You are on page 1of 11

PENINGKATAN MUTU MINYAK ATSIRI MELALUI PROSES PEMURNIAN1

Hernani* dan Tri Marwati


Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian
Jl. Tentara Pelajar 12 Bogor
*
E-mail : hernani_bahdin@hotmail.com

ABSTRAK

Minyak atsiri merupakan minyak yang mudah menguap dan banyak digunakan
dalam industri sebagai pemberi aroma dan rasa. Nilai jual dari minyak atsiri sangat
ditentukan oleh kualitas minyak dan kadar komponen utamanya. Minyak atsiri di
Indonesia sebagian besar masih diusahakan oleh masyarakat awam, sehingga minyak
yang dihasilkan tidak memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan. Kualitas atau mutu
minyak atsiri ditentukan oleh karakteristik alamiah dari masing-masing minyak tersebut
dan bahan-bahan asing yang tercampur di dalamnya. Adanya bahan-bahan asing tersebut
dengan sendirinya akan merusak mutu minyak atsiri yang bersangkutan. Bila tidak
memenuhi persyaratan mutu, maka nilai jual minyak tersebut akan jauh lebih murah.
Untuk meningkatkan kualitas minyak dan nilai jualnya, bisa dilakukan dengan beberapa
proses pemurnian baik secara fisika ataupun kimia. Dari beberapa hasil penelitian
menunjukkan bahwa proses pemurnian bisa meningkatkan kualitas minyak tersebut,
terutama dalam hal warna, sifat fisikokimia dan kadar komponen utamanya. Proses
pemurnian yang akan dibahas adalah untuk pemurnian minyak nilam, akar wangi,
kenanga dan daun cengkeh. Dari proses pemurnian bisa dihasilkan minyak yang lebih
cerah dan karakteriknya memenuhi persyaratan mutu standar.

Kata kunci : Mutu minyak atsiri, pemurnian

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan salah satu negara pengekspor minyak atsiri, seperti minyak
nilam, sereh wangi yang dikenal sebagai Java cittronellal oil, akar wangi, pala, kenanga,
daun cengkeh, dan cendana. Beberapa daerah produksi minyak atsiri adalah daerah Jawa
Barat (sereh wangi, akar wangi, daun cengkeh, pala), Jawa Timur (kenanga, daun
cengkeh), Jawa Tengah (daun cengkeh, nilam), Bengkulu (nilam), Aceh (nilam, pala),
Nias, Tapanuli, dan Sumatera Barat (Manurung, 2003).
Teknik penyulingan minyak atsiri yang selama ini diusahakan para petani, masih
dilakukan secara sederhana dan belum menggunakan teknik penyulingan secara baik dan
benar. Selain itu, penanganan hasil setelah produksi belum dilakukan secara maksimal,

1
Disampaikan pada Konferensi Nasional Minyak Atsiri 2006, Solo pada tanggal 18-20 September 2006

1
seperti pemisahan minyak setelah penyulingan, wadah yang digunakan, penyimpanan
yang tidak benar, maka akan terjadi proses-proses yang tidak diinginkan, yaitu oksidasi,
hidrolisa ataupun polimerisasi. Biasanya minyak yang dihasilkan akan terlihat lebih
gelap dan berwarna kehitaman atau sedikit kehijauan akibat kontaminasi dari logam Fe
dan Cu. Hal ini akan berpengaruh terhadap sifat fisika kimia minyak. Untuk itu, proses
penyulingan minyak yang baik dan benar perlu diketahui secara lebih rinci, sehingga
minyak yang dihasilkan dapat memenuhi persyaratan mutu yang ada.
Kualitas atau mutu minyak atsiri ditentukan oleh karakteristik alamiah dari
masing-masing minyak tersebut dan bahan-bahan asing yang tercampur di dalamnya;
adanya bahan-bahan asing akan merusak mutu minyak atsiri. Komponen standar mutu
minyak atsiri ditentukan oleh kualitas dari minyak itu sendiri dan kemurniannya.
Kemurnian minyak bisa diperiksa dengan penetapan kelarutan uji lemak dan mineral.
Selain itu, faktor yang menentukan mutu adalah sifat-sifat fisika-kimia minyak, seperti
bilangan asam, bilangan ester dan komponen utama minyak, dan membandingkannya
dengan standar mutu perdagangan yang ada. Bila nilainya tidak memenuhi berarti
minyak telah terkontaminasi, adanya pemalsuan atau minyak atsiri tersebut dikatakan
bermutu rendah. Faktor lain yang berperan dalam mutu minyak atsiri adalah jenis
tanaman, umur panen, perlakuan bahan sebelum penyulingan, jenis peralatan yang
digunakan dan kondisi prosesnya, perlakuan minyak setelah penyulingan, kemasan dan
penyimpanan.
Pemurnian merupakan suatu proses untuk meningkatkan kualitas suatu bahan agar
mempunyai nilai jual yang lebih tinggi. Beberapa metode pemurnian yang dikenal
adalah secara kimia ataupun fisika. Pemurnian secara fisika memerlukan peralatan
penunjang yang cukup spesifik, akan tetapi minyak yang dihasilkan lebih baik, karena
warnanya lebih jernih dan komponen utamanya menjadi lebih tinggi. Untuk metode
pemurnian kimiawi bisa dilakukan dengan menggunakan peralatan yang sederhana dan
hanya memerlukan pencampuran dengan adsorben atau senyawa pengomplek tertentu.

TEKNOLOGI PEMURNIAN
Proses pemurnian bisa dilakukan dengan menggunakan beberapa metode, yaitu
secara fisika dan kimia. Hal ini terkait dengan sifat minyak atsiri yang terdiri dari

2
berbagai komponen kimia dan secara alami terbentuk pada tanaman sesuai dengan tipe
komponen yang berbeda dari setiap tanaman (Davis et al.,2006). Proses pemurnian
secara fisika bisa dilakukan dengan mendistilasi ulang minyak atsiri yang dihasilkan
(redestillation) dan distilasi fraksinasi dengan pengurangan tekanan. Untuk proses secara
kimia dengan 1) adsorpsi menggunakan adsorben tertentu seperti bentonit, arang aktif,
zeolit, 2) menghilangkan senyawa terpen (terpeneless) untuk meningkatkan efek
flavoring, sifat kelarutan dalam alkohol encer, kestabilan dan daya simpan dari minyak,
dan 3 ) larutan senyawa pembentuk kompleks seperti asam sitrat, asam tartarat (Sait dan
Satyaputra, 1995 )
Dalam proses secara fisika, yaitu metode redestilasi adalah menyuling ulang
minyak atsiri dengan menambahkan air pada perbandingan minyak dan air sekitar 1:5
dalam labu destilasi, kemudian campuran didestilasi. Minyak yang dihasilkan akan
terlihat lebih jernih. Hasil penyulingan ulang terhadap minyak nilam dengan metode
redestilasi, ternyata dapat meningkatkan nilai transmisi (kejernihan) dari 4 % menjadi
83,4 %, dan menurunkan kadar Fe dari 509,2 ppm menjadi 19,60 ppm (Purnawati, 2000).
Untuk distilasi fraksinasi akan jauh lebih baik karena komponen kimia dipisahkan
berdasarkan perbedaan titik didihnya (Sulaswaty dan Wuryaningsih, 2001). Komponen
kimia yang terpisah sesuai dengan golongannya.
Adsorpsi adalah proses difusi suatu komponen pada suatu permukaan atau antar
partikel. Dalam adsorpsi terjadi proses pengikatan oleh permukaan adsorben padatan
atau cairan terhadap adsorbat atom-atom, ion-ion atau molekul-molekul lainnya (Anon,
2000). Untuk proses tersebut, bisa digunakan adsorben, baik yang bersifat polar (silika,
alumina dan tanah diatomae) ataupun non polar (arang aktif) (Putra, 1998). Secara
umum proses pemurnian secara kimia sesuai dengan diagram alir Gambar 1.

Minyak + adsorben

Pengadukan dengan pemanasan selama 15 menit

Penyaringan

Minyak

Gambar 1. Diagram alir pemurnian dengan adsorben

3
Pengkelatan adalah pengikatan logam dengan cara menambahkan senyawa
pengkelat dan membentuk kompleks logam senyawa pengkelat (Ekholm et al., 2003).
Proses pengkelatan dilakukan dengan cara yang sama dengan adsorpsi hanya dengan
mengganti adsorben dengan senyawa pengkelat. Senyawa pengkhelat yang cukup dikenal
dalam proses pemurnian minyak atsiri, antara lain asam sitrat, asam malat, asam tartarat
dan EDTA (Karmelita, 1997; Marwati et al., 2005; Moestafa et al., 1990). Proses
pengikatan logam merupakan proses keseimbangan pembentukan kompleks logam
dengan senyawa pengkelat. Berarti proses pengkelatan dipengaruhi oleh konsentrasi
senyawa yang ada. Secara umum keseimbangan reaksinya dapat ditulis sebagai berikut :
L+ + S- ' LS
L = logam
S = senyawa pengkelat
LS = kompleks logam-senyawa pengkelat
Metode penghilangan senyawa terpen atau terpenless biasa dilakukan terhadap
minyak atsiri yang akan digunakan dalam pembuatan parfum, karena minyak yang
dihasilkan akan memberikan aroma yang lebih baik (Hernani et al., 2002; Sait dan
Satyaputra, 1995). Ada dua cara penghilangan terpen, yaitu dengan adsorpsi
menggunakan kolom alumina menggunakan eluen tertentua dan ekstraksi menggunakan
alkohol encer.

HASIL-HASIL PENELITIAN PEMURNIAN MINYAK

A. MINYAK AKAR WANGI


Minyak akar wangi (Vetiveria zizanoides), termasuk dalam famili Graminae,
biasanya tumbuh didaerah tropis seperti India, Tahiti, Haiti dan Indonesia (khususnya
Jawa) (Anon, 2006). Tanaman ini selain mengandung minyak atsiri, juga bisa
dimanfaatkan untuk mencegah erosi, vegetasi konservasi karena bentuk akarnya yang
kuat (Emmyzar et al., 2000). Minyak akar wangi banyak digunakan dalam industri
parfum, bahan kosmetik, obat-obatan, antiseptik, afrodisiak, sedativ, tonik dan bisa
dimanfaatkan sebagai biopestisida (Anon, 2006; Kamal and Ashok, 2006; Emmyzar et
al., 2000). Komponen utama dari minyak akar wangi adalah senyawa golongan

4
seskuiterpen (3-4 %), seskuiterpenol (18-25 %) dan seskuiterpenon seperti asam benzoat,
vetiverol, vetiverol, furfurol, α dan β vetivone, vetivene dan vetivenil vetivenat (Anon,
2006; Kamal and Ashok, 2006; Emmyzar et al., 2000).
Pemurnian terhadap minyak akar wangi yang bermutu rendah (berwarna
kehitaman) dengan menggunakan bentonit 2 % akan meningkatkan mutu minyak dalam
hal peningkatan kejernihan dari 46 % menjadi 88 % berarti terjadi perubahan warna
minyak dari coklat gelap menjadi kuning kecoklatan (Tabel 1).
Tabel 1. Hasil pemurnian minyak menggunakan bentonit 2 %
Karakteristik Minyak kasar Minyak hasil Standard SNI
pemurnian
Rendemen, % - 81,5 -
Warna Coklat gelap Kuning Kuning muda
kecoklatan sampai coklat
kemerahan
Transmisi, % 46 88 -
Bobot jenis 0,980 1,0041 0,978-1,038
Indek bias 1,520 1,519 1,513-1,582
Putaran optik + 20° + 34° + 15° - + 45°*
Kelarutan dalam alkohol 95 % Larut 1 : 1 Larut 1 : 1 1 : 1 Jernih
Bilangan ester 16 16,4 5-25
Bilangan ester setelah disetilasi 105 135 100-150
Kadar logam :
Fe (ppm) 2,76 2,53
Zn (ppm) 2,13 1,96
Kadar vetiverol, % 48,67 49,18
Sumber : Rohayati, 1997; * EOA

B. MINYAK NILAM
Nilam (Pogostemon cablin BENTH) salah satu dari famili Labiatae, merupakan
minyak atsiri yang cukup penting. Indonesia merupakan salah satu produsen minyak
nilam terbesar di dunia dengan kontribusinya sekitar 90 %. Negara tujuan ekspor minyak
nilam antara lain Jepang, Singapura, Amerika dan Perancis. Kegunaan utama minyak
nilam biasanya dalam industri parfum sebagai zat pengikat/fiksatif, industri sabun dan
kosmetik. Minyak nilam terdiri dari campuran senyawa terpen yang bercampur dengan
alkohol, aldehid dan ester-ester yang memberikan aroma yang khas dan spesifik.
Senyawa-senyawa tersebut antara lain, sinamaldehid, benzaldehid, patchoulen, patchouli
alkohol dan eugenol benzoat. Patchouli alkohol merupakan komponen utama minyak
nilam. Minyak yang banyak mengandung senyawa terpen akan menurunkan nilai

5
kelarutannya (Hernani dan Risfaheri, 1989). Senyawa terpen dalam minyak akan mudah
mengalami proses polimerisasi, oksidasi ataupun hidrolisa karena adanya cahaya, dan air.
Untuk pemurnian minyak nilam bisa dilakukan dengan menggunakan senyawa
pengkhelat dan penghilangan senyawa terpen (terpeneless). Pemurnian minyak
menggunakan Na-EDTA (di Natrium Ethylene Diamine Tetra acetic acid) 0,05 M dengan
perbandingan 1 : 1 dan pengadukan selama 5 menit akan menghilangkan kandungan Fe
(besi) sekitar 95 % (Tabel 2) (Mostafa et al., 1990). Dari tabel tersebut dapat diketahui
bahwa dengan penurunan kadar logam, terjadi perubahan warna minyak yang sangat
signifikan yaitu dari coklat tua menjadi kuning jernih.
Dari hasil penelitian terpeneless menggunakan alkohol encer terhadap minyak
nilam, ternyata dapat meningkatkan kadar patchouli alkohol dari 31,69 %menjadi 55,29
% (Hernani et al., 2002).
Tabel 2. Pemurnian minyak nilam dengan larutan EDTA
Karakteristik Sebelum pemurnian Setelah pemurnian
Warna Coklat tua Kuning jernih
Berat jenis 25/ 25°C 0,972 0,967
Indek bias pada 20°C 1,537 1,537
Kelarutan dalam etanol 90 % 1:1 keruh, 1:9 jernih dan Larut dalam
seterusnya jernih perbandingan 1 : 9
Bilangan asam 4,60 4,58
Bilangan ester 7,96 7,68
Kandungan besi, ppm 397 18
Sumber : Mostafa et al. (1990)
Pada minyak nilam dapat dilakukan pemurnian secara redestilasi, hasil
menunjukkan bahwa terjadi peningkatan nilai transmisi dari 4 % menjadi 83,4 %.
Peningkatan transmisi tersebut seiring dengan penurunan kadar logam Fe dalam minyak
yaitu dari 509,2 ppm menjadi 19,60 ppm (Purnawati, 2000).

C. MINYAK KENANGA
Minyak kenanga adalah minyak yang diperoleh dari penyulingan bunga kenanga
(Canangium odoratum Baill). Minyak kenanga banyak digunakan dalam industri flavor,
parfum, kosmetika dan farmasi. Komponen utama minyak kenanga dari konsentrasi yang
paling besar berturut-turut adalah adalah β-kariofilen, α-terpineol, benzil asetat dan
benzil alkohol (Sastrohamidjojo, 2002). Masalah yang timbul dalam penyulingan

6
minyak kenanga pada industri kecil adalah warna minyak yang hitam kecoklatan dan
kotor. Kondisi tersebut disebabkan terjadinya reaksi antara senyawa dalam minyak
dengan ion logam yang berasal dari ketel suling (Brahmana, 1991), dan adanya proses
polimerisasi, oksidasi dan hidrolisis. Salah satu upaya untuk memecahkan masalah
minyak kenanga yang berwarna hitam kecoklatan dan kotor adalah dengan proses
pemurnian. Pemurnian minyak menggunakan bentonit 3 % akan menghasilkan minyak
dengan kejernihan dan warna yang lebih baik dari pada menggunakan arang aktif, asam
sitrat dan asam tartarat (Mulyono dan Marwati, 2005). Sifat fisikokimia minyak kenanga
sebelum dan sesudah pemurnian tersaji pada Tabel 3. Dari Tabel 3 terlihat bahwa setelah
pemurnian, kejernihan minyak meningkat, warna minyak berubah dari coklat menjadi
kuning, kadar logam (Mg, Fe, Mn, Zn, Pb) menurun, akan tetapi komponen utama dalam
minyak (β-kariofilen, α-terpineol) tidak berubah. Secara umum minyak telah memenuhi
standar mutu SNI.

Tabel 3. Sifat fisikokimia minyak kenanga sebelum dan sesudah pemurnian dengan
bentonit 3 %
Sifat fisikokimia Sebelum Setelah SNI 06-3949-1995*
pemurnian pemurnian
Kejernihan (% T) 13.1 94.1 -
Warna Coklat Kuning Kuning tua
Bobot jenis 25°/25°C 0,9118 0,9154 0,906-0,920
Indek bias 25°C 1,5007 1,5002 1,495-1,504
Putaran optik -19°24’ -18°12’ (-15°) – (30°)
Kelarutan dalam alkohol 90 % Larut 1:3 Larut 1:3 1:1.5 jernih
Bilangan asam 1.01 1.19 -
Bilangan ester 24,01 23,84 15-35
Kadar logam (ppm)
Mg 321 111 -
Fe 11 4
Mn 13 5
Zn 1 tt
Pb 1 tt
Kadar komponen utama
β-kariofilen 39,441 39,441 -
α-terpineol 10,732 10,732
Sumber : Mulyono dan Marwati (2005)
Keterangan : *Badan Standarisasi Nasional (1995); Tt = tidak terdeteksi; - = tidak disyaratkan

7
D. MINYAK DAUN CENGKEH
Minyak daun cengkeh adalah minyak atsiri yang diperoleh dari penyulingan daun
dan ranting tanaman cengkeh. Minyak daun cengkeh hasil penyulingan rakyat seringkali
berwarna hitam kecoklatan dan kotor, sehingga untuk meningkatkan nilai jual dari
minyak tersebut, perlu dilakukan pemurnian. Dari beberapa hasil pemurnian
menunjukkan bahwa minyak dapat dimurnikan dengan metoda adsorpsi dan pengkelatan.
Komponen minyak daun cengkeh dapat dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok
pertama adalah senyawa fenolat dengan eugenol sebagai komponen terbesar. Kelompok
kedua adalah senyawa non fenolat yaitu β-kariofeilen, α-kubeben, α-kopaen, humulen, δ-
kadien, dan kadina 1,3,5 trien dengan β-kariofeilen sebagai komponen terbesar. Eugenol
mempunyai flavor yang kuat dengan rasa yang sangat pedas dan panas (Sastrohamidjojo,
2002).
Pada proses pemurnian minyak daun cengkeh dengan bentonit 1 sampai 10 %
diketahui bahwa dengan peningkatan konsentrasi bentonit terjadi peningkatan
kejernihan, kecerahan dan warna minyak. Peningkatan kejernihan terjadi karena bentonit
sifatnya mudah menyerap air dan logam, sehingga dengan berkurangnya air dan logam
yang terikat dalam minyak menyebabkan minyak menjadi jernih. Pemurnian secara
pengkelatan dengan asam sitrat 0,6 % juga menunjukkan hasil yang sama, yaitu
peningkatan kejernihan dan kualitas minyak (Marwati et al., 2005). Kualitas minyak daun
cengkeh sebelum dan setelah pemurnian terlihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Sifat fisikokimia minyak daun cengkeh sebelum dan setelah pemurnian
dan standar mutu minyak menurut SNI
No Karakteristik Sebelum Bentonit 7 % Asam sitrat Standar SNI
pemurnian 0,6 %
1. Warna Hitam Kuning Kuning -
kecoklatan
2. Berat jenis 1,0282 1,0473 1,0336 1,0250- 1,0609
3. Indek bias 1,5284 1,5335 1,5294 1,5200-1,5400
4. Putaran optik - 0°54’ -1°48’ -
5. Kelarutan dalam 1 : 1,5 1:1 1:1 1:2
alkohol 70 %
6. Kadar eugenol (%) 80 84 82 min, 78
Sumber : Marwati et al. (2005)

Dari Tabel 4 terlihat bahwa dengan proses pemurnian baik dengan bentonit
maupun asam sitrat, terjadi peningkatan mutu minyak. Pemakaian bentonit dengan

8
konsentrasi 7 % sampai 10 % menghasilkan minyak dengan sifat fisik yang tidak berbeda
jauh, tetapi sangat berpengaruh terhadap peningkatan kadar eugenol. Konsentrasi terbaik
untuk pengkelatan minyak daun cengkeh dengan asam tartarat adalah 4 %. Akan tetapi
dengan bantuan pemanasan (60°C) selama 30 menit, akan menghasilkan minyak yang
jauh lebih jernih, hal ini terlihat dari peningkatan nilai transmisi (34,7- 58,5 %)
(Karmelita, 1991). Pemurnian minyak daun cengkeh dengan asam tartarat 4 %
berpengaruh sekali terhadap peningkatan kejernihan (dari 1,1 % menjadi 75,7%),
perubahan warna minyak dari gelap menjadi coklat muda dan peningkatan kadar eugenol
dari 76,996 ppm menjadi 79,038 ppm, sedangkan karakteristik lain tidak berubah secara
signifikan.

STANDAR MUTU
Standar merupakan dokumen yang sangat penting dalam menentukan kualitas
suatu bahan dengan persyaratan tertentu, yang meliputi persyaratan spesifikasi, prosedur
dan aturan yang bersifat dinamis, sehingga perlu dikelola secara profesional dengan
memperhatikan kebutuhan pengguna serta perkembangan teknologinya. Bila tidak
memenuhi aturan tersebut, maka dapat menimbulkan masalah sosial seperti menurunkan
persaingan akibat adanya hambatan dalam menembus pasar serta tidak cukupnya proteksi
terhadap pengguna dan perlindungan lingkungan. Sebaliknya, apabila standar dirumuskan
berdasarkan acuan ke standar-standar nasional yang telah diakui serta ke standar
internasional yang merefleksikan persyaratan pasar dunia dan tidak sekedar pada kondisi
khusus untuk pasar dalam negeri, maka standar dapat membantu proses perencanaan,
mendukung pembuatan dan penjualan barang dan jasa dengan lebih mudah baik di pasar
domestik dan pasar bebas.
Persyaratan standar mutu minyak atsiri menggunakan batasan atau kriteria-kriteria
tertentu. Biasanya dalam karakteristik mutu dicantumkan sifat khas minyak atsiri sesuai
dengan bahan asalnya atau karakteristik ilmiah dari masing-masing minyak tersebut.
Dari sifat fisika kita akan mengetahui keasliannya, sedangkan sifat kimia, meliputi
komponen kimia pendukung minyak secara umum bisa diketahui, terutama komponen
utamanya. Adanya bahan-bahan asing yang tercampur dengan sendirinya akan merusak
mutu minyak tersebut. Oleh karena itu, cara-cara sederhana tetapi teliti sangat diperlukan

9
untuk mendeteksi adanya bahan-bahan asing, baik secara kualitatif ataupun kuantitatif.
Bahkan persyaratan tertentu seperti komponen utama minyak atsiri perlu dicantumkan
dalam upaya menghindari pemalsuan (Pardede, 2003). Contoh standar yang digunakan
dalam perdagangan minyak nilam (Tabel 5).
Tabel 5. Standar Nasional Indonesia dan Essential Oil Association untuk minyak nilam
Karakteristik SNI EOA
Bobot jenis 0,943-0,983 (pada 25°C) 0,950-0,975 (pada 20°C)
Indeks bias, 25°C 1,506-1,516 (pada 20°C) 1,570-1,515 (pada 25°C)
Putaran optik - (-48° ) - (- 65°)
Bilangan asam, % Maks 5 Maks. 5
Bilangan ester, % Maks 10 Maks. 20
Kelarutan dalam Larut jernih atau opelesensi Larut jernih dalam perbandingan 1:
alkohol 90 % ringan dalam perbandingan 10
volume 1 s/d 10 bagian
Warna Kuning muda sampai coklat
Minyak kruing Negatif
Zat-zat asing : Negatif
a. alkohol tambahan
b. Lemak
c. Minyak Pelikan

DAFTAR PUSTAKA
Anon. 2000. Adsorption. Microsoft Corporation
http://encarta.msn.com/find/consice.asp?ti=01AFA000.
Anon. 2006. Vetiver essential information.
file://C:\DOCUME~1\Pasca\LOCALS~1\Temp\J7SHE9R8.htm. 5 hal.
Brahmana, H.R. 1991. Pengaruh penambahan minyak kruing dan besi oksida terhadap
mutu minyak nilam (Patchouli oil). Komunikasi Penelitian 3 (4) : 330-341.
Davis, E; J. Hassler; P. Ho; A. Hover and W. Kruger. 2006. Essential oil.
http://.wsu.edu/~gmhyde/433_web_pages/433oil-web-
pages/essence/essence-oils. 14 hal.
Ekholm P., L. Virkki, M. Ylinen, and L. Johanson. 2003. The effect of phytic acid and
some natural chelating agents on solubility of mineral elements in oat bran.
Food Chem 80: 165-170.
Emmyzar; S. Roechan; A.M. Kurniawansyah dan Pulung. 2000. Produktivitas dan kadar
minyak tanaman akar wangi (Vetiveria zizanioides Stapt) di tanah tercemar
logam berat cadmium. Jurnal ilmiah Pertanian Gakuryoku.VI (2) : 129-179.
Hernani dan Risfaheri. 1989. Pengaruh perlakuan bahan sebelum penyulingan terhadap
rendemen dan karakteristik minyak nilam. Pemberitaan Littri. XV (2) : 84-
87.
Hernani, Munazah dan Ma’mun. 2002. Peningkatan kadar patchouli alcohol dalam
minyak nilam (Pogostemon cablin Benth.) melalui proses deterpenisasi.

10
Prosiding Simposium Nasional II Tumbuhan Obat dan Aromatik. Kerjasama
Kehati, LIPI, Apinmap, Unesco, Jica, Bogor : 225-228.
Kamal, C and R. Ashok. 2006. Modified vetiver oil : economic biopesticide.
http://www.ars.usda.gov/research/publications/publications.htm?SE_Q NO_
115=170715
Karmelita, L. 1991. Mempelajari cara pemucatan minyak daun cengkeh (Syzigium
aromaticum L.) dengan asam tartarat. Skripsi S1, Fateta, IPB-Bogor. 98 hal.
Manurung, T.B. 2003. Usaha pengolahan dan perdagangan minyak atsiri Indonesia dan
permasalahannya dalam menghadapi era perdagangan global. Sosialisasi
Temu Usaha Peningkatan Mutu Bahan Olah Industri Minyak Atsiri.Dirjend.
Industri Kimia Agro dan Hasil Hutan. Jakarta. 9 hal.
Marwati, T., M.S. Rusli, E. Noor dan E. Mulyono. 2005. Peningkatan mutu minyak daun
cengkeh melalui proses pemurnian. Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian.
2 (2):93-100.
Mulyono, E. dan T. Marwati. 2005. Kajian proses pemurnian minyak kenanga. Buletin
Teknologi Pascapanen Pertanian. 1(1): 31-37
Moestafa, A; E. Suprijatna dan Gumilar. 1990. Pengaruh kepekatan larutan garam EDTA
(Disodium Ethylene Diamine Tetra Acetic Acid) dan lama pengadukannya
terhadap pengikatan ion besi dalam minyak nilam. Warta IHP. 7 (1) : 23-26.
Pardede, J.J. 2003.Peningkatan mutu minyak atsiri dan pengembangan produk
turunannya. Sosialisasi/temu usaha peningkatan mutu bahan olah industri
minyak atsiri. Deperindag, Jakarta. 20 hal.
Purnawati, R. 2000. Pemucatan minyak nilam dengan cara redestilasi dan cara kimia.
Skripsi. Fateta. IPB. Bogor.
Putra, R.S.A. 1998. Desain alat pemucat minyak akar wangi skala industri kecil.Skripsi
Fateta, IPB.47 hal.
Rohayati, N. 1997. Penggunaan bentonit, arang aktif dan asam sitrat untuk meningkatkan
mutu minyak akar wangi. Skripsi Fateta, IPB. 50 hal.
Sait, S dan I. Satyaputra. 1995. Pengaruh proses deterpenasi terhadap mutu obat minyak
biji pala. Warta IHP. 12 (1-2) : 41-43.
Sastrohamidjojo, H. 2002. Kimia Minyak Atsiri. FMIPA, UGM. Yogyakarta.
Sulaswaty, A dan Wuryaningsih. 2001. Teknologi ekstraksi dan pemurnian minyak atsiri
sebagai bahan baku flavor & fragrance. Prosiding Simposium Rempah
Indonesia.Kerjasama MaRI dan Puslitbangbun, Jakarta : 99-106.

11

You might also like