You are on page 1of 12

1

EKONOMI SYARIAH SEBAGAI SOLUSI UNTUK MENGATASI


KELEMAHAN EKONOMI KAPITALIS

Oleh
E.Kosmayadi

A. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah


Saat ini banyak didengar tentang globalisasi ekonomi yang merupakan
perkembangan system ekonomi liberal kapitalis. Globalisasi ekonomi yang terjadi
bermula dari konsep domestikisasi yang merujuk kepada pemikiran John Naisbitt,
yang menyatakan “perlu diubah menjadi sebuah konsep baru, yaitu domainisasi”.
Domain, merupakan sistem cluster sektor ekonomi tertentu dan khas. Dalam
hal ini yang dimaksud dengan domain bukan negara (misalnya Indonesia, Jepang,dll)
melainkan jenis-jenis produk, misalnya Toyota, Honda, dsb. Maka, Toyota merupakan
domain manufaktur otomotif. Batas-batas negara telah menjadi tidak nyata
namun tetap ada. dan inilah yang disebut sebagai globalisasi ekonomi. Domain
ekonomi adalah sebuah kenyataan riil yang tidak bisa kita pungkiri saat ini.
Kenyataannya, bukanlah negara yang menciptakan perekonomian, melainkan
warga yang berada di dalamnya. Seharusnya pemerintah menciptakan kondisi
yang kondusif dimana pertumbuhan dan optimalisasi domain ekonomi bisa
tumbuh subur. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah percaturan ekonomi dunia
saat ini bukanlah globalisasi negara-negara, melainkan globalisasi aktivitas
ekonomi.
Kondisi demikian mestinya dapat mendorong pertumbuhan ekonomi di suatu
negara, karena terdapat peluang untuk masuk ke negara tetangga tanpa merusak
batas. Tetapi yang terjadi dimanfaatkan oleh kaum kapitalis. Secara historis,
kapitalisme yang telah berkembang sejak abad ke-16 berpandangan bahwa
individu atau kelompok dapat bertindak sebagai suatu badan tertentu yang dapat
memiliki atau melakukan perdagangan benda milik pribadi, terutama barang modal
pada sebuah pasar bebas dimana harga ditentukan oleh permintaan dan penawaran,
bertujuan untuk menghasilkan keuntungan yang statusnya dilindungi oleh negara
melalui hak pemilikan serta tunduk kepada hukum Negara atau pihak yang
sudah terikat kontrak.
Pola pikir kapitalisme adalah usaha pemilikan sarana produksi barang dan
2

jasa oleh individu untuk kepentingan individu. Karena erat kaitannya dengan
paham materialisme, maka perberkembangannya berorientasi materi yang
dianggap akan mensejahterakan masyarakat.

Oleh karena itu, penulis menggarisbawahi bahwa setelah mengetahui


fenomena globalisasi ekonomi dan domain ekonomi ini bekerja, muncul pemikiran
:”Bagaimana sebagai muslim, kita bisa menjadi pemain utama dalam domain
tertentu, dan bagaimana kita membuat domain kita sendiri?” Harapan penulis,
mengisi globalisasi ini bukan dengan logika kapitalis-materialistis, namun dengan
logika masyarakat madani yang berpijak pada ekonomi syariah.
Sebagai landasan berpikir, kita cermati pendapat Bernard Shaw yang dikutip
Sayyid Quthb dalam Amri (2008), yang menyatakan ”Sesungguhnya dunia Barat kini
sudah mulai bergeser dan sedang mendekati Islam. Telah diramalkan bahwa
agama Muhammad kelak di kemudian hari akan diterima oleh bangsa Eropa,
dan kini gejala itu sudah mulai terlihat. Para tokoh gereja abad pertengahan
sengaja memberi gambaran yang kelam tentang ajaran Islam. Hal itu disebabkan
karena kebodohan dan fanatisme yang ketat. Padahal kenyataannya mereka
sesungguhnya tidak mau bersikap jujur dengan membenci Muhammad dan agama
beliau serta menganggapnya sebagai musuh. Adapun saya sendiri, maka saya
wajib mengatakan bahwa Muhammadlah penyelamat kemanusiaan. Saya yakin
sepenuhnya, bahwa bila orang seperti dia ini memimpin dunia modern saat ini pasti
dapat memecahkan segala kemusykilannya dan dapat menciptakan perdamaian bagi
alam semesta.”
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk mengamati lebih
mendalam dan dituangkan ke dalam makalah yang berjudul :”Ekonomi Syariah
Sebagai Solusi untuk mengatasi kelemahan Ekonomi Kapitalis”.

2. Masalah

Secara filosofis, perekonomian yang berkembang di Indonesia adalah ekonomi


syari’ah atau ekonomi Islam, karena dilihat dari sudut demografi penduduk Indonesia
mayoritas beragama Islam. Di samping itu, “kebenaran” yang dijadikan acuan dalam
tata kehidupan bersumber dari ajaran agama, hukum, budaya dan filsafat. Oleh
karena itu, seharusnya perekonomian Indonesia mengacu kepada ajaran Islam
(Ekonomi Syariah).
3

Maka, idealnya falsafah eknomi yang digunakan oleh umat Islam adalah
ekonomi Syari’ah atau ekonomi Islam. Prinsip “halal” merupakan acuan utama,
karena bagi umat Islam memenuhi kebutuhan hidup tidak berorientasi materi,
melainkan lebih mementingkan nilai spiritual (ukhrowi) dalam arti berlandaskan tauhid.
Di samping itu, zakat dan sadaqah merupakan bagian yang tak terpisahkan dengan
aktivitas ekonomi.

Tetapi dalam kenyataan, umat Islam Indonesia seperti tidak berdaya, karena
dalam aktivitas ekonominya terjerat oleh sistem liberal kapitalis. Sebagai contoh,
falsafah ekonomi masih ada yang menganut teori Adam Smith yang menyatakan
bahwa “dengan modal yang sekecil-kecilnya diharapkan dapat memperoleh
keuntungan yang sebesar-besarnya” sehingga dalam prakteknya akan menghalalkan
segala cara, termasuk praktek ekonomi non halal yang merugikan banyak pihak.

Kemudian, di sektor perbank-an, menggunakan prinsip “waktu adalah uang”


sehingga muncul istilah bunga yang berbau riba. Di level masyarakat bawah, praktek
jual beli dengan sistem ijon sampai saat ini masih banyak digunakan, padahal sudah
jelas tidak sesuai dengan ajaran Islam, karena besar kemungkinan adanya salah satu
pihak yang dirugikan. Jual beli yang terlarang pun banyak dilakukan, seperti menjual
barang haram (minuman keras, daging babi, dan sebagainya). Bahkan akhir-akhir ini
marak berita yang mengemukakan fakta tentang adanya produk makanan yang
diawetkan dicampur dengan barang atau zat yang haram, misalnya dendeng dan abon
sapi bercampur dengan daging babi, atau makanan dicampur zat kimia yang
membahayakan. Dan masih banyak lagi praktek ekonomi liberal kapitalis yang dianut
oleh sebagian umat Isam. Dengan demikian, masalah yang penulis rumuskan adalah
”Bagaimana praktek sistem Ekonomi Syariah sebagai Solusi untuk mengatasi
kelemahan Ekonomi Kapitalis”.

3. Tujuan

Berpijak kepada latar belakang dan rumusan masalah di atas, penulisan


makalah ini bertujuan untuk mengetahui praktek sistem Ekonomi Syariah sebagai
Solusi untuk mengatasi kelemahan Ekonomi Kapitalis”.

4. Pendekatan

Untuk memecahkan masalah penulis menggunakan pendekatan analisis


empiris dan studi kepustakaan. Dengan cara ini, penulis dapat membandingkan antara
4

teori ekonomi syariah yang seharusnya dijadikan pedoman oleh umat Islam dengan
praktek ekonomi yang digunakan di masyarakat saat ini.

B. EKONOMI SYARIAH SEBAGAI SOLUSI UNTUK MENGATASI KELEMAHAN


EKONOMI KAPITALIS

1. Realitas Kehidupan Umat Islam

Dilihat dari sudut pandang filsafat ilmu, baik berdasarkan agama maupun
Pancasila, praktek ekonomi yang layak dianut dan diyakini kebenarannya oleh umat
Islam di Indonesia adalah ekonomi syari’ah. Dengan alasan : Pertama, Islam
merupakan agama yang sempurna, dalam arti dapat menjadi acuan kehidupan dalam
berbagai aspek, termasuk aspek ekonomi. Salah satu penyebab Umat Islam terjerat
sistem ekonomi liberal kapitalis adalah karena kebodohan, bodoh dalam arti tidak
mengetahui, memahami, mendalami, dan mengamalkan ajaran Islam secara kaafah.
Pada umumnya, ajaran Islam hanya diwujukan dalam bentuk pengamalan ritual
semata, sedangkan praktek pengamalan nyata sehari-hari larut dalam sistem
kehidupan yang sangat bervariasi, mulai yang bersumber dari sisa-sisa ajaran Hindu
dan Budha, sampai kepada gaya Barat yang dianggap modern. Akibatnya, apa yang
dilakukan seseorang di mesjid (ritual keagamaan : solat dan dzikir), tidak seirama
dengan gaya hidup di masyarakat. Ini berarti pengamalan ritual keagamaan tidak
menjadi cahaya penerang kebenaran dalam praktek kehidupan lainnya. Kedua, nilai-
nilai yang terkandung dalam Pancasila pada hakikatnya relevan dengan ajaran Islam,
sehingga apabila diamalkan dengan baik akan saling memperkuat dengan sistem
perekonomian syariah. Karena, sila pertama dari Pancasila adalah Ketuhanan Yang
Mahaesa, sedangkan tuhan Yang Mahaesa hanyalah Allah SWT. Kemudian, secara
filosofis, Pancasila itu bukan lima sila yang terpisah melainkan merupakan satu
kesatuan, karena antara sila pertama, kedua, ketiga, keempat dan kelima merupakan
hirarki piramidal yang utuh. Artinya, sila pertama menjiwai sila kedua, sila pertama dan
kedua menjiwai sila ketiga, dan seterusnya. Oleh karena itu, apabila Pancasila
dijadikan sebagai pedoman dalam menggali kebenaran, khususnya di bidang ekonomi
akan relevan dengan ekonomi syariah.

Tetapi dalam kenyataannya, praktek perekonomian bangsa Indonesia ini jauh


dari ajaran Islam, kalaupun ada hanya sebagian kecil dan terpecah-pecah sehingga
tidak mampu mewarnai kehidupan perekonomian yang Islami secara menyeluruh.
5

Terbukti bahwa, banyak umat Islam dari kalangan menengah ke bawah bangkrut
justru setelah berkenalan dengan Bank. Kalaupun tidak bangkrut, gaya hidupnya
terseret kepada perilaku konsumtif materialistis yang melupakan aspek halal, sehingga
lupa pula akan kewajibannya terhadap sesama umat yang membutuhkan. Padahal
Islam mengajarkan bahwa “Di dalam harta orang kaya terdapat hak orang miskin, baik
diminta maupun tidak diminta“. Demikian juga halnya dalam praktek jual-beli, hanya
sebagian kecil saja yang berusaha memenuhi ajaran Islam, misalnya saat transaksi
mengucapkan ijab-kobul, yang lainnya biasa-biasa saja.

Berdasarkan realita yang dikemukakan di atas, perlu dicari jalan


pemecahannya, bagaimana agar umat Islam tidak terus berlanjut terjerat dalam sistem
perekonomian kapitalis, padahal kita memiliki acuan yang jelas dan diyakini
kebenarannya. Sebelum penulis kemukakan praktek ekonomi syariah, terlebih dahulu
akan dikemukakan perbandingan antara teori ekonomi Islam dengan teori ekonomi
liberal kapitalis dan ekonomi Sosialis.

2. Teori Ekonomi di Dunia

Terdapat tiga sistem ekonomi yang ada di muka bumi ini yaitu Sosialis,
Kapitalis, dan Mix Economic. Ketigas sistem tersebut merupakan sistem ekonomi
yang berkembang berdasarkan pemikiran barat. Tidak ada satupun diantara sistem
ekonomi yang secara penuh berhasil diterapkan dalam perekonomian di banyak
negara. Sistem ekonomi sosialis hancur dengan bubarnya Uni Soviet. Dampak
politisnya, sistem kapitalisme merasa menjadi satu-satunya sistem ekonomi yang
sahih di muka bumi. Tetapi ternyata, kapitalis berakibat lebih buruk, karena banyak
negara miskin semakin miskin dan negara kaya yang jumlahnya relatif sedikit semakin
kaya. Demikian juga dalam skala kecil, yang miksin makin miskin, yang kaya makin
kaya.
Sekarang terbukti seperti yang dikemukakan Joseph E.Stiglitz (2006),
kegagalan ekonomi Amerika dekade 90-an justru karena keserakahan kapitalisme ini,
karena kelemahannya lebih menonjol ketimbang kelebihannya. Oleh karena itu,
muncul pemikiran baru tentang sistem ekonomi yang relatif dapat diandalkan sebagai
solusi untuk memerangi sistem kapitalis, terutama di kalangan negara-negara muslim
atau negara-negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam yaitu sistem
ekonomi syariah. Negara-negara yang penduduknya mayoritas Muslim mencoba untuk
mewujudkan suatu sistem ekonomi yang didasarkan pada Al-quran dan Hadist, yaitu
6

sistem ekonomi Syariah yang pada zaman Rasulullah telah berhasil membawa umat
meningkatkan perekonomian di Zazirah Arab. Dari pemikiran yang didasarkan pada Al-
quran dan Hadist tersebut, saat ini sedang dikembangkan Ekonomi Syariah dan
Sistem Ekonomi Syariah di banyak negara Islam termasuk di Indonesia.
Ekonomi Syariah dan Sistem Ekonomi Syariah merupakan perwujudan dari
paradigma Islam. Pengembangannya bukan untuk menyaingi sistem ekonomi kapitalis
atau sistem ekonomi sosialis, tetapi lebih ditujukan untuk mencari suatu sistem
ekonomi yang mempunyai kelebihan-kelebihan serta untuk menutupi kekurangan-
kekurangan dari sistem ekonomi yang telah ada. Islam diturunkan ke muka bumi ini
dimaksudkan untuk mengatur hidup manusia guna mewujudkan ketentraman hidup
dan kebahagiaan umat di dunia dan di akhirat sebagai nilai ekonomi tertinggi.
Menurut ajatran Islam, kegiatan ekonomi harus sesuai dengan hukum syara’.
Artinya, ada yang boleh dilakukan dan ada yang tidak boleh, sehingga diperlukan
adanya etika. Kegiatan ekonomi dan kegiatan-kegiatan lainnya yang bertujuan untuk
kehidupan di dunia maupun di akhirat adalah merupakan ibadah kepada Allah S.W.T.
Semua kegiatan dan apapun yang dilakukan di muka bumi, kesemuannya merupakan
perwujudan ibadah kepada Allah SWT. Manusia Tidak dibenarkan bersifat sekuler,
yaitu memisahkan kegiatan ibadah/ uhrowi’ dan kegiatan duniawi. harta pada
hakikatnya adalah milik Allah, dan harta yang dimiliki oleh manusia sesungguhnya
merupakan pemberian dan titipan Allah, oleh karenanya harus dimanfaatkan sesuai
dengan perintah Allah.
Berkaitan dengan sistem ekonomi syariah, Chapra dalam Amri Amir (2008),
mengemukakan tiga prinsip utama, yaitu Tawhid, Khilafah dan ‘Adalah. Pertama,
Tawhid menjadi landasan utama bagi setiap Muslim dalam menjalankan aktivitasnya
termasuk aktivitas ekonomi. Prinsip ini merefleksikan bahwa penguasa dan pemilik
tunggal atas jagad raya ini adalah Allah SWT yang mendasari prinsip Khilafah dan
‘Adalah. Kedua, prinsip Khilafah mempresentasikan bahwa manusia adalah khalifah
atau wakil Allah di muka bumi yang membawa amanah dari Allah SWT yang harus
dilaksanakan selama hidupanya. Ketiga, prinsip ‘Adalah atau keadilan yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan konsep Tawhid dan Khilafah.
Dengan demikian, sistem ekonomi syariah yang berdasarkan atas ketiga prinsip
tersebut, diharapkan mampu mewujudkan sistem perekonomian umat yang
berlandaskan etika dan moral dalam melaksanakan semua kegiatan ekonomi, selain
harus adanya keseimbangan antara peran pemerintah, swasta, kepentingan individu,
juga terdapat keseimbangan antara kepentingan dunia dan akhirat.
7

3. Perbandingan Ekonomi Islam, Ekonomi Liberal, dan Ekonomi Sosialis.

Berdasarkan teori yang diungkapkan di atas menyangkut sistem ekonomi yang


telah ada, maka terdapat tiga sistem ekonomi yang utama saat ini. Ketiga sistem
tersebut digunakan oleh negara-negara di muka bumi ini. Tiga sistem ekonomi utama
tersebut adalah sistem ekonomi sosialis, sistem ekonomi kapitalis, dan sistem
ekonomi syariah. Ketiga sistem ekonomi tersebut mempunyai paradigma, dasar dan
fisolofi yang berbeda, dan masing-masing memiliki kekuatan dan kelemahannya.

Di antara perbedaan yang mendasar menyangkut paradigma, dasar dan


filosofi ke tiga sistem ekonomi tersebut. Dalam ekonomi sosialis, paradigma yang
digunakan adalah Marxis yang tidak mengakui pemilikan secara individual. Semua
kegiatan, baik produksi maupun yang lainnya ditentukan oleh negara dan
didistribusikan secara merata menurut kepentingan negara. Dasar yang digunakan
dalam ekonomi sosialis yaitu bahwa, pemilikan faktor produksi pribadi tidak diakui.
Sedangkan filosofinya semua anggota masyarakat merupakan satu kesatuan yang
mempunyai kesamaan hak, kesamaan tanggungjawab dan kesamaan lainnya, maka
semua orang harus sama tidak boleh ada perbedaan.

Sedangkan sistem ekonomi kapitalis merupakan sistem ekonomi memiliki


paradigma bahwa kegiatan ekonomi ditentukan oleh mekanisme pasar. Dasar
pemikiran yang digunakan bahwa semua orang merupakan makhluk ekonomi yang
berusaha untuk memenuhi kebutuhannya dengan tidak terbatas dan terus menerus
dilakukan sesuai kemampuannya. Maka lahirlah filosofi individualisme, sehingga
beranggapan bahwa semua orang berhak untuk memenuhi kebutuhannya sebanyak-
banyaknya dan berhak atas kekayaan yang dimilikinya secara penuh. Faktor-faktor
produksi dapat dikuasai secara individu dan digunakan oleh yang bersangkutan
sesuai dengan keinginannya tanpa dibatasi sepanjang sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.

Oleh karena kedua sistem tersebut memiliki kelebihan dan kelemahan, maka
yang terbaik bagi umat adalah memadukan kekuatan masing-masing. Solusi yang
tepat adalah dengan menggunakan sistem ekonomi syariah, yang juga memiliki
paradigma, dasar dan filosofi yang jelas. Maka untuk memperoleh gambaran tentang
perbandingan ketiga sistem tersebut, penulis kemukakan bagan berikut ini :
8

EKONOMI

SISTEM EKONOMI

SOSIALIS KAPITALIS SYARI’AH

PARADIGMA PARADIGMA PARADIGMA


MARXIS PASAR SYARIAH

Dasar Dasar Dasar


Non private Economic man Muslim
ownership of the
(Ahsani Taqwim)
means of production

Philosophi Philosophi Philosophi


Sosialis Individualisme Tauhid

Sumber : Amri Amir, 2008

Gambar 2.1
Paradigma, dasar dan filosofi sistem ekonomi

Dari gambar di atas tampak bahwa sistem ekonomi syariah memiliki paradigma
syariah, yang berarti tidak lagi berorientasi kepada Marxis dan pasar, melainkan
berorientasi syari’ah (hukum) yang bersumber dari Al Quran dan Hadits. Kemudian
dilihat dari dasar dan filosofinya, tidak lagi sekedar memperbincangkan antara
kebersamaan dan individu, melainkan bersifat menyeluruh, bahkan berorientasi
kepentingan dunia dan akhirat, karena filosofi TAUHID akan menaungi seluruh
aktivitas hidup, bukan hanya sebatas ektivitas ekonomi melainkan akan terintegrasi
kepada semua aspek kehidupan, baik sosial, ekonomi, budaya, politik, hukum, ilmu
pengetahuan, teknologi, bahkan tataran spiritual sekalipun.

4. Praktek Ekonomi Islam

Dewasa ini, praktek ekonomi Islam sebagian telah dilakukan di Indonesia,


tetapi dampaknya belum dirasakan secara menyeluruh. Oleh karena itu masih perlu
ditingkatkan baik kuantitas maupun kualitasnya. Di samping itu, praktek ekonomi
syariah yang telah dijalankan di Indonesia hanya berkaitan dengan lembaga keuangan
dan zakat, sedangkan sektor ekonomi lainnya yang lebih luas belum dilakukan.
9

Praktek ekonomi syariah atau ekonomi Islam meliputi berbagai aspek ekonomi,
antara lain perdagangan (jual-beli), sewa-menyewa, pinjam meminjam, gadai,
pertanian, peternakan, perbankan, asuransi, dan sebagainya. Karena keterbatasan,
maka yang akan dikemukakan di sini hanya mencakup lembaga keuangan dan sedikit
tentang zakat. Berikut beberapa praktek ekonomi syariah di Indonesia saat ini.

a. Perbankan Syariah
Gagasan awal tentang perbankan syariah tumbuh sekitar tahun 1992-1998,
kemudian berkembang secara signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Menurut
Bank Indonesia dalam Akbar Susamto (2008), sampai bulan November 2007 jumlah
bank syariah telah mencapai 143 unit. Perinciannya, tiga bank merupakan Bank
Umum Syariah (BUS), 26 bank merupakan Unit Usaha Syariah (UUS), dan 114 bank
merupakan Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS). Dalam operasinya berusaha
melayani masyarakat dalam bentuk simpan pinjam dan bantuan modal usaha
produktif.
Menurut teori yang dikemukakan (Mannan, 1997), dalam skala yang lebih
besar secara umum operasional Bank Islam meliputi (a) Operasi pinjam meminjam;
(b) Partisipasi Modal dan Garis-garis Permodalan; (c) Pembiayaan sewa beli; (d)
Bantuan Teknik; (e) Bagi laba; dan (f) Operasi perdagangan luar negeri.

b. Asuransi Syariah
Selain Bank Syariah, walaupun tidak sebanyak perbankan syariah,
perkembangan asuransi syariah pun telah dilaksanakan di Indonesia. Berdasarkan
data Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam LK), hingga
bulan November 2007, telah terdapat 38 perusahaan asuransi yang beroperasi
sesuai dengan ketentuan syariah. Perinciannya, dua unit merupakan perusahaan
asuransi jiwa syariah, satu unit merupakan perusahaan asuransi kerugian syariah, 13
unit merupakan perusahaan asuransi jiwa konvensional yang mempunyai cabang
syariah, dan 19 unit merupakan perusahaan asuransi kerugian,
Menurut Mannan (1997), “Suatu negara Islam, seharusnya menganjurkan
pembentukan suatu industri asuransi yang dimotivasi oleh jiwa koperatif, karena
gagasan koperasi diakui dalam Islam”. Dengan demikian, asuransi dalam Islam
dibolehkan, hanya beda filosofi dan tujuannya. Salah satu perbedaan yang nyata
adalah, asuransi konvensional menyedot modal dari nasabah, asuransi Islam justru
10

menyediakan modal bagi nasabah dengan tujuan untuk menyediakan sesuatu untuk
ahli warisnya. Sumber dana diperoleh dari sumbangan para dermawan.

c. Pasar Modal Syariah


Pasar modal syariah diluncurkan pada bulan Maret 2003 sebagai bagian dari
pasar modal Indonesia yang berada di bawah supervisi Badan Pengawas Pasar
Modal dan Lembaga Keuangan (BapepamLK). Namun demikian, kegiatan investasi
syariah di pasar modal Indonesia sebenarnya telah dimulai jauh sebelumnya, seperti
penerbitan reksadana syariah yang dilakukan sejak pertengahan tahun 1997 dan
obligasi syariah yang dilakukan sejak tahun 2002. Perkembangan pasar modal
syariah sejauh ini cukup menjanjikan (Setiawan, 2005). Hal ini setidaknya tampak dari
terus bertambahnya jumlah perusahaan yang listing dalam Daftar Efek Syariah (DES),
yang melakukan penawaran umum obligasi syariah, atau menerbitkan reksadana
syariah.

d. Baitul Mal wa Tamwil (BMT)


Bentuk lembaga keuangan syariah lainnya adalah Baitul Mal wa Tamwil
(BMT) sebagai lembaga keuangan mikro syariah. Mulai tumbuh pada pertengahan
1990-an, perkekmbangannya mengalami pasang surut sesuai dengan perkembangan
perekonomian dunia. BMT ini secara keseluruhan melayani anggota atau calon
anggota yang mencapai tiga juta orang.

e. Organisasi Pengelola Zakat


Pengelolaan zakat secara profesional mjulai bangkit pada tahun 1999 setelah
Undang-undang No. 38/1999 ditetapkan. Sesuai dengan ketentuan Undang-undang
tersebut, organisasi pengelola zakat resmi di Indonesia terdiri atas Badan Amil Zakat
(BAZ) yang dibentuk oleh pemerintah (di tingkat pusat, propinsi dan kabupaten/kota),
dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang dibentuk oleh masyarakat dan mendapat
pengesahan dari pemerintah. Meskipun perkembangan pengeloaan zakat terus
menunjukkan kemajuan yang pesat, tetapi capaian yang ada saat ini sebenarnya
masih jauh dari optimal. Terbukti bahwa keberadaan BAZ belum mampu mengurangi
kesenjangan kesejahteraan umat. Sebagai contoh, kasus yang terjadi beberapa
tahun yang lalu pada saat dilakukan pembagian zakat justru menimbulkan kesan yang
memalukan. Beberapa orang miskin, tewas pada saat ngantri menunggu pembagian
11

zakat. Hal ini menunjukan bahwa manajemen pengelolaan zakat jauh daripada yang
diharapkan.
Selain itu, antrian panjang para mustahiq zakat memberikan lukisan nyata
kepada kita, betapa besarnya jumlah fakir miskin yang harus disantuni melalui
program zakat. Sehingga perlu ditangani dengan pendekatan manajemen yang
sungguh-sungguh.
Demikian, sebagian praktek ekonomi syariah yang diharapkan mampu
mengatasi kelemahan dari sistem ekonomi liberal kapitalis yang banyak menjerat dan
menyengsarakan umat.

C. KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan di atas, penulis berkesimpulan bahwa meskipun


masih dalam taraf pengembangan, praktik ekonomi Islami di Indonesia telah
menunjukkan performa yang cukup menjanjikan. Tetapi harus diakui bahwa dalam
beberapa hal masih terus dikembangkan dan disosialisasikan kepada masyarakat
luas. Karena masih banyak yang belum mengetahui dan memahami hal ini. Untuk
merubah kebiasaan sekelompok orang (masyarakat) memang sulit, tetapi upaya ke
arah perubahan harus dilakukan, paling tidak dimulai dari diri kita sendiri.

Peran ekonomi Islam tidak semata-mata terletak pada perubahan bentuk


akadnya yang sesuai dengan syariah, tetapi juga diperlukan perannya yang lebih
besar dalam menggerakkan perekonomian dan mewujudkan kesejahteraan umat
melalui praktek nyata dalam kehidupan sehari-hari.

Semoga demikian adanya. Hanya kepada Allah-lah kita semua memohon


petunjuk dan perlindungan. Wallahu ‘alam.
12

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Kurshid, 1997, “Pengantar”, dalam Muhammad U. Chapra, Al-Qur’an:Menuju


Sistem Moneter yang Adil, Edisi terjemahan oleh Lukman Hakim, Yogyakarta:
Dana Bhakti Prima Yasa
Amzar, Yohanes V., 2006, “Analisis Efisiensi Perbankan Syariah di Indonesia 2003-
2004”, Tesis diajukan kepada Program Pascasarjana Ilmu Ekonomi UGM, tidak
dipublikasikan
Amir, Amri. 2008. Sistem Ekonomi Syariah, -:-

Bank Indonesia, 2002, Cetak Biru Perbankan Syariah Indonesia, Jakarta: Bank
Indonesia
Chapra, Muhammad U., 1984, “The Nature of Riba in Islam”, Hamdard Islamicus, vol.
7(1),
Fatmawati, Eli, 2004, “Peranan Zakat terhadap Pemberdayaan dan Kesejahteraan
Masyarakat: Studi kasus Jejaring Dompet Dhuafa Republika”.
Hassanuddin. 2008. Filsafat Ilmu, Bandung: UNPAS.
Mannan, 1997. Teori dan Praktek Ekonomi Islam (Alih Bahasa: Nastangin),
Yogyakarta: PT Dana Bhakti Wakaf.
Susamto, Akhmad Akbar dan Malik Cahyadin. 2008. Praktik Ekonomi Islami di
Indonesia dan Implikasinya Terhadap Perekonomian, Jakarta:
Tafsir, Ahmad. 2008. Filsafat Umum; Akal dan Hati Sejak Thales Sampai Capra,
Bandung: Rosdakarya.
Catatan Kuliah Filsafat Ilmu.

You might also like