You are on page 1of 18

DAFTAR ISI

1. Pendahuluan ..................................................................................................... 1

2. Perjalanan Dinasti Bani Umayyah I.................................................................. 2

3. System Pemerintahan Dinasti Umayyah I........................................................ 6

4. Perkembangan Peradaban Dinasti Umayyah I.................................................. 8

5. Penyebab Keruntuhan Bani Umayyah I......................................................... 15

6. Daftar Pustaka................................................................................................ 17
SEJARAH PERADABAN DAN PEMIKIRAN
BANI UMAYYAH I

A. Pendahuluan

Sebagai bagian dari khazanah masa lalu, sejarah panjang perjalanan islam
telah membentuk suatu peradaban yang mengalami pasang surut. Hal ini
tampak dalam hadis Nabi yang menjelaskan tentang keadaan dan kondisi umat
islam, yang dalam hal ini Nabi cirikan dengan keadaan para penguasanya.
Setidaknya beliau membagi fase peradaban islam setelah beliau wafat dalam
empat fase. Fase pertama adalah fase dimana kepemimpinan kaum muslimin
dikelola oleh orang-orang yang mengacu pada cara (manhaj) kepemimpinan
nabi, yang adil dan mengangkat kewibawaan Islam. fase ini disepakati sudah
berlalu dengan para aktornya adalah khulafaa-ur-rasyidiin.

Fase kedua merupakan masa dimana para penguasanya kebanyakan adalah


penguasa yang sombong, angkuh dan tidak lagi menggunakan manhaj
kepemimpinan nabi. Walaupun begitu, para penguasa di fase ini masih
menggunakan hukum-hukum Islam sebagai dasar perundangan negara.
Selanjutnya kaum muslimin akan dihadapkan dengan masa dimana para
penguasanya adalah penguasa yang zholim, kejam dan menindas kaumnya
sendiri. Fase inilah yang kemudian ditengarai sedang terjadi di dunia Islam
pada masa-masa sekarang. setelah fase yang ketiga ini selesai, maka akan
muncul masa dimana kepemimpinan umat Islam akan diusung kembali oleh
penguasa yang adil. Yaitu orang-orang yang memimpin sesuai dengan manhaj
kepemimpinan Rasulullah. Fase-fase peradaban Islam di atas, juga mewariskan
berbagai macam hal yang sangat mempengaruhi dan berharga pada dinamika
kehidupan peradaban manusia. Ditinjau dari warisan peradaban Islam dari masa ke
masa, akan terlihat perbedaan mendasar karakteristik warisan itu, sesuai dengan fase
peradaban Islam yang saat itu terjadi1.

1
Tinjauan Kritis Terhadap Fase-Fase Peradaban Islam, Afzalurrahman
Assalam,http://WordPress.com

2
Dalam makalah ini kami membatasi diri dalam pembahasan dinasti Bani
Umayyah I, yang menjadi tonggak awal terbentuknya sistem monarkhi dalam
islam dan perkembangan peradaban di dunia islam.

B. Perjalanan Dinasti Bani Umayyah I

Bani Umayyah merupakan anak turun dari Umayyah bin Abdul Syams,
yang merupakan salah satu dari suku Quraisy. Pada masa sebelum islam bani
Umayyah selalu bersaing dengan bani Hasyim yang juga termasuk suku
Quraisy. Pada masa itu, bani Umayyah memegang peranan penting dalam
masyarakat Mekah. Merekalah yang menguasai pemerintahan dan
perdagangan pada masa itu. Akan tetapi, ketika agama islam mulai
berkembang dan mendapatkan pengikut, mereka merasa bahwa kekuasaan dan
perekonomiannya menjadi terancam2. Sehingga pada waktu itu mereka sangat
memusuhi agama islam. Namun pada akhirnya, ketika islam menjadi kuat dan
dapat menguasai Mekah, mereka mulai menyerah dan bahkan mau memeluk
islam. Diantara mereka terdapat Mu’awiyah bin Abu Sufyan yang dikemudian
hari menjadi pendiri dinasti Umayyah.

Kerajaan Bani Umayyah didirikan oleh Mu’awiyah Bin Abu Sufyan pada
tahun 41 H/661 M di Damaskus dan berlangsung hingga pada tahun 132H/750
M. Muawiyah bin Abu Sufyan adalah seorang politisi handal dimana
pengalaman politiknya sebagai gubernur Syam pada masa khalifah Utsman
bin Affan cukup mengantar dirinya mampu mengambil alih kekuasaan dari
gegaman keluarga Ali bin Abi Thalib. Tepatnya setelah Husein putra Ali bin
Thalib dapat dikalahkan oleh Umayyah.

Kekhalifahan Muawiyah ini diperoleh melalui kekerasan, diplomasi, dan


tipu daya , tidak dengan pemilihan. Hal ini berbeda dengan proses pemilihan
kepala Negara pada masa sebelumnya, yang diniliai cukup demokrasi. Dia
memang tetap menggunakan istilah khalifah, namun dia memberikan
interprestasi baru dari kata-kata itu untuk mengagungkan jabatan tersebut. Dia

2
Ensiklopedia Islam, dewan redaksi ensiklopedi islam, Ikhtiar Baru van Hoeve, Jakarta, 1994,
vol. V hlm.130

3
menyebutnya "Khalifah Allah" dalam pengertian "penguasa" yang diangkat
oleh Allah.

Keberhasilan Muawiyah mendirikan Dinasti Umayyah bukan hanya akibat


dari kemenangan terbunuhnya Khalifah Ali, akan tetapi ia memiliki basis
rasional yang solid bagi landasan pembangunan politiknya dimasa depan.
Adapun faktor keberhasilan tersebut adalah :

1. Dukungan yang kuat dari rakyat Syria dari keluarga Bani Umayyah.
2. Sebagai administrator, Muawiyah mampu berbuat secara bijak dalam
menempatkan para pembantunya pada jabatan-jabatan penting.
3. Muawiyah memiliki kemampuan yang lebih sebagai negarawan sejati,
bahkan mencapai tingkat hilm sifat tertinggi yang dimiliki oleh para
pembesar Mekkah zaman dahulu, yang mana seorang manusia hilm seperti
Muawiyah dapat menguasai diri secara mutlak dan mengambil keputusan-
keputusan yang menentukan, meskipun ada tekanan dan intimidasi3.

Adapun raja-raja yang berkuasa pada dinasti Umayyah I ini berjumlah 14,
antara lain :

1. Mu’awiyah I bin Abi Sufyan (41-61H/661-680M)


2. Yazid bin Mu’awiyah (61-64H/680-683M)
3. Mu’awiyah II bin Yazid (64-65H/683-684M)
4. Marwan bin Hakam (65-66H/684-685M)
5. Abdul Malik bin Marwan (66-86H/685-705M)
6. Al-Walid bin Abdul Malik (86-97H/705-715M)
7. Sulaiman bin Abdul Malik (97-99H/715-717M)
8. Umar bin Abdul Azis (99-102H/717-720M)
9. Yazid bin Abdul Malik (102-106H/720-724M)
10. Hisyam bin Abdul Malik (106-126H/724-743M)
11. Al-Walid II bin Yazid (126-127H/743-744M)
12. Yazid III bin Walid(127H/744M)
13. Ibrahim bin Malik (127H/744M)
3
Kepemimpinan Pada Masa Bani Umayyah Dan Bani Abasiyah, http://zanikhan.multiply.com/

4
14. Marwan II bin Muhammad (127-133H/744-750M)

Ketika Yazid naik tahta, sejumlah tokoh terkemuka di Madinah tidak mau
menyatakan setia kepadanya. Yazid kemudian mengirim surat kepada
gubernur Madinah, memintanya untuk memaksa penduduk mengambil
sumpah setia kepadanya. Dengan cara ini, semua orang terpaksa tunduk,
kecuali Husein ibn Ali dan Abdullah ibn Zubair. Bersamaan dengan itu,
Syi’ah (pengikut Ali) melakukan konsolidasi (penggabungan) kekuatan
kembali. Perlawanan terhadab Bani Umayyah dimulai oleh Husein ibn Ali.

Setelah Yazid wafat, pemerintahan digantikan oleh Mu’awiyah II bin


Yazid. Namun, Mu’awiyah II tidak sanggup memerintah dan menyerahkan
kepemimpinannya kepada Marwan bin Hakam. Akan tetapi, Marwan hanya
memerintah selama 9 bulan dan mengundurkan diri karena tidak bisa
menghadapi pergolakan politik yang terjadi. Suasana kerajaan bisa dipulihkan
setelah kekhalifahan dipegang oleh Abdul Malik bin Marwan, tepatnya ketika
gerakan yang dipimpin oleh Abdullah bin Zubeir berhasil ditumpas. Pada masa
inilah kemajuan dinasti Umayyah dimulai, diantaranya :

a. Menetapkan Bahasa Arab sebagai bahasa resmi.


b. Mendirikan Balai kesehatan untuk rakyat.
c. Mendirikan Masjid di Damaskus.

Kejayaan Kerajaan Umayyah semakin menonjol setelah diperintahkan Al-Walid


bin Abdul Malik, yaitu tahun 705-715 M. Pada masanya, kerajaan Umayyah
mampu memperluas wilayah kekuasaan Islam sampai ke India, Afrika Utara,
hingga Maroko, dan Andalusia. Pada masa ini perluasan wilayah Islam
meliputi sebagai berikut:

a. Wilayah kekuasaan Kerajaan Romawi di Asia Kecil meliputi Ibukota


Konstantinopel serta perluasan ke beberapa pulau di Laut Tengah.
b. Wilayah Afrika Utara sampai ke pantai Atlantik dan menyeberangi selat
Jabal tarik (Selat Gibraltar).
c. Wilayah Timur, Bagian Utara di seberang sungai Jihun (Amru Daria).

5
Pada masa pemerintahan Khalifah Umar ibn Abd Al-Aziz (717-720 M)
hubungan pemerintah dengan golongan oposisi mulai membaik. Ketika
dinobatkan sebagai khalifah, Beliau menyatakan bahwa memperbaiki dan
meningkatkan negeri yang berada dalam wilayah Islam lebih baik daripada
menambah perluasannya. Ini berarti bahwa prioritas utama adalah
pembangunan dalam negeri. Meskipun masa pemerintahannya sangat singkat,
dia berhasil menjalin hubungan baik dengan golongan Syi’ah. Dia juga
memberi kebebasan kepada penganut agama lain untuk beribadah sesuai
dengan keyakinan dan kepercayaannya. Pajak diperingan, kedudukan Mawali
disejajarkan dengan muslim Arab.

Sepeninggal Umar ibn Abd Al-Aziz, kekuasaan Bani Umayyah berada di


bawah khalifah Yazid ibn Abd al-Malik (720- 724 M). Penguasa yang satu ini
terlalu gandrung kepada kemewahan dan kurang memperhatikan kehidupan
rakyat. Masyarakat yang sebelumnya hidup dalam ketenteraman dan
kedamaian, pada zamannya berubah menjadi kacau. Dengan latar belakang
dan kepentingan etnis politis, masyarakat menyatakan konfrontasi terhadap
pemerintahan Yazid ibn Abd Al-Malik. Kerusuhan terus berlanjut hingga
masa pemerintahan Khalifah berikutnya, Hisyam ibn Abd Al-Malik (724-743
M). Bahkan di zaman Hisyam ini muncul satu kekuatan baru yang menjadi
tantangan berat bagi pemerintahan Bani Umayyah. Kekuatan itu berasal dari
kalangan Bani Hasyim yang didukung oleh golongan Mawali dan merupakan
ancaman yang sangat serius. Dalam perkembangan berikutnya kekuatan baru
ini, mampu menggulingkan dinasti Umayyah dan menggantikannya dengan
dinasti baru, Bani Abbas. Sebenarnya Hisyam ibn Abd al-Malik adalah
seorang khalifah yang kuat dan terampil. Akan tetapi, karena gerakan oposisi
terlalu kuat khalifah tidak berdaya mematahkannya.

Sepeninggal Hisyam ibn Abd al-Malik, khalifah-khalifah Bani Umayyah


yang tampil bukan hanya lemah tetapi juga bermoral buruk. Hal ini makin
memperkuat golongan oposisi. Akhirnya, pada tahun 750 M, Daulat Umayyah
digulingkan Bani Abbas yang bersekutu dengan Abu Muslim al-Khurasani.

6
Marwan bin Muhammad, khalifah terakhir Bani Umayyah, melarikan diri ke
Mesir, ditangkap dan dibunuh di sana.

C. System Pemerintahan Dinasti Umayyah I

Memasuki masa kekuasaan Mu’awiyyah yang menjadi awal kekuasaan


bani Umayyah ini, sistem pemerintahan islam yang dulunya bersifat
demokrasi berubah menjadi monarki heredetis (kerajaan turun temurun).
Suksesi kepemimpinan secara turun temurun dimulai ketika Muawiyah
mewajibkan seluruh rakyatnya untuk menyatakan setia terhadap anaknya,
Yazid4. Beliau menjadikan azas nepotisme sebagai dasar pengangkatan
khalifah. Hal ini menunjukkan bahwa Muawiyah bermaksud mencontoh
monarchi di Persia dan Bizantium, yakni penerapan garis-garis
kepemimpinan.

Perintah ini tentu saja memberikan sinyal awal bahwa kesetiaan terhadap
Yazid merupakan bentuk pengokohan terhadap sistem pemerintahan yang
turun temurun telah coba dibangun oleh Mu’awiyah. Tidak ada lagi suksesi
kepemimpinan berdasarkan asas musyawarah (syuro) dalam menentukan
seorang pemimpin baru. Mu’awiyah telah merubah model kekuasaan dengan
model kerajaan yang membenarkan regerisasi kekuasaan dengan cara
memberikan kepada putera mahkota. Orang-orang yang berada di luar garis
keturunan Mu’awiyah, secara substansial tidak memiliki ruang dan
kesempatan yang sama untuk memimpin pemerintah Umat Islam, karena
sistem dinasti hanya membenarkan satu kebenaran bahwa suksesi hanya bisa
diberikan kepada keturunan dalam dinasti tersebut5.

Tradisi bentuk khilafah konfederasi yang dicanangkan Rasul pada tahun


622 M (awal periode Madinah), terus berlanjut hingga masa Dinasti Umayyah
sejak tahun 661 M. Bedanya, Rasul menerapkan bentuk konfederasi kabilah,
sedangkan Dinasti Umayyah menerapkan konfederasi propinsi. Untuk
4
Taqiyuddin Ibnu Taimiyah, As-Syiyasah As-Syar’iyah fi Islah Ar-Ra’iyah (Mesir, Darul Kitab
al-Gharbi, 1951), hlm. 42
5
Dinasti Bani Umayyah : (Perkembangan Politik, Gerakan Oposisi, Perkembangan Ilmu
Pengetahuan dan Kejatuhan Dinasti), Mohammad Suhaidi RB
http://deemuhammad.blogspot.com

7
menangani banyaknya propinsi yang ada, maka khalifah ketika itu, Muawiyah
bin Abu Sofyan, mencoba menggabung beberapa wilayah menjadi satu
propinsi. Wilayah-wilayah ini terus berkembang sejalan dengan keberhasilan
program futuhat. Setiap gubernur memilih amir atas jajahan yang berada
dalam kekuasaannya, dan para amir tersebut bertanggung jawab langsung
kepada khalifah. Konsekuensinya, para amir berfungsi sebagai khalifah di
daerah. Nilai politis kebijakan ini adalah upaya sentralisasi wilayah
kekuasaan, mengingat potensi daerah-daerah tersebut dalam menopang
jalannya pemerintahan, baik dari sudut pandang ekonomi, maupun keamanan
dan pertahanan nasional. Pada masa Hisyam bin Abdul Malik, Gubernur
mempunyai wewenang penuh dalam hal administrasi politik dan militer dalam
propinsinya, namun penghasilan daerah ditangani oleh pejabat tertentu (sahib
al-kharaj) yang mempunyai tanggung jawab langsung pada khalifah.

Pada masa pemerintahan Muawiyah Konsolidasi Internal mulai dilakukan.


Tujuannya adalah untuk memperkokoh barisan dalam rangka pertahanan dan
keamanan dalam negeri, antisipasi atas setiap gerakan pemberontak, dan untuk
memperlancar program futuhat. Ada lima diwan (lembaga) yang menopang
suksesnya konsolidasi yang dilakukan, yakni: Diwan al-Jund (Urusan Kemiliteran),
Diwan ar-Rasail (Urusan Administrasi dan Surat), Diwan al-Barid (Urusan Pos),
Diwan al-Kharaj (Urusan Keuangan), dan Diwan al-Khatam (Urusan Dokumentasi)6.

Dari segi organisasi militer, pada masa dinasti ini bangsa arab telah
mencapai perkembangan yang cukup signifikan. Jumlah tentara ketika
pemerintahan berada dibawah kekuasan Muawiyah berjumlah 60.000 orang,
dengan anggaran sebesar 60 juta dirham. Setelah penaklukan Bizantium,
angkatan perang Umayyah didata dalam sebuah organisasi yang cukup besar.
Satu divisi terdiri dari 5 corp, dua corp untuk barisan depan, satu corp untuk
barisan tengah, dan dua corp lagi adalah untuk barisan belakang. Organisasi
ini masih terus berlangsung hingga akhir pemerintahan Marwan (II) bin
Muhammad. Ia menghapus organisasi ini dan mengenalkan susunan tentara

6
Dinasti Umayyah : Perkembangan Politik, Hermain El-Hermawan, Forum Kajian Islam
Strategis Sumatra Utara

8
yang disebut kurdus. Para tentara dilengkapi dengan senjata canggih pada
masa itu, seperti peluru yang digerakkan dengan roket.

Dari segi cara hidup, para khalifah Dinasti Umayyah telah meninggalkan
pola dan cara hidup Nabi Muhammad SAW dan Khulafa' Ar-Rasyidun.
Mereka menjaga jarak dengan masyarakat, dengan tinggal di istana yang
dikelilingi oleh para pengawal. Baitul mal yang selama masa pemerintahan
sebelumnya difungsikan sebagai dana swadaya masyarakat yang difungsikan
untuk kepentingan rakyat, pada masa Umayyah telah berubah fungsi. Kecuali
ketika dinasti Umayyah di bawah pemerintahan Umar bin Abdul Aziz, kas
negara adalah milik penguasa dan keluarganya. Rakyat hanya wajib untuk
menyetor pajak tanpa mempunyai hak menanyakan penggunaannya. Pada
masa ini pajak Negara dialihkan menjadi harta pribadi para kholifah.
Pendapatan pajak diperoleh dari, pajak tanah, jizyah, zakat, cukai dan pajak
pembelian, upeti yang harus dibayar menurut perjanjian, seperlima ghonimah,
fai’, impor tambahan hasil bumi, hadiah festifal, dan upeti anak dari bangsa
barbar7.

D. Perkembangan Peradaban Dinasti Umayyah I

Dari berbagai periode pemerintahan Dinasti Umayyah, penaklukan


merupakan program utama pemerintah yang sudah mentradisi, kecuali pada
periode Umar bin Abdul Azis. Ekspansi yang terhenti pada masa khalifah
Utsman dan Ali dilanjutkan kembali oleh dinasti ini. Penaklukan tersebut erat
kaitannya dengan kondisi angkatan darat dan laut yang tangguh dan sistem
administrasi yang mapan, rapi, dan komplit. Konsekuensinya, segala
kebijakan pemerintah menentukan berhasil tidaknya penaklukan. Dengan
keberhasilan ekspansi ke beberapa daerah, baik di timur maupun barat,
wilayah kekuasaan Islam masa Bani Umayyah ini betul-betul sangat luas.
Daerah-daerah itu meliputi Spanyol, Afrika Utara, Syria, Palestina, Jazirah
Arabia, Irak, sebagian Asia Kecil, Persia, Afganistan, daerah yang sekarang
disebut Pakistan, Turkmenia, Uzbek, dan Kirgis di Asia Tengah.
7
Pertumbuhan Dan Perkembangan Budaya Arab Pada Masa Dinasti Umayyah, Fadlil
Munawwar Manshur, majalah Humaniora Volum VI

9
Disamping ekspansi kekuasaan Islam, Bani Umayyah juga banyak berjasa
dalam pembangunan di berbagai bidang. Semasa bani Umayyah berkuasa,
banyak institusi politik dibentuk, misalnya undang-undang pemerintahan,
dewan menteri, lembaga sekretariat negara, jawatan pos dan giro serta
penasihat khusus di bidang politik. Dalam tatanan ekonomi dan keuangan juga
dibentuk jawatan ekspor dan impor, badan urusan logistik, lembaga sejenis
perbankan, dan badan pertanahan negara. Sedang dalam tatanan teknologi,
dinasti ini telah mampu menciptakan senjata-senjata perang yang canggih
pada masanya, sarana transportasi darat maupun laut, sistem pertanian
maupun pengairan8.

Muawiyah mendirikan dinas pos dan tempat-tempat tertentu dengan


menyediakan kuda yang lengkap dengan peralatannya di sepanjang jalan. Dia
juga berusaha menertibkan angkatan bersenjata dan mencetak mata uang.
Lambang Negara yang sebelumnya tidak pernah dibuat oleh Al-Khulafaur
Rasyidin, mulai dibuat pada masa ini. Ia menetapkan bendera merah sebagai
lambang negaranya, yang menjadi ciri khas kerajaan Umayyah.

Kholifah Abd Al-Malik mengubah mata uang Bizantium dan Persia yang
dipakai di daerah-daerah yang dikuasai Islam. Untuk itu, dia mencetak uang
tersendiri pada tahun 659 M dengan memakai kata-kata dan tulisan Arab. Ia
juga berhasil melakukan pembenahan-pembenahan administrasi pemerintahan
dan memberlakukan bahasa Arab sebagai bahasa resmi administrasi
pemerintahan Islam.

Keberhasilan Khalifah Abd Al-Malik diikuti oleh puteranya Al-Walid ibn


Abd Al-Malik (705- 715 M) seorang yang berkemauan keras dan
berkemampuan melaksanakan pembangunan. Dia membangun panti-panti
untuk orang cacat. Semua personel yang terlibat dalam kegiatan yang humanis
ini digaji oleh negara secara tetap. Dia juga membangun jalan-jalan raya yang
menghubungkan suatu daerah dengan daerah lainnya, pabrik-pabrik, gedung-
gedung pemerintahan dan masjid-masjid yang megah.
8
Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam: Melacak Akar-akar Sosial, Politik dan
Budaya Umat Islam: Rajawali Pers: Ajid Thohir hal 37

10
Selain melakukan perbaikan di berbagai bidang seperti yang telah
disebutkan di atas, dinasti Umayyah juga melakukan perubahan dalam
beberapa bidang, seperti :

a. Bidang sosial

Pada masa dinasti ini, stratifikasi sosial mulai dikenal. Rakyat


imperium arab terbagi kedalam empat golongan. Golongan pertama
merupakan golongan yang terdiri atas kaum muslimin yang memegang
kekuasaan dan dikepali oleh anggota istana serta kaum ningrat dari
penakluk arab. Golongan kedua merupakan golongan neomuslim, baik
dengan atas kemauan sendiri maupun paksaan. Golongan ketiga
merupakan kaum non muslim yang mengikat perjanjian dengan kaum
muslim. Golongan keempat merupakan golongan budak yang merupakan
golongan terendah.

Meskipun sistem pemerintahan tidak berjalan demokratis, namun


kondisi sosial pada masa dinasti Umayyah tetap damai dan adil.
Kebebasan memeluk agama pun juga dijamin. Diantara usaha positif yang
dilakukan oleh para khilafah daulah Bani Umayyah dalam
mensejahterakan rakyatnya ialah dengan memperbaiki seluruh sistem
pemerintahan dan menata administrasi yang bertugas mengurusi masalah
keuangan negara yang dipergunakan untuk:

1. Gaji pegawai dan tentara serta gaya tata usaha Negara.


2. Pembangunan pertanian, termasuk irigasi.
3. Biaya orang-orang hukuman dan tawanan perang
4. Perlengkapan perang9

Disamping usaha tersebut Daulah Bani Umayyah memberikan Hak


dan perlindungan kepada warga Negara yang berada dibawah pengawasan
dan kekuasaannya. Masyarakat mempunyai hak untuk mendapatkan
perlindungan hukum dan kesewenangan. Oleh karena itu Daulah ini

9
Sistem Sosial Budaya dan Model Pemerintahan Pada Masa Bani Umayyah,
Imronfauzi.wordpress.com.

11
membentuk lembaga kehakiman. Lembaga kehakiman ini dikepalai oleh
seorang ketua Hakim (Qadli). Seorang hakim (Qadli) memutuskan perkara
dengan ijtihadnya. Para hakim menggali hukum berdasarkan Al-Qur’an
dan sunnah Nabi. Disamping itu kehakiman ini belum terpengaruh atau
dipengaruhi politik, sehingga para hakim dengan kekuasaan penuh berhak
memutuskan suatu perkara tanpa mendapat tekanan atau pengaruh suatu
golongan politik.

b. Bidang pendidikan

Nampaknya pendidikan Islam pada masa periode Dinasti Umayyah ini


hampir sama dengan pendidikan pada masa Khulafa ar Rasyiddin. Para
Khulafa agaknya kurang memperhatikan bidang pendidikan, sehingga
perkembangannya pun kurang maksimal. Meskipun demikian, Dalam
bidang ini, dinasti Umayyah memberikan andil yang cukup signifikan bagi
perkembangan budaya arab pada masa sesudahnya, terutama dalam
pengembangan ilmu-ilmu agama islam, sastra, dan filsafat.

Bila dibandingkan dengan masa Khulafa Ar-Rasyidin, pola pendidikan


Islam pada periode Dinasti Umayyah telah mengalami perkembangan. Hal
ini ditandai dengan semaraknya kegiatan ilmiah di tempat-tempat yang
telah disediakan untuk kegiatan tersebut. Materi yang diajarkan bertingkat-
tingkat dan bermacam-macam, dimana kurikulumnya telah disesuaikan
dengan tingkatannya masing-masing. Metode pengajarannya pun tidak
sama. Sehingga melahirkan beberapa pakar ilmuwan dalam berbagai
bidang tertentu.

Tempat-tempat yang telah disediakan demi perkembangan pendidikan


Islam pada masa Dinasti Umayyah ada tiga yaitu: Kuttab, Mesjid, dan
Majelis Sastra. Khuttab merupakan tempat anak-anak belajar menulis dan
membaca, menghafal Al Quran serta belajar pokok-pokok ajaran Islam.10
Setelah pelajaran anak-anak di kuttab selesai mereka melanjutkan
pendidikan yang dilakukan di mesjid. Pada Dinasti Umayyah ini,
10
Mahmud. Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta, PT. Hida Karya Agung, 1981, h. 39

12
pendidikan yang dilaksanakan di mesjid terdiri dari dua tingkat yaitu:
tingkat menengah dan tingkat tinggi. Pada tingkat menengah guru
belumlah ulama besar sedangkan pada tingkat tinggi gurunya adalah
ulama yang dalam ilmunya dan masyhur kealiman serta keahliannya.
Sedangkan Majelis sastra, merupakan balai pertemuan untuk membahas
masalah kesusasteraan dan juga sebagai tempat berdiskusi mengenai
urusan politik yang disiapkan oleh khalifah yang dihiasi dengan hiasan
yang indah dan hanya diperuntukkan bagi sastrawan dan ulama terkemuka.

c. Bidang seni

Pada masa Daulah Bani Umayyah ini bidang seni juga mengalami
perkembangan, terutama seni bahasa, seni suara, seni rupa, dan seni
bangunan (Arsitektur). Dalam bidang arsitektur, peranan kholifah daulah
Umayyah sangat menonjol. para kholifah sangat menyokong
perkembangan seni ini seperti menara yang diperkenalkan oleh
Mu’awiyah. Kubah as-sakhra di yerussalem yang dibangun oleh Abdul
Malik pada tahun 691, merupakan salah satu contoh hasil karya arsitek
muslim zaman permulaan yang paling cantik. Bangunan ini merupakan
masjid yang pertama kali ditutup dengan kubah. Pada sekitar abad VII
Walid ibn Abdul Malik membangun masjid agung di syiria berdasarkan
nama-nama penguasa dinasti umayyah. Dengan demikian, perkembangan
arsitektur mencapai puncaknya pada bentuk dan arsitektur masjid-masjid.

d. Ilmu pengetahuan

Pada masa dinasti ini, tepatnya pada paroh terakhir dinasti Umayyah, cabang-
cabang ilmu baru yang sebelumnya belum pernah diajarkan dalam dunia islam
mulai diajarkan seperti, tata bahasa, sejarah, geografi dan lain-lain. Pada masa
Umayyah, ilmu pengetahuan terbagi menjadi dua macam, yaitu :

1. Al-Adaabul Hadits (ilmu-ilmu baru), yang meliputi : Al-ulumul


Islamiyah (ilmu al-Qur’an, Hadist, Fiqh, al-Ulumul Lisaniyah, At-Tarikh dan
al-Jughrafi), Al-Ulumul Dakhiliyah (ilmu yang diperlukan untuk kemajuan

13
Islam), yang meliputi : ilmu thib, filsafat, ilmu pasti, dan ilmu eksakta
lainnya yang disalin dari Persia dan Romawi ;

2. Al-Adaabul Qadamah (ilmu lama), yaitu ilmu yang telah ada


pasa zaman Jahiliyah dan ilmu di zaman khalifah yang empat, seperti ilmu
lughah, syair, khitabah dan amtsal.11

Usaha yang tidak kalah pentingnya pada masa Dinasti Umayyah ini
dimulainya penterjemahan ilmu-ilmu dari bahasa lain ke dalam Bahasa
Arab, seperti yang dilakukan oleh Khalid ibn Yazid ibn Mu'awiyah. Ia
merupakan seorang orator dan penyair yang berpikiran tajam. Ia pula
orang yang pertama kali menerjemahkan ilmu pengetahuan yunani ke
dalam bahasa arab, seperti astronomi, kedokteran dan kimia12. Bahkan, Ia
memperoleh gelar kesarjanaan dalam bidang kimia dan kedokteran serta
mengarang beberapa buku dalam bidang tersebut. Pada masa Umar ibn
Abdul Aziz, sekolah kedokteran yang pada awalnya berada di Alexandria
dipindahkan ke Antokia. Di bawah pemerintahannya karya yunani banyak
yang diterjemahkan ke dalam bahasa arab.

Pada masa ini pula ilmu tafsir dan tafsir al-qur’an mulai berkembang
dengan pesat. Ilmu tafsir memiliki letak yang strategis, disamping karena
faktor luasnya kawasan Islam ke beberapa daerah luar Arab yang
membawa konsekwensi lemahnya rasa seni sastra arab, juga karena
banyaknya yang masuk Islam. Hal ini menyebabkan pencemaran bahasa
Al Quran dan makna Al Quran yang digunakan untuk kepentingan
golongan tertentu. Pencemaran Al Quran juga disebabkan oleh faktor
intervensi yang didasarkan kepada kisah-kisah Israiliyyat. Karena tuntutan
untuk mempelajari dan menafsirkan al-qur'an itulah, dua jenis ilmu

11
Dinasti Bani Umayyah : (Perkembangan Politik, Gerakan Oposisi, Perkembangan Ilmu
Pengetahuan dan Kejatuhan Dinasti), Mohammad Suhaidi RB
http://deemuhammad.blogspot.com
12
Ensiklopedia Islam vol. 5, dewan redaksi ensiklopedi islam, Ikhtiar Baru van Hoeve, Jakarta :
1994

14
pengetahuna yakni filologi dan leksikografi mendapatkan perhatian oleh
banyak orang13.

Selain ilmu tafsir, ilmu hadist juga mendapatkan perhatian serius.


Khalifah Umar ibn Abdul Aziz yang memerintah hanya dua tahun 717-720
M pernah mengirim surat kepada Abu Bakar ibn Amir bin Ham dan
kepada ulama yang lain untuk menuliskan dan mengumpulkan hadist-
hadist, namun hingga akhir pemerintahannya hal itu tidak terlaksana.
Sungguhpun demikian pemerintahan Umar ibn Aziz telah melahirkan
metode pendidikan alternative, yakni para ulama mencari hadist ke
berbagai tempat dan orang yang dianggap mengetahuinya yang kemudian
dikenal metode Rihlah. Pada masa dinasti inilah, kitab tentang ilmu hadist
sudah mulai dikarang oleh para ulama muslim. Beberapa ulama hadist
yang terkenal pada masa itu, antara lain : Abu Bakar Muhammad bin
Muslim bin Ubaidilah bin Abdullah bin Syihab az-Zuhri, Ibnu Abi
Malikah (Abdullah bin Abi Malikah at-Tayammami al-Makky, Al-Auza’i
Abdurrahman bin Amr, Hasan Basri as-Sya’bi.14

Dibidang fiqh secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua


kelompok yaitu aliran ahli al-Ra’y dan aliran al hadist, kelompok aliran
pertama ini mengembangkan hukum Islam dengan menggunakan analogi
atau Qiyas, sedangkan aliran yang kedua lebih berpegang pada dalil-dalil,
bahkan aliran ini tidak akan memberikan fatwa jika tidak ada ayat Al
Quran dan hadits yang menerangkannya. Nampaknya disiplin ilmu fiqh
menunjukkan perkembangan yang sangat berarti. Periode ini telah melahirkan
sejumlah mujtahid fiqh. Terbukti ketika akhir masa Umayyah telah lahir tokoh
mazhab yakni Imam Abu Hanifah di Irak dan Imam Malik Ibn Anas di Madinah,
sedangkan Imam Syafi’i dan Imam Ahmad ibn Hanbal lahir pada masa
Abbasyiyah.15

E. Penyebab Keruntuhan Dinasti Umayyah I


13
Pertumbuhan Dan Perkembangan Budaya Arab Pada Masa Dinasti Umayyah, Fadlil
Munawwar Manshur, majalah Humaniora Volum VI
14
http://muhlis.files.wordpress.com.
15
Munawar Chalil, Empat Biografi Imam Mazhab, Jakarta, Bulan Bintang, 1989, h. 23

15
Ada beberapa faktor yang menyebabkan dinasti bani Umayyah menjadi
lemah, yaitu :

1. Sistem pergantian khalifah melalui garis keturunan


adalah sesuatu yang baru bagi tradisi Arab yang lebih menekankan aspek
senioritas. Pengaturannya tidak jelas. Ketidakjelasan sistem pergantian
khalifah ini menyebabkan terjadinya persaingan yang tidak sehat di
kalangan anggota keluarga istana.

2. Latar belakang terbentuknya dinasti Bani Umayyah tidak bisa


dipisahkan dari konflik-konflik politik yang terjadi di masa Ali. Sisa-sisa
Syi’ah (para pengikut Ali) dan Khawarij terus menjadi gerakan oposisi,
baik secara terbuka seperti di masa awal dan akhir maupun secara
tersembunyi seperti di masa pertengahan kekuasaan Bani Umayyah.
Penumpasan terhadap gerakan-gerakan ini banyak menyedot kekuatan
pemerintah.
3. Pada masa kekuasaan Bani Umayyah, pertentangan etnis antara
suku Arabia Utara (Bani Qays) dan Arabia Selatan (Bani Kalb) yang
sudah ada sejak zaman sebelum Islam, makin meruncing. Perselisihan ini
mengakibatkan para penguasa Bani Umayyah mendapat kesulitan untuk
menggalang persatuan dan kesatuan. Disamping itu, sebagian besar
golongan mawali (non Arab), terutama di Irak dan wilayah bagian timur
lainnya, merasa tidak puas karena status mawali itu menggambarkan suatu
inferioritas, ditambah dengan keangkuhan bangsa Arab yang diperlihatkan
pada masa Bani Umayyah.
4. Lemahnya pemerintahan daulat Bani Umayyah juga disebabkan
oleh sikap hidup mewah di lingkungan istana sehingga anak-anak khalifah
tidak sanggup memikul beban berat kenegaraan tatkala mereka mewarisi
kekuasaan. Disamping itu, golongan agama banyak yang kecewa karena
perhatian penguasa terhadap perkembangan agama sangat kurang.
5. Penyebab langsung tergulingnya kekuasaan dinasti Bani Umayyah
adalah munculnya kekuatan baru yang dipelopori oleh keturunan Al-

16
Abbas ibn Abd Al-Muthalib. Gerakan ini mendapat dukungan penuh dari
Bani Hasyim dan golongan Syi’ah, dan kaum mawali yang merasa dikelas
duakan oleh pemerintahan Bani Umayyah.
6. Kaum Mawali yang tidak mendapatkan posisi strategis di
pemerintahan turut menggerogoti kepemimpinan dinasti Mu'awiyah
7. Sikap antipati Ulama terhadap kehidupan mewah keluarga
kerajaan.

DAFTAR PUSTAKA

17
1. Ensiklopedia Islam, dewan redaksi ensiklopedi
islam, Ikhtiar Baru van Hoeve, Jakarta
2. Pertumbuhan Dan Perkembangan Budaya Arab
Pada Masa Dinasti Umayyah, Fadlil Munawwar Manshur, majalah
Humaniora Volum VI
3. Dinasti Umayyah : Perkembangan Politik, Hermain
El-Hermawan, Forum Kajian Islam Strategis Sumatra Utara
4. Artikel Khalifah Bani Umayyah (Masa Kemajuan
Islam) oleh: azwarti
5. Sistem Sosial Budaya dan Model Pemerintahan
Pada Masa Bani Umayyah, Imronfauzi.wordpress.com.htm

18

You might also like