thuringiensis. Percobaan telah dilaku-
menerus, sehingga dapat menunjang perkembangbiakan nyamuk kan dengan berbagai formulasi pada lagun yang merupakan
vektor malaria, di antaranya; Anopheles aconitus, An. maculatus habitat larva An. Sundaicus(5).Namun sampai saat sekarang, larva
dan An. balabacensis. Selama ini telah diketahui An. aconitus Anopheles spp yang hidup di sungai belum pernah ditanggulangi
merupakan vektor utama penyakit malaria karena terbukti di- secara efektif dan efisien; sehingga dipandang perlu adanya
temukan sporozoit pada tubuh An. aconitus di Kabupaten Jepara metode tertentu untuk melakukan penekanan populasi larva An.
(1,2%) dan pada An. aconitus di Wonosobo (0,5%), Jawa maculatus yang mempunyai habitat genangan air, sungai,
Tengah(2). Bahkan baru-baru ini telah ditemukan nyamuk An. kolam dan air mengalir di pegunungan dengan menggunakan
balabacensis sebagai vektor malaria yang positif ookista dan biosida B. thuringiensis H-14 (Teknar 1500 S).
sporozoit dengan infeksi alami sebesar 4,3% di Banjarnegara(3).
Hal tersebut di atas berbeda dengan apa yang dilaporkan oleh BAHAN DAN CARA KERJA
para ahli sebelumnya yang hanya mencatat An. aconitus sebagai Lokasi
vektor malaria di daerah pedalaman berbukit dengan kondisi Kabupaten Kulon Progo terdiri dan 5 kecamatan dan 59
sawah bertingkat. Bahkan dan hasil konfirmasi vektor untuk desa. Salah satu kecamatan yang terpilih sebagai lokasi peneli-
wilayah P. Jawa dan Bali terdapat 5 spesies yaitu: An. aconitus, tian adalah Kecamatan Kokap (Gambar 1), karena daerah ini
An. subpictus, An. sundaicus, An. balabacensis, An. maculatus termasuk 9 kecamatan yang mempunyai HCI dengan SPR 2,07%
dengan suspected vector An. barbirostris Pada tahun 1990 ada tahun 1992. Kecamatan Kokap dihuni oleh 27,123 jiwa
sampai dengan 1991, telah dikonfirmasikan An. maculatus se- dengan jumlah rumah 5.991 buah. Sebelah barat berbatasan

30 Cermin Dunia Kedokteran No. 106, 1996


dengan Kecamatan Bagelen yang termasuk Kabupaten Purwo- ringiensis H-14, untuk mengendalikan larva nyamuk Anopheles
rejo, yang merupakan salah satu daerah malaria di Jawa Tengah. yang berkembangbiak di aliran sungai. Teknar 1500 S bekerja
Kecamatan Kokap merupakan daerah pegunungan dengan ba- sebagai racun perut, diformulasikan dalam bentuk cairan yang
nyak sungai yang secara alami terisi air sepanjang tahun. Air penggunaannya dicampur dengan air. Metode aplikasi biosida
yang mengisi badan sungai ini berasal dari mata air, selain itu dilakukan dengan tiga cara, yaitu penyemprotan, penyebaran
banyak genangan-genangan air yang terlindung tumbuh-tum- dengan kantong plastik dan pengocoran secara perlahan-lahan
buhan, sehingga matahari tidak dapat menembus masuk. Tempat selama 24 jam. Besarnya dosis yang diperlukan pada cara per-
ini cocok sebagai tempat perkembangbiakan larva nyamuk An. tama adalah dengan memperhitungkan volume serta luas per-
balabacensis dan An. maculatus. mukaan sungai pada saat aplikasi.
Penyemprotan dilakukan dengan memakai Hudson X-Pert
[volume maksimum 8 liter] dengan dosis 1,5 liter per hektar,
larutan Teknar 1500 S disemprotkan secara merata pada per-
mukaan air sungai. Cara kedua adalah penyebaran larvasida
dalam kantong plastik, dengan memasukkan Teknar 1500 S
sesuai dosis yang telah diperhitungkan persatuan luas permukaan
air yang diperlukan [± 1 hektar] ke dalam 40 kantong plastik,
yang selanjutnya sebarkan atau ditanam secara merata di 40
lokasi perindukan nyamuk Anopheles untuk daerah seluas 1
hektar. Agar kantong plastik dapat tenggelam ke dalam air maka
setiap kantong plastik diisi batu kerikil. Cara ketiga adalah
dengan metode pengocoran; dosis yang digunakan adalah 1,5
liter Teknar 1500 S per hektar. Dengan menggunakan drum
plastik (20 liter) dipasang kran untuk mengatur besar kecilnya
cairan yang keluar. Dosis dihitung berdasarkan panjang sungai
kali rata-rata Iebar permukaan air sungai. Dosis yang telah di-
tetapkan dilarutkan ke dalam air sesuai dengan kapasitas drum
dan diaduk sampai merata. Volume larutan jadi yang keluar
melalui ksan dihitung persatuan waktu selama. 24 jam. sebagai
berikut
volume larutan jadi
Volume [ml] per menit =
24 X 60
Pengocoran Teknar 1500 S dilakukan pada bagian hulu
sungai sebelum sungai tersebut masuk ke daerah permukiman
penduduk. Masing-masing metode dilakukan 4 kali dengan
interval waktu 7 hari selama 21 hari; apabila dalam pengamatan
tertangkap pupa Anopheles sp sebagai vektor malaria maka
penangkapan larva dihentikan.
Gambar 1. Lokasi aplikasi Teknar 1500 S terhadap larva An. maculatus
Evaluasi penelitian dilakukan dengan mengadakan peng-
di Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulon Progo ukuran densitas larva dengan pencidukan di lokasi uji coba di-
bandingkan dengan kontrol. Pengambilan sampel dilakukan oleh
Lokasi penelitian adalah 4 daerah aliran sungai yang ada 6 orang, kemudian dihitung jumlah setiap instar larva dan pupa
dalam wilayah Kecamatan Kokap yaitu: nyamuk An. maculatus. Pengamatan dilakukan beberapa jam
a) Untuk aplikasi penyemprotan di Kedungsole, Dusun sebelum perlakuan, 24 jam setelah perlakuan dan selanjutnya
Terigi, Desa Hargowilis. setiap minggu setelah perlakuan sampai ditemukan pupa dari
b) Untuk aplikasi penyebaran kantong plastik di Kedung setiap perlakuan.
Longen, Dusun Tegiri, Desa Hargowilis. Uji coba larvasida Teknar 1500 S dengan beberapa cara
c) Untuk aplikasi pengocoran di Kali Jambon, Dusun Gunung perlakuan dan interval waktu perlakuan dianalisis dengan ran-
Rego, Desa Hargorejo. cangan petak terbagi [Split Plot design].
d) Untuk kontrol di Bondalem, Dusun Menguri, Desa Hargo
tirto. HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil kerapatan populasi rata-rata larva An.maculatus yang
CARA KERJA ditemukan di lokasi aliran sungai Kedungsole sebelum aplikasi
Bahan larvasida yang digunakan adalah Teknar 1500 S yang penyemprotan Teknar 1500 S adalah 95 ekor. Kerapatan popu-
mengandung 1500 AAU kristal delta endotoksin Baccillus thu- lasi larva ini terus menurun pada pengamatan minggu ke 2 se-

Cermin Dunia Kedokteran No. 106, 1996 31


sudah aplikasi, yaitu hanya diperoleh I ekor larva. Populasi me- Namun kemudian meningkat kembali setelah 1 minggu menjadi
ningkat menjadi 21 ekor 3 minggu setelah aplikasi. Persentase 7 ekor dengan persentase reduksi 97% dan menurun sampai
reduksi setelah perlakuan Teknar 1500 S pada setiap pengambil- 80,74% setelah 3 minggu (Tabel 3). Hasil dan ke tiga metode
an sampel menunjukkan nilai yang berfluktuasi (Tabel 1). Pada aplikasi Teknar 1500 S berpengaruh jika dibandingkan dengan
pengamatan setelah 2 minggu persentase reduksi masih di atas kontrol pada aliran sungai Bondalem yang mempunyai kerapatan
95%, namun kemudian menurun dengan tajam menjadi 33% populasinya selalu tinggi dengan rata-rata 43 ekor pada setiap
setelah minggu ke tiga. Kerapatan populasi rata-rata An. macu- pengambilan sampel. Hasil analisa percobaan menunjukkan
latus yang ditemukan di Kali Jambon sebelum pelaksanaan bahwa antara perlakuan penggunaan metode pemberian Teknar
pengocoran Teknar 1500 S diperoleh larva 79 ekor. Setelah 1500 S dan rancangan petak terbagi (Split Plot design) menun-
diberi Teknar 1500 S populasi larva A maculatus menurun jukkan perbedaan yang nyata (Anova F hit>F tab pada α = 0,05).
menjadi 45 ekor setelah 24 jam kontak. Tiga minggu kemudian Pada petak anak perolehan instar dengan berbagai metode aplikasi
ditemukan 6 ekor larva dan 1 ekor pupa An.maculatus (Tabel 2). menunjukkan adanya perbedaan yang sangat nyata (F hit > F tab
Dilihat dan hasil perhitungan nilai reduksi ternyata nilainya pada α = 0,05 dan α = 0,01) (Tabel 4). Teknar 1500 S cepat
(6,8%) setelah 24 jam, dan makin lama nilai reduksinya mening- menyebar rata ke permukaan perairan sehingga larva dengan
kat yaitu pada hari ke 21 masih di atas 97,34% (Tabel 2). Tam- mudah memakan knistal B. thuringiensis. Artinya kerapatan
paknya penggunaan metode pengocoran Teknar 1500 S kurang populasi larva An. maculatus dari setiap instar dipengaruhi oleh
baik daripada metode penyemprotan. Hal ini terlihat bahwa pada cara aplikasi penggunaan Teknan 1500 S. Aplikasi Teknar 1500
metode penyemprotan hasil rata-rata kerapatan populasi larva S dengan berbagai metode mempunyai dampak yang berbeda
An. maculatus selalu rendah pada setiap pengambilan sampel. terhadap jumlah populasi An. maculatus (F hit> F tab; pada α =
0,05 dan α = 0,01) (Tabel 4);metode penyem-
Tabel 1. Kerapatan populasi larva Anopheles maculatus sebelum dan sesudah aplikasi dengan
protan secara bermakna lebih baik jika di-
metode penyemprotan Teknar 1500 S di lokasi aliran sungai Kedung Solo, Dusun
Tegiri, Desa Hargowilis, Kecamatan Kokap DIY bandingkan dengan metode pengocoran dan
penebaran kantong plastik (F hit > F tab; pada
Jumlah rata-rata larva An. maculatus berdasarkan instar α = 0,05 dan α = 0,01) (Tabel 5), sedangkan
Reduksi
Pengamatan Metode penyemprotan Kontrol (Sungai Bon Dalem)
(%)
metode pengocoran dan penebanan kantong
I II III IV Pupa Jumlah I II III IV Pupa Jumlah plastik tidak menunjukkan perbedaan, artinya
Sebelum aplikasi
mempunyai efektivitas yang sama.Kejadian ini
penyemprotan 19 51 12 10 3 95 2 12 1 2 1 18 disebabkan karena pada metode penyemprotan
Sesudah : Teknar 1500 5 akan tersebar merata di sungai,
24 jam 0 0 0 0 0 0 2 6 3 0 0 11 100 yang memudahkan larva terpapar Teknar 1500
7 hari 0 8 0 0 0 8 0 18 1 0 0 19 92,02
8 had 0 0 0 0 0 0 25 38 0 0 2 65 100
S, sedangkan pada metode pengocoran dan pe-
14 hari 0 1 0 0 0 1 4 30 39 8 4 85 99,71 nebaran kantong plastik berisi Teknar 1500 S
21 hari 0 16 1 3 1 21 9 17 19 12 3 60 33, yang terkena tidak menyeluruh, bahkan genang-
an air yang merupakan tempat perkembang-
Tabel 2. Kerapatan populasi larvaAnopheles maculatus sebelum dan sesudah aplikasi dengan biakan An.maculatus di badan sungai sulit ter-
metode pengocoran berisi Teknar 1500 S di lokasi aliran sungai Kali Jambon, Dusun isi air yang mengandung Teknar 1500 S asal
Gunung Rejo, Desa Hargorejo, Kecamatan Kokap
pengocoran dan penebaran kantong plastik. Di
Jumlah rata-rata larva An. maculalus berdasarkan insta samping itu formulasi dan kemasan dari B.
Reduksi
Pengamatan Metode pengocoran Kontrol (Sungai Bon Dalem) thuringiensis berpenganuh terhadap angka ke-
(%)
I II III IV Pupa Jumlah I II III IV Pupa Jumlah matian larva Cx. quinquefasciatus(4). Peng-
Sebelum aplikasi gunaan formulasi granula terhadap kedua jenis
pengocoran 14 15 26 17 7 79 2 12 1 2 1 18 larva ternyata sangat efektif pada larva An.
Teknar 1500 aconitus dibandingkan Cx. quinquefasciatus
Sesudah
24 jam 0 18 14 12 1 45 2 6 3 0 0 11 6,8
dalam percobaan di laboratorium(5).
7 hari 0 35 0 0 0 35 0 18 1 0 0 19 58,03
8 hari 0 1 0 0 0 1 25 38 0 0 2 65 9,65 KESIMPULAN
14 hari 0 3 0 1 0 4 4 30 39 8 4 85 98,93 Pemakaian berbagai metode aplikasi peng-
21 hari 0 2 1 3 1 7 9 17 19 12 3 60 97,34
gunaan Teknar 1500 S terhadap populasi larva
An. maculatus pada aliran sungai menghasilkan
kematian larva yang berbeda. Metode aplikasi
penyemprotan lebih efektif daripada metode
Pada metode aplikasi penyebaran kantong plastik yang berisi penebaran kantong plastik dan pengocoran di sekitar aliran
Teknar 1500S, sebelum aplikasi diperoleh 95 ekor larva. sungai. B. thuringiensisH-l4dalam bentuk formulaTeknar 1500
Setelah larva kontak dengan Teknar 1500 S dalam waktu 24 jam S dapat menurunkan populasi larva An. maculatus selama 3
jumlah tersebut menjadi nol dengan persentase reduksi 100%. minggu dengan nilai reduksi di atas 50% dari ketiga metode

32 Cermin Dunia Kedokteran No. 106, 1996


Tabel 3. Kerapatan populasi larvaAnopheles maculatus sebelum dan sesudah aplikasi dengan aplikasi. Nilai reduksi 95% dan tiga metode
metode penebaran kantong plastik berisi Teknar 1500 S di aliran sungai Kedung
aplikasi diperoleh selama 2 minggu.
Longen, Dusun Tegiri, Desa Hargowilis, Kokap, Kabupaten Kulon Progo, DIY

Jumlah rata-rata larva An. maculatus berdasarkan instar


Reduksi
Pengamatan Metode penyebaran Kontrol (Sungai Bon Dalem) (%)
I II III IV Pupa Jumlah II III IV Pupa Jumlah
Sebelum aplikasi
penyebaran 19 51 12 10 3 95 2 12 1 2 1 18
kantong plastik
Sesudah
24jam 0 0 0 0 0 0 2 6 3 0 0 11 100
7 hari 0 7 0 0 0 7 0 18 1 0 0 19 93,02
8 hari 0 7 0 0 0 7 25 38 0 0 2 65 97,96
14 hari 0 17 1 3 2 23 4 30 39 8 4 85 94,87
21 hari 0 23 12 22 4 61 9 17 19 12 3 60 80,74
Tabel 4. Analisa variens penggunaan metode pemberian Teknar 1500 S
terhadap instar larva Anopheles maculatus di aliran sungai UCAPAN TERIMA KASIH
Kecamatan Kokap, Kulon Progo Terima kasih kami sampaikan kepada DR. Moh. Sudomo, Ketua Kelompok
Biologi Lingkungan, Puslit Ekologi Kesehatan, yang telah membina dan mem-
Ftabel beri saran serta koreksi hingga selesainya penulisan paper ini.
Sumber Derajat Jumlah Kwadrat
Fhitung
Variasi bebas kwadrat tengah 005 001
Mean 1 865,33 865,33 – – –
Petak Utama
Ulangan 4 2095 5,24 0,105 3,84 7,01
t1 = A (metode) 2 758,72 379,4 7,635* 4,46 8,65
Acak Petak Utama 8 397,5 49,69
Petak Anak KEPUSTAKAAN
t2 = B (Instar) 4 594,803 148,7 11,527** 2,86 4,38
AB (t1 t2) 8 563,87 70,48 5,464** 2,36 3,35 1 Somthas Malikul. Consolidated Annual Report on Malaria Control Pro-
Acak Petak Anak 48 620,85 12,9 gramme, Indonesia 1992/1993 Ministry of Health & World Health Orga-
nization WHO/IND Mal 001, 1993.
Keterangan : *) mempunyai perbedaan bermakna **) perbedaan sangat nyata 2. Kirnowardoyo. Konfirmasi An. aconitus Donits sebagai vektor malaria di
Jawa Tengah. Berita Entomologi, 1982.
Tabel 5. Perbedaan rata-rata dan perlakuan metode pemberian Teknar 3. Pranoto, Pudjo Prasetyo. Konfirmasi An. balabacensis Bisas sebagai vektor
1500 5 terhadap larva Anopheles maculatus di aliran sungai utama malaria dan An. maculatus Thes sebagai suspect vektor malaria di
Kecamatan Kokap Kabupaten Kulon Progo Banjarnegara., Berita Epidemiologi, Jawa Tengah No. 01/03/BE/PP/CBCF/
90.
Beda nyata jujur 4. Seregeg 1G. Soekirno M. Perbandingan pengaruh biosida Sandoz dengan
Rpenyemprotan Rpengecoran Rpenyebaran
005 001 Bactimos terhadap pencemar biologis, Cx. quinquefasciatus dalam satu uji
coba lapangan di Jakarta Indonesia. Bul Kes. 1978.
Rpenyemprotan 1,2 – 2,48** 2,72** 1,54 1,384 5. Amrul Munif. Pengaruh beberapa dosis B. thuningiensis Formula granula
Rpengecoran 3,68 – – 0,24 terhadap larva Anopheles aconitus dan Culex. p. quinquefasciatus pada
Rpenyebaran 3,92 – – – simulasi air tergenang. Pertemuan Ilmiah Tahunan Perhimpunan Mikrobio-
logi Indonesia, Bogor 2–3 Desember 1991.
Keterangan : **) berbeda sangat nyata

Nature’s thief masterpiece is writing well


(Duke of Buckingham)

Cermin Dunia Kedokteran No. 106, 1996 33


HASIL PENELITIAN

Pengaruh Pasase terhadap Gejala Klinis


pada Mencit Strain Swiss Derived
yang Diinfeksi Plasmodium berghei ANKA
Rabea Pangerti Jekti, Edhie Sulaksono, Siti Sundari Y, Rita Marleta, Subahagio
Pusat Penelitian Penyakit Menular, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Departemen Kesehatan RI, Jakarta

ABSTRAK
Plasmodium berghei adalah suatu hemoprotozoa yang menyebabkan penyakit ma-
laria pada rodensia terutama rodensia kecil. Di laboratorium pemeliharaan kelangsungan
hidup parasit ini dilakukan dua cara yaitu menyimpan darah mencit yang mengandung
parasit pada suhu –70°C atau dalam nitrogen cair, dan kedua melalui proses pasase pada
mencit.
Penelitian ini dilakukan adalah untuk mengetahui pengaruh pasase terhadap gejala
klinis pada mencit Swiss derived yang diinfeksi Plasmodium berghei.
Pasase dilakukan terhadap beberapa kelompok mencit masing-masing 6 ekor
(BPO–BP6) (betina; umur: 6–8 minggu, berat badan: 20–25 gram). BPO adalah mencit
yang disuntik darah yang mengandung sporozoit (secara intraperitoneal sebanyak 0,25
ml). Demikian selanjutnya dilakukan pasase dan BPO ke BP1, BP1 ke BP2, dan se-
terusnya. Selama 7–10 hari dilakukan pasase serta pengamatan terhadap gejala klinis.
Infeksi Plasmodium berghei ANKA pada mencit Swiss derived sampai dengan
pasase ke 6 (BP6) menyebabkan perubahan keadaan umum rata-rata dimulai pada hari ke
empat setelah inokulasi yaitu suhu tubuh subnormal, bum berdiri, berat badan turun, lesu,
lemah, selaput lendir permukaan anemis, turgor buruk, faeces mengering. Dan dengan
pasase berulang (sampai pasase ke 6), akan bertambah lagi gejala klinisnya sampai
menjelang kematiannya yaitu jalan kiposis serta paralisis kaki belakang. Sedangkan
tingkat kematian akibat pasase berulang pun bertambah besar.
Kesimpulannya adalah makin banyak dilakukan pasase, maka mungkin terjadi pe-
ningkatan virulensi Plasmodium berghei ANKA.

PENDAHULUAN Plasmodium berghei adalah suatu hemoprotozoa yang


Penelitian aspek parasitologi, kemoterapi, dan imunologi, menyebabkan penyakit malaria pada rodensia, terutama
atau pengembangan vaksin penyakit malaria, banyak mengguna- rodensia kecil.
kan malaria pada rodensia sebagai model, dengan pertimbangan Untuk memelihara kelangsungan hidup Plasmodium ini di
rodensia merupakan hewan percobaan yang mudah ditangani, laboratorium dilakukan dua cara. Pertama dengan menyimpan
banyak keturunan, serta mudah dalam pemeliharaan. darah mencit yang mengandung parasit pada suhu –70°C atau

34 Cermin Dunia Kedokteran No. 106, 1996


dalam nitrogen cair, kedua dengan memeliharanya dalam makhluk Grafik 1. Suhu Tuhuh Mencit yang diinfeksi dengan Plasmodium berghei
ANKA
hidup (mencit); namun pada cara kedua perlu dilakukan pemin-
dahan parasit karena mencit yang telah terinfeksi akan mati da-
lam jangka waktu tertentu bila tidak diobati. Pemindahan parasit
(pasase) merupakan pemeliharaan kelangsungan perkembangan
aseksual.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pasase
terhadap gejala klinis pada mencit strain Swiss derived yang di-
infeksi Plasmodium berghei ANKA. Mencit strain Swiss derived
digunakan karena telah diketahui bahwa tanpa diobati, strain ini
relatif lebih tahan hidup dibanding strain lainnya(1).

BAHAN DAN CARA KERJA


Dipakai mencit strain Swiss derived betina berusia 6–8
minggu (1–1,5 bulan) dengan berat badan rata-rata 20–25 gram
(setiap pasase memerlukan 6 mencit). Mencit yang digunakan
dipelihara pada suhu 27°C, diberi makan dan minum ad libitum.
Pasase sporozoit (BPO) dipakai sebagai permulaan infeksi Hari ke
mencit. Pasase dilakukan dengan cara penyuntikan intra pen-
toneal sebanyak 0,25 ini/mencit. Setelah 7–10 hari dilakukan
pasase pada mencit lain (BP1), dengan cara mengambil darah
melalui mata, kemudian disuntikkan secara intrapenitoneal se-
banyak 0,25 ini/mencit. Demikian selànjutnya dilakukan cara Sumber : Puslit Penyakit Menular.
yang sama terhadap kelompok BP1 ke BP2, BP2 ke BP3 dan se-
terusnya. pucat/anemis (tampak dari selaput lendir mata, anus, dan ekor);
Pengamatan yang dilakukan tiap hari antara lain : angka hal ini disebabkan banyaknya eritrosit yang terserang dan ke-
kematian (mortalitas) dan mencit yang diinfeksi Plasmodium mudian pecah/hilang pada saat pecahnya sison, atau eritrosit
berghei ANKA, gejala klinis yang tampak (suhu tubuh, berat yang terserang membentuk trombus yang mengakibatkan tim-
badan, keadaan fisik). Selain itu tiap mencit diambil darah bulnya nekrosis janingan, anoksi, serta anemi. Bila kerusakan
perifernya (melalui ekor) dan dibuat preparat ulas tipis untuk eritrosit ini meluas, maka hewan mengalami shock, dan apabila
mengetahui pertumbuhan parasit. tidak diobati akan menyebabkan kematian(3).

HASIL DAN PEMBAHASAN Grafik 2. Berat Badan Mencit yang diinfeksi dengan Plasmodium berghei
Gejala klinis dan perubahan fisik yang diamati serta per- ANKA
tumbuhan parasit dalam darah dan masing-masing kelompok
pasase adalah sebagai berikut:
1) Suhu tubuh
Suhu tubuh mencit normal (sebelum diinokulasi P. berghei
ANKA) dan dipelihara pada suhu 27°C adalah 38,41°C.
Semua mencit yang diinokulasi parasit P. berghei ANKA
serta dipelihara pada suhu 27°C mengalami penurunan suhu tu-
buh secara progresif (sudah dimulai hari ke 4 setelah inokulasi),
bahkan menjelang kematian mencapai 32,2°C (Grafik 1). Pe-
nurunan suhu yang terus berlangsung ini diikuti dengan gejala
klinis bulu berdiri.
Penurunan suhu ini mungkin disebabkan:
a) Kerusakan sistem termoregulator di otak. Karena P. berghet
mampu menembus banier darah otak sehingga menyebabkan
trombus yang berakibat antara lain nekrosis jaringan.
b) Pada suhu ruang biasa, panas tubuh mencit akibat radang
Hari ke
lebih banyak terbuang daripada menaikkan suhu tubuh(2).
2) Perubahan fisik/keadaan umum
Hewan tampak lesu, lemah, kurus. Tampak pada grafik 2
berat badan turun rata-rata dimulai pada hari ke 4 setelah inoku-
lasi, dan terus menurun sampai kematiannya. Hewan tampak
Sumber : Puslit Penyakit Menular.

Cermin Dunia Kedokteran No. 106, 1996 35


Menjelang kematian faeces mengering, mungkin karena Grafik 3. Pertumbuhan Parasit Plasmodium berghei ANKA pada Mencit
yang dilnfeksl sampai dengan pasase ke-6
hewan tidak nafsu makan dan minum, sehingga kekurangan cair-
an tubuh, yang diikuti dengan turgur yang buruk.
Gejala-gejala tersebut selalu ada pada masing-masing ke-
lompok pasase.
Sedangkan gejala lain yang timbul yaitu:
a) Hewan berjalan kiposis muncul pada BP5 hari ke 5 setelah
inokulasi. Cara berjalan kiposis ini merupakan salah satu cara
menahan sakit di daerah rongga perut; P. berghei dapat menye-
rang ginjal dan menyebabkan glomerulonefritis akut(3).
b) Paralisis kaki belakang muncul pada BP6 hari ke 6 setelah
inokulasi. Hal ini mungkin akibat kerusakan otak sebagai pusat
susunan saraf karena pada otak tikus yang diinfeksi P. berghei
terjadi perdarahan yang meluas (Mercado, dikutip dari 3).

Pertumbuhan parasit dan tingkat kematian


Dari Tabel 1 tampak bahwa pada pasase ke 6 (BP6) relatif
lebih cepat dan lebih banyak jumlah kematiannya, hal ini mungkin
karena pada saat tersebut parasitnya lebih virulen; virulensi
parasit ini tergantung pada kemampuannya untuk memblokir
kapiler otak,yang akhirnya menyebabkan kematian akibat shock(3).

Tabel 1. Jumlah Kematian Mencit (per hari) akibat Infeksi Plasmodium


berghei ANKA
Sumber : Puslit Penyakit Menular
Hari ke 2 3 4 5 6 7 8 9 10
KESIMPULAN
BP0 – – – – – – 1 2 2
BP1 – – – – 1 2 – – –
Gejala klinis yang umum timbul akibat infeksi Plasmodium
BP2 – – – – 1 2 – – – berghei ANKA pada mencit strain Swiss derived, rata-rata setelah
BP3 – – – – – – 1 2 1 hari ke 4 setelah inokulasi, sampai kematiannya adalah : suhu
BP4 – – – – – – – 1 2 tubuh subnormal., lesu, lemah, berat badan menurun, pucat
BP5 – – – 1 2 – – – –
BP6 – 1 3 – 1 – – – –
anemis di seluruh selaput lendir permukaan, faeces mengering.
Gejala klinis tersebut bervaniasilbertambah setelah dilaku-
kan pasase berulang (sampai pasase ke 6), yaitu jalan kiposis,
Pada Grafik 3 tampak bahwa nilai rata-rata pertumbuhan panalisis kaki belakang.
parasit dalam darah dari hari 1 sampai dengan hari 10 ber- Makin sering dilakukan pasase, mungkin menyebabkan pe-
fluktuasi, dan mencapai puncaknya pada hari ke 3 (24,29 x 104/ ningkatan virulensi, ditandai dengan beragamnya gejala klinis,
mm3 darah), kemudian menurun, dilanjutkan kenaikan lagi pada timbulnya kematian relatif lebih cepat, dan jumlah kematian
hari ke 5 (23,39 x 104/mm3 darah), menurun lagi, dan naik lagi relatif lebih besar.
pada hari ke 8 (23,79 x 104/mm3 darah). Nilai rata-rata pertum-
buhan parasit ini tidak berhubungan dengan tingkat kematian. KEPUSTAKAAN
Hal ini misalnya terlihat pada BP2 dengan BP6 di hari ke 5; nilai
pertumbuhan parasitnya relatif sama, namun tingkat kematian 1. Suwarni, Tuti S, Dewi RM, Marwoto HA. Pengaruh Kiorokuin terhadap
Jumlah Parasit pada Mencit yang Diinfeksi dengan Pt. berghei. Cermin
pada BP6 relatif lebih besar. Hal tersebut mungkin karena sifat Dunia Kedokt. 1994; 94: 58–60.
parasit akibat pasase berulang lebih virulen, sehingga relatif 2. Sadikin M. Peningkatan daya tahan tubuh oleh kenaikan suhu tubuh pada
lebih besar tingkat kematiannya. mencit terinfeksi dengan Plasmodium berghei ANKA. Cermin Dunia
Kenaikan jumlah parasit secara tidak progresif dalam darah Kedokt. 1989; 55: 32–7.
3. Aikawa M, Suzuki M, Gutierrez Y. In: Malaria-Pathology, Vector Studies,
mencit hingga mencapai puncaknya dan kemudian cenderung and Culture (Kreier JP ed). New York: Academic Press 1980. pp 47–95.
menurun tersebutjuga tidak ada hubungannya dengan penurun- 4. Dewi RM, Sulaksono EM. Pengaruh Pasase Pt. berghei pada Mencit strain
an suhu tubuh mencit. Swiss. Cermin Dunia Kedokt. 1994; 94: 61–3.

36 Cermin Dunia Kedokteran No. 106, 1996


HASIL PENELITIAN

Keadaan. Hematologis Mencit yang


Diinfeksi dengan Plasmodium berghei
Rita M. Dewi, Harijani AM, Emiliana T, Suwarni, Rabea P. Yekti
Pusat Penelitian Penyakit Menular, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Departemen Kesehatan RI, Jakarta

ABSTRAK
Dalam rangka mempelajari penggunaan binatang percobaan pada penelitian malaria,
telah dilakukan penelitian keadaan hematologis mencit yang diinfeksi Plasmodium
berghei. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perubahan keadaan darah mencit
yang menderita malaria dan mencari kelainan utama yang menyebabkan kematian
mencit.
Dipakai mencitjantan (umur 6 minggu), diinfeksi secara intraperitoneal dengan 0,1
ml darah yang mengandung 4 x 104 P. berghei. Secara acak dibagi menjadi tiga kelompok
yaitu yang diperiksa pada hari ke dua (H2), hari ke lima (H5) dan hari ke sepuluh (H 10)
setelah infeksi.
Pemeriksaan terdiri dari pemeriksaan darah rutin dan kimia darah. Pada kelompok H5
dan H10 terjadi perubahan keadaan darah yaitu menurunnya nilai rata-rata eritrosit,
hemoglobin dan hematokrit dan 4,3 juta/µl 12,89 g/dl dan 39,3 ml% menjadi 2,7 juta/µl;
7,73 g/dl dan 23,1 ml% pada H5 sedangkan pada H10 adalah 2,5juta/µl 6,67 g/dl dan
20,17 ml%. Keadaan leukosit meningkat dan 5490/µl menjadi 8250/µl dan 7700/µl
Perubahan kimia darah terutama terjadi pada kelompok H5 yaitu menurunnya nilai
glukosa darah dan 189,8 1 mg% menjadi 29,33 mg% sedangkan nilai bilirubin, koleste-
rol, ureum, SGPT dan SGOT meningkat dan 0,49 mg/dl; 101,07 mg/dl; 45,2 1 mg/dl;
68,29 IU dan 116,71 IU menjadi 0,83 mg/dl; 120,83 mg/dI; 56,75 mg/dl; 555,75 IU dan
963,83 IU.
Kepadatan parasit tertinggi juga terjadi pada H5 yaitu 20,14% sedangkan pada H2
dan H10 adalah 5,91% dan 3,63%.
Semakin lama infeksi, semakin nyata perubahan nilai rata-rata danah rutin, sedang-
kan perubahan kimia darah dan kepadatan parasit hanya pada H5. Kelainan utama yang
menyebabkan mencit mati adalah penurunan jumlah eritrosit dan hemoglobin (anemia
berat).

PENDAHULUAN modium falciparum resisten terhadap obat anti malaria dan P.


Malaria adalah penyakit yang prevalensinya diperkirakan falciparum sebagai penyebab malaria berat(2), maka banyak
relatif tinggi dan merupakan masalah di daerah tropika. Malaria penelitian yang mengarah pada parasit ini.
falciparum adalah penyebab kesakitan dan kematian tertinggi Sebelum penelitian dilakukan pada manusia umumnya ter-
di antara jenis malaria lain(1). Dengan banyaknya kasus Plas- lebih dahulu dilakukan pada binatang percobaan. Plasmodium

Cermin Dunia Kedokteran No. 106, 1996 37


berghei adalah penyebab penyakit malaria pada rodensia. Secara tanda sakit berat (mencit diam, tidak aktif, menggigil dengan
analisis molekuler tampaknya ada persamaan antara malaria bulu berdiri, berat badan semakin menurun, pucat sampai iktenus
roden dengan malaria P. falciparum(3), maka dalam rangka me- pada selaput lendir dan turgor kulit memburuk).
nunjang penelitian yang mengarah pada P. falciparum diguna- Pada pemeriksaan darah rutin H2 ternyata tidak terjadi
kan P. berghei. perubahan yang bermakna, kecuali persentase netrofil yang
Untuk memelihara kelangsungan hidup Plasmodium ini meningkat disertai penurunan persentase limfosit. Pada peme-
maka parasit tersebut diinokulasikan pada mencit, mencit ter- riksaan kimia darah terjadi penurunan nilai rata-rata bilirubin
sebut akan mati dalam jangka waktu tertentu sehingga perlu di- dan glukosa, sedangkan total protein dan SGOT meningkat
lakukan pemindahan parasit ke mencit lain. Dalam rangka pe- (Tabel 1).
meliharaan dan perbanyakan parasit ini dilakukan pemeriksaan Tabel 1. Hasil pemeriksaan darah rutin dan kimia darah mencit yang
terhadap keadaan hematologis (darah rutin dan kimia darah) dan diinfeksi dengan P. berghei, pada kelompok H2
gambaran parasitemia dari mencit yang terinfeksi tersebut untuk
mengetahui perubahan darah mencit bila diinfeksi dengan P. No Jenis pemeriksaan Kontrol (X ± SE) H2 (X ± SE) P < 0,005
berghei. Data ini diharapkan dapat dipakai sebagai acuan untuk 1 Eritrosit(juta/UL) 4,3 ± 0,38 4,34± 0,12 TB
menentukan saat memanen atau memindahkan parasit. 2 Hemoglobin (g/dl) 12,89 ± 1,35 13,33 ± 0,45 TB
3 Hematokrit(ml%) 39,30 ± 3,24 40,00± 1,43 TB
4 Trombosit (x103/ul) 268 ± 73 308,57 ± 21,63 TB
BAHAN DAN CARA KERJA 5 Leukosit(xI0'/ul) 5.49± 1,67 5,79± 1.33 TB
Digunakan mencit strain Swiss jantan berumur ± 6 minggu - Neotrofil (°h) 27 ± 6,2 55,43 ± 8,08 B
dengan berat badan 18–20 gram.Sampel diambil secara acak dari - Limfosit (%a) 72 ± 6,1 44,57 ± 8.08 B
kandang yang berbeda, dipelihara dalam suatu ruangan dengan 6 Bilirubin (mg/dl) 0,49 ± 0,01 0,38 ± 0,07 B
7 Kolesterol (mg/dl) 101,07 ± 14,82 103.85 ± 19.12 TB
temperatur ± 28°C dan kelembaban relatif ± 90%. Sebagai ke- 8 Kreatinin (mgldl) 0,4 ± 0,04 0,39 ± 0,02 TB
lompok kontrol digunakan 10 ekor mencit untuk pemeriksaan 9 Glukosa (mg%) 189,71±35,55 111,38± 19,08 B
darah rutin (eritrosit, hemoglobin, hematokrit, trombosit, leu- 10 Ureum (mg/di) 45,21 ± 3,47 50,38 ± 0,41 TB
kosit, hitung jenis) dan 14 ekor untuk pemeriksaan kimia darah 11 Total protein (g/dl) 5,76 ± 0.61 6.49 ± 0,38 B
12 Fosfatase alkali (IU) 208,21 ±49,33 193,77 ± 51,34 TB
(bilirubin, kolesterol, kreatinin, glukosa, ureuni, total protein,
13 SGPT (IU) 68,29 ± 21.94 89.85 ± 33.07 TB
fosfatase alkali, SGPT dan SGOT). Kelompok perlakuan adalah 14 SGOT (IU) 116,71 ±44.76 360,15 ± 180,80 B
kelompok yang diinfeksi dengan 4 x 104 P. berghei dalam 0,1 ml
Keterangan:
darah yang dibagi menjadi 3 kelompok yaitu yang diikuti sampai
TB = Tidak Bermakna B = Bermakna
dengan hari ke dua (H2 = 20 ekor), ke lima (H5 = 22 ekor) dan Pada kelompok H5 terjadi perubahan berupa menurunnya
ke sepuluh (H10 = 13 ekor). sebagian besar komponen darah rutin yaitu eritrosit, hemoglobin
Sebelum darah diambil, mencit dianestesi dengan eter se- dan hematokrit sedangkan trombosit dan leukosit meningkat
cara tetes terbuka (hewan dimasukkan dalam silinder tertutup dengan persentase neutrofil lebih tninggi dan limfosit lebih
yang di dalamnya dibeni kapas yang dibasahi dengan eter). rendah dan kontrol. Pada pemeriksaan kimia darah, kelompok
Sampel darah diperoleh dari sinus orbitalis (medial canthus sinus H5 mengalami perubahan pada nilai rata-rata bilirubin. Ureum,
orbitalis) menggunakan mikrohematokrit Untuk pemeriksaan SGPT dan SGOT yang meningkat sedangkan glukosa dan fos-
darah rutin darah ditampung sebanyak ± 0,5 ml dalam tabung fatase alkali menurun (Tabel 2).
yang telah diberi knistal EDTA. Untuk pemeriksaan kimia darah
digunakan tabung mikrosentrifuge (tanpa antikoagulan) untuk Tabel 2. Hasil pemeriksaan darah rutin dan kimia darah mencit yang
diinfeksi dengan P. berghei, pada kelompok H5
mendapatkan serum. Sebanyak ± 1 ml darah disimpan dalam
temperatur kamar ± I jam, kemudian disentrifuge dengan kece- No Jenis pemeriksaan Kontrol (X ± SE) H2 (X ± SE) P < 0,005
patan 8000 rpm selama 2 menit. Serum ditampung, kemudian 1 Eritrosit (juta/UL) 4,3 ± 0.38 2.7 ± 0.56 B
diperiksa kimia darah secara elektrofotometrik. Pemeriksaan 2 Hemoglobin (g/dl) 12,89± 1,35 7.73± 1,83 B
ini dilakukan di Laboratorium RS Fatmawati, Jakarta. 3 Hematokrit(ml%n) 39,30± 324 23,10± 5.48 B
Penilaian parasitemia dilakukan dengan membuat sediaan 4 Trombosit (x I0'/ul) 268 ± 73 327 ± 37 B
Leukosit (x 10'/ul) 5,49 ± 1.67 8.25 ± 4,91 B
darah tipis (sediaan hapus) yang difiksasi dengan methanol ke-
Neotrofil (%) 27 ± 6.2 55.6 ± 13.28 B
mudian diwarnai dengan Giemsa secara standar. Tingkat para- Limfosit (%) 72 ± 6,1 44.4 ± 13.28 B
sitemia dinyatakan dengan persen eritrosit yang terinfeksi dalam 6 Bilirubin (mg/dl) 0.49 ± 0,01 0.83 ± 0.18 B
seribu eritrosit. 7 Kolesterol (mg/dl) 101,07 ± 14,82 120.83 ± 35,95 TB
8 Kreatinin (mg/dl) 0,4 ± 0,04 0.37 ± 0.04 B
9 Glukosa (mg%) 189,71 ± 35,55 29.33 ± 12.44 B
10 Ureum (mg/d)) 45,21 ± 3.47 56.75 ± 7.92 B
HASIL 11 Total protein (g/dl) 5,76 ± 0,61 5.93 ± 0.31 TB
Dari hasil observasi, pada mencit kelompok perlakuan, 12 Fosfatase alkali (IU) 208.21 ± 49,33 150,75 ± 42.04 TB
gejala sakit mulai terlihat pada hari ke lima yaitu hewan tampak 13 SGPT (IU) 68.29 ± 21,94 555,75 ± 126.58 TB
kurus, menggigil, suhu tubuh terasa dingin, posisi tubuh kiposis 14 SGOT (IU) 116,71 ± 44.76 963.83 ± 156.17 B
dan pucat pada selaput lendir mata, moncong, daun telinga dan Keterangan:
ekor.Makin lama gejala ini makin jelas dan mencit menunjukkan TB = Tidak Bermakna B = Bermakna

38 Cermin Dunia Kedokteran No. 106, 1996


Pada kelompok Hl0 hasil pemeriksaan darah rutin yaitu utama adalah terjadinya hemolisis. Banyaknya eritrosit yang
eritrosit, hemoglobin dan hematokrit semakin jelas menurun mengalarni lisis menyebabkan nilai hemoglobin dan hematokrit
sedangkan nilai trombosit, neutrofil dan limfosit berubah kem- menurun. Semakin lama infeksi menyebabkan semakin banyak
bali mendekati keadaan normal sehingga tidak berbeda nyata eritrosit yang hilang dan semakin rendah nilai hemoglobin dan
dengan kontrol. Keadaan nilai leukositjuga kembali mendekati hematokrit. Penderita malaria juga mengalami trombositopeni
normal, namun tetap berbeda nyata dengan kontrol. Demikian karena umur trombosit memendek dan penggantian trombosit
pula hasil pemeriksaan kimia darah narnpaknya cenderung meningkat kira-kira dua kali lipat(7). Pada infeksi P. berghei
kembali ke keadaan normal sehinggajika dibandingkan dengan gejala tersebut tidak tampak, pada saat menjelang kematianpun
kontrol yang berbeda nyata adalah kolesterol, total protein dan nilai trombosit tidak berbeda nyata dengan kontrol. Seperti
glukosa yang lebih rendah sedangkan SGPT dan SGOT tetap penyakit lain, infeksi P. berghei juga menyebabkan meningkat-
tinggi (Tabel 3). nya jumlah leukosit yang disertai tingginya netrofil. Dari hasil
Tabel 3. Hasil pemeriksaan darah rutin dan kimia darah mencit yang
pemeriksaan darah rutin nampaknya penyebab utama kematian
diinfeksi dengan P. berghei, pada kelompok H10 mencit adalah anemia hemolitik.
Pengaruh infeksi P. berghei pada keadaan kimia darah
No Jenis pemeriksaan Kontrol (X ± SE) H2 (X ± SE) P < 0,005 adalah rnenurunnya kadar glukosa darah. Rendahnya kadai
1 Eritrosit (juta/UL) 4,3 ± 0,38 2,5 ± 0,45 B glukosa darah pada penderita malaria disebabkan karena kon-
2 Hemoglobin (g/dl) 12,89 ± 1,35 6,67 ± 0,93 B sumsi glukosa oleh parasit, pemasukan makanan yang kurang
3 Hematokrit(ml%) 39,30± 3,24 20,17± 2,83 B
4 Trombosit(xI0'/ul) 268 ±73 245 ± 28,33 TB
dan metabolisme yang rneningkat(8). Pada penelitian ini juga
5 Leukosit(x103/ul) 5,49 ± 1,67 7,7 ± 1,33 B terlihat adanya peningkatan nilai total protein dan bilirubin, hal
Neotrofil (%) 27 ± 6,2 35,5 ± 2,83 TB ini mungkin karena terjadinya hemolisis darah oleh parasit.
- Limfosit (%) 72 ± 6,1 60,67 ± 4,33 TB Hernolisis darah menyebabkan meningkatnya jumlah protein
6 Bilirubin (mg/dl) 0,49 ± 0,01 0,39 ± 0,13 TB yang berikatan dengan bilirubin di dalam darah(9), di samping itu
7 Kolesterol (mg/dl) 101,07± 14,82 55,14± 10,41 B
8 Kreatinin (mg/dl) 0,4 ± 0,04 0,47 ± 0,04 TB
kerusakan hepatoseluler dan gangguan sirkulasi empedu pada
9 Glukosa (mg%) 189,71 ± 35,55 83,29 ± 24,82 B keadaan ikterus hernolitikjuga dapat menyebabkan jumlah pro-
10 Ureum (mg/dl) 45,21 ± 3,47 51,71 ± 8,82 TB tein yang berikatan dengan bilirubin meningkat dalam darah(10).
II Total protein (g/dl) 5,76 ± 0,61 4,99 ± 018 B SGPT merupakan enzirn khas hati sehingga baik untuk
12 Fosfatase alkali (IU) 208,21 ±49,33 150 ± 62,57 TB diagnosis dan prognosis; bila terjadi perubahan kadar enzirn ini
13 SGPT (IU) 68,29 ± 21,94 258,43 ± 172,20 B
14 SGOT (IU) 116,71 ± 44,76 606,43 ± 201,22 B
berarti ada kerusakan hati. SGOT dapat untuk rnendiagnosis jika
semua jaringan lain selain hati dalam keadaan baik dan sehat.
Keterangan: Adanya peningkatan jumlah enzim (SGPT dan SGOT) dalam
TB = Tidak Bermakna
B = Bermakna serum mencit yang terinfeksi P. berghei mungkin disebabkan
kerusakan sel-sel parenkhim hati atau gangguan permeabilitas
Kepadatan parasit tertinggi terjadi pada kelompok H5 yaitu membran sel hati sehingga enzim tersebut bebas keluar dari sel
sebesar 20,14% sedangkan pada kelompok H2 dan H10 adalah dan masuk ke dalam pembuluh darah melebihi biasanya se-
5,91% dan 3,63% (Tabel 4). hingga kadarnya dalam darah meningkat. Pembesaran hati,
jaundice dan kelainan fungsi hati sering terjadi pada malaria
Tabel 4. Nilai rata.rata kepadatan parasit dan flap kelompok mencit
yang diinfeksi dengan P. berghei
falciparurn(10). Karena P. berghei menyerupai P. falciparum
maka mungkin P. berghei rnemberikan gambaran yang sama
Hari Pengamatan ke Kepadatan parasit (%) seperti malaria falciparum.
Pada penelitian ini narnpaknya pengaruh P. berghei pada
Kelompok H2 Kelompok H5 Kelompok H10
darah rutin berbeda nyata rnulai hari ke lima setelah infeksi,
1 2,47 2,06 3,12
pada saat kepadatan parasit mencapai puncaknya (Tabel 4). Per-
2 5,91 * 4,87 5,07
3 – 8,01 9,38 ubahan tersebut berupa penurunan jumlah eritrosit, hemoglobin
4 – 13,72 12,49 dan hematokrit, juga terjadi pergeseran komposisi leukosit.
5 – 20,14 * 19,98 Semakin lama, jumlah enistrosit, Hb dan hematokrit semakin
6 – – 19,80 rendah (H10) namun penurunannya hanya sedikit (dari H5 ke
7 – – 14,65 HlO) karena jumlah parasit pada Hl0 juga sudah berkurang.
8 – – 8,08
9 – – 5,13 Berkurangnyajurnlah parasit mungkin karena sangat rendahnya
10 – – 3,63 kadar glukosa darah pada H5 sehingga banyak parasit yang mati.
Berkurangnyajumlah parasit tampaknya menyebabkan keadaan
Keterangan:
– = Tidak dilakukan pemeriksaan mencit mati kirnia darah cenderung kembali normal, sehingga puncak pe-
* = Kepadatan parasit pada saat dilakukan pemeriksaan hematologi rubahan kimia darah rnencit akibat P. herghei terjadi pada hari
ke lima, pada saat terjadi puncak kepadatan parasit.
PEMBAHASAN
Malaria dapat menyebabkan hemolisis eritrosit dan menu- KESIMPULAN
runkan kadar hemoglobin(5,6). Pengaruh infeksi P. berghei ter- Pada penelitian ini, P. berghei pada mencit terutama me-

Cermin Dunia Kedokteran No. 106, 1996 39


nyebabkan anemi hemolitika. Makin lama penyakit, anemi ma- demiology, Chemotherapy, Morphology and Metabolism. New York,
London, Toronto,Sydney San Francisco: Academic Press. 1980; 104–109.
kin berat dan menyebabkan kematian. Pola ini berbeda dengan 2. Tjitra E. Malaria berat. Cermin Dunia Kedokt 1988; 48.
keadaan kimia darahnya yang tampaknya sesuai dengan angka 3. Perkins ME. Erythrocyte invasion by the malarial merozoite. Recent
parasitemia. Berdasarkan keadaan darah dan kepadatan parasit Advances. Minireview. Experimental Parasitology. 1989; 69: 94–9.
maka penentuan saat memanen, memindahkan/melestarikan P. 4. Smith JB. Mangkuwidoyo S. Pemeliharaan, Pembiakan dan Penggunaan
Hewan Percobaan di Daerah Tropik.Department of Education and Culture,
berghei dapat dilakukan pada hari ke lima pa infeksi. Directorate General of Higher Education, International Development
Program of Australia Universities and Colleges, UI Press. Jakarta.
UCAPAN TERIMA KASIH 5. Hall AP dkk. Jaundice in falciparum malaria. Annual Report SEATO
Disampaikan kepada Dr. Suriadi Gunawan DPH selaku Kepala Puslit Medicine Research Laboratory. 1975; :234-36.
Penyakit Menular yang telah mendukung penelitian ini sehingga dapat ter- 6. Sihadi, Sandjaja, Karyadi D. Kaitan malaria dan hemoglobin. Medika
laksana. Terima kasih juga ditujukan kepada Dra. Harijani AM selaku Ketua 1990; 16(11).
Kelompok Penelitian Penyakit Bersumber Binatang dan Dr. Hardi Gunawan 7. Skudowitz RB, Katz J, Lurie A dkk. Mechanism of thrombocytopenia in
DSPK sebagai Kepala Instalasi Laboratorium RS Fatmawati yang telah mem- malignant tertian malaria. BMJ 1973; 2: 515–17.
bimbing selama penelitian, juga Sdr Imu Rahman dan Kelompok Binatang Per- 8. White NJ, Warrel DA, Chantavanich P dkk. Severe hypoglycaemia and
cobaan dan seluruh staf laboratorium RS yang telah membantu pelaksanaan hyperinsulinemia in f malaria. N Engi J Med 1983; 309: 61–6.
sehingga penelitian ini terlaksana dengan baik 9. Girinda A. Patologi Klinik. Departemen Biokimia Fakultas Kedokteran
Hewan, IPB. 1981.
KEPUSTAKAAN 10. Ramachandran S, Parera MV. Jaundice and hepatomegaly in primary
malaria. J Trop Med and Hyg 1976; 79: 207–10..
1. Garnham PCC. Plasmodium falciparum. In: Krier JP Malaria I, eds Epi-

40 Cermin Dunia Kedokteran No. 106, 1996


HASIL PENELITIAN

Cendawan Patogen pada Larva Nyamuk


Culex quinquefasciatus berasal dari
Kubangan Air Limbah Rumah Tangga
untuk Menunjang Pengendalian Hayati
Amrul Munif
Pusat Penelitian Ekologi Kesehatan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Departemen Kesehatan RI, Jakarta

ABSTRAK
Dalam rangka mencari agen pengendali nyamuk telah dilakukan penelitian terhadap
cendawan patogen lokal pada berbagai instar larva Cx. quinquefasciatus yang berasal
dari selokan air tergenang di Jakarta. Selama penelitian telah diperiksa sebanyak 5.438
ekor larva Cx. quinquefasciatus yang terdiri dari 4 instar dan stadium pupa. Dari sampel
larva ini telah berhasil dibiakkan dalam agar Sabouraud dektrosa sebanyak 42 isolat yang
terdiri dari 24 genus cendawan yang mempunyai perbedaan dalam sebaran serta
frekuensinya pada setiap instar. Cendawan yang terbanyak ditemukan pada semua instar
Cx. quinquefàsciatus adalah Blastomyces sp (0,44), Culicinomyces (0,44), Candida sp
(0,33); Geotrichum sp (0,33); Verticuluin sp (0,33); Lagenidium sp (0,44) dan Penicillium
sp (0,22) serta genus cendawan lainnya mempunyai nilai frekuensi di bawah 0,22.
Prevalensi cendawan pada berbagai instar larva dan stadium pupa Cx. quinquefasciatus
asal selokan tanah mempunyai perbedaan bermakna (p = 0,05). Tingkat infeksi tertinggi
ditemukan pada stadium pupa (27,4%); instar 1(19,9%); instar III (25,4%); instar II
(17,5%); dan paling rendah pada larva instar IV (14,8%). Hasil temuan keseluruhan
cendawan yang diperoleh ternyata dua genus diantaranya telah dikenal sebagai agen
pengendali hayati yaitu genus Culicinomyces sp dan Lagenidium sp. Keduanya termasük
dalam kelompok fungi imperfecti.

Kata kunci: Cendawan Patogen – Nyamuk Vektor – Pengendali Hayati

PENDAHULUAN dung bahan organik sebagai sumber bahan makanan; larva ini
Culex quinquefasciatus merupakan salah satu nyamuk vek- tidak terlepas dan infeksi organisme lainnya baik yang bersifat
tor filaria di daerah endemis perkotaan dan perkampungan di patogen maupun tidak. Parasit bersifat patogen antana lain cen-
Indonesia. Tempat perkembang biakan nyamuk ini tidak jauh dawan dapat dimanfaatkan untuk menurunkan populasi larva
dan pemukiman yaitu antara lain di selokan, genangan air pe- nyamuk tersebut; untuk pengembangannya diperlukan penge-
nampungan limbah rumah tangga. Larva-larva tersebut dapat tahuan khusus mengenai bioekologi nyamuk sebagai vektor
berkembang baik bila tempat-tempat tersebut banyak mengan- dan cendawan sebagai agen pengendali.

Makalah ini disajikan dalam pertemuan Seminar Sümbangan Entomologi


dalam bidang Pertanian dun Kesehatan. PEI Cabang, Bandung,3 Agustus
1994.
Cermin Dunia Kedokteran No. 106, 1996 41
Secara umum daur hidup nyamuk dapat dibagi dalam empat akan lebih berkernbang pada kondisi daerah tropis(6).
stadium kehidupan yaitu telur, larva, pupa dan dewasa. Tiga dari Penelitian ini bertujuan untuk mengenal beberapa jenis
empat stadium kehidupan tersebut berada di dalam air,sedangkan cendawan patogen pada larva nyamuk Culex quinquefasciatus
stadium dewasa berada di luar air. Dalam kondisi normal, semua di Jakarta, dan beberapa masalah yang terkait dalam rangka
jenis telur nyamuk akan menetas menjadi larva setelah 2 sampai mencari agen pengendali hayati.
3 hari di dalam air pada suhu optimum yang berkisar antara 25°
–36°C; sedangkan suhu yang lebih rendah misalnya 20°C akan BAHAN DAN CARA
menurunkan aktivitas pertumbuhan, demikian pula pada suhu Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikologi dan Ento-
40°C(1). mologi Kesehatan, Fakultas Kedokteran Hewan Institut Per-
Cendawan merupakan tumbuhan yang tidak berklorofil, tanian Bogor dan bulan Januani sampai Mei 1990.
tubuhnya berupa sel atau benang hifa yang mempunyai dinding, Larva dan pupa yang diperiksa diambil dari kondisi perairan
inti dan sitoplasma di dalamnya; dinding sel atau hifa terdiri dari tergenang yang merupakan penampungan buangan air rumah
selulosa atau kitin atau keduanya; pada umumnya berkembang tangga. Dan setiap lokasi dilakukan pengambilan sampel larva
biak secara aseksual dan seksual. Cendawan tidak berklorofil dan pupa sebanyak tiga kali dengan 10 kali cidukan di setiap
sehingga tidak dapat membentuk makanannya sendiri (autotrop) stasiun. Pada penampungan air rumah tangga ditentukan 15
dan harus menggantungkan hidupnya pada hewan (heterotrop), stasiun pengambilan sampel secara acak. Dicatat pula data
dapat hidup sebagai parasit atau saprofit. Cendawan yang hidup mengenai lingkungan baik biotik maupun abiotik dan setiap
sebagai saprofit tidak merugikan makhluk lain karena dapat genangan air. Larva dan pupa yang telah terkumpul dalam botol
hidup dan zat organik yang sudah tidak diperlukan lagi oleh pe- sampel dipisahkan menurut instar larva dan stadium. Dengan
miliknya. Sebaliknya cendawan yang bersifat parasit serta pato- batang kaca steril larva digerus kemudian ditanam pada cawan
gen dapat merugikan inang yang dihinggapinya dan juga dapat petri berisikan agar Sabouraud dektrosa steril. Selanjutnya biak-
menyebabkan kematian inang misalnya cendawan Coelomo- an dieramkan pada suhu kamar selama 1 –2 minggu. Biakan ini
myces sp., Culicinomyces sp., Metarrhizium sp., Lagenidium diletakkan dalam stoples plastik yang ditutup kain kasa. Setelah
sp. Beauveria sp dan Saprolegnales sp.(2). koloni tumbuh diisolasi kembali dalam cawan petri yang jum-
Cendawan parasit pada larva nyamuk dapat berkembang lahnya sesuai dengan jumlah cendawan yang tumbuh. Setiap hari
secara alami dengan larva sebagai inang definitif dan cephopod dilakukan pengamatan bentuk morfologi dan sifat cendawan
sebagai perantara dan dengan keadaan lingkungan yang men- yang tumbuh. Pembuatan sediaan kultur digunakan untuk peme-
dukung patogen untuk dapat mencapai jasad sasaran. Beberapa riksaan secara mikrokopis dari bentuk spora, hifa dan miselium
jenis cendawan yang bersifat patogen telah dikenal sejak tahun yang kemudian dicocokkan dengan kunci determinasi.
1930 an sebagai agen pengendali biologis yang potensial ter- Nilai frekuensi diperoleh dan kemunculan jenis cendawan
hadap larva nyamuk yang hidup di air tawar dan payau. Bahkan dari jumlah seluruh cendawan yang ditanam. Sedangkan nilai
secara sinambung agen yang bersifat patogen telah dikembangkan prevalensi adalah persentasejumlah isolat yang ditemukan pada
dan diteliti oleh Vektor Control Research Centre, Pondicherry setiap instar larva dan pupa yang dipeniksa. Untuk melihat per-
India. Jenis cendawan ini telah dapat dibiakkan secara in vivo bedaan di antara instar larva dan pupa yang terinfeksi cendawan,
maupun in vitro(3). digunakan analisis uji F 005. Hari-hari pengambilan sampel
Pembentukan hipagen juga terjadi di dalam tubuh larva sebagai ulangan dan instar larva serta pupa yang terinfeksi se-
nyamuk yang akan mengakibatkan kematian bagi larva nyamuk bagai perlakuan. Bila ditemukan adanya perbedaan maka anali-
yang terinfeksi. Hewan yang hidup di air diperkir berperan sis dilanjutkan dengan pengujian LSD(7).
memindahkan spora-spora cendawan dan satu kolam ke kolam
lainnya. Perpindahan spora ini dapatjuga dilakukan oleh angin HASIL DAN PEMBAHASAN
pada saat kolam atau selokan mengalarni kekeringan, kemudian Larva dan pupa Cx. quinquefasciatus yang diperiksa se-
dalam bentuk debu akan berpindah ke lain tempat(4). Spora ini banyak 5.438 ekor berasal dan beberapa tempat penampungan
dapat tahan perubahan (melalui proses pengeringan) dari panas limbah domestik. Rata-rata kerapatan populasi larva dan pupa
dan dingin yang terjadi dalam habitat untuk jangka waktu 20 secara kumulatif mencapai 54,4 per cidukan. Sedangkan pada
tahun(5). Sifat biologi cendawan parasit dapat melakukan repro- setiap pengambilan sampel diperoleh rata-rata 18,2 larva per
duksi aseksual ditandai adanya pembentukan konidia dan umum- cidukan (Tabel 1). Kondisi lingkungan selokan pada umumnya
nya ditemukan pada kelas Deuteromycetes yang termasuk parasit mempunyai kedalaman rata-rata antara 40–120cm dengan dasar
fakultatif. lumpur dan tepian tanah. Di tempat ini banyak dijumpai bahan
Larva nyamuk dapat terinfeksi oleh masuknya konidia yang organik seperti daun-daun kering, ranting kayu, bahkan feses
menempel dan menembus kulit kemudian menuju ke usus depan manusia, yang banyak membantu perkembangan cendawan.
atau usus buntu. Pada kelompok cendawan yang berproduksi Selain itu juga ditemukan dalam jumlah banyak larva dan
secara seksual (Coelomocyces sp) zigot akan masuk ke tubuh hewan Avertebrata dari jenis Daphnia.
larva nyamuk untukk emudian membentuk sporangia yang mem- Kondisi fisik perairan selokan rata-rata mempunyai pH air
butuhkan waktu 14 sampai 21 hari. Temperatur air yang sesuai 6,0 dan suhu antara 25°C–28°C, dengan warna air hitam jernih.
untuk terjadinya infeksi pada larva nyarnuk antara 30–35°C,dan Dari sampel larva telah berhasil dibiakkan sebanyak 42 isolat

42 Cermin Dunia Kedokteran No. 106, 1996


Tabel 1. Kerapatan Populasi Larva Cx. quinquefasciatus pada setiap Tabel 2. Sebaran Genus Cendawan yang berhasil diisolasi dari berbagai
pengambilan sampel di selokan tanah di Jakarta instar larva dan pupa Cx. p. quinquefasciatus di selokan tanah

Periode Jumlah No. Cendawan Instar larva Stadium Frekuensi


Instar/ Rata-rata
pengambilan larva Kondisi air selokan
stadium per dip 1 Acremium sp 1 – 0,11
sampel terkoleksi
2. Aspergillus sp 2, 3, 4 p 0,44
1 I (satu) 284 2,8 air berwarna hitam jernih. 3. Antheridium sp 1 p 0,22
II (dua) 354 3,5 pH air 6,0 suhu air 25 - 4. Blastomyces sp 2,4 p 0,33
III (tiga) 235 2,4 28°C bagian tepi berupa 5. Candida sp 1 p 0,33
IV 305 3,5 lumpur. 6. Cephalostrum sp 3 – 0,11
Pupa 108 1,1 Banyak bahan organik dan 7 Cladispora sp 2 – 0,11
hewan air (daphia) 8. Culicinomyces sp 2,3 – 0,33
Jumlah 1286 12,9 9. Dendrospora sp 3 – 0,11
10. Epidermophyton sp 2,3 – 0,22
2 1 (satu) 328 3,3 air berwarna hitam jernih,
11. Fucarium sp 2 – 0,11
II (dua) 261 2,6 pH air 6,0 suhu air 25 - 12 Geotrichum sp 2, 3, 4 – 0,33
III (tiga) 175 1,8 28°C bagian tepi herupa 13. Humicola sp 4 – 0,11
IV 229 2,3 lumpur. 14. Histoplasma sp 2,3 – 0,22
Pupa 12 1,2 Banyak bahan organik dan 15. Lbgenidium sp 3,4 p 0,33
hewan air (daphia) 16. Leptographium sp 1 – 0,11
Jumlah 1005 10,1 17. Microspirium .cp 3 – 0,11
3 I (satu) 755 7,6 air berwarna hitam jernih, 18. Monilia sp – p 0,11
11 (dua) 480 4,8 pH air 6,0 suhu air 25 - 19 Monosporium sp 4 – 0,11
III (tiga) 750 7,3 28°C bagian tepi berupa 20. Penicillium sp 2,3 – 0,22
IV 982 9,8 lumpur. 21 Scopulariopsis sp 4 p 0.22
Pupa 180 1,8 Banyak bahan organik clan 22. Saprolegnalessp 3 p 0,22
hewan air (daphia) 23. Stachylodium sp 2 – 0,11
24. Spiera sp 2 – 0,11
Jumlah 3147 31,5
25. Varicosporium sp 3,4 p 0,33
Jumlah 26. Verticulum sp 1,3 p 0,33
keseluruhan
Instar I (satu) 1367 13,7
11 (dua) 1095 10,9 serta prevalensi cendawan yang ditemukan dalam penelitian ini
III (tiga) 1160 11,6 wajar karena banyak faktor pendukung tersebut di atas. Kon-
IV 1516 15,2 sentrasi ion hidrogen mempunyai pengaruh penting terhadap
Pupa 300 3,0
kehidup dan produksi zoospora Lagenidium(8). Bahkan juga
Jumlah 5438 54,4 konsentrasi kadar garam dapat menahan produksi zoospora
cendawan tertentu. Faktor abiotik Iainnya adalah temperatur air
terdiri dari 24 genus cendawan yang berbeda dalam frekuensi dan yang berpengaruh terhadap pembentukan konidiospora. Cen-
prevalensinya, tergantung dari instar. Frekuensi cendawan yang dawan Aspergillus sp merupakan cendawan kosmopolit yang
sering muncul dalam penauaman pada semua instar larva Cx. p. berperan sebagai salah satu komponen dalam proses perombakan
quinquefasciatus adalah Blastomyces sp (0,44); Culicinomyces di tanah(7). Dalam siklus hidupnya cendawan tersebut dapat
(0,44); Candida sp(0,33); Geotrichum sp (0,33); Verticulum sp bertindak sebagai saprofit, yang mudah berkembang dan meng-
(0,33); Legenidium sp (0,44) dan Penicillium sp (0,22). Genus hasilkan spora walaupun keadaan lingkungan kurang meng-
cendawan lainnya mempunyai nilai frekuensi di bawah 0,22 untungkan(8). Cendawan genus lainnya adalah Epidermophyton
(Tabel 2). sp dan Geotrichum sp menyebar secara merata pada seluruh
Prevalensi cendawan yang ditemukan pada berbagai instar instar. Kedua genus cendawan ini selalu ditemukan pada ta-
larva dan stadium pupa Cx. p. quinquefasciatus asal selokan naman yang mati, tanah, ranting kayu dan daun serasah yang
tanah mempunyai perbedaan bermakna (p = 0,05). Tingkat terendam air. Cendawan lain yang ditemukan pada larva Cx. p.
infeksi tertinggi ditemukan pada stadium pupa (27,4%), instar III quinquefasciatus dan telah dikenal sebagai agen pengendali
(25,4%), instar 1(19,9%), instan 11(17,5%) dan paling rendah hayati adalah Culicinomyces sp dan Lagenidium sp dalam habitat
pada larva instar IV (14,8%). Cendawan saprofit maupun parasit selokan. Kejadian ini sesuai dengan hasil penelitian terdahulu
akan memanfaatkan bahan organik maupun hewan avertebrata dimana kedua genus cendawan tersebut merupakan cendawan
lainnya untuk perkembangan lebih lanjut. Telah dinyatakan yang bersifat spesifik dalam memilih inangnya yang tersebar di
bahwa konidiospora Culcinomyces dapat bertahan selama 30 selokan yang banyak mengandung sampah domestik, sayur
hari yang mengakibatkan kematian 85% – 100% larva nyamuk. sayuran dan bahan organik lain yang dapat menunjang kehidup-
Medium buatan yang digunakan untuk pembiakan cendawan an cendawan(9).
Culicinomyces terdiri dari partikel tanah, daun-daunan, sedimen
konidiospora mampu bertahan satu minggu dan. masih dapat. KESIMPULAN
membunuh larva Culex. Serasah dan lumpur dapat membantu Berdasarkan hasil penelitian ini dapat ditarik kesimpulan
kehidupan cendawan tertentu, sehingga bila dilihat dan frekuensi sebagai berikut:

Cermin Dunia Kedokteran No. 106, 1996 43


1. Geotrichum sp dan Aspergillus sp merupakan cendawan 2. Brown H. Mosquito control: some perspectives for developing countries.
Nat. Acad. Sci. Washington. 1973; 63 hal.
yang paling luas penyebarannya dan mempunyai kaitan paling 3. WHO. Lagenidium gigantium. Data sheet on the biological control agent.
besar dengan kondisi Iingkungan sebagai habitat Cx. p. Information Document. WHO/VBC/79 –753. 1979.
quinquefasciatus. 4. WHO. Culicinomyces clavoporus. Data sheet on the biological control
2. Kerapatan populasi larva nyamuk Cx. p. quinquefasciatus agent. Doc. WHO/VB 755. Rev. I –7. 1980.
5. Frances SP, Russell RC, Panter C. Persistence of the mosquito pathogenic
rnernpunyai kaitan dengan banyaknya atau frekuensi ditemu- fungus Culicinomyces in artificial aquatic environments. Mosq. News 44. 3;
kannya cenclawan. 312.
3. Tingkat infeksi tertinggi ditemukan pada stadium pupa. 6. Ling, Donaldons. Biotic and abiotic factors affecting stability of Beauveria
4. Dua genus cendawan yang telah dikenal sebagai agen pe- bessiana conidia in soil. J Invertebrate Pathol 36; 191–200.
7. Hazen EL, Read FC. Laboratory Identification of Pathogenic Fungi Simpli-
ngendali ternyata ditemukan pada larva Cx. p. qunquefasciatus fied. Springfield Illinois: Charles C. Thomas. PubI. 1960.
dalam jumlah sedikit yaitu Lagenidium dan Culicinomyces. 8. Zimmermann C. Insect pathogenic fun as pest control agents. Dalam: J.
Franz, ed. Biological Plant and Health Protection. Stuttgart, New York:
KEPUSTAKAAN Gustav Fisher Verlag. 1986.
1. Reid JA. Anophelcs mosquitoes of Malaya and Borneo. Government Ma- 9. Cole, Kendrick. Biology of Conidial Fungi. New York, Toronto, Sydney,
laysia. 1968; 510 hal. San Fransisco: Academic Press. 1981. Vol. 2; 201–7.

44 Cermin Dunia Kedokteran No. 106, 1996


HASIL PENELITIAN

Penentuan Vektor Filariasis bancrofti


di Kecamatan Tanjung Bunga,
Flores Timur
Barodji, Sumardi, Tn Suwardjono, Rahardjo Heru Prijanto, Sutopo
Stasiun Penelitian Vektor Penyakit, Pusat Penelitian Ekologi Kesehatan,
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Salatiga

PENDAHULUAN
Kecamatan Tanjung Bunga di samping sebagai daerah
endemis penyakit malaria di Flores Timur, juga merupakan
daerah endemis penyakit filariasis yang disebabkan oleh cacing
W. bancrofti. Survai penyakit filariasis bulan Juli–Agustus tahun
1992 dan 1993 menunjukkan bahwa penderita filariasis di desa-
desa di kecamatan Tanjung Bunga berkisar antara 0,00–l7,60%(1).
Sedangkan informasi nyamuk yang menjadi vektor filariasis di
kecamatan Tanjung Bunga belum ada.
Sampai dengan tahun 1991 belum pemah dilakukan pem-
berantasan vektor penyakit filariasis. Tahun 1992 dimulai upaya
pemberantasan nyamuk baik yang menjadi vektor malaria mau-
pun filariasis. Untuk penilaian pemberantasan nyamuk vektor
tersebut telah dilakukan penangkapan nyamuk secara intensif
dan pemeriksaan larva cacing filaria pada nyamuk (Anopheles
dan Culex) yang dicurigai sebagai vektor.
Dalam makalah ini disajikan hasil pemeriksaan nyamuk
yang mengandung larva cacing filaria di beberapa desa di Ke-
camatan Tanjung Bunga, Flores Timur.

BAHAN DAN CARA KERJA • Lokasi penangkapan nyamuk


1. Waiklibang
Lokasi penelitian
2. Ebak
Penelitian penentuan vektor filariasis dilakukan di Keca-
3. Waikelak
matan Tanjung Bunga,Flores Timur, NTT. Kecamatan ini dipilih
4. Lamaojan
karena merupakan daerah endemis filariasis.
5. Kawaliwu
Ibu kota kecamatan adalah desa Waiklibang, terletak 30km Gambar 1. Peta Kecamatan Tanjung Bunga dan Lokasi Penangkapan
ke arah timur laut ibu kota kabupaten Flores Timur (Larantuka). Nyamuk
Pemukiman penduduk di kecamatan Tanjung Bunga umumnya
berlokasi di pinggir pantai Teluk Hading (Gambar 1). Mata Keadaan tanah di kecamatan Tanjung Bunga umumnya
pencaharian penduduk sebagian besar adalah nelayan, petani berupa pegunungan berbatu-batu, gersang, sebagian besar di-
ladang dan penderes pohon lontar. Tanaman padi hanya dijumpai tumbuhi semak-semak, kebun jambu mete, kelapa dan hutan.
pada musim hujan. Iklim panas, curah hujan setahun berkisar antara 1052mm–2010

Cermin Dunia Kedokteran No. 106, 1996 45


mm dengan hari hujan antara 0 – 30. Musim hujan umumnya fasciatus, Cx. fuscocephalus, Cx. bitaeniorhynchus, Cx. tri-
berlangsung bulan Nopember–April dan musim kemarau antara taeniorhynchus, dan Cx. vishnui. Semua spesies nyamuk yang
bulan Mei – Oktober. tertangkap tersebut dicurigai dapat berperan sebagai vektor fi-
Cara kerja lariasis, karena pernah dilaporkan positif larva cacing filaria W.
Penelitian penentuan vektor filariasis dilakukan di 5 desa, bancrofti baik di Indonesia maupun di .negara Asia lainnya(5).
yaitu di desa Kawaliwu, Waiklibang, Ebak, Waikelak dan Pada pembedahan nyamuk Anopheles spp. dan Culex spp.
Lamaojan (Gambar 1). Pemilihan desa-desa tersebut didasar- yang tertangkap (Tabel 1) ditemukan larva cacing filaria stadium
kan pada terdapatnya tempat perkembangbiakan nyamuk. Pe- infektif (L 3) pada An. sundaicus, dan An. flavirostris di desa
nangkapan nyamuk di Kawaliwu dan Waikelak dilakukan Juli – Waikelak, pada An.subpictus di desa Lamaojan dan hanya pada
Nopember 1992 dan di Waiklibang, Ebak dan Lamaojan di- An.flavirostris di desa Ebak. Nyamuk Anopheles yang mengan-
lakukan Juni 1993 – Desember 1994. dung larva cacing filaria tersebut semuanya ditemukan di desa-
1) Penangkapan nyamuk malam hari desa yang mempunyai prevalensi filariasis tinggi(di Ebak 6,75%,
Dilakukan dan pukul 18.00– 24.00, terdiri dari: di Lamaojan 19,94% dan di Waikelak 17,50%)(1).
• Penangkapan nyamuk yang menggigit orang di dalam 4 Pembedahan nyamuk di Waiklibang dan Sinarnading tidak
rumah, dikerjakan oleh 4 orang, masing-masing satu orang di menemukan nyamuk yang mengandung larva cacing filaria.
dalam satu rumah. Prevalensi filariasis di dua desa tersebut masing-masing 1,15%
• Penangkapan nyamuk yang menggigit orang di luar 4 ru- dan 0,00%,
mah, dikerjakan oleh 4 orang, masing-masing satu orang di Persentasi nyamuk An. sundaicus dan An. flavirostris yang
dalam satu rumah. mengandung larva cacing filaria di desa Waikelak masing-
2) Penangkapan nyamuk yang istirahat pagi hari masing adalah 0,93% (3 ekor dan 322 ekor yang dibedah) dan
Dilakukan dan pukul 06.00 – 08.00 terdiri dari: 0,40% (1 ekor dan 248 ekor yang dibedah), di desa Ebak An.
• Penangkapan nyamuk yang istirahat di dalam 32 rumah, flavirostris yang terinfeksi 0,13%(l dari 770 ekor yang dibedah),
dikerjakan oleh 4 orang. Di tiap rumah koleksi dilakukan sedang di desa Lamaojan A. subpictus yang terinfeksi 1,42% (2
selama 15 menit. ekor dan 141 ekor nyamuk yang dibedah).
• Penangkapan nyamuk yang istirahat di luar rumah (di se- An. subpictus yang ditemukan positif larva cacing filaria W.
mak-semak) dikerjakan oleh 4 orang. bancrofti di kecamatan Tanjung Bunga juga pernah ditemukan
Semua nyamuk yang tertangkap baik nyamuk Anopheles positif di pulau Alor, NTT(6). An. sundaicus dan An. fiavirostnis
maupun Culex diidentifikasi dengan kunci identifikasi(2,3), di- belum pernah ditemukan positif larva cacing filaria W. bancrofti
bedah bagian thoraksnya. Larva cacing filaria yang ditemukan di tempat lain di Indonesia, akan tetapi masing-masing dila-
diidentifikasi menurut kunci identifikasi(4). porkan sebagai vektor filaniasis W. bancrofti di India dan di
Pi1ipina(7).Spesies lainnya An. aconitus, An. maculatus dan An.
HASIL DAN PEMBAHASAN barbinostris walaupun selama penangkapan dan pemeriksaan
Hasil penangkapan menunjukkan bahwa nyamuk Anophe- belum pernah ditemukan positif larva cacing filaria W. bancrofti
les lebih banyak tertangkap di semua daerah dibanding dengan akan tetapi ketiga spesies tersebut berpotensi sebagai vektor
nyamuk Culex (Tabel 1). Spesies nyamuk Anopheles yang ter- filariasis di kecamatan Tanjung Bunga. An. aconitus pernah
tangkap adalah An. aconitus, An. barbirostris, An. maculatus, ditemukan positif larva cacing filariasis W. bancrofti di pulau
An. sundaicus, An. subpictus, An. indefinitus, An. tesselatus, dan Alor(6). An. nacu1atus dan An. barbinostnis pernah ditemukan
An. vagus. Nyamuk Culex yang tertangkap terdini Cx. quinque- positif di Sulawesi dan India(5). An. barbinostris di Flores Timur

Tabel 1. Hasil pemeniksaan larva cacing filaria pada nyamuk yang tertangkap di beberapa desa di kecamatan Tanjung Bunga, Flores
Timur

Spesies Kawaliwu Waikelak Waiklibang Ebak Lamaojan

Jumlah Positif % Jumlah Positif % Jumlah Positif % Jumlah Positif % Jumlah Positif %
An. aconitus 0 0 0 0 0 0 0 0 131 0 0 19 0 0
An. barbirostris 0 0 0 116 0 0 72 0 0 148 0 0 138 0 0
An..flavirostris 0 0 0 248 1 0,40 161 0 0 770 1 0,13 891 0 0
An. maculatus 0 0 0 31 0 0 0 0 0 39 0 0 21 0 0
An. sundaicus 806 0 0 322 3 0,93 245 0 0 43 0 0 13 0 0
An. subpictus 108 0 0 122 0 0 135 0 0 52 0 0 141 2 1,42
An. inde1initus 0 0 0 0 0 0 0 0 0 18 0 0 14 0 0
An. tesselatus 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3 0 0 2 0 0
An. vagus 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 0 2 0 0
Cx. bitaeniorhynchus 0 0 0 I 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Cx..fisscocephalus 0 0 0 3 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0
Cx. tritaeniorhynchus 0 0 0 1 0 0 1 0 0 19 0 0 10 0 0
Cx. quinquefāsciatus 3 0 0 11 0 0 49 0 0 432 0 0 836 0 0
Cx. vishnui 2 0 0 8 0 0 2 0 0 35 10 0 10 0 0

46 Cermin Dunia Kedokteran No. 106, 1996


telah dilaporkan sebagai vektor utama filariasis Brugia timori(8,9).
Selama penangkapan dan pemeriksaan nyamuk tidak per- Gambar 3. Dominansi spesies nyamuk Anopheles dan Culex yang menggit
orang di luar rumah di kecamatan Tanjung Bunga
nah ditemukan nyamuk Culex yang terinfeksi larva cacing filaria
W. bancrofti, akan tetapi semua spesies nyamuk Culex yang ada Angka dominasi (ribuan)
berpotensi sebagai vektor filariasis. Cx. quinquefasciatus telah
diketahui sebagai vektor filariasis W. bancrofti di daerah per-
kotaan di Indonesia (Lie, 1970 dalam Lee dkk., 1983) dan larva
cacing W bancrofti dapat berkembang baik secara alamiah
dalam Cx. fuscocephalus, Cx. tritaeniorhynchus, Cx. bitaenio-
rhynchus dan Cx. Vishnui(5).
Dominansi spesies nyamuk yang menggambarkan kepa-
datan (kelimpahan nisbi) dan seringnya nyamuk tertangkap pada
tiap tipe penangkapan (Gambar 2, 3, 4, dan 5) di tiap desa
penangkapan tidaklah sama. Hal ini sangat tergantung pada
kondisi perairan yang ada. Di desa Kawaliwu, Waiklibang dan
Waikelak An. sundaicus dijumpai paling dominan karena selain
desa tersebut terletak di pantai, juga terdapat muara sungai, lagun
dan genangan-genangan air payau yang menjadi tempat per-
kembangbiakan utama spesies tersebut. Di desa Waiklibang dan
Waikelak nyamuk yang banyak dan sering ditemukan setelah
An. sundaicus adalah An. flavirostris dan An. subpictus. Di desa
Lamaojan dan Ebak nyamuk yang paling dominan menggigit
Gambar 4. Dominansi spesies nyamuk Anopheles dan Culex yang istirahat
orang di dalam rumah adalah An. barbirostris dan yang paling
di dalam rumah di kecamatan Tanjung Bunga
dominan menggigit orang di luar rumah adalah An. flavirotris.
Gambar 2.Dominansi spesies nyamuk Anopheles dan Culex yang menggigit Angka dominasi (ribuan)
orang di dalam rumah di kecamatan Tanjung Bunga
Angka dominasi (ribuan)

bancrofti di kecamatan Tanjung Bunga. Di tiap desa di keca-


Desa Lamaojan dan Ebak terletak agak jauh dari pantai dan di matan Tanjung Bunga dijumpai lebih dari 1 spesies nyamuk yang
daerah ini terdapat tempat perkembangbiakan utama An. fla- dapat menjadi vektor penyakit filaria. Dominansi spesies nyamuk
virostris dan An. barbirostris berupa sungai yang menggenang yang menjadi vektor filariasis di tiap desa tidaklah sama, ter-
berbatu, ditumbuhi tanaman air dan banyak seresah yang mem- gantung jenis perairan di masing-masing desa tersebut. An. sun-
busuk di permukaan air. Perairan yang menggenang ditumbuhi daicus banyak dijumpai di desa-desa pantai (Kawaliwu, Wai-
tanaman air merupakan tempat perkembang biakan utama An. klibang dan Waikelak) yang ada muara sungai, lagun dan air
barbirostris sedang perairan yang menggenang berbatu-batu payau tergenang yang ditumbuhi tanaman air, lumut atau banyak
dan banyak seresah yang membusuk merupakan tempat perkem seresah yang membusuk. An. subpictus selain banyak dijumpai
bangbiakan utama An. flavirostris. di daerah pantai bersama-samaAn. sundaicusjuga ditemukan di
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa An. sundaicus, An. daerah yang ada sungai atau perairan yang menggenang seperti
subpictus dan An. flavirostris merupakan vektor filariasis W. di Ebak dan Lamaojan. Sedang An.flavirostris banyak dijumpai

Cermin Dunia Kedokteran No. 106, 1996 47


maupun PiIipina(5).
Gambar 5. Dominansi spesies nyamuk Anopheles dan Culex yang istirahat
di luar rumab di kecamatan Tanjung Bunga
KESIMPULAN
Angka dominasi (ribuan) Vektor filariasis W. bancrofti di kecamatan Tanjung Bunga
adalah An. sundaicus, An. subpictus, dan An. flavirostris.
Di tiap desa di kecamatan Tanjung Bunga dijumpai lebih
dari 1 spesies nyamuk yang dapat menjadi vektor filariasis.
Spesies nyamuk yang paling dominan di flap daerah tidak-
lah sama, tergantung dan jenis perairan yang ada yang menjadi
tempat perkembang biakannya.

KEPUSTAKAAN

1. SPVP. Laporan hasil survai malariometrik dan filariasis di kecamatan


Tanjung Bunga, Flores Timur, NTF. 1992–1993.
2. O’Connor, Arwati. Kunci bergambar untuk nyaniuk Anopheles betina di
Indonesia. DitJen.P2M, Dep.Kes. RI. 1985.
3. Stojanovich C, Scot HG. Mosquitoes of Vietnam, Dep. HEW, CDC,
Atlanta, Georgia. 1966.
4. Purnomo. Bagan kunci larva Cacing filaria stadium 3 (infektif) di tubuh
nyamuk (Unpublished).
5. Craig CF, Faust EC. Clinical Parasitology, 5th ed. Philadelphia: Lea &
Febiger 1953.
6. Atmosoedjono 5, Dennis DT. Anopheles aconitus and An. subpictus
naturally infected with Wuchererja bancrofti in Flores, Indonesia. Mosq.
News 1970; 37: 529.
7. Sasa M. Epidemiology of Filariasis and Schistosomiasis in Asia arm the
Pacific: A Review. Research in Filariasis and Schistosomiasis, vol.2. 1972.
di daerah yangada mata air tergenang, sungai kecil yang banyak 8. Atmosoedjono S. Partono F, Dennis DT, Pumomo. Anopheles barbirostris
seresah membusuk seperti di Waiklibang, Waikelak, Ebak dan (Dipt. Culicidae) as a vector of the Timor filaria on Flores Island, prelimi-
Lamaojan. nary observation, J. Med. Entomol. 1977; 13: 611.
Selama penelitian walaupun spesies lainnya tidak terinfeksi 9. Barod Widiarti, Sumardi, Mujiono. Penggunaan kelambu oleh petani Se
Luhir. 1993. (in press).
larva cacing filaria, akan tetapi patut dicurigai karena pernah 10. Dennis DT, Partono F, Purnomo, Atmosoedjono S, Saroso J. Timor
ditemukan positif larva cacing W. bancrofti di pulau lain di Filariasis: epidemiologic and clinical features in a defined community.
Indonesia maupun di negara teiangga seperti di Malaysia, India Am. J. Trop. Med. and Hygiene 1976; 25(6).

Rivers flow with sweet waters; but, having joined the ocean, they
become undrinkable (Hitopadesa)

48 Cermin Dunia Kedokteran No. 106, 1996


TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Nyeri Kepala Tipe Tegang


Budi Riyanto W.
Dokter Spesialis Saraf Bogor

PENDAHULUAN mengeluh nyeri kepala; selama waktu tersebut dicatat 1568


Istilah nyeri kepala tipe tegang (tension-type headache) di- pasien baru.
perkenalkan pada klasifikasi tahun 1988, menggantikan istilah
nyeri kepala tegang otot (muscle contraction headache), tension
headache, psychogenic headache, stress headache yang sebe- GEJALA KLINIS
lumnya digunakan secara bergantian tanpa definisi yang jelas. Berdasarkan definisi IHS, maka nyeri kepala tipe tegang
bersifat tegang/menekan, tidak berdenyut, dirasakan di kedua
DEFINISI sisi dengan aktivitas ringan sampai sedang; keadaan ini tidak/
Dalam klasifikasi diagnosis nyeri kepala yang mutakhir jarang disertai gejala penyerta seperti mual, muntah, fotofobi
(1988), nyeri kepala tipe tegang didefinisikan sebagai nyeri ke- ataupun fcnofobi; juga tidak dipengaruhi oleh aktivitas fisik.
pala berulang, berlangsung antara 30 menit sampai 7 hari, Para pasien dapat mendeskripsikan nyerinya sebagai rasa
kurang dari 15 episode dalam satu bulan dan dengan sedikitnya kaku, terikat atau tertekan; kadang-kadang disertai dengan nyeri
dua sifat berikut: kulit kepala terutama bila disentuh seperti misalnya bila disisir;
1) Bersifat tegang/menekan (tidak berdenyut) rasa nyeri kulit kepala ini dapat masih dirasakan beberapa saat
2) Intensitas nyeri ringan sampai sedang setelah nyeri kepalanya mereda. Selain itu juga sering disertai
3) Lokasi bilateral rasa kaku otot-otot leher dan punggung.
4) Tidak diperberat oleh aktivitas fisik Intensitas nyeri dapat berubah-ubah, juga lokasinya; bisa
dan keadaan tersebut tidak disertai dengan rasa mual ataupun dirasakan di frontal, temporal, oksipital maupun parietal, uni-
muntah; juga tanpa fotofobi dan/atau fonofobi (Tabel 1). lateral maupun bilateral. Kadang-kadang rasa nyeri dapat di-
kurangi dengan mengubah posisi kepala dan/atau mengurangi
KEJADIAN gerakan-gerakan kepala/leher.
Nyeri kepala tipe tegang dianggap merupakan jenis nyeri Pada pasien-pasien nyeri kepala tipe episodik sering dijumpai
kepala yang paling sering dijumpai, terutama di kalangan de- nyeri otot perikranial dengan’nodul yang dapat diraba di daerah
wasa. Rassmusen (1991) mendapatkan prevalensi selama hidup leher, kepala, punggung/bahu. Peranan otot dan/atau tulang di
(life time prevalence) di kalangan pria adalah sebesar 69% dan di daerah servikal dalam menimbulkan nyeri kepala masih diper-
kalangan wanita sebesar 88%, sedangkan prevalensi satu tahun debatkan sampai saat ini.
(one year prevalence) masing-masing sebesan 62% di kalangan Istilah cervicogenic headache kadang-kadang digunakan
pria dan 80% di kalangan wanita. untuk nyeri kepala yang unilateral, tidak berdenyut, menetap di
Penelitian Surabaya (1989) mendapatkan bahwa nyeri kepala satu sisi, umumnya di temporal, frontal atau okular; nyeri kepala
tipe tegang diderita oleh 513 pasien di antara 1227 pasien nyeri tersebut mulai dirasakan di daerah leher. Lamanya nyeri berkisar
kepala yang datang berobat; dalam kurun waktu yang sama ter- antara beberapajam sampai beberapa hari, dapat bersifat kronis.
catat 6488 pasien baru yang mengunjungi poliklinik tersebut. Gejala lain berupa keterbatasan gerakan leher, nyeri bahu, lengan
Sedangkan di Jakarta (1986) selama 5 bulan didapatkan 87 pa- atas; nyeri dapat ditimbulkan oleh gerakan leher, posisi kepala
sien nyeri kepala tipe tegang di antara 273 pasien banu yang tertentu atau tindakan Valsava.

Cermin Dunia Kedokteran No. 106, 1996 49


Table 1–5 Classification of tension-type headache
2.1 Episodic tension-type headache 2.1.2Episodic tension-type headache unassociffted with disorder of pericra-
Previously used terms: tension headache, muscle contraction headache, nial muscles
psychomyogenic headache, stress headache, ordinary headache, essential Previously used terms: idiopathic headache, essential headache, psy-
headache, idiopathic headache and psychogenic headache chogenic headache
Diagnostic criteria Diagnostic criteria
A. At least 10 previous headache episodes fulfilling criteria B-D listed A. Fulfills criteria for 2.1
below. Number of days with such headache < 180/year (< 15/month) B. No increased tenderness of pericranial muscles. If studied, EMG of
B. Headache lasting from 30 minutes to 7 days pericranial muscles shows normal levels of activity
C. At least 2 of the following pain characteristics: 2.2 Chronic tension-type headache
1. Pressing/tightening (non-pulsating) quality Previously-used terms: chronic daily headache
2. Mild or moderate intensity (may inhibit, but does not prohibit Diagnostic criteria
activities) A. Average headache frequency 15 days/month (180 days/year) for 6
3. Bilateral location months fulfilling criteria B-D.
4. No aggravation by walking stairs or similar routine physical B. At least 2 of the following pain characteristics:
activity 1. Pressing/tightening quality
D. Both of the following: 2. Mild or moderate severity (may inhibit but does not prohibit
1. No nausea or vomiting (anorexia may occur) activities)
2. Photophobia and phonophobia are absent, or one but not the other 3. Bilateral location
is present 4. No aggravation by walking stairs or similar routine physical
E. At least one of the following: activity
1. History, physical and neurological examinations do not suggest C. Both of the following:
one of the disorders listed in groups 5-11 1. No vomiting
2. History and/or physical and/or neurological examinations do 2. No more than one of the following: nausea, photophobia or
suggest such disorder, but it is ruled out by appropriate investiga- phonophobia
tions D. At least one of the following:
3. Such disorder is present, but tension-type headache does not occur 1. History, physical and neurological examinations do not suggest
for the first time in close temporal relation to the disorder one of the disorders listed in groups 5-11
2.1.1 Episodic tension-type headache associated with disorder of pericranial 2. History and/or physical and/or neurological examinations do
muscles suggest such disorder, but it is ruled out by appropriate investiga-
Previously used, terms: muscle contraction headache Diagnostic criteria tions
A. Fulfills criteria for 2.1 3. Such disorder is present, but tension-type headache does not occur
B. At least one of the following: for the first time in close temporal relation to the disorder
1. Increased tenderness of pericranial muscles demonstrated by 2.2.1 Chronic tension-type headache associated with disorder of pericranial
manual palpation or pressure algometer muscles
2. Increased EMG level of pericranial muscles at rest or during 2.2.2 Chronic tension-type headache unassociated with disorder of pericra-
physiological tests nial muscles
Note : Headache Classification Committee of the International Headache So-
ciety (1988).

Faktor emosional PENATALAKSANAAN


Peranan faktor emosional/psikologik dalam mencetuskan Umumnya serangan nyeri kepala tipe tegang dapat diatasi
nyeri kepala telah lama diperdebatkan; telah lama diketahui pula dengan analgetik biasa, tetapi penanganan selanjutnya untuk
bahwa rasa nyeri dan faktor psikologik saling berpengaruh. Te- mengurangi kekambuhan hartis disertai dengan cara-cara lain
tapi penelitian atas pasien-pasien nyeri kepala tipe tegang tidak seperti relaksasi, biofeedback dan kadang-kadang penggunaan
menemukan ciri kepribadian tertentu yang cenderung peka ter- obat antidepresan.
hadap nyeri kepala tersebut; kebanyakan mempunyai konflik Selain itu harus diingat bahwa pasien nyen kepala tipe
multipel seperti hostilitas, konflik seks dan ketergantungan tegang juga kadang-kadang menderita serangan migren, demi-
(dependency). kian juga sebaliknya; ha! ini dapat dipahami mengingat kedua
Depresi kadang-kadang tampil dalam bentuk keluhan nyeri jenis nyeri kepala tersebut merupakan gangguan fungsional yang
kepala yang bila diteliti lebih lanjut, juga menampilkan gejala- dapat berubah-ubah;kasus-kasus seperti ini tidak jarang dijumpai
gejala lain seperti gangguan pola tidur dan gangguan nafsu dan dikenal sebagai sindrom nyeri kepala campuran (mixed
makan. Nyeri kepala yang dikeluhkan dapat berubah-ubah, baik headache syndrome); jenis nyeri kepala ini umumnya ditandai
sifatnya – seperti rasa terikat, tertekan, terbebani ataupun lokasi- dengan nyeri kepala yang terus menerus,praktis tiap hari diseling
nya yang tidak tetap, meskipun biasanya terasa di oksipital. dengan nyeri kepala tipe migren yang timbul antara 1–10 kali
Umumnya nyeri telah diderita selama bertahun-tahun, biasanya sebulan, disertai kecenderungan penggunaan analgesik yang
memberat di pagi hari dan malam hari. Keluhan-keluhan yang berlebihan.
didasari oleh depresi secara umum bersifat multipel, tetapi tidak Penggunaan analgesik seperti ibuprofen, fenoprofen,
menuruti pola tertentu, melainkan muncul pada situasi-situasi naproksen, ketoprofen biasanya cukup berhasil, kadang-kadang
tertentu; selain itu sering sulit diterapi, baik karena berganti-ganti dikombinasi dengan antidepresan seperti amitriptilmn; MAO
keluhan atau karena kurangnya kooperasi pasien. inhibitor seperti feneizin, pargilin dapat juga digunakan meski-

50 Cermin Dunia Kedokteran No. 106, 1996


pun harus secara hati-hati mengingat kemungkinan interaksinya Penatalaksanaan meliputi penggunaan analgesik, kadang
dengan obat-obat lain dan makanan tertentu; kombinasi dengan kadang dikombinasi dengan antidepresan; terapi fisik dan re-
antidepresi trisiklik juga tidak dianjurkan. laksasi dapat membantu meringankan gejala.
Terapi fisik meliputi biofeedback, fisioterapi, terapi relak-
sasi dapat membantu dalam beberapa kasus, terutama pada
pasien-pasien yang tidak dapat merelaksasikan otot-ototnya.
Kasus-kasus yang diduga menderita cervicogenic headache
mungkin dapat diatasi dengan suntikan anestetik lokal di daerah
KEPUSTAKAAN
saraf spinal C2–C3 atau di daerah n. oksipitalis magnus.
1. Diamond S. Tension type headaches. Dalam: Dalessio Di, Silberstein SD
RINGKASAN (eds).. Wolffs Headache and other head pain. 6th ed. 1993; hal. 236–61.
Nyeri kepala tipe tegang merupakan nyeri kepala yang pa- 2. International Headache Society. Classification and diagnostic critena for
ling sering dijumpai, terutama di kalangan dewasa; nyeri kepala headache disorders, cranial neuralgias and facial pain. CephaI 1988; 8
suppl. 7: 1–96.
tipe ini sering dikaitkan dengan ketegangan otot-otot leher dan 3. Sjaastad 0. Cervicogenic headache. Dalam: Dalessio DJ. Silberstein SD
tengkuk; dengan kelainan vertebra daerah servikal, dan selain (eds.). Wolff s Headache and other head pain. 6th ed. 1993; hal. 203–08.
itu juga dengan beberapa berbagai stres psikologik seperti 4. Wreksoatmodjo BR. Kàrakteristik Penderita Nyeri Kepala Menahun/Beru-
depresi dan anxietas. lang di Poliklinik Saraf FKUI/RSCM. Skripsi Pasca Sarjana, 1987.

Kalender Peristiwa

8 – 10 Juli 1996 – MUKTAMAR AHLI BEDAH INDONESIA (MABI) XII


XII Surabaya, 8–10 Juli 1996
Sekr.: Kantor IKABI Wilayah Jawa Timur
d/a Chef de Clinique
Lab./UPF Ilmu Bedah
FK Universitas AirlanggaIRSUD Dr. Soetomo
Jl. Mayjen. Prof. Dr. Moestopo 6–8
Surabaya 60286
INDONESIA
Tel. : (031) 550 1315/550 1305
Fax : (031) 535 3648/516 364
Pendaftaran peserta :
PT Haryono Travel
JI. Sulawesi 27–29
Surabaya 60271
INDONESIA
Tel. : (031) 546 5029
Fax : (031) 546 5030

16 – 20 Juli 1996 – KONGRES NASIONAL ILMU KESEHATAN ANAK


(KONIKA) X
Bukittinggi, 16–20 Juni 1996
Sekr. : Bagian Ilmu Kesehatan Anak
RSUP Dr. M. Djamil
JI. Perintis Kemerdekaan
Padang
INDONESIA
Tel./Fax: (0751) 37913

Cermin Dunia Kedokteran No. 106, 1996 51


HASIL PENELITIAN

Pengaruh Pemberian Obat Kumur


Mengandung Fluorterhadap Perkem-
bangan Karles Gigi Narapidana Lembaga
Pemasyarakatan Tanjung Gusta, Medan
Monang Panjaitan, MS
Bagian Kesehatan Gigi Masyarakat Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, Medan

ABSTRAK

Penelitian dilakukan pada narapidana Lembaga Permasyarakatan kelas H Tanjung


Gusta Medan. Jumlah sampel sebesar 74 orang yang didapat dan seluruh jumlah nara-
pidana yang baru 3–6 bulan masuk di Lembag Permasyarakatan tersebut.
Sampel dibagi menjadi tiga kelompok: kelompok I diberi kumur-kumur dengan
larutan Fluocaril® selama enam bulan dengan jarak waktu kumur-kumur satu kali
seminggu. Kelompok II diberi kumur-kumur dengan larutan Natrium Fluorida dengan
jangka waktu sama dengan kelompok I. Kelompok III diberi kumur-kumur air leding
dengan waktu yang sama dengan kelompok I dan II.
Dari hasil perhitungan statistik dengan student t-test tenlihat Fluocaril® lebih ber-
makna dibanding Natrium Fluonida dalam menghambat terjadinya karies. Juga terlihat
bahwa Fluocaril® dan Natrium Fluorida sangat bermakna mencegah terjadinya karies
dibanding perlakuan dengan air leding.

PENDAHULUAN yang baik dan dapat meningkatkan kesehatan secara umum;


Dari penelitian epidemiologi Departemen Kesehatan Re- tetapi mencegah terjadinya penyakit jauh lebih baik daripada
publik Indonesia 1983 ternyata 70% penduduk Indonesia yang tindakan pengobatan, oleh karena itu, perlu dipikirkan usaha
berumur 6–14 tahun menderita penyakit gigi berlubang. Pre- yang optimal untuk dapat mencegah terjadinya penyakit ini(1,2).
valensi karies yang tinggi di Indonesia hingga saat ini masih Untuk itu perlu dikaji karies yang masih dapat dicegah perkem-
tetap merupakan masalah yang patut mendapat perhatian bangannya yaitu karies permulaan atau disebut juga white spot.
khusus. Karies gigi dapat terjadi pada setiap gigi yang sudah White spot adalah suatu keadaan dekalsifikasi di bawah per-
erupsi, pada tiap orang tanpa memandang umur, jenis kelamin, mukaan enamel; secara klinis permukaan enamel terlihat utuh,
bangsa atau pun status ekonomi. agak kasar, buram, warna opak dan putih(3,4,5). White spot ini
Mengingat besarnya prevalensi karies gigi dan tingginya sering juga disebut karies permulaan, karies dini atau initial
biaya perawatan serta kurangnya tenaga kesehatan gigi maka caries. Pada keadaan ini masih dapat dilakukan tindakan pen-
perlu diadakan usaha-usaha penelitian di bidang pencegahan cegahan dengan cara remineralisasi dengan bahan mengandung
penyakit gigi secara luas dan berkesinambungan dengan de- fluor, baik dalam bentuk pasta dengan aplikasi topikal maupun
mikian akan diperoleh suatu cara pencegahan yang dianggap dalam bentuk larutan yang digunakan sebagai kumur-kumur.
lebih efisien dan ekonomis serta mencakup masyarakat luas Salah satu mekanisme kerja fluor yang terpenting adalah
dengan jumlah tenaga kesehatan gigi yang ada(1). proses remineralisasi sebagai perbaikan dan demineralisasi
Pengobatan dini lesi karies (karies baru) merupakan hal sebagian enamel. Proses ini lebih efektif bila demineralisasi

52 Cermin Dunia Kedokteran No. 106, 1996


enamel masih ringan atau pada lesi karies yang kecil. Pada ke- Sampel
adaan mineral banyak yang larut atau kavitas telah terbentuk, Semua anak remaja yang masuk ke Lembaga Permasyara-
proses remineralisasi tidak berarti lagi(6,7). Pengertian mengenai katan diseleksi; hanya 72 orang memenuhi syarat dan dibagi tiga
remineralisasi telah banyak dikembangkan akhir-akhir ini oleh kelompok yang sama yaitu:
beberapa penulis yang antara lain menyatakan bahwa reminerali- 1) Kelompok I diberi kumur-kumur sekali seminggu dengan
sasi adalah fenomena biologis penting dan bahwa remineralisasi Natrium Monofluorofosfat dan Natrium Fluorida dengan kadar
merupakan proses terhentinya atau kebalikan dan lesi karies, 0,240 g/l000 ml yang terionisasi (Fluocaril® bifluoride) yang
yang disebabkan meningkatnya ketahanan gigi dan menurunnya diberikan selama enam bulan.
serangan karies atau kombinasi antara keduanya(8,9,10). 2) Kelompok II diberi kumur-kumur sekali seminggu dengan
Dalam rongga mulut proses remineralisasi dan deminerali- Natrium Fluorida 0,2% selama 6 bulan.
sasi dapat berlangsung setiap saat. Apabila ada keseimbangan, 3) Kelompok III (grup kontrol) diberi kumur-kumur dengan
maka tidak timbul karies pada enamel. Apabila demineralisasi plasebo (air leding) dengan waktu yang sama selama 6 bulan,
lebih kuat dapat terjadi karies dan sebaliknyajika remineralisasi untuk perbandingan.
lebih kuat akan timbul suatu pertahanan yang tinggi pada enamel;
sebagai akibat dan remineralisasi ini akan terjadi pengerasan Pengambilan Data
kembali pada enamel yang telah mengalami demineralisasi (11,12,13). Pengambilan data dilakukan dengan memeriksa gigi-gigi
dengan cahaya lampu yang terang, memakai alat pembantu
PENELITIAN pinset, kaca mulut, sonde tumpul; gigi sampel dikeringkan.
Penelitian ini dilakukan pada narapidana remaja Lembaga Apabila terlihat bercak warna keputihan dan permukaan licin
Permasyarakatan kelas II Tanjung Gusta Medan; sebagai sampel serta tidak ada porositas digunakan sonde tumpul untuk men-
adalah gigi anak remaja yang telah menjalani hukuman paling deteksi permukaan yang licin tersebut. Gigi diperiksa sesuai
sedikit 3 bulan sehingga sudah terbiasa dengan makanan.dan mi- dengan oral higiene yaitu diperiksa seluruh permukaan, dilaku-
numan serta kondisi di sana,dan harus masih menjalani hukuman kan untuk merata antara gigi depan dan belakang (Skema).
paling sedikit enam bulan lagi. Dipilihnya Lembaga Permasya- Skema gigi yang diperiksa :
rakatan untuk tempat penelitian karena masyarakatnya terisolir
dan mudah dikontrol serta pola makanan dan minuman tetap
sama untuk setiap orang, dengan demikian variabel-variabelnya.
Sampel juga dibebaskan dan pemakaian pasta yang mengandung Pengukuran dilakukan untuk melihat perbedaan rata-rata
fluor dan selama penelian tidak diberi minuman yang mengan- jumlah gigi yang mengalami white spot sebelum pemberian obat
dung gula. kumur-kumur fluor dan setelah diberi kumur-kumur larutan fluor
Di samping itu, narapidana jarang sekali mendapat perhatian selama 6 bulan; juga untuk melihat perbedaan rata-rata gigi yang
dalam masalah kesehatan khususnya kesehatan gigi; di Ujung mengalami remineralisasi setelah perlakuan.
Pandang rata-rata DMF-T nanapidana = 9.01 yang berarti rata-
rata setiap narapidana mempunyai sembilan gigi berlobang HASIL PENELITIAN
(Mujari, 1983).
Tabel 1. Persentase narapidana yang giginya terserang white spot pada
Tujuan kelompok I, II dan III sebelum dan sesudah perlakuan
1) Tujuan Umum : Melihat efek pemberian fluor dalam meng-
White spot
hambat terjadinya karies.
2) Tujuan Khusus : Mengetahui perbedaan efek kumur-kumur Sebelum Sesudah
Kelompok
Fluocaril® dan Natrium Fluorida dalam menghambat karies Ada Tidak ada Ada Tidak ada
gigi yang dini.
n % n % n % n %

Manfaat 1 24 100 – – 11 49,5 13 510,5


Hasil penelitian ini berguna untuk program pencegahan 11 24 100 – – 12 50 12 50
III 24 100 – – 24 100 – –
penyakit gigi karena prevalensi karies gigi di Indonesia sangat
tinggi yaitu sekitar 70% pada tahun 1983. Prevalensi white spot anak remaja narapidana Tanjung Gusta
Dari hasil penelitian ini dapat diketahui bahan kumur-kumur Medan sebelum perlakuan adalah 100% yang berarti setiap anak
yang paling efektif untuk mencegah terjadinya karies gigi baik remaja narapidana, giginya terserang karies dini atau white spot.
di klinik-klinik gigi dan dalam program kumur-kumur dalam Sesudah perlakuan kumur-kumur terlihat perubahan pada kelom-
rangka Upaya Kesehatan Gigi Sekolah di seluruh Indonesia. pok I menurun menjadi 49,5%, kelompok II 50% dan kelompok
III tetap persentasenya 100%.
METODOLOGI PENELITIAN Skor rata-rata gigi yang mengalami white spot tiap kelom-
Lokasi pok sebelum kumur-kumur terlihat tinggi yaitu kelompok I =
Penelitian dilakukan pada gigi narapidana Lembaga Pe- 0,80, kelompok II = 0,71, kelompok III = 0,78, dan setelah diberi
masyarakatan kelas II Tanjung Gusta Medan. kumur-kumur selama 6 bulan skor menurun: kelompok I = 0,15,

Cermin Dunia Kedokteran No. 106, 1996 53


kelompok II = 0,19 dan kelompok III = 0,54. Perhitungan statistik dengan student t-test pada kelompok
III sebelum dan sesudah kumur-kumur dengan air leding
Tabel 2. Rata-rata skor gigi yang mengalami white spot sebeiwn dan hasilnya tidak bermakna; kelompok ini merupakan kelompok
sesudah kumur-kumur fluor
kontrol untuk membandingkan pengaruh pemberian fluor
dengan plasebo dalarn mencegah karies dini.
Skor Rata-rata
Kelompok Perhitungan statistik untuk melihat perbedaan rata-rata gigi
Sebelum Sesudah yang mengalami white spot setelah perlakuan selama 6 bulan
I 0,80 0,15 antara kelompok I yang diberi kumur-kumur dengan larutan
II 0,71 0,19 Fluocaril®dengan kelompok II yang diberi kumur-kumur Natrium
111 0,78 0,54 Fluorida 0,2% memperoleh hasil bahwa Fluocanil® lebih ber-
makna dan Natrium Fluorida dalam mencegah karies dini.

KESIMPULAN
1) Tidak ada perbedaan bermakna rata-rata gigi yang
terserang white spot sebelum pérlakuan pada kelompok I,
kelompok I dan kelompok III.
2) Ada perbedaan bermakna akibat pemberian Fluor pada ke
lompok I dan kelompok II dalam meremineralisasi white spot
sebelum dan sesudah perlakuan.
3) Dari perhitungan statistik terlihat bahwa Fluocaril® lebih
bermakna dan Natrium Fluorida dalam menurunkan angka rata
Gambar 1. Penurunan skor gigi yang mengalami white spot sebelum dan rata white spot.
sesudah perlakuan pada kelompok 1, kelompok II dan kelom-
pok III setelah enam bulan. KEPUSTAKAAN

PEMBAHASAN 1. Nio BK. Preventive dentistry. Bandung: Yayasan Kesehatan Gigi, 1975;
Pemakaian fluor untuk mencegah karies gigi telah dilaku- 3–5.
2. Konig KG, Hoogendorn Fl. Prevensi dalam Kedokteran Gigi dan dasar
kan sejak lama dan ternyata hasil-hasil penelitian menunjukkan ilmiahnya. Jakarta: PT Denta, 1982; 10–67.
reduksi karies yang bermakna. Pemberian kumur-kumur dengan 3. Darling AA. The pathology and prevention of caries. Brit Dental J, 1980;
larutan fluor juga sejak larna dilakukan pada proyek-proyek 10: 287–302.
usaha kesehatan gigi masyarakat dalam mencegah terjadinya 4. Silverstone LM. Histologic and ultrastructural features of remineralization
caries enamel. J Dent Res 1969; 896–901.
karies gigi. 5. Thoma KH. Oral Pathology. Vol 1. St Louis: The CV Mosby Co., 1979;
Perhitungan statistik dilakukan untuk melihat perbedaan 263–266.
rata-rata gigi yang mengalami white spot sebelum dan sesudah 6. Arthur G, Tinanoff N. Effect of SnF on initial bacterial colonization of
diberi kumur-kumur Fluocaril® selama 6 bulan pada kelompok tooth enamel. J Dental Res. 197; 10: 56–60.
7. Sundoro EH. Efek teh terhadap remineralisasi email. Penelitian FKG UI
I; terlihat adanya perbedaan bermakna yang menunjukkan man- Jakarta 1988.
faat fluor dalam meremineralisasi karies dini. Hal ini sesuai 8. Kid GEAM. The diagnosis and management of the early caries lesion in
dengan pendapat Koulourides (1990) yang mengatakan bila da- permanent teeth. Dental Update 1984; 69–78.
lam saliva dijumpai mineral terutama fluor akan menyebabkan 9. Koulourides EH. Dynamic of biologic mineralization applied on dental
caries. In: Menaker L (ed). The biologic basis of dental caries - an oral
remineralisasi cepat pada 24 jam pertama, mereda pada hari ke textbook, London: Harper & Row Publ, 1980; 419–41.
dua dan terhenti setelah 3 minggu; karena itu remineralisasi 10. Nizel AN. Nutrition in preventive dentistry. Science aiuf practice. 2nd ed.
karies dini umumnya tidak terjadi pada seluruh lesi. Philadelphia: WB Saunders Co, 1981; 53–65.
Perhitungan statistik rata-rata gigi yang mengalami white 11. Ostrom CA. Clinical cariology. In Menaker L (ed). The biologic basis of
dental caries. An Oral Biology textbook. London: Harper & Row Pubi,
spot sebelum dan sesudah diberi kumur-kumur Natrium Fluroda 1980; 247–58.
0,2% selama 6 bulan pada kelompok II menunjukkan adanya 12. Panjaitan M. Perbedaan efektifitas antara Stannous Fluorida dalam meng-
perbedaan bermakna, yang beranti Natrium Flurida mempunyai hambat pertumbuhan mikroorganisme plak. Dept P dan K, Universitas
pengaruh dalam mineralisasi white spot enamel dan sesuai pen- Airlangga, 1981–1983.
13. Sundoro EH. Remineralisasi sebagai usaha untuk mencegah meluasnya
dapat bahwa fluor sangat berpengaruh dalam mencegah karies karies dini. Kumpulan Makalah Ilmiab Kongres Nasional PDGI ke XVII.
gjgi(l). Ujung Pandang 1989; 12–18.

54 Cermin Dunia Kedokteran No. 106, 1996


HASIL PENELITIAN

Hambatan Pembentukan Plak Gigi dengan


Larutan Obat Kumur Hexetidine 0,1 %
(Secara Klinis)
Prijantojo
Laboratorium Periodontologi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, Jakarta

ABSTRAK

Larutan 0,1% hexetidine sebagai obat kumur digunakan untuk membuktikan ham-
batan pembentukan plak gigi pada 80 siswa umur ant 10–15 tahun yang dibagi 2
kelompok terdiri dari 40 siswa untuk masing-masing kelompok. Kelompok I kumur-
kumur dengan plasebo, kelompok II kumur-kumur dengan 0,1% larutan hexetidine. Hasil
penelitian menunjukkan adanya hambatan pembentukan plak pada semua kelompok.
Hambatan pembentukan disebabkan kanena peningkatan motivasi pembersihan gigi se-
cara mekanis. Adanya perbedaan yang bermakna antara kelompok plasebo dan kelompok
hexetidinepadahani ke 3 (t:21.817; p <0,05) dan hari ke 87 (t :2.728; p <0,05) disebabkan
karena hexetidine merupakan antibakteri.

PENDAHULUAN plak dan mencegah terjadinya radang gingiva(8) dan ternyata


Sejak Loe dkk(1) mengadakan menyimpulkan adanya hubung- enzim dapat menghambat pertumbuhan plak, walaupun pada
an langsung antara plak gigi dan radang jaringan periodonsium, permulaan bertujuan mengurangi terbentuknya karang gigi(6).
banyak usaha telah dilakukan untuk mengadakan pencegahan Suatu metoda yang digunakan dalam usaha untuk memperbaiki
terhadap radang. Usaha m dilakukan karena walaupun kontrol kontrol plak ialah dengan menggunakan berbagai macam larut-
plak secara mekanis memberikan hasil yang baik(2,3,4) namun an sebagai obat kumur.
kemampuan tiap individu tidak sama, sehingga masih banyak di- Tujuan penelitian ini untuk membuktika efektifitas larutan
dapatkan radang gingiva(5). hexetidine 0,1% dalam menghambat pembentukan plak gigi se-
Berdasarkan alasan di atas banyak peneliti mencoba men- cara klinis, sehingga diharapkan dapat digunakan sebagai pen-
cari suatu metoda lain untuk kontrol plak. Perhatian banyak cegahan atau mengurangi keparahan radang jaringan periodon-
ditujukan pada hambatan pembentukan plak secara khemis. Di sium.
antara bahan-bahan kimia yang telah dicoba ialah antibiotik,
antiseptik dan enzim(6); karena plak merupakan kumpulan ber- TINJAUAN PUSTAKA
bagai macam bakteri, maka sangat beralasan bahwa antibiotik Akhir-akhir ini banyak penelitian di bidang kedokteran gigi
mempunyai peranan dalam usaha mencegah pembentukan plak(6). menyimpulkan bahwa bakteri plak meru penyebab utama
Eritromisin dapat mengurangi pembentukan plak sebanyak 35%(7). terjadinya penyakit jaringan periodonsium(1,9,10). Hubungan an-
Berbagai macam antiseptik telah dilakukan diteliti untuk meng- tara akumulasi plak dan radang gingiva telah pula dilapor-
hambat pertumbuhan bakteri dalam rongga mulut. dan meng- kan(11,12,13,14).
hambat pembentukan plak. Bahan antiseptik chlorhexidine 0,2% Proses terjadinya plak dapat dijelaskan sebagai berikut
sebagai obat kumur ternyata dapat menghambat pertumbuhan Setelah permukaan gigi dibersihkan dengan sempurna, enamel

Cermin Dunia Kedokteran No. 106, 1996 55


yang tidak tertutup oleh kotoran kemudian bersentuhan dengan hexetidine.
ludah, dalam beberapa menit akan terjadi endapan/lapisan yang
Hexetidine
disebut acquired pellic1e(15). Pellicle ini merupakan presipitasi
Hexetidine atau hexahydropirimidine merupakan suatu cair-
gliko-protein yang berasal dan 1udah dan terjadi tanpa adanya
an seperti minyak, bersifat antibakteri dengan spektrum luas,
bakteri. Kemudian bakteri tumbuh dengan cepat pada permukaan
pada konsentrasi rendah dapat menghainbat pertumbuhan
pelikel,melekat pada pelikel sehingga terbentuk plak(16,17). Penye-
mikroorganisme rongga muIut(26). Percobaan in vitro terhadap
lidikan menunjukkan bahwa bakteri ditemukan pertama-tama
mikroorganisme rongga mulut menggunakan 0,1% hexetidine
4–6 jam setelah permukaan gigi dibersihkan(17). Bakteri pem-
mendapatkan hasil: secara keseluruhan bakteri gram positif
bentuk piak pada permukaan sebagian terdiri dan gram positif
sensitif terhadap hexetidine. Staphylococcus, Streptococcus dan
anaerob cocci dan setelah 6–10 hari mulai tampak bakteri gram
Diplococcus pnemonia secara keseluruhan dihambat pada kon-
negatif anaerob, bakteri fosiformis dan spirochaeta(18,19). Cocci
sentrasi 3,12 mcg/ml. Fusobakteri yang anaerob dihambat mulai
dilaporkan berjumlah terbanyak selama penyelidikan, walaupun
konsentrasi 15,6 meg/ini. Sedangkan Gram negatif dihambat
rods dan filaments meningkat jumlahnya dalam waktu 24–28
dengan konsentrasi yang tinggi(26). Hexetidine juga mempunyai
jam. Dengan bertambahnya umur plak, jumlab cocci akan me-
efek terhadap Candida albicans(27). Bermanfaat untuk bakteri
nurun dengan cepat dan setelah 7 hari filament dan fusirform
gram positif dan gram negatif dan dapat digunakan untuk
menjadi 50% dan selutuh jumlah bakteri(18). Laporan ini sesuai
mengurangi radang rongga mulut.
dengan laporan yang menyatakan bahwa Streptococcus sanguis
Hexetidine merupakan derivat pirimidin dapat menghambat
terbanyak ditemukan, sedangkan Actinomyces viscosus se-
tiamin yang penting untuk mikroorganisme(28). Hexetidine meng-
cara terus menerus juga ditemukan(20,21). Streptococcus mutans,
ikat protein mukosa mulut(29), yang merupakan keuntungan dan
Staphylococcus epidermis, Actinomyces israeli, Peptostrepto-
hexetidine sebagai antibakteri karena ikatan dengan protein
coccus dan Veillonella alcalescens juga terdapat dalam jumlah
mukosa mulut akan memperpanjang efek hexetidine sebagai
sedikit. Pemeriksaan mikrobiologis plak manusia yang berusia 2
antibakteri(30);selain itu pelekatan hexetidine pada mukosa mulut
hari menemukan sejumlah besar Streptococcus sanguis(20). Pada
akan mengikat bakteri plak sehingga metabolisme dan mikro-
stadium permulaan pembentukan plak memberikan tanda-tanda
onganisme dihambat(31). Hambatan ini akan mengurangi jumlah
lebih cepat bila terdapat sedikit bakteri anaerob(16). Plak ini ter-
mikroorganisme untuk beberapa jam(32),berkisar selama 7 jam(29).
bentuk karena kemampuan bakteri untuk mengadakan pele-
Pendapat ini diperkuat oleh Read(33) yang mengemukakan bahwa
katan dengan pelikel pada stadium permulaan dan diikuti
hexetidine dapat menghambat aktivitas bakteri, bahkan diserap
dengan pelekatan/pengumpulan antar bakteri-bakteri itu sen-
oleh permukaan luar mukosa mulut. Hexetidine dapat merusak
diri(21,22). Oleh karena itu pelekatan antar bakteri diperkirakan
bakteri yang sensitif terhadap penisilin dan auromisin secara in
akan mempengaruhi proses pembentukan p1ak(23). Bakteri-bakteri
vitro(34).
yang tidak ditemukan pada stadium permulaan karena kurangnya
Percobaan klinis telah dilakukan terhadap 375 penderita
daya pelekatan dengan pelikel akan dapat ditemukan pada sta-
dengan berbagai keradangan di rongga mulut, pendenita setelah
dium lebih lanjut karena mempunyai daya pelekatan antar bakteri
operasi rongga mulut serta pencabutan gigi, didapatkan hasil
yang lebih tinggi. Dengan adanya daya peiekatan ini pada
sebagai berikut: 304 penderita berhasil baik, 60 penderita kurang
beberapa hari akan tenbentuk koloni-koloni dan bakteri(24). Bila
memuaskan dan 11 penderita tidak berhasil. Hasil yang paling
telah terjadi gingivitis koloni bakteri dapat terjadi 30 menit se-
baik didapat pada terapi dan radang gingiva setelah initasi lokal
telah permukaan gigi dibersihkan.Pengamatan dengan mikroskop
dihilangkan Hasil ini diperkuat oleh penelitian terhadap 66
elektron menunjukkan adanya perbedaan komposisi dan bakteri-
siswa sekolah dasar yang 95% sampelnya terdapat karang gigi,
bakteri antara plak sampel. Beberapa plak sampel mengandung
0,1% hexetidine hanya menurunkan derajat peradangan sebanyak
banyak filament sedangkan yang lain mengandung banyak
36% pada minggu pertama dan 58% pada minggu kedua(38).
cocci(25).
Teori yang mendasari penelitian ini : Radang gingiva me-
Pentingnya akumulasi dan plak sebagai penyebab utama
rupakan penyakit jaringan peniodonsium yang disebabkan oleh
dari kelainan jaringan periodonsium pada manusia telah dilapor-
bakteri plak. Penyembuhan atau berkurangnya radang gingiva
kan juga pada anjing percobaan(10). Telah dibuktikan bahwa
ditentukan oleh banyak atau sedikitnya jumlah bakteri plak.
penghentian pembersihan mulut pada orang-orang dengan gingiva
Hexetidine merupakan antiseptik yang dapat menghambat per-
yang sehat mengakibatkan akumulasi bakteri plak yang berle-
tumbuhan bakteri plak.
bihan dengan akibat terjadinya marginal gingivitis. Penemuan
ini sesuai dengan percobaan binatang(10) yang memperlihatkan Hipotesis
terjadinya gingivitis perlahan-lahan dengan hanya membiarkan Hexetidine dapat menghambat pertumbuhan plak.
plak tumbuh pada permukaan gigi.
Dan apa yang telah disebutkan di atas dapat dikatakan BAHAN DAN CARA
bahwa untuk mencegah terjadinya radang jaringan periodon- Penelitian dilakukan secara double blind terhadap siswa
sium, akumulasi plak harus dicegah atau dikurangi. Pencegahan Sekolah Dasar Negeri di daerah Tangerang, Jawa Barat. Umur
dapat secara mekanis atau khemis. Salah satu bahan kimia yang siswa antara 10–15 tahun dan belum pernah mendapat pendidikan
dapat mencegah/mengurangi terjadinya akumulasi plak adalah atau penerangan tentang kesehatan gigi baik dan dokter gigi

56 Cermin Dunia Kedokteran No. 106, 1996


maupun dari perawat gigi. Dipilih 80 siswa dari 192 siswa yang Tabel 1. Indeks plak rata-rata hari ke 0,3,7 pada kelompok plasebo dan
hexetidine
memenuhi kriteria sesuai dengan indeks plak dari simplified
oral hygiene index. OHI-S(39) yang telah dimodifikasi yaitu: Plasebo Hexetidine
0 = tidak ada plak Hari
1 = plak tidak melebihi 1/3 permukaan gigi N X t N X t
2 = plak melebihi 1/3 permukaan gigi dan tidak lebih dari 2/3 0 35 1,533 – 35 1,560 –
permukaan 3 35 0,682 13,666 35 0,428 4,863
7 35 0,446 6,194 35 0,285 3,850
3 = plak melebihi 2/3 permukaan gigi
Tabel 1 menunjukkan penurunan indeks rata-rata plak pada
kelompok plasebo maupun kelompok hexetidine pada hari ke 3
dan hari ke 7 bila dibandingkan dengan keadaan sebelum kumur-
kumur. Secara statistik ada perbedaan sangat bermakna penurun-
an indeks plak pada pemeriksaan hari ke 3 dan hari ke 7 dari,
kedua kelompok. Pemeniksaan hari ke 3 dan kelompok plasebo
didapat perbedaan sangat bermakna dengan t: 13,666 untuk p <
0,001. Demikian juga pada pemeniksaan hari ke 7 didapatkan
penbedaan sangat bermakna dengan t: 6,194 untuk p < 0,001.
Pada kelompok hexetidine didapatkan penurunan indeks plak
yang sangat bermakna pada hari ke 3 dengan t: 4,863 untuk p <
0,001 dan penbedaan sangat bermakna dani penununan indeks
Persyaratan lain sampel adalah sebagai berikut: plak pada hari ke 7 (t: 3,850; p <0,001).
• Tidak ada kelainan sistemik Grafik penurunan indeks plak rata-rata hari 0,37 dan kelompok plasebo
• Umur antara 10–15 tahun dan hexetidine
• Tidak sedang menggunakan obat antibiotik
• Belum pernah mendapat perawatan kelainan periodontal
• Biasa menggunakan sikat gigi.
Pada penelitian ini digunakan larutan 0,1% hexetidine sebagai
obat kumur dan di pasaran dapat diperoleh dengan merek Bacti-
dol® (Warner Lambert) dan plasebo.
Alat yang digunakan berupa: sonde, kaca mulut serta pinset.
Dari 80 sampel yang memenuhi persyaratan dibagi menjadi
2 kelompok yaitu kelompok yang menggunakan hexetidine dan
kelompok yang menggunakan plasebo, masing-masing terdiri
dari 40 siswa. Sebelum pencatatan (scoring) dimulai, kepada
sampel diberikan penerangan tentang cara-cara pemakaian obat
kumur. Sengaja tidak dibenikan penjelasan tentang cara-cara
melakukan pembersihan gigi dan mulut agarjumlah plak masih
tetap sesuai dengan kebiasaan sehani-hari. Hari
Tahap selanjutnya dilakukan pencatatan jumlah plak sesuai
dengan kriteria OHI-S dengan menggoreskan ujung sonde pada Hasil perbandingan kelompok plasebo dan kelompok hexetidine
permukaan labial dan palatal dan gigi. Pada penelitian ini hanya dapat dilihat pada Tabel 2.
dilakukan pencatatan plak pada bagian labial dan palatal gigi
depan atas. Setelah pencatatan, plak, kepada sampel diberikan Tabel 2. Perbandingan indeks plak rata-rata hari ke 0, 3, 7 antara ke-
lompok plasebo dan hexetidine
obat kumur cukup untuk 6 hari.Obat kumur dipakai 2 kali sehari,
pagi setelah menyikat gigi dan malam hari sebelum tidur se- Plasebo >< Hexetidine
Hari
banyak kurang lebih 15 ml (satu sendok makan) setiap kali N tN t
kumur selama kurang lebih 30 detik. Kontrol dilakukan pada 0 35 0,173 *
hari ke tiga dan hari ke tujuh. 3 35 21,817 *
7 35 2,728 *
HASIL * Perbedaan bermakna : p < 005
Pada akhir penelitian 10 sampel dinyatakan tidak memenuhi
persyaratan (drop out), sehingga sampel yang memenuhi per- Di awal pencobaan tidak didapatkan perbedaan bermakna
syaratan sebanyak 70, terdiri dari 35 siswa dan masing-masing antana sampel masing-masing kelompok (t : 0,173; p > 0,05).
kelompok. Data menunjukkan bahwa pada 60% sampel baik Hasil pemeniksaan hari ke 3 dan kedua kelompok mendapatkan
kelompok kontrol maupun aktif terdapat karang gigi. perbedaan benmakna (t: 21,817; p <0,05). Demikian juga hasil

Cermin Dunia Kedokteran No. 106, 1996 57


pemeriksaan hari ke 7 antara kedua kelompok (t 2,728; p<0,05) ningkatkan hambatan pertumbuhan plak gigi. Perlekatan hexe-
pada penurunan indeks plak. tidine dengan protein rongga mulut dan plak gigi akan me-
Dar hasil tersebut di atas disimpulkan bahwa hipotesis nambah hambatan pertumbuhan bakteri. Daya lekat hexetidine
dapat diterima yang berarti bahwa larutan 0,1% hexetidine dapat hanya berlangsung selama 7 jam(41), oleh karena itu dianjurkan
menghambat pertumbuhan bakteri plak. meningkatkan pemakaian hexetidine dan 2 kali sehari menjadi
3 kali sehari. Dengan meningkatkan frekuensi pemakaian hexe-
DISKUSI tidine diharapkan hambatan pembentukan plak menjadi lebih
Penelitian double blind terhadap 80 penderita kelainan pe- baik.
riodontal dan siswa Sekolah Dasar di daerah Tangerang Jawa
Barat menggunakan larutan 0,1% hexetidine sebagai obat kumur KEPUSTAKAAN
menunjukkan adanyapenurunan indeks plak baik dan kelompok
1. Loe H, Theilade E,Jensen SB. Experimental gingivitis in man. J. Periodon-
plasebo maupun kelompok hexetidine. Penurunan indeks plak tol. 1965; 36: 177–87. -
berbeda dan masing-masing kelompok. Penurunan indeks plak 2. Lovdal A, Arno A, Schei 0, Waerhaug J. Combined effect of subgingival
dan kelompok plasebo sebanyak 55% pada hari ke 3 sedang pada scaling and controlled oral hygiene on the incidence of gingivitis. Acta
hari ke 7 menunjukkan penurunan sebanyak 60%. Hasil ini dapat Odontol Scand 1961; 19: 637–55.
3. Soumi JD, Greene JC, Vemullion JR, DoyleJ, ChangeJi, Leatherwood EC.
diartikan bahwa pemeriksaan saja sudah menambah motivasi The effect of controlled oral hygiene procedures on the progression of
para siswa untuk melakukan pembersihan gigi-giginya; plak periodontal disease in adults. Results after a third and final year. J.
kontrol secara mekanis menggunakan sikat gigi merupakan cara Periodontol. 1971; 42: 152–60.
yang paling efektif untuk membersihkan plak dan sangat me- 4. Azelsson P, Lindhe J. The effect of a preventive programme on dental
plaque gingivitis and caries in schoolchildren. Results after a and 2 years.
nunjang kesehatan jaringan periodonsium. Pernyataan ini men- J. Clin. Periodontal. 1974; 1: 126–38.
dukung penelitian terdahulu(42-44) yang menyatakan bahwa pene- 5. Lindhe J, Koch 6. The effect of supervised oral hygiene on the gingivae of
rangan audio visual untuk melakukan plak kontrol secara mekanis children. Lack of prolonged effect of supervision. J. Periodontol. Res.
terbuktimeningkatkankebersihanmulutsecarabermakna.Bahkan 1967; 2: 215–20.
6. Hull PS. Chemical inhibition of plaque. J. Clin. Periodontol. 1980; 7:
tindakan pemeriksaan saja sudah dapat meningkatkan motivasi 431-42.
dari cara-cara pembersihan gigi-giginya(40). Penelitian terhadap 7. Lobene RR, Brian M, Socransky SS. Effect of erythromycin on dental
66 siswa umur 10.-iS tahun yang dibagi menjadi 2 kelompok plaque and plaque forming microorganisms. J. Periodontol. 1969; 40:
yaitu kelompok plasebo dan kelompok hexetidine menunjukkan 287–91.
8. Nagle Pi, Turnbull. Chlorhexidine: An ideal plaque inhibiting agent?.
kenaikan derajat kesehatan gingiva pada semua kelompok. Literature Review. J. Can. Dent. Assn. 1978; 2: 73–5.
Penurunan indeks plak karena larutan 0,1% hexetidine sebanyak 9. Lindhe J, Hainp SE, Loe H. Experimental periodontitis in the beagle dog.
60% pada hari ke 3 dan 88% pada hari ke 7. Bila dibandingkan J. Periodontol. Res. 1973; 8: 1–10.
antara kelompok plasebo dan kelompok hexetidine didapatkan 10. Ramfjord. Ifidices for prevalence and incidence of periodontal disease. J.
Penodontol. 1971; 30: 51.
perbedaan yang bermakna baik hari ke 3 maupun hari ke 7. Hal 11. Waerhaug J. Prevalence of periodontal disease in Ceylon. Acta Odont.
ini dimungkinkan karena hexetidine dapat menghambat pertum- Scand. 1967; 25: 205–31.
buhan miknoorganisme dan rongga mulut terutama gram positif 12. Loe, Schiott R. The effect of supression of the oral microflora upon the
dan gram negatif(26,36). development of dental plaque and gingivitis in Dental Plaque. Symposium
1969. Ed. by McHugh WDE. and S Livingstone Ltd. Edinburg 1970b.
Hexetidine juga dapat digunakan pada penderita dengan 247–255.
radang rongga mulut(28). Pernyataan ini didukung dengan pene- 13. Loe H, Schiott CR. The effect of mouth rinses and topical application of
litian secara klinis terhadap 375 penderita nadang di rongga Chlorhexidine on the development of Dental Plaque and 6.1. in man. J.
mulut, ternyata 304 penderita dapat sembuh dengan baiik(37). Periodontol. Res. 1970a. 5. 79–83.
14. Lenz H, Muhlemann HR. Repair of etched enamel exposed to the oral
Karena penyebab nadang pada umumnya mikroorganisme ber- environment. Helv. Odont. Acta. 1963; 7: 47–49.
arti pertumbuhannya dapat dihambat. Penlekatan antara hexeti- 15. Ritz HL. The role of aerobic neisseria in the initial formation of dental
dine dengan protein di rongga mulut serta bakteri plak akan plaque in dental plaque Symposium 1969. (Ed) Mc Hugh. WDE S.
menghambat metabolisme bakteri plak sehingga benfungsi se- Livingstone Ltd. Edinburgh 1970.
I6. Tryggue LIE. Early dental plaque morphogenesis. J. Periodontol. Res.
bagai antibakteni(29). 1977; 12: 73–89.
17. Theilade E Wright WH, Jensen SB. Experimental gingivitis in man. J.
Periodontol. Res. 1966; I: 1–13.
KESIMPULAN 18. Egelberg J. A review of the development of dental plaque. In: dental
plaque” symposium 1969, Ed. by Mc Hugh WDE S. Livingstone Ltd.
Hasil penelitian secara double blind pada 80 orang perco- Edinburgh 1970.
baan menunjukkan bahwa 0,1% hexetidine sebagai obat kumur 19. Tinonoff N, Gross A, Brady J. Development of plaque on enamel parallel
dapat menghambat pentumbuhan bakteri plak. Hambatan per- investigations. J. Periodontol. Res. 1976; 197–209.
tumbuhan plak selain disebabkan karena pemeniksaan terhadap 20. Socransky SS, Manganiello DD, Propos D, Orani V, Houten van J.
Bacteriological studies of developing supragingival dental plaque. J. Perio-
siswa dapat meningkatkan motivasi dan pembersihan gigi secara dontol. Res. 1977; 12: 90–106.
mekanis, juga karena hexetidine menupakan antibaktenial yang 21. Gibbon. Van Houte. On the formation of dental plaques. J. Periodontol.
dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme di rongga 1973; 44: 347.
mulut. Larutan 0,1% hexetidine sebagai obat kumur dapat me- 22. Gibbon, Nygaard. Interbacterial aggregation of plaque bacteria. Arch. Oral

58 Cermin Dunia Kedokteran No. 106, 1996


Biol. 1970; 15: 1397. in the treatment of inflammations in oral cavity. Zahnarztl. Welt-Zahnarztl.
23. Saxton. Scanning electron microscope study ofbacterial colonization of the Reform. 1969; 58: 560.
tooth surface. In Tooth ename’ II. RW. Fearnhead. MV. Stach Ed. Wright 34. Kimmelman BB. Symposium on Hexetidine. N.W.U. Chicago. October
Bristol. l971;2l8. 1958.
24. Boyde, Williams. Estimation of the volumes of bacterial cells by scanning 35. Raymond A. Symposium on Hexetidine. N.W,U. Chicago. October 1958.
electron microscopy. Arch. Oral Biol. 1971; 16: 259. 36. Kuhr HW, Harle F, Schmidt H. The use of Hexetidine in the oral cavity:
25. Utji R, Chatim A. Antibacterial properties of hexetidine against micro Zahnaerztl, Welt-Zahnaerzt. Reform 1969; 78: 506.4.
organisme isolated from patients mouth. Clinical trial 1982. 37. Pnijantojo. Pengaruh Hexetidine terhadap peradangan gingiva. Clinical
26. Wade A, Reynolds JEF. The extra Pharmacopoeia 27th Ed., The Pharma Trial 1985.
ceutical Press. London 1977; 647. 38. Carranza. Glickmans : Clinical periodontology. WB. Saunders Co. 6th ed.
27. Lionetti FJ. Communications. ACS. Convention (Medical div.) Miami, 1984; 318.
1957, April. 8. 39. Kemal Y, Safril Y. Pengamatan klinis perawatan skeling penderita gingi-
28. Fosdick LS. Symposium on Hexetidine. Nortwestern University. Chicago vitis. Kursus Penyegardan Penambah Ilmu Kedokteran Gigi UI 1983.
ILL. October 1958. 40. Bergenholtz A, Hanstrom L. The plaque inhibiting effect of hexetidine
29. Bourgonet. Dikutip dan HW. Kuhr et al : The use of Hexetidinc in the (Oraldex (R) ) mouthwash compare to that chlorhexidine. Community
treatment of Inflammations in the Oral Cavity. Dent. Oral Epidemiol. 1974; 2: 70–4.
30. Church et a!. Dikutip dan HW. Kuhn et al. The use of hexetidine in the 41. Prijantojo. Pemeriksaan oral hygiene di bagian Periodontologi FKG UI. II.
treatment of inflammations in oral cavity. Zahnarztl, Welt-Zahnarztl, 1978.
Reform. 1969; 78: 560. 42. Prijantojo. Pemeriksaan oral hygiene di bagian Periodontologi FKG UI.III.
31. Cooper MJ. Symposium on Hexetidine, Nortwestern University, Chicago 1980.
ILL.October 1958. 43. Prayitno SW. Pemeriksaan oral hygiene di bagian Periodontologi FKG UI,
32. Read RR. Symposium on hexetidine. N.W.U. Chicago. October 1958. 1977.
33. Capriaglio D, Lisanti L. Dikutip dan HW. Kuhret al. The use of hexetidine

Cermin Dunia Kedokteran No. 106, 1996 59


English Summary
(Sambungan dari halaman 4)

application. sp (0,33); Geotrichum sp (0,33); FILARIASIS BANCROFTI VECTOR


The larvae reduction rates of Lagenidium sp (0,44); Verticulum DETERMINATION IN TANJUNG
the three method of application sp(0.33) and Penicillium sp(0,22) BUNGA, EAST FLORES
were significantly different (a = only two genera of those fungi
Barod Sumardi, Tn Suwardjono,
0,01). With spraying produced were known as biological control
Rahardjo, Heru Prijanto, Sutopo
significantly beffer result com- agent i.e. Culicinomyces sp and Vector Research Station. Health Ecology
pared to the two other methods. Lagenidlum sp. From the variance Research Centre, Department of Health,
analysis it was shown that the Salatiga, Indonesia
Cermin Dunia Kedokt. 7996,’ 106: 30-4 infection rate between instar Ill
.Am,
(25,4%) pupae (27,4%) : instar I A study on entomology has
(19,9%); instar 11(17,5); instar IV been conducted in 5 villages
(14,8%) was significantly different which were located in Teluk
(p = 0,05). Hading, Tanjung Bunga Sub-
PATHOGENIC FUNGI OF CULEX distrisct, East Flores, NIT.
QUINQUEFASCIATUS FROM This study showed that the
Cermin Dunia Kedokt. 99ó: W6;41-4
HOUSEHOLD SEWER AS BIO- Am suspected filarla W. bancrofti
LOGICAL CONTROL AGENT vector in these area were Ano-
Amrul Munif pheles aconitus, An. barbirostris,
Health Ecology Research Centre, National
Institute of Health Research and Develop-
An. maculatus, An. sun-
ment. Department of Health. Jakarta, In- daicus, An. subpictus, Cx, quin-
donesia quefasciatus,Cx. fuscocephalus,
Cx. bitaeniorhynchus, Cx. tri-
A study had been conducted taeniorhynchus, and Cx. vishnul.
to determine several pathogenic Only 3 species of Anopheles
fungi to mosquito larvae from confirmed as W.bancrofti vector
several ditch in South Jakarta. A i.e. An. sundaicus, An. subpictus
number of 24 genera of fungi and An. flavirostris with natural
consisting 42 isolaters were able infection rate percentage of
to be isolated from 5,438 mos- 0,93%, 0,13-0,4% and 1,42% re-
quito larvae. They were cultured spectively.
in Sabouraud dextrose agar There were more than one
media. Fungi which were found species of Anopheles that can
in all instar of Cx. quinquefascia- act as filaria vector in each
tus were Blastomyces sp (0,44); village in Tanjung Bunga.
Culicinomycessp(0,44); Candida
Cermin Dun/a Kedokt. 7996. 706. 45-8
B, S, Ts, Rp, S

Marriage is heaven and hell

60 Cermin Dunia Kedokteran No. 106, 1996


Pengalaman Praktek

Harga Diri yang Harus Dibayar Mahal


Sudah cukup lama pasangan yang telah menikah 9 tahun mengharapkan kedatangan
si mungil. Terlebih secara adat budaya mereka adalah memalukan atau hina bila tidak
dapat memberi keturunan.
Suatu hari, istrinya datang memeriksaan diri karena hamil dan perut sakit disertai
bercah perdarahan pevaginam. Dari hasil pemeriksaan didiagnosis kerja kehamilan
ektopik yang terganggu. Walaupun dengan berat hati, segera dianjurkan ke rumah sakit
rujukan untuk mendapat pertolongan yang terbaik. Betapa terpukulnya pasangan tersebut
mendengar keterangan atau vonis dan dokter.
Demi menjaga martabat keluarga, si isteri rela menderita untuk mencoba memper-
tahankan kandungannya yang seharusnya dioperasi. Demikian pula si suami bersikeras
mempertahankan kandungan si istri walaupun pada akhirnya haru dibayar sangat mahal
dengan kematian Si istri. Rupanya meninggal dalam keadaan hamil lebih terhormat dari
pada hidup tanpa anak. Benar-benar tragis.
Emiliana Tjitra
Jakarta

Kalender Peristiwa

8 – 10 Juli 1996 – KONGRES NASIONAL VIII


PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS MATA INDONESIA
Hotel Savoy Homann
Bandung, INDONESIA
Sekr.: Bagian Ilmu Penyakit Mata FK Unpad
RS Mata Cicendo
Jl. Cicendo 4
Bandung 40171
INDONESIA
TeIp.: 62-22 431281
Fax : 62-22 4201962

Cermin Dunia Kedokteran No. 106, 1996 61


ABSTRAK
EFEK SAMPING KOMBINASI DONOR GINJAL MIKROEMBOLI PADA STROKE
CISAPRID DENGAN KETOKONA- Untuk mengatasi kekurangan donor
ZOL untuk transplantasi ginjal, sekelompok Pemeriksaan transkranial Doppler
Janssen telah mengeluarkan edaran peneliti Belanda mencoba menggunakan dapat mendeteksi adanya mikroemboli
untuk para dokter di AS yang berisi per- ginjal dan donor yang jantungnya telah di kalangan pasien stroke iskemik.
ingatan akan kemungkinan efek sam- berhenti berdenyut selama kurang dari Dalam suatu penelitian,pasien-pasien
ping kardiak akibat pemakaian kombi- 30 menit (non-heart-beating/NHB do- stroke iskemik dibagi atas tiga kategori:
nasi cisaprid + ketokonazol; selain de- nors) pada 57 pasien. Hasilnya diban- grup 1 dengan katup jantung prostesis,
ngan ketokonazol, kombinasi dengan dingkan dengan hasil transpiantasi gin- stenosis karotis berat, infark miokard
itrakonazol, mikonazol dan troleando- jal dan donor yang jantungnya masih akut dan fibrilasi atrium dianggap beri-
misin juga merupakan kontraindikasi. berdenyut (heart-beating/HB donors) siko tinggi; grup 2 dengan foramen ovale
Efek samping tersebut berupa pe- pada 114 pasien lainnya. persisten,aneurisma septum atrial, trom-
manjangan interval QT dan aritmi Setelah 5 tahun, graft survival adalah bus ventrikel kiri dan okiusi karotis di
ventriket, termasuk torsade de pointes sebesar 54% untuk ginjal NHB dan 55% anggap berisiko sedang, sedangkan grup
yang diperkirakan dapat terjadi pada 1 untuk ginjal HB; sedangkan patient 3 terdiri dari pasien tanpa risiko emboli.
di antara 120.000 pengguna cisaprid, survival masing-masing sebesar 75% di Ternyata mikroemboli terdeteksi pada
dan pada kira-kira 1 per 400.000 kalangan pasien yang menerima ginjal 17% pasien grup 1, pada 10% pasien
pasien–bulan. NHB dan 77% di kalangan pasien yang grup 2 dan 0% pada pasien grup 3.
Scrip 1995; 2008:25 mendapat ginjal Adanya ketainan dengan risiko
Brw Ginjal NHB mengalami tebih ba- mikroemboti merupakan faktor pre-
nyak delayed-function (60% vs. 35%, disposisi bagi serangan stroke iskemik.
p=0,0007) dan pasiennya rata-rata lebih
KEMATIAN AKIBAT MALARIA lama tinggal di rumah sakit (32 hari vs. Stro 1995; 26: 1588–92
Penelitian di Kenya menggunakan 23 hari, p=0,005). Kegagatan (primary Brw
data mulai Mei 1989 sampai dengan non function graft) didapatkan pada 8
November 1991 mendapatkan 1844 anak (14%)pasien ketompok NHB dan pada
(usia rata-rata 26,4 bulan) dengan 9 (8%) pasien kelompok HB (p = 0,3). PROFILAKSIS ULKUS DI PERA
diagnosis utama malaria. Angka morta- Lancet 1995; 345: 1067–70 WATAN INTENSIF
litasnya 3,5% (95%CI: 2,7–4,3%) dan Hk Di Amerika Serikat telah dikeluar-
84% kematian terjadi dalam 24 jam. kan rekomendasi penggunaan profitak-
Faktor prognostik utama dalam mem- ACE INHIBITORS DAN HIPO- sis terhadap stress ulcer di perawatan
perkirakan kematian ialah penurunan GLIKEMI intensif.
kesadaran (RR – 3,3; 95%CI: 1,6–7,0), Dutch PHARMO system – data di Pasien-pasien yang dirawat intensif
gangguan pernapasan (RR–3,9; 95%CI: Belanda – mencatat 94 pasien diabetes dinilai secara individual atas risiko per-
2,0–7,7), hipogtikemi (RR–3,3; 95%CI: melitus yang masuk rumah sakit karena darahan gastrointestinal setiap hari, dan
1,6–6,7) dan ikterus (RR–2,6; 95%CI: hipoglikemi selama.tahun 1986–1992. penggunaan antagonis H2 juga disesuai-
1,1–6,3). Di antara 64 anak yang me- Setelah dibandingkan dengan 654 kan. Pengobatan tidak dianjurkan pada
ninggal, 54 anak menderita penurunan kontrol dan kohort yang sama, ternyata keadaan hiposekresi, dan mungkin
kesadaran (n = 336, case fatality rate kejadian hipoglikemi berkaitan dengan tidak efektif pada keadaan kesakitan
11,9%) atau gangguan pernapasan (n = penggunaan ACE-inhibitors(odds ratio multipel.
251, case fatality rate 13,9%) atau ke- – 2,8; 95%CI: 1,4–5,7). Peningkatan Profilaksis rutin hendaknya diberi-
duanya. risiko ini didapatkan baik di kalangan kan pada pasien dengan gangguan su-
Kesadaran menurun dan/atau ganggu- pengguna insulin (odds ratio – 2,8; sunan saraf pusat, luka bakar berat,
an pernapasan merupakan faktor risiko 95%CI: 1,2–6,4), maupun di kalangan transplantasi organ dan mereka yang
utama kematian di kalangan anak-anak pengguna antidiabetik oral (odds ratio– mempunyai riwayat perdarahan gastro-
Afrika yang mendenita malaria. 4,1; 95%CI: 1,4.42,2). intestinal atau ulkus peptikum.
N. Engl. J. Med. 1995; 332: 1399-404 Lancet 1995; 345: 1195–98 Inpharma 1995: 989: 5
Hk Hk Brw

62 Cermin Dunia Kedokteran No. 106, 1996


ABSTRAK
GANCICLOVIR UNTUK INFEKSI 2. Inflammatory bowel diseases cara ini lebih efektif untuk nyeri uni-
CMV 3. Celiac sprue lateral. Efek sampingnya berupa rasa
Ganciclovir – obat anti cytomegalo- 4. Limfoma intestinal pahit, iritasi mata dan hidung, dan rasa
virus (CMV) oral yang pertama – telah 5. Tumor neuroendokrin baal orofaring.
mulai dipasarkan di AS dan UK, dan a. Sindrom Zollinger-Ellison Selain itu butorphanol (Stadol®) 1
telah disetujui penggunaannya di b. Kolera pankreatik mg.per dosis juga dikatakan efektif untuk
Perancis dan Swiss, menyusul preparat c. Tumor karsinoid serangan migren akut sedang/berat; se-
intravenanya yang telah dipasarkan d. Karsinoma meduler tiroid telah 48 jam 53% pengguna butorpha-
untuk indikasi yang sama di lebih dan e. Mastositosis sistemik nol bebas nyeri, dibandingkan dengan
50 negara sejak tahun 1988. 6. Adenoma villous rektosigmoid hanya 26% di kalangan plasebo. Efek
Obat oral ini digunakan untuk terapi 7. Infeksi kronis (tbc, giardia, samping berupa pusing(dizziness),mual/
pemeliharaan retinitis CMV pada pasien- amuba) muntah dan rasa kantuk diderita oleh
pasien AIDS dengan dosis 3 dd 250 mg. 8. Hipertiroidi 58%,38% dan 29% pengguna butorpha-
sampai 6 dd. 500 mg. per hari; bila di- 9. Diare kongenital nol, dibandingkan dengan 4%, 18% dan
telan bersama makanan akan mening- a. Defisiensi chloride-bicarbo- 0% di kalangan plasebo.
katkan bioavailabilitasnya dan hanya nate exchange Lidokain 4% juga dilaporkan efektif
5–8% menjadi 20%. b. Defisiensi sodium-hydrogen untuk mengatasi nyeri kepala kiaster; 30
Efek samping utamanya ialah leko- exchange pasien pria masing-masing mengguna
peni, anemi, trombositopeni – serupa c. Microvillus inclusion disease kan 4 semprotan untuk terapi abortif,
dengan pada penggunaan intravena, te- 10.Bacterial overgrowth diikuti dengan 2 semprotan tambahan
tapi dengan persentase yang lebih ren- bila perlu 15 menit kemudian.Sebanyak
N. Engl. J. Med. 1995; 332; 728
dah: 19% vs. 25% untuk anemi dan 16 pasien mengalami perbaikan, sedang
Hk
29% vs. 41% untuk lekopeni. GEMUK DAN KANKER OVARIUM kan 14 lainnya tidak.
Inpharma 1995; 983: 14
Scrip 1995; 2009: 22 Studi di Hertfordshire, UK atas 5585 Brw
Brw wanita yang lahir di sana menunjukkan
bahwa 41 wanita yang meninggal ka- KERACUNAN LITLUM
PENYEBAB DIARE rena kanker ovarium mempunyai berat Litium dikenal efektif untuk menga-
Diare merupakan keluhan yang badan rata-rata di waktu bayi yang lebih tasi gangguan afektif bipolar, tetapi
umum dijumpai, dan dapat disebabkan tinggi daripada berat badan rata-rata penggunaannya dibatasi oleh sempitnya
oleh berbagai penyakit; berikut ini populasi (10,1 kg. vs. 9,7 kg., p =0,01). rentang dosis terapeutik – perubahan
adalah tabel yang dapat digunakan Observasi ini konsisten dengan hi- kadar serum yang relatif kecil sudah
untuk memperkirakan penyebab diare potesis yang menghubungkan kanker dapat menyebabkan keracunan.
berdasarkan responsnya terhadap puasa: ovarium dengan perubahan pola pele- Berikut ini dicantumkan gejala-gejala
a. Responsif terhadap puasa: pasan gonadotropin in utero. yang muncul pada kadar litium tertentu:
1. Inkontinensia Lancet 1995; 345: 1087–88 Kadar serum 1,5–2,0 mmol/1–keracun-
Hk
2. Akibat asam empedu an ringan: letargi, mengantuk, tremor
a. Setelah kolesistektomi SEMPROT HIDUNG UNTUK kasar, kelemahan otot, mual, muntah,
b. Setelah reseksi ileum MIGREN diare.
3. Steatore Berbagai macam obat maupun cara Kadar serum 2,0–2,5 mmol/l–keracun-
4. Diane osmotik pemberian tejah dicoba untuk meng- an sedang: bingung, disartri, nistagmus,
a. Malabsorbsi kanbohidrat atasi nyeri kepala; selain cara biasa per ataksia, miokionus, gelombang T men-
b. Kelebihan karbohidrat oral, beberapa zat telah dicoba diguna- datar/terbalilk pada EKG.
c. Laksatif kan secara intranasal (inhalasi). Kadan serum> 2,5 mmol/l – keracunan
5. Alergi makanan Lidokain 4% intranasal dengan dosis berat: kesadaran menurun hiperrefeksi,
b. Tidak/sedikit responsif terhadap 0,4 ml. dicobakan pada 23 pasien de- kejang,sinkop,insufisiensi ginjal,koma,
puasa: ngan serangan migren akut moderat/ kematian.
1. Penyalahgunaan laksatif atau berat; cara ini berhasil pada 12 pasien, Gun. Pharmacokinet. 1995; 29(3): 174
diuretik 8 di antaranya sembuh dalam 5 menit; Hk

Cermin Dunia Kedokteran No. 106, 1996 63


Ruang
Penyegar dan Penambah
Ilmu Kedokteran
Dapatkah saudara menjawab
pertanyaan-pertanyaan di bawah ini?
1. Parasit malaria yang dominan di Kecamatan Teluk Dalam: 6. Filariasis di Flores Timur berupa:
a) Plasmodium falciparum a) Filariasis bancrofti
b) Plasmodium vivax b) Filariasismalayi
c) Plasmodium malariae c) Filariasis timori
d) Plasmodium berghei d) Semua ada
e) Tidak ada yang dominan e) Semua salah
2. Jenis nyamuk yang paling sering ditemukan di Sikka: 7. Yang tidak terdapat pada nyeri kepala tipe tegang:
a) An. sundaicus a) Rasa tertekan
b) An. aconitus b) Rasa berdenyut
c) An. barbirostris c) Lakrimasi
d) An. subpictus d) Kaku otot leher
e) An. maculatus e) Nyeri unilateral
3. Yang tidak termasuk dalam An. hyrcanus group: 8. Jenis nyeri kepala yang dianggap paling sering diderita/
a) An. sundaicus ditemukan:
b) An. nigerrimus a) Migren
c) An. sinensis b) Nyeri kepala tipe tegang
d) An. crawfordi c) Nyeri kepala klaster
e) An. peditaeniatus d) Nyeri kepala pasca trauma
4. Bacillus thuringiensis adalah sejenis: e) Neuralgia trigeminal
a) Bakteri 9. Pemberian fluor tidak berguna lagi bila telah terbentuk:
b) Jamur a) White spot
c) Protozoa b) Initial caries
d) Cacing c) Erupsi
e) Virus d) Karies
5. Bacillus thuringiensis tersebut dapat digunakan untuk e) Demineralisasi
mengendalikan penyebaran 10. Hexetidine menghambat pertumbuhan plak melalui
a) Anopheles mekan-isme:
b) Aedes a) Antibakteri
c) Culex b) Demineralisasi
d) Semua bisa c) Remineralisasi
e) Sernua salah d) Anti enzim
e) Anti karies

10. A 5. D
9. D 4. D
8. B 3. A
7. C 2. C
6. A 1. B JAWABAN RPPIK :

You might also like