Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1
mengenal adatnya di setiap daerah yang berbeda-beda. Setiap masalah bisa saja
diselesaikan dengan hukum adat maupun hukum negara.
Masalah-masalah perkawinan khususnya masalah putusnya perkawinan
(Perceraian) harus diputuskan melalui PENGADILAN. Kebanyakan proses
pengadilan barjalan cukup memakan waktu yang lama, maka tidak jarang masyarakat
terutama masyarakat bali mengambil jalan menyalesaikannya dengan jalan memakai
hukum adat, tetapi sangat disayangkan jika masyrakat bali memilih hal tersebut karna
barkaitan dengan akta perceraian dan hak asuh anak sangat sulit untuk diwujudkan.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
atau menduda mereka dapat melekukan perkawinan pada pasangan mereka
selanjutnya.
Dalam perceraian masyarakat Bali, biasanya mereka memilih bercerai dengan
hukum adat Bali, agar lebih sederhana, murah dan cepat selesainya. Jika mereka
bercerai dan akan mempersoalkan hak asuh atas anak, adanya keinginan
mendapatkan bagian dari harta bersama, maka perceraian menurut hukum adat Bali
agak sulit untuk memenuhi keinginan tersebut.
4
II.2 Ditinggalkannya Hukum Adat
Perkawinan menurut Hindu sesuatu yang sakral. Perkawinan, ikatan lahir
batin antara pria dan wanita, sebagai suami istri untuk membentuk keluarga bahagia
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dengan memahami perkawinan seperti itu,
maka perkawinan itu harus dijaga, dipelihara agar langgeng. Dengan adanya UU
Perkawinan ini, praktis hukum adat tentang perceraian ditinggalkan. Bahkan prajuru
desa dianggap tidak berhak untuk mengesahkan perceraian karena sudah ada UU
Perkawinan.
5
menu rut hukum adat Bali memang sudah bergeser atau ditinggalkan sesudah
berlakunya UU No 1 Th 1974. Dalam buku pengantar hukum Adat Bali karangan
Windya P, UU No 1 Th 1974 juga mengatur tentang perceraian yang pada prinsipnya
mempersulit perceraian.
6
II.6 Hak asuh anak
Hak asuh anak seringkali menjadi permasalahan pasca perceraian. Bahkan
tidak jarang antar mantan suami dan mantan istri saling berebut mendapat hak asuh
anak tersebut. Sesuai hukum adat Bali, anak-anak biasanya mengikuti garis
keturunan ayahnya. Mengenai harta agak sulit dijelaskan karena biasanya perceraian
menurut hukum adat Bali dilandasi semangat pada lasia (mereka ikhlas tidak
mempersoalkan anak-anak dan kekayaan). Di sinilah sebenarnya titik permasalahan.
Dalam konteks ini hukum adat tidak berpihak pada wanita Bali.
Sedangkan menurut Undang undang No1 tahun 1974 tentang Perkawinan hak
asuh anak dapat diselesaikan melalui Putusan dari Pengadilan dimana semua pihak
dapat mempunyai kesempatan untuk mengasuh anak ( hak asuh anak ) berada
ditangan masing masing Pihak ( bapak atau ibu ).
1. Bapak dan Ibu tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anak
mereka samata-mata untuk kepentingan anak. Apabila ada perselisihan
tentang penguasaan anak, Pengadilan memberi keputusannya.
2. Bapak bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan
yang diperlukan anak itu. Apabila bapak dalam kenyataannya tidak dapat
memenuhi kewajiban tersebut, Pengadilan dapat menetapkan Ibu ikut
memikul biaya tersebut.
3. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya
penghidupan kepada bekas istri, dan atau menentukan suatu kewajiban bagi
bekas Istri (pasal 41 UUP)
7
BAB III
KESIMPULAN
8
DAFTAR PUSTAKA
9
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR............................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................... 1
II.1 Latar Belakang .................................................................... 1
II.2Rumusan Masalah ............................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN....................................................................... 2
II.1. Sosialisasi Prosedur Perceraian.......................................... 3
II.2. Ditinggalkannya Hukum Adat........................................... 4
II.3. Menggunakan Jalur Pengadilan ….................................... 4
II.4. Belum Sah Sebagai Janda.................................................. 4
II.5. Harta Kekayaan.................................................................. 5
II.6 Status Anak………………………………………………. 5
BAB III KESIMPULAN........................................................................ 6
DAFTAR PUSTAKA
10
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
anugerah-Nya penulis dapat menyelesaikan paper ini tepat waktu.
Banyak hal yang penulis dapatkan dari penulisan paper ini, termasuk juga
pengetahuan serta masukan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan yang
baik ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Bapak/ Ibu selaku Dosen
Mata Kuliah Hukum Perdata di Fakultas Hukum Universitas Udayana, yang telah
memberikan pengetahuan tentang Hukum Perdata khususnya mengenai Hukum
Keluarga. Serta kepada semua pihak yang telah membantu hingga selesainya
penyusunan paper ini.
Penulis sadar paper ini belum sempurna, untuk itu guna mencapai
kesempurnaannya, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari pembaca agar dapat meningkatkan paper ini dikemudian hari.
Penulis
11
i
DALAM KONTEKS PERCERAIAN
Oleh:
RANNY INDRA MEGA SAPUTRI
050 300 5160
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
BALI
2007
12