You are on page 1of 21

PERENCANAAN SISTEM TRANSPORTASI

TUGAS I MENGINDENTIFIKASI PELABUHAN DI PROVINSI ACEH

MUHAMMAD IQBAL

MANAJEMEN REKAYASA TRANSPORTASI MAGISTER TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS SYIAH KUALA 2013

I.

PENDAHULUAN Keberadaan pelabuhan-pelabuhan di Aceh memiliki peran sangat strategis

dalam mendukung perekonomian. Pelabuhan merupakan salah satu simpul jaringan transportasi yang mengandalkan kemampuan sarana kapal yang memiliki daya angkut logistik dalam jumlah besar. Kondisi topologi Aceh sendiri yang dikelilingi oleh lautan menjadikan Aceh sangat berketergantungan pada transportasi laut untuk mengakses wilayah lainnya terutama luar negeri. Pengembangan pelabuhan di Aceh dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Aceh berpedoman pada suatu tatanan kepelabuhanan yang secara hirarkhi dan terorganisasi dalam beberapa zona pengembangan transportasi. Zona transportasi ini terbagi atas empat wilayah: Zona Pusat, Zona Utara-Timur, Zona BaratSelatan dan Zona Tenggara Selatan. Setiap zona diarahkan menjadikan Pelabuhan sebagai titik simpul jaringan yang akan menjembatani ke simpul transportasi di luar Aceh (skala regional, nasional dan internasional). Dalam kenyataannya, potensi pendayagunaan pelabuhan di Aceh belum termaksimalkan. Persoalan mendasar yang terjadi adalah keberadaan

pengembangan jaringan transportasi laut yang belum terencana dan terpadu yang didukung dengan pengembangan moda transportasi lainnya. Demikian juga pengembangan wilayah seharusnya juga ikut didukung oleh keberadaan pelabuhan-pelabuhan besar yang ada di Aceh. Sehingga keberadaan efektifitas keberadaan pelabuhan-pelabuhan ini masih berjalan terpisah dengan

pembangunan wilayah. Persoalan lainnya adalah pembangunan sistem jaringan transportasi terpadu. Efektivitas sistem jaringan transportasi Aceh masih jauh dari hasil yang diharapkan. Keberadaan pelabuhan-pelabuhan di Aceh saat ini masih terkesan terpisah dengan moda jaringan transportasi lainnya. Pembangunan yang dilaksanakan masih dijalankan secara terpisah diakibatkan berbagai persoalan kelembagaan dan kewenangannya, pendanaan dan visi yang berbeda-beda di tiap daerah.

Permasalahan utama pelabuhan menyangkut 3 hal pokok, yaitu belum tersedianya pelabuhan hubungan internasional, rendahnya produktifitas dan kapasitas pelabuhan, dan belum terintegrasinya manajemen kepelabuhan. Adapun jumlah lokasi kegiatan yang dijadikan fokus pekerjaan Rencana Induk Pelabuhan Aceh berjumlah 11 (sebelas) pelabuhan. 2 (dua) pelabuhan dengan fungsi sebagai pelabuhan utama, 2 (dua) pelabuhan pengumpul, dan 7 (tujuh) pelabuhan pengumpan. Tabel 1. Lokasi Pelabuhan Prov Aceh

Sumber: Dinas Perhubungan Komunikasi, Informatika, dan Telematika, 2013

Prasarana Angkutan Di Perairan Berdasarkan UU No.17 Tahun 2008 tentang Pelayaran dan PP No.61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan, prasarana angkutan di perairan yaitu pelabuhan, yang akan melayani jenis angkutan yang terdiri atas: (1) angkutan laut, (2) angkutan penyeberangan, dan (3) angkutan sungai dan danau. Rencana pengembangan pelabuhan dikemukakan menurut tabel 19. Dalam rencana pengembangan tersebut ditetapkan: Hierarki pelabuhan, yang terdiri atas: pelabuhan utama, pelabuhan pengumpul, dan pelabuhan pengumpan;

Pelayanan menurut: angkutan laut dan/atau angkutan penyeberangan; Jangkauan pelayanan menurut: luar negeri (internasional), dalam negeri antarprovinsi, dalam negeri dalam provinsi, pelayaran rakyat, dan khusus;

Khusus untuk angkutan penyeberangan dikemukakan lintasan/rute penyeberangan yang dilayani oleh pelabuhan tersebut.

Untuk masing-masing pelabuhan yang ditetapkan tersebut diberikan penjelasan sebagai berikut ini. 1. Pelabuhan Sabang ditetapkan dalam rencana dengan fungsi sebagai pelabuhan utama, yang melayani angkutan laut luar negeri (internasional), sehingga dikenal juga sebagai Pelabuhan Internasional. Pengembangan pelabuhan utama Sabang ini sangat terkait dengan rencana pengembangan pelabuhan bebas Sabang dan kawasan perdagangan bebas Sabang. Dalam RTRWN dan RTRWA Sabang ditetapkan dengan hierarki sebagai PKSN/PKW Sabang, dengan demikian maka Pelabuhan Sabang ini merupakan prasarana pendukung terkait dengan fungsi PKSN/PKW Sabang. Bila dihubungkan dengan kondisi dan kapasitas pelabuhan Sabang yang ada dewasa ini, maka rencana untuk Pelabuhan Sabang sebagai Pelabuhan Utama dengan pelayanan luar negeri (internasional) merupakan pengembangan yang sangat signifikan yang disertai dengan investasi yang besar sebagai peningkatan dari pelayanan yang ada dewasa ini.. 2. Pelabuhan Balohan di Kota Sabang ditetapkan dalam rencana dengan fungsi sebagai pelabuhan utama, yang melayani angkutan penyeberangan luar negeri (internasional) dan dalam negeri dalam provinsi. Angkutan penyeberangan internasional direncanakan untuk rute atau lintasan penyeberangan Balohan Phuket (Thailand), baik untuk pelayanan umum maupun mendukung kegiatan pariwisata. Angkutan penyeberangan dalam negeri dalam provinsi adalah pada rute atau lintasan Balohan Ulee Lheue (Banda Aceh) yang merupakan lintasan strategis nasional dan dikenal dengan lintasan Sabuk Utara Nasional. Lintasan ini akan menghubungkan PKW/PKSN Sabang dengan PKNp Banda Aceh secara langsung.

Sehubungan

dengan

cakupan

kawasan

pada

pengembangan

Kawasan

Pengembangan Ekonomi Terpadu Sabang serta Kawasan Pelabuhan Bebas dan Perdagangan Bebas Sabang, yang juga akan mencakup pulau-pulau di Kecamatan Pulo Aceh Kabupaten Aceh Besar, maka angkutan penyeberangan dikembangkan pula pada lintasan Balohan Lampuyang (P.Breuh) Lamteng (P.Nasi) (keduanya terletak di Kecamatan Pulo Aceh) dan ke Ulee Leue. Rencana pengembangan untuk pelabuhan Balohan ini adalah pemantapan dan peningkatan dari kegiatan pelabuhan yang ada dewasa ini. 3. Pelabuhan Ulee Lheue di Kota Banda Aceh ditetapkan dalam rencana dengan fungsi sebagai pelabuhan utama, yang melayani angkutan penyeberangan luar negeri (internasional) dan dalam negeri dalam provinsi. Angkutan penyeberangan internasional direncanakan untuk rute atau lintasan penyeberangan Ulee Lheue Penang/Langkawi (Malaysia), baik untuk pelayanan umum maupun mendukung kegiatan pariwisata. Angkutan penyeberangan dalam negeri dalam provinsi adalah pada rute atau lintasan Ulee Lheue - Balohan (Sabang) yang merupakan lintasan strategis nasional dan dikenal dengan lintasan Sabuk Utara Nasional. Lintasan ini akan menghubungkan PKNp Banda Aceh dengan PKW/PKSN Sabang secara langsung. Selaras dengan pengembangan lintas penyeberangan untuk Balohan di atas, maka di Ulee Lheue juga dengan pelayanan angkutan penyeberangan dalam negeri dalam provinsi untuk rute atau lintasan Ulee Lheue Lampuyang Lamteng terus ke Balohan. Rencana pengembangan untuk pelabuhan Ulee Lheue ini adalah pemantapan dan peningkatan dari kegiatan pelabuhan yang ada dewasa ini. 4. Pelabuhan Krueng Geukueh di Kabupaten Aceh Utara. Pelabuhan Krueng Geukueh ini dikenal juga dengan Pelabuhan Lhokseumawe, yang mendukung PKN Lhokseumawe. Pelabuhan Krueng Geukueh ditetapkan dengan fungsi sebagai pelabuhan utama, yang melayani angkutan laut luar negeri (internasional) dan angkutan penyeberangan luar negeri (internasional) dengan rute atau lintasan Lhokseumawe Penang/Langkawi (Malaysia).. Rencana pengembangan untuk pelabuhan ini adalah pemantapan dan peningkatan untuk pelayanan angkutan laut

luar negeri (internasional), dan pengembangan untuk pelayanan angkutan penyeberangan penyeberangan luar negeri (internasional). 5. Pelabuhan Khusus Lhokseumawe di Kota Lhokseumawe, yang merupakan pelabuhan untuk pengapalan LNG (ekspor LNG), dan dikelola oleh perusahaan. Bila dilihat dari pelayanannya maka pelabuhan ini merupakan pelabuhan utama dengan pelayanan angkutan luar negeri (internasional) dengan bentuk kegiatan pelayanan khusus, yaitu ekspor LNG. Pelabuhan ini mendukung PKN Lhokseumawe. 6. Pelabuhan Meulaboh di Kabupaten Aceh Barat. Pelabuhan Meulaboh ini mendukung PKW Meulaboh, dengan fungsi sebagai pelabuhan pengumpul, yang melayani angkutan laut dalam negeri antarprovinsi dan pelayaran rakyat, serta angkutan penyeberangan dalam negeri dalam provinsi dengan rute atau lintasan Meulaboh Sinabang dan Meulaboh Sibigo. Pelabuhan Meulaboh ini mengalami kerusakan berat dalam bencana tsunami tahun 2004. Dengan demikian rencana pengembangan untuk pelabuhan Meulaboh ini adalah revitalisasi dan peningkatan untuk melayani angkutan laut dan pengembangan untuk pelayanan angkutan penyeberangan. 7. Pelabuhan Malahayati di Kabupaten Aceh Besar. Pelabuhan Malahayati ini mendukung PKNp Banda Aceh, dengan fungsi sebagai pelabuhan pengumpul, yang melayani angkutan laut dalam negeri antarprovinsi dan pelayaran rakyat. Rencana pengembangan untuk pelabuhan ini adalah pemantapan dan peningkatan dari kegiatan pelabuhan yang ada dewasa ini. 8. Pelabuhan Kuala Langsa di Kota Langsa. Pelabuhan Kuala Langsa ini mendukung PKW Langsa, dengan fungsi sebagai pelabuhan pengumpan, yang melayani angkutan laut dalam negeri antarprovinsi dan pelayaran rakyat. Rencana untuk pelabuhan Kuala Langsa ini adalah pemantapan dan peningkatan dari pelayanan angkutan laut yang ada dewasa ini. 9. Pelabuhan Sinabang di Kabupaten Simeulue. Pelabuhan Sinabang ini mendukung PKL Sinabang, dengan fungsi sebagai pelabuhan pengumpan, yang melayani angkutan laut dan angkutan penyeberangan. Untuk angkutan laut

pelayanannya adalah dalam negeri antarprovinsi. Untuk angkutan penyeberangan pelayanannya adalah dalam negeri dalam provinsi, dengan lintasan/rute: Sinabang Meulaboh, Sinabang Labuhanhaji, dan Sinabang Kep. Banyak Singkil. Rencana untuk pelabuhan Sinabang adalah pemantapan dan peningkatan dari pelayanan yang ada dewasa ini, baik untuk angkutan laut dan angkutan penyeberangan. 10. Pelabuhan Sibigo di Kabupaten Simeulue. Pelabuhan Sibigo dengan fungsi sebagai pelabuhan pengumpan, yang melayani angkutan laut pelayaran rakyat, dan angkutan penyeberangan dalam negeri dalam provinsi, dengan lintasan/rute: Sibigo Meulaboh. Rencana untuk pelabuhan Sibigo adalah pengembangan, baik untuk angkutan alut maupun angkutan penyeberangan. 11. Pelabuhan Susoh di Kabupaten Aceh Barat Daya. Pelabuhan Susoh ini mendukung PKWp Blangpidie, dengan fungsi sebagai pelabuhan pengumpan, yang melayani angkutan laut dalam negeri dalam provinsi dan pelayaran rakyat. Rencana untuk pelabuhan Susoh adalah peningkatan dari pelayanan yang ada dewasa ini. 12. Pelabuhan Tapaktuan di Kabupaten Aceh Selatan. Pelabuhan Tapaktuan mendukung PKL Tapaktuan, dengan fungsi sebagai pelabuhan pengumpan, yang melayani angkutan laut dalam negeri dalam provinsi dan pelayaran rakyat. Rencana untuk pelabuhan Tapaktuan ini adalah peningkatan dari pelayanan yang ada dewasa ini. 13. Pelabuhan Labuhanhaji di Kabupaten Aceh Selatan. Pelabuhan Labuhanhaji dengan fungsi sebagai pelabuhan pengumpan, yang melayani angkutan laut dalam negeri pelayaran rakyat, dan angkutan penyeberangan dalam negeri dalam provinsi, dengan lintasan/rute: Labuhanhaji Sinabang. Rencana untuk pelabuhan Labuhan haji adalah pemantapan dan peningkatan dari pelayanan yang ada dewasa ini. 14. Pelabuhan Sibadeh di Kabupaten Aceh Selatan. Pelabuhan Sibadeh berfungsi sebagai pelabuhan pengumpan, yang melayani angkutan laut dalam negeri dalam

provinsi dan pelayaran rakyat. Rencana untuk pelabuhan Sibadeh adalah peningkatan dari pelayanan yang ada dewasa ini. 15. Pelabuhan Singkil di Kabupaten Aceh Singkil. Pelabuhan Singkil mendukung PKL Singkil, dan juga PKWp Subulussalam, dengan fungsi sebagai pelabuhan pengumpan, yang melayani angkutan laut dan angkutan penyeberangan. Untuk angkutan laut pelayanannya adalah dalam negeri antarprovinsi dan pelayaran rakyat. Untuk angkutan penyeberangan dalam negeri antarprovinsi dan dalam provinsi. Rute/lintasan angkutan penyeberangan dalam negeri antarprovinsi adalah Singkil Sibolga/Nias di Provinsi Sumatera Utara; dan dalam provinsi adalah Singkil Kepulauan Banyak Sinabang. Rencana untuk pelabuhan Singkil ini adalah peningkatan dan pengembangan baik untuk pelayanan angkutan laut maupun untuk pelayanan angkutan penyeberangan. 16. Pelabuhan Kepulauan Banyak di Kabupaten Aceh Singkil. Pelabuhan Kepulauan Banyak ini berfungsi sebagai pelabuhan pengumpan, yang melayani angkutan laut dalam negeri pelayaran rakyat, dan angkutan penyeberangan dalam negeri antarprovinsi dan dalam provinsi. Angkutan penyeberangan dalam negeri antarprovinsi adalah pada rute/lintasan Kepulauan Banyak Sibolga/Nias Provinsi Sumatera Utara, terutama dalam rangka mendukung kegiatan pariwisata. Angkutan penyeberangan dalam negeri dalam provinsi adalah pada rute/lintasan Kep. Banyak Singkil, dan Kep. Banyak Sinabang. Rencana untuk pelabuhan Kep. Banyak adalah pemantapan dan peningkatan dari pelayanan yang ada dewasa ini. 17. Pelabuhan Calang di Kabupaten Aceh Jaya. Pelabuhan Calang mendukung PKL Calang, dengan fungsi sebagai pelabuhan pengumpan, yang melayani angkutan laut dalam negeri dalam provinsi dan pelayaran rakyat. Rencana untuk pelabuhan Calang adalah peningkatan dari pelayanan yang ada dewasa ini. 18. Pelabuhan Idi di Kabupaten Aceh Timur. Pelabuhan Idi mendukung PKL Idi Rayeuk, dengan fungsi sebagai pelabuhan pengumpan, yang melayani angkutan laut dalam negeri antarprovinsi dan pelayaran rakyat. Pelabuhan Calang ini juga dimanfaatkan sebagai pelabuhan untuk kegiatan perikanan. Rencana untuk

pelabuhan Idi adalah pemantapan dan peningkatan dari pelayanan yang ada dewasa ini. 19. Pelabuhan Lampuyang di Kabupaten Aceh Besar, yang terletak di Pulau Breuh Kecamatan Pulo Aceh. Pelabuhan Lampuyang berfungsi sebagai pelabuhan pengumpan, yang melayani angkutan penyeberangan dalam negeri dalam provinsi, dengan rute/lintasan: Lampuyang Lamteng Ulee Lheue, dan Lampuyang Balohan, atau merupakan jalur/lintasan: Ulee Lheue Lamteng Lampuyang pengembangan. 20. Pelabuhan Lamteng di Kabupaten Aceh Besar, yang terletak di Pulau Nasi Kecamatan Pulo Aceh. Pelabuhan Lamteng berfungsi sebagai pelabuhan pengumpan, yang melayani angkutan penyeberangan dalam negeri dalam provinsi, dengan lintasan/rute: Lamteng Ulee Lheue, dan Lamteng Lampuyang Balohan, atau merupakan jalur/lintasan: Ulee Lheue Lamteng Lampuyang Balohan. Rencana untuk pelabuhan Lamteng adalah Balohan. Rencana untuk pelabuhan Lampuyang adalah

pengembangan. Secara umum sistem logistik di Indonesia saat ini belum memiliki kesatuan visi yang mampu mendukung peningkatan daya saing pelaku bisnis dan peningkatan kesejahteraan rakyat, bahkan pembinaan dan kewenangan terkait kegiatan logistik relatif masih bersifat parsial dan sektoral di masing-masing kementerian atau lembaga terkait, sementara koordinasi yang ada belum memadai. a) Komoditas penggerak utama (key commodity factor) sebagai penggerak aktivitas logistik belum terkoordinasi secara efektif, belum adanya fokus komoditas yang ditetapkan sebagai komitmen nasional, dan belum optimalnya volume perdagangan ekspor dan impor; b) Infrastruktur transportasi belum memadai baik dari segi kuantitas maupun kualitas yang antara lain karena belum adanya pelabuhan hub, belum dikelola secara terintegrasi, efektif dan efisien, serta belum efektifnya intermodal transportasi dan interkoneksi antara infrastruktur pelabuhan, pergudangan, transportasi dan wilayah hinterland,

c) Pelaku dan penyedia jasa logistik masih berdaya saing rendah karena terbatasnya jaringan bisnis pelaku dan penyedia jasa logistik lokal sehingga pelaku multinasional lebih dominan dan terbatasnya kualitas dan kemampuan pelaku dan penyedia jasa logistik nasional; d) Teknologi informasi dan komunikasi belum didukung oleh ketersediaan infrastruktur dan jaringan yang handal, masih terbatasnya jangkauan jaringan pelayanan non seluler, dan masih terbiasanya menggunakan sistem manual (paper based system) dalam transaksi logistik; e) Sdm logistik masih memiliki kompetensi rendah yang disertai oleh belum memadainya lembaga pendidikan dan pelatihan bidang logistik; f) Regulasi dan kebijakan masih bersifat parsial dan sektoral, yang disertai oleh masih rendahnya penegakan hukum, belum efektifnya koordinasi lintas sektoral, dan belum adanya lembaga yang menjadi integrator kegiatan logistik nasional.

Kondisi umum di atas menjadi penyebab dari belum optimalnya kinerja sektor logistik nasional yang tercermin dari tingginya biaya logistik dan pelayanan yang belum optimal, sehingga hal ini mempengaruhi daya saing dunia usaha di pasar global. Berdasarkan survei yang dilakukan World Bank pada tahun 2010 yang kemudian dituangkan dalam Logistics Performance Index (LPI), posisi LPI Indonesia secara menyeluruh berada pada peringkat 75 (tujuh puluh lima) dari 155 (seratus lima puluh lima) negara. Berikut ini adalah gambaran umum perkembangan Sistem Logistik Nasional yang lebih rinci yang terkait dengan pergerakan barang, infrastuktur logistik yang mendukung, pelaku dan penyedia jasa logistik, sumber daya manusia, kinerja dan permasalahan yang dihadapi.

Kondisi Dan Permasalahan 11 Pelabuhan Umum Di Provinsi Aceh 1. Pelabuhan laut Sabang di kota Sabang
Menurut catatan sejarah, pelabuhan laut Sabang pada tahun 1881 Pemerintah Hindia Belanda mendirikan Kolen Station. Awalnya, pelabuhan tersebut dijadikan pangkalan batu bara untuk Angkatan Laut Kerajaan Belanda, tetapi kemudian juga mengikutsertakan kapal pedagang untuk mengirim barang ekspor. Pada tahun 1887,

firma Delange dibantu Sabang Haven memperoleh kewenangan untuk membangun sarana penunjang pelabuhan. Era pelabuhan bebas di Sabang dimulai pada tahun 1895, dikenal dengan istilah Vrij Haven dan dikelola oelh Sabang Maatschaappij. Pada tahun 1942 Sabang diduduki oleh pasukan Jepang, kemudian dibombardir pesawat Sekutu hingga mengalami kerusakan fisik dan terpaksa tutup. Pada masa awal kemerdekaan semua asset Pelabuhan Sabang Maatschaappij dibeli oleh Pemerintah Indonesia. Kemudian pada 1965 dirintisnya gagasan awal untuk membuka kembali pelabuhan. Pada tahun 1886 pelabuhan Sabang kembali ditutup dan kembali beraktifitas pada tahun 2002. Pelabuhan ini dikelola oleh Badan Pengusahaan Kawasan Bebas Sabang (BPKS Sabang). Pelabuhan Bebas Sabang sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 83 tahun 2010 dan Undang-Undang Nomor 37 tahun 2010 dapat melakukan perdagangan bebas, kegiatan ekspor dan impor melalui pelabuhan bebas Sabang.

Aktifitas pelabuhan Sabang hingga tahun 2012, masih didominasi oleh kegiatan impor barang dari berbagai negara diantaranya Malaysia, thailand dan Singapore. Permasalahan yang dihadapi : 1. Masih rendahnya volume barang ekspor 2. Undang-undang pengoperasian pelabuhan bebas belum jelas 3. Petunjuk teknis ekspor dan impor yang belum ada 4. Rencana pengembangan pemerintah sabang untuk memasukkan barang ke wilayah pabean di Aceh Daratan.

2. Pelabuhan Laut Malahayati di Kabupaten Aceh Besar


Berdasarkan catatan sejarah, pelabuhan Malahayati dibangun sejak abad ke-16, masa kelustanan Iskandar Muda. Pada zaman tersebut pelabuhan ini digunakan untuk pangkalan angkatan laut kerajaan. Dahulunya pelabuhan ini banyak disinggahi oleh kapal dari China. Dan masa pengelolaan ke PT PELINDO dimulai sejak tahun 1970. Berdasarkan MOU (Memorandum of Understanding) antara Pemerintah Aceh dengan PT PELINDO 1 pada pertengahan Maret 2013. Pelabuhan Malahayati menjadi pelabuhan Peti Kemas dan dalam waktu dekat akan melayani angkutan peti kemas.

Aktifitas pelabuhan Malahayati meliputi kegiatan jasa bongkar dan muat. Berdasarkan catatan dari kantor penyelenggara aktifitas di pelabuhan mencakup bongkar muatan seperti beras, gula, aspal, semen. Sedangkan kegiatan ekspor belum ada sama sekali. Beberapa permasalahan yang terjadi di pelabuhan Malahayati sebagai berikut; 1) Pasca rehabilitasi dan rekonstruksi yang lalu, banyak pengusaha yang bangkrut dan tidak melakukan aktifitas di pelabuhan. Pengusaha yang ada sekarang (baru) adalah pengusaha baru yang belum memahami seluk beluk berbisnis di usaha pelabuhan kargo. 2) Aktifitas bongkar dan muat barang di pelabuhan Malahayati tidak banyak, karena komoditas pertanian dan perkebunan dari Aceh lebih memilih angkutan/moda transportasi darat untuk dibawa ke Belawan Medan. 3) Adanya tambatan kapal palung/boat nelayan pada alur masuk pelayaran di pelabuhan.

3. Pelabuhan Laut Krueng Geukeuh/ Lhokseumawe di Kabupaten Aceh Utara


Pelabuhan Laut Krueng Geukeuh dibangun pada tahun 1986, beberapa tahun sejak beroperasinya PT Asean Aceh Fertilizer dan Pupuk Iskandar Muda. Pelabuhan ini berada dibawah pengelolaan PT. PELINDO 1 Cabang Lhokseumawe. Pada tahun 2010 pelabuhan ini pernah difungsikan sebagai jalur ekspor dan impor dari Lhokseumawe ke Penang Malaysia dan ke Singapura. Barang komoditi hasil pertanian sempat berhasil diangkut untuk pertama kalinya dan tidak berlangsung lama (berhenti). Hingga saat ini pelabuhan ini banyak melakukan aktifitas bongkar/muat barang/komoditas tambang, semen, bahan sembako seperti beras dan gula. Didalam RTRW Nasional Pelabuhan Lhokseumawe dan Meulaboh merupakan pelabuhan yang masuk dalam kategori pengembangan dan pemantapan pelabuhan nasional. Sedangkan dalam tatanan kepelabuhanan nasional dan rencana induk pelabuhan nasional hanya sabang yang masuk dalam kategori pelabuhan utama. Sedangkan didalam Masterplan Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia ditetapkan beberapa pelabuhan strategis di Sumatera termasuk Aceh yakni Sabang, Malahayati dan Lhokseumawe.

Beberapa kantor dukungan dari pemerintah adalah kantor bea cukai, administrasi pelabuhan, agensi pelayaran, kepolisian. Aktifitas pelabuhan Krueng Geukeuh terdiri atas jasa bongkar muat, jasa tambat kapal, penumpukan gudang dan lapangan, terminal pelabuhan dan jasa penundaan. Berdasarkan data yang ada, sejak tahun 2009 hingga pada tahun 2012 tingkat kunjungan kapal mengalami peningkatan yang cukup baik dimana pada tahun 2012 mengalami peningkatan 100% yakni mencapai 446 kunjungan kapal. Dan jika didetailkan berdasarkan asal Negara kapal, didapat bahwa kunjungan kapal dari luar negeri mengalami peningkatan yang sangat baik. Dimana pada tahun 2012 kunjungan kapal mencapai 215 kali. Sama halnya dengan kunjungan kapal dari dalam negeri pada tahun 2012 mencapai 231 kali kunjungan. Jika dianalisis berdasarkan bongkar muat barang, maka impor barang (pemasukan) barang ke pelabuhan cenderung turun dan menunjukkan aktifitas nol jika tidak ada kebijakan dari pemerintah pusat dalam hal ini Republik Indonesia melalui kementerian perdagangan. Sedangkan ekspor (barang keluar) tidak ada sama sekali sejak tahun 2010 hingga sekarang. Gejala ini sangat memprihatinkan dan mengkhawatirkan aktifitas pelabuhan dan ekonomi Aceh, khususnya Kabupaten Aceh Utara. Untuk aktifitas bongkar dan muat antar pulau (dalam negeri) cenderung lebih baik, dan aktifitas ini membaik, komoditas ini dapat dipastikan berupa semen dan bahan konstuksi lainnya yang dibutuhkan oleh antar regional wilayah di Aceh. Sedangkan untuk aktifitas muat komoditas/barang tidak ada sama sekali sejak tahun 2012. Hal ini dapat dipastikan penggunaan pelabuhan sebagai fasilitas transportasi barang/komoditas masih minim. Untuk produksi jasa tambat di pelabuhan laut Krueng Geukeuh dari dalam negeri, berdasarkan data dari kantor pelabuhan mengalami kecenderungan yang baik dan meningkat. Pada tahun 2012 mencapai 1 juta Gt/Etmal (lih tabel 4.5). Sedangkan untuk jasa penundaan pelabuhan kapal, untuk kapal dari dalam negeri mengalami peningkatan yang baik. Pada tahun 2012 mengalami peningkatan hingga 522 jam. Sedangkan kapal dari luar negeri cenderung mengalami penurunan bahkan dapat mencapai angka nol.

Secara umum, dengan memperhatikan data aktifitas pelabuhan Krueng Geukeuh dari tahun 2009 hingga pada tahun 2012 aktifitas pelabuhan dari luar negeri mengalami penurunan yang sangat mengkhawatirkan dan perlu kebijakan khusus untuk meningkatkan kembali kinerja pelabuhan. Sedangkan aktifitas kapal dari dalam negeri perlu terus dijaga berkesinambungan dengan baik.

4. Pelabuhan Laut Kuala Langsa di Kota Langsa


Menurut catatan sejarah, pelabuhan Kuala Langsa dibangun pada tahun 1900 bersamaam dengan dibangunnya jalan kereta api dari kuala Langsa. Pelabuhan ini selesai dibangun pada tahun 1905 sedangkan kereta api selesai dibangun pada tahun 1913. Sejak tahun 1905 sampai dengan 1914 Pelabuhan Kuala Langsa mulai berfungsi dengan ramaina kegiatan bongkar muat barang serta keluar masuknya kapal dan perahu perahu nelayan maupun pedagang. Tahun 1942 sampai dengan 1949 kegiatan bongkar muat dan kunjungan kapal sangat berkurang akibat terjadinya perang dengan Belanda dan Jepang. Tahun 1950 kegiatan mulai berkembang dimana kapal berukuran 1000 DWT dapat memasuki pelabuhan untu mengangkut karet, kopi, biji dan hasil bumi lainnya dengan tujuan Singapore, Malaysia dan mengimpor barang kebutuhan makanan, kain, barang kelontong, sparepart dan lainnya yang dikenal pada saat itu adalah zaman barter. Kegiatan ini berlangsung dari tahun 1955 sampai dengan 1960. Pada tahun 1969 Pelabuhan Kuala Langsa ditetapkan sebagai Pelabuhan Umum yang terbuka untuk pelayaran luar negeri berdasarkan Keputusan Bersama Menteri Perdagangan, menteri keuangan dan Menteri Perhubungan dengan surat nomor 363 A/KPB/XI/69, No Kep. 818/MK/4/II/69 dan SK 43/0/69 tanggal 20 November 1969. Pada tahun 1981 dan tahun 1984 alur pelayaran pada ambang luar menuju Pelabuhan di keruk sepanjang 3000 m dengan lebar 80 m kedalaman s/d 7 LWS (Low Water Spring/Muka Air Laut Surut Terendah) yang tadinya hanya mempunyai kedalaman 1,5 s/d 2 m LWS. Sehingga saat itu kapal berukuran sampai dengan 6000 DWT dapat memasuki pelabuhan Kuala Langsa. Pada bulan November 1993 pernah dilakukan survey check sounding alur pelayaran pelabuhan Kuala Langsa oleh tim survey PT Pelabuhan Indonesia 1 (Persero) dan didapati bawa alur pelayaran mempunyai kedalaman rata-rata 6,5 m

sampai dengan 7,5 m LWS. Tahun 1994 dibangun dermaga beton sepanjang 75 m lebar 10 m luas 750 m2, dengan daya dukung 2 ton/m2 sebagai pengganti dermaga konstruksi besi/kayu sepanjang 100 m dan lebar 8 m yang sudah tidak dapat difungsikan lagi. Kemudian pada tahun 1996 juga dibangun gudang 1 dengan konstruksi beton panjang 40 m lebar 12,5 m luas 500 2 dengan daya dukung 2 ton/m2, dengan kapasitas 1000 ton. Pada tahun 1999 alur pelayaran diantara pulau Pusong dan Telaga Tujuh kembali dikeruk sehingga mempunyai kedalaman s.d 7 LWS, hal ini menyikapi keinginan para pengusaha pengguna jasa kepelabuhanan baik yang sudah memanfaatkan maupun yang akan memanfaatkan. Aktifitas pelabuhan laut Kuala Langsa terdiri atas bongkar muat barang. Berdasarkan data dari kantor penyelenggara pelabuhan laut Kuala Langsa sejak tahun 2000 hingga 2009 pelabuhan beraktifitas dengan baik. Permasalahan yang terjadi adalah penurunan produktivitas, kebijakan pemerintah, beralihnya moda angkutan, alur masuk pelabuhan laut masi dangkal, kurang fasilitas, memerlukan kawasan industri, kebersihan di terminal kurang.

5. Pelabuhan Laut Idi di Kabupaten Aceh Timur


Berdasarkan hasil pengamatan lapangan dan wawancara yang dilakukan dengan petugas kantor pelabuhan, didapatkan bahwa pelabuhan yang ada tidak berfungsi sebagai pelabuhan umum. Namun lebih kepada PPI (pelabuhan pendaratan ikan). PPI Idi merupakan milik pemerintah Aceh dibawah kendali UPTD Kelautan dan Perikanan Aceh. Kawasan pelabuhan ini dapat berkembang sebagai pelabuhan umum, namun diperlukan berbagai instrument kebijakan dan dukungan kegiatan perekonomian yang kuat dari wilayah pelayanan pelabuhan. Sesuai dengan arahan RTRW Aceh pasal 19 mengenai jenis pelabuhan, hirarki dan fungsi serta berdasarkan zonasi rencana pengembangan kawasan strategis Aceh. Diharapkan pelabuhan Idi dapat menjadi pelabuhan pengumpan regional dengan jenis layanan utama general cargo dan curah cair dalam lingkup nasional. Dan didalam pasal 27 mengenai system sarana dan prasarana pelabuhan pendaratan ikan telah ditetapkan di Aceh Timur (Idi). Maka pengembangan kawasan pelabuhan ini harus terintegrasi pelabuhan laut dengan fungsi layanan kargo dan pelabuhan perikanan dengan layanan utama industry perikanan.

Aktifitas pelabuhan saat ini adalah sebagai Pelabuhan pendaratan ikan. Belum ada aktifitas kapal barang. Permasalahan utama Belum tercapainya fungsi pelabuhan Idi sebagai pelabuhan dengan fungsi utama kargo, sehingga perlu dilakukan peningkatan produktifitas komoditas ekonomi regional wilayah pelayanan pelabuhan Idi seperti Kabupaten Bener Meriah, Kab Aceh Tengah, Kabupaten Aceh Tamiang, Kota Langsa, Sebagian Kab Gayo Lues. Kabupaten yang berada di sekitar pelayanan pelabuhan memiliki potensi pengembangan komoditas seperti kelapa sawit, karet, kelapa, kakao dan holtikultura.

6. Pelabuhan Laut Meulaboh di Kabupaten Aceh Barat Secara umum kondisi pelabuhan Meulaboh dalam kondisi baik dan beroperasional dengan baik. Sarana dan prasarana pelabuhan sudah sangat baik dan mendukung kegiatan bongkar/muat armada kapal yang masuk ke pelabuhan. Pelabuhan Meulaboh merupakan pelabuhan yang sangat penting dalam system transportasi laut pada zona barat, selatan tenggara bahkan pusat Aceh. Peranan ini terlihat dari beroperasinya PT Perusahaan Pelayaran Indonesia (PELINDO) melalui kantor perwakilan di Meulaboh dengan kantor cabang di Malahayati. Bekerjasama dengan pemerintah Kabupaten Aceh Barat (Meulaboh) komposisi penerimaan jasa kepelabuhanan dibagi menjadi 80:20. Dimana 80% penerimaan bea jasa kepelabuhanan masuk ke PT. PELINDO 1 dan sisanya sebesar 20% masuk penerimaan asli daerah (PAD) Pemerintah Kabupaten Aceh Barat (Meulaboh). Beberapa instansi yang aktif didalam kawasan pelabuhan adalah Syahbandar, Kepolisian, TNI Angkatan Laut, Dinas Perhubungan dan KPLP. Aktifitas pelabuhan laut Meulaboh saat ini berlangsung dengan baik, kegiatan bongkar dan muat relative lebih baik dibandingkan dengan beberapa pelabuhan lainnya di zona selatan tenggara. Berdasarkan data yang ada, kedatangan kapal juga berasal dari pelabuhan khusus dan pelabuhan umum. Pada tahun 2011 jumlah kapal yang datang dari pelabuhan khusus berjumlah 68 kali. Dan jumlah kedatangan dari dalam negeri pada tahun 2011 berjumlah 36 dan luar negeri 10 kali.

7. Pelabuhan Laut Calang di Kabupaten Aceh Jaya Pelabuhan Calang merupakan pelabuhan yang telah hancur terkena dampak bencana tsunami pada tahun 2004. Pelabuhan ini mendapat penanganan berupa rekonstruksi/pembangunan kembali pada tahun 2008. Sedangkan detail desainnya dibantu oleh UNDP dan dirancang pada tahun 2006. Pelabuhan ini terletak di Desa Teluk Lho Kubu Bahagia, Kecamatan Krueng Subee, Kabupaten Aceh jaya, Provinsi Aceh. Pada saat pelaksanaan pembangunan (tahun 2008), konstruksi pelabuhan Calang mengalami kendala dimana saat itu pembangunan dilaksanakan oleh BRR NAD Nias, kemudian dilaksanakan kembali melalui review desain dan supervise pembangunan pelabuhan Calang oleh BRR NAD Nias pada tahun 2009. Dan saat pada tahun 2010 hingga saat ini, pembangunan masih dilanjutkan. Pekerjaan yang terealisasi pada tahun 2008 sebagai berikut; 1) Sistem rangka bangunan kantor pelabuhan 2) System rangka bangunan rumah pompa dan genset 3) Water reservoir 4) Lapangan penumpukan 5) Pondasi dan lantai gudang 6) Dinding penahan/revetment 7) Pagar keliling pelabuhan.

Pada tahun 2009, beberapa realisasi pembangunan fasilitas pelabuhan Calang sebagai berikut; 1) Fasilitas sisi laut pelabuhan, pengadaan tiang pancang untuk trestle Ro-Ro (277,66 ton) 2) Fasilitas sisi darat pelabuhan; 1) Perkerasan jalan area pelabuhan (beton) 2) Drainase, sepanjang 155,8 m 3) Gudang, 20 m x 40 m

4) Kantor Pelabuhan, 198 m2 5) Terminal penumpang, 168 m2 6) Rumah genset dan rumah tangki minyak, 28 m2 7) Elevated water tank, 10 m2 8) Rumah jaga, 45 m2 9) Pembangunan dan pemasangan system suplai daya 10) Distribusi daya 11) Penerangan luar ruangan 12) System penerangan dan soket daya 13) Jaringan penangkal petir 14) Air conditioning 15) System suplai 16) Pluming system 17) Sewerage system 18) System pemadaman api dalam ruangan 19) Transid shed 20) Taman, seluas 1294 m2. Pada tahun 2011 hingga tahun 2013, sedang berlangsung pembangunan tahap lanjutan sebagai berikut; 1) Pekerjaan trestle (8,00 m x 162, 00 m) 2) Pekerjaan dermaga kargo (15,00 m x 50,00 m) 3) Pekerjaan Mooring Dolphin (7 titik bollard) (15,00 m x 85,00 m) 4) Pekerjaan Lampu Pelabuhan 5) Pekerjaan Suplai Air ke Dermaga 6) Pekerjaan Sistem Pemadam Api

Aktifitas pelabuhan Calang hingga saat ini belum ada, baik itu bongkar maupun kegiatan memuat barang. Demikian juga halnya dengan aktifitas

penumpang. Namun pelabuhan Calang sudah dapat digunakan sebagai pelabuhan singgah oleh kapal-kapal yang mengalami hambatan dalam pelayaran karena cuaca ekstrim. Permasalahan yang dihadapi adalah belum adanya breakwater disisi kiri dan kanan dermaga, kegiatan ekonomi yang memanfaatkan pelabuhan dan armada belum ada.

8. Pelabuhan Laut Singkil di Kabupaten Aceh Singkil Pelabuhan Laut Singkil merupakan salah satu pelabuhan laut di Aceh yang terkena dampak bencana tsunami. Seluruh sarana dan prasarana pelabuhan laut rusak bahkan area pelabuhan sudah tergerus (bergeser) ke laut. Sehingga harus direkonstruksi dan dibangun kembali di area yang baru pada lokasi yang sama. Pada masa rehabilitasi dan rekonstruksi BRR (Badan Rekonstruksi dan Rehabilitasi NAD Nias) melakukan pembangunan pelabuhan penyeberangan yang telah rusak. Pelabuhan penyeberangan ini digunakan untuk penduduk yang melakukan kegiatan ke Pulau Simeuleu dan Pulau Banyak. Prioritas pembangunan dermaga penyeberangan diambil oleh BRR NAD Nias karena memiliki peranan penting dalam distribusi barang terutama sembako ke Pulau Simeuleu dan Pulau Banyak. Sedangkan dermaga kargo/umum masih dalam tahap pembangunan hingga saat ini oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Republik Indonesia. Direncanakan dermaga kargo ini sepanjang 100 meter dengan lebar 6 meter. Adapun komoditas bongkar/muat sebelum tsunami adalah Semen, CPO. Sedangkan komoditas yang diangkut melalui dermaga penyeberangan Singkil adalah sembako, bahan bangunan, hasil pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan. 9. Pelabuhan Laut Sinabang di Kabupaten Simeuleu Pelabuhan Sinabang, yang terletak di Kabupaten Simeuleu merupakan pelabuhan yang juga terkena dampak gempa dan tsunami pada tahun 2004. Kerusakan pelabuhan sangat memprihatinkan dan sampai saat ini masih digunakan oleh para pelaku usaha dan pemerintah. Pemerintah Pusat Republik Indonesia melalui BRR NAD Nias telah membangun kawasan pelabuhan baru

dengan fungsi utama kargo yagn terletak di kawasan Teluk Sinabang. Namun pelabuhan baru belum dapat beraktifitas karena belum dipindahkannya aktifitas pelabuhan lama ke pelabuhan baru. Belum berpindahnya aktifitas ini karena tidak adanya kesepakatan antara pemerintah daerah kabupaten Simeuleu dengan pemerintah pusat yakni Direktorat Jenderal Perhubungan Laut. Mekanisme pengelolaan dan pembagian jasa pelayanan pelabuhan belum dapat disepakati bersama. Selain itu permasalahan lain yang dihadapi oleh pelabuhan laut Sinabang adalah perkembangan kota di sekitar area pelabuhan yang semakin meningkat. Pergerakan truk pengangkutan barang yang melintasi sudah tidak sesuai dengan perkembangan kota. 10. Pelabuhan Laut Tapaktuan di Kabupaten Aceh Selatan Secara umum kondisi pelabuhan Tapaktuan sangat baik, dilengkapi dengan berbagai fasilitas pelabuhan seperti dermaga, gudang, lapangan penumpukan, trestle, cause way, pusat pelayanan informasi, kantor, pos penjagaan dan workshop. Frekuensi kapal yang masuk ke pelabuhan Tapaktuan dari tahun 2007 hingga tahun 2011 secara umum mengalami penurunan. Hal ini terlihat dari tahun 2008 hingga tahun 2010 aktifitas/frekuensi kapal masuk sangat tinggi hingga 90 kali melakukan aktifitas bongkar/muat dan kemudian turun menjadi 30 kali pada tahun 2011. Fluktuasi yang terjadi tersebut diindikasikan adanya aktifitas rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh dan Nias pasca bencana tsunami dan gempa bumi. Semen merupakan komoditas yang diangkut.

11. Pelabuhan Laut Susoh dan Surin di Kabupaten Aceh Barat Daya Kondisi pelabuhan Susoh di Kabupaten Aceh Barat Daya sudah tidak beroperasi, bahkan bangunan sarana dan prasarana yang ada sudah mulai rusak. Pelabuhan Laut Susoh, merupakan pelabuhan yang telah ada/beroperasi sejak tahun 1977. Pasca rehabilitasi dan rekonstruksi pelabuhan ini digunakan untuk distribusi semen dari Padang provinsi Sumatera Barat. Selain itu pelabuhan ini

juga pernah digunakan untuk pengangkutan hasil tambang berupa biji besi yaitu dari PT Pinang Sejati Utama. Penyebab dari tidak beroperasinya pelabuhan Susoh adalah terjadinya sedimentasi yang berakibat pada dangkalnya areal pelabuhan laut. Sedimentasi adalah suatu proses pengendapan material yang ditransport oleh media air, angin, es, atau gletser di suatu cekungan. Delta yang terdapat di mulut-mulut sungai adalah hasil dan proses pengendapan material-material yang diangkut oleh air sungai, sedangkan bukit pasir (sand dunes) yang terdapat di gurun dan di tepi pantai adalah pengendapan dari material-material yang diangkut oleh angin. sedimentasi dapat dibedakan: a.sedimentasi air terjadi di sungai. b.sedimentasi angi biasanya disebut sedimentasi aeolis c. sedimentasi gletser mengahasilkan drumlin, moraine, ketles, dan esker. Hingga saat ini aktifitas pelabuhan sudah tidak ada, komoditas yang masuk adalah semen

You might also like