You are on page 1of 190

PRAKIRAAN DAN SISTEM-SISTEM INFORMASI

SUMBER DAYA MANUSIA: PENDEKATAN DENGAN


MENGGUNAKAN FAKTA-FAKTA

Abidarin Rosidi
STMIK AMIKOM Yogyakarta

Abstraksi
Bagi beberapa orang, informasi adalah sesuatu yang mereka tidak
ketahui atau miliki dan dapat digunakan dlam solusi satu
permaslahan. Data sering dapt menjadi dasar yang lebih yang
mengacu pada angka-angka, orang atau sesuatu. Dalam pengertian
ini, data menjadi informasi ketika diakses oleh orang yang
memerlukannya dan dapat menggunakannya dalam solusi
permaslahan. Ketika data dan informasi diorganisir, sistematis dan
terpadu, kita mengacu padanya sebaga suatu system informasi.
Tehnologi computer memungkinkan organisasi mengkombinasikan
data dan informasinya dalam lokasi-lokasi pusat secara efisien yang
dinamakan database. Dan kemudian membuatnya tersedia untuk
penggunaan oleh orang lain tanpa melihat lokasinya. Ketika database
ini mengandung data dan informasi untuk mengatur sumber daya
manusia, kita menamannya system informasi sumber daya manusia
(HRIS).

Kata Kunci: Sistem Informasi, SDM

1. Pendahuluan
Sistem taksiran adalah pendekatan-pendekatan terorganisir
untuk mengukur dan mengevaluasi suksesnya aktivitas sumber daya
manusia. System penaksiran memungkinkan professional HR, manajer
dan para pekerja menggunakan data dan informasi sumber daya
manusia untuk menentukan apakan sumber-sumber daya manusia
sedang diatur seefektif mungkin.

1
Menghubungkan perencanaan Sumber daya manusia dengan
perencanaan Bisnis Perusahaan
Dengan kemmpuan computer, menjadi lebih layak untuk
menghubungkan perencanaan HR dengan kebutuhan-kebutuahan
perencanaan bisnis.
Di perushaan Cheveron SanFransisco California, grup HR
telah mampu menghubungkan perencanaan HR lebih dekat dengan
prencanaan bisnis dengen cara mendisentralisasi HRISnya untuk unit
bisnis. Tiap-tiap unit berbeda dipandang dari kebutuhan bisnisnya,
putaran perencanaanya, dan tingkat perubahan. Desentralisasi
membolehkannya menggunakan system dalam cara yang nyaman
untuknya. Dengan semakin nyaman, semakin besar penggunaan
sistemnya.

1.1 Kompensasi
Tehnologi computer dan data kompensasi dlam HRis dapat
menjadi alat dlam mengatur kompensasi total dan memastikan
equity/hak-hak kekayaan. Dalam format besar, para spesialis HR
dapat mempertahankan nilai (harga) kompensasi total dlam beberapa
konfigurasi. Contohnya, kompensasi total dapt dihitung untuk tiap-
tiap pekerja dan rata-rata untuk tiap-tiap posisi/departemen.
Tehnologi computer dapat mengakomodasi perncanaan dan
administrasi upah berdasar kinerja seperti cara dibawah ini:
Pertama, administrasi mungkin dilakukan dngan mengembankan
jaringan untuk perncanaan upah jasa dlm system computer dn dengan
memprogram computer untuk post naiknya prosentase yang tepat.
Kedua, perencanaan anggaran difasilitasi dngn cara memanipulasi
nilai-nilai prosentase pada jaringan, yang scr otomatis mengubah
bayaran/gaji tiap-tiap individu. Dalam kompensasi total, perencanaan
berdasar kinerja mungkin dipertimbangkan oleh departemen, posisi
atau unit berarti lainnya. Nilai hasilnya mungkin berrguna untuk
manajemen top. Karena waktu adalah suatu harga untuk perusahaan,
kemampuan untuk menganalisa informasi ini menggambarkan
efisiensi harga yang substansial.

2
1.2 Pelatihan dan Pengembangan
Pelatihan berdasar computer (CBT) saat ini sedang digunakan
dlam beberapa seting organisasi. Satu transaksi besar dalam pelatihan
untuk pilot pesawat dilakukan menggunakan CBT dan simulator
penerbangan. Mekipun efisien, menggunakan CBT sendiri mungkin
tidak menjadi cara yang terbaik untuk melatih pilot dimasa datang.
Dlm Perushann Hudson Bay, retailer besar kanada, CBT sedang
digunakan untuk melatih asosiasi sales baru untu semuanya dari
prosedur-prosedur took ke praktik-praktik jasa pelanggan.

1.3 Manajemen Kualitas Total


Memperoleh kualitas total dan kemudian memperbaikinya
secara terus menerus tergantung pada data, informasi dan penaksiran.
Transaksi besar dari data dan informasi yang dipelukan dlah sumber
daya manusia , shg HR harus memiliki bahan yang perlu. Bahkan jika
data dan informasi yang diperlukan bukan sumber daya manusia yang
berhubungan, HR harus mampu melatih para karyawan untuk
memahami dan memanfaatkannya.

1.4 Pemberian Tes/ testing


Satu area tehnologi computer yang menerima atensi penelitian
yang meningkat diantara professional HR adlah testing tambahan.

1.5 Interview
Komputer juga digunakan untuk menurunkan prasangka-
prasangka/anggapan yang melekat pada interview kerja. Mereka
mmemberikan wawancara trstruktur scr langsung untuk pelamar kerja.
Berkomunikasi dengan para karyawan melalui
Survey/penelitian. Memperbaiki komunikasi dapt memfasilitasi
trsmisi ide-ide karywan dalam perbaikan produk (spt dlm putaran
kualitas) ,perubahan organisasi, dlam waktu yang sama memperkuat
keterlibatan kerja para karyawan, partisipasi dan kegunaan
pengendalian. Sebagai tambahan, program-program pelatihan dapt
dibangun untuk memperbaiki komunikasi yang berhubungan dng
kedudukan.

3
Dalam beberapa aplikasi data HR, data yang dikumpulkan untuk
ukuran kinerja pekerjaan itu sendiri serta untuk predictor kinerja spt
test dan karakter background.
Para karyawan juga bereaksi untuk lingkungan dan kualitas kerja.
Beberap reaksinya, yang termasuk respon-respon psikologis spt
perubahan tekanan darah dan hati adlah gejala-gejala stress para
karyawan. Karena standar manajemen HR adlah kesehatan para
pekerja, pengumpulan tipe informasi ini sangat penting.
Scr umum, penelitian organisasi dapat menaksir/meperkirakan hal
sbb:
- Persepsi/pandangan pekerja: mengerti peran-peran individu,
konflik peran, keanekaragaman, kualitas kerja, dan kualitas
interpersonal (spt supervisor dan anggota grup)
- Reaksi-reaksi pekerja: perasaan(spt kepuasan) dan respon
psikologis (spt tekanan darah dan hati )
- Prilaku-prilaku pekerja: kinerja, kehadiran dan pergantian
Langkah-langkah untuk manager HR untuk mempertimbangkan ketika
melakukan survey organisasi termasuk perencanaan scr hati-hati,
mengoleksi data, menyediakan umpan balik, dan memastikan
prtisipasi pekerja. Perencanan ditujukan untuk:
- Persepsi-persepsi pekerja khusus dan respon-respon yang
seharusnya diperkirakan
- Metode-metode yan akan digunakan mengoleksi data
termasuk observasi, questioner, interview dan catatan personal
- Jangkauan dan keabskhan taksiran yang digunakan
- Orang-orang yang datanya dikoleksi – semua pekerja, hanya
pekerja manajerial, sample pekrja atau departemen tertendu
dalam perushaan.
- Waktu penelitian dan cara membuat penelitian
- Tipe-tipe analisa yang dibuat dngn data
- Tujuan-tujuan spesifik data – contoh, untuk menentukan
alasan-alasan maslah pergantian dlm organisasi

4
Koleksi data actual termasuk tiga hal:
Pertama, harus diputuskan siapa yang akan menglola penelitian –
manajer, seseorang dari departemen HR, atau seseorang dari luar
organisasi)
Kedua, harus diputuskan dimana, kapan dan ukuran kelompok data
apa yang akandikoleksi. Semua pertimbangan dipengaruhi oleh
metode yang ditunakan untuk mengumpulkan data.
Ketiga, partisipasi pekerja doam survey harus diperkirakan. Ini dpat
dilakukan dng mengumpulkan data selama watu perushaan dan
dengan menyediakan umpan balik.

Pemenuhan hukum/legal
HRIS dan tehnologi computer dapat memfasilitasi penyimpanan yang
mudah serta akses catatan-catatan HR yang penting bg organisasi.
Untuk memenuhi hukum-hukum ketenagakerjaan federal, organisasi
harus mengikuti beberapa pesyaratan untuk mejaga catatan-catatan
HR. Tingkat 7 Civil Rights Act 1964 mengatakan organisasi harus
menjaga semua catatan ketenagakerjaan untuk paling tidak 5 bulan.
The Equal pay Act dan Age Dikriminasi dlam aksi tenaga kerja
mengatakan organisasi harus menjaga jatatanya untuk 3 tahun- tetapi
tiga tihaun tidak selalu cukup panjang. Organisasi juga harus mengisi
laporan-laporan.

2. Pembahasan
2.1 Perhatian-Perhatian Etis/Susila
Dengan computer dan HRIS, departeman HR dapt dngn cepat
menghasilkan informasi HR yang dipercaya dlam bentuk yang
berfariasi. Jadi, beberapa salinan informasi yang dpt dipercaya
mungkin ada setiap waktu. Sbg akibatnya, kemanan file jadi perhatian.
System HRiS saat ini termasuk pelindung-pelindung akses yang
terbatas pada siapa yang dapt membaca atu menulis satu file dan
mereka dirancang untuk mengizinkan perorangan atau kelompok dari
akses individual atau tidak berakses.
Dalam waktu yang sama, tehnologi computer juga digunakan
untuk memastikan bahwa kebijakan-kebijakan pekerja

5
diimplementasikan scr jujur. Tehnologi computer juga digunakan
untuk memonitor kinerja para pekerja. Para karyawan di kantor
Tehnologi Washingotn AS yang dimonitor mengeluh bahwa hak-
haknya untuk privasi dilanggar dan perushaan menyatakan bahwa hal
itu membutuhkan inormasi supaya berkompetitif.

2.2 Sistem Prakiraan Untuk Manajemen Sumber Daya Manusia


Sistem prakiraan membantu departemen HR untuk
menentukan apa yang diinginkan oleh pelanggan-pelanggannya,
seberapa baik HR melakukan dan apa yang mungkin dilakukan untuk
memperbaiki produk HR dan Jasa-jasanya. Jadi, system prakiraan
konsisten dengan partener/mitranya.

Departemen Sumber Daya Manusia


Departeman HR dapat mendemonstrasikan kontribusinya pada
parusahaan dlam beberpa cara. Kontribusi departemen HR dapt
dikelompokkan dlam 2 katagori:
Melakukan sesuatu yang benar/doing the right things dan melakukan
benarnya sesuatu/doing things right.
Doing the right things berarti melakukan sesuatu yang dibutuhkan
untuk membuat organisasi sukses. Esensinya, para pengakser meminta
jika departemen membantu organisasi lebih sukses spt: daya saing,
keuntungan, penyesuaian, dan implementasi strategi.
Doing the things right berarti melakukan sesuatu yang benar seefisien
mungkin. Tentu, organisasi ingin mengupah orang-orang yang terbaik.
Kontribusi HR dapt diakses melalui pentntuan keuntungan dan harga
dalam dolar dan sen atau melalui penaksiran yang tepat.

Perencanaan Sumber Daya Manusia


Tanpa perencanaan HR yang efektif, satu organisasi mungin
menemukan dirinya sendiri dengan satu penghilangan atau satu kantor
tanpa seorngpun didlamnya. Pada tingkatan dewan, perencanaan
sumber daya manusia dapt diakses pada dasar apakah organisasi
memiliki orang dalam temapt yang benar, waktu yang tepat, gaji yang
baik, dan dngan keahlian-keahlian dan prilaku yang cakap.

6
Dalam tingkatan yang spesifik, aktifitas-aktifitas perencanaan HR
dapt diakses melalui bagimana efektifnya mereka, sepanjan
perekrutan, menarik pekerja baru, menyesuaikan sifat-sifat perubahan
lingkungan.

Rancangan kerja
Rancangan kerja dapt diakses dlam beberapa cara. Yang pertama
melalui perbaikan dlam produktifitas. Suksesnya perbaikan dapt
ditaksir dipandang dari jangkauan para perkrja mampu melakukan
lebih.
Yang kedua, Jika perusahaan memilih mendesain kembali kerja untuk
meningkatkan variasi keahlinanya, atuonminya, kepentingannya,
identitasnya dan umpanbaliknya, mereka dapt mengaksir kesuksesan
dari perubahan-perubahan dengan indicator hsil-hasilnya. Mereka
seharusnya mengingatnya bahwa hasil negative untuk indicator tsb
mungkin bukan bukti bahwa projek rancangan kerja tidak bekrja.
Cara yang ketiga usaha-usaha rancangan kerja dpat diakses melalui
angka yang dilaporkan pekerja yang terluka khusunya sakit punggung.
Karena kelukann tsb menyebabkan ketidakhadiran dan harga
kompensasi pekerja yang lebih tinggi serta klaim asuransi kesehatan
yang lebih.

Perekrutan
Aktifiata perekrutan diperlukan untuk menarik orang-orang yang
benar dal waktu yang tepat delam batasan legal, sehingga orang-orang
dan perushaan dapt menyeleksi satu sama lain. Tiap-tiap metode atau
sumber perekrutan dapt dievaluasi, atau dinilai dengan melihat harga-
harga manfaat jangka panjang dan jangka pendek. Akhirnya,
kegunaan tiap-tiap metode dapt ditentukan dengan membandingkan
jumlah pelamar berkualitas.

Penyeleksian dan penempatan


Jika organisasi dapat meneleksi dan menempatkan para pelamar yang
melakukan dgn baik, produktfitas organisasi akan menguntungkan.
Untuk membuat keputusan penyeleksian dna penempatan yang akan

7
menguntungkan produtivitas organisasi, organisasi harus
menggunakan predictor yang valid dan legal/resmi. Organisasi harus
juga memperthatikan harga-harga keseluruhan dari alat-alat
penyeleksian dan mempertimbangkannya trhadap keuntungan.

Penilaian kinerja
System penilaian yang terbaik adalah satu yang mendukung rumusan
dan implementasi strategi perusahaan dalam cara yang efektif. Tidk
ada manajer rasional yang tertarik pada keakurantan atau umpan balik
kinerja untuk tujuan-tujuan yang mementingkan sendiri.
Dalam beberapa tahun terakhir, beberapa penelitian telah diambil
untuk menentukan kegunaan penempatan system penilan kinerja.

Kompensasi/ganti rugi
Dalam menilai bagaimana efektif nya suatu perusahaan mengelola
program kompensasinya, tujuan-tujuan utama dari kompensasi total
berikut ini harus diingat:
- menarik para pekrja yang berkualitas
- memotivasi para pekerja
- mempertahankan pekrja yang berkualitas
- mengelola upah dalam batasan legal
- menggapai perencanan HR dan sasaran-sasaran bisnis
strategis
Jika perusahaan berharap meraih tujuan-tujuan tsb, para pekerja perlu
puas dengan upahnya. Artinya bahwa tingkatan upah sehrausnya
benar-benar kompetitif, para pekerja seharunya membolehkan hak
pembayaran internal dan proram kompensasi seharsny dikelola dngn
tepat.

Pelatihan dan Pengembangan


Beberapa cara mengevaluasi program-progam pelatihan dan
pengembangan harus diusulkan, termasuk penelitian-penelitian untuk
menaksir perubahan dalam produktifitas, prilaku (cth, kepuasan
dengan supervisor, kepuasan dngan program yang beraneka ragam,
puas dng kerja, konflik peran, stress dan pengetahuan prosedur kerja ),

8
penyimpanan harga, peraihan keuntungan, dan prilaku terhadap
pelatihan. Banyak ahli pelatihan setuju bahwa beberapa evaluaasi
seharusnya paling tidak 4 komponen:
- reaksi pada pelatihan
- Pembelajaran
- Prilaku atau perubahan kinerja
- Hasil-hasil

Keselamatan dan Kesehatan


Perusahaan-perusahaan yang mencoba untuk memperbaiki
keselamatan dan kesehatan lingkungannya sering perlu
mengumpulkan statistic-statistik dalam frequensi dan kerasnya
kecelakan kerja dan penyakit yang berhubungan dng kerja.

Tawaran kolektif
Keefektifan proses tawaran kolektif scr keseluruhan dan hubungan
manajemen – serikat kerja dapat ditaksir melalui jangkauan tiap
kelompok meraih tujuan-tujuannya tetapi pendekatan inti memiliki
kesulitan. Karena tujuan-tjuan bertentangan dlam beberapa kasus dan
dpat menimbulkan konflik . konflik lebih muncul dlam proses tawaran
kolektif karena kegagalan memecahkan isu menyebabkan pemogokan
kerja

Bagi beberapa perusahaan untu sukses saat ini, mereka perlu diatur
secara sistematis dan secara ilmiah. Mereka perlu diatur dengan data,
informasi dan alat-alat penilaian serta tehnik. Sebagai tambahan, satu
budaya perlu diciptakan untuk mendukung penggunaan alat-alat dan
tehnik-tehnik tsb serta keahlian/ketrampilan harus dikembangkan
diantara para karyawan sehingga mereka mampu menggunakan alat-
alat dan tehnik-tehnik tsb.
Kesuksesan departemen HR dalam emgnembangkan system-sistem
untuk mengoleksi dan menggunakan informasi dan data HR
tergantung pada mitra dari manajer dan pekerja yang berkerj dengan
Profesional HR. Manajer harus sudi memberi data dan informasi dan
kemudian menggunakannya, para karyawan perlu mempelajari

9
bagaimanan menggunakannya dan mengubahnya. Professional HR
harus mengembangkan HRIS yang melayani kebutuhabn-kebutuhan
manajer dan pekerja.
Melalui pendekatan-pendekatan sistematis pada penilaian, grup-grup
tersebut dapat secara hati-hati mengevaluasi kesuksesan organisasi
dalam semua aktivitas dan program-program HRnya. Contohnya,
beberapa perusahaan menentukan seberapa baiknya mereka
melakukan dalam area kebuasan kerja, godaan kerja atau
keanekaragamaan kerca dengan memberikan penelitian organisasi
yang terpercaya pada para karyawannya sekali dalam setahun.
Data, informasi dan system penelitian HR yang dibangun oleh
organisasi dapt di salah gunakan oleh perushaan dan individual. Sbg
konsekuensinya, para professional HR memiliki tanggung jawab yang
besar untuk melindungi system-sistem tsb, tanpa membatasi potesi
system untuk membantu organisasi mengubah kondisi dengan cepat
dan dengan benar. Hasil dari keseimbangan yang sukses ini penting
sekali untuk organisasi dan individu.

3. Penutup
Tehnologi computer memungkinkan organisasi
mengkombinasikan data dan informasinya dalam lokasi-lokasi pusat
secara efisien yang dinamakan database. Dan kemudian membuatnya
tersedia untuk penggunaan oleh orang lain tanpa melihat lokasinya.
Ketika database ini mengandung data dan informasi untuk mengatur
sumber daya manusia, kita menamannya system informasi sumber
daya manusia (HRIS).

Daftar Pustaka
--

10
E-COMMERCE SEBAGAI PENDUKUNG PEMASARAN
PERUSAHAAN

Dina Maulina
STMIK AMIKOM Yogyakarta

Abstraksi
Electronic Commerce (e-Commerce) sangat mendukung
dalam peningkatan, pengembangan, suatu perusahaan. Dengan
adanya e-commerce akan dapat memberikan suatu kelayakan bagi
pihak manajemen dalam memproses berbagai sumberdaya yang
digunakan. Diantara sumberdaya tersebut, e-commerce merupakan
pendukung manajemen dalam proses pemasaran untuk mencapai
tujuan. Hal tersebut dikarena e-commerce dapat merubah bentuk
pelayanan yang semula harus datang langsung ke suatu instansi yang
dituju ataupun melalui via telepon, tapi sekarang menjadi pelayanan
yang on-line disetiap waktu dimanapun berada sehingga dapat
memudahkan dalam menangani segala transaksi. Tampilan media e-
commerce menjadikan pelanggan dapat leluasa melihat segala
aktivitas yang dilakukan oleh sebuah perusahaan dalam memasarkan
produknya. Pemasaran terbentuk karena adanya aset yang unik
sehingga menjadi sebuah jaringan pemasaran yang terdiri dari
perusahaan dan pemercaya (stake horder) pendukung, karyawan,
pemasok distribusi, pengecer, agen periklanan dan sebagainya seiring
dengan langkah perusahaan membangun hubungan timbale balik
yang saling menguntungkan. E-commerce dengan manajemen
perusahaan sangat erat kaitannya,
karena disini e-commerce berperan sebagai sarana pendukung
pemasaran untuk menyampaikan informasi demi mencapai tujuan.

Kata Kunci: Manajemen, e-commerce, Pemasaran, Strategi


Pemasaran, Segmentasi Pasar.

11
1. Pendahuluan
Masa sekarang ini perusaan harus pandai-pandai menentukan
keputusan untuk memasarkan produknya, maka dibutuhkan sarana
yang tepat untuk dunia pemasarannya. Melalui e-commerce,
pemasaran kepada konsumen pada umumnya beroperasi berdasarkan
prinsip pemasaran massa dan pemasaran ke bisnis terutama
menyibukkan diri dengan masalah untuk membangun tenaga
pemasaran yang tebaik.
Untuk memanfaatkan kemajuan teknologi guna menunjang
keunggulan dari suatu perusahaan harus dilakukan dengan kebijakan
yang terfokus pada metode pemasaran pada perusahaan, salah satunya
yaitu dengan melalui e-commerce. Sehubungan dengan itu, pelaku
bisnis dalam perusahaan cenderung ingin mendapatkan pemasaran
yang efektif dan efisien sebagai sarana informasi dalam transaksi.
E-commerce merupakan terobosan baru dalam dunia informasi,
karena dapat memberikan suatu informasi dalam bentuk lebih
menarik, menyenangkan dan on line setiap saat tanpa batas waktu,
asalkan semua perangkat teknologi memenuhi. Berkaitan dengan itu,
perusahaan yang sudah mapan menjadikan objek dalam penerapan
pamasaran melalui e-commerce.
Dari berbagai hal yang didapatkan terhadap pembahasan karya
tulis ini, tinjauan pustaka yang diolah didalamnya menjadi kesatuan
pokok pembahasan yang sangat utama untuk mendukung literature,
agar tidak lepas dari pokok pembicaraan. Dengan kat lain tinjauan
pustaka dalam hal ini harus difokuskan dan menjadi alat
interaksiuntuk memunculkan suatu masukan yang nantinya akan dapat
disajikan dalam bentuk karya tulis dan sebagainya. Jadi, ada beberapa
tinjauan pustaka yang digunakan dalam karya ini berupa buku
panduan yang sangat berkaitan dengan pokok pembahasan utama
yaitu e-commerce. Salah satu buku acuan yang didalamnya mengupas
berbagai cara-cara, metode ataupun langkah-langkah dalam upaya
terciptanya sebuah e-commerce yang mampu memberikan profit/ laba
terhadap suatu perusahaan. Dan juga, tidak lupa dengan seseorang
yang memutuskan berbagai hal dalam perusahaan yakni manajer,
haruslah mengerti berbagai permasalahan, ancaman, kesempatan,

12
kekuatan perusahaan yang mantap dan berhasil guna untuk mencapai
tujuan yang dimaksud. Maka kesemuanya menjadi pembicaraan dalam
karya ini.

2. Pembahasan
E-commerce merupakan satu set dinamis teknologi, aplikasi
dan proses bisnis yang menghubungkan perusahaan, konsumen, dan
komunitas tertentu melalui transaksi elektronik dan perdagangan
barang, pelayanan dan informasi yang dilakukan secara elektronik. M.
Suyanto (2003) mengatakan, e-commerce (EC) merupakan konsep
baru yang bisa digambarkan sebagai proses jual beli barang atau jasa
pada World Wide Web internet (Shim, Qureshi, Siegel, 2000) atau
proses jual beli atau pertukaran produk, jasa dan informasi melalui
jaringan informasi termasuk internet (Turban, Lee, king, Chung,
2000).
Kalakota dan Whinston (1997) mendefinisikan e-commerce
dari beberapa perspektif berikut:
1. Dari perspektif komunitas, e-commerce merupakan
pengiriman informasi, produk/layanan, atau pembayaran
melalui lini telepon, jaringan komputer atau sarana elektronik
lainnya.
2. Dari perspektif proses bisnis, e-commerce merupakan
aplikasi teknologi menuju otomatisasi transaksi dan aliran
kerja perusahaan.
3. Dari perspektif layanan, e-commerce merupakan satu alat
yang memenuhi keinginan perusahaan, konsumen, dan
manajemen dalam memangkas service cost ketika
meningkatkan mutu barang dan ketepatan pelayanan.
4. Dari perspektif on line, e-commerce berkaitan dengan
kapasitas jual beli produkdan informasi di internet dan jasa on
line lainnya.
E-commerce bisa beragam bentuknya tergsntung pada tingkat
digitalitas produk/ layanan untuk dijual dan sebagainya.
Phillip Kotler (2000) mengatakan, pemasaran merupakan
proses perencanaan dan pelaksanaan pemikiran, penetapan harga,

13
promosi serta penyaluran gagasan, barang dan jasa untuk menciptakan
pertukaran yang memenuhi sasaran-sasaran individu dan organisasi.
Strategi menurut Phillip Kotler adalah program yang luas untuk
mendefinisikan dan mencapai tujuan organisasi dan melakukan
misinya. Program merupakan peran aktif yang didasari rasional yang
dimainkan oleh manajemen dalam merumuskan strategi perusahaan/
organisasi. Sedangkan perspektif selanjutnya , strategi adalah pola
tanggapan organisasi yang dilakukan terhadap lingkungannya
sepanjang waktu (James A.F. Stoner 1991). Tujuan pemasaran adalah
untuk mengetahui dan memahami pelanggan sedemikian rupa
sehingga produk atau jasa itu cocok dengan pelanggan dan selanjutnya
bisa menjual sendiri. Idealnya, pemasaran hendaknya menghasilkan
seorang pelanggan yang siap untuk konsep pemasaran menegaskan
behwa kunci untuk mencapai tujuan organisasi yang ditetapkan
perusahaan tersebut haruslah efektif dibanding para pesaing dalam
menciptakan, menyerahkan dan mengkomunikasikan nilai pelanggan.

2.1 Pentingnya Perusahaan Menggunakan E-Commerce


Ada sejumlah alasan mengapa perusahaan memasang iklan di
internet. Alasan pertama karena para penonton televisi mulai
berpindah ke internet. Oleh karena itu media iklan harus mengikutinya
dengan asumsi bahwa tujuan periklanan manapun adalah untuk
menjangkau target audiensnya secara efektif dan efisien. Para
pengiklan mengakui bahwa mereka harus melakukan penyesuaian
perencanaan pemasarannya untuk terus mengejar peningkatan jumlah
orang yang menghabiskan waktu didepan komputer on line, karena
biasanya dia meninggalkan media yang lain.
Alasan lain mengapa periklanan pada e-commerce
berkembang demikian pesat adalah:
1. Iklan dapat di update setiap waktu dengan biaya minimal, oleh
karena itu iklan-iklan di intenet selalu bisa tampil baru.
2. Iklan dapat menjangkau pembeli potensial dalam jumlah yang
sangat besar dalam hitungan global.
3. Iklan on line kadang-kadang lebih murah dibandingkan iklan
televisi, Koran atau radio.

14
4. Iklan pada e-commerce dapat secara efisien menggunakan
konvergensi teks, audio, grafik dan animasi.
5. Manfaat internet sendiri sedang berkembang dengan pesatnya.
6. Iklan di internet dapat dibuat interaktif dan dibidikkan ke
kelompok-kelompok tertentu atau perorangan.

Tujuan periklanan harus ditetapkan berdasarkan keputusan-


keputusan sebelumnya mengenai pasar sasaran, penentuan posisi pasar
dan bauran pemasaran. Perusahaan yang sudah bonafit serta
menerapkan teknologi yang ada sangat membutuhkan pemasaran yang
jaringannya luas. Maka cocok jika menggunakan e-commerce yang
merupakan salah satu sarana pemasaran yang jangkauannya luas
bakan sampai seluruh dunia.
Beberapa keunggulan e-commerce dapat dipegang oleh
perusahaan yang tidak memaksakan kekuatan potensialnya dengan
memahami keunggulan perdagangannya untuk konsumen maupun
untuk dunia bisnis.

2.2 Keberhasilan Manajemen dengan e-Commerce


Era Kity Hawk mengatakan, Pada tahun 1997, keseluruhan
volume penjualan transaksi bisnis dilakukan dengan on line. Forrester
research d perusahaan bahwa e-commerce akan meledak $327 milyar
pada tahun 2000 dengan jumlah kenaikan 233% dari tahun 1997,
karena e-commerce dapat berpengaruh terhadap keunggulan
perdagangan dan baik untuk konsumen maupun dunia bisnis.
Ada beberapa kreteria dalam melakukan penggunaan e-
commerce, yaitu:
1. Kenyamanan, berdasarkan Survey terakhir Forrester
research bahwa belanja secara on line akan lebih nyaman.
2. Penghematan , dunia bisnis seperti Dell Computer
Corporation and General Electric menggunakan internet
untuk menghubungkan pemasok, pabrik, penyalur dan
pelanggan secara on line.

15
3. Pilihan seleksi, batas dunia usaha sama juga batas web
karena tidakdibatasi oleh batas-batas fisik. Cyberstone
dapat menawarkan suatu seleksi yang hamper tak terbatas.
4. Personalisasi, Kemampuan komputer dalam memilih
informasi untuk ditangkap web dunia bisnis supaya dapat
mempersonalisasi punsak penjualan mereka dan bahkan
produk-produk mereka.

Keberhasilan dari suatu perekonomian nasional banyak


ditentukan oleh kegiatan-kegiatan periklanan guna menunjang usaha
penjualan yang menentukan kelangsungan hidup industri, terciptanya
lapangan pekerjaan serta adanya hasil yang mengutungkan dari
seluruh uang yang diinvestasikan.Hal ini dibuktikan oleh kenyataan
bahwa Negara-negara maju ataupun perusahaan-perusahaan top dunia
senantiasa disemarakkan oleh kegiatan periklanan yang gencar. 50
perusahaan top dunia mengeluarkan biaya periklanan sebesar 49,3
milyar dolar untuk 56 negara pada tahun 1996. Beberapa diantaranya
dibelanjakan lewat iklan di internet. Sedangkan di negara-negara
dunia ketiga dan Rusia yang ekonominya masih lemah dan kegiatan
periklanan masih berada pada taraf minimum, lapangan kerja sulit dan
investasi tidak mudah mendapatkan keuntungan.
Pada tabel berikut akan ditunjukkan 5 top pengiklan di
internet.
Peringkat Pengiklan Besarnya Belanja Iklan (dalam jutaan rupiah)
1 Microsoft 130
2 At&T 7,3
3 Excite 6,9
4 IBM 5,9
5 Netscape 5,7

16
2.3. Pasar Sasaran
Para penjual dapat mengambil 3 pendekatan pada pemasaran,
yaitu:
1. Pemasaran massal adalah keputusan untuk memproduksi dan
mendistribusikan sacara massal satu produk dan berusaha
memikat segala jenis pembeli.
2. Pemasaran beragam produk (deferensial produk) adalah
keputusan untuk memproduksi dua atau lebih penawaran
pasaryang produknya berbeda dalam modelfeatur, mutu,
ukuran dan sebagainya, yang dirancang untuk menyediakan
keragaman bagi pasar serta untuk membedakan produk
penjual dari produk pesaingnya.
3. Pemasaran target adalah keputusan untuk membedakan
berbagai kelompok pembeli yang membentuk pasar dan
mengembangkan bauran produk serta pemasaran yang sesuai
untuk masing-masing pasar sasaran.

Para penjual masa kini sedang beralih dari pemasaran massal


dan deferensial produk kearah pemasaran target, karena pemasaran
target lebih membantu dalam mengenali peluang-peluang pasar dan
pemasaran yang efektif.
Salah satu keuntungan utama periklanan lewat internet adalah
kemampuannya dalam kustomisasi iklan agar sesuai dengan masing-
masing pengunjung perorangan.
Dari survey matrix tahun 2000, 500 perusahaan top versi
fortune menugkatkan aktivitasnya dan memberikan kontribusinya
lebih besar dari tahun-tahun sebelumnya pada pendapatan iklan di
internet dan seluruhnya menggunakan iklan on line (mempunyai situs
web).

2.4 Kerangka e_Commerce


Aktivitas bisnis selalu membutuhkan tempat, maka jelaslah
bahwa aplikasi e-commerce dibangun diatas infrastruktur teknologi
yang ada. Banyak orang mengira e-commerce dibangun diatas situs
web, padahal sesungguhnya lebih dari itu. Pada gambar 1 berikut ini

17
akan menunjukkan bahwa aplikasi e-commerce ditopang oleh
berbagai infrastruktur, sedang implementasinya tidak lepas dari 4
wilayah utama yang ditunjukkan dengan 4 pilar penyangga, yaitu: (1)
manusia, (2) kebijakan public, (3) standar dan (4) protokoler teknis,
serta temasuk didalamnya adalah organisasi lain. Manajemen e-
commerce yang akan mengkoordinasikan aplikasi, infrastruktur dan
pilar-pilarnya.
Aplikasi e-commerce meliputi bidang saham, pekerjaan,
pelayanan, keuangan asuransi, mall, pemasaran dan periklanan on
line, pwlayanan pelanggan, lelang, travel, hardware dan software PC.

2.5 Segmentasi dalam Pemasaran e-Commerce


Segmentasi pasarmerupakan usaha untuk meningkatkan
ketetapan pemasaran perusahaan. Titik awal dari pembahasan
segmentasi adalah pemasaran massal, dalam hal ini penjual
menjalankan produksinya dengan massal. distribusi massal atau suatu
produk bagi semua pembeli (menurut Regis Mc. Kena). Argumen
penciptaan pasar massal merupakan daya menciptakan pasar potensial
terbesar, yang akan menghasilkan biaya yang lebih rendah sehingga
harus memilih banyak untuk belanja baik di mall raksasa, toko-toko,
jaringan belanja dari rumah maupun toko virtual di internet.

Segmentasi pasar untuk pemasaran produk konsumen , variable


segmentasi utama adalah geografi, demografi, psikografi, perilaku,
dan manfaat. Beberapa penjelasan diantaranya;
1. Segmentasi Geografi, merupakan pembagian pasar menjadi
unit-unit geografis yang berbeda. Misalnya: wilayah, negara,
negara bagian, propinsi, kota dan kepulauan. Kraft Foods
memasarkan permen karet di Perancis, memasarkan es krim di
Brazil dan memasarkan pasta di Italia. Merk dari Kraft foods
antara lain: Oreo, Jello, Milka, Ritz, Jakobs, Pizza, Valveeta,
tang, Capri Sun, Trail Mix dan Miracle Whip.
2. Segmantasi Demografi, dimana pasar dikelompokkan
berdasarkan variabel-variabel pendapatan, jenis kelamin,
pendidikan, jumlah penduduk, usia, ukuran keluarga,

18
pekerjaan, agama, ras, generasi, kewarganegaraan dan kelas
sosial. Mary Mecker memperkirakan untuk mencapai 50 juta
pemakai internet hanya butuh 5 tahun, sedangkan TV
membutuhkan waktu 38 tahun. Dengan demikian segmentasi
demografi internet ini merupakan impian bagi pemasar. Coca
cola, MTV dan Swatch membidik pasar berdasarkan usia,
yaitu remaja global usia 12 sampai dengan 24 tahun yang
berorientasi pada mode. Perusahaan yang paling
mengagumkan di Perancis yaitu L’oreal membidik sasarannya
yaitu para wanita dengan semboyan “passion for beauty”.
3. Segmentasi Psikografi, mengelompokkan pasar dalam
variable gaya hidup, nilai dan kepribadian. Gaya hidup juga
ditunjukkan oleh orang-orang yang menonjol pada kelas
sosial. Minat terhadap suatu produk juga dipengaruhi oleh
gaya hidup. Oleh karena itu barang yang dibeli oleh orang-
orang tersebut adalah untuk menunjukkan gaya hidupnya.
Misalnya, Porsche AG yaitu perusahaan pembuat mobil sport
Jerman, membidik pasar pada gaya hidup kategori Top Gun.
4. Segmentasi Perilaku, membagi kelompok berdasarkan status
pemakai, kejadian, tingkat penggunaan, status kesetiaan, tahap
kesiapan pembeli, sikap. Pasar disini dapat dikelompokkan
menjadi bukan pemakai, bekas pemakai, pemakai potensial,
pemakai pertama kali dan pemakai tetap dari suatu produk.
Campbell Company memilih target Cina karena Cina
mempunyai konsumsi soup paling tinggi di dunia. Serupa
dengan perusahaan tembakau mempunyai target Cina karena
orang Cina adalah perokok berat.
5. Segmentasi Manfaat, mengklasifikasikan pasar berdasarkan
atribut/nilai atau manfaat yang terkandung dalam suatu
produk, misalnya: Crest, membuat gigi anti berlubang.

Banyak perusahaan memanfaatkan pemasaran sasaran,


sehingga dapat membedakan segmen-segmen pasar utama, membidik
satu atau dua segmen pengembangan produk-produk program
pemasaran yang dirancang khusus.

19
Tiga langkah pemasaran sasaran :
1. Mengidentifikasi dan memilih kelompok pembeli yang
berbeda-beda yang meminta produk/bauran pemasaran
tersendiri (segmentasi pasar)
2. Memilih satu atau lebih segmen pasar untuk dimasuki
(membidik pasar)
3. Membentuk dan mengkomunikasikan manfaat untuk
dibedakan produk perusahan dengan produk lain di pasar.

2.6 Pola Segmentasi Pasar


Dalam hal ini perlu diketahui berbagai hal yang termasuk
pola-pola segmentasi pasar, diantaranya:
1. Preferensi homogen, menunjukkan pasar dimana semua
konsumen secara kasar memiliki preferensi yang sama.
2. Preferensi tersebar, mengambil posisi ditengah-tengah
sehingga menarik sebagian besar manusia.
3. Preferensi kelompok, menunjukkan kelompok preferensi
berbeda-beda.

Prosedur preferensi pasar


a) Tahap Survey
Periset melakukan wawancara untuk mencapai penjelasan dan
membedakan kelompok focus untuk mendapatkan pemahaman
atas motivasi, sikap, perilaku konsumen. Selanjutnya, periset
menyiapkan kuesioner resmi untuk mengumpulkan data.
b) Tahap Analisis
Menerapkan analisis terhadap data tersebut untuk membuang
variabel-variabel yang berkorelasi tinggi.
c) Tahap Pembentukan
Dibentuk berdasarkan perbedaan, sikap, perilaku, demografi,
pikologis dan pola media.

2.7 Konsep Strategi


Definisi strategi dari perspektif mengenai apa yang akan
dilakukan oleh sebuah organisasi adalah program yang luas untuk

20
mendefinisikan dan mencapai tumuan organisasi serta
malaksanakan misinya. Sedangkan dari perspektif mengenai apa
yang pada akhirnya dilakukan oleh sebuah organisasi, apakah
tindakannya sejak semula memang sudah direncanakan atau tidak.
Strategi adalah pola tanggapan organisasi yang dilakukan terhadap
lingkungannya sepanjang waktu (James A.F. Stoner & Alfansus
Sirait, 1994).
Hambatan perencanaan secara formal dalam pelaksanaan
strategi diantaranya konflik diantara proses perencanaan dengan
gaya manajemen, ketidaktepatan perencanaan untuk organisasi
kecil, biaya perencanaan yang berlebihan pada aspek kuantiitas,
kerentanan perencanaan formal terhadap peristiwa yang tidak
diharapkan.
Unit bisnis harus memiliki sistem intelegen pemasaran
mengikuti kecenderungan dan perkembangan penting yang terjadi.
Untuk mengidentifikasikan hal tersebut tentu ada peluang dan
ancaman yang ditimbulkan.
Paluang pemasaran merupakan daerah kebutuhan pembeli
dimana perusahaan dapat beroperasi serta menguntungkan, dapat
digolongkan menurut daya tariknya dan kemungkinan daya
tariknya.
Ancaman lingkungan merupakan tantangan terhadap
kecenderungan yang kurang menguntungkan, yang mengurangi
penjualan dan laba jika tidak dilakukan tindakan pemasaran
defensif.

2.8 Langkah-langkah dalam Strategi e-Commerce


Periklanan adalah penggunaan media bayaran oleh seorang
penjual untuk mengkomunikasikan informasi secara persuatif
tentang produk 9ide, barang, jasa) ataupun organisasi merupakan
alat komunikasi yang kuat. M.Suyanto (2000), berpendapat bahwa
strategi perikalanan pada e-commerce (internet) merupakan proses
5 tahap yang dikenal dengan 5M, yang terdiri dari:
1) Penetapan tujuan (mission)
2) Keputusan tentang anggaran (money)

21
3) Keputusan pesan (message)
4) Penetapan media, dan
5) Evaluasi mengenai kampanye (measurement)

Penetapan Tujuan

Penetapan Anggaran

Keputusan Pesan Penetapan tujuan

Evaluasi

Gambar 2. Aplikasi terhadap proses strategi periklanan dalam e-


Commerce

2.9 Pemasaran e-Commerce


Dampak perumusan pemasaran e-commerce sebagai berikut:
1. Promosi e-commerce dapat mempertinggi produk dan
layanan melalui kontak langsung, kaya informasi dan
interaksi dengan pelanggan.
2. Saluran pemasaran baru menciptakan saru saluran
distribusi bagi produk yang ada sehingga banyak peluang
menjangkau pelanggan denga sifat komunikasi secara
langsung dan dua arah.
3. Penghematan langsung dalam pengiriman informasi
kepada pelanggan.
4. Pengurangan cycle time, pengiriman produk dan
pelayanan digital dapat dikurangi hingga hanya dalam
hitungan detik untuk sampai ke tujuan.

22
5. Layanan konsumen ditingkatkan dengan cara pelanggan
menemukan informasi detail secara on line.
6. Citra merk perusahaan, dalam web pendatang baru bisa
membangun citra perusahaan dengan cepat.

2.10 Pengambilan Kesimpulan


Pengambilan suatu keputusan dalam hal ini, adalah
ditentukan oleh pihak manajer sebagai pembuat keputusan di
perusahaan. Ada beberapa hal yang ditekankan dalam
pengambilan keputusan, yakni:
a) Penelitian situasi mencakup meneliti dan mendefinisikan
problem.
b) Pengembangan alternative pemecahan yang jelas dan kreatif.
c) Mengevaluasi alternatif dan .memilih alternatif terbaik,
melalui langkah-langkah sebagai berikut:
o Apakah alternatif layak?
o Apakah alternatif memuaskan?
o Apakah alternatif mempunyai efek positif dan netral?
o Apakah alternatif dapat dibiayai?
o Apakah ada evaluasi lebih lanjut?
d) Implementasi yaitu melaksanakan alternatif yang telah dipilih.
e) Follow up dan evaluasi

3. Penutup
Dengan menggunakan e-commerce kita dapat memperoleh
beberapa keuntungan yang meliputi layanan konsumen dan citra
perusahaan menjadi baik, menemukan partner bisnis baru, proses
menjadi sederhana dan waktu dapat dipadatkan, dapat meningkatkan
produktivitas, akses informasi menjadi cepat, penggunaan kertas dapat
dihindari, biaya transportasi berkurang dan fleksibilitas bertambah.
Manfaat dari e-commerce bagi konsumen diantaranya dapat
melayani transaksi 24 jam hamper disetiap lokasi, memberikan
banyak pilihan pada pelanggan, menyediakan produk yang tidak
mahal dengan cara mengunjungi banyak tempat dan melakukan

23
pembandinagn secara tepat, pengiriman menjadi cepat, partisipasi
dalam pelayanan maya (virtual action), dapat berinteraksi denagn
pelanggan lain dan memudahkan persaingan.
Manfaat e-commerce bagi masyarakat diantaranya dapat
memungkinkan untuk bekerja dirumah, terbatasnya jumlah barang
yang dijual, dapat menikmati produk atau jasa yang susah dipasarkan,
memfasilitasi layanan public seperti perawatan, kesehatan, pendidikan
dan lain-lain. Dengan adanya berbagai keuntungan e-commerce, maka
ada juga keterbatasannya dengan kategori teknis dan nonteknis.

Keterbatasan Teknis, meliputi:


1. Adanya kekurangan sistem keamanan, kehandalan,
standard dan beberapa protokol komunikasi.
2. Adanya bandwidthtelekomunikasi yang tidak
mencukupi.
3. Adanya pengembangan perangkat lunak masih dalam
tahap perkembangan dan berubah dengan cepat.
4. Sulit menyatukan perangkat lunak internet dan e-
commerce dengan aplikasi dan database yang ada
sekarang ini.
5. Vendor-vendor kemungkinan perlu server web yang
khusus serta infrastruktur lainnya selain server
jaringan.
6. Beberapa perangkat lunak e-commerce mungkin tidak
cocok bagi hardware tertentu.

Keterbatasan Nonteknis, meliputi:


1. Biaya dan Justifikasi
Biaya pengembangan e-commerce dalam rumah bisa sangat
tinggi dan kekeliruan yang disebabkan oleh kurangnya
pengalaman bisa mengakibatkan adanya delay (penangguhan)
2. Sekuritas dan Privasi
Isu sekuriti yang dipandang serius dibanding yang sebenarnya
bila diterapkan inskripsi yang tepat.
3. Sedikit kepercayaan dan resistensi pemakai

24
Pelanggan tidak percaya bila tanpa melihat wajah penjual
yang mereka kenal.
4. Tidak adanya sentuhan dan rasa hubungan secara on line.
5. Banyak isu hokum yang belum terpecahkan
6. e-Commerce sebagai disiplin baru masih mencari bentuk dan
sedang berkembang dengan cepat.
7. e-Commerce dapat menimbulkan kian regangnya relasi
manusia.
8. Keteraksesan internet masih merupakan hal yang mahal atau
tidak cocok bagi pelanggan potensial.

Daftar Pustaka
Onno W. Purbo dan Aang Arif Wahyudi. (2001). Mengenai e-
Commerce, Elex Media Komputindo, Jakarta.
M. Suyanto. (2003). Strategi Periklanan pada e-Commerce
Perusahaan Top Dunia, Andi, Yogyakarta.
James A.F. Stones Alfonsus Sirait.(1994). Manajemen edisi kedua,
Erlangga, Jakarta.
Richardus Eko Indrajit. (2001). Kiat e-Commerce dan Strategi Bisnis
di Dunia Maya, Gramedia, Jakarta.
Mamduh M. Hanafi. (1997). Manajemen, UPP AMP YKPN,
Yogyakarta.
Phillip Kotler. (200). Manajemen, Prenhallindo, Jakarta.
Abidarin Rosidi dan M.Suyanto. (1999). Manajemen, UPT Penerbitan
Amikom, Yogyakarta.

25
ISLAM DAN PEMBENTUKAN MORALITAS MANUSIA

Edy Musoffa
STMIK AMIKOM Yogyakarta

Abstaksi
Ketika Siti Aisyah, istri Nabi saw., ditanya tentang akhlak
Rasulullah, dengan spontan ia menjawab, “ Akhlaknya adalah Al-
Quran”.Jawaban Aisyah tersebut memamng simpel namun
representatif, karena Nabi Muhammad memang olek Al-Quran sendiri
dinyatakan sebagai orang yang berakhlak yang sangat luhur (QS
68:4) dan menjadi rujukan sentral segenap perilaku umat manusia,
terutama sekali orang- orang yang telah ‘bersaksi’ beriman kepada
Allah.
Kalau kita telusuri, sebenarnya kata akhlak (moralitas) itu
berasal dari bahasa Arab akhlaq, bentuk jamak dari katra khuluq.
Khuluq berarti tabiat, watak, perangai dan budi pekerti. Hujjatul
Islam Al- Ghazali mendefinisikan akhlak (khuluq) sebagai hal yang
melekat dalam jiwa, yang darinya timbul perbuatan- perbuatan
dengan mudah tanpa dipikir dan diteliti. Jika hal-ihwal jiwa itu
melahirkan perbuatan yang baik dan terpuji menurut akal dan syara,
maka hal-ihwal itu disebut khuluq yang baik, jika yang keluar darinya
adalah perbuatan- perbuatan yang buruk, maka hal ihwal jiwa yang
menjadi sumbernya disebut khuluq yang buruk.
Dari definisi itu dapat diambil batasan bahwa akhlaq tersebut
berkaitan dengan nilai baik dan buruk. Dari batasan ini soal yang
segera muncul adalah dari mana diperoleh ukuran-ukuran baik dan
buruk itu, sehingga dapat dibedakan mana akhlak yang baik ( akhlak
al-karimah) dan mana yang buruk (akhlak al-madzmumah).

Kata Kunci: Islam, Moralitas, Manusia

26
1. Pendahuluan
Sumber-Sumber Akhlak
Dalam kata pembuka di atas telah disebutkan bahwa akhlak
Nabi Muhammad adalah Al-Quran; dalam arti bahwa akhlak Nabi
Muhammad adalah penghayatan dan pengamalan Al-Quran. Al-Quran
telah berintegrasi dengan kepribadian Nabi sehingga Nabi disebut
sebagai orang yang amat pantas menjadi suri tauladan bagi orang-
orang yang beriman. Dari pernyataan ini dapat diambil sebuah titik
tolak bahwa sumber akhlak adalah Al-Quran dan Sunnah. Dari Al-
Quran dan Sunnah kita memperoleh norma- norma baik dan buruk
yang merupakan focus bahasan akhlak (etika, moralitas) itu. Kecuali
dari Al- Quran dan Sunnah, sesuai dengan fitrah manusia sebagai
makhluk yang moralis secara kodrati, manusia memiliki hati nurani
yang dapat membedakan antara hal yang baik dan yang buruk. Hadis
Riwayat Ahmad menyatakan bahwa pada suatu hari seorang sahabat
Nabi bernama Wabishah bertanya kepada Nabi tentang al-birr
(kebaikan) dan al-itsm (dosa, keburukan), yang kemudian diberi
jawaban oleh nabi sebagai berikut:
“Hai, Wabishah, bertanyalah kepada hati nuranimu sendiri;
kebaikan adalah sesuatu yang jika kau lakukan jiwamu merasa tenang,
hati nuranimu pun akan merasa tentram. Sedangkan keburukan adalah
sesuatu yang jika kau lakukan jiwamu bergejolak dan hati nuranimu
berdebar- debar, meskipun orang banyak memberi tahu kepadamu
(lain dari yang kau rasakan).”
Menyebutkan hati nurani sebagai sumber akhlak
menimbulkan pertanyaan apakah terjamin bahwa suara hati nurani
selalu dapat dominan dalam hidup manusia, sehingga suara hati akan
selalu ditaati. Dalam jiwa manusia terdapat dua macam potensi
(kekuatan); kekuatan yang menarik pada kebaikan, yaitu hati nurani,
dan kekuatan yang menerik pada keburukan yaitu hawa nafsu. Adanya
dua macam kekuatan tersebut diperoleh penegasannya dalam Al-
Quran; Demi jiwa dan penyempurnaannya; (Allah) mengilhamkan
padanya (jalan) kejahatan dan kebaikan; sungguh berbahagialah
orang yang mensucikannya dan sungguh merugilah orang yang
mengotorinya (QS 91: 7-10)

27
Ayat Al-quran di atas menyatakan bahwa agar hati nurani
selalu hidup, agar suaranya selalu nyaring terdengar, orang harus
selalu mensucikan jiwanya, mendekatkan diri kepada Tuhan, memilih
lingkungan yang baik, dan sering membaca sejarah kaum yang
terdahulu untuk dapat mempertimbangkan dangan keadaan yang
dihadapi sekarang.
Jika hati nurani tidak terpelihara, meskipun pada hakikatnya
tidak pernah mati sama sekali, maka hawa nafsulah yang akan lebih
kuat, akhirnya suara hati nurani menjadi lemah terdengar. Al-Quran
menyatakan bahwa sesesat-sesat orang adalah orang yang hidup
mengikuti hawa nafsunya sendiri, tidak menghiraukan petunjuk Allah
(QS 28:50). Sebaliknya, dalam surat lain, Al-Quran menyatakan
bahwa barang siapa merasa takut akan saat berdiri di depan Tuhannya,
dan menahan diri dari hawa nafsunya, maka surgalah tempat
kediamannya kelak (Qs 79:40-41).

2. Pembahasan
2.1 Ciri-Ciri Akhlak Islam
Akhlak dalam Islam merupakan salah satu aspek yang
esensial. Jika Islam dapat disebut sebagai sistem, maka akhlak adalah
salah satu subsistemnya. Dengan demikian ciri-ciri pokok akhlak
dalam Islam dapat disebutkan sebagai berikut
1. Akhlak Islam adalah akhlak rabbani
2. Akhlak Islam adalah akhlak manusiawi
3. Akhlak Islam adalah akhlak menyeluruh (universal)
4. Akhlak Islam adalah akhlak keseimbangan
5. Akhlak Islam adalah akhlak realistik

2.1.1 Akhlak Rabbani


Yang dimaksud dengan akhlak rabbani adalah bahwa ajaran
akhlak dalam Islam bersumber pada wahyu Illahi yang termaktub
dalam Al-Quran maupun sunnah. Di dalam al-Quran terdapat kira-kira
1500 ayat yang mengandung ajaran akhlak, baik yang teoritis maupun
praktis. Jumlah 1500 ayat yang mengandung ajaran akhlak itu
meliputi hampir seperempat kandungan Al-Quran. Demikian pula

28
dalam hadis-hadis Nabi amat banyak jumlahnya yang memberikan
pedoman akhlak. Dalam Islam, sifat rabbani dari akhlak, sebagimana
dikatakan Yusuf Qardhawi, juga menyangkut tujuannya. Akhlak dan
moralitas bertujuan untuk memperoleh kebahagiaan hidup di dunia
kini dan di akhirat nanti, dalam hubungan manusia dengan Tuhan,
dengan diri sendiri, dengan orang lain, dan dengan alam.
Penegasan tentang ciri rabbani dalam akhlak Islam itu
mengandung makna pula bahwa akhlak Islam bukan moral yang
kondisional dan situasional tetapi akhlak yang benar benar memiliki
nilai kebaikan mutlak. Akhlak rabbanilah yang mampu menghindari
kekacauan nilai moralitas (nisbi) dalam hidup manusia. Al-Quran
mengajarkan, Inilah jalan-Ku yang lurus; hendaklah kamu
mengikutinya; jangan kamu ikuti jalan- jalan lain, sehingga kamu
bercerai- berai dari jalan- Nya . Demikian diperintahkan kepadamu,
agar kamu bertakwa (QS 6:153)
Meskipun sumber kaidah kaidah moralitas (akhlak) dalam
Islam adalah wahyu, namun wahyu tidak pernah bertentangan dengan
pendapat akal sehat. Yang diajarkan sebagai kebaikan dalam wahyu
adalah kebaikan menurut akal dan yang diajarkan sebagai keburukan
menurut wahyu adalah keburukan menurut akal. Jadi tidak mungkin
ajaran wahyu bertentangan dengan akal.

2.1.2 Akhlak Manusiawi


Yang dimaksud dengan akhlak manusiawi adalah bahwa
ajaran akhlak dalam Islam sejalan dengan dan memenuhi tuntutan
fitrah manusia. Kerinduan jiwa manusia kapada kabaikan akan
terpenuhi dengan mengikuti ajaran akhlak dalam Islam. Ketetatan akal
tentang kebaikan akan bertemu dengan ajaran kebaikan dalam akhlak
Islam. Ajaran akhlak dalam Islam diperuntukkan bagi manusia yang
merindukan kabahagiaan dalam arti hakiki, bukan kebahagiaan semu.
Akhlak Islam adalah akhlak yang benar- benar memelihara eksistensi
manusia sebagai makhluk terhormat, sesuai dengan fitrahnya.

29
2.1.3 Akhlak Universal
Yang dimaksud dengan akhlak universal adalah bahwa ajaran
akhlak dalam Islam sesuai dengan kemanusiaan yang universal dan
mencakup segala aspek hidup manusia, baik yang dimensinya vertikal
maupun horizontal.
Sekadar untuk memperoleh gambaran tentang sifat universal
akhlak Islam dapat dikutipkan ajaran Islam dalam Al-Quran:
Bukankah kesalehan bahwa kamu memalingkan mukamu kearah timur
dan ke arah barat; tetapi kesalehan adalah orang yang berimam ke-
pada Allah dan hari kemudian, kepada para malaikat, kepada kitab
dan kepada Nabi; dan memberikan harta benda yang amat disayangi
kepada kerabat, anak yatim dan orang miskin, kepada musafir dan
orang meminta minta dan untuk memerdekakan budak ; mendirikan
shalat, membayar zakat; dan orang orang yang memenuhi janji jika
nmereka membuat perjanjian; dan orang-orang yang bersabar dalam
bencana, dalam kesukaran dan semasa peperangan; merekalah
orang-orang yang benar (imannya) dan orang-orang yang takwa (QS
2:177)
Al-Quran menyebutkan sepuluh macam keburukan yang
wajib dijauhi aleh setiap orang, yaitu menyekutukan Allah, durhaka
pada orang tua, membunuh anak karena takut miskin, berbuat keji,
membunuh orang tanpa alasan sah, makan harta anak yatim,
mengurangi takaran dan timbangan, membebani orang lain dengan
kewajiban yang malampaui kekuatannya, kesaksian tidak adil, dan
mengkhianati janji dengan Allah (QS 6 :151-152).
Al-Quran mengajarkan bahwa semua apa yang ada di bumi diciptakan
Allah untuk memenuhi kepentingan hidup manusia (QS 2:29).
Pernyataan Al-Quran itu mengandung arti bahwa manusia diwajibkan
bekerja untuk dapat memanfaatkan anugerah Allah di alam ini bagi
kepentingan hidupnya. Namun dalam memanfaatkan potensi alam itu,
jangan sampai menimbulkan kerusakan- kerusakan yang akan
merugikan kepentingan manusia sendiri. Dalam hubungan ini Al-
Quran memperingatkan bahwa kerusakan yang terjadi di daratan
maupun di lautan adalah akibat perbuatan tangan- tangan manusia
sendiri (Qs 30:41)

30
2.1.4 Akhlak Keseimbangan
Yang dimaksud dengan akhlak keseimbangan adalah bahwa
ajaran akhlak dalam Islam berada di tengah antara yang
mengkhayalkan manusia sebagai malaikat yang hanya
menitikberatkan pada sifat kebaikannya dan yang mengkhayalkan
manusia seperti binatang yang menitik beratkan kepada keburukannya
saja. Manusia menurut pandangan Islam memiliki dua kekuatan dalam
dirinya, kekuatan baik pada hati nurani dan akalnya dan kekuatan
buruk pada hawa nafsunya. Mnusia memiliki naluriah hewani dan
juga ruhaniah malaikat. Manusia memiliki unsur ruhani dan jasmani
yang memerlukan pelayanan masing- masing secara seimbang.
Manusia hidup tidak hanya di dunia tetapi dilanjutkan dengan
kehidupan akhirat. Hidup di dunia merupakan ladang bagi akkhirat.
Akhlak Islam memenuhi tuntutan hidup bahagia di dunia dan akhirat
secara seimbang pula. Bahkan memenuhi kebutuhan pribadi harus
seimbang dengan memenuhi kewajiban terhadap masyarakat. Al-
Quran surat Al- Bqarah ayat 200-2110 memberikan gambaran adanya
dua golongan manusia. Golongan pertama hanya memperhatikan dan
berusaha memenuhi kebutuhan- kebutuhan hidup dunianya tanpa
memperhatikan akhirat. Golongan ini akan terpenuhi keinginan-
keinginanya di dunia, tepi di akhirat tak punya bagian. Golongan
kedua mempethatikan kepentingan- kepentingan hidupnya di dunia
dan akhirat serta merasa takut akan terkena siksa neraka. Golongan
inilah yang benar- benar akan memperoleh kebahagiaan di dunia dan
akhirat.
Hadis riwayat Bukhari mengajarkan: Tuhanmu mempunyai
hak yang wajib kau penuhi; dirimu mempunyai hak yang wajib kau
penuhi; istrimu mempunyai hak yang wajib kau penuhi; berikanlah
orang-orang yang mempunyai hak akan haknya

2.1.5 Akhlak Realistik


Yang dimaksud dengan akhlak realistik ialah bahwa ajaran
akhlak dalam Islam memperhatikan kenyataan hidup manusia.
Meskipun manusia telah dinyatakan sebagi makhluk yang memiliki
kelebihan dibanding makhluk yang lain, tepapi manusia memiliki

31
kelemahan- kelemahan, memiliki kecenderungan manusiawi dan
berbagai macam kebutuhan material dan spiritual. Perbedaan-
perbedaan pembawaan dan kemampuan pada manusia tercermin
dalam ayat: Kemudian kami wariskan Al- Kitab kapada mereka yang
telah kami pilih diantara hamba- hamba Kami. Maka diantara mereka
ada yang menganiaya diri sendiri , dan diantara mereka ada yang
mengikuti jalan tengah, dan diantara mereka ada pula yang unggul
dalam perbuatan- perbuatan baik dengan seizin Allah. Itulah karunia
yang paling besar (QS 35:32). Orang yang menganiaya dirinya sendiri
kalau segera sadar dan segara mohon ampun kepada Allah serta
kembali ke jalan yang benar, akan memperoleh ampunan Allah. Al-
Quran menegaskan tentang hal ini dalam Surat Ali Imran. Nabi Adam
adalah gambaran manusia dalam arti yang sebenarnya. Ketika Nabi
Adam tergoda oleh ajakan Iblis untuk memakan buah yang dilarang
oleh Allah, maka Nabi Adam segera mohon ampun kepada Allah yang
kemudian Allah mengampuninya (QS 2 :35-37 dan QS 7: 19-23).
Karena sifat realistiknya akhlak Islam, sampai- sampai kaedaan
yang dalam kondisi biasa dilarang tetapi kalau terpaksa menjadi
dibolehkan. Al-Quran menyatakan: Barangsiapa terpaksa, bukan
karena membangkang dan sengaja melanggar aturan, tiadalah ia
berdosa. Sungguh Allah Maha Pengampun, dan Maha Penyayang
(QS 2:173). Sampai masalah keimanan pun pengecualian itu diberikan
, yakni jika keadaan memang benar memaksa. Hal ini sesuai dengan
ayat Al-Quran yang menyatakan , Barang siapa mengingkari Allah
sesudah (tadinya) ia beriman , kecuali orang yang terpaksa dan
hatinya tetap tenang dalam keimanan, dan barang siapa dengan suka
hati membuka dadanya bagi kekafiran, mereka ditimpa kemurkaan
Allah dan mendapat siksaan yang besar.

2.2 Aspek- Aspek Akhlak DalamIslam


Telah disebutkan di muka bahwa ciri akhlak Islam antara lain
bersifat universal. Universalitas akhlak Islam antara lain tercermin
dalam daya cakupnya pada setiap aspek kehidupan. Memperhatikan
amat banyaknya aspek kehidupann manusia, maka disini dicoba untuk
disederhanakan menjadi aspek akhlak pribadi, akhlak keluarga, akhlak

32
bertetangga, akhlak sosial, akhlak ekonomi, akhlak politik, akhlak
profesi, akhlak terhadap alam dan akhlak terhadap Allah.
1. Akhlak Pribadi
Akhlak pribadi adalah pemenuhan kewajiban manusia
terhadap diri pribadinya sendiri. Manusia sebagai makhluk yang
berjasmani dan beruhani dituntut untuk memenuhi hak-hak jasmani
dan ruhaninya. Bekarja mencari nafkah adalah kewajiban manusia
untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Makan- minum yang
memenuhi syarat gizi juga merupakan kekuatan tuntutan jasmani.
Makan minum tidak melampaui batas pun dituntut demi kesehatan
jasmaninya. Olahraga juga merupakan tuntutan kesahatan jasmani,
berobat waktu sakit wajib dilakukan. Tempat tinggal juga merupakan
tuntutan kebutuhan jasmani, sedang ilmu pengetahuan merupakan
kebutuhan keruhaniaan yang wajib dipenuhi. Suka berfikir yang
menjadi tabiat akal wajib dipenuhi pula. Sifat sabar menghadapi
berbagai macam kesulitan hidup merupakan tuntutan ruhani.
Pemberani juga merupakan sifat kejiwaan yang wajib dimiliki. Jujur
merupakan tuntutan sifat kejiwaan. Rasa malu juga merupakan sifat
keutamaan yang wajib di pupuk dalam jiwa manusia . Percaya kepada
diri sendiri juga merupakan tuntutan kejiwaan yang wajib dimiliki.
Mempunyai harga diri adalah keutamaan yang diperlukan untuk
mempertahankan kedudukan manusia sebagai makhluk yang punya
kehormatan merupakan tuntutan akhlak pribadi yang wajib
diwujudkan dalam setiap pribadi.
Ada beberapa contoh ayat Al-Quran yang menjelaskan
tentang akhlak pribadi manusia. Di antaranya yang mengajarkan
bahwa setiap orang akan menikmati hasil usahanya sendiri dan hasil
usahanya itu akan dilihatnya kelak serta akan diganjar sebagaimana
mestinya (QS 53: 39-41). Ayat ini ditopang oleh hadis Nabi yang
diriwayatkan Ahmad dan Bukhai yang menyatakan bahwa seseorang
tidak akan makan yang lebih baik dari hasil usahanya sendiri. Nabi
Allah Daud juga makan dari hasil kerjanya sendiri.
Al-Quran mengajarkan: Hai manusia, pakailah yang bagus-
bagus setiap pergi ke masjid dan makan-minumlah , tapi jangan
berlebihan. Tuhan tidak suka kepada orang yang berlebih- lebihan

33
(QS 7:31). Juga dinyatakan, hai orang-orang yang beriman,
bertakwalah kamu kepada Allah dan hendaklah kamu bersama orang-
orang yang benar (jujur) (QS 9:119). Dan janganlah kamu mengikuti
suatu pendirian tanpa dasar pengetahuan yang meyakinkan
kebenarannya; sungguh pendengaran, penglihatan dan hati masing-
masing akan dimintai tanggung jawabnya (QS 17:36).
2. Akhlak keluarga
Akhlak keluarga adalah pemenuhan kewajiban seseorang
terhadap keluarga, baik kebutuhan jasmaniah maupun ruhaniah, yang
dimaksud dalam keluarga di sini adalah dalam arti yang luas,
mencakup suami, istri, anak cucu dan kerabat yang dekat maupun
jauh.
Akhlak keluarga menuntut suami agar memenuhi kewajiban
tistri, demikian juga istri agar memenuhi kewajiban pada suami. Ayah
dan ibu dituntut agar memenuhi kewajibannya terhadap anak-
anaknya. Anak-anak dituntut agar memenuhi kewajibannya terhadap
ibu dan bapaknya. Setiap orang dituntut agar memenuhi kewajibannya
terhadap kerabatnya yang dekat maupun jauh.
Sangat banyak ayat Al-Quran dan hadis yang mengajarkan
akhlak keluarga ini. Misalnya, yang mengajarkan agar orang
beribadah hanya kepada Allah, kepada orang tuanya supaya berbuat
ihsan; jika orangtua telah lanjut usia dan ada di bawah
pemeliharaannya jangan sampai diperlakukan dengan sikap kurang
hormat; jangan disakiti hatinya dengan kata kata yang tidak layak;
jangan dibentak, tetapi berkatalah yang baik baik kepada mereka.
Kepada orang tua, anak supaya merendahkan diri atas dasar kasih
sayang, serta selalu memohon ampunan dan kasih sayang Allah untuk
keduanya seperti halnya orangtua yang telah mencurahkan kasih
sayang dan mendidik anaknya sewaktu masih kecil (QS 17 :23-24).
Al-Quran mengajarkan pula agar antara suami istri dapat
menciptakan pergaulan hidup dalam rumah tangga denga sebaik-
baiknya. Jika pada masing- masing suami atau istri terdapat sifat-sifat
yang kurang menyenangkan salah satu pihak, supaya dihadapi dengan
penuh kesabaran; sebab siapa tahu justru dalam hal- hal yang kurang

34
disenagi itu Allah akan memberikan banyak kabaikan dalam hidup
masing- masing (Qs 4:19).
Hadis riwayat Ibnu ‘ asakir mengajarkan: Sebaik-baik kamu
adalah yang paling baik terhadap keluarganya; aku adalah yang
paling baik diantara kamu terhadap keluargaku; tiadalah memuliakan
wanita melainkan orang yang mulia, dan tiadalah merendahkan
wanita melainkan orang yang tercela.
Al-Quran mengajarkan: Bahwa suami berkedudukan sebagai
pemimpin rumah tangga. Istri yang saleh adalah yang taat kepada
Allah, memelihara kesucian dirinya di saat suami keluar rumah,
memelihara rahasia suami dan menjaga keselamatan hartanya (QS
4:34).

3. Akhlak Bertetangga
Akhlak bertetangga menuntut orang agar memenuhi
kewajiban terhadap tetangganya. Al-Quran mengajarkan agar orang
beribadah kepada Allah, jangan menyekutukan-Nya dengan sesuatu
pun, berbuat ihsan kepada orang tua, sanak kerabat, anak- anak
yantim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang
jauh, teman karib, orang dalam perjalanan dan hamba sahaya (QS
4:36)
Hadis Nabi Riwayat Bukhari – muslim mengajarkan:
Malaikat Jibril selalu berpesan kepadaku untuk berbuat baik kepada
tetangga, hingga aku menyangka bahwa Malikat jibril akan memberi
hak waris kepada tetanggaku terhadap harta peninggalanku.
Dalam sebuah hadis disebutkan bahwa Mu’awiyah bin Hidah
bertanya kepada Nabi tentang hak bertetangga yang harus dipenuhi,
Nabi Menjawab:” Jika tetanggamu sakit hendaklah kau jenguk, jika ia
meninggal handaklah kau lawat, jika ia minta pertolongan maka
berikanlah pertolongan kepadanya; jika ia memperoleh kesenangan,
ucapkan selamat kepadanya, jika ia mengalami musibah, nyatakan
ikut berbela sungkawa; jangan kau bangun rumahmu melebihi tinggi
rumahnya kecuali dengan izinnya, jangan ia kau gelisahkan dengan
bau periukmu, kecuali kamu ambilkan sebagian masakanmu itu
untuknya; jika kau membeli buah- buahan, hadiahkan sebagian

35
kepadanya, jika tidak akan kau hadiahkan sebagian (karena terlalau
sedikit) masukanlah buah buahan ke rumah secara sembunyi-
sembunyi, dan jangan kau biarkan anakmu keluar makan buah-
buahan itu, agar jangan sampai anak tetanggamu tidak senang .’

4. Akhlak Sosial
Al-Quran mengajarkan bahwa umat manusia diciptakan Allah
dari satu keturunan (Adam- Hawa), kemudian dijadikan berbangsa-
bangsa dan bersuku- suku, agar saling mengenal satu sama lain (QS
49:13). Dalam ayat lain Al-Quran memerintahkan agar umat manusia
tolong- menolong dalam berbuat kebaikan dan takwa, jangan tolong-
menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran (QS 5:2). Hadis Nabi
riwayat Bukhari Muslim mengajarkan: Tidak beriman salah seorang
dari kamu, hingga ia mencintai saudaranya seperti ia mencintai
dirinya sendiri. Hadis Nabi riwayat thabrani mengajarkan:
Kasihanilah orang yang di bumi, kau pasti dikasihi tuhan yang di
langit. Hadis Nabi Riwayat Bukhari mengajarkan: Bukanlah mukmin
orang yang kenyang, padahal tetangganya lapar di sampingnya. Al-
Quran mengajarkan bahwa orang dinilai mendustakan agama jika
mengusir anak yatim, tiada menganjurkan memberi makan orang
miskin, lalai menunaikan salat, memamerkan perbuatan baik kepada
orang lain dan enggan memberikan sedekah dengan barang yang
berguna (QS 107:1-7)

5. Akhlak Ekonomi
Dalam kegiatan memenuhi kebutuhan hidup materialnya,
manusia diberikan pedoman- pedoman akhlak dari berbagai macam
seginya. Bekerja mencari nafkah adalah kewajiban yang bernilai
ibadah. Mencari rizki hendaknya dengan jalan halal. Jangan
mengurangi hak orang lain jika berdagang, jangan mengurangi
timbangan, dan jangan mengurangi ukuran. Jangan mengecoh barang,
jangan menimbun barang keperluan pokok agar tidak menyusahkan
masyarakat. Bermuamalat atas dasar suka sama suka tanpa paksaan,
berasas menarik manfaat dan menghindarkan mudarat serta
memelihara nilai keadilan.

36
Al-Quran mengajarkan: Celakalah orang- orang yang
curang; ialah orang- orang yang jika menerima takaran dari orang
lain menuntut penuh, tetapi jika mereka menakar atau menimbang
untuk orang lain mereka kurangi. Al-Quran memerintakhan agar
manusia makan yang halah dan yang baik di bumi (QS 2:168). Hadis
Nabi Riwayat Tirmudzi juga menyatakan bahwa pedagang yang jujur
dan dapat dipercaya, di akhirat kelak akan berdampingan dengan para
nabi, orang yang benar imannya, Syuhada’, dan orang- orang saleh.

6. Akhlak politik
Al-Quran mengajarkan agar penguasa selalu menunjukan
sikap kasih sayang dan lembut kepada rakyat (QS 3:159), agar para
penguasa memerintah dengan adil (QS 4:58), agar para penguasa
memerintah dengan pedoman Al-Quran dan As-Sunnah (QS 4:59),
agar asas musyawarah selalu dipegang teguh dalam memecahkan
masalah- masalah bersama, terutama dalam masalah- masalah hidup
bernegara (QS 3:159). Hal ini berarti juga bahwa rakyat hendaknya
benar- benar diajak berpartisipasi dalam memecahkan masalah
masalah kenegaraan, dengan diperhatikan apa yang menjadi
aspirasinya, lebih lebih jika bersangkutan dengan keyakina agamanya.
Hadis Nabi riwayat Bukhari mengajarkan , Dengar dan taatlah
kepada penguasa, meskipun yang diserahi kekuasaan adalah hamba
sahaya berketurunan Habsyi yang seakan- akan kepalanya seperti
buah kismis. Hadis Nabi ini memerintahkan agar rakyat taat kepada
pemerintahan yang sahb tanpa memandang status social semula,
apakah dari klangan bangsawan atau dari orang biasa. Tetapi , hadis
Nabi riwayat Ahmad mengajarkan: Tidak boleh taat dalam hal yang
merupakan maksiat terhadap Tuhan Pencipta.

7. Akhlak Profesi
Yang dimaksud dengan akhlak profesi adalah pedoman-
pedoman akahlak yang ditujukan kepada pemegang jabatan atau
pekerjaan tertentu dalam rangka melayani kepentingan masyarakat,
misalnya dokter, guru, pegawai negeri, pengacara, hakim, karyawan
dan lain sebagainya. Secara garis besar, para profesional dituntut agar

37
melekukan tugas dengan sebaik- baiknya, yang dapat digolongkan
dalam ihsan. Al-Quran memerintahkan agar orang berbuat adil dan
ihsan (Qs 16:90). Berbuat ihsan dalam profesi berarti melaksanakan
profesi yang telah menjadi pilihannya dengan sungguh-sungguh dan
ikhlas. Jika haknya memang menerina imbalan hendaknya hanya
menuntut yang menjadi haknya. Motif kerjasama dan tolong
menolong harusnya mendasari setiap pelaksanaan profesi apapun.
Manusia tidak mungkin hidup seorang diri. Manusia adalah makhluk
social menurut fitrahnya. Oleh karenanya, berprofesi dengan motif
melayani kepentingan orang lain akan mendorong para pelakunya
untuk memberikan pelayanan dengan baik, adil dan ihsan.

8. Akhlak terhadap alam lingkungan


Telah disebutkan di muka bahwa akhlak terhadap alam
lingkungan terutama sekali dalam memanfaatkan potensi alam untuk
melayani kepentingan hidup manusia. Tetapi harus diingat bahwa
potensi alam terbatas dan umur kemanusiaan akan panjang. Oleh
karenanya, pelestarian dan pengembangan potensi alam harus
diusahakan pula, hingga alam benar- benar potensial melayani
sepanjang umur kemanusiaan. Manusia tidak boleh boros dalam
memanfaatkan potensi alam dan tidak pula serakah dalam menggali
kakayaan alam yang akan menimbulkan kerusakan. Kalau hal ini tidak
kita perhatikan justru akan berakibat merugikan manusia sendiri
terutama anak cucu kita.

3. Kesimpulan
Akhlak Terhadap Allah
Al-Quran secara garis besar – tetapi mendasar- menyebutkan
bahwa diciptakannya manusia dan jin agar mereka mengabdi
(beribadah) kepada Allah (QS 51:56). Beribadah kepada Allah berciri
tunduk, taat dan patuh atas dasar cinta kepada Allah dalam segala
aspek kehidupan. Dalam aspek akidah, Manusia wajib beriman kepada
Allah, malaikat- malaikatNya, Kitab-kitabNya, rasul-rasulNya, dan
hari akhir. Beragama Islam juga merupakan kewajiban yang datang
dari Allah kepada umat manusia yang harus dipatuhi dengan sikap

38
rela. Dalam aspek akhlak, harus berpegang teguh kepada ajaran-
ajaran wahyu. Dalam aspek kemasyarakatan pun harus berpegang
teguh kepada ajaran wahyu Allah pula, kecuali dalam hal-hal yang
memang diberikan kewenangan kepada manusia untuk mengaturnya.
Beribadah kepada Allah yang merupakan induk akhlak
terhadapNya, secara garis besar dapat dirumuskan dengan
melaksanakan proses kehidupan ini sesuai dengan petunjuk yang
diberikan Allah, untuk memperoleh ridha-Nya, sehingga dapat dicapai
nilai hidup tertinggi di hadirat Allah, yakni takwa. Al-Quran
mengajarkan: Sungguh yang paling mulia di antara kamu di hadirat
Allah adalah yang paling bertakwa diantara kamu (QS 49:13)

3. Daftar Pustaka
Amin, Ahmad, Dhuha al-Islam, Jilid III, Kairo: Maktabah an-
Nahdhah, 1973
Anis, Ibrahim, Al-Mu’jam al-Wasith, Kairo: Dar al-Ma’arif, 1972
Asmaran As, Pengantar Studi Akhlak, Jakarta: Rajawali Pers, 1992
Basyir, Ahmad Azhar, Refleksi Atas Persoalan Keislaman, Bandung:
Mizan 1993
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta:
Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur’an, 1983
Ilyas, Yunahar, Kuliah Akhlaq, Yogyakarta: LPPI, 2002

39
ASOSIASI ANTARA KOMPONEN AKRUAL DAN
KOMPONEN KAS DALAM EARNING DENGAN HARGA
SAHAM

Irton
STMIK AMIKOM Yogyakarta

Abstraksi
Penelitian ini bertujuan untuk menguji asosiasi antara informasi
komponen earning dengan harga saham. Secara lebih spesifik, penelitian ini
menguji apakah terdapat asosiasi yang signifikan antara komponen akrual
(komponen kas) dengan harga saham. Pengujian hipotesis dilakukan dengan
menggunakan model regresi tunggal, yaitu harga saham (model level)
diregres dengan komponen akrual dan komponen kas. Harga saham
ditentukan dengan valuation model, yaitu harga rata-rata saham awal dan
akhir tahun sepanjang periode 1993-1997.
Pengukuran variabel independen dihitung sebagai berikut.
Komponen akrual dihitung dari perubahan aktiva lancar kurangi
perubahan kas- kurangi perubahan utang lancar dan kurangi
perubahan depresiasi (amortisasi). Sedangkan komponen kas dihitung
dari selisih laba operasi dengan komponen akrual. Variabel dummy
digunakan untuk melihat pengaruh dari penerapan dua standar
akuntansi yang berbeda. Sampel penelitian ini diambil dari 47
perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Penelitian ini
menggunakan pooled cross-sectional data untuk periode pengamatan
tahun 1993-1997.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa baik hipotesis nol 1 dan
hipotesis nol 2 dapat ditolak. Hasil penelitian ini memperlihatkan
bahwa earning jika dipisah menjadi dua komponen (komponen akrual
dan komponen kas) sama-sama mengandung informasi, dan dapat
digunakan oleh investor sebagai dasar pengambilan keputusan.

Kata Kunci: Komponen Arus Kas, Komponen Akrual, Earning, dan


Harga Saham

40
1. Pendahuluan
Literatur akuntansi menyatakan dengan tegas bahwa earning
(laba operasi), dan bukan arus kas yang harus dilaporkan oleh sistem
akuntansi. Inti dari argumen ini adalah akrual atas dasar laba bersih
(income) lebih dipilih daripada data arus kas. FASB (1978)
menyatakan bahwa laporan keuangan seharusnya lebih
menitikberatkan pada earning daripada arus kas:
Informasi tentang earning perusahaan atas dasar akuntansi akrual
umumnya menyediakan indikasi yang lebih baik dalam menghasilkan
arus kas sekarang dan mendatang daripada penerimaan dan
pengeluaran kas (p.ix).
Namun demikian, banyak akuntan yang memandang bahwa arus
kas seharusnya juga dilaporkan dalam sistem akuntansi perusahaan.
Healey (1978), dalam monografnya tentang pelaporan solvency,
menyimpulkan bahwa dibutuhkan perhatian lebih mendalam terhadap
solvency jangka pendek (misalkan, arus kas), dan provisi dari data ini
melalui sistem pelaporan formal.
Sedikitnya tiga riset telah menemukan bukti bahwa kandungan
informasi dari laba bersih plus depresiasi dan amortisasi, sering
digunakan sebagai indikator untuk arus kas mendatang. Ball dan
Brown (1968) menemukan bukti, bahwa kandungan informasi earning
lebih kuat daripada kandungan informasi arus kas. Sama dengan hasil
Ball dan Brown (1968) Beaver dan Dukes (1972) juga menemukan
bukti adanya korelasi yang kuat antara abnormal return dengan
akrual. Patel dan Kaplan (1977) mengggunakan prosentase perubahan
modal kerja operasi sebagai pengukur unexpected cash flow, tidak
dapat menolak hipotesis null atau tidak dapat membuktikan bahwa
unexpected cash flows berkaitan dengan unexpected return, setelah
mengkondisikan unexpected return atas unexpected earning.
Namun hasil beberapa studi asosiasi tersebut dikritik oleh Bowen
et al. (1987). Mereka dalam studinya melaporkan bahwa studi
asosiasi terdahulu gagal dalam mendeteksi kandungan informasi
disebabkan satu dari lima faktor berikut: (1) variabel arus kas yang
digunakan dalam studi lemah (poorly); (2) ekspektasi variabel arus
kas dalam beberapa studi tidak spesifik dengan demikian unexpected

41
cash flow yang diukur akan lemah (poorly measured); (3) unexpected
returns tidak diukur secara akurat (poorly measured); (4) periode
waktu penelitian yang dipakai peneliti tidak tepat; atau (5) informasi
arus kas tidak memiliki tambahan kandungan informasi. Bowen et al,
(1986, 1987) menguji kandungan informasi arus kas dan laba dengan
return saham berhasil menemukan bukti, bahwa data arus kas
memiliki kandungan informasi di luar earning. Mereka juga
menemukan bukti, kuatnya asosiasi antara arus kas dengan akrual.
Beberapa hasil penelitian lain, seperti Wilson (1986 dan 1987),
Rayburn (1986) dalam menguji kandungan informasi arus kas dan
laba dengan return saham, berhasil menemukan bukti yang sama
dengan hasil Bowen et al. (1986, 1987). Sementara, Bernard dan
Stober (1989) menemukan bukti bahwa pemisahan earning (laba
bersih) ke dalam arus kas dan akrual tidak memberi tambahan
kandungan informasi di luar laba bersih.
Sejalan dengan beberapa hasil penelitian di atas dan
meningkatnya perhatian peneliti terhadap proses akrual, FASB (1986),
mengusulkan mengganti Laporan Perubahan Posisi Keuangan dengan
Laporan Arus Kas. Bahkan, dalam SFAS No. 95 tentang Statement of
Cash Flow, FASB (1987) merekomendasikan memasukkan laporan
arus kas sebagai bagian dari laporan keuangan dengan tujuan
memberikan manfaat potensial untuk menaksir likuiditas perusahaan,
fleksibilitas keuangan, profitabilitas, dan risiko (SFAC No. 5, par. 52).
Perkembangan laporan arus kas di Indonesia ditandai dengan
dikeluarkannya Standar Akuntansi Keuangan (SAK) pada tanggal 7
September 1994 menggantikan Prinsip Akuntansi Indonesia (1984).
Dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 2 alinea
satu disebutkan, bahwa perusahaan harus menyusun laporan arus kas
dan harus menyajikan laporan tersebut sebagai bagian yang tidak
terpisahkan dari laporan keuangan untuk setiap periode penyajian
laporan keuangan.
Penelitian di Indonesia mengenai arus kas telah dilakukan oleh
Baridwan (1997). Dia menguji hubungan antara informasi dalam
laporan laba-rugi dengan jumlah arus kas yang diukur dengan
pendekatan tidak langsung. Hasil penelitiannya menemukan bukti

42
bahwa pengungkapan arus kas memiliki nilai tambah bagi investor.
Supriyadi (1998) menguji manfaat kandungan informasi akuntansi
untuk memprediksi arus kas mendatang. Dia mengevaluasi lima
model prediksi arus kas, seperti arus kas operasi, laba, dan berbagai
variabel akuntansi (arus kas, laba, pendapatan, dan akrual). Hasil
studinya menemukan bukti bahwa data arus kas menyediakan
informasi lebih baik untuk menaksir arus kas mendatang daripada data
earning.
Beberapa penelitian di atas menunjukkan bahwa arus kas di luar
earning telah menarik perhatian beberapa peneliti, maka penulis
mencoba untuk menguji masalah ini dalam perspektif perusahaan
Indonesia. Berbeda dengan beberapa penelitian sebelumnya
(Baridwan, 1998 dan Supriyadi (1998), penelitian ini meninjau arus
kas dari perspektif Bowen et al. (1987) dan Bernard dan Stober (1989)
tentang pemisahan earning ke dalam dua komponen, yaitu komponen
arus kas dan komponen akrual.
Bowen et al. (1987) menaksir bahwa data arus kas dalam laporan
keuangan dapat dilihat dari dua perspektif. Pertama, “institutional
perspective” mengambil istilah sistem akuntansi akrual tradisional,
dengan pertanyaan apakah data arus kas akan menambah informasi
data akrual. Kedua, memandang arus kas sebagai konsep primitif,
dengan pertanyaan apakah proses akrual akan menambah informasi
arus kas.
Bernard dan Stober (1989) memisahkan earning ke dalam
komponen arus kas dan komponen akrual tidak berhasil menolak null
hipotesis bahwa arus kas mengandung informasi.
Berbeda dengan Bowen et al (1987 dan Bernard dan Stober (1989),
penelitian ini menggunakan harga saham (model level) sebagai
variabel independen. Penggunaan harga saham sebagai independen
variabel sesuai dengan valuation model, yang mengasumsikan bahwa
earning response coefficient (ERC) dari model level tidak bias.
Dengan menggunakan sampel perusahaan manufaktur yang
tercatat di PT Bursa Efek Jakarta, penulis mengadakan pengujian
terhadap masalah-masalah sebagai berikut:

43
1. Apakah laba memiliki asosiasi yang kuat dengan harga
saham?
2. Apakah laba jika dipisah ke dalam komponen akrual dan
komponen kas akan berasosiasi dengan harga saham?
3. Apakah komponen arus kas menyediakan informasi lebih baik
daripada akrual dalam memprediksi harga saham?
Dalam penelitian ini ketiga pertanyaan penelitian di atas
diformulasikan lebih lanjut menjadi dua hipotesis null yang akan diuji
dalam penelitian ini. Kedua hipotesis itu adalah:
H01: Tidak terdapat asosiasi yang signifikan antara komponen kas
dalam earning dengan harga saham.
H02: Tidak terdapat asosiasi yang signifikan antara komponen
akrual dalam earning dengan harga saham.
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Tujuan utama dari penelitian ini adalah menginvestigasi
apakah data arus kas menambah informasi akrual yang
terefleksi dalam harga saham.
2. Tujuan lainnya adalah menguji peningkatan kandungan
informasi dari perspektif yang berlawanan; yaitu,
menginvestigasi apakah proses akrual menambah kandungan
informasi dalam arus kas.

2. Pembahasan
Asset di bawah capital asset pricing model (CAPM) didasarkan
atas dua hal, yakni, expected cash flows dan expected rate of return
(Watt dan Zimmerman, 1986). Bowman (1983) berpendapat karena
studi pasar modal meliputi gabungan (CAPM dan market efficiency
hypotheses (Watts and Zimmerman, 1986), tiga aspek penting berikut
harus dipertimbangkan, yakni (1) identifikasi waktu, (2) model
ekspektasi, dan (3) metode kalkulasi atau aggregat excess return.
Lebih jauh lagi, dalam mengevaluasi studi-studi earning, Lev (1989)
mengusulkan bahwa agenda riset seharusnya terfokus pada dua area.
Pertama, menginvestigasi proses analisis dan manfaat informasi
keuangan dalam pasar modal. Proses ini bertujuan untuk membantu
memahami bagaimana investor sesungguhnya menggunakan data.

44
Kedua, bagaimana memperbaiki pengukuran akuntansi dan teknik
penilaian yang mempengaruhi keandalan laporan keuangan untuk
memprediksi arus kas mendatang.
Studi mengukur manfaat (usefulness) tambahan kandungan
informasi (incremental information content) berkisar pada dua hal,
yakni, studi kandungan informasi earning dan arus kas operasi. Hasil
penelitian terdahulu menunjukkan bukti, bahwa earning menyediakan
informasi yang lebih baik daripada arus kas dalam memprediksi nilai
perusahaan, sementara studi kemudian menunjukkan bukti bahwa arus
kas lebih relevan untuk pengambilan keputusan (Neil et al. 1991).

2.1 Capital Asset Pricing Model (CAPM)


Model CAPM mengasumsikan adanya keterkaitan antara return
dengan risk. Sesuai dengan konsep market portfolio theory (MPT),
resiko dalam CAPM berbanding lurus dengan return, yaitu semakin
tinggi resiko semakin tinggi pula return yang didapat. Beberapa
penelitian terdahulu berhasil membuktikan bahwa tidak ada
keterkaitan antara resiko yang tinggi dengan resiko yang rendah
(Fama dan French, 1972), dan diduga return memiliki hubungan yang
kuat dengan resiko. Fama dan French (1992), sebaliknya berhasil
menemukan bukti, bahwa beta sekuritas dari tahun 1963 sampai 1990,
tidak memiliki keterkaitan dengan harga/return saham. Bahkan
mereka menemukan bukti, bahwa faktor-faktor seperti company size,
leverage, market-to-book ratio, dan price-earning ratio sangat erat
kaitannya dengan return/harga saham. .
Pengujian CAPM umumnya menggunakan return masa lalu
sebagai proxi untuk return yang diharapkan di masa datang (future
expected return). Return masa lalu seringkali menimbulkan problem
ketidakakuratan sampling bagi investor dalam menaksir future return.
Bahkan seandainya return masa lalu tersebut sangat baik dalam
memprediksi expected return, return pasar masih juga tidak mudah
diobservasi.
Beberapa studi awal dari CAPM, pada umumnya menggunakan
index sekuritas sebagai proxi pasar. Roll (1977), menunjukkan bahwa
untuk mengobservasi return pasar yang sebenarnya, kita harus

45
memasukkan return untuk keseluruhan asset. Penemuan bukti ini
bertentangan dengan konsep CPAM. Dia menyatakan bahwa hanya
pengujian langsung dari CAPM dengan menggunakan mean-variance
efficiency dari market portfolio yang dapat dipakai untuk menaksir
return mendatang.

2.2 Keterkaitan Earning dengan Return Saham


Ball dan Brown (1968) adalah peneliti yang pertama kali
mendokumentasikan keterkaitan antara earning dengan harga (return)
saham. Ball dan Brown menguji kandungan informasi data akuntansi
yang diukur dengan reaksi pasar di waktu earning diumumkan.
Dengan time series data tahun 1946-1966, mereka berhasil
menemukan bukti bahwa earning adalah wakil yang bagus untuk arus
kas perusahaan mendatang. Hampir semua hasil studi asosiasi antara
earning dan stock return mendukung hipotesis ini. Beaver dan Dukes
(1972) mendokumentasikan bahwa terdapat korelasi yang kuat antara
abnormal return dengan unexpected accrual atas dasar earning
daripada abnormal return dengan unexpected cash flow. Namun
perbandingan ini tidaklah secara langsung menguji tambahan
kandungan informasi. Patell dan Kaplan (1977) dengan menggunakan
persentase perubahan modal kerja operasi sebagai pengukuran
unexpected cash flows, tidak dapat menolak null hipothesis bahwa
unexpected cash flows tidak berkaitan dengan unexpected return,
setelah mengkondisikan unexpected return pada unexpected earning.
Patel dan Kaplan mencatat bahwa terdapat korelasi yang tinggi antara
earning dengan working capital from operation.
Hampir selama dua dekade, hasil studi asosiasi tidak beranjak dari
penemuan Ball dan Brown, dan hampir semua peneliti tidak melihat
bahwa arus kas memiliki kandungan informasi. Hal ini mungkin
disebabkan masih sedikitnya perhatian peneliti terhadap data non-
earning (Lev dan Ohlson, 1982). Mereka menyatakan (1985, p. 265).
Ada keyakinan kuat, terutama diantara praktisi, bahwa arus kas
merefleksikan lebih baik daripada akrual dari kinerja perusahaan. Dan
cukup mengejutkan hanya sedikit penelitian yang menekuni isu ini.

46
Bukti ini konsisten dengan bukti yang ditemukan Ou dan Penman
(1989a,b). Mereka memandang bahwa laporan keuangan termasuk
variabel yang sangat kaya dalam memprediksi earning dan
memprediksi pergerakan harga saham mendatang.
Menanggapi hasil kerja Ou dan Penman, Bernard (1989)
menyatakan, beberapa hal berikut dapat dicatat; Pertama, analisis
laporan keuangan Ou dan Penman dihasilkan dengan sedikit
mekanikal. Mereka dengan sengaja menggunakan mekanikal untuk
menghindari beberapa kritik terhadap adanya bias dalam memprediksi
abnormal return. Kedua, studi Ou dan Penman dapat diperluas dengan
cara mendokumentasikan bukti-bukti empirik prediksi perubahan
earning. Ketiga, jika Ou dan Penman sukses dengan prediksi
perubahan earning, penelitian mendatang diarahkan terhadap faktor
lain yang dapat memperbaiki prediksi earning mendatang. Keempat,
perluasan hasil kerja Ou dan Penman mungkin berguna untuk
memperbaiki price/earning dan memperbaiki kandungan informasi
data non-earnings.

2.3 Proses Akrual


Barangkali tidak ada isu yang paling sentral dari akuntansi selain
informasi proses akrual. Pentingnya isu ini karena belum banyak
diteliti oleh peneliti terdahulu, seperti Ball and Brown (1968), Beaver
dan Dukes (1972, 1973), dan studi yang tidak dipublikasikan oleh
Kaplan dan Patell (1977). Esensinya semua peneliti memperlihatkan
bahwa modal kerja operasi berkorelasi tinggi dengan laba bersih.
Proses akrual ini seperti dinyatakan dalam SFAC No. 1,
mengindikasikan lebih baik daripada arus kas dalam mengukur kinerja
perusahaan.
Namun demikian, banyak kritik dialamatkan pada proses akrual,
karena ada kemungkinan subjek ini dimanipulasi oleh manajer. Riset
yang dilakukan Healy (1985) dan DeAngelo (1986) tentang earning
management berhasil menemukan bukti adanya keterkaitan antara
kompensasi manajemen dengan perubahan akrual. Brealey dan Myers
(1984) dalam studinya tentang manipulasi akrual mempertanyakan
kebenaran dari akrual dalam memprediksi arus kas mendatang.

47
Accrual earning juga dikritik kurang relevan untuk tujuan penilaian
karena akrual adalah suatu produk dari sistem akuntansi atas dasar
historis. Akhirnya Watt dan Zimmerman (1986, chap. 2) dalam
membahas model penilaian teoritis CAPM lebih memilih arus kas
daripada data akrual.

2.4 Studi Hubungan Arus Kas dan Akrual dengan Harga Saham
Penelitian terdahulu dari studi asosiasi menghipotesiskan bahwa
laba akuntansi (accounting earning) adalah indikator yang baik untuk
memprediksi arus kas mendatang. Hipotesis ini disetujui oleh
beberapa peneliti yang mendukung kuatnya keterkaitan antara earning
dan harga saham (untuk review lihat Abdel Khalik dan Keller (1979),
Beaver (1981, ch. 5), dan Lev dan Ohlson (1982).
Ide bahwa current earning lebih baik dari current cash flows
dalam memprediksi future cash flows bukanlah tanpa kritik. Kritik
banyak dialamatkan terhadap beberapa defisiensi sistem pelaporan
current reporting systems (akuntansi untuk deffered taxes, pension
liabilities, dan inflations). Pertanyaan juga muncul terhadap motivasi
di belakang pemilihan prosedur akuntansi, prinsip akuntansi
berterima umum dan compensation plan. Perubahan fundamental
terhadap pengukuran laporan keuangan dengan penekanan terhadap
arus kas, telah diusulkan oleh banyak peneliti. Tiga alasan berikut
dikemukakan untuk mendukung usulan mereka. Pertama, arus kas
relatif lebih kuat (hard) hasilnya dibandingkan akrual (Ijrili, 1980;
Lee, 1981; Thomas, 1975). Kedua, perhatian yang berlebihan
terhadap earning sebagai indikator kinerja, tidak konsisten dengan
rasionalisasi ekonomi dari arus kas dalam keputusan investasi (Ijiri
1978 dan 1980; Stern, 1976; dan Ferrara, 1976 dan 1981). Ketiga,
sistem pelaporan arus kas dengan memperhatikan dampak inflasi,
akan memberikan time value rate yang cukup untuk discount periodic
cash flows (Lee, 1978 dan 1981; Lawson, 1978 dan 1980).
Pada akhir tahun 1980an, potensi arus kas menjadi perhatian
utama dalam studi asosiasi (Rayburn (1986), Wilson (1986, 1987),
Schaefer dan Kennely (1986), Bowen, Burgstahler, dan Daley (1987),
dan Bernard dan Stober (1989). Satu pertanyaan dalam literatur

48
tersebut adalah, apakah arus kas operasi serta akrual menyediakan
tambahan informasi. Hampir semua hasil penelitian mengatakan “ya”.
Berikut ini adalah beberapa bukti empirik dari data arus kas di pasar
modal yang terkait dengan arus kas.
Studi asosiasi arus kas dengan stock return oleh Rayburn (1986),
Wilson (1986 dan 1987), dan Bowen et al. (1987), telah
menggabungkan sifat-sifat khusus variabel arus kas ke dalam analisis.
Studi ini umumnya menyimpulkan bahwa earning menyediakan
informasi yang terkandung dalam arus kas sendiri. Mereka juga
menemukan bukti bahwa arus kas memiliki perbedaan informasi
terhadap earning dan variabel aliran dana.
Rayburn (1986) dengan expectation model menguji kandungan
informasi laba dari neraca dan laporan rugi laba tahun 1963-1982. Dia
menguji apakah satu dari dua komponen akrual memiliki kandungan
informasi. Studi ini melengkapi studi sebelumnya dengan fokus
memisahkan earning sebagai oposisi dari arus kas.
Dua cross-sectional regression diestimasi setiap tahun. Model
pertama menaksir peningkatan kandungan informasi dari
penggabungan akrual dan arus kas. Sebaliknya, model kedua menguji
peningkatan kandungan informasi dari depresiasi, pajak, dan
komponen modal kerja. Model kedua khususnya menginvestigasi
kandungan informasi dari current dan noncurrent accrual di luar data
arus kas. Dia menggunakan arus kas operasi dan penyesuaian laba
(adjusted earning) sebagai variabel independen dan abnormal returns
sebagai variabel dependen.
Dengan random walk expectataion model, Rayburn berhasil
menyimpulkan bahwa arus kas operasi dan akrual memiliki
kandungan informasi satu sama lain. Dia juga berhasil menunjukkan
bahwa komponen kas dan akrual kurang konsisten hasilnya ketika
forecast error dari firm specific holdout model diregresi dengan
abnormal return, dan hanya arus kas dan perubahan modal kerja yang
memberi penjelasan yang kuat (explanatory power) selama 20 tahun.
Dengan kata lain distribusi sampling dari koefisien depresiasi dan
perubahan pajak tidak signifikan. Hasil Rayburn (1986) ini konsisten
dengan Wilson (1986), yang menemukan bahwa current accrual

49
memiliki kandungan informasi jangka pendek tetapi tidak dalam
jangka panjang. Namun demikian, penemuan ini seharusnya
dinterprestasikan dengan hati-hati karena current accrual yang diuji
secara keseluruhan (didefinisikan sebagai perubahan modal kerja)
berbeda secara individu dengan komponen modal kerja. Lagi pula,
seperti yang dijelaskan oleh Jennings (1986), belumada teori yang
tersedia tentang pengaruh akrual atas arus kas mendatang.
Suatu perbaikan metodologi dilakukan oleh Wilson (1987)
terhadap studi-studi sebelumnya dalam menaksir kandungan informasi
di luar earning. Berbeda dengan penelitian terdahulu yang mengukur
pengaruh pasar modal dengan continuous time periode, Wilson
mengisolasi timing dari setiap penerbitan informasi untuk tujuan
analisis. Dia juga mengusulkan memisahkan earning ke dalam
komponen akrual dan komponen arus kas khususnya pada waktu
informasi diungkap pada laporan tahunan.
Dengan menggunakan expectation model, Wilson (1987)
mengevaluasi kandungan informasi arus kas operasi dan akrual di luar
laba. Dia menggunakan 15 variabel akuntansi untuk memprediksi
empat kuarter arus kas operasi. Dengan pooled-cross sectional data
tahun 1981-1982 dari Compustat annual dan quarterly report, dia
menyimpulkan bahwa terdapat 47,3% variasi dalam arus kas operasi.
Lagipula, diantara 15 variabel, hanya tiga variabel yang signifikan,
yaitu arus kas kuarter tiga dan empat, jumlah kuarter pertama dan
kedua arus kas operasi, dan kuarter ketiga akrual.
Bernard dan Stober (1989) dengan sampel yang lebih besar tidak
dapat mereplikasi hasil Wilson (1987). (Wilson menguji 2 kuarter;
Bernard dan Stober menguji 32 kuarter). Bernard dan Stober (1989)
adalah peneliti yang pertama kali mengakui bahwa secara formal
implikasi harga saham dari accounting numbers tergantung kepada
konteks ekonomi. Sebagai contoh, mereka percaya bahwa akrual akan
meningkat jika ada good news dan bad news dari pasar. Sayangnya,
dengan menggunakan time-series regression, Bernard dan Stober
(1989) tidak dapat menjelaskan prilaku harga saham di hari-hari
sekitar penerbitan laporan keuangan. Mereka menyimpulkan bahwa
(1) adalah sulit untuk mendeteksi reaksi di sekitar penerbitan laporan

50
keuangan, karena sulit diidentifikasi secara akurat, dan (2) implikasi
terhadap arus kas dan akrual hanya dapat dijelaskan dalam model
kontekstual.
Bowen et al. (1987) menginvestigasi kandungan informasi dari
data arus kas di luar kandungan earning dan akrual atas earning di luar
data arus kas. Dua pengukur akrual, earning dan WCFO dianalisis.
Modal kerja dari operasi dinyatakan sebagai akrual karena
mengandung akrual jangka pendek. Dua variabel arus kas yang diuji
adalah CFO yang mengandung pengaruh current dan noncurrent
accrual, dan arus kas investasi (CFAI). Multiple regression terhadap
komponen akrual dan komponen kas sebagai variabel independen
pertama kali diestimasi. Sum of the square error dari seluruh model
kemudian dibandingkan untuk memperoleh estimasi berbagai model
(dengan satu variabel independen) untuk menaksir peningkatan
kandungan informasi. Variabel dependen masing-masing regresi
adalah standardized market model abnormal return sepanjang periode
pengujian. Unexpected earning, WFCO, dan CFAI didefinisikan
sebagai perubahan prosentase sebelumnya, yang menggambarkan
suatu random walk expectation model. Menggunakan hasil Bowen et
al. (1986), unexpected CFO didefinisikan sebagai arus kas tahun
sekarang dari operasi minus WCFO sebelumnya, kemudian dideflasi
dengan nilai absolut dari WCFO tahun sebelumnya.
Karena sulitnya menginterpretasikan signifikansi level dari
koefisien regresi individu dan kemungkinan tingginya kolinearitas
variabel independen, Bowen (1987) menggunakan F-test untuk setiap
kelompok variabel yang berbeda dengan penelitian sebelumnya.
Masing-masing model dan full model diestimasi dengan (1) pooled
cross-sectional time-series model dan (2) cross-sectionally untuk
setiap tahun.
Hasil dengan pooled cross-sectional time-series regression
menunjukkan bahwa variabel arus kas (secara individu maupun
kelompok) memiliki kandungan informasi di luar akrual. Hasil dengan
pooled regression memperlihatkan bahwa earning dan dua
penggabungan variabel akrual juga memiliki kandungan informasi di
luar variabel arus kas. Namun demikian, variabel WCFO secara

51
individu ditemukan tidak signifikan. Hasil dengan year-by-year sama
konsistennya dengan hasil pooled.
Murdoch dan Krause (1989 dan 1990) menguji korelasi antara
laba dengan arus kas untuk memprediksi arus kas secara akurat. Studi
ini juga menginvestigasi apakah kombinasi akrual dan arus kas lebih
baik daripada masing-masing (akrual atau arus kas) dalam
memprediksi arus kas mendatang. Murdoch dan Krause (1989)
dengan regression model dan Murdoch dan Krause (1990) dengan
simple averaging model menggunakan arus kas operasi sebagai
variabel dependen dan berbagai pengukuran arus kas sebagai variabel
independen (modal kerja, penjualan, dan arus kas operasi),
menemukan bukti bahwa akrual lebih baik daripada arus kas dalam
memprediksi arus kas mendatang.

2.5 Studi Asosiasi di Indonesia


Beberapa penelitian tentang manfaat kandungan informasi
akuntansi telah dikembangkan di Indonesia. Kebanyakan dari studi ini
mengukur kandungan informasi dari earning diasosiasikan dengan
harga saham. Umumnya hasil studi asosiasi earning dengan harga
saham di Bursa Efek Jakarta tidak konsisten (Setiawati, 1995; Husnan
et al., 1996; dan Hanafi, 1997). Tiga alasan berikut ini mungkin
penyebab dari tidak konsistennya bukti yang ditemukan, yakni, tidak
cukup metodologi, pasar yang tidak efisien, dan minimalnya informasi
akuntansi yang didapat.
Studi menggunakan arus kas, arus kas dan akrual sebagai variabel
independen telah dilakukan oleh Baridwan (1998), Triyono (1998),
dan Supriyadi 1998. Mereka menguji ada atau tidaknya kandungan
informasi arus kas dalam informasi akuntansi untuk memprediksi arus
mendatang.
Baridwan (1997) menguji hubungan antara informasi dalam
laporan laba-rugi dengan jumlah arus kas yang diukur dengan
pendekatan tidak langsung. Hasil penelitiannya menemukan bukti
bahwa pengungkapan arus kas memiliki nilai tambah bagi investor.
Triyono (1998) dengan model level dan model return menguji asosiasi
antara total arus kas, komponen arus kas, dan laba akuntansi dengan

52
harga saham atau return saham. Triyono menggunakan linear
multiple regression dengan harga saham atau return saham sebagai
variabel dependen dan total arus kas, komponen arus kas, serta laba
akuntansi sebagai variabel independen. Menggunakan data (1995-
1996) dari 54 perusahaan manufaktur di BEJ, dia menemukan bukti,
bahwa semua variabel independen dari model return tidak signifikan
dan signifikan untuk model level. Hasil asosiasi antara total arus kas
dengan laba akuntansi, dia menemukan bukti bahwa pengungkapan
arus kas memberikan informasi tambahan bagi pemakai laporan
keuangan. Hasil studi ini konsisten dengan studi Baridwan (1997).
Supriyadi (1998) menguji manfaat kandungan informasi akuntansi
untuk memprediksi arus kas mendatang. Dia mengevaluasi lima
model prediksi arus kas, seperti arus kas operasi, laba, dan berbagai
variabel akuntansi (arus kas, laba, pendapatan, dan akrual). Suatu
dummy variable untuk menangkap efek dari perbedaan standar
akuntansi digunakan dalam seluruh model. Atas dasar 8 tahun data
(1990-1997) dari 61 perusahaan manufaktur di Bursa Efek Jakarta, dia
berhasil menunjukkan bahwa data arus kas menyediakan informasi
lebih baik untuk menaksir arus kas mendatang daripada data earning.

2.6 Metode Penelitian


Model level dan model return telah banyak dibahas dalam
berbagai artikel. Lev dan Ohlson (1982) berargumen bahwa kedua
model tersebut merupakan komplementer, sedang Lansdman dan
Magliolo (1988) mengemukakan bahwa model levels dan return
tergantung dari asumsi yang dibuat peneliti mengenai hubungan harga
dari data yang digunakan untuk estimasi.
Alternatif kedua model tersebut adalah sebagai berikut:
Model level : Pt = α + βXt +et
Model return : Rt = α + βXt/P(t-1) +et
Pt adalah harga saham pada periode t, Rt adalah return saham
pada periode t, dan Xt adalah data akuntansi (misalnya laba pada
periode t), sedang α dan β adalah konstanta dan slope koefisien,
dan et adalah variabel gangguan.

53
Kothari dan Sloan (1992) menemukan bahwa informasi harga
lebih baik daripada laba masa lalu (return) dalam memprediksi laba.
Hasil studi Khotari dan Zimmerman (1995) menunjukkan bahwa
model levels lebih bermanfaat dalam model regresi, karena hasil
koefisien estimasinya tidak bias dibandingkan model return.
Mengikuti Kothari dan Sloan (1992), penulis memilih model level
(harga saham) sebagai variabel dependen yang kemudian
diasosiasikan dengan variabel independen (laba operasi). Untuk
menginvestigasi kemampuan komponen arus kas dan komponen
akrual dari earning untuk menjelaskan harga saham, model level
berikut digunakan:
HSit = ao + a1 LABA OPERASI it + υ it

HS adalah harga saham awal dan akhir periode perusahaan i pada


tahun t, dan LABA OPERASI (earning) adalah laba bersih operasi
tahun t yang diskala dengan total aktiva. α dan β adalah proporsi
harga saham yang tidak dapat dijelaskan oleh LABA OPERASI.
Konsisten dengan penelitian terdahulu (e.g., Bowen, Burgstahler and
Daley (1987), Dechow (1994), Guay dan Shidu (1997), penulis
memisahkan LABA OPERASI ke dalam dua komponen yang
mewakili arus kas operasi bersih seperti yang ditunjukkan dalam
Laporan Arus Kas, yaitu Komponen Kas (KK) untuk kas dan
Komponen Akrual (KA) untuk akrual:
LABA OPERASI = KOMPONEN KAS + KOMPONEN
AKRUAL.
Persamaan ini kemudian disubstitusi ke dalam persaman regresi
yang merefleksikan kemampuan dua komponen earning tersebut
untuk menjelaskan informasi dalam harga saham:
HSit = α + β 1 KK + β 2 KA + β 2D + Et

dalam hal ini,


HS = harga saham rata-rata awal dan akhir tahun perusahaan i
pada waktu t
KK = komponen kas
KA = komponen akrual
54
T = variabel waktu 1 tahun
D = variabel dummy, 0 untuk tahun 1993 –1994, dan 1 untuk
tahun 1995-1997.
Variabel dummy ditambahkan ke dalam model untuk menangkap
pengaruh dari penerapan dua standar akuntansi. Prinsip Akuntansi
Indonesia (0) dan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (1)).

2.7 The Pooled Cross-sectional Regression


Untuk menguji kandungan informasi yang tercermin dalam model
(1), penulis menggunakan pooled cross-sectional Beaver et al. (1982).
Prosedur estimasi pooling cross-sectionally mengasumsikan bahwa
semua perusahaan memiliki respon yang sama terhadap perubahan-
perubahan yang tidak diharapkan dalam arus kas dan akrual, dan
informasi diasumsikan merata sepanjang waktu (Bowen et al. 1987).
Satu keterbatasan dari pooled cross-sectional regression model
adalah meratanya koefisien regresi terhadap waktu dan perusahaan.
Namun demikian, karena sulitnya menggunakan data time-series,
penggunaan pooled cross-sectional regression mungkin akan
membantu menghilangkan kesalahan dalam berbagai variabel yang
mungkin tidak konsisten diestimasi ketika time-series jangka pendek
dilakukan. Lagi pula, karena perubahan metoda akuntansi terjadi
dalam periode penelitian, asumsi informasi merata sepanjang waktu
dalam time-series ada kemungkinan dapat diperbaiki (Wilson, 1987).

Sampel
Studi ini menggunakan data sekunder, yaitu data keuangan
perusahaan manufaktur (neraca, laporan laba-rugi, dan laporan arus
kas) yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Data utama diambil dari
Capital Market Directory, dan beberapa data pendukung seperti,
laporan Keuangan masing-masing perusahaan, home-page JSX.
Periode penelitian mencakup waktu 5 tahun (1993-1997). Kondisi ini
dipandang cukup mewakili kondisi BEJ yang relatif stabil dan normal.
Data untuk periode 1993-1994 didasarkan atas Prinsip Akuntansi
Indonesia (PAI), sementara untuk periode tahun 1995-1997,
didasarkan atas Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK).

55
Karena masing-masing standar mempengaruhi proses akrual, penulis
menggunakan dummy variable sebagai proxi untuk mengetahui
pengaruh perbedaan standar akuntansi yang digunakan. Dummy
variabel 0 digunakan untuk periode 1993-1994 dan 1 untuk periode
1995-1997.
Kriteria Sampel dari Populasi penelitian ini adalah seluruh
perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta, sedangkan sampel
penelitian adalah seluruh perusahaan manufaktur. Kriteria pemilihan
sampel adalah sebagai berikut:
1. Terdaftar di BEJ.
2. Berasal dari semua kelompok perusahaan manufaktur yang
menerbitkan laporan keuangan:
a. Untuk periode berakhir 31 Desember 1993-1997.
b. Yang menghasilkan laba lima tahun berturut-turut.
c. Tidak melakukan merger dan akuisisi dalam periode yang
sama.

Model
HSit = α + β 1 KK + β 2 KA + β 2D + Et
dalam hal ini,
HS = Harga saham
KK = Komponen Kas
KA = Komponen Akrual
t = Variabel waktu
D = Variabel dummy, masing-masing 1 untuk tahun 1995-1997, dan
0, sebaliknya

Data sampel adalah data tahunan dari tahun 1993-1997. Model


menggunakan pooled cross-sectional.

Gambar 1. Model

56
Pengukuran Variabel
Harga saham dalam penelitian ini adalah harga rata-rata saham
awal dan akhir tahun dari perusahaan i pada waktu t dari tahun 1993-
1997. Sedangkan variabel keuangan dalam penelitian ini adalah laba
operasi (earning), komponen akrual, dan komponen kas yang diambil
dari laporan laba-rugi, neraca, dan laporan perubahan posisi keuangan
atau laporan arus kas. Laba operasi dalam uji empiris adalah laba
bersih operasi setelah depresiasi. Non-recurring items seperti
extraordinary items, discontinued operations, special items, dan non-
operating income dikeluarkan dalam sampel, karena tidak setiap
perusahaan dalam Capital Market Directory BEJ mengeluarkan
informasi ini.
Komponen akrual dari earning dihitung menggunakan informasi
neraca dan laba-rugi berikut (Dechow et al. 1995):
Akrual = (∆AL - ∆K) – (∆KL - ∆STD - ∆P) – Depr

dalam hal ini ∆AL = perubahan aktiva lancar


∆K = perubahan kas/ekuivalen kas
∆KL = perubahan kewajiban lancar
∆STD = perubahan debt termasuk dalam
kewajiban
lancar
∆TP = perubahan utang pajak pendapatan
Depr = biaya amortisasi dan depresiasi
Debt (utang) dalam utang lancar dikeluarkan dari akrual karena
dia berkaitan dengan transaksi keuangan, bukan transaksi operasi.
Utang pajak pendapatan juga dikeluarkan dari akrual untuk menjaga
konsistensi dengan definisi earning dalam uji empiris.
Komponen kas dalam studi ini dihitung secara akrual, yaitu selisih
antara laba operasi dengan komponen akrual. Untuk memudahkan
pembandingan, semua variabel di-standardized dengan ukuran (size)
masing-masing perusahaan. Pengukuran ukuran perusahaan adalah
rata-rata total aktiva awal dan akhir tahun. Definisi tiga variabel
keuangan di atas adalah sebagai berikut:
57
Laba Operasi
Earnings =
Rata-rata Total Aktiva

Akrual
Komponen Akrual =
Rata-rata Total Aktiva

Laba Operasi − Akrual


Komponen Arus Kas =
Rata-rata total aktiva

Karena setiap standar akuntansi akan mempengaruhi proses


akrual, penulis menggunakan variabel dummy untuk memproksikan
pengaruh penerapan dua standar akuntansi (Prinsip Akuntansi
Indonesia dan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan) atas
variabel akuntansi. 1 memproksikan penerapan Prinsip Akuntansi
Indonesia (PAI) tahun 1993-1994 dan 0 memproksikan penerapan
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) tahun 1995-1997.

Uji Statistik
Uji diagnostik dilakukan untuk mendiagnosa sifat-sifat dari model
regresi. Secara khusus, uji diagnostik dilakukan untuk memeriksa
validitas model regresi. Dua uji dilakukan untuk mendignosa model
(multikoliniearitas, dan otokorelasi).

Multikolinearitas
Asumsi tidak adanya multikolinearitas didasarkan pada besaran
VIF. Multikolinearitas terjadi jika ada keterkaitan yang erat antara
variabel independen. Metode untuk menguji adanya multikolinearitas
dapat dilihat pada tolerance value atau variance inflation factor (VIF),
yaitu tidak ada VIF > 10. Batas dari tolerance value di bawah 0,10
atau batas VIF adalah 10 (Hair et al. 1992). Jika tolerance value di
bawah 0,10 atau nilai VIF di atas 10 maka terjadi multikolinieritas.

58
Otokorelasi
Untuk mendeteksi adanya otokorelasi dalam model dapat dilihat
dari nilai Durbin Watson yang secara teoritis nilainya 1,634. Jika
nilai Durbin-Watson lebih kecil daripada nilai teoritisnya maka ada
kemungkinan terjadi otokorelasi.

Pengujian Hipotesis
Hipotesis nol 1 (Ho 1) menyatakan bahwa tidak terdapat asosiasi
yang signifikan antara komponen kas dalam earning dengan harga
saham. Untuk menguji hipotesis tersebut, digunakan model regresi
tunggal sebagai berikut:
HSit = α + β 1 KK + β 2 KA + β 2D + Et
Dalam persamaan tersebut, HSit = harga saham i pada periode
pengamatan t; KKit = komponen kas perusahan i pada periode t; KAit
= komponen akrual perusahaan i pada periode t. Semua variabel
independen dibagi dengan total aktiva rata-rata awal dan akhir tahun.
Hipotesis nol 2 (Ho 2) menyatakan bahwa tidak terdapat asosiasi
yang signifikan antara komponen akrual dalam earning dengan harga
saham. Sama dengan hipotesis 1, hipotesis 2 diuji dengan model
regresi tunggal yang sama.
Pengujian hipotesis tersebut di atas dilakukan secara pooled cross-
sectional untuk periode pengujian tahun 1993-1997. Hal ini dilakukan
untuk menghindari adanya extreme observation dalam pengamatan.

Pengujian Spesifikasi Model


Studi ini menggunakan F-test dan/atau t-test untuk menguji dua
hipotesis yang diusulkan. F-test digunakan untuk menguji layaknya
model regresi yang diusulkan. Asumsi yang mendasari F-test adalah,
tolak model regresi jika hasil F-test lebih kecil atau sama dengan F-
table. Untuk menguji koefisien masing-masing variabel dependen,
penulis menggunakan t-test. Jika koefisien masing-masing
komponen hasil uji t-nya lebih besar atau sama dengan t-table, maka
hipotesis 1 dan 2 dapat ditolak.

59
2.8 Hasil Penelitian
Statistik Deskriptif
Tabel 2 memperlihatkan hasil statistik deskriptif untuk semua
variabel yang digunakan dalam model. Nilai variabel independen telah
dideflasi dengan rata-rata total aktiva pada awal dan akhir tahun. Nilai
rata-rata (mean) harga saham adalah 4715,7340 dengan standar
deviasi 3982,9578. Nilai jarak (range) berkisar dari 412,50 minimum
sampai 28250 maksimum. Hampir semua sampel harga saham
menurun untuk pengamatan tahunan sepanjang tahun 1993-1997.
Menurunnya sampel perusahaan mungkin diakibatkan banyaknya
harga saham yang menurun.
Nilai rata-rata komponen kas adalah 0,1647 (17% dari rata-rata
total aktiva) dengan deviasi standar 0,1718. Nilai minimum komponen
kas adalah –0,37 dan nilai maksimumnya adalah 0,81. Komponen
akrual memiliki rata-rata –0,005780 (0.00 % dari rata-rata total
aktiva) dengan deviasi standar 0,1649. Nilai minimum komponen
akrual adalah –0,77 dan nilai maksimumnya adalah 0,46.
Tabel 2
Statistisk Deskriptif untuk Variabel yang digunakan dalam Studi
Asosiasi
Distribusi 47 Perusahaan (Data Tahunan 1993-1997)

Variabel N Mean SD Min


Mak

Harga Saham 235 5.158,8229 5.359,5933


412,50 28,250
Komponen Kas 235 0,1647 0,17,18 -
0,37 0,81
Komponen Akrual 235 -5,78E-02 0,1649 -
0,77 0,46

60
Definisi variabel: HS = Harga Saham; KA = komponen akrual; KK =
Komponen kas. Variabel telah dideflasi dengan total aktiva rata-rata
setiap periode.

Distribusi korelasi antara harga saham (variabel dependen untuk


model regresi) dan variabel independen disajikan dalam Tabel 3.

Tabel 3
Korelasi Pearson antara Variabel Dependen dengan Variabel
Independen
Distribusi Korelasi 47 Perusahaan (Data Tahunan, 1993-1997)

Pooled Cross-sectional Data

KK
KA

HS 0,013
0,174

Dengan pooled-cross-sectional data, harga saham memiliki


korelasi yang rendah dengan komponen kas maupun akrual. Korelasi
antara komponen kas dan harga saham ditemukan sebesar 0.013.
Korelasi antara harga saham dengan komponen akrual adalah 0,174.
Hasil ini menunjukkan bahwa tidak terdapat korelasi yang signifikan
baik antara komponen kas maupun komponen akrual dengan harga
saham.

Uji Diagnostik
Pengujian Multikolinearitas
Asumsi tidak adanya multikolinearitas didasarkan pada besaran
VIF. Multikolinearitas terjadi jika ada keterkaitan yang erat antara
variabel independen. Analisis empirik dalam studi ini menunjukkan
bahwa tidak ada multikolinearitas, yaitu tidak ada VIF > 10. Dari

61
penemuan empirik VIF masing-masing variabel adalah 3,635, 3,573,
dan 1,039 untuk variabel komponen akrual dan komponen kas dan
variabel dummy.
Pengujian Otokorelasi
Untuk mendeteksi adanya otokorelasi dapat dilihat dari nilai
Durbin Watson yang menunjukkan angka 1,610 sedangkan nilai
Durbin Watson secara teoritis 1,634. Karena nilai Durbin-Watson
lebih kecil daripada nilai teoritisnya maka ada kemungkinan terjadi
otokorelasi. Namun demikian, karena sampel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah pooled-cross sectional maka permasalahan
otolorelasi tidak akan menyebabkan terjadinya bias dalam estimasi.
Dengan demikian model ini layak dipakai untuk dasar analisis.

Hasil Pengujian Hipotesis


Model regresi tunggal digunakan untuk menganalisa data.
Variabel dependen dalam model regresi adalah harga saham,
sementara komponen arus kas, komponen akrual, dan variabel dummy
adalah variabel independen. Model tunggal ini dipakai untuk menilai
asosiasi antara komponen kas dan komponen akrual dengan harga
saham.
Tabel 4 memperlihatkan hasil regresi komponen kas, komponen
akrual, dan variabel dummy sebagai variabel independen. Hasil
dengan pooled cross-sectional menunjukkan bahwa adjusted R 2 untuk
1993-1997 adalah 0,222. Hasil ini cukup signifikan dengan F-value
23,251 pada level 0,01. Untuk menguji apakah model layak
digunakan, penulis menguji model regresi dengan membandingkan
hasil F uji dengan F tabel. Jika hasil F uji lebih besar daripada F tabel,
maka model regresi layak digunakan. Hasil pengujian statistik
menunjukkan nilai F 23,251, sedangkan F tabel dengan degree of
freedom (3, 235) menunjukkan nilai 2,36. Dengan demikian, model
regresi tunggal cukup baik digunakan untuk melihat adanya asosiasi
antara komponen earning dengan harga saham.
Untuk menguji hipotesis null 1 dan 2, penulis membandingkan
nilai t hitung dengan t tabel dan p-value masing-masing komponen.
Jika hasil uji t lebih besar daripada t tabel atau p-value masing-masing

62
komponen lebih kecil daripada level sginifikansinya, maka penulis
dapat menolak hipotesis null yang diajukan. Tabel 4 memperlihatkan
hasil uji t dan p-value masing-masing komponen earning. Komponen
kas menunjukkan nilai t 6,954 dengan p-value 0,000 (level signifikan
0,01) dan komponen akrual memperlihatkan hasil 7,239 dengan p-
value 0,000 (level signifikan 0,01). Nilai t tabel untuk masing-masing
komponen adalah 1,645. Dengan demikian, karena hasil t uji lebih
besar daripada t tabel atau p-value masing-masing komponen lebih
kecil daripada level signifikansinya, maka dapat disimpulkan bahwa
hipotesis yang berbunyi tidak terdapat hubungan yang signifikan
antara komponen kas (H01) dan komponen akrual (H02) dengan harga
saham ditolak, atau dengan kata lain kedua komponen tersebut
mengandung informasi.
Nilai t-statistic untuk variabel dummy, memperlihatkan hasil –
2,820 dengan p-value 0,005. Dengan demikian, dapat disimpulkan
bahwa secara rata-rata perubahan standar akuntansi mungkin memiliki
efek negatif signifikan pada informasi akuntansi.
Tabel 4
Hasil Regresi untuk 47 Perusahaan
(Data Tahunan, 1993-1997)ª
Model: HSit = ßo + ß1KKit + ß2KAit + ß2DV + ε

Pooled Cross-sectional Regressions

Intersep KK KA
DV

1993-1997*
F-value = 23,251**
Adjusted R² = 0,222

Koefisien 3.227,338**22.723,369**
24.915,032**-1.356,88**
t-statistic (6,101) (6,954) (7,239)
(-2,820)

63
(P-value) 0.000 0.000
0.000 0.005

ª Karakteristik perusahaan dihitung sebagai berikut:


Komponen Akrual = Perubahan dalam non-aktiva lancar kas,
kurangi perubahan
dalam utang lancar, kurangi beban
depresiasi, dan semuanya dibagi dengan
rata-tata total aktiva.
Komponen Kas = Perbedaan antara laba operasi dengan
akrual
* Regresi dilakukan selama 5 tahun pengamatan untuk masing-
masing perusahaan (data tahunan dari 1993-1997).
** Signifikan pada 0,01

3. Penutup
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan
yang signifikan antara komponen kas dan komponen akrual dengan
harga saham. Secara spesifik dapat dinyatakan bahwa komponen
akrual memiliki kandungan informasi yang lebih baik daripada
kandungan informasi arus kas, meskipun perbedaannya tidak
signifikan.
Hasil penelitian ini konsisten dengan beberapa penelitian
sebelumnya, misalnya Rayburn (1986), dan Bowen et.al (1987), dan
tidak konsisten dengan hasil Bernard dan Stober (1989). dan Triyono
(1998). Triyono menemukan bahwa laba akuntansi mempunyai
hubungan yang signifikan dengan harga saham, sedangkan total arus
kas tidak.
Hasil analisis empirik yang dilakukan dalam studi ini mendukung
hipotesis yang menyatakan bahwa pemisahan earning ke dalam
komponen kas dan komponen akrual sama-sama mengandung
informasi. Hasil dari pengujian Hipotesis 1 dan 2 yang disajikan
dalam tabel 4, menunjukkan bahwa pada periode 1993-1997, koefisien
komponen akrual dan komponen kas secara statistik cukup signifikan
pada p<0,01. Berdasarkan hasil pengujian tersebut, hipotesis nol 1 (Ho

64
1) yang menyatakan bahwa terdapat asosiasi yang signifikan antara
informasi komponen akrual dengan harga saham dan hipotesis nol 2
(Ho 2) yang menyatakan bahwa terdapat asosiasi yang signifikan
antara informasi komponen kas dengan harga saham dapat ditolak.
Hasil pengujian multikolinearitas dan otokorelasi mengindikasi
bahwa tidak terdapat masalah multikolinearitas dan otokorelasi serius
untuk semua pengamatan. Hasil pengujian tersebut konsisten
sepanjang periode 1993-1997.
Kontribusi dan Keterbatasan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi investor
untuk memprediksi pergerakan harga saham maupun arus kas
mendatang dengan menggunakan informasi earning (komponen
akrual dan komponen kas) sebagai informasi yang berguna.
Disamping itu, studi ini juga menyediakan informasi tentang prilaku
laba operasi dan sifat informasi akuntansi Indonesia yang mungkin
berguna untuk riset mendatang. Terakhir, penggunaan aspek
fundamental dalam menaksir harga saham memungkinkan investor
mendapatkan return (harga) yang lebih baik.
Keterbatasan
1. Jumlah sampel penelitian kurang memadai (47 perusahaan).
2. Karena arus kas tidak tersedia datanya untuk periode sebelum
1995, kondisi ini mungkin akan mempengaruhi validitas hasil.
3. Karena arus kas yang digunakan tidak berasal dari laporan
arus kas, ada kemungkinan subjek ini telah dimanipulasi oleh
manajemen untuk kepentingan mereka.
Saran Untuk Penelitian Mendatang
1. Penelitian mendatang diharapkan dapat mengevaluasi hasil
dengan populasi lain (perusahaan nonmanufaktur).
2. Penelitian dengan pengamatan yang lebih lama akan
meningkatkan hasil yang lebih baik.
3. Untuk meningkatkan hasil, penelitian mendatang dapat
menambah variabel-variabel lain, seperti efek-efek industri,
modal kerja operasi, dan segmen earning lainnya.

65
Daftar Pustaka
Ball, R., P. Brown. 1968. An empirical evaluation of accounting
income numbers, Journal of Accounting Research 6 (Autumn):
159-178
Beaver and R. E. Dukes. 1972. Interperiod Tax allocation, Earning
Expectations, and the Behavior of Security Prices. The Accounting
Review (April): 320-32
Bernard, V., and T. Stober. 1989. The nature and amount of
information reflected in cash flows and accruals. The Accounting
Review 64 (October): 624-652.
Board, J.L.G., and J.F.S. Day. 1989. The Information content of cash
flows figure: Accounting and Business Research, Winter: 3-11.
Bowen, R.M., D. Burgstahler and L.A. Daley, 1987. The Incremental
information content of accrual versus cash flows. Accounting
Review (October): 723-747.
Dechow, P., 1994. Accounting earning and cash flows as measures of
firms performance: The role of accounting accruals. Journal of
Accounting and Economics 18 (July): 3-42.
_______, P., Sloan. and A. Sweeney. 1995. Detecting earning
management: The Accounting Review 70 (April): 314-326.
Easton, P. 1985. Acconting Earnings and Security Valuation:
Empirical Evedence of the Fundamental Links. Journal of
Accounting Research (Supplement): 54-77.
Fama, E. F., dan K. French. “The Cross-Section of Expected Stock
Returns.” Journal of Finance (July 1992), 427-465
Ferrara, W., “Accounting for Performance Evaluation and Decision
Making.” Management Accounting (December 1976). Pp.
Financial Accounting Standards Board (FASB). 1980. Summary of the
Discussion Memorandum on Reporting Fund Flows. Liquidity and
Financial Flexibility. Stamford, CT: FASB.
Foster, G. Financial Statement Analysis. Englewood Cliffs, N. J.:
Prentice-Hall, 1978
Guay, W. and B.K. Sidhu, 1997. The Usefulness of long-term
accruals. Working Paper- Universities of Pennsylvania (Wharton)
and New South Wales. October

66
Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI). 1995. Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan. Buku 1 dan 2. Jakarta, Indonesia.
Khotari, S. P., and R. G. Sloan. 1992. Information in Prices about
Future Earning, Journal of Accounting and Economics 15: 143-
171.
Khotari S. P., and Jerold L. Zimmerman. 1995. Price and Return
Models, Journal of Accounting and Economics 20:155-192.
Landsman, Wayne R., and Joseph Magliolo. 1988. Cross-Sectional
Capital Market Research and Model Specification, The
Accounting Review 4:586-603.
Lev. B., and Thiagajaran. 1993. Fundamental information analysis.
Journal of Accounting Research 31 (Autumn):190-215.
Livnat, J., and P. Zarowin. 1990. The Incremental Information
Contents of Cash Flow Components. Journal Of Accounting and
Economics (May): 25-46
Patell, J., and R. Kaplan. “ The Information Content of Cash Flows
Data Relative to Annual Earnings: Preliminary Tests.” Working
paper, Stanford University, August 1977.
Rayburn, J. 1986. The Association of Operating Cash Flows and
Accruals with Security Returns. Journal of Acounting Research
(Supplement): 112-33.
Sondhi, A.C., G.H. Sorter and G. I. White, 1987. Transactional
analysis. Financial Analysts Journal (September/October):
Supriyadi. (1998). The Association Between Accounting Information
and Future Cash flows: An Indonesian Case Study. Unpublished
Dissertation, University of Kentucky.
Triyono, (1998). “Hubungan Kandungan Informasi Arus Kas dari
Aktivitas Pendanaan, Investasi, Operasi dan Laba Akuntansi
dengan Harga atau Return Saham.” Tesis. Program Pasca Sarjana
Universitas Gadjah Mada.
Watts, R.L. and J.L. Zimmerman. 1986. Positive Accounting Theory.
New Jersey: Prentice-Hall, Inc.
Wilson, G.P,. 1987. The Incremental information content of the
accrual and funds components of earning after controlling for
earnings. The Accounting Review 62: 293-322.

67
Wilson, G.P. 1986. The Relative Information Contents of Fund
Components of Earnings. Journal of Accounting Research
(Supplement): 165-200.
Zaki Baridwan. 1997. Analisis Nilai Tambah Informasi Laporan Arus
Kas, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesis, Vol. 12.2: 1-14.

68
ANALISIS FAKTOR –FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
KEPUTUSAN MEMBELI PRODUK ASURANSI JIWA
DI SURAKARTA

M. Nur Juniadi
AMIK AMIKOM CIPTA DARMA Surakarta

Abstraksi
Ditinjau dari pandangan ekonomi, manusia berusaha untuk
memenuhi kebutuhan yang beraneka ragam bentuknya semaksimal
mungkin, agar tercipta suasana kehidupan bahagia sejahtera. Dalam
upaya pemenuhan kebutuhan tersebut, seorang dihadapkan pada
resiko kecelakaan, resiko usia lanjut, resiko kematian yang
menyebabkan hilangnya atau merosotnya penghasilan. Sehingga
kebutuhannya tidak dapat dipenuhi semaksimal mungkin, bahkan
kesulitan dalam pemenuhan kebutuhan.
Pesatnya pembangunan dengan diikuti kemajuan dalam
bidang ilmu pengetahuan dan perekonomian masyarakat, berakbat
terjadinya perubahan situasi pasar barang dan jasa maupun faktor-
faktor produksi, yang mendorong diciptakan berbagai ragam produk
dalam pengertian maksimal pada konsumen/masyarakat. Oleh karena
itu penelitian mengemukakan pokok permasalahan mengenai faktor-
faktor yang mempengaruhi keputusan membeli produk asuransi jiwa.
Adapun variable penelitian terdiri dari usia, jenis kelamin, matrial
status dan tingkat pendapatan, penelitian menggunakan metode
pengumpulan data documenter Selama 3 tahun dari tahun 1995
sampai dengan 1998, dan kuensioner yang dibagikan kepada
pemegang polis dan calon pemegang polis.

Kata Kunci :Pemenuhan Kebutuhan,Resiko kecelakaan, Keputusan


Membeli

69
1. Pendahuluan
Sebagaimana diketahui di Indonesia Asuransi masih belum
memasyarakat, sehingga usaha untuk mengembangkan secara dan
baik sering mengalami hambatan – hambatan. Ditinjau dari segi
Ekonnomi, manusia selalu berusaha untk memenuhi kebutuhan dan
selalu berusaha mencapai kesejahteraan dalam hidupnya. Dalam
kenyataannya manusia dan tersedianya alat pemuas kebutuhan
berupa barang dan jasa sangat beragam.Kebutuhan manusia
diklarifikasikan dalam 5 tingkatan, yaitu Kebutuhan Fisiologis, rasa
aman, social, penghargaan dan kesempatan mengembangkan diri.
Dalam memenuhi berbagai tingkatan kebutuhan manusia mengalami
resiko berupa kematian, akibat usia tua, kecelakaan atau merosotnya
kesehatan. Ketiga resiko tersebut menyebabkan lenyapnya
penghasilan, yang berakibat kesulitan dalam memenuhi kebutuhan
bagi diri sendiri atau keluarga.
Untuk menghindari kerugian keuangan akibat hilangnya atau
merosotnya pengahasilan yang diderita, seseorang memerlukan
asuransi. Dalam hal ini asuransi jiwa dalam arti peniadaan resiko
keuangan yang datangnya tak terduga sebelumnya yang menimpa
seseorang. Dengan memiliki asuransi jiwa berarti seseorang telah
mengalihkan ketidakpastian atau resiko kepada pihak lain yang
disebut penanggung.

2. Pembahasan
Dengan semakin majunya pengetahuan dan teknologi maupun
perkembangan ekonomi masyarakat mendorong diciptakannya atau
dipasarkannya produk yang beraneka ragam. Demikian pula yang
terjadi pada produk asuransi jiwa. Dengan situasi pasar yang
beragam, terbagi dalam segmen yang berbeda. Namun pada
prinsipnya mempunyai pengharapan agar mendapatkan produk
yang terbaik dalam arti tingkat harga dan manfaat serta pelayanan
yang terbaik sejak awal hingga akhir kontrak. Oleh karma itu
perusahaan asuransi jiwa senantiasa dituntut untuk memahami

70
harpan konsumen dengan selalu menyediakan produk – produk yang
inovatif, yaitu dekat dengan pasar, bergerak lebih fleksibel dan cepat
tanggap terhadap perubahan pasar. Faktor factor yang
mempengaruhi keptusan membeli asuransi jiwa antara lain adalah
umur, jenis kelamin, marital status, tingkat pendapatan. Maka
penelitian ini bertujuan memecahkan masalah :
1. Berkaitan dengan umur, kelompok umur 20 – 30 tahun, 30
– 40 tahun dan 40 – 50 tahun, kelompok manakah yang
paling banyak dalam membeli produk asuransi jiwa ? dan
adakah perbedaan diantara kelompok umur tersebut dalam
memberi pertimbangan untuk membeli produk asuransi
jiwa?
2. Berkaitan dengan jenis kelamin, antara Pria dan wanita ,
kelompok manakah yang palng banyak membeli produk
asuransi jiwa? Dan adakah perbedaan diantara kelompok
tersebut dalam memberi pertimbangan untuk membeli
produk asuransi jiwa?
3. Berkaitan dengan Marital Status, antara yang sudah
menikah dan belum menikah, kelompok manakah yang
paling banyak dalam membeli produk asuransi jiwa ? Dan
adakah perbedaan antara yang bersatus menikah dan belum
menikah dalam memberi pertimbanagan untuk membeli
produk asuransi jiwa?
4. Berkaitan dengan tingakat pendapatan, diantara kelompok
orang yang memiliki pendapatan kurang dari 30 juta per
tahun, 30 juta – 60 juta per tahun, dan diatas 60 juta per
tahun, kelompok manakah yang palng banyak dalam
membeli produk asuransi jiwa? Dan adakah perbedaan
diantara kelompok berpendapatan dalam memberikan
pertimbangan dalam membeli produk asuransi jiwa ?
Penelitian ini akan berguna bagi kelembagaan asuransi
dan bagi para agen pemasar asuransi jiwa, khususnya di daerah
Surakarta.. Sehingga dapat diketahui secara jelas bahwa konsumen
potensial atau yang paling banyak dalam membeli produk
asuransi jiwa adalah factor x ( factor dari konsumen). Selanjutnya

71
kita dapat mengetahui secara jelas bahwa kelompok yang potensial
yang paling banyak membeli produk asuransi jiwa adalah
dipengaruhi factor Y ( factor dari produk).
Ada perbedaan didalam factor umur, jenis kelamin, marital
status, tingkat pendapatan seseorang dalam mempertimbangkan
untuk membeli produk asuransi jiwa, hal ini disebabkan oleh :
1. Faktor Umur
Semakin manusia berumur tua, maka mereka
membutuhkan suatu perlindungan (asuransi jiwa) karena
semakin dekat dengan segala resiko sakit, lumpuh dan
kematian.
2. Faktor Jenis Kelamin
Prialah yang lebih banyak memiliki asuransi jiwa, karena
pria yang biasa mencari nafkah sehingga nilai ekonomisnya
perlu dilindungi oleh asuransi jiwa.
3. Faktor Marital Status
Manusia yang sudah berkeluraga lebih banyak membeli
asuransi jiwa, karena sudah memiliki tanggungan terhadap
kelangsungan hidup keluarga.
4. Faktor tingkat pendapatan seseorang
Mereka yang memiliki pendapatan cukup, lebih banyak
membeli asuransi jiwa, karena asuransi jiwa bukan
kebutuhan yang harus dipenuhi (sekunder)

72
2.1 Kerangka Pemikiran Teoritis
Latar belakang masalah

Perumusan Masalah
Dipenagruhi
Dipengaruhi
factor y (dr
factor x (dr
factor
factor
konsumen)
Keputusan dalam produk)
membeli asuransi jiwa

Factor X mana Apakah ada


yang paling perbedaan
banyak factor X dlm
mempengaruhi mempertim
dalam Bangkan factor
membeli Diambil sample dr para Y untuk
asuransi jiiwa pemegang polis asuransi membeli
jiwa di Surakarta asuransi jiwa

Pengujian Hipotesis

Kesimpulan

Dari perumusan masalah, dibuat sample secara acak melalui


kuesioner untuk para pemegang polis asuransi jiwa. Dari data maka
dilakukan pengujian hipotesis yang menghasilkan jawaban, dan
ditarik kesimpulan.
Dalam penelitian ini populasi sample diambil 100 % dan
150 responden diambil dari para pemegang polis dari beberapa
perusahaan asuransi jiwa di Surakarta dan calon pemegang polis
asuransi jiwa di Surakarta. Sample dalam penelitian ini
dikelompokkan menjadi :
1. Umur, diambil dari 3 (tiga ) sample yaitu :
Umur 20 –30 tahun, umur 30 – 40 tahun ,umur 40 – 50 tahun.

73
2. Jenis Kelamin, diambil 2 sampel yaitu pria dan wanita
3. Marital Status, diambil 2 sampel yaitu sudah menikah dan
belum menikah
4. Tingkat pendapatan, diambil 3 sampel yaitu pendapatan < 30
juta per tahun, pendapatan antara 30 – 60 juta per tahun,
pendapatan > 60 juta per tahun
Dalam pertimbangan untuk mengambil keputusan dalam membeli
produk asuransi jiwa, maka dibuat kategori yaitu:
- Membeli karena jenis produknya
- Membeli karena pelayanannya
- Membeli karena perusahaan Bonafide
-
2.2 Definisi Operasional Variabel
1. Sumber Data, diperoleh dari data primer dan sekunder.
Data Primer melalui wawancara dengan calon pembeli atau
konsumen
Data Sekunder diperoleh dari data pendukung berupa buku,
literature dan instansi terkait
2. Definisi Variabel variable yang digunakan adalah :
a. Variabel X, merupakan factor factor yang
mempengaruhi keputusan dalam membeli asuransi
jiwa ditinjau dari factor konsumen, antara lain:
a.1. factor Umur
Untuk mengetahui bagaimana kemungkinan
terbanyak dan mengetahui apakah ada perbedaan
dalam memberi pertimbangan antara umur 20 –30
tahun, 30 – 40 tahun dan 40-50 tahun dalam membeli
asuransi jiwa.
a.2. Faktor Jenis kelamin
Untuk mengetahui bagaimana kemungkinan
Terbanyak dan mengetahui apakah ada per-
Bedaan antara pria dan wanita dalam mem-
Beli asuransi jiwa.
a.3. Faktor Marital Status
Untuk mengetahui bagaimana kemungkinan

74
Terbanyak dan apakah ada perbedaan antara
Konsumen yang sudah menikah dan belum
Menikah dalam memberikan pertimbangan
Untuk membeli asuransi jiwa.
a.4. Faktor tingkat pendapatan konsumen, dibagi
menjadi 3 bagian, dan akan dilakukan pene-
litian untuk mengetahui bagaimana kemung
kinan terbanyak dan adakah perbedaan
antara tingkat pendapatan dalam memberi
kan pertimbangan untuk membeli asuransi
jiwa.

b. Variabel Y, merupakan factor yang mempengaruhi


keputusan dalam membeli asuransi jiwa ditinjau
dari factor produk, antara lain :
b.1.Faktor Jenis Produk, manfaat dan Harga atau premi
produk
b.2.Faktor Pelayanan, Kemudahan pengurusan
administrasi dan
klaim, pelayanan dan hubungan baik antara penjual
pembeli
b.3.Faktor Perusahaan, keputusan membeli dikarenakan
factor
besar kecil,bonafiditas dan kepercayaan terhadap
perusahaan

2.3 Teknik Analisa


Menggunakan Analisa Kualitatif, dengan menguraikan tentang
fenomena yang diperoleh dari hasil penelitian, pembuatan table
diskriptif, proposi yang diteliti
1. Dari Faktor umur 20-30,30-40 dan 40-50, diambil secara
random, dari 150 sampel konsumen yang membeli asuransi
jiwa adalah:
Seperti tercantum dalam tabel berikut:

75
Tabel VII.1
Frekuensi yang diperoleh dari 150 orang yang membeli
produk asuransi jiwa anatara umur 20-30,30-40,40-50 tahun

Umur Fo
20 –30 tahun 45
40 – 50 tahun 72
50 – 60 tahun 33
Jumlah 150

2. Dari Perbedaan dalam memberikan pertimbangan untuk


membeli
asuransi jiwa , dilakukan pengumpulan data melalui 3
kelompok
sample yang diambil random, seperti yang tercantum dalam
tabel
sebagai berikut:
Tabel VII.2
Frekuensi yang diperoleh dalam memberikan pertimbangan untuk
membeli produk asuransi jiwa antara umur 20-30,30-40,40-50
tahun

Umur Pertimbangan membeli F


produk asuransi jiwa
Jenis Produk 21
20-30 tahun Pelayanan 18
Perusahaan 11
50
Jumlah
Jenis Produk 35
30-40 tahun Pelayanan 14
Perusahaan 21
70
Jumlah
Jenis Produk 10
76
40-50 tahun Pelayanan 16
Perusahaan 4
30
Jumlah
Total 150

3. Dari Faktor Jenis Kelamin, untuk mengetahui kemungkinan


terbanyak dalam membeli asuransi jiwa, dilakukan
pengumpulan data melalui 2 kelompok sample pria dan
wanita secara random, sebanyak 150 sample konsumen,
didapat tabel sebagai berikut:

Tabel VII.3
Frekuensi yang diperoleh dari 150 orang yang membeli asuransi
jiwa antara Pria dan Wanita
Jenis Kelamin Fo
Pria 88
Wanita 62
Jumlah 150

4. Perbedaan antara Pria dan Wanita dalam memberikan


pertimbangan membeli asuransi jiwa diambil sample random,
didapat data sebagai berikut:

Tabel VII.4
Frekuensi yang diperoleh dalam memberikan pertimbangan untuk
membeli produk asuransi jiwa antara Pria dan Wanita

Jenis Kelamin Pertimbangan membeli F


produk asuransi jiwa
Jenis Produk 38
Pria Pelayanan 20
Perusahaan 22
80
Jumlah
77
Jenis Produk 37
Wanita Pelayanan 21
Perusahaan 12
70
Jumlah
Total 150

5. Dari Faktor marital Status, untuk mengetahui kemungkinan


terbanyak dalam membeli asuransi jiwa, dilakukan
pengumpulan data secara acak dari 150 sampel kelompok
menikah dan belum menikah, didapat data :

Tabel VII.5
Frekuensi yang diperoleh dari 150 orang yang membeli produk
asuransi jiwa antara menikah dan belum menikah
Jenis Kelamin Fo
Menikah 101
Belum Menikah 49
Jumlah 150
6. Antara konsumen yang sudah menikah dan belum menikah
dalam memberikan pertimbangan untuk membeli asuransi
jiwa,dilakukan pengumpulan data melalui 2 kelompok sample
diambil secara acak, dari 90 sampel pria dan 60 sampel
konsumen wanita, didapat data sebagai berikut

Tabel VII.6
Frekuensi yang diperoleh dalam memberikan pertimbangan
untuk membeli produk asuransi jiwa antara Menikah dan belum
Menikah
Marital Status Pertimbangan membeli F
produk asuransi jiwa
Jenis Produk 42
Menikah Pelayanan 25
Perusahaan 23
Jumlah 90
78
Jenis Produk 27
Belum Pelayanan 19
Menkah
Perusahaan 14
60
Jumlah
Total 150
7. Dari Tingkat Pendapatan Konsumen, dibagi menjadi 3
bagian yaitu kelompok berpenghasilan < 30 juta per tahun,
antara 30 – 60 juta per tahun,dan > 60 juta per tahun,
dilakukan penelitian untuk mengetahui kemungkinan
terbanyak dalam membeli asuransi jiwa, diambil secara acak
dari 150 sampel konsumen yang membeli asuransi jiwa
didapat data:

Tabel VII.7
Frekuensi yang diperoleh dari 150 orang yang membeli produk
asuransi jiwa antara tingkat pendapatan <30 juta, 30-60 juta, > 60 juta
per tahun
Tingkat Fo
Pendapatan
< 30 per tahun 32
30 – 60 per tahun 46
> 60 juta per tahun 72
Jumlah 150
8. Dari tingkat pendapatan dilakukan penelitian antara tingkat
pendapatan yang berbeda tersebut untuk mengetahui dalam
pertimbanganuntuk membeli produk asuransi jiwa antara
tingkat pendapatan <30 juta, 30 – 60 juta, dan > 60 juta per
tahun didapat data sebagai berikut :
Tabel VII.8
Frekuensi yang diperoleh dalam memberikan pertimbangan
untuk
membeli produk asuransi jiwa antara tingkat pendapatan < 30 juta,
30 – 60 juta, > 60 juta per tahun
79
Tingkat Pertimbangan membeli F
Pendapatan produk asuransi jiwa
Jenis Produk 32
<30 juta/ tahun Pelayanan 8
Perusahaan 10
50
Jumlah
Jenis Produk 23
30-60 Pelayanan 12
juta/tahun
Perusahaan 25
60
Jumlah
Jenis Produk 5
>60 juta/tahun Pelayanan 27
Perusahaan 8
40
Jumlah
Total 150

2.4 Hasil Penelitian dan Pembahasan


1. Profil Responden, digunakan alat analisa Chi square untuk
menguji hipotesis komparatif rata rata dua/tiga sample
independent, dimana setiap sample terdapat beberapa
kategori. Analisa ini dipakai untuk mengetahui apakah ada
hubungan yang signifikan antara variable yang diteliti. Data
tersebut selanjutnya disusun ke dalam tabel sedemikian rupa.
Untuk dapat mengisi seluruh kolom yang ada pada tabel,
maka perlu dihitung frekuensi yang diharapkan untuk 2/3
kelompok sample tersebut.
a. Umur, untuk menganalisa factor paling banyak dalam membeli
asuransi jiwa, maka diperlukan tabel penolong sebagai berikut :

80
Tabel VIII.1
Tabel penolong untuk menghitung Chi kuadrat dari 150 orang
sample umur 20-30,40-50,50-60 tahun
Umur Fo Fh (fo-fh) (fo-fh)2 (fo-fh)2
fh
20-30 th 45 50 -5 25 0.500
30-40 th 72 50 22 484 9,680
40-50 th 33 50 -17 289 5,780
Jumlah 150 150 0 15,96

a.1. Untuk menganalisa apakah ada perbedaan diantara factor –


factor tersebut dalam memberikan pertimbangan dalam membeli
asuransi jiwa, dihitung prosentase dari keseluruhan sample
sehingga tahu fh nya,dari hasil tersebut data tersaji dalam tabel
sebagai berikut :

Tabel VIII.2
Tabel penolong untuk menghitung chi kuadrat dari 150 sample
pertimbangan membeli produk asuransi jiwa antara umur 20-
30,30-40 dan 40-50 tahun
Umur Pertimbangan Fo Fh (fo- (fo- (fo-fh)2
2
membeli fh) fh) fh
produk
asuransi jiwa
Jenis Produk 21 22,00 -1 1 0,04545
20-30 Pelayanan 18 16,00 2 4 0,25
Perusahaan 11 12,00 -1 1 0,0833
Jenis Produk 35 30,80 4,2 17,64 0,57272
30-40 Pelayanan 14 22,40 -8,4 70,56 3,15
Perusahaan 21 16,80 4,2 17,64 1,05
Jenis Produk 10 13,20 -3,2 10,24 0,77575
40-50 Pelayanan 16 9,60 6,4 40,96 4,26666
Perusahaan 4 7,20 -3,2 10,24 1,42222
Jumlah 150 150 0 11,6161

81
b. Jenis Kelamin, untuk menganalisa factor yang banyak dalam
membeli asuransi jiwa diperlukan tabel penolong sebagai
berikut:
Tabel VIII.3
Tabel penolong untuk menghitung Chi kuadrat dari 150 orang
sample Pria dan Wanita
Jenis Fo Fh (fo-fh) (fo-fh)2 (fo-fh)2
Kelamin fh
Pria 88 75,00 13 169 2,25333
Wanita 62 75,00 -13 169 2,25333
Jumlah 150 150 0 4,5066

b.1. Untuk menganalisa apakah ada perbedaan diantara factor –


factor tersebut dalam memberikan pertimbangan dalam membeli
produk asuransi jiwa, dihitung juga prosentase dari seluruh sample
untuk mengetahui fh, adapun data tersaji dalam tabel sebagai
berikut
Tabel VIII.4
Tabel penolong untuk menghitung chi kuadrat dari 150 sample
pertimbangan membeli produk asuransi jiwa,pertimbangan
membeli Produk asuransi jiwa antara Pria dan Wanita

Jenis Pertimbangan Fo Fh (fo- (fo-fh)2 (fo-fh)2


Kelamin membeli fh) fh
produk
asuransi jiwa
Jenis Produk 38 40,00 -2 4 0,1
Pria Pelayanan 20 21,87 - 3,4969 0,15989
1,87
Perusahaan 22 18,13 3,87 14,9769 0,82660
Jenis Produk 37 35,00 2 4 0,11428
Wanita Pelayanan 21 19,13 1,87 3,4969 0,18279
Perusahaan 12 15,87 - 14,9769 0,94372
3,87
Jumlah 150 150 0 2,32678
82
c. Marital Status, untuk menganalisa factor yang paling banyak
dalam membeli asuransi jiwa, diperlukan tabel penolong seperti:
Tabel VIII.5
Tabel penolong untuk menghitung Chi kuadrat dari 150 orang
sample Menikah dan belum menikah
Marital Fo Fh (fo-fh) (fo-fh)2 (fo-fh)2
Status fh
Menikah 101 75,00 26 676 9,01333
Belum 49 75,00 -26 676 9,01333
Menikah
Jumlah 150 150 0 18,02666
c.1. Untuk menganalisa apakah ada perbedaan diantara factor –
factor tersebut dalam memberikan pertimbangan dalam
membeli asuransi jiwa, kita cari prosentase dan hasilnya seperti
tabel :
Tabel VIII.6
Tabel penolong untuk menghitung chi kuadrat dari 150 sample
pertimbangan membeli produk asuransi jiwa,pertimbangan
membeli Produk asuransi jiwa antara Menikah dan Belum
Menikah
Marital Pertimbangan Fo Fh (fo- (fo- (fo-fh)2
2
Status membeli fh) fh) fh
produk
asuransi jiwa
Jenis Produk 42 41,40 0,6 0,36 0,00869
Menikah Pelayanan 25 26,40 -1,4 1,96 0,07424
Perusahaan 23 22,20 0,8 0,64 0,28828
Jenis Produk 27 27,60 -0,6 0,36 0,01304
Belum Pelayanan 19 17,60 1,4 1,96 0,11136
Menikah
Perusahaan 14 14,80 -0,8 0,64 0,04324
Jumlah 150 150 0 0,27941
d. Tingkatan Pendapatan
Untuk menganalisa factor yang paling banyak dalam membeli
asuransi jiwa, diperlukan tabel penolong seperti berikut :
83
Tabel VIII.7
Tabel penolong untuk menghitung Chi kuadrat dari 150 orang
sample Pendapatan <30 juta,30-60 juta,>60 juta per tahun
Tingkat Fo Fh (fo-fh) (fo-fh)2 (fo-fh)2
Pendapatan fh
< 30jt/ th 32 50 -18 324 6,480
30-60jt/ th 46 50 -4 16 0,320
> 60 jt/th 72 50 22 484 9,680
Jumlah 150 150 0 16,48
d.1. Untuk menganalisa apakah ada perbedaan diantara factor –
factor tersebut dalam memberikan pertimbangan dalam membeli
asuransi jiwa, dihitung prosentase dari keselurahan sample agar
tahu fh nya didapat data:
Tabel VIII.8
Tabel penolong untuk menghitung Chi kuadrat dari 150 orang
sample Pendapatan <30 juta,30-60 juta,>60 juta per tahun
pertimbangan untuk membeli produk asuransi jiwa
Tingkat Pertimbangan Fo Fh (fo- (fo-fh)2 (fo-fh)2
Penda membeli fh) fh
Patan produk
asuransi jiwa
Jenis Produk 32 20,00 12 144 7,2
<30 jt Pelayanan 8 15,67 -7,67 58,8289 3,7542
Perusahaan 10 14,33 -4,33 18,7489 1,3083
Jenis Produk 23 24,00 -1 1 0,04166
30-60 jt Pelayanan 12 18,80 -6,8 46,24 2,4595
Perusahaan 25 17,20 7,8 60,84 3,5372
Jenis Produk 5 16,00 -11 121 7,5625
>60 jt Pelayanan 27 12,53 14,47 209,38 16,7103
Perusahaan 8 11,47 -3,47 12,0409 1,04977
Jumlah 150 150 0 43,6236

84
3. Penutup
Dari Analisis Faktor – factor yang mempengaruhi keputusan
dalam membeli produk asuransi jiwa di Surakarta, dapat disimpulkan
bahwa :
1.Kelompok yang paling banyak membeli asuransi jiwa :
- Dari factor umur , yaitu kelompok umur 30 – 40
tahun
- Dari factor jenis kelamin yaitu kelompok Pria
- Dari Faktor Marital Status, yaitu Yang sudah menikah
- Dari factor tingkat pendapatan, yaitu kelompok yang
berpenghasilan diatas 60 juta per tahun
2.Perbedaan dalam meberikan pertimbangan dalam membeli
Asuransi Jiwa adalah:
- Kelompok yang dipengaruhi oleh factor Jenis
Produk adalah kelompok umur 20- 40 tahun, pria
atau Wanita,menikah dan belum menikah serta
memiliki pendapatan < 30 juta per tahun
- Kelompok yang membeli asuransi jiwa karena
Faktor Pelayanannya adalah kelompok yang
memiliki pendapatan > 60 juta per tahun
- Kelompok yang membeli produk asuransi jiwa
dipengaruhi oleh factor Perusahaan adalah kelompok
umur 30-40 tahun
Dari hasil tersebut, penulis menyarankan kepada :
1.Sales/Penjual Asuransi jiwa, jika menemui konsumen umur 20- 40
tahun,pria/wanita, menikah /tidak menikah dan memiliki pendapatan
<30 juta/tahun hendaknya pemasar hendaknya menekankan
penjualan pada Presentasi produk, kedua bertemu Konsumen berumur
40-50 tahun, hendaknya menekankan tentang Pelayanannya. ketiga
bila bertemu konsumen dengan pendapatan antara 30-60 juta per
tahun harus menekankan pada presentasi keadaan atau kondisi
Perusahannya.dan bila konsumen berpenghasilan >60 juta pertahun
tekankan pada Pelayanannya.
2. Trainer Pemasar Asuransi Jiwa, Agen agen perusahaan
memegang peranan penting dalam mencari nasabah baru, sehingga

85
agar tepat memilih pasar dan potensial adalah : Konsumen berumur
30-40 tahun,status menikah, dan pendapatan diatas 60 juta per tahun.

Daftar Pustaka
Basu Swasta DH,Irawan,Manajemen Pemasaran Modern,
Liberty,Yogyakarta,1997
Husein Umar, metodologi Penelitian Aplikasi Dalam Pemasaran,
PT.Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,1997
Philip Kotler,Manajemen
Pemasaran,Analisi,Perencanaan,Implementasi dan Kontrol,Jilid
1,PT Prenhalindo,Jakarta,1997
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 2 than 1992 tentang
Pokok pokok Asuransi di Indonesia,Sekjen DAI,1992
Paket Buku Panduan Calon Agen,Basic Agency Training, Lippo
Life,Jakarta,1997

86
ANALISIS PENGARUH RETAIL MIX TERHADAP
KEPUTUSAN PEMBELIAN KONSUMEN PADA
PAMELA SWALAYAN YOGYAKARTA.

Mita Febriana Puspasari.


AMIK AMIKOM CIPTA DARMA Surakarta

Abstraksi
Seorang pengecer memerlukan lebih dari sekedar menjual
produk-produk yang berkualitas dan beragam, menawarkan produk
tersebut dengan harga menarik dan membuatnya mudah didapat oleh
konsumen, tetapi juga harus berkomunikasi dengan para konsumen
yang ada sekarang dan calon konsumen. Untuk melakukan hal ini,
mereka harus memiliki pemahaman yang jelas tentang bagaimana, di
mana, apa dan kapan para konsumen akan melakukan pembelian.
Para pengecer harus memperhatikan semua faktor yang
mempengaruhi para konsumen, seperti barang dagangan, harga,
suasana toko dan servis pelanggan (customer service).

Kata Kunci : Pengaruh Retail Mix, Keputusan Pembelian Konsumen

1. Pendahuluan
Perkembangan dunia bisnis semakin pesat, ditandai dengan
semakin banyak dan kompleksnya tantangan yang ada didalamnya.
Seiring dengan hal tersebut, terjadi pula pergeseran tata kehidupan
masyarakat secara menyeluruh dan cepat yang berdampak pada
perubahan kondisi politik, ekonomi, sosial, dan budaya secara cepat
pula.
Setiap pengecer menerapkan strateginya dengan menggunakan
Retail Mix untuk menciptakan metode tersendiri agar memberikan
pelayanan yang optimal kepada pelanggan yang menjadi targetnya.
Retail mix merupakan kombinasi dari beberapa komponen yang
merupakan inti bagi sistem pemasaran perusahaan ritel, Pembahasan
tentang pengaruh Retail Mix meliputi: lokasi toko, sifat dan kualitas
keragaman produk, harga, promosi, pelayanan, personel penjualan,

87
atribut fisik toko, atmosfir toko terhadap keputusan pembelian
konsumen pada Pamela Swalayan, merupakan inti dalam pembahasan
penelitian ini. Pandangan yang mendasari penelitian ini adalah
pengetahuan tentang pengaruh Retail Mix terhadap keputusan
pembelian konsumen pada suatu toko atau swalayan tertentu, dapat
digunakan untuk mengembangkan strategi pemasaran, yang jika
ditanggapi dan ditafsirkan dengan benar hasil studi tersebut akan
memberi masukan yang esensial bagi manajemen pemasaran guna
mencapai tujuan perusahaan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan penelitian, untuk
mengetahui dan menganalisis faktor-faktor Retail Mix yang
mempengaruhi dan berpengaruh terhadap keputusan pembelian
konsumen pada Pamela Swalayan Yogyakarta.
Jenis penelitian yang dilakukan peneliti adalah eksplanatory
research. Menurut Singarimbun dan Effendi (1995), eksplanatory
research adalah penelitian dengan melakukan pengumpulan data
sedemikian rupa untuk menjelaskan hubungan sebab akibat (kausal)
antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesa sehingga
memungkinkan diperoleh suatu kesimpulan.
Sedangkan metode penelitian yang dipakai adalah metode
penelitian survai. Menurut Singarimbun dan Effendi (1995:3)
penelitian survai adalah penelitian yang mengambil sampel dari satu
populasi dengan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data
yang pokok.
Lokasi Penelitian dilaksanakan di Pamela Swalayan Yogyakarta
dengan alamat di Jl. Nusa Indah Condong Catur Yogyakarta
Populasi yang diamati dalam penelitian ini adalah masyarakat
Yogyakarta dan sekitarnya, yang pernah berbelanja di Pamela
Swalayan Yogyakarta. Sedangkan teknik pengambilan sampel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah teknik pengambilan sampel
acak sederhana (simple random sampling),
Sedangkan sampelnya adalah responden yang kita temui di
lokasi penelitian, dalam hal ini adalah di Pamela Swalayan
Yogyakarta. Adapun jumlah sampel yang diambil dalam penelitian
adalah 100 orang.

88
2. Pembahasan
Usaha eceran (retailing) meliputi semua kegiatan yang terlibat
dalam penjualan barang atau jasa secara langsung ke konsumen akhir
untuk penggunaan pribadi dan bukan bisnis. Sedangkan pengecer atau
toko eceran adalah usaha bisnis yang volume penjualannya terutama
berasal dari penjualan eceran.(Kotler, 1997)
Berdasarkan definisi di atas,Rajagoegoek dan Irawan (1990)
membagi bisnis eceran ke dalam empat kategori, yaitu:
1. Berdasarkan Volume Penjualan
2. Berdasarkan macam/jenis produk yang dijual
3. Berdasarkan bentuk kepemilikan bisnis
4. Berdasarkan metode operasi yang dipakai

Fungsi-Fungsi Retailer dalam Distribusi


Retailing adalah tahapan terakhir dalam suatu saluran distribusi,
yang membentuk bisnis dan orang-orang yang terlibat
dalam suatu pergerakan fisik dan transfer kepemilikan
barang dan jasa dari produsen kepada
konsumen.(Usman, 1998)

PRODUS Brand A
Pedaga C
ng
PRODUS Brand B
C

PRODUS Brand C
Custom
Pedaga
PRODUS
ng Retail Brand D

EN MERK
Brand E
C
PRODUS
EN MERK Pedaga Brand F
ng Custom
PRODUS
EN MERK

Gambar 1 : Peranan Retailer dalam Proses Pemilihan

89
Fungsi retail dalam distribusi lainnya adalah retailer
dapat berkomunikasi dengan para konsumen mereka dan
dengan para produsen atau agen mereka. Melalui advertising
dan displai-displai di toko, para konsumen diberi informasi
tentang ketersediaan dan karakteristik barang dan jasa, jam
buka toko, penjualan khusus dan sebagainya.
Retail mix adalah kombinasi dari beberapa komponen
yang merupakan inti bagi sistem pemasaran perusahaan ritel.
Komponen Retail Mix meliputi: lokasi toko (store location),
prosedur operasi (operating procedures), servis/barang yang
ditawarkan (goods/services offered), taktik harga (pricing
tactics), atmosfer toko dan servis pelanggan (store atmosphere
and customer services) dan metode promosi (promotional
methods). (Berman Barry & R. Evans Joel, 1992)
Sedangkan menurut Bowersox dan Cooper (1992),
setiap pengecer menerapkan strateginya dengan menggunakan
elemen-elemen berikut: barang dagangan (merchandise), harga
(price), suasana atau atmosfer toko (store atmosphere),
komunikasi (communication), pelayanan (service), logistik dan
lokasi (location).
Selanjutnya, Engel (1995) menjelaskan bahwa atribut
penting dalam pemilihan toko antara lain: (1) lokasi (location),
(2) kualitas dan keragaman barang (nature and quality of
assortment), (3) harga (price), (4) iklan dan promosi
(advertising and promotion), (5) personel penjualan (sales
personnel), (6) servis yang ditawarkan, (7) atribut fisik toko
(physical store attributes) (8) sifat pelanggan (nature of store
clientele) (9) suasana toko (store atmosphere), and (10) servis
dan kepuasan sesudah transaksi (posttransaction service and
satisfaction)”.

90
Analisis Keputusan
Tindakan
Patokan Komunikasi
Barang nilai
Lingkungan dagangan Desain toko dan
inti lokasi toko
Konsep Operasi toko
produk
Pelang- Pesaing total Sistem logistik dan
gan inti inti informasi

Gambar 2 : Mengembangkan Strategi inti dalam Perdagangan


Eceran: Menemukan Keuntungan Diferensial untuk Produk
tertentu

Sumber: James F. Engel James F., Blackwell Roger D.,Miniard Paul


W., 1995, Perilaku Konsumen, Edisi 6, Binarupa Aksara,
Jakarta, hlm. 274

Langkah pertama adalah analisis lingkungan, sedangkan


langkah ke dua adalah mengambil keputusan, yang mencakup tentang
pelanggan inti toko, barang dagangan inti dan identifikasi pesaing.
Dengan memusatkan pada aspek-aspek yang benar-benar penting atau
inti, lebih memungkinkan perusahaan menghasilkan keuntungan
diferensial daripada berusaha menjadi segalanya bagi semua orang.
Tipe pengambilan keputusan berdasarkan dua dimensi.:Dimensi
pertama luas pengambilan keputusan. Dimensi ke dua, tingkat
keterlibatan dalam pembelian.
Ada tiga factor yang mempengaruhi pengambilan keputusan :
a. Konsumen Perseorangan (Individual Consumer)
b. Pengaruh Lingkungan (Environmental Influences)

91
c. Aplikasi Perilaku Konsumen pada Strategi Pemasaran
(Application of Consumer Behaviour to Marketing
Strategies)

Kebudayaan
Sosial
Budaya Pribadi
Psikologis
Kelompok
Usia dan tahap
Referensi Motivasi
Sub-budaya daur hidup
Persepsi PEMB
Pekerjaan
Keluarga Belajar
Situasi Ekonomi ELI
Kapercaya
Kelas Sosial Gaya Hidup
Peranan an dan
Kepribadian dan
dan status sikap
Konsep diri

Gambar 3: Model Terperinci dari Faktor-Faktor


yang Mempengaruhi Perilaku

Sumber: Kotler, (1995)

Menurut Engel, Blackwell dan Minniard W. (1990), terdapat


lima tahap pengambilan keputusan konsumen, yaitu sebagai berikut :
1. Pengenalan atas suatu kebutuhan (Need Recognition)
2. Pencarian Informasi (Search for Information)
3. Evaluasi Alternatif (Evaluation of Alternative)
4. Pengambilan Keputusan (Choise)
5. Evaluasi Pasca Pembelian (Out Came of Choise).

92
Retailer Strategies
1 2

Household/ Shopping Importance Perception Attitude Toward


Buyer and of Store of Store Stores 5
Characteristics Purchasing Attributes Attributes
- Location Needs
- Demographi
c 3 Store Choice 6
4
- Role
- Life-style Feed back
- Personelity In Store Information
- Economic 7
Processing

Feed back
Product and
Brand Purchase 8

Gambar 4: Model of Store Choice

Sumber: Assael (1992)


Dari penjelasan teori di atas maka dapat digambarkan
kerangka teoritik sebagai berikut :

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI


KONSUMEN :
• Lokasi ( X1)
KEPUTUSAN
• Produk ( X2 )
PEMBELI (Y)
• Harga ( X3)
• Promosi ( X4 )
• Personel Penjualan ( X5)
• Pelayanan atau Servis ( X6 )
• Atribut Fisik Toko ( X7 )
• Atmosfir Toko ( X8 )

Gambar 5 : Kerangka Teoritik

93
Validitas
Validitas menunjukkan sejauh mana alat pengukur
dapat mengukur apa yang diukur (Ancok, 1995 dalam
Singarimbun dan Efendi, 1995). Valid tidaknya suatu item
instrumen dapat diketahui dengan membandingkan indeks
korelasi product moment Pearson dengan level signifikansi
5% dengan nilai kritisnya, di mana r dapat digunakan rumus
(Arikunto, 1998).

Rumus Korelasi :
N ∑ XY − (∑ X )(∑ Y )
(N ∑ X )( )
rxy =
− (∑ X ) N ∑ Y 2 − (∑ Y )
2 2 2

Keterangan : r = koefisien korelasi


n = banyaknya sampel
X = skor item X
Y = skor item Y

Bila probabilitas hasil korelasi lebih kecil dari


0,05 (5%) maka dinyatakan valid dan sebaliknya
dinyatakan tidak valid.

Reliabilitas
Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh
mana suatu alat ukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan
(Ancok dalam Singarimbun, 1995). Pengujian secara
reliabilitas instrumen dilakukan dengan menguji skor antar
item dengan menggunakan rumus alpha cronbach
(Arikunto,1998) yaitu:
 k  ∑ σ b 
2

r11=   1− 
 k − 1  
2
σt 
Keterangan :
r11 = reliabilitas instrumen
94
k = banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya
soal
σb2= jumlah varians butir
σt2 = varians total

Instrumen dapat dikatakan andal (reliable) bila


memiliki koefisien keandalan reliabilitas sebesar 0,6 atau
lebih (Arikunto,1993). Bila alpha lebih kecil dari 0,6 maka
dinyatakan tidak reliabel dan sebaliknya dinyatakan reliabel.

Analisis Regresi Linier Berganda


Analisis Regresi berganda merupakan model statistik
yang digunakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh
variabel bebas terhadap variabel terikat..
Algifari ( 1997 ) menampilkan rumus regresi berganda
sebagai berikut :
Y= a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + … +b8X8+ E
Keterangan :
Y = Keputusan konsumen untuk membeli di Pamela
Swalayan
a = Konstanta
X1 = Lokasi
X2 = Sifat dan kualitas keragaman produk
X3 = Harga
X4 = Iklan dan Promosi
X5 = Personel penjualan
X6 = Pelayanan/servis
X7 = Atribut fisik toko
X8 = Atmosfir toko
b1, b2, ……, b8 = koefisien X1, X2, …..X8
E = Pengaruh variabel lain

Analisis Korelasi Linier Berganda


Analisis ini digunakan untuk mengukur keeratan
hubungan antara variabel bebas secara keseluruhan

95
terhadap variabel terikat dengan mengetahui arah
hubungan antar variabel secara simultan. Koefisien
korelasi menurut Dajan (1991) dapat ditentukan
dengan menggunakan formulasi sebagai berikut :

b1 (∑ Y X 1 ) + b2 (∑ Y X 2 ) + b3 (∑ Y X 3 ) + ... + bi (∑ YX i )
r= ∑Y
2

Keterangan: r = koefisien korelasi


n = jumlah subjek yang diteliti
Xi = variabel bebas ke i
Y = variabel terikat

Untuk mengetahui pengaruh retail mix yang


terdiri dari lokasi, produk, harga, promosi, personel
penjualan, servis, atribut fisik, dan atmosfer toko secara
parsial terhadap pengambilan keputusan pembelian,
digunakan Uji t. menurut J. Supranto (1990),
rumusnya sebagai berikut :
Ket. b = koefisien regresi parsial
sb = standar error b
b
t =
s b
Dalam hal ini regresi berganda diuji dengan
derajad kepercayaan 95 % atau dengan penyimpangan 5
%. Apabila nilai t < t1- α,, (n-2) atau p > 0,05 maka H0
diterima.

Uji Serempak (Uji F)


Uji F ini digunakan untuk mengetahui besarnya
pengaruh variabel bebas secara bersama-sama terhadap
variabel terikat. Menurut Simatupang (1990) untuk
mengetahui korelasi ini signifikan atau tidak dapat

96
digunakan pengujian F hitung sesuai dengan rumus
berikut ini :
r2
F= k
(1 − r 2 ) Keterangan:
n − k −1
k = jumlah variabel bebas
n = jumlah sampel
r2 = koefisien determinasi
korelasi berganda

Apabila nilai F < F 1- α, (k, n-k-1) atau p>0,05 maka H0 diterima.


Kriteria indeks koefisien reliabilitas:
1. Interval koefisien 0, 00 – 0,199; Tingkat hubungannya
sangat rendah
2. Interval koefisien 0,20 – 0,399; Tingkat hubungannya
rendah
3. Interval koefisien 0,40 – 0,599; Tingkat hubungannya
sedang
4. Interval koefisien 0,60 – 0,799; Tingkat hubungannya kuat
5. Interval koefisien 0,80 – 1,000; Tingkat hubungannya
sangat kuat
Pengujian instrumen penelitian baik dari segi validitasnya
maupun reliabilitasnya terhadap 100 responden diperoleh
bahwa hasil instrumen penelitian yang dipergunakan adalah
valid dan reliabel, hal ini disebabkan oleh karena
probabilitasnya lebih kecil atau sama dengan 0,05 dan koefisien
keandalannya lebih besar dari 0,6.
Langkah berikut merupkan inti dari laporan hasil
penelitian yang berisi analisis atau pun pembukti hipotesis
untuk penelitian ini. Untuk menganalisis tingkat hubungan dari
beberapa variabel bebas (independent) dengan satu variabel
terikat (dependent), peneliti menyajikan hasil komputasi pada
tabel 4.23 berikut :

97
Tabel 1:. Rekapitulasi Hasil Pengolahan Data
Variabel B T Sig t Keterangan
X1 0,133 2,490 0,015 Signifikan
X2 0,146 3,039 0,003 Signifikan
X3 0,096 2,361 0,020 Signifikan
X4 0,137 2,975 0,004 Signifikan
X5 0,030 0,632 0,529 Tidak
X6 0,005 0,109 0,913 Signifikan
X7 0,053 1,201 0,233 Tidak
X8 0,001 0,018 0,985 Signifikan
Konstant -3,114 -4,361 0,000 Tidak
a Signifikan
Tidak
Signifikan

t tabel = 1,980
Multiple R = 0,764
R Square = 0,583
Adjusted R Square = 0,547
F hitung = 15,927
Sig F = 0,000
F tabel = 2,97
Sumber: Data primer (diolah), September 2004

Analisis Regresi Linier Berganda


Analisa ini digunakan untuk menghitung besarnya
hubungan antara variabel independen dan variabel dependen, melalui
hubungan X1, X2, X3, X4, X5, X6, X7, dan X8 terhadap Y. Model regresi
berdasarkan hasil analisis di atas adalah :
Y1 = -3,114 + 0,133X1 + 0,146X2 + 0,096X3 + 0,137X4 +
0,030 X5 + 0,005X6 + 0,053X7 + 0,001X8 + e

Dari persamaan tersebut dapat diinterpretasikan sebagai berikut :


1. bo = -3,114 (Nilai konstanta)
2. b1 = 0,133 (indikator lokasi)

98
3. b2 = 0,146 (indikator produk)
4. b3 = 0,096 (indikator harga)
5. b4 = 0,137 (indikator promosi)
6. b5 = 0,030 (indikator personel penjualan)
7. b6 = 0,005 (indikator servis)
8. b7 = 0,053 (indikator atribut fisik toko)
9. b8 = 0,001 (indikator atmosfer atau suasana toko)

Dari hasil Uji t dari tabel 4.23 di atas nampak bahwa


terdapat 4 variabel yang mempunyai pengaruh signifikan dan 4
variabel lainnya tidak signifikan. Secara rinci dapat dijelaskan
sebagai berikut
1. Lokasi (X1)
Untuk variabel lokasi (X1) memiliki nilai t hitung sebesar sebesar
2,490. Nilai ini lebih besar dari t tabel ( 2,490 >1,98) atau sig t <
5% (0,015 < 0,05). Dengan demikian pengujian menunjukkan H0
ditolak. Hasil ini memperlihatkan bahwa lokasi (X1) berpengaruh
secara signifikan terhadap Y.
2. Produk (X2)
Untuk variabel produk (X3) memiliki nilai t hitung sebesar 3,039.
Nilai ini lebih besar dari t tabel (3,039 > 1,98) atau sig t < 5%
(0,003 < 0,05). Dengan demikian pengujian menunjukkan H0
ditolak. Hasil ini memperlihatkan bahwa produk (X2) berpengaruh
secara signifikan terhadap Y.
3. Harga (X3)
Untuk variabel harga (X3) memili t hitung sebesar 2,361. Nilai ini
lebih besar dari t tabel (2,361> 1,98) atau Sig t < 5% (0,020 <
0,05). Dengan demikian pengujian menunjukkan H0 ditolak .
Hasil ini memperlihatkan bahwa harga (X3) berpengaruh secara
signifikan terhadap Y.
4. Promosi (X4)
Untuk variabel promosi (X3) memili t hitung sebesar 2,975. Nilai
ini lebih besar dari t tabel (2,975 > 1,98) atau Sig t < 5 % (0,004 <
0,05). Dengan demikian pengujian menunjukkan H0 ditolak. Hasil
ini memperlihatkan bahwa promosi (X3) berpengaruh secara

99
signifikan terhadapY.
5. Personel Penjualan (X5)
Untuk variabel personel penjualan (X5) memiliki t hitung sebesar
0,632. Nilai ini lebih kecil dari t tabel (0,632 < 1,98) atau Sig t >
5% (0,529 > 0,05). Dengan demikian pengujian menunjukkan H0
tidak ditolak . Hasil ini memperlihatkan bahwa variabel personel
penjualan X5 tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Y.
6. Servis (X6)
Untuk variabel servis (X6) memiliki t hitung sebesar 0,109. Nilai
ini lebih kecil dari t tabel (0,109 < 1,98) atau Sig t > 5% (0,913 >
0,05). Dengan demikian pengujian menunjukkan H0 tidak ditolak .
Hasil ini memperlihatkan bahwa variabel servis (X5) tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap Y.
7. Atribut Fisik (X7)
Untuk variabel atribut fisik toko (X 7 ), memiliki nilai tstatistik
sebesar 1,201. Nilai ini lebih kecil dari t tabel (1,201 < 1,98) atau
Sig t > 5% (0,233>0,05). Dengan demikian pengujian
menunjukkan H0 tidak ditolak . Hasil ini memperlihatkan bahwa
atribut fisik toko (X7) tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap Y.
8. Variabel Atmosferik toko (X8)
Untuk variabel atmosferik toko (X8 ), memiliki nilai tstatistik sebesar
0,018. Nilai ini lebih kecil dari t tabel (0,018 < 1,98) atau Sig t >
5% (0,985>0,05). Dengan demikian pengujian menunjukkan H0
tidak ditolak. Hasil ini memperlihatkan bahwa atmosferik toko
(X8) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Y.

3. Kesimpulan
Dari hasil penelitian dapat diambil kesimpulan :
1 Berdasarkan hasil tabulasi silang (crosstabulation) dengan
program SPSS versi 11.0 for windows, konsumen Pamela
pada umumnya memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. Sebagian besar konsumen Pamela adalah berstatus
belum menikah berjumlah 62 orang (62%), dan juga

100
perempuan, berusia antara 21 sampai 25 tahun, belum
menikah, berjumlah 21 orang (21 %).
b. Sebagian besar konsumen Pamela adalah
pelajar/mahasiswa, berjumlah 57 orang (57%). Hasil
tabulasi silang antara penghasilan, pendidikan, dan
pekerjaan diketahui bahwa mayoritas responden
penghasilannya < 500.000 rupiah per bulan,
pendidikan terakhirnya SLTA, dan pekerjaan
pelajar/mahasiswa, berjumlah 16 orang (16 %).
c. Sebagian besar konsumen Pamela mempunyai hari
favorit yaitu hari Sabtu, berjumlah 39 orang (39%).
Sedangkan dari hasil tabulasi silang antara hari dan
jam favorit diketahui bahwa mayoritas memilih hari
Sabtu pada jam 12.01 sampai jam 15.00, yaitu 15
orang (15%).
d. Sebagian besar konsumen Pamela berbelanja selama 1
sampai 2 jam, pada jam 12.01 sampai jam 15.00, yaitu
19 orang (19%).
e. Sebagian besar konsumen belanja dengan alat
transportasi mobil, sebanyak yaitu 36 orang (36%).
2 Dari hasil perhitungan regresi diketahui bahwa lokasi (X1)
mempunyai pengaruh terhadap keputusan pembelian
konsumen (Y) sebesar 0,133; produk (X2) mempunyai
pengaruh terhadap keputusan pembelian (Y) sebesar 0,146;
harga (X3) mempunyai pengaruh terhadap keputusan
pembelian konsumen (Y) sebesar 0,039; promosi (X4)
mempunyai pengaruh sebesar 0,137; personel penjualan
(X5) mempunyai pengaruh sebesar 0,03; servis (X6)
mempunyai pengaruh sebesar 0,005; atribut fisik toko (X7)
mempunyai pengaruh sebesar 0,053; dan atmosfer toko
(X8) mempunyai pengaruh sebesar 0,001.
3 Produk (X2) ternyata merupakan faktor yang mempunyai
pengaruh yang paling besar terhadap keputusan pembelian
konsumen (Y), yaitu sebesar 14,6%.

101
4 Dari perhitungan r square atau r determinasi dapat
dibuktikan bahwa masing-masing faktor yang terdiri dari
lokasi, produk, harga, promosi, personel penjualan, servis,
atribut fisik toko, dan atmosfer toko, mempunyai pengaruh
yang signifikan dan bermakna terhadap keputusan
pembelian (Y) yaitu sebesar 58,3 % sedangkan sisanya
sebesar 41,7 % dipengaruhi oleh faktor lain diluar variabel
bebas yang diteliti

Daftar Pustaka
Ancok Dajan, (1982), Pengantar Metode Statistik, jilid 2, Jakarta:
LP3ES.
Arikunto Suharsimi, (1993), Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan
Praktis, Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Basu Swastha dan T. Hani Handoko, (2000), Manajemen Pemasaran:
Analisa perilaku Konsumen, Edisi 1, cetakan ke-3, Yogyakarta:
BPFE.
Bowersox, Donald J. dan M. Bixby Cooper, (1992), Strategic
Marketing Channel Management, Mc Graw Hill International
Edition
Engel, James F., Blackwell D., Roger and Minniard W., Paul, (1995),
Perilaku Konsumen, alih bahasa Drs. Alex Budiyanto, jilid 2,
edisi ke enam, Jakarta: Binarupa Aksara.
Hasty, Ronald W., (1983), Retailing, Third Edition, Harper and Row
Publisher, New York
Kotler, Philip, (1995), Manajemen Pemasaran: Analisis,
Perencanaan, Implementasi dan Pengendalian, terjemahan
Ancella Anitawati Hermawan, SE, MBA, Jakarta: Salemba
Empat.
Kerlinger, Fred N., Simatupang, Landung R., (1990), Human
Behaviour, Yogyakarta: Gajah Mada University.
Lewison, Date M. & De Lozier, M. Mayne, (1989), Retailing, Third
edition, Merrill, Italia

102
Masri Singarimbun dan Sofian Effendy, (1995), Metode Penelitian
Survai, Cetakan ke dua, Jakarta: LP3ES.
Meyer, Warren G., Harris E., Edward Kohns, Donald P. dan Stones
III, James R; (1992), Pemasaran Eceran, Alih bahasa: Dra. Tien
Sribimawati, MSc., Jakarta: PT. Elex Media Komputindo
Parasuraman, A., (1991), Marketing Research, Second Edition,
Addison-Wesley Pub. Co., Menlo Park
Sigid Triyono, (2001), Faktor Pemuas Pelanggan di Bisnis Eceran,
http://www.fekon.com /infobisnis/34.htm
Singgih Santoso, (2000), SPSS Versi 11.0 Mengolah Data Secara
Profesional, PT. Elexmedia Komputindo, Jakarta
Soetjipto, Budhi W., (1998), Teori dan Permasalahan Bisnis Eceran,
Majalah Usahawan No. 8 TH. XVVII, p.13
Supranto J., (1990), Statistic: Teori dan Aplikasinya, Jakarta: Erlangga
Sutisna, (2003), Perilaku Konsumen dan Komunikasi Pemasaran,
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Thoyib Usman, (1998), Manajemen Perdagangan Eceran, Jil.1,
Yogyakarta: Ekonisia.

103
PENGARUH DIMENSI KESADARAN MEREK TERHADAP
KEPUTUSAN PEMBELIAN

Rosyidah Jayanti Vijaya


STMIK AMIKOM Yogyakarta

Abstraksi
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh
atribut pembangun kesadaran merek: berbeda (be different-
memorable), penampakan simbol (symbol exposure), dan publisitas-
sponsor kegiatan (publicity-event sponsorship) terhadap keputusan
pembelian tamu/pelanggan untuk memilih menginap di suatu hotel.
Subyek penelitian ini berjumlah 100 tamu/pelanggan Hotel
Novotel, Hotel Saphir dan Hotel Jogjakarta Plaza. Pengumpulan data
dilakukan melalui penyebaran kuesioner dengan teknik nonprobability
dan metoda snowball sampling. Alat yang digunakan untuk meneliti
pengaruh adalah regresi berganda.
Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh positif dari
variabel berbeda-dikenang (be different-memorable) dan publisitas-
sponsor kegiatan (publicity-event sponsorship) terhadap keputusan
pembelian, sedangkan penampakan simbol (symbol exposure) tidak
berpengaruh terhadap keputusan pembelian. Signifikansi pengaruh
variabel publisitas-sponsor kegiatan lebih besar daripada variabel
berbeda-dikenang, bertolak belakang dengan penelitian yang
dilakukan oleh Smith dan Swinyard (1983). Hal ini bisa disebabkan
karena ambiguitas persepsi konsumen mengenai kualitas jasa yang
mewakili variabel berbeda-dikenang (D’Souza dan Rao, 1995).
Gejala autokorelasi ditemukan dalam model yang digunakan, dan
diatasi dengan transformasi data Cochrane-Orcutt.

Kata Kunci: Kesadaran Merek, Keputusan Pembelian

104
1. Pendahuluan
Persaingan bisnis dalam jaman kecepatan/Velocity Era (tahun
2000-an) menuntut perusahaan harus dapat bersikap dan bertindak
sebagaimana jungle creatures (Gates, 1999: xiii). Dalam abad
milenium seperti sekarang perusahaan dituntut bersaing secara
kompetitif (competitive rivalry) dalam hal menciptakan dan
mempertahankan konsumen yang loyal, (secara lebih spesifik disebut
pelanggan) dan salah satunya adalah melalui “perang” antar merek.
Perusahaan semakin menyadari merek sebagai aset perusahaan yang
paling bernilai.
Merek (brand) bukan lagi sekedar nama, istilah (term), tanda
(sign), simbol atau kombinasinya. Lebih dari itu, merek adalah janji
perusahaan untuk secara konsisten memberikan features, benefits dan
services kepada para pelanggan. Dan janji inilah yang membuat
masyarakat mengenal merek tersebut, lebih daripada merek yang lain
(Keagan et al., 1992: 318, Aaker, 1997: 9). Kenyataannya, sekarang
ini karakteristik unik dari pemasaran modern bertumpu pada
penciptaan merek-merek yang bersifat membedakan (different)
sehingga dapat memperkuat kesan merek (brand image) perusahaan.
Untuk mengkomunikasikan kesan merek (brand image) kepada
stakeholders (termasuk pelanggan) dapat dilakukan melalui iklan,
promosi, publisitas, distribusi, dan harga suatu produk/jasa yang
ditawarkan (Keagan et al., 1992: 319). Sedangkan pelanggan
memperoleh informasi tentang merek berasal dari: sumber pribadi,
komersial, umum dan pengalaman lampau (Kotler, 1994: 231).
Penerapan strategi marketing mix yang sangat gencar oleh
perusahaan dilakukan untuk membangun ekuitas merek yang kuat,
karena ternyata ada hubungan positif antara ekuitas merek yang kuat
dengan keuntungan yang tinggi (Futrell dan Stanton dalam Muafi,
2002: 44), memberikan laba bersih masa depan bagi perusahaan
(Aaker, 1991), serta revenue potensial di masa yang akan datang
(Kertajaya: 1996). Untuk mencapainya diperlukan visi yang panjang,
komitmen serta keyakinan yang kuat dari top management, khususnya
dari para pemasar.

105
Merek yang mewakili ekuitas merupakan salah satu aset tak
berwujud yang paling penting, karena dapat digunakan sebagai dasar
keunggulan kompetitif dan sumber penghasilan masa depan. Namun
masih ada perusahaan yang tidak mengelola mereknya secara
terkoordinasi, padahal mengelola merek dan aset-asetnya merupakan
hal utama agar dapat bersaing secara kompetitif di era global.
Pengkonsepsian ekuitas merek sangat berguna, salah satunya
adalah untuk meningkatkan produktivitas marketing. Biaya yang
tinggi, persaingan yang semakin ketat, permintaan yang merata di
berbagai pasar mengakibatkan perusahaan mencari cara untuk
meningkatkan efisiensi biaya pemasaran. Sebagai konsekuensinya,
pemasar membutuhkan pemahaman yang lebih terhadap perilaku
konsumen sebagai dasar untuk membuat keputusan strategis dan
taktikal yang lebih baik.
Konsep dasar ekuitas merek, bisa dikelompokkan menjadi lima
dimensi (Aaker, 1991):
(a) loyalitas merek (brand loyalty)
(b) kesadaran nama/merek (name/brand awareness)
(c) kesan kualitas (perceived quality)
(d) asosiasi-asosiasi merek sebagai tambahan terhadap kesan kualitas,
serta
(e) aset-aset merek yang lain
Kelima dimensi aset ekuitas merek tersebut pada umumnya dapat
menambah atau bahkan mengurangi nilai bagi para pelanggan dan
perusahaan. Oleh karenanya pengelolaan ekuitas merek dapat
berpengaruh pada penciptaan nilai kepada pelanggan dan perusahaan
dalam menghasilkan ekuitas perusahaan.
Dalam penelitian ini, penulis akan membahas lebih jauh mengenai
dimensi kesadaran merek (brand awareness). Kesadaran merek
merupakan faktor yang sangat penting, dimana merek yang masuk
dalam consideration set menjadi salah satu merek yang dievaluasi.
Kesadaran merek membutuhkan jangkauan kontinum (continum
ranging) dari perasaan yang tidak pasti bahwa merek tertentu dikenal,
menjadi keyakinan bahwa produk tersebut merupakan satu-satunya
dalam kelas produk bersangkutan (Aaker, 1991). Jangkauan kontinum

106
terwakili oleh tiga tingkatan, yaitu: brand recognition, brand recall
dan top of mind awareness. Peran dari kesadaran merek atas ekuitas
merek tergantung pada konteks dan pada tingkat mana kesadaran itu
dicapai.
Aaker (1991) mengemukakan bahwa untuk mencapai kesadaran
(awareness), baik recognition maupun recall, melibatkan dua hal;
menggali identitas nama merek dan menghubungkannya dengan kelas
produk tertentu. Ada beberapa pendekatan psikologi maupun
periklanan serta melalui penelitian terhadap merek yang sudah
menciptakan dan memelihara tingkat kesadaran dengan baik.
Kesadaran dapat dicapai, dipelihara, dan ditingkatkan dengan;
menjadi berbeda-dikenang (be different-memorable), melibatkan
slogan dan jingle, menampakkan simbol (symbol exposure), publisitas
(publicty), menjadi sponsor kegiatan (event sponsorship),
mempertimbangkan perluasan merek, dan menggunakan petunjuk
(Aaker, 1991). Dalam penelitian ini, peneliti mengambil be different-
memorable, symbol exposure, publicity-event sponsorship menjadi
atribut yang diteliti sebagai pembentuk kesadaran merek dan melihat
bagaimana pengaruh atribut-atribut tersebut terhadap keputusan
konsumen untuk memilih menginap di hotel berbintang empat
khususnya Hotel Novotel, Hotel Saphir dan Hotel Jogjakarta Plaza.
Pelayanan jasa akomodasi atau perhotelan memiliki kedudukan
yang penting sebagai bagian dari industri pariwisata. Dimana industri
pariwisata itu sendiri merupakan salah satu industri besar di dunia.
Industri perhotelan dan perjalanan adalah kegiatan utama pariwisata.
perjalanan adalah kegiatan utama pariwisata. Perubahan-perubahan
permintaaan selalu terjadi seiring dengan perubahan-perubahan
kebutuhan konsumen. Sehingga menuntut perusahaan-perusahaan di
bidang industri perhotelan untuk terus mengelola permintaaan-
permintaan tersebut agar dapat selalu memenuhi permintaan pasar.
Perusahaan-perusahaan di bidang perhotelan, seperti Prime Plaza,
Accord Chains dan Saphir selalu berusaha memperkuat ekuitas merek
mereka dengan mengelola dimensi pengetahuan konsumen tentang
merek. Dengan begitu mereka dapat memberikan kinerja yang lebih
besar daripada harapan konsumen.

107
Telah banyak dilakukan penelitian mengenai brand awareness
dan keputusan pembelian. Adapun penelitian yang dilakukan penulis
adalah mengenai brand awareness pada produk layanan jasa tiga hotel
berbintang empat (Hotel Novotel, Hotel Quality dan Hotel Saphir
Yogyakarta). Dengan demikian, terlihat perbedaan obyek yang diteliti
antara produk manufaktur dan produk layanan jasa.
Chintagunta (1991) meneliti dampak variabel marketing terhadap
pembelian produk kategori, pilihan merek dan keputusan jumlah
pembelian alat-alat rumah tangga. Alpert dan Kamins (1995)
menemukan bahwa umumnya konsumen memiliki sikap positif
terhadap merek pendahulu yang secara terpisah dijelaskan oleh
persepsi menyenangkan mengenai merek pendahulu. Dalam penelitian
ini, peneliti mengukur sikap positif responden melalui persepsi
terhadap kualitas jasa pelayanan hotel yang menjadi favoritnya.
Begitu pula mengenai brand recall yang merupakan bagian dari
brand awareness, telah dilakukan banyak penelitian dengan fokus
produk manufaktur. Hutchinson et al. (1994) memberikan sumbangan
ide mengenai model pertanyaan yang dapat digunakan untuk
mengukur brand recall.

2. Pembahasan
Kesadaran Merek (Brand Awareness)
Kesadaran merek merupakan kesanggupan seorang calon pembeli
untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek
merupakan bagian dari kategori produk tertentu (Usahawan, 2002:46).
Menurut Aaker (1991), ada tiga tingkatan kesadaran merek yaitu:
brand recognition, brand recall dan top of mind awareness. Peran dari
kesadaran merek atas ekuitas merek tergantung pada konteks dan pada
tingkat mana kesadaran itu dicapai.
Pada tingkat yang paling rendah (Brand Recognition) pengakuan
merek berdasarkan pada suatu tes pengingatan kembali lewat bantuan
(an aided recall test). Para responden bisa diingatkan melalui
pemberian sekelompok merek dari kelas produk tertentu dan diminta
untuk mengidentifikasikan produk-produk yang pernah mereka dengar
sebelumnya.

108
Tingkatan selanjutnya, pengingatan kembali (Brand Recall),
berdasarkan pada permintaan seseorang untuk menyebutkan merek
tertentu dalam suatu kelas produk tanpa bantuan. Merek yang
disebutkan pertama dalan suatu tugas pengingatan kembali tanpa
bantuan berarti telah meraih kesadaran puncak pikiran (Top Of Mind
Awareness).
Dalam lingkungan yang kompetitif, keunggulan perusahaan tidak
akan bisa berlangsung lama, selalu ada pesaing yang mampu
menyamai keunggulan yang dimiliki oleh perusahaan. Oleh karena itu,
perusahaan harus selalu melakukan penemuan kembali keunggulannya
(constant reinvention of advantage) agar produk atau jasa yang
dihasilkan tetap menjadi pilihan pelanggan. Hanya dengan cara
tersebut perusahaan dapat tetap mempertahankan kelangsungan
hidupnya dan tumbuh dalam lingkungan bisnis yang kompetitif.
Untuk mencapai kesadaran, baik untuk recognition maupun
recall, melibatkan dua hal; menggali identitas nama merek dan
menghubungkannya dengan suatu kelas produk. Pendekatan-
pendekatan dalam mencapai, memelihara dan meningkatkan
kesadaran disesuaikan dengan konteks apakah merek tersebut
merupakan merek yang baru atau merek yang sudah dikenal. Tetapi,
ada beberapa petunjuk yang sangat membantu yang didasarkan pada
penelitian formal dari psikologi dan periklanan, dan berdasarkan
penelitian terhadap merek yang sudah berhasil menciptakan dan
memelihara tingkatan-tingkatan kesadaran, yaitu (Aaker, 1991):
(1) Menjadi berbeda, dikenang (Be different, memorable); merek
harus menyediakan sesuatu yang berbeda, lain dari biasanya dan
harus dapat dikenang. Persepsi konsumen terhadap merek
merupakan faktor utama konsumen dalam memilih merek dan
perilaku mereka dalam membeli. Semua persepsi adalah subyektif
dan berdasarkan pada pengalaman. Setiap orang cenderung untuk
mengintepretasikan informasi sesuai dengan keyakinan yang
sudah ada, sikap, keinginan dan suasana hati.
(2) Melibatkan slogan atau jingle (Involve a slogan or jingle); slogan
bisa saja memiliki keterkaitan yang kuat dengan suatu kelas
produk, karena melibatkan karakteristik produk yang dapat

109
divisualisasikan. Jingle juga bisa menjadi pencipta kesadaran.
Dengan jingle bisa dijelaskan mengapa suatu produk dapat
mencapai kesadaran yang tinggi.
(3) Menampakkan simbol (Symbol Exposure); simbol dapat berperan
penting dalam menciptakan dan memelihara kesadaran. Simbol
melibatkan sebuah visualisasi kesan yang dengan mudah dapat
dilihat dan diingat. Simbol yang baik adalah yang dapat dilihat,
dipahami, mudah diingat, sederhana, unik dan menunjang pesan
(Friedmann, 2001)
(4) Publisitas (publicity); periklanan cocok sekali untuk
membangkitkan kesadaran karena periklanan menyatukan pesan
and audiens dan merupakan cara yang efisien agar diketahui
orang banyak. Namun bagaimanapun, publisitas memainkan
peranan ynag sangat penting. Publisitas tidak hanya lebih murah
daripada iklan di media massa tapi juga lebih efektif. Kadang-
kadang, orang lebih tertarik untuk mempelajari suatu cerita yang
baru daripada membaca iklan.
(5) Menjadi sponsor kegiatan (Event sponsorship); Tujuan paling
utama menjadi sponsor suatu kegiatan adalah untuk menciptakan
dan memelihara kesadaran (awareness).
(6) Mempertimbangkan perluasan merek; satu cara untuk
mendapatkan brand recall, untuk membuat nama merek semakin
menonjol adalah dengan menaruh nama di produk yang lain.
Coca-Cola, Heinz, dan Sunkist semuanya memperoleh name
exposure pada saat nama mereka ada pada produk-produk
tambahan yang diiklankan, dipajang atau digunakan.
(7) Menggunakan petunjuk; ajakan kesadaran sering dibantu dengan
petunjuk baik oleh kelas produk, merek ataupun kedua-duanya.
Petunjuk sebuah merek yang sangat berguna adalah kemasannya,
yang menjadi stimulus sebenarnya yang dihadapi oleh konsumen.
(8) Pengulangan; membangun ingatan konsumen tentang sebuah
merek dari suatu kelas produk lebih sulit dibandingkan hanya
sekedar mengenal. Nama merek perlu dibuat lebih menonjol, dan
hubungan antara merek dengan kelas produk perlu dibuat lebih
kuat. Pengenalan terhadap merek dari suatu kelas produk tertentu

110
memerlukan pengalaman pembelajaran yang dalam atau
pengulangan.

Dari delapan petunjuk di atas, be different-memorable, symbol


exposure dan publicity–event sponsorship merupakan hal yang sangat
lekat dengan kehidupan hotel. Hotel selalu berusaha memberikan
kesan terbaik kepada tamu, dengan tujuan untuk membuat tamu selalu
ingat kepada pelayanan yang telah diberikan. Dalam lingkungan hotel
banyak ditemukan penampakan simbol (symbol exposure), mulai dari
jalan menuju hotel, saat memasuki lingkungan hotel, sampai di dalam
kamar. Semua keperluan sehari-hari di dalam kamar dipenuhi dengan
penampakan simbol. Mulai dari kunci masuk kamar, buku petunjuk,
asbak sampai keperluan kamar mandi (seperti: sabun, shampoo, odol,
sikat gigi, handuk, keset, semir sepatu, dan lain sebagainya). Hotel
Novotel giat menjadi sponsor kegiatan seperti seminar budaya,
pariwisata bahkan kesehatan. Ketiga hotel yang dijadikan obyek juga
aktif mengkomunikasikan produk-produk baru atau unggulan, baik
melewati koran maupun buletin khusus yang dibuat untuk pelanggan
setia hotel. Untuk itu, berbeda-dikenang (be different-memorable),
penampakan simbol (symbol exposure), dan publisitas-sponsor
kegiatan (publicity-event sponsorship) dijadikan atribut yang diteliti
pengaruhnya terhadap keputusan pembelian pelanggan untuk memilih
menginap di suatu hotel, khususnya hotel berbintang empat. Untuk itu
dikembangkanlah pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab
responden berkenaan dengan atribut-atribut yang diperlukan dalam
membangun awareness tersebut .
Untuk atribut menjadi berbeda-dikenang (be different-
memorable), diajukan pertanyaan yang berisi persepsi responden
mengenai hotel yang menjadi favorit responden. Pertanyaan persepsi
diambil dari daftar pertanyaan mengenai persepsi kualitas jasa yang
dirancang oleh Parasuraman, Zeithaml dan Berry (1985, 1988). Untuk
penampakan simbol (symbol exposure), digali informasi sejauh mana
pandangan responden mengenai symbol exposure hotel favorit
responden. Sedangkan untuk atribut publisitas-sponsor kegiatan
(publicity-event sponsorship), kuesioner berisi pertanyaan mengenai

111
pengetahuan konsumen tentang aktivitas pemasaran hotel, yang
dirasakan konsumen berpengaruh dalam pemilihan hotel favorit.
Persepsi konsumen mengenai produk jasa berbeda dengan
persepsi konsumen mengenai produk barang manufaktur. Hal itu
disebabkan oleh karakteristik yang berbeda antara produk jasa dan
produk manufaktur. Parasuraman, Zeithaml dan Berry (1985, 1988)
mengemukakan tiga karakteristik jasa yang menunjukkan konsep
kualitas jasa, yaitu:
1. Jasa adalah tidak berwujud (intangibility). Umumnya jasa tidak
dapat dihitung, diukur, disimpan, diraba, dan dibuktikan dalam
peningkatan penjualan sebagaimana jaminan atas kualitasnya.
Mengingat sifat jasa yang tidak berwujud tersebut, maka
perusahaan jasa seringkali menemukan kesulitan untuk
mengetahui bagaimana konsumen mempersepsikan jasa mereka
dan mengevaluasi kualitasnya.
2. Jasa umumnya bersifat heterogen (heterogenity). Kinerja mereka
sering bervariasi antara perusahaan jasa yang satu dengan yang
lain, dari konsumen yang satu ke konsumen yang lain, dari satu
hari ke hari yang lain, konsistensi perilaku personal jasa sulit
dijamin. Karena itu apa yang diberikan perusahaan kepada
konsumen mungkin secara keseluruhan berbeda dari apa yang
diterima konsumen.
3. Proses yang terjadi di antar produksi dan konsumsi jasa tidak
dapat dipisahkan (inseparability of production and consumption).
Sebagai konsekuensinya, kualitas jasa tidak dapat dibuat di
lokasi pabrikasi dan dikirim secara utuh kepada konsumen.
Dalam suatu jasa yang padat karya, kualitas muncul selama
proses pengiriman yang biasanya terjadi dalam sebuah interaksi
antara konsumen dan personal perusahaan jasa (Garvin dalam
Muafi, 2002).

Keputusan Pembelian (Consumer Decision Making)


Dalam keputusan pembelian yang kompleks, konsumen
mengevaluasi merek secara detil dan luas. Proses keputusan
pembelian bisa terjadi bila konsumen terlibat dengan duatu produk.

112
Produk dengan kategori tertentu yang mungkin melibatkan keputusan
pembelian yang kompleks:
(1) Produk dengan harga tinggi
(2) Produk yang berhubungan dengan resiko (produk kesehatan,
mobil)
(3) Produk kompleks (compact disc player, personal computer)
(4) Produk khusus (peralatan olahraga, furniture)
(5) Produk yang berhubungan dengan ego seseorang (kosmetik,
pakaian)
Penelitian terhadap keputusan pembelian telah
mengidentifikasikan lima fase dalam proses keputusan pembelian:
seperti yang terlihat pada gambar 1 berikut:

NEED CONSUMER
AROUSAL INFORMATION
PROCESSING

Feedback

REPURCHASE BRAND
EVALUATION PURCHASE EVALUATION

Sumber: Assael, H (1995) “Consumer Behavior and


Marketing Action”, 5 th ed, Ohio: International Thomson
Publishing.
Gambar 1

Need Arousal Konsumen memulai berfikir mengenai fakta yang


menampilkan persepsi dan sikap terhadap suatu merek yang
diketahuinya. Misalnya seorang ditugaskan oleh perusahaannya untuk
menyelesaikan tugas di luar kota berfikir untuk memesan kamar salah
satu hotel berbintang empat. Jika ia membuat keputusan secepat
mungkin, bisa saja ia memesan kamar di hotel Novotel karena
persepsinya mengenai tangibility (bangunan, letak) dan harga kamar
di hotel Novotel.

113
Consumer information Processing. Hasil yang segera didapat
dari need arrousal adalah mengumpulkan informasi mengenai produk.
Konsumen melakukan hubungan dengan salah satu biro perjalanan
untuk menggali informasi mengenai hotel berbintang empat dan
mengevaluasi beberapa alternatif. Ia memulai mempertimbangkan
kualitas jasa yang akan diterima dan juga harga kamar yang sesuai
dengan budget yang diberikan oleh kantor.
Brand evaluation. Evalusi merek merupakan hasil dari
information processing. Berdasarkan informasi yang didapatnya,
konsumen tertarik pada tiga hotel; Novotel, Jogjakarta Plaza, dan
Saphir. Setelah membandingkan lebih jauh lagi, ia memutuskan
bahwa adalah Hotel Novotel yang dipilihnya. Karena lokasi meeting
yang akan dihadirinya berada tidak jauh dari Hotel Novotel dan harga
yang sesuai dengan budget yang diberikan kantor. Selain itu,
kebetulan Hotel Saphir yang menjadi alternatif, fully booked untuk
tanggal yang diperlukan.
Purchase. Meskipun konsumen telah memutuskan untuk
membeli kamar di Hotel Novotel, berbagai faktor bisa menunda
pembelian (tambahan informasi mengenai hal-hal lain, biro perjalanan
yang menjadi perantara tidak bisa dihubungi hari itu). Konsumen bisa
saja tidak membeli kamar secepatnya, karena hotel yang sekarang
kamarnya akan dibeli tidak sepenuhnya memenuhi kriterianya.
Postpurchase evaluation. Setelah konsumen terlibat dalam
pengkonsumsian pelayanan jasa hotel yang dipilihnya, konsumen akan
mengevaluasi kinerja pelayanan hotel tersebut. Kepuasan akan
memperkuat penilaiannya dan akan lebih memungkinkannya untuk
memilih menginap di hotel tersebut di masa yang akan datang.
Sedangkan ketidakpuasan akan menggiring konsumen untuk menilai
kembali pilihannya dan menurunkan keinginan untuk memilih
kembali hotel yang sama.
Konsumen yang menerima informasi negatif setelah pembelian
(kinerja yang jelek atau informasi dari teman kalau hotel tersebut tidak
memenuhi harapan mereka) bisa mencoba membenarkan keputusan
pembelian dengan mengindahkan informasi negatif tersebut atau
merasakannya dengan selektif.

114
Kenyataan yang dipikirkan oleh konsumen saat akan membeli
suatu produk barang atau jasa digambarkan sebagai perangkat
psikologis, yang berupa keuntungan dari produk yang dicari oleh
konsumen dan sikapnya terhadap berbagai macam merek. Keuntungan
dari produk yang dicari oleh oleh konsumen dan sikapnya merupakan
fungsi dari berbagai variabel input: (1) pengalaman
konsumen/consumer’s past experiences, (2) karakteristik konsumen,
(3) Motif konsumen, (4) Faktor-faktor lingkungan (orang-orang yang
ditemui, budaya, kelas sosial, dan situasi pembelian), dan (5) stimuli
marketing (product, price, promotion, hotel location, and service).
Informasi mengenai karakteristik hotel dan harga juga akan
mempengaruhi keyakinan dan sikap konsumen terhadap merek.
Informasi bisa didapat dari periklanan dan kantor perwakilan.
Untuk mengukur sejauh mana pilihan dan perilaku konsumen
terhadap hotel favoritnya, dalam penelitian ini ditanyakan mengenai
sikap konsumen untuk menginap di hotel yang belum dikenal,
keinginan untuk brand switching, dan ketertarikan terhadap hotel lain
yang menawarkan promosi.

Kerangka Pemikiran
Untuk mempermudah penelitian ini, dibuat kerangka pemikiran
dengan skema sederhana sehingga gambaran isi penelitian secara
keseluruhan dapat diketahui secara jelas. Adapun skema kerangka
pemikirannya adalah sebagai berikut:

Kesadaran Merek (Brand


Awareness):
1. Be Different, (+)
Keputusan
memorable ( x1 ) Pembelian
2. Symbol Exposure
(x2 )
3. Publicity & Event
Sponsorship ( x3 )

115
Keterangan: (+) : Ada hubungan yang positif

Gambar 2

Menjadikan merek berbeda-dikenang (be different-memorable)


memberikan pendekatan komunikasi tersendiri terhadap konsumen
dan memudahkan konsumen untuk memasukkan merek ke dalam
consideration set (Aaker, 1991). Simbol yang melibatkan kesan visual
lebih mudah dipelajari dan diingat (Aaker, 1991). Simbol dapat
memiliki peranan yang penting dalam menciptakan dan memelihara
awareness, sehingga merek masuk ke dalam consideration set dalam
proses keputusan pembelian (Friedmann, 2001). Setiap perusahaan
berusaha untuk membuat mereknya diketahui oleh konsumen.
Publicity-event sponsorship diadakan untuk membangun dan
memelihara kesadaran sehingga merek bisa masuk ke dalam
kelompok yang dipertimbangkan dalam keputusan pembelian (Aaker,
1991).
Jadi, ketiga atribut di atas dimaksudkan untuk membangun
kesadaran merek (brand awareness). Banyak penelitian membuktikan
bahwa kesadaran merek mempengaruhi pembelian pelanggan.
Terdapat perbedaan yang amat mencolok dalam preferensi dan
kemungkinan pembelian, tergantung pada apakah merek tersebut
merupakan merek pertama, kedua atau ketiga dalam tugas
pengingatan kembali tanpa bantuan (Woodside dan Wilson, 1985).
Kesadaran bisa menjadi faktor independen yang penting dalam
perubaha sikap. Implikasinya, kesadaran dipengaruhi oleh periklanan
yang bersifat mengingatkan kembali di mana akan mempengaruhi
keputusan-keputusan pembelian.

Hipotesis
Dari kerangka pemikiran diatas mengenai pengaruh atribut-
atribut brand awareness terhadap loyalitas konsumen, peneliti
membuat hipotesa-hipotesa sebagai berikut:

116
1. Hotel dengan atribut berbeda-dikenang (be different-memorable)
yang tinggi akan mengakibatkan keputusan pembelian yang
tinggi.
2. Hotel dengan atribut penampakan simbol (symbol exposure) yang
tinggi akan mengakibatkan keputusan pembelian yang tinggi.
3. Hotel dengan atribut publisitas-sponsor kegiatan (publicity-event
sponsorship) yang tinggi akan mengakibatkan keputusan
pembelian yang tinggi.

Metode Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
Untuk mencari data yang diperlukan, dilakukan penelitian
terhadap tamu-tamu hotel yang pernah/sering menginap di:
(1) Hotel Novotel, hotel berbintang empat yang beralamatkan di Jl.
Jend. Sudirman No. 89 Jogjakarta.
(2) Hotel Jogjakarta Plaza, hotel berbintang empat yang
beralamatkan di Jl. Gejayan Kompl. Colombo Jogjakarta.
(3) Hotel Saphir, hotel berbintang empat yang beralamatkan di Jl.
Laksda Adisucipto No. 38 Jogjakarta.

Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dengan


menyebarkan kuesioner, dan data sekunder. Dengan kuesioner,
peneliti meminta responden untuk menulis sendiri pertanyaan peneliti
yang termuat dalam kuesioner (daftar pertanyaan) yang diberikan
kepada responden (Sigit, 2003). Kuesioner terdiri dari informasi
tentang atribut-atribut yang membentuk brand awareness (be
different-memorable, symbol exposure, publicity-event sponsorship),
brand recall dan karakteristik demografi responden. Data sekunder
didapat dari literatur-literatur yang dapat dijadikan acuan dalam
penelitian ini.

117
Populasi dan Sampel
Dalam penelitian ini, populasinya adalah seluruh konsumen
yang menggunakan pelayanan jasa Hotel Novotel, Hotel Jogjakarta
Plaza dan Hotel Saphir Jogjakarta.
Peneliti akan menggunakan non-probability sampling, di mana
pemilihan elemen-elemen populasi yang akan dijadikan elemen-
elemen sampel didasarkan pada kebijakan peneliti sendiri (Kustituanto
dan Badrudin, 1995:23). Teknik pengambilan sampel konsumen
menggunakan teknik sampel bola salju (snowball sampling), yaitu
teknik penentuan sampel yang mula-mula jumlahnya kecil, kemudian
sampel ini diminta memberikan daftar responden lain untuk dijadikan
sampel lagi, begitu seterusnya sampai jumlah sampel terus menjadi
banyak (Umar, 2002) Sampel dalam penelitian ini adalah tamu hotel
yang pernah atau sering menginap di Hotel Novotel, Hotel Jogjakarta
Plaza dan Hotel Saphir Jogjakarta dan konsumen berkategori usia
dewasa (17 tahun ke atas) karena dianggap lebih mudah memahami
tujuan maupun seluruh pertanyaan yang diberikan oleh peneliti.
Dalam penentuan besarnya sampel, sebenarnya tidak ada aturan
yang tegas berupa jumlah sampel yang harus diambil dari populasi
yang tersedia (Soeratno dan Arsyad, 1995: 105). Penelitian ini
mengacu pada rumus ukuran sampel proporsional yang dirumuskan
oleh Malhotra (1996). Dengan menggunakan tingkat kesalahan + 0,05
(5%, D) dan 95% tingkat keyakinan, nilai z (confidence level) adalah
1,96, serta deviasi standar ( π ) 95%, yang mewakili jumlah minimum
responden yang pernah/sering menginap di hotel berbintang empat.
Dengan menggunakan rumus di bawah, peneliti menemukan ukuran
sampel:
π (1 − π )z 2 0,95(1 − 0,95)1,962
n= =
D2 0,052
n = 72,9904 ≈ 73
keterangan:
n = ukuran sampel
π = deviasi standar
z = tingkat keyakinan (confidence level)
118
D = tingkat kesalahan (level of precision)
Dari perhitungan di atas, 73 kuesioner adalah jumlah minimal
dan peneliti menyebarkan 100 kuesioner untuk dianalisis.

Variabel Penelitian
Hair et al. (1984) mendefinisikan variabel tak bebas/terikat
(dependent variable) , dilambangkan dengan Y, sebagai variabel yang
akan diramal atau dijelaskan oleh variabel-variabel tak bebasnya.
Sedangkan variabel bebas (independent variable), dilambangkan
dengan X, adalah variabel peramal yang menjelaskan variabel terikat.
Dalam penelitian ini, dependent variable (Y) mewakili keputusan
pembelian (consumer decision making). Atribut pembangun kesadaran
merek (terdiri dari be different-memorable, symbol exposure,
publicity-event sponsorship) menjadi independent variable yang diberi
simbol dengan:
X 1 : untuk variabel berbeda-dikenang (be different-memorable)
X 2 : untuk variabel penampakan simbol (symbol exposure)
X 3 : untuk variabel publisitas-sponsor kegiatan (publicity-event
sponsorship)
Skala Pengukuran
Dalam penelitian ini skala yang digunakan dalam skala ordinal
yang diukur dengan skala Likert. Skala Likert berisi setuju atau tidak
setuju yang dibagi ke dalam lima bagian skala terhadap pernyataan-
pernyataan yang diajukan oleh peneliti dalam kuesioner (Sigit, 2003)
Uji Instrumen
1) Uji Validitas, untuk mengukur sejauh mana instrumen
menujukkan tingkat kevalidan (Arikunto, 1997). Dalam penelitian
ini, uji validitas dilakukan dengan menggunakan korelasi Pearson
Product Moment, mengkorelasikan skor butir (X) dengan skor
total (Y) yang merupakan jumlah setiap skor butir. Rumus yang
digunakan:
N(ΣXY ) − (ΣX )(ΣY )
rxy =
(NΣX2 − (ΣX )2 ) (NΣY2 − (ΣY)2 )
119
dimana:
r xy
: koefisien korelasi variabel x (brand awareness) dan Y
(variabel keputusan pembelian)
N : Jumlah responden
X : variabel kesadaran merek (brand awareness)
Y : variabel keputusan pembelian
Validitas data diukur dengan membandingkan nilai r hitung
dengan nilai r tabel. Kriteria hasil pengujian:
1) Nilai r hasil positif dan lebih besar daripada r tabel, maka
butir tersebut dinyatakan valid.
2) Nilai r hasil tidak positif dan lebih kecil daripada r tabel,
maka butir tersebut dinyatakan tidak valid.
2) Uji Reliabilitas, yaitu kemampuannya untuk mengukur tanpa
kesalahan dan hasilnya selalu konsisten, meskipun digunakan
oleh orang lain atau di tempat lain untuk mengukur hal yang sama
(Sigit, 2003). Reliabilitas data diuji dengan membandingkan nilai
Cronbach’s Alpha atau r hasil dengan r tabel. Rumus Cronbach’s
Alpha yang digunakan adalah (Umar, 2003):
 k  ∑ σ b 
2

r11  k − 1 σ t2 
=   1 −

keterangan:
r 11
= Reliabilitas instrumen
k = Banyaknya butir pertanyaan/soal
∑σ b
2
= Jumlah varian butir
σ t2 = Varian total

Kriteria hasil pengujian:


1. Bila nilai Alpha positif dan lebih besar daripada r tabel, maka
butir atau variabel tersebut dinyatakan reliabel.
2. Bila nilai Alpha tidak positif dan lebih kecil daripada r tabel,
maka butir atau variabel tersebut dinyatakan tidak reliabel.

120
Nilai r hitung dan Alpha didapat dengan bantuan software SPSS
11,5.

Alat Analisis
Untuk menganalisis sejauh mana pengaruh independent
variables terhadap dependent variables, alat analisis yang digunakan
adalah Regresi Linier Berganda. Mengenai bagaimana pengaruh
atribut-atribut brand awareness terhadap keputusan pembelian,
Regresi Linier Bergandanya dapat dirumuskan sebagai berikut :
Y = a + b1 X 1 + b2 X 2 + b3 X 3
keterangan :
Y : Variabel bebas yang mewakili keputusan
pembelian
a : Harga konstan (harga Y bila x = 0 )
b1 , b2 , b3 : Koefisien regresi yang menunjukkan angka
peningkatan/penurunan variabel terikat yang didasarkan
variabel bebas.
X 1 : Variabel menjadi berbeda-dikenang (be different, memorable)
X 2 : Variabel penampakan simbol (symbol exposure)
X 3 : Variabel publisitas-sponsor kegiatan (publicity-event
sponsorship)
Uji-t juga dilibatkan untuk mengetahui tingkat signifikansi (uji
beda) dari pengaruh masing-masing variabel bebas. Sedangkan untuk
mengetahui tingkat signifikansi pengaruh variabel bebas secara
bersama-sama terhadap variabel terikat digunakan uji-F. Selain itu,
untuk melihat besarnya proporsi dari semua variabel bebas terhadap
( )
variabel terikat dilakukan perhitungan koefisien determinasi R 2 .
Penelitian ini menggunakan tingkat kesalahan ( α ) sebesar 0,05.

Uji Asumsi Klasik


Jika model regresi pada penelitian ini memenuhi asumsi dasar
klasik regresi untuk diterapkan secara sah, maka model regresi
tersebut akan signifikan. Asumsi dasar tersebut adalah bila tidak
121
terjadi gejala autokorelasi, heteroskedasitas, dan multikolinieritas
diantara variabel-variabel bebas dalam model regresi yang digunakan.
1. Uji Autokorelasi
Kendall dan Buckland dalam Gujarati (1978: 201)
mendefinisikan autokorelasi sebagai korelasi antara anggota
serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu (seperti
dalam deretan waktu) atau ruang (seperti dalam data cross-
sectional) Masalah autokorelasi muncul bila terjadi korelasi.
Angka D-W (Durbin-Watson) yang dapat dilihat pada tabel D-W,
bisa menjadi panduan untuk mendeteksi terjadinya autokorelasi
(Santoso, 2001: 216-219).
2. Uji Multikolinieritas
Multikolinieritas adalah korelasi linier diantara beberapa
atau semua variabel independent dari model regresi (Frisch dalam
Gujarati, 1978: 157). Multikolinieritas muncul bila terjadi korelasi
antar variabel independent (Santoso, 2001: 203-207). Besaran
VIF, Condition Index (CI) dan Tolerance dapat digunakan untuk
mendeteksi adanya multikolinieritas. Bila nilai VIF disekitar
angka <10, nilai CI<30 dan angka Tolerance mendekati 1, maka
bisa dikatakan model regresi tersebut bebas multikolinieritas.
3. Uji Heteroskedastisitas
Uji ini dilakukan dengan tujuan untuk melihat apakah dalam
sebuah model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual,
dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain.
Homoskedastisitas terjadi jika varians dari residual dari satu
pengamatan ke pengamatan yang lain tetap. Jika varians berbeda,
dinamakan heteroskedastisitas (Santoso, 2001: 203).
Selain itu bisa dideteksi dengan melakukan pengujian rank
korelasi Spearman, melibatkan nilai mutlak residual yang didapat
dari regresi masing-masing variabel independen terhadap variabel
dependen.

Uji Normalitas Data


Uji Normalitas data dilakukan untuk mengetahui apakah dalam
sebuah regresi, variabel dependen, variabel independen atau keduanya

122
mempunyai distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik
memiliki distribusi data normal atau mendekati normal (Santoso,
2001).
Bila hasil tes normalitas Kolmogorov-Smirnov menunjukkan
signifikansi <0,05, maka dikatakan data terdistribusi normal. Rasio
Skewness dan Kurtosis terhadap standar error yang berada diantara –
2 sampai dengan +2 juga menunjukkan bahwa data berdistribusi
normal.

Hasil Penelitian
Analisis Karakteristik Responden
Jumlah responden yang dianalisis dalam penelitian ini
berjumlah 100 responden dan dikelompokkan berdasarkan jenis
kelamin, usia, status pekerjaan dan penghasilan per bulan.
Berdasarkan penghitungan statistik dengan menggunakan
percentiles,ditemukan bahwa responden yang terlibat dalam penelitian
ini terdiri dari 53% laki-laki (53 orang) dan 47% perempuan (47
orang). Sedangkan berdasarkan usia, terdapat responden usia antara 30
– 40 tahun sebagai kelompok terbesar dengan jumlah responden
sebanyak 42 orang (42%). Kelompok terbesar kedua adalah responden
dengan kelompok usia di atas 40 tahun (26 orang = 26%), diikuti
kelompok responden berusia antara 20 – 30 tahun sebanyak 24 orang
(24%) dan kelompok responden berusia di bawah 20 tahun (8 orang =
8%).
Responden juga terbagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok
menikah sebanyak 63% (63 orang) dan kelompok tidak menikah
sebesar 37% (37 orang). Pengelompokan berikutnya adalah
berdasarkan pekerjaan. Dari 100 responden, diketahui bahwa 43 orang
(43%) adalah wirastawan, yaitu responden yang memiliki usaha antara
lain biro perjalanan wisata, angkutan wisata, kontraktor, importir dan
eksportir. Selain wirastawan, terdapat pula Pegawai Negeri
Sipil/Pegawai swasta sebanyak 27 orang (27%) dan responden pekerja
profesional seperti pengacara, dokter, wartawan dan konsultan
sebanyak 21 orang (21%). Responden dengan pekerjaan lainnya terisi

123
oleh responden berstatus pelajar/mahasiswa, ibu rumah tangga dan
LSM sebanyak 9 orang (9%).
Dalam penelitian ini, terdapat 3 kelompok responden
berdasarkan penghasilan per bulan, yaitu: kelompok berpenghasilan di
bawah 3 juta rupiah sebanyak 23 orang (23%), antara 3 juta sampai 5
juta rupiah sebanyak 46 orang (46%), dan responden berpenghasilan
di atas 5 juta rupiah sebanyak 31 orang (31%).

Analisis Brand Recall


Pada penelitian ini, Hotel Novotel menduduki peringkat
pertama dalam pemanggilan merek tanpa bantuan (brand recall), yaitu
sebesar 43%, Hotel Saphir sebesar 26%, Hotel Jogjakarta Plaza
sebesar 19%. 12% responden menyebutkan hotel lain, seperti Hotel
Santika, Hotel Jayakarta, Hotel Natour Garuda dan lain-lain pada
peringkat pertama pengingatan merek tanpa bantuan (brand recall).
Selanjutnya, sebanyak 54 responden (54%) menyatakan
sering menginap di hotel berbintang empat dan 46 responden (46%)
menyatakan tidak sering menginap di hotel berbintang empat.
Selain itu, sebanyak 45 responden (45%) menyatakan
menginap di hotel berbintang empat sekali dalam setahun. 36% (36
orang) menyatakan menginap di hotel berbintang empat sebanyak 1
sampai 3 kali dalam setahun dan 19 responden (19%) masuk ke
dalam kelompok responden yang menginap di hotel berbintang empat
lebih dari 3 kali.
Dengan memberikan pertanyaan mengenai hotel berbintang
empat mana yang menjadi hotel favorit responden selama ini, didapat
data bahwa Hotel Novotel memiliki peringkat tertinggi dengan
persentase sebesar 43%. Hotel Saphir dipilih oleh 26% responden
sebagai hotel favorit, 16% responden memilih Hotel Jogjakarta Plaza,
dan 15% responden memilih hotel lainnya dengan menuliskan sendiri
hotel yang dipilih sebagai hotel favoritnya.

Hasil Uji Instrumen


Pada penelitian pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti
dengan menyebarkan kuesioner terhadap 30 responden, terdapat

124
beberapa butir pertanyaan yang menunjukkan nilai r hitungnya kurang
dari R tabel (lihat lampiran 7). Butir yang dimaksud adalah butir ke 8,
15 dan 21 yang masing-masing merupakan bagian dari variabel
X 2 (penampakan simbol/symbol exposure), variabel X 3 (publisitas-
sponsor kegiatan/publicity-event sponsorship) dan variabel Y
(keputusan pembelian). Nilai Alpha yang didapat adalah 0,8559 dan
nilai R tabel dua sisi dari tabel korelasi Pearson Product Moment
dengan N=30 adalah 0.36101. Karena nilai R hitung butir 8 dan 15
pada uji validitas sampel besar juga kurang dari nilai R tabel, maka
butir 8 dan 15 dikeluarkan dari daftar pertanyaan.

Hasil Uji Normalitas Data


Untuk mengetahui apakah data terdistribusi normal, tes
normalitas Kolmogorov-Smirnov. Dari hasil cetak komputer, p value
berbeda-dikenang = 0.028, penampakan simbol = 0.000, dan
publisitas-sponsor kegiatan = 0,14, menunjukkan data terdistribusi
normal.
Rasio skewness dan kurtosis terhadar standart error masing-
masing variabel berada di antara –2 sampai dengan +2, berarti
distribusi data adalah normal (Santoso, 2001: 53)

Hasil Regresi Variabel Independen Terhadap Variabel Dependen


Regresi berganda dilakukan untuk menguji pengaruh variabel
independen terhadap variabel dependen. Regresi variabel X 1
(berbeda-dikenang/be different-memorable), X2 (penampakan
simbol/symbol exposure) dan X 3 (publisitas-sponsor kegiatan/
publicity-event sponsorship) terhadap variabel Y (keputusan
pembelian/consumer decision making), memberikan hasil yang tertera
pada tabel 1.

125
Tabel 1
Hasil Regresi
Variabel Dependen: Keputusan Pembelian
Variabel Independen VIF

-0,463
Konstanta 1,036
(0,581)
0,372
Berbeda-dikenang 1,110
(0,026)**
0,067
Penampakan simbol 1,081
(0,597)***
0,382
Publisitas-sponsor kegiatan
(0,008)*

0,377
R
0,142
R2 1,431
Durbin Watson 100
N
*signifikan pada α = 1%
**sigifikan pada α = 5%
***signifikan pada α + 10%

Uji Asumsi Klasik


1. Analisis Autokorelasi
Hasil regresi dengan 3 buah prediktor (k) memperlihatkan
nilai Durbin-Watson (d) = 1,431 terletak diantara 0 dan 1,61 ( d L ),
sehingga terbukti adanya autokorelasi positif. Untuk itu dilakukan
transformasi data dengan tujuan perbaikan. Metode yang
digunakan adalah metode ρ didasarkan pada statistik d pada
Durbin-Watson. Langkah pertama adalah menentukan ρ yang
belum diketahui dengan rumus:

126
∧ d
ρ = 1−
2

kemudian kita kalikan ρ dengan kedua sisi model regresi tiga
variabel pada saat t-1, diperoleh:
∧ ∧ ∧ ∧ ∧
ρ Y t −1 = ρ a + ρ b1 X 1.t −1 + ρ b2 X 2.t −1 + ρ b3 X 3.t −1
Langkah selanjutnya adalah mengurangkan persamaan dari model
regresi pada saat t, sehingga menjadi:
 ∧
 ∧ ∧ ∧ ∧
Yt − ρYt−1 = a(1− ρ) +b1 X1 − ρb1 X1.t−1 +b2 X2 − ρb2 X2.t−1 +b3 X3 − ρb3 X3t−1
 
Persamaan disebut persamaan perbedaan yang
digeneralisasikan, berhubungan dengan peregresian Y atas X, tidak
dalam bentuk asli tetapi dalam bentuk perbedaan, dengan

menggunakan suatu proporsi ( ρ ) dari nilai suatu variabel dalam
periode waktu sebelumnya dari nilainya dalam periode saat ini
(Gujarati, 1978: 219). Dalam prosedur perbedaan ini satu
observasi pertama hilang karena tidak memiliki pendahuluannya.
Untuk menghindarkan kehilangan satu observasi pertama ini,
observasi pertama atas Y dan X ditransformasikan sebagai berikut:

Y 1
1− ρ 2 , X 1
1− ρ 2 , X 2
1 − ρ 2 , dan

X 3
1− ρ 2
Sebagai tambahan metode di atas, bisa juga digunakan
metode iteratif Cohrane dan Orcutt yang bisa dikerjakan dengan
menggunakan software SPSS 11.5. Dengan metode Cochrane-
Orcutt, diperoleh angka Durbin-Watson (d)=1,94 (lihat lampiran
10) terletak diantara 1,74 ( d U ) dan 2. Hal ini menunjukkan bahwa
sudah tidak ada autokorelasi.
2. Analisis Multikolinieritas
Pada regresi variabel berbeda-dikenang (be different-
memorable) dan publisitas-sponsor kegiatan (event sponsorship)
terhadap variabel keputusan pembelian (consumer decision
127
making), nilai Condition Index pada ketiga variabel tersebut (X
dan Y) lebih kecil dari 30 (<30), nilai VIF-nya lebih kecil dari 10
(<10) dan nilai Tolerance mendekati angka 1. Hal ini
menunjukkan bahwa tidak terjadi multikolinieritas.
3. Analisis Heteroskedastisitas
Dengan menggunakan uji rank korelasi Spearman terhadap
residual regresi masing-masing variabel independen terhadap
variabel dependen (Gujarati, 1978), didapat hasil signifikansi
residual >0,5. Berarti tidak terjadi gejala heteroskedastisitas.
Dengan demikian asumsi model regresi berganda yang
digunakan terpenuhi.

Pengujian Hipotesis
Hipotesis pada penelitian ini adalah:
1. Hotel dengan atribut berbeda-dikenang (be different-memorable)
yang tinggi akan mengakibatkan keputusan pembelian yang tinggi.
2. Hotel dengan atribut penampakan simbol (symbol exposure) yang
tinggi akan mengakibatkan keputusan pembelian yang tinggi.
3. Hotel dengan atribut publisitas-sponsor kegiatan (publicity-event
sponsorship) yang tinggi akan mengakibatkan keputusan
pembelian yang tinggi.
Hasil regresi berganda secara matematis dapat dituliskan
sebagai berikut:
Y = −0,463 + 0,372 X 1 + 0,067 X 2 + 0,382 X 3

se = (0,835) (0,165) (0,126) (0,142)


t = (-0,054) (2,260) (0,531) (2,691)
p value = (0,581) (0,026) (0,597) (0,008)
R = 0,377 R = 0,142
2
Adjusted R Square = 0,115
DW= 1,431
Keterangan:
Y = variabel keputusan pembelian
X 1 = variabel berbeda-dikenang
X 2 = variabel penampakan simbol
128
X 3 = variabel publisitas-sponsor kegiatan
Koefisien regresi masing-masing variabel independen
menggambarkan setiap peningkatan kesan berbeda-dikenang, kegiatan
penampakan simbol, dan publisitas-sponsor kegiatan, akan
menyebabkan kenaikan keputusan pembelian. Artinya, ketiga
hipotesis diterima.
Regresi yang ditaksir memberikan gambaran bahwa ada
korelasi/hubungan positif antara variabel keputusan pembelian dengan
3 variabel independen-nya. Korelasi tersebut adalah lemah. Hal ini
ditunjukkan oleh angka R sebesar 0,377 (<0,50). Nilai Adjusted R
Square sebesar 0,115 juga menunjukkan bahwa ketiga variabel
independen hanya bisa menjelaskan variasi dari keputusan pembelian
sebesar 11,5%. Sedangkan sisanya sebesar 88,5% dijelaskan oleh
sebab-sebab yang lain.
Dari uji ANOVA atau F Test, didapat nilai F hitung sebesar
5,229 dengan tingkat signifikansi 0,002. Nilai probabilitas (0,002)
lebih kecil dari 0,01 menunjukkan bahwa model regresi bisa dipakai
untuk memprediksi keputusan pembelian.

3. Kesimpulan
Penelitian ini bertujuan untuk mencari tahu seberapa besar
pengaruh brand awareness terhadap keputusan pembelian (consumer
decision making). Atribut yang digunakan sebagai pembangun
kesadaran merek (brand awareness) adalah berbeda-dikenang (be
different-memorable), penampakan simbol (symbol exposure), dan
publisitas-sponsor kegiatan (publicity-event sponsorship).
Dalam penelitian ini, distribusi data adalah normal. Masalah
autokorelasi telah diatasi melalui transformasi data dengan
menggunakan metode Cochran-Orcutt. Dalam model regresi juga
tidak ditemukan gejala multikolinieritas dan heteroskedastisitas,
sehingga model regresi memenuhi uji asumsi klasik.
Berdasarkan analisis terhadap 100 kuesioner dengan
menggunakan Regresi Linier Berganda, dapat disimpulkan bahwa
atribut pembangun kesadaran merek (be different-memorable, symbol
exposure, dan publicity-event-sponsorship) berpengaruh terhadap
129
keputusan pembelian. Walaupun variasi variabel independen hanya
dapat menjelaskan variasi yang ada pada variabel dependen sebesar
11,5%, dan hubungan antara variabel dependen dan variabel
independen-nya lemah. Selebihnya keputusan pembelian dipengaruhi
oleh faktor-faktor di luar kedua variabel independen tersebut di atas.
Pengaruh atribut berbeda-dikenang (be different-memorable),
penampakan simbol (symbol exposure), publisitas-sponsor kegiatan
(publicity-event sponsorship) yang kecil harusnya menjadi perhatian
bagi pihak hotel untuk terus berupaya membangun kesadaran merek
agar hotel lebih mendapat tempat dalam consideration set konsumen,
sehingga meningkatkan kesempatan untuk menjadi pilihan utama
konsumen.
Agar dapat memberikan hasil yang lebih maksimal dalam
mengusahakan merek masuk ke dalam consideration set konsumen,
diharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan bagi
penelitian di masa yang akan datang dengan instrumen yang lebih
sempurna, bervariasi dan mengatasi kelemahan penelitian ini antara
lain keterbatasan jumlah responden.

Daftar Pustaka
Aaker, D. 1991. Managing Brand Equity: Capitalizing on the Value of
a Brand Name. New York: The Free Press.
Alpert, F.H. 1995. An Empirical Investigation of Consumer Memory,
Attitude, and Perception toward Pioneer and Follower Brand.
Journal of Marketing. 59 (October): 34-45.
Assael, H. 1995. Consumer Behavior and Marketing Action. 5 th ed.
Cincinnati, Ohio, USA: Intenational Thomson Publishing.
Chintagunta, P.K.1993. Investigating Purchase Incidence, Brand
Choice and Purchase Quantity Decisions of Households. Journal
of Marketing Science: 184-207.
Friedmann, S., 2001, The Psychology of Consumers: consumer
decision making, http://www.consumerpsychologyst.com.
Gates, B., Hemingway, C.1999. Business @ The Speed of Thought:
Using a Digital Nervous System. New York: Warner Books Inc.

130
Gujarati, D. 1978. Ekonometrika Dasar. Terjemahan. Jakarta: Penerbit
Erlangga.
Hair, JF. Jr., R.E. Anderson., R.L. Tatham., and W.C. Black. 1998.
Multivariate Data Analysis. (5 th ed). Upper Saddle River, NJ,
USA: Prentice Hall, Inc.
Hutchinson,J.W., K. Raman., M.K. Mantrala. 1994. Finding choice
alternatives in memory: probability models of brand name recall.
Journal of Marketing Research. 31 (November): 441-461.
Keagen, W.J., Moriarty, S.E., Duncan, T.R. 1992. Marketing. 2 nd Ed.
Englewood Cliff New Jersey: Prentice Hall International Inc.
Kertajaya, H. 1996. SWA. “Kado Kecil untuk Indonesia Emas”.
Jakarta. Januari.
Kotler, P., Bowen, J., Makens, J. 2002. Pemasaran Perhotelan dan
Kepariwisataan. Buku Pertama. Edisi Kedua. Jakarta: PT.
Prenhallindo.
Malhotra, N.K. 1996. Marketing Research An Applied Orientation.
2 nd Ed. USA: Prentice Hall, Inc.
Muafi. 2002. Usahawan. “Mengelola Ekuitas Merek : Upaya
Memenangkan Persaingan Pada Era Global”. Jakarta. Mei: 44-
50.
Parasuraman, A., Zeithaml, V.A., and Berry, L.L. 1985. A conceptual
model of service quality and its implication for future research.
Journal of Marketing. 19: 41-50.
Sigit, S. 2003. Pengantar Metodologi Penelitian Sosial-Bisnis-
Manajemen.Yogyakarta: BPFE UST.
Santoso, S. 2001. Buku Latihan SPSS Statistik Parametrik. Cetakan
Kedua. Jakarta: Elex Media Komputindo.
Umar, H. 2003. Metode Riset Perilaku Konsumen Jasa. Jakarta:
Ghalia Indonesia.
Woodside, A.G., Wilson, E.J. 1985. Effect on consumer awareness of
brand advertising on preference. Journal of Advertising
Research. 25 (Augt-Sept): 41-48.

131
BUDAYA SOSIAL EKONOMI DALAM BISNIS

Supardi
UII Yogyakarta

Abstraksi
Dewasa ini Indonesia memasuki suatu era dimana bisnis
menjadi ujung tombak dari pembangunan nasional. Hal tersebut
bukan saja sebagai tuntutan dari dalam bangsa Indonesia itu
sendiri yang memang bertekad untuk mencapai kesejahteraan
umum, tetapi juga sebagai konsekuensi logis dari perubahan dunia
yang semakin tak terbatas.
Di Indonesia, perhatian terhadap bisnis yang etis sendiri
mulai gencar sejak tahun 1990-an dengan keluarnya pendapat
pejabat pemerintah, akademisi, dan pelaku sbisnis yang intinya
menghimbau para pelaku bisnis agar mementingkan etika di bidang
bisnis. Di satu pihak dihimbau untuk diutamakan, di lain pihak
etika bisnis diliputi kecurigaan – bahkan sinisme. Sikap sinis ini
dapat dimengerti bila mengingat kasus korupsi yang sempat
membudaya di Indonesia meski telah ada perangkat hukum yang
sifatnya memaksa bagi pelanggarnya. Keterpurukan ini semua
menunjukkan bahwa bisnis di Indonesia belum memiliki arah dan
nilai yang jelas untuk menuju pada titik tujuan yang mulia dari
bisnis yaitu dunia bisnis yang memiliki karakter dan citra yang
”bonafit”.

Kata Kunci: Budaya, Ekonomi, Bisnis

1. Pendahuluan
Di dalam aktivitas bisnis, muara akhir dari proses aktivitas
tersebut adalah kepercayaan, dan ini adalah kriteria penting untuk
ukuran bonafiditasnya suatu perusahaan. Secara pararel, kinerja
atau keunggulan bersaing dari sebuah perusahaan pada akhirnya
ditentukan oleh sejauh mana produktivitas – yang tercermin melalui

132
kualitas produk dan jasa (pelayanan) – yang diberikan terhadap
masyarakat sebagai konsumen; dan pada sisi konsumen apa yang
dilakukannya menciptakan kepercayaan.
Bisnis merupakan kegiatan yang berhubungan dan
berkepentingan dengan lingkungan. Dengan ungkapan lain dapat
dinyatakan bahwa bisnis merupakan kegiatan pengelolaan sumber-
sumber ekonomi yang disediakan oleh lingkungannya (Muslich,
1998:17).
Pengembangan perusahaan merupakan suatu proses, yang
tidak lepas dari pengaruh ”day to day operation” (operasi sehari-
hari), dan juga menerima dampak dari pengaruh lingkungan, baik
internal maupun eksternal. Sehingga dapat dikatakan
perkembangan suatu perusahaan (organisasi) berjalan melalui
suatu proses, dan proses pengembangan tersebut tidak lepas dari
pengaruh kondisi usaha organisasi dan budaya dalam perusahaan
tersebut.
Atmosoeprapto (2001: 69) berpendapat “budaya
perusahaan” sering juga disebut “budaya kerja”, karena tidak bisa
dipisahkan dengan kinerja (performance) Sumber Daya Manusia;
maka makin kuat budaya perusahaan, makin kuat pula dorongan
untuk berprestasi. Penyatuan pandangan dari Sumber Daya
Manusia di dalam perusahaan ini diperlukan dalam bentuk
ketegasan dari perusahaan, yang dituangkan dalam bentuk budaya
kerja yang akan mencerminkan spesifikasi dan karakter perusahaan
tersebut.
Lebih lanjut Atmosoeprapto (2000: 89) menerangkan
bahwa kinerja (performance) lebih mudah dinilai karena terukur,
sedangkan “citra” tidak terukur tetapi bisa dirasakan. Kedua-duanya
saling mempengaruhi satu sama lain, bahkan bisa dikatakan
bagaikan dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan. Citra dari
suatu perusahaan sangat ditentukan oleh perilaku perusahaan
sebagai organisasi (organization behavior) dan kinerja perusahaan
(corporate performance) dicerminkan oleh produktivitas
perusahaan.

133
Sehingga dapat kita tarik benang merahnya, bahwa produktivitas
yang baik akan menumbuhkan sebuah citra yang baik, dimana citra
adalah suatu persepsi orang atas diri kita atau suatu organisasi, yang
tumbuh dari opini masyarakat. Produktivitas dan citra yang baik dari
suatu organisasi itu akan menumbuhkembangkan dukungan
“Stakeholders” (pemegang saham), karyawan instansi terkait, mitra
usaha, pelanggan, pemasok terhadap perusahaan. Sinergi tersebut
dapat kita gambarkan sebagai berikut:
BUDAYA
PERUSAHAAN

Kinerja
Citra
(Performance)
(Image)

Produktivitas
Kebanggan

(Pride)

Gambar 1.

Sumber ; Atmosoeprapto (2001: 97)

Bisnis itu sendiri dapat dianggap sebagai suatu sistem total yang
terdiri dari sub-sub sistem yang lebih kecil yang disebut sistem industri.
Setiap industri terdiri dari banyak perusahaan dengan berbagai ukuran
perusahaan dan setiap perusahaan mencakup beberapa subsistem seperti
organisasi dan sumber daya manusia, produksi, pemasaran, dan
keuangan (Jatmiko, 2004: 4).

134
2. Pembahasan
2.1 Organisasi dan Manajemen Sumber Daya Manusia
Organisasi adalah suatu unit (satuan) sosial yang dikoordinasikan
dengan sadar, yang terdiri dari dua orang atau lebih, yang berfungsi atas
dasar yang relatif terus-menerus untuk mencapai suatu tujuan atau
serangkai tujuan bersama (Robbins, 2003: 4).
Organisasi-organisasi ada untuk memenuhi kebutuhan yang
berbeda, misal: sekolah memberikan pelayanan pendidikan, organisasi
keagamaan melayani kebutuhan spiritual bagi para penganut agama
tertentu; sedangkan organisasi bisnis (perusahaan) menghasilkan
barang-barang dan jasa-jasa untuk memuaskan kebutuhan ekonomi
masyarakat.
Salah satu hal faktor utama dalam kesuksesan suatu organisasi
adalah pengorganisasian sumber daya manusia dengan pembagian
tenaga kerja dan spesialisasi kerja. Mengingat tujuan utama
dibentuknya organisasi adalah sebagai sarana menyatukan sumberdaya
yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi, maka apabila
penyatuan sumberdaya tersebut sesuai dengan spesialisasi kerja akan
dapat menghasilkan efektivitas dan efisiensi. Kombinasi atau
penggabungan sumberdaya dapat menghasilkan sinergi. Sinergi terjadi
apabila output total atas usaha-usaha bersama lebih besar dari pada
output dari usaha secara individual (Jatmiko, 2004: 162).

2.2. Produksi dan Operasi


Produksi adalah semua aktivitas yang menambah nilai guna
suatu barang atau produk. Suatu aktivitas membuat produk agar
tersedia bagi pemakai atau konsumen disebut aktivitas produksi.
Produksi mempunyai makna yang lebih luas dari pada pabrikasi
(manufacturing), karena aktivitas produksi mencakup baik industri-
industri pabrikasi (manufacturing) maupun industri jasa (Jatmiko,
2004: 128).
Sistem produksi terdiri dari semua aktivitas yang
berhubungan dengan masukan (input), proses transformasi atau

135
merubah bentuk, dan keluaran (output). Produktivitas adalah
hubungan antara output dan input dalam suatu sistem produksi.
Namun Atmosoeprapto (2001:1) menambahkan bahwa
produktivitas bukan hanya sekedar output dibagi per unit input. Akan
tetapi produktivitas juga merupakan hasil dari efisiensi pengelolaan
masukan dan efektivitas pencapaian sasaran. Efektivitas merupakan
ukuran yang menggambarkan sejauh mana sasaran dapat dicapai,
sedangkan efisensi menggambarkan bagaimana sumber-sumber daya
dikelola secara tepat dan benar.
Sependapat dengan teori tersebut, Bluncor dan Kapustin, seperti
yang dikutip oleh Sinungan (1987:13), berpendapat bahwa
produktivitas kadang-kadang dipandang sebagai penggunaan intensif
terhadap sumber-sumber konversi tenaga kerja dan mesin yang diukur
secara tepat dan benar-benar menunjukkan suatu penampilan yang
efisien.
1. Pemasaran
Pemasaran didefinisikan sebagai suatu sistem
aktivitas bisnis yang dirancang untuk merencanakan,
menetapkan harga, mempromosikan dan mendistribusikan
barang dan jasa untuk kepentingan pasar, baik pasar
konsumen rumah tangga dan atau pasar industri (Jatmiko,
2004: 90).
Dalam hal ini perusahaan harus memahami bahwa inti
dari setiap usaha pemasaran adalah mengetahui perilaku
konsumen dan lingkungan pemasarannya. Sehingga pihak
manajemen dapat menentukan kebijakan strategi pemasaran
apa yang akan digunakan.
2. Keuangan Perusahaan
Menurut (Jatmiko, 2004: 206) di dalam aktivitas
bisnis salah satu ukuran keberhasilan perusahaan didasarkan
pada tingkat keberhasilan atau kinerja keuangan atau finansial
yang dicapainya. Sasaran-sasaran yang harus dicapai dari
keberhasilan kinerja keuangan adalah :
a. Memaksimumkan keuntungan
b. Memaksimumkan pangsa pasar

136
c. Memaksimumkan kesejahteraan para pemegang
saham (Shareholders)
Pembiayaan dengan modal sendiri memang memiliki
beberapa keuntungan, salah satunya adalah dapat meminimumkan
pembayaran bunga dana pinjaman. Namun, di dalam aktivitas bisnis,
ada alasan lain mengapa suatu perusahaan tidak membiayai aktivitas
bisnisnya dengan modal sendiri adalah karena dengan modal sendiri
pada umumnya lebih mahal dari pada dibiayai dengan hutang.
Karena para pemegang saham (shareholders) yang menanamkan
atau menginvestasikan dana dalam suatu perusahaan menghadapi
risiko yang lebih besar dari pada orang yang meminjam dana untuk
membiayai perusahaan. Berdasarkan definisi tersebut, kesejahteraan
para pemegang saham (stakeholders) merupakan kepentingan yang
utama, sehingga perusahaan di dalam melakukan aktivitas bisnisnya
harus memaksimumkan kesejahteraan para pemegang saham tersebut
dalam bentuk pembagian deviden yang semakin tinggi.
Di dalam pengukuran keberhasilan suatu usaha atau
bussiness, terdapat beberapa pendekatan, antara lain pendekatan
dengan menggunakan perspektif balanced-scorecard model yang
diperkenalkan oleh Kaplan dan Norton pada tahun 1992, dalam
Moeljono, 2003:57). Selanjutnya, dengan suatu penelitian pada tahun
1996 yang menggunakan beberapa perusahaan yang berhasil, Kaplan
dan Norton mengembangkan metode pengukuran kinerja untuk
‘organisasi masa depan’, yang disarikan menjadi empat perspektif
yaitu sebagai berikut :
a. To succeed financially, how should he look to our
shareholder ? (Untuk keberhasilan dalam investasi,
adalah bagaimana seharusnya perusahaan
mensejahterakan investor ?)
b. To succeed with our vision, how should we look to our
customers ? (Untuk keberhasilan dalam visi, adalah
bagaimana seharusnya perusahaan memberikan
pelayanan terbaiknya terhadap pelanggan?)
c. To satisfy our shareholders and customers, at what
internal business processes must we excel ?

137
(Untuk kesejahteraan investor dan kepuasan pelanggan,
adalah secara spesifik bagaimana perusahaan
mengungguli kompetitor lain ?)
d. To succeed with our vision, how shall we sustain our
capacity to learn and to grow ?
(Untuk keberhasilan dalam visi, adalah bagaimana
perusahaan membentuk kesiapan mental untuk terus
berinovasi dan berkembang ?)

Dari semua fungsional dalam dunia bisnis yang diuraikan


tersebut, manakala semua tercakup dalam sistem perusahaan akan
menghasilkan sebuah bisnis (perusahaan) yang bonafit dengan wujud
tercapainya sasaran manajemen SDM, manajemen produksi dan
operasi, manajemen pemasaran dan manajemen keuangan. Fungsi
yang berjalan di sebuah unit bisnis akan menuju pada sebuah
perusahaan yang bonafit.
Namun demikian juga perlu disadari bahwa bonafiditas bisnis
bukan saja ditentukan oleh keberhasilan menjalankan fungsi-fungsi
manajemen perusahaan. Terdapat variabel yang penting itu
mengenai nilai, budaya kerja dan etika dalam ekonomi dan bisnis.
Naskah ini melihat peranan budaya kerja, etika dan nilai-
nilai yang terjadi di masyarakat dikaitkan dengan bisnis yang
ingin menggambarkan bukan saja fungsi manajemen yang
menjadikan suatu bisnis menjadi sukses, namun ada variabel
budaya kerja, etika dan nilai itu berperan.

2.3 Nilai-Nilai dalam Bisnis


Bisnis merupakan bagian dari hidup kita sehari-hari. Kita
membeli barang di warung, supermarket. Kita makan di kantin,
restoran. Kita melakukan perjalanan dengan bus, taksi, kereta api,
pesawat terbang. Dan berbagai aktivitas lainnya.
Menurut Jatmiko (2004: 3) Bisnis adalah suatu sistem yang
menghasilkan atau memproduksi barang dan jasa untuk memuaskan
kebutuhan konsumen dan pelanggan. Dengan menekankan pada
definisi “sistem”, kita dapat mengapresiasi keterkaitan hubungan

138
antara perusahaan bisnis dan konstituen-konsituen lain dalam
masyarakat. Setiap aktivitas atau kegiatan yang dilakukan oleh
sektor bisnis berdampak pada sistem sosial yang lebih besar. Sistem
bisnis sangat berkaitan dengan sistem politik, sistem ekonomi,
sistem sosial, dan sistem hukum dan perundang-undangan yang
berlaku.
Mendukung pernyataan diatas, Deal dan Kennedy (2001:4)
berpendapat bahwa bisnis adalah lembaga/institusi/organisasi yang
bersifat humanity, bukan merupakan sekumpulan gedung-gedung,
stuktur organisasi, analisis strategis, dan perencanan lima tahunan.
Dalam menelusuri dan mengungkapkan nilai-nilai dalam
bisnis hendaknya perlu kita kaji dahulu beberapa kondisi
permasalahan mengenai dunia bisnis yang terjadi di tanah air.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh lembaga-lembaga
asing, seperti Political and Economic Risk Consultance Ltd (PERC)
di Hongkong dan Transparency International di Berlin tahun 1997,
menempatkan Indonesia pada peringkat tertinggi dalam kasus
pelanggaran korupsi (Gunardi, 1999: 2).
Kita pun melihat, akhir-akhir ini semakin terasa tuntutan
dari masyarakat mendesakkan pengusutan tuntas korupsi, kolusi
dan nepotisme (KKN), perbaikan undang-undang anti korupsi,
pembuatan undang-undang baru anti monopoli, dan lain-lain.
Semua dimaksudkan untuk membongkar seluruh perangkat dan
membentuk kembali perangkat baru yang nantinya diharapkan bisa
efektif untuk mencegah praktek-praktek curang yang merugikan
masyarakat.
Salah satu contoh nyata dalam aktivitas perekonomian
nasional kita, tidak bisa dipungkiri lagi bahwa badan usaha milik
negara (BUMN) adalah pelaku ekonomi yang paling besar
peranannya. Antara lain karena mereka memiliki “kue bisnis” yang
paling besar pula. Gabungan lima BUMN Pertamina, Telkom,
Garuda, Lembaga Keuangan dan PLN saja telah jauh lebih besar
dibanding resources tenaga kerja, peluang bisnis dalam arti
penguasaan pasar serta dananya. Tetapi bukan berarti BUMN tanpa
kelemahan.

139
Sementara orang mengatakan gambaran umum BUMN
adalah organisasi bisnis yang besar gemuk dan lamban. Padahal
”ritme” bisnis di era globalisasi/ regionalisasi juga menghadirkan
kecepatan sebagai faktor untuk memenangkan persaingan.
Problema struktural (strucural handycap) termasuk penyebab
pokok kelambanan BUMN. Karena ia terkait langsung dengan
birokrasi pemerintah.
Hubungan birokrasi langsung tersebut membuat BUMN
sulit bergerak lincah, sebab pengambilan keputusan penting dalam
proses bisnisnya cenderung memakan waktu lama dan berbelit.
Mereka misalnya harus terlebih dahulu menunggu konfirmasi dari
departemennya; sementara perubahan dan gerakan-gerakan di pasar
semakin dinamis.
Kondisi kebirokratisan tersebut jauh lebih menyulitkan
BUMN saat di lepas di lingkungan persaingan bebas. Bukan salah
BUMN sebenarnya, sebab ia memang diposisikan monopolistis.
Praktek monopoli itulah yang menyebabkan sulitnya, malahan
mungkin mustahilnya BUMN mengukur efisiensinya. Ukuran
efisiensi itu sendiri bukan sekedar perimbangan input dan output,
tetapi kemampuan untuk bersaing secara efektif. Jadi kunci efisiensi
adalah persaingan dan takarannya dengan demikian adalah seberapa
jauh sebuah organisasi bisnis memenangkan persaingan.
Upaya-upaya melepaskan posisi monopoli diberbagai
BUMN seperti TELKOM dan PLN dengan pola Built,Operate and
Own (BOO); Built, Operate and Transfer (BOT) serta Kerja Sama
Operasi (KSO), merupakan usaha menciptakan kompetisi dan perlu
diterapkan pada BUMN lain agar terjadi proses efisiensi secara
alamiah dari dalam (Abeng, 2000: 11-14).
Pelaku ekonomi yang lain adalah swasta. Benar mereka
tumbuh dan berkembang dari pasar, tetapi pasar tersebut adalah
ciptaan pemerintah itu sendiri. Dan sebagai institusi bisnis, banyak
swasta yang pertumbuhannya terjadi semata-mata karena faktor
proteksi pemerintah.

140
2.4 Budaya Kerja
Jika dikatakan bahwa logika pengusaha adalah me-manage
pasar, dan pasar adalah pemerintah yang memproteksinya, maka
model manajemennya yang paling subur adalah “lobby”. Pasar
demikian gampang diraih, dikembangkan dan loyal dengan “lobby
management”. Strateginya tentulah memanfaatkan jasa-jasa
kekuasaan untuk perolehan proteksi dan pasar, dengan
mengedepankan kedekatan pribadi maupun “rupa-rupa kompensasi
non-bisnis” (Abeng, 2000: 16).
Pengembangan budaya yang tidak terarah seperti yang
digambarkan diatas bisa memacu berkembangnya pola hidup yang
terlalu mengejar kebebasan mutlak sehingga
meninggalkan/menyimpang dari sistem nilai yang sudah ada. Dan
dampak akhirnya bisa mengakibatkan timbulnya kerawanan sosial
yang akan dapat berpengaruh negatif terhadap produktivitas yang
pada gilirannya akan berdampak negatif pula pada pertumbuhan
ekonomi.
Pertama kali perlu disadari bahwa bisnis dalam arti
pertukaran terdapat dalam setiap kebudayaan sehingga dengan
demikian bisnis dilandasi nilai dan norma-norma yang ada. Akan
tetapi sejarah telah membuktikan bahwa hanya dengan peran akal
budilah maka tekhnologi produk dan produksi berkembang, dan
bisnis menjadi semakin kaya varian produknya dan semakin
kompleks. Akibatnya kompetisi pun tak terelakkan, yang lalu
diwadahi dalam sistem ekonomi perusahaan swasta, dan bersamaan
dengan itu nilai dan norma yang ada tertantang validitas dan
relevansinya. Sejauh nilai dan norma itu masih mampu melandasi
hubungan bisnis antarmanusia di dalam kultur itu saja, maka belum
ada yang dipersoalkan. Akan tetapi, ketika bisnis itu sudah harus
bersinggungan dengan kultur-kultur yang lain dan itu tak terelakkan
mengingat Indonesia terdiri dari berbagai macam kultur medan
kompetisi pun makin luas, dan nilai dan norma yang ada dituntut
justifikasinya (Gunardi, 1999: 4).

141
Nilai dan teori mengenai nilai sangat berhubungan dengan
berbagai bidang studi, misalnya dengan filsafat, etika atau dengan
manajemen. Pendekatan yang pertama dilakukan oleh M.J.
Langeveld sebagaimana dalam Ndraha (1997: 17), Ia membahas
teori nilai dan etika.
Hofstede dalam Culture’s Consequences (1980: 19)
mendefinisikan nilai sebagai ”kecenderungan mendasar yang lebih
menyukai atau memilih suatu keadaan tertentu”.
Sedangkan Dananjaja dalam sistem Nilai Manajer
Indonesia (1986: 22) berpendapat bahwa nilai adalah ”pengertian-
pengertian (conceptions) yang dihayati seseorang mengenai apa
yang lebih penting atau kurang penting, apa yang lebih baik atau
kurang baik, dan apa yang lebih benar dan apa yang kurang benar.
Seperti diketahui, nilai bersifat abstrak. Ia baru dapat
diamati atau dirasakan jika terekam atau termuat pada suatu
wahana, seperti suara pada pita, program pada disket, atau gambar
pada film. Jadi budaya dengan nilai tak terpisahkan (Ndraha 1997:
25).
“Apakah sebenarnya yang tercakup dalam konsep
kebudayaan itu?” banyak orang mengartikan konsep itu dalam arti
yang terbatas, ialah pikiran, karya, dan hasil karya manusia yang
memenuhi hasratnya akan keindahan. Sebaliknya, banyak orang
terutama para ahli ilmu sosial, mengartikan konsep kebudayaan itu
dalam arti yang amat luas yaitu seluruh total dari pikiran, karya, dan
hasil karya manusia yang tidak berakar kepada nalurinya, dan yang
karena itu hanya bisa dicetuskan oleh manusia sesudah suatu proses
belajar (Koentjaraningrat, 2004:1).
Bahwa kebudayaan itu mempunyai paling sedikit tiga
wujud, ialah: (1)Wujud pertama adalah wujud ideel dari
kebudayaan. Sifatnya abstrak, tak dapat diraba atau difoto.
Lokasinya ada di dalam kepala-kepala, atau dengan perkataan
lain, dalam alam pikiran dari warga masyarakat di mana
kebudayaan yang bersangkutan itu hidup. Kebudayaan ideel ini
dapat kita sebut adat tata-kelakuan, atau secara singkat adat dalam
arti khusus, atau adat-istiadat dalam bentuk jamaknya.

142
Kebudayaan ideel ini biasanya juga berfungsi sebagai tata-
kelakuan yang mengatur, mengendali, dan memberi arah kepada
kelakuan dan perbuatan manusia dalam masyarakat. (2) Wujud
kedua dari kebudayaan yang sering disebut sistem sosial,
mengenai kelakuan berpola dari manusia itu sendiri. Sistem sosial
ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia-manusia yang
berinteraksi, berhubungan, serta bergaul satu dengan yang lain,
yang dari detik ke detik, dari hari ke hari, dan dari tahun ke tahun
selalu mengikuti pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata-
kelakuan. (3) Wujud ketiga dari kebudayaan disebut kebudayaan
fisik, dan memerlukan keterangan banyak. karena merupakan
seluruh total dari hasil fisik dari aktivitas perbuatan, dan karya
semua manusia dalam masyarakat, maka sifatnya paling konkret,
dan berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat,
dan difoto (Koentjaraningrat, 2004:5-6).
Dari penjelasan mengenai kondisi permasalahan dalam
dunia bisnis di tanah air tersebut. Maka, di dalam konsep nilai-nilai
dalam bisnis dapat kita pahami bahwa dimensi keberadaan suatu
perusahaan terwujud dalam keterkaitan dengan lingkungan
masyarakatnya. Sebagaimana yang diungkapkan Gunardi
(1999:18), bahwa lingkungan masyarakat berupa individu atau
institusi yang mempengaruhi atau dipengaruhi oleh tindakan,
keputusan, kebijakan, praktek-praktek, atau tujuan perusahaan itu
secara institusional disebut pihak-pihak yang berkepentingan
(stakeholders). Adapun kepentingan yang dimaksud mencakup tiga
tingkatan, yaitu:
1. Kepedulian sederhana karena pengaruh dari
perusahaan itu (an interest).
2. Hak legal atau moral untuk suatu perlakuan tertentu
atau susunan perlindungan tertentu (a legal or moral
right).
3. Klaim legal terhadap kepemilikan perusahaan
(ownership)
Dalam kenyataannya, setiap perusahaan dengan bidang
usaha berbeda mempunyai pihak-pihak kepentingan yang berbeda,

143
misalnya perusahaan makanan instan tentu akan mempunyai pihak-
pihak berkepentingan yang berbeda dengan perusahaan yang
bergerak di bidang jasa pariwisata. Bahkan, dua perusahaan yang
bergerak dalam bidang usaha yang sama dan besar kapasitas
usahanya pun sama akan mempunyai pihak-pihak berkepentingan
yang berbeda, tergantung pada kesadaran, kebijakan, strategi dan
agresivitas perusahaan itu yang pada gilirannya mempengaruhi
keberadaan, vitalitas, dan kesuksesan perusahaan. Stakeholders
sebagai suatu komunitas di sini tak hanya sekadar kolektivitas
individu yang masing-masing mempunyai kepentingan sendiri-
sendiri, namun mereka juga mempunyai kepentingan untuk
bersama-sama, berbagi identitas dan makna-makna. Ini
dikarenakan, sejarah suatu budaya perusahaan melibatkan
pengetahuan, pengalaman, dan penghayatan nilai bersama yang
diakui oleh individu-individu di dalam perusahaan.
Sedangkan struktur budaya perusahaan sendiri bisa
dikatakan mencakup tiga elemen utama :
1. Elemen dasar yang meliputi : nilai dasar, pendirian,
dan kepercayaan.
2. Elemen konsepsional yang meliputi : visi, misi, tujuan,
dan kebijakan, strategi dan struktur organisasi.
3. Elemen operasional yang meliputi : proses dan
prosedur.
Dari semua elemen itu, Gunardi (1999:109) menyatakan
nilai dasar melandasi sekaligus mengikat seluruh elemen lain
bersama-sama. Penjelmaan nilai-tersebut menjadi identifikasi atau
karakter yang khas bagi perusahaan tersebut di dalam melakukan
aktivitas bisnisnya.
Secara tegas, dapat disimpulkan bahwa budaya korporat
akan berpengaruh terhadap kinerja perusahaan. Paling tidak, budaya
koporat yang sudah terinternalisasi melalui nilai-nilai yang di yakini
bersama oleh anggota organisasi, akan memberikan kemampuan
untuk meminimalkan deviasi dan kemampuan untuk beradaptasi
dengan situasi yang tak terduga. Hal ini sangat menentukan bagi
organisasi dan individu-individu dalam menjalankan bisnis dan

144
berinteraksi dengan lingkungan, serta dalam cara-cara mengelola
personil secara internal atau hubungan atasan bawahan. Hubungan
antara budaya korporat terhadap kinerja organisasi dapat dijelaskan
pada gambar 2 berikut ini :

KINERJA ORGANISASI

Sumber Daya System & Teknologi Strategi Logistik

KINERJA INDIVIDUAL

PERILAKU

Nilai & Keyakinan Personil

BUDAYA KORPORAT
(Nilai yang diyakini secara umum)

Gambar 2 : Skema Hubungan Budaya Korporat


dengan Kinerja Organisasi

Sumber : (Moelyono, 2003: 42)

145
Dalam kaitannya budaya dengan Keunggulan bisnis, Hampden-
Turner (1994) sebagaimana dalam Ndraha (1997: 114) menjelaskan
bahwa, Ia mempelajari dua pola budaya perusahaan. Kedua pola itu
diperagakan melalui dua lingkaran, (1) Vicious Circle ”lingkaran setan”
dan (2) Virtous Circle ”lingkaran suci”. Pada Vicious Circle, budaya
”promotes an extreme formality” (birokrasi yang kaku). Untuk
menegakkan formalitas tersebut diperlukan ”increasing centralization
of authority” (sentralitas kekuasaan). Tetapi, semakin tinggi formalitas
dan semakin tersentralisasi kekuasaan, semakin banyak penyimpangan
informasi dan sikap bertindak sendiri dilakukan oleh unit kerja bisnis,
karena pada hakikatnya mereka ”precipitating considerable informal
resistance and dissent” (resisten dan terjadi perbedaan pendapat apabila
menyerap budaya informal). Pada gilirannya itu semakin mendorong
peningkatan formalitas dan sentralisasi kekuasaan. Dalam praktek,
formalisasi kekuasaan itu berbentuk keseragaman, keserentakan,
penetapan target yang harus dikejar dengan jabatan sebagai jaminannya,
manajemen top-down, dan pembentukan wadah tunggal setiap institusi
ekonomi sosial agar mudah dikendalikan dari atas. Kondisi seperti
itulah oleh Hampden-Turner diibaratkan roda lingkaran yang jari-
jarinya lemah sehingga putaran rodanya kemana-mana, akhirnya cepat
lepas. Berbeda halnya dengan Virtous Circle, budaya dengan cermat
mancatat dan memperhatikan semua sikap dan perilaku informal
(carefully notes what informal activity) yang terdapat di kalangan unit
kerja bisnis, yang di lakukan demi keinginan dan kepuasan konsumen
(of most values to customers). Dan memformulasikan hal itu ke dalam
prosedur operasional organisasi, sehingga sistem informasi terpusat
jusru menghargai dan mendorong aktivitas informal di atas. Kondisi itu
oleh Hampden-Turner diibaratkan roda lingkaran yang jari-jarinya kuat
sehingga rodanya senantiasa stabil dan terkendalikan, secepat apa pun
putarannya.
Budaya kerja adalah suatu falsafah yang didasari oleh pandangan
hidup sebagai nilai-nilai yang menjadi sifat, kebiasaan dan kekuatan
pendorong, membudaya dalam kehidupan suatu kelompok masyarakat
atau organisasi, kemudian tercermin dari sikap menjadi perilaku,

146
kepercayaan, cita-cita, pendapat dan tindakan yang terwujud sebagai
“kerja” atau “bekerja.” Berpijak dari nilai-nilai yang dimiliki oleh
bangsa atau masyarakat Indonesia, Triguno (1996:3) mengemukakan
bahwa apabila budaya kerja diolah sedemikian rupa menjadi nilai-nilai
baru yang akan menjadi sikap dan perilaku manajemen yang
diharapkan dapat menghadapi tantangan baru di era globalisasi. Dan
apabila dilakukan dengan sungguh-sungguh melalui suatu proses yang
terkendali dengan melibatkan semua SDM dalam seperangkat sistem,
alat-alat pendukung maka akan tercipta budaya kerja yang berorientasi
memuaskan konsumen atau masyarakat.
Untuk melakukan program Budaya Kerja, menurut Triguno
(1996:27) diperlukan persiapan yang berupa penciptaan lingkungan
kerja dengan paradigma yang disepakati untuk mencapai tujuan
organisasi dengan cara yang lebih efektif. Unsur budaya kerja itu
adalah mata rantai proses, dimana tiap kegiatan berkaitan dengan
proses lainnya atau suatu hasil pekerjaan merupakan suatu masukan
bagi proses pekerjaan lainnya.
Salah satu BUMN yang meraih kesuksesan adalah Bank Rakyat
Indonesia, dimana pada tahun 2002 berdasarkan laporan dari majalah
INFOBANK – mengadakan rating – menyebutkan bahwa BRI
mempunyai kinerja dengan rangking tertinggi diantara bank-bank
dengan aset raksasa – diatas Rp 20 trilliun (Moelyono, 2003: 126).
Sebagai perusahaan yang berpegang teguh pada TKI (tradisi,
kehormatan, dan identitas), BRI dari sebuah bank yang mengandalkan
pada ”penugasan” pemerintah menjadi korporasi yang mempunyai
core bussiness pengelolaan (bukan lagi sekadar ”penyaluran”) kredit.
BRI bahkan dikenal bukan saja sebagai bank yang fokus pada usaha
kecil dan menengah, namun juga menjadi bank yang mempunyai
standar pelayanan tinggi. Semau hasil yang diraih trsebut bukanlah
”langkah cepat”, akan tetapi lebih menekankan pada sebuah proses
transformasi budaya. Pada tahun 1999, menindaklanjuti pembentukan
IWG (Implementation Working Group) BRI melakukan transformasi
budaya dengan melakukan brainstorming tentang nilai-nilai (values)
yang dianggap hidup di organisasi. Dengan core values (Integritas,
Profesionalisme, Kepuasan Nasabah, Keteladanan, dan Penghargaan

147
pada SDM), menjadi panduan bersama bagi seluruh insan BRI dalam
melakukan aktivitas bisnisnya.
Apabila kita bandingkan, sejalan dengan kajian empirik diatas
Islam menetapkan prinsip dasar perdagangan dan niaga, yaitu :
kejujuran, kepercayaan, dan ketulusan. Menurut (Ahmad, 2001: 99-108)
ajaran Al-Qur’an yang menyangkut keadilan adalah bisnis ini bisa kita
kategorikan pada dua judul besar. Pertama yang bersifat imperatif
(bentuk perintah) dan yang berbentuk perlindungan.

1. Imperatif (bentuk perintah)


Kategori ini mengandung perintah dan rekomendasi yang
berkaitan dengan perilaku dalam bisnis, antara lain yaitu :
a) Hendaknya janji, kesepakatan dan kontrak dipenuhi
Al-Qur’an mengharuskan agar semua kontrak dan janji
kesepakatan dihormati, dan semua kewajiban dipenuhi.
Dan juga mengingatkan dengan keras bahwa setiap orang
akan dimintai pertanggungan jawab oleh Allah dalam hal
yang berkaitan dengan ikatan janji dan kontrak yang dia
lakukan.
b) Jujur dalam Timbangan dan takaran (ukuran)
Al-Qur’an banyak sekali memerintahkan kaum muslimin
dalam ayat-ayatnya untuk menimbang dan mengukur
dengan cara yang benar dan jangan sampai melakukan
kecurangan dan pengurangan baik takaran maupun
timbangan. Siapa saja yang melakukan kecurangan dalam
timbangan dan takaran dia akan mendapat konsekuensi
yang pahit dan getir dari Allah.
c) Kerja, gaji dan bayaran
Etika kerja dalam Islam mengharuskan bahwasanya gaji
dan bayaran serta spesifikasi dari sebuah pekerjaan yang
akan dikerjakan hendaknya jelas jelas disetujui pada saat
mengadakan kesepakatan awal. Ini juga mengharuskan
bahwa gaji yang telah ditentukan, dan juga bayaran-
bayaran yang lain hendaknya dibayarkan pada saat

148
pekerjaan itu telah selesai tanpa ada sedikitpun penundaan
dan pengurangan.
d) Jujur, tulus hati dan benar
Pada saat penipuan dan tipu daya dikutuk dan dilarang,
bahkan hampir mendekati titik nadir, kejujuran bukan
hanya diperintahkan, ia dinyatakan sebagai keharusan yang
mutlak dan absolut.
e) Effisien dan Kompeten
Al-Qur’an memerintahkan manusia untuk menguasai alam
ini dan mempergunakan sumber-sumber kekayaannya.
Untuk menghindari penyelewengan dan kelalaian
hendaknya dibutuhkan tugas-tugas tersebut dilakukan
dengan cara yang seefisien mungkin dan penuh
kompetensi.
f) Seleksi berdasarkan keahlian
Standar Al-Qur’an untuk kepatutan sebuah pekerjaan
adalah berdasarkan pada keahlian dan kompetensi dalam
bidangnya. Karena tanpa kompetensi dan kejujuran tidak
akan lahir efisiensi. Bahwasanya kualifikasi al-qawi (kuat
dan efisien) – bisa dilihat pada surat 28:26 – memberikan
gambaran bahwa prioritas pemilihan seorang pekerja
hendaknya didasarkan seseorang tersebut melebihi yang
lain dalam kapasitasnya, baik secara fisik dan juga mental,
untuk memangku pekerjaan yang disediakan.
g) Investigasi dan Verifikasi
Al-Qur’an memerintahkan kaum muslimin untuk
melakukan penyelidikan dan verifikasi (tabayyun) terhadap
semua pernyataan dan informasi yang datang sebelum ia
melakukan satu keputusan dan melakukan satu aksi
(tindakan).
h) Serbaneka
Kaum muslimin diperintahkan untuk bekerjasama antara
satu dengan yang lain dalam rangka menegakkan keadilan
dan kebenaran. Sebaliknya kerjasama dalam hal-hal yang
berbau dosa dan permusuhan sangat dilarang. Saat

149
mengomentari ayat 5 surat Al-Maidah, Ibnu Katsir berkata:
“Keadilan adalah kewajiban bagi setiap orang, terhadap
semua orang dan segala situasi”.

2. Perlindungan
Al-Qur’an memberikan petunjuk-petunjuk yang pasti bagi
orang-orang yang beriman yang berguna sebagai alat perlindungan.
Terdapat dalam beberapa ayat antara lain : Surat Al-Baqarah ayat
282-283, dari surat tersebut itu bisa kita ambil beberapa hal yang
sangat penting, yaitu:

a) Penulisan Kontrak
Al-Qur’an menganjurkan hendaknya sebuah kontrak bisnis
ditulis diatas kertas. Ini secara khusus direkomendasikan
jika transaksi itu berbentuk kredit, baikitu kredit dalam
yang bentuk besar ataupun kecil untuk melindungi
terjadinya klaim palsu yang dilakukan oleh salah satu
pihak.
b) Saksi-saksi
Al-Qur’an juga memerintahkan bahwa transaksi yang
berbentuk kredit hendaknya disaksikan oleh dua orang laki-
laki dewasa, atau jika tidak, maka saksi dilakukan dengan
menghadirkan seorang laki-laki dan dua 0rang perempuan.
Ini adalah sebuah perlindungan agar tidak terjadi praktek
curang yang dilakukan oleh salah satu pihak dikemudian
hari.
c) Rahn (gadai)
Salah satu bentuk perlindungan dalam kasus transaksi
kredit, ialah pengambilan barang milik orang yang
berhutang ke tangan yang memberi hutang sebagai gadai
(jaminan) hingga hutang yang diambil kembali dibayar.
d) Prinsip tanggung jawab individu
Setiap individu adalah bertanggung jawab terhadap semua
bentuk transaksi yang dilakukan, tidak ada privilege (hak
istimewa) tertentu atau imunitas untuk menghadap

150
konsekuensi apa yang dilakukan. Setiap orang akan
dimintai pertanggungjawabannya baik di dunia maupun
diakhirat.

2.5 Etika Bisnis


Pernyataan yang sering terlontar, bahwa bisnis adalah
bisnis, seolah-olah merupakan filosofi bisnis yang telah diterima
secara umum di masyarakat (terutama masyarakat di negara-
negara sekuler). Pengertian statement “bisnis adalah bisnis” itu
menyiratkan bahwa bisnis hanya bertumpu pada aspek komersil
saja, dimana mekanisme memperoleh keuntungan ekonomi dari
masyarakat dan cara yang ditempuh untuk mencapai tujuan seolah
bebas nilai, bebas norma dan bebas etika. Tetapi jika kita lihat
lebih jauh, terutama jka kita tinjau dari teori dan perkembangan
ilmu bisnis, ternyata bisnis tidak bebas nilai, baik dari nilai moral
maupun nilai etika. Misalnya kita lihat dari tujuan yang umumnya
ingin dicapai oleh bisnis adalah meningkatkan kesejahteraan stake
holders (Muslich, 1998:23).
Para pemegang saham sebagai pemilik perusahaan pasti
berkepentingan dengan jalannya operasional sebuah perusahaan.
Maksimisasi profit adalah orientasi para pebisnis, karena jelas
nantinya stakeholders pun akan turut memperoleh hasil deviden
yang maksimum juga. Dan sebaliknya, namun terkadang
stakeholders terbagi lagi atas pihak berkepentingan internal dan
eksternal. Pihak internal adalah ”orang dalam” dari suatu
perusahaan; baik itu instansi yang secara langsung terlibat, seperti
pemegang saham, manajer, dan karyawan. Pihak eksternal adalah
orang atau instansi yang secara tidak langsung terlibat dalam
kegiatan perusahaan seperti, konsumen, dan pemerintah.
Paham stakeholders ini membuka perspektif baru untuk
mendekati masalah tujuan perusahaan. Kita bisa mengatakan bahwa
tujuan perusahaan adalah manfaat semua stakeholders. Sekaligus
juga disini kita mempunyai kemungkinan baru untuk membahas
segi etis dari suatu keputusan bisnis (Bertens, 2002:164). Misalnya,
tidak etis kalau dalam suatu keputusan bisnis hanya kepentingan

151
para pelaku bisnis yang dipertimbangkan. Tetapi, nilai-nilai yang
ditanamkan oleh para stakeholders juga harus dipertimbangkan.
Salah satu contohnya adalah di dalam teori hubungan
antar manusia atau manajemen sumber daya manusia tercakup
kriteria etika bisnis. Teori hubungan antar manusia lebih
ditekankan pada pendekatan hubungan psikologis terhadap para
karyawan perusahaan, yakni dengan mencermati perilaku individu
dan kelompok sebagai suatu human relation group untuk memacu
tingkat produktivitas kerja para pekerja, penekanannya pada
hubungan antara produktivitas kerja dengan kebutuhan fisik dan
sosial tenaga kerja. Faktor fisik bukan merupakan determinant
tunggal produktivitas sebab manusia bukan sekedar makhluk
ekonoteknikal tetapi ia merupakan dimensi rasio emosional. Oleh
karena itu kelompok sosial sangat berpengaruh atas perilaku dan
produktivitas. Dari perkembangan teori pemberdayaan sumber
daya manusia ini terlihat bahwa etika bisnis yang substansinya
adalah pengelolaan sumber daya manusia ini menurut sejarahnya
mengarah pada pemberdayaan yang manusiawi sesuai dengan
pemenuhan kebutuhan manusia secara hakiki. Ini sesuai dengan
prinsip peningkatan produktivitas perusahaan, dan mendukung
adanya dasar bahwa sumber daya manusia atau para pekerja
adalah mitra perusahaan yang harus memberikan sesuatu yang
saling menguntungkan.
Etika bisnis diartikan sebagai pengetahuan tentang tata
cara ideal pengaturan dan pengelolaan bisnis yang memperhatikan
norma dan moralitas yang berlaku secara universal dan secara
ekonomi/sosial, dan pengetrapan norma dan moralitas ini
menunjang maksud dan tujuan kegiatan bisnis.
Jadi ukuran yang sering digunakan adalah norma, agama,
nilai positif dan universalitas. Oleh karena itu istilah etika sering
dikonotasikan dengan istilah-istilah: tata krama, sopan santun,
pedoman moral, norma susila dan lain-lain yang berpijak pada
norma-norma tata hubungan antar unsur atau antar elemen di
dalam masyarakat dan lingkungannya (Muslich, 1998:4).

152
Secara garis besarnya, etika (ethics) dapat dilihat sebagai
“pedoman yang berisikan aturan-aturan baku yang mengatur
tindakan-tindakan pelaku dalam sebuah profesi”. Di dalam
pedoman tersebut terserap prinsip-prinsip moral dan nilai-nilai yang
mendukung dan menjamin dilakukannya kegiatan profesi si pelaku
sebagaimana seharusnya, sesuai dengan hak dan kewajibannya.
Peranan etika dalam sesuatu struktur kegiatan adalah fungsional
dalam memproses masukan menjadi keluaran yang bermutu.
Sebagai sebuah ide atau ideologi, etika terserap dalam
berbagai interaksi yang ada dalam berbagai struktur kegiatan
kehidupan manusia yang tercakup dalam kehidupan sosial,
kehidupan ekonomi dan bisnis, kehidupan politik, dan berbagai
kegiatan lainnya dalam masyarakat yang bersangkutan. Kajian-
kajian mengenai corak kegiatan, yaitu hubungan antarmanusia
dalam berbagai manajemen pengelolaan sumber-sumber daya
akan merupakan sumbangan yang penting dalam upaya
mengembangkan dan memantapkan etika dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara bagi Indonesia. Salah
satu isu yang cukup penting untuk diperhatikan dalam kajian-
kajian mengenai manajemen pengelolaan sumber-sumber daya
adalah corak dari kebudayaan manajemen yang ada setempat, atau
pada corak kebudayaan korporasi bila perhatian kajian terletak
pada kegiatan pengelolaan manajemen sumber daya dalam sebuah
korporasi. Perhatian pada pengelolaan manajemen ini akan dapat
menyingkap dan mengungkapkan corak nilai-nilai budaya dan
operasionalisasi nilai-nilai budaya tersebut atau etos, dalam
pengelolaan manajemen yang dikaji.
Kajian seperti ini juga akan dapat menyingkap dan
mengungkap corak etika (ethics) yang ada dalam struktur-struktur
kegiatan sesuatu pengelolaan manajemen yang memproses
masukan (in-put) menjadi keluaran (out-put). Apakah memang
ada atau tidak ada pedoman etika dalam setiap struktur
manajemen? Atau, adakah pedoman etika yang ideal (yang dicita-
citakan dan yang dipamerkan) dan yang aktual (yang betul-betul
digunakan dalam proses-proses manajemen, dan yang biasanya

153
disembunyikan dari pengamatan umum)? Permasalahan etika ini
menjadi sangat penting dalam pengelolaan manajemen sumber
daya yang dilakukan oleh berbagai organisasi, lembaga, atau
pranata yang ada dalam masyarakat (Suparlan, 2002: 98-105).
Menurut (Muslich, 1998:31-35) etika bisnis memiliki
prinsip-prinsip umum dalam pengelolaan bisnis agar dapat
memperoleh kemajuan dan kejayaan. Adapun prinsip-prinsip
tersebut antara lain:
1. Prinsip Otonom
Yang dimaksud dengan prinsip otonom adalah bahwa
perusahaan secara bebas memiliki kewenangan sesuai
dengan bidang garap yang dilakukan dan pelaksanaannya
dengan visi dan misi yang dipunyainya. Dalam pengertian
etika bisnis, otonomi bersangkut paut dengan policy
eksekutif perusahaan dalam mengemban misi, visi
perusahaan yang berorientasi pada kemakmuran,
kesejahteraan para pekerja ataupun komunitas yang
dihadapinya dan mengacu pada nilai-nilai profesionalisme
pengelolaan perusahaan dalam menggunakan sumber
daya ekonomi.
2. Prinsip kejujuran
Kegiatan bisnis akan berhasil dengan gemilang jka
dikelola dengan prinsip kejujuran baik terhadap
karyawan, konsumen, distributor dan pihak-pihak lain
yang terkait dalam bisnis.
3. Prinsip tidak berniat jahat
Komitmen untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
konsumen dan masyarakat pada umumnya, dan dari
komitmen inilah tentunya niatan yang ada pada setiap
pelaku bisnis terhadap stake holder dan konsumen adalah
maksud-maksud mencapai tujuan yang baik dan positif.
4. Prinsip keadilan
Prinsip keadilan yang dipergunakan untuk mengukur bisnis
menggunakan etika bisnis adalah keadilan bagi semua
pihak yang terkait memberikan kontribusi langsung atau

154
tidak langsung terhadap keberhasilan bisnis. Contoh yang
dapat dikemukakan, misalnya dalam alokasi sumber daya
ekonomi kepada semua pemilik faktor ekonomi.
Memberikan harga yang layak bagi para konsumen,
memberikan upah yang layak bagi para manajer dan
karyawan, menyepakati harga yang pantas bagi para
pemasok, dan mendapatkan keuntungan yang wajar bagi
pemilik perusahaan.
5. Prinsip hormat pada diri sendiri
Pengertian prinsip ini merupakan prinsip tindakan bisnis
yang dampaknya berpulang kembali kepada bisnis itu
sendiri. Jika bisnis memberikan kontribusi yang
menyenangkan bagi masyarakat, tentu masyarakat
memberikan respon yang sama dan begitu pula dengan
sebaliknya. Jadi hukum kausa prima akan senantiasa
berlaku dalam bisnis atas stake holdersnya, oleh karena
itu prinsip hormat pada diri sendiri mesti diberlakukan
pada etika bisnis.

Perilaku etis dalam bisnis dikembangkan terutama


melalui tiga faktor, yaitu pengaturan sistem ekonomi yang
merupakan komitmen logis terhadap aturan-aturan sistem pasar
bebas, regulasi diri dimana bisnis dituntut untuk mengatur
dirinya sendiri melalui kode etik yang pengawasannya
dilakukan misalnya oleh suatu komisi khusus, dan regulasi oleh
pemerintah – misalnya undang-undang anti trust dan anti
monopoli (Gunardi, 1999:1).

3. Penutup
Tampaknya sulit untuk memungkiri adanya kesulitan
menemukan suatu teori yang secara fundamental mengungkapkan
hakikat bisnis, namun juga secara komprehensif mampu
mencakup kompleksitas dunia bisnis. satu-satunya teori yang
paling mendekati kriteria tersebut adalah konsep perusahaan dan
lingkungannya (stakeholders concept). Bahwa, posisi suatu

155
perusahaan ditengah-tengah pihak-pihak (institusi)
berkepentingan yang tak bisa tidak harus diperhitungkan dalam
setiap keputusan dan langkah operasional perusahaan.
Skandal-skandal bisnis yang akhir-akhir ini terjadi pada
akhirnya membangunkan masyarakat, bahwa ternyata ada yang
salah dalam dunia bisnis atau dapat dikatakan adanya krisis etika
bisnis. Padahal sebagaimana kita ketahui jika perusahaan dapat
memiliki kode etik dan secara sadar melaksanakannya, maka
manfaat kode etik perusahaan dapat dilukiskan sebagai berikut :
1. Kode etik dapat meningkatkan kredibilitas suatu
perusahaan, karena etika telah dijadikan sebagai Corporate
Culture. Hal itu terutama penting, karena secara intern
semua karyawan terikat dengan standar etis yang sama,
sehingga akan mengambil keputusan yang sama untuk
kasus-kasus yang sejenis. Misalnya, mereka akan menolak
dilibatkan dalam tindak korupsi.
2. Kode etik dapat membantu dalam menghilangkan grey
area atau kawasan kelabu di bidang etika. Beberapa
ambiguitas moral yang sering merongrong kinerja
perusahaan, dengan demikian dapat dihindarkan, misalnya
menerima komisi atau hadiah.
3. Kode etik dapat menjelaskan bagaimana perusahaan
menilai tanggung jawab sosialnya.
4. Kode etik menyediakan bagi perusahaan – dan dunia bisnis
pada umumnya – dapat mengontrol dirinya sendiri (self
regulation). Pemerintah menunjang prakarsa dari
masyarakat bisnis melalui peraturan-peraturan yang
menciptakan kerangka moral dalam aktivitas bisnis
Budaya kerja, etika dan nilai-nilai akan mewarnai bsinis
baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta di
masa depan. Semakin masyarakat konsumen memiliki pendidikan
yang lebih tinggi, akan berbarengan dengan kemungkinan
masyarakat akan memilih barang dan/atau jasa yang memiliki
label dan dihasilkan oleh perusahaan yang mengembangkan etika
dan nilai-nilai yang positif di masyarakat.

156
Daftar Pustaka
Abeng, T., 2000, Dari Meja Tanri Abeng: Managing atau Chaos?
(Tantangan Globalisasi dan Ketidakpastian), Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan.
Atmosoeprapto, Kisdarto, 2000, Produktivitas Aktualisasi Budaya
Perusahaan, Jakarta: Elex Media Komputindo, Jakarta
Bertens, K., 2002, Pengantar Etika Bisnis, Yogyakarta : Penerbit
Kanisius.
Danandjaja, Andreas A., 1986, Sistem Nilai Manajer Indonesia,
Jakarta : Pustaka Binaman Pressindo.
Deal, Terrence E. dan Allan A Kennedy , 2001, Corporate Cultures:
The Rites and Rituals of Corporate Life, USA: Addison-
Wesley Publishing Company.Inc.
Endro, Gunardi, 1999, Redefinisi Bisnis: Suatu Penggalian Etika
Keutamaan Aristoteles, Jakarta: PT Pustaka Binaman
Pressindo.
Hofstede, Geert, 1980, Culture’s Consequences International
Differences in Work-related Values, Sage Publ., Beverly
Hills, California.
Jatmiko, R.D., 2004, Pengantar Bisnis, Malang: Penerbit UMM
Press.
Koentjaraningrat, 2004, Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan,
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Moeljono, Djokosantoso, 2002, Pengaruh Budaya Korporat
(Corporate Culture) terhadap Produktivitas Pelayanan
di PT Bank Rakyat Indonesia (Persero), Disertasi Tidak
Dipublikasikan, Yogyakarta, Universitas Gadjah Mada.
Muslich, 1998, Etika Bisnis: Pendekatan Substantif dan Fungsional,
Edisi Pertama, Yogyakarta: EKONISIA.
Ndraha, Taliziduhu, 1997, Budaya Organisasi, Jakarta: PT Rineka
Cipta.
Prawiranegara, S., 1988, Ekonomi dan Keuangan: Makna Ekonomi
Islam (kumpulan karangan terpilih), Jakarta: CV Haji
Masagung.

157
Robbins, Stephen P, (2003), (terjemahan), Perilaku Organisasi, Edisi
9, Jilid 1, Jakarta:PT Indeks Kelompok Gramedia.
Samuelson P.A. dan Nordaus W.D., 1993, (terjemahan), Ekonomi,
Cetakan kedelapan, Jakarta: Penerbit Erlangga.
Samuelson P.A. dan Timmer P., 1976, Economics, McGraw-Hill:
Kogakusha Ltd.
Sinungan, Muchdarsyah., 1987, Produktivitas apa dan Bagaimana,
Jakarta: Bina Aksara.
Spitzer, Q. dan Evans, R., 1998, (Terjemahan), Heads You Win: Cara
Berpikir Perusahaan-perusahaan Terbaik, Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.
Sudarijanto, Cacuk, 2001, Jurus Manajemen Cacuk Sudarijanto,
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Suparlan, P., 2002, Presentasi pada Simposium Internasional Jurnal
ANTROPOLOGI INDONESIA ke-3; ‘Membangun
Kembali “Indonesia yang Bhinneka Tunggal Ika”:
Menuju Masyarakat Multikultural’ di Universitas
udayana. (Makalah tidak diterbitkan)
Triguno, 1997, Budaya Kerja: Menciptakan Lingkungan yang
Kondusive untuk Meningkatkan Produktivitas Kerja,
Cetakan Kedua, Jakarta: PT Golden Terayon Press.

158
PENGARUH PRAKTIK MANAJEMEN SUMBER DAYA
MANUSIA TERHADAP KEPUASAN KERJA KARYAWAN
HOTEL PURI ARTHA YOGYAKARTA

T.P. Singgih Riyanto


STMIK AMIKOM Yogyakarta

Abstraksi
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh praktik
manajemen sumber daya manusia secara serentak dan kontribusi
masing-masing dimensi praktik manajemen sumber daya manusia (X)
secara individual terhadap kepuasan kerja karyawan (Y).
Hasil analisis regresi linear berganda 4 prediktor diperoleh
nilai koefisien determinasi R2 = 0,804. Ini berarti sekitar 80%
perubahan kriterium dapat dijelaskan oleh keempat variabel
prediktor. Nilai F hitung adalah 35,837, p = 0,000. Karena p < 0,05
berarti secara keseluruhan keempat variabel prediktor memiliki
pengaruh signifikan terhadap variabel kriterium. Koefisien korelasi
untuk variabel X1 adalah 0,392 dan t hitungnya adalah 2,542 dengan p
= 0,016. Karena nilai p < 0,05 berarti terdapat hubungan yang positif
dan signifikan antara perencanaan dan pengembangan karier dengan
kepuasan kerja karyawan. Koefisien korelasi untuk variabel X2 adalah
0,419 dan t hitungnya adalah 2,731 dengan p = 0,010. Karena nilai p <
0,05 berarti terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara
pelatihan karyawan dengan kepuasan kerja karyawan. Koefisien
korelasi variabel X3 adalah 0,296 dan t hitungnya adalah 1,835 dengan
p = 0,075. Karena p > 0,05 berarti tidak terdapat hubungan yang
signifikan antara partisipasi karyawan dengan kepuasan kerja
karyawan. Koefisien korelasi untuk variabel X4 adalah 0,358 dan t
hitungnya adalah 2,272 dengan p = 0,029. Karena nilai p < 0,05
berarti terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara
kompensasi karyawan dengan kepuasan kerja karyawan.

Kata Kunci: Manajemen, Sumber Daya Manusia, Kepuasan Kerja

159
1. Pendahuluan
Lingkungan ekonomi yang berubah cepat, yang dicirikan
oleh fenomena seperti globalisasi, permintaan pelanggan dan investor
yang mudah berubah, persaingan yang semakin tajam, telah menjadi
fakta yang harus dihadapi oleh organisasi-organisasi masa kini. Agar
mampu bersaing dan tetap mampu beroperasi secara optimal,
perusahaan-perusahaan masa kini harus terus-menerus meningkatkan
kinerja mereka. Salah satu aspek yang dapat memberikan kontribusi
bagi peningkatan kinerja perusahaan adalah dengan mengoptimalkan
praktik manajemen sumber daya manusia.
Sumber daya manusia dapat menjadi sumber keunggulan
kompetitif bagi organisasi dan manajemen “human capital” yang
efektif menjadi faktor penentu akhir kinerja organisasi. Terdapat
beberapa dimensi dalam praktik sumber daya manusia. John T.
Delany (1996, hlm. 949) menegaskan bahwa partisipasi dan
pemberdayaan karyawan, perancangan ulang pekerjaan, pelatihan
karyawan, kompensasi insentif mampu meningkatkan kinerja
organisasi. Sementara itu, John E. Delery (1996, hlm.834)
mengelompokkan praktik manajemen sumber daya manusia ke dalam
dimensi: (1) perencanaan dan pengembangan karier, (2) pelatihan, (3)
penilaian berbasis-hasil, (4) keamanan kerja, (5) partisipasi, (6)
deskripsi pekerjaan, dan (7) profit sharing.
Mengingat bahwa sumber daya manusia merupakan unsur
yang sangat penting bagi organisasi, maka pemeliharaan hubungan
yang serasi dan kontinyu dengan karyawan dalam organisasi menjadi
tugas yang sangat penting. Sudah umum diketahui bahwa
produktivitas suatu organisasi atau perusahaan dipengaruhi oleh
banyak faktor, seperti kesempatan memperoleh pendidikan dan
pelatihan tambahan, penilaian prestasi kerja yang adil, rasional dan
objektif, sistem imbalan yang pantas, dan sebagainya. Motivasi dan
kepuasan kerja karyawan merupakan bagian dari faktor di atas. Untuk
memelihara hubungan yang serasi dan kontinyu dengan karyawan,
motivasi dan kepuasan kerja karyawan merupakan bagian yang
penting.

160
Susilo Martoyo (2000, hlm. 142) mendefinisikan kepuasan
kerja sebagai keadaan emosional karyawan di mana terjadi atau pun
tidak terjadi titik temu antara nilai balas jasa kerja karyawan dari
perusahaan/organisasi dengan tingkat nilai balas jasa yang memang
diinginkan oleh karyawan. Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa
kepuasan kerja dipengaruhi secara langsung oleh pelatihan,
pengembangan, konseling dan tidak langsung oleh kebijakan dan
praktik personalia. Donald W. Jarrell (1992, hlm. 137) mendefinisikan
kepuasan kerja karyawan sebagai rasa puas menyeluruh yang
dirasakan oleh seorang karyawan atas pekerjaan dan majikannya.
Menurutnya, peningkatan kepuasan kerja karyawan sangat penting
bagi organisasi. Jika karyawan terpuaskan, mereka lebih mudah diajak
bekerja sama dengan manajemen. Kepuasan kerja karyawan dapat
ditingkatkan dengan menciptakan lingkungan kerja yang baik,
kompensasi yang fair, partisipasi yang meningkat, perencanaan dan
pengembangan karier, dan pelatihan kerja yang baik.
Dengan latar belakang di atas, penelitian ini akan
mengkaji pengaruh praktik manajemen sumber daya manusia terhadap
kepuasan kerja karyawan di Hotel Puri Artha Yogyakarta. Secara
lebih rinci, pokok-pokok permasalahan penelitian diuraikan sebagai
berikut:
1. Adakah pengaruh signifikan dari praktik manajemen sumber daya
manusia secara simultan terhadap kepuasan kerja di Hotel Puri
Artha Yogyakarta?
2. Seberapa besar pengaruh dimensi perencanaan dan
pengembangan karier pada praktik manajemen sumber daya
manusia secara individual terhadap kepuasan kerja karyawan di
Hotel Puri Artha Yogyakarta?
3. Seberapa besar pengaruh dimensi pelatihan karyawan pada
praktik manajemen sumber daya manusia secara individual
terhadap kepuasan kerja karyawan di Hotel Puri Artha
Yogyakarta?
4. Seberapa besar pengaruh dimensi partisipasi karyawan pada
praktik manajemen sumber daya manusia secara individual

161
terhadap kepuasan kerja karyawan di Hotel Puri Artha
Yogyakarta?
5. Seberapa besar pengaruh dimensi kompensasi karyawan pada
praktik manajemen sumber daya manusia secara individual
terhadap kepuasan kerja karyawan di Hotel Puri Artha
Yogyakarta?
Berdasarkan pokok-pokok permasalahan yang telah diuraikan
dalam perumusan masalah di atas selanjutnya dapat diuraikan tujuan
penelitian yang ingin dicapai, yaitu:
1. Untuk mendapatkan bukti empiris kontribusi dan pengaruh yang
positif dan signifikan perencanaan dan pengembangan karier bagi
kepuasan kerja karyawan.
2. Untuk mendapatkan bukti empiris kontribusi dan pengaruh yang
positif dan signifikan pelatihan bagi kepuasan kerja karyawan.
3. Untuk mendapatkan bukti empiris kontribusi dan pengaruh yang
positif dan signifikan partisipasi bagi kepuasan kerja karyawan.
4. Untuk mendapatkan bukti empiris kontribusi dan pengaruh yang
positif dan signifikan perencanaan dan pengembangan karier bagi
kepuasan kerja karyawan.
5. Untuk mendapatkan bukti empiris kontribusi dan pengaruh yang
positif dan signifikan kompensasi bagi kepuasan kerja karyawan.
Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai
berikut:
1. Manfaat Keilmuan
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pengembangan
teori-teori dalam mengelola sumber daya manusia untuk
mewujudkan kepuasan kerja karyawan melalui perencanaan dan
pengembangan karier, pelatihan, partisipasi, dan kompensasi
karyawan.
2. Manfaat Praktis
Memberikan masukan bagi para manajer perusahaan tentang
pengaruh praktik manajemen sumber daya manusia terhadap
kepuasan kerja karyawan untuk membantu mereka
mengoptimalkan kinerja perusahaan.

162
2. Pembahasan
Variabel penelitian terdiri atas variabel bebas (independen)
dan variabel terikat (dependen). Variabel bebas dalam penelitian ini
adalah perencanaan dan pengembangan karier (X1), pelatihan
karyawan (X2), partisipasi karyawan (X3), dan kompensasi karyawan
(X4). Sementara itu, variabel terikat dalam penelitian ini adalah
kepuasan kerja karyawan (Y).
Selanjutnya variabel-variabel penelitian dituangkan menjadi
model penelitian berikut ini:

X1

X2

X3

X4

X1 = Perencanaan dan pengembangan karier karyawan


X2 = Pelatihan karyawan
X3 = Partisipasi karyawan
X4 = Kompensasi karyawan
Y = Kepuasan kerja karyawan

163
Metode Pengambilan Sampel
Populasi pada penelitian ini adalah semua staf dan karyawan
Hotel Puri Artha. Sampel diambil dengan menggunakan teknik
proportional random sampling. Teknik sampling ini akan
menyebarkan angket secara proporsional ke masing-masing
departemen, dan kemudian angket dibagikan secara acak (random).
Hal ini dimaksudkan agar sampel yang ditarik dapat mewakili
populasi secara keseluruhan (Saifuddin Azwar, 2001, hlm. 84).
Joseph F. Hair (1984, hlm. 166) menegaskan ukuran sampel
mempengaruhi tingkat generalisasi hasil menurut rasio observasi
terhadap variabel bebas. Menurutnya, setidaknya harus ada lima
observasi untuk tiap variabel bebas. Karena penelitian ini
menggunakan empat variabel bebas, maka setidaknya harus ada 20
responden. Namun untuk mengoptimalkan tingkat representasi, maka
dalam penelitian ini mentargetkan minimal 40 responden dengan
menyebarkan 80 set kuesioner. Selain itu, jumlah sampel 40 telah
memenuhi persyaratan kecukupan sampel untuk analisis regresi
idealnya jumlah sampel lebih dari 30.

Metode Pengumpulan Data


a. Studi pustaka
Kajian kepustakaan dilakukan dengan cara membaca dan
mempelajari buku-buku, jurnal-jurnal, artikel-artikel baik yang
bersumber dari perpustakaan atau pun Internet.
b. Studi lapangan
Data yang berhubungan langsung dengan topik penelitian
dikumpulkan dari perusahaan yang bersangkutan dengan cara:
(1) Angket: kuesioner disebar untuk diisi oleh responden.
Kuesioner menggunakan model Likert skala 5-point untuk
mengukur dimensi-dimensi praktik sumber daya manusia
dan kepuasan kerja karyawan di Hotel Puri Artha
Yogyakarta;
(2) Dokumentasi: pengumpulan data penelitian melalui
dokumen-dokumen yang ada pada perusahaan untuk
mengetahui sejarah dan perkembangan, tujuan, letak

164
geografis, struktur organisasi perusahaan dan aspek-aspek
lain yang berkait dengan topik penelitian ini.

Metode Analisis
a. Metode kualitatif
Teknik yang digunakan dalam metode kualitatif adalah teknik
deskriptif yang bertujuan untuk menggambarkan secara
sistematik dan akurat fakta dan karakteristik yang ditemukan
dalam penelitian, yaitu fakta mengenai sejarah dan
perkembangan perusahaan, tujuan perusahaan dan struktur
organisasi.
b. Metode kuantitatif
Metode kuantitatif yang dipakai dalam penelitian ini meliputi
analisis regresi linear berganda, penentuan nilai koefisien determinasi,
koefisien korelasi ganda serta koefisien korelasi parsial.
(1) Analisis regresi linear berganda
Analisis regresi berganda digunakan karena diduga bahwa
beberapa variabel bebas (independen) Xi mempengaruhi variabel
terikat (dependen) Y.
Rumus umum yang digunakan adalah:
Y = b0 + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + ε
dalam persamaan ini,
Y = Kepuasan kerja karyawan
X1 = Perencanaan dan pengembangan karier karyawan,
X2 = Pelatihan karyawan,
X3 = Partisipasi karyawan,
X4 = Kompensasi karyawan,
b0 = parameter tetap,
b1, b2, b3, b4 = koefisien-koefisien regresi untuk dimensi
perencanaan dan pengembangan karier, pelatihan,
partisipasi dan kompensasi karyawan,
ε= kesalahan (Napa J. Awat, 1995, hlm. 337).
Analisis regresi linear berganda dilakukan dengan
menggunakan Program SPSS guna menentukan nilai-nilai koefisien

165
regresi linear berganda (b0, b1, b2, b3, b4, dan ε) sehingga dapat
ditemukan persamaan regresi linear untuk variabel yang diteliti.
Dari koefisien regresi tersebut selanjutnya dapat dilakukan
penghitungan nilai Fhitung yang akan dibandingkan dengan nilai Ftabel
guna menguji hipotesis-hipotesis yang diajukan. Jika Fhitung > Ftabel
maka pengaruh dan hubungan antar variabel independen secara
simultan dan variabel dependen bersifat signifikan, dan hipotesis
diterima. Tingkat signifikansi hubungan dan pengaruh variabel-
variabel independen secara individual terhadap variabel dependen Y
diuji dengan t-test. Jika thitung > ttabel, maka pengaruh dan hubungannya
bersifat signifikan dan hipotesis diterima.
(2) Koefisien determinasi dan koefisien korelasi ganda
Koefisien determinasi (R2) digunakan untuk mengetahui
signifikansi hubungan dan pengaruh variabel-variabel independen (Xi)
secara simultan terhadap variabel terikat (Y). Sedangkan R sendiri
dikenal sebagai koefisien korelasi ganda (Untung Sus Andriyanto,
1983, hlm. 238). Nilai R2 dan nilai R dihitung dengan menggunakan
Program SPSS Versi 10.0.
(3) Koefisien korelasi parsial
Nilai koefisien korelasi parsial digunakan untuk mengetahui
tingkat keeratan hubungan antara masing-masing variabel X1, X2, X3,
X4 terhadap Y. Koefisien korelasi parsial dihitung dengan
menggunakan Program SPSS Versi 10.0.

Analisis Kualitatif
a. Sejarah dan Perkembangan Perusahaan
Hotel Puri Artha atau Puri Artha Cottages resmi
didirikan pada awal tahun 1971 sebagai sebuah usaha yang bermula
dari perusahaan kecil. Saat itu, Hotel Puri Artha hanya merupakan
sebuah usaha sampingan dari pemiliknya, yaitu Bapak/Ibu Soemadi.
Pada waktu berdiri Hotel Puri Artha hanya mempunyai 3 (tiga) buah
kamar saja, dengan fasilitas yang masih serba terbatas. Pada tahun
yang sama, yaitu 1971, Hotel Puri Artha bertambah menjadi 9
(sembilan) kamar, tiga kali lipat dari jumlah kamar pada waktu
didirikan. Penambahan jumlah kamar ini dilakukan dengan

166
mempelajari kenyataan bahwa jumlah pengunjung ke kota Yogyakarta
dan permintaan kamar terus bertambah serta berdasarkan rasa
optimisme dari pemiliknya bahwa prospek perhotelan akan semakin
cerah di masa yang akan datang. Ternyata optimisme ini menjadi
kenyataan.
Hotel Puri Artha menjadi semakin berkembang
seiring dengan berkembangnya dunia pariwisata di Indonesia,
khususnya Yogyakarta. Pada tahun 1972, Hotel Puri Artha melakukan
penambahan tiga kamar baru dan total mengoperasikan 12 (dua belas)
kamar. Pada tahun yang sama Hotel Puri Artha membangun sebanyak
9 (sembilan) kamar baru sehingga pada bulan Mei tahun 1973 Hotel
Puri Artha beroperasi dengan 21 (dua puluh satu) kamar. Pada tahun
ini berlangsung penambahan kamar yang cukup banyak. Penambahan
kamar yang cukup banyak pada usia yang baru 2 tahun menandakan
bahwa Hotel Puri Artha sudah mempunyai tamu-tamu dan langganan
yang besar jumlahnya dan menandakan bahwa Bapak/Ibu Soemadi
semakin baik dalam mengelola Hotel Puri Artha.
Bertambahnya jumlah kamar menjadikan jumlah tamu
yang menginap semakin banyak sehingga kebutuhan akan makanan
dan minuman para tamu mendesak pihak manajemen untuk
melengkapi hotel ini dengan sebuah restoran yang lebih besar. Untuk
memenuhi kebutuhan ini Hotel Puri Artha harus membongkar dua
kamar untuk menambah areal restoran. Jadi jumlah kamar berkurang
menjadi 19 (sembilan belas) kamar. Namun, bersamaan dengan itu
dibangun pula 3 (tiga) buah kamar sehingga pada pertengahan tahun
1974 Hotel Puri Artha beroperasi dengan 22 (dua puluh dua) kamar.
Pada tahun 1974 Hotel Puri Artha mengadakan perubahan-perubahan
untuk mengikuti anjuran dan selera para tamu dan bersama dengan itu
membangun kamar sehingga pada akhir tahun 1975 menjadi 26 (dua
puluh enam) kamar.Pada tahun 1978, jumlah kamar Hotel Puri Artha
bertambah lagi menjadi 36 (tiga puluh enam) kamar, terdiri 1 suite, 3
special room, dan 32 standard room. Tahun 1979, Hotel Puri Artha
telah memiliki 39 (tiga puluh sembilan) kamar dengan lobby yang
representatif dilengkapi dengan restoran dan lobby bar.

167
Sejak awal berdirinya, Hotel Puri Artha sudah begitu terkenal di
manca negara dan bahkan lebih terkenal jika dibanding di dalam
negeri. Hotel Puri Artha menjadi terkenal karena disebarkan dari
mulut ke mulut oleh para tamu yang merasa puas setelah tinggal Hotel
Puri Artha selama beberapa hari. Di samping itu, Bapak/Ibu Soemadi
sering mengadakan sales trip ke luar negeri, seperti Eropa, Amerika,
dan lain-lain.
Di tahun 1979, Hotel Puri Artha mendapatkan kategori sebagai hotel
berbintang tiga (***) dari Departemen Pariwisata Pos dan
Telekomunikasi. Permintaan kamar di Hotel Puri Artha terus
bertambah dan banyak tamu yang datang langsung maupun melalui
permintaan reservasi ditolak, sehingga sangat diperlukan penambahan
jumlah kamar. Pada ulang tahun Hotel Puri Artha yang ke-11 di tahun
1982, penambahan kamar terwujud sebanyak 20 kamar dan baru
diresmikan bersama sebuah kolam renang (swimming pool), snack
bar, beauty parlour, drug store dan art shop.
Pada tahun 1982, Hotel Puri Artha memiliki 59 kamar lengkap dengan
segala fasilitas hotel dengan kategori hotel berbintang 3 (***). Pada
akhir tahun 1990, Hotel Puri Artha menambah kembali jumlah
kamarnya menjadi 73 kamar setelah dioperasi-kan 14 kamar baru
yang terdiri dari 8 superior dan 6 standard.
Dengan 73 kamar, Hotel Puri Artha masih kewalahan menerima
pesanan-pesanan dari berbagai travel agent, perusahaan-perusahaan
maupun dari kedutaan besar negara-negara sahabat sehingga di tahun
1992, Hotel Puri Artha terpaksa membongkar 9 kamar untuk diubah
bertingkat dua dan menjadi 16 kamar superior dan 1 kamar suite.
Di tahun 1992 Puri Artha Hotel beroperasi dengan 64 kamar tetapi di
tahun 1993 Puri Artha Hotel mulai beroperasi dengan 81 kamar terdiri
dari 52 kamar standard, 25 kamar kelas superior, 3 special room dan 1
kamar kelas suite, dilengkapi dengan restoran, bar, convention hall,
swimming pool, drug store beauty parlour, travel agent, money
changer, postal service.
Di dalam setiap kamar dilengkapi dengan colour TV, mini
bar, telepon, music dan air condition yang baru.

168
Pada tahun 1999 karena kebutuhan tempat parkir mobil
tamu, 4 kamar dirubah dan tidak dioperasikan sehingga mulai tahun
1999 sampai sekarang Puri Artha Hotel mengoperasikan 77 kamar.
Ornament Puri Artha Hotel dari berdirinya sampai sekarang
tetap konsekuen merupakan perpaduan dua kebudayaan, budaya Bali
dan Jawa.
Motto “A CHARMING BLEND OF BALINESE AND
JAVANESE CULTURE WITH WESTERN FACILITIES AND
COMFORTS” adalah kenyataan adanya di Puri Artha Hotel.
Pada tahun 1993 Puri Artha Hotel kembali merenovasi kamar
hotel dan menambah kamarnya menjadi 81 kamar.
Tahun 1999 karena kebutuhan tempat parkir mobil tamu, 4
kamar dirubah dan tak dioperasikan sehingga mulai tahun 1999
sampai sekarang Puri Artha Hotel mengoperasikan 77 kamar.
Tabel 1. Perkembangan Jumlah Kamar Dan Kualitasnya
dari Tahun 1971 – 1999
TAHUN JUMLAH KETERANGAN
KAMAR
1971 awal 3 kamar
1971 6 kamar
pertengaha
n
1971 akhir 9 kamar
1972 12 kamar
1973 awal 21 kamar
1974 awal 19 kamar 2 kamar diubah menjadi
restoran
1974 Mei 22 kamar
1975 akhir 26 kamar
1978 April 23 kamar 3 buah kamar diperbaiki
1978 Juni 20 kamar 3 buah kamar dilebarkan
dan dipasang AC pada
semua kamar
1978 Desember 36 kamar 1 suite room, 13 special
room, 22 standard room
169
1979 Desember 39 kamar Penambahan 1 suite room
dan standard room 11
Puri Artha Hotel
mendapat bintang 3***
dari Deparpostel
1981 39 kamar Kamar 13 tidak ada
pertengaha
n
Pembangunan 20 kamar
dan pembuatan kolam
renang dimulai
1982 59 kamar
pertengaha Penambahan 29 kamar
n menjadi 1 suite room, 1
1985 family room, 22 special
room dan 35 standard
room
1990 73 kamar Akhir tahun 1990
menjadi 73 kamar
1993 81 kamar Membongkar 9 standard
untuk dibangun kembali
menjadi 17 kamar, 16
superior, 1 suite
1999 77 kamar Karena adanya kebutuhan
tempat parkir mobil tamu
4 kamar dirombak
menjadi halaman parkir

Sumber: Hotel Puri Artha, Yogyakarta (2002)

b. Letak Geografis Perusahaan


Hotel Puri Artha berlokasi di Jalan Cendrawasih No. 36 di bagian
utara kota Yogyakarta. Lokasi ini tidak dipilih berdasarkan
bermacam-macam pertimbangan ekonomis, melainkan secara
kebetulan saja. Dapat dikatakan demikian karena semula Bapak/Ibu
170
Soemadi membeli tanah di Jalan Cendrawasih ini seluas 900 m2
dengan tujuan untuk kantor dan gudang pemborong, bukan untuk
usaha perhotelan. Namun, setelah itu karena ada penawaran penjualan
tanah di sekitar tempat itu, mereka membelinya. Selanjutnya didirikan
usaha penginapan ini, yang sampai sekarang dikenal dengan nama
Hotel Puri Artha.

2. Analisis Kuantitatif
a. Validitas dan Reliabilitas Instrumen
Pengujian validitas instrumen penelitian dilakukan dengan
formula korelasi product moment antar masing-masing item yang
mengukur suatu skala dengan skor total skala tersebut. Kriteria yang
digunakan adalah bila nilai koefisien korelasi di atas 0,315, berarti
butir tersebut valid (Masri Singarimbun, 1989, hlm. 122). Sementara
pengujian reliabilitas (konsistensi internal) menggunakan Cronbach’s
alpha. Batas minimal nilai Cronbach alpha yang umum diterima
untuk penelitian adalah 0,70 (Joseph F. Hair, Jr., 1984, hlm. 118).
Analisis dilakukan pada masing-masing skala/variabel independen dan
dependen, yang terdiri atas variabel perencanaan dan pengembangan
karier, pelatihan karyawan, partisipasi karyawan, dan kompensasi
karyawan. Analisis juga dilakukan atas variabel kepuasan kerja
karyawan. Hasil analisis validitas dan reliabilitas instrumen, yang
didasarkan pada formula korelasi product-moment dan Cronbach’s
alpha disajikan dalam tabel sebagai berikut:

Tabel 2. Hasil analisis validitas dan reliabilitas instrumen penelitian


Skala Alpha r (korelasi butir- Status
total)
Perencanaan dan 0,7102 Reliabel
pengembangan 0,6183 Valid
karier (X1) 0,4976 Valid
A1 0,3582 Valid
A2 0,5026 Valid
A3 0,3888 Valid
A4

171
A5
Pelatihan karyawan (X2) 0,7604 Reliabel
B1 0,5246 Valid
B2 0,6595 Valid
B3 0,4368 Valid
B4 0,5301 Valid
B5 0,5320 Valid
Partisipasi karyawan 0,7185 Reliabel
(X3) 0,4456 Valid
C1 0,5452 Valid
C2 0,4841 Valid
C3 0,4264 Valid
C4 0,4939 Valid
C5
Kompensasi karyawan 0,7632 Reliabel
(X4) 0,6843 Valid
D1 0,6629 Valid
D2 0,3719 Valid
D3 0,3932 Valid
D4 0,5840 Valid
D5
Kepuasan kerja 0,8014 Reliabel
karyawan (Y) 0,6186 Valid
E1 0,4150 Valid
E2 0,5774 Valid
E3 0,4515 Valid
E4 0,4985 Valid
E5 0,4913 Valid
E6 0,3653 Valid
E7 0,3781 Valid
E8 0,5090 Valid
E9 0,4795 Valid
E10
Sumber: Hasil pengolahan data primer

172
Tabel 2 menunjukkan bahwa untuk masing-masing skala, korelasi
antara butir dan total mempunyai nilai yang melampaui batas yang
telah ditetapkan (r > 0,315). Untuk skala perencanaan dan
pengembangan karier, nilai korelasi berkisar antara 0,3582 - 0,6183;
untuk skala pelatihan karyawan, nilai korelasi berkisar antara 0,4368 –
0,6595; untuk skala partisipasi karyawan, nilai korelasi berkisar antara
0,4262 – 0,5452; untuk skala kompensasi karyawan, nilai korelasi
berkisar antara 0,3719 – 0,6843; sedangkan untuk skala kepuasan
kerja karyawan, nilai korelasi berkisar antara 0,3653 – 0,6185. Berarti
memenuhi persyaratan validitas. Dari tabel juga ditunjukkan bahwa
masing-masing skala mempunyai nilai reliabilitas yang melampaui
batas yang disyaratkan (alpha > 0,70). Nilai reliabilitas berkisar antara
0,7102 – 0,8014. Berarti memenuhi persyaratan reliabilitas.
b. Analisis Statistik
(1) Statistik deskriptif
Tabel 3. Statistik deskriptif
Variabel Mean Simpangan
baku (SD)
1. Kepuasan kerja karyawan 4,0275 0,41817
2. Perencanaan dan pengembangan karier 4,0200 0,49985
3. Pelatihan karyawan 3,8350 0,50816
4. Partisipasi karyawan 3,6750 0,45896
5. Kompensasi karyawan 3,9500 0,52575

Dari angka statistik deskriptif di atas dapat dilihat bahwa rata-rata


karyawan Hotel Puri Artha menunjukkan trend yang sangat baik
dalam variabel kepuasan kerja dengan nilai mean 4,0275 dalam
skala Likert. Sedangkan nilai mean untuk skala perencanaan dan
pengembangan karier karyawan, pelatihan karyawan, partisipasi
karyawan, dan kompensasi karyawan berturut-turut adalah
4,0200; 3,8350; 3,6750; dan 3,9500. Nilai mean di atas
menunjukkan trend yang baik, karena angka mean ini berkisar
pada angka 4 untuk skala Likert. Nilai rata-rata yang tertinggi
adalah nilai mean untuk kepuasan kerja, yaitu sebesar 4,0275,

173
sedangkan nilai mean terendah adalah untuk skala partisipasi
karyawan, yaitu 3,6750.

(2) Analisis Regresi Ganda


Dari hasil analisis regresi linier berganda empat prediktor
diperoleh R2 = 0,804. atau sekitar 80% perubahan-perubahan
pada kriterium dapat dijelaskan oleh keempat variabel prediktor
melalui persamaan regresi yang diperoleh yaitu:
Y = 0,592 + 0,250 X1 + 0,241 X2 + 0,153 X3 + 0,239 X4
Hasil pengujian dengan uji F diperoleh F hitung = 35,837,
p = 0,000. Karena p < 0,05 berarti signifikan. Jadi secara
keseluruhan, keempat variabel merupakan prediktor yang
signifikan dalam upaya menerangkan perubahan-perubahan pada
kepuasan kerja karyawan, atau dengan kata lain variabel
perencanaan dan pengembangan karier, pelatihan, partisipasi, dan
kompensasi karyawan memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap kepuasan kerja. Berarti hipotesis 1 dapat diterima, yaitu
terdapat pengaruh yang signifikan dari praktik manajemen
sumber daya manusia secara simultan (bersama-sama) terhadap
kepuasan kerja karyawan di Hotel Puri Artha Yogyakarta.
(3) Pengujian signifikansi individual: Regresi/korelasi parsial
Dari hasil analisis regresi diperoleh koefisien korelasi untuk
variabel X1 sebesar 0,392, bertanda positif. Hasil uji signifikansi
terhadap nilai koefisien ini dengan uji t diperoleh t hitung =
2,524, p = 0,016. Karena p < 0,05 berarti signifikan. Jadi
hipotesis 2 diterima, yaitu terdapat hubungan positif yang
signifikan antara variabel perencanaan dan pengembangan
karyawan dengan kepuasan kerja karyawan. Koefisien korelasi
untuk variabel X2 diperoleh sebesar 0,419, bertanda positif. Hasil
uji signifikansi terhadap nilai koefisien ini dengan uji t diperoleh
t hitung = 2,731, p = 0,010. Karena nilai p < 0,05 berarti
signifikan. Ini berarti hipotesis 3 dapat diterima. Jadi terdapat
hubungan positif yang signifikan antara variabel pelatihan
karyawan dengan kepuasan kerja karyawan.

174
Koefisien korelasi untuk variabel X3 diperoleh sebesar
0,296, bertanda positif. Hasil uji signifikansi terhadap nilai
koefisien ini dengan uji t diperoleh t hitung = 1,835, p = 0,075.
Karena p > 0,05 berarti tidak signifikan. Dan hipotesis 4 ditolak.
Jadi tidak terdapat hubungan positif yang signifikan antara
partisipasi karyawan dengan kepuasan kerja karyawan.
Koefisien korelasi untuk variabel X4 diperoleh sebesar
0,358, bertanda positif. Hasil uji signifikansi terhadap nilai
koefisien ini dengan uji t diperoleh t hitung = 2,272, p = 0,029.
Karena nilai p < 0,05 berarti signifikan dan hipotesis 5 dapat
diterima. Jadi terdapat hubungan positif yang signifikan antara
variabel kompensasi karyawan dengan kepuasan kerja karyawan.

3. Penutup
a. Dari analisis statistik deskriptif diperoleh nilai mean tertinggi
untuk variabel kepuasan kerja karyawan, yaitu 4,0275. Ini berarti
hampir semua responden menjawab setuju dengan pertanyaan-
pertanyaan yang diajukan untuk kepuasan kerja. Sedangkan angka
mean terendah adalah untuk variabel partisipasi karyawan, yaitu
3,6750. Ini berarti hampir separuh responden menjawab setuju,
dan separuh lainnya netral atas pertanyaan-pertanyaan tentang
partisipasi karyawan.
b. Dari hasil regresi linier berganda empat prediktor diperoleh nilai
koefisien determinasi R2 = 0,804. Ini berarti sekitar 80%
perubahan-perubahan kriterium dapat dijelaskan oleh keempat
variabel prediktor. Menurut hasil analisis, nilai F hitung adalah
35,837, p = 0,000. Karena p < 0,05 berarti signifikan dan
hipotesis 1 dapat diterima. Jadi secara keseluruhan keempat
variabel prediktor (praktik manajemen sumberdaya manusia)
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel kriterium
(kepuasan kerja karyawan).
c. Koefisien korelasi untuk variabel X1 adalah 0,392 dan bertanda
positif. Dari uji signifikansi terhadap nilai koefisien ini dengan
uji t diperoleh t hitung = 2,524, p = 0,016. Karena p < 0,05
berarti signifikan dan hipotesis 2 diterima. Jadi terdapat

175
hubungan positif yang signifikan antara perencanaan dan
pengembangan karier dan kepuasan kerja karyawan.
d. Koefisien korelasi untuk variabel X2 adalah 0,419 dan bertanda
positif. Dari uji signifikansi terhadap nilai koefisien ini dengan
uji t diperoleh t hitung = 2,731, p = 0,010. Karena p < 0,05
berarti signifikan dan hipotesis 3 diterima. Jadi terdapat
hubungan positif yang signifikan antara pelatihan karyawan dan
kepuasan kerja karyawan.
e. Koefisien korelasi untuk variabel X3 adalah 0,296 dan bertanda
positif. Dari uji signifikansi terhadap nilai koefisien ini dengan
uji t diperoleh t hitung = 1,835, p = 0,075. Karena p > 0,05
berarti tidak signifikan dan hipotesis 4 ditolak. Jadi tidak terdapat
hubungan yang signifikan antara partisipasi karyawan dan
kepuasan kerja karyawan.
f. Koefisien korelasi untuk variabel X4 adalah 0,358 dan bertanda
positif. Dari uji signifikansi terhadap nilai koefisien ini dengan
uji t diperoleh t hitung = 2,272, p = 0,029. Karena p < 0,05
berarti signifikan dan hipotesis 5 diterima. Jadi terdapat
hubungan positif yang signifikan antara kompensasi karyawan
dan kepuasan kerja karyawan.
2. Saran
a. Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa Hotel Puri Artha
menunjukkan praktik manajemen sumber daya manusia yang baik
sebagaimana dapat dilihat dari nilai statistik deskriptif. Namun
aspek partisipasi karyawan masih perlu ditingkatkan, yaitu dengan
melibatkan karyawan dalam pengambilan keputusan.
b. Secara bersama-sama aspek-aspek praktik manajemen
sumberdaya manusia (perencanaan dan pengembangan karier,
pelatihan karyawan, partisipasi karyawan, dan kompensasi
karyawan) memiliki pengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja
karyawan. Jadi praktik manajemen sumber daya manusia terbukti
menjadi faktor penentu utama kepuasan karyawan dan perlu
mendapatkan perhatian untuk meningkatkan performa perusahaan
secara keseluruhan.

176
c. Terdapat sekitar 20% perubahan kriterium yang tidak dapat
dijelaskan oleh variabel-variabel prediktor. Hal ini mungkin
dijelaskan oleh variabel-variabel lain, seperti umur, jenis kelamin,
atau jabatan. Penelitian lebih lanjut masih diperlukan untuk
meneliti kemungkinan-kemungkinan ini.

Daftar Pustaka
Andres, Lasley dan Grayson, J. Paul, Educational Attainment,
Occupational Status, and Job Satisfaction: A Ten Year
Portrait of Canadian Young Women and Men, Paper, New
Orleans, 2002.
Awat, Napa J., Metode Statistik dan Ekonometri, Liberty, Cetakan
Pertama, Yogyakarta, 1995.
Azwar, Saifuddin, Metode Penelitian, Pustaka Pelajar, Yogyakarta,
2001.
Barthos, Basir, Manajemen Sumber Daya Manusia: Suatu Pendekatan
Makro, Bumi Aksara, Cetakan Keempat, Jakarta, 1999.
Bernandin, H. John, & Joyce E.A. Russell, Human Resource
Management, MacGraw-Hill, Inc., Singapore, 1993.
Bounds, Gregory, M., Management: A Total Quality Perspective,
South-Western College Publishing, Ohio, 1995.
Delaney, John T. & Mark A. Huselid, Academy of Management
Journal, Vol. 39, No.4 (949-969), Agustus 1996.
Delery, John E. & D. Harold Doty, Academy of Management Journal,
Vol. 39, No.4 (802-835), Agustus 1996.
Dimyati, Aan Surachlan, Pengetahuan Dasar Perhotelan, CV. Deviri
Ganan, Jakarta, Cetakan Pertama, 1989.
Denney G. Rutherford, Hotel Management and Operations, Van
Nostrand Reinhold, New York, 1989.
__________, Employee Satisfaction Questionnaire,
http://www.guidestarco. com/index.htm
Gomes, Faustino Cardoso, Manajemen Sumber Daya Manusia, Andi
Offset, Edisi Pertama, Cetakan Kelima, Yogyakarta, 2001.
Handoko, T. Hani, Manajemen Personalia dan Sumber Daya
Manusia, BPFE, Yogyakarta, 1994.

177
Jarrel, Donald W., Human Resource Planning: A Business Planning
Approach, Prentice-Hall, Inc., New Jersey, 1992.
Joseph F. Hair, Multivariate Data Analysis, Ed. 5, Prentice-Hall, Inc.,
New Jersey, 1984.
Manullang, M., dan Manullang, Marihot, Manajemen Sumber Daya
Manusia, BPFE Yogyakarta, Edisi Pertama, 2001.
Martoyo, Susilo, Manajemen Sumber Daya Manusia, BPFE
Yogyakarta, Edisi Keempat, 1987.
Napa J. Awat, Metode Statistik dan Ekonometri, Liberty Yogyakarta,
1995.
Siagian, Sondang P., Manajemen Sumber Daya Manusia, Ed. 1, Bumi
Aksara, Jakarta, 2002.
Singarimbun, Masri, Metode Penelitian Survai, LP3ES Jakarta, 1989.
Sulastiyono, Agus, Seri Manajemen Usaha Jasa Sarana Pariwisata
dan Akomodasi: Manajemen Penyelenggaraan Hotel, CV.
Alfabeta, Cetakan Kedua, Bandung, 2001.
Untung Sus Andriyanto dan Abdul Basith, Metode dan Aplikasi
Peramalan (Terjemahan), Penerbit Erlangga, Jakarta, 1991.

178
PERAN AKTIF MASYARAKAT DALAM
PENGEMBANGAN PENDIDIKAN

Widiyanto Hadi
AMIK AMIKOM CIPTA DARMA Surakarta

Abstraksi
Saat ini kondisi kualitas pendidikan di indonesia dianggap kurang
baik dan belum optimalnya peran masyarakat dalam ikutserta
mengembangkan kualitas pendidikan, sementara tuntutan kualitas
sumber daya manusia terus meningkat. Untuk itu Pendidikan kita
haruslah mampu mengikuti perubahan yang terjadi sesuai dengan
tuntutan perkembangan jaman dan ini menjadi tanggung jawab orang
tua, masyarakat, dan negara.
Perlu ditumbuhkan adanya kemauan dan kemampuan
keluarga/warga atau kelompok masyarakat untuk berpartisipasi
dalam pengembangan pendidikan. Kesan keluarga dan masyarakat
telah merasa memandatkan atau menyerahkan tugas pendidikan
sepenuhnya kepada sekolah harus diluruskan.
Memperbaiki sistem pendidikan yang mana jika anak diajarkan
untuk mampu belajar sendiri, mencipta, dan menjalani kehidupannya
dengan berani dan percaya diri atas fasilitas lingkungannya (
keluarga dan masyarakat ).
Dengan bergesernya paradigma pembangunan sentralistik ke
desentralistik telah membuka peluang yang lebar bagi masyarakat
untuk berperan aktif dalam pengembangan pendidikan
dilingkungannya.

Kata Kunci: Peran, Masyarakat, Pengembangan, Pendidikan

179
1. Pendahuluan
Saat ini kondisi kualitas pendidikan di indonesia dianggap
kurang baik, bahkan menurut laporan UNDP tahun 2004
menempatkan Human Devolopment Indek (HDI) Indonesia pada
urutan 111 dari 177 negara, dan kalau kita perhatikan dengan seksama
peran aktif masyarakat dalam ikutserta mengembangkan kualitas
pendidikan di lingkungannya masih belum optimal.
Tuntutan pengembangan sumberdaya manusia yang terus menerus
meningkat dari waktu ke waktu, yaitu standar mutu : Karya, Kualitas
jasa, Layanan.
Pendidikan kita haruslah mampu mengikuti perubahan yang terjadi
sesuai dengan tuntutan perkembangan jaman.
Tanggung Jawab Pengembangan pendidikan anak atau generasi muda
bangsa Indonesia berada pada :
- Orang tua
- Masyarakat
- Negara
Masyarakat disini tercakup di dalamnya peran orang tua dan
kelompok – kelompok masyarakat lainnya diluar sekolah atau
lembaga pendidikan.
Peran Dominan Pendidikan terletak pada orang tua, menurut
Russell (1993) : orang tua harus mampu memenuhi kebutuhan-
kebutuhan dasar anaknya, antara lain :
- Udara segar, makanan bergizi, kesempatan bermain
- Kebebasan tumbuh dan berekspresi
- Serta lingkungan yang aman secara fisik sehingga bebas dari
luka-luka dan bencana
- Orang tua berperan mengantarkan dan memfasilitasi anak-
anaknya hingga menjadi dirinya sendiri.
Peran dari kelompok-kelompok masyarakat lainnya adalah membantu
proses pendewasaan dan kematangan individu sebagai anggota
kelompok dalam suatu masyarakat.
Undang-undang sisdiknas, 2003. Cita-cita bangsa Indonesia
menjadikan generasi masa depan sebagai manusia seutuhnya :

180
1. Manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa.
2. Berakhlak mulia
3. Sehat
4. Berilmu
5. Cakap
6. Kreatif
7. Mandiri
8. Menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.
Tanggung jawab untuk peningkatan mutu pendidikan yang
terpenting adalah oleh orang tua dan masyarakat. Hal ini sebenarnya
sudah lama sekali terjadi, tetapi memang tidak dikelola dengan
sebaik-baiknya sehingga sampai sekarang belum optimal.

2. Pembahasan
Peran aktif Masyarakat dalam pembangunan menunjukkan
pengertian pada keitutsertaan mereka dalam :
• Perencanaan
• Pelaksanaan
• Pemanfaatan hasil dan evaluasi program pembangunan
Peran aktif Masyarakat dalam pembangunan, meliputi :
1. Pembuatan Keputusan
2. Penerapan Keputusan
3. Penikmatan hasil
4. Evaluasi kegiatan

Secara lebih rinci peran aktif dalam pembangunan berarti mengambil


bagian atau peran dalam pembangunan, baik dalam bentuk :
1. Pernyataan mengikuti kegiatan
2. Memberi masukan berupa pemikiran
3. Tenaga
4. Waktu
5. Keahlian
6. Modal

181
7. Dana atau materi
8. Ikut memanfaatkan dan menikmati hasilnya
Selama ini bentuk peran aktif masyarakat di Indonesia masih
terbatas pada keikutsertaan anggota masyarakat dalam implementasi
atau penerapan program-program pembangunan saja dan masih lebih
dipahami sebagai upaya mobilisasi untuk kepentingan pemerintah.
Idealnya masyarakat ikut menentukan kebijakan pemerintah yaitu
sebagai bagian dari kontrol masyarakat terhadap kebijakan
pemerintah.
Faktor-faktor Pendukung masyarakat untuk berperan aktif adalah :
1. Adanya kemauan
2. Adanya Kemampuan
3. Adanya Kesempatan
Jika ada kemuan dan kemampuan tetapi tidak ada ruang atau
kesempatan yang diberikan untuk warga atau kelompok dari suatu
masyarakat, maka tidak mungkin peran aktif masyarakat itu terjadi.
Kemauan, kemampuan dan kesempatan perlu ditumbuhkan adanya
kemauan dan kemampuan keluarga/warga atau kelompok masyarakat
untuk berpartisipasi dalam pengembangan pendidikan.
Pemerintah perlu memberikan ruang dan/atau kesempatan
dalam lingkup apa, seluas mana, melalui cara bagaimana, seintensif
mana, dan dengan mekanisme bagaimana peran aktif masyarakat itu
dapat dilakukan.
Adanya Paradigma pembangunan yang tersentral :
• Telah menumbuhkan opini masyarakat bahwa tanggung jawab
utama pembangunan ( dalam bidang pendidikan ) adalah
terletak ditangan pemerintah.
• Warga dan kelompok masyarakat lebih ditempatkan sebagai
“Bukan Pemain Utama” walaupun mengurus kebutuhan dan
kepentingannya sendiri.
• Menempatkan masyarakat hanya sebagai suatu subsistem tau
bagian pasif dari sistem pembangunan.
Hal-hal diatas melemahkan kemauan warga dan kelompok-
kelompok masyarakat untuk berperan aktif dalam pengembangan
pendidikan.

182
Kini paradigma pembangunan telah mulai bergeser ke paradigma
desentralistik. Ini artinya bahwa kemauan dan kemampuan
masyarakat berperan aktif dalam pengembangan pendidikan harus
ditumbuhkan dan ruang partisipasi perlu dibuka selebar-lebarnya.

Masalah-masalah pengembangan pendidikan di Indonesia :


• Pendidikan merupakan produk dari masyarakat
• Pendidikan = Proses Transmisi pengetahuan, sikap,
kepercayaan, ketrampilan dan aspek-aspek perilaku lainnya
kepada generasi ke generasi.
• Pendidikan = Hasil dari hubungan kita dengan orang lain, baik
di rumah, sekolah, tempat permainan, pekerjaan dan
sebagainya.
• Hanya sebagian proses pendidikan saja yang dilaksanakan
dalam lembaga pendidikan yang disebut sekolah.
• Kesan yang salah
1. Keluarga dan masyarakat telah merasa memandatkan atau
menyerahkan tugas tersebut sepenuhnya kepada sekolah
2. Jadi seakan-akan tugas membina suatu generasi
dikonotasikan hanya menjadi tugas sekolah.
• Gambaran kedepan akibat perkembangan IPTEK
1. Suatu keluarga dan anggotanya terkadang lebih maju
daripada sekolah tempat anak-anaknya dikirim untuk
diharapkan dapat mengembangkan diri.
2. Kelompok-kelompok masyarakat, seperti: Jasa industri,
kelompok profesi atau kelompok-kelompok masyarakat
lainnya terkadang telah lebih dahulu maju daripada ada
sekolah itu sendiri.
3. Peranan sekolah akan bergeser.
4. Sekolah tidak lagi akan menjadi satu-satunya pusat
pembelajaran karena aktivitas belajar tidak lagi terbatasi
oleh ruang dan waktu.
5. Peran guru juga tidak akan menjadi satu-satunya sumber
belajar dan sumber informasi yang mampu memfasilitasi
seseorang untuk belajar.
183
• Menurut WEN
1. Sistem pendidikan masa depan yang terpenting adalah
jika anak diajarkan untuk mampu belajar sendiri,
mencipta, dan menjalani kehidupannya dengan berani dan
percaya diri atas fasilitas lingkungannya ( keluarga dan
masyarakat ).
2. Orentasi pendidikan adalah bagaimana agar lulusan suatu
sekolah dapat cukup pengetahuannya dan kompeten
dalam bidangnya, tapi juga matang dan sehat
kepribaiannya.

Dari deretan masalah-masalah diatas, timbul pemikiran-pemikiran


mengenai sekolah akan berubah dengan drastis.
Secara fisik sekolah tidak perlu lagi menyediakan sumber-sumber
daya yang secara tradisional berisi bangunan-bangunan besar, tenaga
dan perangkat lainnya yang banyak.
Sekolah justru harus bekerjasama secara komplementer dengan
sumber belajar lain di masyarakat terutama memanfaatkan fasilitas
internet yang telah menjadi “Sekolah Maya”
Peran Masyarakat dalam pengembangan pendidikan harus
dipandang sebagai bagian dan kebutuhan masyarakat itu sendiri dan
bukan semata kepentingan negara.
Masyarakat harus ditempatkan pada posisi pelaku dan sekaligus
penerima manfaat dari proses mencari solusi dan meraih hasil
pembangunan dibidang pendidikan.
Masyarakat harus mampu meningkatkan kualitas kemandirian
mengatasi masalahnya secara individu atau kelompok.
Pembangunan yang memihak pada rakyat
1. Individu berperan sebagai pelaku
2. Pentingnya penyadaran diri masyarakat akan hak-haknya.
3. Perasaan berharga diri sangat penting bagi pencapaian mutu
hidup yang tinggi.
4. Individu berperan sebagai penentu tujuan dirinya, mengontrol
sumberdaya dan mengarahkan proses yang mempengaruhi
hidupnya.

184
5. Partisipasi masyarakat merupakan bentuk aktualisasi dan
pernyataan penyadaran diri secara kolektif adalah:
o Musyawarah : Merupakan cara khas untuk eksplorasi
kebutuhan dan identifikasi masalah.
o Pemanfaatan atau Pembentukan institusi lokal: Untuk
media pembinaan solidaritas, kerjasama, musyawarah,
rasa aman dan percaya diri kolektif.
Pembentukan dan pengembangan kelompok merupakan :
• Basis strategi pembangunan dari bawah.
• Dapat sebagai wahana untuk penyadaran masyarakat basis
agar mau dan mampu berperan aktif terhadap pembangunan
pendidikan.
Tanggung jawab orang tua dan masyarakat dalam pembangunan
pendidikan pernah mengendor saat paradigma pembangunan
sentralistik dominan.
Perlu pemulihan dan pengembalian tanggung jawab masyarakat dan
orang tua sebagai bentuk aktualisasi peran aktif masyarakat.
Masyarakat yang dimaksud termasuk dunia usaha, industri dan
kelompok-kelompok lainnya, yang dilibatkan dalam pengembangan
pendidikan sejak dari proses perencanaan, pelaksanaannya,
pemanfaatan hasil dan evaluasi yaitu :
• Kamauan dan kemampuan masyarakat ditingkatkan
• Perlu kesigapan pemerintah sebagai pemegang kebijakan
manajer pendidikan.

3. Kesimpulan
1. Adanya opini masyarakat bahwa tanggung jawab utama
pengembangan pendidikan hanya terletak ditangan pemerintah,
telah menyebabkan masyarakat merasa hanya ditempatkan
sebagai “bukan pemain utama” dan berakibat akan melemahkan
kemauan berpartisipasi warga dan kelompok-kelompok
masyarakat dalam pengembangan pendidikan. Kondisi ini telah
merugikan pengembangan pendidikan itu sendiri dan semakin
memberatkan pemerintah sebagai penyelenggara negara.

185
2. Sekolah tidak lagi akan menjadi satu-satunya pusat pembelajaran
dan peran guru juga tidak akan menjadi satu-satunya sumber
belajar karena masih banyak sumber belajar yang lain, peranan
orang tua dan kelompok-kelompok masyarakat menjadi sangat
penting untuk mengisi kekosongan peran yang tidak lagi mampu
diambil oleh sekolah/lembaga pendidikan
3. Bergesernya paradigma pembangunan sentralistik ke
desentralistik telah membuka peluang yang lebar bagi
teraktualisasikannya peran aktif masyarakat dalam pengembangan
pendidikan.
4. Masyarakat harus dilibatkan dalam pengembangan pendidikan
sejak dari proses perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan hasil
dan evaluasinya.
5. Penyaluran peran aktif masyarakat dalam pengembangan
pendidikan antara lain dengan menghidupkan forum musyawarah
dan pembentukan institusi masyarakat yang mampu menampung
aspirasi masyarakat.
6. Pemerintah sebagai penyelenggara sekolah / lembaga-lembaga
pendidikan perlu memberikan ruang dan/atau kesempatan yang
luas untuk memungkinkan terwujudnya peran aktif masyarakat
dalam pengembangan pendidikan.
7. Diperlukan adanya peraturan perundang-undangan yang mengatur
mekanisme, baik dalam skala nasional, daerah, maupun institusi
penyelenggara pendidikan yang menjamin ruang dan gerak
realisasi peran aktif masyarakat dan pengembangan pendidikan.

Daftar Pustaka
Russel, Bertrand, 1993. Pendidikan dan tatanan sosial, Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia.
Sahidu, Arifudin, 1998. Partisipasi Masyarakat Tani Pengguna lahan
sawah dalam pembangunan pertanian. Desertasi Program
Pascasarjana IPB.
Slamet, Margono, 2000. Memantapkan Posisi dan Meningkatkan
Peran Penyuluhan Pembangunan. Makalah Seminar

186
Pemberdayaan SDM menuju Terwujudnya Masyarakat Madani.
Bogor 25-26 September 2000.
United Nation Departemen of Economic and Social Affairs, 1975.
Popular Participation in Decision Making for Development, New
York, UN Publication.
Wen, Sayling. 2003. Future of Education (Masa Depan Pendidikan),
alih bahasa Arvin Saputra, Batam: Lucky Publishers.

187
LAMPIRAN

PEDOMAN PENULISAN MAKALAH

1. Topik yang akan dipublikasikan oleh jurnal MANAJERIAL


berhubungan dengan kepemimpinan, perilaku, serta manajemen
organisasi

2. Naskah yang diterima penyunting ditulis dalam bahasa Indonesia


baku atau bahasa Inggris dan belum pernah dipublikasikan.

3. Naskah diketik dengan komputer menggunakan Microsoft Word,


di atas kertas ukuran 16x21 cm, spasi 1, jenis huruf Time New
Roman dengan ukuran 11 point.

4. Jumlah halaman berkisal antara 7 sampai 15 halaman, dan jumlah


gambar tidak boleh melebihi 30% dari seluruh tulisan

5. Judul makalah harus mencerminkan dengan tepat masalah yang


dibahas di makalah, dengan menggunakan kata-kata yang tepat,
jelas dan mengandung unsur-unsur yang akan dibahas. Ukuran
huruf untuk judul adalah Time New Roman ukuran 12 point bold
(huruf kapital).
Nama penulis ditulis di bawah judul sebelum abstral tanpa disertai
gelar akademik atau gelar lain apapun, asal lembaga tempat
penulis bernaung dan alamat email untuk korespondensi dengan
ukuran 11 point bold. Jika lebih dari 2 penulis, hanya penulis
utama yang dicantumkan di bawah judul; nama penulis lain dalam
catatan kaki.

188
6. Sistematika penulisan naskah, untuk:
a. Naskah Penelitian, terdiri dari:
i. Abstrak dan kata kunci
Abstrak memuat secara ringkas gambaran umum dari
masalah yang dibahas dalam penelitian, terutama analisis
kritis dan pendirian penulis atas masalah tersebut. Panjang
abstrak 50 - 75 kata yang disusun dalam satu paragraf
dalam ukuran huruf 10 point Time New Roman. Abstrak
disertai dengan 3 – 5 kata kunci, yakni istilah yang
mewakili ide-ide atau konsep-konsep dasal yang dibahas
dalam makalah.
ii. Pendahuluan
Pendahuluan tidak diberi judul. Bagian ini berisi
permasalahan penelitian, rencana pemecahan masalah,
tujuan dan ruang lingkup penelitian, serta rangkuman
landasan teori yang berkaitan dengan masalah yang
diteliti
iii. Metode Penelitian
Berisi tentang bahan, peralatan metode yang digunakan
dalam penelitian
iv. Hasil Penelitian dan Pembahasan
Hasil berupa data penelitian yang telah diolah dan
dituangkan dalam bentuk tabel, grafik, foto, atau gambar.
Pembahasan berisi hasil analisis dan hasil penelitian yang
dikaitkan dengan struktur pengetahuan yang telah mapan
(tinjauan pustaka yang diacu oleh penulis), dan
memunculkan ‘teori-teori’ baru atau modifikasi terhadap
teori-teori yang telah ada.
v. Kesimpulan dan Saran
Berisi ringkasan dan penegasan penulis mengenai hasil
penelitian dan pembahasan. Saran dapat berisi tindakan
praktis, pengembangan teori baru dan penelitian lanjutan
vi. Daftar Pustaka

189
b. Naskah Konseptual atau nonpenelitian, terdiri dari:
i. Abstrak dan kata kunci
Abstrak adalah ringkasan dari isi makalah yang
dituangkan secara padat; bukan komentar atau pengantar
penulis. Panjang abstrak 50 - 75 kata yang disusun dalam
satu paragraf dalam ukuran huruf 10 point Time New
Roman. Abstrak disertai dengan 3 – 5 kata kunci, yakni
istilah yang mewakili ide-ide atau konsep-konsep dasal
yang dibahas dalam makalah.
ii. Pendahuluan
Memberikan acuan (konteks) bagi permasalah yang akan
dibahas, hal-hal pokok yang akan dibahas serta tujuan
pembahasan
iii. Pembahasan
Berisi tentang kupasan, analisis, argumentasi dan
pendirian penulisan mengenai masalah yang dibicarakan
iv. Penutup atau Kesimpulan
Berisi kesimpulan penulis atas bahasan masalah yang
dibahas pada bagian sebelumnya.
v. Daftar Pustaka
Diutamakan apabila sumber pustaka atau rujukan berasal
lebih dari satu sumber seperti buku, jurnal, makalah,
internet dan lain-lain.

7. Tabel/gambar harus diberi identitas yang berupa nomor urut dan


judul tabel/gambar yang sesuai dengan isi tabel/gambar, serta
dilengkapi dengan sumber kutipan.

8. Daftar pustaka disusun menurut alphabet penulis. Urutan dimulai


dengan penulisan nama penulis, tahun, judul, penerbit, dan kota
terbit. Penulisan nama penulis adalah nama keluarga diikuti nama
kecil. Untuk kutipan dari internet berisi nama penulis, judul
artikel, alamat website, dan tanggal akses

190

You might also like