Professional Documents
Culture Documents
Pendahuluan
PPN adalah pajak tidak langsung yang dikenakan atas
konsumsi barang/jasa kena pajak d dalam daerah pabean. Sesuai legal karakter dari PPN yang bersifat non kumulatif, maka dalam perlakuan pajak-PPN tidak membolehkan terjadinya pajak berganda karena konsumen terakhir yang menangung PPN ini. PPN juga memiliki karakteristik sebagai pajak objektif yang berarti bahwa timbulnya kewajiban PPN sangat ditentukan oleh adanya objek pajak.
Indirect Subtraction Method/Invoice Method (PM-PK). Alasannya : Adanya kewajiban membuat faktur pajak setiap transaksi. Memudahkan melakukan pemeriksaan. Tidak perlu menentukan besarnya keuntungan untuk setiap barang yang dijual. Kewajiban perpajakannya dapat dihitung setiap saat.
Perencanaan PPN
Pembahasan tentang perencanaan PPN ini difokuskan pada beberapa upaya berikut ini :
Memaksimalkan mekanisme pengkreditan PPN
Membangun sendiri dalam kegiatan usaha Penjagaan cash flow Pengendalian PPN
Mekanisme penggeseran PPN dilakukan melalui pemungutan kembali PPN dari pembeli berikutnya.
dari defenisi , beberapa poin penting yang dapat dicacat adalah : 1. Faktur pajak hanya boleh di buat oleh Pengusaha Kena Pajak 2. Faktur pajak merupakan bukti pungutan pajak yang dibuat oleh PKP atau karena impor BKP yang digunakan oleh DJBC 3. PPN yang dipungut berfungsi sebagai pajak keluaran bagi penjual dan pajak masukan bagi pembeli. Secara umum, Faktur Pajak dibagi menjadi tiga :
1. Faktur Pajak 2. Faktur Pajak gabungan 3. Dokumen tertentu yang di persamakan dengan Faktur Pajak
a. Untuk meringankan beban administrasi wajib pajak, saat yang tepat untuk
membuatan Faktur Pajak adalah saat terutangnya pajak, yaitu pada saat penyerahan atau dalam hal pembayaran mendahului penyerahan maka Faktur Pajak dibuat pada saat pembayaran. b. Untuk membantu likuiditas Wajib Pajak, saat peyetoran PPN dan pelaporan SPT Masa PPN diperlonggar menjadi paling lambat akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. c. Faktur Pajak gabungan merupakan Faktur Pajak yang harus dibuat paling lambat pada akhir bulan penyerahan BKP dan atau JKP.
a. Dalam hal penjualan BKP/JKP yang pembayarannya belum diketahui,
pembuatan faktur pajak bisa ditunda sampai akhir bulan berikutnya setelah penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak. b. Berkaitan dengan hal ini, sebaiknya PKP penjual dalam menentukan syarat pembayaran yang ideal, yaitu tidak lebih 45 hari setelah penyerahan BKPatau JKP .
JKP , atau dalam hal pembayaran dilakukan sebelum dimulainya pemanfaatan BKP Tak Berwujud atau JKP dari luar daerah Pabean.
Sejak diberlakukannya UU Nomor 36 Tahun 2008, fasilitas dibidang PPN yang dikenal dalam ketentuan PPN adalah PPN yang Tidak Dipungut, PPN Dibebaskan, dan PPN ditanggung pemerintah. Bagi PKP yang mendapatkan fasilitas PPN Tidak Dipungut, PPN masukan yang berhubungan dengan perolehan BKP/JKP tidak dapat dikreditkan. Fasilitas yang berkaitan dengan PPN adalah: Fasilitas PPN tidak dipungut Fasilitas PPN dibebaskan Fasilitas PPN ditanggung pemerintah
6.
9. Membangun Sendiri Tidak Dalam Kegiatan Usaha Membangun sendiri untuk tempat tggal atau tempat usaha oleh rang pribadi atau badan dikena PPN, dengan kodisi: Luas bagunan 220 M persegi atau lebih Banguan permanen. Tarif10% x 40% biaa banguna(tanpa harga tanah) Disetor tiap bulan, pada tanggal 15 bulan berikutnya sejak pebangunan diulai
Cara I
Penjualan 2.000 eksemplar @Rp.4000 = Rp. 8.000.000 PPN 10% = Rp. 800.000 Harga difaktur: Harga jual + PPN = Rp. 8.800.000
Tambahan beban PPN atas pemberian Cuma-Cuma: 10% x 200 eks x Rp.2.500 = Rp. 50.000
Cara II
Penjualan 2.200 eksemplar @Rp.4000 = Diskon = Dasar Pengenaan Pajak = PPn 10% = Harga yang difaktur: Harga jual + PPN =
Rp. 8.800.000 Rp. 800.000 Rp. 8.000.000 Rp. 800.000 Rp. 8.800.000
menelaah dan meneliti tingkat kepatuhan wajib pajak secara umum dan memberikan rekomendasi untuk meminimalkan pajak yang belum diketahui perusahaan. Tax Review meliputi selurah kewajiban perpajakan wajib pajak termasuk PPN dan PPnBM.
diatur dalam Pasal 33 UU KUP No. 16 tahun 2000, kemudian ketentuan ini dihapus dalam UU KUP No. 28 tahun 2007, kemudian dihidupkan lagi melalui penambahan Pasal 16F kedalam UU PPN No. 42 tahun 2009, yakni: Pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak bertanggung jawab secara renteng atas pembayaran pajak, sepanjang tidak dapat menunjukkan bukti bahwa pajak telah dibayarkan.
Contoh
Pada tahun 2006 pemeriksa pajak dari KPP A melakukan pemeriksaan SPT Masa PPN untuk masa pajak Januari sampai Desember 2004 dari KPP D, ditemukan fakta bahwa KPP D dalam suatu masa pajak melakukan penyerahan BKP dengan harga jual Rp300juta, ternyata tidak membuat faktur pajak. Berdasarkan hasil pemeriksaan ini, KPP A menerbitkan SKPKB terhadap PKP D disertai sanksi bunga sebesar 2% per bulan , dan denda 2% dari dasar pengenaan Pajak karena PKP D menyerahkan BPK tidak membuat faktur pajak. Pada tahun 2007, pemeriksa pajak dari KPP B tempat PKP E dikukuhkan sebagai PKP melakukan pemeriksaan SPT Masa PPN masa pajak Januari sampai Desember 2004, ditemukan fakta dari pembukuannya bahwa ketika dalam suatu masa pajak PKP E membeli BKP dari PKP D tapi tidak membayar PPN. Hal ini diyakini oleh pemeriksa karena PKP E tidak dapat menunjukkan Faktur Pajak sebagai bukti bahwa ia telah membayar PPN kepada PKP D. Berdasarkan hasil pemeriksaan ini, KPP B menerbitkan SKPKB berdasarkan ketentuan tanggung jawab renteng yang pada waktu itu diatur dalam Pasal 33 UU KUP. Dalam SKPKB ini ditagih pokok pajak sebesar Rp30 juta (yakni 10% x Rp300juta), ditambah sanksi bunga sebesar 2% perbulan.
Kesannya, ketentuan tanggung jawab renteng tersebut menimbulkan ketidakadilan pajak. Maka dalam melakukan tax review, seorang tax manager perusahaan (PKP) harus melakukan pengawasan secara lebih cermat dengan memastikan:
Jangan pernah ada satu pun faktur penjualan (commercial
pajak. Setiap transaksi penjualan harus ada kontrak atau sales agreement-nya dan atau purchase order (PO), sehingga dispute tentang syarat penjualan (harga, Pajak, termin pembayaran, dan lain-lain) disa dihindari dikemudian hari.