You are on page 1of 12

Minggu, 2008 Juli 20

ASKEP ILEUS PARALITIK

A.Pengertian

Ileus Paralitik adalah istilah gawat abdomen atau gawat perut menggambarkan

keadaan klinis akibat kegawatan di rongga perut yang biasanya timbul mendadak

dengan nyeri sebagai keluhan utama. Keadaan ini memerlukan penanggulangan

segera yang sering berupa tindakan bedah, misalnya pada obstruksi, perforasi, atau

perdarahan masif di rongga perut maupun saluran cerna, infeksi, obstruksi atau

strangulasi saluran cerna dapat menyebabkan perforasi yang mengakibatkan

kontaminasi rongga perut oleh isi saluran cerna sehingga terjadilah peritonitis. Ileus

adalah gangguan pasase isi usus yang merupakan tanda adanya obstruksi usus akut.

(http://medlinux.blogspot.com/2007/09/ileus.htm). Ileus Paralitik adalah obstruksi

yang terjadi karena suplai saraf otonom mengalami paralisis dan peristaltik usus

terhenti sehingga tidak mampu mendorong isi sepanjang usus. Contohnya

amiloidosis, distropi otot, gangguan endokrin seperti diabetes mellitus, atau gangguan

neurologis seperti penyakit Parkinson.

(http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/02/21/obstruksi-usus/). Ileus paralitik adalah

keadaan abdomen akut berupa kembung distensi usus karena usus tidak dapat

bergerak (mengalami motilitas), pasien tidak dapat buang air besar.

(http://drlizakedokteran.blogspot.com/2008/01/

tidak-bisa-buang-air-besak-karena-usus.html). Ileus (Ileus Paralitik, Ileus Adinamik)

adalah suatu keadaan dimana pergerakan kontraksi normal dinding usus untuk

sementara waktu berhenti. (www.medicastore.com). Dari keempat definisi di atas


maka penulis dapat menyimpulkan bahwa ileus paralitik adalah istilah gawat

abdomen atau gawat perut yang biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagai

keluhan utama karena usus tidak dapat bergerak (mengalami motilitas) dan

menyebabkan pasien tidak dapat buang air besar.

B. Etiologi

1. Pembedahan Abdomen

2. Trauma abdomen : Tumor yang ada dalam dinding usus meluas kelumen usus atau

tumor diluar usus menyebabkan tekanan pada dinding usus

3. Infeksi: peritonitis, appendicitis, diverticulitis

4. Pneumonia

5. Sepsis

6. Serangan Jantung

7. Ketidakseimbangan elektrolit, khususnya natrium

8. Kelainan metabolik yang mempengaruhi fungsi otot

9. Obat-obatan: Narkotika, Antihipertensi

10. Mesenteric ischemia


C. Patofisiologi

1. Proses Perjalanan Penyakit

Peristiwa patofisiologik yang terjadi setelah obstruksi usus adalah sama, tanpa

memandang apakah obstruksi tersebut diakibatkan oleh penyebab mekanik atau

fungsional. Perbedaan utama adalah obstruksi paralitik di mana peristaltik dihambat

dari permulaan, sedangkan pada obstruksi mekanik peristaltik mula-mula diperkuat,

kemudian intermitten, dan akhirnya hilang. Perubahan patofisiologi utama pada

obstruksi usus adalah lumen usus yang tersumbat secara progresif akan teregang oleh

cairan dan gas (70% dari gas yang ditelan) akibat peningkatan tekanan intralumen,

yang menurunkan pengaliran air dan natrium dari lumen ke darah. Oleh karena

sekitar 8 liter cairan diekskresikan ke dalam saluran cerna setiap hari ke sepuluh.

Tidak adanya absorpsi dapat mengakibatkan penimbunan intralumen dengan cepat.

Muntah dan penyedotan usus setelah pengobatan dimulai merupakan sumber

kehilangan utama cairan dan elektrolit. Pengaruh atas kehilangan ini adalah

penyempitan ruang cairan ekstrasel yang mengakibatkan syok-hipotensi, pengurangan

curah jantung, penurunan perfusi jaringan dan asidosis metabolik. Peregangan usus

yang terus menerus mengakibatkan lingkaran setan penurunan absorpsi cairan dan

peningkatan sekresi cairan ke dalam usus. Efek lokal peregangan usus adalah iskemia

akibat distensi dan peningkatan permeabilitas akibat nekrosis, disertai absorpsi

toksin-toksin bakteri ke dalam rongga peritoneum dan sirkulasi sistemik untuk

menyebabkan bakteriemia. Pada obstruksi mekanik simple, hambatan pasase muncul

tanpa disertai gangguan vaskuler dan neurologik. Makanan dan cairan yang ditelan,

sekresi usus, dan udara terkumpul dalam jumlah yang banyak jika obstruksinya
komplit. Bagian usus proksimal distensi, dan bagian distal kolaps. Fungsi sekresi dan

absorpsi membrane mukosa usus menurun, dan dinding usus menjadi edema dan

kongesti. Distensi intestinal yang berat, dengan sendirinya secara terus menerus dan

progresif akan mengacaukan peristaltik dan fungsi sekresi mukosa dan meningkatkan

resiko dehidrasi, iskemia, nekrosis, perforasi, peritonitis, dan kematian.

2. Manifestasi Klinik

a. Obstruksi Usus Halus Gejala awal biasanya berupa nyeri abdomen bagian tengah

seperti kram yang cenderung bertambah berat sejalan dengan beratnya obstruksi dan

bersifat hilang timbul. Pasien dapat mengeluarkan darah dan mukus, tetapi bukan

materi fekal dan tidak terdapat flatus. Pada obstruksi komplet, gelombang peristaltik

pada awalnya menjadi sangat keras dan akhirnya berbalik arah dan isi usus terdorong

kedepan mulut. Apabila obstruksi terjadi pada ileum maka muntah fekal dapat terjadi.

Semakin kebawah obstruksi di area gastrointestinal yang terjadi, semakin jelas

adanya distensi abdomen. Jika berlanjut terus dan tidak diatasi maka akan terjadi syok

hipovolemia akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma. b. Obstruksi Usus Besar

Nyeri perut yang bersifat kolik dalam kualitas yang sama dengan obstruksi pada usus

halus tetapi intensitasnya jauh lebih rendah. Muntah muncul terakhir terutama bila

katup ileosekal kompeten. Pada pasien dengan obstruksi disigmoid dan rectum,

konstipasi dapat menjadi gejala satu-satunya selama beberapa hari. Akhirnya

abdomen menjadi sangat distensi, loop dari usus besar menjadi dapat dilihat dari luar

melalui dinding abdomen, dan pasien menderita kram akibat nyeri abdomen bawah.

3. Komplikasi Dapat menyebabkan gangguan vaskularisasi usus dan memicu iskemia

akibat distensi dan peningkatan permeabilitas akibat nekrosis, disertai absorpsi toksin
– toksin bakteri ke dalam rongga peritoneum dan sirkulasi, perforasi tukak peptik

yang ditandai oleh perangsangan peritoneum yang mulai di epigastrium dan meluas

ke seluruh peritoneum akibat peritonitis generalisata. Perforasi ileum pada tifus

biasanya terjadi pada penderita yang demam kurang lebih dua minggu disertai nyeri

kepala, batuk, dan malaise yang disusul oleh nyeri perut, nyeri tekan, defans

muskuler, dan keadaan umum yang merosot.dan berakhir pada kematian.

D. Penatalaksanaan Medis

1. Pengobatan dan Terapi Medis

a. Pemberian anti obat antibiotik, analgetika,anti inflamasi

b. Obat-obatan narkose mungkin diperlukan setelah fase akut

c. Obat-obat relaksan untuk mengatasi spasme otot

d. Bedrest

2. Konservatif

a. Laparatomi Adanya strangulasi ditandai dengan adanya lokal peritonitis seperti

takikardia, pireksia (demam), lokal tenderness dan guarding, rebound tenderness.

Nyeri lokal, hilangnya suara usus lokal, untuk mengetahui secara pasti hanya dengan

tindakan laparatomi.
E. Pengkajian Keperawatan

Merupakan tahap awal dari pendekatan proses keperawatan dan dilakukan secara

sistematika mencakup aspek bio, psiko, sosio, dan spiritual. Langkah awal dari

pengkajian ini adalah pengumpulan data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan

klien dan keluarga, observasi pemeriksaan fisik, konsultasi dengan anggota tim

kesehatan lainnya dan meninjau kembali catatan medis ataupun catatan keperawatan.

Pengkajian fisik dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.

Adapun lingkup pengkajian yang dilakukan pada klien Ileus Paralitik adalah sebagai

berikut :

1. Identitas pasien Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, agama, alamat, status

perkawinan, suku bangsa.

2. Riwayat Keperawatan

a. Riwayat kesehatan sekarang Meliputi apa yang dirasakan klien saat pengkajian

b. Riwayat kesehatan masa lalu Meliputi penyakit yang diderita, apakah sebelumnya

pernah sakit sama.

c. Riwayat kesehatan keluarga Meliputi apakah dari keluarga ada yang menderita

penyakit yang sama.

3. Riwayat psikososial dan spiritual Meliputi pola interaksi, pola pertahanan diri, pola

kognitif, pola emosi dan nilai kepercayaan klien.


4. Kondisi lingkungan Meliputi bagaimana kondisi lingkungan yang mendukung

kesehatan klien

5. Pola aktivitas sebelum dan di rumah sakit Meliputi pola nutrisi, pola eliminasi,

personal hygiene, pola aktivitas sehari – hari dan pola aktivitas tidur.

6. Pengkajian fisik Dilakukan secara inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi, yaitu :

a. Inspeksi Perut distensi, dapat ditemukan kontur dan steifung. Benjolan pada regio

inguinal, femoral dan skrotum menunjukkan suatu hernia inkarserata. Pada

Intussusepsi dapat terlihat massa abdomen berbentuk sosis. Adanya adhesi dapat

dicurigai bila ada bekas luka operasi sebelumnya. Kadang teraba massa seperti pada

tumor, invaginasi, hernia, rectal toucher.

Selain itu, dapat juga melakukan pemeriksaan inspeksi pada :

1) Sistem Penglihatan Posisi mata simetris atau asimetris, kelopak mata normal atau

tidak, pergerakan bola mata normal atau tidak, konjungtiva anemis atau tidak, kornea

normal atau tidak, sklera ikterik atau anikterik, pupil isokor atau anisokor, reaksi

terhadap otot cahaya baik atau tidak.

2) Sistem Pendengaran Daun telinga, serumen, cairan dalam telinga

3) Sistem Pernafasan Kedalaman pernafasan dalam atau dangkal, ada atau tidak batuk

dan pernafasan sesak atau tidak.

4) Sistem Hematologi Ada atau tidak perdarahan, warna kulit

5) Sistem Saraf Pusat Tingkat kesadaran, ada atau tidak peningkatan tekanan intrakranial
6) Sistem Pencernaan Keadaan mulut, gigi, stomatitis, lidah bersih, saliva, warna dan

konsistensi feces.

7) Sistem Urogenital Warna BAK

8) Sistem Integumen Turgor kulit, ptechiae, warna kulit, keadaan kulit, keadaan rambut.

b Palpasi

1) Sistem Pcncernaan Abdomen, hepar, nyeri tekan di daerah epigastrium

2) Sistem Kardiovaskuler Pengisian kapiler

3) Sistem Integumen Ptechiae

c Auskultasi

d Hiperperistaltik, bising usus bernada tinggi, borborhygmi. Pada fase lanjut bising usus

dan peristaltik melemah sampai hilang.

e Perkusi

Hipertimpani

7. Pemeriksaan Diagnostik
a. Radiologi Foto polos berisikan peleburan udara halus atau usus besar dengan gambaran
anak tangga dan air – fluid level. Penggunaan kontras dikontraindikasikan adanya
perforasi – peritonitis. Barium enema diindikasikan untuk invaginasi.
b. Endoscopy, disarankan pada kecurigaan volvulus.

F. Diagnosa Keperawatan Adapun diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien


dengan Ileus Paralitik menurut Harnawati, A. J, 2008 adalah sebagai berikut :
1. Gangguan rasa nyaman nyeri epigastrium berhubungan dengan proses patologis
penyakitnya. 2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan mual, muntah dan anoreksia.
3. Potensial terjadi syok hipovolemik berhubungan dengan kurangnya volume cairan
tubuh.
4. Gangguan pola eliminasi berhubungan dengan konstipasi.
5. Gangguan pola tidur berhubungan dengan sakit kepala dan pegal - pegal seluruh tubuh.
6. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, dan perawatan pasien ileus
paralitik berhubungan dengan kurangnya informasi.
7. Kecemasan ringan – sedang berhubungan dengan kondisi pasien yang memburuk dan
perdarahan yang dialami pasien

G. Perencanaan Keperawatan

1. Gangguan rasa nyaman nyeri epigastrium berhubungan dengan proses patologis


penyakitnya Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam
diharapkan rasa nyaman nyeri terpenuhi
Kriteria hasil : Nyeri hilang / berkurang
Rencana tindakan :
a. Kaji tingkat nyeri
Rasional : Untuk mengetahui seberapa berat rasa nyeri yang dirasakan dan mengetahui
pemberian terapi sesuai indikasi.
b. Berikan posisi senyaman mungkin
Rasional : Untuk mengurangi rasa nyeri dan memberikan kenyamanan.
c. Berikan lingkungan yang nyaman
Rasional : Untuk mendukung tindakan yang telah diberikan guna mengurangi rasa nyeri.
d. Kolaborasi dalam pemberian terapi analgetik sesuai indikasi ( Profenid 3 x 1 supp ).
Rasional : Untuk mengurangi rasa nyeri

2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan mual, muntah dan anoreksia
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan gangguan
nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil : Mual, muntah hilang, nafsu makan bertambah, makan habis satu porsi
Rencana tindakan :
a. Kaji keluhan mual, sakit menelan dan muntah
Rasional : Untuk menilai keluhan yang ada yang dapat menggangu pemenuhan
kebutuhan nutrisi.
b. Kolaborasi pemberian obat anti emetik (Antacid )
Rasional : Membantu mengurangi rasa mual dan muntah.

3. Potensial terjadi syok hipovolemik berhubungan dengan kurangnya volume cairan


tubuh Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan
syok hipovolemik tidak terjadi
Kriteria hasil : Tanda – tanda vital dalam batas normal, volume cairan tubuh seimbang,
intake cairan terpenuhi.
Rencana tindakan :
a. Monitor keadaan umum
Rasional : Menetapkan data dasar pasien untuk mengetahui penyimpangan dari keadaan
normalnya.
b. Observasi tanda – tanda vital
Rasional : Merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien.
c. Kaji intake dan output cairan
Rasional : Untuk mengetahui keseimbangan cairan
d. Kolaborasi dalam pemberian cairan intravena
Rasional : Untuk memenuhi keseimbangan cairan

4. Gangguan pola eliminasi berhubungan dengan konstipasi


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan gangguan
pola eliminasi tidak terjadi
Kriteria hasil : Pola eliminasi BAB normal
Rencana tindakan :
a. Kaji dan catat frekuensi, warna dan konsistensi feces
Rasional : Untuk mengetahui ada atau tidaknya kelainan yang terjadi pada eliminasi
fekal.
b. Auskultasi bising usus
Rasional : Untuk mengetahui normal atau tidaknya pergerakan usus.
c. Anjurkan klien untuk minum banyak
Rasional : Untuk merangsang pengeluaran feces.
d. Kolaborasi dalam pemberian terapi pencahar (Laxatif)
Rasional : Untuk memberi kemudahan dalam pemenuhan kebutuhan eliminasi

5. Gangguan pola tidur berhubungan dengan sakit kepala dan pegal - pegal seluruh tubuh
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan gangguan
pola tidur teratasi
Kriteria hasil : Pola tidur terpenuhi
Rencana tindakan :
a. Kaji pola tidur atau istirahat normal pasien
Rasional : Untuk mengetahui pola tidur yang normal pada pasien dan dapat menentukan
kelainan pada pola tidur.
b. Beri lingkungan yang nyaman
Rasional : Untuk mendukung pemenuhan kebutuhan aktivitas dan tidur.
c. Batasi pengunjung selama periode istirahat
Rasional : Untuk menjaga kualitas dan kuantitas tidur pasien
d. Pertahankan tempat tidur yang hangat, bersih dan nyaman
Rasional : Supaya pasien dapat tidur dengan nyaman
e. Kolaborasi pemberian terapi analgetika
Rasional : Agar nengurangi rasa nyeri yang menggangu pola tidur pasien

6. Kecemasan ringan – sedang berhubungan dengan kondisi pasien yang memburuk dan
perdarahan yang dialami pasien
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
kecemasan tidak terjadi
Kriteria hasil : Kecemasan berkurang
Rencana tindakan :
a. Kaji rasa cemas klien
Rasional : Untuk mengetahui tingkat kecemasan pasien
b. Bina hubungan saling percaya dengan klien dan keluarga
Rasional : Untuk terbinanya hubungan saling pecaya antara perawat dan pasien.
c. Berikan penjelasan tentang setiap prosedur yang dilakukan terhadap klien
Rasional : Agar pasien mengetahui tujuan dari tindakan yang dilakukan pada dirinya.

7. Kurang pengetahuan tentang proses penyakitnya berhubungan dengan kurangnya


informasi. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3×24 jam diharapkan
pengetahuan pasien meningkat.
Kriteria Hasil : Tingkat pengetahuan pasien meningkat
Rencana Tindakan :
a. Jelaskan pada pasien tentang penyakitnya
Rasional : Pasien dapat mengetahui mengenai penyakitnya dan mendapatkan informasi
yang akurat.
b. Berikan waktu untuk mendengarkan emosi dan perasaan pasien
Rasional : Agar pasien dapat mengungkapkan perasaannya kepada perawat
c. Beri penyuluhan mengenai penyakitnya
Rasional : Untuk meningkatkan pengetahuan pasien mengenai penyakitnya.

H. Pelaksanaan Keperawatan
Pelaksanaan keperawatan adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan
yang telah disusun pada tahap perencanaan (Drs. Nasrul Effendi, 1999). Ada tiga fase
dalam tindakan keperawatan, yaitu : 1. Fase Persiapan Meliputi pengetahuan tentang
rencana, validasi rencana, pengetahuan dan keterampilan menginterpretasikan rencana,
persiapan klien dan lingkungan. 2. Fase Intervensi Merupakan puncak dari implementasi
yang berorientasi pada tujuan dan fokus pada pengumpulan data yang berhubungan
dengan reaksi klien termasuk reaksi fisik, psikologis, sosial dan spiritual. Tindakan
keperawatan dibedakan berdasarkan kewenangan dan tanggung jawab secara
professional, yaitu : a. Secara Mandiri ( Independen ) Adalah tindakan yang diprakarsai
sendiri oleh perawat untuk membantu pasien dalam mengatasi masalahnya atau
menanggapi reaksi karena adanya stressor ( penyakit ), misalnya : 1) Membantu klien
dalam melakukan kegiatan sehari – hari 2) Melakukan perawatan kulit untuk mencegah
dekubitus 3) Memberikan dorongan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya
secara wajar. 4) Menciptakan lingkungan terapeutik b. Saling ketergantungan / kolaborasi
( Interdependen ) Adalah tindakan keperawatan atas dasar kerja sama sesama tim
perawatan atau kesehatan lainnya seperti dokter, fisiotherapy, analisis kesehatan, dsb. c.
Rujukan / Ketergantungan Adalah tindakan keperawatan atas dasar rujukan dari profesi
lain diantaranya dokter, psikologis, psikiater, ahli gizi, fisiotherapi, dsb. Pada
penatalaksanaanya tindakan keperawatan dilakukan secara : 1) Langsung : Ditangani
sendiri oleh perawat 2) Delegasi : Diserahkan kepada orang lain / perawat lain yang dapat
dipercaya 3. Fase Dokumentasi Merupakan terminasi antara perawat dan klien. Setelah
implementasi dilakukan dokumentasi terhadap implementasi yang dilakukan.

I. Evaluasi Keperawatan
Adalah mengukur keberhasilan dari rencana dan pelaksanaan tindakan keperawatan yang
dilakukan dalam memenuhi kebutuhan klien.
Teknik penilaian yang didapat dari beberapa cara, yaitu :
1. Wawancara : Dilakukan pada klien dan keluarga
2. Pengamatan : Pengamatan klien terhadap sikap, pelaksanaan, hasil yang dicapai dan
perubahan tingkah laku klien.

Jenis evaluasi ada dua macam, yaitu :


a. Evaluasi Formatif Evaluasi yang dilakukan pada saat memberikan intervensi dengan
respon segera.
b. Evaluasi Sumatif Merupakan rekapitulasi dari hasil observasi dan analisis status pasien
p pada saat tertentu berdasarkan tujuan rekapitulasi dari hasil yang direncanakan pada
tahap perencanaan. Ada tiga alternatif yang dapat dipergunakan oleh perawat dalam
memutuskan / menilai :
1) Tujuan tercapai : Jika klien menunjukkan perubahan sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan.
2) Tujuan tercapai sebagian : Jika klien menunjukkan perubahan sebagian dari standar
dan kriteria yang telah ditetapkan.
3) Tujuan tidak tercapai : Jika klien tidak menunjukkan perubahan dan kemajuan sama
sekali dan akan timbul masalah baru.
Diposkan oleh nErZmeLLy bLoG di 7/20/2008 01:46:00 AM

You might also like