Professional Documents
Culture Documents
Secara umum penemuan fosil manusia dari jaman ke zaman terbagi atas
tiga kelompok, yaitu manusia kera, manusia purba dan manusia modern. Yang
perlu diingat adalah bahwa teori ini hanya dugaan dan tidak terbukti
kebenarannya karena teori evolusi telah runtuh. Fosil manusia lama yang
ditemukan bisa saja bukan fosil manusia atau manusia yang memiliki bentuk ciri
tubuh yang unik, atau bahkan hasil rekayasa.
1. Australopithecus Africanus
Australopithecus africanus ditemukan di desa Taung di sekitar Bechunaland
ditemukan oleh Raymond Dart tahun 1924. Bagian tubuh yang ditemukan hanya
fosil tengkorak kepala saja.
2. Paranthropus Robustus dan Paranthropus Transvaalensis
Dua penemuan tersebut ditemukan di daerah Amerika Selatan dengan ciri isi
volume otak sekitar 600 cm kubik, hidup di lingkungan terbuka, serta memiliki
tinggi badan kurang lebih 1,5 meter. Kedua fosil menusia kera tersebut disebut
australopithecus.
1. Sinanthropus Pekinensis
Sinanthropus pekinensis adalah manusia purba yang fosilnya ditemukan di gua
naga daerah Peking negara Cina oleh Davidson Black dan Franz Weidenreich.
Sinanthropus pekinensis dianggap bagian dari kelompok pithecanthropus karena
memiliki ciri tubuh atau badan yang mirip serta hidup di era zaman yang
bersamaan. Sinanthropus pekinensis memiliki volume isi otak sekitar kurang
lebih 900 sampai 1200 cm kubik.
2. Meganthropus Palaeojavanicus / Manusia Raksasa Jawa
Meganthropus palaeojavanicus ditemukan di Sangiran di pulau jawa oleh Von
Koningswald pada tahun 1939 - 1941.
3. Manusia Heidelberg
Manusia heidelberg ditemukan di Jerman
4. Pithecanthropus Erectus
Pithecanthropus erectus adalah manusia purba yang pertama kali fosil telang
belulang ditemukan di Trinil Jawa Tengah pada tahun 1891 oleh Eugene Dubois.
Pithecanthropus erectus hidup di jaman pleistosin atau kira-kira 300.000 hingga
500.000 tahun yang lalu. Volume otak Pithecanthropus erectus diperkirakan
sekitar 770 - 1000 cm kubik. Bagian tulang-belulang fosil manusia purba yang
ditemukan tersebut adalah tulang rahang, beberapa gigi, serta sebagian tulang
tengkorak.
C. Manusia Modern
Pengertian atau arti definisi manusia modern adalah manusia yang termasuk ke
dalam spesies homo sapiens dengan isi volum otak kira-kira 1450 cm kubik hidup
sekitar 15.000 hingga 150.000 tahun yang lalu. Manusia modern disebut modern
karena hampir mirip atau menyerupai manusia yang ada pada saat ini atau
sekarang.
1. Manusia Swanscombe - Berasal dari Inggris
Ciri-ciri
Meganthropus
• Memiliki tulang pipi yang tebal
• Memiliki oto kunyah yang kuat
• Memiliki tonjolan kening yang menyolok
• Memiliki tonjolan belakang yang tajam
• Tidak memiliki dagu
• Memiliki perawakan yang tegap
• Memakan jenis tumbuhan
Pithecanthropus
• Tinggi adan sekitar 165 – 180 cm
• Volume otak berkisar antara 750 – 1350 cc
• Bentuk tubuh & anggota badan tegap
• Alat pengunyah dan alat tengkuk sangat kuat
• Bentuk graham besar dengan rahang yang sangat kuat
• Bentuk tonjolan kening tebal
• Bentuk hidung tebal
• Bagian belakang kepala tampak menonjol
Homo
• Volume otaknya antara 1000 – 1200 cc
• Tinggi badan antara 130 – 210 cm
• Otot tengkuk mengalami penyusutan
• Muka tidak menonjol kedepan
• Berdiri tegak dan berjalan lebih semp
Homo floresiensis
Rentang fosil: Pleistosen Akhir
Pemurnian metal Homo floresiensis.
Pada sampul majalah Nature.
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan: Animalia
Filum: Chordata
Kelas: Mammalia
Ordo: Primates
Famili: Hominidae
Genus: Homo
Spesies: H. floresiensis
Nama binomial
†Homo floresiensis
Bantahan.
Pendapat bahwa fosil ini berasal dari spesies bukan manusia ditentang oleh
kelompok peneliti yang juga terlibat dalam penelitian ini, terutama oleh pihak
Teuku Jacob dari UGM. Berdasarkan temuan beliau, fosil dari Liang Bua ini
berasal dari orang katai Flores -- sampai sekarang masih bisa diamati pada
beberapa populasi di sekitar lokasi penemuan -- yang menderita penyakit
mikrosefali.
Para peneliti dari Universitas Gadjah Mada kembali menguatkan
pendapatnya melalui sebuah jurnal sains Amerika bahwa sisa manusia dari Liang
Bua, bukan spesies baru dan merupakan manusia modern. Penguatan tersebut
melalui artikel bertajuk Pygmoid Australomelanesian Homo Sapiens Skeletal
Remains from Liang Bua, Flores: Population Affinities and Pathological
Abnormalities, yang ditulis oleh Teuku Jacob, Ety Indriati, RP Soejono (Indonesia),
M Henneberg, AG Thorne (Australia), RB Eckhardt, AJ Kuperavage, DW Frayer
(AS), serta K Hou (China), yang dimuat dalam jurnal Proceedings of the National
Acedemy of Sciences edisi 21 Agustus 2006.
Menurut tim ini, sisa manusia dari Liang Bua merupakan moyang manusia
katai Homo sapiens yang sekarang juga masih hidup di Flores dan termasuk
kelompok Australomelanesoid. Kerangka yang ditemukan terbaring di Liang Bua
itu menderita microcephalia, yaitu bertengkorak kecil dan berotak kecil. Pada
September 2007, para ilmuwan peneliti Homo floresiensis menemukan petunjuk
baru berdasarkan pengamatan terhadap pergelangan tangan fosil yang
ditemukan. Penemuan tersebut menunjukkan bahwa Homo floresiensis bukan
merupakan manusia modern melainkan merupakan spesies yang berbeda. Hal ini
sekaligus menjadi jawaban terhadap tentangan sejumlah ilmuwan mengenai
keabsahan spesies baru ini karena hasil penemuan menunjukkan bahwa tulang
Homo floresiensis berbeda dari tulang Homo sapiens (manusia modern) maupun
manusia Neandertal.
Bagi mereka yang ingin menyusun kembali sejarah evolusi, sebuah fosil
kecil bisa menyimpan banyak cerita. Sekeping tulang rahang atau tengkorak
kepala atau sebagian tulang pinggul, bisa menjadi titik tolak seorang
palaeontolog mengungkap misteri masa silam. Peralatan kuno atau artefak
kebudayaan yang ditemukan bisa membantu mereka mengisi celah informasi
yang ada. Namun ibarat mengintip sejarah lewat lubang kunci, hal ini masih
membutuhkan lagi amat banyak data dan penjelasan.
Majalah New Scientist antara lain melaporkan aktivitas sebuah tim yang
dipimpin oleh Svante P‰‰bo, pakar ilmu genetika evolusi di Max Planck
Institute for Evolutionary Anthropology di Leipzig, Jerman. Tim ini berniat
merekonstruksi keseluruhan genome manusia Neanderthal (Homo
Neanderthalensis) dari berbagai fosil mereka yang telah ditemukan selama ini.
Manusia Neanderthal adalah salah satu ras manusia purba yang secara fisik lebih
unggul dari ras manusia lainnya, namun telah mengalami kepunahan secara
misterius.
Ahli antropologi fisik sering melukiskan manusia Neanderthal bertubuh
tegap dan kuat. Semuanya membawa penggada atau tombak besar yang
ujungnya terbuat dari batu runcing dan tajam. Mereka mengepung seekor
mastodon (gajah purba ) yang tiga kali lipat tinginya dari tubuh para manusia
purba itu. Para manusia purba itu lalu berteriak dan menyerang. Terjadilah
penye-rangan ganas.
Dengan kondisi alam yang begitu keras, cuaca yang begitu ekstrem,
lingkungan yang buas dan tidak bersahabat, maka bagi manusia Neanderthal
kekuatan menjadi alasan utama untuk bertahan. Mereka hidup sepenuhnya dari
pertarungan, perburuan atau peperangan suku yang buas. Mereka belum bisa
membuat api dan bercocok tanam. Perjuangan keras inilah yang membuat
manusia Neanderthal bertahan lebih dari seperempat juta tahun lalu. Ras
manusia Neanderthal ini adalah ras para jagoan penguasa pada zamannya.
Karena itu kepunahan mereka secara serempak, sekitar 45 ribu tahun silam,
dianggap sebagai misteri besar. Ini tak ubahnya dinosaurus yang pernah
menguasai bumi, lalu punah secara mendadak.
Penemuan pertama fosil manusia Neanderthal terjadi pada bulan Agustus
1856. Sebagian dari tengkorak manusia purba ini ditemukan di Gua Feldhofer, di
Lembah Neander Valley, dekat Dusseldorf, Jerman. Karena itulah mereka disebut
sebagai manusia Neanderthal. Di tahun 1908, Palaeontolog Prancis Marcellin
Boule, menulis tentang sebuah kerangka Neanderthal yang hampir lengkap dari
La Chapelle-aux-Saints, Prancis. Ilustrasi pertama tentang menusia Neanderthal
ini pun dipublikasikan bersama temuan ilmiahnya. Maka muncullah imaji pertama
tentang manusia Neanderthal. Manusia purba yang tingginya rata-rata 166 cm
dan berbobot minimal maksimal 77 kg ini sehari-harinya memakan daging.
Dengan ukuran otak yang 12 persen lebih besar dari otak manusia modern, maka
musnahlah mitos yang mengatakan bahwa para manusia purba ini kurang cerdas
dan lebih mengandalkan nalurinya bila berburu.
Sebenarnya cukup banyak mitos yang salah. Misalnya mitos bahwa
manusia Neanderthal berkomunikasi satu sama lain dengan menggeram. Di
tahun 1983, para ilmuwan menemukan tulang hyoid manusia Neanderthal di
sebuah gua di Israel. Hal ini mengakhiri perdebatan tentang apakah manusia
purba ini bisa bicara. Hyoid adalah tulang kecil yang terletak di tenggorokan,
yang menjadi bagian dari mekanisme pengucapan vokal yang membuat manusia
modern bisa berbicara. Mitos lain yang tidak benar adalah anggapan bahwa
manusia Neanderthal berjalan membungkuk seperti gorila. Penemuan tulang
kerangka yang mendukung teori ini gugur karena melalui pemeriksaan mikro
karbon dan pembandingan dengan tulang kerangka lainnya menunjukkan sebuah
data. Bahwa tulang punggung yang melengkung itu diakibatkan serangan
penyakit sejenis arthritis.
Kebohongan Neanderthal
Kesimpulan
BEGITU hasil temuan fosil manusia kerdil--seperti tokoh hobbit dalam buku
legendaris JRR Tolkien, The Lord of The Rings-- di Liang Bua, Flores, Nusa
Tenggara Timur, diumumkan hari Kamis (28/10) dalam konferensi pers di Sydney,
Australia, dunia keilmuan sontak heboh. Awam pun ikut bergunjing. Apalagi
ketika jaringan televisi dan kantor berita dunia menempatkannya sebagai salah
satu berita "besar", kemudian dirilis oleh media massa di berbagai belahan bumi,
temuan spesies manusia purba yang kemudian dinamai homo floresiensis itu pun
menjadi pembicaraan.
Pengetahuan tentang adanya kehidupan dari masa ribuan tahun lampau di
Liang Bua bukanlah hal baru. Para arkeolog dari Pusat Penelitian Arkeologi
Nasional (Puslit Arkenas) sejak tahun 1976 sudah melakukan penelitian secara
intensif di Liang Bua. Menjelang akhir tahun 1970-an, tim yang diketuai Prof. Dr.
Raden Panji Soejono itu bahkan telah mendapatkan temuan "spektakuler" berupa
tengkorak manusia dan kerangka tubuh manusia dewasa. Bersamaan dengan itu
ditemukan pula kuburan manusia purba, lengkap dengan bekal kuburnya yang
masih relatif utuh. Juga ditemukan lapisan budaya berupa berbagai artefak yang
diyakini sebagai sisa pendukung keberadaan mereka.
Hanya saja, ketika itu para arkeolog Indonesia belum memiliki alat dan
kemampuan yang memadai untuk membuat suatu kesimpulan yang agak
menyeluruh. Hanya dikatakan bahwa ras manusia yang tinggal di sana paling
tidak berasal dari sekitar 10.000 tahun lalu. Karena ketiadaan biaya, penelitian
pun sempat terhenti. Tahun-tahun berikutnya, hingga tahun 1989, penelitian
cenderung bersifat sporadis. "Untuk melakukan penelitian di Liang Bua butuh
biaya cukup besar. Dengan anggota tim sebanyak 18 orang, ketika itu kami
harus naik Dakota ke Flores, setelah singgah di Denpasar dan Kupang. Belum lagi
biaya untuk kebutuhan lain," ujar Soejono.
Di tengah ketiadaan dana, tahun 2001, datang tawaran kerja sama dari Australia.
Mike Morwood dari University of New England memimpin tim dari Australia,
sedangkan RP Soejono bertindak sebagai ketua tim dari Puslit Arkenas. Setelah
melakukan serangkaian ekskavasi, September 2003, tim gabungan ini berhasil
mendapatkan temuan menghebohkan itu: si hobbit dari Liang Bua!"Sebetulnya
penelitian ini belum sepenuhnya usai. Kok, tiba-tiba saja hasilnya sudah
diumumkan oleh pihak Australia. Apalagi ketika itu diumumkan tanpa didampingi
oleh satu pun peneliti dari Indonesia. Saya tak tahu di mana etika penelitian dan
etika kerja sama yang selama ini diagung-agungkan di dunia keilmuan," ujar
Soejono.
Namun, apa mau dikata. "Ini tak lepas karena kita tidak memiliki dana
penelitian serta alat dan pakar yang memadai," ujarnya menambahkan. Ia
mengakui, kondisi serba kekurangan itu menjadi dilema bagi dunia penelitian
arkeologi di Indonesia. Akibatnya, begitu ada tawaran kerja sama dengan luar
negeri langsung diterima. Padahal, tidak sepenuhnya kerja sama itu
menguntungkan, termasuk dalam konteks penelitian di Liang Bua. Ada kalanya
hasil penelitian dibawa ke luar negeri sehingga sebagian besar hasil penelitian
berada di pihak Australia dan Indonesia tidak mendapatkan apa-apa.
"PENCARIAN terhadap sisa-sisa manusia kerdil dari Liang Bua
sesungguhnya dimulai oleh Pastor Verhoeven pada tahun 1958," kata Rokus Due
Awe, tenaga teknisi dokumentasi di Puslit Arkenas. Dia ikut serta dalam
penggalian yang dilakukan pastor tersebut sejak awal.
ADITYA
P.
X-D/2