Professional Documents
Culture Documents
Negara adalah suatu wilayah di permukaan bumi yang kekuasaannya baik politik, militer,
ekonomi, sosial maupun budayanya diatur oleh pemerintahan yang berada di wilayah tersebut.
Negara adalah pengorganisasian masyarakat yang berbeda dengan bentuk organisasi lain
terutama karena hak negara untuk mencabut nyawa seseorang. Untuk dapat menjadi suatu negara
maka harus ada rakyat, yaitu sejumlah orang yang menerima keberadaan organisasi ini. Syarat lain
keberadaan negara adalah adanya suatu wilayah tertentu tempat negara itu berada. Hal lain adalah
apa yang disebut sebagai kedaulatan, yakni bahwa negara diakui oleh warganya sebagai pemegang
kekuasaan tertinggi atas diri mereka pada wilayah tempat negara itu berada. Keberadaan negara,
seperti organisasi secara umum, adalah untuk memudahkan anggotanya (rakyat) mencapai tujuan
bersama atau cita-citanya. Keinginan bersama ini dirumuskan dalam suatu dokumen yang disebut
sebagai Konstitusi, termasuk didalamnya nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh rakyat sebagai anggota
negara. Sebagai dokumen yang mencantumkan cita-cita bersama, maksud didirikannya negara
Konstitusi merupakan dokumen hukum tertinggi pada suatu negara. Karenanya dia juga mengatur
bagaimana negara dikelola. Konstitusi di Indonesia disebut sebagai Undang-Undang Dasar.
Dalam bentuk modern negara terkait erat dengan keinginan rakyat untuk mencapai
kesejahteraan bersama dengan cara-cara yang demokratis. Bentuk paling kongkrit pertemuan negara
dengan rakyat adalah pelayanan publik, yakni pelayanan yang diberikan negara pada rakyat.
Terutama sesungguhnya adalah bagaimana negara memberi pelayanan kepada rakyat secara
keseluruhan, fungsi pelayanan paling dasar adalah pemberian rasa aman. Negara menjalankan fungsi
pelayanan keamanan bagi seluruh rakyat bila semua rakyat merasa bahwa tidak ada ancaman dalam
kehidupannya. Dalam perkembangannya banyak negara memiliki kerajang layanan yang berbeda
bagi warganya.
Berbagai keputusan harus dilakukan untuk mengikat seluruh warga negara, atau hukum, baik
yang merupakan penjabaran atas hal-hal yang tidak jelas dalam Konstitusi maupun untuk
menyesuaikan terhadap perkembangan jaman atau keinginan masyarakat, semua kebijakan ini
tercantum dalam suatu Undang-Undang. Pengambilan keputusan dalam proses pembentukan
Undang-Undang haruslah dilakukan secara demokratis, yakni menghormati hak tiap orang untuk
terlibat dalam pembuatan keputusan yang akan mengikat mereka itu. Seperti juga dalam organisasi
biasa, akan ada orang yang mengurusi kepentingan rakyat banyak. Dalam suatu negara modern,
orang-orang yang mengurusi kehidupan rakyat banyak ini dipilih secara demokratis pula.
2. Pengertian Konstitusi
Konstitusi atau Undang-Undang Dasar ? Dalam kehidupan sehari-hari kita telah terbiasa
menerjemahkan kata Inggris constitution (konstitusi) dengan Undang-Undang Dasar. Kesulitan
pemakaian istilah “Undang-Undang Dasar” adalah bahwa kita langsung membayangkan suatu
naskah tertulis, karena semua Undang-Undang dasar adalah suatu naskah tertulis. Padahal istilah
“constitution” lebih luas, yaitu keseluruhan peraturan- baik yang tertulis maupun tidak tertulis- yang
mengatur secara mengikat cara suatu pemerintahan diselenggarakan dalam suatu masyarakat.
Undang-Undang Dasar adalah konstitusi yang tertulis, sedangkan konstitusi memuat baik peraturan
tertulis maupun tidak tertulis. Para penyusun UUD 1945 menganut pikiran yang sama; dalam
penjelasan UUD 1945 dikatakan : “Undang-Undang Dasar suatu negara ialah hanya sebagian hukum
dasar negara itu. Undang-Undang Dasar ialah Hukum Dasar yang tertulis, sedang di sampingnya
Undang-Undang Dasar tersebut berlaku juga Hukum Dasar yang tidak tertulis, yaitu aturan-aturan
dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara, meskipun tidak tertulis”.
Hukum dasar tidak tertulis disebut Konvensi.
Keterkaitan antara dasar negara dengan konstitusi nampak pada gagasan dasar, cita-cita, dan tujuan
negara yang tertuang dalam Mukadimah atau Pembukaan Undang-Undang Dasar suatu negara. Dari
dasar negara inilah kehidupan negara yang dituangkan dalam bentuk peraturan perundang-
undangan diatur dan diwujudkan. Salah satu perwujudan dalam mengatur dan menyelenggarakan
kehidupan ketatanegaraan suatu negara adalah dalam bentuk Konstitusi atau Undang-Undang Dasar.
Di bidang hukum sejak tahun 1945 hingga tahun 1966, selain telah dihasilkan UUD 1945, UUD
RIS, dan UUDS 1950, telah pula dihasilkan sejumlah peraturan perundang-undangan, di antaranya
133 buah undang-undang selama tahun 1945-1950; 8 buah undang-undang dan 30 buah undang-
undang darurat dalam kurun waktu berlakunya UUD RIS; 167 buah undang-undang antara tahun
1950-1959; dan 123 buah undang-undang pada kurun waktu 1959-1966.
Dalam masa demokrasi liberal menurut sistem parlementer, patut dicatat digunakannya hak
inisiatif DPR dalam pembuatan hukum, yaitu dari 167 buah undang-undang yang dihasilkan pada
periode tersebut, 9 buah di antaranya merupakan inisiatif DPR.
Sementara itu dalam masa demokrasi terpimpin patut dicatat pula, adanya bentuk peraturan
perundang-undangan yang muatannya adalah materi undang-undang namun berbentuk penetapan
presiden. Pada waktu itu dikembangkan ajaran revolusi sebagai sumber hukum dan karena Presiden
adalah Pemimpin Besar Revolusi, maka Penetapan Presiden memiliki kekuatan hukum seperti
undang-undang. Semenjak itu dikenal bentuk-bentuk baru peraturan negara di samping bentuk
peraturan negara yang sudah ada menurut UUD 1945. Peraturan baru tersebut adalah : (1)
Penetapan Presiden, (2) Peraturan Presiden; (3) Peraturan Pemerintah untuk
melaksanakanPeraturan Presiden; (4) Keputusan Presiden; dan (5) Peraturan Menteri dan Keputusan
Menteri.
Orde Baru sejak awal berusaha untuk menata kembali kehidupan dengan sungguh-sungguh
dan hanya berlandaskan ketentuan-ketentuan dalam UUD 1945. Melalui sidang-sidang MPRS
tahun 1966, upaya penataan hukum dilakukan dengan antara lain Ketetapan MPRS Nomor
XX/MPRS/66 tentang Memorandum DPR-GR mengenai Sumber Tertib Hukum Republik Indonesia
dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia. Dalam ketetapan
tersebut dinyatakan bahwa sumber tertib hukum Republik Indonesia adalah Pancasila,
sedangkan tata urutan peraturan perundang-undangan Republik Indonesia adalah : (1) Undang-
Undang Dasar 1945; (2) Ketetapan MPR; (3) Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-undang; (4) Peraturan Pemerintah; (5) Keputusan Presiden; (6) Peraturan-peraturan
pelaksanaan lainnya, seperti Peraturan Menteri, Instruksi Menteri, dan lain-lainnya.
Berdasarkan UUD 1945, kekuasaan kehakiman dilaksanakan oleh Mahkamah Agung dan
lain-lain badan kehakiman menurut undang-undang. Namun pada awal kemerdekaan hingga
lahirnya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1964, sistem peradilan di Indonesia, berdasarkan
pasal II Aturan Peralihan, masih tetap mengikuti sistem peradilan di masa penjajahan
Belanda yang mengenal lebih dari satu tatanan peradilan. Hal penting yang patut mendapat
perhatian dari Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1964 adalah dihapuskannya peradilan di
luar peradilan negara, seperti peradilan swapraja dan peradilan adat, sehingga hanya ada
satu sistem peradilan negara di seluruh wilayah Indonesia. Namun pengadilan adalah tidak
bebas dari pengaruh kekuasaan eksekutif dan kekuasaan membuat undang-undang apabila
ada kepentingan negara dan bangsa yang lebih besar.Pada masa pemerintahan orde baru
dengan Undang-Undang Nomor 14 tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan
Kehakiman diadakan koreksi terhadap Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1964, yang menetapkan
kekuasaan kehakiman yang merdeka, terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah. Dalam
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 dikenal adanya empat lingkungan peradilan yaitu
peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, dan peradilan tata usaha negara. Sebagai
penjabarannya ditetapkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung,
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum, Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang
Peradilan Agama.
Landasan hukum bagi kejaksaan pada saat terbentuknya Republik Indonesia adalah pasal II
aturan peralihan UUD 1945 yang kemudian diatur lagi pada pasal 1 PP Nomor 2 Tahun 1945.
Dengan demikian seluruh tugas dan wewenang kejaksaan pada waktu itu masih berdasarkan
peraturan yang diciptakan oleh pemerintah bala tentara Jepang dan pemerintahan kolonial
Belanda. Semula status kejaksaan berada di lingkungan Departemen Kehakiman dan barulah
pada tahun 1960 menjadi lembaga yang berdiri sendiri yang diperkuat dengan Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 1961 tentang Ketentuan Pokok Kejaksaan RI. Undang-undang itu pada masa
Orde Baru diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1991.
Salah satu produk hukum pokok yang sangat penting artinya bagi proses penegakan hukum
dan bagi perlindungan hak asasi manusia adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981
tentang KUHAP. KUHAP ini menggantikan Het Herziene Indonesisch Reglement (HIR).
Berdasarkan undang-undang ini masalah penyidikan dan penahanan dalam perkara tindak
pidana umum menjadi kewenangan pihak kepolisian. Dalam perkara tindak pidana khusus,
kejaksaan tetap memiliki kewenangan untuk melaksanakan pengawasan terhadap penyidik di
samping melakukan penyidikan dan penahanan sendiri.Di bidang pemasyarakatan, pada awal
kemerdekaan pembinaan pemasyarakatan masih dilakukan dengan sistem perlakuan terhadap
narapidana yang didasarkan pada Gestichten Reglement Tahun 1917 (Staatsblad 1917 No. 708)
yang diberlakukan melalui Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945. Sistem perlakuan terhadap
narapidana ini masih didasarkan kepada pandangan individualis dan liberalis dengan konsep
pemidanaan yang meliputi pembalasan, penjeraan, penutupan, rehabilitasi atau reformasi dan
perlindungan terhadap masyarakat yang wujudnya adalah penderitaan dan pembalasan
terhadap terpidana dengan tujuan agar bekas narapidana tidak akan melakukan pelanggaran
hukum lagi. Berdasarkan PP Nomor 60 Tahun 1948 serta melalui beberapa surat
keputusan/edaran Menteri Kehakiman telah dilakukan perbaikan sistem perlakuan terhadap
terpidana yang dititikberatkan pada perikemanusiaan, misalnya memberikan perhatian
terhadap kesehatan, memberikan pekerjaan yang sesuai dan memperhatikan lamanya jam
kerja, memberikan pendidikan jasmani/rohani, perbaikan makanan dan pemberantasan buta
huruf bagi narapidana dewasa/anak.
Hal yang patut dicatat adalah bahwa mulai tahun 1951 secara berangsur-angsur sistem
kepenjaraan beralih ke sistem pemasyarakatan. Perlakuan terhadap narapidana ditujukan
kepada reedukasi dan resosialisasi yang bertujuan memberikan pekerjaan kepada
narapidana. Pada tahun 1964 diperkenalkan sistem pemasyarakatan yang didasarkan pada
ide pengayoman sebagai lambang hukum di Indonesia. Tugas hukum adalah memberi
pengayoman agar cita-cita luhur bangsa tercapai dan terpelihara. Masyarakat diayomi terhadap
diulanginya perbuatan jahat oleh terpidana, juga orang yang telah tersesat diayomi dengan
memberikan kepadanya bekal hidup sebagai warga yang berguna di dalam masyarakat.
Badan Independen, Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara RI, Perwakilan RI di Luar
Negeri
Bank Indonesia, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Komisi Yudisial, Badan Pemeriksa
Keuangan.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, atau disingkat UUD 1945
atau UUD '45, adalah konstitusi negara Republik Indonesia saat ini. UUD 1945 disahkan sebagai
undang-undang dasar negara oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945. Sejak tanggal 27
Desember 1949, di Indonesia berlaku Konstitusi RIS, dan sejak tanggal 17 Agustus 1950 di
Indonesia berlaku UUDS 1950. Dekrit Presiden 5 Juli 1959 kembali memberlakukan UUD 1945,
dengan dikukuhkan secara aklamasi oleh DPR pada tanggal 22 Juli 1959. Pada kurun waktu tahun
1999-2002, UUD 1945 mengalami 4 kali perubahan (amandemen), yang mengubah susunan
lembaga-lembaga dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia.
Sejarah Awal
Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK) yang dibentuk pada tanggal 29
April 1945, adalah Badan yang menyusun rancangan UUD 1945. Pada masa sidang pertama yang
berlangsung dari tanggal 28 Mei sampai dengan tanggal 1 Juni 1945 Ir.Sukarno menyampaikan
gagasan tentang "Dasar Negara" yang diberi nama Pancasila. Kemudian BPUPK membentuk
Panitia Kecil yang terdiri dari 8 orang untuk menyempurnakan rumusan Dasar Negara. Pada
tanggal 22 Juni 1945, 38 anggota BPUPK membentuk Panitia Sembilan yang terdiri dari 9 orang
untuk merancang Piagam Jakarta yang akan menjadi naskah Pembukaan UUD 1945. Setelah
dihilangkannya anak kalimat "dengan kewajiban menjalankan syariah Islam bagi pemeluk-
pemeluknya" maka naskah Piagam Jakarta menjadi naskah Pembukaan UUD 1945 yang disahkan
pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Pengesahan
UUD 1945 dikukuhkan oleh Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang bersidang pada tanggal
29 Agustus 1945. Naskah rancangan UUD 1945 Indonesia disusun pada masa Sidang Kedua
Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK). Nama Badan ini tanpa kata
"Indonesia" karena hanya diperuntukkan untuk tanah Jawa saja. Di Sumatera ada BPUPK untuk
Sumatera. Masa Sidang Kedua tanggal 10-17 Juli 1945. Tanggal 18 Agustus 1945, PPKI
mengesahkan UUD 1945 sebagai Undang-Undang Dasar Republik Indonesia.
Dalam kurun waktu 1945-1950, UUD 1945 tidak dapat dilaksanakan sepenuhnya karena
Indonesia sedang disibukkan dengan perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Maklumat
Wakil Presiden Nomor X pada tanggal 16 Oktober 1945 memutuskan bahwa KNIP diserahi
kekuasaan legislatif, karena MPR dan DPR belum terbentuk. Tanggal 14 November 1945 dibentuk
Kabinet Semi-Presidensiel ("Semi-Parlementer") yang pertama, sehingga peristiwa ini merupakan
perubahan sistem pemerintahan agar dianggap lebih demokratis.
Karena situasi politik pada Sidang Konstituante 1959 dimana banyak saling tarik ulur
kepentingan partai politik sehingga gagal menghasilkan UUD baru, maka pada tanggal 5 Juli
1959, Presiden Sukarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang salah satu isinya memberlakukan
kembali UUD 1945 sebagai undang-undang dasar, menggantikan Undang-Undang Dasar
Sementara 1950 yang berlaku pada waktu itu.
• Presiden mengangkat Ketua dan Wakil Ketua MPR/DPR dan MA serta Wakil Ketua DPA
menjadi Menteri
• Negara
Periode UUD 1945 masa orde baru 11 maret 1966- 21 mei 1998
Pada masa Orde Baru (1966-1998), Pemerintah menyatakan akan menjalankan UUD 1945
dan Pancasila secara murni dan konsekuen. Namun pelaksanaannya ternyata menyimpang dari
Pancasila dan UUD 1945 yang murni,terutama pelanggaran pasal 23 (hutang
Konglomerat/private debt dijadikan beban rakyat Indonesia/public debt) dan 33 UUD 1945 yang
memberi kekuasaan pada fihak swasta untuk menghancur hutan dan sumberalam kita. Pada
masa Orde Baru, UUD 1945 juga menjadi konstitusi yang sangat "sakral", diantara melalui
sejumlah peraturan:
• Ketetapan MPR Nomor I/MPR/1983 yang menyatakan bahwa MPR berketetapan untuk
mempertahankan UUD 1945, tidak berkehendak akan melakukan perubahan terhadapnya
Salah satu tuntutan Reformasi 1998 adalah dilakukannya perubahan (amandemen) terhadap
UUD 1945. Latar belakang tuntutan perubahan UUD 1945 antara lain karena pada masa Orde
Baru, kekuasaan tertinggi di tangan MPR (dan pada kenyataannya bukan di tangan rakyat),
kekuasaan yang sangat besar pada Presiden, adanya pasal-pasal yang terlalu "luwes" (sehingga
dapat menimbulkan mulitafsir), serta kenyataan rumusan UUD 1945 tentang semangat
penyelenggara negara yang belum cukup didukung ketentuan konstitusi. Tujuan perubahan UUD
1945 waktu itu adalah menyempurnakan aturan dasar seperti tatanan negara, kedaulatan
rakyat, HAM, pembagian kekuasaan, eksistensi negara demokrasi dan negara hukum, serta hal-
hal lain yang sesuai dengan perkembangan aspirasi dan kebutuhan bangsa. Perubahan UUD
1945 dengan kesepakatan diantaranya tidak mengubah Pembukaan UUD 1945, tetap
mempertahankan susunan kenegaraan (staat structuur) kesatuan atau selanjutnya lebih dikenal
sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), serta mempertegas sistem pemerintahan
presidensiil.
Dalam kurun waktu 1999-2002, UUD 1945 mengalami 4 kali perubahan yang ditetapkan
dalam Sidang Umum dan Sidang Tahunan MPR:
• Sidang Umum MPR 1999, tanggal 14-21 Oktober 1999 → Perubahan Pertama UUD 1945
• Sidang Tahunan MPR 2000, tanggal 7-18 Agustus 2000 → Perubahan Kedua UUD 1945
• Sidang Tahunan MPR 2001, tanggal 1-9 November 2001 → Perubahan Ketiga UUD 1945
• Sidang Tahunan MPR 2002, tanggal 1-11 Agustus 2002 → Perubahan Keempat UUD 1945
Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia
Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia, atau dikenal dengan UUDS 1950,
adalah konstitusi yang berlaku di negara Republik Indonesia sejak 17 Agustus 1950 hingga
dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959. UUDS 1950 ditetapkan berdasarkan Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1950 tentang Perubahan Konstitusi Sementara Republik Indonesia
Serikat menjadi Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia, dalam Sidang Pertama
Babak ke-3 Rapat ke-71 DPR RIS tanggal 14 Agustus 1950 di Jakarta. Konstitusi ini dinamakan
"sementara", karena hanya bersifat sementara, menunggu terpilihnya Dewan Konstituante
hasil pemilihan umum yang akan menyusun konstitusi baru. Pemilihan Umum 1955 berhasil
memilih Dewan Konstituante secara demokratis, namun Dewan Konstituante tersebut gagal
membentuk konstitusi baru hingga berlarut-larut. Pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden Soekarno
mengeluarkan Dekrit Presiden, yang antara lain berisi kembali berlakunya UUD 1945.
U U D S 1950
MUKADDIMAH
Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa oleh sebab itu,
maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan
peri-kemanusiaan dan peri-keadilan.
Dan perjoangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat
yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan Rakyat Indonesia
kedepan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu,
berdaulat, adil dan makmur.
Dengan berkat dan rahmat Tuhan tercapailah tingkatan sejarah yang berbahagia
dan luhur.
Maka demi ini kami menyusun kemerdekaan kami itu dalam suatu piagam Negara
yang berbentuk republik-kesatuan, berdasarkan pengakuan ke-Tuhanan Yang Maha
Esa, peri-kemanusiaan, kebangsaan, kerakyatan dan keadilan sosial, untuk
mewujudkan kebahagiaan, kesejahteraan, perdamaian dan kemerdekaan dalam
masyarakat dan Negara hukum Indonesia Merdeka yang berdaulat sempurna.
BAGIAN I
BENTUK NEGARA DAN KEDAULATAN
Pasal 1
1. Republik Indonesia yang merdeka dan berdaulat ialah suatu negara hukum
yang demokratis dan berbentuk negara kesatuan.
2. Kedaulatan Republik Indonesia adalah ditangan Rakyat dan dilaku- kan oleh
Pemerintah ber-sama-2 dengan Dewan Perwakilan Rakyat.
BAGIAN II
DAERAH NEGARA
PASAL 2
Republik Indonesia meliputi seluruh daerah Indonesia.
BAGIAN III
LAMBANG DAN BAHASA NEGARA
PASAL 3
1. Bendera kebangsaan Republik Indonesia ialah bendera Sang Merah Putih
2. Lagu kebangsaan ialah lagu "Indonesia Raya".
3. Meterai dan lambang Negara ditetapkan oleh Pemerintah.
PASAL 4
Bahasa resmi Negara Republik Indonesia ialah Bahasa Indonesia.
BAGIAN IV
KE-WARGA-NEGARAAN DAN PENDUDUK NEGARA
PASAL 5
1. Kewarga-negaraan Republik Indonesia diatur oleh undang-undang.
2. Pewarga-negaraan (naturalisasi) dilakukan oleh atau dengan kuasa
undang-undang. Undang-undang mengatur akibat-akibat kewarga-negaraan
terhadap isteri orang yang telah diwarga-negarakan dan anak-anaknya yang
belum dewasa.
PASAL 6
Penduduk Negara ialah mereka yang diam di Indonesia menurut aturan-2
yang ditetapkan dengan undang-2.
BAGIAN V
HAK-2 DAN KEBEBASAN-2 DASAR MANUSIA
PASAL 7
1. Setiap orang diakui sebagai manusia pribadi terhadap undang-2.
2. Sekalian orang berhak menuntut perlakuan dan perlindungan yang sama oleh
undang-2.
3. Sekalian orang berhak menuntut perlindungan yang sama terhadap tiap-2
pembelakangan dan terhadap tiap-2 penghasutan untuk me- lakukan
pembelakangan demikian.
4. Setiap orang berhak mendapat bantuan-hukum yang sungguh dari hakim-2
yang ditentukan untuk itu, melawan perbuatan-2 yang berlawanan dengan hak-2
dasar yang diperkenankan kepadanya menurut hukum.
PASAL 8
Sekalian orang yang ada didaerah Negara sama berhak menuntut perlin dungan
untuk diri dan harta-bendanya.
PASAL 9
1. Setiap orang berhak dengan bebas bergerak dan tinggal dalam per- batasan
Negara.
2. Setiap orang berhak meninggalkan negeri dan - jika ia warga-negara atau
penduduk - kembali kesitu.
PASAL 10
Tiada seorangpun boleh diperbudak, diperulur atau diperhamba.
Perbudakan, perdagangan budak dan perhambaan dan segala perbuatan
berupa apapun yang tujuannya kepada itu, dilarang.
PASAL 11
Tiada seorang juapun akan disiksa ataupun diperlakukan atau dihukum
secara ganas, tidak mengenal peri-kemanusiaan atau menghina.
PASAL 12
Tiada seorang juapun boleh ditangkap atau ditahan, selain atas perin tah
untuk itu oleh kekuasaan yang sah menurut aturan-2 undang-2 dalam
hal-2 dan menurut cara yang diterangkan didalamnya.
PASAL 13
1. Setiap orang berhak, dalam persamaan yang sepenuhnya, mendapat perlakuan
jujur dalam perkaranya oleh hakim yang tak memihak, dalam hal menetapkan
hak-2 dan kewajiban-2-nya dan dalam hal menetapkan apakah suatu tuntutan
hukum yang dimajukan terhadap- nya beralasan atau tidak.
2. Bertentangan dengan kemauannya tiada seorang juapun dapat dipisahkan dari
pada hakim, yang diberikan kepadanya oleh aturan-2 hukum yang berlaku.
PASAL 14
1. Setiap orang yang dituntut karena disangka melakukan setiap pe- ristiwa
pidana berhak dianggap tak bersalah sampai dibuktikan kesalahannya dalam
suatu sidang pengadilan, menurut aturan-2 hukum yang berlaku, dan ia dalam
sidang itu diberikan segala jaminan yang telah ditentukan dan yang perlu
untuk pembelaan.
2. Tiada seorang juapun boleh dituntut untuk dihukum atau dijatuhi hukuman,
kecuali karena suatu aturan hukum yang sudah ada dan berlaku terhadapnya.
3. Apabila ada perubahan dalam aturan hukum seperti tersebut dalam ayat
diatas, maka dipakailah ketentuan yang lebih baik bagi si tersangka.
PASAL 15
1. Tiada suatu pelanggaran atau kejahatanpun boleh diancamkan hukuman berupa
rampasan semua barang kepunyaan yang bersalah.
2. Tiada suatu hukumanpun mengakibatkan kematian perdata atau kehila- ngan
segala hak-2 kewargaan.
PASAL 16
1. Tempat kediaman siapapun tidak boleh diganggu-gugat.
2. Menginjak suatu pekarangan tempat kediaman atau memasuki suatu rumah
bertentangan dengan kehendak orang yang mendiami, hanya dibolehkan dalam
hal-2 yang ditetapkan dalam suatu aturan hukum yang berlaku baginya.
PASAL 17
Kemerdekaan dan rahasia dalam perhubungan surat-menyurat tidak boleh
diganggu-gugat, selainnya dari atas perintah hakim atau kekuasaan
lain yang telah disahkan untuk itu menurut peraturan-2 undang-2 da lam hal-2
yang diterangkan dalam peraturan itu.
PASAL 18
Setiap orang berhak atas kebebasan agama, keinsyafan batin dan pikiran.
PASAL 19
Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat.
PASAL 20
Hak penduduk atas kebebasan berkumpul dan berapat diakui dan diatur
dengan undang-2.
PASAL 21
Hak demonstrasi dan mogok diakui dan diatur dengan undang-undang.
PASAL 22
1. Sekalian orang baik sendiri-2 maupun ber-sama-2 berhak dengan bebas
memajukan pengaduan kepada penguasa, baik dengan lisan ataupun dengan tulisan.
2. Sekalian orang baik sendiri-2 maupun ber-sama-2 berhak memaju- kan
permohonan kepada penguasa.
PASAL 23
1. Setiap warga-negara berhak turut-serta dalam pemerintahan dengan langsung
atau dengan perantaraan wakil-2 yang dipilih dengan bebas menurut cara yang
ditentukan oleh undang-2.
2. Setiap warga-negara dapat diangkat dalam tiap-2 jabatan pemerin- tah.
Orang asing boleh diangkat dalam jabatan-2 pemerintah menu- rut aturan-2
yang ditetapkan oleh undang-2.
PASAL 24
Setiap warga-negara berhak dan berkedudukan turut-serta dengan sungguh
dalam pertahanan Negara.
PASAL 25
1. Penguasa tidak akan mengikatkan keuntungan atau kerugian kepada
termasuknya warga-negara dalam sesuatu golongan rakyat.
2. Perbedaan dalam kebutuhan masyarakat dan kebutuhan hukum golongan rakyat
akan diperbaiki.
PASAL 26
1. Setiap orang berhak mempunyai milik, baik sendiri maupun ber-sama-2
dengan orang lain.
2. Seorangpun tidak boleh dirampas miliknya dengan se-mena-2.
3. Hak milik itu adalah suatu funksi sosial.
PASAL 27
1. Pencabutan hak milik untuk kepentingan umum atas suatu benda atau hak,
tidak dibolehkan kecuali dengan mengganti kerugian dan menu- rut aturan-2
undang-2.
2. Apabila suatu benda harus dibinasakan untuk kepentingan umum, ataupun,
baik untuk se-lama-2-nya maupun untuk beberapa lama, ha- rus dirusakkan
sampai tak terpakai lagi, oleh kekuasaan umum, ma- ka hal itu dilakukan
dengan mengganti kerugian dan menurut aturan-2 undang-2, kecuali jika
ditentukan yang sebaliknya oleh aturan-2 itu.
PASAL 28
1. Setiap warga-negara, sesuai dengan kecakapannya, berhak atas pe- kerjaan
yang layak bagi kemanusiaan.
2. Setiap orang berhak dengan bebas memilih pekerjaan dan berhak pula atas
syarat-2 perburuhan yang adil.
3. Setiap orang yang melakukan pekerjaan yang sama dalam hal-2 yang sama,
berhak atas pengupahan yang sama dan atas perjanjian-2 pe- kerjaan yang sama
baiknya.
4. Setiap orang yang melakukan pekerjaan, berhak atas pengupahan adil yang
menjamin kehidupannya bersama dengan keluarganya, sepadan de- ngan martabat
manusia.
PASAL 29
Setiap orang berhak mendirikan serikat-sekerja dan masuk kedalamnya
untuk memperlindungi dan menperjoangankan kepentingannya.
PASAL 30
1. Tiap-2 warga-negara berhak mendapat pengajaran.
2. Memilih pengajaran yang akan diikuti adalah bebas.
3. Mengajar adalah bebas, dengan tidak mengurangi pengawasan penguasa yang
dilakukan terhadap itu menurut peraturan undang-2.
PASAL 31
Kebebasan melakukan pekerjaan sosial dan amal, mendirikan organisasi-2
untuk itu, dan juga untuk pengajaran partikelir, dan mencari dan mem punyai
harta untuk maksud-2 itu, diakui, dengan tidak mengurangi pengawasan
penguasa yang dilakukan terhadap itu menurut peraturan undang-2.
PASAL 32
Setiap orang yang ada didaerah Negara harus patuh kepada undang-2
termasuk aturan-2 hukum yang tak tertulis, dan kepada penguasa-2.
PASAL 33
Melakukan hak-2 dan kebebasan-2 yang diterangkan dalam bagian ini
hanya dapat dibatasi dengan peraturan-2 undang-2 se-mata-2 untuk
menjamin pengakuan dan penghormatan yang tak boleh tiada terhadap
hak-2 serta kebebasan-2 orang lain untuk memenuhi syarat-2 yang
adil untuk ketenteraman, kesusilaan dan kesejahteraan dalam suatu
masyarakat yang demokratis.
PASAL 34
Tiada suatu ketentuanpun dalam bagian ini boleh ditafsirkan dengan
pengertian sehingga sesuatu penguasa, golongan atau orang dapat memetik
hak dari padanya untuk mengusahakan sesuatu apa atau melakukan perbuatan
berupa apapun yang bermaksud menghapuskan sesuatu hak atau kebebasan yang
diterangkan dalamnya.
BAGIAN VI
AZAS-2 DASAR
PASAL 35
Kemauan Rakyat adalah dasar kekuasaan penguasa; kemauan itu dinyatakan dalam
pemilihan berkala yang jujur dan yang dilakukan menurut hak-pilih yang
bersifat umum dan berkesamaan, serta dengan pemungutan suara yang rahasia
ataupun menurut cara yang juga menjamin kebebasan mengeluarkan suara.
PASAL 36
Penguasa memajukan kepastian dan jaminan sosial, teristimewa pemastian dan
penjaminan syarat-2 perburuhan dan keadaan-2 perburuhan yang baik,
pencegahan dan pemberantasan pengangguran serta
penyelenggaraan persediaan untuk hari-tua dan pemeliharaan janda-2
dan anak-2 yatim-piatu.
PASAL 37
1. Penguasa terus-menerus menyelenggarakan usaha untuk meninggikan
kemakmuran rakyat dan berkewajiban senantiasa menjamin bagi setiap orang
derajat hidup yang sesuai dengan martabat manusia untuk dirinya serta
keluarganya.
2. Dengan tidak mengurangi perbatasan yang ditentukan untuk kepentingan umum
dengan peraturan-2 undang-2, maka kepada sekalian orang diberikan kesempatan
menurut sifat, bakat dan kecakapan masing-2 untuk turut-serta dalam
perkembangan sumber-2 kemakmuran negeri.
3. Penguasa mencegah adanya organisasi-2 yang bersifat monopoli partikelir
yang merugikan ekonomi nasional menurut peraturan-2 yang ditetapkan dengan
undang-2.
PASAL 38
1. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas ke- keluargaan.
2. Cabang-2 produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup
orang banyak dikuasai oleh Negara.
3. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh
Negara dan dipergunakan untuk se-besar-2 kemakmuran rakyat.
PASAL 39
1. Keluarga berhak atas perlindungan oleh masyarakat dan Negara.
2. Fakir-miskin dan anak-2 yang terlantar dipelihara oleh Negara.
PASAL 40
Penguasa melindungi kebebasan mengusahakan kebudayaan serta kesenian
dan ilmu pengetahuan. Dengan menjunjung azas ini maka penguasa memajukan
sekuat tenaganya perkembangan kebangsaan dalam kebudayaan serta kesenian dan
ilmu pengetahuan.
PASAL 41
1. Penguasa wajib memajukan perkembangan rakyat baik rohani maupun jasmani.
2. Penguasa teristimewa berusaha se-lekas-2-nya menghapuskan buta- huruf.
3. Penguasa memenuhi kebutuhan akan pengajaran umum yang diberikan atas
dasar memperdalam keinsyafan kebangsaan, mempererat persa- tuan Indonesia,
membangun dan memperdalam perasaan peri-kemanusia- an, kesabaran dan
penghormatan yang sama terhadap keyakinan agama setiap orang dengan
memberikan kesempatan dalam jam pelajaran un- tuk mengajarkan pelajaran
agama sesuai dengan keinginan orang-tua murid-2.
4. Terhadap pengajaran rendah, maka penguasa berusaha melaksanakan dengan
lekas kewajiban belajar yang umum.
5. Murid-2 sekolah partikelir yang memenuhi syarat-2 kebaikan-2 me- nurut
undang-2 bagi pengajaran umum, sama haknya dengan hak murid-2 sekolah umum.
PASAL 42
Penguasa senantiasa berusaha dengan sungguh-2 memajukan kebersihan
umum dan kesehatan rakyat.
PASAL 43
1. Negara berdasar atas ke-Tuhanan yang Maha Esa.
2. Negara menjamin kemerdekaan tiap-2 penduduk untuk memeluk agamanya
masing-2 dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
3. Penguasa memberi perlindungan yang sama kepada segala perkumpulan dan
persekutuan agama yang diakui. Pemberian sokongan berupa apapun oleh
penguasa kepada pejabat-2 agama dan persekutuan-2 atau perkum-
pulan-perkumpulan agama dilakukan atas dasar sama hak.
4. Penguasa mengawasi supaya segala persekutuan dan perkumpulan agama
patuh-taat kepada undang-2 termasuk aturan-2 hukum yang tak tertu- lis.