You are on page 1of 190

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH

MATEMATIKA MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL


DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA
(Penelitian Tindakan Kelas Terhadap Siswa Kelas VIII
SMP Negeri 1 Cicalengka Kabupaten Bandung )

Skripsi

“Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat


memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Matematika”

oleh:
Ida Rufaida
08513058

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA


SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
GARUT
2009
Persembahan

Kepada semua insan yang berkhidmah menyiapkan generasi


yang teguh berakidah, patuh bersyariah dan berakhlakul karimah serta berbakti
kepada orang tua, menghargai ilmu dan menghormati guru
Moto

All the children are our future

Teach them well

And let them lead the way

(Semua anak adalah masa depan kita

Didiklah mereka dengan baik

Biarkan mereka memimpin)

Whitney Houston(1991):

The greatest Love of all

I love how you reach Without to touch

I love how you teach without to rush

(Aku suka caramu anda meraih tanpa menyentuh

Aku suka cara anda mendidik tanpa menghardik)

Odia coates (1982):

The Woman Song


PERNYATAN

Dengan ini, saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul

“MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH

MATEMATIKA MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL DALAM

PEMBELAJARAN MATEMATIKA”

(Penelitian Tindakan Kelas di Kelas VIII SMP Negeri 1 Cicalengka)

Ini benar-benar karya saya sendiri. Pengutipan dari sumber-sumber lain,

telah saya lakukan berdasarkan kaidah-kaidah pengutipan yang sesuai dengan

etika keilmuan yang berlaku sehingga isi skripsi serta semua kelengkapannya ini

merupakan karya asli. Apabila kemudian ditemukan hal-hal yang tidak sesuai

dengan isi pernyataan saya ini, saya bersedia menerima resiko atau sanksi apa

pun.

Garut,1 Aguntus 2009


Yang membuat pernyataan

IDA RUFAIDA
Lembar Pengesahan Skripsi

oleh:

IDA RUFAIDA
NIM: 08513058

Disetujui dan disahkan oleh:

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Deddy Sofyan, M.Pd. Drs. Sukanto Sukandar M.


NIP: 132057541 NIP: 131 793 696

Diketahui oleh:

Ketua STKIP Garut Ketua Jurusan Matematika

Drs. H. Imid Hamid, M.Pd. Drs. Moersetyo Rahadi, M.Pd.


NIP: 130 143 743 NIP: 131 793 701
ABSTRAK

Kemampuan matematika adalah kemampuan bagi kehidupan sehari-hari,


oleh sebab itu seyogyanya setiap manusia memiliki kemampuan matematika.
Stigma bahwa matematika pelajaran yang sulit menyebabkan hasrat belajar
rendah, akibatnya kemampuan matematika siswa tidak seperti yang diharapkan.
Rendahnya hasrat belajar metematika menyebabkan siswa menghindar dari proses
penyelesaian masalah matematika, akibatnya kemampuan menyelesaikan masalah
matematika tidak terlatih dengan baik. Untuk meningkatkan kemampuan
matematika perlu motivasi belajar yang kuat dan untuk memotivasi siswa perlu
diterapkan pendekatan yang menimbulkan kesan bahwa matematika tidak sesulit
yang diduga. Lingkungan keseharian adalah sumber belajar yang kaya dan murah.
Menghadirkan matematika dalam format keseharian yang dekat dengan kehidupan
siswa ternyata menyadarkan siswa bahwa matematika memang rumit, tetapi tetap
dapat diselesaikan dengan baik. Pembelajaran kontekstual merupakan proses
pembelajaran yang mengajak siswa aktif mengamati keseharian dan kaitannya
dengan matematika. Keterlibatan siswa dalam menemukan dan menyelesaikan
masalah telah meningkatkan motivasi belajar. Kelas merupakan laboratorium
pembelajaran yang sebenarnya, maka penelitian mengenai pembelajaran yang
paling otentik adalah penelitian yang dilakukan di kelas. Salah satu penelitian
tersebut adalah Penelitian Tindakan Kelas. Hasil penelitian tindakan kelas di kelas
VIII SMP Negeri I Cicalengka, menunjukkan adanya peningkatan kemampuan
siswa dalam pemecahan masalah matematika. Peningkatan tersebut antara lain
adanya perbedaan antara nilai awal dengan nilai akhir. Pada tes awal nilai
minimum 10, nilai tertinggi 80 dan nilai rata-rata 46,67. Setelah perlakuan dengan
menerapkan pembelajaran kontekstual, terjadi peningkatan. Pada tes akhir, nilai
minimum 35, nilai tertinggi 100 dan nilai rata-rata 80,46.
Kata Pengantar

Segala puji adalah milik Ilahi yang Maha Tinggi. Syukur berbinar terujar

bagi yang Akbar, seraya memijar shabar menjalani alur yang tidak sepanjangnya

datar.

Terima kasih tiada tara dan apresiasi dari lubuk hati dihaturkan dengan

tawadlu kepada segenap insan yang berkenan mendorong, mendukung dan

membantu penulis menyelesaikan skripsi ini. Semoga Allah mencatatkan segala

kebaikan tersebut sebagai jariyah dengan pahala menggelagah tiada henti.

Ada banyak alasan mengapa sebuah karya ditulis: Karena subyeknya

sedang menjadi topik yang hangat; Karena materinya enak untuk dijadikan bahan

polemik; Karena topiknya menarik untuk diselidik dan alasan-alasan lainnya.

Alasan penulis memilih tema dan mengangkat problema sebagaimana disebut

pada sampul, karena masalahnya adalah bagian tidak terpisahkan dari diri dan

keseharian penulis.

Siapapun tentu berkehendak melahirkan karya yang sempurna. Tetapi ada

pepatah bahwa bila menunggu kesempurnaan, sebuah buku tidak akan pernah

terbit, karena setiap selesai menulis satu paragrap informasi ada ribuan paragrap

baru yang harus ditulis untuk menyajikan informasi mutakhir. Maka tanpa

menunggu sempurna skripsi ini disajikan apa adanya. Lebih dari itu, skripsi yang

baik adalah skripsi yang selesai, maka dengan disajikannya skripsi maka skripsi

dapat dinyatakan selesai.

Selesainya skripsi sudah tentu berkat dukungan berbagai pihak, untuk itu

sekali lagi disampaikan terimakasih dan penghargaan kepada siapa saja yang

berkenan membantu, diantaranya sosok-sosok tersebut di bawah ini.


Siswa-siswi tercinta yang telah bersedia berperanserta menggiati

pembelajaran baik dalam putaran-putaran penelitian kelas maupun dalam

wawancara serta observasi. Terima kasih tidak sekadar atas perannya dalam

proses penyusunan skripsi, tetapi secara nyata telah menunjukkan sekaligus

menyadarkan mengenai pentingnya perubahan pandangan mengenai eksistensi

peserta didik sebagai subyek pembelajaran yang sangat menentukan berhasil

tidaknya proses pembelajaran.

Guru, Kepala dan staf pimpinan SMP Negeri 1 Cicalengka yang dengan

penuh kesetiakawanan, di tengah kesibukannya menjalankan tugas,

menyempatkan diri memberi dorongan dan sumbang saran serta membagi

pengalaman baiknya dalam mendukung proses penelitian tindakan kelas sampai

penyusunan laporan menjadi skripsi,

Pimpinan STKIP Garut, khususnya, Ketua jurusan Matematika beserta staf

yang memberikan kemudahan-kemudahan dan arahan baik dalam konteks

akademik maupun administratif.

Dosen Pembimbing yang dengan sabar dan telaten memberikan arahan

dalam merapihkan pola pikir dan penulisan buah pikir menjadi skripsi. Serta

dosen STKIP yang memperluas wawasan akademik sebagai bekal menjalani

program belajar maupun membangun suasana belajar.

Sekali lagi atas segala kabajikan dan kebijakan yang telah terpancar,

mendapat balasan dari Allah dan menjadi barokah bagi kita semua. Penulis juga

memohon maaf apabila ada hal-hal yang tidak semestinya dikemukakan ternyata

termuat dalam skripsi ini.

Terakhir, penulis bermunajat, semoga semua yang telah berjariah ilmu

baik disampaikan langsung kepada penulis atau penulis kutip pendapatnya dari
buku dan buah tulisan lainnya, diberikan ganjaran yang pantas. Semoga kebaikan

yang telah mereka lakukan dapat penulis teladani.

Garut, 1 Agustus 2009

Penulis
DAPTAR ISI

ABSTRAK vii
KATA PENANGTAR viii
DAFTAR ISI xi
DAFTAR TABEL xiii
DAFTAR GAMBAR xv
DAFTAR LAMPIRAN xv
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Pembatasan Masalah 6
C. Rumusan Masalah 7
D. Tujuan penelitian 7
E. Manfaat Penelitian 7
F. Asumsi 8
G. Hipotesis 8
BAB II KAJIAN PUSTAKA 10
A. Pembelajaran Berbasis Kecerdasan 10
B. Matematika Sebagai Pelajaran Kehidupan Sehari-hari 14
C. Kesulitan Siswa dalam Pemecahan Masalah Matematika 15
D. Pergeseran Konsep Pembelajaran 20
E. Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and 27
Learning)
BAB III METODE PENELITIAN 37
A. Penelitian Tindakan Kelas 37
B. Variabel Penelitian 47
C. Definisi Operasional
D. Tehnik Pengumpulan Data 51
BAB IV LAPORAN HASIL TINDAKAN KELAS 52
A. Gambaran Penelitian 52
B. Penjelasan Siklus Pertama 54
C. Penjelasan Siklus Kedua 68
D. Penjelasan Siklus Ketiga 86
E. Post Test 97
F. Pembahasan dan Pengambilan Keputusan 106
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 117
DAFTAR PUSTAKA 120
LAMPIRAN-LAMPIRAN 123
DAFTAR TABEL

No Judul Tabel Hal.


1.1 Standar Kelulusan SMP Tahun Pelajaran 2008/2009 2
2.1 Perbedaan Pembelajaran kontekstual dengan Konvensional 28
4.1 Deskripsi Kelompok 57
4.2 Nilai Kumulatif Tes Prasyarat 60
4.3 Siswa yang benar menurut butir soal 61
4.4 Siswa yang benar dalam prosedur dan perhitungan 62
4.5 Siswa yang benar prosedurnya tetapi salah dalam operasi 63

perhitungan
4.6 Siswa yang benar dalam operasi perhitungan tetapi salah dalam 63

menetapkan ukuran
4.7 Siswa yang benar dalam mengukur dan menghitung 77
4.8 Hasil pengukuran dan penghitungan kelompok 78
4.9 Kebutuhan porselin untuk bak air 80
4.10 Nilai Tes Siklus Ketiga per butir soal 93
4.11 Perbandingan Nilai soal nomor 1 dan nomor 2 94
4.12 Daftar hasil kwadrat 96
4.13 Perolehan nilai kumulatif Post Test 99
4.14 Perolehan nilai post test per butir soal 100
4.15 Perolehan nilai penerapan per butir soal 103
4.16 Rekapitulasi nilai penerapan per butir soal 106
4.17 Tingkat kenaikan nilai Tes prasyarat-Post test 107
4.18 Sikap siswa terhadap pembelajaran 110
4.19 Pandangan siswa mengenai pembelajaran 111
L.1 Validitas Instrumen, Data hasil uji coba 123
L.2 Validitas butir soal 124
L.3 Reliabilitas Instrumen 126
L.4 Indeks Kesukaran 128
L.5 Daya Pembeda 129
DAFTAR GAMBAR

No Nama Gambar Hal.


1 Siklus Penelitian Tindakan Kelas 45
2 Kuis Matematik, Denah Tanah 69
3 Kuis Matematik Segitiga bertumpuk 87
4 Segitiga samasisi 88
5 Kuis Matematik, 4 segitiga samasisi 89
6 Limas 93
7 Prisma 93
8 Persegi & Persegi Panjang 136
9 Segitiga Siku-siku, Samasisi dan Samakaki 136
10 Balok dan Kubus 148
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A: Uji Validitas Instrumen 123


1 Data hasil uji coba 124
2 Validitas butir soal 125
3 Reliabilitas instrumen 127
4 Indeks Kesukaran 129
5 Daya Pembeda 130
6 Analisis validitas 131
Lampiran B: Instrumen Penelitian 134
1 Tes prasarat 135
a Soal tes prasarat 135
b Pedoman penilaian 136
c Lembar jawab prasarat 137
d Kunci jawaban 138
2 Tugas Kelompok 141
a Lembar tes keelompok 141
b Lembar jawab/pelaporan tes kelompok 149
3 Post Test 150
a Soal post test 150
b Lembar jawab post test 153
c Pedoman penilaian 154
d Kunci jawaban post test 155
4 Kuisioner 1 158
5 Kuisioner 2 160
6 Lembar pengamatan dinamika kelompok 162
Lampiran C: Distribusi Hasil Tes 163
1 Nilai Tes Prasarat 164
a Nilai kumulatif 164
b Nilai Gambar nomor 1 dan 2 165
c Nilai Gambar nomor 3 166
d Nilai Gambar nomor 4 167
e Nilai Gambar nomor 5 168
2 Nilai Tes Siklus 3 169
a Nilai kumulatif 169
b Nilai soal nomor 1 170
c Nilai soal nomor 2 171
3 Nilai Post Test 172
a Nilai Kumulatif 172
b Nilai soal nomor 1 173
c Nilai soal nomor 2 174
d Nilai soal nomor 3 175
e Nilai soal nomor 4 176
LAMPIRAN D: RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN 177
1 Silabus 178
2 RPP Balok dan Kubus 179
3 RPP Limas dan Pisma 182
4 Materi Pelajaran 185
LAMPIRAN E: SURAT-SURAT PENELITIAN 197
1 Surat Keputusan Pengangkatan Dosen Pembimbing 198
2 Surat Permohonan Izin Penelitian 199
3 Surat Keterangan Telah melaksanakan Penelitian 200
4 Keterangan Supervisi Kepala SMP N 1 Cicalengka 201
5 Kartu Bimbingan 202
DAFTAR RIWAYAT HIDUP 203
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembelajaran di SMP adalah upaya untuk mengembangkan potensi,

kecakapan dan kepribadian siswa. Perkembangan aspek-aspek pada siswa tersebut

tidak diberikan oleh guru, tetapi siswa sendiri yang berusaha mengembangkan

dirinya. Fungsi guru hanyalah menciptakaan situasi, memberikan dorongan,

arahan, bimbingan dan kemudahan agar siswa dapat belajar dan mengembangkan

dirinya. Dalam proses pembelajaran, interaksi siswa dipengaruhi berbagai faktor,

antara lain: Karakteristik dan perkembangan siswa; Intelektual dalam belajar;

Transfer dalam belajar dan Penyesuaian pembelajaran dengan perbedaan

intelektual.

Sejak awal millennium III telah terjadi upaya-upaya peningkatan kualitas,

baik pada tataran konsep dan strategi pendidikan; kompetensi Pendidik dan

Tenaga Kependidikan; Manajemen; Sarana & Prasarana; Buku dan teknologi

pembelajaran; Anggaran pendidikan dan kebijakan lain yang mendukung.

Sekolah Gratis yang dikampanyekan, antara lain oleh Utomo Danandjaya, pada

tahun 2008 telah terealisasi sampai tingkat SMP.

Peningkatan mutu tersebut diikuti dengan terus meningkatnya standar

kelulusan sekolah sejak SD hingga SMA/SMK. Peraturan Menteri Pendidikan

Nasional Nomor 78 Tahun 2008, menetapkan Standar Kompetensi Lulusan dan

Kemampuan yang di uji sebagai mana dipresentasikan pada tabel di bawah.

Tabel 1.1
Kisi-kisi Soal Ujian Nasional SMP & Madrasah Tsanawiyah

Standar Kompetensi
No Kemampuan yang diuji
Lulusan

Menghitung hasil operasi tambah, kurang, kali


dan bagi pada bilangan bulat.
Menggunakan

konsep operasi Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan


hitung dan sifat- bilangan pecahan.

sifat bilangan, Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan


perbandingan, skala dan perbandingan.

1. aritmetika Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan


sosial,barisan jual beli.

bilangan, serta Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan


penggunaannya perbankan dan koperasi.

dalam pemecahan Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan


masalah . barisan bilangan.

Mengalikan bentuk aljabar.

Memahami operasi Menghitung operasi tambah, kurang, kali, bagi


bentuk aljabar, atau kuadrat bentuk aljabar.

konsep persamaan Menyederhanakan bentuk aljabar dengan


dan pertidaksamaan memfaktorkan.

linier, persamaan Menentukan penyelesaian persamaan linier satu


garis, himpunan, variabel.

2 relasi, fungsi, sistem Menentukan irisan atau gabungan dua himpunan


persamaan linier dan menyelesaikan masalah yang berkaitan
serta menggunakan- dengan irisan atau gabungan dua himpunan.

nya dalam Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan


pemecahan masalah. relasi dan fungsi.

Menentukan gradien, persamaan garis dan


grfiknya.
Menentukan penyelesaian sistem persamaan linier
dua variabel.

Menyelesaikan soal dengan menggunakan


teorema Pythagoras.

Menghitung luas bangun datar.

Menghitung keliling bangun datar dan


penggunaan konsep keliling dalam kehidupan
Memahami bangun
sehari-hari.
datar, bangun ruang,

garis sejajar, sudut, Menghitung besar sudut pada bidang datar.

3 serta menggunakan- Menghitung besar sudut yang terbentuk jika dua


nya dalam peme- garis berpotongan atau garis sejajar berpotongan
cahan masalah. dengan garis lain.

Menghitung besar sudut pusat dan sudut keliling


pada lingkaran.

Menyelesaikan masalah dengan menggunakan


konsep kesebangunan.

Menyelesaikan masalah dengan menggunakan


konsep kongruen.

Menentukan unsur-unsur bangun ruang sisi datar.

Menentukan jaring-jaring bangun ruang.

Menghitung volume bangun ruang sisi datar dan


sisi lengkung.

Menghitung luas permukaan bangun ruang sisi


datar dan sisi lengkung.

Memahami konsep Menentukan ukuran pemusatan dan menggunakan


dalam statistika, serta dalam menyelesaikan masalah sehari-hari.
menerapkannya
4

dalam pemecahan Menyajikan dan menafsirkan data.


masalah.

Merujuk kepada kisi-kisi di atas, Standar Kompetensi Lulusan dalam mata

pelajaran matematika semuanya berorientasi kepada pemecahan masalah. Oleh

sebab itu guru seyogianya menciptakan suasana pembelajaran yang dinamis dan

ceria sehingga siswa bersemangat melakukan penyelesaiaan soal-soal metematika

sebagai upaya meningkatkan kemampuan memecahkan masalah. Selain itu guru

juga harus berupaya menghubungkan matematika dengan masalah-masalah

kehidupan nyata. Hal ini penting mengingat matematika merupakan mata

pelajaran yang akan dipergunakan dalam seluruh aspek kehidupan.

Memiliki kemampuan memecahkan soal matematika akan menjadi bekal

bagi siswa untuk melakukan pemecahan maslah dalam menjalani kehidupan saat

ini dan nanti. Masalah adalah kesenjangan antara kenyataan dengan keseharusan

atau harapan. Pemecahan Masalah adalah upaya untuk menemukan alternatif bagi

penyelesaiannya.

Bangun datar adalah bagian paling dasar dalam geometri yang lahir dan

berkembang di Mesir dan Babilonia. Geometri merupakan sebuah temuan yang

didorong oleh ambisi para pemimpin pemerintahan pada masa itu untuk dapat

mendirikan bangunan yang besar dan kokoh serta untuk mengusai tanah bagi

kepentingan pendapatan pajak.

Berbagai fakta tentang Geometri Bangun datar termuat dalam Ahmes

Papirus yang ditulis pada tahun 1650 SM yang ditemukan pada abad ke Sembilan.

Dalam Papyrus terdapat formula tentang perhitungan luas persegi panjang,

segitiga siku-siku, trapezium dengan kaki tegak lurus dan luas lingkaran. Pakar

yang memberikan kontribusi antara lain: Thales (640-546 SM), matematikawan


yang selalu ingin melakukan pembuktian atas teori-teori geometri; Pythagoras

(528-507 SM), yang menemukan teori panjang garis miring suatu segitiga siku-

siku sebagai akar dari penjumlahan kuadrat kedua sisi yang lain. Teori-teori

tersebut kemudian dikembangkan oleh Euclid dalam buku Element.

Bangun datar merupakan teori dasar bagi penyelesaian persoalan-persoalan

bangun ruang sebagai kelanjutan atau perkembangan berikutnya. Bangun ruang

merupakan kombinasi dari bangun datar, anatara lain: pasangan-pasangan empat

persegi panjang menjadi balok dan kotak; persegi menjadi kubus; segitiga menjadi

limas; segitiga dan persegi pajang atau persegi menjadi prisma dan sebagainya.

Namun demikian, walaupun siswa telah mengusai masalah bangun datar, ketika

harus menyelesaikan masalah bangun ruang sebaagian bersar siswa menghadapi

kesulitan. Hal ini bukan saja dipengaruhi oleh stigma bahwa matematika pelajaran

yang sangat sulit juga masih kurangnya kesadaran siswa mengenai pentingnya

matematika bagi kehidupan sehari-hari.

Pembelajaran konsteksual (Teaching Learning consteksual) menurut

Sukmadinata, (2004:196) merupakan suatu sistim atau pendekatan pembelajaran

yang bersifat holistic (menyeluruh). Menurut Johnson (2002:210): pembelajaran

konsteksual sekurang-kurangnya memiliki tiga prinsip, yaitu: interpendence

(kesaling-tergantungan); diferensiasi dan self organization (pengorganisasian

diri). Adapun komponen-komponen pembelajaran konsteksual adalah: hubungan

bermakna, mengerjakan pekerjaan penting, belajar mengatur diri sendiri,

bekerjasama, berpikir kritis, bimbingan individual, pencapaian standar tinggi dan

menggunakan penilaian otentik.

Penulis sangat tertarik untuk mengimplementasikan pendekatan

kontekstual dalam pembelajaran matematika karena CTL memberikan


kesempatan yang sangat luas kepada pembelajar untuk bekerjasama, berfikir kritis

dan mengkaitkan materi ajar dengan latar belakang individual, sosial dan kultural

sehingga pembelajaran lebih bermakna (meaningful).

Dengan latar belakang di atas maka diajukan penelitian tindakan kelas

dengan judul: “Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika

Melalui Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaran Matematika “

B. Pembatasan Masalah

Pendidikan adalah upaya mewariskan dan mengembangkan nilai, oleh

sebab itu memiliki komponen dan faktor yang kompleks. Untuk menegaskan arah

dan keluaran hasil yang ingin dicapai, maka penelitian dibatasi pada hal-hal

berikut:

1. Dalam upaya mencapai prestasi terbaik akan selalu ada hambatan yang

dihadapi, termasuk dalam hal prestasi belajar. Dengan demikian siswa

harus melakukan upaya yang dapat mengatasi hambatan belajar,

khususnya matematika, sehingga siswa dapat meraih prestasi terbaik.

2. Guru sebagai fasilitor memberikan dukungan dengan cara antara lain:

membangun suasana belajar yang menyenangkan; menyajikan materi

pelajaran yang berkaitan langsung dengan kehidupan keseharian siswa;

menerapkan pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan konteks yang

dihadapi.

3. Suasana belajar yang kondusif dapat menolong siswa melakukan upaya

mengatasi kesulitan/hambatan serta persoalan yang dihadapi berkaitan

dengan belajar matematika. Dalam suasana yang ceria dan partisipatif

siswa tidak merasa tertekan dan dapat melakukan eksplorasi sehingga


inspirasi untuk melahirkan solusi bagi penyelesaian masalah mengalir

dengan lancar.

4. Dengan keterlatihannya dalam menghadapi dan mengatasi kesulitan secara

berkelanjutan, siswa menjadi terlatih dalam melakukan penyelesaian

masalah. Kemampuan melakukan secara terus menerus akan mendorong

siswa meraih prestasi puncak.

C. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam Penelitian Tindakan Kelas adalah: Adakah

peningkatan kemampuan siswa dalam melakukan pemecahan masalah matematika

melalui pembelajaran kontekstual?

D. Tujuan penelitian

Penelitian Tindakan Kelas ini bertujuan untuk:

Mengetahui peningkatan kemampuan siswa dalam melakukan pemecahan

masalah matematika melalui pembelajaran kontekstual.

E. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini, antara lain:

1. Bagi penulis sebagai penguatan kompetensi kependidikan dan

pematangan profesi keguruan.

2. Bagi siswa sebagai pengalaman terstruktur dalam mengikuti metode

pembelajaran yang variatif , sehingga siswa termotivasi dan merasa

senang dalam belajar matematik.


3. Bagi guru sebagai bagian dari brainstorming (curah gagasan) dan

sharing pengalaman untuk pengayaan metode pembelajaran.

4. Bagi sekolah sebagai bagian dari upaya peningkatan kualitas

pembelajaran dalam memenuhi standar pelayanan minimum ,

sekurang-kurangnya dalam hal mutu guru dan proses pembelajaran.

5. Bagi STKIP Garut menjadi salah satu data penelitian yang dapat

dimanfaatkan oleh peneliti-peneliti lain untuk lebih didalami atau

dikembangkan lebih luas.

6. Bagi dunia pendidikan menjadi salah satu materi untuk bahan studi

kependidikan dan pengayaan proses pendidikan.

F. Asumsi

Penelitian ini didasarkan atas asumsi bahwa: pembelajaran kontekstual

dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam melakukan pemecahan masalah.

G. Hipotesis Tindakan

Hipotesis berasal dari dua kata yaitu hypo (di bawah) dan thesa

(kebenaran). Menurut Rahadi (2003:3), Hipotesis adalah jawaban sementara yang

sifatnya tentatif dari rumusan masalah yang telah disusun dalam suatu penelitian.

Dalam penelitian ini penulis mengajukan hipotesis:

Terdapat peningkatan kemampuan siswa dalam melakukan pemecahan

masalah matematika melalui pembelajaran kontekstual.


BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pembelajaran Berbasis Kecerdasan

Untuk melahirkan manusia berprestasi ada banyak metode dan

pendekatan, salah satu diantaranya pola dasar system dengan menerapkan lima

disiplin, yaitu: Personal Mastery; Team Learning; Shared Vision; Mental Model

dan System Thinking. (diadaptasi dari Peter M Senge, 1990) dalam The Fifth

Discipline, The Art and Practice of the Learning Organization).

1. Personal Mastery

Personal mastery, adalah upaya melahirkan kader-kader yang memiliki

kompeten dan kompetitif berbasis kecerdasan. Menurut Shepard, (2001):

Kecerdasan tidak dapat diukur dengan angka. kecerdasan adalah Ability to

solve Problem or Fashion Product. Kecerdasan adalah kemampuan

menggunakan keterampilan, menciptakan sesuatu dan mengatasi masalah

sesuai budaya komunitas. Shepard mengidentifikasi kecerdasan sebagai

berikut:

a. Interpersonal intelligence, kecerdasan antarpribadi, kemampuan

memahami orang lain dan tampil dalam kemampuannya berinteraksi

dengan baik dengan orang lain- dapat melakukan komunikasi dengan

orang lain.

b. Logical Intelligence, Kecerdasan Logika/Matematika, kemampuan

kuantitatif, kemampuan memproses sesuatu secara analitis dan

sistematis.
c. Spatial Intelligence, Kecerdasan Spatial/Visual, kemampuan

membangun gagasan atau model, membayangkan penerapan dan

mengubahnya yang semua ini dilakukan dalam pikirannya.

d. Musical Intelligence, Kecerdasan Musik, kepekaan terhadap

irama, melodi dan nada baik sebagai pelaku maupun pendengar.

e. Verbal Intelligence, Kecerdasan Verbal berbahasa/berbicara.

Kemampuan mengekspresikan pikiran-pikirannya dengan jernih baik

melalui bahasa lisan maupun bahasa tulisan.

f. Intrapersonal Intelligence, Kecerdasan intrapersonal, kemampuan

berinteraksi dengan diri sendiri, introspeksi, refleksi dan kontemplasi

melalui renungan.

g. Kinesthetic intelligence, Kecerdasan kinestik/tubuh, kemampuan

gerakan fisik, menari, berolah raga, berkelahi, melempar, memotong.

Keterampilan mengubah suatu obyek /memanipulasi obyek dinamakan

Tactile.

Goldman (1997) merumuskan kecerdasan sebagai berikut:

a. Emotional Intelligence, Kecerdasan Emotional, kemampuan

mengenali situasi emosi diri sendiri dan kondisi emosi orang lain.

b. Natural Intelligence, Kecerdasan terhadap Alam, kemampuan

menikmati hidup dan berinteraksi serta menyatu dengan alam.

c. Exisistential Intelligence, Kecerdasan memahami hidup dan

kehidupan.

Sternberg memperkenalkan Triarchic Theory

a. Componential Intelligence, Kemampuan menganalisis,

membandingkan dan mengevaluasi (Analyse, Compare & Evaluate).


b. Creative Intelligence, Kemampuan menciptakan, menemukan dan

merancang (Create, Invent & Design).

c. Contextual Intelligence, Kemampuan menggunakan dan

menerapkan (use and apply) secara praktis.

2. Team Learning

Dalam satu kelompok yang aktif setidaknya ada 5 hal yang dapat

dipelajari, yaitu:

a. Learning To Know (Belajar Untuk Mengetahui)

Mengetahui apa yang harus dilakukan dan untuk apa.

b. Learning To Do (Belajar Untuk Bisa Melakukan)

Memahami apa yang harus dilakukan, kemampuan apa yang harus

dimiliki.

c. Learning To Be (Belajar Untuk Dapat Menjadi Seseorang)

Menjadi seseorang yang berkarakter sangatlah penting agar dapat

bersikap dan bertindak dengan nyaman dan mendorong orang lain

untuk menjadi seseorang.

d. Learning How To Learn (Belajar Bagaimana Belajar)

Bisa jadi kita telah cukup banyak belajar tetapi sedikit sekali yang

menjadi pelajaran. Bergegaslah untuk memahami bagaimana mestinya

kita belajar.

e. Learning Live Together (Belajar Hidup Berdampingan)

Belajar berkontribusi dan apresiatif agar orang lain berpartisipasi secara

optimal.

3. Shared Vision
Memasyarakatkan visi atau dalam konteks pembelajaran

mengkhalayakkan target yang ingin dicapai dari proses belajar sangatlah

penting. Bila siswa mengetahui apa target yang ingin dicapai dan manfaat apa

yang dapat diperoleh dari pembelajaran maka siswa akan lebih semangat

dalam menjalani pembelajaran.

4. Mental Model

Pembinaan dengan menggunakan pemodelan mental, yaitu bagaimana

seseorang dibiasakan dalam kondisi tertentu sehingga menjadi seperti itu

selama hidupnya. Mental model akan terjadi di lingkungan keluarga, sekolah,

organisasi dan masyarakat secara luas.

5. System of Thinking.

Senge,– (1994) dalam The Leader,s New Work: Building Learning

Organization & Managing Learning menjelaskan adanya 10 tahapan system

berfikir yang dapat menyederhanakan pola kerja, yaitu: Fixes that fail & fight

back fire ( memperbaiki kegagalan); Shifting the Burden (pengalihan beban);

Shifting the burden to the intervenor (pengalihan beban kepada pihak lain);

Eroding goals (pengikisan sasaran); Limits to growth (batas-batas

pertumbuhan); Growth and Underinvestment (pertumbuhan dan investasi yang

rendah); Success to successful (keberhasilan berangkai); Escalation

(Peningkatan); Tragedy of the Commons (nestapa yang merata); Balancing

with delay (penyeimbangan dengan penundaan).

Kelima disiplin di atas pada dasarnya berkehendak melahirkan manusia-

manusia yang memiliki penalaran melalui proses pembelajaran. Belajar

matematika merupakan proses yang paling erat kaitannya karena penalaran atau

kemampuan berfikir logis merupakan inti dari pembelajaran matematika. Berfikir


logis dalam matematika merupakan salah satu tujuan matematika yang

dirumuskan dalam Kurikulum 2004.

B. Matematika Sebagai Pelajaran Kehidupan Sehari-hari

Semua ilmu dan pengetahuan berkembang dan dikembangkan dari

pengalaman dan realitas. Karena manusia berkomunikasi menggunakan bahasa

maka dikembangkan teori-teori tenang bahasa. Karena ada yang suka berpidato

maka dikembangkan teori tentang berpidato. Karena ada orang yang suka

menyanyi maka dikembangkan teori-teori seni suara. Karena manusia bercocok

tanam maka dikembangkan ilmu pertanian. Demikian juga dengan teori

konstruksi, perikanan, transportasi, komunikasi dan lain-lain.

Matematika juga sama, ia berkembang karena kebutuhan dalam kehidupan

sehari-hari. Menghitung, mengukur dan menakar telah menjadi bagian kehidupan

sejak zaman Nabi Adam Alaihissalam. Ketika Habil dan Qobil diperintahkan

untuk berqurban. Nabi Adam menyebutkan jumlah dan takaran yang harus

diqurbankan. Demikian juga jarak ke tempat pelaksanaan qurban.

Bilangan adalah materi paling dasar dalam matematika. Pada mulanya

orang membandingkan jumlah dengan istilah lebih banyak dan lebih sedikit.

Tetapi ketika sistem kepemilikan mulai melekat dalam masyarakat maka jumlah

mulai disebut dengan angka-angka. Konsep bilangan pada awalnya hanyalah

untuk kepentingan menghitung dan mengingat jumlah. Lambat laun para ahli

matematika menambahkan perbendaharaan simbol.dan kata-kata yang tepat untuk

mendefinisikan bilangan. Dari bilangan berkembang ilmu yang lain yaitu

aritmetika dan aljabar.


Demikian halnya dengan geometri. Karena orang harus mengukur luas

tanah dan benda lainnya maka maka dikembangkan ilmu untuk mengukur bangun

datar. Kemudian ketika manusia mulai menempati bangunan yang dibuat, bukan

lagi di lapangan, pohon atau goa, maka mulai dirasakan kebutuhan menghitung

volume dan hal-hal yang berkaitan dengan bangun ruang.

Cara mengukur luas dan keliling Segiempat merupakan pengetahuan yang

pertama kali dikembangkan, selanjutnya segitiga. Dari teori-teori yang berkaitan

dengan segiempat dan segitiga dikembangkan teori-teori untuk mengukur segi

lainnya, termasuk lingkaran. Dengan dasar pengetahuan bangun datar dua dimensi

maka dikembangkan pengetahuan untuk mengukur bangun ruang tiga dimensi.

C. Kesulitan Siswa dalam Pemecahan Masalah Matematika

Menurut Hudiono (2008), masalah utama yang dihadapi siswa SMP adalah

lemahnya daya representasi dalam menyelesaikan permasalahan matematika.

Padahal sasaran pembelajaran matematika di antaranya adalah mengembangkan

kemampuan siswa dalam berfikir secara matematika (think mathematically).

Pengembangan kemampuan ini sangat diperlukan agar siswa lebih memahami

konsep yang dipelajari dan dapat menerapkannya dalam berbagai situasi.

Ada lima standar yang mendeskripsikan keterkaitan pemahaman

matematika dan kompetensi matematika yang perlu dimiliki siswa yaitu: problem

solving, reasoning and proof, communication, connections, and representation

(National Council of Teachers of Mathematics. (2000) Principles and Standards

for School Mathematics. Reston, VA, NCTM p. 29.

Kemampuan representasi matematika yang dimiliki seseorang, selain

menunjukkan tingkat pemahaman, juga terkait erat dengan kemampuan


pemecahan masalah dalam matematika. Suatu masalah yang dianggap rumit dan

kompleks, bisa menjadi lebih sederhana jika strategi dan pemanfaatan representasi

matematika yang digunakan sesuai dengan permasalahan tersebut. Kemampuan

representasi yang pada akhirnya menjadi kemampuan melakukan pemecahan

masalah matematika terkait erat dengan kemampuan berfikir logis.

Salah satu keterampilan matematika yang sangat erat kaitannya dengan

karakteristik matematika adalah berfikir logis, karena matematika dipahami

melalui penalaran atau berfikir logis dan penalaran dipahami serta dilatih melalui

belajar matematika. Kemampuan penalaran atau berfikir logis perlu

dikembangkan karena dapat meningkatkan kemampuan dalam matematika, dari

sekadar mengingat kepada kemampuan pemahaman. Audiblox (2006)

menyatakan, … logical thinking: helping children to become smarter. (berfikir

logis membantu anak menjadi lebih cerdas). Namun demikian di sekolah terdapat

banyak kelainan yang menyebabkan kemampuan siswa dalam hal berfikir logis

masih jauh dari memuaskan.

Menurut Saragih (2008), hasil belajar matematika siswa sampai saat ini

masih menjadi suatu permasalahan yang sering dikumandangkan baik oleh orang

tua siswa maupun oleh pakar pendidikan matematika itu sendiri. Hasil penelitian

yang dilakukan Suyanto dan Somerset di beberapa Propinsi di Indonesia,

menemukan bahwa hasil tes mata pelajaran matematika siswa SMP sangat rendah,

terutama pada soal aplikasi matematika.

Suryadi (2005) dalam thesisnya menemukan bahwa siswa kelas dua SMP

di Kota dan Kabupaten Bandung mengalami kesulitan dalam mengajukan

argumentasi serta menemukan pola dan pengajuan bentuk umumnya.


Priatna (2003) melakukan penelitian di Kota Bandung menemukan

kenyataan sebagai berikut: Setelah mendapat penjelasan mengenai segitiga sama

sisi dan segitiga sama kaki, dimana guru mengungkapkan bahwa semua segitiga

sama sisi adalah segitiga sama kaki. Ketika diberikan soal dengan diketahui

panjang salah satu sisi dan dua buah sudut, banyak siswa yang mempersepsi

segitiga sama kaki semua sisinya sama sehingga menghitung keliling dengan

mengalikan tiga panjang sisinya. Kemampuan Secara umum kesulitan siswa

dalam aspek kemampuan berfikir logis berturut-turut pada kemampuan berfikir

deduktif (aspek silogisma dan aspek kondisional) dan kemampuan berfikir

induktif (aspek generalisasi dan aspek analogi).

Rendahnya hasil belajar di atas merupakan hal yang wajar jika dikaitkan

dengan proses pembelajaran di kelas selama ini menggunakan metode kuliah,

dimana guru sekadar menyampaikan informasi dan siswa sekadar mendengar

serta menyalin. Sesekali guru bertanya dan sesekali siswa menjawab. Pada akhir

pembelajaran guru menjelaskan cara mengerjakan contoh soal dilanjutkan dengan

memberi soal latihan untuk dikerjakan kemudian guru memberikan penilaian.

Soal latihan umumnya bersipat rutin dan kurang melatih daya nalar. Siswa

menjadi robot yang harus mengikuti aturan dan prosedur dalam kegiatan

pembelajaran yang mekanistik. Rendahnya pemahaman konsep matematika

menyebabkan siswa tidak dapat menggunakannya ketika diberi permasalahan

yang agak kompleks.

Menyikapi permasalahan di atas Cooney menyarankan reformasi

pembelajaran matematika dari pendekatan belajar meniru (menghapal) ke belajar

pemahaman yang berlandaskan pada konsep knowing mathematics is doing

mathematics. Pembelajaran lebih menekankan kepada doing atau proses


dibanding knowing that. Perubahan di atas dimaksudkan agar pembelajaran lebih

memfokuskan pada proses yang menggiatkan siswa untuk menemukan kembali

(reinventing) konsep-konsep, melakukan refleksi, abstraksi, formalisasi dan

aplikasi.

Untuk mendukung proses pembelajaran yang mengaktifkan siswa

diperlukan pengembangan materi pelajaran matematika yang difokuskan kepada

aplikasi dalam kehidupan sehari-hari (kontekstual) yang disesuaikan dengan

tingkat kognitif siswa, serta menggunakan metode evaluasi yang terintegrasi pada

proses pembelajaran, tidak hanya tes pada akhir pembelajaran, formatif atau

sumatif. Matematika merupakan kegiatan manusia, oleh karenanya salah satu

alternatif yang sesuai dengan tuntutan perubahan adalah diterapkannya

Pendekatan Matematika Realistik (PMR) yang lebih menekankan aktivitas siswa

untuk mencari, menemukan dan membangun sendiri pengetahuan yang

diperlukan.

Ruseffendi (2001) menyatakan bahwa membudayakan berfikir logis atau

kemampuan penalaran serta bersikap kritis dan kreatif, proses pembelajaran dapat

dilakukan dengan Pendekatan Matematika Realistik. PMR secara garis besar

memiliki lima karakteristik, yaitu: (1) menggunakan masalah kontekstual, (2)

menggunakan model, (3) kontribusi siswa, (4) terjadinya interaksi dalam proses

pembelajaran dan (5) menerapkan berbagai teori pembelajaran yang relevan,

saling terkait dan terintegrasi dengan topik.

Menurut Sabandar (2001), kontekstual memainkan peranan utama dalam

semua aspek pendidikan, yaitu dalam pembentukan konsep, pembentukan model,

aplikasi dan dalam mempraktekkan keterampilan. Dalam pelaksanaan di kelas,


konteks digunakan sejak awal dan terus menerus untuk membangun pemahaman

siswa melalui learning trajectory dalam suatu proses pembelajaran.

Proses penyelesaian soal kontekstual dilakukan dengan menggunakan

model. Pemodelan berfungsi menjembatani jurang antara pengetahuan

matematika tidak formal dan metematika formal dari siswa. Siswa

mengembangkan model tersebut dengan model-model matematika (formal dan

tidak formal) yang telah diketahuinya dengan menyelesaikan soal kontekstual dari

situasi nyata (real) yang sudah dikenal siswa sehingga ditemukan model dari

bentuk informal kemudian menemukan model dalam bentuk formal. Akhirnya

siswa mendapatkan penyelesaian masalah dalam bentuk matematika yang standar.

Terciptanya keragaman pemodelan dari masalah kontekstual sangat

penting bagi guru untuk mengetahui kemampuan siswa menemukan hubungan

bagian-bagian dari masalah kontekstual melalui penskemaan, perumusan dan

visualisasi sekaligus sebagai pertimbangan untuk memberikan bimbingan.

Menurut Ruseffendi (1979) ada tiga macam model yang dapat digunakan dalam

proses pembelajaran, yaitu: model kongkrit, model diagram dan model abstrak

atau symbol.

D. Pergeseran Konsep Pembelajaran

Adanya kebijakan peningkatan jaminan kualitas lulusan SMP membawa

konsekuensi dalam bidang pendidikan, antara lain perubahan dari model

pembelajaran yang mengajarkan mata-mata pelajaran (subject matter based

program) ke model pembelajaran berbasis kompetensi (competencies based

program). Model pembelajaran berbasis kompetensi bermaksud menuntun proses

pembelajaran secara langsung berorientasi pada kompetensi atau satuan-satuan


kemampuan. Pengajaran berbasis kompetensi menuntut perubahan kemasan

kurikulum, dari model lama berbentuk silabus yang berisi uraian mata pelajaran

yang harus diajar ke dalam kemasan yang berbentuk paket-paket kompetensi. Hal

ini membawa konsekuensi bahwa proses pembelajaran harus berorientasi pada

pembentukan seperangkat kompetensi sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Hal

demikian menuntut kemampuan guru dalam merancang model pembelajaran

yang sesuai dengan karakteristik bidang kajian dan karakteristik siswa agar

mencapai hasil yang maksimal. Oleh kerana itu peran guru dalam konteks

pembelajaran menuntut perubahan, antara lain: (a) peranan guru sebagai penyebar

informasi semakin kecil, tetapi lebih banyak berfungsi sebagai pembimbing,

penasehat, dan pendorong; (b) peserta didik adalah individu-individu yang

kompleks, yang berarti bahwa mereka mempunyai perbedaan cara belajar sesuatu

yang berbeda pula; (c) proses belajar mengajar lebih ditekankan pada belajar

daripada mengajar (Laster, 1985).

Ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam mengimplementasikan

pergeseran peran guru dalam pembelajaran, yaitu: (a) Cara pandang guru terhadap

siswa perlu diubah. Siswa bukan lagi sebagai obyek pengajaran, tetapi siswa

sebagai pelaku aktif dalam proses pembelajaran. Dalam diri siswa terdapat

berbagai potensi yang siap dikembangkan. Oleh katena itu dalam konteks

pembelajaran guru diharapkan mampu memberikan dorongan kepada siswa untuk

mengembangkan diri sesuai dengan potensi yang dimilikinya dan (b) Guru

diharapkan mampu mengajarkan bagaimana siswa bisa berhubungan dengan

masalah yang dihadapi dan mengatasi persoalan yang muncul di masyarakat.

Antara lain dengan cara memberikan tantangan yang berupa kasus-kasus yang

sering terjadi di masyarakat yang terkait bidang studi. Melalui kegiatan tersebut
diharapkan siswa dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya, yang pada

akhirnya dapat digunakan sebagai bekal kemandirian dalam menghadapi berbagai

tantangan di masyarakat. Bahkan lebih jauh lagi diharapkan bisa ikut ambil bagian

dalam mengembangkan potensi masyarakatnya.

1. Prinsip Pembelajaran Kompetensi

Prinsip pembelajaran yang dikembangkan untuk mencapai keefektifan

dan efisiensi pengelolaan pembelajaran di SMP, antara lain:

a. Pembelajaran berfokus pada siswa (student cenrtered), artinya siswa

menjadi subyek pembelajaran dan kecepatan belajar siswa yang tidak

sama perlu diperhatikan.

b. Pembelajaran terpadu (integrated learning), maksudnya pengelolaan

pembelajaran dilakukan secara integratif. Semua tujuan pembelajaran

yang berupa kemampuan dasar yang ingin dicapai bermuara pada satu

tujuan akhir, yaitu mencapai kemampuan dasar lulusan.

c. Pembelajaran individu (individual learning), artinya siswa memiliki

peluang untuk melakukan pembelajaran secara individual.

d. Belajar tuntas (mastery learning), maksudnya pembelajaran mengacu

pada ketuntasan belajar kemampuan dasar melalui pemecahan masalah.

Setiap individu dan kelompok harus menuntaskan pembelajaran satu

kemampuan dasar baru belajar ke kemampuan dasar berikutnya.

e. Pemecahan masalah (problem solving), artinya proses dan hasil

pembelajaran mengacu pada aktifitas pemecahan masalah yang ada di

masyarakat, yaitu dengan menggunakan pendekatan belajar kontekstual.


f. Experience-based learning, yakni pembelajaran dilaksanakan melalui

pengalaman-pengalaman belajar tertentu dalam mencapai kemampuan

belajar tertentu.

g. Selain pemanfaatan prinsi-prinsip tersebut, guru dimungkinkan

menerapkan prinsip-prinsip pembelajaran lain yang sesuai dengan

tuntutan perkembangan.

2. Belajar aktif

Winkel (1996) mendefinisikan belajar sebagai suatu aktivitas

mental/psikis, yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang

menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman,

keterampilan, nilai, dan sikap. Perubahan itu bersifat tetap dan berbekas.

Belajar dapat dipandang sebagai usaha untuk melakukan proses perubahan

tingkah laku kearah menetap sebagai pengalaman berinteraksi dengan

lingkungannya.

Belajar aktif merupakan perkembangan dari teori Dewey learning by

doing (1859-1952). Dewey sangat tidak setuju pada rote learning “belajar

dengan menghafal”. Dewey merupakan pendiri sekolah Dewey School yang

menerapkan prinsip-prinsip learning by doing, yaitu bahwa siswa perlu

terlibat dalam proses belajar secara spontan. Keingintahuan siswa akan hal-

hal yang belum diketahuinya mendorong keterlibatannya secara aktif dalam

suatu proses belajar. Menurut Dewey, guru berperan untuk menyediakan

sarana bagi siswa untuk dapat belajar. Dengan peran serta siswa dan guru

dalam belajar aktif, akan tercipta suatu pengalaman belajar yang bermakna.

Belajar aktif mengandung berbagai kiat yang berguna untuk

menumbuhkan kemampuan belajar aktif pada diri siswa dan menggali potensi
siswa dan guru untuk sama-sama berkembang dan berbagi pengetahuan,

keterampilan, serta pengalaman. Melalui pendekatan belajar aktif, siswa

diharapkan akan lebih mampu mengenal dan mengembangkan kapasitas

belajar dan potensi yang dimilikinya.

Belajar aktif menuntut guru bekerja secara profesional, mengajar

secara sistematis, dan berdasarkan prinsip-prinsip pembelajaran yang efektif

dan efisien. Artinya, guru dapat merekayasa model pembelajaran yang

dilaksanakan secara sistematis dan menjadikan proses pembelajaran sebagai

pengalaman yang bermakna bagi siswa. Untuk itu guru diharapkan memiliki

kemampuan:

a. Memanfaatkan sumber belajar di lingkungannya

secara optimal dalam proses pembelajaran.

b. Berkreasi dan mengembangkan gagasan baru.

c. Mengurangi kesenjangan pengetahuan yang

diperoleh siswa dari sekolah dengan pengetahuan yang diperoleh di

masyarakat.

d. Memperjelas relevansi dan keterkaitan mata

pelajaran bidang ilmu dengan kebutuhan sehari-hari dalam

masyarakat.

e. Mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan

perilaku siswa secara bertahap dan utuh.

f. Memberi kesempatan kepada siswa untuk dapat

berkembang secara optimal sesuai dengan kemampuannya.

g. Menerapkan prinsip-prinsip belajar aktif.


Dengan demikian, belajar aktif diasumsikan sebagai pendekatan

belajar yang efektif untuk dapat membentuk siswa sebagai manusia

seutuhnya yang mempunyai kemampuan untuk belajar mandiri sepanjang

hayatnya, dan untuk membina profesionalisme guru.

3. Pembelajaran Efektif

Pembelajaran efektif adalah pembelajaran dimana siswa memperoleh

keterampilan-keterampilan yang spesifik, pengetahuan dan sikap serta

merupakan pembelajaran yang disenangi siswa. Intinya bahwa pembelajaran

dikatakan efektif apabila terjadi perubahan-perubahan pada aspek kognitif,

afektif, dan psikomotor (Reiser Robert, 1996).

a. Ciri-ciri pembelajaran efektif:

o Aktif bukan pasif

o Kovert bukan overt

o Kompleks bukan sederhana

o Dipengaruhi perbedaan individual siswa

o Dipengaruhi oleh berbagai konteks belajar

b. Kriteria Pembelajaran Efektif:

o Kecermatan penguasaan

o Kecepatan unjuk kerja

o Tingkat alih belajar

o Tingkat retensi (Reigeluth & Merril, 1989)

4. Perencanaan Pembelajaran

Mengajar atau “teaching” adalah membantu siswa memperoleh

informasi, ide, keterampilan, nilai, cara berfikir, sarana untuk


mengekpresikan dirinya, dan cara-cara belajar bagaimana belajar (Joyce dan

Well, 1996). Pembelajaran adalah upaya untuk membelajarkan siswa. Secara

implisit dalam pengertian ini terdapat kegiatan memilih, menetapkan,

mengembangkan metode untuk mencapai hasil pembelajaran yang

diinginkan. Pemilihan, penetapan, dan pengembangan metode ini didasarkan

pada kondisi pembelajaran yang ada.

Kegiatan-kegiatan ini pada dasarnya merupakan inti dari perencanaan

pembelajaran. Dalam hal ini istilah pembelajaran memiliki hakekat

perencanaan atau perancangan (disain) sebagai upaya untuk membelajarkan

siswa. Itulah sebabnya dalam belajar, siswa tidak berinteraksi dengan guru

sebagai salah satu sumber belajar, tetapi berinteraksi dengan keseluruhan

sumber belajar yang mungkin dipakai untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Oleh karena itu pembelajaran menaruh perhatian pada “bagaimana

membelajarkan siswa”, dan bukan pada “apa yang dipelajari siswa”. Dengan

demikian perlu diperhatikan adalah bagaimana cara mengorganisasi

pembelajaran, bagiaman cara menyampaikan isi pembelajaran, dan

bagaimana menata interaksi antara sumber-sumber belajar yang ada agar

dapat berfungsi secara optimal.

Rancangan Pembelajaran hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai

berikut:

a. Pembelajaran diselenggarakan dengan

pengalaman nyata dan lingkungan otentik, karena hal ini diperlukan

untuk memungkinkan seseorang berproses dalam belajar (belajar

untuk memahami, belajar untuk berkarya, dan melakukan kegiatan

nyata) secara maksimal.


b. Isi pembelajaran harus didesain agar relevan

dengan karakteristik siswa karena pembelajaran difungsikan sebagai

mekanisme adaptif dalam proses konstruksi, dekonstruksi dan

rekonstruksi pengetahuan, sikap, dan kemampuan.

c. Menyediakan media dan sumber belajar yang

dibutuhkan. Ketersediaan media dan sumber belajar yang

memungkinkan siswa memperoleh pengalaman belajar secara

konkrit, luas, dan mendalam, adalah hal yang perlu diupayakan oleh

guru yang profesional dan peduli terhadap keberhasilan belajar

siswanya.

d. Penilaian hasil belajar terhadap siswa dilakukan

secara formatif sebagai diagnosis untuk menyediakan pengalaman

belajar secara berkesinambungan dan dalam bingkai belajar

sepanjang hayat (life long contiuning education).

E. Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning)

Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual merupakan konsep belajar

yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi

dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan

yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota

keluarga dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih

bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk

kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke

siswa. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil.


Landasan filosofi pembelajaran kontekstual adalah konstruktivisme, yaitu

filosofi belajar yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghapal,

harus dikonstruksikan pengetahuan dalam benak siswa.

Siswa perlu mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya, dalam status apa

mereka, dan bagaimana mencapainya. Siswa perlu menyadari bahwa yang mereka

pelajari berguna bagi hidupnya nanti. Dengan demikian siswa memposisikan

sebagai diri sendiri yang memerlukan suatu bekal untuk hidupnya nanti. Mereka

mempelajari apa yang bermanfaat bagi dirinya dan berupaya menggapainya.

Dalam pembelajaran kontekstual, tugas guru adalah membantu siswa

mencapai tujuan belajar. Oleh karena itu guru lebih banyak berurusan dengan

strategi daripada memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah

tim yang bekerja bersama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota

kelas (siswa). Sesuatu yang baru (pengetahuan, keterampilan) datang dari

menemukan sendiri, bukan dari apa kata guru.

1. Perbedaan pembelajaran kontektual dan konvensional

Pola pembelajaran kontekstual berbeda dengan pembelajaran

konvensional yang selama ini dikenal. Perbedaan tersebut tergambar dalam

tabel berikut.

Tabel 2.1

Perbedaan Pembelajaran kontekstual dengan Konvensional

Pembelajaran Konvensional Pembelajaran Kontektual


• Menyandarkan pada • Menyandarkan pada memori
hafalan. spasial.
• Pemilihan informasi • Pemilihan informasi
ditentukan oleh guru. berdasarkan kebutuhan individu
siswa.
• Cenderung terfokus pada • Cenderung
satu bidang tertentu. mengintegrasikan beberapa
bidang.
• Memberikan tumpukan • Selalu mengkaitkan
informasi kepada siswa sampai informasi dengan pengetahuan
pada saatnya diperlukan. awal yang telah dimiliki siswa.
• Penilaian hasil belajar • Menerapkan penilaian
hanya melalui kegiatan auntentik melalui penerapan
akademik berupa ujian ulangan. praktis dalam pemecahan
masalah.

2. Komponen Utama Pembelajaran Kontekstual.

Sebuah kelas dikatakan menggunakan pendekatan kontekstual jika

menerapkan komponennya, dalam pembelajaran Pendekatan kontekstual

memiliki tujuh komponen utama, yaitu konstruktivisme (constructivism),

menemukan (inquiry), bertanya (questioning), masyarakat belajar (learning

community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection), dan penilaian yang

sebenarnya (authentic assessment).

a. Konstruktivisme (Constructivism)

Pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang

hasilnya diperluas melalui konsteks yang terbatas dan tidak sekonyong-

konyong. (Bukan seperangkat fakta, konsep, kaidah untuk diingat).

b. Menemukan (Inquiry)

Pengetahuan + ketrampilan yang diperoleh siswa bukan hasil

mengingat seperangkat fakta-fakta tetapi hasil menemukan sendiri

melalui: observasi, bertanya, hipotesis, pengumpulan data dan

penyimpulan.

c. Bertanya (Questioning)
Bertanya merupakan kegiatan guru untuk mendorong, menimbang

dan menilai kemampuan berfikir siswa.

d. Masyarakat Belajar (Learning Community)

Hasil pembelajaran diperoleh dari kerja sama, melalui:

1) Pembentukan kelompok kecil.

2) Pembentukan kelompok besar.

3) Mendatangkan ahli ke kelas.

4) Bekerja dengan kelas sederajat.

5) Kerja kelompok dengan kelas di atasnya.

6) Bekerja dengan masyarakat.

e. Pemodelan (Modelling)

Pembelajaran atau pengetahuan tertentu, ada model yang bisa

ditiru, misalnya cara melempar bola, contoh karya tulis, cara

menghafalkan bahasa Inggris, guru memberi contoh mengerjakan sesuatu,

cara memerlukan kata kunci dalam bacaan. Artinya ada model yang ditiru

dan diambil siswa, sebelum mereka berlatih menemukan kata kunci.

Guru bukan satu-satunya model.

f. Refleksi (Refection)

Cara berfikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah dilakukan di

masa lalu.

g. Penilaian yang sebenarnya (Autentic Assesment)

3. Langkah-langkah Pembelajaran Kontekstual

Penerapan model pembelajaran kontekstual dalam kelas secara garis

besar mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:


a. Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna

dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi

sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya.

b. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik.

c. Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.

d. Ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok-kelompok).

e. Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran.

f. Lakukan refleksi di akhir pertemuan.

g. Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.

4. Pendekatan Pembelajaran Kontekstual

Pembelajaran kontekstual menempatkan siswa dalam konteks

bermakna yang menghubungkan pengetahuan awal siswa dengan materi yang

sedang dipelajari dan sekaligus memperhatikan faktor kebutuhan individual

siswa dan peran guru. Untuk itu guru dalam menggunakan pendekatan

pengajaran konekstual memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

a. Merencanakan pembelajaran sesuai dengan kewajaran perkembangan

mental siswa (developmentally appropriate).

b. Membentuk group belajar yang saling ketergantungan

(interdependent learning group).

c. Menyediakan lingkungan yang mendukung pembelajaran mandiri

(self regulated learning) yang mempunyai karakteristik: kesadaran

berfikir, penggunaan strategi, dan motivasi berkelanjutan.

d. Mempertimbangkan keragaman siswa (disversity of student).

e. Memperhatikan multi-intelegensi siswa (multiple intelligences),

spasial-verbal, linguistic-verbal, interpersonal, musikal ritmik,


naturalis, badan-kinestetika, intrapersonal, dan logismatematis.

(Gardner, 1993).

f. Menggunakan teknik-teknik bertanya yang meningkatkan

pembelajaran siswa, perkembangan pemecahan masalah dan

keterampilan berfikir tingkat tinggi.

g. Menerapkan penilaian autentik (authentic assessment).

5. Karakteristik Pembelajaran Kontekstual

a. Adanya kerjasama.

b. Saling menunjang.

c. Menyenangkan, tidak membosankan.

d. Belajar dengan bergairah.

e. Pembelajaran terintegrasi.

f. Menggunakan bebagai sumber.

g. Siswa aktif.

h. Sharing dengan teman.

i. Siswa kritis, guru kreatif.

j. Laporan kepada orang tua bewujud, rapor, hasil karya siswa, laporan

praktikum, dan karangan siswa, dll.

6. Penilaian

Penilaian dilakukan dengan menggunakan penilaian authentik, yang

mempunyai karakteristik sebagai berikut:

a. Penilaian dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran

berlangsung.

b. Menggunakan penilaian formatif maupun sumatif.

c. Mengukur keterampilan dan performansi, bukan mengingat fakta.


d. Berkesinambungan.

e. Terintegrasi.

f. Digunakan sebagai umpan balik.

Hal-hal yang digunakan sebagai dasar penilaian prestasi siswa

meliputi:

• Penilaian kinerja (performance assessment).

• Observasi Sistematik (Systematic observation).

• Portofolio (portofolio).

• Jurnal Sain (Journal).

• Penilaian mencakup umpan balik dan berbagai bentuk refleksi

7. Mengembangkan sikap kritis dan kreatif siswa

Sebagai salah satu ciri pembelajaran kontekstual adalah sikap kritis

siswa dan kreatif guru dalam proses pembelajaran. Berfikir kritis dan kreatif

merupakan komponen utama berfikir tingkat tinggi (higher order thinking).

Proses berfikir tingkat tinggi harus dikembangkan pada setiap diri siswa. Hal

ini merupakan tugas guru, karena guru harus megembangkan potensi siswa

semaksimal mungkin hingga mencapai kemampuan yang tinggi pada setiap

diri siswa. Oleh karena itu pembelajaran dituntut dapat mengembangkan sikap

kritis dan kreativitas siswa. Sikap kritis dan kreatifitas siswa dapat

dikembangkan melalui pembelajaran yang berpusat pada otak kanan. Otak

kanan mempunyai kemampuan berfikir kreatif, holistik, spasial. sedangkan

otak kiri mengembangkan kemampuan berfikir rasional, analitis, linier. Otak

kiri mengendalikan wicara dan otak kanan mengendalikan tindakan. Tabel

berikut ditunjukkan perbedaan proses berfikir otak kiri dan kanan.


Berfikir Konvergen Berfikir Divergen
(Proses di belahan otak Kiri) (Proses di belahan otak kanan)
1. 1. Tertarik pada proses
Tertarik pada proses penemuan yang pengintegrasian dari bagian-
bersifat bagian-bagian dari suatu bagian suatu komponen menjadi
komponen. satu kesatuan yang bersifat utuh
dan menyeluruh.
2. Proses berfikir yang
2. bersifat relasional,
Proses berfikir analisis. konstruksional, dan membangun
suatu pola.
3. 3. Proses berfikir
Proses berfikir yang mementingkan simultan, dan parallel.
tata urutan secara sekuensial dan 4. Proses berfikir lintas
serial. ruang, tidak terikat pada waktu
4. kini.
Proses berfikir temporal, terikat pada 5. Proses berfikir yang
waktu kini. bersifat visual, lintas ruang dan
5. musikal.
Proses berfikir verbal, matematis,
notasi musikal.
Berikut disajikan berbagai perilaku dan kaitannya dengan berfikir

kreatif dan kritis pada diri siswa.

PERILAKU TERKAIT DENGAN


♦ Bosan dengan tugas rutin; ♦ Kreativitas.
menolak membuat pekerjaan ♦ Toleransi tinggi untuk makna
rumah. ganda.
♦ Tidak berminat terhadap ♦ Berfikir bebas, divergen.
detail dan pekerjaan kotor. ♦ Berani ambil resiko.
♦ Membuat lelucon atau ♦ Imaginatif, sensitive.
komentar pada saat tidak tepat.
♦ Menolak otoritas, tidak Motivasi
konformistis, keras kepala. ♦ Tekun dalam bidang yang
♦ Sukar beralih pada topik diminatinya.
lain. ♦ Intens dalam menghayati
♦ Emosional sensitif, perasaan dan nilai.
overacting, cepat marah atau ♦ Bebas.
menangis kalau ada yang salah.
♦ Kecenderungan dominasi. Berfikir kritis
♦ Sering tak setuju ide orang ♦ Dapat melihat kesenjangan antara
lain atau tak setuju ide gurunya. kenyataan dan kebenaran.
♦ Kritis terhadap diri, tak ♦ Mengacu pada hal-hal yang ideal.
sabar menghadapi kegagalan. ♦ Mampu menganalisis dan
♦ Kritis terhadap guru dan evaluasi.
orang lain.

Dengan merujuk kepada uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa: (1)

Hasil belajar siswa SMP pada saat ini masih belum memuaskan; (2) Siswa harus

dimotivasi agar lebih bersemangat dalam meningkatkan kemampuannya dalam

hal matematika, karena matematika merupakan pengetahuan yang digunakan

dalam kehidupan sehari-hari; (3) Agar siswa bersemangat maka pembelajaran

harus menarik, dalam arti prosesnya menyenangkan dan materinya tidak terasa

sulit; dan (4) Pendekatan kontekstual menyajikan hal-hal keseharian yang mudah

difahami oleh siswa dan menekankan kepada keceriaan serta berorientasi kepada

peningkatan kemampuan berfikir logis. Dengan demikian pendekatan kontekstual

sangat cocok untuk diterapkan dalam pembelajaran matematika dan dianggap

dapat meningkatkan kemampuan siswa SMP dalam menyelesaikan masalah

matematika.
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Penelitian Tindakan Kelas

Dengan melakukan penelitian ilmiah manusia mencoba mempertanyakan,

menemukan, dan memanfaatkan pengetahuan yang benar. Menurut (Musnir &

Gunawan, 1998/1999:12), ada tiga pendekatan yang dapat digunakan dalam

penelitian, yaitu:

• Pendekatan positivistik, yang berupaya untuk mengkaji dan menguji

pengetahuan. Bentuknya dapat berupa uji hipotesis, uji teori, uji model, uji

validitas, uji reliabilitas, perbandingan efektivitas/efesiensi, dsb.

• Pendekatan penelitian naturalistik, yang berupaya mencari pengetahuan

dengan cara menggali pengetahuan baru dari kompleksitas suatu tatanan

komunitas ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan,

keamanan, dsb.

• Pendekatan penelitian tindakan atau action research, yang merupakan

pendekatan penelitian untuk menggunakan/memanfaatkan pengetahuan

dalam dunia nyata.

Penelitian tindakan atau action research merupakan salah satu pendekatan

yang digunakan dalam penelitian untuk memahami realita. Penelitian tindakan

berpijak pada pendekatan yang yang bersifat kualitatif. Pendekatan penelitian

tindakan relatif baru, ia memiliki karakteristik yang berbeda dengan pendekatan

penelitian konvensional yang biasa digunakan dalam penelitian kuantitatif.

Pendekatan penelitian tindakan ini mulai banyak digunakan dalam

berbagai profesi, termasuk dalam profesi pendidikan. Penelitian pendidikan


memiliki peranan yang sangat penting dalam membantu meningkatkan mutu

pendidikan di sekolah. Dalam melakukan penelitian pendidikan terhadap praktek

pembelajaran di persekolahan, dapat digunakan berbagai pendekatan dan model

penelitian. Salah satu model penelitian yang tepat untuk meneliti dan sekaligus

memperbaiki pembelajaran di sekolah adalah model penelitian tindakan kelas

(classroom action research).

Pengertian Penelitian Tindakan Kelas

D. Hopkins (1993:44) memberikan definisi tentang action research

sebagai berikut:

… a form of self-reflective inquiry undertaken by participants in a social


(including educational) situation in order to improve the rationality and
justice of (a) their own social or educational practices, (b) their
understanding of these practices, and (c) the situations in which practices
are carried out.

Secara singkat penelitian tindakan menurut Hopkins dapat

didefinisikan sebagai suatu bentuk pengkajian yang bersifat reflektif oleh

pelaku tindakan (partisipan), dalam suatu situasi sosial (termasuk pendidikan)

dalam upaya untuk meningkatkan kemantapan rasional dan keadilan dari: (a)

praktek sosial atau pendidikan mereka, (b) pemahaman mereka terhadap

praktek tersebut, dan (c) memperbaiki kondisi dimana praktek-praktek

pembelajaran tersebut dilakukan.

Stringer (1996:15) mengemukakan definisi tentang action research

sebagai berikut:

… is a collaborative approach to inquiry or investigation that provides people


with the means to take systematic action to resolve specific problems. This
approach to research favors consensual and participatory procedures that
enable people (a) to investigate systematically their problems and issues, (b) to
formulate powerful and sophisticated accounts of their situations, and (c) to
devise plans to deal with the problems at hand.
Jadi menurut Stringer penelitian tindakan merupakan suatu pendekatan

kerja sama (kolaboratif) dalam penelitian atau pengkajian yang menyediakan

sarana bagi seseorang untuk melakukan tindakan sistematis dalam

memecahkan masalah-masalah khusus. Pendekatan penelitian ini lebih

menyenangi prosedur kesepakatan dan partisipatif yang memungkinkan orang

untuk (a) meneliti masalah-masalah mereka secara sistematis, (b) merumuskan

catatan situasi mereka secara berkekuatan dan canggih, dan (c)

mengembangkan rencana untuk mengatasi masalah-masalah yang dekat

tersebut.

Dengan melihat definisi di atas, maka penelitian tindakan bukan

sekedar kegiatan meneliti untuk meneliti, atau sekedar menemukan

pengetahuan baru, melainkan lebih diarahkan pada tindakan praktis, yakni

untuk menentukan suatu tindakan guna memecahkan masalah tertentu.

Penelitian tindakan ini membantu seseorang menemukan masalahnya secara

sistematis sampai kemudian membuat perencanaan untuk mengatasi masalah

tersebut. Penelitian tindakan dapat diterapkan oleh para praktisi di berbagai

bidang seperti praktisi pendidikan, kesehatan, pekerja sosial, pengembang

ekonomi, pembangunan organisasi, dan sebagainya.

Grundy dan Kemmis (Zuber-Skerritt, 1996:5) menyatakan:

Action research is research into practice, by practitioners, for


practitioners…In action research, all actors involved in the research
process are equal participants, and must be involved in every stage of the
research…The kind of involvement required is collaborative involvement.
It requires a special kind of communication…which has bee described as
‘symmetrical communication’…which allows all participants to be
partners of communication on equal terms…Collaborative participation in
theoretical, practical and political discourse is thus a hallmark of action
research and the action researcher.
Dalam pandangan ini penelitian tindakan ditekankan sebagai sebuah

kegiatan penelitian untuk keperluan praktis (terapan) yang dapat dilakukan

oleh para praktisi dan untuk para praktisi. Dalam penelitian tindakan, semua

aktor (pelaku) yang terlibat dalam proses penelitian adalah partisipan yang

sederajat, karakteristik utamanya adalah adanya keterlibatan secara kolaboratif

atau kerjasama antara yang meneliti dengan yang diteliti.

Karakteristik Penelitian Tindakan Kelas

Penelitian tindakan (action research) adalah penelitian yang berkaitan

dengan manusia; dengan kata lain, penelitian yang meneliti manusia. Menurut

Guba (Stringer, 1996:ix) suatu penelitian yang meneliti manusia perlu

memenuhi tiga karakteristik, yaitu: desentralisasi, deregulasi, dan kerjasama

dalam pelaksanaannya.

Desentralisasi diartikan sebagai suatu perpindahan dari upaya untuk

menemukan “kebenaran” yang tergeneralisasi ke arah suatu penekanan pada

konteks lokal. Desentralisasi dimaksudkan untuk mengurangi kesenjangan

antara hukum-hukum yang umum dengan aplikasi yang khusus. Dengan

pengetahuan yang mendalam tentang konteks lokal, seseorang diharapkan

dapat menemukan pemecahan terhadap masalah-masalah local. Oleh karena

itu penelitian didesentralisasi pada konteks lokal.

Deregulasi merupakan langkah penelitian yang mencoba lepas dari

ketatnya ikatan regulasi penelitian konvensional, seperti: validitas, reliabilitas,

objektivitas, dan generalisasi. Penelitian tindakan mengkaji kehidupan sosial

yang tergantung pada konstruksi mental atau interpretasi mental. Penelitian

tidak menemukan pengetahuan dengan mengamati alam dari satu arah, tetapi
penelitian secara langsung diciptakan melalui interaksi antara si peneliti

dengan “objek” (konstruk) yang diteliti.

Kerjasama dalam pelaksanaan diartikan untuk mengindikasikan gaya

penelitian dimana tidak ada perbedaan fungsi antara peneliti dengan yang

diteliti. Keduanya didefinisikan sebagai partisipan yang memiliki kedudukan

sama dalam menentukan pertanyaan apa yang akan ditanyakan, informasi apa

yang akan dianalisis, dan bagaimana kesimpulan dan tindakan yang akan

ditentukan.

Prinsip Penelitian Tindakan Kelas

Penelitian tindakan ini mesti berpijak atas prinsip-prinsip seperti yang

diungkapkan oleh, antara lain, Stringer (1996:38):

a. Prinsip-prinsip hubungan dalam penelitian tindakan, mesti:

- Promote feelings of equality for all people involved (mendorong

perasaan kesederajatan bagi semua orang yang terlibat);

- Maintain harmony (mempertahankan keharmonisan);

- Avoid conflicts, where possible (menghindari konflik jika

mungkin);

- Resolve conflicts that arise, openly and dialogically

(menyelesaikan konflik yang muncul secara terbuka dan dialogis);

- Accept people as they are, not as some people think they ought to

be (menerima orang seperti apa adanya, bukan apa yang mereka

pikir seharusnya);

- Encourage personal, cooperative relationships, rather than

impersonal, competitive, conflictual, or authoritarian

relationships (mendorong hubungan pribadi dan kerja sama,


daripada hubungan yang tak mempribadi, kompetitif, penuh

pertentangan atau otoriter);

- Be sensitive to people’s feelings (bersifat sentifi terhadap perasaan

orang).

b. Prinsip dalam komunikasi yang efektif seseorang mesti:

- Listens attentively to people (mendengarkan orang dengan penuh

perhatian);

- Accepts and acts upon what they say (menerima dan bertindak

pada apa yang mereka katakan);

- Can be understood by everyone (dapat difahami oleh setiap

orang);

- Is truthful and sincere (jujur dan tulus);

- Acts in socially and culturally appropriate ways (bertindak dalam

cara yang pantas secara sosial dan budaya);

- Regularly advises others about what is happening (secara teratur

menasehati orang lain tentang apa yang terjadi).

c. Prinsip dalam partisipasi. Pastisipasi sangat efektif bila ia:

- Enables significant levels of active involvement (memungkinkan

keterlibatkan secara aktif pada tingkatan yang bermakna);

- Enables people to perform significant tasks (memungkinkan orang

untuk melaksanakan tugas-tugas yang bermakna);

- Provides support for people as they learn to act for themselves

(memberikan dorongan bagi orang lain sebagaimana mereka

belajar bertindak bagi diri mereka sendiri);


- Encourages plans and activities that people are able to

accomplish themselves (mendorong rencana dan kegiatan yang

yang mampu dicapai oleh mereka sendiri);

- Deals personally with people rather than with their

representatives or agents (berhubungan dengan orang secara

pribadi dari pada melalui perwakilan atau agen mereka).

d. Prinsip inklusi dalam penelitian tindakan melibatkan:

- Maximization of the involvement of all relevant individuals

(memaksimalkan keterlibatan semua individu yang relevan);

- Inclusion of all groups affected (menyatukan semua kelompok

yang terpengaruhi);

- Inclusion of all relevant issues—social, economic, cultural,

political—rather than a focus on narrow administrative or

political agendas (menyatukan semua masalah yang relevan baik

sosial, ekonomi, budaya, dan politik, dari pada memfokuskan pada

agenda administratif atau politik yang sempit);

- Ensuring cooperation with other groups, agencies, and

organizations (memastikan kerja sama dengan kelompok, agen,

dan organisasi lain);

- Ensuring that all relevant groups benefit from activities

(memastikan bahwa semua kelompok yang relevan memperoleh

keuntungan dari kegiatan).

Siklus Penelitian Tindakan Kelas

Penelitian tindakan memiliki langkah-langkah yang khas dan berbeda

dengan penelitian konvensional. Penelitian tindakan (action research)


memiliki langkah-langkah yang bersifat siklus (proses pengkajian berdaur),

yang bergerak dari satu tahap ke tahap berikutnya, tetapi kemudian kembali

pada tahap awal dengan suatu peningkatan. Daur tersebut secara sederhana

digambarkan pada bagan di bawah

RENCANA
MERENCANAK MELAKUKAN
AN TINDAKAN
REFLEKSI
MENGAMATI MEREFLEKSI

TINDAKAN/OBSERVASI
Dengan mengadaptasi model Hopkin, Tim PGSM (199:7)

menggambarkan siklus penelitian tindakan kelas dalam bentuk spiral, seperti


REVISI
berikut:

RENCANA

REFLEKSI

TINDAKAN/OBSERVASI

REVISI

RENCANA

REFLEKSI

TINDAKAN/OBSERVASI

REVISI
Sementara itu Stringer (1996:16) mengemukakan langkah-langkah pokok

dalam siklus penelitian tindakan sebagai berikut:

Look : - Gather relevant information (gather data)

- Build a picture: Describe the situation (define and describe)

Think : - Explore and analyzes: What is happening here? (hypothesize)

- Interpret and explain: How/why are things as they are? (theorize)

Act : - Plan (report)

- Implement

- Evaluate

Langkah-langkah Penelitian Tindakan Kelas

Langkah-langkah pelaksanaan penelitian tindakan secara terinci

(Musnir dan Gunawan,1998/1999).

a. Mencari masalah penelitian.

b. Memilih masalah penelitian.

c. Mempertajam masalah penelitian.

d. Mengembangkan rancangan pemecahan masalah putaran pertama.


e. Melaksanakan pemecaham masalah putaran pertama.

f. Mengevaluasi proses dan hasil pemecahan masalah putaran pertama.

g. Merevisi rancangan pemecahan masalah putaran pertama atau

mengembangkan rancangan pemecahan masalah putaran kedua.

h. Melaksanakan pemecahan masalah putaran kedua.

i. Mengevaluasi proses dan hasil pemecahan masalah putaran kedua.

j. Merevisi rancangan pemecahan masalah putaran ketiga atau

mengembangkan rancangan pemecahan masalah putaran ketiga.

k. Melaksanakan pemecahan masalah putaran ke-n.

l. Mengevaluasi proses dan hasil pemecahan masalah putaran ke-n.

m. Merevisi rancangan pemecahan masalah putaran ke-n atau

mengembangkan rancangan pemecahan masalah putaran ke-n+1.

n. Melaksanakan pemecahan masalah putaran ke-n+1.

o. Mengevaluasi proses dan hasil pemecahan masalah putaran ke-n+1.

p. Membuat laporan hasil pemecahan masalah.

Rencana Penelitian Tindakan Kelas

a. Setting penelitian dan karakteristik subjek penelitian.

b. Variabel yang diselidiki.

c. Rencana tindakan.

d. Data dan cara pengumpulannya.

e. Indikator kinerja.

f. Tim peneliti dan tugasnya.

B. Variabel Penelitian
Penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan

dan kegunaan tertentu. Menurut Sugiono (2007:1), penelitian ilmiah didasarkan

pada cirri-ciri keilmuan yaitu, rasional, empiriss dan sistematis. Penelitian ini

dimaksudkan untuk menemukan hubungan antara fakta yang satu dengan fakta

lainnya. Salah satu bentuk hubungan dalam menjelaskan mengapa sesuatu ada

atau terjadi, adalah hubungan kasual.

Namun di sini perlu kiranya jenis-jenis variabel dan hubungan antar

variabel.

1. Hakikat Variabel dan Atribut

Variabel (nampak dari kata vary dan able) berarti "bisa beragam." Artinya,

variabel adalah konsep yang memiliki keragaman nilai.

Variabel adalah pengelompokan logis atribut-atribut, sebagai contoh: laki-

laki dan perempuan adalah atribut, sedangkan jenis kelamin atau gender

adalah variabel.

Atribut adalah ciri-ciri atau kualitas yang memaparkan suatu obyek -

dalam hal ini seseorang, misalnya: perempuan, berkebangsaan Timur,

terasing, konservatif, tak jujur, cerdas, petani, dan sebagainya.

2. Jenis-jenis Variabel

a. variabel diskrit (discrete variable).

b. variabel bersambungan (continuous variable).

Jenis Variabel Diperoleh dari kegiatan Contoh


DISKRIT MENGHITUNG Jumlah anak, jumlah sepeda

motor, jumlah …
BERSAMBUNGAN MENGUKUR Tinggi badan, bobot badan,

jarak rumah dengan tempat


kerja, dsb.

3. Sifat Variabel

a. Variabel Dependen (bebas) atau vriabel yang tidak terpengaruh,

disebut juga varibel peubah.

b. Variabel Independen atau variabel yang terpengaruh dan dapat

mengalami perubahan

Dalam Penelitian Tindakan Kelas ini ditetapkan variabel-variabel:

Variabel dependen adalah: Pembelajaran Kontekstual

Variabel Independen adalah: Kemampuan siswa dalam melakukan pemecahan

masalah matematika

C. Definisi Operasional

1. Prestasi Belajar

Prestasi diterjemahkan dari kata achievement yang berarti hasil yang

telah dicapai. Prestasi belajar adalah hasil yang telah dicapai melalui belajar.

Menurut Syaodih (2004:78) prestai belajar ada 10 yaitu: pengetahuan,

pemahaman, keterampilan berpikir, keterampiln umum, penyesuaian diri,

sikap, nilai, minat dan apresiasi. Masih ada banyak definisi dan uraian aspek-

aspeknya mengenai prestasi belajar, akan tetapi pada intinya prestasi belajar

yang terpenting adalah kecerdasan komprehensif. Tugas utama manusia

adalah menyelesaikan masalah, menurut Zohar (2004): dalam melahirkan

solusi, kontribusi kecerdasan spiritual dan emosional adalah 80 % dan

kecerdasan intelektual 20 %. Membina kecerdasan perlu memadukan

neurocortex-otak kiri (kecerdasan rasional/intelektual) dengan system limbic-

otak kanan (kecerdasan spiritual dan kecerdasan emosional).


2. Pemecahan Masalah

Sebagaimana disebut di atas, bahwa tugas manusia adalah melakukan

pemecahan masalah. Suatu masalah adalah suatu situasi yang dirasakan

adanya sejumlah informasi yang hilang (ada kesenjangan). Pemecahan

masalah meliputi mencari pola – pola membuat prediksi, dan pengujian

prediksi .

Penyelesaian Masalah dilakukan ilmiah (Scientific Problem Solving)

atau dengan menggunakan intuisi secara kreatif (Creative Problem Solving).

Dalam konteks matematika Pemecahan Masalah adalah penyelesaian

persoalan-persoalan matematika dengan dengan menggunakan ukuran atau

data yang telah lebih dulu ditemukan atau dibuktikan. Dengan bekal data awal

maka diterapkan rumus yang berkaitan sehingga dapat ditemukan solusi atau

pemecahannya.

3. Pembelajaran Kontekstual

Menurut Dania (2006), Pembelajaran Kontekstual merupakan konsep

belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya

dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan

antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan

mereka. Hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa karena

proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa

bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa.

Strategi pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil. Guru matematika

idelanya mengambil peran sebagai mediator, bukan menyuapi siswa. Di dalam

kelas guru adalah instrumen pembelajaran yang utama, bukan sebagai

pengantar materi semata ataupun penyaji utama pelajaran.


D. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan datanya dilakukan dengan cara :

1. Riset kepustakaan, yaitu pengumpulan data referensi-referensi tertulis,

meliputi buku-buku tentang pendidikan, pembelajaran, perkembangan

siswa, matematika dan dokumen tertulis yang berkaitan dengan topik

penelitian.

2. Pengamatan terlibat (participant observation) yaitu pengamatan langsung

pada obyek penelitian tanpa intervensi eksistensinya dan terjadi interaksi

antara peneliti dan yang diteliti.

3. Wawancara terbuka (open interview) dan mendalam, langkah ini

dilakukan untuk memperoleh jawaban yang tidak dibatasi dari informan.

Interview merupakan proses interaksi antara pewawancara dan responden.

4. Pengujian prestasi belajar melalui tes berkaitan dengan pokok bahasan

mata pelajaran matematika.

5. Kuisioner, yaitu serangkaian pertanyaan tertulis yang disebarkan kepada

siswa untuk mengumpulkan respon atas proses peneliti.


BAB IV

HASIL PENELITIAN TINDAKAN KELAS

A. Gambaran Penelitian

1. Perencanaan

Penelitian dilakukan di kelas VIII I SMP Negeri I Cicalengka. Materi

pembelajaran luas permukaan bangun ruang kelas VIII semester genap tahun

pelajaran 2008 – 2009. Materi termaksud meliputi luas permukaan kubus,

balok, limas dan prisma. Penelitian tindakan kelas dilaksanakan selama bulan

Mei 2008, sebanyak tiga siklus ditambah siklus untuk pos tes. Pelaksanaan

penelitian melibatkan guru dan kepala sekolah terutama dalam pelaksanaan

pengamatan dan refleksi selama penelitian.

Siklus pertama merupakan penjajagan melalui test prasyarat dan

membangun dinamika kelompok. Sesi ini untuk mengondisikan siswa agar

siap mengikuti pembelajaran yang menekankan keperansertaan siswa.

Siklus kedua diawali dengan apersepsi mengenai materi pelajaran

bidang datar, khususnya persegi dan empat persegi panjang. Selanjutnya

dilakukan proses pembelajaran mengenai bangun ruang kubus dan balok.

Setelah proses pembelajaran diberikan tes yang langsung dianalisis.

Siklus ketiga diawali dengan apersepsi mengenai materi pelajaran

bidang datar, khususnya segitiga siku-siku, segitiga sama sisi dan segitiga

sama kaki. Selanjutnya dilakukan proses pembelajaran mengenai bangun

ruang Limas dan Prisma. Setelah proses pembelajaran diberikan tes.

Setelah dilaksanakan ketiga siklus di atas kemudian diberikan post tes

pada waktu tersendiri


2. Tindakan

Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika melalui

pendekatan kontekstual dalam pembelajaran matematika.

3. Pengamatan

Dilaksanakan bersamaan dengan proses pembelajaran. pengamatan

tersebut meliputi kegiatan guru dan siswa; pengembangan materi

pembelajaran dan capaian hasil belajar siswa. Pengamatan dilakukan oleh

peneliti, guru pamong, wali kelas dan yang ditugasi oleh PKS bidang

kurikulum. Pengamatan dilakukan terhadap proses pembelajaran serta perilaku

guru peneliti dan siswa selama pembelajaran berlangsung.

4. Refleksi

Proses pembelajaran, hasil tes dan capaian hasil belajar pada umumnya

dianalisis untuk mengetahui permasalahan yang dihadapi sekaligus mengukur

peningkatan kemampuan siswa. Hasil analisis sekaligus dijadikan bahan

pertimbangan untuk menyusun rencana perbaikan siklus berikutnya.

5. Diskusi

Dalam upaya mengidentifikasi masalah dan menghimpun gagasan

perbaikan yang lebih tepat, peneliti melakukan diskusi dengan guru pamong,

wali kelas dan PKS Bidang Kurikulum.

B. Penjelasan Siklus Pertama


Sebagaimana disebutkan di atas, siklus pertama merupakan penjajagan

maka pada siklus pertama ini dilasksanakan langkah-langkah pembelajaran

sebagai berikut:

1. Pembukaan

Setelah mengajak siswa membaca basmalah untuk memulai

pembelajaran, peneliti memperkenalkan diri sebagai guru yang akan

membimbing pembelajaran bangun ruang selama empat kali pertemuan.

Selanjutnya kepada siswa disampaikan pertanyaan, Berapa enam kali

delapan (6X8)? Hampir seluruh siswa berteriak menyebutkan empat puluh

delapan dengan keras. Kemudian disampaikan pertanyaan kedua, mengapa

enam kali delapan sama dengan empat puluh delapan? Kali ini semua siswa

bungkam. Lima belas detik pertama hening kemudian terjadi saling bisik

diantara siswa selama lebih dari satu menit.

Kemudian seorang siswa mengangkat tangan. Ketika dipersilahkan, ia

menjawab karena aturannya begitu. Kepada siswa yang lain ditanyakan

apakah setuju dengan jawaban tersebut, ada sebagian siswa.

Seorang siswa menyampaikan pendapatnya: karena enam nya ada

delapan jadi kalau dijumlahkan ada empat puluh delapan.

Kepada siswa dijelaskan, bahwa siswa yang menjawab pertanyaan,

lebih memiliki tingkat keberanian yang lebih tinggi. Menjawab dengan

mengemukakan alasannya lebih baik. Pendahuluan tersebut menghabiskan

waktu 5 menit

2. Test Prasyarat

Siswa mengerjakan tes prasyarat sebanyak 5 soal selama 10 menit.

Materi tes mengenai Persegi, persegi panjang, segitiga siku-siku, segitiga


sama kaki dan segitiga sama sisi. Tes prasyarat dilakukan untuk mengetahui

sejauh mana siswa menguasai kemampuan menyelesaikan penghitungan

keliling dan luas bangun datar dua dimensi. Untuk menguasai bangun ruang

tiga dimensi, siswa terlebih dulu harus menguasai bangun datar.

3. Simulasi Pengakraban

Untuk lebih mengakrabkan antara siswa dengan guru dan di antara

sesama siswa, dilakukan proses perkenalan melalui simulasi:

a. Siswa diminta ke teras kemudian membagi diri menjadi dua kelompok

besar. Semua siswa, 48 orang hadir sehingga satu kelompok 24 orang.

b. Kedua kelompok diminta berjajar berhadap-hadapan, satu baris

membelakangi jendela satu lagi membelakangi halaman kelas. Waktu

yang terpakai dari keluar hingga berjejer dengan rapih selama 5 menit.

c. Selanjutnya siswa diminta berjejer dari kanan ke kiri secara alfabetis,

menurut huruf pertama nama panggilan. Waktu yang terpakai 4 menit.

d. Setelah berjejer rapih kemudian diverifikasi apakah posisinya benar?

Ternyata masih belum selaras karena yang huruf awalnya sama lebih

dari seorang dan urutan menurut huruf kedua belum tersusun.

e. Peserta mengatur kembali posisinya hingga benar-benar rapih. Waktu

yang terpakai 3 menit.

f. Setelah kedua barisan tersusun rapih, siswa diminta mengubah barisan,

kali ini yang paling kanan yang lebih dulu di lahirkan.

g. Seperti halnya pada cara berjejer pertama, terjadi revisi posisi dua kali

pada susunan barisan kedua. Waktu yang terpakai sampai barisan

benar-benar rapih adalah 6 menit.


h. Setelah barisan rapih, siswa diminta berjejer berdasarkan tinggi badan.

Kali ini siswa mengatur barisan dengan lebih cepat, hanya 3 menit.

i. Setelah rapih siswa diminta membentuk kelompok.

4. Pembagian kelompok

a. Setiap barisan selanjutnya diminta membagi diri menjadi empat

kelompok, satu kelompok enam orang. Anggotanya terserah selera

masing-masing. Pembentukan kelompok memerlukan waktu

lebih dari 10 menit, karena rebutan anggota.

b. Setelah terbentuk delapan kelompok, siswa dipersilahkan masuk

kembali ke dalam kelas dan duduk menurut kelompoknya masing-

masing. Dilihat dari jenis kelamin, satu kelompok anggotanya laki-laki

semua, dua kelompok perempuan semua, lima kelompok campuran

laki-laki dan perempuan.

c. Siswa kemudian diminta menetapkan pemimpin kelompok dan

memberi nama kelompoknya masing-masing. Nama kelompok bebas.

d. Setelah 5 menit nama kelompok dan pemimpin masing-masing

kelompok semuanya selesai ditetapkan.

Nama dan anggota kelompok dipresentasikan pada tabel di bawah ini:

Tabel 4.1

Deskripsi Kelompok (satu kelompok enam siswa)

Nama Jumlah Warga Ketua Yel

Kelompok Lk Pr Kelompok Motto

Naruto 6 0 Laki-laki Narrrutto, Hebat Euy!


Slanker 4 2 Laki-laki Slanker please, slanker
peace

Vicking 3 3 Laki-laki Vicking Nu Aing

Ungu 3 3 Perempuan Pernahkah kau merasa,


Jadi juara?

Metal 2 4 Laki-laki Optimis Coy!

Jagger 2 4 Perempuan Sing Penting, Tahan


Banting!

Queen 0 6 Perempuan We are the champion,


Oye!

Angel 0 6 Perempuan Angel Nice, Angel Wise


Angel Yes!

5. Brainstorming

Setelah semua siswa sepakat bahwa barisan keduanya rapih, kepada

siswa diminta tanggapan dan kesan atas simulasi yang baru dilakukan.

Barinstorming (curah gagasan) berlangsung 15 menit. Dari 48 siswa ada 14

orang yang menyampaikan gagasan, mewakili lima kelompok.

Beberapa gagasan yang sempat dicatat antara lain:

a. Simulasi tersebut telah menyebabkan sesama siswa lebih mengenal,

terutama nama panggilan dan usia masing-masing.

b. Menyusun barisan yang pertama waktunya lebih lama karena siswa

belum adaptasi dengan situasi dan tidak menyangka ada simulasi.

c. Menyusun barisan yang kedua kalinya relative lebih cepat karena

komunikasi telah lebih akrab.


d. Menyusun barisan yang ketiga lebih cepat lagi karena tidak perlu

melakukan pendataan, cukup melihat fisik temannya.

e. Untuk menyelesaikan pekerjaan dengan sempurna harus melakukan

komunikasi dengan baik, menghimpun data dengan teliti dan

menempatkan posisi secara tepat.

6. Diskusi kelompok

Selanjutnya setiap kelompok diminta mendiskusikan:

a. Apa yang menjadi kendala dalam belajar matematika.

b. Soal yang mana yang dianggap paling sulit.

7. Penutup pembelajaran

Seraya mengumpulkan kesimpulan diskusi, Jawaban tes yang telah

dinilai sibagikan untuk dipelajari dan diperbaiki di rumah. Kepada siswa

diberikan juga lembar penjelasan materi materi pelajaran bangun datar sebagai

upaya remedial. Pada saat yang sama diberikan lembar tugas kelompok, yaitu

membawa benda-benda yang diperlukan untuk media belajar pada pertemuan

berikutnya. Selanjutnya siswa dibimbing membaca do’a akhir majlis,

kemudian membaca hamdalah bersama-sama dan ditutup dengan salam.

8. Hasil Tes Prasyarat

a. Pedoman penilaian

- Menghitung keliling Nilainya 5, dengan distribusi:

Menemukan ukuran sisi-sisi yang akan dijumlahkan serta

menjumlahkan diberi nilai 5;

Hasil penjumlahan yang benar nilai 5.


- Menghitung luas nilainya 10 dengan distribusi:

Menemukan ukuran panjang/alas atau lebar/tinggi dan mengalikan

diberi nilai 5;

Hasil perkalian yang benar nilainya 5.

b. Nilai test secara kumulatif

Setelah diperiksa, dari 48 siswa hanya 18 orang (37,5%) yang

nilainya di atas 50. Nilai terkecil 10 (sepuluh) sebanyak 1 orang (2,08%)

dan nilai tertinggi 80 (delapan puluh) sebanyak 5 orang (10,42%).

Frequensi tertinggi (modus) ada pada nilai 65, yaitu 12 orang (25%).

Adapun nilai rata-rata adalah 47.

Tingkat ketuntasan belajar yang disepakati di SMP Negeri I

Cicalengka adalah 85% siswa memperoleh nilai 65 ke atas. Dengan hasil

tes prasyarat sebagaimana disebutkan di atas, maka ketuntasan belajar

mengenai bangun datar, khususnya segiempat dan segitiga dapat dikatakan

belum tercapai.

Untuk lebih jelasnya hasil tes prasyarat dipresentasikan pada tabel

di bawah ini:

Tabel 4. 2.

Nilai Kumulatif Tes Prasyarat

Nilai Frekwensi Prosentase Jumlah

80 5 10,42% 400

65 12 25,00% 780

60 1 2,08% 60

55 0 0,00% 0
50 5 10,42% 250

45 5 10,42% 225

40 2 4,17% 80

35 4 8,33% 140

30 5 10,42% 150

25 0 0,00% 0

20 5 10,42% 100

15 3 6,25% 45

10 1 2,08% 10

Jumlah 48 100% 2.240

Nilai 100 – 85 tidak dipresentasikan karena frekuensinya kosong

c. Hasil test menurut butir soal

Tes bukan sekadar mengukur kemampuan siswa akan tetapi

mengevaluasi kesulitan yang dihadapi oleh siswa. Oleh karena itu nilai

siswa untuk tiap butir soal dan bahkan nilai tahapan kerja secara otentik

dicatat oleh peneliti. Pada tabel di bawah ini dipresentasikan perolehan

nilai tiap butir soal

Tabel 4.3

Jumlah siswa menurut nilai tiap butir soal

Gambar Persegi Segitiga Segitiga Segitiga


Nilai Persegi Panjang Siku-siku Samasisi Samakaki

Nilai 20 33 7 5 5 5
Nilai 15 0 17 13 13 12
Nilai 10 13 13 23 17 12
Nilai 05 0 11 7 0 5
Nilai 00 2 0 0 13 14
Jumlah 48 48 48 48 48

Dari table di atas dapat disimpulkan bahwa materi pelajaran

bangun datar segi empat dapat dikatakan hampir mencapai ketuntasan.

Untuk materi persegi jumlah yang meraih nilai maksimal 33 orang

(68,75%); yang mencapai nilai 10 ada 13 orang (27,08%) dan nilai

minimum, 0 (nol) 2 orang (4,17%). Sedangkan nilai maksimum persegi

panjang dicapai 7 siswa (14,58%); nilai 15 ada 17 siswa (35,42%); nilai 10

ada 13 orang (27,08%) dan nilai terendah, 5, ada 11 siswa (22,92%).

Pada materi segitiga, sebagian besar siswa menghadapi kesulitan.

Hal ini dapat di lihat dari jumlah siswa yang mendapat nilai maksimal

masing-masing hanya 5 orang (10,42%) dan nilai 15 diperoleh 13 siswa

(27,08%). Sebanyak 30 orang (62,5%) nilai 10 ke bawah. Nilai yang agak

baik adalah nilai segitiga siku-siku.

d. Kesulitan yang dihadapi siswa

Menyelesaikan soal matematika memiliki tahapan dan prosedur,

tidak semua pekerjaan dapat diselesaikan langsung, akan tetapi ada tahap

yang harus dilalui. Untuk menghitung keliling harus mengetahui panjang

semua sisi, sementara data yang tersaji hanya sebagian. Demikian juga

menghitung luas, panjang/alas dan lebar/tinggi harus jelas ukurannya.

Oleh karena itu siswa diberi nilai pada tiap tahapannya. Dengan demikian,

yang dinilai adalah prosedur dan hasil akhir. Menemukan data ukuran

yang benar mendapat nilai, prosedur dinilai dan nilai akhir dinilai. Nilai
tersebut secara terpisah, sehingga kesalahan pada tahap tertentu tidak

mengurangi tahapan lain yang benar. Pada tabel-tabel berikut ini

dipresentasikan hasil kerja siswa.

Tabel 4. 4

Jumlah siswa yang benar dalam prosedur dan perhitungan

Persegi Segitiga Segitiga Segitiga


Persegi Panjang Siku-siku Samasisi Samakaki

Panjang/alas
Tinggi/Lebar 33 5 5
Hipotenusa 5 5 5
Keliling 36 7 5 35 5
Luas 43 28 41 5 28

Tabel 4. 5

Jumlah siswa yang benar dalam menjalankan prosedur tetapi salah

dalam melakukan operasi perhitungan

Persegi Segitiga Segitiga Segitiga


Persegi Panjang Siku-siku Samasisi Samakaki

Panjang/alas
Tinggi/Lebar 46 23 6
Hipotenusa 33 0 25
Keliling 8 35 39 0 27
Luas 3 15 5 20 5

Tabel 4. 6

Daftar siswa yang benar dalam mengoperasikan perhitungan tetapi

salah dalam menemukan data/menetapkan ukuran


Persegi Segitiga Segitiga Segitiga
Persegi Panjang Siku-siku Samasisi Samakaki

Panjang/alas

Tinggi/Lebar 0 7 0

Hipotenusa 10 0 4

Keliling 2 6 4 0 2

Luas 0 5 2 10 1

Dari ketiga tabel di atas dapat diketahui bahwa dalam

menyelesaikan soal-soal matematika para siswa sebagian besar telah dapat

menerapkan prosedur dengan baik. Akan tetapi masih kurang tepat dalam

mengoperasikan perkalian, pembagian, pangkat dan akar.

Untuk soal bangun persegi relatip mudah baik prosedur maupun

operasi perkalian. Dalam menyelesaikan soal segitiga, sebagian besar

siswa menghadapi kesulitan dalam menghitung panjang hipotenusa,

terutama segitiga siku-siku dan sama kaki. Pada umumnya kesalahan

dalam mengoperasikan penghitungan dengan akar. Akibat kesulitan

menemukan panjang hipotenusa, dalam menentukan keliling juga salah.

Lemahnya kemampuan mengoperasikan akar dan pangkat, berdampak

terhadap hasil perhitungan dalam menetapkan tinggi segitiga sama sisi,

akibatnya sangat sedikit yang menghitung luas dengan tepat.

9. Dinamika Pembelajaran

Dalam menggiati pembelajaran pada siklus pertama, sebagian siswa

menunjukkan partisipasi dan kontribusinya dengan nyata. Keperansertaan


yang diamati dalam penelitian adalah kemauan mengerjakan tugas,

keterlibatan dalam kelompok dan keberanian berbicara.

a. Pelaksaanaan tugas mandiri

Dalam hal pengerjaan tugas, siswa secara umum melakukannya

dengan sungguh-sungguh secara mandiri, misalnya dalam menyelesaikan

soal tes prasyarat. Walaupun hasilnya kurang memuaskan, tetapi mereka

menerima dan siap melakukan perbaikan dan sanggup memperoleh nilai

lebih baik dalam kesempatan berikutnya.

b. Keterlibatan dalam kelompok

Aktivitas kelompok pada siklus pertama ada dua, yaitu kelompok

besar dengan anggota dua puluh empat siswa dan kelompok kecil dengan

anggota enam orang. Kegiatan kelompok besar cukup lama dan

melibatkan keperansertaan siswa secara luas. Berbeda dengan kelompok

kecil, baru pembentukan, pemilihan pimpinan dan penetapan nama

kelompok. Akan tetapi dinamika muncul. Hasil pengamatan yang tercatat

antara lain:

1) Dalam simulasi kelompok besar siswa mau mengikuti kegiatan

simulasi dengan sungguh-sungguh. Keterlibatan siswa antara lain:

o Mencoba memimpin proses.

o Menghimpun data (menanyakan nama danm tanggal lahir).

o Menempatkan diri sesuai data yang diketahui.

o Mengatur posisi teman.

o Siswa yang pasif mengikuti arahan dimana dia harus

menempati posisi.
2) Dalam kelompok kecil siswa lebih dinamis, anra lain:

o Mengajak teman untuk berkelompok/memilih teman

kelompok.

o Mengatur pembagian kelompok.

o Menawarkan siapa mau jadi apa atau siapa mau mengerjakan

apa.

o Meminta teman untuk memegang tugas dalam kelompok.

o Memilih tugas untuk dirinya.

o Meminta pekerjaan untuk dirinya.

o Meminta teman mengerjakan soal tertentu.

o Siswa yang pasif mengikuti kebijakan kelompok.

c. Keberanian berbicara

Dalam pembelajaran yang dibangun adalah komunikasi resiprokal

yang dialogis. Guru bukan hanya berbicara kepada siswa, tetapi yang lebih

penting harus lebih lama berbicara dengan siswa. Oleh karena itu

keberanian siswa dalam berbicara sangat menentukan dinamika

pembelajaran. Unjuk keberanian berbicara siswa pada siklus pertama yang

terdata adalah:

1) Keberanian mengajukan pertanyaan;

2) Keberanian mengemukakan pendapat,

3) Keberanian menyampaikan jawaban;

4) Keberanian mengerjakan soal di papan tulis dan


5) keberanian presentasi.

10. Refleksi dan rencana revisi

a. Refleksi

Hasil observasi dan analisis selama dan setelah tindakan kelas

siklus pertama, diperoleh kesimpulan antara lain:

• Secara umum siswa menunjukkan partisipasi aktif dalam proses

pembelajaran.

• Siswa menyukai model belajar yang melibatkan siswa dalam

suasana dinamis, ceria, tanpa tekanan dan mengekspresikan

gagasan secara bebas.

• Siswa masih harus mengasah kemampuannya dalam

operasional aljabar, terutama pemangkatan dan akar.

b. Revisi dan Rencana Aksi

Beranjak dari kesimpulan di atas maka direncanakan

tindakan kelas pada siklus kedua yang memasukkan upaya revisi

dengan cara:

• Melanjutkan proses pembelajaran yang dinamis dan partisipatif

dengan menyajikan materi yang akrab dengan kehidupan siswa.

• Operasi perkalian, pembagian, pemangkatan dan akar sangat

menentukan hasil belajar bangun ruang, sementara siswa masih

harus mendapat penguatan dan pengayaan di bagian tersebut.

Terbatasnya waktu kurang memungkinkan meng-upgrade

kemampuan tersebut secara khusus. Maka tindakan yang

dilakukan pada siklus berikutnya adalah mengulas kemampuan


operasional tersebut sambil menjelaskan proses pengerjaan

masalah bangun ruang.

• Selain penguatan melalui bimbingan guru, siswa akan didorong

untuk saling belajar dari temannya, terutama teman satu

kelompok.

• Agar interaksi kelompok semakin inten, maka kegiatan

kelompok porsinya ditambah.

• Program pembelajaran pada siklus berikutnya diskenario lebih

memberi ruang dan peluang bagi siswa dalam berperanserta

secara optimal.

C. Penjelasan Siklus kedua

1. Pembukaan

Pembelajaran dimulai dengan membaca basmalah bersama-sama.

Siswa duduk dalam kelompoknya masing-masing lalu mengeluarkan benda-

benda yang dibawa untuk media pembelajaran, yaitu:

- Kertas HVS ukuran A4 70 gram 5 lembar per kelompok.

- Gunting dan pisau Cutter ada pada tiap kelompok.

- Dus kemasan antara lain: Kemasan Susu bubuk, kemasan obat, kemasan

lampu, kemasan kue, kemasan kosmetik dan kemasan rokok. Khusus

kemasan rokok oleh guru dikumpulkan, tidak dijadikan media.

- Mistar 30 cm, mistar segitiga, buzur derajat, jangka dan alat tulis lainnya

tersedia pada setiap meja kelompok.

- Dua kelompok membawa mistar baja 100 cm.


- tiga kelompok membawa meteran 300 cm; satu kelompok membawa

meteran 500 cm dan satu kelompok membawa meteran golong

sepanjang 100 yard.

- Hanya tiga kelompok yang membawa kalkulator.

2. Kuis matematik

Di papan tulis dipampangkan gambar ukuran plano. Gambar tersebut,

denah tanah milik empat orang penduduk di kampung Cikopo. Tanah tersebut

akan dibeli oleh Rumah Sakit Umum Cicalengka dengan harga Rp. 250.000,-

per m2. Dalam ukuran yang lebih kecil, kepada siswa dibagikan gambar yang

sama disertai tugas kelompok untuk menyelesaikan masalah, yaitu:

 Menghitung luas tanah masing-masing dan uang yang akan diterima oleh

masing-masing pemilik tanah

 Menjumlahkan luas seluruh tanah ( luas A + B + C + D)

130 m
50 m

D A
80 m

80 m

C
30 m

B
80 m 50 m
130 m
Siswa melakukan pekerjaan secara berkelompok, satu orang

menghitung satu bidang sehingga kurang dari dua menit sudah ada yang

selesai.

Perwakilan kelompok Queen dengan diringi senandung “We are

the champion….” menyerahkan hasil pekerjaannya ke meja guru dan

menuliskan hasil kerjanya di samping gambar yang ada di papan tulis.

Inilah hasil perhitungan kelompok Queen.

Luas tanah A = 5.200 m2 hasil perkalian ½ X 130 X 80

Luas tanah B = 750 m2 hasil perkalian ½ X 30 X 50

Luas tanah C = 2.400 m2 hasil perkalian 30 X 80

Luas tanah D = 2.000 m2 hasil perkalian ½ X 80 X 50

Queen diminta menghentikan dulu pekerjaannya, kemudian kepada

kelompok lain diminta memeriksa apakah jawabannya benar? Setelah

semua siswa turut menghitung ternyata seluruh kelas menyatakan hitungan

tersebut benar.

Namun ketika perwakilan Queen mau melanjutkan

penyelesaiannya, seorang siswa mengangkat tangan dan menyatakan

bahwa jumlahnya salah. Siswa tersebut diminta sabar karena Queen belum

menyebutkan jumlahnya. Siswa yang lain memberikan pendapat secara

berturut-turut. Kalau jumlahnya salah pasti yang dijumlahkannya juga

salah.

Ketika Queen diminta menyebutkan jumlahnya, perwakilan Queen

minta waktu karena jumlahnya mau dikonsultasikan lagi kepada anggota

kelompok yang lain.


Kelas menjadi gaduh karena siswa menemukan kesalahan jumlah

luas. Jumlah luas tanah A + B + C + D adalah 10.350 m2 padahal bila

dihitung langsung 130 X 80 adalah 10.400 m2, artinya kurang 50 m2

Siswa diberi kesempatan untuk menghitung ulang selama tiga

menit. Ketika ditanya ada yang telah selesai menghitung, siswa serempak

menjawab belum.

Seorang siswa minta izin untuk menjelaskan kepada teman-

temannya. Walaupun teman-temannya secara usil menyampaikan

celetukan-celetukan nakal, siswa tersebut berdiri menghadap kepada

seluruh temannya. Secara sederhana siswa tersebut menjelaskan:

o Kita semua hanya dapat menghitung dengan tepat luas tanah A.

sedangkan luas tanah B, C dan D sangat sulit menghitungnya, karena:

o Luas B pasti bukan 750 sebab panjang garis ini belum tentu 30 dan

bentuknya juga belum tentu segitiga siku-siku. Garis yang tengah ini

tidak diberi tanda sama panjang dengan garis yang di tepi dan pada

alasnya tidak diberi tanda siku-siku. Jadi rumus ½ X 50 X 30 tidak

dapat dipakai, kecuali kalau ini memang 30 dan segitiganya siku-siku

o Demikian juga halnya dengan luas D, barangkali kita hanya

menyangka mungkin D merupakan segitiga siku-siku dan alasnya

sama dengan garis lurus di bawah yang panjangnya 80 m.

o Mengenai luas C, ini juga belum tentu dan bahkan pasti bukan empat

persegi panjang karena tanda yang ada hanya sebuah siku-siku.


o Kesimpulan saya, kita tidak meungkin menghitung luas tanah B, C dan

D pada saaat ini dengan cepat dan tepat, karena tidak jelas

keterangannya.

Uraian siswa tersebut disetujui secara aklamasi oleh semua siswa.

Kemudian siswa dipersilahkan menghentikan penghitungannya. Karena

jadwal pengerjaan kuis, 10 menit telah habis.

3. Ekspositori

Kepada seluruh siswa ditekankan bahwa apa yang diterangkan oleh

temannya tadi memang benar. Matematika adalah ilmu pasti. Gambar buatan

manusia bisa saja salah walaupun menggunakan computer. Untuk

mengantisipasi kesalahan gambar maka dibuatlah keterangan dan tanda-tanda.

Setiap bangun memiliki karakter yang berbeda dan untuk itu diberi tanda-

tanda sebagai indikasi. Bagi yang penasaran boleh menghitung kembali luas

tanah tersebut di rumah.

Selanjutnya siswa mulai dibawa kepada proses penguasaan materi

balok dan kubus. Di samping kiri papan tulis dipajang gambar kubus dan

disamping kanan ditempelkan gambar balok ukuran plano. Kepada siswa

terlebih dulu dingatkan mengenai elemen-elemen geometri yaitu: titik, garis,

rusuk, sisi, bidang dan ruang. Kemudian dijelaskan pula bahwa bangun

geometri ada dua yaitu bangun datar yang merupakan bangun dua dimensi dan

bangun ruang atau bangun tiga dimensi.

Segiempat, segitiga, dan segi-segi lain yang lebih banyak jumlah sudut

termasuk bintang dan lingkaran merupakan bangun datar. Dari bangun datar
tersebut dapat dikembangkan menjadi bangun ruang tiga dimensi seperti:

balok, kubus, limas, prisma, bola, tabung, kerucut dan bentuk lainnya.

Penjelasan diselingi tanya jawab dan memperagakan cara menggambar

balok dan kubus di papan tulis. Ketika siswa diminta menyebutkan contoh-

contoh bangun ruang kubus dan balok, siswa dengan sertamerta menyebutkan

balok, misalnya tiang beton, penghapus, kotak pensil, kotak jangka, Cashing

CPU Computer, Lemari, kaki meja, kotak amal dll. Giliran diminta

menyebutkan contoh benda berbentuk kubus, jawabannya hanya satu, yaitu

dadu.

Ketika diminta menyebutkan apa lagi contoh kubus, selama satu menit

tidak ada jawaban, hingga seorang siswa nyeletuk:

“Sebenarnya banyak benda berbentuk kubus itu”

“Apa saja coba?” tanya teman-temannya.

Siswa tersebut menatap guru, kemudian guru mengangguk

“Kayu berbentuk kubus, tembok berbentuk kubus, besi berbentuk kubus, dus

berbentuk kubus, kaca berbentuk kubus, plastik berbentuk kubus dan masih

banyak lagi, cuma cape nyebutnya”.

“Uuuh” siswa lain menyoraki.

4. Inqiri

Ekspositori menghabiskan waktu 10 menit, selanjutnya siswa diminta

mengumpulkan barang yang dibawa dari rumah di meja kelompok. Kemudian

memisahkan yang berbentuk balok dengan yang berbentuk kubus. Ketika

tengah asyik memisah-misahkan barang, seorang siswa bertanya: “Apakah dus

kemasan lampu termasuk balok? Karena tidak terdiri dari 3 pasang (ukuran)
persegi panjang. Kemasan tersebut sisi alasnya berbentuk persegi dengan

panjang sisi 4 cm dan tinggi 16,5 cm, jadi hanya terdiri dari dua buah persegi

dengan panjang sisi 4 cm dan empat persegi panjang ukuran 4 X 16,5.

Karena ada yang bertanya, siswa lain memisahkan kemasan yang

sejenis, antara lain kemasan tinta stempel, kemasan obat dan kemasan lain

termasuk kemasan lampu merek lain.

Beberapa siswa mencoba menyampaikan pendapatnya ketika diberi

kesempatan. Dari ungkapan siswa yang berpendapat sesungguhnya sudah

benar, akan tetapi kepada siswa diperlihatkan kembali balok berupa kemasan

lampu. Kepada siswa ditunjukkan mana saja yang dimaksud pasangan itu,

yaitu sisi yang berhadapan.

Walaupun ketika diminta menyebutkan contoh kubus semua menyebut

Dadu, tetapi tidak ada seorang pun siswa yang membawa dadu. Karena semua

kelompok harus punya contoh kubus, akhirnya ada juga contoh kubus, yaitu

dus kemasan balsam, dus kemasan minyak rambut, dus kemasan minyak

wangi pria. Kelompok yang tidak memiliki kemasan berbentuk kubus

menggunting dus kemasan yang alasnya berbentuk persegi sehingga mereka

memiliki juga kubus.

Setiap kelompok diminta mengukur dus kemasan atau benda yang

mereka bawa, sekurang-kurangnya satu kelompok lima contoh, salah satu

diantaranya berbentuk kubus. Tiap contoh ditempeli ukuran panjang, lebar dan

tinggi. Luas setiap sisi dan jumlah luas selimut balok dan kubus.

Setelah selesai mengukur, menghitung dan menandai kemudian secara

bergiliran setiap kelompok menjelaskan di depan kelas mengenai cara

menghitung keliling bangun datar dan cara menghitung luas selimutnya.


Setelah selesai presentasi hasil pekerjaan siswa dimasukkan ke dalam kantong

yang telah diberi label nama kelompok kemudian diserahkan dikumpulkan di

meja guru untuk dinilai.

5. Tes Kelompok

Selanjutnya setiap kelompok diberi tugas mengukur dan menghitung

dengan subyek yang berbeda, yaitu:

a. Subyek : Lantai, Dinding, Plafond dan Penutupnya.

b. Lokasi : Kelas, Mushola, Perpustakaan, Tempat wudlu,

Ruang Serbaguna, Gudang, Ruang OSIS, dan UKS.

c. Hasil yang harus dilaporkan adalah:

1) Gambar sketsa.

2) Panjang setiap sisi.

3) Keliling setiap subjek.

4) Luas setiap subjek.

5) Kebutuhan barang untuk menutup lantai; barang untuk menutup

dinding dan Kebutuhan barang untuk menutup plafond.

6. Brainstorming

Siswa diberi kesempatan melakukan curah gagasan (brainstorming).

Dari gagasan-gagasan yang diungkapkan, beberapa point yang tercatat yaitu:

a. Pembelajaran waktunya terlalu sempit.

b. Soal dan tugas yang harus diselesaikan itu sebenarnya rumit, tetapi

dapat dikerjakan.
c. Menghitung atau mengukur barang yang ada (maksudnya kongkrit)

walaupun dengan satuan terkecil seperti milimiter, tidak terlalu

memusingkan karena barangnya ada.

d. Kalau tugas dan soal dilaksanakan secara mengalir diselingi obrolan

dan kegiatan fisik, maka soal menjadi terasa ringan, walaupun jawaban

tidak tepat tapi tidak menjadi beban pikiran dan dapat memperbaiki

kesalahan dengan segera.

e. Sekarang ada gambaran, mengapa kita harus mengetahui sesuatu

karena kita akan melakukan sesuatu. Seperti, untuk apa kita tahu luas

atau ukuran suatu ruang atau barang? Karena kita ingin tahu berapa

kebutuhan barang untuk ruang atau benda tersebut. Kemarin-kemarin

kita menghitung luas karena ingin tahu luasnya saja.

Karena keterbatasan waktu, siswa yang menyampaikan gagasan hanya

delapan orang, mewakili enam kelompok.

7. Sesi penutup

Kepada siswa dibagikan nilai tugas mengukur dan menghitung benda

berbentuk balok dan kubus. Beserta nilai diserahkan juga uraian materi

pelajaran untuk lebih diperdalam di rumah. Setelah mendaftar keperluan yang

dibutuhkan untuk pembelajaran siklus berikut, siswa bersama-sama membaca

do’a akhir majlis, dilanjutkan hamdalah dan diututup dengan salam.

8. Hasil Tes

Tugas yang diberikan adalah mendeskripsikan bentuk, ukuran

elemen dan hasil penghitungan keliling serta luas bidang dan bangun.

Siswa mengukur sendiri dimensi benda kemudian melaporkan hasil


perhitungannya. Dengan terpadunya tugas, diharapkan dapat mengetahui

kesungguhan dalam melaksanakan tugas dan akurasi ukuran.

Walaupun ada ukuran yang diasosiasikan kepada ukuran yang ada

(dan ketika dipadukan dengan ukuran yang lain ternyata tidak cocok),

umumnya setiap kelompok berupaya melaksanakan tugas dengan baik.

Berikut ini disajikan hasil pengukuran dan penghitungan setiap kelompok

Tabel 4. 7

Jumlah Siswa yang Benar dalam mengukur & menghitung

No Subyek P L T Kel Luas

1 Alas 48 48 - 42 42

2 Dinding 1 45 46 38 40

3 Dinding 2 45 47 36 38

4 Selimut 34

Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa dalam hal mengukur

hampir seluruh siswa benar. Kalaupun terjadi kesalahan, kemungkinan

besar karena cara mengukur yang tidak teliti. Frekwensi terendah dalam

mengukur adalah 45 orang (93,75%) masih cukup tinggi.

Berbeda dengan mengukur, jumlah siswa yang benar dalam

menghitung berkisar pada angka 34 s.d 42 orang, khususnya dalam

menghitung luas selimut. Kesalahan terutama dalam mengalikan pecahan

yang jumlahnya lebih dari dua decimal. Namun demikian, jumlah 34 siswa

masih dinilai baik karena lebih dari 70 %

Hasil kerja perorangan ini paralel dengan hasil kerja kelompok.

Dalam hal mengukur, frekuensi terendah adalah 7 kelompok (87,50%)


tetapi dalam hal menghitung, terutama menghitung luas selimut yang

benar hanya 6 kelompok (75%). Untuk lebih jelas dapat dilihat pada table

di bawah

Tabel 4. 8

Hasil pengukuran dan penghitungan kelompok

No Subyek P L T Kel Luas

1 Alas 8 8 - 8 8

2 Dinding 1 8 8 8 8

3 Dinding 2 7 8 7 7

4 Tutup 7 8 7 7

5 Selimut 6

Dalam hal implementasi ditemukan berbagai cara. Ketika

menghitung benda yang dibutuhkan untuk menutupi permukaan hanya

satu kelompok yang menghitung dengan prosedur luas permukaan dibagi

luas benda bahan penutup yaitu yang menghitung kebutuhan keramik

untuk kelas. Prosedur yang ditempuh adalah

1) Di ketahui :

• Lantai, persegi panjang Panjang 870 cm

Lebar 690 cm

• Keramik, Persegi Panjang sisi 30 cm

2) Masalah :

Menghitung jumlah keramik yang dibutuhkan untuk lantai


3) Penyelesaian :

870 X 690 = 600.300 = 667 buah


30 X 30 900

Kelompok lain menghitung kebutuhan dengan cara antara lain:

a) Menghitung jumlah kebutuhan benda per meter; kemudian

menghitung luas permukaan yang harus ditutup, kemudian luas

permukaan dikalikan jumlah kebutuhan benda permeter. Yang

menerapkan cara ini antara lain kelompok yang menghitung

kebutuhan lantai untuk musholla

o Ukuran Keramik 20 X 20 cm

1 m2 permukaan butuh 5 X 5 keramik = 25

o Ukuran lantai Mushola 6 X 7 m = 42 m2

Kebutuhan keramik = 42 X 25 = 1.050 keping

b) Menghitung ukuran lebar dan panjang permukaan; menghitung

jumlah benda untuk mengisi lebar dan jumlah benda untuk

mengisi panjang, kemudian mengalikannya, cara ini diterapkan

oleh kelompok yang mengukur kebutuhan asbes untuk menutup

plafond perpustakaan

• Plafond perpustakaan, Panjang 12 m dan lebar 9 m

• Asbes 6mm, Panjang 240 cm dan lebar 60 cm

• Panjang Perpustakaan = 5 asbes dan lebar = 15 asbes

• Kebutuhan asbes untuk perpustakaan adalah 5 X 15 = 75

c) Ada juga yang mengukur dimensi tetapi juga menghitung benda

yang telah menempel pada permukaan, seperti yang dilakukan

kelompok yang mengukur kebutuhan porselin penutup bak air data

ukuran dan hasil penghitungan ditampilkan dalam tabel di bawah


Tabel 4. 9

Penghitungan kebutuhan Porselin untuk bak air

P L T Luas Porselin

Alas 70 60 4200 30

Dinding 1 70 70 4900 36

Dinding 2 60 70 4200 30

Dinding 3 70 70 4900 36

Dinding 4 60 70 4200 30

Porselin 10 10

Jumlah 2240 162

Kesalahan jumlah porselin kemungkinan besar: Porselinnya tidak

diukur tetapi ditaksir 10X10 cm, tetapi dimensi bak diukur. Kemudian

siswa menghitung jumlah keramik yang menempel pada bak dan ukuran

yang 12cm X 12 cm, bukan 10 X 10 cm.

9. Dinamika Pembelajaran

Dalam menggiati pembelajaran pada siklus kedua siswa lebih dinamis

bentuk aktivitas selain yang telah diurai pada laporan siklus pertama ditambah

dengan keperansertaan yang muncul pada siklus kedua

a. Pelaksaanaan tugas mandiri

Karena setiap siswa membawa alat dan barang yang diminta, maka

seluruh siswa dapat melakukan aktivitas, termasuk dalam hal penyelesaian


tugas masing-masing, yaitu mengukur elemen balok dan kubus serta

menghitungnya keliling dan luasnya.

b. Keterlibatan dalam kelompok

Keterlibatan dalam kelompok pada siklus kedua sangat

berpengaruh terhadap penyelesaian masalah. Dalam penyelesaian kuis

ukuran tanah, karena dianggap siapapun dapat menyelesaikannya, maka

setiap siswa mengambil bagian. Empat orang menghitung luas A, B, C dan

D. Seorang menjumlahkan setiap pekerjaan yang telah selesai dan seorang

lagi menghitung secara keseluruhan. Oleh karenanya pelaksanaan kuis

relative sebentar (walau tidak ditemukan ukuran yang sebenarnya)

Dalam pelaksanaan tugas kelompok tidak jauh berbeda. Volume

kegiatan yang ditugaskan kepada setiap kelompok diselaraskan dengan

jumlah anggota kelompok, oleh karenanya apabila ada yang tidak aktif

akan menyebabkan pekerjaan ternbengkalai dan berakibat tidak selesai.

1) Pembagian tugas dalam kerja kelompok

• 1 orang mengukur dan menghitung keramik.

• 2 orang mengukur panjang dinding.

• 1 orang mengukur lebar dinding.

• dan 2 orang mengukur tinggi dinding.

• Selanjutnya seorang membacakan data ukuran, dua orang

menghitung dinding seorang menghitung lantai dan plafond,

seorang mengumpulkan data seorang lagi mencoba

menghitung ulang sebagai perbandingan.


• Kemudian mendiskusikan jumlah kebutuhan barang untuk

menutup lantai, Plafond dan dinding.

2) Aktivitas diskusi kelompok

o Ketua kelompok langsung menugaskan seorang siswa

memimpin diskusi dan ia mengambil posisi sebagai pencatat.

o Karena data tersedia maka tidak terjadi perdebatan yang

panjang .

o Selain itu karena ada pembagian tugas kerja maka masing-

masing siswa sibuk dengan tugasnya.

o Perbedaan perhitungan adalah ketika mengubah satuan meter2

ke cm2 dan sebaliknya.

o Walaupun masing-masing punya pekerjaan tetapi diantara

mereka saling bertanya dan memberi informasi mengenai

penyelesaian tugasnya.

o Karena kurangnya masalah yang harus diperdebatkan akhirnya

mereka mengisi obrolan dengan hal yang menurut masing-

masing kelompok menarik, antara lain masalah film, jenis

game, sepak bola, lagu dan gossip, termasuk membicarakan

siswa yang ada di kelompok lain.

c. Keberanian berbicara

Karena data dan pengalaman terstruktur siswa cukup banyak, maka

siswa memiliki bahan lebih banyak untuk dibicarakan. Selain kekayaan

bahan bicara, sejak awal pembelajaran siswa didorong banyak bekerja dan

berbicara. Oleh karena itu ketika diminta presentasi, setiap kelompok


mendaftar sebagai presenter pertama. Lebih dari itu yang menjadi juru

bicara kelompok pun sudah bisa siapa saja.

d. Kreativitas

Kreativitas siswa juga tereksplorasi ketika harus mengerjakan tugas.

Contoh kreativitas siswa tersebut antara lain:

• Untuk mengukur tinggi dinding dari lantai hingga plafond, siswa

menggunakan tiga buah tongkat pramuka yang disambung. Ujung

atas menyentuh langit-langit ujung bawahnya digaris pada dinding.

Dari garis ke lantai diukur dengan meteran/mistar, kemudian

panjang tongkat diukur.

• Untuk memenuhi media belajar berbentuk kubus, karena tidak

membawa kemudian mendadak membuat kubus dengan cara

memodifikasi kemasan yang ada.

• Dilakukannya cara menghitung tidak seperti prosedur yang

diperoleh dalam proses pembelajaran.

e. Efisiensi

Dalam proses pengukuran, ada dua kelompok yang mengukur

panjang dan lebar lantai secara khusus. Salah satu kelompok menganggap

ukuran plafond sama dengan lantai. Tetapi satu kelompok lagi bersusah

payah mengukur panjang dan lebar langit-langit. Empat kelompok lainnya

cukup mengukur dinding, kemudian menghitung lantai dari data ukuran

alas kedua dinding.

f. Kebersamaan

Pembelajaran kontekstual memerlukan media pembelajaran

yang beragam. Pada awal kegiatan masing-masing kelompok menjaga


kekayaan masing-masing, tetapi setelah semua terlibat dalam proses

pembelajaran barang-barang tersebut seakan-akan menjadi milik

bersama.

g. Kemauan melaksanakan tugas

Walaupun setiap siswa dan kelompok sangat senang mendapat

nilai tinggi, akan tetapi mereka lebih bangga dengan apa yang

dilakukannya. Bahkan ketika ada kesalahan dalam pelaksanaan tugas

mereka memiliki alasan-alasan sebagai pembenaran atas kesalahannya.

Ketika diberikan tugas individual, walaupun dikerjakan dalam

kelompok tetapi mereka melakukan pekerjaannya sendiri-sendiri. Bila

pikiran benar-benar mandeg mereka bertanya kepada temannya, baik

satu kelompok atau kelompok lain.

10. Refleksi dan revisi

a. Refleksi

Hasil observasi dan analisis selama dan setelah tindakan kelas

siklus kedua, diperoleh kesimpulan antara lain:

• Siswa mulai terbiasa dengan model belajar berkelompok dan

partisipatif.

• Siswa mau bereksplorasi menemukan data sebagai bahan untuk

menyelesaikan persoalan matematika.

• Siswa lebih terbuka dengan keadaannya, bila tidak faham

mengenai sesuatu langsung bertanya.

• Siswa semakin berani tampil secara otentik.


• Siswa masih harus mengasah ketelitian dan kecermatan dalam

operasional perkalian dan pembagian bilangan pecahan.

b. Revisi dan Rencana aksi

• Melanjutkan proses pembelajaran yang dinamis dan partisipatif

dengan menyajikan materi yang lebih akrab dengan kehidupan.

• Meningkatkan porsi latihan yang memiliki unsur Operasi

perkalian, pembagian, pemangkatan dan akar sehingga

penyelesaian masalah bangun ruang

• Program siklus berikutnya diskenario lebih memberi ruang dan

peluang bagi siswa dalam mengembangkan gagasannya

• Membekali siswa dengan informasi mengenai materi yang akan

diajarkan pada siklus berikutnya

D. Penjelasan Siklus Ketiga

1. Pembukaan

Pembelajaran dimulai dengan membaca basmalah bersama-sama.

Siswa duduk dalam kelompoknya masing-masing lalu mengeluarkan media

pembelajaran, yaitu: kertas HVS ukuran A4 dan Sedotan limun satu orang tiga

batang. Setelah memeriksa bahan media pembelajaran dilakukan resitasi

hingga pembukaan selesai selama 5 menit.

2. Kuis matematik

Kepada tiap kelompok dibagikan lembar masalah matematika untuk

diselesaikan paling lama tiga menit.


Di bawah ini ada dua buah segitiga siku-siku dan empat buah empat

persegi panjang yang ditumpuk. Hitunglah, berapa luas seluruhnya!


40
20
20
20

40 20 100

Dalam waktu kurang dari satu menit, semua kelompok selesai

menghitung dengan prosedur: ½ X 160 X100 = 8.000

Selanjutnya siswa diminta menggunting bidang-bidang tersebut

kemudian ditumpuk dengan susunan yang berbeda. Setelah dipotong siswa

merakit kembali segitiga dan hasilnya seperti di bawah ini


60
20
20

40 20 20 20 60

Dengan kenyataan seperti di atas akhirnya siswa menghitung satu

persatu, yaitu:
Segitiga Besar ½ X 60 X 100 = 3.000

Segitiga Kecil ½ X 40 X 60 = 1.200

Persegi panjang1 20 X 60 = 1.200

Persegi Panjang2 20 X 60 = 1.200

Persegi Panjang3 20 X 40 = 800

Persegi 20 X 20 = 400

Jumlah seluruhnya 7.800.

Selanjutnya semua siswa diminta membuat segitiga dengan tiga batang

sedotan limun. Kemudian salah seorang anggota kelompok diminta mengukur

panjang sedotan, seorang menghitung keliling dan seorang menghitung luas

segitiga tersebut.

Dua orang anggota kelompok lainnya mendapat tugas lebih sulit, yaitu

bekerjasama menggabungkan sedotan limun menjadi enam kemudian

membuat empat buah segitiga yang ukurannya sama dengan segitiga yang tadi

dibuat.

Mula-mula dalam tiap kelompok hanya dua orang yang berusaha

memproduksi empat buah segitiga. Setelah anggota yang ditugasi menghitung

segitiga kertas dan segitiga sedotan limun selesai, jadi enam orang yang ikut

berfikir mengenai proses melahirkan empat buah segitiga dengan enam batang

sedotan limun.
Walaupun cukup lama waktunya, yaitu hampir sepuluh menit,

akhirnya ada kelompok yang bertiak. Slanker please, slanker peace, beres!

Semua siswa melihat ke arah kelompok tersebut, dua orang

memegangi sedotan limun dan anggota lainnya menari-nari.

Tugas terakhir adalah menghitung luas keempat segitiga tersebut.

3. Resitasi

Memasuki menit ke dua puluh satu siswa diminta membuka lembaran

materi yang telah diberikan pada siklus kedua. Sementara guru/peneliti

memasang gambar prisma dan limas di sebelah kiri dan kanan papan tulis.

Salah satu kelompok diminta menjelaskan teori mengenai limas dan satu lagi

diminta bersiap-siap menerangkan prisma.

Kelompok pertama menjelaskan limas sambil membuat sketsa di

papan tulis. Uraiannya meliputi pengertian limas sebagai bangun ruang yang

terdiri dari alas berbentuk segitiga, segi empat dan segi lainnya dengan sisi

tegak berbentuk segitiga sebanyak jumlah sisi alas. Jika alasnya segi tiga

seperti sedotan limun tadi maka sisi tegaknya ada tiga yang sama dan

sebangun. Jika alasnya segi empat maka sisi tegaknya empat buah segitiga.

Jika alasnya segi lima sisi tegaknya lima segitiga dan seterusnya.
Setelah kedua kelompok menjelaskan limas dan prisma, kepada siswa

dari kelompok lain diminta tanggapannya.

Proses tanya jawab antara sesama siswa dan antara siswa dengan guru

berlangsung sepuluh menit. Ketika tidak ada lagi siswa yang bertanya maka

penyajian teori dinilai cukup.

Siswa diminta menyebutkan benda-benda yang berbentuk limas dan

prisma. Jawabannya hanya dua, untuk limas contohnya Pyramid dan contoh

prisma atap rumah.

4. Inquiri

Penjelasan diseling tanya jawab mengenai limas dan prisma

berlangsung selama 10 menit. Selanjutnya siswa dipersilahkan ke luar kelas

sambil membawa alat tulis dan alat ukur untuk mencari benda atau apa saja

yang berbentuk limas atau prisma. Apabila mungkin membawa barang

tersebut.

Sepuluh menit berlalu, siswa kembali ke ruang kelas membawa barang

baik kecil maupun besar, dan catatan hasil pengamatan. Barang-barang yang

dibawa ke kelas antara lain

a. Berbentuk Limas beralas persegi panjang

• Kayu aksesoris tiang pegangan tangga (handrail).

• Plastik penutup lampu sign.

• Melamic tutup kemasan bedak.

• Kue bugis.

• Katimus dan Kue wajit.

b. Berbentuk Limas beralas segitiga


• Alat Pijit.

• Dudukan bendera kecil..

• Gantungan kunci & Liontin plastic.

• Bacang & Permen coklat.

c. Berbentuk Prisma segitiga

• Papan tanjakan (untuk menaikan motor).

• Wuwung.

• Plastik tutup tempat sampah.

• Potongan kayu list plafond.

• Coklat Tobleron & Kue ladu.

d. Berbentuk Prisma trapezium

• Dudukan tiang bendera.

• Kotak surat.

• Dudukan vandal.

• Box lampu sorot.

• Box Lampu neon.

• Box Speaker.

• Dus kemasan kue donat

Barang-barang tersebut diambil dari gudang sekolah dan ada yang

dibeli di pasar (Sekolah berdampingan dengan pasar). Selain barak yang

dibawa ke kelas ada bangun ruang yang dilihat kemudian dilaporkan secara

tertulis yaitu:

Limas, tugu, penutup pilar pagar sekolah, hiasan pintu panil, kubah

mesjid, penutup ujung bubung atap kantor pos, dll


Prisma, atap sekolah, tenda pedagang baso, tangga sekolah, dudukan

tiang ring basket, tutup mesin tik.

5. Brainstorming

Barang-barang tersebut di pajang di meja yang disediakan di dekat

papan tulis. Siswa selanjutnya diminta duduk seperti biasa, tidak

berkelompok. Setelah duduk rapih siswa dberi kesempatan untuk

menyampaikan kesan berkaitan dengan apa yang telah dilakukan dan apa yang

telah ditemukan. Curah gagasan kali ini lebih banyak partisipannya, ada yang

menarik pada sesi ini, yaitu siswa yang biasa banyak bicara tidak memberikan

kesan, tetapi menyimak dengan seksama. Mungkin siswa ini member

kesempatan kepada temannya agar semua punya kesempatan. Ada dua puluh

delapan siswa yang menyampaikan gagasannnya.

Beberapa gagasan siswa yang dianggap penting untuk dicatat adalah:

a. Contoh limas dan prisma sebenarnya sangat banyak digunakan dalam

benda-benda kebutuhan sehari-hari, tetapi dalam belajar matematika

contohnya selalu itu-itu saja sehingga tidak menarik. Seharusnya tiap

materi pelajaran memberikan contoh yang nyata dan dapat dilihat.

b. Belajar kelompok lebih cepat mengerti karena pada saat guru

menerangkan ada enam siswa yang memperhatikan. Bila seorang tidak

faham sebagian maka siswa lain dapat menjelaskannya. Tidak

mungkin enam orang seragam yang tidak mengertinya.

6. Test

1) Hitung luas selimut limas ini!

16 cm

24 cm
2) Hitung luas selimut prisma ini!

15 cm

8 cm

18 cm

7. Hasil tes

Tabel: 4. 10
Nilai tes per butir soal

Soal No. 1 Soal No. 2


Nilai
F % F %

50 23 47,92% 19 39,58%

45 14 29,17%

40 18 37,50%

15 15 31,25%

10 7 14,58%

Tabel: 4. 11
Perbandingan Nilai soal nomor 1, soal nomor 2 dan jumlah nilai

Soal No. 1 Soal No. 2 Jumlah Nilai


Uraian
Nilai % Nilai % Nilai %
Nilai tertinggi 50 100% 50 100% 100 100%

Nilai Terendah 10 20% 15 30% 25 25%

Nilai Rata-rata 40,42 80,83% 37,60 75,21% 78,02 78,02%

Jumlah siswa yang berhasil meraih nilai 35 untuk soal nomor 1 ada 41

orang (85,42%), sedangkan soal nomor 2 ada 33 siswa (68,75%). Adapun

siswa yang memperoleh nilai 65 ke atas untuk soal nomor 1 dan 2 ada 33

orang (68,75%). Angka tersebut masih belum sesuai harapan, yaitu minimum

85%. Namun demikian, nilai rata-rata setiap butir soal dan nilai kumulatif di

atas 65 dan tidak ada siswa yang mendapat nilai nol.

Dalam menghitung luas persegi dan persegi panjang semua siswa

dapat menyelesaikannya dengan baik, tetapi dalam menghitung luas segitiga

masih ada yang salah. Kesalahan siswa pada soal nomor 1 adalah

menganggap tinggi limas (16 cm) adalah tinggi segitiga selimut limas.

Sedangkan kesalahan pada nomor 2 adalah menentukan ukuran tinggi segitiga


2 2
= 18 akibatnya
- 15 luas segitiga pun menjadi salah.

Kesalahan siswa lainnya adalah tergesa-gesa dalam menghitung

selimut. Dalam menjawab soal nomor 1, menghitung luas selimut hanya

menjumlahkan luas alas dengan sebuah sisi segitiga. Pada soal 2 hanya

menjumlahkan luas alas dengan sebuah segitiga dan sebuah persegi panjang.

8. Jawaban tes

Dua orang siswa yang benar semuanya diminta mengerjakan di papan

tulis, masing-masing satu soal.


16 cm
a. Penyelesaian soal nomor 1

24 cm
Diketahui:

Sisi alas limas = 24 cm

Tinggi limas = 16 cm

Alas segitiga = ½ X 24 = 12 cm

Hypotenusa = 2+ 2=
12 16
= 144 + 256 =
= 400 = 20

Luas segitiga = ½ X 24 X 20 = 240 cm2

Luas dinding = 4 X 240 cm2 = 960 cm2

Luas alas = 242 = 576 cm2

Luas Selimut = 576 + 960 = 1.536 cm2

b. Penyelesaian soal nomor 2


15 cm
Diketahui:

Panjang alas prisma = 18 cm

Lebar alas prisma = 8 cm


8 cm

Hypotenusa = 15 cm 18 cm

Alas siku-siku = ½ X 18 = 9 cm

Tinggi segitiga (t)

152 = t2 – 92

t2 = 152 – 92 = 225 – 91
t= 144 = 12

Keliling Segitiga = 18 + (2 X 15) = 48


Luas Segitiga = ½ X 18 X 12 = 108

Luas dinding miring = 15 X 8 = 120

Luas alas = 18 X 8 = 144

Luas selimut Prisma = 114 + (2 X120) + (2 X 54) = 600

Sebenarnya ada juga siswa yang menghitung selimut dengan

mengalikan keliling segitiga dengan lebar persegi panjang ditambah dua kali

luas dinding segitiga, yaitu LS = (2 X 108) + (8 X 48) = 600

9. Dinamika Pembelajaran

a. Pelaksaanaan tugas mandiri

Pengalaman dua siklus sebelumnya telah semakin mendorong

siswa lebih siap dalam melaksanakan tugas perorangan. Persaingan bukan

saja antara satu kelompok dengan kelompok lainnya tetapi juga diantara

sesama anggota kelompok. Pada siklus ketiga tidak ada satu orang siswa

pun yang mau berpangku tangan. Ketika ditugaskan mencari benda

berbentuk limas dan prisma, siswa yang malas mencari, pergi ke pasar

membeli makanan dan benda souvenir/cenderamata yang memiliki bangun

ruang limas dan prisma. Dengan kesungguhan pencarian siswa, maka

penemuan benda/barang yang berbentuk limas dan prisma menjadi banyak

dan beragam fungsinya.

b. Keterlibatan dalam kelompok

Keterlibatan dalam kelompok pada siklus ketiga tidak sekuat pada

siklus kedua karena pada siklus ketiga ini orientasi pembelajaran kembali
kea rah penguatan kompetensi individual. Akan tetapi pada saat kerja

kelompok semua terlibat

c. Keberanian berbicara

Pengalaman dua siklus terdahulu bukan saja meningkat keberanian

untuk berpendapat, tetapi mendorong siswa menyiapkan apa yang akan

disampaikan. Pernyataan dan pertanyaan siswa Nampak lebih terarah

seperti yang telah disiapkanb sebelumnya. Akan tetapi deviasi dan distorsi

tetap ada, antara lain celetukan-celetukan spontan yang secara tidak

langsung menghangatkan suasana

d. Kreativitas

Mungkin karena tahu akan ada perhitungan yang menggunakan

teorema pitagoras, ada siswa yang berinisiatif membawa tabel kuadrat

yang telah dipilah menurut angka belakangnya. Entah siapa yang

membawa, yang jelas pada setiap meja ada tabel kuadrat yang dicatat

memanjang.

Tabel 4.12

Daftar hasil kuadrat menurut angka terakhir

0&5 O 1&9 1 2&8 4 4&6 6 3&7 9

10 100 1 1 2 4 4 16 3 9
20 400 9 81 8 64 6 36 7 49
30 900 11 121 12 144 14 196 13 169
40 1.600 19 361 18 324 16 256 17 289
50 2.500 21 441 22 484 24 576 23 529
60 3.600 29 841 28 784 26 676 27 729
70 4.900 31 961 32 1.024 34 1.156 33 1.089
80 6.400 39 1.521 38 1.444 36 1.296 37 1.369
90 8.100 41 1.681 42 1.764 44 1.936 43 1.849
100 10.000 49 2.401 48 2.304 46 2.116 47 2.209
110 12.100 51 2.601 52 2.704 54 2.916 53 2.809
120 14.400 59 3.481 58 3.364 56 3.136 57 3.249
130 16.900 61 3.721 62 3.844 64 4.096 63 3.969
140 19.600 69 4.761 68 4.624 66 4.356 67 4.489
150 22.500 71 5.041 72 5.184 74 5.476 73 5.329
160 25.600 81 6.561 78 6.084 76 5.776 77 5.929
170 28.900 79 6.241 82 6.724 84 7.056 83 6.889
180 32.400 89 7.921 88 7.744 86 7.396 87 7.569
190 36.100 91 8.281 92 8.464 94 8.836 93 8.649
99 9.801 98 9.604 96 9.216 97 9.409
5 25 101 10.201 102 10.404 104 10.816 103 10.609
15 225 109 11.881 108 11.664 106 11.236 107 11.449
25 625 111 12.321 112 12.544 114 12.996 113 12.769
35 1.225 119 14.161 118 13.924 116 13.456 117 13.689
45 2.025 121 14.641 122 14.884 124 15.376 123 15.129
55 3.025 129 16.641 128 16.384 126 15.876 127 16.129
65 4.225 131 17.161 132 17.424 134 17.956 133 17.689
75 5.625 139 19.321 138 19.044 136 18.496 137 18.769
85 7.225 141 19.881 142 20.164 144 20.736 143 20.449
95 9.025 149 22.201 148 21.904 146 21.316 147 21.609
105 11.025 151 22.801 152 23.104 154 23.716 153 23.409
115 13.225 159 25.281 158 24.964 156 24.336 157 24.649
125 15.625 161 25.921 162 26.244 164 26.896 163 26.569
135 18.225 169 28.561 172 29.584 166 27.556 167 27.889
145 21.025 171 29.241 178 31.684 168 28.224 173 29.929
155 24.025 179 32.041 182 33.124 174 30.276 177 31.329
165 27.225 181 32.761 188 35.344 176 30.976 183 33.489
175 30.625 189 35.721 192 36.864 184 33.856 187 34.969
185 34.225 191 36.481 198 39.204 186 34.596 193 37.249
195 38.025 199 39.601 194 37.636 197 38.809
196 38.416
E. Post Test

1. Soal tes

Jadwal pembelajaran matematika dalam satu minggu adalah 4 jam

pelajaran, dibagi dua hari, satu hari 2 jam. Alokasi waktu untuk materi Balok,

Kubus, Limas dan Prisma adalah 8 jam pelajaran. Setiap siklus menghabiskan

waktu 2 jam jadi siklus 1 sampai dengan 3 menghabiskan waktu 6 jam

pelajaran. Oleh karena itu post test dilaksanakan pada waktu tersendiri.

Jumlah soal yang diberikan dalam post test sebanyak empat butir soal.

Soal tersebut berkaitan dengan materi yang telah dipelajari, yaitu:


• Nomor 1 mengenai Kubus dan Balok

• Nomor 2 mengenai Balok dan Limas

• Nomor 3 mengenai Prisma dan

• Nomor 4 mengenai Balok, Limas dan Prisma.

2. Hasil Postes

Hasil post test menunjukkan hasil yang menggembirakan, karena

sebagian besar siswa menunjukkan peningkatan secara signifikan. Walaupun

yang meraih nilai 100 hanya seorang, tetapi yang mendapat nilai 80 -99 cukup

banyak yaitu 31 siswa (64,58%). Rinciannya: 90-99 ada 17 dan 80-89

sebanyak 14 siswa. Sedangkan yang mendapat nilai 70-79 sebanyak 5 orang

(10,42%) dan yang memperoleh nilai 60-69 ada 3 orang (6,25%). Adapun

siswa yang nilainya di bawah 60 hanya 8 orang (16,67%) dengan nilai

terendah 35 (1 orang). Siswa yang memperoleh nilai 65 ke atas memang

belum mencapai 85 %, baru 37 orang atau 77,08%.

Anggka tersebut masih kurang 8 persen dari standar ketuntasan

nasional. Namun demikian, walaupun belum dapat dinyatakan tuntas, tetapi

telah terjadi peningkatan kemampuan yang signifikan. Peningkatan tersebut

baik dalam hal rata-rata, nilai tertinggi dan nilai terendah. Untuk lebih jelas

dapat dilihat pada tabel-tabel pada halaman berikut.

Tabel 4.13

Perolehan nilai kumulatif Post test

Nilai F %

100 1 2,08%

99 4 8,33%
98 5 10,42%

94 2 4,17%

93 6 12,50%

88 6 12,50%

83 1 2,08%

82 7 14,58%

77 1 2,08%

75 1 2,08%

73 1 2,08%

71 1 2,08%

61 2 4,17%

60 1 2,08%

58 2 4,17%

57 1 2,08%

50 1 2,08%

49 1 2,08%

44 1 2,08%

37 1 2,08%

35 1 2,08%

Jumlah 48 100,00%

Tabel 4.14

Perolehan nilai Post test per butir soal

NO L/ P No 1 No 2 No 3 No 4 Jumlah Pra Naik


1 L 25 25 25 25 100 80 20
2 L 25 25 25 24 99 80 19
3 P 25 25 25 24 99 80 19
4 L 25 25 25 24 99 80 19
5 L 25 25 25 24 99 80 19
6 L 25 25 25 23 98 60 38
7 L 25 25 25 23 98 65 33
8 P 25 25 25 23 98 65 33
9 P 25 25 25 23 98 65 33
10 P 25 25 25 23 98 65 33
11 P 20 25 25 24 94 35 59
12 P 20 25 25 24 94 45 49
13 L 25 25 20 23 93 50 43
14 L 20 25 25 23 93 65 28
15 P 20 25 25 23 93 65 28
16 P 20 25 25 23 93 65 28
17 P 20 25 25 23 93 50 43
18 P 20 25 25 23 93 45 48
19 L 20 20 25 23 88 45 43
20 L 20 25 20 23 88 45 43
21 P 20 20 25 23 88 65 23
22 P 20 20 25 23 88 65 23
23 P 20 20 25 23 88 50 38
24 P 20 20 25 23 88 65 23
25 P 20 25 25 13 83 15 68
26 L 20 20 20 22 82 45 37
27 L 20 20 20 22 82 50 32
NO L/ P No 1 No 2 No 3 No 4 Jumlah Pra Naik
28 L 15 20 25 22 82 65 17
29 P 20 20 20 22 82 35 42
30 P 20 20 20 22 82 50 49
31 P 15 20 25 22 82 65 47
32 P 20 20 20 22 82 40 55
33 L 20 20 25 14 79 30 49
34 P 20 25 10 22 77 30 47
35 L 15 20 25 15 75 20 55
36 P 20 20 25 8 73 30 43
37 L 20 20 10 21 71 35 36
38 L 20 20 - 21 61 35 26
39 L 15 20 20 6 61 20 41
40 L 20 25 - 15 60 30 30
41 P 15 20 10 13 58 20 38
42 P 20 15 10 13 58 30 28
43 P 20 20 10 7 57 15 42
44 P 15 20 - 15 50 40 10
45 P 15 20 - 14 49 20 29
46 P 20 20 - 4 44 20 24
47 L 15 15 - 7 37 15 22
48 P 15 15 - 5 35 10 25
Jumlah 970 1.055 910 927 3.862 2.240 1.622
Rata-rata 20,21 21,98 18,96 19,31 80,46 46,67 33,79

3. Penguasaan Materi dan implementasi

Soal post tes ada empat, setiap soal dibagi menjadi dua bagian yaitu

prosedur penyelesaian masalah matematika dan proses penerapannya dalam

keghidupa sehari-hari. Penggunaan rumus-rumus dalam penyelesaian soal

nomor 1, 2 dan 3 diberi nilai 15 dan penerapannya diberi nilai 10 sehingga

jumlahnya 25. Khusus soal nomor empat, pemakaian prosedur matematika

mendapat nilai 20 dan penerapan dalam keseharian diberi nilai 5. Penggunaan

teori juga diberi bagi lagi menjadi tiga bagian yaitu penemuan data

pendukung, misalnya: panjang, lebar, alas, tinggi, dan garis miring diberi nilai

5; menghitung keliling 5 dan menghitung luas 5 jadi jumlahnya 15.

Pemahaman siswa mengenai materi pelajaran bangun ruang, kubus,

balok, limas dan prisma secara umum telah terkuasai. Prosedur yang
digunakan untuk keempat soal benar semuanya.bahwa hasilnya ada yang

salah, dikarenakan siswa salah menafsirkan data.

Untuk soal nomor 1 mengenai kubus & balok dan nomor 2, tentang

prisma, seluruh siswa dapat menghitung keliling dan luas permukaan/selimut

dengan tepat. Kesalahan aplikasi terjadi karena kurang cermat dalam

memahami perintah.

a. Kesalahan penyelesaian soal nomor 1

• Menjumlahkan seluruh permukaan/selimut tahap 1 (balok) dan

tahap 2 (kubus) kemudian dibagi luas keramik.

• Permukaan/selimut balok tahap 1 dikurangi bagian yang berimpit

dengan tanah tetapi tidak dikurangi permukaan yang berimpit

dengan kubus.

• Permukaan balok dikurangi bagian yang berimpit dengan tanah

dan kubus tahap 2, tetapi selimut kubus tidak dikurangi oleh

bagian yang berimpit dengan balok.

b. Kesalahan penyelesaian soal nomor 2 hanya satu, kebutuhan papan

tidak dikurangi luas permukaan yang berimpit dengan tanah.

c. Kesalahan penyelesaian soal nomor 3. Sama dengan nomor 2,

kesalahan dalam menyelesaikan nomor 3 seragam yaitu mempersepsi

tinggi puncak limas (tenda) 6 m, tidak dikurangi oleh tinggi tiang

sehingga hypotenusanya akar 36 + 16. Akibatnya salah menghitung

luas selimut dan jumlah kain menjadi lebih banyak.

d. Kesalahan penyelesaian soal nomor 4

• Luas permukaan benteng tidak dikurangi lebar pilar.


• Luas selimut pilar tidak dikurangi bagian yang berimpit

dengan benteng.

Secara lebih rinci nilai penerapan konteks setiap butir soal

dipresentasikan sebagai berikut.

Tabel 4.15

Perolehan nilai penerapan per butir soal

NO L/P No 1 no 2 No 3 No 4 Jumlah
1 L 10 10 10 5 35
2 L 10 10 10 4 34
3 P 10 10 10 4 34
4 L 10 10 10 4 34
5 L 10 10 10 4 34
6 L 10 10 10 3 33
7 L 10 10 10 3 33

NO L/P No 1 no 2 No 3 No 4 Jumlah
8 P 10 10 10 3 33
9 P 10 10 10 3 33
10 P 10 10 10 3 33
11 P 5 10 10 4 29
12 P 5 10 10 4 29
13 L 10 10 5 3 28
14 L 5 10 10 3 28
15 P 5 10 10 3 28
16 P 5 10 10 3 28
17 P 5 10 10 3 28
18 P 5 10 10 3 28
19 L 5 5 10 3 23
20 L 5 10 5 3 23
21 P 5 5 10 3 23
22 P 5 5 10 3 23
23 P 5 5 10 3 23
24 P 5 5 10 3 23
25 P 5 10 10 2 27
26 L 5 5 5 2 17
27 L 5 5 5 2 17
28 L - 5 10 2 17

NO L/P No 1 no 2 No 3 No 4 Jumlah
29 P 5 5 5 2 17
30 P 5 5 5 2 17
31 P - 5 10 2 17
32 P 5 5 5 2 17
33 L 5 5 10 3 23
34 P 5 10 - 2 17
35 L - 5 10 2 17
36 P 5 5 10 3 23
37 L 5 5 - 1 11
38 L 5 5 - 1 11
39 L - 5 5 1 11
40 L 5 10 - 2 17
41 P - 5 - 1 6
42 P 5 - - 1 6
43 P 5 5 - 2 12
44 P - 5 - 1 6
45 P - 5 - 1 6
46 P 5 5 - 1 11
47 L - - - 2 2
48 P - - - - -
Jumlah 250 335 320 120 1.025
Rata-2 5,21 6,98 6,67 3 21,35

Tabel 4.16

Rekapitulasi nilai penerapan per butir soal


Nilai No 1 No 2 No 3 No 4
10 11 22 28
5 28 23 8 1
4 6
3 19
2 13
1 8
O 9 3 12 1

F. Pembahasan dan Pengambilan keputusan

1 Ketuntasan Belajar

Didasarkan atas hasil tes prasyarat, kuis, tugas kelompok, pos tes

dan penyelesaian soal-soal selama proses pembelajaran, terjadi

peningkatan kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah

matematika. Demikian juga halnya dengan ketuntasan belajar.

Merujuk kepada tabel 4. 14 di atas, maka diperoleh data bahwa

kenaikan nilai seluruh siswa sebesar 1.622, yaitu dari 2.240 nilai tes

prasyarat menjadi 3.862 nilai pos tes. Bila dirata-ratakan, kenaikan per

siswa adalah 33,79, yaitu dari 46,67 menjadi 80,46. Hal ini berpengaruh

langsung terhadap nilai terendah dan tertinggi. Nilai terendah naik dari 10

menjadi 35 dan tertinggi dari 80 menjadi 100. Adapun nilai rata-rata naik

dari 46,67 manjadi 80,46.

Karena nilai tertingi 100 maka yang berpeluang mengalami

kenaikan berlipat-lipat adalah siswa yang memperoleh nilai rendah pada

tes prasyarat, yaitu yang nilainya 10 sampai dengan 50. Adapun yang

nilainya lebih dari 50 hanya akan naik kurang dari 50. Kenaikan tertinggi,

yaitu 68, diraih oleh siswa yang pada tes prasyarat hanya mendapat nilai
15 dan pada tes akhir mencapai angka 83. Adapun yang mengalami

kenaikan terendah, 10, dari nilai 40 menjadi 50

Selanjutnya Kenaikan nilai dan frekuensinya dipresentasikan di

bawah ini.

Tabel 4. 17

Tingkat kenaikan nilai Prasyarat-Post Test

Kenaikan Jumlah Siswa Jumlah Nilai Nilai


Nilai F % Kenaikan Awal Akhir
68 1 2,08% 68 15 83
59 1 2,08% 59 35 94
55 1 2,08% 55 20 75
49 2 4,17% 98 30 79
48 1 2,08% 48 45 93
47 2 4,17% 94 30 77
43 5 10,42% 215 30 73
42 2 4,17% 84 15 57
41 1 2,08% 41 20 61
38 3 6,25% 114 20 58
37 1 2,08% 37 45 82
36 1 2,08% 36 35 71
33 4 8,33% 132 65 98
32 2 4,17% 64 50 82
30 1 2,08% 30 30 60
29 1 2,08% 29 20 49
28 4 8,33% 112 30 58
26 1 2,08% 26 35 61

25 1 2,08% 25 10 35
24 1 2,08% 24 20 44
23 3 6,25% 69 65 88
22 1 2,08% 22 15 37
20 1 2,08% 20 80 100
19 4 8,33% 76 80 99
17 2 4,17% 34 65 82
10 1 2,08% 10 40 50

Rata-rata 33,79 46,67 80,46


Jumlah 48 100% 1.622 2.240 3.862

2 Aktivitas siswa dan guru

Dalam setiap siklus, siswa menunjukkan partisipasinya secara

sungguh-sungguh. Dengan keterlibatan siswa tersebut materi pelajaran tidak

disampaikan dalam bentuk sebuah produk tetapi disajikan sebagai proses.

Pembelajaran kontekstual telah menghadirkan hal-hal yang baru bahkan di

luar dugaan, seperti contoh benda-benda yang memiliki bangun ruang balok,

kubus, limas dan prisma demikian beragam. Kreativitas siswa dalam

menyelesaikan masalah telah mendorong guru dan siswa secara bersama-

sama mengeksplorasinya. Contoh yang ditemukan dan disajikan siswa lebih

real. sehingga guru mengurungkan pemanfaatan media buatan yang telah

disiapkan.

Sebagaimana diuarai di atas, bahwa ilmu sebaiknya disajikan sebagai

proses bukan diberikan sebagai produk. Oleh sebab itu penyikapan terhadap

siswa juga seyogianya berubah. Siswa adalah individu yang sejak lahir diberi

kekayaan dalaman yang harus dikembangkan.

Dulu ada anggapan bahwa bahwa siswa adalah kertas kosong yang

harus diisi oleh guru. Pandangan “Deficit hypothetics” tersebut sekarang

bergeser kepada anggapan bahwa setiap siswa punya kompeten dan talenta

yang berbeda “Variability concept”

3 Sikap dan pandangan siswa terhadap pembelajaran


Ketika materi pelajaran masih pada tataran rumus-rumus baku

matematika, siswa nampak serius tetapi kurang bergairah. Dalam

mengerjakan tes dengan sketsa bangun ruang masih banyak siswa yang

mengalami kesulitan. Setelah kepada siswa ditunjukkan benda-benda

berbentuk kubus, balok prisma dan limas siswa mulai meningkat aktivitas dan

gairah belajarnya. Gairah tersebut semakin tinggi manakala siswa diminta

mengukur dan menghitung benda-benda secara nyata.

Secara umum siswa memandang proses pembelajaran sebagai berikut:

a. Suasana pembelajaran: Ceria, menyenangkan, tidak membosankan dan

dinamis.

b. Sikap dan perilaku siswa: Apa adanya, mau berperan serta dan

melakukan tugas baik masing-masing maupun berkelompok.

c. Materi pelajaran: Sesuai dengan kenyataan sehari-hari. Rumit tetapi

bisa diikuti.

d. Tingkat kesulitan tes: Tes sangat rumit, tetapi karena memahami

caranya maka tes tersebut dapat diselesaikan.

e. Penampilan guru, demokratis tetapi terkesan tidak tegas.

Berikut ini disajikan tabel mengenai sikap dan pandangan siswa

mengenai proses pembelajaran

Tabel 4. 18

Sikap siswa terhadap pembelajaran

Pernyataan Sl S Sk Sp TS

Siswa terlibat dalam 22 24 1 1 0


pembelajaran

Siswa menyimak penjelasan 14 28 4 2 0


dari guru

Siswa menyimak pendapat dari 11 26 7 2 2


teman sesama siswa

Siswa menanggapi penjelasan 10 20 4 6 8


guru

Siswa menyimak penjelasan 18 23 3 2 2


atau pendapat teman sesama
kelompok

Siswa menyimak penjelasan 12 17 11 5 3


atau pendapat teman dari
kelompok lain

Siswa memberikan tanggapan 9 12 11 11 5


atas pernyataan sesama siswa

Siswa memberikan jawaban 10 16 12 6 4


atas pertanyaan sesama siswa

Siswa menyampaikan laporan 3 17 17 8 3


kesimpulan diskusi kelompok
di hadapan seluruh siswa

Siswa berbagi tugas dalam 32 15 1


kerja kelompok

Siswa terlibat dalam kerja 28 15 5


kelompok

Siswa berkompetisi dengan 31 14 3


kelompok lain

Siswa berkompetisi dengan 16 14 12 4 2


sesama anggota kelompok

Guru memimpin pembelajaran 6 4 11 13 14


dengan otoriter

Guru membangun suasana 5 4 18 11 10


pembelajaran dengan tegas

Siswa minta bantuan teman 8 15 10 8 7


untuk menjelaskan soal
Siswa minta bantuan teman 2 9 15 14 8
mengenai rumus untuk
menyelesaikan soal

Siswa minta bantuan teman 2 12 12 22


untuk mengerjakan soal

Sl= Selalu, Sr= Sering, Sk= Sekali-kali, Sp= Sempat, TS tidak sempat

Tabel 4. 19

Pandangan siswa mengenai pembelajaran

Pernyataan SS S TS STS

Proses belajar ceria 16 29 3 4

Proses pembelajaran dinamis, tidak kaku 17 27 2 2

Siswa merasa bebas untuk berekspresi 15 28 3 2


selama mengikuti proses pembelajaran

Proses pembelajaran memberi kesempatan 18 25 2 3


siswa untuk berperan serta secara aktif

Proses pembelajaran mendorong siswa 18 24 4 2


melakukan kegiatan

Siswa merasa tertekan dalam mengikuti 3 27 18


pembelajaran

Materi pelajaran membosankan 3 24 21

Materi pelajaran sesuai dengan kehidupan 16 25 3 2


sehari-hari

Materi pelajaran bermanfaat bagi kehidupan 21 23 3 1


sehari-hari

Tugas yang diberikan kepada siswa terasa 3 4 26 15


berat

Tugas yang diberikan kepada siswa rumit 29 13 4 2

Tugas yang diberikan kepada siswa dapat 28 15 2 3


dilaksanakan
Soal yang diberikan kepada siswa sulit 2 3 29 14

Soal yang diberikan kepada siswa rumit 29 15 2 2

Soal yang diberikan kepada siswa dapat 29 13 3 3


diselesaikan

SS sangat setuju, S setuju TS tidak setuju STS sangat tidak setuju

4 Tanggapan guru terhadap pembelajaran

a. Stigma bahwa matematika pelajaran yang sulit

Adanya anggapan bahwa matematika merupakan mata pelajaran

yang sulit telah menyebabkan guru matematika menghadapi kesulitan

tambahan. Kesulitan pertama adalah membimbing siswa menggiati

pembelajaran secara sungguh-sungguh. Kesulitan berikutnya

membuktikan bahwa pelajaran matematika tidaklah sulit, atau menguatkan

rasa percaya diri dan keberanian siswa untuk menghadapi kesulitan. Siapa

yang dapat belajar matematika maka ia dapat belajar apapun dengan lebih

siap.

Membuktikan bahwa matematika tidak sulit, tidak dapat

diceramahkan. Demikian juga menunjukkan bahwa mengapa matematika

sulit, karena matematika adalah modal untuk menjalani kehidupan sehari-

hari. Mari kita tanya setiap orang, siapa yang mengatakan bahwa hidup

pada saat ini tidak sulit? Oleh karena itu, hadapi matematika, maka kita

akan siap menghadapi kehidupan.

Dengan mengajak siswa mengenal penerapan matematika dalam

kehidupan sehari-hari secara bertahap, siswa menjadi tersadarkan bahwa

matematika tidak sesulit yang dibayangkan. Lebih dari itu matematika


sangat bermanfaat untuk menghadapi hidup, kehidupan dan penghidupan

yang semakin sulit. Apa komentar siswa setelah bersama-sama menggiati

pembelajaran matematiuka? Bahwa matematika itu rumit, memang

senyatanya. Tapi matematika sulit? Siapa takut

b. Menghargai potensi meningkatkan kompetensi

Pada bagian awal batang-tubuh Undang-undang nomor 20 tahun

2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional, yaitu BAB I Pasal 1 ayat 1)

ditegaskah bahwa:

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan


suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara.

Jadi yang paling penting dalam mencampai keberhasilan

pendidikan adalah menciptakan suasana belajar dan mendorong peserta

didik giat mengembangkan potensi dirinya. Agar peserta didik mau

mengembangkan potensinya maka peserta didik harus disadarkan bahwa

dirinya punya potensi dan dapat meningkatkan kompetensi sehingga siap

berkompetisi. Cara yang paling sederhana menyadarkan potensi peserta

didik adalah dengan menghargai potensi tersbut. Adapun cara menghargai

adalah mendorong peserta didik menunjukkan potensi dengan melakukan

aktivitas penyelesaian masalah mulai dari tingkat yang paling sederhana

hingga yang paling rumit.

Pembelajaran yang akatif adalah pembelajaran yang mendorong

siswa berpartisipasi. Balasan atas partisipasi yang paling efektif dan

efisien adalah apresiasi (penghargaan). Pengalaman penelitian selama


beberapa bulan telah menguatkan keyakinan, bahwa semua siswa punya

potensi yang siap berkembang. Tinggal bagaimana pendidik memahami

potensi tersebut agar dapat mendukung proses perkembangan secara tepat.

c. Mendorong kemauan menyelesaikan masalah

Hidup adalah rangkaian kesulitan dan kemudahan, barang siapa

menghadapi kesulitan ada celah-celah kemudahan di dalamnya (innamaal

‘usyri yusyro). Seamakin sering menghadapi masalah atau kesulitan

semakin terlatih menemukan kemudahan atau jalan keluar. Sebaliknya

barang siapa selalu menghindar dari masalah atau kesulitan, maka semakin

jauh dari ranah kemudahan.

Siswa SMP Kelas VIII SMP Negeri I Cicalengka telah

membuktikan, bahwa sebenarnya kesulitan itu kerumitan yang belum

terurai. Begitu kita mengurainya maka kesulitan itu jadi mengasyikan.

Siswa tersebut menyadari bahwa rumus-rumus matematika bukan sekadar

teori-teori yang abstrak, tetapi panduan untuk menjalani kehidupan

keseharian.

Mungkin rumitnya memahami luas selimut limas dan volumenya

akan berbuah kesuiloitan bila yang dipikirkan melulu yang abstrak-

abstrak. Tetapi dengan menyentuhkan langsung teori ke dalam kancah

keseharian, matematika menjadi sesuatu yang diperlukan dan kita harus

memerlukan untuk itu.

d. Lingkungan keseharian sebagai sumber belajar

Mengajar hanya dapat dilakukan bila ada yang diajari, tetapi

belajar dapat dilakukan dengan atau tanpa didampingi pengajar. Belajar

dapat dilakukan di mana saja dan dari berbagai sumber. Lingkungan dan
keseharian adalah sumber belajar yang selalu terbarui (updatable) oleh

karenanya tidak akan pernah habis dan kadaluwarsa. Menjadikan

lingkungan dan keseharian sebagai sumber bel;ajar adalah upaya efektif

dan efisien bagi peningkatan mutu pendidikan, peserta didik dan tentu

saja pendidiknya. Belajar matematika dengan media yang bersumber dari

lingkungan keseharian terbukti lebih cepat difahami, bukan saja beragam

tetapi sangat mudah untuk menyentuh dan mengukurnya.

e. Strategi dan metodologi pembelajaran

Apa bila diberi ruang dan peluang, peranserta siswa dalam

pembelajaran akan membangkitkan potensi dan mengembangkannya

secara sertamerta. Apapun namanya, strategi dan metodologi

pembelajaran yang akrab dengan konteks keseharian akan mendorong

siswa dan guru untuk meningkatkan kemampuannya.

f. Kelas sebagai laboratorium pembelajaran

Belajar dapat dilakukan di mana saja, tetapi dalam konteks

pendidikan persekolahan, kelas menjadi sentra proses pembelajaran. Kita

mengenal apa yang disebut Pusat Laboratorium Forensik; Laboratorium

Biologi, Laboratorium pertanian bahkan Laboratorium Politik.

Pembelajaran sebagai elemen terpenting pendidikan juga memiliki

laboratorium, yaitu kelas.

Sebagai laboratorium pembelajaran maka kelas menjadi tempat

yang layak untuk melakukan percepatan (akselerasi) pembelajaran;

mengembangkan rekayasa teknik dan media fisik pembelajaran dan

dalam konteks saat ini adalah penelitian. Tidak aka nada akselerasi tanpa

inovasi dan tidak aka nada inopasi tanpa penelitian. Oleh sebab itu,
mengakselerasi pembelajaran harus disertai dengan inovasi yang

dilahirkan lewat inovasi melalui tahapan penelitian. Karena kel;as

laboratorium pembelajaran, maka penelitian tindakan kelas merupakan

usaha perubahan yang pada tempatnya.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Pembelajaran kontekstual mendorong siswa aktif mencari dan menemukan

cara untuk menyelesaikan permasalahan matematika. Materi pelajaran berkaitan

sekali dengan konteks kehidupan sehari-hari sehingga siswa merasakan langsung

manfaatnya. Media belajar dan sumber belajar yang dapat diperoleh dari

lingkungan keseharian menyebabkan siswa bergairah untuk mencari dan

menemukannya.

Kemauan siswa untuk menghadapi masalah meningkat kemampuan

melakukan pemecahan masalah. Siswa yang mau berperanserta dalam

pembelajaran matematika secara bertahap meningkat kemampuannya. Suasana

pembelajaran yang dinamis, partisipatif dan ceria menyebabkan siswa belajar

tanpa tekanan, sehingga kerumitan yang dihadapi dipandang sebagai tantangan

untuk dihadapi. Belajar berkelompok mendorong siswa lebih terbuka dan berani

untuk saling belajar dari sesama teman. Matematika memang rumit, akan tetapi

setelah dihadapi secara berkelanjutan, kerumitan tersebut menjadi tantangan yang

menggairahkan. Terkikisnya anggapan bahwa matematika sebagai pelajaran yang

sulit mendorong siswa untuk belajar dengan antusias.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kontekstual

mendorong siswa aktif berpartisipasi dalam proses pembelajaran dan

meningkatkan kemampuan melakukan pemecahan masalah matematika.

Aktivitas pembelajaran tersebut secara langsung berpengaruh terhadap

pencapaian hasil belajar. Pada tes pertama nilai minimum 10 dan nilai tertinggi 80
dengan nilai rata-rata 46,67. Setelah perlakuan dengan menerapkan pembelajaran

kontekstual, terjadi peningkatan. Pada tes akhir, nilai minimum 35, dan nilai

tertinggi 100 dengan nilai rata-rata 80,46. Adapun ketuntasan belajar dapat dilihat

dari hasil tes setiap siklus. Hasil tes siklus I/ tes prasarat, siswa yang mencapai

nilai ≥65 ada 17 orang (35,42%); pada tes siklus II 34 orang (70,83%); pada siklus

III ada 33 orang (68,75%) dan pada tes akhir, yang mencapai nilai 65 ke atas

sebanyak 37 siswa (77,08%). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa

pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam

melakukan pemecahan masalah matematika.

B. SARAN

Saran acap terkesan sebagai nasihat, oleh karena itu penulis sekadar

menyampaikan ajakan dan himbauan. Berangkat dari kesimpulan dan selaras

dengan tuntutan-undang-undang, maka penulis mengajak untuk mengelola elemen

terpenting, yaitu pembelajaran. Bagi orang yang menghargai pembelajaran,

belajar dapat dilakukan dimanapun dan kapanpun. Penghargaan akan muncul

apabila ada suasana nyaman dalam proses pembelajaran.

Siswa adalah subyek yang menentukan berhasil tidaknya pembelajaran.

Oleh karena itu keperansertaan siswa sangat penting. Belajar dengan aktif dan

partisipatif di sekolah akan menambah bekal dalam mengembangkan potensi

kreatif di luar sekolah. Demikian juga pengembangan kreativitas di dalam

pergaulan dan lembaga pendidikan selain sekolah akan mengakselerasi

peningkatan kompetensi belajar.

Kepada para siswa, tanamkan itikad untuk beribadah. Beribadah

memerlukan ilmu dan ilmu dapat diperoleh secara formal di sekolah atau melalui
pengalaman terstruktur dalam pergaulan yang baik. Secara paralel menuntut ilmu

atau belajar merupakan ibadah. Belajarlah dari lingkungan dan teman-temanmu.

Guru hanya salah satu sumber belajar dan sekolah hanya salah satu tempat belajar.

Alam adalah sumber dan tempat belajar yang sangat kaya dan luas.

Kepada rekan-rekan pendidik dan tenaga kependidikan, yang paling

penting untuk ditingkatkan adalah kemampuan guru membangun suasana

pembelajaran yang ceria dan penuh keperansertaan. Tugas kita bukan sekadar

berbicara dengan baik dan bermakna, tetapi juga dimengerti oleh siswa. Yang

paling penting bukan materi apa yang telah disampaikan oleh guru, tetapi materi

apa yang telah difahami oleh siswa.

Agar siswa memahami apa yang kita sampaikan maka siswa harus

berkenan menyimaknya. Jadi berbicara yang baik adalah berbicara yang menarik

siswa untuk menyimak. Lebih dari itu, seorang guru bukan sekadar berbicara

kepada siswa tetapi juga mendorong siswa mau berbicara kepada gurunya. Pada

saat yang sama guru mau mendengarkan dengan empatik. Untuk membangun

suasana seperti itu, maka dibutuhkan kesiapan kita sebagai pendidik. Kesiapan

tersebut adalah berpikir posistif tentang siswa, mendorongnya berkembang dan

memberi kesempatan untuk berperanserta kemudian menunjukkan respect yang

tulus.

DAFTAR PUTAKA

Audiblox (2006). Logical Thinking: Helping Children to Become Smarter. [Online].


Tersedia: http://www.audilblox.com/math problems. html[06 Februari2006]
Badrudin, Ahmad. 2007. Pendidikan Alternatif Qoryah Thoyibah. Yogyakarta,
LKiS, 270 halaman
Craig, Ribert L., (Ed) 1996. The ASTD Training and Delopment Handbook, New
York, McGraw Hill & American Society for Training and Development
1071 halaman
Dania, Dadan. 2006 Membangun Dinamika Kelas melalui Pembelajaran Berbasis
Keperansertaan Siswa, Kompilasi Materi Pelatihan Bagi Guru SMP &
SMA Bina Muda Cicalengka, di LEC Cicalengka tahun 2006
Dania, Dadan. 2002. Kumpulan Modul, Pelatihan Pemandu Pesantren Liburan
Bagi Guru. KB PII & Kandep DIKBUD Kota Bandung
Dania, Dadan & Nia Kurnia Solihat (et. al.) 1997. Pembelajaran Hadap Masalah
dalam Mata Pelajaran Sejarah SLTP, Buku Pedoman Guru, Bandung, PT
Mizan 78 halaman
Dahar, Ratna Willis, 1996. Teori-teori Belajar. Bandung, Penerbit Erlangga
Depdikbud 2002. Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning).
Depdiknas Dirjen Dikdasmen. Jakarta.
DePorter, Bobbi & Mike Hernacki. 2001. Quantum Learning Unleashing the
Genius in You, terjemah Alawiyah Abdurrahman. Bandung. KAIFA, 356
halaman
Gardner, Howard. 1993. Multiple Intelligences: The Trheory in Practice, New
York, Basic Books
Goldman, Daniel. 1997. Emotional Intelligence. Jakarta, Gramedia, 386 halaman
Harefa, Andreas. 2000. Menjadi Manusia Pembelajar, Jakarta, KOMPAS-
GRAMEDIA
Hudiono, Bambang Peran Pembeajaran Diskursus terhadap Pembangunan Daya
Representasi. Bandung Mimbar Pendidikan vol.XXXII No. 4 Tahun 2008
hal. 16
Johnson, Elaine B. 2002. Contextual Teaching and Learning. California : A Sage
Publications Company.
Laster, Lan. 1985. The School of the future: some teachers view on education in
the year 2000. UK.
Muhadjir, Noeng. 1998. Metodologi Penelitian Kualitatif, Yogyakarta, Rake
Sarasin. 247 halaman
National Council of Teacher of Mathematics. (2000). Principles and Standards for
School Mathematics Reston, VA:NCTM.
Priatna, N. (2003). Kemampuan Penalaran dan Pemahaman Matematika Siswa kelas 3
Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri di Kota Bandung. Disertasi Doktor pada
PPS UPI: Tidak Diterbitkan.
Reigeluth, C.M. 1983. Instruction design theories and models, an overview of
their current status. London: Lawrence Erlbaum Associates Publishers.
Resnick, L.B., & Ford, W.W. (1981). The psychology of mathematics for instruction.
New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, Inc.
Ruseffendi, E.T. (2001). Evaluasi Pembudayaan Berpikir Logis Serta Bersikap Kritis
dan Kreatif melalui Pembelajaran Matematika Realistik. Makalah disampaikan
pada Lokakarya di Yogyakarta. Yogyakarta: Tidak Diterbitkan.
Saha, M. Ishom El. 2008, The Power of Santri’s Civilization: Melejitkan Daya
Tawar Pesantren. Jakarta, Pustaka Mutiara, 276 halaman
Saragih, Sahaat Pengaruh pendekataan Matematika Realistik terhadap Kemampuan
Berfikir Logis Siswa Sekolah Menengah Pertama. Bandung vol. XXXII No. 1 2008
hal. 4
Senge, Peter M. 1994. The Leader’s New Work: Building Learning Organization
& Managing, New York. McGraw Hill, 482 halaman
Shepard, Peter. 2001. Multiple Intelligence. Jakarta. Rajawali. 336 halaman
Sudjana, Nana. 1992. Metoda Statistik. Bandung, Penerbit Tarsito
Sugiono, 2007, Statistika Untuk Penelitian, Bandung, Penerbit ALFABETA, 390
halaman
Suharsimi, Arikunto. 1997. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta, PT Bina
Aksara
Suharsimi, Arikunto. 1998. Prosedur Penelitian. Jakarta, PT Rineka Cipta
Sukmadinata, Syaodih.Nana, 2004. Kurikulum dan Pembelajaran Kompetensi,
Bandung. Kesuma Karya 311 Halaman
Suryadi, D. (2005). Penggunaan Pendekatan Pembelajaran Tidak Langsung serta
Pendekatan Gabungan Langsung dan Tidak Langsung dalam Rangka
Meningkatkan Kemampuan Matematik Tingkat Tinggi Siswa SLTP. Disertasi
Doktor pada PPS UPI: Tidak Diterbitkan.
Wahyudin, dan Sudrajat, 2003. Ensiklopedi Matematika untuk SLTP. Jakarta.
CV Tarity Samudra Berlian. 298 halaman
Yunus, Firdaus M. 2005, Pendidikan Berbasis Realitas Sosial, Yogyakarta,
Logung Pustaka
Zohar, Danah dan Marshal, Ian. 2002, SQ: Spiritual Intelligence, Terjemah
Rahmani Astuti dkk. Bandung, PT Mizan
LAMPIRAN-LAMPIRAN
VALIDITAS INSTRUMEN

Tabel 1
DATA HASIL UJI COBA

Subjek Skor yang diperoleh tiap butir (X) Y


1 2 3 4
S-1 3 4 3 3 13
S-2 3 3 4 3 13
S-3 3 4 4 3 14
S-4 3 2 3 3 11
S-5 3 3 0 2 8
S-6 3 4 5 3 15
S-7 2 1 4 2 9
S-8 2 2 3 3 10
S-9 5 4 2 3 14
S-10 3 3 4 4 14
S-11 3 4 4 4 15
S-12 3 3 2 3 11
S-13 3 3 4 3 13
S-14 3 3 4 3 13
S-15 3 2 3 3 11
S-16 3 2 3 3 11
S-17 3 5 4 4 16
S-18 3 2 3 3 11
S-19 3 3 2 4 12
S-20 5 5 4 4 18
S-21 3 2 2 3 10
S-22 2 2 4 3 11
S-23 2 3 1 2 8
S-24 3 2 1 3 9
S-25 3 3 3 3 12
S-26 3 2 4 3 12
S-27 2 3 0 2 7
S-28 5 4 4 4 17
S-29 3 4 5 2 14
S-30 5 3 3 3 14
S-31 3 3 3 3 12
S-32 5 5 5 5 20
S-33 3 3 5 2 13
S-34 2 2 2 1 7
S-35 1 2 1 1 5
S-36 3 2 2 3 10

124
VALIDITAS BUTIR SOAL
Tabel 2

Skor yang diperoleh tiap butir (X) X2 XY


Subjek Y Y2
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 2 3

S-1 3 4 3 3 13 9 16 9 9 169 39 52 39 39
S-2 3 3 4 3 13 9 9 16 9 169 39 39 52 39
S-3 3 4 4 3 14 9 16 16 9 196 42 56 56 42
S-4 3 2 3 3 11 9 4 9 9 121 33 22 33 33
S-5 3 3 0 2 8 9 9 0 4 64 24 24 0 16
S-6 3 4 5 3 15 9 16 25 9 225 45 60 75 45
S-7 2 1 4 2 9 4 1 16 4 81 18 9 36 18
S-8 2 2 3 3 10 4 4 9 9 100 20 20 30 30
S-9 5 4 2 3 14 25 16 4 9 196 70 56 28 42
S-10 3 3 4 4 14 9 9 16 16 196 42 42 56 56
S-11 3 4 4 4 15 9 16 16 16 225 45 60 60 60
S-12 3 3 2 3 11 9 9 4 9 121 33 33 22 33
S-13 3 3 4 3 13 9 9 16 9 169 39 39 52 39
S-14 3 3 4 3 13 9 9 16 9 169 39 39 52 39
S-15 3 2 3 3 11 9 4 9 9 121 33 22 33 33
S-16 3 2 3 3 11 9 4 9 9 121 33 22 33 33
S-17 3 5 4 4 16 9 25 16 16 256 48 80 64 64
S-18 3 2 3 3 11 9 4 9 9 121 33 22 33 33
S-19 3 3 2 4 12 9 9 4 16 144 36 36 24 48
S-20 5 5 4 4 18 25 25 16 16 324 90 90 72 72
S-21 3 2 2 3 10 9 4 4 9 100 30 20 20 30
S-22 2 2 4 3 11 4 4 16 9 121 22 22 44 33
S-23 2 3 1 2 8 4 9 1 4 64 16 24 8 16
S-24 3 2 1 3 9 9 4 1 9 81 27 18 9 27
S-25 3 3 3 3 12 9 9 9 9 144 36 36 36 36
S-26 3 2 4 3 12 9 4 16 9 144 36 24 48 36
S-27 2 3 0 2 7 4 9 0 4 49 14 21 0 14
S-28 5 4 4 4 17 25 16 16 16 289 85 68 68 68
S-29 3 4 5 2 14 9 16 25 4 196 42 56 70 28
S-30 5 3 3 3 14 25 9 9 9 196 70 42 42 42
S-31 3 3 3 3 12 9 9 9 9 144 36 36 36 36
S-32 5 5 5 5 20 25 25 25 25 400 100 100 100 100
S-33 3 3 5 2 13 9 9 25 4 169 39 39 65 26
S-34 2 2 2 1 7 4 4 4 1 49 14 14 14 7
S-35 1 2 1 1 5 1 4 1 1 25 5 10 5 5
S-36 3 2 2 3 10 9 4 4 9 100 30 20 20 30
∑x 110 107 110 106 433 366 353 400 336 5559 1403 1373 1435 1348
∑x2 12100 11449 12100 11236 18748
9
rxy 0,78 0,78 0,75 0,80
interprestasi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi
RELIABILITAS INSTRUMEN
Tabel 3
Subjek Skor yang diperoleh tiap butuir (X) Y X2 Y2 XY
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 2 3
S-1 3 4 3 3 13 9 16 9 9 169 39 52 39 39
S-2 3 3 4 3 13 9 9 16 9 169 39 39 52 39
S-3 3 4 4 3 14 9 16 16 9 196 42 56 56 42
S-4 3 2 3 3 11 9 4 9 9 121 33 22 33 33
S-5 3 3 0 2 8 9 9 0 4 64 24 24 0 16
S-6 3 4 5 3 15 9 16 25 9 225 45 60 75 45
S-7 2 1 4 2 9 4 1 16 4 81 18 9 36 18
S-8 2 2 3 3 10 4 4 9 9 100 20 20 30 30
S-9 5 4 2 3 14 25 16 4 9 196 70 56 28 42
S-10 3 3 4 4 14 9 9 16 16 196 42 42 56 56
S-11 3 4 4 4 15 9 16 16 16 225 45 60 60 60
S-12 3 3 2 3 11 9 9 4 9 121 33 33 22 33
S-13 3 3 4 3 13 9 9 16 9 169 39 39 52 39
S-14 3 3 4 3 13 9 9 16 9 169 39 39 52 39
S-15 3 2 3 3 11 9 4 9 9 121 33 22 33 33
S-16 3 2 3 3 11 9 4 9 9 121 33 22 33 33
S-17 3 5 4 4 16 9 25 16 16 256 48 80 64 64
S-18 3 2 3 3 11 9 4 9 9 121 33 22 33 33
S-19 3 3 2 4 12 9 9 4 16 144 36 36 24 48
S-20 5 5 4 4 18 25 25 16 16 324 90 90 72 72
S-21 3 2 2 3 10 9 4 4 9 100 30 20 20 30
S-22 2 2 4 3 11 4 4 16 9 121 22 22 44 33
S-23 2 3 1 2 8 4 9 1 4 64 16 24 8 16
S-24 3 2 1 3 9 9 4 1 9 81 27 18 9 27
S-25 3 3 3 3 12 9 9 9 9 144 36 36 36 36
S-26 3 2 4 3 12 9 4 16 9 144 36 24 48 36
S-27 2 3 0 2 7 4 9 0 4 49 14 21 0 14
S-28 5 4 4 4 17 25 16 16 16 289 85 68 68 68
S-29 3 4 5 2 14 9 16 25 4 196 42 56 70 28
S-30 5 3 3 3 14 25 9 9 9 196 70 42 42 42
S-31 3 3 3 3 12 9 9 9 9 144 36 36 36 36
S-32 5 5 5 5 20 25 25 25 25 400 100 100 100 100
S-33 3 3 5 2 13 9 9 25 4 169 39 39 65 26
S-34 2 2 2 1 7 4 4 4 1 49 14 14 14 7
S-35 1 2 1 1 5 1 4 1 1 25 5 10 5 5
S-36 3 2 2 3 10 9 4 4 9 100 30 20 20 30
∑x 110 107 110 106 433 366 353 400 336 5559 1403 1373 1435 1348
S12 0,83 0,97 1,77 0,66
∑S12 4,24
S12 9,75
r11 0,58
Interprestasi Sedang
INDEKS KESUKARAN
Tabel 4
Skor yang diperoleh tiap butir (X)
Subjek Y
1 2 3 4
S-1 3 4 3 3 13
S-2 3 3 4 3 13
S-3 3 4 4 3 14
S-4 3 2 3 3 11
S-5 3 3 0 2 8
S-6 3 4 5 3 15
S-7 2 1 4 2 9
S-8 2 2 3 3 10
S-9 5 4 2 3 14
S-10 3 3 4 4 14
S-11 3 4 4 4 15
S-12 3 3 2 3 11
S-13 3 3 4 3 13
S-14 3 3 4 3 13
S-15 3 2 3 3 11
S-16 3 2 3 3 11
S-17 3 5 4 4 16
S-18 3 2 3 3 11
S-19 3 3 2 4 12
S-20 5 5 4 4 18
S-21 3 2 2 3 10
S-22 2 2 4 3 11
S-23 2 3 1 2 8
S-24 3 2 1 3 9
S-25 3 3 3 3 12
S-26 3 2 4 3 12
S-27 2 3 0 2 7
S-28 5 4 4 4 17
S-29 3 4 5 2 14
S-30 5 3 3 3 14
S-31 3 3 3 3 12
S-32 5 5 5 5 20
S-33 3 3 5 2 13
S-34 2 2 2 1 7
S-35 1 2 1 1 5
S-36 3 2 2 3 10
Rata-rata 3,06 2,97 3,06 2,94 12,03
SMI 5 5 5 5
IK 0,61 0,59 0,61 0,59
Interprestasi Sedang Sedang Sedang Sedang
129
DAYA PEMBEDA
Tabel 5
Skor yang diperoleh tiap butir (X)
Subjek Skor total
1 2 3 4
S- 32 5 5 5 5 20
S-20 5 5 4 4 18
S-28 5 4 4 4 17
S-17 3 5 4 4 16
S-6 3 4 5 3 15
S-11 3 4 4 4 15
S-30 5 3 3 3 14
S-9 5 4 2 3 14
S-29 3 4 5 2 14
S-3 3 4 4 3 14
S-10 3 3 4 4 14
S-1 3 4 3 3 13
S-33 3 3 5 2 13
S-2 3 3 4 3 13
S-13 3 3 4 3 13
S-14 3 3 4 3 13
S-25 3 3 3 3 12
S-31 3 3 3 3 12
S-19 3 3 2 4 12
S-26 3 2 4 3 12
S-12 3 3 2 3 11
S-4 3 2 3 3 11
S-15 3 2 3 3 11
S-16 3 2 3 3 11
S-18 3 2 3 3 11
S-22 2 2 4 3 11
S-21 3 2 2 3 10
S-36 3 2 2 3 10
S-8 2 2 3 3 10
S-24 3 2 1 3 9
S-7 2 1 4 2 9
S-5 3 3 0 2 8
S-23 2 3 1 2 8
S-27 2 3 0 2 7
S-34 2 2 2 1 7
S-35 1 2 1 1 5
Rata-rata kelas ats 4,60 4,70 4,50 4,10 15,20
Rata-rata kelas 2,90 2,90 2,30 2,80 8,20
bawah
SMI 5 5 5 5 20
DP 0,34 0,36 0,44 0,26
Interprestasi cukup cukup baik cukup

130

Analisis Uji Instrumen

Dari tabel analisis butir soal di atas dapat disimpulkan sebagai berikut :

No. Tingkat
Validitas Reliabilitas Daya Pembeda
Soal Kesukaran
1 0,78 ( Tinggi ) 0,61 ( Sedang ) 0,34 ( Cukup )

2 0,78 ( Tinggi ) 0,58 ( Sedang ) 0,59 ( Sedang ) 0,36 ( Cukup )

3 0,75 ( Tinggi ) 0,61 ( Sedang ) 0,44 ( Cukup )

4 0,80 ( Tinggi ) 0,59 ( Sedang ) 0,26 ( Cukup )

Dengan ketentuan sebagai berikut :

1. Validitas Instrumen

Analisis Validitas Instrumen menggunakan formula produk momen dari

pearson sebagai berikut :

Adapun kriterianya adalah sebagai berikut :

Klarifikasi Koefisien Validitas


Koefisien Kolerasi Interpretasi

0,80 < rxy ≤ 1,00 Validitas Sangat Tinggi

0,60 < rxy ≤ 0,80 Validitas Tinggi

0,40 < rxy ≤ 0,60 Validitas Sedang

0,20 < rxy ≤ 0,40 Validitas Rendah

rxy ≤ 0,20 Tidak Valid

2. Realibilitas Instrumen

Analisis Reliabilitas Instrument menggunakan formula alpha sebagai berikut :

Adapun kriterianya sebagai berikut :

Klasifikasi Koefisien Reliabilitas

Koefisien Kolerasi Interpretasi


0,00 – 0,20 Reliabilitas Kecil
0,20 – 0,40 Reliabilitas Rendah
0,40 – 0,70 Reliabilitas Sedang
0,70 – 0,90 Reliabilitas Tinggi
0,90 – 1,00 Reliabilitas Sangat Tinggi

3. Analisis Indeks Kesukaran (IK)

Analisis Indeks Kesukaran (IK) instrument menggunakan formula sebagai berikut


Adapun kriterianya sebagai berikut :

Indeks Kesukaran Interpretasi


IK = 0,00 Soal Terlalu Sukar
0,00 < IK ≤ 0,30 Soal Sukar
0,30 < IK ≤ 0,70 Soal Sedang
0,70 < IK ≤ 0,90 Soal Mudah
IK = 1,00 Soal Terlalu Mudah

4. Analisis Daya Pembeda Tiap Butir Soal

Analisis Daya Pembeda menggunakan formula sebagai berikut :

133

Adapun kriterianya sebagai berikut :

Indeks Kesukaran Interpretasi


DP = 0,00 Sangat Jelek
0,00 < DP ≤ 0,20 Jelek
0,20 < DP ≤ 0,40 Cukup
0,40 < DP ≤ 0,70 Baik
0,70 < DP ≤ 1,00 Sangat Baik
TES PRASYARAT

Perhatikanlah gambar-gambar di bawah, kemudian hitunglah!

a. Kelilingnya

b. Luasnya

Gambar 1 D Gambar 2 C
D C

87 cm
A B
30 cm A 69 cm B

Gambar 3
C
15 cm

A B
20 cm

Gambar 4
C Gambar 5
C

cm
10

A 24,4 cm B A 16 cm B
TUJUAN TES PRASYARAT

Mengetahui kemampuan siswa dalam pemecahan masalah matematika yang

berkaitan dengan bangun ruang, yaitu:

1. Menghitung keliling dan luas Persegi

2. Menghitung keliling dan luas Persegi panjang

3. Menemukan panjang Alas, tinggi atau hipotenusa dengan menggunakan

teorema Pitagoras

4. Menghitung keliling dan luas segitiga

PEDOMAN PENILAN TES PRASYARAT

1. Setiap soal diberi bobot nilai 20

2. Penilaian tidak hanya hasil akhir, tetapi dengan langkah-langkahnya

3. Pembobotan nilai tiap soal sebagai berikut

GAM- PENGHITUNGAN
BAR
PANJANG LEBAR KELILING LUAS

1 10 10

2 10 10

ALAS TINGGI HIPOTENUSA KELILING LUAS

3 5 5 10

4 5 5 5 5

5 5 5 5 5
LEMBAR JAWAB TES PRASYARAT

NAMA : …………………………………………………….
GAMBAR PANJANG LEBAR HIPOTENU KELILING LUAS
SA
1
2
3
4
5
(Bila ada pecahan ditulis hanya dua desimal)
Cara penyelesaian
Gambar 1
a. Keliling ……………………………………………………………
b. B. Luas ……………………………………………………………
Gambar 2
a. Keliling ……………………………………………………………
b. Luas ……………………………………………………………
Gambar 3
a. Hipotenusa ……………………………………………………………
b. Keliling ……………………………………………………………
c. Luas ……………………………………………………………
Gambar 4
a. Tinggi ……………………………………………………………
b. Keliling ……………………………………………………………
c. Luas ……………………………………………………………
Gambar 5
a. Alas ……………………………………………………………
b. Tinggi ……………………………………………………………
c. Keliling ……………………………………………………………
d. Luas ……………………………………………………………

KUNCI JAWABAN TES PRASYARAT


GAMBAR PANJANG TINGGI HIPOTENU KELILING LUAS
SA

1 30 120 900

2 87 69 312 6.003

3 20 15 25 60 150

4 12,2 21,13 24,4 73,20 257,80

5 13 12 10 36

Gambar 1 Penyelesaian
D C
a. Keliling persegi = 4s
= 4 X 30
= 120
b. Luas persegi =s2
= 30 2
A B = 900
30 cm

Gambar 2
c. Keliling =2( p+l )
D C
= 2 (87 + 69)
= 2 X 156
87 cm

= 312

d. Luas =pX l
= 87 X 69
A B
69 cm = 6.003

Gambar 3
C
Penyelesaian
2 +c2
d. a
Hipotenusa
2=
b
a2 = 20 2+15 2
15 cm

a2 = 400 + 225
a= 625 = 25
A B
20 cm
e. Keliling = 20 + 15 + 25

= 60

f. Luas = ½ X 20 X 15 = 150

Penyelesaian
Gambar 4
a. Alas segitiga siku-siku =½
C
sisi
= ½ X 24,4
= 12,2

b. Tinggi sisi 2 = t 2 + 12,2 2


t2 = sisi 2-12,2 2
A 24,4 cm B
t2 = 24,4 2-12,2 2
t2 = 595,36-148,84
t2 = 446,52
c. Keliling
d. Luas
= 3 X 24,4 = 73,20
= ½ X 24,4 X 21,13 = 257,80 cm 2
= t 446,52 = 21,13

Penyelesaian
C
Gambar 5
a. Alas segitiga siku-siku = ½ alas
= ½ X 10 = 5
b. Tinggi 13 2 =t2+52
t2 = 13 2- 5 2
13

t2 = 169 -25

10 cm
t= 144 =12
A B c. Keliling = (2X13) + 10
= 26 + 10 = 36
Luas = ½ X 10 X 12

TES KELOMPOK 1
1. Perhatikan lantai di bawah meja kalian, kemudian kerjakan:

a. Ukurlah berapa panjang sisi-sisinya!

b. Hitung berapa kelilingnya

a. Hitunglah, berapa luas satu lantai keramik tersebut

2. Perhatikan ruang kelas ini!

a. Ukurlah berapa jarak dari dinding ke dinding,

b. Gambarlah

c. Hitung berapa kelilingnya

d. Hitung luas ruang kelas ini di bagian dalam dinding

e. Berapa jumlah keramik yang dibutuhkan untuk menutupi lantai

3. Perhatikan plafond kelas ini

• Plafond ditutup dengan tripleks, kalau diganti dengan Asbes

ukuran 60 X 120 cm, berapa lembar asbes yang dibutuhkan?

4. Perhatikan dinding-dinding kelas ini

a. Ukur berapa tingginya,

b. Bila ruang kelas ini seluruh dindingnya ditutup dengan triplek ukuran

120 X 240 cm, berapa lembar yang akan terpakai

Selamat bekerja, waktu kalian hanya 15 menit!


TES KELOMPOK 2

Pergilah ke Musholla, lalu kerjakan tugas berikut

1. Perhatikan lantai Musholla tersebut

a. Ukurlah berapa panjang sisi-sisinya!

b. Hitung berapa kelilingnya

c. Hitunglah, berapa luas satu lantai keramik tersebut

2. Perhatikan ruangan dalamnya, ruang sholat saja, tidak termasuk tempat

imam!

a. Ukurlah berapa jarak dari dinding ke dinding,

b. Gambarlah denahnya

c. Hitung berapa kelilingnya

d. Hitung luas ruang sholat Musholla tersebut

e. Berapa jumlah keramik yang dibutuhkan untuk menutupi lantai

5. Perhatikan plafond musholla,

• Plafond ditutup dengan Asbes, kalau Plafond diganti dengan

Eternit ukuran 50 X 100 cm, berapa lembar yang dibutuhkan?

6. Perhatikan dinding-Musholla tersebut

a. Ukur berapa tingginya,

b. Bila ruang holat tersebut seluruh dindingnya ditutup dengan triplek

ukuran 120 X 240 cm, berapa lembar yang akan terpakai

Selamat bekerja, waktu kalian hanya 15 menit!


TES KELOMPOK 3

Pergilah ke Perpustakaan

1. Perhatikan lantai Perpustakaan tersebut

a. Ukurlah berapa panjang sisi-sisinya!

b. Hitung berapa kelilingnya

c. Hitunglah, berapa luas satu lantai keramik tersebut

2. Perhatikan ruang bukunya!

a. Ukurlah berapa jarak dari dinding ke dinding,

b. Gambarlah

c. Hitung berapa kelilingnya

d. Hitung luas ruang buku tersebut ini di bagian dalam dinding

e. Berapa jumlah keramik yang dibutuhkan untuk menutupi lantai

3. Perhatikan plafond perpustakaan tersebut

• Plafond ditutup dengan Eternit, kalau didanti dengan Asbes ukuran 60 X

240 cm, berapa lembar asbes yang dibutuhkan?

4. Perhatikan dinding-dinding nya

a. Ukur berapa tingginya,

b. Bila ruang buku tersebut ditutup dengan triplek ukuran 120 X 240 cm,

berapa lembar yang dibutuhkan

Selamat bekerja, waktu kalian hanya 15 menit!


TES KELOMPOK 4

Pergilah ke tempat wudlu

1. Perhatikan lantainya

a. Ukurlah berapa panjang sisi-sisinya!

b. Hitung berapa kelilingnya

c. Hitunglah, berapa luas satu lantai keramik tersebut

2. Perhatikan ruang kelas ini!

a. Ukurlah berapa jarak dari dinding ke dinding,

b. Gambarlah

c. Hitung berapa kelilingnya

d. Hitung luas ruang tempat wudlu ini di bagian dalam dinding

e. Berapa jumlah keramik yang dibutuhkan untuk menutupi lantai

3. Perhatikan plafond tempat wudlu

• Plafond belum ditutup, kalau dipasang plafond Asbes ukuran 1 X 1 meter,

berapa lembar asbes yang dibutuhkan?

4. Perhatikan dinding bagian dalam bak air tempat wudlu,

a. Ukur berapa dalamnya,

b. Bila dinding dan alas bak mandi porselinnya diganti dengan warna lain

tetapi ukurannya sama, berapa banyak porselin yang dibutuhkan

Selamat bekerja, waktu kalian hanya 15 menit!


TES KELOMPOK 5

Pergilah ke ruang OSIS

1. Perhatikan lantainya!

a. Ukurlah berapa panjang sisi-sisinya!

b. Hitung berapa kelilingnya

c. Hitunglah, berapa luas satu lantai keramik tersebut

2. Perhatikan ruang OSIS tersebut!

a. Ukurlah berapa jarak dari dinding ke dinding,

b. Gambarlah

c. Hitung berapa kelilingnya

d. Hitung luas ruang OSIS di bagian dalam dinding

e. Berapa jumlah keramik yang dibutuhkan untuk menutupi lantai

3. Perhatikan plafond ruang OSIS tersebut!

• Plafond ditutup dengan Asbes, bila diganti dengan gypsum ukuran 40 X

200 cm, berapa lembar yang dibutuhkan?

4. Perhatikan dinding-dindingnya!

a. Ukur berapa tingginya,

b. Bila dindingnya ditutup dengan triplek ukuran 120 X 240 cm, berapa

lembar yang dibutuhkan

Selamat bekerja, waktu kalian hanya 15 menit!


TES KELOMPOK 6

Pergilah ke ruang UKS

1. Perhatikan lantainya!

a. Ukurlah berapa panjang sisi-sisinya!

b. Hitung berapa kelilingnya

c. Hitunglah, berapa luas satu lantai keramik tersebut

2. Perhatikan ruang UKS tersebut!

a. Ukurlah berapa jarak dari dinding ke dinding,

b. Gambarlah

c. Hitung berapa kelilingnya

d. Hitung luas ruang UKS ini di bagian dalam dinding

e. Berapa jumlah keramik yang dibutuhkan untuk menutupi lantai

3. Perhatikan plafond UKS tersebut!

• Plafond ditutup dengan eternit, kalau Plafond dtutup dengan kain yang

ukuran lebarnya 120 cm, berapa meter panjang kain yang dibutuhkan?

4. Perhatikan dinding-dindingnya!

a. Ukur berapa tingginya,

b. Bila dindingnya ditutup dengan triplek ukuran 120 X 240 cm, berapa

lembar yang dibutuhkan

Selamat bekerja, Waktu kalian hanya 15 menit


TES KELOMPOK 7

Pergilah ke Ruang Serbaguna

1. Perhatikan lantainya!

a. Ukurlah berapa panjang sisi-sisinya!

b. Hitung berapa kelilingnya

c. Hitunglah, berapa luas satu lantai keramik tersebut

2. Perhatikan ruang pertemuannya!

a. Ukurlah berapa jarak dari dinding ke dinding,

b. Gambarlah

c. Hitung berapa kelilingnya

d. Hitung luas ruang pertemuan ini di bagian dalam dinding

e. Berapa jumlah keramik yang dibutuhkan untuk menutupi lantai

3. Perhatikan plafondnya!

• Plafond ditutup dengan eternit, kalau Plafond ditutup dengan gypsum

yang ukurannya 80 X 160 cm, berapa lembar gypsum yang dibutuhkan

4. Perhatikan dinding-dindingnya!

a. Ukur berapa tingginya,

b. Bila dindingnya ditutup dengan triplek ukuran 120 X 240 cm, berapa

lembar yang dibutuhkan

Selamat bekerja, Waktu kalian hanya 15 menit


TES KELOMPOK 8

Pergilah ke gudang sekolah

1. Perhatikan lantainya!

a. Ukurlah berapa panjang sisi-sisinya!

b. Hitung berapa kelilingnya

c. Hitunglah, berapa luas satu lantai keramik tersebut

2. Perhatikan ruangan gudang tersebut!

a. Ukurlah berapa jarak dari dinding ke dinding,

b. Gambarlah

c. Hitung berapa kelilingnya

d. Hitung luas ruang gudang ini di bagian dalam dinding

e. Berapa jumlah keramik yang dibutuhkan untuk menutupi lantai

3. Perhatikan plafond gudang tersebut!

• Plafond ditutup dengan eternit, kalau Plafond ditutup dengan papan ukuran

20 cm X 2 m, berapa lembar papan yang dibutuhkan?

4. Perhatikan dinding-dindingnya!

a. Ukur berapa tingginya,

b. Bila dindingnya ditutup dengan triplek ukuran 120 X 240 cm, berapa

lembar yang dibutuhkan

Selamat bekerja, Waktu kalian hanya 15 menit


LEMBAR LAPORAN HASIL PENGUKURAN DAN PENGHITUNGAN

NAMA KELOMPOK ………………………………………………

TEMPAT OBSERVASI ………………………………………………

1. Hasil pengukuran dan penghitungan

No Subjek Panjang/ Lebar/tinggi Keliling Luas

1 Lantai Ruangan

2 Plafond

3 Dinding 1

4 Dinding 2

2. Jumlah kebutuhan barang yang akan terpakai

No Fungsi Nama Barang Panjang Lebar Kebutuhan

1 Penutup Lantai

2 Penutup Plafond

3 Penutup dinding

Cicalengka,……....................................................2009

Ketua Kelompok

…………………………………

(…………………………………)
Lembar jawab ini harus disertai dengan lembaran cara menghitungnya
POST TEST

Bacalah soal dengan teliti, kemudian selesaikan masalahnya dengan cermat.

1) Di halaman sekolah sedang dibuat tembok dudukan tiang bendera dua tahap.

Tahap pertama setinggi 20 cm dengan alas persegi, sisinya 60 cm; Tahap

kedua tinginya 40 cm dan alas 40 X 40 cm.

Bila semua permukaan dudukan bendera tersebut ditutup dengan keramik

ukuran 20 X 10 cm, berapa banyak keramik yang terpakai?

40

40

20

60

2) Menghadapi akhir tahun ajaran, di sekolah sedang dibuat panggung untuk

perlombaan dan pementasan. Panggung berbentuk persegi yang sisinya 8 m.

Atapnya ditutup kain tenda berbentuk limas yang puncaknya 6 m dari

permukaan panggung. Sudut-sudut tenda diberi tiang besi yang tingginya 3 m

dari panggung. Bagian panggung ditutup dengan latar belakang kain tenda,

Bila harga sewa kain Rp 5.000,- per m2, berapa harga sewa yang harus

dibayar?
6 m dari lantai panggung

3m

8m

3) Seorang karyawan perusahaan tekstil membeli motor dari showroom. Rumah

kontrakannya di daerah yang sering terkena banjir sehingga lantai terasnya

lebih tinggi enam puluh cm dari permukaan tanah. Agar motor dapat naik ke

teras maka ia membuat tangga tanjakan. Tangga tanjakan tersebut ukuran

alasnya 80 X 70 cm. Bagian yang tidak menyentuh tanah ditutup dengan

papan.

Bila papan yang terpasang Rp. 50.000,- per m2, Berapa harga tanjakan

tersebut?

60

70
80
4) Di antara dinding kantor pos dan kantor telepon dibuat benteng sepanjang 5

meter yang tingginya 2,5 m. Tebal dinding benteng enam belas cm ditambah

bagian atasnya berbentuk atap setinggi enam cm. Di tengah benteng dibuat

pilar yang lebih tinggi sepuluh cm. Penampang pilar berbentuk pesegi, sisinya

tiga puluh cm. Bagian atasnya berbentuk limas setinggi dua puluh cm.

Benteng tersebut mau dicat, harganya Rp. 20.000,- per m2. Berapakah biaya

untuk mengecat?

20
10

6
2,5 m
dari tanah

16

30

5m

30 cm

Selamat bekerja!
LEMBAR JAWAB POST TEST

NAMA KELOMPOK ………………………………………………..

NAMA SISWA ………………………………………………..

A. Penemuan data dan penghitungan ukuran subyek

No Subjek St P L T H LS

1 Alas tiang bendera

Tahap 1

Tahap 2

Keramik

2 Tenda

Latar

Kain

3 Tanjakan

Papan

4 Benteng

Tutup Benteng

Pilar

Tutup Pilar

Cat

Keterangan: St = Satuan (cm atau m) P = Panjang, L = Lebar,


T = Tinggi, H = Hipotenusa. LS = Luas Selimut

B. Penghitungan biaya

1. Jumlah keramik yang terpakai = ………………… keping

2. Biaya sewa kain = Rp. …………………….

3. Harga papan terpasang = Rp ……………………….


4. Ongkos pengecatan = Rp ……………………….

Catatan: Lembar jawab ini disertai kertas tatacara penyelesaian soal

TUJUAN POST TEST

Mengetahui kemampuan yang telah dikuasai siswa sebagai prasarat untuk

memiliki kemampuan menyelesaikan masalah bangun ruang, yaitu kemampuan:

5. Menghitung Luas Selimut Kubus

6. Menghitung Luas Selimut Balok

7. Menghitung Luas Selimut Limas

8. Menghitung Luas Selimut Prisma

9. Menerapkan kemampuan tersebut di atas ke dalam kehidupan sehari-hari

PEDOMAN PENILAN TES PRASYARAT

4. Soal nomor 1 s.d. 3 diberi bobot nilai 25

5. Soal nomor 4 dibagi menjadi tiga, yaitu a) penghitungan 4a (prisma)

mendapat nilai 10; b) penghitungan 4b (limas) nilai 10 dan c)

implementasi (pengecatan) nilai 5

6. Penilaian tidak hanya hasil akhir, tetapi dengan langkah-langkahnya

7. Pembobotan nilai tiap soal sebagai berikut

a. Soal Nomor 1 total nilai 25

• Menghitung luas selimut balok tahap 1 nilai 5


• Menghitung luas selimut kubus tahap 2 nilai 5
• Menghitung luas keramik nilai 5
• Menghitung kebutuhan keramik 10

b. Soal Nomor 2, total nilai 25

• Menghitung hypotenuse limas (tinggi segitiga) nilai 5


• Menghitung luas selimut limas nilai 5
• Menghitung luas latar nilai 5
• Menghitung harga sewa kain nilai 10

c. Soal Nomor 3, total nilai 25

• Menghitung hypotenuse nilai 5

• Menghitung luas segi tiga nilai 5

• Menghitung luas empat persegi panjang nilai 5

• Menghitung harga papan nilai 10

d. Soal Nomor 4 total nilai 25

• Luas Benteng dan Prisma 10

• Bagian 4b, Pilar dan Limas 10

• Biaya pengecatan mendapat nilai 5

KUNCI JAWABAN POST TEST

Penyelesaian Soal Nomor 1


40 a. Tahap 1
Luas alas = 60 X 60 = 3.600
Luas Dinding = 60 X 20 = 1.200
40
Luas selimut
= (2 X 3.600) + (4 X 1.200)
= 7.200 + 4.800 = 12.000
20
b. Tahap 2
Luas alas = 40 X 40 = 1.600
60 Luas selimut = 6 X 1.600 = 9.600
c. Luas Keramik = 20 X 10 = 200 cm 2

d. Luas yang akan ditutup keramik


Tahap 1 = 12.000 – (3.600 + 1600) = 6.800 cm 2
Tahap 2 = 9.600 – 1.600 = 8.000 cm 2
Jumlah tahap 1 & tahap 2 =14.800 cm 2

e. Kebutuhan keramik = 14.800 : 200= 74 keping

6 m dari lantai Penyelesaian Soal Nomor 2


panggung
5) Latar
Alas = 8 m, Tinggi = 3 m
Luas =8X3 = 24 m2

6) Tenda
Tinggi puncak =6m
8m Tingi limas =6–3 =3m
3m Alas segitiga = ½ X 8 =4m
Hypotenusa Limas = 42 + 3 2
= 25 = 5
Luas Selimut Tenda = 4 X (½ X 8 X 5) = 80 m2

Biaya Sewa Kain = (80 + 24) X Rp. 5.000,- = Rp. 520.000,-

Penyelesaian Soal nomor 3

Hypotenusa
2 2
= 0,8 + 0,6 =
= 0,64 + 0,36 = 60
= 1 = 1
70
80
2
a. Luas segitiga = ½ X0,8X0,6 = 0,24 m

b. Luas dinding segitiga = 2 X 0,24 = 0,48 m2

c. Luas dinding persegi panjang = 0,7 X 0,6 = 0,42 m2

d. Luas alas miring = 0,7 X 1 = 0,70 m2


e. Luas kebutuhan papan = 1,60 m2

Harga papan terpasang per m2 = Rp. 50.000,-

Harga tanjakan = 1,60 m2 X Rp. 50.000,- = Rp. 80.000,-

Penyelesaian Soal nomor 4

a. Benteng

Panjang alas benteng & pilar =5m


Panjang alas benteng = 5 – 0,3 m = 4,7 m
Tinggi benteng = 2,50 m
Lebar benteng = 0,16 m
Tinggi penutup benteng (prisma) = 0,06 m
Hypotenusa = 82+62=
= 64 + 36 =
= 100 = 10 = 0,10 m
Luas segitiga prisma = ½ X 0,16 X 0,06 = 0,0048 m2
Permukaan Benteng
Luas permukaan yang menempel = 2 X (2,5 X 0,16) = 0,80 m2
Luas Permukaan Benteng = 4,7 X 2,50 m = 11,75 m2
Permukaan Prisma = 4,7 X 0,1 = 0, 47 m2
Luas yang harus dicat = 2 X (11,75 + 0,47) = 24,44 m2

b. Pilar

Panjang sisi alas pilar = 0,3 m


Tinggi pilar = 2,5 + 0,1 = 2,6 m
Tinggi penutup pilar (limas) = 0,2 m
Hypotenusa = 2+ 2=
20 15
= 400 + 225 =
= 625 = 25

Permukaan Pilar
Luas Permukaan Pilar = 4 X (0,3 X 2,60 m) = 3,12 m2
Luas permukaan yang menempel = 0,80 + (2 X 0,0048) = 0,896 m2
Permukaan terbuka = 3,12 – 0,896 = 2,224 m2
Luas selimut limas = 4 X ½ X 0,3 X 0,25 = 0,150 m2
Luas yang harus dicat = 2,224 + 0,15 = 2,374 m2
Harga cat per m2 = Rp 20.000,-
Biaya pengecatan = Rp. 20.000,- X (24,44 + 2, 374) =
= Rp. 20.000,- X 26,814 = Rp. 536.280,-
SILABUS
SEKOLAH : SMPN 1 Cicalengka

Kelas / Semester : VIII / 2

Mata Pelajaran : Matematika

Standar kompetensi : GEOMETRI DAN PENGUKURAN

5. Memahami sifat-sifat kubus , balok, prisma dan limas dan bagian – bagiannya, serta menentukan
ukurannya

Kompetensi Materi Kegiatan Pembelajaran Indikator Penilaian Alokasi Sumber


Dasar Pokok/Pemb Tehnik Bentuk Contoh Instrumen Waktu Belajar
elajaran Instrumen
5.3. Menghitung Kubus, Mencari rumus luas Menemukan rumus Kuis Uraian 1. Sebutkan rumus luas 2x40 mnt Buku teks,
luas permukaan balok, permukaan kubus, balok, luas permukaan Tes permukaan kubus jika model
dan volume prisma tegak prisma tegak dan limas kubus, balok, prisma lisan rusuknya x cm bangun
2. Sebutkan rumus luas
kubus bal0k, dan limas tegak dan limas Penugas ruang dan
prisma yanga alasnya
prisma dan an segitiga siku-siku datar;
limas Tes tulis yang sisi siku-sikunya Handout,
a cm ,b cm dan tinggi Lingkung-
prisma t cm an sekolah
Menggunakan rumus untuk Menghitung luas Kuis Uraian Suatu prisma tegak beralas 2 x 40
menghitung luas permukaan permukaan kubus, Tes segitiga samasisi mnt
kubus, bslok, prisma tegak Blok, prisma dan lisan mempunyai panjang rusuk
dan limas limas Penugas 6 cm dan tinggi 8 cm.
an hitung luas permukaan
Tes tulis prisma
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

( RPP )

Sekolah : SMP N 1 Cicalengka

Mata Pelajaran : Matematika

Kelas / Semester : VIII /2

Standar Kompetensi : Memahami Sifat – Sifat Kubus, Balok, Limas,

Prisma dan Bagian-bagiannya Serta Menentukan

Ukurannya

Kompetensi Dasar : Menghitung luas permukaan dan volume balok,

kubus, prisma dan limas

Indikator : Menghitung luas permukaan Balok, dan kubus

Alokasi waktu : 2 x 40 menit

1. Tujuan Pembelajaran

Siswa dapat menghitung luas permukaan bangun ruang sisi datar balok dan

kubus

2. Materi Pembelajaran

Luas permukaan kubus dan balok

3. Metoda / Tehnik

Diskusi kelompok, inkuiri, resitasi dan penugasan

4. Langkah – langkah Kegiatan

a. Kegiatan Pendahuluan

Aperspsi, Mengingat kembali tentang rumus luas bangun datar: Persegi

panjang dan persegi


Motivasi, Bangun ruang Balok dan Kubus merupakan bentuk yang paling

banyak digunakan dalam struktur dan konstruksi barang dan

bangunan. Apabila materi ini di kuasai, banyak manfaatnya

dalam kehidupan sehari-hari

b. Kegiatan Inti

1) Siswa secara berkelompok mengerjakan kuis mengenai pengukuran

tanah berbentuk bangun datar segitiga dan persegi panjang

2) Siswa melakukan brainstorming mengenai pengerjaan kuis

3) Siswa menyimak uraian guru mengenai balok dan kubus

4) Siswa memnyampaikan tanggapan atas uraian guru, baik pertanyaan

maupun pernyataan

5) Siswa mengeluarkan alat-alat, dus kemasan dan benda lainnya yang

dibawa dari rumah, kemudian memisahkan yang berbentuk balok dan

kubus masing-masing satu buah

6) Siswa melakukan tugas mengukur dimensi balok dan kubus di atas

kemudian menghitung luas permukaan balok dan kubus tersebut

7) Siswa secara berkelompok melakukan pengukuran dan penghitungan

ukuran ruang dan barang di tempat yang berbeda

8) Masing – masing kelompok diminta menyampaikan hasil diskusi dan

kelompok lain menanggapi

c. Kegiatan penutup

1) Siswa menyimak uraian guru berkaitan dengan tugas kelompok yang

telah dilakukan
2) Siswa menyimak rincian tugas yang harus dilaksanakan sebagai

persiapan pembelajaran pada pertemuan berikutnya

3) Siswa dengan bimbingan guru menyampaikan do’a akhir majlis dan

salam

5. Sumber Belajar

a. Buku Teks, model – model bangun ruang dan bangun datar

b. Handout materi mengenai balok dan kubus

c. Ruangan/bangunan dan benda yang ada di lingkungan sekolah

6. Media Belajar

a. Mistar, Meteran tukang kayu, Meteran golong, kalkulator, gunting, lem

dan alat tulis.

b. Barang berbentuk Balok dan Kubus, Dus kemasan yang berbentuk balok

dan kubus, Gambar peraga Balok dan Kubus ukuran Plano

7. Penilaian

a. Tehnik : Kuis, Tugas perorangan, Tugas kelompok.

b. Bentuk : esay terstruktur

c. Instrumen :

1) Kuis

2) Tugas perorangan & Tugas Kelompok

3) Lembar pengamatan dinamika kelompok

(terlampir)
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

( RPP )

Sekolah : SMP N 1 Cicalengka

Mata Pelajaran : Matematika

Kelas / Semester : VIII /2

Standar Kompetensi : Memahami Sifat – Sifat Kubus, Balok, Limas,

Prisma dan Bagian-bagiannya Serta Menentukan

Ukurannya

Kompetensi Dasar : Menghitung luas permukaan dan volume balok,

kubus, prisma dan limas

Indikator : Menghitung luas permukaan Limas dan Prisma

Alokasi waktu : 2 x 40 menit

8. Tujuan Pembelajaran

Siswa dapat menghitung luas permukaan bangun ruang sisi datar limas dan

prisma

9. Materi Pembelajaran

Luas permukaan limas dan prisma

10. Metoda / Tehnik

Diskusi kelompok, inkuiri, resitasi dan penugasan

11. Langkah – langkah Kegiatan

d. Kegiatan Pendahuluan

Aperspsi, Mengingat kembali tentang rumus luas bangun datar: segitiga

dan teorema Pitagoras


Motivasi, Bangun ruang Limas dan Prisma merupakan bentuk yang

paling banyak digunakan dalam struktur dan konstruksi barang

dan bangunan, terutama benda-benda aksesoris. Apabila materi

ini di kuasai, banyak manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari

e. Kegiatan Inti

9) Siswa secara berkelompok mengerjakan kuis mengenai pengukuran

dan penghitungan bangun datar segitiga dan persegi panjang

10) Siswa menyimak uraian guru mengenai Limas dan Prisma

11) Siswa memnyampaikan tanggapan atas uraian guru, baik pertanyaan

maupun pernyataan

12) Siswa secara berkelompok mencari benda berbentuk limas dan prisma

yang ada di sekitar sekolah. Jika dapat dibawa maka dibawa ke kelas,

jika tidak dapat dibawa maka dibuat gambaran dan ukurannya

13) Perwakilan kelompok menyampaikan laporan dan tanggapan

mengenai proses pencarian benda berbentuk Limas dan Prisma

14) Siswa mengumpulkan barang-barang hasil pencariannya, kemudian

memisahkan yang berbentuk Limas dan Prisma masing-masing satu

buah

15) Siswa melakukan tugas mengukur dimensi Limas dan Prisma di atas

kemudian menghitung luas permukaan Limas dan Prisma tersebut

16) Siswa melakukan brainstorming mengenai tugas pencarian,

pengukuran serta penghitungan Limas dan Prisma

17) Siswa mengerjakan soal tes tulis sebanyak dua butir


f. Kegiatan penutup

4) Siswa menyimak uraian guru berkaitan dengan tugas kelompok yang

telah dilakukan

5) Siswa menyimak rincian tugas yang harus dilaksanakan sebagai

persiapan pembelajaran pada pertemuan berikutnya

6) Siswa dengan bimbingan guru menyampaikan do’a akhir majlis dan

salam

12. Sumber Belajar

d. Buku Teks, model – model bangun ruang dan bangun datar

e. Handout materi mengenai Limas dan Prisma

f. Ruangan/bangunan dan benda yang ada di lingkungan sekolah

13. Media Belajar

c. Mistar, Meteran tukang kayu, Meteran golong, kalkulator, gunting, lem

dan alat tulis.

d. Barang berbentuk Limas dan Prisma, Dus kemasan yang berbentuk Limas

dan Prisma, Gambar peraga Limas dan Prisma ukuran Plano

14. Penilaian

d. Tehnik : Kuis, Tugas perorangan, Tugas kelompok, Tes tulis

e. Bentuk : esay terstruktur

f. Instrumen :

4) Kuis, Lembar tugas dan Lembar Tes tulis

5) Lembar Pengamatan dinamika kelompok dan Angket


Kuisioner 1

Petunjuk

1. Tidak perlu menyebutkan nama

2. Harap diberi tanda ceklis atau cakra pada kolom yang sesuai dengan aktivitas

siswa selama mengikuti pembelajaran matematika materi bangun ruang

3. Isikan pada kolom Sl bila selalu melakukan; Sr bila sering melakukan; Sk bila

sekali-kali melakukan; Sp bila sempat melakukan dan TS bila tidak sempat

melakukan

No Pernyataan Sl S Sk Sp TS
1. Terlibat dalam pembelajaran secara aktif
2. Menyimak penjelasan guru
3. Menyimak pendapat dari teman sesama siswa
4. Menanggapi penjelasan guru
5. Menyimak penjelasan atau pendapat teman

sesama kelompok
6. Menyimak penjelasan atau pendapat teman

dari kelompok lain


7. Memberikan tanggapan atas pernyataan

sesama siswa

No Pernyataan Sl S Sk Sp TS
8. Memberikan jawaban atas pertanyaan sesama

siswa
9. Menyampaikan laporan kesimpulan diskusi

kelompok di hadapan seluruh siswa


10. Berbagi tugas dalam kerja kelompok
11. Terlibat dalam kerja kelompok
12. Berkompetisi dengan kelompok lain
13. Berkompetisi dengan sesama anggota

kelompok
14. Guru memimpin pembelajaran dengan

otoriter
15. Guru membangun suasana pembelajaran

dengan tegas
16. Minta bantuan teman untuk menjelaskan soal
17. Minta bantuan teman mengenai rumus untuk

menyelesaikan soal
18. Minta bantuan teman untuk mengerjakan soal
Kuisioner 2

Petunjuk

1. Tidak perlu menyebutkan nama

2. Harap diberi tanda ceklis atau cakra pada kolom yang sesuai dengan sikap dan

pandangan siswa selama mengikuti pembelajaran matematika materi bangun

ruang

3. Isikan pada kolom SS bila sangat setuju; S bila setuju; TS bila tidak setuju dan

STS bila sangat tidak setuju dengan pernyataan yang ada pada kolom di

sebelah

No Pernyataan SS S TS STS
1. Proses belajar ceria
2. Proses pembelajaran dinamis, tidak kaku
3. Siswa merasa bebas untuk berekspresi selama

mengikuti proses pembelajaran


4. Proses pembelajaran memberi kesempatan

siswa untuk berperan serta secara aktif


5. Proses pembelajaran mendorong siswa

melakukan kegiatan
6. Siswa merasa tertekan dalam mengikuti

pembelajaran
No Pernyataan SS S TS STS
7. Materi pelajaran membosankan
8. Materi pelajaran sesuai dengan kehidupan

sehari-hari
9. Materi pelajaran bermanfaat bagi kehidupan
sehari-hari
10. Tugas yang diberikan kepada siswa terasa berat
11. Tugas yang diberikan kepada siswa rumit
12. Tugas yang diberikan kepada siswa dapat

dilaksanakan
13. Soal yang diberikan kepada siswa sulit
14. Soal yang diberikan kepada siswa rumit
15. Soal yang diberikan kepada siswa dapat

diselesaikan
LEMBAR PENGAMATAN KEGIATAN SISWA

1. Pembentukan kelompok

a. Menawarkan untuk berkelompok

b. Memilih teman kelompok

c. Mengatur pembagian kelompok

d. Mengikuti kebijakan teman

2. Pembagian tugas kelompok

a. Menawarkan siapa mau jadi apa

b. Meminta teman untuk memegang tugas dalam kelompok

c. Memilih tugas untuk dirinya

d. Mengikuti kebijakan teman

3. Jabatan dalam kelompok

a. Ketua

b. Sekretaris

c. Pemberi Penjelasan

d. Anggota

4. Keterlibatan dalam kelompok

a. Menawarkan siapa mau mengerjakan apa

b. Meminta pekerjaan untuk dirinya


c. Meminta teman mengerjakan soal tertentu

d. Mengikuti kebijakan kelompok

5. Keterlibatan dalam kelompok

a. Memberikan penjelasan

b. Menanyakan hal yang belum jelas

c. Mencatat apa yang disampaikan anggota kelompok

d. Memperhatikan aktivitas teman kelompok

6. Tanggung jawab kelompok

a. Melaksanakan pekerjaan sambil melayani pertanyaan anggota

kelompok

b. Melaksanakan pekerjaannya terlebih dulu baru menjawab pertanyaan

teman

c. Memberikan penjelasan dan menangguhkan pekerjaannya

d. Meminta teman menyelesaikan pekerjaan yang ditugaskan kepadanya

7. Keterlibatan dalam diskusi

a. Menawarkan siapa yang mau menyampaikan gagasan

b. Memberikan penjelasan

c. Menyampaikan pertanyaan
d. Memperhatikan pembicaraan anggota kelompok
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. Identitas Pribadi

1. Nama : IDA RUFAIDA

2. Tempat / Tanggal lahir : Bandung, 21 Januari 1961

3. Agama : Islam

4. Alamat Rumah : Jln. Dewi Sartika No. 110 RT. 02/ RW 04

Cicalengka Kab. Bandung

5. Alamat Pekerjaan : SMP Negeri 1 Cicalengka,

Jl. Dipati Ukur 34 Cicalengka Kabupaten

Bandung. 40395

II. Pendidikan

1. SDN Cicalengka V, lulus tahun 1972

2. SMP Negeri Cicalengka, lulus tahun 1976

3. SMA Negeri Cicalengka, lulus tahun 1980

4. Diploma I Jurusan Matematika IKIP Bandung, lulus tahun 1981

5. Dip[loma III Jurusan Matematika UT, lulus tahun 1997

6. Tahun 2008 samapi sekarang (2009) melanjutkan studi S I, pada

Program Studi Pendidikan Matematika STKIP Garut

You might also like