You are on page 1of 9

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software

Generated by Foxit PDF Creator


http://www.foxitsoftware.com For©evaluation
Foxit Software
only.
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

ETIKA PROTESTAN
DAN SEMANGAT KAPITALISME

Max Weber dalam bukunya yang terkenal


menyimpulkan peran yang dimainkan oleh agama
Kristen, terutama etika yang menjiwai beberapa sekte Protestan tertentu,
dalam perkembangan kapitalisme modern. Dengan meyakinkan Weber
berpendapat bahwa peradaban Barat dengan ilmu pengetahuan yang
rasional, sistematis dan spesialis telah membawa perkembangan dan
kemajuan mencolok di bidang ilmu pengetahuan, kesenian, arsitektur, politik,
organisasi dan ekonomi, termasuk kapitalisme dibanding peradaban lainnya
di muka bumi ini1. Keinginan-keinginan untuk mendapatkan keuntungan,
pencarian hasil, uang dan jumlah harta benda yang memungkinkan untuk
diperoleh, sebenarnya tidak ada hubungannya dengan kapitalisme karena
keinginan semacam itu ada diantara semua orang dengan berbagai
profesinya. Kapitalisme menurut Weber bukanlah sikap rakus yang tidak
terbatas dalam mengejar keuntungan. Kapitalisme identik dengan pencarian
keuntungan (profit), dan keuntungan yang dapat diperbaharui untuk
selamanya, dengan usaha-usaha kapitalistis secara keseluruhan, dengan
usaha-usaha yang rasional dan yang dilakukan secara terus menerus.
Demikian seharusnya bahwa dalam suatu tatatanan masyarakat
kapitalistis secara keseluruhan, suatu usaha individual yang tidak
memanfaatkan kesempatan yang ada untuk mengambil keuntungan pasti
akan mengalami malapetaka, yaitu kehancuran2. Suatu tindakan ekonomi
kapitalistis dapat didefinisikan sebagai suatu tindakan yang didasarkan pada
harapan-harapan untuk memperoleh keuntungan dengan memanfaatkan

1
Max Weber, terjemahan Yusup
Priyasudiarja, (Surabaya: Pustaka Promethea, 2000), hlm. 23-28.
2
Max Weber, hlm.29-30.
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software
Generated by Foxit PDF Creator
http://www.foxitsoftware.com For©evaluation
Foxit Software
only.
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
-2-

segala kesempatan untuk transaksi, yaitu pada kesempatan untuk


memperoleh keuntungan secara damai. Di mana saja perolehan kapitalistis
dicari secara rasional, maka tindakan yang menyertainya disesuaikan dengan
perhitungan dalam hal kapital. Artinya bahwa tindakan ini diadaptasi ke dalam
suatu penggunaan sistematis terhadap barang-barang ataupun
(pelayanan-pelayanan personal) sebagai sarana untuk memperoleh
keuntungan dengan suatu cara tertentu sehingga pada penutupan suatu
periode bisnis, keseimbangan perusahaan dalam hal aset uang dapat
melebihi kapitalnya. Kapitalisme rasional modern berkembang karena
melakukan: pemisahan secara legal milik perusahaan (korporasi) dari milik
pribadi dan tata buku rasional. Kapitalisme rasional modern di Barat telah
menggunakan teknik-teknik dalam ilmu pengetahuan ilmiah yang dipraktikan
dalam aplikasi perekonomian. Selain itu, struktur rasional hukum serta
administrasi dalam kehidupan sosial masyarakat Barat menjadi faktor penting
berkembangnya kapitalisme rasional modern. Dapat dikatakan semangat
kehidupan ekonomi modern di Barat memiliki korelasi dengan etika-etika
rasional dari Protestantisme asketis3.
Penelitian menyimpulkan bahwa para pemimpin bisnis dan pemilik
modal maupun para karyawan perusahaan yang mempunyai kemampuan
(skill) tinggi ataupun para staf terdidik, baik secara teknis maupun komersial
ternyata kebanyakan adalah orang Protestan yang merupakan pengaruh
Reformasi yang membebaskan individu dari kontrol Gereja yang ketat dengan
regulasi yang membebani. Pilihan kerja dan karier profesional di bidang bisnis
modern dari orang-orang Protestan dipengaruhi kuat oleh lingkungan
keagamaan dari masyarakat dan keluarga. Dalam hal ini persentase lulusan
orang Katolik dari institusi yang secara khusus menyiapkan diri untuk belajar
teknik dan pekerjaan komersial dan industri termasuk kehidupan bisnis kelas
menengah jumlahnya masih jauh lebih sedikit dari pada jumlah persentase

3
Max Weber, hlm. 31-45.
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software
Generated by Foxit PDF Creator
http://www.foxitsoftware.com For©evaluation
Foxit Software
only.
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
-3-

orang-orang Protestan. Terdapat perbedaan yang tajam antara orang


Protestan dan Katolik di bidang ekonomi seperti ungkapan bahwa orang
Protestan lebih suka makan enak dan orang Katolik lebih suka tidur tanpa
terusik. Dapat dikatakan bahwa penyebaran ajaran Calvin seperti di Perancis
dan Belanda, telah menjadi tempat persemaian ekonomi kapitalistis dimana
kehidupan bisnis dikendalikan oleh hidup kesucian (pietisme).4
Semangat kapitalisme modern bercirikan sikap moral jujur, ketepatan
waktu, sikap rajin dan hemat yang semuanya dilatarbelakangi pengalaman
keagamaan. Akibatnya, pencarian uang dalam tatanan ekonomi modern
sejauh hal itu dilakukan dengan cara-cara legal, akan merupakan hasil dan
ekspresi dari kebajikan dan kecakapan dalam panggilan tugas. Tipe ideal
wirausahawan kapitalistis cenderung asketis yang menghindari pameran dan
pengeluaran yang tidak perlu, maupun kenikmatan yang disadari dari
kekuasaannya dan malu dengan tanda-tanda luar dari pengakuan sosial yang
diterimanya. Semangat kapitalisme dicirikan dengan usaha pencarian lebih
banyak uang dan uang, digabungkan dengan penolakan keras terhadap
kenikmatan hidup yang semuanya didasarkan pada ide-ide keagamaan
sebagaimana kutipan Amsal 22:29, “Lihatlah manusia yang tekun dalam
pekerjaannya? Dia akan berdiri di hadapan raja-raja.”5
Weber mengatakan dengan mengutip penelitian Sombart bahwa
kapitalisme pada awal munculnya membedakan antara
dengan sebagai dua prinsip
paling utama dalam sejarah perekonomian. Dalam kasus pertama, hasil karya
barang-barang perlu untuk memenuhi kebutuhan personal. Sedangkan kasus
kedua, suatu perjuangan untuk memperoleh keuntungan yang bebas dari
batasan-batasan yang ditentukan oleh kebutuhan-kebutuhan telah menjadi
tujuan yang mengontrol bentuk dan arah dari kegiatan ekonomi. Kasus yang
pertama identik dengan tradisionalisme ekonomi dan yang kedua menunjuk
4
Max Weber, hlm. 55-71.
5
Max Weber, hlm. 81-82.
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software
Generated by Foxit PDF Creator
http://www.foxitsoftware.com For©evaluation
Foxit Software
only.
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
-4-

kepada kapitalisme ekonomi6. Mereka yang disebut pengusaha modern


dalam sistem kapitalisme adalah orang-orang yang tumbuh dari sekolah yang
keras dalam kehidupan, berperhitungan dan berani pada waktu yang sama,
tenang dan dapat dipercaya, lihai dan penuh pengabdian pada bisnis mereka
dengan menggunakan opini dan prinsip borjuis yang keras. Mereka yang
dipenuhi semangat kapitalisme ini cenderung untuk tak peduli dengan Gereja
dan agama hanya sebagai alat untuk menarik mereka keluar dari kerja di
dunia ini sebab kecenderungan yang tidak puas dengan apa yang dimiliki.
Bisnis dengan irama kerja yang tiada henti menurut mereka, telah menjadi
bagian penting dan satu-satunya motivasi dalam hidup yang mendatangkan
kebahagiaan irasional sebab manusia hidup demi bisnis dan bukan
sebaliknya.7
Weber berpendapat bahwa bekerja bukanlah semata-mata demi
memperoleh uang untuk menunjang kehidupan tetapi merupakan suatu
“panggilan”. Konsepsi panggilan ( , Jerman atau , Inggris)
merupakan konsepsi keagamaan, yang berarti suatu tugas yang dikehendaki
Tuhan. Penilaian atau penafsiran mengenai pemenuhan tugas dalam
masalah-masalah duniawi sebagai bentuk paling tinggi yang dapat
diasumsikan oleh aktivitas-aktivitas moral dari individu. Konsepsi panggilan
lantas menghasilkan suatu dogma sentral dari seluruh kelompok umat
Protestan. Berbeda dengan Protestan, Katolik menyatakan bahwa satu-
satunya jalan hidup yang dapat diterima Tuhan adalah dengan tidak
melampaui moralitas duniawi dalam asketisme monastis, tetapi semata-mata
melalui pemenuhan kewajiban atau tugas yang diberikan kepada setiap
pribadi manusia dengan tingkat kedudukannya masing-masing di dunia.
menurut Luther adalah sesuatu yang harus diterima sebagai
suatu peraturan keilahian, peraturan yang harus dipatuhi manusia dimana
kerja merupakan suatu tugas yang digariskan Tuhan. Semangat kapitalisme
6
Max Weber, hlm. 96-97.
7
Max Weber, hlm. 105-106.
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software
Generated by Foxit PDF Creator
http://www.foxitsoftware.com For©evaluation
Foxit Software
only.
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
-5-

sebenarnya bukanlah tujuan utama para reformator Gereja, melainkan


keselamatan jiwa manusia. Para reformator bukanlah para pendiri
masyarakat untuk budaya etika dan bukan pendukung proyek-proyek
kemanusiaan untuk reformasi sosial ataupun cita-cita kebudayaan. Cita-cita
etika dan hasil-hasil praktis doktrin mereka semuanya didasarkan kepada
keselamatan jiwa dan merupakan konsekuensi dari adanya motif keagamaan
yang murni semata. Dapat disimpulkan bahwa hanya
bisa tumbuh sebagai hasil dari pengaruh-pengaruh tertentu dari Reformasi
atau bahkan kapitalisme sebagai suatu sistem perekonomian merupakan
suatu kreasi atau ciptaan dari Reformasi.
Weber membedakan empat aliran utama Protestantisme asketik:
Calvinisme, Pietisme, Metodisme dan Baptisme. Weber memusatkan
analisisnya atas Etika Protestan pada Calvinisme. Terdapat tiga kepercayaan
utama dalam Calvinisme. doktrin bahwa alam semesta diciptakan
untuk menunjukkan kemuliaan dan keagungan Tuhan. Tuhan tidak hidup atau
ada bagi manusia, tetapi manusialah yang hidup atau ada demi Tuhan Tuhan.
, doktrin bahwa manusia tidak sepenuhnya memahami kehendak
Tuhan. Manusia hanya dapat berpegang kepada serpihan-serpihan dari
kehendakNya. , doktrin bahwa hanya sedikit orang yang dipilih untuk
mendapatkan rahmat abadi8.
Doktrin ini mendorong orang Calvinis untuk membuktikan pentingnya
iman dalam aktivitas duniawinya9. Jelas bekerja menjadi tugas suci. Orang-
orang Calvinis menilai bahwa membuang-buang waktu merupakan dosa
pertama dan secara prinsip dosa yang paling mematikan. Kehilangan waktu
melalui sosialitas, pembicaraan tidak menentu, kemewahan bahkan tidur
terlalu banyak dari yang semestinya bagi kesehatan merupakan kesalahan-
kesalahan moral yangh absolut, karena waktu adalah uang. Satu jam yang
terbuang percuma berarti terbuang kesempatan untuk bekerja demi
8
Max Weber, hlm. 151.
9
Max Weber, hlm. 178.
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software
Generated by Foxit PDF Creator
http://www.foxitsoftware.com For©evaluation
Foxit Software
only.
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
-6-

memuliakan Tuhan. Bekerja tidak hanya bernilai secara moral di hadapan


Tuhan dan pentingnya produk yang dihasilkan bagi masyarakat, tetapi juga
keuntungan usaha yang diperoleh seseorang. Keuntungan usaha tidak boleh
ditolak sebab merupakan pemberian Tuhan yang harus dilipatgandakan
sejauh tidak bertentangan dengan hati nurani dan hukum yang berlaku.
Menolak keuntungan berarti menolak menjadi pelayan Tuhan dan telah pula
menolak anugerahNya dan untuk memanfaatkannya bagi Tuhan ketika
Tuhan menghendakiNya. Seseorang dapat bekerja untuk menjadi kaya bagi
Tuhan walaupun bukan untuk daging dan dosa. Karenanya berharap menjadi
miskin sangat tidak dibenarkan dan merupakan suatu penghinaan terhadap
kemuliaan Tuhan.10
Rasul Paulus dalam 2 Tesalonika 3:10 berkata,
berlaku untuk semua manusia.
Karena itu ketidakmauan untuk bekerja dapat mengakibatkan gejala
berkurangnya kemungkinan memperoleh rahmat. Bekerja sebagai panggilan
demi kemuliaan Tuhan harus dilakukan oleh siapapun sebagai ketaatan
kepada perintah Tuhan sehingga orang-orang kaya tidak boleh makan tanpa
bekerja walaupun karena kekayaannya mereka tidak perlu bekerja, demikian
juga dengan orang miskin.11 Doktrin bekerja sebagai panggilan ini menjadikan
seorang buruh yang setia dalam bekerja ternyata sangat membahagiakan
Tuhan sekalipun diberi upah yang rendah. Sebaliknya hal ini berarti
membenarkan tindakan eksploitasi buruh oleh majikannya yang juga
menmahami aktivitas bisnisnya sebagai suatu panggilan ilahi.12
Perkembangan selanjutnya menurut Weber, menunjukkan bahwa pencarian
kekayaan cenderung murni bersifat duniawi dan terlepas dari makna etis dan
keagamaan13.

10
Max Weber, hlm. 238-239.
11
Max Weber, hlm. 233.
12
Max Weber, hlm. 262-263.
13
Max Weber, hlm. 267-268.
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software
Generated by Foxit PDF Creator
http://www.foxitsoftware.com For©evaluation
Foxit Software
only.
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
-7-

Saya setuju dan sependapat dengan Weber bahwa etika protestan


turut memberi kontribusi positif dalam perkembangan kapitalisme rasional.
Tidak hanya di Barat, kemungkinan adanya hubungan antara ajaran-ajaran
agama dengan tingkah laku ekonomi juga berlaku di Indonesia. Contohnya,
bagaimana penyebaran Islam dilakukan melalui jalur-jalur perdagangan dan
berkembang pertama-tama di antara saudagar-saudagar kota. Penelitian
Lance Castles tahun 1964 membuktikan bahwa di Kudus, Jawa tengah
terdapat kelas menengah santri (Islam) yang memiliki etos yang mirip dengan
etos Protestan di Barat. Kelas menengah santri ini dikenal sebagai
pengusaha-pengusaha yang sangat hemat, sederhana (dalam pakaian dan
tingkah laku) dan memiliki kecenderungan sempit menilai segala sesuatu
dalam kerangka uang serta mengejar yang bersumber
kepada pemahaman Islam orthodoks (Sarekat Islam, NU, Muhammadiyah).14
Jika etos Protestan di Barat telah menciptakan negara-negara kaya
dengan masyarakat kapitalistik, maka ketidakberhasilan pengusaha-
pengusaha Islam pribumi di Indonesia, sebagaimana tesis Mohammad
Sobary, bukan pada soal mentalitas, misalnya tiada etos, melainkan
kelemahan struktural, yaitu “pasar yang sempit”, ketidakmampuan mendirikan
organisasi komersial-rasional, dan ketidakmampuan mengembangkan modal
secara progresif.15
Dalam sistem kapitalis, wiraswasta individual memperoleh kebebasan
mendapatkan kekayaan pribadi. sehingga . Hak milik pribadi merupakan bukti
keberhasilan sistem kapitalis. Kekuatan pasar menentukan harga dan upah
serta produk mana saja yang akan diproduksi. Dalam hal ini keserakahan
dalam sistem kapitalis menurut Adam Smith adalah hukum alam dan harus

14
Lance Castles,
, terjemahan J. Sirait, (Jakarta: Penerbit Sinar Harapan, 1982),
hlm.147-148.
15
Mohamad Sobary, , (Yogyakarta: Yayasan
Bentang Budaya), 1995), hlm. 216-218
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software
Generated by Foxit PDF Creator
http://www.foxitsoftware.com For©evaluation
Foxit Software
only.
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
-8-

menjadi tenaga penggerak yang memberdayakan ekonomi bangsa-bangsa,


namun bahayanya bahwa keserakahan tanpa sopan santun etis akan menjadi
bencana. Smith berbeda dengan Weber, berbicara tentang tangan yang tidak
kelihatan (invisible hand) yang berfungsi dalam kekuatan pasar, yang
memberkati seluruh masyarakat ketika ekonomi dirancang sesuai hukum
alam16.
Sistem kapitalis benar telah menghasilkan kekayaan luar biasa dalam
dusun global ( ) dan sekaligus juga menciptakan bencana
ekologis. Kekuatan pasar tidak dapat mengontrol pemerkosaan atas laut dan
tanah oleh orang-orang yang serakah. Juga terbukti bahwa bahwa tangan
yang tidak kelihatan itu tidak bekerja dengan baik dalam menghadirkan berkat
bagi dusun global secara keseluruhan. Tangan ini dalam banyak hal telah
menjadi tangan yang mengambil dari orang miskin dan memberi kepada
orang kaya17. Smith menurut saya sama sekali tidak melihat urgensi dan
mengabaikan nilai-nilai etika keagamaan dalam pengembangan kapitalisme di
tangan para pengusaha. Tepat perkatakan Gerhard Lenski, seperti dikutip
Lance Castles bahwa, kapitalisme dalam sistem ekonomi Barat berubah total
karena terlepas dari sifat asli etika protestan yaitu konsep panggilan (
) dan asketisme.18
Kapitalisme Barat mendapat kritik tajam dari Karl Marx dan rekannya
Friedrich Engels sebab saat itu masyarakat Kristen Eropa secara keseluruhan
sangat tidak sensitif akan eksploitasi terhadap kelas pekerja yang miskin.
Marx dan Engels geram karena terlalu banyak orang Kristen yang berkuasa
memakai agama untuk mengukuhkan dan membenarkan keistimewaan dan
kekayaan mereka. Marx dan Engels yakin bahwa sebuah sistem keagamaan

16
David W. Shenk,
, kata pengantar oleh Kenneth Cragg, diterjemahkan oleh
Agustinus Setiawidi, (Jakarta: Gunung Mulia, 2001), hlm. 406.
17 17
David W. Shenk, Hlm. 407
18
Lance Castles, hlm. 152.
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software
Generated by Foxit PDF Creator
http://www.foxitsoftware.com For©evaluation
Foxit Software
only.
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
-9-

yang menjanjikan surga setelah kematian untuk membenarkan kurangnya


keprihatinan terhadap anak-anak miskin yang bekerja selama berjam-jam
dalam pabrik-pabrik berbahaya adalah jahat dan kejam. Perjalanan menuju
ateisme bagi Marx dan Engels merupakan reaksi melawan percakapan
tentang Allah dan agama yang tidak memiliki keprihatinan terhadap kaum
miskin19. Marxisme skeptis terhadap demokrasi karena kelas-kelas kaya
berpengaruh membelokkan proses-proses demokratis. Jalan keluarnya yang
ditawarkan adalah revolusi yang dapat menghadirkan masyarakat tanpa kelas
dan keadilan. Setelah revolusi, kaum proletar (para buruh) harus membangun
kediktatoran dan kepemilikan harus diredistribusi secara merata yang pada
20
akhirnya membuat agama menjadi layu dan tidak berfungsi. . Cara
Marxisme ini bukan solusi yang tepat, sebab komunisme telah bangkrut.
Dalam hal ini saya tidak dapat menerima mekanisme ekonomi
penimbunan uang dari kapitalisme21. Logika penimbunan uang yang tak kenal
henti mengakibatkan semakin lebarnya jurang antara yang kaya dan miskin
dan pada akhirnya memicu demonstrasi anarkis yang bermuara kepada
revolusi. Karena itu penetapan upah adil bagi buruh atau tenaga kerja perlu
diperhatikan oleh pengusaha dan mendapat pengawasan dari pemerintah
sebagai regulator perundang-undangan. Pemerintah pada waktunya
mengambil tanggungjawabnya sehingga terjadi iklim sehat dalam dunia usaha
dan sekaligus menjamin kesejahteraan buruh dalam mengerakkan roda
perekonomian bagi kesejahteraan masyarakat. Penting bagi Gereja untuk
tetap setia dalam tugasnya menolong mereka yang menderita dan miskin22
akibat ketidakadilan sistem kapitalisme dan mengadakan dialog terhadap
perusahaan dan pemerintah mencari solusi yang bermartabat.

19
David W. Shenk, hlm. 425. Lihat juga. Karl Marx dan Frederick
Engels, , terjemahan: Ira Iramanto, (Jakarta:Hasta Mitra, 2003), hlm139-153.
20
David W. Shenk, hlm. 428-429.
21
Ulrich Duchrow,
, Jakarta: Gunung Mulia, 1998), hlm. 270.
22
Weinata Sairin, , (Jakarta: Gunug Mulia, 2002),
hlm 65

You might also like