You are on page 1of 65

Cermin 1996

Dunia Kedokteran
International Standard Serial Number: 0125 – 913X

Daftar Isi :
111. Gizi 2. Editorial
dan Makanan 4. English Summary

September 1996 Artikel


5. Defisiensi Zat Besi dan Pola Makan serta Hubungan dengan
Absorpsi Laktosa pada Anak 1–2 Tahun Tanpa KKP di Posyandu
Kelurahan Utan Kayu Selatan – Laurentia Miharja
9. Komposisi Zat Gizi dan Bahan Baku Lainnya dari Berbagai Ma-
cam Krupuk – Geertruida Sihombing
13. Penentuan Nilai Biologik Tempe Bosok pada Tikus Putih strain
Wistar – Risnawati Aminah, Cornelis Adimunca
17. Nilai Biologik Tahu yang Direndam dalam Formalin – Marice Si
hombing, Geertruida Sihombing
20. Komposisi Zat Gizi dan Mutu Berbagai Macam Jajanan Ditinjau
dan Penggunaan Bahan Tambahan Makanan – Geertruida Si
hombing
25. Mutu Jajanan Goreng Ditinjau dan Minyak yang Diserap –
Geertruida Sihombing, Marice Sihombing
28. Pengaruh Minuman Karbohidrat Berelektrolit terhadap Per-
formance Olahraga Sepeda dalam Suasana Panas dan Lembab –
Gusbakti Rusip, Rabindarjeet Singh,Ang Boon Suen, OK Moehad
Sjah
33 Penggunaan VitaRIM sebagai Software dalam Menentukan Pre-
valensi Xerophthalmia di Satu Daerah – Sarjaini Jamal
38. Cemaran Mikroba pada Produk Perikanan – Akmal, Marlina
41. Spesies Lalat yang dapat Berkembang biak di dalam Daging Ikan
yang Dikeringkan untuk Pembuatan Ikan Asin – Iswiasih
Hidayatun, Barodji, Ludfi Santoso
44. HubunganAntara Kadar Kafeina Plasma dengan Kebiasaan Minum
Kopi – Harrizul Rivai
49. Dukungan Ilmiah Penggunaan Ramuan untuk Obesitas – B.
Dzulkarnain, Lucie Widowati
55 Lektin – Sifat dan Aplikasinya dalam Biologi/Biomedis – Iwan
Harjono Utama
59 Sakit dan Perilaku Sakit – Sudibyo Supardi
61. Pengalaman Praktek
62. Abstrak
64. RPPIK
Kebiasaan jajan merupakan suatu hal yang sering dan ter-
utama di kalangan anak-anak. Sebenarnya tidak semua makanan jajanan
merugikan, bahkan dapat dimanfaatkan sebagai tambahan gizi, asalkan
tidak mengganggu pola makan utamanya.
Beberapa tulisan dalam edisi ini men gupas nilai gizi beberapa pro-
duk makanan, termasuk berbagai jenis jajanan yang sering dikonsumsi
sehari-hari; juga beberapa informasi mengenai tempe dan tahu – jenis
makanan sehari-hari – menyusul tiga artikel mengenai tempe yang telah
kami terbitkan terlebih dahulu. Tidak ketinggalan pula informasi bebe-
rapa jenis tumbuhan obat yang digunakan sebagai ramuan pelangsing
tubuh.
Selamat membaca,

Redaksi

MAJALAH CERMIN DUNIA KEDOKTERAN


turut berduka cita atas meninggalnya salah seorang anggota Redaksi
Kehormatan:
Prof. Dr. Raja Pingkir Sidabutar
pada tanggal 26 Juli 1996

2 Cermin Dunia Kedokteran No. 111, 1996


Cermin
Dunia Kedokteran
1996

International Standard Serial Number: 0125 – 913X

KETUA PENGARAH REDAKSI KEHORMATAN


Prof. Dr Oen L.H. MSc
– Prof. DR. Kusumanto Setyonegoro – Prof. DR. Sumarmo Poorwo Soe-
KETUA PENYUNTING Guru Besar Ilmu Kedokteran Jiwa darmo
Dr Budi Riyanto W Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Staf Ahli Menteri Kesehatan,
Jakarta. Departemen Kesehatan RI,
PEMIMPIN USAHA Jakarta.
Rohalbani Robi – Prof. Dr. Sudarto Pringgoutomo
Guru Besar Ilmu Patologi Anatomi – Prof. DR. B. Chandra
PELAKSANA Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Guru Besar Ilmu Penyakit Saraf
Sriwidodo WS Jakarta. Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga,
Surabaya.
TATA USAHA – Prof. Drg. Siti Wuryan A. Prayitno
Sigit Hardiantoro SKM, MScD, PhD. – Prof. Dr. R. Budhi Darmojo
Bagian Periodontologi Guru Besar Ilmu Penyakit Dalam
ALAMAT REDAKSI Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro,
Fakultas Kedokteran Gigi
Majalah Cermin Dunia Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta Semarang.
Gedung Enseval
Jl. Letjen Suprapto Kav. 4, Cempaka Putih – Prof. DR. Hendro Kusnoto Drg.,Sp.Ort – DR. Arini Setiawati
Jakarta 10510, P.O. Box 3117 Jkt. Laboratorium Ortodonti Bagian Farmakologi
Fakultas Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
NOMOR IJIN Universitas Trisakti, Jakarta Jakarta,
151/SK/DITJEN PPG/STT/1976
Tanggal 3 Juli 1976 DEWAN REDAKSI
PENERBIT
– Dr. B. Setiawan Ph.D – Prof. Dr. Sjahbanar Soebianto
Grup PT Kalbe Farma
Zahir MSc.
PENCETAK – DR. Ranti Atmodjo
PT Temprint
PETUNJUK UNTUK PENULIS

Cermin Dunia Kedokteran menerima naskah yang membahas berbagai sesuai dengan urutan pemunculannya dalam naskah dan disertai keterangan
aspek kesehatan, kedokteran dan farmasi, juga hasil penelitian di bidang- yang jelas. Bila terpisah dalam lembar lain, hendaknya ditandai untuk meng-
bidang tersebut. hindari kemungkinan tertukar. Kepustakaan diberi nomor urut sesuai dengan
Naskah yang dikirimkan kepada Redaksi adalah naskah yang khusus untuk pemunculannya dalam naskah; disusun menurut ketentuan dalam Cummulated
diterbitkan oleh Cermin Dunia Kedokteran; bila telah pernah dibahas atau di- Index Medicus dan/atau Uniform Requirements for Manuscripts Submitted
bacakan dalam suatu pertemuan ilmiah, hendaknya diberi keterangan mengenai to Biomedical Journals (Ann Intern Med 1979; 90 : 95-9). Contoh:
nama, tempat dan saat berlangsungnya pertemuan tersebut. Basmajian JV, Kirby RL. Medical Rehabilitation. 1st ed. Baltimore. London:
Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau Inggris; bila menggunakan William and Wilkins, 1984; Hal 174-9.
bahasa Indonesia, hendaknya mengikuti kaidah-kaidah bahasa Indonesia yang Weinstein L, Swartz MN. Pathogenetic properties of invading microorganisms.
berlaku. Istilah media sedapat mungkin menggunakan istilah bahasa Indonesia Dalam: Sodeman WA Jr. Sodeman WA, eds. Pathologic physiology: Mecha-
yang baku, atau diberi padanannya dalam bahasa Indonesia. Redaksi berhak nisms of diseases. Philadelphia: WB Saunders, 1974; 457-72.
mengubah susunan bahasa tanpa mengubah isinya. Setiap naskah harus di- Sri Oemijati. Masalah dalam pemberantasan filariasis di Indonesia. Cermin
sertai dengan abstrak dalam bahasa Indonesia. Untuk memudahkan para pem- Dunia Kedokt. l990 64 : 7-10.
baca yang tidak berbahasa Indonesia lebih baik bila disertai juga dengan abstrak Bila pengarang enam orang atau kurang, sebutkan semua; bila tujuh atau lebih,
dalam bahasa Inggris. Bila tidak ada, Redaksi berhak membuat sendiri abstrak sebutkan hanya tiga yang pertama dan tambahkan dkk.
berbahasa Inggris untuk karangan tersebut. Naskah dikirimkan ke alamat : Redaksi Cermin Dunia Kedokteran,
Naskah diketik dengan spasi ganda di atas kertas putih berukuran kuarto/ Gedung Enseval, JI. Letjen Suprapto Kav. 4, Cempaka Putih, Jakarta 10510
folio, satu muka, dengan menyisakan cukup ruangan di kanan-kirinya, lebih P.O. Box 3117 Jakarta, Telp. 4208171/4216223
disukai bila panjangnya kira-kira 6 - 10 halaman kuarto. Nama (para) pe- Pengarang yang naskahnya telah disetujui untuk diterbitkan, akan diberitahu
ngarang ditulis lengkap, disertai keterangan lembaga/fakultas/institut tempat secara tertulis.
bekerjanya. Tabel/skema/grafik/ilustrasi yang melengkapi naskah dibuat sejelas- Naskah yang tidak dapat diterbitkan hanya dikembalikan bila disertai
jelasnya dengan tinta hitam agar dapat langsung direproduksi, diberi nomor dengan amplop beralamat (pengarang) lengkap dengan perangko yang cukup.

Tulisan dalam majalah ini merupakan pandangan/pendapat masing-masing penulis


dan tidak selalu merupakan pandangan atau kebijakan instansi/lembaga/bagian tempat
kerja si penulis.
English Summary
COMPOSITION OF NUTRIENTS AND i.e. 0.571 ± 0.281 (n=20). The LECTIN PROPERTIES AND BIO-
OTHER SUBSTANCES IN VARIOUS energy produced by 100 grams MEDICAL APPLICATIONS
KINDS OF CRISPIES sample was also found the high-
est in the group of animal skin Iwan Harjono Utama
Geertruida Sihombing crispies i.e. 361 kilocalories (Kcal), Veterinary Programme, Udayara Univer-
sity, Bali, Indonesia
the lowest was seen in tapioca
Noncommunicable Diseases Research
group i.e. 337 Kcal. From 55
Centre, Health Research and Develop-
ment Board Department of Health, samples examined, 20 samples
Lectin is protein derived from
Jakarta, Indonesia were not found to contain co-
living things, able to bind carbo-
louring substances, 35 samples
hydrate. Many kinds of lectin
Fifty five kinds of crispies were were coloured with either per-
and their specific ities have been
drawn from 5 (five) municipialities miffed colour or non edible co-
known, their special characteris-
of Jakarta markets. The crispies lour or mixture of both. Fifty two
tics make lectin useful in studying
were examined for main ingre- crispies were found to contain
tissue morphogenesis and patho-
dients and proximate composi- sodium glutamate as flavouring
logical diagnostics. All this appli-
tion. It was found that 21 samples agent ranging from 0.8 gram to
caflons are based from Immuno-
contained mixture-flours of 5.3 grams per 100 grams, while
cytochemical techniques, and is
wheat and tapioca; 20 samples the animal-skin crispies did not
still challenging In the future.
contain tapioca flour only; 9 contain free sodium glutamate.
samples contain wheat flour From the 55 samples examined Cermin Dunia Kedokt. 1996; 111: 55-8
only; 2 samples contain mixture the crispies made of animal skin Ihu
of soya and tapioca flours, and was concluded superior in the
3 samples were not found to context of proximate composi-
contain flour (dried animal skin). tion and not using sodium gluta-
The average protein content was mate for flavouring.
found the highest in the group of
animal skin crispies i.e. 81 .753 ± Cermin DunIa Kedokt, 1996; 111:19-12
Gs
1.536 grams per 100 grams (n=3),
the lowest in the tapioca group

‘The ring makes a marriage, and rings make a chain


(Schiller)

4 Cermin Dunia Kedokteran No. 111, 1996


Artikel
HASIL PENELITIAN

Defisiensi Zat Besi dan Pola Makan


Serta Hubungan dengan Absorpsi Laktosa
pada Anak 1 - 2 Tahun Tanpa KKP
di Posyandu Kelurahan Utan Kayu Selatan
Jakarta
Laurentia Miharja
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

ABSTRAK
Anemia defisiensi besi masih merupakan masalah utama di Indonesia. Hal ini antara
lain disebabkan konsumsi besi heme yang tidak adekuat. Penelitian Lanzkowsky
menunjukkan pada anak yang menderita anemia defisiensi besi terjadi penurunan enzim
1aktase mengakibatkan gangguan toleransi laktosa.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kejadian defisiensi besi pada anak 1 - 2
tahun tanpa KKP (kurang kalori protein), pola makannya serta hubungannya dengan
absorpsi laktosa. Dilakukan studi cross sectional pada 54 anak berusia 1 - 2 tahun, tidak
menderita KKP dan sehat secara klinis. Subjek dibagi atas 3 kelompok status besi yaitu
normal, defisiensi besi tidak anemia dan anemia defisiensi besi. Dilakukan dietary re-
call untuk mendapatkan gambaran pola makan serta uji beban laktosa untuk mengukur
kenaikan kadar glukosa dalam darah.
Dari penelitian ini didapatkan kejadian anemia defisiensi besi 5,6% dan defisiensi
besi tanpa anemia 38,9%, asupan protein hewani (besi heme) sangat rendah kejadian
malabsorpsi laktosa 68,5 %, tidak terdapat perbedaan bermakna antara asupan zat besi
yang berbeda dengan malabsorp laktosa,tidak terdapat perbedaan bermakna antara status
besi berbeda dengan malabsorpsi laktosa ( uji chi-kuadrat p > 0,05).
PENDAHULUAN Mengingat anak 1 - 2 tahun masih diberi susu (mengandung
Di Indonesia prevalensi anemia defisiensi besi masih cukup laktosa) dan belum ada data tentang pengaruh defisiensi besi
tinggi. Penelitian pada anak golongan ekonomi rendah yang ber- dan konsumsi zat besi terhadap absorpsi laktosa, maka peneli-
usia 6 bulan - 6 tahun dengan status gizi baik, menunjukkan tian ini bertujuan untuk mengetahui defisiensi besi, pola makan
prevalensi anemia defisiensi besi 37,8% - 73%(1). Faktor diit dan hubungannya dengan absorpsi laktosa.
memainkan peranan yang penting dalam mempertahankan
cadangan besi dalam tubuh. Pada golongan ekonomi rendah, BAHAN DAN CARA
makanan terdiri dari serelia dan kacang-kacangan yang Penelitian ini merupakan studi observasi dengan melakukan
mempunyai koefisien absorpsi besi yang rendah(1,2). pengumpulan data secara cross sectional dan mempergunakan
Pada percobaan yang dilakukan pada binatang (anjing) metode statistik non parametrik. Subjek penelitian sebanyak 58
terjadi penurunan enzim laktase mukosa usus pada keadaan defi- anak berusia 1 -2 tahun, tidak menderita KKP, sehat secara
siensi besi. Penurunan ini menyebabkan terjadinya fenomena klinis dan mendapat ijin tertulis dari orang tua. Subjek datang ke
malabsorpsi sekunder(3-6). En zim laktase berfungsi untuk Posyandu di 7 Rukun Warga yang dipilih secara multi stage sam-
menghidrolisis laktosa menjadi glukosa dan galaktosa sebelum pling dari 14 Rukun Warga di Kelurahan Utan Kayu Selatan.
diabsorpsi. Laktosa (gula susu) hanya terdapat di dalam susu(5). Cara pengumpulan data berupa wawancara dengan ibu subjek,

Cermin Dunia Kedokteran No. 111, 1996 5


penimbangan berat badan, pemeriksaan fisik, dietary recall, HASIL PENELITIAN
pengambilan darah serta pengumpulan tinja subjek. Pemeriksaan 1) Jumlah sampel yang diteliti
glukosa darah mempergunakan glukometer, hemoglobin dan fer- Dari 58 subjek yang terpilih, 4 anak drop out sehingga
ritin serum dilakukan di laboratorium RSCM. jumlah subjek 54 anak yang terdiri dari 30 anak laki-laki
Fungsi absorpsi laktosa ditentukan berdasarkan pengukuran dan 24 anak perempuan.
kenaikan kadar glukosa dalam darah pada 0 jam puasa, 1/2 jam, 2) Sebaran status besi
dan selanjutnya tiap 1/2 jam sampai maksimal 2 jam setelah Tabel 1 menunjukkan anak yang menderita defisiensi besi
diberi beban laktosa (2g/kg BB dalam larutan 10%), pemeriksaan cukup tinggi (44,5 %)
tinja untuk menentukan pH dan kadar karbohidrat tinja.
Tabel 1. Sebaran status besi

Status besi Kriteria Jumlah Persentase

Normal Hb ≥ 211 g/dl 30 55,5


FS ≥ 212 ug/l
Defisiensi besi
tidak anemia Hb ≥ 11 g/dl 21 38,9
FS < 12 ug/l
Anemia defisiensi besi Hb < 11 g/dl 3 5,6
FS < 12 ug/l

Jumlah 54 100,0

Keterangan : Hb = Hemoglobin
FS = Ferritin Serum

3) Asupan makanan
Pada umumnya anak-anak telah diberi makanan pokok
(nasi), lauk pauk (daging sapi/ikan/ ayam, hati, telur, tempe dan
tahu), sayur-sayuran ( wortel, bayam, sawi), buah-buahan (jeruk,
pisang) serta susu (ASI dan susu formula). Makanan selingan
terdiri dari kacang ijo, biskuit dan kerupuk. Minuman selingan
seperti teh manis atau sirop tidak diberikan, kecuali pada 4 anak.
Vitamin yang diberikan pada umumnya berasal dari Posyandu
yaitu vitamin A, kecuali pada 5 anak mendapat tambahan vita-
min seperti segarol dll.
Tabel 2 menunjukkan asupan zat gizi dalam batas-batas
normal, kecuali asupan kalori 81,4% dan AKG (Angka
Gambar 1. Kerangka operasional penelitian Kecukupan Gizi). Protein yang bersifat sebagai pemacu absorpsi
besi non heme (daging, ikan dan hati), ternyata jumlahnya sedikit
Batasan operasional: sekali, dengan rata-rata 6,99 gram (2,81% dan total kalori).
- Tidak menderita KKP dengan menggunakan kriteria NCHS Asupan zat besi total yang berasal dari nasi, lauk pauk, sayur,
WHO buah dan susu sesuai dengan AKG, tetapi zat besi heme yang
- Status besi yaitu anemia defisiensi besi bila hemoglobin < 11 berasal dari daging sapi, ikan atau ayam sangat sedikit sekali
g/dl dan kadar ferritin serum < 12 ug/l, defisiensi besi tidak ane- (10,2% dari total zat besi).
mia bila hemoglobin > 11 g/dl dan ferritin serum 12 ug/l, nor- Tabel 3 menunjukkan pemakaian susu formula berada dalam
mal bila hemoglobin ≤ 11 g/dl, ferritin serum ≥ 12 ug/l(3). urutan teratas. Susu formula yang terbanyak dipakai yaitu susu
- Absorpsi laktosa berdasarkan pengukuran kenaikan glukosa bendera 1-2-3. Pada umumnya susu diminum dengan frekuensi
darah dan pemeriksaan tinja. Terganggu (malabsorpsi) bila 5x sehari. Hanya 1 anak yang tidak minum susu lagi dengan
kenaikan glukosa darah < 20 mg/dl, dan mungkin disertai pH alasan tidak menyukainya lagi.
tinja < 6, kadar karbohidrat tinja> 1/2 g % 4) Uji beban laktosa
- Asupan kalori dan zat-zat gizi diperoleh dengan tanya ulang 4.1. Kenaikan glukosa dalam danah
(recall) makanan yang dikomsumsi anak selama 2 x 24 jam Tabel 4 menunjukkan jumlah anak yang mempunyai kenaik-
dengan memakai food model dan DaftarAnalisa Bahan Makanan an. glukosa darah <20 g/dl cukup tinggi (68,5%).
dan Unit Penelitian Gizi Diponegoro, Dep.Kes.RI. Penilaian ASl 4.2. pH tinja
dipakai patokan nilai tengah ASI untuk anak umur 1 - 2 tahun 50 anak (92,5%) mempunyai pH tinja >6 dan 4 anak (7,5%)
adalah 300 ml. mempunyai pH <6.

6 Cermin Dunia Kedokteran No. 111, 1996


4.3. Kadar karbohidrat dalam tinja Tabel 6. Hubungan Asupan Zat Besi dengan Kenaikan Kadar Glukosa
dalam Darah
Semua subjek mempunyai kadar karbohidrat dalam tinja
<1/2g%. Kenaikan glukosa darah (g/dl)
Asupan zat besi
Tabel 2. Data Asupan Kalori dan Zat-zat Gizi (mg/hari)
< 20 2 20 N

Variabel Rata-rata(% AKG) ±1 SB Rentang <8 16 5 21


≥8 21 12 13
Kalori 994,17 (81,4%) ± 4,7 480,58 -2120,00
Karbohidrat 137,7 ± 52,17 36,7 -324,80 Jumlah 37 17 54
Laktosa 33,95 ± 30,40 0,00 -187,00
Protein total 34,44(149,4%) ± 16,14 5,44-80,80 Keterangan X2 = 0,45 db = 1 p > 0,05
pemacu non heme*) 6,9 ± 7,20 0,00 -31,91
bukan pemacu**) 27,45 ± 15,90 5,16 -80,80
Zat besi total 8,49(106,1%) ± 4,25 1,16 -24,90 antara status besi dengan kenaikan kadar glukosa dalam darah.
Ca 585,59(117,9%) ± 463,25 32,76 -2310,00
Vitamin C 58,20(232,0%) ± 32,07 3,40 -147,50 Tabel 7. Hubungan Status Zat Besi dengan Kenaikan Glukosa Darah
Fosfor 576,92(230,7%) ± 409,20 59,39 -1850,00
Kenaikan glukosa darah (g/dl)
*) daging/ikan/ayani dan hati Status besi Jumlah
**) susu/telur/tempe/:ahulkacang-kacangan (<20) (220)

Tabel 3. Pemakaian Susu Anemia defisiensi besi 2 1 3*)


Defisiensi besi
Jenis susu Jumlah Persentase tidak anemia 16 5 21*)
Normal 19 11 30
ASI 22 0,7
ASI + susu formula 5 9,3 Jumlah 37 17 54
Susu formula 26 48,1
Tidak minum susu 1 1,9 Keterangan: *) Digabung dalam uji kemaknaan
x2 = 0,39 db=1 p>0,05
Jumlah 54 100,0

PEMBAHASAN
Tabel 4. Kenaikan Kadar Glukasa Dalam Darah
Dari penelitian di atas ternyata kejadian defisiensi besi masih
Kenaikan glukosa darah Jumlah Persen cukup tinggi. Keadaan defisiensi besi ini, paling banyak terjadi
z 20 g/dl 17 31,5
pada kelompok anak-anak yang berusia 6 bulan -3 tahun hampir
< 20 37 68,5 di seluruh dunia(1,7,8).
Jumlah 54 100,0
Ditinjau dari angka rata-rata asupan zat gizi, terlihat sesuai
denganAKG yang dianjurkan. Asupan kalori terlihat lebih rendah
dari AKG yang dianjurkan (8 1,4% x AKG). Tetapi jika
5. Hubungan asupan zat besi dengan status besi.
dibandingkan dengan berat badan rata-rata 9,82 kg, maka asupan
Tabel 5 menunjukkan terdapat hubungan bermakna antara
kalori rata-rata 994,17 kalori adalah mencukupi (asupan kalori
asupan zat besi dengan status besi.
menurut AKG dengan BB rata-rata 12 kg adalah 1220 kalori).
Tabel 5.Hubungan Asupan Zat Besi dengan Status Besi
Asupan zat besi rata-rata 106,1% dan AKG, tetapi sebagian besar
Status besi
berasal dari besi non heme yang mempunyai bioavailabilitas
Asupan zat besi (ketersediaán hayati) rendah. Di samping itu asupan protein
Jumlah
(mg/hari) Normal Defisiensi besi pemacu zat besi dan daging, ikan dan hati cukup rendah (20,3%
<8 4 17 21 dan protein total), sehingga kurang dapat membantu meningkat-
≥8 26 7 33 kan penyerapan zat besi non heme. Pemakaian susu formula
Jumlah 30 24 54
berada dalam urutan teratas, yang telah diketahui bahwa
penyerapan zat besinya lebih rendah dibanding ASI. Asupan
Keterangan : x2 = 21,04 db = 1 p <0,05 vitamin C yang bersifat pemacu cukup tinggi (232% dan AKG),
namun terdapat pula asupan yang tinggi dan faktor penghambat
6. Hubungan asupan zat besi terhadap kenaikan glukosa seperti kalsium dan fosfor, masing-masing 117,9% dan 230,7%
darah dari AKG. Adanya serat dan sayuran, kacang-kacangan dan
Tabel 6 menunjukkan tidak terdapat hubungan bermakna phytat dan serelia, juga perlu diperhitungkan sebagai faktor
antara asupan zat besi yang berbeda dengan kenaikan kadar penghambat penyerapan besi non heme. Jadi walaupun asupan
glukosa dalam darah. zat besi sesuai AKG, namun jenis zat besi serta faktor pemacu
dan faktor penghambat, memegang peranan penting dalam
7. Hubungan antarn status besi dengan kenaikan kadar menyebabkan terjadinya defisiensi besi dalam penelitian ini(12).
glukosa dalam darah Angka kejadian malabsorpsi laktosa yang didapat dari
Tabel 7 menunjukkan tidak terdapat hubungan bermakna penelitian ini cukup tinggi (68,5%) dengan usia rata-rata 17,14

Cermin Dunia Kedokteran No. 111, 1996 7


bulan. Soenoto (1971) dengan metode yang sama mendapatkan litian lebih lanjut.
pada anak-anak sehat usia 1 - 6 tahun adalah 72%. Keusch
(1969) dengan metode yang sama pada anak 1 - 2 tahun (Thai- KESIMPULAN
land) ,juga melaporkan angka kejadian malabsorpsi laktosa 75% Dari penelitian yang dilakukan pada anak berusia 1 - 2 tahun
di rumah sakit(9). Pada pemeriksaan pH tinja, tidak terlihat tanda- yang tidak menderita KKP, di Kelurahan Utan Kayu Selatan,
tanda malabsorpsi laktosa, karena hampir semua subjek (92,5%) Kecamatan Matraman Jakarta Timur, dapat disimpulkan sbb:
mempunyai pH ≥ 6. Kemungkinan asam yang dihasilkan dari 1) Kejadian defisiensi besi cukup tinggi, tetapi kejadian anemia
fermentasi laktosa oleh flora-flora usus besar, di buffer oleh sisa- defisiensi besi rendah.
sisa metabolisme makanan, misalnya yang berasal dari protein, 2) Asupan kalori dan zat-zat gizi dalam batas-batas normal, tetapi
sehingga pH tidak menjadi rendah lagi(9-11). besi heme dan asupan protein daging, ikan. ayam, hati yang
Pada pemeriksaan kadar karbohidrat dalam tinja, ternyata bersifat pemacu besi non heme sangat rendah
juga tidak menunjukkan tanda-tanda malabsorpsi, kadar karbo- 3) Kejadian malabsorpsi laktosa cukup tinggi.
hidrat tinja dan subjek tidak ada yang ≥1/2 g%. ini mungkin 4) Tidak terdapat perbedaan bermakna antara asupan zat besi
karena tinja dikumpul pagi hari dan siangnya baru diperiksa di yang berbeda dengan malabsorpsi laktosa.
laboratorium bagian anak RSCM. Laktosa yang dikeluarkan 5) Tidak terdapat hubungan yang bermakna antana defisiensi besi
melalui tinja, dapat dipecah oleh bakteri-bakteri yang terdapat dengan malabsorpsi laktosa.
dalam tinja ,sehingga memberikan hasil negatif palsu.
Karbohidrat mungkin saja tidak dijumpai dalam tinja, jika laktosa Ucapan terima kasih
Ucapan terima kasih disampaikan kepada Prof. dr. Soemilah Sastroamidjojo
yang tidak terserap difermentasi seluruhnya oleh bakteri dalam dan Dr.Agus Firmansyah DSAK yang telah memberi bimbingan dalam
usus besar. Kesalahan lain mungkin akibat pengambilan tinja melakukan penelitian ini..
untuk pemeriksaan hanya sebagian kecil saja, mungkin yang
diambil tidak mengandung karbohidrat yang dike1uarkan(11). KEPUSTAKAAN
Pada penelitian ini terdapat hubungan yang bermakna antara
1. Florentino RF, Guimec RM. Prevalence of Nutritional Anemia in In fancy,
asupan zat besi total < 8 mg dan ≥ 8 mg terhadap status besi. Childhood with Emphasis on Developing Countries. Dalam:
Walaupun kejadian malabsorpsi laktosa cukup tinggi, tetapi Stekel,eds. Iron Nutrition in Infancy and Childhoood. Vol 4. New York:
anak-anak masih dapat minum susu dalam jumlah cukup (400 - Raven Press,1984; 62 - 74.
500 ml/hari), karena frekuensi yang lebih sering (4-5 kali se- 2. Dallman Pr, Reeves JD. Laboratory Diagnosis of Iron Deficiency.
Dalam: Stekel A, eds. Iron Nutrition in Infancy and childhood. Vol 4.
hari) sehingga kadar laktosa susu perkali minum lebih kecil New York: Raven Press, 1984; 11 - 44.
dibandingkan beban laktosa yang diberikan(4). 3. Kimber C, Weintraubb LR. Malabsorption of iron deficiency to iron
Pada penelitian ini asupan zat besi yang lebih tinggi, secondary to iron deficiency. N. EngI. J Med. 1968; 279: 453-7.
gangguan absorpsi laktosa lebih rendah, namun secara statistik 4. Tadesse K. Leung DTY. Lactose Malabsorption and Intolerance in the Far
East. Hong Kong Pediatr 1990; 1: 39 - 49.
tidak terdapat hubungan bermakna dibandingkan dengan 5. . Duffy TP. Iron Deficiency. Dalam: SpicakiL, eds. Fundamental of Clinical
kelompok yang asupan zat besi lebih rendah. Seperti diketahui Hematologi. 2nd ed. California: Harper & Row Publish, 1984; 17 - 25.
epitel usus pada manusia diganti setiap 3-4 hari, dan zat besi 6. Stekel A.Iron Requirements in Infancy and Childhood.Dalam:Stekel, eds.
ikut mempengaruhi regenerasi sel epitel yang berguna untuk Iron Nutrition in Infancy and Childhood Vol 4. New York: Raven Press,
1984; 1-10.
menghasilkan enzim laktase. 7. Whitney EN, Cataldo CB, Rolfes R, (eds) Understanding Normal and
Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara status besi Clinical Nutrition. 2nd ed. St Paul: West PubI, 1987; 408-20.
dengan malabsorpsi laktosa. Tetapi 2 dari 3 anak yang menderita 8. Dallman PR, Siimes MA, Stekel A. Iron deficiency in infancy and child
anemia defisiensi besi, mengalami gangguan kenaikan kadar hood. Clin Nutr 1980; 33: 86- 118..
9. Lanzkowsky P. Karayalsin 0, Miller F, Ct al. Disaccharidase values in
glukosa darah. Penelitian Lanzkowsky terhadap l0 anak-anak iron-deficient infants. Pediatr 1981; 605-08.
yang berusia rata-rata 14,9 bulan, dengan status gizi baik tetapi 10. Zapsalis C. BeckRA. Carbohydrate Metabolism. Dalam: Textbook of Food
menderita anemia defisiensi besi (Hb 5.2 g/dl -7.1 g/dl), ternyata Chemistry and Nutritional. New York: John Wiley & Sons. 1985; 833-40.
6 anak yang malabsorpsi laktosa, sedangkan 4 anak lainnya tidak 11. Soenarto Y, Suhaiyono. Pemeriksaan-pemeriksaan Sindrom Malabsorpsi.
Dalam: Suharyono, Boediarso W. Halimun EM.eds. Gastroenterologi
terganggu (normal). Sampai sekarang belum diketahui dengan Anak Praktis. ed 1. Jakarta: FKIJI, 1988; 325 - 343.
tepat derajat defisiensi besi, yang menyebabkan terjadinya 12. Oey K.N. Daftar Analisa Bahan Makanan. 5th ed. Jakarta: Unit Penelitian
gangguan penurunan enzim laktase; hal ini memerlukan pene- Gizi Diponegoro-Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,
Dep.Kes. R.I,1987.

8 Cermin Dunia Kedokteran No. 111, 1996


HASIL PENELITIAN

Komposisi Zat Gizi dan Bahan Baku


Lainnya dan Berbagai Macam Krupuk
Geertruida Sihombing
Pusat PenelitianPenyakit lidak Menula, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Departemen Kesehatan RI, Jakarta

PENDAHULUAN Jakarta.
Krupuk merupakan sajian yang hampir selalu hadir dalam
hidangan masyarakat Indonesia sehari-hari baik pada acara BAHAN DAN CARA
perayaan kecil maupun besar. Makanan ini dibuat dan bahan Krupuk diperoleh sebanyak 55 macam di pusat-pusat per-
dasar berbagai macam tepung terutama terigu dan tapioka, belanjaan yang terletak di 5 (lima) wilayah Jakarta. Ke lima puluh
bumbu-bumbu, bahan tambahan penyedap dan bahan pewarna. lima macam contoh krupuk diperiksa terhadap kadar komposisi
Bahan dasar dan bahan tambahan tersebut di atas diaduk rata proksimat secara kimiawi antara lain: kadar air, mineral, pro-
dan dibuat adonan, kemudian dimasak, selanjutnya adonan di- tein dan lemak, menurut metoda AOAC, 1975(1). Hidrat arang
bentuk menurut selera pembuat, dikeringkan di bawah panas ditentukan sebagai carbohydrates by difference (adalah angka
matahari atau lemari panas, dan siap untuk dipasarkan. Komoditi 100% dikurangi dengan jumlah kadar air, mineral, protein dan
yang sudah kering kemudian digoreng untuk dikonsumsi. lemak), kemudian dihitung nilai energi yang dihasilkan.
Krupuk umumnya diproduksi industri rumahan (home in- Selain komposisi zat gizi diperiksajuga kadar natrium glu-
dustry), industri skala kecil formal dan non-formal, dalam bentuk tamat bebas secara kromatografis (Keuringsdienst van Waren,
dan jenis yang beraneka ragam. 1973), macam bahan pewarna secara kromatografis(2). dan macam
Untuk mengetahui komposisi zat gizi krupuk, telah dibeli tepung yang digunakan secara mikroskopis menurut Hawk(3).
berbagai macam sampel dan 5 (lima) wilayah pusat perbelanja-
an di Ibukota Jakarta. Hasil yang diperoleh umumnya menun- HASIL DAN BAHASAN
jukkan kandungan hidrat arang per 100 gram yang tinggi di-
1) Energi
bandingkan dengan kandungan protein per l00 gram yang sangat
Hasil analisis dan komposisi zat-zat gizi menunjukkan
rendah yakni antara 85,81 g sampai 74,46 g untuk hidrat arang
bahwa energi yang dihasilkan rata-rata 346 + 8,62 Kkal, ber-
dan 0,03 g–8,90 g untuk protein. Kekecualian didapatkan pada
kisar antara 362 Kilokalori (KkaI) per 100 g pada krupuk
krupuk kulit yang mengandung protein antara 80,0 1g – 82,91 g
Sidoarjo, cap Komodo dan 332 Kkal per 100 g pada salah satu
per 100 g. Satu hal menarik mengenai nilai gizi krupuk dapat
krupuk aci.
dikemukakan tentang kadar lemaknya setelah digoreng yang
meningkat sampai 20–30 kali. ini penting artinya, karena dengan 2) Air
mengkonsumsi krupuk maka konsumen tertentu akan mem- Kadar air rata-rata 12,35% ± 1,30. paling tinggi pada kru-
peroleh masukan minyak dalam jumlah relatiftinggi secara tidak puk aci (salah satu) sebesar 14,20% dan paling rendah pada
sengaja yang besar manfaatnya bagi kebutuhan mereka. Dari krupuk udang merah sebesar 9,09%. Kadar air dalam suatu
aspek ekonomi produksi krupuk tapioka meningkatkan nilai produk kering merupakan salah satu petunjuk dapat tidaknya
tambah tepung, setelah menjadi kerupuk. bahan tersebut disimpan lama, sebab dengan tingginya kadar
air jamur akan tumbuh subur sehingga produk menjadi rusak(4).
TUJUAN Pada kacang tanah misalnya, jika kadar air tidak ditekan di
Untuk mengetahui bahan baku utama yang digunakan be- bawah 9%, maka jamur akan tumbuh subur(5).
serta kandungan zat gizi dan krupuk yang diperjual bèlikan di Krupuk termasuk makanan olah yang diperjual belikan.

Cermin Dunia Kedokteran No. 111, 1996 9


dalam keadaan kering. Pada penelitian ini ada krupuk yang puk lainnya mengandung glutamat bebas. Kadar glutamat yang
mengandung kadar air tinggi seperti pada krupuk aci sebesar diekspresikan sebagai Natrium glutamat (NaGl) rata-rata sebesar
14,20% dan di atas 12% pada 27 macam krupuk lainnya, maka 2,50% ± 1,35. Natrium glutamat didapatkan paling tinggi pada
diantisipasi krupuk jenis ini akan mudah ditumbuhi jamur se- salah satu krupuk aci sebesar 5,2% dan paling rendah pada
hingga mudah rusak. krupuk Sidoarjo sebesar 0,8%. Pada krupuk singkong dan 3
macam krupuk kulit tidak dapat dideteksi adanya glutamat.
3) Protein
Kecuali pada krupuk kulit, pada semua contoh yang diperiksa
Kadar protein rata-rata berada pada 7,25 ± 18,14, paling
ditemukan natrium glutamat sebesar 0,8 g – 5,3 g per 100 g
tinggi pada krupuk kulit sebesar 82,91% (n=3), paling rendah
(rata-rata 3,05 g per 100 g).
pada aci sebesar 0,03%. Krupuk kulit adalah produk hewani
Kelompok glutamat sebagai garam kalsium, kalium dan
tanpa campuran jadi sesuai dengan asalnya kadar proteinnya
natrium merupakan kelompok bahan tambahan makanan (BTM)
tinggi. Dari ke-55 sampel yang diperiksa setelah krupuk kulit,
yang berfungsi sebagai penguat rasa atau meningkatkan rasa enak
ada 9 sampel yang mengandung protein sekitar 8%, 11 sampel
dalam pembuatan makanan olah(6). Menurut beberapa artikel,
antara 4–5%, 10 sampel lainnya mengandung protein sekitar
penggunaan glutamat sebagai mono-natrium glutamat (MSG)
1% dan sisanya sebanyak 18 sampel hanya me- ngandung
berkisar antara 0,3– 0,5 g per 100 g(7,8), sedang menurut
protein di bawah 1%. Di antara sampel krupuk yang diperiksa
Permenkes(6), jumlah penggunaan dinyatakan sebagai “se-
ada yang mencantumkan gambar ikan atau gambar udang pada
cukupnya” saja. Jumlah yang didapatkan pada penelitian se-
kemasan yang menginformasikan bahwa krupuk seolah-olah
derhana ini rata-rata 7,5 kali lebih besar. Glutamat tidak toksik
mengandung daging ikan; namun dan 20 contoh yang memiliki
namun ada kelompok tertentu yang sangat peka terhadap garam
gambar ikan pada kemasan hanya 8 sampel mengandung kadar
ini(7). Kepekaan ini mungkin terjadi karena MSG adalah neu-
protein tinggi yakni sebesar ± 8%.
rotransmitter yang bila dikonsumsi dikonversi menjadi suatu
zat yang menghantarkan stimulasi dan satu sel saraf ke sel saraf
4) Lemak
lain sehingga mengakibatkan timbulnya Chinese restau- rant
Kadar lemak rata-rata 0,98 ± 1,13%, paling tinggi pada
syndrome (CRS). Karakteristik CRS adalah simtom temporer
krupuk udang sebesar 4,35% dan paling rendah pada krupuk
berupa perasaan kaku bagian tengkuk menyebar ke bagian
kembang tahu sebesar 0,07%. Kandungan lemak krupuk mentah
tangan, punggung, merasa lemas, denyut jantung lebih cepat,
umumnya rendah, namun krupuk mentah tidak umum dimakan
pusing, muka memerah, sesak nafas dan perasaan tidak enak;
langsung melainkan harus digoreng terlebih dahulu baru layak
selanjutnya karena MSG adalah kelompok garam, efek- nya
dimakan.
hampir sama dengan garam dapur yang jika dikonsumsi banyak
Setelah digoreng, kandungan lemak meningkat menjadi 20–
akan meninggikan tekanan darah(9-12). Karena adanya kelompok
30 kali lipat tergantung pada bahan tepung yang digunakan dan
masyarakat yang peka terhadap MSG, sangat di- sayangkan
cara menggoreng (ditiriskan atau tidak); dengan demikian krupuk
penggunaan MSG yang besar di dalam krupuk yang dipenksa.
goreng dapat merupakan sumber konsumsi minyak dari hidangan
Sebenarnya, penambahan terlalu banyak ke dalam pembuatan
secara tidak sengaja sehingga menguntungkan bagi yang
krupuk tidak perlu karena dan segi kesehatan jumlah besar
membutuhkannya namun merugikan bagi kelompok yang harus
tidak akan menambah rasa enak malah membuat mual atau
membatasi konsumsi minyak.
salah satu akibat tersebut di atas, dan dari segi eko- nomi harga
5) Carbohydrates by difference produk akhir malah bertambah mahal.
Bahan utama krupuk tepung adalah berbagai macam tepung
sehingga kadar carbohydrates by difference pada 52 macam 8) Macam tepung
sampel, tinggi berkisar antara 85,81% pada krupuk aci dan Dari 55 (lima puluh lima) sampel krupuk yang diperiksa,
74,46% pada krupuk udang. Pada 3 macam krupuk kulit, kadar macam tepung yang terdeteksi adalah: Tepung tapioka pada 20
carbohydrates by difference sangat rendah hanya sebesar 0,43%, sampel; terigu saja pada 9 sampel; campuran tapioka dan terigu
0,46% dan 0,48%. Kadar karbohidrat yang tinggi pada krupuk pada 21 sampel; tepung kedele + tepung tapioka pada 2 sampel;
tepung membuat krupuk dapat menghasilkan energi yang tinggi tanpa tepung pada 3 sampel krupuk kulit.
± 350 kkal. seperti telah diuraikan terdahulu pada bagian energi.
9) Macam pewarna
6) Mineral
Dari 55 (lima puluh lima) sampel krupuk, 3 macam krupuk
Kadar mineral secara umum didapatkan rata-rata 2,41% ±
kulit dan 20 macam krupuk tepung tidak mengandung pewarna.
0,81, paling tinggi ditunjukkan oleh salah satu krupuk aci sebe-
Ke-32 macam krupuk lainnya 8 macam mengandung bahan
sar 3,81% dan paling rendah pada krupuk kulit sebesar 0,04%.
pewarna diizinkan tartrazine; 4 macam mengandung campuran
Mineral ini umumnya terdiri dari kalsium, fosfor, besi dan mi-
pewarna diizinkan amaranth dan pewarna non-pangan rhodamin
neral lainnya yang berasal dari tepung tapioka, terigu, kedele,
B; 7 macam non-pangan campuran metanil kuning dan rhodamin
ikan dan udang yang merupakan bahan dasar dan krupuk.
B; 7 macam campuran yang diizinkan amaranth dan pewarna
7) Natrium glutamat (MSG atau NaG bebas non-pangan metanil kuning; 2 macam pewarna non-pangan
Kecuali krupuk kulit sebanyak 3 sampel, ke sampel kru- rhodamin B; 2 macam pewarna diizinkan amaranth; 2 macam

10 Cermin Dunia Kedokteran No. 111, 1996


Tabel 1. Kandungan Energi, Protein, Lemak, Karbohidrat, Natrium glutamat bebas dan
Macam tepung yang digunakan

Energi Protein Lemak Karbohidrat NaGI


No. Kelompok n Kka1J100 g g/100 g g/100 g g/100 g g/100 g
X*SD X±SD X±SD X±SD X±SD
I Tapioka + terigu 21 348 ± 8,843 2,934 ± 1,573 1,157 ± 1,096 81,524 ± 2,229 2,652 ± 1,822
II Tapioka 20 342 ± 4,593 0,571 ± 0,281 0,426 ± 0,383 83,97 ± 1,087 2,630 ± 1,047
III Terigu 9 345 ± 8,918 8,728 ± 0,428 1,08 ± 1,141 75,274 ± 1,012 1,533 ± 0,539
IV Kedele + tapioka 2 337 ± 0 0,960 ± 0,028 0,07 ± 0 83,100 ± 0,071 3,000 ± 0,283
V Tanpa tepung 3 361 t 6,658 81,753 ± 1,536 3,836 ± 0,072 0,803 ± 1,113 0

Kandungan protein, lemak, hidrat arang, natrium glutamat (NaGI) dan saja 9 sampel; tepung kedele dan tapioka sebanyak 2 sampel;
energi yang dihasilkan (Kkal) oleh 100 gram krupuk (Menurut kelompok
tanpa tepung pada krupuk kulit sebanyak 3 sampel. Energi yang
tepung yang digunakan).
dihasilkan paling tinggi terlihat pada keloimpok krupuk kulit
yang tidak menggunakan tepung. Kandungan protein terdapat
pada kelompok krupuk kulit sebesar 81,753 ± 1,536 per 100 g,
sedangkan kelompok tapioka hanya sebesar 0,571 ± 0,281 per
100 g. Kadar lemak di dalam krupuk mentah terdapat paling
tinggi pada kelompok krupuk kulit sebesar 3,836 ± 0,072 per
100 g, dan paling rendah pada kelompok kedele + tapioka.
Namun, karena krupuk mentah tidak pernah dikonsumsi
langsung tetapi harus digoreng terlebih dahulu maka angka-
angka tentang kadar lemak pada krupuk mentah tidak perlu di-
permasalahkan. Kadar lemak akan meningkat bila krupuk telah
digoreng, besar peningkatan tergantung pada teknik menggoreng,
akan ditiriskan atau tidak. Kadar karbohidrat paling tinggi
terdapat pada kelompok kedele + tapioka sebesar 83,100 ± 0,071
per 100 g dan paling rendah pada kelompok krupuk kulit sebesar
0,803 ± 1,113 per 100 g. Kadar Natrium glutamat ditemukan
paling tinggi pada kelompok kedele + tapioka sebesar 3,000 ±
0,283 per 100 g, dan paling rendah pada kelompok terigu sebesar
1,533 ± 0,539 per 100 g, sedang kelompok krupuk kulit tidak
Kelompok I : Tapioka + terigu (n = 21) mengandung Natrium glutamat.
Kelompok II : Tapioka (n = 20)
Kelompok III : Terigu (n = 9) Disimpulkan bahwa krupuk kulit merupakan krupuk paling
Kelompok IV : Kedele + tapioka (n = 2) unggul dalam hal kandungan zat-zat gizi dan yang tanpa meng-
Kelompok V : Tanpa tepung (n = 3) gunakan Natrium glutamat.

campuran pewarna non-pangan metanil kuning dan guinea green; UCAPAN TERIMA KASIH
1 macam pewarna diizinkan coklat brown; 1 macam pewarna Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Guntur Bambang
Hamurwono, Kepala Puslit Penyakit Tidak Menular atas semua dukungan yang
diizinkan campuran eritrosin dan tartrazin; 1 macam campuran diberikan; kepada Bapak DR. Iwan T Budiarso, PhD atas kesediaan ,meng-
pewarna diizinkan amaranth dan pewarna non-pangan guinea adakan diskusi sehingga artikel ini dapat diselesaikan.
green. Penggunaan rhodamin B pada 13 macam krupuk sebe-
narnya juga tidak perlu dan segi kesehatan karena tanpa KEPUSTAKAAN
pewarnapun, krupuk sudah disukai masyarakat, namun karena
masyarakat tertentu suka pada makanan warna-warni ada 1. Horwitz W. Official Methods of Analysis of the Association of Official
Agricultural Chemists, Association of Official Agricultural Chemists,
produsen yang mengikuti selera tersebut dan krupuk dibuat Washington, DC: Twelfth Edition, 1975; hal 389.
berwarna meriah. Penggui pewarna kemudian dimaksudkan 2. Sihombing 0. An exploratory Study on Three Synthetic Colouring Matters
untuk daya tank tetapi sebaiknya menggunakan bahan pewarna Commonly Used As Food Colours in Jakarta, 1978; hal. 21-8.
yang aman atau diizinkan. 3. Hawk P. Practical Physiological Chemistry. 1947; 84-5.
4. Potter NN. Food Science. Westport, Connecticut The AVI Pubi Com pany
Inc. 1968; hal 55.
RINGKASAN DAN KESIMPULAN 5. Parpia HAB. Prevention of Fungal Growth on Moist Peanut Pods. Nutri
Dari ringkasan berupa tabel berdasarkan kelompok tepung tional Document Aflantoxirt/17 PAG. (WHO/FAO/UNICEF) August 1966
yang digunakan dapat disimpulkan bahwa pada umumnya tepung Meeting - Geneva: hal 1.
6. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 722/MenKes/PER/IX/88 tentang
yang digunakan adalah campuran tepung tapioka dan terigu Bahan Tambahan Makanan, hal 102-110.
sebanyak 21 sampel; tepung tapioka saja 20 sampel; tepung terigu 7. Hawley GO. The Condensed Chemical Dictionary 10th ed. New York,

Cermin Dunia Kedokteran No. 111, 1996 11


Toronto: Van Nostrand Reinhold Co. hal 941-42. TROPMED Seminar in Nutrition held on March 20-2 1, 1989 at Jakarta,
8. Corden MW. Food and Nutrition Notes and Reviews. Issued by the Nu Indonesia. hal 9-10.
trition Section, Canberra, ACT: Commonwealth Department of Health. 11. Doyle ME, Carol E, Steinlart CE, Cochrane BA. Food Safety. Food
(May & June) 1971; 88:5,6:69. Research Institute, Department of Food Microbiology and Toxicology.
9. Roberts HR. Food Safety. New York, Chichester, Brisbane, Toronto: A University of Wisconsin-Madison, Madison. Wisconsin, 1993; hal 267.
Wiley-Interscience PubI. John Wiley & Sons. 1981, hal 97. 12. Gosselin RE, Hodge HC, Smith RP et al. Clinical Toxicology of
10. De Guzman PE. Health aspects related to food, fast food, take away food Commercial Products. Fourth ed. Baltimore: Williams & Wilkins Co.
and instant food : Philippine setting. Paper presented at the SEAMEO 1976; hal 243.

Kalender Peristiwa

October 28–30, 1996 – X PSYCHOTHERAPY ASIA PACIFIC 1996


Hotel Bali Inter-Continental Resort
Jimbaran, Bali, INDONESIA
Sekr. : Bagian Psikiatri FKUI/RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo
Jl. Salemba Raya 6, Jakarta 10430
Tel. (62-2 1) 337559
Fax (62-21) 337559/3106986
Bagian Psikiatri RSU Wangaya
JI. Kartini 109, Denpasar 80111
Tel/Fax: (62-361) 228824
October 28, 1996 – KURSUS SINGKAT PSIKOTERAPI
MANFAAT PENDEKATAN INTERPERSONAL DOKTER -
PASIEN DALAM PRAKTEK UMUM
Hotel Bali Inter-Continental Resort
Jimbaran, Bali, INDONESIA
Sekr.: Bagian Psikiatri FKUI/RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo
Jl. Salemba Raya 6, Jakarta 10430
Tel. (62-21) 337559
Fax (62-21) 337559/3106986
Bagian Psikiatri RSU Wangaya
Jl. Kartini 109, Denpasar 80111
Tel./Fax: (62-361) 228824

Unreasonable haste is the direct road to error


(Moliere)

12 Cermin Dunia Kedokteran No. 111, 1996


HASIL PENELITIAN

Penentuan Nilai Biologik Tempe Bosok


pada Tikus Putih strain Wistar
Risnawati Aminah, Cornelis Adimunca
Pusat Penelitian Penyakit Tidak Menu1ar Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Departemen Kesehatan RI, Jakarta

ABSTRAK
Tempe bosok adalah tempe tedele biasa yang mengalami perpanjangan masa
fermentasi, merupakan makanan kesukaan khusus masyarakat Jawa Tengah. Untuk
mengetahui perbedaan antara Nilai Biologik tempe kedele bosok dan tempe kedele
biasa maka telah dilakukan penilaian biologik pada tikus putih strain Wistar menurut
teknik Protein Efficiency Ratio (PER).
Diet tempe kedele dibuat 4 (empat) macam terdiri dari : 1) Tempe kedele kering;
2) Tempe kedele kering + beras (10 : 90); 3) Tempe kedele bosok kering; 4) Tempe
kedele bosok kering + beras (10: 90); 5) Susu skim. Semua diet dibuat mengandung
10% protein, 10% lemak, menghasilkan kurang lebih 440 kilokalori per 100 g diet.
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa nilai PER tempe kedele bosok lebih
rendah bermakna daripada tempe kedele biasa pada p <0,05. Disimpulkan tempe kedele
bosok tidak dapat diandalkan sebagai sumber protein satu-satunya di dalam diet sehari-
hari, sebaliknya hanya penambah rasa lezat saja.

PENDAHULUAN putih dengan aroma menyenangkan. Aroma kedele rebus akan


Tempe kedele merupakan jenis makanan hasil proses fer- sirna setelah menjadi tempe apalagi kalau sudah dimasak atau
mentasi yang sangat digemari di Indonesia karena memiliki cita digoreng, bahkan aromanya lebih “wangi’, demikian juga
rasa yang khas dan relatif murah harganya. Di samping itu rasanya gurih sekali. Sifat khas tempe kedele ini membuat
tempe kedele sudah dikenal oleh masyarakat Indonesia sebagai komoditas ini lekas menjadi populer tidak hanya di kalangan
makanan yang bergizi tinggi(1,2,3). masyarakat Jawa, tetapi juga di kalangan suku-suku lain di luar
Pembuatan tempe kedele tampaknya khas budaya pulau pulau Jawa bahkan ke luar negeri.
Jawa, dan tidak banyak dilakukan di pulau-pulau lainnya, te- Di lingkungan masyarakat Jawa bukan hanya tempe kedele
tapi dengan digalakkannya transmigrasi penduduk Jawa ke segar yang digemani akan tetapi juga tempe kedele bosok, yaitu
pulau-pulau lain terdapat potensi penyebaran pembuatan dan tempe kedele segar yang diperpanjang masa fermentasinya
konsumsi tersebut ke lain wilayah Indonesia(4). sehingga menjadi busuk dengan berwarna beludru kehitam-
Dalam pembuatan tempe kedele, kacang kedele rebus akan hitaman. Bagaimanakah nilai biologis tempe kedele bosok di-
berubah keadaannya setelah terjadinya pertumbuhan mycelia bandingkan dengan tempe kedele segar ?. Apakah tempe kedele
menjadi agak padat seperti cake, penampilannya seperti beludru bosok beracun ? Untuk menjawab pertanyaan ini, kami coba

Dibacakan pada MUNAS II dan Simposium PATELKI, Bandung 11–14 Januari


1996.

Cermin Dunia Kedokteran No. 111, 1996 13


menilainya dengan membusukkan tempe kedele sampai 3 hari dapat dibaca pada Tabel 1.
pada suhu kamar (28°C–35°C). Tempe bosok ini diberikan ke- c) Parameter (faktor dipenden)
pada tikus putih kemudian ditentukan nilai PER-nya diban- 1. Protein Efficiency Ratio (PER), 4 minggu
dingkan dengan nilai PER tempe kedele segar. 2. Berat badan, 4 minggu
3. Jumiah makanan yang dimakan, 4 minggu
4. Efisiensi makanan, 4 minggu
BAHAN
5. Angka kematian
1) Tempe kedele
Tempe kedele dibuat sendiri di laboratorium Unit Puslit Tabel 1. Komposisi makanan eksperimen dengan tempe kedele kering dan
tempe kedele bosok
Penyakit Tidak Menular(5,6).
Kacang kedele utuh direbus pada suhu 100°C selama 30 Tempe Tempe
Tempe
menit kemudian kulitnya dibuang. Kacang yang sudah dikupas Tempe kedele
Skim kedele kedele
kedele bosok Beras
direndam di dalam air selama 24 jam. Selanjutnya kacang di- Makanan Milk
kering
kering bosok
kering 10%
rebus lagi untuk kedua kalinya pada suhu 100°C selama 1 jam. eksperimen 10% + bergs kering
10% + beras
10:90 10%
Dinginkan, biarkan permukaan kering, tambahkan inokulum 10:90
jamur Rhizopus sebanyak 5 sendok teh per 1/2 kg kacang kedele g g g g g g
rebus. Selanjutnya difermentasi selama 24–35 jam pada suhu Fat 98.0 63.0 80.0 63.5 81.0 92.5
28°C–37°C sehingga terjadi selaput putih merata di sekeliling Starch 544.0 567.5 – 549.5 – –
tempe kedele. Setelah menjadi tempe kedele kemudian diiris Glucose 50.0 50.0 – 50.0 – –
Salt–mix. 20.0 20.0 – 20.0 – –
tipis dan dikeringkan dalam oven pada temperatur 70°C selama Vitamin mix. + + + + + +
24 jam, lalu dibubukkan. Cellu flour 20.0 20.0 – 20.0 – –
Skim milk 268.0 – – – – 53.5
2) Tempe kedele bosok
Tempe kedele – 279.5 100.0 – – –
Tempe kedele bosok diperoleh dengan memperpanjang kering
masa fermentasi tempe kedele selama 3 X 24 jam, pada suhu – – – 297.0 100.0 –
Tempe kedele
kamar (28°C–35°C) sampai terlihat jamur mulai berwarna hitam bosok kering
– – 900.0 – 900.0 929.0
dan berbau khas tempe bosok. Tempe bosok ini kemudian diiris Beras
Total 1000.0 1000.0 1080.0 1000.0 1081.0 1075.0
tipis dikeringkan dalam oven pada temperatur 70°C selama 24
jam dan dibubukkan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
3) Hewan percobaan
Enam puluh ekor tikus putih jantan strain Wistar berumur a) Analisa kimiawi
28–29 hari berasal dari laboratorium Unit Puslit Penyakit Tidak Hasil analisa kimiawi proximate principle dan kedua ma-
Menular Diponegoro. cam tempe kedele tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Analisis proksimat Tempe kedele kering, Tempe kedele bosok


METODA kering, Beras, Susu skim per 100 g
a) Analisis kimia
Kadar analisis proksimat dan bahan makanan percobaan Karbohidrat
Air Protein Lemak Mineral
Bahan by diff.
anak tikus ditentukan menurut metoda AOAC, 1975(7). g g g g g
b) Percobaan pemberian makan pada anak tikus untuk me- Susu skim 3.24 37.32 0.65 7.83 50.96
nentukan PER (Protein Efficiency Ratio) dilakukan secara baku Tempe kedele 3.58 35.77 13.30 1.73 45.62
menurut cara Osbrane dan Mendel. kering
4.46 33.64 12.31 2.20 47.39
Anak tikus putih muda berumur 28–29 hari jenis jantan Tempe kedele
dengan berat badan hampir sama, sebanyak 60 ekor dibagi bosok kering
12.37 8.61 0.72 0.68 77.62
Beras
menjadi 6 kelompok, masing-masing 10 ekor tikus :
Kelompok I susu skim 10% b) Penelitian pada hewan percobaan
Kelompok II tempe kedele kering 10% Hasil penelitian Protein Efficiency Ratio (PER), dan ke- naikan
Kelompok III tempe kedele kering + beras (10:90) berat badan dapat dilihat pada Tabel 3. Pada Tabel 3 dapat
Kelompok IV tempe kedele bosok kering 10% dibaca bahwa angka PER tempe kedele kering 2,601 dan tempe
Kelompok V tempe kedele bosok kering + beras (10:90) ke- kedele bosok 1,761. Tetapi jika ditambah dengan beras ada
lompok I beras 10%. kenaikan pada nilai PER-nya. PER tempe kedele kering + beras
Semua makanan percobaan dibuat sedemikian rupa menjadi 2,910 dan tempe kedele bosok + beras men- jadi
sehingga mempunyai kadar protein ± 10%, lemak ± 10% dan 2,461. Angka tersebut jika dibanding dengan susu skim (PER
kalori 440 kg kalori. Kedua macam tempe kedele ini dipakai 3,070) tidak berbeda terutama dengan tempe kedele + beras
sebagai sumber protein baik tunggal maupun bercampur beras (PER = 2,910), akan tetapi menjadi lebih tinggi jika di- banding
dalam makanan percobaan. Komposisi makanan percobaan dengan beras (PER = 1,931). Menurut Winarno (1993)

14 Cermin Dunia Kedokteran No. 111, 1996


Tabel 3. Nilai PER dan Kenaikan Berat Badan Tikus Putih yang Diberi Makanan Tempe kedele kering, Tempe
Kedele Bosok kering, Beras

Kenaikan Berat Badan pada


Jumlah Akhir minggu ke :
Makanan tikus PER ± SD
Eksperimen I II III IV
n g % g % g % g %
Susu skim 10% 10 16.25 33.57 30.90 63.63 47.00 96.30 66.25 135.78 3.070 ± 0.155
Tempe kedele kering 10 13.0 23.73 27.90 50.72 42.60 77.46 57.45 104.26 2.601 ± 0.335
10%
Tempe kedele kering 10 12.75 22.37 27.00 49.65 40.50 74.80 60.05 110.36 2.910 ± 0.269
+ beras 10 : 90
Tempe kedele bosok 10 10.80 21.93 20.60 41.81 26.95 57.96 30.85 62.44 1.761 ± 0.261
kering 10%
Tempe kedele bosok 10 16.50 33.64 31.00 63.07 41.10 83.89 51.65 105.36 2.461 ± 0.311
kering + beras
10:90
Beras 10% 10 12.75 22.37 27.00 49.65 40.50 74.80 56.05 103.75 1.931 ± 0.356

Tabel 4. Jumlah Konsumsi Makanan dan Protein Efficiency Ratio Tikus Putih yang diberi makan Tempe Kedele
kering, Tempe Kedele Bosok kering, Beras selama 4 Minggu
Berat Jumlah makanan yang dimakan
Kadar
rata-rata rata-rata tikus secara kumulatif
Jumlah Protein PER ± SD
Makanan awal pada akhir minggu ke :
tikus makanan (PER 4
Eksperimen tikus
eksp. I II III IV Total minggu)
eksp.
n g% g g g g g g
Susu skim 10% 10 9.89 49.2 42.50 53.90 59.20 62.08 217.68 3.070 ± 0.155
Tempe kedele kering 10 10.82 49.2 49.60 55.79 51.12 63.75 220.26 2.601 ± 0.335
10%
Tempe kedele kering + 10 10.32 49.2 50.87 54.23 47.58 62.32 215.00 2.910 ± 0.269
beras 10:90 10 10.66 49.2 38.74 42.89 40.92 36.93 159.48 1.761 ± 0.261
Tempe kedele bosok
kering 10% 10 10.37 49.2 46.52 53.16 48.22 57.58 206.09 2.461 ± 0.311
Tempe kedele bosok
kering +beras 10:90 10 10.68 49.2 31.95 38.18 43.43 60.83 174.39 1.931 ± 0.356
Beras 10%

Tabel 5. Efisiensi makanan pada tikus putih yang diberi makan Tempe penambahan beras pada masing-masing tempe kedele dan
kedele kering, Tempe kedele kering bosok, Beras
tempe kedele bosok terjadi kenaikan nilai PER. Pengujian PER
Kadar Total Kenaikan secara statistik dengan cara ANOVA mendapatkan hasil bahwa
Efisiensi
n Protein Makanan BB
Makanan tempe kedele + beras dibanding tempe kedele menunjuk- kan
g% g g perbedaan bermakna (p < 0.05), tempe kedele dibanding tempe
Skim 10% 10 9,89 217,68 66,25 0,304 kedele bosok menunjukkan perbedaan bermakna (p < 0.05) dan
Tempe kedele kering 10 10,82 220,26 57,45 0,261 tempe kedele bosok + beras dibanding tempe kedele bosok juga
10%
Tempe kedele kering + 10 10,32 215,00 60,05 0,279 menunjukkan perbedaan bermakna (p < 0.05). Kenaikan berat
beras (10 : 90) 10 10,66 159,48 30,85 0,193 badan yang tertinggi ada pada tempe kedele kering + beras
Tempe kedele bosok yaitu 110,36% dan disusul tempe kedele bosok + beras
kering 10% 10 10,37 206,09 51,65 0,251 105,36%, tempe kedele kering 104,24% dan yang terendah ada
Tempe kedele bosok +
pada tempe kedele bosok yaitu 62,44% (Tabel 3). Pengujian
beras (10:90) 10 10,68 174,39 56,05 0,321
Beras 10% kenaikan berat badan tikus secara statistik dengan cara
ANOVA didapatkan hasil bahwa, antar perlakuan tempe kedele
nilai PER tempe kedele 2,15 dan menurut Hermana (1990) nilai + beras, tempe kedele bosok + beras, tempe kedele, beras
PER tempe kedele 2,12. Ada sedikit perbedaan dengan hasil menunjukkan tidak berbeda bermakna (p > 0.05) dan tempe
yang didapat pada penelitian ini kemungkinan disebabkan ka- kedele bosok dengan semua perlakuan menunjukkan berbeda
rena tempe kedele yang digunakan mutu kedelenya berbeda. bermakna (p < 0.05). Dengan kata lain diet tempe kedele
Nilai PER dan kedele 2,30 sehingga masih termasuk pro- maupun diet tempe kedele bosok bila ditambah dengan beras
tein kualitas lengkap. Dengan proses fermentasi menjadi tempe maka terjadi kenaikan nilai PER (p < 0.05). Hal ini ka- rena
kedele nilai gizi hasil olah ini bertambah baik(4). Dengan protein kedele memiliki kandungan lysin (asam amino
esensial) dalam jumlah yang besar apalagi jika difermentasi pencegah diare. Tempe bosok yang diberikan pada anak tikus
sehingga dapat menutupi dan menaikkan mutu nilai gizi pro- putih tidak menimbulkan kelainan yang berarti pada penelitian
tein beras(3). Namun kenaikan nilai PER dan diet tempe ke- ini. Selama masa 4 minggu penelitian ini. tidak didapat tikus
dele + beras lebih besar dibanding kenaikan nilai PER tempe yang mati.
kedele bosok + beras (p < 0.05). Hal ini mungkin disebabkan
oleh kandungan gizi yang terdapat dalain tempe kedele telah KESIMPULAN
berkurang pada tempe kedele bosok. Waktu fermentasi yang 1) Nilai biologik dan tempe kedele bosok lebih rendah dari-
cukup lama dibanding pada tempe kedele memungkinkan pada tempe kedele biasa.
inokulum Rhizopus memanfaatkan zat gizi sebagai sumber 2) Tempe kedele bosok tidak dapat diandalkan sebagai sum-
makanannya. Atau mungkin pula inokulum Rhizopus pada ber protein satu-satunya di dalam diet sehari-hari.
tempe kedele bosok lebih banyak menghasilkan metabolit yang
SARAN
dapat menghambat kenaikan nilai PER dan berat badan.
Perlu dilakukan penelitian lebih luas mengenai perubah-
Dari makanan percobaan yang menggunakan tempe kedele
an-perubahan yang terjadi dari tempe kedele biasa menjadi
nilai tertinggi didapat pada tempe kedele kering 220,26 g dan
tempe kedele bosok yang akan bermanfaat bagi bidang ilmu
terendah páda tempe kedele bosok 159,48 g (Tabel 4). Nilai
lain.
efisiensi tertinggi dan percobaan yang menggunakan tempe
kedele yaitu tempe kedele kering + beras 0,279, tempe kedele KEPUSTAKAAN
kering 0,261 kemudian tempe kedele bosok + beras 0,251 dan 1. Rahman A. Teknologi Fermentasi. Kerjasama dengan Pusat Antar
yang terendah didapat pada tempe kedele bosok 0,193 (Tabel Universitas Pangan dan Gizi IPB. PenerbitArcan, Bogor, 1992. hal. 4-14.
5). 2. Haritono, Sudigbia. Efek Positif Tempe terhadap Mukosa Usus Anak
Penderita Diare, Gizi indonesia, 1992; XVII (1-2): 57-67.
Beberapa produk nabati yang menghasilkan B12 antara lain 3. Winarno FG. Pangan, Gizi, Teknologi dan Konsumen, PT Gramedia
produk fermentasi yaitu tempe kedele(7). Vitamin B12 dapat ber- Pustaka Utama, Jakarta, 1993. hal. 238-45.
peran menjaga agar sel-sel berfungsi normal terutama sel-sel 4. Sediaoetama AD. Ilmu Gizi. Untuk Mahasiswa dan Profesi di Indonesia.
saluran pencernaan dan sistem urat saraf. Terbentuknya B12 Jilid 2. Dian Rakyat, 1993. hal. 124-26.
5. The Third Asian Congress of Nutrition. Fermented Soybean. A Traditional
inilah yang menyebabkan jumlah makanan yang dimakan serta Indonesian Source of Protein, Jakarta, Oct. 6-10, 1980.
efisiensi makanan pada anak tikus yang mengkonsumsi tempe 6. Hermana, Mien Mahmud. Makanan Formula Tempe Untuk Mengatasi
kedele mempunyai nilai baik, tetapi setelah menjadi tempe Masalah Kurang Kalori Protein, 1990. hal. 10-15.
kedele bosok kadar B12 sudah agak menurun sehingga efisiensi 7. Muchtadi D dkk. Metabolisme Zat Gizi, Sumber, Fungsi dan Kebutuhan
Bagi Tubuh Manusia. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1993.
tempe kedele bosok kurang baik. Banyak penelitian 8. Horwitz W. Methods of Analysis of the Association of Official Chemists,
menyatakan bahwa tempe kedele memiliki khasiat sebagai 12th ed. AOAC, Washington, DC 20044, 1975.

16 Cermin Dunia Kedokteran No. 111, 1996


HASIL PENELITIAN

Nilai Biologik Tahu yang Direndam


dalam Formalin
Marice Sihombing, G. Sihombing
Pusat Penelitian Penyakit Tidak Menular, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Departemen Kesehatan RI, Jakarta

ABSTRAK
Telah dilakukan penilaian biologik dan tahu yang direndam di dalam formalin pada
tikus Wistar Derived LMR-Strain menurut teknik Protein Efficiency Ratio (PER). Tahu
direndam dalam formalin dengan konsentrasi 2%o, 4%o, 6% dan 8% selama 24 jam,
dikeringkan di dalan oven pada suhu 105°C selama 24 jam, digiling dan digunakan
sebagai ingredien diet eksperimen dengan campuran tapioka, glukosa, garam dan vitamin
lengkap. Semua diet eksperimen mengandung 10% protein, 10% lemak dan iso-kalori
sebesar 400 kalori. Sebagai diet pembanding digunakan susu skim dan tahu tanpa
formalin.
Hasil menunjukkan bahwa semakin tinggi kadar formalin tahu, semakin rendah nilai
PER-nya yaitu : 8%o, PER = 0,55; 6% PER = 0,66; 4%o, PER = 1,43; 2%c. PER =
1,47dan tahu tanpa formalin PER = 2,15. Dapat disimpulkan bahwa nilai PER tahu
formalin berbeda bermakna dengan nilai PER tahu tanpa formalin pada p <0,05: forma-
lin merusak protein yang terkandung dalam tahu.

PENDAHULUAN an tahu telah dilakukan beberapa peneliti misalnya merebus tahu


Kacang kedele adalah salah satu kacang yang kaya akan berulang-ulang tanpa atau dengan air parutan kunyit, atau meng-
protein nabati dan diharapkan dapat menanggulangi masalah ke- ganti air rendaman dengan air yang dididihkan secara berulang
kurangan protein. Kacang kedele mempunyai komposisi asam jika tahu belum habis terjual dan yang paling baik menurut
amino yang sebanding dengan susunan asam amino protein he- Hermana dan Winarno (1978) adalah setelah tahu direbus ke-
wani(1).Berbagai macam bahan makanan dapat dibuat dan kacang mudian dikemas dalam kantong plastik dan disimpan di lemari
kedele, salah satu adalah tahu. es, akan tetapi perlakuan ini tidak mungkin dilakukan dalam
Tahu kedele sudah lama dikenal dan dikonsumsi di Asia. Di jumlah besar kecuali jika ada kamar pendingin. Selain itu ma-
Indonesia makanan ini sangat digemari dan sudah memasyarakat syarakat pernah diresahkan karena ada produsen yang merendam
baik sebagai lauk pauk maupun sebagai makanan selingan. Tahu tahu dalam formalin sebagai pengawet kalau produknya tidak
mengandung kadar airyang cukup tinggi sehingga mudah terkon- habis terjual.
taminasi oleh mikroorganisma mengakibatkan cepat rusak atau Untuk mengetahui kemungkinan terjadinya penurunan nilai
basi. Untuk mencegah agar daya simpan tahu lebih lama dibutuh- biologik tahu maka dilakukan penelitian dengan merendam tahu
kan penanganan yang baik. Berbagai cara pencegahan kerusak dalam berbagai konsentrasi formalin lalu dimakankan pada tikus

Dibacakan pada MUNAS II dan Simposium PATELKI, Bandung 11–14 Januari


1996.

Cermin Dunia Kedokteran No. 111, 1996 17


putih dan nilai biologiknya ditentukan menurut metoda Protein a) Analisis kimiawi
Efficiency Ratio (PER). Hasil analisis kimiawi proximate principle dari tahu yang
direndam formalin 0, 2‰, 4‰, 6‰, dan 8‰ tertera pada Tabel
BAHAN 2.
Tahu dibeli di pasar Jakarta lalu direndarn daiain berbagai Tabel 2. Analisis proksimat dan tahu yang direndam dalam formalin per
kadar formalin yaitu 0, 2% 4%o, 6% dan 8% sehari 24 jam. 100 g
Kemudian dikeringkan di dalam oven pada suhu 105°C selama
Karbohidrat
24 jam. Setelah kering, digiling dan dipakai untuk campuran Bahan
Air Protein Lemak
(by dill)
Mineral
makanan eksperimen anak tikus putih. g g g g g
Komposisi makanan eksperimen berkadar protein kira-kira Tahu 0 3,85 56,01 23,17 11,17 5,80
10%. Tahu formalin dipakai sebagai sumber protein dengan Taju 2‰ 3,80 53,30 22,51 15,14 5,25
komposisi makanan percobaan dapat dilihat pada Tabel 1. Tahu 4‰ 3,82 51,25 22,46 19,51 4,96
Tahu 6‰ 3,78 48,23 22,20 20,88 4,91
Tabel 1. Komposisi Makanan Tikus Putih Tahu 8‰ 3,76 48,30 22,35 20,64 4,95
Kelompok
Bahan b) Hewan percobaan
A B C D E F
Anak tikus putih yang diberi diet tahu formalin dengan ber-
Lemak 175,8 173,3 168,4 162 161 292,5
bagai konsentrasi menghasilkan pertambahan berat badan yang
Tapioka 2018,2 1993,7 1975,6 1946 1948 1578,7
Glukosa 150 150 150 150 150 150
rendah pada akhir percobaan, begitu juga dengan nilai PER-nya
Salt mix. 2% 60 60 60 60 60 60 (Tabel 3). Nilai PER tikus yang diberi tahu formalin semakin
Vitamin mix. + + + + + + rendah dengan bertambah tingginya kadar formalin yaitu 0,55;
Celluflour 2% 60 60 60 60 60 60 0,16; 1,43; 1,47dan2,15.
Tahu 0 536 Hasil uji ANOVA nilai PER antara kelompok A dengan ke-
Tabu 2%o 563
Tahu 4%0 586 lompok B, C, D dan E diperoleh perbedaan yang bermakna (p<
Tahu 6%0 622 0,05). Sementara hasil uji ANOVA nilai PER antara kelompok B
Tahu 8%0 621 dan kelompok C tidak terdapat hubungan perbedaan bermakna
Susu skim 858,8 (p < 0,05), begitu juga antara kelompok D dan kelompok E.
Total gram 3000 3000 3000 3000 3000 3000 Tetapi uji ANOVA antara kelompok B dibandingkan dengan
Tabel 4. Jumlah rata-rata konsumsi tikus per hari
Hewan percobaan
Hewan percobaan sebanyak 60 ekor tikus di- Tabel 3. NiIai PER dan berat badan anak tikus
bagi dalam 6 kelompok secara acak dan setiap
kandang berisi 1 ekor tikus.
Percobaan ini berlangsung selama 1 bulan.
Kelompok A : diberi diet A sebagai kontrol
Kelompok B : diberi diet B
Kelompok C : diberi diet C
Kelompok D : diberi diet D
Kelompok E : diberi diet E
Kelompok F : diberi diet F sebagai kontrol positif

METODA Kelompok Konsumsi makanan (gram per hari)


a) Analisis kimia
A 7,33 a
Kadar proximate principles tahu yang direndam formalin
B 6,72 b
dengan berbagai kadar ditentukan menurut metoda AOAC C 6,64 c
(1975). D 5,50 d
b) Penentuan Protein Efficiency Ratio (PER) dilakukan me- E 5,90 e
F 7,40 f
nurut Osbrane dan Mendel dengan menggunakan anak tikus
putih LMR strain Wistar, jenis kelamin jantan berumur 28–29 Keterangan: a; b, c, d, e,f tidak bermakna (p > 0,05)
hari dengan berat badan ± sama.
c) Variabel yang diukur pada akhir percobaan: kelompok D dan kelompok E terdapat hubungan perbedaan
1) Protein Efficiency Ratio (PER) bermakna (p <0,05), demikian juga antara kelompok C dengan
2) Berat badan kelompok D dan kelompok E diperoleh perbedaan bermakna (p
3) Jumlah makanan yang dimakan. < 0,05). demikian juga antara kelompok C dengan kelompok D
dan kelompok E diperoleh perbedaan bermakna (p <0,05).
HASIL Bila dilihat dan jumlah makanan yang dikonsumsi sehari

18 Cermin Dunia Kedokteran No. 111, 1996


hari antara kelompok A dengan kelompok B, C, D dan E hingga proses hidrolisis oleh enzim-enzim pencernaan tidak
jumlahnya cenderung semakin menurun walaupun uji statistik berjalan sempurna.
tidak menunjukkan perbedaan bermakna (p > 0,05) (Tabel 4). 3) Karena sebagian asam-asam amino rusak atau hilang se-
hingga daya larut protein menurun akibat gugus-gugus polar
PEMBAHASAN putus dan terbentuk ikatan amida atau ester.
Hasil penelitian ini menemukan bahwa tahu yang direndam Protein berfungsi untuk membentuk jaringan baru dan
formalin mempunyai tekstur yang keras dan kaku serta kadar mempertahankan jaringan yang telah ada, namun kandungan
proteinnya menurun sejajar dengan meningkatnya kadar for- asam-asam amino protein tahu formalin sudah berkurang atau
malim yang digunakan. Formalin adalah zat pengawet untuk rusak sehingga asam amino yang seharusnya untuk pembentuk-
mencegah pembusukan dan pertumbuhan cendawan dan biasa- an protein tubuh atau untuk pembentukan zat-zat lain dalam
nya dipergunakan untuk mengawetkan jaringan tubuh manusia tubuh tidak mencukupi sehingga diperoleh berat badan tikus dan
dan hewan(2). Karena para produsen kecil tahu kebanyakan dari nilai PER yang rendah.
kaum awam dan pendidikannyapun rendah, maka mengira bahwa Intake protein kelompok A lebih tinggi dan kelompok B, C,
formalin dapat juga dipergunakan untuk mengawetkan tahu D dan E padahal bila dihitung jumlah rata-rata konsumsi ma-
yang tidak habis terjual. Padahal formalin diketahui bersifat kanan per hari pada semua kelompok tidak ada perbedaan ber-
toksik. Dampak negatif formalin yang masuk melalui oral secara makna pada p > 0,05. Dengan kata lain kuantitas konsumsi
terus menerus dengan konsentrasi 100 mg/kg/berat badan per makanan antar kelompok sama tetapi kualitasnya berbeda.
hari walaupun tidak menimbulkan keganasan tetapi dapat meng-
akibatkan mulut dan kerongkongan sakit, sukar menelan, mual, KESIMPULAN
muntah dan juga mempengaruhi mukosa usus(3,4). Hal yang sama 1) Tahu yang direndam larutan formalin menyebabkan tekstur
juga diperoleh dart hasil tiga penelitian pada tikus dengan kadar yang keras dan kaku.
formalin 10–20 mg/kg per hari. Ternak yang makan makanan 2) Nilai biologik diet dan nilai PER terus menurun sejajar
mengandung formalin dengan berbagai konsentrasi dalam diet dengan bertambahnya konsentrasi formalin.
sehari-hari, dalam air susunya akan ditemukan residu formalin. 3) Perendaman tahu dalam formalin merusak protein sehingga
Kadar formalin dalam air susu akan makin meningkat sejajar nilai gizi tahu sebagai sumber protein menurun.
dengan tingginya konsentrasi formalin dalam diet, tetapi pro-
duksi air susunya tidak mengalami gangguan sama seka1i(3).
Hasil percobaan sekarang ini diperoleh bahwa berat badan KEPUSTAKAAN
antara kelompok A dibandingkan dengan kelompok B, C, D dan
1. Girindra, Aisyah. Djoko Soedarmo. Efek Hayati dan Faali Kedelai, khusus
E menunjukkan perbedaan bermakna pada p <0,05. Hal Ini nya terhadap Pertumbuhan dan Fungsi Pankreas. Bulletin Biokimia 1979,
menunjukkan bahwa kualitas diet kelompok B, C, D dan E yang hal. 250–255.
mengandung tahu formalin kurang baik. Demikian pula nilai 2. Sollmann, Torald. A Manual of Pharmacology and its Applications to the
PER semakin menurun sesuai dengan bertambah besarnya kon- Therapeutics and Toxicology, 8th ed. Philadelphia-LOndon: WB.
Saunders Co. 1957, PP. 837–39.
sentrasi formalin. Nilai PER kelompok B, C, D dan E rendah 3. Gosselin ER et al. Clinical Toxicology of Commercial Products: Acute
mungkin disebabkan terjadinya denaturasi kandungan asam- Poisoning, 4th ed. Baltimore: The Williams and Wilkins Co, 1976, p. 166–
asam amino oleh formalin sehingga protein tahu formalin tidak 67.
dapat dicerna dan diserap ke dalam tubuh. 4. Doyle ME et al. Food Safety. New York-Basel-Hongkong: Marcel Dekker,
Inc. 1993.
Berkurangnya nilai protein dalam makanan menurut 5. Soewoto, Hafiz, Ali Tirta, Sriwidya Jusman. Pengaruh Pemanasan
Mecham dan Ford yang dikutip oleh Hafiz (1979) dapat di- Terhadap Pencernaan Protein yang Berasal dan Tahu, Tempe dan Oncom.
sebabkan beberapa faktor antara lain: Bulletin Biokiinia. 1979, hal. 235–242.
1) Karena pemanasan sehingga gugus-gugus fungsionil mo- 6. Horwitz W. Methods of Analysis of the Association of Official Chemists,
12th ed. AOAC, Benjamin Frankirn Station Washington, DC 20044, 1975.
lekul protein rusak. 7. Sudjana. Disain dan Analisis €kspenmen. Edisi ke Ill. Penerbit Tarsito
2) Karena perubahan struktur internal molekul protein se- Bandung, 1989.

A kindness done to good men is never thrown away


(Plautus)

Cermin Dunia Kedokteran No. 111, 1996 19


HASIL PENELITIAN

Komposisi Zat Gizi dan Mutu Berbagai


Macam Jajanan Ditinjau dari Penggunaan
Bahan Tambahan Makanan
Geertruida Sihombing
Pusat Penelitian Penyakit Tidak Menular, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Departemen Kesehatan RI, Jakarta

PENDAHULUAN ditentukan meliputi kadar air, lemak, mineral dan hidrat arang
Makanan kecil umumnya terbuat dan bahan utama tepung by difference, serta energi yang dihasilkan.
yang berasal dari beras biasa atau beras ketan, gandum, ketela B) Penentuan mutu sampel ditinjau dan penggunaan Bahan
pohon, dan sagu. Sebagai bahan tambahan yang jumlahnya lebih Tambahan Makanan
sedikit dan bahan atau gunanya sebagai pelezat digunakan susu, Berbagai macam jajanan dibeli dan lima wilayah DKI Ja-
mentega, keju, telur, minyak, kelapa atau santan dan pemanis. karta Raya. Semua sampel disimpan di dalam lemari es sebelum
Untuk memperoleh produk yang baik sesuai dengan selera dan diperiksa. Untuk pemeriksaan, sampel dihaluskan di dalam
kebutuhan ditambahkan pula bahan tambahan kimiawi yang blender kemudian ditimbang kuantitatif sesuai masing-masing
jumlahnya relatif kecil dan terbatas. penentuan.
Pada umumnya pengolahan dilakukan dengan cara mem- 1) Bahan pewarna ditentukan secara kromatografis dan kolori
bakar di dalam tungku, menggoreng di dalam minyak goreng dan metris(2,3).
mengukus. Dapat dimaklumi bahwa, dengan menggunakan 2) Bahan pemanis ditentukan secana spektrofotometris(4,5,6).
bahan utama yang berbeda-beda serta cara mengolah yang ber- 3) Deteksi bahan pengawet natrium nitrit (NaNO2) dan natrium
beda akan menghasilkan produk yang mempunyai nilai gizi yang nitrat (NaNO3) dilakukan menurut metoda asam sulfanilik(1),
berbeda pula. natrium benzoat secara kromatografis(7,8).
Untuk mendapatkan gambaran tentang nilai gizi dan mutu
jajanan atau makanan kecil telah diperiksa berbagai macam HASIL
contoh yang bi asa disajikan masyarakat Jakarta pada acara-acara
A) Komposisi zat gizi
penyambutan tamu, arisan atau rapat-rapat di rumah tinggal, di
Hasil dari pemeriksaan dapat dilihat pada Tabel 1, 2.
kantor-kantor, dan di kampus. Hasil yang diperoleh dapat di-
Hasil pemeriksaan kadar proksimat dan semua macam
gunakan masyarakat luas untuk kepentingan mereka dalam me-
jajanan telah dilihat pada Tabel 1 (I, II, III, IV dan V). Untuk
nentukan pilihan mengenai jajanan mana yang cocok untuk di-
mendapatkan gambaran tentang komposisi proksimat dari bahan-
konsumsi sesuai dengan selera, kebutuhan dan waktu konsumsi.
bahan dasar yang umum digunakan dalam pembuatan jajanan
dicantumkan pula hasilnya dalam Tabel 2.
MATERI DAN METODA
Dari Tabel 1 dapat dilihat nilai-nilai berikut:
A) Penentuan komposisi zat gizi 1) Golongan Beras
Lima kelompok jajanan berdasarkan tepung yang diguna- Dari Tabel 1 I dapat dilihat bahwa nilai energi berkisar
kan masing-masing terdiri atas lebih dari 10 macam dibeli dari 5 antara 79 Kilokalori per 100 g pada cendol dan 239 Kilokalori
wilayah DKI Jakarta. Masing-masing contoh dihaluskan di dalam per 100 g pada kue apem. Namun, kadan protein terdapat paling
blender, diambil alikuot kemudian ditentukan komposisi zat rendah pada cendol yakni 0.3 per 100 g, dan paling tinggi di-
gizinya menurut metoda AOAC Komposisi zat gizi yang tunjukkan oleh serabi, 4.2%. Kadar lemak terdapat paling rendah

Disajikan pada Diskusi Sehari tentang Makanan Jajanan (Street Foods) di


Universitas Katolik Indonesia Jakarta :anggal 20 Oktober 1993.

20 Cermin Dunia Kedokteran No. 111, 1996


Tabel 1. Komposisi proksimat (Hidrat arang, Protein, Lemak, Air dan Mineral) dan berbagai macam Jajanan*
Energi Hidrat
per arang Protein Lemak Air Mineral
No. Nama Bahan-bahan (Ingredient)
100 g by diff.
(Kkal) g/100 g g/100 g g/100 g g/100 g g/100 g
I. Golongan beras
1 Bubur sumsum Tepung, kelapa, gula merah 106 16.2 3.4 3.1 77.1 0.2
2 Cendol Tepung, kelapa, gala merah 79 13.1 0.2 2.9 83.6 0.2
3 Kue apem Tepung, kelapa, gula merah 239 54.1 0.8 2.2 42.1 0.8
4 Kue mangkok Tepung, kelapa, ragi, gula 190 39.1 2.7 2.5 55.2 0.5
5 Kue lapis Tepung, kelapa, gula putih 120 22.9 2.2 2.1 72.1 0.4
6 Kue pisang Tepung, kelapa, pisang 116 22.4 2.2 0.5 74.2 0.7
7 Lontong isi Beras, kelapa, daging, wortel 80 15.4 3.2 0.7 80.0 0.7
8 Lontong polos Beras 142 33.4 1.4 0.3 62.3 0.3
9 Putu mayam pakai saus Tepung, kelapa, gula merah 85 13.4 3.1 2.1 81.2 0.2
10 Serabi Tepung beras, kelapa, gula merah 167 35.1 4.2 1.1 40.8 0.4
II. Golongan beras ketan
1 Bubur candel ketan Tepung, kelapa, gula merah, saus 110 19.7 2.7 2.3 74.4 0.9
2 Ketupat ketan Beras ketan, kelapa 127 19.9 3.0 3.9 73.1 0.1
3 Lepat bugis Tepung, kelapa, gula merah 126 25.1 3.8 1.1 69.3 0.7
4 Lemper Beras ketan, kelapa, daging, sayuran 236 41.3 7.8 4.4 44.9 1.6
5 Lupis Beras ketan, kelapa, gula merah 76 13.2 4.2 0.7 80.1 0.9
6 Nasi ketan merah kukus Ketan 226 52.1 1.8 1.2 44.3 0.6
7 Onde-onde Tepung, kelapa, gala merah 111 22.9 3.0 0.8 73.0 0.3
8 Tape ketan Beras ketan, ragi 137 31.5 2.8 0 65.6 0.1
9 Wajid Beras ketan, kelapa, gula merah 253 41.0 2.9 8.6 47.3 0.2
10 Winko babat Tepung, kelapa, gula putih, minyak 287 60.2 3.4 3.6 32.1 0.7
III. Golongan singkong
1 Awud awuk Tepung, kelapa, gula 125 28.3 0.9 0.9 30.0 0.1
2 Bike ambon Tepung tapioka, kelapa, telur, gula 352 52.9 2.1 14.7 29.6 0.8
3 Cando] Tepung, kelapa, gula merah 77 14.2 0.2 2.1 84.4 0.1
4 Combro Singkong, oncom, minyak 258 37.9 1.8 11.0 54.1 0.2
5 Getuk lindri Singkong, kelapa, gula merah 129 22.4 0.4 3.8 72.4 1.0
6 Ketimus Singkong, kelapa, gula merah 144 28.2 0.9 3.1 67.6 0.1
7 Kue cenil Tepung tapioka, kelapa, gula 125 24.7 1.1 2.9 70.1 1.2
8 Tiwul Singkong 293 67.1 3.1 0.9 28.5 1.1
9 Singkong goreng (kripik) Singkong, minyak 500 66.8 1.4 25.1 6.1 0.8
10 Singkong rebus Singkong 98 23.8 0.5 0.1 75.0 0.6
IV. Golongan gandum
1 Bolu kukus Tepung, telur, gula 282 62.5 4.1 1.7 31.4 0.3
2 Cake Tepung, margarine, telur, gula 377 68.1 4.1 9.8 16.8 1.2
3 Kroket Tepung, susu, daging 173 25.5 4.6 5.6 63.2 0.9
4 Kue bolo Tepung, mentega, telur, gula 323 70.8 3.8 2.7 22.1 0.6
5 Kue dadar Tepung, kelapa, gula merah, telur 177 35.6 2.9 2.5 28.4 0.6
6 Kue Ontbijt Tepung, telur, gula merah 306 71.8 2.1 1.2 24.2 0.71
7 Kue Soesijs Tepung, mentega, gula telur 267 27.2 4.1 15.4 51.9 0.6
8 Martabakmanis Tepung, mentega, gula, wijen 216 30.2 6.2 7.8 54.7 1.1
9 Resolles Tepung, susu, daging 207 28.6 5.3 7.9 56.5 1.7
10 Roti tawar Tepung, ragi 243 50.0 8.0 1.2 40.0 0.8
V. Lain-lain
1 Bami baso Bami, tetelan, baso, kuah 210 20.8 3.8 12.4 62.1 0.9
2 Bihun baso Bihun,tetelan, baso, kuah 209 21.5 4.1 11.8 61.8 0.8
3 Gado-gado Kangkung, labu siam, kentang, I80 39.7 1.2 1.8 56.2 1.1
kacang, gula
4 Lontong sayur Papaya muda, kelapa, cabe 167 36.5 1.1 1.8 60.1 0.5
5 Nasi rames telur Nasi, sayur, telur 169 35.6 2.9 1.7 59.0 0.8
6 Nasi rames daging Nasi, sayur, daging sapi 179 33.3 4.7 3.0 58.5 0.5
7 Nasi rames ayam Nasi, sayur, daging ayam 177 33.5 4.8 2.7 58.3 0.7
8 Nasi rames tempe Nasi, sayur, tempe 162 36.2 2.4 0.8 59.7 0.9
9 Pecel Kangkung, labu siam, toga, kacang 83 12.4 1.8 2.9 81.2 1.7
tanah, gula merah
10 Sambel goreng tempe Tempe, kacang tanah, minyak 299 47.9 12.8 11.2 27.2 0.9
goreng
11 Sayur tetelan Kacang panjang, tetelan, kelapa 169 14.0 6.3 9.8 69.2 0.7
12 Siomay Terigu, aci, udang, cabe 209 46.6 1.7 1.8 49.1 0.8
13 Tahu goreng, kuah Tahu, kelapa, cabe 150 22.7 5.3 4.2 67.2 0.7
14 Sayur kikil Kulit daging, buncis, cabe, kelapa 164 15.3 8.0 7.9 63.3 0.5
* Hasil rata-rata dan 3 kali penentuan.

Cermin Dunia Kedokteran No. 111, 1996 21


Tabel 2. Komposisi proksimat dan bahan bahan yang umum digunakan pada pembuatan
jajanan*
Energi
Hidrat
per Protein Lemak Air Mineral
No. Nama by diff.
100 g
(Kkal) g/100 g 8/104 g g/100 g g/100 g g/100 g
I. Bahan yang tidak
menghasilkan kalori
Agar-agar 2 0 0 0.1 17.8 0
II. Sumber hidrat arang
1 Beras biasa giling 402 54.6 12.6 14.8 10.8 7.2
2 Beras ketan putih 351 79.4 6.7 0.7 12.0 1.2
3 Gaplek 362 88.2 1.1 0.5 9.1 1.1
4 Gala Putih 376 94.0 0 0 5.5 0.5
5 Gala Jawa 316 76.0 3 0 10.0 1.0
6 Ketela pohon (singkong) 146 34.7 1.2 0.3 62.5 2.3
7 Pisang raja uli 163 38.3 2.0 0.2 59.0 0.5
8 Tapioka 352 86.9 0.5 0.3 12.0 1.1
9 Terigu 357 77.3 8.9 1.3 12.0 0.5
III. Sumber protein dan lemak
1 Daging ayam 95 0 18.2 2.5 77.9 1.4
2 Daging sapi sedang 201 0 18.8 14.0 66.0 1.2
3 Kacang tanah 388 30.4 37.4 13.0 14.0 5.1
4 Kacang kedele 382 30.1 30.2 15.6 20.0 4.1
5 Keju 326 13.1 22.8 20.3 38.5 5.3
6 Susu sapi segar 62 4.3 3.2 3.5 88.3 0.7
7 Susu skim 359 52.0 35.6 1.0 3.5 8.0
8 Telur ayam
- Kuning telur 355 0.7 16.3 31.9 49.4 1.7
- putih telur 46 0.8 10.8 0 87.8 0.6
9 Wijen 610 18.1 19.3 51.1 5.8 5.7
IV. Sumber minyak
1 Daging kelapa muda 68 14.0 1.0 0.9 83.3 0.8
2 Daging kelapa setengah tua 191 10.0 4.0 15.0 70.0 1.0
3 Margarin 733 0.4 0.6 81.0 15.5 2.5
4 Mentega 738 0.4 0.5 81.6 16.5 1.0
5 Minyak goreng (kelapa) 0 1.0 98 0 1.0
6 Santan murni 348 5.6 4.2 34.3 54.9 1.0
7 Santan encer 128 7.6 2.0 10.0 80.0 1.4

* . Hasil rata-rata dan 3 kali penentuan.

pada lontong polos, yang tidak diisi daging atau sayuran; paling an ketan ada yang tidak mengandung lemak (0) yakni tape ketan.
tinggi terlihat pada bubur sumsum berturut-turut antara 0.3 g per Kandungan lemak paling tinggi terdapat pada wajid, yakni se-
l00g dan 3.1 g per 100g. besar 8.6 g per 100 g.
Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa walaupun bahan- 3) Golongan Singkong
bahan yang digunakan sama macamnya, tetapi komposisi zat Pada golongan singkong nilai energi paling rendah ditun-
gizinya berbeda-beda. ini disebabkan oleh penggunaan air dan jukkan oleh cendol dan paling tinggi oleh singkong goreng.
bahan-bahan dasar lainnya berbeda-beda sehingga komposisi Kadar protein umumnya rendah berkisar antara 0.2 g per
zat gizi pada produk akhirpun berbeda-beda. 100 g pada cendol, dan paling tinggi pada tiwul sebesar 3.1 g per
2) Golongan Beras Ketan 100g.
Komposisi zat gizi darijajanan yang terbuat dari beras ketan Kadar lemak umumnya berfluktuasi. Bila jajanan tersebut
dapat dilihat pada Tabel 1 II. Nilai energi berkisar antara 76 digoreng maka kadar lemaknya tinggi. Kadar lemak paling ren-
Kilokalori per 100 g pada lupis dan 287 Kilokalori per 100 g pada dah terdapat pada singkong rebus 0.1 g per 100 g, paling tinggi
wingko babat. Bahan-bahan yang digunakan pada wajid dan ditunjukkan oleh singkong goreng, yakni 25.1 g per 100 g.
wingko babat hampir sama yakni beras ketan, kelapa, gulamerah 4) Golongan Gandum
atau gula putih. Namun, kadar hidrat arang wingko babat lebih Jajanan golongan gandum umumnya menunjukkan luaran
tinggi dibanding kadar hidrat arang wajid. Kemudian kadar air energi tinggi berkisar antara 173 Kilokalori per 100 g pada
wingko babat jauh lebih rendah (32.1 per 100 g) daripada kadar kroket, dan paling tinggi ditunjukkan oleh cake sebesar 277
air wajid (47.3 per 100 g). Kadar protein terlihat paling rendah Kilokalori per 100 g. Umumnya jajanan golongan gandum atau
pada bubur candel ketan yakni 2.7 g per 100 g, paling tinggi terigu dicampur dengan bahan-bahan dasar, telur yang kaya
ditunjukkan oleh lemper sebesar 7.8 g per 100g. karena ke dalam protein, margarine dan gula, sebagai penyebab jajanan ini ber-
lemper ditambahkan daging. Kadar lemak pada jajanan golong- kalori tinggi.

22 Cermin Dunia Kedokteran No. 111, 1996


Kadar protein juga umumnya tinggi berkisar antara 2.1 g per tepung ketan, dan tepung terigu; dengan sedikit variasi penamba-
100 g pada kue outbijt, dan 8.0 g per 100 g pada roti tawar. han bahan lainnya, sudah dapat meningkatkan mutu gizi dari
Kadar lemak umumnya tinggi, paling rendah ditunjukkan bahan dasar ini. Lain halnya dengan bahan dasar singkong; untuk
oleh roti tawar sebesar 1.2 g per 100 g, paling tinggi pada kue meningkatkan nilai zat gizinya harus ditambahkan sumber pro-
soesijs sebesar 15.4 g per 100g. tein dan minyak dalam jumlah agak besar. Dapat kita maklumi
5) Golongan lain-lain bahwa pada semua jajanan, komposisi zat gizinya secara umum
Pada golongan ini bahan dasarnya bermacam-macam se- tergantung pada komposisi bahan-bahan dasar, termasuk air dan
bagai terlihat pada Tabel 1 V bahan tersebut antara lain, mie, cara mengolahnya.
bihun berbagai macam tepung, tempe, tahu, tetelan daging, baso, Dengan penjelasan di atas, kita dapat memilih jajanan yang
udang, telur ayam, berbagai macam sayuran, kelapa, minyak cocok; misalnya, seseorang yang memiliki berat badan lebih
goreng dan gula beserta bumbu-bumbu dapur. Golongan ini hendaknya memilih jajanan sehari-harinya paling banyak dari
sebenarnya tidak sepenuhnya tergolong jajanan, karena dikon- kelompok singkong; bagi mereka yang memiliki berat badan
sumsi baik sebagai lauk pauk maupun sebagai jajanan. kurang usahakan menyukai jajanan kelompok terigu.
Nilai kalori paling rendah terlihat pada pecel yakni 83 Kilo-
B) Penggunaan Bahan Tambahan Makanan
kalori per 100 g, paling tinggi pada sambel goreng tempe sebesar
Dapat dilihat pada Tabel 3,4, 5a dan 5b.
299 Kilokalori per 100 g.
1) Penggunaan bahan pewarna yang diizinkan bahaya ditemu-
Kadar protein berkisar antara 1.1 g per 100 g pada lontong
kan sebesar 8.27% dan 133 sampel, sedangkan sisanya meng-
sayur dan 12.8 g per 100 g pada sambel goreng tempe.
gunakan pewarna non-pangan seperti metanil kuning, auramine
Kandungan lemak tidak merata, paling rendah ditunjukkan
O untuk warna kuning, rhodamine B untuk warna merahjambu,
oleh nasi rames tempe sebesar 0.8 g per 100 g, paling tinggi ter-
dan guinea green untuk warna hijau.
dapat pada mie baso sebesar 12.4 g per 100g.
2) Penggunaan leluasa bahan pemanis seperti sakarin dan
natrium siklamat didapatkan pada jajanan, gula-gula dan mi-
PEMBAHASAN
numan.
Komposisi zat gizi paling rendah terlihat pada kelompok
3) Pengawet yang diizinkan seperti nitrat dan nitrit, Natrium-
singkong dan paling tinggi pada keloinpok gandum.
benzoat ditemukan tinggi di dalam ikan olahan dan sirop. Kadar
Komposisi zat gizi golongan singkong sesudah diolah
nitrat rata-rata didapatkan 153 ppm di dalam ikan-cue, jauh di
umumnya tetap rendah karena pada umumnya bahan-bahan
atas jumlah yang diizinkan yakni 125 ppm. Kadar Natrium
dasarjajanan golongan singkong tidak bervariasi banyak hanya
benzoatdi dalam sirop rata-ratadidapatkan 1.812 mg/kg; padahal
berkisar antara gula, kelapa, oncom, minyak, dan sedikit telur
jumlah maksimum yang diperbolehkan adalah 1 g/kg.
misalnya pada bika ambon. Maka bila nilai gizi jajanan singkong
Bahan pengawet yang tidak diizinkan seperti boraks dan
ingin ditingkatkan, harus ditambahkan daging atau tempe, atau
formalin juga ditemukan berturut-turut di dalam baso dengan
keju ditambah mentega atau margarin.
kadar 0.04 sampai 1.39% dan formalin di dalam tahu sebesar 16.2
Lain halnya dengan golonganjajanan terigu. Bahan dasarnya
mg/kg.
telah memiliki komposisi zat gizi baik, divariasikan lagi dengan
telur, daging, keju dan mentega atau margarin. Maka, penamba- KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
hari bahan dasar yang kaya protein dan lemak kepada bahan dasar A) Dari hasil pemeriksaan laboratorium diketahui bahwa peng-
terigu, membuat jajanan golongan terigu bernilai gizi tinggi. gunaan bahan pewarna non-pangan, bahan pengawet yang tidak
Dengan demikian, jika kita ingin membuat jajanan dengan diizinkan telah digunakan oleh industri rumahan, pedagang ke-
komposisi zat gizi yang baik, bahan dasar dipilih tepung beras, liling.

Tabel 3. Bahan pewarna sintetis dalam jajanan, gula-gula dan sirop

BPS* BPS* non–pangan


Macam yang di– Methanil kuning Auramine 0 Rhodamine B Guinea green
No. n
makanan izinkan n . n . n . n .
n mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg
3
17 . 5 . 20 . 3 .
I. Jajanan 48 tdk**
20.1 – 89.9 25.4 – 67.2 45.2 – 62.4 24.9 – 64.9
tartrazin
4
24 . 8 . 23 . 5 .
II. Gula–gula 64 tdk**
60.9 –120.4 30.2 –119.3 38.2 – 67.4 30.2 – 59.4
amaranth
4
10 . 0 2 . 5 .
III. Sirop 21 tdk**
98.7 – 201.4 0 80.4 –180.2 68.3 – 160.2
erythrosin

BPS* : Bahan Pewarna Sintetis


tdk* : Tidak ditentukan secara kuantitatif

Cermin Dunia Kedokteran No. 111, 1996 23


Tabel 4. Kadar sakarin dan siklamat di dalam jajanan, Gula-gula dan bahan Makanan (BTM) secara leluasa akan mengaggu kese-
Sirop
hatan perlu ditanamkan, maka penyuluhan tentang penggunaan
Sakarin Siklamat sebagai Sakarosa
BTM yang benar dan tepat perlu dilaksanakan kepada seluruh
Macam produsen di seluruh pelosok tanah air secara terarah dan berke-
(garam Natrium) asam siklamat (g/kg)
makanan
No. (mg/kg) (mg/kg) sinambungan.
rata–rata rata–rata rata–rata D) Departemen terkait antara lain Departemen Kesehatan, De-
total n
kisaran kisaran kisaran
partemen Perindustrian, Departemen Perdagangan agar mem-
I. Jajanan (n = 20) (n = 18) (n = 9) perhatikan dan melibatkan diii dalam peredaran dan penggunaan
(n = 47) 99.2 . 352.1 . 200.1 . Bahan Tambahan Makanan sehingga baik produsen makanan
48.0 – 150.4 125.0 – 579.2 180.0 – 220.2 maupun konsumennya menggunakan BTM yang benar.
II. Gula–gula (n = 30) (n = 25) (n = 9)
(n = 64) 129.7 . 74.9 676.7 . UCAPAN TERIMA KASIH
110.2 – 149.1 62.5 – 87.2 589.1 – 764.2 Kepada Manherga dan Marice Sihombing dan Bambang Sutarto, saya
III. Minuman (n = 8) (n = 6) (n = 4) sampaikan penghargaan dan terima Jcasih sebesar-besarnya akis bantuan yang
(n = 18) 205.7 . 1177.6 . 56.9 . telah diberikan selama pelaksanaan penelitian ini.
189.1 – 222.3 1115.1–1240.2 51.4 – 62.4
KEPUSTAKAAN

Tabel 5a. Kadar Natrium benzoat dalam beberapa macam Gula-gula dan 1. Horwitz W. Official Methods of Analysis of the Association of Official
Sirop Agricultural Chemists, Twelfth Ed. Association of Official Agricultural
Chemists, Washington, D.C., 1975. p. 389.
Na – Benzoat 2. Lehmann OP. Rapid method for detection and identification of Synthetic
No. Macam makanan sebagai asam benzoat Water Soluble Colouring Matters in Foods and Drugs, AOAC 53: 1182.
(mg/g) 3. Schweppe H. Synthetic Colouring Materials in Thin Layer Chromato
graphy, Springer-Verlag Berlin-Heidelberg-New York 1969. p. 612.
I. Jajanan 0
4. Meike SL. Handbook of Analytical Chemistry, Ed. 12.
(n=48) n = 30 1202.1 .
5. Standar lndustri Indonesia. Penentuan sakarin di dalam makanan dan ml
950.1 – 1454.0
n = 18 numan, 1983.
6. Woodman AG. Food Analysis, Typical Methods and the Interpretation of
II.
0 Results, Mc. Graw-Hill Book Company, Inc. New York and London, 4th
Gula–gula n = 36
1030.1 . ed, 1941, p. 120–121.
(n=64)
n = 28 850.2 – 1210.0 7. Jacobs MB. The Chemical Analysis of Foods and Foods Products, Second
Ed. D. Van Nostrand Co. Inc. New York, 1951. p. 357–59.
III.
8. Keuringsdienst van Waaren. Voor het gebied Utrecht, Afd. laboratorium,
n = 13 0
1973.
Sirop 1812.5 .
n=5 9. Departemen Kesehatan RI, DirJen POM, Peraturan Menteri Kesehatan RI.
(n=18) 1722.7 – 1902.2
No. 722/MenKes/Per/IX/88, tentang Bahan Tambahan Makanan.
10. Oey Kani Nio. Daftar Analisa Bahan Makanan, Unit Penelitian Gizi
Diponegoro, Badan Penelitiandan Pengembangan Kesehatan, Dep.Kes Ri,
B) Pada waktu bersamaan, Peraturan Pemerintah tentang peng-
1987.
gunaan Bahan Tambahan Makanan yang baik dan benar belum 11. Sihombing G. An Exploratory Study on Three Synthetic Colouring Maters
sampai kepada mereka. Commonly Used as Food Colours in Jakarta. A thesis submitted inpartial
C) Pengertian dan kesadaran bahwa penggunaan Bahan Tam- fulfllments for the degree of Master of Science in Applied Nutrition,
1977–1978.

Tabel 5b. Kadar bahan pengawet dari 3 (tiga) kelompok bahan makanan sumber protein

Natrium
Boraks
benzoat
Nitrat Nitrit sebagai Formalin
No. Nama n sebagai asam
PPm PPm (113BO3) mg/kg
benzoat
g/100 g
mg/kg

I. Produk ikan :
– gabus asin 28 42.2 – 244.2 10.1 – 52.5 0 0 0
– cue gabus 36 124.6 –181.4 94.3 – 374.4 0 0 0
– terasi 48 242.4 – 902.1 92.6 – 761.0 0 0 0
II. Produk daging
– baso 46 44.3 – 189.4 38.4 – 87.4 0.04 – 1.39 0 0 – 18.9
– daging asap 22 44.6 – 289.3 6.4 – 82.3 0 0 0
III. Produk kedele
– tahu 34 7.9 – 16.4 2.8 – 4.1 0 0 15.1 – 17.2
– taoco 21 94.1 – 222.3. 27.1 – 198.2 0 0 0

24 Cermin Dunia Kedokteran No. 111, 1996


HASIL PENELITIAN

Mutu Jajanan Goreng Ditinjau dari


Minyak yang Diserap
Geertruida Sihombing, Marice Sihombing
Pusat Penelitian Penyakit Tidak Menular, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Departemen Kesehatan RI, Jakarta

ABSTRAK
Meningginya angka asam dan nilai peroksida merupakan salah satu parameter dari
mutun jajanan goreng, namun harus dipertegas oleh uji organoleptik. Untuk mengetahui
kedua parameter ini dilakukan pemeriksaan pada 61 macam sampel yang dibeli di Pusat
Perbelanjaan Jakarta. Nilai rata-rata angka asam (mg KOH menetralisir minyak dalam 1
g sampel) didapatkan paling tinggi pada kelompok kacang-kacangan yakni 15.02 ± 4.83
menyusul kelompok serealia sebesar 13.44 ± 3.63 kemudian umbi-umbian 12.40 ± 2.80
dan kelompok pisang 11.71 ± 6.92. Hasil rata-rata dan nilai peroksida paling tinggi
ditunjukkan oleh kelompok kacang-kacangan yaitu 64.70 ± 10.74 menyusul kelompok
serealia yaitu 49.41±8.70 kemudian kelompok umbi-umbian 40.50± 8.71 dan kelompok
pisang yaitu 29.66 ± 6.10.
Hasil angka asam dan nilai peroksida dan semua sampel yang diperiksa umumnya
diperoleh lebih tinggi bermakna (p <0.05) dibanding dengan angka asam dan nilai
peroksida minyak kelapa dan minyak kacang yang belum digunakan. Namun, dan 61
sampel, disimpulkan 51.3% yang bermutu rendah sesuai dengan uji organoleptik.

PENDAHULUAN hidrolisa-oksidasi yang mengakibatkan produk menjadi tengik.


Di Indonesia, banyak bahan makanan pertanian yang cocok Ketengikan adalah akibat terjadinya oksidasi perlahan-lahan
dibuat sebagai bahan olah jajanan. Jajanan yang daat disimpan namun spontan pada minyak tidak jenuh. Ketengikan dapat
lama, memiliki rasa enak dan disukai umum adalah kelompok mengakibatkan makanan tidak palatable, merusak zat-zat gizi di
yang digoreng. Sebagai bahan dasar adalah bahan serealia se- sekitarnya, bersifat toksik.
perti beras, gandum, jagung, umbi-umbian, pisang dan kacang- Pada jajanan olah termasuk jajanan goreng ditemukan ber-
kacangan. Jajanan-goreng umumnyadiproduksi di sekitar daerah bagai macam zat-zat peroksida berasal dari asam-asam lemak
tanam agar lebih ekonomis yang kemudian ditransportasikan ke tidak jenuh dan bahan dasan selama pengolahan(1). Secara umum
kota-kota besar. Dapat dimakiumi bahwa di Jakarta sebagai peroksidabersifattoksik yang tingkatnya tergantung pada struktur
ibukota Indonesia dapat diperoleh berbagai macam jajanan- asam lemaknya; interaksi dengan komponen lain di dalam
goreng berasal dari seluruh propinsi di Indonesia. makanan dapat meningkatkan sifat toksik peroksida atau mem-
Karena jarak yang relatif jauh antara Jakarta dengan propinsi batasi kesediaan hayati zat-zat gizi dalam makanan(2). Maka
maka ada kemungkinan jarak waktu antara pengolahan dan kon- ketengikan suatu produk jajanan adalah suatu petanda bahwa
sumsi cukup lama sehingga minyak di dalam jajanan mengalami minyak di dalam makanan sud terdeteriorasi, sehingga perlu

Dibacakan pada Munas dan Simposium PATELKI, Bandung 11–14 Januari


1996.

Cermin Dunia Kedokteran No. 111, 1996 25


waspada membeli dan mengkonsumsinya. MATERI DAN METODA
Sejalan dengan program Pemerintah tentang keamanan Sampel berupa jajanan-goreng dengan bahan dasar kacang-
makanan, makanan yang dikonsumsi harus bebas dari bahan kacangan, serealia, pisang dan umbi-umbian dibeli dari 5 wilayah
kimia berbahaya dan semua komponen makanan harus aman pusat perbelanjaan Jakarta. Semua sampel dibawa ke laborato-
untuk dikonsumsi maka kelompok jajanan yang sudah tengik rium dan disimpan di lemari es sebelum diperiksa. Secara umum
pun tidak boleh diedarkan untuk tujuan konsumsi manusia(3). setiap sampel dihaluskan di dalam grinder. Untuk pemeriksaan,
Untuk mengetahui kemungkinan menurunnya mutu jajanan- sampel yang representatif diambil menurut teknik quartering(6).
goreng, telah diperiksa beberapa macam jajanan-goreng dengan Penilaian angka asam dan nilai peroksida bahan yang di-
menggunakan angka asam dan nilai peroksida sebagai parame- periksa adalah minyak yang diserap oleh sampel; untuk maksud
ternya. ini minyak diekstraksi dengan dietileter menggunakan alat soxhlet
selama 3 jam. Selanjutnya, angka asam ditentukan secara vo-
LATAR BELAKANG DAN PERMASALAHAN lumetris menurut Jacobs dan Hart(6,7); nilai peroksida ditentukan
Berbagai macam jajanan-goreng tersedia di pasaran bebas secara jodometris menurut AOAC, Horwitz(8).
Jakarta berasal dari seluruh pelosok tanah air, seiring dengan Pemeriksaan organoleptik – dicicip dan di-bau oleh karya-
selera berbagai macam suku di Indonesia. Komoditi jajanan- wan setempat (12 orang). Rasa yang merangsang dan bau yang
goreng umumnya diproduksi di daerah tanam surplus sehingga asing akan mempertegas hasil angka asam dan nilai peroksida
diduga selang waktu antara produksi dan konsumsi cukup lama yang diperoleh.
sehingga ada kesempatan bagi jajanan-goreng untuk mengalami
hidrolisa-oksidasi yang berakibat penurunan mutu dengan pe-
tanda bau dan rasa kurang sedap. Bau dan rasa yang kurang sedap HASIL DAN BAHASAN
umumnya berasal dari minyak, dalam hal ini dan bahan-bahan Hasil pemeriksaan angka asam dan nilai peroksida dapat
dasar seperti kacang-kacangan, serealia, umbi-umbian, pisang dilihat pada Tabel 1. Nilai rata-rata angka asam paling tinggi
serta minyak penggoreng yang terserap. terlihat pada kelompok kacang-kacangan yakni 15.02 ± 4.83
Lemak atau minyak akan berubah selama penyimpanan dari menyusul kelompok serealia yaitu 13.44 ± 3.63 kemudian umbi-
menghasilkan rasa dan bau yang tidak menyenangkan dikenal umbian yaitu 12.40± 2.80 dan kelompok pisang yaitu 11.71 ±
dengan sebutan rancidity atau tengik. Ketengikan adalah akibat 6.92. Dibandingkan dengan minyak kelapa (Barco®) angka-
oksidasi dan udara dikenal dengan istilah oxidative rancidity angka ini sangat tinggi kanenapada minyak kelapa, nilai rata-rata
atau oleh mikroorganisma – ketonic rancidity. Secara rinci angka hanya 0.22 ± 0.01 dan pada minyak kacang 0.83 ± 0.01.
oxidative rancidity adalah akibat pemaparan pada panas dan Dari angka-angka ini diduga bahwa sampel yang diperiksa sudah
cahaya, kelembaban dan adanya logam tertentu dalam jumlah lama disimpan, mungkin di daerah produksi mungkin juga di
kecil (Cu, Ni, Fe). Diketahui bahwa oksigen yang diikat oleh pusat-pusat perbelanjaan.
lemak akan membentuk senyawa yang disebut peroksida. Pada
umumnya semakin besar derajat ketidakjenuhan, semakin tinggi Tabel 1. Angka asam, nilai peroksida dan uji ketengikan dan 61 macam
jajanan
nilai peroksida, semakin tinggi liability untuk mengalami hidro-
lisis dan oksidasi. Bila kadar peroksida mencapai derajat ter- Angka asam
Nilai Ketengikan
tentu, reaksi kimia yang kompleks terjadi dan menghasilkan per- peroksida (Uji organo-
mg KOH
No Bahan n meq per leptik dengan
tambahan molekul oksigen pada ikatan ganda dan asam lemak per 1 g
1000 g lidah)
yang tidakjenuh, dengan menghasilkan peroksida yang labil ke-
X ± SD X ± SD (% tengik)
mudian berisomerisasi atau terurai secara spontan atau bereaksi
1 Kacang-kacangan 22 15.02 ± 4.83 64.70 ± 10.74 65
dengan air menjadi produk-produk aldehida, keton yang mudah 2 Serealia 21 13.44 ± 3.63 49.41 ± 8.70 62
menguap atau asam bebas yang bermolekul lebih rendah. Ter- 3 Umbi-umbian 10 12.40 ± 2.80 40.50 ± 8.71 42
jadinya produk-produk ini dapat diukur sebagai angka asam dan 4 Pisang 8 11.71 ± 6.92 29.66 ± 6.10 36
nilai periksida(4,5). 5 Minyak kelapa 20 0.22 ± 0.01 13.30 ± 0.64 tt
Ketengikan suatu minyak biasanya bersamaan dengan me- 6 Minyak kacang 6 0.83 ± 0.01 15.86 ± 0.16 tt
ningkatnya pembentukan asam bebas; maka untuk mengetahui tt: tidak tengik
kondisi dan tingkat kelayakan suatu jenis minyak atau jajanan-
goreng untuk dikonsumsi biasanya dilakukan paling sedikit 3 Mengenai nilai peroksida dapat diutarakan bahwa angka-
(tiga) macam pemeriksaan yakni: angkanyapun sangat berbeda dari nilai peroksida minyak Barco®
1) Angka asam; didefinsikan sebagai jumlah miligram KOH (13.30 ± 0.64) dan minyak kacang tanah (15.86 ± 0.16) yang
yang digunakan untuk menetralisir asam bebas yang ada di dalam belum digunakan. Nilai rata-rata dan nilai peroksida paling
1 gram minyak. tinggi ditunjukkan oleh kelompok kacang-kacangan yaitu 64.70
2) Nilai peroksida; angka yang menunjukkan jumlah peroksida ± 10.74 menyusul kelompok serealia yaitu 49.41 ± 8.70 kemu-
yang berada di dalam minyak yang diekspresikan sebagai mili- dian kelompok umbi-umbian 40.50 ± 8.71 dan kelompok pisang
ekuivalen (mEq) per 1000 g minyak. yaitu 29.66 ± 6.10.
3) Uji organoleptik. Dibandingkan dengan minyak kelapa (Barco®) dan minyak

26 Cermin Dunia Kedokteran No. 111, 1996


kacang tanah yang belum digunakan, nilai rata-rata angka asam sebagai sumber lemak dan energi; 2) disukai masyarakat luas;
dan nilai peroksida dan ke-4 kelompok sampel disimpulkan 3) diproduksi bila bahan mentah berada dalam keadaan surplus;
lebih tinggi bermakna pada p < 0.05. 4) jajanan goreng yang diolah baik sesuai standar dapat diandal-
Angka peroksida dan angka asam yang tinggi merefleksikan kan sebagai komoditi ekspor yang akan meningkatkan devisa.
bahwa sampel telah mengalami keadaan tengik dan dipertegas
oleh pemeriksaan organoleptik. Didapatkan bahwa jajanan-goreng UCAPAN TERIMA KASIH
Kepada Risnawati Aminah, BSc dan Bambang Sutarto, saya sampaikan
yang diperiksa telah mengalami penurunan mutu sebesar 51.3%, penghargaan dan terima kasih sebesar-besarnya atas bantuan yang telah diberi-
mungkin karena penyimpanan yang terlalu lama. Penurunan kan selama pelaksanaan penelitian ini.
mutujajanan goreng dengan petanda tengik akan membuat vita-
min A dan vitamin E di dalam makanan yang dikonsumsi tidak
KEPUSTAKAAN
berfungsi maksimal, membatasi ketersediaan hayati berbagai
zat-zat gizi dan mungkin juga toksik(5). 1. Boyd EM. Toxicity of Pure Foods. CRC PRESS, Ohio 44128, 1977. hal. 103.
Maka disimpulkan bahwa jajanan-goreng bila disimpan ter- 2. Doyle, Ellin M et al. Food Safety. New York-Basel-Hongkong: Marcel
lalu lama akan meningkatkan angka asam dan nilai peroksida Dekker Inc. 1993. hal. 374.
yang tidak aman untuk dikonsumsi; sehingga jajanan goreng 3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 329/MEN.KES/
PER/XII/76 tentang Produksi dan Peredaran Makanan, 1976.
sebaiknya dikonsumsi sesegera mungkin. 4. Pearson D. The Chemical Analysis of Foods, 5th ed. London: Churchill Ltd.
Jajanan goreng yang kemungkinan besar tersimpan lama se- 1962. hal. 409.
belum dikonsumsi misalnya untuk diperdagangkan perlu meng- 5. Mahan LK, Arlin MT. Krause’s Food Nutrition & Diet Therapy. 8th ed.
gunakan antioksidan atau bahan pengawet yang tepat pada masa Philadelphia, London, Toronto, Montreal, Sydney, Tokyo: WB Saunders
Co. Harcourt Brace Jovanovich Inc. 1992. hal. 48..
pengolahan dengan mengacu pada referensi yang baku, misalnya 6. Jacobs MB. The Chemical Analysis of Foods and Food Products. 2nded. New
butylated hydroxyanisole (BHA) atau butylated hydroxytoluene York, London: D. van Nostrand Co. Inc. 1951. hal. 370, 385, 390–393.
(BHT). 7. Hart FL. Fisher. Modern Food Analysis. Berlin Heidelberg New York:
Selanjutnya disarankan agar dilakukan penelitian lanjutan Springer Verlag. 1971. hal. 292.
8. Horwitz W. Official Methods of Analysis of the Association of Official
dengan skala lebih besar mengenai efek toksik dan keamanan Analytical Chemists. Twelfthed. Association of Official Analytical Chemist.
jajanan-goreng mengingat komoditi ini 1) dapat diandalkan Washington DC 20044, 1975. hal. 490.

Cermin Dunia Kedokteran No. 111, 1996 27


2
HASIL PENELITIAN

Pengaruh Minuman Karbohidrat


Berelektrolit terhadap Performance
Olahraga Sepeda dalam Suasana Panas
dan Lembab
Gusbakti Rusip*, Rabindarjeet Singh**, Ang Boon Suen**
* Bagian Ilmu Faal, Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sumatera Utara, Medan, Indonesia
* * Bagian Ilmu Faal, Pusat Pengajian Sains Perubatan USM, Kelantan, Malaysia

ABSTRAK
Karbohidrat merupakan sumber bahan bakar untuk olahraga. Cadangan karbohidrat
di dalam badan terbatas; pemberian minuman karbohidrat akan memperlambat kelelah-
an.
Diteliti pengaruh pemberian minuman karbohidrat berelektrolit dan plasebo secara
berseri pada fungsi faal tubuh selama mengayuh sepeda dalam suasana panas dan lembab
tinggi. Sepuluh subjek sukarelawan diikutsertakan dalam penelitian ini. Selama pene-
lilian subjek mengayuh sepeda ergometer pada VO2max 66.7±1.7% sampai terjadi ke-
lelahan. Suhu kamar dipertahankan pada 31.1±0.1°C dan lembab relatif 91.2±0.9%.
Dilakukan pada tiga waktu yang berbeda dan subjek diberi minuman yang berbeda juga
baik minuman Plasebo (P), karbohidrat berelektrolit 6% (MC) maupun karbohidrat
berelektrolit 12% (HC) sebanyak 3 ml.kg/BB setiap 20 menit, dengan rasa dan warna
cairan yang sama secara doubleblind. Total waktu sampai kelelahan lebih panjang secara
signifikan bagi HC (84.7±6.9 menit; p <0.001) dan MC (75.3±3.5 menit; p <0.01) ber-
banding dengan P (66.2±2.2 menit). Pengaruh fungsi faal tubuh untuk ketiga minuman
terhadap denyut jantung, pengambilan oksigen maksimal (VO2max suhu rektal, suhu kulit
rata-rata adalah sama. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian minuman
karbohidrat berelektrolit (MC dan HC) dan plasebo menyebabkan peningkatan yang
sama terhadap pengaturan suhu dan respon fisiologis, tetapi total waktu olahraga sepeda
sehingga lelah meningkat secara bermakna dibandingkan dengan plasebo.

Kata kunci: Waktu performance, VO2max, suhu tubuh

PENDAHULUAN dan performance dalam olahraga. Pada tahun 1939 Christensen


Nutrisi terbukti secara bermakna mempengaruhi prestasi dan Hansen merupakan peneliti pertama yang menunjukkan
atlet. Nutrisi yang cukup baik kualitas maupun kuantitas men- adanya hubungan antara menu makanan berkarbohidrat tinggi
jelang, selama maupun setelah selesai berlatih maupun ber- dengan performance dalam olahraga submaksimal jangka
tanding akan memberi hasil maksimum pada performance panjang(2). Tigapuluh tahun kemudian Bergstrom & Hultman
(penampilan)(1). (1966) dengan melakukan teknik biopsi otot mendapati cadang-
Banyak penelitian yang dilakukan dan pendapat yang an glikogen otot meningkat dengan pemberian makanan ber-
mengemukakan hubungan antara nutrisi dengan latihan fisik karbohidrat tinggi(3).
Disampaikan dalam Seminar Ilmiah Nasional X Ikatan Ahli. Faal indonesia,
Semarang, 26–28 Okiober 1995

28 Cermin Dunia Kedokteran No. 111, 1996


Pemberian minuman yang mengandung karbohidrat ekspirasi melalui corong mulut diambil secara berterusan dan
selama olahraga dapat meningkatkan performance selama dianalisis oleh Metabolic Measurement Cart dan nilai diambil
olahraga jangka panjang. Beberapa peneliti mengemukakan setiap 4 menit, sebagai pengambilan VO2 submaksimal. Test ini
bahwa kapa- sitas ketahanan dapat ditingkatkan dengan dilakukan secara berterusan selama 16 menit. Tujuannya untuk
pemberian minuman berkarbohidrat selama olahraga menentukan hubungan di antara kadar pengambilan oksigen
sepeda(4,5,6,7) atau semasa ber- 1ari(8). dengan beban kerja submaksimal.
Perlu diperhatikan bahwa pemberian suplementasi karbo- b) Test beban kerja dengan pengambilan oksigen maksimal
hidrat sewaktu latihan, berdasarkan pada anggapan bahwa ca- Pada test ini subjek mengayuh sepeda pada kecepatan 60
dangan karbohidrat dalam badan terbatas dan hal ini merupakan rpm, pada tahap permulaan diberi beban 50 watt dan setiap dua
suatu faktor utama kelelahan sewaktu olahraga submaksimal menit beban ditingkatkan 30 watt sampai terjadi kekelahan.
berkepanjangan. Akan tetapi, penelitian Costil dan Fink (1974) Tujuannya untuk menentukan hubungan antara keperluan oksi-
menunjukkan bahwa kekurangan glikogen otot bukan merupa- gen dan beban kerja maksimal.
kan faktor utama yang menyebabkan ke1elahan di samping itu
Protokol penelitian
ada faktor lain yaitu dehidrasi dan peningkatan suhu badan yang
Puasa 10-12 jam sebelum diuji. Suhu rektal dan kulit (dada,
mungkin juga dapat berperan kelelahan semasa latihan yang ber-
lengan atas, paha dan betis) diukur dengan temperature probe.
kepanjangan(10).
Sebelum latihan pemanasan subjek diberi minuman 3 ml/kg BB.
Telah diketahui bahwa kelelahan semasa latihan berkepan-
Latihan pemanasan 5 menit pada VO2max 50%, segera sesudah pe-
jangan dapat diperlambat, dengan demikian kapasitas ketahanan
manasan beban kerja ditingkatkan VO2max 60% sampai terjadi
dapat ditingkatkan dengan penambahan cadangan karbohidrat
kelelahan. Kesepuluh subjek menjalankan percobaan tiga kali
sebelum latihan. Sedangkan latihan dalam cuaca panas dapat
dalam kondisi ruang yang lebih kurang sama (Tabel 1). Setiap
mempercepat kelelahan karena meningkatnya ketergantungan
subjek diberi jenis minuman yang berbeda baik Plasebo (P),
akan karbohidrat sebagai substrat(11). Dengan perkataan lain
karbohidrat 6% berelektrolit (MC) dan karbohidrat 12% ber-
pemberian suplementasi minuman berkarbohidrat selama olah-
elektrolit (HC) secara double blind dengan rasa dan warna yang
raga berkepanjangan, dapat mengembalikan kekurangan ca-
sama, sebanyak 3 ml/kg BB setiap 20 menit sampai akhir per-
dangan karbohidrat endogen dan kelelahan dapat diperlambat(12).
cobaan (kelelahan).
Peningkatan masukan cairan diperlukan untuk menghindari
dehidrasi. Hal ini dapat memperbaiki penampilan selama latihan Tabel 1. Suhu kering, basah dan lembab relatif diukur setiap 10 menit di
dalam laboratorium selama olahraga sepeda (rata-rata±SE)
berkepanjangan (prolonged exercise), terutama bila kehilangan
keringat yang berlebihan. Parameter Unit MC HC P
Suhu kering (°C) 31.0±0.0 31.1±0.1 31.1±0.1
TUJUAN Suhu basah (°C) 29.8±0.3 29.5±0.2 29.7±0.1
Penelitian ini dilakukan untuk meneliti pengaruh pemberian Lembab relatif (%) 91.3±0.9 01.2±1.1 91;0±0.8
minuman karbohidrat berelektrolit dan plasebo terhadap respons
faal tubuh dan performance olahraga dalam suasana panas dan Protokol penelitian olahraga sepeda
kelembaban tinggi.

BAHAN DAN CARA


1) Subjek
Sepuluh sukarelawan tertera laki-laki, umur 24.6±0.3 ta-
hun, berat badan 60.7±2.3 kg telah mengambil bagian dalam
penelitian ini. Dijalankan di Laboratorium Fisiologi Olahraga
Pusat Pengajian Sains Perubatan Universiti Sains Malaysia.
2) Peralatan
Sepeda ergometer (Lode NVL-77), Computer Metabolic
Measurement Cart (Sensor Medics 2900), Corong mulut ber-
bentuk "T" (Vacuned 2700 B), Monitor denyut jantung (Sport
tester PE 3000, Polar Finland), Temperature probe series 400
(Yellow Springs Instrument).
3) Test pengenalan NB : Res: Istirahat
Terdapat dua tahap: WP: Waktu pemanasan
a) Test beban kerja dengan pengambilan oksigen submaksimal Skema jarak percobaan/penelitian
Dalam test ini subjek mengayuh sepeda ergometer pada
kecepatan 60 rpm. Pada permulaan diberi beban kerja 50 watt
dan setiap 4 menit beban ditingkatkan 30 watt. Sampel udara

Cermin Dunia Kedokteran No. 111, 1996 29


Cara penelitian dalam bentuk rata-rata±SE.
• Setiap subjek dikehendaki menjalankan performance
HASIL DAN ANALISIS
mengayuh sepeda ergometer pada tiga waktu dalam keadaan
panas (31°C) dan lembab tinggi (91%). 1) Waktu performance olahraga sepeda
• Setiap subjek dibagi 3 kali percobaan : Nilai rata-rata (±SE) waktu performance olahraga sepeda
I) kepada 10 subjek diberikan minuman salah satu dari plasebo sampai kelelahan terhadap ketigajenis minuman masing-masing
(P), karbohidrat 6% berelektrolit (MC) dan karbohidrat 12% adalah 75.3±3.4 menit untuk MC, 84.7±6.9 menit untuk HC dan
berelektrolit (HC) (secara buta), sebanyak 3 ml/kgBBsetiap 20 66.2±2.2 menit untuk P. Dan ketiga percobaan ini menunjukkan
menit sampai kelelahan. terdapat perbedaan waktu P, MC, HC mempunyai masa yang
II) 2–3 minggu setelah percobaan I diberikan seperti minuman lebih lama bila berbandingkan dengan P.
percobaan I yaitu salah satu dan plasebo (P), karbohidrat 6% 2) Suasana suhu dan lembab relatif pada ruang penelitian
berelektrolit (MC) dan karbohidrat 12% berelektrolit(HC) (secara Nilai rata-rata (±SE) suhu kering dan basah serta lembab
buta), sebanyak 3 ml/kg BB setiap 20 menit sampai kelelahan. relatif terhadap ketiga kajian ini diperlihatkan pada Tabel 1.
III) Begitu juga untuk percobaan ketiga, 2–3 minggu setelah Suhu kering adalah sama pada ketiga percobaan ini (masing-
percobaan kedua diberikan yaitu salah satu dari plasebo (P), masing MC adalah 31.0±0.0°C, HC adalah 31.1±0.1°C, P adalah
karbohidrat 6% berelektrolit (MC) dan karbohidrat 12% ber- 31.1±0.1°C), begitu juga dengan suhu basah, tidak ada perbeda-
elektrolit (HC) (secara buta), sebanyak 3 ml/kg BB setiap 20 an di antaranya (masing-masing MC adalah 29.8±0.3°C, HC
menit sampai kelelahan. adalah 29.5±0.2°C, P adalah 29.7±0.1°C). Lembab relatif ma-
• Sewaktu percobaan dijalankan, subjek mengayuh sepeda sing-masing adalah 91.3±0.9% untuk MC, 91.2±1.1% untuk HC
ergometer pada beban kerja VO2max 60% dengan kecepatan di- dan 901.0±0.8% untuk P.
pertahankan pada 60 rpm sampai kelelahan (yaitu apabila subjek
tidak dapat mempertahankan kecepatan antara 30–60 rpm). Tabel 1. Suhu kering, basah dan lembab relatif diukur setiap 10 menit di
dalam laboratorium selama olahraga sepeda (rata.rata±SE)
• Sebelum penelitian dimulai semua subjek dilatih terlebih
dahulu selama 10 minggu, 4 kali seminggu, untuk menyesuaikan Parametrer Unit MC HC P
diri dengan mengayuh sepeda ergometer dengan kecepatan 60 Suhu kering (°C) 31.0±0.0 31.110,1 31.1±0.1
rpm dan beban diberi disesuaikan keupayaannya. Suhu basah (°C) 29.810.3 29.5±0.2 29.7±0.1
• Setiap subjek yang mengambil bagian dalam penelitian ini Lembab relatif (%) 91.310.9 91.2±1.1 91.0±0.8
dinasihatkan tidak melakukan olahraga berat selama tiga hari
sebelum percobaan dilakukan. 3) Suhu tubuh
• Untuk memastikan tahap fitness yang sama semasa perco- Tidak ada perbedaan pada suhu kulit rata di antara
baan, subjek dianjurkan untuk mempertahankan latihan (antara kelompok MC, HC dan P walaupun nilai suhu meningkat se-
waktu 2–3 minggu sebelum percobaan berikutnya. waktu olahraga. Demikian juga suhu rektal tidak menunjukkan
perbedaan yang signifikan di antara ketiga percobaan ini; walau
Analisis statistik bagaimanapun terdapat perbedaan suhu, bagi MC nilai mening-
Perubahan respon faal tubuh dan waktu performance olah- kat dan 36.9°C pada permulaan olahraga ke tahap 39.4°C pada
raga bersepeda terhadap ketigajenis minuman, dianalisis dengan akhir percobaan, nilai meningkat dan 37.1°C pada permulaan
analysis of variance (ANOVA) dan ujian-t (Student’s t-test). Uji olahraga ke tahap 39.3°C pada akhir ujian bagi HC, dan bagi P
statistik dijalankan dengan menggunakan program komputer dan 37.1°C pada permulaan olahraga ke tahap 39.4°C pada
Statistical Package for Social Sciences (SPSS). Pada tahap akhir pencobaan (Tabel 2).
probabiliti kurang dan 0.05 (p <0,05) dianggap mempunyai
* Suhu kulit rata-rata dan formula Ramanathan, 1964
perbedaan yang signifikan secara statistik. Data yang diperoleh Tsk = 0.3 (T. dada + T. biceps) + 0.2 (7’. paha + T betis)

Tabel 2. Perubahan suhu tubuh selama olahraga sepeda


Waktu (menit)
Parameter Minuman
Istirahat wp 10 20 30 40 50 60 akhir
Suhu rektal (°C) MC 36.9 36.9 37.1 37.5 37.8 38.3 38.5 38.9 39.4
10.1 10.1 10.1 10.1 ±0.1 10.1 ±0.1 10.2 10.2
HC 37.1 37.1 37.4 37.7 38.1 38.5 38.8 39.1 39.3
10.1 ±0.1 ±0.1 10.1 ±0.1 10.1 ±0.1 10.1 10.2
P 37.1 37.1 37.3 37.7 38.1 38.4 38.8 39.2 39.4
±0.1 ±0.1 ±0.1 ±0.1 ±0.1 ±0.1 ±0.1 10.2 ±0.2
Suhu kulit (°C) MC 33.5 33.6 34.7 35.2 35.4 35.7 35.8 36.0 36.1
10.2 10.2 ±0.2 10.2 10.2 10.2 10.3 10.3 10.2
HC 33.2 33.5 34.6 35.1 35.2 35.3 35.5 35.4 35.8
10.2 10.2 10.2 ±0.2 10.2 ±0.2 10.2 10.2 10.3
P 33.5 33.9 34.9 35.3 35.5 35.7 35.9 35.7 36.1 Keterangan:
±0.1 ±0.2 ±0.2 ±0.2 ±0.2 10.3 10.3 10.2 10.3 wp = waktu pemanasan

30 Cermin Dunia Kedokteran No. 111, 1996


4) Pengambilan oksigen
Peningkatan VO2 subjek sewaktu olahraga sepeda terhadap
ketiga minuman dapat dilihat pada Gambar 1. Peningkatan
VO2 ini di sebabkan oleh penambahan pemakaian oksigen se-
waktu âktivitas secara kontinu dan juga didapati peningkatan
keperluan dengan penambahan intensitas olahraga. Akan tetapi,
pengambilan oksigen didapati tidak berbeda secara signifikan
terhadap ketiga percobaan. Rata-rata VO2 bagi MC adalah
31.1±1.8 ini/kg/menit, bagi HC adalah 30.9±1.5 ml/kg/menit dan
bagi P adalah 30.6±1.7 ml/kg/menit.

Gambar 2. Respon denyut jantung selama berolahraga (rata-rata±SAE)

pengaruhi oleh volume dan kepekatan minuman(5).

Performance olahraga
• Hasil akhir penelitian ini menunjukkan bahwa minuman
karbohidrat berelektrolit (MC dan HC) dapat meningkatkan.
performance olahraga sepeda dalam suasana panas dan lembab
tinggi berbanding dengan plasebo. Kedua minuman karbohidrat
meningkatkan performance olahraga sepeda, tetapi total waktu
bagi HC secara signifikan lebih panjang dan MC (p <0.05; 11%).
Gambar 1. Kadar pengambilan oksigen selama berolahraga (rata-rata±SE) Bila berbanding dengan P. waktu olahraga sepeda lebih panjang
5) Respon denyut jantung bagi HC (22%) dan MC (12%). Intensitas seperti yang ditunjuk
Respon denyut jantung terhadap ketiga percobaan ini di- oleh kadar pengambilan oksigen setiap kilogram berat badan
tunjukkan pada Gambar 2. Tidak ada perbedaan yang signifikan bahwa (VO2) adalah sama untuk ketiga percobaan (Gambar 1).
bagi ketiga percobaan semasa olahraga. Denyutjantung rata-rata Kadar pengambilan oksigen meningkat pada permulaan ber-
pada waktu kelelahan masing-masing adalah 174.9±4.1 denyut/ olahraga dan keadaan istirahat dan sesudah Itu menetap pada
menit, 174.8±3.5 denyutlmenit, 174.1±3.3 denyutlmenit ter- intensitas yang tetap. Peningkatan pengambilan oksigen pada
hadap minuman MC, HC dan P. permulaan olahraga menunjukkan penambahan pemakaian oksi
gen sewaktu olahraga. Hasil seperti ini juga didapati dalam be-
PEMBAHASAN berapa peneliti terdahulu yang menunjukkan bahwa pemberian
Cadangan glikogen otot sangat terbatas, dan ini akan habis suplemen karbohidrat sewaktu olahraga berterusan dapat mem-
terpakai pada waktu olahraga berkepanjangañ. Kekurangan perbaiki performance oLahraga(4,12,17,18). Dalam penelitian ini,
glikogen otot berhubungan kelelahan. Olehkarena itu suplemen volume yang diambil oleh setiap subjek rata-rata karbohidrat
bahan bakar eksogen seperti karbohidrat dapat meningkatkan yang diberi adalah 32.4±1.2 g.karbohidrát.jam-1 bagi MC,
performance sewaktu berolahraga. Penelitian ini meneliti penga- sedangkan untuk HC adalah 63.6±2.4 g.karbohidrat.jam-1, di-
ruh minuman karbohidrat berelektrolit terhadap performance bandingkan dengan penelitian olahraga sepeda yang pernah di-
olahraga. Tiga jenis minuman dipakai dalam kajian ini yaitu mi- laporkan bahwa jumlah pemberian karbohidrat yang dapat
numan tanpa karbohidrat (plasebo), 6% karbohidrat berelektrolit memperbaiki kapasitas ketahanan adalah antara 22 hingga 111
dan 12% karbohidrat berelektrolit. g. jam-1(5,7,15,19,20), jumlah karbohidrat yang diberikan pada pene-
Dalam kajian ini pemberian minuman karbohidrat ber- litian ini di antara nilai-nilai pernyataan di atas.
elektrolit dan plasebo pada setiap subjek sebanyak 3 ml kg/BB Pengaruh karbohidrat terhadap performance olahraga ber-
setiap 20 menit, ini berdasarkan kepada beberapa penelitian gantung kepada kepekatan .karbohidrat dalam minuman;
yang telah perlnah dijalankan(13,14,15,16).Jumlah volume minuman Maughan, dkk. (1989) telah melaporkan bahwa waktu olahraga
lebih penting karena pengosongan saluran pencernaan juga di- sepeda sampai lelah dapat diperbaiki sebanyak 29% (90.8±12.4

Cermin Dunia Kedokteran No. 111, 1996 31


menit vs 70.2±8.3 menit) bila subjek diberi minuman ber- 1983; 341: 66–9.
7. Fielding RA, Costill DL, Fink WJ, King DS, Hargreaves M, Kovaleski JE.
karbohidrat-elektrolit (4%) dibandingkan dengan pemberian Effect of carbohydrate feeding frequencies and dosage on muscle glycogen
minuman tanpa karbohidrat, sedangkan subjek yang diberi use during exercise. Med. Sci. Sports Exerc. 1985; 17(4): 472–76.
minuman berkarbohidrat-elektrolit pekat (36%) tidak menun- 8. Sasaki H, Takaoka I, Ishiko T. Efects of sucrose and caffeine ingestion on
jukkan peningkatan kapasitas ketahanan. Hal ini menunjukkan running performance and biochemical responses to endurance running. hit.
J. Sport Med. 1987; 8(3): 201–07.
bahwa minuman terlalu kaya karbohidrat tidak berfaedah dan 9. Costill DL, Fink WJ. Plasma volume changes following exercise and
dapat mengganggu performance olahraga, mungkin disebabkan thermal dehydration. J. Appl. Physiol. 1974; 37(5): 52 1–25.
pengaruh pengosongan pencernaan(20). 10. Maughan RJ. Noakes TD. Fluid replacement and exercise stress: A brief
review of studies on fluid replacement and some guidelines for the athlete.
Perubahan suhu tubuh Sport. Med. 1991; 12(1): 16–31.
Suhu juga dinyatakan sebagai salah satu faktor yang dapat 11. Fink WJ, Costill DL, Van Handel PJ. Leg muscle metabolism during
mempengaruhi kelelahan(11,21,22). Dalam penelitian ini suhu tubuh exercise in the heat and cold. Eur. J. AppI. Physiol. 1975; 34(3): 183–90.
12. Coggan AR, Coyle EF. Reversal of fatigue during prolonged exercise by
meningkat pada ketiga percobaan, akan tetapi ketiga minuman carbohydrate infusion oringestion. J. AppI. Physiol. 1987; 63(6): 2388–95.
tidak menunjukkan perbedaan di dalam kadar dan tahap pe- 13. Davis JM, Burgess WA, Slentz CA, Bartoli WP, Pate RR. Effects of
ningkatan suhu tubuh. ini disokong oleh beberapa penelitian ingestion 6% and 12% glucose-electrolyte beverages during prolonged
terdahulu yang mendapati tiada gangguan pengaturan suhu intermittent cycling in the heat. Eur. J. Appi. Physiol. 1988; 57(5): 563–69.
14. Flynn MG, Costill DL, Hawley JA, Fink WJ, Neufer PD, Fielding RA,
sewaktu berolahraga dalam suasana panas(16,23,24,25,26). Murray, Sleeper MD. Influence of selected carbohydrate drinks on cycling per
dkk. (1989), menunjukkan bahwa subjek dengan olahraga sepeda formance and glycogen use. Med. Sci. Sports. Exerc. 1987; 19(1): 37–40.
selama 1.5 jam berselang-seling pada VO2max 65% dalam suasana 15. Wright DA, Sherman WM, Dernbach AR. Carbohydrate feedings before,
33.4°C juga dapat meempertahankan pengaturan suhu. Pada during, orin combination improve cycling endurance performance. J. Appl.
Physiol. 1991;71(3): 1082–88.
penelitian ini subjek diberi air atau minuman sukrosa pada ke- 16. Murray R, Paul OL, Seifert JG, Eddy DE, Halaby GA. The effects of
pekatan 6.0%, 8.0%, 10% sebanyak 2.5 ml/kg/BB setiap 20 glucose, fructose, and sucrose ingestion during exercise. Med. Sci. Sport
Menit(16). Exerc. 1989; 21(3): 275–82.
17. Bjorkman 0, Sahlin K, Hagenfeldt L, Wahren J. Influence of glucose and
fructose ingestion on the capacity for long-term exercise in well trained
KESIMPULAN men. Clin. Physiol. 1984; 4(6): 483–94.
Pemberian suplementasi karbohidrat-berelektrolit dan 18. Davis JM, Lamb DR, Pate RR, Slentz CA, Burgess WA, Bartoli WP.
Plasebo (non-KH): menghasilkan respon fisiologis (suhu tubuh, Carbohydrate-electrolyte drinks: effects on endurance cycling in the heat.
denyut jantung, dan VO2) yang sama selama olahraga sepeda Am. J. Clin. Nutr. 1988; 48(4): 1023–30.
19. Maughan Ri, Fenn CE, LeiperJB. Effects of fluid, electrolyte and substrate
dengan beban kerja sederhana dan tetap dalam suasana panas dan ingestion on endurance capacity. Eur. J. Appl. Physiol. 1989; 58)5):
lembab tinggi, dibandingkan dengan minuman plasebo suple- 481–86.
mentasi karbohidrat-berelektrolit memang dapat memperlambat 20. Murray R, Eddy DE, Murray TW, Seifert JO, Paul GL, Halaby GA. The
waktu kelelahan akan tetapi tidak mencegah proses kelelahan. effect of fluid and carbohydrate feedings during intermittent cycling
exercise. Med. Sci. Sports Exerc. 1987; 19(6): 597–604.
21. MacDougall JD, Reddan WG, Layton CR, Dempsey IA. Effects of meta-
KEPUSTAKAAN bolic hyperthermia on performance during heavy prolonged exercise. J.
AppI. Physiol. 1974; 36(5): 538–44.
1. Singh R. Makanan dan cecair untuk mengoptimumkan prestasi. Bulletin 22. Yaspelkis III BB, Scroop GC, Wilmore KM, Ivy IL. Carbohydrate metabo-
persatuan sains sukanK 1995; 1(4): 3–4. lism during exercise in hot and thermoneutral environments. lnt. J. Sports
2. Christensen EH, Hansen 0. Arbeitsfahigkeit undemahrung. Scand. Arch. Med. 1993; 14(1): 13–9.
Physiol. 1939; 81: 160–71. 23. Candas V, Libert JP, Brandenberger G, Sagot CA, Kahn JM. Hydration
3. Bergstrom J, Huitman E. Muscle glycogen synthesis after exercise; an during exercise: effects on thermal and cardiovascular adjustments. Eur. J.
enhancing factor localized to the muscle cells in man. Nature, 1966; Appl. Physiol. 1986; 55(2): 113–22.
210(33): 309–10. 24. Carter JE, Gisolfi CV. FlUid replacement during and after exercise in the
4. Coyle EF, Hagberg JM, Hurley BF, Marton WH, Ehsani AA, Lolloszy JO. heat Med. Sci. Sports Exerc. 1989; 21(5): 532–39.
Carbohydrate feeding during prolonged sternous exercise can delay fa- 25. Owen MD, Kregel KC, Wall PT, Gisolfi CV. Effects of ingestion carbo-
tigue. J. Appl. Physiol. 1983; 55(1): 230–35. hydrate beverages during exercise in the heat. Med. Sci. Sports Exerc. 1986;
5. Coyl EF, Coggan AR, Hemmert ML Ivy JL. Muscle glycogen utilization 18(5): 568–75.
during prolonged stemuous exercise when fed carbohydrate. J. Appl. 26. Yaspelkis III BB, Ivy JL. Effect of carbohydrate supplements and water on
Physiol. 1986; 61(1): 165–72. exercise metabolism in the heat. J. AppI. Physiol. 1991; 7 1(2): 680–87.
6. Fenn CE, LeiperJB, Light IM, Maughan RJ. Effects of oral administration 27. Ramanathan NL. A new weighing system for men surface temperature of
of fluid, electrolytes and substrate on endurance capacity in man. J. Physiol. the human body. J. Apppl. Physiol. 1964; 19(3): 531–33.

32 Cermin Dunia Kedokteran No. 111, 1996


HASIL PENELITIAN

Penggunaan VitaRiM sebagai Software


dalam Menentukan Prevalens
Xerophthalmia di Satu Daerah
Sarjaini Jamal • Berllan T. Siagaan
Pusat Penelitian dan Pengembangan Farmasi, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Departemen Kesehatan RI, Jakarta

ABSTRAK

Selama ini upaya pemantauan prevalensi xerophthalmia memerlukan tenaga,


biaya dan waktu yang tidak sedikit karena harus dilakukan melalui survai serta
pemeriksaan klinik dan analisis laboratorium atas sampel darah yang cukup besar.
Untuk mengatasinya perlu dicari metoda dengan konsep yang cukup handal, lebih
sederhana dan lebih murah.
Untuk tujuan tersebut telah disusun VitARIM sebagai software yang dapat
digunakan untuk mengukur prevalensi xerophthalmia. Metoda tersebut telah diuji
coba di tujuh kabupaten pada tahun 1989 melalui kerjasama Direktorat Bina Gizi
Masyarakat Dep. Kes. RI dan Helen Keller International. Ternyata setelah dilaku-
kan penyelesaian-penyelesaian adjustment metode tersebut dinilai dapat menghitung
prevalensi xerophthalmia di suatu daerah dengan hasil yang tidak jauh berbeda
dengan data yang diperoleh melalui metode konvensional. Walaupun demikian
penggunaannya untuk populasi yang lebih besar masih memerlukan ujicoba yang
lebih luas.

PENDAHULUAN si anak tidak merasa perlu mencari pengobatan sampai ke-


Berbagai pertimbangan dalam menentukan prioritas pro- adaan penyakit sudah semakin parah; padahal dampak de-
gram pencegahan dan pemberantasan penyakit menurut SKN fisiensi Vitamin A adalah sistemik. Sejak tahun 1972 ber- bagai
antara lain adalah: Menyerang ibu, anak-anak dan angkatan program telah dijalankan untuk memberantas penyakit ini,
kerja serta adanya metode atau teknologi yang efektif untuk namun sampai sekarang masih saja menggemgoti ber- juta-juta
mengatasinya(1). anak balita di Indonesia dan di negara-negara se- dang
Penyakit dengan kiasifikasi tersebut di antaranya adalah berkembang lainnya. ini menunjukkan bahwa preva- lensi
xerophthalmia. Penyakit ini terjadi sebagai akibat adanya xerophthalmia yang diketahui hanya berupa pucuk gunung es
defisiensi Vitamin A yang khronik, Penderita xerophthalmia (iceberg) prevalensi definisiensi Vitamin A yang walaupun
umumnya anak-anak, masih banyak ditemukan secara sporadis kecil kelthatannya tetapi sebenamya masalah yang ada di
di beberapa daerah di Indonesia. Ada 19 propinsi yang masyarakat jauh lebih besar. Sulitnya menemukan kasus dan
masih dianggap rawan terhadap defisiensi Vitamin A, di menegakkan diagnosis dalam rangka menentukan prevalensi
antaranya DI Aceh, Sumatera Barat dan Nusa Tenggara xerophthalmia merupakan salah satu kendala dalam merancang
Barat(2). suatu survai dan program pemberantasan yang efisien dan
Karena tidak merasakan keluhan fisik kecuali gangguan efektif.
penglihatan (rabun senja) yang terjadi pada awalnya (biasa- Dalam tulisan ini dibicarakan beberapa masalah dalam
nya juga tidak segera diketahui), sipenderita atau orang tua mengukuran prevalensi defisiensi Vit.A dan penggunaan Vi-

Cermin Dunia Kedokteran No. 111, 1996 33


tARIM sebagai salah satu altematif pengukuran yang handal. Peta ini masih mempunyai kelemahan-kelemahan baik
tentang kesahihan yang masih dipertanyakan maupun ten- tang
PETA PREVALENSI XEROPHTHALMIA DI INDO- keterperinciannya. Di samping itu data tersebut mungkin sudah
NESIA tidak sesuai lagi dengan keathan yang ada sekarang di
Pada tahun 1990, Badan Litbang Kesehatan telah me- lapangan. Peta dibuat terlalu kasar karena tidak merinci sampai
nyusun peta masalah kesehatan per propinsi di Indonesia, ke tingkat kabupaten. Untuk memperoleh data yang up to date
termasuk peta prevalensi xerophthalmia Gambar 1(2). peta ini dan lebih rinci diperlukan suatu survai di tiap daerah minimal
dibuat berdasarkan data yang diperoleh dan Dit. Jen Binkes- tingkat kabupaten.
mas Dep. Kesehatan RI. Angka-angka yang ada menggambar-
kan prevalensi xerophthalmia perseribu penduduk hasil survai PROGRAM PEMBERANTASAN DEFISIENSI VIT.A
1971 dan Survai ulang pada tahun 1983-1988. Ada tiga yang sudah disepakati, yaitu : Program Komu-
Survai tahun 1973 dilakukan di 22 propinsi dengan me- nikasi Informasi dan Edukasi (KIE) masyarakat, program
neliti 31.566 orang anak balita. Sedangkan survai ulang di 5 Distribusi kapsul Vit A dosis tinggi dan program Fortifikasi
propinsi dilakukan atas 34.873 anak balita antara lain di- bahan makanan dengan Vit.A.
lakukan di NTB (1983), Jawa Tengah (1984), Jawa Barat dan Fortifikasi bahan-bahan makanan dengan Vit.A telah di-
Sulawesi Tengah (1985). lakukan di beberapa negara Seperti Thailand dan Filipina de-
Tidak dijelaskan berapa batas prevalensi xerophthalmia ngan hasil yang memuaskan(3). Sedangkan di Indonesia
untuk dapat dikatakan suatu propinsi rawan dan tidak rawan. program ini juga sudah diuji coba dengan hasil cukup me-
Sebagai patokan WHO (1981) telah menetapkan index resiko madai(4).
defisiensi Vit.A. Daerah dengan prevalensi sama atau lebih Distribusi kapsul Vit.A juga telah dilakukan di beberapa
besar dari 0,5% diklasifikasikan sebagai berisiko tinggi. daerah di Indonesia bekerja sama dengan Badan-bathn Inter-
Sedangkan yang kurang dari 0,5 % diklasifikasikan sebagai nasional. Beberapa masalah yang ditemukan di lapangan
berisiko rendah. adalah sulitnya mencari kasus, petugas lapangan yang ku-

PREVALENSI XEROFTALMIA PER PROPINSI


TAHUN 1973 - 1986

Gambar 1. Peta xerophthalmia per propinsi


Xerophthalmia adalah penyakit yang diderita karena kekurangan vita- pada tahun 1973 dilakukan di 22 propinsi terhadap 31.566 anak balita.
min A. Menurut kriteria WHO tentang batas kerawanan kurang vitamin A, Survei ulangan dilakukan di 5 propinsi terhadap 34.873 anak balita; yaitu di
adalah jika pada suatu daerah ditemukan angka Bitot spots (XIB)>2% atau propinsi Aceh dan NTB pada tahun 1983, di propinsi Jawa Tengah pada
Corneal xerosis (X2/X3)>0,01% atau Scars (XS)>O,l%. Angka-angka pada tahun 1984, dan di propinsi Jawa Barat dan Sulawesi Tengah pada tahun
peta ini menggambarkan prevalensi xerophthalmia perseribu penduduk 1985.
hasil survei dasar tahun 1971 dan survei ulang tahun 1983-1988. Survei dasar

34 Cermin Dunia Kedokteran No. 111, 1996


rang memadai (baik jumlah maupun kualitasnya), sulitnya alasan kuat yang dapat meyakinkan dan diterima.
melakukan kontrol dan evaluasi serta biaya yang lebih besar. Hambatan juga akan diambil pengelolaan spesimen dan
Masing-masing program mempunyai ciri yang berlainan. transportasi dan lokasi survai ke laboratorium pemeriksaan.
Misalnya program fortifikasi bahan makanan hanya cocok Dalam pengadaan peralatan tidak kurang pula diperlukan
diterapkan di daerah dengan defisiensi Vit.A tersebar lebih luas HPLC dengan teknisi yang berpengalaman serta reagensia yang
dan sesuai dengan daerah pemasaran bahan makanan yang khusus.
difortifikasi tersebut. Jika diterapkan di daerah dimana hanya Agar diperoleli hasil yang terpercaya sampel thrah harus
satu dan empat kabupaten yang merupakan daerah risiko tinggi tibadi Iaboratoriu tepat waktu. Bila tidak, spesimen darah
defisiensi Vit.A, program tersebut akan menjadi program tersebut akan rusak dan proses pengambilan darah harus di
dengan “biaya sosial tinggi”. ulang dan awal.
Sulitnya mengetahui prevalensi xerophthalmia secara rinci
perkembangan, merupakan salah satu hambatan dalam ALTERNATIF PENGUKURAN DEFISIENSI VIT.A
menentukan dan memilih intervensi yang akan digunakan. Berdasarkan kendala yang telah disebutkan, dapat di-
Efisiensi program banyak ditentukan oleh ketepatan memilih pahami bahwa metoda pemeriksaan secara langsung ini
intervensi atau teknologi yang akan dipakai dalam program. memerlukan biaya mahal, rumit, memerlukan tenaga khusus
dan dukungan biaya managemen logistik yang mantap. Oleh
MASALAH DALAM MENGRITUNG PREVALENSI karena itu haruslah dicarikan -suatu metoda lain yang lebih
XEROPHTHALMIA DI LAPANGAN. cepat, di samping sahih (reliable), terpecaya (valid) dan re-
Diakui bahwa cara terbaik untuk mengukur angka pre- latip murah.
valensi defisiensi Vit.A adalah melalui metoda langsung. Pada Alternatif pengukuran defisiensi Vit.A selain metoda
metoda langsung, kesimpulan yang diambil berdasarkan hasil pengukuran langsung adalah metoda pengukuran tidak lang-
pemeriksaan klinis anak dikombinasikan dengan hasil sung. Dengan menggunakan pninsip-prinsip antropometri,
pemeriksaan laboratorium kadar Vit.A dalam serum darah serta melalui pemanfaätan data surva;defisiensi Vit.A yang dilaku-
dilengkapai dengan pengamatan respon penderita ter- sangka kan pada tahun-tahun terdahulu diperoleh suatu model di
xerophthalmia terhadap pengobatan dengan Vit.A. Apabila mana variable-variable sosio ekonomik, demografi, epidemio-
ketiga tanda tersebut positif, maka diagnosa keku- rangan VitA logi dan status gizi dominan. Vaniabel-variabel tersebut mem-
pada seorang anak dapat ditegakkan. punyai pengaruh yang cukup besar dalam tingkat defisiensi
Lepas dan ketepatan, validitas dan reliabilitasnya, metoda Vit.A pada seorang anak balita dalam suatu keluarga di
langsung sangatlah mahal, memenlukan waktu survai yang suatu daerah(5). Berdasarkan di antaranya adalah : Tingkat
lama. Di samping itu survai memerlukan organisasi pen- pendidikan kepala rumah tangga, rakyat menderita diare se-
dukung yang baik dan kuat. Sulitnya menyiapkan organisasi lama satu bulan terakhir, adanya mandi di rumah tangga dan
pendukung menjadi kelemahan metoda tersebut. pola makanan yang dikonsumsi anak, serta adanya manifes-
Sekarang angka prevalensi xerophthlmia relatip lebih tasi cacing dalam tinja.
rendah dibandingkan dengan 10 tahun yang lampau se- Semua variable yang diperkirakan mempunyai sumbang-
hingga metoda pengukuran langsung ini memerlukan sampel an besar dalam terjadinya xerophthalmia telah dikembangkan
yang lebih besar lagi. Sebagai perbandingan, survai ulang untuk menghasilkan model yang disebut VitARIM(5). Ada 4
definisi VitA yang dilakukan 1985 di lima propinsi saja model VitARIM yang diciptakan dengan beberapa variabel
memerlukan pemeriksaan alas 34.873 orang anak balita. Be- masukan yang tidak banyak berbeda.
lum lagi kesulitan thiam mencari keluarga yang mempunyai
anak balita di kampung-kampung yang menjadi areal survai. APLIKASI VITARIM DALAM KONTEKS YANG
Bila setiap 5 keluarga mempunyai 1 orang balita maka kita LEBIH LUAS
harus berkeliling di antara sekitar 200.000 keluarga. Sebagai Bila software ini telah teruji dalam populasi yang lebih
bandingan Survai Kesehatan Rumah Tangga 1980 yang di- luas dengan segala penyesuaian dan koreksi yang dibuat, maka
lakukan di 6 propinsi hanya mempunyai 24.000 keluarga terbuka kemungkinan penggunaannya pada masa yang akan
atau 120.000 penduduk(17). datang dalam pengukuran prevalensi xerophthalmia di suatu
Di samping itu untuk menentukan kasus tersangka daerah.
xerophthalmia diperlukan sejumlah ophthalmologist yang Beberapa penyesuaian perlu dilakukan alas pertimbang- an
berpengalaman di lapangan; temyata penyediaan tenaga ini tentang:
tidaklah mudah karena jumlah yang bersedia ikut tidak 1). Masih diperlukannya base line data untuk menentukan
cukup. besarnya koreksi yang harus dibuat pada model VITARIM.
Kesukaran lain juga terjadi dalam pengambilan darah 2). Masih dipenlukannya observasi lapangan tentang tinggi
untuk mengukur kadar Vit.A dalam serum darah yang ka- badan dan berat badan anak balita.
dang-kadang sulit dilakukan di lapangan. Agar suatu ke- luarga 3). Masih perlunya dibuat beberapa adjustment terhadap hasil
merelakan darah anaknya diambil diperlukan alasan- yang diperoleh dengan perhitungan menggunakan Vit-

Cermin Dunia Kedokteran No. 111, 1996 35


ARIM. peyimpangan yang cukup besar pada angka prevalensi mo-
4). Terjadinya kemungkinan perubahan-perubahan atas del 4 sebelum dilakukan adjustment dan model dasar me-
besarnya subsutusi tiap komponen variabel yang berpe- ngaruh nandakan perlunya adjustment terhadap predictive model
pada model yang dibuat. Sehingga untuk membuat model yang untuk meningkatkan validitasnya.
tetap valid masih diperlukan pengujian-pengujian lapangan Analisa profil semua angka prevalensi menunjukkan ada-
secara terus-menerus. nya paralelism yang lebih baik walaupun ada 3 persilangan
Walaupun punya keterbatasan, VitARIM sebagai suatu yang terjadi antara model 4 dengan angka prevalensi sebe-
software masih mungkin digunakan di masa datang, karena narnya; devisa tersebut menjadi berkurang sesudah dilaku- kan
masih tetap dinilai menguntungkan baik secara ekonomi, adjustment (grafik 2).
visibilitas maupun efektifitasnya.
DISKUSI
HASIL UJI COBA VITARIM DI BEBERAPA DAERAH Dalam pemilihan suatu model, banyak hal yang perlu
DI INDONESIA dipertimbangkan. Khusus untuk pengukuran prevalensi
VitARIM mempunyai beberapa model yang masing- Xemphthalmia, VitARIM yang diajukan sebagai salah satu
masing mempunyai kelebihan. Penggunaannya masing- instrumen berdasankan kajian dan uji coba yang dilakukan
masing model harus didahului adjustment dalam tingkat tampaknya mempunyai titik cerah, walaupun penggunaan- nya
waktu sekarang. Untuk itu perlu ditetapkan faktor koreksi secara lebih luas memerlukan beberapa adjustment. Ke-
dan seluruh model. Dengan adanya faktor koreksi ini diper- untungannya adalah sekali dibuat dapat digunakan untuk se-
olëh kesejajaran dan slope penyimpangan pada setiap peng- lanjutnya.
hitungan(6). Penggunaan faktor-faktor demografi, status gizi dan
Untuk memperkuat kesimpulan lebih jauh, analisis profil kondisi sosio budaya sebagai masukan dalam penyusunan
semua angka prevalensi diperjelas dengan peragaan kese- instrumen ini secara prinsip cukup dapat dipertanggung-
jajaran (paralelism). Sebagai perbandingan pada Grafik 1 jawabkan, baik seara epidemiologi maupun secara mate- matis.
dan Grafik 2 dapat dilihat profile analisis dari prevalence Di samping itu penggunaan metoda ini akan meng- hemat
rate xerophthalmia sebelum dan sesudah dilakukan adjust- biaya sehingga baik dipakai secara luas. Misalnya untuk
ment untuk beberapa daerah. Pada Grafik 1 dapat dilihat daerah-therah dengan sarana transportasi sangat minim
bahwa angka prevalensi yang diramalkan oleh model 1, mo- penggunaan metoda yang konvensional akan banyak men-
del 2, dan model 4 memberikan hasil yang konsisten. ini dapatkan hambatan, baik dalam pengadaan tenaga ahli untuk
menunjukkan bahwa ketiga metoda tersebut reliable. Adanya pemeriksaan fisik maupun untuk mengangkut sampel darah

Graph 1 Profile Analysis of the Unadjusted Prevalence Rate Graph 2 Profile Analysis of the Adjusted Prevalence Rate

36 Cermin Dunia Kedokteran No. 111, 1996


yang harus diperiksa segera.
Keuntungan lain yang akan diperoleh adalah pelaksana- an
survai cukup dilakukan oleh tenaga-tenaga dan puskesmas dan KEPUSTAKAAN
kecamatan dengan seorang supervisor dan propinsi. Pe- latihan-
1. Dep. Kesehatan RI. Sistem Kesthatan Nasional. Dep. Kes RI., Jakarta,
pelatihan intensif tidak diperlukan karena semua ka- rakteristik 1984. hal 46.
yang diamati cukup sederhana untuk dipahami dan diukur. 2. Badan Liibangkes. Peta Masalah Kesehatan PerPropinsi di Indonesia,
Jakarta, 1990. hal 21.
KESIMPULAN 3. Solon F., Fernandez T.L Ct al., An Evaluation of strategies to control
Vitamin A deficiency in the Philippines. Ann. J. Clin. Nuir. 1979; 32.
Telah disusun suatu instrumen untuk pengukuran ting- kat 4. Muhilal, Murdiana A, et al, Vitamin A fortified Monosodium Gluta mate
defisiensi Vit A dengan metoda tidak langsung yang disebut and Vitamin A Status. A Controlled field., Am. J. Clin. Nutr. 1988; 48.
VitARIM. Instrumen ini walaupun masih bersifat uji coba tapi 5. Siagian BTP, Bakri Z, Regency Risk Index Model of Vitamin A Defi
aplikasinya pada program pengukuran prevalensi ciency in Indonesia. Jakarta, 1987.
6. Siagian B1’P, Jamal S c aL Laporan Hasil Ujicoha Vitarim di empat
xerophthalmia di masa datang patut dipertimbangkan. Kabupaten, Direkiorat Gi Dep. Kes, Jakarta 1989.
7. Badan Liibangkes, Survai Kesehatan Rumah Tangga 1980. hal 2.

Kalender Peristiwa

September 25–28, 1996 – KURSUS PENYEGAR II


DETEKSI DINI DAN PENCEGAHAN PENYAKIT
KANKER
Aula Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
JI. Salemba Raya 6,
Jakarta, Indonesia
Sekr.: d/a Bagian Patologi Anatomik FKUI/RSUPN-CM
Jl. Salemba Raya 6
Jakarta, Indonesia
Tromol Pos 3225
Tel/Fax: (62-21) 3154175

January 6–11, 1997 – BASIC SCIENCES IN ONCOLOGY AND PEDIATRIC


ONCOLOGY III
COURSE AND WORKSHOP
Jakarta, Indonesia
Secr.: Indonesian Society of Oncology
c/o Bagian Patologi Anatomok FKUI/RSCM
Jl. Salemba Raya 6
Tromol Pos 3225
Jakarta 10002
INDONESIA
Tel/Fax: (62-2 1) 3154175
HASIL PENELITIAN

Cemaran Mikroba
pada Produk Perikanan
Akmal, Marlina
Jurusan Farmasi Fakultas Matenw.tika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Andalas, Padang

ABSTRAK

Telah dilakukan pemeriksaan cemaran mikrobia pada produk perikanan yang dijual
di Kotamadya Padang. Sampel diambil secara acak pada berbagai tempat penjualan di
Pasar Raya Padang, terdiri dari ikan kaleng, ikan segar dan ikan kering. Sampel ditanam
pada media nutrient-agar dan sabouraud dextrose agar dan setelah masa inkuba di-
lakukan penghitungan jumlah populasi bakteri dan jamur.
Hasil percobaan menunjukkan bahwa sampel ikan segar mempunyai tingkat pen-
cemaran bakteri tertinggi dibandingkan dengan ikan kaleng dan ikan kering. Cemaran
bakteri ini ternyata telah melebihi persyaratan resmi yang diizinkan. Sedangkan untuk
jumlah total populasi jamur, cemaran tertinggi ditemui pada ikan kering dibandingkan
dengan ikan segar dan ikan kaleng, namun cemaran jamur ini masih dalam batas yang
diizinkan.

PENDAHULUAN
Di dalam kehidupannya, manusia tidak bisa terlepas dari artinya, bila dikaitkan dengan segi keamanan pangan yang ber-
bahan pangan, karena di dalam bahan pangan terkandung kom- hubungan dengan kesehatan manusia. Informasi tentang tingkat
ponen-komponen yang diperlukan untuk mempertahankan ke- pencemaran mikrobia pada berbagai produk perikanan diharap-
giatan fisiologis tubuh. Kebutuhan bahan pangan tersebut dapat kan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam me-
dipenuhi dengan hasil-hasil nabati seperti: sayur-sayuran, biji- nentukan langkah-langkah pengamanan hasil perikanan. Studi
bijian atau berbagai tumbuhan serta dari hasil-hasil hewani ini penting dilakukan terutama dalam melindungi masyarakat
seperti: telur, susu, daging dan ikan. luas dan bahaya keracunan yang dapat ditimbulkan oleh peng-
Ikan merupakan produk perikanan yang paling banyak di- gunaan produk perikanan yang tercemar oleh berbagai mikrobia
konsumsi dibandingkan produk perikanan lainnya seperti seperti kasus yang akhir-akhir ini banyak dilaporkan. Pernah
udang, kerang dan kepiting(1). Hal ini disebabkan karena ikan dilaporkan dalam media massa bahwa ribuan pekerja pada suatu
mempunyai kandungan protein yang tinggi dan harganya yang pabrik garmen mengalami kejang dan muntah setelah mengkon-
relatif terjangkau oleh semua lapisan masyarakat. sumsi ikan dan pernah pula terjadi satu keluarga meninggal dunia
Ikan lebih banyak ditangkap dan perairan laut daripada di karena keracunan ikan. Berdasarkan kenyataan di atas perlu di-
darat. Selama masa penangkapan, pengangkutan, pengolahan lakukan pengawasan yang ketat terhadap semua bahan pangan
serta penyimpanannya, ikan dapat tercemar baik oleh cemaran yang beredar di masyarakat terutama produk perikanan yang
kimiawi maupun cemaran mikrobia seperti: bakteri, jamur dan cenderung tercemar oleh berbagai mikrobia ataupun bahan
ragi. Pemantauan terhadap tingkat pencemaran sangat penting kimiawi.

38 Cermin Dunia Kedokteran No. 111, 1996


METODE PENELITIAN yang diizinkan oleh WHO adalah sebesar 106/g Jadi terlihat
bahwa jumlah cemaran bakteri ini telah melebihi persyaratan
Pengambilan Sampel
yang diizinkan. Cemaran tertrnggi ditemui pada ikan segar, hal
Sampel berupa ikan segar, ikan kaleng dan ikan kering (ikan
ini mungkin karenaproses transportasi, penyimpanan dan distri-
pindang dan ikan asin), dibeli secara acak pada beberapa tempat
businya terutama karena kondisinya yang sangat lembab yang
penjualan di Pasar Raya Padang. Sampel berupa ikan segar di-
memungkinkan bakteri cepat tumbuh dan berkembang biak.
bawa dengan wadah tertutup untuk mempertahankan kelembab-
an dan agar terhindar dan kontaminasi. Semua sampel sebelum Tabel 1. Jumlah Total Populasl Bakteri pada Berbagai Produk Perikanan
diperlakukan di laboratorium disimpan dalam lemari pendingin. yang Dijual di Kotamadya Padang
Pengerjaan di Laboratorium No. Jenis Ikan Produk
Total Bakteri
Sampel ditimbang seksama sebanyak l0g dan dihancurkan (x 106)/g
secara aseptis, kemudian dibuat pengenceran dengan air suling 1 Kito Kaleng 43,55
2 Botan Kaleng 38,95
steril hingga diperoleh konsentrasi 1:100.000. Selanjutnya ke 3 Intan Kaleng 30,70
dalam cawan petri steril dituangkan sebanyak 15 ml media 4 Ikan Belang Segar 19,80
nutrient-agar (NA) dan media sabouraud dextrose-agar (SDA) 5 Beledang Segar 18,90
yang telah disterilkan, kemudian dibiarkan memadat pada suhu 6 Aso-aso Segar 36,35
7 Gumbalo Segar 28,90
kamar. Sebanyak 1 ml dan masing-masing enceran sampel di- 8 Sapek Kering 46,60
tuangkan ke permukaan agar yang telah memadat dan digoyang- 9 Teri Belang Kering 16,00
goyang sehingga semua permukaan agar ditutupi secara merata 10 Bada Kering 14,40
oleh cairan sampel. Inkubasi dilakukan pada suhu 25–30°C 11 Maw Kering 22,00
12 Sisik Kering 36,80
selama 3 hari untuk sampel yang ditanam pada media SDA dan
pada suhu 3 5–37°C selama 24 jam untuk sampel yang ditanam Keterangan : Data yang dipaparkan merupakan rata-rata dan dua kali per-
pada media NA. Setelah masa inkubasi dilakukan penghitungan lakuan
jumlah bakteri dan jamur dengan bantuan Colony. Counter dan Tabel 2. Jumlah Total Populasi Jamur pada Berbagai Produk Perikanan
hasil yang diperolah dikonversikan untuk satu gram sampel. yang Dijual dl Kotamadya Padang
Untuk setiap sampel percobaan dilakukan sebanyak dua kali Total Jamur
pengulangan. No. Jenis Ikan Produk
(x 106)/g
1 Kito Kaleng 0,40
Analisis Data 2 Botan Kaleng 0,00
Data hasil penghitungan jumlah jamur dan bakteri total 3 Intan Kaleng 0,00
untuk setiap gram sampel dibandingkan dengan persyaratan 4 Ikan Belang Segar 0,05
resmi yang telah ditetapkan oleh Badan Kesehatan Dunia (World 5 Beledang Segar 1,00
6 Aso-aso Segar 0,00
Health Organization) untuk produk perikanan(2). 7 Gumbalo Segar 0,15
8 Sapek Kering 0,00
HASIL DAN PEMBAHASAN 9 Teri Belang Kering 0,50
Pada percobaan ini sampel yang diambil terdiri atas tiga 10 Bada Kering 0,00
11 Maw Kering 3,80
jenis produk yaitu ikan kaleng, ikan segar dan ikan kering. Ikan 12 Sisik Kering 1,05
kaleng adalah ikan yang telah diolah oleh pabrik tertentu dan
dikemas dalam kaleng yang tertutup kedap. Pada percobaan ini Keterangan : Data yang dipaparkan merupakan rata-rata dan dua kali per-
lakuan
ikan kaleng yang diambil adalah dengan merek Kito, Botan dan
Intan. Ikan segar adalah ikan yang dijual dalam bentuk segar Tabel 3. Perbandingan Jumlah Total bakteri dan Jamur Berdasarkan
Jenis Produk Perikanan yang Dijual di Kotamadya Padang
tanpa mengalami pengolahan. Ikan segar yang diambil pada per-
cobaan ini yaitu: ikan belang, beledang, aso-aso dan gumbalo.
Total Bakteri Total Jamur
Sedangkan ikan kering adalah ikan yang dijual dalam bentuk No. Jenis Produk
(x 10')/g (x 106)/g
kering (ikan pindang atau ikan asin). Ikan kering yang diambil 1 Ikan Kaleng 37,74 0,13
pada percobaan ini adalah : sapek, teri belang, bada, maco dan 2 Ikan Segar 45,98 0,30
sisik. Jadi secara keseluruhan jumlah sampel yang diteliti adalah 3 Ikan Kering 27,12 1,07
sebanyak l2 jenis.
Keterangan : Data yang dipaparkan merupakan rata-rata dan masing-masing
Sebagai media perbenihan dipilih nutrient-agar (NA) untuk sampel yang sejenis
bakteri dan sabourauddextrose-agar(SDA) untukjamur. Media-
media ini merupakan media yang biasa digunakan untuk mem- Untuk cemaran jamur terlihat bahwa pencemanan yang ter-
biakkan bakteri dan jamur dalam percobaan mikrobiologi. jadi lebih rendah dibandingkan dengan bakteri (Tabel 2,3 dan
Dan penghitungan jumlah populasi bakteri terlihat jumlah Gambar2). Cemaran jamur tertinggi dijumpai padaikan kering,
rata-rata cemaran bakteri untuk ikan segar adalah 37,74 x 106/g hal ini mungkin karena proses pengeringannya di ruang terbuka
ikan segar 45,98 x l06/g dan ikan kering 27,12 x 106/g sampel yang kebersihannya kurang terjaga atau selama proses pengasap-
(Tabel 1,3 dan Gambar 1). Sedangkan jumlah cemaran bakteri annya. Namun demikian secara umum jumlah cemanan jamur ini

Cermin Dunia Kedokteran No. 111, 1996 39


populasi mikrobia awalnya, demikian juga lokasi kehidupan
ikan akan mempengaruhi pertumbuhan mikrobia. Pencemaran
mikrobia juga dapat terjadi selama transportasinya, sehingga
populasi mikrobia pada saat penjualan di pasar juga terlihat
sangat bervariasi.

KESIMPULAN
1) Jumlah rata-rata populasi cemaran bakteri pada ikan kaleng
adalah 37,74 x 106/g ikan segar 45,98 x 106/g dan ikan kering
27,12 x 106/g Jumlah cemaran ini telah melebihi persyaratan
resmi yang diizinkan.
2) Jumlah rata-rata populasi cemaran jamur pada ikan kaleng
adatah 0,13 x 106/g ikan segar 0,30 x 106/g dan ikan kering
1,07 x 106/g Jumlah cemaran ini masih memenuhi persyaratan
resmi yang diizinkan.
Gambar 1. Profil Cemaran Bakteri pada Produk Perikanan di Kotamadya
Padang berdasarkan Jenis Produknya SARAN
Disarankan kepada produsen dan penjual produk perikan-
an, agar meningkatkan kebersihannya terutama untuk ikan segar
dan ikan kering seirima proses pengolahan, distribusi dan pe-
nyimpanannya, agar cemaran mikrobia dapat diperkecil.

KEPUSTAKAAN

1. Hadiwiyoto S. Dasar-dasar Teknologi Ikan Fakultas Teknologi Pertanian


UGM, Yogyakasta, 1984.
2. Atmawidjaja S. Analisis Mikrobiologi Obat, Makanan dan Lingkungan,
Makalah Kursus Singkat Peningkatan dan Pendalaman Ilmu Farmasi, lnstitut
Teknologi Bandung. 1988, hal. 20–60.
3. Aubert J. Mediterrenean Poison Fish Forecent, Nature 1975; 254: 28–34.
4. Lismarwati H. Pengaruh Pencemaran Air terhadap Kehidupan Ikan. Sinar
Harapan 1982.
5. Shait JM. Recomended Methods for the Microbiological Examination of
Food, 2nd, ed. Washington DC: American Public Health Association Inc,
Gambar 2. Profil Cemaran Jamur pada Produk Perikanan di Kotamadya 1962.
Padang Berdasarkan Jenis Produknya 6. Shewan JM. The Bacteriology of Fish and Spoiling Fish and Some Related
Chemical Changes, Recent Adv Food Sd 1962; 1: 167–93.
masih memenuhi syarat. 7. Shewan JM. TheBacteriology of Fish and Spoiling Fish and the
Biochemical Changes induced by Bacterial Action In: Handling,
Jika diamati untuk produk-produk yang sejenis masih ter-
Processing and Market ing of Tropical Fish. London: Tm. Prod. Inst. 1977.
lihat perbedaan populasi mikrobia antara sampel yang satu de- 8. Supraptinietal. PenelitianSistemSanitasiMakanan RumahMakan/Restoran
ngan sampel lainnya. ini menunjukkan bahwa adanya perbeda- di Kodya Randung 1991, Bul Penelit Kes 1992; 20(4): 19–33.
an sanitasi pada proses penanganan maupun karena perbedaan 9. Varga S. Sinus ( Michalik P, Regier LW. Growth and Control of Halo-
phylic Microorganism in Salt Minced Fish, J Food Sci 1989; 4.4(1): 47–50.
cemaran awalnya. Setiap jenis ikan mempunyai perbedaan

A short life has been given to us by nature, bur the memory of a well- spent one
is eternal
(Cicero)

40 Cermin Dunia Kedokteran No. 111, 1996


HASIL PENELITIAN

Spesies Lalat yang dapat Berkembang


biak di dalam Daging Ikan yang
Dikeringkan untuk Pembuatan Ikan Asin
Iswiasih Hidayatun*, Barodji**, Ludfi Santoso*
* Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Diponegoro, Semarang
** Stasiun Penelitian Vektor Penyakit, Pusat Penelitian Ekologi Kesehatan,
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Salatiga

ABSTRAK

Penelitian lalat yang memanfaatkan ikan yang dijemur untuk pembuatan ikan asin
sebagai habitat perkembangbiakannya telah dilakukan di desa Banyutowo, Kecamatan
Dukuhseti, Pati, Jawa Tengah, tahun 1993. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
spesies lalat, dan apakah hanya lalat penyebab myasis yang habitat perkembangbiakan
nya di dalam daging ikan yang dijemur untuk pembuatan ikan asin.
Hasil penelitian terhadap 4 spesies ikan (Sciaena sp., Glossogobius sp., Corica sp.
dan Caranx sp.) yang umum dibuat ikan asin menunjukkan bahwa pada daging ikan ter-
sebut ditemukan belatung (larva lalat) Musca. domestica, Chrysomya megalocephala dan
Lucilia sp. Belatung lalat terbanyak (63,94%) dijumpai di dalam daging ikan Sciaena sp.,
diikuti (33,83%) di dalam ikan Glossogobius sp., (1,49%) di dalam ikan Corica dan pa-
ling sedikit (0,74%) dijumpai pada ikan Caranx sp. Larva lalat tersebut 85,13% menjadi
M. domestica, 11,90% menjadi Lucilia sp. dan 2,97% menjadi C. megalocephala. Ketiga
spesies lalat yang ditemukan tersebut temyata merupakan lalat penyebab myasis.

PENDAHULUAN Lalat banyak dijumpai antara lain pada habitat tempat pern-
Peranan lalat dalam kesehatan masyarakat maupun hewan buangan sampah, peternakan sapi, babi atau ayam, pasar, tempat
telah banyak diketahui. Lalat selain sangat mengganggujuga ada pemotongan hewan, rumah makan, perkampungan nelayan. Ke-
yang dapat berperan sebagai vektor mekanik beberapa penyakit. hadirannya merupakan indikasi sanitasi yang kurang baik. Khusus
Muscadomestica yang dikenal dengan lalatrumah, telah diketahui di daerah perkampungan nelayan lalat banyak dijumpai ber-
sebagai vektor mekanik penyakit poliomyelitis, disentri basiler, kerumun di atas proses pengeringan ikan asin tradisionil. Di
amubiasis, salmonellasis dan cacing usus(1). Kelompok lalat yang antara lalât tersebut ada yang memanfaatkan ikan asin sebagai
termasuk dalam famili Tabaniidae mempunyai banyak spesies habitat perkembangbiakannya menyebabkan sering dijumpai
(Tabanus, Chrysop) penghisap darah hewan maupun manusia. belatung dalam daging ikan asin yang belum kering.
Lalat tersebut dapat menularkan penyakit anthraks, tularemia, Untuk mengetahui spesies lalat yang habitat perkembang-
dan surra pada hewan dan filariasis yang disebabkan oleh loa-loa biakannya di dalam daging ikan asin, dan apakah hanya lalat
pada manusia(1,2). Beberapa spesies lalat yang termasuk dalam penyebab myasis yang dapat berkembang biak di dalam daging
famili Muscidae, Calliphoridae dan Sarcophaga larvanya (bela- ikan asin, maka dilakukan penelitian lalat yang habitat perkem-
tungnya) dapat hidup dan makan jaringan hidup pada kulit: bangbiakannya di dalam daging ikan asin.
mukosa dan organ dalam hewan atau manusia, menimbulkan Makalah ini membahas hasil penelitian lalat yang dapat
kondisi patogen yang disebut myasis. berkembangbiak di dalam daging ikan yang dikeringkan untuk

Cermin Dunia Kedokteran No. 111, 1996 41


pembuatan ikan asin di perkampungan nelayan desa Banyutowo, diteliti disajikan pada Tabel 1. Sedang hasil pemeliharaan be-
Kecamatan Dukuhseti, Pati, Jawa Tengah. latung menjadi lalat disajikan pada Tabel 2.

BAHAN DAN CARA KERJA Tabel 1. Hasil Pengamatan Jumlah Belatung yang Keluar dan Sampel 4
Spesies Ikan yang Dijemur untuk Pembuatan Ikan Asin
Daerah Penelitian
Spesies ikan
Penelitian dilakukan di desa Banyutowo, Kecsamatan No.
Dukuhseti, Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Desa Banyutowo ter- Sampel Sciaena sp. Glossogobius sp. Caranx sp. Corica sp.
letak di pantai Utara Jawa Tengah, jaraknya kurang lebih 3 km 1 2 40 2 3
dan ibukota kecamatan dan 40 km dan kota Pati. 2 – 15 – –
Sesuai dengan letak geografis desa, mata pencaharian pen- 3 61 1 – –
4 75 – – –
duduk sebagian besar adalah nelayan, pembuat ikan asin dan 5 1 – – –
petani tambak. Hasil ikan di desa Banyutowo melimpah, oleh 6 30 – – –
karena itu sebagian besar penduduk membuat ikan asin yang di- 7 – – – –
lakukan secara tradisionil. yaitu: ikan hasil tangkapan dibersih- 8 1 – – –
kan, insang dan isi perut dibuang, setelah itu ikan diberi garam 9 1 – – –
sebanyak 15% – 25% dan berat ikan seluruhnya. Penggaraman 10 1 – – –
dilakukan di bak, ikan diaduk supaya garam merata, kemudian Jumlah 172 91 2 4
direndam dalam bak penggaraman selama 24 jam. Setelah se- (%) 63,94 33,83 0,74 1,49
lesai, ikan diangkat dan bak penggaraman, dicuci dengan air Tiap sampel ikan beratnya 1 ons. Sampel ikan diperoleh dari 4 tempat pembuatan
bersih kemudian ditiriskan. Setelah itu ikan dijemur di alam ikan asin.
terbuka di bawah sinar matahari sampai kering. Tabel 2. Hasil Pemeliharaan Belatung yang Keluar dari Sampel 4 Spesies
Seperti umumnya daerah pantai, udara di desa Banyutowo Ikan yang Dijemur untuk Pembuatan ikan Asin
panas. rata-rata temperatur maksimum 31°C dan minimum
Jumlah Spesies lalat
28,5oC.
Spesies ikan belatung M. domestica M. domestica Lucilia sp.
Cara n % n % n % n %
a) Sampel ikan asin Sciaena sp. 172 100 153 88,95 1 0,58 16 10,47
Penelitian dilakukan pada bulan Oktober – Desember 1993 Glossogobius sp. 91 100 73 80,22 4 4,40 14 15,38
terhadap 4 jenis ikan, yaitu ikan Tigowojo (Sciaena sp.), ikan Caranx sp. 2 100 0 0,00 2 100 0 0,00
Beloso (Glossogobius sp.), ikan Billis (Corica goniognatus) dan Corica sp. 4 100 3 75,00 1 25,00 0 0,00
ikan Selar (Caranx sp.). Spesies ikan tersebut adalah yang Jumlah 269 229 8 32
banyak tertangkap dan umum dibuat ikan asin. % 100 85,13 2,97 11,90
Contoh yang diteliti adalah ikan asin yang baru dijemur
selama dua hari dan berasal dari 4 tempat pembuatan ikan asin. Tabel 1 menunjukkan bahwa dalam proses pembuatan ikan
Sampel yang diteliti adalah 1 kg untuk tiap jenis ikan asin dan asin, ikan Sciaena sp. paling banyak (63,94%) mengandung
dibagi 10 bagian (1 ons tiap bagian). belatung lalat, diikuti ikan Glossogobius sp. (33,83%), ikan
b) Cara memperoleh dan pemeliharaan belatung lalat Corica sp. 1,49% dan yang paling sedikit (0,74%) pada ikan
Tiap bagian ikan seberat 1 ons dan masing-masingjenis ikan Caranx sp. Perbedaan jumlah belatung lalat tersebut mungkin
yang diteliti ditaruh di atas seng datar (ukuran 25 x 25 cm) dan disebabkan oleh susunan dan bentuk sisik, bentuk ikan atau kan-
dijemur di tenik sinar matahari selama 4 jam. Belatung lalat yang dungan daging ikan serta bau ikan selama proses pengeringan.
keluar dan masing-masing sampel secepatnya diambil dengan Pada ikan Sciaena sp. (Tigowojo) belatung lalat ditemukan
sendok atau pinset, dimasukkan dalam masing-masing baki paling banyak (88,95%) mungkin karena ikan tersebut mem-
plastik (berukuran 15 x 20cm) berisi media pemeliharaan. Media punyai daging Iebih tebal dan lebih lunak, sisik tidak tebal serta
pemeliharaan belatung lalat terdiri dari campuran 1 bagian tepung bau yang sangat menyengat pada waktu pengeningan bila diban-
beras, 1 bagian tepung ikan dan 1,25 bagian air tawar(3). Setelah ding dengan jenis ikan lainnya. Bau ikan yang sangat menyengat
belatung dimasukkan dalam mediapemeliharaan, ditutup dengan pada proses pembuatan ikan asin merupakan daya tarik lalat,
kain kasa. Jika tampak kering, diberi air secukupnya untuk men- sehingga banyak yang datang mengerumuni ikan tersebut; pada
jaga kelembaban media. saat itu lalat makan dan bertelur pada permukaan kulit ikan.
c) Identifikasi lalar. Dalam ikan Glossogobius sp. diperoleh lebih sedikit (33,83%)
Belatung lalat yang muncul dan media pemeliharaan di- bila dibanding dengan ikan Sciaena sp., mungkin karena bentuk
identifikasi dengan kunci identifikasi yang disusun oleh Cheong ikan yang lebih pipih dan daging tidak tebal bila dibanding
et al. (1970) dan Greenberg (1971)(5). dengan ikan Sciaena sp. Oleh karena dagingnya pipih dan lebih
keras, serta proses pengeringan lebih cepat, maka belatung lalat
HASIL DAN PEMBAHASAN yang ada di permukaan sulit masuk dalam daging ikan. Belatung
Hasil belatung lalat yang diperoleh dan 4 spesies ikan yang lalat yang ditemukan pada ikan Corica sp. dan Caranx sangat

42 Cermin Dunia Kedokteran No. 111, 1996


sedikit, yaitu hanya sekitar 0,74% – 1,49%. Hal ini mungkin ikan asin telah dimanfaatkan oleh lalat Musca domestica,
karena ikan ini lebih pipih, dagingnya lebih sedikit dan sisik Chrysomia megalocephala dan Lucilia sp. sebagai habitat per-
lebih tipis dan halus bila dibanding dengan ikan Sciaena sp. dan kembangbiakannya. Ikan Sciaena sp. adalah yang paling disukai
Glossogobius sp., sehingga proses menjadi kering lebih cepat bila dibanding dengan ikan Glossogobius sp., Caranx sp. dan
dan belatung lalat lebih sulit masuk dan hidup dalam daging Corica sp.
ikan tersebut. Dari seluruh belatung yang diperoleh, sebagian besar ber-
Hasil pemeliharaan belatung lalat (Tabel 2) menunjukkan asal dari lalat rumah (Musca domestica), disusul Lucilia sp. dan
bahwa sebagian besar (85,13%) dan belatung yang diperoleh yang paling sedikit lalat hijau (Chrysomya megalocephala).
dan pembuatan 4 jenis ikan asin berasal dari lalat rumah (M. Mengingat spesies lalat yang ditemukan dalam ikan yang
domestica), 11,90% berasal dari lalat Lucilia sp. dan sisanya dijemur semuanya berpotensi sebagai penyebab myasis, maka
2,97% berasal dari lalat hijau (C. megalocephala). Ketiga spesies disarankan untuk diteliti lebih lanjut apakah belatung yang
lalat tersebut ternyata merupakan lalat penyebab myasis. M. ditemukan dalam daging ikan yang dikeringkan untuk pem-
domestica diketahui dapat menimbulkan myasis intestinal dan buatan ikan asin dapat bertahan hidup menjadi lalat dalam proses
urogenitalia(2,3), Chysomya(2), dan Lucilia(6) juga telah diketahui pengeringan selanjutnya dan apakah masih ditemukan dalam
dapat menyebabkan myasis pada manusia baik pada permukaan ikan asin yang siap dipasarkan.
kulit yang luka maupun pada organ dalam (usus dan urogeni-
talia). KEPUSTAKAAN
Berdasarkan hasil penelitian ini maka disarankan untuk
diteliti lebih lanjut apakah belatung yang ditemukan dalam 1 Kleiding J. The House Fly, Biology and Control. WHO/VBC/76, 1976.
daging ikan yang dikeringkan saat pembuatan ikan asin dapat 2. Faust EC, Russet PF, Jung RC. Clinical Parasitology, 8th ed. New Orleans.
bertahan hidup menjadi lalat dalam proses pengeringan se- Lousiana, 1971.
3. Mardihusodo SJ. Studi tentang fauna lalat yang berbiak pada timbunan
Ianjutnya dan apakah masih ditemukan dalam daging ikan asin sampah di Kodya Yogyakarta, Berita Kedokteran Masyarakat, 1987; III: 10.
yang siap dipasarkan. Selain itu juga perlu dicari metoda pem- 4. Cheong WH, Mahadevan S, Singh I. Identification of Common Flies, Div.
buatan ikan asin agar belatung lalat tidak dapat hidup dalam Entomol. IMR, Kuala Lumpur, 1971.
daging ikan yang dikeringkan untuk pembuatan ikan asin. 5. Greenbergh. Flies and Diseases. Ecology, Classification and Biotic Associa-
tion, Princeton, New Jersey, 1971.
6. Toboada 0. Medical Entomology. Naval Med. School, National Naval Med.
KESIMPULAN DAN SARAN Center, Bethesda, Maryland 20014. University, East Lansing Michigan,
Penjemuran ikan di alam terbuka dalam rangka pembuatan 1987.

Cermin Dunia Kedokteran No. 111, 1996 43


ANALISIS

Hubungan Antara Kadar Kafeina Plasma


dengan Kebiasaan Minum Kopi
Harrizul Rivai
Jurusan Farmasi, Fakultas Matematika Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Andalas, Padang

ABSTRAK

Pemberian bahan obat lazimnya menggunakan selang pemberian yang tetap dan
ukuran takaran yang tetap pula; namun tidak demikian halnya pada pemakaian kafeina
yang berasal dari bahan makanan dan minuman. Kafeina yang terkandung dalam ma-
kanan dan minuman biasanya dikonsumsi dengan pola konsumsi tidak beraturan.
Untuk menentukan gambaran kadar kafeina dalam plasma terhadap waktu setelah
mengkonsumsi berbagai jumlah minuman berkafein secarà tidak beraturan digunakan
simulasi komputer. Nilai-nilai parameter farmakokinetik kafeina dan kandungan kafeina
dalam berbagai bahan makanan dan minuman, diambil dan berbagai sumber pustaka
untuk digunakan dalam simulasi ini. Hasil simulasi menunjukkan bahwa kebiasaan
minum kopi yang tidak beraturan mempengaruhi gambaran kadar kafeina dalam plasma
terhadap waktu. Pola minum kopi yang tidak beraturan menghasilkan puncak kadar
plasma yang lebih tinggi dan sisa kafein setelah 24 jam lebih rendah daripada pola minum
kopi yang beraturan.

PENDAHULUAN kadar kafeina dalam plasma terhadap waktu tidak begitu di-
Kopi dan teh merupakan minuman yang semakin digemari pengaruhi oleh konsumsi total harian(12). Tetapi, gambaran itu
masyarakat, terutama masyarakat yang maju. Di Amerika Seri- tergantung pada ukuran takaran dan pola makan/minum sese-
kat, misalnya, masyarakatnya mengkonsumsi kopi rata-rata setiap orang. Kebiasaan minum kopi seseorang dapat diubah menjadi
tahun sekitar 5,6 kg per kapita(1). Pola konsumsi kafeina masya- gambaran kadar kafeina dalam plasma terhadap waktu. Gambar-
rakat sulit dipastikan lantaran keragaman perorangan mengkon- an ini dapat digunakan untuk membandingkan hubungan antara
sumsi bahan makanan/minuman dan obat-obatan yang mengan- kadar kafeina dalam plasma – efek dengan hubungan antara
dung kafeina. Tetapi pada umumnya masyarakat meminum kopi takaran kafeina–efek. Oleh karena itu, tujuan khusus penelitian
dengan pola yang tidak beraturan; pola yang tidak beraturan itu ini adalah membuat gambaran kadar kafeina dalam plasma ter-
perlu diwaspadai mengingat adanya risiko kafeina terhadap ber- hadap waktu untuk berbagai kebiasaan minum kopi masyarakat
bagai penyakit. dengan menggunakan simulasi komputer; menguji hasil siinulasi
Beberapa penelitian telah mengungkapkan hubungan antara ini dengan data pustaka.
kafeina dengan berbagai keadaan penyakit. Seperti hubungan
antara kafeina dengan penyakit infark miokard(2,3), aritmia jan- METODE PENELITIAN
tung(4), kanker saluran kemih(5,7), kanker pankreas(7), penyakit Penelitian ini dilaksanakan dengan urut kerja sebagai
payudara fibrosistik(8,9), dan berbagai efek teratogenik(10,11). berikut:
Selain itu, beberapa penelitian telah memperlihatkan bahwa 1) Anailsis Sistem

44 Cermin Dunia Kedokteran No. 111, 1996


Analisis sistem dilakukan dengan mempelajari farmakoki-
netika kafeina sehingga diperoleh model matematika hubungan
antara kadar kafeina dalam plasma dengan waktu. Selain itu Keterangan:
dipelajari pula parameter-parameter farmakokinetika kafeina F adalah fraksi dan takanan kafeina yang tersedia secara hayati, dan Vd adalah
dan kadar kafeina dalam berbagai bahan makanan/minuman dari volume distribusi nyata.
beberapa hasil penelitian terdahulu. Kemudian dipilih para Walaupun disposisi nonlinier telah terbukti pada hewan
meter yang akan digunakan dalam simulasi. coba, namun kinetika linier terjadi pada manusia pada takaran
2) Pembuatan Simulasi Komputer kafeina yang lazim digunakan dan juga pada takaran yang di-
Simulasi komputer dibuat berdasarkan model matematika tingkatkan sampai 10 mg/kg bobot badan(14,17-21).
hubungan antara kadan kafeina dalam plasma terhadap waktu dan Jumlah kafeina yang terkandung dalam berbagai jenis kopi
parameter-parameter farmakokinetika serta kadar kafeina dalam disajikan dalam Tabel 1(24-28). Meskipun data tentang pola kon-
berbagai bahan makanan/minuman yang telah ditetapkan dalam sumsi kopi tidak banyak diperoleh, namun Barone dan Roberts
analisis sistem di atas. Program komputer yang digunakan untuk telah melaporkan bahwa konsumsi kafeina rata-rata orang de-
membuat simulasi ini adalah Program Lotus 123 Versi 3.4. Pe- wasa adalah 3–4 mg/kg/hari dan lebih dan sepuluh persen orang
milihan program ini berdasarkan atas kemudahan pemakaian- dewasa mengkonsumsi kafeina rata-rata 7 mg/kg/hari(1). Pola
nya, telah tersedianya berbagai rumus untuk perhitungan dan konsumsi kafeina untuk simulasi ini dipilih yang mencerminkan
pembuatan grafik, dan grafiknya dapat ditampilkan secara inter- kebiasaan minum yang mungkin sambil membatasi konsumsi
aktif. Selain itu Program Lotus mudah diperoleh dan dapat di- harian maksimum 7 mg/kg. Nilai-nilai parameter parmakoki-
operasikan pada komputer pribadi. netik kafeina dan berbagai sumber pustaka beserta nilai tengah
nya yang digunakan dalam simulasi disajikan dalam Tabel 2.
3) Pengujian Simulasi
Tabel 1. Kandungan Kafeina dalam Berbagai Jenis Kopi
Sebelum digunakan untuk meramalkan kadar kafeina dalam
plasma, simulasi ini diuji dulu dengan membandingkan hasil Nomor
Jenis Kopi
Kadar Kafein Nilai Simulasi
yang diperoleh dengan simulasi terhadap hasil yang dilaporkan Pustaka (mg/100 g) *)
24 Brewed 77
dalam berbagai kepustakaan. Bila hasil simulasi tidak jauh
25 Brewed 45 — 87
menyimpang dan hasil yang dilaporkan dalam kepustakaan, 26 Brewed 85—150 mg/cangkir 85 mg/cangkir
maka simulasi ini dapat dipakai untuk peramalan yang disebut- 27 Brewed 68 — 88
kan di atas. 24 Instant 46
25 Instant 28 — 76 60 mg/cangkir
4) Penerapan Simulasi 27 Instant 43 – 49
Simulasi yang telah teruji tersebut digunakan untuk me- 28 Instant 86—89 mg/cangkir
nentukan gambaran kadar kafeina dalam plasma terhadap waktu 24 Drip 102
25 Drip 77 – 105 60 mg/cangkir
sehubungan dengan polakebiasaan minum kopi seseorang. Dalam 27 Drip 96 — 107
penelitian ini simulasi digunakan untuk pola kebiasaan minum 24 Decaljein 1,4 – 3.5
kopi yang beraturan dan yang tidak beraturan. Pada pola minum 26 & 28 Decq(fein 2—4 mg/cangkir 3 mg/cangkir
kopi yang beraturan, seseorang dianggap minum secangkir kopi
setiap dua jam sekali sehingga jumlahnya 6 cangkir sehari. Se- Keterangan:
dangkan pada pola minum kopi yang tidak beraturan, seseorang *) Nilai simulasi yang digunakan diperoleh dan data pustaka 1.
dianggap minum kopi dengan pola 2-1-2-1 cangkir setiap dua Tabel 2. Parameter Farmakokinetlka Kafeina untuk Orang Dewasa
jam, sehingga jumlahnya 6 cangkir sehari. Normal
Nomor Nilai Nilai Simulasi
Parameter
HASIL DAN PEMBAHASAN Pustaka Pustaka *)
13 Waktu paruh 5.5 jam 5,2 jam
1) Analisis Sistem 14 (t'/,) 5.6 jam
Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa kafeina ter- 18 4,5 jam
absorpsi dan saluran cerna ke dalam peredaran darah mengikuti 19 4,58 jam
absorpsi orde pertama(13,14,17-20). Perjalanan kafeina itu dalam 20 5,8 jam
tubuh dapat dilukiskan sebagai berikut : 21 5 8 jam
17 Tetapan laju 4,0 – 6,0/jam 4,8/jam
Kafeina ka Kafeine ke Kafeina 18 absorpsi (ka) 3.2 – 6,3/jam
dalam –––––> dalam –––––> dimetabolisme
saluran cerna darah dan diekskresikan 13 Volume 1.58 L/kg 0,55 L/kg
16 Distribusi 0,61 L/kg
Keterangan:
ka adalah tetapan laju absorpsi orde pertama dan ke adalah tetapan laju 19 (Vd) 0,57 L/kg
eliminasi orde pertama. 20 0,49 L/kg
Kadar kafeina dalam plasma (C) sebagai fungsi waktu, se- Keterangan:
telah takaran tunggal (D) diberikan dengan persamaan berikut : *) Nilai simulasi adaiah nilai rata-rafa pustaka.

Cermin Dunia Kedokteran No. 111, 1996 45


2) Pembuatan Simulasi Komputer Tabel 3. Hasil Pengujian Penentuan Kadar Makslmum Kafeina dalam
Plasma dengan Simulasi Komputer Dibanding dengan Data
Gambaran kadar plasma–waktu selama pemberian takaran
Pustaka
berganda mudah diramalkan untuk pemberian kafeina dengan
ukuran takaran dan selang waktu pemberian yang tetap(22). Na Nomor Kadar Kafein dalam plasma menurut Simpangan
mun gambaran ini sulit dibuat untuk konsumsi makanan/minum- Pustaka Pustaka Simulasi Baku
an yang mengandung kafeina, karena takaran dan selang waktu 16 6,2 mg/L 5,9 mg/L – 5%
konsumsinya tidak beraturan. Oleh karena itu, simulasi kom- 18 8,3 mg/L 8,2 mg/L – 1%
puter yang berlandaskan pada persamaan di atas ditulis untuk 19 9,9 mg/L 9,2 mg/L – 7%
21 9,0 mg/L 8,5 mg/L – 4%
mensimulasi kadar kafeina sebagai fungsi waktu setelah takaran 30 3,4 mg/L 3,0 mg/L – 12 %
tunggal. Dengan menggunakan asas pendempetan(23), persamaan 31 3,2 mg/L 3,8 mg/L 19 %
di atas dipakai kembali pada setiap takaran barn dan kadar 32 3,3 mg/L 4,7 mg/L 42 %
kumulatif diperoleh dengan menambahkan nilai kadar masing- 33 2,2 mg/L 2,3 mg/L 4%
34 3,3 mg/L 3,3 mg/L 0%
masing dan setiap takaran yang diberikan. Cara ini akan men-
simulasi gambaran kadar kafeina plasma terhadap waktu untuk
sembarang urutan takaran dan selang pemberian takaran kafeina.
Setiap ukuran takaran dan selang waktu sampai takaran berikut-
nya disimpan dalam himpunan data tersendiri yang dirancang
untuk menampung data pemakaian minuman yang mengandung
kafeina berdasarkan survei pustaka. Setelah setiap selang pem-
berian takaran kafeina berjalan, takaran dan selang pemberian
berikutnya dibaca dan himpunan data itu. Simulasi ini dibuat
dengan program LOTUS 123 Versi 3.4. (rekaman pada penulis).
3) Pengujian Simulasi
Simulasi komputer ini dibandingkan dengan data kadar
kafeina dalam plasma yang diambil dan pustaka. Dari pustaka
hanya didapat dua gambaran kadar kafeina plasma–waktu untuk
takaran berganda. Tetapi, keduagambaran ini tidak dapat diguna-
kan untuk membuktikan simulasi karena tidak disertai dengan
laporan mengenai takaran kafeina yang diberikan(12) dan juga
tidak disertai dengan data demografi pasien(29). Gambar 1. Gambaran kadar kafeinia plasma setelah minum secang-
Sebaliknya, pustaka yang menunjukkan data takaran tunggal kir kopi (setara dengan 60mg kaleina) sekatisehari selama 24
kafeina dapat digunakan untuk menguji simulasi. Data pustaka jam untuk orang dewasa normal bobot badan 60 kg.
tersebut yang menunjukkan nilai rata-rata kadar kafeina dalam
plasma rata-rata, dari hasil pengujian simulasi sesuai dengan
kondisi dalam masing pustaka tersebut disajikan dalam Tabel 3.
Hasil pengujian menunjukkan bahwa, meskipun pada umumnya
hanya ada sedikit perbedaan antara hasil yang diperoleh dengan
simulasi dan data pustaka, namun adanya perbedaan yang sangat
besar pada salah satu data pustaka (42%) menunjukkan adanya
keragaman dalam praktek. Oleh karena hanya satu data yang
sangat menyimpang, maka data ini dikeluarkan dan pengujian,
sehingga akhirnya dapat disimpulkan bahwa kadar maksimum
kafeina dalam plasma yang dihitung dengan simulasi komputer
tidak berbeda nyata dengan yang diperoleh dengan percobaan
sebagaimana dilaporkan dalam berbagai pustaka.
4) Penerapan
Simulasi komputer ini digunakan untuk meramalkan gam-
baran kadar kafeina dalam plasma terhadap waktu, baik pada Gambar 2. Gambaran kadar kafeina dalam plasma terhadap waktu se-
telah minum kopi dengan pola beraturan secangkir kopi (60mg
takaran tunggal, takaran berganda beraturan maupun takaran kafeina) setiap dua jam enam kali seharl untuk orang dewasa
berganda tidak beraturan. Gambar 1 memperlihatkan gambaran normal dengan bobot badan 60kg.
kadar kafeina dalam plasma terhadap waktu pada takaran tung-
gal secangkir kopi (60 mg kafeina) sekali sehari. Gambar itu Gambar 2 memperlihatkan gambaran kadar kafeina plasma
menunjukkan bahwa puncak kadar kafeina dalam plasma sebesar terhadap waktu selama 24 jam untuk konsumsi kafeina 360 mg/
1,64 mg/L tercapai setelah 42 menit sejak minum kopi. hari dengan pola beraturan sebanyak 6 cangkir kopi, masing-

46 Cermin Dunia Kedokteran No. 111, 1996


masing mengandung 60 mg kafeina, setiap dna jam sekali.
Sedangkan gambaran untuk takaran tunggal 60 mg kafeina (1
cangkir kopi) yang ditampilkan pula dalam gambar itu, di
maksudkan untuk pembandingan.
Gambar 3 memperlihatkan gambaran kadar kafeina plasma–
waktu selama 24 jam untuk konsumsi kafeina 360 mg/hari
dengan pola konsumsi tidak beraturan sebanyak 4 takaran kafeina.
Pola minum kopi yang tidak beraturan itu adalah 2 cangkir pada
pukul 8.00, 1 cangkir pada pukul 10.00, 2 cangkir pada pukul 12
dan 1 cangkir pada pukul 14.

Gambar 4. Gambaran kadar kafeina dalam plasma terhadap waktu setelah


minum kopi dengan pola beraturan secangkir kopi (60 mg
kafeina) setiap dua jam enam kali sehari untuk orang dewasa
normal dengan bobot badan 60kg pada hari ke dua.

Gambar 3. Gambaran kadar kafeina dalam plasma terhadap waktu setelah


minum kopi dengan pola tidak beraturan (2-1-2-1 cangkir @
60 mg kafeina) setiap dua jam empat kali sehari untuk orang
dewasa normal dengan bobot badan 60kg.

Meskipun kedua pola takaran berganda itu terdiri dari enam


cangkir kopi setiap hari (total 360mg kafeina), namun pola yang
tidak beraturan menghasilkan puncak yang lebih tinggi dan sisa Gambar 5. Gambaran kadar kafeina dalam plasma terhadap waktu setelah
kafeina dalam plasma setelah 24 jam lebih rendah dibandingkan minum kopi dengan pola tak beraturan (2-1-2-1 cangkir @ 60
dengan pola beraturan. ini disebabkan karena baik jadual takaran mg kafeina) setiap dua jam empat kali sehari untuk orang
dewasa normal dengan bobot badan 60kg pada hari ke dua.
maupun ukuran takaran mempengaruhi gambaran kadar kafeina
plasma terhadap waktu.
Simulasi ini dapat meramalkan kadar kafeina dalam plasma
Untuk mempelajari pola konsumsi yang tidak beraturan,
setelah minum kopi. Ramalan simulasi ini tidak jauh berbeda
perlu diketahui gambaran kadar kafeina dalam plasma terhadap
dengan hasil yang diperoleh melalui percobaan. Berdasarkan
waktu pada keadaan tunak. Keadaan tunak didefinisikan sebagai
simulasi ini, ternyata bahwa kadar puncak kafeina dalam plasma
keadaan pada hari-hari berikutnya dengan gambaran kadar
lebih tinggi dan lebih cepat tercapai pada orang yang minum kopi
plasma–waktu hampir sama dengan gambaran hari sebelumnya
secara tidak beraturan dibandingkan dengan orang yang minum
untuk pola konsumsi hanian yang sama. Apabila pola konsumsi
kopi secara beraturan. Akan tetapi, kadar kafeina yang masih
yang sama diulangi setiap hari, ternyata seseorang yang me-
tersisa dalam plasma setelah 24jam, lebih tinggi pada orang yang
nunjukkan waktu-paruh kafeina normal 5,2 jam akan mengalami
minum kopi secana beraturan dibandingkan dengan orang yang
tingkat keadaan tunak pada hari kedua tanpa memperhatikan
minum kopi secara tidak beraturan. Selain itu, terbukti pula
pola konsumsi kafeinanya (Gambar 4 dan 5). Meskipun gam-
bahwa keadaan tunak tercapai pada hari ke dua, baik pada orang
baran kadar plasma–waktu khas untuk suatu pola konsumsi
yang minum kopi secara beraturan maupun yang secara tidak
kafeina tertentu, namun keadaan tunak selalu terjadi pada hari
beraturan. 1
ke dua.
KEPUSTAKAAN
KESIMPULAN
Sebuah simulasi komputer untuk meramalkan hubungan 1. Barone JJ, Robert H. Human Consumption of Caffein. Dalam : Dew PB,
antara kadar kafeina dalam plasma terhadap waktu telah berhasil Ed, Caffein : Perspective from recent research. New York: Springer-
dibuat dengan memanfaatkan Program Lotus 123 Versi 3.4. Verlag, 1984; hal. 59–73.

Cermin Dunia Kedokteran No. 111, 1996 47


2. Anonim. Coffee drinking and acute myocardial infarction: Report from the disposition after oral doses. Clin Pharmacol Ther. 1982; 32: 98–106.
Boston Collaborative Drug Surveilance Program. Lancet 1972; 2: 19. Blachard I, Sawers SJA. The absolute bioavailability of caffeine in man.
1278–1281. Eur I Clin Pharmacol. 1983; 24: 93–98.
3. Jick H, Miettinen OS, Neff RK, Shapiro 5, 1-leinonen DP, Slone D. Coffee 20. Newton R, Broughton U. Lind MJ, Morrison PJ, Rogers Hi. Bradbrook ID.
and myocardial infarction. N Engi J Med. 1973; 289: 63–67. Plasma and salivary pharmacokinetics of caffeine in men. Eur J Clin
4. Prineas RK, Jacobs DR, Crow RS, Blackburn H. Coffee, tea and VPB. J Pharmacol. 1981; 21:45–52.
Chronic Dis. 1980; 33: 67–72. 21. Blanchardi, Sawer SI. Comparative pharmacokinetics of caffeine in youpg
5. Simon D, Yen S, Cole P. Coffee drinking and cancerof lower urinary tract. and eldeiy men. I Pharmakokinet Biopharm. 1983; 11: 109–126.
JNCI. 1975; 54: 587–59 1. 22. Notari RE, Dosage regimen. Dalam : Biopharmaceutics and clinical phar
6. Howe OR, Burch JD, Miller AB dkk. Tobacco use, occupation, coffee, macokinetics : an introduction. 4th ed. New York: Marcel Dekker, 1987:
various nutrients, and bladder cancer. JNCI, 1980; 64: 701–7.13. 221–272.
7. MacMahon B, Yen S. Trichopoulus D. Warren K, Nardi G. Coffee and 23. Westhke WJ. Problems associated with analysis of pharmacokinetic
cancer of pancreas. N EngI J Med. 1981; 304: 630–633. models. J Pharm Sci. 1971; 60: 882–885.
8. Minton JP, Foecking MS, Webster JT, Matthews RH. Caffeine, cyclic 24. Albrecht R. Controversy brews over caffeine issue. Columbus Dispatch.
nucleotides, and breast diseases. Surgery. 1979; 86: 105–109. 1982; Mar 12: DI.
9. Brooks PG. Gart S. Heldfond AJ, Margolin ML, Allen AS. Measuring the 25. Clark M, (3osnell M, Whitherspoon D, Hager M. Is caffeine bad for you?
effect of caffeine restriction on fibrocystic breast disease: the role of graphic Newsweek. 1982; Jul 19: 62–64.
stress telethermonetry as an objective monitor of disease. J Reprod Med. 26. Cohen S. Caffeine. Drug Abuse Alcohol Newsl. 1981; 74: 28–32.
1981; 26: 279–282. 27. Bunker ML, McWilliams M. Caffeine content of common beverages. J
10. Timson I. Caffeine. Mutat Res. 1977; 47: 1–52. Am Diet Assoc. 1979; 74: 28–32.
11. Jacobson MF, Goldman AS, Syme RH. Coffee and birth defects. Lancet. 28. Greden JF. Anxiety or caffeinism: a diagnostic dilemma. Am J Psychiatry
1981; 1: 1415–1416. 1974; 131: 1089–1092.
12. Lelo A, Miners JO, Robson R, Birkett Di. Assessement of caffeine 29. Cohen JL, Cheng C, Henry JP, Chan Y. GLC determination of caffeine in
exposure: caffeine content of beverages. coffeine intake, and plasma con plasma using alkali flame detection. I Pharm Sd. 1978; 67: 1093–1095.
centrations of methylxanthines. Clin Pharrnaco) Ther. 1986; 39: 54–59. 30. O'Connell SE, Zurzola Fl. Rapid quantitative chromatography determina-
13. Parsons WD, Neims AH. Effect of smoking on caffeine clearence. Clin tion of caffeine levels in plasma after oral dosing. J Pharm Sci. 1984; 73:
Pharmacol Ther. 1978; 24: 40–45. 1009–1011.
14. Statland BE, Demas Ti. Serum caffeine half-live: healthy subjects vs 31. Haughey DB, Greenberg R, Schaal SF, Lima JJ. Liquid chromatografic
pasients having alcoholic hepatic disease. Am I Clin Pathol. 1980; 73: determination of caffeine in biologic fluids. J Chromatogr. 1982; 229:
390–393. 387–395.
15. Statland BE, Demas T, Davis M. Caffeine accumulation associated with 32. Beach CA. Mays DC, Guiler RC, Jacober CH, Gerber N. Inhibition and
alcoholic liver disease. N EngI J Med. 1976; 295: 110–111. elimination of caffeine by disulfiram in normal subjects and recovering
16. Patwardhan RV, Desmond PV, Johnson RF, Schenker S. Impaired elimi- alcoholics. Clin Pharmacol Ther. 1986; 39: 265–270.
nation of caffeine by oralcontraceptive steroids. J Lab Clin Med. 1980; 95: 33. Cook CE, Tallent CR, Amerson EW dkk. Caffeine in plasma and saliva by
603–608. aradioimmunoassay procedure. JPharmacol ExpTher. 1976; 199: 679–686.
17. Bonati M, Garattini S. Interspecies comparison of caffeine disposition. 34. May DC, Jarboe CH, Van Bakel AB, Williams WM. Effects of cimetidine
Dalam: Dew PB, ed. Caffeine : perspectives from recent research. New on caffeine disposition in smokers and non smokers. Clin Pharmacol Ther.
York: Springer-Verlag, 1984: 48–56. 1982; 31: 656–661.
18. Bonati M, Latini R, Galetti F, Young JF, Tognoni G, Garattini S. Caffeine

48 Cermin Dunia Kedokteran No. 111, 1996


TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Dukungan Ilmiah Penggunaan Ramuan


Untuk Obesitas
B. Dzulkarnain, Lucie Widowati
Pusat Penelitian dan Pen gembangan Farmasi
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan RI, Jakarta

PENDAHULUAN an ramuan tradisional atau tanaman obat sebagai bahan pengu-


Obesitas adalah suatu keadaan tubuh mengalami kelebihan rang bobot.
lemak 20% atau lebih di atas normal. Komposisi normal lemak Oleh Mardisiswoyo(2) disebutkan beberapa tanaman yang
dalam tubuh pria 12-28% dan berat badan dan untuk wanita 18- digunakan dalam bentuk tunggal ialah:
24%(1). 1) Morinda citrifolia L.; mengkudu, pace (buah matang)
Prevalensi obesitas di masa datang dikhawatirkan mening- 2) Ananas comosus (L) Merr.; nanas (buah matang)
kat sesuai dengan bertambah baiknya kondisi sosial ekonomi 3) Guazuma ulmifolia Lamk.; Jati blanda (daun)
masyarakat kita. (Kompas, 1 Mei 1994). 4) Punica granatum L.; delima (buah)
Gemuk tidak selalu berarti sehat, bahkan dapat menyulitkan Sedangkan oleh Lily M. Perry(3) disebutkan beberapa ta-
dan tidak enak dipandang. Oleh karena itu banyak yang berusaha naman yang digunakan secara tunggal untuk mengatasi obesitas
mengurangi atau mencari cara mengurangi bobot badannya. yaitu :
Sudah banyak cara untuk mengatasinya, seperti banyak berolah 1) Curcuma heyneana Val.; temu giring (rimpang)
raga, mengatur makan, hidup teratur, mungkin dengan berbagai 2) Guazuma u1m Lamk.; Jati blanda (daun)
slimming tea dan obat-obat lain. Orang tua kita sejak jaman dulu 3) Ipomoea digitata L.; kangkung (?) (daun)
juga sudah menyadari hal i, maka dapat ditemukan atau di- 4) Lawsonia inermis L.; pacar kuku (daun)
dengar berbagai cara tradisional untuk mengatasi kelebihan 5) Zingiber purpureum Roxb.; bengle (rimpang), dicampur
bobot ini. dengan Guazuma u1mifolia Lamk.
Tulisan ini mencoba menelaah apakah obat tradisional/ Pada tahun 1988 diteliti relevansi penggunaan komponen
tanaman obat yang digunakan dapat diterangkan manfaatnya jamu terhadap indikasi yang tercantum pada etiket jamu yang
dalam mengatasi masalah kegemukan. beredar. Yang dipilih pertama adalah jamu yang diperuntukkan
wanita. Salah satu yang dapat terjaring adalah ramuan untuk
kelangsingan tubuh(4).
PENELUSURAN BEBERAPA RAMUAN
Dari manakah harus dimulai? Karena luasnya dan banyaknya HASIL PENELUSURAN RAMUAN
ramuan di sini tak dapat diungkapkan semuanya, tetapi dicari Etiket yang terjaring berasal dari 6 perusahaan, yang
cara untuk memperoleh data yang dapat mendukung pengguna- menggunakan kata-kata galian singset, jamu padmosari atau

Disajikan pada Temu IlmiahTumbuhan Obat II, 28 September1994 bertempat di


Fakultas Farmasi Universitas Pancasila bekerja sama dengan PERHIPBA
Cabang Jakarta di Jakarta.
Cermin Dunia Kedokteran No. 111, 1996 49
lainnya dengan tujuan melangsingkan tubuh atau mengurangi dapat diperlihatkan juga dengan ekspeniinen pada hewan per-
bobot yang berlebih. Dan perusahaan di atas dapat dijaring 15 cobaan.
ramuan. Sementara itu dapat diperoleh 2 teh pelangsing, slim-
ming tea. HASIL PENELUSURAN PUSTAKA
Komponen yang tertera pada etiket didaftar. Hanya satu Tanaman/simplisia yang mengandung zat samak atau tanin
dari 2 teh pelangsing mencantumkan komponennya pada etiket. dan simplisia yang dijaring berdasarkan pustaka(8,9,10,11,12) terlihat
Hasil pendataan, digabung dengan tanaman dan catatan Mardi- pada Daftar II.
siswoyo(2) dan Perry(3) diperoleh 42 simplisia (Daftar I). Perlu Daftar II. Tanaman yang mengandung zat samak atau sejenisnya
dicatat bahwa demi kerahasiaan mungkin beberapa simplisia
tidak ikut dicantumkan pada etiket oleh perusahaan. Beberapa 1. Alyxia reinwardtii Bl., pulosari (kulit kayu)
2. Areca catechu L., pinang (biji)
simplisia tidak digunakan hanya dalam satu ramuan tetapi di- 3. Camelia sinensis L., teh (daun)
gunakan dalam beberapa ramuan. Simplisia yang paling banyak 4. Curcuma domestica Val., kunyit (rimpang)
digunakan dalam survai kecil ini adalah Guazuma ulmifolia 5. Curcuma heyneana Roxb., temu giring (rimpang)
Lamk (jati blanda), tanaman ini digunakan dalam 10 ramuan. 6. Eucalyptus citriodira Hoek., jenis kayu putih (buah)
7. Ficus deltoidia, tabat barito (daun)
Ada yang hanya digunakan dalam satu jamu. Simplisia ter- 8. Guazuma ulmifolia Lamk., jati blanda (daun)
banyak berasal dan Famili Zingiberaceae, tercatat sampai 12 9. Jasminum pubescens Willd. (daun)
simplisia. 10. Melaleuca leucadendra L., kayu putih (buah)
Dengan menggunakan Daftar I (pada akhir naskah) sebagai 11. Orthosiphon stamineus Benth., kumis kucing (herba)
12. Parameria laevigata Moldenke, kayu rapet (kulit kayu)
pedoman ditelusuri literatur tentang: 13. Parkia biglobosa G. Don., kedawung (biji)
1) eksperimen yang dapat menunjukkan khasiat mengurangi 14. Piper betie L., sirih (daun)
bobot 15. Punica granatum L., delima (kulit buah)
2) kandungan kimia yang dapat menerangkan khasiat mengu- 16. Quercus lusitanica Lamk., majakan (buah)
17. Rafflesia patma Blumee, teratae (bunga)
rangi bobot untuk masing-masing komponen (Tabel I). 18. Sonchus arvensis L., tempuyung (daun)
19. Terminalia catapa L., ketapang (biji)
PENDEKATAN MELALUI MEKANISME PENURUNAN 20. Zingiber purpura Roxb., beagle (rimpang)
BERAT BADAN
Mekanisme suatu bahan dapat menurunkan berat badan, Tanaman yang mengandung turunan galat mungkin juga
masih banyak belum diketahui secara rinci. Sementara ini dicoba bersifat mengendapkan seperti tanin. Jadi mereka juga dapat
menelusuri sifat kandungan kimia yang ditemukan dikaitkan menghambat penyerapan makanan karena pengendapan lapis-
dengan mekanisme penurunan berat badan. Beberapa pendekatan an pada mukus.
melalui mekanisme penurunan berat badan antara lain: Tanaman yang bersifat melicinkan karena adanya lendir dari
I) Adanya zat samak yang bersifat astringen. Zat ini diketahui 42 tanaman didaftar sesuai pustaka(2,8,9,10) terlihat pada Daftar
mengendapkan protein mukus yang melapisi bagian dalam usus. III.
Lapisan ini sukar ditembus zat hingga terjadi hambatan penye- Daftar III. Tanaman mengandung lendir
rapan makanan; dengan demikian zat yang terserap berkurang 1. Guazuma ulmifolia Lamk., jati blanda (daun)
dan mungkin akibatnya adalah orang tidakjadi gemuk. Mung- 2. Morinda citrifolia L., mengkudu (buah)
kin acetpyrogallol yang bentuknya mirip dengan tannin mem-
punyai sifat yang sama(6). Siti Nurwati(21) menyatakan adanya karbohidrat dalam lendir.
II) Adanya zat yang bersifat melicinican (lubricating), atau Dari 42 tanaman ada 5 simplisia yang terbukti bersifat
bahan bersifat demulsen. Karena bahan pelicin ini maka ma- diunetik sepenti ditunjukkan dalam Daftar IV.
kanan tidak sempat diserap. Bahan ini biasanya bersifat lendir Daftar IV. Tanaman bersifat diuretik
seperti pati, tragakan, gum dan jellies(6).
III) Bahan yang bersifat diuretik diperkirakan dapat membantu 1. Baeckea frutescens L., jung rahab (daun)(9)
2. Phyllanthus niruri L., meniran (tanaman)(9,16)
mengurangi berat badan; mekanisme yang berkaitan dengan 3. Sonchus arvensis L., tempuyung (daun)(6,17)
pengurangan berat badan sebenarnya belum diketahui benar, 4. Stachytarpheta indica L.C. Richter, pecut kuda (daun)(6)
mungkin hanya digunakan bagi kegemukan yang khusus, seperti 5. Orthosiphon stamineus Benth., kumis kucing (daun)(9,15-18)
badan yang banyak mengandung cairan.
IV) Bahan yang bersifat sebagai pencahar lemah, kerjanya Sebagai penurun berat badan, kadang-kadang tanaman yang
memudahkan defekasi dengan jalan melunakkan tinja atau bensifat sebagai laksatif lemah. Dari 42 tanaman yang termasuk
pencaharpembentuk massa yang akan mengembang membentuk mempunyai sifat laksatif lemah ditunjukkan dalam Daftar V.
gel di dalam air. Emolien digunakan untuk menurunkan berat Daftar V. Tanaman bersifat laksatif lemah
badan mungkin berdasarkan efek cepat mengenyangkan(7). 1. Curcuma domestica Val., kunyit (rimpang)(2)
Eksperimen pada hewan merupakan salah satu cara pem- 2. Kaempferia angustifolia Rose, kunyit putih (rimpang)(2)
buktian, meskipun percobaan dilakukan pada hewan yang 3. Morinda citrifolia L., pace (bush)(2)
spsiesnya berlainan dengan manusia. Butir III dan IV mungkin 4. Ananas comosus (L.) Merr., nanas (buah)(2)

50 Cermin Dunia Kedokteran No. 111, 1996


Perlu ditambahkan selain pembuktian sifat diuretik beberapa Schiech. yang juga menghambat pertambahan berat badan,
peneliti telah mengadakan pengujian lain.Iskriani Windiastuti(15) maka mestinya jumlah bahan yang digunakan lebih sedikit. Dalam
telah membandingkan besar efek diuretik infus herba meniran ramuan terlihat Guazuma 8% dan Boesenbergia pandurata
(Phyllanthus niruri L.) dan daun kumis kucing (Orthosiphon Schlech. 6-8%. Tetapi terdapat ramuan yang mengandung hanya
stamineus Benth.) dan melihat bahwa pada konsentrasi 20% Guazuma yang banyaknya 5%. Mungkin hal ini disebabkan
kedua infus, infus kumis kucing mempunyai efek paling besar. karena bahan lain diperhitungkan efeknya.
Trifena Fenny Gowinda(18) membandingkan daya diuretik Sebagai contoh hal di atas disajikan dua ramuan: Ramuan I
rebusan Barleria prioritis L. dan daun Orthosiphon aristatus terdiri dan : Zingiber cassumunar Roxb. (rimpang), Guazuma
(BL) Miq. dan melihat tak ada beda antara kedua bahan. ulmifolia Lamk. (daun), Zingiber littorale Val. (rimpang).
Efek laksatif beberapa tanaman di atas belum didukung Guazuma ulmifolium mengandung tanin, lendir, dan terbukti
penelitian terhadap hewan coba. menurunkan bobot badan secara eksperimental; selain itu ada
Beberapa tanaman telah diuji kemampuannya untuk bahan lain, yang belum dapat diterangkan khasiatnya.
menurunkan-berat badan pãda hewan percobaan. Hanya dua Ramuan II terdiri dari 13 simplisia dan mengandung zat
tanaman yang diteliti dan 42 tanaman yaitu: seperti Tabel 1.
1) Boesenbergia pandurata Schiech., temu kuaci (rimpang)(19) Tabel 1. Simplisia yang terkandung dalam Ramuan II
2) Guazuma ulmifolia Lamk., jati blanda (daun)(20,21,22)
Tanaman lain yang sudah diteliti pengaruhnya terhadap Berisi Berisi Ada
No. Nama tanaman Keterangan
tanin lendir eksperimen
bobot badan adalah Murraya paniculata(23). Tanaman ini tidak
termasuk dalam ke 42 tanaman. Dan literatur tanaman ini juga l Alyxia reinwardtii BL. + – –
mengandung tanin. 2 Parameria laevigata + – –
Moldenke
3 Kaemferia rotunda L. – – –
PEMBAHASAN 4 Guazuma ulmifolia Lamk. + + +
Untuk dapat membenarkan penggunaan perlu dibuktikan 5 Ficus deltoidea + – –
berbagai simplisia yang terdapat dalam ramuan yang mempunyai 6 Curcuma domestica Val. + – –
salah satu atau beberapa sifat-sifat seperti pada I, II, III,IV. 7 Curcuma xanthorrhiza – –
Roxb. –
I) bersifat astringent karena mengandung tanin atau turun- 8 Zingiber zerumbet SM. – – –
annya seperti asam galat. 9 Parkia biglobosa G. Don. + – –
II) adanya pelicin seperti lendir atau konsistensi seperti 10 Jasminum pubescens + – –
tragakant. Wild.
11 Carum copticum Benth. – – –
III) adanya sifat diuretik atau yang mengandung bahan dike- 12 Eucalyptus + – – minyak
tahui bersifat diuretik. 13 Foeniculum vulgare Mill – – – lemak
IV) bersifat laksatit lemah (light laxative).
Dengan dasar sifat di atas, 2 tanaman dan 4 tanaman yang Keterangan:
digunakan secara tunggal, mengandung tanin, yaitu Punica Terlihat dari 13 simplisia Ramuan II, 8 mengandung tanin yang bersifat
astringen; guazuma bersifat menghambat pertambahan berat badan dan
granatum L. dan Guazuma ulmifolia Lamk. yang juga mengan- mengandung lendir serta tanin.
dung lendir. Dengan kandungan tersebut, dapat diterangkan
mekanisme dengan sifat I dan II. Morinda citrifolia L. mengan- Sementara itu dan 15 ramuan yang ditelaah sering muncul
dung zat yang bersifat melembutkan kulit. Hal ini mungkin dapat simplisia yang mempunyai bahan yang bersifat salah satu dari 4
dihubungkan dengan mekanisme II. Sedangkan Ananas cornosus butir di atas.
(L) Merr. sebagai laksatif lemah. Penelitian lain yaitu berhubungan dengan formulasi. Kanena
Dari 15 ramuan yang dikumpulkan oleh Nurendah P.S(4) mengandung zat lendir, maka bila diseduh akan membentuk
dengan keterangan di atas dapat dicatat: suspensi yang kental padajamu, hal ini tidak disukai konsumen.
• 14 ramuan berisi satu simplisia atau lebih yang mengan- Di samping itu daun Guazuma ulmifolia Lamk. diliputi bulu-
dung tanin bulu halus, yang apabila proses pengeringannya kurang sem-
• 11 ramuan berisi satu simplisia atau lebih yang mengan- purna, dapat menimbulkan rasa gatal di tenggorokan apabila
dung lendir diminum. Untuk ini Retno Heryani cs(20) mencoba membanding-
• 5 ramuan berisi satu simplisia atau lebih yang bersifat kan pengaruh daun jati blanda yang digoreng dan yang tidak
diuretik digoreng terhadap penurun berat badan tikus. Ternyata yang
• 10 ramuan berisi satu simplisia atau lebih yang terbukti digoreng tidak berkhasiat. Oleh karena itu keadaan daun tidak
mengurangi laju pertambahan berat badan. dapat dihindari. Hal ini akan berguna sebagai informasi dalam
Menarik diulas sedikit penggunaan Guazuma ulmifolia formulasi. Daun jati blanda biasa tetap dapat menurunkan berat
Lamk. Simplisia ini dibuktikan dapat menghambat pertambah- badan tikus. Penulis yang sama menyatakan kemungkinan lendir
an berat meskipun mekanismenya belum diketahui. Pengguna- daun jati blanda dalam usus mengembang hingga tidak mem-
annya terlihat dalam 10 dan 15 ramuan. Digunakan mulai dari 5 berikan rasa lapar.
sampai 25%. Bila terkombinasi dengan Boesenbergia pandurata Siti Nurwati(21) kemudian mengobservasi bahwa meskipun

Cermin Dunia Kedokteran No. 111, 1996 51


ada penurunan pertambahan berat tikus, namun makanan dan Sebagai tambahan informasi tentang kandungan daun jati
minuman yang dikonsumsi tidak berubah. Dengan demikian blanda dapat disebutkan bahwa Yeniwati(26) telah melakukan
diduga ada zat yang lain dalam Guazuma ulmifolia Lamk. yang isolasi dengan cara KLT dan seduhan daun jati blanda dengan
menyebabkan penurunan pertambahan bobot. Karena itu, pelarut polar dan nonpolar. Disimpulkan bahwa seduhan me-
mekanisme adanya lendir yang menyebabkan perut kenyang dan nunjukkan reaksi positif tenhadap tniterpen/sterol, alkaloid,
makanan menjadi sedikit dikonsumsi, menjadi tidak benar. karotenoid, flavonoid, tanin dan asam-asam fenol.
Sehubungan dengan penggunaan tanaman ini yang di- Adanya sifat Iaksan dan deretan tanaman dalam Daftar I
lakukan dalam waktu relatif lama terus menerus (biasanya da- hanya dibuktikan pada tanaman Phyllanthus niruri L(30).
lam jamu), maka dikhawatirkan akan menimbulkan efek yang Juga belum dibahas dosis yang digunakan pada eksperimen
merugikan. Untuk itu Suwidjijo Pramono cs(24), melakukan peme- hewan dan dosis yang digunakan manusia. Jumlah bahan yang
riksaan hematologik meliputijumlah sel darah merah, sel darah digunakan pada ekspenimen pada hewan tidak begitu saja dapat
putih, kadar protein total, Hb dan volume korpuskuli atas pe- diterapkan pada manusia. Beberapa peneliti menganjurkan untuk
ngaruh pemberian daun jati blanda. Ternyata dalam pemberian mengadakan ekstnapolasi berdasarkan permukaan usus(31), juga
oral serbuk daun jati blanda selama 3 bulan, gambaran hema- perlu diperhatikan kepekaan masing-masing hewan percobaan.
tologi hewan uji tidak dipengaruhi. Subandrio Joko Semedi(25), Di samping itu perlu diadakan normalisasi ukuran simplisia dan
mengadakan pemeriksaan pengaruh seduhan daun jati blanda pengolahan sebelum digunakan, kering dan basah, dan umur
terhadap fungsi hati. Parameter yang digunakan adalah aktivitas simplisia umpamanya daun tua/muda buah muda/tua dan
enzim SGPT, SGOT, SGGT dan ditentukan sebelum dan sesudah sebagainya.
pemberian seduhan daun jati blanda selama 1 bulan. Pemberian Kelemahan lain adalah belum tentu semua bahan yang di-
bahan ini ternyata tidak mempengaruhi fungsi hati. Penelitian gunakan tercantum pada etiket; bahan demikian tidak dapat
lain adalah pengaruh daun jati blanda terhadap hepar tikus yang diikutsertakan dalam pembahasan.
dilakukan oleh Yeniwati(26). Pemberian seduhan daun jati blanda
250 mg/kg bb selama 3 bulan terus menerus tidak menyebabkan
kenaikan harga aktivitas SGPT secara bermakna dibandingkan KESIMPULAN
dengan kelompok kontrol. Demikian pula dengan pemeriksaan Dari 42 simplisia yang terdapat dalam ramuan jamu pe-
histopatologi sel-sel hepar ternyata tidak berubah. langsing, hanya beberapa simplisia dapat didukung dengan
Pengaruh daun jati blanda terhadap fungsi ginjal dilakukan informasi ilmiah tentang khasiatnya. Perlu diingat bahwa tidak
oleh Yusuf Husni(27). Penelitian dilakukan dengan mengobservasi semua komponen tercantum pada etiket, sehingga tidak semua
pengaruh seduhan terhadap kreatinin dan kadar urea pada se- simplisia dapat ditelusuri. Mungkin justru komponen yang tidak
rum darah kelinci yang diberikan selama dua bulan terus disebutkan itulah yang benkhasiat. Juga belum diperhatikan dosis
menerus. Dari tiga dosis yang berbeda, ternyata tidak ada yang yang digunakan dalam penggunaan dikaitkan dengan kuantitas
menyebabkan kenaikan kadar kreatinin dan urea yang bermakna kandungan bahan aktifnya.
dibandingkan dengan kontrol. Infus daun jati blandadengan dosis Di samping itu memang ada simplisia yang tidak dapat di-
40 x dosis manusia (DM) dan 80 x DM diberikan kepada kelinci terangkan khasiatnya, khususnya yang berkaitan dengan penu-
yang kadar lipidnya diinduksi dengan kuning telur dan sukrose. runan bobot. Tetapi mungkin digunakan hanya sebagai bahan
Bahan uji diberikan per oral tiap hari selama 84 hari. Darah penyedap atau pewangi.
diambil setelah dipuasakan 18 jam sebelum perlakuan dari tiap Perlu dipertanyakan mekanisme penurunan berat badan yang
minggu selama perlakuan. Pemberian infus daun jati blanda tidak diterangkan; mungkin pana pakar ada yang dapat memberikan
menurunkan kadar total kolesterol dan LDL kolesterol atau informasi yang lebih tepat. Demikian pula mungkin ada informasi
menaikkan HDL kolesterol serum hiperkolesterolemik, serta lain atau tambahan infonmasi simplisia yang belum tercakup.
tidak mempengaruhi kadar normal triglisenida serum(8).
Kaplet jamu seded saliro yang mengandung Guazuma UCAPAN TERIMA KASIH
ulmifolia Lamk. diuji pada kelinci betina (15 ekor) dan jantan Terima kasih ditujukan kepada Dra. Nurendah, PS. yang telah membantu
(15 ekor) galur Japanese White yang secara acak dibagi dalam 3 dalam persiapan naskah ini, hingga naskah pantas diterbitkan.
kelompok @ 10 ekor. Untuk meningkatkan kadar lipid hewan
coba dibeni diet yang mengandung 5 g/kgbb/hari (?)dan kuning KEPUSTAKAAN
1. Ganong WF Cs. Review of Medical Physiology. San Fransisco: Univer-
telur 2,5 g/kgbb. Pengambilan darah dilakukan tiap 2 minggu sity of California, 1989.
selama 3 bulan dan pengukuran kadar lipid dilakukan menurut 2. Mardisiswoyo S. Rajakmangunssldarso H. Cabe Puyang: Warisan Nenek
metoda baku WHO. Selama percobaan berat badan kelinci tidak Moyang. Karya Wreda, 1975.
dipengaruhi kaplet jamu seded saliro yang diberikan sebanyak 3. Perry LM. Medicinal Plants of East and Southeast Asia, The MIT Press,
1980.
10 x dan 20 x Dosis Manusia; juga tidak ada perbedaan nyata 4. Nurendah PS dkk. Laporan penelitian etiket jamu bagi wanita yang ada di
antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Jamu me- pasaran, 1988.
ningkatkan kadar HDL kolesterol secara bermakna dant me- 5. Cutting WC. Handbook of Pharmacology. 5th ed. New York: Appleton
nirunkan kadar kolesterol dan LDL kolesterol secara ber- Century Crofts, 1972: 141.
6. Argawal OR Chemistry of Organic Natural Products. 4th ed. Gos Publ.
makna(29).

52 Cermin Dunia Kedokteran No. 111, 1996


House. 1976.
7. Gan S dkk. Farmakologi dan Terapi, Edisi 2, Bagian Farmakologi Fakultas Universitas Airlangga, 1986.
Kedokteran Universitas Indonesia, 1980. 34. Oei Ban Liang cs. Efek koleretik dan anti kapang komponen Curcuma
8. Departemen Kesehatan Republikindonesia. Materia Medika Jilid I s.d V. xanthorrhiza Roxb. dan Curcutna domestica Vol., PT Darya Varia Lab.
9. ibid. Vademikum Tanaman Obat Alam. 1989. 1986.
10. ibid. Puslitbang Farmasi, Badan Litbang Kesehatan. Tinjauan hasil 35. Clara Maria Limono. Pengaruh infus rimpang temulawak terhadap
Penelitian Tanaman Obat di Berbagai Institusi. jilid 1. 1991. pengeluaran susu mencit. Fakultas Farmasi Universitas Surabaya, 1990.
11. ibid. Pemanfaatan Tanaman Obat Indonesia edisi III 1983. 36. Setiawan Angtoni. Pengaruh infus rimpang temulawak (Curcuma
12. ibid. Tanaman Obat Indonesia jilid I xanthorrhiza Roxb.) terhadap daya regenerasi sd hati tikus putih. Fakultas
13. Usher G. A Dictionary of Plants Used By Men. Constable, London. Farmasi Universitas Surabaya, 1991.
14. Rahayu Ariani. Studi kemotaksonomi Sonchus arvensis L., Sonchus 37. Kijonggo Tiknoliman. Pengaruh dan perasan buah mengkudu (Morinda
oleaceus dan Sonchus asper Hill, Fakultas Farmasi Unair Universitas citrifolia L.) terhadap kadar glikosa darah kelinci dengan menggunakan uji
Airlangga, 1990. toleransi glukosa oral. Fakultas Farmasi Universitas Surabaya, 1991.
15. lskriani Windiastuti. Perbandingan khasiat diuretika antara infus herba 38. Minggawati. Studi perbandingan pengaruh infus kombinasi daun
meniran (Phyllanthus niruri L.) daun kumis kucing (Orthosiphon sambiloto dan daun kumis kucing (7:3) dengan infus kedua tumbuhan
stamineus Benth.) dan kombinasinya pada tikus, Jurusan Biologi FMIPA tersebut dalam keadaan tunggal terhadap perubahan kadar glukosa darah
Universitas Airlangga, 1991. kelinci pada uji toleransi glukose oral. Fakultas Farmasi Universitas
16. Nunik Kadarsan. Asia Friharini. Perbandingan khasiat diuretik dan infus Katolik Widya Mandala, 1990.
daun muda dan daun tua tanaman kumis kucing (Orthosiphon stamineus
Benth.) pada kelinci, Jurusan Biologi FMlPAUniversitasAirlangga, 1989. Daftar I. Daftar tanaman dalam jamu singset/pelangsing
17. Rusdyeti. Membandingkan efek diuretik daun Sonchus arvensis L. dan Nama Nama
daun Persea americana dengan duan Orthosiphon stamineus Benth. Pada No Nama Latin Famili Fink
Simplisia Daerah
kelinci jantan, Jurusan Farmasi FMIPA Universitas Andalas, 1985. 1 Aglia odorata Meliaceae Aglia pacar cina 1
18. Trifena Fenny Gowinda. Studi perbandingan efek diuresis dan rebusan Lour. . folium
daun Barleria prionitis L. dan Orthosiphon aristatus (BL) Miq. terhadap 2 Alyxia reinwardtii Apocynaceae Alyxia pulosari 6
tikus putih. Fakultas Farmasi Universitas Katolik Widya Mandala, 1992. Bl. 'cortex
19. Ita Suryani Budihardjo. Pengaruh air perasan rimpang Boesenbergia 3 Ananas comusus Agaraceae Ananas nanas 1
pandurata (Ratch) Schlecht terhadap berat badan tikus, Fakultas Farmasi (L.) Merr. comosi
Universitas Katolik Widya Mandala, 1992. fructus
20. Retno Hernayani, M. Syafei, Z. Anifin. Pengaruhjati blanda yang digoreng 4 Areca catechu L. Arecaceae Areca semen pinang 1
terhadap penurunan berat badan tikus. Proc Kong XI Konferensi Ilmiah 5 Baeckea frutescens Myrtaceae Baeckea jung rahap 1
ISFI 1983 : 689-196. L. folium
21. Siti Nurwati. Pengaruh daun jati blanda terhadap bobot badan dan 6 Boesenbergia Zingiberaceae Boesenbergia temu kunci 2
gambaran hematologik darah tikus putih betina senta identifikasi lendir- pandurata Schlech. rhizoma
nya. Fakultas Farmasi Universitas Gajah Mada, 1984. 7 Camelia sinensis L. Sterculiaceae - teh 1
22. Lies Abdarini. Pengaruh pemberian infus daun jati blanda (Guazuma 8 Carum copticum Umbellifereae Coptici mungsi 4
ulmifolia Lamk.) terhadap berat badan mencit. Jurusan Biologi Farmasi Benth. fructus
Fakultas Fanmasi Univensitas Airlangga, 1987. 9 Curcuma Zingiberaceae Curcumae temu ireng 5
23. Ika Murni Sugiarti. Pengaruh pemberian infus daun kemuning (Murraya aeruginosa Roxb. aeruginosae
paniculata (L.) Jack) tenhadap berat badan mencit, Jurusan Biologi rhizoma
Fakultas Farmasi Universitas Airlangga, 1990. 10 Curcuma domestica Zingiberaceae Curcumae kunyit 5
24. Suwidjijo Pramono, Sugiyanto, Siti Nurwati. Pengaruh Jamu galian singset Val. domesticae
dan daun jati blanda terhadap gambaran hematoligik darah tikus. Pros rhizoma
Kongr Ilmiah ke V ISFI 1984 Bandung. 11 Curcuma heyneana Zingiberaceae Curcumae temu l
25. Subandno Joko Semedi. Penelitian pendahuluan pengaruh pemberian Roxb. heyneanae giring
seduhan daun Guazuma ulmifolia Lamk. terhadap Aktivitas Enzym SOOT, rhizoma
SGPT, SOOT kelinci. Fakultas Farmasi Universitas Ainlangga. 1987. 12 Curcuma Zingiberaceae Curcuma temu 7
26. Yeniwati. Pengaruh jamu galian singset dan daun jati blanda terhadap hepar xanthorrhiza Roxb. rhizoma lawak
tikus serta sknining fitokimia danjati blanda. Fakultas Farmasi Gajah 13 Eucalyptus Myrtaceae Eucalypt - 3
Mada, 1984. citriodora Hoek fructus
27. Jusuf Husni. Penelitian pendahuluan pengaruh pembenian daun Guazuma 14 Ficus deltoidea Moraceae Ficus tabat 4
ulmifolia terhadap kreatinin dan urea dalam serum darah kelinci, Fakultas deltoidea barito
Farmasi Universitas Airlangga, 1986. folium
28. Azalia Arif cs. Efek infus daun jati blanda (Guazuma ulmifolia Lamk.) 15 Foeniculum Apiaceae Foeniculi adas 3
terhadap fraksi lipid darah kelinci. Maj Farmakol dan Terapi Indon 1992; vulgare Mill. fructus
9(2): 106. 16 Guazuma ulmifolia Sterculiaceae Guazuma jati 10
29. Santoso HSO. Pengaruh jamu seded saliro terhadap lipid darah kelinci Lamk. folium blanda
galur Japanese White. Maj Kedokt Indon 1992 (Maret); 42(3): 184-191. 17 1pomoea digitata Convolvula- - kangkung 1
1992: 184-191. L. ceae
30. B. Wahjoedi dkk. Pengaruh infus beberapa tanaman obat terhadap luaran 18 Jasminum Oleaceae Jasmini gambir 1
feces pada mencit. Risalah Simposium Penelitian Tumbuhan Obat II pubescens Wild. pubescens hutan
Bogon. 1980: 38-41. folium
31. Boyd EM. Predictive Toxicometric XXXXXX 1993. 19 Kaemferia Zingiberaceae Kaemferia kunyit 1
32. Christine. Identifikasi secara knomatografi lapis tipis terhadap daun jati angustifolia Rosc. angustifoliae putih
blanda dan rimpang temulawak dalam rempah jamu galian singset. rhizoma
Fakultas Farmasi Universitas Pancasila, 1990. 20 Kaemferia rotunda Zingiberaceae Kaemferia temu 2
33. Endyah Liestyartie. Pengaruh infus daun teh (Camellia sinensis L.) L. rotundi putih
terhadap kontraksi usus halus kelinci terpisah. Jurusan Biologi FMIPA rhizoma
21 Languas galanga Zingiberaceae Languatis lengkuas 2

Cermin Dunia Kedokteran No. 111, 1996 53


Stuntz. galangae Tabel I . Rekapitulasi kandungan tanaman untuk singset/pelangsing
rhizoma No Nama Latin sam , len eks diur lax
22 Lawsonia inermis Lytheraceae pacar 1
L. kuku 1 Aglia odorata Lour. — — — — —
23 Melaleuca Myrtaceae Melaleucae kayu 2 2 Alyxia reinwardtii Bl. + — — — —
leucadendra L. fructus putih 3 Ananas comusus (L.) Merr. — — — — +
24 Morinda citrifolia Rubiaceae Morinda mengkudu 1 4 Areca catechu L. + — — — —
L. citrifoliae 5 Baeckea frutescens L. — — — + —
fructus 6 Boesenbergia pandurata Schlech. — — + — —
25 Orthosiphon Mamiaceae Orthosiphonis kumis l 7 Camelia sinensis L. + — — — —
stamineus Benth. folium kucing 8 Carum copticum Benth. — — — — —
26 Parameria laevigata Apocynaceae Parameriae kayu 6 9 Curcuma aeruginosa Roxb. - - - - -
Moldenke. cortex rapat 10 Curcuma domestica Val. + - - - -
27 Parkiae biglobosa Mimosaceae Parkiae kedawung 4 11 Curcuma heyneana Val. - - - - -
G. Don. semen 12 Curcuma xanthorrhiza Roxb. — — — — —
28 Phyllanthus niruri Euphorbiaceae Phyllanthi meniran 1 13 Eucalyptus citriodora Hoek. + — — — —
L. herba
14 Ficus deltoidea + — — — —
29 Piper betle L. Piperaceae Piperis sirih 1
15 Foeniculum vulgare Mill. — — — — —
folium
16 Cuazuma ulmifolia Lamk. + + + — —
30 Piper retrof'ractum Piperaceae Retmfracti cabe jawa 2
L. fructus 17 Ipomoea digitata L — — — — —
31 Punica granatum Punicaceae Granati delima 3 18 Jasminum pubescens Wild. — — — — —
L pericarpium 19 Kaemferia anguctifolia Rose. — — — — —
32 Quercus lusitanica Fagaceae Callae majakan 1 20 Kaemferia mtunda L. — — — — —
Lamle 21 Languas galanga Stuntz. + — — — —
33 Rafflesia patina Rafflesiaceae Rafflesia terate 3 22 Lawsonia inermis L + — — — —
Blumee. patina f 1os. 23 Melaleuca leucadendra L. + - - - -
34 Sindora sumatrana Legunimosae Sindorae saparantu 1 24 Morinda citrifolia L. — — — — —
Miq. fructus 25 Orthosiphon stamineus Benth. + - - + -
35 Sonchus arvensis Mimosaceae Sonchus tempuyung 1 26 Parameria laevigata Moldenke + — — — —
L. .folium 27 Parkia biglobosa G.Don. + — — — —
36 Stachytarpheta Verbenaceae Stachytarphe- pecut 2 28 Phyllanthus niruri L. — — — + —
indica L.C. Rich. tae indicae kuda 29 Piper betle L. + - - - -
folium 30 Piper retrofractum L. — — — — —
37 Terminalia Combretaceae Terminalia ketapang 1 31 Punica granatum L. + — — — —
catappa L. semen 32 Quercus lusitanica Lamk. + - - - -
38 Zingiber ammatica Zingiberaceae Zingiberis lempuyang 3 33 Rafflesia patina Blume. + — — — —
Val. ammaticeae wangi 34 Sindora sumatrana Miq. — — — — —
rhizoma 35 Sonchus arvensis L. + — — + —
39 Zingiber littoralis Zingiberaceae Zingiberis lempuyang 1 36 Stachytarpheta indica L C Rich. — — — + —
Val. littoralis pahit 37 Terminalia catappa L. + - - - -
rhizoma
38 Zingiber ammatica Val. — — — — —
40 Zingiber officinale Zingiberaceae Zingiberis jahe 1
39 Zingiber littoralis Val. — — — — —
Rosc. rhizoma
40 Zingiber officinale Rosc. — — — — —
41 Zingiber purpurea Zingiberaceae Zingiberis bengle 3
Roxb. purpurea 41 Zingiber purpurea Roxb. + — — — —
rhizoma 42 Zingiber zerumbet SM. — — — — —
42 Zingiber zerumbet Zingiberaceae Zingiberis lempuyang 4
SM. zerumbeti gajah Keterangan
rhizoma sam = kandungan zat samak (tanin)
len = kandungan lendir
Keterangan :
eks = Eksperimental penurunan bobot badan
Frek = frekuensi penggunaan simplisia dalam 15 ramuan
diur = sifat diuretik lake = sifat laksatif
+ = mempunyai sifat yang dimaksud dalam kolom; — = tidak mempunyai
sifat itu

Telling the truth does godd to him who hears, harm to him who speaks

54 Cermin Dunia Kedokteran No. 111, 1996


ULASAN

Lektin - Sifat dan Aplikasinya


dalam Biologi/Biomedis
Iwan Harjono Utama
Program Studi Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, Bali

ABSTRAK
Lektin adalah protein berasal dari makhluk hidup, mampu mengikat karbohidrat.
Bermacam-macam lektin dan spesifisitasnya telah dikenal, keistimewaan sifatnya membuat
lektin banyak digunakan dalam studi morfogenesis jaringan dan diagnostik patologis.
Semua aplikasi ini berdasarkan teknik immunositokimia, dan masih memberi tantangan
untuk kajian di masa depan.

PENDAHULUAN Bermacam aktivitas biologi lektin berasal dan satu sifat,


Karbohidrat merupakan komponen utama permukaan sel, yaitu kemampuannya berinteraksi dengan karbohidrat. Atas dasar
baik pada prokariot maupun eukariot. Fungsinya untuk komuni- inilah Goldstein dan kawan-kawan pada tahun 1980 mendefinisi-
kasi antar sel, reseptor dan alat sensor sel terhadap lingkungan- kan lektin sebagai berikut: Suatu protein pengikat karbohidrat,
nya(1). Selain fungsi tersebut, karbohidratjuga berfungsi sebagai bukan berasal dari sistim immunitas, tapi mampu menggumpal-
penanda biologis; ini beraspek luas, dan sistim pengenalan self- kan sel dan mengikat glikokonyugat tertentu.
non self, aktivator berbagai jenis protein, bahkan menentukan Alroy (1988) mengatakan lektin sendiri berupa molekul
waktu paruh seluruh komponen tubuh(2). Contohnya galaktosa glikoprotein, dan mekanisme pengikatannya terhadap karbohidrat
dan asam sialat berperan meningkatkan waktu paruh suatu pro- berupa ikatan non kova1en(4). Ikatan ini memang lemah, tapi jika
tein dalam tubuh manusia, kelinci dan tikus. Asetil glukosamin terbentuk lebih dan satu ikatan, baik antan molekul maupun di
berperan sama pada unggas dan reptil. Sensor tubuh hewan ter- dalam molekul lektin, maka cukup kuat untuk menggumpalkan
hadap sel-selnya yang sudah tua juga diperani oleh mekanisme sel(2). Mekanisme pengikatan tersebut terlihat pada Gambar 1.
ini, contohnya turn over eritrosit berlangsung kira-kira 120 hari.
Istilah lektin berasal dan kata Yunani legere yang berarti
menjemput atau mengambil(3). Sejak pertama kali diamati aktivi- SUMBER DAN PERAN BIOLOGIS
tasnya dan ekstrak tanaman jarak (Ricinus communis) pada Lektin dapat diisolasi dan hewan maupun tanaman (Tabel
tahun 1888, pengetahuan mengenai lektin berkembang pesat. l dan 2).
Tahun 1908, Karl Landsteiner mengamati lektin mampu meng- Lektin asal hewan berf sebagai berikut(8) :
gumpalkan eritrosit, dan tahun 1919 James B. Sumner berhasil 1) Imunitas primitif yang tampakjelas pada sistim hemolimfa
memurnikan Iektin dan tanaman Concanavolia ensiformis. vertebrata. Parasit yang menginfeksi hewan ini akan diselubungi
Hasilnya dikenal sebagai Concanavalin A yang mampu meng- oleh lektin, sehingga hemosit dapat menelannya.
endapkan glikogen terlarut dan aglutinasinya terhadap eritrosit 2) Pemantauan komponen darah diperani oleh organ, terutama
dihambat oleh sukrosa, mannosa, dan g1ukosa(2); disimpulkan hati. Adanya protein-protein yang ñiemiliki residu karbohidrat
lektin mampu bereaksi secara stereospesifik dengan karbohidrat asing bagi tubuh, akan cepat ditelan oleh hepatosit untuk di-
permukaan sel. metabolisme.

Cermin Dunia Kedokteran No. 111, 1996 55


3) Morfogenesis
Lektin berperan dalam fusi myoblas dan fibroblas. Pemben-
tukan jaringan ikat dan pertautan antar protein-protein fibrous
saat perkembangan embrio diperantarai oleh lektin.
4) Pelindung
ini tampak pada sel telur yang mampu menyeleksi satu dari
berjuta-juta sperma yang menghampirinya.
Fungsi lektin asal tanaman belum jelas, diduga sebagai per-
lindungan diri(4). Pada hewan, lektin asal tanaman memiliki
beberapa fungsi biologis, di antaranya stimulator limfosit B dan
T yang diperani oleh ekstrak tanaman Artocarpus integrifolia
(jacalin)(9). Jacalinjuga mampu mengikat immunoglobulin A(10).
Fungsi mitogenik terhadap limfosit T juga diperlihatkan oleh
leukoaglutinin yang berasal dari Phaseolus vu1garis(6).

KLASIFIKASI KERJA LEKTIN


Spesifisitas terhadap karbohidrat, baik mono dan oligo-
sakarida yang diikatnya menjadi dasar klasifikasi lektin(7), atas
dasar ini spesifisitas lektin diklasifikasikan menjadi enam kelas
utama, yaitu terhadap (Tabel 1 dan 2):
1) N-asetil galaktosamin dan oligosakanidanya
2) Galaktosa dan oligosakaridanya
3) Mannosa atau glukosa dan oligosakaridanya
4) N-asetil glukosamin
5) L-fukosa
6) Asam sialat dan turunannya.
Gambar 1. Celah yang terbentuk saat pengikatan molekul karbohidrat
Klasifikasi lain yaitu berdasarkan kepekaan lektin terhadap
oleh lektin kedelai yang mengikat residu monosakarida N- inhibitor karbohidrat yang berbeda(11). Dalam kiasifikasi ini
asetil glukosamin. Lektin dan kacang tanah spesifik terhadap dihasilkan dua kelas utama lektin, yaitu:
residu disakarida β-D-galaktosa-(1.3)-D-N-asetilgalaktosamin. 1) Lektin dengan inhibitor salah satu komponen penyusun
Tabel 1. Beberapa lektin hewan dan spesifisitasnya oligosakanida yang dapat diikatnya. Misalnya lektin spesifik
Spesifisitas/bobot
terhadap trisakarida galaktosa-mannosa-glukosa, dapat diham-
Hewan bat oleh galaktosa atau mannosa atau glukosa. Lektin ini dikenal
molekul lektin (kD)
Kerang N-asetil galaktosamin (GaINAc)/470 dengan lektin kelas I atau eksolektin; istilah ini menunjukkan
Siput Asam N-asetil neuraminat (NANA)/242 lektin tersebut bekerja pada bagian luar dan oligosakanida.
Kecoa GaINAc dan fukosa/1500 2) Lektin dengan inhibitor berupa urutan karbohidrat spesifik
Landak laut NANA-Gal-NANA-GaINAc/300 penyusun oligosakarida yang dapat diikatnya. Dalam hal ini,
Amfibia Galaktosa (Gal)/69
Belalang Galaktosa/glukosa/380 masing-masing komponen penyusunan oligosakarida tersebut
Bombyx sp. Asam glukuronat/260 tidak dapat menghambatnya. Lektin ini dikenal dengan lektin
Ayam Mannosa/N-asetil glukosamin/169 kelas II atau endolektin; istilah ini menunjukkan kerja lektin pada
Tikus Mannosa/N-asetil glukosamin/650 sekuens tersebut yang umumnya terdapat di tengah-tengah
Manusia Glukosa-galaktosa/240
Helix pomatia (siput) Ga1NAc al,3 (L-fukosa 1,2) Gall?) molekul oligosakarida (Gambar 2).
Limulus polyphemus NeuNAc a 2,6 GaINAc

Tabel 2. Beberapa lektin tanaman dan spesifisitasnya

Sumber/singkatan lektin Spesifisitas


Pisum sativum/PEA amann ? aGlc=GIcNAc
Solarium tuberosum/STA GIcNAc (p1,4GIcNAc)14
Datura stramonium/DSA G1cNAc (p1,4GIcNAc)1_,=
Gal 1,4G1cNAC
Griffonia simplicifolia II/GSA II a dan GIcNAc
Dolichos biflorus/DBA GaINAc al,3GaINAc aGaINAc
Phaseolus lunatus/LBA GaINAc al,3 (L-Fucl,2)Gal I3
Glycine maximus/SBA a dan I3 GaINAc
Phytolacca americana/PWM GIcNAc (01,4GIcNAc)1_5
Aleuria aurantia/AAA a L-Fukosa
Vicia villosa/VVA GaINAc aI,3Gal Gambar 2. Lokasi kerja lektin kelas I dan II pada suatu oligosakarida
dengan monomer penyusunann ya yang hetenogen.

56 Cermin Dunia Kedokteran No. 111, 1996


Sistim Wu, et al(7) memang detail, tapi bagi mereka yang
tidak terbiasa dengan biokimia, ini agak sulit dicerna dan di-
mengerti. Sistim Gallagher(11) bersifat praktis, tapi umum, tidak
sedetail sistim Wu.

APLIKASI DALAM BIOLOGI/BIOMEDIS


Berdasarkan mekanisme kerjanya yang mirip antibodi,
lektin dapat digunakan hampir di seluruh aspek biologi. Salah satu
hal yang mendasari di sini ialah tersebar luasnya karbohidrat
dijaringan hidup; lektin dapat mengenali secara spesifik molekul/
residu karbohidrat tertentu.
Teknik sitokimia/histokimia merupakan teknik dasar peng-
gunaan lektin di bidang biologi, di sini Iektin berperan sebagai
pelacak molekul (probe) yang digandeng dengan suatu indikator
tertentu. Tujuannya untuk melacak penanda fungsi jaringan; pe-
nanda ini dapat dikategorikan menjadi(12) : Gambar 3. Prinsip-prinsip teknik sitokimia menggunakan lektin
1) Antigen (terutama protein) yang dapat dikenal dengan anti- a. Lektin menempel pada konyugat jaringan.
bodi spesifiknya (bisa antibodi monoklonal maupun polikional). b. Lektin dilabel dengan fluorokrom atau penanda enzim.
2) Enzim dapat dikenal dengan substratnya yang dibantu c. Teknlk sandwich menggunakan glikokonyugat benlabel.
d. Teknik immunoenzlm langsung.
dengan indikator tertentu seperti misalnya alkalin fosfatase sel e. Teknik immunoenzim tidak langsung.
dapat dikenal dengan bromo kloro indolil fosfat sebagai sub- f. Teknik lmmunoperoksidase-antiperoksidase.
stratnya dan nitrotetrazolium bin sebagai indikatornya. Jika g. Teknik avidin-biotin
substrat ini dipecah oleh enzim tertentu, maka indikatornya h. Hambatan kompetitif dengan gula bebas.
akan memberikan warna bin. dengan sel abnormal/sakit; sel normal menampilkan glikopro-
3). Reseptor dapat dikenal dengan ligandnya yang spesifik, tein permukaan yang berbeda dengan s sakit, bahkan perubah-
misalnya protein A dariStaphyloccus aureus merupakan resep- an tersebut bisa diinduksi dengan obat(4). Beberapa perubahan
tor untuk molekul immunoglobulin G (IgG). Jika IgG diberi mendasar di patologi dapat dilacak dengan lektin misalnya :
suatu indikator, maka dapat dilacak keberadaan molekul protein 1) Perubahan reaktif yang meliputi peradangan, misalnya be-
A atau protein lainnya yang mampu mengikat IgG. berapa sel normal yang tidak memiliki reseptor lektin tertentu,
4) Karbohidrat yang merupakan ligand untuk molekul lektin adanya peradangan menyebabkan lektin dapat mengikatnya.
seperti yang telah dibahas di atas. Kemampuan ini belum tentu disebabkan munculnya reseptor
Beberapa indikator yang biasa digunakan dalam mempelajari lektin tersebut, tapi bisa saja disebabkan perubahan konformasi
lektin di antaranya: oligosakaridalkonyugat glikoprotein di permukaan membran-
1) Golongan fluorokrom seperti rhodamin dan fluoresen isotio- nya. Hal sebaliknya pernah juga ditemui, contohnya akumulasi
sianat (FITC). glikokonyugat pada lisosom dalam beberapa kelainan seperti
2) Avidin merupakan protein berasal dan putih telur, mampu penyakit penyimpanan glikogen yang menyebabkan α dan β
mengikat biotin. Avidin dapat juga diberi penanda enzim mi- mannosidosis, afukosidosis, dan sialidosis yang dapat dibedakan
salnya alkalin fosfatase dan senyawa fosfat organik sebagai sub- dengan mçnggunakan Con A; WGA; dan S-WGA (untuk α dan
stratnya. Hidrolisis senyawa ini akan memberi warna spesifik. β mannosidosis)(14).
Bermacam-macam teknik sitokimia dapat dilihat pada Gambar 2) Tumor; sel ini juga memberikan penampilan seluler yang
3. berbeda dengan sel normal, terutama tumor yang diinduksi oleh
Kajian morfogenesis menggunakan lektin untuk kajian virus. Meskipun jenis reseptornya sama, tapi lokalisasinya dapat
anatomi/mikroanatomi dan embriologi Glikoprotein merupakan berbeda/berubah(15). Perubahan lebih lanjut da tumor sering
penanda yang andal dalam mempelajari sel; keuntungan ini di- menyebabkan heterogenitas, baik dalam satu jenis sel maupun
kaitkan dengan kemampuan lektin mengenali residu karbohidrat antanjenis sel tumor(16).
spesifik pada glikioprotein tersebut(6). Kajian mengenai polari-
sasi sel dalam organogenesis/embriogenesis, kajian asal-usul sel KESIMPULAN DAN PERSPEKTLF MASA DEPAN
berdasarkan derajat kesamaan reseptor lektin atau komponen Lektin dapat digunakan dalam melacak karakter suatu sel,
glikoprotein permukaannya(13). Dan kajian di atas, dapat disim- dan prinsip penggunaannya mirip dengan molekul antibodi (se-
pulkan dalam kajian monogenesis, lektin berguna untuk: bagai pelacak molekuler/probe); meskipun demikian prinsip
1) Kajian mengenai tingkat kematangan selljaringan tertentu. dasarnya berbeda.
2) Asal-usul sel/jaringan secara embrional. Aplikasi penggunaannya di masa depan masih merupakan
3) Differensiasi selljaringan. antangan untuk dikaji, mengingat masih banyak protein-protein
4) Biologi sel. endogen, baik pada tanaman maupun hewan yang mungkin
Diagnostik patologis dasarnya membedakan sel yang sehat mampu berperan sebagai lektin. Peranan lektin ini terhadap

Cermin Dunia Kedokteran No. 111, 1996 57


antigen asing seperti sel tumor masih belum jelas, apakah 1984; 223: 1259–64.
9. Moreno MMB, Neto AC. Lectin(s) Extracted from Seeds of Artocarpus
membantu penyebarannya atau menghambat. integrifolia (jackfruit): Potent and Selective Stimulator(s) of Distinct
Dalam segi teknik sitokimia, masih belum banyak dijumpai Human T and B Cell Functions. J Immunol 1981; 127: 427–29.
teknik diagnostik atau visualisasi yang benar-benar baik yang 10. Barreira MCR, Neto AC. Jacalin: an IgA Binding Lectin, J Immunol 1985;
tentunya masih memerlukan pengembangan lebih lanjut. 134: 1740-43.
11. Gallagher JT. Carbohydrate binding properties of Lectins: a Possible
Approach to Lectin Nomenclature and Classification. fliosci Rep 1984; 4:
631–32.
KEPUSTAKAAN 12. Leathem AJC, Atkins NJ. Lectin Binding to Parrafin Sections. in: Tech-
niques in Iminunocytochemistry. Vol. 2. Bullock, Petruz P (eds.). London:
1. Rawn JD. Biochemistry. Neil Patterson Publ North Carolina, USA; 1989. Academic Press, 1983; 39°69.
2. Sharon N. Lectins. Sci Am 1977; 236(6): 108–19. 13. FarrAG, Anderson SK. Epithelial Heterogenity in MurineThymus: Fucose
3. Yoshizaki N. Functions and Properties of Animal Lectins. Zool Sci 1990; Specific Lectins bind Medullary Epithelial Cells. J Immunol, 1985; 134:
7:581–91. 2971–77.
4. Alroy J, Ucci AA, Periera MBA. Lectin Histochemistruy : an Update. 14. Alroy J, Orgad U, Ucci AA, Pereira MBA. Identification of Glycoprotein
Advances in Immunohistochemistiy. Ed. RA DeLellis, Raven Press NY Storage Deseases by Lections, a New Diagnostic Method. J Histochem
1988; 93–131. Cytochem 1984; 32: 1280–84.
5. Grubhoffer L, Matha V. New Lectins of Invertebrates. Zool Sci 1991; 8: 15. Cooper HS. Lectins as Probes in Histochemistry and Immunohistoche
1001–3. mistry: the Peanut (Arachis hypogaea) Lectin. Human Pathol 1984; 15:
6. Damjanov I. Biology of Desease: Lectin Cytochemistry and Histoche 904–6
mistry. Lab Invest 1987; 57: 5–20. 16. Walker R. The Use of Lectins in Histology and Histopathology. in Lectins
7. Wu AM, Sugii S, Herp A. A Table of Lectin Carbohydrate Specificities. biology, Biochemistry. Clin Biochem 1988; 6: 591–600.
Lectins-biology, Biochemistry. Clin Biochem 1988; 6: 723–40. 17. Howard DR, Batsakis JG. Peanut Agglutinin: a New Marker for Tissue
8. Barondes SH. Soluble Lectin: aNew Class of Extracellular Proteins. Nature Histiocytes. Am J Clin Pathol 1982; 77: 401–8.

58 Cermin Dunia Kedokteran No. 111, 1996


ULASAN

Sakit dan Perilaku Sakit


Sudibyo Supardi
Pusat Penelitian dan Pen gembangan Farmasi, Badan Penelitian dan Pen gembangan Kesehatan
Departemen Kesehatan RI, Jakarta

PENDAHULUAN SAKIT DAN PENYAKIT


Kesehatan adalah keadaan sejahtera dan badan, jiwa dan Pengertian sakit (illness) berkaitan dengan gangguan psiko-
sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial yang dirasakan manusia, sedangkan penyakit (disease)
sosial dan ekonomi Kesehatan merupakan kewajiban dan berkaitan dengan gangguan yang terjadi pada organ manusia.
tanggung jawab setiap penduduk. Tujuan pembangunan di bi- Sakit belum tentu karena penyakit, akan tetapi selalu mempunyai
dang kesehatan adalah tercapainya kemampuan untuk hidup relevansi psiko-sosial(4). Hubungan antara sakit dan penyakit
sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat ke- dapat digambarkan sebagai berikut(5) (Tabel).
sehatan masyarakat yang optimal. Derajat kesehatan merupakan
hasil interaksi dan empat faktor, yaitu : faktor lingkungan, fak- Tabel. Hubungan antara Sakit dan Penyakit
tor perilaku, faktor pelayanan kesehatan dan faktor keturunan. Sakit
Penyakit
Dari keempat faktor tersebut, faktor lingkungan dan faktor peri- Tidak Ya
laku mempunyai peranan yang besar di samping faktor pela- Tidak a c
yanan kesehatan. Perilaku penduduk terhadap kesehatan di- Ya b d
pengaruhi oleh keadaan sosial budaya masyarakat. Faktor ini
antara lain berkaitan dengan pengel-tian sehat-sakit, pola pen-
carian pengobatan, serta penggunaan sumber daya untuk pening- Keterangan :
katan, pencegahan, penyembuhan dan pemulihan kesehatan(2). (a) Menggambarkan keadaan seseorang yang secara klinik
Kebanyakan masyarakat awam mengartikan sehat sebagai tidak berpenyakit dan tidak merasakan sakit.
keadaan tubuh yang enak, nyaman, gembira, dan dapat melaku- (b) Menggambarkan keadaan seseorang yang secara klinik
kan kegiatan sehani-hari, sedangkan sakit sebagai keadaan tubuh berpenyakit, tetapi tidak merasakan sakit.
mengalami gangguan fisik yang menimbulkan rasa tidak enak, (c) Menggambarkan keadaan seseorang yang secara klinik
tidak nyaman dan sebagainya. Konsep sehat-sakit ini berlaku tidak berpenyakit, tetapi merasakan sakit (gangguan psikososial).
sama bagi anak maupun orang dewasa, hanya gejalanya yang (d) Menggambarkan keadaan seseorang yang secara klinik
mungkin berbeda. Gejala sakit pada anak ditandai dengan ting- berpenyakit dan merasakan sakit.
kah laku gelisah, rewel, sering menangis, tidak nafsu makan dan Menurut Bernstein, reaksi emosional umum orang sakit
pucat, sedangkan pada orang dewasa ditandai dengan lesu, meliputi : (a) reaksi emosionál langsung yang berkaitan dengan
demam, tidak dapat melakukan kegiatan sehari-hari dan seba- sakit dan pengobatan, yaitu takut, cemas, merasakan gangguan,
gainya. Masyarakat percaya bahwa penyakit dapat disebabkan serta frustrasi karena kehilangan kesenangan dan kemampuan,
oleh gejala alam (angin, panas matahari, hujan, makanan tidak (b) reaksi yang berkaitan dengan pengalaman sebelum atau
bersih) ataupun supranatural (roh, kekuatan gaib, hukuman selama sakit, yaitu marah, ketergantungan, dan rasa bersalah,
Tuhan)(3). (c) karena depresi dan kehilangan harga diri(6).

Cermin Dunia Kedokteran No. 111, 1996 59


Persepsi dan reaksi terhadap gangguan sakit juga dipenga- segera sembuh(8). Menurut Cockerham, meskipun konsep Par-
ruhi oleh sex, ras, pendidikan, kelas ekonomi dan latar belakang Sons tersebut berguna untuk memahami peran sebagai orang
budaya. Wanita lebih mudah sakit dibanding pria, dengan hipo- sakit, namun tidak terlalu tepat untuk : menerangkan variasi
tesis wanita mempunyai threshold nyeri dan ketidak nyamanan perilaku sakit, dipakai pada penyakit kronis, keadaan dan situasi
lebih rendah. Wanita Iebih banyak mencari pengobatan dan yang mempengaruhi hubungan pasien-dokter, atau untuk me-
menggunakan obat penenang dibandingkan pria. Wanita kelas nerangkan perilaku sakit masyarakat kelas bawah(9). Juga me-
sosial atas Iebih banyak melakukan pengobatan sendiri dan nurut Meile, konsep Parsons tersebut tidak cocok dipakai pada
kelas sosial bawah melakukan pengobatan medis, berlawanan orang sakit jiwa(10).
dengan kelas sosial pria(7).
Orang merasakan gangguan sakit, memberi nama pada KESIMPULAN
gangguan, dan melakukan tindakan terhadap gangguan, tergan- Dari uraian sebelumnya, diambil kesimpulan sebagai ber-
tung pada orang tersebut ingin sakit atau tidak, ingin mencari ikut : (a) Pengertian sakit berkaitan dengan gangguan psiko-
pengobatan atau tidak, ingin mematuhi pengobatan atau tidak, sosial yang dirasakan manusia, berbeda dengan pengertian pe-
serta pikiran, perasaan, dan keyakinan terhadap sakit, pengobat- nyakit. (b) Perilaku sakit dipengaruhi oleh sex, ras, pendidikan,
an dan profesi kesehatan. Semua pengalaman ini mempengaruhi kelas ekonomi dan latar belakang budaya, dan mempunyai dam-
pengambilan keputusan berobat dan perilaku sehat di masa pak sosial. (c) Gangguan yang sama pada situasi atau oleh orang
depan(7). yang berlainan dapat diinterpretasikan berbeda, sehingga mem-
pengaruhi pengambilan keputusan dan pemilihan sumber peng-
obatan.
Perilaku sakit
Perilaku sakit mencakup semua kegiatan yang dilakukan KEPUSTAKAAN
orang sakit untuk merasakan, mendefinisikan, menginterpretasi-
kan gangguan, serta mencari pengobatan yang tepat. Sedangkan 1. Departemen Kesehatan. Undang-undang Republik Indonesia nomor: 23
perilaku sehat mencakup semua kegiatan yang dilakukan oleh tahun 1992 tentang Kesehatan. Bab I pasal I.
oran sehat untuk mencegah atau mendeteksi adanya penyakit 2. Departemen Kesehatan. Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta, 1987:20,70.
3. Sudarti dkk. Persepsi masyarakat tentang sehat sakit dan posyandu. Pusat
pada setiap tingkat gangguan(4). Penelitian Kesehatan Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, Depok,
Gangguan dapat diinterpretasikan berbeda oleh orang yang 1988; 11–12.
berbeda, sehingga mempengaruhi keputusan yang diambil. Lesu 4. Rosenstock IM. The health belief and preventive health behavior. Health
ketika bangun tidur, dapat diinterpretasikan kelelahan oleh orang education monograph, 1974; 2(4): 354.
5. Soekidjo Notoatmodjo, Solita Sarwono. Pengantar Ilmu Perilaku Kese
yang baru bekerja keras; atau gejala flu pada cuaca mendung; hatan. Badan Penerbit Kesehatan Masyarakat, FKMUI, Jakarta 1985.
atau penyakit bertambah parah pada orang yang berpenyakit 6. Bernstein L. Bernstein RS. Interviewing: a guide for health professionals.
kronis. Interpretasi berbeda akan menyebabkan tindakan peng- 1980; 128–144.
obatan yang berbeda. Perilaku sakit merupakan fungsi dari 7. Dolinsky D. Psychosocial aspects of the illness experience. In Pharmacy
practice - Sosial behavioral aspects, Third ed. Baltimore: Williams &
pengalaman saat itu, pengalaman masa lalu, proses informasi Wilkins, 1989; 127–141.
dan proses kognitif(7). 8. Parsons T. Definitions of health and illness in the light of American values
Menurut Parsons, perilaku spesifik yang tampak bila se- and social structure, in: Patients, physicians and illness. New York: The
seorang memilih peran sebagai orang sakit, yaitu orang sakit Free Press, 1958; 165–87.
9. Cockerham WC. Medical sociology. New Jersey: Prentice-Hall, Inc. 1986;
tidak dapat disalahkan sejak mulai sakit, dikecualikan dari 95–8.
tanggung jawab pekerjaan, sosial dan pribadi, kemudian orang 10. Meile RL. Pathways to patienthood: sick role and labeling pespectives,
sakit dan keluarganya diharapkan mencari pertolongan agar social science medicine, 1986; 22: 35–40.

The wise man has long ears and a short tongue

60 Cermin Dunia Kedokteran No. 111, 1996


Pengalaman Praktek

OBAT GEMUK DAN OBAT KURUS


Di tempat saya tugas ada obat yang begitu ngetop penggunaannya (tepatnya penya-
lahgunaannya) di masyarakat. Yaitu obat yang diindikasikan (oleh masyarakat) sebagai
obat gemuk dan obat kurus. Maksudnya obat yang dapat menggemukkan badan atau
menguruskan badan.
Mulanya saya bingung ketika seorang pasien datang minta obat yang dapat membuat
badannya gemuk karena selama ini badannya kelihatan krempeng. Ia tidak bisa me-
nyebutkan nama obat yang dimaksud. Saya jelaskan bahwa tidak ada obat yang bikin
badan gemuk kecuali dengan mengatur menu makanan kita sehari-hari ditambah vitamin-
vitamin kalau diperlukan. Untuk menjadikan badan gemuk cukup makan makanan yang
mengandung karbohidrat, protein dan lemak serta vitamin dan mineral. Ditambah cukup
istirahat dan olahraga. Tak lupa juga saya jelaskan macam-macam makanan yang me-
ngandung zat-zat di atas.
Rupanya pasien belum puas dengan penjelasan yang sayaberikan. Sambil menyebutkan
bahwa obat itu sering diberikan oleh salah seorang mantri yang sudah pensiun, warnanya
hijau atau kebiru-biruan. Tak lupa pasien tersebut menunjukkan orang-orang yang telah
menjadi gemuk lantaran minum obat tersebut. Sampai di sini saya sadar dan dapat me-
nebak bahwa obat yang dimaksud adalah Prednison atau Dexamethason. Setelah saya
telusuri memang betul. Orang-orang yang telah menjadi gemuk (yang ditunjukkan pasien
tadi) ternyata gemuk karena odema dan pipinya kelihatan "tembem".
Di kesempatan lain ada pasien datang minta obat yang menguruskan badan. Pasien
menjelaskan bahwa bila minum obat tersebut kita menjadi sering kencing. Obat yang
dimaksud adalah Hidrochlorthiazide (HCT).
Setelah saya jelaskan bahwa pada prinsipnya obat akan betul-betul "menjadi obat"
apabila digunakan secara tepat dan benar dan akan menjadi racun apabila kita mengguna-
kan secara tidak benar dan tidak sesuai dengan tujuannya, maka pasien tersebut tak pernah
lagi datang.
Dr I Wayan Suartika
Puskesmas Bualemo, Kec. Pagimana, Kab. Ban ggai, Sulteng

The senses do not deceive but the judgement does


(Goethe)

Cermin Dunia Kedokteran No. 111, 1996 61


ABSTRAK
THAILIDOMID meningkatkan mortalitas. Selama 5,6 efek obat gosok balsem cap Macam
Thalidomid–obat yang pernah meng- tahun, mortalitas di kalangan pengguna (Tiger Balm®) di kalangan penderita
hebohkan karena menyebabkan cacad kombinasi selegilin 60% lebih tinggi nyeri kepala tipe tegang (tension head
janin – saat ini kembali diselidiki efek daripada yang menggunakan hanya ache).
terapeutiknya. Di AS obat ini sedang levodopa/benserazid (ratio 1,57; p = Sejumlah 57 pasien mendapat balsem
dicobakan pada para pasien kanker 0,015); hal ini tidak tergantung pada atau plasebo di pelipis pada saat serang-
payudara, kanker prostat dan sarkoma usia, jenis kelamin ataupun lamanya an, kemudian diulang setelah 30 menit
Kaposi. penyakit. dan 1 jam, atau parasetamol 1 gram. Ter-
Penggunaannya pada kanker didasar- Selain itu pengguna tambahan sele- nyata, meskipun kedua cara tersebut
kan atas aktivitas anti angiogenik obat gum lebih sering berhenti berobat akibat sama efektif menghilangkan nyeri, bal-
ini, sehingga dengan terhambatnya pem- efek samping (37/27 1 vs. 7/249), lebih sem lebih cepat efeknya danipada obat.
bentukan pembuluh darah baru, pertum- sering menderita diskinesia, disartria dan Inpharma 1996; 1030. 14
buhan sel tumor ikut terhambat pula. fluktuasi motorik dibandingkan dengan brw
Drug News 1996; 5(11): 5 penggunaan levodopa/benserazid saja.
brw D&TP 1996; 7(4): 10 PENGALAMAN MERAWAT AIDS
brw Pengalaman juga berperan penting
dalam perawatan pasien AIDS, seperti
KONTRASEPSI PRIA MANFAAT PRAVASTATIN ditunjukkan oleh hasil penelitian di AS.
WHO telah mengadakan percobaan Studi multisenter yang melibatkan Sejumlah 125 dokter (primary care
atas 401 pasangan di 15 pusat di 9 ne- 80 institusi di AS dan Kanada selama 5 physicians) yang merawat pasien AIDS
gara untuk menilai efektivitas testosteron tahun atas 4159 pria dan wanita berusia di Washington, AS dikiasifikasikan
enantat sebagai alat kontrasepsi pria. 24–75 tahun bekas penderita infark menjadi tiga golongan. Ternyata lama
Semua pria pasangan tersebut, berusia miokard akut, nienunjukkan bahwa hidup rata-rata (median) pasien yang di-
21–45 tahun mendapat suntikan 200mg. pravastatin tetap bennanfaat, meskipun rawat oleh dokter yang paling sedikit
testosteron enantat setiap minggu. Me- pada mereka yang kadar kholesteriol pengalamannya adalah 14 bulan, diban-
reka menjadi azoospermik atau oligo- serumnya normal (kurang dan 240 mg/ dingkan dengan 26 bulan bila dirawat
spermik dalam 68 atau 100 hari. Tidak dl). oleh dokter yang paling berpengalaman
terdapat kehamilan pada pasangan pria Para peserta percobaan ini mendapat (p ≤ 0,001).
azoospermik, tetapi terjadi 4 kehamilan 40 mg. pravastatin/hari atau plasebo Setelah beratnya penyakit disesuai-
padapasangan pria oligospermik. Risiko selama rata-rata 5 tahun. Selama waktu kan, pasien yang dirawat oleh dokter
kehamilan diperhitungkan sebesar 1,4 itu 269 pengguna plasebo niengalami paling berpengalaman risiko kematian
per 100 ‘person-years sedangkan efek- insiden koroner, dibandingkan dengan nya 31% lebih rendah (p ≤ 0,02) diban-
tivitasnya sebesar 98,6%. 206 pengguna pravastatin; 387 orang di dingkan bila dirawat oleh dokter yang
Cara ini tidak menyebabkan efek kalangan plasebo menjalani angioplasti paling sedikit pengalaman.
samping, dan fertilitas/hitung sperma koroner, dibandingkan dengan 292 orang Dan 244 pasien yang didiagnosis
kembali normal bila pengobatan di- di kalangan pengguna pravastatin. antara tahun 1989–1994, setelahparame-
hentikan. Tidak terjadi kelainan pada Penelitian ini juga menunjukkan ten lainnya disesuaikan, risiko kematian
bayi yang dilahirkan. bahwa pravastatin tidak bermanfaat bila di kalangan yang dinawat oleh dokter
Drug News 1996; 5(16): 7 kadar LDL-kholesteriol kurang dari 125 yang paling berpengalaman 43% (p ≤
brw mg/dl. 0,2) lebih rendah danipada bila dirawat
Inpharma 1996; 1031: 13–4 oleh dokter yang tidak berpengalaman.
brw N. Engl. J. Med. 1996; 334: 701–6
SELEGILIN MERUGIKAN? hk
Data awal penelitian di Inggris me- BALSEM CAP MACAN UNTUK
nunjukkan bahwa penambahan selegilin NYERI KEPALA SERANGAN JANTUNG AKIBAT
10 mg/hari pada terapi levodopa/ Para peneliti di Australia memban- GEMPA BUMI
/benserazid para pasien Parkinson dapat dingkan efektivitas parasetamol dengan Akibat gempa bumi yang melanda

62 Cermin Dunia Kedokteran No. 111, 1996


ABSTRAK
Los Angeles, AS pada 17 Januari 1994, obat tersebut; gejala tersebut berkurang/ sepsi. Sejumlah 221 wanita yang ingin
kematian penduduk akibat serangan hilang setelah menggunakan paroxetine hamil dicatat kegiatan seksualnya dan
jantung meningkat dan rata-rata 4,6 ± kembali. Setelah dianjurkan untuk me- menjalani pengukuran kadar metabolit
2,1 kasus di minggu-minggu sebelum- nurunkan dosis secara lebih lambat, estrogen dan progestin urin untuk me-
nya menjadi 24 kasus pada hari gempa gejala-gejala tadi tidak dirasakan lagi. nentukan saat ovulasi.
bumi terjadi (z = 4,41 p ≤ 0,001). 16 Pharmacotherapy 1995; 15(6): 778–80 Dari 625 siklus menstruasi yang
kasus terjadi dalam jam-jam pertama, hk dapat dianalisis, terjadi 192 kehamilan
hanya 3 kasus yang terserang setelah yang ditandai dengan kenaikan kadar
aktivitas fisik. HCG urin; 129 di antaranya berakhir
Setelah 6 hari, angka kematian men- OBAT BARU dengan persalinan yang sukses.
dadak kembali menjadi rata-rata 2,7 ± Helix Biomedix–suatu perusahaan Analisis data menunjukkan bahwa
1,2 kasus/hari. farmasi AS–sedang mengembangkan kehamilan terjadi bila hubungan seksual
N. Engl. J. Med. 1996; 334: 413–9 zat kemoterapeutik baru –cytoporins– berlangsung dalam jangka waktu 6 hari
hk yang berasal dari sistim imun ulat sutera yang berakhir di saat ovulasi, probabili-
Hyalophora cecropia. tasnya berkisar dan 0,1 bila dilakukan
KERACUNAN OMEPRAZOL Zat tersebut dinamai cecropins, me- lima hari sebelum ovulasi sampai 0,33
Dokter di Italia melaporkan satu kasus rupakan protein bioaktif yang merusak bila dilakukan pada hari ovulasi. Tidak
percobaan bunuh diri dengan menelan membran sel bakteri tanpa mempenga- terdapat hubungan bermakna dengan
28 tablet (560 mg.) omeprazol. Kira ruhi sel tubuh; penggunaannya bersama usia sperma, walaupun hanya 6% ke-
kira tiga jam kemudian, pasien menun- antibiotik dapat meningkatkan aktivitas hamilan disebabkan oleh sperma ber-
jukkan gejala apati, mengantuk, malaise sampai 3–10 kali. usia 3 hari atau lebih.
dan nyeri epigastrik dengan mual dan Scrip 1995; 2081: 26
Tidak terdapat perbedaan siklus atau
muntah. brw pola tertentu dalam kaitan dengan jenis
Pasien diberi metokiopramid, arang kelamin bayi.
aktif dan MgSO4. Gejala mual dan HIPERTROFI PROSTAT N. Engl. J. Med. 1995; 333: 1517–21
muntah hilang setelah 8jam, kantuk dan Studi di Skandinavia mempelajari hk
nyeri kepala masih dirasakan sampai 10 efek finasterid terhadap gejala hipertrofi
jam sedangkan nyeri perut dan flatu- prostat (BPH – benign prostate hyper- LEMAK DAN KANKER PAYU-
lence dirasakan sampai 12 jam dan hi- plasia) pada 700 pria; mereka menerima DARA
lang setelah 18 jam. 5mg. finasterid/hari atau plasebo selama Data yang tenkumpul dan 7 studi dari
Pasien kembali pulih setelah 24 jam. 2 tahun. 4 negara mènunjukkan bahwa tidak ter-
Clin. Drug Invest. 1996; 11(2): 117–19 Finasterid dikaitkan dengan penu- dapat hubungan antara asupan lemak
hk runan volume prostat sebesar 19% se- dengan risiko kanker payudara. Data
telah 2 tahun, dibandingkan dengan tersebut meliputi 4980 kasus di antara
PAROXETINE justru peningkatan volume sebesar 12% 337819 wanita; dan bila kelompok quin-
Paroxetine merupakan anti depresan di kelompok plasebo (p < 0,01); selain tile tertinggi asupan lemak dibanding-
golongan SSRI yang baru; penghentian itu terdapat selisih kecepatan alir urine kan dengan kelompok quintile terendah
penggunaan obat ini secara mendadak maksimum sebesar 1,8 ini/detik (p < asupanlemaknya, risikonyasebesar 1,05
ternyata dapat menyebabkan gej ala 0,01) dan perbaikan gejala secara kese- (95%CI: 0,94–1,16).
gangguan tidur dan pusing (dizziness), luruhan (p <0,01). Analisis lanjutan mengenai jenis le-
mimpi buruk (nightmares), tremor dan Scrip 1995; 2081: 27
mak tententu (jenuh/takjenuh)jugatidak
insomnia. brw ménghasilkan perbedaan bermakna,
Dokter di Florida, AS melaporkan bahkan juga di kalangan wanita yang
tiga kasus yang menggunakan 20–40 SAAT HUBUNGAN SEKSUAL asupan lemaknya kurang dan 20% total
mg. paroxetine/hari selama rata-rata 6 DAN KEHAMILAN kalori.
minggu, ternyata melaporkan gejala- Saat melakukan hubungan seksual N. Engl. J. Med. 1995; 334: 356–61
gejala di atas setelah berhenti makan sangat menentukan keberhasilan kon- hk

Cermin Dunia Kedokteran No. 111, 1996 63


Ruang
Penyegar dan Penambah
Ilmu Kedokteran
Dapatkah saudara menjawab
pertanyaan-pertanyaan di bawah ini?
1. Krupuk yang kandungan proteinnya paling tinggi: 6. Penelitian di Padang menunjukkan bahwa cemaran bakteri
a) Krupuk kulit tertinggi didapatkan pada:
b) Krupuk tapioka a) Ikan kaleng
c) Krupuk terigu b) Ikan segar
d) Krupuk udang c) Ikan kering
e) Krupuk aci d) Ikan asin
2. Kadar maksimum Na benzoat yang diizinkan dalam sirop: e) Semua sama
a) 1 mg/kg 7. Sedangkan cemaran jamur paling tinggi pada:
b) 10 mg/kg a) Ikan kaleng
c) l g/kg b) Ikan segar
d) l0 g/kg c) Ikan kering
e) Tidak diizinkan d) Ikan asin
3. Kadar maksimum boraks yang diizinkan dalam tahu: e) Semua sama
a) 1 mg/kg 8. Tanaman obat penurun berat badan yang diduga bekerja
b) 10 mg/kg melalui efek astringen/mengandung tanin:
c) l g/kg a) Guazuma ulmifolia (jati blanda)
d) l0 g/kg b) Phyllanthus niruri (meniran)
e) Tidak diizinkan c) Punica granatum (delima)
4. Kadar maksimum nitrat yang diizinkan dalam makanan: d) Morinda citrifolia (mengkudu)
a) 25 ppm e) Ananas comosus (nanas)
b) 50 ppm 9. Sedangkan yang bersifat diuretik :
c) l00 ppm a) Guazuma ulmifolia (jati blanda)
d) 125 ppm b) Phyllantus niruri (meniran)
e) l50 ppm c) Punica granatum (delima)
5. Menurut WHO risiko defisiensi vitamin A disebut tinggi d) Morinda citrifolia (mengkudu)
bila prevalensinya di atas: e) Anonus comosus (nenas)
a) 5% 10. Lektin sebenarnya merupakan senyawa :
b) 0,5% a) Karbohidrat
c) 0,05% b) Lemak
d) 1% c) Protein
e) 0,1% d) Mineral
e) Vitamin

10. C 9. B 8. C 7. C 6. B
5. B 4. D 3. E 2. C 1. A JAWABAN R.P.P.I.K :

64 Cermin Dunia Kedokteran No. 111, 1996

You might also like