You are on page 1of 4

TATA CARA (KAIFIYAT)

KEPENGURUSAN JENAZAH
(Memandikan dan Mengkafani)

Disusun oleh : Iqbal Fahri (Abu Akif)


Disampaikan pada Pelatihan Kepengurusan Jenazah Masjid Al-Muhajirin Puri
Alam Kencana II, Nanggewer Mekar, Cibinong, Bogor.

A. KEUTAMAAN MENGURUS JENAZAH

Rasulallah Shallallaahu ’Alaihi Wa Sallam bersabda:


“Barangsiapa memandikan (jenazah) seorang muslim seraya menyembunyikan
(aib)nya dengan baik, maka Allah akan memberikan ampunan empat puluh kali
kepadanya. Barangsiapa membuatkan lubang untuknya lalu menutupinya, maka akan
diberlakukannya pahala seperti pahala orang yang memberikan tempat tinggal
kepadanya sampai hari kiamat kelak. Barangsiapa mengkafaninya, niscaya Allah
akan memakaikannya sundus (pakaian dari kain sutera tipis) dan istabraq
(pakaian sutera tebal) Surga di hari kiamat kelak.”
(HR. Al-Hakim dan Al-Baihaqi. Al-Hakim berkata; Shahih dengan syarat Muslim.
Dan disepakati oleh Adz-Dzahabi)

B. PIHAK YANG BERHAK MENGURUSI JENAZAH

Hendaknya yang mengurusi jenazah adalah orang yang lebih mengetahui sunnahnya
dengan tingkatan sebagai berikut;

1. Jenazah laki-laki diurusi oleh orang yang telah ditunjuk oleh si mayit sendiri
sebelum wafatnya (berdasarkan wasiatnya). Kemudian Bapaknya, lalu anak laki-
lakinya, kemudian keluarga terdekat si mayit.
2. Jenazah wanita diurusi oleh orang yang telah ditunjuk oleh si mayit sendiri sebelum
wafatnya (berdasarkan wasiatnya). Kemudian Ibunya, kemudian anak wanitanya,
kemudian keluarga terdekat si mayit.
3. Suami diperbolehkan mengurusi jenazah istrinya, begitu pula sebaliknya.
4. Adapun jenazah anak yang belum baligh dapat diurusi oleh kaum laki-laki atau
perempuan karena tidak ada batasan aurat bagi mereka.
5. Apabila seorang lelaki wafat di antara kaum wanita (tanpa ada seorang lelaki
muslim pun bersama mereka dan tanpa ada istrinya atau ibunya) demikian pula
sebaliknya maka cukup ditayamumkan saja.
6. Seorang muslim tidak diperbolehkan mengurusi jenazah orang kafir (QS. At-
Taubah ; 84)

C. ALAT DAN BAHAN YANG DIPERLUKAN

1. Gunting, untuk menggunting pakaian si mayit sebelum dimandikan.


2. Sarung tangan bagi petugas yang memandikan mayit.
3. Sabut penggosok (spons).
4. Alat penumbuk dan cawan besar untuk menghaluskan kapur barus.
5. Perlak plastik atau sejenisnya.
6. Sidr (perasan daun bidara), bila sulit didapatkan boleh menggantinya dengan
shampoo dan sabun.
7. Kapur barus.
8. Masker bagi petugas.
9. Kapas.
10. Air.
11. Minyak wangi kesturi.
12. Plester perekat.
13. Gunting kuku dan rambut.
14. Handuk atau sejenisnya
15. Sisir
16. Kain kafan; dua lembar berwarna putih bersih dan satu kain putih bergaris (hibarah)
atau tiga lembar seluruhnya berwarna putih bersih bagi laki-laki.

D. TATA CARA MEMANDIKAN JENAZAH

1. Menutup aurat si mayit ketika memandikannya. Melepas pakaiannya (dengan


menggunakan gunting) serta menutupinya dari pandangan orang banyak.
2. Hendaknya melemaskan persendian si mayit, memotong kumisnya, kukunya dan
bulu ketiaknya jika kebetulan panjang. Sedangkan bulu kemaluan tidak boleh
dipotong karena termasuk aurat yang vital.
3. Mengangkat kepalanya sampai seolah-olah dalam posisi duduk, lalu mengurut
perutnya dengan perlahan untuk mengeluarkan kotoran yang masih tersisa dalam
perutnya. Hendaklah memperbanyak siraman air untuk membersihkan kotoran yang
keluar.
4. Petugas menggunakan sarung tangan untuk membersihkan jasad si mayit
(membersihkan qubul dan dubur si mayit) tanpa harus melihat atau menyentuh
langsung auratnya. Dianjurkan air yang dipakai adalah air yang sejuk, kecuali bila
dibutuhkan air panas untuk menghilangkan kotoran yang melekat di jasad si mayit.
Namun jangan mengerik atau menggosok mayit dengan keras.
5. Kemudian mengucapkan basmalah dan mewudhu’kan si mayit sebagaimana wudhu
untuk shalat. Namun tidak perlu memasukkan air ke dalam hidung dan mulut si
mayit, tapi cukup dengan memasukkan jari yang telah dibungkus dengan kain yang
dibasahi diantara bibir si mayit lalu menggosok giginya dan kedua lubang hidung
sampai bersih.
6. Setelah mewudhukan dianjurkan untuk mencuci rambut dan janggutnya dengan
busa perasan daun bidara. Bagi jenazah wanita, bila rambutnya dikepang diurai
terlebih dahulu baru dicucikan rambutnya.
7. Setelah itu membasuh anggota badan sebelah kanan si mayit dari bagian depan
dilanjutkan ke bagian belakang dengan cara memiringkan si mayit ke sebelah kiri
petugas. Demikian pula anggota badan sebelah kiri. Jumlah siraman dengan
bilangan yang ganjil sampai dianggap bersih. Hendaknya memandikan dengan
menggunakan perasan daun bidara setiap kali siraman atau sabun.
8. Setiap kali membasuh bagian perut si mayit, keluar kotoran dari perutnya,
hendaknya langsung dibersihkan.
9. Dianjurkan siraman terakhir dengan menggunakan kapur barus.
10. Setelah selesai memandikannya hendaknya mengeringkan dengan handuk atau
sejenisnya.
11. Dianjurkan menyisir rambut si mayit. Adapun jenzah wanita, rambutnya dikepang
tiga dan diletakkan ke belakang punggungnya.
12. Apabila masih keluar kotoran setelah dimandikan, hendaklah menutup kemaluannya
dengan kapas, kemudian mencuci kembali anggota yang terkena najis lalu si mayit
diwudhukan kembali.
13. Janin yang gugur, bila telah mencapai empat bulan jenazahnya hendaklah
dimandikan, dikafani, dishalatkan dan diberi nama.
14. Bila tidak terdapat air, si mayit cukup ditayamumkan saja.

E. TATA CARA MENGKAFANI JENAZAH

1. Tiga kain kafan dibentangkan dan disusun tiga lapis. Kain kafan yang langsung
bersentuhan dengan jenazah terlebih dahulu diberikan wewangian. Kemudian
meletakkan si mayit di atas kain kafan dalam posisi terlentang. Lalu letakkan kapas
yang telah dibubuhi wewangian pada selangkangan si mayit atau pada lipatan tubuh
yang lain.
2. Hendaklah menyediakan kain yang telah dibubuhi kapas untuk menutup aurat si
mayit dengan melilitkannya (seperti melilit popok bayi).
3. Hendaklah membubuhi wewangian pada lekuk-lekuk wajah si mayit seperti dua
mata, lubang hidung, bibir, kedua telinga dan ketujuh anggota sujudnya. Dan
dibolehkan juga membubuhi seluruh anggota badannya dengan wewangian.
4. Lembaran pertama kain kafan dilipat dari sebelah kanan, baru yang sebelah kiri
sambil mengambil handuk penutup auratnya. Menyusul lembaran kedua dan ketiga.
Wewangian juga dibubuhkan di sela-sela ketiga kain kafan tersebut dan bagian
kepala si mayit.
5. lalu gulunglah sisa kain kafan pada ujung kepala dan kakinya agar tidak lepas
ikatannya. Kemudian lipat ke arah kaki dan kepalanya. Jumlah sisa kain kafan
sebelah atas lebih banyak daripada sisa kain kafan di bagian bawah. Lalu ikatlah
dengan tujuh utas tali (tali diikatkan di; atas kepala, leher, dada, perut, paha, betis,
dan setelah kaki). Dibolehkan juga pengikatan kurang dari tujuh utas tali, sebab
maksud pengikatan agar kain kafan tersebut tidak lepas (terbuka).
6. Jenazah wanita dikafani dengan lima helai kain; kain sarung untuk menutupi bagian
bawahnya, baju kurung (yang terbuka sisi kanan dan kirinya), kerudung untuk
menutupi kepalanya, serta dua helai kain kafan yang digunakan untuk menutupi
sekujur tubuhnya.

F. KETENTUAN MANDI BAGI YANG MEMANDIKAN JENAZAH dan


BERWUDHU BAGI YANG MENANDU KERANDA JENAZAH

Disunnahkan bagi orang yang telah memandikan jenazah untuk mandi. Rasulallah
Shallallaahu ’Alaihi Wa Sallam bersabda;

”Barangsiapa telah selesai memandikan jenazah, hendaklah ia mandi; dan


barangsiapa yang mengangkatnya hendaklah ia berwudhu.”
(HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi dari Abu Hurairah RA. At-tirmidzi menilainya
sebagai hadits hasan).
G. MARAJI
1. Al-Albani, Syaikh Muhammad Nashiruddin, Hukum dan Tata Cara Mengurus
Jenazah Menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, Bogor: Pustaka Imam As-Syafi’i,
2005.
2. Al-Maktab At-Ta’awuni Li Ad-da’wah Al-Irsyad wa Tau’iyah Al-Jaliat Fi
Sulthanah, Cara Mudah Mengurus Jenazah, Jakarta: Pustaka At-Tazkia, April
2006.
3. Al-Jibrin, Abdullah bin Abdurrahman, Tuntutan Shalat dan Mengurus Jenazah,
Solo: Penerbit At-Tibyan, 2002.
4. As-Sayyid Salim, Abu Malik Kamal, Shahih Fiqih Sunnah, Jakarta: Pustaka At-
Tazkia, 2006.
5. Al-Asqalani, Imam Ibnu Hajar, Fathul Baari, Jakarta: Pustaka Azzam, Nopember
2006.

You might also like