You are on page 1of 13

Daftar Isi

1................................................................................................Pendahuluan
..................................................................................................................... 1
2. Historis awal kemunculan Murji'ah ............................................................ 3

3. Aliran-aliran dalam Murji'ah ...................................................................... 6

4. Ajaran pokok Murji'ah ............................................................................... 10

5. Penutup ....................................................................................................... 10

6. Daftar pustaka.............................................................................................. 12
MURJI'AH
A. Pendahuluan
Perbedaan pendapat antar satu orang dengan orang lain bukan merupakan hal
yang asing bagi umat manusia. Karena, perbedaan merupakan bakat alami yang
telah diberikan oleh Allah kepada manusia. Sehingga, dengan adanya bakat alami
tersebut sangat wajar jika muncul ketidakserasian antara satu orang dengan orang
lain. Bahkan, meskipun hidup dalam kondisi sosial yang sama, watak serta pola
pikir setiap manusia belum tentu serasi. Kenyataan seperti inilah yang kemudian
menjadi sebuah alasan bagi terpecahnya umat beragama kedalam beberapa
kelompok.
Agama islam, sebagai salah satu agama tebesar di dunia juga tidak lepas dari
kenyataan seperti ini. Hal ini telah diprediksikan oleh nabi Muhammad sendiri
dalam beberapa sabdanya sebelum beliau wafat, diantaranya adalah :
، ‫ » تفرقت اليهود على إحدى وسبعين فرقة‬: ‫ قال رسول ال صلى ال عليه وسلم‬: ‫ قال‬، ‫عن أبي هريرة‬
‫ وتفترق أمتي على ثلث وسبعين فرقة‬، ‫» والنصارى مثل ذلك‬1
Artinya : " Dari Abu Huroiroh, bekata : Rosulullah SAW. Bersabda : umat yahudi
terpecah dalam tujuh puluh satu golongan, begitu pula umat nashroni,
sedangkan umatku akan terpecah kedalam tujuh puluh tiga golongan"
Bibit-bibit perpecahan dalam islam sebenarnya mulai muncul sejak peristiwa
politik yang dikenal dengan istilah peristiwa Saqifah Bani Sa'idah. Yakni,
peristiwa dikalangan muslimin tentang siapakah yang berhak menggantikan Nabi
sebagai kepala pemerintahan. Perbedaan politik yang terjadi pada waktu itu dapat
diatasi atas kebijakan Umar Ibn Khottob dengan membai'at Abu Bakar As-
Shiddiq sebagai kholifah pertama.
Konflik dalam umat islam muncul lagi ketika kursi kekholifahan dijabat oleh
Utsman Ibn 'Affan. Hal ini timbul sebagai reaksi dari sebagian masyarakat yang
1
Lihat Al-mustadrok 'ala ash-shokhikhaini li al-khakim, hadis ke 405

2
tidak puas terhadap Utsman, karena beliau dituduh telah melakukan praktik
"nepotisme". Manuver politik yang dijalankan oleh Utsman ini membawa dampak
negative terhadap beliau sendiri. Para shohabat yang semula mendukung beliau
mulai meninggalkannya, dan yang paling parah adalah munculnya pemberontak
dari mesir yeng berkumpul di Madinah yang berujung pada terbunuhnya Kholifah
Utsman oleh pemuka-pemuka pemberontak tersebut.
Konflik tersebut terus berlanjut ketika tampuk kekholifahan dipegang oleh
kholifah Ali Ibn Abi Tholib. Bahkan, pada waktu itu muncul dua kelompok
oposisi, yakni kelompok Tholhah dan Zubair yang didukung oleh 'Aisyah, namun
kolompok ini berhasil dipatahkan oleh Ali. Kelompok kedua dipimpin oleh
Mu'awiyah yang menuntut balas atas terbunuhnya Kholifah Utsman, yang
berujung dengan peristiwa takhkim (arbitrase) yang dinilai sangat merugikan
pihak Ali. Dengan adanya peristiwa takhkim tersebut kaum muslimin terpecah
menjadi beberapa kelompok yakni :
1. Syi'ah, yaitu sekelompok orang yang masih tetap setia
kepada 'Ali
2. Khowarij, sekolompok orang yang semula mendukung
'ali yang kemudian membelot karena tidak setuju terhadap adanya takhkim
3. Jumhur kaum muslimin, yang ridlo atas kepemimpinan
Mu'awiyah2
Dari permasalahan politik seperti diatas, perdebatan mulai merambah kearah
permasalahan teologi, yakni tentang siapa yang telah keluar dari jalur islam dan
siapa yang tetap berada pada jalur islam. Perbedaan pendapat ini mengantarkan
pada munculnya beberapa kelompok teologi dalam umat islam, yang salah
satunya dikenal dengan sebutan kelompok Murji'ah.
Dalam tulisan ini, hanya akan dibahas kelompok murji'ah yang meliputi :
faktor yang menjadi latar belakang kemunculan kelompok Murji'ah, pokok-pokok
ajaran Murji'ah serta terpecahnya aliran-aliran dalam Murji'ah.
2
Tarikh At-Tasyri' Al-Islam, Muhammad Al-Khudlori Bek, Darul Fikr, 1995, hlm. 57

3
B. Historis awal kemunculan murji'ah
Seperti yang telah dijelaskan dalam pendahuluan, bahwa terpecahnya umat
islam bermula dari permasalahan politik yang kemudian berkembang pada
permasalahan yang bersifat pokok dalam agama. Perebutan kekuasan yang terjadi
pada masa kekuasan Ali kw. menjadikan umat islam terpecah ke dalam tiga
kelompok besar. Di tengah-tengah pertikaian tiga kelompok besar inilah, muncul
sekumpulan orang yang menyatakan diri tidak ikut campur dalam urusan politik
yang dikemudian hari berkembang menjadi golongan murjiah.
Abu zahro' dalam salah satu bukunya yang berjudul tarikh al-madzaahib al-
islamiyah menyebutkan bahwa, benih awal kemunculan kelompok Murji'ah
sebenarnya mulai muncul sejak akhir kekholifahan Ustman ibn Affan ra. Isu-isu
provokatif yang beredar di sekitar masyarakat mulai dari pengelolaan sistem
pemerintahan yang dilakukan oleh Ustman sampai isu praktik nepotisme
dimanfaatkan oleh sekelompok orang yang tidak senang dengan islam. Mereka
memprovokasi masyarakat seperti daerah kufah, bashrah dan mesir untuk mencari
dukungan guna melengserkan Ustman. Sebagian masyarakat pun terprovokasi
oleh isu tersebut, sehingga situasi keamanan menjadi semakin gawat.
Stabiltas keamanan yang kian tak terkendali ini dimanfaatkan oleh para
pembesar pemberontakan untuk bertemu langsung dengan sang kholifah. Pada tahun 35
H segerombolan orang yang berasal dari mesir, kufah dan bashrah berangkat menuju
mekah dangan alasan menunaikan haji, sedangkan tujuan sebenarnya adalah mengepung
pusat pemerintahan dan memaksa kholifah untuk melepaskan jabatannya. Akan tetapi
tuntutan tersebut tidak dipunuhi oleh kholifah, sehingga pada hari keempat sejak
pengepungan terjadilah sebuah peristiwa yang menyebabkan kholifah Ustman terbunuh
di tangan pasukan yang datang dari mesir (al-ghofiqi).3

3
Ensiklopedi Islam, PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta : 1994

4
Di tengah situasi yang kacau akibat kematian sang kholifah ini, terdapat
sekelompok shahabat seperti Abdullah ibn Umar, Abi Bakroh, dan Imron ibn
Husein yang memilih diam dari pada ikut terlibat dalam fitnah yang sangat
meresahkan umat. Mereka bersandar pada hadis nabi, yaitu :
‫قال رسول ال صلى ال عليه وسلم إنها ستكون فتنة يكون المضطجع فيها خيرا من الجالس والجالس‬
‫خيرا من القائم والقائم خيرا من الماشي والماشي خيرا من الساعي قال يا رسول ال ما تأمرني قال من‬
‫كانت له إبل فليلحق بإبله ومن كانت له غنم فليلحق بغنمه ومن كانت له أرض فليلحق بأرضه قال فمن‬
‫لم يكن له شيء من ذلك قال فليعمد إلى سيفه فليضرب بحده على حرة ثم لينج ما استطاع النجاة‬
Artinya : "Rasulullah SAW. Bersabda : Akan ada fitnah (kekacauan), orang yang
berbaring ketika terjadi fitnah lebih baik dari pada orang yang duduk,
orang yang duduk lebih baik dari orang yang berdiri, orang yang
berdiri lebih baik dari orang yang berjalan, orang yang berjalan lebih
baik dari pada orang yang ikut berusaha. Ia bekata pada rosulullah : ya
Rasulullah apa yang engkau perintahkan pada ku - pada saat itu – Nabi
bersabda : orang yang memiliki onta hendaknya kembali pada ontanya,
orang yang mempunyai kambing hendaknya kembali pada
kambingnya, orang yang memiliki tanah hendaknya kembali pada
tanahnya. Ia berkata : orang yang tidak memiliki semuanya? Nabi
menjawab : ambillah pedangnya, kemudian pecahkan dengan batu
mata pedangnya kemudian carilah jalan lepas kalau mungkin"4
Sebagian sahabat seperti yang telah disebut diatas tidak ikut andil dalam
pertikaian tersebut dan sikap diam itu terus berlangsung sampai terjadinya
pertikaian antara Ali dan Mu'awiyah. Mereka tidak mau berpendapat siapa yang
benar dan siapa yang salah. Mereka menangguhkan dan menyerahkan hukum
yang terkait dengan pertikaian itu pada Allah semata. Sikap inilah yang
menyebabkan mereka disebut dengan kaum Murji'ah.
Semakin memanasnya temperatur suhu politik yang terjadi pada waktu itu,
khususnya ketika Mu'awiyah berhasil merebut kursi kekholifahan, menjadi
4
Sunan Abi Daud, bab an-nahyu 'an as-sa'yi fi al-fitan, hadis ke 3714

5
penyulut utama bagi munculnya perbedaan pandangan dalam hal teologi. Tiap-
tiap kelompok menganggap bahwa kelompoknyalah yang paling benar dan tetap
berada pada jalur islam. Mereka menganggap kelompok lain telah melakukan
dosa besar, dan yang paling parah adalah mereka menganggap bahwa kelompok
lain di luar kelompok mereka sebagai orang kafir.
Kelompok khowarij beranggapan bahwa tokoh kunci terjadinya peristiwa
arbitrase serta para pendukungnya telah melakukan dosa besar dan dianggap kafir.
Oleh karena itu tokoh-tokoh tersebut halal untuk dibunuh. Di lain pihak,
kelompok Syi'ah yang sangat mendukung 'Ali dan ahlu al-baitnya, meskipun
sama-sama menolak Mu'awiyah, mereka juga melakukan pembelaan atas tuduhan
kafir yang diberikan oleh khowarij kepada 'Ali.
Permasalahan politik yang dibawa-bawa kepada permasalahan teologi
tersebut, tak pelak menyeret kelompok netral yang tidak memihak kelompok
manapun ikut serta dalam membahas masalah teologi. Mereka berpendapat bahwa
permasalahan kafir atau tidaknya seseorang diserahkan kepada Allah SWT.
Mereka juga berpendapat bahwa dosa besar tidak menyebabkan seseorang
dihukumi kafir. Menurut mereka dosa tidak membahayakan manusia asal iman
masih melekat sebagaiamana taat tidak memberi arti apa-apa kalau masih dalam
keadaan kafir.
Menurut Abu Zahro', pendapat mereka merupakan pendapat jumhur ulama',
bahkan menurut Abdul Halim Mahmud, sikap tersebut merupakan sikap yang
diambil oleh orang-orang yang bijaksana. Namun dalam sejarah perjalanannya,
generasi aliran murji'ah setelah para shohabat dan para pengikutnya mengalami
perubahan teologi yang sangat jauh berbeda dengan paham para pendahulunya.
Mereka tidak hanya berpendapat bahwa urusan dosa besar diserahkan pada Allah
SWT, namun mereka juga menyatakan bahwa "ma'shiat tidak akan
membahayakan asalkan masih ada iman di dalam hati".
Pendapat inilah yang kemudian difahami dengan keliru oleh sebagian orang,
dengan asumsi bahwa orang yang melakukan dosa besar tidak akan diadzab

6
asalkan masih ada iman di dalam hati. Bahkan sisi fatalitas kelompok ini adalah
pendapat mereka yang menyatakan bahwa iman adalah I'tiqad di hati saja.
Meskipun seseorang menyatakan kafir dengan lisannya atau tampak menyembah
berhala maka ia tetap dianggap sebagai orang mu'min asalkan iman masih
tertancap dalam hatinya.5 Paham seperti inilah yang dianggap menyimpang terlalu
jauh dari islam, sehingga wajar sekali kalau generasi murji'ah setelah para
shahabat serta para ulama yang mengikutinya dianggap sebagai kelompok sesat.
Namun dalam perjalanan sejarahnya, kelompok ini pun tak dapat lepas dari
perdebatan dalam tubuh kelompok, sehingga kelompok ini pun pada akhirnya
terpecah kedalam beberapa aliran.
C. Aliran-aliran dalam murji'ah
Sejak kaum murjiah mulai menanggapi persoalan-persoalan teologis yang
mencakup iman, kufur, dosa, serta hukuman atas dosa, perbedaan pendapat
dikalangan para pendukungnya pun mulai tampak. Sehingga dengan adanya
perbedaan pandangan tersebut kaum murji'ah menjadi terpecah kedalam beberapa
kelompok. Secara garis besar kelompok murji'ah dibagi menjadi dua golongan
yaitu :
1. Murji'ah Moderat
Murji'ah moderat yang juga disebut dengan murji'ah sunnah adalah
kelompok murji'ah yang berpendapat bahwa iman itu tidak hanya terdiri dari
tasdiq bi al-qalb akan tetapi juga harus dibarengi dengan iqrar bi al-lisan.
Kedua unsur ini merupakan satu kesatuan utuh yang tidak boleh
dipisahkan.Yang termasuk dalam golongan murji'ah moderat ini antara lain
Al-Hasan ibn Muhammad Ibn 'Ali Ibn Abi Thalib, Abu Hanifah, Abu Yusuf
dan beberapa ahli hadits.6
Dalam masalah iman ini Abu Hanifah mendefinisikannya sebagai
pengetahuan dan pengakuan tentang Tuhan, tentang rasul-rasul-Nya dan

5
Lihat al-milal wa an-nikhal karya asy-syahrustani
6
Lihat al-milal wa an-nikhal karya asy-syahrustani

7
tentang segala apa yang datang dari Tuhan dalam keseluruhan dan tidak dalam
perincian, iman tidak mempunyai sifat bertambah atau berkurang dan tidak
ada perbedaan antara manusia dalam hal iman. Hal ini memberikan
kesimpulan bahwa Abu Hanifah berpendapat bahwa iman semua orang isalam
itu sama tidak ada beda antara muslim yang taat dan muslim yang berdosa
besar. Atau dengan kata lain menurut beliau dosa besar maupun kecil tidak
berpengaruh pada iman seseorang.
Golongan moderat berpendapat bahwa orang islam yang berdosa besar
bukanlah kafir dan tidak kekal dalam neraka, tetapi akan dihukum dalam
neraka sesuai dengan besarnya dosa yang dilakukannya dan ada kemungkinan
bahwa Tuhan akan mengampuni dosanya sehingga tidak akan masuk neraka
sama sekali. Nasibnya di akhirat terletak pada kehendak Allah, kalau Allah
mengampuninya maka ia terbebas dari neraka dan masuk surga, namun jika ia
tidak mendapat ampunan ia masuk neraka dan kemudian baru dimasukkan
surga. Pendapat ini sesuai dengan pendapat jumhur ulama. Barang kali
golongan inilah yang merupakan generasi pertama murji'ah yang terdiri dari
para shohabat dan orang yang hidup setelahnya yang masih memegang prinsip
para pendahulunya.
2. murji'ah ekstreme
Murji'ah Ekstrim mengatakan, bahwa iman hanya pengakuan atau
pembenaran dalam hati (tasdiq bi al-qalb). Artinya, mengakui dengan hati
bahwa tidak ada Tuhan selain Allah SWT dan Muhammad Rasul-Nya.
Menurut mereka, iqrar dan amal bukanlah bagian dari iman, karena yang
penting menurut mereka adalah tasdiq dalam hati. Alasannya bahwa iman
dalam bahasa adalah tasdiq sedangkan perbuatan dalam bahasa tidak
dinamakan tasdiq. Iman letaknya dalam hati dan apa yang ada dalam hati
seseorang tidak diketahui manusia lain. Sedangkan perbuatan seseorang tidak
selamanya menggambarkan apa yang ada dalam hatinya. Oleh karena itu

8
ucapan-ucapan dan perbuatan-perbuatan seseorang tidak mesti mengandung
arti bahwa ia tidak mempunyai iman.
Dengan konsep inilah mereka berpendapat bahwa orang Islam yang
percaya pada Tuhan dan kemudian menyatakan kekufuran secara lisan maka
tidaklah kafir, karena iman dan kufur tempatnya hanyalah dalam hati. Oleh
karena itu segala ucapan maupun perbuatan yang menyimpang dari kaidah
agama tidak berarti menggeser atau merusak keimanannya, bahkan
keimanannya masih sempurna dalam pandangan Tuhan, meskipun ia
menyembah berhala, menjalankan ajaran Yahudi / Kristen dengan
menyembah salib.
Murji'ah ekstreme ini terbagi menjadai beberapa kelompok antara lain:
1. Yunusiyyah
Mereka adalah para pengikut yunus bin Aun An-Numairy. Golongan
ini menyangka bahwasanya iman adalah ma’rifat pada Allah, tunduk
dihadapannya, tidak menyombongkan diri padanya serta cinta pada Allah
dengan hati yang tulus. Barang siapa memenuhi kriteria diatas maka ia
dianggap beriman. Menurut mereka kesalahan iblis yang menyebabkan ia
kafir adalah karena ia menyombongkan diri dihadapan Allah, tidak mau
sujud pada Adam.as menuruti perintah Allah.
2. Ubaidiyyah.
Kelompok ini adalah pengikut Ubaid Al-mukta’ib, dinukilkan darinya
bahwa segala dosa selain syrik pasti diampuni, seorang hamba yang mati
dalam keadaan bertauhid maka tidak membahayakan baginya dosa yang ia
perbuat selagi tidak menyekutukan Allah.
3. Ghassaniyyah.
Mereka dikomandoi oleh Ghassan Al-kuffy, golongan ini
berpandangan bahwa iman adalah ma’rifat pada Allah, rasulnya dan iqrar
terhadap apa yang diturunkan Allah pada para rasul tersebut secara
gelobal. Iman tidak bertambah dan tidak pula berkurang. Mereka juga

9
mengatakan bahwa orang yang mengatakan saya tahu Allah telah
mewajibkan haji kebaitullah namun tidak tahu baitullah itu terletak
dimana, mereka dianggap mu’min. Maksud mereka dengan contoh diatas
adalah keyakinan yang berada dibalik iman bukan termasuk kriteria iman.
4. Tsaubaniyyah
Kelompok ini dipimpin oleh Abu Tsauban Al-Murji’i. Mereka
menyangka bahwa iman hanyalah ma’rifat dan iqror pada Allah, rasulnya
dan segala sesuatu yang menurut akal tidak boleh dilakukan, sedangkan
mengetahui serta iqror(menetapkan) sesuatu yang secara akal boleh
dilakukan bukanlah iman menurut mereka. Diantara pengikutnya yaitu
Abu Marwan ghailan bin marwan Al-Dimasyqi, Abu Syimrin, Musa bin
Imran dan Fadhl Ar-Raqosy.
5. Tumaniyyah
Kelompok ini dipimpin Abu Mu’adz Al-Tumany. Mereka berpendapat
bahwa iman adalah kebalikan kafir. Ia adalah kriteria-kriteria yang apabila
tidak dimiliki oleh seseorang maka secara otomatis akan dihukumi kafir,
baik tidak memiliki semua kriteria itu maupun salah satunya. Kriteria yang
mereka maksud adalah ma’rifat, tashdiq, mahabbah, ikhlash dan iqror
terhadap apa yang dibawa oleh rasul s.a.w. Orang yang meninggalkan
sholat karena menganggap meninggalkannya boleh maka dihukumi kafir,
namun apabila meninggalkannya dengat niat mengqodo’ maka tetap
beriman.
6. Sholihiyyah
Mereka adalah para pengikut Shalih bin Umar As-Sholihy,
Muhammad bin Syabib, Abu Syimrin dan Ghailan. Mereka semua
menggabungkan antara qodariyah dan irja’iyah.As-Sholihiyyah
berpendapat iman adalah ma’rifat pada Allah secara muthlaq(ma’rifat al-
uula) yaitu tahu bahwasanya alam ini ada penciptanya sedangkan kafir
adalah kebalikannya. Adapun Ghailan bin Marwan memandang bahwa

10
iman adalah ma’rifat at-tsaani(ma’rifat selanjutnya) pada Allah, rasa cinta,
tunduk dihadapannya dan iqror dengan apa yang dibawa oleh rasulnya.
Yang dimaksud ma’rifat at-tsani yaitu ma’rifat setelah mengetahui
alam ini ada penciptanya, ringkasnya adalah ma’rifat bahwa dzat yang
menciptakan alam ini adalah Allah. Sedangkan ma’rifat pertama yang
sebatas meyakini bahwa alam ini ada penciptanya adalah fitrah manusia
maka dari itu belum bisa dianggap iman kalau hanya memenuhi kriteria
ini karena menurut mereka setiap insan pasti yakin akan adanya sang
pencipta.
D. Ajaran pokok murji'ah
Di atas telah disebutkan bahwa, secara garis besar murjia'h terbagi menjadi
dua yakni murji'ah moderat atau murji'ah sunnah dan murji'ah ekstreme. Murji'ah
moderat merupakan kelanjutan dari murji'ah yang muncul sebagai reaksi atas
sikap umat islam pada waktu itu yang saling mengkafirkan antara satu golongan
dengan golongan lain. Golongan pertama ini masih mengikuti manhaj
ahlussunnah wal jama'ah.
Adapun murji'ah ekstreme merupakan golongan Murji'ah yang muncul di
kemudian hari yang meninggalkan manhaj para pendahulunya. Golongan inilah
yang dianggap sebagai aliran sesat dan sangat berbahaya.
Secara garis besar, inti pokok ajaran murji'ah antara lain :
1. Pengakuan iman cukup hanya dalam hati. Jadi pengikut
golongan ini tak dituntut membuktikan keimanan dalam perbuatan sehari-
hari. Ini merupakan sesuatu yang janggal dan sulit diterima kalangan
Murji'ah sendiri, karena iman dan amal perbuatan dalam Islam merupakan
satu kesatuan.
2. Selama meyakini 2 kalimah syahadat, seorang Muslim
yang berdosa besar tak dihukum kafir. Hukuman terhadap perbuatan
manusia ditangguhkan, artinya hanya Allah yang berhak menjatuhkannya di
akhirat.

11
E. Penutup
Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa sebenarnya gerakan murjiah pada
awalnya adalah gerakan politik murni yang dipelopori oleh sekelompok shohabat
yang tidak memihak kelompok politik manapun yang muncul pada waktu itu.
Namun pada akhirnya mereka tidak dapat melepaskan diri dari permasalahan
teologis. Hal inilah yang menyebabkan terpecahnya murji'ah ke dalam berbagai
kelompok, seperti yang telah dipaparkan diatas.
Murji'ah yang masih memegangi prinsip para pendahulunya disebut dengan
murji'ah sunnah. Sedangkan murji'ah yang sudah melenceng dari manhaj para
pendahulunya disebut sebagai murji'ah ekstreme. Murji'ah inilah yang dianggap
sebagai golongan sesat oleh jumhur ulama.

12
DAFTAR PUSTAKA

− Nasution, Harun, Teologi islam : Aliran-aliran sejarah perbandingan,


Jakarta : UI-press, 1986
− Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam, Ensiklopedi Islam, Jakarta : PT.
Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994
− Muhammad Al-Khudlori Bek, Tarikh At-Tasyri' Al-Islam, Darul Fikr,
1995
− Imam Syahrustany. Al-Milal Wa An-Nihal,
− Nikmat Sabqli Qalun, Al-Murji'ah : Cerminan sikap pendahulu yang
terselewengkan,
− Wikipedia bahasa indonesia

13

You might also like