Professional Documents
Culture Documents
Mata kuliah yang akan kita pelajari diberi nama “Pengantar Ilmu Hukum/Pengantar Tata
Hukum Indonesia (PIH/PTHI)”. Ruang lingkup mata kuliah PIH/PTHI meliputi pokok-pokok
bahasan yang akan dikaji secara lebih terperinci dalam Modul 1 sampai dengan Modul 12,
yakni sebagai berikut:
1. Modul 1: Kaidah Sosial.
Modul ini membahas tentang manusia dan masyarakat, pengertian kaidah sosial, jenis-jenis
kaidah sosial, rasio adanya hukum, serta persamaan dan perbedaan diantara kaidah sosial.
Setelah menyelesaikan mata kuliah ini, diharapkan dapat menjelaskan konsep-konsep dasar
dari ilmu hukum dan hukum positif atau tata hukum di Indonesia.
Kegiatan Belajar 2.
Kaidah Hukum dan Kaidah Sosial yang lain
Konflik kepentingan manusia dianggap sebagai rasio adanya hukum. Warga masyarakat
mengetahui bahwa ia berhadapan dengan orang lain dan ia mengetahui apa yang seharusnya
dilakukan dan/atau harus ditinggalkan. Fungsi kaidah hukum sebagai social control adalah
menganjurkan, menyuruh dan memaksa agar warga masyarakat mentaati hukum. Kaidah
hukum sebagai perlindungan kepentingan haruslah dinamis. Fungsi khusus yang pertama
menggambarkan adanya hubungan fungsional antara kaidah hukum dengan kaidah sosial
yang lain. Saling menggeser antara kaidah hukum dengan kaidah kesopanan terutama terletak
pada unsur sanksinya.
DAFTAR PUSTAKA
Kartasapoetra, Rien G., 1988, Pengantar Ilmu Hukum Lengkap, Bina Aksara, Jakarta.
Purbacaraka, Purnadi, dan Soerjono Soekanto, 1979, Perihal Kaidah Hukum, Alumni,
Bandung.
---”--- dkk., 2001, Pengantar Ilmu Hukum/Pengantar Tata Hukum Indonesia, Pusat
Penerbitan Universitas Terbuka, Jakarta.
Kegiatan Belajar 2.
Hubungan Hukum dengan Keadilan dan Kekuasaan
Apabila kedua unsur penegakan hukum tersebut digunakan sebagai dasar pertimbangan oleh
hakim, maka harus ditambah unsur kemanfaatan, yang selanjutnya diterapkan secara
proporsional seimbang. Mengingat ketiga unsur tersebut sangat penting dalam penyelesaian
kasus, maka dalam pembuatan undang-undang harus dirumuskan sedemikian rupa, sehingga
masih memberi kesempatan hakim untuk menyelesaikan perkara dengan memperhatikan
keadilan. Hukum tidak sama dengan kekuasaan, tetapi hukum dapat merupakan kekusaan.
Kekuasan dapat bersumber pada wewenang formal atau dapat juga bersumber pada kekuatan.
Dalam penegakan hukum diperlukan sanksi. Dalam kenyataannya tidak setiap orang yang
melanggar hukum harus dihukum.
DAFTAR PUSTAKA
Apeldoorn, van, 1971, Pengantar Ilmu Hukum, Pradnya Paramita, Jakarta.
Hart, H.L.A., 1970, The Concept of Law, Oxford University Press, London.
Kansil, C.S.T., 1980, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, PN Balai Pustaka,
Jakarta.
Purbacaraka, Purnadi dan Soerjono Soekanto *, 1979, Perihal Kaedah Hukum, Alumni,
Bandung.
--------- ” ---------- ***, 1979, Sendi-sendi Ilmu Hukum dan Tata Hukum, Alumni, Bandung.
Sanusi, Achmad, 1971, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Tarsito,
Bandung.
Sumitro, Ronny Hanitijo, 1980, Permasalahan Hukum Dalam Masyarakat, Alumni, Bandung.
Kegiatan Belajar 2.
Kebiasaan, Treaty, Yurisprudensi, Doktrin dan
Perjanjian
Tidak semua perilaku yang diulang menjadi hukum kebiasaan, sebab masih ada syarat lain.
Hukum kebiasaan dan hukum adat sama-sama sebagai hukum yang tidak tertulis, sedangkan
adatrecht ada bagiannya yang tertulis. Undang-undang dan juga treaty harus diundangkan
agar diketahui umum serta sah berlakunya. Yurisprudensi yang tepat dan baik sering diikuti
oleh hakim berikutnya sebagai dasar dalam memutus perkara yang sejenis. Hal tersebut kalau
dilakukan dalam kurun waktu yang lama dapat menjadi yurisprudensi tetap. Agar putusannya
bersifat obyektif dan berwibawa, hakim sering menggunakan doktrin dalam putusannya.
Sebagai unsur pokok atau essensialia adanya perjanjian yang sah adalah harus memenuhi
syarat-syarat sahnya perjanjian.
DAFTAR PUSTAKA
Apeldoorn, van, 1971, Pengantar Ilmu Hukum, Pradnya Paramita, Jakarta.
Harahap, M. Yahya, 2005, Hukum acara perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan,
Pembuktian, dan Putusan Pengadilan, Sinar Grafika, Jakarta.
Kansil, C.S.T., 1980, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, PN Balai Pustaka,
Jakarta.
Mertokusumo, Sudikno, 1990, Mengenal Hukum (suatu pengantar), Liberty, Yogyakarta.
Sanusi, Achmad, 1971, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Tarsito,
Bandung.
Setiawan, 1992, Aneka Masalah Hukum dan Hukum Acara Perdata, Alumni, Bandung..
Kegiatan Belajar 2.
Peristiwa Hukum
Peristiwa alamiah dapat menjadi peristiwa hukum jika telah ada peraturan perundang-
undangan yang mengaturnya. Kaidah hukum dalam peraturan perundang-undangan bersifat
pasif dan umum, agar aktif memerlukan peristiwa alamiah atau peristiwa konkrit. Seseorang
yang terbukti bersalah dan dijatuhi pidana, itu sebagai akibat adanya peraturan perundang-
undangan yang menetapkan sebagai perbuatan pidana. Pengurusan kepentingan tanpa diminta
sebagai perbuatan yang sah dan mempunyai akibat hukum, berbeda halnya dengan perbuatan
melawan hukum yang mempunyai akibat hukum tetapi perbuatannya termasuk yang tidak
sah. Suatu perbuatan hukum adalah perbuatan yang sah, yang memiliki 2 (dua) unsur.
DAFTAR PUSTAKA
Mertokusumo, Sudikno, 1990, Mengenal Hukum (suatu pengantar), Liberty, Yogyakarta.
Sanusi, Achmad, 1971, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Tarsito,
Bandung.
DAFTAR PUSTAKA
Mertokusumo, Sudikno, 1986, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Liberty, Yogyakarta.
Sofwan, Sri Soedewi M., 1975, Hukum Badan Pribadi, Liberty, Yogyakarta.
Syahrani, Riduan, 1988, Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Umum, Pustaka
Kartini, Jakarta.
Vollmar, H.F.A., 1989 Pengantar Studi Hukum Perdata, terjemahan I.S. Adiwimarta,
Rajawali Pers, Jakarta.
Kegiatan Belajar 2.
Penemuan Hukum
Dalam memutus perkara hakim wajib memperhatikan hukum kebiasaan dan rasa keadilan
yang hidup dalam masyarakat. Kebebasan hakim tidak bersifat mutlak. Dalam penemuan
hukum peristiwa konkrit dicarikan dan sekaligus diarahkan kepada peraturan hukum, dan
sebaliknya peraturan hukum disesuaikan dengan peristiwa tersebut, sehingga menjadi
peristiwa hukum. Perjanjian internasional tidak dapat langsung digunakan oleh hakim,
kecuali yang bersifat self executing. Interpretasi otentik diberikan oleh pembentuk undang-
undang. Dalam menggunakan metode interpretasi hakim bebas. Ketentuan hukum yang
mengatur waktu tunggu juga berlaku bagi duda (bekas suami), tetapi cara penerapannya
berbeda dengan yang berlaku bagi janda.
DAFTAR PUSTAKA
Asshiddiqie, Jimly, 2006, Pembangunan Hukum Dan Penegakan Hukum Di Indonesia,
Yogyakarta.
Departemen Kehakiman, 1994, Seminar Hukum Nasional Keenam Tahun 1994 Buku II,
BPHN, Jakarta.
Harahap, M. Yahya, 2005, Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan,
Pembuktian, dan Putusan Pengadilan, Sinar Grafika, Jakarta.
Loudoe, John Z., 1985, Menemukan Hukum Melalui Tafsir Dan Fakta, Bina Aksara, Jakarta.
Manan, Bagir, 2005, Sistem Peradilan Berwibawa (Suatu Pencarian), UII Press, Yogyakarta.
Oetojo Oesman, 1994, Ceramah Menteri Kehakiman RI pada Seminar Hukum Nasional ke-
VI, dalam Varia Peradilan Tahun IX No. 108 September 1994.
Saleh, Ismail, 1988, Budaya Hukum dan Pembangunan Hukum Nasional, Ceramah Menteri
Kehakiman RI dalam Rangka Kaji Bakti 30 tahun FISIP UNPAD, dalam Varia Peradilan
Tahun III No. 36 September 1988
Sanusi, Achmad, 1977, Pengantar Ilmu Hukum dan Pengantar Tata Hukum Indonesia,
Tarsito, Bandung
--- “”----, 1985, Efektivikasi Hukum dan Peranan Sanksi, Remaja Karya CV, Bandung
Kegiatan Belajar 2.
Bentuk Peraturan Hukum
Bentuk peraturan hukum akan bermacam coraknya mengikuti pada arahan kerja pembentuk
undang-undangnya. Corak yang berbeda ini dapat dilihat pada sejarah berlakunya produk
hukum di Indonesia.
Produk hukum di Indonesia cukup beragam terutama dengan adanya masa pemberlakuan
Undang-undang Dasar Sementara, masa pemberlakuan Konstitusi RIS, pemberlakuan UUD
1945 hingga Dekrit Presiden 5 Juli 1959, maupun perubahan yang terjadi seiring masa
reformasi yang bergulir saat ini. Masing-masing corak produk perundangan yang ada ini
sekaligus mencirikan warna dan karakter masing-masing pemegang kekuasaan pemerintahan.
Sumber hukum diartikan sebagai tempat asal (diketemukan) hukum. Sumber hukum
dibedakan menjadi dua yaitu sumber hukum material dan sumber hukum formal. Sumber
hukum material adalah hal-hal yang seharusnya menjadi isi (materi) hukum. Isi (materi)
hukum itu dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: faktor historis, filosofis, dan sosiologis.
Sedangkan sumber hukum formal adalah karena bentuknya (form) itu dijadikan sumber
hukum. Oleh karena itu, sumber hukum formal berupa berbagai bentuk peraturan perundang-
undangan.
DAFTAR PUSTAKA
Raharjo, Satjipto, Ilmu Hukum, Bandung: Penerbit Alumni, 1982.
Kegiatan Belajar 2.
Hukum Internasional
Hukum internasional ada untuk menjembatani kepentingan hukum antar negara yang
melintasi batas-batas wilayah. Hukum internasional timbul karena adanya hubungan saling
membutuhkan antar negara dalam penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat. Peran hukum
internasional dipakai sebagai petunjuk pelaksanaan dari hubungan antar negara. Sumber
hukum yang dipakai dalam hubungan internasional ini meliputi perjanjian internasional,
prinsip hukum umum, aturan kebiasaan internasional, dan yurisprudensi pengadilan.
Pemberlakuan hukum internasional ke dalam hukum nasional ditentukan dalam isi perjanjian
internasional yang ada. Secara umum perjanjian internasional dilakukan dalam tahap
perundingan dan penandatanganan perjanjian. Namun, dalam beberapa hal terutama untuk hal
yang dianggap penting dapat mensyaratkan adanya proses ratifikasi terlebih dahulu sebelum
suatu aturan hukum internasional dapat diterapkan di dalam hukum nasional.
DAFTAR PUSTAKA
Bowett, D.W., 1982, The Law of International Institution, Steven and Sons, London.
D.Schaffmeister, N.Keijzer, E.P.H. Sutorius, 1995, Hukum Pidana, diterjemahkan oleh J.E.
Sahetapy Liberty, Yogyakarta.
Istanto, Sugeng, 1998, Hukum Internasional, Penerbit Universitas Atma Jaya, Yogyakarta.
Jan Remmelink, 2003, Hukum Pidana: Komentar atas Pasal-Pasal Terpenting Dari Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana Belanda Dan Padanannya Dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana Indonesia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Likadja, Frans E., 1988, Desain Instruksional Dasar Hukum Internasional, Ghalia Indonesia,
Jakarta.
Sapardjaja, Komariah E., 2002, Ajaran Sifat Melawan Hukum Material Dalam Hukum
Pidana Di Indonesia, Alumni, Bandung.
Kegiatan Belajar 2.
Hukum Agraria
Kata Agraria, bisa mempunyai arti yang sempit (tanah), dan bisa mempunyai arti yang luas
(bumi, air, ruang angkasa, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya). Hukum
Agraria, juga bisa mempunyai arti yang sempit, dan luas, yang objeknya senada dengan arti
kata agraria di atas.
Hukum Agraria dilaksanakan berdasar UUPA yang bertujuan untuk: (1) Meletakkan dasar-
dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional; (2) meletakkan dasar-dasar untuk
mengadakan kesatuan dan kesederhanaan dalam hukum pertanahan; dan (3) Meletakkan
dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi rakyat
seluruhnya.
Adapun Hak penguasaan atas tanah dalam hukum tanah nasional, secara hirarkhi dibagi
sebagai berikut; (1) hak Bangsa Indonesia; (2) hak Menguasai dari Negara; (3) Hak Ulayat
masyarakat-masyarakat hukum adat; dan (4) Hak-hak perorangan [hak-hak atas tanah; wakaf;
hak jaminan atas tanah; hak tanggungan].
Kegiatan Belajar 3.
Hukum Pajak
Hukum Pajak adalah keseluruhan peraturan yang mengatur hubungan antara pemerintah
sebagai pemungut pajak dan rakyat sebagai wajib pajak. Pajak adalah suatu perikatan yang
timbul karena undang-undang yang mewajibkan seseorang atau badan yang telah memenuhi
syarat yang ditetapkan oleh undang-undang, untuk membayar sejumlah uang tertentu kepada
Kas Negara yang dapat dipaksakan, tanpa mendapat suatu imbalan yang secara langsung
dapat ditunjuk, yang digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara (rutin dan
pembangunan) dan yang digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan di luar bidang
keuangan.
Agar pemungutan pajak itu mendekati rasa keadilan maka dalam pemungutan pajak harus
memperhatikan asas-asas perpajakan yang meliputi asas pemungutan pajak guna mengetahui
negara mana yang berwenang memungut pajak, siapa yang dikenai pajak dan apa yang
dikenai pajak. Di samping itu juga harus memperhatikan asas yuridis, asas finansial, asas
ekonomis dan asas pembagian beban pajak.
DAFTAR PUSTAKA
Brotodiharjo, R. Santoso, 1991, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, Eresco, Bandung.
Soemitro, Rochmat, 1991, Pajak Ditinjau dari Segi Hukum, Eresco, Bandung.
Suparman, 1994, Tindak Pidana di Bidang Perpajakan, Citra Aditya Bakti, Bandung.
Kegiatan Belajar 2.
Hukum Tata Negara
Rakyat sebagai komponen negara otomatis menjadi warga negara Indonesia. Sedangkan
penduduk adalah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal secara sah
di Indonesia. Dalam rangka perlindungan terhadap warganegara maka dicantumkan
ketentuan-ketentuan hak-hak asasi manusia dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
Wilayah negara tidak hanya berupa daratan saja, tetapi juga perairan (laut). Pemerintahan
yang berdaulat tercermin dalam bentuk negara sebagai organisasi kekuasaan. Kekuasaan
negara didistribusikan ke dalam berbagai lembaga negara baik secara horizontal maupun
vertikal. Sifat hubungan antar lembaga negara utamanya antara lembaga legislatif dengan
eksekutif akan menentukan corak sistem pemerintahannya. Di samping itu, bentuk susunan
negara akan menyebabkan sifat hubungan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah
DAFTAR PUSTAKA
Atmosudirdjo, Prajudi, 1981, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta.
Gautama, Sudargo, 1987, Warga Negara dan Orang Asing, Cetakan ke 4, Alumni, Bandung.
Kansil, CST. 1977. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Balai Pustaka,
Jakarta.
Kusnardi. Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, PSHTN FHUI ,
Jakarta.
Marbun, SF, Moh. Mahfud MD, 1987, Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara, Liberty,
Yogyakarta.
Kegiatan Belajar 2.
Asas-asas Hukum Adat
Hukum Adat mempunyai corak yang tradisional, religio magis (keagamaan), kebersamaan,
konkrit dan visual, terbuka dan sederhana, fleksibel, tidak dikodifikasikan, musyawarah dan
mufakat. Sistem Hukum Adat mendekati sistem hukum Inggris (common law) bahkan
menurut Djojodigoeno dikatakan bahwa dalam negara Anglo saxon dengan sistem hukum
common law sama dengan sistem hukum adat. Yang membedakan adalah sistem common
law sumber atau bahan-bahannya diambil dari unsur-unsur hukum Romawi kuno, sedangkan
hukum adat sumbernya adalah hukum Indonesia.
Kegiatan Belajar 3.
Asas-asas Hukum Islam
Hukum Islam adalah hukum yang mengatur berbagai hubungan manusia dengan Tuhan,
dengan dirinya sendiri, dengan manusia lain, dan hubungan manusia dengan benda dalam
masyarakat serta alam sekitarnya.
Syari’ah mempunyai pengertian sebagai hukum-hukum yang telah digariskan oleh Allah
kepada para hambanya agar mereka beriman dan mengamalkan hal-hal yang membawa
kebahagiaan di dunia dan akhirat. Sedangkan Fiqh atau Hukum Islam adalah Ilmu tentang
hukum-hukum Syariah yang berkenaan dengan perbuatan dan amalan manusia dan
didasarkan pada dalil-dalil yang terperinci.
Hukum Islam bersumber Wahyu/ Firman Allah yang tercantum di dalam Al-Qur’an dan
dalam Sunnah Nabi sebagai penjelasannya dan akal manusia yaitu hasil ijtihad atau ra’yu.
Hukum Islam mempunyai dua objek hukum, yaitu: pertama, peraturan-peraturan/ hukum-
hukum yang mengatur hubungan manusia dan Tuhan, yang disebut hukum Ibadah. Kedua,
peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antara sesama manusia dalam hidup
bermasyarakat atau antara manusia dengan benda-benda di sekelilingnya, yang disebut
hukum Muammalah.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Mohammad Daud, 1996, Hukum Islam Pengantar Ilmu Hukum 1. Hilman Hadikusuma,
1991, Pengantar Ilmu Hukum Adat, Alumni Bandung.
Badrulzaman, Mariam Darus, 1983, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Buku III tentang
Hukum Perikatan, Alumni, Bandung.
Muhammad, Abdulkadir, 1990, Hukum Perdata Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.
Prawirohamidjojo, Soetojo. Asis Safioedin, 1986, Hukum Orang dan Keluarga, Alumni,
Bandung.
Satrio, J., 1992, Hukum Perjanjian, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.
Sofwan, Sri Soedewi Masjchun, 1974, Hukum Benda, Seksi Hukum Perdata FH-UGM,
Yogyakarta.
--------, 1974, Hukum Perutangan A dan B, Seksi Hukum Perdata FH-UGM, Yogyakarta.
Subekti dan Tjitrosudibio, 2003, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Burgerlijk Wetboek,
PT. Pradnya Paramita, Jakarta.
Wignjodipoero, Soerojo, 1993, Pengantar dan Asas Asas Hukum Adat, Djambatan. Jakarta.
Kegiatan Belajar 2.
Hukum Acara Pidana
Hukum acara pidana atau hukum formal atau hukum in konkrito merupakan sekumpulan
norma yang mengatur cara alat negara untuk menegakkan hukum pidana materiil. Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Acara Pidana (KUHAP) bertujuan untuk
menggantikan Hukum Acara Pidana Lama (HIR) yang sudah tidak sesuai dengan
kemerdekaan, perlindungan HAM dan profesionalisme penegak hukum.
Tujuan KUHAP adalah untuk mencapai kebenaran materiil, artinya kebenaran yang sesuai
dengan peristiwa, tersangka atau terdakwa belum bisa dinyatakan bersalah kecuali ada alat
bukti yang cukup, terdapat unsur kesalahan, dan mendapatkan kesempatan untuk melakukan
pembelaan secara wajar. KUHAP pada prinsipnya mengatur tentang hak-hak tersangka dan
terdakwa serta mengatur pelbagai tatacara penyidikan, penuntutan, pemeriksaan sidang,
upaya hukum dan eksekusi.
Kegiatan Belajar 3.
Hukum Acara PTUN
Berkenaan dengan pelaksanaan hukum yang menimbulkan sengketa antara pihak-pihak yang
saling bertentangan kepentingannya, dikenal prosedur penyelesaian sengketa melalui
peradilan, baik umum maupun khusus. Peradilan umum adalah peradilan rakyat pada
umumnya, baik yang menyangkut perkara perdata maupun pidana, diselenggarakan oleh
Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung. Sedangkan peradilan khusus
adalah peradilan yang secara spesifik mengadili perkara atau golongan rakyat tertentu saja.
PTUN termasuk ke dalam kategori peradilan khusus karena ia hanya mengadili perkara
dalam sengketa TUN. Prosedur PTUN maupun upaya administratif, selain bersifat represif,
pada hakekatnya merupakan bentuk pengawasan yang bersifat internal (built in control)
terhadap badan atau pejabat yang secara struktural keorganisasian masih termasuk dalam
lingkungan organisasi dari badan atau pejabat TUN yang terkait.
DAFTAR PUSTAKA
Hadisoeprapto, Hartono, Pengantar Tata Hukum Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 2001.
Muhammad, Abdul Kadir, Hukum Acara Perdata Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung,
1996.
Prodjohamidjojo, Martiman, Hukum Acara Pengadilan Tata Usaha Negara dan UU PTUN
2004, Ghalia Indonesia, Bogor, 2005.
Soepomo, Hukum Acara Perdata Pengadilan Negeri, Pradnya Paramita, Jakarta, 1994