You are on page 1of 6

2009

M. RIDHO MUSLIM

UIN
SUSKA
RIAU
TEKNIK INFORMATIKA
III A

OPENSOURCE SOFTWARE
“Open Source saat ini dinilai sudah mulai dilirik oleh kalangan industri. Selain
karena murah, dukungan teknis dari banyak komunitas Open Source di Tanah Air
membuat mereka berani mencoba memanfaatkan aplikasi bersistem terbuka ini
untuk solusi IT perusahaannya”.
Kata pengantar

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT,atas rahmat dan
karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah tentang “Aplikasi
Opensource pada komputer” yang mungkin dapat dijadikan acuan untuk lebih
memahami tentang software opensource yang berkembang saat ini.

Penulis sadar banyak kekurangan dari penyajian makalah ini,sekiranya


saya akan menerima kritikan,saran untuk menyempurnakannya.

Semoga makalah ini bermanfaat bagi seluruh pembaca,serta dengan


harapan akan menjadi setitik sumbangan keilmuan di antara limpahan ilmu
pengetahuan yang beragam.

Penulis

MUHAMMAD RIDHO MUSLIM


10851004065
Perangkat lunak sumber terbuka ( open source software) adalah jenis perangkat
lunak yang kode sumber-nya terbuka untuk dipelajari, diubah, ditingkatkan dan
disebarluaskan. Karena sifat ini, umumnya pengembangannya dilakukan oleh satu paguyuban
terbuka yang bertujuan mengembangkan perangkat lunak bersangkutan. Anggota-anggota
paguyuban itu seringkali sukarela tapi bisa juga pegawai suatu perusahaan yang dibayar
untuk membantu pengembangan perangkat lunak itu. Produk perangkat lunak yang
dihasilkan ini biasanya bersifat bebas dengan tetap menganut kaidah dan etika tertentu.
Semua perangkat lunak bebas adalah perangkat lunak sumber terbuka, tapi sebaliknya
perangkat lunak sumber terbuka belum tentu perangkat lunak bebas, tergantung kaidah yang
dipakai dalam melisensikan perangkat lunak sumber terbuka tersebut.

Serupa dengan perangkat lunak gratis, perangkat lunak sumber terbuka merupakan
perangkat lunak yang juga dapat diperoleh dan didistribusikan secara bebas. Berbeda halnya
dengan perangkat lunak gratis yang belum tentu boleh dilihat kode aslinya, perangkat lunak
sumber terbuka dapat dibaca kode-kode pemrograman sesuai aslinya. Kode pemrograman ini
dapat juga diubah, dimodifikasi dan dikembangkan sendiri oleh kita dengan tetap
memperhatikan kaidah yang berlaku sesuai dengan lisensi perangkat lunak tersebut.

Sebagai contoh untuk memahami perbedaan antara kedua jenis perangkat ini dapat
diilustrasikan misalnya perusahaan Microsoft pada suatu saat menjadikan salah satu
produknya menjadi perangkat lunak gratis. Hal ini berarti siapapun dapat mendapatkannya
secara gratis. Akan tetapi anda tidak diperkenankan untuk kemudian memodifikasi dan
mengembangkan produk perangkat lunak tersebut. Dapat disimpulkan, perangkat lunak
sumber terbuka sudah pasti merupakan perangkat lunak gratis, namun sebaliknya perangkat
lunak gratis belum tentu merupakan perangkat lunak sumber terbuka.

Konsep Perangkat Lunak Kode Terbuka (Open Source Software) pada intinya adalah
membuka kode sumber (source code) dari sebuah perangkat lunak. Konsep ini terasa aneh
pada awalnya dikarenakan kode sumber merupakan kunci dari sebuah perangkat lunak.
Dengan diketahui logika yang ada di kode sumber, maka orang lain semestinya dapat
membuat perangkat lunak yang sama fungsinya. Open source hanya sebatas itu. Artinya,
tidak harus gratis. Kita bisa saja membuat perangkat lunak yang kita buka kode-sumber-nya,
mempatenkan algoritmanya, medaftarkan hak cipta, dan tetap menjual perangkat lunak
tersebut secara komersial (alias tidak gratis).
definisi open source yang asli seperti tercantum dalam OSD (Open Source Definition) yaitu:

• Free Redistribution

• Source Code

• Derived Works

• Integrity of the Authors Source Code

• No Discrimination Against Persons or Groups

• No Discrimination Against Fields of Endeavor

• Distribution of License

• License Must Not Be Specific to a Product

• License Must Not Contaminate Other Software

Sekarang, banyak industri sudah melek dengan Open Source. Karena secara investasi,
dengan Open Source jauh lebih murah dan tidak diragukan lagi kehandalannya, ungkap
Rachmat Gunawan, Ahli Muda IT dan Konten, Divisi Sales Engineering PT INTI saat diskusi
panel. Ditambahkan oleh Rachmat, saat ini di Indonesia ada 15.000 software house. Jumlah
tersebut terus bertambah seiring dengan kebutuhan masyarakat akan teknologi yang semakin
meningkat setiap tahunnya. Senada dengan Rachmat, Alex Budiyanto, Community
Development Officer Sun Microsystem Indonesia juga mengakui bahwa saat ini bukan saja
dari pelaku industri swasta, intansi pemerintah juga sudah menggunakan Open Source dalam
mendukung aktifitasnya. Maka dari itu, mahasiswa juga seharusnya sudah akrab dengan
Open Source. Alex berpendapat demikian karena menurutnya saat ini Open Source sudah
bisa menjadi solusi bagi kebutuhan mahasiswa. Aplikasi yang dimiliki Open Source sudah
sebanding dengan aplikasi yang dimiliki aplikasi propiretary yang banyak dipergunakan oleh
masyarakat Indonesia.
Di dalam dunia software setidaknya dikenal dua kelompok yang membedakan
keduanya, yaitu closed-source (kode tertutup) dan open-source (kode terbuka). Aplikasi
closed-source identik dengan software yang tidak gratis alias berbayar sedangkan open-
source ada berkat dukungan semua pihak dan boleh digunakan oleh siapa saja dengan bebas
tanpa harus membayar lisensi, biasanya dikaitkan dengan Operating System yang juga ada
berkat sifatnya yang open-source yaitu Linux.

Bagi mereka yang mempunyai dana terbatas dan merasa ‘alergi’ kalau harus
berurusan dengan software bajakan keberadaan software open-source dapat sangat membantu
untuk memenuhi kebutuhan akan aplikasi dalam memanfaatkan sumber daya komputer
sepenuhnya. Kalangan korporasi juga mendapatkan manfaat dengan adanya software open-
source, dana yang dimiliki perusahaan tidak perlu keluar untuk membeli lisensi yang bisa
dikatakan ‘cukup’ mahal meski mereka sanggup membayarnya.

Pertimbangan lainnya adalah karena software open-source lebih dikenal stabil, bug
yang ada lebih cepat diperbaiki karena lebih banyak mata yang melihat dan memantau,
kemampuannya juga semakin hari semakin bertambah dengan adanya sumbangan dari hasil
pemikiran pengembangnya diseluruh dunia dan yang lebih mengagumkan lagi adalah sifatnya
yang terbuka. Benar-benar terbuka dan bebas digunakan dan dikembangkan oleh siapa saja.

Di kalangan pendidikan penggunaan aplikasi open-source tampaknya belum setenar


aplikasi closed-source yang biasa dipakai untuk proses belajar dan mengajar. Bisa ditebak
software tersebut memang tidak gratis alias berbayar, mereka harus ‘membeli’ software
tersebut agar bisa mendapatkannya namun yang mendapat keuntungan bukan sang pembuat
tetapi pihak lain yang mendapat keuntungan secara ilegal dengan kata lain software yang
digunakan untuk proses belajar adalah software bajakan yang memiliki harga jauh lebih
murah jika dibandingkan dengan harga aslinya.

Penggunaan software asli di kalangan pendidikan terutama sekolah-sekolah tingkat


SMP dan SMA yang sudah memasukan kurikulum komputer sebagai kurikulum wajib
tampaknya memang tidak mudah. Meskipun kurikulum yang diajarkan masih sebatas aplikasi
Office (perkantoran) biasanya menggunakan Microsoft Office tetap saja masih terlalu berat.
Apa lagi jika kurikulum yang ada menuntut banyak software professional yang harganya
‘sangat’ mahal untuk ukuran kantung kita.
Sebagai contoh kita akan coba masuk kedalam Lab Komputer Multimedia dan
‘melihat-lihat’ isi software dari satu set PC yang digunakan oleh siswa SMK jurusan
Multimedia, jurusan baru dibidang IT yang baru saja dibuka tahun ajaran ini. Mulai dari
sistem operasinya yang digunakan adalah Microsoft Windows XP Professional, kemudian
diikuti aplikasi professional lainnya yaitu Macromedia Dreamweaver MX, Macromedia Flash
MX, Adobe Photoshop CS, Adobe After Effect 6.5, Adobe Priemer Pro, CorelDRAW
Graphics Suite 12, Ulead Video Studio 7.0 belum lagi Anti Virus komersil untuk melindungi
PC yang selalu terhubung ke internet dan lain-lain. Jika dihitung-hitung kalau semua aplikasi
tersebut dibeli lewat jalur legal maka biaya yang dikeluarkan cukup untuk membeli sebuah
sepeda motor baru secara cash atau tunai. Dan di dalam Lab tidak mungkin hanya ada satu set
PC, bisa jadi berjumlah 20 sampai 40 set. Biaya untuk hardwarenya saja sudah mahal.

Dari sini kita dapat melihat sudah seharusnya aplikasi open-source mulai
diperkenalkan dan digunakan dalam proses belajar dan mengajar disekolah. Apa lagi dengan
diberlakukannya UU HaKI dinegara kita. Menaikan uang SPP sebagai imbas dari pembelian
software orisinal tidak akan terlalu memberikan hasil malah akan semakin memberatkan
siswa. Lagi pula sekarang banyak korporasi mulai beralih menggunakan software open-
source dalam melakukan pekerjaan sehari-harinya sehingga ilmu dari aplikasi open-source
yang diajarkan bisa jadi akan sangat bermanfaat saat digunakan untuk bekerja setelah
menamatkan sekolah.

Mempelajari dan menggunakan sesuatu yang baru memang tidak semudah membalik
telapak tangan. Perlu proses dan waktu untuk belajar. Begitu pula dengan penggunaan
aplikasi open-source dikalangan pendidikan. Para pengajar yang telah menguasai aplikasi
professional yang berbayar perlu kembali mempelajari dan membiasakan diri dalam
menggunakan aplikasi-open source sebagai alternatif sewaktu mengajar.

Kendala dan masalah yang dihadapi bisa saja tetap ada misalnya kemampuan dan
fsilitas dari aplikasi open-source belum sebanding dengan yang dimiliki oleh aplikasi
berbayar yang biasa digunakan. Namun sebagai perangkat lunak yang lahir dari komunitas
pengembang opan-source di seluruh dunia kemampuan, perbaikan, dan fasilitas yang ada
akan terus bertambah. Bukan tidak mungkin kemampuannya akan mengalahkan software
komersil yang ada. Ya kita tunggu saja perkembangannya. Semoga aplikasi open-source
dapat menjadi alternatif dalam pemakaian software yang legal di kalangan pendidikan.

You might also like