You are on page 1of 38

Sirah 4 Sahabat

Khulafa-Arrasyidin

14/12/1430
Thelover_zrd@yahoo.com
HIZRA ZAHENDRA

Abu Bakar Ashiddiq radhiallahu’anhu

Umar bin Khattab radhiallahu’anhu

Ustman bin Affan radhiallahu’anhu

Ali bin Abi Thalib radhiallahu’anhu


Sirah Sahabat
ABU BAKAR ASHIDDIQ

Beliau bernama Abu Bakar –semoga Allah meridloinya-, sedangkan nama asli beliau dimasa
jahiliyah adalah Abdul Ka‟bah bin Utsman bin Amir, lalu Rasulullah memberinya nama
Abdullah, lengkapnya Abdullah bin Abu Quhafah, sedangkan ibunya bernama Ummul Khair,
Salma binti Shar.

Beliau lahir di kota Mekkah setelah dua tahun setengah dari lahirnya Rasulullah
Shalallahu‟alaihi-wa-salam, dan beliau merupakan seseorang yang terhormat dan hafal tentang
keturunan suku-suku Quraisy, seorang pedagang yang memiliki perangai yang sangat mulia.

Abu Bakar merupakan seseorang yang jujur dan dekat kepada Rasulullah Shalallahu‟alaihi-wa-
salam, dan da‟wah yang disampaikan Rasulullah Shalallahu‟alaihi-wa-salam kepada Islam tanpa
ragu beliau segera mengikuti dan menganutnya; karena beliau sangat mengetahui kebenaran nabi
Shalallahu‟alaihi-wa-salam dan kejujurannya, Nabi Shalallahu‟alaihi-wa-salam pernah bersabda
: “Tidak ada seseorang yang aku serukan masuk Islam ada dalam dirinya ada rasa keraguan,
ketidak pasitan dan penuh pertimbangan, kecuali Abu Bakar, beliau sama sekali tidak merasa
ragu saat saya ingatkan kepadanya dan tidak ada keraguan didalamnya”. (Ibnu Hisyam).

Abu Bakar berjuang bersama Rasulullah Shalallahu‟alaihi-wa-salam, sehingga dengan hal


tersebut Rasulullah Shalallahu‟alaihi-wa-salam memberikan pujian kepada beliau dengan
bersabda :

Sekiranya saya boleh mengambil seseorang untuk dijadikan (khalil) teman dekat; maka aku akan
memilih Abu Bakar, tapi beliau adalah saudaraku dan sahabatku”. (Al-Bukhari).

Dan semenjak Abu Bakar mengikrarkan keislamannya, beliau terus berjihad menyebarkan
da‟wah Islam, sehingga melaluinya masuk lima sahabat yang dijanjikan masuk ke dalam surga,
mereka adalah : Utsman bin Affan, Az-Zubair bin Awwam, Tholhah bin Ubaidillah, Sa‟ad bin
Abi Waqqash, Abdur Rahman bin Auf –semoga Allah meridloi mereka semua-.
Pada Awalnya da‟wah Islam dilakukan secara sembunyi-sembunyi, maka Abu Bakar senang
mengisi dunia seluruhnya dengan sinar yang baru, mempublikasikan Rasulullah
Shalallahu‟alaihi-wa-salam dihadapan pemuka Quraisy, maka Abu Bakar mengajak Rasulullah
Shalallahu‟alaihi-wa-salam pergi ke Ka‟bah, memberikan pengarahan kepada kaum musyrikin
saat itu, namun Rasulullah Shalallahu‟alaihi-wa-salam menyuruh beliau untuk bersabar, tapi
setelah beliau mendesaknya akhirnya Rasulullah Shalallahu‟alaihi-wa-salam menyetujuinya,
sehingga pergilah Abu Bakar ke Ka‟bah dan berpidato dihadapan manusia menyeru kepada
kaum musyrikin untuk mendengarkan Rasulullah Shalallahu‟alaihi-wa-salam, semenjak saat itu
beliau dijuluki sabagai orang pertama yang berani berpidato menyeru kepada Allah, namun saat
beliau akan berbicara orang-orang musyrikin menghantamnya dari berbagai penjuru dan
memukulnya hingga hampir saja mereka membunuhnya, namun setelah beliau seiuman beliau
malah bertanya tentang keadaan Rasulullah Shalallahu‟alaihi-wa-salam sehingga dirinya merasa
tenang, dan keitka dikabarkan bahwa Rasulullah Shalallahu‟alaihi-wa-salam dalam keadaan
baik-baik saja, beliau sangat senang dan bergembira sekali.

Abu Bakar juga berusaha menjadi tameng dan penopang Rasulullah Shalallahu‟alaihi-wa-salam
dengan sekuat tenaganya. Suatu ketika, disaat beliau duduk-duduk diemperan rumahnya, datang
seseorang dengan tergesa-gesa, dan berkata : temui teman kamu sekarang juga, maka beliaupun
segera pergi untuk menemui Rasulullah Shalallahu‟alaihi-wa-salam, maka beliau mendapati
Rasulullah Shalallahu‟alaihi-wa-salam sedang sholat di Ka‟bah, sedang dihadapannya sudah ada
Uqbah bin Abi Mu‟ith sedang mencekik leher Rasulullah Shalallahu‟alaihi-wa-salam dengan
kain, maka secepat mungkin Abu Bakar mendorong Uqbah dari Rasulullah Shalallahu‟alaihi-wa-
salam dan berkata : apakah kamu ingin membunuh seseorang yang mengatakan bahwa Tuhan
saya adalah Allah ?! akhirnya kaum musyrikin mengerumuninya dan memukulinya hingga
pingsan, dan setelah beliau kembali siuman pertama kali yang diucapkan melalui lidahnya adalah
: Apa yang sedang di perbuat Rasulullah Shalallahu‟alaihi-wa-salam ?

Abu Bakar selalu berjuang bersama Nabi Shalallahu‟alaihi-wa-salam dan menanggung siksaan
yang dihadapinya dalam menyebarkan Islam, sampai pada akhirnya Rasulullah Shalallahu‟alaihi-
wa-salam mengijinkan para sahabatnya untuk melakukan Hijrah ke Habsyah, maka Abu
Bakarpun melakukan hijrah ke Negeri Habsyah, saat baliau sampai pada suatu tempat yang
jauhnya seperti menempuh perjalannan selama 5 malam, beliau bertemu dengan Ibnu Ad-
Dagnah salah seorang dari pemuka Makkah, dia berkata kepada Abu Bakar : “Mau pergi kemana
wahai Abu Bakar ? Abu Bakar berkata : “Saya diusir oleh kaum saya maka sayapun pergi
meninggalkannya agar saya dapat leluasa menyembah Tuhan saya”. Ibnu Ad-Dagnah berkata
lagi : “Orang seperti kamu tidak boleh terusir dan diusir, saya adalah tetanggamu (yang akan
melindungimu), kembalilah, dan sembahlah Tuhanmu di negrimu”. Maka beliaupun akhirnya
kembali bersama Ibnu Ad-Dagnah, lalu beliau berkata kepada kaum Quraisy : “Sesungguhnya
Abu Bakar tidak boleh diusir dan terusir” mereka berkata kepadanya : “Suruhlah dia menyembah
Tuhannya di rumahnya sehingga tidak menyakiti perasaan kami, jangan disebar luaskan, karena
kami khawatir dia dapat menyebarkan fitnah terhadap anak-anak perempuan kami”. Akhirnya
beliaupun menyembah (melakukan ibadahnya) dirumahnya sendiri. Lalu beliau berfikir ingin
membangun sebuah masjid diteras rumahnya agar bisa sholat didalamnya dan membaca Al-Qur
an, namun saat beliau membaca Al-Qur an para wanita dan anak-anak dari kalangan musyrikin
mengintipnya dan mendengarkan bacaannya, dan mereka sangat tertarik sekali, Abu Bakar
sendiri memang memiliki hati yang lembut, sering menangis saat sedang membaca Al-Qur‟an,
maka penduduk Mekkahpun menjadi berang dan merasa khawatir kembali, akhirnya mereka
mengutus seseorang untuk menemui Ibnu Ad-Dagnah, setelah mereka sampai kepada ibnu Ad-
Dagnah, mereka berkata : sesungguhnya kami telah membiarkan Abu Bakar tinggal bersamamu
agar dia dapat beribadah kepada Tuhannya didalam rumahnya, namun dia telah melanggarnya
sehingga dia membuat masjid dipelataran rumahnya, kemudian malakukan shalat dan membaca
Al-Qur‟an didalamnya, kami sangat khawatir dia menyebarkan fitnah kepada anak-anak
perempuan dan lelaki kami, maka dia harus mengikuti perkataanmu atau diusir saja dia. Maka
Ibnu Ad-Dagnahpun pergi menemui Abu Bakar dan berkata kepadanya : saya berikan pilihan
kepadamu, apakah engkau mau menuruti permintaan kaum Quraisy atau engkau tinggalkan
hidup dibawah perlindunganku, karena saya tidak ingin mendengar dari kalangan Arab saya
menyimpan seseorang yang suka melanggar (perjanjian kepadanya), setelah itu dengan penuh
keparcayaan diri dan yakin Abu Bakar berkata : saya pilih melepas dari tanggunganmu, dan saya
lebih rela dibawah perlindungan Allah.

Setelah itu Abu Bakar sering menghadapi penyiksaan dan intimidasi dari keum musyrikin,
namun imannya tetap tegar dan teguh, bahkan menjadi pendukung agama melalui hartanya dan
segala sesuatu yang beliau miliki, sehingga dia merelakan seluruh hartanya untuk diinfakkan
sehingga dalam riwayat diceritakan : bahwa beliau memiliki uang sebanyak 40 ribu Dirham yang
diinfakkan dijalan Allah, beliau juga membeli budak yang berasal dari kalangan kaum muslimin,
kemudian beliau melepasnya dan memerdekakannya.

Dan saat perang terjadi ketika Rasulullah Shalallahu‟alaihi-wa-salam memobilisasi sahabatnya


untuk menginfakkan dan menyumbangkan hartanya, maka Abu Bakar langsung membawa
seluruh hartanya kemudian memberikannya kepada Rasulullah Shalallahu‟alaihi-wa-salam, dan
melihat demikian Rasulullah Shalallahu‟alaihi-wa-salam berkata : Adakah sesuatu yang engkau
sisakan untuk keluarga kamu ? beliau berkata : Saya tinggalkan mereka Allah dan Rasul-Nya,
kemudian datanglah Umar dengan membawa setengah dari hartanya, lalu Rasulullah
Shalallahu’alaihi-wa-salam berkata kepadanya : adakah sesuatu yang engkau tinggalkan untuk
keluargamu ? Umar menjawab : Ya, setengah dari harta saya. Ketika Umar mendengar apa
yang telah dilakukan oleh Abu Bakar beliau berkata : “Demi Allah saya tidak akan pernah bisa
mengungguli Abu Bakar”. (At-Turmudzi)

Abu Bakar juga sangat mencintai Rasulullah Shalallahu‟alaihi-wa-salam, sebagaimana


Rasulullah Shalallahu‟alaihi-wa-salam juga sangat mencintainya, suatu hari Nabi
Shalallahu‟alaihi-wa-salam ditanya : Siapakah seseorang yang paling engkau cintai ? beliau
berkata : Aisyah. Kemudian ditanya lagi : dari kalangan laki-laki ? beliau berkata : Bapaknya.
(Al-Bukhari).

Suatu hari beliau pernah menaiki gunung Uhud bersama Rasulullah Shalallahu‟alaihi-wa-salam,
Umar dan utsman –semoga Allah meridlai keduanya-, maka gunung uhudpun bergetar, lalu
Rasulullah Shalallahu‟alaihi-wa-salam bersabda : “Diamlah engkau wahai Uhud, tidak ada yang
membebani engkau disini kecuali Nabi, seorang yang shiddiq, dua calan mati syahid”. (Al-
Bukhari).

Saat terjadi peristiwa Isra dan Mi‟raj, Rasulullah Shalallahu‟alaihi-wa-salam menceritakan


kepada umat bahwa beliau telah melakukan perjalanan dari Masjid Haram ke Masjid Aqsha,
kemudian naik menuju langit yang ketujuh, kaum musyrikin mencemoohkannya sambil berkata :
bagaimana mungkin ini bisa terjadi, padahal kami butuh waktu sampai sebulan agar bisa sampai
ke Baitul Maqdis ? kemudian mereka segera pergi menemui Abu Bakar, dan menceritakan akan
hal tersebut : bahwa sahabat Kamu mengklaim telah melakukan perjalanan ke Baitul Maqdis !
Abu Bakar menjawab : jika beliau telah berkata demikian jelas merupakan kebenaran, sungguh
saya mempercayainya terhadap berita langit (wahyu) yang datang kepadanya. Maka semenjak
itulah Rasulullah Shalallahu‟alaihi-wa-salam menjulukinya dengan Ash-shidiq (orang yang
bersifat jujur dan benar). (Ibnu Hisyam).

Sebagaimana Abu Bakar juga selalu menjadi penolong dan pendukung Rasulullah
Shalallahu‟alaihi-wa-salam disaat beliau mendapatkan pertentangan dari kaum muslimin saat
terjadinya perjanjian Hudaibiyah.

Saat Allah SWT mengijinkan kepada Rasulullah Shalallahu‟alaihi-wa-salam untuk Hijrah,


Rasulullah Shalallahu‟alaihi-wa-salam memilih beliau untuk menjadi teman dan pendampingnya
dalam melakukan hijrah, tinggal di Gua Tsur selam tiga hari, dan saat kaum musyrikin berdiri di
depan lubang gua, Abu Bakar sangat khawatir dan cemas terhadap Rasulullah Shalallahu‟alaihi-
wa-salam, dan berkata : wahai Rasulullah, kalau saja mereka melihat kebawah kaki mereka,
maka kita akan terlihat, maka Rasulullah Shalallahu‟alaihi-wa-salam berkata kepadanya : “Apa
pendapat kamu wahai Abu Bakar dengan dua orang dan yang ketiga adalah Allah”. (Al-
Bukhari)

Abu Bakar juga selalu mengikuti peperangan bersama Rasulullah Shalallahu‟alaihi-wa-salam


dan tidak pernah ketinggalan walaupun sekali, dan Rasulullah Shalallahu‟alaihi-wa-salam sangat
mengenal kepribadian beliau, sehingga Rasulullah Shalallahu‟alaihi-wa-salam memberikan
kabar gembira kepadanya dengan Surga, beliau bersabda : “Tidak seorangpun diantara kita
memiliki tangan yang menyamai apa yang telah dilakukan oleh Abu Bakar, karena beliau disisi
kami memiliki tangan yang Allah akan menggantinya yang lebih baik di hari Kiamat”. (At-
Turmudzi).

Beliau juga sangat antusias dan hati-hati dalam mengamalkan perintah-perintah Allah, suatu hari
beliau mendengar Rasulullah Shalallahu‟alaihi-wa-salam bersabda : “Barangsiapa yang
menjulurkan bajunya karena sombong, maka Allah tidak akan melihatnya dihari Kiamat”. Lalu
Abu Bakarpun berkata : “Salah satu dari baju saya tidak akan digunakan kecuali saya telah
berjanji melaksanakan sabda tersebut”. Rasulullah Shalallahu’alaihi-wa-salampun berkata
kepadanya : “Sesungguhnya yang kamu lakukan itu bukanlah termasuk katagori sombong”. (Al-
Bukhari). Beliau juga orang yang paling takut kepada Allah, beliau pernah berkata : “Sekiranya
salah satu dari kaki saya masuk surga lalu yang lainnya di luar, saya belum merasa aman akan
lepas dari murka Allah (Adzab).

Setelah Rasulullah Shalallahu‟alaihi-wa-salam meninggal dunia, sebagian sahabat berkumpul


disinggasana Rasulullah Shalallahu‟alaihi-wa-salam dan mengemukakan pandangan bahwa
mereka tidak percaya akan kepergian Rasulullah Shalallahu‟alaihi-wa-salam, Umar berdiri
dihadapan mereka dan mengancam bagi siapa yang berani mengatakan bahwa Rasulullah
Shalallahu‟alaihi-wa-salam telah meninggal akan dipenggal lehernya, maka Abu Bakar maju dan
masuk kerumah Rasulullah Shalallahu‟alaihi-wa-salam dan membuka kain yang menutupi
wajahnya yang mulia, beliau berkata : “Sungguh harum kematian dan kehidupan engkau wahai
Rasulullah”. Lalu beliaupun keluar menuju kumpulan manusia, dan berkata kepada mereka :
“Wahai sekalian manusia, ketahuilah barangsiapa diantara kalian yang menyembah Muhammad
Shalallahu‟alaihi-wa-salam maka sesungguhnya beliau telah meninggal, dan barangsiapa
diantara kalian yang menyembah Allah maka selamanya Allah Hidup dan tidak pernah mati,
karena Allah SWT telah berfirman : “Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang Rasul,
sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh
kamu berbalik kebelakang”. (Ali Imran : 144)

Setelah itu para pemuka kaum muslimin bergegas menuju tempat pertemuan untuk menetapkan
siapa yang akan menggantikan Rasulullah Shalallahu‟alaihi-wa-salam, akhirnya kaum muslimin
saat itu bersepakat membai‟at Abu Bakar sabagai khalifah setelah kaum muhajirin dan Anshor
merasa puas dengan keputusan bahwa Abu Bakar adalah seorang yang cocok menjadi kahlifah
setelah Rasulullah Shalallahu‟alaihi-wa-salam, kenapa tidak ? padahal Rasulullah
Shalallahu‟alaihi-wa-salam pernah menyuruhnya menggantikan beliau dalam memutuskan
perkara kaum muslimin saat baliau dalam keadaan sakit dan sekarat, beliau bersabda :
“Perintahkan Abu Bakar untuk memimpin sholat kepada jamaah”. (Muttaqun „alaih).

Setelah beliau dipercaya menjadi khalifah, beliau berdiri dan menyampaikan pidato pertamanya :
“Wahai sekalian manusia, sungguh saya telah diberikan amanah memimpin kalian semua dan
aku bukanlah orang yang terbaik diantara kalian, jika aku melakukan kebaikan maka tolonglah
aku, namun jika melakukan kesalahan maka luruskanlah, kejujuran merupakan amanah, sedang
dusta adalah khianat, orang yang lemah diantara kalian akan kuat disisiku hingga aku dapat
menghilangkan bebannya insya Allah, sedangkan orang yang kuat diantara kalian lemah
disisiku sampai aku dapat mengambil hak darinya insya Allah, tidaklah suatu kaum
meninggalkan kewajiban jihad kecuali Allah akan hinakan mereka, dan tidaklah tersebar
kemaksiatan dalam suatu kaum kecuali Allah akan menimpakan mereka bencana, taatilah aku
selama aku taat kepada Allah dan Rasul-Nya, namun jika saya menyimpang kepada Allah dan
Rasul-Nya maka tidak ada taat kepadaku atas kalian”.

Selama kekhilafahannya Abu Bakar telah memerangi kaum murtad dan pembangkang membayar
zakat, beliau berkata : “Demi Allah sekiranya mereka mencegah saya seikat unta yang mana
mereka menunaikan perintah Allah disaat Rasulullah Shalallahu’alaihi-wa-salam hidup, maka
saya akan memerangi mereka”. Dan dalam peperangan beliau selalu mengajarkan adab
berperang, dengan mewasiatkan kepada tentaranya agar jangan membunuh orang yang sudah
tua, anak kecil dan wanita, orang yang beribadah dirumah ibadah dan jangan membakar tanaman
dan menebang pepohonan.

Khalifah Abu Bakar menugaskan prajurit yang dipimpin Usamah bin Zaid untuk menyerang
Romawi, sebagaimana Rasulullah Shalallahu‟alaihi-wa-salam telah memberikan mandat ke
Usamah bin Zaid untuk menjadi komandan perang walaupun umurnya masih raltif muda, dan
saat Rasulullah Shalallahu‟alaihi-wa-salam meninggal dunia, Abu Bakar bersikeras
memformulasi pasukan seperti yang berjalan di zaman Rasulullah Shalallahu‟alaihi-wa-salam,
dan beliau ikut langsung mengiringi pasukan, dimana beliau berjalan kaki sedangkan Usamah
diatas menaiki kendarannya, seekor kuda, lalu Usamah berkata kepada khalifah Abu Bakar :
“Wahai khalifah, sudikah engkau naik kendaraan ini atau saya turun”. Maka dia berkata :
“Demi Allah, saya tidak akan menaiki kendaraan dan engkau jangan turun dari kendaraan,
kenapa saya tidak berani menyentuhkan kaki saya dibumi menuju jalan Allah”.

Khalifah Abu Bakar juga pernah mengirim pasukan ke negeri Syam, Iraq hingga akhirnya
seluruh penduduknya memeluk agama Islam.
Dan diantara prestasi yang dilakukan dalam masa kekhilafahannya adalah beliau pernah
memerintahkan untuk menyusun kembali Al-Qur‟an dan menulisnya setelah banyaknya dari
kalangan para huffadz yang syahid.

Khalifah Abu Bakar meninggal pada malam Selasa, tanggal 22 Jumadil Akhir, tahun 3 Hijriyyah,
sedangkan umurnya baru 63 tahun. Adapun yang memandikan jenazah beliau adalah istrinya
sendiri yaitu Asma bin Umais sesuai dengan wasiatnya, dan dikebumikan disamping jenazah
Rasulullah Shalallahu‟alaihi-wa-salam.

Beliau meninggalkan beberapa anak ; Abdullah, Abdul Rahman, Muhammad, Aisyah, Asma,
Ummi Kultsum –semoga Allah meridloi semuanya-.

Dan beliau juga banyak meriwayatkan hadits dari Rasulullah Shalallahu‟alaihi-wa-salam


berjumlah lebih dari seratus hadits.

UMAR BIN KHATTAB

Seorang pemuda yang gagah perkasa berjalan dengan langkah yang mantap mencari Nabi
hendak membunuhnya. Ia sangat membenci Nabi, dan agama baru yang dibawanya. Di tengah
perjalanan ia bertemu dengan seseorang yang bernama Naim bin Abdullah yang menanyakan
tujuan perjalanannya tersebut. Kemudian diceritakannya niatnya itu. Dengan mengejek, Naim
mengatakan agar ia lebih baik memperbaiki urusan rumah tangganya sendiri terlebih dahulu.
Seketika itu juga pemuda itu kembali ke rumah dan mendapatkan ipar lelakinya sedang asyik
membaca kitab suci Al-Qur‟an. Langsung sang ipar dipukul dengan ganas, pukulan yang tidak
membuat ipar maupun adiknya meninggalkan agama Islam. Pendirian adik perempuannya yang
teguh itu akhirnya justru menentramkan hatinya dan malahan ia memintanya membaca kembali
baris-baris Al-Qur‟an. Permintaan tersebut dipenuhi dengan senang hati. Kandungan arti dan
alunan ayat-ayat Kitabullah ternyata membuat si pemuda itu begitu terpesonanya, sehingga ia
bergegas ke rumah Nabi dan langsung memeluk agama Islam. Begitulah pemuda yang bernama
Umar bin Khattab, yang sebelum masuk Islam dikenal sebagai musuh Islam yang berbahaya.
Dengan rahmat dan hidayah Allah, Islam telah bertambah kekuatannya dengan masuknya
seorang pemuda yang gagah perkasa. Ketiga bersaudara itu begitu gembiranya, sehingga mereka
secara spontan mengumandangkan “Allahu Akbar” (Allah Maha Besar). Gaungnya bergema di
pegunungan di sekitarnya.

Umar masuk agama Islam pada usia 27 tahun. Beliau dilahirkan di Makkah, 40 tahun sebelum
hijrah. Silsilahnya berkaitan dengan garis keturunan Nabi pada generasi ke delapan. Moyangnya
memegang jabatan duta besar dan leluhurnya adalah pedagang. Ia salah satu dari 17 orang
Makkah yang terpelajar ketika kenabian dianugerahkan kepada Muhammad
SHALALLAHU‟ALAIHI-WA-SALAM.

Dengan masuknya Umar ke dalam agama Islam, kekuatan kaum Muslimin makin bertambah
tangguh. Ia kemudian menjadi penasehat utama Abu Bakar selama masa pemerintahan dua
setengah tahun. Ketika Abu Bakar mangkat, ia dipilih menjadi khalifah Islam yang kedua,
jabatan yang diembannya dengan sangat hebat selama sepuluh setengah tahun. Ia meninggal
pada tahun 644 M, dibunuh selagi menjadi imam sembahyang di masjid Nabi. Pembunuhnya
bernama Feroz alias Abu Lu‟lu, seorang Majusi yang tidak puas.

Ajaran-ajaran Nabi telah mengubah suku-suku bangsa Arab yang suka berperang menjadi bangsa
yang bersatu, dan merupakan suatu revolusi terbesar dalam sejarah manusia. Dalam masa tidak
sampai 30 tahun, orang-orang Arab yang suka berkelana telah menjadi tuan sebuah kerajaan
terbesar di waktu itu. Prajurit-prajuritnya melanda tiga benua terkenal di dunia, dan dua kerajaan
besar Caesar (Romawi) dan Chesroes (Parsi) bertekuk lutut di hadapan pasukan Islam yang
perkasa. Nabi telah meninggalkan sekelompok orang yang tidak mementingkan diri, yang telah
mengabdikan dirinya kepada satu tujuan, yakni berbakti kepada agama yang baru itu. Salah
seorang di antaranya adalah Umar al-Faruq, seorang tokoh besar, di masa perang maupun di
waktu damai. Tidak banyak tokoh dalam sejarah manusia yang telah menunjukkan kepintaran
dan kebaikan hati yang melebihi Umar, baik sebagai pemimpin tentara di medan perang, maupun
dalam mengemban tugas-tugas terhadap rakyat serta dalam hak ketaatan kepada keadilan.
Kehebatannya terlihat juga dalam mengkonsolidasikan negeri-negeri yang telah di taklukkan.
Islam sempat dituduh menyebarluaskan dirinya melalui ujung pedang. Tapi riset sejarah modern
yang dilakukan kemudian membuktikan bahwa perang yang dilakukan orang Muslim selama
kekhalifahan Khulafaurrosyidin adalah untuk mempertahankan diri.

Sejarawan Inggris, Sir William Muir, melalui bukunya yang termasyur, Rise, Decline and Fall of
the Caliphate, mencatat bahwa setelah penaklukan Mesopotamia, seorang jenderal Arab bernama
Zaid memohon izin Khalifah Umar untuk mengejar tentara Parsi yang melarikan diri ke
Khurasan. Keinginan jenderalnya itu ditolak Umar dengan berkata, “Saya ingin agar antara
Mesopotamia dan negara-negara di sekitar pegunungan-pegunungan menjadi semacam batas
penyekat, sehingga orang-orang Parsi tidak akan mungkin menyerang kita. Demikian pula kita,
kita tidak bisa menyerang mereka. Dataran Irak sudah memenuhi keinginan kita. Saya lebih
menyukai keselamatan bangsaku dari pada ribuan barang rampasan dan melebarkan wilayah
penaklukkan. Muir mengomentarinya demikian: “Pemikiran melakukan misi yang meliputi
seluruh dunia masih merupakan suatu embrio, kewajiban untuk memaksakan agama Islam
melalui peperangan belum lagi timbul dalam pikiran orang Muslimin.”

Umar adalah ahli strategi militer yang besar. Ia mengeluarkan perintah operasi militer secara
mendetail. Pernah ketika mengadakan operasi militer untuk menghadapi kejahatan orang-orang
Parsi, beliau yang merancang kopmposisi pasukan Muslim, dan mengeluarkan perintah dengan
detailnya. Saat beliau menerima khabar hasil pertempurannya beliau ingin segera menyampaikan
berita gembira atas kemenangan tentara kaum Muslimin kepada penduduk, lalu Khalifah Umar
berpidato di hadapan penduduk Madinah: “Saudara-saudaraku! Aku bukanlah rajamu yang ingin
menjadikan Anda budak. Aku adalah hamba Allah dan pengabdi hamba-Nya. Kepadaku telah
dipercayakan tanggung jawab yang berat untuk menjalankan pemerintahan khilafah. Adalah
tugasku membuat Anda senang dalam segala hal, dan akan menjadi hari nahas bagiku jika timbul
keinginan barang sekalipun agar Anda melayaniku. Aku berhasrat mendidik Anda bukan melalui
perintah-perintah, tetapi melalui perbuatan.”

Pada tahun 634 M, pernah terjadi pertempuran dahsyat antara pasukan Islam dan Romawi di
dataran Yarmuk. Pihak Romawi mengerahkan 300.000 tentaranya, sedangkan tentara Muslimin
hanya 46.000 orang. Walaupun tidak terlatih dan berperlengkapan buruk, pasukan Muslimin
yang bertempur dengan gagah berani akhirnya berhasil mengalahkan tentara Romawi. Sekitar
100.000 orang serdadu Romawi tewas sedangkan di pihak Muslimin tidak lebih dari 3000 orang
yang tewas dalam pertempuran itu. Ketika Caesar diberitakan dengan kekalahan di pihaknya,
dengan sedih ia berteriak: “Selamat tinggal Syria,” dan dia mundur ke Konstantinopel.

Beberapa prajurit yang melarikan diri dari medan pertempuran Yarmuk, mencari perlindungan di
antara dinding-dinding benteng kota Yerusalem. Kota dijaga oleh garnisun tentara yang kuat dan
mereka mampu bertahan cukup lama. Akhirnya uskup agung Yerusalem mengajak berdamai,
tapi menolak menyerah kecuali langsung kepada Khalifah sendiri. Umar mengabulkan
permohonan itu, menempuh perjalanan di Jabia tanpa pengawalan dan arak-arakan kebesaran,
kecuali ditemani seorang pembantunya. Ketika Umar tiba di hadapan uskup agung dan para
pembantunya, Khalifah menuntun untanya yang ditunggangi pembantunya. Para pendeta Kristen
lalu sangat kagum dengan sikap rendah hati Khalifah Islam dan penghargaannya pada persamaan
martabat antara sesama manusia. Uskup agung dalam kesempatan itu menyerahkan kunci kota
suci kepada Khalifah dan kemudian mereka bersama-sama memasuki kota. Ketika ditawari
bersembahyang di gereja Kebaktian, Umar menolaknya dengan mengatakan: “Kalau saya
berbuat demikian, kaum Muslimin di masa depan akan melanggar perjanjian ini dengan alasan
mengikuti contoh saya.” Syarat-syarat perdamaian yang adil ditawarkan kepada orang Kristen.
Sedangkan kepada orang-orang Yahudi, yang membantu orang Muslimin, hak milik mereka
dikembalikan tanpa harus membayar pajak apa pun.

Penaklukan Syria sudah selesai. Seorang sejarawan terkenal mengatakan: “Syria telah tunduk
pada tongkat kekuasaan Khalifah, 700 tahun setelah Pompey menurunkan tahta raja terakhir
Macedonia. Setelah kekalahannya yang terakhir, orang Romawi mengaku takluk, walaupun
mereka masih terus menyerang daerah-daerah Muslimin. Orang Romawi membangun sebuah
rintangan yang tidak bisa dilalui, antara daerahnya dan daerah orang Muslim. Mereka juga
mengubah sisa tanah luas miliknya di perbatasan Asia menjadi sebuah padang pasir. Semua kota
di jalur itu dihancurkan, benteng-benteng dibongkar, dan penduduk dipaksa pindah ke wilayah
yang lebih utara. Demikianlah keadaannya apa yang dianggap sebagai perbuatan orang Arab
Muslim yang biadab sesungguhnya hasil kebiadaban Byzantium.” Namun kebijaksanaan bumi
hangus yang sembrono itu ternyata tidak dapat menghalangi gelombang maju pasukan Muslimin.
Dipimpin Ayaz yang menjadi panglima, tentara Muslim melewati Tarsus, dan maju sampai ke
pantai Laut Hitam.
Menurut sejarawan terkenal, Baladhuri, tentara Islam seharusnya telah mencapai Dataran Debal
di Sind. Tapi, kata Thabari, Khalifah menghalangi tentaranya maju lebih ke timur dari Mekran.

Suatu penelitian pernah dilakukan untuk menunjukkan faktor-faktor yang menentukan


kemenangan besar operasai militer Muslimin yang diraih dalam waktu yang begitu singkat. Kita
ketahui, selama pemerintahan khalifah yang kedua, orang Islam memerintah daerah yang sangat
luas. Termasuk di dalamnya Syria, Mesir, Irak, Parsi, Khuzistan, Armenia, Azerbaijan, Kirman,
Khurasan, Mekran, dan sebagian Baluchistan. Pernah sekelompok orang Arab yang bersenjata
tidak lengkap dan tidak terlatih berhasil menggulingkan dua kerajaan yang paling kuat di dunia.
Apa yang memotivasikan mereka? Ternyata, ajaran Nabi SHALALLAHU‟ALAIHI-WA-
SALAM. telah menanamkan semangat baru kepada pengikut agama baru itu. Mereka merasa
berjuang hanya demi Allah semata. Kebijaksanaan khalifah Islam kedua dalam memilih para
jenderalnya dan syarat-syarat yang lunak yang ditawarkan kepada bangsa-bangsa yang
ditaklukan telah membantu terciptanya serangkaian kemenangan bagi

kaum Muslimin yang dicapai dalam waktu sangat singkat.

Bila diteliti kitab sejarah Thabari, dapat diketahui bahwa Umar al-Faruq, kendati berada ribuan
mil dari medan perang, berhasil menuntun pasukannya dan mengawasi gerakan pasukan musuh.
Suatu kelebihan anugerah Allah yang luar biasa. Dalam menaklukan musuhnya, khalifah banyak
menekankan pada segi moral, dengan menawarkan syarat-syarat yang lunak, dan memberikan
mereka segala macam hak yang bahkan dalam abad modern ini tidak pernah ditawarkan kepada
suatu bangsa yang kalah perang. Hal ini sangat membantu memenangkan simpati rakyat, dan itu
pada akhirnya membuka jalan bagi konsolidasi administrasi secara efisien. Ia melarang keras
tentaranya membunuh orang yang lemah dan menodai kuil serta tempat ibadah lainnya. Sekali
suatu perjanjian ditandatangani, ia harus ditaati, yang tersurat maupun yang tersirat.

Berbeda dengan tindakan penindasan dan kebuasan yang dilakukan Alexander, Caesar, Atilla,
Ghengiz Khan, dan Hulagu. Penaklukan model Umar bersifat badani dan rohani.

Ketika Alexander menaklukan Sur, sebuah kota di Syria, dia memerintahkan para jenderalnya
melakukan pembunuhan massal, dan menggantung seribu warga negara terhormat pada dinding
kota. Demikian pula ketika dia menaklukan Astakher, sebuah kota di Parsi, dia memerintahkan
memenggal kepala semua laki-laki. Raja lalim seperti Ghengiz Khan, Atilla dan Hulagu bahkan
lebih ganas lagi. Tetapi imperium mereka yang luas itu hancur berkeping-keping begitu sang raja
meninggal. Sedangkan penaklukan oleh khalifah Islam kedua berbeda sifatnya.
Kebijaksanaannya yang arif, dan administrasi yang efisien, membantu mengonsolidasikan
kerajaannya sedemikian rupa. Sehingga sampai masa kini pun, setelah melewati lebih dari 1.400
tahun, negara-negara yang ditaklukannya masih berada di tangan orang Muslim. Umar al-Faruk
sesungguhnya penakluk terbesar yang pernah dihasilkan sejarah.

Sifat mulia kaum Muslimin umumnya dan Khalifah khususnya, telah memperkuat kepercayaan
kaum non Muslim pada janji-janji yang diberikan oleh pihak Muslimin. Suatu ketika, Hurmuz,
pemimpin Parsi yang menjadi musuh bebuyutan kaum Muslimin, tertawan di medan perang dan
di bawa menghadap Khalifah di Madinah. Ia sadar kepalanya pasti akan dipenggal karena
dosanya sebagai pembunuh sekian banyak orang kaum Muslimin. Dia tampaknya merencanakan
sesuatu, dan meminta segelas air. Permohonannya dipenuhi, tapi anehnya ia tidak mau minum air
yang dihidangkan. Dia rupanya merasa akan dibunuh selagi mereguk minuman, Khalifah
meyakinkannya, dia tidak akan dibunuh kecuali jika Hurmuz meminum air tadi. Hurmuz yang
cerdik seketika itu juga membuang air itu. Ia lalu berkata, karena dia mendapatkan jaminan dari
Khalifah, dia tidak akan minum air itu lagi. Khalifah memegang janjinya. Hurmuz yang terkesan
dengan kejujuran Khalifah, akhirnya masuk Islam.

Khalifah Umar pernah berkata, “Kata-kata seorang Muslim biasa sama beratnya dengan ucapan
komandannya atau khalifahnya.” Demokrasi sejati seperti ini diajarkan dan dilaksanakan selama
kekhalifahan ar-rosyidin hampir tidak ada persamaannya dalam sejarah umat manusia. Islam
sebagai agama yang demokratis, seperti digariskan Al-Qur‟an, dengan tegas meletakkan dasar
kehidupan demokrasi dalam kehidupan Muslimin, dan dengan demikian setiap masalah
kenegaraan harus dilaksanakan melalui konsultasi dan perundingan. Nabi
SHALALLAHU‟ALAIHI-WA-SALAM. sendiri tidak pernah mengambil keputusan penting
tanpa melakukan konsultasi. Pohon demokrasi dalam Islam yang ditanam Nabi dan dipelihara
oleh Abu Bakar mencapai puncaknya pada jaman Khalifah Umar. Semasa pemerintahan Umar
telah dibentuk dua badan penasehat. Badan penasehat yang satu merupakan sidang umum yang
diundang bersidang bila negara menghadapi bahaya. Sedang yang satu lagi adalah badan khusus
yang terdiri dari orang-orang yang integritasnya tidak diragukan untuk diajak membicarakan hal
rutin dan penting. Bahkan masalah pengangkatan dan pemecatan pegawai sipil serta lainnya
dapat dibawa ke badan khusus ini, dan keputusannya dipatuhi.

Umar hidup seperti orang biasa dan setiap orang bebas menanyakan tindakan-tindakannya. Suatu
ketika ia berkata: “Aku tidak berkuasa apa pun terhadap Baitul Mal (harta umum) selain sebagai
petugas penjaga milik yatim piatu. Jika aku kaya, aku mengambil uang sedikit sebagai pemenuh
kebutuhan sehari-hari. Saudara-saudaraku sekalian! Aku abdi kalian, kalian harus mengawasi
dan menanyakan segala tindakanku. Salah satu hal yang harus diingat, uang rakyat tidak boleh
dihambur-hamburkan. Aku harus bekerja di atas prinsip kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.”

Suatu kali dalam sebuah rapat umum, seseorang berteriak: “O, Umar, takutlah kepada Tuhan.”
Para hadirin bermaksud membungkam orang itu, tapi Khalifah mencegahnya sambil berkata:
“Jika sikap jujur seperti itu tidak ditunjukan oleh rakyat, rakyat menjadi tidak ada artinya. Jika
kita tidak mendengarkannya, kita akan seperti mereka.” Suatu kebebasan menyampaikan
pendapat telah dipraktekan dengan baik.

Ketika berpidato suatu kali di hadapan para gubernur, Khalifah berkata: “Ingatlah, saya
mengangkat Anda bukan untuk memerintah rakyat, tapi agar Anda melayani mereka. Anda harus
memberi contoh dengan tindakan yang baik sehingga rakyat dapat meneladani Anda.”

Pada saat pengangkatannya, seorang gubernur harus menandatangani pernyataan yang


mensyaratkan bahwa “Dia harus mengenakan pakaian sederhana, makan roti yang kasar, dan
setiap orang yang ingin mengadukan suatu hal bebas menghadapnya setiap saat.” Menurut
pengarang buku Futuhul-Buldan, di masa itu dibuat sebuah daftar barang bergerak dan tidak
bergerak begitu pegawai tinggi yang terpilih diangkat. Daftar itu akan diteliti pada setiap waktu
tertentu, dan penguasa tersebut harus mempertanggung-jawabkan terhadap setiap hartanya yang
bertambah dengan sangat mencolok. Pada saat musim haji setiap tahunnya, semua pegawai
tinggi harus melapor kepada Khalifah. Menurut penulis buku Kitab ul-Kharaj, setiap orang
berhak mengadukan kesalahan pejabat negara, yang tertinggi sekalipun, dan pengaduan itu harus
dilayani. Bila terbukti bersalah, pejabat tersebut mendapat ganjaran hukuman.

Muhammad bin Muslamah Ansari, seorang yang dikenal berintegritas tinggi, diangkat sebagai
penyelidik keliling. Dia mengunjungi berbagai negara dan meneliti pengaduan masyarakat.
Sekali waktu, Khalifah menerima pengaduan bahwa Sa‟ad bin Abi Waqqash, gubernur Kufah,
telah membangun sebuah istana. Seketika itu juga Umar memutus Muhammad Ansari untuk
menyaksikan adanya bagian istana yang ternyata menghambat jalan masuk kepemukiman
sebagian penduduk Kufah. Bagian istana yang merugikan kepentingan umum itu kemudian
dibongkar. Kasus pengaduan lainnya menyebabkan Sa‟ad dipecat dari jabatannya.

Seorang sejarawan Eropa menulis dalam The Encyclopedia of Islam: “Peranan Umar sangatlah
besar. Pengaturan warganya yang non-Muslim, pembentukan lembaga yang mendaftar orang-
orang yang mendapat hak untuk pensiun tentara (divan), pengadaan pusat-pusat militer (amsar)
yang dikemudian hari berkembang menjadi kota-kota besar Islam, pembentukan kantor kadi
(qazi), semuanya adalah hasil karyanya. Demikian pula seperangkat peraturan, seperti
sembahyang tarawih di bulan Ramadhan, keharusan naik haji, hukuman bagi pemabuk, dan
hukuman pelemparan dengan batu bagi orang yang berzina.”

Khalifah menaruh perhatian yang sangat besar dalam usaha perbaikan keuangan negara, dengan
menempatkannya pada kedudukan yang sehat. Ia membentuk “Diwan” (departemen keuangan)
yang dipercayakan menjalankan administrasi pendapatan negara.

Pendapatan persemakmuran berasal dari sumber :

Zakat atau pajak yang dikenakan secara bertahap terhadap Muslim yang berharta. Kharaj atau
pajak bumi Jizyah atau pajak perseorangan. Dua pajak yang disebut terakhir, yang membuat
Islam banyak dicerca oleh sejarawan Barat, sebenarnya pernah berlaku di kerajaan Romawi dan
Sasanid (Parsi). Pajak yang dikenakan pada orang non Muslim jauh lebih kecil jumlahnya dari
pada yang dibebankan pada kaum Muslimin. Khalifah menetapkan pajak bumi menurut jenis
penggunaan tanah yang terkena. Ia menetapkan 4 dirham untuk satu Jarib gandum. Sejumlah 2
dirham dikenakan untuk luas tanah yang sama tapi ditanami gersb (gandum pembuat ragi).
Padang rumput dan tanah yang tidak ditanami tidak dipungut pajak. Menurut sumber-sumber
sejarah yang dapat dipercaya, pendapatan pajak tahunan di Irak berjumlah 860 juta dirham.
Jumlah itu tak pernah terlampaui pada masa setelah wafatnya Umar.

Ia memperkenalkan reform (penataan) yang luas di lapangan pertanian, hal yang bahkan tidak
terdapat di negara-negara berkebudayaan tinggi di zaman modern ini. Salah satu dari reform itu
ialah penghapusan zamindari (tuan tanah), sehingga pada gilirannya terhapus pula beban buruk
yang mencekik petani penggarap. Ketika orang Romawi menaklukkan Syria dan Mesir, mereka
menyita tanah petani dan membagi-bagikannya kepada anggota tentara, kaum ningrat, gereja,
dan anggota keluarga kerajaan.

Sejarawan Perancis mencatat: “Kebijaksanaan liberal orang Arab dalam menentukan pajak dan
mengadakan land reform sangat banyak pengaruhnya terhadap berbagai kemenangan mereka di
bidang kemiliteran.”

Ia membentuk departemen kesejahteraan rakyat, yang mengawasi pekerjaan pembangunan dan


melanjutkan rencana-rencana. Sejarawan terkenal Allamah Maqrizi mengatakan, di Mesir saja
lebih dari 20.000 pekerja terus-menerus dipekerjakan sepanjang tahun. Sejumlah kanal di bangun
di Khuzistan dan Ahwaz selama masa itu. Sebuah kanal bernama “Nahr Amiril Mukminin,”
yang menghubungkan Sungai Nil dengan Laut Merah, dibangun untuk menjamin pengangkutan
padi secara cepat dari Mesir ke Tanah Suci.

Selama masa pemerintahan Umar diadakan pemisahan antara kekuasaan pengadilan dan
kekuasaan eksekutif. Von Hamer mengatakan, “Dahulu hakim diangkat dan sekarang pun masih
diangkat. Hakim ush-Shara ialah penguasa yang ditetapkan berdasarkan undang-undang, karena
undang-undang menguasai seluruh keputusan pengadilan, dan para gubernur dikuasakan
menjalankan keputusan itu. Dengan demikian dengan usianya yang masih sangat muda, Islam
telah mengumandangkan dalam kata dan perbuatan, pemisahan antara kekuasaan pengadilan dan
kekuasaan eksekutif.” Pemisahan seperti itu belum lagi dicapai oleh negara-negara paling maju,
sekalipun di zaman modern ini.

Umar sangat tegas dalam penegakan hukum yang tidak memihak dan tidak pandang bulu. Suatu
ketika anaknya sendiri yang bernama Abu Syahma, dilaporkan terbiasa meminum khamar.
Khalifah memanggilnya menghadap dan ia sendiri yang mendera anak itu sampai meninggal.
Cemeti yang dipakai menghukum Abu Syahma ditancapkan di atas kuburan anak itu.

Kebesaran Khalifah Umar juga terlihat dalam perlakuannya yang simpatik terhadap warganya
yang non Muslim. Ia mengembalikan tanah-tanah yang dirampas oleh pemerintahan jahiliyah
kepada yang berhak yang sebagian besar non Muslim. Ia berdamai dengan orang Kristen Elia
yang menyerah. Syarat-syarat perdamaiannya ialah: “Inilah perdamaian yang ditawarkan Umar,
hamba Allah, kepada penduduk Elia. Orang-orang non Muslim diizinkan tinggal di gereja-gereja
dan rumah-rumah ibadah tidak boleh dihancurkan. Mereka bebas sepenuhnya menjalankan
ibadahnya dan tidak dianiaya dengan cara apa pun.” Menurut Imam Syafi‟i ketika Khalifah
mengetahui seorang Muslim membunuh seorang Kristen, ia mengijinkan ahli waris almarhum
menuntut balas. Akibatnya, si pembunuh dihukum penggal kepala.

Khalifah Umar juga mengajak orang non Muslim berkonsultasi tentang sejumlah masalah
kenegaraan. Menurut pengarang Kitab al-Kharaj, dalam wasiatnya yang terakhir Umar
memerintahkan kaum Muslimin menepati sejumlah jaminan yang pernah diberikan kepada non
Muslim, melindungi harta dan jiwanya, dengan taruhan jiwa sekalipun. Umar bahkan
memaafkan penghianatan mereka, yang dalam sebuah pemerintahan beradab di zaman sekarang
pun tidak akan mentolerirnya. Orang Kristen dan Yahudi di Hems bahkan sampai berdoa agar
orang Muslimin kembali ke negeri mereka. Khalifah memang membebankan jizyah, yaitu pajak
perlindungan bagi kaum non Muslim, tapi pajak itu tidak dikenakan bagi orang non Muslim,
yang bergabung dengan tentara Muslimin.

Khalifah sangat memperhatikan rakyatnya, sehingga pada suatu ketika secara diam-diam ia turun
berkeliling di malam hari untuk menyaksikan langsung keadaan rakyatnya. Pada suatu malam,
ketika sedang berkeliling di luar kota Madinah, di sebuah rumah dilihatnya seorang wanita
sedang memasak sesuatu, sedang dua anak perempuan duduk di sampingnya berteriak-teriak
minta makan. Perempuan itu, ketika menjawab Khalifah, menjelaskan bahwa anak-anaknya
lapar, sedangkan di ceret yang ia jerang tidak ada apa-apa selain air dan beberapa buah batu.
Itulah caranya ia menenangkan anak-anaknya agar mereka percaya bahwa makanan sedang
disiapkan. Tanpa menunjukan identitasnya, Khalifah bergegas kembali ke Madinah yang
berjarak tiga mil. Ia kembali dengan memikul sekarung terigu, memasakkannya sendiri, dan baru
merasa puas setelah melihat anak-anak yang malang itu sudah merasa kenyang. Keesokan
harinya, ia berkunjung kembali, dan sambil meminta maaf kepada wanita itu ia meninggalkan
sejumlah uang sebagai sedekah kepadanya.

Khalifah yang agung itu hidup dengan cara yang sangat sederhana. Tingkat kehidupannya tidak
lebih tinggi dari kehidupan orang biasa. Suatu ketika Gubernur Kufah mengunjunginya sewaktu
ia sedang makan. Sang gubernur menyaksikan makanannya terdiri dari roti gersh dan minyak
zaitun, dan berkata, “Amirul mukminin, terdapat cukup di kerajaan Anda; mengapa Anda tidak
makan roti dari gandum?” Dengan agak tersinggung dan nada murung, Khalifah bertanya,
“Apakah Anda pikir setiap orang di kerajaanku yang begitu luas bisa mendapatkan gandum?”
“Tidak,” Jawab gubernur. “Lalu, bagaimana aku dapat makan roti dari gandum? Kecuali bila itu
bisa dengan mudah didapat oleh seluruh rakyatku.” Tambah Umar.

Dalam kesempatan lain Umar berpidato di hadapan suatu pertemuan. Katanya, “Saudara-
saudara, apabila aku menyeleweng, apa yang akan kalian lakukan?” Seorang laki-laki bangkit
dan berkata, “Anda akan kami pancung.” Umar berkata lagi untuk mengujinya, “Beranikah anda
mengeluarkan kata-kata yang tidak sopan seperti itu kepadaku?” “Ya, berani!” jawab laki-laki
tadi. Umar sangat gembira dengan keberanian orang itu dan berkata, “Alhamdulillah, masih ada
orang yang seberani itu di negeri kita ini, sehingga bila aku menyeleweng mereka akan
memperbaikiku.”

Seorang filosof dan penyair Muslim tenar dari India menulis nukilan seperti berikut untuk dia:Jis
se jigar-i-lala me thandak ho who shabnam Daryaan ke dil jis se dabel jaen who toofan

Seperti embun yang mendinginkan hati bunga lily, dan bagaikan topan yang menggelagakkan
dalamnya sungai.

Sejarawan Kristen Mesir, Jurji Zaidan terhadap prestasi Umar berkomentar: “Pada zamannya,
berbagai negara ia taklukkan, barang rampasan kian menumpuk, harta kekayaan raja-raja Parsi
dan Romawi mengalir dengan derasnya di hadapan tentaranya, namun dia sendiri menunjukkan
kemampuan menahan nafsu serakah, sehingga kesederhanaannya tidak pernah ada yang mampu
menandingi. Dia berpidato di hadapan rakyatnya dengan pakaian bertambalkan kulit hewan. Dia
mempraktekkan satunya kata dengan perbuatan. Dia mengawasi para gubernur dan jenderalnya
dengan cermat dan dengan cermat pula menyelidiki perbuatan mereka. Bahkan Khalid bin Walid
yang perkasa pun tidak terkecuali. Dia berlaku adil kepada semua orang, dan bahkan juga bagi
orang non-Muslim. Selama masa pemerintahannya, disiplin baja diterapkan secara utuh.”

Hendaknya para pemimpin negeri ini bisa mencontoh Umar bin Khattab dalam memimpin negeri
ini. Mengedepankan kepentingan masyarakat luas daripada kepentingannya sendiri maupun
golongannya. Menjadi pimpinan yang benar-benar bertanggungjawab terhadap yang
dipimpinnya. Semoga!

USTMAN BIN AFFAN

„Utsman bin „Affan radhiallahu „anhu adalah shahabat yang terkenal dengan julukan Dzunnurain
(seorang yang memiliki dua cahaya), menantu Rasulullah shalallahu „alaihi wasallam, dan salah
satu generasi terawal dalam menerima Islam, seorang Al-Khulafa`ur Rasyidun yang ketiga,
bahkan beliau termasuk salah satu dari sepuluh shahabat yang telah mendapat kabar gembira
kepastian masuk Al-Jannah, sekaligus beliau adalah orang yang para malaikat malu kepadanya.

Hal ini sebagaimana diriwayatkan oleh Al-Imam Muslim (hadits no. 2401) dan Ibnu Hibban
(6907) serta selain keduanya dari hadits „Aisyah radhiallahu „anha bahwa Rasulullah shalallahu
„alaihi wasallam berkata :

))

„Aisyah radhiallahu „anha berkata : Suatu hari Rasulullah shalallahu „alaihi wasallam berbaring
di rumahku dalam keadaan kedua paha atau betisnya tersingkap. Kemudian datang Abu Bakr
meminta izin (untuk masuk). Rasulullah shalallahu „alaihi wasallam mengizinkannya untuk
masuk, dalam keadaan beliau masih dalam kondisinya yang semula. Kemudian beliau
berbincang-bincang. Tiba-tiba datang „Umar bin Al-Khaththab meminta izin pula, dan beliau
pun mengizinkannya, dalam keadaan beliau masih dalam kondisinya yang semula, dan beliau
melanjutkan perbincangannya. Kemudian datang „Utsman bin „Affan meminta izin, tiba-tiba
Rasulullah shalallahu „alaihi wasallam segera duduk sambil membenarkan pakaiannya. Maka
masuklah „Utsman bin „Affan, dan beliau pun terus berbincang. Ketika beliau keluar, „Aisyah
berkata : “Telah masuk Abu Bakr tetapi engkau tak nampak ceria dan tidak terlalu peduli. Begitu
pula ketika „Umar masuk, engkau pun tidak nampak ceria dan tidak terlalu peduli dengannya.
Namun ketika „Utsman bin „Affan masuk, engkau segera duduk dan membenahi pakaianmu.”
Maka Rasulullah shalallahu „alaihi wasallam menjawab : “Tidakkah aku akan malu kepada
seseorang yang sesungguhnya para malaikat telah malu kepadanya?”

Diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhari (hadits no, 2626, 3491) dan yang lainnya dari Abu
„Abdirrahman As-Sulami,

Bahwa ketika Khalifah „Utsman bin „Affan dikepung (oleh kelompok Khawarij) beliau muncul
di hadapan orang-orang yang berada di sekitarnya sambil berkata : “Aku memohon persaksian
kalian atas nama Allah, dan tidaklah aku memohon persaksian kecuali dari para shahabat
Rasulullah shalallahu „alaihi wasallam . Bukankah kalian telah mengetahui bahwa Rasulullah
shalallahu „alaihi wasallam pernah berkata : “Barangsiapa yang telah menggali sumur “Rumah”
maka baginya Al-Jannah.” Kemudian aku pun segera menggalinya? Dan bukankah kalian juga
telah tahu bahwa Rasulullah shalallahu „alaihi wasallam pernah berkata : “Barangsiapa yang
mempersiapkan pembiayaan pasukan tempur pada peperangan Al-„Usrah maka baginya Al-
Jannah.” Kemudian aku pun segera melakukannya?”

Kemudian para shahabat yang ada di sekitarnya pun membenarkan apa yang diucapkannya.

Diriwayatkan pula oleh Al-Imam Al-Bukhari (hadits no. 3492, 3471) dan Al-Imam Muslim
(hadits no. 2403) serta selain keduanya, dari shahabat Abu Musa Al-Asy‟ari radhiallahu „anhu,

… kemudian datang orang berikutnya meminta izin kepada Rasulullah shalallahu „alaihi
wasallam untuk masuk. Beliau terdiam sejenak kemudian berkata : “Izinkanlah untuk orang
tersebut dan berilah kabar gembira kepadanya, bahwa dia akan masuk Al-Jannah. Namun dia
akan mengalami sebuah musibah yang pasti akan menimpanya.” Ternyata orang tersebut adalah
„Utsman bin „Affan.
Dia adalah dzu nurain (pemilik dua cahaya), orang yang pernah berhijrah dua kali sekaligus
suami dari dua putri Rasulullah Shalallahu‟alaihi-wa-salam. Dialah Utsman bin Affan ra. Sejarah
kenabian tidak pernah mendapati orang yang menjadi menantu Rasulullah sebanyak dua kali
selain Utsman bin Affan.

Utsman bin Affan memiliki posisi terpandang di kalangan kaumnya pada masa jahiliah. Ia adalah
orang yang memiliki harta kekayaan yang berlimpah. Ia juga adalah orang yang rendah hati dan
pemalu. Kaumnya amat mencintai dirinya, sehingga ada seorang wanita Quraisy yang sedang
memomong anaknya dengan bersenandung:

Aku dan Ar Rahman (Tuhan Yang Penyayang) menyayangimu

Seperti orang Quraisy menyayangi Utsman

Begitu Islam memancarkan cahayanya di Mekkah, Utsman adalah orang yang termasuk para
pendahulu yang segera menyerap cahaya tersebut.

Kisah keislaman Utsman bin Affan hingga sekarang masih sering dikisahkan orang.

Hal itu dikarenakan saat pada masa jahiliah ia mendengar bahwa Muhammad bin Abdullah telah
menikahkan putrinya yang bernama Ruqayah dengan sepupunya yang bernama Utbah bin Abi
Lahab, Utsman merasa menyesal karena ia sudah kedahuluan. Ia merasa kesal karena tidak
beruntung mendapatkan istri yang memiliki akhlak yang mulia dan berketurunan baik.

Utsman pun kembali pulang ke rumah dengan perasaan kesal dan sedih. Saat pulang, ia
mendapati bibinya sedang berada di rumah yang bernama Su‟da binti Kuraizin. Su‟da ini adalah
perempuan yang tegas, cerdas dan sudah berusia senja. Su‟da berhasil menghilangkan kekesalan
Utsman dengan memberitahukan kepadanya bahwa akan muncul seorang Nabi yang
menghancurkan penyembahan kepada berhala, dan menyeru untuk beribadah kepada Tuhan
Yang Esa. Su‟da menyuruh Utsman untuk mengikuti ajaran agama Nabi tersebut, dan ia
menjanjikan bahwa Utsman akan mendapatkan apa yang pantas bagi dirinya. Utsman berkisah:
“Maka aku segera memikirkan apa yang baru saja dikatakan oleh bibiku tadi. Aku pun segera
menemui Abu Bakar dan aku ceritakan kepadanya apa yang telah diberitahukan bibi kepadaku.”
Abu Bakar berkata: “Demi Allah, bibimu telah berkata benar atas apa yang ia sampaikan
kepadamu dan dengan kebaikan yang ia janjikan untukmu, ya Utsman! Engkau pun adalah
seorang yang bijak dan tegas yang mampu membedakan kebenaran,dan tidak ada kebathilan
yang samar bagi dirimu.” Kemudian Abu Bakar berkata kepadaku:

“Apakah makna dari berhala yang disembah oleh kaum kita ini?! Bukankah berhala ini terbuat
dari batu yang tuli. Tidak bisa mendengar dan melihat?” Aku menjawab: “Benar.” Abu Bakar
berkata: “Apa yang telah dikatakan oleh bibimu telah terbukti, ya Utsman! Allah Swt telah
mengirimkan Rasul-Nya yang dinanti-nanti. Ia mengutusnya untuk semua orang dengan
membawa agama petunjuk dan kebenaran.” Aku bertanya: “Siapakah dia?!” Abu Bakar
menjawab: “Dialah Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib.” Aku bertanya keheranan:
“Muhammad As Shodiq Al Amin (orang yang terkenal jujur dan terpercaya) itu?” Abu Bakar
menjawab: “Benar. Dialah orangnya.” Aku bertanya kepada Abu Bakar: “Apakah engkau mau
menemaniku untuk menemuinya?” Abu Bakar menjawab: “Baiklah.” Maka kami pun berangkat
untuk menemui Nabi Shalallahu‟alaihi-wa-salam. Begitu Beliau melihatku Beliau langsung
bersabda: “Ya Utsman, sambutlah seruan orang yang mengajak ke jalan Allah! Sebab aku adalah
utusan Allah kepada kalian secara khusus, dan kepada semua makhluk Allah secara umum.”

Utsman berkata: “Demi Allah, begitu aku melihat Beliau dan mendengarkan sabdanya, maka aku
langsung merasa nyaman dan aku percaya akan keRasulannya. Kemudian akupun langsung
bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba-Nya dan Rasul-
Nya.”

Hingga hari itu tidak ada satupun orang yang berasal dari kaumnya yang mau beriman kepada
Rasulullah Shalallahu‟alaihi-wa-salam.

Meswki tidak ada satupun yang menyatakan permusuhan kepada Nabi Shalallahu‟alaihi-wa-
salam selain pamannya yang bernama Abu Lahab. Abu Lahab dan istrinya yang bernama Ummu
Jamil adalah orang dari suku Quraisy yang paling keras melakukan perlawanan dan makar
terhadap diri Nabi Shalallahu‟alaihi-wa-salam. Maka Allah Swt menurunkan sebuah surat
tentang diri Abu Lahab dan istrinya:
“Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa.Tidaklah berfaedah
kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan. Kelak dia akan masuk ke dalam api yang
bergejolak. Dan (begitu pula) isterinya, pembawa kayu bakar. Yang di lehernya ada tali dari
sabut.” (QS. Al-Lahab [111] : 1-5)

Kebencian Abu Lahab kepada Rasulullah Shalallahu‟alaihi-wa-salam semakin menjadi.


Demikian juga kedengkian istrinya. Tidak hanya ditujukan kepada Muhammad
Shalallahu‟alaihi-wa-salam akan tetapi kepada kaum muslimin yang menjadi pendukungnya.
Abu Lahab dan Ummu Jamil menyuruh putranya Utbah untuk menceraikan istrinya yang
bernama Ruqayyah putri Muhammad Shalallahu‟alaihi-wa-salam. Maka Utbah pun menceraikan
Ruqayyah karena alasan dendam kepada ayahnya.

Begitu Utsman mendengar berita telah dicerainya Ruqayyah, maka ia langsung teriak
kegirangan. Ia lalu segera meminang Ruqayyah dari Rasulullah Shalallahu‟alaihi-wa-salam.
Maka Rasul Shalallahu‟alaihi-wa-salam pun menikahkan Ruqayyah kepadanya. Ummul
Mukminin Khadijah binti Khuwailid mengadakan walimah untuk perkawinan putrinya ini.

Utsman adalah seorang dari bangsa Quraisy yang memiliki tampang yang paling tampan,
sedangkan Ruqayyah juga tidak kalah cantik dan menarik. Maka banyak orang yang berkata
kepada Ruqayyah saat dirinya dinikahkan dengan Utsman:

Inilah pasangan terbaik yang pernah dilihat manusia

Ruqayyah, dan suaminya yang bernama Utsman

Utsman -meski dia memiliki kedudukan dan kebaikan yang banyaktidak terlepas dari siksaan
kaumnya saat ia memeluk Islam. Pamannya yang bernama Hakam merasa malu bila ada seorang
pemuda dari Bani Abdi Syamsin yang keluar dari agama bangsa Qurasiy, dan Hakam amat malu
dibuatnya. Maka Hakim bersama para pengikutnya berusaha menghadapi Utsman dengan
siksaan dan perlakuan yang kejam. Hakam menangkap Utsman dan mengikatkan tubuh Utsman
dengan tali. Hakam bertanya kepada Utsman: “Apakah engkau membenci agama ayah dan kakek
moyangmu, dan kini engkau masuk ke dalam agama yang dibuat-buat itu?! Demi Allah, aku
tidak akan membiarkanmu hingga engkau meninggalkan agama yang kau anut ini!” Utsman
menjawab: “Demi Allah, aku tidak akan meninggalkan agamaku ini untuk selamanya, dan aku
tidak akan berpisah dengan Nabiku selagi aku hidup.

Meski pamannya terus menyiksa dirinya, akan tetapi ia semakin teguh dan tak tergoyahkan
dalam berakidah sehingga pamannya merasa putus asa dan akhirnya melepaskan Utsman dan
tidak lagi mengganggunya. Akan tetapi bangsa Quraisy masih saja membuat permusuhan
kepada Utsman dan menyiksanya, sehingga hal itu membuat Utsman berkeputusan untuk lari dan
menyelamatkan agamanya serta meninggalkan Nabinya. Utsman adalah muslim pertama yang
berhijrah ke Habasyah bersama istrinya ra. Saat mereka berdua hendak berangkat untuk
berhijrah, Rasulullah Shalallahu‟alaihi-wa-salam melepas mereka dan berpesan: “Semoga Allah
Swt akan menemani Utsman dan istrinya yang bernama Ruqayah… Semoga Allah Swt akan
menemani Utsman dan istrinya yang bernama Ruqayah. Utsman adalah orang pertama yang
berhijrah bersama keluarganya setelah Nabi Allah Luth as.”

Utsman bersama istrinya tidak tinggal lama di Habasyah seperti para muhajirin lainnya. Mereka
berdua merasakan kerinduan yang amat sangat kepada Nabi Shalallahu‟alaihi-wa-salam dan
kepada Mekkah.

Maka keduanya kembali ke Mekkah dan menetap di sana hingga saat Allah Swt mengizinkan
kepada Nabi-Nya dan kepada kaum mukminin untuk berhijrah ke Madinah. Maka Utsman dan
Ruqayah pun berangkat bersama rombongan muhajirin.

Utsman mendampingi Rasulullah Shalallahu‟alaihi-wa-salam dalam semua pertempuran yang


pernah Beliau lakukan. Tidak ada satu perang pun yang terlewatkan selain perang Badr. Dia
tidak turut-serta dalam perang ini karena harus merawat istrinya yang bernama Ruqayah sebab
sakit. Saat Rasulullah Shalallahu‟alaihi-wa-salam kembali dari Badr, dan Beliau mendapati
Ruqayah telah kembali ke pangkuan Allah, maka Rasul Shalallahu‟alaihi-wa-salam menjadi
amat sedih. Rasul Shalallahu‟alaihi-wa-salam berbagi kesedihan dengan Utsman atas musibah
yang terjadi. Maka Rasul Shalallahu‟alaihi-wa-salam memasukkan Utsman ke dalam golongan
ahli Badr, dan mendapatkan jatah ghanimah. Kemudian Rasulullah Shalallahu‟alaihi-wa-salam
menikahkan Utsman dengan putri kedua Rasulullah Shalallahu‟alaihi-wa-salam yang bernama
Ummu Kultsum. Oleh karenanya, manusia memanggil Utsman dengan sebutan Dzu Nuraini
(orang yang memiliki dua cahaya).

Pernikahan Utsman yang kedua kalinya dengan putri Nabi Shalallahu‟alaihi-wa-salam adalah
sebuah keutamaan yang tidak didapatkan pria lain selain dirinya. Hal itu dikarenakan, belum
pernah terjadi sebelumnya ada orang yang menjadi menantu Nabi sebanyak dua kali selain
Utsman bin Affan radhiallahu‟anhu.

Keislaman Utsman ra adalah salah satu nikmat terbesar yang Allah Swt anugerahkan kepada
kaum muslimin dan kepada Islam. Tidak ada kesulitan yang dirasakan oleh kaum muslimin,
maka Utsman akan menjadi orang yang akan segera membantu kesulitan mereka. Tidak ada satu
musibah pun yang menimpa Islam, kecuali Utsman akan menjadi orang terdepan yang akan
mengurangi beban yang diderita Islam. Salah satunya adalah saat Rasulullah Shalallahu‟alaihi-
wa-salam hendak melakukan perang Tabuk, pada saat itu Rasulullah Shalallahu‟alaihi-wa-salam
amat membutuhkan bantuan finansial sebagaimana Beliau juga membutuhkan orang-orang yang
akan menjadi prajurit dalam perang ini.

Sementara pasukan Romawi memiliki prajurit yang banyak, logistik yang memadai dan mereka
bertempur di negerinya sendiri. Sedangkan kaum muslimin, mereka akan melalui perjalanan
yang panjang dengan bekal yang sedikit dan kendaraan yang tidak memadai. Saat itu, kaum
muslimin juga sedang mengalami masa paceklik, yang jarang terjadi hal seperti ini di jazirah
Arab.

Dengan terpaksa maka Rasulullah Shalallahu‟alaihi-wa-salam menolak banyak orang yang


hendak melakukan jihad dan melarang mereka untuk mencari syahadah (mati di jalan Allah)
sebab mereka tidak memiliki kendaraan yang dapat membawa mereka ke sana. Maka orang-
orang tadi kembali pulang ke tempat masing-masing dengan mata yang berlinang. Pada saat
itulah Rasulullah Shalallahu‟alaihi-wa-salam naik ke atas mimbar. Beliau memuji Allah Swt,
kemudian Beliau menganjurkan umat Islam untuk mengerahkan segala kemampuan mereka dan
menjanjikan mereka dengan balasan yang besar.
Serta-merta Utsman berdiri dan berkata: “Aku akan memberikan 100 unta lengkap dengan
bekalnya, ya Rasulullah!” Kemudian Rasulullah Shalallahu‟alaihi-wa-salam turun satu anak
tangga dari mimbarnya dan Beliau terus menganjurkan umat Islam untuk mengerahkan apa yang
mereka punya. Maka untuk kedua kalinya Utsman berdiri dan berkata:

“Aku akan memberikan 100 unta lagi lengkap dengan bekalnya, ya Rasulullah!”

Wajah Rasul Shalallahu‟alaihi-wa-salam menjadi cerah, kemudian Beliau turun satu anak tangga
lagi dari mimbar dan Beliau masih saja menyerukan umat Islam untuk mengerahkan segala yang
mereka miliki. Utsman untuk ketiga kalinya berdiri dan berkata: “Aku akan memberikan 100
unta lagi lengkap dengan bekalnya, ya Rasulullah!”

Pada saat itu Rasulullah Shalallahu‟alaihi-wa-salam mengarahkan tangannya ke arah Utsman


pertanda Beliau senang dengan apa yang telah dilakukan Utsman ra. Beliau pun bersabda:
“Utsman setelah hari ini tidak akan pernah kesulitan… Utsman setelah hari ini tidak akan pernah
kesulitan.” Belum lagi Rasulullah Shalallahu‟alaihi-wa-salam turun dari mimbarnya, namun
Utsman sudah berlari pulang ke rumah. Ia segera mengirimkan semua unta yang ia janjikan dan
disertai dengan 1000 dinar emas. Begitu uang-uang dinar tadi diserahkan kepangkuan
Rasulullah Shalallahu‟alaihi-wa-salam, Beliau lalu membolak-balikkan uang dinar tersebut
seraya bersabda:

“Semoga Allah Swt akan mengampunimu, ya Utsman atas sedekah yang kau berikan secara
terang-terangan maupun sembunyi. Semoga Allah juga akan mengampuni segala sesuatu yang
ada pada dirimu, dan apa yang telah Ia ciptakan hingga terjadinya hari kiamat.” Pada saat
kekhalifahan Umar Al Faruq ra, saat itu manusia sedang menderita tahun paceklik yang
mengakibatkan banyak Shalallahu‟alaihi-wa-salamah ladang serta hewan yang menjadi
korbannya. Sehingga tahun tersebut dikenang dengan sebutan tahun Ramadah (debu)171 karena
parahnya paceklik yang terjadi. Kesulitan yang dirasakan oleh manusia di Madinah terus
semakin mengganas sehingga banyak nyawa manusia yang terancam. Suatu pagi para penduduk
datang menghadap khalifah Umar dan berkata: “Wahai khalifah Rasulullah. Langit sudah lama
tidak menurunkan hujan, dan bumi sudah tidak menumbuhkan pephonan. Banyak nyawa
manusia yang terancam. Apa yang mesti kita lakukan?!”
Dengan tatapan penuh kegelisahan Umar melihat wajah mereka dan berkata: “Bersabarlah dan
berharap pahalalah kalian kepada Allah! Aku amat berharap semoga Allah Swt akan
memudahkan kesulitan kalian pada petang ini.”

Pada penghujung hari, terdengar kabar bahwa kafilah Utsman bin Affan telah datang dari Syam,
dan rombongan tersebut akan tiba di Madinah pada pagi hari.

Begitu shalat Fajar usai dilaksanakan, maka semua orang berbondong-bondong menyambut
kedatangan kafilah ini.

Para pedagang yang menyambut kedatangan kafilah ini mendapati bahwa rombongan Utsman
terdiri dari 1000 unta yang sarat dipenuhi dengan gandum, minyak dan anggur kering.

Kafilah unta tersebut berhenti di depan pintu rumah Utsman bin Affan ra. Para budak segera
menurunkan muatan dari punggung unta.

Para pedagang pun segera menemui Utsman dan berkata kepadanya:

“Juallah kepada kami segala yang kau bawa, ya Abu Amr (panggilan Utsman)!”

Utsman berkata: “Aku akan menjualnya dengan senang hati kepada kalian, akan tetapi berapa
harga yang hendak kalian tawarkan kepadaku?” Mereka menjawab: “Setiap dirham yang kau
bayarkan akan kami ganti dengan dua dirham.”

Utsman menjawab: “Aku akan mendapatkan lebih dari itu.” Maka para pedagangpun
menambahkan lagi harga tawaran mereka. Utsman lalu berkata: “Aku akan mendapatkan lebih
dari harga yang telah kalian tambahkan.” Para pedagangpun menambahkan lagi harga tawaran
mereka.

Namun Utsman tetap berkata: “Aku akan mendapatkan lebih dari ini.” Para pedagang tadi
berkata: “Wahai Abu Amr, tidak ada para pedagang lain di Madinah selainkami. Juga tidak ada
seorang pun yang mendahului kami datang ke tempat ini. Lalu siapa yang telah memberikan
tawaran kepadamu melebihi harga yang kami tawarkan?!” Ustman menjawab: “Allah Swt akan
memberikan 10 kali lipat dari setiap dirham yang aku bayarkan. Apakah kalian dapat membayar
lebih dari ini?”

Para pedagang itu menjawab: “Kami tidak sanggup untuk membayarnya, wahai Abu Amr.

Utsman langsung berseru: “Aku bersaksi kepada Allah bahwa aku akan menjadikan semua
barang bawaan yang dibawa oleh kafilah ini sebagai sedekah kepada para fuqara kaum muslimin.
Aku tidak pernah berharap satu dirham ataupun satu dinar sebagai gantinya. Aku hanya berharap
keridhaan dan balasan dari Allah Swt.

Saat kekhalifahan berpindah ke tangan Utsman bin Affan, Allah Swt berkenan menaklukan pada
masa Utsman daerah Armenia dan Kaukasus. Allah juga memenangkan kaum muslimin untuk
menaklukan daerah Khurasan, Karman, Sigistan, cyprus dan beberapa daerah kecil di benua
Afrika.

Kaum muslimin pada masa Utsman mendapatkan kesejahteraan yang belum pernah dirasakan
oleh bangsa lain di muka bumi ini.

Hasan Al Bashry ra mengisahkan kesejahteraan penduduk pada masa Utsman bin Affan Dzu
Nurain, serta kedamaian dan kenyamanan yang dirasakan oleh umat Islam. Ia berkata:

“Aku pernah melihat ada seorang pegawai Utsman berseru: „Wahai manusia, segeralah kalian
mengambil jatah!‟ Maka semua orang pun segera mengambil jatah mereka secara merata.
„Wahai manusia, segeralah datang untuk mengambil rizqi kalian!‟ Maka semua manusia segera
berdatangan dan mereka mendapatkan jatah rizqi yang berlimpah.

Demi Allah kedua telingaku mendengar pegawai tadi berseru:

„Segeralah kalian mengambil pakaian kalian!‟ Semua orang segera mengambil pakaian yang
panjang dan lebar. Pegawai tadi juga berseru:

„Segeralah kalian mengambil minyak dan juga madu!‟ Semua itu tidak mengherankan karena
harta pada masa Utsman terus menerus berdatangan dan berlimpah.
Hubungan antara sesama muslim menjadi nyaman. Tidak ada di muka bumi seorang mukmin
yang merasa khawatir terhadap seorang mukmin yang lain. Yang ada adalah seorang muslim
yang menyayangi, mencintai dan membantu muslim lainnya.

Akan tetapi ada sebagian orang yang bila sudah merasa kenyang maka mereka akan kelewat
batas. Jika mereka mendapatkan nikmat Allah maka mereka akan menjadi kufur.

Maka sebagian orang tadi malah melemparkan cacian kepada Utsman tentang berbagai
permasalahan, yang bila permasalah tersebut dilakukan oleh orang selain Utsman maka mereka
tidak akan mencacinya. Mereka tidak hanya mencaci Utsman. Kalau saja mereka berhenti
mencaci Utsman, maka keadaan akan bertambah tenang. Akan tetapi setan terus meniupkan api
permusuhan dan kejahatan pada diri orang-orang tadi.

Sehingga ada sekelompok orang yang berjumlah banyak dari berbagai suku berbeda berkumpul
di sekeliling rumah Utsman selama 40 malam. Mereka menghalangi penduduk rumah Utsman
untuk mendapatkan air bersih.

Orang-orang zhalim ini telah lupa bahwa Utsman-lah orang yang pernah membeli sumur rumah
dengan hartanya agar pada penduduk dan orang yang melancong ke Madinah Al Munawarah
tidak kehausan. Padahal sebelumnya, penduduk Madinah tidak memiliki sumber air jernih yang
dapat mereka minum.

Mereka juga menghalangi Utsman untuk melakukan shalat berjamaah di Masjid Rasulullah
Shalallahu‟alaihi-wa-salam.

Orang-orang tersebut telah tertutup matanya untuk mengetahui bahwa Utsman-lah yang pernah
memperluas Masjid Nabawi dengan hartanya sendiri, agar kaum muslimin merasa lapang dan
nyaman berada di dalamnya.

Saat kesulitan ini semakin menghebat menimpa diri Utsman, maka sekitar 700 orang dari
kalangan sahabat dan anak-anak mereka segera berusaha melindungi Utsman.
Di antara mereka adalah: Abdullah bin Umar bin Khattab, Abdullah bin Zubair Al Awwam, Al
Hasan dan Al Husain kedua putra Ali bin Abi Thalib, Abu Hurairah dan banyak lagi.

Akan tetapi Utsman bin Affan lebih memilih dirinya yang akan menjadi korban daripada banyak
nyawa kaum muslimin yang akan menjadi korban hanya demi melindungi dirinya saja. Ia juga
memilih untuk meregang nyawa daripada kaum muslimin lain yang akan menjadi korban
pembunuhan.

Utsman berpesan kepada orang-orang yang hendak melindunginya agar ia dibiarkan sesuai
kehendak Allah Swt saja. Utsman berkata kepada mereka: “Aku berjanji kepada orang yang
memiliki tanggung jawab kepadaku agar mereka menahan diri dan tangannya.” Ia juga berkata
kepada para budaknya: “Siapa yang mengembalikan pedang ke sarungnya, maka ia akan
merdeka!”

Saat Utsman memejamkan matanya sebelum terjadi pembunuhan terhadap dirinya,ia melihat
Nabi Shalallahu‟alaihi-wa-salam yang diiringi oleh kedua sahabatnya yang bernama Abu Bakar
As Shiddiq dan Umar bin Khattab.

Utsman mendengar Rasulullah Shalallahu‟alaihi-wa-salam bersabda kepadanya: “Segeralah


menyusul kami, ya Utsman!” Maka Utsman merasa yakin bahwa ia akan segera berjumpa
dengan Tuhannya dan Nabinya.

Pagi itu Utsman bin Affab berpuasa. Ia meminta untuk dibawakan celana panjang dan kemudian
ia mengenakannya karena ia merasa khawatir bahwa auratnya dapat tersingkap jika ia dibunuh
oleh orang-orang durjana tadi.

Pada hari Jum;at 18 Dzul Hijjah, terbunuhlah seorang hamba yang rajin beribadah dan berzuhud.
Orang yang suka berpuasa dan melakukan qiyamul lail. Orang yang berhasil menyatukan mushaf
Al Qur‟an. Menantu Rasulullah Shalallahu‟alaihi-wa-salam.

Ia berpulang ke pangkuan Tuhan saat ia sedang kehausan karena berpuasa, sementara Kitabullah
terbentang di antara kedua tangannya.
Hal yang membuat kaum muslimin semakin sedih adalah di antara para pembunuh Utsman ra
tidak terdapat seorang tokoh sahabat maupun anak sahabat yang turut-serta dalam proses
pembunuhannya ini kecuali seorang saja dari mereka yang pada akhirnya ia merasa malu dan
enggan untuk melakukannya.

ALI BIN ABI THALIB

Pribadinya

Ayahnya adalah: Abu Thalib, paman Nabi Shalallahu‟alaihi-wa-salam, bin Abdul Muththalib,
bin Hasyim, bin Abdi Manaf, bin Qushayy. Ibunya adalah: Fathimah binti Asad, bin Hasyim, bin
Abdi Manaf. Saudara-saudara kandungnya adalah: Thalib, 'Uqail, Ja'far dan Ummu Hani.

Dengan demikian, jelaslah, Ali adalah berdarah Hasyimi dari kedua ibu-bapaknya. Keluarga
Hasyim memiliki sejarah yang cemerlang dalam masyarakat Mekkah. Sebelum datangnya Islam,
keluarga Hasyim terkenal sebagai keluarga yang mulia, penuh kasih sayang, dan pemegang
kepemimpinan masyarakat. Ibunya adalah Fathimah binti Asad, yang kemudian menamakannya
Haidarah. Haidarah adalah salah satu nama singa, sesuai dengan nama ayahnya: Asad (singa).
Fathimah adalah salah seorang wanita yang terdahulu beriman dengan Risalah Nabi Muhammad
Shalallahu‟alaihi-wa-salam. Dia pula-lah yang telah mendidik Nabi Shalallahu‟alaihi-wa-salam,
dan menanggung hidupnya, setelah meninggalnya bapak-ibu beliau, Abdullah dan Aminah.
Beliau kemudian membalas jasanya, dengan menanggung kehidupan Ali, untuk meringankan
beban pamannya, Abu Thalib, pada saat mengalami kesulitan ekonomi. Saat Fathimah
meninggal dunia, Rasulullah Shalallahu‟alaihi-wa-salam yang mulai mengkafaninya dengan baju
qamisnya, meletakkannya dalam kuburnya, dan menangisinya, sebagai tangisan seorang anak
atas ibunya. Dan bersabda:

"Semoga Allah SWT memberikan balasan yang baik bagi ibu asuhku ini. Engkau adalah orang
yang paling baik kepadaku, setelah pamanku dan almarhumah ibuku. Dan semoga Allah SWT
meridhai-mu."
Dan karena penghormatan beliau kepadanya, maka beliau menamakan anaknya yang tersayang
dengan namanya: Fathimah. Darinyalah kemudian mengalir nasab beliau yang mulia, yaitu anak-
anaknya: Hasan, Husein, Zainab al Kubra dan Ummu Kultsum.

Haidarah adalah nama Imam Ali yang dipilihkan oleh ibunya. Namun ayahnya menamakannya
dengan Ali, sehingga dia terkenal dengan dua nama tersebut, meskipun nama Ali kemudian lebih
terkenal.

Anak-anaknya adalah: Hasan, Husein, Zainab, Ummu Kultsum, dari Fathimah binti Rasulullah
Shalallahu‟alaihi-wa-salam. Seorang isteri yang tidak pernah diperlakukan buruk oleh Ali r.a.
selama hidupnya. Bahkan Ali tetap selalu mengingatnya setelah kematiannya. Ia juga
mempunyai beberapa orang anak dari isteri-isterinya yang lain, yang ia kawini setelah wafatnya
Fathimah r.a. Baik isteri dari kalangan wanita merdeka maupun hamba sahaya. Yaitu: Muhsin,
Muhammad al Akbar, Abdullah al Akbar, Abu Bakar, Abbas, Utsman, Ja'far, Abdullah al
Ashgar, Muhammad al Ashghar, Yahya, Aun, Umar, Muhammad al Awsath, Ummu Hani,
Maimunah, Rahmlah ash Shugra, Zainab ash Shugra, Ummu Kaltsum ash Shugra, Fathimah,
Umamah, Khadijah, Ummu al Karam, Ummu Salmah, Ummu Ja'far, Jumanah, dan Taqiyyah.

Keturunannya yang mulia, selanjutnya mengalir dari Hasan, Husain, Muhammad bin Hanafiah,
Umar dan Abbas. Karena kecintaan dan penghormatannya yang mendalam terhadap sahabat
Nabi yang mulia, dan yang telah dijanjikan masuk surga, maka ia menamakan beberapa orang
anaknya dengan nama-nama mereka, yaitu: Abu Bakar, Umar, dan Utsman. Abu Bakar, anaknya,
terbunuh bersama Husain dalam peristiwa Karbala. Anak ini merupakan anak dari isterinya,
Laila bin Mi'waz. Sementara anaknya Utsman yang dilahirkan dari isterinya Ummu Banin, juga
terbunuh dalam perisitwa Karbala. Sedangkan Umar adalah anaknya dari Ummu Habib ash
Shahba.

Saat imam Ali mendapatkan mati syahid, ia meninggalkan empat orang isteri yang merdeka,
yaitu: Umamah, Laila, Ummu Banin dan Asma bin 'Umais. Serta delapan belas orang hamba
sahaya wanita.

Jumlah seluruh anak lakinya adalah lima belas orang, dan anak perempuannya adalah delapan
belas orang.
Kelahirannya

Fathimah binti Asad melahirkan anaknya, Haidarah (Ali KW), di Ka'bah, pada dua puluh satu
tahun sebelum hijrah. Ada yang mengatakan, pada tahun ke tiga puluh dua dari kelahiran
Rasulullah Shalallahu‟alaihi-wa-salam. Ia adalah anak bungsu dari kedua orang tuanya, selain
Ja'far, Uqail dan Thalib. Saat Abu Thalib mengalamai krisis ekonomi karena kekeringan yang
melanda, seperti yang dialami oleh orang-orang Quraisy, Rasulullah Shalallahu‟alaihi-wa-salam
menyarankan kepada kedua pamannya: Hamzah dan Abbas untuk turut membantu meringankan
beban saudaranya, Abu Thalib, dengan menanggung biaya hidup anaknya. Maka keduanya pun
memenuhi permintaan tersebut. Mengetahui hal itu, Abu Thalib berkata kepada kedua
saudaranya tersebut,: "Ambillah siapa yang kalian ingini, namun tinggalkanlah Uqail, untuk
tetap aku didik." Uqail adalah anak yang paling disayangi oleh Abu Thalib. Maka Abbas
mengambil Thalib, Hamzah mengambil Ja'far dan Rasulullah Shalallahu‟alaihi-wa-salam
mengambil Ali KW.

Adalah Nabi Shalallahu‟alaihi-wa-salam bagi anak keponakannya, Ali KW, bertindak sebagai
bapak, saudara, teman, dan guru pendidik. Dan Ali pun menerima beliau pengganti kedua orang
tua, dan keluarganya. Sehingga ia pun terdidik dalam didikan Nabi Shalallahu‟alaihi-wa-salam.
Ia Merupakan keturunan puncak keluarga Hasyimiah, yang darinya terlahir kemuliaan,
kedermawanan, sifat pemaaf, ksaih sayang dan hikmah yang lurus.

Seperti diriwayatkan, ia tumbuh menjadi anak yang cepat matang. Di wajahnya tampak jelas
kematangannya, yang juga menunjukkan kekuatan, dan ketegasan. Saat ia menginjak usia
pemuda, ia segera berperan penuh dalam dakwah Islam, tidak seperti yang dilakukan oleh
pemuda seusianya. Contoh yang paling jelas adalah keikhlasannya untuk menjadi tameng
Rasulullah Shalallahu‟alaihi-wa-salam saat beliau hijrah, dengan menempati tempat tidur beliau.
Ia juga terlibat dalam peperangan yang hebat, seperti dalam perang Al Ahzab, dia pula yang
telah menembus benteng Khaibar. Sehingga dia dijuluki sebagai pahlawan Islam yang pertama.

Isteri-isterinya: setelah Fathimah az Zahra wafat, Imam Ali menikahi Umamah bin Abi Al Ash
bin Rabi' bin Abdul Uzza al Qurasyiyyah. Selanjutnya menikahi Umum Banin bini Haram bin
Khalid bin Darim al Kulabiyah. Kemudian Laila binti Mas'ud an Nahsyaliyyah, ad Daarimiyyah
dari Tamim. Berikutnya Asmaa binti 'Umais, yang sebelumnya merupakan isteri Ja'far bin Abi
Thalib, dan selanjutnya menjadi isteri Abu Bakar (hingga ia meninggal), dan berikutnya menjadi
isteri imam Ali. Selanjutnya ia menikahi Ummu Habib ash Shahbaa at Taghalbiyah. Kemudian,
Khaulah binti Iyas bin Ja1far al Hanafiyyah. Selanjutnya Ummu Sa'd ats Tsaqafiyyah. Dan
Mukhabba'ah bintih Imri'il Qais al Kulabiyyah.

Sifat-sifatnya: Imam Ali KW adalah seorang dengan perawakan sedang, antara tinggi dan
pendek. Perutnya agak menonjol. Pundaknya lebar. Kedua lengannya berotot, seakan sedang
mengendarai singa. Lehernya berisi. Bulu jenggotnya lebat. Kepalanya botak, dan berambut di
pinggir kepala. Matanya besar. Wajahnya tampan. Kulitnya amat gelap. Postur tubuhnya tegap
dan proporsional. Bangun tubuhnya kokoh, seakan-akan dari baja. Berisi. Jika berjalan seakan-
akan sedang turun dari ketinggian, seperti berjalannya Rasulullah Shalallahu‟alaihi-wa-salam.
Seperti dideskripsikan dalam kitab Usudul Ghaabah fi Ma'rifat ash Shahabah: adalah Ali bin Abi
Thalib bermata besar, berkulit hitam, berotot kokoh, berbadan besar, berjenggot lebat, bertubuh
pendek, amat fasih dalam berbicara, berani, pantang mundur, dermawan, pemaaf, lembut dalam
berbicara, dan halus perasaannya.

Jika ia dipanggil untuk berduel dengan musuh di medan perang, ia segera maju tanpa gentar,
mengambil perlengkapan perangnya, dan menghunuskan pedangnya. Untuk kemudian
menjatuhkan musuhnya dalam beberapa langkah. Karena sesekor singa, ketika ia maju untuk
menerkam mangsanya, ia bergerak dengan cepat bagai kilat, dan menyergap dengan tangkas,
untuk kemudian membuat mangsa tak berkutik.

Tadi adalah sifat-sifat fisiknya. Sedangkan sifat-sifat kejiwaannya, maka ia adalah sosok yang
sempurna, penuh dengan kemuliaan.

Keberaniannya menjadi perlambang para kesatria pada masanya. Setiap kali ia menghadapi
musuh di medan perang, maka dapat dipastikan ia akan mengalahkannya.

Seorang yang takwa tak terkira, tidak mau masuk dalam perkara yang syubhat, dan tidak pernah
melalaikan syari'at.
Seorang yang zuhud, dan memilih hidup dalam kesederhanaan. Ia makan cukup dengan berlauk-
kan cuka, minyak dan roti kering yang ia patahkan dengan lututnya. Dan memakai pakaian yang
kasar, sekadar untuk menutupi tubuh di saat panas, dan menahan dingin di kala hawa dingin
menghempas.

Penuh hikmah, adalah sifatnya yang jelas. Dia akan berhati-hati meskipun dalam sesuatu yang ia
lihat benar, dan memilih untuk tidak mengatakan dengan terus terang, jika hal itu akan membawa
mudharat bagi umat. Ia meletakkan perkara pada tempatnya yang tepat. Berusaha berjalan
seirama dengan rekan-rekan pembawa panji dakwah, seperti keserasian butiran-butiran air di
lautan.

Ia bersikap lembut, sehingga banyak orang yang sezaman dengannya melihat ia sedang bergurau,
padahal hal itu adalah suatu bagian dari sifat kesempurnaan yang melihat apa yang ada di balik
sesuatu, dan memandang kepada kesempurnaan. Ia menginginkan agar realitas yang tidak
sempurna berubah menjadi lurus dan meningkat ke arah kesempurnaan. Gurauan adalah 'anak'
dari kritik. Dan ia adalah 'anak' dari filsafat. Menurutku, gurauan yang tepat adalah suatu tanda
ketinggian intelektualitas para tokoh pemikir dalam sejarah.

Ia terkenal kefasihannya. Sehingga ucapan-ucapannya mengandung nilai-nilai sastra Arab yang


jernih dan tinggi. Baik dalam menciptakan peribahasa maupun hikmah. Ia juga mengutip dari
redaksi Al Quran, dan hadits Rasulullah Shalallahu‟alaihi-wa-salam, sehingga menambah
benderang dan semerbak kata-katanya. Yang membuat dirinya berada di puncak kefasihan
bahasa dan sastra Arab.

Ia amat loyal terhadap pendidiknya, Nabi-nya, juga Rabb-nya. Serta berbuat baik kepada
kerabatnya. Amat mementingkan isterinya yang pertama, Fathimah az Zahra. Dan ia selalu
berusaha memberikan apa yang baik dan indah kepada orang yang ia senangi, kerabatnya atau
kenalannya.

Ia berpendirian teguh, sehingga menjadi tokoh yang namanya terpatri dalam sejarah. Tidak
mundur dalam membela prinsip dan sikap. Sehingga banyak orang yang menuduhnya bodoh
dalam politik, tipu daya bangsa Arab, dan dalam hal melembutkan sikap musuh, sehingga
kesulitan menjadi berkurang. Namun, sebenarnya kemampuannya jauh di atas praduga yang
tidak benar, karena ia tahu apa yang ia inginkan, dan menginginkan apa yang ia tahu. Sehingga,
di samping kemanusiaannya, ia seakan-akan adalah sebuah gunung yang kokoh, yang
mencengkeram bumi. Itu emua adalah cermin dari percaya dirinya, keimanannya, dan
keyakinanya terhadap Rabb-nya, lantas bagaimana mungkin ia menjadi lembek?

Ia dengan teguh menolak sikap yang tidak sesuai dengan kebenaran, atau syari'ah, atau akhlak
atau kemuliaan. Jiwanya yang mulia menolak untuk menipu seorang gubernur yang senang
berkuasa, dan yang menghamburkan kekayaan umat untuk kepentingan hamba nafsunya. Ia tidak
tidak peduli dengan orang yang membenci, atau orang yang memusuhinya. Menurutku, ia adalah
sifat orang yang kuat, baik dalam kepribadiaannya, pendapatnya dan dalam memegang
kebenaran.

Barangkali ada yang berpikir bahwa ia telah bersikap lunak dalam peristiwa tahkim (arbitrase).
Namun menurutku, dugaan seperti itu adalah suatu kebodohan. Imam Ali KW tidak bersifat
lembek, namun ia lebih mementingkan persatuan umat. Karena orang-orang yang ikut bersidang
saat itu sedang berada dalam kubu-kubu yang saling berbeda pendapat. Maka ia memilih untuk
keluar dari kondisi terburuk menuju kondisi yang buruk. Ia telah menegaskan hal itu, dan
memberi peringatan kepada para pengikutnya. Namun ternyata orang-orang yang berada di
sekitarnya tenggelam dalam perdebatan tanpa ujung dan pertikaian tanpa henti. Sehingga
terjadilah peristiwa-peristiwa yang memilukan.

Rasa kasih sayang dalam hatinya-lah yang mendorong dirinya untuk bersikap lunak dan tidak
keras. Hal itu ia lakukan karena ingin menyelamatkan orang lain, sehingga ia rela meletakkan
dirinya dalam bahaya. Ia rela untuk menebus nyawa orang yang ia kasihi, atau kelompok orang
yang beriman, atau beberapa orang yang sedang diincar oleh musuh, dengan nyawanya.
Sehingga diapun bersikap lunak, dan meminta jalan yang lebih baik. Agar kasih sayang
mengalahkan kecemburuan, kecintaan mengalahkan kekerasan, dan menjauhkan orang-orang
yang ia sayangi dari kebinasaan. Orang yang membaca apa yang ia pinta kepada Zubair bin
Awwam dan Thalhah bin Abdullah, niscaya akan mengetahui bahwa keduanya telah
menghianatinya, dan memeranginya. Maka iapun mengecam keduanya, dengan kecaman seorang
penyayang terhadap orang yang ia sayangi. Ia mengingatkan keduanya tentang janji-janji yang
pernah mereka ucapkan, dan kebersamaan mereka dalam menegakkan kalimat Allah SWT. Apa
yang ia lakukan saat terjadi bentrokan yang terjadi antara dirinya dan Aisyah menjadi bukti akan
ketinggian sifat kasih sayangnya, kemuliaan perasaannya, dan usahanya yang keras untuk
memadamkan tanda-tanda ambisi rendahan, yang tidak layak bagi tokoh besar seperti dirinya,
juga bagi tokoh mulia semacam Aisyah r.a. Oleh karena itu, ia berusaha melakukan negosiasi
yang hanya dapat dilakukan oleh orang besar semacam dirinya, yaitu para mujahidin yang mulia.

You might also like