You are on page 1of 16

TINJAUAN PUSTAKA

Hubungan antara Sifat dan Metabolit Candida spp. dengan Patogenesis Kandidiasis
Bagian Mikrobiologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Maranatha

Endah Tyasrini, Triswaty Winata, Susantina

Abstrak Candida spp. adalah jamur penyebab infeksi oportunistik tersering pada manusia. Pada individu yang immunocompromised, organisme ini dapat menyebabkan kandidiasis sistemik yang parah. Candida spp. tumbuh optimal pada suhu 37C dengan pH yang relatif netral, yaitu sesuai dengan kondisi di dalam tubuh manusia. Organisme ini juga bersifat dimorfik, serta memiliki kemampuan untuk melakukan adhesi dan membentuk biofilm. Candida spp. dapat menghasilkan enzim secreted aspartyl proteinase (Sap) yang membantu organisme ini dalam melakukan kolonisasi dan menyebabkan infeksi. Candida spp. juga dapat menghasilkan enzim fosfolipase, lipase, hialuronidase, chondroitin sulfatase dan enolase, yang berperan sebagai faktor virulensinya. Dalam proses metabolismenya, Candida spp. menghasilkan formaldehida, asetaldehida, arabinitol dan arabitol, yang merupakan senyawa toksik bagi sel-sel sistem saraf. Tingginya kadar etanol, yang merupakan salah satu metabolit organisme ini, dapat menyebabkan intoksikasi alkohol di dalam tubuh inang. Terdapat hubungan antara sifat dan metabolit Candida spp. dengan patogenesis kandidiasis. Terjadinya kandidiasis tidak terlepas dari peran faktor virulensi Candida spp., termasuk sifat dan metabolitnya, serta faktor predisposisi yang terdapat pada tubuh inang untuk terjadinya kandidiasis. Candida spp. tidak selalu merugikan manusia, karena organisme ini merupakan flora normal dalam tubuh manusia, selain itu, juga dapat menghasilkan metabolit yang bermanfaat bagi industri makanan, seperti xilitol, eritritol, manitol. Kata kunci: Candida, sifat, metabolit, kandidiasis. Abstrak

Candida spp. is the most frequent fungi which causes opportunistic infections in humans. In immunocompromised hosts, severe systemic candidiasis may occurred. Candida spp. grows optimally at 37C and a relatively neutral pH, the condition which is similar to that of the human body. Candida spp.is a dimorphic fungus and has the ability to adhere to certain surfaces and to form biofilms. Candida spp. produced secretes aspartyl proteinase (Sap) which assist this organism in colonization and infecting the host. Candida spp. also secreted phospholipase, lipase, hyaluronidase, chondroitin sulfatase and enolase, which are responsible as its virulence factors. Through its metabolism, Candida spp. produces neurotoxins such as formaldehyde, acetaldehyde, arabinitol and arabitol. High concentration of ethanol, one of Candidas metabolite, may cause alcohol intoxication in the host.

52

Peranan Heat Shock Protein pada Patogenesis Penyakit Infeksi dan Penyakit Autoimun Hartini Cahyadi, Endah Tyasrini, Johan Lucianus

Functional characteristics and metabolites of Candida spp. apparently play an important role in the pathogenesis of candidiasis. The presence of Candida spp. is not always harmful to humans. Candida spp. is a normal flora in human body. This organism also produces useful metabolites for food industry, such as xylitol, erythritol, mannitol and ethanol. Key words: Candida, functional characteristic, metabolite, candidiasis.

Pendahuluan Candida spp. merupakan jamur yang paling sering menyebabkan infeksi oportunistik pada manusia. Candida spp. adalah salah satu jamur patogen yang paling sering diisolasi dari tubuh manusia1. United States National Nosocomial Infections Surveillance System menyatakan Candida spp. sebagai penyebab dari 50% infeksi jamur2. Lembaga ini juga menyatakan bahwa Candida spp. adalah penyebab tersering keempat infeksi pada darah, setelah Staphylococcus spp., Staphylococcus aureus dan Entero coccus3. Sebagai jamur yang dapat menyebabkan infeksi nosokomial, Candida spp. tercatat sebagai penyebab dari 31% infeksi saluran kemih di seluruh Unit Gawat Darurat (UGD) di Amerika Serikat. Angka kematian yang disebabkan oleh kandidemia, yaitu terdapatnya Candida spp. dalam darah, mencapai 30%1. Candida spp. adalah patogen yang potensial dan diduga merupakan mata rantai yang terlupakan dalam berbagai penyakit saat ini. Organisme ini dapat memproduksi toksin yang dapat mengganggu sistem imun. Bila infeksi ini tidak segera ditangani, dapat menurunkan imunitas penderita dan menimbulkan komplikasi. Kebanyakan orang tidak menyadari bahwa mereka terinfeksi oleh organisme ini sampai mereka menderita kandidiasis yang parah4. Morfologi dan Reproduksi Candida spp.

Pada umumnya Candida spp. tumbuh baik pada medium agar Sabouraud dekstrosa. Pada medium tersebut, organisme ini membentuk koloni seperti ragi (yeast-like colony) yang berbentuk bulat dengan diameter 2-4 mm, berwarna putih kekuningan, dengan permukaan yang halus5. Secara mikroskopik, Candida spp. merupakan organisme eukariot uniseluler. Sel ragi dan sel tunas umumnya berbentuk bulat, oval, sampai hampir silindris, dengan ukuran 2-7 x 3-8,5 m6,7. Candida spp. mempunyai dua morfologi. Pada keadaan normal, Candida spp. berada dalam bentuk ragi, yang merupakan sel tunggal5,8. Dalam bentuk ini, Candida spp. bereproduksi dengan membentuk blastospora, yaitu spora yang dibentuk dengan pembentukan tunas. Dalam proses ini, sel ragi Candida spp. membentuk tunas yang kemudian tumbuh semakin besar dan akhirnya melepaskan diri melalui proses budding9,10. Pada pengamatan secara mikroskopik, sel ragi Candida spp. dapat terlihat dalam bentuk bertunas tunggal ataupun multipel7. Pada kondisi tertentu, termasuk pada saat menginfeksi, organisme ini dapat mengalami perubahan morfologi menjadi lebih bersifat invasif, yaitu bentuk hifa atau miselial atau filamentous5. Transisi morfologi ini merupakan bentuk adaptasi Candida spp. terhadap lingkungan sekitarnya11. Dalam bentuk miselial, Candida spp. membentuk hifa dan pseudo-hifa6. Hifa berbentuk tabung6.

53

JKM. Vol. 6, No.1, Juli 2006

Hifa terbentuk dari blastospora yang terus menerus mengalami pertumbuhan pada apeksnya, yang pada stadium awal terlebih dahulu membentuk germ tube, sehingga tidak terdapat septum antara blastospora dan bagian sel yang tumbuh5,10. Pseudohifa terbentuk dari sel tunas, seperti blastospora, yang bermultiplikasi, tetapi sel anak tidak lepas dari sel induknya dan terus menerus memanjang sehingga menyerupai hifa, sehingga terdapat septum antara blastospora dan bagian sel yang tumbuh, serta pada bagian ini terdapat bagian yang menyempit 11,5. Bila Candida spp. berada di lingkungan yang tidak optimal untuk melakukan pertumbuhan atau pun ditanam di medium tertentu, seperti medium agar Cornmeal Tween 80 yang diinkubasi pada suhu 25 C ataupun medium Rice cream Agar Tween (RAT) yang diinkubasi pada suhu 28 C, organisme ini dapat membentuk klamidospora, yaitu spora aseksual yang terbentuk dari suatu sel atau segmen hifa yang membulat dan membesar, serta dindingnya mengalami penebalan11,9,12,10,8. Klamidospora dibentuk di sepanjang hifa berseptum ataupun di terminal, dan semakin lama semakin banyak, sehingga hifa tersebut akhirnya tertutup dan tidak lagi terlihat jelas. Klamidospora biasanya dihasilkan dari pseudohifa setelah Candida spp. dibiakkan selama 24 jam. Kondisi yang semianaerob diduga merupakan faktor yang sangat mendukung dalam pembentukan klamidospora. Faktor-faktor yang dapat menghambat pembentukan klamidospora adalah cahaya, klorampenikol dan obat antijamur 8,7. Dinding sel Candida spp. memiliki struktur yang unik dan dinamik, yang terdiri dari beberapa lapisan. Komponen utama dinding sel Candida spp. adalah glucans, kitin, manoprotein, yaitu

manan yang berikatan dengan protein, serta protein lain, sedangkan komponen minornya adalah lemak dan garam anorganik. Komposisi dinding sel pada sel ragi dan hifa relatif sama2,11. Lapisan-lapisan -glucans dan kitin tersusun lebih padat di bagian dalam dinding sel. Kompleks -glucans dan kitin yang terbentuk dari ikatan glikosidik antara kedua polimer tersebut, terletak berbatasan dengan membran plasma dan ruang periplasmik11. Glucans memiliki beberapa peran berbeda dalam fisiologi Candida spp., namun yang terpenting adalah fungsi strukturalnya. Kitin hanya terdapat dalam jumlah sedikit pada sel Candida spp., namun memiliki peran penting dalam menjaga integritas struktur dinding sel2. Manoprotein dan protein lain tersusun dominan di lapisan luar dinding sel dan sebagian terdistribusi di seluruh lapisan dinding sel, termasuk di bagian dalam. Manoprotein menempel secara kovalen pada rangka -glucans dan protein11. Manoprotein merupakan pencetus respon imun pada inang selama kandidiasis dan diduga terlibat dalam menentukan morfologi sel. Manoprotein mempunyai aktivitas imunomodulasi terhadap respon imun tubuh inang sehingga dapat mengatur seluruh sistem imun, termasuk natural killer cell, sel fagositik (makrofaga), respon imun seluler dan respon imun humoral2,11. Lapisan luar dinding sel dapat membentuk fimbria, yang terutama tersusun oleh glikoprotein. Fimbria terdapat pada bentuk ragi dan miselium. Fimbria dapat menjadi perantara dalam adhesi Candida spp. pada reseptor glikosfingolipid di permukaan sel epitel manusia11. Sifat Candida spp.

54

Hubungan antara Sifat dan Metabolit Candida spp. dengan Patogenesis Kandidiasis Endah Tyasrini, Triswaty Winata, Susantina

Candida spp. tumbuh optimal pada suhu 37C dengan pH netral13. Candida spp. merupakan organisme dimorfik10,8,14. Organisme ini dapat berada dalam bentuk miselium pada lingkungan dengan suhu 37-40C dan pH yang relatif netral, sedangkan umumnya berada dalam bentuk ragi pada lingkungan dengan pH yang relatif lebih rendah15. Dinding sel Candida spp. tersusun dari manoprotein dan protein-protein spesifik, seperti chitinase, enolase, helicase dan HSP70, yang menempel pada lapisanlapisan glucans dan kitin. Protein-protein tersebut dapat mengatur penggabungan komponen dinding sel yang lain, karena protein-protein tersebut membawa sebagian kode morfogenetik yang bertanggung jawab dalam pembentukan morfologi sel, sehingga bertanggung jawab juga dalam pembentukan morfologi alternatif pada dimorfisme Candida spp.2. Dimorfisme Candida spp. tergantung pada temperatur, konsentrasi CO2 dan pH8,14,. Transisi morfologi dari bentuk ragi ke bentuk miselium dirangsang oleh suhu yang berkisar antara 37-40C, pH yang relatif netral, serta adanya beberapa senyawa, seperti asam amino, biotin, komponen heme dalam hemoglobin, seng dan serum15,16. Protein pada permukaan dinding sel Candida spp. juga berperan penting dalam interaksi sel dengan lingkungan, termasuk proses adhesi17. Adhesi adalah tahap awal untuk kolonisasi dan infeksi11. Proses adhesi berhubungan dengan hidrofobisitas suatu permukaan17. Penempelan Candida spp. pada sel epitel mukosa diperantarai oleh interaksi antara glikoprotein pada permukaan dinding sel Candida spp. Proses penempelan ini terjadi minimal pada pH 34 dan terjadi optimal pada pH 618. Struktur yang berperan dalam penempelan sel Candida spp. yaitu adhesin,

fimbria, kitin dan molekul yang menyerupai integrin. Bentuk miselium lebih bersifat adhesif dan mensekresi enzim hidrolitik dalam jumlah yang lebih banyak. Kemampuan Candida spp. untuk berikatan dengan konstituen inang dapat berfungsi sebagai suatu mekanisme untuk menghindar dari pengenalan oleh sistem imun. Konstituen-konstituen pada sel inang yang berperan dalam proses adhesi Candida spp., yaitu fibrinogen yang dapat berikatan dengan manoprotein pada dinding sel Candida spp., fibronektin yang dapat berikatan dengan glikoprotein permukaan pada dinding sel Candida spp., laminin, trombosit dan komponen komplemen iC3b17. Candida spp. dapat membentuk biofilm. Karakteristik biofilm pada Candida spp. adalah adanya matriks material polimerik ekstraseluler yang di dalamnya terdapat sel-sel Candida spp. Penempelan pertama sel Candida spp. pada suatu permukaan terjadi setelah 36 jam dengan pembentukan germ tube3. Biofilm yang matur, yang terdiri dari sel ragi, hifa dan pseudohifa yang tersusun padat, terbentuk setelah 24-48 jam19. Biofilm tersebut terdiri dari dua lapisan berbeda, yaitu lapisan basal tempat selsel ragi tersusun padat dan lapisan hifa yang lebih tebal dan lebih terbuka3. Lapisan basal mempunyai peran penting dalam penempelan biofilm pada suatu permukaan19. Matriks biofilm tersusun dari 41% karbohidrat, 5% protein, fosfor dan heksosamin. Biofilm juga mengandung lebih banyak glukosa dibandingkan dengan manosa dan galaktosa3. Selsel dalam biofilm tumbuh lebih lambat karena nutrisi yang tersedia terbatas sehingga metabolisme sel menurun19. Keberadaan biofilm berperan dalam timbulnya resistensi Candida spp. terhadap beberapa golongan obat antijamur dan antimikroba namun mekanismenya ma-

55

JKM. Vol. 6, No.1, Juli 2006

sih belum jelas3. Biofilm berperan melindungi sel dari faktor lingkungan19. Metabolit Candida spp. Metabolit adalah setiap bahan yang dihasilkan dalam metabolisme atau dalam proses metabolik suatu organisme. Beberapa metabolit Candida spp. dapat bermanfaat bagi manusia. Candida spp. juga menghasilkan metabolit yang berperan sebagai faktor viruensinya11. Xilitol adalah suatu polialkohol dengan lima karbon20. Metabolit Candida spp. ini merupakan pemanis nonkariogenik yang memiliki high negative heat of solution dan dapat ditoleransi oleh penderita diabetes melitus karena dimetabolisme tanpa menggunakan insulin21. Eritritol adalah suatu alkohol polihidrat dengan empat karbon22. Metabolit Candida spp. ini merupakan pemanis nonkariogenik rendah kalori yang dapat ditoleransi oleh penderita diabetes melitus, karena senyawa ini tidak mengubah kadar glukosa darah dan kadar insulin setelah pemberian per oral23. Formaldehida merupakan zat toksik bagi tubuh, terutama bagi sistem saraf24. Asetaldehida yang merupakan senyawa antara dalam proses fermentasi alkohol merupakan zat toksik bagi tubuh12,10. Metabolit Candida spp. ini dapat menyebabkan kerusakan jaringan dan mempengaruhi sintesis asetilkolin dan neurotransmitter lain sehingga mengganggu fisiologi sistem saraf serta menimbulkan gejala gangguan saraf dan mental, seperti nyeri kepala, depresi dan agitasi25. Etanol juga dihasilkan oleh Candida spp. dalam proses fermentasi alkohol12,10. Bila senyawa ini terdapat dalam tubuh dalam kadar yang tinggi dapat mengakibatkan terjadinya intoksikasi alkohol dan kerusakan hepar. Arabinitol merupakan metabolit Candida spp. yang bersifat toksik bagi sistem saraf25. Kadar arabinitol di jaring-

an tubuh dan cairan tubuh meningkat bila terjadi infeksi sistemik oleh Candida spp., sehingga pemeriksaan kadar arabinitol dalam serum dapat digunakan untuk mendiagnosis kandidiasis sistemik26. Arabitol merangsang pembentukan plaque di jaringan otak dan menyebabkan demyelinasi sel saraf sehingga mengganggu fisiologi sistem saraf27. Pemeriksaan kadar arabitol dalam serum dapat digunakan dalam diagnosis kandidiasis sistemik26. Manitol adalah suatu alkohol dengan enam karbon yang merupakan pemanis rendah kalori29. Farnesol mencegah transisi morfologi dari bentuk ragi ke bentuk miselium dan juga mencegah pembentukan biofilm, namun mekanismenya belum diketahui1,16. Enzim secreted aspartyl proteinase (Sap) berperan sebagai faktor virulensi yang potensial pada Candida spp. karena berperan dalam proses kolonisasi dan infeksi, terutama infeksi sistemik11,30. Sap disekresi selama proses infeksi11. Enzim ini meningkatkan kemampuan Candida spp. untuk melakukan koloni-sasi, melakukan penetrasi ke jaringan tu-buh inang dan menghindar dari sistem imun inang. Sap diduga merangsang pelepasan manan dari dinding sel yang akan menginhibisi dan memodulasi sistem imun seluler inang. Sap juga diduga dapat menghancurkan beberapa protein inang seperti imunoglobulin dan komplemen11,31. Sap dapat menghidrolisis mukus pada saluran pencernaan sehingga memberikan akses langsung Candida spp. ke sel mukosa11. Enzim ini juga disekresi oleh Candida spp. saat berada di dalam makrofaga setelah difagositosis dan mencegah penghancuran sel ragi30. Enzim ini aktif pada pH 2-7, namun aktivitasnya optimum pada pH 2,5-4,5, tergantung pada jenis substratnya. Enzim fosfolipase diduga berperan dalam adhesi Candida spp. pada sel inang, pe-

56

Hubungan antara Sifat dan Metabolit Candida spp. dengan Patogenesis Kandidiasis Endah Tyasrini, Triswaty Winata, Susantina

netrasi Candida spp. ke jaringan tubuh inang dan perusakan membran sel inang, sehingga enzim ini diduga merupakan faktor virulensi pada Candida spp. Enzim ini juga diduga memiliki peran yang penting dalam patogenesis infeksi hematogen oleh Candida spp. Lipase, hialuronidase dan chondroitin sulfatase adalah faktor virulensi penting pada Candida spp. dan memiliki peran yang penting dalam patogenesis kandidiasis oral. Enolase adalah enzim yang berperan dalam proses glikolitik. Enzim ini juga merupakan antigen yang dapat merangsang respon imun humoral inang dan dapat merangsang alergi11. Kandidiasis Keberadaan Candida spp. di dalam tubuh dapat menyebabkan keadaan patologik berupa infeksi, yang disebut kandidiasis atau kandidosis. Kandidiasis dapat terjadi karena infeksi endogen maupun eksogen. Infeksi endogen disebabkan oleh Candida spp. yang terdapat dalam tubuh sebagai flora normal, sedangkan infeksi eksogen disebabkan oleh Candida spp. yang masuk ke dalam tubuh dari lingkungan14. Kandidiasis dapat dibagi menjadi kandidiasis superfisialis, kandidiasis lokal invasif dan kandidiasis sistemik18. Kandidiasis superfisialis adalah bentuk infeksi Candida spp. yang paling sering terjadi. Bentuk kandidiasis ini ditandai dengan infeksi yang terjadi terbatas di permukaan kulit atau mukosa18. Permukaan lesi tampak seperti beludru (velvety appearance) karena dilapisi oleh lapisan plaque berwarna putih yang kurang menempel pada permukaan kulit atau mukosa. Lesi ini biasanya tidak nyeri kecuali kalau lapisan plaque dirobek atau berusaha diangkat18,5. Daerah kulit atau mukosa yang berdekatan dengan lesi ini tampak berwarna merah

gelap dan agak membengkak18. Kandidiasis superfisialis biasanya terjadi di daerah kulit yang sering basah dan lembab, seperti daerah kulit genital (genital candidiasis), daerah kulit bayi yang tertutup popok (diaper dermatitis), aksila (Candida intertrigo) dan kuku (onychia, paronychia) 18,5. Lesi di rongga mulut disebut thrush dan biasanya terdapat di permukaan lidah, palatum dan mukosa bukal. Kandidiasis di vagina, menimbulkan rasa gatal disertai dengan dihasilkannya sekret vagina yang berwarna putih dan kental. Pada individu dengan kerusakan sel limfosit T yang spesifik dapat terjadi kandidiasis mukokutaneus kronis (chronic mucocutaneus candidiasis) 5. Kandidiasis yang bersifat lokal dan invasif ditandai dengan adanya ulkus pada mukosa. Ulkus ini berbatas jelas serta dasarnya tampak granuler. Seluruh atau sebagian ulkus diselubungi oleh lapisan eksudat yang berwarna kuning tua18. Kandidiasis di esofagus memiliki gejala yang sama dengan kandidiasis di rongga mulut dan disertai ulkus soliter maupun multipel sehingga dapat menyebabkan rasa nyeri saat menelan serta rasa nyeri di daerah substernal5. Kandidiasis sistemik adalah infeksi Candida spp. yang mengenai parenkim beberapa organ dalam, seperti jantung, ginjal, hepar, limpa, paru-paru, mata dan otak18,5. Bentuk kandidiasis ini ditandai dengan terbentuknya abses di parenkim organ18. Kandidiasis dapat terjadi dari infeksi oportunistik Candida spp. Infeksi ini terjadi pada individu yang immunocompromised. Infeksi ini biasanya merupakan infeksi nosokomial, yaitu infeksi yang berhubungan dengan atau berasal dari rumah sakit. Infeksi oportunistik oleh Candida spp. biasanya bersifat pro-

57

JKM. Vol. 6, No.1, Juli 2006

gresif, parah dan sulit untuk didiagnosis maupun diterapi. Manifestasi klinik yang timbul dapat berupa kandidiasis superfisial, kandidiasis lokal dan invasif serta kandidiasis sistemik 32. Pembahasan Timbulnya kandidiasis tidak terlepas dari faktor virulensi yang dimiliki oleh Candida spp., termasuk sifat dan metabolitnya, dan faktor predisposisi yang terdapat pada tubuh inang untuk terjadinya kandidiasis. Pada individu yang immunocompetent dengan sistem imun yang normal, Candida spp. terdapat dalam jumlah tertentu di dalam tubuh sebagai flora normal pada kulit dan permukaan mukosa, saluran pencernaan, saluran kemih dan saluran genital. Sebagai flora normal, Candida spp. bersama dengan flora normal lainnya berperan dalam mengatur keseimbangan kondisi di tempat organisme ini berkoloni, sehingga pertumbuhan mikroorganisme patogen dapat dicegah dan keseimbangan pH dapat dipertahankan. Organisme ini berada di dalam tubuh dalam jumlah tertentu yang tidak menimbulkan keadaan patologik dalam tubuh karena adanya kontrol dari sistem imun dan juga dari flora normal yang lain. Candida spp. dan flora normal yang lain saling berkompetisi dalam memperebutkan tempat menempel dan nutrisi, sehingga organismeorganisme ini tetap berada dalam jumlah dan perbandingan yang seimbang. Peningkatan jumlah Candida spp. di dalam tubuh dapat terjadi bila terjadi kelemahan sistem imun, keseimbangan jumlah dan perbandingan flora normal terganggu, ataupun terdapat faktor-faktor lain yang merangsang pertumbuhan organisme ini. Keadaankeadaan tersebut merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya kandidiasis.

Kandidiasis merupakan infeksi oportunistik sehingga infeksi ini biasanya terjadi pada individu yang immunocompromised. Kandidiasis dapat terjadi secara eksogen dan endogen. Kandidiasis yang bersifat eksogen (Gambar 1) disebabkan oleh infeksi Candida spp. yang berasal dari luar tubuh. Candida spp. yang berasal dari lingkungan dapat masuk ke dalam tubuh melalui mulut, dan selanjutnya masuk ke organ saluran cerna yang lain. Sebelum melakukan adhesi di permukaan mukosa saluran pencernaan, organisme ini mensekresi enzim Sap. Enzim ini berfungsi menghidrolisis mukus pada permukaan mukosa saluran pencernaan sehingga memberikan akses langsung Candida spp. pada permukaan sel epitel mukosa. Selanjutnya organisme ini melakukan adhesi pada permukaan sel epitel mukosa. Proses ini diperantarai oleh glikoprotein dan adhesin yang terdapat pada permukaan dinding sel Candida spp., termasuk fimbria. Fimbria dapat menjadi perantara dalam proses adhesi Candida spp. pada reseptor glikosfingolipid di permukaan sel epitel mukosa. Sel ragi Candida spp. kemudian membentuk koloni di permukaan sel epitel mukosa dan terus bereplikasi, serta menghasilkan metabolit-metabolit. Candida spp. bersifat dimorfik. Setelah melakukan kolonisasi, organisme ini menginvasi jaringan tubuh inang. Proses invasi diawali dengan perubahan morfologi Candida spp. dari bentuk ragi ke bentuk miselium. Transisi morfologi ini didukung oleh suhu di dalam tubuh inang yang berkisar 37C. Blastospora membentuk germ tube yang selanjutnya terus mengalami pertumbuhan memanjang pada apeksnya sehingga terbentuk hifa. Hifa terus menerus mengalami pertumbuhan dan menginvasi ke jaringan tubuh inang sekitarnya. Selama mela-

58

Hubungan antara Sifat dan Metabolit Candida spp. dengan Patogenesis Kandidiasis Endah Tyasrini, Triswaty Winata, Susantina

kukan invasi, hifa menghasilkan enzim Sap dan enzim fosfolipase yang membantu hifa dalam melakukan penetrasi ke jaringan tubuh inang. Hifa juga dapat menginvasi pembuluh darah yang terdapat pada saluran pencernaan, sehingga akhirnya terbentuk lubang-lubang mikroskopik pada saluran pencernaan yang menyebabkan masuknya molekulmolekul makanan yang belum tercerna secara sempurna, dan terutama blastospora Candida spp. serta metabolitmetabolit Candida spp. dari saluran pencernaan ke dalam aliran darah. Molekulmolekul makanan yang belum tercerna secara sempurna, yang masuk ke dalam peredaran darah, tidak dapat digunakan dalam metabolisme sel inang sehingga dapat menyebabkan keadaan malnutrisi pada inang. Molekul-molekul makanan ini juga dapat menyebabkan emboli pada pembuluh darah kapiler. Metabolitmetabolit Candida spp. yang masuk ke dalam peredaran darah, seperti formaldehida, asetaldehida dan arabinitol, merupakan zat yang bersifat toksik bagi sel-sel pada sistem saraf. Senyawasenyawa ini dapat mengakibatkan kerusakan jaringan dan mempengaruhi sintesis asetilkolin dan neurotransmitter lain sehingga mengganggu fisiologi sistem saraf, serta menimbulkan gejala gangguan saraf dan mental, seperti nyeri kepala, depresi dan agitasi. Metabolit Candida spp. yang lain, yaitu arabitol, dapat merangsang pembentukan plaque di jaringan otak dan menyebabkan demyelinasi sel saraf sehingga mengganggu fisiologi sistem saraf. Dengan bertambahnya jumlah Candida spp. yang terdapat di dalam tubuh berarti kadar metabolit yang dihasilkan oleh organisme ini di dalam tubuh inang juga bertambah banyak. Tingginya kadar etanol,

yang merupakan salah satu metabolit organisme ini, di dalam darah dapat menimbulkan intoksikasi alkohol. Keadaan ini mengakibatkan hepar, sebagai organ yang berperan dalam mekanisme kompensasi terhadap intoksikasi, harus bekerja lebih berat sehingga hepar dapat mengalami perlemakan (fatty liver). Dengan masuknya blastospora Candida spp. ke dalam peredaran darah, berarti organisme ini mulai menginfeksi darah dan menyebabkan kandidemia. Kandidemia merupakan langkah awal dari kandidiasis sistemik. Di aliran darah, blastospora mulai membentuk germ tube, yang merupakan awal dari pembentukan hifa, untuk mempermudah proses adhesi dan invasi ke jaringan tubuh inang yang lain, karena hifa memiliki kemampuan untuk melakukan adhesi yang lebih besar dan menghasilkan enzim hidrolitik dalam jumlah yang lebih banyak daripada sel ragi. Suhu darah yang berkisar 37C, pH darah yang relatif netral, serta adanya beberapa senyawa di dalam darah, seperti asam amino, komponen heme dalam hemoglobin dan serum, mendukung terjadinya transisi morfologi ini. Interaksi antara glikoprotein yang terdapat pada permukaan dinding sel Candida spp. dan sistem imun inang menyebabkan timbulnya reaksi inflamasi dan pembentukan radikal bebas. Manoprotein yang tersusun dominan di permukaan dinding sel Candida spp. dan enzim enolase yang merupakan salah satu metabolitnya merupakan antigen yang dapat merangsang respon imun humoral inang dan dapat menimbulkan alergi. Enzim Sap, yang disekresi sendiri oleh Candida spp., merangsang pelepasan manoprotein dari dinding sel.

59

JKM. Vol. 6, No.1, Juli 2006

60

Gambar 1 Patogenesis kandidiasis eksogen.G

Hubungan antara Sifat dan Metabolit Candida spp. dengan Patogenesis Kandidiasis Endah Tyasrini, Triswaty Winata, Susantina

Gambar 2

Patogenesis kandidiasis eksogen yang berhubungan dengan penggunaan keteter atau bahan prostetik lain.

Selanjutnya manoprotein memodulasi respon imun inang, sehingga mencegah Candida spp. diopsonisasi dan difagositosis. Bila Candida spp. dapat difagositosis oleh makrofaga, organisme ini akan menghasilkan enzim Sap yang dapat mencegah penghancuran sel organisme ini. Mekanisme lain yang dimiliki oleh Candida spp. untuk menghindari pengenalan oleh sistem imun inang adalah dengan melakukan adhesi dengan konstituen inang, termasuk trombosit dan komponen komplemen iC3b, dengan bantuan enzim fosfolipase yang dihasilkan sendiri oleh organisme ini. Dalam aliran darah dengan pH yang relatif netral, organisme ini dapat melakukan adhesi dengan optimal. Blastospora Candida spp. yang sudah membentuk germ tube dapat juga melakukan adhesi pada permukaan sel endotel pembuluh darah, untuk selanjutnya membentuk hifa dan melakukan invasi ke jaringan tubuh inang sekitarnya sehingga menimbulkan abses pada parenkim organ dan mengakibatkan kerusakan organ. Pada tahap ini, infeksi yang terjadi bersifat sistemik

Sel ragi Candida spp. dapat melakukan adhesi dan masuk ke dalam sel epitel dengan terlebih dahulu mensekresi enzim fosfolipase untuk merusak membran sel epitel tersebut. Di dalam sel epitel tersebut, sel ragi Candida spp. membentuk germ tube dan terus mengalami pertumbuhan. Tunas dan organisme yang baru terbentuk kemudian keluar dari sel tersebut untuk melanjutkan invasi ke jaringan tubuh inang lainnya dengan mengakibatkan kerusakan pada organel sel dan sitoplasma sel epitel tersebut. Infeksi oleh Candida spp. secara eksogen juga dapat terjadi dengan masuknya organisme ini ke dalam tubuh melalui kateter ataupun bahan prostetik yang dipasang dalam jangka waktu yang relatif lama (Gambar 2). Infeksi ini biasanya merupakan infeksi nosokomial. Candida spp. dapat melakukan adhesi pada permukaan kateter dengan bantuan glikoprotein pada permukaan dinding selnya, kemudian organisme ini membentuk koloni dan bereplikasi. Permukaan kateter dan bahan prostetik lain yang biasanya basah dan lembab men-

61

JKM. Vol. 6, No.1, Juli 2006

dukung adhesi dan kolonisasi organisme ini. Candida spp. dapat membentuk biofilm yang tersusun oleh matriks material polimerik ekstraseluler yang di dalamnya terdapat sel ragi, hifa dan pseudohifa. Biofilm yang terbentuk menyebabkan organisme ini terus menempel pada permukaan kateter dan sulit dilepaskan. Setelah terbentuk biofilm yang matur, sebagian sel terlepas dan masuk ke dalam tubuh inang, melakukan adhesi pada permukaan sel epitel mukosa dengan bantuan enzim Sap, melakukan perubahan morfologi, melakukan invasi ke jaringan tubuh inang sekitarnya dengan bantuan enzim Sap dan enzim fosfolipase, menghasilkan metabolit-metabolit serta menimbulkan infeksi sistemik. Keberadaan biofilm juga berperan dalam timbulnya resistensi organisme ini terhadap beberapa golongan obat antijamur sehingga infeksi yang terjadi lebih sulit diatasi. Keadaan ini mungkin dapat dihindari dengan sering mengganti kateter yang digunakan, menghindari penggunaan kateter dalam jangka waktu yang lama, serta menjaga kebersihan pasien, personel medis dan lingkungan tempat pasien dirawat. Pemberian obat antijamur, seperti amphotericin B dan echinocandin, pada permukaan kateter mungkin dapat mengurangi insidensi kandidiasis yang berkaitan dengan penggunaan kateter. Infeksi oleh Candida spp. secara eksogen sering terjadi pada pasien dengan luka bakar yang luas. Kerusakan lapisan kulit yang merupakan pelindung jaringan di bawahnya menyebabkan Candida spp. lebih mudah melakukan adhesi dan invasi. Pada individu yang immunocompromised, seperti pada pasien penderita AIDS, biasanya infeksi secara endogen terjadi lebih dahulu daripada infeksi

secara eksogen. Infeksi secara endogen dapat disebabkan oleh Candida spp. yang secara normal terdapat pada permukaan kulit dan mukosa sebagai flora normal (Gambar 3). Kelemahan dari sistem imun, yang merupakan salah satu faktor pengontrol Candida spp., menyebabkan proliferasi berlebihan dari sel ragi Candida spp. yang berkoloni di permukaan kulit dan mukosa sehingga jumlah Candida spp. bertambah banyak. Peningkatan jumlah Candida spp. di permukaan kulit dan mukosa menyebabkan timbulnya kandidiasis superfisialis yang ditandai dengan adanya lapisan plak berwarna putih pada permukaan kulit atau mukosa sehingga tampak seperti beludru (velvety appearance). Kandidiasis superfisialis paling sering terjadi di rongga mulut atau thrush, yaitu di permukaan lidah, palatum dan mukosa bukal. Candida spp. menghasilkan enzim lipase, hialuronidase dan chondroitin sulfatase yang berperan dalam patogenesis kandidiasis oral namun mekanismenya masih belum jelas. Selanjutnya organisme ini mengalami perubahan morfologi menjadi bentuk miselium dan mulai menginvasi jaringan tubuh inang di bawahnya dengan bantuan enzim Sap dan enzim fosfolipase sehingga menimbulkan kandidiasis yang bersifat lokal dan invasif, yang ditandai dengan pembentukan ulkus. Bila organisme ini terus menginvasi ke jaringan tubuh inang di bawah lapisan kulit dan mukosa, sampai masuk ke dalam aliran darah dan menginvasi jaringan tubuh inang yang lain, maka timbul kandidiasis sistemik. Pada individu yang immunocompromised, proses-proses tersebut dapat berlangsung relatif lebih cepat karena perlawanan dari sistem imun relatif lemah. Sistem imun yang lemah biasanya terdapat pada neonatus dan orang tua yang berusia lebih dari 65 tahun, sehingga pada go-

62

Hubungan antara Sifat dan Metabolit Candida spp. dengan Patogenesis Kandidiasis Endah Tyasrini, Triswaty Winata, Susantina

longan umur ini sering terjadi kandidiasis. Infeksi secara endogen juga dapat terjadi karena ketidakseimbangan flora normal (Gambar 4). Penggunaan obat antibiotik dengan spektrum luas, kortikosteroid dan antineoplasma dalam jangka waktu yang panjang, menyebabkan banyak bakteri yang merupakan flora normal pada saluran pencernaan mati. Hal ini menyebabkan tekanan terhadap pertumbuhan Candida spp. berkurang. Organisme ini memperoleh tem-

pat menempel dan nutrisi lebih banyak, sehingga terjadi proliferasi yang berlebihan dan jumlahnya pun bertambah banyak. Organisme ini kemudian akan melakukan transisi morfologi ke bentuk miselium dan mulai menginvasi jaringan tubuh inang, sambil terus menghasilkan metabolit. Jumlah Candida spp. yang bertambah banyak menyebabkan peningkatan kadar metabolit organisme ini di dalam tubuh inang, sehingga dapat menyebabkan kerusakan jaringan.

Gambar 3

Patogenesis kandidiasis endogen yang disebabkan oleh penurunan sistem imun inang.

Gambar 4

Patogenesis kandidiasis endogen yang disebabkan oleh ketidak-seimbangan flora normal tubuh inang.

63

JKM. Vol. 6, No.1, Juli 2006

Gambar 5. Metabolit Candida spp. yang bermanfaat bagi manusia.

Xilitol dan eritritol, yang merupakan pemanis nonkariogenik yang dapat ditoleransi oleh penderita diabetes melitus, dihasilkan oleh Candida spp. dalam metabolismenya. Candida spp. juga dapat menghasilkan manitol yang merupakan pemanis rendah kalori. Dengan kemampuannya untuk menghasilkan senyawa-senyawa tersebut, mungkin Candida spp. dapat digunakan dalam industri makanan. Kemampuan Candida spp. untuk menghasilkan etanol dalam proses fermentasi membuka kemungkinan penggunaan organisme ini dalam industri minuman beralkohol. Farnesol, yang merupakan salah satu metabolit Candida spp., dapat mencegah transisi morfologi organisme ini dari bentuk ragi ke bentuk miselium. Farnesol juga dapat mencegah pembentukan biofilm oleh organisme ini. Senyawa ini mungkin dapat digunakan dalam pencegahan kandidiasis, terutama pada individu yang immunocompromised. (Gambar 5) Kesimpulan 1. Terdapat hubungan antara sifat dan metabolit Candida spp. dengan patogenesis kandidiasis.

2.

3.

4.

Sifat Candida spp. yang berperan dalam patogenesis kandidiasis adalah kemampuan organisme ini untuk tumbuh optimal pada suhu 37C dan pH netral, dimorfik, kemampuan untuk melakukan adhesi serta kemampuan untuk membentuk biofilm. Metabolit yang dihasilkan oleh Candida spp. yang merupakan faktor virulensinya adalah formaldehida, asetaldehida, arabinitol, arabitol, etanol, enzim secreted aspartyl proteinase (Sap), enzim fosfolipase, enzim enolase, enzim lipase, enzim hialuronidase dan enzim chondroitin sulfatase. Keberadaan Candida spp. tidak selalu merugikan manusia.

Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai: 1. Mekanisme kerja beberapa enzim yang merupakan metabolit Candida spp. yang juga berperan sebagai faktor virulensinya, untuk digunakan sebagai dasar dalam penemuan obat-obat antikandidiasis baru dan

64

Hubungan antara Sifat dan Metabolit Candida spp. dengan Patogenesis Kandidiasis Endah Tyasrini, Triswaty Winata, Susantina

2.

3.

teknik pengobatan kandidiasis yang lebih efektif. Mekanisme kerja farnesol dalam mencegah transisi morfologi dan pembentukan biofilm oleh Candida spp., untuk pemanfaatan metabolit Candida spp. ini dalam pencegahan kandidiasis. Proses metabolisme Candida spp. dalam menghasilkan metabolit yang bermanfaat bagi manusia, seperti xilitol, eritritol, manitol, dan etanol, untuk pemanfaatan organisme ini dalam bidang industri.

8.

9.

10.

11.

Daftar Pustaka
1. Hornby J.M., Kebaara B.W., Nickerson K.W. 2003. Farnesol biosynthesis in Candida albicans: cellular response to sterol inhibition by zaragozig acid b. http://aac.asm.org/cgi/content/full/47 /7/2366? view=full&pmid=12821 501., 22 Februari 2004. Marcilla A., Valentin E., Sentandreu R. 1998. The cell wall structure: developments in diagnosis and treatment of candidiasis. http://www.im. microbios.org/02june98/05%20Marcilla. pdf., 27 Maret 2004. Douglas L.J. 2002. Medical importance of biofilms in Candida infections. http://www.reviberoammicol. com/2002-19/139143.pdf., 27 Maret 2004. Candida Wellness Center. 2000. Candida destroys your health. http://candidayeastinfections.com/ description.htm., 7 Februari 2004. Ryan K.J. 1994. Sherris medical microbiology an introduction to infectious diseases. 3rd ed. Connecticut: Appleton & Lange. p. 591-597. McDonald W. 2002. Yeasts. http://labmed.ucsf.edu/CP/Education/ fung_morph/fungal_site/yeast page.html., 21 Februari 2004. DayJo. 2003. Candida species. http://www.mold.ph/candida.htm., 21 Februari 2004.

12.

13.

2.

14.

3.

15.

4.

16.

5.

17.

6.

7.

18.

Volk W.A., Brown J.C. 1997. Basic Microbiology. 8th ed. California: AddisonWesley Educational Publishers Inc. p. 323-328, 344-345, 604. Dujardin L., Duriez T., Afchain D. 2002. Candida. http://arachosia.univlille2.fr/labos/par asito/ Candida.html., 7 Februari 2004. Deacon J.W. 1997. Modern microbiology. 3rd ed. London: Blackwell Science Ltd. p. 29-46, 66-69, 104-108, 254291. Chaffin W.L., Lpez-Ribot J.L., Casanova M., Gozalbo D., Martinez J.P. 1998. Cell wall and secreted proteins of Candida albicans: identification, function, and expression. http://mmbr.asm.org/cgi/ content/full/62/1/130., 27 Maret 2004. Tortora G.J., Funke B.R., Case C.L. 1998. Microbiology an introduction. 6th ed. California: Addison Wesley Longman, Inc. p. 112-134. Hopfer R.L. 1985. Mycology of Candida infection. In: Bodey G.P. et al., editor: Candidiasis. New York: Raven Press. p. 127. McGinnis M.R., Tyring S.K. 1998. General concepts of mycology. http://www.md.huji.ac.il/microbiology / book/mycogenc.htm., 28 Februari 2004. Molero G., Dez-Orejas R., NavarroGarca F., Monteoliva L., Pla J., Gil C. et al. 1998. Candida albicans: genetics, dimorphism and pathogenecity. http:// www.im.microbios.org/02june98/04%20 Molero.pdf., 28 Mei 2004. Ramage G., Saville S.P., Wickes B.L., Lpez-Ribot J.L. 2002. Inhibition of Candida albicans biofilm formation by farnesol, a quorumsensing molecule. http://aem.asm.org/cgi/reprint/68/11 /5459., 28 Mei 2004. Senet J.M. 1998. Candida adherence phenomena, from commensalism to pathogenicity. www.im.microbios. org/02june98/06%20Senet.pdf., 20 Maret 2004. Smith C.B. 1985. Candidiasis: pathogennesis, host resistance, and predisposing factors. In: Bodey G.P. et al., editor:

65

JKM. Vol. 6, No.1, Juli 2006

19.

20.

21.

22.

23.

24.

25.

26.

Candidiasis. New York: Raven Press. p. 53-70. Jabra-Rizk M.A., Falkler W.A., Meiller T.F. 2004. Fungal biofilms and drug resistance. http:// www.cdc.gov/ncidod/EID/vol10no1/p dfs/03-0119.pdf., 28 Mei 2004 Winkelhausen E., Pittman P., Kuzmanova S., Jeffries T.W. 1996. Xylitol formation by Candida boidinii in oxygen limited chemostat culture. http://www.fpl.fs.fed.us/documnts/PD F1996/winke96a.pdf., 21 Februari 2004. Furlan S.A., de Castro H.F. 2001. Xylitol production by Candida parapsilosis under fed-batch culture. http://www.scielo.br/pdf/babt/v44n2 /a03v44n2. pdf., 22 Februari 2004. Lee D.Y., Park Y.C., Kim H.J., Ryu Y.W., Seo J.H. 2003. Proteomic analysis of Candida magnoliae strains by twodimensional gel electrophoresis and mass spectrometry. http://www.proteomix.org/resource/ proteomics_special_dec/ pdf/09.pdf., 22 Februari 2004. Yang S.W., Park J.B., Han N.S., Ryu Y.W., Seo J.H. 1999. Production of erythritol from glucose by an osmophilic mutant of Candida magnoliae. http://mst.ajou.ac.kr/essay/6/yyw/05. pdf., 27 Maret 2004. Shea S. 1999. Candida- a blessing in disguise!. http://www.sheilas.com/candida. html., 22 Februari 2004. Vitamin Research Products Inc. 2001. Candida yeast protection program-part1 a yeast infection. http://intelegen.com/nutrients/candida _yeast_protection_ program.htm., 21 Februari 2004. Wong B., Baughman R.P., Brauer K.L. 1989. Levels of the Candida metabolite D-arabinitol in sera of steroid-treated and untreated patients with sarcoidosis. http://www.pubmedcentral.nih.gov/pi crender.

27.

28.

29.

30.

31.

32.

fcgi?artid=240200&action=stream&blobt ype=pdf., 28 Februari 2004. Ahmed Z. 2001. Production of natural and rare pentoses using microorganisms and their enzymes. http://www.ejbiotechnology.info/conte nt/vol4/issue2/full/ 7/7.pdf., 3 April 2004. Wong B., Murray J.S., Castellanos M., Croen K.D. 1993. D-arabitol metabolism in Candida albicans: studies of the biosynthetic pathway and the gene that encodes NAD-dependent d-arabitol dehydrogenase. http://www.pubmed central.nih.gov/pagerender.fcgi?artid=2 06728., 28 Mei 2004. Song K.H., Lee J.K., Song J.Y., Hong S.G., Baek H., Kim S.Y., et al. 2001. Production of mannitol by a novel strain of Candida magnoliae. http://library.kribb.re.kr/research/pdf2002/3990.pdf., 15 Mei 2004. Zepelin M.B., Beggah S., Boggian K., Sanglard D., Monod M. 1998. The expression of the secreted aspartyl proteinases Sap4 to Sap6 from Candida albicans in murine macrophage. http://www.dmip. ecb.epm.br/arquivos/ rosana/zepelin98sap_macrophage.pdf., 3 April 2004. Naglik J.R., Challacombe S.J., Hube B. 2003. Candida albicans secreted aspartyl proteinases in virulence and pathogenesis. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/entrez/q uery.fcgi?holding=npg&cmd=Retrieve& db= PubMed&list_uids=12966142&dopt=Abs tract., 7 Februari 2004. Abstract. Fridkin S.K., Jarvis W.R. 1996. Epidemiology of nosocomial fungal infections. http://www.pubmed central.nih.gov/picrender.fcgi?artid=172 907&action=stream&blobtype=pdf., 8 Mei 2004.

66

67

You might also like