You are on page 1of 2

TINGKATAN-TINGKATAN IMAN

• Ashl al-Īmān1 (asal iman) atau iman dasar.

Yang dimaksud dengan asal iman atau iman dasar adalah batas iman yang minimal atau tingkatan iman
yang bersentuhan dengan garis pemisah antara iman dan kufur. Di bawah tingkatan ini adalah
kekufuran.

Tingkatan ini adalah tingkatan orang-orang yang baru masuk Islam (biasanya) atau orang-orang yang
dilahirkan sebagai muslim tetapi dalam dirinya belum masuk perkataan hati dan perbuatan hati serta
anggota badan yang dapat mengangkatnya dari tingkatan ini, atau tingkatan orang-orang Islam yang
mengerjakan kabā’ir (dosa-dosa besar).

Orang-orang yang disangkal keimanannya oleh Rasulullah –Shallallahu ‘alayhi wa Sallama– dalam
hadits-hadits, dikarenakan mengerjakan kabā’ir, termasuk dalam tingkatan ini adalah tingkatan orang
yang kehilangan kesempurnaan imannya. Karena yang disangkal dalam hadits-hadits tersebut adalah
kesempurnaan iman, bukan ashl al-īmān. Salah satu contoh dari hadits-hadits tersebut adalah:

“Tidaklah beriman seorang pezina ketika ia melakukan zina.” (HR. al-Bukhāriy 2475 dan Muslim 2/41)

Yang disangkal dalam hadits adalah kesempurnaan iman. Karena apabila yang disangkal adalah ashl al-
īmān, maka seorang yang berzina sudah pasti akan menjadi kafir. Kalau seseorang menjadi kafir setelah
sebelumnya Islam (murtad), maka hukumannya adalah hukuman mati, bukan hukum cambuk. Yang
terjadi, pezina yang pernah kawin setelah mati dirajam masih harus dimandikan, dikafani dan dishalati;
berbeda halnya dengan orang yang murtad.

• Īmān wājib2 atau iman sempurna dengan wājibāt.

Yang memiliki iman dalam tingkatan ini adalah mereka yang mengerjakan semua kewajiban dan
meninggalkan semua kabā’ir, mereka adalah orang yang akan masuk syurga tanpa adzab.

Syaykhul Islam Ibnu Taymiyyah –Rahimahullah– berkata3:

“Barangsiapa memiliki iman wajib, dia adalah orang yang berhak mendapatkan pahala , sedangkan
orang yang memiliki cabang kemunafikan dan mengerjakan kabā’ir, maka termasuk orang yang berada
di bawah ancaman. Allah menjadikan imannya bermanfaat baginya, yang dengan iman tersebut Allah
mengeluarkannya dari api neraka (kalau dia masuk), walaupun imannya seberat biji sawi. Namun orang
seperti ini tidak berhak dijanjikan untuk masuk syurga tanpa adzab.”

1 Disebut pula al-īmān al-mujmal (iman global), atau mutlaq al-īmān (dasar iman).
2 Disebut pula al-īmān al-mufashshal (iman detail) atau al-īmān al-kāmil (iman yang sempurna) atau al-īmān al-
mutlaq (iman yang mutlak) atau haqīqah al-īmān (hakekat keimanan).
3 al-Īmān, hal. 334.

Dapatkan artikel dan informasi-informasi keislaman lainnya di http://hasmijaksel.wordpress.com


Kemudian, timbul sebuah pertanyaan: “Bagaimanakah halnya dengan orang yang mengerjakan semua
kewajiban dan menjauhi semua kabā’ir, tetapi masih mengerjakan shaghā’ir (dosa-dosa kecil)?”

Syaykhul Islam Ibnu Taymiyyah –Rahimahullah– menjawab4:

“Rasulullah tidak menyangkal (kesempurnaan) iman kecuali bagi para pelaku kabā’ir. Oleh karena itu,
apabila seorang mukmin mengerjakan shaghā’ir, maka shaghā’ir tersebut akan dihapuskan dengan
ketaatan yang dikerjakannya, dan dengan upaya dia untuk menghindarkan diri dari kabā’ir. Namun
orang seperti ini memiliki iman yang kurang dibanding iman orang yang menjauhi shaghā’ir. Dan
barangsiapa yang mempunyai iman wajib tetapi mencampurnya dengan dosa-dosa kecil, maka dosa-
dosa tersebut akan dihapuskan oleh amal shalehnya, namun derajat orang-orang yang tidak melakukan
dosa-dosa kecil pada dirinya akan berkurang.”

Untuk dapat memahami masalah dihapusnya dosa-dosa kecil sebagai-mana yang dikemukakan oleh
Ibnu Taymiyyah –Rahimahullah– tersebut di atas, maka simaklah ayat berikut:

“Jika kalian menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang dilarang mengerjakannya, niscaya
Kami hapus kesalahan-kesalahan kalian (dosa-dosa kalian yang kecil) dan Kami masukkan kalian ke
tempat yang mulia (surga).” [QS. an-Nisā’ (4): 31]

• Īmān mustahab5 atau iman sempurna dengan mustahabbāt.

Tingkatan ini adalah tingkat ihsān. Orang yang memiliki iman seperti ini adalah orang-orang yang
mengerjakan semua kewajiban dan amal perbuatan mustahabbāt serta menjauhi semua yang
diharamkan.

Ketiga tingkatan tersebut di atas dijelaskan Allah –Subhānahu wa Ta’ālā– dalam firman-Nya:

“Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami,
lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang
pertengahan dan di antara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin
Allah.Yang demikian itu itu adalah karunia yang amat besar.” [QS. Fāthir (35): 32]

Sumber:

Lajnah Ilmiah Hasmi. “Iman Menurut Ahlus Sunnah Wal Jama’ah”. www.hasmi.org

4 al-Īmān, hal. 337.


5 Disebut pula al-īmān al-kāmil bi al-mustahabbāt.

Dapatkan artikel dan informasi-informasi keislaman lainnya di http://hasmijaksel.wordpress.com

You might also like