Professional Documents
Culture Documents
STEALTH MARKETING:
Permasalahan Etika Dalam Praktek Pemasaran Terkini
Oleh:
Henky Lisan Suwarno dan Bram Hadianto
Universitas Kristen Maranatha, Bandung, Indonesia
Abstract
The degree of competition to reach consumers is rise today. Firms striving to reach consumers through
today’s swell of marketing clutter frequently are employing novel marketing practices. Although many
nontraditional marketing messages are effective through clever, entertaining, and, ultimately, benign
means, others rely on deception to reach consumers. In particular, one form of covert marketing, known
as stealth marketing, uses surreptitious practices that fail to disclose or reveal the true relationship with
the company producing or sponsoring the marketing message. In addition to deception, stealth marketing
can involve intrusion and exploitation of social relationships as means of achieving effectiveness.
Therefore, issue on stealth marketing become important, because it is created or related to ethical
problems on marketing practices. The discussion about ethical problems of stealth marketing encourage
the public policy maker to protect consumer, encourage the marketers to create marketing practices that
educate consumers, and encourage the consumers to become more critical to many form of stealth
marketing practices. This article is a literature study which tries to explain deeply the concept of stealth
marketing and its ethical problems.
I. PENDAHULUAN
yang aneh lagi. Perusahaan giat melakukan banyak kegiatan pemasaran, beberapa praktisi
pemasaran memperkirakan bahwa konsumen disuguhi kurang lebih dari 1000 buah iklan setiap
harinya (Marsden, 2006 dan Shenk, 1998). Di Indonesia sendiri, menurut penelitian dari lembaga
ACNielsen tingkat kepadatan iklan televisi mencapai angka kurang lebih 1000 buah iklan per
minggu. Rata-rata orang dewasa Indonesia menonton iklan televisi sebanyak 850 buah iklan per
1
The 2nd National Conference UKWMS
Surabaya, 6 September 2008
minggu, sedangkan ibu-ibu rumah tangga menonton iklan lebih banyak lagi yakni 1200 buah
Tingginya tingkat kepadatan iklan (televisi) dan banyaknya jumlah iklan yang ditonton
oleh masyarakat menjadikan iklan sebagai salah satu alat pemasaran yang dapat memiliki
pengaruh pada masyarakat. Iklan dapat memberikan pengaruh positif jika iklan tersebut bersifat
mendidik dan sebaliknya dapat memberikan pengaruh negatif jika tidak mendidik. Bersifat
mendidik dalam artian iklan tersebut tidak memberikan informasi yang terlalu berlebihan, dan
menyesatkan dalam membujuk konsumen. Terdapat beberapa iklan yang diberikan kepada
konsumen bersifat tidak mendidik. Hal ini dapat menjadi ancaman serius bagi pelanggan, karena
dapat menciptakan mind-set yang cenderung tidak masuk akal (logika) bagi konsumen dan
merusak moral masyarakat. Di samping itu iklan yang bersifat tidak mendidik, juga memiliki arti
iklan tersebut tidak memberikan informasi yang benar dan jelas kepada konsumen, sehingga
Salah satu bentuk pemasaran yang kemungkinan dapat menciptakan konsumen yang
tidak terdidik adalah stealth marketing. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk membahas
tentang stealth marketing. Pembahasan yang dilakukan penulis berupa penjelasan secara lebih
dalam mengenai konsep dari stealth marketing dan permasalahan etika yang dapat
dimunculkannya.
II. PEMBAHASAN
mensponsorinya (Martin dan Smith, 2008). Stealth marketing kadang dimaksudkan untuk
2
The 2nd National Conference UKWMS
Surabaya, 6 September 2008
menciptakan word of mouth positif, atau “buzz” dari sebuah produk, oleh karena itu tidak heran
kalau stealth marketing ini juga memiliki keterkaitan dengan “buzz marketing” atau “word of
mendefinisikan buzz marketing sebagai “memberikan sebuah alasan kepada orang untuk
berbicara tentang produk atau jasa anda, dan membuat hal tersebut lebih mudah untuk
berbicara.” Dalam pemasaran konvensional, terdapat tiga informasi antara lain product
knowledge, persuasion knowledge dan agent knowledge (Martin dan Smith, 2008). Product
knowledge artinya dalam komunikasi pemasaran terdapat informasi mengenai produk yang
dipasarkan, misalnya fitur-fitur yang terdapat dalam produk. Persuasian knowledge artinya
dalam komunikasi pemasaran terdapat unsur membujuk terhadap konsumen secara terang-
terangan. Agent knowledge artinya terdapat agen pemasaran yang membujuk konsumen secara
terang-terangan. Secara terang-terangan artinya orang yang melihat dan mendengar sebuah
Stealth marketing dipertimbangkan dapat menjadi alternatif yang baik dari pemasaran
konvensional karena dipersepsikan sebagai pemasaran yang lebih halus dan lebih pribadi
daripada pemasaran tradisional. Oleh karena itu stealth marketing dapat menjadi teknik
pemasaran yang dapat bertahan lama. Pada dasarnya, stealth marketing berupaya untuk
menyajikan sebuah produk atau jasa baru dengan menciptakan “buzz” dalam sebuah cara yang
tersembunyi. Stealth marketing menyajikan produk dengan fitur-fitur menarik yang dapat
membuat orang yang melihatnya terkesan dengan produk yang ditawarkan. Tujuan utama dari
pemasaran seperti ini adalah mendapatkan orang yang tepat untuk dapat memasarkan produk
atau jasa tanpa terlihat disponsori oleh perusahaan. Esensinya, pemasaran seperti ini
3
The 2nd National Conference UKWMS
Surabaya, 6 September 2008
konsumen-konsumen yang dapat memasarkan produk secara spontan. Pada akhirnya, pesan yang
dimunculkan dalam komunikasi pemasaran tersebut dapat tersebar mulai dari trendsetter kepada
para konsumen. Pesan dari komunikasi pemasaran tersebut dapat disampaikan dalam beberapa
cara: secara fisik (selebritis atau trendsetters mungkin terlihat dengan merek yang
secara on-air maupun off-air), secara virtual (pesan dapat disebarkan melalui internet chatrooms,
newsgroup, atau weblogs). Jika konsumen suka pada produk atau jasa baru tersebut, mereka akan
mengatakannya kepada teman-teman dan kolega, sehingga tidak menutup kemungkinan pesan
tersebut akan tersebar luas. Dengan menghubungkan produk dengan gaya hidup penerima pesan,
stealth marketing memasarkan produk dan jasa dengan cara yang paling halus dibanding yang
lain.
Pendapat lain mengenai stealth marketing adalah dikemukakan oleh Kafi Kurnia, praktisi
sebagai pemasaran antiradar, karena konsumen tidak mengetahui kalau dirinya merupakan obyek
pemasaran. Strategi ini memang bisa dibilang nakal karena memiliki nuansa memperdaya
konsumen. Contoh klasiknya adalah trik London Cake Creative Consultancy di Newcastle.
sampah dekat bar dan pub di sekitar kota untuk menimbulkan kesan seolah produknya amat
digandrungi. Menurut Kafi, salah seorang rekannya di Indonesia sudah meniru cara ini ketika
membuka restoran baru. Di pekan awal pembukaan restoran, ia meminjam mobil teman
dan mampir mencicipi hidangannya. Teknik sederhana itu ternyata memang tulen sakti. Orang
4
The 2nd National Conference UKWMS
Surabaya, 6 September 2008
yang lewat dibuat penasaran dan akhirnya ikut berhenti, serta mencoba restorannya. Trik ini
berhasil membuat restorannya laris tanpa harus mengeluarkan biaya iklan sepeser pun.
Pemasaran antiradar juga sering dilakukan para agen dan distributor mobil. Caranya, mereka
membanjiri jalan-jalan utama ibu kota dengan mobil-mobil yang baru saja diluncurkan. Lagi-lagi
motivasinya untuk menggelitik dan merangsang rasa penasaran. Konsumen menjadi terpikat,
Cara itu pula yang ditempuh Toyota dengan merek Scion, yang diluncurkan 9 Juni lalu di
California. Karena tahu sekarang ini mereka yang berumur 18-25 tahun tengah merancang
sebuah generasi internet diperkirakan pada 2010 ada 60 juta warga di Amerika yang familier
Para dealer sengaja memarkir Scion di depan toko-toko musik di California. Menawari para
calon langganan untuk mencoba mobil baru Scion, sambil memberikan suvenir cuma-cuma
seperti CD musik. Mobil-mobil Scion juga diparkir di lapangan parkir gedung-gedung konser
musik, untuk pamer. Scion tidak lagi diiklankan lewat TV, karena pemasar antiradar kebanyakan
antiiklanTV. Brosur-brosur Scion hanya disebarkan lewat majalah-majalah gaya hidup generasi
internet. Tujuannya, agar Scion tidak menjadi asal merek kebanyakan, melainkan sebuah merek
yang berinteraksi dengan generasi internet, sehingga diakui dan diadopsi oleh generasi internet
sebagai merek yang mencirikan kepribadian mereka. Scion saat ini tengah mendapat perhatian
dan menjadi buah bibir berkat pemasaran antiradar mereka yang cukup kontroversial.
Pemasaran antiradar atau stealth marketing menjadi trend baru. Berkat pendekatannya yang
artistik. Yaitu bukannya berteriak kencang, melainkan cukup berbisik dan melirik. Tapi, kadang
bisikan jauh lebih dahsyat dari suara berisik. Berbisik bisa lebih intim. Suaranya mungkin jauh
5
The 2nd National Conference UKWMS
Surabaya, 6 September 2008
lebih perlahan, tapi kalau langsung masuk kuping, dan menyentuh pancaindra kita, intensitasnya
Pertumbuhan kepopuleran stealth marketing didorong oleh tiga faktor yang ikut
berkontribusi dalam mengurangi efektivitas dari iklan televisi dan teknik-teknik periklanan
Terdapat dua buku yang berisi tentang kritik terhadap industri periklanan yang
dipublikasikan pada tahun 2002. Sergio Zyman memiliki argumen bahwa waktu 30 detik dari
iklan di televisi tidak cukup untuk membangun awareness (perhatian) dari penonton, oleh karena
itu industri periklanan harus memikirkan ulang cara pemasaran seperti itu. Al dan Laura Ries
juga memiliki argument bahwa Public Relation (PR) seharusnya terlebih dahulu dilakukan untuk
memasarkan produk inovasi baru, dan kemudian diikuti oleh iklan. Efektivitas biaya periklanan
menjadi penyebab mengapa mereka memberi rekomendasi kepada kita untuk melakukan teknik-
teknik pemasaran non-tradisional. Al dan Laura Ries memberikan contoh tentang keberhasilan
dari perusahaan Botox dalam memanfaatkan PR. Dia berpendapat bahwa Botox telah memiliki
omset sebesar $300 juta tanpa melakukan periklanan. Krispy Kreme juga menjadi perusahaan
Faktor kedua yang membuat iklan tidak efektif lagi adalah bahwa pemasar menemukan
bahwa saat ini untuk mengejar dan menangkap pelanggan potensial lebih sulit karena pendengar
semakin banyak terbagi-bagi. Oleh karena semakin banyaknya jumlah stasiun televisi, jumlah
6
The 2nd National Conference UKWMS
Surabaya, 6 September 2008
stasion pemancar radio, dan media komunikasi lainnya, maka pendengar dibagi-bagi ke dalam
kelompok yang lebih kecil. Sehingga hal tersebut membuat pemasar lebih sulit dan tentunya
lebih mahal untuk menjangkau satu pendengar dari satu ukuran tertentu. Sebagai contoh, di 200
saluran TV, program perorangan memiliki penonton yang lebih sedikit dibandingkan masa lalu.
Fakta penelitian terbaru mengungkapkan bahwa semakin banyak generasi muda yang kurang
suka menonton televisi, karena mereka cenderung lebih menyukai bermain video game.
Penelitian yang dilakukan oleh AC Nielsen pada tahun 2003 menunjukkan bahwa pemuda usia
antara tahun 18 dan 34 yang menonton televisi berkurang jumlahnya sekitar 7.7% dibandingkan
3. Munculnya Personal Televise Recorders (PVRs) atau Digital Video Recorders (DVRs)
Fitur yang paling mengganggu dari alat ini adalah kemampuannya untuk tidak
menayangkan (skip or eliminate) iklan yang tidak dikehendaki oleh konsumen, caranya adalah
dengan memencet (klik) satu tombol di remote control jika muncul iklan yang tidak mereka
kehendaki. Oleh karena itu tidaklah mengherankan jika terdapat beberapa penelitian yang
menemukan bahwa untuk mencapai 80% dari konsumen wanita usia 18 sampai 49 tahun,
terdapat peningkatan jumlah iklan dari 3 iklan di tahun 1995 sampai 97 di tahun 2000. Penelitian
lain yang ditujukan kepada 112 eksekutif pemasaran dari Asosiasi Periklanan Amerika,
menunjukkan bahwa 76% dari responden mengatakan akan mengurangi pembelanjaan iklan
Frustasi dengan beberapa kelemahan dari teknik pemasaran yang tradisional, dan
munculnya beberapa alat yang dapat membantu penonton untuk tidak menayangkan iklan
membuat pemasar perlu memikirkan cara baru dalam menyampaikan komunikasi pemasarannya.
7
The 2nd National Conference UKWMS
Surabaya, 6 September 2008
Lebih spesifik, mereka harus memikirkan bagaimana caranya menciptakan pesan yang halus
Ada beberapa teknik pemasaran yang dapat dimanfaatkan untuk memperoleh keuntungan
kompetitif. Enam teknik stealth marketing tersebut adalah: viral marketing; brand pushers;
celebrity marketing; bait-and-tease marketing; marketing in video games; and marketing in pop
and rap music. Teknik stealth marketing yang berhasil adalah ketika konsumen tidak merasa
sadar bahwa ada kesan komersial dibaliknya (Kaikati M.A dan Kaikati G.J, 2004).
1. Viral Marketing
Istilah "viral marketing" diperkenalkan oleh Steve Jurvetson (seorang penanam modal)
pada 1996 ketika dia mendeskripsikan strategi pemasaran dari e-mail gratis Hotmail dengan
mengirimkan pesan "Get your private, free e-mail from Hotmail at http://www.hotmail.com"
bersamaan dengan rekomendasi secara implisit dari si pengirim tentang suatu produk. Dengan
demikian, stealth marketing dalam bentuk viral marketing merupakan "word of mouth" melalui
suatu media digital. Pemasaran jenis ini melibatkan penyebaran pesan melalui "word of mouse"
dan memastikan bahwa penerima punya daya tarik terhadap pesan tersebut. Setelah mereka
temannya. Mendapat satu rekomendasi pribadi melalui e-mail dari seseorang yang anda ketahui
Salah satu contoh dari viral marketing adalah weblogs, atau yang lazimnya dikenal
dengan sebutan blogs. Blogs adalah buku harian seperti web sites pribadi dan tempat orang-orang
berkomunikasi yang sudah menjadi trend saat-saat ini, khususnya bagi pengguna web yang
8
The 2nd National Conference UKWMS
Surabaya, 6 September 2008
berusia muda. Tidak seperti halaman web site pribadi lainnya, blogs merupakan buku harian
yang sering ditulis oleh para generasi muda yang menjadi trendsetter. Mereka biasanya menulis
beberapa pendapat, seperti testimonial dan melakukan update secara teratur. Mereka biasanya
berkomentar seputar dasar pemikiran dari pilihan-pilihan mereka terhadap isu-isu yang sedang
dibicarakan, kemudian membangun sebuah percakapan yang interaktif. Mereka juga membangun
sebuah link dengan halaman web site dan blogs lainnya yang berisi berbagai macam topik
bahasan mulai dari teknologi, media, dan hiburan sampai politik, ekonomi, dan budaya.
Pemanfaatan blogs untuk kegiatan pemasaran dilakukan oleh perusahaan Dr. Pepper,
sebuah perusahaan yang memproduksi soft-drink. Untuk menarik calon pelanggannya, Dr.
Pepper membangun sebuah blogs yang dapat memasarkan produknya secara sembunyi-
sembunyi. Dr. Pepper juga merekrut sejumlah anak muda untuk menjadi bloggers, yang berusia
remaja sampai usia 20 tahunan. Sejumlah remaja tersebut terlebih dahulu diminta untuk
mengikuti masa orientasi, dengan tujuan supaya mengetahui upaya pemasaran Dr. Pepper
melalui blogs, yang diisi dengan pendapat bloggers tentang antusiasme mereka terhadap produk
tanpa diketahui banyak orang kalau mereka adalah para pemasar dari Dr. Pepper.
2. Brand Pushers
Brand pushers adalah teknik stealth marketing dengan merekrut aktor dan aktris baru
untuk menjangkau calon pelanggan secara pribadi dalam kehidupan sehari-hari dengan
memasukkan pesan komersial secara implisit. Para aktor dan aktris yang dipilih ini harus yang
memiliki kepribadian yang pandai merangkul orang dan menarik. Tujuan utama dari brand
pushers ini adalah untuk menampilkan suatu perilaku yang baik dan menampilkan keunggulan
9
The 2nd National Conference UKWMS
Surabaya, 6 September 2008
Salah satu contoh perusahaan yang melakukan teknik stealth marketing berupa brand
pushers ini adalah Sony Ericsson. Dalam memasarkan produk terbarunya, yaitu kombinasi antara
telepon selular dan kamera digital mereka melakukan brand pushers. Mereka merekrut aktor dan
aktris baru yang berjumlah 60 orang, mereka melakukan acting seolah-olah sebagai pasangan
turis yang sedang melakukan liburan. Cara yang dilakukannya adalah mereka meminta orang
lain untuk mengambil gambar mereka dengan menggunakan telepon seluler baru Sony Ericsson
tipe T68i, telepon seluler yang dilengkapi dengan fasilitas kamera. Tujuan dari teknik pemasaran
seperti ini adalah untuk melakukan intrik supaya orang lain tersebut mengetahui dengan
sendirinya produk high-tech terbaru yang dimiliki Sony Ericson dan membiarkan mereka
memiliki pengalaman sendiri dengan fitur-fitur yang ada di telepon seluler tersebut. Dengan cara
seperti ini, maka calon konsumen menerima pesan pemasaran dari perusahaan bukan melalui
iklan seperti biasanya, tetapi melalui demonstrasi langsung mengenai fitur-fitur produk di
dalamnya. Sehingga hal seperti ini terlihat lebih efektif, karena konsumen memiliki pengalaman
3. Celebrity Marketing
Teknik stealth marketing seperti ini dilakukan dengan merekrut seorang selibritis untuk
untuk mempengaruhi calon konsumen agar mau membeli produk yang dipasarkan.
Contoh kasus dari celebrity marketing ini adalah yang terjadi dalam industri kesehatan.
Pada bulan Maret 2002, ketika Lauran Bacall (selebritis di Amerika) di wawancara oleh Matt
Lauer, pembawa acara Today Show, dia menyebutkan bahwa salah seorang temannya mengalami
sakit mata sebelah yang disebut macular degeneration. Lalu Bacall menyebutkan sebuah obat
baru, Visudyne, yang dapat mengobati penyakit tersebut. Pada bulan Juli 2002, Ann Wilson,
10
The 2nd National Conference UKWMS
Surabaya, 6 September 2008
penyanyi rock tahun 70 sampai 80-an, direkrrut oleh perusahaan pembuat alat penurun berat
badan, yaitu Lap-Band. Wilson muncul dalam acara di CBS yaitu The Early Show untuk
memasarkan alat tersebut. Selanjutnya pada bulan Agustus 2002, aktris Kathleen Turner muncul
dalam acara Good Morning America di ABC dan CNN untuk berdiskusi tentang perjuangannya
mengobati penyakit rheumatoid arthritis, yang menarik, ketika dia tidak menyebutkan secara
khusus nama sebuah perusahaan atau merek, dia merekomendasikan kepada para penonton untuk
mengunjungi halaman web yang disponsori oleh Amgen Inc. and Wyeth, yang memproduksi
Contoh kasus dari Bait and Tease Marketing ini adalah yang dilakukan oleh BMW.
Berdasarkan pengamatan menunjukkan bahwa pembeli mobil BMW adalah orang-orang yang
jarang menonton TV, mereka lebih sering mencari informasi dan melakukan transaksi melalui
internet. Untuk menjangkau pembeli seperti ini, maka BMW membuat film pendek tentang
mobil produksinya, yang hanya bisa dilihat di halaman website, mereka membuat film yang
berdurasi antara 5 sampai 7 menit yang terdapat dalam halaman website bmwfilms.com. Dengan
cara yang seperti ini pesan iklan yang disampaikan oleh BMW tidak akan dapat dihindari oleh
konsumen, karena disebarkan dengan jalan yang agak sedikit memaksa (compelling way), di
Pemasaran yang dilakukan melalui video games ini dalam bentuk memasukkan logo
perusahaan dalam permainan. Teknik pemasaran seperti ini berbeda dengan pemasaran melalui
media televise maupun film. Jika pemasaran melalui media televisi dan film, pesan diterima
secara pasif oleh penerima, sedangkan dalam pemasaran melalui video games, penerima pesan
11
The 2nd National Conference UKWMS
Surabaya, 6 September 2008
lebih aktif karena lebih berinteraksi. Hal inilah yang menyebabkan mengapa pemasaran melalui
video games ini pesan yang ingin disampaikan lebih sering dimunculkan.
Salah satu contoh kasus dalam pemasaran melalui media video games ini adalah
komunikasi pemasaran yang dilakukan oleh McDonald’s dan Intel pada games The Sims Online
yang diproduksi oleh Elecronic Arts. The Sims Online adalah sebuah game mengenai kehidupan
sehari-hari, di mana gamers dapat mengontrol karakter virtual beberapa orang mengenai
kehidupan mereka, game ini merupakan versi internetnya (online). Dalam game tersebut para
pemain dapat mengoperasikan sebuah komputer yang berlogo Intel dan dapat membeli sebuah
Teknik pemasaran seperti ini dilakukan dengan memasukkan pesan komersial dalam
lagu-lagu yang berirama pop dan rap. Musik rop dan rap telah memiliki hubungan yang dekat
dengan komunitas perusahaan. Sebagai contoh, grup musik Four Seasons dan Supremes pernah
menyanyikan jingle Coca-cola di pertengahan tahun 60-an. Selain itu, pada tahun 1986, Run
D.M.C dibayar oleh Adidas setelah mereka mempromosikan produk adidas dengan menyanyikan
Pada awalnya pujian terhadap merek yang sudah ada ikut muncul dalam gaya hidup
seseorang yang mencintai musik. Merek menjadi bagian dalam lagu-lagu rap karena pilihan dari
artis tersebut terhadap merek yang mereka sukai. Hal ini terbukti ketika artis tersebut
menyanyikan lagu rap yang bercerita tentang kehidupannya, mereka juga menceritakan merek
Situasi yang ada sekarang saat berubah, beberapa perusahaan lebih bersikap proaktif
untuk mencantumkan merek mereka dalam sebuah lagu. Sebagai contoh, Jay-Z menerima
12
The 2nd National Conference UKWMS
Surabaya, 6 September 2008
tawaran Motorola untuk mempromosikan produk dari Motorola melalui lagu yang
dinyanyikannya. Motorola mengklaim bahwa penjualan produk mereka meningkat secara drastic
setelah Jay-Z menyebutkan salah satu produk Motorola dalam albumnya. Contoh yang terdapat
di Indonesia adalah apa yang sudah dilakukan oleh KFC. Mereka mensponsori pembuatan album
rekaman dari grup band musik “Republik”, padahal mereka bukan perusahaan rekaman. Dalam
cd kaset maupun album yang dirilis oleh Republik, terdapat logo KFC di dalamnya.
nonconsequentialist (Hunt dan Vitell, 1993; Kimmel dan Smith, 2001). Teori consequentialist
mempertimbangkan seluruh konsekuensi yang akan muncul sebagai dasar untuk membuat
pertanyaan apakah suatu tindakan itu dapat dikatakan etis atau tidak. Teori nonconsequentialist
permasalahan etika, misalnya dari sudut pandang kerohanian ataupun dari sudut pandang moral.
Oleh karena itu, dalam menilai suatu permasalahan etika stealth marketing, perlu
seluruh konsekuensi yang akan muncul dari sebuah tindakan dan dari perspektif non-
konsekuensi, yaitu dengan menggunakan penilaian dari sudut pandang kerohanian dan moral.
Sebagai contoh, Laczniak dan Murphy (1993) dan Dunfee, et.al (1999) menunjukkan beberapa
pertanyaan yang dapat digunakan untuk melakukan penilaian mengenai permasalahan etika,
seperti “Apakah tindakan yang dilakukan bertentangan dengan moral yang diterima secara
13
The 2nd National Conference UKWMS
Surabaya, 6 September 2008
Salah satu pedoman menilai permasalahan etika dalam praktek pemasaran adalah
American Marketing Associations’s (AMA’s) Statement of Ethic (Martin dan Smith, 2008).
Secara spesifik, contoh dari nilai-nilai etis yang terdapat dalam AMA’s Statement of Ethic
tersebut antara lain honesty, fairness, dan openness. Honesty berbicara tentang “kejujuran dalam
berhubungan dengan para pelanggan dan stakeholder.” Hal ini menghendaki bahwa dalam
memasarkan produknya, para pemasar menceritakan kebenaran dalam setiap situasi dan waktu.
Fairness berbicara tentang “mencoba untuk menyeimbangkan antara kebutuhan pembeli dengan
kepentingan penjual.” Hal ini menghendaki bahwa dalam menjual dan mengiklankan produknya,
para pemasar melakukannya dengan cara yang jelas, termasuk menghindari promosi yang
keterbukaan dalam praktek-praktek pemasaran.” Hal ini menghendaki bahwa para pemasar
berusaha untuk melakukan komunikasi pemasaran secara jelas atau tidak sembunyi-sembunyi
seperti deception, intrusion dan exploitation (Martin dan Smith, 2008). Berikut ini adalah
1. Deception
Deception adalah kecenderungan untuk menipu orang. Hal ini merupakan permasalahan
etika, bukan hanya karena tindakannya yang menipu itu sendiri tetapi juga karena konsekuensi
yang akan muncul dari tindakan menipu tersebut. Berbohong merupakan suatu kecenderungan
untuk menipu. Deception ini termasuk permasalahan etika karena bertentangan dengan ajaran
14
The 2nd National Conference UKWMS
Surabaya, 6 September 2008
kerohanian dan juga tata nilai moral yang ada di masyarakat. Deception menunjukkan kondisi
yang tidak sebenarnya dari suatu keadaan, atau lebih lazim dikatakan sebagai tindakan tipu
muslihat. Kondisi seperti ini dapat kita lihat dalam praktek stealth marketing. Contoh yang
nampak adalah pada kasus viral marketing, secara khusus pada testimonial yang disampaikan
pada suatu halaman website atau biasa disebut sebagai blog. Kasus di perusahaan Dr. Pepper
pemasarannya. Dalam upaya komunikasi pemasarannya melalui blog mereka merekrut sejumlah
remaja. Oleh perusahaan sejumlah remaja ini diminta atau lebih tepatnya disuruh untuk
memberikan testimoni mengenai keunggulan produk atau pengalaman mereka mengenai manfaat
dari produk perusahaan, seolah-olah mereka sudah pernah menggunakan produk perusahaan. Hal
seperti ini merupakan permasalahan etika karena terdapat unsur deception, mereka melakukan
tipu muslihat atau menipu orang-orang yang membaca testimonial dengan menceritakan hal-hal
positif dari produk perusahaan. Orang-orang yang membaca testimonial dipengaruhi sedemikian
rupa sehingga mereka percaya akan adanya keunggulan produk yang diceritakan, karena mereka
padahal mereka tidak pernah menggunakan produk dari perusahaan. Contoh lain adalah yang
dilakukan oleh Sony Ericson, dalam memasarkan produk terbarunya yaitu handphone berkamera
mereka merekrut sejumlah pria dan wanita untuk berperan seolah-olah sebagai pasangan turis.
Hal ini termasuk tindakan deception, pertama karena sejumlah pria dan wanita tersebut bisa jadi
ada yang bukan merupakan pasangan, kedua mereka bukanlah turis seperti yang yang
dilakonkan. Jadi, kedua contoh di atas merupakan praktek komunikasi pemasaran yang tidak etis
karena terdapat unsur deception di dalamnya. Pertama, karena mereka melakukan tipu muslihat
15
The 2nd National Conference UKWMS
Surabaya, 6 September 2008
atau menipu orang. Kedua, karena perusahaan mengajak pemasarnya untuk melakukan
kebohongan.
2. Intrusion
seseorang. Dalam stealth marketing terdapat permasalahan etika karena dalam prakteknya
melanggar privasi atau kebebasan pribadi seseorang. Contoh yang nampak adalah dalam kasus
SonyEricson, the fake tourists atau turis-turis gadungan yang dibayar perusahaan mengganggu
privasi turis lain karena menyita waktu mereka yang sedang melakukan rekreasi, dengan
melakukan pemasaran secara tersembunyi (stealth marketing). Mereka meminta turis lain untuk
mengambil gambar mereka dengan handphone berkamera, yang tujuannya adalah agar turis yang
dimintai bantuan tersebut tertarik dengan fitur-fitur yang terdapat dalam handphone yang baru
dikeluarkan SonyEricson tersebut. Contoh lain adalah yang dilakukan oleh perusahaan Dr.
Pepper. Mereka melanggar privasi seseorang, karena mereka mengatur kebebasan berpendapat
sejumlah remaja yang mereka rekrut. Sejumlah remaja tersebut “dipaksa” untuk mengeluarkan
pendapat yang positif saja tentang produk perusahaan, padahal belum tentu mereka setuju
dengannya. Stealth marketing yang dilakukan oleh beberapa perusahaan dalam bentuk marketing
in music juga mengandung unsur intrusion, karena mereka melanggar kebebasan berekspresi
seseorang dalam menciptakan atau menyanyikan lagu. Seperti yang sudah dijelaskan di atas,
dalam marketing in music ini perusahaan meminta agar nama perusahaan atau produk mereka
dimasukkan dalam lirik lagu yang akan diciptakan atau dinyanyikan penyanyi (grup band). Hal
ini merupakan indikasi bahwa terdapat intervensi terhadap kebebasan pribadi seseorang
3. Exploitation
16
The 2nd National Conference UKWMS
Surabaya, 6 September 2008
Exploitation dalam hal ini menggambarkan pemanfaatan sifat baik seseorang untuk
memasarkan produk. Dalam stealth marketing terdapat permasalahan etika karena di dalamnya
terdapat unsur exploitation. Contoh kasus yang terdapat dalam perusahaan Sony Ericson
menggambarkan unsur exploitation di dalamnya. Mereka memanfaatkan sifat baik dari turis asli
dalam melakukan komunikasi pemasarannya. Turis palsu (the fake tourist) meminta turis asli
(the genuine tourist) untuk mengambil gambar mereka dengan menggunakan handphone Sony
Ericson berkamera. Para turis asli tersebut merespon dengan baik permintaan turis palsu. Sifat
baik dari turis asli tersebutlah yang dimanfaatkan Sony Ericson dalam memasarkan produknya.
Kasus dari perusahaan Dr. Pepper juga mengandung unsur exploitation di dalamnya. Kebaikan
sifat dari seseorang untuk membantu sesamanya dalam memberikan informasi mengenai produk
dimanfaatkan untuk kegiatan yang bersifat komersial atau dengan kata lain interaksi sosial antar
orang yang menunjukkan sifat saling membantu dimanfaatkan. Kasus stealth marketing seperti
ini tidak etis karena pertama terdapat pemanfaatan sifat baik manusia, dan kedua praktek
pemasaran seperti ini lambat laun pasti akan merusak keaslian dari interaksi sosial yang baik
antar manusia karena dicampuri oleh hal yang bersifat komersial atau didasari profit-oriented.
III. KESIMPULAN
Tidak efektifnya pemasaran tradisional seperti iklan di televisi, radio atau media lainnya
membuat perusahaan melaksanakan praktek pemasaran yang lain. Para pemasar melakukan
praktek pemasaran yang di luar (outside the box) dari praktek pemasaran seperti biasanya dalam
membujuk konsumen. Salah satu yang dilakukan adalah stealth marketing yaitu pemasaran yang
dilakukan secara tersembunyi, artinya konsumen tidak tahu dan sadar kalau mereka sedang
dibujuk oleh pemasar untuk memiliki minat terhadap produk yang dipasarkannya. Stealth
17
The 2nd National Conference UKWMS
Surabaya, 6 September 2008
marketing ini dirasa efektif karena praktek pemasaran seperti ini dapat menghindari atau
melewati defense mechanism yang terdapat dalam diri konsumen. Jadi konsumen tidak memiliki
antipati terlebih dahulu akan pesan komunikasi pemasaran yang dilakukan pemasar, hal ini
terjadi karena konsumen tidak menangkap secara eksplisit pesan tersebut. Kelebihan dari stealth
dalamnya. Tiga hal permasalahan etika yang muncul dalam stealth marketing tersebut antara lain
deception, intrusion dan exploitation. Praktek pemasaran stealth marketing tidak etis karena di
dalamnya terdapat unsur deception, artinya terdapat unsur penipuan di dalamnya dan lebih
berbahaya lagi praktek pemasaran seperti ini mendidik orang untuk berbohong dalam melakukan
komunikasi pemasarannya. Stealth marketing juga tidak etis karena di dalamnya terdapat unsur
intrusion, artinya terdapat unsur pelanggaran privasi atau kebebasan pribadi seseorang, salah satu
contohnya adalah mengekang kebebasan seseorang untuk mengeluarkan pendapat yang sesuai
dengan pendapat dirinya. Terakhir, stealth marketing tidak etis karena di dalamnya terdapat
unsur exploitation, exploitation yang terdapat dalam kasus-kasus stealth marketing di atas adalah
exploitation dalam hal pemanfaatan kebaikan sifat manusia dalam hal interaksi sosial untuk
Dari analisis sederhana mengenai permasalahan etika dalam stealth marketing, penulis
berpendapat ada beberapa implikasi dan saran dari permasalahan ini terhadap pembuat kebijakan
publik, pemasar dan konsumen. Terhadap pembuat kebijakan publik, dalam hal ini pemerintah
dan lembaga-lembaga pelindung konsumen memberikan sanksi kepada para pemasar yang
melakukan tindakan tidak etis dalam praktek pemasarannya karena hal ini akan membahayakan
masyarakat sebagai contoh jika praktek pemasaran yang tidak etis terus-menerus dilakukan maka
akan berdampak pada perilaku masyarakat yang tidak sesuai norma dan ajaran kerohanian seperti
18
The 2nd National Conference UKWMS
Surabaya, 6 September 2008
penipuan, pelanggaran kebebasan pribadi orang lain, dan eksploitasi interaksi sosial untuk
kepentingan komersial. Selain itu pembuat kebijakan publik ini juga dapat melakukan kritikan
yang terus menerus terhadap stealth marketing supaya masyarkat atau konsumen mengetahui dan
memahami praktek-praktek pemasaran yang tidak etis seperti ini, sehingga mereka memiliki atau
memperkuat defense mechanism dalam diri mereka masing-masing. Terhadap pemasar atau
perusahaan, hendaknya mereka memikirkan dan melakukan cara-cara kreatif dalam praktek
pemasarannya tanpa melanggar etika yang sesuai dengan norma dan ajaran kerohanian. Hal ini
dituntut adanya Corporate Social Responsibility (CSR) dari perusahaan, artinya terdapat
tanggung jawab sosial perusahaan dalam mendidik nilai-nilai yang positif bagi masyarakat atau
lebih spesifik lagi bagi konsumen. Para pemasar juga perlu mempertimbangkan, jika terdapat
banyak kritik terhadap praktek pemasaran stealth marketing yang tidak etis yang dilakukan
perusahaan, maka hal ini akan berdampak buruk bagi citra perusahaan. Hal ini muncul karena,
jika kritikan-kritikan tersebut diketahui oleh umum atau dipublikasikan kepada masyarakat
banyak, maka konsumen juga pasti akan mengetahui kecurangan yang dilakukan oleh
perusahaan dan tidak menutup kemungkinan mereka akan bersikap skeptik kepada perusahaan
marketing yang sedang berkembang sekarang ini membuat konsumen harus lebih berhati-hati
terhadap bujukan-bujukan tersembunyi dari perusahaan. Konsumen harus lebih kritis terhadap
praktek pemasaran yang tidak etis ini, karena jika tidak maka akan mudah sekali terbujuk bukan
karena stealth marketing ini dilakukan melalui interaksi sosial, tapi juga karena dilakukan
dengan melewati defense mechanism yang dimiliki konsumen (Obermiller dan Spangenberg,
19
The 2nd National Conference UKWMS
Surabaya, 6 September 2008
marketing masih banyak menggunakan contoh-contoh kasus yang terjadi di luar negeri, sehingga
ada kemungkinan konteks permasalahannya berbeda dengan yang terjadi di Indonesia. Kedua,
kriteria yang digunakan penulis untuk mengevaluasi etis tidaknya praktek pemasaran stealth
marketing masih menggunakan kriteria dari America Marketing Asociation, sehingga ada
kemungkinan juga nilai-nilai yang ingi dimunculkan berbeda dengan di Indonesia. Ketiga,
penentuan etis tidaknya praktek pemasaran stealth marketing masih terbatas pada pendapat
penulis sendiri tentang kasus-kasus yang ada, dan tidak meminta pendapat dari konsumen,
pemasar ataupun lembaga publik yang ada. Dari beberapa keterbatasan di atas maka penulis
memberikan saran untuk penulisan artikel konseptual atau untuk penelitian. Pertama, untuk
yang terdapat di Indonesia, hal ini dimaksudkan agar lebih konstektual dengan fenomena yang
terjadi di Indonesia dan dapat memberikan informasi kepada konsumen Indonesia tentang
praktek-praktek stealth marketing yang ada di Indonesia. Kedua, kriteria-kriteria yang digunakan
dalam mengevaluasi etis tidaknya stealth marketing sebaiknya menggunakan kriteria dari
asosiasi pemasar Indonesia, ajaran rohani dan norma-norma yang berlaku di Indonesia, atau
adanya penelitian empirik mengenai permasalahan etika dalam stealth marketing. Cara yang
dapat dilakukan adalah dengan memperoleh informasi dari konsumen, pemasar dan lembaga
publik mengenai permasalahan etika stealth marketing ini. Hal ini dimaksudkan agar terdapat
bukti empirik yang tentunya memiliki tingkat obyektivitas yang lebih baik.
20
The 2nd National Conference UKWMS
Surabaya, 6 September 2008
IV. REFERENSI
Dunfee, T.W, Smith N.C dan Ross, W.T (1999), “Social Contracts and Marketing Ethics,”
Journal of Marketing, Vol. 63, pp.14-32.
Hunt, Shelby D. and Scott J. Vitell (1993), “A General Theory of Marketing Ethics: A
Retrospective and Revision,” Ethics in Marketing, N. Craig Smith and John A. Quelch,
eds. Homewood, IL: Richard D. Irwin, 775–84.
Kimmel, Allan J. and N. Craig Smith (2001), “Deception in Marketing Research: Ethical,
Methodological, and Disciplinary Implications,” Psychology & Marketing, Vol. 18, No.7,
pp. 663–89.
Kaikati, M.A dan Kaikati, G.J (2004), “Stealth Marketing: How To Reach Consumers
Surreptitiously,” California Management Review, Vol.46, No.4.
Kuswati, R (2007), ”Pengaruh Orientasi Waktu Pada Perilaku Menghindari Iklan Televisi”,
Tidak dipublikasikan.
Laczniak, G.R, dan Murphy, P.E (1993), Ethical Marketing Decisions: The Higher Road.
Needham Heights, MA: AUyn and Bacon.
Marsden, P (2006), “Introduction and Summary,” in Connected Marketing: The Viral, Buzz, and
Word of Mouth Revolution, Justin Kirby and Paul Marsden, eds. Oxford: Elsevier, xv–
xxxv.
Martin, D.K dan Smith C.N (2008), “Commercializing Social Interaction: The Ethics of Stealth
Marketing,” American Marketing Association, vol. 27, pp. 45-56.
Obermiller, C dan Spangenberg, E.R (2000), “On the Origin and Distinctness of Skepticism t
oward Advertising,” Marketing Letters, Nov 2000, Vol.11, No.4, pp.311- 322.
Shenk, D (1998), Data Smog: Surviving the Information Glut. New York: HarperCollins.
Sprott, D.E (2008), “The Policy, Consumer, and Ethical Dimension of Covert Marketing: An
Introduction to the Special Section,” American Marketing Association, Vol. 27, No.1,
pp.4-6.
http://www.womma.org/ethics/code/read.
http://www.Gatra.com
www.jakartaconsulting.com
21