You are on page 1of 63

RANGKUMAN

PENGARUH IKLIM KOMUNIKASI ORGANISASI


DAN ALIRAN INFORMASI DALAM PELAYANAN PUBLIK
TERHADAP KEPUASAN MASYARAKAT
DI KABUPATEN BEKASI

THE INFLUENCE OF ORGANIZATIONAL COMMUNICATION


CLIMATE AND THE INFORMATION FLOW IN PUBLIC
SERVICE ON CUSTOMERS SATISFACTION
IN BEKASI REGENCY

Oleh

TONY SUKASAH
NPM. L3G 99013

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2004
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian


Paradigma baru penyelenggaraan pemerintahan daerah
sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 22 tahun 1999
tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 25 tahun
1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan
Daerah, menegaskan bahwa titik berat desentralisasi diletakkan pada
tahapan pemerintahan Kabupaten dan Kota. Pola baru penyelenggaraan
pemerintahan daerah ini memerlukan perubahan dan adaptasi yang
menyeluruh. Dampak perubahan ini, maka administrasi publik
penyelenggaraan pemerintahan di daerah tidak lagi ditangani dan
dikelola secara sentralistik. Dengan pola desentralisasi ini, Pemerintah
Kabupaten dan Kota memiliki hak, kewajiban, tanggung jawab dan
wewenang dalam menyelenggarakan administrasi publik yang sesuai
dengan potensi maupun kepentingan daerah dan masyarakat daerah.
Desentralisasi dalam pelaksanaannya memerlukan adanya
peningkatan kompetensi dan kapasitas aparatur pemerintah daerah serta
partisipasi masyarakat lokal dalam penyelenggaraan pemerintahan
daerah. Selanjutnya dalam kaitan pengembangannya; diferensiasi,
integrasi dan terjalinnya komunikasi di antara dinas daerah dan antara
dinas daerah dengan masyarakat lokal, menjadi faktor penting dalam
sistem dan manajemen pemerintahan daerah.
Administrasi publik dan manajemen pemerintahan daerah, yang
bercirikan desentralisasi, kemandirian, pengembangan komunikasi dan
partisipasi publik, pada hakekatnya ditujukan untuk menumbuhkan
aktifitas dan kreatifitas masyarakat lokal yang sesuai dengan potensi
maupun kebutuhan dirinya.
Dalam disiplin ilmu dan sistem administrasi publik
kontemporer, organisasi publik mempunyai fungsi, peranan dan
kewajiban untuk menyelenggarakan pelayanan masyarakat yang baik
(Thoha, 1998: 119). Hal ini menunjukkan bahwa organisasi publik
memerlukan sistem komunikasi dan pengelolaan informasi yang baik;
sehingga pemerintah daerah harus dapat menata, mewujudkan dan
mengembangkan sistem komunikasi dan informasi di setiap bidang
tugasnya yang sejalan dengan prinsip penyelenggaraan pemerintahan
yang baik (good governance).
Sejak tahun 1998 seusai penggantian rezim pemerintahan,
komunikasi dan informasi didudukkan sebagai hak azasi manusia,
diatur dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Nomor
XVII tahun 1998 antara lain mengatur tentang: Pertama, hak untuk
berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan
lingkungan sosialnya; Kedua, hak untuk mencari, memperoleh,
memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan
menggunakan segala jenis saluran yang tersedia; dan Ketiga, hak warga
negara untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi. Selanjutnya
menyangkut peran-serta masyarakat dalam penyelenggaraan
pemerintahan, antara lain ditandaskan bahwa masyarakat mempunyai
hak untuk menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggung jawab
dalam pelbagai tahap proses kebijakan pada setiap level
penyelenggaraan pemerintahan, sesuai Pasal 8 dan 9 Undang-undang
Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan
Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
Dengan demikian secara konstitusional menegaskan bahwa
komunikasi dan informasi merupakan elemen yang penting pada setiap
tahapan penyelenggaraan pemerintahan, banyak berhubungan dan
berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat luas. Dalam posisi
komunikasi dan informasi yang demikian telah mendorong perlunya
perubahan pola perilaku setiap organisasi publik.
Strategi komunikasi dan pengelolaan informasi dalam organisasi
publik merupakan faktor esensial yang tidak dapat dipisahkan dari
disiplin ilmu dan sistem administrasi publik, karena komunikasi
merupakan salah satu unsur dinamik administrasi yang penting di
samping unsur pimpinan, koordinasi dan pengawasan.
Di tengah perubahan zaman yang dikenal masa globalisasi,
komunikasi dan informasi merupakan faktor pendorong yang penting
terjadinya perubahan dan berkembangnya tuntunan masyarakat
terhadap pelayanan yang dilakukan pemerintah untuk senantiasa lebih
baik dari keadaan sebelumnya.
Organisasi publik di tengah perubahan yang tidak menentu,
sepenuhnya akan bergantung pada sumber kekayaan yang baru, yaitu
informasi. “Informasi adalah pengetahuan yang diterapkan pada setiap
pekerjaan untuk menciptakan suatu nilai” (Joesoef, 1996: 26). Menurut
Jussawala (1982: 13) “informasi merupakan kekuasaan dan kekayaan,
dengan bantuan teknologi komunikasi, informasi dalam kehidupan
organisasi memiliki mobilitas tinggi, yang dapat mempengaruhi
efektivitas, efisiensi dan produktivitas kinerja pencapaian tujuan-tujuan
organisasi”.
Dikaitkan dengan perubahan dan tuntutan terhadap
penyelenggaraan pemerintahan, Miftah Thoha (1999: 23)
mengungkapkan “paradigma baru birokrasi global ditandai dengan
penggunaan teknologi. Informasi merupakan bahan olahan dominan
dalam birokrasi, teknologi informasi bukan merupakan barang baru
dalam birokrasi global. Ciri informasi dapat merembes ke mana-mana
melampaui batas tata jenjang hierarkhi organisasi”.
Bertolak belakang dengan paradigma ini, birokrasi publik di
Indonesia justru menjadi faktor penyebab arus komunikasi tidak lancar
dan tidak terbuka. Para birokrat secara berlebihan melakukan peran
pengontrol informasi sehingga informasi yang terartikulasi adalah
informasi yang diinginkan oleh rezim yang berkuasa dan bertentangan
dengan kepentingan publik.
Sejak Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah, diberlakukan secara efektif mulai tahun 2000 dan
Peraturan Pemerintah Nomor 84 tahun 2000 tentang Pedoman
Organisasi Perangkat Daerah, Pemerintah Kabupaten Bekasi sebagai
Kabupaten yang pertama di Propinsi Jawa Barat dalam
mengimplementasikan kewenangan desentralisasi, telah dua kali
membentuk struktur organisasi pemerintahan, melalui Peraturan Daerah
Nomor 22 tahun 2000 dan diubah kembali dengan Peraturan Daerah
Nomor 35 tahun 2001. Implementasi kedua Peraturan Daerah tersebut
menunjukkan bahwa, penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan
pelayanan masyarakat yang dilakukan dinas daerah banyak
menimbulkan masalah, antara lain:
1. Terjadinya tumpang tindih antara tugas pokok dan fungsi,
mengakibatkan rantai pelayanan masyarakat menjadi panjang;
2. Terjadinya konflik kepentingan di dalam dan antar dinas daerah
dalam menyelenggarakan tugas dan fungsinya;
3. Terjadinya pengabaian pekerjaan yang mengakibatkan besarnya
beban biaya yang dipikul pemerintah dan masyarakat;
4. Pelaksanaan pelayanan masyarakat yang dilakukan dinas daerah
belum berfungsi dan berjalan dengan baik sesuai standarisasi
pelayanan yang ditentukan pedoman umum penyelenggaraan
pelayanan publik sebagaimana ditetapkan Keputusan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003;
5. Pola hubungan komunikasi dan proses pertukaran informasi di
dalam pemerintah daerah dan antara pemerintah daerah dengan
masyarakat tidak berjalan dengan baik, yang mengakibatkan
timbulnya gejala kekecewaan dan ketidak-percayaan masyarakat
terhadap pemerintah daerah
Di dalam dokumen Pola Dasar Pembangunan Daerah Kabupaten
Bekasi Tahun 2002 – 2006, antara lain diungkapkan permasalahan
penyelengaraan pemerintahan yang dihadapi, yaitu:
1. Belum optimalnya penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan
berwibawa;
2. Masih rendahnya kinerja dan kualitas sumber daya manusia
aparatur penyelenggara pemerintahan, baik moralitas maupun
keterampilan;
3. Belum optimalnya struktur kelembagaan pemerintahan daerah;
4. Belum optimalnya sistem penyelenggaraan pemerintahan;
5. Belum optimalnya pelayanan publik;
6. Lemahnya penegakkan supremasi hukum;
7. Masih rendahnya pemahaman masyarakat terhadap hukum atau
norma-norma yang berlaku, dan;
8. Masih banyaknya terjadi pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).
Selanjutnya ditelaah dari segi kepegawaian, personal yang
mengisi dinas di lingkungan pemerintah Kabupaten Bekasi,
komposisinya berasal dari: (1) Mantan Pegawai Negeri Sipil Pemerintah
Propinsi Jawa Barat sebanyak 5573 orang (65%); (2) Mantan Pegawai
Negeri Sipil Pemerintah Pusat sebanyak 1776 orang (20 %); dan (3)
Mantan Pegawai Pemerintah Daerah Tingkat II Kabupaten Bekasi
sebanyak 1332 orang (15%). Keadaan komposisi pegawai yang heterogen
secara normatif akan berpengaruh terhadap lingkungan kerja. Situasi
dan kondisi lingkungan kerja akan berdampak terhadap pola
komunikasi dan proses informasi yang berkembang dan dikembangkan
unit-unit kerja dalam menjalankan tugas pokok dan fungsi organisasi
maupun dalam penyelenggaraan pelayanan masyarakat.
Dengan demikian faktor penyebab terjadinya masalah
sebagaimana diuraikan di atas adalah faktor iklim komunikasi kerja dan
aliran informasi pekerjaan di dalam organisasi dinas daerah sangat
berpengaruh terhadap pelayanan masyarakat, baik aspek pelaksanaan
maupun kepuasan masyarakat.
Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana diuraikan itu,
maka Tema Sentral penelitian adalah tentang iklim komunikasi
organisasi dan aliran informasi pada dinas daerah sebagai faktor-faktor
yang menentukan pelayanan masyarakat, dan tentang pelaksanaan
pelayanan masyarakat sebagai faktor yang menentukan kepuasan
masyarakat. Pertanyaan mendasar dalam penelitian ini ialah: bagaimana
iklim komunikasi organisasi dan aliran informasi diimplementasikan dinas
daerah dalam pelayanan masyarakat; dan bagaimana pengaruh pelayanan
masyarakat terhadap kepuasan masyarakat.
Tujuan dipilihnya topik itu diharapkan dengan menata iklim
komunikasi organisasi dan aliran informasi pada dinas daerah dapat
memperbaiki manajemen pelayanan masyarakat yang efektif dan efisien,
berorientasi kepada kepuasan masyarakat sesuai dengan model
manajemen pemerintahan baru dan tuntutan perkembangan jaman.

1.2 Identifikasi Masalah


Mengacu pada uraian itu, maka pernyataan masalah (problem
statement) yang diajukan sebagai berikut: meskipun struktur organisasi
dinas daerah di Kabupaten Bekasi telah mengalami perubahan sesuai
dengan prinsip desentralisasi pemerintahan tetapi pelaksanaan
pelayanan masyarakat masih belum memenuhi harapan dan memuaskan
masyarakat. Diduga faktor penyebabnya adalah iklim komunikasi
organisasi dan aliran informasi dalam pelayanan masyarakat yang
diselenggarakan dinas daerah tidak berjalan secara efektif dan efisien,
sehingga pelaksanaan pelayanan masyarakat tidak dapat memuaskan
masyarakat. Pertanyaan masalah (problem question) adalah sebagai
berikut:
1. Apakah ada pengaruh dari iklim komunikasi organisasi yang
berkembang dalam dinas daerah terhadap pelaksanaan pelayanan
masyarakat?
2. Apakah ada pengaruh dari aliran informasi yang berkembang dalam
dinas daerah terhadap pelaksanaan pelayanan masyarakat?
3. Apakah ada pengaruh dari pelaksanaan pelayanan masyarakat yang
diselenggarakan dinas daerah terhadap kepuasan masyarakat?

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian


1.3.1. Maksud Penelitian
Penelitian ini bermaksud untuk mencari dan menemukan fakta
serta menguji signifikansi besarnya pengaruh iklim komunikasi
organisasi dan aliran informasi yang dikembangkan dinas daerah
terhadap pelaksanaan pelayanan masyarakat yang efektif dan efisien dan
kepuasan masyarakat yang diselenggarakan pemerintah Kabupaten
Bekasi, Propinsi Jawa Barat.

1.3.2. Tujuan Penelitian


1. Untuk memperoleh pemahaman dan pengetahuan tentang iklim
komunikasi organisasi dan aliran informasi yang dikembangkan
dinas daerah dan pengaruhnya terhadap pelaksanaan pelayanan
masyarakat.
2. Untuk mengkaji dan mendapatkan pemahaman tentang
pelaksanaan pelayanan masyarakat yang dikembangkan dinas
daerah dan pengaruhnya terhadap kepuasan masyarakat.
Dengan kajian ini diharapkan diperoleh pengetahuan tentang
iklim komunikasi organisasi dan aliran informasi yang efektif dan efisien
untuk mendukung kinerja organisasi dan kinerja pelayanan masyarakat
yang baik sesuai prinsip penyelenggaraan pemerintahan yang baik,
bersih dan berwibawa.

1.4 Kegunaan Penelitian


1.4.1. Kegunaan Teoritik
Secara teoritik penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan
informasi mengenai iklim komunikasi organisasi dan aliran informasi
dalam pelayanan masyarakat dan dampaknya di dalam penyelenggaraan
desentralisasi pemerintahan serta efeknya terhadap kinerja dinas daerah.
Dengan demikian penelitian ini dapat bermanfaat bagi studi administrasi
publik yang lebih luas sehingga adanya informasi ini dapat
diintegrasikan sebagai khazanah informasi tentang komunikasi
organisasi dalam penyelenggaraan desentralisasi pemerintahan, ditinjau
dari perspektif ilmu administrasi publik.

1.4.2. Kegunaan Praktis


1. Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi praktek
administrasi publik dalam penyelenggaraan desentralisasi
pemerintahan. Iklim komunikasi dan aliran informasi dalam
sistem komunikasi organisasi yang diselenggarakan dinas
daerah dalam mengembangkan fungsi pemerintahan dan
memberikan pelayanan masyarakat, merupakan upaya
bermakna untuk mewujudkan pemerintah daerah yang baik dan
dekat dengan masyarakat.
2. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu bahan kajian
bagi Pemerintah Pusat, Pemerintah Propinsi, Pemerintah
Kabupaten dan Kota untuk merumuskan dan menerapkan
model iklim komunikasi organisasi dan aliran informasi dalam
pelayanan masyarakat yang efektif dan efisien sesuai dengan
harapan masyarakat.
Selanjutnya adanya penelitian ini diharapkan dapat
memperdalam pemahaman terhadap pengertian, fungsi, peranan dan
perlunya dikembangkan iklim komunikasi dan aliran informasi dalam
sistem komunikasi organisasi yang dilakukan dinas daerah, khususnya
di lingkungan Pemerintah Kabupaten dan Kota secara sistemik, sehingga
pelayanan kepada masyarakat akan senantiasa ekonomis, tepat sasaran
dan berorientasi kepada kepuasan masyarakat.

II. METODE PENELITIAN.


2.1. Desain Penelitian
Penelitian sosial pada dasarnya adalah upaya sistematis untuk
menerangkan fenomena sosial dengan cara memandangnya sebagai
hubungan antar variabel (Effendi, 1989: 31), karena itu untuk memahami
hubungan antar variabel, perlu dipahami pada hubungan antar unsur-
unsur penelitian yang mencakup konsep, variabel dan hipotesis.
Selanjutnya untuk menerangkan fenomena dalam penelitian
sosial diperlukan dua instrumen ilmu pengetahuan yaitu logik atau
rasionalitas dan observasi atau fakta empirik. Pemahaman atas realitas
sosial harus logik, dapat diterima akal sehat dan sesuai dengan obyek
yang diamati. Berdasarkan hal ini, maka metoda penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metoda survei eksplanatori.
Metode survei eksplanatori digunakan untuk menjelaskan gejala
dan permasalahan dari obyek yang diteliti, dengan tujuan mempelajari
fenomena dan meneliti hubungan variabel-variabel penelitian. Pada
tahap awal dijelaskan upaya eksplanasi yang meluas dan mendalam
untuk menafsirkan gejala-gejala ilmu administrasi kontemporer,
komunikasi organisasi, organisasi dan manajemen publik, konsep iklim
komunikasi organisasi dan aliran informasi dan konsep pelayanan
masyarakat yang dilengkapi dengan langkah-langkah eksposisi dan
argumentasi teoritik.
Eksplanasi dan inventarisasi teoritik konseptual yang akurat
dijabarkan dari pelbagai paradigma yang relevan dan terkait dengan
variabel-variabel penelitian. Dengan demikian yang diteliti adalah
variabel iklim komunikasi organisasi dan aliran informasi serta variabel
pelaksanaan pelayanan masyarakat, dan kepuasan masyarakat
digambarkan secara detail dan mendalam berdasarkan hasil temuan
lapangan dengan mengukur pendapat responden terhadap setiap
variabel penelitian.

2.2. Populasi dan Sampel Penelitian


2.2.1. Populasi
Berdasarkan masalah yang akan dikaji, maka populasi dalam
penelitian ini terdiri dari dua populasi yaitu populasi dinas daerah
Kabupaten Bekasi Propinsi Jawa Barat sebagai penyelenggara atau
pelaksana pelayanan masyarakat, dan populasi masyarakat yang
menerima pelayanan dari dinas daerah tersebut. Adapun yang dimaksud
dinas daerah di dalam hal ini adalah, unit kerja pemerintah daerah yang
secara struktural dan fungsional terlibat langsung menyelenggarakan
proses komunikasi organisasi yaitu mewujudkan iklim komunikasi
organisasi dan menciptakan aliran informasi, serta memberikan
pelayanan masyarakat. Sedangkan yang dimaksud masyarakat di dalam
hal ini adalah, setiap warga masyarakat yang memperoleh pelayanan
dari dinas daerah. Populasi dinas daerah merupakan populasi terhingga
sedangkan populasi masyarakat merupakan populasi tak terhingga.
2.2.2. Sampel
Anggota sampel dari populasi pegawai yang akan dijadikan
responden di dalam penelitian ini, adalah unsur dinas daerah yang
melakukan proses komunikasi dan menyalurkan informasi di
dalam sistem organisasi serta melakukan pelayanan kepada
masyarakat, baik langsung maupun tidak langsung. Teknik sampling
yang digunakan adalah sampling acak sederhana.
Sedangkan anggota sampel dari populasi masyarakat, adalah
warga masyarakat yang menerima pelayanan dari dinas daerah, baik
langsung maupun tidak langsung. Adapun ukuran sampel dari masing-
masing populasi, ditentukan dengan rumus sebagai berikut:

2z  z    1   
2

(2.1) … n  3 di mana, U p  12 ln  
U p2  1   

Dengan mengambil  = 0,05;  = 0,05 dan  = 0,30 (koefisien


korelasi terkecil yang diharapkan), maka diperoleh ukuran sampel
minimal 116 yang kemudian dialokasikan secara proporsional kepada
Satuan Sampling Tertier (SST) pada setiap dinas, baik unsur pegawai
maupun unsur masyarakat.

2.3. Variabel Penelitian, Pengukuran dan Pengolahan Data


Variabel penelitain mencakup variabel utama, yaitu iklim
komunikasi, aliran informasi, pelaksanaan pelayanan masyarakat dan
kepuasan masyarakat serta variabel lain sebagai variabel umum yang
relevan dengan tujuan penelitian yang telah ditetapkan dengan
menggunakan angket. Sedangka data pendukung yang diperlukan,
menggunakan data sekunder yang dikumpulkan dari pelbagai sumber
data.
Pengukuran variabel utama dilakukan melalui indikator-indikator
sebagaimana tabel di bawah:
Tabel 1. Operasionalisasi Variabel Penelitian

No VARIABEL DIMENSI INDIKATOR


1. Iklim 1. Komunikator 1. Komunikatif
Komunikasi (Sender) 2. Keterbukaan
Organisasi 3. Kualitas Informasi

2. Komunikan 1. Kerelaan
(Receiver) berkomunikasi
2. Kemudahan
berkomunikasi
3. Kegunaan Informasi
3. Pesan Komunikasi 1. Informatif
2. Aktual
3. Akurat

4. Sarana Komunikasi 1. Komunikasi formal


2. Komunikasi informal.

5. Dampak Komunikasi 1. Pengambilan


keputusan
2. Perbaikan Kinerja

2. Aliran 1. Pimpinan – Staf 1. Informasi mengenai


Informasi kebijakan dan program
organisasi
2. Informasi
Pengembangan dan
tanggung jawab tugas
3. Informasi tentang
kinerja pegawai.
4. Informasi dasar
pemikiran pelaksanaan
pekerjaan.
5. Informasi mengenai
pelaksanaan pekerjaan.
6. Penyebaran informasi
pelayanan masyarakat

2. Staf – Pimpinan 1. Informasi tentang


pekerjaan, prestasi,
kemajuan dan rencana
kerja.
Tabel lanjutan

2. Informasi tentang
masalah kerja yang
pemecahannya
memerlu-kan bantuan
pimpinan.
3. Informasi tentang saran
atau gagasan perbaikan
pekerjaan dan
organisasi.
4. Informasi tentang
perasaan, pikiran,
pekerjaan, rekan kerja
dan lingkungan kerja.
5. Informasi
Keluhan/pengaduan
masyarakat
6. Informasi penyelesaian
keluh-an/ Penggaduan
masyarakat.

3. Antar 1. Mengkoordinasikan
Sejawat penugasan dan
pembagian kerja
2. Berbagi informasi
mengenai rencana dan
kegiatan kerja.
3. Memecahkan masalah
dan pemahaman
bersama pekerjaan.
4. Menengahi perbedaan
dan menumbuhkan
dukungan kerja.
5. Penanganan
keluhan/pengaduan
masyarakat
3. Pelaksanaan 1. Prosedur Pelayanan 1. Prosedur/tata cara
Pelayanan pelayanan.
Masyarakat 2. Kemudahan
pelayanan.
3. Efisiensi dan
efektifitas pelayanan.
4. Kenyamanan
pelayanan.
Tabel lanjutan.

2. Pelaksana 1. Profesionalisme
Pelayanan petugas.
2. Kesopanan dan
dedikasi petugas.
3. Ketaatan petugas
pelayanan.
4. Kecepatan dan
ketepatan petugas
pelayanan.
4. Kepuasan 1. Sarana fisik 1. Kondisi sarana dan
Masyarakat fasilitas pelayanan.
2. Kondisi tempat
pelayanan.
3. Penampilan petugas
pelayanan.
2. Keandalan 1. Kepercayaan terhadap
lembaga pemberi
pelayanan.
2. Kepercayaan terhadap
proses pelaksanaan
pelayanan.
3. Keramahan petugas
pelayanan.

3. Responsif 1. Perhatian terhadap


proses dan kebutuhan
pelayanan.
2. Daya tanggap
terhadap proses dan
kebutuhan pelayanan.
4. Meyakinkan 1. Konsistensi proses
pelayanan.
2. Kualitas pelayanan.
3. Tanggung jawab
petugas pelayanan.
5. Menaruh 1. Pelayanan yang
perhatian murah, cepat dan
tepat.
2. Manfaat pelayanan.
3. Perhatian terhadap
keluhan masyarakat.
Pengukuran variabel menggunakan skala ordinal, responden
mengungkapkan reaksi yang sesuai dengan pendapat dirinya dari
tingkat sangat tinggi sampai dengan sangat rendah dan tingkat sangat
setuju sampai dengan sangat tidak setuju. Setiap jawaban responden
diberi nilai bilangan, skor. Respon positif paling tinggi diberi skor lima
dan respon negatif paling rendah diberi skor satu.
Angket yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak dua buah.
Angket pertama, dengan responden pegawai dinas daerah, digunakan
untuk mengukur iklim komunikasi organisasi, aliran informasi dan
pelaksanaan pelayanan masyarakat. Sedangkan angket kedua, dengan
responden masyarakat, digunakan untuk mengukur pelayanan
masyarakat dan kepuasan masyarakat menurut preferensi masyarakat.
Selanjutnya langkah pengolahan data yang dilakukan adalah ;
 Tabulasi jawaban responden terhadap seluruh pertanyaan dalam
angket.
Untuk seluruh pertanyaan, jawaban responden diberi skor dengan
skala ordinal Likert, yaitu:
Tabel 2 . Skor Jawaban Angket
Jawaban A B C D E
Skor 5 4 3 2 1

 Transformasi data jawaban responden dari skala ordinal ke skala


interval dengan metoda successive interval. Langkah-langkah dari
metoda ini dirangkum dalam tabel 3 berikut.
Tabel 3. Langkah Metoda Successive Interval
Skala Ordinal 1 2 3 4 5

Frekuensi Jawaban F1 F2 F3 f4 F5

Proporsi Jawaban f1/n F2/n F3/n f4/n 1

Proporsi Kumulatif PK1 PK2 PK3 PK4 1


Jawaban

Z-Normal 1) Z1 Z2 Z3 Z4 Z5

Densitas Normal 2) D1 D2 d3 d4 D5

Mean of Interval 3) MOI1 MOI2 MOI3 MOI4 MOI5

Skala Interval 4) SI1 SI2 SI3 SI4 SI5


Keterangan :
1) : Dari tabel distribusi normal, dengan batasan P(Z < z ) 
i
PKi.
2) : g(zi)  (tinggi sumbu tegak kurva normalZ  zi), dari
tabel densitas
distribusi normal.
3) : Mean of Interval, dihitung dengan rumus

(densitas batas bawah)  (densitas batas atas )


MOI 
( proporsi kumulatif batas atas )  ( proporsi kumulatif batas bawah)

4) : MOI bernilai negatif terbesar, dijadikan angka 1  skor


interval pertama. Skor interval lainnya ditentukan sesuai
aturan dalam membentuk skor interval pertama.

III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

3.1. Deskripsi dan Pengolahan Data Penelitian


Dalam penelitian ini, telah disebar 360 angket, baik kepada
pegawai maupun kepada masyarakat, masing-masing sebanyak 180
angket. Sesuai batasan waktu izin penelitian yang diberikan Pemerintah
Kabupaten Bekasi selama tiga bulan yaitu dari tanggal 23 Juli 2003
sampai dengan 23 Oktober 2003; dari 360 angket, telah kembali dan diisi
dengan lengkap sebanyak 140 angket dari pegawai pemerintah daerah
dan 157 dari masyarakat. Ukuran sampel minimal dalam penelitian ini
sebesar 116 responden. Jadi, jumlah tersebut telah memenuhi ukuran
sampel minimal.

3.2. Data Umum Responden


3.2.1. Responden Pegawai
Berikut ini, disajikan data umum responden pegawai meliputi
pendidikan dan masa kerjanya. Dari sebanyak 140 angket yang diolah,
pendidikan dan masa kerja responden pegawai terdistribusi seperti pada
tabel-tabel berikut ini.
Tabel 4
Distribusi Pendidikan Pegawai
Pendidikan Jumlah %

D3 tamat 27 19,29

S1 tamat 88 62,86

S2 tamat 25 17,86

Jumlah 140 100

Dari tabel di atas nampak bahwa mayoritas pegawai yang


bertugas pada dinas yang memberikan pelayanan kepada masyarakat
yang dijadikan responden penelitian tingkat pendidikan formalnya pada
umumnya tingkatan Strata 1 (satu) dan 2 (dua), yaitu 80,72 %. Dilihat
dari tingkat pendidikan maka jawaban responden terhadap pertanyaan
yang diajukan informasinya dapat dipercaya dan dapat
dipertanggungjawabkan kebenaran, keakuratan dan keabsahannya.
Tabel 5
Distribusi Masa Kerja Pegawai

Masa Kerja (tahun) Jumlah %

1 – 10 33 23,57

11 – 20 75 53,57

Di atas 20 tahun 32 22,86

Jumlah 140 100

Sedangkan dilihat dari masa kerja, sebagaimana tabel di atas


nampak bahwa sebagian besar pegawai yang bertugas untuk
memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan rata-rata
pengalaman kerjanya di atas 11 tahun, maka informasi dari responden
tidak diragukan, sehingga jawaban yang diberikan senantiasa bersumber
pada pengalaman nyata yang dihadapinya.
Selanjutnya berdasarkan kedudukan dalam struktur organisasi
pada 12 (dua belas) dinas, yaitu Dinas Pertanian 12 orang; Dinas
Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Penanaman Modal Daerah 11
orang; Dinas Perhubungan 9 orang; Dinas Pengendalian Dampak
Lingkungan dan Pertambangan 11 orang; Dinas Pendapatan Daerah 11
orang; Dinas Kesehatan 15 orang; Dinas Tenaga Kerja 12 orang; Dinas
Kebersihan dan Pertamanan 10 orang; Dinas Bina Marga dan Pengairan
10 orang; Dinas Cipta Karya 10 orang; Dinas Pertanahan 10 orang; Dinas
Pendidikan 19 orang, maka komposisi pegawai yang menjadi responden
adalah 7,14 % (10 orang) menduduki jabatan eselon II, 22,14 % (31
orang) menduduki jabatan eselon III, 32,14 % (45 orang) menduduki
jabatan eselon IV dan 38,57 % (54 orang) staf pelaksana.
Dengan demikian dilihat dari struktur organisasi menunjukkan bahwa
responden pegawai, komposisinya secara proporsional mewakili khirarhi
struktur organisasi dan tersebar pada 12 (dua belas) dinas di lingkungan
Pemerintah Kabupaten Bekasi.

3.2.2. Responden Masyarakat


Berikut ini, disajikan data umum responden masyarakat,
meliputi pendidikan dan pekerjaannya. Dari sebanyak 157 angket yang
diolah, pendidikan dan pekerjaan responden masyarakat terdistribusi
seperti pada tabel-tabel berikut ini.
Tabel 6
Distribusi Pendidikan Masyarakat
Pendidikan Jumlah %

SLTA tamat 59 37,58

D3 tamat 72 45,86

S1 tamat 4 2,55

S2 tamat 3 1,91

S3 tamat 1 0,64

Tidak Menjawab 18 11,46

Jumlah 157 100

Dari tabel di atas nampak bahwa sebagian besar masyarakat


yang menerima pelayanan dari dinas berpendidikan rata-rata tamatan
Diploma 3, yaitu 45,86 %.
Tabel 7
Distribusi Pekerjaan Masyarakat
Jenis Usaha Jumlah %

Tidak Menjawab 15 9,55

Angkutan 5 3,18

Dagang 27 17,20

Kesehatan 5 3,18

Jasa 5 3,18

Koperasi 4 2,55

LSM 6 3,82

Pendidikan 6 3,82

Pertanian 5 3,18

Industri 79 50,22

Jumlah 157 100

Dari tabel di atas nampak bahwa sebagian besar masyarakat yang


menerima pelayanan dari dinas adalah kalangan industri, yaitu 50,22 %.
Menelaah data responden dari Tabel 4 sampai dengan 7, secara
keseluruhan, karakteristik responden dapat dikemukakan sebagai
berikut:
1. Responden pegawai
1. Sebagian besar responden pegawai tingkat pendidikannya Strata
1 dan masa kerjanya berada pada rentang waktu antara 11
sampai dengan 20 tahun. Dengan tingkat pendidikan dan masa
kerjanya yang demikian ini, maka informasi yang disampaikan
diyakini memiliki tingkat akurasi yang tinggi, kebenarannya
tidak diragukan dan dapat dipertanggungjawabkan secara
akademik.
2. Responden yang tersebar di 12 (dua belas) dinas, bertugas
memberikan pelayanan berdasarkan pada tugas pokok yang
berbeda sesuai wewenang dan urusannya. Selanjutnya, sesuai
kondisi kebutuhan masyarakat yang sangat beragam, maka
kebenaran dan keakuratan informasi yang disampaikan
responden secara rasional dapat dipertanggungjawabkan dan
sesuai dengan ketentuan normatif yang berlaku dalam
penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan
masyarakat.
3. Dilihat dari khirarhi organisasi, responden tersebar di pelbagai
bidang pemerintahan; mewakili level jabatan dan tugas secara
profesional; sehingga responden dipandang memahami pelbagai
aspek yang berhubungan dengan pelayanan masyarakat. Karena
itu informasi yang disampaikan responden keakuratannya tidak
diragukan dan relevan dengan kenyataan yang dihadapi dalam
menjalankan fungsi pemerintahan dan penyelenggaraan
pelayanan masyarakat.

Dengan demikian data yang disampaikan responden


diyakini telah melalui pertimbangan yang mendalam berdasarkan
tugas, kedudukan, fungsi, peranan dan tanggung jawabnya selaku
penyelenggara pemerintahan daerah yang senantiasa berhubungan
langsung dengan kebutuhan dan kepentingan masyarakat.

2. Responden masyarakat
1. Sebagian besar responden masyarakat berpendidikan Diploma 3.
Dengan latar belakang pendidikan ini diyakini data dan
informasi yang disampaikan telah dipertimbangkan dengan
matang, memiliki tingkat akurasi yang tinggi; secara rasional dan
akademik dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
2. Sebagian besar responden masyarakat pekerjaannya dari
kalangan industri; dihubungkan dengan kondisi, prospek dan
Rencana Strategis Kabupaten Bekasi sebagai daerah “penyangga
ibukota negara” Jakarta dan kawasan industri yang berskala
global, maka karakteristik responden dilihat dari pekerjaannya
cenderung sebagai kelompok masyarakat yang kritis, dinamis
dan kreatif sesuai karakteristik masyarakat industri.
Dengan demikian karakteristik responden masyarakat
merupakan gambaran masyarakat kritis, dinamis, kreatif dan aktif
mayoritas bermata pencaharian industri dan jasa; yang berinteraksi
dengan masyarakat asing dan pasar global yang serba kompleks.

3.3. Variabel Iklim Komunikasi Organisasi


Variabel iklim komunikasi organisasi mencakup dimensi
komunikator (sender), komunikan (rceiver), pesan, sarana dan
dampak komunikasi. Kelima dimensi ini meliputi 13 (tiga belas)
indikator. Dari 13 (tiga belas) indikator yang diteliti, secara
keseluruhan variabel iklim komunikasi organisasi yang berkembang
di lingkungan dinas di Kabupaten Bekasi, dapat dilihat dari skor
rata-rata dan simpangan bakunya; sebagai berikut:
 Nilai maksimum : 3,96
 Nilai minimum : 1,61
 Jangkauan (range) : 2,35
 Dengan mengambil banyak kelas 5, diperoleh panjang kelas 0,48.
Sehingga, diperoleh distribusi skor iklim komunikasi organisasi berikut
rata-rata dan simpangan bakunya sebagai berikut:

Tabel 8
Distribusi Skor
Iklim Komunikasi Organisasi

Kelas Interval Frekuensi

1,61 – 2,08 24

2,09 – 2,56 70

2,57 – 3,04 29

3,05 – 3,52 9

3,53 – 4,00 8

Jumlah 140

Rata-rata 2,49

Simpangan baku 0,51

Berdasarkan skor rata-rata tersebut maka data iklim komunikasi


organisasi yang berkembang di lingkungan dinas di Kabupaten Bekasi
belum mendekati standar nilai ideal sehingga belum dapat mendorong
pengembangan kinerja organisasi dinas secara dinamis. Struktur
organisasi cenderung belum signifikan mempengaruhi proses
komunikasi (Rogers, 1976). Dihubungkan dengan pendapat Redding
(1972) dan Pole (1985) di mana iklim komunikasi berperan dalam
menciptakan efektivitas organisasi; mengarahkan sikap dan perilaku
anggota organisasi, nampaknya data temuan penelitian mengungkapkan
bahwa fungsi dan peranan iklim komunikasi organisasi untuk
mendorong kinerja pegawai secara individual dan kinerja dinas secara
keseluruhan masih perlu dikembangkan secara mendasar. Iklim
komunikasi organisasi di lingkungan dinas di Kabupaten Bekasi belum
mendekati skor ideal; maka pimpinan pada dinas merupakan faktor
penentu untuk memprakarsai dan mendorong tumbuhnya iklim
komunikasi organisasi yang kondusif dan konstruktif sehingga dapat
mendukung pengembangan kinerja pegawai dan kinerja dinas secara
keseluruhan.

3.4. Variabel Aliran Informasi


Variabel aliran informasi mencakup dimensi hubungan pimpinan
dengan staf, staf dengan pimpinan dan antar sejawat. Ketiga dimensi ini
meliputi 17 (tujuh belas) indikator.
Dari 17 (tujuh belas) indikator yang diteliti secara keseluruhan aliran
informasi yang dijalankan dinas di Kabupaten Bekasi, dapat dilihat dari
distribusi skor rata-rata dan simpangan bakunya; sebagai berikut:
 Nilai maksimum : 3,84
 Nilai minimum : 1,25
 Jangkauan (range) : 2,61
 Dengan mengambil banyak kelas 5, diperoleh panjang kelas 0,52.
Sehingga, diperoleh distribusi frekuensi skor aliran informasi berikut
rata-rata dan simpangan bakunya sebagai berikut:
Tabel 9
Distribusi Skor Aliran Informasi
Kelas Interval Frekuensi

1,25 – 1,76 20

1,77 – 2,28 41

2,29 – 2,80 55

2,81 – 3,32 15

3,33 – 3,84 9

Jumlah 140

Rata-rata 2,41
Simpangan baku 0,56

Berdasarkan skor rata-rata tersebut terlihat bahwa aliran


informasi yang berkembang di lingkungan dinas di Kabupaten Bekasi
berada di bawah standar yang ideal, perlu ditingkatkan dan
dikembangkan, baik segi kuantitas maupun kualitas informasinya.
Data variabel aliran informasi yang berkembang di lingkungan
dinas di Kabupaten Bekasi belum mendekati standar nilai ideal, sehingga
mempengaruhi kinerja dinas, baik dalam menjalankan tugas
pemerintahan, pembangunan maupun pelayanan masyarakat. Salah satu
tantangan besar dalam komunikasi adalah bagaimana menyampaikan
informasi ke seluruh bagian atau unit-unit organisasi dan bagaimana
menerima informasi dari seluruh bagian atau unit organisasi. Proses ini
berhubungan dengan aliran informasi.
Dalam organisasi, informasi tidak mengalir secara harfiah,
sehingga penyampaian suatu pesan, interpretasi penyampaian pesan dan
interpretasi pesan merupakan proses yang disebarkan ke seluruh
organisasi. Aliran informasi dalam suatu organisasi adalah suatu proses
dinamis. Aliran informasi dalam suatu organisasi terjadi dengan tiga cara
yaitu: serentak, berurutan atau kombinasi dari kedua cara itu (Guetzhow,
1965).
Penyebaran pesan secara serentak melibatkan sumber pesan dan
penerima yang menginterpretasikan pesan sebagai tujuan akhir.
Penyebaran pesan secara serentak adalah suatu cara yang lebih umum,
lebih efektif dan lebih efisien untuk melancarkan aliran informasi dalam
suatu organisasi. Sedangkan penyampaian pesan secara berurutan
merupakan bentuk komunikasi yang utama yang pasti terjadi dalam
organisasi, di lingkungan dinas di Kabupaten Bekasi belum
diselenggarakan secara maksimal.
Setiap organisasi formal amat mengandalkan proses berurutan,
untuk menghimpun dan menyebarkan informasi. Pola atau keadaan
urutan yang teratur mensyaratkan bahwa komunikasi di antara para
anggota sistem tersebut dibatasi. Organisasi formal mengendalikan
struktur komunikasi dengan menggunakan sarana tertentu seperti
penunjukkan otoritas dan hubungan kerja, penetapan kantor dan
fungsi khusus (Katz dan Kahn, 1966; Burgess, 1969).
Karena itu, untuk mendukung struktur organisasi dan
adaptasinya dengan lingkungan, organisasi merupakan suatu pemroses
informasi yang besar, maka proses komunikasi adalah untuk
memperoleh informasi yang tepat dan pada saat yang tepat bagi
kepentingan organisasi. Komunikasi organisasi dapat dilihat sebagai
proses mengumpulkan, memproses, menyimpan dan menyebarkan
informasi yang memungkinkan organisasi berfungsi (Farace, 1997).
Dalam kehidupan organisasi kontemporer yang mengandalkan
komunikasi dan informasi sebagai sumberdaya, maka terdapat faktor-
faktor yang menentukan daya saing dan pertumbuhan suatu organisasi
yang bergantung pada jaringan komunikasi dan kemampuan personal,
untuk mendorong terjadinya aliran informasi ke seluruh struktur
organisasi.
Aliran informasi dalam struktur organisasi idealnya bersifat
timbal balik, interaktif, dialogis dan partisipatoris pada seluruh tingkatan
yang berorientasi kepada pemakai dengan mendayagunakan teknologi
yang menyatu pada setiap proses komunikasi. Komunikasi didudukan
sebagai proses dialog untuk berbagai informasi, sehingga informasi
merupakan transaksi atau pertukaran informasi di antara partisipan
yang terjadi dari waktu ke waktu dan bukan lagi hanya transfer
informasi.
Aliran informasi adalah suatu proses dinamik, di mana pesan
diciptakan, dimunculkan dan ditafsirkan serta dilihat dari sudut
pandang hubungan fungsional. Dengan demikian struktur organisasi
dan pola komunikasi dalam organisasi dapat memperlancar atau
menghambat aliran informasi. Aliran informasi dalam organisasi
dipengaruhi tiga jenis hubungan yaitu pertama, hubungan pimpinan dan
staf; kedua, hubungan staf dan pimpinan; dan ketiga, hubungan antar
sejawat (Pace dan Faules, 1998).

3.5. Variabel Pelaksanaan Pelayanan Masyarakat versi Pegawai


Variabel pelaksanaan pelayanan masyarakat versi pegawai
mencakup dimensi prosedur pelayanan dan pelaksanaan pelayanan.
Kedua dimensi ini meliputi 8 (delapan) indikator. Dari 8 (delapan)
indikator yang diteliti secara keseluruhan pelaksanaan pelayanan
masyarakat yang dilaksanakan oleh pegawai pada lingkungan dinas di
Kabupaten Bekasi, dapat dilihat dari distribusi skor (data) sebagai
berikut:
 Nilai maksimum : 3,81
 Nilai minimum : 1,01
 Jangkauan (range) : 2,80
 Dengan mengambil banyak kelas 5, diperoleh panjang kelas 0,57.

Sehingga, diperoleh distribusi frekuensi skor pelayanan masyarakat


berikut rata-rata dan simpangan bakunya sebagai berikut:
Tabel 10
Distribusi Skor Pelaksanaan
Pelayanan Masyarakat versi Pegawai

Kelas Interval Frekuensi

1,01 – 1,77 1

1,58 – 2,14 22

2,15 – 2,71 49

2,72 – 3,28 22

3,29 – 3,85 46

Jumlah 140

Rata-rata 2,81
Simpangan baku 0,64
Data di atas menunjukkan bahwa kinerja pelaksanaan pelayanan
masyarakat pada dinas masih belum maksimal, sesuai standar ideal,
masih perlu ditingkatkan dan dikembangkan sehingga memenuhi
keinginan dan harapan masyarakat agar pelayanan yang dilakukan
dinas-dinas di lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Bekasi mudah,
murah, cepat, tepat dan berkualitas.
Dalam upaya meningkatkan kinerja pelayanan masyarakat,
sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2000, jo Peraturan
Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003, tentang Pedoman Organisasi
Perangkat Daerah, kedua peraturan ini antara lain isinya menetapkan
tugas dan fungsi Dinas Daerah Kabupaten dan Kota, yaitu bahwa Dinas
Daerah Kabupaten/Kota mempunyai tugas melaksanakan kewenangan
desentralisasi. Selanjutnya disebutkan dalam melaksanakan tugas
tersebut, Dinas Daerah Kabupaten dan Kota menyelenggarakan fungsi:
(1) perumusan kebijakan teknis sesuai lingkup tugasnya, (2) pemberian
perizinan dan pelaksanaan pelayanan umum; dan (3) pembinaan
terhadap unit pelaksana teknis dinas dalam lingkup tugasnya.
Dengan demikian dinas merupakan perangkat daerah yang
berhadapan langsung dengan masyarakat dalam memberikan pelayanan
kepada masyarakat memiliki kedudukan yang penting dan strategis,
baik dalam merumuskan dan mengimplementasikan kebijakan teknis
yang menyentuh kepentingan masyarakat; memberikan kepastian
hukum, perlindungan hukum dan pelaksanaan pelayanan kepada
masyarakat untuk berusaha dan mengembangkan usaha maupun
kehidupannya; serta mengembangkan kinerja organisasi dinas dan unit
pelaksananya sehingga dapat mendukung kinerja pemerintah daerah
dan kemajuan masyarakat sesuai paradigma penyelenggaraan
pemerintahan yang berorientasi kepada kepuasan masyarakat.

3.6. Variabel Pelaksanaan Pelayanan Masyarakat versi Masyarakat


Variabel persepsi masyarakat atas pelayanan yang dilakukan
dinas mencakup lima dimensi yaitu sarana fisik, keandalan, responsif,
meyakinkan dan menaruh perhatian. Kelima dimensi ini meliputi 14
(empat belas) indikator. Dari 14 (empat belas) indikator yang diteliti,
secara keseluruhan pelaksanaan pelayanan masyarakat versi masyarakat
atas pelayanan yang diberikan oleh dinas di lingkungan Pemerintah
Kabupaten Bekasi, dapat dilihat dari distribusi skor (data) sebagai
berikut:
 Nilai maksimum : 4,27
 Nilai minimum : 1,08
 Jangkauan (range) : 3,19
 Dengan mengambil banyak kelas 5, diperoleh panjang kelas 0,64.
Sehingga, diperoleh distribusi frekuensi skor pelaksanaan pelayanan
masyarakat versi masyarakat, sebagai berikut:
Tabel 11
Distribusi Skor Pelaksanaan
Pelayanan Masyarakat versi Masyarakat
Kelas Interval Frekuensi

1,08 – 1,71 17

1,72 – 2,35 54

2,36 – 2,99 73

3,00 – 3,63 12

3,64 – 4,27 1

Jumlah 157

Rata-rata 2,39
Simpangan baku 0,53

Secara keseluruhan data pelaksanaan pelayanan masyarakat


versi masyarakat yang berkembang pada dinas di lingkungan
Pemerintah Kabupaten Bekasi, dapat dilihat dari skor rata-rata dan
simpangan bakunya. Berdasarkan data tersebut nampak bahwa persepsi
masyarakat terhadap pelaksanaan pelayanan masyarakat yang
dilakukan dinas di Kabupaten Bekasi berada di bawah rata-rata skor
standar ideal.
Data ini mengungkapkan bahwa pelaksanaan pelayanan
masyarakat yang dilakukan dinas di Kabupaten Bekasi kinerjanya perlu
ditingkatkan dan dikembangkan yang sejalan dengan tuntutan
masyarakat untuk senantiasa mendapat pelayanan masyarakat yang
murah, mudah, cepat, tepat dan berkualitas.
Dihubungkan dengan model birokrasi yang berorientasi pada
kualitas pelayanan, temuan penelitian pada dinas di Kabupaten Bekasi,
sesuai data di atas, organisasi dan manajemen dinas belum menunjukkan
upaya pendayagunaan birokrasi yang efisien dan efektif, didukung oleh
profesionalisme dan akuntabilitas (Mohammad, 1999). Struktur
organisasi pemerintah daerah belum ramping, terdesentralisasi dan
belum dikelola secara profesional dan konsisten dengan kepentingan
publik. Dari data yang didapat dalam penelitian ini ditemukan faktor-
faktor yang memacu adanya tuntutan perbaikan mutu pelayanan
masyarakat yaitu pertama, Tuntutan masyarakat yang meningkat seiring
dengan kondisi perubahan kualitas hidup masyarakat; kedua, Makin
kuatnya persaingan di tengah lingkungan yang semakin kompetitif;
ketiga, Berkembangnya teknologi pelayanan yang didukung
penggunaan teknologi komunikasi dan informasi yang lebih luas dan
mudah untuk mengakses pelayanan masyarakat; keempat,
Meningkatnya kesadaran masyarakat tentang hak untuk memperoleh
pelayanan publik yang berkualitas, efektif, efisien dan ekonomis.
Masyarakat sebagai konsumen sebagaimana layaknya norma
yang berlaku umum adalah menuntut adanya kualitas dan kepuasan
dari pelayanan yang diinginkan atau diperolehnya. Pelayanan
masyarakat harus diselenggarakan secara efisien, efektif dan ekonomis.
Dalam pada itu seiring dengan meningkatnya persaingan dan makin
kuatnya posisi masyarakat sebagai konsumen, makin besar pula tuntutan
atas diterimanya pelayanan berkualitas yang memuaskan masyarakat.
Sesuai tuntutan untuk melakukan transformasi dari suatu
product-driven organization menjadi customer driven organization
berlangsung cukup radikal, sehingga organisasi publik minimal harus
memiliki 4 (empat) karakteristik, jika ingin memberikan kepuasan
kepada masyarakat (Logothetis, 1992) yaitu: pertama, Kemampuan
untuk memahami dan memenuhi keinginan dan permintaan
dengan harga yang layak; kedua, Kemampuan menyediakan barang dan
jasa yang berkualitas dan dapat diandalkan; ketiga, Kemampuan
membaca dan mengikuti perubahan lingkungan, teknologi, maupun
sosial dan politik; dan karakteristik keempat, adalah kemampuan
memprediksi selera dan kebutuhan masyarakat sampai beberapa tahun
kedepan.
Dalam kaitan itu, maka perlu perubahan manajemen publik
antara lain berupa desentralisasi kewenangan, de-merging (pemecahan)
perusahaan, de-layering (pengurangan lapisan) organisasi,
debirokratisasi dan perlunya belajar mencintai perubahan (Peters, 1982).
Organisasi publik harus mampu berinovasi lebih cepat dan mampu
bergerak sejalan dengan perilaku masyarakat yang senantiasa berubah,
mampu menunjukkan keunggulannya, sehingga diperlukan perubahan
yang menyeluruh dalam manajemen publik.
Osborne dan Gaebler tahun 1990-an telah menuangkan,
memadukan dan mempopulerkan konsep manajemen bisnis
kontemporer ke dalam manajemen publik melalui teori dan konsep
reinventing government, yaitu perlunya menaruh perhatian pada kebijakan
operasional untuk meningkatkan kinerja pemerintah. Kebijakan
operasional tersebut harus mampu mendorong fleksibilitas dan
menghasilkan pelaksanaan program secara efektif.
Ini tidak berarti bahwa administrasi publik dan organisasi publik hanya
memfokuskan perhatiannya pada teknologi manajerial untuk
meningkatkan efisiensi. Tetapi merupakan upaya menata proses
manajemen internal. Salah satu prinsip yang diimplementasikan, adalah
transformasi semangat kewirausahaan ke dalam sektor publik,
dengan mendorong sistem pelayanan publik lebih berorientasi
pada kebutuhan dan kepuasan masyarakat, dan perlunya menciptakan
iklim kondusif untuk mendorong terjadinya kompetisi pelayanan yang
sehat untuk kepentingan masyarakat (Osborne dan Gaebler , 1995).
Berkaitan dengan upaya peningkatan pelayanan masyarakat
maka pelayanan sektor publik yang diselenggarakan dinas daerah harus
sejajar dengan pelayanan terbaik yang diselenggarakan sektor swasta.
Karena itu standarisasi pelayanan yang berlaku universal selayaknya
secara konsisten diimplementasikan juga di Kabupaten Bekasi.

3.7. Variabel Kepuasan Masyarakat Atas Pelayanan Dinas


Variabel kepuasan masyarakat atas pelaksanaan pelayanan dinas
adalah penilaian masyarakat terhadap 14 (empat belas) indikator yang
diturunkan dari dimensi sarana fisik, keandalan, responsif, meyakinkan
dan menaruh perhatian dalam proses pelayanan yang dilakukan dinas
pada Pemerintah Kabupaten Bekasi. Dari 14 (empat belas) indikator yang
diteliti, secara keseluruhan kepuasan masyarakat atas pelayanan yang
diberikan dinas di lingkungan Kabupaten Bekasi, dapat dilihat dari
distribusi skor (data) sebagai berikut:
 Nilai maksimum : 4,26
 Nilai minimum : 1,00
 Jangkauan (range) : 3,26
 Dengan mengambil banyak kelas 5, diperoleh panjang kelas 0,66.
Sehingga, diperoleh distribusi frekuensi skor kepuasan masyarakat atas
pelayanan dinas beserta rata-rata dan simpangan bakunya sebagai
berikut:
Tabel 12
Distribusi Skor Kepuasan Masyarakat
Kelas Interval Frekuensi
1 – 1,65 34
1,66 – 2,31 47
2,32 – 2,97 65
2,98 – 3,63 9
3,64 – 4,26 2
Jumlah 157
Rata-rata 2,23
Simpangan baku 0,61

Berdasarkan data di atas jelas terlihat bahwa pelayanan


masyarakat yang dilakukan dinas masih jauh dari harapan dan kepuasan
masyarakat, secara mendasar masih perlu diperbaiki, baik yang
menyangkut manajemen, perilaku pegawai maupun perumusan dan
implementasi pengaturan proses pelayanan masyarakat secara baku
prosedurnya dan jelas standarisasinya.
Ditinjau dari pola manajemen kontemporer, upaya perbaikan
pelayanan masyarakat yang berorientasi kepuasan, maka kriteria kinerja
birokrasi serta profesionalisme aparat pemerintah adalah: (a) Sikap dan
perilaku aparatur yang lebih dekat kepada masyarakat (b) Pelayanan
sesuai tuntutan masyarakat yang senantiasa berkembang melalui program
metode pengendalian mutu terpadu, (c) Terwujudnya mekanisme
perencanaan program lebih banyak mendengar dan menyerap aspirasi
masyarakat, (d) Birokrasi mampu melayani masyarakat, (e) Terwujudnya
iklim keterbukaan dan kebersamaan dalam pelayanan masyarakat (Kristiadi,
1997), nampaknya pada dinas di Kabupaten Bekasi belum berjalan baik.
Realisasi penyelenggaraan pelayanan yang berkualitas, cepat dan
efisien, dengan menetapkan standar kualitas dalam manajemen publik dan
mengupayakan unit di bidang pelayanan masyarakat untuk bertanggung
jawab langsung kepada masyarakat selaku konsumen, yang harus dipenuhi
segala keinginan dan kebutuhannya merupakan konsep dasar yang harus
diimplementasikan dinas daerah.
Pelayanan masyarakat yang diselenggarakan dinas di Kabupaten
Bekasi masih belum memberikan hasil seperti yang diharapkan masyarakat,
atau mencapai tingkatan sebagaimana diatur dalam kebijakan pemerintah.
Secara umum kesulitan utama kurang berhasilnya pelaksanaan perbaikan
mutu pelayanan yang berorientasi pada kepuasan masyarakat, antara lain
disebabkan: (1) Kurangnya sarana dan fasilitas yang tersedia, sehingga
mengakibatkan timbulnya ketimpangan antara kebutuhan dan kemampuan;
(2) Belum mantapnya pengembangan dan penerapan sistem manajemen
pelayanan; (3) Perilaku birokrasi yang belum memadai; (4) Kesejahteraan
pegawai belum memenuhi standar minimal kebutuhan hidup.
Sesuai pendekatan manajemen kualitas terpadu sebagai konsep
pembaharuan yang banyak diadaptasi disektor publik, maka
perubahan pemerintah berkaitan dengan restrukturisasi organisasi
dan sistem pemerintahan dengan mengubah tujuan, inisiatif,
akuntabilitas, distribusi kekuasaan dan budaya penyelenggaraan
pemerintahan, perubahan pemerintahan tidak sinonim dengan
manajemen mutu terpadu atau rekayasa ulang proses bisnis (Osborne
dan Plastrik, 1997).
Dengan demikian upaya pelayanan masyarakat yang
diselenggarakan dinas di Kabupaten Bekasi yang berorientasi pada
kepuasan, harus diawali dengan perbaikan organisasi dan manajemen
pelayanan masyarakat. Struktur organisasi dan manajemen pelayanan
masyarakat dalam dinas, pola dan standarisasinya perlu dirumuskan
secara jelas, melibatkan kalangan masyarakat luas dan secara periodik
diadakan penelaahan yang disesuaikan dengan tuntutan perubahan
masyarakat yang demikian cepat dan dinamis.
3.7. Pengaruh Iklim Komunikasi Organisasi Terhadap Pelaksanaan
Pelayanan Masyarakat
Hasil pengujian secara statistik pengaruh iklim komunikasi
organisasi terhadap pelaksanaan pelayanan masyarakat menunjukkan
korelasi cukup berarti antara kedua variabel. Dengan koefisien korelasi
sebesar 0,693, berada pada interval hubungan cukup berarti (Guilford,
dalam Rakhmat, 1993: 29). Sehingga iklim komunikasi organisasi yang
dikembangkan dinas daerah, berpengaruh positif dan cukup berarti
terhadap pelaksanaan pelayanan masyarakat.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, dari nilai koefisien
korelasi 0,693 atau koefisien determinasi sebesar (0,693)2 = 0,48 atau 48%,
menunjukkan bahwa perubahan yang terjadi pada pelaksanaan
pelayanan masyarakat 48% ditentukan oleh perubahan yang terjadi pada
iklim komunikasi organisasi. Pengertian ini menjelaskan, apabila pada
suatu waktu tertentu terjadi perubahan iklim komunikasi organisasi di
dinas, menjadi lebih kondusif atau sebaliknya, maka perubahan tersebut
akan segera diikuti perubahan pada pelaksanaan pelayanan masyarakat
yang dilakukan dinas; pelaksanaan pelayanan menjadi lebih baik, atau
sebaliknya.
Dengan demikian, baik dan buruknya iklim komunikasi organisasi yang
berkembang di dinas, akan mendorong baik dan buruknya pelaksanaan
pelayanan masyarakat yang dilakukan dinas itu sendiri.
Dari tigabelas (13) indikator iklim komunikasi organisasi dapat
diklasifikasi, terdapat dua (2) indikator memiliki hubungan yang kuat
yaitu indikator kualitas informasi dan pengambilan keputusan; sepuluh
(10) indikator memiliki hubungan cukup berarti, yaitu indikator
keterbukaan komunikasi, iklim komunikasi yang komunikatif, pesan
yang aktual, perbaikan kinerja, komunikasi formal, kegunaan informasi,
pesan yang akurat, komunikasi informal, pesan yang informatif dan
indikator kerelaan berkomunikasi; sedangkan satu (1) indikator memiliki
hubungan rendah tapi pasti, yaitu indikator kemudahan berkomunikasi.
Ditelaah dari perspektif komunikasi organisasi, temuan penelitian
ini menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara komunikasi,
organisasi dan manajemen (Hampton, 1976; D’Aprix, 1982). Upaya menata
organisasi dinas daerah sebagaimana yang sedang dilakukan Pemerintah
Kabupaten Bekasi, identik dengan upaya membangun iklim komunikasi
organisasi dalam dinas daerah yang sejalan dengan pengembangan
fungsi pemerintahan, pembangunan dan pelayanan masyarakat. Iklim
komunikasi organisasi untuk mendukung sistem manajemen, pola
kepemimpinan dan kinerja dinas nampaknya masih dalam proses
pembentukan. Dinas dilihat dari perspektif organisasi terdiri dari unit-
unit komunikasi yang berhubungan secara khirarkis antara satu dengan
lainnya dan berinteraksi dengan lingkungannya (Goldhaber, 1986),
sebagai wadah pertukaran informasi (Putnam, 1983), pencapaian tujuan
organisasi (Farace, 1977) maupun sebagai proses untuk mendinamisasi
aktivitas dan kinerja (Monge, 1977), maka fungsi dan peran dinas belum
berjalan dengan baik. Dihubungkan dengan pendapat Redding (1972)
dan Poole (1985) bahwa iklim komunikasi organisasi merupakan faktor
penting untuk menciptakan efektivitas, efisiensi dan produktivitas; di
mana struktur organisasi (Rogers, 1976) sebagai sarana komunikasi,
nampaknya struktur organisasi dinas daerah belum berfungsi
sepenuhnya sebagai sarana komunikasi, sehingga proses komunikasi
dari bawahan kepada pimpinan atau sebaliknya dan komunikasi antar
sejawat secara interaktif belum terjalin dengan baik. Kondisi ini
nampaknya masih dalam proses dan sejalan dengan program
reorganisasi dan restrukturisasi Pemerintah Daerah Kabupaten Bekasi.
Selanjutnya ditinjau dari perspektif budaya organisasi, iklim
komunikasi organisasi sebagai serangkaian nilai yang mengendalikan
interaksi anggota organisasi dan interaksi anggota organisasi dengan
komunitas yang membentuk etika, hak kerja pegawai dan corak
struktur yang digunakan organisasi nampaknya tengah tumbuh dalam
organisasi dinas daerah (Jones, 2000; Adiwisastra, 2000). Dari perspektif
budaya organisasi ini, nampak bahwa kinerja sangat bergantung kepada
iklim komunikasi organisasi yang berkembang dan dikembangkan di
dalam dinas (Thill dan Bovee, 1996). Secara keseluruhan ditemukan
indikasi bahwa dalam dinas, iklim komunikasi organisasi cenderung
sebagai sifat budaya ketimbang sebagai pengganti budaya. Iklim
berperan dalam memelihara integritas organisasi, memandu arah dan
kinerja dinas (Poole, 1985).
Dengan demikian banyak faktor yang mempengaruhi iklim
komunikasi organisasi pada dinas daerah, antara lain latar belakang,
tingkat pendidikan dan jabatan pegawai; stuktur organisasi, latar
belakang, arah dan perkembangan organisasi; kepemimpinan dan faktor
manajemen. Sehingga iklim komunikasi organisasi pada dinas selain
menggambarkan iklim fisik, juga merupakan kondisi obyektif persepsi
mengenai peristiwa komunikasi, perilaku pegawai, respon pegawai
terhadap pegawai lainnya, harapan, konflik dan kesepakatan pegawai
untuk mengembangkan diri atau memberdayakan diri. Dengan
demikian iklim komunikasi organisasi mencakup persepsi mengenai
pesan dan peristiwa yang terjadi di dalam dinas dalam menjalankan
tugas pokok, fungsi dan perannya sebagai institusi pemerintah.
Karena itu iklim komunikasi organisasi jauh lebih penting
ketimbang keterampilan atau teknik komunikasi dalam menciptakan
suatu organisasi yang efektif (Reding, 1972). Nilai iklim erat kaitannya
dengan kontekstual organisasi yaitu konsep, perasaan, harapan pegawai
dan membantu menjelaskan perilaku organisasi (Poole, 1985), sehingga
dari iklim komunikasi organisasi dapat memahami dan mendorong
pegawai untuk bersikap dan memudahkan menggerakkan dinas
mencapai tujuannya.
Dari uraian itu nampak bahwa iklim komunikasi organisasi sangat
penting dalam menjembatani praktik-praktik pengelolaan sumber daya dinas
secara produktif. Iklim komunikasi organisasi mempengaruhi kinerja dan
produktivitas. Berfungsi sebagai faktor penengah antara unsur sistem kerja,
keefektivan organisasi dan produktivitas kerja, sehingga iklim komunikasi
organisasi merupakan kondisi objektif yang berpengaruh terhadap
pengambilan keputusan dan perilaku individu dalam melaksanakan
pekerjaan secara efektif, mendukung rekan kerja, melaksanakan tugas secara
kreatif dan menyampaikan gagasan inovatif bagi pengembangan kegiatan
dinas.
Dinas daerah di lingkungan Kabupaten Bekasi sebagai suatu
organisasi pada dasarnya telah mengembangkan struktur, fungsi dan
perannya melalui proses komunikasi organisasi, yang menghasilkan sistem
nilai dan berpengaruh terhadap pengambilan keputusan maupun aktivitas
pegawai di dalam kehidupan organisasi (Pace dan Faules, 1998). Iklim
komunikasi organisasi pada dinas daerah merupakan tatanan yang
berfungsi, berperan dan berpengaruh terhadap pengambilan keputusan yang
dilakukan pimpinan dan perilaku pegawai dalam menjalankan hubungan
kerja dan pekerjaannya. Selain itu, iklim komunikasi organisasi juga
menjalankan fungsi kendali yaitu melakukan kontrol dan pengawasan;
menumbuhkan motivasi; mengungkapkan perasaan, harapan dan
keinginanan serta menyampaikan informasi kerja dan pekerjaan, yang
dilakukan melalui struktur khirarhi organisasi, baik secara formal maupun
informal.
Dilihat dari fungsi, temuan penelitian mengungkapkan bahwa iklim
komunikasi organisasi di dalam dinas daerah memiliki fungsi pengendalian
dan pengawasan; menumbuhkan motivasi kerja, mengungkapkan
ekspresi dan harapan emosional; dan menyebarkan informasi di dalam
dinas (Robbins, 2001).
Fungsi mengendalikan dan mengawasi perilaku dilakukan dengan
beberapa cara. Khirarhi dan wewenang yang berkaitan dengan
pekerjaan, sesuai dengan uraian tugas yang ditetapkan adalah instrumen
pengawasan dan pengendalian perilaku pegawai dinas.
Dalam hal membantu perkembangan motivasi kerja,
mengungkapkan ekspresi dan harapan pegawai iklim komunikasi
organisasi dapat mendorong pegawai untuk menjelaskan apa yang
harus dilakukan, seberapa baik pegawai bekerja dan apa yang dapat
dikerjakan untuk memperbaiki kinerja yang di bawah standar. Fungsi
selanjutnya, dengan iklim komunikasi organisasi yang baik, maka
pegawai merupakan sumber pertama untuk berinteraksi dan secara
fundamental sebagai mekanisme yang konstruktif di mana pegawai
dapat mengungkapkan kekecewaan dan perasaan puas yang merupakan
ungkapan emosional dari perasaan dan pemenuhan kebutuhan sosial.
Sedangkan fungsi terakhir iklim komunikasi organisasi adalah upaya
untuk mempermudah proses pengambilan keputusan yang dilakukan
pimpinan. Iklim komunikasi organisasi yang baik dapat menyediakan
dan memasok informasi yang diperlukan dan didukung data aktual dan
akurat, guna menghasilkan pelbagai pilihan yang diperlukan dalam
proses pengambilan keputusan. Fungsi-fungsi ini formulasinya pada
dinas di Kabupaten Bekasi telah nampak dan dapat dikembangkan
menuju ke arah yang lebih baik dari keadaan sekarang.
Selain keempat fungsi tersebut maka jalur komunikasi yang
digunakan sangat mempengaruhi iklim komunikasi organisasi.
Komunikasi formal mengikuti jalur hubungan formal yang tergambar
dalam susunan atau struktur organisasi. Sedangkan komunikasi informal
arus informasinya sesuai dengan kepentingan dan kehendak pribadi
yang ada dalam organisasi. Proses hubungan informasi tidak mengikuti
jalur struktural, sehingga seseorang yang mempunyai struktur formal
berada di bawah, berkomunikasi dengan seseorang yang berada di
tingkat pimpinan (Thoha, 2000). Faktor yang terakhir ini yang dominan
ditemukan dalam penelitian ini.
Dalam kaitan menjembatani praktek pengelolaan sumber daya
dengan produktivitas kerja pegawai (Poole, 1985; Falcione, 1987) di
dalam dinas belum sepenuhnya berfungsi dan berperan. Hal ini berarti
bahwa iklim komunikasi organisasi sebagai faktor penghubung antara
unsur-unsur sistem kerja dengan keefektifan kinerja, belum bersinergi
dan berkembang secara baik di dalam dinas Pemerintah Kabupaten
Bekasi.
Karena itu iklim komunikasi organisasi memegang peranan
penting dalam mengembangkan potensi pegawai, melalui kekuatan
integratif dapat menyatukan seluruh potensi yang ada dalam dinas,
faktor yang menentukan dan mempengaruhi terbentuknya iklim
komunikasi organisasi yang kondusif bagi kinerja pegawai dan kinerja
dinas adalah kepercayaan, kebersamaan, kejujuran, keterbukaan,
kemampuan dan kemauan mendengarkan dalam setiap proses
komunikasi dan diarahkan pada pengembangan kinerja dinas.
Dengan demikian temuan penelitian mengungkapkan bahwa
iklim komunikasi organisasi dalam dinas mempunyai dampak penting
terhadap peningkatan komitmen pegawai kepada dinas. Sebagai suatu
fenomena interaktif, perubahan dalam suatu sistem kerja dapat
berpengaruh positif pada iklim komunikasi dalam suatu dinas; demikian
pula sebaliknya.
Sehingga iklim komunikasi organisasi memberi andil penting dalam
restrukturisasi, reorganisasi dan mengembangkan unsur dasar
organisasi, yang dibentuk melalui interaksi antara dan diantara pegawai
dinas. Interaksi dan proses ini membentuk, menciptakan, mengubah dan
memelihara kondisi objektif sebagai nilai dinamis yang tumbuh di dalam
organisasi dinas. Karena itu iklim komunikasi organisasi merupakan
sistem nilai yang tumbuh dan berkembang dalam proses komunikasi
organisasi dinas yang dipengaruhi oleh faktor latar belakang, tingkat
pendidikan dan jabatan pegawai; pembentukan organisasi, struktur
organisasi dan arah serta tujuan organisasi; pola manajemen dan
kepemimpinan yang berkembang di dalam organisasi dinas (Redding,
1972; Rogers, 1976; Pace dan Faules, 1998; Guzley, 1992; Robbins, 2001).

3.8. Pengaruh Aliran Informasi Terhadap Pelaksanaan Pelayanan


Masyarakat

Hasil pengujian secara statistik pengaruh aliran informasi


terhadap pelaksanaan pelayanan masyarakat menunjukkan korelasi yang
tinggi antara kedua variabel. Dengan koefisien korelasi sebesar 0,707,
berada pada interval hubungan yang tinggi atau kuat (Guilford, dalam
Rakhmat, 1993: 29). Sehingga aliran informasi yang dikembangkan dinas
daerah, berpengaruh positif dan kuat terhadap pelaksanaan pelayanan
masyarakat.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, dari nilai koefisien
korelasi 0,707 atau koefisien determinasi sebesar (0,707)2 = 0,499 atau
49,90%, menunjukkan bahwa perubahan yang terjadi pada pelaksanaan
pelayanan masyarakat, 49,90% ditentukan oleh perubahan yang terjadi
pada aliran informasi. Pengertian ini menjelaskan apabila pada suatu
waktu tertentu terjadi perubahan pada aliran informasi di dinas menjadi
lebih lancar, ataupun sebaliknya, maka perubahan tersebut akan diikuti
oleh perubahan pada pelaksanaan pelayanan masyarakat yang dilakukan
dinas menjadi lebih baik, atau sebaliknya.
Dengan demikian, baik dan tidak baiknya aliran informasi yang
berkembang di dinas, akan mendorong baik dan tidak baiknya
pelaksanaan pelayanan masyarakat yang dilakukan dinas itu sendiri.
Dari tujuhbelas (17) indikator aliran informasi dapat
diklasifikasi, terdapat lima (5) indikator memiliki hubungan yang kuat
yaitu indikator informasi pelayanan masyarakat, informasi pelaksanaan
pekerjaan, informasi perbaikan kinerja, informasi penanganan
pengaduan masyarakat dan informasi pengaduan masyarakat; sepuluh
(10) indikator memiliki hubungan cukup berarti, yaitu indikator
informasi pengembangan dan tanggung jawab tugas, informasi dasar
pemikiran pekerjaan, informasi masalah pekerjaan, informasi pemecahan
masalah pekerjaan, informasi dukungan pekerjaan, informasi kondisi
lingkungan kerja, informasi kebijakan dan program, informasi kinerja
pegawai, informasi rencana kegiatan kerja, informasi kemajuan
pekerjaan pegawai, sedangkan dua (2) indikator memiliki hubungan
rendah tapi pasti, yaitu indikator informasi penyelesaian pengaduan
masyarakat dan indikator informasi koordinasi pekerjaan.
Dinas daerah di lingkungan Kabupaten Bekasi dalam
menjalankan fungsi birokrasi dan menyelenggarakan manajemen publik
menerapkan pola manajemen berdasarkan khirarkhi dan wewenang
yang terstruktur. Implikasinya, proses komunikasi dan aliran informasi
yang berkembang pada organisasi dan manajemen dinas daerah
polanya mengikuti jalur wewenang. Wewenang menjadi jalur
komunikasi antara pimpinan dengan pegawai untuk menyampaikan
perintah; dan antara pegawai dengan pimpinan untuk menyampaikan
laporan (Blau dan Meyer, 1987). Ini berarti, sebagai suatu proses
informasi tidak mengalir secara harfiah. Penyampaian dan penafsiran
isi pesan merupakan proses untuk mendistribusikan informasi ke
seluruh unit kerja yang ada dalam dinas. Karena itu aliran
informasi dalam dinas adalah dinamis, perintah dan laporan
merupakan informasi yang berkesinambungan. Proses ini berlangsung
terus dan berubah secara konstan. Komunikasi organisasi bukanlah
suatu yang terjadi kemudian berhenti. Komunikasi terjadi sepanjang
waktu; dan struktur organisasi dinas merupakan jaringan tempat
mengalirnya informasi (Thoha, 2000).
Struktur dan khirarkhi organisasi merupakan jaringan
mengalirnya informasi ke bawah, dari atasan ke bawahan, dari
manajemen kepada pegawai. Aliran informasi ini digunakan pimpinan
untuk menetapkan tujuan, memberikan instruksi pekerjaan,
menginformasikan kebijakan, peraturan, program, standar pekerjaan
dan menyampaikan penilaian kinerja pegawai. Sebaliknya, aliran
informasi dari pegawai kepada manajemen, dari pegawai kepada
pimpinan, menunjukkan bahwa informasi mengalir dari tingkat yang
lebih rendah (bawahan) ke tingkat yang lebih tinggi (atasan), aliran
informasi ini juga ditemukan di dinas daerah Kabupaten Bekasi, isinya
antara lain tentang pekerjaan dan masalahnya; dan penyampaian saran
perbaikan pekerjaan.
Informasi ini merupakan umpan balik dan senantiasa dijadikan
masukkan untuk perbaikan lingkungan kerja, kinerja kebijakan dan
program dinas. Sedangkan, aliran informasi di antara sejawat, untuk
mengkoordinasikan pekerjaan; berbagi informasi tentang rencana dan
kegiatan; memecahkan masalah pekerjaan; meningkatkan pemahaman
terhadap pekerjaan; menjembatani perbedaan pandangan dan
menumbuhkan solidaritas kedinasan, koordinasi pekerjaan dan
dukungan pekerjaan masih menghadapi kendala.
Komunikasi ke bawah dalam dinas, informasi mengalir dari
jabatan eselon lebih tinggi kepada eselon yang lebih rendah. Informasi
bergerak dari manajemen kepada pegawai (Davis, 1967). Terdapat lima
jenis informasi yang dikomunikasikan dari atasan kepada bawahan (Katz
dan Kahn, 1966) yaitu: (1) informasi mengenai bagaimana melakukan
pekerjaan, (2) informasi mengenai dasar pemikiran untuk melakukan
pekerjaan, (3) informasi mengenai kebijakan dan praktik organisasi, (4)
informasi mengenai kinerja pegawai dan (5) informasi untuk
mengembangkan rasa memiliki tugas. Kelima jenis informasi ini dalam
dinas daerah ditemukan.
Pola komunikasi ke bawah digunakan pimpinan untuk
menetapkan tujuan, memberikan instruksi pekerjaan, menginformasikan
kebijakan dan prosedur, menunjukkan masalah yang memerlukan
perhatian dan menyampaikan umpan balik tentang kinerja. Dengan
demikian komunikasi ke bawah yaitu pemberian instruksi atau
penjelasan bagaimana seorang atasan menginginkan suatu tugas
diselesaikan. Para atasan mengirimkan informasi mengenai peraturan,
kebijakan dan standar minimum, frekuensinya termasuk tinggi ( Curtis,
2002).
Para atasan juga memberikan informasi untuk menilai prestasi
bawahan atau memotivasi bawahan. Karena itu apabila komunikasi ke
bawah bersifat mendukung dan memiliki unsur perhatian yang besar
terhadap bawahan; komunikasi yang demikian mendorong
pembentukan kolaborasi antara pimpinan dan bawahan dalam dinas di
Kabupaten Bekasi ditemukan.
Komunikasi ke atas digunakan untuk memberikan umpan balik,
menginformasikan kemajuan tujuan dan menemukan masalah-masalah
yang ada. Komunikasi ke atas merupakan sarana pimpinan untuk
memahami perasaan pegawai terhadap pekerjaannya, rekan kerjanya
dan keadaan organisasi secara umum. Pimpinan memanfaatkan
komunikasi ke atas ini untuk mendapatkan gagasan mengenai
perbaikan kinerja organisasi (Robbins, 2001; Muhammad, 2002).
Komunikasi ke atas efektif manakala pesan dari bawahan
mengalir kepada atasan yang isinya menyangkut kemajuan penyelesaian
tugas; tugas yang menjadi masalah pegawai; saran perbaikan dan
prosedure kerja; dan yang terpenting adalah bagaimana perasaan
pegawai mengenai sesuatu berjalan (Curtis, 2002).
Dengan demikian komunikasi ke atas merupakan hal penting,
informasi berfungsi sebagai umpan balik yang akurat untuk menilai
kebijakan dan keputusan diterima atau menimbulkan masalah yang
berkembang di kalangan pegawai. Namun demikian dalam prakteknya
komunikasi ke atas pada dinas di Kabupaten Bekasi cenderung
menghadapi kesulitan. Empat alasan komunikasi ke atas dalam dinas
daerah sulit dilakukan karena: (1) pegawai menyembunyikan
pikirannya; (2) pimpinan tidak tertarik kepada masalah pegawai; (3)
kurangnya penghargaan bagi komunikasi ke atas yang dilakukan
pegawai; dan (4) pimpinan tidak dapat dihubungi dan tidak tanggap
pada apa yang disampaikan pegawai.
Kombinasi dari keempat perasaan dan keyakinan ini
menghambat pengungkapan gagasan, pendapat dan informasi oleh para
bawahan, terutama bila proses dan prosedur munculnya komunikasi ke
atas tidak diprogram dan agendanya tidak jelas.
Temuan penelitian mengungkapkan pegawai di dinas di Kabupaten
Bekasi cenderung berkomunikasi untuk mencapai beberapa tujuan,
untuk memuaskan kebutuhan pribadinya atau untuk mencoba
memperbaiki lingkungan barunya. Setiap program komunikasi
organisasi harus didasarkan pada kepercayaan. Bila ada kepercayaan,
pegawai mungkin lebih berani mengemukakan gagasan dan perasaan
lebih bebas dan pimpinan dapat menafsirkan apa yang dimaksud oleh
pegawai dengan lebih cermat.
Selanjutnya komunikasi horizontal terdiri dari penyampaian
informasi di antara rekan-rekan sejawat dalam unit kerja yang sama. Unit
kerja meliputi individu-individu yang ditempatkan pada tingkat eselon
dan level yang sama dalam organisasi dan mempunyai atasan yang
sama.
Komunikasi horizontal dalam organisasi sebagai komunikasi yang terjadi
di antara anggota organisasi pada tingkat yang sama, di antara pimpinan
pada tingkat dan eselon yang sama, atau di antara setiap personal yang
secara horizontal setara. Dalam dinas sering dilakukan untuk
menghemat waktu dan memudahkan koordinasi. Tetapi komunikasi
horizontal dapat menciptakan konflik yang mengganggu bila saluran
vertikal yang formal diterobos, bila anggota meminta atasan untuk
menyelesaikan masalah bawahan, atau bila para atasan menemukan
tindakan bawahan tanpa sepengetahuan atasan dan bertentangan
dengan kebijakan dan program yang ditetapkan pimpinan. Kondisi ini
ditemukan di lingkungan dinas di Kabupaten Bekasi.
Dalam hubungan itu, jaringan informasi dalam konteks sarana
komunikasi merupakan saluran tempat informasi mengalir. Sarana ini
meliputi formal dan informal. Jaringan formal lazimnya vertikal,
mengikuti rantai wewenang dan terbatas pada komunikasi yang
bertalian dengan tugas. Jaringan informal bebas bergerak ke segala arah,
melompati tingkat wewenang dan kemungkinan besar memenuhi
kebutuhan sosial anggota organisasi karena mempermudah penyelesaian
tugas.
Dengan demikian temuan penelitian tentang aliran informasi
yang mencakup aliran informasi pimpinan–staf; staf–pimpinan; dan di
antara sejawat di dalam dinas daerah di Kabupaten Bekasi; bahwa
aliran informasi belum menunjukkan sebagai proses dinamik, di mana
pesan diciptakan, dimunculkan, ditafsirkan dan dipertukarkan secara
interaktif. Sehingga jaringan informasi sebagai saluran di mana
informasi mengalir secara formal dan informal cenderung bergerak se
arah, tidak interaktif. Jaringan formal mengikuti rantai khirarhi dan
wewenang, terbatas hanya bertalian dengan tugas. Jaringan informal
bebas bergerak ke segala arah, melompati tingkat wewenang (Robbins,
2001). Aliran informasi pada jaringan informal, di lingkungan dinas
daerah di Kabupaten Bekasi, intensitasnya termasuk tinggi ketimbang
jaringan formal. Secara kuantitas, nampaknya di lihat secara manajerial,
pejabat struktural dinas di Kabupaten Bekasi mayoritas waktu kerjanya
belum digunakan secara maksimal untuk berkomunikasi, baik dengan
staf maupun antar pejabat untuk bertukar informasi tentang masalah
kerja dan pekerjaan dinas secara periodik (Mintzberg, 1976).
Selanjutnya sesuai hasil pengujian statistik pengaruh secara
bersama-sama variabel iklim komunikasi organisasi dan aliran informasi
yang dikembangkan dinas daerah terhadap variabel pelaksanaan
pelayanan masyarakat mengungkapkan koefisien korelasi majemuk
adalah R=0,732. Angka ini mengisyaratkan bahwa derajat hubungan
antara variabel iklim komunikasi organisasi dan aliran informasi dengan
variabel pelaksanaan pelayanan masyarakat, positif dan cukup tinggi.
Koefisien determinasi majemuk mengungkapkan secara signifikan yaitu
53,50 % perubahan pelaksanaan pelayanan masyarakat ditentukan oleh
perubahan yang terjadi pada iklim komunikasi organisasi dan aliran
informasi. Dengan demikian variabel iklim komunikasi organisasi dan
aliran informasi secara bersama-sama ternyata signifikan dapat
mempengaruhi variabel pelaksanaan pelayanan masyarakat.
Pengaruh iklim komunikasi organisasi dan aliran informasi, baik
secara parsial maupun secara bersama-sama terhadap pelaksanaan
pelayanan masyarakat berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan taraf
yang signifikan. Selanjutnya dihubungkan dengan teori organisasi dan
manajemen pelayanan masyarakat, maka tingkat signifikansi tersebut
dipengaruhi oleh adanya pergeseran peran organisasi publik dari
regulator implementasi menjadi regulator fasilitator yang sekaligus
menjalankan fungsi kontrol (Kristiadi: 1977). Pergeseran ini juga telah
terjadi di lingkungan dinas daerah di Kabupaten Bekasi, dalam
kapasitasnya sebagai pelayan masyarakat maka prosedur kerja yang
kaku secara normatif telah dirubah; pemerintah daerah tengah menata
dirinya ke arah pemerintahan yang digerakkan semangat
kewirausahaan (Osborne dan Gaebler, 1993).

3.9. Pengaruh Pelaksanaan Pelayanan Masyarakat Terhadap Kepuasan


Masyarakat

Hasil pengujian secara statistik pengaruh pelaksanaan pelayanan


masyarakat terhadap kepuasaan masyarakat menunjukkan signifikansi
korelasi yang tinggi antara kedua variabel. Dengan koefisien korelasi
sebesar 0,884, berada pada interval hubungan yang tinggi dan kuat
(Guilford, dalam Rakhmat, 1993: 29). Hal ini mengindikasikan bahwa
pelaksanaan pelayanan masyarakat yang dilaksanakan dinas daerah
berpengaruh positif dan kuat terhadap kepuasan masyarakat.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, dari nilai koefisien
korelasi 0,884 atau koefisien determinasi sebesar (0,884)2 = 0,781 atau
78,10%, menunjukkan bahwa perubahan yang terjadi pada kepuasan
masyarakat, 78,10% ditentukan oleh perubahan yang terjadi dalam
pelaksanaan pelayanan masyarakat yang diselenggarakan dinas daerah.
Pengertian ini menjelaskan apabila pada suatu waktu tertentu terjadi
perubahan pada pelaksanaan pelayanan masyarakat yang
diselenggarakan dinas, menjadi lebih baik ataupun sebaliknya, maka
perubahan tersebut akan diikuti oleh perubahan pada kepuasan
masyarakat, menjadi lebih puas atau sebaliknya. Dengan demikian, baik
dan buruknya pelaksanaan pelayanan masyarakat yang diselenggarakan
dinas daerah, akan berdampak kepada kepuasan dan ketidak-puasan
masyarakat sebagai penerima pelayanan dinas.
Sesuai kebijakan dan arah desentralisasi penyelenggaraan
pemerintahan dengan titik berat pada level Kabupaten dan Kota;
Kabupaten Bekasi tengah melakukan penataan penyelenggaraan
pemerintahan yang senantiasa melibatkan komponen masyarakat, baik
pada saat merumuskan, melaksanakan maupun mengevaluasi kebijakan
dan program secara periodik. Prinsip-prinsip pemerintahan yang dijiwai
semangat kewirausahaan dan pemerintahan yang baik (good governance),
mewarnai upaya penataan ini; antara lain berupaya untuk
mengimplementasikan strategi perbaikan kinerja pemerintah dalam
memberikan pelayanan masyarakat yang berkualitas (Osborne dan
Gaebler, 1993) yang mengacu kepada karakteristik: (1) pemerintahan
yang katalis, (2) pemerintahan milik masyarakat, (3) pemerintah yang
kompetitif, (4) pemerintahan berorientasi misi, (5) pemerintahan
berorientasi pada hasil, (6) pemerintahan berorientasi pelanggan, (7)
pemerintahan wirausaha, (8) pemerintahan yang antisipatif, (9)
pemerintahan yang desentralisasi, dan (10) pemerintahan yang
berorientasi pasar. Sedangkan strategi pendongkrak utamanya adalah (1)
Strategi inti; (2) Strategi konsekuensi; (3) Strategi pelanggan; (4) Strategi
pengendalian; dan (5) Strategi budaya (Osborne dan Plastrik, 2000)
secara normatif diadaptasikan dalam penyelenggaraan pemerintahan,
sebagaimana tertuang dalam Peraturan Daerah Nomor 33 tahun 2001
tentang Visi dan Misi Kabupaten Bekasi tahun 2002-2006, Peraturan
Daerah Nomor 35 tahun 2001 tentang Pembentukan Organisasi
Pemerintahan Daerah Kabupaten Bekasi; Peraturan Daerah Nomor 36
tahun 2001 tentang Pola Dasar Pembangunan Kabupaten Bekasi tahun
2002-2006; dan Peraturan Daerah Nomor 4 tahun 2003 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bekasi.
Selanjutnya dalam menata organisasi publik yang kompeten,
mampu mengelola perubahan yang semakin kompleks sesuai standar
minimal penyelenggaraan pemerintahan yang baik (good governance)
yaitu adanya partisipasi masyarakat dalam proses pemerintahan; adanya
keterbukaan dalam mengelola pemerintahan; adanya kebijakan dan
program yang berorientasi kepada kepentingan masyarakat; dan adanya
proses akuntabilitas dari setiap instansi pemerintah, menjadi kerangka
acuan dalam menyusun struktur organisasi dan mengembangkan
manajemen pemerintahan. Berfungsi dan berperannya birokrasi
pemerintah yang baru; dipengaruhi oleh faktor kecepatan, fleksibilitas,
integrasi dan inovasi, menjadi ciri yang penting di dalam setiap
organisasi publik (Ashkenas, Urlich dan Kerr, 1997); namun demikian di
lingkungan dinas daerah Kabupaten Bekasi faktor-faktor ini belum
nampak, sehingga upaya mengembangkan dan menjalankan fungsi
dinas sebagai pelayan masyarakat yang efisien, efektif, produktif dan
akuntabel belum berjalan dengan baik.
Tuntutan masyarakat untuk selalu mendapat pelayanan yang
memadai dan merasakan kepuasan atas pelayanan yang diberikan dinas
daerah, yang merupakan haknya dalam setiap proses pelayanan publik
yang berkualitas dan ekonomis (Mohamad, 1999; Kristiadi, 1997;
Mustopadidjaja,1997), namun di Kabupaten Bekasi masih menghadapi
masalah yang mendasar. Hal ini terungkap dari data persepsi
masyarakat terhadap pelaksanaan pelayanan yang diselenggarakan
dinas maupun data kepuasan masyarakat (lihat Tabel 4.63 dan Tabel
4.79) masih jauh dari harapan dan keinginan masyarakat. Setelah
ditelaah maka faktor penyebabnya adalah organisasi dan manajemen
dinas daerah belum berorientasi kepada pelayanan, mengutamakan
kualitas pelayanan dan memperhatikan kepuasan pelanggan. Dengan
demikian organisasi dan manajemen pelayanan pada dinas di Kabupaten
Bekasi belum berkembang secara baik.
Dalam hubungan itu sesuai penyelenggaraan pemerintahan
kontemporer maka organisasi publik di daerah dalam rangka melayani
kepentingan publik, keberadaannya harus mampu memberikan manfaat
yang besar bagi kepentingan masyarakat. Pemerintahan daerah bukan
suatu instrumen untuk mengejar profit, meskipun harus tetap
memperhatikan unsur efektifitas dan efisiensi dalam pelaksanaan tugas
dan fungsinya. Di dalam masyarakat maju, produk pelayanan publik
tidak dapat dilakukan secara murni sebagai barang industri sebagaimana
dalam praktek bisnis di sektor swasta. Pelayanan publik yang
diselenggarakan pemerintah daerah harus senantiasa
mempertimbangkan asas kemampuan masyarakat, baik dari segi biaya
maupun pemerataan distribusinya.
Karena itu ciri-ciri organisasi publik yang dapat mendukung
sistem pelayanan publik yang efektif, efisien, produktif dan ekonomis
(Nanus, 1998) adalah: tenaga kerjanya terdiri dari primarily highly skilled
knowledge workers; pelayanan dan produknya terdiri dari primarily of
packages of knowledge, organisasinya cenderung berskala luas, sangat peka
teknologi (technologically driven and sensitive), berkarakter cepat berubah
dan komplek, aktivitas kerjanya terdistribusi melampaui batas waktu
dan ruang, cenderung menjadi multi purpose dan berkehendak melayani
kebutuhan banyak pihak, dan cenderung tanpa batas, karena batas
menjadi kabur (fuzzy boundaries). Dengan kriteria ini, maka sistem
pelayanan yang memuaskan pelanggan (costumer driven) merupakan
citra dan sosok organisasi publik kontemporer. Kriteria ini belum
nampak pada dinas di lingkungan di Kabupaten Bekasi.
Dengan demikian, pembenahan organisasi dinas daerah belum
dikaitkan dengan pemantapan untuk mendukung upaya peningkatan
jangkauan dan kecepatan pelayanan dalam memenuhi kebutuhan
masyarakat. Pelayanan yang cepat dan aman memerlukan
penyederhanaan sistem dan prosedur yang efisien, kepastian hukum
serta pendelegasian kewenangan dan pengambilan keputusan yang
proporsional. Debirokratisasi selayaknya dilakukan, dengan mengacu
pada efisiensi dan efektivitas struktur dan fungsi organisasi publik.
Rentang organisasi yang terlalu luas, struktur tinggi dan terkotak-kotak
mengakibatkan kekakuan dan kelambanan dinas dalam merespon
dinamika masyarakat; sehingga struktur organisasi, fungsi dan peran
dinas harus disesuaikan dengan kemajuan dan
perkembangan masyarakat Bekasi yang semakin kritis dan dinamis
sebagai masyarakat industri.
Selanjutnya dari data yang didapat dalam penelitian, dinas di
Kabupaten Bekasi belum sepenuhnya menerapkan pola manajemen
kualitas terpadu sampai ke tingkat individu dengan sasaran pokok
kualitas pelayanan dan kepuasan masyarakat; sesuai teori manajemen
sektor publik yang berfokus pada perbaikan kinerja organisasi,
berimplikasi pada perlunya dilakukan perubahan manajerial terutama
menyangkut perubahan personil dan struktur organisasi (Mardiasmo,
2002). Perubahan organisasi dan manajemen publik didorong oleh dua
kepentingan yang saling menunjang, yaitu: Pertama, masyarakat maju
senantiasa membutuhkan pelayanan yang cepat dan rasional, serta
menjamin adanya kepastian. Kedua, perkembangan piranti manajemen
modern, seperti piranti pengambilan keputusan, perencanaan,
pelaksanaan dan piranti peningkatan kinerja (Kristiadi, 1997).
Model birokrasi yang berorientasi pelayanan, pada hakekatnya
mengembangkan pemikiran manajemen publik dan manajemen bisnis
dalam bentuk konsep yang mengutamakan kualitas pelayanan dan
kepuasan pelanggan (Mohamad 1999; Osborne dan Plastrik, 2000;
Gaspersz, 2002). Konsekuensi dari pola manajemen yang demikian ini,
sejalan dengan pengembangan strategi birokrasi ke arah pemberdayaan
masyarakat; maka faktor partisipasi dan kompetisi akan mendorong
masyarakat menuntut terpenuhinya pelayanan yang berkualitas.
Dalam sistem masyarakat yang kompetitif, pelayanan
masyarakat harus diselenggarakan secara efisien, efektif dan ekonomis.
Sejak Undang-undang Nomor.22 Tahun 1999, Tentang Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah diberlakukan secara efektif pada Tahun 2000, di
Kabupaten Bekasi; melalui Peraturan Daerah Kabupaten Bekasi Nomor.
22 Tahun 2000 dan Nomor. 35 Tahun 2001 Tentang Pembentukan
Organisasi Perangkat Daerah, maka secara teoritis Pemerintah
Kabupaten Bekasi berupaya mengimplementasikan konsep manajemen
pelayanan yang berorientasi kepada kepuasan masyarakat, dengan ciri-
ciri: (1) menerapkan azas keterpaduan dan partisipasi; (2) terwujudnya
proses komunikasi secara vertikal, horizontal, diagonal dan sektoral; (3)
hubungan kerja semakin luas dan banyak sasaran; (4) manajemen
berorientasi tujuan; (5) pelayanan merupakan tujuan; dan (6) manajemen
menerapkan piranti yang tepat guna dan relevan dengan lingkungan
sehingga mampu meningkatkan kinerja (Suryawikarta, 1996; Kristiadi,
1997). Namun dalam pelaksanaannya masih menghadapi banyak
masalah dan kendala.
Dikaitkan dengan teori, konsep dan pendekatan reinventing
government (Osborne dan Gaebler, 1995), yang menekankan perlunya
merubah sistem pelayanan publik dan berorientasi kepada pemuasan
pelanggan; maka implementasi model manajemen publik yang
berorientasi pada kepuasan pelanggan belum dapat diimplementasikan.
Hal ini nampak dari hasil penelitian, ternyata persepsi masyarakat
terhadap pelayanan yang dilakukan dinas daerah di lingkungan
Pemerintah Kabupaten Bekasi masih jauh dari nilai ideal yang
diharapkan masyarakat .
Rendahnya apresiasi masyarakat terhadap pelayanan yang
diberikan dinas daerah, antara lain disebabkan: (1) pelayanan yang
diselenggarakan tidak memberi pilihan kepada pelanggan; (2) pelayanan
yang diselenggarakan tidak memberi kesempatan kepada pelanggan
untuk mendorong penyedia pelayanan berkompetisi dan (3) pelayanan
yang diselenggarakan tidak menciptakan imbalan atau insentif, baik bagi
pelaksana pelayanan maupun penerima pelayanan. Karena itu,
penelitian ini memperkuat hasil penelitian yang dilakukan Irawan (2003),
yang menyatakan bahwa faktor kunci yang mempengaruhi kepuasan
masyarakat adalah strategi segmentasi pelanggan, namun dalam
pelayanan publik untuk memformulasikannya menghadapi hambatan.
Hambatan ini antara lain disebabkan; (1) anggapan pelayanan umum
diberikan sama kepada seluruh segmen yang pada dasarnya memiliki
harapan yang berbeda; (2) akibat monopoli pelayanan, maka fokus
kepada kepuasaan pelanggan relatif lemah.
Selanjutnya ditelaah dari teori kepuasan masyarakat (Barnes,
2003; Sumarwan, 2003; Irawan, 2003), yang mempengaruhi terpenuhinya
kualitas pelayanan dan kepuasan masyarakat mencakup lima faktor
yaitu : 1) Sarana fisik; 2) Keandalan; 3) Responsif; 4) Meyakinkan; dan 5)
Menaruh perhatian. Kelima faktor ini, setelah diteliti untuk menguji
kepuasan masyarakat terhadap pelayanan yang dilakukan dinas di
lingkungan Pemerintah Kabupaten Bekasi, kepuasan masyarakat masih
jauh dari harapan.
Secara teoritis nampaknya faktor kepuasan masyarakat tidak
dirancang dalam struktur organisasi dan manajemen dinas di Kabupaten
Bekasi. Kepuasan masyarakat secara keseluruhan merupakan suatu
variabel gabungan yang terdiri sebuah kompilasi yang diperhitungkan
atau sebuah perkiraan dari berbagai faktor yang berbeda yang terlibat
dalam hubungan antara pemerintah dengan masyarakat. Dua hal yang
sangat penting untuk menciptakan kepuasan masyarakat yaitu: (1)
kepuasan masyarakat memberikan keuntungan yang lebih besar dan
memungkinkan menjadi pelanggan dalam jangka panjang dan mengarah
pada pengembangan hubungan; dan (2) kepuasan masyarakat dicapai
dengan memusatkan perhatian pada pemuasan kebutuhan masyarakat
pada tingkatan yang lebih tinggi.
Kepuasan sebagai suatu keadaan di mana kebutuhan,
keinginan dan harapan masyarakat terpenuhi melalui produk atau jasa
yang diterima; sangat tergantung pada persepsi dan ekspektasi
masyarakat. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi dan ekspektasi
ditemukan dalam penelitian yaitu: (1) kebutuhan dan keinginan
dirasakan pelanggan ketika sedang dalam proses pelayanan; (2)
pengalaman masa lalu ketika menerima pelayanan; (3) informasi dari
warga masyarakat, di mana mereka menginformasikan kualitas dan
perhatian yang diterima dalam proses pelayanan; (4) komunikasi dan
informasi juga mempengaruhi persepsi. Frekuensi komunikasi dan
volume informasi yang tidak terprogram, berlebihan dan secara aktual
tidak mampu memenuhi ekspektasi pelanggan akan mengakibatkan
dampak negatif terhadap persepsi tentang pelaksanaan pelayanan.
Disamping itu, ditelaah dari cara kerja dinas ditemukan adanya
dinas yang melayani anggota masyarakat dan dinas yang melayani dinas
atau lembaga pemerintah lainnya. Dengan demikian pelanggan dalam
pelayanan publik di Kabupaten Bekasi memiliki karateristik yang
berlainan. Pelanggan adalah individu atau kelompok masyarakat yang
harus dilayani, namun tidak pernah dirancang untuk dilayani oleh
organisasi dinas.
Sesuai dengan karateristik dan kompleksnya pelanggan dalam
pelayanan masyarakat, Pemerintah Kabupaten Bekasi seharusnya
menetapkan kriteria masyarakat yang dilayani dengan batasan yang jelas
sebagaimana dikonsepkan oleh Osborne dan Plastrik (2000), yaitu:
1. Pelanggan utama; individu atau kelompok di mana pekerjaan
organisasi pemerintah dirancang untuk membantu mereka;
2. Pelanggan sekunder; individu atau kelompok lain di mana
pekerjaan organisasi pemerintah dirancang untuk memberi manfaat
kepada mereka, tetapi sifatnya tidak langsung;
3. Complier, adalah subyek penegakkan, mereka yang harus mematuhi
hukum dan peraturan-peraturan;
4. Stakeholder; individu atau kelompok yang memiliki kepentingan
dengan kinerja organisasi atau sistem pemerintah.

Strategi pelanggan akan berjalan dengan baik apabila setiap


pejabat terpilih mampu menetapkan tujuan organisasi untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat sebagai pelanggan dan menjaga agar pemberi
pelayanan bertanggung jawab kepada pelanggannya. Karena itu,
terdapat 3 (tiga) pendekatan dasar dalam mengembangkan dinas
bertanggung jawab kepada pelanggan yaitu: Pertama, memberi pilihan
kepada pelanggan; Kedua, memberi kesempatan kepada pelanggan
untuk mengontrol sumber daya dan membawanya sesuai pilihan untuk
memaksa penyedia pelayanan berkompetisi; dan Ketiga, menetapkan
standar pelayanan pelanggan dan menciptakan imbalan bagi pelaksana
yang melakukan pekerjaan dengan baik dalam memenuhi standar
tersebut dan menindak pelaksana yang melakukan pelayanan yang tidak
bisa memenuhi standar. Dengan demikian pelayanan masyarakat yang
diselenggarakan dinas di Kabupaten Bekasi fokusnya akan jelas dan
terarah kepada pemenuhan kepuasan masyarakat.
Diterimanya secara signifikan Hipotesis penelitian (1, 2 dan 3)
dan pelbagai implikasinya, ditelaah dari teori administrasi publik
paradigma kelima yaitu “public administration as public administration”
(Henry, 1989); di mana teori dan paradigma administrasi publik ini
menempatkan tiga pilar administrasi publik yaitu : (1) perilaku
organisasi dan perilaku manusia dalam organisasi publik; (2) teknologi
manajemen dalam mengimplementasikan kebijakan publik; dan, (3)
kepentingan publik dengan pelbagai masalahnya, maka temuan
penelitian ini memperkaya teori administrasi publik kontemporer.
Dalam administrasi publik kontemporer untuk mengeliminasi
masalah-masalah publik, kedudukan komunikasi merupakan faktor
penting, di samping faktor pimpinan, koordinasi dan pengawasan
(Tjokroamidjojo 1995; Thoha 2003). Perilaku birokrasi pemerintah di
dalam dekade terakhir di tengah kemajuan teknologi komunikasi dan
informasi, menjadi pusat studi administrasi publik. Hal ini disebabkan
birokrasi pemerintah telah menjadi pusat perumusan kebijakan publik
dan penggerak utama ke arah mana masyarakat akan dibawa; dari
temuan penelitian dengan objek perilaku birokrasi lokal, yaitu dinas
pada Pemerintah Daerah Kabupaten Bekasi, menunjukkan bahwa
komunikasi organisasi khususnya iklim komunikasi organisasi dan
aliran informasi yang berkembang dalam sistim administrasi daerah
sangat menentukan perilaku manajemen ( Blau dan Meyer, 1987) dan
dijadikan instrumen untuk memperbaiki proses manajemen dan
mencapai tujuan manajemen (Cumming, 1998) yang ditetapkan dinas
daerah untuk menangani masalah publik dan memberikan pelayanan
yang berorientasi kepada kepuasaan masyarakat.
Dengan demikian administrasi publik kontemporer
memfokuskan kajiannya secara sistematis untuk menata sistem dan
praktek penyelenggaraan pemerintahan menuju kepada pemerintahan
yang baik (good governance) yang berfokus pada kepuasan masyarakat.
Komunikasi organisasi adalah elemen penting dan harus dikelola
dengan baik.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN


4.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat dirumuskan
kesimpulan sebagai berikut :
1. Iklim komunikasi merupakan kondisi objektif yang
berkembang dalam suatu organisasi dipengaruhi oleh latar
belakang, tingkat pendidikan pegawai, kedudukan dan
peranan dalam oganisasi, kedekatan secara personal; struktur
dan khirarhi organisasi; pola dan strategi manajemen;
kepemimpinan; lingkungan sosial; dan kepentingan yang
berkembang di dalam organisasi dinas daerah.
2. Iklim komunikasi organisasi pada dinas daerah sebagai suatu
kondisi objektif yang berinteraksi melalui struktur dan khirarhi
organisasi, baik secara formal maupun informal berdampak
terhadap kinerja, hubungan kerja dan pekerjaan. Secara
keseluruhan iklim komunikasi organisasi berpengaruh positif
terhadap pelaksanaan pelayanan masyarakat yang
diselenggarakan dinas daerah di lingkungan Kabupaten
Bekasi.
3. Dalam menjalankan fungsi birokrasi dan manajemen publik
pola komunikasi dan aliran informasi yang berkembang dalam
dinas daerah mengikuti jalur wewenang, struktur dan khirarhi
organisasi. Aliran informasi ke bawah digunakan pimpinan
untuk mengarahkan dan menginstruksikan pekerjaan;
menginformasikan peraturan, kebijakan, strategi dan program,
standarisasi pekerjaan; dan penilaian kinerja pegawai.
Sebaliknya aliran informasi dari bawahan kepada pimpinan,
umumnya digunakan untuk menyampaikan masalah
pekerjaan yang dihadapi bawahan; menyampaikan saran
perbaikan pekerjaan; dan menyampaikan keinginan dan
harapan pegawai tentang kerja dan pekerjaannya di dalam
organisasi dinas daerah. Selanjutnya aliran informasi antar
rekan kerja yang setara kedudukannya dalam organisasi,
digunakan untuk mengkoordinasikan pekerjaan; berbagi
informasi pekerjaan; dan menjembatani perbedaan pandangan
terhadap pekerjaan
4. Aliran informasi antara pimpinan dengan staf; staf dengan
pimpinan dan di antara sejawat kerja yang kedudukannya
setara, dilaksanakan melalui dua jaringan komunikasi yaitu
jaringan formal dan informal. Jaringan formal dilaksanakan
melalui rantai wewenang dan khirarhi organisasi terbatas
hanya bertalian dengan tugas. Sedangkan jaringan informal
bergerak dari dan ke segala arah, tanpa mengindahkan
struktur, khirarhi dan wewenang. Aliran informasi dalam
jaringan informal intensitasnya termasuk tinggi ketimbang
jaringan formal. Pejabat struktural belum maksimal
menggunakan waktu kerjanya secara efektif berkomunikasi,
baik dengan staf maupun dengan pejabat lainnya untuk
bertukar informasi yang berhubungan dengan kerja dan
pekerjaan dinas secara periodik.
5. Secara keseluruhan aliran informasi yang berkembang di
dalam organisasi dinas daerah di Kabupaten Bekasi
berpengaruh positif terhadap pelaksanaan pelayanan
masyarakat.
6. Struktur organisasi; pola manajemen; prasarana dan sarana
pelayanan; prosedur dan tata cara pelayanan; dan kapasitas
serta kompetensi pelaksana pelayanan merupakan determinan
penting yang menentukan pelaksanaan pelayanan masyarakat
dan kepuasan masyarakat.
7. Secara keseluruhan pelaksanaan pelayanan masyarakat yang
diselenggarakan dinas daerah berpengaruh positif terhadap
kepuasan masyarakat.
8. Komunikasi organisasi yang dikembangkan di dunia bisnis
untuk meningkatkan kinerja perusahaan dan mewujudkan
kepuasaan masyarakat pelanggan berlaku universal, dapat
diadaptasi dan diimplementasikan dalam penyelenggaraan
pemerintahan; sesuai karakteristik organisasi dan pola
manajemen pemerintahan.
Konsep komunikasi organisasi yang mencakup iklim
komunikasi organisasi dan aliran informasi sebagai instrumen
untuk meningkatkan kinerja pemerintah; serta kepuasaan
masyarakat sebagai tujuan utama pencapaian kinerja
pelayanan masyarakat yang diselenggarakan pemerintah
merupakan faktor penentu dalam mengimplementasikan
penyelenggaraan pemerintahan yang baik sehingga dapat
mendekatkan pemerintah dengan masyarakat dan
meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah.

4.2. Saran
Berdasarkan kesimpulan penelitian, berikut ini diajukan
beberapa saran sebagai berikut :
1. Gunalaksana
1.1 Pemerintah Kabupaten Bekasi disarankan untuk menyusun
sistem dan strategi pengelolaan komunikasi organisasi, yang
isinya menyangkut penataan iklim komunikasi organisasi dan
aliran informasi di dalam organisasi perangkat daerah,
sehingga dapat digunakan sebagai pedoman dalam
menyelenggarakan pemerintahan, pembangunan dan
pelayanan masyarakat.
1.2. Pemerintah Kabupaten Bekasi disarankan untuk menyusun
pedoman, standarisasi dan segmentasi sasaran
penyelenggaraan pelayanan masyarakat; dengan
mengikutsertakan masyarakat dan memperhatikan nilai-nilai
yang berorientasi pada pemenuhan kebutuhan dan kepuasan
masyarakat.
1.3 Dinas-dinas daerah di lingkungan Pemerintah Kabupaten
Bekasi disarankan secara periodik membuka dialog dengan
masyarakat dan memberikan fasilitas komunikasi bagi
masyarakat untuk menyampaikan informasi tentang
pengaduan, keluhan dan saran perbaikan terhadap
pelaksanaan pelayanan yang diberikan dinas daerah.
2. Penelitian Lebih Lanjut

2.1. Disarankan untuk melakukan penelitian tentang iklim


komunikasi organisasi dan aliran informasi di dalam proses
pelayanan masyarakat dengan menggunakan metode
kualitatif; sehingga dapat mempertajam, memperkaya dan
memperluas pemahaman adanya kaitan antara iklim
komunikasi organisasi dan aliran informasi dengan pelayanan
masyarakat.
2.2. Meneliti dan menganalisis iklim komunikasi organisasi dan
aliran informasi dalam proses penyelenggaraan pemerintahan
dan pembangunan di daerah dengan menggunakan teori
desentralisasi pemerintahan perspektif administrasi publik;
sehingga fungsi dan peranan pemerintah semakin efektif dan
efisien dalam mewujudkan desentralisasi penyelenggaraan
pemerintahan yang demokratis dan mandiri yang didukung
aktivitas dan kreativitas masyarakat lokal.
2.3. Meneliti dan menganalisis tentang pelaksanaan pelayanan
masyarakat yang berorientasi kepada kepuasan pelanggan
dari perspektif administrasi publik; sehingga ditemukan
konsep standarisasi pelayanan masyarakat dan kepuasaan
masyarakat yang diselenggarakan pemerintah.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Adiwisastra, Josy. 2000. Humans Relations Dalam Administrasi. Bandung: Program
Pascasarjana UNPAD.

---------------, 2000. Budaya Organisasi. Bandung: Program Pascasarjana UNPAD.

Adiwisasatra, Josy dan Djadja Saefullah. 2000. Birokrasi dan Politik di Indonesia. Bandung:
Program Pascasarjana UNPAD.

---------------, 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung: Program Pascasarjana


UNPAD.

Albrecht, Terreance., dan Bradford Hall. 1991. Relational and Content Differences Between Elite
and Outsiders in Innovation Networks. Human Communication Research. 365-465.

Anderson, James. E. 1984. Introduction to Political Analysis. Cambridge, Massachusetts:


Winthrop Publishers, Inc.

Arifin, Darham, Syarif, (Disertasi). 2003. Pengaruh Organisasi, Sumber Daya Manusia dan
Sumber Daya Keuangan Terhadap Pelayanan Aparatur Pemerintah Daerah Kota Bekasi.
Bandung: Program Pascasarjana UNPAD.

Attali, Jacques. 1997. Millenium: Winners and Lossers in Coming World Order. Alih bahasa
Emmy Nor Hariati. Jakarta: Pustaka Pelajar.

Babin, J - Mitch Griffin. 1998. The Nature of Satisfaction: An Updated Examination and Analysis.
Jurnal Business Research 41: 127-136.

Barnes, James G. 2003. Secrets of Customer Relationship Management. Terjemahan Andreas


Winardi. Yogjakarta: ANDI.

Bauer, Raymond. A. 1968. The Study of Policy Formation. New York: Free Press.

Bell, Daniel. 1976. The Coming of Post Industrial Society: A Ventura in Social Forecasting. New
York: Basic Book, Inc.

Benveniste, Guy. 1977. Bureaucracy. Berkeley California: Boyd & Fraser Publishing.

Blau, Peter M. – Marshall W. Meyer. 1987. Bureaucracy in Modern Society. Penerjemah Gary
Rachman Jusuf. Jakarta: UI-Press.

Blumenstock, David I. 1970. “Climate”, The World Book Encyclopedia (Vol.4). Chicago: Field
Enterprises Corp.

Budiyono, Kabul, (Disertasi). 2002. Perilaku Birokrasi Penyelenggara Pendidikan Menengah


Dalam Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah di Daerah Kabupaten Bandung. Bandung:
Program Pascasarjana UNPAD.
Bryant, Coralie & Louise G. White. 1986. Managing Development in The Third World.
Penerjemah Rusyanto. Jakarta: LP3ES.
Burgess, R.L. 1969. Communication Networks and Behavioral Consequences. Human Relation
Bulletin. 136-160.

Caiden, Gerald E. 1982. Public Administration. Palisades. CA.


Clegg, Stewart R. 1996. Modern Organization: Organization Studies in Post Modern World.
London: Routledge and Kegan Paul.

Curtis, Dan B. James J Floye, dan Jerry L. Winsor. 2002. Business and Profesional
Communication.Terjemahan Nanan Kandagasari et al. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Cumming, Maurice W. 1968. The Theory and Practice of Personnal Management. London:
Butler and Turner Ltd.

Davis, Keith. 1967. Human Relations at Work: The Dynamic of Organizational Behavior. New
York: McGraw-Hill.

D’Aprix, Roger. 1982. Communicating for Productivity. New York: Harper & Row.

Deal, Terrence E., and Allan A. Kennedy. 1982. Corporate Culture: The Rites and Ritual of
Corporate Life. Addison Wesley Publishing Company.

Dennis, Harry S. 1975. The Construction of a Managerial Communication Climate Inventory for
use in Complex Organizational. Makalah pada Pertemuan Tahunan Asosiasi
Komunikasi Internasional.

Drucker, Peter F. 1997. Post Capitalist Society. Penerjemah Tom Gunadi. Bandung:
Angkasa.

Drucker, Peter F. 1997. Managing in a Time of Great Change. Edisi Indonesia. Penerjemah
Agus Teguh Handoyo. Jakarta: PT. Elex Media Computindo.

Dunn, William N. 1995. Public Policy Analysis: an Introduction. Terjemahan Muhadjir


Darwin. Yogyakarta: Hanindita Graha Widya.

Dye, Thomas R. 1978. Understanding Public Policy. Englewood Cliffs. N.J.: Prentice-Hall.

Easton, David. 1953. The Political System. New York : Alfred Knopf.
Effendi, Sofian. 1988. Paradigma Pembangunan dan Administrasi Pembangunan. Jakarta: LAN-
RI.
Effendi, Sofian dan Masri Singarimbun. 1989. Metode Penelitian Survai. Jakarta: LP3ES.

Eisenberg, Eric M., Peter R. Monge, dan Katherine I. Miller. 1983. Involvement in
Communication Network as a Predictor of Organizational Commitmen. Human
Communication Research. 179-201.

Evanita, Susi, (Disertasi). 2003. Pengaruh Terpaan Iklan Televisi Terhadap Perilaku Konsumtif
Ibu Rumah Tangga di Kota Padang Sumatera Barat. Bandung: Program Pascasarjana
UNPAD.
Falcione, Raymond L., Lyle Sussman, dan Richard P. Herden. 1987. Communication Climate,
dalam Handbook of Organizational Communication: An Interdiciplinary
Perspective, Editor. Frederic M. Jablin et al., Newbury Park, California: Sage.
Frederickson, H. George. 1980. New Public Administration. Alabama: The University of
Alabama Press.

Fournier, Susan and David Glen Mick. 1999. Rediscovering Satisfaction. Journal of Marketing
(Oktober. 1999): 5-23.

Gaffar, Afan. 1999. Politik Indonesia: Transisi Menuju Demokrasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Gaspersz, Vincent. 2002. Total Quality Management. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Goldhaber, Gerald M. 1986. Organizational Communication. Iowa wim: Brown Publisher.

Gonzales, Hernando. 1978. Komunikasi Massa dan Pembangunan Pedesaan di Negara-Negara


Dunia Ketiga. Penyunting Amri Jahi. Jakarta: PT. Gramedia.

Gunawan, Iwan. 1997. Statistika Industri 2. Bandung: Universitas Jenderal Ahmad Yani.
Guzley, Ruth. M. 1992. Organizational Climate and Communication Climate. Management
Communication Quarterly. 379-402.
Hammer, D.P. 1976. The Information Age Development: Its Development, Its Impact. New
York: Bantam Books.

Hampton, David R. 1976. Modern Management Ideas and Issues. New Delhi: Prentice Hall of
India Private United.

Hardjana, Andre. 2001. Audit Komunikasi. Jakarta: PT. Grasindo.


Hardjosoekarto, Sudarsono. 1998. Memposisikan Kembali BUMN Dalam Era Globalisasi.
Bandung: Program Pascasarjana UNPAD-LAN.

Hedebro, Goram. 1982. Toward a Theory of Communication an Social Change. Diterjemahkan


Sugandy Ibrahim. Bandung: Jurnal Komunikasi Audientia, No. 2, April-Juni : 22 –
27.
Henry, Nicholas. 1995. Public Administration and Public Affairs. Terjemahan Luciana D.
Lontoh. Jakarta : PT. Raja Grafindo.
Hesselbein, Frances-Marshall Goldsmith-Richard Beckhard. (Editors) 1997. The
Organization of The Future. New York: Jossey-Bass Inc.

-----------------. 1997. The Organization of The Future. Edisi Indonesia. Bob Widyakartono.
Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.

Hicks, Herbert G. & G. Ray Gullet. 1975. Organization: Theory and Behaviour. New York:
McGraw-Hill Inc.

-----------------. 1996. Organization: Theory and Behaviour. Penerjemah Kartasaputra. Jakarta:


Sinar Grafika Offset.
Irawan D. Handi. 2003. 10 Prinsip Kepuasaan Pelanggan. Edisi Ketiga. Jakarta: PT Elex Media
Komputindo.

Jenkins, W.I. 1978. Policy Analisys. Oxford: Martin Robertson.


Johannesen, Richard L. 1990. Ethics in Human Communication. Illionis: Waveland Press Inc.

Johnson, Robert. 1995. The Zone of Tolerance: Exploring The Relationship between Service
Transaction and Satisfaction With The Overall Service. dalam International Journal of
Service Industry Management Vol 5.

Jones, Charles O. 1996. An Introduction to the Study of Public Policy. Terjemahan Ricky
Istamto, Editor Nashir Budiman. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Jones O. Thomas and E Earl Sasser, Jr. 1995. Why Satisfied Customer Defect. Harvard Business
Review 73.

Jussawala, M. 1982. The Future of The Information Economy. Singapore: AMIC.

Karim, Azhar. 1998. Kemitraan Antara Pemda Dati II dengan Masyarakat Dalam Konteks
Pembaharuan Penyelenggaraan Administrasi Publik. Bandung: Program Pascasarjana
UNPAD-LAN.
Kartasasmita, Ginandjar. 1996. Pembangunan untuk Rakyat: Memadukan Pertumbuhan dan
Pemerataan. Jakarta: PT. Pustaka Cidesindo.

-----------------. 1997. Administrasi Pembangunan: Perkembangan Pemikiran dan Prakteknya di


Indonesia. Jakarta: Pustaka LP3ES.

Kast, Freemont E.-James E. Rosenzweig. 1995. Organization and Management. Terjemahan


Ali. Jakarta: Bumi Aksara.

Katz, Daniel dan Robert L. Kahn. 1966. The Social Psychology of Organizations. New York:
John Willey.

Koehler, Jeri. W., Karl W.E. Anatol dan Ronald L. Applbaum. 1981. Organizational
Communication: Behavioral Perspective. New York: Holt Rinehart and Winston.

Koentjaraningrat (Editor). 1981. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: PT. Gramedia.

Kopelman, Richard. E., Arthur P. Brief and Richard A. Guzzo. 1989. The Role of Climate and
Culture in Productivity. New Orleans: Tulane University.

Kosim, Iing, (Disertasi). 2003. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Efektivitas Pembangunan


Prasarana Pelayanan Kepada Masyarakat di Daerah. Bandung: Program Pascasarjana
UNPAD.

Kotler, Philip. 2002. Marketing Management. Terjemahan Hendra Teguh. Jakarta: PT.
Prenhallindo.

Kristiadi, J.B. 1997. Dimensi Praktis Manajemen Pembangunan di Indonesia. Jakarta: STIA-
LAN Press.
Kuo, Eddie C.Y. dan Peter S.J. Chen. 1996. Communication Policy and Planning in Singapore.
Terjemahan Nirwono. Jakarta: Pustaka LP3ES.

Lasswel, Harold D. – Abraham Kaplan. 1971. Power and Society. New Haven Conn: Yale
University.

Lepawsky, Albert. 1960. Administrations: The Art and Science of Organization and
Management. New York: Alfred A Knopp.
Lerner, Daniel. 1976. Technology, Communication and Change. Honolulu: University of
Hawaii.
Linblom, Charles E. 1980. The Policy-Making Process, 2nd Edition. Englewood Cliffs, N.J.:
Prentice-Hall, Inc.

Lowi, Theodore. 1972. The End of Liberalism. New York: Norton.

Luthans, Fred. 1973. Organizational Behavior. New York. McGraw-Hill.

MacBridge, Sean. 1983. Many Voice One World (Edisi Indonesia). Jakarta: Balai Pustaka-
UNESCO.

Machin and Campbell. 1989. Statistical Tables for Design of Clinical Trials: Medical Statistics
and Computing. London: University of South Hampton.

Majone, G. Aaron Wildavsky. 1978. Implementation as Evalution. Beverly Hills: Sage.

Mayer, Robert R. and Ernest Greenwood. 1984. The Design of Social Policy Research.
Englewood Cliffs, N.J.: Prentice-Hall, Inc.

Mardiasmo. 2002. Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta: ANDI.


Mohamad, Ismael. 1999. Kualitas Pelayanan Masyarakat: Konsep dan Implementasinya. Dalam
Miftah Thoha (editors). Administrasi Negara, Demokrasi dan Masyarakat Madani.
Jakarta: Lembaga Administrasi Negara.

Monge, Peter. Dan Eric M. Eisenberg. 1987. Emergent Communication Networks, dalam
Hanbook of Organizational Communication, Fredric M Jablin et al, ed. Newbury Park ,
Calif: Sage.

Morgan, Gareth. 1983. Beyond Method. Beverly Hills, Calif.: Sage.


Muhammad, Arni. 2002. Komunikasi Organisasi. Jakarta: Bumi Aksara.

Mustopadidjaja. 1988. Paradigma-Paradigma Pembangunan Administrasi Negara dan Manajemen


Pembangunan. Jakarta: Lembaga Administrasi Negara.
----------- . 1997. Format Pemerintahan Menghadapi Abad 21. Jurnal Administrasi dan
Pembangunan. Vol. 1, No. 2.

Nasution, Zulkarimien. 1984. Teknologi Komunikasi: Dalam Perspektif – Latar Belakang dan
Perkembangannya, Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia.
Nigro, Felix A & Lloyd G. Nigro. 1997. Modern Public Administration. Fourth Edition. New
York: Harper & Row, Publishers.

Nugroho D. Riant. 2001. Reinventing Indonesia: Menata Ulang Manajemen Pemerintahan untuk
Membangun Indonesia Baru dengan Keunggulan Global. Jakarta: PT. Elex Media
Komputindo.

----------------. 2003. Kebijakan Publik: Formulasi, Implementasi dan Evaluasi. Jakarta: PT.
Gramedia.

O’hara, Marry – Devereaux & Robert Johansen. 1996. Global Work. Terjemahan Agus
Maulana. Jakarta: Binarupa Aksara.

Osborne, David and Ted Gaebler. 1995. Reinventing Government-How The Entrepreneurial
Spirit is Transforming The Public Sector. Penerjemah Abdul Rosyid. Jakarta: PT.
Pustaka Binaman Presindo.

Osborne, David and Peter Plastrik. 2000. Banishing Bureaucracy: The Five Strategic for
Reinventing Government. Penerjemah Abdul Rosyid dan Ramelan. Jakarta: PT.
Pustaka Binaman Presindo.
Pace, Wayne R .& Don F. Faules. 1993. Komunikasi Organisasi. Penerjemah & editor Deddy
Mulyana. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Paramita, Budhi. 1985. Struktur Organisasi di Indonesia. Jakarta: Lembaga Penerbit FE-UI.

Peters,Guy B. 1993. American Public Policy: Promise and Performance. Chatham, N.J.: Chatham
House.
Peters, JU.T dan Waterman JR. 1982. In Search of Excelence: Lesson From America’s Best-Run
Companies. New York: Warner Bross.

Pfeffer, Jeffrey. 1999. Managing With Power. Alih Bahasa Ariel Sumarso Santoso. Jakarta:
Interaksara.

Pfiffner, John dan Robert Presthuss. 1967. Public Administration. New York: The Ronald
Press Company.

Poole, Marshal Scott. 1985. “Communication and Organizational Climates: Review, Critique, and
New Perspective”, in Organizational Communication: Traditional Themes and New
Direction. Robert D. McPhee an Philip K. Thompkins, eds. Beverly Hills Calif: Sage
Publications. Inc.
Putnam, Linda. 1983. The Intrepretative Perspective: An Alternative to Funcionalism. Dalam
Communication and Organization: An Intrepretative Approach. Linda L. Putnam dan
Michael Pacanowsky, Ed. Beverly Hills, Calif: Sage.

Kreitner, Robert dan Angelo Kinichi. 2003. Organizational Behavior. Alih Bahasa Erly
Suandy. Jakarta: salemba Empat.

Kuhn, Thomas. 1970. The Structure of Scientific Revolution. Chicago University Press.
LeBoeuf, Michael. 1992. Memenangkan dan Memelihara Pelanggan. Alih Bahasa Rieka
Harahap. Jakarta: Pustaka Tangga.

Logothetis. N. 1992. Managing for Total Quality: From Deming to Taguchi and SPC. London:
Prentice Hall.

Rakhmat, Jalaludin. 1993. Metode Penelitian Komunikasi. Cetakan Ketiga. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.
Rasyid, Muhammad, Ryaas. 1997. Kajian Awal Birokrasi Pemerintah dan Politik Orde Baru.
Jakarta: Yarsif Watampone.
Redding, W. Charles. 1972. Communication within in the Organization: An Intrepretive of Theory
and Research. New York: Industrial Communication Council.

Riggs, Fred. W (Editor). 1994. Administrasi Pembangunan: Sistem Administrasi dan Birokrasi.
Penerjemah Lukmana Hakim. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

-----------. 1994. Administrasi Pembangunan: Batas-batas, Strategi Pembangunan, Kebijakan dan


Pembaharuan Administrasi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Robbins, Stephen P .1994. Organization Theori: Structure, Design and Application . Alih bahasa
Jusup Udaya. Jakarta: Arcan.

----------- . 2001.Organizational Behavior: Concepts, Controversies, Applications. Alih Bahasa


Hadyana Pujaatmaka. Jakarta: PT.Tema Baru.

Rogers, Everett dan Rekha Agarwala Rogers. 1976. Communication in Organization. New
York: Free Press.
Rosenbloom, David H. 1989. Public Administration: Understanding Management, Politic and
Law in The Public Sector. Second Edition. New York: McGraw-Hill Book Company.

Sackman, Sonja. 1989. “The Role of Methapores in Organization Transformation”, Human


Relations, page: 463-483.

Saefullah, Djadja. 1997. Tinjauan Pustaka dan Penggunaan Informasi Kepustakaan dalam
Penulisan Tesis dan Disertasi. Bandung: Program PPS-UNPAD.

Scott, W. Richard.1981. Organizations: Rational, Natural and Open System. Englewood


Cliffs,N.J.:Prentice Hall.

Servaes, Jan. 1986, Communication and Development Paradigms: An Overview. Diterjemahkan


Dedy Jamaludin Malik. Bandung : Jurnal Komunikasi Audientia. No.2, April-Juni :
77-100.

Sharma, Jitendra M. 1979. Organizational Communication A Linking Process The Personnel


Administrator (24 Juli 1979), 35-43.

Siagiaan, Sondang P. 2002. Sistem Manajemen Informasi. Edisi Ketiga. Jakarta: PT Bumi
Aksara.
Soemadi, Tresna. 1995. Total Quality Management Sebagai Kunci Keunggulan Bersaing.
Usahawan, No. 2 Th XXIV.

Smircich, Linda. 1985. Is the Concept of Culture a Paradigm for Under-standing Organization and
Ourselves ?, dalam Organizational Culture, Peter J. Frost et al., ed. Newbury Park,
Calif: Sage.

Stewart, Thomas A.1998. Intelectual Capital: The New Wealth of Organization. Alih bahasa
Reza Gunawan. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.

Sumarwan, Udjang. 2003. Perilaku Konsumen: Teori dan Penerapannya Dalam Pemasaran.
Jakarta: PT Ghalia Indonesia-MMA IPB.

Suryawikarta, Bay. 1996. Penataan Kelembagaan Pemerintah Daerah Menuju Profesionalisasi


Pendayagunaan Birokrasi. Bandung: Program Pascasarjana UNPAD-LAN.

Susanto, Astrid S. 1989. Komunikasi Pengendalian dan Komunikasi Pengawasan. Jakarta:


Pustaka Sinar Harapan.

-----------. 1993. Globalisasi dan Komunikasi. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Thill, John V. & Courtlan L. Boove. 1996. Exellent in Bussiness Communication. New York:
Mc. Graw-Hill.

Thoha, Miftah. 1996. Birokrasi Publik di Era Globalisasi. Bandung: Program Pascasarjana
UNPAD-LAN.

-------------. 1998. Restrukturisasi dan Revitalisasi Administrasi Negara Dalam Menyongsong Era
Globalisasi. Bandung: Program Pascasarjana UNPAD-LAN.
-------------. 2000. Perilaku Organisasi: Konsep Dasar dan Aplikasinya. Cetakan Kesebelas.
Jakarta: PT. RajaGrafindo.

-------------. 2002. Pembinaan Organisasi: Proses diagnosa dan Intervensi. Cetakan Ketiga.
Jakarta: PT. RajaGrafindo.

-------------. 2003. Birokrasi dan Politik di Indonesia. Jakarta: PT. RahaGrafindo.

Thoha, Miftah–Agus Dharma (Editor). 1999. Menyoal Birokrasi Publik. Jakarta: Balai
Pustaka.
Tjokroamidjojo, Bintoro-Mustopadidjaja A.R. 1988. Kebijaksanaan dan Administrasi
Pembangunan: Perkembangan Teori dan Penerapan. Jakarta: LP3ES.

Tjokroamidjojo, Bintoro. 1995. Pengantar Administrasi Pembangunan. Jakarta: PT. Pustaka


LP3ES. Indonesia.

Tschohl, John dan Steve Franzmeier. 2003. Achieving Excellence Through Costumer Service.
Alih Bahasa Tjita Singo. Jakarta: PT. Gramedia.

Tubbs, Steward L – Sylvia Moss. 1996. Human Communication: Konteks-Konteks Komunikasi.


Penerjemah/Editor Deddy Mulyana. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Tugiman, Hiro, (Disertasi). 2000. Pengaruh Peran Auditor Internal Serta Faktor-Faktor
Pendukungnya Terhadap Peningkatan Pengendalian Internal dan Kinerja Perusahaan.
Bandung: Program Pascasarjana UNPAD.
Umar, Hussein. 2002. Metode Riset Komunikasi Organisasi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama.

Usman, Husaini – Purnomo Setiady Akbar. 1995. Pengantar Statistika. Jakarta : Bumi Aksara.
Wellington, Patricia. 1998. Kaizen Strategies for Costumer Care. Alih Bahasa Alexander
Sindoro. Jakarta: Interaksara.
White, Leonard D. 1961. Introduction to The Study of Public Administration. New York: The
Mac Millan Company.

Wriston, Walter B. 1992. The Twilight Of Sovereignty: How The Information Revolution in
Transforming Our World. New York: Mac Millan Company.

Yukl, Gary. 1998. Leadership in Organizations. Terjemahan Jusuf Udaya. Edisi Indonesia.
Jakarta: Simon & Schuster (Asia) Pte. Ltd. Prenhalindo.

II. Dokumen
Sekretariat Jenderal MPR-RI. 1998. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
Nomor; XVII/MPR/1998, tentang Hak Azasi Manusia.

Sekretariat Negara RI. 1999. Undang-Undang Nomor 19 tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah.

--------------. 1999. Undang-Undang Nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan


Antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
---------------. 1999. Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara
Yang Bersih dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).

--------------. 2000. Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2000 tentang Kewenangan


Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom.

--------------. 2000. Peraturan Pemerintah Nomor 84 tahun 2000 tentang Pedoman Organisasi
Perangkat Daerah.

--------------. 2003. Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 2003 tentang Pedoman Organisasi
Perangkat Daerah.

--------------. 1995. Instruksi Presiden R.I. Nomor 1 tahun 1995 tentang Perbaikan dan
Peningkatan Mutu Pelayanan Aparatur Pemerintah Kepada Masyarakat.

--------------. 1999. Instruksi Presiden RI. Nomor 7 tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah.
Sekretariat Menteri Negara PAN. 2003. Keputusan Menteri Negara Pendaya-gunaan
Aparatur Negara Nomor 63/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan
Pelayanan Publik.
Lembaga Administrasi Negara RI. 1999. Pedoman Penyusunan Pelaporan Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah.

---------------. 2000. Pedoman Pelayanan Prima.


Lembaga Administrasi Negara dan BPKP. 2000. Akuntabilitas dan Good Governance.

Pemerintah Kabupaten Bekasi. 2001. Visi dan Misi Kabupaten Bekasi Tahun 2002-2006.
----------. Peraturan Daerah Kabupaten Bekasi Nomor 35 tahun 2001 tentang Pembentukan
Organisasi Perangkat Daerah Kabupaten Bekasi.

----------. Peraturan Daerah Kabupaten Bekasi Nomor 4 Tahun 2003 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Kabupaten Bekasi Tahun 2003 – 2013.

----------. Peraturan Daerah Kabupaten Bekasi Nomor 5 Tahun 2003 tentang Rencana Tata
Ruang Kawasan Khusus Pantai Utara Kabupaten Bekasi Tahun 2003 – 2013.

Keputusan Bupati Bekasi Nomor 6 Tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas
Kebersihan dan Pertamanan.

Keputusan Bupati Bekasi Nomor 7 tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas
Pengendalian Dampak Lingkungan dan Pertambangan.

Keputusan Bupati Bekasi Nomor 8 Tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas
Perhubungan.
Keputusan Bupati Bekasi Nomor 9 Tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas
Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Penanaman Modal Daerah.

Keputusan Bupati Bekasi Nomor 10 Tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas
Pertanian.

Keputusan Bupati Bekasi Nomor 11 Tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas
Pendapatan Daerah.

Keputusan Bupati Bekasi Nomor 12 Tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas
Kesehatan.

Keputusan Bupati Bekasi Nomor 13 Tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas
Tenaga Kerja.
Keputusan Bupati Bekasi Nomor 14 Tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas
Cipta Karya.

Keputusan Bupati Bekasi Nomor 15 Tahnun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas
Pertanahan.
Keputusan Bupati Bekasi Nomor 16 Tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas
Pendidikan.

Keputusan Bupati Bekasi Nomor 17 Tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas
Bina Marga dan Pengairan.

Sekretariat Daerah Kabupaten Bekasi. 2000. Peraturan Daerah Kabupaten Bekasi Nomor 22
tahun 2000 tentang Pembentukan Organisasi Perangkat Daerah Kabupaten Bekasi.
---------. Program pembangunan Daerah Kabupaten Bekasi Tahun 2002-2006.

---------. Rencana Strategis Kabupaten Bekasi Tahun 2002-2004


Surat Kabar Harian Sinar Harapan. Tanggal 15 Agustus 2002.

You might also like