Professional Documents
Culture Documents
MAKALAH
TERMODINAMIKA TERAPAN
LNG RECEIVING TERMINAL
KELOMPOK 1 , 2 dan 3
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ......................................................................................................................................... 1
BAB I ................................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN................................................................................................................................. 4
I.1 Latar Belakang Pembangunan LNG Receiving Terminal................................................ 5
I.2 Penggunaan Energi Listrik dalam Pembangkit Tenaga Listrik ........................................ 8
I.2.1. Teknologi Konvensional ................................................................................................. 9
I.2.2. Teknologi Inovatif..........................................................................................................11
I.3 Manfaat dari pembangunan LNG receiving terminal ..................................................12
BAB II ................................................................................................................................................15
PEMBAHASAN.................................................................................................................................15
II.1. Mesin Kalor, Siklus Carnot, dan Siklus Rankine ...............................................................15
II.1.1 Mesin Kalor (Heat Engine) ...........................................................................................15
II.1.2 Siklus Carnot...................................................................................................................17
II.1.3 Siklus Rankine .................................................................................................................20
II.1.4 Analisa Energi pada Siklus Rankine............................................................................21
II.1.5 Solusi Penyimpangan Siklus Rankine..........................................................................23
II.2 Sifat-sifat dan Kinerja Refrigeran (R134A dan Propana)...............................................25
II.2.1 Sifat-Sifat Refrigeran yang Wajib................................................................................25
II.2.2 Kelompok-Kelompok Refrigeran ................................................................................27
II.2.3 Pemanfaatan Hidrokarbon sebagai Alternatif Refrijeran Alternatif ....................29
II.2.4 Pemilihan Fluida Kerja pada LNG Receiving Terminal ...........................................30
II.3. Gas Material, Processing and Power Technologies di Osaka Gas ............................33
II.3.1 IPP Plant of Osaka Gas (Torishima Energy Centre) ...........................................33
II.3.2 Flow System ..............................................................................................................33
II.3.3 Cara Kerja Sistem Pembangkit Listrik...................................................................34
II.3.3 Kelebihan dan Kekurangan LNG Cold Utilizing Power Generation System .......35
BAB III ...............................................................................................................................................37
BAB I
PENDAHULUAN
Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk yang besar, dimana tingkat
pertambahan penduduk sebesar 4.2% per tahunnya dan tingkat permintaan listrik sebesar 1.6%
per tahun, mengakibatkan diperlukannya diversifikasi sumber energi pembangkit listrik. Seperti
diketahui, sampai saat ini Indonesia masih bertumpu pada pemanfaatan minyak bumi sebagai
sumber energi, dimana sumber energi fosil tersebut saat ini telah menipis jumlahnya, dan
diprediksi Indonesia akan menjadi negara pengimport minyak pada tahun 2015.
Selain dari permasalahan krisis minyak, dengan diberlangsungkannya berbagai konvensi
internasional mengenai pemanasan global, dimana tahun 2007 ini Indonesia bertindak sebagai
tuan rumah, memaksa negara ini untuk melakukan pembaharuan lebih jelas dan tegas untuk
menggunakan bahan bakar yang ramah lingkungan.
Salah satu solusi dari kedua permasalahan di atas adalah dengan mensubtitusi
penggunaan minyak bumi dengan gas alam. Seperti diketahui, Indonesia memiliki sumber gas
alam yang cukup sebesar 20 TCF (tanpa mempertimbangkan dari CBM Indonesia), namun yang
baru digunakan secara optimal masih sekita 10 TCF. Sehingga masih besar peluang negara kita
untuk mengembangkan pemanfaatan gas alam.
Salah satu bentuk dari penggunaan gas alam adalah dalam bentuk LNG. Namun
sayangnya, hingga saat ini LNG lebih besar dalam jumlah ekspor daripada untuk konsumsi
dalam negeri. Hal ini lebih dikarenakan harga di dalam negeri yang terlalu murah, dibanding jika
diekspor, misalnya ke Jepang. Dengan kebijakan pemerintah yang lebih berpihak pada
pemanfaatan LNG dari segi harga, peluang LNG sebagai pemain andalan dalam energi Indonesia
akan terbuka lebar.
Sebagai salah satu pengembangan dari transportasi gas alam dalam bentuk LNG adalah
melalui LNG receiving terminal. Kelebihan dari proyek ini adalah :
• Mendukung fasilitas supply gas alam dengan volume besar dan pemenuhan kebutuhan
listrik terutama untuk Pulau Jawa
• Melengkapi transportasi gas dengan pipa
Perlu diingat bahwa Indonesia sudah sejak lama tercatat sebagai pionir dalam
pengembangan gas alam cair atau LNG (Liquified Natural Gas). Negara kita juga pernah tercatat
sebagai eksportir LNG terbesar di dunia. Namun, pemerintah terlena dengan ekspor dan lupa
mengembangkan potensi pasar gas di dalam negeri. PT PLN (Persero) adalah salah satu pasar
dalam negeri yang tidak dilirik selama bertahun-tahun. Terbukti, pemakaian gas untuk
pembangkit PLN tidak didorong dan justru BBM yang harganya kian mahal dan semakin
terbatas, menjadi bahan baku andalan bagi unit-unit pembangkit milik BUMN tersebut.
Belakangan ini, kebutuhan akan gas alam di dalam negeri kian meningkat, sedangkan di sisi lain
cadangannya makin menipis. PLN dan anak perusahaannya seperti PT Indonesia Power dan PT
Pembangkit Jawa Bali (PJB) adalah contohnya. Dalam beberapa tahun terakhir merasakan sekali
akibatnya. Kurangnya pasokan gas alam ke beberapa unit PLTG atau PLTGU memaksa unit-unit
pembangkit tersebut menggunakan BBM. Seharusnya.bisa dipasok dari lapangan gas lain tetapi
belum memiliki terminal sehingga sulit menampung pasokan gas alam.
Kelangkaan gas di dalam negeri selama ini disinyalir akibat Pemerintah Indonesia belum
memiliki kebijakan energi nasional. Padahal, adanya kebijakan tersebut diperkirakan akan
mendorong pemanfaatan potensi gas alam secara lebih maksimal.
Dua hal yang kini tengah dilakukan untuk mendorong pemakaian gas alam di dalam negeri.
Pertama adalah rencana PLN membangun LNG Terminal berkapasitas 4 juta metrik ton yang
bisa ditingkatkan hingga 8 juta metrik ton. Kedua, adalah pembangunan jaringan pipa atau
pipanisasi gas alam seperti pipanisasi dari Sumatra dan Kalimantan ke Jawa.
Pada operasi standar, boil-off vapor diproduksi di tangki dan liquid-filled lines oleh
transfer panas dari sekitarnya. Sebuah Boil-off gas (BOG) recondenser juga diperlukan, dimana
berguna untuk me-recover BOG sebagai produk dan menyediakan surge capacity untuk pompa
LNG tahap 2.
Sistem baru yang digunakan adalah menggunakan tekanan 0.9 MPa oleh kompresor
bertekanan rendah dan pencairan menggunakan LNG sebagai pencampur. Karena tekanan sistem
pencairan BOG dinaikkan bersamaan dengan tekanan keluaran maka sistem ini dapat
menghemat 30-60% dibandingkan menggunakan conventional high-pressure system. Sistem ini
mengadopsi teknologi cold energy storage (CES) untuk mencairkan BOG pada volume konstan
dibawah fluktuasi dari LNG pada flow rate keseharian.
4. LNG vaporizers
Fasilitas LNG terminals memiliki multiple parallel operating vaporizer with spares.
• Open rack vaporizers dan menggunakan air laut untuk memanaskan dan menguapkan
LNG.
• Submerged combustion vaporizer (SCV) menggunakan sendout gas sebagai bahan bakar
untuk membakar, dan menyediakan panas penguapan.
Gas keluaran biasanya diinjeksi dengan sistem distribusi tekanan gas tinggi sekitar 80 barg
maka diperlukan multistaged sendout pumps.
Berikut ini beberapa gambar – gambar dari LNG Receiving Terminal di beberapa wilayah :
Aplikasi teknologi energi dingin dapat dibagi dua, yakni teknologi konvensional dan inovatif.
Pada proses ini, aliran listrik dihasilkan melalui siklus Rankin berupa siklus ekpansi turbin
yang diintegrasikan dengan proses penguapan LNG ( lihat Error! Reference source not found.
). Proses ini juga menggunakan Tri – Ex Vaporizer, yaitu dengan menggunakan fluida
intermediet yang dapat diaplikasikan pada air laut dingin dan dapat menggunakan energi
kriogenik LNG.
Proses digambarkan sebagai berikut. Air laut yang merupakan fluida panas dialirkan
menggunakan pompa menuju heater, dimana pada saat yang sama dialirkan gas alam yang
berasal dari vaporizer II. Pada tahap ini, suhu air laut akan turun dan suhu gas alam akan naik.
Kemudian air laut akan mengalir menuju vaporizer I untuk memanaskan propane yang telah
dicairkan pada vaporizer II. Suhu air laut akan turun dan dikembalikan ke laut, sedangkan suhu
propane akan naik dan dialirkan bersaman dengan gas alam menuju turbin. Pada turbin, gas alam
akan memutar turbin I dan propane akan memutar turbin II. Propane yang telah digunakan untuk
memutar turbin akan mengalir kembali menuju vaporizer II untuk dikondensasikan kembali.
Separasi Udara
Separasi udara menggunakan energi dingin LNG ( lihat Error! Reference source not
found. ). Proses digambarkan sebagai berikut. Udara akan masuk ke dalam HP rectifier,
sehingga mengalami kenaikan tekanan. Setelah itu, hasilnya akan mengalir menuju LP rectifier
menjadi argon, oksigen, dan nitrogen cair. Nitrogen yang tidak tercairkan akan digunakan untuk
sirkulasi proses, dimana nitrogen akan mengalir menuju HE untuk bertukar panas dengan LNG.
Proses pencairan BOG ( boil – off gas ) dapat menghemat energi listrik sebesar 30 – 60%
yang dibutuhkan untuk mengirim BOG, dibandingkan dengan sistem kompresi konvensional
bertekanan tinggi. Teknologi penyimpanan energi dingin digunakan untuk sistem pencairan
BOG yang kontinu dan stabil walaupun terdapat fluktuasi laju alir LNG ( lihat Gambar 2. 2
Proses Pencairan BOG
).
Proses yang terjadi adalah pada siang hari, BOG akan dicairkan bersamaan dengan LNG,
namun LNG tidak ikut tercairkan, LNG akan diuapkan menggunakan vaporizer menjadi gas
alam dan BOG menjadi energi dingin yang digunakan untuk mendinginkan PCM, dimana PCM
ini akan dicairkan pada malam hari untuk proses pencairan LNG.
Proses ini mampu menukarkan panas antara sumber panas dengan sumber energi dingin
(LNG) dari suhu kriogenik menjadi suhu normal, yang dapat menyuplai energi kriogenik pada
empat macam industri atau lebih dalam satu kompleks. Proses dapat dilihat pada Gambar 1. 4
Proses energy kriogenik pada LNG Cascade. Dibandingkan dengan sistem non – cascade, sistem
baru ini lebih efisien, hanya membutuhkan 77% energi LNG untuk menghasilkan energi
kriogenik yang sama.
Proses yang terjadi adalah pencairan LNG secara berulang. Tahap pertama adalah proses
pencairan CO2, yang berasal dari kilang minyak, pada suhu -1600C, dimana CO2 akan ditampung
pada tangki penyimpanan dan hasilnya adalah NG dan LNG yang akan digunakan pada tahap
kedua. Tahap kedua adalah proses pendinginan butane yang berasal dari kilang minyak. Butane
yang bersuhu 30 – 40oC akan didinginkan dengan LNG dan NG. butane yang sudah didinginkan
akan disimpan dalam tangki penyimpanan dan menjadi umpan untuk pabrik petrokimia. Tahap
ketiga adalah proses pendinginan air, yang akan digunakan untuk gas turbin, dimana pada gas
turbin akan mengalami perubahan fasa menjadi uap. Sisa air yang tidak digunakan untuk gas
turbin akan dialirkan menuju perairan perkotaan. Gas sisa akan digunakan untuk gas perkotaan.
Gas ini bersuhu 10oC.
Dari data tersebut, dapat dilihat bahwa pada LNG receiving terminal harus sesuai dengan
kriteria pengontrol/penyesuaian heating value sehingga membatasi penerimaan LNG. Hal ini
berarti meskipun ada LNG yang sudah sesuai baik harga maupun kualitasnya, ada kemungkinan
tidak sesuai dengan criteria atau spesifikasi. Namun, walaupun ada keterbatasan dalam heating
value, ada fasilitas yang dapat ditambahkan untuk menyesuaikan heating value (misalnya,
dicampur dengan LNG dengan heating value yang lebih rendah ataupun dengan menambahkan
nitrogen) sehingga memungkinkan menerima LNG dengan jenis yang lebih banyak.
Permasalahan yang paling penting adalah adanya kompetisi harga antara LNG dengan gas
pipeline.
BAB II
PEMBAHASAN
Hal yang esensial dalam semua siklus mesin kalor adalah penyerapan panas pada T tinggi
dan pelepasan panas pada T yang lebih rendah yang diiringi dengan proses penghasilan kerja.
Secara teoritis treatment dari mesin kalor ini memiliki dua tingkat temperatur yang menjadi
karakteristik operasi dan diatur oleh reservoar kalor. Reservoar ini merupakan suatu bentuk
imajiner untuk menggambarkan 2 kondisi dimana terjadi penyerapan dan pelepasan panas secara
isothermal.
Pada operasinya, fluida kerja dari mesin kalor menyerap panas (QH) dari reservoar panas,
kemudian menghasilkan sejumlah kerja bersih (W), melepaskan panas (QC) dari reservoar dingin
dan akhirnya kembali pada kondisi awalnya.
Dengan kondisi ini, hukum I Thermodinamika menjadi :
W = QH − QC
W QH − QC QC TC
Maka : η = = = 1− = 1−
QH QH QH TH
Untuk mendapatkan efisiensi thermal 100%, QC haruslah nol. Sayangnya tidak ada
satupun mesin yang mampu mencapai kondisi ini, pasti akan selalu ada panas yang dibuang ke
reservoar dingin. Hal yang menentukan limit atas efisiensi adalah derajat reversibilitas dari
operasinya. Dengan demikian, mesin kalor yang beroperasi secara benar-benar reversibel adalah
mesin yang ideal dan disebut dengan mesin Carnot.
Empat tahapan pada mesin Carnot :
1. Sebuah sistem pada awalnya berada pada kesetimbangan thermal dengan reservoar dingin
pada suhu TC. Sistem ini kemudian mengalami proses adiabatik reversibel yang
menyebabkan suhunya meningkat menjadi suhu di reservoar panas pada suhu TH.
2. Sistem mempertahankan kontak dengan reservoar panas pada TH dan mengalami proses
isothermal reversibel. Selama panas (QH) di ambil dari reservoar panas.
3. Sistem mengalami proses adiabatik reversibel pada arah berlawanan dari tahap 1 yang
membawa temperaturnya kembali pada reservoar dingin (TC).
4. Sistem mempertahankan kontak dengan reservoar pada TC dan mengalami proses
isothermal reversibel pada arah yang berlawanan dengan tahap 2 dan kembali pada
keadaan awalnya melalui proses pelepasan kalor (QC) ke reservoar dingin.
Mesin Carnot beroperasi diantara 2 reservoir panas pada suatu cara sedemikian hingga
dimana semua panas diambil pada T konstan dari reservoar panas dan semua kalor dilepas dari
reservoar dingin pada T konstan pula. Semua mesin yang beroperasi diantara dua reservoar kalor
adalah termasuk mesin Carnot.
Oleh karena mesin Carnot bekerja secara reversibel, maka tentu saja dapat beroperasi
pada arah balikannya. Siklus balik ini disebut siklus refrijerasi reversibel, dimana kuantitas QH,
QC¸ dan W adalah sama dengan siklus Carnot biasa hanya saja memiliki arah yang berlawanan.
Theorema carnot menyatakan bahwa untuk dua reservoar kalor tertentu tidak ada mesin yang
memiliki efisiensi thermal lebih tinggi daripada mesin Carnot.
Secara ringkas proses yang terjadi adalah, air dipanaskan secara reversibel dan isothermal
didalam boiler (proses 1 - 2), ekspansi secara adiabatik didalam turbin (proses 2 - 3),
pengkondensasian secara isothermal dan reversibel didalam kondensor (proses 3 – 4) dan
diakhiri dengan pengkompresian secara isentropik oleh kompresor menuju kondisi awal dari
proses ini (proses 4 – 1).
Beberapa kesulitan yang berhubungan dengan siklus ini, antara lain :
• Transfer panas menuju atau dari sistem dua fasa tidaklah sulit untuk dicapai pada
prakteknya, karena mempertahankan tekanan konstan pada peralatan secara otomatis
akan mem-fix kan temperatur pada titik jenuhnya. Oleh karena itu, proses 1 – 2, dan 3 – 4
dapat dicapai dengan menggunakan boiler dan kondenser. Membatasi proses transfer
panas menuju sistem dua fasa menyebabkan temperatur yang dapat digunakan pada
siklus menjadi terbatasi. Membatasi temperatur maksimum pada siklus juga berarti
membatasi efisiensi thermal. Usaha apapun untuk meningkatkan Tmax pada siklus panas
akan melibatkan transfer panas menuju fluida kerja pada fasa tunggal yang tidak akan
mudah untuk dicapai secara isothermal.
• Proses ekspansi isentropik (2 – 3) dapat didekati/ditunjukkkan oleh turbin yang bagus.
Namun demikan, kualitas steam akan terus menurun selama proses ini seperti
ditunjukkan pada gambar sebelumnya. Jadi turbin harus bisa bekerja dengan steam yang
memiliki kualitas rendah. Dengan kata lain, steam dengan kelembaban tinggi yang
tentunya akan merusak turbin akibat dari terjadinya erosi oleh butir-butir air pada baling-
baling turbin. Steam dengan kualitas kurang dari 90% tidak akan bisa dijalankan oleh
DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA – FTUI
18
Makalah Termodinamika Terapan_LNG Receiving Terminal
turbin di power plant. Masalah ini dapat diatasi dengan menggunakan fluida kerja yang
memiliki garis uap jenuh sangat curam.
• Proses kompresi isentropik (proses 4 – 1) melibatkan komposisi dari campuran cair - uap
menuju kondisi cair jenuh. Ada dua kesulitan dalam proses ini, pertama bukanlah hal
yang mudah untuk mengontrol proses kondensasi sedemikian hingga untuk memperoleh
kualitas campuran cair – uap tertentu pada kondisi uap. Kedua tentu saja tidak praktis dan
amatlah sulit untuk mendesain kompresor yang dapat bekerja pada dua fasa.
Beberapa dari masalah-masalah ini dapat dieliminasi dengan menggunakan siklus Carnot
pada jalan yang berbeda, misalnya pada gambar dibawah ini:
Namun, siklus ini-pun memiliki kesulitan yakni kompresi isentropik pada tekanan yang
sangat tinggi dan transfer panas isothermal pada variabel tekanan. Oleh karena itulah dapat
disimpulkan bahwa siklus Carnot tidak dapat direpresentasikan oleh alat – alat yang sebenarnya,
bukan merupakan model yang realistis untuk siklus tenaga uap, namun dapat digunakan untuk
membantu memahami tentang siklus tenaga uap.
Siklus Rankine ideal tidak melibatkan irreversibel internal dan terdiri dari 4 tahapan proses :
• 1 – 2 merupakan proses kompresi isentropik dengan pompa.
• 2 – 3 Penambahan panas dalam boiler pada P = konstan.
• 3 – 4 Ekspansi isentropik kedalam turbin.
• 4 – 1 Pelepasan panas didalam kondenser pada P = konstan.
Air masuk pompa pada kondisi 1 sebagai cairan jenuh dan dikompresi sampai tekanan
operasi boiler. Temperatur air akan meningkat selama kompresi isentropik ini melalui sedikit
pengurangan dari volume spesifik air. Jarak vertikal antara 1 – 2 pada T – s diagram ini biasanya
dilebihkan untuk lebih amannya proses.
Air memasuki boiler sebagai cairan terkompresi pada kondisi 2 dan akan menjadi uap
superheated pada kondisi 3. Dimana panas diberikan oleh boiler ke air pada T tetap. Boiler dan
seluruh bagian yang menghasilkan steam ini disebut sebagai steam generator.
Uap superheated pada kondisi 3 kemudian akan memasuki turbin untuk diekspansi secara
isentropik dan akan menghasilkan kerja untuk memutar shaft yang terhubung dengan generator
listrik sehingga dihasilkanlah listrik. P dan T dari steam akan turun selama proses ini menuju
keadaan 4 dimana steam akan masuk kondenser dan biasanya sudah berupa uap jenuh. Steam ini
akan dicairkan pada P konstan didalam kondenser dan akan meninggalkan kondenser sebagai
cairan jenuh yang akan masuk pompa untuk melengkapi siklus ini.
Ingat bahwa data dibawah kurva proses pada diagram T – s menunjukkan transfer panas
untuk proses reversibel internal. Area dibawah kurva proses 2 – 3 menunjukkan panas yang
ditransfer ke boiler, dan area dibawah kurva proses 4 – 1 menunjukkan panas yang dilepaskan di
kondenser. Perbedaan dari kedua aliran ini adalah kerja netto yang dihasilkan selama siklus.
0 = hi – he + Q – W
Q - W = he – h i
9 Pompa (Q = 0) Æ Wpompa,in = h2 – h1
9 Boiler (W = 0) Æ Qin = h3 – h2
9 Turbin (Q = 0) Æ Wturb,out = h3 – h4
9 Condenser (W = 0) Æ Qout = h4 – h1
Berdasarkan hal diatas diperoleh Wnet yaitu :
Wnet Q
η= = 1 − out
Qin Qin
Pada kenyataannya terdapat penyimpangan dalam siklus Rankine yang terjadi karena:
1. adanya friksi fluida yang menyebabkan turunnya tekanan di boiler dan condenser
sehingga tekanan steam saat keluar boiler sangat rendah sehingga kerja yang dihasilkan
turbin (Wout) menurun dan efisiensinya menurun. Hal ini dapat diatasi dengan
meningkatkan tekanan fluida yang masuk.
2. adanya kalor yang hilang ke lingkungan sehingga kalor yang diperlukan (Qin) dalam
proses bertambah sehingga efisiensi termalnya berkurang
Penyimpangan pada siklus Rankine ditunjukkan oleh gambar dibawah ini:
Penyimpangan ini terjadi karena adanya irreversibilitas yang terjadi pada pompa dan
turbin sehingga pompa membutuhkan kerja (Win) yang lebih besar dan turbin menghasilkan kerja
(Wout) yang lebih rendah seperti pada grafik dibawah ini:
Efisiensi pompa dan turbin yang mengalami irreversibilitas dapat dihitung dengan:
Ws h2 s − h1
ηP = =
Wa h2 a − h1
Wa h3 − h4 a
ηT = =
Ws h3 − h4 s
Dimana:
Pemanasan Ulang
• Meningkatkan P boiler sehingga akan dengan meningkatkan efisiensi siklus dan
melembabkan keluaran turbin.
• Solusi: Memanaskan steam hingga suhu sangat tinggi sebelum masuk turbin.
Mengekspansi 2 tahap pada turbin dimana diantara tahapan tersebut, steam dipanaskan.
• Tahap : steam masuk turbin Æ ekspansi 1 (HP turbin, sampai P menengah) Æ pemanasan
ulang (boiler, pada P tetap) Æ ekspansi 2 (LP turbin)
• Proses single reheat (satu kali pemanasan kembali) dapat meningkatkan efisiensi sebesar 4
- 5%.
Regenerasi
• Cara meningkatkan T liquid yang meninggalkan pompa:
– Mengkompres liquid secara isentropik hingga memiliki suhu yang tinggi.
– Mentransfer panas dari steam yang telah diekspansi kepada air umpan boiler yang
digunakan untuk regenerasi.
• Regenerasi: mengeluarkan steam sedikit dari dari turbin pada titik-titik yang berbeda.
Steam ini digunakan untuk memanaskan air umpan.
• Peralatan dimana air umpan dipanaskan melalui proses regenerasi disebut regenerator atau
pemanas air.
Dengan regenerasi, efisiensi termal dari siklus Rankine akan meningkat. Hal ini karena
adanya kenaikan temperatur rata-rata dari kalor yang diberi untuk steam di boiler dengan cara
peningkatan suhu dari air sebelum masuk ke boiler. Dimana efiensi akan meningkat jika
pemanasan air umpan ditingkatkan.
Sebaiknya refrigeran menguap pada tekanan sedikit lebih tinggi dari pada tekanan
atmosfir. Dengan demikian dapat dicegah terjadinya kebocoran udara luar masuk sistem
refrigeran karena kemungkinan adanya vakum pada seksi masuk kompresor (pada tekanan
rendah). Selain itu dapat dicegah turunnya efisiensi volumetrik karena naiknya perbandingan
kompresi, yang dapat disebabkan karena berkurangnya tekanan dibagian tekanan rendah. Itulah
sebabnya mengapa titik didih refrigeran merupakan salah satu faktor yang sangat penting. Boleh
dikatakan bahwa refrigeran yang memiliki titik didih rendah biasannya dipakai untuk keperluan
operasi pendinginan temperatur rendah (refrigerasi), sedangkan refrigeran yang memiliki titik
didih tinggi digunakan untuk keperluan pendinginan temperatur tinggi (pendinginan udara). Jadi
titik didih refrigeran merupakan indikator yang menyatakan apakah refrigeran dapat menguap
pada temperatur rendah yang diinginkan, tetapi pada tekanan yang tidak terlalu rendah. Dari
segi termodinamika R12, R22, R500, R502, ammonia dan sebagainya dapat dipakai untuk
daerah temperatur yang luas, dari keperluan pendinginan udara sampai ke refrigerasi.
10). Sejak tahun 1995, R13B1 digunakan untuk sistem pengkondisi udara kompresi uap
dengan temperatur yang sangat rendah.
Issue pengaruh dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh penggunaan refrigeran begitu
marak pada saat ini. Pada awalnya mengenai ODS (Ozone Depleting Substance), dan berlanjut
pada saat ini mengenai GWP (Global Warming Potenisial). Issue-issue tersebut mendorong
berbagai pihak terutama kalangan peneliti maupun produsen mencari refrigeran yang aman
terhadap lingkungan. Dengan latar belakang ini mereka mencoba kembali menggunakan
refrigeran hidrokarbon, seperti kita ketahui bahwa pada awal mesin refrigerasi kompresi uap
ditemukan hidrokarbon sudah digunakan. Pada saat ini refrigeran hidrokarbon dipersiapkan
sebagai refrigeran alternatif untuk digunkan sebagai pengganti CFC12, HFC134a dan HCFC22.
Powell (2002) menerangkan bebeapa syarat yang harus dimiliki oleh refrigeran pengganti, yakni:
1. Memiliki sifat-sifat termodinamika yang berdekatan dengan refrigeran yang hendak
digantikannya, utamanya pada tekanan maksimum operasi refrigeran baru yang
diharapkan tidak terlalu jauh berbeda dibandingkan dengan tekanan refrigeran lama yang
ber-klorin.
2. Tidak mudah terbakar.
3. Tidak beracun.
4. Bisa bercampur (miscible) dengan pelumas yang umum digunakan dalam mesin
refrigerasi.
5. Setiap refrigeran CFC hendaknya digantikan oleh satu jenis refrigeran ramah lingkungan.
Setelah periode CFCs, R22 (HCFC) merupakan refrigeran yang paling banyak digunakan
di dalam mesin refrigerasi dan pengkondisian udara. Saat ini beberapa perusahaan pembuat
mesin-mesin refrigerasi masih menggunakan refrigeran R22 dalam produk-produk mereka.
Meski refrigeran ini, termasuk juga refrigeran jenis HCFCs lainnya, dijadwalkan untuk
dihapuskan pada tahun 2030 (untuk negara maju), namun beberapa negara Eropa telah
mencanangkan jadwal yang lebih progresif, misalnya Swedia telah melarang penggunaan R22
dan HCFCs lainnya pada mesin refrigerasi baru sejak tahun 1998, sedangkan Denmark dan
Jerman mengijinkan penggunaan HCFCs pada mesin-mesin baru hanya hingga 31 Desember
1999. Protokol Montreal memaksa para peneliti dan industri refrigerasi membuat refrigeran
sintetis baru, HFCs (Hydro Fluoro Carbons) untuk menggantikan refrigeran lama yang ber-klorin
yang dituduh menjadi penyebab rusaknya lapisan ozon.
Saat ini, HCFCs (yang pada dasarnya merupakan pengganti transisional untuk CFCs)
telah memiliki 2 kandidat pengganti, yakni R410A (campuran dengan sifat mendekati zeotrop)
dan R407C (campuran azeotrop) Hidrokarbon Propana (R290) juga berpotensi menjadi
pengganti R22. R407C merupakan campuran antara R32/125/132a dengan komposisi 23/25/52,
sedangkan R410A adalah campuran R32/125 dengan komposisi 50/50. Saat ini, beberapa
perusahaan terkemuka di bidang refrigerasi dan pengkonsian udara telah menggunakan R410A
dalam produk mereka.
yang paling umum pada proses-proses konvensional. Akan tetapi, pada penggunaan temperatur
turbin yang tinggi, penggunaan air cukup dihindari karena uap air pada suhu yang tinggi
memiliki tingkat korosifitas yang lebih tinggi. Berikut adalah beberapa pilihan fluida kerja yang
biasa dipakai dalam siklus Rankine.
• Air (H2O). Di antara semua fluida kerja yang tersedia, air merupakan fluida kerja yang
paling ekonomis. Perubahan wujud air menjadi uap (steam) pada suhu 100 0C dapat
menyebabkan tingkat energi antara kondensor dan evaporator menjadi lebih tinggi
(dengan kalor laten penguapannya 40,65 kJ/g mol). Selain itu, karena kebanyakan alat
yang terlibat di dalam siklus Rankine (seperti pompa, kondensor, evaporator maupun
turbin) umumnya didisain untuk penggunaan air atau steam, penggunaan air maupun
steam menjadi lebih disukai karena untuk spesifikasi siklus yang berbeda alat yang
dibutuhkan lebih mudah ditemukan. Akan tetapi, sifat korosif air pada suhu yang terlalu
tinggi menyebabkan penggunaan air ataupun steam sebagai fluida kerja sering dibatasi
pada suhu yang tidak telalu tinggi.
• Ammonia (NH3). Meskipun fluida kerja ini memiliki nilai kalor laten penguapan yang
lebih kecil dari air (23,35 kJ/g mol), ammonia sering digunakan untuk kondisi operasi
temperatur yang lebih rendah, di mana pada kondisi tersebut air telah mengalami
pembekuan. Titik leleh ammonia yang relatif rendah (191,7 K) menjadikan ammonia
fluida kerja yang umumnya digunakan untuk kondisi operasi temperatur rendah.
• Refrigeran haloalkana. Refrigeran jenis ini merupakan refrigeran yang umum ditemui
pada berbagai jenis siklus Carnot maupun siklus Rankine, sampai beberapa tahun yang
lalu. Akan tetapi, efek negatif sebagian besar senyawa jenis ini terhadap lapisan ozon dan
merupakan kontibutor pemanasan global menjadikan penggunaan refrigeran haloalkana
mulai ditinggalkan. Diantara refrigeran haloalkana yang masih cukup luas digunakan
adalah 1,1,1,2-Tetrafluoroethane (R-134a). Senyawa ini dikatakan tidak memiliki potensi
deplesi ozon, serta memiliki properti termodinamik yang mirip dengan R-12 CFC yang
dulu amat umum digunakan sebagai zat refrigeran. Tetapi banyak yang mengatakan
bahwa R-134a masih memiliki peran yang cukup besar pada pemanasan global dengan
potensi pemanasan global (GWP100) sebesar 1300 dan secara teoritis berkontribusi pada
perubahan iklim. Selain itu R-134a juga diklaim dapat menyebabkan hujan asam karena
terkonversi menjadi asam trifloroasetat melalui reaksi radikal pada atmosfer.
DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA – FTUI
31
Makalah Termodinamika Terapan_LNG Receiving Terminal
• Fluida organik. Berbeda dengan siklus Rankine terdapat pada umumnya, siklus Rankine
yang menggunakan fluida kerja organik yang memiliki massa molekul tinggi biasanya
disebut dengan ORC (Organic Rankine Cycle). ORC memungkinkan terjadinya recovery
panas dari temperatur temperatur rendah seperti industrial waste heat, panas geotermal,
dsb.
Untuk dapat memilih fluida kerja yang sesuai dengan siklus yang akan dijalankan, serta
agar fluida kerja dapat beroperasi secara optimal, beberapa hal berikut perlu dipertimbangkan.
• Kurva Saturation Vapor Isentropik dari fluida tersebut. Dikarenakan LNG power
generator yang menggunakan ORC dengan fluida kerja seperti propane, iso-pentana
atau toluena bertujuan untuk men-recovery energi panas tingkat rendah, pendekatan
superheated seperti siklus Rankine sederhana tidak sesuai. Untuk itu, superheating kecil
pada exhaust evaporator selalui dipersiapkan, Karena adanya kekurangan berupa wet
fluid (yang berbentuk 2 fasa pada akhir ekspansi). Untuk mendapatkan dry fluid,
regenerator harus digunakan.
• Titik beku dan stabilitas fluida kerja pada temperatur operasi yang diinginkan. Dimana
titik beku seharusnya lebih rendah dari temperatur terendah pada siklus. Fluida kerja
harus stabil pada suhu tinggi atau minimum pada suhu operasi yang diinginkan, fluida
kerja organik cenderung terdekomposisi pada suhu tinggi.
• Panas penguapan serta densitas yang tinggi. Fluida dengan kalor laten dan densitas yang
tinggi akan mengabsorb lebih banyak energi dari sumber pada bagian evaporasi dan
karenanya mengurangi kebutuhan laju alir.
• Dampak lingkungan yang minimal. Parameter yang dilihat pada dampak lingkungan
suatu fluida kerja adalah pengaruhnya terhadap deplesi ozon dan pemanasan global.
• Tingkat keamanan fluida kerja, terutama pada kondisi operasi yang diinginkan dan sifat
korosifitasnya terhadap bahan. Fluida kerja disaran tidak korosif, tidak mengandung
racun dan tidak mudah terbakar.
• Ketersediaan fluida kerja serta biaya yang rendah.
• Tekanan yang dapat diterima pada sistem operasi dan peralatan.
Osaka Gas telah membuat kontrak dengan Kansai Elektronik Co. pada tahun 1996 dalam
hal pembangkit listrik. Kontrak ini akan berlangsung selama 15 tahun dan berlangsung dari tahun
2002 hingga 2016. Pembangkit listrik ini mampu membangkitkan daya hingga 150 MW. Sistem
terdiri dari 145 MW gas turbin yang dikombinasikan secara siklus dan 5 MW gas pressure
recovery. Efisiensi produk ini adalah 50 %. Sistem ini amat ramah terhadap lingkungan karena
emisi NOx yang dihasilkan hanya sebesar 4 ppm (O2 = 16 %).
Osaka gas mengimpor gas alam (LNG). LNG berwujud cair dengan temperatur -160 oC.
Jika energi dingin yang dimiliki oleh LNG dimanfaatkan untuk membangkitkan energi listrik,
akan mungkin menghasilkan energi listrik sebesar 240 KWh setiap ton LNG yang digunakan.
Sistem yang merubah LNG cair ini menjadi energi listrik melalui turbin adalah sistem
pembangkit listrik menggunakan LNG dingin. Karena terdapat perbedaan permintaan LNG
antara musim panas dan dingin maka rata-rata penggunaan LNG dalam hal ini sebesar 20 % dari
jumlah yang diimpor setiap tahunnya. Dalam rangka melakukan penghematan energi, Osaka Gas
menilai penggunaan energi dingin untuk pembangkit listrik ini amatlah esensial.
Gambar 2. 10 Diagram alir proses pembangkit listrik dengan memanfaatkan energi LNG dingin
Pada sistem ini terdapat tiga jenis sistem yang sedang dioperasikan. Sistem yang pertama
adalah sistem siklus Rankine dimana fluida intermediet digunakan untuk menggunakan turbin.
Yang kedua adalah sistem NG direct expansion yang menguapkan gas alam yang akan
menggerakkan turbin. Yang ketiga adalah kombinasi dari siklus Rankine dan NG direct
expansion. Osaka Gas menggunakan propane atau freon sebagai fluida intermediet sistem untuk
siklus Rankine. Sekarang, Osaka Gas sudah mensubtitusi freon yang digunakan.
LNG ditekan hingga tekanannya mencapai 35-45 Kgf/cm2g dengan pompa LNG. Panas
akan ditukar dengan gas propana pada LNG vaporizer. LNG ini akan dipanaskan hingga suhunya
mencapi -50 oC. Dan panas ditukar dengan air laut untuk dipanaskan di NG trim heater. Propana
yang dikondensasikan di LNG vaporizer dinaikkan tekanannya dengan pompa propana dan
dikirim ke propane vaporizer untuk diuapkan pada tekanan yang berhubungan dengan tekanan
air laut. Gas propana yang sudah diuapkan digunakan untuk menggerakkan turbin, mengalami
proses ekspansi dan menciptakan energi listrik. Propana keluaran turbin dikirimkan ke LNG
vaporizer kembali dan dikondensasikan dengan LNG dingin.
II.3.3 Kelebihan dan Kekurangan LNG Cold Utilizing Power Generation System
Kelebihan utama pada LNG power generation system umumnya pada kemudahan
pengoperasian sistem sementara kekurangan utamanya adalah daya listrik yang dihasilkannya
tidak terlalu besar. Berikut ini detail kelebihan dan kekurangannya :
Kelebihan:
• Efisiensi energi, dimana dingin yang dilepaskan ke air laut tidak tersia-siakan begitu saja.
Energi dingin ini dapat dimanfaatkan untuk nilai ekonomis yang lebih besar.
• Penggunan air laut sebagai medium pemanas memungkinkan biaya operasi pada NG
Trim Heater dapat diminimumkan atau bahkan diabaikan.
• Sistem yang tersusun dari jumlah unit yang sedikit menyebabkan secara ekonomi sistem
ini tidak mengkonsumsi banyak energi pada pengoperasiannya.
• Prinsip kerja dari sistem ini adalah siklus Rankine yang telah umum digunakan, sehingga
proses troubleshooting lebih mudah dilakukan.
• Jika karena suatu hal power generation system tidak dapat dijalankan, fasilitas penguapan
LNG tidak perlu mengalami shutdown karena fluida intermediat dapat dialirkan melalui
katup bypass.
• Sistem dapat dioperasikan bahkan jika permintaan gas mengalami short peak load time.
Kekurangan:
• Pada stasiun LNG yang tidak terlalu besar, jumlah energi listrik yang dihasilkan mungkin
tidak terlalu signifikan. Hal ini dapat menjadikan proses menjadi tidak efisien.
• Dingin yang dilepaskan ke air laut (panas yang diambil dari air laut) dapat mengganggu
keseimbangan ekosistem pada situs tempat air laut pemanas tersebut diambil. Hal ini
dikarenakan sebagian besar fitoplankton akan berada dalam kondisi dorman apabila
mereka berada dalam kondisi suhu yang terlalu dingin (umumnya berada dibawah 4 0C).
BAB III
JAWABAN PEMICU
1. Perkiraan kondisi (suhu, tekanan, dan fasa) aliran fluida pada gambar 2.6
P = 300
kPa T= -
13,7 C Sat
P = 500 P = 300
kPaT= - kPa T= -
32,56 C 13,7 C Sat
P = 150 kPa
T= -32,84 C
Sat liquid
2. Perkiraan daya dalam kW yang dapat dihasilkan sistem turbin/generator bila laju
alir LNG 150 ton/jam dan tekanan keluaran LNG pump adalah 35 – 45
kgf/cm2gauge.
Algoritma perhitungan :
• Mengasumsikan tekanan dan temperatur turbin Æ didapat nilai entalpi dan entropi dari
hysis
• Menghitung fraksi uap pada kondisi isentropik dimana S2 = S3 (kondisi 2 dan 3 dilihat
pada siklus Rankine)
• Mencari entalpi H3
• Mencari selisih entalpi kondisi 2 dan kondisi 3
• Mengasumsikan tekanan pada kondisi 4 (saturated liquid) Æ didapat nilai H4 dari Hysis
• Menghitung Q kondenser
• Mengasumsikan properti propana (liquid) ke pompa berupa temperatur dan tekanan Æ
didapat nilai laju alir volumetrik (Perry’s)
• Menghitung entalpi kondisi 1
• Menghitung Q boiler
DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA – FTUI
39
Makalah Termodinamika Terapan_LNG Receiving Terminal
• Mencari laju alir propana dengan mengasumsikan power rating turbin (yang biasa
digunakan dalam stasiun pembangkit, kami menggunakan dari Geothermal)
• Menghitung daya yang dihasilkan turbin
Dari hasil simulasi ini diperoleh daya listrik yang dihasilkan sebesar 1.037 x 104 kW, atau
setara dengan 10.37 MW (lebih kecil sedikit dibanding daya listrik yang dihasilkan dari satu
sumur Geothermal terbesar di Indonesia).
Dari hasil simulasi ini diperoleh daya listrik yang dihasilkan sebesar 5128 kW, atau setara
dengan 5.13 MW.
Dari kedua penggunaaan fluida kerja yang berbeda ini didapatkan hasil keluaran energi
listrik yang berbeda. Hasil energi listrik dengan menggunakan propana lebih tinggi daripada
dengan menggunakan R-134a. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan properti dari
masing-masing fluida kerja. Berikut ini beberapa analisisnya :
• Kapasitas panas,
LNG yang dikeluarkan dari tanki penyimpanan menuju LNG vaporizer memiliki
energi dingin yang sangat besar. Suhu target yang ingin dicapai LNG setelah keluar dari
LNG vaporizer adalah -50oC. Untuk mencapai suhu ini, propana dibutuhkan laju alir sebesar
280 ton/jam sedangkan untuk R134-a dibutuhkan 250 ton/jam.
Kapasitas panas didefinisikan sebagai jumlah energi panas yang dibutuhkan untuk
menaikkan suhu suatu fluida sebesar 10C. Menurut persamaan energi panas Q = m. c. ∆T ,
dengan Q dan delta T yang sama, sedangkan c adalah kapasitas panas masing-masing fluida,
dalam hal ini R-134a dan propane yang nilainya adalah spesifik untuk masing-masing fluida.
Maka lebih besarnya laju alir propana yang dibutuhkan dibanding R-134a, dengan
perpindahan kalor yang sama dari LNG, dapat disimpulkan bahwa kapasitas panas propana
lebih rendah dibandingkan kapasitas panas R-134a.
Dengan demikian, untuk menaikkan/menurunkan suhu propana 10C dibutuhkan lebih
sedikit/akan dilepaskan lebih sedikit kalor dibandingkan R-134a. Berarti dengan laju alir
LNG tertentu, dengan jumlah energi dingin yang sama, bisa digunakan fluida kerja yang
lebih banyak jika digunakan propana, Tentunya semakin banyak fluida kerja yang mengalir
dalam sistem akan menghasilkan listrik yang lebih besar.
• Titik didih
Titik didih propana yang relatif lebih rendah dibadingkan dengan R-134a yaitu
sebesar -42oC dan R134a sebesar -26,22 oC. Suhu ini menunjukkan bahwa pada keadaan
atmosferik, suhu dimana propana berwujud cair lebih rendah dibandingkan suhu R-134a
berbentuk cair. Sehingga hanya dibutuhkan energi lebih sedikit untuk menguapkan propana
dibandingkan untuk menguapkan R-134a. Apabila energi kalor yang diberikan untuk
menguapkan propana pada propana vaporizer sama dengan energi kalor yang diberikan oleh
R-134a, maka suhu dan enthalpi dari propana akan lebih besar daripada R-134a, akibatnya
listrik yang dihasilkan propana juga akan lebih besar karena pada prinsipnya energi yang
dirubah menjadi listrik oleh turbin adalah energi dalam bentuk panas dan entalphi dari fluida
kerja.
• Kalor Laten Penguapan (Lv)
Jika dihubungkan dengan kalor laten, kalor laten penguapan propana yang lebih kecil
daripada kalor laten penguapan R-134a menunjukkan bahwa dengan jumlah energi kalor yang
diberikan oleh Propana / R-134a vaporizer sama , maka akan ada lebih banyak energi tersisa
untuk menaikkan temperatur dari propana dibandingkan dengan R-134a. Konsekuensinya,
sama seperti sebelumnya, propana akan menghasilkan energi listrik yang lebih besar
dibandingkan dengan R-134a karena memiliki suhu dan enthalpi yang lebih tinggi.
Pompa akan memberikan energi berupa energi tekanan kepada LNG, sehingga LNG yang
akan masuk ke LNG vaporizer akan memiliki tekanan yang tinggi. Tujuan dari penggunaan
pompa selain untuk meningkatkan tekanan LNG adalah agar laju alir dari LNG menuju LNG
vaporizer bisa diatur konstan, biasanya pada bagian keluaran pompa akan ada control valve
untuk mengatur laju alir dari LNG yang akan diuapkan di LNG vaporizer.
Transfer energi yang akan terjadi disini adalah dari energi listrik yang diberikan pada
pompa, berubah menjadi energi gerak motor pada impeller pompa yang dikenal dengan BHP
(Brake Horse Power) dan dari impeller ini akan ditransfer ke fluida yang ingin dipompa, dalam
hal ini LNG sehingga LNG akan menerima energi berupa FHP (Fluid Horse Power) atau LHP
(Liquid Horse Power) yang merupakan energi impeller pompa yang dapat diterima oleh LNG
setelah mengalami hydraulic loss didalam shaft pompa serta berupa head.
Persamaan neraca energi yang terjadi adalah, sebagai berikut :
Epompa = Editerima LNG + Hidraulic Loss
V I t = η . BHP + Hidraulic Loss
V I t = FHP + Hidraulic Loss
Dimana :
• LHP (Liquid Horse Power) dalam kW
• Q adalah kapasitas dalam (m3/jam)
• r adalah spesifik gravity dari fluida
• H adalah total head dalam meter
Apabila besarnya energi listrik yang diberikan ke pompa diketahui atau jika spesifikasi
daya pompa diketahui, maka untuk satuan waktu tertentu (dalam hal ini digunakan basis 1 jam
sesuai pada soal di pemicu) akan bisa diketahui energi listrik yang akan dikonversi menjadi
energi tekanan oleh pompa akan diberikan kepada LNG. Dari data ini, bisa diketahui berapa
tekanan LNG keluaran dari fluida, berupa head keluaran pompa dalam hal ini telah diketahui dari
pemicu bahwa tekanan keluaran pompa adalah 35 – 45 kgf/cm2g. Untuk perhitungan hidraulic
loss sendiri bisa dihubungkan dengan efisiensi, karena merupakan kehilangan energi dari listrik
ke pompa menjadi energi panas.
Untuk menyederhanakan perhitungan pada LNG vaporizer ini, bisa dilakukan dengan
menggunakan azas Black, dimana kalor yang dilepaskan oleh propana sama dengan kalor yang
diterima oleh LNG.
Persamaan neraca energi :
• Kecepatan fluida masuk dan keluar dari dalam Heat Exchanger diasumsikan sama, sehingga
tidak ada perubahan energi. Maka = 0.
• Tidak ada perbedaan elevasi yang cukup berarti antara titik aliran masukan baik dari shell
maupun tube dari HE, sehingga = 0.
• Tidak ada kerja yang diberikan dari luar sistem, ataupun dari sistem HE ke lingkungan
sehingga tidak ada kerja yang terjadi pada sistem ini akibatnya W = 0.
• Sistem Heat Exchanger dapat diasumsikan bekerja dalam keadaan adiabatis, dimana tidak
ada perpindahan kalor dari sistem HE ke lingkungannya. Pertukaran kalor dapat dianggap
sempurna terjadi antara fluida dingin (LNG) dan fluida panas (Propana ataupun R-134a).
Didalam proses adiabatis = 0.
• Enthalpi merupakan fungsi dari suhu dan tekanan, yang dinyatakan dalam bentuk persamaan
: , karena tidak ada kerja dan tidak ada perubahan dalam energi dalam.
Maka perubahan enthalpi juga tidak terjadi, sehingga = 0.
Dengan demikian, persamaan energi yang tersisa adalah pertukaran panas antara fluida
panas dan fluida dingin, yang dapat disimplifikasi dengan menggunakan azas Black.
Sehingga
Dalam perhitungan perpindahan panas ini, perlu diperhitungkan kalor laten, karena ada
perubahan fasa yang terjadi baik pada fluida dingin (LNG akan menguap) dan pada fluida panas
(Propana ataupun R-134a keseluruhannya akan mencair).
Informasi yang diberikan di soal pemicu adalah laju alir dari LNG yaitu aliran dingin
sebesar 150 ton/jam berupa fasa cair bersuhu -1600C dan akan keluar berupa fasa uap seluruhnya
dengan suhu -500C. Kapasitas kalor dan kalor laten pada fluida dingin dan fluida panas sudah
diketahui dari literatur. Dengan menyamakan ruas kiri dan kanan menggunakan trial error, maka
kondisi laju alir, dan suhu dari fluida kerja yang akan masuk ke pompa sirkulasi bisa diketahui.
Sama seperti kerja pompa sebelumnya, dimana akan memberikan energi berupa energi
tekanan kepada Propana yang sudah diondensasian dengan memanfaatan energi dingin dari
LNG. Tujuan dari penggunaan pompa selain untuk meningkatkan tekanan propana adalah agar
laju alir dari propana menuju Propana vaporizer bisa diatur konstan, biasanya pada bagian
keluaran pompa akan ada control valve untuk mengatur laju alir dari propana yang akan
diuapkan di propana vaporizer.
Transfer energi yang akan terjadi disini adalah dari energi listrik yang diberikan pada
pompa, berubah menjadi energi gerak motor pada impeller pompa yang dikenal dengan BHP
(Brake Horse Power) dan dari impeller ini akan ditransfer ke fluida yang ingin dipompa, dalam
hal ini LNG sehingga LNG akan menerima energi berupa FHP (Fluid Horse Power) atau LHP
(Liquid Horse Power) yang merupakan energi impeller pompa yang dapat diterima oleh LNG
setelah mengalami hydraulic loss didalam shaft pompa serta berupa head.
Persamaan neraca energi yang terjadi adalah, sebagai berikut :
Epompa = Editerima LNG + Hidraulic Loss
V I t = η . BHP + Hidraulic Loss
V I t = FHP + Hidraulic Loss
Dimana :
• LHP (Liquid Horse Power) dalam kW
• Q adalah kapasitas dalam (m3/jam)
• r adalah spesifik gravity dari fluida
• H adalah total head dalam meter
Apabila besarnya energi listrik yang diberikan ke pompa diketahui atau jika spesifikasi
daya pompa diketahui, maka untuk satuan waktu tertentu (dalam hal ini digunakan basis 1 jam
sesuai pada soal di pemicu) akan bisa diketahui energi listrik yang akan dikonversi menjadi
energi tekanan oleh pompa akan diberikan kepada propana. Tekanan keluaran pompa ini belum
diketahui oleh karena itu akan digunakan asumsi rasio tekanan discharge dibanding suction
adalah 10. Untuk perhitungan hidraulic loss sendiri bisa dihubungkan dengan efisiensi, karena
merupakan kehilangan energi dari listrik ke pompa menjadi energi panas.
Maka, hidraulic loss bisa dihitung dengan :
Dari soal pemicu tidak diketahui apa fluida pemanas yang akan digunakan untuk
menguapkan propana. Oleh karena itu, diasumsikan penguapan terjadi dengan menggunakan koil
pemanas yang ada pada sebuah heater dengan menggunakan energi listrik.
Persamaan dasarnya adalah perubahan energi listrik menjadi energi panas yang akan
ditransfer kedalam propana, dalam perhitungan ini tentu saja tidak semua energi kalor bisa
diterima oleh propana karena pasti ada energi loss pada koil pemanasnya.
Pada simulasi hysys, semua cairan propana akan berubah menjadi uap pada heater ini, oleh
karena itu akan ada peningkatan tekanan yang terjadi didalam aliran propana ini.
Propana yang telah diuapkan sehingga memiliki suhu dan tekanan yang tinggi, dialirkan
menuju turbin untuk mengalami ekspansi secara isentropik agar energi berupa suhu dan tekanan
bisa dikonversi menjadi energi listrik.
Persamaan energi yang terjadi pada turbin adalah :
Dimana Ws adalah kerja pada shaft turbin yang akan digunakan untuk menghasilkan
listrik pada generator. Kerja shaft yang dihasilkan berbanding lurus dengan laju alir massa dan
enthalpi yang dimiliki oleh fluida yang masuk kedalam turbin. Dengan demikian, semakin besar
laju alir massa semakin besar pula energi shaft yang dihasilkan. Semakin besar suhu dan tekanan,
berarti semakin besar pula enthalpi yang dimiliki oleh fluida kerja. Dua hal ini merupakan kunci
penting untuk menghasilkan energi shaft yang besar, semakin besar kerja shaft maka listrik yang
dihasilkan oleh generator akan semakin besar pula.
BAB IV
KESIMPULAN
• LNG Receiving Terminal merupakan tempat regasifikasi dimana fungsinya adalah menerima
gas alam cair dari kapal LNG, menyimpan LNG tersebut kedalam tangki, menguapkan LNG,
dan selanjutnya menghantarkan gas alam ke distribution pipeline.
• LNG Receiving Terminal terdiri dari LNG unloading system (termasuk jetty dan berth),
LNG storage tanks, Vapour handling system, LNG vaporizers, Open rack vaporizers
Submerged combustion vaporizer (SCV), Open rack vaporizers, Submerged combustion
vaporizer, First stage sendout pump, Second stage sendout pump
• Manfaat dari pembangunan LNG receiving terminal :
o Membangun fasilitas penyediaan gas yang terpercaya, yang dapat menyediakan gas
dalam volume yang besar kepada Pembangkit Listrik Tenaga Gas.
o Melengkapi gas pipeline terutama selama penyediaan gas tidak stabil sehingga dapat
menghindari terganggunya pembangkit listrik akibat tidak menentunya pasokan gas.
o Mengurangi konsumsi bahan bakar minyak untuk pembangkit listrik PLN dan untuk
menghindari biaya tak tersaingi dari pembangkitan listrik.
o Mendukung pembangunan pembangkit listrik bertenaga gas sehingga kedua proyek ini
(PLTG dan LNG receiving terminal) merupakan proyek yang terintegrasi dan memiliki
efisiensi yang lebih baik.
o Membawa manfaat untuk ekonomi nasional karena LNG receiving terminal merupakan
rantai terakhir yang diperlukan sebagai nilai tambah LNG di Indonesia.
o Merespon hukum baru tentang minyak bumi dan gas alam yang dibuat pada tahun 2001
yang bermaksud menghentikan monopoli minyak bumi dan gas alam, serta untuk
membuka kesempatan adanya bisnis baru pada industry ini.
• Siklus Carnot merupakan model pendekatan yang paling ideal untuk mempelajari siklus
energy, namun demikian tidak dapat diaplikasikan untuk keadaan yang sesuai kenyataan.
• Ada beberapa kelemahan dari siklus Carnot :
o Usaha apapun untuk meningkatkan Tmax pada siklus panas akan melibatkan transfer panas
menuju fluida kerja pada fasa tunggal yang tidak akan mudah untuk dicapai secara
isothermal.
o Kualitas steam akan terus menurun selama proses ekspansi isentropik, hal ini dapat
merusak turbin karena erosi pada cairan pada fluida dapat mengikis baling – baling dari
turbin.
o Proses kompresi isentropik (proses 4 – 1) memungkinkan timbulnya dua fasa (cair dan
uap) , kompresor bisa rusak jika ada fasa cair pada fluidanya
• Siklus Rankine merupakan modifikasi dari siklus Carnot dan merupakan siklus yang ideal
untuk tenaga uap.
• Refrigeran adalah suatu medium yang fungsinya sebagai pengangkut panas, sehingga panas
tersebut diserap dari evaporator (temperatur rendah) dan dilepaskan ke kondensor
(temperatur tinggi).
• Terkait dengan isu pemanasan global, penggunaan CFC sebagai refrijeran mulai digantikan
oleh refrijeran alternatif lain, seperti hidrokarbon yang lebih ramah lingkungan.
• Jika energi dingin yang dimiliki oleh LNG dimanfaatkan untuk membangkitkan energi
listrik, akan mungkin menghasilkan energi listrik sebesar 240 KWh setiap ton LNG yang
digunakan.
• Tiga jenis sistem yang dioperasikan pada pemanfaatan energy dingin LNG untuk keperluan
pembangkit listrik adalah siklus Rankine, NG direct expansion, dan kombinasi dari siklus
Rankine dan NG direct expansion.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN