You are on page 1of 69

2006

http://www.kalbefarma.com/cdk
ISSN : 0125-913X

Hepar dan organ sekitarnya

150.
Masalah Hati
2006

http://www.kalbefarma.com/cdk
International Standard Serial Number: 0125 – 913X

150.
Masalah Hepar
Daftar isi :
2006
2. Editorial
http:// www.kalbefarma.com/cdk
4. English Summary
ISSN : 0125 –913X

Artikel
5. Diagnosis dan Manajemen Hepatitis B Kronis - JB Suharjo, B Cahyono
10. Dekok Daun Paliasa ( Kleinhovia hospita Linn ) Sebagai Obat Radang Hati
Akut - Raflizar, Cornelis Adimunca, Sulistyowati Tuminah
15. Sindrom Hepatorenal - Azhari Gani
18. Hepatoma dan Sindrom Hepatorenal - B. Singgih, E.A. Datau
Hepar dan organ sekitarnya 22. Sonografi Sirosis Hepatis di RSUD Dr. Moewardi - Suyono, Sofiana,
Heru, Novianto, Riza, Musrifah
26. Farmakoterapi Rasional pada Amebiasis - Candra Wibowo
29. Perdarahan Varises Gastroesofageal pada Hipertensi Portal - Myrna Justina
150.
Masalah Hepar
31. Korelasi Sidik Tiroid Radioaktif dengan Pemeriksaan Histopatologis pada
Tonjolan Tiroid - Azamris
34. Gambaran Pola Penyakit Diabetes Melitus di Bagian Rawat Inap di RSUD
Keterangan gambar : Koja 2000-2004 - Santoso M, Lian S, Yudy
Hepar dan organ sekitarnya 35. Derajat Keasaman Air Ludah pada Penderita Diabetes Melitus - Suyono,
(www.altavista.com) Isa, Henry, Nugroho
38. Resistensi Insulin pada Diabetes Melitus Tipe 2 - Enrico Merentek
42. Penggunaan dan Efek Samping Steroid - Iris Rengganis
47. Gambaran Pola Komplikasi Penderita Hipertensi yang Dirawat di RSUD
Koja 2000-2004 - Santoso M, Lyta, Pina
50. Sindrom Nefrotik - Patogenesis dan Penatalaksanaan - Carta A. Gunawan
55. Peramalan Kadar Endometriosis Menggunakan Model Regresi Logistik -
Sardjana Atmadja
57. Spa Medic - pilar Anti Aging Medicine – Amarullah H. Siregar

61. Produk Baru


62. Informatika Kedokteran
63. Kegiatan Ilmiah
65. Kapsul
66. Abstrak
68. RPPIK
EDITORIAL
Selamat Tahun Baru 2006 untuk para sejawat pembaca Cermin Dunia
Kedokteran; di awal tahun ini beberapa masalah Hepar menjadi topik
bahasan, termasuk kemungkinan fitofarmaka sebagai obat radang hati – suatu
penyakit yang cenderung kronis dan dapat meluas/berkomplikasi serius,
termasuk risiko menjadi kanker hati.

Edisi ini juga memuat artikel-artikel mengenai diabetes melitus, hipertensi dan
beberapa masalah Penyakit Dalam lainnya.

Selamat membaca,

Redaksi

2 Cermin Dunia Kedokteran No. 150, 2006


2006

International Standard Serial Number: 0125 - 913X

KETUA PENGARAH REDAKSI KEHORMATAN


Prof. Dr. Oen L.H. MSc
PEMIMPIN UMUM - Prof. DR. Sumarmo Poorwo Soedarmo - Prof. Dr. R Budhi Darmojo
Dr. Erik Tapan Guru Besar Purnabakti Infeksi Tropik Guru Besar Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro
KETUA PENYUNTING Jakarta Semarang
Dr. Budi Riyanto W.
PELAKSANA - Prof. Drg. Siti Wuryan A Prayitno, SKM, - Prof. DR. Hendro Kusnoto, Drg, SpOrt.
E. Nurtirtayasa Laboratorium Ortodonti
MScD, PhD.
TATA USAHA Bagian Periodontologi, Fakultas Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Trisakti
Universitas Indonesia, Jakarta Jakarta
- Dodi Sumarna
INFORMASI/DATABASE
Ronald T. Gultom
ALAMAT REDAKSI - DR. Arini Setiawati
Majalah Cermin Dunia Kedokteran, Gedung Enseval Bagian Farmakologi
Jl. Letjen. Suprapto Kav. 4, Cempaka Putih, Jakarta Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
10510, P.O. Box 3117 JKT. Tlp. 021 - 4208171 Jakarta
E-mail : cdk@kalbe.co.id
http: //www.kalbefarma.com/cdk
NOMOR IJIN
151/SK/DITJEN PPG/STT/1976 DEWAN REDAKSI
Tanggal 3 Juli 1976
PENERBIT
Grup PT. Kalbe Farma Tbk. - Dr. Boenjamin Setiawan Ph.D - Prof. Dr. Sjahbanar Soebianto
Zahir MSc.
PENCETAK
PT. Temprint http://www.kalbefarma.com/cdk

PETUNJUK UNTUK PENULIS


Cermin Dunia Kedokteran menerima naskah yang membahas berbagai pemunculannya dalam naskah dan disertai keterangan yang jelas. Bila terpisah
aspek kesehatan, kedokteran dan farmasi, juga hasil penelitian di bidang- dalam lembar lain, hendaknya ditandai untuk menghindari kemungkinan ter-
bidang tersebut. tukar. Kepustakaan diberi nomor urut sesuai dengan pemunculannya dalam
Naskah yang dikirimkan kepada Redaksi adalah naskah yang khusus untuk naskah; disusun menurut ketentuan dalam Cummulated Index Medicus dan/
diterbitkan oleh Cermin Dunia Kedokteran; bila pernah dibahas atau dibacakan atau Uniform Requirement for Manuscripts Submitted to Biomedical Journals
dalam suatu pertemuan ilmiah, hendaknya diberi keterangan mengenai nama, (Ann Intern Med 1979; 90 : 95-9).
tempat dan saat berlangsungnya pertemuan tersebut. Contoh :
Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau Inggris; bila menggunakan 1. Basmajian JV, Kirby RL.Medical Rehabilitation. 1st ed. Baltimore, London:
bahasa Indonesia, hendaknya mengikuti kaidah-kaidah bahasa Indonesia yang William and Wilkins, 1984; Hal 174-9.
berlaku. Istilah medis sedapat mungkin menggunakan istilah bahasa Indonesia 2. Weinstein L, Swartz MN. Pathogenetic properties of invading micro-
yang baku, atau diberi padanannya dalam bahasa Indonesia. Redaksi berhak organisms. Dalam: Sodeman WA Jr. Sodeman WA, eds. Pathologic physio-
mengubah susunan bahasa tanpa mengubah isinya. Setiap naskah harus disertai logy: Mechanism of diseases. Philadelphia: WB Saunders, 1974;457-72.
dengan abstrak dalam bahasa Indonesia. Untuk memudahkan para pembaca 3. Sri Oemijati. Masalah dalam pemberantasan filariasis di Indonesia. Cermin
yang tidak berbahasa Indonesia lebih baik bila disertai juga dengan abstrak Dunia Kedokt. 1990; 64: 7-10.
dalam bahasa Inggris. Bila tidak ada, Redaksi berhak membuat sendiri abstrak Bila pengarang enam orang atau kurang, sebutkan semua; bila tujuh atau lebih,
berbahasa Inggris untuk karangan tersebut. sebutkan hanya tiga yang pertama dan tambahkan dkk.
Naskah diketik dengan spasi ganda di atas kertas putih berukuran kuarto/ Naskah dikirimkan ke alamat : Redaksi Cermin Dunia Kedokteran, Gedung
folio, satu muka, dengan menyisakan cukup ruangan di kanan kirinya, lebih Enseval, Jl. Letjen Suprapto Kav. 4, Cempaka Putih, Jakarta 10510 P.O.
disukai bila panjangnya kira-kira 6 - 10 halaman kuarto disertai/atau dalam Box 3117 JKT. Tlp. (021) 4208171. E-mail : cdk@kalbe.co.id
bentuk disket program MS Word. Nama (para) pengarang ditulis lengkap, Pengarang yang naskahnya telah disetujui untuk diterbitkan, akan diberitahu
disertai keterangan lembaga/fakultas/institut tempat bekerjanya. Tabel/skema/ secara tertulis.
grafik/ilustrasi yang melengkapi naskah dibuat sejelas-jelasnya dengan tinta Naskah yang tidak dapat diterbitkan hanya dikembalikan bila disertai
hitam agar dapat langsung direproduksi, diberi nomor sesuai dengan urutan dengan amplop beralamat (pengarang) lengkap dengan perangko yang cukup.

Tulisan dalam majalah ini merupakan pandangan/pendapat masing-masing penulis dan


tidak selalu merupakan pandangan atau kebijakan instansi/lembaga/bagian tempat kerja
si penulis.
English Summary
SONOGRAPHY ON HEPATIC CORRELATION BETWEEN THYROID SALIVARY pH OF DIABETES MELLITUS
CIRRHOSIS IN DR. MOEWARDI SCINTIGRAPHY AND PATIENTS IN DR. MOEWARDI HOS-
HOSPITAL, SURAKARTA, INDONESIA HISTOPATHOLO-GICAL FINDINGS PITAL, SURAKARTA, INDONESIA
OF THYROID NODULES IN M. JAMIL
Suyono, Sofiana, Heru, Novianto, HOSPITAL, PADANG, INDONESIA Suyono, Isa, Henry, Nugroho
Riza, Musrifah
Azamris Dept. of Radiology, Dr.Moewardi
Dept. of Radiology, Faculty of Hospital, Surakarta, Indonesia
Medicine, Sebelas Maret Oncology Division, Dept. of Sur-
University /Dr. Moewardi Regional gery, Faculty of Medicine, Salivary pH was measured in
Hospital, Surakarta, Indonesia Andalas University, M Jamil 23 diabetes mellitus patients in
General Hos-pital, Padang, Melati ward, Dr. Moewardi Hos-
Sonography has been report- Indonesia pital, Surakarta during January-
ed to be a useful diagnostic tool in February 2001.
evaluating patients with hepatic One of the examinations to There was correlation between
crrhosis. detect thyroid gland abnormalities blood sugar level and salivary pH.
Data are retrospectively col- is thyroid scintigraphy with Techne- The result of two tailed t test are r =
lected from hepatic USG records tium 99m Pertechnetate. -0,63 and t=3,93.
at Radiology Clinic Dr. Moewardi This technique was applied to
Hospital, Surakarta in 2001-2003. 30 cases (25 females and 5 Cermin Dunia Kedokt.2006;150 :38-40
Most hepatic cirrhosis patients males) of thyroid nodule in Dr M Syo,isa,hny,ngh
are males, aged from 37 to 95 Jamil Hospital Padang.
years old. All results were cold nodules
The clinical symptoms are as- and malignancy was found in 4 NEPHROTIC SYNDROME – PATHO-
cites (60% of patients), icteric cases. No correlation was found GENESIS AND MANAGEMENT
(93%), hematemesis (13%), and between sex, age and tumor
melena (16%). Hepatomegaly was consistency with malignancy. All Carta A. Gunawan
found in 30%, splenomegaly in scintigraphies found cold nodule.
54% of patients. Graduate Program, Dept. of
USG findings were ascites in Cermin Dunia Kedokt.2006;150 :33-5 Internal Medicine, Mulawarman
87% of hepatic cirrhosis patients, Azm University/ A.Wahab Sjahranie Re-
hepatomegaly (45%), splenome- gional Hospoital, Samarinda
galy (74%), liver nodules (47%),
hyperechoic liver (92%), dilated Nephrotic syndrome is
biliary ducts (72%), sludges in characterized by massive protein-
gallbladder (15%), and thickened uria, hypoalbuminemia, hyperli-
gallbladder wall (48%). Laboratoriy pidemia, lipiduria and hypercoa-
findings were HbSAg positive gulability caused by primary
(24%), elevated SGOT (82%), glomerular disorders with unknown
elevated SGPT (79%), increased etiology or secondary to other
total bilirubin (92%), increased diseases.
direct bilirubin (71%), decreased The management includes
total protein (68%), and dec- specific treatment on the
reased albumin (87%). underlying morphologic entity or
causative diseases, control or
Cermin Dunia Kedokt.2006;150 :24-7 reduction of proteinuria, correc-
syn, sfa, hr, nvo, rz, msh tion of hypoalbuminemia as well
as prevention and treatment of
complications.

Cermin Dunia Kedokt.2006;150:52-6


cgn

4 Cermin Dunia Kedokteran No. 150,


Artikel
TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Diagnosis dan Manajemen


Hepatitis B Kronis
JB Suharjo, B Cahyono
Bagian Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Charitas, Palembang

PENDAHULUAN suatu protein x dari virus hepatitis B menyebabkan hilangnya


Apabila seseorang terinfeksi virus hepatitis B akut maka kendali pertumbuhan sel hati dan memicu transformasi
tubuh akan memberikan tanggapan kekebalan (immune malignitas, sehingga berakhir sebagai karsinoma hepa-
response). Ada 3 kemungkinan tanggapan kekebalan yang toseluler(1).
diberikan oleh tubuh terhadap virus hepatitis B pasca periode
Tabel 1. Hubungan umur saat terjadi infeksi HBV dengan menetapnya
akut. Kemungkinan pertama, jika tanggapan kekebalan tubuh infeksi tersebut (3).
adekuat maka akan terjadi pembersihan virus, pasien sembuh.
Kedua, jika tanggapan kekebalan tubuh lemah maka pasien Umur (tahun)
Jumlah individu Jumlah individu dengan
tersebut akan menjadi carrier inaktif. Ke tiga, jika tanggapan diteliti infeksi HBV menetap
>1 170 131 ( 77 % )
tubuh bersifat intermediate (antara dua hal di atas) maka 1 – 10 175 75 ( 43 % )
penyakit terus berkembang menjadi hepatitis B kronis(1). 20 – 30 324 23 ( 7 % )
Pada kemungkinan pertama, tubuh mampu memberikan Keterangan : HBV (hepatitis B virus)
tanggapan adekuat terhadap virus hepatitis B (VHB), akan
terjadi 4 stadium siklus VHB, yaitu fase replikasi (stadium 1 DIAGNOSIS DAN EVALUASI PASIEN HEPATITIS B
dan 2) dan fase integratif (stadium 3 dan 4). Pada fase replikasi KRONIS
kadar HBsAg (hepatitis B surface antigen), HBV DNA, Hepatitis B kronis merupakan penyakit nekroinflamasi
HBeAg (hepatitis Be antigen), AST (aspartate kronis hati yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B
aminotransferase) dan ALT (alanine aminotransferase) serum persisten. Hepatitis B kronis ditandai dengan HBsAg positif
akan meningkat, sedangkan kadar anti-HBs dan anti HBe (> 6 bulan) di dalam serum, tingginya kadar HBV DNA dan
masih negatif. Pada fase integratif (khususnya stadium4) berlangsungnya proses nekroinflamasi kronis hati (Tabel 2).
keadaan sebaliknya terjadi, HBsAg, HBV DNA, HBeAg dan Carrier HBsAg inaktif diartikan sebagai infeksi HBV persisten
ALT/AST menjadi negatif/normal, sedangkan antibodi hati tanpa nekroinflamasi. Sedangkan hepatitis B kronis
terhadap antigen yaitu : anti HBs dan anti HBe menjadi positif eksaserbasi adalah keadaan klinis yang ditandai dengan
(serokonversi). Keadaan demikian banyak ditemukan pada peningkatan intermiten ALT>10 kali batas atas nilai normal
penderita hepatitis B yang terinfeksi pada usia dewasa di mana (BANN).
sekitar 95-97% infeksi hepatitis B akut akan sembuh karena Diagnosis infeksi hepatitis B kronis didasarkan pada
imunitas tubuh dapat memberikan tanggapan adekuat(2). pemeriksaan serologi, petanda virologi, biokimiawi dan
Sebaliknya 3-5% penderita dewasa dan 95% neonatus histologi. Secara serologi pemeriksaan yang dianjurkan untuk
dengan sistem imunitas imatur serta 30% anak usia kurang diagnosis dan evaluasi infeksi hepatitis B kronis adalah :
dari 6 tahun masuk ke kemungkinan ke dua dan ke tiga; akan HBsAg, HBeAg, anti HBe dan HBV DNA(4,5).
gagal memberikan tanggapan imun yang adekuat sehingga Adanya HBsAg dalam serum merupakan petanda serologis
terjadi infeksi hepatitis B persisten, dapat bersifat carrier infeksi hepatitis B. Titer HBsAg yang masih positif lebih dari
inaktif atau menjadi hepatitis B kronis(1,2). Tabel 1 6 bulan menunjukkan infeksi hepatitis kronis. Munculnya
menunjukkan makin dini terinfeksi VHB risiko menetapnya antibodi terhadap HBsAg (anti HBs) menunjukkan imunitas
infeksi hepatitis B makin besar. dan atau penyembuhan proses infeksi.
Tanggapan imun yang tidak atau kurang adekuat Adanya HBeAg dalam serum mengindikasikan adanya
mengakibatkan terjadinya proses inflamasi jejas (injury), replikasi aktif virus di dalam hepatosit. Titer HBeAg
fibrotik akibat peningkatan turnover sel dan stres oksidatf. berkorelasi dengan kadar HBV DNA(6). Namun tidak adanya
Efek virus secara langsung, seperti mutagenesis dan insersi HBeAg (negatif) bukan berarti tidak adanya replikasi virus,

Cermin Dunia Kedokteran No. 150, 2006 5


keadaan ini dapat dijumpai pada penderita terinfeksi HBV tiga, penentuan ambang batas kadar HBV DNA yang
yang mengalami mutasi (precore atau core mutant). mencerminkan tingkat progresifitas penyakit hati.
Penelitian menunjukkan bahwa pada seseorang HBeAg Salah satu kepentingan lain penentuan kadar HBV DNA
negatif ternyata memiliki HBV DNA > 105 copies/ml. Pasien adalah untuk membedakan antara carrier hepatitis inaktif
hepatitis kronis B dengan HBeAg negatif yang banyak terjadi dengan hepatitis B kronis dengan HBeAg negatif : kadar<105
di Asia dan Mediteranea umumnya mempunyai kadar HBV copies/ml lebih menunjukkan carrier hepatitis inaktif. Saat ini
DNA lebih rendah (berkisar 104-108 copies/ml) dibandingkan telah disepakati bahwa kadar HBV DNA>105 copies/ml
dengan tipe HBeAg positif. Pada jenis ini meskipun HBeAg merupakan batas penentuan untuk hepatitis B kronis(4,5,10).
negatif, remisi dan prognosis relatif jelek, sehingga perlu (4)
diterapi(4-8). Tabel 3 Evaluasi pasien hepatitis B kronis

(4) Parameter Keterangan


Tabel.2 Definisi dan kriteria diagnostik pasien dengan infeksi hepatitisB . 1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
2. Pemeriksaan laboratorium untuk menilai
Keadaan Definisi Kriteria diagnostik penyakit hati : darah rutin dan fungsi hati
1. HBsAg + > 6 bulan 3. Pemeriksaan replikasi virus : HBeAg, anti
2. HBV DNA serum > HBe dan HBV DNA
Proses nekro-inflamasi 105 copies/ml 4. Pemeriksaan untuk menyisihkan penyakit hati
kronis hati disebabkan oleh 3. Peningkatan kadar Evaluasi awal lainnya : anti HCV, anti HDV (khususnya
infeksi persisten virus ALT/AST secara pengguna narkoba injeksi, atau daerah
Hepatitis B
hepatitis B. berkala/persisten endemis)
kronis
Dapat dibagi menjadi 4. Biopsi hati menun- 5. Skrining karsinoma hepatoselular :
hepatitis B kronis dengan jukkan hepatitis kro- kadar alfa feto protein dan ultrasonografi
HBeAg + dan HBeAg - nis (skor nekro- 6. Biopsi hati pada pasien yang memenuhi
inflamasi > 4) kriteria hepatitis B kronis
Pasien HBeAg positif dan HBV DNA > 105
1. HBsAg + > 6 bulan copies/ml dan kadar ALT normal :
2. HBeAg - , anti HBe + 1. Pemeriksaan ALT setiap 3 – 6 bulan
3. HBV DNA serum < 2. Bila ALT > 1-2 x BANN, periksa ulang
105 copies/ml setiap 1-3 bulan
Infeksi virus hepatitis B 4. Kadar ALT/AST 3. Bila ALT > 2 x BANN selama 3-6 bulan,
Carrier
persisten tanpa disertai normal pertimbangkan biopsi dan terapi
HBsAg
proses nekro-inflamasi 5. Biopsi hati menun- 4. Pertimbangkan untuk skrining karsinoma
inaktif
yang signifikan jukkan tidak adanya hepatoselular
hepatitis yang signi-
fikan (skor nekro- Follow up pasien yang Pasien carrier HBsAg inaktif :
inflamasi < 4) belum diterapi 1. Pemeriksaan ALT setiap 6 – 12 bulan
2. Bila ALT > 1-2 x BANN, periksa HBV
DNA dan singkirkan penyebab penyakit hati
lainnya
Setelah penyesuaian terhadap usia, sex, keberadaan 3. Pertimbangkan untuk skrining karsinoma
antibodi terhadap virus hepatitis C, status merokok dan hepatoselular
penggunaan alkohol, risiko relatif karsinoma hepatoselular Keterangan: BANN (Batas Atas Nilai Normal)
sebesar 9,6 ( 95%CI: 6,0-15,2) pada kelompok HBsAg positif
saja, dan sebesar 60,2 (95% CI: 35,5-102,1) pada kelompok Salah satu pemeriksaan biokimiawi yang penting untuk
dengan HBsAg dan HBeAg positif(9). menentukan keputusan terapi adalah kadar ALT. Peningkatan
Secara serologi infeksi hepatitis persisten dibagi menjadi kadar ALT menggambarkan adanya aktifitas nekroinflamasi.
hepatitis B kronis dan keadaan carrier HBsAg inaktif (Tabel Oleh karena itu pemeriksaan ini dipertimbangkan sebagai
2). Yang membedakan keduanya adalah titer HBV DNA, prediksi gambaran histologi. Pasien dengan kadar ALT yang
derajat nekroinflamasi dan adanya serokonversi HBeAg. meningkat menunjukkan proses nekroinflamasi lebih berat
Sedangkan hepatitis kronis B sendiri dibedakan berdasarkan dibandingkan pada ALT yang normal. Pasien dengan kadar
HBeAg, yaitu hepatitis B kronis dengan HBeAg positif dan ALT normal memiliki respon serologi yang kurang baik pada
hepatitis B kronis dengan HBeAg negatif(4). terapi antiviral. Oleh sebab itu pasien dengan kadar ALT
Pemeriksaan virologi untuk mengukur jumlah HBV DNA normal dipertimbangkan untuk tidak diterapi, kecuali bila hasil
serum sangat penting karena dapat menggambarkan tingkat pemeriksaan histologi menunjukkan proses nekroinflamasi
replikasi virus. Ada beberapa persoalan berkaitan dengan aktif (4,5,10).
pemeriksaan kadar HBV DNA. Pertama, metode yang Tujuan pemeriksaan histologi adalah untuk menilai tingkat
digunakan untuk mengukur kadar HBV DNA. Saat ini ada kerusakan hati, menyisihkan diagnosis penyakit hati lain,
beberapa jenis pemeriksaan HBV DNA, yaitu : branched DNA, prognosis dan menentukan manajemen anti viral. Ukuran
hybrid capture, liquid hybridization dan PCR. Dalam spesimen biopsi yang representatif adalah 1-3 cm (ukuran
penelitian, umumnya titer HBV DNA diukur menggunakan panjang) dan 1,2-2 mm (ukuran diameter) baik menggunakan
amplifikasi, seperti misalnya PCR, karena dapat mengukur jarum Menghini atau Tru-cut. Salah satu metode penilaian
sampai 100-1000 copies/ml. Ke dua, beberapa pasien dengan biopsi yang sering digunakan adalah dengan Histologic Activity
hepatitis B kronis memiliki kadar HBV DNA fluktuatif. Ke Index score(11).

6 Cermin Dunia Kedokteran No. 150, 2006


Pada setiap pasien dengan infeksi HBV perlu dilakukan Sasaran sebenarnya adalah menghilangnya HBsAg, namun
evaluasi awal ( Tabel 3). Pada pasien dengan HBeAg positif sampai saat ini keberhasilannya hanya berkisar 1-5%, sehingga
dan HBV DNA > 105 copies/ml dan kadar ALT normal yang sasaran tersebut tidak digunakan(4,5,12,13).
belum mendapatkan terapi antiviral perlu dilakukan
pemeriksaan ALT berkala dan skrining terhadap risiko KHS, Tabel . 4 Penilaian respon terapi hepatits B kronis(4).
jika perlu dilakukan biopsi hati. Sedangkan bagi pasien dengan
keadaan carrier HBsAg inaktif perlu dilakukan pemantauan Respon terapi Keterangan
kadar ALT dan HBV DNA.
1. Biokimiawi Penurunan kadar ALT menjadi normal
2. Virologi Kadar HBV DNA menurun / tidak terdeteksi
PENGOBATAN HEPATITIS B KRONIS (<105 copies/ml)
Tujuan terapi hepatitis B kronis adalah untuk HbeAg + menjadi HbeAg –
mengeliminasi secara bermakna replikasi VHB dan mencegah 3. Histologi Pada pemeriksaan biopsi hati, indeks aktifitas
histologi menurun paling tidak 2 angka
progresi penyakit hati menjadi sirosis yang berpotensial dibandingkan sebelum terapi
menuju gagal hati, dan mencegah karsinoma hepatoselular. 4. Respon komplit Terpenuhinya kriteria : biokimiawi, virologi dan
Sasaran pengobatan adalah menurunkan kadar HBV DNA menghilangnya HbsAg
serendah mungkin, serokonversi HBeAg dan normalisasi kadar
ALT.
(14)
Tabel 5. Rekomendasi terapi hepatitis B kronis .

HBV DNA
HBeAg ALT Strategi pengobatan
(>105 copies/ml)
+ + ≤ 2 x BANN Efikasi terhadap terapi rendah
Observasi, terapi bila ALT meningkat

> 2 x BANN Mulai terapi dengan : interferon alfa, lamivudin atau adefovir
+ + End point terapi : serokonversi HBeAg dan timbulnya anti HBe
Durasi terapi :
• Interferon selama 16 minggu
• Lamivudin minimal 1 tahun, lanjutkan 3-6 bulan setelah terjadi serokonversi
HBeAg
• Adefovir minimal 1 tahun
Bila tidak memberikan respon/ada kontraindikasi, interferon diganti lamivudin / adefovir
Bila resisten terhadap lamivudin, berikan adefovir

- > 2 x BANN Mulai terapi dengan : interferon alfa, lamivudin atau adefovir. Interferon atau adefovir
+ dipilih mengingat kebutuhan perlunya terapi jangka panjang
End point terapi : normalisasi kadar ALT dan HBV DNA (pemeriksaan PCR) tidak
terdeteksi
Durasi terapi :
• Interferon selama satu tahun
• Lamivudin selama > 1 tahun
• Adefovir selama > 1 tahun
Bila tidak memberikan respon/ ada kontraindikasi interferon diganti lamivudin / adefovir
Bila resisten terhadap lamivudin, berikan adefovir

- - ≤ 2 x BANN Tidak perlu terapi

± + Sirosis hati Terkompensasi : lamivudin atau adefovir


Dekompensasi : lamivudin (atau adefovir), interferon kontraindikasi, transplantasi hati

± - Sirosis hati Terkompensasi : observasi


Dekompensasi : rujuk ke pusat transplantasi hati

Sesuai dengan rekomendasi the American Association for sampai berat (3). HBeAg negatif dan HBV DNA>105
the Study of Liver Disease terapi diberikan pada penderita copies/ml dan kadar ALT>2 batas atas angka normal. (4).
hepatitis B kronis, dengan syarat : (1). HBeAg positif dan HBV Penderita sirosis hati dengan HBV DNA >105 copies/ml
DNA>105 copies/ml dan kadar ALT>2 batas atas angka (Tabel 5).
normal. (2). HBeAg positif dan HBV DNA>105 copies/ml dan Saat ini, ada 5 jenis obat yang direkomendasikan untuk
kadar ALT< 2 batas atas angka normal tidak perlu terapi, hanya terapi hepatitis B kronis di Amerika Serikat, yaitu : interferon
perlu dievaluasi setiap 6-12 bulan, kecuali bila pemeriksaan alfa-2b, lamivudin, adefovir dipivoxil, entecavir dan
histologi menunjukkan adanya nekroinflamasi tingkat sedang peginterferon alfa-2a (Tabel 6). Hal yang harus

Cermin Dunia Kedokteran No. 150, 2006 7


dipertimbangkan sebelum memutuskan pilihan obat adalah; persoalan yang masih belum terpecahkan adalah problem
keamanan jangka panjang, efikasi dan biaya. Walaupun saat ini resistensi obat dan tingginya angka relaps saat terapi
pilihan terapi hepatitis B kronis menjadi lebih banyak, namun dihentikan(13,15,16).

Tabel 6. Perbandingan interferon, lamivudin dan adefovir, entecavir dan peginterferon pada penderita hepatitis B kronis dengan HBeAg positif dan
HBeAg negatif (15).

Interferon alfa 2b Lamivudin VS Adefovir VS Entecavir VS Peginterferon VS


VS tanpa terapi plasebo plasebo lamivudin lamivudin

12 – 24 minggu 52 minggu 48 minggu 48 minggu 48 minggu

Hepatitis B kronis dengan HBeAg positif

HBV DNA serum tak terdeteksi (%) 37 ( 17 ) 44 ( 16 ) 21 (0) 67 (36) 25 (40)


Serokonversi HBeAg 18 16-18(4-6) 12 ( 6 ) 21 (18) 27 (20)
HBsAg serum tak terdeteksi (%) 8(2) <1 (0) 0(0) Tidak ada data Tidak ada data
Normalisasi ALT( % ) 23 41 - 72 (7-24) 48 ( 16 ) 68 ( 60 ) 39 ( 62 )
Perbaikan histologis (%) Tidak ada data 49 - 56 (23-25) 53 ( 25 ) 72 ( 26 ) 38 ( 34 )
Durability response (% ) 80-90 50 - 80 (tak ada Tidak ada data Tidak ada data Tidak ada data
data)
Hepatitis B kronis dengan HBeAg negatif

HBV DNA serum tak terdeteksi (%) 60-70 (10-20) 50-70 (tak ada 51 ( 0 ) 90 ( 72 ) 63 ( 73 )
data)
Normalisasi ALT (% ) 60-70 ( 10-20 ) 60-70 (tak ada 72 ( 29 ) 78 ( 71 ) 38 ( 73 )
data)
Perbaikan histologis (%) Tak ada data 60 ( tak ada data) 64 ( 33 ) 70 ( 61 ) 48 ( 40 )

Durability response (% ) 20-25 (tak ada data) <10 (tak ada data) < 10 (tak ada data) Tak ada data 30 ( 10 )

Durability response = titer masih tetap negatif setelah terapi dihentikan

INTERFERON ADEFOVIR
Interferon tidak memiliki khasiat antivirus langsung tetapi Adefovir merupakan analog asiklik dari deoxyadenosine
merangsang terbentuknya berbagai macam protein efektor yang monophosphate (dAMP), yang sudah disetujui oleh FDA untuk
mempunyai khasiat antivirus. Berdasarkan studi meta analisis digunakan sebagai anti virus terhadap hepatitis B kronis. Cara
yang melibatkan 875 pasien hepatitis B kronis dengan HBeAg kerjanya adalah dengan menghambat amplifikasi dari cccDNA
positif: serokonversi HBeAg terjadi pada 18%, penurunan virus. Dosis yang direkomendasikan untuk dewasa adalah 10
HBV DNA terjadi pada 37% dan normalisasi ALT terjadi pada mg/hari oral paling tidak selama satu tahun(13).
23% (Tabel 6). Salah satu kekurangan interferon adalah efek Marcellin et al (2003) melakukan penelitian pada 515
samping dan pemberian secara injeksi. Dosis interferon 5-10 pasien hepatitis B kronis dengan HBeAg positif yang diterapi
juta MU 3 kali / minggu selama 16 minggu(4,15). dengan adefovir 10mg dan 30mg selama 48 minggu
dibandingkan plasebo.
LAMIVUDIN Disimpulkan bahwa adefovir memberikan hasil lebih baik
Lamivudin merupakan antivirus melalui efek peng- secara signifikan (p<0,001) dalam hal : respon histologi,
hambatan transkripsi selama siklus replikasi virus hepatitis B. normalisasi ALT, serokonversi HBeAg dan penurunan kadar
Pemberian lamivudin 100 mg/hari selama 1 tahun dapat HBV DNA. Keamanan adefovir 10 mg sama dengan
menekan HBV DNA, normalisasi ALT, serokonversi HBeAg plasebo(20).
dan mengurangi progresi fibrosis secara bermakna Hadziyanmis et al memberikan adefovir pada penderita
dibandingkan plasebo(17). Namun lamivudin memicu resistensi. hepatitis B kronis dengan HBeAg negatif. Pada pasien yang
Dilaporkan bahwa resistensi terhadap lamivudin sebesar mendapatkan 10 mg adefovir terjadi penurunan HBV DNA
lebih dari 32% setelah terapi selama satu tahun dan menjadi secara bermakna dibandingkan plasebo, namun efikasinya
57% setelah terapi selama 3 tahun(18). menghilang pada evaluasi minggu ke 48.
Risiko resistensi terhadap lamivudin meningkat dengan Pada kelompok yang medapatkan adefovir selama 144
makin lamanya pemberian. Dalam suatu studi di Asia, minggu efikasinya dapat dipertahankan dengan resistensi
resistensi genotip meningkat dari 14% pada tahun pertama sebesar 5,9%(21). Kelebihan adefovir dibandingkan lamivudin,
pemberian lamivudin, menjadi 38%, 49%, 66% dan 69% di samping risiko resistennya lebih kecil juga adefovir dapat
masing masing pada tahun ke 2,3,4 dan 5 terapi(19). menekan YMDD mutant yang resisten terhadap lamivudin.

8 Cermin Dunia Kedokteran No. 150, 2006


PEGINTERFERON KEPUSTAKAAN
Lau et al(22) melakukan penelitian terapi peginterferon
tunggal dibandingkan kombinasi pada 841 penderita hepatitis B 1. Tanabe. Case : a 57-year old man with a mass in the liver. N Engl J Med
2005 : 353: 4 : 401
kronis. Kelompok pertama mendapatkan peginterferon alfa 2a 2. Lee WM. Hepatitis B virus infection. N Engl J Med 1997; 337: 24:
(Pegasys) 180 ug/minggu + plasebo tiap hari, kelompok ke dua 1733-45.
mendapatkan peginterferon alfa 2a (Pegasys) 180 ug/minggu + 3. Koff R.S. Management of the hepatitis B surface antigen carriers.
lamivudin 100 mg/hari dan kelompok ke tiga memperoleh Seminars in Liver Disease 1991: 33-43
4. Lok ASF, McMohan BJ. AASLD Practical Guideline Chronic hepatitis
lamivudin 100 mg/hari, selama 48 minggu. Hasilnya pada B : Update of recommendations. Hepatology 2001; 1225-41
akhir minggu ke 48, yaitu: (1). Serokonversi HBeAg tertinggi 5. Keeffe EB, Dieterich DT, Steve, Han HB, Jacobson IM, Martin P, Schiff
pada peginterferon tanpa kombinasi, yaitu 27%, dibandingkan ER, Tobias H, Wright TL. A treatment algorithm for the management of
kombinasi (24%) dan lamivudin tunggal (20%). (2). Respon chronic hepatitis B virus infection in the United States. Clin
Gastroenterol and Hepatol. 2004. 2:2:
virologi tertinggi pada peginterferon + lamivudin (86%). (3). 6. Dufour DR, Lott JA, Nolte FS, Gretch DR, Koff RS, Seeff LB. Diagnosis
Normalisasi ALT tertinggi pada lamivudin (62%). (4). Respon and monitoring of hepatic injury. II. Recommendations for use of
HBsAg pada minggu ke 72 : peginterferon tunggal 8 pasien, laboratory test in screening, diagnosis, and monitoring. Clin Chemistry
terapi kombinasi 8 pasien dan lamivudin tidak ada 2000: 46: 2050-68.
7. Hadziyannis SJ. Treatment options for chronic hepatitis B not responding
serokonversi. (5). Resistensi (mutasi YMDD) pada minggu ke to interferon. J Hepatol. 2003: 38: 853-55.
48 didapatlan pada: 69 (27%) pasien dengan lamivudin, 9 8. Hadziyannis SJ., Vassilopoulos D. Hepatitis Be antigen-negative chronic
pasien (4%) pada kelompok kombinasi, dan (6). Efek samping hepatitis B. Hepatology 2001; 34(4): 617- 21
relatif minimal pada ketiga kelompok. Disimpulkan bahwa 9. Yang HI, Nan LS, Fan LY, Lin YS, An SC, Yu WL, Hsiao CK., Jer CP,
Shinn CD, Jen CC. Hepatitis Be antigen and the risk of hepatocellular
berdasarkan hasil kombinasi (serokonversi HBeAg, normalisasi carcinoma. New Engl J Med 2002: 347 : 3: 168-74
ALT, penurunan HBV DNA dan supresi HBsAg), 10. Seo YA, Yoon S, Bui Xuan., Hirotaka, Hamano K, Kato M, Yano Y,
peginterferon memberikan hasil lebih baik dibandingkan Katayama M, Ninomiya T, Hayashi Y, Kasuga M. Serum hepatitis B
lamivudin. virus DNA levels differentiating inactive carriers from patients with
chronic hepatitis B. Eur J Gastroenterol & Hepatol 2005 ; 17 (7) : 753-57
11. Bravo AA, Sheth SG, Chopra S. Liver biopsy. New Engl J Med 2001 :
ANALOG NUCLEOTIDE LAINNYA 344: 7 : 495-500
Di samping entecavir, saat ini beberapa obat antivirus 12. Don Ganem., Prince AM. Hepatitis B virus infection – natural history and
sedang dalam tahap penelitian, seperti : telbivudine, clinical consequences. New Engl J Med 2004: 350; 1118-29
emtricitabine, clevudine dan LB 80380 (ANA 380). 13. Fung YM., Lai CL. Current and future antiviral agents for chronic
hepatitis B. J. Antimicrob Chemotherapy 2003 : 51 : 481-85
Berdasarkan studi acak buta, telbivudine 400-800 mg selama 14. Lok ASF, McMohan BJ. AASLD Practical Guideline Chronic hepatitis
52 minggu dapat menurunkan HBV DNA sampai 6 logs, dan B : Update of recommendations. Hepatology 2004; 39 , 3 :
risiko timbulnya mutasi YMDD turun sebesar 4,9%. 15. Lok ASF. The maze of treatment for hepatitis B. New Engl J Med 2005;
Emtricitabine yang merupakan derivat lamivudin, mempunyai 26 : 2743-46
16. Owens DK. Assesing the benefits and cost of new therapies for hepatitis
potensi dan peluang yang hampir sama dengan lamivudin B virus infection. Ann Intern Med 2005 : 142; 10 : 863-64
dalam memicu terjadinya mutasi YMDD. Clevudine yang 17. Lai CL, Chien RN, Leung NWY. A one year trial of lamivudine for
merupakan analog pirimidin, sedang dalam studi fase II. chronic hepatitis B. New Engl J Med 1998; 339 : 61-8
Pemberian clevudine 100-200 mg/hari selama 28 hari dapat 18. Leung NW, Lai CL, Guan R, Chang TT, Lee CM, Yeen Ng K., Lim SG,
Dent JC, Edmundson S, Condrea LD, Chien RN. Extended lamivudin
menurunkan 3 logs HBV DNA(23). treatment in patients with chronic hepatitis B enhances hepatitis Be
antigen seroconversion rates : results after 3 years of therapy. Hepatology
KESIMPULAN 2001; 33: 1527-32
1. Makin dini terinfeksi VHB risiko menetapnya infeksi 19. Guan R, Lai CL, Liaw YF, Lim SG, Lee CM. Efficacy and safety of 5
hepatitis B makin besar. years lamivudin treatment of Chinese patients with chronic hepatitis B (
abstract). J Gastroenterol Hepatol 2001; 16 (suppl): A60
2. Diagnosis, evaluasi dan keputusan pemberian terapi anti 20. Marcellin P, Chang TT, Lim SG, Tong MJ, Sievert W, Shiffman ML,
virus didasarkan pada pemeriksaan serologi, virologi, Jefferes L. et.al. Adefovir dipovoxil for treatment of hepatitis Be antigen-
kadar ALT dan pemeriksaan biopsi hati. positive chronic hepatitis B. New Engl J Med 2003; 348 : 806-16
3. Pasien hepatitis B kronis yang belum mendapatkan terapi 21. Hadziyannis SJ, Tassopoulos NC, Heathcote EJ, Chang TT, Kitis G,
Rizzeto EJ, Marcellin P, Lim SG, Goodman Z, Jia Ma MS, Arterbun S,
(HBeAg positif dan HBV DNA > 105 copies/ml dan kadar Xiong S, Currie G, Brosgart CL. Long term therapy with adefovir
ALT normal) dan pasien carrier HBsAg inaktif perlu di dipivoxil for HBVeAg-negative chronic hepatitis B. New Engl J Med
evaluasi secara berkala. 2005; 352 : 26: 2673-81
4. Saat ini ada 5 jenis obat yang direkomendasikan untuk 22. Lau GK, Piratvisuth ., Lou XL, Marcellin P, Thongsawat S, Cooksley G,
Gane E, Fried MW, Chow WC, Paik SW, Chang WY, Berg T, Flisiak R,
terapi hepatitis B kronis, yaitu : interferon alfa-2b, McLoud P, Pluck N. Peginterferon alfa-2a, lamivudin, and the
lamivudin, adefovir dipivoxil, entecavir dan peginterferon combination for HBeAg_positive chronic hepatitis B. New Engl J Med
alfa-2a. Hal yang harus dipertimbangkan sebelum 2005; 352 : 26 : 2682
memutuskan pilihan obat adalah keamanan jangka 23. Yuen MF, Lai CL. Treatment of chronic hepatitis B. Med. Progr. 2005 :
32 : 7; 349-56.
panjang, efikasi dan biaya.

Cermin Dunia Kedokteran No. 150, 2006 9


HASIL PENELITIAN

Dekok Daun Paliasa (Kleinhovia


hospita Linn) Sebagai Obat
Radang Hati Akut
Raflizar, Cornelis Adimunca, Sulistyowati Tuminah
Pusat Penelitian dan Pengembangan Pemberantasan Penyakit
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan RI, Jakarta

ABSTRAK
Daun Paliasa (Kleinhovia hospita Linn) biasa digunakan sebagai obat tradisional untuk
pengobatan penyakit hati, kuning dan hepatitis tetapi informasi ilmiah belum pernah dilaporkan.
Penelitian ini bertujuan untuk menguji khasiat dan manfaat daun paliasa terhadap tikus
penderita radang hati. Digunakan 63 ekor tikus putih betina strain Wistar berumur 6 bulan dengan
berat rata-rata (± SD) 150,28 g ± 4,45 g. Ekstrak daun paliasa diberikan per oral melalui sonde 1
ml; sebelum penelitian dimulai semua tikus kecuali kelompok kontrol diberi 0,55 mg/kgbb.
larutan CCl4 untuk merusak organ hatinya.
Penelitian dilakukan dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) terdiri dari 7 perlakuan dan 9
ulangan. Masing-masing perlakuan terdiri dari pemberian : Akuades (Kn) Kontrol negatif, CCl4
(Kp) Kontrol positif, CCl4 + ekstrak daun paliasa dengan dosis 250 mg/kg bb (P1). CCl4 + ekstrak
daun paliasa 500 mg/kg bb (P2), CCl4 + ekstrak daun paliasa dengan dosis 750 mg/kg bb (P3),
CCl4 + ekstrak daun paliasa dengan dosis 1000 mg/kg bb (P4) serta CCl4 + ekstrak daun paliasa
dengan dosis 1250 mg/kg bb (P5). Pada ketujuh kelompok tikus tersebut dilakukan pengukuran
kadar SGPT plasma, kandungan peroksida lipid hati dan derajat kerusakan sel hati. Pada hari
kedua atau jam ke 50 semua tikus dibunuh menggunakan larutan eter dan dilakukan pengambilan
darah melalui jantung serta organ hati untuk pemeriksaan histopatologi.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa ketiga parameter tersebut secara statistik tidak
berbeda bermakna antar masing-masing perlakuan dengan ekstrak daun paliasa, sebaliknya
berbeda bermakna jika dibandingkan dengan kelompok positif CCl4 (Kp) (p≤0,05). Maka
disimpulkan bahwa ekstrak daun paliasa dapat melindungi radang hati yang diakibatkan CCl4;
namun belum dapat diketahui zat kimia mana yang berkhasiat.

PENDAHULUAN penting dan memiliki aneka fungsi dalam proses metabolisme


Penggunaan bahan alam untuk pengobatan merupakan hal sehingga organ ini sering terpajan zat kimia.Zat kimia tersebut
yang umum di Indonesia, terlihat dari banyaknya produk akan mengalami detoksikasi dan inaktivasi sehingga menjadi
ramuan tradisional baik yang telah diolah dengan teknologi tidak berbahaya bagi tubuh. Kerusakan hati karena obat dan zat
modern maupun secara sederhana yang beredar di masyarakat. kimia dapat terjadi jika cadangan daya tahan hati berkurang
Dari alam telah diperoleh berbagai macam obat-obatan seperti dan kemampuan regenerasi sel hati hilang dan selanjutnya akan
atropin, berbagai macam antibiotik, kina, reserpin dan masih mengalami kerusakan permanen sehingga dapat fatal(1-6).
banyak lagi. Mengingat hal tersebut perlu adanya pengujian
untuk membuktikan khasiat suatu bahan alam karena masih METODE PENELITIAN
banyak yang didasarkan pada pengalaman saja. Rancangan penelitian
Dengan penelitian ilmiah maka akan dapat diketahui Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap
masalah yang berhubungan dengan bahan alam tersebut (RAL): 9 ulangan pada masing-masing perlakuan. Hewan
misalnya : khasiat, kandungan kimia serta kemungkinan percobaan yang digunakan tikus putih betina strain Wistar
pengembangan untuk digunakan dalam pengobatan modern. berumur 6 bulan; jumlah sampel dihitung menurut Rumus
Salah satu bahan alam adalah tanaman daun kayu paliasa Federer.
(Kleinhovia hospita Linn) yang daunnya digunakan untuk Karbon tetraklorida (CCl4)
pengobatan penyakit hati, kuning dan hepatitis, dengan cara Karbon tetraklorida diencerkan dengan minyak kelapa
meminum air rebusannya. Hati merupakan organ yang sangat sesuai kebutuhan; diberikan dengan dosis 0,55 mg/kg bb tikus

10 Cermin Dunia Kedokteran No. 150, 2006


Penentuan ekstrak daun paliasa syarat) maka dilakukan uji statistik non parametrik Kruskal-
Ekstraksi daun paliasa dilakukan dengan metode maserasi Wallis (Lampiran 1); begitu juga dengan kadar peroksida lipid
yaitu daun paliasa yang telah diiris kecil-kecil dikeringkan (Lampiran 2).
dalam oven pada suhu 400C. Setelah kering lalu dihaluskan Sedangkan untuk perhitungan sel hati dilakukan uji
menjadi bubuk. Bubuk paliasa (150 g) direndam dalam 750 ml statistik Kruskal-Wallis. Hasil perhitungan histologi sel hati
alkohol 70% selama 3 hari. Larutan itu sesering mungkin dari masing-masing perlakuan menunjukkan nilai yang tidak
diaduk kemudian disaring. Filtrat yang diperoleh diuapkan sama pada α 0.05 (Lampiran 3). Perbedaan aktivitas SGPT
dalam vacuum rotary. Untuk membuat dosis perlakuan ekstrak antar kelompok (Tabel I) ditentukan lebih lanjut dengan uji
daun paliasa dicampur dengan akuades, untuk kontrol positif berganda Daniel (Tabel II); kadar peroksida lipid dalam
(Kp) dosisnya 0,55 mg/kg bb. plasma darah dan perbandingan antar kelompok peroksida lipid
dapat dilihat di Tabel III dan IV.
Perlakuan terhadap tikus percobaan Zat aktif yang dikandung daun paliasa (Kleinhovia hospita
Sebanyak 63 ekor tikus betina dibagi dalam 7 kelompok Linn) yang diperiksa dengan Kromatografi Lapisan Tipis
secara acak dan ditempatkan dalam satu kandang satu ekor. (KLT) antara lain : Saponin, Cardenolin, Bufadienol dan
Kelompok I : 9 ekor tidak diberi ekstrak daun paliasa (EDP), Antrakinon (Tabel V).
hanya diberi akuades sebagai kontrol negatif. Hasil perhitungan SGPT pada tikus coba yang mendapat
Kelompok II : 9 ekor diberi CCl4 0,55 mg/kgbb dosis tunggal ekstrak daun paliasa berbeda bermakna jika dibandingkan
sebagai kontrol positif. dengan kelompok yang hanya mendapatkan Karbon
Kelompok III : 9 ekor diberi EDP dosis 250 mg/kgbb/hr. tetraklorida saja dan kelompok kontrol lainnya (Tabel II).
Kelompok IV : 9 ekor diberi EDP dosis 500 mg/kgbb/hr. Begitu juga hasil perhitungan peroksida lipid yang mendapat
Kelompok V : 9 ekor diberi EDP dosis 750 mg/kgbb/hr. ekstrak daun paliasa kelompok IV,V dan VI menunjukkan
Kelompok VI : 9 ekor diberi EDP dosis 1000 mg/kgbb/hr. perbedaan bermakna jika dibandingkan dengan kelompok yang
Kelompok VII : 9 ekor diberi EDP dosis 1250 mg/kgbb/hr mendapat Karbon tetraklorida saja (Tabel IV). Ternyata uji
Pemberian bahan perlakuan : Ekstrak daun paliasa (EDP) perbandingan multipel antar pasangan (Tabel II) menunjukkan
diberikan kepada tikus secara oral, karbon tetraklorida tidak terdapat perbedaan bermakna antara kelompok kontrol
0,55mg/gbb diberikan ke semua tikus percobaan dari kelompok negatif (Kn) dan kelompok P1 (dosis 250 mg/kgbb ekstrak
II sampai kelompok VII dengan dosis tunggal. Pada hari ke 0,1 daun paliasa), P2 (dosis 500 mg/kgbb ekstrak daun paliasa, P3
dan 2 setelah pemberian CCl4 pada kelompok III sampai (dosis 750 mg/kgbb ekstrak daun paliasa), P4 (dosis 1000
kelompok VII dilakukan pencekokan ekstrak daun paliasa mg/kgbb ekstrak daun paliasa).
dengan dosis perlakuan masing-masing kelompok, begitu juga Tetapi dengan kelompok P5 (dosis 1250 mg/kgbb ekstrak
dengan kelompok kontrol negatif pencekokan akuades daun paliasa) dan kelompok Kp (kontrol positif) yang
dilakukan dengan cara yang sama. Pada hari ke 2, 2 jam setelah mendapat karbon tetraklorida masing-masing menunjukkan
pencekokan semua tikus percobaan, baik pada kelompok perbedaan bermakna (p≤0,05). Jika kelompok Kp (kontrol
negatif, kelompok kontrol positif maupun semua kelompok positif) yang diberi karbon tetraklorida dibandingkan dengan
perlakuan dibunuh dengan bius larutan eter. Pengambilan darah kelompok P5 (dosis 1250 mg/kgbb ekstrak daun paliasa) tidak
dilakukan dari jantung untuk pemeriksaan kadar SGPT, menunjukkan perbedaan yang bermakna, tetapi jika
peroksida lipid dan selanjutnya organ hati dikeluarkan untuk dibandingkan dengan kelompok P1,P2,P3,P4 menunjukkan
pemeriksaan histopatologis. perbedaan bermakna (p≤0,05).
Analisis data Perbandingan multipel antara kelompok perlakuan ekstrak
Hasil pemeriksaan histopatologi sel hati diuji dengan uji daun paliasa tidak berbeda bermakna antara masing-masing
Kruskal-Wallis, sedangkan hasil pengukuran aktivitas SGPT kelompok kecuali antara P3 (dosis 750 mg/kg bb ekstrak daun
dan peroksida lipid diuji dengan uji Analysis of Variant paliasa) dengan kelompok P5 (dosis 1250 mg/kg bb ekstrak
(ANOVA) satu arah, jika data berdistribusi normal (tidak daun paliasa) dan antara kelompok P4 (dosis 1000 mg/kg bb
berbeda bermakna). Jika data berbeda (tidak homogen) ekstrak daun paliasa) dengan kelompok P5 (dosis 1250 mg/kg
sehingga tidak memenuhi syarat untuk uji statistik Anova, bb ekstrak daun paliasa) (p≤ 0,05). Sedangkan aktivitas SGPT
digunakan uji non parametrik Kruskal-Wallis, dengan batas rata-rata (Tabel I), menunjukkan perbedaan yang tidak
kemaknaan p < 0,05; jika terdapat perbedaan bermakna maka bermakna. Kecuali pada kelompok Kp yang mendapatkan
perbedaan antar kelompok ditentukan lebih lanjut dengan uji karbon tetraklorida (CCl4) menunjukkan peningkatan aktivitas
berganda Daniel p ≤ 0,05(7-9). SGPT rata-rata (10,53 ± SD 0,60 u/l) yang secara statistik
berbeda bermakna (p<0,05) dengan semua kelompok lainnya.
HASIL DAN PEMBAHASAN Terjadi peningkatan aktivitas kadar peroksida lipid di
Aktivitas serum glutamat piruvat transaminase dalam plasma darah (Tabel III): tidak terdapat perbedaan
Hasil pengukuran aktivitas SGPT antar kelompok dapat bermakna antara kelompok kontrol negatif dengan kelompok
dilihat di Tabel 1. Efek perbaikan sel hati yang telah dirusak kontrol positif, sedangkan dengan kelompok perlakuan P1, P2,
dengan karbon tetraklorida dengan (p<0,05), diuji statistik P3, P4 dan P5 menunjukkan perbedaan yang sangat bermakna
Analysis of Variant (ANOVA) satu arah, tetapi karena data (p<0,05). Kelompok kontrol positif jika dibandingkan dengan
ternyata tidak menunjukkan distribusi normal (tidak memenuhi kelompok P5 (dosis EDP 250 mg/kg bb) tidak terdapat

Cermin Dunia Kedokteran No. 150, 2006 11


perbedaan namun dengan kelompok perlakuan lainnya : P1 Tabel III. Kadar peroksida lipid dalam plasma darah (n mol/ mg) X ±
(dosis EDP 250 mg/kgbb), P2 (dosis 500 mg/kgbb), P3 (dosis SD
EDP 750 mg/kgbb) dan P4 (dosis 1000 mg/kgbb) menunjukkan N Kn Kp P1 P2 P3 P4 P5
perbedaan bermakna (p ≤ 0,05). 1 0,178 0,192 0,206 0,240 0,228 0,233 0,197
2 0,178 0,193 0,206 0,235 0,227 0,233 0,196
Kelompok perlakuan P1 (dosis 250 mg/kgbb) jika 3 0,178 0,193 0,205 0,235 0,228 0,234 0,197
dibandingkan dengan kelompok perlakuan P3 dan P5 tidak 4 0,179 0,193 0,206 0,237 0,229 0,232 0,197
terdapat perbedaan, sedangkan P2 (dosis EDP 500 mg/kgbb) 5 0,177 0,193 0,205 0,235 0,228 0,233 0,197
dan dengan P4 (dosis EDP 1000 mg/kgbb) menunjukkan 6 0,179 0,194 0,206 0,239 0,229 0,233 0,196
perbedaan yang bermakna (p ≤ 0,05). 7 0,178 0,193 0,206 0,237 0,228 0,232 0,197
8 0,177 0,194 0,206 0,237 0,229 0,233 0,197
Kelompok perlakuan P2 dibandingkan dengan kelompok 9 0,178 0,193 0,206 0,237 0,229 0,233 0,197
P4 tidak berbeda bermakna tetapi dengan kelompok P3 dan P5 X 0,178 0,193 0,206 0,237 0,228 0,233 0,197
menunjukkan perbedaan yang bermakna (p ≤ 0,05). Kelompok S
0,007 0,0006 0,0004 0,001 0,0007 0,0006 0,0004
perlakuan P3 dibandingkan dengan kelompok perlakuan P4 D
tidak berbeda tetapi dengan P5 menunjukkan perbedaan Keterangan:
bermakna (p≤0,05) sedangkan kelompok perlakuan P4 N : Ulangan
Kn : Kontrol negatif (Aquades)
dibandingkan dengan perlakuan P5 menunjukkan perbedaan Kp : Kontrol positif karbon tetra klorida (CCl4)
bermakna (p ≤ 0,05). P1 : Perlakuan ekstrak daun paliasa (EDP) dosis 250 mg/kg bb
P2 : Perlakuan ekstrak daun paliasa (EDP) dosis 500 mg/kg bb
Tabel I. Aktivitas SGPT tikus coba (X ± SD) P3 : Perlakuan ekstrak daun paliasa (EDP) dosis 750 mg/kg bb
P4 : Perlakuan ekstrak daun paliasa (EDP) dosis 1000 mg/kg bb
Aktivitas SGPT (u/l) P5 : Perlakuan ekstrak daun paliasa (EDP) dosis 1250 mg/kg bb

Ulangan KN KP P1 P2 P3 P4 P5 Tabel IV. Perbandingan multipel kadar peroksida lipid dalam plasma
darah
1 6,30 10,96 5,50 5,24 5,78 5,23 5,95
Kn Kp P1 P2 P3 P4 P5
2 5,34 11,41 5,21 4,83 4,93 5,59 6,33 Kel R
5 14 32 59 41 50 23
3 5,06 0,75 5,63 5,53 4,81 5,17 5,39 Kn 5 -
4 4,73 9,92 5,62 5,27 4,79 5,10 6,35 Kp 14 9 -
5 4,56 9,94 5,54 5,44 5,34 4,56 5,89 P1 32 27* 18* -
P2 59 54* 45* 27* -
6 4,52 9,88 4,52 5,20 4,93 5,11 5,54
P3 41 36* 27* 9 18* -
7 4,52 0,49 5,66 5,29 5,15 5,05 5,87
P4 50 45* 36* 18* 9 9 -
8 4,51 10,49 5,70 5,48 5,00 4,95 5,92
P5 23 18* 9 9 36* 18* 27* -
9 4,52 10,95 5,74 5,30 5,20 4,90 6,00
Keterangan :
X 4,90 10,53 5,46 5,29 5,10 5,07 5,92 R : Rata rata rank setiap kelompok.
* : Secara statistik berbeda bermakna (P≤0,05)
SD 0,60 0,54 0,38 0,21 0,31 0,28 0,31
Tabel V. Hasil kromatografi lapisan tipis (KLT) ekstrak daun paliasa
Keterangan: Sinar biasa Sinar UV 366 mm
KN : Kontrol Negatif (Aquades) Kandungan
Dengan Dengan
KP : Kontrol Positif karbon tetraklorida (CCl4) No golongan Tanpa pereaksi
pereaksi pereaksi
Kimia
P1 : Perlakuan ekstrak daun paliasa (dosis 250 mg/kg bb) Warna Rf Warna Rf Warna Rf
P2 : Perlakuan ekstrak daun paliasa (dosis 500 mg/kg bb) 1 Alkaloid - - - - - -
P3 : Perlakuan ekstrak daun paliasa (dosis 750 mg/kg bb) Merah Hijau
2 Saponin - - 0,78 0,62
P4 : Perlakuan ekstrak daun paliasa (dosis 1.000 mg/kg bb) muda biru
P5 : Perlakuan ekstrak daun paliasa (dosis 1.250 mg/kg bb) Merah Hijau
0,85 0,83
muda biru
Tabel II. Perbandingan multipel aktivitas SGPT tikus coba Cardenolin
Hijau
3 & - - Merah 0,63 0,63
coklat
Kelo- Bufadienol
R Kn Kp P1 P2 P3 P4 P5
mpok Hijau
12,58 39,50 21,17 18,00 13,92 14,58 30,75 Merah 0,77 0,77
Kn 12,58 - coklat
Kp 13,50 26,92* - Hijau
Merah 0,90 0,90
P1 21,17 8,59 18,33* - coklat
P2 18,00 5,42 21,50* 4,17 - 4 Antrakinon - - Merah 0,28 Hijau 0,22
P3 13,92 1,34 25,58* 7,25 4,08 - Biru 0,40 Hijau 0,70
P4 14,58 2,00 24,92* 6,59 3,42 0,66 - Biru 0,70 Hijau 0,87
P5 30,75 18,17* 8,75 9,58 12,75 16,83* 16,17* - Merah 0,75
Merah 0,78
Keterangan: Keterangan :
R : Rata-rata rank setiap kelompok Ekstrak daun paliasa mengandung golongan komponen kimia : Saponin,
* : Secara statistik berbeda bermakna dengan (P ≤ 0,05) Cardenolin & Bufadienol serta Antrakinon.

12 Cermin Dunia Kedokteran No. 150, 2006


Tabel VI. Histopatologi sel hati tikus coba (X ± SD) - Daun paliasa (Kleinhovia hospita Linn) mengandung
Derajat Kerusakan Sel Hati Saponin, Cardenolin & Bufadienol serta Antrakinon.
Kn Kp P1 P2 P3 P4 P5 - Ekstrak daun paliasa dapat menurunkan aktivitas enzim
0 2 1 3 3 4 1
SGPT darah yang disebabkan oleh Karbon tetraklorida
0 3 1 1 4 2 1
0 1 4 4 1 1 2 (CCl4).
0 4 1 1 1 1 3
0 4 1 1 1 1 4 SARAN
0 4 2 2 1 1 3
0 4 1 1 1 1 1 - Perlu dilakukan penelitian lanjutan di antara 4 kandungan
0 4 1 1 1 1 2 kimia daun paliasa tersebut; zat kimia mana yang
0 3 1 2 1 2 2
X 3,20 1,67 1,78 1,56 1,56 2,10
berkhasiat terhadap pemulihan radang hati.
SD 1,09 1,12 1,09 1.13 1,01 1,05
Keterangan : KEPUSTAKAAN
Kn : Kelompok kontrol negatif (aquades) kelompok perlakuan ekstrak
Kp : Kelompok kontrol positif karbon tetraklorida (CCl4) 1 Frank Cl. Basic Toxicology : Fundamentals Target Organs and risk
P1 : Kelompok perlakuan ekstrak daun paliasa (EDP) dosis 250 mg/kg bb assessment, New York: Mc Graw-Hill, 1985; 184-95.
P2 : Kelompok perlakuan ekstrak daun paliasa (EDP) dosis 500 mg/kg bb 2 Zimmerman H. Hepatoxicity : The adverse effects of drugs and other
P3 : Kelompok perlakuan ekstrak daun paliasa (EDP) dosis 750 mg/kg bb chemical on the liver, : Appleton Century Crofts, New York, 1982.
P4 : Kelompok perlakuan ekstrak daun paliasa (EDP) dosis 1000 mg/kg bb 3 Dellmann DH, Brown EM. Buku Teks Histologi Veteriner, UI-Press,
P5 : Kelompok perlakuan ekstrak daun paliasa (EDP) dosis 1250 mg/kg bb 1992, hal. 392-405.
4 Ham AW. Histology. 7 th ed. JB Lippincott Co. Philadelphia, 1979. pp.
Ternyata kelompok kontrol negatif menunjukkan 686-719.
gambaran histopatologi sel hati normal. Kelompok kontrol 5 Junguiera LC, Carneiro J. Histologi Dasar, Edisi III. EGC, 1980. 342-56.
positif (CCl4) menunjukkan derajat histopatologi rata-rata ( 3,2 6 Price SA, Wilson LM. Patofisiologi : Konsep Klinik Proses-proses
± SD 1,09) lebih tinggi jika dibandingkan dengan kelompok Penyakit, Edisi II, EGC, 1991. hal. 327-54.
7 Djarwanto.PS. Statistik Non Parametrik, Universitas Sebelas Maret
lain. Secara statistik tidak dapat perbedaan bermakna kecuali Surakarta Penerbit : BPFE – Yogyakarta. 1989 hal. 51-3.
dengan kelompok kontrol negatif (p≤0,05). 8 Ray M. Statistical Hand Book For Non-Statisticians England : Mc Graw-
Uji perbandingan multipel antar pasangan menunjukkan Hill, 1975 : 97-9.
bahwa histopatologi sel hati tikus tidak berbeda bermakna 9 Colquhoum D. Lectures on Biostatistics : An Introduction to statistics
with Applications in biology and medicine. Oxford : Clarendon Press.
antara masing-masing dosis perlakuan, kecuali pada kelompok
negatif jika dibandingkan dengan semua kelompok lainnya (p≤
0,05); kelompok kontrol positif juga menunjukkan perbedaan Lampiran 1.
bermakna (p≤0,05) dengan masing-masing kelompok Perhitungan statistik aktivitas SGPT Nilai aktivitas SGPT dalam
perlakuan lainnya kecuali dengan kelompok P5. ranking

Tabel VII. Perbandingan multipel histopatologi sel hati tikus coba Kn Kp P1 P2 P3 P4 P5


Kel R Kn Kp P1 P2 P3 P4 P5 52 62 36 27 46 26 50
Kn 5 -
31.5 63 25 11 13.5 40 53
Kp 50,88 45,88* -
P1 32,44 27,44 18,44* - 18 60 42 37 10 22 33
P2 34,44 29,44* 16,44* 2 -
P3 30,33 25,33* 20,55* 2,11 4,11 - 8 56 41 28 9 19 54
P4 31,50 26,50* 19,38* 0,94 3,11 1,17 - 6.5 57 38.5 34 31.5 6.5 48
P5 39,44 34,44* 11,44 7 5 9,11 7,94 -
3.5 55 3.5 23.5 13.5 20 38.5
Keterangan: 3.5 58.5 43 29 21 17 47
R : Rata-rata rank setiap kelompok
* : Secara statistik berbeda bermakna (p ≤ 0,05) 1 58.5 44 35 16 15 49
3.5 61 45 30 23.5 12 51
KESIMPULAN
R: 127.5 531 318 254.5 184 177.5 423.5
- Karbon tetraklorida secara nyata dan konsisten dapat
menimbulkan nekrosis sel hati sentrilobuler. 127 . 5 2 531 2 318 2 254 . 5 2 184 2 177 . 5 2 423 . 5 2
- Ekstrak daun paliasa semua dosis perlakuan secara efektif K = + + + + + +
9 9 9 9 9 9 9
dapat mengurangi kerusakan sel hati yang ditimbulkan = 78744 . 31
oleh karbon tetraklorida (CCl4).
- Peningkatan dosis ekstrak daun paliasa (1250 mg/kgbb) χ 2
=
12 x 78744 . 31
− 3 x 64
menimbulkan pengurangan efek perbaikan sel hati dan 63 x 64
dosis ini kurang efektif untuk pengobatan radang hati. = 42.40
- Ekstrak daun paliasa ternyata berkhasiat untuk pengobatan Bila digunakan α = 0,05 maka menurut tabel χ2 = 0,05
radang hati pada dosis 250, 500, 750 dan 1000 mg/kgbb. Df=7-1=6 χ2 = 12,6 ( P≤0.05 )

Cermin Dunia Kedokteran No. 150, 2006 13


Kadar SGPT masing-masing perlakuan tidak sama; nilai aktivitas SGPT dalam Lampiran 3.
7 kelompok tikus coba berbeda bermakna.
Perhitungan statistik histologi sel hati Nilai histologi sel hati dalam
Lampiran 2. ranking

Perhitungan statistik kadar peroksida lipid plasma .Nilai peroksida Kn Kp P1 P2 P3 P4 P5


lipid dalam ranking
5 42 50 50 50 58.5 23.5
Kn Kp P1 P2 P3 P4 P5
5 50. 23.5 23.5 58.5 42 23.5
5 10 33 63 39.5 50.5 24
5 13.5 33 56 37 50.5 19.5 5 23.5 59 58.5 23.5 23.5 42

5 13.5 28.5 56 39.5 54 24 5 58.5 23.5 23.5 23.5 23.5 50


8.5 13.5 33 59.5 43.5 46.5 24 5 58.5 23.5 23.5 23.5 23.5 58.5
1.5 13.5 28.5 56 39.5 50.5 24
5 58.5 42 42 23.5 23.5 50
8.5 17.5 33 62 43.5 50.5 19.5
5 58.5 23.5 23.5 23.5 23.5 23.5
5 13.5 33 59.5 39.5 46.5 24
1.5 17.5 33 59.5 43.5 50.5 24 5 58.5 23.5 23.5 23.5 23.5 42

5 13.5 33 59.5 43.5 50.5 24 5 50 23.5 42 23.5 42 42

R: 45 126 288 531 369 450 207 R: 45 458 292 310 273 283.5 355

45 2 126 2 228 2 5312 369 2 450 2 207 2 45 2 458 2


292 2
310 2
273 2 283 . 5 2 355 2
K = + + + + + + K = + + + + + +
9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9
= 84924 = 74897 . 71

12 x 84924 12 x 74897 . 71
χ 2
= − 3 x 64 χ 2
= − 3 x 64
63 x 64 63 x 64

= 54,28 = 42.40

Bila digunakan α = 0,05 maka menurut table χ2 = 0,05 Bila digunakan α = 0,05 maka menurut tabel χ2 = 0,05

Df=7-1=6 χ2 = 12,6 ( P≤0.05 ) Df=7-1=6 χ2 = 12,6 ( P≤0.05 )

Kadar peroksida lipid dari masing-masing perlakuan tidak sama; kadar Jumlah sel hati dari masing-masing perlakuan tidak sama; nilai histopatologi
peroksida lipid dalam 7 kelompok tikus coba berbeda bermakna. sel hati dalam 7 kelompok tikus coba berbeda bermakna.

A good king is a public servant

14 Cermin Dunia Kedokteran No. 150, 2006


TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Sindrom Hepatorenal
Azhari Gani
Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala
Rumah Sakit Dr. Zainoel Abidin / Rumah Sakit Rumkit Tk. III Kesdam Iskandar Muda, Banda Aceh

ABSTRAK
Sindrom Hepatorenal adalah keadaan gagal ginjal akut yang ditandai dengan oliguri
progresif yang terjadi pada penderita penyakit hati berat tanpa penyebab lain yang secara klinis,
laboratoris dan anatomis dapat menyebabkan gagal ginjal. Kombinasi gagal ginjal akut dan gagal
hati dapat terjadi pada beberapa keadaan klinik yang langsung melibatkan hati dan ginjal,
sedangkan keadaan lain adalah penyakit primer pada ginjal dan sekunder pada hati, demikian pula
sebaliknya. Secara klinis mempunyai 2 subtipe, yaitu : tipe 1, ditandai oleh gangguan fungsi ginjal
secara cepat dan progresif dengan peningkatan kreatinin serum di atas 250 ug/ml dalam waktu
kurang dari 2 minggu, sedangkan pada tipe 2, gangguan fungsi ginjal dengan progresivitas yang
lebih lambat. Prinsip pengobatan adalah memperbaiki kelainan yang dapat mengancam jiwa
seperti hiperkalemia, hipoglikemia, asidosis berat, kelebihan cairan tubuh, dan gangguan
koagulasi sera upaya meningkatkan perfusi ginjal.
Kata kunci : Sindroma hepatorenal - gagal ginjal akut - gagal hati – progresivitas - perfusi ginjal

3. Gagal ginjal dan hati terjadi bersamaan


PENDAHULUAN a. Overdosis parasetamol
Kombinasi gagal ginjal akut dan gagal hati dapat terjadi b. Obat anestetik
pada beberapa keadaan klinik. Beberapa keadaan tersebut c. Carbon tetrachloride
langsung melibatkan hati dan ginjal, sedangkan keadaan lain d. Septikemia
adalah penyakit primer pada ginjal dan sekunder pada hati, dan 4. Glomerulonefritis pada penyakit hati kronik
sebaliknya kelainan primer bisa pada hati dengan sekunder a. IgA Nefropati
gangguan fungsi ginjal. Telah dibuktikan bahwa pada penderita b. Krioglobulinemi
sirosis tahap lanjut sering terjadi oliguri. Oleh karena itu c. Glomerulosklerosis
penanganan penderita gagal hati dan ginjal adalah kompleks, d. Infeksi (HbsAg, HIV, skistosomiasis, malaria,
kebanyakan penderita mengalami sakit berat, sehingga harus legionella, dan lain-lain)
dirawat pada unit perawatan intensif(1,2). 5. Kehamilan
Sindrom Hepatorenal terjadi pada kira-kira 4 dari 10,000 a. Eklamsi
penderita penyakit hati, seperti gagal hati akut, sirosis hati, atau b. Kehamilan dengan perlemakan hati akut
hepatitis alkohol. Dilaporkan angka mortalitasnya adalah lebih
besar dari 95% dengan survival rata-rata kurang dari 2 Sindrom Hepatorenal adalah keadaan gagal ginjal akut
minggu(3). yang ditandai dengan oliguri progresif pada penderita penyakit
Keadaan gagal ginjal akut dihubungkan dengan gangguan hati berat tanpa penyebab lain yang secara klinis, laboratorium
fungsi hati dapat terjadi pada beberapa keadaan seperti(4): dan anatomis dapat menyebabkan gagal ginjal(2,5).
1. Jaundice dan gagal ginjal akut Sindrom Hepatorenal secara klinis mempunyai 2 subtipe,
a. Sindrom uremik hemolitik yaitu : tipe 1, ditandai oleh gangguan fungsi ginjal secara cepat
b. Reaksi transfusi darah dan progresif dengan peningkatan kreatinin serum di atas 250
c. Leptospirosis ug/ml dalam waktu kurang dari 2 minggu, sedangkan pada tipe
d. Malaria (falciparum) 2, gangguan fungsi ginjal dengan progresivitas yang lebih
2. Gagal ginjal akut pada penderita penyakit hati lambat(5).
a. Terapi diuretik yang berlebihan
b. Perdarahan gastrointestinal (varises esofagus) PATOGENESIS
c. Sindrom hepatorenal Gagal ginjal pada sindrom hepatorenal adalah fungsinya
d. Glomerulonefritis sedangkan kelainan anatomis tidak jelas dijumpai. Oliguri yang

Cermin Dunia Kedokteran No. 150, 2006 15


terjadi merupakan gagal ginjal prerenal dengan integritas dan ekskresi urin berhubungan dengan penurunan renin plasma.
tubular tetap dipertahankan. Hal ini ditunjukkan dengan adanya Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan renin plasma adalah
reabsorpsi natrium pada sistem tubular sehingga ekskresi merupakan respon terhadap penurunan perfusi ginjal dan efek
natrium urin rendah. ini dibatasi oleh penurunan substrat renin. Sekresi renin sebagai
Walaupun sudah diketahui bahwa penurunan perfusi ginjal respon terhadap penurunan perfusi ginjal memegang peranan
merupakan faktor utama dalam patogenesis sindrom utama dalam mempertahankan filtrasi glomerulus. Penurunan
hepatorenal, khususnya di pembuluh darah korteks ginjal, perfusi disertai sekresi renin akan menyebabkan aktivasi
namun mekanisme yang mendasarinya belum sepenuhnya angiotensin, lalu menimbulkan vasokonstriksi arteriolar eferen
diketahui. Penurunan perfusi ginjal mungkin disebabkan oleh untuk mempertahankan tekanan intraglomerular dan filtrasi
penurunan volume sirkulasi efektif, atau karena vasokonstriksi glomerulus. Ketika perfusi ginjal makin menurun, maka
pembuluh darah ginjal(6). angiotensin akan menyebabkan vasokonstriksi arteriolar aferen
sehingga menurunkan perfusi dan filtrasi glomerulus(2,6).
Penurunan volume efektif 2. Prostaglandin.
Penurunan volume darah merupakan akibat sentral dalam Pada penderita sindrom hepatorenal juga akan terjadi
patogenesis sindrom hepatorenal. Penurunan volume darah ini peningkatan tromboksan A2 yang merupakan vasokonstriktor,
bisa disebabkan oleh redistribusi cairan antara kompartemen dan penurunan prostaglandin E2 (PGE2) yang mempunyai efek
fisiologis atau keadaan vasodilatasi sehingga cairan vasodilator. Keadaan ini tentunya dapat memperburuk perfusi
intravaskular lebih meningkat dibanding volume pengisian. ginjal(2).
Peningkatan volume intravaskular ini adalah sebagai respon 3. Sistem saraf simpatis
terhadap hipovolemi sebelumnya karena cairan terperangkap di Penurunan volume darah efektif dihubungkan dengan
ruangan ekstravaskular seperti ruangan peritoneal dan jaringan penurunan tekanan atrium kiri, yang melalui saraf vagal aferen
interselular. akan meningkatkan aktivitas saraf simpatetik sehingga arteriola
Vasodilatasi perifer terjadi pada sirosis, mungkin diinduksi renal eferen akan vasokonstriksi. Peningkatan katekolamin
oleh endotoksemi. Endotoksin terdapat pada sirkulasi sistemik plasma pada penderita sirosis juga berperan dalam menambah
kebanyakan penderita sirosis, khususnya jika sudah ada asites. vasokonstriksi vaskular ginjal dan retensi natrium pada
Endotoksin ini dapat menyebabkan penurunan perfusi ginjal penderita sirosis(2,10).
melalui vasokonstriksi vaskular ginjal dan vasodilatasi perifer.
Endotoksin dapat ditemukan pada kebanyakan penderita GAMBARAN KLINIS(2,4)
sindrom hepatorenal dengan sirosis tapi tidak dijumpai pada • Penurunan produksi urin
penderita sirosis dengan fungsi ginjal normal(7,8). • Urin warna teh pekat
Endotoksin dapat menginduksi sintesis nitric oxide (NO) • Ikterus (yellow-orange color)
di darah perifer sehingga dapat menginduksi sirkulasi • Penambahan berat badan
hiperdinamik melalui penurunan tahanan vaskular sistemik dan • Perut membesar (abdominal swelling)
penurunan tekanan darah, dengan akibat meningkatnya denyut • Penurunan kesadaran (dementia, delirium, confusion)
jantung dan cardiac output(7,9). • Kejang otot
Penurunan volume sirkulasi efektif akan diikuti oleh • Mual
penurunan perfusi ginjal, akibatnya muncul mekanisme retensi
• Muntah
garam dan air sehingga akan menambah edema perifer dan
• Hematemesis
asites(6,8).
• Melena
Mekanisme intrarenal Pada pemeriksaan fisik bisa ditemukan tanda-tanda
Penurunan perfusi ginjal dapat juga terjadi akibat ensefalopati, asites dan jaundice dan tanda gagal hati lain
vasokonstriksi pembuluh darah intrarenal. Hal ini mungkin bersamaan dengan penurunan fungsi ginjal. Refleks tendon
disebabkan oleh gangguan sistem renin-angiotensin, meningkat dan adanya refleks abnormal lain menunjukkan
peningkatan sistem saraf simpatis, dan gangguan aktivitas adanya gangguan sistem saraf. Bisa juga terdapat ginekomasti,
prostaglandin ginjal, dan aktivitas mediator lainnya yang dapat penurunan ukuran testis, adanya spider naevi (spider
menyebabkan vasokonstriksi. telangiectasia) di kulit, atau tanda-tanda gagal hati lainnya.
1. Renin-angiotensin
Sistem renin-angiotensin tampaknya berperan penting Gagal hati dapat ditandai dengan adanya(5) :
dalam mempertahankan vasokonstriksi pada sindrom • Penurunan serum albumin
hepatorenal. Konsentrasi renin plasma akan meningkat pada • Abnormal PT
penderita dengan sirosis dekompensata, mungkin sebagai • Peningkatan kadar ammonia
akibat penurunan inaktivasi renin oleh hati. Walaupun terjadi • Paracentesis : adanya asites.
peningkatan konsentrasi renin plasma, akan terjadi juga • Kelainan EEG bila ada tanda ensefalopati hepatik
pengurangan substrat renin, dan ketika ditransfusi dengan
plasma darah yang kaya akan substrat renin, pada penderita Gagal ginjal ditandai dengan adanya(4,5):
sindrom hepatorenal akan terjadi peningkatan tekanan darah • Penurunan produksi urin, kurang dari 400 ml/hari.

16 Cermin Dunia Kedokteran No. 150, 2006


• Konsentrasi natrium urin sangat rendah. PERFUSI SEREBRAL
• Peningkatan berat jenis dan osmolalitas urin. Penderita sindrom hepatorenal dapat mengalami
• Hiponatremi. ensefalopati dan/atau edema serebral. Ensefalopati ini
• Peningkatan BUN dan kreatinin (pada pasien penyakit disebabkan akumulasi substansi toksik melewati sawar darah
hepar, kadar BUN dan kreatinin kurang mencerminkan otak yang seharusnya diekskresikan melalui hati. Edema
beratnya disfungsi ginjal). serebral dapat meningkatkan tekanan intrakranial yang diikuti
oleh iskemi serebral. Keadaan ini akan memperberat edema
DIAGNOSIS sehingga dapat terjadi herniasi batang otak dan kematian.
Diagnosis sindrom hepatorenal didasarkan pada oliguri Tekanan perfusi serebral (perbedaan antara rata-rata
yang tidak diketahui sebabnya pada penderita penyakit hati. tekanan arteri dan tekanan intrakranial) tidak boleh kurang dari
Penting untuk meneliti penyebab lain gagal ginjal akut tersebut 40 mmHg. Bila terjadi hipertensi intrakranial, penderita dirawat
seperti : hipotensi prerenal, hipovolemi, perdarahan dengan posisi telentang dengan posisi kepala sedikitnya 20°
gastrointestinal, dan dehidrasi karena diare dan muntah, dari bidang horizontal(2,4).
glomerulonefritis (termasuk glomerulosklerosis), IgA nefropati,
dan krioglobulinemia, infeksi hepatitis C dihubungkan dengan
penyakit hati, nekrosis tubular bakterial atau toksin kimia, obat-
obat nefrotoksik, hipoksi lama, nefritis interstitial, dan KEPUSTAKAAN
obstruksi post-renal(2,4,5).
1. Sussman NL, Lake JR. Treatment of hepatic failure - 1996, Current
PENATALAKSANAAN concepts and progress toward liver dialysis. Am J Kidney Dis
1996;27:605-21.
Evaluasi klinis dan laboratoris sangat penting. Penanganan 2. Epstein M. The hepatorenal syndrome: Emerging perspectives of
pertama adalah memperbaiki kelainan yang dapat mengancam pathophysiology and therapy. J Am Soc Nephrol 1994;4:1735-53.
jiwa seperti hiperkalemi, hipoglikemi, asidosis berat, kelebihan 3. Gines A, Escorsell A, Gines P et al. Incidence, predictive factors and
cairan tubuh, dan gangguan koagulasi berat yang dapat prognosis of the hepatorenal syndrome in cirrhosis with ascites.
Gastroenterology 1993;105:229-36.
mencetuskan perdarahan. Pengaturan keseimbangan cairan 4. Davison AM. Hepatorenal failure. Nephrol Dial Transplant.
penting, jika perlu disertai pemantauan tekanan vena sentral. 1996;11(Suppl 8):24-31.
Pada penderita gagal hati tahap lanjut, dibutuhkan pemantauan 5. Arroyo V, Gines P, Gerbes A, et al. Definition and diagnostic criteria of
tekanan intrakranial karena risiko hipertensi intrakranial, refractory ascites and hepatorenal syndrome in cirrhosis. Hepatology
1996;23:164-76.
edema serebral, dan herniasi batang otak. Fungsi ginjal dinilai 6. Schrier RW, Arroyo V, Bernardi M et al. Peripheral arterial
dengan mengukur kadar kreatinin, ureum, elektrolit, dan vasodilatation hypothesis: a proposal for the initiation of sodium and
volume urin(2,4). water retention in cirrhosis. Hepatology 1988;8:1151-7.
Untuk meningkatkan perfusi ginjal dapat diberikan 7. Vallance P, Moncada S. Hyperdynamic circulation in cirrhosis: a role for
nitric oxide? Lancet 1991;337:776-8.
dopamin atau dopexamin dengan atau tanpa penambahan 8. Tomas A, Soriano G, Guarner C et al. Increased serum nitrite and nitrate
diuretik seperti bumetanid(9). Pada penelitian akhir-akhir ini in cirrhosis: relationship to endotoxemia. J Hepatol 1992;16(Suppl):14
digunakan pengobatan jangka panjang dengan vasopressin (Abstract).
analog: ornipressin atau terlipressin (glypressin) atau alpha- 9. McCormick PA, Chin JKT, Nair DR et al. Nitric oxide synthase
inhibitors in the hepatorenal syndrome. Eur J Gastroenterol Hepatol
adrenoceptor agonist midodrine(11-13). Albumin 20% intravena 1993;5:59-60.
dapat diberikan untuk meningkatkan volume intravaskular. 10. Bichet DG, Vanputken VJ, Schrier RN. Potential role of increased
Fungsi ginjal mengalami perbaikan pada kebanyakan penderita sympathetic activity in impaired sodium and water excretion in cirrhosis.
yang diobati dan kreatinin serum kembali mendekati normal N Engl J Med 1982;307:1552-7.
11. Guevara M, Gines P, Fernandez-Esparrach et al. Reversibility of
pada beberapa kasus. hepatorenal syndrome by prolonged administration of ornipressin and
Pemberian long acting somatostatin analogue octreotide plasma volume expansion. Hepatology 1998;27:35-41.
untuk menghambat endogenous vasodilator peptides, 12. Hadengue A, Gadano A, Moreau R et al. Beneficial effects of the 2-day
dilaporkan memperbaiki survival dibandingkan pengobatan administration of terlipressin in patients with cirrhosis and hepatorenal
syndrome. J Hepatol 1998;29:565-70.
dengan dopamin dosis rendah dan replesi volume(13). 13. Angeli P, Volpin R, Gerunda G, et al. Reversal of type 1 hepatorenal
Transjugular shunting (TIPS) dapat meningkatkan central syndrome with the administration of midodrine and octreotide.
blood volume dan menurunkan produksi vasokonstriktor Hepatology 1999;29:1690-7.
endogen(14). Pada penderita sirosis dengan asites yang refrakter, 14. Guevara M, Gines P, Bandi JC et al. Transjugular intrahepatic
portosystemic shunt in hepatorenal syndrome: effects on renal function
fungsi ginjal akan mengalami perbaikan setelah insersi TIPS(15). and vasoactive systems. Hepatology 1998;28:416-22.
Brensing melaporkan 13 di antara 16 penderita sindrom 15. Ochs A, Rossle M, Haag K, et al. The transjugular intrahepatic
hepatorenal mengalami perbaikan fungsi ginjal yang cepat portosystemic stent-shunt procedure for refractory ascites. N Engl J Med
setelah TIPS. Angka survival tiga bulan adalah 75%(16). 1995;332:1192-7.
Jika tidak ada perbaikan fungsi ginjal dengan terapi 16. Brensing KA, Textor J, Strunk H, Klehr HU, Schild H, Sauerbruch T.
Transjugular intrahepatic portosystemic stent-shunt for hepatorenal
tersebut di atas, dapat dipertimbangkan hemodialisis sebelum syndrome. Lancet 1997; 349: 697-98.
transplantasi hati(1,2,16).

Cermin Dunia Kedokteran No. 150, 2006 17


LAPORAN KASUS

Hepatoma dan Sindrom


Hepatorenal
B. Singgih, E.A. Datau
Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi /
Rumah Sakit Umum Pusat Manado

PENDAHULUAN hati, hipertensi portal, yang ditandai dengan gangguan fungsi


Karsinoma hepatoseluler atau hepatoma adalah tumor ginjal dan sirkulasi darah(10-12). Sindrom ini mempunyai risiko
ganas hati primer dan paling sering ditemukan daripada tumor kematian yang tinggi(13). Terjadinya gangguan ginjal pada
ganas hati primer lainnya seperti limfoma maligna, pasien dengan sirosis hati ini baru dikenal pada akhir abad 19
fibrosarkoma, dan hemangioendotelioma(1). Di Amerika Serikat dan pertamakali dideskripsikan oleh Flint dan Frerichs(12).
sekitar 80%-90% dari tumor ganas hati primer adalah Penatalaksanaan sindrom hepatorenal masih belum
hepatoma. Angka kejadian tumor ini di Amerika Serikat hanya memuaskan; masih banyak kegagalan sehingga menimbulkan
sekitar 2% dari seluruh karsinoma yang ada(2). Sebaliknya di kematian(11,13-15). Prognosis pasien dengan penyakit ini buruk.
Afrika dan Asia hepatoma adalah karsinoma yang paling sering
ditemukan dengan angka kejadian 100/100.000 populasi(2-5). KASUS
Setiap tahun muncul 350.000 kasus baru di Asia, 1/3nya terjadi Seorang wanita 34 tahun, suku Minahasa, tak bekerja,
di Republik Rakyat China(4). Di Eropa kasus baru berjumlah masuk rumah sakit tanggal 15 Januari 2002 dengan keluhan
sekitar 30.000 per tahun, di Jepang 23.000 per tahun, di utama nyeri perut bagian kanan atas. Nyeri dimulai sejak 1
Amerika Serikat 7000 per tahun dan kasus baru di Afrika 6x bulan sebelum dirawat di RSUP Manado dan berlangsung terus
lipat dari kasus di Amerika Serikat(4). Pria lebih banyak menerus dengan tingkatan nyeri yang kadangkala berat dan di
daripada wanita(4,6). lain saat berkurang. Perut dirasakan bertambah besar
Lebih dari 80% pasien hepatoma menderita sirosis hati(4,7). bersamaan dengan timbulnya nyeri tersebut dan terus
Hepatoma biasa dan sering terjadi pada pasien dengan sirosis membesar sampai saat masuk RSUP Manado. Rasa mual sudah
hati yang merupakan komplikasi hepatitis virus kronik(4). 1 bulan ini, terus menerus sehingga selera makan sangat
Hepatitis virus kronik adalah faktor risiko penting hepatoma, menurun. Muntah hanya terjadi kadangkala, terutama bila
virus penyebabnya adalah virus hepatitis B dan C(3-9). Bayi dan selesai makan dan isinya adalah makanan tetapi tak ada darah.
anak kecil yang terinfeksi virus ini lebih mempunyai Mata tampak kuning sejak 3 minggu sebelum dirawat di RSUP
kecenderungan menderita hepatitis virus kronik daripada Manado dan disertai buang air kecil warna seperti teh.
dewasa yang terinfeksi virus ini untuk pertama kalinya(4). Buang air kecil tetap lancar dan jumlahnya banyak. Badan
Pasien hepatoma 88% terinfeksi virus hepatitis B atau C(9). terasa lemah sejak 1½ bulan sebelum masuk rumah sakit, tetapi
Tampaknya virus ini mempunyai hubungan yang erat dengan masih mampu mengerjakan pekerjaan rumah tangga seperti
timbulnya hepatoma(3,9). memasak dan membersihkan rumah, tetapi sejak 1 bulan ini
Hepatoma seringkali tak terdiagnosis karena gejala penderita hanya mampu istirahat di ranjang karena cepat lelah
karsinoma tertutup oleh penyakit yang mendasari yaitu sirosis bila bekerja sedangkan sesak napas tak pernah dialami. Tiga
hati atau hepatitis kronik(8). Jika gejala tampak, biasanya sudah minggu sebelum masuk RSUP Manado, penderita dirawat di
stadium lanjut dan harapan hidup sekitar beberapa minggu Rumah Sakit di Jakarta dengan keluhan utama badan terasa
sampai bulan(7). Keluhan yang paling sering adalah sangat lemah serta nyeri di perut bagian kanan atas. Pasien
berkurangnya selera makan, penurunan berat badan, nyeri di dirawat selama 2 minggu dan mendapat infus, pasien
perut kanan atas dan mata tampak kuning(2,8). Pemeriksaan Alfa didiagnosis sakit liver.
Feto Protein (AFP) sangat berguna untuk menegakkan Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 3 Januari 2002, di
diagnosis penyakit hepatoma ini(2,5,7). Penggunaan Jakarta : Hb 9,2gr/dl, lekosit 6300/mm3, trombosit
ultrasonografi ( USG ), Computed Tomographic Scanning (CT 276.000/mm3, ureum 24 mg/dl, kreatinin 0,8 mg/dl, gula darah
Scan), Magnetic Resonance Imaging (MRI) penting untuk sewaktu 99 mg/dl. Setelah dipulangkan dari RS, gejala masih
menegakkan diagnosis dan mengetahui ukuran tumor(1-9). tetap dan tidak berkurang, kemudian pasien pulang ke Manado
Komplikasi yang sering terjadi pada sirosis adalah asites, dan dirawat di RSUP Manado. Buang air besar lancar dan
perdarahan saluran cerna bagian atas, ensefalopati hepatika, keluhan batuk tak ada. Riwayat menerima tranfusi darah tak
dan sindrom hepatorenal. Sindrom hepatorenal adalah suatu ada, keluarga tak ada yang terkena penyakit liver. Pada
keadaan pada pasien dengan hepatitis kronik, kegagalan fungsi pemeriksaan fisik tampak sakit berat, kulit ikterik, kesadaran

18 Cermin Dunia Kedokteran No. 150, 2006


kompos mentis, gizi cukup, tinggi badan 160 cm, berat badan badan 37,80C, NGT coklat, paru tak ditemukan kelainan, ada
60 kg, tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 92 x/menit, teratur, phlebitis, jumlah urin 24 jam 300 ml, melena tak ada. Ureum
isi cukup, pernafasan 28 x/menit dan suhu badan 36,40C, 292,9 mg/dl, kreatinin 6,7 mg/dl, CCT 13,2.
konjungtiva anemis, sklera ikterik, lidah tak kotor, bibir tak Maka ditambahkan diagnosis perdarahan saluran cerna
sianosis, tekanan vena jugularis 5+0, trakea di tengah, kelenjar bagian atas karena stress ulcer, precoma hepaticum, phlebitis.
limfe di seluruh tubuh tak teraba, spider naevi tak ada. Pasien mendapat infus NaCl 0,9% : D 5% : Comafusin hepar
Pemeriksaan paru tampak simetris, stem fremitus kiri sama 1:1:1, balans cairan, ranitidin 150 mg iv. dua kali sehari,
dengan kanan, perkusi sonor di seluruh lapangan paru, batas spironolakton 100 mg tiga kali sehari, furosemid 40 mg iv
paru hati di sela iga ke empat, suara nafas vesikuler dan tak empat kali sehari, antasida sirup 2 sendok makan enam kali
ditemukan ronki. sehari, vit K im 1 ampul/hari, neomisin 500 mg empat kali,
Pemeriksaan jantung tak menemukan kelainan. Perut laktulosa 30 ml empat kali sehari, dipuasakan, dilakukan bilas
tampak cembung dengan lingkar perut 96 cm, caput medusae lambung dan lavament empat kali sehari, seftriakson iv 1 g dua
tak ada, spider naevi tak ada, tampak pelebaran pembuluh kali sehari.
darah vena di perut dan dada. Pada palpasi perut lemas, hepar 3 Hari ke empat perawatan keadaan pasien masih tetap kritis,
cm di bawah arcus costae, konsistensi kenyal, tepi tumpul, produksi urin 300 ml./hari, Hb 8,2 g/dl, lekosit 10.500,
nyeri tekan di daerah hypochondriac kanan dan epigastrium, bilirubin total 13,86 mg/dl, bilirubin direk 12,27 mg/dl, kalium
ada pekak alih, limpa tak teraba, peristaltik usus normal, dan 4,6 mmol/l, natrium 120 mmol/l, khlorida 94 mmol/l, Ca 6,7
bising hati tak ada. Pemeriksaan colok dubur, spinkter normal, mg/dl, sehingga ditambahkan diagnosis hiponatremi,
mukosa licin, nyeri tak ada, faeces warna kuning. Pada hipokalsemi. Pengobatan ditambah asam traneksamat 500 mg
ekstremitas atas tak ditemukan eritema palmaris, jari tabuh ada, tiga kali sehari iv. vitamin B complex 1 ampul/hari iv.,
akral hangat. Ekstremitas bawah ditemukan udem. furosemid 60 mg empat kali sehari iv., spironolakton 100 mg
Pada pemeriksaan laboratorium di RSUP Manado tiga kali sehari, glukonas kalsikus 1 ampul/hari selama 3 hari.
didapatkan : laju endap darah 60 mm pada jam I, Hb 9,8 g/dl, Hari ke lima sampai ke delapan, pasien masih kritis, GCS 10,
Ht 28%, MCHC 35%, retikulosit 4%, lekosit 8000, hitung jenis tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 104/menit, pernafasan
: 3/0/1/68/26/2, hapus darah : eritrosit normokrom, normositik 28/menit, suhu 38,4 0C produksi urin 600 ml/hari, terapi sama..
polikromatofili, normoblas tak ada, lekosit kesan jumlah Hari ke sembilan, kesadaran pasien mulai pulih, GCS 13,
normal, differential telling kesan normal, blast tak ada, suhu 36,50C, tekanan darah 110/60 mmHg, nadi 108/menit,
trombosit kesan jumlah normal, agregasi ada, kesan anemia pernafasan 28 /menit, produksi urin 1000 ml., kalium 2 mmol/l,
normokrom normositik, trombosit 450.000, ureum 78,6 mg/dl, pengobatan infus NaCl 0.9% + 50 mEq KCl : Comafusin hepar
kreatinin 2 mg/dl, CCT 44 ml/menit, bilirubin total 7,8 mg/dl, 2 : 1, diberikan pula diet hati I, lavement dua kali sehari, obat
bilirubin direk 7,4 mg/dl, protein total 7,3 g/dl, albumin 3 g/dl, lain diteruskan.
globulin 4,3 g/dl, SGOT 203 U/l, SGPT 120 U/l, anti HCV Hari ke duabelas, GCS 15, lemah, ikterik, anemis, urin
negatif, anti HBS negatif, HBs Ag positif, AFP 15,36 ng/ml, 1330 ml/hr, asites ada, ada udem ekstremitas bawah. Infus tetap
gamaGT 276 U/l, alkali fosfatase 390 U/l, urinalisis : NaCl 0,9%+50 mEq KCl dan Comafusin hepar, rencana
makroskopis kuning tua keruh, glukosa negatif, bilirubin tranfusi PRC tetapi tidak tersedia, furosemid 40 mg dua kali
positif, keton negatif, BJ 1,03, eritrosit negattif, pH 5, protein iv., spironolakton 100 mg dua kali sehari, ranitidin, vit. K,
positif, urobilinogen negatif, lekosit negatif, sediment epitel antasida, neomisin, laktulosa, vitamin masih diteruskan.
positif, sediment lekosit 3-4 / LPB, eritrosit 3-5 / LPB, silinder Hari ke empat belas, GCS 15, produksi urine 2300 ml/hari,
hialin halus positif, faeces : bau busuk, warna coklat, suhu 370C, tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 96/menit,
konsistensi cair, mikroskopis : eritrosit negatif, lekosit negatif, pernafasan 20x /menit, furosemid 20 mg iv empat kali sehari,
lendir positif, amoeba negatif. Foto dada mendapatkan obat dan infus masih diteruskan. Hari ke lima belas, GCS 15,
peninggian diafragma sebelah kanan, paru gambaran urin 2500 ml/hari, suhu 36,60 C, lingkar perut 92 cm, asites
bronchitis, jantung CTR < 50%, USG (di Jakarta 9 Januari ada, ikterik ada, anemis, kreatinin 2,49 mg/dl, urinalisis :
2002 ) didapatkan kesan sirosis hati dengan hepatoma noduler protein positif, glukosa negatif, epitel 5-6 /LPB, eritrosit 5-10 /
dan difus, limpa normal, ginjal normal. CT Scan (15 Desember LPB, lekosit 2-3/LPB, furosemid stop dan spironolakton 100
2001, di Jakarta) didapatkan hepatoma dengan ukuran 10x8 cm mg dua kali sehari, lavament stop.
di kedua lobus hati. ECG kesan normal. Hari ke enambelas pasien minta pulang, GCS 15, keadaan
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan umum lemah, dan diberi obat oral spironolakton 100 mg dua
pemeriksaan penunjang ditegakkan diagnosis hepatoma kali sehari, ranitidin 150 mg dua kali sehari, neomisin 500 mg
stadium III, sirosis hati, sindrom hepatorenal, anemia karena empat kali sehari, laktulosa 30 cc tiga kali sehari, diet hati II.
keganasan. Pengobatan berupa infus Dextrose 5% : Aminofusin
hepar 20 tetes/menit dengan perbandingan 2:1, ranitidin iv. 150 PEMBAHASAN
mg dua kali sehari, vitamin K 1 ampul im., spironolakton 25 Hepatoma atau karsinoma hepatoseluler sering terjadi pada
mg tiga kali sehari, diet hati II.Hari ke dua perawatan, keadaan pasien sirosis hati, yang disebabkan oleh virus hepatitis B atau
pasien masih tetap sama, produksi urin 24 jam 1300 ml. Pada C(3,6,7). Karsinoma ini lebih banyak pada pria dan terutama ras
hari ke tiga, keadaan pasien memburuk, GCS 8, tekanan darah Asia(2-7,9) Pasien adalah wanita suku Minahasa, menderita
120/80 mmHg, nadi 120/menit, pernafasan 28/menit, suhu sirosis hati serta HBs Ag positif.

Cermin Dunia Kedokteran No. 150, 2006 19


Gejala awal hepatoma sering terlepas dari pemeriksaan, meningkat akibat proses tersebut dan terjadilah sindrom
karena tertutup oleh gejala sirosis hati yang sering mendasari hepatorenal yang ditandai dengan penurunan produksi urine,
karsinoma ini(8). Hilang selera makan dan penurunan berat penurunan natrium urine, kenaikan osmolalitas urine dan
badan adalah gejala paling sering terjadi pada hepatoma, tetapi azotemia(11-13).
pasien sirosis hati juga mempunyai gejala yang sama(2,3). Hipoperfusi ginjal akibat vasokonstriksi arteri renal adalah
Hepatoma pada umumnya ditegakkan diagnosisnya pada tanda khas dari sindrom hepatorenal(12). Terjadinya
stadium lanjut(2). Pasien adalah hepatoma dengan sirosis hati vasokonstriksi ini telah dibuktikan dengan berbagai macam
dan ukuran tumor 10x8 cm serta keadaan umum yang buruk. cara seperti ateriografi ginjal, USG Doppler, teknik xenon(12).
Gejala sirosis hati seperti asites, ikterus, perdarahan saluran Peningkatan renin angiotensin dan aldosteron terjadi pada
cerna bagian atas, juga terdapat pada pasien ini. pasien sirosis hati dan sindrom hepatorenal. Tujuan aktivasi ini
Untuk deteksi dan menegakkan diagnosis hepatoma pada adalah untuk mempertahankan tekanan pembuluh darah.
pasien sirosis, hepatitis B kronik, hepatitis C kronik, diperlukan Aktivasi hormon ini mengakibatkan terjadinya retensi natrium.
pemeriksaan penunjang seperti CT Scan, USG(2-7). Pemeriksaan Alasan ini mendasari penggunaan anti aldosteron yaitu
ini sangat membantu karena dapat menemukan tumor yang spironolakton, juga untuk asites(11-13,15,18).
masih berukuran kecil dan gejalanya tertutup oleh sirosis hati Prostaglandin (PGs) penting untuk mempertahankan
atau hepatitis kronik. Pada pasien ini dilakukan USG dan CT perfusi ginjal, hormon ini bekerja sebagai vasodilator arteri
Scan. terutama di ginjal. Kenaikan produksi PGs terjadi pada pasien
Pemeriksaan penunjang lain yang sangat membantu adalah sirosis hati dengan fungsi ginjal yang masih normal(12,13).
tumor marker Alfa FetoProtein. Pada orang dewasa sehat, Penurunan produksi PGs oleh sebab yang tidak diketahui pada
serum AFP rendah dan akan meningkat pada hepatoma, juga pasien sirosis hati akan menyebabkan penurunan filtrasi ginjal
kehamilan(2,4,7). Pada pasien ini AFP positif. yang selanjutnya dapat menyebabkan sindrom hepatorenal
(10,11,13)
Pada pasien hepatitis B atau hepatitis C kronik, apalagi .
bila sudah terjadi sirosis hati, sebaiknya dilakukan pemeriksaan Sistem Kallikrein-kinin mengaktivasi sintesis PGs;
rutin USG, CT Scan dan tumor marker tiap 6 bulan untuk peningkatan kallikrein terjadi pada pasien sirosis dengan fungsi
diagnosis dini hepatoma(3,6) agar segera dilakukan pengobatan ginjal yang normal. Penurunan kallikrein akan menyebabkan
untuk memperpanjang usia(2,6). Pasien ini tak pernah menjalani penurunan sintesis PGs dan akan menyebabkan penurunan
pemeriksaan USG dan tumor marker sebelumnya sehingga fungsi ginjal dan terjadilah sindrom hepatorenal(10,13).
tidak didiagnosis dini. Thromboxane A2 akan meningkat pada pasien sirosis hati dan
Penentuan stadium hepatoma paling sering berdasarkan merupakan vasokonstriktor kuat pada arteri ginjal. Efek TxA2
Okuda staging system. Pasien dievaluasi berdasar empat hal dihambat oleh PGs sehingga fungsi ginjal normal, bila PGs
yaitu asites, albumin, bilirubin, dan ukuran tumor. Penentuan turun maka TxA2 akan menyebabkan vasokonstriksi arteri renal
ini berguna untuk prognosis. Stadium I mempunyai harapan dan terjadilah sindrom hepatorenal(10,13). Pada pasien ini terjadi
hidup 3-8 bulan, stadium II 0-7 bulan, stadium III 0-2 bulan(2,4). sindrom hepatorenal yang didasari oleh sirosis hati dan
Pada pasien ini ukuran tumor lebih dari 50% ukuran hati, hepatoma.
albumin 3g/dl, bilirubin total 7,8mg/dl, asites positif, pasien ini Diagnosis sindrom hepatorenal ditegakkan bila terjadi
sudah stadium III. gagal ginjal akut pada pasien sirosis dan tidak ada penyebab
Pengobatan hepatoma masih belum memuaskan, banyak lain yang menyebabkan gagal ginjal tersebut. Kriteria mayor
kasus didasari oleh sirosis hati. Pasien sirosis hati mempunyai adalah penurunan filtrasi glomerulus dengan peningkatan
toleransi yang buruk pada operasi segmentektomi pada kreatinin >1,5 mg/dl atau creatinine clearance < 40 ml/menit,
hepatoma. Selain operasi masih ada banyak cara misalnya tak ada syok, kehilangan cairan atau pemakaian obat
transplantasi hati, kemoterapi, emboli intra arteri, injeksi tumor nefrotoksik, tidak ada perubahan fungsi ginjal meskipun
dengan etanol agar terjadi nekrosis tumor, tetapi hasil tindakan mendapat cairan infus atau pemberian diuretik, proteinuri <
tersebut masih belum memuaskan dan angka harapan hidup 5 500 mg/hari dan USG ginjal normal. Kriteria minor adalah
tahun masih sangat rendah(5,16,17). Pada pasien ini tak dilakukan volume urine 24 jam <500 ml, Natrium urine <10 mEq/L,
tindakan operasi maupun kemoterapi karena sudah stadium III. osmolalitas urine > osmolalitas plasma, sedimen eritrosit <
Pencegahan hepatoma adalah dengan mencegah penularan 50/LPB, Natrium serum <130 mmol/L(11,12).
virus hepatitis B atau C. Vaksinasi merupakan pilihan yang Diagnosis sindrom hepatorenal ditegakkan bila terdapat
bijaksana tetapi saat ini baru tersedia vaksinasi untuk hepatitis seluruh gejala mayor. Pada pasien ini telah terjadi peningkatan
virus B(3,5,7). Pada pasien sirosis hati, sering timbul berbagai kreatinin (2 mg/dl) dan CCT 44 ml/menit pada saat masuk RS,
komplikasi seperti ensefalopati hepatik, perdarahan saluran belum terjadi perdarahan, syok, maupun infeksi; USG ginjal
cerna, asites dan sindrom hepatorenal. Proses terjadinya normal. Pada hari ke tiga perawatan terjadi perdarahan saluran
sindrom ini secara pasti belum diketahui, tetapi teori yang cerna bagian atas, sehingga memperberat sindrom hepatorenal
paling diterima saat ini adalah : adanya gangguan hemodinamik ini. Pada pasien ini kreatinin meningkat dari 2 mg/dl menjadi
akibat hipertensi portal menyebabkan pelebaran arteri perifer, 6,7mg/dl, CCT 13,2 ml/menit, Na serum 120 mmol/L, protein
akibatnya sistem renin angiotensin, sistem saraf simpatik dan urin < 300 mg, urin 24 jam 300 ml. dan telah mendapat cairan
vasopressin akan teraktivasi untuk mengembalikan tekanan infus. Jadi telah memenuhi semua kriteria mayor ditambah
pembuluh darah. Resistensi pembuluh arteri renal akan hiponatremi.

20 Cermin Dunia Kedokteran No. 150, 2006


Pengobatan sindrom hepatorenal masih belum memuaskan 2. Khursid Humera, Malik Imtiaz A. Hepatocellular carcinoma : clinical
features, evaluation and treatment. J Pak Med Assoc 1995 ; 45 : 136-42.
walaupun ada sebagian kecil pasien yang berhasil selamat(12,13). 3. Sallie R, Di Bisceglie AM. Viral hepatitis and hepatocellular carcinoma.
Penelitian(13) menunjukkan bahwa pasien yang mendapat PGs Gastroenterol. Clin. N. Am.1994, 23 : 567-9.
sintetik seperti misoprostol, angka kematiannya masih tetap 4. Schafer DF, Sorrell MF. Hepatocellular carcinoma. Lancet 1999; 353 :
tinggi. Pada penelitian lain, efek diuretik furosemid berhasil 1253-7.
5. Badvie S. Hepatocellular carcinoma. Postgrad Med J. 2000 ; 76 : 4-11.
dicapai pada pasien sirosis dan asites, tetapi pada pasien 6. Dienstag JL, Isselbacher KJ. Tumors of the liver and billiary tract. In
dengan sindrom hepatorenal, hasilnya kurang memuaskan(13) Braunwald E, Fauci AS et al (eds). Harrison’s Principles of Internal
Pasien ini mendapat furosemid dan produksi urin membaik Medicine, 15th ed. New York : Mc Graw Hill Inc, 2001 : 588-91.
pada hari ke empat setelah pemberian, dan kreatinin menjadi 7. Khakko Salim I, Grellier Leonie FL et al. Etiology, screening and
treatment of hepatocellular carcinoma. Med. Clin. N. Am. 1996 ; 88 :
2,49 mg/dl. 1121-45.
Hemodialisis adalah salah satu penatalaksanaan sindrom 8. Kew MC, Rossouw E, Paterson A et al. Hepatitis B virus status of black
ini, meskipun dari berbagai studi hasilnya tidak memuaskan(10). women with hepatocellular carcinoma. Gastroenterol. 1983; 84: 693-6.
Pada pasien ini tak dilakukan hemodialisis karena dengan 9. Smith CS, Paauw DS. Hepatocellular carcinoma identifying and
screening populations at increased risk. Postgrad. Med. 1993 ; 94 : 71-4.
konservatif keadaan membaik dan hepatoma stadium III. 10. Epstein M. Renal complications in liver disease. In Schiff L, Schiff JJ
Prognosis sindrom ini umumnya buruk namun pada pasien ini Eugene R eds. Disease of the Liver 7th ed. Philadelphia : JB Lippincott
masih dapat tertolong(10-15). Co. 1993 : 1016-32.
11. Gines P, Arroyo V. Hepatorenal syndrome. J Am Soc. Nephrol 1999 ; 10
: 1833-9
KESIMPULAN 12. Bataller R, Sort P, Grines P. Hepatorenal syndrome : definition,
Telah dilaporkan kasus hepatoma yang didasari oleh pathophysiology, clinical features and management. Kidney International
sirosis hati akibat hepatitis virus B dan sindrom hepatorenal, 1998 ; 53 : S 47-S 53.
yang terjadi pada wanita suku Minahasa usia 34 tahun. 13. Badalamenti S, Graziani G, Salerno F et al. Hepatorenal syndrome new
perspective in pathogenesis and treatment. Arch Intern Med 1993; 153 :
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan 1957-67.
fisik, dan pemeriksaan penunjang CT Scan, USG dan tumor 14. Fischer JE, Howard JJ. Treatment of hepatic coma and hepatorenal
marker. Prognosis pasien ini buruk meskipun berhasil selamat syndrome. Am. J. Surg. 1992 ; 123 : 222-30.
dari sindrom hepatorenal tetapi pasien juga didiagnosis 15. Levy M. Hepatorenal syndrome. Kidney International 1993 ; 43 : 737-53.
16. Bruix J. Treatment of hepatocellular carcinoma. Hepatology 1997 ; 25 :
hepatoma stadium III. 259-62.
17. Faisal Arif. Peranan terapi embolisasi dan kemoterapi intraarterial pada
KEPUSTAKAAN
karsinoma hepatoseluler. Maj. Kedokt. Indon. 1993 ; 43 : 92-6.
1. Amirudin Rifai. Karsinoma hati. Dalam Soeparman (ed). Ilmu Penyakit 18. Dibona GF. Renal neural activity in hepatorenal syndrome. Kidney
Dalam Jilid 1 edisi ketiga. Jakarta : Balai Penerbit FK UI, 1996 : 310-6 International 1984 ; 25 : 841-53.

All truth is not to be told at all times

Cermin Dunia Kedokteran No. 150, 2006 21


HASIL PENELITIAN

Sonografi Sirosis Hepatis


di RSUD Dr. Moewardi
Suyono, Sofiana, Heru, Novianto, Riza, Musrifah
Bagian Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret /
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta

PENDAHULUAN Sedang asites dapat dianggap sebagai manifestasi gagal


Penyakit hepar terutama hepatitis yang disebabkan oleh hepatoseluler dan hipertensi portal(1).
virus (terutama virus hepatitis B) saat ini melanda dunia baik di
negara maju maupun negara berkembang. Munculnya virus PEMERIKSAAN PENUNJANG
baru yaitu virus Hepatitis E menimbulkan hepatitis akut yang Pemeriksaan laboratorium
sporadik terutama pada usia dewasa (60%). Tidak ada pemeriksaan uji biokimia hati yang dapat
Sirosis hepatis sebagian besar disebabkan oleh hepatitis(1) menjadi pegangan dalam menegakkan diagnosis sirosis hepatis:
penderitanya juga tidak pernah berkurang terutama dari a. Darah
pengamatan di RSDM Surakarta sejak tahun 2001-2003. Anemia normokrom normositer, hipokrom normositer,
hipokrom mikrositer atau hipokrom makrositer.
SIROSIS HEPATIS b. Kenaikan kadar enzim transaminase (SGOT/SGPT)(2)
Definisi c. Albumin dan globulin serum
Sirosis hepatis adalah penyakit hati menahun difus ditandai Perubahan fraksi protein yang paling sering terjadi pada
dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul(2). penyakit hati adalah penurunan kadar albumin dan
Etiologi kenaikan kadar globulin akibat peningkatan globulin
Penyebab yang pasti sampai sekarang belum jelas; di gamma(2).
antaranya(3): d. Penurunan kadar CHE
- Faktor kekurangan nutrisi e. Pemeriksaan kadar elektrolit, penting pada penggunaan
- Hepatitis virus diuretik dan pembatasan garam dalam diet.
- Zat hepatotoksik f. Pemanjangan masa protrombin,
- Penyakit Wilson g. Peningkatan kadar gula darah
- Hemokromatosis h. Pemeriksaan marker serologi petanda virus seperti
HBsAg/HBsAb, HBeAg/HbeAb, HBv DNA penting untuk
Gejala klinis menentukan etiologi sirosis hepatis.
Gejala dini samar dan nonspesifik berupa kelelahan,
anoreksia, dispepsia, flatulen, konstipasi atau diare, berat badan Pemeriksaan fisik
berkurang, nyeri tumpul atau berat pada epigastrium atau a. Hati: Biasanya membesar pada awal sirosis, bila hati
kuadran kanan atas (1). mengecil artinya prognosis kurang baik..Konsistensi hati
Manifestasi utama dan lanjut sirosis merupakan akibat dari biasanya kenyal, tepi tumpul dan nyeri tekan.
dua tipe gangguan fisiologis : b. Splenomegali.
a. Gagal sel hati c. Ascites dan vena kolateral di perut dan ekstra abdomen
- Ikterus d. Manifestasi di luar perut : Spider nevi di tubuh bagian atas,
- Edema perifer bahu, leher, dada, pinggang, caput medusae(2).
- Kecenderungan perdarahan
- Eritema palmaris (telapak tangan merah) VIRUS HEPATITIS B
- Angioma laba-laba Struktur virus
- Fetor hepatikum Virus hepatitis B (HBV) termasuk famili hepadnaviridae
- Ensefalopati hepatik dan genus hepadnavirus, virus DNA, serat ganda parsial
b. Hipertensi portal (partially double stranded), panjang genom sekitar 3200
- Splenomegali pasangan basa, mempunyai envelope/selubung(7). Protein yang
- Varises oesofagus dan lambung dibuat oleh virus yang bersifat antigenik serta memberi
- Manifestasi sirkulasi kolateral lain gambaran tentang keadaan penyakit adalah :

22 Cermin Dunia Kedokteran No. 150, 2006


a. Antigen permukaan/surface antigen/HbsAg.. dan sering bergerak perlahan-lahan sesuai dengan posisi
b. Antigen core/core antigen/HbcAg. penderita, jadi selalu membentuk lapisan permukaan dan tidak
c. Antigen e/ e antigen/HbeAg(7). memberikan bayangan akustik di bawahnya. Pada dasarnya
lumpur empedu tersebut terdiri atas granula kalsium bilirubinat
Skema partikel virus hepatitis B dan kristal-kristal kolesterol sehingga mempunyai viskositas
Mekanisme hipotetik penempelan VHB pada hepatosit yang lebih tinggi daripada cairan empedu sendiri. Dinding
Mekanisme masuknya virus hepatitis B masih kandung empedu terlihat menebal. Duktus biliaris
diperdebatkan. Dilaporkan bahwa suatu reseptor poli-HAS ekstrahepatik biasanya normal(4).
atau disebut poli-HAS receptor (pAR) berperan dalam fase
penempelan(8). METODA PENELITIAN
Data didapatkan dari penderita dengan tanda klinis, data
Mekanisme imunologi pada infeksi virus hepatitis B laboratoris dan USG sebagai pemeriksaan penunjang. Data
Virus hepatitis B bersifat tidak sitopatik. Pada infeksi akut, dikumpulkan secara retrospektif dari permintaan USG hepar di
terjadi infiltrasi sel-sel radang antara lain limfosit T yaitu sel bagian Radiologi RSUD Dr.Moewardi Surakarta sejak 2001-
NK dan sel T sitotoksik. Antigen virus terutama HbcAg dan 2003. Data tersebut diolah dan diklasifikasikan berdasarkan
HbeAg yang diekspresikan di permukaan hepatosit bersama- umur, jenis kelamin, keterangan klinik dan hasil USG hepar.
sama dengan glikoprotein HLA class I, mengakibatkan
hepatosit yang terinfeksi menjadi target untuk lisis oleh limfosit HASIL PENELITIAN
T(2). Selain itu sel hati yang mengalami infeksi virus hepatitis B Data diambil antara tahun 2001-2003 di bagian Radiologi
ternyata dapat memproduksi sejenis protein Liver Specific RSUD Dr.Moewardi Surakarta Hasil penelitian dapat dilihat
Protein yang bersifat antigenik(9). Perubahan-perubahan akibat pada tabel di bawah ini.
interferon akan menimbulkan suatu status antiviral pada
hepatosit yang tidak terinfeksi, dan mencegah reinfeksi selama Hasil pemeriksaan klinis
proses lisis hepatosit yang terinfeksi(2,10).
Hepatitis virus B yang berlanjut menjadi kronis Tabel 1. Distribusi berdasarkan jenis kelamin penderita
menunjukkan bahwa respon imunologi seluler terhadap infeksi
virus tidak baik(2). Jenis kelamin Jumlah %
Laki-laki 44 71
Kegagalan lisis hepatosit yang terinfeksi virus oleh limfosit Wanita 18 29
T dapat terjadi akibat berbagai mekanisme : Total 62 100
a. Fungsi sel T supresor (Ts) yang meningkat.
b. Gangguan fungsi sel T sitotoksik (Tc). Tabel 2. Distribusi berdasarkan umur penderita
c. Adanya antibodi penghambat di permukaan hepatosit.
d. Kegagalan pengenalan ekspresi antigen atau HLA class I Umur (th) Jumlah %
di permukaan hepatosit(2). 31 – 40 10 16
41 – 50 5 8
51 – 60 27 43
USG PADA SIROSIS HEPATIS 61 – 70 18 29
Gambarannya meliputi gambaran spesifik pada organ- 71 – 80 1 2
organ hati, lien, dan traktus biliaris. 81 – 90 -
a. Gambaran USG pada hati 91 – 100 1 2
Total 62 100
Terdapat gambaran iregularitas penebalan permukaan hati,
membesarnya lobus kaudatus, rekanalisasi v.umbilikus, dan
Tabel 3. Gajala klinis (n=62)
ascites. Ekhoparenkim sangat kasar menjadi hiperekhoik
karena fibrosis dan pembentukan mikronodul menjadikan
Keterangan klinik Jumlah %
permukaan hati sangat ireguler, hepatomegali; kedua lobus hati Ikterik 58 93
mengecil atau mengerut atau normal. Terlihat pula tanda Hematemesis 8 13
sekunder berupa asites, splenomegali, adanya pelebaran dan Ascites 37 60
kelokan-kelokan v. hepatika, v. lienalis dan v. porta (hipertensi Hepatomegali 19 30
Splenomegali 33 54
porta). Duktus biliaris intrahepatik dilatasi, ireguler dan Mekena 10 16
berkelok-kelok(5,6).
b. Gambaran USG pada lien
Hasil pemeriksaan USG Abdomen
Tampak peningkatan ekhostruktur limpa karena adanya
jaringan fibrosis, pelebaran diameter v.lienalis serta tampak lesi Tabel 4. Ascites
sonolusen multipel pada daerah hilus lienalis akibat oleh
adanya kolateral (5). USG Abdomen Jumlah %
c. Gambaran USG pada traktus biliaris. Ada 54 87
Sludge (lumpur empedu) terlihat sebagai material Tidak 8 13
hiperekhoik yang menempati bagian terendah kandung empedu Total 62 100

Cermin Dunia Kedokteran No. 150, 2006 23


Tabel 5. Ukuran hepar Tabel 13. SGPT

USG Abdomen Jumlah % Hasil Jumlah %


Membesar 28 45 Naik 49 79
Normal 8 13 Normal 13 21
Mengecil 26 42 Total 62 100
Total 62 100
Tabel 14. Bilirubin total
Tabel 6. Ukuran lien
Hasil Jumlah %
Naik 57 92
USG Abdomen Jumlah %
Normal 5 8
Splenomegali 46 74
Total 62 100
Tidak 16 26
Total 62 100
Tabel 15. Bilirubin direct
Tabel 7. Dinding kandung empedu
Hasil Jumlah %
Naik 44 71
USG Abdomen Jumlah %
Normal 18 29
Menebal 30 48
Total 62 100
Tidak 32 42
Total 62 100
Tabel 16. Protein total

Tabel 8. Sludge kandung empedu Hasil Jumlah %


Naik 1 2
USG Abdomen Jumlah % Normal 19 30
Berpasir 9 15 Turun 42 68
Tidak 53 85 Total 62 100
Total 62 100
Tabel 17. Albumin
Tabel 9. Echostruktur hepar
Hasil Jumlah %
Hasil USG Abdomen Jumlah % Naik 1 2
Kasar 57 92 Normal 7 11
Normal 5 8 Turun 54 87
Total 62 100 Total 62 100

Tabel 10. Nodul pada hepar

Hasil USG Jumlah % PEMBAHASAN


Ada 29 47 Sirosis hepatis adalah penyakit hati kronis yang tidak
Tidak 33 53 diketahui sebabnya dengan pasti, merupakan stadium terakhir
Total 62 100
dari penyakit hati kronis(3). Sirosis hepatis lebih banyak
Tabel 11. Hipertensi porta
dijumpai pada laki-laki dibanding kaum wanita dengan
perbandingan 2-4 : 1(1).
USG Abdomen Jumlah % USG merupakan sarana diagnostik tidak invasif yang
Ada 44 71 banyak dimanfaatkan untuk mendeteksi kelainan di hati
Tidak 18 29 termasuk sirosis hepatis. Untuk melakukan USG hati perlu
Total 62 100 dibuat beberapa penampang yaitu melintang, membujur,
interkostal dan subkostal. Gambaran USG tergantung dari
Hasil data laboratorium
tingkat berat ringannya penyakit. Pada tingkat permulaan
Tabel 12. HBs Ag
sirosis akan tampak hati membesar, permukaan irreguler, tepi
hati tumpul dan terdapat peninggian densitas gema kasar
Hasil Laboratorium Jumlah % heterogen(4).
Positif 7 11 Tabel 1 menunjukkan distribusi populasi penelitian
Negatif 55 89 berdasarkan jenis kelamin : laki-laki (71%) lebih banyak dari
Total 62 100 wanita (29%). Kelompok umur 51-60 tahun merupakan
kelompok umur yang terbanyak (43%). (Tabel 2).
Tabel 13. SGOT
Tabel 3 menunjukkan distribusi gejala klinik penderita.
Hasil Laboratorium Jumlah (%)
Munculnya ascites, ikterus, hematemesis, melena, dan
Naik 51 82% splenomegali menunjukkan bahwa sirosis dalam fase
Normal 11 18% dekompensasi, dan dengan mengecilnya ukuran hepar berarti
Total 62 100% prognosisnya sudah jelek(2).

24 Cermin Dunia Kedokteran No. 150, 2006


Pada penelitian ini didapatkan bahwa pemeriksaan USG LAMPIRAN
mendapatkan ascites, hepatomegali dan splenomegali lebih
tinggi prosentasenya dibandingkan dengan data klinik (Tabel
4-11) hal ini dapat dijadikan petunjuk bahwa pemeriksaan
USG dapat menjelaskan kelainan yang kurang nyata pada
pemeriksaan fisik.
Dari data laboratorium 62 penderita (Tabel 12-17), yang
HbsAg positif hanya 11% berarti penderita sirosis sebagian
besar mungkin bukan dari hepatitis. Peningkatan kadar SGOT
dan SGPT bukan merupakan petunjuk berat dan luasnya Gambar 1. Sirrosis hepatitis : Gambar 2. Sirrosis hepatis
kerusakan parenkim hati; kenaikan kadarnya dalam serum ascites, vesiica felea dinding dengan ascites masif
menunjukkan kebocoran sel yang mengalami kerusakan(2). menebal echostruktur hepar
kasar.
Kadar albumin yang rendah merupakan cermin kurangnya
kemampuan sel hati(2). Pada sirosis hepatis dapat dijumpai
fraksi albumin dan globulin(1).

KESIMPULAN
Sirosis hepatis merupakan penyakit yang sering dijumpai
di seluruh dunia termasuk di Indonesia. Prevalensi terbanyak
pada laki-laki dan pada usia 51-60 tahun. Penderita datang
dengan keluhan utama terbanyak adalah ascites, diikuti dengan
gejala ikterik. Sedangkan pada pemeriksaan USG, yang paling
banyak ditemukan adalah ascites, echostruktur hepar yang Gambar 3. Hepatocelluler Gambar 4. Sirrosis hepatis
kasar, splenomegali, hipertensi porta dan poembesaran hepar. carcinoma
Nodul, penebalan dinding kandung empedu dan pasir kandung
empedu ditemukan pada kurang dari 50% kasus.

KEPUSTAKAAN

1. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi I Edisi 4, 1995. hal 445-449


2. Suparman. Ilmu Penyakit Dalam, Edisi ketiga, Jilid 2, 1996 hal 271-280.
3. Hadi, S. Gastroenterologi, Edisi Ketujuh. 2002, hal 613-34.
4. Batrum, Crow. Real Time Ultrasound A Manual for Physicians and Gambar 6 : Sirrosis hepatis dengan
Gambar 5 : Sirrosis hepatis
Technical Personell. 2nd ed. W.B. Saunders Co. 1987. hal.138-39. echostruktur hepar yang kasar
5. Rasad S. dkk. Radiologi Diagnostik. Gaya Baru Jakarta, 2001.hal 436-45.
6. Meschan I. Rontgen Sign. In Diagnostic Imaging. Second ed. Bowman
Gray School of Medicine. Wake Forest University Wiston-Salem North
California. pp. 460-67.
7. Syarurrachman A. dkk. Mikrobiologi Kedokteran. FKUI. Binarupa
Aksara. Jakarta, 1994. hal: 388-91.
8. Suparyatmo JB. Reseptor Polialbumin (pAR) sebagai Indikator Infeksi
Virus Hepatitis B vertikal. Suatu Studi Komparatif Beberapa Parameter
Serologik. Universitas Airlangga. Surabaya, 1993. hal. 44-52.
9. Mondeli et al. Mechanism of Liver Cell Injury in Acute and Chronic
Hepatitis B, General in Liver Disease, 1984. pp: 48-57.
10. Karnen GB. Imunitas Terhadap Virus, Dalam: Imunologi Dasar. Edisi Gambar 7 : Sirrosis hepatis dengan echostruktur hepar yang kasar
keempat, 2000. hal.147-50.

Cermin Dunia Kedokteran No. 150, 2006 25


TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Farmakoterapi Rasional Pada


Amebiasis
Candra Wibowo
Laboratorium/SMF Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi
Rumah Sakit Umum Pusat Malalayang, Manado

PENDAHULUAN obat-obat imunosupresan dan kortikosteroid, penyakit


Pemberian terapi pada amebiasis perlu mendapat keganasan, virulensi ameba maupun lingkungannya(1,2,35).
perhatian, mengingat sekitar 90% infeksi penyebabnya Amebiasis diklasifikasikan menjadi amebiasis intestinal
(Entamoeba histolytica) di usus besar tanpa gejala (asimtomatik atau carrier/cyst passer, amebiasis intestinal
(asimtomatik), sedangkan sisanya menimbulkan manifestasi ringan-berat, amebiasis kronik) dan amebiasis ekstra intestinal
klinik yang beragam dari disentri, perdarahan usus, perforasi (abses hati, abses otak, abses paru, dan lain-lain(1-5).
usus, ameboma sampai abses hati atau organ lain. Jenis obat,
dosis dan lamanya pemberian disesuaikan dengan keadaan FARMAKOTERAPI YANG RASIONAL
klinis penderita serta manifestasi amebiasis itu sendiri(1-5). 1) Berdasarkan tempat kerja
Pengobatan amebiasis sampai saat ini masih relevan untuk Obat amebisid digolongkan berdasarkan tempat kerjanya
dibahas mengingat penyebarannya hampir di seluruh belahan menjadi: (1) amebisid jaringan atau sistemik, yaitu obat yang
bumi, menginfeksi sekitar 10% jumlah penduduk dan bekerja terutama di dinding usus, hati dan jaringan ekstra
menempati urutan ke tiga penyebab kematian akibat parasit intestinal lainnya; contohnya emetin, dehidroemetin,
setelah schistosomiasis dan malaria(1). Di negara maju, seperti klorokuin, (2) amebisid luminal, yaitu yang bekerja dalam usus
Amerika Serikat, prevalensi amebiasis sekitar 1%-5%, dan dan disebut juga amebisid kontak contohnya,
insidensinya cenderung turun dalam empat dekade ini. Di diyodohidroksikuin, yodoklorhidroksikuin, kiniofon,
daerah subtropis dan tropis di negara-negara berkembang glikobiarsol, karbason, klifamid, diklosanid furoat, tetrasiklin
dengan sanitasi lingkungan dan nutrisi yang buruk serta dan paromomisin dan (3) amebisid yang bekerja pada lumen
penduduk yang padat, didapatkan angka prevalensi lebih dari maupun jaringan, contohnya obat-obat golongan
40%. Di seluruh dunia diperkirakan terdapat 50-100 juta kasus nitroimidazol(1,3,10-12).
amebiasis invasif dengan angka kematian di atas 100.000 per 2) Berdasarkan manifestasi klinis
tahun(1-3,5). Dengan demikian, amebiasis sebenarnya merupakan Amebiasis asimtomatik (carrier atau cyst passer)
masalah kesehatan yang belum terselesaikan. Tinjauan pustaka Penderita amebiasis asimtomatik sebaiknya diobati karena
ini bertujuan untuk membantu usaha menurunkan prevalensi dapat menjadi amebiasis klinis atau invasi ke organ-organ
amebiasis dengan farmakoterapi yang rasional, efektif, aman ekstra intestinal lainnya setisp saat. Di samping itu carrier juga
dan ekonomis dengan mengingat diagnosis, pemilihan obat, merupakan sumber utama penularan. Farmakoterapi yang
dosis, lama pemberian serta interval yang tepat dengan tidak rasional adalah amebisid luminal; yang dapat mengeradikasi
melupakan patologi, perjalanan penyakit serta pengawasan. 80%-90% kasus amebiasis dengan satu macam obat.
Pemberian amebisid jaringan untuk pencegahan invasi ke hati
TINJAUAN ASPEK MEDIS AMEBIASIS tidak dianjurkan(1,3,11,12).
Sebenarnya E. histolytica merupakan protozoa usus yang
sering hidup komensal (apatogen) di dalam usus besar. Parasit Amebiasis intestinal ringan-sedang
ini dapat berubah menjadi patogen jika situasi dan kondisi Pada penderita ini ditemukan ulkus mukosa usus besar
memungkinkan(1-3,5). Protozoa ini mempunyai dua bentuk yang dapat mencapai lapisan submukosa, dapat mengakibatkan
dalam siklus hidupnya, yaitu trofozoid yang dapat bergerak gangguan peristaltik usus dengan manifestasi klinis disentri
dan mudah mati di udara bebas atau bila terkena asam tetapi tidak berat sehingga belum memerlukan cairan dan
lambung; dan kista yang tahan terhadap berbagai perubahan elektrolit parenteral. Karena ditemukan trofozoid di dalam
lingkungan. Oleh karena itu kista ameba berperan penting lumen dan dinding usus besar maka obat amebisid yang
dalam penularan(1-5). Hanya trofozoid yang mampu menginvasi rasional adalah amebisid jaringan dan luminal seperti
mukosa usus besar, kista tidak. Trofozoid yang patogen ini nitroimidazol. Namun golongan ini diabsorbsi secara baik oleh
semula bersifat komensal di dalam lumen usus besar. Bentuk usus halus sehingga konsentrasi terapeutik di lumen usus besar
ini berubah patogen karena berbagai faktor kerentanan tubuh, lebih kecil dibandingkan di dalam jaringan, di samping masih

26 Cermin Dunia Kedokteran No. 150, 2006


ada kemungkinan timbul abses hati ameba dalam jangka waktu satu kali pengobatan) mengingat sifat kumulatifnya di tubuh.
3-4 bulan kemudian; penambahan amebisid luminal akan lebih Pemberiannya dapat dibagi dalam 2 porsi. Terapi ulangan baru
efektif mengeradikasi E. histolytica sampai 90%(1-3,11,12). boleh diberikan 6-8 minggu setelah terapi pertama(2,3,10-13).
Dosis dehidroemetin untuk dewasa 1,5 mg/kgbb./hari selama 5
Amebiasis intestinal berat. hari. Dosis total sehari tidak boleh lebih 90 mg, dan
Pada stadium ini penderita memerlukan terapi cairan dan pengobatan boleh diulang 2 minggu setelah pengobatan
elektrolit parenteral atau bahkan transfusi darah. Selain pertama dihentikan(2,3,10-13).
pengobatan di atas (b) dapat ditambahkan emetin/ Efek samping yang sering terjadi adalah mual, muntah,
dehidroemetin im/sk dalam (tidak intravena) dengan diare (gastrointestinal) aritmia, nekrosis miokardium, chest
memantau jantung melalui EKG atau kadar enzim jantung pain, kongesti jantung (kardiovaskuler) otot-otot lemah, nyeri
(terutama pada pemberian emetin)(1,3,10-12). tekan, kaku dan tremor (neuromuskuler) dan urtikaria(2,10-13).
Pemberian amebisid parenteral juga dianjurkan pada
stadium ini mengingat keadaan umum pasien serta gejala klinis Klorokuin
berupa mual, muntah bahkan penurunan kesadaran(2,11,12). Absorbsi klorokuin di usus halus sangat baik dan lengkap
(kadar di hati 200-700 kali di plasma), sehingga kadar dalam
Abses hati amebiasis kolon sangat rendah. Oleh karena itu perlu ditambah amebisid
Penderita perlu dirawat inap. Farmakoterapi rasional luminal untuk menghindari relaps(10-13).
adalah pemberian golongan nitroimidazol selama 10 hari yang Pada penelitian ditemukan bahwa kadar klorokuin setelah
memberikan angka kesembuhan di atas 95% pada kasus-kasus diabsorbsi tertinggi di dalam jaringan hati; maka sangat baik
abses hati terlokalisasi(11,12). Amebisid luminal sebaiknya juga untuk terapi abses hati amebiasis(2,10-12). Dosis klorokuin untuk
diberikan. Jika dalam 3 hari tidak didapatkan kemajuan klinis dewasa dengan amebiasis ekstra intestinal 4x250 mg (garam
yang diharapkan, dilakukan drainase abses serta pemberian klorokuin), atau 150 mg basa klorokuin sehari selama 2 hari
dehidroemetin/emetin atau dengan klorokuin. Sebaliknya, bila pertama kemudian dilanjutkan dengan 2x250 mg/hari selama
dengan metronidazol sudah menunjukkan perbaikan klinis 2-3 minggu(3,10,11).
maka dilanjutkan dengan pemberian klorokuin selama 2-3
minggu untuk mencegah kegagalan pengobatan abses hati di Derivat 8-hidroksikuinolin
kemudian hari(2,10-12). Antibiotika hanya digunakan jika Beberapa derivat ini yang berperan dalam pengobatan
didapatkan infeksi bakterial pada abses hati; hal ini jarang amebiasis adalah diyodohidroksikuin (iodokuinol),
terjadi(11,12). yodoklorhidroksikuin (kliokuinol), broksikuinolin,
Sebagian besar kasus abses hati amebiasis yang dikelola klorkuinadol dan kiniofon(2,10,12). Golongan amebisid ini
secara rasional tidak memerlukan aspirasi cairan abses, memperlihatkan efeknya langsung terhadap E.histolytica
kecuali: (1) abses yang besar (lebih 5 cm), (2) abses lobus kiri dalam lumen usus dan tidak efektif untuk amebiasis jaringan.
hati yang berhubungan dengan komplikasi berat, (3) tidak Namun efektif untuk trofozoid maupun kista. Jadi baik sekali
didapatkan perbaikan klinis setelah 3 hari terapi standar, (4) untuk pengobatan carrier/cyst passer(10-13,15).
untuk menyingkirkan abses hati piogenik(2,3). Di antara golongan ini, diyodohidroksikuin yang masih
digunakan secara luas. Amebisid ini dikontraindikasikan
Ameboma dan amebiasis ekstra intestinal lainny. kepada penderita dengan gangguan visus, anak-anak, gangguan
Golongan nitroimidazol merupakan obat pilihan dan dapat fungsi hati serta intoleransi yodium (penderita penyakit
ditambah dengan hidroemetin/emetin selama 10 hari. Namun gondok). Sehingga, pemakaian amebisid ini secara rutin tidak
klorokuin tidak dapat dipakai karena konsentrasinya di dianjurkan jika masih tersedia amebisid lain yang lebih
jaringan selain hati tidak cukup efektif untuk mengeradikasi E. aman(10,13). Dosis yodokuinol yang rasional 3x600-650mg
histolytica(2,11). Pemberian amebisid luminal dianjurkan sehari selama 20 hari (maksimum 2g/hari), dan
bersamaan dengan terapi di atas(2,11,12). yodoklorohidroksikuin 3x250 mg/hari selama 10 hari (2,10-13).

3) Berdasarkan preparat amebisid Golongan nitroimidazol(11-15)


Emetin/dehidroemetin Yang mempunyai efek amebisid adalah metronidazol,
Dehidroemetin mempunyai toksisitas lebih rendah tinidazol dan ornidazol. Dua obat terakhir mempunyai efek
dibanding emetin, namun potensi dan half timenya juga lebih samping yang lebih ringan dibanding metronidazol selain half
rendah, maka diperlukan dosis lebih tinggi untuk mencapai timenya yang cukup panjang (14 jam dan 12-13 jam).
efek terapeutik yang diharapkan(10,12). Emetin membunuh E. Golongan ini merupakan obat pilihan untuk amebiasis intra
histolytica secara langsung dan lebih efektif terhadap bentuk dan ekstra intestinal.
trofozoid daripada kista. Kadarnya tertinggi di jaringan hati, Amebisid ini efektif untuk amebiasis hati, namun jika
hal yang sangat berarti bagi pengobatan amebiasis hati(11-13). absesnya besar, tetap memerlukan aspirasi untuk
Pemberian obat ini hanya pada penderita amebiasis mengeluarkan pus. Keuntungan lain, adalah mampu
ekstraintestinal yang tidak responsif terhadap metronidazol membunuh kuman-kuman anaerob yang sering terdapat pada
mengingat efek sampingnya yang cukup mengkhawatirkan(11- kasus-kasus abses. Efek samping yang sering dijumpai ialah
13)
. Dosis emetin 1 mg/kgbb./hari (maksimal 60 mg/hari) mual, muntah, nyeri ulu hati, pusing, glositis, stomatitis,
selama 3-5 hari. Tidak boleh lebih dari 5 hari (300 mg dalam penurunan nafsu makan, dan gangguan darah terutama jika

Cermin Dunia Kedokteran No. 150, 2006 27


diberikan pada orang muda dan penderita yang rendah daya amoebae. Gorback S, Burtlett JG, Backlow NR. Infectious disease.
Philadelphia: WB Saunders Co. 1992; 1953-7.
tahannya serta lama pemberian lebih dari 7 hari. 6. Moningka BH. Hakekat penggunaan klinik obat yang rasional dari sudut
Kontraindikasi pada penderita dengan riwayat penyakit darah, pandang farmakologi. Disampaikan pada Simposium Penggunaan Obat
ibu hamil trimester pertama. secara Rasional. Tomohon: YK/GMIM dan Kanwil Depkes Sulut, 1990.
Dosis pemberian metronidazol 35-50 mg./kgbb./hari atau 7. Dwiprahasto I, Kristin E. Penggunaan obat yang rasional untuk dokter
puskesmas. Jakarta: Depkes RI, 1997; 29-48.
3 x 500-750 mg/hari selama 10 hari, tinidazol 2 g/hari selama 8. Agus A. Farmakoterapi dalam pembangunan kesehatan keluarga. Maj
2-3 hari atau 50 mg/kgbb./hari dan ornidazol 50-60 mg/kg Ked Indon 1998; 48: 111-3.
bb./hari atau 2 g/hari selama 3 hari. 9. Jones MHW, Wright SG, Mc Manus TJ. Infectious, tropical and parasitic
diseases. Souhami RL, Moxham J. Textbook of Medicine. Endinburgh:
Diklosanit furoat(2,10-14). Churchill Livingstone, 1994; 2: 284-7.
10. Sjarif A. Amebisid. Gan S, Setiabudy R, Sjamsudin U, Bustami ZS.
Saat ini merupakan amebiasid luminal terbaik, karena Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 1995; 4: 548-55.
efektif membunuh trofozoid dan kista di lumen usus (80%- 11. Webster LT. Drugs used in the chemotherapy of protozoal infections.
85%), dengan efek samping yang relatif kecil. Bahkan pada Hardman JG, Limbird LE, Molinoff PB, et al. Goodman and Gillman’s
carrier, amebisid ini digunakan secara tunggal untuk kasus- the Pharmacological Basis of Therapeutics. New York: Mc Millian Pub
Co, 1985; 7: 1149-57.
kasus amebiasis ekstra intestinal dikombinasi dengan amebisid 12. Katzung BG. Treatment of amebiasis. Bertram GK. Basic and clinical
jaringan. Dosis pemberian 3x500 mg/hari selama 10 hari atau pharmacology. Connecticut: Large Medical Book, 1989; 4: 6549.
20 mg/kgbb./hari dalam dosis terbagi . 13. Mathisen GE, Finegold SM. Metronidazole and other nitroimidazoles.
Gorback S, Burtlett JG, Backlow NR. Infectious disease. Philadelphia:
Tetrasiklin(2,10-13). WB Saunders Co. 1992; 260-4.
14. Reken DEV, Pearson RD. Antiparasitic agents. Mandell, Douglas,
Tetrasiklin mempunyai efek terapi yang kurang kuat Bennett. Principles and Practice of Infectious Disease. Edinburgh:
terhadap E. histolytica, namun efeknya terhadap kuman-kuman Churchill Livingstone, 1990; 3: 398-407.
usus besar cukup berguna untuk mengobati amebiasis 15. Tan YJ, Holodniy M, Hanley O, et al. Infectious disorders. Melmon LK,
intestinal ringan sampai sedang. Morrelli HF, Hoffman BB, Niernberg DW. Clinical pharmacology basic
principles in therapeutics. New York: Mc Graw Hill, 1992; 710-11.
Dosis yang dianjurkan 4x250mg/hari selama 5 hari,
dilanjutkan dengan 4x500 mg selama 5 hari. Sebaiknya tidak
diberikan pada ibu hamil serta anak kurang dari 8 tahun. Lampiran

Paromomissin(2,10-14). Tabel 1. Farmakoterapi rasional pada amebiasis


Merupakan golongan aminoglikosida yang sangat buruk Sindrom
Obat terpilih Obat Alternatif
absorbsinya di usus, sehingga konsentrasi di lumen usus cukup Klinis
tinggi untuk membunuh E.histolytica. Karena merupakan Asimtomatik Diloksanit furoat
- Lodokuinol
antibiotika, maka memiliki juga efek antibakterial di dalam - Paromomisin
- Paromomisin lanjutan
kolon. Efek sampingnya antara lain: mual, muntah, ototoksik, Metronidazol+ klorokuin
dan nefrotoksik; sehingga dikontraindikasikan pada penderita Amebiasis
Lodokuinol/diloksanit - Diloksanit furoat/
ringan
dengan gangguan fungsi ginjal dan pendengaran. Dosis furoat iodokuinol+ tetrasiklin
pemberian 25-35 mg/kgbb./hari atau 3 x 500 mg/hari selama 5- lanjutan klorokuin
- Tetrasiklin+diloksanit
10 hari. furoat/iodokuinol
Metronidazol+ lanjutan klorokuin
KESIMPULAN Amebiasis berat Diloksanit - Dehidro/emetin lanjutan
1) Farmakoterapi rasional pada amebiasis tergantung furoat/iodokuinol tetrasiklin+ diloksanit
manifestasi klinis penderita tanpa melupakan farmakologi furoat/ iodokuinol
lanjutan klorokuin
klinik masing-masing preparat amebisid. Obat-obat amebisid Metronidazol+Diloksanit Dehidro/emetin+klorokuin
yang ada sekarang masih potensial untuk membunuh E. Abses hati furoat/iodokuinol +diloksanit
histolytica, baik dalam bentuk trofozoid maupun kista; dan dilanjutkan klorokuin furoat/iodokuinol
angka kesembuhan masih tinggi (80%-90%), juga pada Ameboma/ Seperti abses hati tetapi Seperti abses hati tetapi
amebiasis ekstra intestinal. ekstra intestinal tanpa klorokuin tanpa klorokuin

Keterangan dosis:
KEPUSTAKAAN - Diloksanit furoat, 20 mg/kg/hr dalam 3 dosis atau 3 x 500 mg/hr (10 hari).
1. Reed SL. Amebiasis and infection with free living. In Fauci AS, - Paromomisin, 25-30 mg/kg/hr dalam 3 dosis atau 3 x 500 mg/hr (7 hari).
Braunwald E, Isselbacher KJ et al. Harrison’s Principles of Internal - Iodokuinol, 30-40 mg/kg/hr dalam 3 x dosis atau 3 x 650 mg/hr (20 hari),
Medicine. New York: Mc Graw Hill, 1998; 14: 1176-9. maksimum 2 g/hr 3 x 650 mg/hr (20 hari), maksimum 2 g/hr.
2. Soewondo ES. Amebiasis. Dalam: Noer S, Waspadji S, Rachman AM - Metronidazol, 35-50 mg/kg/hr dalam 3 dosis atau 3 x 750 mg/hr (10 hari).
dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid I. Jakarta: Balai Penerbit - Dehidroemetin, 1-1,5 mg/kg/hr im/sc dalam 1-2 x pemberian, maksimum
FKUI, 1996; 3: 495-503. 90 mg/hr (5 hari).
3. Goldsmith RS. Infectious disease: protozoal & helminthic. Tierney LM, - Emetin, 1 mg/kg/hr im/sc dalam 1-2 x pemberian, maksimum 60 mg/hr (5
Mc Phee SJ, Papadakis MA. Current medical diagnosis & treatment. San hari).
Francisco: Appleton & Lange, 1999; 38: 1327-32. - Tetrasiklin, 20 mg/kg/hr dalam 4 dosis atau 4 x 250 mg/hr (5 hari)
4. Jeffrey HC, Leach RM. Atlas of medical helminthology and kemudian 4 x 500 mg/hr (5 hari).
protozoology. Edinburg: Churchill Livingstone, 1988; 2: 31-2, 49-56. - Klorokuin garam, 16 mg/kg/hr (14 hari) atau 600 mg/hr (2 hari) kemudian
5. Schain D, Ravdin Jl. Entanmoeba histolytica and other intestinal 300 mg/hr (12 hari).

28 Cermin Dunia Kedokteran No. 150, 2006


LAPORAN KASUS

Perdarahan Varises Gastroesofageal


pada Hipertensi Portal
Myrna Justina
Dokter Umum Rumah Sakit Mitra Keluarga BekasiBarat, Jawa Barat

PENDAHULUAN Pemeriksaan laboratorium dasar


Perdarahan varises gastroesofageal adalah sebuah Hemoglobin 9,1; Eritrosit 2,9 juta; Hematokrit 27;
komplikasi mayor hipertensi portal akibat sirosis dengan angka Trombosit 60.000; Gula Darah 272
kejadian 10-30% dari seluruh perdarahan saluran cerna bagian
atas(1). Fungsi Hati Nilai Normal
Perdarahan varises berhubungan dengan kesakitan dan Bilirubin Total 5,2 <1,5
kematian yang lebih substansial daripada penyebab perdarahan Bilirubin Direk 1,8 <0,3
lain dengan biaya RS yang lebih tinggi. Lebih dari 30% Bilirubin Indirek 3,4
episode perdarahan awal bersifat fatal dan 70% yang selamat Alanin Transaminase 43 <40
akan mengalami perdarahan ulang. Selain itu angka Aspartat Transaminase 93 <35
keselamatan setahun setelah perdarahan varises dapat buruk Fosfatase Alkali 65 <165
(32-80%)(2). Protein Total 7,3 6-8,5
Albumin 3,0 3,5-5,5
LAPORAN KASUS Globulin 4,6 2,5-3,5

Riwayat penyakit Ultrasonografi abdomen


Seorang pasien laki-laki datang ke rumah sakit (RS) Hati : Lobus kiri membesar, lobus kanan mengecil, tepi
dengan keluhan utama muntah ± 3 gelas yang disertai buang air irreguler, Kaudal menumpul, tampak nodul
besar (bab) berdarah yang disertai rasa lemas. Riwayat berukuran 1,5-1,9 cm di lobus kanan sisi kaudal
perdarahan saluran cerna dan sakit kuning sebelumnya Limpa : Membesar.
disangkal. Riwayat alkoholisme juga disangkal. Pasien Ginjal : Kiri dan Kanan normal.
mempunyai riwayat asam urat tinggi dengan konsumsi obat Asites : Positif.
piroksikam, natrium diklofenak, dan alopurinol.
Esofago-gastro-duodenoskopi
Pemeriksaan fisik
Keadaan umum sakit sedang, tekanban darah 120/80 Esofagus : Varises esofagus grade II-III, tanpa tanda merah
mmHg, nadi 88 kali permenit, napas 18 kali permenit, suhu endoskopik.
afebris. Gaster : Kongesti seluruh mukosa, dan lesi erosi di
Mata : Konjungtiva tidak pucat, sklera tidak antrum.
ikterik. Duodenum : Bulbus dan pars sekundum tidak ada perdarahan
baru.
Paru : Perkusi sonor, Suara napas vesikuler,
Saran : Ligasi
tanpa ronki.
Jantung : Bunyi Jantung I dan II normal, tanpa Masalah pada pasien ini adalah
bising. 1. Hematemesis melena akibat pecahnya varises esofagus.
Abdomen : Lemas, Hati dan Limpa tidak teraba, 2. Gastropati akibat obat.
pekak berpindah (+) 3. Nodul hati lobus kanan sisi kaudal.
Ekstremitas : Akral hangat, tanpa edema tungkai. Pasien ditatalaksana dengan kumbah lambung, obat-obat
Stigmata sirosis : Palmar eritema, hemoroid. hemostatik, dan obat-obat lain sesuai indikasi.

Cermin Dunia Kedokteran No. 150, 2006 29


DISKUSI KASUS Panduan ini dapat dilihat pada Tabel 2.
Sirosis hati menahun merupakan penyebab terbanyak
Tabel 2: Panduan tatalaksana varises gastroesofageal
hipertensi portal. Hipertensi portal ini terjadi akibat
peningkatan tahanan intrahepatik (pre-sinusoid, sinusoid, dan
pasca-sinusoid) yang sering terjadi bersama dengan Tujuan Terapi Lini Pertama Lini Alternatif
peningkatan aliran di dalam splanknik yang hiperdinamik. Profilaksis Penghambat atau dengan kombinasi
Ligasi
Studi terakhir menyebutkan bahwa ketidakseimbangan antara Primer isosorbid mononitrat
endotelin-1 dan oksida nitrik dapat merupakan penyebab Perdarahan Octreotide (atau terlipressin) dan Tamponade
terpenting peningkatan tahanan intrahepatik yang merupakan varises akut terapi endoskopik balon,TIPS
komponen kritis dari sebagian besar hipertensi portal(2). Ligasi atau dengan kombinasi dengan
Profilaksis
Penentu utama perdarahan adalah tekanan dinding varises sekunder
penghambat beta dengan atau tanpa TIPS, terapi shunt
(T) yang sesuai dengan modifikasi Frank’s dari Hukum isosorbid mononitrat
Laplace: T = TP X r X w-1 - TP = Tekanan transmural, r = jari- Keterangan.
jari, dan w = ketebalan dinding pembuluh. 1. TIPS = Transjugular Intrahepatic Portosystemic Shunt.
Kombinasi penemuan klinis, endoskopik, kelas Child-Pugh 2. Penghambat beta propanolol dengan dosis yang dititrasi sampai
yang lanjut (Tabel 1), fungsi hati yang buruk, dan varises yang maksimum 320 mg perhari. Dosis awal penghambat beta nadolol 20 mg
perhari yang dinaikkan sampai 80 mg perhari.
besar dengan tanda merah endoskopik sangat berhubungan 3. Octreotide biasanya diberikan sebagai infusi 25-50 ug perjam (dengan
dengan risiko perdarahan awal pada pasien sirosis(2). atau tanpa bolus). Dosis terlipressin adalah 3 mg setiap 4 jam untuk 24
jam pertama, kemudian 1 mg setiap 4 jam. Bahan-bahan somatostatin ini
Tabel 1: Klasifikasi Child-Pugh beratnya sirosis menyebabkan konstriksi arteriolar splanknik dan menghambat pelepasan
peptida-peptida yang menyebabkan sindrom sirkulasi hiperdinamik pada
Skor hipertensi portal. Penggunaan jangka panjang octreotide 2 x 50 ug
Variabel subkutan selama 6 bulan terbukti bermanfaat sebagai ajuvan skleroterapi
1 2 3
pada perdarahan varises akut akibat hipertensi portal sirotik.
Ensefalopati Tidak ada Ringan Sedang Berat Koma 4. Perdarahan terjadi sekitar dua pertiga pasien dalam satu tahun pertama
Asites Tidak ada Sedikit Sedang setelah perdarahan awal(2,3).
Bilirubin (mg/dl) <2 2-3 >3
Albumin (g/l) >3.5 2.8 - 3.5 <2.8
Waktu protrombin 1- 4 4-6 >6

Jika jumlah skor 5-6, sirosis diklasifikasikan kelas A; jika


jumlah skor 7-9, kelas B; dan jika jumlah skor 10 atau lebih, KEPUSTAKAAN
diklasifikasikan kelas C. Prognosis secara langsung dikaitkan 1. Laine L. Upper gastrointestinal tract hemorrhage. West J Med 1991; 166:
dengan skor(2). 274-9.
Panduan tatalaksana pasien dengan varises gastroesofageal 2. Sharara AL, Rockey DC. Gastroesophageal Variceal Hemorrhage. N
meliputi pencegahan episode perdarahan awal (profilaksis Engl J Med 2001; 345: 669-81.
3. Jenkins SA, Baxter JN, Kingsnorth AN, Makin CA, Ellenbogen S, Grime
primer), pengendalian perdarahan aktif, dan pencegahan ulang JS, et al. Randomised trial of octreotide for long term management of
setelah perdarahan awal (profilaksis sekunder)(2). cirrhosis after variceal hemorrhage. BMJ 1997; 315; 1338-41.

30 Cermin Dunia Kedokteran No. 150, 2006


HASIL PENELITIAN

Korelasi Sidik Tiroid Radioaktif dengan


Pemeriksaan Histopatologis Pada
Tonjolan Tiroid
Azamris
Divisi Onkologi, Lab/SMF Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Rumah Sakit Perjan Dr. M Jamil Padang

ABSTRAK
Beberapa pemeriksaan dilakukan untuk mendeteksi kelainan kelenjar tiroid. Salah satunya
adalah dengan memakai bahan radioaktif Technetium 99m Pertechnetate.
Telah dilakukan penelitian cross sectional pada 30 kasus (25 wanita dan 5 pria) tonjolan
kelenjar tiroid menggunakan bahan radioaktif Tc 99m Pertechnetate yang kemudian menjalani
tiroidektomi dan pemeriksaan histopatologis terhadap spesimen hasil operasi. Dari penelitian ini
didapatkan seluruh hasil sidik tiroid menunjukkan hasil cold nodule dan ditemukan keganasan
pada 4 kasus. Tidak terdapat korelasi antara jenis kelamin, kelompok umur, konsistensi tumor
dengan keganasan tiroid. Sedangkan korelasi antara sidik tiroid dan keganasan tidak dapat dinilai
karena semua hasil sidik tiroid menunjukkan cold nodule.

PENDAHULUAN METODE
Untuk mendeteksi kelainan kelenjar tiroid diperlukan suatu Penelitian ini menggunakan metode cross sectional;
pemeriksaan penunjang diagnostik yang akurat. Beberapa cara semua responden adalah penderita tonjolan tiroid secara klinis
telah dikembangkan untuk membantu menegakkan diagnosis diduga ganas yang berkunjung ke Poliklinik Bedah RSUP Dr
kelainan kelenjar tiroid seperti sidik tiroid, ultrasonografi, M Jamil Padang. Penelitian ini dilakukan dari Mei 2004 sampai
biopsi aspirasi jarum halus(1-4). Sidik tiroid dapat dilakukan dengan November 2004.
dengan menggunakan berbagai macam zat radioaktif antara Setiap responden yang secara klinis menderita tonjolan
lain Technetium99m pertechnetate atau yodium radioaktif (I131 tiroid diduga ganas menjalani pemeriksaan laboratorium rutin,
atau I123)(2). TSH dan FT4; dilakukan skintigrafi menggunakan Technetium
Technetium lebih populer karena harganya murah, cepat 99m pertechnetate radioaktif 2 mCi, menjalani operasi
tersedia dan waktu paruhnya pendek; tetapi zat ini hanya tiroidektomi dan spesimen hasil operasi diperiksa
ditangkap di tiroid tanpa mengalami organifikasi. Sidik tiroid histopatologis dengan blok parafin. Data ditabulasi dan diolah
akan dapat membedakan cold, hot serta warm nodule, menggunakan program komputer (SPSS ver 10).
pembesaran difus dan noduler kelenjar tiroid, serta apakah
suatu tonjolan tunggal atau multipel(2,5). Diperkirakan sekitar HASIL PENELITIAN
90-95% tonjolan tiroid bersifat cold nodule, hanya 10-20 % Selama Mei-November 2004 (8 bulan) telah diteliti 30
bersifat ganas. penderita tonjolan tiroid. Masing-masing responden menjalani
Di Indonesia saat ini belum banyak dilakukan sidik tiroid , pemeriksaan sidik tiroid menggunakan Tc99m Pertechnetate
baik sebagai cara untuk mendeteksi kelainan kelenjar tiroid radioaktif dan pemeriksaan histopatologi terhadap spesimen
atau sebagai salah satu cara pengobatan, dan di bagian Bedah hasil operasi. Karakteristik responden dapat dilihat di Tabel 1.
RS Dr M Jamil Padang hal ini belum pernah diteliti. Setelah skintigrafi menggunakan Technetium 99m
Pertechnetate, ternyata semuanya berupa cold nodule dan pada
TUJUAN PENELITIAN pemeriksaan klinis seluruhnya berupa tonjolan tunggal. Pada
Untuk mencari hubungan antara hasil pemeriksaan sidik saat operasi tiroidektomi, didapatkan tonjolan bersifat kistik
radioaktif dengan hasil pemeriksaan histopatologis pada pada 2 spesimen sedangkan 28 spesimen sisanya berbentuk
tonjolan tiroid sebagai standar baku penilaian. padat. Setelah pemeriksaan histopatologis menggunakan blok

Cermin Dunia Kedokteran No. 150, 2006 31


parafin, 4 spesimen menunjukkan keganasan sedangkan 26 lokal dengan mortalitas rendah, sebagian kecil dapat tumbuh
sisanya tidak. cepat dan berakhir fatal. Karena variasi yang begitu luas inilah
maka terdapat berbagai pendapat mengenai diagnosis dan
Tabel 1. Hubungan antara hasil pemeriksaan histopatologis dengan
terutama mengenai penatalaksanaan di berbagai pusat
jenis Kelamin
penanggulangan penyakit kanker di dunia(6).
Pemeriksaan Histopatologis Untuk diagnosis keganasan tiroid terdapat beberapa
Jenis Kelamin Jumlah pemeriksaan penunjang antara lain pemeriksaan laboratoris,
Ganas Jinak
radiologis, ultrasonografi serta pemeriksaan sidik tiroid.
Wanita 2 23 25
Pria 2 3 5 Pemeriksaan sidik tiroid dapat menggunakan Technetium 99m
Jumlah 4 26 30 Pertechnetate. Pemeriksaan sidik tiroid ini tidak mutlak bila
tidak ada fasilitas untuk mengerjakannya(6).
Dari analisis statistik menggunakan Fisher’s Exact Test Dari periode Mei sampai November 2004 didapatkan 30
atas data (Tabel 1) didapatkan p = 0,119 (p>0,05 ). Tidak pasien dengan tonjolan tiroid yang datang berobat ke poliklinik
terdapat hubungan antara keganasan tiroid dengan jenis Bedah Onkologi RS Dr M Jamil Padang. Semuanya menjalani
kelamin. pemeriksaan sidik tiroid menggunakan Tc99m Pertechnetate di
bagian Radiologi dan kemudian menjalani tiroidektomi serta
Tabel 2. Hubungan antara hasil pemeriksaan histopatologis dengan dibuatkan pemeriksaan histologis blok parafin terhadap
kelompok umur spesimen hasil operasi. Pada penelitian ini didapatkan proporsi
Pemeriksaan Histopatologis
kejadian antara wanita dan pria adalah 5:1 (25 dan 5 orang)
Kelompok Hazart mendapatkan insiden wanita dan pria adalah 3:1, Mc
Jumlah
Umur Ganas Jinak
Kenzie 5:1, sedangkan peneliti lain Syarwani dan
Reksoprawiro mendapatkan angka 7:2 serta 5 :1(1,2,6).
≤ 40 tahun 2 16 18
≥40 tahun 2 10 12 Pada penelitian ini, kelompok umur terutama antara 31-40
Jumlah 4 26 30 tahun (30%). Laporan penelitian lainnya menyatakan kasus
yang terbanyak berada pada kelompok umur 21-30 tahun. Pada
penelitian ini usia termuda adalah 15 tahun sedangkan yang
Analisis atas data (Tabel 2) menggunakan Fisher’s Exact tertua adalah 68 tahun dengan rerata 38,73 tahun. Winship
Test menghasilkan nilai p=0,531 (p>0,05) tidak terdapat mengemukakan umur yang paling sering terkena adalah 50-70
hubungan antara terjadinya keganasan tiroid dengan kelompok tahun(6).
umur ≤40 tahun dan ≥ 40 tahun. Pemeriksaan sidik tiroid menghasilkan gambaran nodul
dingin pada seluruh (30) responden. Tidak satupun yang
Tabel 3. Hubungan antara hasil pemeriksaaan histopatologis dengan
temuan operasi
menunjukkan nodul panas ataupun nodul hangat. Hal ini sesuai
dengan literatur yang menyatakan bahwa umumnya (90%-95
Temuan Pemeriksaan Histopatologis %) tonjolan tiroid akan menunjukkan gambaran nodul
Operasi Ganas Jinak
Jumlah dingin(7,8). Dari seluruh nodul dingin tersebut 4 orang
menunjukkan keganasan pada pemeriksaan histopatologis
Padat 4 24 28
(13,33%). Penelitian Asmara memperlihatkan bahwa 15 %
Kistik 0 2 2
Jumlah 4 26 30 kasus tonjolan tiroid dengan nodul dingin menunjukkan
keganasan, sedangkan penelitian oleh Katz menemukan
keganasan sebanyak 22,2% pada kasus tonjolan tiroid dengan
Tidak terdapat hubungan antara keganasan tiroid dengan
nodul dingin. Campbell dan Pillsbury mendapatkan angka
temuan hasil operasi. Analisis statistik menggunakan Fisher’s
kejadian keganasan pada nodul dingin sekitar 17% sedangkan
Exact Test atas data Tabel 3 mendapatkan nilai p = 0,747 (p >
Aschraft dan Van Herle memperoleh angka sekitar 16%.
0,05).
Kakkilaya Harish dkk. mendapatkan angka keganasan 10,25%
Tabel 4 : Hubungan antara hasil sidik tiroid dengan pemeriksaan pada nodul dingin tiroid(6,-8).
histopatologis pada tonjolan tiroid Pada penelitian ini hasil temuan saat operasi adalah 28
spesimen berupa bahan padat sedangkan 2 spesimen kistik.
Pemeriksaan Histopatologis
Sidik Tiroid Jumlah Pemeriksaan histopatologis atas spesimen padat menunjukkan
Ganas Jinak
adanya keganasan pada 4 spesimen (13,33%), sedangkan dari
Cold Nodule 4 26 30 spesimen kistik tidak ditemukan keganasan. Hal ini sesuai
Hot Nodule 0 0 0 dengan penelitian lain yang mengatakan bahwa tonjolan yang
Jumlah 4 26 30
bersifat kistik sangat kecil kemungkinannya bersifat ganas(6).
Prasmono melaporkan keganasan yang ditemui pada
DISKUSI tonjolan tiroid adalah 14,3%, menurut Wong dkk. 10,2% dan
Karsinoma tiroid termasuk keganasan yang jarang menurut penelitian ini adalah 13,3%. Angka keganasan pada
ditemukan dibandingkan dengan keganasan lain. Penyakit ini tonjolan tiroid bervariasi antara 10-30%(9). Keganasan pada
tumbuh dan berkembang lambat, sering residif lokal, invasi penelitian ini ditemukan pada 2 responden wanita dan 2

32 Cermin Dunia Kedokteran No. 150, 2006


responden pria, berupa Karsinoma Papiler pada 3 kasus serta SARAN
Adenokarsinoma pada 1 kasus. Kasus keganasan yang termuda Untuk mendapatkan hasil yang lebih baik perlu dilakukan
ditemukan pada wanita usia 24 tahun serta yang tertua pada penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih besar.
pria usia 68 tahun setelah dianalisis secara statistik tidak
terdapat hubungan antara kelompok usia di bawah dan di atas
40 tahun dengan terjadinya keganasan. Dari 5 responden pria ,
ternyata 2 orang menderita keganasan (40%) hal ini KEPUSTAKAAN
menunjukkan bahwa tonjolan tiroid yang diderita oleh pria
1. Edwin LK. Thyroid and Parathyroid, In : Seymour IS, Shires T, Frank
memang menunjukkan angka keganasan yang tinggi(3). CS. eds. Principles of Surgery. 5 th ed. New York : McGraw-Hill; 1988. p.
Pada penelitian ini tidak ditemukan adanya korelasi antara 1613-85.
terjadinya keganasan dengan jenis kelamin, kelompok umur 2. Peter FW. Imaging of Thyroid Gland with Radionuclides. In : Blake,
serta konsistensi tumor. Uji korelasi tidak dapat dilakukan Cady eds. Surgery of The Thyroid and Parathyroid Glands. 3 th ed. New
York:1991.p.64-9.
antara hasil sidik tiroid dan terjadinya keganasan karena semua 3. Jones MK. Management of Nodular Thyroid Disease. BMJ 2001; 323 :
hasil sidik tiroid menunjukkan cold nodule. Kusic dkk. dari 293-4.
Universitas Zagreb di Yugoslavia juga menyatakan tidak ada 4. Emily JM, Robin HM . Thyroid nodules and thyroid cancer. MJA
korelasi antara hasil pemeriksaan patologi anatomi dan Practice Essentials – Endocrinology 2004; 180(5) : 242-7.
5. Supit E, Peiris AN . Cost Effective Management of Thyroid Nodules and
pemeriksaan sidik tiroid pada tonjolan tiroid(10). Nodular Thyroid Goiters, Southern Med. J. 2002; 95 (5).
6. Tjindarbumi D. Karsinoma Tiroid. Ilmu Bedah. Binarupa Aksara 1995, p
KESIMPULAN 366-76.
7. Kakkilaya. Radionuclide Scanning. diakses dari http://members.aol.com
1. Angka keganasan yang didapatkan pada penelitian ini /hkakkilaya/scintiscan.html.
tidak jauh berbeda dengan penelitian lainnnya. 8. David VB, Charkes D, James RH, McDougall R, David CP, Henry DR, et
2. Tidak terdapat hubungan secara statistik antara jenis al. Procedure Guideline for Thyroid Scintigraphy, Society of Nuclear
kelamin, kelompok umur, serta hasil temuan operasi Medicine. 2002.
9. Prasmono A, Reksoprawiro S . Potong beku pada benjolan tunggal tiroid.
dengan hasil pemeriksaan histopatologis. Ropanasuri.1989 ; 18 (2): 83-7.
3. Analisis statistik atas korelasi antara sidik tiroid dengan 10. Kusic Z et al .Comparison of technetium – 99m and Iodine-123 imaging
pemeriksaan histopatologis tidak dapat dilakukan karena of thyroid nodules : correlation with pathologic findings. J Nucl Med
semua hasil sidik berupa cold nodule . 1990; 31 (4) : 400-2.

Beware of one who has nothing to lose

Cermin Dunia Kedokteran No. 150, 2006 33


HASIL PENELITIAN

Gambaran Pola Penyakit Diabetes


Melitus di Bagian Rawat Inap
RSUD Koja 2000-2004
Santoso M, Lian S, Yudy
Bagian Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana /
SMF Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Koja,Jakarta

PENDAHULUAN makan. Pada usia di atas 65 tahun, pemeriksaan paling baik jika
Sebagai salah satu Rumah Sakit Umum daerah di kawasan dilakukan setelah berpuasa karena peningkatan gula darah
Jakarta Utara, RSUD Koja berusaha meningkatkan standar setelah makan sering lebih tinggi. Meskipun riset di bidang
dan mutu pelayanannya di segala bidang dalam rangka pengobatan sudah sangat maju, diet dan latihan jasmani masih
menghadapi berbagai masalah kesehatan yang banyak ditemui tetap yang utama pada penatalaksanaan diabetes, terutama pada
di masyarakat luas, seperti diabetes melitus yang dikenal DM tipe 2. Obat hipoglikemik oral (OHO) baru digunakan bila
dengan penyakit gula / kencing manis di kalangan masyarakat dalam 4-8 minggu sasaran gula darah belum tercapai dengan
umum. Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit yang diet dan latihan jasmani, sedangkan insulin baru digunakan bila
banyak diderita oleh masyarakat di negara berkembang dengan OHO sasaran gula darah masih juga belum tercapai
ditandai dengan kadar glukosa darah yang tinggi karena tubuh (secondary failure).
tidak dapat melepaskan atau menggunakan insulin secara
adekuat. Insulin adalah hormon pankreas, zat utama yang MASALAH
bertanggung jawab mempertahankan kadar gula darah yang Penyakit DM merupakan penyakit yang cukup rumit dan
tepat. Insulin menyebabkan gula berpindah ke dalam sel banyak komplikasinya sehingga harus benar-benar
sehingga bisa menghasilkan energi/disimpan sebagai cadangan diperhatikan. Oleh karena itu, pola penyakit DM harus
energi. ditelusuri supaya setiap komplikasi dan kelainan yang mungkin
DM terbagi atas DM tipe I jika pankreas hanya timbul dapat diatasi lebih dini.
menghasilkan sedikit/sama sekali tidak menghasilkan insulin
sehingga penderita selamanya tergantung insulin dari luar, TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
biasanya terjadi pada usia kurang dari 30 tahun, sedangkan DM Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui persentase,
tipe II adalah keadaan pankreas tetap menghasilkan insulin, prevalensi, pola penyakit DM rawat inap di RSUD Koja
kadang lebih tinggi dari normal tetapi tubuh membentuk periode tahun 2000 sampai 2004, sehingga terhimpun data
kekebalan terhadap efeknya; biasanya terjadi pada usia di atas yang dapat digunakan oleh rumah sakit dan masyarakat luas.
30 tahun karena kadar gula darah cenderung meningkat secara BAHAN DAN CARA
ringan tapi progresif setelah usia 50 tahun terutama pada orang Penelitian ini bersifat deskriptif, retrospektif untuk semua
yang tidak aktif dan mengalami obesitas. kasus DM yang dirawat inap di bagian Penyakit Dalam RSUD
Penyebab diabetes lainnya adalah : Koja dalam kurun waktu 2000-2004. Pengambilan data
• Kadar kortikosteroid yang tinggi dilakukan melalui penelusuran rekam medik RSUD Koja.
• Kehamilan (diabetes gestasional)
• Obat-obatan HASIL PENELITIAN
Gejala diabetes melitus seperti sering berkemih dalam
Tabel 1. Sebaran pasien berdasarkan umur
jumlah banyak (poliuri), rasa haus dan lapar berlebihan
sehingga penderita banyak minum (polidipsi) dan banyak Umur Jumlah %
makan (polifagi), sering kali tidak disadari oleh penderita < 30 0 0
sampai muncul berbagai komplikasi ringan maupun berat yang 30 -39 22 7,74
dapat mengenai semua organ tubuh seperti pada mata, otak, 40 - 49 50 17,60
ginjal, jantung, pembuluh darah, saraf, dan lain-lain. 50 - 59 93 32,74
Diagnosis DM ditegakkan berdasarkan gejala klinis 60 - 69 91 32,04
(poliuri, polidipsi, polifagi) dan kadar gula darah yang tinggi.
>70 22 7,74
Kadar gula darah biasanya diukur dari sampel yang diambil
Total 284 100
setelah penderita berpuasa selama 8 jam atau diambil setelah

34 Cermin Dunia Kedokteran No. 150, 2006


Tabel 2. Sebaran pasien berdasarkan jenis kelamin DISKUSI
Semua pasien DM yang dirawat inap di RSUD Koja
Jenis kelamin Jumlah % berusia lebih dari 30 tahun, terbanyak pada umur 50-59 tahun
Laki-laki 108 38,02 (93 kasus - 32,74%) (Tabel 1). Hal ini dapat karena DM tipe 2
Perempuan 176 61,97 terutama yang disertai komplikasi cenderung lebih banyak
Total 284 100 diderita pada usia di atas 40 tahun.
Lebih banyak penderita DM perempuan yang dirawat inap
Tabel 3. Sebaran pasien berdasarkan lama menderita DM (61,97%) dibandingkan dengan laki-laki (38,02%) (Tabel 2).
Ternyata sebagian besar penderita DM (97,17%) belum tahu
Lama menderita Jumlah % bahwa dirinya menderita DM sampai terjadinya komplikasi
akibat DM (Tabel 3). Kebanyakan gula darah saat masuk
< 5 tahun 7 2,46
rumah sakit berkisar antara 201-500 mg/dl (67,25%) hanya
> 5 tahun 36 12,67
7,39% yang di atas 500 mg/dl (Tabel 4).
Tidak tahu 241 97,17 Infeksi saluran kemih merupakan komplikasi asimtomatis
Total 284 100 (tidak disadari oleh pasien) yang terbanyak ditemukan
(21,31%). Gangren/ulkus (18,96%) di urutan ke dua. TB paru
Tabel 4. Sebaran pasien berdasarkan kadar gula darah saat masuk RS dan hipertensi ditemukan sama banyak (15,22%). Nefropati
diabetik 15,92% dan neuropati diabetik 7,02%. Ketoasidosis
mg/dl Jumlah % 6,32% (Tabel 5).
< 140 28 9,85 Glidabet® (gliklazid) merupakan obat hipoglikemik oral
140 – 200 34 11,97 yang paling sering diberikan baik sebagai obat tunggal maupun
201 – 500 191 67,25 kombinasi (Tabel 6).
>500 21 7,39
Total 284 100
KESIMPULAN
Tabel 5. Sebaran pasien berdasarkan komplikasi Penderita DM yang dirawat inap di bagian Penyakit Dalam
RSUD Koja dalam kurun waktu 4 tahun (2000-2004 ) berumur
Komplikasi Jumlah % rata-rata 40-70 tahun, perempuan lebih banyak .
Ketoasidosis 27 6,32 Alasan rawat inap terutama karena adanya luka yang tidak
Gangren / Ulkus Diabetikum 81 18,96 sembuh-sembuh sedangkan komplikasi terbanyak adalah
Nefropati Diabetikum 68 15,92 infeksi saluran kemih yang sering tidak disadari penderita.
Neuropati Diabetikum 30 7,02
Hipertensi 65 15,22
TB paru 65 15,22
ISK 91 21,31
Total 427 100

Tabel 6. Sebaran pasien berdasarkan terapi saat pulang

KEPUSTAKAAN
Nama obat Jumlah %
Glibenklamid 59 25,65 1. Kasper DL, Fauci AS, Lonjo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL:
Glidabet® (gliklazid) 122 53,04 Harrison's Principles Of Internal Medicine, 16 th ed, Mc Graw Hill Med.
Publ.Div., 2005
Metformin 32 13,91 2. Mansjoer A, Suprohalita, Wardhani WL, Setiowulan W: Kapita Selekta
Gluvas® (glimepirid) 35 15,21 Kedokteran, Jakarta, Media Aaesculapius FKUI, 2001
Tidak tahu 52 22,60 3. Noer MS: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi Ketiga, Jilid kesatu,
Balai Penerbit FKUI, 2003.
Total 230 100
4. Wawolumaya.C.Survei Epidemiologi Sederhana, Seri No.1, 2001.

Cermin Dunia Kedokteran No. 150, 2006 35


HASIL PENELITIAN

Derajat Keasaman Air Ludah pada


Penderita Diabetes
Suyono, Isa, Henry, Nugroho
Bagian Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Negeri Sebelas Maret /
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta

ABSTRAK

Diabetes banyak menimbulkan komplikasi berbagai organ. Pada mulut manifestasi


komplikasinya berupa penyakit periodontal, xerostomia, kalkulus, gigi goyah, gingivitis dengan
perdarahan, kandidiasis, dan risiko caries. Komplikasi tersebut dipengaruhi oleh derajat keasaman
air ludah.
Uji korelasi kadar gula darah dangan pH air ludah dilakukan terhadap 23 penderita diabetes
di bangsal Melati RSDM pada Januari sampai Februari 2001. Didapatkan hasil r =-0,63 dan t =
3,93; berarti terdapat korelasi yang secara statistik berarti antara Diabetes Melitus dengan pH air
ludah

Kata kunci : Diabetes Melitus, Keasaman Air Ludah

PENDAHULUAN gigi mudah goyah, gingivitis dengan perdarahan, pengendapan


Diabetes adalah penyakit metabolik kronis yang kalkulus yang cepat, xerostomia, kandidiasis, dan neuropati
disebabkan oleh ketidakmampuan sel menggunakan glukosa, perifer pada mulut(6,7,8), serta peningkatan risiko karies(9,10).
akibat kurangnya produksi atau tidak adekuatnya insulin dari
sel beta pankreas. Diabetes Melitus disebut juga The Great TINJAUAN PUSTAKA
Imitator karena penyakit ini dapat mengenai semua organ Pada penderita diabetes dapat terjadi xerostomia akibat
tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan. Saat ini penurunan sekresi air ludah karena diuresis(11,13). Penurunan
diabetes Melitus merupakan urutan ke-4 prioritas penelitian sekresi ini terutama dari kelenjar parotis(6,14) cenderung
nasional untuk penyakit degenenatif (1-5). membuat pH menurun(11,12,14). Di samping itu terjadi kenaikan
Gejala diabetes telah digambarkan dalam literatur kadar glukosa cairan mulut yang akan dimetabolisme oleh
kedokteran sejak beberapa abad yang lalu, dan tanda-tanda bakteri mulut menjadi asam(6,12,15,16). Kondisi ini juga
keadaan mulut akibat diabetes Melitus dipaparkan sejak menurunkan pH air ludah, karena pH air ludah dipengaruhi
pertengahan tahun 1800-an. Untuk mempertahankan derajat oleh kapasitas buffer yang terutama dipengaruhi kecepatan
keasaman mulut, manusia secara alami memiliki ludah yang sekresi ludah parotis. Sehingga jika sekresi parotis menurun
sangat berperan bagi kesehatan mulut. Fungsinya antara lain maka kapasitas buffer pun menurun dan pHpun ikut
untuk perlindungan permukaan mulut baik mukosa maupun menurun(11). Penurunan pH ini juga terjadi karena peningkatan
elemen gigi geligi, pengaturan kandungan air, pencernaan konsentrasi glukosa darah diikuti peningkatan konsentrasi
makanan dan pengecapan. Perubahan sifat, jumlah, dan glukosa dalam ludah kelenjar parotis(16), glukosa dalam ludah
susunan air ludah, akan berpengaruh terhadap kesehatan mulut ini akan dimetabolisme oleh bakteri mulut dan menghasilkan
dan proses lain yang berhubungan dengan fungsi ludah(11). asam(11).
Salah satu fungsi yaitu perlindungan permukaan mulut Di lain pihak pada penderita diabetes Melitus juga terjadi
dipengaruhi oleh derajat keasaman air ludah, sehingga mikroangiopati yang menyebabkan kerusakan pembuluh darah
perubahan derajat keasaman air ludah akan berpengaruh kecil sehingga terjadi ekstravasasi sel-sel darah, protein dan
terhadap derajat kesehatan mulut baik mukosa maupun elemen plasma yang terjadi juga di pembuluh darah di mulut; protein
gigi-geligi(11,12). Dari penelitian terdahulu diketahui bahwa tersebut akan dimetabolisme oleh bakteri mulut menghasilkan
diabetes , terutama yang tidak terkontrol, meningkatkan basa(11,17). Pada penderita diabetes juga terjadi peningkatan
terjadinya penyakit periodontal(6-8). Berbagai bentuk penyakit kandidiasis mulut yang menghasilkan produk peragian bersifat
periodontal terjadi pada 75% penderita diabetes Melitus tidak asam(10,14). Sedangkan pH optimum untuk tumbuhnya jamur
terkontrol(8). Di samping itu terjadi pula komplikasi lain berupa adalah 5-6,5,

36 Cermin Dunia Kedokteran No. 150, 2006


Meskipun pH saliva cenderung turun tapi insidensi karies Dalam penelitian ini, atas data yang didapat lebih dahulu
pada penderita diabetes Melitus tidak meningkat dibandingkan dihitung koefisien korelasinya(r), kemudian keberartian
dengan kontrol nondiabetes(6,10,15), sebaliknya terjadi koefisien korelasi diuji dengan uji t dua arah bergantung pada
peningkatan penyakit periodontal(6,7,8), yang biasanya berawal arah 0,01 dengan derajat kebebasan (n-2). Dengan cara
dari terbentuknya kristal patologis dan karang gigi yang sering tersebut, didapatkan koefisien korelasi (r) = -0,632 dan t = 3,39
terjadi karena peningkatan pH air ludah(19) , ditambah dengan (lebih besar dari t (n-2)= 2,831). Sehingga Ho ditolak; dengan
mikroangiopati diabetik yang mengenai pembuluh darah di demikian secara statistik terdapat korelasi yang berarti antara
jaringan periodontal(6). Mikroangiopati diabetik ini diabetes dengan derajat keasaman air ludah.
menyebabkan endotel rusak, adhesi-agregasi trombosit Pada penelitian ini rata-rata pH air ludah adalah 6,4 - lebih
membentuk mikrotrombus, proliferasi otot polos, penebalan rendah dari rata-rata pH air ludah normal yaitu 6,8(11). Hal ini
membrana basalis, metabolisme kolagen, dan penumpukan menyokong penelitian terdahulu(6,14) yang mendapatkan bahwa
lipoprotein(17). Hal ini mengganggu difusi oksigen dan nutrisi pH air ludah penderita diabetes secara statistik lebih rendah
jaringan serta menurunkan daya tahan tubuh terhadap kuman pada dibanding kontrol sehat(2,3).
sehingga jaringan periodontium rentan terhadap penyakit(6).
KESIMPULAN
METODE PENELITIAN Pada penderita diabetes Melitus pH air ludah lebih rendah
Penelitian dilakukan atas penderita rawat inap dan rawat dari pH air ludah orang normal.
jalan di poliklinik Penyakit Dalam RSUD Dr. Moewardi
Surakarta dari bulan Januari 2001 sampai dengan Februari KEPUSTAKAAN
2001 yang memenuhi kriteria diabetes , yaitu jika terdapat 1. Supartondo, Sarwono W, Gambaran Klinis Diabetes Melitus, in :
gejala diabetes ditambah salah satu hasil laboratorium berikut : Soeparman. Ilmu Penyakit Dalam, FK UI, Jakarta, 1994, 375-78
GDP >120mg/dl, gula darah 2 jam post prandial >200 mg/dl, 2. David ES. Pancreas : Metabolisme Glukosa dan Diabetes Melitus, in:
atau GDS >200 mg/dl. Sylvia AP, Lorraine MW. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit, EGC, Jakarta, 1995, 1109-19
Penderita didiagnosis menderita diabetes oleh staf ahli 3. Askandar T. Diabetes Melitus : Klasifikasi, Diagnosis, dan Terapi.
penyakit dalam FK UNS/RSUD Dr. Moewardi. Derajat Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1996, 1-2
keasaman air ludah adalah derajat keasaman air ludah yang 4. Ranakusuma AB. Buku Ajar Praktis Metabolik Endokrinologi Rongga
disekresikan dan diukur dengan memakai skala pH. Mulut. FK UI, Jakarta, 1992, 71-117.
5. Keen H, Alberti KGMM. Genetics of Diabetes, in : International
Textbook of Diabetes Melitus, 2nd ed. Alberti KGMM, Ximmet P,. De
HASIL DAN PEMBAHASAN Fronzo RA, John Wiley & Sons Ltd. England; 1997, 37-88
Selam masa penelitian didapatkan sebanyak 23 orang yang 6. Iughetti L, Marino R, Bertolani MF, Bernasconi S. Oral Health in
memenuhi kriteria. Kadar gula darah didasarkan pada hasil Children and Adolescents with IDDM. Pediatr. Endocrinol. Metabolism,
1999, Sep-Oct; 2 (5); 603-10
pemeriksaan di laboratorium klinik RSUD Dr. Moewardi 7. Finney LS, Finney MO, Gonzales-Compoy JM. What the Mouth has to
Surakarta. (Tabel 1) say about Diabetes, Careful examinations can avert serious complication.
Postgrad Med1997; Dec; 102 (6) : 117-26
Tabel 1. Hasil pengukuran gula darah dan pH air ludah 8. Burket LW. Oral Medicine : Diagnosis and Treatment, JB. Lippincott
Co., Philadelphia 1971: 462-71
Kadar gula Keasaman air 9. Olofson M, Bratthal D. Diagnostics-dental Caries, Faculty of
No
darah (mg/dl) ludah (pH) Odontology, Malmo University Sweden 2000,: 1-4
1 66 6,5 Asam 10. Karjalainen KM, Knuuttila ML, Kaar ML. Relationship between Caries
2 103 6,5 Asam and Level of Metabolic Balance in Children and Adolescents with Insulin
3 149 7,0 Netral Dependent Diabetes Melitus, Caries Res 1997; 31 (1) : 13 – 8
4 160 7,5 Basa 11. Amerongen AVN. Ludah dan Kelenjar Ludah : Arti Bagi Kesehatan Gigi,
5 176 6,5 Asam Gadjah Mada University Press, 1991; 1-42
6 204 7,0 Netral 12. Roukema PA. Ludah. dalam : Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan, Gadjah
7 225 6,5 Asam Mada University Press1993; 105-24
8 231 7,0 Netral 13. Hasket R, Gayford JJ. Penyakit Mulut, Jakarta : EGC, 1991, 168-85
9 248 6,5 Asam 14. Banocy J, Albecht M, Rigo O, Ember G, Ritlop B. Salivary Secretion
10 284 6,5 Asam Rate, pH, Lactobacilli and Yeast Counts in Diabetic Women. Acta
11 289 6,5 Asam Diabetol Lat, Jul-Sep 1987,; 24:3 223-8
12 305 6,0 Asam 15. Colin HL, Uusitupa M, Niskanen L, Koivisto AM, Meurman JH. Caries
13 306 6,5 Asam in Patients with Non Insulin Dependent Diabetes Melitus, Oral Surg Oral
14 315 6,0 Asam Med Oral Pathol Radiol Endod. 1998,Jun; 85 (6) : 680-5
15 319 6,5 Asam 16. Borg Andersson A, Birkhed D, Berntorp K, Lindgarde F, Matsson L,
16 321 6,0 Asam Glucose Concentration in Parotid Saliva After Glucose/Food Intake in
Individual with Glucose Intolerance and Diabetes Melitus, Eur J Oral Sci.
17 327 6,0 Asam
1998, Oct; 106(5):931-7
18 331 6,5 Asam
17. Askandar T. Makro dan Mikro Angiopati Diabetik. in : Soeparman (ed.).
19 345 6,0 Asam Ilmu Penyakit Dalam. FK UI, Jakarta; 1994, 394-401
20 396 6,5 Asam 18. Lorraine MW.. Gangguan Asam Basa, In : Sylvia AP. Patofisiologi:
21 396 6,0 Asam Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, EGC, Jakarta 1995,: 327-56
22 401 6,0 Asam 19. Pilot T. Penyakit Periodontal in : Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan,
23 415 6,5 Asam Gadjah Mada University Press 1993: 160-82

Cermin Dunia Kedokteran No. 150, 2006 37


TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Resistensi Insulin Pada Diabetes


Melitus Tipe 2
Enrico Merentek
Poliklinik Endokrin Metabolik, Bagian Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Gowa, Makassar

PENDAHULUAN kalium akan meninggalkan sel beta (K-efflux),dengan demikian


Diabetes Melitus tipe 2 (DMT2) merupakan suatu mempertahankan potensial membran dalam keadaan hiperpolar
kelompok penyakit metabolik yang disifati oleh hiperglikemi sehingga Ca-channels tertutup, akibatnya kalsium tidak dapat
akibat kelainan sekresi insulin oleh sel beta pankreas, gangguan masuk ke dalam sel beta sehingga perangsangan sel beta untuk
kerja insulin/resistensi insulin, atau keduanya(1,2). mensekresi insulin menurun(3,4).
Sesuai klasifikasi WHO, disebut normal jika kadar Ca2+ channel
ATP-sensitive
glukosa plasma puasa < 110 mg/dl, glukosa plasma terganggu Glucose K+ channel
Opens
Ca2+ Insulin
closes
jika kadar glukosa puasa antara 110-125 mg/dl, sedangkan GLUT-2

toleransi glukosa terganggu adalah kadar glukosa darah


sesudah pembebanan glukosa 75 g. antara 140-199 mg/dl.
Disebut diabetes jika kadar gula darah puasa > 126 mg/dl, atau Exocytosis
K+
bila kadar glukosa darah sesudah pembebanan glukosa 75 g >
200 mg/dl(2,10). Resistensi insulin berarti ketidaksanggupan Glucose
Depolarization Granule
insulin memberi efek biologik yang normal pada kadar gula Glucokinase
translocation

darah tertentu. Dikatakan resisten insulin bila dibutuhkan kadar Glucose 6-


insulin yang lebih banyak untuk mencapai kadar glukosa darah phosphate ATP

yang normal(3,10). glycolysis

Kasus diabetes terbanyak adalah DMT2 yang umumnya Resting-ive


charge
mempunyai latar belakang resistensi insulin. Pada awalnya,
resistensi insulin belum menyebabkan diabetes klinis. Sel beta
pankreas masih dapat mengkompensasi, sehingga terjadi
hiperinsulinemi, kadar glukosa darah masih normal atau sedikit (3)
Gambar 1. Sekresi insulin oleh rangsangan glukosa
meningkat. Kemudian jika telah terjadi kelelahan sel beta
pankreas, baru timbul diabetes melitus klinis, yang ditandai Sebaliknya pada keadaan setelah makan, kadar glukosa
dengan kadar glukosa darah yang meningkat(1,3). darah yang meningkat akan ditangkap oleh sel beta melalui
Prevalensi DMT2 dari tahun ke tahun makin meningkat, glucose transporter 2 (GLUT2) dan dibawa ke dalam sel. Di
yang ternyata didahului oleh berbagai faktor risiko penyakit dalam sel, glukosa akan mengalami fosforilase menjadi
kardiovaskuler seperti kegemukan, hipertensi, dislipidemia glukosa-6 fosfat (G6P) dengan bantuan enzim penting, yaitu
yang pada dasarnya diawali oleh adanya resistensi insulin. glukokinase. Glukosa 6 fosfat kemudian akan mengalami
Resistensi insulin banyak menarik perhatian akhir-akhir ini glikolisis dan akhirnya akan menjadi asam piruvat.
karena di samping mempunyai hubungan dengan DMT2, juga Dalam proses glikolisis ini akan dihasilkan 6-8 ATP.
dengan angka kejadian penyakit kardiovaskuler, sehingga Penambahan ATP akan meningkatkan rasio ATP/ADP dan ini
tindakan mencegah resistensi insulin melalui pencegahan akan menutup terowongan kalium. Dengan demikian kalium
kegemukan, hipertensi dan dislipidemia diharapkan dapat akan tertumpuk dalam sel dan terjadilah depolarisasi membran
mencegah penyakit kardiovaskuler dan DMT2(4,16). sel, sehingga membuka terowongan kalsium dan kalsium akan
masuk ke dalam sel. Dengan meningkatnya kalsium intrasel,
SEKRESI INSULIN NORMAL OLEH SEL BETA akan terjadi translokasi granul insulin ke membran dan insulin
PANKREAS akan dilepaskan ke dalam darah(2,3) (Gambar 1).
Sekresi insulin oleh sel beta tergantung oleh 3 faktor utama Mengingat GLUT2 mempunyai sifat mengangkut glukosa
yaitu, kadar glukosa darah, ATP-sensitive K channels dan ke dalam sel tanpa batas, agaknya enzim glukokinase bekerja
Voltage-sensitive Calcium Channels sel beta pankreas. sebagai “pembatas” agar proses fosforilasi berjalan seimbang
Mekanisme kerja ketiga faktor ini sebagai berikut : Pada sesuai kebutuhan, dengan demikian peristiwa depolarisasi
keadaan puasa saat kadar glukosa darah turun, ATP sensitive K dapat diatur dan pelepasan insulin dari sel beta ke dalam darah
channels di membran sel beta akan terbuka sehingga ion disesuaikan dengan kebutuhan. Oleh karena itu enzim

38 Cermin Dunia Kedokteran No. 150, 2006


glukokinase disebut sebagai glucose sensor karena bertindak disebabkan oleh gangguan pada proses fosforilasi dan pada
sebagai sensor terhadap glukosa(3). signal transduksi di dalam sel otot. Daerah utama terjadinya
Sekresi insulin pada orang non diabetes meliputi 2 fase resistensi insulin adalah pada postreseptor sel target di jaringan
yaitu fase dini (fase 1) atau early peak yang terjadi dalam 3-10 otot rangka dan sel hati. Kerusakan postreseptor ini
menit pertama setelah makan. Insulin yang disekresi pada fase menyebabkan kompensasi peningkatan sekresi insulin oleh sel
ini adalah insulin yang disimpan dalam sel beta (siap pakai); beta, sehingga terjadi hiperinsulinemi pada keadaan puasa
dan fase lanjut (fase 2) adalah sekresi insulin dimulai 20 maupun postprandial(5,7,12 ).
menit setelah stimulasi glukosa. Pada fase 1, pemberian Resistensi insulin sangat sulit diukur. Cara yang dianggap
glukosa akan meningkatkan sekresi insulin untuk mencegah baku adalah pengukuran dengan teknik klem insulin pada
kenaikan kadar glukosa darah, dan kenaikan glukosa darah binatang percobaan dengan cara mengukur jumlah rata-rata
selanjutnya akan merangsang fase 2 untuk meningkatkan glukosa yang diberikan intravena untuk mempertahankan
produksi insulin. Makin tinggi kadar glukosa darah sesudah normoglikemi bila insulin diinfuskan. Dikatakan resistensi
makan makin banyak pula insulin yang dibutuhkan, akan tetapi insulin jika dibutuhkan insulin lebih banyak untuk mencapai
kemampuan ini hanya terbatas pada kadar glukosa darah dalam kadar glukosa darah normal, tetapi cara ini sulit dilakukan.
batas normal. Cara yang umum dilakukan untuk mengukur sensitivitas
Pada DM tipe 2, sekresi insulin di fase 1 tidak dapat insulin adalah cara surogat dengan memeriksa kadar insulin
menurunkan glukosa darah sehingga merangsang fase 2 untuk puasa atau kadar insulin sebagai respons terhadap pemberian
menghasilkan insulin lebih banyak, tetapi sudah tidak mampu glukosa(5,7,8 ).
meningkatkan sekresi insulin sebagaimana pada orang normal. Sensitivitas insulin adalah kemampuan insulin
Gangguan sekresi sel beta menyebabkan sekresi insulin pada menurunkan konsentrasi glukosa darah dengan cara
fase 1 tertekan, kadar insulin dalam darah turun menyebabkan menstimulasi pemakaian glukosa di jaringan otot dan lemak,
produksi glukosa oleh hati meningkat, sehingga kadar glukosa dan menekan produksi glukosa oleh hati. Resistensi insulin
darah puasa meningkat. Secara berangsur-angsur kemampuan adalah keadaan sensitivitas insulin berkurang(6). Pada sebagian
fase 2 untuk menghasilkan insulin akan menurun. Dengan orang kepekaan jaringan terhadap kerja insulin tetap dapat
demikian perjalanan DM tipe 2, dimulai dengan gangguan fase dipertahankan sedangkan pada sebagian orang lain sudah
1 yang menyebabkan hiperglikemi dan selanjutnya gangguan terjadi resistensi insulin dalam beberapa tingkatan. Pada
fase 2 di mana tidak terjadi hiperinsulinemi akan tetapi seorang penderita dapat terjadi respons metabolik terhadap
gangguan sel beta(2) . kerja insulin tertentu tetap normal, sementara terhadap satu
Penelitian menunjukkan adanya hubungan antara kadar atau lebih kerja insulin yang lain sudah terjadi gangguan(5).
glukosa darah puasa dengan kadar insulin puasa. Pada kadar Resistensi insulin merupakan sindrom yang heterogen,
glukosa darah puasa 80-140 mg% kadar insulin puasa dengan faktor genetik dan lingkungan berperan penting pada
meningkat tajam, akan tetapi jika kadar glukosa darah puasa perkembangannya. Selain resistensi insulin berkaitan dengan
melebihi 140 mg % maka kadar insulin tidak mampu kegemukan, terutama gemuk di perut, sindrom ini juga ternyata
meningkat lebih tinggi lagi; pada tahap ini mulai terjadi dapat terjadi pada orang yang tidak gemuk. Faktor lain seperti
kelelahan sel beta menyebabkan fungsinya menurun. Pada saat kurangnya aktifitas fisik, makanan mengandung lemak, juga
kadar insulin puasa dalam darah mulai menurun maka efek dinyatakan berkaitan dengan perkembangan terjadinya
penekanan insulin terhadap produksi glukosa hati khususnya kegemukan dan resistensi insulin.
glukoneogenesis mulai berkurang sehingga produksi glukosa Dikatakan bahwa pembesaran depot lemak viseral yang
hati makin meningkat dan mengakibatkan hiperglikemi pada aktif secara lipolitik akan meningkatkan keluaran asam lemak
puasa. bebas portal dan menurunkan pengikatan dan ekstraksi insulin
Faktor-faktor yang dapat menurunkan fungsi sel beta di hati, sehingga menyebabkan terjadinya hiperinsulinemi
diduga merupakan faktor yang didapat (acquired) antara lain sistemik. Lebih lanjut peningkatan asam lemak bebas portal
menurunnya massa sel beta, malnutrisi masa kandungan dan akan meningkatkan produksi glukosa di hati melalui
bayi, adanya deposit amilyn dalam sel beta dan efek toksik peningkatan glukoneogenesis, menyebabkan terjadinya
glukosa (glucose toxicity)( 1,3,13 ). hiperglikemi(8,9,11).
Pada tingkat otot skelet, kadar asam lemak bebas yang
PENGERTIAN RESISTENSI INSULIN tinggi dapat menurunkan pemakaian glukosa yang distimulasi
Resistensi insulin adalah suatu keadaan terjadinya oleh insulin melalui kompetisi substrat (siklus glukosa-asam
gangguan respons metabolik terhadap kerja insulin, akibatnya lemak). Penyimpanan maupun oksidasi glukosa dihambat oleh
untuk kadar glukosa plasma tertentu dibutuhkan kadar insulin asam lemak bebas, hal ini berhubungan tidak langsung dengan
yang lebih banyak daripada ‘normal’ untuk mempertahankan oksidasi lemak pada kegemukan dan DMT 2(6,9).
keadaan normoglikemi (euglikemi). Resistensi insulin dapat Pada penderita obesitas yang disertai resistensi insulin
disebabkan oleh gangguan pre reseptor, reseptor dan post ditemukan adanya akumulasi trigliserid dan asam lemak dalam
reseptor. Gangguan pre reseptor dapat disebabkan oleh antibodi otot (intramyoselular) dan diduga menghambat kerja insulin
insulin dan gangguan pada insulin. Gangguan reseptor dapat pada tingkat seluler dengan menghambat translokasi glucose
disebabkan oleh jumlah reseptor yang kurang atau kepekaan transporter 4 intraseluler ke membran sel. Sedangkan deposisi
reseptor yang menurun. Sedangkan gangguan post reseptor trigliserid pada hati (steatosis) akibat peningkatan distribusi

Cermin Dunia Kedokteran No. 150, 2006 39


asam lemak bebas melalui sirkulasi portal ke hati, demikian sekresi insulin meningkat sesuai dengan
meningkatkan glukoneogenesis dan menyebabkan kegagalan meningkatnya kadar glukosa darah dan masih mampu
kerja insulin(5,12). mengatasi peningkatan glukosa darah sehingga tidak terjadi
Jaringan adipose yang selama ini hanya dikenal sebagai hiperglikemi. Pada keadaan toleransi glukosa terganggu,
organ tempat penyimpanan asam lemak bebas seperti trigliserid sekresi insulin sama dengan semula atau sudah berkurang
ternyata juga merupakan organ endokrin yang menghasilkan sekitar 70% dan kepekaan jaringan terhadap kerja insulin
beberapa hormon disebut adipokine, yang mempengaruhi (resistensi insulin) berkurang sekitar 50%(5,10) (Gambar 2).
sensitivitas insulin walaupun peran masing-masing adipokine
dalam memediasi terjadinya resistensi insulin belum Resistensi Insulin Sekresi Insulin
sepenuhnya jelas. Termasuk di dalamnya adalah Tumor
30 % 50 %
Necrosis Factor-a (TNF-a), leptin, resistin, interleukin-6, dan
adiponektin. Tidak seperti yang lainnya, adiponektin ternyata 50 % 70 % - 100 % DM
unik oleh karena dapat meningkatkan sensitivitas insulin(5,6).
70 % 150 % TGT
Spiegelman dkk. menyatakan bahwa suatu sitokin Tumor
Necrosis Factor-alfa (TNF-a), mempunyai peranan langsung 100 % 100 % Intoleransi Glukosa
pada perkembangan resistensi insulin pada kegemukan, TNF-a
dilaporkan menyebabkan gangguan ambilan glukosa yang
Toleransi Glukosa
dirangsang insulin pada jaringan otot dan sel-sel adipose dan
menekan translokasi glucose transporter 4 (GLUT4). Lebih
lanjut TNF-a dapat menurunkan aktifitas lipoprotein lipase Gb. 2. Resistensi Insulin dan perlangsungan diabetes melitus tipe 2(5) .
(LPL) dan meningkatkan lipogenesis di hati. Jadi TNF-a
berperan baik secara lokal maupun sistemik pada resistensi De Fronzo dkk (11) melakukan pemeriksaan tes toleransi
insulin yang berhubungan dengan kegemukan(10,11). Leptin glukosa oral pada orang normal, pada mereka dengan toleransi
dianggap sebagai mediator resistensi insulin pada obesitas glukosa terganggu, dan 77 orang diabetes melitus dengan berat
karena kadar leptin plasma berkorelasi dengan total massa badan normal, dan mengukur kadar insulin puasa ; trnyata
lemak tubuh. Ekspresi leptin lebih banyak ditemukan pada hubungan antara kadar glukosa plasma puasa dan kadar insulin
lemak subkutan. Hiperinsulinemi akut akan menurunkan kadar plasma puasa berbentuk huruf U terbalik, disebut Starling’s
leptin, sebaliknya kadar leptin akan meningkat pada resistensi curve of the pancreas (Gb. 3) pada saat glukosa plasma puasa
insulin dan hiperinsulinemi kronik(5,6 ). meningkat dari 80 mg/dl sampai 140 mg/dl terlihat kadar
Resistin diduga merupakan penghubung antara jaringan insulin puasa meningkat tajam mencapai puncaknya sebesar 2-
adipose dan resistensi insulin dengan cara menghambat 2,5 kali kontrol orang sehat dengan berat badan dan umur yang
ambilan glukosa yang dimediasi oleh insulin dan diferensiasi sama.
adiposit. In vivo, pemberian rekombinan resistin pada mencit
normal menimbulkan resistensi insulin, sedangkan pemberian 100
antibodi anti resistin meningkatkan sensitivitas insulin pada
binatang obes dan resisten insulin(5,6). Rata-rata 80
Respons
Sama seperti TNF a, interleukin 6 adalah suatu sitokin insulin
60
proinflamasi yang kadarnya meningkat pada obesitas. Pada plasma 40
penelitian ditemukan bahwa interleukin 6 menyebabkan saat
pelepasan glukagon, kortisol dan meningkatkan pelepasan TTGO 20
glukosa di hati. Interleukin 6 ternyata mempunyai hubungan 0
erat dengan resistensi insulin(5,12). Abnormalitas kerja insulin Glukosa plasma puasa (mg/dl)
dapat disebabkan oleh disregulasi dari satu atau lebih protein
yang terlibat dalam mekanisme signal insulin, atau pada jalur Gambar 3. Kurve pankreas dari Starling untuk sekresi insulin(12).
aktifitas protein yang dirangsang oleh insulin seperti
metabolisme glukosa, anti-lipolisis, aktivasi lipoprotein lipase Kenaikan kadar insulin plasma ini dapat diinter-pretasikan
(LPL). Dinyatakan bahwa aktifitas tirosin kinase dari reseptor sebagai usaha pankreas yang mulai terganggu dalam
insulin akan menurun pada kegemukan dan DMT2 yang terjadi mengimbangi kenaikan glukosa darah. Akan tetapi apabila
juga pada resistensi insulin (8,9). kadar glukosa plasma meningkat melebihi 140 mg/dl, agaknya
Menurut Groop, hiperglikemi atau diabetes melitus terjadi sel beta tidak sanggup lagi mengimbangi kenaikan kadar
jika sudah ada kegagalan sel-beta pankreas dan kadar insulin glukosa tersebut, mulailah terjadi kegagalan sel beta dan
plasma berkurang sekitar 50% dari sebelumnya sehingga tidak sekresi insulin mulai berkurang (12,14).
mampu mengatasi kenaikan kadar glukosa darah(5,13). Pada saat kadar insulin plasma puasa mulai menurun,
Pada keadaan toleransi glukosa normal, insulin maka efek penekanan insulin terhadap produksi glukosa hati,
disekresikan sesuai dengan kadar glukosa darah. Pada khususnya glukoneogenesis mulai berkurang sehingga
intoleransi glukosa, kadar insulin plasma puasa yang tinggi pelepasan glukosa hati meningkat, mengakibatkan kadar
menggambarkan adanya resistensi insulin; pada keadaan glukosa plasma puasa akan makin meningkat pula .

40 Cermin Dunia Kedokteran No. 150, 2006


Pada penderita diabetes melitus yang gemuk, kadar insulin Kerusakan post reseptor ini menyebabkan kompensasi
plasma puasa biasa tetap tinggi walaupun kadar glukosa plasma peningkatan sekresi insulin oleh sel beta, sehingga terjadi
puasa lebih dari 250 mg/dl. Adanya kadar insulin plasma yang hiperinsulinemi pada keadaan puasa maupun post-prandial.
tinggi bersamaan dengan kadar glukosa plasma puasa yang Sensitivitas insulin adalah kemampuan insulin menurunkan
tinggi menunjukkan bahwa pada penderita tersebut terjadi konsentrasi glukosa darah dengan cara menstimulasi
resistensi insulin yang sangat hebat(12). pemakaian glukosa di jaringan otot, lemak dan menekan
produksi glukosa oleh hati. Resistensi insulin adalah keadaan
PENATALAKSANAAN RESISTENSI INSULIN berkurangnya sensitivitas insulin. Intervensi berupa perubahan
Penatalaksanaan resistensi insulin selain untuk mencegah pola hidup dengan terapi nutrisi medik dan latihan jasmani
timbulnya diabetes melitus, juga akan mencegah komplikasi memberi hasil yang memuaskan dalam jangka pendek.
penyakit kardiovaskuler. Intervensi perubahan pola hidup Walaupun banyak teori tentang terjadinya resistensi
secara intensif merupakan cara terbaik, namun belum ada insulin, mekanisme resistensi insulin pada diabetes tipe 2 yang
kesepakatan kapan intervensi dimulai dan manfaatnya dalam sesungguhnya sampai saat ini masih belum jelas.
jangka panjang, namun demikian intervensi perubahan pola
hidup yang intensif dan pengobatan farmakologik dalam
penelitian jangka pendek sudah terbukti manfaatnya(15,16).
Berbagai penelitian non farmakologis antara lain Da Qing
study (1997), dilanjutkan dengan Finnish study (2001), yang KEPUSTAKAAN
mengatur cara diet dan olah raga, keduanya menunjukkan hasil 1. Groop LC. Type 2 diabetes mellitus: Pathogenesis and Treatment. In
memuaskan. Selanjutnya intervensi obattelah banyak pula Endocrinology and Metabolism. Mc Graw-Hill, England. 2001: pp 607-
14.
diteliti seperti pada Diabetes prevention program ( DPP) study 2. Masharani U, Karam JH. Pancreatic Hormones & Diabetes Mellitus. In
(2002) yang memakai metformin. Basic & Clinical Endocrinology. 6th ed. Greenspan FS, Gardner DG (eds),
Penelitian The Study to Prevent Non Insulin Dependent Mc Graw Hill, New York 2001: pp. 623-48.
Diabetes (STOP NIDDM) dengan akarbose, XENDOS study 3. Howell SL. The biosynthesis and secretion of insulin. In : Text Book of
Diabetes, Pickup JC, William G (eds), 2nd ed, Blackwell Science Ltd.
yang menggunakan orlistat, dan Troglitazone in Prevention on London 1997:pp 8.1-14.
Diabetes (TRIPOD) yang memakai troglitazon. Semua 4. White MF, Kahn RC. Molecular Aspect of Insulin Action. In Joslin’s
penelitian tersebut walaupun hasil akhir menunjukkan angka Diabetes Mellitus, 1994: pp.139-62.
yang berbeda-beda akan tetapi dapat disimpulkan bahwa 5. Groop LC. Insulin Resistance: The Fundamental trigger of type 2
diabetes. Diabetes, Obesity and Metabolism, 1999; 1(supl 1): pp.S1-7.
dengan intervensi perubahan pola hidup dan olah raga, maka 6. Spiegelman BM. Adipose Expression of Tumor Necrosis Factor a: Direct
resistensi insulin dan akibatnya dapat dicegah serta insiden Role in Obesity-Linked Insulin Resistance. Science 1993; 259: pp 87-90.
diabetes melitus pertahunnya dapat diturunkan(17,18 ). 7. Henry RR, Mudaliar S. Obesity and Type 2 DM. In: Obesity -
Mechanisms and Clinical Management. Eckel RH (ed). Lippincott
RINGKASAN Williams & Wilkins, Philadelphia 2003: pp 229-35.
8. Laakso M. Insulin resistance and its impact on the approach to therapy of
Diabetes Melitus tipe 2 adalah suatu sindrom metabolik type 2 diabetes. UCP Suplement 121; 2001: pp. 8-12.
yang disebabkan oleh resistensi insulin dan defisiensi insulin. 9. Lebovitz HE. Insulin resistance: Definition and Consequences. Exp. Clin.
Insidens dan prevalensi diabetes melitus makin meningkat, Endocrinology Diabetes 2001;109: suppl.2, 135-48.
yang didahului oleh berbagai faktor risiko penyakit 10. American Diabetes Association: Report of the Expert Committee on the
Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus. Clinical Practice
kardiovaskuler yang pada dasarnya diawali oleh resistensi Recommendations 2004. Diabetes Care 2004; 27 : S5-10.
insulin. 11. DeFronzo RA, Ferrannini E, Simonson DC: Fasting hyperglycemia in
Resistensi insulin adalah keadaan terjadinya gangguan non-insulin-dependent diabetes mellitus: contribution of excessive
respons metabolik terhadap kerja insulin, akibatnya untuk hepatic glucose production and impaired tissue glucose uptake, J.
Metabolism 1989;38: 387-95.
kadar glukosa plasma tertentu dibutuhkan kadar insulin yang 12. DeFronzo RA. Pathogenesis of type 2 diabetes: metabolic and molecule
lebih banyak daripada ‘normal’ untuk mempertahankan implication for identifying diabetes genes. Diabetes Reviews 1997;5:177-
keadaan normoglikemi (euglikemi). 269.
Resistensi insulin merupakan sindrom heterogen dengan 13. DeFronzo RA, Ferrannini E, Koivisto V: New concepts in the
pathogenesis and treatment of non-insulin dependent diabetes mellitus.
faktor genetik dan lingkungan berperan penting pada Am J Med 1983;74:52-81.
perkembangannya. Gangguan resistensi insulin pada otot 14. Kahn SE. The Importance of the B –cell in the Pathogenesis of Type-2
rangka dapat disebabkan oleh gangguan pada pre reseptor, Diabetes Mellitus. Am. J. Med. 2000;108 (6A): 2S-8S.
reseptor dan post reseptor. Gangguan pre reseptor dapat 15. Inzucchi SE, Sherwin RS. The prevention of type 2 diabetes mellitus.
Endocrinol. Metab. Clin. N Am. 2005; 34:199-220.
disebabkan oleh antibodi insulin dan gangguan pada insulin. 16. Baron AD. Impaired Glucose Tolerance As A Disease. Am J of
Gangguan reseptor dapat disebabkan oleh jumlah reseptor yang Cardiology. 2001; 88(6A): 16H-9H.
kurang atau kepekaan reseptor yang menurun. Sedangkan 17. Buse JB, Rosenstock J. Prevention of cardiovascular outcomes in type 2
gangguan post reseptor disebabkan oleh gangguan proses diabetes mellitus: Trials on the horizon. Endocrinol Metab Clin N Am
2005; 34:221-37.
fosforilasi dan pada signal transduksi di dalam sel otot. Daerah 18. Diabetes Prevention Program Research Group. Reduction in the incidence
utama terjadinya resistensi insulin adalah pada post reseptor sel of type2 diabetes with lifestyle intervention or metformin. N Engl J Med.
target di jaringan otot rangka dan sel hati. 2002;346:393-403.

Cermin Dunia Kedokteran No. 150, 2006 41


TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Penggunaan dan Efek Samping


Steroid
Iris Rengganis
Subbagian Alergi-Imunologi Klinik, Bagian Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia /
RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta

PENDAHULUAN dalam waktu yang pendek, puncaknya sekitar pukul 8.00 pagi
Sejak penggunaannya pada tahun 1949 sampai sekarang, dan terendah pada malam hari. CRH merangsang pituitari/
hidrokortison atau kortisol yang merupakan glukokortikoid hipofisis anterior untuk mensekresi ACTH yang selanjutnya
atau kortikosteroid (KS) utama korteks adrenal merupakan obat merangsang produksi adrenal untuk membentuk kortisol.
anti-inflamasi dan imunosupresan yang sangat efektif. Istilah Sistem ini merupakan mekanisme umpan balik. KS yang
KS berasal dari hasil penelitian awal yang menunjukkan diberikan sinkron dengan puncak ACTH (pagi) tidak
adanya efek poten ekstrak korteks adrenal terhadap menunjukkan efek supresi sumbu HPA dibanding dengan
metabolisme glukosa dan glikogen. Dewasa ini telah tersedia pemberian sewaktu kadarnya terendah (malam). Dosis
berbagai preparat KS yang dapat diberikan melalui berbagai prednison >15 mg/hari akan menunjukkan efek supresi dalam
cara(1-6). seminggu. Dosis 7,5-15 mg/hari untuk 1 bulan biasanya tidak
menurunkan produksi ACTH. Efek supresinya akan kurang lagi
BIOKIMIA/FARMAKOLOGI bila KS diberikan satu kali pada pagi hari. Lama supresi
Orang dewasa mensekresi sekitar 20-30 mg kortisol per tergantung dari dosis dan lama pemberian(1,3,7,9).
hari. Lebih dari 90% KS dalam plasma diikat protein
(1)
transkortin (corticosteroid binding globulin–CBG) dengan Tabel 1. Potensi relatif glukokortikoid
afinitas kuat dan sekitar 5%-8% oleh albumin dengan afinitas
rendah. Steroid yang diikat tidak aktif dan hanya sekitar 5% KS Potensi relatif Ekuivalen
Masa tablet
endogen dan 35% KS sintetik eksogen bebas dalam sirkulasi. Preparat Gluko- Mineralo- kerja komersial
Kemampuan transkortin untuk mengikat KS berubah bila KS kortikoid kortikoid (mg)
diberikan untuk jangka waktu lama. Hal tersebut akan Kortison 0,8 0,8 Singkat 25
berpengaruh terhadap sekresi KS endogen. KS adalah hormon Kortisol 1 1 Singkat 20
steroid dengan 21-carbon yang aktivitasnya tergantung dari Prednison 4 0,8 Sedang 5
grup hidroksil pada rantai C-11. Dua KS terpoten yang banyak Prednisolon 4 0,8 Sedang 5
digunakan dalam praktek sehari-hari adalah kortison dan Metilprednisolon 5 0,5 Sedang 4
prednison yang mempunyai grup keto pada rantai C-11. Untuk Betametason 25 0 Panjang 0,75
menjadi aktif, keto rantai C-11 tersebut perlu dikonversikan Deksametason 25 0 Panjang 0,75
terlebih dahulu in vivo (dalam hati) ke dalam bentuk hidroksil
C-11 (kortisol/hidrokortison atau metilprednisolon). Pada MEKANISME KERJA
pasien dengan penyakit hati, konversi prednison ke prednisolon Setelah masuk dalam sirkulasi, KS bergerak pasif dan
terganggu, jumlah KS yang diikat protein plasma menurun dan melintas membran sel sasaran. Di dalam sitoplasma sel
akan meningkatkan kadar KS dalam darah. KS dimetabolisir di tersebut, KS diikat reseptor (R) spesifik yang membentuk
hati, ginjal mensekresi 95% metabolitnya dan sisanya kompleks KSR yang dengan segera ditranslokasikan kenukleus
dikeluarkan melalui saluran cerna. Berbagai preparat sintetis untuk kemudian diikat oleh GRE (glucocorticoid response
KS mempunyai masa paruh yang berbeda. KS dengan klirens element) spesifik dalam kromatin. Kejadian ini menimbulkan
yang lebih panjang akan cenderung lebih menimbulkan efek transkripsi DNA yang membentuk transkrip messenger RNA
samping(1,3,4,7-9). spesifik (mRNA). Transkrip-transkrip tersebut mengalami
proses postranskripsi yang kemudian diangkut ke sitoplasma
SINTESIS DAN SEKRESI KS sehingga terbentuklah protein baru. Reseptor KS ditemukan
Sekresi KS endogen ada di bawah pengaruh sumbu pada berbagai jenis sel (limfosit, monosit/makrofag, osteoblast,
hipotalamus-pituitari-adrenal (HPA). Hipotalamus mensekresi sel hati, sel otot, sel lemak dan fibroblast).Hal ini menerangkan
corticotropin-releasing hormone (CRH) yang merupakan me-ngapa KS memberikan efek biologik terhadap begitu
regulator utama dari sekresi kortisol. Sekresi CRH terjadi banyak sel(1-3).

42 Cermin Dunia Kedokteran No. 150, 2006


akhir mengurangi gejala, tanda-tanda lokal dan kerusakan oleh
inflamasi. Produksi nitrit oksida dicegah sehingga nitrit oksida
yang menurun akan mengurangi edema, eritema pada sendi
dengan inflamasi(1,3,12,13).

Efek terhadap komponen seluler


Hidrokortison Prednison Metilprednisolon Kebanyakan sel di tempat inflamasi terdiri atas leukosit
asal sirkulasi. KS mampu merubah lintas sel-sel leukosit dalam
sirkulasi. Efek yang sangat penting dari KS ialah
kemampuannya untuk mengubah lalulintas berbagai leukosit
dalam sirkulasi. Setelah diberikan satu kali suntikan KS IV,
Triamsinolon Deksametason Betametason jumlah neutrofil mendadak meningkat; hal ini disebabkan oleh
peningkatan penglepasan neutrofil yang belum matang dari
Gambar 1. Struktur kimia dari glukokortikoid(1,2,4) sumsum tulang dan demarginasi dari endotel vaskuler yang
disebabkan penurunan ekspresi molekul adhesi ICAM-1 dan
EFEK KORTIKOSTEROID ELAM-1. Sel-sel lainnya dalam sirkulasi seperti limfosit,
KS mempunyai efek metabolisme, anti-inflamasi dan monosit, eosinofil dan basofil justru menurun. Penurunan
imunosupresi. limfosit disebabkan karena redistribusi sel ke jaringan limfoid
dan sumsum tulang. Jumlah eosinofil dalam sirkulasi berkurang
Efek metabolisme disebabkan karena survival sel dan migrasinya ke tempat
KS berperan dalam metabolisme karbohidrat, lipid, inflamasi menurun di-sertai redistribusi sel ke limpa, timus dan
protein, asam nukleat, cairan, elektrolit, tulang dan kalsium. KS kelenjar limfe. Monosit dan makrofag mempunyai peranan
diperlukan untuk mempertahankan berbagai fungsi fisiologi sentral pada infla-masi. KS menurunkan jumlah sel dalam
seperti tekanan darah, volume darah, fungsi otot, gula darah sirkulasi serta migrasi-nya ke jaringan inflamasi dan juga
dan glikogen hepar. KS meningkatkan degradasi dan menurunkan respons sel terhadap berbagai sitokin. Supresi
penurunan sintesis protein dalam banyak jaringan, delayed hypersensitivity kulit adalah tanda dari supresi
meningkatkan glukoneogenesis dengan mobilisasi prekursor terhadap monosit. Jumlah dan penglepasan histamin serta
glikogenesis asam amino, menurunkan transpor glukosa ke granul spesifik sel mast dan basofil diturunkan. KS
dalam sel (fibroblas, sel limfoid, jaringan lemak dan otot) dan menghambat proliferasi dan aktivitas limfosit. Agregasi
pemakaian glukosa perifer. Hal tersebut akan meningkatkan trombosit, metabolisme asam arakidonat, fibroblas dan endotel
kadar gula darah dan toleransi glukosa yang menurun. Sel β vaskuler dicegah(1-3,12,13).
pankreas memberi respons dengan mensekresi lebih banyak
insulin. Pemberian KS dosis besar yang lama dapat EFEK SAMPING KS DAN PRINSIP UMUM PENG-
menimbulkan diabetes melitus. Selanjutnya KS meningkatkan GUNAAN KS (1,4,8,12)
glikogen hati(1,4,7,11). KS dapat menimbulkan banyak sekali efek samping yang
kompleks (Tabel 2 dan 3) sehingga banyak dokter yang takut
Efek anti-inflamasi dan imunosupresi untuk memberikan dosis KS besar yang sebenarnya sering
Untuk membedakan efek anti-inflamasi dari efek diperlukan pada berbagai pengobatan penyakit inflamasi. Pada
imunosupresi adalah sulit oleh karena banyak sel yang sama, pemberian KS sistemik, perlu diperhatikan beberapa fase
jalur yang sama dan mediator yang sama berperan pada ke dua pengobatan.
proses tersebut. KS bekerja terhadap berbagai kaskade dari Induksi: Usaha yang cukup untuk menghentikan inflamasi
proses inflamasi (produksi, pengerahan, aktivasi dan fungsi harus dilakukan pada dosis awal 1mg/kg/hari dengan dosis
efektor). KS dapat mengubah jalur dan kerja sel terbagi 3 kali/hari. Janganlah memulai dengan dosis kecil lalu
imunokompeten dalam sirkulasi, memodulasi sintesis dan mencari dosis yang cocok dan lebih besar.
penglepasan mediator inflamasi dan sitokin, mengurangi Konsolidasi: Bila penyakit sudah menunjukkan perbaikan,
ekspresi reseptor sitokin, menginduksi kematian limfosit, dosis terbagi dapat dijadikan dosis tunggal pagi hari. Bila
memodifikasi inter-aksi antar sel imunokompeten(1,3,7,12,13). perbaikan menetap atau gejala menghilang, dosis selanjutnya
dikurangi.
Efek terhadap mediator inflamasi Tapering off: Dosis diturunkan, bila mungkin sampai
Produksi dan fungsi imunoglobulin: KS menekan produksi dihentikan. Banyak dokter yang menurunkan terlalu cepat lalu
imunoglubulin terutama IgG, IgA, IgE yang terjadi maksimal perlahan. Beberapa dokter tidak melakukan tapering off tetapi
2-4 minggu setelah pemberiannya, kembali ke semula setelah menghentikan dengan mendadak yang dapat menimbulkan
KS dihentikan. KS mengurangi produksi mediator inflamasi kembalinya inflamasi dan fenomena rebound sehingga dosis
(prostaglandin. leukotrin, tromboksan dan platelet activating harus dimulai lagi seperti semula. Pemakaian kurang dari satu
factor), mencegah produksi dan penglepasan histamin pada minggu tidak memerlukan tapering off, yang kurang dari satu
basofil dan sel mast, menghambat produksi berbagai sitokin, bulan diturunkan 2,5-5mg/hari, sedangkan pemakaian lebih
KS terlihat bekerja pada banyak tahap inflamasi dengan efek dari satu bulan diturunkan lebih perlahan misalnya 2,5 mg

Cermin Dunia Kedokteran No. 150, 2006 43


setiap 2-3 minggu. Bila sudah mencapai 7 mg penurunan lebih perdarahan di bawah kulit, juga luka/borok sukar sembuh
kecil lagi misalnya 1 mg setiap 2-4 minggu. karena penghambatan pembentukan jaringan granulasi (efek
katabolik).
10.000 f) Diabetogen
Neutr
5000
ofil Penurunan toleransi glukosa dapat menimbulkan
4000
hiperglikemia menyebabkan munculnya atau memperhebat
3000
diabetes. Penyebabnya adalah stimulasi pembentukan glukosa
berlebihan dalam hati.
Sel/mm3 (log)

2000 t
fo s i g) Imunosupresi
L im
Jumlah serta aktivitas limfosit B, limfosit T dan makrofag
1000
dikurangi, pada dosis amat tinggi juga produksi antibodi.
500
Efeknya adalah turunnya sistem imun dan tubuh menjadi lebih
fil peka terhadap infeksi oleh jasad-jasad renik. TBC dan infeksi
in o
400 Eos
s it parasit dapat diaktifkan, begitu pula tukak lambung usus
300 no
Mo dengan risiko meningkatnya perdarahan dan perforasi.
200

2. Efek mineralokortikoid berupa:


100 Basofil
a) Hipokalemi akibat kehilangan kalium melalui urin.
10
b) Edema dan berat badan meningkat karena retensi garam
0 2 4 6 8 12 14 16 18 20 22 24
Waktu setelah pemberian glukokortikoid (jam) dan air, juga risiko hipertensi dan gagal jantung.

Gambar 2. Perubahan jumlah sel pada pemberian glukokortikoid(13) 3. Efek-efek umumnya adalah:
a) Efek sentral (atas SSP) berupa gelisah, rasa takut, sukar
Dosis perawatan: Pada beberapa kondisi, KS tidak tidur, depresi dan psikosis. Euforia dengan ketergantungan fisik
mungkin dihentikan karena akan menimbulkan kekambuhan. dapat pula terjadi.
Maka dianjurkan untuk memberikan dosis sekecil mungkin b) Efek androgen, seperti akne, hirsutisme dan gangguan
yang efektif sekali pada pagi hari. Hal tersebut akan haid.
mempertahankan ritme diurnal dan meminimalkan supresi c) Katarak dan kenaikan tekanan intraokuler, juga bila
sumbu HPA. digunakan sebagai tetes mata, risiko glaukoma meningkat.
Efek samping kortisol terutama tampak pada penggunaan d) Bertambahnya sel-sel darah: eritrositosis dan granulo-
lama dengan dosis tinggi, yakni lebih dari 50 mg sehari atau sitosis.
dosis setara dari derivat sintesisnya. Ada tiga kelompok efek e) Bertambahnya napsu makan dan berat badan.
samping, berdasarkan khasiat faali pokoknya, yakni efek f) Reaksi hipersensitivitas.
glukokortikoid, mineralokortikoid serta efek umum(1,4,8).
STRATEGI PENGGUNAAN KS(1,8,12).
1. Efek glukokortikoid yang terpenting berupa: Aplikasi topikal
a) Gejala Cushing. Terapi topikal adalah cara untuk mengantarkan dosis
Sindrom Cushing sering disebabkan oleh suatu tumor di tinggi KS ke permukaan jaringan inflamasi. Telah tersedia
hipofisis dan hiperproduksi ACTH. Gejala utamanya adalah berbagai preparat topikal terhadap setiap permukaan tubuh
retensi cairan di jaringan-jaringan yang menyebabkan naiknya yang kontak dengan dunia luar seperti paru, hidung, kulit,
berat badan dengan pesat, wajah menjadi tembem dan bundar mata, telinga dan saluran cerna. Pemberian topikal dapat
(moon face), adakalanya kaki-tangan gemuk (bagian atas). menggantikan pemberian sistemik sehingga KS dalam dosis
Selain itu, terjadi penumpukan lemak di bahu dan tengkuk. besar diberikan langsung ke tempat inflamasi dengan absorpsi
Kulit menjadi tipis, lebih mudah terluka dan timbul garis minimal.
kebiru-biruan (striae). Meskipun demikian KS topikal belum dapat mengeliminir
b) Atrofi dan kelemahan otot (myopathy steroid) keperluan KS sistemik, harganya mahal dan sebenarnya juga
Khususnya mengenai anggota badan dan bahu, lebih sering mempunyai efek samping. Berbagai usaha telah dilakukan
terjadi pada hidrokortison daripada derivat sintesisnya. untuk membuat molekul KS lebih lipofilik dan mempunyai
c) Osteoporosis (rapuh tulang) karena menyusutnya tulang afinitas besar terhadap KS-R dibanding dengan KS sistemik.
dan risiko besar fraktur bila terjatuh. Efek ini terutama pada Mekanisme unik efek anti-inflamasinya belum diteliti
penggunaan lama dari dosis di atas 7,5 mg prednison sehari seluruhnya, tetapi dalam beberapa hal berbeda dari KS sistemik
(atau dosis ekivalen dari glukokortikoid lain), seperti pada sebagai berikut : KS topikal yang diberikan melalui paru,
asma berat. Prevensi efektif dapat dilakukan dengan vitamin hidung dan kulit mencegah baik fase dini maupun fase lambat
D3 + kalsium, masing-masing 500 UI dan 1000 mg sehari. respons alergi, sedang KS sistemik hanya mencegah respons
Senyawa bifosfonat (etidronat, alendronat) dapat digunakan. fase lambat.
d) Menghambat pertumbuhan anak-anak, akibat dipercepat Hal ini mungkin disebabkan karena redistribusi sel mast
nya penutupan epifisis tulang pipa. yang disensitisasi IgE. Pemberian topikal dapat mengurangi
e) Atrofi kulit dengan striae, yakni garis kebiru-biruan akibat dosis sistemik atau menggantikan dosis yang tidak tinggi.

44 Cermin Dunia Kedokteran No. 150, 2006


Meskipun ada perbedaan, diduga mekanisme molekuler dan Tabel 3. Efek samping steroid berdasarkan dosis yang diberikan 13
seluler yang terjadi pada KS sistemik juga terjadi pada KS
Pada pemberian KS yang lama dan menetap
topikal. Sindroma Cushing
Tabel 2. Efek samping steroid berdasarkan kekerapannya(4). Supresi sumbu HPA
Berat meningkat
Sangat sering dan perlu diantisipasi pada semua pasien Gangguan emosi
Napsu makan meningkat Gangguan penyembuhan luka
Obesitas sentripetal Risiko infeksi meningkat
Gangguan penyembuhan luka Hiperkalsiuria
Risiko infeksi meningkat Katabolisme protein meningkat
Supresi sumbu HPA Pada pemberian dosis tinggi yang kumulatif
Gangguan pertumbuhan pada anak-anak Osteoporosis
Osteoporosis Katarak kapsul posterior
Sering terlihat Atrofi kulit
Miopati Gangguan pertumbuhan (pada anak)
Nekrosis avaskuler Aterosklerosis
Hipertensi Eksaserbasi yang disebabkan terapi dengan KS (tergantung dosis)
Edema sekunder Hipertensi
Hiperlipidemia Intoleransi glukosa
Psikosis Tukak lambung
Diabetes melitus Akne vulgaris
Katarak subkapsuler posterior
Kadang-kadang, yang tergantung dosis
Kadang-kadang, tetapi penting diantisipasi sejak awal Nekrosis avaskuler
Glaukoma Miopati
Hipertensi intrakranial benigna Perlemakan hati
Silent intestinal perforation Hirsutisme
Ulkus peptikum
Alkalosis hipokalemi Jarang terlihat, tak terduga
Koma nonketosis hiperosmolar Psikosis
Gastritis hemoragi Lipomatosis
Alergi steroid
Jarang Pseudotumor serebri
Pankreatitis Glaukoma
Hirsutisme Pankreatitis
Panikulitis
Amenore sekunder
Impotensi
KS topikal nasal
Lipomatosis epidural Seperti halnya dengan asma, KS sistemik efektif terhadap
Alergi terhadap steroid sintetik inflamasi hidung. Deksametason yang pertama diberikan dalam
bentuk semprotan telah mengecewakan karena menimbulkan
PENGGUNAAN KS TOPIKAL efek samping sistemik. Obat yang baru menunjukkan afinitas
KS topikal pada asma tinggi terhadap KS-R dan tidak menunjukkan absorpsi sistemik
Di samping pengaruh terhadap redistribusi sel mast, KS pada dosis konvensional (beklometason diproprionat,
yang diberikan per inhalasi juga efektif terhadap inflamasi pada budesonide dan flutikason). Rinitis alergi, rinitis non-alergi
asma, dapat mengurangi jumlah dan aktivasi leukosit di saluran dengan eosinofil (NARES), polip nasal dan sinusitis kronik
napas, mencegah peningkatan eosinofil nokturnal, menurunkan non-infeksi merupakan indikasi untuk penggunaan KS nasal.
hipereaktivitas bronkus dan memperbaiki gejala asma. Pada Respons terbaik ditemukan pada rinitis alergi dan NARES.
asma berat, semprotan KS dapat mengurangi dosis KS oral Sebenarnya KS nasal lebih efektif dibanding dengan
yang diperlukan dan penggunaannya yang teratur dapat antihistamin meskipun antihistamin efeknya segera, sedang KS
mengurangi frekuensi dan berat serangan. memerlukan beberapa hari sebelum perbaikan terlihat. Tidak
Terapi standar asma sekarang ialah penggunaan semprotan seperti paru, organ sasaran dari KS nasal lebih mudah dicapai,
KS dan semprotan β agonis jika perlu (mungkin dengan sehingga teknik penggunaannya tidak sulit.
tambahan KS sistemik selama serangan). Apakah penggunaan
semprotan KS yang lama dapat mengubah riwayat asma KS topikal pada penyakit kulit.
alamiah penting untuk diketahui pada anak. Pada asma anak Preparat KS untuk kulit dapat dibagi dalam 5 kategori:
derajat ringan sedang, penggunaan sodium kromoglikat dan Potensi terendah, rendah, sedang, tinggi dan superpoten. Pada
nedokromil masih dianggap lebih aman. Betametason umumnya, efikasi dan efek samping meningkat seiring dengan
diproprionat, budesonide dan triamsinolon asetonide semua potensi. KS yang superpoten dapat menyebabkan atrofi kulit
efektif, dan belum ada studi untuk membandingkan efeknya. dan dapat menekan sumbu HPA.
Pemberian 4 kali/hari diperlukan untuk mendapatkan hasil Efek seluler utama KS topikal terhadap kulit adalah
optimal (dosis pada asma berat atau selama eksaserbasi). Pada pencegahan atau pengurangan proses inflamasi, penurunan
asma ringan-sedang pemberiannya 2 kali/hari memberikan derajat proliferasi epidermal dan peningkatan diferensiasi
hasil baik. Pada keadaan ideal, hanya 10% dari dosis yang epidermal. Oleh karena itu KS topikal efektif terhadap penyakit
disemprotkan mencapai paru. proliferatif seperti psoriasis dan penyakit inflamasi seperti

Cermin Dunia Kedokteran No. 150, 2006 45


dermatitis atopi, dermatitis kontak, dermatitis stasis dan lebih panjang, juga tidak diikat globulin, sehingga cenderung
dermatitis seboroik. lebih sering menimbulkan efek samping di samping miopati.
KS topikal pada penyakit telinga dan mata Terapi pulse
KS topikal untuk jangka waktu pendek pada umumnya Terapi pulse ialah pemberian bolus 100-1000 mg
efektif terhadap penyakit mata seperti iritis, keratitis punktata metilprednisolon atau yang setara setiap hari sampai 3 hari.
superfisial, pemphygoid cicatrical dan konjungtivitis alergi Tindakan tersebut biasanya langsung memberikan perbaikan
(diberikan setelah antihistamin dan anti-inflamasi topikal pada berbagai penyakit autoimun (artritis reumatoid, lupus
alternatif gagal). KS topikal juga digunakan untuk membatasi yang mengancam nyawa, nefritis lupus, serebral lupus dan
inflamasi dari infeksi tertentu seperti blepharokonjungtivitis vaskulitis). Perbaikan dapat dicapai untuk beberapa hari sampai
stafilokokus dan keratitis herpes, meskipun untung-ruginya beberapa bulan. Efek toksik KS pada pemberian tersebut
(risiko infeksi memburuk) perlu dipertimbangkan. Otitis kurang dibanding dengan pemberian KS dengan jumlah yang
eksterna juga memberikan respons baik terhadap KS topikal sama dalam beberapa hari minggu.
meskipun standar regimennya juga menyertakan pemberian KESIMPULAN
antibiotik. KS mempunyai efek poten terhadap banyak komponen
KS oral dari inflamasi dan respons imun. KS menghambat produksi
Pemberian KS oral dengan interval 48 jam memberikan mediator humoral, proliferasi dan aktivasi berbagai sel sistem
keuntungan tidak menimbulkan supresi sumbu HPA. Efek imun. Pada banyak penyakit inflamasi akut, kronis dan
samping seperti sindrom Cushing, supresi pertumbuhan, autoimun KS dapat menyelamatkan nyawa banyak pasien.
obesitas dan infeksi lebih kecil, tetapi osteoporosis dan katarak Sebaliknya pada individu normal atau bila penggunaannya
terjadi pada derajat yang sama dibanding dengan pemberian berlebihan (tidak rasional), KS dapat menimbulkan berbagai
setiap hari. KS yang semula diberikan setiap hari lalu efek samping. Strategi penggunaannya pada dosis besar dan
diturunkan selang sehari memberikan hasil baik pada jangka waktu lama perlu dikuasai dengan baik.
pengobatan sindrom nefrotik, glomerulonefritis, nefritis lupus,
KEPUSTAKAAN
kolitis ulseratif, miastenia gravis, asma, pemfigus vulgaris,
vaskulitis sistemik dan penolakan transplan. 1. Cash JM, Hoffman GS. Glucocorticoid. Dalam: Rich RR, Fleisher TA,
Schwartz BD, Shearer WT, Strober W (eds). Clinical Immunology
Suntikan lokal Principles and Practice. St.Louis. Mosby. 1996; 1947-58.
KS dapat disuntikkan intermiten untuk mengurangi 2. Guyre PM, Munch A. Glucocorticoids. Dalam: Delves PJ, Roitt IM (eds).
Encyclopedia of Immunology. Second Ed. Academic Press Limited.
inflamasi pada satu atau dua sendi. Absorpsi sistemik tidak 1998; 996-1001.
menjadi masalah bila suntikan diberikan 1 kali/bulan. KS 3. Goldstein RA, Bowen Dl, Fauci AS. Adrenal Corticosteroid. Dalam:
diberikan intra-artikuler pada pasien dengan sinovitis yang Gallin Jl, Goldstein IM, Snyderman R (eds). Inflammation: Basic
disertai artritis reumatoid, pirai dan osteoartritis. KS dapat pula Principles and Clinical Correlates. Ed.2 NY. Raven Press. 1992; 1061-82.
4. Goodwin JS. Anti-inflammatory Drugs. Dalam: Stites DP, Terr AI,
disuntikkan untuk mengobati bursitis, epikondilitis dan Parslow TG (eds). Basic & Clinical Immunology. Norwalk: Appleton &
tenosinovitis dan lesi kulit yang refrakter seperti keloid, likhen Lange. 1994; 786-94.
planus, likhen simpleks kronis, psoriasis, lupus diskoid dan 5. Miner JN, Brown M. Glucocorticoid Action. Dalam: Austen KF,
alopesia areata. Burakoff SJ, Rosen FS, Strom TB. Therapeutic Immunology. Second Ed.
Blackwell Science, 2001; 103-16.
KS parenteral 6. Kirou KA, Boumpas DT. Systemic Glucocorticoid Therapy in SLE.
Inflamasi sistemik kadang memerlukan KS intravena/iv Dalam: Dubois’ Lupus Erythematosus. Wallace DJ, Hahn BH (eds).
Lippincott William & Wilkins, 2002; 1173-94.
misalnya bila pasien tidak dapat mentolerir KS oral. Perlu 7. Kimberly RP. Steroid use in Systemic Lupus Erythematosus. Dalam:
diperhatikan bahwa KS oral tidak mahal dan mudah diabsorpsi. Lahita RG (ed). Systemic Lupus Erythematosus. NY: Churchill
KS iv mahal dan lebih sulit pemberiannya. Pemberian 250 mg Livingstone 1992; 907-32.
metilprednisolon tiap 6 jam terbukti memberikan hasil baik. 8. Tjay TH, Rahardja K. ACTH dan Kortikosteroida. Dalam: Obat-obat
Penting, Khasiat, Penggunaan dan Efek-efek Sampingnya. Edisi Kelima.
Regimen lainnya ialah stress dosis yang diberikan kepada PT Elex Media Komputindo. Kelompok Gramedia-Jakarta. 2000; 679-91.
pasien yang sudah mendapat KS yang akan menjalani operasi 9. Fink JN et al. Other Immunologic Diseases. Immunologic Mus-
atau yang tidak dapat minum KS oral, biasanya berupa 100 mg culoskeletal Disorders. Dalam: Medical knowledge Self-Assessment
hidrokortison setiap 8 jam. Pemberian KS im dalam bentuk program in the Subspecialty of Allergy and Immunology. AAAAIC and
ACP 1993; 117-25.
lepas lambat sekali sebulan tidak dianjurkan karena dapat 10. Holgate ST, Church MK. Drugs in Asthma Treatment. Dalam: Holgate
mensupresi sumbu HPA. Di samping itu meskipun jarang, ST, Church MK, Austen KF (eds). Allergy. Mosby-Wolfe, 1995; 15.1-
abses lokal dan nekrosis lemak dapat terjadi. KS oral: Banyak 15.12.
pasien memilih prednison oral, selain absorpsinya baik, 11. Granner DK, Strömstedt PE. Glucocorticoid Hormone Action. Dalam:
Austen KF, Burakoff SJ, Rosen FS, Strom TB (eds). Therapeutic
harganya murah dan masa paruhnya pendek (sekitar 90 menit) Immunology. Oxford: Blackwell Science. 1996; 88-104.
sehingga kadar plasmanya sudah diperoleh dalam beberapa 12. Winkelstein A. Immunosuppressive Therapy. Dalam: Stites DP, Terr AI,
jam. Metilprednisolon lebih mahal tetapi dari segi klinis, 4 mg Parslow TG (eds). Basic & Clinical Immunology. Norwalk. Appleton &
metilprednisolon lebih efektif dibanding dengan 5 mg Lange. 1994; 765-80.
prednison. Hal tersebut disebabkan karena plasmalife 13. Claman HN, Tilles SA. Immunosuppressive and Anti-inflammatory
Actions of Corticosteroids. Dalam: Austin KF, Burakoff SJ, Rosen FS,
metilprednisolon adalah 2 kali prednison. KS lain seperti Strom TB (eds). Therapeutic Immunology. Oxford: Blackwell Science.
triamsinolon dan deksametason memiliki masa paruh yang 1996; 105-17.

46 Cermin Dunia Kedokteran No. 150, 2006


HASIL PENELITIAN

Gambaran Pola Komplikasi Penderita


Hipertensi Yang Dirawat di RSUD Koja
2000-2004
Santoso M, Lyta, Pina
Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UKRIDA / SMF Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Koja

PENDAHULUAN Kebanyakan pasien hipertensi tidak mempunyai gejala


Hipertensi adalah tekanan sistolik >140 mmHg dan spesifik sehingga hanya ditemukan pada saat pemeriksaan fisik.
tekanan diastolik >90 mmHg secara kronik, atau bila pasien Pasien biasanya datang ke dokter karena 3 alasan di bawah ini :
memakai obat antihipertensi. 1. Peningkatan tekanan darah itu sendiri.
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi 2 2. Penyakit vaskular hipertensi.
golongan, yaitu : 3. Penyakit yang menjadi penyebab, dalam hal ini hipertensi
1. Hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak sekunder.
diketahui penyebabnya, disebut juga hipertensi idiopatik.
Meliputi sekitar 95% kasus. GEJALA
2. Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi Gejala yang sering dikeluhkan adalah nyeri kepala,
seperti genetik, lingkungan, hiperaktivitas susunan saraf biasanya hanya pada hipertensi berat, kebanyakan terlokalisir
simpatis, sistem renin-angiotensin, defek dalam ekskresi di daerah oksipital dan hanya muncul pada saat bangun di pagi
natrium, peningkatan Na dan Ca intraseluler dan faktor-faktor hari, dan akan hilang spontan setelah beberapa jam. Keluhan
yang meningkatkan risiko seperti obesitas, alkohol, merokok. lain yang berhubungan dengan peningkatan tekanan darah
3. Hipertensi sekunder atau hipertensi renal. Terdapat pada antara lain: pusing, palpitasi, cepat lemas dan impotensi.
sekitar 5% kasus. Penyebab spesifiknya diketahui seperti Keluhan lain yang menunjukkan penyakit vaskular termasuk di
penggunaan estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vaskular renal, antaranya adalah epistaksis, hematuri, penglihatan kabur(2).
hiperaldosteronisme primer dan sindrom Cushing,
feokromositoma, koarktasio aorta, hipertensi yang KOMPLIKASI
berhubungan dengan kehamilan dan lain-lain.(3,4) Kebanyakan pasien hipertensi meninggal akibat penyakit
jantung, stroke dan/atau gagal ginjal, selain itu juga dapat
Tabel I. Klasifikasi tekanan darah untuk dewasa diatas 18 tahun ditemukan komplikasi retinopati.
1. Komplikasi jantung
Klasifikasi Tekanan Sistolik dan Jantung mengalami peningkatan kerja akibat peningkatan
Tekanan Darah Diastolik (mmHg) tekanan darah sistemik mengakibatkan hipertrofi ventrikel kiri.
Normal <120 dan <80 Kemudian katup akan mengalami kemunduran fungsi, dilatasi
Prehipertensi 120-139 atau 80-89 kavitas, sehingga gejala dan tanda gagal jantung akan muncul.
Hipertensi Stadium I 2. Komplikasi neurologi
Hipertensi Stadium II 140-159 atau 90-99 Dibagi menjadi retinal dan sistem saraf pusat. Disfungsi
>160 atau >100 sistem saraf pusat sering muncul pada pasien hipertensi, sakit
* Sumber JNC VII 2003
kepala oksipital pada pagi hari, pusing, vertigo, tinitus
JNC 7 (the Seventh US National Committee on Prevention, disebabkan oleh pembuluh darah yang macet, perdarahan dan
Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure) encephalopati. Selain itu hipertensi merupakan faktor risiko
mempublikasikan klasifikasi baru (2003) yang membatasi utama gangguan peredaran darah otak (stroke).
tekanan darah normal ialah sistolik di bawah 120 mmHg dan 3. Komplikasi ginjal
diastolik di bawah 80 mmHg, dan menambahkan satu kategori Yang sering terjadi adalah penurunan Glomerular
baru yakni "prehipertensi" jika tekanan sistolik antara 120 dan Filtration Rate (GFR) dan disfungsi tubular, proteinuri dan
139 atau tekanan diastolik di antara 80 dan 89 mmHg. Strategi hematuri mikroskopik (10%) . Kematian pada hipertensi dapat
pencegahan direkomendasikan pada populasi ini(1). berasal dari gagal ginjal(2).

Cermin Dunia Kedokteran No. 150, 2006 47


PENATALAKSANAAN Terapi obat
Target terapi antihipertensi adalah menurunkan morbiditas Beberapa obat yang dapat menurunkan tekanan darah
dan mortalitas penyakit kardiovaskuler dan penyakit ginjal antara lain adalah sebagai berikut(1).
serta menurunkan tekanan darah di bawah 140/90 mmHg. Pada 1. Angiotensin Converting Enzyme (ACE) Inhibitor.
pasien hipertensi dengan diabetes dan penyakit ginjal, target 2. Angiotensin reseptor blockers (ARBs)
tekanan darah harus di bawah 130/80 mmHg. 3. Beta Blocker.
4. Calcium Channel Blockers (CCBs), dan
Modifikasi gaya hidup 5. Diuretik Thiazide
Yang utama adalah menurunkan berat badan pada pasien
kelebihan berat badan atau obesitas, pembatasan garam,
aktivitas fisik dan menghindari konsumsi alkohol(1,6).

Tabel II. Penatalaksanaan tekanan darah pada orang dewasa umur >18 tahun

Klasifikasi Modifikasi Terapi Obat


Tekanan Darah Gaya Hidup Tanpa Indikasi Dengan Indikasi
Normal Dianjurkan - -
Tidak memerlukan terapi obat anti Obat untuk indikasinya
Prehipertensi Ya
hipertensi
Diuretik jenis tiazid, boleh juga Obat untuk indikasinya
Hipertensi
Ya dengan ACE Inhibitor, ARB, Beta Antihipertensi tipe lain (diuretik, ACE
Stadium I
Blocker, CCB atau kombinasi inhibitor, ARB, Beta blocker, CCB)
Kombinasi 2 obat (biasanya thiazid Obat untuk indikasinya
Hipertensi
Ya dengan ACE Inhibitor, ARB atau Antihipertensi tipe lain (diuretik, ACE
Stadium II
Beta Blocker, atau CCB) inhibitor, ARB, Beta blocker, CCB)
*Sumber JNC 7 2003, American Medical Association

Tabel III. Sebaran responden berdasarkan variabel yang diteliti (Tahun 2000-2004)

Frekuensi Jumlah Persentase (%)


Kelompok
2000 2001 2002 2003 2004 2000 2001 2002 2003 2004
Usia
- <55 thn 51 39 34 49 20 150 114 100 144 58,5
- >55 thn 43 20 20 42 22 126, 58,8 58,8 123 64,7
Jenis Kelamin
- Laki-laki 33 25 16 26 2 97 73,5 47 76,4 5,88
- Perempuan 61 34 38 65 40 179 100 111 191 117
Nonkomplikasi 14 10 6 27 6 41,1 29,4 17,6 79,4 17,6
Komplikasi:
*Mata 2 1 2 1 1 5,88 2,94 5,88 2,94 2,94
*Epistaksis 8 2 - 1 1 23,5 5,88 - 2,94 2,94
*Saraf : 9 2 1 9 2 26,4 5,88 2,94 26,4 5,88
- TIA 1 - - - - 2,94 - - - -
- Stroke 2 - 1 4 1 5,88 - 2,94 11,7 2,94
- Cephalgia 4 2 - 3 1 11,7 5,88 - 8,82 2,94
- Vertigo - - - 2 - - - - 5,88 -
*Jantung : 15 7 18 14 13 44,1 20,8 52,9 41,1 38,28,8
- DC 6 5 6 5 3 17,6 14,7 17,6 14,7 2
- HHD 2 - 4 4 1 5,88 - 11,7 11,7 2,94
- Aritmia cordis 2 - 2 1 - 5,88 - 5,88 2,94 -
- Sinus - - 3 1 1 - - 8,82 2,94 2,94
takikardi 5 2 3 2 3 14,7 5,88 8,82 5,88 8,82
-Cardiomegali - - - 1 3 - - - 2,94 8,82
- PJK - - 3 - 2 - - 8,82 - 5,88
- Iskhemic 13 19 12 23 6 38,2 55,8 35,2 67,6 17,6
*Ginjal: 8 15 10 13 4 23,5 44,1 29,4 38,2 11,7
- CKD 3 3 1 1 2 8,82 8,82 2,94 2,94 5,88
- Renal insuf 2 1 - 1 - 5,88 2,94 - 2,94 -
- GNA - - 1 2 - - - 2,94 5,88 -
-Urolithiasis - - - 1 - - - - 2,94 -
- Nephropathy 8 7 4 2 3 23,5 20,5 11,7 5,88 8,82
*Metabolik: 15 11 11 14 8 44,1 32,3 32,3 41,1 23,5
*Kombinasi
Total : 340

48 Cermin Dunia Kedokteran No. 150, 2006


HASIL PENELITIAN Gagal ginjal sering dijumpai sebagai komplikasi hipertensi
Pembahasan yang lama dan pada proses akut seperti pada hipertensi
Berdasarkan hasil penelitian di tahun 2000-2003, maligna.Pada hipertensi maligna yang berkomplikasi ke retina,
prevalensi pada usia <55 tahun lebih banyak daripada terjadi kerusakan sel endothelial yang akan menimbulkan
prevalensi pada usia >55 tahun. Sedangkan mulai tahun 2004, obiterasi atau robeknya retina. Hal ini dapat diperiksa melalui
prevalensi usia >55 tahun lebih banyak dibanding <55 tahun. funduskopi.
Didapatkan pula dari 2000-2004 lebih banyak wanita dibanding Gangguan ginjal dapat berupa nekrosis fibrinoid pembuluh
pria. Apakah berkaitan dengan hormonal, mekanismenya aferen dan penebalan intima pada arteri interlobularis yang
belum jelas sampai saat ini(2). Pada pasien yang dirawat dapat menimbulkan nekrosis kapiler glomerulus. Usaha
ditemukan gejala subyektif yaitu pusing, cepat marah, telinga penurunan tekanan darah yang cepat pada hipertensi maligna,
berdenging, rasa berat di tengkuk, mata berkunang-kunang, dapat menurunkan perfusi ginjal sehingga akan terjadi
sukar tidur, dan sakit kepala. gangguan fungsi ginjal .
Komplikasi yang sering dijumpai adalah komplikasi pada
mata, epistaksis, saraf (sefalgi), jantung (payah jantung), ginjal, KESIMPULAN
metabolik (hiperlipidemia), serta kombinasi. Gagal jantung dan Prevalensi hipertensi pada pasien yang dirawat di RSUD
gangguan penglihatan banyak dijumpai pada hipertensi berat Koja (2000-2004) terutama pada usia <55 tahun, pada
atau hipertensi maligna yang umumnya juga disertai oleh perempuan dan lebih banyak yang mengalami komplikasi .
gangguan fungsi ginjal sampai gagal ginjal. Pada hipertensi
ringan dan sedang komplikasi yang terjadi adalah pada mata, KEPUSTAKAAN
ginjal, jantung dan otak. Pada mata berupa perdarahan retina, 1. American Medical Association . JNC 7, 2003.
gangguan penglihatan sampai kebutaan. 2. Kasper DL, Fauci AS, Lonjo DL, Braunnwald E, Hauser SL, Jameson JL:
Harrison's Principles Of Internal Medicine, 16 th ed, Mc Graw Hill
Gagal jantung merupakan kelainan yang sering ditemukan Medical Publishing Division, 2005
pada hipertensi berat di samping kelainan koroner dan miokard. 3. Mansjoer A, Suprohalita, Wardhani WL, Setiowulan W: Kapita Selekta
Pada otak sering terjadi pendarahan yang disebabkan oleh Kedokteran, Jakarta, Media Aaesculapius FKUI, 2001
pecahnya mikroanerisma. Kelainan lain yang dapat terjadi 4. Noer MS: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi Ketiga, Jilid kedua,
Balai Penerbit FKUI, 2003.
adalah proses tromboemboli dan serangan iskemi otak 5. Wawolumaya.C, Survei Epidemiologi Sederhana, Seri No.1, 2001.
sementara (transient ischemic attack). 6. www.medical practice.com/hypertension

A Fool may make money, but it takes a wise men to spend it

Cermin Dunia Kedokteran No. 150, 2006 49


TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Sindrom Nefrotik
Patogenesis dan Penatalaksanaan
Carta A. Gunawan
Bagian/ SMF Ilmu Penyakit Dalam
Program Pendidikan Dokter Spesialis Universitas Mulawarman / RSUD A.Wahab Sjahranie Samarinda

PENDAHULUAN PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI


Sindrom nefrotik (SN) adalah sekumpulan manifestasi Pemahaman patogenesis dan patofisiologi sangat penting
klinis yang ditandai oleh proteinuria masif (lebih dari 3,5 dan merupakan pedoman pengobatan rasional untuk sebagian
g/1,73 m2 luas permukaan tubuh per hari), hipoalbuminemia besar pasien SN(1).
(kurang dari 3 g/dl), edema, hiperlipidemia, lipiduria,
hiperkoagulabilitas(1-3). Berdasarkan etiologinya, SN dapat Proteinuri
dibagi menjadi SN primer (idiopatik) yang berhubungan Proteinuri merupakan kelainan dasar SN. Proteinuri
dengan kelainan primer glomerulus dengan sebab tidak sebagian besar berasal dari kebocoran glomerulus (proteinuri
diketahui dan SN sekunder yang disebabkan oleh penyakit glomerular) dan hanya sebagian kecil berasal dari sekresi
tertentu(1,2). Saat ini gangguan imunitas yang diperantarai oleh tubulus (proteinuri tubular)(1). Perubahan integritas membrana
sel T diduga menjadi penyebab SN. Hal ini didukung oleh basalis glomerulus menyebabkan peningkatan permeabilitas
bukti adanya peningkatan konsentrasi neopterin serum dan glomerulus terhadap protein plasma dan protein utama yang
rasio neopterin/kreatinin urin serta peningkatan aktivasi sel T diekskresikan dalam urin adalah albumin(2).
dalam darah perifer pasien SN yang mencerminkan kelainan Derajat proteinuri tidak berhubungan langsung dengan
imunitas yang diperantarai sel T(4). keparahan kerusakan glomerulus(9). Pasase protein plasma yang
Kelainan histopatologi pada SN primer meliputi nefropati lebih besar dari 70 kD melalui membrana basalis glomerulus
lesi minimal,nefropati membranosa, glomerulo-sklerosis fokal normalnya dibatasi oleh charge selective barrier (suatu
segmental, glomerulonefritis membrano-proliferatif(2,5,6). polyanionic glycosaminoglycan) dan size selective barrier(3).
Penyebab SN sekunder sangat banyak, di antaranya penyakit Pada nefropati lesi minimal, proteinuri disebabkan terutama
infeksi, keganasan, obat-obatan, penyakit multisistem dan oleh hilangnya charge selectivity sedangkan pada nefropati
jaringan ikat, reaksi alergi, penyakit metabolik, penyakit membranosa disebabkan terutama oleh hilangnya size
herediter-familial, toksin, transplantasi ginjal, trombosis vena selectivity(10).
renalis, stenosis arteri renalis, obesitas massif(1,2). Di klinik
(75%-80%) kasus SN merupakan SN primer (idiopatik)(1). Pada Hipoalbuminemi
anak-anak (< 16 tahun) paling sering ditemukan nefropati lesi Hipoalbuminemi disebabkan oleh hilangnya albumin
minimal (75%-85%) dengan umur rata-rata 2,5 tahun, 80% < 6 melalui urin dan peningkatan katabolisme albumin di ginjal(2).
tahun saat diagnosis dibuat dan laki-laki dua kali lebih banyak Sintesis protein di hati biasanya meningkat (namun tidak
daripada wanita. Pada orang dewasa paling banyak nefropati memadai untuk mengganti kehilangan albumin dalam urin),
membranosa (30%-50%), umur rata-rata 30-50 tahun dan tetapi mungkin normal atau menurun(1,10).
perbandingan laki-laki dan wanita 2 : 1(2,3,6,7). Kejadian SN
idiopatik 2-3 kasus/100.000 anak/tahun sedangkan pada Hiperlipidemi
dewasa 3/1000.000/tahun(8). Sindrom nefrotik sekunder pada Kolesterol serum, very low density lipoprotein (VLDL),
orang dewasa terbanyak disebabkan oleh diabetes mellitus(2,3). low density lipoprotein (LDL), trigliserida meningkat
Pada SN primer ada pilihan untuk memberikan terapi sedangkan high density lipoprotein (HDL) dapat meningkat,
empiris atau melakukan biopsi ginjal untuk mengidentifikasi normal atau menurun. Hal ini disebabkan peningkatan sintesis
lesi penyebab sebelum memulai terapi. Selain itu terdapat lipid di hepar dan penurunan katabolisme di perifer (penurunan
perbedaan dalam regimen pengobatan SN dengan respon terapi pengeluaran lipoprotein, VLDL, kilomikron dan intermediate
yang bervariasi dan sering terjadi kekambuhan setelah terapi density lipoprotein dari darah)(1,2). Peningkatan sintesis
dihentikan. Berikut akan dibahas patogenesis/patofisiologi dan lipoprotein lipid distimulasi oleh penurunan albumin serum dan
penatalaksanaan SN. penurunan tekanan onkotik(1,3,10).

50 Cermin Dunia Kedokteran No. 150, 2006


Lipiduri glomerulosklerosis fokal segmental sampai 40% pasien
Lemak bebas (oval fat bodies) sering ditemukan pada memberi respon yang baik terhadap steroid dengan remisi
sedimen urin. Sumber lemak ini berasal dari filtrat lipoprotein lengkap(16). Schieppati dan kawak(18) menemukan bahwa pada
melalui membrana basalis glomerulus yang permeabel(1). kebanyakan pasien nefropati membranosa idiopatik, dengan
terapi simptomatik fungsi ginjalnya lebih baik untuk jangka
Edema waktu lama dan dapat sembuh spontan. Oleh karena itu mereka
Dahulu diduga edema disebabkan penurunan tekanan tidak mendukung pemakaian glukokortikoid dan
onkotik plasma akibat hipoalbuminemi dan retensi natrium imunosupresan pada nefropati jenis ini.
(teori underfill)(1,3). Hipovolemi menyebabkan peningkatan Regimen penggunaan kortikosteroid pada SN bermacam-
renin, aldosteron, hormon antidiuretik dan katekolamin plasma macam, di antaranya prednison 125 mg setiap 2 hari sekali
serta penurunan atrial natriuretic peptide (ANP)(11). Pemberian selama 2 bulan kemudian dosis dikurangi bertahap dan
infus albumin akan meningkatkan volume plasma, dihentikan setelah 1-2 bulan jika relaps, terapi dapat diulangi(17)
meningkatkan laju filtrasi glomerulus dan ekskresi fraksional Regimen lain pada orang dewasa adalah prednison/prednisolon
natrium klorida dan air yang menyebabkan edema 1-1,5 mg/kg berat badan/hari selama 4 minggu diikuti 1 mg/kg
berkurang(12). Peneliti lain mengemukakan teori overfill. Bukti berat badan selang 1 hari selama 4 minggu. Sampai 90%
adanya ekspansi volume adalah hipertensi dan aktivitas renin pasien akan remisi bila terapi diteruskan sampai 20-24
plasma yang rendah serta peningkatan ANP(3). minggu(7) namun 50% pasien akan mengalami kekambuhan
Beberapa penjelasan berusaha menggabungkan kedua teori setelah kortikosteroid dihentikan(7,9). Hopper(19) menggunakan
ini, misalnya disebutkan bahwa pembentukan edema dosis 100 mg per 48 jam. Jika tidak ada kemajuan dalam 2-4
merupakan proses dinamis. Didapatkan bahwa volume plasma minggu, dosis dinaikkan sampai 200 mg per 48 jam dan
menurun secara bermakna pada saat pembentukan edema dan dipertahankan sampai proteinuri turun hingga 2 gram atau
meningkat selama fase diuresis(12). kurang per 24 jam, atau sampai dianggap terapi ini tidak ada
manfaatnya. Pada anak-anak diberikan prednison 60 mg/m2
Hiperkoagulabilitas luas permukaan tubuh atau 2 mg/kg berat badan/hari selama 4
Keadaan ini disebabkan oleh hilangnya antitrombin (AT) minggu, diikuti 40 mg/m2 luas permukaan tubuh setiap 2 hari
III, protein S, C dan plasminogen activating factor dalam urin selama 4 minggu(7).
dan meningkatnya faktor V, VII, VIII, X, trombosit, fibrinogen, Respon klinis terhadap kortikosteroid dapat dibagi menjadi
peningkatan agregasi trombosit, perubahan fungsi sel endotel remisi lengkap, remisi parsial dan resisten(1,15). Dikatakan
serta menurunnya faktor zimogen (faktor IX, XI)(2,3,10,13,14). remisi lengkap jika proteinuri minimal (< 200 mg/24 jam),
Kerentanan terhadap infeksi albumin serum >3 g/dl, kolesterol serum < 300 mg/dl, diuresis
Penurunan kadar imunoglobulin Ig G dan Ig A karena lancar dan edema hilang. Remisi parsial jika proteinuri <3,5
kehilangan lewat ginjal, penurunan sintesis dan peningkatan g/hari, albumin serum >2,5 g/dl, kolesterol serum <350 mg/dl,
katabolisme menyebabkan peningkatan kerentanan terhadap diuresis kurang lancar dan masih edema. Dikatakan resisten
infeksi bakteri berkapsul seperti Streptococcus pneumonia, jika klinis dan laboratoris tidak memperlihatkan perubahan atau
Klebsiella, Haemophilus(2,3,7) Pada SN juga terjadi gangguan perbaikan setelah pengobatan 4 bulan dengan kortikosteroid.
imunitas yang diperantarai sel T. Sering terjadi Pemberian kortikosteroid memberi remisi lengkap pada 67%
bronkopneumoni dan peritonitis(2). kasus SN nefropati lesi minimal, remisi lengkap atau parsial
pada 50% SN nefropati membranosa dan 20%-40% pada
DIAGNOSIS glomerulosklerosis fokal segmental(20). Perlu diperhatikan efek
Diagnosis SN dibuat berdasarkan gambaran klinis dan samping pemakaian kortikosteroid jangka lama di antaranya
pemeriksaan laboratorium berupa proteinuri masif (> 3,5 g/1,73 nekrosis aseptik, katarak, osteoporosis, hipertensi, diabetes
m2 luas permukaan tubuh/hari), hipoalbuminemi (<3 g/dl), melitus(6).
edema, hiperlipidemi, lipiduri dan hiperkoagulabilitas.2,11 Pada pasien yang tidak responsif terhadap kortikosteroid,
Pemeriksaan tambahan seperti venografi diperlukan untuk untuk mengurangi proteinuri digunakan terapi simptomatik
menegakkan diagnosis trombosis vena yang dapat terjadi akibat dengan angiotensin converting enzyme inhibitor (ACEI), misal
hiperkoagulabilitas. Pada SN primer untuk menentukan jenis kaptopril atau enalapril dosis rendah, dan dosis ditingkatkan
kelainan histopatologi ginjal yang menentukan prognosis dan setelah 2 minggu, atau obat antiinflamasi non-steroid (OAINS),
respon terhadap terapi, diperlukan biopsi ginjal(2,11). misal indometasin 3x50mg(3,21,22). Angiotensin converting
enzyme inhibitor mengurangi ultrafiltrasi protein glomerulus
PENATALAKSANAAN dengan menurunkan tekanan intrakapiler glomerulus dan
Penatalaksanaan SN meliputi terapi spesifik untuk memperbaiki size selective barrier glomerulus(23). Efek
kelainan dasar ginjal atau penyakit penyebab (pada SN antiproteinurik obat ini berlangsung lama (kurang lebih 2 bulan
sekunder), mengurangi atau menghilangkan proteinuria, setelah obat dihentikan)(23,24). Angiotensin receptor blocker
memperbaiki hipoalbuminemi serta mencegah dan mengatasi (ARB) ternyata juga dapat memperbaiki proteinuri karena
penyulit(1,7). Nefropati lesi minimal dan nefropati membranosa menghambat inflamasi dan fibrosis interstisium, menghambat
adalah dua kelainan yang memberikan respon terapi yang baik pelepasan sitokin, faktor pertumbuhan, adesi molekul akibat
terhadap steroid(16,17). Peneliti lain menemukan bahwa pada kerja angiotensin II lokal pada ginjal(25). Kombinasi ACEI dan

Cermin Dunia Kedokteran No. 150, 2006 51


ARB dilaporkan memberi efek antiproteinuri lebih besar pada pasien SN dengan berbagai lesi histopatologi mendapatkan
glomerulonefritis primer dibandingkan pemakaian ACEI atau angka remisi lengkap 15,6% dan remisi parsial 37,8 %. Dosis
ARB saja(26,27). Obat antiinflamasi non-steroid dapat digunakan MMF adalah 2 x 0,5-1 gram.
pada pasien nefropati membranosa dan glomerulosklerosis Diet untuk pasien SN adalah 35 kal/kgbb./hari, sebagian
fokal segmental untuk menurunkan sintesis prostaglandin. besar terdiri dari karbohidrat(10). Dianjurkan diet protein normal
Hal ini menyebabkan vasokonstriksi ginjal, penurunan 0,8-1 g/kgbb./hari(2,3). Giordano dkk (31) memberikan diet protein
tekanan kapiler glomerulus, area permukaan filtrasi dan 0,6 g/kgbb./hari ditambah dengan jumlah gram protein sesuai
mengurangi proteinuria sampai 75%(21,22). Selain itu OAINS jumlah proteinuri hasilnya proteinuri berkurang, kadar albumin
dapat mengurangi kadar fibrinogen, fibrin-related antigenic darah meningkat dan kadar fibrinogen menurun. Untuk
dan mencegah agregasi trombosit(2). Namun demikian perlu mengurangi edema diberikan diet rendah garam (1-2 gram
diperhatikan bahwa OAINS menyebabkan penurunan progresif natrium/hari) disertai diuretik (furosemid 40 mg/hari atau
fungsi ginjal pada sebagian pasien(20). Obat ini tidak boleh golongan tiazid) dengan atau tanpa kombinasi dengan
diberikan bila klirens kreatinin < 50 ml/menit(28). potassium sparing diuretic (spironolakton)(2,3).
Pada pasien yang sering relaps dengan kortikosteroid atau Pada pasien SN dapat terjadi resistensi terhadap diuretik
resisten terhadap kortikosteroid dapat digunakan terapi lain (500 mg furosemid dan 200 mg spironolakton). Resistensi
dengan siklofosfamid atau klorambusil. Siklofosfamid memberi terhadap diuretik ini bersifat multifaktorial. Diduga
remisi yang lebih lama daripada kortikosteroid (75% selama 2 hipoalbuminemi menyebabkan berkurangnya transportasi obat
tahun) dengan dosis 2-3 mg/kg bb./hari selama 8 minggu(6,16,18) ke tempat kerjanya, sedangkan pengikatan oleh protein urin
Efek samping siklofosfamid adalah depresi sumsum tulang, bukan merupakan mekanisme utama resistensi ini(32). Pada
infeksi, alopesia, sistitis hemoragik dan infertilitas bila pasien demikian dapat diberikan infus salt-poor human
diberikan lebih dari 6 bulan(6). Klorambusil diberikan dengan albumin(1,12). Dikatakan terapi ini dapat meningkatkan volume
dosis 0,1-0,2 mg/kg bb./hari selama 8 minggu(6). Efek samping plasma, meningkatkan laju filtrasi glomerulus, aliran urin dan
klorambusil adalah azoospermia dan agranulositosis(6). ekskresi natrium(12). Namun demikian infus albumin ini masih
Ponticelli dan kawan-kawan(29) menemukan bahwa pada diragukan efektivitasnya karena albumin cepat diekskresi lewat
nefropati membranosa idiopatik, kombinasi metilprednisolon urin, selain itu dapat meningkatkan tekanan darah dan bahkan
dan klorambusil selama 6 bulan menginduksi remisi lebih awal edema paru pada pasien hipervolemi(3).
dan dapat mempertahankan fungsi ginjal dibandingkan dengan Hiperlipidemi dalam jangka panjang meningkatkan risiko
metilprednisolon sendiri, namun perbedaan ini berkurang terjadinya aterosklerosis dini(14,33). Untuk mengatasi
sesuai dengan waktu (dalam 4 tahun perbedaan ini tidak hiperlipidemi dapat digunakan penghambat hidroxymethyl
bermakna lagi). Regimen yang digunakan adalah glutaryl co-enzyme A (HMG Co-A) reductase yang efektif
metilprednisolon 1 g/hari intravena 3 hari, lalu 0,4 mg/kg/hari menurunkan kolesterol plasma. Obat golongan ini dikatakan
peroral selama 27 hari diikuti klorambusil 0,2 mg/kg/hari 1 paling efektif dengan efek samping minimal(20,34). Gemfibrozil,
bulan berselang seling. Alternatif lain terapi nefropati bezafibrat, klofibrat menurunkan secara bermakna kadar
membranosa adalah siklofosfamid 2 mg/kg/hari ditambah 30 trigliserid dan sedikit menurunkan kadar kolesterol(24).
mg prednisolon tiap 2 hari selama beberapa bulan ( maksimal 6 Klofibrat dapat toksis pada kadar biasa karena kadar klofibrat
bulan)(20) levamisol suatu obat cacing, dapat digunakan untuk bebas yang meningkat menyebabkan kerusakan otot dan gagal
terapi SN nefropati lesi minimal pada anak-anak dengan dosis ginjal akut(28). Probukol menurunkan kadar kolesterol total dan
2,5mg/kg bb. tiap 2 hari sekurang-kurangnya 112 hari. Efek kolesterol LDL, tetapi efeknya minimal terhadap trigliserid.
samping yang jarang terjadi adalah netropeni, trombositopeni Asam nikotinat (niasin) dapat menurunkan kolesterol dan lebih
dan skin rash(6) efektif jika dikombinasi dengan gemfibrozil(14,33). Kolestiramin
Siklosporin A dapat dicoba pada pasien yang relaps setelah dan kolestipol efektif menurunkan kadar kolesterol total dan
diberi siklofosfamid atau untuk memperpanjang masa remisi kolesterol LDL, namun obat ini tidak dianjurkan karena
setelah pemberian kortikosteroid. Dosis 3-5 mg/kg/hari selama efeknya pada absorbsi vitamin D di usus yang memperburuk
6 bulan sampai 1 tahun (setelah 6 bulan dosis diturunkan 25% defisiensi vitamin D pada SN(15).
setiap 2 bulan)(6,20). Siklosporin A dapat juga digunakan dalam Untuk mencegah penyulit hiperkoagulabilitas yaitu
kombinasi dengan prednisolon pada kasus SN yang gagal tromboemboli yang terjadi pada kurang lebih 20% kasus SN
dengan kombinasi terapi lain(20). Efek samping obat ini adalah (paling sering pada nefropati membranosa), digunakan
hiperplasi gingival, hipertrikosis, hiperurisemi, hipertensi dan dipiridamol (3 x 75 mg) atau aspirin (100 mg/hari) sebagai anti
nefrotoksis(6,28). agregasi trombosit dan deposisi fibrin/trombus(1,20). Selain itu
Terapi lain yang belum terbukti efektivitasnya adalah obat-obat ini dapat mengurangi secara bermakna penurunan
azatioprin 2-2,5 mg/kg/hari selama 12 bulan(6). Pada kasus SN fungsi ginjal dan terjadinya gagal ginjal tahap akhir(35). Terapi
yang resisten terhadap steroid dan obat imunospresan, saat ini ini diberikan selama pasien mengalami proteinuri nefrotik,
dapat diberikan suatu imunosupresan baru yaitu mycophenolate albumin <2 g/dl atau keduanya(3). Jika terjadi tromboemboli,
mofetil (MMF) yang memiliki efek menghambat proliferasi sel harus diberikan heparin intravena/infus selama 5 hari, diikuti
limfosit B dan limfosit T, menghambat produksi antibodi dari pemberian warfarin oral sampai 3 bulan atau setelah terjadi
sel B dan ekspresi molekul adesi, menghambat proliferasi sel kesembuhan SN. Pemberian heparin dengan pantauan activated
otot polos pembuluh darah(30). Penelitian Choi dkk.(30) pada 46 partial thromboplastin time (APTT) 1,5-2,5 kali kontrol

52 Cermin Dunia Kedokteran No. 150, 2006


sedangkan efek warfarin dievaluasi dengan prothrombin time 8. Ritz E. Pathogenesis of `idiophatic` nephrotic syndrome. N Engl J Med
1991; 330: 61-2.
(PT) yang biasa dinyatakan dengan International Normalized 9. Thomson NM. Managing the patient with proteinuria. Current
Ratio (INR) 2-3 kali normal(36). Therapeutics September 1996: 17-23.
Bila terjadi penyulit infeksi bakterial (pneumonia 10. Kaysen GA. Nephrotic syndrome. In : Glassock RJ (ed). Current Therapy
pneumokokal atau peritonitis) diberikan antibiotik yang sesuai in Nephrology and Hypertension.. St. Louis : Mosby Year Book; 1992. p.
238-45.
dan dapat disertai pemberian imunoglobulin G intravena. 11. Carome MA, Moore J. Nephrotic syndrome in adults. A diagnostic and
Untuk mencegah infeksi digunakan vaksin pneumokokus. management challenge. Post Graduate Medicine August 1992; 92: 209-
Pemakaian imunosupresan menimbulkan masalah infeksi virus 20.
seperti campak, herpes(3). 12. Bichet DG, Schrier RW. Cardiac failure, liver disease and nephrotic
syndrome. In : Schrier RW, Gottschalk CW (Eds). Diseases of the
Penyulit lain yang dapat terjadi di antaranya hipertensi, Kidney. 5th ed. Vol III. Boston : Little, Brown and Co. 1993. p. 2475-81.
syok hipovolemik, gagal ginjal akut, gagal ginjal kronik 13. Song KS, Won DJ, Lee AN, Kim CH, Kim JS. A case of nephrotic
(setelah 5-15 tahun). Penanganan sama dengan penanganan syndrome associated with protein S deficiency and cerebral thrombosis. J
keadaan ini pada umumnya(1) Bila terjadi gagal ginjal kronik, Korean Med Science 1994; 9: 347-50.
14. Kim HJ, Park CH, Kang CM, Park HC. Arterial thrombosis associated
selain hemodialisis, dapat dilakukan transplantasi ginjal. with nephrotic syndrome. J Korean Med Science 1993; 8: 230-4.
Dantal dkk.(37) menemukan pada pasien glomerulo- 15. Massry SG, Kaysen GA, Vaziri ND, Schrier RW, Glassock RJ, Gines P.
sklerosis fokal segmental yang menjalani transplantasi ginjal, The Nephrotic syndrome. In : Massry SG, Glassock RJ (eds). Textbook
15%-55% akan terjadi SN kembali. Rekurensi mungkin of Nephrology. 3rd ed. Vol 1. Baltimore : Williams and Wilkins; 1995. p.
684-98.
disebabkan oleh adanya faktor plasma (circulating factor) atau 16. Mason PD, Pusey CD. Glomerulonephritis : diagnosis and treatment.
faktor-faktor yang meningkatkan permeabilitas glomerulus. BMJ 1994; 309: 1557-63.
Imunoadsorpsi protein plasma A menurunkan ekskresi protein 17. Levey AS, Lau J, Pauker SG, Kassirer JP. Idiopathic nephrotic syndrome.
urin pada pasien SN karena glomerulosklerosis fokal Ann Intern Med 1987; 107: 697-713.
18. Schieppati A, Mosconi L, Perna A et al. Prognosis of untreated patients
segmental, nefropati membranosa maupun SN sekunder karena with idiopathic membranous nephropathy. N Engl J Med 1993; 329: 85-9.
diabetes melitus.37,38 Diduga imunoadsorpsi melepaskan faktor 19. Hopper J. Prednisone in the treatment of idiopathic membranous
plasma yang mengubah hemodinamika atau faktor yang nephropathy. N Engl J Med 1989; 321: 260.
meningkatkan permeabilitas glomerulus(38,39). 20. Kuhn K, Wohrle AH, Vorderbrugge AL, Felten H. Treatment of severe
nephrotic syndrome. Kidney Int 1998; 53 (suppl. 64) : 50-3
21. Meyrier AY. Focal segmental glomerulosclerosis. In : Massry SG,
RINGKASAN Glassock RJ (eds). Textbook of Nephrology. 3rd ed. Vol 1. Baltimore :
Sindrom nefrotik (SN) merupakan sekumpulan manifestasi Williams and Wilkins; 1995. p. 719-26.
klinis yang ditandai oleh proteinuri masif, hipoalbuminemi, 22. Belgiojoso GB, Ferrario F. Membranous glomerulopathy. In : Massry SG,
edema, hiperlipidemi, lipiduri dan hiperkoagulabilitas yang Glassock RJ (Eds). Textbook of Nephrology. 3rd ed. Vol 1. Baltimore :
Williams and Wilkins; 1995. p. 726-34.
disebabkan oleh kelainan primer glomerulus dengan etiologi 23. Ruggenenti P, Mosconi L, Vendramin G et al. ACE inhibition improves
yang tidak diketahui atau berbagai penyakit tertentu. glomerular size selectivity in patients with idiopathic membranous
Pemahaman patogenesis dan patofisiologi merupakan nephropathy and persistent nephrotic syndrome. Am J Kidney Dis 2000;
pedoman pengobatan rasional sebagian besar pasien SN. 35: 381-91.
24. Wilmer WA, Hebert LA, Lewis JE et al. Remission of nephrotic
Penatalaksanaan SN meliputi terapi spesifik untuk kelainan syndrome in type 1 diabetes: long term follow up of patients in the
dasar ginjal atau penyakit penyebab, menghilangkan captopril study. Am J Kidney Dis 1999; 34: 308-14
/mengurangi proteinuria, memperbaiki hipoalbuminemi serta 25. Rice EK, Tesch GH, Cao Z, Cooper ME, et al. Induction of MIF
mencegah dan mengatasi penyulit. synthesis and secretion by tubular epithelial cells : a novel action of
angiotensin II. Kidney Int 2003; 63: 1265-75.
26. Pisoni R, Ruggenenti P, Sangalli F, et al. Effect of high dose ramipril
with or without indomethacin on glomerular selectivity. Kidney Int 2002;
62: 1010-19.
KEPUSTAKAAN
27. Ferrari P, Marti HP, Paester M, Frey FJ. Additive antiproteinuric effect of
combined ACE inhibition and angiotensin II receptor blockade. J
1. Sukandar E, Sulaeman R. Sindroma nefrotik. Dalam : Soeparman, Hypertension 2002; 20: 125-30.
Soekaton U, Waspadji S et al (eds). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Jakarta 28. Ponticelli C, Passerini P. Treatment of the nephrotic syndrome associated
: Balai Penerbit FKUI; 1990. p. 282-305. with primary glomerulonephritis. Kidney Int 1994; 46: 594-604.
2. Burgess DN, Bakris GL. Renal and electrolyte disorders. In : Stein JH 29. Ponticelli C, Zucchelli P, Passerini P, Cesana B. Methylprednisolone plus
(ed). Internal Medicine. Diagnosis and Therapy. Norwalk : Appleton and chlorambucil as compared with methylprednisolone alone for the
Lange; 1993. p. 134-6. treatment of idiopathic membranous nephropathy. N Engl J Med 1992;
3. Orth SR, Ritz E. The nephrotic syndrome. N Engl J Med 1998; 338: 327: 599-603.
1202-10. 30. Choi MJ, Eustace JA, Gimenez LF, et al. Mycophenolate mofetil
4. Oda K, Arai T, Nagase M. Increased serum and urinary neopterin in treatment for primary glomerular diseases. Kidney Int 2002; 61 (3): 1098-
nephrotic syndrome indicate cell-mediated immune dysfunction. Am J 114.
Kidney Dis 1999; 34: 611-7. 31. Giordano M, De Feo P, Lucidi P, et al. Effects of dietary protein
5. Couser WG. Glomerulonephritis. Lancet 1999; 353: 1509-14. restriction on fibrinogen and albumin metabolism in nephritic patients.
6. Neuhaus TJ, Barratt TM. Minimal change disease. In : Massry SG, Kidney Int 2001; 60 (1): 235-42.
Glassock RJ (eds). Textbook of Nephrology. 3rd ed. Vol 1. Baltimore : 32. Agarwal R, Gorski JC, Sundblad K, Brater DC. Urinary protein binding
Williams and Wilkins; 1995. p. 710-18. does not affect response to furosemide in patients with nephrotic
7. Brady HR, O`Meara YM, Brenner BM. The major glomerulopathies. In : syndrome. J Am Soc Nephrol 2000; 11: 1100-5.
Fauci AS, Braunwald E, Isselbacher KJ et al (eds). Harrison`s Principles 33. Groggel GC, Cheung AK, Benigni KE, Wilson DE. Treatment of
of Internal Medicine. 14th ed. Vol 2. New York : McGraw Hill Company; nephrotic hyperlipoproteinemia with gemfibrozil. Kidney Int 1989; 36:
1998. p. 1536-44. 266-271.

Cermin Dunia Kedokteran No. 150, 2006 53


34. Tune BM, Mendoza SA. Treatment of idiopathic nephrotic syndrome : protein excretion in kidney-transplant recipients with recurrent nephrotic
regimens and outcomes in children and adults. J Am Soc Nephrol 1997; syndrome. N Engl J Med 1994; 330; 7-14.
8: 824-32. 38. Savin VJ, Sharma R, Sharma M et al. Circulating factor associated with
35. Hayslett JP. Role of platelets in glomerulonephritis. N Engl J Med 1984; increased glomerular permeability to albumin in recurrent focal
310; 1457-8. segmental glomerulosclerosis. N Engl J Med 1996; 334: 878-83.
36. Maxwell P. Anticoagulant therapy. Medicine 1995 : 531-33. 39. Esnault VLM, Besnier D, Testa A et al. Effect of protein A
37. Dantal J, Bigot E, Bogers W et al. Effect of plasma protein adsorption on immunoadsorption in nephrotic syndrome of various etiologies. J Am Soc
Nephrol 1999; 10: 2014-7.

KALENDER KEGIATAN ILMIAH PERIODE BULAN JANUARI – APRIL 2006

Bulan Tanggal Kegiatan Tempat dan Informasi Acara


Mandarin Oriental Hotel, Kuala Lumpur
International Aesthetic Medicine Conference and Ph. : 603-4041 6336, 4041 0092
13 – 15 Workshop : Latest Innovations in Non-Surgical Aesthetic Facs.: 603-40426970, 40414990
Medicine E-mail : info@saamm
http://www.saamm.com
Hotel Menara Peninsula, Jakarta
Telp. : 021-7230060, 7258135
Recent Advances in Ultrasound 2006 and Ultrasound
27 – 29 Fax. : 021-7268253
Workshop
Januari Email: isum@centrin.net.id, intium@cbn.net.id
http://www.puski.org
Ruangan Pratista, Fakultas Kedokteran Universitas
Workshop Developmental Coordination Disorder
Indonesia, Jakarta
28 (pada Anak Autisme, Hiperaktif dan Kesulitan Belajar)
Telp. : 021- 42883550; 70379504
Assessment and Treatment
Fax. : 021-42883550
Hotel Borobudur, Jakarta
Tlp. : 021-3441008 ext.2426, 3518038
21 – 22 Shock!! From Basic Science to Clinical Management
Fax. : 021-3518038
Email: morzell@hotmail.com
Borobudur Hotel, Jakarta
Pertemuan Ilmiah Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Tlp. : 021-4893536 ; 4890744
10 – 12
(PIPKRA 2006) Fax. : 021-4890744 ; 4705684
E-mail : paru@cbn.net.id
Hotel Sahid Jaya, Makassar
Tlp. : 021-314 3736
16 - 18 Simposium PERDICI : Sepsis Management Fax. : 021-314 3736
E-mail : syafrika@indosat.net.id
http://www.info@perdici.org
Februari Hotel Borobudur, Jakarta
1st International Symposium in Conjunction with Tlp. : 021-3106737/ 70752375
17 – 20 4th International Course on Metabolism & Clinical Fax. : 021-3106443
Nutrition E-mail : cme_fkui@yahoo.com
http://www.cme.fk.ui.ac.id
Simposium dan Kursus Penyegar dan Penambah Ilmu Hotel Sahid Jaya, Jakarta
Tlp. : 021-3106737/ 70752375
Kedokteran FKUI 2006
23 – 26 Fax. : 021-31067443
‘Aging Medicine : A Problem Based Approach for E-mail : cme_fkui@yahoo.com ; cme@fk.ui.ac.id
Medical Professional’ http://www.cme.fk.ui.ac.id
Hotel Horison, Bandung
Tlp. : 021-314 3736
Maret 16 – 18 Simposium PERDICI : ICU Without Walls Fax. : 021-314 3736
E-mail : dokter-ike@bdg.centrin.net.id
http://www.infoperdici.org
Tiara Convention Centre, Medan
Tlp. : 62-61-8366449
The 11th Congress and 15th Annual Scientific Meeting of
19 – 22 Fax. : 62-61-8366449
The Indonesian Heart Association
E-mail : bagiankardiologiyahoo.com
April http://www.fkusu.net
Hotel Novotel Mangga Dua Jakarta
Telp: 021-31930166
28 - 30 Temu Ilmiah Reumatologi 2006
Faks: 021-31936736
Email: reumatik@indosat.net.id
Informasi terkini, detail dan lengkap (jadwal acara/pembicara) bisa diakses di http://www.kalbefarma.com/calendar

54 Cermin Dunia Kedokteran No. 150, 2006


HASIL PENELITIAN

Peramalan Kadar Endometriosis


Menggunakan Model Regresi Logistik
Sardjana Atmadja
Fakultas Kedokteran Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta

ABSTRAK
Endometriosis ditandai sebagai kesakitan di bawah abdomen semasa haid. Kajian ini
dijalankan untuk melihat hubungan antara ketidakhadiran pelajar / wanita ke kuliah dengan gejala
dismenorea primer yang dialami semasa haid. Selain itu, kajian ini juga adalah untuk mendapatkan
profil pelajar / mahasiswi dan faktor-faktor yang mempengaruhi dismenorea primer.
Penelitian dilakukan di Klinik Kesehatan Reproduksi Permata Hati Malang. Model regresi
logistik telah digunakan untuk mengkaji faktor-faktor utama terjadinya dismenorea di kalangan
pelajar / mahasiswa tersebut. Didapatai bahwa kadar prevalen dimenorea di kalangan pelajar
Kampus Kejuruteraan, model regresi logistik telah digunakan untuk faktor-faktor utama yang
menyumbang kepada berlakunya dismenorea di kalangan pelajar / mahasiswi. Antara faktor yang
diminati ialah menarke, haid, masa sekitar haid dan volume kehilangan darah. Dari model regresi
logistik didapati bahwa terdapat tiga faktor yang mempengaruhi terjadinya dismenorea di
kalangan pelajar / mahasiswi yaitu menarke, masa sekitar haid dan volume darah haid.

Kata kunci: Model regresi logistik; dismenorea, menarke.

LATAR BELAKANG Syamsul dkk.(1997) melaporkan bahwa 10% pekerja wanita


Penggunaan model regresi logistik telah berkembang pesat dengan dismenorea mengalami kesakitan yang serius akibat
seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dismenorea dan tidak boleh bekerja. Alkaff (1996) melaporkan
kedokteran (IPTEKDOK). Penggunaan dalam bidang bahwa 52% pelajar di Yogyakarta tidak dapat melakukan
penyelidikan epidemiologi klinik telah meluas ke bidang- aktivitas harian dengan baik selama mengalami haid.
bidang biomolekuler, ekologi, farmakologi klinik.
Analisis regresi logistik pertama kali dicadangkan oleh DATA
Cox(1970). Model regresi logistik merupakan tes model linear Penelitian dilakukan di kalangan pelajar / mahasiswi.
teritlak seperti yang diperkenalkan oleh Nelder dan Sebanyak 123 pelajar / mahasiswi telah dipilih secara acak
Wedderburn (1972). Hosmer dan Lemeshow (2000) telah untuk menjawab kuesioner penelitian. Lima skala tak bersandar
membincangkan dengan mendalam mengenai model regresi telah dipilih untuk analisis.
logistik.
Makalah ini membicarakan penggunaan model regresi Tabel 1. Pembolehubah kajian
logistik untuk meramalkan terjadinya endometriosis di
kalangan pelajar/mahasiswi Malang. Dismenorea ialah nyeri Pembolehubah Huraian Kod
Dys mengalami dismenorea atau
yang dirasai di bawah abdomen semasa haid. Dismenorea tidak
sering dihadapi oleh wanita. Dura 1 Jangka masa haid
Penyakit endometriosis dapat menyebabkan pelajar / Leng 1 Lama sekitar haid
mahasiswi tidak dapat masuk sekolah / kuliah. Sardjana (1998) Menarke Permulaan menarke
mendapati bahwa 20% pelajar/ mahasiswi Malang mengalami Mens 1 Kadar pengeluaran
Reg Haid normal
penyakit endometriosis dan tidak dapat sekolah / kuliah.

Cermin Dunia Kedokteran No. 150, 2006 55


MODEL REGRESI LOGISTIK dengan x1 ialah lama haid, x2 ialah kadar pengeluaran haid dan
Jika π(x) = E(Y / x) ialah min bersyarat apabila sebaran x3 ialah permulaan menarke.
logistik digunakan, maka model regresi logistik ditakrifkan
seperti yang berikut: Maka, logit bagi model regresi logistik diberikan oleh:
g(x) = In ⎛⎜ λ(x) ⎞⎟ = 0,099 – 0,916x1 + 1,312x2 - 1,077x3 (4)
1 ⎜ 1 − λ(x) ⎟
π(x) = (1)
⎝ ⎠
⎧ ⎛ n
⎞⎫ Ujian Hosmer dan Lemeshow menunjukkan bahwa model
1 + exp⎨− ⎜ β 0 ∑ β i χ i ⎟⎬ tersuai dengan baik (Nilai ujian khi-kuasa dua ialah 2,847
⎩ ⎝ i =1 ⎠⎭ dengan nilai-p = 0,416). Daripada Persamaan. (3) dan (4),
didapati bahwa penyumbang kepada dismenortea ialah lama
dengan β0, β1, … , βn ialah bagi pembolehubah tak bersandar haid, kadar pengeluaran haid dan permulaan menarke. Dengan
dan x1, x2, …, xn ialah pembolehubah tak bersandar. melihat kepada nisbah capai tak capai (odds) didapati bahwa
Penjelmaan logit terhadap π(x), memberikan logit bagi risiko pelajar mengalami dismenorea adalah (i) 2,5 kali ganda
model regresi logit bagi model regresi logistik seperti yang lebih tinggi bagi mereka yang mempunyai tempoh kitaran haid
berikut: yang tinggi, (ii) 3,7 kali ganda lebih tinggi bagi mereka yang
⎛ λ (x ) ⎞ mempunyai kadar pengeluaran haid yang sedikit dan (iii) tiga
g(x) = In ⎜⎜ ⎟⎟ = β0 + β1X1 + … + βnXn (2) kali ganda lebih tinggi bagi mereka yang menarkenya lebih
⎝ 1 − λ (x ) ⎠ daripada 13 tahun.

HASIL DAN ANALISIS


KESIMPULAN
Tabel 2. Corak kitaran haid bagi pelajar
Di kalangan pelajar/mahasiswi Malang, 58% dan 20%
Bukan Nilai-p bagi dilaporkan tidak dapat hadir kuliah disebabkan dismenorea.
Dismenorea
Ciri
n = 71
Dismenorea Ujian khi- Persamaan (4) memberikan logit bagi model regresi linear
n = 52 kuasadua logistik. Dari model ini disimpulkan bahwa tiga faktor yang
Menarke
Min 12,86 12,98 0,770 mempengaruhi dismenorea yaitu lama kisaran haid, kadar
Sisihan piawai 1,23 1,20 pengeluaran haid dan permulaan menarke manakala
11-12 tahun 32 23 jangkamasa haid dan kelaziman haid adalah tidak berarti.
13 tahun 24 11 Keputusan ini sama dengan penelitian Andersch dan Milsorm
14-16 tahun 15 18
Kelaziman haid 58 44 0,400
(dalam Ng dkk.,1992).
Normal Para peneliti lain seperti Harlow dan Park, dan Sundell
Tak normal 13 7 dkk. (dalam Ng dkk. 1992) mendapati dismenorea dipengaruhi
Tempoh kitaran oleh beberapa pembolehubah termasuk menarke dan
<= 30 hari 57 35 0,048 peningkatan tempoh haid. Kajian ini juga mendapati bahwa
> 30 hari 9 14
Jangkamasa haid risiko mendapat dismenorea meningkat jika pelajar mempunyai
<= 6 hari 42 26 0,383 tempoh kitaran haid yang tinggi, kadar pengeluaran haid yang
> 6 hari 28 24 sedikit dan menarke lebih daripada 13 tahun.
Kadar pengeluran
haid 48 46
Banyak 22 6 0,010
Sedikit

Langkah 2 memberikan statistik berperihalan serta ujian


khi-kuasadua yang dilakukan untuk menentukan sama ada KEPUSTAKAAN
terdapat perbedaan antara kumpulan dengan penyakit
dismenorea dengan kumpulan bukan dismenorea. Dari langkah 1. Alkaf F .Terapi Pilihan Endometriosis. Yogyakarta BP 1996 ; 19 : 9- 11
2. Cox DR. The Analysis of Binary Data. London: Methuen and Co. 1970.
2 didapati bahwa kadar pengeluaran haid dan lama haid 3. Hosmer DW, Lemeshow S. Applied Logistic Regression, 2nd ed. John
memberikan perbedaan berarti terhadap dismenorea. Walau Wiley & Sons. 2000.
menarke, kelaziman haid dan jangka masa haid tidak 4. Htut Y, Amran A, Shukri YA. A Prevalence Study Of Dysmenorrhoea In
bermakna. Students From Universiti Sains Malaysia, Perak Branch Campus, Tronoh.
Med.J. Malaysia 1997; 51: 264-269.
Dengan menggunakan kaidah regresi logistik ke belakang 5. Nelder JA, Weddeburn RWM. Generalized Linear Models. J. Roy.
menggunakan kriteria penyingkiran melalui ujian nisbah Statistical Soc. A. 1972;135: 370-384.
kebolehjadian, model regresi linear logistik diberikan seperti 6. Ng TR, Tan TC, Wansaicheong GK. A Prevalence Study Of
yang berikut: Dysmenorrhoea In Female Residents Aged 15-54 Years In Clementi
Town, Singapore. Ann. Acad. Med. Singapore 1992;21(3): 323-327.
1 7. Samsul H. Terapi alternative endometriosis. SBY 1997; 13 : 4- 5
π(x) = (3)
1 + exp{− (0,099− 0,916x1 + 1,132x2 − 1,077x3 )}
8. Sardjana. Prevalensi Endometriosis pelajar dan mahasiswi di Malang. PIT
2000; 22: 23- 27

56 Cermin Dunia Kedokteran No. 150, 2006


TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Spa Medic
Pilar Anti Aging Medicine
Amarullah H. Siregar
Perkumpulan Awet Sehat Indonesa

PENDAHULUAN judul Rig Veda yang berarti “perawatan air untuk penyembuhan
SPA merupakan suatu singkatan kata yang berasal dari demam”.
kata Solus Per Aqua (Solus = Pengobatan atau Perawatan Per Dalam dunia kedokteran, Hipokrates sebagai Bapak
= Dengan dan Aqua = Air). Berdasarkan arti tersebut maka Kedokteran Modern telah mempergunakan SPA secara luas
dapat dikatakan bahwa SPA adalah suatu sistem pengobatan untuk pengobatan sejak tahun 400 sM. Di dalam bukunya ia
atau perawatan dengan air atau dalam bahasa Inggris dikenal banyak mengulas berbagai macam penyakit yang dapat
sebagai Hydrotherapy. Secara lebih rinci SPA didefinisikan disembuhkan dengan mempergunakan perawatan SPA. Ia juga
sebagai suatu cara penatalaksanaan kesehatan dengan mem- menjelaskan secara luas indikasi dan kontra-indikasi perawatan
pergunakan air dalam berbagai bentuk untuk mengobati suatu dengan air. Prinsip prinsip dasar yang diuraikan Hipokrates ini
penyakit atau untuk mempertahankan kesehatan individu. menjadi titik tolak munculnya SPA MEDIC.
Walaupun cara ini telah dilakukan sejak dahulu kala tetapi Di jaman modern perawatan SPA MEDIC dimulai pada
dunia kedokteran konvensional masa kini masih memberikan abad 17 (1697), diperkenalkan oleh Sir John Floyer dalam
perhatian sebelah mata terhadap metode ini. Mengingat banyak tulisannya yang berjudul The History of Cold Bathing.
sekali riset dan data yang menunjukkan bahwa SPA merupakan Mengikuti cara Floyer yang mempunyai dasar ilmiah klinis
suatu cara yang sangat efektif dengan bukti ilmiah yang cukup kuat mengenai penggunaan air sebagai upaya penyembuhan
dapat dipertanggungjawabkan maka dunia kedokteran maka di daratan Eropa mulai muncul beberapa ahli baik medis
naturopati mulai melihat sarana ini sejak era 70an sebagai suatu maupun non-medis yang berkecimpung dalam dunia SPA di
upaya untuk melakukan upaya promotif, preventif, rehabilitatif antaranya adalah Priessnitz, Rausse dan Father Kneipp. Mereka
dan kuratif. sangat populer dalam mempergunakan SPA sebagai metode
Dunia kedokteran Anti Aging juga melihat bahwa pengobatan sampai akhir abad 19.
perawatan dengan SPA yang benar dalam hal ini SPA MEDIC Di daratan Amerika dikenal J.H. Kellog, seorang dokter
merupakan sarana yang cukup akurat secara klinis untuk yang memperkenalkan dan mempergunakan SPA secara ilmiah
mengatasi dan mencegah proses degenerasi yang dapat melalui beberapa risetnya atas penggunaan air dan efeknya.
menimbulkan terjadinya penyakit akibat proses penuaan dini. Pada tahun 1900 ia mempublikasikan tulisan berjudul Rational
Melihat peran SPA MEDIC tersebut sangat efektif dalam Hydrotherapy yang mengulas efek fisiologis dan efek
perawatan Anti Aging maka dunia kedokteran Anti Aging telah terapeutik air dengan berbagai macam teknik hidroterapinya.
memasukkannya ke dalam salah satu pilar Anti Aging Memasuki abad ke 20 popularitas SPA sebagai sarana
Medicine. Dalam dunia Anti Aging Medicine terdapat 7 pilar; pengobatan mulai menurun seiring dengan mulai munculnya
yaitu: [1]. Baseline knowledge; [2]. Biomarker and Preventive jenis-jenis terapi baru dan berkembang pesatnya teknologi
screening; [3]. Multihormone orchestra; [4]. Nutrition and kedokteran modern. Di antara dokter yang masih bertahan
Nutraceutical; [5]. Exercise and Musculoskeletal mainten-ance mempergunakan SPA sebagai metode pengobatan adalah Dr.
[6]. Spa Body-mind interaction dan [7]. Spiritual ageing. OG. Carroll, seorang dokter yang juga ahli kedokteran
Melihat saat ini banyak sekali bertebaran SPA di mana naturopati. Ia mengembangkan teknik SPA MEDIC secara
mana, maka perlu diluruskan bahwa sistem SPA tersebut hanya lebih spesifik dan ilmiah medis yang akhirnya dikenal sebagai
berlandaskan pada perawatan tubuh untuk relaksasi ataupun constitutional hydrotherapy.
kecantikan saja; tidak dalam kategori sebagai SPA MEDIC Metode ini pulalah yang saat ini menjadi landasan utama
sebagaimana yang dimaksud dalam definisi tersebut di atas. para ahli kedokteran naturopati dalam mempergunakan SPA
untuk perawatan dan pengobatan. Seiring dengan kemajuan dan
SEJARAH DAN PERKEMBANGAN SPA perkembangan dunia kedokteran di negara-negara maju,
Sebagai suatu metode pengobatan kuno, pengobatan terutama di Barat maka landasan constitutional hydrotherapy
dengan SPA telah dikenal sejak jaman Mesir Kuno. kedokteran naturopati dipergunakan juga dalam proses
Penggunaan SPA sebagai sarana pengobatan telah tercantum perawatan Anti Aging sejak mulai berdirinya kedokteran Anti
dalam suatu kepustakaan medis pada tahun 1500 SM dengan Aging pada era 1980an.

Cermin Dunia Kedokteran No. 150 57


APA BEDANYA ? mudah mempengaruhi fungsi tubuh seperti aliran kelenjar limfe
Dalam perkembangannya saat ini SPA mempunyai dua dan vena.
kiblat; yaitu apa yang dikenal sebagai European SPA dan Manfaat klinis perawatan SPA secara medis dapat
American SPA. diperoleh dari [a] Efek fisiologis [b] Efek aplikasi suhu [c]
Efek PsikoNeuroEndokrinoImunoSirkulasi
European SPA
Awalnya spa ini berasal dari suatu daerah atau perkam- a. Efek fisiologis
pungan di Belgia yang bernama Spau. Perkampungan ini Efek fisiologis SPA dapat diklasifikasikan menjadi 3
mempunyai sarana mineral air panas yang banyak dikunjungi kelompok; yaitu: termal, mekanik dan kimiawi. Efek termal
orang. Pada mulanya kunjungan tersebut hanya untuk liburan; dapat dihasilkan dari aplikasi air pada berbagai suhu; baik di
tetapi di alam perjalanannya banyak orang yang mempunyai bawah suhu tubuh maupun di atas suhu tubuh. Makin besar
penyakit tertentu dari gangguan kulit sampai ke penyakit variasinya dari suhu tubuh, makin besar pula efek yang akan
degeneratif mengalami penyembuhan setelah berendam di diperoleh.
tempat tersebut berulang kali, sehingga beberapa ahli melihat Cold water Cooler than body
ada keuntungan tersendiri dalam perawatan SPA tersebut untuk Lessen organ activity rousing & stimulate
penyembuhan penyakit. Rush blood to one part Warmer than body
Seiring dengan hal tersebut mulai banyak pusat perawatan Hot water bracing, invigorate,
Stimulate organ & system strengthening
SPA untuk perawatan dan penyembuhan penyakit di daratan Depress central nervous system Colder than body
Eropa dengan menggabungkan manfaat kandungan mineral Alternate vasoconstriction effect
yang ada di dalam air dengan teknologi mutakhir perawatan air Stimulate nutritive power increase blood pressure
dan teknik perawatan komprehensif. Berdasarkan hal tersebut Tepid water Hotter than body
Soothing effect soothing and calming effect
maka European SPA lebih dikenal sebagai Retreatment Spa exhaust the system
atau Medispa.
Efek suhu pada berbagai organ tubuh:
American SPA
Mengingat sangat jauh dan mahalnya perjalanan dari
Sistem atau organ Dingin Panas
Amerika ke Eropa; maka beberapa orang di Amerika mulai
mendirikan pusat perawatan spa. Di dalam perjalanannya
Pembuluh darah kulit Konstriksi Dilatasi
ternyata lebih menguntungkan bila pusat perawatan spa Respirasi Menurun Meningkat
tersebut tidak hanya untuk indikasi medis tetapi juga Pembuluh darah Konstriksi Dilatasi
menyediakan fasilitas lain; seperti relaksasi, perawatan Jantung (denyut) Naik kemudian turun Turun kemudian naik
kecantikan, program kebugaran, program penurunan berat Saraf Depresi Eksitasi
Otot Volume menurun Volume meningkat
badan, dll. Seiring dengan perjalanan waktu ternyata spa yang Pernafasan Melemah dan dangkal Meningkat
ada di Amerika saat ini lebih banyak untuk tempat relaksasi Saluran cerna Motilitas dan HCl Motilitas dan HCl
dan pusat perawatan tubuh & kecantikan sehingga lebih dikenal meningkat menurun
sebagai Relaxation Spa atau Relaxation/Leisurespa.
Efek mekanik perawatan spa dapat diperoleh dengan cara
DAY SPA aplikasi air ke permukaan tubuh melalui spray, douches, friksi,
Sampai sekitar tahun 70an banyak sekali biro perjalanan bubble jet, hydromassage, dan lain-lain. Efek mekanik ini
yang menawarkan liburan ke pusat pusat spa baik di Eropa merupakan kunci perawatan spa untuk memperoleh atau
maupun di Amerika. Melihat peluang ini seorang pengusaha mencapai keseimbangan sistem sirkulasi darah.
Amerika Noelle De Caprio (1974) mendirikan salon perawatan
kecantikan di sertai perawatan spa minimal; sehingga orang
tidak perlu membuang waktu dan biaya terlalu besar. Fasilitas
ini ia sebut sebagai Day Spa. Sayangnya di dalam Tekanan hidrostatik
perjalanannya fasilitas spa tersebut menghilang; sehingga apa ↓
yang disebut sebagai day spa tersebut sama dengan salon Sensasi seperti massage
profesional tanpa perawatan spa. ↓
Stimulasi touch reflex
MANFAAT MEDIS SPA ↓
Air mempunyai unsur yang sangat unik sehingga sangat Sirkulasi darah↑
efektif untuk sarana terapeutik. Air mempunyai kemampuan ↓
untuk menyimpan dan menyalurkan panas dua kali lebih besar Distribusi nutrient & Eliminasi waste product ↑
dibandingkan alkohol atau parafin; 10 kali lebih besar dari besi ↓
dan tembaga dan 30 kali lebih besar dibanding timbal ataupun Proses detoksifikasi ↑
emas. Air mempunyai densitas yang hampir mendekati tubuh ↓
manusia sehingga dengan tekanan tertentu air dapat lebih Proses degeneratif & Penuaan dini ↓

58 Cermin Dunia Kedokteran No. 150


Dari diagram di atas dapat terlihat bahwa efek fisiologis berhubungan sekali dengan fungsi dari sistem dan organ tubuh
yang ditimbulkan oleh aplikasi tekanan hidrostatik terhadap manusia.
sistem sirkulasi darah merupakan cara yang diperlukan untuk
meningkatkan proses penyembuhan dan mencegah proses Contoh:
penuaan dini. Efek aplikasi panas
Dengan baiknya sistem sirkulasi maka: [1] oksigenasi akan
lebih baik, [2] sel akan lebih kaya akan nutrient, dan [3] Lokasi Efek
kandungan substansi yang tidak berguna didalam darah atau Ekstremitas Vasodilatasi kolateral
materi toksik akan berkurang. Abdomen Sirkulasi intestinal↓
Motilitas & Sekresi asam↓
Dengan efek mekanik yang baik dan tepat; terutama dalam Panggul Relaksasi otot panggul
hal aplikasi alat alat yang sesuai maka optimalisasi sirkulasi Vasodilatasi
darah dengan perawatan SPA ini dapat dilakukan dengan Aliran darah haid ↑
berbagai modifikasi; diantaranya: meningkatkan atau Prekordial Denyut jantung ↑
Tekanan darah ↓
menurunkan aliran darah kepada organ atau daerah tertentu Thoraks Oksigenasi paru ↑
didalam tubuh atau juga dengan cara meningkatkan volume Ekspektorasi ↑
darah ke daerah yang anemic atau menurunkan volume darah Vertebrae Relaksasi ureter & empedu
ke daerah yang mengalami kongesti. Pinggang Produksi urine ↑
Penggunaan air dalam perawatan spa ini secara fisiologis
dilakukan berdasarkan 5 prinsip dasar; yaitu:
Efek aplikasi dingin
1. Revulsive effect
Efek ini berupaya untuk meningkatkan sirkulasi aliran
Lokasi Efek
darah ke tempat tertentu didalam tubuh sehingga sirkulasi lokal
akan lebih optimal. Efek aplikasi ini merupakan decongestant Leher belakang Kontraksi pembuluh darah di daerah
mukosa hidung
yang sangat baik dan juga dapat berfungsi sebagai analgetika Leher depan Fungsi tiroid ↓
pada daerah yang mengalami kongesti Vasodilatasi
2. Derivative effect Prekordial Denyut jantung ↓
Efek ini merupakan kebalikan dari efek revulsif; dimana Stroke volume↑
Abdomen Sirkulasi intestinal ↑
terjadi perubahan volume pada daerah tertentu tubuh. Dengan Motilitas & Sekresi asam ↑
melakukan efek thermal yang bergantian secara terus menerus Panggul Stimulasi otot panggul
maka volume darah pada organ tertentu dapat dikurangi Kepala Vasokonstriksi serebral
(aplikasi panas) dan dapat ditingkatkan (aplikasi dingin). Sendi Vasokonstriksi
Analgetik lokal
3. Collateral effect
Efek ini merupakan lanjutan dari efek derivative. Kalau efek
derivative hanya pada daerah superfisial; efek ini dapat Melalui aplikasi atau cara tertentu dalam perawatan spa;
mempengaruhi sirkulasi lokal pada daerah yang lebih dalam seperti dengan penggunaan hydro jet massage atau aplikasi
(internal) terutama pada daerah kolateral dari pembuluh darah bubble jet maka mineral yang ada di dalam air dapat masuk ke
yang terlibat pada permukaan kulit. dalam sirkulasi darah. Kandungan mineral yang masuk ke
4. Arterial trunk reflex dalam sirkulasi tersebut akan sangat mempengaruhi fungsi
Efek ini menggambar efek secara menyeluruh terhadap organ dan sistem tubuh manusia sehingga takaran sangat perlu
sistem sirkulasi darah terutama pada arteri dan cabangnya. diperhatikan, tergantung dari status mineral air yang
Gambaran yang terlihat pada efek ini adalah vasodilatasi atau dipergunakan.
vasokonstriksi.
5. Spinal reflex effect b. Efek aplikasi suhu
Efek ini ditujukan untuk perbaikan fungsi fungsi fisiologis Aplikasi suhu dingin - baik berupa es, air dingin, udara
pada organ organ dalam tubuh; dimana dengan melakukan dingin atau melalui peningkatan evaporasi cairan dari
aplikasi thermal, mekanik ataupun kimiawi pada permukaan permukaan kulit secara tidak langsung - akan menimbulkan
tubuh diharapkan dapat merangsang atau menurunkan spinal efek depresif terhadap fungsi organ dan sistem tubuh. Makin
reflex arc. Dengan diaturnya reflex spinal tersebut maka kerja lama aplikasi dilakukan makin kuat efek depresan yang
fisiologis organ atau sistem juga bisa diperbaiki. ditimbulkan. Aplikasi suhu rendah ini juga akan menimbulkan
Efek kimiawi yang diperoleh dengan perawatan spa efek sekunder; misalnya pada pembuluh darah secara primer
sangat tergantung sekali terhadap kandungan makro dan mikro akan menimbulkan vasokonstriksi tetapi beberapa saat
mineral yang terdapat atau yang diberikan kepada air yang kemudian bila tubuh sudah mampu beradaptasi akan timbul
dipergunakan pada saat perawatan. Kandungan mineral yang vasodilatasi sebagai efek atau reaksi sekunder.
terdapat didalam air sangat berperan penting terhadap status Aplikasi panas dapat diberikan dalam berbagai bentuk, di
kesehatan dan kesejahteraan dari tubuh manusia. Kandungan antaranya hot packs, fomentation, steam, sauna, shower,
makromineral (Na,K,Ca,Mg, dan lain-lain) dan kandungan perendaman dan lain-lain. Efek yang ditimbulkan sangat
mikromineral (Zn,Mn,Se,Fe,Cu,Ch,Mo, dan lain-lain) sangat bervariasi tergantung kepada metode pemberian, besaran suhu

Cermin Dunia Kedokteran No. 150 59


dan lamanya aplikasi. Aplikasi singkat suhu di atas suhu tubuh Selain itu stres kronis akan meningkatkan resistensi
akan menimbulkan efek stimulasi bagi fungsi organ ataupun terhadap insulin sehingga kadar gula darah menjadi di luar
sistem tubuh. Pemberian suhu panas yang terlalu lama dapat kontrol.
menimbulkan kelelahan dan kejenuhan organ dan sistem tubuh Kadar gula darah yang di luar kontrol ini akan
sehingga harus dipertimbangkan indikasi yang tepat dan menimbulkan glikosilasi yang berlebihan di dalam tubuh yang
aplikasinya untuk mendapatkan hasil yang diharapkan. pada akhirnya akan menimbulkan proses degenerasi sel,
jaringan ataupun organ tubuh; hal ini merupakan sumber utama
c. Efek PsikoNeuroEndokrinoImunoSirkulasi penyebab penuaan dini. Saat ini sangat banyak hal yang dapat
Salah satu manfaat yang dapat dirasakan dalam perawatan menimbulkan stres; tidak hanya secara emosional tetapi juga
dengan SPA adalah diperolehnya kenyamanan dan relaksasi secara fisik, kimiawi ataupun biologis. Tanpa disadari secara
sehingga secara tidak langsung dapat menurunkan tingkat stres perlahan-lahan paparan yang berlangsung terus menerus akan
individu. Sebagai salah satu pilar Anti Aging Medicine, SPA mengganggu keseimbangan hormonal individu yang lambat
MEDIC dikenal sebagai The Mind Body Connection. Mind laun akan mempercepat proses aging.
merupakan hal yang penting bagi kelangsungan kerja fungsi Berdasarkan beberapa kajian dan penelitian, paparan stres
tubuh; setiap kita berpikir akan ditransmisikan impuls ke baik emosional, fisik, kimiawi maupun biologis tadi dapat
triliunan sel. Mind merupakan indikator utama terjadinya diantisipasi atau ditanggulangi dengan SPA MEDIC. Atas
proses aging atau anti aging. Perasaan mempunyai efek yang dasar tersebut Anti Aging Medicine menyimpulkan bahwa
kuat terhadap organ organ vital. Dari ke tiga toksin emosional perawatan spa medik dapat menghasilkan manfaat dalam
(anxietas, depresi dan marah) marah akan menimbulkan penanganan kasus aging ataupun untuk mencegah proses
gangguan serius bagi jantung; demikian juga halnya dengan aging.
stres.
Manfaat Anti Aging dari SPA MEDIC
1. Penurunan produksi kortisol
2. Pelepasan beta endorphin meningkat
STRES 3. Perbaikan sistem sirkulasi; sehingga nutrien dan oksigen
SPA MEDIC akan terdistribusi dengan baik
4. Sistem limfatik lebih aktif
HIPOTALAMUS
5. Menurunkan ketegangan otot dan saraf
6. Meningkatkan mobilisasi sendi
Long Term Short Term 7. Keseimbangan otak kiri dan kanan tercapai
8. Peningkatan proses detoksifikasi
9. Menghilangkan blokade energi
PITUTARI BRAIN STEM 10. Meningkatkan metabolisme

ACTH SIMPATETIK

Adrenal Adrenal
cortex Medulla KEPUSTAKAAN
1. Batmanghelidj F. Water for health, for healing, for life. New York.
Warner Books. 2003.
CORTISOL ADRENALIN 2. Buchman D. The complete book of water healing. New York NY:
Contemporary Books. 2002
Disfungsi Psiko Neuro Endokrinolmuno Sirkulasi 3. Chaitow L. Water Therapy. San Fransisco:Thorsons. 1994
4. Hawlett AW. The effect of some hydrotherapeutic procedures on the
blood flow in the arm. Arch Intern Med 1911; 8: 591
5. Horay P, Harp D. Hot Water Therapy. New Delhi: Orient Paperbacks.
2000.
PROSES AGING 6. Kellog JH. Rational Hydrotherapy. 4thed. Battle Creek, Mn: Modern
Medical. 1923
7. Kuhn G, Buhring M. Physical medicine and quality of life: design and
results of a study on hydrotherapy. Comp Ther Med 1995; 3: 138-141
PENYAKIT AUTOIMUN KEGANASAN 8. Kulkarni VM. Drugless Prevention and Cure Diseases with water. New
KRONIS Delhi. Crest Publishing House. 1999
9. Lange A. Hydrotherapy. In: Pizzorno J.E Jr, Murray M.T. eds. Text book
of Natural Medicine. Churchill Livingstone. 2000; 345-356
Pandangan atau pendekatan PNEIS saat ini merupakan 10. Miller E. Day Spa Technique. Milady Publishing. NY. 1996
suatu mainstream di dalam dunia kedokteran; terutama dalam 11. Mitton G. Spa Therapies. In: Anti Ageing Handbook. London. New
Anti Aging Medicine. Berdasarkan pandangan ini jelas terlihat Holland. 2004
korelasi antara jiwa dan raga. Stres menyebabkan sistem 12. Ramaiah S. Healing Powers of Water. New Delhi: New Dawn. 2003.
13. Short L. Self-healing with Spas and Retreats. Indianapolis:Alpha Books.
imunitas cepat menurun; killer cell di de-aktifasi sehingga kita 2000.
akan lebih mudah diinvasi oleh bakteri, virus, bahkan sampai 14. Simpson G, Sinatra ST, Menendez JS. Spa Medicine. Basic Health. NJ.
sel kanker. 2004.

60 Cermin Dunia Kedokteran No. 150


Produk Baru
Terapi dan Profilaksis Netropeni Akibat
Kemoterapi
Efek samping mielosupresi yaitu penekanan produksi sel sel berperan sebagai faktor pertumbuhan hematopoiesis terutama
darah dalam sumsum tulang sering terjadi akibat pemberian pertumbuhan dan proliferasi sel netrofil(5). Uji preklinik menunjukkan
kemoterapi pada pasien kanker. Mielosupresi terbagi berdasarkan jenis rHu-GCSF mampu meningkatkan aktivitas netrofil, mengatur
sel darah yang berkurang jumlahnya dalam sirkulasi yaitu produksi netrofil sumsum tulang dan melepaskannya ke pembuluh
granulositopeni atau penurunan sel darah putih jenis granulosit, anemi darah tepi; produksi netrofil dapat meningkat 9,4 kali lipat dan netrofil
- penurunan sel darah merah dan trombositopeni -penurunan jumlah baru yang mature akan dilepaskan lebih cepat yaitu dalam 1 hari
keping darah atau trombosit Netrofil, jenis sel darah putih dibandingkan biasanya yang memerlukan waktu sekitar 5 hari(4,5).
bergranulosit, normal dalam darah sekitar 50-70% dari total sirkulasi Data klinik membuktikan rHu-GCSF mampu menurunkan
sel darah putih, dengan masa hidup sekitar 12 jam sehingga tubuh kejadian, tingkat keparahan dan lamanya netropeni dan demam
terus berproduksi hingga 1,6 milyar/kgbb./perhari untuk menggantikan netropeni, sehingga jumlah pasien, lama perawatan di rumah sakit dan
yang telah rusak atau mati. Netrofil berfungsi sebagai pertahanan kebutuhan antibiotik pasien yang mendapat kemoterapi sitotoksik
tubuh primer terhadap infeksi(1,2). dengan kombinasi G-CSF lebih sedikit dibandingkan pasien
Netropeni (penurunan jumlah sel netrofil) akibat efek samping kemoterapi tanpa kombinasi G-CSF(4,5).
kemoterapi dapat ringan sampai berat/serius, yaitu mencetuskan 0.8
infeksi; risiko infeksi mulai meningkat jika jumlah netrofil kurang 0.7
sampai <1.000 sel/ml dan mencapai puncaknya bila mencapai ≤500
0.6
sel/ml. Infeksi dengan jumlah netrofil ≤500 sel/ml dan kenaikan suhu Plasebo
tubuh >38,5oC dinamakan demam netropeni. Netropeni dan risiko 0.5
Filgrastim
infeksi akan membatasi dosis kemoterapi yang diberikan, bahkan 0.4

mungkin menghentikan kemoterapi(1,2). 0.3

Faktor risiko netropeni selama kemoterapi tergantung pada(3): 0.2

1. Jenis dan dosis kemoterapi (kemoterapi platinum dan dosis intensif) 0.1
2. Pasien lanjut usia. 0
3. Pasien dengan status performance buruk Siklus 1 Siklus 2 Siklus 3 Siklus 4 Siklus 5 Siklus 6
4. Nutrisi pasien buruk M e di a n a b sol u t e n e ut r op hi l na d i r
5. Adanya penyekit penyerta (komorbid: disertai gangguan fungsi
hati, ginjal, darah tinggi atau infeksi) 100 n=94
Hari dengan ANC (< 0.5x10 9/L)

n=88*
Alur terjadinya netropeni dan komplikasi(3) 80
n=61*
Kemoterapi 60 n=55*
n=47*
n=40 n=40 n=42*
Netropeni 40
n=37*

n=25 n=24
n=17
20
Demam Netropeni
0
Komplikasi Siklus 1 Siklus 2 Siklus 3 Siklus 4 Siklus 5 Siklus 6
Infeksi bakteremi Median duration of neutropenia

Kalbe Farma sebagai salah satu perusahaan farmasi yang terus


Memperpanjang perawatan RS mengembangkan produk onkologi, merencanakan akan memasarkan
rHu-GCSF ini dengan nama LEUCOGEN® pada pertengahan tahun
Meninggal 2006.
Strategi penatalaksanaan netropeni adalah profilaksis dan terapi Dosis anjuran pemberian LEUCOGEN® adalah 5µg/kgbb./hari
untuk mengatasi keadaan netropeni/infeksi selama pasien menjalani dosis tunggal, direkomendasikan diberikan tiap hari hingga 2 minggu
kemoterapi; dapat berupa pemberian antibiotik, transfusi lekosit dan atau sampai jumlah netrofil mencapai 10,000/mm3.
penurunan atau penundaan siklus kemoterapi. Tetapi pilihan terapi
tersebut saat ini dihindari karena profilaksis antibiotik birisiko Kepustakaan
resistensi kuman, transfusi lekosit berisiko komplikasi transmisi 1. Framton JE et al. Filgrastim, A Review of its pharmacological properties
infeksi, reaksi alergi dan toksisitas pulmonal; penurunan dosis atau and therapeutic efficacy in neutropenia. Drug 1994; 48(5): 731-60.
penundaan kemoterapi akan mengurangi hasil akhir kemoterapi(4). 2. Filgrastim-Mediated Neutrophil recovery in patients with breast cancer
Strategi terbaru adalah menggunakan sitokin faktor pertumbuhan treated with docetaxel and doxorubicin. Pharmacotherapy 2003; 23 (11):
sel granulosit untuk profilaksis atau terapi netropeni akibat 1424-31.
3. Lyman GH. et al. Risk Models for Predicting Chemotherapy-Induced
kemoterapi; dikenal dengan nama recombinant human granulocyte Neutropenia. The Oncologist 2005;10:427-37
colony stimulating factors (rHu-GCSF) atau Filgrastim, rHuG-CSF 4. Lieschke GJ. Granulocyte colony stimulating factor (G-CSF). Austral.
merupakan protein nonglikosilat yang tersusun atas 175 protein asam Prescr 1994;17:96-9
amino dengan berat molekul 18.800 dalton, dihasilkan dari teknologi 5. Ozer H. Supportive Care of Cancer Patients: Hematopoietic Growth
rekombinan gen G-CSF manusia pada bakteri Escherichia coli Factors CME; www.medscape.com

Cermin Dunia Kedokteran No. 150, 2005 61


Informatika Kedokteran
Laporan pelbagai Simposium pada Website Kalbe Farma

Tampilan website Kalbe Farma yang berisi laporan simposium, bisa diakses di http://www.kalbefarma.com/seminar

Seperti yang pernah diinformasikan pada majalah CDK http://www.kalbefarma.com/seminar.


edisi terdahulu (148), para pengunjung/netter Berita disajikan bersama foto acara simposium tersebut.
http://www.kalbefarma.com bisa melihat jadwal acara lengkap Jika pembaca ingin memperbesar foto tersebut, cukup dengan
pelbagai Simposium maupun Seminar Kedokteran/ Kesehatan mengklik saja pada foto tersebut.
secara up date sejak tahun 2002. Uniknya berita ini akan ditampilkan secara bilingual
Namun, isi menarik dari situs yang memposisikan sebagai (Indonesia dan English). Artinya para pengunjung website
Portal Informasi Kedokteran/Kesehatan tidak hanya itu saja. yang tidak bisa berbahasa Indonesia, bisa membaca berita ini
Selain bisa melihat jadwal secara detail, dalam website dalam bahasa Inggris.
Kalbefarma dot com juga ditampilkan pelbagai laporan/ Selama ini memang kita hanya bisa menjadi konsumen
reportase simposium ataupun seminar yang telah diadakan. berita-berita simposium luar negeri, sudah waktunya kita bisa
Secara ringkas, laporan yang ada bisa dibaca di rubrik menjadi produsen berita / laporan simposium yang diadakan di
Kegiatan Ilmiah majalah ini (hal 63). Indonesia.
Para dokter yang ingin membaca detail laporannya, bisa Bagi mereka yang ingin diliput kegiatannya, bisa kiranya
mengakses website Kalbefarma dengan shortcut di : mengirim surat undangan ke Redaksi. [SIM]

62 Cermin Dunia Kedokteran No. 150, 2006


Kegiatan Ilmiah

Kalbe Farma luncurkan obat untuk Endometriosis, Jakarta 1 nama dagang Lodopin®). Menurut dokter dari Division of Psychiatry
September 2005 & Neuroscience, School of Medicine & Densitry Queen's University
Anda menderita nyeri hebat saat haid? Kini, Anda bisa bernapas Belfast, zotepine dikembangkan oleh Astella/Fujisawa dan di
lega. PT Kalbe Farma Tbk baru saja memasarkan di Indonesia satu Indonesia dipasarkan oleh Kalbe Farma.
produk generik yang ditujukan bagi mereka yang menderita endo-
metriosis. PT Kalbe Farma Tbk memperkenalkan Endrolin® ke pada Donor Darah Massal ke-8, RS Mitra Keluarga Kelapa Gading, 16
segenap media massa cetak maupun elektronik, pada tanggal 1 November 2005
September 2005 di Jakarta. Dalam foto, tampak penyerahan simbolis Selain melakukan aktifitas layaknya rumah sakit, ternyata RS
Endrolin® (leuprolide asetat) dari dr. Antonio Bouzada (produsen dari Mitra Keluarga Kelapa Gading tak lupa pula menyelenggarakan
Argentina) kepada Ibu Irawati Setiady (Kalbe Farma) aktifitas sosialnya. Bertempat di Auditorium lantai-5 rumah sakit ini,
pada tanggal 16 November 2005 yang lalu, telah diselenggarakan
Diluncurkan Promag Double Action, Jakarta 26 Oktober 2005 donor darah massal.
Sebagai pemimpin pangsa pasar obat gejala sakit maag di
Malam Klinik: Peran Tranexamic Acid pada penanggulangan
Indonesia (80%), Promag salah satu brand PT Kalbe Farma Tbk, tidak
terkini Menoragia di Asia, Jakarta, 18 September 2005
lantas hanya berdiam diri. Inovasi terus menerus dikembangkan.
Tranexamic Acid (Kalnex®) efektif digunakan untuk menekan
Terkini tapi bukan yang terakhir, PT Kalbe Farma segera meluncurkan
keluarnya darah menstruasi yang berlebihan, dikatakan Assoc. Prof.
varian dari Promag yang ditujukan untuk kalangan premium, Promag
Unnop Jaisamrarn, MD, MHS, pada acara malam klinik, yang diada-
Double Action, pendekatan dua sisi dalam pengobatan sakit maag di
kan di Hotel Four Seasons malam Senin 18 September 2005.
Indonesia. (catatan: sudah beredar sejak Desember 2005, Red.).
Konferensi Ahli Penyakit Hati se-Asia Pasifik, Bali 18-21 Agustus
Seminar Lodopin, Jakarta 26 November 2005 2005
Dengan kemajuan teknologi kedokteran saat ini terutama dalam Indonesia memperoleh kehormatan menjadi tuan rumah
bidang obat-obatan / farmasi, makin tinggi tuntutan masyarakat penyelenggaraan Asian Pacific Association for The Study of The Liver
terhadap keampuhan dan keamanan obat-obatan. Salah satu contohnya (APASL) yang untuk pertama kalinya diadakan secara tahunan setelah
adalah obat Antipsikotik. Menurut Prof. Dr. Sasanto Wibisono, SpKJ selama ini dilaksanakan setiap 2 (dua) tahun. Penyelenggara
(K), tuntutan Antipsikotik saat ini adalah efektif dan tidak me- konferensi ini adalah Perhimpunan Pemerhati Hati Indonesia (PPHI)
nimbulkan terlalu banyak gejala yang tidak diinginkan, mencegah yang diketuai oleh Prof. L.A. Lesmana.
bunuh diri, berkurangnya masalah-masalah ketidakpatuhan pasien
minum obat, meningkatkan kualitas hidup. Dan yang paling penting Autism Update, Jakarta 8 - 10 September 2005
adalah efisien dalam farmakoekonomi. Demikian disampaikan Guru Makin awal diketahui gejala autistik, makin 'mudah' pena-
Besar dari FKUI di hadapan sekitar 150 psikiater seluruh Indonesia di nganannya. Demikian dikatakan dr Purboyo Solek Sp. A(K) saat
Jakarta. Pada sesi ke dua tampil Dr. Stephen J Cooper yang memberi presentasi pada awal acara Autism Update yang diselenggarakan oleh
informasi mengenai zotepine (produk original, dipasarkan dengan Prokids, therapy center & preschool for children with special needs di

Cermin Dunia Kedokteran No. 150, 2006 63


Jakarta. Acara yang berlangsung hingga tanggal 10 September ini 7th Asian Congress of Dermatology, Kuala Lumpur 28
diikuti oleh sekitar 150 orang yang peduli terhadap autisme seperti: September- 1 Oktober 2005
dokter, therapis, psikolog, dan orang tua penyandang autisme. Saat Acara yang merupakan gabungan 2 acara yaitu 7th Asian
berlangsungnya acara, juga diadakan pameran yang terbuka untuk Congress of Dermatology (7th ACD) dan 5th Regional Conference of
umum. Semua diundang untuk mengunjunginya di Hotel Novotel, Paediatric Dermatology ini diselenggarakan di Hotel Hilton dan Hotel
Mangga Dua Square Jakarta. Le Meridien Kuala Lumpur, Malaysia pada tanggal 28 - 1 Oktober
2005.
Kongres Nasional Hemofilia I, Jakarta 10-11 September 2005
Motto "Senyumlah hemofilia Indonesia dalam menatap masa Gathering & Healthcare Talk, Jakarta 3 Oktober 2005
depan," merupakan cita-cita yang ingin diwujudkan oleh Indonesia Kontra Indikasi Medical Evacuation hanya ada dua, yaitu:
Hemophilia Society (IHS) atau Himpunan Masyarakat Hemofilia perdarahan aktif dan MCI akut. Demikian dijelaskan Prof Dr. dr.
Indonesia (HMHI). Dalam usianya yang belum genap satu tahun ini Aryono Djuned Pusponegoro SpB. KBD pada acara yang diseleng-
HMHI yang diketuai oleh Prof. DR. dr. H.S Moeslichan Mz, SpA(K), garakan Parkway Group Healthcare PTE Ltd bersama Medika Plaza di
telah berhasil mengadakan Konasnya yang pertama. JW Marriott Hotel Jakarta 3 Oktober 2005. Pembicara tamu yang
tampil adalah dr Yeo Tseng Tsai, Neurosurgeon dari Parkway
Pre Conference Asia Anti Aging, Bali 22 September 2005 Singapore.
Tanda-tanda kekurangan hormon testosteron (hormon lelaki),
menurut Dr John Crisler antara lain: sering mengalami kelelahan, 1st International Conference on Natural Product for Health and
peningkatan lemak tubuh, kehilangan gairah seksual, mudah lupa & Beauty, Thailand, 17 - 21 Oktober 2005
depresi. Hal ini disampaikan dokter anti aging dari Amerika Serikat Konferensi pertama Natural Product for Health and Beauty
pada acara Workshop sehari dari Konferensi Asia Anti Aging, 22 (NPHB) ini diadakan di sebuah kota pelajar di Provinsi Kohn Kaen
September 2005 di Bali International Convention Center, The Westin (Thailand), sekitar 650 km dari kota Bangkok, 17-21 Oktober 2005.
Resort, Nusa Dua Bali Indonesia. Acara ini diikuti oleh sekitar 250 orang terdiri dari dokter, pengusaha,
dan mahasiswa yang berasal dari 12 negara di dunia.
Konferensi Asia Anti Aging, Bali 23 – 25 September 2005
Sekitar 10 tahun yang lalu, pernahkah terbayang bahwa anda
dengan mudah bisa mengirim informasi kepada sekitar 6.000 orang 6th International Diabetes Federation Western Pacific Region
sekaligus? Hal ini sudah terjadi saat Anda membaca berita ini. Congress, Bangkok, 23-26 October 2005
Demikian dianalogikan oleh Robert Goldman, seorang dokter Anti Acara 6th IDFWPRC di Queen Sirikit National Convention
Aging dari Amerika mengenai perkembangan teknologi akhir-akhir Center, Bangkok, Thailand diselenggarakan atas kerjasama the
ini. Medical Association of Thailand dan Diabetes Association of
Thailand, 23–26 Oktober 2005. Dalam kongres ini dibahas masalah
Acara Pre Kongres PERNEFRI, Bali 24 September 2005 seputar diabetes di kawasan Asia Pasifik Barat sekaligus merangkum
Sampai saat ini, pasien gagal ginjal dapat diatasi dengan tindakan hasil penting dalam riset dan perawatan klinis terkini. Total makalah
hemodialisa, CAPD, ataupun cangkok ginjal. Di antara 3 tindakan yang dipresentasikan sebanyak 182 abstrak dan diikuti oleh peserta
tersebut, CAPD (Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis) saat ini dari 25 negara.
menjadi bahan perbincangan para nefrolog Asia termasuk di
Indonesia. Hal ini dikatakan Dr. Ginova Nainggolan, SpPD KGH 22nd Annual Scientific Meeting of Australasian College for
dalam acara prakongres Nefrologi, Kamis 24 November 2005 di Bali. Emergency Medicine, Melbourne, 22-25 November 2005
Australasian College for Emergency Medicine (ACEM)
Quality Improvement in Primary Health Care: The Role of mengadakan pertemuan ilmiah tahunan ke-22 dengan tema resusitasi.
Family Physician, Jakarta 24-25 September 2005 Acara diselenggarakan di Hotel Grand Hyatt Melbourne, 20-25
Keadaan sehat adalah penting, sebagai modal dasar keberhasilan November 2005.
pembangunan nasional, berbagai upaya menyempurnakan pem-
bangunan kesehatan banyak dilakukan, salah satunya adalah mere- Simposium Jakarta Digestive Week IV, 25 - 26 November 2005
formasi konsep pelayanan kesehatan primer dengan menerapkan Meskipun sering disebut sebagai salah satu cara lawas
konsep pelayanan dokter keluarga, diungkapkan oleh Prof. DR. Dr. memerangi kanker, teknologi pembedahan (operasi) terus menerus
Azrul Azwar, pada acara simposium tentang peran dokter keluarga mengalami kemajuan. Pemutakhiran ilmu bedah khususnya dalam
dalam mewujudkan Indonesia Sehat 2010. bidang saluran cerna bisa diperoleh dokter Indonesia melalui event
yang bertajuk Jakarta Digestive Week . Acara JDW IV kali ini,
Asian Pacific Digestive Week 2005, COEX Center, Seoul Korea, menurut Ketua Panitianya, Ibrahim Basir, merupakan rangkaian dari 4
25-28 September 2005 hari workshop (dihadiri 60 peserta) dilanjutkan dengan 2 hari
Acara APDW 2005 di COEX Center Seoul, Korea ini diseleng- simposium yang diikuti oleh sekitar 270 peserta dokter.
garakan atas kerjasama Korean Societies Related Gastroenterology,
dengan APAGE (Asian Pacific Association of Gastroenterology), 9th National Congress of InaSN & Annual Meeting Nephrology
APASL (Asian Pacific Association of the Study of the Liver), APSDE 2005, Bali, 24-27 November 2005
(Asian Pacific of Digestive Endoscopy), dan ISDS (International Pertemuan ilmiah PERNEFRI ke-9 ini memiliki tema to Increase
Society for Digestive Surgery) dan diikuti oleh sekitar 1500 peserta and enhance the role of InaSN toward Healthy Indonesia 2010,
dokter dari kawasan Asia - Pasifik. berlangsung di Discovery Kartika Plasa Hotel, Kuta - Bali, selama 4
PIT PERABOI XVI, Palembang, 23-25 September 2005 hari.
Acara simposium PIT PERABOI KE XVI bertemakan
“Meningkatkan Profesionalisme untuk Mencapai Tingkat Pelayanan ==================================================
Bedah Onkologi yang Optimal” dilangsungkan di Hotel Novotel Laporan lengkap dari pelbagai simposium di atas, bisa diakses
Palembang, 23 - 25 September 2005. pada http://www.kalbefarma.com/seminar.

64 Cermin Dunia Kedokteran No. 150, 2006


apsul
Table 1. A Grading System for Hepatic Encephalopathy.*

Level Of Electroencephalographic
Grade Personality and Intellect Neurologic Sign
Consciousness Abnormalites
0 Normal Normal None None
Abnormalities only on
Subclinical Normal Normal None
psychometric analysis
Tremor,apraxia,incoor-
Inverted sleep Forgetfulness,mild
1 dination,impaired hand Triphasic waves ( 5 cycles/sec)
pattern,restlessness confusion,agitation,irritability
writing
Disorientation as regards
Lethargy,slow time,amnesia,decreased Asterixis,dysarthria,ataxia
2 Triphasic waves ( 5 cycles/sec)
responses inhibitions, inappropriate hypoactive reflexes
behavior
Asterixis,hyperactive
Somnolence but Disorientation as regards
3 reflexes,Babinski Triphasic waves ( 5 cycles/sec)
rousability, confusion place,aggressive behavior
signs,muscle rigidity
4 Coma None Decerebration Delta activity

* The system is based on clinical and electroencephalographic features suggested by Gitlin.

Table 2. Differential Diagnosis of Hepatic Encephalopathy.*

Disorder Diagnostic Test

Metabolic encephalopathies
Hypoglycemia †
Electrolyte imbalance †
Hypoxia † Blood chemical analysis
Carbon doxide narcosis
Azotemia †
Ketoacidosis

Toxic encephalopathies
Alcohol †
Acute intoxication
Withdrawal syndrome
Wernicke-Korsakoff syndrome Measurement of blood alcohol level, erythrocyte transketolase
Psychoactive drugs activity,therapeutic response to thiamine, toxicologic screening
Salicylates
Heavy metals
Intracranial lesions
Subarachnoid,subdural,or intracerebral hemorrhage†
Cerebral infarction
Cerebral tumor
Cerebral abscess Computed tomorgraphy,lumbar puncture,arteriography, electroen
Meningitis cephalography,virologic testing
Encephalitis
Epilepsy or postseizure encephalopathy

Neuropsychiatric disorders Tests for organic brain syndromes


* Data are adapted from Ferend
† This diagnosis is especially pertinent to patients with liver disease

Dikutip dari : Riordan SM,,Williams R..Treatment of Hepatic Encephalopathy. N.Engl.J.Med 1997;337:473-9

Cermin Dunia Kedokteran No. 150, 2006 65


ABSTRAK
RISIKO SKIZOFRENIA DAN FUNDUSKOPI PADA HIPERTEN- 20,40,80 mg (p<0.001 untuk semua).
MALNUTRISI SI Sildenafil juga mengurangii
Studi systematic review atas data tekanan rata-rata arteri pulmonalis
Studi di Belanda menunjukkan penelitian sejak 1990 ternyata menun- (p=0.04, p=0.01 dan p<0.001 untuk
bahwa orang-orang yang dikandung jukkan bahwa funduskopi tidak banyak masing-masing dosis), dan juga
dan dilahirkan oleh ibu yang menderita memberikan data tambahan dalam memperbaiki kelas fungsional WHO
malnutrisi di masa Perang Dunia ke pengelolaan hipertensi. (p=0.003, p<0.001 dan p<0.001).
dua (Oktober 1944 - Maret 1945), Funduskopi umumnya dilakukan Efek samping meliputi flushing,
mempunyai risiko menderita skizo- untuk menilai retinopati hipertensi dispepsi dan diare. Kejadian
frenia dua kali lipat dibandingkan yang sering dikaitkan dengan lamanya perburukan klinis tidak berbeda di
dengan rata-rata populasi umum. seseorang menderita hipertensi. antara pengguna sildenafil dibanding-
Penemuan serupa juga dihasilkan Studi tersebut menunjukkan bahwa kan dengan plasebo.
dari penelitian di Wuhu, Anhui di Cina nilai prediksi positif dan negatif atas Di antara 222 pasien yang meng-
yang mengalami bencana kelaparan di hubungan retinopati hipertensif dengan gunakan sildenafil selama 1 tahun,
tahun 1959-1961. hipertensi relatif rendah (42-72% untuk perbaikan jarak berjalan dalam 6 menit
Melalui studi catatan medik di nilai prediksi positif dan 32-67% untuk mencapai 51m.
satu-satunya rumahsakit jiwa di daerah nilai prediksi negatif).
itu, orang-orang yang lahir antara tahun Korelasi antara kelainan mikro- N.Engl.J.Med. 2005: 353 : 2148-57
brw
1960-1961 yang ibunya mengalami vaskuler retina dengan risiko kardio-
kelaparan, dua kali lebih berisiko vaskular juga rendah, kecuali untuk
didiagnosis skizofrenia dibandingkan stroke dan retinopati.
dengan orang-orang yang dilahirkan di OPIOID UNTUK NEUROPATI
tahun 1959 atau 1962. BMJ 2005 ; 331 : 73-6
brw Ternyata selama ini hanya 607
JAMA 2005;294:557-62
pasien yang terlibat dalam penelitian
brw berkualitas baik dalam menilai manfaat
SILDENAFIL UNTUK HIPER- opioid pada nyeri neuropatik; itupun
TENSI PULMONAL follow up terlama hanya 8 minggu.
Dari penelitian tersebut disim-
SMS UNTUK BERHENTI Sildenafil - obat yang selama ini pulkan bahwa opioid seperti morfin
MEROKOK populer digunakan untuk disfungsi dan oksikodon dapat meringankan
ereksi, juga mempunyai kegunaan lain nyeri neuropatik khronik jika digu-
Penelitian di Selandia Baru melalui efek relaksasi otot polosnya. nakan teratur selama beberapa minggu.
menggunakan pesan SMS untuk Sildenafil diketahui menghambat Penelitian atas 403 pasien
berhenti merokok dan pesan kesehatan fosfodiesterase tipe 5 yang memeta- neuralgia pascaherpes, neuropati diabe-
lain 5 kali sehari mulai dari 5 hari bolisme cGMP: akibatnya kadar cGMP tik atau nyeri fantom menunjukkan
sebelum keputusan berhenti merokok meningkat sehingga dapat merelaksasi bahwa opioid menurunkan skala nyeri
sampai selama 1 bulan penuh kepada otot polos vaskuler. Relaksasi otot sebesar 14 point - perbaikan 20-30% -
852 orang yang berniat berhenti polos tersebut juga terjadi di paru, sama efektifnya dengan gabapentin.
merokok. sehingga obat ini dicobakan untuk Efek samping yang terutama ialah
Setelah 6 minggu, kelompok yang mengatasi hipertensi pulmonal. mual (NNH 3.6), konstipasi (NNH
di‘bombardir’ dengan pesan SMS dua Sejumlah 278 pasien hipertensi 4.6), mengantuk (NNH 3.3), muntah
kali lebih banyak yang berhenti pulmonal arteriil dibagi secara acak (NNH 6.2) dan pusing (NNH 6.7).
merokok dibandingkan dengan kelom- buta ganda untuk mendapat plasebo Tidak ada yang mengukur potensi
pok kontrol (yang hanya menerima atau sildenafil (20,40,80 mg) per oral 3 ketergantungan, mungkin karena lama
SMS terimakasih seminggu sekali). kali sehari selama 12 minggu. penelitiannya relatif singkat.
Setelah 26 minggu, perbedaaan Ternyata pada akhir studi, jarak
tersebut masih tetap bermakna. yang berhasil ditempuh dalam 6 menit JAMA 2005; 293:3043-52
berjalan meningkat rata-rata 45m brw
BMJ 2005;331:72 (+13%), 46 m(+13,3%) dan 50
brw m(+14,7%) untuk dosis sildenafil

66 Cermin Dunia Kedokteran No. 150, 2006


EFEK DINAS MALAM daripada mereka yang tidak mencatat (80%) kasus serebrovaskuler, 623
Dinas malam di antara residen (18.1 ± 9.8 kg vs. 7,7 ± 7.5 kg; p=0.04) (73%) kasus koroner dan 147 (78%)
terbukti meningkatkan risiko kecela- Hal ini menekankan perlunya kasus vaskuler perifer di kalangan usia
kaan. Sejumlah 2737 residen di AS perubah-an gaya hidup dan konseling 65 tahun ke atas; dan 503 (54%), 402
mela-porkan bahwa mereka bekerja di samping hanya memberikan obat. (47%) dan 105 (56%) masing-masing
rata-rata 70.7 jam perminggu dan di kalangan 5919 (6%) usia 75 tahun ke
N.Engl.J.Med. 2005;353:2111-20 atas Meskipun case-fatality rate naik
menjalani rata-rata 3.9 shift panjang brw
(rata-rata 32 jam) dalam sebulan. bersama lanjutnya usia, 736 (47%) dari
Selama masa tersebut mereka 1561 kasus non fatal terjadi di kalangan
mela-porkan 320 kecelakaan lalulintas. usia 75 tahun ke atas.
Analisis menunjukkan bahwa shift STUDI POPULASI ATAS KEJA-
DIAN VASKULER Lancet 2005;366:1773-83
panjang meningkatkan risiko kecela- brw
kaan dua kali lipat dan risiko nyaris Oxford Vascular Study bertujuan
kecelakaan (near-miss) enam kali lipat. untuk mencatat setiap kejadian vasku-
N.Engl.J.Med. 2005;125-34 ler di masayarakat. Studi ini dilaksa- DIAZEPAM VS. MIDAZOLAM
brw nakan di Oxfordshire, Inggris – kota UNTUK KEJANG ANAK-ANAK
yang berpenduduk 91 106 orang selama
tahun 2002-2005. Mengingat kesulitan alplikasi rektal
DIET DAN EXERCISE diazepam pada kasus-kasus kejang di
Selama masa tersebut tercatat 2024
Pada suatu studi selama 1 tahun, kejadian vaskulaer pada 1657 orang: kalangan anak-anak, suatu alternatif
224 dewasa obese semuanya diberi diet 918 (45%) bersifat serebrovaskuler berupa pemberian midazolam buccal
1200-1500 kalori/hari dan program terdiri dari 618 kasus stroke dan 300 dujicobakan pada anak-anak usia 6
exercise, selanjutnya dibagi 4 perla- kasus TIA (transient ischemic attack ), bulan ke atas yang datang ke
kuan: diberi sibutramin 15 mg/hari oleh 856 (42%) bersifat koroner 159 kasus rumahsakit di Inggris karena kejang
dokter keluarga dalam 8 pertemuan, infark miokard dengan elevasi ST, 316 dan tanpa jalur intravena. Dosis yang
nasihat perubahan gaya hidup saja kasus infark miokard non elevasi ST, digunakan berkisar antara 2.5 - 10 mg.
dalam bentuk 30 kali group-session, 218 kasus angina unstable dan 163 untuk kedua jenis obat.
sibutramin + group session (terapi kasus sudden cardiac death. Keberhasilan terapi sebesar 56%
kombinasi); atau sibutramin + kon- Kasus vaskuler perifer tercatat 188 (61 dari 109 kasus) untuk midazolam
seling oleh dokter keluarga selama 10- (9%) kasus 43 aortik, 53 emboli viseral buccal dan 27% (30 dari 110) untuk
15 menit tiap pertemuan . atau anggota gerak, 92 kasus iskemi diazepam rektal – perbedaan persentase
Setelah 1 tahun, kelompok terapi berat anggota gerak; dan 62 kasus 29%, 95%CI 16-41).
kom-binasi turun berat badan rata-rata dengan sebab kematian tak Kejadian depresi pernapasan tidak
12.1 ± 8.9 kg, sedangkan kelompok tergolongkan. berbeda bermakna antara kedua perla-
sibu-tramin saja turun 5.0 ± 7.4 kg; Kejadian relatif serebrovaskuler kuan. Analisis regrresi logistik
kelompok nasihat perubahan gaya dibandingkan dengan kejadian koroner menunjukkan bahwa midazolam buccal
hidup turun rata-rata 6.7 ± 7.9 kg 1.19 (95%CI:1.06-1.33) untuk seluruh lebih efektif dibandingkan dengan
sedangkan ke-lompok sibutramin + kasus, 1.40 (1.23-1.59) untuk kasus non diazepam rektal.
konseling dokter keluarga turun 7.5 ± fatal dan 1.21 (1.04-1.41) jika kasus
8.0 kg (p<0.001). Lancet 2005;366:205-10
TIA dan unstable angina tidak brw
Di kelompok terapi kombinasi diperhitungkan.
mereka yang sering mencatat apa yang Angka kejadian naik bersamaan
dimakan/dietnya turun lebih banyak dengan usia psda semua kasus - 735

It is easy to give advice from a port of safety

Cermin Dunia Kedokteran No. 150, 2006 67


Ruang
Penyegar dan Penambah
Ilmu Kedokteran
Dapatkah saudara menjawab
pertanyaan-pertanyaan di bawah ini?

1. Pemantauan serologi yang tidak diperlukan pada evaluasi 5. Yang bukan merupakan tanda gagal hati :
infeksi hepatitis B kronis ialah : a) Kelainan EEG
a) HBsAg b) Asites
b) HBcAg c) Anuri
c) HbeAg d) Kadar albumin darah rendah
d) AntiHBe e) Gangguan pembekuan darah
e) HBV DNA
6. Aspirasi cairan abses amebiasis hati diperlukan pada
2. Titer HbsAg yang positif setelah 6 bulan menunjukkan : keadaan berikut, kecuali :
a) Hepatitis akut a) Abses besar (> 5 cm)
b) Hepatitis kronis eksaserbasi akut b) Abses lobus kiri dengan komplkasi
c) Hepatitis carrier c) Klinis tidak membaik
d) Hepatitis kronis d) Dugaan piogenik
e) Karsinoma hepar e) Abses di dekat permukaan

3. Peningkatan ALT menunjukkan : 7. Derivat kuinolon dapat menyebabkan efek samping :


a) Kerusakan sel hati a) Diare
b) Gangguan produksi empedu b) Gangguan visus
c) Obstruksi saluran empedu c) Ensefalopati
d) Fibrosis hati d) Nyeri kepala
e) Karsinoma hati e) Abses di dekat permukaan

4. Sindrom hepatorenal ialah : 8. Obat terpilih untuk amebiasis :


a) Kelainan hepar pada pasien gagal ginjal a) Metronidazol
b) Gagal ginjal akut b) Tetrasiklin
c) Kelainan hepar dan ginjal disebabkan penyakit c) Paromomisin
autoimun d) Dehidroemetin
d) Kelainan hepar dan ginjal akibat infeksi virus e) Kliokinol
e) Semua benar

JAWABAN RPPIK :

1. B 2. D 3. A 4. B
5. C 6. E 7. B 8. A

68 Cermin Dunia Kedokteran No. 150

You might also like