Professional Documents
Culture Documents
A. Pendahuluan
Pengaturan mengenai pendanaan pendidikan dalam Pasal 46, Pasal 47, Pasal 48,
dan Pasal 49, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional disusun berdasarkan semangat desentralisasi dan otonomi satuan
pendidikan dalam perimbangan pendanaan pendidikan antara pusat dan daerah.
Dengan demikian pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara
Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat. Yang menjadi pokok kemudian
batasan-batasan pengelolaan dan sumber dana selalu menjadi hal yang multi tafsir
atau “di multitafsirkan”. Hal ini tentu sangat berbahaya, di lingkungan madrasah
harus diakui audit pengelolaan keuangan seperti yang di amanatkan paket UU
Keuangan Negara atau bahkan lebih jauh Audit kinerja pada lembaga Madrasah
Negri masih jauh panggang dari pada api.
Banyak hal yang menjadi penyebabnya. Diantaranya audit yang di lakukan baik
pihak internal maupun eksternal madrasah masih belum memiliki instrumen yang
cukup untuk dilaksanakan. Audit invetigasi adalah gawang terakhir yang menjadi
harapan masyarakat. Tetapi tentu hal ini dilakukan hanya jika mencapai nilai
nominal yang cukup sesuai prinsip audit, atau bahkan biasanya karena adanya blow
up masalah dari pemangku kepentingan eksternal. Jika keadaan ini terus berlanjut,
tentu kerugian negara akan semakin besar. Terlebih kepentingan “kita” yang
menaruh harapan pada kemajuan madrasah dimasa depan.
Menurut PP No. 48 tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan pasal 58, Prinsip
dalam pengelolaan dana pendidikan oleh Pemerintah, pemerintah daerah,
penyelenggara dan satuan pendidikan yang didirikan oleh masyarakat terdiri atas:
a. prinsip umum; dan b. prinsip khusus. Prinsip umum sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 58 huruf a adalah: a. prinsip keadilan; b. prinsip efisiensi; c. prinsip
transparansi; dan d. prinsip akuntabilitas publik.
Prinsip keadilan dilakukan dengan memberikan akses pelayanan pendidikan
yang seluas-luasnya dan merata kepada peserta didik atau calon peserta didik,
tanpa membedakan latar belakang suku, ras, agama, jenis kelamin, dan
kemampuan atau status sosial-ekonomi. Prinsip efisiensi dilakukan dengan
mengoptimalkan akses, mutu, relevansi, dan daya saing pelayanan pendidikan.
Prinsip transparansi dilakukan dengan memenuhi asas kepatutan dan tata kelola
yang baik oleh Pemerintah, pemerintah daerah, penyelenggara pendidikan yang
didirikan masyarakat, dan satuan pendidikan sehingga: (a.) dapat diaudit atas dasar
standar audit yang berlaku, dan menghasilkan opini audit wajar tanpa perkecualian;
dan (b.) dapat dipertanggungjawabkan secara transparan kepada pemangku
kepentingan pendidikan. Prinsip akuntabilitas publik dilakukan dengan memberikan
pertanggungjawaban atas kegiatan yang dijalankan oleh penyelenggara atau
satuan pendidikan kepada pemangku kepentingan pendidikan sesuai dengan
peraturan perundangundangan.
Selanjutnya Prinsip Transfaransi dan akuntabilitas publik kemudian menjadi
indikator utama dalam hampir setiap penilaian terhadap kualitas pengelolaan
keuangan sebuah madrasah. Sementara peraturan pemerintah ini belum
menjelaskan secara lebih rinci kedua prinsip ini, sehingga perlu di berikan
penjelasan lebih jauh tentang filosofi sampai instrumen pembangun kedua prinsip
ini.
B. Prinsip Transparansi : Definisi, Indikator & Alat Ukurnya
Transparansi adalah prinsip yang menjamin akses atau kebebasan bagi setiap
orang untuk memperoleh informasi tentang penyelenggaraan madrasah, yakni
informasi tentang kebijakan, proses pembuatan dan pelaksanaannya, serta hasil-
hasil yang dicapai. Transparansi yakni adanya kebijakan terbuka bagi pengawasan.
Sedangkan yang dimaksud dengan informasi adalah informasi mengenai setiap
aspek kebijakan madrasah yang dapat dijangkau oleh publik. Prinsip ini memiliki 2
aspek, yaitu (1) komunikasi publik oleh madrasah, dan (2) hak masyarakat terhadap
akses informasi. Keduanya akan sangat sulit dilakukan jika madrasah tidak
menangani dengan baik kinerjanya. Manajemen kinerja yang baik adalah titik awal
dari transparansi.
Komunikasi publik menuntut usaha afirmatif dari pemerintah untuk membuka
dan mendiseminasi informasi maupun aktivitasnya yang relevan. Transparansi
harus seimbang, juga, dengan kebutuhan akan kerahasiaan lembaga maupun
informasi-informasi yang mempengaruhi hak privasi individu. Karena madrasah
menghasilkan data dalam jumlah besar, maka dibutuhkan petugas informasi
professional, bukan untuk membuat dalih atas keputusan madrasah, tetapi untuk
menyebarluaskan keputusan-keputusan yang penting kepada masyarakat serta
menjelaskan alasan dari setiap kebijakan tersebut.
Peran media juga sangat penting bagi transparansi madrasah, baik sebagai
sebuah kesempatan untuk berkomunikasi pada publik maupun menjelaskan
berbagai informasi yang relevan, juga sebagai “watchdog” atas berbagai aksi
madrasah dan perilaku menyimpang dari sivitas academika madrasah. Keterbukaan
membawa konsekuensi adanya kontrol yang berlebih-lebihan dari masyarakat dan
bahkan oleh media massa. Karena itu, kewajiban akan keterbukaan harus diimbangi
dengan nilai pembatasan, yang mencakup kriteria yang jelas dari para aparat publik
tentang jenis informasi apa saja yang mereka berikan dan pada siapa informasi
tersebut diberikan.
Tetapi secara ringkas dapat disebutkan bahwa, prinsip transparasi di madrasah
paling tidak dapat diukur melalui sejumlah indikator seperti : (1) Mekanisme yang
menjamin sistem keterbukaan dan standarisasi dari semua proses-proses
pelayanan public di madrasah. (2) Mekanisme yang memfasilitasi pertanyaan-
pertanyaan publik tentang berbagai kebijakan dan pelayanan publik, maupun
proses-proses didalam sektor publik. Mekanisme yang memfasilitasi pelaporan
maupun penyebaran informasi maupun penyimpangan tindakan sivitas academika
didalam kegiatan melayani Keterbukaan madrasah atas berbagai aspek pelayanan
publik, pada akhirnya akan membuat madrasah menjadi bertanggung gugat kepada
semua pemangku kepentingan yang berkepentingan dengan proses maupun
kegiatan dalam sector publik.
C. Prinsip Akuntabilitas : Definisi, Indikator & Alat Ukurnya
Walaupun begitu, akuntabilitas menjadi kunci dari semua prinsip ini. Prinsip ini
menuntut dua hal yaitu (1) kemampuan menjawab (answerability), dan (2)
Madrasah (Kepala Madrasah beserta staf) untuk menjawab secara periodik setiap
Guy Peter dalam “The Politics of Bureaucracy”, London : Routledge, hal 299-381
kewajiban dari institusi madrasah maupun para aparat yang bekerja di dalamnya
untuk membuat kebijakan maupun melakukan aksi yang sesuai dengan nilai yang
madrasah bertanggung gugat baik dari segi penggunaan keuangan maupun sumber
daya publik dan juga akan hasil, akuntabilitas internal harus dilengkapi dengan
akuntabilitas eksternal , melalui umpan balik dari para pemakai jasa pelayanan
c. Adanya kejelasan dari sasaran kebijakan yang diambil, dan sudah sesuai
D. Penutup
tentu merupakan bagian yang tak terbantahkan sebagai pokok penting dalam
sumber daya yang secara langsung menunjang efektifitas dan efisiensi pengelolaan
pendidikan. Hal tersebut lebih terasa lagi dalam implementasi MBS, yang menuntut
* Tentang Penulis: