You are on page 1of 232

SNTE-2012 POLITEKNIK NEGERI J AKARTA

ISBN: 978-602-97832-0-9 1

SUSUNAN PANITIA
Panitia Pelaksana :
Pelindung
: Abdillah, SE., MSi.
Selaku Direktur Politeknik Negeri J akarta
Penanggung J awab
: Iwa Sudradjat, ST., MT.
Selaku Ketua J urusan Teknik Elektro Politeknik Negeri
J akarta
Wakil Penanggung J awab : Ismujianto, ST., MT.
Selaku Sekretaris I J urusan Teknik Elektro
Ir. Anik Tjandra Setiati
Selaku Sekretaris II J urusan Teknik Elektro
Ketua Panitia : Drs. Aminuddin Debataraja, ST., MSi.
Wakil Ketua : Drs. Abdul Aziz, MMSi.
Sekretaris : Mohamad Fathurahman, ST., MT.
Bendahara : Murie Dwiyaniti, ST., MT.
Tim Editor Makalah : Ir. Nur Fauzi Soelaiman, ST., MKom.
Isdawimah, ST., MT.
Agus Wagyana, ST., MT.
Benny, ST., MT.
Publikasi dan Dokumentasi : Mauldy Laya, S.Kom., M.Kom.
Toto Supriyanto, ST., MT.
Sponsorship : Syupriadi Nasution, ST.
A Damar Aji, ST., MKom.
Perlengkapan : Indra Z., ST., MKom.
Entis Sutisna, ST.
Konsumsi : Dra. Wartiyati, MSi.
Serifikat : Drs. Latif Mawardi, MKom.

Reviewer:
1. Prof. T. Basuruddin, MSc., PhD. (Universitas Indonesia)
2. Prof. Dr. V.R Singh (Chairman IEEE Delhi Section)
3. Prof. Tsong P. Perng, PhD. (NTHU-Taiwan)
4. Prof. Dr. Ir. Harry Sudibyo S., DEA. (Universitas Indonesia)
5. Dr. Santoso Sukirno (Universitas Indonesia)
6. Prof. Dr. Ir. Eko Tjipto Rahardjo, MSc. (Universitas Indonesia)
7. Dr.Eng. Son Kuswandi (ITS)
8. Dr-Ing. Cuk Imawan (Universitas Indonesia)
9. Ir. Era Purwanto, M.Eng. (PENS-ITS)
10. Ir. Carlos RS, MT., (Politeknik Negeri Sriwijaya)
11. Dr. Ir. Gibson Hilman Sianipar (ITB)
12. Dr. Hiskia (LIPI)
13. Dr. Drs. Hanief S. Ghofur, SAg., MHum (Staf Ahli Kemendikbud RI)

Keynote Speaker:
1. Prof. Dr. Ir. Djoko Santoso, MSc. (Dirjen Dikti Kemendikbud RI)
2. Dr. Ir. Mashury Wahab, M.Eng. (Ketua Asosiasi RADAR Indonesia, AsRI)
3. Ir. Mombang Sihite, MM. (Presiden Direktur PT. Azbil Berca Indonesia)
4. Budianto Surbakti, ST., MM. (Sales Manager Energy & Power Plant Segment
PT.Schneider Electric Indonesia)



SNTE-2012 POLITEKNIK NEGERI J AKARTA
2 ISBN: 978-602-97832-0-9

SAMBUTAN KETUA PANITIA

Kita bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena kasih dan rahmat-Nya kita dapat
bertemu pada acara Seminar Nasional Teknik Elektro (SNTE) 2012 dengan tema Peningkatan
Kualitas Penelitian Sains Terapan dalam Upaya Meningkatkan Produktivitas Industri Nasional.
Pelaksanaan seminar ini merupakan agenda J urusan Teknik Elektro Politeknik Negeri J akarta
yang rutin diadakan setiap tahun.
Maksud diadakannya SNTE-2012, memasuki era globalisasi pada fenomena perubahan
bidang sains, teknologi, ekonomi, dan sistem informasi dengan prespektif yang lebih luas,
adanya berbagai bencana alam yang merupakan tantangan strategis perguruan tinggi dan instansi
penelitian untuk mengaktualisasikan diri dalam menyelesaikan tantangan ini, serta mewujudkan
sumber daya manusia yang berkualitas, unggul, dan trampil memberdayakan IPTEK. Melalui
seminar ini diharapkan agar kita dapat melengkapi kemampuan akademik secara integratif, baik
dari aspek-aspek teoritik maupun aspek praktis (terapan) ditengah-tengah perubahan kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Adapun tujuan SNTE-2012 sebagai bentuk salah satu pelaksanaan Tridharma Perguruan
Tinggi, untuk mempublikasikan hasil penelitian secara nasional dan sebagai wahana interaksi
kemitraan antara para peneliti mensinergikan antara penelitian di Perguruan Tinggi dan inovasi
di industri. Dalam proses pengembangan kwalitas potensi akademik dalam upaya Link and
Match antara perguruan tinggi, lembaga penelitian dan industri, membutuhkan sumber daya
yang memiliki sikap kreatif, inovatif, tanggap terhadap perkembangan IPTEK untuk mendorong
terciptanya masyarakat dialogis dan terbuka, saling mengisi, membangun untuk mendorong
kemandirian bangsa.
Sedangkan sasaran SNTE-2012 terciptanya pembaharuan diri yang satu dengan yang lain
untuk dapat melahirkan pemikiran-pemikiran strategis sesuai dengan pola ilmiah pokok yang
dikembangkan melalui jalur pengembangan penelitian (riset), teknologi, dan kualitas akademik
untuk mempersiapkan masyarakat mandiri. Seminar Nasional Teknik Elektro 2012
menampilkan pembicara kunci Prof. Dr. Ir. Djoko Santoso, MSc., dari Dirjen Dikti Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan RI, Dr. Ir. Mashury Wahab, M. Eng. Ketua Asosiasi RADAR
Indonesia dan Peneliti PPET LIPI Bandung, serta pakar praktisi mewakili industri di Indonesia.
SNTE-2012 diikuti sekitar 90 orang pemakalah dari berbagai Perguruan Tinggi dan Instansi
Penelitian di Indonesia meningkat dibandingkan dengan SNTE-2011. Peneliti tersebut berasal
dari: Universitas Kristen Petra Surabaya, Universitas Sultan Ageng Tertayasa Banten,
Universitas Brawijaya, Institut Teknologi Adhitama Surabaya, Universitas Lampung, ITS, UI,
Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya, LAPAN, LIPI, Akademi Teknik Industri Makasar,
STIKOM Dinamika Bangsa J ambi, Universitas Negeri Menado, Universitas Negeri J akarta,
Universitas Riau, Universitas Sriwijaya Palembang, Politeknik Negeri Sriwijaya Palembang,
Politeknik Negeri Perkapalan Surabaya, Politeknik Negeri J akarta dan Universitas Pancasila.
Kita mengharapkan seminar ini dapat melangkah ke depan lagi, mengintegrasikan ilmu
dan teknologi melalui penelitian dalam mengatasi permasalahan dan memberikan repon yang
tepat, yang menyumbangkan hal yang positif dalam pembangunan dan perubahan di dalam
masyarakat. Tidak lupa kami ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada para sponsor
yang mendukung kegiatan ini sehingga dapat berjalan sebagaimana mustinya. Dengan
terselenggaranya seminar ini, kami selaku panitia menyampaikan bahwa kesuksesan SNTE-2012
adalah berkat dukungan, kerjasama, dan partisipasi dari semua pihak yang terkait. Selamat
berseminar semoga kontribusi yang diberikan oleh para peneliti dapat bermakna untuk
kemakmuran dan kesejahteraan umat manusia.
Depok, 06 Desember 2012
Panitia SNTE-2012
Ketua,

Drs. Aminuddin Debataraja, ST., MSi
NIP.19650425 199703 1 001
.
SNTE-2012 POLITEKNIK NEGERI J AKARTA

ISBN: 978-602-97832-0-9 3

SAMBUTAN KETUA JURUSAN TEKNIK ELEKTRO
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA

Puji syukur dipanjatkan ke hadirat Allah Subhanallahu wa Taala
Sebagai akademisi dan praktisi, kita berkewajiban untuk menghimpun sinergi dalam
menyumbangkan pemikiran konstruktif guna memajukan bidang ilmu pengetahuan dan
teknologi terapan di Negara kita. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di negara maju
khususnya di bidang teknik elektro telah membawa dunia ini semakin maju dan ini merupakan
peluang sekaligus tantangan bagi kita untuk memanfaatkannya demi kemajuan dan
kesejahteraan bangsa ini.
, atas limpahan rahmat
dan karunia-Nya, Seminar Nasional Teknik Elektro (SNTE) tahun 2012 dapat diselenggarakan
sesuai waktu yang direncanakan. Seminar ini merupakan kegiatan rutin tahunan J urusan Teknik
Elektro Politeknik Negeri J akarta sebagai wadah pertemuan ilmiah para akademisi, peneliti dan
praktisi industri.
Seminar Nasional Teknik Elektro (SNTE) tahun 2012 ini, mengambil tema Peningkatan
Kualitas Sains Terapan dan Teknologi dalam Upaya Meningkatkan Produktivitas Industri
Nasional. Dengan tema ini, kami berharap SNTE 2012 menjadi ajang diseminasi hasil-hasil
inovasi para akademisi dan praktisi sehingga akan semakin meperkaya wawasan IPTEKS.
Melalui seminar ini pula berharap menjadi jembatan emas untuk menghubungkan para
akademisi dengan praktisi industri sehingga akan terjadi kerjasama riset terapan yang pada
akhirnya akan membawa perubahan dari prototype menjadi produk yang bisa dinikmati
masyarakat.
Seminar nasional ini dapat diselenggarakan dengan baik atas bantuan berbagai pihak,
baik internal maupun eksternal. Maka, perkenankan kami menyampaikan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah berkontribusi atas terselelenggaranya Seminar
Nasional Teknik Elektro tahun 2012. Ucapan terima kasih secara khusus kami sampaikan
kepada keynote speaker, pemakalah, juga seluruh panitia pelaksana yang telah bekerja maksimal
sehingga seminar ini dapat berlangsung dengan sukses.

Depok, 06 Desember 2012
J urusan Teknik Elektro PNJ
Ketua,


NIP. 19610607 198601 1 002
Iwa Sudradjat, ST. MT.

















SNTE-2012 POLITEKNIK NEGERI J AKARTA
4 ISBN: 978-602-97832-0-9

SAMBUTAN DIREKTUR
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan YME atas segala karunia
dan rahmat-Nya yang diberikan kepada kita sekalian sehingga sampai saat ini kita dalam
keadaan sehat dan dapat melaksanakan tugas serta kewajiban kita masing-masing tanpa halangan
suatu apapun
Saya menyambut baik dan mengucapkan selamat atas kegiatan Seminar Nasional Teknik
Elektro Politeknik Negeri J akarta tahun 2012 karena hal ini merupakan tanggung jawab kita
bahwa penelitian merupakan salah satu kewajiban yang harus dilaksanakan dari Tri Darma
Perguruan Tinggi yang harus dilakukan. Untuk mengetahui sudah sampai seberapa jauh
penelitian yang telah dilakukan, maka perlu dilakukan seminar ini dan yang terpenting jangan
sampai ada duplikasi penelitian yang pada akhirnya jangan sampai terjadi plagiat.
Menurut Undang-undang Nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, pada pasal
46 ayat (2) bahwa hasil penelitian wajib disebarluaskan dengan cara diseminarkan,
dipublikasikan dan atau dipatenkan oleh Perguruan Tinggi. Hal ini berarti seminar ini
merupakan sebuah kewajiban yang harus dilakukan dari suatu hasil penelitian.
Tak lupa ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada seluruh
Pemangku Kepentingan baik Akademisi, Pemerintah dan Industri serta Panitia yang mendukung
kegiatan ini dapat terlaksana dengan baik.
Harapan saya Seminar Nasional Teknik Elektro Politeknik Negeri J akarta tahun 2012 ini
dapat dijadikan kegiatan rutin dan juga dapat ditingkatkan menjadi Seminar Internasional aga
Visi dan Misi Politeknik Negeri J akarta dapat segera tercapai.
Akhir kata saya berharap kepada para Pemangku Kepentingan untuk terus dapat
mendukung kegiatan ini agar Seminar Nasional ini dapat berjalan dengan sukses dan lancer.

Depok, 06 Desember 2012
Politeknik Negeri J akarta
Direktur,


NIP 19590309 198910 1 001
Abdillah, SE., MSi.




















SNTE-2012 POLITEKNIK NEGERI J AKARTA

ISBN: 978-602-97832-0-9 5

JADWAL ACARA
SEMINAR NASIONAL TEKNIK ELEKTRO (SNTE)
TAHUN 2012
Waktu Kegiatan Penanggung jawab
08.00 08.30 WIB Registrasi Peserta Penerima tamu
08.30 09.00 WIB
Pembukaan Acara
Menyanyikan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya Acara
Laporan Ketua Panitia Ketua Panitia SNTE
2012
Sambutan Ketua J urusan Teknik Elektro Ketua J urusan Teknik
Elektro PNJ
Iwa Sudradjat, ST., MT.
Sambutan Direktur Politeknik Negeri J akarta
Sekaligus Membuka Seminar Nasional Teknik
Elektro 2012
Direktur Politeknik
Negeri J akarta
Abdillah, SE., MSi.
09.00 10.00 WIB
Pembicara Tamu I :
Prof. Dr. Ir. Djoko Santoso, MSc.
Dirjen Dikti Kemendikbud RI
Masa Depan Pendidikan Politeknik ditinjau
dari sumber daya manusia, kurikulum dan
UU PT
Moderator :
Drs. Aminuddin
Debataraja, ST., MSi.
10.00 10.15 WIB Coffee Break Panitia
10.15 11.15 WIB
Pembicara Tamu II :
Dr. Ir. MashuryWahab, M.Eng.,
KetuaAsosiasi RADAR Indonesia (AsRI)
PerkembanganPenelitianTeknologi RADAR
di Indonesia
Moderator :
Indri Neforawati, ST.,
MT.
10.20 11.55 WIB
Pembicara tamu III :
Ir. Mombang Sihite, MM.
President Director of PT. Azbil Berca
Indonesia
Moderator :
Dra. Wartiyati, MSi.
12.00 12.30 WIB Pembicara Tamu IV :
Budianto Surbakti, ST., MM.
Sales Manager Global Sales Indonesia
Infrastructure Business
Moderator :
PT. Schneider
Indonesia
Drs. Syupriadi
Nasution, MKom.
12.30 13.00 WIB Ishoma Konsumsi
13.00 15.30 WIB Presentasi Sesi Paralel Moderator

Ruang Seminar I (Ruang Aula Gedung Q Lantai 3)
Sesi Paralel
Waktu Pembicara Judul Makalah Moderator
13.00 13.15 WIB
Muhammad Rozali ,
Bhakti Yudho Suprapto
dan Djulil Amri
PERANCANGAN
GRAPHICAL USER
INTERFACE (GUI) UNTUK
PENGENDALIAN SUHU
PADA STIRRED TANK
HEATER BERBASIS
MICROSOFT VISUAL
BASIC 6.0
Benny, ST., MT
13.20 13.35 WIB
Noveri Lysbetti M dan
Edy Ervianto
DATA LOGGER SENSOR
SUHU BERBASIS
MIKROKONTROLER
Benny, ST., MT
SNTE-2012 POLITEKNIK NEGERI J AKARTA
6 ISBN: 978-602-97832-0-9

Waktu Pembicara Judul Makalah Moderator
ATMEGA 8535 DENGAN PC
SEBAGAI TAMPILAN
13.40 13.55 WIB
Sofiar Agusta, Tony
Mulia dan M. Sidik
INSTRUMEN PENGUJ IAN
BUTA WARNA OTOMATIS
Benny, ST., MT
14.00 14.15 WIB
Arief Budiman dan
Prawito
DISAIN DAN
IMPLEMENTASI FIELD-
PROGRAMMABLE GATE
ARRAY UNTUK
IDENTIFIKASI CITRA
WAJ AH MENGGUNAKAN
ARTIFICIAL NEURAL
NETWORKS
Benny, ST., MT
14.20 14.35 WIB
Emir Nasrullah, Agus
Trisanto dan Kurnia
Ramdhani
MODEL SISTEM KONTROL
PEMILAHAN PRODUK
BERBENTUK KOTAK
Benny, ST., MT
14.40 14.55 WIB Aminuddin dan Hiskia
IMPLEMENTASI KONTROL
OTOMASITISASI
TERINTEGRASI PADA
SISTEM FLOW INJ ECTION
ANALISIS BERBANTUAN
MIKROKONTROLER
Benny, ST., MT
15.00 15.15 WIB Kusnadi dan Prawito
KONVERTER AC-DC TIGA
FASA TERKENDALI
TERHADAP TOTAL
HARMONIC DISTORTION
(THD) PADA BEBAN
INDUKTIF BERBASIS LAB-
VIEW
Benny, ST., MT
15.20 15. 35 WIB
Syaprudin dan Darwin
SIMULASI SISTEM
FILLING-DRAINING
CONTROLLER
Benny, ST., MT

Ruang Seminar II (Ruang Teleconference Gedung Q Lantai 3)
Waktu Pembicara Judul Makalah Moderator
13.00 13.15 WIB Djulil Amri
ANALISA DGA TERHADAP
KINERJ A TRANSFORMATOR
30 MVA GARDU INDUK
BETUNG MENGGUNAKAN
METODE FUZZY
Isdawimah,
ST., MT.
13.20 13.35 WIB
Rudy Setyabudy, Eko
Adhi Setiawan, Hartono
BS dan Budiyanto
PENINGKATAN KINERJ A
GRID TIE INVERTER PADA
J ARINGAN LISTRIK MIKRO
SAAT KONDISI ISLANDING
DENGAN PENAMBAHAN
PERANGKAT UPS
(Uninterrupted Power Supply)
Isdawimah,
ST., MT.
13.40 13.55 WIB Masjono
DESAIN DAN SIMULASI
KONVERTER ENERGI
GELOMBANG LAUT SEBAGAI
PEMBANGKIT TENAGA
LISTRIK
Isdawimah,
ST., MT.
14.00 14.15 WIB Ferry J ohnny Sangari
RANCANGAN DAN UJ ICOBA
PROTOTIPE PEMBANGKIT
LISTRIK PASANG SURUT DI
SULAWESI UTARA
Isdawimah,
ST., MT.
14.40 14.55 WIB Yusak Tanoto, BASELINE ENERGY USE Isdawimah,
SNTE-2012 POLITEKNIK NEGERI J AKARTA

ISBN: 978-602-97832-0-9 7

Waktu Pembicara Judul Makalah Moderator
Murtiyanto Santoso dan
Emmy Hosea
BASED RESIDENTIAL
LIGHTING LOAD CURVE
ESTIMATION: A CASE OF
SURABAYA
ST., MT.
15.00 15.15 WIB
Fatahula dan Iksan
Kamil
RANCANG BANGUN SISTEM
PENGAMAN MOTOR LISTRIK
DENGAN BANTUAN PLC
Isdawimah,
ST., MT.
15.20 15. 35 WIB
Imam Halimi dan
EntisSutisna
EFISIENSI ENERGI LISTRIK
MENGGUNAKAN CAPASITOR
PADA J ARINGAN INSTALASI
LISTRIK
Isdawimah,
ST., MT.
15.40 15.55 WIB Sutanto
PERUBAHAN J ARAK
ELEKTRODA TERHADAP
ARUS LISTRIK DAN KADAR
MINYAK SERTA LEMAK
PADA PENGOLAHAN AIR
LIMBAH SECARA
ELEKTROKOAGULASI
Isdawimah,
ST., MT.

Ruang Seminar III (Ruang kelas PT BADAK Gedung Q Lantai III)
Waktu Pembicara Judul Makalah Moderator
13.00 13.15 WIB
Hetty Rohayani. AH dan
Herti Yani
RANCANGAN SISTEM
INFORMASI PERPUSTAKAAN
BERBASIS WEB (STUDI
KASUS STIKOM DINAMIKA
BANGSA J AMBI)
Nur Fauzi
Soelaiman,
ST., MKom.
13.20 13.35 WIB
Suprapto dan Kenty
Wantri Anita
SEGMENTASI MORFOLOGI
UNTUK MENGKUANTIFIKASI
HASIL PEMERIKSAAN PAP
SMEAR DALAM MENDETEKSI
KANKER SERVIKS
Nur Fauzi
Soelaiman,
ST., MKom.
13.40 13.55 WIB
Hetty Rohayani. AH dan
Herti Yani
ANALISIS SISTEM
PENDUKUNG KEPUTUSAN
PEMBELIAN BARANG
DENGAN MENGGUNAKAN
FUZZY METODE MAMDANI
Nur Fauzi
Soelaiman,
ST., MKom.
14.00 14.15 WIB Adhi Mahendra
PERANCANGAN ANTENA
MIKROSTRIP BOW-TIE PADA
APLIKASI ULTRA WIDEBAND
Nur Fauzi
Soelaiman,
ST., MKom.
14.40 14.55 WIB
Mulyono, Aniati Murni
Arimurty dan Dina
Cahyati
KAJ IAN PEMILIHAN CIRI
SEQUENTIAL FORWARD
FLOATING SELECTION (SFFS)
DAN TRANSFORMASI
KOMPONEN UTAMA PADA
DATA CITRA RADAR SKALA
KECIL
Nur Fauzi
Soelaiman,
ST., MKom.
15.00 15.15 WIB
Mauldy Laya dan
J uniardi Ibrahim
SISTEM PENGENALAN
QRCODE UNTUK APLIKASI
OTENTIFIKASI KEHADIRAN
Nur Fauzi
Soelaiman,
ST., MKom.
15.20 15. 35 WIB
Abdul Aziz dan
Muhammad Nur Arifin
PERANCANGAN DAN
IMPLEMENTASI SISTEM
INFORMASI BEASISWA PNJ
BERBASIS WEB
Nur Fauzi
Soelaiman,
ST., MKom.
15.40 15.55 WIB
Indri Neforawati dan
Hanifa Shofiah
APLIKASI E-LEARNING Nur Fauzi
SNTE-2012 POLITEKNIK NEGERI J AKARTA
8 ISBN: 978-602-97832-0-9

Waktu Pembicara Judul Makalah Moderator
KRYPTOGRAFI KLASIK Soelaiman,
ST., MKom
16.00 16.15 WIB Achmad Bachris Sati
PERANCANGAN SISTEM
INFORMASI MANAJ EMEN
PADA PRAKTIK
KEBIDANAN
Nur Fauzi
Soelaiman,
ST., MKom


Ruang Seminar IV (Ruang kelas PT PLN Gedung Q Lantai III)
Waktu Pembicara Judul Makalah Moderator
13.00 13.15 WIB Agus Susanto
ANALISIS SIMULASI UNTUK
MEMPREDIKSI BATAS
STABILITAS CHATTER
BERBASIS PERSAMAAN
GETARAN SATU DERAJ AT
KEBEBASAN PADA PROSES
BUBUT
Agus
Wagyana,
ST., MT.
13.20 13.35 WIB
Mat Syaiin, Adi
Soeprijanto, Ontoseno
Penangsang dan J amal
Darusalam Giu
INTEGRASI SUMBER
RENEWABLE ENERGY PADA
SISTEM DISTRIBUSI
MENGGUNAKAN METODE
DIRECT ZBR+IPSO
Agus
Wagyana,
ST., MT.
13.40 13.55 WIB
Toto Supriyanto, Teguh
Firmansyah, dan
Achmad Budi Fathoni
RANCANG BANGUN
MULTIBAND BAND PASS
FILTER DENGAN CROSS OPEN
STUB
Agus
Wagyana,
ST., MT.
14.00 14.15 WIB
Whempy, Dani
Rahmaniar, Dian
Figiana, Murie
Dwiyaniti dan Kendi
Moro NS
MONITORING POSISI KERETA
REL LISTRIK J AKARTA-
BOGOR MENGGUNAKAN GPS
DAN KOMUNIKASI GSM
Agus
Wagyana,
ST., MT.
14.40 14.55 WIB
Rika Novita Wardhani
dan Mera Kartika
Delimayanti
ANALISIS PENERAPAN
METODE KONVOLUSI UNTUK
REDUKSI DERAU PADA
CITRA DIGITAL
Agus
Wagyana,
ST., MT.
15.00 15.15 WIB
Mohamad Fathurahman
dan Kalamullah Ramli
EFISIENSI KINERJ A
PENGELOLAAN ENERGI
PADA ARSITEKTUR DATA
CENTER KOMPUTASI AWAN
MENGGUNAKAN
GREENCLOUD
Agus
Wagyana,
ST., MT.
15.20 15. 35 WIB Latif Mawardi
SISTEM PREDIKSI
MAHASISWA DROP OUT
DENGAN MENGGUNAKAN
METODE BAYESIAN
NETWORK
Agus
Wagyana,
ST., MT.
15.40 15.55 WIB
Wartiyati dan Minto
Rahayu
STRATEGI
PENYELENGGARAAN
PENDIDIKAN BELA NEGARA
DALAM PENDIDIKAN
KEWARGANEGARAAN
(STUDI KASUS DI
PERGURUAN TINGGI)
Agus
Wagyana,
ST., MT.

SNTE-2012 POLITEKNIK NEGERI J AKARTA

ISBN: 978-602-97832-0-9 9


DAFTAR ISI
Susunan Panitia
1
Sambutan Ketua Panitia
2
Sambutan Ketua J urusan Teknik Elektro Politeknik Negeri J akarta
3
Sambutan Direktur Politeknik Negeri J akarta
4
J adwal Acara
5

A. Bidang Teknik Elektronika
Kode Judul Makalah Hal
(TE)
TE-01
PERANCANGAN GRAPHICAL USER INTERFACE (GUI) UNTUK
PENGENDALIAN SUHU PADA STIRRED TANK HEATER BERBASIS
MICROSOFT VISUAL BASIC 6.0

Muhammad Rozali , Bhakti Yudho Suprapto dan Djulil Amri
01-06
TE-02
DATA LOGGER SENSOR SUHU BERBASIS MIKROKONTROLER
ATMEGA 8535 DENGAN PC SEBAGAI TAMPILAN

Noveri Lysbetti M dan Edy Ervianto
07-12
TE-03
INSTRUMEN PENGUJ IAN BUTA WARNA OTOMATIS

Sofiar Agusta, Tony Mulia dan M. Sidik

13-21
TE-04
DISAIN DAN IMPLEMENTASI FIELD-PROGRAMMABLE GATE
ARRAY UNTUK IDENTIFIKASI CITRA WAJ AH MENGGUNAKAN
ARTIFICIAL NEURAL NETWORKS

Arief Budiman dan Prawito
22-26
TE-05
MODEL SISTEM KONTROL PEMILAHAN PRODUK BERBENTUK
KOTAK

Emir Nasrullah, Agus Trisanto dan Kurnia Ramdhani
27-34
TE-06
IMPLEMENTASI KONTROL OTOMASITISASI TERINTEGRASI
PADA SISTEM FLOW INJ ECTION ANALISIS BERBANTUAN
MIKROKONTROLER

Aminuddin dan Hiskia
35-41
TE-07
SIMULASI SISTEM FILLING-DRAINING CONTROLLER

Syaprudin dan Darwin
42-48

B. Bidang Teknik Listrik
Kode Judul Makalah Hal
(TL)
TL-01 KONVERTER AC-DC TIGA FASA TERKENDALI TERHADAP TOTAL
HARMONIC DISTORTION (THD) PADA BEBAN INDUKTIF BERBASIS
LAB-VIEW

01-06
SNTE-2012 POLITEKNIK NEGERI J AKARTA
10 ISBN: 978-602-97832-0-9

Kode Judul Makalah Hal
(TL)
Kusnadi dan Prawito
TL02 ANALISA DGA TERHADAP KINERJ A TRANSFORMATOR 30 MVA
GARDU INDUK BETUNG MENGGUNAKAN METODE FUZZY

Djulil Amri

07-13
TL-03 PENINGKATAN KINERJ A GRID TIE INVERTER PADA J ARINGAN
LISTRIK MIKRO SAAT KONDISI ISLANDING DENGAN
PENAMBAHAN PERANGKAT UPS (UNINTERRUPTED POWER
SUPPLY)

Rudy Setyabudy, Eko Adhi Setiawan, Hartono BS dan Budiyanto
14-21
TL-04 DESAIN DAN SIMULASI KONVERTER ENERGI GELOMBANG LAUT
SEBAGAI PEMBANGKIT TENAGA LISTRIK
Masjono
22-28
TL-05 RANCANGAN DAN UJ ICOBA PROTOTIPE PEMBANGKIT LISTRIK
PASANG SURUT DI SULAWESI UTARA

Ferry J ohnny Sangari
29-32
TL-06 BASELINE ENERGY USE BASED RESIDENTIAL LIGHTING LOAD
CURVE ESTIMATION: A CASE OF SURABAYA

Yusak Tanoto, Murtiyanto Santoso dan Emmy Hosea
33-37
TL-07 RANCANG BANGUN SISTEM PENGAMAN MOTOR LISTRIK
DENGAN BANTUAN PLC

Fatahula dan Iksan Kamil
38-42
TL-08 EFISIENSI ENERGI LISTRIK MENGGUNAKAN CAPASITOR PADA
J ARINGAN INSTALASI LISTRIK

Imam Halimi dan EntisSutisna
43-46

C. Bidang Teknologi Informasi dan Telekomunikasi
Kode Judul Makalah Hal
(TI)
TI-01 RANCANGAN SISTEM INFORMASI PERPUSTAKAAN BERBASIS
WEB (STUDI KASUS STIKOM DINAMIKA BANGSA J AMBI)

Hetty Rohayani. AH dan Herti Yani
01-03
TI-02 SEGMENTASI MORFOLOGI UNTUK MENGKUANTIFIKASI HASIL
PEMERIKSAAN PAP SMEAR DALAM MENDETEKSI KANKER
SERVIKS

Suprapto dan Kenty Wantri Anita
04-08
TI-03 ANALISIS SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMBELIAN
BARANG DENGAN MENGGUNAKAN FUZZY METODE MAMDANI

Hetty Rohayani. AH dan Herti Yani
09-12
SNTE-2012 POLITEKNIK NEGERI J AKARTA

ISBN: 978-602-97832-0-9 11

Kode Judul Makalah Hal
(TI)
TI-04 PERANCANGAN ANTENA MIKROSTRIP BOW-TIE PADA APLIKASI
ULTRA WIDEBAND

Adhi Mahendra
13-22
TI-05 KAJ IAN PEMILIHAN CIRI SEQUENTIAL FORWARD FLOATING
SELECTION (SFFS) DAN TRANSFORMASI KOMPONEN UTAMA
PADA DATA CITRA RADAR SKALA KECIL

Mulyono, Aniati Murni Arimurty dan Dina Cahyati
23-29
TI-06 SISTEM PENGENALAN QRCODE UNTUK APLIKASI OTENTIFIKASI
KEHADIRAN

Mauldy Laya dan J uniardi Ibrahim
30-33
TI-07 PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI SISTEM INFORMASI
BEASISWA PNJ BERBASIS WEB

Abdul Aziz dan Muhammad Nur Arifin
34-44
TI-08 RANCANG BANGUN MULTIBAND BAND PASS FILTER DENGAN
CROSS OPEN STUB

Toto Supriyanto, Teguh Firmansyah, dan Achmad Budi Fathoni
45-51
TI-09 MONITORING POSISI KERETA REL LISTRIK J AKARTA-BOGOR
MENGGUNAKAN GPS DAN KOMUNIKASI GSM

Whempy, Dani Rahmaniar, Dian Figiana, Murie Dwiyaniti dan Kendi Moro
NS
52-57
TI-10 ANALISIS PENERAPAN METODE KONVOLUSI UNTUK REDUKSI
DERAU PADA CITRA DIGITAL

Rika Novita Wardhani dan Mera Kartika Delimayanti
58-63
TI-11 EFISIENSI KINERJ A PENGELOLAAN ENERGI PADA ARSITEKTUR
DATA CENTER KOMPUTASI AWAN MENGGUNAKAN
GREENCLOUD

Mohamad Fathurahman dan Kalamullah Ramli
64-72
TI-12 SISTEM PREDIKSI MAHASISWA DROP OUT DENGAN
MENGGUNAKAN METODE BAYESIAN NETWORK

Latif Mawardi
73-78
TI-13 APLIKASI E-LEARNING KRYPTOGRAFI KLASIK

Indri Neforawati dan Hanifa Shofiah
79-83
TI-14 PERANCANGAN SISTEM INFORMASI MANAJ EMEN PADA
PRAKTIK KEBIDANAN

Achmad Bachris Sati
84-89
TI-15
PEMANFAATAN NOISE RADAR KAPAL UNTUK
PEMANTAUAN CURAH HUJ AN WILAYAH LOKAL

Ginaldi Ari, Asif Awaludin
90-94
dan Soni Aulia Rahayu

SNTE-2012 POLITEKNIK NEGERI J AKARTA
12 ISBN: 978-602-97832-0-9

D. Bidang Teknologi
Kode Judul Makalah Hal
(EM)
EM-01 ANALISIS SIMULASI UNTUK MEMPREDIKSI BATAS STABILITAS
CHATTER BERBASIS PERSAMAAN GETARAN SATU DERAJ AT
KEBEBASAN PADA PROSES BUBUT

Agus Susanto.

01-06
EM-02 INTEGRASI SUMBER RENEWABLE ENERGY PADA SISTEM
DISTRIBUSI MENGGUNAKAN METODE DIRECT ZBR+IPSO

Mat Syaiin, Adi Soeprijanto, Ontoseno Penangsang dan J amal Darusalam
Giu
07-14
EM-03 PERUBAHAN J ARAK ELEKTRODA TERHADAP ARUS LISTRIK DAN
KADAR MINYAK SERTA LEMAK PADA PENGOLAHAN AIR
LIMBAH SECARA ELEKTROKOAGULASI

Sutanto
15-21

E. Bidang Humaniora
Kode Judul Makalah Hal
(HU)
HU-01 STRATEGI PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN BELA NEGARA
DALAM PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (STUDI KASUS DI
PERGURUAN TINGGI)

Wartiyati, Minto Rahayu
01-09






















SNTE-2012 POLITEKNIK NEGERI J AKARTA

ISBN: 978-602-97832-0-9 13








PROSIDING

























SNTE-2012 POLITEKNIK NEGERI J AKARTA
14 ISBN: 978-602-97832-0-9














T E | 1
SNTE-2012 ISBN: 978-602-97832-0-9
PERANCANGAN GRAPHICAL USER INTERFACE (GUI) UNTUK
PENGENDALIAN SUHU PADA STIRRED TANK HEATER BERBASIS
MICROSOFT VISUAL BASIC 6.0

Muhammad Rozali
1
, Bhakti Yudho Suprapto
2
, Djulil Amri

3

1. J urusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Sriwijaya,
J l. Raya Palembang Prabumulih km 32, Indralaya, 30662

Email : rozali_salim@yahoo.com


Abstrak

Heater mempunyai peranan penting dalam proses industri. Salah satunya fungsi heater digunakan pada stirred tank
heater. Sistem kontrol suhu pada stirred tank heater yang utama adalah kontrol posisi bukaan burner. Pada penelitian
ini, dirancang sebuah Graphical User Interface (GUI) yang difungsikan sebagai monitoring suhu dan mengontrol posisi
bukaan burner. Metode kontrol yang digunakan pada kontrol suhu stirred tank heater adalah fuzzy logic control.
Sedangkan bahasa pemrograman yang digunakan adalah Microsoft visual basic 6.0 pada PC dan codevision AVR
dalam mikrokontrolerATMega 8535. Dari hasil pengujian didapatkan bahwa persentase kesalahan dari perpindahan
posisi bukaan burner terhadap nilai logika output adalah 0%. Interval waktu pengambilan nilai error sebelumnya sangat
mempengaruhi nilai delta error.

Abstract

Design program control the temperature on stirred tank heater use fuzzy logic control based visual microsoft
basic 6.0. Heater has an important role in the process industry. One of these functions is used in stirred tank heater
heater. The main temperature control system instirred tank heater is the control position openings burner. In this
Research, Graphical User Interface (GUI) serves as a temperature monitoring and controlling position openings burner.
Control method used in temperature control stirred tank heater is fuzzy logic control. Microsoft visual basic 6.0 is used
to programming language on the PC andcodevision AVR inmicrocontrollerATMega 8535. From the test results
obtained that the error percentage of displacement position openings with output logic value is 0%. Time Interval of
retrieval previous error value greatly affects the value of the delta error.

Keyword : Stirred tank heater, GUI, fuzzy logic control, Microsoft Visual Basic 6.0



1. Pendahuluan

Di industri, heater mempunyai peranan penting dalam
proses industri. Salah satunya fungsi heater digunakan
pada Stirred Tank Heater. Stirred Tank Heater adalah
tangki pengaduk yang sering digunakan pada industri
kimia untuk melakukan reaksi secara batch pada skala
kecil menghasilkan suatu material baru. Material baru
tersebut merupakan hasil proses dari pencampuran dua
material yang digabungkan menjadi satu atau hanya
menggunakan satu material dengan adanya bantuan
katalis sehingga dapat menghasilkan material yang baru
serta dilalui dengan proses pemanasan.

Burner pada stirred tank heater menggunakan gas
sebagai bahan bakar. Posisi bukaan burner sangat
mempengaruhi kenaikan suhu pada stirred tank heater.
Untuk mengontrol suhu agar mencapai set point yang
diinginkan, maka burner tersebut harus dikontrol, agar
efisiensi gas bisa maksimal.

Pada penelitian ini dibuat desain rancangan Grapichal
User Interface (GUI) menggunakan microsoft visual
basic 6.0 dan memanfaatkan algoritma fuzzy logic
control yang berfungsi sebagai program kontrol burner
pada stirred tank heater. GUI berperan sebagai alat
bantu operator dalam memonitor dan mengontrol suhu
pada stirred tank heater. Sehingga diharapkan dapat
melakukan pengontrolan burner pada stirred tank
heater


T E | 2
ISBN: 978-602-97832-0-9 SNTE-2012
2. Metode Penelitian

Penelitian diawali dengan merancang peralatan stirred
tank heater seperti yang terlihat pada gambar 1. Sebagai
pemanasnya dipergunakan kompor dengan bahan gas
sehingga dapat meningkatkan suhu hingga yang
diinginkan. Suhu pada stirred tank heater ini di ukur
menggunakan termokopel type-k dan rangkaian
pengkondisi sinyal sebagai penguat sinyal. GUI
mengolah suhu pada stirred tank heater menggunakan
fuzzy logic control, lalu memberikan sinyal numerik ke
kontrol burner dalam hal ini adalah mikrokontroler.
Sinyal tersebut diolah di mikrikontroler untuk kemudian
menentukan aksi yang akan dilakukan oleh burner.

T

Stirred
tank
heater

Kontrol
burner
Thermometer
burner
GUI
gas


Gambar 1 sistem kendali suhu pada stirred tank heater


Blok diagram dari sistem kendali suhu pada stirred tank
heater menggunakan metode fuzzylogiccontrol
ditunjukkan pada gambar 3 berikut:


Gambar 2 blok diagram sistem kendali suhu

2.1. Graphical User Interface (GUI) [1]
GUI pada penelitian ini berfungsi sebagai monitoring
dan program kontrol suhu menggunakan metode fuzzy
logic control dan dibuat dengan berbasis Microsoft
visual basic6.0.



Gambar 3 tampilan GUI kontrol suhu


2.2. Microsoft Visual Basic 6.0 [2]
Microsoft visual basic 6.0 merupakan program yang
digunakan untuk membuat GUI. Program ini berfungsi
untuk memproses suhu yang terbaca pada stirred tank
heater sehingga menjadi crisp fuzzy input logic control.
Crisp input tersebut berupa error dan delta error
(selisih error sekarang dan error sebelumnya). Kedua
crisp input tersebut akan di proses oleh fuzzy logic
control.Output dari fuzzy logic control berupa suatu
nilai untuk pemilihan logika bukaan burner. Data ini
dikirim ke mikrokontroler melalui komunikasi serial
RS232.

2.3. Fuzzy logic control [3]
Fuzzy logic control akan mengevaluasi tiap fuzzy input
yaitu error dan delta error dari hasil pembacaan suhu
stirrer tank heater kemudian melakukan perhitungan
sinyal kontrol melalui tahapan fuzzifikasi, evaluasi rule
dan defuzzifikasi. Sistem inferensi fuzzy yang
digunakan yaitu metode Mamdani.

2.3.1. Fuzzifikasi
Fuzzifikasi merupakan proses mengubah crisp input
menjadi fuzzy input. Dalam perancangan fuzzy logic
control ini terdapat 2 fungsi keanggotaan fuzzy input
(Error dan delta error).


Gambar 4 fungsi keanggotaan error

T E | 3
SNTE-2012 ISBN: 978-602-97832-0-9

Gambar 5 fungsi keanggotaan deltaerror


Gambar 6 fungsi keanggotaan crispoutput

2.3.2. Evaluasi aturan
Metode pengambilan keputusan (inferensi) yang
digunakan dalam pemrograman ini adalah metode min
(minimum), dimana hasil fuzzifikasi input error dan
delta error diambil derajat keanggotaan terkecil. Nilai
keanggotaan terkecil dimasukkan ke dalam tabel basis
aturan fuzzy.
Tabel 1 Basis aturan fuzzy

Untuk mendapatkan nilai fuzzy output pada model
fuzzyMamdani yaitu dengan menggunakan metode
Largest Of Maximum (LOM). Dimana nilai fuzzy output
didapat dari nilai terbesar pada tabel basis aturan fuzzy.
Dan nilai crisp output didapat dari nilai terbesar pada
himpunan fuzzy output.

2.3.3. Defuzzifikasi
Defuzzifikasi berperan dalam mengubah nilai fuzzy
output menjadi nilai crisp output . Nilai crisp output
akan menentukan aksi yang akan dilakukan oleh motor
stepper sebagai penggerak burner.

2.4. Flowchart Perancangan Program Kontrol Suhu

Gambar 7 Flowchart Perancangan Program
2.5. Flowchart GUI

Gambar 8. FlowchartGUI

2.6. Flowchart Logika Bukaan Burner

T E | 4
ISBN: 978-602-97832-0-9 SNTE-2012

Gambar 9. flowchart logika bukaan burner

Tabel 2 berikut adalah proses aktifasistepper, dimana
pada saat data berada diantara 0 dan 4, maka motor
stepper akan bergerak membuka burner dengan delay
50 ms per step. Tabel 3 adalah proses
aktifasistepperdimana pada saat data lebih besar dari 4,
maka motor stepper akan bergerak membuka burner
dengan delay 50 ms per step. Tabel 2 adalah proses
aktifasi stepper, dimana pada saat data sama dengan 0,
maka motor stepper akan bergerak membuka dan
menutup burner dengan delay 50 ms per step.

Tabel 2. Langkah langkah motor stepper
open burner
Step
ke-
Pin pada
mikrokontroler
D.4 D.5 D.6 D.7
1 1 1 0 0
2 0 1 1 0
3 0 0 1 1
4 1 0 0 1


Tabel 3. Langkah langkah motor
steppercloseburner
Step
ke-
Pin pada
mikrokontroler
D.4 D.5 D.6 D.7
1 1 0 0 1
2 0 0 1 1
3 0 1 1 0
4 1 1 0 0

3. Hasil dan Pembahasan

Untuk menguji pemrograman fuzzy logic control akan
dilakukan secara bertahap. Tahap pertama akan
dilakukan pengujian pemrograman fuzzifikasi tahap
kedua dilakukan pengujian pemrograman evaluasi
aturan dan tahap terakhir adalah pengujian
pemrograman defuzzifikasi.

Dalam pengujian fuzzy mengunakan text input pada
program dan membandingkannya dengan perhitungan
manual. Sebagai contoh akan dicari nilai derajat
keanggotaan dari suatu fuzzy input yaitu error =3 dan
dengan fungsi keanggotaan diperlihatkan pada gambar
10 berikut:

Gambar 10. Fungsi keanggotaan error

Pada Gambar diatas, crisp input error = 3 akan
memotong derajat keanggotaan Z dan PS. Maka
derajat keanggotaan dapat ditentukan sebagai berikut :



Sedangkan untuk fuzzy input delta error yaitu dengan -
1 dengan fungsi keanggotaan diperlihatkan seperti
gambar dibawah ini:


Gambar 11. Fungsi keanggotaan delta error

Pada Gambar diatas, crisp input delta error =-1 akan
memotong derajat keanggotaan NS dan Z. Maka derajat
keanggotaan dapat ditentukan sebagai berikut :



Langkah selanjutnya yaitu melakukan Pengujian
pemrograman evaluasi aturan. Karena pada Fuzzifikasi
error hanya ada 2 fungsi keanggotaan yang tidak
bernilai 0 dan pada delta error juga hanya ada 2 fungsi
keanggotaan yang tidak bernilai 0 maka hanya ada 4
rule saja yang tidak bernilai 0 yaitu :
E_Z dan DE_NS
T E | 5
SNTE-2012 ISBN: 978-602-97832-0-9

E_Z dan DE_Z

E_PS dan DE_NS
=

E_PS dan DE_Z


Setelah tahap evaluasi aturan, tahap berikutnya yaitu
Pengujian program defuzzifikasi. Pada model fuzzy
mamdani, output fuzzy didapatkan dengan metode
Largest of Maximum (LOM). Solusi crisp diperoleh
dengan cara mengambil nilai terbesar dari domain yang
memiliki nilai keanggotaan maksimum.

= max (0,33 ; 0,4 ; 0,33 ; 0,6) =0,6
Dari penyelesaian diatas dan berdasarkan tabel basis
aturan diketahui bahwa domain yang bernilai
maksimum adalah O1 dengan nilai 0,6. Dimana nilai
fuzzy output O1 setelah defuzzifikasi didapatkan crisp
output yaitu 1.

Hasil pengujian diatas selanjutnya dibandingkan dengan
hasil crisp output pada GUI yaitu sebagai berikut :


Gambar 12. Tampilan hasil fuzzyoutput

Pada fuzzy logic control terdapat tujuh crisp output
yang berfungsi sebagai logika kontrol bukaan burner.
Pada perancangan program kontrol burner di
mikrokontroler perpindahan satu step berlangsung
selama 50 ms dan satu step sama dengan 0,9
O

.
Berikut adalah hasil pengujian perubahan posisi bukaan
burner dari 0
O
sampai dengan 180
O
.

(a) (b)
Gambar 13. Posisi bukaan burner (a) 0
O

(b) 180

O
Tabel 4. Pengujian kontrol burner

Dari data tabel 6diatas dapat dilihat persentase
kesalahan kontrol burner antara posisi bukaan burner
perhitungan dan pengujian yaitu dengan persamaan
berikut:

=

Sehingga didapatlah persentase kesalahan masing
masing fuzzy output terhadap kontrol bukaan burner
sebagai berikut:

Tabel 5.persentase kesalahan kontrol burner


Dari hasil pengujian fuzzy logic control didapat nilai
keanggotaan fuzzy input error dan delta error, nilai
pada tabel basis aturan, nilai fuzzy output serta nilai
crisp output adalah sama dengan program yang
dirancang.

Pada pengujian kontrol burner didapat perpindahan
posisi burner pada perhitungan sama dengan pengujian.
Tabel berikut menunjukkan tingkat keakuratan
perpindahan posisi bukaan burner terhadap masing-
masing logika output.

Tabel 6 persentase tingkat kesalahan perpindahan posisi
bukaan burner

Logika output Persentase (%)
1 0
2 0
3 0
0 0

4 0
5 0
6 0
Rata rata 0

T E | 6
ISBN: 978-602-97832-0-9 SNTE-2012
Dari Tabel 6 di atas diketahui bahwa tingkat kesalahan
perpindahan posisi bukaan burner terhadap logika
output secara keseluruhan adalah 0 %.

4. Kesimpulan
Berdasarkan pelaksanaan perancangan dan pengujian
yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan
bahwa:
1. Interval waktu pengiriman data ke mikrokontroler
dapat menentukan jumlah bukaan burner.
2. Persentase kesalahan perubahan posisi bukaan
burner terhadap logika output adalah 0%.
3. Interval waktu pengambilan nilai error sebelumnya
sangat mempengaruhi nilai delta error.


Daftar Acuan

[1]. Gladen, J onathan, 2000, Introduction to the
Graphical User Interface, New York: Xerox
PARC and GUI, 1
[2]. Tim Penyusun, 2005, Panduan Pemograman dan
Referensi Kamus Visual Basic 6.0. Madiun :
Penerbit Andi.
[3]. Kusuma, Dewi, 2003, Artificial Inteligence (teknik
dan aplikasinya), Yogyakarta: Graha Ilmu.
T E | 7

SNTE-2012 ISBN: 978-602-97832-0-9

DATA LOGGER SENSOR SUHU BERBASIS MIKROKONTROLER
ATMEGA 8535 DENGAN PC SEBAGAI TAMPILAN

Noveri Lysbetti M
1
, Edy Ervianto

2
1
Elektro, Teknik, Universitas Riau, Kampus Bina Widya, Pekanbaru, 28293, Indonesia
2

Instrumentation and Control, Universitas Riau, Kampus Bina Widya, Pekanbaru, 28293, Indonesia
Email : noverim@yahoo.com


Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prinsip kerja dari Data Logger Sensor Suhu Berbasis Mikrokontroler
Atmega 8535 Dengan Personal Computer (PC) Sebagai Tampilan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metoda merancang simulasi alat untuk mendeteksi dan merekam data-data suhu di dalam sebuah ruangan atau
suhu benda-benda dalam setiap detik. Oleh karena itu, data logger untuk sensor suhu, berfungsi sebagai pencatat data
suhu dan menampilkan hasil pencatatan suhu secara terus-menerus melalui monitor PC. Sensor suhu yang digunakan
adalah tipe DS1621, yang membaca suhu dengan range pengukuran dari 0
0
C sampai 50
0
C. Kemudian hasil pembacaan
suhu dikirim ke mikrokontroler ATmega 8535 untuk diproses sebelum dikirim melalui RS232 menuju ke monitor PC
untuk di tampilkan dalam bentuk tabel. Untuk membuat database dan tampilan pada layar monitor digunakan software
Visual Basic 6.0. Dari hasil pengujian data logger sensor suhu ini dapat digunakan untuk mengukur suhu ruangan dan
suhu suatu benda dengan kenaikan/penurunan suhu sebesar 0,5
0

C. Error dari pengukuran sensor adalah 2,03%. Data
Logger Sensor Suhu Berbasis Mikrokontroler Atmega 8535 Dengan PC Sebagai Tampilan, telah bekerja sesuai
dengan prinsip kerjanya.

Abstract

TEMPERATURE CENSOR OF DATA LOGGER BASED ON ATMEGA 8535 MICROCONTROLLER
WITH PC DISPLAY. This research is aimed to observe the principle procedure of Temperature Logger Data Sensor
based on Atmega 8535 Microcontroller with Personal Computer Display. This research uses method for designing
equipment simulation for detecting and recording temperature in a room or things for every second. Therefore, the
function of Temperature Logger Data Sensor is to measure and display the temperature continuously through PC
monitor. The type of temperature censor used is DS1621 which can measure temperature from 0

C up to 50

C. The
data is processed in Atmega 8535 microcontroller, and then the result is sent to PC monitor through RS232 which
display data in table. Visual Basic 6.0 is used to create database and display data in monitor. The result of the study
shows that the Temperature Data Logger Sensor can be used to measure temperature of rooms or things which
fluctuation range of 0,5


C and the error of 2,03%. The Temperature Data Logger Sensor based on the Atmega 8535
microcontroller works according to the procedure.
Keywords : Data Logger, DS1621 Temperatur Censor, Microcontroller ATmega 8535, 232 Interface Serial,
Thermocouple.



1. Pendahuluan

Seiring dengan pesatnya kemajuan teknologi di segala
bidang, maka meningkat pula daya pikir manusia akan
teknologi tinggi sebagai kebutuhan. Dari perkembangan
kompleks tersebut, tentu muncul teknologi-teknologi
baru. Kemajuan teknologi sangat membantu dalam
bidang informasi. Seperti halnya sensor, yang kini
banyak digunakan untuk mendapatkan informasi yang
diinginkan tanpa keterbatasan ruang dan waktu dengan
mendayagunakan secara maksimal cara kerja sistem
sensor tersebut, yang dalam aplikasianya dibantu
dengan mikrokontroler.

T E | 8
ISBN: 978-602-97832-0-9 SNTE-2012

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini
sangat pesat sekali, terutama hal-hal yang dapat
membantu pekerjaan manusia sehingga menjadi lebih
mudah dan efisien. Seperti melakukan pencatatan suhu
yang saat ini dilakukan secara manual membuat pekerjan
menjadi tidak efisien. Apalagi jika pencatatan suhu
diakukan secara terus-menerus dengan pencatatan suhu
tiap jam. Misalnya pencatatan statistik suhu dari sebuah
kota, gunung, ruangan, ruang pembakaran pada
Pembangkit Listrik Tenaga Gas, dll pasti akan lebih
mudah tanpa harus mencatat secara manual dengan
waktu tertentu.

Dalam hal ini dibutuhkan suatu alat yang dapat membuat
pekerjaan tersebut menjadi lebih efisien dan mudah.
Hanya dengan memasang sensor suhu tersebut pada
ruangan atau benda maka dapat diketahui berapa suhunya
secara terus menerus dan data pengukuran dari sensor
suhu dapat disimpan ke dalam sebuah PC berbentuk file
(data base) dengan jangka waktu yang lama tergantung
kapasitas harddisk yang digunakan pada PC tersebut.
Data yang disimpan juga dapat diakses kapanpun dan
data suhu beberapa bulan yang lalu dapat kita lihat di
layar monitor bentuk grafik atau tabel. Tampilan pada
monitor dibuat menggunakan program visual basic 6.0.

Tujuan dari penulisan ini adalah untuk membuat sebuah
data logger suhu yang menggunakan PC sebagai display
dan tempat penyimpanan data hasil pengukuran suhu,
dan menguji kinerja dari sistem Data Logger Suhu.


1.1. Perekam Data (Data Logger)

Data logger adalah suatu alat elektronik yang berfungsi
mencatat data dari waktu ke waktu secara continue.
Beberapa data logger menggunakan Personal komputer
dan software sebagai tempat menyimpan data dan
menganalisa data. Data yang disimpan di harddisk dapat
diakses kapanpun kita ingginkan. Hal ini termasuk
beberapa perangkat akuisisi data seperti plug-in board
atau system komunikasi serial yang menggunakan
komputer sebagai sistem penyimpanan data real time.
Hampir semua pabrikan menganggap sebuah data logger
adalah sebuah perangkat yang berdiri sendiri (standalone
device) yang dapat membaca berbagai macam tipe sinyal
elektronika dan menyimpan data didalam memori
internal untuk kemudian di-download ke sebuah
komputer.

Logging data (data logging) adalah proses otomatis
pengumpulan dan perekaman data dari sensor untuk
tujuan pengarsipan atau tujuan analisis. Sensor
digunakan untuk mengkonversi besaran fisik menjadi
sinyal listrik yang dapat diukur secara otomatis dan
akhirnya dikirimkan ke komputer atau mikroprosesor
untuk pengolahan. Berbagai macam sensor sekarang
tersedia. Sebagai contoh, suhu, intensitas cahaya, tingkat
suara, sudut rotasi, posisi, kelembaban relatif, pH,
oksigen terlarut, pulsa (detak jantung), bernapas,
kecepatan angin, dan gerak. Selain itu, banyak
peralatan laboratorium dengan output listrik dapat
digunakan bersama dengan konektor yang sesuai
dengan data logger.

Data logger (perekam data) adalah sebuah alat
elektronik yang mencatat data dari waktu ke waktu
baik yang terintegrasi dengan sensor dan instrument
didalamnya maupun ekternal sensor dan instrumen.
Atau secara singkat data logger adalah alat untuk
melakukan data logging. Biasanya ukuran fisiknya
kecil, bertenaga baterai, portabel, dan dilengkapi
dengan mikroprosesor, memori internal untuk
menyimpan data dan sensor. Beberapa data logger
diantarmukakan dengan komputer dan menggunakan
software untuk mengaktifkan data logger dan melihat
dan menganalisa data yang terkumpul, sementara yang
lain memiliki peralatan antarmuka sendiri (keypad dan
LCD) dan dapat digunakan sebagai perangkat yang
berdiri sendiri (Stand-alone device).

Data logger berbasis PC (PC-Based data logger)
menggunakan komputer, biasanya PC, untuk
mengumpulkan data melalui sensor dalam rangka
menganalisis dan menampilkan hasilnya. Sistem data
logger juga dapat menyediakan fitur tambahan seperti
perhitungan waktu proses pemantauan alarm dan
kontrol. SCADA (Supervisory Control Dan Data
Acquisition) merupakan evolusi lebih lanjut dari sistem
data logger berbasis komputer, dimana data disajikan
dalam bentuk grafis sehingga operator dapat
mengawasi percobaan atau proses.

Karena fleksibilitas dari data logger berbasis komputer,
mereka sekarang digunakan dalam berbagai aplikasi
dan industri. Sistem data logger memiliki skalabilitas
yang tinggi dan setidaknya 8 input hingga ribuan.
Peralatan dasar untuk pengukuran berbasis komputer
terdiri dari sensor, unit scanner atau pengukuran
komputer dan beberapa perangkat lunak aplikasi yang
dirancang untuk data logging aplikasi. Biasanya, sensor
yang dipasang ke perangkat sinyal input-output yang
pada gilirannya dihubungkan ke komputer
menggunakan port standar seperti RS232, Ethernet
atau USB. Atau dipasang langsung ke bus komputer.
Sebagai tambahan, printer juga berguna untuk
membuat grafik cetak atau laporan. Perangkat lunak
yang teradapat pada komputer biasanya digunakan
untuk mengelola pengumpulan data, display,
penyimpanan dan analisis dan transmisi data. Sistem
data logger berbasis komputer dapat sub kategori untuk
menjadi baik terpusat atau terdistribusi.

Salah satu keuntungan menggunakan data logger
adalah kemampuannya secara otomatis mengumpulkan
data setiap 24 jam. Setelah diaktifkan, data logger
T E | 9

SNTE-2012 ISBN: 978-602-97832-0-9

digunakan dan ditinggalkan untuk mengukur dan
merekam informasi selama periode pemantauan. Hal ini
memungkinkan untuk mendapatkan gambaran yang
komprehensif tentang kondisi lingkungan yang dipantau,
contohnya seperti suhu udara dan kelembaban relatif.

Selain data logger, ada instrumen lain yang digunakan
untuk mengumpulkan data yang disebut sistem akuisisi
data. Istilah logging data dan data akuisisi sering
digunakan secara bergantian. Namun, dalam konteks
sejarah mereka cukup berbeda. Sebuah data logger
adalah sebuah sistem akuisisi data, tetapi system akuisisi
data tidak selalu merupakan data logger. Ada beberapa
perbedaan antara data logger dengan sistem akuisisi data

1.2. Sensor Suhu DS1621

DS1621 adalah thermometer digital dan thermostat yang
memiliki resolusi output sebesar 9 bit. Alarm panas
keluaran (Tout) aktif ketika suhu dari peralatan melebihi
suhu yang telah di atur (TH). Alarm panas keluaran
masih akan aktif sampai suhu turun pada suhu yang telah
di atur (TL). DS1621 ini memiliki beberapa
keistimewaan seperti dapat mengukur suhu dari -550C
sampai 1250C, mampu membaca suhu hingga 9-bit, dan
di supply mulai dari 2,7 V sampai 5,5 V.

DS1621 Memiliki jangkauan pengukuran suhu antara -
55C hingga +125C dengan akurasi 0.5C. Tegangan
outputnya adalah 10mV/C. Tegangan output dapat
langsung dihubungkan dengan salah satu port
mikrokontroler yang memiliki kemampuan ADC,
misalnya ATmega8535. ADC pada ATmega8535
memiliki resolusi 10-bit, yang dapat memberikan
keluaran 210 = 1024. Bila digunakan catu daya 5V,
resolusi yang dihasilkan adalah 5000mV/1024 =4.8mV.
Karena LM35 memiliki resolusi output 10mV/C, maka
resolusi termometer yang dibuat dengan ATmega8535
adalah 10mV/4.8mV ~0.5C. Keluaran sensor ini
akan naik sebesar 10 mV setiap derajad celcius sehingga
diperoleh persamaan sebagai berikut :
V =Suhu C x10 mV .....persamaan 1

2. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini berupa
1. Studi literatur yang berkaitan dengan sensor suhu,
Mikrokontroler Atmega 8535, Interface serial RS-
232, perekam data.
2. Merancang simulasi alat untuk mendeteksi dan
merekam data-data suhu di dalam sebuah ruangan
atau suhu benda-benda dalam setiap detik.
3. Melakukan pengujian di lapangan untuk mengetahui
besar suhu yang ditampilkan berdasarkan hasil dari
sensor suhu.
4. Membaca hasil pengujian/pengamatan.
5. Menganalisa hasil pengujian/pengamatan.

Diagram blok dari perancangan alat perekam data,
dapat dilihat pada gambar 1.

Dari gambar 1, diagram blok Data Logger Sensor Suhu
Berbasis Mikrokontroler Atmega 8535 Dengan PC
Sebagai Display terdiri atas 4 bagian yaitu peranti
Masukan, Mikrokontroler, antarmuka (interface),
keluaran. Pada bagian Peranti masukan digunakan
sebuah sensor suhu yaitu jenis DS1621 yang
merupakan sebuah sensor suhu.

Bagian mikrokontroler yang digunakan adalah jenis
ATmega 8535 jenis ini lebih bagus dan memiliki lebih
besar onboard memory. Di bagian Interface digunakan
komunikasi jenis serial RS-232 untuk menghubungkan
antara mikrokontroler dengan Personal Computer (PC).
Dan pada bagian keluaran digunakan sebuah PC untuk
dapat menyimpan hasil pembacaan suhu di dalam
Hardisk dan ditampilkan di layar monitor berupa grafik
dan tabel.

Secara singkat prinsip kerja blok diagram adalah
sensor suhu DS1621 membaca suhu yang kemudian
hasil pengukuran di proses di dalam mikrokontroler
untuk dikirim melalui RS2-32 menuju komputer untuk
disimpan di dalam PC. Hasil pengukuran yang telah
diterima PC ditampilkan di layar monitor dan disimpan
di dalam hardisk.

3. Hasil dan Pembahasan

Pengujian dilakukan untuk mendapatkan besarnya suhu
yang diukur pada setiap detiknya.

1. Pengujian pengukuran suhu ruangan
Suhu yang dibaca oleh sensor DS1621 adalah 310C
dan suhu yang dibaca oleh termokopel 30,6
0
C. Suhu
tersebut adalah suhu ketika dilakukan pengukuran
secara bersamaan tanpa ada dipengaruhi oleh sesuatu.
Hasil pengukuran tersebut terlihat bahwa ada selisih
atau perbedaan antara termokopel dengan logger suhu
sebesar 0,4
0
C.

Gambar 1. Diagram blok alat
2. Pengujian dengan memberikan panas solder ke
sensor suhu

T E | 10
ISBN: 978-602-97832-0-9 SNTE-2012

Data Logger perubahan suhu yang dipanaskan dengan
solder, dapat dilihat pada tabel 1.

Dari tabel 1 dapat dilihat, pada 12:38:50 suhu 31
0
C
adalah suhu ruangan. Pada saat 12:39:07 sensor suhu
mulai dipanaskan dengan solder selama satu menit
sampai 12:40:08 dan terlihat terjadi peningkatan suhu.
Kenaikan suhu selama dipanaskan terjadi setiap 5-6 detik
sebesar 0,5
0
C. Penurunan suhu setelah tidak dipanaskan
lagi sebesar 0,5
0

C adalah lebih lama dari waktu
penurunan suhu sebelumya. J adi sensor suhu DS1621 ini
lebih lambat dalam menyesuaikan diri dengan suhu
lingkungan (suhu ruangan) setelah sensor diberi
perubahan suhu dengan solder.
Tabel 1. Data Logger perubahan suhu yang dipanaskan
dengan solder

Tanggal J am Suhu
16/09/2011 12:38:50 31
16/09/2011 12:39:09 31
16/09/2011 12:39:10 31.5
16/09/2011 12:39:16 31.5
16/09/2011 12:39:17 32
16/09/2011 12:39:21 32
16/09/2011 12:39:22 32.5
16/09/2011 12:39:25 32.5
16/09/2011 12:39:26 33
16/09/2011 12:39:30 33
16/09/2011 12:39:31 33.5
16/09/2011 12:39:35 33.5
16/09/2011 12:39:36 34
16/09/2011 12:39:41 34
16/09/2011 12:39:43 34.5
16/09/2011 12:39:48 34.5
16/09/2011 12:39:49 35
16/09/2011 12:39:54 35
16/09/2011 12:39:55 35.5
16/09/2011 12:40:08 35.5
16/09/2011 12:40:09 35
16/09/2011 12:40:21 35
16/09/2011 12:40:22 34.5
16/09/2011 12:40:36 34.5
16/09/2011 12:40:37 34
16/09/2011 12:40:59 34
16/09/2011 12:41:00 33.5
16/09/2011 12:41:26 33.5
16/09/2011 12:41:27 33
16/09/2011 12:42:11 33
16/09/2011 12:42:13 32.5
16/09/2011 12:42:21 32.5
16/09/2011 12:43:22 32
16/09/2011 12:45:20 32
16/09/2011 12:45:21 31.5
16/09/2011 12:49:55 31.5
16/09/2011 12:49:56 31
3. Pengujian dengan memberikan dingin es batu ke
sensor suhu
Pengujian dengan es batu ini hampir sama dengan
pengujian dengan solder. Pengujian ini dilakukan
untuk mengetahui berapa lama sensor suhu untuk
kembali normal (membaca suhu ruangan) setelah
didinginkan dalam satu menit oleh es batu. Dari
pengujian ini dapat dilihat berapa lama sensor suhu
akan turun suhunya sebesar 0,5
0

C. Tabel 2
menunjukkan data logger perubahan suhu setelah
didinginkan sampai suhu kembali seperti semula (suhu
ruangan).
Dari data logger suhu tabel 2, jam 12:18:53 logger
mulai mencatat suhu yang dibaca sensor sebesar 30
0
C.
Suhu tersebut adalah suhu ruangan sebelum
didinginkan dengan es batu. Sensor suhu mulai
didinginkan pada waktu 12:19:00 selama satu menit
hingga pada waktu 12:20:00 dengan suhu paling
rendah yang terekam adalah sebesar 27,5
0
C. Setelah
melihat hasil logger suhu 4.3 dapat diketahui bahwa
satu menit sensor suhu didinginkan dengan es suhu
dapat turun hingga pada suhu 27,5
0

C dan untuk
kembali kepada suhu awal (suhu ruangan)
membutuhkan waktu lebih kurang 10 menit.
Tabel 2. Data Logger perubahan suhu didinginkan
dengan es batu


4. Pengujian dengan menyentuh sensor suhu dengan
jari
T E | 11

SNTE-2012 ISBN: 978-602-97832-0-9

Pengujian ini juga dilakukan untuk mengetahui
perubahan suhu apabila sensor suhu disentuh dengan jari.
Perbedaan pengujian ini dengan pengujian sebelumnya
adalah jika sebelumnya hanya mengukur suhu dengan
meningkatkan dan menurunkan suhu kemudian dilihat
berapa lama waktu sensor suhu kembali ke suhu awal
(suhu ruangan) atau berapa lama menyesuaikan dengan
suhu sekitar sensor maka pengujian dengan
menyentuhkan jari pada sensor suhu ini akan di uji
bagaimana jika benda yang akan di logger suhunya
tersebut harus menyentuh sensor suhu. tabel 3
menunjukkan data logger perubahan suhu setelah sensor
suhu disentuh menggunakan jari.

Hasil pengujian pada tabel 3 menunjukkan, perubahan
suhu yang terjadi pada saat sensor suhu disentuh selama
satu menit berubah-ubah hingga suhu tertinggi adalah
33
0

C. Hal ini menunjukan bahwa alat ini dapat digunakan
untuk mengukur suhu suatu benda artinya alat ini tidak
hanya digunakan untuk mengukur suhu ruangan saja.
Tabel 3. Data Logger perubahan suhu pada saat sensor
suhu disentuh dengan jari




5. Pengujian keakuratan sensor suhu DS1621

Tabel 4. Persentase error sensor suhu DS1621

N
O
S U H U
Sensor DS1621(
0
Thermokopel ( C)
0
Error (%) C)
1 11 10.4 5.76
2 14 13.5 3.70
3 17 16.6 2.40
4 24 23.4 2.50
5 31 30.3 2.31
6 33 32.6 1.20
7 36 35.5 1.40
8 39 38.6 1.03
9 42 41.4 0.01
10 44 43.4 0.01
Rata-rata 2.03


Pengujian ini berguna untuk melihat seberapa akurat
sensor DS1621 dibandingkan dengan termokopel.
Pengujian ini dilakukan dengan memberikan
perubahan suhu pada sensor DS1621 dan pada
termokopel dengan sebuah oven digital. Dari pengujian
tersebut diambil beberapa data pengukuran suhu
DS1621 dan hasil pengukuran termokopel. Hasil
pengukuran data tersebut beserta error dari pengujian
ini dapat dilihat pada tabel 4.

Untuk mendapatkan error dari sensor suhu DS1621
digunakan rumus :
% 100
1621
x
termokopel suhu
DS suhu termokopel suhu
error

=
....persamaan 2

Dari rumus tesebut maka diperoleh data seperti pada
tabel 4, dengan rata-rata error 2,03 %. Faktor yang
mempengaruhi terjadinya error tersebut karena tingkat
kepekaan sensor termokopel lebih baik dari pada
sensor DS1621. Dengan error 2,03% sensor DS1621
masih dapat dikatakan layak untuk digunakan sebagai
alat untuk mengukur suhu.


4. Kesimpulan

Dari hasil penelitian ini diperoleh bahwa :
1. Data logger ini dapat digunakan untuk memantau
suhu suatu ruangan atau suhu suatu benda dengan
sensor suhu yang menempel pada benda tersebut.
1. Alat ini hanya disetting untuk mengukur suhu
antara 0
0
C sampai 50
0
C dengan kenaikan atau
penurunan suhu 0,5
0
2. Error kesalahan pengukuran suhu adalah 2,03%.
C.
3. Data logger sensor suhu ini dapat bekerja sesuai
dengan yang diinginkan yaitu dapat berfungsi
sebagai pencatat suhu dengan waktu pencatatan
suhu setiap detik.

T E | 12
ISBN: 978-602-97832-0-9 SNTE-2012

Ucapan Terima Kasih

Penulis mengucapkan Terima Kasih kepada J hon Freddy
M., AMd sehingga penelitian ini dapat terlaksana dengan
baik.

Daftar Acuan

[1]. Agus, Kurniawan, Pemrograman COM, DCOM,
dan COM+dengan Visual Basic 6.0. Elex Media
Komputindo, J akarta, 2003.
[2]. Lingga, Wardhana, Belajar Sendiri Mikrokontroller
AVR Seri ATMega 8535, Penerbit Andi,
Yogyakarta, 2006.
[3]. Malvino, A., Prinsipprinsip Elektronika J ilid 1,
Edisi Ketiga, Erlangga, J akarta, 1986.
[4]. Romanson, F., Perancangan Sistem Interface RS232
Berbasis Mikrokontroler AT89C2051, 2006.
[5]. Sonoku, Data Logger Bagian-2, http://sonoku.com,
akses Mei 2011.
T E | 13
ISBN: 978-602-97832-0-9 SNTE-2012
INSTRUMEN PENGUJIAN BUTA WARNA OTOMATIS

Sofiar Agusta
1
, Tony Mulia
2
, M. Sidik

3
1,2. Departemen Fisika, FMIPA, Universitas Indonesia, J alan. Salemba Raya, J akarta Pusat, 10430, Indonesia
3. Departemen Ilmu Kesehatan Mata, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, J alan Salmba Raya, J akarta
Pusat, 10430, Indonesia

E-mail: sofiaragusta@gmail.com

ABSTRAK

Salah satu gangguan yang terjadipada mataadalah buta warna.Buta warna adalah suatu keadaan dimana seseorang tidak
dapat membedakan warna tertentu yang bisa dibedakan oleh orang dengan mata normal.Seseorang yang menderita buta
warna dapat disebabkan oleh kelainan sejak lahir atau akibat penggunaan obat-obatan yang berlebihan. Buta warna
umumnya diderita oleh laki-laki, sedangkan wanita hanyalah sebagai gen pembawa/resesif.Tujuan: penelitian ini
bertujuan memudahkan user, dokter maupun pelayanan kesehatan dalam melakukan tes buta warna secara massal,
dengan membuat suatu program berbasis visual basic 6.0 . Metode: membandingkan hasil tes buta warna yang
dilakukan secara konvensional menggunakan Instrumen pengujian tes buta warna otomatis menggunakan software
berbasis visual basic dengan perangkat bantuan berupa notebook dan tablet. Kesimpulan: 1) Instrumen Pengujian Tes
Buta Warna Otomatisdapat berfungsi dengan baik dalam melakukan tes buta warna secara otomatis, 2) Instrumen
Pengujian Tes Buta Warna Otomatisini user friendly dan mudah digunakan, 3) Instrumen Pengujian Tes Buta Warna
Otomatisini memenuhi persyaratan untuk mengajukan HAKI.


ABSTRACT

One of the disruption of the eye is color blind. Color blindness is a condition in which a person can not distinguish
certain colors that can be distinguished by a person with normal eyes. A person suffering from color blindness can be
caused by abnormalities since birth or due to the use of excessive drugs. Color blindness is generally suffered by men,
while women are just as gene carrier / recessive.This study aims to facilitate users, physicians and health care in
performing the color blind test mass, to create a program based on visual basic 6.0. Methods: compare the color blind
test results conducted using conventional Ishihara test book with color blindness test automation system using visual
basic-based software with the help of notebook and tablet form. Conclusions: 1) the color blind test automation systems
can function well in a color blind test automatically, 2) the color blind test automation system is user friendly and easy
to use, 3) color blind test automation system meets the requirements to apply for HAKI proposal.

Keywords: color vision, color blind, ishihara book test, tes farnsworth munsell


1. Pendahuluan

Salah satu gangguan yang terjadi pada mata adalah buta
warna.Buta warna adalah suatu keadaan dimana
seseorang tidak dapat membedakan warna tertentu yang
bisa dibedakan oleh orang dengan mata
normal.Seseorang yang menderita buta warna dapat
disebabkan oleh kelainan sejak lahir atau akibat
penggunaan obat-obatan yang berlebihan.Buta warna
umumnya diderita oleh laki-laki, sedangkan wanita
hanyalah sebagai gen pembawa/resesif.

Kemajuan ilmu kedokteran dan ilmu pengetahuan pada
umumnya memunculkan peralatan medis yang semakin
canggih dalam upaya memerangi penyakit atau
melakukan deteksi lebih dini pada kondisi-kondisi
tertentu.Salah satu perkembangan dari kemajauan ilmu
kedokteran adalah Pengetesan buta warna menggunakan
buku Ishihara Test. Tes buta warna saat ini sangat
dibutuhkan bagi dunia industri, pendidikan, maupun
pemerintahan. Hal ini di sebabkan oleh
ketergantungannya manusia dalam pekerjaan atau
pendidikan yang erat sekali berhubungan dengan warna.

Ishihara test adalah sebuah metode pengetesan buta
warna yang dikembangkan oleh Dr. Shinobu Ishihara.
Tes ini pertama kali dipublikasi pada tahun 1917 di
J epang.Sejak saat itu, tes ini terus digunakan di seluruh
dunia, sampai sekarang. Tes buta warna Ishihara terdiri
T E | 14
SNTE-2012 ISBN: 978-602-97832-0-9
dari lembaran yang didalamnya terdapat titik-titik
dengan berbagai warna dan ukuran.Titik berwarna
tersebut disusun sehingga membentuk lingkaran. Warna
titik itu dibuat sedemikian rupa sehingga orang buta
warna tidak akan melihat perbedaan warna seperti yang
dilihat orang normal.

Tes berikutnya adalah tes Farnsworth munsell. Tes ini
berfungsi sebagai tes lanjutan dari tes Ishihara yang
hanya dapat menentukan kelainan partial atau tidaknya.
Sedangkan tes farnsworth munsell, bisa melakukan
screening kelemahan warna tertentu, seperti kelemahan
terhadap warna merah (protan), kelemahan terhadap
warna hijau (deutan), dan kelemahan terhadap warna
biru (tritan).

Kedua tes Ishihara dan farnsworth Munsell ini
mempunyai kelemahan yaitu berupa media tes. Media
yang digunakan adalah lembaran kertas bagi ishihara
dan koin-koin warna dari kertas bagi farnsworthmunsell.
Media tes ini sendiri hanya dapat dilakukan pada
ruangan bercahaya putih dengan intensitas penerangan
yang cukup, sehingga melakukan tes buta warna ini
tidak bisa di sembarang tempat/ruangan dengan
bercahaya redup dan menggunakan cahaya kemerahan
atau lampu pijar. Hal ini merupakan salah satu dari
kelemahan tes konvensional, karena jika penerangan
ruangan tidak sesuai dengan ketentuan standar, maka
warna pada media tes pun akan berubah.

Media lembaran kertas bagi ishihara pun mempunyai
kelemahan berupa pemudaran warna, mudah robek dan
bisa saja salah satu dari lembaran tes terselip ataupun
hilang. Sedangkan media koin-koin warna pada tes
farnsworth munsell sendiri, memiliki kelemahan berupa
pemudaran warna, mudah robek dan bentuk koin yang
sangat kecil, sehingga bisa hilang atau tercecer.

TesisInstrumen pengujian buta warna otomatis ini
menggunakan software visual basic ini akan mencoba
berusaha menggantikan buku ishihara tes dan
farnsworth munsell yang selama ini menjadi pegangan
bagi para dokter mata. Penelitian ini mengacu pada sifat
dari buku yang mudah robek, dan pemudaran warna
apabila sudah lama terpakai.

Buta Warna
Buta warna adalah suatu kelainan yang disebabkan
ketidakmampuan sel-sel kerucut mata untuk menangkap
suatu spektrum warna tertentu yang disebabkan oleh
faktor genetis (Birch, 2001). Buta warna merupakan
kelainan genetika yang diturunkan dari orang
tua kepada anaknya, kelainan ini sering juga disebut sex
linked, karena kelainan ini dibawa oleh kromosom X.
Artinya kromosom Y tidak membawa faktor buta
warna. Hal inilah yang membedakan antara penderita
buta warna pada laki-laki dan
Klasifikasi Buta Warna
perempuan. Seorang
perempuan terdapat istilah 'pembawa sifat', hal ini
menunjukkan ada satu kromosom X yang membawa
sifat buta warna. Perempuan dengan pembawa sifat,
secara fisik tidak mengalami kelainan buta warna
sebagaimana wanita normal pada umumnya, tetapi
wanita dengan pembawa sifat berpotensi menurunkan
faktor buta warna kepada anaknya kelak. Apabila pada
kedua kromosom X mengandung faktor buta warna
maka seorang wanita tersebut menderita buta warna.
Ada tiga jenis gangguan penglihatan terhadap
warna, yaitu:
1.Monochromacy
Monochromacy adalah keadaan dimana seseorang
hanya memiliki sebuah sel pigmen cones atau tidak
berfungsinya semua sel cones . Monochromacy ada dua
jenis, yaitu rodmonochromacy dan cone monochromacy
.
a. Rod monochromacy (typical) adalah jenis buta
warna yang sangat jarang terjadi,
yaituketidakmampuan dalam
membedakanwarna sebagai akibat dari
tidakberfungsinya semua cones retina .
Penderitarod monochromacy tidak dapat
membedakan warna sehingga yang terlihat
hanya hitam, putih dan abu-abu.
b. Cone monochromacy (atypical) adalah tipe
monochromacy yang sangat jarang terjadi yang
disebabkan oleh tidak berfungsinya dua sel
cones. Penderita cone monochromacy masih
dapat melihat warnatertentu, karena masih
memiliki satu sel cones yang berfungsi.
2.Dichromacy
Dichromacy adalah jenis buta warna dimana salah satu
dari tiga sel cone tidak ada atau tidak berfungsi. Akibat
dari disfungsi salah satu sel pigmen pada cone,
seseorang yang menderita dikromatis akan mengalami
gangguan penglihatan terhadap warna-warna tertentu.
Dichromacy dibagi menjadi tiga bagian berdasarkan sel
pigmen yang rusak.
a. Protanopia adalah salah satu tipe dichromacy
yang disebabkan oleh tidakadanya
photoreseptor retina merah . Padapenderita
protanopia, penglihatan terhadapwarna merah
tidak ada. Dichromacy tipe initerjadi pada 1%
dari seluruh pria.Protanopia juga dikenal
dengan buta warnamerah-hijau seperti terlihat
pada gambar 1.

T E | 15
ISBN: 978-602-97832-0-9 SNTE-2012

b. Deutanopia adalah gangguan penglihatan
terhadap warna yang disebabkan tidak adanya
photoreseptor retinahijau seperti terlihat pada
gambar 2.

c. Tritanopia adalah keadaan dimana seseorang
tidak memiliki short-wavelength cone.
Seseorang yang menderita tritanopia akan
mengalami kesulitan dalam membedakan
warna biru dan kuning dari spektrum cahaya
tampak. Tritanopia disebut juga buta warna
biru-kuning dan merupakan tipe dichromacy
yang sangat jarang dijumpai.
3.Anomalous trichromacy
Anomalous trichromacy adalah gangguan
penglihatan warna yang dapat disebabkan oleh faktor
keturunan atau kerusakan pada mata setelah dewasa.
Penderita anomaloustrichromacy memiliki tiga sel
cones yang lengkap, namun terjadi kerusakan
mekanisme sensitivitas terhadap salah satu dari tiga sel
reseptor warna tersebut .
a. Protanomaly adalah tipe anomalous
trichromacy dimana terjadi kelainanterhadap
long-wavelength (red) pigment,sehingga
menyebabkan rendahnyasensitifitas terhadap
cahaya merah . Artinyapenderita protanomaly
tidak akan mampumembedakan warna dan
melihat campuranwarna yang dapat dilihat oleh
mata normal. Penderita juga akan mengalami
penglihatan yang buram terhadap warna
spektrum merah. Hal ini mengakibatkan
mereka dapat salah membedakan warna merah
dan hitam. Pergeseran panjang gelombangnya
bisa kita lihat pada gambar 3.


b. Deuteranomaly disebabkan oleh kelainan pada
bentuk pigmen middle-wavelength (green)


Sama halnya dengan protanomaly,
deuteranomaly tidak mampu melihat
perbedaan kecil pada nilai hue dalam area
spektrum untuk warna merah, orange, kuning,
dan hijau. Penderita salah dalam menafsirkan
hue dalam region warna tersebut karena hue-
nya lebih mendekatiwarna merah.Perbedaan
antara keduanya yaitu penderita deuteranomaly
tidak memiliki masalah dalam hilangnya
penglihatan terhadap kecerahan (brigthness).
Pergeseran panjang gelombang bisa kita lihat
pada gambar 4.

c. Tritanomaly adalah tipe anomolous
trichromacy yang sangat jarang terjadi,baik
pada pria maupun wanita. Pada tritanomaly,
kelainan terdapat pada shortwavelength
pigment (blue).Pigmenbiruinibergeserke area
hijau darispektrumwarna.Tidakseperti
protanomaly dan deuteranomaly, tritanomaly
diwariskanoleh kromosom 7. Inilah alasan
mengapapenderita tritanomaly sangat
jarangditemui.









T E | 16
SNTE-2012 ISBN: 978-602-97832-0-9
BLOK DIAGRAM SISTEM PENELITIAN

Blok diagram pada penelitian ini bisa kita lihat pada
gambar 5.





































Penelitian ini dimulai dengan pengujian buta warna
menggunakan buku tes ishihara 17 plate. Hasil dari
pengujian buta warna menggunakan buku ishihara ini
dibandingkan dengan instrumen pengujian buta warna
otomatis menggunakan tablet dan notebook. Hasil dari
kedua pengujian tersebut dibandingkan untuk
mendapatkan kesimpulan.

Ishihara Test
Peralatan untuk tes buta wana ini berupa buku yang
berisi plate-plate warna yang disusun dari bulatan-
bulatan kecil berwarna-warni sehingga membentuk
sebuah image berupa angka. Untuk pengujiannya pun
tidaklah sulit, karena hanya dengan menunjukkan
gambar-gambar yang ada kepada pasien lalu pasien di
minta untuk menyebutkan angka yang ada.Untuk lebih
jelas mengenai plate-plate warna tersebut, bisa kita lihat
pada gambar 6.


Gambar 6. Plate-plate Ishihara test


Farnsworth Munsell test
Peralatan berikutnya adalah tes farnsworth munsell. Tes
ini merupakan tes kelanjutan dari tes ishihara.Pada tes
ishihara, hasil yang didapat hanyalah mendiagnosa
apakah pasien mengalami buta warna parsial atau tidak.
Sedangkan pada tes farnsworth munsell, tes ini bisa
mendiagnosa dengan melakukan screening kelemahan
warna tertentu, seperti kelemahan terhadap warna merah
(protan), kelemahan terhadap warna hijau (deutan), dan
kelemahan terhadap warna biru (tritan) (Birch, 2001).
Untuk pengujian tes farnsworth munsell D-15 ini pun
tidaklah sulit. Pasien diminta untuk menghafal urutan-
urutan warna pada koin-koin yang sudah disiapkan.Lalu
kita melakukan acak warna pada koin-koin warna
tersebut.Setelah koin-koin warna tersebut di acak, maka
pasien di minta untuk mengurutkan kembali warna-
warna yang ada.Setelah selesai, maka kita bisa
menyocokkan urutan warna yang telah di susun kembali
oleh pasien.Untuk lebih jelas mengenai koin-koin warna
pada tes farnsworh munsell, bisa di lihat pada gambar 7.


Gambar 7. Koin-koin warna farnsworth munsell

Instrumen Pengujian Buta Warna Otomatis
Pada instrumen pengujian buta warna otomatis ini,
dibuat menggunakan alat bantu berupa notebook dan
tablet PC. Untuk spesifikasi dari notebook yang di pakai
adalah sebagai berikut :

1. Merek : Fujitsu
Start
Masukkan data dokter
Masukkan data pasien
Tes ishihara
Hasil tes ishihara
Score <60%?
Tes Farnsworth Munsell
Simpan,
Print
Hasil tes farnsworth
munsell
Finish
T E | 17
ISBN: 978-602-97832-0-9 SNTE-2012
2. Operating System : Windows 7 Home Basic 64
bit
3. Processor : AMD E450 dual CPU
4. Memory Graphics : Radeon HD Graphics 512
MB
5. RAM : 6 GB
6. Display : WXGA HD with LED
BackLight




Sedangkan spesifikasi tablet PC yang di gunakan adalah
sebagai berikut :
1. Merek : Cyrus
2. Operating System :Android Ginger Bread V.2.3
3. Processor : Cortex A8 1 Ghz
4. Memory RAM : 512 MB
5. Display :LCD with HD (High
Definition) Display
6. Koneksi : WiFi

2. Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menguji parameter tes
yang ada berupa tes konvensional yang selama ini di
gunakan oleh dokter-dokter mata, setelah itu lalu di
bandingkan dengan menguji parameter konvensional
yang sudah di rubah menjadi bentuk perangkat lunak
berbasis PC dan tablet yang dapat berjalan secara
otomatis.
Hasil dari kedua tes ini akan dibandingkan dan dihitung
tingkat kesalahan yang ada pada instrumen pengujian
buta warna otomatis ini, agar bisa mengetahui seberapa
jauh instrumen pengujian buta warna otomatis ini dapat
digunakan sebagai pengganti tes konvensional berupa
buku ishihara dan tes fanrsworth munsell yang masih
berupa koin-koin warna.

Pembuatan Perangkat Lunak Instrumen
pengujian buta warna otomatis
Berdasarkan hasil analisis kebutuhan informasi
pengguna dan disain perangkat lunak instrumen
pengujian buta warna otomatis, maka perangkat lunak
ini dapat segera dibuat guna menjawab kebutuhan
tersebut. Dalam pembuatan perangkat lunak apapun,
antar muka juga memegang peranan yang penting.
Antar muka dapat memudahkan user dalam
mengoperasikan perangkat lunak yang telah dibuat.
Oleh karena itu, antar muka pada tes buta warna ini
dibuat menarik dan sederhana sehingga petugas dapat
mengoperasikan perangkat lunak ini dengan mudah.

3. Hasil dan Impementasi
Tampilan Muka (Interface)
Tampilan muka pertama ini menampilkan tampilan awal
dari perangkat lunak yang dibuat. Disini terdapat judul
dari program dan nama mahasiswa dari pembuat
program. Tampilan awal ini bisa kita lihat pada gambar
8.Pada tampilan awal ini terdapat tombol masuk dan
tombol keluar. Tombol masuk, akan ke tampilan
berikutnya dari program yaitu berupa tombol input data
dari dokter sebagai user dari program ini yang bisa di
lihat pada gambar 9.Serta tombol keluar untuk keluar
dari program tes buta warna ini.



Gambar 8. Tampilan awal dari Instrumen pengujian
buta warna otomatis



Gambar 9. Tampilan kedua dari Instrumen pengujian
buta warna otomatis


Tampilan Input Data Dokter

Pada tampilan input data dokter, disini kita bisa memilih
data dokter yang sudah ada sebelumnya pada field pilih
dokter, lalu kita klik tombol pilih atau kita juga bisa
menambahkan data dokter yang baru dengan mengklik
tombol tambah, atau mengedit data dokter yang sudah
ada dengan mengklik tombol edit. Tampilan program
bisa di lihat pada gambar 10.



Gambar 10. Tampilan pilih/tambah/edit dokter

T E | 18
SNTE-2012 ISBN: 978-602-97832-0-9
Pada tombol tambah, kita bisa memasukkan data
dokter yang baru, lantas memasukkan nama dokter
secara lengkap pada field nama dokter, lalu
memasukkan nomor Induk kepegawaian dengan
mengisi field NIK dan selanjutnya memilih bidang
keahlian dan status pada field bidang keahlian dan
field status. Setelah semua field di isi secara lengkap,
maka kita bisa mengklik tombol simpan. Setelah di
klik tombol simpan, maka data yang kita isikan tadi,
akan secara otomatis masuk di dalam listing field pilih
doker. Lalu kita pilih nama dokter yang sudah kita
isikan datanya, setelah itu tekan tombol pilih.

Tampilan Input Data Pasien

Sebelum kita memasukkan data pasien, maka setelah
kita memilih tombol pilih pada tampilan input dokter,
maka akan ke tampilan tombol masukkan data pasien.
Tampilan nya bisa kita lihat pada gambar 11.Pada
tampilan itu, kita tekan tombol masukkan data pasien,
agar dapat menginput data pasien baru, atau memilih
data pasien lama.

Setelah tombol masukkan data pasien ditekan, maka
akan tampil pada tampilan input data pasien. Pada
tampilan ini, kita bisa memilih data pasien lama yang
sebelumnya pernah berkonsultasi dengan mengklik pada
field pilih pasien. Pada field pilih pasien kita bisa
memilih salah satu dari listing yang ada, sehingga
user/dokter tidak perlu repot kembali dengan mengisi
data pasien baru. Tampilan bisa kita lihat pada gambar
12.





Gambar 11. tampilan tombol masukkan data pasien


Untuk mengisi data pasien baru, kita bisa mengklik
pada tombol tambah.Maka field-field yang telah
tersedia harus kita isi sesuai dengan data pasien yang
sebenarnya. Field yang tersedia antara lain:
1. Nama pasien
2. Tempat lahir
3. Tanggal lahir
4. J enis kelamin
5. Pekerjaan
6. Nomor handphone
7. Alamat
8. Status



Gambar 12. Tampilan pilih/edit/simpan pasien

Setelah mengklik tombol pilih, maka akan ke
tampilan berikutnya yaitu tampilan untuk memulai
proses pengetesan buta warna. Proses pengetesan buta
warna yang pertama adalah pengetesan dengan
menggunakan plate-palte ishihara yang sudah di scan.

Setelah kita mengklik tombol start, maka akan muncul
plate ishihara test yang akan muncul per 10 detik,
dengan 5 option jawaban yang tersedia d bawahnya.
Apabila sampai 10 detik, pasien tidak mengetahui
jawabannya, maka software akan melanjutkan ke plate
berikutnya secara otomatis dan pasien di anggap salah
dalam memilih jawaban yang tersedia. Tampilan pada
software bisa kita lihat pada gambar13.



Gambar 13. Tampilan plate ishihara dan pengetesan
buta warna

Setelah pengetesan buta warna menggunakan plate-plate
ishihara tes selesai dilakukan, maka kita dapat melihat
hasil tes dari buta warna dengan mengklik tombol lihat
hasil setelah itu kita dapat melihat hasilnya seperti
pada gambar 14.

T E | 19
ISBN: 978-602-97832-0-9 SNTE-2012

Gambar 14. Tampilan hasil setelah melakukan tes buta
warna
Hasil tes berupa prosentase. Apabila hasil prosentasenya
kurang dari 60%, maka pasien akan melanjutkan ke tes
berikutnya yaitu tes farnsworth munsell. Tombol tes
farnsworth munsell sendiri secara otomatis akan muncul
apabila hasil yang didapat kurang dari 60%.

Sebelum kita melakukan pengetesan buta warna
menggunakan farnsworth munsell, kita dapat
menyimpan dan mencetak hasil tersebut menggunakan
printer. Hasil datanya berupa file pdf. Setelah kita
mengklik tombol cetak pdf, maka akan muncul nama
data yang akan di simpan ke dalam folder instalasi
software tersebut. Nama file tersebut disesuaikan
dengan tanggal dan jam saat file disimpan.

Selain kita dapat menyimpan dan mencetak, kita juga
bisa mengirim hasil tes tersebut melalui email, ke
seluruh penjuru dunia menggunakan fasilitas internet.
Fasilitas email tersebut terbatas pada email pengirim.
Email pengirim hanya bisa menggunakan fasilitas dari
google mail. Tetapi untuk penerima, email tidak dibatasi,
dengan kata lain kita bisa mengirim email ke alamat
manapun di seluruh penjuru dunia. File pdf secara
otomatis menjadi sisipan atau lampiran yang akan
dikirimkan ke email tujuan dengan mengklik tombol
kirim. Tampilan softwarenya bisa kita lihat pada gambar
15.



Gambar 15. Tampilantoolbox untuk mengirim email

Tes kedua adalah tes farnsworth munsell. Saat kita
mengklik tombol farnsworth munsell di komputer
makaakan tampil seperti gambar 16.



Gambar 16. Tampilan urutan-urutan warna gradasi yang
berurut
Pada tampilan ini, pasien di minta untuk mengingat
urutan-urutan warna yang telah tersusun sesuai
gradasinya.Setelah pasien di rasa cukup waktu dalam
mengingat urutan-urutan warna tersebut, maka dokter
atau user dapat mengklik tombol lanjut pada
komputer. Maka setelah itu, komputer akan mengacak
warna-warna yang telah berurutan tadi dan pasien
diminta untuk menyusun kembali sesuai dengan urut-
urutan yang telah di ingat sebelumnya. Prosesnya adalah
menggunakan tablet dengan mendrag warna-warna yang
ada dibawah dan di taruh kedalam kolom yang tersedia.
Tampilan ini bisa kita lihat pada gambar 17.

Setelah semua urutan-urutan warna di sesuaikan dengan
urutan-urutan yang telah di ingat sebelumnya, maka
pasien dapat mengklik tombol selesai, dan pada
komputer user bisa mengklik tombol lihat hasil. Maka
kita akan mendapatkan hasil dari tes farnsworth munsell
tersebut pada komputer.Tampilan bisa kita lihat pada
gambar 18.




Gambar 17. Proses pengacakan warna


T E | 20
SNTE-2012 ISBN: 978-602-97832-0-9

Gambar 18. Hasil tes farnsworth munsell

Hasil yang di dapat pada tes farnsworth munsell ini kita
rujuk terhadap kesalahan-kesalahan urutan warna yang
di susun. Untuk lebih jelasnya maka kita bisa lihat
pedoman pada gambar dibawah 19a, 19b, 19c, 19d.


Gambar 19.a. Mata Normal



Gambar 19.b. Mata dengan kelainan Protan


Gambar 19.c. Mata dengan kelainan Deutan


Gambar 19d. Mata dengan kelainan tritan
4. Simpulan
Pada bagian ini akan ditarik kesimpulan atas
pembahasan terhadap pengolahan data hasil penelitian.
Kesimpulan ini akan menjawab tujuan dari penelitian,
selain itu juga berisi tentang saran penelitian sehingga
diharapkan dapat dilanjutkan oleh peneliti yang akan
datang dan dapat memberikan manfaat lebih lanjut. Dari
data hasil penelitian dapat disimpulkan beberapa hal
sebagai berikut:

1. Percobaan menggunakan metode tes buta warna
secara otomatis menggunakan perangkat lunak
berbasis visual basic 6.0 menggunakan notebook
dan tablet tidak berbeda dari hasil yang di dapat
dengan metode konvensional dengan menggunakan
ishihara book test. Dengan kata lain, perangkat
lunak yang di gunakan, bisa dijadikan acuan dan
pegangan dalam melakukan tes buta warna dan
dapat membantu user maupun dokter agar
pekerjaan dalam melakukan tes buta warna menjadi
mudah dan cepat.
2. Pada metode tes buta warna secara otomatis ini,
masih terdapat kesalahan-kesalahan kecil yang di
akibatkan kurang pahamnya pasien dalam
menggunakan teknologi terbaru berupa layar sentuh
pada tablet. Hal ini bisa di edukasikan terlebih
dahulu kepada pasien agar dapat melakukan tes
buta warna secara benar dengan menggunakan layar
sentuh.

5. Saran
Penelitian ini masih jauh dari sempurna dikarenakan
berbagai keterbatasan yang ada, oleh karena itu
direkomendasikan untuk:
1. Melakukan penelitian lebih lanjut dengan
menampilkan edukasi yang diperlukan, agar pasien
bisa menggunakan teknologi terbaru berlayar
sentuh.
2. Memperbaiki hasil akhir pada tes farnsworth
munsell, sehingga hasil yang di dapat bisa di
tampilkan secara otomatis.
T E | 21
ISBN: 978-602-97832-0-9 SNTE-2012
DAFTAR PUSTAKA
[1]. Birch, J . (2001). Diagnosis of Detective Color
Vision. London: Oxford University Press.
[2]. Bruce J ames& Chris Chew& Antony Bron.
(2006). Lecture Note on Ophthalmology. Erlangga.
[3]. Gabriel, d. J . (1996). Fisika Kedokteran. J akarta:
Buku Kedokteran EGC.
[4]. Richard S. Snell, M. A. (2006). Clinical Anatomy
of The Eye.
[5]. Ramadhan, A. (2004). Microsoft Visual Basic 6.0.
J akarta: Elex Media Computindo.
[6]. Kementerian Kesehatan RI. (2007). Laporan
Nasional Riskesdas 2007. Retrieved October 30,
2012, from Kementerian Kesehatan RI:
http://www.ppid.depkes.go.id/index.php?option=c
om_docman&task=doc_download&gid=53&Itemi
d=87
[7]. Kementrian Kesehatan RI. (2011). Profil Data
Kesehatan Indonesia Tahun 2011. Retrieved
October 30, 2012, from Kementrian Kesehatan RI:
http://www.depkes.go.id/downloads/Buku%20PSP
K%202011%20-%202014.pdf
[8]. Majalah Kesehatan, m. (2011, March 20). Buta
Warna, mengapa terjadi dan bagaimana
mengetahuinya. Retrieved October 30, 2012, from
majalah kesehatan:
http://majalahkesehatan.com/buta-warna-mengapa-
terjadi-bagaimana-mengetahui/
[9]. Philips, M. E. (2007). Learning PHP and My
SQL. United Stated: O'Reilly Media, Inc.
[10]. Ramadhan, A. (2006). Pemograman Web
Database dengan PHP dan My SQL. jakarta: Elex
Media Komputindo
[11]. J ay Neitz, J . C. (2001). Color Vision Almost
Reason Enough for Having Eyes. Color Vision,
26-30.

[12]. Ratri Widianingsih, A. H. (2010). Aplikasi Tes
Buta Warna Dengan Metode Ishihara Berbasis
Komputer. Aplikasi Tes Buta Warna Dengan
Metode Ishihara Berbasis Komputer, 36-41.


T E | 22
SNTE-2012 ISBN: 978-602-97832-0-9
DISAIN DAN IMPLEMENTASI FIELD-PROGRAMMABLE GATE ARRAY
UNTUK IDENTIFIKASI CITRA WAJAH MENGGUNAKAN ARTIFICIAL
NEURAL NETWORKS

Arief Budiman
1
, Prawito

1

1. Departemen Fisika, FMIPA,Universitas Indonesia, Depok 16424

E-mail: budimanok@gmail.com, prawito@sci.ui.ac.id


Abstrak

Mikroprosesor menjadi bagian penting dalam dunia elektronika namun kendala yang dihadapi dalam perancangan
mikroprosesor adalah mahal dan lamanya fabrikasi. Untuk mengatasi kendala waktu dan biaya fabrikasi, mikroprosesor
dapat diimplementasikan dalam Field Programmable gate Array (FPGA). FPGA merupakan piranti yang bersifat dapat
dikonfigurasi-ulang (reconfigurable). Pengujian identifikasi secara konvensional seringkali mengalami kegagalan
karena keterbatasan kemampuan visual manusia, apalagi jika pengujian harus dilakukan terhadap banyak data. Oleh
karenanya suatu sistem cerdas dan secara otomatis diperlukan untuk proses identifikasi. Oleh karenanya disain dan
implementasi FPGA untuk aplikasi kecerdasan buatan dalam hal ini ANN, dirasa perlu untuk membuat sistem yang
terintegrasi, mampu melakukan inferensi dan melakukan proses belajar sesuai dengan perbedaan Iingkungan dan
Kondisi yang dihadapi dan berbiaya produksi murah.


Keywords: FPGA, Artificial Neural Networks, Face Identification



1. Pendahuluan

Berkembangnya mikroprosesor menjadi bagian penting
dalam dunia elektronika. Kendala yang dihadapi dalam
perancangan mikroprosesor adalah mahal dan lamanya
fabrikasi. Untuk mengatasi kendala waktu dan biaya
fabrikasi, mikroprosesor dapat di-implementasikan
dalam Field Programmable gate Array (FPGA).

FPGA merupakan piranti yang bersifat dapat
dikonfigurasi-ulang (reconfigurable). FPGA memiliki
komponen kombinasional dan sekuensial dalam tiap sel
logik-nya, sehingga memungkinkan FPGA dapat
digunakan untuk implementasi rangkaian tersebut.
Dengan teknologi FPGA, implementasi rancangan
sistem digital dapat dilakukan secara cepat [1]

Perkembangan teknologi yang mengarah ke bidang
aplikasi yang rnernerlukan keputusan cepat, yang juga
terkadang mengandung risiko tinggi bagi manusia yang
terlibat di dalamnya dan kadang memerlukan keputusan
kondisional merupakan tempat untuk mengaplikasikan
kecerdasan buatan.

Kemampuan belajar yang menjadi ciri utama
kecerdasan buatan dalam hal ini Artificial neural
Networks (ANN) memungkinkan teknik ini mampu
melakukan inferensi secara berbeda sesuai dengan
perbedaan Iingkungan dan Kondisi yang dihadapi. ANN
yang mampu belajar dari variabel variabel lingkungan
dan pada bisa beradaptasi dengan Iingkungan
merupakan langkah maju yang membedakan sistem ini
dari yang konvensional.

Oleh karenanya disain dan implementasi FPGA untuk
aplikasi kecerdasan buatan dalam hal ini ANN, dirasa
perlu untuk membuat sistem yang terintegrasi, mampu
melakukan inferensi dan melakukan proses belajar
sesuai dengan perbedaan Iingkungan dan Kondisi yang
dihadapi dan berbiaya produksi murah. Yang
penerapaannya dalam makalah ini adalah untuk
mengidentifikasi citra wajah.

2. Field-Programmeble Gate Array (FPGA)

Karakteristik dari Field Programmable Gate Array atau
FPGA antara lain adalah dapat dirancang sesuai dengan
keinginan dan kebutuhan. FPGA adalah sebuah
integrated circuit (IC) digital yang berisi sekumpulan
blok logika dan blok interkoneksi yang dapat
dikonfigurasi. FPGA dapat dikonfigurasi untuk
menjalankan banyak sekali fungsi digital (Maxfield,
T E | 23
ISBN: 978-602-97832-0-9 SNTE-2012
2004). FPGA memiliki 3 komponen penyusun yaitu
blok logika, blok I/O, dan blok koneksi. Blok-blok
logika maupun hubungan antar blok dapat dikonfigurasi
[2].

3. Sistem Identifikasi Citra Wajah

Sistem pengenalan wajah termasuk dalam sistem
biometrik yang merupakan sistem outentifikasi yang
akan melakukan pengenalan secara otomatis atas
identitas seseorang. Sistem identifikasi bertujuan untuk
memecahkan identitas seseorang pengguna, pengguna
tidak mengklaim atau memberi klaim secara implisit
terhadap identitas yang terdaftar, maka dibutuhkan
pencocokan satu ke banyak data yang tersimpan. Unjuk
kerja dari sistem identifikasi di pengruhi oleh beberapa
faktor antara lain faktor akurasi, kecepatan dan
kapasistas penyimpanan data.

Tiap wajah orang memiliki ciri utama yang dapat
dijadikan pembeda antara satu dengan yang lain.
Semakin baik metode untuk ekstraksi dapat
mengumpulkan informasi penting dari wajah, maka
akan semakin akurat hasil pencocokan yang didapat.
Salah satu metode untuk ekstraksi ciri wajah adalah
eigenface.

Metode eigenface dikembangkan dari metode Principle
Component Analysis (PCA), yang secara matematis
dilakukan dengan mencari vektor eigen dari matrik
kovarian sekumpulan citra wajah. metode pengenalan
wajah berdasarkan ruang eigen, telah membuktikan
bahwa metode ini dapat mengekstrak ciri global
yang merupakan informasi relevan dengan wajah secara
keseluruhan.

Gambar citra
wajah orang ke
1
Gambar citra
wajah orang ke
2
...
Gambar citra
wajah orang ke
M
PCA Vektor penciri PCA-ANN
LDA Vektor Penciri LDA-ANN
Hasil
identifikasi
Gambar 1. Diagram Metode training

4. Disain FPGA

Spesifikasi FPGA cayclone III Development Board
yang digunakan pada tugas akhir ini adalah EP3C16:
onboard FPGA, Operating Frequency:
50MHz,Operating Voltage: 1.5-3.3V, Package: QFP240,
I/Os: 160, LEs: 15408, RAM: 504kb, Multipliers: 56,
PLLs: 4,Debugging/Programming: J TAG,

Core LCD digunakan untuk menampilkan karakter
ASCII statis dengan merubah nilai HEX dari hardware
FPGA kepada LCD 16 X 2 display panel. Output
mengontrol 8-bit bus tri-state bidirectional data panel
LCD. Metode handshake digunakan untuk
mentransfer data ASCII ke panel LCD 16 X 2.
Deklarasi VHDL LCD core sebagai berikut.




Gambar 2. LCD1602 core pin output data

Kartu memori flash adalah perangkat yang berisi
memori flash dan controller. Karena relatif berbiaya
murah, kartu memori sering digunakan sebagai
penyimpanan eksternal untuk aplikasi embedded. SD
(secure digital) card adalah format kartu memori yang
banyak digunakan. Sebuah kartu SD mendukung dua
mode operasi, yaitu SD mode dan SPI mode. Modus SD
adalah format proprietary dan menggunakan empat bit
untuk transfer data. SPI adalah standar terbuka untuk
antarmuka serial dan digunakan luas di system
embedded. Dalam penelitian ini menggunakan moe SPI
untuk koneksi data dengan core FPGA

Protokol SPI (serial peripheral interface) bus adalah
serial sinkron data standar yang awalnya dikembangkan
oleh Motorola. Menggunakan tiga bit untuk komunikasi,
satu untuk clock, satu untuk input data serial, dan satu
untuk seri Data output. Sebuah bus SPI dapat berisi satu
perangkat master dan satu atau lebih perangkat slave.
Master menghasilkan sinyal clock dan memulai transfer
data. Konseptual Diagram dari sebuah bus SPI dengan
dua perangkat ditunjukkan pada . Ada dua shift register,
satu di master dan satu di slave. Kedua shif register
yang terhubung sebagai ring koneksi melalui mosi
(untuk "master-out-slave-in") dan miso (untuk
"masterin- slave-out ") dan operasi mereka dikendalikan
oleh sinyal clock yang sama, SCLK.

T E | 24
SNTE-2012 ISBN: 978-602-97832-0-9

Gambar 3. SDCard core pin input dan output

Untuk lebih memudahkan manajemen pewaktu, FPGA
Cyclone terintegrasi dengan PLL (Phase-loop lock)
sirkuit. Terdiri dari PFD (Pase-frekuensi detektor),
charge pump, filter loop, sebuah (voltage controlled
oscillator) VCO, dan beberapa frekuensi pembagi dan
PS (phase selection) sirkuit
Dalam PLL Cyclone III yang di pakai di penelitian ini,
VCO output diberikan ke dua pembagi frekuensi
terpisah dan fase sirkuit seleksi untuk mendapatkan dua
clock output yang di gunakan untuk clock SDRAM dan
clock CPU nios II.


Gambar 4. PLL untuk mengatur clock SDRAM

Kamera untuk mengambil citra wajah dikendalikan
dengan menggunakan kendali bus kamera serial (SCCB).
Untuk mengumpulkan data gambar, sistem kontrol
SCCB untuk mengkonfigurasi parameter ov9650 sensor
gambar 5.
langkah kendali sederhana. Melalui antarmuka SCCB,
kita dapat memodifikasi CMOS ov9650.


Gambar 5. menunjukkan struktur kontroler SCCB.

Dalam mengimplementasikan algoritma ANN kedalam
sebuah chip FPGA dibutuhkan kompiler yang
terintegrasi dengan IDE, debug dan programer, Altera
sebagai produsen FPGA menyediakan lingkungan
pemrograman yang dinamakan Quartus II. IDE ini
mendukung bahasa VHDL Verilog HDL, dan
terintegrasi dengan System on a Programmable Chip
(SOPC).


Gambar 6. Disain dan Implementasi RTL FPGA untuk
identifikasi Wajah yang telah di buat menggunakan
Quartus II IDE

5. Implementasi Identifikasi Citra Wajah

Dalam penelitian ini digunakan data primer citra wajah
tampak depan yang diambil dalam kondisi pencahayaan
alami. Basis data terdiri dari 100 citra wajah yang
diambil dalam ukuran 100 x 100 piksel.


Gamabar 7. Sample citra wajah dari dari 10 orang yg
berbeda

Dalam melakukan implementasi disain mengunakan
basis data yang merupakan kumpulan citra wajah yang
akan di beri index dengan cara melakukan ekstraksi
penciri terhadap kumpulan citra wajah tersebut. dan
kemudian input data yang digunakan sebagai masukan
dan akan dilakukan proses identifikasi terhadap citra
yang sudah di Index-kan.

Pada pengujian di gunakan 90 citra wajah sebagai basis
data dan 10 citra wajah sebagai input data. 90 citra
wajah sebagai basis data ini terdiri dari 10 kelas wajah,
T E | 25
ISBN: 978-602-97832-0-9 SNTE-2012
yang terdiri dari 9 citra wajah dengan tingkat kecerahan,
pose dan expresi yang berbeda untuk orang yang sama.
Pengujian ini untuk mengetahui kemampuan dari sistem
dalam menemukan citra wajah orang yang sama dalam
basis data dengan pose yang berbeda

Dilakukan pengujian Fungsionalitas dari rancangan
Hardware untuk Identifikasi citra wajah, antara lain
fungsi dari SPI SDCard sebagai penyimpan data citra ,
Serial Komunikasi untuk penghubung antara computer
host dengan board FPGA dan antar muka LCD sebagai
interface keluaran.


Gambar 7. Interface LCD 1602

Pada gambar 8 dapat di lihat proses transfer data hasil
pengolahan data dari board FPGA ke computer Host
menggunakan serial J TAG. Format kartu SDcard di
seting menggunakan FAT16. Pada gambar 8 dapat
dilihat command untuk mengeksekusi proses, tahapan
proses anatara lain, ambil citra gambar, training data,
kirim data ke host


Gambar 8. Pembacaan data Pada SD card

Parameter pelatihan neural networks dapat dilihat dari
analisa hasil regresi. J ika semua output telah bernilai
sama dengan target atau hampir sama maka proses
pelatihan dapat dihentikan.


Gambar 9. MSE dari pelatihan neural Networks

Tingkat keberhasilan pengujian dapat pula dilihat dari
mean squared error (MSE) dapat dilihat dari grafik nilai
terbaik MSE, terjadi pada epochs (satu kali melewati
seluruh pelatihan, diikuti oleh pengujian verifikasi yang
ditetapkan) 40. Pelatihan yang dilakukan menggunakan
90 citra wajah pada proses training. Proses learning
dilakukan dengan menggunakan training set dan
dihentikan dalam kondisi tertentu.

Pada gambar 9 dapat dilihat dengan epoch sebesar 50,
neural networks sudah dalam keadaan linier maka
proses learning dapat dihentikan, hal ini di lakukan agar
tidak terjadi overfit, yaitu kondisi dimana hasil learning
hanya bisa mengenali data-data training set saja dan
kurang bisa mengenali data-data lain diluar training.


Daftar Acuan

[1] Maxfield, Clive.(2004). FPGAs: World Class
Designs. Newnes
[2] Turley, J im. 2002.The Essential Guide to
Semiconductors
[3] ]Kosko,Bart.1992. Neural Networks and Fuzzy
Systems: a dynamical system approach to machine
intelligence. Printice-Hall.
[4] AMOS R. OMONDI (2006), FPGA
Implementations of Neural Networks, Springer
[5] Bob Zeidman (2002), Designing with FPGAs and
CPLDs. CMP Books. kansas
[6] Sheng-Kai Song, Wei-Ming Li, and Li Song.
Digital Watermark-Based Trademark Checker.
Retrieved from
www.altera.com/literature/dc/2006/c2b.pdf, diakses
terakhir tanggal 10-Desember-2011
T E | 26
SNTE-2012 ISBN: 978-602-97832-0-9
[7] Savran, Aydogan and nsal, Serkan. (2007).
Hardware Implementation Of A Feedforward
Neural Network Using FPGAs. Retrieved from
Department of Electrical and Electronic
Engineering, Ege Universitys.
T E | 27
ISBN: 978-602-97832-0-9 SNTE-2012


MODEL SISTEM KONTROL PEMILAHAN PRODUK BERBENTUK
KOTAK

Emir Nasrullah
1
, Agus Trisanto
2
, Kurnia Ramdhani

3
1,2,3. J urusanTeknik Elektro Universitas Lampung Bandar Lampung Indonesia

Email: enasrullah@yahoo.com

Abstrak

Peningkatan persaingan dalam pemasaran produk-produk hasil industri dalam merebut perhatian konsumen
menyebabkan setiap industri selalu berupaya untuk efektif dan efisien dalam menjalankan produksinya. Salah satu cara
adalah dengan melakukan otomasi produksi karena kelebihan otomasi antara lain adalah menghemat tenaga manusia.
Sebagai contoh, membawa atau memindahkan produk menggunakan konveyor yang dijalankan secara otomatis. Sesuai
dengan namanya konveyor digunakan untuk memindahkan atau membawa produk atau benda ke tempat lain secara
berurutan. Untuk kerja pemilahan dan pengisian produk, kalangan industri menggunakan konveyor produk,
penginderaan dan proses penghitungan untuk mempermudah pengisian produk. Proses penghitungan dan pengisian
produk ini bisa memanfaatkan fungsi pencacah dan pewaktu yang dimiliki oleh Programmable Logic Controller
(PLC). PLC merupakan piranti yang dirancang untuk menggantikan kerja rangkaian sederetan rele yang lazim dijumpai
pada sistem kontrol proses konvensional. PLC harus diprogram terlebih dahulu sebelum dapat dioperasikan. Program
PLC dapat dibuat dengan menggunakan diagram tangga. Dalam penelitian ini komponen utama sebagai perintah
masukan PLC dan sebagai pemicu program adalah tombol tekan ON/OFF dan Light Dependent Resistor (LDR),
sedangkan keluaran yang digunakan sebagai perintah lanjutan bagi masukan PLC adalah rele sebagai pemicu kerja
motor searah. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan sebuah Model Sistem Pengontrolan Konveyor Pemilahan
dan Pengisian Produk berbentuk kotak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem ini mampu menyeleksi produk
berdasarkan panjang produk. Hanya produk yang berukuran panjang 6 cm yang akan mengisi sebuah boks, dari 3 jenis
panjang produk yang digunakan yaitu 4, 6, dan 8 cm.

Kata kunci : Programmable Logic Controller, Diagram tangga, Konveyor, LDR, Rele.




A. Pendahuluan.

Pesatnya persaingan di dunia industri saat ini
berdampak setiap industri selalu berupaya untuk efektif
dan efisien dalam menjalankan proses produksinya.
Salah satu cara adalah dengan melakukan otomasi
produksi. Otomasi mengubah pergerakan atau
pelayanan dengan tangan menjadi pelayanan otomatik
dan pergerakan tersebut berturut-turut dilaksanakan oleh
mesin (tanpa perantaraan tenaga manusia). J adi otomasi
menghemat tenaga manusia. Sebagai contoh, membawa
atau memindahkan produk di atas konveyor yang
dijalankan secara otomatis. Sesuai dengan namanya,
konveyor digunakan untuk memindahkan atau
membawa produk atau benda ke tempat lain secara
berurutan (konvoi). Bidang industri biasa menggunakan
proses penghitungan dan konveyor produk untuk
mempermudah pengisian produk. Proses penghitungan
dan pengisian produk ini bisa memanfaatkan fungsi
pencacah (counter) dan pewaktu (timer) yang dimiliki
oleh Programmable Logic Controller (PLC). PLC
merupakan piranti yang dirancang untuk menggantikan
rangkaian sederetan rele yang dijumpai pada sistem
kontrol proses konvensional (Eko Putra, Agfianto.
2004). Pengguna membuat program (dengan
menggunakan diagram tangga) yang kemudian
dijalankan oleh PLC. Pada penelitian ini juga digunakan
sensor cahaya yang berfungsi sebagai pendeteksi adanya
produk atau benda yang bergerak diatas konveyor.
Sensor yang digunakan adalah Light Dependent Resistor
(LDR).


B. Tinjauan Pustaka

I. Programmable Logic Controller (PLC)

The National Electrical Manufacturers Association
(NEMA) mendefinisikan PLC sebagai piranti
elektronika digital yang menggunakan memori yang
bisa diprogram sebagai penyimpan internal dari
sekumpulan instruksi dengan mengimplementasikan
fungsi-fungsi tertentu, seperti logika, sekuensial,
pewaktuan, perhitungan, dan aritmatika, untuk
mengendalikan berbagai jenis mesin ataupun proses
T E | 28
SNTE-2012 ISBN: 978-602-97832-0-9

melalui modul I/O digital dan atau analog. Gambar 1
memperlihatkan diagram blok sebuah PLC.








Gambar 1. Input-Output PLC.

PLC bekerja dengan cara mengamati masukan (melalui
sensor-sensor terkait), kemudian melakukan proses dan
melakukan tindakan sesuai yang dibutuhkan berupa
menghidupkan atau mematikan keluarannya (logika 0
atau 1, hidup atau mati). Pengguna membuat program
yang kemudian dijalankan oleh PLC tersebut.
PLC yang digunakan dalam penelitian ini adalah PLC
OMRON tipe ZEN-10C1AR-A-V1 yang memiliki 10
I/O (6 inputs dan 4 outputs) dengan sumber tegangan
220 VAC dan sumber tegangan output 12 VDC. Bahasa
pemrograman yang digunakan adalah Diagram Tangga.
Pada PLC OMRON tipe ZEN-10C1AR-A-V1 terdapat
dua macam pewaktu, yaitu Pewaktu ( Timer) dan
Pewaktu Tahan (Holding Timer) dengan perbedaan
sebagai berikut:
a. Pewaktu: Nilai pewaktu saat ini akan di-reset saat
pewaktu diubah dari mode RUN ke mode STOP
atau catu daya PLC dimatikan. Terdapat empat
macam operasional pewaktu jenis ini, yaitu tundaan
ON, tundaan OFF, pulsa tunggal dan pulsa kedip.

b. Pewaktu Tahan (Holding Timer): Nilai pewaktu saat
ini akan disimpan walaupun terjadi pengubahan mode
RUN menjadi STOP atau catu daya dimatikan.
Pewaktuan akan dilanjutkan kembali jika masukan
pemicu ON, selain itu status ON pada bit pewaktu tahan
ini akan disimpan jika waktu yang dikehendaki sudah
selesai. Bit pewaktu tahan ini hanya bisa beroperasi
dengan fungsi tundaan ON saja.

PLC tipe ini juga dilengkapi dengan Pencacah
(Counter) dimana terdapat 16 pencacah yang dapat
digunakan dalam mode naik (increment) maupun turun
(decrement). Nilai saat ini dari pencacah akan disimpan
jika mode operasi PLC diubah atau catu daya dimatikan.
Bit pencacah akan ON jika nilai cacah sudah melampaui
yang ditentukan. Nilai pencacah kembali ke 0 (nol) jika
di-reset.
J enis-jenis counter antara lain:
1. Counter up: yaitu counter yang melakukan
pencacahan naik (incremental).
2. Counter down: melakukan pencacahan secara
menurun (decremental).
3. Counter set: counter yang setelah aktif maka
akan memerintahkan set operasi.
4. Counter reset: counter yang melakukan operasi
reset.

II. Sensor Cahaya
Komponen utama dari rangkaian sensor cahaya ini
adalah Light Dependent Resistor (LDR), salah satu jenis
resistor yang nilai hambatannya dipengaruhi oleh
cahaya yang diterimanya. LDR memiliki karakteristik
dimana bila ada cahaya yang jatuh padanya maka nilai
tahanannya akan berkurang dan akan naik tahanannya
apabila intensitas cahayanya berkurang.






Gambar 2. LDR.

LDR akan mempunyai hambatan yang sangat besar saat
tak ada cahaya yang mengenainya (gelap). Dalam
kondisi gelap hambatan LDR, mampu mencapai 1
Mohm, akan tetapi bila terkena sinar, hambatan LDR
akan turun secara drastis hingga nilai beberapa puluh
Ohm saja.

Prinsip kerja rangkaian LDR ini adalah LDR akan
ditembak cahaya terus menerus dari laser pointer.
Apabila ada benda yang memotong berkas cahaya
tersebut maka nilai tahanan LDR akan naik dan
rangkaian bekerja untuk mengaktifkan rele untuk
menjadi input PLC.

III. Konveyor
Produk-produk hasil industri atau bahan industri
kadangkala merupakan bahan yang berat maupun
berbahaya bagi manusia. Untuk itu dibutuhkan sarana
transportasi untuk mengangkut produk-produk tersebut
mengingat keterbatasan kemampuan tenaga manusia
apakah itu menyangkut kapasitas produk yang akan
diangkut maupun keselamatan kerja karyawan. Salah
satu jenis sarana pengangkut yang sering digunakan
adalah konveyor yang berfungsi untuk mengangkut
produk-produk industri yang umumnya berbentuk
padat.

IV. Motor DC
Adalah mesin yang berfungsi mengubah tenaga listrik
arus searah menjadi tenaga gerak atau tenaga mekanik.
Motor DC digunakan pada aplikasi tertentu dimana
dibutuhkan penyalaan torsi yang tinggi atau percepatan
yang tetap untuk kisaran kecepatan yang luas. Torsi
adalah putaran dari suatu gaya terhadap suatu poros.
Sebuah motor listrik disebut sebagai motor DC jika
membutuhkan suplai tegangan searah pada kumparan
jangkar dan kumparan medannya untuk diubah menjadi
energi mekanik. Pada motor DC, kumparan medan yang
dialiri arus listrik akan menghasilkan medan magnet
yang melingkupi kumparan jangkar dengan arah
tertentu. Konversi energi listrik yang diubah menjadi
T E | 29
ISBN: 978-602-97832-0-9 SNTE-2012

Produk
Sensor-1
Sensor-2
sensor
Pendorong
Box
energi mekanik berlangsung melalui media medan
magnet.

V. Rele
Rele (Relay) merupakan saklar elektronik yang dapat
membuka atau menutup rangkaian dengan
menggunakan kontrol dari rangkaian elektronik lain.
Rele dapat bekerja karena adanya medan magnet yang
digunakan untuk menggerakkan saklar. Saat kumparan
diberi tegangan sebesar tegangan kerja rele maka akan
timbul medan magnet pada kumparan karena adanya
arus yang mengalir pada lilitan kawat. Kumparan ini
kemudian akan menarik saklar dari kontak NC ke
kontak NO. J ika tegangan pada kumparan dimatikan
maka medan magnet pada kumparan akan hilang
sehingga pegas akan menarik saklar kembali ke kontak
NC.

C. Metode Penelitian

I. Perancangan Blok Diagram




Gambar 3. Blok diagram sistem pengontrolan -
konveyor.
Dari blok diagram sistem kontrol konveyor pada
Gambar-3 dapat dijelaskan bahwa isyarat masukan yang
diberikan akan dikontrol oleh kontroler, dalam hal ini
PLC OMRON ZEN-10C1AR-A-V1. Selanjutnya
kontroler akan memberi instruksi kepada motor mana
yang akan menjalankan konveyor atau mendorong
produk dengan menghasilkan isyarat keluaran sesuai
yang diinginkan. Gambar 3 memperlihatkan adanya
umpan balik (feedback) dari output proses (isyarat
keluaran), dalam hal ini isyarat luaran memberi efek
terhadap isyarat masukan.
II. Perancangan Sistem
Blok diagram perancangan sistem yang digunakan
sebagai dasar penelitian ini dapat dilihat pada Gambar
4.














Gambar 4. Blok diagram perancangan sistem -
pengontrolan konveyor.

Sistem pengontrolan konveyor ini dirancang untuk
dikontrol oleh PLC dengan operasi sebagai berikut:
Ketika tombol Start diaktifkan, konveyor box berjalan
dan akan berhenti setelah sensor box mendeteksi box,
kemudian terjadi proses pengisian produk yang sesuai
ke dalam box dimana konveyor produk berjalan dan
konveyor box berhenti. Sensor produk-1 bekerja untuk
mendeteksi produk yang sesuai dan produk yang tidak
sesuai. Apabila sensor produk-1 mendeteksi produk
yang sesuai maka motor pendorong produk tidak
bekerja, sedangkan bila mendeteksi produk yang tidak
sesuai maka motor pendorong bekerja dan akan
mendorong produk tersebut ke tempat pembuangan.
Setelah sensor produk-2 dilintasi produk sejumlah 3
produk, konveyor produk berhenti dan konveyor box
berjalan. Konveyor box berhenti ketika sensor box
mendeteksi kehadiran box berikutnya, dan konveyor
produk kembali berjalan untuk mengisi box baru yang
masih kosong. Proses ini terus berlangsung dan akan
berhenti jika tombol stop diaktifkan. Hubungan antar
konveyor pemilahan dan pengisian produk ditunjukkan
pada Gambar 5.











Gambar 5. Hubungan antar konveyor -
pemilahan dan pengisian produk.


PLC PB1
Motor Konveyor
Produk
Motor konveyor
Box
Motor
Pendorong
Produk
Sensor-1
Produk
Sensor-2
Produk
PB2
Sensor
Box
Konveyor
Produk
Konveyor
Box
Motor
Sensor
Isyarat
luaran
Isyarat
masukan
PLC
+
-
Konveyor
T E | 30
SNTE-2012 ISBN: 978-602-97832-0-9

-
+
12VDC 12VDC
12VDC
12VDC
330 10K
1K
V
IN
V
OUT
V
REF
Box
Box
J enis
Produk-1
J enis
Produk-2
J enis
Produk-3
101cm
9cm
15cm
9cm
101cm
70cm
8cm
8cm
8cm
8cm
4cm
6cm
6cm
6cm
8cm
6cm
Gambar Konveyor-1
Gambar Konveyor-2
65cm
30cm
III. Perancangan Perangkat Keras

1. Sensor









Gambar 6. Perancangan skematik sensor.

Dalam penelitian ini, pasangan sensor berupa
transmitter yang selalu mentransmisi berkas cahaya ke
receiver nya mengakibatkan terjadinya hubungan
antara keduanya. Laser pointer sebagai transmitter
memiliki panjang gelombang 630-680 nm. Pasangan
sensor bekerja dengan mendeteksi adanya perpotongan
pada jalur laser pointer yang dibangkitkan transmitter
dan diterima oleh receiver (LDR). Setiap perpotongan
akan memberikan perubahan kondisi logika dari 0 ke 1
selama selang waktu tertentu. Perubahan kondisi logika
ini yang digunakan sebagai acuan perhitungan.

2. H-Bridge













Gambar 7. H-Bridge.

H-Bridge adalah rangkaian untuk mengendalikan motor
DC agar dapat berputar searah ataupun berlawanan arah
jarum jam. Prinsip kerja H-Bridge dengan mengatur
aliran arus pada motor DC.

Gambar 7 menunjukan rangkaian H-Bridge yang
berfungsi sebagai DC motor driver. Apabila R1 (relay)
sebelah kiri aktif dan R1 sebelah kanan aktif maka
motor DC akan berputar ke arah kanan (searah jarum
jam), sedangkan bila R2 (relay) sebelah kiri aktif dan
R2 sebelah kanan aktif maka motor DC akan berputar
ke arah kiri (berlawanan arah jarum jam). Skematik H-
Bridge dapat dilihat pada Gambar 8.


















Gambar 8. Skematik H-Bridge.

Dalam penelitian ini, relay yang digunakan untuk DC
motor driver adalah tipe yang memiliki 2 com dan 2
NC/NO.

3. Perancangan Model Konveyor

Gambar 9 memperlihatkan rancangan model
pengontrolan konveyor.














Gambar 9. Rancangan model pengontrolan konveyor.

Perancangan model pengontrolan konveyor sebagai
berikut:
1. Belt conveyor : - Panjang : 101 cm
- Lebar : 9 cm
2. Roll conveyor : Diameter 5,2 cm
3. Box : - Panjang : 8 cm
- Lebar : 8 cm
- Tinggi : 20 cm
4. Produk ada 3 jenis panjang
+ -
M
R1
R2
R2
R1
Output Q3PLC
Output Q4PLC
Output Q4PLC
Output Q3PLC
12VDC
R2
R1
Coil
Coil
Com
Com
Com
Com
NC
NO
NC
NC
NC
NO
NO
NO
+ -
M
Q3 PL C
Q4 PL C
12 VDC
12 VDC
R1
R2
T E | 31
ISBN: 978-602-97832-0-9 SNTE-2012

- Panjang : 4 cm, 6 cm, 8 cm
- Lebar : 6 cm
- Tinggi : 6 cm
5. Pada penelitian ini digunakan motor DC 12 V,
52 rpm, sehingga dapat dihitung kecepatan konveyor
dengan rumus sebagai berikut:
t
D
V

=


Dimana; V = kecepatan motor konveyor (cm/detik)
atau kecepatan konveyor.
= 3,14
D =diameter roll konveyor (cm);
t =waktu satu putaran motor (detik).
cm/detik 19 , 14
15 , 1
2 , 5 14 , 3
=

=
t
D
V


Perhitungan lamanya produk 4 cm dideteksi oleh sensor
produk-2 sebagai berikut:
detik 28 , 0
cm/detik 19 , 14
cm 4
=
Perhitungan lamanya produk 6 cm dideteksi oleh sensor
produk-2 sebagai berikut:
detik 42 , 0
cm/detik 19 , 14
cm 6
=
Perhitungan lamanya produk 8 cm dideteksi oleh sensor
produk-2 sebagai berikut:
detik 56 , 0
cm/detik 19 , 14
cm 8
=
Sedangkan perhitungan jarak antara sensor produk-2
dengan motor pendorong sebagai berikut:
detik 05 , 1
cm/detik 19 , 14
cm 15
=
Hasil dari perhitungan diatas, nantinya akan disetting
dalam fungsi timer pada program diagram tangga.

IV. Spesifikasi Alat
Spesifikasi alat yang dirancang sebagai berikut :
1. Menggunakan sumber tegangan 12 VDC untuk
mengaktifkan sensor dan motor DC.
2. Menggunakan PLC OMRON tipe ZEN-10C1AR-
A-V1 dengan 10 I/O dan sumber tegangan 220
VAC, sebagai kontroler yang bertugas mengamati
masukan dari sensor dan memberi instruksi kepada
motor untuk berhenti atau berjalan.
3. Menggunakan rele 12 V, untuk menyambung arus
220 VAC sebagai input PLC dari keluaran sensor.
4. Pushbutton untuk meng-on/off-kan proses
pemilahan dan pengisian produk ke box.
5. Sensor cahaya sebagai pendeteksi adanya objek
dan sebagai input PLC.
6. Motor DC 12 V, 52 rpm sebagai penggerak
konveyor sehingga dapat menjalankan dan
memberhentikan konveyor.
7. Menggunakan fungsi timer PLC, sehingga hanya
produk dengan ukuran panjang 6 cm yang dapat
mengisi box. Pada saat sensor-1 mendeteksi produk
dari 0 6 cm sehingga didapat nilai waktunya,
nilai waktu itulah yang nantinya akan di set
kedalam fungsi waktu yang ada dalam PLC.
8. Menggunakan fungsi counter PLC, sehingga alat
ini dapat mencacah sebanyak 3 produk yang akan
mengisi box. Counter akan aktif pada saat sensor-2
mendeteksi setiap produk.

D. Hasil dan Pembahasan
Penelitian ini merancang sebuah model konveyor
pengisian produk berbasis PLC. Alat ini mampu
menyeleksi produk hanya berdasarkan panjang produk.
Hanya produk yang berukuran panjang 6 cm yang
kemudian akan mengisi sebuah box sebanyak 3 buah
produk, dari 3 jenis panjang produk yang digunakan
yaitu 4 cm, 6 cm dan 8 cm.

Pengujian Perangkat Keras
Pengujian perangkat keras bertujuan untuk mengetahui
apakah sistem yang dirancang dapat berjalan dengan
baik atau tidak.

1. Pengujian sensor
Sebagai sumber cahaya (transmitter) adalah laser
pointer sedangkan sensor penerima (receiver)
menggunakan LDR. Laser pointer mentransmisi berkas
cahaya ke LDR sehingga terjadi hubungan antar
keduanya.










Gambar 10. Rangkaian Sensor dan Rele.

Komparator pada rangkaian sensor berfungsi
membandingkan tegangan, antara tegangan input positif
(V
IN
) dari LDR dengan input negatif (V
REF
) hasil dari
pembagi tegangan variabel pada potensiometer. Secara
sederhana dapat dijelaskan, ketika nilai tegangan pada
V
IN
lebih besar dibanding nilai tegangan V
REF
maka
V
OUT
idealnya akan memiliki nilai tegangan sebesar
tegangan batas atas (+12 V), dan ketika nilai tegangan
pada V
IN
lebih kecil dibanding nilai tegangan V
REF

maka V
OUT

idealnya akan memiliki nilai tegangan
sebesar tegangan batas bawah (0 V).




-
+
12VDC 12VDC
12VDC
12VDC
330 10K
1K
V
I N
V
OUT
V
REF
220VAC
NC
NO
Relay
coil
com
Input PL C
T E | 32
SNTE-2012 ISBN: 978-602-97832-0-9

Tabel 1. Hasil Pengujian Rangkaian Sensor.

Pada pengujian rangkaian sensor, saat LDR tidak
terkena cahaya dari laser pointer, nilai tahanannya
diperoleh sebesar 41 K mengakibatkan nilai tegangan
V
IN
lebih besar dari tegangan V
REF
dan tegangan V
OUT

diperoleh sebesar 9,62 V (tegangan batas atas +12 V)
atau mengaktifkan nilai masukan PLC. Sedangkan saat
LDR terkena cahaya dari laser pointer, nilai tahanannya
diperoleh sebesar 1,5 K mengakibatkan nilai tegangan
V
IN
lebih kecil dari tegangan V
REF
dan tegangan V
OUT

diperoleh sebesar 162 mV (tegangan batas bawah 0 V).
Nilai tegangan V
OUT
kurang sesuai dengan tegangan
batas atas (+12 V) ataupun tegangan batas bawah (0 V),
hal ini dikarenakan tipe op-amp yang digunakan (IC
LM324) bukan khusus untuk penggunaan sebagai
komparator, namun lebih aplikatif untuk penggunaan
umum (general operational amplifier). Walaupun op-
amp LM324 ini dapat digunakan sebagai komparator,
tetapi hasil yang diperoleh pada pengujian menjadi
kurang maksimal. Hasil tersebut tidak menjadi masalah
pada rangkaian berikutnya, karena tegangan V
OUT


sebesar 9,62 V dapat dipakai untuk mengaktifkan
tegangan coil pada rele sebagai switching pada
rangkaian rele dari tegangan DC menjadi tegangan AC
untuk masukan PLC, karena PLC yang digunakan
bertipe hanya menerima input tegangan AC.
2. Pengujian H-bridge

Pengujian H-bridge dilakukan untuk mengetahui apakah
motor pendorong produk dapat berputar bolak balik atau
tidak. H-Bridge merupakan rangkaian yang dipakai
untuk mengendalikan motor DC agar dapat berputar
searah ataupun berlawanan arah jarum jam.

Pengujian dilakukan dengan cara memberi tegangan 12
V pada coil relay 1, sedangkan coil relay 2 tidak diberi
tegangan sehingga menyebabkan kondisi kontak pada
relay 1 berubah dari NC ke NO dan kutub positif motor
dc terhubung dengan tegangan 12 V, sedangkan kutub
negatif motor dc terhubung dengan ground sehingga
motor dc berputar searah jarum jam karena kondisi
close loop di rele 1 pada rangkaian H-bridge dan pada
relay 2 kondisi open loop. Kemudian ketika coil relay 2
diberikan tegangan 12 V dan coil relay 1 tidak diberi
tegangan akan menyebabkan kondisi kontak pada relay
2 berubah dari NC ke NO dan kutub positif motor dc
terhubung dengan ground, sedangkan kutub negatif
motor dc terhubung dengan tegangan 12 V sehingga
motor dc berputar berlawanan arah jarum jam karena
kondisi close loop di relay 2 pada rangkaian H-bridge
dan pada relay 1 kondisi open loop.

3. Pengujian dan analisa waktu
terdeteksinya produk pada sensor produk-1

Pengujian dilakukan dengan menghitung waktu tempuh
produk selama melewati sensor produk-1 menggunakan
fungsi timer pada PLC.

Tujuan pengujian hitungan waktu tempuh ini digunakan
untuk menyeleksi produk berdasarkan panjang produk
tersebut. Waktu tempuh ini di setting pada program
PLC, sehingga PLC dapat menentukan produk mana
yang akan diseleksi.

Data pengujian yang diperoleh dapat dibandingkan
dengan hasil perhitungan manual dengan menggunakan
rumus di Bagian C.III.3. Dari hasil pengujian produk 4
cm didapat waktu tempuh 0,335 detik, sedangkan dari
hasil perhitungan adalah 0,28 detik. Hasil pengujian
waktu tempuh produk 6 cm sebesar 0,4925 detik, dari
perhitungan diperoleh 0,42 detik. Waktu tempuh produk
8 cm dari hasil pengujian sebesar 0,655 detik,
sedangkan hasil perhitungan adalah 0,56 detik, sehingga
dapat disimpulkan data yang dihasilkan dari perhitungan
menggunakan fungsi timer pada PLC dengan data hasil
perhitungan menggunakan rumus tidak cukup berbeda.

Tabel 2. Hasil pengujian waktu tempuh produk
menggunakan fungsi timer pada PLC.

Jenis
panjang
produk
(cm)
Waktu
tempuh
(detik)
Rerata
Waktu
tempuh
(detik)
Waktu tempuh
dg perhitungan
rumus
(detik)
4 cm 0,34
0,335
detik
0,28 detik
4 cm 0,33
4 cm 0,34
4 cm 0,33
6 cm 0,49
0,4925
detik
0,42 detik
6 cm 0,50
6 cm 0,49
6 cm 0,49
8 cm 0,66
0,655
detik
0,56 detik
8 cm 0,66
8 cm 0,65
8 cm 0,65

Pada pengujian sistem konveyor pengisian produk,
sensor produk-1 mendeteksi produk panjang 4 cm saat
melewatinya, karena tidak sesuai dengan kriteria yang
diinginkan (hanya mengizinkan lewat produk dengan
panjang 6 cm) maka motor pendorong aktif. Sedangkan
saat produk 6 cm melewati sensor produk-1 dan
terdeteksi, sesuai dengan kriteria yang diinginkan maka
Kondisi Tahanan
LDR
Tegangan
(V
IN
Tegangan
(V )
OUT
Tegangan
(V )
REF
)
Tidak
Terkena
Cahaya
41 K 8,33 V 9,62 V
7,54 V
Terkena
Cahaya
1,5 K 2,1 V 162 mV
T E | 33
ISBN: 978-602-97832-0-9 SNTE-2012

motor pendorong tidak aktif. Saat produk 8 cm
melewati sensor produk-1, terdeteksi, tidak sesuai
kriteria seleksi maka motor pendorong aktif. Hasil
pengujian selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil uji seleksi produk secara acak.
No
J enis
produk
(cm)
Perlakuan
motor
pendorong
Penyeleksian
1 4 cm Aktif Dibuang
2 6 cm Tidak aktif Tidak dibuang
3 8 cm Aktif Dibuang
4 6 cm Tidak aktif Tidak dibuang
5 8 cm Aktif Dibuang
6 6 cm Tidak aktif Tidak dibuang
7 6 cm Tidak aktif Tidak dibuang
8 4 cm Aktif Dibuang
9 6 cm Tidak aktif Tidak dibuang
10 8 cm Aktif Dibuang
11 6 cm Tidak aktif Tidak dibuang
12 4 cm Aktif Dibuang
13 4 cm Aktif Dibuang
14 8 cm Aktif Dibuang
15 8 cm Aktif Dibuang
16 6 cm Tidak aktif Tidak dibuang
17 6 cm Tidak aktif Tidak dibuang
18 6 cm Tidak aktif Tidak dibuang


4. Pengujian Model Sistem Kontrol
Pemilahan Produk berbentuk Kotak.

Sistem konveyor bekerja diawali dengan menekan
pushbutton ON (hijau), sehingga motor konveyor box
aktif (ON) dan motor konveyor produk tidak aktif
(OFF). J ika sensor box tidak mendeteksi adanya box
yang melewatinya maka motor konveyor box aktif dan
motor konveyor produk tidak aktif, sebaliknya jika ada
box yang terdeteksi oleh sensor box maka motor
konveyor produk aktif dan motor konveyor box tidak
aktif. Pada saat motor konveyor produk aktif, jika
sensor produk-1 mendeteksi produk yang bukan
berukuran panjang 6 cm maka produk dianggap gagal
dan dibuang sementara motor konveyor produk tetap
aktif. J ika sensor produk-1 mendeteksi produk yang
berukuran panjang 6 cm maka produk tersebut benar
dan tidak dibuang. Untuk sensor produk-2, jika tidak
mendeteksi produk sebanyak 3x maka motor konveyor
produk aktif dan motor konveyor box tidak aktif. J ika
sensor produk-2 sudah mendeteksi produk sebanyak 3x
maka motor konveyor produk tidak aktif dan motor
konveyor box aktif. Proses tersebut akan berulang dan
akan berhenti jika pushbutton OFF (merah) ditekan.
Bagan alir sistem kontrol penyortiran produk berbentuk
kotak ini dapat dilihat pada Gambar 11.





































Gambar 11. Bagan alir sistem kontrol penyortiran produk
berbentuk kotak.


E. Simpulan

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa:

1. Model sistem kontrol pemilahan dan
pengisian produk otomatis dapat dibuat
dengan menggunakan PLC OMRON tipe
ZEN-10C1AR-A-V1 sebagai kontroler nya.
2. Output dari program ON, OFF, fungsi counter
dan fungsi timer PLC dapat berfungsi dengan
baik.
3. Kombinasi kerja Laser pointer dan sensor
LDR dapat dipakai untuk mendeteksi produk.
4. Model sistem ini mampu menyeleksi produk
berdasarkan panjangnya. Tiga buah produk
START
PB1 ditekan?
Sensor Box ON?
Motor konveyor Produk
ON, Motor konveyor
Box OFF
Sensor Produk-2
ON 3x?
PB2 ditekan?
END
Ya
Tidak
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Motor Konveyor Box
ON, Motor Konveyor
Produk OFF
Produk = 6 cm?
Ya
Produk dibuang
Tidak
T E | 34
SNTE-2012 ISBN: 978-602-97832-0-9

berukuran panjang 6 cm yang akan mengisi
sebuah box, dari 3 macam panjang produk
yang digunakan yaitu panjang 4 cm, 6 cm dan
8 cm.


DAFTAR PUSTAKA

[1]. Adriadi, Y. 2008. Rancang Bangun Kecepatan
Putar Motor Arus Searah Berbasis Komputer.
Universitas Lampung. Bandar Lampung.

[2]. Bolton, William. 2004. Programmable Logic
Controller, Edisi Ketiga. Penerbit Erlangga.
J akarta.
[3]. Eko Putra, Agfianto. 2004. PLC: Konsep,
Pemrograman, dan Aplikasi (Omron
CPM1A/CPM2 dan ZEN Programmable Relay).
Penerbit Gava Media. Yogyakarta.

[4]. Fauzi Siregar, S. 2004.

Alat Transportasi Benda
Padat. Universitas Sumatera Utara. Medan.
[5]. Hanif, H. 2006. Penerapan PLC (Programmable
Logic Controller) Sebagai Sistem Kontrol Pada
Mesin Konveyor. Universitas Negeri
Semarang. Semarang.

[6]. Malvino, Gunawan, Hanapi. 1995. Prinsip-prinsip
Elektronik. Penerbit Erlangga. J akarta.

[7]. Meirisa, R, et. al. 2008. Interface Simulasi
Penghitung Jumlah Kendaraan Parkir Dengan
Sensor LDR. Politeknik Negeri Malang.
Malang.

[8]. Team OMRON. 2003. ZEN Programmable Relay
Operation Manual. OMRON Corporation. J apan.

[9]. Wirawan, S. 2008. Bahan Ajar Sistem
Pengontrolan PLC. Universitas Negeri Semarang.
Semarang.

[10]. http://www.datasheetcatalog.org/datasheet/national
semiconductor/DS009299.PDF


T E | 35
ISBN: 978-602-97832-0-9 SNTE-2012
35
IMPLEMENTASI KONTROL OTOMASITISASI TERINTEGRASI
PADA SISTEM FLOW RATE ANALISIS BERBANTUAN
MIKROKONTROLER

Aminuddin
1
, Hiskia
2
dan Robert
1. J urusan Teknik Elektro Politeknik Negeri J akarta J l. Prof. Dr. Ir. GA. Siwabessy Kampus UI Depok
16425
3


Phone/Fax : (021) 7863531
2, 3. Pusat Penelitian Elektronika & Telekomunikasi LIPI J l. Cisitu No.21/154 D Bandung, 40135

E-mail: adebataraja@yahoo.com

Abstrak

Makalah ini membahas hasil perancangan dan realisasi otomatisasi sistem pengatur kerja miniatur pompa, valve dan
injektor pada miniaturisasi dan integrasi sistem Flow Rate Analysis menggunakan mikrokontroler sebagai pusat
pengaturan. Sistem tersebut diharapkan dapat mengatur kerja dan kecepatan miniatur pompa elektromagnetik agar
dapat memompa beberapa mikroliter cairan dengan aliran yang konstan dan tidak berfluktuasi. Sistem dirancang
menggunakan mikrokontroler AT89C52 sebagai penyimpan dan pemroses data, panel instrumen sebagai masukan
data dan modul LCD sebagai peraga komunikasi antara sistem dengan pengguna. Pompa yang digunakan
merupakan miniatur pompa 4 phasa yang digerakkan secara elektromagnetik. Hasil pengujian menunjukkan sistem
dapat mengatur kerja dan kecepatan pompa sesuai dengan data yang diberikan oleh pengguna, mikrokontroler
mampu mengatur proses yang dilakukan oleh sistem sesuai dengan rancangan yang diinginkan yaitu mulai dari
proses flushing, kemudian sampling dan dilanjutkan dengan proses inject sebanyak 3 kali untuk satu sample. Pompa
yang digunakan mampu bekerja dari frekuensi 2 Hz (pada flow rate sebesar 14 uL/s) sampai 14 Hz (flow rate=22
uL/s).


Abstract

In this paper discusses the design and realization of automation control systems work miniaturized pumps, valves
and injectors on miniaturization and system integration Flow Rate Analysis using a microcontroller as the central
setting. The system is expected to set the pace of work and miniature electromagnetic pump that can pump a few
microliters of fluid flow constant and does not fluctuate. The system is designed using AT89C52 microcontroller as
the storage and processing of data, instrument panel as the input data and display LCD module as the
communication between the user's system. The pump used is a miniature pump 4 to electromagnetically driven
phase. The test results show the system can adjust the pump speed work and according to the data provided by the
user, the microcontroller capable of regulating the process undertaken by the system according to the desired design
starting from the flushing process, then proceed with the sampling and inject 3 times for one sample. The pump used
is able to work from the frequency of 2 Hz (at flow rate of 14 uL / s) to 14 Hz (flow rate =22 uL / s).

Keywords: automation, miniature pumps, microcontroller.


1. PENDAHULUAN
Sistem Flow Injection Analysis (FIA) telah digunakan
sejak tahun 1975 dalam menganalisa sample-sample
kimia yang berwujud cair (liquid) secara otomatis dan
cepat. Teknik ini sudah banyak digunakan untuk
pembuatan peralatan sensor di laboratorium karena
memiliki berbagai keunggulan antara lain: waktu
respon yang cepat, reproducibility yang sempurna,
efisien dalam penggunaan sample/reagent. peralatan
yang digunakan sederhana (simple) dan bisa
dihubungkan ke komputer, mudah dikalibrasi. Selain
itu kelebihan dari sistem FIA adalah terbuka
kemungkinan untuk miniaturisasi dan integrasi dari
setiap komponennya serta memungkinkan dibuat
dalam bentuk yang portable. Seperti terlihat dalam
Gambar 1, pada umumnya komponen sistem FIA
terdiri dari 5 modul yaitu sistem pompa, injektor, flow
cell, sensor, dan data akusisi.

Gambar 1. Diagram Skematik dari Sistem FIA

T E | 36

SNTE-2012 ISBN: 978-602-97832-0-9

Rangkaian pengontrol elektronik diperlukan untuk
mengatur kecepatan dan kerja pompa, valve serta kapan
waktu injeksi bekerja pada sistem. Perangkat elektronik
ini harus dapat dibuat dengan ukuran seminimal
mungkin dengan unjuk kerja yang baik. Pada penelitian
ini digunakan miniatur pompa dengan diameter 12 mm,
membran terbuat dari karet (rubber) yang akan menarik
dan mendorong cairan, pada bagian masukan dan
keluaran dipasang valve yang mengatur keluar
masuknya cairan pada membran. Valve ini terbuat dari
silicon rubber. Membran bekerja memompa cairan
berdasarkan adanya tekanan dari aktuator tersebut.
Hubungan antara gaya dan tekanan ditunjukkan pada
persamaan berikut:
Ah
F
P = 1
dimana: P =Tekanan yang diterima membran (Pa), F =
Gaya dorong yang dihasilkan aktuator (N), Ah =Hole
area. Hubungan antara gaya (F) dengan ini dengan
medan magnet permanen (M) dan tegangan (V)
terhadap induksi magnet (H) ditunjukkan sebagai
berikut:

= HdV . M F 2
Pada sistem pompa yang dipakai, aktuator
magnet permanen bergerak secara vertikal (vertical
axes) yang dipengaruhi oleh gaya:
H . V . MZ FZ = 3
dan besarnya induksi magnet yang dihasilkan oleh
kumparan dipengaruhi variabel-variabel yang
ditunjukkan pada persamaan berikut:
]
) R Z (
Z
) R Z (
Z
.[ IN m H
2
1
2 2
1
1
2
1
2 2
2
2
0
2
1
Z
+

+
= 4
dimana: R =radius dari kumparan (microcoil), N =
jumlah lilitan pada kumparan, I =Arus yang melewati
kumparan, Z1,2 =koordinat z dari aktuator saat posisi
awal dan akhir. Dari persamaan di atas diperoleh
bahwa untuk mengaktifkan miniatur pompa dapat
diatur dengan mengubah variabel arus (I) yang
melewati kumparan atau besarnya tegangan (V) yang
diberikan pada kumparan.

pompa
R
in
V
pompa
I
pompa
R I
in
V
=
= .
5
Dengan menggunakan kristal 12 MHz pada
mikrokontroler sebagai pembangkit pulsa pewaktu
(clock), pompa yang bekerja sebanyak 2 buah untuk 1
waktu, hanya berbeda phasa sebesar 90 antara pompa
yang satu dengan pompa yang selanjutnya.


12 MHz
Clock
Pump1
Pump2
Pump3
Pump4

Gambar 2. Diagram Pewaktu Miniatur Pompa

Pengaturan kecepatan miniatur pompa 4 phasa dengan
prinsip elektromagnetik dapat dilakukan dengan 2 cara
yaitu: Pengaturan besarnya frekuensi dengan amplitudo
tetap, Pengaturan besarnya amplitudo dengan frekuensi
tetap. Sistem injektor yang digunakan pada sistem FIA
mampu menginjeksi sejumlah cairan dalam volume
tertentu (biasanya 100 mikroLiter) ke dalam aliran
carrier. Mikrokontroler AT89C52 merupakan
kelompok mikrokontroler dengan internal memori
(ROM atau flash-PEROM) yang dikeluarkan oleh
ATMEL, Liquid Crystal Display (LCD) merupakan
suatu komponen/modul elektronika yang mempunyai
kemampuan tidak hanya menampilkan nomor atau
angka saja, tetapi juga kalimat, kata maupun simbol-
simbol khusus. LCD memberikan informasi yang
diperlukan pengguna ketika sedang mengoperasikan
sistem. Rangkaian Driver berfungsi untuk memberikan
tegangan kerja yang diperlukan plant (Vdd) agar dapat
beroperasi. Tegangan Vdd tersebut tidak boleh
terhubung langsung ke pin mikrokontroler. Tegangan
kerja mikrokontroler hanya 5 volt, sehingga bila ada
tegangan lebih yang terhubung ke pin dapat
mengakibatkan mikokontroler mengalami kerusakan.
Untuk menghasilkan tegangan Vdd, dapat digunakan
konfigurasi 2 buah transistor yang bekerja berdasarkan
prinsip saklar digital elektronik.

Gambar 3. Saklar Digital Elektronik Menggunakan
Transistor


I
C
E
B

(a)

I
C
E
B

(b)
Gambar 4. Karakteristik Pada Pulsa Rendah

T E | 37
ISBN: 978-602-97832-0-9 SNTE-2012
37
Rangkaian transistor sebagai saklar digital elektronik
mampu menghasilkan tegangan keluaran sebesar 0 volt
dan Vcc. Vout digunakan untuk men-drive rangkaian
transistor yang ke 2. Gambar 4. menunjukkan
rangkaian dasar transistor sebagai saklar digital
elektronik. Prinsip kerja rangkaian transistor ini yaitu
jika basis transistor diberi pulsa rendah (low pulse)
maka transistor dalam keadaan cut-off atau OFF,
sehingga tidak ada arus yang melewati kolektor (I=0A)
dan tegangan keluaran pada transistor (Vout) akan
sama dengan Vcc (+5 volt). Hal ini akan berlaku
sebaliknya, yaitu bila basis transistor diberi pulsa tinggi
(high pulse) maka transistor dalam keadaan saturasi
atau ON, hal ini akan mengakibatkan arus mengalir
pada kolektor dan tegangan keluaran akan sama dengan
nol (0 volt).

2. Metode Penelitian
2.1. Perangkat Keras Sistem
Sistem dirancang menggunakan
mikrokontroler AT89C52 sebagai penyimpan dan
pemroses data, panel instrumen sebagai masukkan data,
modul peraga LCD sebagai media komunikasi antara
sistem dan pengguna serta tampilan informasi saat
proses sedang berlangsung. Miniatur pompa dan valve
digerakkan oleh rangkaian driver. Sistem dirancang
agar dapat mengatur kerja dan kecepatan miniatur
pompa, valve, dan waktu injeksi sesuai dengan data
yang di dan proses yang dilakukan. Blok diagram dari
perangkat keras sistem yang dirancang ditunjukkan
dalam Gambar 5.
Cara kerja sistem:
1. Mikrokontroler AT89C52 melakukan inisialisasi
terhadap semua port dan mengaktifkan modul
LCD untuk menampilkan pilihan menu.
2. Mikrokontroler akan menampilkan pilihan menu
yang berisi data-data yang diperlukan untuk
mengatur pompa pada layar LCD.
3. Mikrokontroler akan menunggu adanya interupsi
dari pengguna melalui panel instrumen.
4. Mikrokontroler mengeksekusi program sesuai
dengan data yang diperoleh, setelah adanya
interupsi/semua pilihan menu dipenuhi oleh
pengguna.


Gambar 5. Blok Diagram Perangkat Keras Sistem

5. Rangkaian driver akan bekerja menggerakkan
miniatur pompa dan valve sesuai dengan eksekusi
yang diberikan melalui program yang dibuat.
6. Setiap proses yang dilakukan, mikrokontroler akan
selalu menampilkan informasi mengenai prosedur
dan proses yang sedang dilakukan, serta kecepatan
pompa yang dipilih.
7. Mikrokontroler akan terus melakukan proses di
atas selama pengguna belum memilih untuk
menghentikan proses pada sistem atau menekan
tombol reset program pada panel.

2.2. Perangkat Lunak Sistem
P Pe er ra an ng gk ka at t l lu un na ak k d di ir ra an nc ca an ng g u un nt tu uk k d da ap pa at t
m me en ng ga at tu ur r k ke er rj ja a m mi in ni ia at tu ur r p po om mp pa a, , v va al lv ve e d da an n w wa ak kt tu u
i in nj je ek ks si i, , s se er rt ta a p pr ro os se es s y ya an ng g h ha ar ru us s d di il la ak ku uk ka an n o ol le eh h s si is st te em m. .
P Pe en ng ga at tu ur ra an n d di il la ak ku uk ka an n b be er rd da as sa ar rk ka an n p pe er ru ub ba ah ha an n p pa ad da a d da at ta a
y ya an ng g m me en nj ja ad di i v va ar ri ia ab be el l p pe en nt ti in ng g d da al la am m s su ua at tu u s su us su un na an n
p pr ro og gr ra am m. .


Gambar 6. Diagram Alir Program Utama Sistem

Panggil Subrutin
STARTUP
MULAI
Inisialisasi
Port, LCD & Alamat Data
Panggil Subrutin
RCEKPOMPA
Panggil Subrutin
LOAD#1INPUT
Panggil Subrutin
DOPROCESSLOAD#1
SELESAI
SUMBER
TEGANGA
DAYA
Panel
Instrumen
SISTEM
MINIMUM
MIKROKON
TROLER
AT89C52M
iniatur

SISTEM
MINIMUM
MIKROKON
TROLER
AT89C52

SISTEM
MINIMUM
MIKROKON
TROLER
AT89C52
SISTEM
MINIMUM
MIKROKON
TROLER
AT89C52
Miniatur

Miniatur
Valve
PENGATUR
Sistem Minimum
Mikrokontroler

T E | 38

SNTE-2012 ISBN: 978-602-97832-0-9

Proses yang diinginkan adalah flushing, dimana sistem
mengoperasikan pompa pada saluran reagent (cairan
referensi) dalam waktu tertentu. Dilanjutkan dengan
proses sampling, yaitu mengaktifkan pompa pada
saluran sample untuk memompa beberapa mikroliter
cairan sample yang akan dideteksi oleh sensor. Setelah
cairan sample berada dalam mixing coil, maka
dilakukan injeksi untuk mendorong sample dengan
kecepatan tertentu ke dalam flow cell (pada bagian
sensor). Proses sampling dan injection yang dilakukan
sistem diperlukan sebanyak tiga kali untuk cairan
sample yang sama. Pengguna dapat melakukan
interupsi pada setiap proses yang sedang dilakukan
mikrokontroler.

Gambar 7. Diagram Alir Tundaan Waktu

2.2. PENGUJIAN
A. Pengujian Rangkaian Mikrokontroler
Pengujian pada rangkaian mikrokontroler
dilakukan dengan membuat program sederhana yang
di-dowload-kan ke dalam memori mikrokontroler dan
sebuah rangkaian dengan susunan 8 buah led untuk
mengetahui keluaran yang diberikan pada port
mikrokontroler.
Tabel 1. Hasil Pengujian Pada Port 0
LED8 LED7 LED6 LED5 LED4 LED3 LED2 LED1
01H 0 0 0 0 0 0 0 1
02H 0 0 0 0 0 0 1 0
03H 0 0 0 0 0 0 1 1
04H 0 0 0 0 0 1 0 0
05H 0 0 0 0 0 1 0 1
06H 0 0 0 0 0 1 1 0
07H 0 0 0 0 0 1 1 1
08H 0 0 0 0 1 0 0 0
09H 0 0 0 0 1 0 0 1
0AH 0 0 0 0 1 0 1 0
0BH 0 0 0 0 1 0 1 1
0CH 0 0 0 0 1 1 0 0
0DH 0 0 0 0 1 1 0 1
0EH 0 0 0 0 1 1 1 0
I NPUT
OUTPUT


Hasil pengujian pada port 0 sistem minimum
mikrokontroler AT89C52 ditunjukkan pada Tabel 4.
Pengujian yang sama juga dilakukan pada semua port
input/output mikrokontroler (yang meliputi port 1, 2,
dan 3), dan diperoleh hasil pengujian yang sama
dengan pengujian pada port 0. Dari Tabel 4 dapat
dilihat bahwa unit kendali berfungsi dengan baik, hal
ini ditunjukkan dengan setiap masukkan yang diberikan
pada program akan diperoleh keluaran yang sesuai
(dalam bentuk biner).

B. Pengujian Panel Instrumen Sistem
Pengujian diperlukan untuk mengetahui apa panel
instrumen tersebut berfungsi dengan baik atau tidak.
Rangkaian panel instrumen dihubungkan dengan catu
daya 5 Volt DC dan led indikator secara seri. Pengujian
yang dilakukan yaitu dengan melakukan penekanan
terhadap masing-masing panel dan bila panel bekerja
dengan baik, maka indikator led akan menyala.
Hasil pengujian dalam Tabel 2 menunjukkan bahwa
semua panel bekerja dengan baik, hal ini dapat dilihat
dari indikator led yang menyala bila terjadi penekanan
pada panel instrumen.
Tabel 2. Hasil Pengujian Panel Instrumen Sistem
PANEL LED 5 LED 4 LED 3 LED 2 LED 1
YES 0 0 0 0 1
UP 0 0 0 1 0
DOWN 0 0 1 0 0
NO 0 1 0 0 0
RESET 1 0 0 0 0

Keterangan: 0=tidak menyala; 1=menyala

C. Pengujian Rangkaian Driver
Rangkaian driver untuk menggerakkan miniatur pompa
dan valve diuji dengan memberikan tegangan pada
input rangkaian driver dengan nilai 0 Volt dan 5 Volt
secara bergantian. Pada keluaran rangkaian driver ini
dihubungkan dengan beban resistor dan led yang
dihubung secara seri, serta dipasang pararel osciloscope
RET
Simpan data #01 ke
register R0
R0 #01
MULAI
Simpan data pada label
VARDLY ke R1
R1 VARDLY
Simpan data #0 ke R2
R2 #0
Kurangi isi register R2
dengan 01
R2 R2 - 01
Apa
R2=#00
Panggil


Kurangi isi register R1
dengan 01
R1 R1 - 01
Apa
R1=#00
Panggil

Kurangi isi register R0
dengan 01
R0 R0 - 01
Apa
R0=#00
Panggil
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Tidak
Ya
T E | 39
ISBN: 978-602-97832-0-9 SNTE-2012
39
untuk mengetahui besarnya tegangan dan gelombang
keluaran yang diberikan rangkaian.


Tabel 3. Hasil Pengujian Rangkaian Driver
0 nyala
5 mati
V input
(Volt)
LED
I ndikator


Tabel 3. menunjukkan hasil pengujian rangkaian driver
miniatur pompa dan valve. Diperoleh data bahwa saat
input rangkaian driver diberi tegangan 5 Volt, maka led
indikator tidak menyala. Sedangkan bila input
rangkaian driver dihubung ke ground (V=0 Volt), led
indikator akan menyala. Hasil pengukuran tegangan
puncak ke puncak dengan osciloscope dapat dilihat
pada Tabel 4. Dari tabel tersebut diperoleh tegangan
keluaran yang dihasilkan rangkaian driver pada
frekuensi yang lebih besar mengalami penurunan.
Penurunan tegangan peak to peak yang diperoleh
menunjukkan semakin besar frekuensi yang diberikan
pada rangkaian akan mengakibatkan semakin sempit
waktu yang disediakan pada rangkaian driver untuk
menerima sinyal tinggi (high pulse) dan rendah (low
pulse).
Tabel 4. Hasil Pengukuran Tegangan Keluaran
Pada Rangkaian Driver
1 1.000 12
2.5 0.400 11.8
5 0.200 11
7.5 0.133 10.8
10 0.100 10.4
12.5 0.080 10.4
15 0.067 10.2
17.5 0.057 10
20 0.050 10
22.5 0.044 9.8
25 0.040 9.8
F I nput
(Hz)
T (Detik)
Peak-Peak
(Volt)

V out (Volt)
T (dtk)
1 2 3
Thigh Tlow
12
0
F= 1Hz
Volt/Div= 5 Volt
Time/Div= 1Sec

Gambar 8a. Bentuk Sinyal Keluaran Rangkaian
Driver Pada Frekuensi Rendah
V out (Volt)
T (dtk)
Thigh Tlow
12
0
F= 10Hz
Volt/Div= 5 Volt
Time/Div= 50ms

Gambar 8 b. Bentuk Sinyal Keluaran Rangkaian
Driver Pada Frekuensi Tinggi

D. Pengujian Perangkat Lunak
Pengujian dilakukan dengan meng-compile program
yang telah dibuat pada aplikasi ALDS. Setelah itu
untuk memastikan alokasi alamat pada memori sudah
benar dilakukan pengecekan dengan melihat isi alamat
menggunakan program aplikasi downloader khusus
untuk mikrokontroler ATMEL seri 89. Dari pengujian
ditunjukkan tidak ada kesalahan pada program dan isi
alamat pada memori tidak terjadi penumpukkan data,
sehingga program dapat berjalan dengan baik.

3. REALISASI, PENGUJIAN & ANALISA
SISTEM SECARA TERINTEGRASI
Pengujian yang dilakukan meliputi proses yang
dilakukan, kerja miniatur pompa dan valve, kecepatan
pompa yang mampu dicapai, dan tampilan informasi
yang diberikan. Pada Gambar 9. ditunjukkan hasil
pengujian dari proses yang dilakukan oleh sistem. Dari
gambar tersebut dapat dilihat bahwa sistem mula-mula
akan mengerjakan proses flushing untuk membersihkan
saluran (flow cell, yang berada pada bagian sensor),
lalu selama waktu yang ditentukan/diprogram, sistem
melakukan proses sampling yang bertujuan mengambil
beberapa mikro liter cairan sample yang akan diukur.
Bila proses sampling ini sudah selesai dilakukan
selama waktu yang hampir sama dengan flushing, maka
sistem akan mulai memompa cairan carrier atau
disebut inject time. Setelah proses ini dikerjakan,
sistem langsung melakukan proses sampling yang kali
keduanya, lalu diinjeksikan lagi dan setelah itu sistem
kembali mengambil sample dengan melakukan proses
sampling untuk yang ketiga. Selama proses ini cairan
sample yang dideteksi masih cairan sample yang sama.
Setelah proses injeksi yang ketiga selesai dilakukan,
sistem akan segera melakukan proses flushing.
Kemudian sistem akan siap untuk mengerjakan proses
sampling dengan cairan sample yang sama atau yang
berbeda.
T E | 40

SNTE-2012 ISBN: 978-602-97832-0-9

Proses
T
0
Flushing
Time
Sampling
Time
Sampling
Time
Inject-1
Time
Inject-2
Time
Inject-3
Time
Sampling
Time
Flushing
Time
Sampling2
Time
Sampling2
Time
Sampling2
Time
Inject-1
Time
Inject-2
Time
Inject-3
Time
V1 ON
V2 OFF
V1 OFF
V2 ON
V1 OFF
V2 OFF
Gambar 9. Hasil Pengujian Sistem Terhadap Proses
Yang Dilakukan

2 1
V out (Volt)
T (dtk) 3 4 5 6
12
0
F= 1Hz
Volt/Div= 10 Volt
Time/Div= 1Sec
7
0
0
0
12
12
12
Pompa 1
Pompa 2
Pompa 3
Pompa 4

Gambar 10. Hasil Pengujian Sistem Terhadap Kerja
Miniatur Pompa

Dari Gambar 10 dapat kita lihat bahwa saat sistem
sedang mengoperasikan pompa pada satu cairan, maka
setiap pompa akan bekerja dengan beda phasa sebesar
90. Hal ini yang membuat sistem pompa yang dipakai
pada penelitian ini disebut miniatur pompa 4 phasa,
karena 4 buah pompa bekerja pada phasa yang berbeda-
beda. Berdasarkan data ini, maka realisasi sistem
terhadap perancangan awal dalam hal pengaturan kerja
pompa & proses yang dilakukan sudah benar dan
berhasil. Karakteristik pengukuran kecepatan pompa
yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Suhu lingkungan saat pengujian adalah 27C.
2. Panjang saluran masuk (biasa disebut inlet)
digunakan ukuran paling pendek (minimal) yaitu
15 cm.
3. Pompa yang digunakan merupakan 4 buah
miniatur pompa elektromagnetik dengan susunan
buffer pump yang dipasang secara paralel.
Membran pada pompa terbuat dari rubber.
4. Untuk pengukuran volume cairan digunakan
sebuah gelas ukur dengan skala ukur 1 mL.
5. Cairan yang digunakan untuk pengujian adalah air
mineral (H
2
6. Alat pengukur waktu digunakan stop watch dengan
skala terkecil yang dipakai adalah detik.
0).
7. Banyaknya volume cairan yang diukur ditetapkan
sebanyak 10 mL.
Pada Tabel 9 ditunjukkan hasil pengujian
terhadap pengukuran kecepatan pompa yang dihasilkan
sistem. Dari data yang diperoleh, semakin kecil
variabel delay yang ada pada program mikrokontroler
maka akan diperoleh kecepatan pompa (flow rate) yang
semakin naik.
Tabel 9. Hasil Pengujian Kecepatan Pompa
(menit) (detik)
A 15 10 00:07:26 446 22
B 35 10 00:07:45 465 22
C 55 10 00:08:07 487 21
D 75 10 00:08:31 511 20
E 95 10 00:08:52 532 19
F 115 10 00:09:18 558 18
G 135 10 00:09:57 597 17
H 155 10 00:10:22 622 16
I 175 10 00:10:50 650 15
J 195 10 00:11:45 705 14
Menu Flow
Rate
Flow Rate
(uL/s)
Variabel
Delay
VolumeCairan
(mL)
Waktu Yg Ditempuh

Berikut ditunjukkan grafik hubungan antara perubahan
variabel delay dengan besarnya kecepatan pompa yang
dihasilkan oleh sistem:
22 22
21
20
19
18
17
16
15
14
-
10
20
30
15 35 55 75 95 115 135 155 175 195
Vari abel Del ay
F
l
o
w

R
a
t
e

(
u
L
/
s
)

Gambar 11. Grafik Hubungan Perubahan Variabel
Delay Terhadap Kecepatan Pompa

Perhitungan tundaan waktu:
Dikerjakan cycle
1: DELAYME:
MOV R0,#01 1x 1
2: DLYME1:
MOV R1,VARDLY 1x 1
3: DLYME2:
MOV R2,#0 1x 1
4: DJNZ R2,$ vardly x 255 x 1 2
5: DJNZ R1,DLYME2 (vardly-1)x 2
6: DJNZ R0,DLYME1 1 x 2
RET
Misalnya besar variabel delay yang digunakan yaitu 35,
maka baris 4 akan dikerjakan sebanyak 35x255x1 =
8.925 x, karena instruksi tersebut dikerjakan selama 2
siklus maka waktu totalnya 8.925 x 2 =17.850 siklus.
Masih ditambah dengan pengulangan yang kedua (35-
1) x 3 = 102 siklus dan pengulangan yang ketiga
sebesar 1 x 3 =3 siklus, sehingga total siklus =17.850
+102 +3 =17.955 siklus. Pada sistem ini digunakan
frekuensi kristal sebesar 12 MHz, sehingga tundaan
waktu yang dihasilkan adalah sebesar 17.955 x 1 d =
17.955 d atau 0,02 detik. Dari perhitungan ini dapat
dilihat bahwa untuk menambah kecepatan pompa pada
sistem maka besarnya variabel delay dibuat sekecil
mungkin dengan memperhatikan batas maksimum dari
pompa yang digunakan. Pada Tabel 9 di atas dapat
diperoleh hubungan antara variabel delay dengan
besarnya kecepatan pompa (flow rate) yang dihasilkan
oleh sistem pada penelitian ini. Dapat dilihat bahwa
saat variabel delay semakin kecil, diperoleh besarnya
T E | 41
ISBN: 978-602-97832-0-9 SNTE-2012
41
kecepatan yang semakin menuju ke titik yang sama.
Hal ini menunjukkan batas kerja maksimum dari
pompa yang digunakan yaitu sebesar 22 uL/s atau pada
variabel delay sebesar 35. Pada perhitungan di atas
diperoleh tundaan waktu sebesar 17.955 d. Nilai ini
merupakan besarnya tundaan untuk menyelesaikan
25% dari satu gelombang penuh, sehingga untuk satu
gelombang penuh diperlukan waktu sebesar 4 x 17.955
d =71.820 detik (T). Dari nilai ini diperoleh besar
frekuensi kerja maksimum pompa sebesar f=14 Hz.



AFLUSH FR: A uL s
READY 4 SAMPLI NG


MSAMPLE FR: A uL s
GO I NJ ECT >>

Proses yg sedang dilakukan
Kecepatan Pompa
Prosedur A=Auto, M=Manual Proses yg akan dilakukan

Gambar 12. Contoh Tampilan Informasi

Dari pengujian yang dilakukan terhadap sistem secara
keseluruhan baik itu modular maupun terintegrasi
diperoleh hasil yang sesuai dengan tujuan pada
perancangan awal. Sistem dapat mengatur kerja dan
kecepatannya sesuai dengan data yang diberikan oleh
pengguna, mikrokontroler mampu mengatur proses
yang dilakukan oleh sistem sesuai dengan rancangan
yang diinginkan yaitu mulai dari proses flushing,
kemudian sampling dan dilanjutkan dengan proses
inject sebanyak 3 kali untuk satu sample. Pengguna
dapat melakukan interupsi untuk merubah seting
kecepatan maupun prosedur yang dilakukan.
Pengoperasian yang mudah dan kemampuan sistem
untuk memberikan informasi yang dibutuhkan oleh
pengguna ketika proses sedang berlangsung.

4. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengujian dan analisa terhadap
sistem, maka dapat diperoleh beberapa kesimpulan
sebagai berikut:
1. Sistem pengatur kerja miniatur pompa, valve dan
injektor yang direalisasikan ini mampu mengatur
kerja 4 buah pompa sesuai dengan diagram
pewaktu (timming diagram) yang diberikan.
2. Pengaturan kecepatan dengan menggunakan
metoda tundaan waktu diperoleh bahwa semakin
kecil variabel tundaan (delay) yang diberikan pada
sistem maka kecepatan pompa yang dihasilkan
akan bertambah tinggi. Hasil pengujian
menunjukkan pompa yang digunakan mampu
bekerja dari frekuensi 2 Hz (pada flow rate sebesar
14 uL/s) sampai 14 Hz (flow rate=22 uL/s).
3. Rangkaian driver yang dirancang mampu
memberikan tegangan kerja yang efektif bagi
pompa dan valve yaitu sebesar 12 Volt DC.
4. Program yang dibuat dapat mengatur proses yang
dilakukan oleh sistem sesuai yang diharapkan yaitu
flushing time, sampling time dan injeksi cairan
sample sebanyak 3 kali untuk satu sample. Selama
proses berlangsung, pengguna dapat melakukan
interupsi untuk membatalkan proses maupun
melakukan perubahan data pada set awal.
Tampilan informasi yang diberikan sistem pada
LCD ketika proses sedang berlangsung,
memberikan kemudahan bagi pengguna untuk
mengetahui informasi yang diperlukan.

DAFTAR PUSTAKA
[1] User Manual 1632, Liquid Crystal Display
Module, Seiko Instruments Inc., J APAN,
1987.
[2] Agfianto Eko Putra, Belajar Mikrokontroler
AT89C51/52/55, Teori dan Aplikasi, Gava
Media, Yogyakarta, 2002.
[3] Ganti Depari, Drs., Pokok-Pokok
Elektronika, M2S , Bandung, 1987.
[4] J . Ruzicka and H. Hansen, Flow I njection
Analysis Part 1. A New Concept of Fast
Continous Flow Analysis, Analytica
Chimica Acta, vol 364, pp. 341-349, 1997.
[5] J uliant Ilet, How To Use I ntelligent L.C.D.s
Part One, Wimborne Publishing Ltd., 1998.
[6] Ogata, Katsuhito, Teknik Kontrol
Automatik, Erlangga, 1997.
[7] M. Valcareel and M. D. L. d. Castro, Flow-
I njection Analysis Principles and
Applications, Ellis Horwood Limited, 1987.
[8] P. Dario, N. Croce, M.C. Carrozza, G.
Varallo, A Fluid Handling System for a
Chemical Microanalyzer, Brindisi, Italy,
1995.
[9] Sencer Yeralan & Ashutosh Ahluwalia,
Programming and I nterfacing The 8051
Microcontroller, Addison Wesley,
California, 1995.
[10] S, Wasito, Kumpulan Data Penting
Komponen Elektronika, PT Multimedia,
J akarta, 1985.
[11] William Kleitz, Digital Electronics,
Prentice Hall, 1996.

T E | 42
SNTE-2012 ISBN: 978-602-97832-0-9

SIMULASI SISTEM FILLING-DRAINING CONTROLLER

Syaprudin
1
, Darwin

2
1,2. Teknik Elektronika, Teknik Elektro. Politeknik Negeri J akarta


Abstrak
Penelitian ini menjelaskan tentang pengendalian proses pengisian dan pengosongan tangki air dengan
menggunakan teknik konvensional dan pemanfaatan modbus protocol. Dalam melakukan monitoring pada
pengisian dan pengosongan didukung oleh SCADA. SCADA digunakan untuk melakukan monitoring, controlling,
dan data acquisition, sistem komunikasi PLC dengan SCADA, PLC dengan inverter dan penyettingan parameter-
parameternya, Keseluruhan proses dapat dimonitoring dan dikontrol melalui berbagai interface baik low level
maupun high level. Low level interface misalnya panel-panel manual dan peralatan lain yang secara langsung dapat
mengakses sistem. High Level Interface misalnya komputer dan peralatan lain yang dapat mengakses proses
melalui fasilitas komunikasi yang tersedia pada sistem. Fasilitas komunikasi ini dinamakan modbus. Pada plant ini
pengendali utamanya digunakan PLC. Sedangkan Monitoringnya menggunakan sistem SCADA. Komunikasi antar
PLC dengan sistem SCADA ini dilakukan dengan kabel serial. Modbus memiliki kelebihan dalam konfigurasi
sebuah sistem. Dimana, konfigurasi tersebut hanya memerlukan satu master dan beberapa slave. Koneksi dari
master dan slave dengan menggunakan modbus sangatlah mudah, hanya dengan menset address pada masing-
masing slave yang berbeda dan dihubungkan dengan secara multidrop menggunakan RS-485. Karena modbus
menggunakan RS-485 sebagai physical interface-nya sehingga modbus dapat dipakai pada tempat-tempat dengan
interferensi gelombang elektromagnetik yang tinggi.


Abstract

System of charging and discharging is a process of mixing materials which are generally used in the industry. This
study describes the control of charging and discharging the water tank using conventional techniques and the use of
modbus protocol. Monitoring of charging and discharging supported by SCADA. SCADA systems are used for
monitoring, controlling, and data acquisition systems, PLC communications with SCADA, PLC with inverter and
setting parameters, the entire process can be monitored and controlled through interfaces both low level and high
level. Low-level interfaces such as manual panels and other equipment that can directly access the system. High
Level Interface such as computers and other devices can access the process through communication facilities
available on the system. This communication facility named Modbus. PLC is the main controller of this plant.
Meanwhile SCADA systems is used for monitoring. Communication between PLC with SCADA systems is using a
serial cable. Modbus has advantages in a system configuration where the configuration requires only one master and
several slaves. Connection of master and slave using modbus is very easy, simply by setting the address on each
slave differently and connecting them with multiddrop using RS-485. Since modbus using RS-485 as its physical
interface so that modbuscan be used in any places with high interference of electromagnetic waves.

Keyword : Serial Communication, Modbus, RS

-485

I. PENDAHULUAN.

Dengan perkembangan teknologi yang pesat, maka
ilmu yang berhubungan dengan bidang elektronika
akan terus berubah dan dikembangkan, diaplikasikan
disegala aspek industri, industri yang dimaksud bukan
hanya industri berskala besar dalam hal ini pabrik,
namun juga industri berskala kecil, seperti industri
rumah tangga, oleh karena itu salah satu mata kuliah
disemester IV, jurusan teknik Elektro Program Studi
Teknik Elektronika ialah praktik pemogramman PLC
dimana pengembangan peralatan akan menyesuaikan
dengan kondisi yang ada, pada penelitian terdahulu
yaitu Modul Simulasi Filling-Draining Controller
Berbasis PLC (jurnal Politeknologi Vol 5 No.1.
J anuari 2006) yaitu sistem pengontrollan dalam
pengisian dan pengosongan tangki, sistem yang dibuat
terdahulu masih bersifat Semi automatis dan tidak
terintegrasi, dalam penelitian ini akan dikembangkan
dengan penambahan jaringan SCADA berbasis
software simulasiuntuk mengendalikan dan memonitor
Programmable Logic Controller (PLC) pada sistem
Simulasi Filling-Draining Controller.

T E | 43
ISBN: 978-602-97832-0-9 SNTE-2012


Proses implementasi dari sistem yang dibangun
dilakukan pada plant miniatur Modul Simulasi Filling-
Draining Controller Berbasis PLC. Masing-masing
aktuator dan sensor dikendalikan oleh PLC yang
terhubung dengan jaringan LAN dan server. Software
yang digunakan untuk membangun aplikasi
terdistribusi adalah Vijeo Citec dan basis data
dibangun dengan menggunakan SQL Server.

Mengingat keterbatasan infrastruktur dan sistem ini
hanya dipergunakan dalam kegiatan praktik sistem
pemogramman PLC maka dalam perumusan masalah
dibatasi pada pekerjaan proses implementasi dari
sistem yang dibangun dilakukan pada plant miniatur
saja sesuai dengan modul yang telah dirancang
terdahulu, aktuator dan sensor terhubung dengan
dengan jaringan server.

Software yang digunakan untuk membangun aplikasi
terdistribusi adalah Software Simulasi dan basis data
dibangun dengan menggunakan SQL Serve. Kendala-
kendala yang akan timbul diantaranya pada saat
perancangan dan realisasi sistem adalah koneksi-
koneksi interface yang perlu ketelitian.

Selain perumusan masalah diatas diperlukan juga
beberapa startegi yang akan dilakukan diantaranya;
melakukan studi pustaka, mencari literatur yang
berkaiatan dengan sistem kerja alat, melakukan
pengamatan dan tinjauan teknis terhadap produk
sejenis.

Modul Simulasi Filling-Draining
Dalam simulasi ini akan dipantaui dan dideteksi proses
urutan kerja yang diawali dengan menekan tombol
mulai (start), aliran cairan, level cairan dan keluaran
cairan, dengan menekan tombol selesai (Stop) maka
seluruh proses akan berhenti visual modul simulasi
diperlihatkan pada Gambar 1.


Gambar 1 Visual Modul Simulasi
SCADA
Sistem SCADA (Supervisory Control and Data
Acquisition) ialah sistem yang dapat melakukan
pengawasan, pengendalian dan akuisisi data terhadap
sebuah plant. Secara umum, SCADA terdiri dari
bagian bagian berikut :
Sensor dan aktuator (Field Devices)
Remote Terminal Unit / PLC
Sistem Komunikasi
Master Terminal Unit

Keempat komponen di atas dapat ditampilkan dalam
Gambar 2 sebagai berikut:


Gambar 2 Bagan Sistem SCADA

Sensor dan aktuator (field device)
Bagian ini adalah plant di lapangan yang terdiri dari
obyek yang memiliki berbagai sensor dan aktuator.
Nilai sensor dan aktuator inilah yang umumnya
diawasi dan dikendalikan supaya obyek/plant berjalan
sesuai dengan keinginan pengguna.

Programmable Logic Controller (PLC)
PLC merupakan suatu alat kontrol mikroprosessor
serbaguna yang khusus dirancang untuk dapat
beroperasi di lingkungan industri yang cukup besar.
PLC bekerja dengan cara menerima data dari
peralatan-peralatan input yang biasanya dapat berupa
saklar, tombol-tombol, sensor-sensor dan lain-lain.








Gambar 3. Blok Diagram Sistem Pemrograman PLC

Pada blok diagram sistem pemogramman PLC Gambar
3. dapat dijelaskan prinsip kerja dasar PLC yaitu
program yang dibuat dalam bahasa ladder terlebih
dahulu dirancang dalam computer dan didownload ke
dalam PLC.
Sistem Komunikasi
Sistem komunikasi diperlukan untuk menghubungkan
antara field device, PLC, dan Master Terminal Unit.
Berikut ini beberapa sistem komunikasi yang dipakai
dalam sistem SCADA :
RS 232
Private Network (LAN/RS-485)
Communication PLC
Switched Telephone Network
Leased lines
Internet
Wireless Communication systems

T E | 44
SNTE-2012 ISBN: 978-602-97832-0-9

o Wireless LAN
o GSM Network
o Radio modems

MTU SCADA Software
Master Terminal Unit umumnya ialah komputer yang
memiliki SCADA software. Fitur fitur kunci yang
harus ada pada suatu SCADA Software ialah :
Human Machine Interface, Tampilan yang
memudahkan manusia (operator) untuk
memahami atau mengendalikan mesin (sistem,
plant).
Graphi, Displays Tampilan grafis, bukan hanya
angka, untuk mempermudah pengamatan.
Alarms, Alarm untuk memberi warning saat
sistem dalam kondisi abnormal.
Trends, Trend ialah grafik garis yang
menggambarkan kondisi/status suatu device
RTU / PLC Interfac, Bagian program yang
menghubungkan PLC dengan SCADA software.
Scalability / Expandabilit, Program dapat
diperluas tanpa mengganggu program lama yang
sudah ada.
Access to dat, Program memiliki akses pada data
tertentu yang diinginkan
Databas, Penyimpanan data ke dalam database
Networking, Program ini dapat berjalan dalam
suatu jaringan, baik pada LAN maupun internet
Fault tolerance and redundancy, Program
memiliki toleransi tertentu terhadap kesalahan
yang terjadi. SCADA system juga harus bersifat
redundant, dimana saat MTU utama down akan
digantikan oleh MTU cadangan.


Network Application Development
Network Application Development atau NAD adalah
suatu arsitektur yang mengkombinasikan Client-based
arsitektur dan server-based arsitektur. NAD
melakukan notifikasi secara automatis apabila aplikasi
berubah dan secara otomatis mendistribusikan aplikasi
yang baru ke tiap View node.

Di dalam NAD arsitektur, seperti diperlihatkan pada
Gambar 4, mastercopy dari aplikasi tersusun di dalam
central network location. Tiap View node me-load
network application tersebut seperti pada server-based
arsitektur. Tetapi bukannya menjalankan aplikasi dari
server, aplikasi tersebut di-copy dan kemudian
dijalankan dari user defined location. Hal ini sama
seperti keuntungan dari client-based redundancy atau
sistem backup (tidak ketergantungan terhadap server).

SCADA Sebagai Sebuah Sistem
Suatu sistem SCADA biasanya terdiri dari:
Antarmuka manusia dengan mesin (Human-
Machine Interface)
Unit terminal jarak jauh yang menghubungkan
beberapa sensor pengukuran dalam proses-proses
produksi
Sistem pengawasan berbasis komputer untuk
pengumpul data










Gambar 4. Network Application Development

Infrastruktur komunikasi yang menghuhungkan
unit terminal jarak jauh dengan sistem
pengawasan, dan
PLC atau Programmable Logic Controller

Hubungan Dengan Pengguna Sistem
HMI (Human Machine Interface) merupakan
visualisasi dari teknologi atau sistem secara nyata.
HMI dari suatu sistemSCADA merupakan data yang
diproses dan diolah untuk kemudian dimonitor
olehsuatu operator manusia. Alat penghubung ini pada
umumnya meliputi kendaliyang menghubungkan
seseorang dengan sistem SCADA.

HMI adalah suatu cara mudah untuk melakukan
monitoring terhadap RTU (Remote Terminal Unit)
atau PLC (Programmable Logic Controller), karena
pada umumnya PLC atau RTU hanya menjalankan
proses yang diprogramkan. HMI juga menampilkan
data-data rangkuman kerja mesin termasuk secara
grafik. Tujuan dari HMI itu sendiri adalah untuk
meningkatkan interaksi mesin dan operator melalui
tampilan layar komputer dan memenuhi kebutuhan
pengguna terhadap informasi sistem.

Fungsi-fungsi Utama SCADA
Fungsi-fungsi utama SCADA adalah:
Akuisisi data, merupakan proses penerimaan /
pengumpulan data dari berbagai peralatan
dilapangan.
Data processing, menganalisa data atau informasi
yang didapat dari hasil pengumpulan data dapat
berupa bentuk laporan, grafik, dan lain lain.
Supervisory control, fungsi pengendalian jarak
jauh suatu peralatan.
Tagging, berfungsi meletakan informasi
(penandaan) pada peralatan tertentu.
Pemrosesan alarm dan event, menginformasikan
apabila terjadi perubahan pada sistem.

T E | 45
ISBN: 978-602-97832-0-9 SNTE-2012


Post mortem review, menganalisa akibat adanya
gangguan sistem, serta mengembalikan ke kondisi
normal.


II. METODE PENELITIAN.
Pelaksanaan Penelitian ini dilakukan di jurusan Teknik
Elektro, Politeknik Negeri J akarta, kegiatan penelitian
ini berupa studiliteratur, baik dari internet maupun
buku referensi, Dasar acuan standar dikembangkan
dari jurnal yang berjudul Modul Simulasi Filling-
Draining Controller Berbasis PLC, Sumber : J urnal
Poli Teknologi Vol.5 no.1. J anuari 2006 ISSN 1412-
2782 dan software Vijeo Citec, Metoda yang dipakai
dalam penelitian ini dilakukan dengan melalui tiga
tahap. Tahap-tahap tersebut meliputi :
Tahap Analisa Kebutuhan
Tahap Analisis Sistem
Tahap Desain Sistem

Analisa Sistem
Analisis dilakukan dengan memastikan bahwa proses
operasi, proses informasi dapat tercermin baik di sisi
fisikal maupun logikal. Penelitian ini menggunakan
alat yaitu diagram alir seperti berikut:











Gambar 5. Diagram Alir Proses Perencanaan Sistem

Rancangan Sistem
Sistem yang dibuat merupakan penerapan SCADA
sistem Distributed Application pada Vijeo Citec yang
mampu memonitor dan mengendalikan
perangkatperangkat pada sebuah miniatur sistem
Filling Draining Controller dengan menggunakan
jaringan komputer dan PLC Network Architecture
yang digunakan adalah Network Application
Development (NAD). Gambar 6 memperlihatkan blok
diagram system yang dibangun.


Plant sistem filling dan draining ini mempunyai input
output PLC yang meliputi switch push button sebagai
tombolmulai danberhenti, aktuator valve, stepper
motor, inductive proximity sensor sebagai sensor air
penuh, buzzer sebagai alarm, dan LED yang
digunakan sebagai representasi lampu on/off. Gambar
7 memperlihatkan blok diagram keseluruhan sistem.















Gambar 6. Blok Diagram Sistem










Gambar 7. Blok Diagram Keseluruhan Sistem

Perancangan Layar Monitor
Sebelum membuat rancangan pada layar monitoring
pada Citect Graphics Builder, maka perlu diperhatikan
hal-hal yang berkaitan dengan teknis perancangan,
seperti melakukan pertimbangan bentuk tampilan
grafis pada Citect Graphics Builder yang mengacu
pada bentuk panel yang sebenarnya. Apa saja yang
akan dimonitoring dari panel penggunaan komunikasi
serial RS-485 pada inverter berbasis vijeo citect ini,
serta halaman apa saja yang perlu dibuat serta disusun
untuk mempermudah dalam melakukan monitoring
serta controlling. Bila melihat dari layout panel, maka
hal-hal yang dapat di monitoring adalah :
Pengukuran Tegangan, arus serta daya pada
motor induksi 3 fasa
Kecepatan motor(RPM), frekuensi motor(Hz), DC
Link Voltage(V)
Kondisi motor pada saat forward maupun reverse
Tombol start dan stop motor induksi 3 fasa serta
reset
Dan controlling yang dilakukan yaitu berupa
controlling secara langsung terhadap sistem, seperti
menentukan kecepatan motor dengan cara
memasukkan nilai input frekuensi dan pengaturan arah
putaran motor.

Merancang Animasi
Setiap halaman mempunyai fungsi yang berbeda,
sehingga setiap tampilan tidak akan sama. Untuk
menggunakan gambar atau animasi pada




T E | 46
SNTE-2012 ISBN: 978-602-97832-0-9

software simulasi dapat mudah ditampilkan karena
mempunyai library, yang memuat gambar-gambar atau
simbol yang dapat digunakan ke dalam layar. Ketika
gambar sudah muncul save dan akan tersimpan
didalam library.








Gambar 8. Tampilan Gambar yang Diimport

Jenis Animasi
Untuk membuat button dapat dilakukan dengan dua
cara, yaitu: pada menu objects pilih button dan
drag pada halaman. Atau dengan cara memilih icon
dan mulai drag ke halaman. Setelah itu akan
muncul dialog boxbutton properties, disini dapat
mengatur tampilan, pergerakan, input, dan akses.






Gambar 9. Tampilan Button










Gambar 10. Dialog Box Editing Button

Button digunakan sebagai visualisasi tombol yang
digunakan dalam proses. Button dapat digunakan
untuk memindahkan halaman pada Vijeo Citect.







Gambar 11. Contoh Display Numeric

Membuat display numeric dapat dilakukan dengan
memilih icon number pada tools, lalu klik pada
halaman. Kemudian akan muncul dialog box text
properties. Pada tab appearance pilih numeric
dan isi tag pada kotak numeric expression.









Gambar 12. Dialog Box Properties

Display numeric digunakan sebagai tampilan nilai
aktual dari berbagai macam data.








Gambar 13. Tampilan Lampu Indikator

Lampu indicator dapat dimunculkan dengan cara
memilih icon symbol set pada tools. Kemudian
akan muncul dialog box symbol set properties, bentuk
indikator dapat diganti dengan menekan tombol set.
Berikan tag pada kotak on symbol when ketika akan
mengatur kapan lampu indicator itu menyala.Setelah
itu, klik Apply dan OK.

Express I/O Device Setup
Melakukan setting pada Express I/O Device pada
Contents of Communication dengan klik Express I/O
Device akan muncul dialog box pilih next.









Gambar 14. Dialog Box Express Communication wizard

Selanjutnya akan muncul dialog box untuk
menentukan tipe komunikasi sesuai dengan tipe PLC
yang digunakan. Apabila tipe PLC yang digunakan
terdapat pada dialog box tersebut, maka dapat memilih
jenis komunikasi sesuai dengan tipe PLC yang
digunakan. Apabila tipe PLC yang digunakan tidak







T E | 47
ISBN: 978-602-97832-0-9 SNTE-2012


terdapat pada dialog box tersebut maka dapat memilih
jenis komunikasi yang terdapat pada industry standard
protocols yaitu dengan komunikasi menggunakan
modbus protocol. Dengan menggunakan modbus
protocol maka semua tipe PLC dapat di
komunikasikan, karena modbus protocol merupakan
jenis standar dasar komunikasi pada semua tipe PLC.

Karena pada tipe PLC yang digunakan tidak terdapat
pada dialog box menentukan tipe komunikasi PLC,
maka jenis komunikasi yang dipilih adalah yang
terdapat pada industry standard protocols yaitu
modbus. Lalu modbus yang dipilih adalah
modbus/RTU dengan register yang dimulai dari
register 0, dan bit register yang dipilih dengan sistem
perhitungan 0-15, kemudian klik Next.









Gambar 15. Menentukan Jenis Komunikasi pada
VijeoCitect

Kemudian akan muncul dialog box connect I/O
device to PSTN, karena tidak tersambung dengan
PSTN maka langsung klik next. Selanjutnya muncul
dialog box detected serial port. Pilih port serial
yang digunakan untuk mengkomunikasikan.









Gambar 16. Menentukan Serial Port

Setelah itu muncul dialog box Link I/O Device to an
external tagdatabase, yang berfungsi untuk
menghubungkan I/O Device dengan external tag
database.

Penyettingan Database
Pada tampilan monitoring digunakan banyak animasi
atau gambar yang dimasukkan agar dapat
memunculkan visualisasi yang bagus sehingga terlihat
nyatadan dapat bergerak sesuai yang diinstruksikan
dari PLC.
Variable tags adalah tag-tag yang digunakan
sebagai tag yang berhubungan dengan program PLC,
pada tag tersebut menggunakan address yang harus
sama dengan address yang berada di PLC. Untuk trend
tags dibuat untuk menggunakan halaman trend
sehingga dapat melihat berbagai macam kondisi.
Selain pembuatan Variable Tags, Trend Tags
harus dibuat sebagai tag input agar muncul grafik pada
halaman Trend.Dengan klik menu Tags dan memilih
Trend Tags akan muncul dialog box, isikan
Cluster Name dengan cluster yang telah dibuat dan
isikan Expression yang dibuat pada variable tags
terlebih dahulu. Set Sample Period dengan nilai
yang diinginkan untuk berapa lama waktu setiap data
diambil. Dan masukkan Type dengan
TRN_PERIODIC. Setelah itu Add.

Berikut ini merupakan data trend tags pada Vijeo
Citect :

Tabel 1. Trend Tag













Addressing Tags
Address yang ada pada tag Vijeo Citect dan address
pada PLC harus disesuaikan agar dapat berkomunikasi
dan dapat dimonitoring secara baik dikomputer.
Pada program PLC yang menggunakan logika
memori (data tipe) untuk membuat program, yaitu
berupa bit, byte, word, dan double word. Sehingga
untuk dikomunikasikan pada Vijeo Citect data yang
berupa address tersebut harus dikonversi sesuai dengan
aturan address pada modbus protocol.Range
addressing atau pengalamatan pada modbus protocol
adalah sebagai berikut:

Tabel 2. Addressing pada Modbus Protocol











III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengukuran Alat
Berdasarkan hasil pengukuran yang diperoleh dari
PLC didapatkan nilai tegangan, arus,
kecepatan, dc link dan frekuensi. Sedangkan




T E | 48
SNTE-2012 ISBN: 978-602-97832-0-9

nilai daya dihasilkan dari hasil perkalian arus dengan
tegangan (daya semu). Nilai tegangan, arus, kecepatan
serta frekuensi didapat setelah melakukan percobaan
pada plant, sedangkan nilai dc link didapat setelah
melakukan komunikasi tanpa harus melakukan
percobaan.


Analisa Hubungan SCADA dengan Alat Pengujian
Setelah melakukan pengujian, didapatkan hasil bahwa
kondisi kerja monitoring dari software SCADA Vijeo
Citect sesuai dengan kejadian. Adapun hasil yang
ditampilkan oleh SCADA merupakan hasil pembacaan
komunikasi yang dilakukan SCADA dengan PLC yang
telah disetting melalui tag, dan eksekusi perintah
melalui SCADA secara langsung.


Data berdasarkan gambar 5.1 merupakan monitoring
dalam pengukuran didalam SCADA. Setiap
pengukuran tersebut punya nilai hex tersendiri dalam
PLC. Tetapi telah diconvert didalam SCADA, sebagai
contoh kecepatan motor pada PLC adalah 16#0184 dan
pada SCADA adalah 390.

IV. KESIMPULAN
1. SCADA menggunakan bahasa decimal sedangkan
PLC menggunakan bahasa heksa, sehingga
dibutuhkan suatu converter dengan menggunakan
fungsi word_to_int pada PLC.
2. Baud rate 19200 menghasilkan respon yang lebih
cepat daripada baud rate 9600, namun memiliki
peluang error yang lebih besar.
3. Interface yang paling sesuai dengan kebutuhan
sistem adalah interface serial, karena interface
serial memungkinkan untuk komunikasi multidrop
(multipoint) dan memungkinkan untuk
komunikasi jarak jauh.
4. Pembuatan alamat pada PLC dibuat mulai dengan
%MX0 dan %MW1000

DAFTAR ACUAN
[1] Wolfgang Link, Pengukuran, Pengendalian
dan Pengaturan dengan PC, J akarta : PT.
Elex Media Komputindo. 1993
[2] Boylestad, Electronic Devices and Circuit,
New J ersey : Prentice-Hall. 1996
[3] SGS Thomson Industrial Standard Analog
ICs, 1-st.Ed, Data Book, SGS Thomson
Microelectronics, 1998.
[4] J . Michael J acob. Industrial Control
Electronics New J ersey, Printice Hall Inc
1999.
[5] J ohn W. W, Programmable Logic
Controller, Fourth Edition, New J ersey :
Prentice Hall. 1999
[6] Inoue, Seiichi. Stepper Motor controller.
2002. The Hobby of Electronic Circuit
Engineering, 6 J anuari 2008
http://www.interq.or.jp/japan/se-
inoue/e_step.htm
[7] Stouffer, Keith. Falco, J oe. Kent, Karen.
Guide to Supervisory Control and Data
Acquisition (SCADA) and Industrial Control
Systems Security. Gaithersburg: National
Institute of Standards and Technology, 2006

T L | 1
ISBN: 978-602-97832-0-9 SNTE-2012
KONVERTER AC-DC TIGA FASA TERKENDALI TERHADAP TOTAL
HARMONIC DISTORTION (THD) PADA BEBAN INDUKTIF BERBASIS
LAB-VIEW

Kusnadi
1
, Prawito

2

1. J urusan Teknik Elektro, Politeknik Negeri J akrta, Kampus Baru UI, Depok,16425, indonesia
2. Departemen Fisika, FMIPA,Universitas Indonesia, Depok 16424

E-mail: kusnadi1957@gmail.com; prawito@sci.ui.ac.id


Abstrak

Aplikasi beban non linier sangat luas digunakan di industri rumah tangga, gedung perkantoran dan pabrik seperti
konverter daya untuk pengendalian kecepatan motor ac/dc, un-interruptible power supplies (UPS) lampu fluorescent
yang menggunakan ballas elektronik. Penggunaan konverter ac-dc elektronik akan menarik arus terdistorsi yang
mengandung komponen harmonisa dan secara keseluruhan akan menyebabkan factor daya system menjadi
berkurang.Arus yang terdistorsi akan mengandung THD%(Total Harmonic Distortion). Dalam pengoperasian konverter
ac-dc tiga fasa terkendali ,pengaturan sudut penyalaan merupakan hal yang perlu diperhatikan. Pemberian sudut
penyalaan yang tidak tepat dapat menyebabkan konverter ac-dc tidak bekerja secara optimal. Pada penelitian ini, suatu
metoda baru dipresentasikan untuk mengukur THD% secara otomatis pada sisi input jala-jala konverter ac-dc tiga fasa
terkendal sebagai fungsi dari sudut penyalaan pada bebaninduktif berbasis LAB-VIEW 8,5dan NI-DQ 6008. Ekperimen
dilakukan dilaboratorium dengan cara mengevaluasi nilai THD% dan mencari operasi kerja sudut penyalaan sebagai
fungsi dari %THD pada sisi input jala-jala konverter ac-dc tiga fasa terkendali untuk beban induktif dengan
menggunakan software LabVIEW 8,5dan Hardware NI-DQ 6008. Hasil ekperimen menghasilkan nilai operasi kerja
konverter ac-dc :Pada beban L1=0,25H .Nilai THD berkisar antara 31% sampai 35% dan sudut penyalaan berkisar
antara 52,2
o
sampai dengan 58,09
o

,dengan presentasi kesalahan 0,2%.Untuk THD<31% akan mendapatkan nilai %E
>5%, sedangkan untuk THD%>35% akan mendapatkan %E>4%. Pada beban L2=0,56H. Nilai THD berkisar antara
31% sampai dengan 36% dan (0) =54 dengan persentasi kesalahan 3% .

Abstract

Application of non linear loads are widely used in household industries, office buildings and factories such as power
converters for motor speed control of ac/dc, un-interruptible power supplies (UPS) lampfluorescent using electronic
Ballas. Ac-dc converters use of electronics will draw distorted current containing harmonic components and will cause
the overall system power factor is reduced. Distorted currents will contain THD% (Total Harmonic Distortion). In the
operation of ac-dc converter controlled three-phase, setting the ignition point is worth noting. Giving improper ignition
angle can cause the ac-dc converters do not work optimally. In this study, presented a new method to measure the
THD% automatically on the input side of the net ac-dc converter controlled three-phase as a function of ignition angle
based on an inductive load LAB-VIEW 8.5 and NI-DQ 6008. Laboratory experiments conducted by evaluating the
value of THD% and looking for work operations ignition angle as a function of% THD on the input side of the net ac-
dc converter is controlled to a three-phase inductive load using LabVIEW 8.5 software and Hardware NI-DQ 6008.
Experimental results of the operation value of work ac-dc converter: The load L1 =0.25 H. Value of 31% THD
35% and 52.2 (0) 58.09, with a presentation error 0.2%. For THD <31% will get the value of% E>5%, while for
THD%>35% will get a% E>4%. On load L2 =0.56 H.Nilai THD 31% 36% and (0) = 54 with a percentage error
3%

Keywords: ac-dc converter, THD. LAB VIEW


1. Pendahuluan
Dalam era industrialisasi dan globalisasi seperti
sekarang ini, beban-beban dalam sitim distribusi
tenaga listrik sangat bervariasi, baik itu beban linier
T L | 2
SNTE-2012 ISBN: 978-602-97832-0-9
berupa kombinasi beban resistif, induktif dan kapasitif,
maupun beban non-linier berupa beban-beban yang
berbasis elektronika daya yang menggunakan teknik
switching, seperti UPS, konverter daya untuk
pengendalian motor dc dan ac, lampu fluorescent yang
menggunakan ballast elektronik dan lain sebagainya.
Umumnya beban non linier bersifat induktip dan
menyebabkan arus dan tegangan pada sisi input
terdistorsi sehingga kualitas daya akan berkurang.Ada
beberapa permasalahan dalam kualitas daya yang
mempengaruhi suatu sistim tenaga, salah satu
diantaranya adalah harmonisa. Penyebab dari
gangguan harmonisa adalah dari penggunaan
peralatan konverter daya yang menyebabkan distorsi
tegangan dan arus. Harmonisa memiliki frekuensiyang
merupakan kelipatan dari frekuensi dasar sistim,
sehingga gelombang arus dan tegangan yang
dihasilkan tidak sinusoidal murni dan pada akhirnya
dapat menimbulkan gangguan pada peralatan
transformator. Transformator sangat berperan dalam
penyaluran daya ke pusat beban dan merupakan
peralatan yang aling merasakan adanya harmonisa,
karena letaknya yang lebih dekat terhadap beban
konverter daya. Harmonisa arus mengakibatkan
pemanasan pada bagian transformator, sehingga
mengakibatkan penurunan efisiensi.

Besarnya distorsi yang ditimbulkan oleh semua
komponen harmonisa dinyatakan dalam bentuk
THD%. THD%arus pada jala-jala sistim yang
direkomendir oleh IEEE-Std thn 1992 adalah sebesar
20 %.

Dalam pengoperasian konverter ac-dc tiga-fasa
terkendali dengan beban induktip, pengaturan sudut
penyalaan menjadi hal penting untuk diperhatikan.
Oleh karena itu pemberian sudut penyalaan yang tidak
tepat dapat menyebabkan konverter ac-dc tidak bekerja
dengan baik. Peralatan konverter tiga-fasa terkendali
yang berkualitas memiliki kinerja, fungsi dasar dan
standar yang baik, sehingga diharapkan dengan
mengetahui nilai THD kualitas daya pada sistem akan
menjadi lebih baik.

Berbagai macam cara untuk mengukur THD yang
ditimbulkan oleh penggunaan peralatan elektronik
antara lain dengan Power Quality Analyzer ataupun
Distortion Analyzer. Teknik pengukuran dengan
peralatan tersebut, akan mengukur secara langsung
mengenai nilai THD. Penggunaan LabVIEW 8,5 dan
NIDQ 6008 sebagai alat ukur THD terhadap sudut
penyalaan dari Konverter ac-dc secara otomatis
merupakan suatu metoda baru. Metoda ini akan
mengukur THD pada sisi input jala-jala secara otomatis
sebagai fungsi dari Sudut penyalaan Konverter ac-dc
Tiga Fasa untuk beban induktif. Diharapkan alat ukur
THD meter otomatis ini, dapat digunakan untuk jenis
peralatan Konverter ac-dc yang lain dengan beban yang
berbeda.

2.Metoda Penelitian

Metode penelitian didasarkan pada kajian literature,
dengan cara melakukan perencanaan (sofware dan
hardware), simulasi, realisasi dan pengujian sitem di
Laboratorium Elektronika Daya . Untuk mengukur
THD% secara otomatis pada sisi input jala-jala
konverter pada beban induktif terhadap operasi kerja
sudut penyalaan. Deskripsi sistem ditunjukkan pada
gambar 1.

Gambar 1.DeskripsiSistem

Mengukur dan monitoring nilai THD% secara otomatis
pada sisi masukan konverter ac-dc tiga fasa sebagai
fungsi dari sudut penyalaan pada beban induktif
yangditampilkan kekomputer.

Teknik Akusisi data dipilih dari produk National
instrument yang kompatibel dengan LabVIEW yaitu
DAQ6008. Pada saat pengukuran akan diketahui nilai
THD pada tampilan Program LabVIEW.

Untuk akusisi data menggunakan NI-DAQ 6008 yang
kompatibel dengan pemrograman LabVIEW.
Penelitian ini dipergunakan trafo arus sebagai
deteksi arus pada i nput j ala-j ala konverter ac-
dc yang di ubah ke bentuk tegangan sebagai
masukan pada NI -DAQ 6008.Port yang dipakai
dalam akusisi data NI-DAQ 6008 adalah Port Ai.0
yang digunakan sebagi inputjala-jala R,PortAo1yang
digunakan sebagai output tegangan dari I C TCA
785,data dikirim ke PC yang akan
ditampilkan.Diagram blok pengukuran THD% secara
otomatis ditunjukkan pada gambar 2.


Gambar 2. Diagram Blok Pengukuran THD Otomatis
T L | 3
ISBN: 978-602-97832-0-9 SNTE-2012


Nilai THD Set point akan menentukan nilai tegangan
penyulutan dan diubah ke bentuk sudut penyalaan yang
terbaca pada display.Trafo arus digunakan sebagai
deteksi arus yang diubah ke bentuk tegangan sebesar 2
volt untuk input DAQ ( Aio)dan akan menentukan nilai
THD yang terukur pada input jala-jala konverter ac-
dcyang dikonversikan ke bentuk tegangan output 5 volt
sebagai output DAQ (Ao1) dan akan dibandingkan
dengan THD Set Point. Disain program ditunjukkan
pada gambar 3.






Gambar 3.. Disain Program

Nilai arus yang terbaca oleh c u r r e n t
t r a n s f o r me r sebagai sensor arus di akuisisi
oleh NIDAQ 6008. Setelah di akuisisi, data tersebut
di Upload ke dalam DAQ assistant yang terdapat
dalam software. Data yang telah masuk kedalam
DAQ Assistant merupakan data yang telah terdapat
tampilan respon THD, gelombang arus harmonik,
spectrum frekuensi. Spectrum frekuensimerupakan
istribusi nilai- nila harmonik dari komponen
yang terdapat dalam sisi input jala-jala konverter .
Kemudian data yang telah diupload tesebut
dikeluarkan pada panel. Untuk menampilkan nilai
Total Harmonik.

Distortion ( THD ), data dari DAQ Assistan diberi
Gragh Indicator. Dalam Graph Indicator nilai
gelombang THD akan terlihat. Sedangkan untuk
nilai specrum fekuensi, Data dari DAQ assistant
dijadikan inputan untuk Spectral Measurement,
function block yang terdapat dalam waveform
measument. Untuk menampilkan Spectrum frekuensi,
pada Spectral measuremernt dipilih nilai puncak ( Peak
Value), lalu pada spectral measurement diberi graph
indicator yang akan menampilkan nilai spectrum
frekuensi. Panel kontrol ditunjukkan pada gambar 4.




Gambar 4. Panel Kontrol

Monitoring pada panel kontrol terdiri dari :
a. Spektrum arus
b. Respon THD%
c. Bentuk gelombang arus terdistorsi
d. THD setpoint
e. Persentasi kesalahan
f. Tuning PID(Formula Quarter Decay Ratio)
Dengan Kp=1,67, Ti=0,0125 dan Td=0,0001 untuk
pengamatan THD dari 20% sampai dengan 37 %. Pada
beban L1=0,25H dan L2 =0,56H.

3. Hasil dan Pembahasan
Untuk pembahasan dari penelitian evaluasi THD secara
otomatis pada sisi input jala-jala konverter ac-dc tiga
fasa terkendali meliputi; data pengamatan, data
pengukuran dan analisa data untuk mengevaluasi dari
THD sebagai fungsi dari sudut penyalaan untuk
konverter tiga fasa terkendali pada beban induktif
L1=0,25H dan L2=0,56H.

3.1. Modul Konverter ac-dc 220V/45V, 1500 Watt
LeyBold


Gambar 5. Modul Konverter ac-dc ( LeyBold)



3.2.THD Meter Otomatis
T L | 4
SNTE-2012 ISBN: 978-602-97832-0-9

Gambar 6. THD Meter Otomatis
Current Transformer sebagai deteksi arus pada jala-jala
konverter ac-dc (Line R) uang akan diubah ketegangan
sebesar 2 Volt sebagai input DAQ , outpu DAQ sebesar
5 volt diteruskan ke rangkaian amplifier sebesar 10 volt
sebagai tegangan pengulutan (rangkaian set
potensiometer 0-10Volt)
3.3. Prosedur Pengujian
a. Membuat konfigurasi pengamatan sesuai gambar 5
b. Mengaturnilai parameter dari PID (Kc, Ti, dan Td)
c. Menentukan target THD yang diinginkan
d. Setnama file untuk menyimpan data hasil
pengukuran
e. Menjalankan program
f. Mengamati data sudut penyalaan, respon sistem, dan
persentasi kesalahan
f. Stop Program
3.4. Data Pengukuran
Data pengukuran Tegangan penyulutan (0-10Volt)
pada rangkaian kontrol konverter tiga fasa terhadap
THD sisi input jala-jala konverter ac-dc untuk beban
induktif ( L1=0,25H dan L2=0,56H)
1. Vpenyulutan=f( THD%)


Tabel 1. Vpeny.=f(THD)

No Vpeny(V) THD(%) V
Freq
(Hz)
Ket
1 2,5 21,85 2,65 49,80
a=
0,940203
2 3,0 23,07 3,80 49,86
b=-
17,895
3 3,5 23,39 4,10 50,12

4 4,0 23,46 4,16 50,29
L1 =
0,25H
5 4,5 23,67 4,36 50,18

6 5,0 23,92 4,59 50,30

No Vpeny(V) THD(%) V
Freq
(Hz)
Ket
7 5,5 24,40 5,05 50,01

8 6,0 24,73 5,36 50,02

9 6,5 25,86 6,42 50,13

10 7,0 26,06 6,61 50,30

11 7,5 27,00 7,49 50,21

12 8,0 27,50 7,96 50,33

13 8,5 27,90 8,34 50,20

14 9,0 28,50 8,90 50,10

15 9,5 29,91 10,23 50,10




Tabel 2. Vpeny.=f(THD)

No Vpeny(V) THD(%) V Freq Ket
1 2,5 20,01 2,60 49,99 a=1,095145
2 3,0 21,22 3,92 50,06 b=-19,3183
3 3,5 21,60 4,34 50,07
4 4,0 21,78 4,53 50,12 L2= 0,56H
5 4,5 21,80 4,56 50,21
6 5,0 21,90 4,67 50,23
7 5,5 22,30 5,10 50,02
8 6,0 22,71 5,55 49,94
9 6,5 23,43 6,34 50,24
10 7,0 23,60 6,53 50,27
11 7,5 23,77 6,71 50,11
12 8,0 24,12 7,10 50,61
13 8,5 24,99 8,05 50,14
14 9,0 26,33 9,52 50,04
15 9,5 27,22 10,49 50,01



%THD


3.5. = () = f(%E)
Dari data pengukuran rata-rata untuk L1=0,25H pada
THDsp=20%,25%, 30%, 31% , 33%, 35% dan 36%.
Dan L2 = 0,56H pada THDsp=
20%,25%,31%,32%,33%,35%, 36% dan 37%
didapatkan grafik:



Tabel 3. =f (%THD) dan =f (%E) untuk L1=0,25H
T L | 5
ISBN: 978-602-97832-0-9 SNTE-2012


THD
Alpha
( )
ESS
20 75,73 -22,07
25 86,50 -24,86
30 61,94 -5,62
31 52,52 0,20
33 56,35 0,45
35 58,09 0,46
36 52,38 4,37


0
(Sudut Penyalaan )


%THD

Gambar 5.3. Gafik:
0

= f(THD%) ,untuk L1=0,25H
Tabel 4. =f (%THD) dan =f (%E) untuk L1=0,56H

THD Alpha ( ) ESS
20 79,64 -24,92
25 74,68 -17,18
30 60,11 -5,42
31 54,13 -1,17
32 54,96 0,43
33 54,37 1,02
35 54,33 3,06
36 53,17 3,07
37 54,07 5,30


0

(Sudut Penyalaan )

%THD

Gambar 7. Gafik:
0=

= f(THD%) ,untuk L2=0,56H
3.6. Analisa Data

Operasi kerja THD dan sudut penyalaan konverter ac-dc
untuk mendapatkan parameter optimal:
1.Beban (L1=0,25H)
Dari grafik 6.4 didapatkan nilai THD% dan %E :
Nilai 31% THD35% dan 52,2 (
0
Dengan presentasi kesalahan 0,2%
)58,09
Untuk THD 31% akan mendapatkan nilai %E 5%
Untuk
THD% > 35% % >
4%
Dari panel kontrol untuk nilai THD:
THD 31% respon THD akan terjadi overshoot dan
tidak stabil.
THD 35% respon masih stabil, tanpa overshoot.
2.Pada Beban L2=0,56H
Dari grafik 7.4. didapatkan nilai THD% dan %E:
Nilai 31% THD36%dan (
0
(
) =54 untuk
0
Dengan persentasi kesalahan 3%
) dari THD 31% -36% akan konstan sebesar =54
derajat.
THD 31% respon THD akan terjadi overshoot dan
tidak stabil
THD 36% respon masih stabil, tanpa overshoot,
tetapi %kesalahan > 3%
Spektrum arus harmonik dengan frekuensi
50Hz,250Hz,350Hz,550Hz,650Hz,850Hz dan 950Hz
Dari perumusan deret fourier
(1)
ao=0
an=0 ( n=ganjil dan genap)
bn=0 (n=ganjil)
Amplitudo=6I/4 ( untuk n=ganjil)
T L | 6
SNTE-2012 ISBN: 978-602-97832-0-9
Dari bentuk gelombang arus input jala-jala (iA)
konverter ac-dc didapatkan :
Pada operasi 31% THD34%, bentuk gelombang
arus harmonik persegi simetris ( 6 pulsa)
Dengan perumusan: h=kp
Dimana h=Nomor harmonic
k=Integer
p=J umlah pulsa
Maka akan didapatkan persamaan arus harmonik
menjadi:
I(t)=6I/4 (sinwt+1/5sin5wt+1/7sin7wt+1/11sin11wt+1/
13sin13wt+1/17sin17wt+1/19sin19wt)
(2)
Dengan memasukan persamaan I(t) akan didapat:
THD% =31% . Dari persamaan 2.3.
(3)
Bila DPF=0,84 ( standar PLN)
Maka PF= 0,77 .DPF=Cos = 0,9 dan PF=0,82



4. Kesimpulan dan saran
4.1. Kesimpulam
Berdasarkan uraian dan pembahasan yang telah
dikemukakan sebelumnya, penulis merumuskan
beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Pengoperasian Konverter ac-dc tiga fasa
terkendali pada beban Induktif akan menghasilkan
gelombang arus terdistorsi pada sisi input ja-jala.
2. THD% (Total Harmonic Distortion) pada
konverter ac-dc tiga fasa terkendali dipengaruhi oleh
perubahan sudut penyalaan dan nilai beban induktif.
3. Pengoperasian konverter ac-dc tiga fasa
terkendali akan menimbulkan THD terukur sebesar 31%
dengan spektrum frekuensi 250Hz, 350Hz 550Hz dan
650Hz dengan bentuk gelombang persegi simetris 6
pulsa.
4. Pada beban induktif (L1=0,56H) sebaiknya
konverter ac-dc dioperasikan pada
0
5. Pada beban induktif (L1=0,25H) sebaiknya
konverter ac-dc dioperasikan pada52,2
=54 derajat dengan
nilai 31%THD36% , respon output akan stabil, tanpa
overshoot dengan persentasi kesalahan 3%

0

dengan nilai 31% THD35% , respon output akan
stabil, tanpa overshoot dengan persentasi kesalahan
0,2%

4.2. Saran

Pada penelitian ini ditekankan pada metoda pengukuran
THD sebagai fungsi dari sudut penyalaan pada sisi input
konverter ac-dc dengan mencari operasi kerja dari THD
sebagai fungsi sudut penyalaan secara optimal sehingga
kinerja sistem baik. Untuk meminisasi harmonisa arus
sehingga mendapatkan nilai THD% 20% sesuai
standar IEEE-519 tahun 1992 antara lain dengan
menggunakan pergeseran fasa pada transformator atau
dengan menggunakan filter pasif L-C dan Filter daya
aktif. Sehingga perlu merumuskan nilai filter secara
otomatis pada sisi input jala-jala konverter ac-dc yang
berfungsi sebagai static kompensasi agar bentuk
gelombang arus harmonisa mendekati Sinusoida.

Daftar Pustaka

[1]. Mohan,Ned. (2003), Power Electronics
And Drives , http://www.MNPERE.com

[2]. Mohan. (1994). Power Eletctronic,
Converter, Applications and Design J ohn
Willey and Sons, Inc, Singapore.

[3]. National Instrument. (2009). DAQ 6008 Data
Sheet, http://www.ni..com


[4]. Rashid,M.H.(1998). Power Electronics,
Circuit, DevicesandAplications, Prentice
Hall International,inc,New J ersey.

[5]. Rashid,M.H.(2010). Power Electronics Hand
Book, AP,

[6]. Rashid,M, H. (2005) Digital Power
Electronics&Aplications, Elseiver Academic
Press,USA,

[7]. Syafrudin, (1999). Perbaikan Faktor
Daya Sistem Distribusi Tenaga Listrik yang
mensuplai Beban Linier dan Non Linier,
Proceedings, Workshop and Seminar Power
Electronics and Electrical Machinery, ITB,

[8]. Sharkawi,M. (2000). Fundamentals of
Electric Drives Library of Congress
Cataloging-in Publication Data, USA, 2000

[9]. Sen,PC, (1990) Power Electronics. Tata
McGraw-Hill Publishing Company Limited,
New Delhi.


T L | 7

ISBN: 978-602-97832-0-9 SNTE-2012

ANALISA DGA TERHADAP KINERJA TRANSFORMATOR 30 MVA GARDU INDUK
BETUNG MENGGUNAKAN METODE FUZZY

Djulil Amri

J urusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya
J alan Raya Prabumulih KM 32 Indralaya Ogan Ilir 30622 Indonesia

Email : amfz_07@yahoo.co.id
amfz_08@yahoo.com
Abstrak

Pada penelitian ini, penulis menganalisa DGA (Dissolved Gas Analysis) terhadap kinerja transformator 30 MVA
menggunakan metode fuzzy, yang berada pada Gardu Induk Betung. DGA (Dissolved Gas Analysis) merupakan
analisis gas terlarut pada minyak isolasi transformator dan merupakan salah satu bentuk perawatan untuk minyak isolasi
transformator. Dalam menganalisa DGA menggunakan metode fuzzy IEC, dimana metode yang digunakan berbeda
dengan metode fuzzy pada umumnya, metode fuzzy ini tidak menggunakan defuzzyfikasi melainkan menormalisasikan
hasil dari fire strength. Setelah didapatkan nilai dari normalisasi, maka nilai tersebut di masukkan dalam tabel indikasi
Fuzzy IEC. Tabel ini mengindikasikan secara detail apa yang terjadi dalam minyak isolasi. Selain menganalisa DGA
dengan menggunakan metode fuzzy, pada penelitian ini membandingkan dengan metode IEEE yang di gunakan oleh
PT. PLN (Persero)

Kata Kunci : Minyak Isolasi, DGA(Dissolved Gas Analysis),Metode IEEE dan Fuzzy IEC

Abstract

In this study, the authors analyzed the DGA ( Dissolved Gas Analysis ) of the 30 MVA transformer
performance using fuzzy method, which is at Betung substation. DGA (Dissolved Gas Analysis) is an analysis of
dissolved gases in transformer insulating oil, and is one form of treatment for transformer insulating oil.
In analyzing the fuzzy method IEC DGA, which used different methods with fuzzy methods in general, this method
does not use defuzzyfikasi fuzzy but normalizing the results of fire strength. Having obtained the values of the
normalization, then the value is included in the table indicate Fuzzy IEC. This table indicates in detail what
happened in the insulating oil. In addition to analyzing DGA using fuzzy methods, this study compares the IEEE
Method that is used by used by the PT.PLN ( Persero )


Keywords: Oil Insulation, DGA (Dissolved Gas Analysis), Methods IEEE and IEC Fuzzy


1. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang
Tingginya kebutuhan akan listrik yang sangat tinggi
membuat PT. PLN sebagai perusahaan yang bergerak di
bidang penyedia kelistrikan Indonesia harus dapat
menyediakan kebutuhan listrik bagi masyarakat. Dalam
sistem kelistrikan PT.PLN menyediakan Sistem
Pembangkitan sebagai sumber untuk menghasilkan listrik,
Gardu Induk merupakan simpul dalam sistem tenaga
listrik, yang terdiri dari susunan dan rangkaian sejumlah
perlengkapan yang dipasang menempati suatu lokasi
tertentu untuk menerima dan menyalurkan tenaga listrik,
menaikkan dan menurunkan tegangan sesuai dengan
tingkat tegangan kerjanya, tempat melakukan kerja
switching rangkaian suatu sistem tenaga listrik dan untuk
menunjang keandalan sistem tenaga listrik. Salah satu
komponen utama pada gardu induk adalah transformator ,
pentingnya peranan transformator ini, maka perlu
dilakukan penelitian yang berhubungan dengan
T L | 8
SNTE-2012 ISBN: 978-602-97832-0-9

transformator, terutama pada minyak transformator yang
berfungsi sebagai isolasi dan pendingin. Mengingat tidak
murahnya harga minyak transformator, maka perlu
dilakukan pemeliharaan dan perawatan minyak
transformator, salah satu bentuk perawatan pada minyak
transformator adalah uji DGA (Dissolved Gas Analisis).
Uji DGA dapat diartikan sebagai analisa kondisi
transformator berdasarkan jumlah gas terlarut (fault gas)
pada transformator.

Uji DGA ini sangat menguntungkan dalam dunia industri
karena dapat dilakukan pada saat transformator dalam
keadaan operasi (online) / kondisi dimana transformator
bertegangan dan masih menyalurkan listrik ke
masyarakat. Hasil DGA inilah yang menjadi acuan PT.
PLN dalam melakukan pemeliharaan minyak
transformator. Tingginya harga pengujian DGA ini
membuat penulis ingin memberikan solusi metode lain
yang dapat mengindikasikan kerusakan yang terjadi pada
minyak transformator dan nantinya akan berdampak pada
cara pemeliharaan transformator.


2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Transformator
Transformator merupakan suatu peralatan listrik
elektromagnetik statis yang berfungsi untuk
memindahkan dan mengubah daya listrik dari suatu
rangkaian listrik ke rangkaian listrik lainnya, dengan
frekuensi yang sama dan perbandingan transformasi
tertentu melalui suatu gandengan magnet dan bekerja
berdasarkan prinsip induksi elektromagnetis, dimana
perbandingan tegangan antara sisi primer dan sisi
sekunder berbanding lurus dengan perbandingan jumlah
lilitan dan berbanding terbalik dengan perbandingan
arusnya.
[5]

2.2 Komponen Utama Transformator
1. Inti Besi
[5]
Berfungsi untuk mempermudah jalan fluksi, magnetik
yang ditimbulkan oleh arus listrik yang melalui
kumparan.

2. Kumparan Transformator
Adalah beberapa lilitan kawat berisolasi yang membentuk
suatu kumparan atau gulungan. Kumparan tersebut terdiri
dari kumparan primer dan kumparan sekunder yang
diisolasi baik terhadap inti besi maupun terhadap antar
kumparan dengan isolasi padat seperti karton, pertinak
dan lain-lain. Kumparan tersebut sebagai alat transformasi
tegangan dan arus.

3. Minyak transformator
Merupakan salah satu bahan isolasi cair yang
dipergunakan sebagai isolasi dan pendingin pada
transformator. Sebagai bagian dari bahan isolasi, minyak
harus memiliki kemampuan untuk menahan tegangan
tembus, sedangkan sebagai pendingin minyak
transformator harus mampu meredam panas yang
ditimbulkan, sehingga dengan kedua kemampuan ini
maka minyak diharapkan akan mampu melindungi
transformator dari gangguan.

4. Bushing
Yaitu sebuah konduktor yang diselubungi oleh isolator
merupakan alat penghubung antara kumparan
transformator dengan jaringan luar. Bushing sekaligus
berfungsi sebagai penyekat/isolator antara konduktor
tersebut dengan tangki transformator.




5. Tangki Konservator

Berfungsi untuk menampung minyak cadangan dan
uap/udara akibat pemanasan trafo karena arus beban.
Diantara tangki dan trafo dipasangkan relai buchol yang
akan meyerap gas produksi akibat kerusakan minyak .
Untuk menjaga agar minyak tidak terkontaminasi dengan
air, ujung masuk saluran udara melalui saluran
pelepasan/venting dilengkapi media penyerap uap air
pada udara, sering disebut dengan silica gel dimana silica
gel ini tidak keluar mencemari udara disekitarnya.

6. Peralatan Bantu Pendinginan Transformator
Berfungsi untuk menjaga agar transformator bekerja pada
suhu rendah. Pada inti besi dan kumparan kumparan
akan timbul panas akibat rugi-rugi tembaga.


7. Tap Changer
Berfungsi untuk menjaga tegangan keluaran yang
diinginkan dengan input tegangan yang berubah-ubah.
Kualitas operasi tenaga listrik jika tegangan nominalnya
sesuai ketentuan, tapi pada saat operasi dapat saja terjadi
penurunan tegangan sehingga kualitasnya menurun,

2.3 Jenis Jenis Pendingin Transformator

[6]
Terdapat dua jenis pendingin pada transformator,
diantaranya adalah:
1. Tipe Kering
a. AA : Pendingin udara natural
b. AFA : Pendinginan udara terpompa
2. Tipe Basah
T L | 9

ISBN: 978-602-97832-0-9 SNTE-2012

a. ONAN : Oil Natural Air Natural
b. ONAF : Oil Natural Air Forced
c. OFAF : Oil Forced Air Forced

2.4. Karakteristik Minyak Isolasi
Minyak yang digunakan untuk isolasi pada transformator
tenaga biasanya adalah minyak mineral (liquid
petrolatum) hasil destilasi dari minyak bumi.
[5]

Gambar 1 Rumus Kimia Minyak Mineral

[5]
Gambar .2 Rumus Kimia PCB (poly chlorinated
biphenyl)
Pada Kondisi Normal (t =25 oC, p =1 atm)
[5]


3. METODOLOGI ANALISA DGA DALAM
APLIKASI FUZZY LOGIC

3.1 Definisi Dissolved Gas Analisis ( DGA )

[8]
DGA dalam dunia industri dikenal sebagai tes darah
(blood test) pada transformator. Di dalam darah manusia
terlarut bermacam-macam zat-zat dari tubuh manusia,
maka pengujian zat-zat terlarut dalam darah dapat
memberikan gambaran informasi kesehatan manusia.
Seperti halnya dengan darah, uji DGA dapat memberikan
informasi tentang kondisi transformator sebab uji DGA
dilakukan pengujian gas-gas terlarut (fault gas). Dengan
demikian DGA dapat diartikan sebagai analisa kondisi
transformator berdasarkan jumlah gas terlarut (fault gas)
pada transformator.
3.2 Jenis Kegagalan yang Dapat Dideteksi
Melalui Uji DGA

[8]
3.2.1 Gangguan Thermal
Gangguan termal (thermal fault) merupakan pemanasan
lokal yang terjadi pada lilitan (winding) dimana kenaikan
suhu melampaui batas ketahanan material isolasi
pemburukan minyak isolasi pada suhu 150C sampai
500C yang menghasilkan rata-rata molekul gas ringan
dalam jumlah besar seperti H
2
(Hidrogen) dan CH
4

(Methana) dan sedikit molekul gas yang lebih berat C
2
H
4
(etilen)

dan C
2
H
6
(etana).Selain pemburukan minyak,
kegagalan termal dapat pula terjadi pada kertas selullosa.
Pemburukan kertas ini ditunjukkan kemunculan gas CO
2


dan CO.
3.2.2 Korona
Korona atau partial discharge pada umumnya
menghasilkan gas hidrogen. Salah satu contoh partial
discharge berupa pelepasan muatan (discharge) dari
plasma dingin (corona) pada gelembung gas
(menyebabkan pengendapan X-wax pada isolasi kertas)
ataupun tipe percikan (menyebabkan proses perforasi /
kebolongan pada kertas yang bisa saja sulit untuk
dideteksi).

3.2.3 Busur Api (Arching)
Busur api (Arching) merupakan pelepasan muatan listrik
(electrical discharge) yang berlangsung lama dan
menimbulkan bungan api atau kilatan cahaya. Saat
electrica discharge mencapai kondisi arching atau bagian
discharge berkelanjutan suhu bisa mencapai 700C -
1800C menyebabkan terjadi gas asetilen.


3.3 Diagram Alir Proses Analisa
Blok diagram merupakan salah satu bagian terpenting
dalam penganalisaan suatu permasalahan, karena dari
blok diagram inilah dapat diketahui cara pengerjaan
keseluruhan menggunakan metode fuzzy. Keseluruhan
diagram blok rangkaian dapat dilihat pada Gambar 3.1
dibawah ini.
T L | 10
SNTE-2012 ISBN: 978-602-97832-0-9




Gambar 3 Diagram Alir Proses Analisa

3.4 Diagram Alir Perhitungan dengan
Metode Fuzzy

Dalam diagram ini terlihat cara pengerjaan perhitungan
dengan metode fuzzy, dimana pada perhitungan ini hal
yang harus dilakukan adalah sebagai berikut:
1.

Menentukan himpunan dari data DGA yang telah
diperoleh, sebagai contoh pada analisa ini
himpunan yang digunakan yaitu High , Medium
dan Low. sebagai himpunan untuk menentukan
batasan dalam data yang telah diperoleh.
2. Selanjutnya menentukan fungsi keanggotaaan
yang memiliki interval antara 0 dan 1. Salah satu
cara yang dapat digunakan untuk mendapatkan
nilai keanggotaan adalah dengan melalui
pendekatan fungsi, dimana pendekatan fungsi ini
sesuai dengan standar IEC.

Selain itu pada
proses ini penentuan batas A dan a hanya
berdasarkan pada batasan yang diperbolehkan
oleh IEC. Dimana A dan a adalah batasan
batasan yang terdapat di kurva BETA.
3.
4.
Nilai keanggotaan sebagai hasil dari operasi 2
himpunan sering dikenal fire strength atau
predikat, operator yang digunakan adalah AND
dan OR dimana AND sebagai min dan OR
sebagai max.
5.
Penormalisasian dilakukan setelah mendapatkan
hasil dari fire strength, sesuai dengan standar
IEC.

Setelah itu di analisa sesuai tabel klasifikasi
gangguan IEC, dari inilah dapat diketahui apakah
gangguan yang terjadi.



Pengambilan
sampel data
Penyelesaian
dengan metode
fuzzy
Menentukan
gangguan dengan
metode fuzzy
Pengambilan
keputusan
T L | 11

ISBN: 978-602-97832-0-9 SNTE-2012



Gambar 4 Diagram Alir Perhitungan Dengan Metode
Fuzzy


3.5 Fuzzy Logic sebagai Diagnosis
Gangguan
[3]

Tes DGA telah banyak digunakan dalam industri.
Beberapa metode konvensional digunakan untuk
mendiagnosis. Transformator dalam kondisi normal
membutuhkan lebih dari satu tipe untuk mendiagnosis
gangguan. Dalam penggunaanya dalam metode
konvensional adalah dasar dari generasi rasio gas dari satu
gangguan atau banyak gangguan tetapi dengan dari satu
yang umum dan alami dari transformator tersebut. Ketika
gas melebihi dari satu gangguan dalam transformator
yang menyebabkan ganguan menyeluruh dan menjadikan
dalam hubungan gas yang lebih komplek dan sangat tidak
cocok dengan metode konvensional, maka kode IEC
dapat mendefinisikan hal tersebut dengan kenaikan dari
batasan- batasan yang telah dilalui
Table .1 Penentuan Fuzzy
Ratio Code
(r)
[3]
0 1 2
r
1

=

4

<0.1 0.1 3

>3
r
2

=

2

0.1 1 <0.1 >1
r
3

=

6

<1 1-3 >3

Dalam kode IEC ada 3 gas yang menjadi indikator.
ketiga gas yang di maksud adalah

4
,

3
,

6
dimana dari tabel ini kode 0,1,dan 2
dari penggambaran sebuah fuzzy.
Tabel .2 Pengklasifikasian Gangguan dengan Kode Rasio
Gas IEC
NO.
[3]

TIPE
GANGGUAN

6

0 Tidak ada
gangguan
0 0 0
1 Partial discharges
dengan
kepadataan energi
rendah
0 1 0
2 Partial discharges
dengan
1 1 0
Menentukan himpunan dari
setiap data DGA
Menentukan fungsi
keanggotaan
Menentukan fire
strength dari
himpunan

normalisasi
vektor
diagnosis
fuzzy

Hasil normalisasi di
masukkan ke klasifikasi
gangguan kode rasio
gas IEC

Pengambilan keputusan
menentukan gangguan

T L | 12
SNTE-2012 ISBN: 978-602-97832-0-9

kepadataan energi
tinggi

3
Discharges
dengan energi
rendah
1 or
2
0 1 or 2

4
Discharges
dengan energi
tinggi
1 0 2
5 panas,<150 C 0 0 1
6 Gangguan panas
dengan
temperatur
rendah, 150-
300C
0 2 0
7 Gangguan panas
dengan
temperatur sedang
300 - 700C
0 2 1
8 Ganguan panas
dengan
temperatur tinggi
>700C
0 2 2

1. Perhitungan dengan metode fuzy
Pada tabel .2 memperlihatkan klasifikasi dari gangguan
transformator menggunakan metode IEC.

4. ANALISA DAN PEMBAHASAN
4.1 Umum
Penganalisaan ini bertujuan untuk mengetahui apakah
gangguan yang terjadi dengan mengunakan metode fuzzy
telah sesuai dengan diagram alir yang telah ditentukan.
Adapun penganalisaan yang dilakukan antara lain:
2. Hasil perhitungan akan dianalisa dengan tabel
pengklasifikasian metode fuzzy
3. Pengambilan keputusan tentang keadaan
transformator

4.2 Analisa Kondisi Transformator
Berdasarkan Hasil Uji DGA

[8]

Terdapat beberapa metode untuk melakukan interpretasi
data dan analisa seperti yang tercantum dalam standar
IEEC C57- 104 1999 dan IEC 6099 yaitu:
1.Standar IEEE
2. Key Gas
3.Rogers Ratio
4. Duvals Triangle

4.3 Perhitungan Dengan Metode Fuzzy

Dari 3 gas rasio r
[2]

1
=

4
, r
2=

2
, r
3
=

6
dapat
dikodekan dengan 0,1,2 sebagai pengklasifikasian fuzzy
untuk high, low medium, dimana dengan catatan r
1,
r
2,
r
3
lebih dari atau sama dengan 0. Tabel 4.3 memberikan
hubungan antara range dari kode dengan penyesuaian IEC
, dapat terlihat pada table 3.


Tabel 3 Rasio Gas dan Penyesuaian Kode IEC
IEC CODES
[2]

Rentan gas ratio
Kode gas rasio yang berbeda

6

<0.1 0 1 0
0.1 1 1 0 0
1 3 1 2 1
>3 2 2 2


() =
1
1
1 +

<




() =
1
1
1 +

>



Selanjutnya perhitungan di sesuaikan dengan periode dari
data DGA yang ada








4.4 Perhitungan Hasil Tes DGA
T L | 13

ISBN: 978-602-97832-0-9 SNTE-2012

Pada himpunan fuzzy nilai keaggotaan yang dalam suatu
himpunan sering ditulis dengan
A
Satu (1) yang berarti bahwa suatu item menjadi
anggota dalam suatu himpunan atau
(x), yang memiliki 2
kemungkinan yaitu :
Nol (0) yang berarti bahwa suatu item tidak
menjadi anggota dalam suatu himpunan
Dalam penganalisaan, himpunan keanggotaan yang
digunakan adalah high, medium dan low dengan
pengindikasan dengan 0 (nol),1(satu) dan 2 (dua). Dimana
r
1,
r
2,
r
3
adalah rasio yang telah di tentukan oleh kode IEC
dimana r
1,
r
2,
r
Selain itu dalam perhitungan ini menentukan
3,

1
=

4
,
2
=

2
,

3
=

6
,
zero (r
1
) one (r
1
) two (r
1
zero (r
)
2
) one (r
2
) two (r
2
zero (r
)
3
) one (r
3
) two (r
3

)
dengan rumus fungsi dari kode IEC


5. KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan

1. Hasil analisa dissolved gas analisis transformator
di PT. PLN Gardu Induk Betung menggunakan
metode Fuzzy logic menunjukkan bahwa
transformator 30 MVA adanya indikasi
Discharge dan gangguan panas dalam minyak
isolasi.
2. Penggunaan metode Fuzzy pada hasil DGA ini
dibandingkan dengan metode IEEE. Pada
Metode IEEE untuk transformator 30 MVA
Gardu Induk Betung di indikasikan adalah pada
kondisi 1, dimana pada kondisi ini transformator
beropersi normal namun tetap perlu dilakukan
pemantauan kondisi gas-gas tersebut.
3. Dari analisa yang dilakukan antara keduanya
metode Fuzzy dan IEEE dapat dibedakan pada
cara pengambilan keputusan untuk menentukan
gangguannya, pada metode Fuzzy pengambilan
keputusan gangguan menggunakan tabel
pengklasifikasian gangguan dengan kode gas
rasio IEC, dimana pada tabel ini gangguan
sangat terperinci. Sedangkan metode IEEE
pengklasifikasian gangguan sangat umum dan
tidak terperinci.


DAFTAR PUSTAKA

[1]. PT.PLN (Persero),Buku Workshop, OPHAR
PT. PLN ,J akarta,2009.
[2]. A Fuzzy Logic Approach To Preventive
Maintenance Of Critical Power Transformer.2009
International conference on Electrity Distribution.
Di akses 15 januari
2012 http://www.cired.be/CIRED09/pdfs/CIRED20
09_0944_Paper.pdf.
[3]. Haddad, A dan Warne, D.,Advances in high voltage
Engineering chapter 10, The Istitution of
Engineering and Technology.
[4]. Kusumadewi, Sri dan Purnomo Hari., Aplikasi
Logika Fuzzy untuk pendukung
keputusan,Yogyakarta: Graha Ilmu. 2004
[5]. M. Solikhudin studi gangguan interbus
transformator (IBT-1)500/159 KV Di Gitet 500 Kv
J akarta Barat.www.lontar.ui .ac.id. diakses 10
Januari 2012
[6]. Aditya Prayoga, Benson Marnatha Edison
Marulitua S. M. Nahar. Tugas kelompok
transformator Universitas
Indonesia. www.staff.ui.ac.id.diakses 4 April 2012
[7]. Irwan Iryanto, Studi Pengaruh Penuaan (aging)
terhadap laju degradasi kualitas minyak isolasi
transformator tenaga.
. www.eprints.undip.ac.id/31999/pdf.diakses
tanggal 22 april 2012
[8]. Alfian J uandi, Pengaruh Perubahan Tegangan
Tembus pada bahan isolasi cair.
.www.uii.ac.id/index.php/journal_teknoin/article.
Diakses tgl 5 januari 2012







T L | 14
SNTE-2012 ISBN: 978-602-97832-0-9

PENINGKATAN KINERJA GRID TIE INVERTER PADA JARINGAN
LISTRIK MIKROSAAT KONDISI I SLANDI NG DENGAN PENAMBAHAN
PERANGKAT UPS(UNI NTERRUPTED POWER SUPPLY)

Rudy Setyabudy
1)
, Eko Adhi Setiawan
2)
, Hartono BS
3)
, Budiyanto

4)

Faculty of Engineering. Universitas Indonesia Depok 16424

E-mail:
1)
rudy@eng.ui.ac.id,
2)
ekoas@ee.ui.ac.id,
3)
hartono@esi-labs.com,
4)
yan.budiyanto@yahoo.com

Abstrak

Grid Tie Inverter (GTI) adalah perangkat konverter DC-AC yang berfungsi merubah keluaran daya DC menjadi
daya AC dan dapat bekerja terhubung dengan grid. Pada aplikasi pembangkit surya masukan GTI berasal dari panel
surya dan keluaran GTI dapat dihubungkan dengan beban (beban lokal) dan utiliti grid.Karakter utama GTI adalah
hanya dapat bekerja jika terhubung dengan grid, jika tidak ada tegangan grid maka GTI tidak dapat menghasilkan
daya karena tidak ada referensi tegangan yang dapat menjadi acuan kerja GTI.Sehingga pada saat kondisi islanding
sistem jaringan listrik mikro tidak dapat bekerja karena jika tidak ada acuan daya dari grid perangkat GTI tidak
dapat bekerja.Dengan penambahan perangkat Uninterruptible Power Supply(UPS) pada sistem jaringan listrik mikro
dapat memperbaiki kinerja GTI sehingga pada saat kondisi islandingdimana perangkat GTI masih dapat
bekerja,dengan perangkat UPS sebagai acuan kerja GTI.

Abstract
Grid Tie Inverter is a DC-AC converter which serves to change the output of the DC power into AC power and be
able to work connected to the grid. On the application of solar power input from solar panels GTI and GTI outputs
can be connected to the load (load local) and the utility gridThe main character of GTI is can only work if it is
connected to the grid, if there is no grid voltage the GTI can not generate power because there is no reference
voltage to be reference work of GTI. So that when in islanding condition the microgrid systems can not work
because if no power reference from grid the GTI may not workWith the addition of the Uninterruptible Power
Supply (UPS) to the microgrid systems can improve the performance of the GTI so that when islanding condition
the GTI can still work, with the UPS as a reference work of GTI.

Keyword :Grid Tie Inverter (GTI), Uninterruptible Power Supply(UPS), jaringan listrik micro (microgrid)



1. Pendahuluan

Energi terbarukan seperti pembangkit listrik tenaga surya
sangat bervariasi tergantung dari sumber matahari yang
diterima saat itu. Hal ini menimbulkan permasalahan pada
qualitas daya yang dihasilkan, khususnya jika
dihubungkan ke sistem jala-jala, dimana pembangkit
listrik tenaga surya akan dilihat sebagai beban negatif
oleh sistem jala-jala karena memiliki karateristik yang
tidak terkontrol berkaitan dengan fluktuasi dari sumber
energi, Ph. Degobert et al [1]. Permasalahan ini dapat
ditangani dengan menambahkan sistem pembangkit lain
yang lebih terkontrol, seperti, penambahan sistem
penyimpan energi (baterai) atau membentuk menjadi
sistem hibrid dengan menambah-kan generator diesel atau
turbin mikro, R. Lasseter et al[2]. Beberapa sistem
pembangkit listrik yang berasal dari beberapa sumber
dapat diintegrasikan menjadi sistem pembangkit listrik
hibrid.Lebih lanjut sistem tersebut dapat dikembangkan
menjadi sebuah sistem pembangkit yang terkontrol yang
lebih stabil dengan teknologi microgrid (jaringan listrik
mikro/J LM) sehingga dapat terhubung dengan jala-jala.

Sistem pembangkit J LM bekerja pada tingkat distribusi
tegangan medium dan rendah dan terdiri dari beberapa
sumber energi (sumber mikro/micro source) yang
terdistribusi.Sistem J LM juga memiliki kemampuan untuk
T L | 15
ISBN: 978-602-97832-0-9 SNTE-2012

beroperasi terhubung dengan jaringan jala-jala atau dapat
beroperasi terpisah dengan jaringan (islanding), Wilsun
Xu et al[3].J .A.Peas Lopes et al [4], menjelaskan bahwa
pada saat transisi ke kondisi pulau(islanding), dari
beberapa pembangkit yang saling terhubung akan ada satu
pembangkit yang akan menjadi pembangkit utama yang
akan menjadi acuan untuk pembangkit yang lain.

Pada saat kondisi islanding, stabilitas operasi J LM sangat
ditentukan oleh aplikasi sistem manajemen energi (SME)
dalam mengatur operasi dari setiap sumber mikro
(microsource). Manajemen operasi J LM yang dikontrol
oleh aplikasi SME antara lain mencakup penentuan
operasi pembangkit dan pembagian daya (power sharing)
antar pembangkit. Pada J LM, kapasitas pembangkit dari
setiap sumber mikro relatif sama, ketidak tepatan dalam
penentuan operasi pembangkit dalam hal pembagian daya
akan berakibat pada ketidak stabilan. Hal ini dikarenakan
pada saat pembangkit utama sebagai penstabil jaringan
tidak memiliki cukup sumber energi untuk melayani
beban maka akan mudah terjadi perubahan tegangan
ataupun frekwensi, yang akan diikuti oleh pembangkit
lain. E. Barklund et al[5] mengembangkan metoda
menentukan pembangkit utama berdasarkan tingkat
stabilitas dari pembangkit tersebut berdasarkan analisis
koefisian droopnya. Pada saat pembangkit utama
mengalami penurunan tingkat stabilitas maka pembangkit
lain dengan tingkat stabilitas lebih tinggi akan menjadi
pembangkit utama.

Grid tie inverter (GTI) adalah perangkat konverter
tegangan DC ke tegangan AC yang banyak digunakan
dalam aplikasi pembangkit listrik tenaga surya (PLTS).
Pada sistem PLTS GTI akan mensuplai daya yang
dihasilkan ke beban, jika terjadi kelebihan beban maka
daya yang dihasilkan akan disalurkan ke jaringan. J ika
daya yang dimiliki kurang untuk mensuplai ke beban
maka jaringan akan ikut mensuplai daya ke beban. Untuk
itu GTI akan bekerja jika terhubung dengan jaringan
listrik, jika jaringan listrik yang mati maka GTI akan
berhenti bekerja.

Perangkat UPS(Uninterruptible Power Supply)berfungsi
untuk mensuplai daya AC ke beban secara terus menerus
dan tanpa terputus, meskipun terputus suplai listrik dari
jaringan. Karakteristik UPS ideal adalah mampu
memberikan tegangan keluaran yang tetap meskipun
terjadi perubahan tegangan masukan ataupun nilai beban
serta memiliki nilai THD yang rendah.

Melihat karakteristik UPS tersebut maka ada peluang
untuk meningkatkan kinerja GTI untuk tetap dapat
bekerja meskipun tidak ada suplai dari jaringan.

2. UPS (Uninterruptible Power Supply)

Stoyan dan ali [6], mengklasifikasikan UPS menjadi 3
yaitu : UPS statis, UPS rotari dan hibrid UPS statis dan
rotari.



a. on line ups



b. off line UPS



c. line interactive UPS

Gambar 1.Konfigurasi beberapa tipe UPS Statis

UPS statis dibangun menggunakan teknologi power
elektronik berbasis rangkaian DC-AC konverter.UPS
statis dapat dibagi lagi menjadi on line UPS,off line UPS
dan Line-interactive UPS. Pada On line UPS, digunakan
untuk perangkat yang sangat sensitif terhadap fluktuasi
perubahan daya. Off line UPS memiliki fungsi dasar UPS,
yaitu menghasilkan daya listrik saat sumber utama/PLN
mati.Line interactive UPS merupakan pengembangan dari
off line UPS dengan ditambahkan kemampuan
mengadaptasi terhadap perubahan tegangan.Sementara
UPS rotari menggunakan mesin listrik baik mesin DC
maupun mesin AC. Sementara sistem hibrid statis dan
rotari merupakan gabungan antara statis dan
T L | 16
SNTE-2012 ISBN: 978-602-97832-0-9

rotari.Diagram rangkaian UPS terlihat seperti pada
gambar 2.
Model dinamik dari rangkaian equivalen UPS gambar
3.menurutHeng Deng, et al[7] adalah sebagai berikut,

() =

() +
1
() +
2

() (1)

Dimana, = [

adalah vektor keadaan dan rata-


rata tegangan keluaran jembatan inverter U(t) dan arus
beban Io(t) dianggap sebagai sistem masukan, sehingga,


=
0 1/
1/ 0
,
1
=
0
1/
,
2
=
1/
0


Karena kontroler harus dapat diimplementasikan dengan
digital kontroler maka persamaan (1) dapat didiskritkan
menjadi,

( + 1) =

() +
1
() +
2

() (2)

Dimana,

,
1
=


1
,

2
=


2
. dan T
o

adalah periode
sampling dan I merupakan matrik identitas.


Gambar 2. Diagram rangkaian UPS



Gambar 3. Rangkaian equivalen UPS


Heng Deng, et al[7]dan Ghazanfar , et al [8], menjelaskan
beberapa model kontrol dari inverter UPS satu fasa antara
lain ; Model based instantaneous feedback controllers,
Feedforward learning controllers, dan Non-linear
controllers. UPS dengan Model based instantaneous
feedback controllersbanyak digunakan di industri. Sistem
ini menggunakan teknik balikan (feedback) dari beberapa
parameter yang berubah seperti tegangan, arus beban dan
lain-lain, untuk meningkatkan stabilitas UPS. Pada UPS
dengan sistem kontrol Feedforward learning controllers
(FLC) memiliki kemampuan untuk mencapai kondisi
tunak dengan caramengukur kondisi tegangan keluaran
dan mengkombinasikan dengan kontroler yang memiliki
respon cepat. Penggunaan Non-linear controllers pada
aplikasi UPS hal ini disebabkan kontroler tipe ini lebih
handal/roubast terhadap variasi parameter dan gangguan.
Beberapa kontroler yang digunakan sebagai kontrol UPS
antara lain, Sliding-mode controllers (SMC), Adaptive
Controller, dan Neural Network (NN) Controller.



Gambar 4.Sliding-mode controllers (SMC)


3. Grid Tie Inverter (GTI)

Inverter pada sistem pembangkit listrik dapat
dikelompokkan menjadi inverter untuk sistem mandiri
dan inverter untuk sistem yang terhubung dengan
grid.Pada sistem mandiri (off grid), inverter tidak
terhubung dengan jaringan.Daya listrik yang dihasilkan
hanya dikonsumsi untuk beban lokal saja. Artinya daya
listrik yang dihasilkan oleh PV tidak semuanya dikonversi
ke listrik akan tetapi hanya sebagian sesuai dengan
kebutuhan beban. GTI adalah inverter yang bekerja
dengan terhubung ke jaringan (on grid).Daya yang
dihasilkan oleh PV seluruhnya dirubah ke listrik.sebagian
dikonsumsi oleh beban lokal sisanya disalurkan ke
jaringan. Akan tetapi pada GTI jika tidak ada sumber dari
jaringan maka tidak dapat bekerja.Blok diagram dari
sebuah GTI seperti terlihat pada gambar 5, Chien, et al[9].

M. Saghaleini, et al[10], menjelaskan beberapa topologi
konverter DC-AC dari GTI inverter antara lain Zeta-Cuk
based inverter, Full-bridge buck-boost inverter, Side-by-
side boost converters dan Z-source boost inverter.

T L | 17
ISBN: 978-602-97832-0-9 SNTE-2012



Gambar 5. a) konfigurasi GTI b)blok diagram dari model
GTI

Pada topologi Zeta-Cuk based inverterdigunakan 4 buah
saklar elektronik membentuk konfigurasi konverter buck
boost. Sementara pada topologi Full-bridge buck-boost
inverter2 buah saklarbekerja pada frekwensi tinggi dan 2
saklar sisanya bekerja pada frekwensi rendah. Pada
topologi Side-by-side boost converters digunakan dua
buah konverter boost dan keseluruhan saklar elektronik
yang digunakan bekerja pada frekwensi tinggi. Aplikasi
konverter Z-source digunakan pada GTI dengan topologi
dan Z-source boost inverter.









Gambar 6.(a) Zeta-Cuk based inverter, (b)Full-bridge buck-
boost inverter, (c) Side-by-side boost converters, and (d) Z-
source boost inverter.


4. Pembangkit Listrik Terdistribusi

Pada jaringan listrik mikro tiap-tiap sumber energi, baik
dari sel surya, angin maupun sumber energi lain
semuanya dikonversi ke energi listrik menggunakan
rangkaian konverterdaya yang sesuai membentuk jaringan
pembangkit listrik terdistribusi. Keluaran dari masing-
masing rangkaian saling terhubung secara paralel guna
mensuplai beban secara bersama.Keluaran dari masing
pembangkit terdistribusi berupa rangkaian konverter daya
inverter.Konfigurasi inverter jaringan listrik terdistribusi,
Chien, et al[11].



Gambar 7. Konfigurasi jaringan listrik terdistribusi


Inverter pada rangkaian diatas dapat berupa inverter GTI.
Masing-masing GTI akan mensuplai daya sesuai dengan
yang dimiliki ke beban jika terjadi kelebhan akan
disalurkan ke jarungan/grid. Permasalahan rangkaian
diatas adalah pada saat tidak ada daya dari grid maka
masing-masing GTI akan berhenti bekerja karena tidak
ada paramater operasi yang menjadi acuan, seperti
tegangan, frekwensi dan fasa.

T L | 18
SNTE-2012 ISBN: 978-602-97832-0-9



Gambar 8. Rangkaian equivalen pembangkit terdistribusi


Pada saat kondisi islanding atau off grid, tidak ada daya
listrik dari jaringan, maka harus ada satu pembangkit ang
bertindak sebagai acuan operasi bagi pembangkit lain.
Rangkaian equivalen dari pembangkit terdistribusi pada
saat kondisi islanding, menurut J osep, et al[12] seperti
terlihat pada gambar 8.

Pada rangkaian diatas sebuah inverter sebagai sumber
tegangan berfungsi sebagai master sementara inverter lain
sebagai sumber arus. Pada mode operasi ini setiap sumber
arus yang berupa GTI harus dapat diatur besaran daya
yang akan dikirimkan ke jaringan. Sementara
karakteristik GTI adalah akan mengirimkan daya sebesar
daya yang ada disumber. Untuk itu perlu dilakukan
mekanisme kontrol operasi dari pembangkit terdistribusi
pada kondisi islanding.Ada beberapa konfigurasi kontrol
yang dapat digunakan antara lain, kontrol terpusat, master
slave, average load sharing (ALS), circular chain control
(3C), J osep, et al[12].



Gambar 9. Rangkaian equivalen paralel inverter


Analisis rangkaian paralel inverter sesuai rangkaian
equivalen gambar 9.adalah sebagai berikut :


=
1

2

=
1

2

=
1

2



sin



Dimana :

=
1

2

=
1

2


Besarnya arus aktif dan arus reaktif dari rangkaian adalah
sebagai berikut :



Dari persamaan diatas maka terlihat bahwa pengaturan
daya aktif dan reaktif dapat dilakkan dengan melakukan
pengaturan sudut fasa atau besarnya tegangan.

5. Arus Balik

Hal yang harus diwaspadai pada saat menhubungkan
inverter secara paralel pada jaringan listrik mikro adalah
adanya arus balik dari satu inverter masuk keinverter yang
lain. Hal ini dapat disebabkan karena satu inverter
memberikan daya yang lebih besar sementara inverter
yang lain memiliki beban yang rendah. Arus balik dapat
mengakibatkan kerusakan pada sambungan DC (DC link),
J osep, et al [12].



Gambar 10. Arus balik pada paralel inverter





T L | 19
ISBN: 978-602-97832-0-9 SNTE-2012

6. Pengujian Parallel UPS dan GTI

Pada Pengujianini ditujukan untuk memparalelkan operasi
UPS (Uninterruptable Power Supply) dengan GTI (Grid
Tie Inverter) dimana UPS akan berfungsi sebagai
referensi operasi GTI, baik tegangan, frekwensi dan
fasanya. Pengukuran dimulai dengan melakukan
karakterisasi UPS, baik pada saat terhubung dengan
jaringan/grid maupun tidak. Tujuan dari pengukuran ini
adalah untuk melihat kemungkinan UPS sebagai referensi
operasi GTI, saat diparalel dengan UPS, sehingga GTI
masih dapat beroperasi meskipun daya dari jaringan tidak
ada, kondisi isolated. UPS yang digunakan memiliki daya
1000W dan merupakan off line UPS.Sementara GTI yang
digunakan memiliki daya 500W.



Gambar 11. Kegiatan pengujian paralel UPS - GTI

BAT
UPS
AC
A
V
A
V
INVERTER
GTI
A
V
A
V


Gambar 12. Gambar rangkaian pengujian UPS
terhubung/tanpa PLN paralel dengan GTI


Rangkaian pengujian yang digunakan seperti terlihat pada
gambar 12.Pada pengujian paralel UPS - GTI dengan
UPS terhu-bung ke PLN diperoleh hasilseperti terlihat
pada gambar 13, terlihat saat GTI terhubung ke rangkaian
UPS maka daya yang disuplai oleh UPS, sebesar 75W
berkurang menjadi 55W, hal ini dikarena GTI ikut
mensuplai ke beban. Pada saat UPS terhubung ke jaringan
bentuk keluaran tegangan UPS masih sinus sesuai dengan
tegangan keluaran jaringan/PLN. Dari tampilan arus
terlihat pengaruh pensaklaran pada setiap perubahan
polaritas tegangan keluaran, terlihat terjadi lonjakan-
lonjakan arus.



(a) (b)



(c) (d)

Gambar 13. Paralel UPS-GTI dengan grid(a) Daya UPS
tanpa GTI (b) Daya UPS terhubung dengan GTI (c)
Harmonisa paralel UPS-GTI (d) Keluaran tegangan paralel
UPS-GTI


Hasil pengujian paralel UPS GTI dengan tidak
terhubung jaringan diperoleh hasil, daya yang disuplai
UPS berkurang dengan masuknya suplai daya dari GTI.




(a) (b)

T L | 20
SNTE-2012 ISBN: 978-602-97832-0-9



(c) (d)

Gambar 14. Paralel UPS-GTI tanpa grid (a) Daya UPS
tanpa GTI (b) Daya UPS terhubung dengan GTI (c)
Harmonisa paralel UPS-GTI (d) Keluaran tegangan paralel
UPS-GTI


Besaran nilai THD saat rangkaian terhubung dengan
jaringan sebesar 59,7% masih lebih kecil dibandingkan
saat tidak terhubung dengan jaringan yaitu sebesar 75,1%
hal ini dikarenakan saat terhubung dengan jaringan
sumbangan harmonisa hanya berasal dari GTI sementara
saat tidak terhubung harmonisa berasal dari UPS dan GTI.
Tegangan keluaran saat terhubung dengan jaringan masih
berbentuk sinusoidal mengikuti tegangan
jaringan.Sementara pada saat terlepas dari jaringan UPS
menghasilkan bentuk tegangan modifikasi gelombang
sinus (kotak).

6. Kesimpulan

Dari hasil pengujian ini setidaknya dapat diambil
kesimpulan bahwa sebuah UPS dapat dioperasikan
secara paralel dengan GTI sehingga memungkinkan
GTI tetap dapat beroperasi, meskipun tidak ada
sumber dari PLN,dengan parameter sinkroni-sasi
seperti, frekwensi, tegangan dan fasa mengacu pada
UPS.
Hal yang harus diperhatikan dalam mengoperasi-kan
GTI dengan UPS adalah pengaturan sumber energi
masukan GTI, yang berasal dari sel surya, tidak
melebihi kebutuhan daya yang diperlukan beban
sehingga tidak terjadi arus balik masuk ke UPS yang
dapat berakibat kerusakan pada UPS.
Diperlukan sistem kontrol yang dapat mengatur
pembagian daya yang akan disalurkan oleh ma-
sing-masing GTI, jika lebih dari 1 GTI, ataupun
UPS jika akan mensimulasikan kondisi isolated
sistem jaringan listrik mikro.
Keterbatasan alat ukur dan sumber listrik DC yang
dapat mensimulasikan kondisi PV yang dapat diatur
menjadi kendala dalam mengeksplore lebih dalam
lagi pengujian paralel UPS dengan GTI

Ucapan Terimakasih

Penelitian ini dibiayai menggunakan dana Hibah Riset
Madya UI Tahun 2012,DPRM/R/212/RM-UI/2012dengan
topik penelitian tentang Energi.

Daftar Pustaka

[1.] Ph. Degobert, S. Kreuawan and X. Guillaud
Micro-grid powered by photovoltaic and
micro turbine, ICREPQ06, 2006
[2.] R. Lasseter, A. Akhil, C. Marnay, J . Stephens,
J . Dagle, R. Guttromson, A. Sakis
Meliopoulous, R. Yinger, and J . Eto,
Integration of Distributed Energy Resources
The MicroGrid Concept. CERTS MicroGrid
Review Feb 2002
[3.] Wilsun Xu, Konrad Mauch, and Sylvain
Martel,An Assessment of Distributed
Generation Islanding Detection Methods and
Issues for Canada, CETC-Varennes 2004-074
(TR) 411-INVERT
[4.] J . A. Peas Lopes, C. L. Moreira, and A. G.
Madureira, Defining Control Strategies for
MicroGrids Islanded Operation, IEEE
TRANSACTIONS ON POWER SYSTEMS,
VOL. 21, NO. 2, MAY 2006
[5.] E. Barklund, Nagaraju Pogaku, Milan Proda-
novic,C. Hernandez-Aramburo, and Tim C.
Green, Energy Management in Autonomous
Microgrid Using Stability-Constrained Droop
Control of Inverters, IEEE TRANSAC-
TIONS ON POWER ELECTRONICS, VOL.
23, NO. 5, SEPTEMBER 2008
[6.] Stoyan B. Bekiarov dan Ali Emadi,
Uninterruptible Power Supplies:
Classification, Operation, Dyna-mics, and
Control, 0-7803-7404-5/02 (c) 2002 IEEE
[7.] Heng Deng, Ramesh Oruganti, Dipti
Srinivasan, Modeling and Control of Single-
Phase UPS Inverters: A Survey, IEEE PEDS
2005
[8.] Ghazanfar Shahgholian, J awad Faiz dan Pegah
Shafaghi, Nonlinear Control Techniques in
Unin-terruptible Power Supply Inverter: A
Review, 2009 Second International
Conference on Computer and Electrical
Engineering, 2009 IEEE DOI 10.1109/
ICCEE.2009.99
T L | 21
ISBN: 978-602-97832-0-9 SNTE-2012

[9.] Chien Liang Chen, J ih-Sheng Lai, Daniel
Martin, Kuan-Hung Wu, Pedro Ribeiro, Elvey
Andrade, Chuang Liu, Yuang-Shung Lee, dan
Zong-Ying Yang, Modeling, Analysis, and
Implementation of aPhotovoltaic Grid-Tie
Inverter System, 978-1-4577-1216-6/12
2012 IEEE
[10.] M. Saghaleini, A.K. Kaviani, B. Hadley, dan
B. Mirafzal, New Trends in Photovoltaic
Energy Systems, 2011 IEEE
[11.] Chien-Liang Chen, Yubin Wang, J ih-Sheng
(J ason) Lai, Yuang-Shung Lee, dan Daniel
Martin, Design of Parallel Inverters for
Smooth Mode Transfer Microgrid
Applications, IEEE TRANSACTIONS ON
POWER ELECTRONICS, VOL. 25, NO. 1,
J ANUARY 2010
[12.] J osep M. Guerrero, Lijun Hang, dan J avier
Uceda, Control of Distributed Uninterruptible
Power Supply Systems, IEEE
TRANSACTIONS ON INDUSTRIAL
ELECTRONICS, VOL. 55, NO. 8, AUGUST
2008
T L | 22
SNTE-2012 ISBN: 978-602-97832-0-9

DESAIN DAN SIMULASI KONVERTER ENERGI GELOMBANG LAUT
SEBAGAI PEMBANGKIT TENAGA LISTRIK

Masjono

1


1. J urusan Teknik Industri Akademi Teknik Industri Makasar

E-mail: masjono@yahoo.com


Abstract

A wave energy converter which uses oneway gears combined with power balancing mechanism for producing
continuous unidirectional rotation to produce electricity was studied by modelling and numerical simulation. The
studied concept consists of more then one moored floating devices using chain on oneway gears combined with moving
mass which uses to keep the chain stright. These convert instantaneous power of incoming wave power and deliver
load to electric generator over unidirectional rotating shaft. Mathematical model describing the vertical oscillating of
the wave energy converter is presented.Mathematical analysis and modelling shows that utilization of one-way gears
connected to rotating shaft which enable it to rotate unidirectional. Energy conversion resembles the full wave rectifier
principles in power electronics that maximize yielded energy from sea wave. The Mathematical model derived from a
series of analysis was utilised to carry out computer simulation using matlab software package. Simulation result
showed that wave height variation gave significant influence on harvested energy from sea wave.

Key words : Renewable Energy, Sea Wave Converter, Sea Wave Energy

1. PENDAHULUAN

Indonesia sebagai negara kepulauan terdiri atas 17.870
pulau. 3000 diataranya merupakan pulau yang
berpenghuni. Khusus untuk Propinsi Sulawesi Selatan
memiliki 295 Pulau [1]. Dari ribuan pulau tersebut
didominasi oleh pulau-pulau kecil yang dikelilingi oleh
lautan. Masyarakat yang mendiami pulau-pulau kecil
menghadapi masalah akan sulitnya mendapatkan
pasokan energi khusunya energi listrik. Untuk pulau-
pulau besar, ketersediaan energi khususnya energi listrik
dapat diperoleh dengan mudah baik dari PLTA, PLTD,
PLTU dan sumber energi listrik lainnya. Sebaliknya
untuk pulau-pulau kecil pasokan energi listrik sebagai
sumber energi vital dalam menjalankan aktivitas
kehidupan sehari-hari merupakan hal yang sangat
langka.

Saat ini sumber energi utama yang menerangi pulau-
pulau terpencil adalah bahan bakar minyak. Namun
akhir-akhir ini harga minyak cenderung engalami
kenaikan setiap tahun akibat semakin menipisnya
sumber minyak. Oleh karena itu perlu dicari sumber
energi alternatif murah dan ramah lingkungan.

Bebebrapa ilmuan telah mengembangkan berbagai
sumber energi alternatif untuk daerah daerah terpencil
seperti energi tenaga matahari, tenaga angin dan
mikrohidro. Akan tetapi sumber energi alternatif
tersebut memiliki kelebihan dan sekaligus kekurangan
masing-masing. Khusus untuk pulau-pulau kecil selama
ini lebih banyak yang menggunakan energi matahari
yang tersedia hanya pada siang hari dan memerlukan
batere yang harganya tidak murah untuk ukuran
masyarakat pesisir dan kepulauan.

Salah satu sumber energi yang belum banyak
dimanfaatkan adalah gelombang laut. Energi ini tersedia
melimpah selama 24 jam sehinga dapat dimanfaatkan
untuk menghasilkan energi listrik untuk memenuhi
kebutuhan energi masyarakat kepulauan, bahkan untuk
menjadi salah satu sumber energi alternatif dimasa yang
akan datang. Energi yang berasal dari gelombang laut
adalah salah satu sumber energi terbarukan yang sangat
menjanjikan, sebab dapat menghasilkan energi di
hampir seluruh wilayah laut di permukaan bumi. Secara
teoritis [2] energi yang berasal dari gelombang laut
sebesar 8 x 106 TWh/tahun, atau sekitar 100 kali lebih
besar dari seluruh pembangkit listrik tenaga air di planet
bumi. Untuk menghasilkan energi sebanyak itu jika
menggunakan sumber energi fossil, akan menghasilkan
2 juta ton emisi gas CO2. Potensi energi yang berasal
dari gelombang laut di atas planet bumi diperkirakan
sebesar 2 Tera Watt. Dengan mengubah energi
gelombang laut yang tersedia sebesar 10 sampai 15 %
T L | 23

ISBN: 978-602-97832-0-9 SNTE-2012

sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan energi dunia
saat ini.
Berdasarkan uraian diatas maka dalam penelitian ini
kami mencoba untuk merancang dan melakukan
simulasi konverter energi gelombang laut untuk
menghasilkan energi listrik.

2. DESAIN KONVERTER ENERGI
GELOMBANG LAUT

Perancangan alat converter energy gelombang laut
dilakukan dengan memanfaatkan roda gigi satu arah
(oneway gear) terdiri atas rotor shaft, one-way gear, alat
pemberat yang dapat terapung, counter weight yang
berfungsi untuk menjaga ketegangan tali penggantung
saat terjadi osilasi. Ilustrasi konverter dapat dilihat padai
pada gambar 1.




Gambar 1: Ilustrasi converter gelombang laut menggunakan one-way gear


Ilustrasi tampak samping masing-masing pelampung
dan counter weight dapat dilihat pada ilustrasi gambar 2.
Untuk mengoperasikan konverter ini harus dipasang
searah dengan gelombang laut sehingga pelampung
yang pertama bekerja adalah M1 dan m1, lalu dikuti
oleh pelampung berikutnya. Dalam ilustrasi pada ganbar
2, gaya yang bekerja pada masing-masing pelampung
adalah sebagai berikut:
J umlah gaya yang bekerja pada kedua pemberat pada
gambar 2 adalah
= (1 1) (1)
Energi potensial yang dihasilkan tergantung pada tinggi
gelombang h, sehingga diperoleh daya :
= (1 1)

(2)
Dimana:
P =Daya
M1 =Massa Pelampung
m1 =Massa Counter Weight
h =tinggi gelombang laut




T L | 24
SNTE-2012 ISBN: 978-602-97832-0-9


Gambar 2: Tampak depan converter gelombang laut

Mekanisme kerja konverter ini menggunkan gigi satu
arah sebagai berikut. Pada saat M1 mendapat
gelombang laut, maka M1 akan terangkat dan m1 turun
dan gear akan loss. Pada langkah tersebut, rotating shaft
belum berputar. Ketika ombak meninggalkan M1, maka
M1 akan jatuh bebas dan menarik gear satu arah dan
saat itu rotating shaft mulai berputar. Pada ilustrasi pada
gambar 1, ketika M1 dan M3 turun maka M2 dan M4
akan naik. Dengan demikian pada saat yang bersamaan
sesuai dengan ilustrasi diatas, terdapat dua pelampung
yang bekerja untuk memutar rotating shaft. J ika massa
masing-masing pelampung dan counter weight seragam,
maka akan sangat mudah untuk menetukan total energi
yang dihasilkan. J ika suatu konverter mengunakan
sejumlah n pelampung dan counter weight, maka
persamaan (2) dapat dituliskan sebagai berikut:
=
1
2
( ) (3)
Dimana:
n =jumlah pelampung yang digunakan.
H =tinggi maksimum gelombang laut

Untuk memaksimalkan energi yang dihasilkan oleh
konverter ini, maka penempatan pelampung disesuaikan
dengan periode gelombang laut dimana alat ini akan
dipasang. Jika periode gelombang laut adalah maka
penempatan masing-masing konverter diilustraikan pada
Gambar 3.
Berdasarkan pada ilustrasi pada gambar 3 maka rotating
shaft akan berputar sejauh 3600 dimana masing-masing
pelampung berkontribusi sejauh 0.25 atau sebesar 900.
Secara grafis dapat di ilustrasikan pada gambar 4. Untuk
memuluskan putaran rotating shaft dan memaksimalkan
energy yang dapat diperoleh dari gelombang laut, maka
jumlah pasangan pelampung M, one-way gear, mooring
line dan counter weight dapat ditambahkan. Hal ini
tergantung pada dimensi masing-masing pelampung dan
panjang gelombang gelombang lau. Selain untuk
meningkatkan jumlah energi penambahan jumlah
pelampung juga akan memuluskan putaran rotating
shaft. Hal ini dapat dianalogikan dengan mesin dua
selinder dan mesin empat selinder. Semakin banyak
jumlah selinder maka putaran mesin makin halus dan
makin cepat.


T L | 25

ISBN: 978-602-97832-0-9 SNTE-2012

Gambar 3: Tampak atas penempatan pelampung dan counter weight konverter gelombang laut.










Dengan mamanfaatkan putran satu arah dari one-way
gear maka pada saat M naik energi yang dihasilakan
sama dengan nol sebagai akibat dari putaran balik gear
yang loss. Pada saat ombak turun, pelampung juga ikut
turun dan pada saat itulah one-way gear akan memutar
rotating shaft untuk menghasilkan energi.


Gambar 4: Ilustrasi kontribusi masing-masing pelampung terhadap putaran rotating shaft converter energi gelombang laut

Berdasarkan sifat mekanis tersebut, maka semua
pelampung menghasilkan energi positif dan demikian
pula counter weight tidak menghasilkan gaya balik.
Oleh karena itu bentuk gelombang yang dihasilkan
sama dengan penyerah gelombang penuh atau rectifier
dalam rangkaian listrik sebagaimana ilustrasi pada
gambar 5.



Gambar 5: Ilustrasi penyearah gelombang penuh energi gelombang laut

Setiap pelampung akan memberikan kontribusi energi
dari sebesar yang dapat diperoleh dengan
mengintegralkan masing masing pelampung:
(4)
T L | 26
SNTE-2012 ISBN: 978-602-97832-0-9

Persamaan (4) diatas beranggapan bahwa gelombang
laut merupakan gelombang sinusoidal murni. Tetapi
dalam kenyataanya gelombang laut bukan sinusoidal
murni sehingga faktor pengali gh dapat digantikan
dengan rumus umum tentang daya yang terdapat
didalam ombak [4] dinyatakan dengan persamaan
berikut ini:
(Watt / m) (5)
Dimana:
= Berat jenis air laut = 1.025 kg/m3,
g =percepatan gravitasi =9,8 m / s / s,
T =periode gelombang (s), dan
H =tinggi gelombang (m)
Dengan melakukan substitusi persmaan (4) dan (5)
diperoleh total energi yang dapat dihasilkan dari
rancangan converter gelombang laut diatas adalah:

(Watt) (6)
J ika diasumsikan bahwa M1=M2=M3=M4 dan
m1=m2=m3=m4 maka persamaan (6) dapat
disederhanakan menjadi:
(7)
Harga mutlak sin 2t di gunakan karena pada ilustrasi
gambar 5 tidak terdapat gelombang negatif tetapi
semuanya positif sebagai dampak dari penggunaan one-
way gear. Persamaan (7) dapat juga ditulis sebagai
berikut:
(8)
Dengan menyelesaikan persamaan integral pada
persamaan (8) maka diperoleh rumus untuk konverter
energi energi gelombang laut yang menggunakan empat
pelampung sebagaimana dinyatakan dalam persamaan
(9) sebagai berikut;
(9)
Dimana :
P total =Energi yang dihasilkan oleh konverter
= berat jenis air laut
T =Periode gelombang (second)
H =Tinggi (amplitudo) gelombang laut
M =Massa Pelampung
m =massa counter weight

3. SIMULASI KOMPUTER
KONVERTER ENERGI
GELOMBANG LAUT

Untuk memahami lebih seksama desain konverter
gelombang laut yang telah dipaparkan diatas, telah
dilakukan simulasi dengan menggunakan program
matlab. Dalam simulasi ini ditetapkan dua skenario
kondisi lapangan yaitu (a) tinggi gelombang berubah
dan panjang gelombang tetap serta (b) Tinggi
gelombang tetap dan periode berubah.
a. Tinggi gelombang bervariasi dan panjang
gelombang tetap.
Simulasi dimulai pada skenario pertama dengan
asumsi massa pelampung M =100 Kg dan massa
pemberat balik (counter weight) m =10 kg. Tinggi
gelombang bervariasi dari 0 sampai 1 meter dan
periode T = 2 detik. Simulasi dilakukan
menggunakan kode matlab berikut ini:

%program untuk menghitung energi gelombang
laut
%ditulis oleh Masjono Muchtar
%tanggal 28 Oktober 2012
%Variasi tinggi gelombang laut dari 0 - 1
meter
a = linspace(0,1,20);
h = sin (t);
M = input ('masukkan nilai M1 (kg) = ');
m = input ('masukkan nilai m1 (kg) = ');
T = input ('masukkan periode gelombang
(detik) = ');
rho = 1.025;
g = 9.8;
phi = 3.14;
% menghitung energi yang dihasilkan
power = (rho*g.^2*T*h.^2*(M-m))/(16*phi);
plot (power,h);
title ('Simulation of Sea Wave Energy
Converter');
xlabel('Converted Power (watt)');
ylabel('Wave Height');
grid;

Hasil simulasi dengan program program matlab di atas
diperoleh grafik hubungan antara tinggi gelombang
dengan besarnya energi yang dihasilkan sebagai berikut:


Gambar 6 : Grafik hasil simulasi converter gelombang
laut M=100 Kg, m=10 Kg, H(0 - 1 meter) dan T= 2 detik

b. Tinggi gelombang konstan dan panjang
gelombang laut bervariasi.
T L | 27

ISBN: 978-602-97832-0-9 SNTE-2012

Skenario berikutnya adalah dengan asumsi bahwa
yang bervariasi adalah periode T dan tinggi
gelombang konstan. Simulasi skenario ini dilakukan
dengan menggunakan kode Matlab sebagai berikut:

%program untuk menghitung energi gelombang
laut
%ditulis oleh Masjono Muchtar
%tanggal 28 Oktober 2012
%Variasi periode gelombang laut dari 1 - 1.5
detik
T = linspace(1,1.5,20);
M = input ('masukkan nilai M1 (kg) = ');
m = input ('masukkan nilai m1 (kg) = ');
h = input ('masukkan tinggi gelombang
(meter) = ');
rho = 1.025;
g = 9.8;
phi = 3.14;
% menghitung energi yang dihasilkan
power = (rho*g.^2*T*h.^2*(M-m))/(16*phi);
plot (power,T);
title ('Simulation of Sea Wave Energy
Converter');
xlabel('Converted Power (Watt)');
ylabel('Wave Period (second)');
grid;


Gambar 7: Grafik hubungan antara periode gelombang
dengan daya yang dihasilkan H = 1 meter, M = 100 Kg, m
= 10 Kg

Berdasarkan kedua simulasi ditas nampak bahwa tinggi
gelombang sangat berpengaruh pada besarnya energi
yang dihasilkan oleh konverter. Pekerjaan selanjutnya
adalah melakukan uji eksperimental terhadap hasil
simulasi diatas dimulai pada skala laboratorium
gelombang sampai pada pembuatan prototipe
pembangkit listrik tenaga gelombang laut di bibir pantai.

4. SIMPULAN

Konverter gelombang laut menjadi energi listrik telah
dipaparkan dalam tulisan ini, dengan memanfaatkan
gear searah (one-way gear) beserta empat buah
pelampung (M) yang masing-masing berpasangan
dengan pemberat balik (m). Pemberat balik (counter
weight) berfungsi untuk mempertahankan ketegangan
tali atau rantai gantungan pada saat pelampung (M)
bergerak naik.
Hasil analisis matematis menunjukkan bahwa
penggunaan one-way gear untuk memutar poros putar
(rotating shaft) memungkinkan poros berputar satu arah.
Dengan prinsip kerja yang sama dengan sistem
penyearah gelombang penuh pada rangkaian listrik
memungkinkan pelampung menghasilkan energi secara
maksimal.
Hasil penurunan rumus matematis diperoleh persamaan
seperti pada persmaan . Hasil yang diperoleh setelah
melakukan simulasi menggunakan model persamaan
tersebut, menunjukkan bahwa variasi tinggi gelombang
sangat menetukan jumlah energi yang dapat dihasilkan
oleh converter gelombang laut ini.

KAJIAN LANJUTAN
Kajian lebih lanjut adalah menentukan bentuk dan
dimensi pelampung yang dipergunakan, jumlah masimal
pelampung, optimalisasi diameter gear satu arah, serta
rancangan generator yang sesuai. Selain itu diperlukan
pembuatan prototipe dan uji eksperimental pada
laboratorium gelombang laut.

DAFTAR PUSTAKA

[1]. A. J osefsson, A. Berghuvud, K. Ahlin, G. Broman,
Performance of a Wave Energy Converter
withMechanical Energy Smoothing Blekinge
Institute of Technology, School of Engineering
SE-37179 Karlskrona, Sweden, 2011
[2]. Guilherme Nunes, Duarte Valerio, Pedro Beirao,
J ose Sa da Costa, Modelling and Control of a
Wave Energy Converter, Inst. Sup. Engenharia de
Coimbra, Dept. Mechanical Eng., Coimbra,
Portugal, 2006
[3]. J ohannes Falnes, Optimum Control of Oscillation
of Wave-Energy Converters, Department of
Physics, Norwegian University of Science and
Technology (NTNU) Trondheim, Norway,
International J ournal of Offshore and Polar
Engineering Vol. 12, No. 2, J une 2002 (ISSN
1053-5381)
[4]. Leo Rodrigues, Wave power conversion systems
for electrical energy production Department of
Electrical Engineering Faculty of Science and
Technology Nova University of Lisbon 2829-516
Caparica PORTUGAL, 2010
[5]. Robert E. Harris, BSc, PhD, CEng, MIMarEST,
Lars J ohanning, Dipl.-Ing., PhD, J ulian Wolfram,
BSc, PhD, CEng, FRINA, MSaRS FRSA,
Mooring systems for wave energy converters: A
review of design issues and choices, Heriot-Watt
University, Edinburgh, UK, 2004.
[6]. Y. Yu and Y. Li, Preliminary Results of a RANS
Simulation for a Floating Point Absorber Wave
Energy System Under Extreme Wave Conditions,
T L | 28
SNTE-2012 ISBN: 978-602-97832-0-9

Presented at the 30th International Conference on
Ocean, Offshore, and Arctic Engineering
Rotterdam, The Netherlands J une 19 24, 2011.
T L | 29
ISBN: 978-602-97832-0-9 SNTE-2012

RANCANGAN DAN UJICOBA PROTOTIPE PEMBANGKIT LISTRIK
PASANG SURUT DI SULAWESI UTARA

Ferry J ohnny Sangari

1

1. J urusan Pendidikan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Manado, Kampus UNIMA
Tondano,95618,Indonesia

E-mail : ferry_sangari@yahoo.com


Abstrak

Pembangkit listrik pasang surut yaitu memanfaatkan energi lautan menjadi energi listrik melalui turbin dan generator.
Potensi energi potensial yang terkandung dalam perbedaan pasang dan surut air laut dimanfaatkan untuk menggerakkan
turbin air dan bila turbin air ini dihubungkan dengan generator dapat menjadi pembangkit listrik.Potensi energi pasang
surut di Sulawesi Utara menurut hasil pengamatan dan perhitungan dalam penelitian yang dilakukan mempunyai tinggi
maksimum (head) sebesar 207,676 cm yang dapat digunakan untuk perancangan pembangkit listrik pasang surut.
Untuk ujicoba maka dibuatprototipe dam/bendungan menggunakan kayu dan papan dua lapis yang diisi dengan karung
plastik berisi pasir dan dilengkapi dengan 2 pintu air, dimana pada pintu keluar dipasang turbin air.Prototipe turbin air
yang dibuat menggunakan model turbin propeller tipe undershot dan terbuat dari bahan baja tahan karat.Hasil analisis
data potensi energi listrik yang dapat dihasilkan sebesar 85,56 kilo J oule dan daya listrik sebesar 30,38 kW, yang cukup
untuk digunakan oleh masyarakat di daerah pesisir pantai atau di pulau-pulau terpencil dan pulau di daerah perbatasan
yang belum terjangkau listrik PLN.

Abstract

DESIGN AND TEST-DRIVE THE PROTOTYPE OF TIDAL POWER PLANT IN NORTH SULAWESI. Tidal
power plant is utilizing ocean energy into electrical energy through a turbine and generator. Potential energy contained
in the different ocean tide and ebb of water used to drive turbines and if this water turbine generator can be connected to
electrical energy generation.Tidal energy potential in North Sulawesi, according to the observations and calculations in
a study conducted has a maximum height (head) at 207.676 cm which can be used for design of tidal energy power
plant.Device And making of draught prototype / barrage use the wood and board two enduing filled by plastic bag
contain the sand so that form the draught whereas and provided with by the flood gate as much 2 fruit that is one fruit
for the entrance of and one fruit for the way out of which is in it attached by a turbine irrigate the Device And making of
turbine prototype irrigate to use the model of turbine of propeller of type undershot and made the than rustproof steel
substance. From result analyse the data of potency of energi electrics which can be yielded by equal to 85,56 kilo of
J oule and electricity of equal to 30,38kW, what is last for used by society in coastal seaboard or in remote island and
island in borderland which not yet been reached by electrics PLN.

Keyword : Tidal power plant, turbine prototype, propeller model.



1. Pendahuluan

Krisis energi adalah masalah yang sangat fundamental
di Indonesia, khususnya masalah energi listrik. Energi
listrik merupakan energi yang sangat diperlukan bagi
manusia modern. Potensi energi pasang surut lautdapat
dimanfaatkan untuk mengatasi krisis energi listrik
melalui pembangunan pembangkit listrik pasang surut.
Pembangkit listrik pasang surut yaitu memanfaatkan
energi lautan menjadi energi listrik melalui turbin dan
generator. Potensi energi potensial yang terkandung
dalam perbedaan pasang dan surut air laut digunakan
untuk menggerakkan turbinair dan bila turbin ini
dihubungkan dengan generator dapat menjadi
pembangkit listrik.

Pasang surut lautan adalah salah satu bentuk energi
yang dapat diperbarui (renewable) dan nyata
keuntungannya jika dibandingkan dengan sumber
energi lainnya, yang sulit diprediksi, seperti angin dan
energi cahaya matahari.

Berdasarkan data dari kementerian ESDM, potensi
energi terbarukan dari fenomena pasang surut air laut
T L | 30
SNTE-2012 ISBN: 978-602-97832-0-9

mencapai 240.000 MW, namun belum ada instalasi
yang terpasang.[1]

Prinsip sederhana pemanfaatan energi pasang surut
adalah memakai energi kinetik untuk memutar turbin
yang selanjutnya menggerakan generator untuk
menghasikan listrik adalah seperti gambar 1 berikut.[2]


Gambar 1. Pemanfaatan energi pasang surut.


Persamaan untuk menghitung energi adalah :
=
dengan : E =Energi yang dibangkitkan per siklus
H =Selisih tinggi permukaan antara pasang
surut
V =Volume waduk
Persamaan untuk menghitung daya listrik adalah :
P =f Q H
dengan : P =daya listrik dalam kW
Q =debit air (m
3
H =tinggi pasang surut terbesar (m)
)
F =faktor efisiernsi 0,7 0,8 [3]

2. Metode Penelitian
Metode penelitian adalah metode survey untuk data
pasang surut dan metode eksperimental untuk
pengujian putaran turbin dan tegangan listrik. Data
lokasi penelitian dibuat melalui pengukuran alat GPS
dan dianalisis dengankomputer yang menghasilkan
peta lokasi penelitian. Data pasang surut diambil
melalui pengamatan dengan memasang bak ukur
selama 15 hari, kemudian dimasukkan dalam program
komputer untuk memperoleh tabel perhitungan dari
nilai pasang tertinggi dan terendah.


3. Hasil dan Pembahasan
Hasil pengukuran dan analisis data pasang surut di
lokasi penelitian (Muara sungai
Mangatasik)menunjukkan bahwa nilai pasang tertinggi
sebesar 207,678 cm dan terendah adalah 19,207 cm.
Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara dengan
penduduk sekitar, air yang mengalir pada sungai
Mangatasik bersifat kontinu artinya tidak pernah
mengalami kekeringan.
Dari analisis data diatas dan melalui pengukuran lebar
muara 60,46 m dan jarak dam dengan bibir pantai
29,31 m, maka pada muara sungai tersebut dapat
dibangun pembangkit listrik pasang surut.
Rancangan dam menggunakan sistem Kaison dengan
memasang buis beton yang diisi sirtu padat dan ditutup
dengan campuran beton. Panjang dam 60,46 meter
dengan 2 buah pintu air yang dilengkapi dengan
pelimpahan banjir. Pintu air menggunakan sistem putar
untuk menutup dan membuka pintu. (Gambar 2).



Gambar 2. Rancangan dam


Rancangan turbin air dipakai turbin model Propeller
tipe undershot yang sesuai dengan beda tinggi yang
rendah dan debit air yang sedikit. Untuk material turbin
menggunakan bahan dari Fiberglass atau baja tahan
karat karena air yang digunakan untuk memutar turbin
adalah campuran air laut dan air tawar.
Hasil perhitungan jumlah energi berdasarkan
rancangan dam adalah 85,56 kJ oule dan daya listrik
adalah 30,38 kW untuk luas waduk 1800 m
2
Untuk pelaksanaan ujicoba pembangkit listrik dibuat
prototipe dam menggunakan kayu dan papan dua lapis
yang diisi dengan karung plastik berisi pasir dan
dilengkapi dengan 2 pintu air, dimana pada pintu
. Hasil
analisis jumlah energi dan daya listrik yang didapat
cukup memenuhi kebutuhan daya listrik di lokasi
tersebut baik bagi pengusaha ataupun bila ada
masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi.
T L | 31
ISBN: 978-602-97832-0-9 SNTE-2012

keluar dipasang turbin air yang memutar
generator.(gambar 3).

Gambar 3. Prototype dam


Prototipe turbin untuk uji coba dibuat dari pelat baja
seperti gambar 4 berikut.


Gambar 4. Prototype turbin


Dudukan turbin terbuat balok kayu. Turbin air yang
dibuat dilengkapi dengan pulley dan belt untuk
dihubungkan dengan generator.Dalam ujicoba
dilakukan pengukuran putaran turbin dan generator
serta pengukuran tegangan dan daya listrik.
Pengukuran putaran turbin adalah 15 rpm dan putaran
generator adalah 355 rpm. Hasil pengukuran tegangan
adalah 15 volt. Tegangan yang dihasilkan rendah
karena generator yang digunakan putarannya 1500
rpm. Prototipe pembangkit untuk ujicoba seperti
gambar 5 berikut.

Gambar 5. Prototipe pembangkit


Dengan dibangunnya pembangkit listrik pasang surut
dapat memberikan energi listrik bagi beberapa
pengusaha yang ada di sekitar lokasi tersebut seperti
PT Minahasa Lagoon yang bergerak dibidang diving
dan cottage. J uga ada pengusaha restoran di sekitar
lokasi yang selama ini menggunakan Genset sebagai
pembangkit listrik untuk memperoleh penerangan dan
kebutuhan listrik lainnya. Sebagai informasi bahwa
lokasi itu merupakan salah satu tempat wisata dari
masyarakat Sulawesi Utara dan sekitarnya untuk
tamasya dan mandi dipantai.

4. Kesimpulan
1). Indonesia merupakan negara kepulauan di daerah
khatulistiwa yang dikelilingi oleh sejumlah lautan
dengan potensi sumberdaya energi kelautan cukup
besar termasuk di Sulawesi Utara dapat dibangun
pembangkit listrik pasang surut, berdasarkan data
pasang surut hasil pengukuran, yaitu pasang tertinggi
sebesar 207,678 cm dan terendah 19,207 cm.
2). Energi pasang surut dapat dimanfaatkan dengan
membangun waduk dengan kanal outlet/inlet yang
dilengkapi dengan turbin dan generator pembangkit
listrik. Waduk dikosongkan atau diisi dalam waktu satu
atau kurang dari satu jamuntuk mengantisipasi usainya
saat puncak pasang atau puncak surut.
3). Pembangunan waduk pembangkit listrik tenaga
pasang surut seluas 1800 m
2
4). Prototipe pembangkit listrik hasil ujicoba dapat
dibangun dan digunakan oleh masyarakat di daerah
pesisir pantai ataupun pulau-pulau terpencil dan pulau
di daerah perbatasan untuk dapat mempunyai
pembangkit listrik sendiri, karena sudah dapat
menghasilkan daya listrik sekitar 2 5 kWatt untuk
di muara sungai
Mangatasiksebagai lokasi penelitian, dapat
menghasilkan energi sebesar 85,5 6 kiloJ oule tiap
terjadi pasang surut dan daya listrik sebesar 30,38 kW.
T L | 32
SNTE-2012 ISBN: 978-602-97832-0-9

penggunaan tenaga listrik antara 4 sampai 10 rumah
tangga.
5). Keuntungan menggunakan pembangkit listrik
energi pasang surut antara lain karena energi ini tidak
pernah habis, tidak menimbulkan polusi, mudah untuk
mengkonversi energi listrik dari energi mekanik pada
ombak (pasang surut), memiliki intensitas energi
kinetik yang besar dibandingkan dengan energi
terbarukan yang lain, dan tidak perlu perancangan
struktur yang kekuatannya berlebihan.

5. Daftar Acuan

[1]. Pemanfaatan Energi Pasang Surut.
http://www.alpensteel.com/article/pengembangan-
energi-terbarukan-dan-konversi.html
[2]. Thicon Gunawan, Pemanfaatan Energi Laut 2 :
Pasang Surut.
http://majarimagazine.com/2008/01/energi-laut-2-
pasang-surut/
[3]. Kadir, Abdul, 1995, Energi, UI-PRESS, Edisi
kedua, J akarta.
[4]. Jurnal Sains dan teknologi Indonesia, V5.N5,
Agustus 2003,hal 85-93/Humas,BPPT/ANY
[5]. http://oseanografi.blogspot.com/2005/07/pasang-
surut-laut.htm
[6]. http://id.wikipedia.org/wiki/Pasang_surut


Lampiran Peta lokasi penelitian, foto pengukuran















Gambar 6. Peta Lokasi penelitian


Gambar 7. Foto pengukuran dengan GPS




Gambar 8. Foto pengukuran pasang surut



T L | 33

ISBN: 978-602-97832-0-9 SNTE-2012

BASELINE ENERGY USE BASED RESIDENTIAL LIGHTING LOAD CURVE
ESTIMATION: A CASE OF SURABAYA

Yusak Tanoto
1
, Murtiyanto Santoso
2
dan Emmy Hosea
3


1, 2, 3. Electrical Engineering Department, Faculty of Industrial Technology, Petra Christian
University
J l. Siwalankerto 121-131,P Building 3rd Floor, Surabaya 60236, Indonesia

1

1. Introduction

Lighting system is one of important household
appliances which significantly contributed toward
monthly households energy expenditure. Establishment
of residential lighting load curve is therefore prominent
as the curve will be useful for any further analysis.
Nevertheless, it is difficult to develop residential
lighting load curve when the residential energy
consumption is measured using conventional metering
device. A study of baseline residential lighting energy
use was conducted by Tribwell and Lerman [1]. A
survey was carried out to establish actual on-hours for
all lights in a sample of 161 residences in Northwest,
US. The information was used to establish cost-effective
lighting to be implemented in the residential sector.

E-mail: tanyusak@petra.ac.id


Abstract

Residential lighting is one of important appliances that, in total, consume large amount of electricity. Establishment of
residential lighting load curve is therefore prominent as the curve will be useful for any further analysis. Nevertheless, it
is difficult to develop residential lighting load curve when the residential energy consumption is measured using
conventional metering or other power monitoring device. This paper presents estimation of residential lighting load
curve using Baseline Energy Use method. A survey has been conducted to collect relevant data of lighting utilization in
Surabaya. Important findings from the survey include determination of number of each lamp type, average number of
lamps per household, total number of lamps in households, and average daily operating hours. Considering a 96.2%
share of ownership which consist of incandescent, fluorescent, and compact fluorescent lamp, it is found from the
analysis that the lighting peak load is occured at 7 PM with average wattage per household of 100.1 W. Meanwhile,
residential sectors lighting peak load is reached 76.3 MW. In addition, no coincidence found when the lighting load
curve compared to the adjusted system loading curve.


Keywords: Baseline Energy Use, Residential Lighting, Lighting Load Curve, lamp utilization.


This paper is focused on the development of lighting
load curve through the utilization of Baseline Energy
Use (BEU) method. Initially obtained from the lamp
utilization survey, the load curve is constructed as an
estimation to help the decision maker in analyzing
possible policy related with the residential power sector
management. This paper is organized as follows; the
method used in the study is presented in the next section,
results and discussion is followed subsequently, and
finally conclusion is presented.


2. Methods

In order to obtain the BEU for lamp utilization, two
broad stages are conducted in this research. Firstly, a
survey of lamp utilization is carried out to obtain types
of lamps used in the household, accordingly with their
wattage. Selected study area and boundary participant
are initially defined. In addition, number of households
to be surveyed is followed to the minimum sample
requirement providing the predetermined margin of
error is 5% with confidence level of 95%. In this
research, the required sample size (SS) is determined as:

T L | 34
SNTE-2012 ISBN: 978-602-97832-0-9


( )( )
2
2
1
c
p p Z
SS

= (1)

where Z is Z value (e.g. 1.96 for 95% confidence level);
p is percentage picking a choice, expressed as decimal
(0.5 used for sample size needed); and c is confidence
interval, expressed as decimal. For finite population,
providing the predetermined population size (pop),
corrected SS can be determined as:


pop
SS
SS
SS corrected
1
1

+
= (2)

Another quick way to determine the required sample
size is by using the sample size table, which is available
online as shown in [2]. In this study, three types of
lamps, i.e. Incandescent Lamp (IL), Fuorescent Lamp or
Tubular Lamp (TL), and Compact Fluorescent Lamp
(CFL) are considered to be asked regarding to their
utilization in the questionnaire. As shown in Figure 1
below, the questionnaire template is adopted from [3].



Figure 1. Questionnaire template to obtain daily lamp
utilization in the residential sector.


The BEU for households lamp utilization can then be
obtained by conducting four essential assessment after
the lamp utilization data have been gathered. The
following baseline, such as the number of lamps of each
lamp type in the surveyed households, average number
of lamps per household, estimation of total number of
lamps in all households, and average daily operating
hour of each lamp, will then be revealed according to
the followings [3]. Number of lamps of each lamp type
are obtained by conducting survey. The survey
participants are asked to fill up the questionnaire as
shown in Fig. 1. The variety of IL, TL , and CFL are
obtained from this stage. Furthermore, the result of this
initial assessment will be used to determine other data
of the following three assessment and other useful
characteristic of lighting utilization, such as diversity
factor (DF) and coincidence factor (CF).

Average number of lamps per household (ALH) is
calculated based on the ratio between number of
specific lamp type (SLT) having certain rated watt
which is obtained form the survey and number of survey
participants or here is sample size (SS), as:


SS
SLT
ALH = (3)

Total number of lamps in all households is then
estimated based on the number of specific lamp type
(SLT), sample size (SS), and number of electrified
households or here is considered as population size
(pop) as:


( ) pop SS
SLT
ETLH

= (4)

Average daily operating hours (ADH) is determined
based on total number of operating hour of the lamp
type in the surveyed households (TNHL), and total
number of lamp type in the surveyed households (TNL)
as [4]:


TNL
TNHL
ADH = (5)


3. Results and Discussion

As described in earlier section, number of household to
be surveyed is determined based on Equation (1) and (2).
Therefore, a total number of required sample is 384
respondents which is equivalent to the same number of
household, considering 762,248 households in Surabaya.
The questionnaire is then distibuted randomly to all
Surabaya areas, consisting of West, East, South, North,
and Central. Composition of questionnaire distribution
for lamp utilization survey in Surabaya is presented in
the following figure.



Figure 2. Questionnaire distribution for lamp utilization
survey in Surabaya


Form Fig. 2, we can see that the South Surabaya area
has the largest respondents with 137 households
West; 64;
17%
Center;
34; 9%
South;
137; 36%
East;
110; 28%
North;
39; 10%
T L | 35

ISBN: 978-602-97832-0-9 SNTE-2012

representing 36% of total number of participant whereas
the Central area has the least participants with only 34
househilds, accounted for only 9% of the total number
of participant. Using Equation (3) to (4), baseline
energy use for lighting utilization in Surabaya is
obtained for three types of lamp, as presented in the
following table.

Table 1. Lamp Utilization Characteristics in Residential
Sector: A Case of Surabaya

A B C D E F
5 W IL 66 0.17 131,011 1.7 4.1
10 W IL 50 0.13 99,251 1.3 7.4
15 W IL 25 0.07 49,626 0.6 7.5
20 W IL 14 0.04 27,790 0.4 7.1
25 W IL 10 0.03 19,850 0.3 7.8
40 W IL 23 0.06 45,655 0.6 3.9
10 W TL 146 0.38 289,813 3.7 7.0
15 W TL 141 0.37 279,888 3.5 6.2
18 W TL 24 0.06 47,641 0.6 4.4
20 W TL 130 0.34 258,053 3.3 8.6
25 W TL 31 0.08 61,536 0.8 7.3
36 W TL 29 0.08 57,566 0.7 8.7
40 W TL 62 0.16 123,071 1.6 11
5 W CFL 90 0.23 178,652 2.3 6.1
7 W CFL 106 0.28 210,412 2.7 6.5
8 W CFL 273 0.71 541,911 6.8 4.0
9 W CFL 89 0.23 176,667 2.2 6.2
10 W CFL 239 0.62 474,420 6.0 6.9
11 W CFL 254 0.66 504,195 6.4 4.2
12 W CFL 129 0.34 256,068 3.2 4.1
13 W CFL 48 0.13 95,281 1.2 8.1
14 W CFL 153 0.40 303,708 3.8 3.2
15 W CFL 562 1.46 1,115,582 14.1 4.9
18 W CFL 663 1.73 1,316,069 16.6 6.0
20 W CFL 227 0.59 450,600 5.7 6.0
23 W CFL 165 0.43 327,528 4.1 8.5
24 W CFL 24 0.06 47,641 0.6 7.1
25 W CFL 29 0.08 57,566 0.7 4.0
28 W CFL 28 0.07 55,581 0.7 7.2
30 W CFL 14 0.04 27,790 0.4 7.6
A =Type of lamp with its certain rated wattage
B =Number of specific lamp type obtained fromsurvey
C =Average number of lamps per household
D =Total number of lamps in all households (estimation)
E =Share of certain type of lamp toward total estimated
lamp (in percentage)
F =Average daily operating hours


As seen in Table 1, the lamp share of ownership in
terms of three types of lamp in Surabaya is obtained as
follows: CFL having the largest share of ownership with
77.4% followed with TL with 14.1% and IL with the
least share of 4.7%, aggregated for 96.2%. Please be
noted that only lamp type having ten or more in quantity
calculated during the survey are taken into account. It
also shown that the CFL 18 W is the most widely used
in the household sector, accounted for 16.6% whereas
IL 25 W is least use with only 0.3% in share. It also
found that 14 W CFL having the shortest daily usage
with only 3.2 hours contrast to 40 W TL with 11 hours.
Fig. 2 to 4 depict the calculated average daily operating
hours for three lamp types with its various power rating.




Figure 3. Average daily operating hours: Compact
Fluorescent Lamp (Survey 2012)




Figure 4. Average daily operating hours: Incandescent
Lamp (Survey 2012)




Figure 5. Average daily operating hours: Fluorescent
Lamp or Tubular Lamp (Survey 2012)


0
5
10
5 W
CFL
8 W
CFL
10 W
CFL
12 W
CFL
14 W
CFL
18 W
CFL
23 W
CFL
25 W
CFL
30 W
CFL
8.1
8.5
7.1 7.2
7.6
H
o
u
r
Hour/day
0
5
10
5 W
IL
10 W
IL
15 W
IL
20 W
IL
25 W
IL
40 W
IL
7.4 7.5
7.1
7.8
H
o
u
r
Hour/day
0
5
10
10
W TL
15
W TL
18
W TL
20
W TL
25
W TL
36
W TL
40
W TL
8.6 8.7 11
H
o
u
r
Hour/day
T L | 36
SNTE-2012 ISBN: 978-602-97832-0-9



Figure 6. Estimation of typical lighting load curve per
household in Surabaya



Figure 7. Estimation of typical lighting load curve for
residential sector in Surabaya


Fig. 6 and 7 depict estimation of typical lighting load
curve per household and for residential sector in
Surabaya, respectively, taken into account 96.2% in
lamp share of ownership. The curve is constructed
based on each lamp power rating and their hourly usage.
The peak load of lamp power consumption per
household is estimated occured at 7 PM with 100.1 W.
Data consisting all lamps power rating together with
their total hourly usage as gathered in Fig. 1 are
tabulated to obtain hourly total lamp power (W). In Fig
6, divided the hourly total power into total number of
participant, the average hourly lamp power consumption
per household can be determined. Similarly, multiplying
average hourly lamp power consumption per household
with total number of electrified households, we can
obtain the estimates lighting load curve for residential
sector in Surabaya, as depicted in Fig. 7. The peak load
for residential lighting load in Surabaya istimated
occured at 7 PM with 76.3 MW.




Figure 8. Adjusted average system load curve for
Surabaya distribution area (PT. PLN APD
Jatim, June September 2011, modified)


This study also considers developing the system load
curve for Surabaya to observe coincidence between
lighting load and system load. The 2011 original system
load curve for Surabaya distribution area was collected
from PT. PLN APD J atim [5]. The system load curve
data during J une September 2011 was considered to
be observed for the purpose of month similarity with the
survey activity which was held during J une September
2012. This study uses assumption that no significant
changes have been made during one year, particularly
regarding to the lamp utilization in the residential sector.

Average value of peak load during J une September
2011 was obtained from the original data. However, due
to large area of PLNs Surabaya Distribution System,
we have decided to reduce the coverage area by
removing several transformers supplying into those
areas, including those supplies industrial clusters. As
seen on Fig. 8, the adjusted system load for Surabaya
Distribution System during J une September 2011
shows its peak load at 3 PM with 543.4 MW.
Meanwhile, the average power consumption at 7 PM
was slightly lower than that with 525.7 MW. This
means the lighting load curve is not coincidence with
the system load at 7 PM, although the loading for
several areas such as Rungkut Industrial estate, Waru,
and West Surabaya are excluded. The system load is
started to increase at 8 AM when most of industry began
its operation. Commercial office followed at 9 AM, and
shopping center started at 10 AM. In fact, the residential
sector also contributed for the cooling load from the
utilization of air conditioning system, which in turn
increases the hourly power demand.


4. Conclusion

In this paper, baseline energy use method is applied for
estimating lighting load curve in residential sector. The
selected study area is Surabaya. Primary data are
100.1
0.0
50.0
100.0
150.0
1 3 5 7 9 11131517192123
A
v
e
r
a
g
e

W
a
t
t
a
g
e

(
W
a
t
t
)
Hour
76.3
0
10
20
30
40
50
60
70
80
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23
P
o
w
e
r

(
M
W
)
Hour
543.4
525.7
200.0
300.0
400.0
500.0
600.0
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 P
o
w
e
r

(
M
W
)
Hour
T L | 37

ISBN: 978-602-97832-0-9 SNTE-2012

collected from the survey. From the analyses, we found
that residential lighting peak load occured at 7 PM with
76.3 MW. Another finding is that residential lighting
load curve has no coincidence with the system loading
curve. In fact, Surabaya is the second largest city in
Indonesia after J akarta where its system load curve is
also influenced by indusrial and commercial activities
beside residential load. Also, lighting is only part of
whole residential appliances. It can be concluded that
the system load curve of Surabaya has a narrower valley
than that in lighting load curve. From having such
lighting as well as system curve, there will be
opportunities to influence the loading curve for the
purpose of energy efficiency and conservation, for
example through loading management.



Acknowledgement

This paper is presented as part of research activity
conducted under Contract No.07/SP2H/PP/LPPM-
UKP/II/2012 based on the scheme Penelitian Hibah
Bersaing 2012. Therefore, the authors would like to
convey their gratitude to the Ministry of Education and
Culture, Directorate of Higher Education for providing
research grant through such scheme.

Reference

[1] L.S. Tribwell, D.I. Lerman, Baseline Residential
Lighting Energy Use
Study, http://eec.ucdavis.edu/ACEEE/1994-
96/1996/VOL03/153.PDF, 1996.
[2] The Research Advisors, Sample Size Table,
Franklin, MA., 2012. http://research-
advisors.com/tools/SampleSize.htm
[3] M. Rumbayan, M.Eng Thesis, Asian Institute of
Technology, Thailand, 2001.
[4] A.P. Gautam, M.Eng Thesis, Asian Institute of
Technology, Thailand, 1997.
[5] PT. PLN (Persero) APD J atim, Kurva Beban
Harian Area Dsitribusi Surabaya, 2011.













T L | 38

SNTE-2012 ISBN: 978-602-
97832-0-9

RANCANG BANGUN SISTEM PENGAMAN MOTOR LISTRIK
DENGAN BANTUAN PLC

Fatahula
1
, Iksan Kamil
2


1,2
1. Pendahuluan
J urusan Teknik Elektro Politeknik Negeri J akarta Kampus UI Depok 16425


Abstrak

Proteksi terhadap motor listrik terdiri atas proteksi untuk hubung singkat dan terhadap beban lebih,
gangguan yang terjadi pada motor listrik tidak hanya itu, dapat berupa kondisi ketidak seimbangan arus
pada masing-masing kumparan motor, kenaikan suhu pada bearing motor dan juga yang lainya, untuk
kondisi hubung singkat menggunakan MCB-MCCB dan untuk kondisi beban lebih menggunakan relay
arus lebih OCR. dalam penelitian ini telah dibuat dan dirancang perangkat proteksi menyeluruh untuk
motor listrik dengan bantuan PLC sebagai perangkat pendeteksi dan perangkat eksekutor, output dari PLC
akan mengerjakan relay kontaktor sebagai perangkat penghubung ke motor listrik. Sebagai instrument
pendeteksi untuk kondisi hubung singkat, beban lebih dan ketidak seimbangan arus, kami digunakan
empat buah trafo arus (CT), tiga trafo arus untuk masing-masing fasa dan satu trafo arus untuk system tiga
fasanya, untuk kondisi kenaikan suhu bearing motor kita menggunakan sensor temperatur (RTD PT-100),
semua instrument sensor tersebut akan di hubungkan pada analog input PLC Siemens LOGO yang telah di
program

Abstract

Protection for electric motors consist of protection for short circuit current and protection for overload,
failures of the electric motors not only them, that can be unbalancing current condition, bearing overheating
and the others. for short circuit condition protection used magnetic circuit breaker and for overload
condition are used over current relay (OCR). In this research we have been designed device for full motor
protection using Programmable Logic Controller (PLC) Siemens LOGO series as to executor devices and
sensing devices. Output from PLC will be execution of contactor relay as to connected device to electric
motor. As the sensing instrument for condition of short circuit, overload and unbalancing current we use
four current transformer (CT), three CT for each phase and one CT for three phase system, for bearing
overheating condition we using sensor of temperature (RTD PT-100), the all of sensing instrument will be
connect to input analog from PLC Siemens LOGO at was program to software system.

Keyword: Motor, Protection and PLC




Pada umumnya alat pengaman yang dipakai untuk
mengamankan motor-motor listrik adalah relay arus
lebih over current relay OCR, dalam kenyataan nya
relay ini tidak mampu untuk mengamankan motor-
motor listrik terhadap jenis gangguan yang lain
seperti: unbalancing current yaitu terjadinya ketidak
seimbangan arus yang mengalir pada masing-masing
fasa yang diakibatkan adanya perbedaan impedansi
pada masing-masing kumparan motor listrik,
gangguan lain yang sering terjadi pada motor-motor
listrik adalah adanya arus bocor (earth leakage current)
yang terjadi karena arus pada bodi motor yang mengalir
ke system grounding, dan juga kenaikan temperatur pada
bearing motor yang diakibatkan oleh system pelumasan
yang tidak sempurna, oleh sebab itu kami mencoba
membuat system proteksi yang meyeluruh untuk motor
listrik sehingga untuk semua jenis gangguan tersebut
T L | 39

ISBN: 978-602-97832-0-9 SNTE-2012

cukup diproteksi oleh satu alat pemutus dengan
bantuan satu unit PLC Siemens logo.
Untuk gangguan over current, unbalancing
current dan earth leakage current perubahan nilai arus
akan akan diketahui melalui unit trafo arus CT dan
nilai CT tersebut akan di inputkan ke PLC melalui
analog input PLC, setiap perubahan nilai arus yang
diakibatkan oleh ketiga jenis gangguan tersebut akan
terbaca pada input analog PLC yang sudah di setting
dan di program untuk mengeksekusi peralatan
pemutus (breaker) untuk mengamankan motor. Untuk
gangguan yang disebabkan oleh karena kenaikan
temperature bearing kami membuat simulasi dengan
sensor suhu PT-100 yang di panaskan dari suhu 20
o
C
sampai pada suhu tertentu sebagai suhu maximum
yang izinkan untuk suhu bearing, dalam kondisi ril
dilapangan maximum suhu bearing yang diizinkan
adalah 60
o
Dalam penelitian ini kami memilih PLC Siemens
LOGO serie-5 karena PLC type ini memiliki fasilitas
input analog yang bisa di set secara langsung pada
input PLC sehingga memudahkan kami untuk
melakukan setting nilai parameter yang di inginkan.
Kalau menggunakan PLC dengan input digital disini
kita akan membutuhkan perangkat tambahan yang
mengkonversi nilai analog menjadi digital.
C, dari output sensor suhu PT-100 ini akan
di masukankan ke input analog PLC.

2. Metode Penelitian

Sistem yang dirancang diharapkan dapat
mengamankan semua jenis gangguan pada motor
listrik, disini kami membatasi pada empat jenis
gangguan yaitu: over current, unbalancing current,
leakage current dan over temperature bearing karena
jenis gangguan ini yang paling sering terjadi, namun
sistem ini bisa dikembangkan untuk jenis gangguan
lain seperti: vibrasi yang terlalu tinggi pada motor,
keausan bantalan kopling dan juga gangguan lainya
dengan catatan kita bisa menentukan nilai dan
parameter untuk gangguan tersebut.
Metode penelitian disusun sebagai berikut :
Perancangan Modul Simulasi
1. Membuat rangkaian untuk men-simulasi adanya
gangguan yakni untuk kondisi Overcurrent,
Unbalancecurrent and Leakcurrent Current
seperti pada gambar 1
M
LOGO
start stop
Pt100
AI1
AI2
AI3
AI4
AI5 PT100
I1
I2
out1
R
S
T
N
test
false
current
test
unbal.
current
8W 60W
Gambar 1 : Rangkaian simulasi gangguan (Over-
Unbalance-Leak) Current


M
LOGO
start stop
Pt100
AI1
AI2
AI3
AI4
AI5 PT100
I1
I2
out1
R
S
T
N
Motor- protection

Gambar 2 : Rangkaian simulasi gangguan Bearing Over
Heat

2. Pada kondisi over current yang berasal dari motor
compressor disiapkan terminal 3 fasa dan masing-
masing penghantar fasanya dilewatkan pada current
transformer CT dan nilai tersebut akan terbaca pada
input PLC, sebelum mencapai tekanan 5 bar motor
tidak trip, nilai arus kurang dari 2,7 A.pada saat
motor dijalankan terus sampai mencapai tekanan
diatas 5 bar, system akan trip karena input PLC di
T L | 40

SNTE-2012 ISBN: 978-602-97832-0-9

set pada nilai 2,75 A. pada nilai inilah PLC akan
bekerja untuk mengeksekusi pemutus/breaker.
3. Pada kondisi unbalancing current, yakni ketidak
seimbangan arus yang mengalir pada masing-
masing fasa yang diakibatkan adanya perbedaan
impedansi pada masing-masing kumparan motor
listrik, disini kami melakukan simulasi dengan
memberi beban tambahan berupa lampu 60 watt
pada pada salah satu fasanya, sehingga ketiga
fasanya mengalami ketidak seimbangan arus,
kondisi inilah yang membuat system akan trip
4. untuk leakage current, sama halnya denga kondisi
unbalancing current kami melakukan simulasi
dengan memberi beban tambahan pada salah satu
fasanya berupa lampu 8 watt. Pada kondisi arus
bocor, nilai arus pada ketiga fasanya akan
berbeda tergantung fasa yang mana yang
mengalami kebocoran tanah karena sebagian arus
pada fasa tersebut akan mengalir ketanah.
5. Pada kondisi gangguan yang disebabkan kenaikan
temperatur pada bearing motor, digunakan sensor
suhu PT-100 yang dipanaskan pada suhu 20
o
C
sampai pada suhu maximum untuk suhu bearing
yang di ijinkan (60
o
6. Pengambilan data dan analisa data.
C), nilai 60 ini menjadi set
poin untuk input analog PLC.
Mengukur karakteristik dari trafo arus dan
menggambarkan diagram kalibrasi daya fungsi
arus P=P( I ), ini dilakukan untuk jenis gangguan
over current, unbalancing current dan leakage
current.
Untuk over temperarur bearing, mengukur
karakteristik dan menggambarkan diagram
kalibrasi resistansi fungsi temperature R=R(T)
pada sensor temperature PT-100 dengan cara
memanaskan batang element sensor temperatu
pada suhu mulai dari 20
o
C sampai lebih dari
60
o
Set input analog PLC pada pada nilai aktual
artinya nilai arus dan nilai suhu yang merupakan
kondisi normal dan nilai fault sistem ( set poin
sebagai nilai gangguan).
C.


3. Hasil dan Pembahasan
System yang kami buat ini dirancang untuk dapat
melindungi motor listrk dari semua jenis gangguan
yaitu:
1. Over current, yang disebabkan oleh terjadinya
over load dimana motor diberi beban yang
melampaui kapasitas motor tersebut
2. Unbalancing current yaitu terjadinya ketidak
seimbangan arus yang mengalir pada masing-
masing fasa yang diakibatkan adanya perbedaan
impedansi pada masing-masing kumparan motor
listrik
3. Earth leakage current yaitu terjadinya kebocoran
arus pada system dan juga pada bodi motor yang
mengalir ke system grounding
4. Bearing over temperature yaitu kenaikan temperatur
pada bearing motor yang diakibatkan oleh system
pelumasan yang tidak sempurna

Over current Protection
Untuk gangguan yang disebabkan karena terjadinya
over current, disini kami menggunakan motor
compressor 5 bar, dan motor akan dijalankan terus
sampai diatas 5 bar sehingga terjadi overload dan
mengakibatkan arus lebih pada motor. Arus nominal In =
2,7 A. Setting input analog PLC adalah 2,75 A. untuk
percobaan ini kami jalankan prosedur sebagai berikut :
Membuat diagram pengawatan untuk over current
protection, seperti pada gambar (lampiran-1)
Membuat rancangan ladder diagram untuk program
PLC seperti pada ladder diagram (lampiran-2)
Membuat block Diagram (lampiran-3)
Operasikan Perangkat PLC Siemens LOGO dengan
menekan tombol tekan S1 dan S2
Dari program yang telah dibuat, output Q1 dari akan
secara langsung ON dan mengoperasikan K1
sehingga motor compressor sudah mendapat power,
Dari program yang telah dibuat, lampu indikator L1
akan ON pada saat terjadi over current
Hubungkan motor compressor dengan socket 3 fase
yang telah tersedia dimana pada system tersebut
sudah dilengkapi dengan 3 buah tarfo arus CT (CT-
2, CT-3 dan CT-4) ketiga trafo arus ini akan akan
mendeteksi nilai arus pada masing-masing fasa
Nilai pembacaan pada CT-2, CT-3 dan CT-4 akan di
inputkan ke perangkat AM2, yang merupakan
perangkat input analog PLC Siemens LOGO,
dimana sebelumnya program kita sudah setting
untuk nilai 2,75 sebagai nilai setting parameter trip
Pada kondisi nilai setting parameter tercapai, maka
output Q1 dari PLC Siemens LOGO akan OFF
sehingga motor compressor OFF karena bekerjanya
relay kontaktor K1
Display LOGO akan memberikan indikasi penyebab
tripnya motor (pada display tertulis Over Current )
Langkah selanjutnya kita melakukan reset program,
karena system tidak bisa dioperasikan kembali
sebelum kita melakukan reset dengan menekan
tombol ESC kemudian OK
System akan kembali pada kondisi standby (ready)
dan siap untuk opersi berikutnya

Unbalance Current Protection
T L | 41

ISBN: 978-602-97832-0-9 SNTE-2012

Ketidak seimbangan arus pada motor listrik
biasanya terjadi karena perbedaan nilai impedansi
pada masing-masing kumparan, sehingga arus yang
mengalir pada masing-masing kumparan akan terjadi
perbedaan, untuk proteksi terhadap ketidak
seimbangan arus pada motor kami merancang system
sebagai berikut:
Rancangan system seperti pada lampiran 1-2-3
Dari program yang telah dibuat, output Q1 dari
akan secara langsung ON dan mengoperasikan
K1 sehingga motor sudah mendapat power
Disinin kita menggunakan motor induksi 3 fasa
1,8 kW hubungan delta, dimana salah satu
fasanya dihubungkan dengan 2 buah beban lampu
L2 dan L3 dengan tujuan untuk menghasilkan
ketidak seimbangan arus pada salah satu fasanya
Pada kondisi awal sebelum salah satu fasanya
dihubungkan dengan lampu, arus yang mengalir
pada ketiga fasa motor yang terbaca oleh CT2,
CT3 dan CT4 adalah seimbang (balance)
Pada saat tombol tekan S4 ON maka kondisi
unbalance current terjadi, disini terjadi kenaikan
arus yang terbaca oleh CT3 karena adanya beban
L3 dan L4
Dari program yang telah dibuat untuk setting
parameter CT3 adalah 3,5 sehingga apabila
setting parameter tercapai maka output Q1 akan
ON dengan demikian motor akan OFF karena
bekerjanya K1
Display LOGO akan memberikan indikasi
penyebab tripnya motor (pada display tertulis
Unbalance Current )
Sebelum melakukan reset program kita harus
OFF kan Switch unbalance S4
Langkah selanjutnya kita melakukan reset
program, karena system tidak bisa dioperasikan
kembali sebelum kita melakukan reset dengan
menekan tombol ESC kemudian OK
System akan kembali pada kondisi standby
(ready) dan siap untuk opersi berikutnya

Leakge Current Protection
Untuk proteksi terhadap ke bocoran arus
pada motor dalam hal ini adanya arus yang mengalir
pada system grounding kami merancang system
sebagai berikut:
Rancangan system seperti pada lampiran 1-2-3
Dari program yang telah dibuat, output Q1 dari
akan secara langsung ON dan mengoperasikan
K1 sehingga motor sudah mendapat power
Disinin kami tetap menggunakan motor induksi 3
fasa 1,8 kW hubungan delta
Untuk mengindikasikan terjadinya kebocoran
arus kami hubungkan salah satu fasanya dengan
netral pada sebuah beban lampu L2 yang dilewatkan
pada salah satu trafo arus CT2
Pada saat saklar S3 ditekan maka CT2 disamping
membaca arus motor fasa L1, juga membaca arus
yang mengalir kebeban lampu sehingga nilai
pembacaan pada CT2 akan menjadi besar, pada
kondisi awal arus yang terbaca oleh CT1 =0 karena
arus pada ketiga fasa seimbang. Kondisi ketidak
seimbangan terjadi pada saat CT2 membaca arus
yang mengalir ke beban lampu L2
CT1 dihubungkan dengan rangkaian pembanding
arus fasa, sehingga apabila terjadi perbedaan nilai
arus pada salah satu fasa, maka output rangkaian
pembanding fasa akan memberikan perintah pada
pada PLC untuk bekerja dan memutuskan rangkaian,
prinsip kerja system hampir sama dengan Earth
Leakage Circuit Breaker (ELCB) dimana prinsip
kerja ELCB adalah menggunakan prisip differential
yakni membandingkan antara arus fasa dengan arus
netral, jika terjadi perbedaan antara arus fasa dengan
arus nertal maka cinci teroidal akan menghasilkan
induksi medan magnet yang natinya akan membuat
ELCB bekerja, perbedaan dengan sistem yang kami
buat adalah arus defferntial terbaca oleh rangkaian
pembanding tegangan yang difungsikan sebagai
input PLC
Display LOGO akan memberikan indikasi penyebab
tripnya motor (pada display tertulis Leak Current )
Sebelum melakukan reset program kita harus OFF
kan Switch leak S3
Langkah selanjutnya kita melakukan reset program,
karena system tidak bisa dioperasikan kembali
sebelum kita melakukan reset dengan menekan
tombol ESC kemudian OK
System akan kembali pada kondisi standby (ready)
dan siap untuk opersi berikutnya

Bearing Over Heat Protection
Untuk proteksi terhadap kenaikan temperature pada
bearing motor kami merancang system sebagai berikut:
Rancangan system seperti pada lampiran 1-2-3
Pada percobaan ini kami menggunakan sensor suhu
thermocouple RTD PT100 sebagai instrumen
pendeteksi suhu bearing motor
RTD PT100 dicelupkan kedalam air panas yang
dipanaskan dengan menggunakan heater, probe
thermocouple cicelupkan kedalam media bagian
dari probe
Apabila setting parameter tercapai suhu mencapai
60
o
Display LOGO akan memberikan indikasi penyebab
tripnya motor (pada display tertulis Over Heat )
C sesuai setting program yang dibuat, maka
output Q1 akan ON dan membuka relay kontaktor
K1 sehingga motor akan OFF dan lampu indicator
L1 akan ON
T L | 42

SNTE-2012 ISBN: 978-602-97832-0-9

Langkah selanjutnya kita melakukan reset
program, karena system tidak bisa dioperasikan
kembali sebelum kita melakukan reset dengan
menekan tombol ESC kemudian OK
System akan kembali pada kondisi standby
(ready) dan siap untuk opersi berikutnya

4. Kesimpulan

1. Dengan bantuan PLC Siemens LOGO system
dirancang untuk melindungi motor listrik
terhadap gangguan yang disebabkan oleh : Over
current, Unbalance current, Leakage current dan
Bearing overheating, PLC dalam hal ini berperan
sebagai instrument pendeteksi dan juga eksekutor
terhadap berbagai jenis gangguan tersebut
2. System proteksi bisa di set untuk lebih sensitif
terhadap arus gangguan, yakni dengan membuat
set poin yang mendekati nilai nominal beban
motor listrik, misalkan untuk arus nominal motor
2,7 ampere, kita dapat membuat seting input
analog PLC 2,75 atau sama dengan arus nominal
3. Untuk proteksi terhadap bearing overheat,
sebenarnya merupakan proteksi yang terpisah
secara elektric, tapi dalam hal ini bisa disatukan
menjadi sistem proteksi motor yang menyeluruh
(full motor protection)


DAFTAR PUSTAKA
[1] Fitzgerald,A.E, Power Electronics Circuit
Devices and Application, Prentice Hall, 2003
[2] Stephen L. Hermann, Walter Alerich, Industrial
Motor Control, Delmar Publisher, 1995
[3] Roberth L. McIntyre, Rex Losee, Industrial
Motor Control Fundamental, Mc Graw Hill,
edisi ke-3, 2001
[4] Chee Mun Ong, Dynamic Simulation of electric
Machinery Using MatLab/Simulink, Prentice
Hall, 1998
[5] M. Budiyanto, A. Wijaya, Pengenalan Dasar-
Dasar PLC, Gaya Media, 2003
[6] Siemens, Manual Book LOGO Series-5, edisi
02/2005






























T L | 43

ISBN: 978-602-97832-0-9 SNTE-2012

EFISIENSI ENERGI LISTRIK MENGGUNAKAN CAPASITOR PADA
JARINGAN INSTALASI LISTRIK

Imam Halimi
1
dan EntisSutisna

2


1,2. J urusan Teknik Elektro, Politeknik Negeri J akarta, Kampus UI, Depok, 16425, Indonesia




Abstrak

Capasitor Bank sebagai salahsatu alat penghemat konsumsi energi listrik telah banyak digunakan pada instalasi listrik
bangunan industri maupun perkantoran.Politeknik Negeri J akarta selaku konsumen listrik PLN menggunakan 2 (dua)
buah trafo distribusi dengan kapasitas masing-masing 500kVA, sehingga daya total sambungan sebesar 1000kVA atau
1 MVA. Pada jaringan instalasi listriknya sampai saat ini belum menggunakan Capasitor Bank.Penelitian yang
dilakukan untuk mengetahui tingkat efisiensi pemakaian energi listrik pada jaringan instalasi listrik Politeknik Negeri
J akarta jika menggunakan Capasitor Bank. Dari hasil pengujian dan analisa data didapatkan bahwa Capasitor Bank
dapat menghemat konsumsi energi listrik pada jaringan instalasi listrik PNJ sebesar 2.8% sampai dengan 44%
tergantung jenis beban listrik yang digunakan pada instalasi listrik tersebut.


Abstract

Electrical Energy Efficiency onElectrical Installation Network using Capacitor.Capacitor bank as one of the
electrical energy consumption-saving devices has been widely used in the electrical installation industry as well as
office buildings. Politeknik Negeri J akarta (PNJ ) as electricity consumers using 2 (two) distribution transformers with a
capacity of 500kVA respectively, so that the total power connection for 1000KVA or 1 MVA. At the installation of the
electrical network has yet to use the Capacitor Bank. Research carried out to determine the level of efficiency of
electrical energy consumption in the PNJ network electrical installations if using capacitor bank. From the results of the
testing and analysis of the data found that the capacitor bank can save electrical energy consumption in network power
installations PNJ 2.8% up to 44% depending on the type of electrical loads used in electrical installations.

Kata kunci : Capasitor Bank, Jaringan Instalasi Listrik, Efisiensi Energi Listrik.


1. Pendahuluan

Krisis energi listrik saat ini dampaknya sangat dirasakan
oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Akibatnya
banyak aktivitas masyarakat jadi terhambat akibat
adanya pemadaman listrik secara bergilir yang
dilakukan oleh penyedia layanan listrik. Hal ini tentu
sangat merugikan masyarakat selaku pengguna jaringan
listrik.

Untuk tidak memperparah kondisi tersebut diatas, upaya
yang dilakukan oleh pemerintah antara lain dengan
menganjurkan masyarakat agar dapat berhemat dalam
penggunaan energi listrik. Dengan hemat energi listrik,
masyarakat juga memperoleh keuntungan dari sisi
finansial karena tagihan rekening listrik bulanan akan
berkurang.

Politeknik Negeri J akarta selaku konsumen listrik PLN
menggunakan 2 (dua) buah trafo distribusi dengan
kapasitas masing-masing 500kVA, sehingga daya total
sambungan sebesar 1000kVA atau 1 MVA.Beban yang
terpasang pada trafo tersebut mayoritas adalah beban-
beban tipe induktif seperti AC pendingin, motor-motor
listrik yang ada di workshop, lampu TL dengan ballast
induktif serta beban-beban induktif lainnya.

Beban induktif tersebut memiliki nilai Faktor Daya
yang rendah (dibawah 0.8) sehingga mengkonsumsi
arus listrik yang lebih tinggi saat beroperasi. Dengan
konsumsi arus listrik yang tinggi akan memperbesar
T L | 44
SNTE-2012 ISBN: 978-602-97832-0-9

pemakaian energi listrik sehingga biaya yang harus
dibayar ke PLN juga lebih tinggi. Dan dari sisi peralatan
listrik, nilai faktor daya yang rendah juga berdampak
mengurangi masa pakai peralatan sehingga rentan
terhadap gangguan listrik yang dapat menyebabkan
kebakaran.

Penelitian yang akan dilakukan bertujuan menggali
lebih dalam tentang Capasitor Bank sebagai penghemat
energi listrik melalui percobaan dan pengujian untuk
mengetahui seberapa besar tingkat efisiensinya dalam
menaikkan nilai Faktor Daya yang berdampak pada
penghematan konsumsi energi listrik pada instalasi
listrik Politeknik Negeri J akarta, dengan harapan dapat
memberikan kontribusi yang berguna bagi lembaga.

2. Tinjauan Pustaka

Faktor Daya Rendah
Faktor-faktor daya yang rendah dihasilkan oleh
peralatan listrik seperti motor induksi, terutama pada
beban-beban rendah, unit-unit ballast dari lampu TL
yang memerlukan arus magnetisasi reaktif untuk
geraknya.Alat-alat las busur listrik juga mempunyai
faktor daya yang rendah. Medan magnet dari alat-alat
seperti ini memerlukan yang tidak melakukan kerja
yang bermanfaat dan tidak mengakibatkan panas atau
daya mekanis, tetapi yang diperlukan hanyalah untuk
membangkitkan medan.Walaupun arus dikembalikan ke
sumber jika medan turun mendadak, perlu penambahan
penampang kabel dan instalasi untuk membawa arus ini.






Gambar 1. Electro Motor

Sebagian besar instalasi memiliki beban dengan nilai
faktor daya rendah karena beban-beban ini pada
umumnya bersifat induktif, seperti misalnya motor
listrik, transformator, dan rangkaian ballast pada lampu
TL, dimana dalam kondisi induktif ini, gelombang arus
akan tertinggal dari gelombang tegangannya.

Sebuah Kapasitor memiliki efek yang berlawanan
dengan sebuah Induktor yaitu arus mendahului
tegangan. Oleh karena karakteristiknya ini, penambahan
kapasitor pada suatu rangkaian induktif akan dapat
berakibat perbaikan faktor daya sistem.

Arus beban I
L
terbentuk dari dua komponen masing-
masing komponen arus sefasa I dan komponen arus
kuadratur I
Q
. Faktor daya dapat diperbaiki hingga
mencapai faktor daya sama dengan satu, jika arus
kapasitor I
C
adalah sama besar dan berlawanan arus
dengan arus reaktif I
Q
a. Diperlukan kabel dan peralatan hubung bagi yang
lebih besar untuk mensuplai beban yang sama.
dari beban induktif.

Arus reaktif atau komponen kuadratur merupakan arus
yang berfungsi untuk membangkitkan medan magnet
dalam suatu rangkaian induktif.

Dampak Faktor Daya Rendah
Faktor daya yang rendah dianggap sebagai sebuah
kerugian karena untuk beban yang sama akan menarik
arus yang lebih besar, demikian sebaliknya.

Pihak penyedia daya listrik (PLN) pada umumnya
sangat tidak menghendaki pelanggan listriknya
beroperasi pada faktor daya yang rendah berdasarkan
alasan berikut :
b. Arus yang lebih besar akan berakibat pada semakin
tingginya rugi-rugi tembaga dalam kabel transmisi
dan transformator.
c. Arus yang lebih besar akan berakibat pada semakin
tingginya rugi tegangan pada kabel yang digunakan.
d. Diperlukan penggunaan kabel yang lebih besar pada
sisi pelanggan untuk menyalurkan arus yang lebih
besar kepada beban-beban yang memiliki faktor daya
rendah.

Solusi Faktor Daya Rendah
Faktor daya rendah atau buruk dapat diperbaiki dengan
menghubungkan sebuah Kapasitor pada salahsatu
tempat yaitu pada masing-masing peralatan atau pada
jaringan utama listrik pelanggan.

J ika digunakan kapasitor individu untuk masing-masing
peralatan biasanya dipilih jenis kapasitor dengan bahan
dielektrik kertas. Kapasitor jenis ini banyak digunakan
untuk memperbaiki faktor daya beban lampu-lampu TL.

J ika digunakan Kapasitor Bank untuk memperbaiki
faktor daya seluruh instalasi maka digunakan kapasitor
dengan bahan dielektrik kertas yang direndam dalam
tangki minyak, mirip dengan sebuah transformator,
yang dihubungkan pada busbar utama instalasi melalui
kabel-kabel yang terisolasi dan terlindungi secara
mekanis.

Capasitor Bank
Capasitor Bank merupakan sebuah alat dengan prinsip
menaikkan nilai faktor daya listrik dalam jaringan
instalasi listrik.Dengan naiknya faktor daya listrik, maka
akan menurunkan nilai arus beban listrik sehinga pada
akhirnya akan menurunkan pemakaian energi listrik
secara keseluruhan. Hal ini tentu akan berdampak pada
turunnya biaya pemakaian energi listrik yang harus
dibayar oleh pelanggan listrik.Pada dasarnya alat
tersebut terdiri dari kumpulan beberapa buah Capasitor
T L | 45

ISBN: 978-602-97832-0-9 SNTE-2012

yang dirangkai secara seri parallel, dan dipasang secara
langsung pada jaringan utama instalasi listrik sisi
sekunder trafo distribusi 20kV/380V.











Gambar 2. Capasitor Bank

Fungsi lainnya dari pemasangan Capasitor Bank pada
jaringan instalasi listrik juga dapat menghindari :
1. kelebihan beban alias overload
2. voltage drop pada line ends
3. kenaikan arus/ suhu pada kabel sehingga mengurangi
rugi-rugi

3. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini menggunakan metode sebagai
berikut :
1. Studi lapangan
Melakukan survei pada jaringan instalasi listrik
Politeknik Negeri J akarta. Survey dilakukan untuk
mencari data-data awal sebagai bahan masukan
penelitian
2. Perancangan Simulasi Percobaan
Perancangan adalah menentukan model percobaan serta
mengidentifikasi antara lain komponen-komponen yang
akan diperlukan dalam percobaan.
3. Survei Komponen
Melakukan pengecekan apakah komponen-komponen
yang akan digunakan dalam pengujian percobaan
tersedia di pasaran serta harga komponen-komponen
tersebut.
4. Realisasi Simulasi Percobaan
Adalah merealisasikan rancangan melalui percobaan.
Dari percobaan yang dilakukan diharapkan akan
mendapatkan data-data penting yang diinginkan.
5. Pendataan Hasil Percobaan
Adalah mengumpulkan dan mencatat data-data yang
diperoleh saat melakukan percobaan pengukuran. Data-
data ini nantinya akan ditampilkan dalam bentuk tabel.
Data yang diambil adalah data perubahan nilai arus,
factor daya dan konsumsi daya pada jaringan instalasi.
Data-data yang didapat nantinya akan menjadi bahan
masukan untuk diproses/analisa.
6. Analisa Data Percobaan
Data yang diperoleh dari hasil percobaan diolah dan
dianalisa dikaitkan dengan teori pada tinjauan pustaka.
Dalam analisa ini akan memberikan kejelasan tentang
pengaruh pemakaian Capasitor Bank sebagai upaya
efisiensi konsumsi energi listrik pada jaringan instalasi
listrik PNJ .
7. Rekomendasi Hasil Penelitian
Membuat suatu ringkasan akhir yang mengacu dari data
hasil pengukuran dan data hasil olahan/analisa, dan pada
akhirnya dapat memberikan masukan atau rekomendasi
terbaik kepada Politeknik Negeri Jakarta tentang
standar nilai ideal dari Capasitor Bank jika ingin
diaplikasikan pada jaringan instalasi listrik PNJ .
8. Seminar dan Laporan Akhir
Membuat makalah untuk seminar tentang hasil yang
telah dicapai dan membuat laporan akhir hasil penelitian
dengan mencantumkan data-data hasil pengujian serta
kesimpulanyang didapat.

4. Hasil dan Pembahasan
Pengujian
Berikut adalah gambar pengujian yang dilakukan :


Gambar 4. Skematik Pengujian

Data Hasil Pengujian
Berdasarkan pengujian yang dilakukan didapatkan hasil
sebagai berikut
Tabel 1.Hasil Pengujian Tanpa Capasitor Bank

Tabel 2.Hasil Pengujian Dengan Capasitor Bank





No.

BEBAN

TEGANGAN

ARUS

COS Phi
1. Lampu TL
2x36W/220V

215V

0,35A

0.96
2. Lampu SL
4x18W/220V

215V

0,35A

0.95
3. Motor Listrik
1x250W/220V

215V

1,19A

0.97


No.

BEBAN

TEGANGAN

ARUS

COS Phi
1. Lampu TL
2x36W/220V

215V

0,63A

0.53
2. Lampu SL
4x18W/220V

215V

0,36A

0.92
3. Lampu Pijar
2x75W/220V

215V

0,69A

1
4. Motor Listrik
1x250W/220V

215V

1,51A

0.77

T L | 46
SNTE-2012 ISBN: 978-602-97832-0-9






Tabel 3.Data Hasil Pembahasan


5. Kesimpulan

Berdasarkan data hasil pengujian dapat disimpulkan
antara lain :
1. Penggunaan Capasitor Bank pada instalasi listrik
mampu menurunkan pemakaian energi listrik
sebesar 2.8% - 44%.
2. Capasitor Bank sangat tepat dan bermanfaat untuk
digunakan pada instalasi listrik jika beban listriknya
cenderung lebih bersifat induktif, misalkan motor-
motor listrik dan lampu TL dengan ballast induktif.


Daftar Acuan

Paper dalam jurnal
[1] Badan Standarisasi Nasional, 2000, Persyaratan
Umum Instalasi Listrik (PUIL 2000), Yayasan
PUIL Indonesia, J akarta.
[2] Barry Wollard, 2000, Electronic Practice, Printice
Hall, New J ersey.
[3] Michael Neidle,1999, Electrical Installation
Technology , Printice hall, New J ersey.
[4] Soejana Sapiie Oshamu Nishino, 1982,
Pengukuran dan Alat-alat Ukur Listrik, Pradnya
Paramita, J akarta.
[5] Trevor Linsley, 2004, Instalasi Listrik Tingkat
Lanjut, Erlangga J akarta.
[6] TS. Soelaiman, 1998, Mesin Tak Serempak Dalam
Praktek, Pradnya Paramita, J akarta.



No
.

BEBAN

EFISIENSI


%
ARUS
LIST
RIK
ENERGI
LISTRIK
1. Lampu TL
2x36W/220V

0.28 A

60.2WH

44 %
2. Lampu SL
4x18W/220V

0.01 A

2.15WH

2.8 %
3. Lampu Pijar
2x75W/220V

0 A

0 WH

0 %
4. Motor Listrik
1x250W/220
V

0.31 A

66.65 WH

20.5 %

T I | 1
ISBN: 978-602-97832-0-9 SNTE-2012

RANCANGAN SISTEM INFORMASI PERPUSTAKAAN BERBASIS WEB
(STUDI KASUS STIKOM DINAMIKA BANGSA JAMBI)

Hetty Rohayani. AH
1
, Herti Yani
Email:
2

1, 2
J urusan Sistem Informasi, STIKOM Dinamika Bangsa, J l. J end. Sudirman Thehok J ambi

hetty_mna@yahoo.com
1
adeherti@yahoo.com
2


Abstrak

Sistem yang mendukung kegiatan perpustakaan pada perpustakaan STIKOM Dinamika Bangsa dalam penggunaannya
masih kurang efisien. Selain itu perpustakaan ini juga belum memiliki sistem pencarian buku online untuk keperluan
anggota. Para anggota perpustakaan berasal dari mahasiswa, dosen dan karyawan. Hal ini menyebabkan perpustakaan
membutuhkan suatu sistem perpustakaan yang mampu diakses dimanapun dan kapan saja. Sistem informasi perpustakaan
ini dikembangkan dengan menggunakan PHP dan MySQL. Program yang dibuat meliputi proses sirkulasi dan pencarian
koleksi online. Selain itu, dibuat juga usulan buku untuk anggota yang memungkinkan anggota untuk dapat memberi
pengusulan koleksi buku. Dengan sistem perpustakaan yang baru ini anggota dan pengguna dapat mengakses informasi
tentang perpustakaan tanpa harus berkunjung langsung ke perpustakaan.


Abstract

The system that supported library activity at STIKOM DB library in its used still not efficient. Except that, STIKOMs
library also have not online yet books seaching system for member. Necessary librarys members come from high
students, lectures, employees. This is make library need a library system that can access by everywhere and wherever.
This library information system developed by using PHP and MySQL. This program envolve sirculation process and
online collection surfing. Excepthat, also made book propose for possible member getting in giving book collection
propose. With this new library system, a member an user can access information about library without must directly visit
to library. Keyword : Information System, Library, Web.
Kata kunci: Sistem Informasi, Perpustakaan, Web



I. Pendahuluan

Perpustakaan sebagai salah satu pusat pengetahuan
tidak lepas dari fungsinya untuk menyediakan sarana
informasi dan ilmu pengetahuan. Kecepatan dan
ketepatan dalam mengatasi berbagai masalah yang
selama ini menjadi penghambat layanan perpustakaan
dapat teratasi dengan menjadikan informasi dan
teknologi sebagai bagian dari pengolahan dan
pengembangan perpustakaan. Perpustakaan STIKOM
Dinamika Bangsa merupakan tempat peminjaman buku
bagi mahasiswa. Sebagai salah satu tempat peminjaman
buku, perpustakaan ini telah meningkat pesat dari tahun
ke tahun hingga dan juga kunjungan mahasiswa tiap
tahunnya terus bertambah. Tingkat pelayanan dan
informasi mengenai perpustakaan dirasakan masih
kurang karena hanya berdasarkan kunjungan langsung
keperpustakaan, hal ini berakibat pada kurang
efisiennya waktu dalam pencarian buku, selain itu juga
pencarian buku secara langsung dirak buku
perpustakaan menyebabkan resiko kerusakan buku
menjadi besar, oleh karena diperlukan didukung adanya
layanan secara online dalam upaya memberikan
kemudahan dalam pelayanan yang lebih baik kepada
para anggotanya, maka perlu dibuat sistem yang
diharapkan dapat mempermudah dan meningkatkan
pelayanannya melalui internet. Salah satu pelayanan
dalam memberikan informasi yang berkualitas kepada
mahasiswa sekaligus memberikan pelayanan jarak jauh
melalui web.

II. METODOLOGI

Untuk menyelsesaikan penelitian penulis mengunaakan
tahapan penelitian seperti terlihat pada gambar 1


T I | 2
SNTE-2012 ISBN: 978-602-97832-0-9



















Gambar 1. Metodologi


III. HASIL

A. Diagram Konteks
Diagram konteks perpustakaan dalam proses
pengolahan data, adapun bentuk dan konteks diagram
pengolahan data dalam memberikan informasi
perpustakaan kepada anggota dan masyarakat melalui
internet, adalah sebagai berikut :














Gambar 2. Diagram Konteks

B. Rancangan State Transtion Diagram (STD)
State Transtition Diagram (STD) adalah gambaran
dari program, logika program yang digambarkan dalam
bentuk simbol simbol yang telah standar.Gambaran
STD Sistem Perpustakaan adalah sebagai berikut :

Gambar 3. State Transtition Diagram (STD)

C. Rancangan Flowchart I nput Buku
Flowchart input buku perpustakaan

Gambar 4. Flowchart Input Buku

D. Rancangan Layar Halaman Utama
Rancangan gambar ini merupakan rancangan layar
halaman utama, yaitu halaman pertama yang akan
tampil ketika website dibuka.
Pengumpulan Data
Studi Literatur
Analisis Data
Perancangan
Pengujian
Implementasi
T I | 3
ISBN: 978-602-97832-0-9 SNTE-2012


Gambar 5. Rancangan Layar Halaman Utama

D. Layar Halaman Utama
Gambar ini merupakan rancangan layar halaman utama,
yaitu halaman pertama yang akan tampil ketika website
dibuka.

Gambar 6. Layar Halaman Utama


IV. KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diambil dari analisa dan
perancangan yang telah dibahas pada bab-bab
sebelumnya adalah sebagai berikut :
1. Sistem perpustakaan pada saat ini telah
terkomputerisasi, tetapi belum terkoneksi melalui
internet, sehingga penyampaian informasi tentang
perpustakaan tidak bisa langsung diketahui oleh
pengunjung maupun anggota.
2. Sistem perpustakaan yang penulis bangun saat ini
dapat mendukung sistem kerja perpustakaan dalam
hal pelayanan terhadap anggota yang semakin
tahun semakin meningkat.
3. Sistem perpustakaan yang berbasis web ini
memberikan kemudahan dalam pencarian koleksi
buku buku terbaru sehingga mengurangi resiko
kerusakan buku dan juga dapat memberikan
informasi langsung tentang kegiatan kegiatan
yang ada di perpustakaan STIKOM Dinamika
Bangsa dan memungkinkan penggunanya
mengakses informasi ini kapan dan dimana saja.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Abdul Kadir, Dasar Pemrograman WEB Dinamis
Menggunakan PHP. Yogyakarta : Andi Offset,
2003.
[2] Adi Nugroho., Analisis dan Perancangan Sistem
Informasi dengan Metodologi Berorientasi Objek.
Bandung : Informatika. 2005
[3] Ahmad Bustami., Cara Mudah Belajar Internet,
Homesite dan HTML. J akarta : Dinastindo, 1999
[4] Arief Ramadhan, Seri Pembelajaran Komputer
Internet dan Aplikasinya. J akarta : Elek Media
Komputindo, 2005
[5] Budi Sutedjo Perencanaan dan Pembangunan
Sistem Informasi. Yogyakarta : Andi, 2002.
. [6] Husni Iskandar, Pengantar Perancangan Sistem.
J akarta : Erlangga, 1997
[7] Mei Lenawati, Mahir dalam 7 hari Macromedia
Dreamweaver 8 dengan PHP. Yogyakarta : Andi,
2006..
[8] Riyeke Ustadiyanto, Framework e-Commerce,
Yogyakarta : Andi, 2002.

T I | 4
SNTE-2012 ISBN: 978-602-97832-0-9
SEGMENTASI MORFOLOGI
UNTUK MENGKUANTIFIKASI HASIL PEMERIKSAAN PAP SMEAR
DALAM MENDETEKSI KANKER SERVIKS

Suprapto
1
dan Kenty Wantri Anita

2

1. Teknik Informatika, PTIIK Universitas Brawijaya, Malang.
2. Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang.

E-mail: prapro_te@ ub.ac.id


Abstrak

Saat ini metode skrining yang digunakan untuk deteksi dini kanker serviks antara lain dengan pemeriksaan Pap Smear,
dan Inspeksi Visual Asam Asetat ( IVA). J ika dari pemeriksaan diindikasikan adanya lesi prakanker serviks, maka
pasien disarankan melakukan periksaan kolposkopi biopsi, karena pemerikasaan histopatologi menjadi gold standard
dalam mendiagnosa penyakit kanker. Pemeriksaan tes Pap Smear memberikan beberapa keuntungan: dapat dilakukan
dengan cepat dan dapat memberikan hasil positif. Keganasan dapat terdiagnosis meskipun masih dalam stadium insitu,
namun juga ada kekurangannya yaitu : hanya dapat untuk mendeteksi lesi yang letaknya di permukaan mukosa (untuk
Pap Smear) masih perlu dikonfirmasi dengan biopsi. Identifikasi kemungkinan adanya sebagai sel kanker pada
pemeriksaan Pap Smear ditandai dengan adanya : bentuk sel bulat lonjong dengan berbagai ukuran, inti sel cenderung
lebih besar, inti diskariotik, hiperkromatik dan kromatin kasar. Dari hasil pengujian perbandingan antara sitoplasma
dengan inti sel pada sampel pemeriksaan Pap Smear dengan katagori normal mendapatkan angka cenderung tetap yaitu
dengan nilai rata-rata 32,5.


Abstract

Morphological Segmentation for Quantifying of Pap Smear Test to Detect Cervical Cancer.Currently used
screening method for the early detection of cervical cancer with a Pap smear others, and Visual Inspection Acetic Acid
(VIA). If the inspection indicated the existence of cervical precancerous lesions, the patients are advised to do a biopsy
and colposcopy examination HPV test, because histopathologic examination to be the gold standard in the diagnosis of
cancer. Pap Smear test provides several advantages: it can be done quickly and can give positive results. Malignancies
can be diagnosed while still in situ stage, but there are also drawbacks, namely: only able to detect lesions that are
located on the surface of the mucosa) still need to be confirmed by biopsy. Identify the possibility of the cancer cells in
the Pap smear is characterized by: the shape round oval cells with different sizes, cell nuclei tend to be larger, core
diskariotik, hiperkromatik and coarse chromatin. From the results of comparison testing between the cytoplasm to the
nucleus of cells in samples Pap smear with a normal category get a number that is likely to stick with an average value
of 32.5.

Keyword : Pap Smear, Digital Image Processing, ca cervix.



1. Pendahuluan

CA Cancer Journal for Clinicians menyebutkan
sebanyak 1.596.670 kasus kanker baru dan 571.950
kematian akibat kanker yang diproyeksikan terjadi di
Amerika Serikat pada 2011. Sementara WHO dan Bank
Dunia pada tahun 2005 sudah memperkirakan, bahkan
jika tidak dikendalikan, diperkirakan 26 juta orang di
dunia akan menderita kanker dan 17 juta di antaranya
meninggal karena kanker pada tahun 2030[6].
Kebanyakan kanker serviks merupakan karsinoma sel
skuamosa, yang timbul dalam skuamosa sel epitel yang
melapisi leher rahim. Infeksi HPV (Human
Papillomavirus) merupakan penyebab munculnya
kanker serviks. Ada lebih dari 150 jenis HPV yang
diakui. Dari jumlah ini, 15 jenis diklasifikasikan sebagai
jenis yang berresiko tinggi yaitu jenis : 16, 18 31, 33,
T I | 5
ISBN: 978-602-97832-0-9 SNTE-2012

35, 39, 45, 51, 52, 56, 58, 59, 68, 73, dan 82. J enis 16
dan 18 umumnya diakui yang menyebabkan sekitar
70% kasus kanker serviks.
Dengan Tes DNA HPV, maka akan dapat mengetahui
DNA virus tersebut termasuk kelompok beberapa jenis
yang bereisiko tinggi atau tidak. Sehingga hal ini dapat
mendeteksi adanya infeksi virus sebelum menjadi
kelainan sel. Beberapa negara maju telah menyetujui
pelaksanaan tes DNA HPV sebagai tindak lanjut
pengujian jika ditemukan kelainan sel pada tes Pap
Smear. Di negara berkembang pemeriksaan DNA ini
belum dilakukan karena masih terlalu mahal.

Saat ini ada beberapa metode skrining yang digunakan
untuk mendeteksi secara dini kanker serviks antara lain
dengan Tes Pap Smear, Kolposkopi , Tes HPV dan
Inspeksi Visual Asam asetat ( IVA). Untuk deteksi
dini yang paling murah yaitu dengan Inspeksi Visual
Asam asetat ( IVA). Metode ini dilaksanakan dengan
mengusap serviks dengan kapas yang telah
dicelupkan ke dalam asam asetat 3%. Adanya
tampilan bercak putih setelah pulasan asam
asetat dimungkinkan akibat lesi prakanker serviks.
J ika dari pemeriksaan diindikasikan adanya lesi
prakanker serviks, maka pasien disarankan melakukan
periksaan kolposkopi biopsi, karena pemerikasaan
histopatologi menjadi gold standard dalam mendiagnosa
penyakit kanker.[2]

Ada beberapa model pelaporan hasil pemeriksaan Pap
Smear yaitu : Sistem PAPANICOLAOU, system NIS,
system Displasia KIS dan system Bethesda. Klasifikasi
pemeriksaan berdasarkan Sistem PAPANICOLAOU
yaitu : kelas I : tidak ada sel atipik/abnormal, kelas II :
sitologi abnormal tapi tak ada bukti keganasan, kelas
III : sitologi sel atipik meragukan keganasan, kelas IV :
sitologi mencurigakan keganasan.dan kelas V : sitologi
ganas. Sedangkan klasifikasi pemeriksaan berdasarkan
Sistem Bethesda yaitu : kelas I : batas Normal, kelas II :
Perubahan seluler jinak, kelas III : low-grade squamous
intraepithelial lesion (LSIL) , kelas IV : highgrade
squamous intraepithelial lesion (HSIL) dan kelas V :
squamous cell carcinoma (SCC).

Selama ini laporan hasil pemeriksaan tes Pap Smear
tidak sampai memunculkan kuantifikasi sel-sel yang
terlihat pada pemeriksaan. Dengan pengolaahan citra
digital hal ini dengan mudah dapat dilakukan. Perangkat
lunak untuk menganalisi sel berbasis segmentasi
morfologi saat ini dapat digunakan untuk
mengidentifikasi dan mendeteksi sel kanker. Proses
morfologi berupa dilasi dan erosi atau kombinasi
keduanya (opening dan closing) terbukti dapat
memecahkan permasalahan pengolahan citra yang tidak
dapat dipecahkan dengan filtering maupun
transformasi.[5]

2. Metodologi

Secara garis besar proses analisis citra Pap Smear terdiri
dari : pemrosesan awal citra, segmentasi, ektraksi ciri,
anlisis dan seleksi ciri, dan aplikasi diagnosa. Blok
diagram proses ditunjukan pada Gambar 1. Citra
masukan diperoleh dari mikroscope yang dilengkapi
camera olypus DP71. Hasil capture citra kemudia
dilakuan proses perbaikan citra dan penhilangan noise.



Gambar 1. Blok diagram proses sistem


Selanjutnya dilakukan proses segmentasi citra. Awal
proses segmentasi dilakukan proses morfologi-opening
yang tujuannya menghilangkan noise. Untuk
memisahkan objek berdasarkan warna, maka dilakukan
clustering. Hasil dari proses clustering akan diperoleh
luasan yang mewakili luasan inti sel, membran sel, sel
darah, parasit latarbelakang/ background dan sel
penyebab infeksi (jamur, bakteri, parasit dan virus).
Pada saat segmentasi inilah banyak ditemukan
permasalahan, misalanya citra yang tidak. Permasalahan
ini dapat disebabkan karena beberapa faktor antara lain
masalah pada proses pengecatan.

Langkah selanjutnya yaitu melakukan region growing
untuk mendapatkan posisi inti sel, luasan inti sel dan
luasan sitoplasma, serta dengan deteksi tepi untuk
mengetahui pola tepi objek (baik pola inti sel maupun
pola tepi membran sel). Proses segmentasi ditunjukan
pada Gambar 2.

Langkah berikutnya yang melakukan proses analysis
dan seleksi ciri. Proses ini bertujuan untuk menyeleksi
T I | 6
SNTE-2012 ISBN: 978-602-97832-0-9
ciri-ciri yang diperoleh dari tahap sebelumnya yang
benar-benar mewakili ciri-ciri sel epitel serviks dengan
berbagai macam perubahan yang mengarah pada
ketidaknormalan sel. Langkah terakhir yaitu membuat
diagnosa berdasarkan analisis ciri-ciri yang telah
dilakukan.





Gambar 2. Prosessegmentasi


3. Pembahasan

Dari 80 sampel citra yang terdiri dari 25 sampel
menunjukan diagnosa normal 25 sampel dengan
diagnosa terdapat sel tidak normal Radang non spesifik
namun tidak ditemukan sel ganas, 13 sampel dengan
katagori diagnose ditemukan sel-sel yang menragukan
ganas, 2 sampel dengan katagori diagnose ditemukan
sel-sel yang mencurigakan ganas dan 15 sampel dengan
katagori diagnose ditemukan sel-sel ganas.

Pada Tabel 1 ditunjukan kuantifikasi sel hasil tes Pap
dengan katagori Normal untuk beberapa sampel. Pada
sel normal perbandingan antara luasan sitoplasma dan
inti sel rata-rata 32,5. Gambar 3 memperlihatkan hasil
segmentasi inti sel pada pemeriksaan Pap Smear dengan
katagori Normal.

Terlihat pada Gambar 3 bahwa pada sel normal luasan
sitoplasma jauh lebih besar dibandingkan luasan inti sel.
Namun demikian bukan berarti mengolah citra hasil
pemeriksaan Pap Smear dengan katagori normal akan
cukup mudah. Untuk mengetahui luasan setiap sel
secara pasti akan terkendala oleh kepadatan sel dan
adanya sebagian luasan sitoplasama sel tertentu akan
menumpuk luasan sitoplasma sel lain. Permasalahan
lain yaitu batas tepi dari sel yang cenderung transparan.
Dengan selisih warna sitoplasma dengan background
semakin tipis, maka penentuan batas warna sitoplasma
dengan background akan mementukan keberhasilan
proses clustering.

Tabel 1. Kuantifikasiselhasiltes Pap dengankatagori
Normal

S
a
m
p
l
e

J
u
m
l
a
h
s
e
l

t
e
r
i
d
e
n

Luasan Rata-rata
(pixel)
S/N
IntiSel Sitoplasma
1 5 362 12156 33,58
2 7 387 12324 31,845
3 8 374 11056 29,56
4 6 368 12301 33,43
5 7 376 11979 31,86
6 6 386 13010 33,70
7 8 379 11529 30,42
8 7 366 13142 35,91
Rata-rata 375 12187 32,5


Pada Table 2 ditunjukan kuantifikasi sel hasil tes Pap
dengan katagori abnormal, mulai dari kelas 1 sampai
kelas 5. Tanda-tanda keganasan terlihat pada
perbandingan antara luasan sitoplasma dan inti sel yang
semakin kecil.




Gambar 3 Segmentasi inti sel pada pemeriksaan Pap
Smear dengan katagori Normal



T I | 7
ISBN: 978-602-97832-0-9 SNTE-2012



Tabel 2. Kuantifikasiselhasiltes Pap dengankatagori
Abnormal

S
a
m
p
e
l

J
u
m
l
a
h
s
e
l

a
b
n
o
r
m
l
t
e
r
i
d
e
n
t
i
f
i
k
a
s
i

Luasan Rata-
rata
Sel abnormal
(pxl)
S/N
K
a
t
a
g
o
r
i

IntiS
el
Sitopla
sma
1 2 568 10214 17,98 Kls 2
2 2 497 9247 18,61 Kls 2
3 1 504 10210 20,26 Kls 2
4 3 925 11503 12,44 Kls 3
5 2 873 9979 11,43 Kls 3
6 3 868 11010 12,68 Kls 3
7 4 1879 9721 5,17 Kls 4
8 5 1665 8714 5,23 Kls 4
9 4 1766 9417 5,33 Kls 4
10 6 1925 2159 1,12 Kls 5
11 6 1762 2418 1,37 Kls 5
12 5 1656 2397 1,45 Kls 5



Gambar 4 Citra Pap Smear dengan katagori Ca Cervix



Gambar 5 Citra Pap Smear dengan katagori Ca Cervix
setelah dideteksi tepi
4. Kesimpulan

1. Kemungkinan adanya sebagai sel kanker yang
ditandai dengan : Bentuk sel bulat lonjong dengan
berbagai ukuran, Inti Sel Cenderung lebih besar, Inti
diskariotik, hiperkromatik dan kromatin kasar.
2. Dengan diawali proses morfologi, maka proses
segmentasi untuk mendapatkan luasan inti sel dan
luasan sitoplasma menjadi lebih mudah.
3. Perbandingan antara sitoplasma dengan inti sel pada
sampel hasil pemeriksaan dengan katagori normal
mendapatkan angka cenderung tetap yaitu dengan
rata-rata 32,5.
4. Tanda-tanda keganasan terlihat pada perbandingan
antara luasan sitoplasma dan inti sel yang semakin
kecil. Pada sampel dengan katagori ca cervix luasan
inti sel semakin mendekati luasan sitoplasma.

5. Saran.

Untuk mengidentifikasi sel yang tertutup sel radang
yang padat, harus ditambahkan proses segmentasi
dengan metode yang morfologi yang bervariasi. Hal ini
dilakukan untuk mencegah kesalahan identifikasi.

6. Ucapan Terimakasih.

Ucapan Terima Kasih Kepada :
1. Bagian Proyek Peningkatan Kualitas Sumberdaya
Manusia sebagai pemberi dana penelitian, Direktorat
J enderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan Tahun Anggaran 2012.
2. Lembaga Penelitian Universitas Brawijaya.
3. Laboratorium Komputer dan Komputasi, PTIIK
Univesitas Brawijaya.
4. Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas
Kedokteran Univesitas Brawijaya.

7. Daftar Pustaka.

[1] Gonzalez, Rafael C., and Woods, Richard E., 2007,
Digital Image Processing, Addison-Wesley
Publishing Company, Inc. Gonzalez, Rafael C., and
Woods, Richard E., 2001, Digital Image Processing,
Addison-Wesley Publishing Company, Inc.
[2] J ulisar Lestadi, 1998, Penuntun Diagnostik Praktis
Sitologi Ginekologik Apusan PAP, Lab. Patologi
Anatomi RSPAD Gatot Subroto, J akarta.
[3] J ian Ling, Urs Wiederkehr, 2008 , Application of
Flow Cytometry for Biomarker-Based Cervical
Cancer Cells Detection, Diagnostic Cytopathology,
Vol 36, No 2 Wiley-Liss, Inc.
[4] Suprapto, 2002, Perancangan dan pembuatan sistem
pengenalan pola berbasis jaringan syaraf tiruan
T I | 8
SNTE-2012 ISBN: 978-602-97832-0-9
probabilistik puntuk mengenali obejek bergerak ,
Laporan Penelitian Dosen Muda.
[5] Shengyong Chen,1 Mingzhu Zhao, 2012, Recent
Advances in Morphological Cell Image
Analysis,Computational and Mathematical Methods
in Medicine Volume 2012, Hindawi Publishing
Corporation Article ID 101536, 10 pages
[6] World Health Organization. 2009. "WHO Disease
and injury country estimates".
http://www.who.int/healthinfo/global_burden_disea
se/estimates_country/en/index.html. Retrieved Nov.
11, 2009.


T I | 9
ISBN: 978-602-97832-0-9 SNTE-2012

ANALISIS SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMBELIAN BARANG DENGAN
MENGGUNAKAN FUZZY METODE MAMDANI
Studi Kasus : Toko XYZ

Hetty Rohayani AH
1
dan Herti Yani
2


1,2 Sistem Informasi, STIKOM Dinamika Bangsa, J ln. J end. Sudirman Thehok J ambi

Email : hetty_mna@yahoo.com
1
, adeherti@yahoo.com

1. Pendahuluan

Sistem pendukung keputusan merupakan salah satu
bagian dari sistem informasi yang dirancang untuk
membantu para pengambil keputusan untuk
menyelesaikan masalah dan menanggapi peluang dalam
suatu kerumitan dan jangka waktu yang terbatas.
Dengan pemanfaatan sistem pendukung keputusan,
kebutuhan prioritas dapat diidentifikasi dengan cepat
sehingga dapat dilakukan pengalokasian sumber daya
secara tepat untuk memperoleh manfaat penjualan yang
dihasilkan dari permintaan yang dinamis.

2


Abstrak

Pengambilan keputusan dalam hal pembelian barang merupakan hal yang penting karena berpengaruh langsung
kelancaran jalannya usaha. Adapun penelitian ini bertujuan untuk merancang sebuah sistem pendukung keputusan
terkomputerisasi dalam mengatasi permasalahan penentuan pembelian barang pada Toko XYZ Metode yang digunakan
dalam penelitian ini berupa studi lapangan dan studi kepustakaan untuk mengumpulkan data-data yang diperlukan.
Penelitian ini menggunakan metode fuzzy untuk memodelkan penentuan jumlah pembelian yang direkomendasikan.
Dengan adanya aplikasi ini, berbagai informasi akurat dapat diakses secara cepat sehingga dapat membantu dalam
melakukan analisis dan pengambilan keputusan pembelian barang yang lebih baik pada Toko XYZ .


Abstract

ANALYSIS OF PURCHASE DECISION SUPPORT SYSTEM USING FUZZY METHOD Mamdani Case
Study: Shop XYZ. Decision-making in terms of purchases of goods is important because it directly affects the smooth
running of business. The research aims to design a computerized decision support system to solve the problem of
determining the purchase of goods on store XYZ method used in this study in the form of field studies and library
research to collect the necessary data. This study uses fuzzy method to model the determination of the amount of
purchase is recommended. With this application, a variety of accurate information can be accessed quickly so that it can
assist in the analysis and decision-making better purchases at XYZ Store.

Keywords: DSS, Fuzzy, Decision, purchase, support, Mamdani Method


Toko XYZ merupakan salah satu toko di kota J ambi
yang melakukan penjualan berbagai jenis barang.
Sehubungan dengan beragamnya jenis barang yang
dijual, pemilik toko dituntut untuk lebih bijaksana dan
selektif dalam melakukan pembelian barang. Namun,
seringkali pemilik toko mengalami kesalahan dalam
pengadaan barang karena penempatan barang yang tidak
teratur dan pencatatan yang kurang terorganisir. Hal
tersebut menimbulkan kerugian akibat tidak tersedianya
barang yang diminta ataupun adanya overstock barang-
barang tertentu.

Kesibukan operasional mengakibatkan pemilik toko
mengalami kesulitan dalam menganalisis perkembangan
usahanya. Adapun keseluruhan masalah tersebut
berdampak pada proses pengambilan keputusan yang
tidak efektif dan efisien dan pada akhirnya
mempengaruhi kelancaran usaha yang dijalankan.

Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah penulis
uraikan, maka dapat dibuat perumusan masalah, yaitu :
T I | 10
SNTE-2012 ISBN: 978-602-97832-0-9

1. Bagaimana merancang sistem pendukung keputusan
pembelian barang pada Toko Surya J aya?
2. Bagaimana sistem dapat meningkatkan kinerja
dalam pengolahan data-data transaksi dan
menghasilkan informasi yang akurat sehingga dapat
mengurangi resiko kerugian dan meningkatkan
keuntungan yang diperoleh?

Pembatasan Masalah
Untuk menghindari terjadinya pembahasan di luar topik
dan judul penulisan, maka penulis akan melakukan
pembatasan masalah. Adapun batasan masalah yang
akan dibahas hanya meliputi :
a. Pembahasan hanya meliputi transaksi pembelian dan
penjualan yang akan diolah hingga menghasilkan
informasi yang akurat dan dapat digunakan sebagai
pendukung dalam pengambilan keputusan pembelian
barang.
b. Pembahasan menyangkut barang-barang yang dijual
di Toko XYZ
c. Sistem akan dibangun menggunakan logika samar
(fuzzy) yaitu sistem inferensi samar (fuzzy inference
system) metode Mamdani.

Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui tentang transaksi pembelian dan
penjualan di Toko XYZ serta masalah-masalah yang
dihadapi dan mencari solusi untuk pemecahan
masalah tersebut.
2. Untuk merancang sistem pendukung keputusan
pembelian barang pada Toko XYZ

2. TINJAUAN TEORI
Pengertian Sistem Pendukung Keputusan
Sistem pendukung keputusan/Decision Support System
(DSS) dapat berupa sistem berbasis komputer interaktif
yang menyediakan berbagai informasi untuk
meningkatkan kualitas pengambilan keputusan sehingga
dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Menurut
Alter dalam Kusrini (2007 : 15) DSS merupakan
sistem informasi interaktif yang menyediakan informasi,
pemodelan, dan pemanipulasian data.. Kusrini (2007 :
16) mengungkapkan:
DSS biasanya dibangun untuk mendukung suatu solusi
atas suatu masalah atau mengevaluasi suatu peluang.
DSS tidak dimaksudkan untuk mengotomatisasikan
pengambilan keputusan, tetapi memberikan perangkat
interaktif yang memungkinkan pengambil keputusan
untuk melakukan berbagai analisis menggunakan
model-model yang tersedia.

Sistem Inferensi Fuzzy Metode Mamdani
Lotfi Zadeh dalam Setiadji (2009 : 175) menyatakan
Integrasi logika fuzzy ke dalam sistem informasi dan
rekayasa proses menghasilkan sistem pengambilan
keputusan yang lebih fleksibel, mantap, dan canggih
dibandingkan dengan sistem konvensional.

Metode Mamdani sering dikenal dengan metode max-
min. Metode ini diperkenalkan oleh Ebrahim Mamdani
pada tahun 1975.
Untuk mendapatkan output, diperlukan 4 tahapan (Sri
Kusumadewi dan Hari Purnomo, 2010 : 40), yaitu:
2. Pembentukan himpunan fuzzy
Pada metode Mamdani, baik variabel input maupun
variabel output dibagi menjadi satu atau lebih
himpunan fuzzy.
3. Aplikasi fungsi implikasi (aturan)
Pada metode Mamdani, fungsi implikasi yang
digunakan adalah min.
4. Komposisi aturan
Tidak seperti penalaran monoton, apabila sistem
terdiri dari beberapa aturan, maka inferensi
diperoleh dari kumpulan dan korelasi antar aturan.
Salah satu metode yang digunakan dalam
melakukan inferensi sistem fuzzy adalah metode
maximum. Pada metode ini, solusi himpunan fuzzy
diperoleh dengan cara mengambil nilai maksimum
aturan, kemudian menggunakannya untuk
memodifikasi daerah fuzzy, dan
mengaplikasikannya ke output dengan
menggunakan operator OR (union).
Secara umum dapat dituliskan:

sf(xi)=max(sf(xi),kf(xi) (2.1)

Catatan :
sf [xi] =nilai keanggotaan solusi fuzzy sampai
aturan ke-i;
kf [xi] = nilai keanggotaan konsekuen fuzzy
aturan ke-i;

5. Penegasan (defuzzy)
Input dari proses defuzzy adalah suatu himpunan
yang diperoleh dari komposisi aturan-aturan fuzzy,
sedangkan output yang dihasilkan merupakan suatu
bilangan pada domain himpunan fuzzy tersebut.
Sehingga jika diberikan suatu himpunan dalam
range tertentu, maka harus dapat diambil suatu nilai
crisp terntentu sebagai output. Metode centroid
(composite moment) adalah metode yang bisa
dipakai pada defuzzifikasi komposisi aturan
Mamdani. Pada metode ini, solusi crisp diperoleh
dengan cara mengambil titik pusat (z*) daerah
metode. Secara umum dirumuskan (Sri
Kusumadewi dan Hari Purnomo, 2010 : 40):

=
z
z
dz z
dz z z
z
) (
) (
*


untuk variabel kontinu (2.2)
T I | 11
ISBN: 978-602-97832-0-9 SNTE-2012

=
=
=
n
j
j
n
j
j j
z
z z
z
1
1
) (
) (
*


untuk variabel diskret (2.3)
Yuanyuan Chai et al. (2009 : 24) mengungkapkan:
Advantages of the Mamdani fuzzy inference
system: 1. Its intuitive. 2. It has widespread
acceptance. 3. Its wellsuited to human cognition.

3. METODE PENELITIAN

Agar penelitian dapat berjalan dengan lancar, maka
dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan ilmiah,
penulis menggunakan beberapa metode penelitian
dalam pengumpulan data, yaitu :

Penelitian Lapangan (Field Research)
Penelitian lapangan ini dilakukan secara langsung pada
Toko XYZyang meliputi 3 cara :
a. Observasi
Pada metode ini penulis mendatangi dan melakukan
pengamatan langsung terhadap Toko XYZdan
diketahui bahwa semua proses masih dilakukan
secara manual.
b. Wawancara
Untuk metode ini penulis melakukan pengumpulan
data dengan mengadakan tanya jawab langsung
kepada pemilik toko untuk mengetahui proses
pengolahan data-data dan gambaran dari objek
penelitian serta permasalahan yang dihadapi.
c. Analisis Dokumen
Agar lebih memahami kebutuhan sistem yang akan
dibangun untuk menyelesaikan permasalahan yang
sedang dihadapi, penulis juga melakukan analisis
dokumen.

Penelitian Kepustakaan (Library Research)
Penelitian kepustakaan merupakan metode
pengumpulan data dengan cara mempelajari teori dan
konsep dari literatur-literatur yang relevan dengan
masalah penelitian. Penulis banyak mencari data-data
dari berbagai buku teks dan jurnal ilmiah yang relevan
dengan permasalahan dalam penelitian ilmiah ini.
Adapun buku teks yang penulis gunakan sebagian besar
diperoleh dari perpustakaan STIKOM Dinamika Bangsa
J ambi dan jurnal ilmiah yang didapatkan melalui
internet serta sumber-sumber lainnya.

4. PEMBAHASAN

Analisa Sistem
Analisa sistem bertujuan untuk mempelajari sistem yang
sedang berjalan, mengidentifikasi masalah-masalah
yang ada serta menentukan kebutuhan sistem baru yang
akan dikembangkan. Adapun permasalahan yang
ditemukan pada sistem berjalan yang belum
terkomputerisasi yaitu timbulnya kesulitan pada saat
pendaftaran barang-barang yang akan dibeli Banyaknya
jenis barang seringkali membuat pemilik toko
kebingungan dalam menentukan jumlah pembelian yang
tepat. Seringkali informasi yang dibutuhkan tidak
tersedia karena hanya mengandalkan pencatatan manual
yang seadanya.

Analisa Kebutuhan Sistem
Berdasarkan analisa sistem tersebut, adapun kebutuhan
sistem yang akan dibangun berupa sistem pendukung
keputusan pembelian barang yang dapat
merekomendasikan pembelian bagi Toko XYZ yang
dilengkapi dengan fasilitas pemrosesan transaksi
dimana fasilitas ini berperan dalam penginputan data-
data transaksi yang nantinya akan diolah menjadi
berbagai bentuk laporan yang berupa tabel dan grafik
untuk menghasilkan informasi pendukung pengambilan
keputusan pembelian barang.

Penjelasan untuk proses/fungsi yang akan dilakukan
oleh perangkat lunak yang akan dikembangkan sebagai
pendukung keputusan pembelian barang pada Toko
XYZ dapat digambarkan dengan use case diagram
seperti pada gambar 1.



Gambar 1 Use Case DiagramSistem Pendukung
Keputusan Pembelian Barang pada Toko XYZ

Hubungan antara main program (menu utama)
yang akan dibangun dengan modul/modul (sub
program) yang ada dapat digambarkan dengan
hirarki chart.

Untuk menggambarkan algoritma program
dalam proses pengaksesan menu utama utama
dapat dilihat pada gambar flowchart program
berikut ini.



T I | 12
SNTE-2012 ISBN: 978-602-97832-0-9

MENU UTAMA

MASTER

TRANSAKSI

LAPORAN

KELUAR DARI
SISTEM
ANALISIS

TENTANG
APLIKASI

DATA
BARANG

DATA
BARANG
DATA JENIS
BARANG
DATA
PELANGGAN
DATA PEMASOK
PEMBELIAN
BARANG

PENJUALAN
BARANG

LAPORAN
PEMBELIAN

LAPORAN
PENJUALAN PER
CUSTOMER

LAPORAN
PENJUALAN

LAPORAN
PENJUALAN PER
PELANGGAN

LAPORAN
PEMBELIAN
BARANG

LAPORAN
FAKTUR JATUH
TEMPO

LAPORAN STOK
BARANG
REKOMENDASI
PEMBELIAN
LAPORAN
PENJUALAN PER
BARANG



Gambar 4.2 Rancangan Struktur Program

Mulai
Klik Menu
Menu = Data
Barang
Y
SubMenu = Data
Jenis Barang
Data Barang
Data Jenis
Barang
Y
N
Menu = Data
Pemasok
Data
Pemasok
Y
N
Menu = Data
Pelanggan
Data
Pelanggan
Y
Menu = Data
Pembelian
N
Menu = Data
Penjualan
Data
Pembelian
Barang
Y
Y
N
Menu = Data
Penyesuaian Stok
Data
Penjualan
Barang
N
N
N
N
Y
SubMenu = Data
Barang
Y
SubMenu Data
Master
Klik SubMenu
Data
Penyesuaian
Stok
Menu = Laporan
Pembelian
N
Y
SubMenu = Laporan
Faktur Jatuh Tempo
Laporan
Pembelian
Laporan
Faktur Jatuh
Tempo
Y
N
N
SubMenu = Laporan
Pembelian Barang
Y
SubMenu
Laporan
Pembelian
Klik SubMenu
Menu = Laporan
Penjualan
Laporan
Penjualan
Menu = Laporan
Stok Barang
Laporan Stok
Barang
N
Menu =
Rekomendasi
Pembelian
Rekomendasi
Pembelian
Barang
Tentang
Aplikasi
N
Menu = Tentang
Aplikasi
Selesai
Y
Y
Y
Y
N
Aktifkan Form Menu
Utama


Gambar 4.3 Flowchart Program Menu Utama

Rancangan Keluaran
Pada penelitian ini, rancangan output yang dibuat
meliputi rancangan laporan-laporan yang dibutuhkan
seperti laporan pembelian dan penjualan serta tampilan
rekomendasi pembelian barang yang dapat dilihat pada
gambar berikut.

Laporan pembelian barang per pemasok merupakan
keluaran sistem yang menampilkan pembelian barang
yang dikelompokkan per pemasok dalam periode waktu
tertentu yang dipilih sebelumnya.

Rancangan Masukan
Untuk menghasilkan keluaran, tentunya dibutuhkan
data-data yang dibutuhkan sebagai masukan yang akan
diolah. Pada aplikasi ini, rancangan masukan berupa
rancangan form-form input master dan transaksi yang
digunakan untuk memasukkan data-data barang,
pemasok, pembelian, penjualan dan data-data lainnya
dimana data ini akan diolah nantinya untuk
menghasilkan keluaran yang dibutuhkan.

5. PENUTUP

Berdasarkan hasil dari penelitian yang dilakukan oleh
penulis, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Sistem pengolahan data-data transaksi yang
digunakan Toko XYZsaat ini masih berupa
pencatatan manual pada media kertas yang
menimbulkan kesulitan dalam pengaksesan
informasi terutama yang berkaitan dengan pembelian
barang sehingga dibutuhkan suatu sistem yang lebih
baik yaitu sistem pendukung keputusan pembelian
barang yang terkomputerisasi.
2. Penelitian ini menghasilkan pendukung keputusan
pembelian barang yang dapat memberikan informasi
mengenai transaksi-transaksi periode tertentu dalam
bentuk laporan serta rekomendasi pembelian barang
untuk membantu Toko XYZdalam proses penentuan
pembelian barang.

Adapun saran yang ingin penulis berikan sehubungan
dengan penelitian yang telah dilakukan yaitu untuk
pengembangan lebih lanjut, dapat ditambahkan
parameter lainnya pada pemodelan fuzzy sesuai dengan
kebutuhan.

DAFTAR PUSTAKA

[1]. Kusrini, 2007, Konsep dan Aplikasi Sistem
Pendukung Keputusan. Yogyakarta : Penerbit
Andi.
[2]. Setiadji, 2009, Himpunan & Logika Samar serta
Aplikasinya. Yogyakarta : Graha Ilmu.
[3]. Sri Kusumadewi dan Hari Purnomo, 2010,
Aplikasi Logika Fuzzy. Yogyakarta : Graha Ilmu.
[4]. Yuanyuan Chai et al., 2009, Mamdani Model
based Adaptive Neural Fuzzy Inference System
and its Application. International J ournal of
Computational Intelligence Volume 5, No.1,
hal.23-29.
T I | 13
ISBN: 978-602-97832-0-9 SNTE-2012

PERANCANGAN ANTENA MIKROSTRIP BOW-TI E PADA APLIKASI
ULTRA WI DEBAND

Adhi Mahendra

1

1 J urusan Teknik Elektro Universitas Pancasila Srengseng Sawah, J agakarsa, J akarta INDONESIA Telp.
0217864730 ext 116.

Email : johanes70am@yahoo.com


Abstrak

Antena mikrostrip sebagai salah satu perangkat komunikasi yang memiliki dimensi kecil dengan kemampuan
meradiasi dan menerima sinyal secara baik dan teknologi Ultra Wideband yang akan digunakan pada antena
mikrostrip ini merupakan suatu teknologi yang dapat digunakan pada aplikasi jaringan wireless dengan kecepatan
data yang sangat tinggi. Antena mikrostrip bow-tie merupakan pilihan yang baik untuk aplikasi antena pada
frekuensi ultra wideband dikarenakan menghasilkan pencapaian radiasi pada pita lebar ataupun multiband.
Perancangan antena mikrostrip bow-tie ini menggunakan perangkat lunak CST Microwave Suite 2011. Pada
perangkat lunak CST Microwave Suite 2011 akan menunjukkan hasil perancangan antena berdasarkan ukuran yang
diinginkan dan akan menghasilkan nilai VSWR, return loss, gain, directivity beserta bentuk pola radiasi. Setelah
hasil didapat maka hasil tersebut dianalisa pada tiga percobaan yaitu jenis substrat, ketebalan substrat dan sudut
patch yang digunakan pada perancangan antena mikrostrip bow-tie untuk mendapatkan nilai parameter-parameter
antena seperti VSWR 2, return loss -10 dB, gain, directivity dan pola radiasi.

Kata kunci : Antena mikrostrip bow-tie, ultra wideband, CST Microwave Suite 2011


I. PENDAHULUAN
Majunya perkembangan teknologi di bidang
telekomunikasi khususnya teknologi tanpa kabel
(wireless) menyebabkan para perancang antena agar
merancang suatu antena yang dapat mendukung teknologi
tersebut. Permasalahan yang utama dalam teknologi
tersebut adalah kebutuhan akan kecepatan data yang
tinggi, dan salah satu solusi yang dapat digunakan adalah
dengan menggunakan Ultra Wideband. Untuk
mendukung perangkat teknologi Ultra Wideband ,
diperlukan suatu antena yang memiliki karakteristik
bandwidth yang sangat lebar. Pada antena mikrostrip
menggunakan bahan yang sederhana, bentuk dan ukuran
dimensi antenanya lebih kecil, harga produksinya lebih
murah, mampu memberikan unjuk kerja (performance)
yang cukup baik dan dapat diterapkan pada Microwave
Integrated Circuits (MICs). Antena mikrostrip bow-tie
merupakan pilihan yang baik untuk aplikasi antena pada
frekuensi ultra wideband dikarenakan menghasilkan
pencapaian radiasi pada pita lebar ataupun multiband.

Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan
permasalahannya yaitu bagaimana merancang antena
mikrostrip bow-tie untuk aplikasi Ultra Wideband.

Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan ini adalah mensimulasikan perancangan
antena mikrostrip bow-tie untuk aplikasi Ultra Wideband.

Batasan Masalah
Agar pembahasan lebih terarah, maka pembahasan
dibatasi sebagai berikut:
1. Bekerja pada frekuensi Ultra Wideband 3,1GHz -10,6
GHz.
2. Parameter yang dianalisa VSWR, return loss, gain,
directivity dan pola radiasi.
3. J enis Substrat yang analisa Tatonic TLY-5, Arco AR
230 dan FR-4.
4. Ketebalan substrat yang dianalisa 1,9 mm, 2 mm dan
2,1 mm.
5. Besar sudut patch yang dianalisa 30
0
, 45
0
dan 60
0
6. Perancangan dilakukan dengan menggunakan software
CST Microwave Studio 2011.
.

II. ANTENA MIKROSTRIP
Antena mikrostrip adalah suatu konduktor metal yang
menempel diatas ground plane yang diantaranya terdapat
bahan substrat dielektrik. Antena mikrostrip dapat
diproduksi dengan memanfaatkan teknologi rangkaian
tercetak (circuit printed) sehingga lebih praktis untuk
digunakan pada alat komunikasi bergerak. Bentuk umum
antena mikrostrip terlihat pada Gambar 1 dan bagian
antena mikrostrip terdiri dari:
T I | 14
SNTE-2012 ISBN: 978-602-97832-0-9

1. Patch bagian yang terletak paling atas dari antena
dan terbuat dari bahan konduktor ini berfungsi untuk
meradiasikan gelombang elektromagnetik ke udara.
2. Substrat berfungsi sebagai media penyalur
gelombang elektromagnetik dari catuan. Ketebalan
substrat berpengaruh pada bandwidth dari antena.
3. Groundplane yaitu lapisan paling bawah yang
berfungsi sebagai reflektor yang memantulkan sinyal
yang tidak diinginkan.


Gambar 1 Bentuk UmumAntena Mikrostrip

Secara garis besar antena mikrostrip memilki
kelebihan yakni :
1. Dimensi antena yang kecil
2. Bentuknya yang sederhana memudahkan proses
perakitan
3. Tidak memakan biaya besar pada proses
pembuatan
4. Multifrekuensi

Namun demikian, antena mikrostrip juga memiliki
kekurangan seperti :
1. Efisiensi yang rendah
2. Gain yang rendah
3. Bandwidth yang sempit
4. Daya (power) yang rendah

II.1. Antena Mikrostrip Bow-tie
Bentuk antena bow-tie merupakan pengembangan
desain antena dari bentuk patch segitiga (triangel).
Antena bow-tie pada dasarnya termasuk dalam jenis
antena dipole bentuk kawat dengan penambahan
beberapa elemen untuk dapat melakukan pengaturan
impedansi input antena. Pada perkembangan
selanjutnyanya pada antena bow-tie bentuk kawat
dikonversikan kedalam bentuk patch. Antena bow-
tie bentuk patch memiliki ukuran yang lebih kecil
dari antena bow-tie bentuk kawat. Kelebihan bentuk
bow-tie adalah mempunyai radiator yang lebih
besar. Antena bow-tie sendiri digunakan untuk
menghasilkan frekuensi kerja yang sama pada kedua
polarisasinya. Bentuk antena bow-tie dapat dilihat
pada Gambar 4.

Gambar 2 Geometri Dasar Antena Mikrostrip Bow-
Tie

Antena mikrostrip dapat dicatu menggunakan
beberapa metode. Metode-metode ini dapat
diklasifikasikan ke dalam dua kategori, yaitu
terhubung (contacting) dan tidak terhubung (non-
contacting). Pada metode terhubung, daya Radio
Frequency (RF) dicatukan secara langsung ke
patch radiator dengan menggunakan elemen
penghubung. Pada metode tidak terhubung,
dilakukan pengkopelan medan elektromagnetik
untuk menyalurkan daya di antena saluan
mikrostrip dengan patch.

II.2. Microstrip Line Feed
Pada tipe pencatuan ini, bagian konduktor
dihubungkan secara langsung dengan tepi patch
mikrostrip. Terlihat pada Gambar 5 bahwa lebar
strip konduktor lebih kecil daripada elemen
peradiasi antena mikrostrip. Teknik pencatuan ini
mudah dalam proses pembuatan dan untuk
mendapatkan kesesuaian impedansi.

Gambar 3 Microstrip Line Feed

III. ULTRA WIDEBAND
Sistem komunikasi ultra wideband merupakan sistem
komunikasi jarak pendek yang mempunyai
bandwidth yang sangat lebar. Mengenai konsep Ultra
Wideband itu sendiri merupakan istilah umum yang
menggambarkan suatu jaringan yang mempunyai
luas bidang yang sangat besar.

Teknologi UWB oleh FCC dan ITU didefinisikan
sebagai suatu teknologi nirkabel (wireless) yang
dikembangkan untuk memancarkan sejumlah data
yang sangat besar melalui jarak yang sangat pendek
sekitar 15 meter dengan bandwidth minimal 500
MHz. Teknologi UWB ini termasuk pada teknologi
digital sehingga transmisi sinyalnya bisa mengirim
aliran berbagai data digital.

T I | 15
ISBN: 978-602-97832-0-9 SNTE-2012

Untuk aplikasi pada sistem komunikasi tanpa kabel
yang beroperasi pada 3.1 10.6 GHz. Dilain pihak,
infocomm Development Authority (IDA), sebuah
badan regulasi spektrum Singapura menetapkan
alokasi frekuensi UWB pada 2.2 10.6 GHz.

Keuntungan lain dari teknologi UWB adalah kecilnya
interferensi, karena transmisi disebarkan melalui
spektrum radio dan tersebarnya sinyal membuatnya
lebih sulit dihambat. Karena sinyal yang dihasilkan
berdaya rendah dan menyebar melalui spektrum,
maka sinyal ini bisa berbagi ruang dengan
komunikasi radio yang sudah ada dan tidak
menyebabkan layanannya terganggu.

IV. PERANCANGAN ANTENA
Program Perancangan Antena
Perancangan antena mikrostrip bow-tie diawali
dengan menentukan frekuensi kerja antena
mikrostrip, jenis lapisan bahan, nilai konstanta
dielektrik lapisan bahan, tebal lapisan bahan,
penentuan jarak antara elemen, penentuan panjang
dan lebar saluran mikrostrip. Antena mikrostrip bow-
tie ini akan dirancang sebagai pemancar dan
penerima dalam aplikasi ultra wideband (UWB).

Simulator CST Microwave Studio 2011
CST Microwave Studio 2011 merupakan fitur
lengkap paket perangkat lunak untuk analisis dan
desain gelombang elektromagnetik dalam rentang
frekuensi tinggi. Proses memasukkan parameter yang
mudah dengan menyediakan sebuah pemodelan solid
3D yang baik, dll.
CST Microwave Studio 2011 merupakan bagian dari
STUDIO DESIGN CST yang menawarkan sejumlah
pemecah masalah yang berbeda untuk berbagai jenis
aplikasi. Hal ini didasarkan pada Teknik Integrasi
terbatas (FIT) diperkenalkan dalam elektrodinamika
lebih dari tiga dekade lalu. Metoda ini efisien untuk
sebagian besar jenis aplikasi frekuensi tinggi seperti
konektor, jalur transmisi, filters, antena dan banyak
lagi

Gambar 4 Tampilan Awal CST Microwave Studio 2011
Diagram Alir Perancangan
Berikut diagram alir perancangan antena mikrostrip
bow-tie dapat dilihat pada gambar 7.
. Berikut tampilan awal CST Microwave Studio
pada Gambar 6.
Mulai
Menentukan
frekuensi kerja
antena
Menentukan bahan dan
parameter antena
Melakukan
perhitungan untuk
dimensi patch antena
bow-tie
Entri datanilai
parameter pada
simulasi
Apakah
perancangan sudah
sesuai ?
Selesai
Mengubah nilai
parameter
Ya
Tidak

Gambar 5 Diagram alir perancangan antena

Desain Antena Mikrostrip
Perancangan antena mikrostrip bow-tie ini
menggunakan frekuensi yang bekerja pada 3,1
GHz 10,6 GHz. Parameter yang akan digunakan
dalam desain antena mikrostrip bow-tie ini adalah
1. Konstanta dielektrik (

)
2. Ketebalan substrat (h)
3. Sudut patch ()
4. Impedansi masukan (
0
)

V. ANALISA SIMULASI HASIL PERANCANGAN
Perancangan Antena
Dalam perancangan antena mikrostrip ini
menggunakan perangkat lunak dengan spesifikasi
notebook :
1. Model Asus Notebook PC
Prosesor =AMD Quadcore CPU
RAM =8 GB
2. Operating System =Windows 7 Home Premium
SP1
3. Simulator =CST Microwave Studio 2011

Skenario Perancangan Antena Mikrostrip
Antena mikrostrip yang akan dianalisis adalah
antena mikrostrip bow-tie dengan teknik pencatuan
transmition line. Bentuk desain antena mikrostrip
bow-tie yang akan dirancang dapat dilihat pada
Gambar 8.

Gambar 6 Desain antena mikrostrip bow-tie
T I | 16
SNTE-2012 ISBN: 978-602-97832-0-9


Nilai tiap simbol pada Gambar 6 dapat dilihat
pada Tabel1 berikut :

Tabel 1 Nilai Parameter Dimensi Tetap Antena

Parameter perancangan antena mikrostrip :
1. Konstanta dielektrik substrat (

) =2,2
2. Ketebalan substrat (h) =2 mm
3. Sudut patch () = 30

Pada percobaan analisa yang dilakukan pada
simulasi akan diubah ketiga parameter diatas
dengan menggunakan range frekuensi ultra
wideband antara lain 3,1 GHz, 6,85 GHz, dan 10,6
GHz. Untuk konstanta dielektrik substrat dibagi
menjadi tiga jenis yaitu Tatonic TLY-5, Arlon AR
320, dan FR-4. Pada Ketebalan substrat juga akan
di analisa pada tiga macam ketebalan yaitu 2 mm,
2,6 mm dan 3mm. Begitu juga dengan sudut patch
antena, dikarenakan bow-tie memiliki bentuk dasar
antena segitiga yang memiliki sudut. Sudut yang
akan dianalisa pada 30
0

0
, 45
0
, dan 60
0
.

Tabel 2 Analisa Pengaruh Perubahan Konstanta
Dielektrik (
r
) terhadap VSWR
J enis
Substrat
Frek.
Terendah
(3,1
GHz)
Frek.
Tengah
(6,85
GHz)
Frek.
Tertinggi
(10,6
GHz)
Tatonic
TLY-5

=2,2
9,5505
dB
3,9306
dB
1,5681
dB
Arlon
AR 320

=3,2
8,3123
dB
3,6664
dB
1,4381
dB
FR-4

=4,3
17,49 dB
2,659
dB
4,8224
dB

nilai VSWR 2 yang paling baik pada substrat
Tatonic TLY-5.
Tabel 3 Analisa Pengaruh Perubahan Konstanta
Dielektrik (
r
) terhadap Return Loss
J enis
Substrat
Frek.
Terendah
(3,1
GHz)
Frek.
Tengah
(6,85
GHz)
Frek.
Tertinggi
(10,6
GHz)
Tatonic
TLY-5

=2,2
-1,8257
dB
-4,5189
dB
-13,1014
dB
Arlon
AR 320

=3,2
-1,3881
dB
-4,5754
dB
-7,227
dB
FR-4

=4,3
-0,99435
dB
-6,0976
dB
-3,6554
dB

jenis subtrat Tatonic TLY-5 yang memiliki nilai
return loss yang paling baik (-10 dB).

Tabel 4 Analisa Pengaruh Perubahan Konstanta
Dielektrik (
r
) terhadap Gain
J enis
Substrat
Frek.
Terendah
(3,1 GHz)
Frek.
Tengah
(6,85
GHz)
Frek.
Tertinggi
(10,6
GHz)
Tatonic
TLY-5

=2,2
2,323 dB
4,300
dB
4,884 dB
Arlon
AR 320

=3,2
2,675 dB
4,702
dB
4,662 dB
FR-4

=4,3
2,904 dB
4,706
dB
4,777 dB

pada frekuensi rendah substrat Tatonic TLY-5
memiliki nilai gain yang paling kecil dan pada
frekuensi tinggi Arlon AR 320 yang memiliki
nilai gain yang paling kecil.

Tabel 5 Analisa Pengaruh Perubahan Konstanta
Dielektrik (
r
) terhadap Directivity
J enis
Substrat
Frek.
Terendah
(3,1
GHz)
Frek.
Tengah
(6,85
GHz)
Frek.
Tertinggi
(10,6
GHz)
Tatonic
TLY-5

=2,2
2,277
dBi
4,344
dBi
5,961
dBi
Arlon
AR 320

=3,2
2,479
dBi
4,838
dBi
4,878
dBi
FR-4

=4,3
2,904
dBi
4,706
dBi
4,040
dBi

pada frekuensi rendah substrat FR-4 memiliki
nilai directivity paling besar dan saat frekuensi
tinggi substrat Tatonic TLY-5 memiliki nilai
directivity yang paling besar.





Simbol Dimensi Simbol Dimensi
W 60 mm L 60 mm
wp 20 mm lp 20 mm
w1 2.68 mm l1 10 mm
w2 17.32 mm l2 20 mm
w3 5 mm
0
50
w4 2.9 mm

T I | 17
ISBN: 978-602-97832-0-9 SNTE-2012





Tabel 6 Analisa Pengaruh Perubahan Ketebalan Substrat
(h) terhadap VSWR
Tebal
Substrat
Frek.
Terendah
(3,1
GHz)
Frek.
Tengah
(6,85
GHz)
Frek.
Tertinggi
(10,6
GHz)
h =1,9
mm
9,7893
dB
3,9893
dB
1,608 dB
h =2
mm
9,5505
dB
3,9306
dB
1,5681
dB
h =2,1
mm
9,2732
dB
3,8591
dB
1,6248
dB

pada ketebalan substrat h =1,9 mm, 2 mm dan
2,1 mm nilai VSWR 2 terlihat saat frekuensi
diatas frekuensi tengah 6,85 GHz.

Tabel 7 Analisa Pengaruh Perubahan Ketebalan Substrat
(h) terhadap Return Loss
Tebal
Substrat
Frek.
Terendah
(3,1
GHz)
Frek.
Tengah
(6,85
GHz)
Frek.
Tertinggi
(10,6
GHz)
h =1,9
mm
-1,7808
dB
-4,4494
dB
-12,649
dB
h =2
mm
-1,8257
dB
-4,5189
dB
-13,1014
dB
h =2,1
mm
-1,8807
dB
-4,6065
dB
-13,415
dB

jenis subtrat Tatonic TLY-5 pada ketebalan
substrat h =2,1 mm memiliki nilai return loss
yang paling baik.

Tabel 8 Analisa Pengaruh Perubahan Ketebalan Substrat
(h) terhadap Gain
Tebal
Substrat
Frek.
Terendah
(3,1
GHz)
Frek.
Tengah
(6,85
GHz)
Frek.
Tertinggi
(10,6
GHz)
h =1,9
mm
2,326 dB
4,359
dB
4,887 dB
h =2
mm
2,323 dB
4,300
dB
4,884 dB
h =2,1
mm
2,320 dB
4,109
dB
4,754 dB

substrat yang memiliki ketebalan paling besar h
=2,1 mm, memiliki nilai gain yang paling kecil
pada frekuensi rendah dan frekuensi tinggi.




Tabel 9 Analisa Pengaruh Perubahan Ketebalan Substrat
(h) terhadap Directivity
Tebal
Substrat
Frek.
Terendah
(3,1
GHz)
Frek.
Tengah
(6,85
GHz)
Frek.
Tertinggi
(10,6
GHz)
h =1,9
mm
2,281
dBi
4,409
dBi
5,055
dBi
h =2
mm
2,277
dBi
4,344
dBi
5,961
dBi
h =2,1
mm
2,292
dBi
4,182
dBi
4,949
dBi

pada jenis frekuensi tinggi substrat yang
memiliki ketebalan h =2 mm menghasilkan nilai
directivity yang paling besar dan ketebalan
substrat yang paling besar h =2,1 mm memiliki
nilai directivity yang paling kecil.

Tabel 10 Analisa Pengaruh Perubahan Sudut Patch ()
terhadap VSWR
Sudut
Frek.
Terendah
(3,1
GHz)
Frek.
Tengah
(6,85
GHz)
Frek.
Tertinggi
(10,6
GHz)
= 30
9,5505
dB
0

3,9306
dB
1,5681
dB
= 45
6,9185
dB
0

6,9035
dB
1,0271
dB
= 60
4,8811
dB
0
5,1627
dB
3,4527
dB

perubahan sudut patch 30
0
dan 45
0
nilai VSWR
mencapai 2 disaat frekuensi diatas 6,85 GHz
dan perubahan sudut patch 60
0
nilai VSWR tidak
memenuhi nilai 2.

Tabel 11 Analisa Pengaruh Perubahan Sudut Patch ()
terhadap Return Loss
Sudut
Frek.
Terendah
(3,1
GHz)
Frek.
Tengah
(6,85
GHz)
Frek.
Tertinggi
(10,6
GHz)
= 30
-1,8257
dB
0

-
4,5189
dB
-13,104
dB
= 45
-2,5286
dB
0

-
2,5342
dB
-37,505
dB
= 60
-3,6101
dB
0
-3,408
dB
-5,1766
dB

pada perubahan sudut patch 30
0
dan 45
0
nilai
return loss mencapai -10 dB disaat frekuensi
T I | 18
SNTE-2012 ISBN: 978-602-97832-0-9

diatas 6,85 GHz dan perubahan sudut patch 60
0

nilai return loss tidak memenuhi nilai -10 dB.

Tabel 11 Analisa Pengaruh Perubahan Sudut Patch ()
terhadap Gain
Sudut
Frek.
Terendah
(3,1
GHz)
Frek.
Tengah
(6,85
GHz)
Frek.
Tertinggi
(10,6
GHz)
= 30 2,323 dB
0

4,300
dB
4,884 dB
= 45 2,483 dB
0

4,076
dB
5,015 dB
= 60 2,525 dB
0
4,525
dB
5,364 dB

saat perubahan sudut 30
0
mendapat nilai gain
yang paling kecil diantara semua sudut saat
frekuensi terendah dan teratas.

Tabel 12 Analisa Pengaruh Perubahan Sudut Patch ()
terhadap Directivity
Sudut
Frek.
Terendah
(3,1
GHz)
Frek.
Tengah
(6,85
GHz)
Frek.
Tertinggi
(10,6
GHz)
= 30
2,277
dBi
0

4,344
dBi
5,061
dBi
= 45
2,479
dBi
0

4,076
dBi
5,015
dBi
= 60
2,564
dBi
0
4,749
dBi
5,424
dBi

pada frekuensi terendah nilai directivity yang
dihasilkan sudut 30
0
yang memiliki nilai terkecil
dan sudut 60
0
menghasilkan nilai tertinggi.
Perubahan sudut 60
0
1. Perubahan J enis Substrat
merupakan sudut yang
menghasilkan nilai directivity yang tinggi pada
setiap range frekuensi ultra wideband.

Ringkasan Analisa
a. VSWR

Gambar 7 Grafik Perubahan J enis Substrat pada
VSWR

Pada Gambar 7 jenis substrat FR-4 pada
frekuensi 6,85 GHz sudah menunjukkan nilai
yang akan mencapai VSWR 2, tetapi untuk
substrat Tatonic TLY-5 dan Arlon AR 320
akan mencapainya pada frekuensi mendekati
10,6 GHz.
b. Return Loss

Gambar 8 Grafik Perubahan J enis Substrat pada
Return Loss

Pada Gambar 8 seluruh jenis substrat baru
akan mencapai nilai return loss -10dB
kurang lebih pada frekuensi 7 GHz yang
merupakan nilai tengah dari frekuensi
tengah (6,85 GHz) dan frekuensi atas (10,6
GHz)

c. Gain
Freku
ensi
3,1
GHz
Freku
ensi
6,85
GHz
Freku
ensi
10,6
GHz
Tatonic TLY-
5
9.5505 3.9306 1.5681
Arlon AR
320
8.3123 3.6664 1.4381
FR-4 17.49 2.659 4.8224
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
V
S
W
R

(
d
B
)
Perubahan Jenis Substrat
Frek
uens
i 3,1
GHz
Frek
uens
i
6,85
GHz
Frek
uens
i
10,6
GHz
Tatonic
TLY-5
-1.8257 -4.5189 -13.1014
Arlon AR
320
-1.3881 -4.5754 -7.227
FR-4 -0.99435 -6.0976 -3.6554
-14
-12
-10
-8
-6
-4
-2
0
R
e
t
u
r
n

L
o
s
s

(
d
b
)
Perubahan Jenis Substrat
T I | 19
ISBN: 978-602-97832-0-9 SNTE-2012


Gambar 9 Grafik Perubahan J enis Substrat pada
Gain

Pada Gambar 9 menunjukkan bahwa FR-4
merupakan jenis substrat yang
menghasilkan nilai gain paling besar pada
setipa frekuensi diantara substrat Tatonic
TLY-5 dan Arlon AR 320.

d. Directivity

Gambar 10 Grafik Perubahan J enis Substrat pada
Directivity

Berdasarkan Gambar 10 diatas, bahwa
substrat Tatonic TLY-5 menghasilkan nilai
directivity yang paling kecil pada frekensi
rendah tapi pada frekuensi tinggi akan
menghasilkan nilai directivity yang paling
besar.

2. Perubahan Ketebalan Substrat
a. VSWR

Gambar 11 Grafik Perubahan Ketebalan Substrat
pada VSWR

Pada Gambar 11 menunjukkan bahwa setelah
melewati frekuensi 6,85 GHz seluruh substrat
baru mencapai nilai VSWR 2 dan pada
frekuensi 10,6 GHz masih nilai VSWR
dibawah 2.




b. Return Loss

Gambar 12 Grafik Perubahan Ketebalan Substrat pada
Return Loss

Pada grafik Gambar 12 menunjukkan bahwa
pada setiap ketebalan substrat baru mencapai
nilai -10 dB diantara frekuensi 6,85 GHz dan
frekuensi 10,6 GHz.

Freku
ensi
3,1
GHz
Freku
ensi
6,85
GHz
Freku
ensi
10,6
GHz
Tatonic
TLY-5
2.323 4.3 4.884
Arlon AR
320
2.675 4.702 4.662
FR-4 2.904 4.706 4.777
0
1
2
3
4
5
6
G
a
i
n

(
d
B
)
Perubahan Jenis Substrat
Freku
ensi
3,1
GHz
Freku
ensi
6,85
GHz
Freku
ensi
10,6
GHz
Tatonic
TLY-5
2.277 4.344 5.061
Arlon AR
320
2.675 4.702 4.622
FR-4 2.502 4.706 5.04
0
1
2
3
4
5
6
D
i
r
e
c
t
i
v
i
t
y

(
d
B
i
)
Perubahan Jenis Subtrat
Freku
ensi
3,1
GHz
Freku
ensi
6,85
GHz
Freku
ensi
10,6
GHz
h = 1,9 mm 9.7893 3.9893 1.608
h = 2 mm 9.5505 3.9306 1.5681
h = 2,1 mm 9.2732 3.8591 1.6248
0
2
4
6
8
10
12
V
S
W
R

(
d
B
)
Perubahan Ketebalan Substrat
Freku
ensi
3,1
GHz
Freku
ensi
6,85
GHz
Freku
ensi
10,6
GHz
h = 1,9 mm -1.7808 -4.4494 -12.649
h =2 mm -1.8257 -4.5189 -13.1014
h = 2,1 mm -1.8807 -4.6065 -13.415
-16
-14
-12
-10
-8
-6
-4
-2
0
R
e
t
u
r
n

L
o
s
s

(
d
B
)
Perubahan Ketebalan Substrat
T I | 20
SNTE-2012 ISBN: 978-602-97832-0-9

c. Gain

Gambar 13 Grafik Perubahan Ketebalan Substrat pada
Gain

Pada Gambar 13 menunjukkan bahwa semakin
tipis substrat maka akan menghasilkan nilai gain
yang semakin besar.

d. Directivity

Gambar 14 Grafik Perubahan Ketebalan Substrat pada
Directivty

Berdasarkan Gambar 14 bahwa semakin besar
substrat akan menghasilkan nilai directivity yang
semakin besar.

3. Perubahan Sudut
a. VSWR

Gambar 15 Grafik Perubahan Sudut pada VSWR

Pada Gambar 15 menunjukkan bahwa pada
sudut 30
0
dan 45
0
mencapai nilai VSWR 2
diantara sebelum dan sesudah frekuensi 10,6
GHz, tetapi pada sudut 60
0
b. Return Loss
tidak menampakkan
nilai VSWR 2 pada range frekuensi ultra
wideband (3,1 GHz 10,6 GHz).








Gambar 16 Grafik Perubahan Sudut pada Return loss

Pada Gambar 16 menunjukkan bahwa sudut
30
0
dan 45
0
mencapai nilai return loss -10 dB
diantara frekuensi 6,85 GHz - 10,6 GHz.
Namun, pada sudut 60
0
tidak menampakkan
Freku
ensi
3,1
GHz
Freku
ensi
6,85
GHz
Freku
ensi
10,6
GHz
h = 1,9 mm 2.326 4.359 4.887
h = 2 mm 2.323 4.3 4.884
h = 2,1 mm 2.32 4.109 4.754
0
1
2
3
4
5
6
G
a
i
n

(
d
B
)
Perubahan Ketebalan Substrat
Frek
uensi
3,1
GHz
Frek
uensi
6,85
GHz
Frek
uensi
10,6
GHz
h = 1,9
mm
2.281 4.409 5.055
h = 2 mm 2.277 4.344 5.961
h = 2,1
mm
2.292 4.182 4.949
0
1
2
3
4
5
6
7
D
i
r
e
c
t
i
v
i
t
y

(
d
B
i
)
Perubahan Ketebalan Substrat
Freku
ensi
3,1
GHz
Freku
ensi
6,85
GHz
Freku
ensi
10,6
GHz
30 9.5505 3.9306 1.5681
45 6.9185 6.9035 1.0271
60 4.8811 5.1627 3.4527
0
2
4
6
8
10
12
V
S
W
R

(
d
B
)
Perubahan Sudut
Freku
ensi
3,1
GHz
Freku
ensi
6,85
GHz
Freku
ensi
10,6
GHz
30 -1.8257 -4.5189 -13.104
45 -2.5286 -2.5342 -37.505
60 -3.6101 -3.408 -5.1766
-40
-35
-30
-25
-20
-15
-10
-5
0
R
e
t
u
r
n

l
o
s
s

(
d
B
)
Perubahan Sudut
T I | 21
ISBN: 978-602-97832-0-9 SNTE-2012

nilai return loss -10 dB pada range frekuensi
ultra wideband (3,1 GHz 10,6 GHz).

c. Gain

Gambar 17 Grafik Perubahan Sudut pada Gain

Pada Gambar 17 menunjukkan pada sudut 30
0

nilai gain terkecil ditunjukkan pada frekuensi
3,1 GHz dan frekuensi 10,6 GHz. Untuk sudut
60
0
d. Directivity
menghasilkan nilai gain yang paling besar
diantara sudut yang lain pada setiap frekuensi
yang diuji.





Gambar 18 Grafik Perubahan Sudut pada
Directivity

Berdasarkan pada Gambar 18 menunjukkan
bahwa nilai directivity terkecil dimiliki sudut
60
0
dan nilai directivity terbesar pada sudut
30
0

.
VI. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil perancangan antena mikrostrip bow-
tie yang sudah dilakukan, maka dapat disimpulkan
bahwa :
1. Berdasarkan tabel 2, semakin besar nilai konstanta
dielektrik substrat maka saat mencapai nilai VWSR
2 diatas frekuensi 6,85 GHz. Seluruh jenis substrat
akan mencapai nilai return loss -10 dB diatas
frekuensi 6,85 GHz. J enis substrat dengan nilai
konstanta diektrik besar akan menghasilkan nilai
gain besar dan nilai directivity yang rendah.
2. Berdasarkan tabel 43, ketebalan substrat mencapai
nilai VSWR 2 diatas frekuensi 6,85 GHz. Setiap
ketebalan substrat baru mencapai nilai -10 dB
diantara frekuensi 6,85 GHz dan frekuensi 10,6
GHz. Semakin tipis substrat akan menghasilkan nilai
gain yang besar dan semakin tebal substrat akan
menghasilkan nilai directivity yang besar pula.
3. Berdasarkan tabel 4 , perubahan sudut 30
0
dan 45
0

mencapai nilai VSWR 2 dan nilai return loss -10
dB diantara frekuensi 6,85. Namun pada sudut 60
0
4. Pada perubahan sudut 30

tidak menunjukkan nilai VSWR 2 dan nilai return
loss pada range frekuensi ultra wideband (3,1 GHz
10,6 GHz). Semakin kecil sudut patch maka nilai
gain yang didapat kecil, begitupun sebaliknya.
Semakin besar sudut patch yang digunakan akan
semakin kecil nilai directivity yang didapat.
0
dan 45
0
saja yang sudah
memenuhi range frekuensi ultra wideband yang
diinginkan, namun pada sudut 60
0
5. Ketiga jenis substrat dan ketebalan yang dianaliasa
tersebut sudah memenuhi range frekuensi ultra
wideband yang diinginkan.
tidak didapat
range frekuensi ultra wideband.
6. J enis substrat yang baik untuk perancangan antena
bow-tie adalah Tatonic TLY-5 dengan ketebalan 2,1
mm dan sudut patch yang digunakan 30
0

.
VII. DAFTAR REFERENSI
[1] Balanis, Constantine.A., Antena Theory : Analysis
and Design, USA: J ohn Willey and Sons,1997.
[2] Balanis, Constantine.A. (Editor), Modern Antenna
Handbook, (Canada: J ohn Willey and Sons,2008).
[3] K. Kiminami, A. Hirata, Member, IEEE, and T.
Shiozawa, Double-sided printed bowtie antenna
for UWB communications IEEE Antennas and
Wireless Propagation Letters, vol. 3, no. 1, pp.
152153, Dec. 2004.
[4] Yonghui Tao, Shaohua Kan, Gang Wang, Ultra-
Wideband bow-tie antenna design Proceedings
IEEE International Conference on Ultra-Wideband
(ICUWB2010), 2010.
Freku
ensi
3,1
GHz
Freku
ensi
6,85
GHz
Freku
ensi
10,6
GHz
30 2.323 4.3 4.884
45 2.483 4.076 5.015
60 2.525 4.525 5.364
0
1
2
3
4
5
6
G
a
i
n

(
d
B
)
Perubahan Sudut
Freku
ensi
3,1
GHz
Freku
ensi
6,85
GHz
Freku
ensi
10,6
GHz
60 2.564 4.749 5.424
45 2.479 4.076 5.015
30 2.277 4.344 5.061
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
D
i
r
e
c
t
i
v
i
t
y

(
d
B
i
)
Perubahan Sudut
T I | 22
SNTE-2012 ISBN: 978-602-97832-0-9

[5] Y. Tawk, K. Y. Kabalan, A. El-Hajj, C. G.
Christodoulou, and J . Costantine, A Simple
Multiband Printed Bowtie Antenna IEEE
Antennas and Wireless Propagation Letters, vol. 7,
pp. 557560, 2008.
[6] G. Wang, J . Liu, J . Xia and L. Yang, Coaxial-fed
double-sided bow-tie antenna for GSM/CDMA and
3G/WLAN communications, IEEE trans.Antennas
Propag., vol. 56, no. 8, pp. 2739-2742, Aug. 2008.
[7] Eldek, A.A., A.Z. Elsherbeni, and C.E. Smith,
Wideband bow-tie slot antennas for radar
application, IEEE Topical Conference on
Wireless Communication Technology, Honolulu,
Hawai, 2003.
[8] Chen, Y.,L.,Ruan, C.,L., and Peng, L., A Novel
Ultra-Wideband Bow-tie Slot Antenna in Wireless
Communication Systems, Progress In
Electromagnetics Letters, Vol. 1, p101-108, 2008.
[9] Cho, Young-Il, Choi, Dong-Hyuk, Park, Seong-
Ork, (2004), FDTD Analysis of Bow-Tie Antenna
by Incorporating Approximated Static Field
Solutions, IEEE Antennas And Wireless
Propagation Letters, Vol.3, 2004.
[10] Rahim, M.K.A, Abdul Aziz, A., Goh, C.S,
Bow-Tie Microstrip Antenna Design, IEEE
Antennas And Wireless Propagation Letters, 2005.
[11] C. H. Ng, S. Uysal and M. S. Leong,
Microstrip Bowtie Patch Antenna for Wireless
Indoor Communications, IEEE Antennas and
Wireless Propagation Letters, p 205-207, 1998.
T I | 23
ISBN: 978-602-97832-0-9 SNTE-2012

KAJIAN PEMILIHAN CIRI SEQUENTIAL FORWARD FLOATING
SELECTION (SFFS) DAN TRANSFORMASI KOMPONEN UTAMA PADA
DATA CITRA RADAR SKALA KECIL

Mulyono
1
, Aniati Murni Arimurty
2
, Dina Cahyati
3
1. FMIPA Matematika UNJ , J l. Pemuda No. 10 Rawamangun, J akarta Timur 13220
2. Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, Kampus UI Depok J awa Barat 16424



E-mail: mulyono_unj_2006@yahoo.co.id
1
, aniati@cs.ui.ac.id, dina@cs.ui.ac.id
Pemilihan ciri merupakan suatu metode yang bertujuan untuk mendapatkan subset ciri yang optimal. Ciri-ciri yang
dipilih adalah ciri-ciri citra yang diperoleh melalui sistem penginderaan jauh. Pada tulisan ini mengkaji metode
pemilihan ciri SFFS dan Transformasi Komponen Utama pada data citra radar skala kecil, yaitu tiap-tiap data berisi
kurang dari 20 ciri.Sebagai data tes, digunakan dua data uji, yaitu data citra radar daerah Sumatera Selatan dan
Kalimantan Timur. Akurasi klasifikasi global terbesar yang didapat dengan metode SFFS untuk kedua data uji secara
berturut-turut adalah sebagai berikut: pada data citra daerah Sumatera Selatan sebesar 94,02.% dan pada data citra
daerah Kalimantan Timur sebesar 91,17%. Untuk metode Transformasi Komponen Utama, akurasi klasifikasi global
terbesar yang didapat untuk data citra Sumatera Selatan adalah 89,96 % dan untuk data citra daerah Kalimantan Timur
adalah 76,88%.


Abstract

STUDY OF FEATURE SELECTION SEQUENTIAL FORWARD FLOATING SELECTION (SFFS) AND
PRINCIPLE COMPONENT TRANSFORM (PCT) OF SMALL SCALE RADAR IMAGE DATA. Feature
selection is a method which has aim to obtained an optimum feature subset. The selected features are image features
that obtained through remote sensing system. On this work, we study about SFFS and PCT for small scale radar image
data where each data has less than 20 features. As a data test, we used radar image data for South Sumatera and North
Kalimantan regions. The biggest global acuration classification which obtained by SFFS method for both data test are
94.02 % and 91.17 % for South Sumatera and North Kalimantan respectively. While for PCT method, the biggest
global acuration classification are 89.96 % and 76.88 % for South Sumatera and North Kalimantan respectively.

Keywords: radar iamges, remote sensing, Sequential Forward Floaing Selection (SFFS), Principal component
Transform(PCT)


2



Abstrak


1. Pendahuluan

Pada artikel sebelumnyaMulyono dan kawan-
kawan(2011) menyatakan sebagai berikut : Dimensi
atau ukuran dari subsetciri bisa sangat besar dan
pemrosesan data dalam dimensi yang besar memerlukan
tempat penyimpanan dan waktu proses yang besar pula.
Pemilihan ciri diperlukan untuk mendapatkan subset ciri
yang optimal untuk tujuan interpretasi citra.Sudah
banyak algoritma pemilihan ciri yang dikembangkan
untuk mendapatkan subsetciri yang optimal tersebut. .

Pada tulisan ini digunakan pendekatan pemilihan ciri
SFFS dan Transformasi Komponen Utamaatau
Principal Component Transform (PCT) untuk
mendapatkan subset ciri yang optimal tersebut.

Tulisan ini merupakan hasil kajian dari dua metode
pemilihan ciri, yaitu metode SFFS dan Transformasi
Komponen Utama.

T I | 24
SNTE-2012 ISBN: 978-602-97832-0-9

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan
kajian terhadap metode pemilihan ciri SFFS dan
Transformasi Komponen Utama pada data Citra Radar
skala kecil.

Data yang digunakan pada penelitian ini adalah 2 citra
Radar, yaitu data citra daerah Sumatera Selatan dan
Kalimantan Timur. Evaluasi yang dilakukan terhadap
metode pemilihan ciri SFFS dan Transformasi
Komponen Utama, adalah dengan menggunakan
parameter akurasi klasifikasi global (seluruh kelas
obyek)[12][13][3][4][2] dan akurasi klasifikasi per kelas
obyek.

Metode Sequential Forward Floating
Selection (SFFS)
Disiapkan data yaitu himpunan citra ciri yang
mengandung D ciri dan masing-masing ciri mempunyai
N piksel, masing-masing piksel mempunyai nilai antara
0 sampai dengan 255. Dari D ciri yang ada tersebut,
akan dipilih d ciri terbaik dengan d <D, yaitu d ciri
yang mempunyai akurasi klasifikasi paling besar dengan
menggunakan pendekatan Sequential Forward Floating
Selection (SFFS)[9].

Pada artikel sebelumnya, Mulyono dan kawan-
kawan(2011) menuliskan algoritma SFFS yang langkah-
langkahnya sebagai berikut: Algoritmanya diawali
dengan X
d
(himpunan d ciri terbaik ) =, kemudian
menggunakan metode Sequential Forward Search (SFS)
untuk memilih dua ciri terbaik pertama. Algoritma SFS
adalah suatu metode bottom up ( mulai dengan
himpunan kosong dan dengan penambahan ciri) yang
paling sederhana.

Algoritma SFS dimulai dengan penentuan X
d
=,
selanjutnya ciri terbaik ( the most significant feature )
dengan respek terhadap himpunan X
d
ditambahkan pada
himpunan X
d
tersebut, sehingga n(X
d
)=1. Proses ini
diulang sekali lagi, sehingga diperoleh 2 ciri terbaik
(n(X
d
)=2 ).

Setelah diperoleh 2 ciri terbaik, selanjutnya terdapat tiga
langkah utama sebagai berikut:

Step 1: I nclusion. Memilih ciri terbaik (the most
significant feature ) dengan respek terhadap X
d
, dan
ditambahkan ke X
d
. Dengan menggunakan metode SFS
dasar, pilih ciri x
d+1
dari himpunan yang tersedia Y-X
d

untuk membentuk himpunan ciri X
d+1
, yaitu ciri terbaik
x
d+1
dengan respek terhadap X
d
ditambahkan pada X
d
,
sehingga X
d+1
= X
d
+ x
d+1
mempunyai akurasi
klasifikasi paling besar dibandingkan dengan jika yang
ditambahkan pada himpunan X
d
bukan ciri x
d+1

tersebut.
Untuk mendapatkan subset yang dimaksudkan, maka
dilakukan tahapan-tahapan sebagai berikut:
a. Pasangkan tiap ciri yang ada pada himpunan Y-X
d

ke subset X
d
sehingga terbentuk himpunan-
himpunan X
d+1
b. Hitung akurasi klasifikasi dari tiap-tiap himpunan
X
.
d+1
yang terjadi, selanjutnya pilih himpunan yang
mempunyai akurasi klasifikasi paling besar, dan dari
himpunan X
d+1
yang dipilih tersebut bisa diketahui
ciri mana yang merupakan ciri terbaik x
d+1
dengan
respek terhadap X
d
Dilanjutkan pada step 2.

Step 2: Conditional Exclusion. Dapatkan ciri terburuk
(the least significant feature ) dalam X
.
d+1
. J ika ciri
tersebut tepat yang baru ditambahkan, maka
pertahankan dia, tetapi jika selain ciri tersebut, maka
keluarkan ciri itu, asalkan nilai akurasi klasifikasi dari
subset yang terjadi lebih besar dari akurasi klasifikasi
subset ciri terbaik dengan ukuran sama yang sudah
diperoleh sebelumnya. J ika |X
d
a. Keluarkan 1 ciri dari subset yang diperoleh pada
step 1 ( yaitu set X
|=2, maka kembali ke
step 1, jika tidak demikian dilanjutkan ke step 3.
Step 2 dilakukan dengan langkah-langkah sebagai
berikut:
d+1
), sehingga diperoleh d+1
subset X
d
b. Hitung akurasi klasifikasi dari setiap subset X
yang saling berbeda.
d
yang
didapat pada langkah (a) dan pilih subset X
d
c. J ika subset X
yang
mempunyai akurasi klasifikasi paling besar.
d
d. J ika subset yang mempunyai akurasi klasifikasi
paling besar adalah subset yang terjadi akibat bukan
ciri yang baru diperoleh pada step 1 yang
dikeluarkan, katakan set X
d

dan akurasi klasifikasi


dari X
d

masih lebih besar dari akurasi klasifikasi


subset ciri terbaik dengan ukuran d ( kardinalitas d)
yang diperoleh sebelumnya, maka keluarkan ciri
tersebut dan lanjutkan ke step 3 asalkan d>2, tetapi
jika d=2, maka keluarkan ciri tersebut dan kembali
ke step 1.
yang mempunyai akurasi klasifikasi
yang diperoleh pada langkah (b), adalah subset yang
terjadi akibat ciri yang dikeluarkan adalah ciri yang
baru diperoleh pada step 1, maka ciri tersebut batal
dikeluarkan dan kembali ke step 1.
e. J ika akurasi klasifikasi dari X
d

sama atau lebih kecil


dari akurasi klasifikasi subset ciri terbaik dengan
ukuran d yang diperoleh sebelumnya, maka ciri
tersebut tidak jadi dikeluarkan ( tidak jadi dibuang )
dan kembali ke step 1.

Step 3:Continuation of conditional exclusion.
Dapatkan lagi ciri terburuk (the least significant
feature ) dalam X
d

, katakan x
i
. J ika ciri tersebut
dikeluarkan, yaitu X=X
d

-x
i
, akan menyebabkan : |
X|>2 dan J (X) lebih besar dari nilai criteria subset yang
sudah dicapai sejauh ini dengan ukuran yang sama,
T I | 25
ISBN: 978-602-97832-0-9 SNTE-2012

maka keluarkan ciri tersebut ( x
i
a. Keluarkan 1 ciri dari subset yang diperoleh pada
step 2, yaitu X
d

, sehingga diperoleh d subset X


) dan ulangi step 3. J ika
2 syarat tadi tidak dipenuhi, maka kembali ke step 1.
Step 3 dilakukan dengan langkah-langkah sebagai
berikut:
d-1
b. Hitung akurasi klasifikasi dari setiap subset X

yang saling berbeda.
d-1
J ika akurasi klasifikasi dari subset yang dipilih pada
langkah (a) sama atau lebih kecil dari akurasi klasifikasi
subset ciri terbaik dengan ukuran d-1 ( X

yang didapat pada langkah (a) dan pilih subset yang
mempunyai akurasi klasifikasi paling besar.
d-1
2. Metode Penelitian
) yang
diperoleh sebelumnya, maka ciri tersebut tidak jadi
dikeluarkan ( dipertahankan ) dan kembali ke step 1.
Tetapi jika akurasi klasifikasi dari subset yang dipilih
pada langkah (b) lebih besar dari akurasi klasifikasi
subset ciri terbaik dengan ukuran d-1 yang diperoleh
sebelumnya dan d-1>2, maka ciri yang dikeluarkan pada
langkah (a) tersebut tetap dikeluarkan dan kembali ke
step 3, tetapi jika d-1=2 maka ciri atau ciri yang
dikeluarkan dari X
d

sehingga diperoleh subset dengan


akurasi klasifikasi maksimum juga tetap dikeluarkan
dan kembali ke step 1 [18][12].

Pendekatan Transformasi Komponen Utama
Disiapkan data yaitu himpunan citra ciri yang
mengandung D ciri dan masing-masing ciri mempunyai
N piksel, masing-masing piksel mempunyai nilai antara
0 sampai dengan 255, yang menyatakan tingkat keabuan
atau tingkat kecerahan dari citra tersebut. Dari D ciri
yang ada tersebut, akan dipilih d ciri terbaik dengan d <
D, yaitu d ciri yang mempunyai akurasi klasifikasi
paling besar dengan menggunakan pendekatan
Transformasi Komponen Utama (PCT).


Penelitian ini dilakukan dengan tahapan-tahapan dan
langkah-langkah sebagai berikut:
1. Menyiapkan data-data yang digunakan untuk
penelitian, yaitu:
Data-data dari citra Radar, yaitu data citra daerah
Sumatera Selatan yang terdiri dari 15 ciri dan data
citra daerah Kalimantan Timur yang terdiri dari 19
ciri.
2. Mengimplementasi pemilihan ciri dengan metode
SFFS pada pemilihan d ciri terbaik, yaitu dari 1 ciri
terbaik sampai dengan 10 ciri terbaik.
3. Mengimplementasi pemilihan ciri dengan
metodeTransformasi Komponen Utama(PCT) pada
pemilihan d ciri terbaik, yaitu subset dari 1 ciri
terbaik sampai dengan 10 ciri terbaik .
4. Melakukan evaluasi terhadap hasil-hasil uji coba
yang dilakukan, dan parameter yang digunakan
dalam evaluasi pada penelitian ini adalah akurasi
klasifikasi per kelas maupun akurasi klasifikasi
seluruh kelas (akurasi klasifikasi global ) serta
waktu eksekusi.

3. Hasil Penelitian

Data yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari 2
citra radar, yaitu:
1. Citra daerah Sumatera Selatan (Airborne Radar L-
Band)
Pada artikel sebelumnya, Mulyono dan kawan-
kawan(2011) menuliskan sebagai berikut: Citra daerah
Sumatera Selatan adalah citra radar, yang terdiri dari 15
ciri, yang diturunkan dari citra radar 1 band dengan
menggunakan 3 model dari metode transformasi, yaitu
model Matriks Co-occurrence, Semivariogram dan
Statistik local. Masing-masing ciri mempunyai resolusi
spasial sebesar 350x350, mempunyai 256 pola tingkat
keabuan dan diklasifikasikan menjadi 3 kelas obyek,
yaitu : daerah terbuka hutan dan air. Dari hasil
pemilihan ciri dengan metode SFFS dan Transformasi
Komponen Utama(PCT) pada data citra daerah
Sumatera Selatan, diperoleh tabel-tabel dan grafik
sebagai berikut:

Tabel 1. Nomor dan nama citra ciri daerah Sumatera
Selatan[6]








Nomor ciri Nama ciri
1 Energi
2 Entropi
3 Kontras
4 Cluster Shade
5 Korelasi
6 Homogen
7 Probabilitas Maksimum
8 Invers
9 Semivariogram 1
10 Semivariogram 2
11 Semivariogram 3
12 Semivariogram 4
13 Rata-rata
14 Maksimum
15 Minimum
T I | 26
SNTE-2012 ISBN: 978-602-97832-0-9


Tabel 2. Subset d ciri terbaik, waktu eksekusi, akurasi klasifikasi global dan per kelas obyek dari citra daerah
Sumatera Selatan yang pemilihannya menggunakan metode SFFS.



d
Subset d ciri terbaik Waktu
eksekusi
untuk
memperoleh
d ciriterbaik
(detik)
Akurasi
klasifikasi
dari subset
d ciri
terbaik
Akurasi klasifikasi per kelas subset d
ciri terbaik
Kelas
air
Kelas
hutan
Kelas daerah
terbuka
1 10 225,20 0,8693 0,9438 0,8937 0,8191
2 14 15 425,62 0,9103 0,9623 0,8856 0,9115
3 14 15 8 469,01 0,9311 0,9706 0,9010 0,9416
4 2 6 10 13 15031,26 0,9353 0,9837 0,9003 0,9467
5 2 6 10 13 11 16432,42 0,9390 0,9839 0,8908 0,9631
6 2 6 10 13 11 4 19427,12 0,9397 0,9978 0,8917 0,9585
7 2 6 10 13 11 4 8 21749,36 0,9402 0,9951 0,8964 0,9567
8 2 6 10 13 11 4 8 15 23872,53 0,9399 0,9951 0,8934 0,9585
9 2 6 10 13 11 4 8 15 14 26867,25 0,9401 0,9942 0,8796 0,9713
10 2 6 10 13 11 4 8 15 14 1 28361,28 0,9396 0,9957 0,8814 0,9680


Tabel 3. Subset d ciri terbaik, waktu eksekusi, akurasi klasifikasi global dan per kelas obyek dari citra daerah
Sumatera Selatan yang pemilihannya menggunakan metode Transformasi Komponen Utama[6].



d


Subset d ciri terbaik
Waktu
eksekusi untuk
memperoleh d
ciri terbaik
(detik)
Akurasi
klasifikasi
dari subset d
ciri terbaik
Akurasi klasifikasi per kelas subset d
ciri terbaik
Kelas
air
Kelas
hutan
Kelas daerah
terbuka
1 6 17,14 0,6669 0,0000 0,8139 0,7998
2 6 8 19,67 0,7683 0,8322 0,7538 0,7559
3 6 8 10 20,32 0,8450 0,9170 0,8484 0,8140
4 6 8 10 13 21,26 0,8785 0,9085 0,8475 0,8936
5 6 8 10 13 2 22,41 0,8800 0,8870 0,8476 0,9054
6 6 8 10 13 2 7 23,73 0,8894 0,8812 0,8583 0,9197
7 6 8 10 13 2 7 9 25,21 0,8921 0,8748 0,8547 0,9312
8 6 8 10 13 2 7 9 15 26,91 0,8900 0,8745 0,8427 0,9370
9 6 8 10 13 2 7 9 15 14 28,84 0,8980 0,8824 0,8474 0,9480
10 6 8 10 13 2 7 9 15 14 1 30,76 0,8996 0,8931 0,8419 0,9520

Gambar dari citra-citra ciri daerah Sumatera Selatan adalah sebagai berikut:

Gambar 1. Citra-citra ciri daerah Sumatera Selatan[6]
T I | 27
ISBN: 978-602-97832-0-9 SNTE-2012

2. Citra daerah Kalimantan Timur (STAR-1 X-Band)
Pada artikel sebelumnya, Mulyono dan kawan-kawan
(2011) menuliskan sebagai berikut: Citra daerah
Kalimantan Timur adalah citra radar, yang terdiri dari
19 ciri, yang diturunkan dari citra radar 1 band dengan
menggunakan 3 model dari metode transformasi, yaitu
model Matriks Co-occurrence, Semivariogram dan
Statistik lokal. Masing-masing ciri mempunyai resolusi
spasial sebesar 512x512, mempunyai 256 pola tingkat
keabuan dan diklasifikasikan menjadi 3 kelas obyek,
yaitu : kelas air, kelas hutan dan kelas kampong dan
persawahan. Dari hasil pemilihan ciri dengan metode
Band Selection pada data citra daerah Kalimantan
Timur, diperoleh tabel-tabel sebagai berikut:



Tabel 4. Nomor dan nama citra ciri daerah Kalimantan Timur[8]

Nomor ciri Nama ciri
1 Energi
2 Entropi
3 Kontras
4 Cluster Shade
5 Korelasi
6 Homogen
7 Probabilitas Maksimum
8 Invers
9 Semivariogram 1
10 Semivariogram 2
11 Semivariogram 3
12 Semivariogram 4
13 Semivariogram 5
14 Semivariogram 6
15 Semivariogram 7
16 Semivariogram 8
17 Rata-rata
18 Maksimum
19 Minimum


Tabel 5. Subset d ciri terbaik, waktu eksekusi, akurasi klasifikasi global dan per kelas obyek dari citra daerah
Kalimantan Timur yang pemilihannya menggunakan metode SFFS[8].



d


Subset d ciri terbaik
Waktu
eksekusi untuk
memperoleh d
ciri terbaik
(detik)
Akurasi
klasifikasi
dari subset
d ciri
terbaik
Akurasi klasifikasi per kelas subset d
ciri terbaik
Kelas
air
Kelas
hutan
Kelas
perkampungan
dan persawahan
1 2 59,32 0,8374 0,1396 0,8672 0,9003
2 2 19 138,42 0,8953 0,6011 0,9083 0,9215
3 2 19 17 263,38 0,9006 0,7355 0,8962 0,9266
4 2 8 9 17 965,71 0,9030 0,7737 0,8926 0,9301
5 2 8 9 17 19 1170,47 0,9056 0,7817 0,8955 0,9317
6 1 2 6 13 17 19 2228,99 0,9070 0,7860 0,8988 0,9309
7 1 2 6 13 17 19 8 2554,26 0,9094 0,7901 0,9028 0,9316
8 1 2 6 13 17 19 8 3 2947,47 0,9113 0,7893 0,9020 0,9365
9 1 2 6 13 17 19 8 3 5 3415,49 0,9108 0,8054 0,9057 0,9297
10 1 2 6 13 17 19 8 3 5 11 3968,64 0,9117 0,8081 0,9009 0,9358





T I | 28
SNTE-2012 ISBN: 978-602-97832-0-9

Tabel 6. Subset d ciri terbaik, waktu eksekusi, akurasi klasifikasi global dan per kelas obyek dari citra
daerah Kalimantan Timur yang pemilihannya menggunakan metode Transformasi Komponen
Utama.


d
Subset d ciri terbaik Waktu
eksekusi
untuk
memperole
h d ciri
terbaik
(detik)
Akurasi
klasifikasi
dari
subset d
ciri
terbaik
Akurasi klasifikasi per kelas subset d
ciri terbaik
Kelas air Kelas
hutan
Kelas
perkampungan
dan
persawahan
1 2 90,97 0,7204 0,0000 0,9103 0,6310
2 2 4 97,77 0,7356 0,4878 0,8406 0,6662
3 2 4 6 99,31 0,7439 0,5157 0,8202 0,6998
4 2 4 6 7 101,40 0,7601 0,5184 0,7983 0,7549
5 2 4 6 7 9 105,87 0,7691 0,6055 0,7820 0,7781
6 2 4 6 7 9 10 107,89 0,7688 0,6418 0,7717 0,7828
7 2 4 6 7 9 10 16 111,25 0,7661 0,6592 0,7584 0,7877
8 2 4 6 7 9 10 16 14 116,70 0,7644 0,6630 0,7464 0,7953
9 2 4 6 7 9 10 16 14 18 120,99 0,7630 0,6886 0,7389 0,7962
10 2 4 6 7 9 10 16 14 18 15 123,95 0,7644 0,6880 0,7291 0,8088

Gambar dari citra-citra ciri daerah Kalimantan Timur adalah sebagai berikut:



Gambar 2. Citra-citra ciri daerah Kalimantan Timur[8]


4. Simpulan

Berdasarkan hasil eksperimen dan analisa yang
dilakukan pada penelitian ini, maka dapat ditarik
beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Untuk data citra daerah Sumatera Selatan dan
Kalimantan Timur, maka didapatkan bahwa untuk
setiap subset ciri dengan ukuran yang sama, maka
yang diperoleh dengan metode SFFS akurasi
klasifikasinya selalu lebih tinggi dibanding dengan
yang diperoleh menggunakan metode Transformasi
Komponen Utama.
T I | 29
ISBN: 978-602-97832-0-9 SNTE-2012

2. Untuk 2 data citra Radar yang digunakan pada
penelitian ini, maka akurasi klasifikasi global pada
data citra ciri daerah Sumatera Selatan lebih tinggi
dibanding data citra ciri daerah Kalimantan Timur,
untuk subset 2ciri terbaiksampai dengan 10ciri
terbaik , baik menggunakan metode pemilihan ciri
SFFS maupun Transformasi Komponen Utama.
3. Pada citra ciri daerah Sumatera Selatan, untuk hasil
pemilihan dengan metode SFFS, maka akurasi
klasifikasi kelas air selalu lebih tinggi dibanding
dengan kelas hutan atau kelas daerah terbuka pada
subset ciri dengan ukuran yang sama, tetapi tidak
berlaku pada hasil pemilihan dengan metode
Transformasi Komponen Utama.
4. Pada citra ciri daerah Kalimantan Timur, untuk hasil
pemilihan dengan metode SFFS, maka akurasi
klasifikasi kelas perkampungan dan persawahan
selalu lebih tinggi dibanding dengan kelas hutan atau
kelas air pada subset ciri dengan ukuran yang sama,
tetapi tidak berlaku pada hasil pemilihan dengan
metode Transformasi Komponen Utama.


DAFTAR PUSTAKA
[1] Chahyati, Dina.,Klasifikasi Citra Inderaja
Berdasarkan Ciri Tekstur Semivariogram dan
Matriks Co-occurrence, Skripsi: Program
Sarjana Universitas Indonesia, Maret 2000.
[2] Huber,R. and Dutra,L.V., Classifier
Combination and Feature Selection for Land-
Cover Mapping from High-Resolution Airborne
Dual-Band SAR Data, Proceedings World
Multiconference Systemics, Cybernetics and
Informatics., Volume V, Image, Acoustic,
Speech and Signal Processing: Part I, J uly, 23-
26, 2000, Orlando, Florida, USA, pp.370-375.
[3] J ain,A. and Zongker,D., Feature
Selection:Evaluation, Application and Small
Sample Performance, IEEE Trans. On PAMI,
Vol.19,No.2, 1997, pp.153-158.
[4] Kudo,M. and Sklansky,J ., Comparison of
Algorithms that Select Features for Pattern
Classifiers, Pattern Recognition 33(2000),
1999,pp.25-41.
[5] Lillesand,T.M. and Kiefer,R.W., Remote
Sensing and Image Interpretation, J ohn Wiley
& Sons, Inc.,1994
[6] Mulyono dan Aniati Murni Arimurty,
Pemilihan Ciri Data Citra Penginderaan Jauh
Dengan Menggunakan Metode Transformasi
Komponen Utama, ProsidingSeminar Nasional
Teknik Elektro (SNTE 2011), ISBN:978-602-
97832-0-9, September 2011, hal.TI|7-TI|12.
[7] Mulyono dan Aniati Murni Arimurty,
Perbandingan Pemilihan Fitur Sequential
Forward Floating Selection (SFFS) dan
Korelasi Secara Visual pada Data Citra Optik,
J MAP Vol. 10 No.2, ISSN: 1412-8632,
September 2011, hal. 38-49.
[8] Mulyono, Aniati Murni Arimurty dan Dina
Cahyati, Pemilihan Fitur Pada Data Citra
Penginderaan Jauh dengan Algoritma
Sequential Forward Floating Selection (SFFS),
J urnal TEKNOLOGI Vol.1 No.2, ISSN:1643-
0266, Desember 2011, hal.109-122.
[9] Mulyono, Evaluasi Metode Pemilihan Ciri
Dengan Pengklasifikasi Maximum Likelihood
Gaussian Pada Data Penginderaan Jauh,
Tesis: Program Pascasarjana Universitas
Indonesia, Nopember 2000.
[10] Mulyono, Kajian Suatu Metode Pemilihan
Fitur Dengan Pengklasifikasi Maximum
Likelihood Gaussian, Prosiding Seminar
Nasional Matematika Universitas Katolik
Parahyangan Fakultas Teknologi Informasi dan
Sains, Vol. 6 Thn. 2011, ISSN 1907-3909, hal.
189-196.
[11] Murni,A., Feature Selection Method in Radar
Image Classification: A Case Study, Data
Management and Modelling Using Remote
Sensing and GIS for Tropical Forest Land
Inventory, Rodeo International Publishers,
J akarta, 1999, pp.231-239.
[12] Pudil, P., Novovicova,J . and Kittler, J .,
Floating Search Methods in Feature Selection,
Pattern Recognition Letters 15, No.11, 1994,
pp.1119-1125.
[13] Zongker, D., Algorithms for Feature Selection,
CPS 802, 1995.




.

T I | 30
SNTE-2012 ISBN: 978-602-97832-0-9

SISTEM PENGENALAN QRCODE
UNTUK APLIKASI OTENTIFIKASI KEHADIRAN

Mauldy Laya
1
dan J uniardi Ibrahim
2

1,2.
E-mail:
Teknik Informatika, Teknik Elektro, Politeknik Negeri J akarta, Kampus UI, Depok, 16425, Indonesia

dylaya@gmail.com, yuri.skov@yahoo.com


Abstrak

Pada saat sekarang ini, hampir semua orang mengenal kode batang (barcode) atau paling tidak pernah melihat kode
batang. Berbeda halnya dengan kode respon cepat (Quick Response Code) yang lebih sering disingkat dengan QRCode.
Belum banyak penggunaan QRCode secara luas terutama di indonesia. Di luar negeri QRCode telah digunakan pada
dunia pendidikan, transportasi dan sistem yang memerlukan otentifikasi. Pada makalah ini diajukan sebuah sistem
pengenalan QRCode untuk otentifikasi kehadiran. Sistem melibatkan 3 perangkat yaitu smartphone, tablet dan
komputer. Aplikasi sistem dibuat dengan menggunakan bahasa pemrograman java pada sistem operasi android dan
memanfaatkan pustaka ZXing. Setelah dilakukan pengujian, didapatkan bahwa sistem dapat berjalan dengan baik.
Pengenalan dapat dilakukan pada jarak 5 sampai 12 cm antara layar smartphone yang menampilkan QRCode dan
kamera tablet yang membaca QRCode tersebut.


Abstract

QRCode Recognition System for Presence Authentication. At this time, almost everyone knows the barcode or at
least have ever seen a barcode. Unlike the quick response code is more commonly abbreviated to QRCode. Not many
QRCode widespread use, especially in Indonesia. QRCode abroad have been used in education, transportation and
systems that require authentication. In this paper proposed a QRCode recognition system for presence authentication.
The system involves three devices, namely smartphone, tablet and computer. Application system is created using java
programming language and android operating system utilizing ZXing library. After testing, it was found that the system
can run well. The recognition can be done at a distance of 5 to 12 cm from the smartphone screen that displays QRCode
and tablet cameras that read the QRCode.

Keywords: QRCode, Recognition System, Presence Authentication, Android OS



1. Pendahuluan

Pada saat sekarang ini, hampir semua orang mengenal
kode batang (barcode) atau paling tidak pernah melihat
kode batang seperti terlihat pada gambar 1. Hampir
semua produk-produk yang mempunyai kemasan
apalagi dijual pada pasar modern pasti menggunakan
kode batang. Penggunaan kode batang pada produk
dimaksudkan sebagai penanda yang unik akan produk
tersebut. Dengan bantuan alat pemindai (scanner) kode
batang, pekerjaan manusia akan menjadi lebih cepat dan
mudah. Berbeda halnya dengan kode respon cepat
(Quick Response Code) yang lebih sering disingkat
dengan QRCode. Belum banyak penggunaan kode ini
secara luas terutama di indonesia.



Gambar 1. QRCodedan Barcode

T I | 31
ISBN: 978-602-97832-0-9 SNTE-2012

QRCode adalah sebuah bentuk kode batang dua
dimensi. Kode ini dibuat tahun 1994 oleh perusahaan
jepang Denso-wave. Kode ini dapat dibaca dengan
mudah dengan menggunakan kamera telepon seluler.
Informasi umum yang menggunakan QRCode seperti
URL, SMS, kontak dan teks lainnya. QRCode mampu
menyimpan 7.089 angka, 4.296 alfabet, 2.953 byte
biner, 1.817 huruf kanji atau gabungan. Beberapa
contoh penggunaan QRCode di luar negeri salah
satunya pada dunia pendidikan. QRCode digunakan
berhubungan dengan mobile learning. Salah satu
universitas di inggris menggunakan QRCode untuk isian
pendaftaran, katalog buku perpustakaan. QRCode juga
diterapkan untuk pelajaran bahasa, tabel unsur kimia
dan pelajaran matematika dengan ditambahkan aspek
permainan
[1]
.

Pada transportasi publik, QRCode juga dapat
diterapkan. QRCode digabungkan dengan NFC untuk
registrasi penumpang pada awal dan akhir perjalanan.
Penumpang juga dapat melihat harga tiket, informasi
keberangkatan dan sebagainya. Petugas di sisi lain dapat
melihat keabsahan tiket tersebut
[2]
. Teknik pengenalan
pengguna dengan menggunakan QRCode pada
smartphone telah menjadi bahan penelitian. Teknik
pengenalan tersebut dengan mengambil QRCode pada
smartphone dan mengirimkannya ke server untuk
pengecekan lebih lanjut. Teknik tersebut dilakukan
untuk menyederhanakan proses dan mengurangi
serangan brute-force, man-in the middle, keyboard
hacking yang sering terjadi pada proses otentifikasi
[3]
.

Pada makalah ini, kami membuat sebuah sistem
pengenalan QRCode untuk otentifikasi kehadiran.
Dengan seiring waktu dan banyaknya pengguna
smartphone serta di sisi lain masih banyak kehadiran
hanya tercatat secara manual, maka penggunaan
QRCode sebagai otentifikasi kehadiran menjadi salah
satu alternatif yang layak untuk digunakan.


2. Metode Penelitian

Pembuatan sistem pengenalan QRCode dengan
menerapkan daur hidup pengembangan sistem (system
development life cycle) secara umum
[4]
dan penggunaan
simbol-simbol diagram UML
[5]
Pada tahapan kebutuhan dan analisis didapatkan
hubungan antar perangkat yang nanti menjadi sistem.
Seperti terlihat pada gambar 2, sistem terdiri atas
smartphone, tablet dan komputer data. Smartphone
digunakan untuk menghasilkan QRCode bagi user.
Tablet digunakan untuk membaca (decode) QRCode
pengguna. Komputer digunakan untuk menyimpan data.

. Hal ini ditujukan untuk
standarisasi dan sistem dapat berjalan dan berfungsi
dengan baik sesuai yang diharapkan. Daur hidup
dimulai dari pengambilan kebutuhan, kemudian
dilanjutkan dengan analisis, perancangan, implementasi
dan terakhir pengujian sistem.

Gambar 2. Deployment diagramsistem

Pengguna dapat melakukan beberapa hal dari sistem
seperti terlihat pada gambar 3 yaitu menjalankan
aplikasi pencatat kehadiran, menampilkan QRCode
pengguna yang bersangkutan yang berisi data nomor
pengguna dan nomor imei atau kode unik telepon
seluler, memindai (scanning) QRCode tersebut dan
melihat hasilnya.


Gambar 3. Usecase diagrampengguna

Detil proses yang terjadi pada interaksi antara pengguna
dan sistem dapat terlihat pada gambar 4. Setelah
pengguna menjalankan aplikasi dan menekan menu
pembuatan QRCode maka sistem akan mengambil
nomor pengguna dan imei. Selanjutnya sistem akan
membuat QRCode tersebut dan menampilkannya di
layar smartphone. Kemudian pengguna mendekatkan
layar smartphone-nya ke layar tablet. Berikutnya sistem
akan melakukan pengecekan dengan melibatkan proses
decoding QRCode dan memperlihatkan hasilnya di layar
tablet apakah berhasil atau tidak. J ika berhasil maka
yang ditampilkan adalah nama pengguna, apabila tidak
berhasil maka ditampilkan pesan kesalahan dan
pengguna diminta melakukan pemindaian ulang.
T I | 32
SNTE-2012 ISBN: 978-602-97832-0-9

Gambar 4. Activity diagramsistem

Aplikasi dibuat dengan menggunakan bahasa
pemrograman java. Ada beberapa kelas yang dibuat,
namun secara garis besar dapat dilihat strukturnya pada
diagram kelas seperti gambar 5. Kelas induk adalah
Activity. Kelas ini adalah kelas yang berguna untuk
membuat tampilan pada sistem operasi android
[6]

Gambar 5. Class diagramsistem

.
Android digunakan sebagai aplikasi dari sistem karena
sangat banyak dan cepatnya perangkat-perangkat yang
mendukung sistem operasi tersebut.

Sistem yang dibuat penerapannya memanfaatkan
pustaka (library) ZXing. Pustaka ini adalah sebuah
proyek open-source berbasis java untuk pembacaan
kode batang dan QRCode. Pustaka ini juga disediakan
untuk C/C++, C#, J Ruby, iPhone, Web based, Symbian,
dan lain-lain. Kegiatan fokus dari pustaka ini adalah
menggunakan kamera pada telepon seluler untuk
memindai dan membuka QRCode pada perangkat tanpa
harus terhubung dengan server/end user. Proyek
pustaka ini juga dapat digunakan untuk encode dan
decode pada desktop dan server
[7]


Gambar 6. Tampilan aplikasi

.


3. Hasil dan Pembahasan

Ada dua aplikasi yang dibuat. Pertama adalah EMAN
Flash Account yaitu sebagai QRCode encoder. Kedua
adalah EMAN Reader yaitu sebagai QRCode decoder.
Beberapa tampilan layar dari aplikasi sistem yang telah
dibuat terlihat pada gambar 6.

Setelah kedua aplikasi selesai dibuat, maka langkah
berikutnya adalah memastikan bahwa aplikasi EMAN
Flash Account dan EMAN Reader dapat berjalan sesuai
dengan sistem yang telah direncanakan. Pengujian
dilakukan dengan memindai QRCode dari aplikasi
T I | 33
ISBN: 978-602-97832-0-9 SNTE-2012

EMAN Flash Account. Pengujian aplikasi EMAN Flash
Account dilakukan pada Android smartphone dengan
tipe S-Nexian Energy A850 dan Samsung Galaxy mini.
Sedangkan pengujian aplikasi EMAN Reader dilakukan
pada Android tablet dengan tipe Huawei Ideos S7 104.
Perangkat tablet menggunakan kamera dengan resolusi
3 Megapixel. Beberapa jarak kamera terhadap QRCode
dilakukan uji coba seperti terlihat pada tabel 1. Apabila
jarak kamera terhadap QRCode kurang dari 5 cm maka
akan mengakibatkan sistem tidak dapat membaca atau
mengenali QRCode tersebut. Hal ini disebabkan karena
bingkai pada kamera tidak cukup memuat keseluruhan
QRCode. Apabila jarak melebihi 12 cm, QRCode sudah
tidak terlihat jelas sehingga juga tidak dapat dikenali
oleh sistem. Pengujian berada didalam gedung dengan
intensitas cahaya yang cukup, apabila kurang ataupun
sangat terang dapat menyebabkan tidak jelasnya
QRCode yang ditampilkan.

Tabel 1. Hasil pengujian jarak

No J arak (cm) Hasil
1 1 Tidak dikenali
2 3 Tidak dikenali
3 4 Tidak dikenali
4 5 Dikenali
5 7 Dikenali
6 9 Dikenali
7 11 Dikenali
8 12 Dikenali
9 13 Tidak dikenali
10 15 Tidak dikenali


4. Simpulan

Ada beberapa hal yang dicapai dari penelitian ini yaitu:
Sistem pengenalan QRCode yang telah dibuat dapat
berjalan dengan baik apakah dari sisi encoder ataupun
decoder-nya. J arak optimal yang dapat diterapkan pada
aplikasi android yang telah dibuat adalah 5 sampai 12
cm sehingga decoder dapat membaca dengan baik
QRCode dari smartphone pengguna. Resolusi kamera
depan tablet untuk decoder QRCode yang beresolusi
3MP sudah cukup baik, namun disarankan
menggunakan yang lebih tinggi resolusinya untuk hasil
yang lebih baik. Gambar QRCode yang dihasilkan
smartphone pengguna dengan menggunakan pustaka
ZXing masih agak buram (blur), perlu penelitian lebih
lanjut dengan menggunakan pustaka lain ataupun
menggunakan smartphone kelas atas.


5. Daftar Acuan

[1] Law. C, So. S. J ournal of Educational Technology
Development and Exchange. 3(1). 85-100, 2010.
[2] Finzgar. L, Trebar. M, 19th International
Conference on Software, Telecommunications and
Computer Networks (SoftCOM), 2011
[3] Young-Gon Kim, Moon-Seog J un, 6th International
Conference on Computer Sciences and
Convergence Information Technology (ICCIT),
2011
[4] B.B. Agarwal, S.P. Tayal, M. Gupta, Software
Engineering and Testing, J ones and Bartlett
Publishing, 2010
[5] Sinan Si Alhir, Learning UML, O'Reilly, 2003.
[6] Friesen. J eff, Learn J ava for Android Development,
Apress, 2011.
[7] ZXing. http://code.google.com/p/zxing/, 2012







T I | 34
ISBN: 978-602-97832-0-9 SNTE-2012

PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI SISTEM INFORMASI
BEASISWA PNJ BERBASIS WEB

1
Abdul Aziz,
1
Muhammad Nur Arifin
1
Email:
J urusan Teknik Elektro, PNJ , Kampus Baru UI, Depok, 16425, Indonesia

aaziz@elektro.pnj.ac.id,

Abstrak

Politeknik Negeri J akarta merupakan salah satu Perguruan Tinggi Negeri yang cukup dikenal luas di masyarakat,
banyak pihak yang ingin menawarkan beasiswa pada Politeknik Negeri J akarta guna membantu administrasi dan
kelancaran studi mahasiswa yang berprestasi dan mahasiswa yang ekonominya kurang mampu. Dalam kegiatan
administrasi beasiswa, Politeknik Negeri J akarta masih menggunakan carakonvensional dan komputer, sehingga
komputer tidak sepenuhnya digunakan untuk mengelola data pemohon beasiswa. Komputer hanya digunakan untuk
membuat laporan saja.Oleh karena itu, dibutuhkan sebuah sistem yang mampu menangani masalah dalam kegiatan
administrasi pemohon beasiswa di Politeknik Negeri J akarta.Oleh karena itu peneliti memberikan solusi alternatif,
yang berupa implementasi hasil penelitianberupa; Perancangan dan Implementasi Aplikasi Sistem Informasi
Beasiswa Politeknik Negeri J akarta Berbasis Web. Menggunakan sistem ini, kegiatan administrasi pengelola dan
pemohon beasiswa di Politeknik Negeri J akarta akan menjadi lebih efektif dan efisien.Manfaat dari aplikasi ini
adalah dapat memberi kemudahan kepada mahasiswa dan petugas dalam proses pengelolaan beasiswa, sehingga
dapat meringankan dalam membuat laporan.


Abstract
State Polytechnic of J akarta is one of the state colleagues which have been known by people. So, there is a lot party
who wants to offer scholarship to State Polytechnic of J akarta to help the outstanding student and the student who
has less in economical. Inthe administration ofscholarships, State Polytechnic of J akarta still usingnon computerand
computer, so the computeris not completelyused to manage datascholarshipapplicants.The computer is used only to
make reports. That is why State Polytechnic of J akarta needs a system that has the ability to solve problems in
managing administration task of scholarship applicant. Because of that reason, the researcher gives the alternate
solution which is an research implemented as Web based application of Design and Implementation Scholarship
System in State Polytechnic of J akarta". With this system, the administrational task of managing the scholarship
applicant can be more effective and efficient.The benefitof this application istoprovide convenience tostudents
andstaffin the managementscholarship, so as toeasein makingthe report

.

Keyword: Application, Information, Scholarship, System
I. Pendahuluan

Saat ini perkembangan teknologi informasi dan
komunikasisemakin pesat. Salah satu perkembangan
teknologi informasi dengan menggunakan komputer.
Komputer yang pada awalnya hanya difungsikan
sebagai alat hitung, saat ini telah mendominasikan
kehidupan manusia.Banyak pekerjaan yang dapat
terselesaikan dengan waktu yang relatif singkat
dengan hasil yang akurat dan menghemat ruang
penyimpanan.Dan oleh karena itu banyak institusi
pemerintah dan perusahaan swasta menggunakan
komputer dalam menyelesaikan pekerjaannya yang
kompleks agar menjadi efisien dan sesuai dengan
target yang diinginkan. Salah satunya adalah
membantu pekerjaan administrasi dan pengelolaan
data pemohon beasiswa di PNJ .

PNJ (PNJ ) merupakan salah satu Perguruan Tinggi
Negeri yang cukup dikenal luas di masyarakat,
tentunya banyak pihak-pihak yang ingin menawarkan
beasiswa pada PNJ guna membantu administrasi dan
kelancaran studi mahasiswa yang berprestasi dan
mahasiswa yang ekonominya kurang mampu.

Dalam kegiatan administrasi beasiswa PNJ masih
menggunakan carakonvensional dan komputer,
sehingga komputer tidak sepenuhnya digunakan
T I | 35
SNTE-2012 ISBN: 978-602-97832-0-9

untuk mengelola data pemohon beasiswa. Komputer
hanya digunakan untuk membuat laporan saja.Oleh
karena itu, dibutuhkan sebuah sistem yang mampu
menangani masalah dalam kegiatan administrasi
pemohon beasiswa di PNJ . Berdasarkan penelitian
dan survey yang dilakukan pada PNJ , peneliti
menyimpulkan hasil mengenai masalah sistem yang
ada saat ini, yaitu:
Pengelolaan data pemohon beasiswa PNJ tidak
efisien.
Kurangnya informasi tentang berbagai macam
beasiswa yang ada di PNJ dan informasi tentang
persyaratan permohonan beasiswa bagi calon
pemohon beasiswa baru.
Mahasiswa yang lulus maupun tidak lulus seleksi
tidak mendapat pemberitahuan khusus sehingga
mereka harus menunggu hingga terdapat
pengumuman daftar nama mahasiswa yang
mendapat beasiswa di papan pengumuman.
Oleh karena itu peneliti memberikan solusi alternatif
melalui Rancangan dan Implementasi Aplikasi
Sistem Informasi Beasiswa PNJ Berbasis Web.
Dengan menggunakan sistem ini, kegiatan
administrasi pemohon beasiswa di PNJ diharapkan
menjadi lebih efektif dan efisien

Beasiswa adalah pemberian bantuan berupa dana
yang diberikan perorangan yang bertujuan untuk
dapat digunakan demi keberlangsungan pendidikan
yang ditempuh. Beasiswa dapat diberikan oleh
lembaga pemerintah, perusahaan ataupun
yayasan.Pemberian beasiswa dapat dikategorikan
pada pemberian tanpa terikat ataupun pemberian
terikat. Pemberian terikat merupakan pemberian
beasiswa dengan ikatan kerja (biasa disebut ikatan
dinas) setelah selesainya pendidikan. Lama ikatan
dinas ini berbeda-beda, tergantung pada lembaga
yang memberikan beasiswa tersebut.

Menurut Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah (LAKIP) PNJ tahun 2012, daftar program
beasiswa yang ada di PNJ , antara lain:
Bidik Misi
Bidikmisi (Beasiswa Pendidikan Miskin
Berprestasi) adalah program beasiswa yang
dikeluarkan oleh Direktorat J enderal Pendidikan
Tinggi (Ditjen Dikti) yang diberikan kepada para
siswa-siswi yang masih aktif dan duduk di
bangku kelas 3 yang tahun ini akan lulus dan
juga siswa-siswi yang lulus di tahun kemarin.
Beasiswa ini hanya akan diberikan kepada para
siswa atau siswa yang betul-betul tidak mampu
secara ekonomi, namun memiliki prestasi di
sekolahnya, dan memiliki minat untuk
melanjutkan ke perguruan Tinggi.
Bantuan Belajar Mahasiswa (BBM)
Beasiswa BBM adalah program beasiswa yang
dikeluarkan oleh Direktorat J enderal Pendidikan
Tinggi (Ditjen Dikti) untuk membantu
mahasiswa yang mengalami kekurangan
ekonomi.
Peningkatan Prestasi Akademik (PPA),
Beasiswa PPA program beasiswa yang
dikeluarkan oleh Direktorat J enderal Pendidikan
Tinggi (Ditjen Dikti) untuk membantu
mahasiswa yang berprestasi.
Beasiswa Yayasan Supersemar
Beasiswa Yayasan Supersemar merupakan
program beasiswa yang dikeluarkan oleh
Yayasan Supersemar untuk membantu
mahasiswa yang berprestasi.
Beasiswa Yayasan Toyota dan Astra
Beasiswa Yayasan Toyota dan Astra merupakan
program beasiswa yang dikeluarkan oleh
Yayasan Toyota dan Astra untuk membantu
mahasiswa yang berprestasi.
Beasiswa Yayasan Summitomo
Beasiswa Yayasan Summitomo merupakan
program beasiswa yang dikeluarkan oleh
Yayasan Summitomo untuk membantu
mahasiswa yang berprestasi.

1. Perancangan dan Realisasi

a. Deskripsi Sistem
Nama Sistem
Aplikasi Sistem Informasi Beasiswa PNJ
berbasis WEB.
Fungsi Sistem
Mempermudah kegiatan administrasi dan
pengelolaan data pemohon beasiswa di PNJ .
Spesifikasi
Program ini dibuat menggunakan perangkat
lunak utama :
Apache Friends XAMPP 1.7.3 ( PHP
5.3.1, MySql 5.1.41 )
CodeIgniter 2.1.0
Program ini dibuat menggunakan Perangkat
lunak bantu :
Adobe Dreamwaver CS4
Notepad ++
Adobe Photoshop CS3
Google Chrome WEB Browser

b. Tahapan Perancangan
Perancangan dengan tool UML.
T I | 36
ISBN: 978-602-97832-0-9 SNTE-2012

Use Case
1. Use CaseOperator
Gambar 1.Use CaseOperator

1. Use Case Admin Jurusan
Gambar 2. Use Case Admin J urusan

3. Use CaseAdmin Super

Gambar 3.Use Admin Super

Diagram activity
1. Activity diagram diagram Operator

Gambar 4. Activity Diagram Operator

2. Activity diagram Admin Jurusan

View Pengajuan
Edit Status Pengajuan
Cetak Daftar Pengajuan
Login
Berhasil
Masuk Halaman
Login
Masuk Halaman
utama Admin Jurusan
logout
Pengajuan
Data Formulir Password
Seleksi Pengajuan
Edit Password Edit Data Formulir
START
FINISH
YES
NO
YES
NO

Gambar 5. Activity Diagram Admin J urusan

3. Activity diagram Admin Super

T I | 37
SNTE-2012 ISBN: 978-602-97832-0-9

Login
Berhasil
Masuk Halaman
Login
Masuk Halaman
utama Administrator
logout
Home Penyalur Beasiswa User
Kelola FeedBack
dan Pengumuman,
Ubah Password
Administrator
Kelola User
Account
Kelola Beasiswa Kelola Penyalur
START
FINISH
YES
NO
YES
NO
Gambar 6.Activity diagram Admin Super

c. Perancangan Struktur Databasedan Relasi
Antar Tabel

Kamus Data (Database)
a. Tabel tbl_beasiswa
Rancangan Tabel beasiswa.

Tabel 1. tbl_beasiswa
Field Type Data Null Extra Default
id_kat_beasiswa int(4) No -
tgl_pengajuan Date
No
-
nim varchar(35) No - PK
catatan_sekjur varchar(100)
Yes
-
status int(1)
No
-
pembayaran int(1) No -
tgl_pembayaran timestamp
No
-
nip_sekjur varchar(50) Yes -
skor Float No -

a. Tabel tbl_jurusan
Rancangan Tabel jurusan.

Tabel 2. tbl_jurusan
Field Type Data Null Extra Default
id_jurusan int (4) No auto_increment PK
nama_jurusan varchar(50)
No
-

b. Tabel kat_kat
Rancangan Tabel Kategoribeasiswa.

Tabel 3. kat_beasiswa
Field Type Data Null Extra Default
id_kat_beasiswa int(4) No auto_increment PK
id_perusahaan int(4) No -
tgl_publish timestamp No -
nama_kat varchar(30) No -
deskripsi text No -
persyaratan text No -
dokumen text No
registrasi int(1) No -
id_jurusan varchar(20) Yes -
biaya int(10) Yes -

c. Tabel tbl_feedback
Rancangan Tabel feedback beasiswa.

Tabel 4. tbl_feedback
Field Type Data Null Extra Default
id_feedback int(4) No auto_increment PK
waktu_kirim timestamp No -
nama varchar(50) No -
email varchar(50) No -
konten varchar(140) No -
d. Tabel tbl_mahasiswa
Rancangan Tabel mahasiswa pemohon
atau penerima beasiswa.

Tabel 5. tbl_mahasiswa
Field Type Data Null Extra Default
nim varchar(35) No - PK
nama varchar(40) No -
jenis_kelamin int(1) No -
tempat_lahir varchar(20) No -
tgl_lahir date No -
agama int(1) No -
id_jurusan int(4) No -
prodi varchar(20) No -
foto varchar(36) No -
kelas int(1) No -
no_telp int(20) Yes -
ip_smester1 float Yes -
ip_smester2 float Yes -
ip_smester3 float Yes -
ip_smester4 float Yes -
ip_smester5 float Yes -
ip_smester6 float Yes -
T I | 38
ISBN: 978-602-97832-0-9 SNTE-2012

nama_sekolah_asal varchar(50) No -
jurusan_sekolah_asal varchar(20) No -
tahun_lulus int(4) No -
nem_sttb float No -
pekerjaan_ayah varchar(50) No -
pekerjaan_ibu varchar(50) No -
alamat_ortu varchar(100) No -
telp_ortu int(20) No -
alamat_kerabat varchar(100) No -
telp_kerabat int(20) No -
anak_ke int(2) No -
jumlah_tanggungan_o
rtu
int(2) No -
jumlah_saudara int(2) No -
penghasilan_ortu_per
bulan
int(7) No -
e. Tabel tbl_operator
Rancangan Tabel operator.

Tabel 6. tbl_operator
Field Type Data Null Extra Default
id_user varchar(50) No - PK
nama varchar(50)
No
-
telepon decimal(20,0)
No
-

f. Tabel tbl_pengumuman
Rancangan Tabel pengumuman.

Tabel 7. tbl_pengumuman
Field Type Data Null Extra Default
id_pengumuman int (4) No auto_increment PK
id_user varchar(50) No -
judul_pengumuman varchar(30) No -
gambar varchar(36) No -
tgl_pengumuman timestamp No -
konten text No -

g. Tabel tbl_perusahaan
Rancangan Tabel perusahaan pemberi
beasiswa.

Tabel 8. tbl_perusahaan
Field Type Data Null Extra Default
id_perusahaan int(4) No auto_incr
emen
PK
nama_perusaha
an
varchar(40) No -
alamat varchar(100) No -
logo varchar(36) Yes -
email varchar(50) No -

h. Tabel tbl_sekjur
Rancangan Tabel sekretaris jurusan.

Tabel 9. tbl_sekjur
Field Type Data Null Extra Default
nip varchar(100)
No
- PK
nama_sekjur varchar(50)
No
-
telepon decimal(20,0)
No
-
id_jurusan int(4)
No
-

i. Tabel tbl_user
Rancangan Tabel user atau pengguna.

Tabel 10. tbl_user
Field Type Data Null Extra Default
id_user varchar(50) No - PK
password varchar(32) No -
id_level int(1) No -

d. Perancangan Aplikasi
Rancangan Halaman Login
Halaman ini merupakan tampilan awal dari
halaman Operator.Secara default, operator akan
membuka halaman ini saat membuka halaman
operator.



Gambar 7.Desain Halaman Login

Rancangan Halaman Utama Operator
Halaman ini merupakan tampilan awal dari
halaman Operator.Secara default, operator akan
membuka halaman ini saat membuka halaman
Operator setelah melakukan login.
Dan juga merupakan tampilan awal dari
halaman Admin J urusan. Secara default, Admin
T I | 39
SNTE-2012 ISBN: 978-602-97832-0-9

J urusan akan membuka halaman ini saat
membuka halaman Admin J urusan setelah
melakukan login.



Gambar 8. Desain Halaman utama Operator



Rancangan Halaman Utama Super
Admin
Halaman ini merupakan tampilan awal dari
halaman Super Admin. Secara default, Super
Admin akan membuka halaman ini saat
membuka halaman Super Admin.

Gambar 9. Gambar Halaman Super Admin
e. Realisasi Aplikasi
Realisasi Halaman Login


Gambar 10. Realisasi Halaman Login

Realisasi Halaman Utama Operator dan
Admin Jurusan.

Gambar 11.Realisasi Halaman Utama Operator dan
admin jurusan.

Realisasi Halaman Utama Super Admin

Gambar 12. Halaman Utama Super Admin
2. Pengujian dan Analisis Data
a. Pengujian Sistem
Pengujian sistem ini dilaksanakan setelah
pembuatan aplikasi.Langkah ini dilakukan
untuk memastikan bahwa sistem berjalan
dengan baik.
b. Deskripsi Pengujian
Spesifikasi Perangkat Pengujian
1. Perangkat Lunak
o XAMPP 1.7.3
o Google Chrome Web Browser
o Framework CodeIgniter
o Macromedia Dreamweaver CS3
o Notepad ++
2. Perangkat Keras
o Laptop : HP Compaq Presario
Cq40
o Processor : Intel Core2Duo
o Memory1 : 3 GB
o Harddisk : 250 GB
c. Tujuan Pengujian
1. Mengetahui apakah aplikasi sistem
informasi beasiswa di halaman registered
user dan public user berjalan dengan baik.
2. Mengetahui apakah semua fungsi tombol
berjalan dengan baik dan menghubungkan
halaman web yang dituju.
T I | 40
ISBN: 978-602-97832-0-9 SNTE-2012

3. Mengetahui hubungan antara database
dengan program aplikasi sistem informasi
beasiswa.
4. Mengetahui apakah masih ada halaman
yang belum terhubung satu sama lain.
5. Mengetahui apakah fungsi notifikasi sms
pada pendaftaran sudah berjalan baik.

d. Data Hasil Pengujian
Pengujian Aplikasi Untuk administrator
Untuk Menguji Aplikasi untuk operator
ini, ketikan halaman web untuk
Administrator dengan alamat http://
localhost/sip/index.php/operator/

Gambar 13. Login Administrator

J ika benar dalam pengetikkan pengguna dan kata
kuncinya maka akan menuju ke halaman selanjutnya
yakni homepage untuk Administrator seperti pada
gambar 14.
pada web
browser.Untuk mengakses ke halaman
selanjutnya diperlukan username dan
password seperti terlihat pada gambar 13.



Gambar 14. Halaman Utama Administrator

Menu berikutnya merupakan Kelola Pengumuman
seperti pada gambar 15.

Gambar 15.Halaman Kelola Pengumuman

Menu berikutnya merupakan User Profile seperti
pada gambar 16.


Gambar 17. Halaman User Profil

Pada halaman ini digunakan untuk merubah
password Super Admin.Untuk merubah password
pengguna harus memasukan password lama untuk
validasi baru pengguna dapat merubah password baru
dengan menulis di kolom Password Baru dan
Password Konfirmasi.Password Konfirmasi
digunakan untuk validasi untuk mengecek kesamaan
kata dari Password Baru dan Password Konfirmasi.
Menu berikutnya merupakan User, yang terdiri dari
submenuListOperator, List Admin J urusan, dan List
jurusan yang bisa dirubah atau dihapus oleh Super
Admin. Hal ini berguna untuk mengelola
userOperator seperti pada gambar 18, 19, dan 20.


Gambar 18.List Operator


T I | 41
SNTE-2012 ISBN: 978-602-97832-0-9


Gambar 19.Halaman List Admin J urusan



Gambar 20.List J urusan

Menu berikutnya adalah Beasiswa yang di dalamnya
berisi dua submenu yakni Beasiswa Baru untuk
pembuatan beasiswa baru dan List Beasiswa yang
berisi informasi beasiswa yang telah tersedia.Seperti
terdapat pada gambar 21, dan 22.


Gambar 21.Pembuatan Beasiswa Baru


Gambar 22. List Beasiswa

Menu terakhir yakni menu Penyalur. Menu ini
berkaitan erat dengan perusahaan yang akan
memberikan beasiswa. Submenu pada menu ini ada
dua, yakni Penyalur Baru dan List Penyalur.Seperti
pada gambar 23, dan 24.

Gambar 23. Form Penyalur Baru


Gambar 24. List Penyalur


Pengujianaplikasi sistem informasi
beasiswa untuk Admin Jurusan
Untuk Menguji Aplikasi untuk
AdminJ urusan ini, ketikan halaman web
untuk Admin J urusan dengan alamat http://
localhost/simbe/index.php/jurusan/

Gambar 25.Home Login Admin Jurusan

pada
firefox.Untuk mengakses ke halaman
selanjutnya diperlukan username dan
password pengguna Admin J urusan seperti
terlihat pada gambar 25.

Halaman di bawah ini adalah halaman utama untuk
public user dimana user dapat melihat beberapa
pengumuman yang dibuat oleh administrator.Selain
itu juga terdapat menu seperti halaman utama
T I | 42
ISBN: 978-602-97832-0-9 SNTE-2012

yaitu halaman ini sendiri, Telusuri Warehouse,
dan juga F.A.Q.

Gambar 26. Homepage Halaman Admin J urusan

Gambar 27 di bawah memperlihatkan formulir
pendaftaran beasiswa dari calon penerima beasiswa.

Gambar 27 Homepage Halaman Admin J urusan

Fitur terakhir pada menu halaman Admin J urusan
adalah menolak atau menyetujui formulir pengajuan
beasiswa.Apabila Admin J urusan telah memilih
untuk menolak atau menyetujui pengajuan beasiswa
maka harus menulis catatan ke formulir tersebut
seperti pada gambar 28 dibawah. Setelah Admin
J urusan menuliskan catatan maka status pengajuan
akan berubah menjadi Disetujui/Ditolak sesuai
dengan aksi Admin J urusan.

Gambar 28.Halaman Tambah Catatan Admin J urusan

Pengujian Aplikasi Simbe untuk Operator
Untuk Menguji Aplikasi Sistem Informasi
Beasiswa (SIMBE), ketikan halaman web untuk
Operator dengan alamat
http://localhost/simbe/index.php/operator/ pada
browser. Untuk mengakses ke halaman
selanjutnya diperlukan username dan password
pengguna Operator seperti terlihat pada gambar
29.


Gambar 29. Halaman Login Super Admin



Gambar 30.Homepage Operator

Pada gambar 30 merupakan halaman utama dari
aplikasi SIMBE untuk Operator sekaligus sebagai
halaman Drop Box.Terdapat fitur-fitur pada menu
ini, Antara lain lihat formulir, hapus pengajuan, tolak
pengajuan beasiswa dan tandai dokumen sudah
lengkap.

Gambar 31. Halaman Lihat Formulir Operator

Gambar 31 diatas memperlihatkan formulir
pendaftaran beasiswa dari calon penerima beasiswa.

T I | 43
SNTE-2012 ISBN: 978-602-97832-0-9


Gambar 32. Halaman Ubah Data Formulir

Operator dapat merubah data dari formulir pengajuan
peserta beasiswa agar dapat disesuaikan dengan data
yang sebenar-benarnya apabila terdapat
ketidaksamaan data antara formulir yang dibuat oleh
peserta dengan data dari dokumen pelengkap yang
dikumpulkan peserta seperti pada gambar 32.
Operator menandai formulir pengajuan dengan
Tandai dokumen sudah lengkap apabila dokumen
dari pengajuan peserta tersebut sudah lengkap setelah
itu barulah Admin J urusan dapat menyeleksi siapa
yang disetujui dan siapa yang ditolak dengan
memberi catatan.Setelah status pengajuan dirubah
menjadi Disetujui oleh Admin J urusan, operator
kini dapat menyeleksi siapa saja yang berhak
mendapatkan beasiswa sesuai dengan kondisi yang
berlaku seperti quota penerima beasiswa dan prioritas
yang ditandai oleh SIMBE.Apabila Admin J urusan
menandai dengan Ditolak maka operator dapat
menghapus pengajuan tersebut atau membiarkannya
begitu saja.
Setelah Operator menyeleksi siapa saja yang berhak
mendapat beasiswa, maka secara otomatis SIMBE
mengirimkan sms ke nomor telepon setiap peserta
bahwa peserta tersebut berhasil mendapatkan
beasiswa yang diajukannya dan pengajuan tersebut
masuk ke Tabel Daftar Peserta yang Terpilih setelah
itu Operator dapat langsung mengumumkannya ke
halaman public website SIMBE dengan mengklik
tombol Buat Pengumuman seperti pada gambar 33.

Gambar 33. Tabel Daftar Peserta yang Terpilih

Fitur terakhir pada menu halaman Operator adalah
menandai formulir pengajuan yang menjadi sudah
diterimaatau penerima beasiswa dengan tanda
Lunas apabila peserta sudah mengambil sejumlah
dana yang ditentukan untuk menandakan bahwa
peserta sudah mendapat pembayaran. Fitur tersebut
ada di halaman Beasiswa seperti pada gambar 34.


Gambar 34. Tabel Daftar Peserta Penerima
Beasiswa

Analisis Data Hasil Pengujian
Terdapat tiga proses kerja yang menjadi inti
keseluruhan pada program aplikasi Sistem
Informasi Beasiswa (SIMBE) ini. Inti proses
kerja aplikasi SIMBE yaitu proses kerja
Administrator, Admin J urusan dan Operator.
Proses kerja pertama merupakan program
aplikasi untuk Administrator. Pada halaman
Administrator pengguna diharuskan untuk login
terlebih dahulu.Fitur yang pada halaman
Administrator berkaitan tentang membuat,
menghapus, merubah, atau melihat data dengan
program aplikasi SIMBE pada database. Proses
kerja Administrator ialah mengelola dan
memelihara aplikasi SIMBE agar berjalan
dengan baik.Sedangkan proses kerja Admin
J urusan dilakukanuntuk menyetujui atau
menolak beasiswa yang diajukan oleh operator.
Dan proses kerja Operatorsebagaipengelola
semua pengajuan beasiswa dari mahasiswa.
Metode pengujian dilakukan dengan menguji
proses kerja pada fungsi tombol/button pada
setiap halaman yang tersedia, hasil tidak terdapat
adanya fungsi button yang tidak bekerja.
Dan juga hasil pengujian tidak menemukan
adanya bug atau disfungsi pada aplikasi karena
berkat dilakukan proses pengujian pada berbagai
aspek per fungsi saat pengkodean dan saat telah
dilakukan integrasi sistem. Sehingga secara
keseluruhan pengujian Aplikasi SIMBE secara
diskrit, dan terintegrasi dalam pengujian metode
white box dan black box aplikasi menampilkan
kinerja yang cukup baik.

Analisis data dari program aplikasi Sistem
Informasi Beasiswa ini adalah:
T I | 44
ISBN: 978-602-97832-0-9 SNTE-2012

Dalam pengajuan beasiswa, Operator
bertugas menyeleksi formulir pengajuan
beasiswa yang masuk. Beasiswa yang
dikonfirmasi akan dikirim ke setiap jurusan
yang nantinya akan diterima dan diseleksi
lagi oleh Admin J urusan.
Admin J urusan bertugas menyeleksi kembali
formulir pengajuan beasiswa mahasiswa
jurusannya. Dalam proses penyeleksian
Admin J urusan berhak menyetujui atau
menolak setiap formulir yang diajukan.
Formulir pengajuan beasiswa yang telah
disetujui Admin J urusan akan dikirim lagi ke
Operator untuk diseleksi kembali
berdasarkan ketentuan serta quota yang
disediakan oleh penyalur beasiswa.
Setelah formulir pengajuan beasiswa
diterima/ ditolak oleh Operator maka
peserta/mahasiswa akan menerima sms
sebagai informasi bahwa pengajuan
beasiswanya diterima/ditolak.
Mahasiswa yang diterima pengajuan
beasiswanya berhak mengambil dana pada
waktu dan tempat yang sudah diberitahukan
melalui sms.
Bila dana beasiswa telah dibayarkan maka
akan ada List beasiswa yang telah
dibayarkan pada halaman Operator dan
Admin J urusan.

3. Kesimpulan
Terdapat beberapa kesimpulan pada program aplikasi
Sistem Informasi Beasiswa PNJ Berbasis Web:
1. Formulir pengajuan beasiswa sudah tidak
menggunakan kertas sehingga menjadi mudah
dalam penyusunannya dan dapat dilihat
kapanpun dengan cepat oleh panitia
penyelenggara program beasiswa.
2. Setiap formulir pengajuan beasiswa sudah
diberikan nilai dan prioritas pada masing-
masing formulir oleh aplikasi ini sehingga
mempermudah dalam hal penyeleksi pemohon
beasiswa.
3. Pemohon beasiswa secara otomatis diberikan
pemberitahuan berupa sms secara otomatis oleh
aplikasi ini menandakan bahwa pemohon
beasiswa tersebut berhasil mendapatkan
beasiswa atau tidak.
4. Melalui aplikasi ini, panitia berhak menyeleksi
mahasiswa PNJ yang berstatus aktif yang hanya
bisa mendaftar program beasiswa sedangkan
mahasiswa yang berstatus cuti atau drop out
tidak dapat mendaftar program beasiswa.
5. Aplikasi ini berbasis website sehingga dapat
diakses tanpa batas waktu dan tempat.


DAFTAR PUSTAKA
[1] Abdul Kadir, Mudah Mempelajari
Database MySQL, Andi Publisher,
Yogyakarta, 2010.
[2] Abdul Kadir, Buku Pintar jQuery dan
PHP, Mediakom, Yogyakarta, 2011.
[3] Betha Sidik, Pemrograman Web PHP,
Informatika, Bandung, 2012.
[4] David M. Kroenke, Database Processing:
Fundamental, Design & Implementation,
Prentice Hall Int. Inc., New J ersey, 7nd ed.,
2000.
[5] J effrey A. Hoffer, Mary B. Prescott, Fred R.
McFadden, Modern Database
Management, Pearson, Prentice Hall Int.
Inc., New J ersey, 8th ed., 2007.
[6] Larry, Roy, Jurus Kilat Mahir HTML dan
CSS, Niaga Swadaya, J akarta,2012.
[7] PNJ ,Laporan Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah (LAKIP) 2011, Depok,
2012.
[8] Riyanto, Membuat Sendiri Sistem
Informasi Penjualan Berbasis Web dengan
PHP dan PostgreSQL, Gaya Media,
Yogyakarta, 2011
[9] Sibero, Kitab Suci Web Programming,
Mediakom, Yogyakarta, 2011.



T I | 45
SNTE-2012 ISBN: 978-602-97832-0-9

RANCANG BANGUN MULTIBAND BAND PASS FILTER DENGAN CROSS
OPEN STUB

Toto Supriyanto
1
, Teguh Firmansyah
2
, dan Achmad Budi Fathoni
3


1
Teknik Telekomunikasi, Teknik Elektro. Politeknik Negeri J akarta
2
Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
3
Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia

1
totosupr@yahoo.com;
2
teguh.firmansyah1@gmail.com ;
3
bfathoni@yahoo.com

Abstrak

Pada penelitian ini dirancang mikrostrip bandpass filter multiband untuk mendukung transceiver multiband pada
frekuensi 900 MHz untuk GSM, 1,8 GHz untuk WCDMA, dan 2,6 GHz untuk LTE. Perancangan filter menggunakan
metode Cross Open Stub (COS). Pembuatan mikrostrip filter multiband dengan mempergunakan teknik COS dapat
menghasilkan filter ukuran lebih sederhana dan compact namun dapat memiliki frekuensi kerja yang multiband. Hasil
pengukuran menunjukkan pada frekuensi GSM 900 MHz, nilai S
11
sebesar -34.4 dB. Pada frekuensi WCDMA 1,8 GHz,
nilai S
11

sebesar -30 dB. Pada frekuensi LTE 2,6 GHz, nilai sebesar -25,4 dB. Sementara itu, hasil pengukuran
menunjukkan multiband filter terjadi pergeseran frekuensi tengah sebesar 5-10 MHz. Dari hasil simulasi maupun
pengukuran menunjukkan bahwa BPF ini telah mencapai kinerja yang diharapkan sesuai frekuensi teknis yang
ditetapkan.

Abstract

In this research microstrip bandpass filter multiband designed to support multiband transceiver at 900 MHz for GSM,
WCDMA 1.8 GHz, and 2.6 GHz for LTE. Design filter using the Cross Open Stub (COS). Making multiband
microstrip filters by using COS technique can produce more simple filter size and compact but can have a multiband
frequency work. The measurement results showed on GSM frequencies of 900 MHz, the value of S11 of -34.4 dB. In
WCDMA frequency of 1.8 GHz, the value of S11 of -30 dB. LTE at 2.6 GHz frequency, a value of -25.4 dB.
Meanwhile, the measurement results show a shift multiband filter center frequency of 5-10 MHz. From the results of
simulations and measurements show that the BPF has achieved the expected performance defined technical
corresponding frequency.

Key words Cross open stub, Multiband, simulation, microstrip.

I. PENDAHULUAN

Berbagai permintaan aplikasi wireless mendorong
dikembangkannya teknologi yang memiliki kemampuan
multimode untuk menunjang teknologi GSM, WCDMA,
dan LTE secara bersamaan [1]. Untuk mendukung hal
tersebut, pada penelitian ini akan dirancang mikrostrip
bandpass filter multiband pada frekuensi 900 MHz, 1,8
GHz, dan 2,6 GHz yang merupakan frekuensi alokasi
untuk teknologi GSM, WCDMA, dan LTE.

Untuk merancang filter yang memiliki frekuensi kerja
lebih dari satu, maka dapat dilakukan dengan
menggunakan prinsip step impedance resonanator
(SIR) seperti yang dilakukan [2]-[9]. Penggunaan SIR
mememiliki kelemahan karena resonator pada salah satu
frekuensi berpengaruh terhadap frekuensi yang lain,
sehingga diperlukan perhitungan yang akurat untuk
mendesain sebuah filter multiband. Selain itu, untuk
mendapatkan hasil yang baik, diperlukan proses tuning
yang lebih lama. Keunggulan SIR adalah ukurannya
yang lebih kompak dibandingkan filter jenis lain.

Sementara itu pada [10] diusulkan penggunaan
cascaded resonator untuk menghasilkan multiband
filter. Akan tetapi filter ini memiliki ukuran yang besar
karena satu frekuensi diwakili oleh sebuah resonator.
Hal ini akan mengakibatkan rangkaian bandpass filter
memiliki ukuran yang lebih besar dan kompleks.
Analisa secara coupling matrik resonator dilakukan oleh
[11] sehingga diperoleh multiband filter.

Salah satu metode yang dapat meningkatkan kinerja
insertion loss adalah penggunaan transmission zeros
T I | 46
ISBN: 978-602-97832-0-9 SNTE-2012

seperti yang diusulkan [12]-[14] atau yang lebih sering
dinamakan cross resonator. Berbeda dengan SIR, pada
cross resonator memiliki nilai depedensi yang rendah
antara frekuensi satu dengan yang lain. Metode cross
resonator ini diaplikasikan oleh [15] dengan
penggunaan teknik cross open stub (COS) untuk dapat
menghasilkan filter multiband. Kemudian dilakukan
pula oleh [16] dengan teknik cross short stub (CSS)
yang menghasilkan filter multiband. Pada [17]
diusulkan penggabungan metode COS dan CSS untuk
dapat menghasilkan filter empat band. Penggunaan
COS memiliki kelemahan karena bentuknya yang besar,
sehingga dibutuhkan modifikasi filter tersebut dengan
tetap mempertahankan kinerjanya.

Untuk meminiaturisasi filter, maka dapat dilakukan
teknik folded seperti yang diusulkan [18]-[22]. Teknik
ini merupakan salah satu cara yang paling efektif untuk
menghasilkan filter yang kompak.

Beberapa penelitian multiband filter diantaranya seperti
pada [15] dibangun filter yang bekerja pada frekuensi
2,45 GHz, 3,5 GHz, 5,25 GHz, dengan nilai insertion
loss sebesar lebih dari -1 dB pada semua frekuensi kerja
nya. Sementara itu, memiliki kekurangan dalam hal
ukurannya yang besar, sehingga dapat diminimalisasi
kembali.

Sedangkan pada [16] diusulkan menggunakan teknik
CSS. Pada penelitian tersebut, filter yang dibangun
bekerja pada frekuensi 1,8 GHz, 3,5 GHz, 5,45 GHz.
Dengan nilai insertion loss sebesar lebih dari -2 dB pada
semua frekuensi kerjanya. Sama halnya dengan [15]
filter ini pun masih memiliki ukuran yang besar. Selain
itu, pada [17] diusulkan kombinasi COS dan CSS untuk
dapat menghasilkan filter quad band, yang bekerja pada
frekuensi 1,32 GHz, 1,71 GHz, 2,41 GHz, dan 3,41
GHz. Filter ini memiliki nilai insertion loss yang baik
yaitu kurang dari -2 dB, tetapi memiliki ukuran yang
besar.

Pada penelitian ini diusulkan perancangan mikrostrip
filter multiband dengan teknik COS untuk menghasilkan
filter yang lebih sederhana namun dapat memiliki
frekuensi kerja yang multiband [26] frekuensi 900 MHz
untuk GSM, 1,8 GHz untuk WCDMA, 2,6 GHz untuk
LTE, dengan keluaran nilai return loss S
11
<-10 dB,
insertion loss S
21

>-3 dB dan VSWR antara 1 2
dengan group delay kurang dari 10 nS [18]. Simulasi
dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak
Advanced Design System (ADS). Untuk mengetahui
unjuk kerja rangkaian dengan menguji parameter-
parameter yang diperlukan, seperti return loss, insertion
loss, frekuensi kerja, VSWR, bandwidth dan group
delay. Selain itu dilakukan fabrikasi dari rancangan BPF
dan hasil pengukuran kinerja nya dibandingkan dengan
hasil simulasi.
II. PERANCANGAN MULTIBAND FILTER

2.1 Spesifikasi Filter
Perancangan filter diawali dengan menentukan
karakteristik filter yang diharapkan yaitu frekuensi kerja,
bandwidth, return loss, insertion loss dan group delay.
Secara lebih lengkap seperti pada Tabel 1 dibawah ini :

Tabel 1. Spesifikasi Filter


2.2 Konfigurasi Filter
Rancangan filter yang akan didesain seperti pada
Gambar 1 merupakan salah satu jenis filter COS yang
mampu bekerja pada multi frekuensi. Filter tersebut
terdiri dari beberapa open-stub yang memiliki lebar dan
panjang yang berbeda, sehingga dapat bekerja pada
beberapa frekuensi. Filter tersebut dibuat dengan
menggunakan substrat FR4 dengan konstanta dielektrik
4.3, TanD sebesar 0,02 dan ketebalan 1,6 mm. Masing-
masing dievaluasi dan disimulasikan menggunakan
perangkat lunak Advanced Design System (ADS). J ika
belum didapatkan hasil yang sesuai dengan spesifikasi
yang diinginkan, dilakukan tuning sampai didapat hasil
yang diinginkan.

Bandstop
Z1, 1
Zs,
s
Z0, 0
Z2, 2
Z1, 1
Zs,
s
Z3,
3
Z0, 0
Resonator
Bandstop

Gambar 1. Multiband filter cross openstub [10]

Menurut [15] filter tersebut terdiri dari resonator yang
dinamakan COS dan bandstop yang ada disampingnya
untuk meningkatkan nilai stop filter pada ujung-ujung
band. Filter ini memiliki konfigurasi yang sederhana
namun ukurannya yang relatif besar, sehingga
Spesifikasi
Karakteristik
GSM WCDMA LTE
Frekuensi 0,9 GHz 1,8 GHz 2,6 GHz
Frekuensi
tengah
0,95 GHz 1,85 GHz 2,65 GHz
Bandwidth 100 MHz 100 MHz 100 MHz
Return Loss <-10 dB <-10 dB <-10 dB
Insertion
Loss
>-3 dB >-3dB >-3 dB
VSWR <2 <2 <2
T I | 47
SNTE-2012 ISBN: 978-602-97832-0-9

diperlukan modifikasi konfigurasi (bentuk) filter.

ABCD matriknya mengikuti persamaan 1 dibawah ini.


Gambar 2 memperlihatkan struktur filter. Untuk dapat
menganalisanya maka dapat membaginya kedalam
fungsi mikrostrip kepada fungsi frekuensi.
Z1, 1
Z2, 2
Z1, 1
Z3,
3

Gambar 2. Struktur utama multiband filter cross open
stub (COS)

Untuk analisa pada frekuensi pertama ditunjukkan oleh
Gambar 3 :

Z1, 1
ZIN1

Gambar 3. Analisa frekuensi pertama filter COS

Untuk analisa pada frekuensi kedua ditunjukkan oleh
Gambar 4 :

Z1, 1
Z2,
2
ZIN2

Gambar 4. Analisa frekuensi kedua filter COS

Untuk analisa pada frekuensi ketiga ditunjukan oleh
Gambar 5 :


Z1, 1
Z3
,
3
ZIN3

Gambar 5. Analisa frekuensi ketiga filter COS

2.3 Tahapan Perancangan Filter
Terdapat beberapa tahapan dalam perancangan filter ini.
Untuk mengetahui parameter hasil rancangan,
digunakan perangkat lunak Agilent ADS.

2.4 Perhitungan Dimensi Filter saat Zo = 50
Ohm
Lebar saluran transmisi pada disain mikrostrip harus
disesuaikan dengan besarnya impedansi karakteristik
dari saluran transmisi tersebut. Hal ini bertujuan agar
tercapai kondisi selaras pada saluran transmisi.

Pada perancangan filter ini menggunakan saluran
transmisi dengan impedansi karakteristik sebesar 50
ohm. Perhitungan lebar saluran transmisi untuk suatu
nilai impedansi karakteristik Zo dan konstanta dielektrik
substrat
r
1.53
(0.255) 0.6296 1.3693
3 . 4
11 . 0
23 . 0
1 3 . 4
1 3 . 4
2
1 3 . 4
60
50

11 . 0
23 . 0
1
1
2
1
60
=
+ =
|
.
|

\
|
+
+

+
+
=
|
.
|

\
|

+
+

+
+
=
r r
r r Zo
A
, rasio lebar saluran transmisi dan ketebalan
substrat dapat ditentukan dengan menggunakan
persamaan (2) dan (3) dibawah ini :


( ) ( )

<

>
)
`


+
=
(
(
(

2
d
W

2 2
8
2
d
W

61 . 0
39 . 0 1 ln
2
1
1 2 ln 1
2
A
e
A
e
B B B
d
W
r r
r

( 2 )
Dengan
r r r
r r
Zo
B
Zo
A

= |
.
|

\
|

+
+

+
+
=
2
377
dan
11 . 0
23 . 0
1
1
2
1
60

( 3)

Untuk mendapatkan lebar saluran transmisi pada
perancangan filter ini, beberapa parameter sebagai
berikut,
Zo =50 ohm,
d =1.6 mm,
r = 4.3 ,
dengan asumsi W/d <2 sehingga, persamaan yang
digunakan adalah :

=

T I | 48
ISBN: 978-602-97832-0-9 SNTE-2012





Setelah diperoleh dimensi saluran transmisi kemudian di
karakterisasi, sehingga diperoleh nilai return loss <-10
dB pada semua frekuensi. Hasil dimensi karakterisasi
terlihat pada Gambar 6.

.
W = 3.076 mm
L = 10 mm
W = 0.699 mm
L = 11.58 mm
W = 1 mm
L = 57.1 mm
W = 0.928 mm
L = 2.24 mm
W = 0.699 mm
L = 30.55 mm
W = 0.928 mm
L = 2.24 mm
W = 3.076 mm
L = 10 mm
W = 0.699 mm
L = 11.58 mm

Gambar 6. Dimensi Multiband Cross Open Stub

2.5 Konfigurasi Multiband Filter dengan Cross
Open Stub
Hasil karakterisasi dimensi dari COS terlihat pada
Gambar 7. Nilai Zo sebanding dengan mikrostrip
selebar 3.07mm. Gambar 7 tersebut memperlihatkan
bahwa nilai S
11
< - 10 dB pada semua frekuensi
kerjanya. Pada frekuensi GSM, nilai S
11
pada 950 MHz
sebesar -21.5 dB. Sementara pada frekuensi WCDMA
1,850 GHz, nilai S
11
sebesar -25.43 dB. Selain itu, pada
frekuensi LTE 2,65 GHz, nilai S
11
sebesar -22,9 dB.

Gambar 7. Hasil Simulasi S
11
Multiband Cross Open Stub

Layout hasil rancangan filter dengan COS terlihat pada
Gambar 8 dibawah ini.



Gambar 8. Layout Multiband Cross Open Stub

III. ANALISA DAN PEMBAHASAN

Setelah mensimulasikan dengan menggunakan
perangkat lunak ADS untuk mendapatkan parameter-
parameter yang diinginkan sesuai spesifikasi
perancangan, untuk selanjutnya dipabrikasi. Hasil
fabrikasi tersebut diukur parameter-parameternya.
Parameter-parameter yang akan diukur yaitu S
11
dan
S
21
-nya. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan
network analyzer pada ruang Lab. Telekomunikasi
Anechoic Chamber lantai 4 Departemen Teknik Elektro,
Fakultas Teknik, Universitas Indonesia. Pengukuran
parameter filter dilakukan melalui pengukuran port
ganda, karena filter memiliki 2 port yaitu port input
(port 1) dan port output (port 2).

3.1 Hasil Simulasi
Pada subab ini akan membahas insertion loss, return
loss, VSWR dan Group delay pada filter COS dan
Folded DCOS. Hasil simulasi S
11
dan S
21
multiband
BPF dengan COS terlihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Hasil simulasi S
11
dan S
21
Pada frekuensi GSM, nilai S
multiband BPF
dengan COS

11
pada 900 MHz sebesar
-11,6 dB sementara pada frekuesi tengahnya sebesar
-23,64 dB dan pada batas frekuensi atasnya sebesar
-16,15 dB. Sementara pada frekuensi WCDMA, nilai
S
11
pada 1,8 GHz sebesar -20.84 dB sementara pada
T I | 49
SNTE-2012 ISBN: 978-602-97832-0-9

frekuesi tengahnya sebesar -24,7 dB dan pada batas
frekuensi atasnya sebesar -17,8 dB. Selain itu, pada
frekuensi LTE, nilai S
11
pada 2,6 GHz sebesar -23,1 dB,
sementara pada frekuesi tengahnya sebesar -24,4 dB dan
pada batas frekuensi atasnya sebesar -23,37 dB.

Pada frekuensi GSM, nilai insertion loss, S
21
pada 900
MHz sebesar -1dB, pada frekuesi tengahnya sebesar -
0.57 dB dan pada batas frekuensi atasnya sebesar -0.61
dB. Sementara pada frekuensi WCDMA, nilai S
21
pada
1,8 GHz sebesar -0.72 dB, pada frekuesi tengahnya
sebesar -0.68 dB dan pada batas frekuensi atasnya
sebesar -0.75 dB. Selain itu, pada frekuensi LTE, nilai
S
21
pada 2,6 GHz sebesar -0.97 dB, pada frekuesi
tengahnya sebesar -0.98 dB dan pada batas frekuensi
atasnya sebesar -1.03 dB

Hasil perancangan telah memenuhi spesifikasi yang
diharapkan, dimana nilai return loss saat frekuensi atas
maupun frekuensi bawah kurang dari -10 dB. Pada
Gambar 9 tersebut juga memperlihatkan nilai insertion
loss yang sangat baik, yang mencapaai lebih besar dari -
2 dB. Hal ini terjadi karena nilai loss disebabkan
coupling hampir tidak ada. Pada Gambar 10
memperlihatkan nilai VSWR multiband BPF dengan
COS.

Gambar 10. Hasil simulasi VSWR multiband BPF
dengan COS

Pada frekuensi GSM, nilai VSWR pada 950 MHz
sebesar 1.14. Sementara pada frekuensi WCDMA, nilai
VSWR pada 1,85 GHz sebesar 1.12. Selain itu, pada
frekuensi LTE, nilai VSWR pada 2,65 GHz sebesar
1.12. Nilai VSWR memenuhi spesifikasi yang
diharapkan yaitu kurang dari 2.

Gambar 11 memperlihatkan nilai group delay kurang
dari 1 ns, sehingga dapat disimpulkan bahwa filter ini
tidak mengalami perubahan fasa yang signifikan.
Perubahan fasa yang besar dapat mengakibatkan distorsi
sinyal yang didapatkan.

Gambar 11. Hasil simulasi Group Delay multiband BPF
dengan COS

Pada frekuensi GSM, nilai VSWR pada 950 MHz
sebesar 0.8 ns. Sementara pada frekuensi WCDMA,
nilai VSWR pada 1,85 GHz sebesar 5,28 ns. Selain itu,
pada frekuensi LTE, nilai VSWR pada 2,65 GHz
sebesar 5.28.
3.2 Hasil Pengukuran
Pada subab ini akan membahas hasil pengukuran
insertion loss, return loss, VSWR dan Group delay pada
filter COS dan Folded DCOS. Hasil pengukuran S
11
dan
S
21
multiband BPF dengan COS terlihat pada Gambar
12.

Gambar 12. Hasil pengukuran return loss dan insertion
loss Filter COS

Apabila ukur berdasarkan bandwidth -10 dB maka akan
diperoleh nilai bandwidth sebesar.

Bandwidth GSM =1060MHz890MHz =170 MHz
Bandwidth WCDMA=2000 MHz 1700 MHz =
300 MHz
Bandwidth LTE =2910MHz2410MHz=500 MHz

Hasil pengukuran filter setelah dikarakterisasi
menunjukkan terjadi sedikit pergeseran dan pelebaran
bandwidth filter jika dibandingkan dengan simulasi.

Pada frekuensi GSM, nilai S
11
pada 890 MHz sebesar
-10,16 dB, pada frekuesi tengahnya sebesar -24,4 dB
dan pada batas frekuensi atasnya sebesar -16,05 dB.
Sementara pada frekuensi WCDMA, nilai S
11
pada 1,8
T I | 50
ISBN: 978-602-97832-0-9 SNTE-2012

GHz sebesar -20.4 dB, pada frekuesi tengahnya sebesar
-25.6 dB dan batas frekuensi atasnya sebesar -16.7 dB.
Selain itu, pada frekuensi LTE, nilai S
11
pada 2,6 GHz
sebesar -22,1 dB, pada frekuesi tengahnya sebesar -25,4
dB dan pada batas frekuensi atasnya sebesar -22,7dB.

Sementara itu, nilai insertion loss pada frekuensi GSM,
nilai S
21
pada 890 MHz sebesar -1.1 dB, pada
frekuesi tengahnya sebesar -0.77 dB dan pada batas
frekuensi atasnya sebesar -0.81 dB. Pada frekuensi
WCDMA, nilai S
21
pada 1,8 GHz sebesar -0.62 dB,
pada frekuesi tengahnya sebesar -0.68 dB dan batas
frekuensi atasnya sebesar -0.65 dB. Selain itu, pada
frekuensi LTE, nilai S
21
pada 2,6 GHz sebesar -0.99 dB,
pada frekuesi tengahnya sebesar -0.95 dB dan pada
batas frekuensi atasnya sebesar -1.2 dB

Hasil perancangan telah memenuhi spesifikasi yang
diharapkan, dimana nilai return loss saat frekuensi atas
maupun frekuensi bawah kurang dari -10 dB. Pada
Gambar 12 tersebut juga memperlihatkan nilai insertion
loss yang sangat baik, mencapai lebih besar dari -2 dB.
Hal ini terjadi karena nilai loss disebabkan coupling
hampir tidak ada.

Gambar 13 memperlihatkan nilai VSWR multiband
BPF dengan COS.

Gambar 13. Hasil pengukuran VSWR multiband BPF
dengan COS

Pada frekuensi GSM, nilai VSWR pada 940 MHz
sebesar 1.12. Pada frekuensi WCDMA, nilai VSWR
pada 1,85 GHz sebesar 1.1. Selain itu, pada frekuensi
LTE, nilai VSWR pada 2,65 GHz sebesar 1.15. Ketika
merancang suatu rangkaian yang bekerja pada frekuensi
tinggi, maka perlu diperhatikan suatu parameter yang
dinamakan VSWR yang berhubungan dengan kualitas
dari sinyal yang diperoleh oleh beban. Pada frekuensi
tinggi, jika rangkaian tersebut tidak memiliki nilai
VSWR yang bagus atau idealnya adalah bernilai 1,
maka akan terjadi gelombang pantul yang seharusnya
gelombang tersebut diterima oleh beban. Adanya
gelombang pantul tersebut disebabkan oleh nilai
impedansi antara sumber dengan beban tidak matching.
Seharusnya nilai dari VSWR yang dihasilkan bernilai
ideal antara 1 2.

Selain itu, pada Gambar 14. memperlihatkan nilai
Group delay multiband BPF dengan COS.

Gambar 14. Hasil pengukuran Group Delay multiband
BPF dengan COS

Pada frekuensi GSM, nilai group delay pada 950 MHz
sebesar 0.55 ns. Pada frekuensi WCDMA, nilai group
delay pada 1,85 GHz sebesar 0.49 ns. Pada frekuensi
LTE, nilai group delay pada 2,65 GHz sebesar 0.5 ns.
Nilai group delay ini kurang dari 1 ns, sehingga dapat
disimpulkan bahwa filter ini tidak mengalami perubahan
fasa yang signifikan. Perubahan fasa yang besar dapat
mengakibatkan distorsi sinyal yang didapatkan.

Idealnya untuk penyolderan komponen berdimensi kecil
biasanya dilakukan oleh mesin yang memiliki tingkat
kepresisian penyolderan yang sangat tinggi. Gambar 15
grafik perubahan epsilon relative pada FR4 relatif
terhadap perubahan frekuensi.

Gambar 15. Grafik perubahan epsilon relative pada FR4
relatif terhadap perubahan frekuensi

3.3 Analisis Kesalahan Umum
Secara garis besar ada beberapa penyebab yang
menyebabkan hasil pengukuran parameter filter tidak
sesuai dengan hasil simulasi atau dengan kata lain
T I | 51
SNTE-2012 ISBN: 978-602-97832-0-9

mengalami pergeseran nilai. Penyebab-penyebab itu
antara lain :
1. Perancangan dengan ADS tidak memperhitungkan
tebal tembaga dari substrat yang dipakai, tetapi
kenyataannya tembaga pada substrat memiliki
ketebalan walaupun kecil
2. Bahan substrat memiliki nilai toleransi konstanta
dielektrik substrat yaitu sekitar = 4,3 0,02 serta
adanya nilai toleransi pada loss tangent substrat.
3. Simulasi tidak memperhitungkan tingkat
temperatur dan kelembaban udara, tetapi pada saat
pengukuran temperatur dan tingkat kelembaban
berpengaruh pada propagasi gelombang dan
resistansi udara.
4. Proses penyolderan konektor SMA dengan
mikrostrip yang kurang baik
Selain itu, hal ini disebabkan oleh karakteristik substrat
yang tidak ideal.

IV. SIMPULAN
Telah dirancang multiband BPF yang bekerja untuk
menunjang teknologi transceiver multiband pada
frekuensi 900 MHz untuk GSM, 1,8 GHz untuk
WCDMA, dan 2,6 GHz untuk LTE. Perancangan
menggunakan COS. Pada hasil simulasi didapatkan
nilai parameter sesuai yang diinginkan pada spesifikasi.
Untuk hasil pengukuran menunjukkan multiband filter
terjadi pergeseran frekuensi tengah sebesar 5-10 MHz.


V. REFERENSI

[1] Hasemi. Hosein, Integrated Concurent Multiband Radios
and Multiple Antenna System. Ph.D. Dissertation.
California Institute of Technology. California. September
2005.
[2] C.-H. Lee C.-I. Hsu, and H.-K. Jhuang, Design of a new
tri-band microstrip BPF using combined quarter-
wavelength SIRs, IEEE Microw. Wieless Compon. Lett.,
vol. 16, pp. 594-596, Nov. 2006.
[3] M.-L. Xue, and Q.-X. Chu, Design of Triple-band
Bandpass Filter Using Tri-section Stepped-Impedance
Resonators, in Proc. Int. Conf. Microw. Milli. Tech.,
2009, pp. 1261-1263.
[4] Chung-I G. Hsu, Tri-Band Bandpass Filter With Sharp
Passband Skirts Designed Using Tri-section SIR IEEE
Microw. Wieless Compon. Lett., vol. 18, , J anuary. 2008.
[5] M.-L. Xue, and Q.-X. Chu, A novel triple-band filter
with transmission zeros using tri-section SIRS, in Proc.
Int. Conf. Microw. Milli. Tech., 2008, pp. 1261-1263.
[6] Q.-X. Chu. Advanced Triple-Band Band Pass Flter
Using Tri-Section SIR Electronic Lett. Vol. 44 No. 4.
14th February 2008
[7] Yu-Cheng Chen, Yi-Huan Hsieh. Tri-band Microstrip
BPF Design Using Tri-section SIRs in Proc. Int. Conf.
Microw. Milli. Tech., 2007.
[8] Abdullah Eroglu, Robert Smith. Triple Band Bandpass
Filter Design and Implementation Using SIRs 26th
Annual Review of Progress in Applied Computational
Electromagnetics April 26 - 29, 2010 - Tampere, Finland.
[9] Y.-C. Chiou Planar Multiband Bandpass Filter with
Multimode Stepped-Impedance Resonators Progress In
Electromagnetics Research, Vol. 114, 129-144, 2011.
[10] Chi-Feng Chen, Ting-Yi Huang Design of Dual- and
Triple-Passband Filters Using Alternately Cascaded
Multiband Resonators IEEE Trans. Microw. Theory
Tech., vol. 54, pp. 3550, J ul. 2006.
[11] Marjan Mokhtaari, J ens Bornemann Coupling-Matrix
Design of Dual and Triple Passband Filters IEEE Trans.
Microw. Theory Tech., vol. 54, pp. 3940, Nov. 2006.
[12] Cdric Quendo, Eric Rius [12] Narrow bandpass filter
using dual-behavior resonators based on stepped-
impedance stubs and different-length stubs IEEE Trans.
Microw. Theory Tech., vol. 52, No. 3, March. 2004.
[13] Q.-X. Chu, F.-C. Chen, Z.-H. Tu, and H. Wang, A novel
crossed resonator and its applications to bandpass filters,
IEEE Trans. Microw. Theory Tech., vol. 57, pp. 1753
1759, Jul. 2009.
[14] J ae-Ryong Lee, J eong-Hoon Cho New compact
bandpass filter using microstrip 4 resonators with open
stub inverter.A IEEE Microw. Wieless Compon. Lett.,
vol. 10, Dec. 2000.
[15] Feng, Wenjie. Novel Tri-band Microstrip Bandpass
Filter Using Openstub with Different Length IEEE
confrence.2009.
[16] Wenjie Feng, Minh Tan Doan, Compact Tri-band
Bandpass Filter Based on Short Stubs and Crossed Open
Stubs International Conference on Advanced
Technologies for Communications 2010.
[17] Hui Zhu, Li Gao Design of Quad-band Bandpass Filter
Using Open- and Short-stub-Ioaded Resonators Cross
Strait Quad-Regional Radio Science and Wireless
Technology Conference. 2011.
[18] D. Packiaraj, M. Ramesh Design of a Tri-Section Folded
SIR Filter A IEEE Microw. Wieless Compon. Lett.,Vol.
16, No. 5, May 2006








T I | 52
ISBN: 978-602-97832-0-9 SNTE-2012
MONITORING POSISI KERETA REL LISTRIK JAKARTA-BOGOR
MENGGUNAKAN GPS DAN KOMUNIKASI GSM

Whempy
1
,Dani Rahmaniar
2
, Dian Figiana
3
, Murie Dwiyaniti
4
dan Kendi Moro NS

5
1,2,3,4,5. J urusan Teknik Elektro, Politeknik Negeri J akarta, J l Prof G.A Siwabessy, Depok, 16425, Indonesia

E-mail:murie_dwiyaniti@yahoo.com


Abstrak

Kereta Api Listrik (KRL) merupakan salah satu transportasi yang diminati oleh masyarakat. Karena cepat dan harga
tiket kereta yang relative murah. Namun informasi posisi KRL belum dilakukan secara real time sehingga apabila
terjadi keterlambatan atau gangguan, pengguna KRL tidak dapat mengetahuinya. Pada penelitian ini dibuat sistem
monitoring posisi KRL menggunakan teknologi GPS dan komunikasi GSM. GPS receiver ditaruh di dalam KRL
sehingga dapat menerima data posisi KRL, data tersebut difilter oleh Arduino dan dikirimkan dalam bentuk SMS
melalui jaringan GPRS ke modem GSM pada display stasiun dan server/komputer. Tampilan posisi KRL pada display
stasiun dalam bentuk lampu LED yang menyala. Sedangkan tampilan posisi KRL pada server dalam bentuk peta digital
dengan software Map Info. Hasilnya system ini mampu untuk memonitor posisi KRL mulai dari stasiun J akarta Kota
sampai Stasiun Bogor secara real time dan akurat.


Abstract

KeretaApiListrik (KRL) is one of the transportation demand by society. Due to fast and train ticket prices are relatively
cheap. However, the position information KRL has not done in real time so that in the event of delays or interruption,
KRL users can not know. In this study has been made KRL positioning monitoring system using GPS technology and
GSM communications. GPS receiver placed in order to receive the KRL position data, the data is filtered by the
Arduino and delivered in the form of SMS by GPRS to the GSM modem on a display station and server / computer.
Display KRL position on a display station in the form of LED lights are lit. While the display position of KRL on the
server in the form of digital map software Map Info. As a result the system is able to monitor the position of the KRL
from J akarta Kota to Bogor station in real time and accurately.

Keywords : KRL, GPS, GSM modem, Monitoring System



1. Pendahuluan

Kereta Rel Listrik (KRL) merupakan salah satu
transportasi darat yang sangat diminati oleh penduduk
di Indonesia khususnya kota J akarta, Depok, dan
Bogor. Mereka memilih KRL karena memiliki
beberapa kelebihan antara lain lebih efisien dari segi
waktu, harga lebih ekonomis dan kenyamanan.

Namun banyak pengguna KRL yang mengeluh atas
pelayanan pengelola KRL yang jauh dari kata
memuaskan. Contohnya adalah kedatangan KRL ke
stasiun tidak sesuai dengan jadwal yang ada akibatnya
para pengguna tidak mempercayai jadwal yang
tercantum di stasiun tersebut dan ketika pengguna ke
stasiun untuk menunggu kereta datang, pengguna tidak
mengetahui dimana posisi kereta itu.

Untuk mengatasi hal tersebut dibutuhkansuatu alat
untuk memonitoring posisi KRL secara real time agar
pengguna dapat mengetahui posisi KRL, jarak,dan
waktu tempuh setiap saat.

Dalam penelitian ini akan membuat sebuah sistem
monitoring posisi KRL menggunakan teknologi GPS.
Posisi KRL dikirim dalam bentuk SMS dengan
teknologi GPRS untuk ditampilkan dalam peta digital
yang berada di server dan display posisi berupa lampu
LED yang berada di stasiun.


T I | 53
SNTE-2012 ISBN: 978-602-97832-0-9
2. Metode Penelitian

Langkah penelitian ini dilakukan dengan tahapan
mengikuti model Linier Sequential Model (LSM) yang
terdiri dari 4 tahap yang berulangya itu tahap analisis
dan studi literatur, desain/perancangan, perakitan
(assembly-hardware), pengkodean (coding-software),
dan pengujian. Keempat tahapan akan berulang hingga
dipenuhinya kondisi ideal yaitu system berfungsi
dengan baik sesuai yang direncanakan.

Perangkat keras yang akan dirancang, dibuat, diuji dan
dianalisa adalah:
1. Bagian pertama yaitu perancangan dan pembuatan
alat navigasi pada KRL.
2. Bagian kedua adalah perancangan dan pembuatan
monitoring dalam bentuk display yang diletakkan di
stasiun.
3. Bagian ketiga adalah membuat visualisasi penjejak
posisi KRL pada peta digital untuk monitoring di
komputer.

Perangkat lunak terdiri dari 3 bagian, yaitu:
1. Pembuatan program mikrokontroler Arduino yang
akan diletakkan pada KRL. Program Arduino
mengunakan software Arduino.exe dengan bahasa
pemrograman C. Tujuan pembuatan program ini
adalah untuk mengambil data posisidari GPS,
mengolahnya dan mengirimkan data tersebut ke
stasiun dan server. Data dikirim dalam bentuk SMS
menggunakan teknologi GPRS.
2. Pembuatan program mikrokontroler AVR AtMega
128 yang akan diletakkan pada stasiun. Program
mikrokontroler menggunakan software Codvision
dengan bahasa pemrograman C. Program ini
digunakan untuk menerima SMS data posisi dari
GPRS yang berada di KRL dan menampilkan data
tersebut dalam display peta yang ditandai dengan
menyalanya lampu tanda.
3. Pembuatan software pada server. Software pada
server ada dua yaitu software Visual Basic dan
MapInfo yang terhubung dengan Geomarble.
Program visual basic digunakan untuk mengolah dan
memfilter data posisi KRL yang dikirim dalam
bentuk SMS oleh GPRS pada KRL. Lalu data
tersebut dikirim ke Notepad. MapInfo adalah
software pembuat peta digital. Setiap stasiun mulai
J akarta-Depok-Bogor digambar dalam MapInfo.
Data posisi yang berada di Notepad akan dikirimkan
ke Geomarble sehingga posisi KRL akan tampak
pada peta digital yang telah dibuat di MapInfo.

Pengambilan data serta pengujiannya selain dilakukan
di laboratorium juga dilakukan di jalur KRL J akarta-
Depok-Bogor. Flowchart rancangan perangkat lunak
penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.


START
GPS receiver
menerima data
posisi dari satelit
Data posisi dikirim ke
Mikrokontroller
Posisi KRL ditampilkan
pada display stasiun
Mikrokontroller mengirim data
posisi ke display dan server
dengan SMS
Data posisi dikirim ke
Mikrokontroller
Data posisi dikirim ke server
dan difilter oleh VB
Data yang difilter dikirim ke
notepad
Notepad mengirim data ke
Map Info
GSM display
menerima SMS
data posisi dari
GSM KRL
Posisi KRL ditampilkan
pada peta digital dalam
Lapto
STOP
STOP
GSM server
menerima SMS
data posisi dari
GSM KRL

Gambar 1 Flowchart metode penelitian


3. Hasil dan Pembahasan

3.1 Perangkat keras (Hardware)
Perangkat keras yang dibuat terdiri dari 3 (tiga) bagian,
yaitu: system pada KRL, system pada stasiun, dan
system pada server. Gambar visualisasi perangkat keras
dapat dilihat pada Gambar 2, 3 dan 4.



Gambar 2 Visualisasi alat modul GPS



Gambar 3 Visualisasi Peta displaystasiun

T I | 54
ISBN: 978-602-97832-0-9 SNTE-2012

Gambar 4 Visualisasi alat peta digital pada server

3.2 Perangkat Lunak (Software)
3.2.1 Pemrograman sistem GPS di KRL
Program Arduino pada KRL dibuat untuk menerima
data dari GPS dan mengirimkan data tersebut ke stasiun
dan server. Pengiriman data melalui SMS dengan
menggunakan teknologi GPRS. Flowchart proses
pengiriman data posisi KRL dari GPS ke stasiun dan
server dapat dilihat pada Gambar 5.
GPS receiver akan menerima data-data dari satelit
sebagai berikut:

$GPRMC,075620.000,A,0622.2946,S,10649.4400,E,3.30,320.
18,210911,,*1F
$GPGGA,075621.000,0622.2937,S,10649.4394,E,1,06,1.8,96.
9,M,2.5,M,,0000*41
$GPGSA,A,3,04,10,28,08,07,05,,,,,,,3.1,1.8,2.5*3B
$GPRMC,075621.000,A,0622.2937,S,10649.4394,E,3.16,327.
94,210911,,*15

Data-data yang berasal dari GPS tidak semuanya
digunakan.Tujuan utama pada penelitian ini hanya
untuk menentukan posisi KRL sehingga data-data yang
diambilhanya data posisi saja. Tugas Arduino adalah
mengambil data-data yang diperlukan yaitu data posisi
koordinat lintang (latitude), bujur (longitude), waktu
sekarang standar UTC (UTC time), dan kecepatan
(speed over ground).Hasil koordinat posisi KRL yang
berhenti disetiap stasiun dari J akarta-Depok-Bogor
dapat dilihat pada Tabel 1.

START
Modul GPS ON
GPS Recaiver
menerima data data
dari satelit
GPS Receiver mengirim data
posisi ke mikrokontroler
STOP
Data difilter oleh
mikrokontroler sesuai
kebutuhan
Data yang sudah difilter
dikirim ke GSM
GSM mengirimkan data
berupa SMS


Gambar 5.Flowchat sistem GPS pada KRL
Tabel 1. Koordinat lokasi stasiun dari GPS

NO. LOKASI KOORDINAT
1. Stasiun JakartaKota $GPRMC,041131.000,A,0608.2084,S,10649.0833,E,2
5.04,74.85,260612,,*16
$GPRMC,041228.000,A,0608.4493,S,10649.3655,E,5.1
7,148.75,260612,,*15
2. StasiunJ ayakarta $GPRMC,041228.000,A,0608.4493,S,10649.3655,E,5.1
7,148.75,260612,,*15
$GPRMC,041309.000,A,0608.4803,S,10649.3790,E,4.5
7,207.18,260612,,*1C
$GPRMC,041422.000,A,0608.9654,S,10649.6028,E,4.7
8,186.21,260612,,*1F
3. StasiunManggaBesar $GPRMC,041422.000,A,0608.9654,S,10649.6028,E,4.7
8,186.21,260612,,*1F
$GPRMC,041449.000,A,0608.9675,S,10649.6218,E,3.7
7,100.59,260612,,*19
4. StasiunSawahBesar $GPRMC,041616.000,A,0609.6230,S,10649.6430,E,3.2
5,32.53,260612,,*2B
$GPRMC,041638.000,A,0609.6323,S,10649.6626,E,4.6
8,142.68,260612,,*11
$GPRMC,041716.000,A,0609.8491,S,10649.7470,E,17.
50,136.07,260612,,*2F
5. StasiunJuanda $GPRMC,041815.000,A,0610.0452,S,10649.8252,E,17.
73,177.75,260612,,*24
$GPRMC,041936.000,A,0610.5430,S,10649.8213,E,16.
54,165.12,260612,,*26
6. StasiunGambir $GPRMC,041936.000,A,0610.5430,S,10649.8213,E,16.
54,165.12,260612,,*26
$GPRMC,042131.000,A,0610.6083,S,10649.8322,E,2.7
8,135.81,260612,,*12
7. StasiunGondangdia $GPRMC,042316.000,A,0611.1763,S,10649.9458,E,7.5
9,190.11,260612,,*11
$GPRMC,042435.000,A,0611.8092,S,10650.3803,E,21.
41,143.18,260612,,*2D
8. StasiunCikini $GPRMC,042651.000,A,0612.3505,S,10650.7621,E,13.
43,142.40,260612,,*2B
$GPRMC,042917.000,A,0612.6192,S,10650.9780,E,10.
34,149.37,260612,,*25
9. StasiunManggarai $GPRMC,042917.000,A,0612.6192,S,10650.9780,E,10.
34,149.37,260612,,*25
$GPRMC,043210.000,A,0613.5188,S,10651.4987,E,11.
55,180.92,260612,,*28
$GPRMC,043316.000,A,0613.6417,S,10651.5067,E,13.
02,172.22,260612,,*2F
10. StasiunTebet $GPRMC,043210.000,A,0613.5188,S,10651.4987,E,11.
55,180.92,260612,,*28
$GPRMC,043316.000,A,0613.6417,S,10651.5067,E,13.
02,172.22,260612,,*2F
$GPRMC,043447.000,A,0614.4455,S,10651.5170,E,11.
12,183.72,260612,,*20
11. StasiunCawang $GPRMC,043447.000,A,0614.4455,S,10651.5170,E,11.
12,183.72,260612,,*20
$GPRMC,043539.000,A,0614.5407,S,10651.5198,E,18.
38,179.13,260612,,*2B
12. Stasiun Duren Kalibata $GPRMC,043706.000,A,0615.1969,S,10651.3610,E,21.
54,203.93,260612,,*22
$GPRMC,043810.000,A,0615.2789,S,10651.3285,E,8.8
2,194.86,260612,,*18
$GPRMC,043913.000,A,0615.7693,S,10651.1033,E,13.
14,202.65,260612,,*2C
13. StasiunPasarMingguBar
u
$GPRMC,043913.000,A,0615.7693,S,10651.1033,E,13.
14,202.65,260612,,*2C
$GPRMC,044007.000,A,0615.8522,S,10651.0646,E,18.
68,207.45,260612,,*23
$GPRMC,044149.000,A,0616.8250,S,10650.7237,E,23.
65,190.34,260612,,*23
14. StasiunPasarMinggu $GPRMC,044149.000,A,0616.8250,S,10650.7237,E,23.
65,190.34,260612,,*23
$GPRMC,044328.000,A,0616.9764,S,10650.6979,E,10.
00,200.42,260612,,*2D
15. StasiunTanjung Barat $GPRMC,044930.000,A,0619.7449,S,10650.0404,E,17.
00,159.07,260612,,*2B
16. StasiunLentengAgung $GPRMC,045026.000,A,0619.8192,S,10650.0758,E,19.
76,150.83,260612,,*28
17. StasiunUniversitasPanc
asila
$GPRMC,045115.000,A,0620.2449,S,10650.0851,E,27.
58,196.92,260612,,*27
$GPRMC,045211.000,A,0620.3947,S,10650.0451,E,9.7
6,190.65,260612,,*10
$GPRMC,045337.000,A,0621.1165,S,10649.9318,E,31.
86,185.52,260612,,*21
18. StasiunUniversitas
Indonesia
$GPRMC,045431.000,A,0621.5479,S,10649.8994,E,12.
15,171.28,260612,,*2E
$GPRMC,045504.000,A,0621.5665,S,10649.8979,E,1.0
3,137.96,260612,,*17
19. StasiunPocin $GPRMC,045638.000,A,0622.0626,S,10649.9462,E,24.
94,186.71,260612,,*26
$GPRMC,045744.000,A,0622.1867,S,10649.9099,E,9.7
7,204.18,260612,,*12
20. StasiunDepokBaru $GPRMC,050004.000,A,0623.3442,S,10649.3498,E,22.
26,206.94,260612,,*29
$GPRMC,050117.000,A,0623.4670,S,10649.2873,E,12.
T I | 55
SNTE-2012 ISBN: 978-602-97832-0-9
71,228.07,260612,,*21
$GPRMC,050257.000,A,0624.2033,S,10649.0371,E,12.
83,194.42,260612,,*25
21. StasiunDepok $GPRMC,050257.000,A,0624.2033,S,10649.0371,E,12.
83,194.42,260612,,*25
$GPRMC,050446.000,A,0624.2509,S,10649.0210,E,12.
24,190.65,260612,,*25
$GPRMC,050936.000,A,0626.7871,S,10648.1880,E,25.
40,205.71,260612,,*25
22. StasiunCitayam $GPRMC,050936.000,A,0626.7871,S,10648.1880,E,25.
40,205.71,260612,,*25
$GPRMC,051117.000,A,0626.9509,S,10648.1362,E,11.
71,194.76,260612,,*2D
$GPRMC,051534.000,A,0629.4455,S,10647.7068,E,25.
16,190.02,260612,,*23
23. StasiunBojongGede $GPRMC,051534.000,A,0629.4455,S,10647.7068,E,25.
16,190.02,260612,,*23
$GPRMC,051709.000,A,0629.6280,S,10647.6972,E,17.
07,183.08,260612,,*29
$GPRMC,052004.000,A,0631.3942,S,10648.0745,E,38.
61,174.82,260612,,*2D
24. StasiunCilebut $GPRMC,052050.000,A,0631.7919,S,10648.0413,E,16.
46,182.15,260612,,*28
$GPRMC,052220.000,A,0631.8848,S,10648.0366,E,16.
18,185.15,260612,,*2E
25. Stasiun Bogor $GPRMC,052823.000,A,0635.4023,S,10647.4896,E,18.
90,195.69,260612,,*21
$GPRMC,052913.000,A,0635.5994,S,10647.4456,E,7.8
7,182.57,260612,,*14

Penjelasan kode koordinat yang diperoleh dari GPS
pada Tabel 1 dengan mengambil salah satu koordinat
lokasi stasiun Universitas Indonesia, yaitu :

$GPRMC,045431.000,A,0621.5479,S,10649.8994,E,1
2.15,171.28,260612,,*2E

Maka keterangannya sebagai berikut :
$ : setiap kalimat diawali dengan tanda $
GP : J enis talker ID yang ada pada spesifikasi
NMEA 0813 untuk data keluaran GPS receiver
RMC(Recommended Minimum Specific): spesifikasi
data minimal Global Navigation Satellite System
(GNSS) yang direkomendasikan (protocol header)
045431.000: UTC time / position (hhmmss.sss)
A : status valid
0621.5479: garis lintang/latitude (Ddmm.mmmm)
S : N/S indicator dalam hal ini selatan (South)
10649.8994: garis bujur/longitude (Dddmm.mmmm)
E : E/W indicator dalam hal ini timur (East)
12.15 : speed over ground (knots)
171.28: Course Over Ground (degrees)
260612 :date (Ddmmyy)
,, : Magnetic Variation
*2E : check sum

Sebagian besar informasi koordinat stasiun dilakukan
sampling atau proses pencuplikan data lebih dari sekali.
Sebagaimana contoh koordinat stasiun Universitas
Indonesia yang memiliki dua (2) koordinat. Masing-
masing mempunyai UTC position yang berbeda.

3.2.3 Pemrograman sistem monitoring di peta digital
pada server
Alur pembuatan program di server adalah sebagai
berikut:
1. Setelah SMS berupa data-data posisi diterima oleh
GSM server maka pada GSM server akan terlihat
kode sebagai berikut:
+CMTI: "SM",1
Kode tersebut mengindikasikan bahwa ada SMS
masuk/diterima.
2. SMS tersebu takan dibaca oleh VB dengan
perintah AT-command
AT+CMGR=1
Maka di VB akan terlihat tampilan sebagai berikut:

+CMGR: "REC NREAD","+6281808933491",
,"12/09/21,14:52:39+00"
$GPRMC,075229.000,A,0622.2830,S,10649.
3967,E,0.21,3.39,210911,,*1B
3. Tahap selanjutnya adalah program VB akan
mengambil data yang penting saja dan ditambah
menjadi 3 posisi yang sama yaitu :
$GPRMC,075229.000,A,0622.2830,S,10649.
3967,E,0.21,3.39,210911,,*1B
$GPRMC,075230.000,A,0622.2830,S,10649.
3967,E,0.21,3.39,210911,,*1B
$GPRMC,075231.000,A,0622.2830,S,10649.
3967,E,0.21,3.39,210911,,*1B

Data ini akan disimpan dalam Notepad untuk
kebutuhan Geogrhapic Tracker

4. Program Map info akan menampilkan peta digital
seperti tampak pada Gambar 6.




Gambar 6 Tampilan peta digital pada Map info

5. Untuk menampilkan posisi KRL menggunakan
software Geogrhapic Tracker. Software ini akan
memanggil data poisisi yang berada di Notepad.
Setelah running maka tampilan Geogrhapic
Tracker dapat dilihat pada Gambar 7.

T I | 56
ISBN: 978-602-97832-0-9 SNTE-2012

Gambar 7. Tampilan Geogrhapic Tracker ketika running

Hasil tampilan posisi KRL dapat dilihat pada Gambar
8,9. Posisi KRL ditandai dengan tanda bintang hitam.



Gambar 8. Posisi KRL di Stasiun Jayakarta


Gambar 9. Posisi KRL di Stasiun Sawah Besar
Gambar 8 dan 9 merupakan tampilan peta digital
MapInfo yang tersimpan di server. Menampilkan posisi
KRL di stasiun J ayakarta dan Sawah besar. Setiap posisi
KRL akan terekam jejaknya di peta digital.

3.2.4 Pemrograman sistem monitoring di peta
display pada stasiun
Program mikrokontroler AVR AtMega 128 pada
stasiun dibuat untuk menerima data posisi dalam bentuk
SMS dari KRL dan menampilkan data posisi tersebut
dalam display dan LCD.Flowchart proses penerimaan
data posisi KRL dan proses menampilkan data di
display stasiundapat dilihat pada Gambar 10.

start
GSM modem
menunggu SMS
Mikrokontroller
mengecek SMS
Mikrokontroller
membacaSMS
adaSMS
sesuai
format
Mikrokontroller
membandingkan data
posisi
Dataposisi berada
diantaradata
pembanding 1-50
Dataposisi disimpan
di array
Mikrokontroller
menghapus SMS
Ya
Tidak
Dataposisi berada
diantaradata
pembanding 1-50
Mikrokontroller
menyalakan LED
dan menampilkan
informasi padaLCD
Mikrokontroller
menampilkan
informasi padaLCD
stop
Ada
Tidak
Ya
Tidak
Ya Tidak

Gambar 10. Flowchart sistem monitoring display stasiun

Pada sistem monitoring display stasiun, data posisi KRL
dari GPS yang diterima oleh AVR ATMega 128 akan
dibandingkan dengan data posisi stasiun yang telah
dibuatkan database-nya. J ika data posisi KRL sama atau
berada diantara data pembanding 1-50, maka lampu
LED sebagai indikator stasiun tersebut akan menyala
dan LCD akan menampilkan kecepatan KRL.

Gambar 11 merupakan hasil setelah menerima SMS
berupa data posisi beserta isi SMS yang diterima,
$GPRMC,052839.000,A,0635.4217,S,10647.4660,E,0.1
9,187.33,260612,,*25
Lampu indikator LED pada posisi stasiun Bogor
menyala dan display LCD menampilkan informasi
kecepatan KRL pada saat itu 0.19 knot

Gambar 11 Gambar hasil pengujian penerimaan SMS
Data posisi stasiun Bogor
T I | 57
SNTE-2012 ISBN: 978-602-97832-0-9



Gambar 12Gambar hasil pengujian penerimaan SMS data
posisi stasiun Cilebut

Gambar 12 merupakan hasil setelah menerima SMS
berupa data posisi beserta isi SMS yang diterima.
$GPRMC,052114.000,A,0631.8374,S,10648.0417,E,1.2
5,142.92,260612,,*1F
Lampu indikator LED pada posisi stasiun Bogor
menyala dan display LCD menampilkan informasi
kecepatan KRL pada saat itu 1.25 knot

4. Simpulan

Monitoring posisi kereta rel listrik (KRL) J akarta-Bogor
dengan menggunakan GPS dan komunikasi GSM telah
terbangun dengan menunjukkan unjuk kerja memuaskan.
Informasi setiap koordinat stasiun yang dilalui mulai
rute awal dari stasiun J akarta Kota hingga stasiun Bogor
berikut kecepatannya dapat ditampilkan pada display
LCDsecara akurat dan realtime. J ejak posisi KRL dapat
terpantau pula di server dengan menggunakan fasilitas
peta digital.

Daftar Acuan

[1]. Murie Dwiyaniti, Djoni Ashari, Kendi Moro
NS, J urnal Elite, Volume 2, No.2, 2011
[2]. Andi Sunyoto, Proseding Seminar
NasionalTeknologi (SNT 2007)
[3]. Stefan van der Spek, J eroen van Schaick, Peter
de Bois, Remco de Haan, ISSN 1424-8220,
2009



T I | 58
ISBN: 978-602-97832-0-9 SNTE-2012
ANALISIS PENERAPAN METODE KONVOLUSI UNTUK REDUKSI
DERAU PADA CITRA DIGITAL

Rika Novita Wardhani
1
, Mera Kartika Delimayanti

2

1,2 J urusan Teknik Elektro, Politeknik Negeri J akarta
J l. Prof Dr. G. A. Siwabessy Kampus UI Depok, Indonesia 16424

Email : rikanov89@yahoo.com, mera@elektro.pnj.ac.id


Abstrak

Derau (noise) dalam pengolahan citra digital merupakan gangguan yang disebabkan oleh menyimpangnya data digital
yang diterima oleh alat penerima data gambar. Saat ini terdapat banyak metode untuk mengurangi derau pada citra
digital. Noise memiliki tiga jenis yakni noise Aditif, Gaussian dan Speckle. Salah satu metode yang dapat digunakan
dengan metode konvolusi yang terdiri dari filter lolos bawah (Low Pass Filter), lolos atas ( High Pass Filter), Median,
Mean dan Gaussian. Pada penelitian ini akan dilakukan analisis citra digital keluaran dengan penerapan metode
konvolusi untuk reduksi derau dengan berbagai parameter yakni histogram, perhitungan Timing-Run dan perhitungan
SNR. Reduksi noise dikenakan pada ketiga jenis noise yakni noise Aditif, Gaussian dan Speckle.
.

Abstract
Noise in digital image processing is a disorder caused by deviations of the digital data received by the receiver of the
image data. At present there are many methods for reducing noise in digital images. There are three types of noise,
those are additive, Gaussian and Speckle. One method that can be used with the convolution method which consists of
lower pass filter (Low Pass Filter), pass on (High Pass Filter), Median, Mean and Gaussian. This research conducted on
analysis on output digital image with the application of the convolution method for noise reduction with different
parameters, whicha are histogram, timing run and SNR calculation. Reduction of noise was imposed on the three types
of noise.

Keywords: digital images, noise reduction, methods of convolution, histogram, Timing-Run, SNR

.


1. Pendahuluan
Citra (image) merupakan istilah lain untuk gambar
sebagai bentuk informasi visual yang memegang
peranan penting dalam komponen multimedia. Seiring
dengan perkembangan teknologi di bidang
komputerisasi, teknologi pengolahan citra (image
processing) telah banyak dipakai di berbagai bidang
antara lain bidang kedokteran dan bidang industri
hiburan. Pengolahan citra digital merupakan proses
yang bertujuan untuk memanipulasi dan menganalisis
citra dengan bantuan komputer. Hal ini dilakukan untuk
mendapatkan alternatif solusi sebuah masalah dengan
hasil yang lebih efisien dan akurasi yang baik, sebagai
contoh untuk deteksi penyakit osteoporosis dari citra X-
Rays dan untuk kompresi video [1].

Derau (noise) dalam pengolahan citra digital merupakan
gangguan yang disebabkan oleh menyimpangnya data
digital yang diterima oleh alat penerima data gambar.
Alat penerima gambar ini bisa berbentuk berbagai
macam, mulai dari kamera, baik itu jenis kamera analog
maupun jenis kamera digital dan juga scanner. Citra
digital sangat rentan mendapatkan serangan derau. Ada
beberapa cara yang menyebabkan suatu derau dapat
berada di dalam sebuah citra, bergantung bagaimana
citra tersebut diciptakan. Sebagai contoh, jika citra
merupakan hasil scan foto yang berasal dari sebuah film
negatif, maka film negatif ini merupakan sumber derau.
J ika citra diperoleh secara langsung dalam format
digitalnya, mekanisme dalam mendapatkan data digital
tersebut juga dapat menyebabkan adanya derau [2].

Saat ini sudah ada berbagai teori dan algoritma
komputer yang digunakan untuk reduksi derau. Reduksi
derau merupakan suatu proses untuk mereduksi atau
mengurangi derau (noise) pada sebuah citra digital.
Sampai saat ini, banyak metode yang telah dicoba untuk
mengurangi banyaknya derau pada citra digital dengan
tujuan untuk memperbaiki kualitas citra (Image
Enhancement). J enis operasi ini bertujuan untuk
T I | 59

SNTE-2012 ISBN: 978-602-97832-0-9

memperbaiki citra dengan cara manipulasi parameter-
parameter citra sehingga ciri-ciri khusus dalam citra
dapat ditonjolkan. Reduksi derau dapat dilakukan
dengan melakukan penapisan / filtering. Salah satu
metode yang dapat digunakan dengan metode
konvolusi. Konvolusi sangat berguna untuk melakukan
operasi penapisan (filtering) pada citra. Banyak tapis
yang diimplementasikan dalam bentuk kernel yang
dikonvolusikan dengan citra dengan tujuan untuk
perbaikan kualitas citra, diantaranya adalah lolos bawah
(Low Pass Filter), lolos atas ( High Pass Filter),
Median, Mean dan Gaussian [3].

Derau (Noise) adalah titik-titik pada citra yang
sebenarnya bukan merupakan bagian dari citra,
melainkan ikut tercampur pada citra karena suatu sebab.
Ada tiga macam noise, yaitu:
a. Noise Aditif
Noise aditif adalah noise yang bersifat
menambahkan secara seragam pada sebuah
bidang citra dengan varian tertentu. Contoh
noise ini adalah noise salt-and-peppers yang
menambahkan aras gelap dan terang pada citra.
b. Noise Gaussian
Noise ini memiliki intensitas yang sesuai dengan
distribusi normal yang memiliki rerata (mean)
dan varian tertentu.
c. Noise Speckle
Noise ini muncul pada saat pengambilan citra
tidak sempurna karena alasan cuaca, perangkat
pengambil citra dan sebagainya. Sifat noise ini
mulipikatif, artinya semakin besar intensitas citra
atau semakin cerah citra, semakin jelas juga
noise.

Noise muncul biasanya sebagai akibat dari pembelokkan
yang tidak bagus (sensor noise, photographic gain
noise). Gangguan tersebut umumnya berupa variasi
intensitas suatu piksel yang tidak berkorelasi dengan
piksel-piksel tetangganya. Secara visual, gangguan
mudah dilihat oleh mata karena tampak berbeda dengan
piksel tetangganya. Piksel yang mengalami gangguan
umumnya memiliki frekuensi tinggi. Komponen citra
yang berfrekuensi rendah umumnya mempunyai nilai
piksel konstan atau berubah sangat lambat. Operasi
denoise dilakukan untuk menekan komponen yang
berfrekuensi tinggi dan meloloskan komponen yang
berfrekuensi rendah [1].

Pada umumnya analisa suatu citra dalam domain
frekuensi didasarkan pada teknik konvolusi. Keluaran
dari sebuah sistem linear dapat diperoleh dari operasi
konvolusi antara respon impuls sistem dengan sinyal
masukan. Operasi konvolusi dilakukan dengan
menggeser kernel konvolusi piksel per piksel,
menghitung piksel keluaran f(i,j), lalu menyimpannya
dalam matriks baru. Konvolusi sangat berguna untuk
melakukan operasi penapisan (filtering) pada citra. Pada
pengolahan citra digital, konvolusi dilakukan secara dua
dimensi pada sebuah citra, seperti ditunjukkan oleh
persamaan:
(1)
dimana f(x,y) adalah citra asal
h(x,y) adalah matriks konvolusi
g(x,y) adalah citra hasil konvolusi

Banyak tapis yang diimplementasikan dalam bentuk
kernel yang dikonvolusikan dengan citra dengan tujuan
untuk perbaikan kualitas citra, diantaranya adalah
penapisan lolos bawah (Low Pass Filter), penapisan
lolos atas (High Pass Filter), penapisan nilai rata-rata
(Mean Filtering), penapisan nilai tengah (Median
Filtering), dan Gaussian Filtering [3].




f(i,j) = A.P
1
+ B.P
2
+ C.P
3
+ D.P
4
+ E.P
5
+ F.P
6
+
G.P
7
+ H.P
8
+ I.P
Gambar 1. Ilustrasi Operasi Konvolusi

9

I. Low Pass Filter
Low Pass Filter (LPF) adalah proses filter yg
mengambil citra dengan gradiasi intensitas yg halus dan
perbedaan intensitas yg tinggi akan dikurangi atau
dibuang. LPF dilakukan untuk menghilangkan ruang
derau berfrekuensi tinggi dari sebuah gambar digital.
Low pass filter digunakan untuk mengurangi detail dari
gambar atau justru membuat gambar menjadi lebih
kabur dari sebelumnya. Frekuensi tinggi dari sebuah
pixel dapat diperlihatkan dengan melihat tingkat
ketajaman gambar dari pixel tersebut LPF digunakan
pada gambar yang memiliki intensitas warna yang
rendah. Karena letak noise berada di intensitas rendah,
maka dilakukan pencarian pada titik-titik gambar dan
kemudian akan ditandai sebagai noise. Selanjutnya titik
tersebut akan diganti dengan mencari warna rata-rata di
sekitar titik tersebut [4].

II. High Pass Filter
High Pass Filter (HPF) adalah proses filter yang
mengambil citra dengan gradiasi intensitas yang tinggi
T I | 60
ISBN: 978-602-97832-0-9 SNTE-2012
dan perbedaan intensitas yang rendah akan dikurangi
atau dibuang. HPF digunakan jika noise diketahui
memiliki intensitas warna tinggi [1].

III. Mean Filtering
Tujuan dari filter mean (averaging filter) adalah
mengurangi noise dengan cara merata-rata sekumpulan
citra bernoise.

IV. Median Filtering
Median filter merupakan suatu metode yang menitik
beratkan pada nilai median atau nilai tengah dari jumlah
total nilai keseluruhan pixel yang ada di sekelilingnya.
Filter median merupakan salah satu contoh filter spasial
non linear. Operasi untuk memperoleh nilai median
akan menempatkan nilai yang sangat besar atau sangat
kecil berada pada ujung atas atau ujung bawah urutan.
Dengan demikian filter median secara umum akan
mengganti piksel-piksel yang berderau dengan suatu
nilai yang dekat dengan piksel-piksel
disekitarnya[5],[6].

V. Gaussian Filtering
Filter Gaussian adalah filter yang yang merupakan
respon dari fungsi Gaussian. Filter gaussian hampir
sama dengan filter mean hanya ada nilai bobot yang
tidak rata seperti pada filter rata-rata, tetapi mengikuti
fungsi Gaussian.

2. Metode Penelitian
Penelitian dilakukan dengan menggunakan citra digital
sebanyak 50 citra uji yang Aditif, Gaussian dan
Speckle. Langkah berikutnya adalah memperlakukan
setiap citra yang dikenai derau dengan penapisan
(filtering) yang terdiri dari :
a. Low Pass Filter (LPF)
b. High Pass Filter (HPF)
c. Mean Filter
d. Median Filter
e. Gaussian Filter
Perlakuan terhadap citra digital dilakukan sesuai
prosedur yang dilanjutkan dengan melakukan
perhitungan variabel terikat yakni berupa :
1. Histogram, digunakan untuk menyatakan
distribusi data dari nilai derajat keabuan yang
merupakan fungsi untuk menyatakan jumlah
kemunculan dari setiap nilai.
2. Perhitungan Timing-Run, yakni menghitung
berapa lama waktu proses reduksi derau pada
suatu citra digital
3. Perhitungan SNR, untuk mengukur kinerja suatu
filter
4. Efektifitas dari kelima jenis filter untuk reduksi
derau

3. Hasil Penelitian Dan Analisis
Hasil penelitian menggunakan 50 citra uji pada berbagai
ukuran pixel dengan diberikan noise dan selanjutnya
dilakukan penapisan / pemfilteran. Untuk setiap citra uji
dilakukan perhitungan histogram. Berikut adalah hasil
percobaannya. Citra uji sample8 mempunyai ukuran
1024 X 710 pixel yang merupakan ukuran citra uji
terbesar. Untuk citra uji dengan ukuran sedang yakni
ukuran 800 X 785 pixel, sedangkan untuk sample1
mempunyai ukuran 320 X 240 pixel merupakan citra uji
dengan ukuran kecil. Berikut ini adalah salah satu hasil
pengujian pada citra uji yakni sample8.jpg noise jenis
Speckle.
A. Aditif Noise

Gambar 2. Citra asli dan citra yang terkena derau Aditif
beserta histogramnya




Gambar 3. Citra yang telah dilakukan penapisan/
pemfilteran beserta histogramnya
T I | 61

SNTE-2012 ISBN: 978-602-97832-0-9

Untuk setiap citra uji dilakukan perhitungan Timing
Run dan SNR. Perhitungan Timing Run masih dalam
orde ms (mili sekon) sehingga dilakukan perhitungan
dari CPU komputer sedangkan untuk SNR terdapat dua
perhitungan yakni SNR noise yang dihitung saat citra
mendapat noise dan SNR filter yang dihitung saat citra
yang mendapat noise dikenakan filter. Perhitungan
tersebut bertujuan untuk mendapatkan analisa efektifitas
dari setiap filter terhadap noise. SNR digunakan untuk
menentukan kualitas citra setelah dilakukan operasi
pengurangan noise. Besarnya SNR filter dibandingkan
dengan SNR noise yang apabila SNR filter lebih besar
dari SNR noise berarti noise mengecil sehingga filter
efektif untuk melakukan reduksi noise dan
meningkatkan kualitas citra. Nilai SNR yang tinggi
adalah lebih baik karena berarti rasio sinyal terhadap
noise juga tinggi, dimana sinyal adalah citra asli. SNR
biasanya diukur dengan satuan decibles (dB). Percobaan
dilakukan pada berbagai ukuran citra uji untuk
mendapatkan rataan data yang seimbang. Selain itu, dari
50 citra uji telah dilakukan perhitungan rata-rata untuk
seluruh besaran yang diinginkan. Berikut ini adalah
contoh tabel hasil perhitungan SNR dan timing run
untuk berbagai macam citra uji sample8.jpg dan tabel
hasil perhitungan rata-rata untuk 50 citra uji.

Tabel 1. Tabel perhitungan sample8.jpg


Tabel 2. Tabel perhitungan rata-rata 50 citra uji

Hasil penelitian dengan menggunakan 50 citra uji
menunjukkan bahwa histogram didapatkan dari setiap
citra uji yang terkena noise maupun yang sudah terfilter.
Secara umum, histogram untuk citra noise dengan citra
asli tidak jauh berbeda, terdistribusi merata ke seluruh
daerah dengan derajat keabuan. Perbedaan terdapat pada
daerah tumpukan histogram yakni adanya gunung dan
lembah. Histogram tampak berbeda pada citra dengan
noise Gaussian dan Speckle yang disebabkan jenis noise
itu sendiri. Noise Gaussian memiliki distribusi normal
dengan rerata dan varian tertentu sedangkan noise
Speckle merupakan noise yang muncul pada saat
pengambilan citra tidak sempurna. Selanjutnya untuk
histogram citra yang terfilter dengan filter Mean,
Median, LPF dan Gaussian tidak ada perbedaan berarti,
namun histogram untuk citra yang terfilter dengan filter
HPF mengalami perbedaan yang signifikan yang secara
umum menjadi berbeda. Hal ini tampak pada citra yang
terfilter dengan HPF menjadi lebih kabur daripada citra
asli untuk seluruh jenis noise (Aditif, Gaussian dan
Speckle). Histogram pada citra filter Gaussian memiliki
puncak yang hampir sama dengan citra asli dan tampak
bahwa citra filter Gaussian lebih jelas dan baik daripada
citra asli.

Hasil perhitungan Timing Run yakni berapa lama waktu
yang diperlukan untuk melakukan reduksi noise pada
suatu citra dengan menggunakan filter tampak bahwa
orde perhitungan adalah mili sekon. selain itu, semakin
besar ukuran citra (pixel) maka semakin besar pula
Timing-Run nya. Dari perhitungan seluruh citra uji (50)
dan hasil perhitungan rata-rata yang didapatkan dengan
menjumlahkan nilai tiap citra dari suatu metode filter
lalu membaginya dengan jumlah sampel citra yang ada
didapatkan bahwa reduksi noise dengan metode HPF
membutuhkan waktu yang paling cepat. Sedangkan
filter LPF membutuhkan waktu yang lebih lama.
Namun efektifitas filter LPF belum dapat ditentukan
dari perhitungan timing run saja.

SNR merupakan perbandingan dari rata-rata nilai pixel
untuk standar deviasi dari nilai-nilai pixel. SNR ini
biasanya dipakai untuk mengukur kinerja suatu filter.
Apabila SNR filter lebih besar dari SNR noise berarti
noise mengecil sehingga filter efektif untuk melakukan
reduksi noise dan meningkatkan kualitas citra. Dari
perhitungan SNR filter dan SNR noise untuk 50 citra uji
untuk ketiga jenis noise yakni Aditif, Gaussian dan
Speckle didapatkan grafik seperti pada gambar 4, 5 dan
6.

Macam
Noise
Aditif Gaussian Speckle
Macam
Filter
SNR (dB)
T-Run
(ms)
SNR
(dB)
T-Run
(ms)
SNR
(dB)
T-
Run
(ms)
SNR
noise
19.194 9.1306 10.723
LPF 17.289 718.8 13.698 812.5 15.742 718.8
HPF
12.066 31.3 4.3918 46.9

5.1376
46.9
Mean
Filter
16.365 31.3 13.868 46.9 15.811 46.9
Median
Filter
23.148 109.4 12.771 187.5 13.722 203.1
Gaussi
an
Filter
18.481 46.9 10.903 46.9 12.678 46.9
Macam
Noise
Aditif Gaussian Speckle
Macam
Filter
SNR
(dB)
T-Run
(ms)
SNR
(dB)
T-
Run
(ms)
SNR
(dB)
T-Run
(ms)
SNR
noise
19.077 9.200 11.213
LPF
15.041 170.63 13.307 171.1 14.503 169.38
HPF
10.745 19.38 4.599 18.76 5.900 19.07
Mean
Filter
14.107 18.76 13.046 19.07 14.319 19.38
Median
Filter
18.970 44.69 12.311 48.13 13.694 48.44
Gaussia
n Filter
17.190 20.01 11.011 19.38 13.149 20.01
T I | 62
ISBN: 978-602-97832-0-9 SNTE-2012
Gambar 4. Grafik perbandingan SNR Noise & SNR Filter
untuk noise Aditif

Gambar 5. Grafik perbandingan SNR Noise & SNR Filter
untuk noise Gaussian

Gambar 6. Grafik perbandingan SNR Noise & SNR Filter
untuk noise Speckle

Pada jenis noise aditif, tampak dari perhitungan 50 citra
uji bahwa SNR filter untuk seluruh jenis filter
mempunyai nilai lebih kecil dari SNR noise yang
artinya nilai noise membesar setelah dikenakan filter.
Dapat disimpulkan bahwa kelima jenis filter metode
konvolusi tidak ada yang efektif untuk reduksi noise
jenis Aditif. Namun untuk filter Median mempunyai
nilai SNR filter sama atau lebih besar dari SNR noise,
sehingga filter Median dapat dipertimbangkan sebagai
filter untuk reduksi noise jenis Aditif. Namun reduksi
noise pada citra uji dengan filter median tampak
menyebabkan citra menjadi lebih blur. Hal ini
sependapat dengan pernyataan dari percobaan sulistyo
[2] yang mana filter median dapat mengeliminasi salt
and pepper noise yakni noise yang termasuk dalam
jenis noise aditif.

Perhitungan untuk jenis noise Gaussian didapatkan
bahwa nilai SNR filter LPF paling besar dibandingkan
dengan SNR noise, sehingga disimpulkan bahwa filter
LPF merupakan filter yang efektif untuk reduksi noise
jenis Gaussian. Sedangkan data untuk SNR filter HPF
paling kecil dibandingkan dengan SNR noise sehingga
tampak bahwa filter HPF tidak efektif untuk reduksi
noise jenis Gaussian.

Pada perhitungan jenis noise Speckle tampak pada
grafik bahwa nilai SNR filter LPF dan SNR filter Mean
yang lebih besar daripada SNR noise dan pada
perhitungan rata-rata untuk 50 citra uji didapatkan
bahwa nilai SNR filter LPF paling tinggi dibandingkan
dengan SNR noise. Hal tersebut dapat disimpulkan
bahwa filter LPF paling efektif untuk melakukan
reduksi noise jenis Speckle.

4. Kesimpulan
Dari hasil penelitian berupa uji coba dan analisis dengan
50 citra uji dan perhitungan rata-rata seluruh citra uji
didapatkan kesimpulan sebagai berikut :
1. Berdasarkan histogram dari 50 citra uji didapatkan
bahwa filter HPF merupakan filter yang tidak dapat
mereduksi noise namun justru menambah noise pada
citra uji.
2. Perhitungan Timing-Run menunjukkan semakin
besar ukuran pixel citra digital maka semakin besar
waktu yang diperlukan untuk melakukan reduksi
noise.
3. Berdasarkan perhitungan SNR filter dan SNR noise
untuk jenis noise Aditif, filter Median dapat
dipertimbangkan sebagai jenis filter yang efektif
untuk mereduksi noise aditif pada citra digital.
Sedangkan pada noise Speckle dan Gaussian, filter
LPF merupakan filter yang efektif untuk mereduksi
noise.
4. Berdasarkan histogram, perhitungan Timing-Run dan
SNR didapatkan bahwa metode konvolusi dengan
menggunakan filter LPF merupakan filter yang
paling efektif untuk reduksi noise untuk noise jenis
Speckle dan Gaussian. Walaupun membutuhkan
waktu untuk reduksi noise (Timing-Run) yang paling
besar. Sedangkan untuk noise jenis Aditif, filter
Median cukup efektif dibanding filter lainnya.
5. Pada penelitian ini belum memperhitungkan
prosentasi besarnya reduksi noise oleh filter terpilih.
Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengkaji
berapa persen reduksi noise oleh filter dari metode
konvolusi.
6. Disarankan untuk melakukan reduksi noise dengan
menggabungkan beberapa macam metode atau
beberapa jenis filter untuk mendapatkan reduksi
noise yang optimal pada citra digital. Mengingat
setiap metode atau jenis filter memiliki kelebihan dan
kekurangan dalam mereduksi noise bergantung jenis
noise.

5. Daftar Pustaka
[1] E. Murinto, W. Risnadi, S. Analisis
Perbandingan Metode Intensity Filtering
Dengan Metode Frequency Filtering
Sebagai Reduksi Noise Pada Citra Digital.
Seminar Nasional Aplikasi Teknologi
Informasi 2007 (SNATI 2007). Yogyakarta,
16 J uni 2008. ISSN : 1907-5022. 2007. Tersedia
di http://journal.uii.ac.id/index.php/Snati/index
diunduh 10 J anuari 2011.
T I | 63

SNTE-2012 ISBN: 978-602-97832-0-9

[2] W. Sulistyo. Yos, R.B. Filipus, F.Y. Analisis
Penerapan Metode Median Filter Untuk
Mengurangi Noise Pada Citra Digital.
Konferensi Nasional Sistem dan Informatika
2009. Bali, 14 November 2009.
KNS&I09-035.
[3] A. Widita. Perancangan dan Implementasi Sistem
Perangkat Lunak Pendeteksi Dini Osteoporosis
Melalui Pengukuran Ketebalan Korteks
Klavikula, Tugas Akhir, Fakultas Teknologi
Industri-ITB. Bandung. 2005.
[4] M. Maziyah dan Andy, N.Implementasi VB 6.0
Pada Face Detection Berbasis Image Processing
Untuk Sistem Identifikasi. J urnal
Fisika Dan Aplikasinya. Vol.3, no.2 J uni
2007. Surabaya. 2007.
[5] Adipranata, R. Liliana. Sanjaya, V.A. Pembuatan
Perangkat Lunak Untuk Memperbaiki Citra Pada
Video Digital. Seminar Nasional Sistem dan
Informatika 2006. Bali, 17 November
2006. SNSI06-042.
[6] Eng, P.Ng. and Ma, K.K. A Switching Median
Filter With Boundary Discriminative Noise
Detection For Extremely Corrupted Images.
IEEE Trans. Image Process., vol. 15, no. 6.
2006.





T I | 64
ISBN: 978-602-97832-0-9 SNTE-2012

EFISIENSI KINERJA PENGELOLAAN ENERGI PADA ARSITEKTUR DATA CENTER
KOMPUTASI AWAN MENGGUNAKAN GREENCLOUD


Mohamad Fathurahman
1
, Kalamullah Ramli
2


1. Teknik Telekomunikasi, J urusan Teknik Elektro, Politeknik Negeri J akarta, Depok 16425, Indonesia
2. Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Depok 16425, Indonesia

E-mail: mohamad.fathurahman91@ui.ac.id


Abstrak

Keberadaan data center pada sistem cloud computing sangat besar artinya. Data center yang terletak pada lapisan IaaS
pada sistem cloud berisi komponen fisik yang meliputi komponen komputasi seperti server dan switch dan komponen
non komputasi seperti sistem pendingin dan pengaturan suhu. Seiring dengan meningkatnya jumlah pengguna data
center, maka konsumsi daya listrik pada data center akan meningkat. Telah diusulkan skema penghematan energi pada
data center yakni skema DVFS dan DNS. Pada penelitian ini telah disimulasikan menggunakan GreenCloud, yang
merupakan ekstensi dari NS2, kepada tiga macam arsitektur data center yakni two-tier, three-tier dan three-tier high-
speed dengan jenis workload adalah High Performance Computing HPC. Penerapan skema penghematan meliputi
skema DVFS dan DNS saja serta DVFS dan DNS sekaligus. Dari hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa penerapan
skema DNS menunjukkan hasil terbaik karena berhasil melakukan penghematan rata-rata sebesar 63,42% pada server
dan hampir 100% pada switch.


Abstract

Performance Comparison between Energy-Aware Cloud Computing Data Center Architectures using
GreenCloud.The existence of a data center in the cloud computing system was huge. Data center is located on the IaaS
layer cloud systems containing physical component includes computing components such as servers and switches and
non-computing components such as cooling systems and temperature regulation. Along with the increasing number of
users of data center, then the electric power consumption in the data center will increase. Energy conservation schemes
have been proposed in the data center is DNS and DVFS. In this study has been simulated using GreenCloud, which is
an extension of NS2, the three kinds of data center architecture these are two-tier, three-tier and three-tier high-speed
with the type of data center workloads is HPC High Performance Computing. The applications of the savings schemes
include schemes DVFS only, DNS only and both DVFS and DNS. From the results obtained indicate that the
application of the DNS control scheme is the best because it managed to save an average of 63.42% on the server and
almost 100% on the switch for all data center architecture.

Keywords:

1. Pendahuluan

cloud computing, data center, DVFS, DNS, GreenCloud and NS2


Perkembangan dunia internet dalam dekade terakhir di
Indonesia tumbuh sangat pesat. Kebutuhan akan
informasi yang berasal dari internet bukan hanya
diperlukan oleh beberapa kalangan tertentu dengan
bidang tertentu tapi juga berbagai kalangan dengan
berbagai jenis informasi yang diperlukan. Penyedia jasa
jaringan internet untuk memenuhi kebutuhan tersebut
tentu saja harus mampu menyediakan kebutuhan dari
usernya.

Untuk kebutuhan layanan data dan informasi, seperti di
perkantoran dan lingkungan pendidikan, telah banyak
digunakan fasilitas berupa komputasi awan (cloud
computing). Pada beberapa tahun terakhir layanan
komputasi awan mengalami peningkatan yang cukup
signifikan karena melibatkan data center dan paradigma
T I | 65
SNTE-2012 ISBN: 978-602-97832-0-9

komputasi paralel. Sebagian besar perusahaan IT dunia,
seperti Microsoft, Google, Amazone dan IBM
merupakan pelopor layanan komputasi awan. Dengan
adanya layanan komputasi awan, sebuah lembaga atau
perusahaan tidak perlu lagi memiliki data center sendiri
untuk penyimpanan data/arsip yang dimilikinya.
Kebutuhan akan data center dipenuhi melalui layanan
komputasi awan ini sehingga akan banyak menghemat
biaya karena lembaga atau perusahaan tidak perlu
membangun dan mengoperasikan data centernya sendiri.

Bagi penyedia layanan komputasi awan, selanjutnya
akan dinyatakan sebagai cloud, tren seperti ini adalah
sebuah peluang bisnis yang sangat menarik[1]. Layanan
cloud sendiri sebetulnya adalah layanan penyediaan data
center baik untuk keperluan pribadi maupun bisnis.
Dengan semakin banyaknya pengguna layanan ini,
penyedia layanan cloud harus banyak mengoperasikan
data center. Dari definisi sederhana sendiri, cloud
computing didefinisikan sebagai sebuah kolam yang
terdiri atas sekumpulan sumber daya teknologi
informasi yang terorganisir untuk menyediakan sebuah
fungsi komputasi sebagai sebuah utilitas. Cloud
Computing adalah suatu paradigma di mana informasi
secara permanen tersimpan di server di internet
Sebuah sistem cloud terdiri atas infrastruktur, platform
dan perangkat lunak yang menjadi satu kesatuan dalam
melayani pelanggan cloud yang terdaftar berdasarkan
layanan yang diinginkan. Di dunia industri, layanan ini
masing-masing meliputi Infrastructure as a Service
(IaaS), Platform as a Service (PaaS), danSoftware as a
Service (SaaS).

Secara umum sebuah sistem komputasi awan dapat
dibagi ke dalam tiga lapisan berdasarkan ketiga konsep
IaaS, PaaS dan SaaS seperti tampak pada Gambar 1.
dan
tersimpan secara sementara di komputer pengguna
(client) termasuk di dalamnya adalah desktop, komputer
tablet, notebook, komputer tembok, handheld, sensor-
sensor, monitor dan lain-lain[2].

Biasanya pemberi layanan cloud kelas dunia memiliki
berbagai macam data center yang terdistribusi secara
geografis. Pengoperasian data center yang terdistribusi
secara geografis memerlukan penggunaan sumber daya
listrik yang besar pula. Apabila penyedia layanan cloud
tidak mampu melakukan efisiensi penggunaan daya
listrik, maka akan berpengaruh terhadap kualitas
layanan cloud.

Berdasarkan hal tersebut di atas, dari sudut pandang
efisiensi energi, komputasi awan adalah kolam sumber
daya komputasi dan komunikasi yang dikelola
sedemikian hingga mampu mengubah energi daya yang
diterima menjadi kegiatan komputasi atau transfer data
yang diinginkan pengguna[3]. Dengan pertimbangan
efisiensi energi pada cloud, perlu dilakukan studi untuk
mengetahui seberapa besar penggunaan energi listrik
pada data center dan metode efisiensi apa saja yang
dapat dilakukan. Selanjutnya akan dibahas Data Center
dan Efisiensi Energi, Skenario dan Hasil Pembahasan.

2. Data Center dan Efisiensi Energi


Gambar 1 Arsitektur Komputasi Awan[4]

Lapisan IaaS bertanggungjawab terhadap pengelolaan
fisik mesin, pembuatan kolam mesin virtual atau sumber
daya penyimpan melalui mekanisme virtualisasi untuk
menyediakan layanan elastis bagi lapisan di
atasnya.Lapisan PaaS berada di atas lapisan IaaS
dimana platformnya terdiri atas sistem operasi dan
framework aplikasi. Lapisan teratas ditempati oleh SaaS
yang di dalamnya terdapat aplikasi cloud yang
sebenarnya. Dalam pembahasan tentang efisiensi energi
pada data center, pembahasan akan difokuskan pada
lapisan IaaS.

Berdasarkan arsitektur cloud pada Gambar 1, lapisan
IaaS terdiri atas tiga lapisan yakni, physical resource,
virtual resource dan management tool. Physical
resource terdiri atas data center dengan komponen-
komponennya seperti server, switch dan komponen non
IT seperti sistem pendingin dan pencahayaan.

Masalah utama dari infrastruktur cloud bukan hanya
dari segi biaya yang mahal akan tetapi juga kurang
ramah lingkungan. Biaya pemakaian energi yang tinggi
kemudian emisi karbon yang dihasilkan akibat akan
tingginya kebutuhan akan energi listrik baik untuk
tujuan yang berhubungan dengan komputasi ataupun
untuk tujuan pendukung operasional dari data center.
Para penyedia layanan infrastruktur cloud perlu untuk
mengukur agar margin keuntungan layanan cloud tidak
tereduksi oleh tingginya biaya pemakaian energi listrik.
Banyak diantara penyedia layanan cloud membangun
data centernya di dekat sumber air agar pasokan energi
dapat diperoleh dari Pembangkit Listrik Tenaga Air
(PLTA). Belum lagi ada tekanan dari pemerhati
lingkungan agar mengurangi emisi karbon untuk
mengurangi pengaruh dari perubahan iklim.
Data center sangat populer dalam provisioning sumber
daya komputasi. Biaya operasional data center telah
T I | 66
ISBN: 978-602-97832-0-9 SNTE-2012

meningkat seiring dengan meningkatnya kapasitas
komputasi. Konsumsi energi dari data center telah
menjadi masalah yang berkembang di kalangan
pengelola data center. Hal ini menjadi salah satu pintu
masuk utama dalam tagihan utama operasional data
center (OPEX).

Kolam server pada teknologi data center saat ini dapat
menangani 100.000 host dengan sekitar 70%
komunikasi dilakukan secara internal[5]. Hal ini
menjadi tantangan dalam merancang arsitektur jaringan
yang saling berhubungan dan protokol komunikasi yang
digunakan.

Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa hampir 90%
konsumsi energi listrik dari data center dihabiskan oleh
perangkat IT seperti server dan switch dan perangkat
pendingin serta sisanya terbuang sebagai panas dan
perangkat non IT lainnya[3].

Pada beberapa tahun terakhir, layanan komputasi awan
meningkat pesat karena adanya keterlibatan data center
dan paradigma komputasi parallel. Pengoperasian data
center yang tersebar di wilayah yang luas memerlukan
pertimbangan seberapa besar konsumsi energy terhadap
total biaya pengoperasian dari data center.

Salah satu tantangan terbesar dari pengelola data center
adalah meningkatnya biaya konsumsi untuk daya dan
pendinginan. Seperti ditunjukkan pada Gambar 2
berikut, pada dekade terakhir biaya untuk daya dan
pendingin data center telah meningkat sebesar 400%
dan kecenderungannya akan terus meningkat. Pada
beberapa kasus, konsusmi daya listrik memakan porsi
40-50% dari keseluruhan biaya operasional dari data
center[6].


Gambar 2. Struktur Pembiayaan Data Center dan
Kecenderungannya[6]
Berdasarkan surver terakhir pada data center, faktor
penghambat terbesar dalam pengembangan data center,
senilai 59% adalah berasal dari konsumsi daya dan
pendinginan[9].

J ika kecenderungan ini terus terjadi, kemampuan data
center untuk menambah layanan baru akan terhambat.
Untuk mengatasi hal ini, pengelola data center memiliki
tiga pilihan sebagai berikut[6]
1 Menambah kapasitas daya dan pendingin
2 Membangun data center baru
3 Melakukan Pengelolaan Energi yang
memaksimalkan penggunaan kapasitas yang
ada

Dua pilihan awal akan sangat mahal karena melibatkan
belanja modal dan pemasangan instalasi baru. Maka
pilihan ketigalah yang paling memungkinkan untuk
mengatasi dua hal tersebut di atas. Berikut ini akan
diuraikan secara singkat dua macam skema pengelolaan
energy pada data center yang meliputi

Arsitektur Data Center
Kolam server pada sebuah data center saat ini mampu
menangani sampai dengan 100.000 host dengan sekitar
70 % pelaksanaan komunikasi dilaksanakan secara
internal[5]. Hal ini memberikan tantangan dalam
merancang arsitektur jaringan interkoneksi dan protokol
komunikasinya.Pada skala data center, arsitektur
konvensional sering kali terjadi bottleneck disebabkan
karena factor fisik dan batasan biaya dari perangkat
jaringan yang dipakai. Secara khusus, ketersediaan
komponen 10 Gigabit Ethernet dapat mengatasi
keterbatasan karena menawarkan kapasitas yang lebih
besar namun masih terlampau mahal.

Arsitektur data center sendiri yang banyak digunakan
saat ini adalah arsitektur three-tier seperti ditunjukkan
pada Gambar 3 berikut,

Gambar 3. Arsitektur Data Center Three-tier[3]

Arsitektur ini terdiri atas lapisan :
a. Access
b. Aggregation
c. Core
Keberadaan lapisan Aggregation meningkatkan jumlah
node server (lebih dari 10000 server) dengan tetap
menjaga Layer-2 menggunakan switch yang tidak
terlalu mahal pada jaringan access yang menyediakan
topologi loop-free.Link antara core dan aggregation
berkapasitas 10 GE sedangkan link antara aggregation
dan access berkapasitas 1 GE. Sedangkan beberapa data
center ada yang masih menggunakan arsitektur two-tier
dimana pada arsitektur two-tier, Computing Server (S)
T I | 67
SNTE-2012 ISBN: 978-602-97832-0-9

disusun ke dalam rak membentuk jaringan tier-one.
Pada jaringan tier-two, switch pada Layer-3 (L3)
menyediakan konektivitas mesh penuh menggunakan
link 10 GE. Pada perkembangan selanjutnya dengan
tersedianya link dengan kapasitas 100 GE, maka
dikembangkan arsitektur data center three-tier high-
speed yang pada dasarnya sama dengan arsitektur three-
tier hanya saja kapasitas linknya sepuluh kali lipat
daripada arsitektur three-tier yakni untuk kapasitas link
antara core dan aggregation menjadi 100 GE, antara
aggregation dan access menjadi 10 GE sedangkan
antara access dengan server tetap 1GE.

Dynamics Voltage and Frequency Scaling(DVFS)
Dynamic Voltage Scaling adalah pengelolaan daya pada
arsitektur computer dimana tegangan yang digunakan
oleh komponen dapat diturunkan atau dinaikan sesuai
kebutuhan.Dynamic Voltage Scaling untuk menaikan
tegangan disebut overvolting sedangkan untuk
menurunkannya disebut undervolting.Undervolting
dilakukan untuk konversi energy sedangkan overvolting
dilakukan untuk meningkat kinerja komputasi.
Demikian halnya dengan Dynamic Frequency Scaling,
dilakukan dengan cara menaikan frekuensi kerja untuk
meningkatkan kinerja dan menurunkannya untuk
menghemat energy. DVFS adalah teknik umum yang
banyak digunakan dalam mekanisme penghematan
penggunaan daya mulai dari sebuah system embedded,
laptop, PC sampai dengan sebuah system server. DVFS
mampu mengurangi konsumsi daya pada rangkaian
terpadu CMOS seperti pada computer modern dengan
menurunkan frekuensi operasi melalui persamaan
=
2
+

(1)
Dengan C adalah kapasitansi kapasitor gerbang (yang
tergantung pada ukuran fitur), f adalah frekuensi kerja
dan V adalah suplai tegangan.Tegangan yang
diperlukan untuk operasi yang stabil ditentukan oleh
frekuensi dimana rangkaian mendapat clock.Hal ini
dapat mengakibatkan pengurangan yang signifikan dari
konsumsi daya karena hubungan V
2
1 DVFS hanya mampu mengubah besarnya
konsumsi daya dinamis(dynamic power)
sementara daya statis (static power) meningkat
.

Menurut [7], kesimpulan yang didapat dari hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa
2 Mode sleep/idle lebih efektif diterapkan dari
pada penurunan tegangan/frekuensi dalam
penurunan konsumsi daya
3 Implementasi DVFS pada prosesor multi-core
lebih rumit dan keuntungan secara finansialnya
kecil

Dynamics Shutdown (DNS)
Dengan pertimbangan bahwa server yang dalam kondisi
idle tetap mengkonsumsi energy sebesar 66% dari
kapasitas penuhnya [7] maka pada mekanisme DNS,
skema penghematan dilakukan dengan cara mematikan
server yang dalam kondisi idle sehingga konsumsi
energy bisa ditekan pada kondisi minimal.

GreenCloud
GreenCloud[8] adalah packet level simulator yang
merupakan ekstensi dari Network Simulator Ns2[9]
yang digunakan untuk mengukur konsumsi energi dari
data center. Secara default, arsitektur dari data center
yang disediakan oleh GreenCloud adalah arsitektur
three-tier.J adi GreenCloud adalah simulator untuk
konsumsi daya listrik data center. Data center ini adalah
bagian dari arsitektur cloud computing yang berada
pada lapisan IaaS (Infrastructure as a Service) seperti
yang ditunjukkan oleh Gambar 1 di atas.

3. Metode Penelitian

GreenCloud adalah sebuah ekstensi dari Network
Simulator NS2 yang dikembangkan untuk mempelajari
environment dari komputasi awan.GreenCloud
menawarkan kepada pemakainya pemodelan mengenai
konsumsi energi oleh elemen-elemen dari data center
seperti server, switch dan link. Lebih khusus lagi
GreenCloud fokus kepada packet-level simulations bagi
komunikasi pada data center yang tidak ditemui pada
simulator lainnya.

Pada simulator GreenCloud diimplementasikan model
energi untuk switch dan link berdasarkan kepada[16]
dengan nilai konsumsi daya untuk elemen yang berbeda
diambil urutannya berdasarkan[5]. Skema
penghematannya meliputi :
1. Hanya DVFS
2. Hanya DNS
3. DVFS dan DNS

Workload (beban kerja) adalah obyek yang dirancang
untuk pemodelan universal bagi berbagai macam
pengguna layanan cloud, seperti misalnya jejaring sosial,
instant messaging, dan content delivery. Pada grid
computing, workload biasanya dimodelkan sebagai
urutan pekerjaan (job) yang dibagi-bagi ke dalam
sekumpulan tugas (task). Sebuah task dapat berdiri
sendiri, atau memerlukan sebuah output dari dari task
lain untuk memulai eksekusi. Lebih lanjut lagi, karena
ciri dari aplikasi grid computing (misalnya pemodelan
biologis, keuangan dan cuaca), jumlah job yang ada
lebih banyak daripada sumber daya komputasi yang
tersedia.
Untuk agar dapat mencakup semua jenis aplikasi cloud,
maka didefinisikan tiga jenis job, yaitu[3] :
Computationally I ntensive Workloads (CIW) adalah
model aplikasi High Performance Computing (HPC)
yang bertujuan memecahkan masalah komputasi tingkat
lanjut. CIW membebani computing server dan hampir
tidak ada transfer data pada jaringan interkoneksi dari
T I | 68
ISBN: 978-602-97832-0-9 SNTE-2012

data center. Proses efisiensi energi pada CIW terletak
pada konsumsi daya server dimana server mencoba
untuk mengelompokkan workload pada sekecil
mungkin jumlah server dan perutean traffic yang
dihasilkanmenggunakan sesedikit mungkin rute.

Data-I ntensive Workloads (DIW) adalah model
kebalikan dari CIW dimana pada model ini memerlukan
transfer data yang besar dan hampir tidak ada
pembebanan pada server.

Balanced Workloads (BW) bertujuan untuk
memodelkan aplikasi yang memiliki kemampuan
komputasi seperti CIW dan transfer data seperti DIW.

Pada bagian ini akan dilakukan studi kasus perhitungan
konsumsi energi pada data center untuk arsitektur two-
tier(2T) dan three-tier (3T) yang meliputi three-tier fat-
tree(3Tft) dan Three-tier high-speed (3Ths).Bandwidth
antara lapisan core dan aggregation didistribusikan
menggunakan teknologi Multi-Path Routing seperti
routing ECMP (Equal Cost Multi-Path). Teknik ECMP
adalah strategi routing dimana pengiriman paket
berikutnya pada satu tujuan dapat menempuh berbagai
jalur terbaik yang nantinya akan diletakkan pada
urutan teratas dari tabel routing. Untuk arsitektur Three-
tier, karena menggunakan ECMP, maka jumlah
maksimum switch core adalah delapan[3].

Dalam melakukan pengukuran kinerja, Skenario
pengukuran kinerja antara 3Tft dengan 3Ths akan
digunakan jumlah server (computing node) yang sama
yakni sebanyak 3072 server.Untuk scenario simulasi
ditunjukkan pada Tabel 1. Penentuan parameter
simulasi mengacu pada[3] dengan perbedaan pada jenis
workload. J ika pada[3] jenis workload yang digunakan
adalah balancing workloads sedangkan pada penelitian
ini jenis workload adalah Computationally Intensive
Workloads (CIW) atau sering disebut dengan High
Performance Computing, HPC. Hal ini dilakukan untuk
menguji apakah dengan jenis workload ini, skema
penghematan menghasilkan tingkat efisiensi yang lebih
baik.Pada arsitektur 2T, data center tidak terdapat
switch aggregation. Switch core langsung dihubungkan
dengan jaringan Access menggunakan link 1 GE (link
C2-C3) dan interkoneksi antar core switch
menggunakan link 10 GE (C1-C2). Arsitektur 3Ths
merupakan peningkatan dari 3Tft dengan menyediakan
bandwidth sepuluh kali lipat antara link Core dengan
Aggregation (C1-C2) dan antara Aggregation dengan
jaringan Access masing-masing 100 GE dan 10 GE.
Keberadaan link 100 GE memungkinkan jumlah core
pada arsitektur 3Ths sebagaimana mekanisme jumlah
jalur pada ruting ECMP dibatasi hanya sebanyak dua (2)
buah untuk melayani jumlah switch pada lapisan access
yang sama jumlahnya dengan arsitektur 2T dan 3Tft.

Selanjutnya simulasi akan dibagi ke dalam 4 buah
skenario berdasarkan parameter pada Tabel 1 meliputi
1. Skenario I : Perhitungan Konsumsi Energi
Tanpa Skema Penghematan. Pada skenario ini,
akan diukur konsumsi energi data center yang
meliputi server dan switch pada ketiga macam
arsitektur DC (data center).
2. Skenario II : Perhitungan Konsumsi Energi
dengan Skema Penghematan DVFS baik pada
server maupun switch
3. Skenario III : Perhitungan Konsumsi Energi
dengan Skema Penghematan DNS baik pada
server maupun switch
4. Skenario IV : Perhitungan Konsumsi Energi
dengan Skema Penghematan DVFS dan DNS
sekaligus baik pada server maupun switch.
Dari hasil simulasi nantinya, akan dilihat skema
penghematan yang mana yang paling baik dan bentuk
penyajian hasil pengukuran dibuat dalam bentuk
kuantitatif berbentuk tabel dan secara kualitatif dalam
bentuk grafik.

Tabel 1. Skenario Parameter Simulasi

Parameter
Arsitektur Data Center
Two-tier Three-tier
fat-tree
Three-tier
high-speed
T
o
p
o
l
o
g
i

J umlah Core (C1)
Aggregation node (C2)
Access Switch (C3)
Server (S)
Link (C1-C2)
Link (C2-C3)
Link (C3-S)
16
-
64
3072
10 GE
1 GE
1 GE
8
16
128
3072
10 GE
1 GE
1 GE
2
4
512
3072
100 GE
10 GE
1 GE
Link Propagation Delay 10 ns
Data
Center
Beban rata-rata DC
J enis Beban Kerja User
(Workload)
Waktu Simulasi
30 %
High Performance Computing

60 menit

4. Pembahasan

Pada bagian awal ini, akan ditampilkan hasil simulasi
untuk ketiga macam arsitektur DC namun tanpa skema
penghematan energi baik pada server maupun switch
seperti ditunjukan pada Tabel 2.Dari Tabel 2, konsumsi
daya oleh server memakan porsi rata-rata sebesar 70%
dari total konsumsi energi dari data center sementara
link komunikasi dan switch kurang lebih 30%. Untuk
konsumsi daya switch sendiri, untuk kasus arsitektur
three-tier misalnya, dipecah kembali menjadi 11%
untuk core switch kemudian 23% untuk aggregation
switch dan 66% untuk access switch. Hal ini
menunjukkan bahwa setelah server menurunkan
konsumsi dayanya maka pengaruh paling tinggi dialami
oleh switch di lapisan access.

Tabel 2.Distribusi Konsumsi Energi DC tanpa Skema
Penghematan
T I | 69
SNTE-2012 ISBN: 978-602-97832-0-9


Pada Gambar 4 lebih jelas lagi terlihat bahwa pada
skema tanpa penghematan energi, hanya sekitar 30%
atau sepertiga dari seluruh kapasitas server(kurva
sebelah kiri grafik) yang berada pada peak rate.
Sedangkan hampir 2/3 dalam kondisi idle sehingga
skema DNS dapat diterapkan. Sebagian kecil dari server,
pada grafik di bagian yang menurun, dimana server
sedikit dibawah kondisi peak rate, skema DVFS dapat
diterapkan.













Gamb
ar 4. Distribusi Beban Kerja Pada Server Tanpa Skema
Penghematan

Skenario kedua seperti ditunjukkan oleh Tabel 3 adalah
hasil simulasi dari arsitektur data center dengan metode
penghematan menggunakan skema DVFS. Pada skema
penghematan menggunakan DVFS seperti hasilnya
terlihat pada Tabel 3, tampak bahwa konsumsi daya
meningkat pesat pada server sedangkan pada switch
besarnya tidak terlalu berbeda jauh dengan tanpa skema
penghematan seperti pada Tabel 2. Hal ini disebabkan
karena jenis dari workload dari cloud user adalah HPC
dimana pada workload jenis ini hampir semua proses
komputasi berlangsung pada server sehingga untuk
melakukan proses komputasi ini memerlukan lebih
besar daya listrik namun dilaksanakan oleh jumlah
server yang lebih sedikit. Ini terlihat pada besarnya DC
load yakni dikisaran 18,8% dibandingkan dengan 27,8%
yang ada pada skenario pertama.

Tabel 3. Distribusi Konsumsi Energi DC untuk Skema
Penghematan DVFS


Skenario ketiga ini menggunakan skema Penghematan
Energi Dynamic Shut-down yang hasilnya ditunjukkan
pada Tabel 4 berikut,

Tabel 4 Distribusi Konsumsi Energi DC untuk Skema
Penghematan DNS

Pada skema penghematan menggunakan DNS, terlihat
cukup besar penghematan yang dihasilkan. Seperti pada
kasus skenario pertama, sebagian besar konsumsi
energi(sebesar 99,98%) dialokasikan pada server karena
workload yang digunakan adalah HPC. Namun
konsumsi daya pada server telah mengalami
penghematan jika dibandingkan dengan tanpa skema
penghematan rata-rata sebesar 63,42%.

Skenario ke empat ini menggunakan skema
Penghematan Energi DVFS dan DNS yang hasilnya
ditunjukkan pada Tabel 5 berikut,
Tabel 5 Distribusi Konsumsi Energi DC untuk Skema
Penghematan DVFS dan DNS

Parameter
Konsumsi Daya (kWh)
Two-tier (2T) Three-tier
Fat-tree
(3Tft)
Three-tier
high-speed
(3Ths)
Data Center
Server

Switch

Core (C1)
Aggregation (C2)
Access (C3)
16,0164
11,7010
(73,06%)
4,3152
(26,94%)
1,5848
0
2,7304
15,7556
11,7010
(74,27%)
4,0546
(25,73%)
0,4554
0,9108
2,6884
15,8472
11,7010
(73,84%)
4,1462
(26,16%)
1,0098
0,4480
2,6884
DC Load 27,8% 27,8% 27,8%
Parameter
Konsumsi Daya (kWh)
Two-tier
(2T)
Three-tier
Fat-tree
(3Tft)
Three-tier
high-speed
(3Ths)
Data Center
Server

Switch

Core (C1)
Aggregation (C2)
Access (C3)
2865,6015
2861,2199
(99,85%)
4,3816
(0,15%)
1,6092
0
2,7724
2865,3733
2861,1909
(99,86%)
4,1824
(0,14%)
0,4707
0,9393
2,7724
2865,9687
2861,6929
(99,85%)
4,2758
(0,15%)
1,0414
0,4620
2,7724
DC Load 18,8% 18,8% 18,8%
Parameter
Konsumsi Daya (Wh)
Two-tier
(2T)
Three-tier
Fat-tree
(3Tft)
Three-tier
high-speed
(3Ths)
Data Center
Server

Switch

Core (C1)
Aggregation (C2)
Access (C3)
4281,06
4280,30
(99,98%)
0,76
(0,02%)
0,22
0,00
0,43
4280,95
4280,30
(99,98%)
0,65
(0,02%)
0,11
0,11
0,43
4280,95
4280,30
(99,99%)
0,65
(0,01%)
0,22
0,11
0,43
DC Load 27,8% 27,8% 27,8%
T I | 70
ISBN: 978-602-97832-0-9 SNTE-2012

Pada skema penghematan dengan DVFS dan DNS,
hasilnya adalah kombinasi dari skema DVFS dan DNS
dimana konsumsi daya pada data center meningkat
sesuai dengan skema DVFS sedangkan pada switch
menurun sesuai dengan skema DNS.

Dari keseluruhan pengujian, tampak bahwa untuk jenis
workload HPC, penghematan terbesar diperoleh melalui
skema DNS.

Skema DVFS berhasil menurunkan beban dari data
center dari rata-rata 30% pada tanpa skema dan DNS
menjadi kurang dari 20% dan selama proses simulasi
menurun. Namun bila dilihat dari beben tiap server,
seperti terlihat pada Gambar 4 berikut, terlihat bahwa
pada kondisi tanpa skema, server yang terbebani kurang
lebih 30% dari total server sedangkan sisanya (70%)
dalam kondisi tidak terbebani namun tetap
mengkonsumsi energy cukup besar karena menurut [10]
meskipun dalam keadaan idle, server-server tersebut
mengkonsumsi energy sebesar 66% dari kondisi
terbebani penuh.




































Gambar 4 Grafik Sebaran Beban Server terhadap banyaknya server untuk berbagai skema penghematan
Bila dibandingkan dengan skema DNS pada Gambar 4
di atas, grafiknya mirip dengan yang tanpa skema.
Namun sebetulnya dari segi konsumsi energy skema
DNS lebih hemat (63,42%) dibandingkan dengan tanpa
skema karena pada skema DNS server yang dalam
kondisi idle benar-benar di-shotdown sehingga
konsumsi energinya berada pada kondisi minimal dan
konsumsi daya dari switch juga berhasil diturunkan
karena proses komputasi seluruhnya berlangsung pada
Parameter
Konsumsi Daya (Wh)
Two-tier (2T)
Three-tier
Fat-tree
(3Tft)
Three-tier
high-speed
(3Ths)
Data Center
Server

Switch

Core (C1)
Aggregation (C2)
Access (C3)
2859026,06
2859025,30
(100%)
0,76
(0%)
0,22
0,00
0,43
2858996,96
2858996,30
(100%)
0,30
(0%)
0,11
0,11
0,44
2859499,08
285998,30
(100%)
0,78
(0%)
0,22
0,11
0,45
DC Load 18,8% 18,8% 18,8%
T I | 71
SNTE-2012 ISBN: 978-602-97832-0-9

server, dan proses komputasi tersebut dilaksanakan oleh
kurang lebih 30% dari total server.

Sebaliknya pada skema DVFS, beban server tersebar
hampir merata ke seluruh server sehingga total
konsumsi energy dari server data center akan sangat
membesar. Dengan tambahan skema DNS, tidak banyak
berpengaruh terhadap beban server namun sangat
berpengaruh terhadap beban pada switch dimana
berhasil diturunkan sampai mencapai 100%.

Yang paling jelas menunjukkan perbedaan adalah pada
konsumsi energy tiap server seperti ditunjukkan pada
Gambar 5. Pada skema tanpa penghematan terlihat jelas
bahwa 70% server yang dalam kondisi idle tetap
mengkonsumsi energy bandingkan dengan misalnya
dengan skema DNS dimana tampak pada grafiknya
bahwa pada skema ini server yang dalam kondisi idle
sama sekali tidak mengkonsumsi energy alias nol
sehingga konsumsi energy server secara keseluruhan
menurun drastis bila dibandingkan dengan tanpa skema.
Sedangkan pada skema DVFS, konsumsi energy
menyebar ke seluruh server dengan lonjakan sangat
besar pada server pertama (2850814,41 Wh yang tidak
terlihat pada grafik). Penambahan skema DNS tidak
banyak berpengaruh terhadap penurunan konsumsi daya
dari server namun berpengaruh cukup signifikan
terhadap pengurangan daya pada switch.

Akhirnya dari segala uraian di atas skema penghematan
terbaik untuk ketiga jenis arsitektur data center adalah
skema DNS (Dynamic Shutdown) dengan jenis
workload adalah High Performance Computing atau
Computationally Intensive Workload (CIW) dimana
hampir seluruh proses komputasi berlangsung di server.
Konsumsi daya pada switch juga berhasil ditekan pada
titik sangat rendah.

Gambar 5 Grafik Konsumsi Energi Tiap Server untuk Berbagai Skema Penghematan




5. Kesimpulan



T I | 72
ISBN: 978-602-97832-0-9 SNTE-2012

Setelah dilakukan simulasi konsumsi daya pada data
center untuk arsitektur two-tier, three-tier dan three-tier
high-speed, dengan menerapkan skema penghematan
energi DVFS dan DNS diperoleh hasil sebagai berikut,
1. Pada skema tanpa penghematan energi, untuk
ketiga arsitektur data center, konsumsi energi
terbesar berada pada server rata-rata sebesar
73,72% sedangkan sisanya sebesar 26,28%
dikonsumsi oleh switch, sedangkan jumlah server
yang mengalami peak rate rata-rata sebanyak
27,8%.
2. Pada skema penghematan DVFS, konsumsi
terbesar tetap pada server dengan lonjakan cukup
drastis rata-rata hampir 100% dengan konsumsi
energi pada switch relatif sama dengan pada kasus
tanpa skema penghematan, namun jumlah server
yang mengalami peak rate menurun rata-rata
sebesar 18,8%,
3. Skema penghematan DNS merupakan skema
penghematan terbaik untuk tipe workload HPC
karena berhasil menghemat penggunaan energi
listrik baik pada server maupun switch sebesar
masing-masing 63,42% dan hampir 100%,
4. Penerapan skema penghematan DVFS dan
sekaligus DNS tidak memberikan hasil yang lebih
baik untuk kasus workload HPC.


Daftar Acuan

[1] http://www.antaranews.com/berita/300251/bisnis-
beralih-pada-investasi-komputasi-awan diakases
tanggal 14 Maret 2012
[2]
09/MIC.2008.107
http://www.computer.org/portal/web/csdl/doi/10.11
[3] Dzmitry Kliazovich, Pascal Bouvry, Samee Ullah
Khan, GreenCloud : A Packet Level Simulator of
Energy-aware Cloud Computing Data Centers,
diterbitkan online oleh Springer 09 November 2011.
diakses tanggal 14 Maret 2012
[4] Si-Yuan J ing, Shahzad Ali, Kun She, Yi Zhong,
State-of-the-art research study for green cloud
computing , Springer Science+Business Media,
LLC 2011, dipubikasikan online 8 Desember 2011.
[5] Mahadevan P, Sharma P, Banerjee S, Ranganathan
P (2009), Energy aware network operations.
Pada: IEEE INFOCOM workshops, hal. 16
[6] Filani David-Intel Corp, Dynamic Data Center
Power Management:Trends, Issues, and Solutions,
Intel Technology J ournal, Volume 12, Issue 1,
2008.
[7] Etienne Le Sueur dan Gernot Heiser, Dynamic
Voltage and Frequency Scaling: The Laws of
Diminishing Returns NICTA and University of
New South Wales.
[8] http://greencloud.gforge.uni.lu/ diakses tanggal 10
Februari 2012.
[9] The Network Simulator Ns2 (2010) dapat diunduh
di http://www.isi.edu/nsnam/ns/
[10] Chen Y, Das A, Qin W, Sivasubramaniam A, Wang
Q, Gautam N (2005), Managing Server Energy
and Operational Cost in Hosting Centers,
Proceeding of the ACM SIGMETRICS
International Conference on Measurement and
modeling of computer systems, ACM, New York,
hal 303-314.


































T I | 73
SNTE-2012 ISBN: 978-602-97832-0-9

SISTEM PREDIKSI MAHASISWA DROP OUT DENGAN MENGGUNAKAN
METODE BAYESIAN NETWORK

Latif Mawardi

J urusan Teknik Elektro, Politeknik Negeri J akarta, J l. G. Siwabesyi, Kampus Baru UI Depok,16422

E-mail: Latif.r33@gmail.com


Abstrak

Pada awal berdirinya Politeknik, drop out merupakan hal yang biasa, dengan pertimbangan adalah mutu lulusan.
Karena memang sudah merupakan sistem, maka mahasiswa akan berusaha sebaik mungkin untuk tidak terkena drop out.
Seiring dengan perubahan waktu, drop out mulai dipertimbangkan, disatu sisi masih tetap untuk dipertahankan dengan
alasan adalah mempertahankan kualitas lulusan, dilain hal drop out merupakan kerugian besar baik dari sisi
penyelenggara pendidikan atau lembaga maupun dari mahasiswa peserta didik.Pada saat ini drop out di J urusan Teknik
Elektro Politeknik Negeri J akarta jumlahnya cukup mengkhawatirkan karena dapat mencapai 10 % dari jumlah
mahasiswa. Oleh karena itu perlu adanya uapaya memperkecil jumlah drop out atau bahkan menghilangkanya jika
memungkinkan. Pada prinsipnya drop out dapat dihindari jika dapat diketahui penyebabnya dan dapat dilakukan
antisipasi jika dapat diketahui mahasiswa mahasiswa yang diprediksi berpotensi untuk terkena drop out berdasarkan
fitur mahasiswa. Fitur mahasiswa merupakan data mahasiswa yang bersifat dinamis seperti problem keluarga, kondisi
perekonomian dan mobilitas mahasiswa ke kampus.Dengan mempergunakan algoritma bayesian network dan
menerapkan data fitur mahasiswa sebagai inputnya dilakukan prediksi terhadap semua mahasiswa apakah berpotensi
drop out atau tidak. Pada mahasiswa yang berpotensi drop out, dilakukan pembinaan yang merupakan tanggung jawab
dosen pembimbing akademik sehingga drop out dapat dihindarkan, paling tidak diperkecil jumlahnya.


Abstract

Drop out Prediction System using Bayesian Network.At the beginning of the polytechnic, drop out is common, the
consideration is the quality of graduates. Because it is a system, then the students will try their best not to be exposed to
drop out. Along with the change of time, drop out from consideration, one hand still to be defended on the grounds is to
maintain the quality of graduates, on the other hand drop out is a huge loss in terms of the education of students or
institutions and learners. At this time drop out in the Department of Electrical Engineering Polytechnic J akarta is quite
alarming because it can reach 10% of the students. Therefore, it is necessary to reduce the number of drop outs
undertakings or even negate if possible. In principle, the drop-out can be avoided if the cause is known and can be done
in case it can be seen that predicted student students potentially affected by the features students drop out. Features
student is a dynamic student data such as family problems, economic conditions and mobility of students to campus.
Using a Bayesian network algorithm and apply data as input features students made predictions for all students whether
potentially drop out or not. On the potential of students drop out, do coaching which is the responsibility of academic
lecturers so that drop out can be avoided, at least reduced in number.

Keywords: prediction, drop out, Bayesian, network


1. Pendahuluan

Pendidikan merupakan salah satu usaha untuk
mencerdaskan anak didiknya agar mempunyai dasar
pengetahuan dan terampil pada bidang ilmunya.
Keberhasilan pendidikan dapat digunakan sebagai salah
satu indikator pembangunan pada suatu Negara. Pada
era pembangunan sekitar tahun 1980, pemerintah
membangun lima politeknik negeri se Indonesia yaitu di
J akarta, Bandung, Semarang, Malang, Palembang dan
Medan. Keenam politeknik tersebut dititipkan ke
perguruan tinggi setempat untuk pembinaanya.

T I | 74
ISBN: 978-602-97832-0-9 SNTE-2012

Politeknik Negeri J akarta adalah salah satu dari keenam
politeknik yang berada di J akarta dan namanya adalah
Politeknik Universitas Indonesia. Politeknik se
Indonesia dibangun dengan dana bantuan Bank Dunia
sehingga pelaksanaanya diararahkan oleh tenaga ahli
dari negara donor, salah satunya adalah menerapkan
disiplin waktu dalam proses belajar mengajar. Pengajar
dan mahasiswa yang terlambat masuk diberikan sangsi,
pengajar diberikan sangsi indisipliner dan mahasiswa
diberikan kompensasai atas keterlambatanya.

Politeknik merupakan pendidikan vokasi yang
mempergunakan kurikulum dengan perbandingan 60 %
praktek dan 40 % teori. Dengan komitmen tetap
menerapkan disiplin dalam proses belajar mengajar
serta keadaan yang mendukung pada saat itu, lulusan
politeknik merupakan tenaga kerja terampil yang
banyak dibutuhkan di industri. Sejak berdiri pada tahun
1981 sampai dengan sekarang Politeknik Negeri J akarta
menerapkan Drop Out (DO) kepada mahasiswanya.

Pada buku Peraturan Politeknik dituliskan aturan drop
out dapat diberlakukan pertama keterlambatan dan
ketidakhadiran. Mahasiswa diwajibkan datang tepat
waktu, keterlambatan dikenakan kompensasi.
Keterlambatan dikalikan 5, dan ketidak hadiran 8 jam
mata kuliah dikalikan 2. Kompensasi ini direkap setiap
minggu untuk selanjutnya diberikan surat peringatan
setelah mencapai jumlah tetentu, dengan tahapan Surat
Peringatan 1, Surat Peringatan 2 dan Surat Peringatan 3
dan mahasiswa dikeluarkan dari Politeknik.

2. Metode Penelitian

1. Analisa Kebutuhan
Pada bagian ini akan dibahas mengenai kebutuhan
bisnis, kebutuhan sistem, teknik analisis dan teknik
perancangan

1.1 Kebutuhan Bisnis
Pada kebutuhan bisnis dibahas mengenai sistem yang
sedang dilakukan saat ini berikut dengan individu-
individu atau aktor-aktor yang terlibat serta proses atau
tahap secara detil kegiatan-kegiatan yang dilakukan
a. Decision Suport System(DSS)
Sistem database yang sedang berjalan pada saat ini
adalah Unisys yaitu sistim database administrasi
mahasiswa. Cakupan dari sistim ini meliputi
1. Data pribadi mahasiswa
2. Absensi
3. Daftar nilai
4. Rekapitulasi keterlambatan
Sistim ini belum dilengkapi dengan kemampuan
membuat peringatan bila absensi dari mahasiswa
sudah mencapai kisaran tertentu sehingga perlu
diberikan peringatan. Untuk menentukan status
seorang mahasiswa apakah berada pada kondisi
yang aman atau berpotensi DO dilakukan secara
manual dengan melihat database.

Untuk dapat mengamati data mahasiswa dengan
jumlah sekitar 5000 orang membutuhkan waktu
yang cukup lama jika dilakukan secara manual,
oleh karena itu dibutuhkan sistim yang dapat
digunakan untuk melaksanakan pekerjaan tersebut.
b. Aktor Pelaku
Aktor yang terlibat dalam sistem ini meliputi
administrator, mahasiswa dan Kepala Programar
Studi.
1. Mahasiswa
Mahasiswa mengisikan data pribadinya pada
saat pendaftaran ulang sebagai mahasiswa baru.
Disamping data pribadi mahasiswa wajib
mengupdate data jika terjadi perubahan pada
data pelengkap yang lain selain data pribadi.
2. Administrator
Administrator merupakan aktor yang bertugas
memasukkan datase yang diserahkan
mahasiswa dan mengolah serta memelihara
data.

1.2 Kebutuhan Sistem
Perangkat yang dibutuhkan minimal terdiri dari dua
bagian, yaitu :
1. Sistim Hardware
Spesifikasi perangkat hardware yang disyaratkan
adalah :
Komputer dengan Prosesor intel Core 2 Duo, 2
Ghz.
Memory RAM 2 Giga byte
Harddisk 512 Gb
Printer
Monitor
2. Software Sistim
OS dari komputer min XP-SP1
Visual Basic 6.0
SQL server
Microsoft Office 2007
Visio

2. Perancangan Penelitian
Supaya penelitian ini dapat terlaksana dan membuahkan
hasil seperti yang diharapkan, maka perlu direncanakan
dengan baik. Untuk mempermudah dalam pemahaman
sehingga dapat dilaksanakan perlu dirinci langkah-
langkahnya.

2.1 Variabel Penelitian
Permasalahan DO dapat diatasi apabila anggapan
penyebab DO dapat diketahui. Setelah diketahui
penyebabnya maka dapat dilakukan antisipasi sehingga
DO dapat dihindarkan. Anggapan awal penyebab DO
ada 3 yaitu:Penghasilan orang tua
T I | 75
SNTE-2012 ISBN: 978-602-97832-0-9

a. Penghasilan orang tua diklasifikasikan pada 4
kategori
1 =tidak mampu, penghasilan 0 2 juta rupiah.
2 =kurang mampu, penghasilan 2- 4 juta rupiah
3 =Cukup mampu, penghasilan 4-6 juta rupiah.
4 =Mampu, penghasilan diatas 6 juta rupiah

b. Permasalahan mahasiswa di keluarga
Untuk problem mahasiswa di dalam keluarganya
hanya dibedakan pada 2 kategori, yaitu :
1 =tidak ada masalah keluarga.
2 =ada masalah keluarga.

c. Keterlambatan masuk kuliah
Keterlambatan ada hubungnya dengan waktu
tempuh ke kampus, variabelnya :
1 =waktu tempuh 0 15 menit.
2 =waktu tempuh 15 45 menit.
3 =waktu tempuh diatas 45 menit.

2.2 Diagram Use Case
Pengoperasian sistim hanya dilakukan oleh petugas
administrasi saja, maka aktornya hanya ada 2 yaitu
admin dan Pembimbing akademik.



Gambar 1 Diagram Use Case

3. Pembahasan

1. Bayesian Networks
Menurut Kjaerulff, Uffe B. Bayesian Network adalah
aturan dasar penyelesaian probabilitas dengan
menyertakan faktor pelengkap untuk menyelesaikan
probabilitas dengan variabel tidak lengkap. Secara
singkat BN adalah penyelesaian network dengan grapik
asiklik langsung atau directed acyclic graph (DAG).
Variabe direpresentasikan dengan nodes yang
merupakan hubungan probabilitas dan distribusinya.
Faktorisasi dari variabel ditunjukkan oleh arah link dari
grapik.

Dalam buku Bayesian Network An Introduntion yang
ditulis oleh Timo Koski dan J ohn M. Noble dijelaskan
bahwa BN adalah model representasi hubungan
probabilitas dari beberapa variabel dalam suatu grapik
dengan nodes. Setiap variabel diwakili dengan satu
nodes, arah ketergantungan diantara beberapa variabel
ditandakan dengan arah anak panah yang
menghubungkan nodes. Informasi dari nilai variabel
yang sedang diobservasi didistribusikan pada network
untuk update distribusi probabilitas dari setiap variabel.
Dengan mempergunakan hukum Bayes informasi
variabel dapat diidentifikasi dari arah balik. ( Koski,
2009)

1.1 Inference dalam Bayesia Network
Inference dalam BN selalu konsisten dapat
menyelesaikan permasalahan ketidak pastian yang ada
pada network, bertolak belakang dengan sistim certanty
factors. Pada saat ini sudah dikembangkan algoritma
inference yang efisien yang dapat menangani variabel
besar seperti pada inference BN.

Representasi statement casual dituliskan dengan X
Y, dimana X merupakan sebab dari Y dan Y berperan
sebagai efek pengamatan X. Mengacu pada formula
Bayes untuk kalkulasi :
(| = ) =
( = |)()
( = )


Dimana( = ) = ( = | = )( = )



1.2 Pemikiran Bayesian
Breast cancer
Anggapan dasar bahwa ibu-ibu yang berkunjung ke
balai pengobatn tertentu dalam kurun waktu yang cukup
lama 1 dari 100 merupakan penderita kanker payudara.
Anggapan bahwa test screening awal oleh klinik
mempunyai tingkat kesalahan positif 0.2 ( artinya 20
orang ibu-ibu tidak berpenyakit kangker jika ditest ada
yang positif) dan kesalahan negatif 0.1 ( artinya 10 %
dari ibu ibu penderita knker adalah negatif) Hukum
probabilitas dari kenyataan ini menyebutkan bahwa
probabilitas dari test kanker adalah positif 90%.
Permasalahan ini menjadi literatur probabilitas dalam
literature kognitif.

(Nicholson, 2011: 18)
Hal ini sama dengan beberapa orang yng dihadapkan
pada masalah yang menganggu seperti mencabut pena
dan kertas serta menghitung jawaban yang benar
menurut teorem Bayes; sangat ganjil rasanya dapt
mendapatkan jawaban yang benar tanpa pena dan kertas.
Hal ini muncul bahwa probabilitas dari test positif
( obyek pengamatan) memberikan kangker ( missal
90%) , substitusi ke teorema bayes menghasilkan :

(|)
= ((|)())
(())


Probabilitas positif kangker diberikan
T I | 76
ISBN: 978-602-97832-0-9 SNTE-2012

(|) =
(|)()
()

=
(|)()
(|)() +(|)()

=
(0.9 + 0.1)
(0.9 0.001 0.2 0.99)
0.043


Hasilnya perbedan tersebut antara 4 % dan 80 atu 90%
hal ini bukanlah masalah, biasanya jika konsekuen
menyertakan kesalahan operasi yang tidak diperlukan
(kasus kebalikan) menyisakan kangker yang tidak
terobati.

1.3 Probabilitas
Beberapa pendekatan probabilitas yang bias digunakan
diantarnya sebagai perbandingan, tingkat keyakinan dan
sebagai frekwensi relatif. Difinisi probabilitas menurut
Richard E. Neapolitan dalam bukunya Learning
Bayesian Nerwork Difinisi 1.1 jika kita mempunyai
sekelompok sampel yang terdiri dari n district, maka
= { e 1, e 2, en }

Fungsi yang dilambangkan dengan P (E) untuk setiap
kejadian E adalah fungsi probabilitas pada subset
untuk kondisi berikut :

1. 0 P ( { ei }) 1 untuk 1 i
2. P ( { e1 }) +P ( { e2 }) ++P ( { en }) =1
3. Untuk setiap kejadian E ={ei1, ei2, . . .eik},
P(E) =P({ei1}) +P({ei2}) +. . . +P({eik}).
Pasangan ( , P ) disebut lingkup pobabilitas

2. Fuzzy Logic
Teori himpunan fuzzy mulai diperkenalkan oleh Lotfi A.
Zadeh pada tahun 1965, teori fuzzy logic merupakan
salah satu alternatif penyelesaian probabilitas.
Komponen utama dari fuzzy logic adalah fungsi
keanggotaan.

Fungsi keanggotaan merepresentasikan derajat
kedekatan suatu obyek terhadap atribut tertentu. (Sri
Kusumadewi, 2006:1)

Beberapa alasan mengapa penyelesaian dengan fuzzy
logic digunakan :
a. Konsep matematis fuzzy logic mudah difahami
b. Sangat fleksibel
b. Mempunyai toleransi pada daata yang kurang
tepat
c. Dapat memodelkan fungsi non linear yang
komplek
d. Mudah diplikasikan oleh pasa pakar
e. Bisa bekerja bersama kendali konvensional

2.1 Himpunan Klasik
Teori himpunan fuzzy merupakan pengembangan dari
himpunan klasik. Himpunan klasik adalah himpunan
yang membedakan elemen hanya pada 2 kondisi,
menjadi anggota atu tidak menjadi anggota.


(X)
35
Umur(th)
Muda
0
1
35 55
Parobya
0
1
Umur(th)
(X)
0
1
55
Tua
Umur(th)
(X)


Gambar 2.Himpunan Klasik.

Dari Gambar 2 diatas dapat dijelaskan:
jika seseorang berusia 25 tahun, maka orang
tersebut dinyatakan muda Muda(25) =1
jika seseorang berusia 35 tahun, maka dia
dinyatakan Tidak Muda Muda(35) =0
seseorang yang berumur 35 tahun kurang 1 hari
dikatakan parobaya Parobaya(35) =1

2.2 Himpunan Fuzzy
Menurut Lotfi A. Zadeh (Sri Kusumadewi, 2006:5)
difinisi himpunan fuzzy , adalah :
Definisi 1.1:

J ika X adalah koleksi dari obyek-obyek yang
dinotasikan secara generik oleh X, maka suatu
himpunan fuzzy , dalam X adalah suatu himpunan
pasangan berurutan :
={(x,m A(x)) | x X} (1.1)
Dengan A(x) adalah derajat keanggotaan yang
memetakan X ke ruang keanggotaan M yang terletak
pada rentang ( 0,1 ).
Himpunan fuzzy umur dapat dituliskan sebagai

={(x, A(x)) | x X}

Secara grafis himpunan umur , dapat digambarkan :



T I | 77
SNTE-2012 ISBN: 978-602-97832-0-9

35 25 40 45 55
65
50
MUDA
PAROBAYA TUA
1
0
0,5
0,25
Umur(th)


Gambar 3 Fungsi Keanggotaan Umur

Fungsi keanggotaan untuk setiap himpunan variable
umur adalah :






Dari gambar nilai keanggotaan umur dapat dijelaskan
bahwa seseorang bias berada pada 2 himpunan yang
berbeda, Muda dan Parobaya serta Parobaya dan Tua
tetapi derajat keanggotanya berbeda. Seseorang yang
berumur 50 tahun termasuk pada himpunan Parobaya
dan Tua, dengan nilai:

Parobaya (50) =0,5
Tua (50) =0,25.


4. Implementasi

Sistem prediksi dengan input berupa fitur mahasiswa
terdiri dari :
a. Penghasilan orang tua ( jutaan rupiah)
b. Waktu tempuh ke kampus (menit)
c. Problem rumahtangga ( ada atau tidak)
Dikuantifikasimenggunakan logika fuzi menjadi besaran
kualitatif sehingga data tersebut dapat diproses dengan
komputer. Pada setiap kelas dilakukan prediksi pada
awal semester berapa jumla hmahasiswa yang
terprediksi berpotensi drop out.

Selama semester berjalan, dilakukan pembinaan
terhadap mahasiswa yang terprediksi berpotensi drop
out. Pada akhir semester dilihat hasilevaluasi akhir
semester.


5. HasilPenerapanSistem

Hasil penerapan system dapat dilihat jumlah drop out
seperti pada tabel berikut.
Tabel 1.JumlahMahasiswa drop out RealitasdanPrediksi

Klas
J umlah Drop Out
Realitas Prediksi
1 1 3
2 2 4
3 1 2
4 2 5
5 0 1
6 1 2
7 3 3
8 2 4
9 2 2
10 0 3

6. Analisa Data

J ika analisis data dalam penelitian dilakukan dengan
cara membandingkan data sebelum dan sesudah
perlakuan dari suatu kelompok sampel, maka pengujian
terhadap data tersebut adalah pengujian hipotesis
komparasi dengan Uji-t sebagai berikut :

Hipotesis:
H
0
:
A
=
B

H
1
:
A

B

A =
rerata data sesudah treatment

B
= rerata data sebelum treatment

Rumus yang dipergunakan:

t =

2
(1)

Keterangan :
d
i
=selesih skor sesudah dan skor sebelum dari tiap
subjek (i)
M
d
=Rerata dari gain (d)
Xd =deviasi skor gain terhadap reratanya
( X
d
=d
i
-M
d
)
X
2
a. Menghitung nilai rata-rata dari gain [ d]
d =kuadrat deviasi skor gain terhadap reratanya
n =jumlah sampel

T I | 78
ISBN: 978-602-97832-0-9 SNTE-2012

M
d
=



M
d
=
4
10

M
d
b. Menentukan nilai t hitung dengan menggunakan
rumus t
=0,4



t =

2
(1)

t =
0,04

33
10(101)


t =0,661


Klas
J umlah Drop Out Gain[d]
[Y-X]
D2
Realitas Prediksi
1 1 3 2 4
2 2 4 2 4
3 1 2 1 1
4 2 5 3 9
5 0 1 1 1
6 1 2 1 1
7 3 3 0 0
8 2 4 2 4
9 2 2 0 0
10 0 3 3 9
J umlah [] 4 33

Kriteria pengujian hipotesis
Tolak H
0
, jika t
hitung
>t
tabel
dan terima H
0
jika
t
hitung
<t
tabel

t
tabel
pada = 0,05 dan db = n-1 =9 adalah

t
tabel
= 2,26

Karena t
hitung
<t
tabel
maka H
0
7. Simpulan
diterima, artinya bahwa
treatment untuk memperkecil jumlah drop out dapat
dipercaya 95%.


Algoritma Bayesian Network dapat digunakan untuk
memprediksi mahasiswa berpotensi drop out
berdasarkan fitur mahasiswa.J umlah dari input dapat
dikembangkan sesuai dengen perkembangan perubahan
penyebab mahasiswa dropout.Untuk penggunaan yang
lebih luas perlu ditambah user yang dapat melihat hasil
prediksi secara langsung tanpa melalui administrasi.



Referensi

[1] Djon Irwanto, S. (2006). Perancangan Object
Oriented Software dengan UML. Yogyakarta:
ANDI OFFSET.
[2] Dr. Deni Kurniawan, M. (2011). Pembelajaran
Terpadu. Bandung: Pustaka Cendekia Utama. FIP-
UPI, T. P. (2007). Ilmu & Aplikasi Pendidikan .
Bandung: IMTIMA.
[3] J yotimay Gadewadiker, O. K. (2010). Exploring
Bayesian Networks for medical decition support in
breast cancer detection. African Journal
ofMathematics and Computer Science Reseach
Vol. 3(10) , 225-231.
[4] Madsen, U. B. (2008). Bayesian Networks and
Influence Digrams. New York: Springer.
[5] Nicholson, K. B. (2011). Bayesian Artificial
Intelligence. Boca Raton: CRC Press.
[6] Sri Kusumadewi, d. (2006). Fuzzy Multi-Attribute
Decision Making. Yogyakarta: GRAHA ILMU.


T I | 79

SNTE-2012 ISBN: 978-602-97832-0-9

APLIKASI E-LEARNING KRYPTOGRAFI KLASIK

Indri Neforawati
1
, Hanifa Shofiah
2

1,2
E-mail :
Teknik Elektro , Politeknik Negeri J akarta, Kampus Baru UI Depok,16424,Indonesia

indri.63@gmail.com


Abstrak

Aplikasi E-learning Kriptografi Klasik bertujuan untuk memaparkan materi pembelajaran mengenai kriptografi klasik
dengan menggunakan media komputer. Secara umum kriptografi adalah ilmu dan seni untuk menjaga kerahasiaan
berita . Selain pengertian tersebut terdapat pula pengertian ilmu yang mempelajari teknik-teknik matematika yang
berhubungan dengan aspek keamanan informasi seperti kerahasiaan data, keabsahan data, integritas data, serta
autentikasi data namun tidak semua aspek keamanan informasi ditangani oleh kriptografi. Kriptografi klasik
merupakan salah satu metoda kriptografi yang menggunakan dua cara yaitu transposisi dan subtitusi yang dapat
menjaga keamanan pesan ketika dikirim dengan algoritma tertentu. Dalam hal ini aplikasi yang dibuat dan materi
belajar yang dikembangkan, disesuaikan kebutuhan dan didistribusikan melalui media CD/DVD yang dapat dijalani di
PC atau laptop. Selanjutnya pembelajar dapat memanfatkan CD/DVD tersebut dan dapat belajar di tempat dimana dia
berada. Dengan adanya aplikasi ini, diharapkan dapat membantu pemahaman tentang kriptografi klasik dengan lebih
cepat dan sekaligus memudahkan membuat enkripsi dan dekripsi .


Abstract

E-learning Application Classical Cryptography aims to present learning materials on classical cryptography using
computer media. In general, cryptography is the science and art to keep the news secret. In addition there is also a sense
that sense the study of mathematical techniques related to aspects of information security such as data confidentiality,
authenticity of data, data integrity, and authentication of data, but not all aspects of information security is handled by
cryptography. Classical cryptography is one of the cryptography method that uses two ways transposition and
substitution to maintain the security of the message when it is sent to a specific algorithm. In this case the application is
made and the learning materials are developed, adapted and distributed through the media needs a CD / DVD that can
be undertaken on a PC or laptop. Furthermore, the learner can take advantage of the CD / DVD and can be learned in
the place where it is located. With this application, is expected to help the understanding of classical cryptography
faster and easier at the same time make the encryption and decryption

Keywords: e-learning, kriptografi klasik, algoritma, enkripsi, dekripsi




1. Pendahuluan

Perkembangan teknologi saat ini sangatlah pesat,
kebutuhan akan suatu konsep dan mekanisme belajar
mengajar berbasis Teknologi Informatika menjadi tidak
terelakan lagi. Banyak kita temukan di Internet yang
menyediakan e-learning. Sebenarnya materi e-learning
tidak harus didistribusikan secara on-line dapat juga
melalui jaringan lokal maupun internet, distribusi
secara off-line menggunakan media CD/DVD pun
termasuk pola e-learning. Dalam hal ini aplikasi dan
materi belajar dikembangkan sesuai kebutuhan dan
didistribusikan melalui media CD/DVD, selanjutnya
pembelajar dapat memanfatkan CD/DVD tersebut dan
belajar di tempat di mana dia berada.

Berkat perkembangan teknologi yang begitu pesat
memungkinkan manusia dapat mengembangkan sistem
pembelajaran atau bertukar informasi/data. Seiring
dengan itu tuntutan akan keamanan terhadap
kerahasiaan informasi yang saling dipertukarkan
tersebut semakin meningkat. Begitu banyak pengguna
T I | 80
ISBN: 978-602-97832-0-9 SNTE-2012
seperti departemen pendidikan, departemen
pertahanan, suatu perusahaan atau bahkan seseorang
pun tidak ingin informasi yang disampaikannya
diketahui oleh orang lain. Oleh karena itu
dikembangkanlah ilmu yang mempelajari tentang cara-
cara pengamanan data atau dikenal dengan istilah
Kriptografi.

Tujuan:
1. Untuk menjelaskan pembelajaran mengenai
kriptografi klasik
2. Untuk memberikan fleksibilitas terhadap pembelajar
dalam memilih waktu dan tempat untuk membuka
pelajaran kriptografi klasik
3. Untuk memberikan kesempatan bagi pembelajar
untuk belajar mandiri

2. Tinjauan Pustaka

Kriptografi adalah suatu ilmu yang mempelajari
bagaimana cara menjaga agar data atau pesan tetap
aman saat dikirimkan, dari pengirim ke penerima tanpa
mengalami gangguan dari pihak ketiga (Stiawan, 2005:82
). Menurut Bruce Scheiner dalam bukunya "Applied
Cryptography", kriptografi adalah ilmu pengetahuan dan
seni menjaga pesan (message) agar tetap aman (secure)
Algoritma Simetris
Algoritma simetris (symmetric algorithm) adalah suatu
algoritma dimana kunci enkripsi yang digunakan sama
dengan kunci dekripsi sehingga algoritma ini disebut juga
sebagai single-key algorithm.


Gambar 1. Model konvensional system kripto

Algoritma asimetris (asymmetric algorithm) adalah
suatu algoritma dimana kunci enkripsi yang digunakan
tidak sama dengan kunci dekripsi. Pada algoritma ini
menggunakan dua kunci yakni kunci publik (public
key) dan kunci privat (private key). Kunci publik
disebarkan secara umum sedangkan kunci privat
disimpan secara rahasia oleh si pengguna. Walau kunci
publik telah
E-learning adalah pembelajaran jarak jauh (distance
learning) yang memanfaatkan teknologi komputer,
jaringan komputer dan/atau Internet (Roseberg,
2001:28) . E-learning memungkinkan pembelajar untuk
belajar melalui komputer di tempat mereka masing-
masing tanpa harus secara fisik pergi mengikuti
pelajaran/perkuliahan di kelas. E-learning sering pula
dipahami sebagai suatu bentuk pembelajaran berbasis
web yang bisa diakses dari intranet di jaringan lokal
atau internet. Sebenarnya materi e-learning tidak harus
didistribusikan secara on-line baik melalui jaringan
lokal maupun internet, distribusi secara off-line
menggunakan media CD/DVD pun termasuk pola e-
learning. Dalam hal ini aplikasi dan materi belajar
dikembangkan sesuai kebutuhan dan didistribusikan
melalui media CD/DVD, selanjutnya pembelajar dapat
memanfatkan CD/DVD tersebut dan belajar di tempat
di mana dia berada.
Adobe Director
Director dimulai sebagai MacroMind "VideoWorks",
sebuah aplikasi untuk Apple Macintosh original.
Animasi pada awalnya terbatas pada hitam dan putih
layar awal Macintosh. Nama itu berubah menjadi
"Director" pada tahun 1987, dengan penambahan
kemampuan baru dan bahasa scripting Lingo pada
tahun 1988. Sebuah versi Windows yang tersedia pada
awal 1990-an. Dari tahun 1995 sampai tahun 1997
program multimedia authoring bersaing muncul disebut
mTropolis (dari mFactory). Pada tahun 1997 mTropolis
dibeli dan dikuburkan oleh Quark, yang memiliki
rencana sendiri ke dalam authoring multimedia dengan
Quark Immedia.
Adobe Flash CS3adalah salah satu perangkat lunak
komputer yang merupakan produk unggulan Adobe
Systems(Nugeroho, 2008:21). Adobe Flash digunakan
untuk membuat gambar vektor maupun animasi
gambar tersebut. Berkas yang dihasilkan dari perangkat
lunak ini mempunyai file extension.swf dan dapat
diputar di Adobe Directir atau di import. Flash
menggunakan bahasa pemrograman bernama
ActionScript yang muncul pertama kalinya pada Flash
5. Script yang digunakan untuk memberhentikan file
extension dengan stop();.
Adobe Photoshop CS3 merupakan perangkat lunak
pengolah foto terbaru yang sangat
powerful(Aditjondro, 2010:27). Perangkat lunak ini
akan meningkatkan nilai artistik dan kualitas gambar
dengan baik dengan tetap memegang keaslian sebuah
foto.
Question Writer ini merupakan sebuah aplikasi untuk
membantu kita dalam membuat kuis(Ariyus, 2008:33).
Cocok digunakan untuk keperluan mengajar, entah itu
untuk mengajar anak-anak dirumah, bimbingan, dll.
Sound Recorder adalah sebuah Program rekaman
audio termasuk dalam Windows 7(Stiawan, 2005:77).
Rekaman audio dapat disimpan dalam format .wma dan
hanya format .wma saja yang tersedia.
Total Video Converter dipilih karena mudah
digunakan, kecepatan tinggi konversi video aplikasi
dengan banyak potensi(Aditjondro, 2010:45). Lebih
dari sekedar konversi, Total Video Converter dapat
memutar video dan audio, membuat CD dan DVD dari
T I | 81

SNTE-2012 ISBN: 978-602-97832-0-9

file audio dan video dan urutan gambar juga dapat
menambahkan suara pada Total Video Converter
3. Metoda Penelitian
yang
memiliki antarmuka yang ramah sehingga pengguna
merasa mudah dan sangat nyaman.


Metoda yang di gunakan adalah sebagai berikut :
menyediakan penjelasan mengenai teori Kriptografi,
algoritma kripto, contoh enkripsi , contoh deskrisi.
Merancang Aplikasi dapat dilakukan dengan membuat
flow chart,story Board, dan user interface.
Memilih Perangkat lunak yang digunakan yaitu Adobe
Director,Adobe Flash,Adobe PhotoShop, Question
Writer, Sound Recorder, Total Video Converter

4. Perancanan dan Realisasi

Perancangan aplikasi
Alat yang digunakan dalam rancacng atau pembuatan
aplikasi e-learning
off-line berupa Laptop/desktop dengan infrasruktur
aplikasi sebagai berikut :
Operating System :Windows 7 Home Premium 64-bit
(6.1, Build 7601)
System Model :Studio 1457
Processor:Intel(R) Core(TM)i7 CPU Q 720 @
1.60GHz(8 CPUs),~1.6GHz
Memory:4096RA
Perancanagn aplikasi diawali dengan use
Flowchart aplikasi e-learning kriptografi klasik ini
sebagai berikut:
Storyboard


Gambar 2. Storyboard tampilan menu

Posisi judul berada diatas dan menu pembahasan
berada disebelah kiri. Untuk sebelah kanan terdapat
text materi singkat mengenai kriptografi.
Posisi button berada diatas button 1 kembali ke menu
dan button 2 kembali kuis. Meteri pembelajaran berada
ditengah-tengah. Untuk button berada dibawah sebelah
kanan.
Berikut ini pembuat aplikasi dengan menggunakan
aplikasi Adobe Director, Adobe Flash, dan Questio
Writer.
dalam pembuat aplikasi e-learning
membuat interaksi dengan menggunakan push button
dan mengimport data yang telah dibuat sebelumnya
seperti video yang berformat .swf, audio yang
berformat .mp3, dan image yang berformat .jpg. berikut
ini langkah untuk mengimport data di Adobe Director:
Diawali membuka Adobe Director
Pilih Director file untuk memulai perkerjaannya



Gambar 3. Tampilan awal Adobe director

1. Klik file dan pilih import... untuk memasukan
video, audio, dan image.



Gambar 4. Tampilan menu memilih import

Berikut ini beberapa script yang digunakan di Adobe
Director:
Script yang digunakan di Adobe Director
Untuk menghentikan frame yang ditujuh dengan
menggunakan script yang ada diatas ini.
Untuk pindah ke frame yang ditujuh dengan
menggunakan script yang ada diatas ini. Script ini
adalah salah satu dari script yang ada di Adobe
Director karena masih adascript seperti on mouseUp
me go 31 end dan masih banyak lompatan frame
lainnya.

Penggunaan Adobe Flash CS3 dalam pembuat aplikasi
e-learning diawali dengan memasukan bahan
pembelajaran yang telah ada ke Adobe Flash dan
T I | 82
ISBN: 978-602-97832-0-9 SNTE-2012
membuat animasi pembelajaran agar dapat dipahami
atau tersampai oleh user.
Penggunaan Question Writer
Setiap pembahasan terdapat kuis yang jenis kuisnya
berbeda-beda. Ada True/False, Multiple Choice, dan
Fill-the-blank. Kuis memiliki limit waktu pengerjaan
yaitu 1 menit.




Gambar 5. Hasil pembuatan content dari Question Wtire

Realisasi E-Learning
Pada pembuatan aplikasi e-learning ini tahap kedua
setelah pembuatan storyboard sebagai realisasi
perancangan dan pembuatan aplikasi pembelajaran
menggunakan Adobe Flash. Untuk mewujudkan
menjadi aplikasi e-learning maka diperlukan proses
publikasi (publishing), sehingga dapat di
implementasikan ke pengguna. Porses publishing
terdiri dari 3 (tiga) tahap yaitu:

Tahap Pertama
Pada tahap pertama ini, pastikan semua sudah
dipastikan tidak terlewat. Tahap pertama melakukan
save projek dengan langkah pilih menu file, lalu pilih
save.
Tahap Kedua
Pada tahap kedua melakukan publish setting, fungsinya
untuk menentukan hasil output file. Pada tahap ini
dapat menentukan sendiri hasil output dari project yang
dibuat. Langkah-langkah publish setting yaitu: pilih
menu file, lalu pilih publish setting.
Tahap ketiga adalah tahap publishsing . tahap ini
merupakan tahap compiling project yang nantinya akan
menghasilkan sebuah atau beberapa file yang sesuai
dengan output yang kita pilih pada publishing setting
dengan tahapan pilih menu file lalu pilih menu publish.
Setelah Aplikasi E-learning Kriptografi Klasik
selesai dibuat maka perlu diadakan pengujian untuk
menguji apakah sistem dapat bekerja sesuai dengan
rencana. Dalam pengujian aplikasi yang sudah dibuat
meliputi pengujian secara langsung kepada beberapa
user tentang komentar tata tampilan aplikasi, fungsi
yang ada dalam ActionScript, dan pengujian kerusakan
atau kesalahan dalam aplikasi yang sedang berjalan.

5. Hasil dan Pengujian

Hasil-hasil pembuatan content dari Adobe Flash
Action Script yang digunakan dalam Adobe Flash
Contoh enkripsi menggunakan teknik subtitusi
algoritma polyalphabetic.

Gambar 6. Hasil-hasil pembuat content dari Adobe Flash
Action Script yang digunakan dalam Adobe
Flash


Pengujian

Pengujian Fungsi Yang Ada PadaFrame
Tujuan dari pengujian fungsi yang ada pada frame
adalah untuk meneliti apakah fungsi berjalan dengan
baik di setiap frame. Fungsi dapat dikatakan berjalan
dengan baik bila berjalan sesuai dengan fungsi yang
diharapkan dari aksi yang dikerjakan oleh Script di
setiap frame. Diharapkan pada pengujian ini sudah
tidak ada lagi kesalahan bahasa pemrograman terutama
dari fungsi fungsi yang ada dan bila ditemukan
kesalahan atau ketidak sesuaian dapat segera
diperbaiki.

Pengujian kemungkinan KerusakanDalam Aplikasi
Tujuan dari pengujian deteksi kerusakan dalam aplikasi
adalah mencari disfungsi dari aplikasi, kesalahan yang
tidak terduga yang diakibatkan oleh hal teknis.
Diharapkan dari pengujian ini adalah untuk mendeteksi
dan segera memecahkan masalah yang ada pada
aplikasi sehingga user dapat memakai aplikasi tanpa
gangguan teknis yang dihasilkan oleh aplikasi.

6. Penutup

1. Program multimedia authoring dapat digunakan
untuk membuat berbagai aplikasi. Menu dan option
pendukung Adobe Director sudah lengkap sehingga
hampir tidak diperlukan dukungan program lainnya
untuk membuat sebuah aplikasi dengan Adobe
Director.
2. Dalam pengerjaan memasukan materi ke aplikasi
dengan menggunaan Adobe Flash sangatlah
membantu dalam penyampaian meteri yang akan
disampaikan.
T I | 83

SNTE-2012 ISBN: 978-602-97832-0-9

3. Dapat membantu pengguna dalam mencoba
membuat enkripsi dan dekripsi sesuai algoritma
kriptografi klasik.


DAFTAR PUSTAKA

[1]. Stiawan, Deris. 2005. Sistem Keamanan
Komputer. J akarta:PT Gramedia.
[2]. Ariyus, Dony. 2008. Pengantar Ilmu Kriptografi:
Teori Analisis & Implementasi.
Yogyakarta:ANDI.
[3]. Enterprise, J ubilee. 2008. 63 Trink Rahasia Flash
CS3. J akarta:Elex Media Komputido.
[4]. Rosenberg , Marc J effrey. 2001. Strategies for
Delivering Knowledge in the Digital Age. New
York: McGraw-Hill Professional.
[5]. Nugeroho, Bunafit & Mahar Fauji. 2008. Aneka
Kreasi Animasi dengan Adobe Flash CS3.
J akarata: Elex Media Komputido.
[6]. Enterprise, J ubilee. 2007. Buku Latihan Animasi
Masking dengan F/ash CS3. J akarta:Elex Media
Komputido.
[7]. Aditjondro, George J unus. 2010. Membongkar
Gurita Cikeas: Di Balik Skandal Bank Century.
J akarta:Galang Press.
[8]. J ubilee. 2007. Sen Penuntun Visuat. J akarta:Elex
Media Komputido.

T I | 84
ISBN: 978-602-97832-0-9 SNTE-2012
PERANCANGAN SISTEM INFORMASI MANAJEMEN PADA PRAKTIK KEBIDANAN

Achmad Bachris Sati

1

1. J urusan Teknik Elektro, Politeknik Negeri J akarta, Kampus UI Depok, Indonesia 16425


Abstrak

Pesatnya perkembangan teknologi, menjadikan teknologi informasi sangat diperlukan untuk menunjang aktivitas
berkaitan dengan aplikasi untuk kebutuhan bisnis.Kebutuhan bisnis tersebut akan disesuaikan dengan informasi yang
diperoleh, sehingga mempermudah dalam proses bisnis yang sedang dijalankan dan aplikasi yang dibuat akan
disesuikan dengan data dan informasi yang ada.Dalam penelitian ini akan dibahas tentang sebuah aplikasi yang akan
digunakan pada bisnis yang bergerak dibidang jasa, yaitu Kebidanan. Dalam hal ini, dapat memberikan kemudahan
dalam memproses data-data yang diperoleh. Data tersebut antara lain data pasien beserta data pendukung lainnya seperti
kondisi dan perkembangan medis pasien.


Abstract

Management Information System Design on MidwiferyApplication. The rapid development of technology, making
information technology is needed to support the activities related to applications for business needs.Business needs will
be tailored to the information obtain, thus simplifying the business process being carried out and the application will be
made to the adjusted data and information.In this research will be discussed on the application that will be used on the
business engaged in service, namely midwifery. In this case, to provide convenience in processing data obtained.The
data include patient data along with other supporting data such as the patients condition and medical developments

Keywords: Information technology, Application midwifery



1. PENDAHULUAN

Saat ini, masih banyak tempat praktek kebidanan yang
menggunakan cara manual untuk penulisan data pasien
dan data rekam medis pasien yang berbentuk buku dan
kartu. Sistem tersebut dianggap tidak efeisen lagi
mengingat meningkatnya jumlah pasien dan jumlah data
pasien serta rekam medisnya yang sangat banyak. Untuk
mengatasi permasalahan tersebut diperlukan suatu
program aplikasi yang dapat diinput dan mengakses
data secara periodik.

Pemanfaatan teknologi web berbasis intranet ini
dimaksudkan untuk kebutuhan akan penginputan dan
pencarian data pasien secara cepat, namun tetap terjaga
kerahasiaan dan keamanannya, karena dengan teknologi
intranet hanya orang-orang tertentu saja yang dapat
mengakses data tersebut.

Pada penelitian ini dibuat suatu sistem informasi
kebidanan berbasis web secara offline. Sistem ini dirasa
sangat efektif karena dirancang untuk memudahkan
bidan menginput dan mencari data pasien yang
dibutuhkan tanpa harus menulis dan membuka catatan
dalam buku dan kartu-kartu pasien.

2. METODE PENELITIAN DAN
PERUMUSAN MASALAH

Seluruh data yang dimiliki pasien mulai dari riwayat
penyakit, kehamilan, persalinan, kondisi medis, sangat
membantu bidan dalam menentukan cara persalinan
yang tepat bagi pasien.

Untuk memudahkan dalam memperoleh data-data
pasien dengan akurat, maka dibuatlah aplikasi medical
record. Sehingga data-data medis pasien dapat diterima
Bidan dengan tepat.

Perancangan aplikasi sistem informasi manajemen
kebidanan berbasis web localhost ini dirancang dan
dibangun menggunakan software Adobe Photochop CS
2 dan Macromedia Dreamweaver 8. Dalam pembuatan
penelitian ini dititikberatkan pada pengolahan dan
penyimpanan untuk data pasien secara offline pada web
localhost menggunakan sistem database MySQLdan
T I | 85
SNTE-2012 ISBN: 978-602-97832-0-9

bahasa script PHP secara tampilan dengan Macromedia
Dreamweaver, yang kesemuanya dirancang dengan
menggunakan sistem operasi windows.

Dalam Buku Menjadi Seorang Desainer Web
karangan Wahana Komputer. 2005. Bahwa hal-hal yang
perlu diperhatikan dalam membangun Pemrograman
Berbasis Web antar lain:

2.1 Pembuatan Webpage
Untuk membuat suatu Webpage dari cara yang paling
mudah dengan tampilan yang cukup menarik yaitu
dengan Macromedia Dreamweaver ataupun dengan
editor HTML yang lain.

Gambaran mengenai cara pembuatan Webpage dengan
PHP adalah karena PHP merupakan freeware sehingga
tidak perlu mengeluarkan biaya untuk mendapatkan
fasilitas trace. Kesalahan yang mudah dilakukan dan
dipahami dalam browse, mudah dikoneksikan dengan
database serta memiliki tingkat sekuritas yang tinggi.

2.2 PHP (Hyper Text Preprocessor)
PHP adalah skript untuk pemrograman web, PHP dapat
digunakan bersama-sama dengan kode HTML
(embededed). Sehingga hampir mirip denan javascript,
bedanya dengan javascript adalah diterjemahkan oleh
internet client (browser), sedangkan script PHP
diterjemahkan di pihak server. PHP juga dikenal sebagai
side script. Halaman hasil proses di server, diterima oleh
client internet sebagai HTML biasa, dan kode-kode PHP
tidak akan bisa terbaca oleh client. Hal ini juga yang
membedakan PHP dengan javascript biasa,
a. Sejarah Singkat PHP
Perkembangan PHP diawali oleh Rasmus Leodorf
yang membuat program untuk kebutuhannya sendiri
pada tahun 1994. Pada tahun 1995 program tersebut
mulai digunakan dan saat itu dikenal dengan nama
Personal Home Page Tool. Program tersebut terdiri
dari mesin parser dan beberapa utility, waktu itu
masih sedikit macro yang dikenali oleh mesin
pasernya.

Pada pertengahan 1995 program tersebut ditulis
ulang dan dikenal sebagai PHP/F1 versi 2. PHP/F1
ini telah mendukung mSQL (mini SQL). Sejak saat
itu penggunaan PHP/F1 berkembang dengan cepat,
banyak pihak yang menyumbangkan kodenya untuk
meningkatkan kemampuan PHP/F1.

Perkembangan berikutnya sekitar pertengahan 1997
program ditangani oleh sebuah tim. Mesin yang suda
hada ditulis ulang oleh Zeev Suraski dan Andi
Gutsmans. Utility-utility yang semula terdapat pada
PHP/F1 dialihkan atau ditulis ulang kemudian
lahirlah PHP versi 3, PHP 3 sampai pertengahan
1998 lalu telah dipakai di 150.000 situs web dunia.
Sampai saat ini PHP telah mencapai versi 4 dan telah
dibuat juga mesin optimiasi untuk meningkatkan
kemampuan PHP.

Pada J uli 2004, Zend merilis PHP 5,0. Dalam versi
ini, inti dari interpreter PHP mengalami perubahan
besar. Versi ini juga memasukan model
pemrograman berbasis objek ke dalam PHP untuk
menjawab perkembangan bahasa pemrograman ke
arah paradigma berorientasi objek.

b. Kelebihan PHP
Salah satu kelebihan dari PHP adalah dukungannya
yang banyak terhadap bermacam database server
yang ada. Dan interface yang disediakan PHP untuk
berkomunikasi dengan masing-masing database
server sangat memudahkan apabila suatu saat akan
dilakukan pergantian database server.

Hal-hal yang dimiliki oleh PHP adalah:
Kemampuan untuk membuat image secara online.
Format image yang dapat ditangani adalah J PEG dan
PNG yang merupakan format-format yang sudah
umum diinternet.

Penanganan file upload.
Kemampuan melakukan secara remote terhadap file
yang terletak di server lain.

c. Apache
Apache adalah sebuah HTPP server. Apache
dibangun pertama kalinya berdasarkan pada kode-
kode dan ide-ide yang terdapat pada HTPP server
yang terkenal pada saat itu, yaitu NCSA httpd 1.3.
pada awal 1995.

Pada saat ini Apache termasuk Web Server yang
paling banyak digunakan. Hal ini terjadi bukan
semata-mata karena Apache didasarkan secara gratis.
Namun juga karena kemapuannya secara
fungsionalitas, tingkat efisiensinya dan lainnya.
Selain diedarkan secara gratis dan open source,
pengembangan Apache juga dilakukan oleh banyak
programmer secara sukarela.

Fasilitas yang Diminta Apache
Berdasarkan fasilitas yang dimiliki Apache antara
lain:
Apache Web Server dalam menerapkan client
sangat cepat jauh melalui server NCSA
Mampu dikompilasi sesuai dengan spesifikasi
HTTP yang sekarang
Server Apache dapat otomatis berkomunikasi
dengan client browsernya untuk menampilkan
dengan tampilan yang terbaik pada client
browsernya. Misalnya browser ingin
menampilkan dalam bahasa Spanyol maka
T I | 86
ISBN: 978-602-97832-0-9 SNTE-2012
apache Web Server otomatis mencari dalam
servisnya halaman-halaman dengan bahasa
Spanyol.
Web Server apache secara otomatis menjalankan
file index.html, halaman utamanya untuk
ditampilkan secara otomatis pada cliennya
Web Server apache mempunyai level-level
pengamanan.
Apache mempunyai komponen dasar terbanyak
diantara Web Server lain.
Mendukung transaksi yang aman (soruce
transaction) dengan menggunakan SSL (Source
Socket Layer)
Beberapa implementasi SSL (Source Socket
Layer) tidak semua diimplementasikan
dikarenakan teknologi tersebut merupakan hak
paten dari RSA Data Security
Mempunyai dukungan teknis melalui web
Mempunyai kompatibilitas platform yang tinggi.

d. HTML (Hypertext Markup Language)
HTTP (Hypertext Transfer Protocol) merupakan
protokol yang digunakan untuk mentransfer data
antara web server ke web browser. Protokol ini
mentransfer dokumen-dokumen web yang berformat
HTML (Hypertext Markup Language). Hypertext
Markup Language atau HTML adalah bahasan yang
digunakan untuk menulis dokumen-dokumen dalam
bentuk hypertext. Dokumen-dokumen tersebut
didistribusikan dengan Word Wide Web dan dapat
dilihat oleh klien-klien pada computer. Dokumen
HTML disebut Markup Language, karena HTML
berfungsi untuk memperindah file teks biasa untuk
ditampilkan pada program Web Browser.

Pada dokumen HTML anda diijinkan untuk meng-
klik teks yang berwarna lain dan mengkases
dokumen baru, atau image, atau film dari komputer
yang sangat jauh jaraknya.

e. GUI


Gambar 1 Tampilan GUI

Gambar di atas merupakan tampilan form untuk
membuat program baru ataupun menentukan
program yang telah dibuat sebelumnya. J ika memilih
program baru maka akan terdapat tampilan yang
akan menunjukkan program apa yang akan dibuat,
yang akan ditampilkan pada Gambar 2.



Gambar 2 Tampilan New Document

Di sini kita dapat memilih berbagai macam kategori
web page sesuai yang kita inginkan. Setelah selesai
memilih, kita create, maka selanjutnya yang akan
muncul adalah:



Gambar 3 Tampilan Workspace

Pada gambar di atas dapat diperhatikan terbagi atas
beberapa bagian seperti men, insert tollbar, view
toolbar, dan lainnya. Setiap bagian juga masih terbagi
atas bagian-bagian yang lain, sehingga dalam
membangun sebuah program akan lebih mudah
karena setiap bagian mempunyai fungsi-fungsi yang
berbeda.
T I | 87
SNTE-2012 ISBN: 978-602-97832-0-9



3. ANALISIS DAN PERANCANGAN
SISTEM

















Gambar 4 Hirarki Perancangan Sistem Informasi
Manajemen pada PraktikKebidanan

4. DATA HASIL PENGUJIAN

4. 1 PengujianForm Login
Halaman yang pertama kali akan muncul adalah
halamanlogin,


berikut tampilannya :

Gambar 5 Tampilan Halaman

login

Setelah kita Log In sebagai admin ataupun user, maka
akan terlihat tampilan gambar seperti dibawah ini,
sebagai konfirmasi bahwa kita telah berhasil masuk
kedalam data base. J ika masuk sebagai admin, maka
akan muncul semua tampilan, tetapil bila sebagai user
saja, maka hanya akan tampil beberapa tampilan saja.

Gambar 6 Konfirmasi telah berhasil masuk

4.2 Model Menu Utama/Main Menu
Saat awal memasuki sistem, akan terlihat pada tampilan
pembuka dan kemudian Log In sebagai autentifikasi
apakah akan masuk sebagai admin atau menggunakan
pilihan kedua sebagai user, halaman depan yang
merupakan menu sistem informasi Manajemen
inventaris barang diperIihatkan pada Gambar 7.
Halaman utama memberikan gambaran tentang
pengelompokan menu-menu yang terdapat pada sisitem
aplikasi ini.



Gambar 7 Tampilan pada Menu Utama

4.3 Tampilan pesan pada proses pendaftaran
pasien baru
Keseluruhan proses pendaftaran pasien baru yang terjadi
pada Perancangan Sistem Informasi Manajemen Pada
Praktek Kebidanan ini akan menampilkan pesan yang
sesuai dengan proses apa yang sedang terjadi, dibawah
ini adalah gambar tampilan pada pesan-pesan tersebut.



Gambar 8 Tampilan Entry Pendaftaran (Data Pasien)

4.4 Tampilan pesan pada proses pendaftaran
pasien lama
Proses pendaftaran pasien lama pada Perancangan
Sistem Informasi Manajemen Pada Praktek Kebidanan
ini akan menampilkan pesan seperti gambar tampilan
pada pesan-pesan tersebut.

MENU
UTAMA
CETAK
TRANSAK
SI
LOG OUT
Kontrol
Kehami
lan
Persali
nan
PascaP
ersalin
an
TRANS
AKSI
PASIEN
PENDAF-
TARAN
DATA
PESIE
N
KontrolKe
hamilan
Persalina
n
PascaPers
alinan
LOG IN
UTILITY
TambahPe
tugas
HapusPet
ugas
Ganti
Password

LOGO
FF
Exit
Log in
About
Me
HELP
DATA
MEDI
S
T I | 88
ISBN: 978-602-97832-0-9 SNTE-2012


Gambar 9 Tampilan Entry Pendaftaran (Data Medis)



Gambar 10 Konfirmasi Data yang berhasil disimpan



Gambar 11 Konfirmasi Data yang tidaksesuai



Gambar 12 Konfirmasi Data yang tidak sempurna

4.5 Tampilan pada Transaksi Pasien
Tampilan pada transaksi pasien tampak seperti gambar
dibawah ini, jika ingin menginput data barang,
masukkan jenis barang. Disini tersedia dua jenis barang,
yaitu barang habis pakai dan barang tidak habis pakai.
Bila ingin melihat data yang ada dan tanda keluar jika
ingin keluar dari menu input barang.



Gambar 13 Transaksi Pasien

4.6 Tampilan halaman untuk cetak transaksi



Gambar 14 Tampilan Cetak Transaksi


4.7 Tampilan halaman utility




Gambar 15 Tampilan Entry Pegawai




Gambar 16 Tampilan Ganti Password



Gambar 17 TampilanTambah Petugas




Gambar 18 Tampilan Hapus Petugas
T I | 89
SNTE-2012 ISBN: 978-602-97832-0-9


4.8 Tampilan Menu Log Off



Gambar 19 Tampilan Menu Log Off




Gambar 20 Konfirmasi Proses Menutup Aplikasi


5. KESIMPULAN DAN SARAN

1.
Setelah melakukan analisis dan evaluasi terhadap
aplikasi, maka dapat dibuat beberapa kesimpulan
sebagai berikut:
2.
Aplikasi ini dirancang untuk mempermudah kerja
para Bidan dalam hal pencatatan dan
penyimpanan data pasien beserta kondisi dan
perkembanganmedis pasien.
3.
Pada tampilan input data medis, field isian yang
tersedia tidak boleh kosong, karena aplikasi tidak
akan memproses bila ada field yang kosong.


DAFTAR PUSTAKA

Untuk mengubah data medis dapat dilakukan
dengan meng-klik link edit kolom proses di
halaman lihat data medis.
[1] Wahana Komputer. 2005. Menjadi Seorang
Desainer Web. Andi, Semarang
[2] http://www.ilmuwebsite.com/news-
website/download-semua-ebook-tutorial-php-
ilmuwebsite. Diakses pada tanggal 8 J uli 2010
[3] http://www.ilmuwebsite.com/tutorial-php/metode-
searching-sederhana-vi, diakses pada tanggal 8 J uli
2010
[4] http://www.dhanyweb.com/resources/script-untuk-
cari-data-di-php/mysql, diakses pada tanggal 8 J uli
2010
[5] http://www.penting.web.id/script-insert-edit-
barang-php-mysql.html,diakses pada tanggal 8 J uli
2010
[6] http://www.riesurya.com/component/search/script+
membuat+laporan+dengan+kategori+beerdasarkan
+tahun+pada+php/,diakses pada tanggal 8 J uli 2010






















































T I | 90
ISBN: 978-602-97832-0-9 SNTE-2012
PEMANFAATAN NOISE RADAR KAPAL UNTUK PEMANTAUAN CURAH
HUJAN WILAYAH LOKAL

Ginaldi Ari
1
, Asif Awaludin
2
, Soni Aulia Rahayu
3


1,2,3 Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer LAPAN
J l. Dr. J unjunan,no 133 Bandung

e-mail: ginaldi.lapan@gmail.com


Abstrak

Hasil penelitian menunjukkan noise dari echo radar kapal dapat mendeteksi hujan, ini terlihat dari adanya echo rain
clutter dalam jumlah yang sangat banyak saat kondisi hujan pada tampilan plotter radar kapal. Radar cuaca tidaklah
mengukur hujan secara langsung, namun memanfaatkan jumlah energi yang dipantulkan oleh partikel tetes hujan untuk
suatu sampel volume. J umlah energi tergantung dari ukuran serta bentuk partikel yang dikenai oleh pancaran radar.
Metode pertama dalam menangkap potensi radar kapal memantau hujan menggunakan metode image processing pada
gambar rekaman plotter radar. Perbandingan akumulasi hasil image processing dengan data TRMM menunjukkan
adanya kesesuaian kondisi hujan. Metode pengolahan sinyal juga dilakukan dengan sistem akuisisi sinyal awal dari
plotter radar . Performa dari rangkaian pengkondisian sinyal telah diuji mampu mengatasi input data level tegangan
serta frekuensi tinggi. Sistem akuisisi menggunakan CPU serta ADC masih belum mampu mensampling data radar pada
jumlah sampel yang banyak karena keterbatasan respon sistem.

Kata Kunci : Radar, Hujan, Echo, Image Processing, Pengolahan Sinyal.




1. Pendahuluan

Pentingnya mempelajari iklim dan cuaca di
Indonesia menggunakan instrumen pemantau cuaca
dengan cakupan wilayah yang luas sangat diperlukan.
Instrumen pemantau cuaca yang paling efektif untuk
jangkauan wilayah yang luas adalah menggunakan
radar. Radar cuaca adalah radar yang mampu
mendeteksi tetes hujan dengan ukuran diameter sangat
kecil. Radar cuaca juga mampu memantau pergerakan
hujan dan awan. Radar cuaca ini tidak mengukur hujan
secara langsung, namun memanfaatkan jumlah energi
yang dipantulkan oleh partikel tetes hujan untuk suatu
sampel volume. J umlah energi tergantung dari ukuran
serta bentuk partikel yang dikenai oleh pancaran radar.
Energi yang diterima saat terjadi hujan, merupakan
jumlah dari energi yang diterima kembali dari jutaan
tetes hujan pada suatu sampel volume. Energi yang
diterima tersebut yang akan diolah menggunakan sistem
pengolahan sinyal yang akan dilakukan pada penelitian
ini.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan
sebelumnya menunjukkan noise dari echo radar kapal
dapat mendeteksi hujan, ini terlihat dari adanya echo
rain clutter dalam jumlah yang sangat banyak saat
kondisi hujan pada tampilan plotter radar kapal. Radar
kapal komersil dengan frekuensi X Band dapat
dimanfaatkan menjadi radar cuaca jangkauan daerah
lokal dengan resolusi tinggi untuk melihat pola
intensitas dari kejadian hujan (Pedersen,2004).
Tinggi pancaran radar tergantung dari sudut
bukaan vertikal radar serta jarak radar. Tinggi pancaran
berpengaruh terhadap perhitungan konversi jumlah
energi yang diterima radar menjadi reflektifitas
(Rinehart,1997).

2. Metode Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
seberapa jauh jangkauan vertikal dari radar dengan
menggunakan konstanta yang dimiliki radar dan
mengamati potensi bisa atau tidaknya radar kapal
tersebut digunakan untuk mengamati curah hujan.
Untuk mengamati curah hujan dilakukan berdasarkan
pengamatan data gambar hasil rekaman tampilan plotter
radar kapal serta akuisisi sinyal video plotter radar.
Tinggi pancaran vertikal radar dapat dihitung
berdasarkan persamaan (1) dengan asumsi refraksi yang
terjadi bersifat normal. Ilustrasi tinggi pancaran vertikal
radar serta radius efektif seperti pada Gambar 1.
T I | 91
SNTE-2012 ISBN: 978-602-97832-0-9

....... (1)

R=(4/3) x R . (2)

Dengan,

H =Tinggi pancaran vertikal radar (Km)
R =radius efektir pancaran radar (Km)
r =jarak dari radar (Km)
=sudut bukaan vertikal radar (Radian)
H
o
R =diameter bumi (6374 Km)
=Tinggi antena radar (Km)



Gambar 1. Ilustrasi tinggi pancaran vertikal radar
serta radius efektif

Pada penelitian ini akan dilakukan 2 metode
untuk memanfaatkan sinyal echo radar kapal, yang
pertama dengan metode image processing, sedangkan
yang kedua adalah dengan pengolahan sinyal radar.
Metode pertama adalah image processing dimana
potensi radar kapal dalam memantau curah hujan dilihat
dari hasil tampilan plotter radar yang kemudian direkam
menggunakan software vcapture yang akan merekam
tampilan plotter per 1 menit dalam bentuk gambar
dengan format jpeg dengan resolusi 460 x 600 piksel.
Plotter direkam pada saat sebelum terjadi hujan dan saat
terjadi hujan. Hal ini dilakukan untuk melihat apakah
peristiwa hujan dapat diamati. Kemudian gambar hasil
rekaman tersebut diolah menggunakan metode Image
Processing Matlab untuk melihat potensi penggunaan
data gambar tersebut dalam melakukan memantau
hujan. Ground clutter di filter untuk mendapatkan hanya
image echo dari hujan, yang kemudian dibandingkan
dengan data TRMM 3 jam-an. Data TRMM dengan
resolusi 2,5
0
x 2,5
0
diunduh dari dari situs giovanni
(http://disc.sci.gsfc.nasa.gov/) pada waktu GMT dengan
koordinat lokasi lintang 6,55 7,5 LS serta bujur 107
108 BT.
Metode kedua adalah pengolahan sinyal
dengan melakukan modifikasi akuisisi sinyal video dari
plotter radar untuk mendapat sinyal awal yang diterima
radar dan sinyal-sinyal lainnya untuk menentukan lokasi
serta jarak objek. Rangkaian pengkondisian sinyal
dirancang untuk mengkonversi sinyal-sinyal plotter
radar yang memiliki input frekuensi dan nilai tegangan
yang tinggi. Digitasi sinyal awal plotter dilakukan
menggunakan ADC 10 bit setelah difilter. Filter yang
digunakan adalah low pass filter. Simulasi dengan
menggunakan low pass filter telah dilakukan (Ginaldi et
al, 2012) untuk mendapatkan konfigurasi yang tepat.
Hasil pengolahan sinyal memperlihatkan gambar
sementara cakupan radar (0
0
- 12
0

) sebelum terjadi
hujan dan pada saat terjadi hujan.
3. Hasil dan Pembahasan

Radar X-BAND FURUNO M1932MK2
merupakan radar navigasi yang dapat dimodifikasi
menjadi radar cuaca untuk wilayah lokal. Radar ini
memiliki transmisi frekuensi pada rentang X band
dengan panjang gelombang 3,75 cm 2,5 cm yang
mampu mendeteksi tetes hujan namun dengan cakupan
wilayah yang masih rendah (sekitar 0 60 km). Prinsip
kerja radar ini yaitu dengan memanfaatkan jumlah
energi yang dipantulkan oleh partikel tetes hujan untuk
suatu sampel volume. Spesifikasi radar X band yang
digunakan dapat dilihat pada Tabel 1.

Table .1 Spesifikasi Radar X Band

Tipe radar Radar X Band (941030 M)
Power Output 4 kW
J angkauan 0 60 km
Kecepatan rotasi 24 rpm
J enis antena
3.5 ft centre-fed waveguide
slotted array
Vertical Beamwidth 27
0

Horizontal beamwidth 2,4
0

Sumber : Furuno Operators Manual

Profil lebar berkas vertikal dan horisontal radar
ditunjukkan dalam Gambar 2. Pada Gambar 2 dapat
dilihat untuk berkas vertikal maksimum pada ketinggian
14,4 m dengan jangkauan horizontal jarak jangkauannya
sekitar 60 km. Pada berkas vertikal 7,2 m pada 30 km,
4,8 m pada 20 km, 2,4 m pada 10 km dan 1,2 km pada
jarak 5 km.


(a)
T I | 92
ISBN: 978-602-97832-0-9 SNTE-2012

(b)

Gambar 2. J angkauan berkas sinyal radar, (a).Berkas
Vertikal, (b). Berkas Horizontal

Contoh gambar hasil rekaman plotter seperti
pada Gambar 3. Gambar ini merupakan hasil rekaman
per 1 menit dari tampilan plotter pada kondisi sebelum
dan saat hujan. Untuk Gambar 3 sebelah kiri merupakan
tampilan plotter pada saat kondisi sebelum hujan.
Dimana gambar yang tampil masih terdapat ground
clutternya. Sedangkan untuk Gambar 3 yang sebelah
kanan merupakan gambar saat terjadinya hujan dan
masih terdapat ground clutternya. Hasil akumulasi
pengolahan gambar dengan image processing toolbox
Matlab seperti pada Gambar 4. Ground clutter
didefinisikan terlebih dahulu kemudian diekstrak untuk
mendapatkan data image hujan.


(a) (b)

Gambar 3. Hasil rekaman gambar plotter per 1 menit ,
(a).Saat sebelum hujan, (b).Saat kondisi
hujan.

Perbandingan hasil image processing dengan
data TRMM 3 jam-an pada Gambar 4 memperlihatkan
pengamatan pada tanggal 17/2/2012 pukul 16.30 -19.00.
Terlihat hujan cukup merata di wilayah Bandung. Untuk
Gambar 4a merupakan data image processing hasil
rekaman plotter radar setelah dihilangkannya clutter.
Kondisi ini dipertegas dengan data pengukuran data
TRMM 3 jam-an hasil image processing seperti pada
Gambar 4b, dari gambar dapat dilihat arah barat sampai
utara terjadi intensitas hujan yang lumayan tinggi.


(a)


(b)

Gambar 4. Hasil Perbandingan pada tanggal
17/2/2012 Pukul 16.30 19.00, (a)
Data Image Processing gambar
rekaman plotter radar, (b).Data
TRMM Pukul 19.05 22.00

Gambar 5 merupakan hasil pengukuran pada
hari yang sama pukul 19.05 22.00, dimana terlihat
hujan mulai mereda di bagian tenggara. Hal ini dapat
dilihat dari data image processing hasil rekaman plotter
radar pada pada Gambar 5a bagian tenggara terlihat
hitam dengan titik-titik putih yang telah berkurang.
Untuk hasil pengukuran TRMM 3 jam-an pada Gambar
5b yang juga memperlihatkan nilai yang lebih rendah
pada bagian tenggara dibandingkan dengan bagian yang
lain. Kurang optimalnya data image processing akibat
T I | 93
SNTE-2012 ISBN: 978-602-97832-0-9
ekstraksi ground clutter yang menyebabkan beberapa
data hujan tidak tertampil.



(a)



(b)

Gambar 5. Hasil Perbandingan pada tanggal
17/2/2012 Pukul 19.05 22.00, (a)
Data Image Processing gambar
rekaman plotter radar, (b).Data
TRMM

Metode kedua Akuisisi sinyal awal dari plotter
radar dilakukan dengan penambahan rangkaian
pengkondisian sinyal yang dirancang untuk mengatasi
input sinyal yang memilki tegangan serta frekuensi data
tinggi. Rangkaian pengkondisian sinyal terdiri dari
buffer serta optocoupler converter (gambar 6).
Performa rangkaian pengkondisian sinyal diperlihatkan
pada Gambar 7, yang menunjukkan waktu respon sama
antara input sinyal radar dengan output rangkaian serta
penurunan polaritas tegangan awal input sinyal yang
disesuaikan dengan tegangan referensi (5 volt).



Gambar 6. Rangkaian pengkondisian sinyal




Gambar 7. Performa rangkaian pengkondisian sinyal

ADC dengan resolusi 10 bit kecepatan
frekuensi sampling 20 Ms/detik digunakan untuk
mendigitasi sinyal video dan trigger, dengan sinyal
heading sebagai pemicu mulainya sampling. Hasil
digitasi ini kemudian difilter kembali dengan filter FIR
secara software untuk menghilangkan riak noise pada
sinyal echo.



Gambar 8. Sinyal hasil digitasi ADC setelah terfilter,
(a).Bearing (b). Trigger (c).Video
T I | 94
ISBN: 978-602-97832-0-9 SNTE-2012
Filter FIR (Finite Impulse Response) adalah salah satu
tipe dari filter yang dipakai pada aplikasi Digital Signal
Processing (DSP). Keuntungan filter FIR antara lain
adalah stabil dan memiliki phasa yang linier. Gabungan
sinyal digitasi yang telah terfilter dapat dilihat seperti
pada Gambar 8.


(a) (b) (c)

Gambar 9. Perbandingan plot hasil akuisisi dengan
tampilan plotter radar, (a).Hasil akuisisi
(b). Irisan tampilan pada radius 12
0

. (c).
Tampilan plotter radar

Proses selanjutnya adalah mengkonversi sinyal
digitasi yang telah terfilter menjadi koordinat polar
menggunakan kombinasi sinyal trigger dan video yang
kemudian di plot. Contoh sampel data menggunakan
data scan pada cakupan radius 0
0
12
0

. Hasil plot
dibandingkan dengan gambar plotter (Gambar 9) yang
menunjukkan belum sempurnanya sistem akuisisi
karena masih ada data yang tidak lengkap atau hilang
akibat respon akuisisi yang masih lambat dibanding
dengan kecepatan scan radar.
4. Kesimpulan

Telah dikembangkan sistem pengolahan sinyal radar
kapal untuk pemanfaatan deteksi echo hujan. Dengan
menggunakan dua metode, yang pertama adalah dengan
menggunakan metode image processing dari hasil
rekaman plotter radar. Perbandingan dengan data
TRMM menunjukkan kondisi hujan yang sesuai.
Ekstraksi ground clutter pada metode ini juga akan
menghilangkan sebagain sinyal echo hujan sehingga
dirasa kurang efektif. Metode kedua adalah dengan
merancang bangun sistem pengolahan sinyal radar
lengkap dengan rangkaian pengkondisian sinyal, sistem
akuisisi serta filter. Performa dari rangkaian
pengkondisian sinyal telah diuji mampu mengatasi input
data level tegangan serta frekuensi tinggi. Sistem
akuisisi menggunakan CPU serta ADC masih belum
mampu mensampling data radar pada jumlah sampel
yang banyak karena keterbatasan respon dari sistem.
Sistem ini masih perlu ditingkatkan terutama di sistem
akuisisi untuk mendapatkan data scan radar radius
maksimum.


5. Daftar Acuan

[1] Pedersen, Lisbeth. 2004. Scaling Properties Of
Precipitation - Experimental Study Using Weather
Radar And Penakar hujan otomatiss. Tesis Pada
Faculty of Engineering and Science Department of
Civil Engineering AALBORG UNIVERSITY.
Aalborg Denmark
.
[2] Anon. 2001. Furuno Operators Manual Marine
Radar Model 1832/1932/1942. Furuno Electric Co.
Ltd. Nishinomiya J epang.

[3] Riseborough,E.S , 2008. Detection of low
Observable with a Low Cost Navigation Radar,
Technical report of Defence R&D Canada, Canada.

E M | 1
SNTE-2012 ISBN: 978-602-97832-0-9
ANALISIS SIMULASI UNTUK MEMPREDIKSI BATAS STABILITAS
CHATTER BERBASIS PERSAMAAN GETARAN SATU DERAJAT
KEBEBASAN PADA PROSES BUBUT

Agus Susanto

J urusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik Industri, Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya,
J l. Arief Rahman Hakim No. 100 Surabaya, Indonesia

E-mail : teman_email@yahoo.co.id

Abstrak

Chatter merupakan getaran eksitasi diri, dimana amplitude getaranya tidak lagi linier terhadap kenaikan kedalaman
potong, melainkan naik secara eksponensial saat proses pemotongan berlangsung. Chatter memberikan efek buruk pada
akurasi dimensi, kualitas akhir permukaan, mempercepat keausan pahat bahkan terjadi patah dini, serta menurunkan
efisiensi operasi pemotongan. Chatter harus dihindari, diantaranya dengan meningkatkan stabilitas mesin perkakas atau
mengetahui batas stabilitas proses pemotongan. Penelitian dilakukan dengan cara membandingkan hasil kedalaman
potong kritis (a
lim
) simulasi berdasarkan persamaan getaran SDoF dengan hasil eksperimen pada proses turning. Proses
turning dilakukan arah putaran bendakerja clockwise dan counter clockwise dilihat dari head stock. Bendakerja yang
digunakan Mild Steel ST 41 dengan 38.1 mm, panjang bebas pencekaman 150 mm, dan panjang pencekaman 50 mm.
Pahat yang digunakan HSS, sudut potong utama (
r
) 45. Eksperimen diawali dengan uji eksitasi untuk mengetahui
frekuensi pribadi, nilai koherensi bendakerja dan uji pemotongan untuk mengetahui a
lim
sebelum terjadi chatter, a
lim
ini
kemudian disebut batas stabilitas chatter. Hasil simulasi dengan eksperimen arah ccw menunjukkan hasil yang
cenderung sama yaitu a
lim
simulasi =0.942 mm sedangkan hasil eksperimen a
lim
=1 mm. Namun, berbeda dengan hasil
eksperimen arah cw yang menunjukkan a
lim

=1.75 mm.

Kata Kunci: chatter, simulasi, eksperimen, proses turning, kedalaman potong, cw, ccw

1. Pendahuluan

Getaran dalam bidang dinamika mesin perkakas dapat
dibagi menjadi tiga jenis, getaran bebas (free
vibration), getaran paksa (forced vibration), dan getaran
terekstitasi diri (self-excited vibration) dimana self-
excited vibration juga disebut chatter [1]. Chatter
adalah getaran yang amplitude-nya naik secara
ekponensial pada saat proses pemotongan dengan
kedalaman tertentu dan terjadi pada daerah tidak stabil.
Amplitude yang diijinkan pada proses pemesinan
menggunakan mesin perkakas harus tidak lebih dari 2.5
mm/s
2
[2]. Chatter tidak boleh terjadi dan pada saat
proses pemotongan sedang berlangsung harus dalam
keadaan stabil [3], karena chatter bersifat merugikan,
diantaranya menurunkan kualitas permukaan,
mengurangi tingkat kepresisian dimensi bendakerja,
menyebabkan pahat mudah aus bahkan terjadi patah
dini, dan dapat mengakibatkan kerusakan mesin
kedalaman potong kritis (
atau
poros [4], oleh karena itu perlu diketahui batas stabilitas
chatter sehingga dapat digunakan untuk memprediksi
dan menghindari terjadinya chatter. Penelitian ini
bertujuan untuk memprediksi batas kedalaman potong
sebelum terjadi chatter, dimana batas kedalaman potong
sebelum terjadinya chatter ini disebut dengan
a
lim
).

a
lim

dianalisa secara
simulasi menggunakan software Picoscop dan Mathcad
kemudian dibandingkan dengan hasil eksperimen yang
dikerjakan menggunakan bantuan software Picoscope,
Mathcad dan Sigmaplot.
2. Metode Penelitian

Metode penelitian ini berusaha membandingkan antara
hasil simulasi dengan eksperimen. Simulasi dibangun
dari persamaan getaran menggunakan satu derajat
kebebasan (SDoF) pada proses turning. Analisis SDOF
untuk menganalisa terjadinya chatter banyak dilakukan
oleh para peneliti, diantara Insperger dan Stepan [5],
Kebdani, dkk [6]. Pada eksperimen terdiri-dari dua
pengujian, (a) uji eksitasi seperti yang pernah dilakukan
Chang, dkk [7] bertujuan untuk mengetahui frekuensi
pribadi (natural frequency), dan nilai koherensi, dan (b)
uji pemotongan untuk mengetahui a
lim
. Gambar 1a
menunjukkan rangkaian uji eksitasi. Berdasarkan
gambar tersebut, eksitasi dilakukan dengan
menggunakan Modal Hammer (1) pada tiga titik
pengukuran pada arah horisontal dan vertikal. Sensor
getaran (accelerometer) (2) dipasang pada satu titik,
dimana titik tersebut merupakan titik yang diasumsikan
E M | 2
ISBN: 978-602-97832-0-9 SNTE-2012
memiliki simpangan terbesar. Gaya eksitasi palu yang
diberikan ke bendakerja diukur oleh force transducer,
kemudian dikondisikan oleh conditioning amplifier
(sebagai power supply) (3). Sedangkan respon
percepatan diukur oleh accelerometer kemudian
diperkuat oleh charge amplifier (4). Kedua sinyal
diubah dari sistem analog ke sistem digital oleh ADC
(Analogue Digital Converter) (5), sehingga bentuk
gelombangnya dapat terlihat pada layar monitor
komputer (6) yang sudah diinstal menggunakan
software Picoscope. Data pengujian diambil
berdasarkan setiap eksitasi yang dilakukan dengan
mengukur gaya dan responnya. Data ini disimpan dalam
format file txt. Gambar 1b menunjukkan rangkaian uji
pemotongan. Berdasarkan gambar tersebut, getaran
terjadi akibat kontak antara pahat dan bendakerja (1)
ketika proses pemotongan. Respon percepatan dari
getaran berupa sinyal diukur oleh accelerometer (2)
yang dipasang pada tool post, kemudian diperkuat oleh
charge amplifier (3). Sinyal diubah dari sistem analog
ke sistem digital oleh ADC (Analogue Digital
Converter) (4), sehingga bentuk gelombangnya dapat
terlihat pada layar monitor komputer (5) yang sudah
diinstal menggunakan software Picoscope. Data ini
disimpan dalam format file txt. Parameter pemesinan
tertera pada Tabel 1.





Gambar 1. Rangkaian peralatan eksperimen; (a) uji
eksitasi dan (b) uji pemotongan

Tabel 1. Parameter Pemesinan
Variabel Set-up
Benda kerja Mild Stell ST 41, 38.1 mm
(1.5 inchi)
Panjang bebas cekam 150 mm,
Panjang pencekaman 50 mm
Pahat potong HSS,
r
45
o

Putaran spindle 260 rpm
Feeding 0.056 mm/putaran
Kedalaman potong Ditambah dengan step 0.25 mm
hingga terjadi chatter
Arah putaran spindle cw dan ccw
Kondisi pemotongan dry machining
Tipe proses bubut straight turning

3. Hasil dan Pembahasan
3.1. Simulasi

Gambar 2 menunjukkan model matematis sistem
getaran paksa SDoF. Apabila sistem tersebut berosilasi
karena pengaruh gaya luar (F(t)) maka sistem tersebut
dikatakan mengalami getaran paksa (forced vibration)
yang mengakibatkan displacement (x(t)) terhadap fungsi
waktu.


Gambar 2. Model matematis SDoF [8]

Sistem getaran ini dapat diterangkan secara teoritis
dengan menggunakan kesetimbangan gaya yang bekerja.
F
i
+F
c
+F
k
Defleksi (x) dapat dideferensialkan menjadi kecepatan
dan percepatan, dengan menyimbolkan notasi titik maka
diperoleh
=F(t)
(1)
) (t F x k x c x m = + + (2)
dengan asumsi bahwa getaran yang terjadi harmonik,
maka: x = ) (t x e
it
x
, =i ) (t x e
it
x
,
=-
2
) (t x e
it
dan gaya eksitasi
(3)
t i
F(t)e F(t)

=

Substitusi ke persamaan (2) dan (3) diperoleh:
{ }
t i t i 2
e ) ( F e ) ( k r m -

= + + t t x i

(4)
dimana karakteristik dinamik sistem getaran ditentukan
dari hubungan input (gaya eksitasi)-output
(displacement) sebagai fungsi transfer (H(i)).
input
output
transfer fungsi =
atau
) (
) (
) (
t F
t x
i H =
(5)
Subtitusi persamaan (4) dan (5) didapat
{ }
t i 2
t i
e k r m -
e
) (

+ +
=
i
i H

k r m -
1
) (
2
+ +
=
i
i H

(6)
dikalikan dengan
m
m
1
1
, didapat
E M | 3
SNTE-2012 ISBN: 978-602-97832-0-9
m
r
-
m
k
m
1
) (
2
i
i H
+
=

(7)
Karena
2
0
m
k
=
dan
0
2
m
r
D =

serta mengalikan
persamaan (7) dengan
0
1

k
m
maka diperoleh
0
2
0
2
D 2
- 1
k
1
) (

i
i H
+
=
(8)
diubah untuk penyederhanaan dengan

0
,
maka
iD 2 - 1
k
1
) H(i
2
+
=

(9)
dikalikan dengan bilangan kompleks konjugasinya
diperoleh


iD
iD
iD 2 1
2 1
.
2 - 1
k
1
) H(i
2
2
2
+ +
+ +
+
=

( ) ( )
2 2
2
2 2 2
2
2
2
4 1
) 2 (
4 - 1
) - 1 (
k
1
) H(i

D
D
k
i
D +

+
=
(10)
dimana fungsi transfer getaran ini terdiri-dari:
Nilai real (real value)
{ }
( )

+
=
2 2
2
2
2
4 - 1
) - 1 (
k
1
) (

D
G R
e

dan nilai imajiner (imaginer value)
( )
{ } ) (
4 1
) 2 (
2 2
2
2



H I
D
D
k
i
m
=



3.2. Model Matematis Regeneratif Chatter

Sistem getaran proses terjadinya chatter akibat efek
regeneratif pada mesin perkakas dapat dimodelkan
seperti gambar berikut.

Gambar 3. Mekanisme chatter regeneratif [3]

Saat proses pemotongan berlangsung terjadi gelombang
permukaan x(t) yang diakibatkan oleh getaran mesin M.
Pengaruh dari gelombang permukaan yang diakibatkan
oleh proses pemotongan sebelumnya yaitu x
0
F(t) = - b . u.[ x(t) - x
(t), terjadi
perubahan tebal geram sehingga terjadi pula perubahan
gaya potong F(t) sebagai gaya eksitasi sistem getaran
pemotongan yang dinyatakan dengan persamaan
sebagai berikut :
0
dimana :
(t)]
.............................. (11)
b =tebal geram
u =faktor arah modus getar yang tergantung dari
kondisi pemotongan.
karena fungsi transfer dinyatakan seperti persamaan (5)
yang terdiri-dari komponen real dan imajiner:
)} ( Im{ )} ( Re{ ) ( G G i H + = (12)
Subtitusi persamaan (5) dan (11) menjadi
)) ( ) ( ( .
) (
) (
0
t x t x u b
t x
i H

=
(13)
Setelah dimodifikasi, diperoleh:
) (
) (
.
1
) (
) (
0

+
=
i H
i H
u b
t x
t x
(14)
jika
) (
) (
0
t x
t x
=
agar perhitungan menjadi sederhana,
maka
)} ( Im{ )} ( Re{
)} ( Im{ )} ( Re{
.
1

G G
G G
u b
+
+ +
=

(15)
Nilai b dan u adalah nilai positif real. Nilai komponen
imajiner pada pembilang dan penyebut memiliki harga
yang sama, maka nilai

ditentukan oleh komponen
real saja, sehingga persamaan (15) dapat ditulis kembali
menjadi,
)} ( Re{
)} ( Re{
1

G
G
br
+
=
(16)


memiliki nilai 1 dan -1, jika

=1, maka
persamaan 16 tidak memiliki arti fisik, jika nilai

=-
1 maka mempunyai arti fisik, yaitu;
1
)} ( Re{
)} ( Re{
.
1
=
+


G
G
u b

atau
)} ( e{ R . . 2
1
G u
b

=
(17)

Schmit memperjelas bahwa nilai b selain dipengaruhi
oleh u, Re{G()} juga dipengaruhi oleh gaya potong
spesifik (Ks), sehingga persamaan menjadi
)} ( e{ R . . . 2
1
lim
G u Ks
b

=
(18)

Factor arah modus getar (u) pada persamaan 18 adalah
pergeseran sudut yang menyebabkan arah modus getar
dari pahat sebagai sistem yang mengeksitasi bendakerja
berubah. Perubahan modus getar akibat pergeseran
pahat relatif tersebut dijelaskan oleh Koenigsberger
seperti pada gambar berikut ini.

E M | 4
ISBN: 978-602-97832-0-9 SNTE-2012

Gambar 4. Perubahan modus getar akibat perubahan
sudut orientasi pahat [3]

Berdasarkan gambar tersebut nampak jelas bahwa pada
sudut 30
o
sudut modus getar (
1
) yang terbentuk antara
bidang normal Y dan arah modus getar (X) berubah
menjadi (
2
) ketika sudut orientasi menjadi 120
o
.
Perubahan besarnya modus getar yang ditandai dengan
perubahan besarnya sudut dari
1
menjadi

2
Besarnya u dapat diketahui dari sistem pemotongan
yang telah dijelaskan oleh para peneliti sebelumnya.
Tlusty menjelaskan kondisi pemotongan dan arah
modus getar pada proses bubut arah clockwise sebagai
berikut.
juga
diterangkan oleh peneliti sebelumnya, seperti Tlusly [9],
Insperger, dkk [5].



Gambar 5. Faktor arah modus getar menurut Tlusly [9]

Sedangkan bentuk lainnya sebagai berikut


Gambar 6. Faktor arah modus getar menurut
Koenigsberger [3]

Berdasarkan gambar tersebut, maka dapat dicari faktor
arah modus getar sebagai berikut.
x
y
= cos
(19) dan
F
x
= ) cos(
(20)
hasil subtitusi persamaan 19 dan 20 adalah
) cos( . cos =
F
y

dimana
u
F
y
=
maka,
) cos( . cos = u (21)
Proses pemotongan pada eksperimen ini mempunyai
) 0 45 cos( . 0 cos
o o o
u =
7071 . 0 = u , dimana adalah sudut orientasi antara
pahat dan bendakerja =0
o
dan =
r
=45
o

, sehingga
grafik semulasi real receptance didapat.


Gambar 7. Grafik simulasi u.Re{G()}

Berdasarkan grafik diatas ditemukan nilai u, Re{G()}
dan frekuensi yang digunakan untuk menentukan nilai
batas stabilitas chatter secara simulasi berdasar
persamaan 18, sehingga
) 3.5723.10 .( 2100 . 2
1
4 -
lim

= b

3330 . 1 = mm
atau
r
b a sin .
lim lim
= (Rochim) [10]
o
a 45 sin . 333 . 1
lim
=
942 , 0 = mm
dengan,
Ks =2100 N/mm
2
u.R{G()} =3.5723.10
(Schmit & Smith) [8]

-4

3.3. Hasil Eksperimen

Pengujian getaran diukur menggunakan software
Picoschop nampak pada monitor komputer muncul dua
grafik (Gambar 8), yaitu berupa sinyal eksitasi berasal
dari modal hammer exciter (warna biru) dan sinyal
respon dari accelerometer (warna merah), sinyal respon
yang ditampilkan dalam bentuk domain waktu. Hasil uji
eksitasi dan uji pemotongan dikerjakan menggunakan
software Mathcad dan Sigmaplot. Diperoleh frekuensi
pribadi bendakerja untuk arah horizontal 235 Hz dan
vertical 268 Hz (Gambar 9), artinya getaran chatter
akan dianalisa pada frekuensi ini. Nilai koherensi
(Gambar 9) yang menunjukkan derajat linieritas dua
variabel menunjukkan nilai 0.99 untuk arah horizontal
dan 0.96 untuk vertical. Nilai koherensi ini dipakai
karena mendekati nilai sempurna yaitu 1 dan peneliti
E M | 5
SNTE-2012 ISBN: 978-602-97832-0-9
sebelumnya yaitu Chang, dkk, (2001) [7] menggunakan
nilai koherensi 0.95. Hasil uji pemotogan diplot
menggunakan diagram waterfall.



Gambar 8. Respon sinyal uji eksitasi dalam time
domain


(a)

(b)

Gambar 9. Grafik FRF uji eksitasi bendakerja: (a) arah
horizontal dan (b) vertical


(a)

(b)
Gambar 10. Grafik nilai faktor koherensi pada uji eksitasi
arah: (a) horinsontal dan (b) vertikal
Uji pemotongan dilakukan untuk mengetahui batas
stabilitas chatter, yaitu mencari besarnya kedalaman
potong kritis (a
lim

). Hasil uji pemotogan diplot
menggunakan diagram waterfall, seperti terlihat pada
Gambar 11.

(a)

(b)

Gambar 11. Variasi amplitude getaran akibat variasi
kedalaman potong pada putaran: (a) cwdan (b) ccw

Diagram waterfall tersebut menunjukkan terdapat
perbedaan tingkat kestabilan setiap kedalaman potong
tertentu, baik cw maupun ccw. Pada daerah pemotongan
stabil, amplitude getaran linier terhadap kenaikan
kedalaman potong, hal ini disebabkan oleh sistem mesin
perkakas masih mampu meredam getaran yang timbul
sehingga amplitude tidak mencapai ambang batas yaitu
2.5 m/s
2
, namun mulai memasuki daerah tidak stabil
terjadi lonjakan amplitude getaran secara tiba-tiba,
kondisi inilah yang disebut dengan chatter. Gambar 11b
menunjukkan bahwa, pada kedalaman potong 0.25
sampai 1 mm proses pemotongan masih stabil, dimana
amplitude getaran masih linier terhadap kenaikan
kedalaman potong, akan tetapi pada saat kedalaman
E M | 6
ISBN: 978-602-97832-0-9 SNTE-2012
potong 1.25 mm terjadi ketidakstabilan proses
pemotongan dimana terjadi kenaikan amplitude getaran
secara tiba-tiba sebesar 3.4 kali dari sebelumnya dengan
frekuensi 268 Hz dengan aplitude 4.1431 m/s
2
sehingga
pada kedalam 1 mm disebut sebagai kedalaman potong
kritis (a
lim
Hasil simulasi dengan eksperimen arah pemotongan ccw
menunjukkan hasil yang cenderung sama yaitu untuk
simulasi a
).
lim
= 0.942 mm sedangkan a
lim
eksperimen
ccw =1 mm. Namun berbeda dengan a
lim
eksperimen
pemotongan arah cw yaitu 1.75 mm, artinya cukup jauh
perbedaannya. Hal ini dipengaruhi oleh banyak hal
diantaranya proses pemotongan arah cw lebih stabil
karena system pemotongan masih dapat menyerap
getaran hingga amplitude yang terjadi tidak melewati
ambang batas getaran mesin perkakas, seperti ketetapan
Dimarogonas 2.5 m/s
2

[2]. Suzuki, dkk ketika meneliti
stabilitas chatter pada proses bubut plung cutting juga
menemukan hal yang sama, yaitu pemotongan arah cw
lebih stabil daripada ccw [11].
Pengaruh Kedalaman Potong terhadap Stabilitas
Pemotongan

Perbedaan kedalaman potong (a) yang akan
menyebabkan perbedaan lebar gram (b) sehingga
menyebabkan perbedaan gaya potong (F) (gaya eksitasi).
Perbedaan gaya potong ini akan menyebabkan
terjadinya perbedaan stabilitas. Persamaan yang
menggunakan pemotongan miring (oblique cutting)
seperti pada penelitian ini penentuan gaya potong
didekati dengan pemotongan orthogonal karena cukup
sulit menentukan gaya potong pada pemotongan miring.
Rochim [10] dan Schmitz & Smith [8] memperkirakan
gaya potong oblique cutting sebagai berikut.
F = K
s
dimana,
.A (22)
F =gaya potong total pada pemotongan logam
K
s
A =penampang geram
=gaya potong spesifik.
dimana nilai A = b.h
dengan nilai
r
sin
a
b

= dan
r
sin
f
h

= [9]
sehingga persamaan gaya potong sekarang adalah
r r
sin
f
.
sin
a
. F

Ks =
(23)

Sehingga dari persamaan tersebut kedalaman potong (a)
akan menyebabkan perbedaan gaya potong sebagai
eksitasi system getaran pada proses turning.

4. Kesimpulan

Hasil simulasi dengan eksperimen pada proses turning
arah ccw menunjukkan hasil yang mendekati sama yaitu
a
lim
hasil simulasi menunjukkan 0.924 mm sedangkan
dan a
lim

hasil eksperimen menunjukkan 1 mm. Namun,
berbeda dengan arah cw yang menunjukkan 1.75 mm.
Pemotongan cw lebih stabil (tidak udah terjadi chatter)
dari pada arah ccw.
5. Daftar Acuan

[1]. Boothroyd, G. (1989). Fundamentals of Machining
and Machine Tools, Marcel Dekker, Inc.
[2]. Dimarogonas, D.A., (1992). Vibration for
Engineers, Prentice-Hal, Inc.
[3]. Koenigsberger, F. and J . Tlusty, (1970). Machine
Tool Structures Volume 1. Pergamon Press,
England.
[4]. Xiao, M., Karube, S., Soutome, T., Sato, K. (2002).
Analysis of chatter suppression in vibration
cutting, International Journal of Machine Tools
& Manufacture, Vol. 42, hal. 16771685.
[5]. Insperger, T dan Stepan, G. (2002). Chatter
Suppression of Turning Process VI-A Periodic
Modulation of the Spindle Speed a 1 DoF
Analysis, Proceeding of third on Conference
Mechanical Engineering, Eds.: (tidak ada),
Budapest University of Technology and
Economics, hal. 720-724.
[6]. Kebdani, S., Sahli, A., Rahmani, O., Boutchiha, D.,
Berlabi, A. (2008). Analysis of Chatter Stability
in Facing, Journal of Applied Sciences 8, No. 11,
hal. 2050-2058.
[7].
[8]. Schmitz, Tony L dan Smith, Kevin S. (2009).
Machining Dynamics Frequency Response to
Improved Productivity. Springer Science Business
Media, LLC.
Chang, S.H., Kim, P.J ., Lee, D.G., dan Choib, J .K.,
(2001). Steel-Composite Hybrid Headstock for
High Precision Grinding Machine, Journal
Composite Structures, Elsevier Science. Vol. 53,
hal. 1-8.
[9]. Tlusty, J . (1986). Dynamics of High-Speed
Milling, Journal of Engineering for Industry-
ASME. Vol. 108/59. hal 59-67.
[10]. Rochim, Taufiq (1993). Teori dan Teknologi
Proses Pemesinan. Laboratorium Teknik Produksi
J urusan Teknik Mesin FTIITB, Bandung.
[11]. Suzuki, N., Nishimura, K., Shamoto, E. (2010).
Effect of Cross Transfer Function on Chatter
Stability in Plunge Cutting, Journal of Advanced
Mechanical Design, System, and Manufacturing.
Vol. 4. No. 5. hal. 883-891.
E M | 7
SNTE-2012 ISBN: 978-602-97832-0-9

INTEGRASI SUMBER RENEWABLE ENERGY PADA SISTEM DISTRIBUSI
MENGGUNAKAN METODE DI RECT Z
BR
+IPSO

Mat Syaiin
1
, Adi Soeprijanto
2
, Ontoseno Penangsang
3
, J amal Darusalam Giu
4

1. J urusan Teknik Elektro, Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya (PPNS), Sukolilo, Surabaya, 60111, Indonesia
2, 3, 4. J urusan Teknik Elektro, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Sukolilo, Surabaya, 60111, Indonesia

E-mail: matt.syaiin@gmail.com, adisupits@gmail.com, zenno_379@yahoo.com, jamaldarusalam@gmail.com


Abstrak

PerkembanganDistributed Generator (DG) dan konsep microgrid mengharuskan perubahan sistem jaringan distribusi
dari pasif menjadi aktif. Sistem distribusi aktif harus mampu mengakomodir keberadaan DG baik yang dioperasikan
sebagai bus generator (PV bus) ataupun sebagai bus beban (PQ bus). Karakteristik sistem distribusi yang unik membuat
metode power flow seperti Newton Raphson [1] dan Fast Decouple [2] yang biasa digunakan untuk meganalisis sistem
transmisi tidak bisa diaplikasikan pada sistem distribusi. Salah satu metode yang mampu menganalisis sistem distribusi
adalah metode yang dibangunberdasarkanForward-Backward (FB)[3] seperti metode loopframe[4], FFRPF[5], dan
direct-Z
BR
[6]. Namun metode-metode tersebut tidak mampu mengakomodir DG sebagai PV bus. Untuk
mengintegrasikan DG dari jenis sumber renewable energy ke sistem distribusi, diperlukan pemodelan sumber
renewable energy dan metode power flow yang mampu menangani karaktersistik sistem distribusi yang unik. Untuk
mengatasi masalah-masalah tersebut metode yang diajukan dalam penelitian ini adalah direct-Z
BR
+ IPSO. Direct-Z
BR

mempunyai algoritma yang sederhana yang dibangun berdasarkan teori Graph dalam bentuk matriks sederhana yang
mampu mengatasi karakteristik sistem distribusi yang unik. Sedangkan ImproveParticle Swarm Optimization (IPSO)[7]
digunakan untuk memodifikasi direct-Z
BR
dalam rangka mengakomodir sumber-sumber renewable energy sebagai PV
bus.

Keywords: electric distribution system, renewable energy sources, power flow analysis, direct-Z
BR

1. Pendahuluan

Integrasi sumber-sumber renewable energy ke sistem
distribusi, memerlukan power flow sebagai alat untuk
menganalisis performansi sistem. Karena sistem
distribusi memiliki karakter yang unik, metode power
flow seperti Newton Raphson [1] dan Fast Decouple [2]
yang biasa digunakan untuk menganalisis sistem
transmisi tidak bisa diaplikasikan pada sistem distribusi.
Hal ini karena metode-metode tersebut dibangun
berdasarkan asumsi sistem tiga fasa yang seimbang.

, IPSO.

Beberapa metode telah dikembangkan untuk
menganalisis sistem distribusi seperti FB [3],
loopframe[4], FFRPF [5], direct-Z
BR
[6]. Metode-
metode tersebut mampu menganalisis sistem distribusi
dengan akurat namun metode-metode tersebut tidak
mempunyai algoritma yang dapat mengakomodir PV
bus. Untuk dapat mengintegrasikan sumber renewable
energy kedalam sistem distribusi maka mutlak harus
ditambahkan sebuah algoritma tambahan pada metode-
metode tersebut. Disisi lain metode power flow tiga fasa
berbasis sequence component (SPF-NR) [8] dapat
dengan mudah mengakomodir masalah PV bus pada
sistem distribusi, tetapi metode tersebut tidak dapat
mengakomodir sistem lateral (jaringan dua fasa dan satu
fasa). Sehingga untuk mengatasi permasalahan integrasi
sumber renewable energy ke sistem distribusi metode
yang diajukan adalah menambahkan IPSO pada metode
power flowdirect-Z
BR
untuk mengatasi masalah PV bus.
IPSO dipilih karena mempunyai algoritma yang
sederhana, tidak membutuhkan derivation function,
serta mudah dikombinasikan dengan metode optimasi
yang lain untuk meningkatkan performansi sistem.


2. Metode Penelitian

Metode yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari
dua tahap. Tahap pertama semua PV bus dianggap
sebagai PQ bus sehingga sistem distribusi dapat
dianalisis dengan mudah menggunakan metode direct-
Z
BR.
Tahap kedua IPSO digunakan sebagai metode
optimisasi untuk mencari nilai Q yang dibutuhkan oleh
PV bus untuk mempertahankan magnitude tegangan
pada nilai acuan.
E M | 8
ISBN: 978-602-97832-0-9 SNTE-2012

Tahap 1: Memperlakukan PV bus seperti PQ bus
kemudian menjalankan algoritma power flow distribusi.

Gambar 1 adalah sistem distribusi yang mempunyai 1
generator (PV bus) pada bus 3. Bus 3 merepresentasikan
sel photovoltaic, turbin angin, mikro turbin atau fuelcell
yang dikombinasikan dengan perangkat penyimpan
energi [9].
1 2
3
4
5
1-abc
2-abc
4-c
3-ab
a
b
c
G

Gambar 1. Sistem distribusi radial tiga fasa sederhana


Dengan memperlakukan bus 3 sebagai PQ bus maka
sistem dapat dianalisis dengan mudah menggunakan
metode direct-Z
BR
. Metode direct-Z
BR
membutuhkan
konstruksi K-matriks. K-matriks merupakan salah satu
bagian dari teori Graph yang juga disebut brach-path
incidence matrix[6, 10]. K-matriks merupakan matriks
persegi dengan ukuran (n
branch
x n
bus
-1). n
branch
adalah
jumlah branch (saluran, kabel) sedangkan n
bus

adalah
jumlah bus. Elemen baris dari K-matriks menyatakan
branch dari sistem, sedangkan elemen kolom K-matriks
menyatakan bus dari sistem (kecuali bus referensi).
Pada prinsipnya K-matriks adalah mencari rute (path)
dari bus menuju bus referensi. Dalam hal ini bus
referensi adalah bus 1 sehingga kolom K-matriks
dimulai dari bus 2. Nilai dari elemen K-matriks
dinyatakan sebagai +C jika branch berada pada rute
dari bus menuju referensi pada arah yang sama.
Sedangkan elemen K-matriks akan bernilai C jika
branch berada pada rute dari bus menuju referensi pada
arah yang berlawanan [10]. C adalah matriks diagonal
dengan elemen diagonal adalah 1 sesuai dengan jumlah
fasa jaringan (3 fasa, 2 fasa atau 1 fasa). K-matriks yang
dibentuk dari Gambar 1 dinyatakan dalam persamaan
(1) sebagai berikut:

1 0 0
0 1 0
0 0 1
-

1 0 0
0 1 0
0 0 1
-

1 0 0
0 1 0
0 0 1
-
2 3 4 5
a b c a b c a b 0 0 0 c
1
2
3
4
a
b
0
a
b
c
a
b
c
0
0
c
K=

1 0 0
0 0 0
0 0 0
-

0 0 0
0 1 0
0 0 1
-

0 0 0
0 1 0
0 0 1
-

1 0 0
0 0 0
0 0 0
-
Bus
Branch
(1)


Setelah K-matriks terbentuk, step berikutnya adalah
membangun matriks Z
BR
. Matriks Z
BR
merupakan
matriks diagonal yang merepresentasikan branch sistem
distribusi. Matriks Z
BR

yang dibentuk dari Gambar 1
dinyatakan dalam persamaan (2) berikut:
1
2
3
4
a
b
0
a
b
c
a
b
c
0
0
c
Branch
Branch

0
33
ab
Z

abc
Z
11

c
Z
00
44

abc
Z
22
ZBR=
a b c a b c a b 0 0 0 c
1 2 3 4
(2)


Ketika K-matriks dan Z
BR

()
()
=

()

+
()

()
()

(3)
selesai dibangun, maka
proses iterasi siap dijalankan. Tujuan dari proses iterasi
adalah mencari nilai tegangan setiap bus (

) (dalam
hal ini PQ bus). Pada permulaan iterasi

diset sama
dengan tegangan pada bus referensi. Tegangan tersebut
digunakan untuk menghitung arus injeksi (

) pada
setiap bus kecuali bus referensi. Untuk bus i pada iterasi
ke-k,

dinyatakan seperti pada persamaan (3)


berikut:
Dengan
()

and
()

masing-masing adalah daya aktif


dan daya reaktif pada bus i. Kemudian arus
branch

()
dihitung dengan persamaan (4) sebagai
berikut:

()
=

()
(4)

E M | 9
SNTE-2012 ISBN: 978-602-97832-0-9

Tegangan branch (

) diperoleh dengan mengalikan


matriks Z
BR
1 1
. .(1 )
k k k
f f f

=
dengan arus branch

()
seperti pada
persamaan (5) berikut:

()
=

()
(5)

Akhirnya, nilai

pada iterasi selanjutnya didapatkan


dengan persamaan (6) berikut:

(+1)
=

()
(6)

Dengan

adalah tegangan pada setiap bus pada


kondisi awal yang diset sama dengan tegangan referensi,
atau dengan kata lain

adalah tegangan setiap bus


pada kondisi tanpa beban (no-load voltage). Proses
iterasi akan berhenti jika

(+1)
lebih kecil dari
toleransi dan

(+1)
adalah perbedaan tegangan antara

()
dengan

(+1)
.

Tahap 2: Menggunakan IPSO sebagai metode untuk
mengakomodir PV bus

Pada tahap ini, IPSO digunakan untuk mengoptimasi
nilai daya reaktif (

) yang diperlukan oleh setiap fasa


pada PV bus untuk menjaga magnitude tegangan pada
PV bus (

) tetap berada pada setpoint.


IPSO yang digunakan pada penelitian ini dikembangkan
oleh J ong Bae Park dan kawan-kawan[7]. Berbeda
dengan PSO standar yang dikembangkan oleh Kennedy
dan Ebenhart[11-12], IPSO memiliki algoritma
tambahan yang disebut chaotic sequences sebagai
teknik yang menjamin proses pencarian sebuah solusi
global menjadi lebih cepat sekaligus memperkecil
kemungkinan untuk terjebak ke dalam solusi local.
Formula chaotic sequences yang dapat digunakan
untuk mempercepat pencarian solusi global contoh
sebuah faktor dapat ditulis sebagai berikut:



Faktor ini merupakan turunan dari phenomenon iterator
yang disebut logistic map. Nilai faktor-faktor akan
berisi perkalian weight factor of position dengan
velocity transition equation:

.
new
f =

Perpindahan posisi tersebut dipercepat untuk
mendapatkan kondisi menuju solusi global optimum.

Gambar 2 adalah diagram alir dari metode yang
diajukan dalam penelitian ini yaitu mengintegrasikan
sumber renewable energy sebagai PV bus kedalam
analisa power flow tiga fasa tak seimbang pada sistem
distribusi radial dengan menggunakan IPSO. Diagram
alir tersebut merupakan perpaduan dari tahap 1 dan
tahap 2 yang dijalankan bersama. Secara lengkap
tahapan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Baca data (data beban dan data jaringan).
2. Inisialisasi populasi dari

pada setiap PV bus


sesuai dengan jumlah fasanya.
3. Cek

untuk memastikan bahwa

berada
pada batas yang diijinkan (Q Q
min
dan Q Q
max
4. J alankan direct-Z
).
J ika

lebih besar dari

, maka

harus
diatur sama dengan

, demikian sebaliknya
jika

kurang dari

, maka

harus diatur
sama dengan

. Catatan: hanya

yang
berada di dalam batas yang diijinkan untuk menuju
ke proses selanjutnya.
BR
5. Khusus untuk PV bus, nilai

yang dihasilkan
dari direct-Z
power flow untuk
mendapatkan nilai tegangan pada setiap bus.
BR
6. Perlu dicatat: jika

lebih besar dari pada


toleransi, tetapi nilai

sudah berada pada batas


optimum itu berarti

tidak mencukupi untuk


mempertahankan

pada setpoint. Pada kondisi


ini status bus harus diubah dari PV bus menjadi
PQ bus dan nilai Q diset optimum.
power flow dengan mengacu pada
nilai

dibandingkan dengan

setpoint yang
bertujuan untuk mendapatkan

. J ika


kurang dari toleransi berarti nilai

yang
diinginkan telah didapat. Namun jika

lebih
besar dari toleransi maka

harus di-update
menggunakan IPSO untuk mendapatkan nilai


yang baru.

E M | 10
START
Read in the
line and
load data
Initialize a population of values
for Qs of PV buses
Use direct ZBR Power flow
method to obtain the voltage
magnitudes, |Vpv| for the PV
buses
Set delta |Vpv|= |Vpv ref-|Vpv||
Check
Max(delta|Vpv|) <
END
Generate new set of
combination for Qs using
IPSO
Yes
No
Check
Qs > Qmax
Check
Qs < Qmin
No
Set Qs=Qmax
Set Qs=Qmin
Yes
Yes
No
Check
Qs =Qmax
Set the Bus as PQ Bus
No
Yes

Gambar 2. Diagram alir metode direct-Z
BR

+IPSO


3. Hasil dan Pembahasan

Sistem percontohan yang digunakan pada simulasi
adalah jaring distribusi radial pada Gambar 3. Ada tiga
macam skenario sistem yang disimulasikan pada
makalah ini, yaitu:
1. Simulasi pada kondisi semua bus adalah PQ bus
2. Simulasi pada kondisi PQ dan PV bus berlaku
pada bus 2, dan 11
E M | 11
SNTE-2012 ISBN: 978-602-97832-0-9

3. Simulasi pada kondisi PQ dan PV bus berlaku
pada bus 2, dan 11 dengan rasio R/X yang tinggi.

1 2
3
4
6
7
5
8
9
11
12
10
13


Gambar 3. Diagram satu-garis sistem distribusi radial 3-
fasa

Parameter yang digunakan saat proses optimisasi Q
PV
- J umlah individu pada setiap variabel adalah 27

menggunakan IPSO antara lain:
- Toleransi eror adalah 0,0001
- Variabel-variabel yang dioptimisasi adalah Q
PV-a
,
Q
PV-b
, Q
PV-c

Perangkat lunak yang digunakan adalah Matlab
. (a, b, dan c adalah penamaan fasa)


kemudian hasilnya diverifikasi dengan perangkat lunak
ETAP

A. Simulasi pada kondisi semua bus adalah PQ bus


Power Station.


Tahap ini algorritma simulasi hanya memperlakukan
semua bus sebagai PQ bus tanpa PV bus pada sistem
Gambar 3. Hasil simulasi antara metode direct-


yang diajukan dengan metode Newton Rhapson (NR)
berbasis sequence methods[8] adalah sama (Gambar 4)
namun ada sedikit perbedaan dengan hasil simulasi pada
ETAP.

Gambar 4. Besar magnitudo tegangan dan sudut tegangan
pada setiap bus (fasa-a)


Gambar 5. Besar magnitudo tegangan dan sudut tegangan
pada setiap bus (fasa-b)


Gambar 6. Besar magnitudo tegangan dan sudut tegangan
pada setiap bus (fasa-c)

B.

Di tahap ini disimulasikan analisa power flow 3-fasa
dengan status PV bus pada bus 2 dan 11. Magnitudo
tegangan pada bus 2 diatur pada nilai 1,043 pu (per
unit). Data jaringan sama seperti pada simulasi
sebelumnya (III.A). Untuk verifikasi metode yang
diusulkan (direct-

+IPSO), maka digunakan metode


Newton Rhapson (NR) berbasis sequence methods
sebagai pembanding. Hasil simulasi dapat dilihat pada
Gambar 7 sampai 9.

Simulasi pada kondisi PQ, dan PV bus berlaku pada
bus 2, dan 11
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
0
0.5
1
1.5
Bus Number
M
a
g
.

(
p
.
u
.
)


1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
-0.4
-0.3
-0.2
-0.1
0
Bus Number
A
n
g
l
e

(
r
a
d
.
)


ZBR phase-a
NR phase-a
ETAP phase-a
ZBR phase-a
NR phase-a
ETAP phase-a
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
0
0.5
1
1.5
Bus Number
M
a
g
.

(
p
.
u
.
)


1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
-3
-2
-1
0
Bus Number
A
n
g
l
e

(
r
a
d
.
)


ZBR phase-b
NR phase-b
ETAP phase-b
ZBR phase-b
NR phase-b
ETAP phase-b
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
0
0.5
1
1.5
Bus Number
M
a
g
.

(
p
.
u
.
)


1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
0
1
2
3
Bus Number
A
n
g
l
e

(
r
a
d
.
)


ZBR phase-c
NR phase-c
ETAP phase-c
ZBR phase-c
NR phase-c
ETAP phase-c
E M | 12
ISBN: 978-602-97832-0-9 SNTE-2012


Gambar 7. Magnitudo dan sudut tegangan fasa-a pada
setiap bus dengan status PV bus pada bus 2
dan 11 (1R/X)



Gambar 8. Magnitudo dan sudut tegangan fasa-b pada
setiap bus dengan status PV bus pada bus 2
dan 11 (1R/X)



Gambar 9. Magnitudo dan sudut tegangan fasa-c pada
setiap bus dengan status PV bus pada bus 2
dan 11 (1R/X)

Dari Gambar 7 sampai 9 menunjukkan bahwa
magnitudo dan sudut tegangan pada fasa a, b, dan c di
setiap bus yang didapatkan melalui metode direct-

+
IPSO sama dengan metode Newton Rhapson (NR).

C.

Simulasi pada kondisi PQ, dan PV bus berlaku pada
bus 2 dan 11 dengan rasio R/X yang tinggi.
Simulasi pada tahap ini bertujuan untuk menunjukkan
pengaruh dari rasio R/X yang tinggi. Simulasi
dijalankan dengan data sistem yang sama dengan
subseksi III.A dan III.B namun dengan nilai R yang
dikalikan 4 (4R/X) dan 5 (5R/X). Hasil-hasil dengan
4R/X ditunjukkan pada Gambar 10 sampai 13 dan hasil-
hasil dengan 5R/X ditunjukkan pada Gambar 14 dan
Tabel 1.


Gambar 10. Magnitudo dan sudut tegangan fasa-a pada
setiap bus dengan status PV bus pada bus 2
dan 11 (4R/X)


Gambar 11. Magnitudo dan sudut tegangan fasa-b pada
setiap bus dengan status PV bus pada bus 2
dan 11 (4R/X)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
0
0.5
1
1.5
Bus Number
M
a
g
.

(
p
.
u
.
)


ZBR-PSO phase-a
NR phase-a
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
-0.2
-0.15
-0.1
-0.05
0
Bus Number
A
n
g
l
e

(
r
a
d
.
)


ZBR-PSO phase-a
NR phase-a
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
0
0.5
1
1.5
Bus Number
M
a
g
.

(
p
.
u
.
)


ZBR-PSO phase-b
NR phase-b
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
-3
-2
-1
0
Bus Number
A
n
g
l
e

(
r
a
d
.
)


ZBR-PSO phase-b
NR phase-b
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
0
0.5
1
1.5
Bus Number
M
a
g
.

(
p
.
u
.
)


ZBR-PSO phase-c
NR phase-c
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
0
1
2
3
Bus Number
A
n
g
l
e

(
r
a
d
.
)


ZBR-PSO phase-c
NR phase-c
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
0
0.5
1
1.5
Bus Number
M
a
g
.

(
p
.
u
.
)


ZBR-PSO phase-a
NR phase-a
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
-0.3
-0.2
-0.1
0
0.1
Bus Number
A
n
g
l
e

(
r
a
d
.
)


ZBR-PSO phase-a
NR phase-a
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
0
0.5
1
1.5
Bus Number
M
a
g
.

(
p
.
u
.
)


ZBR-PSO phase-b
NR phase-b
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
-3
-2
-1
0
Bus Number
A
n
g
l
e

(
r
a
d
.
)


ZBR-PSO phase-b
NR phase-b
E M | 13
SNTE-2012 ISBN: 978-602-97832-0-9


Gambar 12. Magnitudo dan sudut tegangan fasa-c pada
setiap bus dengan status PV bus pada bus 2
dan 11 (4R/X)


Dari Gambar 10 sampai 12 terlihat bahwa magnitudo
dan sudut tegangan fasa-a dan fasa-b di setiap bus hasil
dua metode berbeda bernilai sama. Namun terdapat
sedikit perbedaan nilai pada fasa-c (Gambar. 12).



Gambar 13. Perbandingan tren eror antara metode direct-

+ IPSO dengan NR dimana status PV


bus pada bus 2 dan 11 (4R/X).


Gambar 13 menunjukkan kecenderungan eror antara
metode direct-

+ IPSO dengan metode NR pada


kondisi 4R/X. Kedua metode menunjukkan hasil yang
memuaskan.

Ketika nilai resistansi, R dinaikkan menjadi 5 kali
(5R/X) maka metode NR menjadi divergen tetapi
metode yang diusulkan (direct-

+ IPSO) tetap
konvergen. Eror pada setiap iterasi dapat dilihat pada
Gambar 14 dan tegangan yang dihasilkan oleh metode
yang diusulkan dapat dilihat pada Tabel 1.


Gambar 14. Perbandingan tren eror antara metode direct-

+ IPSO dengan NR dimana status PV


bus pada bus 2 dan 11 (5R/X).


Tabel 1. Tegangan setiap bus yang dihasilkan metode
direct-

+ IPSO pada kondisi 5R/X



Phase-a Phase-b Phase-c
Bus Mag Deg(rad) Mag Deg(rad) Mag Deg(rad)
1 1.060 0 1.060 -2.0944 1.060 2.0944
2 1.043 -0.1931 1.043 -2.2936 1.043 1.8953
3 0.806 -0.0916 0.802 -2.2129 0.802 1.9760
4 0.621 0.0465 0.606 -2.1053 0.606 2.0835
5 0.797 -0.0715 0.792 -2.1934 0.792 1.9955
6 0.621 0.0465 0.606 -2.1053 0.606 2.0835
7 0.492 0.2623 0.460 -1.9209 0.461 2.2679
8 1.014 -0.2172 1.014 -2.3171 1.014 1.8719
9 1.023 -0.3265 1.024 -2.4231 1.023 1.7663
10 1.005 -0.2188 1.005 -2.3188 1.005 1.8702
11 1.042 -0.3563 1.042 -2.4518 1.042 1.7376
12 1.007 -0.3480 1.007 -2.4447 1.007 1.7447
13 1.007 -0.3480 1.007 -2.4447 1.007 1.7447


IPSO telah sukses menjaga tegangan pada setpoint.
Penentuan nilai setpoint adalah penting untuk menjaga
level tegangan. Aplikasi IPSO untuk memasukkan PV
bus ke dalam analisa power flow 3-fasa tidak
membutuhkan modifikasi dari metode direct-


sehingga mempermudah algoritma.


4. Kesimpulan

Metode yang diajukan berhasil memasukkan PV bus ke
dalam analisa power flow 3-fasa direct-

tanpa
memodifikasi algoritmanya. IPSO mudah diaplikasikan
dan menjamin proses iterasi selalu konvergen. Hasil
pengujian mengungkap bahwa direct-

+IPSO masih
mampu mencapai solusi yang konvergen ketika metode
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
0
0.5
1
1.5
Bus Number
M
a
g
.

(
p
.
u
.
)


ZBR-PSO phase-c
NR phase-c
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
0
1
2
3
Bus Number
A
n
g
l
e

(
r
a
d
.
)


ZBR-PSO phase-c
NR phase-c
5 10 15 20 25 30 35 40 45 50
-0.1
0
0.1
0.2
0.3
0.4
Number of Iteration
E
r
r
o
r


Trend of error ZBR-PSO method
Trend of error NR method
5 10 15 20 25 30 35 40 45 50
-2
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
Number of Iteration
E
r
r
o
r


Trend of error ZBR-PSO method
Trend of error NR method
E M | 14
ISBN: 978-602-97832-0-9 SNTE-2012
NR gagal mencapai nilai konvergen. Metode ini dapat
diajukan untuk perencanaan dan rekonfigurasi sistem
terutama untuk menghitung nilai PV bus melalui analisa
aliran daya 3-fasa menggunakan metode direct-


pada sistem distribusi.



DaftarPustaka
.

1. Stott, B., Decoupled Newton Load Flow. Power
Apparatus and Systems, IEEE Transactions on, 1972.
PAS-91(5): p. 1955-1959.
2. Stott, B. and O. Alsac, Fast Decoupled Load Flow.
Power Apparatus and Systems, IEEE Transactions
on, 1974. PAS-93(3): p. 859-869.
3. W.H.Kersting, Distribution System Modeling and
Analysis. 2002: CRC Press.
4. Tsai-Hsiang Chen, N.-C.y., Loop frame of based
three-phase power flow for unbalanced radial
distribution systems. Electric Power Systems
Research, 2010. 80: p. 799-806.
5. AlHajri, M.F. and M.E. El-Hawary, Exploiting the
Radial Distribution Structure in Developing a Fast
and Flexible Radial Power Flow for Unbalanced
Three-Phase Networks. Power Delivery, IEEE
Transactions on, 2010. 25(1): p. 378-389.
6. Chen, T.H. and N.C. Yang, Three-phase power-flow
by direct Z
BR
7. J ong-Bae, P., et al., An Improved Particle Swarm
Optimization for Nonconvex Economic Dispatch
Problems. Power Systems, IEEE Transactions on,
2010. 25(1): p. 156-166.
8. Abdel-Akher, M., K.M. Nor, and A.H.A. Rashid,
Improved Three-Phase Power-Flow Methods Using
Sequence Components. Power Systems, IEEE
Transactions on, 2005. 20(3): p. 1389-1397.
9. Moghaddas-Tafreshi, S.M. and E. Mashhour,
Distributed generation modeling for power flow
studies and a three-phase unbalanced power flow
solution for radial distribution systems considering
distributed generation. Electric Power Systems
Research, 2009. 79(4): p. 680-686.
10. Stagg, G.W., Computer Methods in Power System
Analysis. 1968 McGraw-Hill.
11. Kennedy, J . and R. Eberhart. Particle swarm
optimization. in Neural Networks, 1995.
Proceedings., IEEE International Conference on.
1995.
12. Eberhart, R. and J . Kennedy. A new optimizer using
particle swarm theory. in Micro Machine and
Human Science, 1995. MHS '95., Proceedings of the
Sixth International Symposium on. 1995.



method for unbalanced radial
distribution systems. Generation, Transmission &
Distribution, IET, 2009. 3(10): p. 903-910.
















E M | 15
SNTE-2012 ISBN: 978-602-97832-0-9
PERUBAHAN JARAK ELEKTRODA TERHADAP ARUS LISTRIK DAN
KADAR MINYAK SERTA LEMAK PADA PENGOLAHAN AIR LIMBAH
SECARA ELEKTROKOAGULASI

Sutanto


J urusan Teknik Elektro, Politeknik Negeri J akarta, Kampus UI, Depok16425


E-mail : stanto09@gmail.com


ABSTRAK
Kadar Air limbah yang dibuang ke lingkungan memilki kadar polutan organik dan anorganik yang berbeda antara
jenis air limbah satu dengan yang lain. Kadar polutan organik dan anorganik dalam air limbah sebelum dibuang
kelingkungan sebaiknya dijaga pada ambang batas yang aman. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No
416/Menkes/Per/IX/1990 disebutkan bahwa untuk keamanan lingkungan, dipersyaratkan bahwa kadar maksimum
polutan dalam air limbah masing-masing adalah: 1,0 mg/l untuk besi (Fe), 0,5 mg/l untuk mangan (Mn), 500 mg/l
untuk kesadahan (CaCO
3

), 0,05 mg/l untuk arsen (As), 200 mg/l untuk natrium (Na) dan 0,5 mg/l untuk timbal (Pb)
dan 10 mg/l untuk minyak dan lemak. J ika kadar minyak dan lemak lebih dari 10 mg/l, maka air limbah harus
diolah sedemikian rupa sampai memenuhi standar Menteri Kesehatan RI. Salah satu proses pengolahan yang
dilakukan dalam penelitian ini adalah penerapan metode elektrokagulasi. Penelitian dilakukan dengan mengalirkan
air limbah sebanyak 4,5 liter kedalam bak proses yang telah dipasang elektroda aluminium masing-masing
berukuran dengan jarak 1 cm. Proses elektrokoagulasi dijalankan pada tegangan DC 12 V dan waktu pengamatan
10 menit. Arus listrik yang mengalir diukur dengan amper meter dan kadar minyak serta lemak dianalisis secara
gravimetri. Penelitian selanjutnya dilakukan dengan mengubah jarak antara elektroda 1, 3,5,7,9,11,13 dan 15 cm,
sedangkan tegangan dipertahankan 12 V dan waktu pengamatan 10 menit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
semakin pendek jarak antara elektroda terjadi peningkatan arus listrik dan penurunan kadar minyak serta lemak.
Pada jarak elektroda paling pendek (1 cm) arus menunjukkan 0,7 amper dan terjadi penurunan kadar minyak serta
lemak dari 20 mg /L menjadi 12,6 mg/L atau setara dengan 36,5 %.

ABSTRACT

CHANGE OF DISTANCE OF ELECTRODE TO ELECTRIC CURRENT AND OIL AND FAT CONTENT
IN WASTE WATER TREATMENT USING ELECTROCOAGULATION PROCESS The content of organic
and inorganic pollutants in waste water discharged to the environment is always different from the waste water to
one another. The content of organic and inorganic pollutants in waste water prior to discharge into the environment
should be kept at safe levels.Based on the Regulation of the Minister of Health of Indonesia No
416/Menkes/Per/IX/1990 mentioned that the safe levels to environment for maximum content of pollutants in waste
water are: 1.0 mg / l for iron (Fe), 0.5 mg / l for manganese (Mn), 500 mg/l for hardness (CaCO
3
), 05 for arsenic
(As), 200 mg / l for sodium (Na) and 0.5 mg / l for lead and 10 mg/l for oil and fat. If the oil and fat content in
excess of 10 mg/L, then the the waste water must be treated until approach the standards of the Minister of Health
of the Republic Indonesia. One of the processing carried out in this research is to apply the electrocoagulation
process. The research carried out by flowing waste water of 4.5 liters into the tanks process that has been installed
aluminum as electrode with distance of 1 cm. Electrocoagulation process is run at a voltage of 12 V DC and 10
minutes observation time.The flow of electric current is measured using the ampere meter, and oil and fat content
were analyzed gravimetrically. For further research carried out by changing the distance between the electrodes are
1, 3, 5, 7, 9, 11, 13 and 15 cm while the voltage is maintained 12 V and 10-minute observation period. Research
results show that the shorter the distance between the electrodes causes an increase in electrical current and
decreased levels of oil and fat content.The electrical current shows 0.7 amperes at the distance between the
electrodes are 1 cm and decreased oil and fat content from 20 mg / L to 12.6 mg/ L or equal to 36.5

%.
E M | 16
ISBN: 978-602-97832-0-9 SNTE-2012
Key words: Oil and fat ,Electrocoagulation, Electrode ,Electric current, Reduction of pollutant



1.PENDAHULUAN




Air limbah sebelum dibuang kelingkungan
sebaiknya telah terkontrol kandungan logam berat
dan bahan organik yang ada didalamnya supaya
tidak menyebabkan polusi dan kerusakan
lingkungan. Bagi manusia air banyak dimanfaatkan
sebagai sarana untuk transportasi, irigasi, mencuci
dan mandi. Selain dari pada itu air juga
dimanfaatkan oleh manusia untuk keperluan minum,
karena kekurangan air dapat menyebabkan dehidrasi
yang dapat menyebabkan kerusakan organ tubuh.
Menurut Hartanto (1991)[1] untuk keperluan air
minum ada beberapa syarat yang harus dipenuhi
antara lain: jernih, tidak berwarna, tidak berbau,
tidak berasa, tidak mengandung logam berat (timah,
tembaga, seng, besi, aluminium,arsen, kalsium,
magnesium dan sebagainya) dan tidak boleh
mengandung kuman yang membahayakan.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No
416/Menkes/Per/IX/1990 disebutkan bahwa
persyaratan air bersih harus mengandung maksimum
1,0 mg/l untuk besi (Fe), 0,5 mg/l untuk mangan
(Mn), 500 mg/l untuk kesadahan (CaCO
3

), 0,05
mg/l untuk arsen (As), 200 mg/l untuk natrium (Na)
dan 0,5 mg/l untuk timbal (Pb), 25 NTU untuk
kekeruhan dan 10 mg/l untuk minyak dan lemak.
Untuk menjamin keamanan air limbah sebelum
dibuang ke lingkungan sebaiknya air tersebut telah
diolah, sehingga bisa mendekati standard seperti
yang dipersyaratkan oleh Menteri Kesehatan
tersebut. Bila ditemukan kadar minyak dan lemak
diatas batas maksimum seperti yang dianjurkan oleh
Departemen Kesehatan Rerpublik Indonesia, maka
kadar minyak dan lemak harus diturunkan sampai
memenuhi standar yang diijinkan. Hal ini
dimaksudkan untuk mengantisipasi kemungkinan
terjadinya keracunan atau akibat lain yang
berdampak kurang baik bagi lingkungan sekitarnya.

Salah satu metoda yang akan dikembangkan dalam
penelitian ini adalah penerapan prinsip elektrolisis
yang dikenal sebagai proses elektrokoagulasi.
Dalam metoda ini digunakan anoda dan katoda dari
bahan aluminium. Reaksi yang terjadi dapat
dijelaskan sebagai berikut (Carmona,2006)[2]:
reaksi pada anoda (oksidasi):
2 Al 2 Al
+3
+6 e
-
reaksi pada katoda (reduksi):
(1)
6H
2
O +6 e
-
6 OH
-
+3H
2 +
(2)
Al + 6 H
2
O 2 Al(OH)
3
+ 3 H
2
Dari Pers.(3) nampak terbentuk Al(OH)

(3)
3

yang
berperan sebagai bahan koagulan, sehingga akan
memudahkan polutan dalam air teperangkap
membentuk flok atau gumpalan yang mudah
terendapkan. Prinsip kerja proses elektrokoagulasi
dengan elektroda aluminium dapat dilihat pada
gambar 1.
Untuk keperluan perancangan yang berhubungan
dengan pembentukan ion logam Al
+3
t =(s)(A)/Q (4)
dalam proses
elektrokoagulasi menurut Chen dkk (2000)[3]
dibutuhkan persamaan-persamaan perancangan. Bila
proses dilakukan secara kontinyu, maka persamaan
waktu tinggal air dalam bejana adalah:
dengan:
t : waktu tinggal air limbah dalam bejana
(det)
A : luas penampang bejana (cm
2
Q : debit air limbah ( cm
)
3
S : tinggi bejana (cm)
/det)
Persamaan untuk waktu proses elektrokoagulasi
menurut hukum Faraday pertama adalah:
t =[(96.500)(m)(n)]/[(ar)(I)] (5)
dengan:
t : waktu proses (det)
m : massa Al
+3
(gram)
yang dilepaskan oleh anoda
n : perubahan bilangan oksidasi
ar : massa atom relatif
I : arus listrik (amper)


J ika Pers. (4) dimasukkan ke Pers. (5), maka didapat
persamaan:
(s)(A)/Q =(96.500)(m)(n)/[ar)(I)] (6)
Sehingga persamaan untuk massa ion logam Al
+3
m =(s)(A)(ar)(I)/[(Q)(96.500)(n) (7)

yang dihasilkan selama proses elektokoagulasi
adalah:
Harga n (perubahan bilangan oksidasi Al) dan ar
(massa atom relatif Al), dalam hal ini n =3 dan ar =
27. Berdasarkan Pers. (7) dapat dijelaskan jika arus
Gambar 1.Prinsip kerja proses elektrokoagulasi

E M | 17
SNTE-2012 ISBN: 978-602-97832-0-9
yang digunakan pada proses elektrokoagulasi
semakin besar, maka terbentuknya Al(O)
3
semakin
banyak. Akibatnya persediaan bahan koagulan
Al(OH)
3

menjadi semakin meningkat, sehingga
kecepatan dan kesempatan untuk mengendapkan
polutan dalam air limbah menjadi semakin
meningkat pula.
Menurut hukum Ohm, persamaan arus listrik (I)
dinyatakan sebagai:
I =V/R (8)
dengan V: tegangan sumber [Volt], R: tahanan,
[Ohm]. Sedangkan persamaan untuk tahanan adalah:
R=(L/A) (9)
dengan : tahanan jenis [ ohm.m], L: panjang
penghantar [m], A: luas penampang lintang
penghantar [ m
2
Sehingga :
].
I =(VA )/(L) (10)
J ika Pers. (10) dimasukkan ke Pers. (7), maka
didapat persamaan:
m=(s)(a)(ar)(VA)/[(LQ)(96.500)(n) (11)
Bila dianggap larutan antara dua elektroda dalam sel
elektrokoagulasi sebagai panjang penghantar (L)
dan luas permukaan elektroda sebagai luas
penampang penghantar (A), maka berdasarkan Pers.
(11) dapat diperkirakan bahwa jumlah ion Al
+3
atau
pembentukan Al(OH)
3

semakin bertambah banyak
pada saat penampang elektroda diperbesar atau jarak
antara elektroda diperpendek. Dengan demikian
proses penurunan polutan dalam air limbah
berlangsung lebih cepat.
Salah satu pilihan yang dapat dilakukan adalah
memperbanyak jumlah sel elektrokoagulasi dan
mempertahankan luas penampang elektroda yang
paling maksimum. Semakin banyak sel yang
digunakan akan menyebabkan jarak antara
elektroda menjadi semakin pendek, sehingga arus
yang mengalir semakin meningkat.

J ika proses dijalankan secara batch, maka
persamaan pembentukan ion Al
+3
atau senyawa
Al(OH)
3
m=(a
adalah:
r
Berdasarkan Pers. (12) dapat dijelaskan bahwa
pembentukan ion Al
)(VA)(t) / [(96.500)(n)(L)] (12)
+
atau Al(OH)
3

dapat
ditingkatkan dengan memperlama waktu proses,
memperbesar sumber tegangan yang digunakan,
memperluas elektroda atau memperpendek jarak
antara elektroda.
Teknik pengukuran arus listrik selama proses
elektrokoagulasi dapat dilihat pada gambar 2. Arus
yang mengalir diukur menggunakan amper meter
yang dipasang secara seri antara sumber DC dan
salah satu elektroda yang terpasang dalam bak
proses elektrokoagulasi. J ika jarak antara elektroda
diubah-ubah dan tegangan yang digunakan tetap,
maka arus yang terbaca amper meter juga akan ikut
berubah-ubah sesuai dengan perubahan jarak antara
kedua elektroda tersebut [Chen dkk,2000][3].

J ika anoda dibuat dari bahan aluminum dan katoda
dari bahan besi, maka akan terjadi pengendapan ion
logam pada dasar bak proses dengan warna endapan
yang berbeda-beda sesuai dengan jenis logam yang
terkandung dalam air. Beberapa contoh warna
endapan logam berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Sutanto dkk (2007)[4], ditunjukkan
sebagai berikut: kuning untuk besi (Fe
+3
), putih
untuk arsen (As
+2
), biru untuk aluminium (Al
+3
),
hijau untuk tembaga (Cu
+2
), hitam untuk kalsium
(Ca
+2
) dan hitam untuk magnesium (Mg
+2
). Pada
penelitian tersebut digunakan anoda aluminium
dengan ukuran panjang 7 cm dan diameter 2 cm.
Sedangkan katoda besi dibuat dengan ukuran
panjang 7 cm dan diameter 2 cm.Contoh proses
elektrokoagulasi dengan elektroda aluminium
dilakukan pada penanganan limbah cair yang
mengandung polutan timbal (Pb). Pada proses ini
dihasilkan lumpur yang mengandung Pb bersama-
sama dengan Al(OH)
3

dan dikeluarkan lewat bagian
dasar bak proses, sedangkan cairan bening
dikeluarkan lewat bagian atas bak proses. Pada
percobaan yang dilakukan tersebut digunakan
limbah cair dengan kadar awal kontaminan Pb10,00
ppm dan zat padat terlarut (TSS) sebesar 200 ppm.
Percobaan dilakukan secara aliran kontinyu dengan
debit sebesar 1,5 liter /menit, kuat arus bervariasi
dari 1,0 sampai 5,0 ampere dan variasi waktu
operasi dari 60 sampai 120 menit. Analisis Pb dalam
filtrat hasil akhir dilakukan dengan menggunakan
perangkat AAS (Atomic Absorption
Spectrophotometer), dan analisis TSS menggunakan
metode gravimetri. Dari percobaan diperoleh nilai
efisiensi elektrokoagulasi kontaminan Pb sebesar



99,16 % dan TSS sebesar 80,24 % pada kuat arus
5,0 amper dan waktu operasi 120 menit. Pada
pengolahan limbah cair dari limbah rumah potong
hewan (RPH) secara elektrokoagulasi pernah
dilakukan secara batch dengan menempatkan cairan
limbah didalam sel elektrolisis. Proses dijalankan
selama waktu tertentu untuk menurunkan kadar total
suspended solid (TTS), total disolved solid (TDS),
pH dan turbidity. Dari hasil penelitian didapatkan
Amper meter
Gambar 2. Teknik pengukuran arus listrik
E M | 18
ISBN: 978-602-97832-0-9 SNTE-2012
kadar TSS dan TDS yang semakin turun dan
efisisensi removal yang semakin besar. Hal ini
menunjukkan bahwa air limbah tersebut memiliki
kualitas yang semakin baik (Bayramoglu, 2006)[5].
Pada penelitian elektrokoagulasi menggunakan
empat buah elektroda yang terbuat dari bahan
aluminium (Al) dan besi (Fe) ternyata proses
membutuhkan waktu operasi lebih pendek untuk
mencapai efisiensi removal (penghilangan) TTS dan
TDS yang maksimum dari pada hanya
menggunakan dua buah elektroda. Pada penggunaan
empat buah elektroda dibutuhkan waktu operasi 70
menit dengan kemampuan penghilangan TSS dan
TDS mencapai 99%, sedangkan pada penggunaan
dua buah elektroda dibutuhkan waktu operasi 90
menit dengan kemampuan penghilangan TSS dan
TDS maksimum hanya mencapai 98 % (Ardhani
dkk, 2007)[6].

2. Metode Penelitian

2.1. Bahan

Elektroda aluminium (HTC 16-35) dan air limbah
rumah potong ayam (derah Beji, Depok).

Air limbah rumah potong ayam mempunyai kondisi
fisik dan kimia seperti ditunjukkan pada tabel 1.

Tabel 1. Kondisi fisik dan kimia air limbah

No Kuantitas yang diukur Hasil pengukuran
1 Natrium (Na) 420 mg/l
2 Besi (Fe) 0,85 mg/l
3 pH (derajad keasaman) 6,97
4 Kekeruhan (turbiditas) 38,6 NTU
5 Minyak dan lemak 20 mg/l


2.2. Alat-alat pendukung

Pompa air, avometer, sumber DC dan stabilizer

2.3. Tempat pelaksanaan

Laboratorium Kimia, Teknik Mesin PNJ
Laboratorium Elektronika, Teknik Elektronika PNJ
Laboratorium Afiliasi Kimia, FMIPA -UI

2.4. Rangkaian model alat penelitian
Rangkaian model alat penelitian dapat dilihat pada
gambar 3.Model alat proses terdiri atas sumber DC,
avometer, bak pengumpan, bak proses
elektrokoagulasi, bak pengendap kotoran dan bak
penampung air bersih. Sumber DC memiliki
kemampuan tegangan antara 0 sampai 30 volt dan
arus listrik antara 0 sampai 10 amper. Avometer
digunakan untuk mengukur arus listrik dan
tegangan. Bak pengumpan berukuran panjang 40
cm, lebar 40 cm dan tinggi 40 cm. Bak proses
elektrokoagulasi berbentuk persegi berukuran lebar
20 cm, panjang 20 cm dan tinggi 25 cm yang
dilengkapi anoda dan katoda dari bahan aluminium
masing-masing berukuran lebar 15 cm dan panjang
15 cm. J arak antara anoda dan katoda 1 cm. Bak
pengendap kotoran berbentuk persegi dengan
ukuran tinggi 50 cm, panjang 50 cm dan lebar 50
cm. Bak penampung air olahan berbentuk kubus
dengan panjang sisi 50 cm.

2.5. Pelaksanaan penelitian

Urutan pelaksanaan penelitian dilakukan sebagai
berikut:
a. Mengalirkan air limbah sebanyak 4,5 liter
dari bak penampung ke bak proses
elekrokoagulasi
b. Memasang elektroda aluminium
berukuran 15 cm x 15 cm berjarak 1 cm
pada bak proses elektrokoagulasi
c. Menghidupkan sumber DC pada
tegangan 12 V
d. Proses elektrokoagulasi dijalankan selama
10 menit
e. Mencatat arus listrik yang terbaca pada
amper meter setelah proses berlangsung
10 menit
f. Menghentikan proses elektrokoagasi
g. Dilakukan pemeriksaan kadar minyak dan
lemak secara gravimeteri
Penelitian diulang dengan melakukan
langkah yang sama seperti a sampai g
tetapi jarak antara elektroda diubah
menjadi 3, 5,7, 9, 11, 13 dan 15 cm



Gambar 3. Rangkaian model alat penelitian










E M | 19
SNTE-2012 ISBN: 978-602-97832-0-9


3. Hasil dan Pembahasan

Pada pembahasan ini hanya dibatasi hasil
pengukuran arus listrik dan perubahan kadar
minyak dan lemak saja, sedangkan penurunan kadar
polutan logam tidak dibahas. Walaupun sebenarnya
proses penurunan kadar polutan organik dan
anorganik dalam air limbah dapat berlangsung
secara simultan.

Hasil penelitian pengukuran arus listrik selama
proses elektrokoagulasi ditunjukkan pada tabel 2
dan gambar 4. Sedangkan hasil pengukuran kadar
minyak dan lemak dapat dilihat pada tabel 3 dan
gambar 5. Berdasarkan tabel 2 dan gambar 4,
terlihat bahwa pada penggunaan jarak elektroda
yang semakin jauh mengakibatkan terjadinya
penurunan arus listrik. Terjadinya penurunan arus
listrik diperkirakan sebagai akibat peningkatan
tahanan larutan pada saat jarak antara anoda dan
katoda semakin jauh. Rumus pendekatan untuk
tahanan larutan (R) yang digunakan adalah R =
L/A. Dalam hal ini adalah tahanan jenis larutan, L
adalah jarak antara elektroda dan A adalah luas
penampang elektroda. Nampak bahwa tahanan
larutan berbanding lurus dengan jarak antara
elektroda. Artinya semakin jauh jarak antara
elektroda akan menyebabkan peningkatan tahanan
larutan.Berdasarkan hukum Ohm yang dinyatakan
dalam persamaan I =V/R, nampak bahwa arus
listrik (I) berbanding terbalik dengan tahanan
larutan. Artinya kalau tahan larutan semakin
membesar, maka arus yang mengalir semakin
menurun. Dengan landasan teori tersebut cukup
jelas, bahwa semakin jauh jarak antara elektroda
dapat menyebabkan penurunan arus listrik yang
mengalir pada bak proses elektrokoagulasi. Dengan
terjadinya penurunan arus listrik akan membawa
dampak penurunan pada pembentukan koagulan
Al(OH)
3
, sehingga proses pengendapan minyak dan
lemak dalam air limbah semakin berkurang atau
diperlambat. Karena proses terbentuknya Al(OH)
3

berbanding lurus dengan arus yang mengalir.

Dari tabel 3, nampak bahwa pada arus yang
semakin menurun dengan waktu proses yang tetap
mengakibatkan kemampuan penghilangan kadar
minyak dan lemak dalam air semakin menurun. Hal
ini disebabkan semakin berkurangnya pembentukan
Al(OH)3 pada saat arus semakin melemah. Dalam
hal ini Al(OH)3 juga berperan

Tabel 2. Hasil pengukuran arus listrik pada proses
elektrokoagulasi ( tegangan 12 V, air limbah
4,5 liter, waktu 10 menit)



sebagai senyawa
koagulan yang berfungsi sebagai bahan
penggumpal dan penyerap polutan minyak dan
lemak dalam air limbah, sehingga polutan tersebut









Gambar 4. Kurva hubungan arus listrik terhadap
jarak elektroda


Tabel 3. Hasil pengukuran kadar minyak dan lemak
dalam air limbah setelah diproses secara
elektrokoagulasi ( tegangan 12 V, air limbah
4,5 liter, waktu 10 menit)







0
0.2
0.4
0.6
0.8
0 10 20
A
r
u
s

l
i
s
t
r
i
k
,

a
m
p
e
r
J arak antara elektroda, cm
J arak antara elektroda, cm Arus lisrik, A
1 0,7
3 0,5
5 0,4
7 0,3
9 0,1
11 0,08
13 0,05
15 0,02
J arak elektroda, cm Arus,A Kadar minyak dan
lemak, mg/L
1 0,7 12,6
3 0,5 14,1
5 0,4 15,9
7 0,3 16,3
9 0,1 17,2
11 0,08 18,0
13 0,05 18,6
15 0,02 18,8
E M | 20
ISBN: 978-602-97832-0-9 SNTE-2012

Gambar 5. Kurva hubungan antara arus listrik
terhadap kadar minyak dan lemak

mudah diendapkan. Demikian pula aroma (bau) air
limbah yang tidak sedap semakin berkurang dari
tingkat sangat menyengat mengarah ke agak
menyengat, kurang menyengat dan terakhir menjadi
tidak menyengat. Dalam penelitian ini deteksi aroma
dilakukan dengan cara mencium perubahan aroma
tersebut tanpa menggunakan alat pengukur
perubahan bau (alat pendeteksi bau belum tersedia).
Menurunnya aroma (bau) dalam air diperkirakan
terjadi sebagai akibat semakin berkurangnya
kandungan lemak dan minyak dalam air.
Sebagaimana diketahui bahwa timbulnya bau dalam
air adalah sebagai akibat penguraian lemak dan
minyak oleh bakteri yang terdapat dalam air.

Pada awal proses kadar minyak dan lemak adalah
20 mg/L. Dalam waktu proses 10 menit dan arus
0,7 A. terjadi penurunan kadar minyak dan lemak
dari 20 mg/L menjadi 12,6 mg/L atau setara
dengan 36,5 % dari kadar minyak dan lemak awal.
Sedangkan dengan waktu yang sama dan arus
listrik 0,02 A terjadi penurunan kadar minyak dan
lemak dari 20 mg/L menjadi 18,8 mg/L atau setara 6
% dari kadar minyak dan lemak awal. Mengingat
arus 0,7 A merupkan arus tertinggi pada penelitian
ini dan berdasarkan peraturan Menteri Kesehatan RI
No 416/Menkes/Per/IX/1990 yang menyebutkan
bahwa kadar maksimum minyak dan lemak yang
diijinkan adalah 10 mg/L, maka kondisi ini belum
bisa direkomendasikan, Karena kadar minyak dan
lemak yang terukur 12,6 mg/L masih diatas 10 mg/L
Ada beberapa usaha yang dapat dilakukan untuk
mendapatkan kadar minyak dan lemak supaya
nilainya 10 mg/L atau dibawahnya. Usaha tersebut
antara lain memperbesar tegangan yang digunakan,
penggunaan waktu proses lebih dari 10 menit dan
memperpendek jarak antara elektroda. J ika
menggunakan tegangan lebih dari 12 V, maka
dibutuhkan daya yang cukup besar. Artinya biaya
untuk pengadaan sumber DC dan biaya operasional
menjadi lebih mahal. J ika digunakan waktu proses
lebih dari 10 menit, maka proses elektrokoagulasi
untuk pengolahan air limbah menjadi semakin lama.
Akibatnya produktivitas air hasil olahan menjadi
cukup rendah. Sedangkan kalau jarak antara
elektroda diperpendek, maka jarak yang tersebut
harus lebih kecil dari 1 (satu) cm. Dalam
pelaksanaannya membuat jarak kurang dari 1 (satu)
cm adalah sangat sulit. Karena harus mengatur
posisi masing-masing elektroda pada tempatnya
tanpa harus saling bersentuhan satu sama lain. Hal
ini dimaksudkan untuk menhindari terjadinya arus
hubung singkat. Dengan mempertimbangan
berbagai alasan tersebut, sebaiknya dipilih
penngunaan waktu proses lebih dari 10 menit.
Karena resikonya paling murah dan paling mudah
dilakukakan dari pada mengganti tegangan lebih
dari 12 V dan memperpendek jarak antara elektroda
kurang dari 1 (satu) cm.

Untuk menjamin kontinyuitas produktivitas
pengolahan air limbah dapat dilakukan dengan
membuat beberapa bak proses yang bekerja saling
bergantian, sehingga selama 24 (dua puluh empat)
jam dapat dihasilkan air hasil olahan secara terus
menerus.

4. Kesimpulan

a. Semakin pendek jarak antara elektroda
dapat dihasilkan arus listrik semakin besar
b. Proses elektrokoagulasi dapat menurunkan
kadar minyak dan lenak dalam air limbah
c. Semakin besar arus listrik yang digunakan
semakin cepat proses penurunan kadar
minyak dan lemak dalam air limbah
d. Arus listrik terukur paling besar adalah 0,7
A dan terendah adalah 0,02 A
e. Pada arus 0,7 A kadar minyak dan lemak
dapat diturunkan dari 20 mg/L menjadi
12,6 mg/L atau setara 36,5 %
f. Pada arus 0,02 A kadar minyak dan lemak
dapat diturunkan dari 20 mg/L menjadi
18,8 mg/L atau setara 6 %

DAFTAR PUSTAKA

[1]. Hartanto dkk. Air. Penerbit Angkasa, Bandung
(1991)

[2]. M.Carmona, M. Khemis,J .P. Leclerc and F.
Lapicque. A Simple Model to Predict the
Removal of Oil Suspensions from Water Using
the Electrocoagulation Technique. Chemical
Engineering Science, 61(2006) 1237 1246

[3]. X.Chen.,G. Chen, and P.L.Yue. Separation of
Pollutants from Restaurant Wastewater by
Electrocoagulation. Sep. Purif. Technol. 19
(2000) 6576.


[4]. Sutanto, D.S.T.S.Basuki dan D. Wijayanto.
Model alat pendeteksi ion logam dalam
air dengan metode elektrolisis. Laporan
0
5
10
15
20
0 0.5 1
K
a
d
a
r

m
i
n
y
a
k

d
a
n

l
e
m
a
k
.

m
g
/
L
Arus listrik, A
E M | 21
SNTE-2012 ISBN: 978-602-97832-0-9
Penelitian, J urusan Teknik Elektro, Politeknik
Negeri J akarta (2007

[5]. M. Bayramoglu, M. Eyvaz, M. Kobya, and
E.Senturk. Technical and Economic Analysiso
of Electrocoagulation for the Treatment of
Poultry Slaughterhouse Wastewater.
Separation and Purification
Technology,51,(2006) 404

[6]. A.F Ardhani dan D. Ismawati. Penanganan
Limbah Cair Rumah Pemotongan Hewan
dengan Metode Elektrokoagulasi. Makalah
Penelitian J urusan Teknik Kimia, Fakultas
Teknik,Universitas Diponegoro,
Semarang,2007










HU | 1
\
SNTE-2012 ISBN: 978-602-97832-0-9
STRATEGI PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN BELA NEGARA
DALAM PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
(STUDI KASUS DI PERGURUAN TINGGI)

Wartiyati
1
dan Minto Rahayu

2

1. J urusan Teknik Elektro, Politeknik Negeri J akarta, Kampus UI, Depok, 16425, Indonesia
2. J urusan Teknik Mesin, Politeknik Negeri J akarta, Kampus UI, Depok, 16425, Indonesia




Abstract

The 1945 Constitution of Indonesia states that "Every citizen has the right and duty to participate in the effort to defend
the country" (Article 27 paragraph 3 on the Citizens and Residents). Also stated that "Every citizen has the right and
duty to participate in the defense and state security" (Article 30 paragraph 1, on the Defense Security State). Article 27
focuses on participation in non-military threats, while Article 30 is more focused on participation in military threats.
One of the courses in Higher Education regarding with state defense is summarized in Citizenship Education. This
research aims to first, find out that state defense can be implemented through Citizenship Education; second, to
formulate appropriate learning strategies in organizing Citizenship Education; third, to formulate cognitive, affective,
and psychomotor domains in Citizenship Education. Based on data analysis and discussion, the defense state education
can be implemented through Citizenship Education in college. The learning strategy is implemented with active
participation, both classroom-based and school-based, even social-based. Learning of the cognitive, affective, and
psychomotor domains is in the form of raising awareness of state defense on students, achievement of the state defense
virtue on students, state defense activities in the national resilience pattern. Learning plans of state defense in
Citizenship Education course is structured as the lectures contract described at the initial meeting in class.

Keywords: citizenship, civics education, nation and state building, strength, opportunities, strategy, threats, weakness,



1. Pendahuluan

Setelah peristiwa Malari tahun 1970, mahasiswa
diklembalikan ke kampus, yang secara politis telah
dianggap kondusif; tetapi masih dipengaruhi
kebudayaan baru atas nama perdamaian, percintaan,
kemerdekaan, sebagai semboyannya; yang berbentuk
penyakit demoralisasi, narkoba, kebebasan sex, sadisme,
dan sebagainya. Pemerintah mengantidipasi dengan
melaksanakan penyelamatan rohaniah oleh Panglima
Daerah Militer (Pangdam) di setiap provinsi dalam
bentuk Pendidikan Kewarganegaraan (dulu Pendidikan
Kewiraan). Pendidikan ini bertujuan menyiapkan
pemuda (mahasiswa) untuk menerima pelimpahan
pimpinan.

Pendidikan Kewarganegaraan merupakan implementasi
pendidikan bela negara di perguruan tinggi (PT) dan
merupakan bagian dari pertahanan negara. Pertahanan
negara bertujuan menjaga dan melindungi kedaulatan
negara, keutuhan wilayah negara kesatuan Republik
Indonesia, serta keselamatan segenap bangsa dari segala
bentuk ancaman, pertahanan negara diselenggarakan
oleh pemerintah. Sistem pertahanan negara dalam
menghadapi ancaman militer menempatkan Tentara
Nasional Indonesia (TNI) sebagai komponen utama
dengan didukung oleh komponen cadangan dan
komponen pendukung. Dalam menghadapi ancaman
nonmiliter, menempatkan lembaga pemerintah di luar
bidang pertahanan sebagai unsur utama yang
disesuaikan dengan bentuk dan sifat ancaman dengan
dukungan unsur-unsur lain dari kekuatan bangsa.

Keikutsertaan rakyat dalam komponen pertahanan,
direalisasikan dalam bentuk bela negara antara lain
dinyatakan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar
1945 (UUD 1945) alinea kedua yang berbunyi Dan
perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah
sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat
sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu
gerbang kemerdekaan Negara Indonesia yang merdeka,
bersatu, berdaulat, adil, dan makmur. Kata perjuangan
pergerakan, adalah kata yang membuktikan adanya
HU | 2
ISBN: 978-602-97832-0-9 SNTE-2012
usaha membela negara melalui perjuangan pergerakan
dalam mencapai kemerdekaan Indonesia.

Selain itu juga dinyatakan dalam pasal 27 ayat 3 UUD
1945 bahwa Setiap warga negara berhak dan wajib ikut
serta dalam upaya pembelaan negara dan padal 30 ayat
1 bahwa Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut
serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.
Ketentuan lain ialah UU RI Nomor 39 tahun 1999
tentang HAM, pasal 68 yang menyatakan bahwa
Setiap warga negara wajib ikut serta dalam upaya
pembelaan negara sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan. UU RI Nomor 3 tahun 2002
tentang Pertahanan Negara, pasal 9 ayat 1 dan 2,
menyatakan bahwa Setiap warga negara berhak dan
wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara yang
diwujudkan dalam penyelenggaraan pertahanan negara.

Keikutsertaan warga negara dalam upaya bela negara
sebagaimana dimaksud ayat 1 diselenggarakan dalam
Pendidikan Kewarganegaraan, pelatihan dasar
kemiliteran secara wajib, pengabdian sebagai prajurit
TNI secara sukarela atau wajib, dan mengabdian sesuai
dengan profesi. UU RI nomor 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, pasal 27 ayat 1 dan 2 yang
berbunyi Kurikulum pendidikan dasar, menengah, dan
perguruan tinggi wajib memuat Pendidikan
Kewarganegaraan.

Penelitian ini berjudul Strategi Penyelenggaraan
Pendidikan Bela Negara dalam Pendidikan
Kewarganegaraan; dengan studi kasus di Perguruan
Tinggi. Strategi berasal dari bahasa Yunani strategia
yang artinya sebagai the art of the general atau seni
seorang panglima dalam berperang. Awalnya, istilah
strategi digunakan di kalangan militer, kebudayaan
Yunani Kuno antara lain melahirkan ahli strategi perang
yang pada waktu itu hanya jenderal (tentara) yang
mengetahui cara memenangkan peperangan. Berbicara
tentang strategi perang, dalam sejarah militer klasik
Tiongkok, misalnya, terdapat Sun Tzus Art of War
(C.C. Low, 1987) yang hidup sekitar 400 tahun SM atau
setelah lahirnya ahli filsafat Tiongkok terkenal
Confusius dan Lao Tze. Buku yang terdiri atas 13 bab
itu, yang telah berusia lebih dari 2400 tahun itu,
sekarang masih digunakan bukan saja di kalangan
militer tetapi juga di kalangan bisnis dan pendidikan
(Usman. 2002: 3-4). Manajemen strategi adalah
himpunan keputusan manajerial dan tindakan yang akan
menentukan kinerja menggunakan:
1. Analisis situasi eksternal maupun internal atau
SWOT terdiri atas strenght (kekuatan), weakness
(kelemahan), opportunities (peluang), dan threats
(ancaman).
2. Formulasi stratejik yaitu pengembangan rencana
jangka panjang guna mengefektifkan manajemen
internal dan manajemen eksternal. Formulasi
stratejik terdiri atas misi, sasaran, strategi, kebijakan.
3. Implementasi strategi yaitu melaksanakan strategi
dan kebijakan ke dalam tindakan melalui program,
budget, dan prosedur.
4. Evaluasi dan kontrol, monitoring hasil yang akan
dibandingkan dengan kinerja sebelumnya dan
sesudah misi dilaksanakan (Usman, 2002: 8-9)

Dalam abad modern, istilah strategi digunakan secara
lebih luas, dan digunakan dalam banyak disiplin ilmu;
misalnya ekonomi, olah raga, pendidikan; yang berarti
cara untuk mendapatkan kemenangan/pencapaian tujuan.
J adi strategi merupakan seni dan ilmu menggunakan
dan mengembangkan kekuatan (ideologi, politik,
ekonomi, sosial budaya, pertahanan keamanan) untuk
mencapai tujuan.

Setiap negara berkewajiban melindungi warga
negaranya, setiap warga negara berhak mendapatkan
perlindungan dari negara; sebaliknya warga negara
berkewajiban membela negaranya. Bela negara
mencakup seluruh aspek kehidupan kehidupan.
Perjalanan mewujudkan cita-cita nasional dan tujuan
nasional penuh tantangan, dari masa orde lama ke masa
orde baru dan kemudian masa reformasi yang masing-
masing membutuhkan kemampuan dan kesiapan warga
negara yang tidak sama.

Bela negara merupakan wujud cinta tanah air, yaitu
tekad, sikap, semangat, dan tindakan warga negara yang
teratur, menyeluruh, terpadu, dan berlanjut yang
dilandasi oleh kecintaan pada tanah air, kesadaran
berbangsa dan bernegara Indonesia serta keyakinan
akan Pancasila sebagai ideologi negara dan kerelaan
untuk berkorban guna meniadakan setiap ancaman baik
dari luar negeri maupun dari dalam negeri yang
membahayakan kemerdekaan dan kedaulatan negara,
kesatuan dan persatuan bangsa, keutuhan dan yuridiksi
nasional, serta nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945 (UU
nomor 20 tahun 1982).

Bela negara sangat diperlukan karena negara telah
memberikan kehidupan bagi warganya. Tanah air yang
berisi segala macam sumber bagi kesejahteraan
sehingga wajib dipertahankan dari berbagai ancaman
baik militer maupun nirmiliter. Selain itu, motivasi
keikutsertaan warga negara dalam bela negara juga
dilatarbelakangi oleh (Wan Usman. 2007):
1. Faktor sejarah yaitu keikutsertaan rakyat dalam
perjuangan bangsa Indonesia dalam merebut dan
mempertahankan kemerdekaan yang mendasarkan
diri pada pertahanan keamanan rakyat semesta.
2. Kedudukan geografis dan geostrategi; Indonesia
sebagai negara kepulauan yang mempunyai begitu
banyak kekayaan alam dan letaknya di posisi silang
yang sangat stratejis; menuntut setiap warga negara
bertanggung jawab mempertahankannya.
3. Kondisi demografi yang jumlahnya sudah hampir
mencapai 300 juta, menempati urutan ke empat
HU | 3
\
SNTE-2012 ISBN: 978-602-97832-0-9
terbanyak di dunia; namun masih banyak pulau yang
belum berpenghuni sehingga perlu adanya
pengawasan wilayah.
4. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
memberi kemudahan setiap negara yang unggul
mengintervensi negara yang lemah.

Hermana Somantrie dalam makalahnya berjudul
Paradigma Pendidikan Kewarganegaraan, yang
disampaikan pada Seminar RUU Pendidikan
Kewarganegaraan oleh Direktorat J enderal Potensi
Pertahanan Departemen Pertahanan 16 Mei 2007 di
J akarta, menjelaskan beberapa pandangan pakar tentang
Pendidikan Kewarganegaraan.

Menurut Henry Randall Waite (1886), merumuskan
Civics sebagai Ilmu Kewarganegaraan yang
membicarakan hubungan manusia dengan manusia
dalam perkumpulan-perkumpulan yang terorganisasi
(organisasi sosial, ekonomi, politik), dan individu-
individu dengan negara. Sedangkan Edmonson (1958),
mengemukakan bahwa civics adalah kajian yang
berkaitan dengan pemerintahan dan yang menyangkut
hak dan kewajiban warga negara. Civics merupakan
cabang ilmu politik. Stanley E. Dimond berpendapat
bahwa civics adalah citizenship yaitu berkaitan dengan
aktivitas sekolah yang mempunyai dua makna,
kewarganegaraan termasuk kedudukan yang berkaitan
dengan hukum yang sah dan yang berkaitan dengan
aktivitas politik dan pemilihan dengan suara terbanyak,
organisasi pemerintahan, badan pemerintahan, hukum
dan tanggung jawab.
Menurut Patrik, (1999 dalam Soemantrie, 2007:6)
pendidikan kewarganegaraan bagi masyarakat
demokratis ditandai dengan empat komponen utama,
yaitu 1) knowledge of citizenship and goverment in
democrazy, 2) cognetive skill of democratic citizenship,
3) participatory skill of democratic citizenship, dan 4)
virtues and disposition of democratic citizenship.

Pendidikan Kewarganegaraan akan efektif jika
disampaikan oleh pengajar dengan menggunakan
prinsip pembelajaran yang menurut Osborne, 1991
(dalam Somantrie, 2007:8) mencakup sembilan prinsip
umum, yaitu:
1. teacher have a clearly articulated vision of education,
2. the material being taught is wroth knowing and is
important.
3. material is organized ad a problem or issu to be
investigated,
4. careful, deliberate attention is given to the teaching
of thinking within the context of valuable knowledge,
5. teachers are able to connect the material with student
knowledge and experience,
6. students are required to be active in their own
learning,
7. students are encouraged to share and build on each
other ideas,
8. connection are established the classroom and the
outside word,
9. classroom are characterized by trust and openness so
that students find it easy to perticipate.

J adi pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
dikategorikan sebagaimana nampak pada gambar
berikut:


PASSIVE-COGNITIVE LEARNING
CLASS SCHOOL
ACTIVE-PARTICIPATION LEARNING
Expository
Document analysis
Case studies
Curiculummaterials
Interactive teaching
Critical thinking
School assembles
Visiting speakers
Multicultural days
Values clarification
Debats
Group problem-solving
Class partianment
Role play-simulations
Cooperative teaching

Field work
School elations
School activities
Whole-school project
School as rule model
Gambar 1: Faktor Pendidikan Kewarganegaraan
Penjelasan:
Kategori 1: pedagogik kognitif-pasif berbasis kelas
Kategori 2: pedagogik kognitif-pasif berbasis sekolah
Kategori 3: pedagogik partisipasi-aktif berbasis kelas
Kategori 4: pedagogik partisipasi-aktif berbasis sekolah
2. Metode Penelitian

Proses analisis data digambarkan sebagai berikut
(Usman, 2002: 4-8):


Sedangkan analisis situasi SWOT digunakan sebagai alat
untuk merumuskan strategi, dengan ketentuan sebagai
berikut (Usman, 2002:17):

3. Hasil dan Pembahasan

Bela negara, bela berarti melindungi, menjaga; jadi bela
negara adalah sikap dalam melindungi dan menjadi
eksistensi negara. Pengertian bela negara berdasarkan
UU nomor 20 tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan
Pokok Pertahanan Keamanan Negara; ialah:
Tekad, sikap, semangat, dan tindakan warga negara
yang teratur, menyeluruh, terpadu, dan berlanjut yang
dilandasi oleh kecintaan pada tanah air, kesadaran
berbangsa dan bernegara Indonesia, dan kerelaan untuk
berkorban guna meniadakan setiap ancaman baik dari
luar negeri maupun dalam negeri yang membahayakan
kemerdekaan dan kedaulatan negara, kesatuan dan
persatuan bangsa, keutuhan wilayah dan yuridiksi
nasional, serta nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945.
Setelah reformasi, definisi bela negara disederhanakan
menjadi: Sikap dan perilaku warga negara yang dijiwai
oleh kecintaannya kepada NKRI yang berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945 dalam menjamin
kelangsungan hidup bangsa dan negara.
Wujud pendidikan kesadaran bela negara dalam tatanan
ketahanan nasional diturunkan dari pengertian
ketahanan nasional yaitu: konsep kekuatan nasional
yang tersusun secara gradasi mulai dari ketahanan diri,
ketahanan wilayah, ketahanan nasional; yang
merupakan kemampuan dan ketangguhan bangsa dalam
mempertahankan eksistensinya dalam melangsungkan
hidupnya sesuai dengan cita-citanya sendiri (Soemarno,
1997:23). Ketahanan nasional didefinisikan sebagai
kondisi dinamik bangsa Indonesia yang meliputi
segenap aspek kehidupan nasional yang terintegrasi.
Ketahanan nasional berisi ketangguhan dan keuletan
yang mengandung kemampuan mengembangkan
kekuatan nasional dalam menghadapi segala ancaman,
gangguan, hambatan, dan tantangan baik yang datang
dari dalam negeri maupun dari luar negeri untuk
menjamin identitas, integritas, kelangsungan hidup
bangsa dan negara serta perjuangan dalam mencapai
tujuan nasional.
Pendidikan harus diselenggarakan dan diusahakan
secara terus-menerus sampai pada terjadinya perubahan
VISI Pendidikan Kewarganegaraan
MISI Pendidikan Kewarganegaraan
Analisis Situasi
SWOT
Lingkungan Stratejik
Strategi
Action
Evaluasi
Program
Proyek
Gambar 2: Alur analisis strategi
HU | 5
\
SNTE-2012 ISBN: 978-602-97832-0-9
pola pikir, pola sikap, dan pola tindak; sampai pada
akhirnya membentuk karakter yang menyatu pada
peserta didik sesuai dengan yang diinginkan oleh
pendidikan itu sendiri. Hal inilah yang sering membuat
jenuh peserta didik, untuk itulah, diperlukan strategi
yang tepat untuk memberikan kesan yang baik dan up to
date terhadap pembelajaran ini.
Apakah Pendidikan kewarganegaraan masih
diperlukan? Mari kita coba menjawabnya dengan
analisa SWOT (strength, weakness, opportunities,
threats). Berdasarkan penelitian Resepsi Apresiasi
Mahasiswa Universitas Indonesia terhadap Pendidikan
kewarganegaraan (Supriyatnoko. 1997) yang dianalisis
SWOT menghasilkan Matrik SWOT sebagai berikut:


Tabel 1: Matrik SWOT: Kekuatan
Faktor Internal
Bobot
%
Skala
Nilai
(1-4)
Bobot X
Nilai
1) Kepastian hukum yang sangat kuat.
2) Ikatan primordialisme sebagai satu bangsa (Indonesia)
sangat kuat.
3) Pembinaan terhadap dosen Pendidikan Kewarganegaraan
sangat intensif dan kontinyu.
4) Bahan belajar dalam bentuk buku ajar dan referensi sangat
banyak dan mudah diperoleh.
5) Mahasiswa mempunyai keyakinan akan Pancasila sebagai
pemersatu bangsa.
6) Mahasiswa memahami dan sadar pada hidup
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di Indonesia.
7) Mahasiswa menyadari pentingnya pembelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan sebagai national character
building.
0,15
0,05

0,10

0,10

0,10

0,10

0,05
4
4

3

3

3

3

3


0,60
0,20

0,30

0,30

0,30

0,30

0,15
Jumlah 2,15

Tabel 2: Matrik SWOT: Kelemahan
Faktor Internal
Bobot
%
Skala
Nilai
(1-4)
Bobot X
Nilai
1) Ikatan kebangsaan memudar demi kepentingan yang
bersifat material.
2) Antusiasme dosen untuk mengikuti program pembinaan
kurang.
3) Dosen senior tidak dapat menerima perubahan zaman, dan
gagap teknologi sehingga tidak mengembangkan materi
ajar dan kurang mampu menggunakan teknologi
pembelajaran modern
4) Mahasiswa mempunyai sikap pesimis terhadap kebijakan
pemerintah.
5) Mahasiswa mempunyai sikap pesimis terhadap
pelaksanaan HAM dan Demokrasi di Indonesia.
6) Reformasi diartikan sebagai kebebasan dalam
menyuarakan pendapat dalam unjuk rasa.
7) Mahasiswa kurang mempunyai nasionalisme justru hidup
dalam kapitalisme.
0,05
0,05

0,05

0,05

0,05

0,05

0,05
-2
-2

-2

-1

-2

-1

-1
-0,10
-0,10

-0,10

-0,05

-0,10

-0,05

-0,05
Jumlah 0,55

2,15-0,55=1,60





Tabel 3: Matrik SWOT: Peluang
HU | 6
ISBN: 978-602-97832-0-9 SNTE-2012
Faktor Eskternal
Bobot
(1-
100%)
Skala
Nilai
(1-4)
Bobot X
Nilai
1) Kemajuan teknologi dimanfaatkan untuk informasi positif.
2) Adanya gerakan kembali ke alam dan glokalisasi
3) Penyadaran peran mahasiswa dalam politik
4) Sadar akan bahaya kebebasan, narkoba, informasi dapat
merusak generasi muda.
5) Sadar akan bahaya adu domba yang melemahkan
pertahanan negara.
6) Ideologi: mengedepankan gotong royong, ekkeluargaan
sesuai dengan ajaran Pancasila.
0,10
0,10
0,10
0,10

0,05

0,15
3
3
3
3

3

3
0,30
0,30
0,30
0,30

0,15

0,45
Jumlah 0,80

Tabel 4: Matrik SWOT: Ancaman
Faktor Eskternal
Bobot
(1-
100%)
Skala
Nilai
(1-4)
Bobot X
Nilai
1) Kemajuan teknologi dimanfaatkan untuk informasi negatif.
2) Ideologi: mengedepankan individualistik yang
bertentangan dengan Pancasila.
3) Politik: rivalitas kepentingan partai politik, benturan antar
elit, ketidakpuasan terhadap pimpinan.
4) Ekonomi: rusaknya tatanan ekonomi akibat barang
selundupan terutama produk pertanian yang
menghancurkan sendi ekonomi Indonesia yang agraris,
provokasi buruh, intervensi bantuan.
5) Sosial budaya: pers bebas, narkoba, banjir informasi,
kemiskinan, pengangguran; yang hakekatnya
menghancurkan generasi muda.
6) Hankam: adu domba untuk melemahkan militer, embargo
alat militer, ancaman bom dan teroris.
0.10
0.10

0.05

0,05


0,05

0,05
-2
-2

-1

-1


-2

-2

-0,20
-0,20

-0,05

-0,05


-0,10

-0,10
Jumlah 0,70

1,80-0,70=1,10
Keterangan:
Skala nilai;
1. jelek
2. sedang
3. bagus
4. bagus sekali
Tanda negatif berarti ancaman

Berdasarkan analisis SWOT maka strategi yang harus
diterapkan dalam penyelenggaraan bela negara dalam
pendidikan kewarganegaraan dapat dilihat dalam
diagram pada Gambar 3.

Berdasarkan matrik SWOT, maka pertanyaan Apakah
Pendidikan kewarganegaraan dan pendidikan kesadaran
bela negara masih diperlukan jawabannnya masih,
karena berdasarkan analisa SWOT berada dalam
kuadran mendukung ekspansi, artinya pendidikan
kewarganegaraan dan pendidikan kesadaran bela negara
harus terus dilaksanakan karena masyarakat, khususnya
mahasiswa masih menyadari akan pentingnya
pendidikan ini.

Sesuai dengan hasil analisis SWOT, diperlukan strategi
penanaman kesadaran bela negara dalam Pendidikan
Kewarganegaraan di perguruan tinggi, baik secara
kognitif, afektif, dan psikomotorik, disampaikan dalam
Tabel 5.

Pertahanan nonmiliter dilakukan dalam bentuk
diplomasi, pelayanan publik, peningkatan daya saing
dalam bidang ekonomi, memperkuat ikatan sosial
budaya, menjaga ketersediaan pasokan energi,
pelabuhan yang aman, bandara yang aman dan efisien,
pelayanan kesehatan yang menjangkau seluruh lapisan
masyarakat, serta jaminan keamanan sosial. Terbukti,
bahwa pertahanan nonmiliter tidak dapat diselesaikan
HU | 7
\
SNTE-2012 ISBN: 978-602-97832-0-9
dengan senjata, tetapi harus ditangani secara sinerji dari
berbagai aspek kehidupan bangsa; hal ini sesuai dengan
sifat kesemestaan dalam sistem pertahanan negara.
Kesemestaan mempunyai dua fungsi yaitu:
1) pertahanan militer, dilaksanakan oleh TNI meliputi
fungsi operasi militer perang (war) dan operasi
militer selain perang (OTW),
2) pertahanan nirmiliter dengan membentuk komponen
cadangan komponen pendukung guna memperkuat
komponen utama. Pembangunan nirmiliter di bawah
Departeman Pertahanan berada dalam Direktorat
J enderal Potensi Pertahanan, merupakan
psychological defence yang selalu bekerja sama
dengan instansi lain.

Pembinaan kesadaran bela negara dibagi dalam dua
kelompok, yaitu :
1) Komponen rakyat dalam masa perjuangan, yaitu:
Pertama, komponen rakyat bersenjata terorganisasi,
seperti pasukan gerilya desa (pager desa),
organisasi keamanan desa (OKD), organisasi
perlawanan rakyat (OPR), tentara pelajar, Menwa,
dan sebagainya. Kedua, komponen rakyat tidak
bersenjata, seperti Badan Penolong Keluarga
Korban Perang (BPKKP), Palang Merah Indonesia
(PMI), jawatan militer dan perusahaan pemerintah
yang bergerak di bidang kehutanan, perkebunan,
industri, jasa dan tranportasi; saat damai, komponen
ini bergabung dalam Linmas, yang berfungsi dalam
penanganan bencana perang/alam/lainnya guna
memperkecil akibat malapetaka yang menimbulkan
kerugian jiwa dan harta benda.
2) Unsur TNI, merupakan kelanjutan perlawanan
rakyat dan keinginan rakyat untuk memiliki
angkatan bersenjata yang tumbuh dari rakyat.

Pembahasan terhadap tujuan penelitian yang pertama
yaitu mengetahui apakah pendidikan bela negara dapat
dilaksanakan melalui Pendidikan Kewarganegaraan di
perguruan tinggi, dapat dijawab berdasarkan beberapa
bukti, yaitu:
1. Matrik SWOT, terhadap pertanyaan Apakah
Pendidikan kewarganegaraan dan pendidikan
kesadaran bela negara masih diperlukan dengan
hasil masih, karena berada dalam kuadran
mendukung ekspansi.
2. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rachmad
(2007) yang menyimpulkan bahwa paham
kebangsaan para mahasiswa masih cukup tinggi.
3. Pengakuan dengan mahasiswa yang telah
mendapatkan matakuliah Pendidikan
Kewarganegaraan, yang mengatakan bahwa
matakuliah Pendidikan Kewarganegaraan
diperlukan bahkan wajib ada.

Berangkat dari hal di atas, maka pendidikan bela negara
dapat dilaksanakan melalui Pendidikan
Kewarganegaraan di perguruan tinggi. Tujuan penelitian
kedua, yaitu merumuskan strategi pembelajaran yang
tepat dalam menyelenggarakan Pendidikan
Kewarganegaraan, melalui penelitian dapat dijawab
bahwa strategi pembelajaran dilaksanakan dengan
strategi partisipasi aktif, baik berbasis kelas maupun
berbasis sekolah, bahkan berbasis sosial. Tujuan
penelitian ketiga, yaitu merumuskan unsur kognitif,
afektif, dan psikomotorik dalam Pendidikan
Kewarganegaraan, terjawab bahwa pelaksanaan
pembelajaran dalam unsur kognetif, afektif, dan
psikomotorik dilaksanakan dalam bentuk penanaman
kesadaran bela negara pada mahasiswa, pencapaian
keutamaan bela negara pada mahasiswa, kegiatan bela
negara dalam tatanan ketahanan nasional. Strategi
pembelajaran bela negara dalam Pendidikan
Kewarganegaraan disusun sebagai kontrak perkuliahan
yang dijelaskan di awal pertemuan di kelas. Salah satu
contoh kontrak perkuliahan yang telah penulis
laksanakan ditunjukan oleh Tabel 6.

4. Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan
1) Pendidikan bela negara dapat dilaksanakan melalui
Pendidikan Kewarganegaraan.
2) Strategi pembelajaran yang tepat dalam
menyelenggarakan Pendidikan Kewarganegaraan
ialah partisipasi aktif, baik berbasis kelas maupun
berbasis sekolah, bahkan berbasis sosial.
3) Rumusan pembelajaran di bidang unsur kognitif,
afektif, dan psikomotorik dalam Pendidikan
Kewarganegaraan dirangkum dalam penanaman
kesadaran bela negara pada mahasiswa, pencapaian
keutamaan bela negara pada mahasiswa, kegiatan
bela negara dalam tatanan ketahanan nasional.






Weakness -
(kelemahan)
internal
Threats -
(ancaman)
eksternal
Strength +
(kekuatan)
internal
Opportunities
+ (peluang)
eksternal
1,10
1,6

Strategi mendukung
E ekspansi
Gambar 3: Aplikasi matrik pada kuadran SWOT
Tabel 6: Rancangan Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di PT
No Kegiatan Waktu Keterangan
1 Pembekalan/p
enjelasan
materi (dosen)
8 X
(8 bab)
Berdasarkan SK 43/2006 Dirjen Dikti
1. Filsafat Pancasila
2. Identitas Nasional
3. Politik dan Strategi
4. Demokrasi Indonesia
5. Hak Azazi Manusia dan Rule Of Law
6. Hak dan Kewajiban Warga Negara
7. Geopolitik Indonesia (Wawasan Nusantara)
8. Geostrategi Indonesia (Ketahanan Nasional

2 Diskusi dan
presentasi
(mahasiswa)
4 X
2( UTS)
2 (UAS)
Mahasiswa dibagi 4 kelompok (4 pertemuan)
Tugasnya:
1. Mahasiswa membuat makalah 3 5 halaman, bahan presentasi
(pointer/PP, film, foto yang mendukung tema/judul)
2. Tema ditentukan mahasiswa, tetapi dikonsultasikan kepada
dosen.
3. Hasil/simpulan diskusi ditulis dalam satu halaman, dikumpulkan.
Kriteria nilai:
1. Makalah : C
2. Makalah + PP : B
3. Makalah + PP + gambar/film : A
Sistematika makalah
1. Pendahuluan ( halaman)
- Latar belakang masalah (alasan menulis tema/judul)
- Permasalahan (yang akan dibahas dan pendapat singkat
untuk mengatasi permasalah)
2. Landasan Teori (pointers: -1 halaman)
3. Pembahasan (1-2 halaman)
- Kondisi saat ini/awal (negatif)
- Kondisi yang diharapkan (positif)
- Pemecahan masalah/analisis (sebaiknya menurut penulis)
- Upaya (kesimpulan sementara)
4. Kesimpulan dan Saran (Pointers halaman)
(J ika upaya dilaksanakan maka kondisi yang diharapkan dapat
diwujudkan).

3 UTS dan UAS UTS
4 bab
pertama
UAS
4 bab
terakhir

Bersifat buka buku/tutup buku
Kriteria nilai:
1. jawaban kontektual/teks : C
2. jawaban dengan analisis+contoh : B
3. jawaban sampai evaluasi dan
pemecahan masalah : A
Kriteria analisis:
1. Mengungkapkan fakta (teks)
2. Alasan/mengapa fakta itu terjadi/perlu ada
3. Apa dampak positif dan negatif dari fakta
4. Solusi, agar fakta menjadi seperti yang diharapkan

Keterangan:
1. J umlah pertemuan yang direncanakan 12 minggu.
2. Ketersediaan waktu/minggu per semester lebih dari
12 minggu.
3. Pertemuan dapat ditambah dengan studi kasus yang
dipimpin oleh dosen, serta tugas lain, misalnya ujian
harian.

Saran
1. Dosen Pendidikan Kewarganegaraan sebaiknya
mempunyai buku/bahan belajar.
2. Dosen Pendidikan Kewarganegaraan sebaiknya
mengenal teknologi pembelajaran, khususnya
teknologi informasi.
3. Dosen Pendidikan Kewarganegaraan memiliki
keterbukaan nilai kepada mahasiswa.
4. Dosen Pendidikan Kewarganegaraan memperbanyak
studi kasus sehingga pengajaran tidak monoton dan
membosankan.


DAFTAR PUSTAKA
1. Chaidir Basrie. 1998. Bela Negara, Implementasi
dan Pengembangannya. J akarta: Universitas
Indonesia Pers
2. C.C. Low. 1987. Sun Tzu: Seni Berperang. J akarta:
PT Elek Media Komputindo
3. Ermaya, Suradinata. 2001. Geopolitik dan
Geostrateji dalam Mewujudkan Integritas Negara
Kesatuan Indonesia. J akarta: Lemhannas
4. Hermana Somantrie. 2007. Paradigma Pendidikan
Kewarganegaraan. Makalah disampaikan pada RUU
Pendidikan Kewarganegaraan oleh Direktorat
HU | 9
\
SNTE-2012 ISBN: 978-602-97832-0-9
J enderal Potensi Pertahanan Departemen Pertahanan
16 Mei 2007 di J akarta
5. Gunawan Sumodiningrat dan Ary Ginanjar Agustian.
2008. Mencintai Bangsa dan Negara. J akarta: PT
Arga Publishing
6. Minto Rahayu. 2006. Persepsi Mahasiswa terhadap
Nasionalisme Pasca Reformasi, Studi di Teknik
Elektro, Politeknik Negeri J akarta. J akarta: UP2M
Politeknik Negeri J akarta
7. . . . . . .2009 Pendidikan Kewarganegaraan,
Perjuangan Menghidupi J atidiri Bangsa. J akarta:
Gramedia Widiasarana Indonesia
8. Rachmad P. Prasetyo, 2007. Persepsi Mahasiswa
terhadap Peran dan Fungsi Resimen Mahasiswa
sebagai Komponen Pertahanan Negara (Tesis),
J akarta: Pengkajian Ketahanan Nasional, Universitas
Indonesia
9. Supriyatnoko, 1997. Resepsi Apresiasi Mahasiswa
Universitas Indonesia terhadap Pendidikan Kewiraan.
J akarta: Universitas Indonesia
10. Wan Usman. 2002. Modul Manajemen Stratejik.
Program Studi Kajian Stratejik Ketahanan Nasional
Universitas Indonesia.
11. . . . . . . 2003. Daya Tahan Bangsa. Program Studi
Kajian Stratejik Ketahanan Nasional Universitas
Indonesia.
12. . . . . . . 2006. Pembangunan Sumber Daya Manusia
untuk Kepentingan Pertahanan. dalam J akastra
(J urnal Aplikasi Kajian Stratejik). Kajian Stratejik
Ketahanan Nasional. Universitas Indonesia.
13. . . . . . . .2007. Pendidikan dan latihan Bagi Kader
Bela Negara Ditinjaua dari Ketahanan Nasional.
makalah pada Seminar Forum Komunikasi
Pendidikan Badan Pendidikan dan Pelatihan
Departemen Pertahanan. J akarta.
14. Winataputra, U.S. 1999. Civics Education
Classroom as A Laboratory for Democracy.
Bandung: CICES

You might also like