You are on page 1of 18

PENDAHULUAN

Mangrove adalah vegetasi hutan yang tumbuh dan dipengaruhi oleh

pasang surut air laut, sehingga lantainya selalu tergenang air. Kata mangrove

adalah kombinasi antara bahasa Portugis mangue dan bahasa Inggris grove

(Macneae 1968 dalam Anonim 2009 ). Adapun dalam bahasa Inggris kata

mangrove digunakan untuk menunjuk komunitas tumbuhan yang tumbuh di

daerah jangkauan pasang – surut maupun untuk individu-individu spesies

tumbuhan yang menyusun komunitas tersebut. Sedangkan dalam bahasa

Portugis kata mangrove digunakan untuk menyatakan individu spesies

tumbuhan, sedangkan kata mangal untuk menyatakan komunitas tumbuhan

tersebut.

Nybakken (1988) mengatakan bahwa hutan mangrove adalah sebutan

umum yang digunakan untuk menggambarkan suatu komunitas pantai tropic

yang didominasi oleh beberapa spesies pohon yang khas atau semak-semak

yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. Mangrove

tumbuh disepanjang garis pantai tropis sampai sub tropis.

Ekosistem mangrove, memiliki fungsi fisik, ekonomi dan ekologi. Secara

fisik menjaga garis pantai agar tetap stabil, mereduksi terpaan angin laut,

melindungi pantai dari erosi laut/abrasi, mencegah instrusi air laut, dan

mengolah bahan limbah. Gosalam et al. (2000) telah mengisolasi bakteri dari

ekosistem hutan mangrove yang mampu mendegradasi residu minyak bumi

yaitu Alcaligenes faecalis, Pseudomonas pycianea, Corynebacterium

pseudodiphtheriticum, Rothia sp., Bacillus coagulans, Bacillus brevis dan


Flavobacterium sp. Fungsi ekonomi adalah digunakan secara langsung sebagai

sumber bahan bakar, bahan dasar material bangunan, bahan baku kertas,

tekstil, penyamak kulit, pewarna dan lain-lain (Santoso dalam Rochana, 2009)

Fungsi ekologi dari ekosistem mangrove adalah sebagai tempat

pemijahan (nursery ground), tempat mencari (feeding ground), dan tempat

perlindungan (shelter) beberapa organisme perairan, satwa liar, primata,

serangga, burung, reptil dan amphibi (Nontji, 1993). Kondisi fisik hutan

mangrove yang kecenderungannya membentuk kerapatan dan keragaman

struktur tegakan, memerangkap sedimen yang mengandung nutrien. Selain

nutrien pada ekosistem mangrove juga terdapat detritus yang di dekomposisi

oleh detritivor dengan bahan dasar guguran daun mangrove. Selanjutnya

dimanfaatkan secara berantai oleh berbagai organisme dan dimanfaatkan oleh

ekosistem perairan lain yang berada disekitarnya seperti ekosistem lamun dan

terumbu karang (Kaswadji dalam Rochana, 2009). Hal inilah yang

menyebabkan banyak dan beragamnya fauna yang berinteraksi dengan

ekosistem mangrove.
RANTAI MAKANAN

Semua organisme hidup akan selalu membutuhkan organisme lain dan

lingkungan hidupnya. Hubungan yang terjadi antara individu dengan

lingkungannya sangat kompleks, bersifat saling mempengaruhi atau timbal

balik. Hubungan timbal balik antara unsur-unsur hayati dengan nonhayati

membentuk sistem ekologi didalam ekosistem. Didalam ekosistem terjadi rantai

makanan/ aliran energy dan siklus biogeokimia. Rantai makanan dapat

dikategorikan sebagai interaksi antar organisme dalam bentuk predasi.

Rantai makanan merupakan proses pemindahan energi makanan dari

sumbernya melalui serangkaian jasad-jasad dengan cara makan-dimakan yang

berulang kali (Romimohtarto dan Juwana, 1999). Terdapat tiga macam rantai

pokok (Anonim 2008).yaitu rantai pemangsa, rantai parasit dan rantai saprofit.

1. Rantai Pemangsa

Rantai pemangsa adalah landasan utamanya adalah tumbuhan hijau

sebagai produsen. Rantai pemangsa dimulai dari hewan yang bersifat

herbivore sebagai konsumen I, dilanjutkan dengan hewan karnivora yang

memangsa herbivore sebagai konsumen ke 2 dan berakhir pada hewan

pemangsa karnivora maupun herbivora sebagai konsumen ke-3.

2. Rantai Parasit

Rantai parasit dimulai dari organisme besar hingga organisme yang

hidup sebagai parasit. Contoh cacing, bakteri dan benalu.

3. Rantai Saprofit
Dimulai dari organisme mati ke jasad pengurai. Misalnya jamur dan

bakteri. Rantai tersebut tidak berdiri sendiri akan tetapi saling berkaitan

satu dengan yang lainnya sehingga membentuk faring-faring makanan.

Sedangkan menurut sifat sumbernya, rantai makanan dapat dibagi

menjadi 2 (dua), yakni ;

1. Rantai Makanan Meramban atau Merumput (grazing)

Dalam rantai makanan ini, semua kehidupan hewan tergantung pada

kemampuan tumbuhan hijau untuk berfotosintesis. Di laut, fitoplankton

merupakan produsen makanan utama. Selanjutnya zooplankton

memakan fitoplankton. Zooplankton yang umum terdapat di laut

adalah Copepoda. Zooplankton ini adalah herbivora, memakan Diatom

dan Dinoflagellata. Zooplankton lain adalah Crustacea planktonik.

Menurut Nontji (1993) telur dan larva ikan yang terdapat di perairan

bebas merupakan plankton sementara (meroplankton). Larva ikan ini

bergantung pada jumlah fitoplankton yang ada disekitarnya. Ikan

pemakan plankton adalah mangsa dari ikan karnivora seperti

kembung, tongkol dan barakuda. Dan pemangsa ini adalah akhir dari

rantai makanan grazing

2. Rantai Makanan Detritus.

Tumpukan besar detritus baik secara langsung maupun tidak,

berasal dari biomassa tumbuhan dan hewan. Akan tetapi biomassa

tumbuhan lebih banyak dibanding hewan. Oleh karena sumber


detritus berupa feses juga berasal dari hewan herbivora.

Romimohtarto dan Juwana (1999). Menyatakan bahwa sebanyak 10

– 50 % makanan yang dimakan oleh hewan tidak dicernakan,

melainkan dibuang sebagai feses. Pada ekosistem mangrove, rantai

makanan yang lebih berperan adalah rantai makanan detritus. Oleh

karena pada ekosistem mangrove, detritus menjadi sumber utama

bahan organik yang akan dimanfaatkan organisme secara berantai.

Detritus berasal dari hasil penguraian guguran daun mangrove yang

jatuh ke perairan oleh bakteri dan fungi, dan bahan organik lainnya

yang terbawa oleh gerakan air seperti gelombang laut dan arus

sungai

Gambar 1. Hubungan Saling Bergantung antara Berbagai Komponen (Rantai Makanan)


Rantai makanan detritus dimulai dari proses penghancuran luruhan

dan ranting mangrove oleh bakteri dan fungi (detritivor) menghasilkan

detritus. Hancuran bahan organik (detritus) ini kemudian menjadi

bahan makanan penting (nutrien) bagi cacing, crustacea, moluska,

dan hewan lainnya. Nutrien ini juga dimakan oleh plankton dan alga.

Nybaken (1992) mengatakan bahwa cacing polikaeta sangat

melimpah di estruari dan diwakili oleh famili pemakan detritus.

Kebiasaan makan dari cacing ini adalah dengan menyangkutkan

partikel organik dengan menggunakan bulu lendir, dan menelan

substrat secara langsung. Setyawan dkk (2002) menyatakan nutrien

di dalam ekosistem mangrove dapat juga berasal dari luar ekosistem,

dari sungai atau laut. Ditambahkan oleh Irwanto (2006) mangrove

berperan menangkap, menyimpan, mempertahankan, dan

mengumpulkan benda dan partikel endapan yang mengandung

nutrien dengan struktur akarnya yang lebat. Romimohtarto dan

Juwana (1999) menyatakan bakteri dan fungi pengurai tadi dimakan

oleh sebagian protozoa dan avertebrata. Kemudian protozoa dan

avertebrata dimakan oleh karnivor sedang, yang selanjutnya dimakan

oleh karnivor tingkat tinggi.

Perbedaan yang mendasar antara kedua rantai makanan ini adalah pada

apa yang menjadi produsen utama. Jika di rantai makan grazing yang menjadi

produsen utama adalah semata-mata fitoplankton, maka pada rantai makanan

detritus adalah detritus itu sendiri dan fitoplankton.


Gambar 2. Fauna perairan yang hidup di ekosistem mangrove

(Bengen,2002)

Jenis Organisme Pada Rantai Makanan Ekosistem Mangrove.

Detritivor pada Ekosistem Mangrove

Adanya sistem akar yang padat, menyebabkan sedimen, yang

mengandung unsur hara, terperangkap. Selain itu model perakaran ini juga

menyebabkan gerakan air yang minimal pada ekosistem ini. Sehingga hewan

pengurai (detritivor) memiliki aktivitas tinggi dengan jumlah yang banyak pada

ekosistem ini. Setyawan dkk (2002) menyatakan bahwa sesendok teh, lumpur

mangrove mengandung lebih dari 10 juta bakteri, lebih kaya dari lumpur

manapun. Bakteri yang dimaksud disini adalah bakteri patogen seperti Shigella,
Aeromonas dan Vibrio dimana bakteri ini dapat bertahan pada air mangrove

walaupun tercemar bahan kimia berbahaya .

Selain itu, terdapat mikroorganisme lain yang dapat menguraikan

molekul organik pada ekosistem mangrove. Mikroorganisme itu adalah

fitoplankton dan zooplankton, dengan penjelasan sebagai berikut :

a. fitoplankton adalah dari kelas Chlophyceae (alga hijau) dan Chrysophyceae

(alga hijau kuning) yang termasuk didalamnya adalah diatom. Nybaken (1992)

menyatakan jenis-jenis tumbuhan laut mikroskopis yang yang berlimpah diatas

dataran berlumpur, adalah diatom. Dari hasil penelitian di ekosistem mangrove

perairan Teluk Gilimanuk, Taman Nasional, Bali Barat pada bulan Maret 2006

tercatat komposisi marga fitoplankton di berjumlah 13 marga, yang terdiri dari

10 marga diatom dan 3 marga dinoflagellata, yang komposisinya didominasi

oleh marga diatom (Thoha. 2007). Salah satu jenis alga hijau kuning adalah

Chyanobacterium. Alga ini bersifat anoksik dan juga banyak melimpah di

perairan. Romimohtaro dan Juwana (1999) menyatakan oleh kelimpahan

organisme jenis ini karena adanya kandungan unsur hara yang berlebih. Dan

ini sangat sesuai dengan kondisi ekosistem mangrove yang kaya unsur hara

dan kecendrungan kandungan oksigen terlarut yang rendah.

b. Zooplankton. Fitoplankton dimakan oleh zooplankton. Nybaken (1992)

menyatakan pada estuaria, sekitar 50-60 % persen produksi bersih fitoplankton

dimakan oleh zooplankton. Pada dasarnya hampir semua fauna akuatik muda

yang terdapat pada ekosistem mangrove, dikategorikan sebagai zooplankton,

(Setyawan dkk, 2002). Usia muda dari fauna akuatik (larva) sebagian besar

berada di ekosistem mangrove. Dan larva dikategorikan sebagai zooplankton,


karena termasuk fauna yang pergerakannya masih dipengaruhi oleh pergerakan

air, sebagaimana pengertian dari plankton itu sendiri. Oleh karena itu juga

Thoha (2007) mengkategorikan Gastropoda, Bivalva, telur ikan, dan larva ikan

kedalam zooplankton. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, bahwa

zooplankton dari Kelas Flagellata, Ordo Dinoflagellata filum Protozoa banyak

terdapat di mangrove, memakan bakteri dan fungi. Selain itu taksa zooplankton

yang sering dan banyak terdapat pada ekosistem mangrove adalah Copepoda.

Thoha (2007). menyatakan bahwa ikan-ikan pelagis seperti teri, kembung,

lemuru, tembang dan bahkan cakalang berprefensi sebagai pemangsa

Copepoda dan larva Decapoda. Oleh karena itu, terdapat ikan penetap

sementara pada ekosistem mangrove, yang cenderung hidup bergerombol

dikarenakan kaitannya yang erat dengan adanya mangsa pangan pada

ekosistem itu sendiri.

Konsumer pada Ekosistem Mangrove

Konsumer pada ekosistem mangrove, adalah organisme yang memakan

detritivor. Biota konsumer yang paling banyak dijumpai di ekosistem mangrove

adalah crustacea berupa kepiting-kepiting dari famili Portunidae dan moluska.

Kepiting bakau (Scylla serrata), Udang raksasa air tawar (Macrobrachium

rosenbergii) dan udang laut (Penaeus indicus , P. Merguiensis, P. Monodon,

Metapenaeus brevicornis) yang terkenal termasuk produk mangrove yang

bernilai ekonomis dan menjadi sumber mata pencaharian penduduk sekitar

hutan mangrove. Spesies udang, umumnya mempunyai dasar sejarah hidup

yang sama yaitu menetaskan telurnya di ekosistem mangrove dan setelah


mencapai dewasa melakukan migrasi ke laut. Karena secara ekologi mangrove

berfungsi sebagai Spawning dan Nursery ground.

Gambar 3. Kepiting mangrove

Anonim (2009) mengklasifikasikan ikan yang terdapat dalam ekosistem

mangrove pada 4 (empat) tipe ikan, yaitu :

a. Ikan penetap sejati, yaitu ikan yang seluruh siklus hidupnya dijalankan

di daerah hutan mangrove seperti ikan Gelodok (Periopthalmus sp).

b. Ikan penetap sementara, yaitu ikan yang berasosiasi dengan hutan

mangrove selama periode anakan, tetapi pada saat dewasa

cenderung menggerombol di sepanjang pantai yang berdekatan

dengan hutan mangrove, seperti ikan belanak (Mugilidae), ikan Kuweh

(Carangidae), dan ikan Kapasan, Lontong (Gerreidae).

c. Ikan pengunjung pada periode pasang, yaitu ikan yang berkunjung ke

hutan mangrove pada saat air pasang untuk mencari makan,

contohnya ikan Kekemek, Gelama, Krot (Scianidae), ikan Barakuda /

Alu-alu, Tancak (Sphyraenidae), dan ikan-ikan dari familia Exocietidae

serta Carangidae.
d. Ikan pengunjung musiman. Ikan-ikan yang termasuk dalam kelompok

ini menggunakan hutan mangrove sebagai tempat asuhan atau untuk

memijah serta tempat perlindungan musiman dari predator.

Gambar 4. Diagram ilustrasi penyebaran fauna di habitat ekosistem mangrove

Nontji (1993) menyatakan bahwa beberapa jenis ikan komersial mempunyai

kaitan dengan mangrove seperti bandeng dan belanak.

Dijelaskan sebelumnya, terdapat tipe ikan penetap sejati seperti ikan

gelodok (Periopthalmus sp) dan ikan-ikan pelagis (tipe pengunjung) seperti teri,

kembung, belanak, lemuru, tembang dan bahkan cakalang berprefensi mencari

mangsa pada ekosistem mangrove. Ada yang memakan organisme renik (zoo

dan fitoplankton) dan ada yang memakan makroinvertebrata seperti Ikan

sebelah (Platichthys flesus) yang memakan udang dan amfipoda. Nybaken

(1992) menyatakan bahwa suatu pola umum bagi ikan estuari adalah bergerak

maju mulai dari memakan detritus, zooplankton, selanjutnya makan


makroinvertebrata sampai bahkan ikan jenis lainnya. Tingkatan konsumer diurut

berdasarkan kebiasaan makan dan ukuran organismenya. Hal ini berlanjut

hingga ke fauna daratan.

Tumbuhan hijau adalah sumber energi utama dalam ekosistem

mangrove. Oleh karena itu tanaman mangrove itu sendiri, fitoplankton bakteri

dan fungi (organisme pengurai) pada ekosistem mangrove ditempatkan pada

posisi terbawah atau pertama dalam tinhgkatan trofik jaring makanan.

Selanjutnya zooplankton, molusca dan crustacea berada pada tingkatan trofik

kedua. Ikan-ikan yang memakan zooplankton, molusca dan crustacea

ditempatkan pada trofik ketiga. Dan tingkatan trofik yang tertinggi adalah jenis

ikan karnivora besar, burung, dan primata, dan satwa liar lainnya yang mencari

makan di ekosistem ini. Irwanto (2006) menyatakan burung-burung dari daerah

daratan menemukan sumber makanan dan habitat yang baik untuk bertengger

dan bersarang. Mereka makan kepiting, ikan dan moluska atau hewan lain yang

hidup di habitat mangrove. Sebagai timbal baliknya, burung-burung

meninggalkan guano (feses) sebagai pupuk bagi pertumbuhan pohon

mangrove.

Transformasi Energi

Karena terjadi proses makan memakan, maka di dalam rantai makanan

juga terjadi pengalihan energi, yang berasal dari satu organisme yang dimakan,
ke organisme pemakan. Akan tetapi terdapat presentase yang besar jumlah

energi hilang dalam sebuah tingkatan trofik rantai makanan. Nybakken (1992)

menyatakan bahwa presentase energi loss adalah 80-95 %. Sumber asal energi

dalam rantai makanan adalah matahari. Kimball (1987) menyatakan tumbuhan

hijau menghasilkan molekul bahan bakar lewat proses fotosintesis hanya

dengan menangkap energi matahari untuk sintesis molekul-molekul organik

kaya energi dari prekursor H2O dan CO2.dan udara.

Proses fotosintesis

CO2 + H2O ----------> (CH2O) + O2

Di dalam ekosistem mangrove yang juga termasuk kategori tumbuhan adalah

tanaman mangrove itu sendiri dan fitoplankton. Selanjutnya secara berantai

tumbuhan itu dimakan oleh organisme tingkatan trofik yang lebih tinggi, yang

secara tidak langsung terjadi poses pengalihan energi didalamnya.

Struktur tropik pada ekosistem dapat disajikan dalam bentuk piramida

ekologi. Anonim (2008) mengkategorikan tiga jenis piramida ekologi, yaitu :

1. Piramida jumlah

Pada piramida ini organisme pada tingkat tropik masing-masing dapat

disajikan dalam piramida jumlah, seperti organisme tingkat pertama

biasanya paling melimpah atau banyak, sedangkan organisme tingkat

tropik kedua, ketiga dan selanjunya semakin berkurang. Piramida ini

didasarkan pada jumlah organisme tiap tingkat tropik.

2. Piramida biomassa
Piramida biomassa adalah ukuran berat materi hidup diwaktu tertentu,

dengan cara mengukur berat rata-rata organisme ditiap tingkat,

kemudian barulah jumlah organisme di tiap tingkat diperkirakan.

3. Piramida energi

Piramida energi yang dibuat berdasarkan observasi yang dilakukan

dalam waktu yang lama, dan dapat memberikan gambaran akurat

tentang aliran energi dalam ekosistem

Pada piramida energi terjadi penurunan sejumlah energi berturut-

turut yang tersedia ditiap tingkat tropik. Berkurangnya energi terjadi di

setiap tropik karena hal – hal berikut :

– Hanya sejumlah makanan tertentu yang di tangkap dan di makan oleh

tingkat tropic selanjutnya.

– Beberapa makanan yang dimakan tidak bisa dicerna dan dikeluarkan

sebagai sampah.

– Hanya sebagian makanan yang dicerna menjadi bagian dari tubuh

organisme, sedangkan sisanya digunakan sebagai sumber energi.

KESIMPULAN

Mangrove memiliki banyak fungsi salah satunya sebagai tempat terjadinya

proses rantai makanan. Adapun beberapa kesimpulan yang dapat dipetik dari

pembahasan, bahwa ;
 Ekosistem mangrove yang kaya akan nutrien, dimanfaatkan oleh

organisme lainnya sebagai Feeding Ground (tempat mencari makan)

yang selanjutnya membentuk rantai makanan.

 Rantai makanan membentuk proses pengalihan energi didalamnya

dengan tumbuhan menjadi sumber utama.

 Fungsi mangrove secara ekologis lainnya, adalah sebagai Spawning dan

Nursery ground. Sehingga sebagian besar organisme perairan, memiliki

bagian dari siklus hidup yang berhubungan dengan ekosistem mangrove.

 Secara umum mangrove memiliki beberapa fungsi secara fisik,

ekonomis, dan ekologis.


DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2008. Rantai Makanan. Ilmupedia.com.

Anonim.2009. Deskripsi Hutan Mangrove. Sistem Informasi Ekologi Laut


Tropis.webmaster@ipb.ac.id

Bengen, D.G. 2002. Sinopsis Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir dan
Laut serta Prinsip Pengelolaannya. PKSPL-IPB. Bogor.

Irwanto. 2006. Keanekaragaman Fauna Pada Mangrove. www.irwantoshut.com.


Yogyakarta

Kimball, J.W. 1987. Biologi. Jilid.1. Erlangga. Jakarta

Nontji, A. 1993. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan

Nybaken, J.W. 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Gramedia.


Jakarta

Rochana, E. 2009. Ekosistem Mangrove dan Pengelolaannya di Indonesia.


www.irwantoshut.com.

Romimohtarto, K dan S. Juwana, 1999. Biologi Laut. Ilmu Pengetahuan Tentang


Biota Laut. Puslitbang Osenologi-LIPI, Jakarta : 527 hal

Setyawan, A. Susilowati, A, Sutarno. 2002. Biodiversitas Genetik, Spesies dan


Ekosistem Mangrove di Jawa. Petunjuk Praktikum Biodiversitas; Studi
Kasus Mangrove. Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta

Thoha, H. 2007. Kelimpahan Plankton Di Ekosistem Perairan Teluk Gilimanuk


Taman Nasional Bali Barat. Makara. Sains, vol. 11, no. 1. Hal : 44-48
RANTAI MAKANAN PADA EKOSISTEM MANGROVE

OLEH :

MARIA / P3300 209 006


ABDUL MALIK / P3300 209 033
MUH. HASBY RASYAD/ P3300 209 040
FIKRI / P3300 209 029

DOSEN

DR. Ir. JOEHARNANI TRESNATI, DEA

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PERIKANAN

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERITAS HASANUDDIN
2009

You might also like