Professional Documents
Culture Documents
Dosen Pengampu :
Oleh :
Fathoni, SH
NIM B4A 008095
KELAS HET-HKI
Program Magister Ilmu Hukum
Universitas Diponegoro
Semarang
2009
2
POLITIK HUKUM PIDANA DI BIDANG HKI *)
Abstrak
*)
Paper ditulis dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Politik Hukum
Pidana yang diampu oleh Prof. Dr. Barda Nawawi Arief, SH.
**)
Penulis adalah Mahasiswa Kelas HET HAKI Program Magister Ilmu Hukum
Undip Angkatan 2008.
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pendahuluan
4
berlaku sejak Tanggal 1 Januari 2000.2 Ketentuan dalam
TRIPs ini memuat 3 (tiga) kesepakatan, yaitu:3
2
Muhammad Djumhana dalam Trisno Rahardjo, Hak Kekayaan Intelektual
dengan Sarana Penal, Yogyakarta: Kantor Hukum Trisno Raharjo, h.32.
3
Ibid.
5
3. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia
Dagang;
4. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain
Industri;
5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000 tentang Desain
Tata Letak Sirkuit Terpadu;
6. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak
Cipta; dan
7. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang PVT
Agar arah dan sasaran kebijakan hukum HKI ini sesuai dan
sejalan dengan “guide” yang telah ditetapkan
pembangunan hukum nasional, maka harus tetap bersandar
pada paradigma nilai-nilai Pancasila. Konsekuensi dari hal ini
adalah bahwa pembangunan hukum nasional harus
berpedoman pada pendekatan:4
3. Pendekatan nasionalistik;
4
Disarikan dari Bahan Matrikulasi S3 UNDIP, Barda Nawawi Arief,
Pembangunan Hukum Nasional, Powerpoint, Semarang: Undip, tanggal 7
September 2007, h.9.
6
Dari uraian diatas dapat digambarkan bahwa
pendekatan yang harus diambil dalam politik hukum
pidana5 di bidang HKI juga harus berpedoman pada nilai-
nilai yang terkandung dalam Pancasila. Garis kebijakan
yang harus diperhatikan bahwa politik hukum pidana akan
mencakup perumusan delik (kriminalisasi) dan reformasi
(secara substantif/materiel) ketentuan yang telah ada,
upaya pencegahan tindak pidana dan prosedur pelaksanaan
pidananya (pemidaan/formil).
B. Permasalahan
5
Sebagai catatan, Prof. Dr. Barda Nawawi Arief menjelaskan bahwa
“kebijakan” merupakan terjemahan dari kata “policy” (Inggris) atau “politiek”
(Belanda). Dengan demikian, Prof. Barda mempersamakan antara istilah
“kebijakan hukum pidana” dengan “politik hukum pidana”. Lihat Barda
Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Bandung: Citra Aditya
Bakti, 1996, h.28.
7
BAB II
PEMBAHASAN
6
Ibid.
7
Trisno Rahardjo, Hak Kekayaan Intelektual dengan Sarana Penal,
Yogyakarta: Kantor Hukum Trisno Raharjo, h.35.
8
1. Usaha untuk mewujudkan peraturan-
peraturan yang baik sesuai dengan keadaan dan situasi
pada suatu saat;
9
meliputi tahapan operasionalisasi hukum pidana yang
terdiri dari:9
1. Kebijakan formulatif/legislatif, yaitu tahap
perumusan/penyusunan hukum pidana;
2. Kebijakan aplikatif/yudikatif, yaitu tahap penerapan
hukum pidana;
3. Kebijakan administratif/eksekutif, yaitu tahap
pelaksanaan hukum pidana.
9
Barda Nawawi Arief, Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan
Kebijakan Hukum Pidana, Semarang: BP UNDIP, 1994, h. 60
10
Eddy Damian, sebagaimana dikutip oleh Trisno Rahardjo, Hak Kekayaan
Intelektual dengan Sarana Penal, Yogyakarta: Kantor Hukum Trisno Raharjo,
h.9.
10
6. Desain lay-out (topografis) Rangkaian Elektronik
Terpadu; dan
7. Perlindungan terhadap informasi yang dirahasiakan.
11
(generale preventie) maupun secara menakut-nakuti
orang tertentu yang sudah menjalankan kejahatan agar
di kemudian hari tidak melakukan kejahatan lagi
(speciale preventie);
2. Untuk mendidik atau memperbaiki orang-orang yang
sudah menanda-kan suka melakukan kejahatan agar
menjadi orang yang baik tabiatnya sehingga bermanfaat
bagi masyarakat.
12
adalah Hak Cipta dan Merek sebagai benda tak berwujud
(intangible) mengakibatkan hukum pidana “tidak dapat
menyentuhnya”. Namun hal ini dapat diatasi dengan
perluasan arti “hak milik” yang memasukkan di dalamnya
pengertian “hak milik benda tek berwujud”. Dengan
perluasan arti dan konsep tentang benda dan
pertanggungjawaban pidana tersebut berakibat dalam HKI
dapat dilibatkan pula sarana penal (pidana) dalam
penegakan hukumnya.
Pentingnya kebijakan hukum pidana dan pelibatan
sarana penal dalam Hukum HKI dikarenakan KUHP tidak
memadai untuk mengaturnya. Pada kurun waktu antara
Tahun 1962 sampai dengan Tahun 1992 Pasal 382bis KUHP
tentang persaingan curang masih bisa mengakomodir
ketentuan tentang pidana merek yang mengancam pidana
penjara 1(satu) tahun 4 (empat) bulan atau denda
sebanyak-banyaknya Rp.13.500,00. Sanksi pidana yang
begitu rendah ini mengakibatkan penegakan hukum HKI
secara pidana menjadi tidak efektif.
13
yang baik adalah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup
di masyarakat (living law).
14
Soetandyo Wignjosoebroto, Hukum dalam Masyarakat, Malang:
Bayumedia Publishing, h.13
14
2. Perencanaan atau kebijakan tentang sanksi apa yang dapat
dikenakan terhadap pelaku perbuatan terlarang itu (baik
berupa pdiana (tindakan) dan sistem penerapannya);
15
dilarang atau diperintahkan untuk dilakukan bagi mereka
yang melanggar atau mentaatinya diancam dengan pidana.
Teknik perumusan tindak pidana terdiri dari 3 (tiga) cara,
yaitu:
16
tertentu, dan pidana denda. Khusus untuk undang-undang
Merek, terdapat sanksi pidana badan berupa penjara untuk
waktu tertentu, kurungan dan pidana denda. Dalam
undang-undang Hak Cipta dan Paten terdapat juga pidana
tambahan berupa perampasan hasil pelanggaran untuk
dimusnakhan oleh negara (pengadilan), kecuali hasil
pelanggaran karya seni yang bersifat unik, tidak ada
persamaan dengan yang lain, atau bersifat khusus.15
Perunda
ng- Kurung
No. Pasal Penjara Denda Keterangan
undanga an
n HKI
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
1. UU No. Ps. 72 Min 1 bln - Min 1 jt Kumulatif
19 (1) jo alternatif
Tahun Pasal 2 disertai
Max 5
2002 (1), 49 Max 7 th - rumusan
M
tentang (1) dan pidana
Hak (2) khusus
Cipta Ps. 72 Kumulatif
5 th - 500 jt
(2) alternatif
Ps. 72 Kumulatif
5 th - 500 jt
(3) alternatif
Ps. 72
Kumulatif
(4) jo 5 th - 1M
alternatif
Ps. 17
Ps. 72 2 th - 150 jt Kumulatif
(5) jo alternatif
15
Pasal 73 ayat (2) dan penjelasan UU Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.
17
Ps. 19,
20, 49
(3)
Ps. 72 Kumulatif
(6) jo alternatif
2 th - 150 jt
Ps. 24,
55
Ps. 72 Kumulatif
(7) jo 2 th - 150 jt alternatif
Ps. 25
Ps. 72 Kumulatif
(8) jo 2 th - 150 jt alternatif
Ps. 27
Ps. 72 Kumulatif
(9) jo 5 th - 1M alternatif
Ps. 28
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
Kumulatif
Ps. 90 5 th - 1M
alternatif
Kumulatif
Ps.91 4 th - 800 jt
alternatif
UU No. Ps. 92 Kumulatif
5 th - 1M
15 (1) alternatif
Tahun Ps. 92 Kumulatif
2. 4 th - 800 jt
2001 (2) alternatif
tentang Kumulatif
Ps. 93 4 th - 800 jt
Merek alternatif
Ps. 94
Alternatif,
(1) jo
- 1 th 200 jt kualifikasi
Ps. 90-
pelanggaran
93
UU No. Ps. 54
Kumulatif
31 (1) jo 4 th - 300 jt
alternatif
Tahun Ps. 9
3. 2000 Ps. 54
tentang (2) jo Kumulatif
1 th - 45 jt
Desain Ps. 8, alternatif
Industri 23, 32
Ps. 130
Kumulatif
jo Ps. 4 th - 500 jt
alternatif
UU No. 16
14 Ps. 131
Kumulatif
Tahun jo Ps. 2 th - 250 jt
4. alternatif
2001 16
tentang Ps. 132
Paten jo 25
2 th - - Tunggal
(3), 40,
41
5. UU No. Ps. 71 7 th - 2M Kumulatif
29 jo Ps. 6 500 jt
Tahun (3)
18
Ps. 72
jo Ps.
5 th - 1M Kumulatif
13 (1),
23
2000
Ps. 73 1M Kumulatif
tentang
jo Ps. 5 th -
PVT
10 (1)
Ps. 74 1M Kumulatif
jo Ps. 5 th -
30 (3)
UU No. Ps. 42
Kumulatif
32 (1) jo 3 th - 300 jt
alternatif
Tahun Ps. 8
2000
tentang
6. Ps. 42
Desain
(2) jo Kumulatif
Tata 1 th - 45 jt
Ps. 7, alternatif
Letak
19, 24
Sirkuit
Terpadu
UU No.
30Tahun
Ps. 17
2000 Kumulatif
7. jo Ps. 2 th - 300 jt
tentang alternatif
13, 14
Rahasia
Dagang
19
Berdasarkan fakta, pidana denda—dalam bidang HKI—lebih
efektif daripada pidana badan.
1. pengurusnya saja;
2. korporasinya saja;
20
Tentu saja dalam hal pertanggungjawaban korporasi ini
harus melihat juga peraturan perundang-undangan yang
lain, yaitu Undang-Undang tentang Perusahaan atau
sejenisnya, sehingga hukum dapat dipandang sebagai satu
kesatuan sistem.
BAHAN BACAAN
Buku
21
Undang-undang:
22