You are on page 1of 23

Makalah PBL Blok 17: Asites, Sirosis Hepatis et causa Hepatitis, dan Melena

Nadirah Binti Hassan (102010385) Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat 11510 Telp: 021 569 42061, Fax: 021 563 1731 Email: naddyhassan@gmail.com ______________________________________________________________________________

PENDAHULUAN
Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir dari fibrosis hepatik yang berlangsung progresif, ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan pembentukan nodulus hepatoselular, sehingga terjadi gangguan aliran darah melalui hati dan terjadi gangguan fungsi hati. Gangguan fungsi hati akibat sirosis antara lain adalah gangguan fungsi protein, gangguan metabolisme kolesterol, gangguan penyimpanan energi, gangguan regulasi hormon, serta gangguan detoksifikasi obat dan racun. Sirosis hati mempunyai berbagai klasifikasi, salah satu adalah berdasarkan etiologi; alkoholik, pasca nekrosis, biliaris, kardiak, metabolik, genetik, dan terkait obat. Di Indonesia, virus hepatitis B dan virus hepatitis C merupakan penyebab paling sering. Sirosis hati secara klinis dibagi menjadi sirosis hati kompensata di mana belum adanya gejala klinis yang tampak nyata dan sirosis hati dekompensata yang ditandai dengan gejalagejala dan tanda klinis yang jelas. Sirosis hati kompensata merupakan kelanjutan dari proses hepatitis kronik.
1

ISI Anamnesis
Anamnesis memain peran yang sangat penting dalam mendiagnosis sesuatu penyakit. Yang ditanyakan pada anamnesis meliputi identitas pasien, keluhan pasien, riwayat penyakit yang diderita dan sebagainya. Berikut adalah sistematika dari anamnesis: Identitas pasien Nama pasien Jenis kelamin Pekerjaan Pendidikan Agama Status pernikahan Tanggal lahir

Keluhan dan riwayat penyakit Keluhan utama adalah keluhan yang membawa pasien ke dokter. Keluhan tambahan yaitu keluhan-keluhan yang lain disamping keluhan utama. Riwayat penyakit sekarang adalah penjabaran dari keluhan utama. Riwayat penyakit dahulu terutama yang berkaitan dengan keluhan/penyakit yang diderita saat ini. Riwayat penyakit keluarga untuk menandai adanya faktor herediter atau penularan. Pada kasus ini, yang harus ditanyakan adalah riwayat penyakit hepatitis, riwayat konsumsi alkohol, riwayat pemakaian obat NSAID, anti reumatoid, anti tuberkulosis, atau obat kemoterapi. Selain itu, harus ditanyakan apakah pasien merupakan petugas kesehatan yang mudah terpapar dengan darah, atau pasien hemodialisis. Perlu ditanyakan juga apakah sering berganti pasangan karena mungkin didapatkan virus dari hubungan seksual.

Pemeriksaan fisik
Asites lanjut amat mudah dikenali. Pada inspeksi, tampak perut membuncit, umbilikus seakanakan bergerak ke arah kaudal mendekati symphisis os pubis. Selain itu ditemukan hernia umbilikalis akibat tekanan intraabdomen yang meningkat. Pemeriksaan yang sering digunakan untuk asites adalah undulasi, melihat fluid wave dalam abdomen. Pada perkusi, akan didapatkan bunyi pekak dan terjadi shifting dullness. Pada auskultasi tidak terdengar bising usus. Pada pasien dengan sirosis hepatis, pemeriksaan fisik yang dilakukan akan memberikan hasil-hasil seperti berikut:1 Spider telangiektasi Suatu lesi vaskular yang dikelilingi beberapa vena kecil. Sering ditemukan di bahu, muka, dan lengan atas. Eritema palmaris Warna merah saga pada thenar dan hipothenar telapak tangan. Sering dikaitkan dengan perubahan metabolisme hormon estrogen, dan tidak spesifik untuk sirosis hati. Hepatomegali Ukuran hati yang sirosis bisa membesar, normal, ataupun mengecil. Sekiranya hati teraba, hati yang tekah sirosis akan teraba keras dan nodular. Splenomegali Pembesaran lien sering ditemukan pada sirosis hati non-alkoholik, disebabkan oleh hipertensi porta. Asites Penimbunan cairan dalam rongga peritoneum akibat hipertensi portra dan hipoalbuminemia. Turut ditemukan edema pada tungkai.

Ikterus Hiperbilirubinemia sering didapatkan pada sirosis stadium lanjut, ditandai dengan ikterus pada kulit dan membran mukosa. Selain dari yang disebutkan di atas, didapatkan juga demam yang tidak tinggi akibat nekrosis hepar, batu pada vesika felea akibat hemolisis, dan pembesaran kelenjar parotis, terutama pada sirosis alkoholik.

Pemeriksaan penunjang
Parasentesis sebaiknya dilakukan pada setiap pasien asites baru. Pemeriksaan yang sering digunakan untuk menilai asites adalah serum-ascites albumin gradient (SAAG) untuk menentukan apakah asites eksudat atau transudat. Pada pemeriksaan laboratorium, ditemukan peningkatan aspartat aminotransferase (AST) dan alanin aminotransferase (ALT) pada pasien dengan sirosis hati, tetapi tidak begitu tinggi. Nilai AST umumnya lebih meningkat berbanding ALT. Namun jika nilai AST dan ALT normal, tidak bererti dugaan sirosis boleh dikesampingkan. Nilai alkali phosphatase akan meningkat kurang dari 2 sampai 3 kali dari upper limit of normal.1 Konsentrasi yang tinggi sering ditemukan pada kolangitis dan sirosis bilier primer. Gamma glutamil transpeptidase (GGT) ditemukan seperti halnya pada alkali phosphatase. Konsentrasi bilirubin bisa normal pada sirosis kompensata, tapi biasanya meningkat pada sirosis dekompensata. Sintesis albumin terjadi di jaringan hati, maka konsentrasinya menurun sesuai dengan perburukan sirosis, sedangkan konsentrasi globulin meningkat pada sirosis. Pada pasien sirosis dengan asites, kadar natrium serum menurun karena ketidakmampuan ekskresi air bebas. Ultrasonografi (USG) merupakan pemeriksaan rutin pada kasus ini karena non-invasif dan mudah. Hal yang dapat dinilai dari USG ialah sudut hati, permukaan hati, ukuran, homogenitas, dan adanya massa.1 Pada sirosis stadium lanjut, hati ditemukan mengecil, nodular, permukaan irregular. Selain itu, USG juga boleh digunakan untuk melihat asites, splenomegali, pelebaran dan trombosis vena porta, serta screening untuk karsinoma hati.

Working diagnosis
Pada skenario didapatkan pasien berumur 65 tahun dengan keluhan perut membesar sejak 3 bulan yang lalu, serta edema pada tungkai, namun tidak sakit. Pasien juga kadang demam yang tidak terlalu tinggi. 7 hari sebelum ke rumah sakit, pasien mengatakan warna air kemih seperti teh pekat dan 2 hari lalu warna fesesnya kehitaman. Pasien mempunyai riwayat hepatitis, dan ada riwayat konsumsi obat nyeri tulang selama 6 tahun belakangan. Working diagnosis bagi kasus ini adalah asites, sirosis hepatis et causa hepatitis, dan melena et causa pecahnya varises esophagus. Pada setiap penderita sirosis hepatis dekompensata akan terjadi hipertensi portal, dan timbul varises esophagus. Varises esophagus yang terjadi pada suatu waktu mudah pecah, sehingga timbul perdarahan yang massif. Sifat perdarahan yang ditimbulkan adalah muntah darah atau hematemesis biasanya mendadak dan massif tanpa didahului rasa nyeri di epigastrium.1,2 Darah yang keluar berwarna kehitam-hitaman dan tidak akan membeku, karena sudah tercampur dengan asam lambung. Setelah hematemesis selalu disusul dengan melena.2

Differential diagnosis
1. Hepatitis viral Hepatitis adalah istilah umum yang berarti radang hati. Hepa berarti hati, sementara itis berarti radang. Radang hati hepatitis mempunyai beberapa penyebab, antaranya adalah mikroorganisme, termasuk virus; racun dan zat kimia seperti alkohol berlebihan; dan penyakit yang menyebabkan sistem kekebalan tubuh menyerang jaringan sehat dalam tubuh, yang disebut sebagai penyakit autoimun. Agen penyebab hepatitis viral diklasifikasikan ke dalam dua grup yaitu hepatitis dengan transmisi secara enterik dan transmisi melalui darah. Transmisi secara enterik terdiri atas virus hepatitis A (HAV) dan virus hepatitis E (HEV) sedangkan transmisi melalui darah terdiri dari virus hepatitis B (HBV), virus hepatitis C (HCV) dan virus hepatitis D (HDV).1

Hepatitis A Penyebab hepatitis A adalah virus hepatitis A (HAV) yang menular melalui fecal-oral. HAV terutama menular melalui makanan mentah atau tidak cukup dimasak, yang ditangani atau disiapkan oleh seseorang dengan hepatitis A. Minum air atau es batu yang tercemar dengan kotoran adalah sumber infeksi lain, serta juga kerang-kerangan yang tidak cukup dimasak.3 HAV jarang menular melalui hubungan seksual, dan sangat jarang menular melalui hubungan darah-ke-darah. Hepatitis A adalah bentuk hepatitis yang akut, berarti tidak menyebabkan infeksi kronis. Sekali seseorang pernah terkena hepatitis A, dia tidak dapat terinfeksi lagi. Namun, masih dapat tertular dengan virus hepatitis lain. Diagnosis hepatitis A ditegakkan dengan tes darah. Dokter akan meminta tes ini bila individu mengalami gejala hepatitis A atau bila ingin tahu apakah pernah terinfeksi HAV sebelumnya. Tes darah ini mencari dua jenis antibodi terhadap virus, yang disebut sebagai IgM dan IgG. Pertama, dicari antibodi IgM, yang dibuat oleh sistem kekebalan tubuh lima sampai sepuluh hari sebelum gejala muncul, dan biasanya hilang dalam enam bulan. Tes juga mencari antibodi IgG, yang menggantikan antibodi IgM dan untuk seterusnya melindungi terhadap infeksi HAV. Bila tes darah menunjukkan negatif untuk antibodi IgM dan IgG, kemungkinan tidak pernah terinfeksi HAV, dan sebaiknya mempertimbangkan untuk divaksinasi terhadap HAV. Bila tes menunjukkan positif untuk antibodi IgM dan negatif untuk IgG, kemungkinan tertular HAV dalam enam bulan terakhir ini, dan sistem kekebalan sedang mengeluarkan virus atau infeksi menjadi semakin parah. Bila tes menunjukkan negatif untuk antibodi IgM dan positif untuk antibodi IgG, mungkin terinfeksi HAV pada suatu waktu sebelumnya, atau sudah divaksinasi terhadap HAV.3 Hepatitis B Cara penularan HBV sangat mirip dengan HIV. HBV terdapat dalam darah, air mani, dan cairan vagina, dan menular melalui hubungan seks, penggunaan alat suntik narkoba (termasuk jarum, kompor, turniket) bergantian, dan mungkin melalui penggunaan sedotan

kokain.3 Perempuan hamil dengan hepatitis B juga dapat menularkan virusnya pada bayi, kemungkinan besar saat melahirkan. Jumlah virus (viral load) hepatitis B dalam darah jauh lebih tinggi daripada HIV atau virus hepatitis C, jadi HBV jauh lebih mudah menular dalam keadaan tertentu (misalnya dari ibu-ke-bayi saat melahirkan). Seperti hepatitis A, hepatitis B dapat menyebabkan hepatitis akut bergejala. Tetapi berbeda dengan hepatitis A, hepatitis B dapat menjadi infeksi kronis (menahun). Ini berarti bahwa sistem kekebalan tubuh tidak mampu memberantas virus dalam enam bulan setelah terinfeksi. Dengan kata lain, virus tersebut terus berkembang dalam hati selama beberapa bulan atau tahun setelah terinfeksi. Hal ini meningkatkan risiko kerusakan hati dan kanker hati. Lagi pula, seseorang dengan HBV kronis dapat menularkan orang lain. Kurang dari 10 persen orang dewasa yang terinfeksi HBV mengalami infeksi HBV kronis. Sebaliknya, kurang lebih 90 persen bayi yang terinfeksi HBV saat lahir mengalami infeksi HBV kronis.1,3 Ada obat yang dapat diberikan pada bayi setelah lahir untuk membantu mencegah hepatitis B. Anak muda yang terinfeksi HBV mempunyai risiko 25-50 persen mengalami hepatitis B kronis.3 Pada orang dewasa, kemungkinan menjadi HBV kronis tergantung pada sistem kekebalan tubuhnya. Misalnya, orang dengan sistem kekebalan yang lemah karena pencangkokan organ, melakukan cuci darah karena masalah ginjal, menjalankan kemoterapi, menerima terapi steroid untuk menekan sistem kekebalan, atau akibat infeksi HIV lebih mungkin menjadi HBV kronis dibandingkan dengan orang dengan sistem kekebalan yang sehat. Hepatitis B didiagnosis dengan tes darah yang mencari antigen (pecahan virus hepatitis B) tertentu dan antibodi (yang dibuat oleh sistem kekebalan tubuh sebagai reaksi terhadap HBV). Tes darah awal untuk diagnosis infeksi HBV mencari satu antigen HBsAg (antigen permukaan, atau surface, hepatitis B) dan dua antibodi anti-HBs (antibodi terhadap antigen permukaan HBV) dan anti-HBc (antibodi terhadap antigen bagian inti, atau core HBV).

Tabel 1. Interpretasi Tes Serologi HBV HBsAg Anti-HBs Anti-HBc IgM antiHBc AKUT KRONIK VAKSIN SEMBUH + + +/ + + + + + + + +/ + + HBeAg HBV-DNA

Hepatitis C Hepatitis C disebabkan oleh virus hepatitis C (HCV). Virus ini dapat mengakibatkan infeksi seumur hidup, sirosis hati, kanker hati, kegagalan hati, dan kematian. Belum ada vaksin yang dapat melindungi terhadap HCV, dan diperkirakan 3 persen masyarakat umum di Indonesia terinfeksi virus ini.3 Infeksi HCV dapat menyebabkan perjalanan penyakit hati lebih cepat pada orang yang juga terinfeksi HIV. Pengguna narkoba suntikan (IDU) yang memakai jarum suntik dan alat suntik lain secara bergantian berisiko paling tinggi terkena infeksi HCV. Antara 50 dan 90 persen IDU dengan HIV juga terinfeksi HCV.3 Hal ini karena kedua virus menular dengan mudah melalui hubungan darah-ke-darah. HCV dapat menyebar dari darah orang yang terinfeksi yang masuk ke darah orang lain melalui cara yang berikut: Memakai alat suntik (jarum suntik, semprit, dapur, kapas, air) secara bergantian; Kecelakaan tertusuk jarum; Luka terbuka atau selaput mukosa (misalnya di dalam mulut, vagina, atau dubur); Produk darah atau transfusi darah yang tidak diskrining.

Risiko terinfeksi HCV melalui hubungan seks adalah rendah. Namun masih dapat terjadi, terutama bila berada infeksi menular seksual seperti herpes atau hubungan seks dilakukan dengan cara yang meningkatkan risiko luka pada selaput mukosa atau hubungan darah-ke8

darah, misalnya akibat kekerasan. Diusulkan orang dengan HCV melakukan seks lebih aman dengan penggunaan kondom untuk melindungi pasangannya. Perempuan dengan HCV mempunyai risiko di bawah 6 persen menularkan virusnya pada bayinya waktu hamil atau saat melahirkan, walaupun risiko ini meningkat bila viral load HCV-nya tinggi.3 Kemungkinan HCV tidak dapat menular melalui menyusui. Mendiagnosis infeksi HCV dimulai dengan tes antibodi. Antibodi terhadap HCV biasanya dapat dideteksi dalam darah dalam enam atau tujuh minggu setelah virus tersebut masuk ke tubuh, walaupun kadang kala untuk beberapa orang dibutuhkan tiga bulan atau lebih.1,3 Bila tes antibodi HCV positif, tes ulang biasanya dilakukan untuk konfirmasi. Tes konfirmasi ini dapat tes antibodi lain atau tes PCR. Bila seseorang mendapat hasil tes positif untuk antibodi terhadap HCV, ini berarti individu tersebut pernah terpajan oleh virus tersebut pada suatu waktu.

Hepatitis D Hepatitis D menular melalui kontak dengan darah yang terinfeksi. Penyakit ini hanya terjadi pada saat yang sama dengan infeksi hepatitis B atau pada orang yang sudah terinfeksi dengan hepatitis B sebelumnya. Siapapun yang terinfeksi hepatitis B adalah beresiko untuk hepatitis D. Pengguna narkoba injeksi memiliki risiko tertinggi. Golongan lain yang berisiko adalah orang yang hidup dengan atau berhubungan seks dengan orang yang terinfeksi hepatitis D. Diagnosa hepatitis D ditegakkan dengan tes serologi anti-delta antibody dan biopsi hati.

Hepatitis E HEV ditularkan melalui fecal-oral. Hepatitis E adalah penyakit yang ditularkan melalui water-borne, sering melalui air terkontaminasi atau sediaan makanan yang telah terlibat dalam wabah besar. Ada kemungkinan penyebaran zoonosis, karena terdapat beberapa primata non-manusia, babi, sapi, domba, kambing dan tikus yang rentan terhadap infeksi.1 Faktor risiko untuk infeksi HEV dikaitkan dengan sanitasi yang buruk di kebanyakan negara. Transmisi orang-ke-orang jarang terjadi. Tidak ada bukti untuk transmisi seksual atau transmisi melalui transfusi. Oleh karena kasus hepatitis E secara klinis tidak dapat dibedakan dari jenis hepatitis virus akut yang lain, diagnosis dibuat dengan pemeriksaan darah yang mendeteksi peningkatan
9

antibodi spesifik untuk hepatitis E (IgM dan IgG anti HEV) atau dengan reverse transcriptase polymerase chain reaction (RT-PCR). Sayangnya, tes tersebut belum tersedia secara luas. 2. Hepatitis imbas obat (Drug-induced hepatitis) Hati membantu tubuh memetabolisme obat-obatan. Namun, proses ini dapat terjadi lebih lambat pada beberapa orang, yang dapat membuat orang-orang ini lebih mungkin untuk mendapatkan kerusakan hati. Beberapa obat dapat menyebabkan hepatitis dengan dosis kecil, meskipun sistem kerusakan hati adalah normal. Dosis besar banyak obat dapat merusak hati yang normal. Obat yang berbeda dapat menyebabkan drug-induced hepatitis. Obat penghilang rasa sakit dan menurunkan demam yang mengandung acetaminophen adalah penyebab umum dari peradangan hati. Obat-obat ini dapat merusak hati jika dikonsumsi dalam dosis yang tidak jauh lebih besar dari dosis yang dianjurkan. Orang yang sudah memiliki penyakit hati paling mungkin memiliki masalah ini. Pada pemakaian dosis tinggi, methotrexate (MTX) meningkatkan aminotransferase dan lactate dehydrogenase (LDH). Pasien artritis rematoid dengan MTX dosis kumulatif kurang dari 2g mempunyai hepatoksisitas yang rendah meskipun durasi terapinya lama, 28-48 bulan.1 Dengan demikian, pemakaian MTX dosis rendah jangka panjang dapat menimbulkan fibrosis/sirosis hati. Obat anti-inflamasi non-steroid (NSAID) seperti ibuprofen dan naproxen, juga dapat menyebabkan drug-induced hepatitis. Obat-obat lain yang dapat menyebabkan hepatitis adalah obat anti tuberkulosis seperti rifampisin, isoniazid; obat kemoterapi seperti azatioprin; dan obat antiretroviral yang digunakan untuk penanganan penyakit AIDS.4

3. Hepatitis autoimun Hepatitis autoimun adalah penyakit dimana sistem kekebalan tubuh menyerang sel-sel hati. Respon imun menyebabkan peradangan hati, juga disebut hepatitis. Penelitian yang dilakukan menunjukkan faktor genetik mungkin membuat beberapa orang lebih rentan

10

terhadap penyakit autoimun. Sekitar 70% dari mereka dengan hepatitis autoimun adalah perempuan.5 Penyakit ini biasanya cukup serius dan, jika tidak diobati, semakin memburuk dari waktu ke waktu. Hepatitis autoimun biasanya kronis, berarti ia dapat berlangsung selama bertahuntahun, dan dapat menyebabkan sirosis; jaringan parut dan pengerasan hati. Akhirnya akan menyebabkan kegagalan hati. Hepatitis autoimun diklasifikasikan sebagai tipe 1 atau tipe 2. Tipe 1 adalah bentuk paling umum di Amerika Utara.5 Hal ini dapat terjadi pada semua usia tetapi paling sering dimulai pada masa remaja atau dewasa muda. Sekitar setengah dari mereka dengan tipe 1 memiliki gangguan autoimun lainnya, seperti: Diabetes tipe 1 Glomerulonefritis proliferatif, peradangan pembuluh darah di ginjal Tiroiditis, peradangan kelenjar tiroid Sindrom Sjgren, sebuah sindrom yang menyebabkan mata dan mulut kering Kolitis ulseratif, peradangan pada usus besar dan rektum menyebabkan ulkus

Tipe 2 hepatitis autoimun lebih jarang terjadi, biasanya mempengaruhi anak perempuan berusia 2 sampai 14, meskipun orang dewasa dapat memilikinya juga.

4. Hepatitis alkoholik Tiga lesi utama akibat induksi alkohol adalah perlemakan hati alkoholik, hepatitis alkoholik, dan sirosis alkoholik. Pada hepatitis alkoholik, masukan alkohol mengakibatkan destruksi hepatosit yang berkepanjangan yang akan berlanjut menjadi sirosis. Di daerah periportal dan perisentral, timbul septa jaringan ikat seperti jaring yang akhirnya menghubungkan triad portal dengan vena sentralis.1 Jalinan jaringan ikat halus ini mengelilingi massa kecil sel hati yang masih ada yang kemudian mengalami regenerasi dan membentuk nodulus. Namun, kerusakan sel melebihi perbaikannya, justeru penimbunan kolagen akan terus berlanjut. Ukuran hati akan mengecil, berbenjol-benjol (nodular), menjadi keras; akhirnya sirosis.1

11

5. Kolestasis Kolestasis intrahepatik Aliran empedu dapat terganggu pada tingkat mana saja dari mulai sel hati (kanalikuli) sampai ke ampula Vater. Virus hepatitis, alkohol, keracunan obat (drug-induced hepatitis), dan kelainan autoimun merupakan penyebab tersering kolestasis intrahepatik.1 Peradangan intrahepatik mengganggu transport bilirubin konjugasi dan menyebabkan ikterus. Hepatitis A dimanifestasikan dengan adanya ikterus yang timbul secara akut. Hepatitis B dan C akut sering tidak menimbulkan ikterus, tetapi bisa berjalan kronik dan menahun sehingga menimbulkan gejala hepatitis menahun. Kolestasis ekstrahepatik Penyebab paling sering pada kolestasis ekstrahepatik adalah batu pada duktus koledukus dan kanker pankreas. Hal ini menyebabkan sumbatan pada duktus bilier, di mana terjadinya hambatan kemasukan bilirubin ke dalam usus, mencerminkan kegagalan sekresi empedu. Retensi bilirubin menghasilkan campuran hiperbilirubinemia dengan kelebihan bilirubin konjugasi masuk ke dalam urin. Tinja sering berwarna pucat karena lebih sedikit yang bisa mencapai saluran cerna usus halus.1 Garam empedu dibutuhkan untuk penyerapan lemak dan vitamin K, sehingga gangguan ekskresi garam empedu akan menyebabkan steatorrhea dan hipoprotrombinemia.1 Kelainan laboratorium yang khas untuk kolestasis adalah peningkatan nilai alkali fosfatase, terutama diakibatkan oleh peningkatan sintesis daripada ekskresi. Nilai bilirubin seringkali normal atau meningkat sedikit saja. Bilirubin di atas 25-30mg/dL seringkali disebabkan adanya hemolisis atau disfungsi ginjal.1 Nilai aminotransferase sering meningkat tidak tinggi, peningkatan tinggi kadang terjadi pada kolestasis ekstrahepatik. Selain itu, perbaikan waktu protrombin setelah pemberian vitamin K mengarah kepada bendungan ekstrahepatik. Konsentrasi albumin yang rendah dan globulin yang tinggi menunjukkan adanya penyakit kronis. Pemeriksaan USG, CT scan, dan MRI memperlihatkan pelebaran saluran bilier, yang menunjukkan adanya sumbatan mekanik, namun jika tidak ada, tidak berarti sumbatan intrahepatik. Endoscopic Retrograde Cholangio-Pancreotography (ERCP) memberikan
12

kemungkinan untuk melihat secara langsung saluran bilier dan sangat bermanfaat untuk menetapkan sebeb sumbatan ekstrahepatik. Percutaneous Transhepatic Cholangigraphy (PTC) juga dapat digunakan untuk tujuan yang sama, di mana keduan-dunaya mempunyai potensi terapeutik.

6. Asites et causa sindroma nefrotik Sindroma nefrotik (SN) adalah suatu sindroma klinik dengan gejala proteinuria masif, hipoalbuminemia 2,5 gr/dl, edema dan dapat disertai hiperkolesterolemia.1 Menurut pembagian berdasarkan etiologi, SN dibagi menjadi:1 SN Primer, merupakan Sindroma Nefrotik Idiopatik (tidak diketahui penyebabnya), tipe ini dihidap oleh 90% anak dengan SN. Diduga ada hubungan dengan faktor genetik, alergi dan imunologi. SN idiopatik terdiri dari 3 tipe histologis : SN kelainan minimal (85% dari total kasus SN pada anak), glomerulonephritis proliferatif (5% dari total kasus SN), dan glomerulosklerosis fokal segmental (10% dari kasus SN). SN Sekunder, tipe ini penyebabnya berasal dari luar ginjal (ekstra renal). Umumnya menimpa orang dewasa, bisa diakibatkan oleh penyakit-penyakit tertentu seperti : Hepatitis B, malaria, lepra, pasca infeksi bakteri streptokokus, penyakit ganas : tumor paru, tumor saluran cerna, kontaminasi toksin.

7. Asites et causa gagal jantung kongestif Gagal jantung kongestif (CHF) adalah suatu kondisi di mana fungsi jantung sebagai pompa tidak memadai untuk memenuhi kebutuhan tubuh.6 Banyak proses penyakit dapat mengganggu efisiensi pemompaan jantung menyebabkan gagal jantung kongestif. Gagal jantung kongestif dapat mempengaruhi banyak organ tubuh. Sebagai contoh: Otot jantung yang melemah mungkin tidak dapat mensuplai darah yang cukup ke ginjal, yang kemudian mulai kehilangan kemampuan normal mereka untuk mengeluarkan garam (natrium) dan air. Fungsi ginjal berkurang dapat menyebabkan tubuh menahan cairan lebih banyak.

13

Paru-paru mungkin menjadi padat dengan cairan (edema paru) dan kemampuan seseorang untuk berolahraga berkurang. Cairan juga dapat terakumulasi dalam hati, sehingga mempengaruhi kemampuannya untuk membersihkan tubuh dari racun dan memproduksi protein penting. Usus mungkin menjadi kurang efisien dalam menyerap nutrisi dan obat. Cairan juga dapat menumpuk di kaki, mengakibatkan edema pada tungkai. Penimbunana cairan pada abdomen (asites).

Diagnosis cairan asites yang disebabkan oleh gagal jantung kongestif akan mendapatkan hasil yang sama pada asites akibat sirosis, dengan nilai SAAG 1.1 g/dL.6

8. Asites et causa tuberkulosis peritoneal Tuberkulosis peritoneal merupakan suatu peradangan peritoneum parietal atau viseral yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini sering mengenai seluruh peritoneum dan alat-alat sistem GIT, mesenterium, dan organ genitalia interna. Penyakit ini jarang berdiri sendiri, biasanya merupakan kelanjutan dari proses tuberkulosis di tempat lain, seringkali dari paru. Peritoneum dapat terkena tuberkulosis melalui cara seperti penyebaran hematogen dari paru-paru, melalui dinding usus yang terinfeksi, dari kelenjar limfe mesenterium, dan melalui tuba falopii yang terinfeksi.1 Bentuk eksudatif dari tuberkulosis peritoneal adalah bentuk dengan asites yang banyak. Dari pemeriksaan cairan asites, umumnya didapatkan eksudat dengan protein lebih dari 3g/dL.1 Hasil kultur cairan asites didapatkan basil tahan asam, menggunakan cairan asites yang disentrifuge dengan jumlah cairan lebih dari 1 liter. Pemeriksaan USG dapat melihat adanya cairan dalam rongga peritoneum yang bebas atau terfiksasi. Adanya penebalan mesenterium dan perlengketan lumen usus. Cara yang terbaik untuk mendiagnosis penyakit ini adalah menggunakan peritoneoskopi. Gambaran yang dapat dilihat adalah:1 Tuberkel kecil atau besar pada dinding peritoneum atau pada organ lain dalam rongga peritoneum seperti hati, ligamentum, dan usus.
14

Perlengketan di antara usus, omentum, hati, kandung empedu dan peritoneum. Penebalan peritoneum Cairan eksudat atau purulen, mungkin juga cairan bercampur darah

9. Melena et causa ulkus peptik Melena diartikan sebagai tinja berwarna hitam dengan bau yang khas. Melena timbul bilamana hemoglobin dikonversi menjadi hemokrom oleh bakteri setelah 14 jam.1 Umumnya melena menunjukkan perdarahan saluran cerna bagian atas. Dibutuhkan test guaiac untuk menentukan adanya hemoglobin dalam tinja. Ulkus peptik yaitu ulkus gaster dan ulkus duodenum merupakan penyakit yang banyak ditemukan dalam klinik terutama pada kelompok umur di atas 45 tahun. Secara klinis, ulkus duodenum lebih sering dijumpai berbanding ulkus gaster. Ulkus gaster Ulkus atau tukak terjadi akibat gangguan keseimbangan antara faktor agresif (HCl dan pepsin) dengan faktor defensif (mukus,PG), bisa terjadi akibat peningkatan faktor agresif atau penurunan faktor defensif.2 Pada saat ini, Helicobacter pylori dianggap penyebab utama ulkus gaster, di samping NSAID. Infeksi H.pylori yang menyebabkan tukak gaster sekitar 30-60%.1 Tukak gaster lebih besar dan menonjol, sehingga pada pemeriksaan autopsi lebih mudah dijumpai berbanding tukak duodenum. Secara umum pasien dengan tukak gaster akan mengeluh dispepsia. Gambaran endoskopi berupa luka terbuka dengan pinggiran teratur. Ulkus duodenum Ulkus duodenum atau tukak duodenum sering terjadi akibat faktor agresif yang merusak pertahanan mukosa yaitu Helicobacter pylori, obat anti inflamasi non-steroid (NSAID), faktor-faktor lingkungan, serta kelainan dari pertahanan mukosa. Sekitar 90% tukak duodenum disebabkan oleh H.pylori.1 Pemakaian NSAID secara kronik dan reguler dapat menyebabkan terjadinya risiko perdarahan gastrointestinal 3 kali lipat dibanding bukan pemakai.1 Pada usia lanjut, pemakaian NSAID dapat meningkatkan angka kematian akibat terjadinya komplikasi berupa perdarahan atau perforasi dari tukak. Jika didapatkan melena harus diwaspadai sebagai suatu perdarahan tukak.2
15

Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas dan biopsi lambung untuk mendeteksi H.pylori.

Etiologi
Virus hepatitis B termasuk famili Hepadnavirus dari genus Orthohepadnavirus. Virus ini berbentuk sferik. Kebanyakan merupakan partikel membulat dengan diameter 22 nm dibentuk oleh HBsAg sebagai bentuk tubuler atau filamen.7 Selain itu juga ada virion bulat yang ukurannya lebih besar 42 nm namun terlihat agak jarang.7 Permukaan luar atau envelop mengandung HBsAg dan mengelilingi inti nukleokapsid. Genom virus terdiri dari DNA sirkuler, partially double stranded. Virus hepatitis C merupakan virus dari famili Flavivirus, mempunyai genom RNA single stranded, linear, dan tidak bersegmen. Memiliki nukleokapsid ikosahedral dan mempunyai envelop. Setakat ini memiliki 6 genotype dan lebih dari 100 subgenotype.7 Replikasi HCV dalam hati diperkuat oleh micro-RNA yang hanya ada dalam sel hati.

Patofisiologi
HAV, HBV, dan HCV menyerang sel hati atau hepatosit yang menjadi tempat yang kondusif bagi

virus untuk berkembang biak. Sebagai reaksi terhadap infeksi, sistem kekebalan tubuh memberikan perlawanan dan menyebabkan peradangan hati (hepatitis). Bila hepatitisnya akut (yang dapat terjadi dengan HAV dan HBV) atau menjadi kronis (yang dapat terjadi dengan HBV dan HCV) maka dapat bekembang menjadi jaringan parut di hati, sebuah kondisi yang disebut fibrosis. Lambat laun, semakin banyak jaringan hati diganti dengan jaringan parut seperti bekas luka, yang dapat menghalangi aliran darah yang normal melalui hati dan sangat mempengaruhi bentuk dan kemampuannya untuk berfungsi semestinya. Ini disebut sebagai sirosis. Bila hati rusak berat, mengakibatkan bendungan di limpa dan kerongkongan bagian bawah akibat tekanan di organ yang tinggi. Dampak dari kondisi ini yang disebut sebagai hipertensi portal termasuk perdarahan saluran cerna atas dan penimbunan cairan dalam abdomen (asites). Kerusakan pada hati juga dapat mengurangi pembuatan cairan empedu yang
16

dibutuhkan untuk pencernaan yang baik dan mengurangi kemampuan hati untuk menyimpan dan menguraikan bahan nutrisi yang dibutuhkan untuk hidup. Dampak lain dari hati yang rusak temasuk ketidakmampuan untuk menyaring racun dari aliran darah, yang pada akhirnya dapat menyebabkan penurunan kesadaran dan bahkan koma.3

Manifestasi klinik
Stadium awal sirosis hati sering tanpa gejala sehingga hanya ditemukan pada saat pasien melakukan pemeriksaan kesehatan rutin atau karena penyakit yang lain. Pada sirosi kompensata, gejala yang timbul meliputi perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang, perut kembung, mual, berat badan menurun, impotensi pada laki-laki, testis mengecil, dan hilangnya dorongan seksual. Pada sirosis dekompensata, gejala lebih menonjol terutama bila timbul komplikasi gagal hati dan hipertensi porta. Gejala yang timbul seperti gangguan tidur, demam yang tidak begitu tinggi, gangguan siklus haid, ikterus, air kemih berwarna seperti teh pekat, hematemesis dan/atau melena, serta gangguan mental misalnya mudah lupa.1

Epidemiologi
Di negara barat, insidens sirosis hati yang paling sering adalah diakibatkan oleh alkohol, sekitar 40-45%, sedangkan di Indonesia yang paling utama adalah akibat infeksi virus hepatitis B sebesar 40-50%, dan virus hepatitis C sebesar 30-40%.1,3 Sirosis hati yang diakibatkan oleh alkohol di Indonesia memiliki frekuensi yang sangat kecil. Lebih dari 40% pasien sirosis hati bersifat asimtomatis.1

Penatalaksanaan
Asites yang berhubungan dengan sirosis hepatis terjadi melalui mekanisme transudasi. Penatalaksanaan untuk asites tipe ini sebaiknya dilakukan secara komprehensif, meliputi:1

17

Tirah baring dapat memperbaiki efektifitas diuretika, berhubung dengan perbaikan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus. Pasien diminta tidur terlentang, kaki sedikit angkat, selama bebrapa jam setelah minum obat diuretika.

Diuretika yang dianjurkan adalah yang bersifat anti-aldosteron, misalnya spironolakton yang menahan reabsorpsi Na. Dosis yang dianjurkan antara 100-600mg/hari. Diet rendah garam ringan sampai sedangdapat membantu diuresis. Konsumsi garam (NaCl) per hari sebaiknya dibatasi hingga 40-60mEq/hari. Terapi parasentesis beberapa tahun terakhir ini kembali dianjurkan. Untuk setiap liter cairan asites yang diparasentesis sebaiknya diikuti dengan substitusi albumin parenteral sebanyak 68g. Parasentesis tidak dilakukan pada pasien sirosis dengan Child-Pugh C.

Penatalaksanaan untuk sirosis adalah berdasarkan etiologinya, berikut merupakan terapi untuk sirosis akibat hepatitis viral: Hepatitis B Interferon Interferon adalah kelompok protein intraselular yang normal ada dalam tubuh dan diproduksi oleh berbagai macam sel. Interferon alpha, diproduksi oleh limfosit B. Interferon beta, diproduksi oleh monosit fibroepitelial. Interferon gamma, diproduksi oleh limfosit T.

Pemberian interferon bertujuan untuk menghambat replikasi virus hepatitis B, menghambat nekrosis sel hati oleh karena reaksi radang, dan mencegah transformasi maligna sel-sel hati. Indikasi pengobatan interferon:3 Untuk pasien dengan HBeAg dan DNA HBV positif. Untuk pasien hepatitis kronik aktif berdasarkan px histopatologi. Diberikan IFN leukosit pada hepatitis kronik aktif dengan dosis sedang 5-10 MU/m2/hari selama 3-6 bulan.
18

Lamivudin Obat nucleoside yang bekerja memperlambat reproduksi VHB baru dan mencegah terjadinya infeksi hepatosit sehat yang belum terinfeksi. Tidak seperti interferon, senyawa-senyawa kelompok nucleoside tidak mempunyai efek langsung yang diketahui pada imun sistim. Keuntungan utama dari lamivudin adalah keamanan, toleransi pasien serta harganya yang relatif murah. Kerugiannya adalah seringnya timbul kekebalan. Kombinasi dari lamivudine dan interferon, diberikan bersama, adalah tidak lebih efektif daripada lamivudine sendirian. Adefovir Dipivoksil Suatu obat nukleosid oral yang menghambat enzim reverse transcriptase, dimana mekanismenya hampir sama dengan Lamivudin. Dengan dosis 10-30 mg tiap hari selama 48 minggu.1,3

Indikasi penggunaan antiviral untuk hepatitis B adalah seperti berikut:3 Untuk pasien dengan ALT > 2x nilai normal tertinggi dengan DNA VHB positif. Untuk ALT 2-5 kali nilai tertinggi dapat diberikan Lamivudin 100 mg tiap hari atau IFN 5 MU 3x seminggu. Untuk ALT 5x nilai normal tertinggi dapat diberikan Lamivudin 100 mg tiap hari. Pemberian IFN tidak dianjurkan. Lama terapi IFN diberikan sampai 6 bulan sedangkan Lamivudin sampai 3 bulan setelah serokonversi HBeAg. Hepatitis C Umumnya, keberhasilan pengobatan ditentukan oleh dua kriteria: pada saat pengobatan baru selesai, yang disebut sebagai end-of-treatment response (ETR/respon pada akhir terapi); dan enam bulan setelah pengobatan selesai, yang disebut sebagai sustained response (SR/respon bertahan).

19

Pegylated Interferon Bila dipakai sendiri (bukan dalam kombinasi), pengobatan disarankan diberikan selama satu tahun. Dosis yang dipakai tergantung pada versi yang dipakai. Versi dengan nama merek PegIntron (dari Schering-Plough) berbeda-beda tergantung pada berat badan, sementara untuk Pegasys (dari Roche), dosis tetap sama untuk semua orang. Pegylated interferon disuntik di bawah kulit sekali seminggu. Dengan penggunaan pegylated interferon sendiri, 2540% orang dengan hepatitis C kronis mencapai SR.3 Ribavirin Ribavirin harus dipakai dalam kombinasi dengan interferon-alfa biasa atau pegylated interferon obat ini tidak efektif terhadap hepatitis C bila dipakai sendiri. Ribavirin diminum dua kali sehari, dan dosis berkisar dari 800mg hingga 1200mg per hari tergantung pada genotipe HCV dan berat badan.3 Berdasarkan penelitian pada orang dengan HCV (tetapi bukandengan HIV), lamanya terapi kombinasi interferon dengan ribavirin tergantung pada genotipe HCV. Dengan genotipe 2 atau 3, terapi biasanya dibutuhkan selama enam bulan. Dengan genotipe 1, terapi harus dilanjutkan selama satu tahun.

Komplikasi
Antara komplikasi yang ditakuti dari sirosis hepatis adalah hepatocellular carcinoma atau hepatoma. Pada hepatoma terdapat gambaran klinis seperti nyeri atau perasaan tidak nyaman di kuadran kanan atas abdomen, teraba pembengkakan lokal di hepar, tidak adanya perbaikan pada asites, perdarahan, varises atau pre-koma setelah terapi yang adekuat.1 Selain itu, terdapat keluhan rasa penuh di abdomen, disertai perasaan lesu, penurunan berat badan dengan atau tanpa demam. Komplikasi yang terbanyak dari penderita sirosis hepatis juga adalah koma hepatikum. Timbulnya koma hepatikum dapat sebagai akibat dari faal hati sendiri yang sudah sangat rusak, sehingga hati tidak dapat melakukan fungsinya sama sekali. Ini disebut sebagai koma hepatikum primer. Dapat pula koma hepatikum timbul sebagai akibat perdarahan, parasentesis, gangguan elektrolit, obat-obatan dan lain-lain, dan disebut koma hepatikum sekunder.
20

Prognosis
Prognosis sirosis hati sangat bervariasi, dipengaruhi oleh sejumlah faktor meliputi etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit lain yang menyertai. Klasifikasi Child-Pugh digunakan untuk menilai prognosis pasien sirosis, dulunya untuk pasien sirosis yang akan dioperasi.1 Variabel Child-Pugh terdiri dari konsentrasi bilirubin serum, albumin serum, ada tidaknya asites dan ensefalopati, dan masa protrombin. Klasfifikasi ini terdiri dari kelas A yaitu sirosis kompensata (skor 5-6), kelas B yaitu sirosis dekompensata (skor 7-9), dan kelas C juga sirosis dekompensata (skor 10-15). Angka kelangsungan hidup selama satu tahun untuk pasien dengan kelas A, B, dan C berturut-turut adalah 100, 80, dan 45%.1

Tabel 2. Klasifikasi Child-Pugh untuk Sirosis Hati

Sumber: http://www.doctorpisarev.com/resources/ChildPugh.jpg.opt723x486o0,0s723x486.jpg

21

Pencegahan
Cara terbaik untuk mencegah hepatitis B adalah vaksinasi. Dua jenis vaksin tersedia adalah Recombivax HB dan Energix-B.3 Kedua vaksin membutuhkan tiga suntikan yang diberikan selama jangka waktu enam bulan. Efek samping, bila terjadi, biasanya ringan dan dapat termasuk rasa sakit pada daerah suntikan dan gejala mirip flu yang ringan. Juga tersedia vaksin kombinasi terhadap HAV dan HBV (Twinrix), yang menawarkan manfaat tambahan yaitu pemberian perlindungan terhadap kedua infeksi virus.1,3 Dengan tiadanya vaksin terhadap hepatitis C, cara terbaik untuk mencegah infeksi adalah untuk mengurangi risiko tersentuh oleh darah orang lain. Hal ini juga berlaku untuk orang yang sudah terinfeksi HCV, agar menghindari penularan kepada orang lain. Cara terbaik untuk menghindari faktor risiko terbesar terhadap penularan HCV adalah untuk menghentikan penggunaan narkoba suntikan atau tidak memulai. Jangan memakai sikat gigi, alat cukur, pemotong kuku, atau alat lain yang mungkin terkena darah secara bergantian. Bila ingin dilakukan tato atau tindikan lain, pastikan dilakukan oleh ahli yang dapat dipercaya, dan dengan cara yang bersih.3 Untuk mengelakkan sirosis hati antara lain adalah kurangi konsumsi alkohol atau tidak mengkonsumsi sama sekali. Meskipun kadar alkohol yang boleh mengakibatkan sirosis hati adalah sangat tinggi dan mengambil masa sekitar 10 tahun untuk timbul, tetapi sekiranya seseorang terinfeksi virus hepatitis, konsumsi alkohol akan mempercepat proses sirosis hati. Asetaminofen terutama dengan dosis tinggi (2000mg per hari), dapat meracuni hati.3 Asetaminofen dikandungkan dalam banyak macam obat, jadi baca etiket dengan seksama. Makan diet yang seimbang dengan sayuran segar, buah-buahan, daging tidak berlemak. Kurangi makanan dengan kandungan garam, gula atau lemak yang tinggi. Selain itu, minum banyak air untuk membilas racun dari tubuh.3

22

PENUTUP
Sirosis adalah kondisi di mana hati perlahan memburuk dan rusak karena cedera kronis. Jaringan parut menggantikan jaringan hati yang normal dan sehat, mencegah hati dari bekerja sebagaimana mestinya. Penyebab sirosis yang sering ditemukan adalah hepatitis B, hepatitis C, hepatitis imbas obat dan hepatitis alkoholik. Banyak orang dengan sirosis tidak memiliki gejala pada tahap awal penyakit. Apabila fungsi hati memburuk, satu atau lebih komplikasi bisa terjadi, seperti varises esofagus dan perdarahan. Pada beberapa orang, komplikasi mungkin menjadi tanda-tanda pertama dari penyakit.

DAFTAR PUSTAKA
1) Sudoyo AW et al. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid I dan II. Jakarta: Interna Publishing; 2009.h. 640-76, 708-13, 999-1003. 2) Sjamsuhidajat R, Karnadihardja W, Prasetyono TOH, Rudiman R. Lambung dan duodenum. Dalam: Buku ajar ilmu bedah. Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2011.h.642-62. 3) Horn T, Learned J. Viral hepatitis and HIV. Jakarta: Yayasan Spiritia; 2005.h.5-39. 4) Tisdale JE, Miller DA. Hepatic and cholestatic diseases. In: Drug-induced diseases. USA: American Society of Health-System Pharmacists; 2010.p.771-99. 5) Dooley JS, Lok ASF. Sherlocks diseases of the liver and biliary system. 12th edition. United Kingdom: John Wiley & Sons; 2011.p.469-71. 6) Sanyal AJ, Shah VH. Portal hypertension. New Jersey: Humana Press; 2005.p.290-5. 7) Hepatitis B and hepatitis C. University of Washington. May 2012. Available from: http://depts.washington.edu/hepstudy/hepB/clindx/serology/discussion.html. last accessed on June 10,2012.

23

You might also like