You are on page 1of 20

I.

PENDAHULUAN

1.1. Pupuk Hayati

Sejalan dengan perkembangan peningkatan sumberdaya manusia dan kesadaran


akan kerusakan lingkungan dan munculnya berbagai penyakit yang disebabkan
penggunaan bahan kimia secara berlebihan pada makanan, pertanian organik
muncul sebagai sebuah alternative yang menjadi pilihan bagi banyak orang.
Pertanian organik dapat dikatakan sebagai suatu system bertani selaras alam,
mengembalikan siklus ekologi dalam suatu areal pertanian membentuk suatu aliran
yang siklik dan seimbang.

Secara perlahan tapi pasti system pertanian organik mulai berkembang di berbagai
belahan bumi, baik di Negara maju maupun Negara berkembang. Masyarakat mulai
melihat berbagai manfaat yang dapat diperoleh dengan system pertanian organik ,
seperti lingkungan yang tetap terjaga kelestariannya dapat mengkonsumsi produk
pertanian yang relative lebih sehat karena bebas dari bahan kimia yang dapat
menimbulkan dampak negative bagi kesehatan .

Sutanto (2002) menjelaskan bahwa pertanian organik dapat didefenisikan sebagai


system pengelolaan produksi pertanian yang holistik yang mendorong dan
meningkatkan kesehatan agro-ekosistem, termasuk biodiversitas, siklus biologi dan
aktivitas biologi tanah, dengan menekankan pada penggunaan input dari dalam dan
menggunakan cara-cara mekanis, biologis dan cultural. Dalam system pertanian
organic masukan atau input dari luar (eksternal) akan dikurangi dengan cara tidak
menggunakan pupuk kimia buatan, pestisida dan bahan-bahan sintetis lainnya.
Dalam system pertanian organic kekuatan hokum alam yang harmonis dan lestari
akan dimanfaatkan untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas hasil pertanian
sekaligus meningkatkan ketahanan tanaman terhadap serangan hama dan
penyakit.

Beberapa lembaga penelitian dan pihak perguruan tinggi juga turut memberikan
andil dalam pengembangan pertanian organik melalui penelitian-penelitian dan
juga penyampaian informasi teknologi budidaya yang dapat diterapkan pada
system pertanian organik. Upaya yang mulai dilakukan adalah memperkenalkan
bioteknologi dalam system pertanian organik yaitu dengan memanfaatkan
beberapa mikroorganisme yang dapat membantu penyediaan hara dan
pengendalian penyakit.

Pada dasarnya kesuburan tanah lokal merupakan kunci keberhasilan system


pertanian organik, baik kesuburan fisik, kimia maupun biologi. Bila kesuburan tanah
telah baik maka akan tercipta lingkungan pertanaman terutama untuk perakaran
yang diinginkan, ketersediaan hara makro dan mikro terpenuhi dan aktivitas
mikroorganisme tanah utnuk membantu kesuburan tanah juga terjaga.

Pemanfaatan mikroba tanah untuk meningkatkan dan mempertahankan kesuburan


tanah dalam system pertanian organik sangat penting. Peran mikroba di dalam
tanah antara lain adalah daur ulang hara, penyimpanan sementara dan pelepasan
untuk dimanfaatkan tanaman.

Keberhasilan pemanfaatan mikroba untuk tujuan meningkatkan kesuburan tanah


memerlukan pengetahuan dari berbagai disiplin ilmu secara terpadu. Pakar
mikrobiologi tanah mengawali dengan mempelajari dan mengidentifikasikasi
ekologi mikroorganisme yang akan digunkan sebagai biofertilizer (pupuk hayati).
Selanjutnya mokorganisme hasil isolasi dari tanah dikembangbiakkan pada kondisi
laboratorium menggunakan media buatan. Setelah mikroorganisme tersebut
berhasil dibiakkan, maka harus diperoleh galur yang dikehendaki, karena tidak
semua spesies dari suatu populasi bersifat efektif. Selanjunya galur yang efektif
diisolasi dan dilakukan pengujian di lapangan apakah hasil inokulasi dapat
meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman. Mikroorganisme yang
diinokulasi harus sesuai dengan kondisi lingkungan tertentu, harus mampu
menyesuaikan dengan fluktuasi kondisi lingungan dan tidak kalah bersaing atau
dimangsa mikroorganisme asli (Yuwono,2006)

Apabila mikroorganisme yang diinokulasi cukup efektif dalam meningkatkan hasil


tanaman, maka tugas selanjutnya adalah mengembangkan metode untuk
memperbanyak dengan skala besar. Pada umumnya mikroorganisme akan tumbuh
dan berkembang melalui proses fermentasi. Apabila populasi mikroorganisme
mencapai ukuran tertentu, kemudian tahap berikutnya adalah memanen dan
mengemas untuk tujuan komersil. Tugas selanjutnya adalah membuat formula cara
kerja inokulan, termasuk cara memanfaatkan inokulan di lapangan (disemprotkan
ke tanah atau dicampurkan dengan biji), termasuk memecahkan semua masalah
yang mungkin dihadapi dalam mempertahankan inokulan tetap efektif. Terutama
yang berhubungan dengan pengiriman, kemasan , penyimpanan dan pemanfaatan
(Sutanto, 2002).

Dalam bidang pertanian mikrobia tanah dapat dikelompokkan menjadi mikrobia


merugikan (mencakup virus, jamur, bakteri dan nematode pengganggu tanaman
yang bertindak sebagai hama dan penyakit) dan mikrobia yang bermanfaat yaitu
sejumlah jamur dan bakteri yang karena kemampuannya melaksanakan fungsi
metabolisme menguntungkan bagi pertumbuhan dan produksi tanaman. Mikrobia
tanah yang menguntungkan ini dapat dikategorikan sebagai biofertilizer atau pupuk
hayati.

Secara garis besar fungsi menguntungkan tersebut dapat dibagi menjadi beberapa
sebagai berikut ( Gunalan, 1996):
1. Penyedia hara
2. Peningkat ketersediaan hara
3. Pengontrol organisme pengganggu tanaman
4. Pengurai bahan organik dan pembentuk humus
5. Pemantap agregat tanah
6. Perombak persenyawaan agrokimia

1.2. Bakteri Pelarut Fosfat (BPF)

Mikroba yang berperanan dalam pelarutan fospat adalah bakteri, jamur dan
aktinomisetes. Dari golongan bakteri antara lain: Bacillus firmus, B. subtilis, B.
cereus, B. licheniformis, B. polymixa, B. megatherium, Arthrobacter, Pseudomonas,
Achromobacter, Flavobacterium, Micrococus dan Mycobacterium. Pseudomonas
merupakan salah satu genus dari Famili Pseudomonadaceae.

Bakteri ini adalah bakteri aerob khemoorganotrof ,berbentuk batang lurus atau
lengkung, ukuran tiap sel bakteri 0.5-0.1 1μm x 1.5- 4.0 μm, tidak membentuk
spora dan bereaksi negatif terhadap pewarnaan Gram.Di dalam tanah jumlahnya 3-
15% dari populasi bakteri. Pseudomonas terbagi atas grup, diantaranya adalah sub-
grup berpendarfluor (Fluorescent) yang dapat mengeluarkan pigmen phenazine.
Kebolehan menghasilkan pigmen phenazine juga dijumpai pada kelompok tak
berpendarfluor yang disebut sebagai spesies Pseudomonas multivorans.
Sehubungan itu maka ada empat spesies dalam kelompok Fluorescent yaitu
Pseudomonas aeruginosa, P. fluorescent, P. putida, dan P. multivorans
(Hasanudin,2003).

Bakteri pelarut fospat merupakan bakteri decomposer yang mengkonsumsi


senyawa carbon sederhana, seperti eksudat akar dan sisa tanaman. Melalui proses
ini bakteri mengkonversi energi dalam bahan organik tanah menjadi bentuk yang
bermanfaat untuk organisme tanah lain dalam rantai makanan tanah. Bakteri ini
dapat merombak pemcemar tanah, dapat menahan unsur hara di dalam selnya.

Aktivitas bakteri pelarut posfat akan tinggi pada suhu 30oC – 40oC (bakteri
mesophiles) , kadar garam tanah <>Struktur Tambahan Bakteri :

1. Kapsul atau lapisan lendir adalah lapisan di luar dinding sel pada jenis bakteri
tertentu, bila lapisannya tebal disebut kapsul dan bila lapisannya tipis disebut
lapisan lendir. Kapsul dan lapisan lendir tersusun atas polisakarida dan air.

2. Flagelum atau bulu cambuk adalah struktur berbentuk batang atau spiral yang
menonjol dari dinding sel.

3. Pilus dan fimbria adalah struktur berbentuk seperti rambut halus yang menonjol
dari dinding sel, pilus mirip dengan flagelum tetapi lebih pendek, kaku dan
berdiameter lebih kecil dan tersusun dari protein dan hanya terdapat pada bakteri
gram negatif. Fimbria adalah struktur sejenis pilus tetapi lebih pendek daripada
pilus.

4. Klorosom adalah struktur yang berada tepat dibawah membran plasma dan
mengandung pigmen klorofil dan pigmen lainnya untuk proses fotosintesis.
Klorosom hanya terdapat pada bakteri yang melakukan fotosintesis.

5. Vakuola gas terdapat pada bakteri yang hidup di air dan berfotosintesis.

6. Endospora adalah bentuk istirahat (laten) dari beberapa jenis bakteri gram positif
dan terbentuk didalam sel bakteri jika kondisi tidak menguntungkan bagi kehidupan
bakteri. Endospora mengandung sedikit sitoplasma, materi genetik, dan ribosom.
Dinding endospora yang tebal tersusun atas protein dan menyebabkan endospora
tahan terhadap kekeringan, radiasi cahaya, suhu tinggi dan zat kimia. Jika kondisi
lingkungan menguntungkan endospora akan tumbuh menjadi sel bakteri baru.

1.3 Senyawa Fosfat Tanah

Fosfor di dalam tanah dapat dibedakan dalam dua bentuk yaitu P-organik dan P-
anorganik.Kandungannya sangat bervariasi tergantung pada jenis tanah, tetapi
pada umumnya rendah , Gambar 20 menunjukkan bagian dunia yang kekuranagn P
(Handayanto dan Hairiyah,2007)

Posfor organik di dalam tanah terdapat sekitar 50% dari P total tanah dan bervariasi
sekitar 15-80% pada kebanyakan tanah. Bentuk-bentuk fospat ini berasal dari sisa
tanaman, hewan dan mikrobia. Di sini terdapat sebagai senyawa ester dari asam
orthofospat yaitu inositol , fosfolipid, asam nukleat, nukleotida, dan gula posfat.
Tiga senyawa yaitu inositol fospolopid dan asam nukleat amat dominan dalam
tanah.

Inositol fospat dapat mempunyai satu sampai enam atom P setiap unitnya, dan
senyawa ini dapat ditemukan dalam tanah atau organisme hidup (bakteri) yang
dibentuk secara enzimatik. Asam nukleat sebagai DNA dan RNA menyusun 1-10% P-
organik total (Elfiati,2005). Sel-sel mikrobia (bakteri) sangat kaya dengan asam
nukleat. Jika organisme tersebut mati maka asam nukleatnya siap untuk
dimineralisasi.

Ketersediaan P-organik bagi tanaman sangat tergantung pada aktivitas mikrobia


untuk memineralisasikannya. Namun seringkali hasil mineralisasi ini segera
bersenyawa dengan bagian-bagian anorganik untuk membentuk senyawa yang
relatif sukar larut. Enzim fostafase berperan utama dalam melepaskan P dari ikatan
P-organik. Enzim ini banyak dihasilkan dari mikrobia tanah,terutama yang bersifat
heterotrof. Aktivitas fosfatase dalam tanah meningkat dengan meningkatnya C-
organik,tetapi juga dipengaruhi oleh pH , kelembaban temperatur dan faktor lain.

Dalam kebanyakan tanah total P-organik sangat berkorelasi dengan C-organik


tanah, sehingga mineralisasi P meningkat dengan meningkatnya C-organik.
Semakin tinggi C-organik dan semakin rendah P-organik semakin meningkat
immobilisasi P. Fosfat anorganik dapat diimmobilisasi menjadi P-organik oleh
mikrobia dengan jumlah yang bervariasi antara 25-100%.

Bentuk P-anorganik dapat dibedakan menjadi P aktif yang meliputi Ca-P, Al-P, Fe-P
dan P tidak aktif, yang meliputi occhided-P , reductant-P , dan mineral P
primer.Fospor anorganik di dalam tanah pada umumnya berasal dari mineral fluor
apatit. Dalam proses hancuran iklim dihasilkan berbagai mineral P sekunder seperti
hidroksi apatit, karbonat apatit, klor apatit dan lainnya sesuai dengan
lingkungannya. Selain itu ion-ion fospat dengan mudah dapat bereaksi ion
Fe3+,Al3+,Mn2+ dan Ca2+, ataupun terjerap pada permukaan oksida-oksida hidrat
besi, aluminium dan hidrat.

P-anorganik berupa senyawa 3Ca(PO4)CaF Fluor apatit, 3Ca3(PO4)2CaCO3


Carbonat apatit, 3Ca2(PO4)2Ca(HO)2 Hidroksi apatit, 3Ca3(PO4)2CaO Oksi apatit,
Ca(PO4)2CaCO3 Tri kalsium Phosfat, Ca3(PO4)2 Dikalsium phosfat, AlPO42H2O
Variscit, FePO42H2O Strengit.

1.4 Peranan Fosfat pada Tanaman

Fospor merupakan unsur hara esensial makro yang dibutuhkan untuk pertumbuhan
tanaman. Tanaman memperoleh unsur P seluruhnya berasal dari tanah atau dari
pemupukan serta hasil dekomposisi dan mineralisasi bahan organik. Jumlah P total
dalam tanah cukup banyak, namun yang tersedia bagi tanaman jumlahnya rendah
hanya 0,01 – 0,2 mg/kg tanah (Handayanto dan Hairiyah,2007).

Fospor yang diserap tanaman tidak direduksi, melainkan berada di dalam senyawa
organik dan organik dalam bentuk teroksidasi. Fospor organik banyak terdapat di
dalam cairan sel sebagai komponen sistim penyangga tanaman. Dalam bentuk
anorganik, P terdapat sebagai fosfolipid yang merupakan komponen membran
sitoplasma dan kloroplas. Fitin merupakan simpanan fospat dalam biji, gula fospat
merupakan senyawa antara dalam berbagai proses metabolisme tanaman.
Nukleoprotein merupakan komponen utama DNA dan RNA inti sel. ATP, ADP dan
AMP merupakan senyawa berenergi tinggi untuk metabolisme.

Peranan P pada tanaman penting untuk pertumbuhan sel, pembentukan akar halus
dan rambut akar, memperkuat tegakan batang agar tanaman tidak mudah
rebah,pembentukan bunga , buah dan biji serta memperkuat daya tahan terhadap
penyakit. Tanaman jagung menghisap unsur P dalam bentuk ion sebanyak 17 kg/ha
untuk menghasilkan berat basah tanaman 4200 kg/ha (Premono,2002).

Kekurangan P pada tanaman akan mengakibatkan berbagai hambatan


metabolisme, diantaranya dalam proses sintesis protein, yang menyebabkan
terjadinya akumulasi karbohidrat dan ikatan-ikatan nitrogen. Kekurangan P
tanaman dapat diamati secaa visual, yaitu daun-daun yang lebih tua akan berwarna
kekuningan atau kemerahan karena terbentuknya pigmen antisianin. Pigmen ini
terbentuk karena akumulasi gula di dalam daun sebagai akibat terhambatnya
sintesa protein. Gejala lain adalah nekrotis atau kematian jaringan pada pinggir
atau helai daun diikuti melemahnya batang dan akar terhambat pertumbuhannya.

Buntan (1992) menjelaskan fosfor merupakan bahan makanan utama yang


digunakan oleh semua organisme untuk energi dan pertumbuhan. Secara geokimia,
fosfor merupakan 11 unsur yang sangat melimpah di kerak bumi. Seperti halnya
nitrogen, fosfor merupakan unsur utama di dalam proses fotosintesis. Fosfor
biasanya berasal dari pupuk buatan yang kandungannya berdasarkan rasio N-P-K.
Sebagai contoh 15-30-15, mengindikasikan bahwa berat persen fostor dalam pupuk
buatan adalah 30% fosfor oksida (P2O5). Fosfor yang dapat dikonsumsi oleh
tanaman adalah dalam bentuk fosfat, seperti diamonium fosfat ((NH4)2HPO4) atau
kalsium fosfat dihidrogen(Ca(H2PO4)2).

Fosfat merupakan salah satu bahan galian yang sangat berguna untuk pembuatan
pupuk. Sekitar 90% konsumsi fosfat dunia dipergunakan untuk pembuatan pupuk,
sedangkan sisanya dipakai oleh industri ditergen dan makanan ternak. Mineral-
mineral fosfat adalah batuan dengan kandungan fosfor yang ekonomis. Kandungan
fosfor pada batuan dinyatakan dengan BPL (bone phosphate of lime) atau TPL
(triphosphate of lime) yang didasarkan atas kandungan P2O5. Sebagian besar fosfat
komersial yang berasal dari mineral apatit {Ca5 (PO4)3 (F,Cl,OH)} adalah kalsium
fluo-fosfat dan kloro-fosfat dan sebagian kecil wavelit (fosfat aluminium hidros).
Sumber lainnya berasal dari jenis slag, guano, krandalit (CaAl3(PO4)2(OH)5 .H2O),
dan milisit {(Na,K) CaAl6 (PO4)4 (OH)9 3H2O}.

Apatit memiliki struktur kristal heksagonal dan biasanya dalam bentuk kristal
panjang prismatik. Sifat fisik yang dimilikinya: warna putih atau putih kehijauan,
hijau, kilap kaca sampai lemak, berat jenis 3,15 3,20, dan kekerasan 5. Apatit
merupakan mineral asesori dari semua jenis batuan.beku, sedimen, dan metamorf.
Ini juga ditemukan pada pegmatit dan urat-urat hidrotermal. Selain sebagai bahan
pupuk, mineral apatit yang transparan dan berwarna bagus biasanya digunakan
untuk batu permata.

Reservoir fosfor berupa lapisan batuan yang mengandung fosfor dan endapan fosfor
anorganik dan organik. Fosfat biasanya tidak atau sulit terlarut dalam air, sehingga
pada kasus ini tidak dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Kehadiran mikroorganisme
dapat memicu percepatan degradasi fosfat. Sumber fosfor organik dalah perbukitan
guano. Di dunia, cadangan fosfat berjumlah 12 milyar ton dengan cadangan dasar
sebesar 34 milyar ton. Cadangan fosfat yang ada di Indonesia adalah sekitar 2,5
juta ton endapan guano (0,17 - 43% P2O5) dan diperkirakan sekitar 9,6 juta ton
fosfat marin dengan kadar 20 - 40% P2O5. Masuknya fosfor ke laut sebesar 3,3 x
1011 mol P th. Jika aktivitas manusia (anthropogenic), seperti perusakan hutan dan
penggunaan pupuk dimasukkan, maka jumlah fosfor yang masuk ke laut akan
meningkat sebesar 3 kali lipat, yaitu 7,4 - 15,6 x 1011 mol P th . Siklus P pada
Gambar 21 (Buntan, 1992).

II. PEMANFAATAN BAKTERI PELARUT FOSFAT

2.1. Bakteri Pelarut Fosfat dan Ketersediaan P

Reaksi yang terjadi selama proses pelarutan P dari bentuk tak tersedia adalah
reaksi khelasi antara ion logam dalam mineral tanah dengan asam-asam organik.
Khelasi adalah reaksi keseimbangan antara ion logam dengan agen pengikat, yang
dicirikan dengan terbentuknya lebih dari satu ikatan antara logam tersebut dengan
molekul agen pengikat, yang menyebabkan terbentuknya struktur cincin yang
mengelilingi logam tersebut. Mekanisme pengikatan Al+++ dan Fe++ oleh gugus
fungsi dari komponen organik adalah karena adanya satu gugus karboksil dan satu
gugus fenolik, atau dua gugus karboksil yang berdekatan bereaksi dengan ion
logam.Besarnya P yang terlarut memiliki korelasi dengan Ca dan Mg yang
dilepaskan, hal ini membuktikan bahwa P tersebut semula terikat oleh Ca dan Mg.
Pelarutan P dalam tanah dapat ditingkatkan pada suasana pH rendah .

Fospor relatif tidak mudah tercuci, tetapi karena pengaruh lingkungan maka
statusnya dapat berubah dari P yang tersedia bagi tanaman menjadi tidak tersedia,
yaitu dalam bentuk Ca-P, Mg-P, Al-P, Fe-P atau occluded-P.

Menurut Buntan (1992) dalam aktivitasnya bakteri pelarut P akan menghasilkan


asam-asam organik diantaranya asam sitrat, glutamat, suksinat, laktat, oksalat,
glioksalat, malat, fumarat, tartarat dan alfa ketobutirat. Meningkatnya asam-asam
organik tersebut biasanya diikuti dengan penurunan pH, sehingga mengakibatkan
pelarutan P yang terikat oleh Ca.Penurunan pH juga disebabkan terbebasnya asam
sitrat dan nitrat pada oksidasi kemoautotropik sulfur dan amonium berturut-turut
oleh bakteri Thiobacillus dan Nitrosomonas. Reaksi pelarutan atau pelepasan P oleh
penurunan pH dan terdapatnya gugus karboksilat secara sederhana dapat
digambarkan sebagai berikut :
Ca10(PO4)6(OH)2 + 14H+ --> 10 Ca2+ + 6H2O + 6H2PO4-

OH OH
M- OH + R-COO- ---> M OH + H2PO4-
H2PO4 - OC-R

M = Al3+ atau Fe3+

Reaksi pengikatan P sebagai berikut :


Al + H2PO4 + 2 H2O --> Al(OH)2H2PO4 + 2 H+
Al(OH)3 + H2PO4 --> AL(OH)2H2PO4 + OH-
Ca(H2PO4) + CaCO3 --> Ca3(PO4)2 + 2CO2 +2H2O

Asam organik yang dihasilkan bakteri pelarut posfat mampu meningkatkan


ketersediaan P di dalam tanah melalui beberapa mekanisme, diantara adalah : (a)
anion organik bersaing dengan orthofosfat pada permukaan tapak jerapan koloid
yang bermuatan positif ; (b) pelepasan orthofosfat dari ikatan logam P melalui
pembentukan komplek logam organik ; (c) modifikasi muatan tapak jerapan oleh
ligan organik (Elfianti,2005)

Asam sitrat dan oksalat digolongkan sangat efektif dalam menurunkan retensi P
dari kaolinit dan gipsit, sedangkan asam malonat, tartarat dan malat berefektivitas
sedang, asam asetat dan suksinat digolongkan kurang efektif. Pada tanah vulkanik
yang kaya alovan asam-asam organik (benzoat, salisilat dan ptalat) tidak mampu
menurunkan retensi P. Havlin et al dalam Elfianti(2005) menjelaskan juga bahwa
tanpa anion organik maka Fe menjerap P dalam jumlah yang sangat banyak. Asam
sitrat menjerap Fe jauh lebih banyak dibanding tartarat, demikian pula dalam hal
mengurangi P terjerap. Tetapi jumlah Al yang diikat kedua asam tersebut tidak
berbeda. Asam asetat tidak efektif dalam menurunkan retensi, karena asetat
kurang kuat dalam membentuk komplek dengan Al maupun Fe.

Disamping meningkatkan P tersedia, beberapa asam organik berbobot molekul


rendah ini juga dapat mengurangi daya racun Al yang dapat dipertukarkan (Al-dd).
Kemampuan detoksifikasi asam organik terhadap Al-dd dalam tiga kelompok yaitu
kuat (sitrat, oksalat, tartarat); sedang (malat, malonat, salisilat); dan lemah
(suksinat,laktat, asetat dan ptalat). Hasil penelitian Pramono et al.(1992)
menunjukkan bahwa bakteri pelarut posfat secara nyata mampu mengurangi Fe,
Mn dan Cu yang terserap oleh tanaman jagung yang ditanam pada tanah masam,
sehingga berada pada tingkat kandungan yang normal.

Terdapatnya asam-asam organik sitrat, oksalat, malat, tartarat dan malonat di


dalam tanah sangat penting artinya dalam mengurangi pengikatan P oleh unsur-
unsur penjerapnya dan mengurangi daya racun aluminium pada tanah masam.

Asam-asam organik yang mempunyai berat molekul rendah meliputi: asam alifatik
sederhana, asam amino dan asam fenolik. Asam alifatik terdapat pada tanaman
yang banyak mengandung selulosa, asam amino dihasilkan dari tanaman yang
banyak mengandung N (misalnya legum), sedang asam fenolik dihasilkan dari
tanaman golongan herba (berbatang basah seperti bayam). Asam-asam organik
tersebut antara lain: laktat, glikolat, suksinat, alfa ketoglutarat, asetat, sitrat, malat,
glukonat, oksalat, butirat dan malonat akan terbentuk selama proses perombakan
bahan organik oleh mikrobia, merupakan bentuk antara (transisi). Meskipun
jumlahnya sangat kecil yaitu sekitar 10 mM, namun karena terus menerus
terbentuk maka peranannya menjadi penting. Sebagian besar asam tersebut
merupakan asam lemah. Konsentrasi yang agak besar dapat ditemukan pada
mintakat (zone) tempat aktivitas mikrobia tinggi seperti rhizosphere atau pada
longgokan seresah tanaman yang sedang mengalami proses perombakan. Lokasi
keberadaan bakteri di daerah perakaran. Jumlah bakteri yang terdapat di daerah
perakaran dan tanah pada Tabel 1, dan jumlah mikrobia yang terbanyak di daerah
perakaran adalah bakteri pada Tabel 2 (Vega, 2007).

Tabel 1. Jumlah Bakteri CFU x 106 g-1 tanah


-----------------------------------------------------------------
Plant Species Rhizoplane Rhizosphere Bulk Soil R/S Ratio
-----------------------------------------------------------------
Red Clover 3844 3255 134 24
Oats 3588 1090 184 6
Flax 2450 1015 184 5
Wheat 4119 710 120 6
Maize 4500 614 184 3
Barley 3216 505 140 3
-----------------------------------------------------------------
Sumber: Rouat dan Katznelson, 1961.

Tabel 2 Jumlah Mikrobia di Daerah Perakaran


----------------------------------------------------------
Microorganisms Rhizosphere Soil Bulk Soil R/S Ratio
----------------------------------------------------------
Bacteria 1,2 x 10^9 5,3 x 10^7 23
Actinomycetes 4,6 x 10^7 7,0 x 10^6 7
Fungi 1,2 x 10^6 1,0 x 10^5 12
Protozoa 2,4 x 10^3 1,0 x 10^3 2
Algae 5,0 x 10^3 2,7 x 10^4 0,2
Ammonifiers 5,0 x 10^8 4,0 x 10^5 125
Denitrifiers 1,26 x 10^8 1,0 x 10^5 1260
----------------------------------------------------------
Sumber: Hasil modifikasi dari Gray dan Williams, 1971.

Urutan kemampuan asam organik dalam melarutkan fosfat adalah: asam sitrat >
asam oksalat = asam tartrat= asam malat > asam laktat = asam format = asam
asetat. Asam organik yang membentuk komplek yang lebih mantap dengan kation
logam akan lebih efektif dalam melepas Ca, Al dan Fe mineral tanah sehingga akan
melepas P yang lebih besar. Demikian juga asam aromatik dapat melepas P lebih
besar dibandingkan asam alifatik.

Menurut Yuwono (2006) bahwa kecepatan pelarutan P dari mineral P oleh asam
organik ditentukan:
(1) kecepatan difusi asam organik dari larutan tanah,
(2) waktu kontak antara asam organik dan permukaan mineral,
(3) tingkat dissosiasi asam organik,
(4) tipe dan letak gugus fungsi asam organik,
(5) affinitas kimia agen pengkhelat terhadap logam dan
(6) kadar asam organik dalam larutan tanah.

Menurut Alexander (1986) mikrobia dapat ditumbuhkan dalam media yang


mengandung Ca3(PO4)2, FePO4, AlPO4, apatit, batuan P dan komponen P-
anorganik lainnya sebagai sumber P. Sastro (2001) menunjukkan bahwa jamur
Aspergilus niger dapat dipeletkan bersama dengan serbuk batuan fosfat dan bahan
organik membentuk pupuk batuan fosfat yang telah mengandung jasad pelarut
fosfat. Aspergillus niger tersebut dapat bertahan hidup setelah masa simpan 90 hari
dalam bentuk pelet.

Elfianti (2005) menggunakan fosfobakteri galur fosfo 24, Bacillus substilis,


Bacterium mycoides dan Bacterium mesenterricus untuk melarutkan P organik
(glisero fosfat, lesitin, tepung tulang) dan P anorganik (Ca-p, Fe-P) yang dilakukan
secara in vitro. Hasilnya menunjukkan bahwa bakteri tersebut mampu melarutkan
FePO4, Ca3(PO4)2, gliserofosfat, lesitin dan tepung tulang berturut-turut sebayak
4,5 , 6, 8, 13 dan 14%. Banin (1982) memanfaatkan Bacillus sp dan dua galur
Bacillus firmus, yang menunjukkan bahwa ketiga bakteri tersebut masing-masing
hanya mampu melarutkan berturut-turut 0,3, 0,9 dan 0,3% dari senyawa Ca3(PO4)2
yang diberikan dan tidak mampu melarutkan ALPO4 dan FePO4.

Supadi (1962) mengidentifikasikan beberapa bakteri pelarut P dari lapisan


perakaran tanaman jagung, mikrobia tersebut adalah Bacillus megaterium, Bacillus
sp, Escherechia freundii dan Escherechia intermedia. Bakteri tersebut dapat
meningkatkan P tersedia sebanyak 0,8 – 3,7 ppm pada tanah sterl dan 0,1 – 3,6
ppm pada tanah steril.

Premono et al (1991) yang menggunakan Pseudomonas putida, Citrobacter


intermedium dan Serratia mesenteroides, mendapatkan bahwa bakteri tersebut
mampu meningkatkan P larut yang ada dalam medium ALPO4 dan batuan fospat
sebanyak 6-19 kali lipat, tetapi tidak mampu melarutkan FePO4 . Selanjutnya
Premono (1994) menunjukkan bahwa Pseudomonas fluorescens dan P. Puptida
mampu meningkatkan P terekstrak pada tanah masam sampai 50%, sedangkan
pada tanah bereaksi basa P . puptida mampu meningkatkan P yang terekstrak
sebesar 10%. Penelitian Buntan (1992) memperlihatkan bahwa bakteri pelarut P
(Pseudomonas puptida dan Enterobacter gergoviae) mampu meningkatkan
kelarutan P pada tanah ultisol. Hasil penelitian Setiawati (1998) menunjukkan
bahwa Pseudomonas fluorescens yang digunakan mampu meningkatkan kelarutan
P dari fospat alam dari 16,4 ppm menjadi 59,9 ppm, meningkatkan kelarutan P dari
ALPO4 dari 28,5 ppm menjadi 30,6 ppm dan meningkatkan P tersedia tanah dari
17,7 ppm menjadi 34,8 ppm.

Ada beberapa metode uji untuk memilih mikroba pelarut fosfat sebagai bahan aktif
biofertilizer. Uji pertama yang sering dilakukan adalah mengukur indek pelarutan
fosfat dan kemudian dilanjutkan dengan uji invitro. Bagian Pertama ini akan
mejelaskan tentang indek pelarutan fosfat.

Indek pelarutan fosfat ini berdasarkan pada metode yang dijelaskan oleh Premono,
Moawad, dan Vlek (1996). Secara aseptis 1 ose (untuk bakteri) atau satu cuplikan
kecil dengan diameter 8 mm untuk fungi diinokulasikan ke atas media Pikovskaya.
Setiap perlakuan dilakukan dengan beberapa ulangan, minimal duplo. Isolat
diinkubasi selama beberapa hari. Indeks pelarutan fosfat adalah perbandingan
antara diameter zona jernih dibagi dengan diameter koloni.

Indek pelarutan fosfat sesuai digunakan untuk screening awal mikroba pelarut
fosfat. Metode ini mudah dan murah untuk dilakukan. Tetapi jika tidak hati-hati
metode ini bisa menimbulkan bias. Variasi indek pelarutan fosfat dipengaruhi oleh
beberapa hal, antara lain:
(1) Konsentrasi fosfat. AlPO4 tidak larut dalam air; untuk menuang medium ini ke
dalam cawan petri perlu digoyang-goyang terlebih dahulu. Ada kemungkinan bahwa
konsentrasi AlPO4 tidak seragam, sehingga zona jernihnya juga terpengaruh
(2) Ketebalan agar. Ketebalan agar di dalam cawan juga akan mempengaruhi zona
jernih. AlPO4 di agar yang lebih tebal tentunya lebih sulit untuk dilarutkan daripada
di agar yang tipis.
(3) Kecepatan pertumbuhan mikroba. Ada mikroba yang tumbuh dengan cepat dan
ada mikroba yang tumbuh lambat. Misalnya, Penicillium sp umumnya memiliki
diamater koloni yang lebih kecil daripada Aspergillus sp. Indek Penicillium sp lebih
besar dari Aspergillus sp, tetapi kemampuannya melarutkan fosfat in vitro
Penicillium sp lebih kecil daripada Aspergillus sp.
(4) Sesuai untuk membadingkan satu kelompok mikroba. Indek pelarutan fosfat
kurang sesuai untuk membandingkan antar kelompok mikroba, misalnya: fungi,
bakteri, dan aktinomicetes.

Data-data indek pelarutan fosfat umumnya di analisis dengan metode statistik.


Statistik tidak bisa memisahkan variabel-variabel ini. Beberapa hal di atas akan
sangat mempengaruhi hasil analisa statistik oleh karena itu harus diperhatikan
dengan sungguh-sungguh agar tidak salah dalam mengambil kesimpulan.
2.2. Bakteri Pelarut Fosfat dan Tanaman

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terbukti bahwa perlakuan pemberian


bakteri pelarut fosfat (BPF) sebagai pupuk hayati peningkat ketersediann P dalam
tanah mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman jagung pada tanah masam,
yang tampak pada parameter tinggi tanaman 10 dan 45 HST, berat basah trubus,
berat kering trubus, berat basah akar, berat kering akar, luas daun serta kadar P
trubus.

Pada tanaman jagung, Citrobacter intermedium dan Pseudomonas putida (Premono


et al, 1991) mampu meningkatkan serapan P dan bobot kering tanaman sampai
30%. Pada percobaan yang lain P. Putida mampu meningkatkan bobot kering
tanaman jagung sampai 20% dan mikrobia ini stabil sampai lebih dari 14 bulan
pada media pembawa zeolit, tanpa kehilangan kemampuan genetisnya dalam
melarutkan batuan posfat. Inokulasi dengan Enterobacter gergoviae pada tanaman
jagung dapt meningkatkan bobot kering tanaman jagung sebesar 29%. Sedangkan
Lestari (1994) menguji Aspergillus niger menunjukkan bahwa mikrobia tersebut
sangat baik dalam memperbaiki penampilan pertumbuhan tanaman jagung sampai
8 minggu pertama.

Berdasarkan hasil penelitian Hasanuddin (2002) menunjukkan bahwa perlakuan


inokulasi Bakteri pelarut posfat 15 ml per inokulum tanaman dapat meningkatkan
ketersediaan P 62,21% dan meningkatkan berat kering tanaman Kedelai.

Pada Tanaman Tebu penggunaan bakteri pelarut P (Pseudomonas puptida dan


Pseudomonas fluorescens) dapat meningkatkan bobot kering tanaman sampai 40%
dan meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk TSP sebesar 60-135% (Elfiati,2005).

Beberapa peneliti mengemukakan bahwa efektifnya bakteri pelarut P tidak hanya


disebabkan oleh kemampuannya dalam meningkatkan ketersediaan P tetapi juga
disebabkan karena kemampuannya dalam menghasilkan ZPT, terutama pada
Bakteri yang hidup di permukaan akar seperti Pseudomonas fluorescens, P putida
dan P. Striata. Bakteri tersebut dapat menghasilkan zat pengatur tumbuh seperti
asam indol asetat (IAA) dan asam giberelin (GA3).

Beberapa bakteri pelarut posfat juga dapat berperan sebagai biokontrol yang dapat
meningkatkan kesehatan akar dan pertumbuhan tanaman melalui proteksinya
terhadap penyakit. Strain tertentu dari Pseudomonas sp dapat mencegah tanaman
dari patogen fungi yang berasal dari tanah. Pseudomonas fluorescens dapat
mengontrol perkembangan penyakit dumping-off tanaman. Kemampuan bakteri ini
terutama karena menghasilkan 2,4-diacethylphloroglucinol yang dapat
menghalangi pertumbuhan cendawan dumping-off Phytium ultium
(Hadiyanto,2007).

III. TEKNOLOGI PUPUK HAYATI BAKTERI PELARUT FOSFAT

3.1. Teknik Identifikasi Bakteri

Identifikasi bakteri sangat diperlukan untuk menentukan atau mengetahui jenis


bakteri yang diinginkan. Teknik identifikasi populasi bakteri dapat dilakukan dengan
metode tidak langsung , yaitu berdasarkan jumlah koloni pada media yeast
mannitol agar (YMA) + congored ataupun YMA + bromthymol blue (BTB). Bahan
dan alat yang diperlukan adalah penangas air, mortir penumbuk steril, neraca, pipet
steril, air steril, lampu bunsen,contoh tanah, petridish dan mikroskop.

Selanjutnya menurut Syarifuddin (2002) pengambilan contoh tanah dilakukan


dengan cara pengamatan tanah di lapangan untuk mengetahui morfologi, klasifikasi
dan penyebarannya. Pengamatan dapat dilakukan dengan sistem grade dengan
jarak 250x250m atau disesuaikan dengan perubahan landscape. Selain contoh
tanah profil diambil juga contoh tanah komposit pada kedalaman 0-50 cm . Contoh
tanah komposit merupakan campuran homogen dari beberapa tempat pengambilan
dari satuan lahan yang sama, setelah diaduk rata kemudian diambil 500gr . Tanah
diupayakan dalam keadaan lembab untuk keperluan analisis di laboratorium.Alat –
alat labor yang digunakan pada Gambar 24 sampai dengan Gambar 29).

Prosedur identifikasi dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :


(1) Pada bagian petridish diberi tanda sesuai dengan tingkat pengenceran yaitu10-
1, 10-2, 10-3 dan seterusnya.
(2) Sebanyak 1gr contoh tanah ditumbuk dalam mortir steril kemudian dimasukkan
secara aseptik bersama 9cc air steril ke dalam erlenmeyer (pengenceran 10-2),
selanjutnya dikocok dengan hati-hati sampai homogen.
(3) Inokulasi secara aseptik 1cc masing-masing contoh tanah yang telah homogen
ke dalam petridish steril dan tabung gelas yang berisi 9 cc air steril (pengenceran
10-3) kemudian kocok dilakukan seperti no 2.
(4) Media YMA+congored atau BTB steril yang telah diencerkan pada suhu lebih
krang 500C dituangkan secara aseptik ke dalam masing-masing petridish yang
telah diinokulasi, kemudian digoyang-goyang secukupnya dan biarkan sampai
membeku.
(5) Inokulasi pada suhu 280C selama 8 hari dengan posisi petridish terbalik.
(6) Populasi koloni dihitung pada umur 4 hari dan 8 hari dengan menggunakan
mikroskop pembesaran 1000 kali.

Jangan pernah menyangka kalau di bawah tanah adalah dunia yang sepi,
khususnya di daerah akar tanaman. Sesungguhnya wilayah ini adalah wilayah yang
sangat ramai, sibuk, dan hirup pikuk. Kalau kita cabut akar tanaman, lalu kita
bersihkan sisa-sisa tanahnya, maka di akar itu ada milyaran ‘mahluk-mahluk halus’
yang sedang sibuk bekerja (Gambar 32 dan 33). Mahluk-mahluk itu disebut
makhluk halus karena tidak bisa dilihat dengan mata telanjang. Mahluk ini super
kecil, untuk melihatnya perlu bantuan mikroskop dengan pembesaran kurang lebih
1000x. Karena ukurannya yang super kecil, mahluk ini juga disebut mahluk mikro
atau mikroba atau mikrobia (mikro = kecil, bio : mahluk hidup). Dalam secuil tanah
saja terdapat milyaran mahluk-mahluk halus ini.

Mikroba pelarut fosfat (MPF) umumnya diisolasi dari contoh tanah, contoh pada
Gambar 30 , 31 dan 34. MPF yang umum didapatkan antara lain dari kelompok
fungi, bakteri, dan actinomicetes. Prosedur umum untuk mengisolasi MFP adalah
sebagai berikut:
(1) Satu gram contoh tanah dimasukkan ke dalam 99 ml larutan garam fisiologis
(0.85% NaCl) steril dan dikocok selama 24 jam atau semalam. Dari pengenceran ini
diperoleh seri pengenceran 10 ext-2. Tujuan pengocokan ini agar diperoleh lebih
banyak isolat, khususnya isolat fungi.
(2) Satu ml larutan dari pengenceran 10 ext. -2 ditambahkan ke dalam 99 ml
larutan garam fisiologis dan dikocok/diaduk hingga tercampur merata. Langkah ini
diperoleh pengenceran 10 ext. -4. Pengenceran terus dilakukan hingga seri
pengencera 10 ext. - 6 s/d 10 ext. - 8.
(3) Buat medium agar Pikovskaya (5 g Ca3(PO4)2, 10 g glukosa, 0,2 gNaCl, 0,2 g
KCl, 0,1 g MgSO4.7H2O, 0,5 g NH4SO4, 0,5eksrak ragi, sedikit MnSO4 dan FeSO4
dilarutkan dalam 1liter H2O, pH = 6,8)
(4) Satu ml dari setiap seri pengenceran yang telah dibuat dimasukkan ke dalam
cawan petri steril. Medium agar Pikovskaya yang masih cair (suhu kurang lebih
50oC) dituangkan ke dalam cawan. Cawan digoyang agar sample dan media
tercampur merata.
(6) Ulangi langkah di atas secukupnya.
(7) Inkubasi dalam posisi terbalik selama beberapa hari.
(8) Mikroba yang dapat melarutkan fosfat akan membentuk zona bening di dalam
medium Pikovskaya.
(9) Setelah diperoleh MPF segera dipisahkan dan dimurnikan di dalam medium
Pikovskaya yang lain.

Isolat bakteri dan actinomicetes biasanya segera tumbuh pada umur 2 - 3 hari,
sedangkan fungi baru mulai tumbuh setelah 1 - 2 minggu.

3.2. Teknologi Produksi dan Aplikasi

Mikrobia tanah banyak yang berperan dalam penyediaan maupun penyerapan


unsur hara bagi tanaman. Tiga unsur hara penting tanaman Nitrogen Fosfat dan
Kalium keseluruhannya melibatkan aktivitas mikrobia.
Isroi (2004) menjelaskan beberapa jenis bakteri mampu menghasilkan hormon
tanaman yang dapat merangsang pertumbuhan tanaman. Hormon yang dihasilkan
oleh bakteri akan diserap oleh tanaman sehingga tanaman akan tumbuh lebih
cepat. Mikrobia atau bakteri tersebut diformulasikan dalam bahan pembawa khusus
dan digunakan sebagai bahan biofertilizer. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh
BPBPI mendapatkan bahwa biofertilizer setidaknya dapat menyuplai lebih dari
setengah kebutuhan hara tanaman.

Aplikasi biofertilizer pada pertanian organik dapat menyuplai kebutuhan hara


tanaman yang selama ini dipenuhi dari pupuk-pupuk kimia sepanjang bioteknologi
berbasis mikroba selalu dikembangkan .

Teknologi penyubur tanah dan tanaman, dengan menggunakan pupuk hayati SMS
Agrobost yang dibuat dengan teknologi Agricultural Growth Promoting Inoculant
(AGPI) Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pertanian Bogor, suatu inokulan
campuran yang berbentuk cair, mengandung hormon tumbuh indole acetic acid
serta mikroba indigenous (mikroba tanah setempat) asli indonesia, yang sangat
dibutuhkan dalam proses penyuburan tanah secara biologi antara lain Azospirillum
sp, Azotobacter sp, mikroba pelarut P, Lactobacillus sp, dan mikroba pendegradasi
selulosa dan Pseudomonas Sp.

Goenadi (2004) menjelaskan pada prinsipnya aktivitas mikroba tanah dapat


ditingkatkan untuk kurun waktu tertentu dan bermanfaat bagi tanaman melalui
introduksi mikrobia unggul yang dimaksud secara khusus diisolasi dari tanah dan
dikemas dalam bahan pembawa (carrier) yang mampu menjaga reaktifitasnya
dalam periode yang memadai. Agar dapat disimpan lebih lama (lebih dari setahun)
maka formulasi biofertilizer ini perlu menyediakan lingkungan yang nyaman dan
makanan yang cukup bagi mikroba termaksud. Kemasan dalam bentuk butiran
(diameter 2-3mm) akan mempermudah aplikasinya dilapangan, tetapi pada
umumnya dalam kemasan bubuk (powder).

Untuk mempertahankan kehidupan bakteri di dalam formulasi biofertilizer maka


diperlukan beberapa bahan sebagai nutrisi dan tempat bertahan (Tabel 3).

Tabel 3 Formulasi Biofertilizer untuk mempertahankan inokulan bakteri


-----------------------------------------------------------
No. Formulasi Kandungan (g L-1)
-----------------------------------------------------------
(1) Glukosa 5 - 30
(2) Ca3(PO4) 2 1 - 20
(3) MgCl2.6H2O 0,5 - 20
(4) MgSO4.7H2O 0,05 - 5
(5) KCl 0,025 - 5
(6) (NH4)2SO4 0,01 - 2
(7) Bromophenol Blue 0,01 - 0,1
-----------------------------------------------------------

Selanjutnya dijelaskan juga bahwa untuk mencapai produksi yang sama dengan
teknologi konvensional , penggunaan teknologi biofertilizer menghemat
penggunaan pupuk kimia hingga 50% , berkurangnya pencemeran lingkungan dan
dampak lebih lanjut adalah menjamin kapasitas keberlanjutan kapasitas produksi
lahan.

3.3. Produk Pupuk Hayati Pelarut Fosfat

Salah satu produk pupuk hayati bakteri pelarut fosfat adalah pupuk biophos
(Gambar 35) yang dapat digunakan langsung pada peningkatan pertumbuhan
tanaman. Biofertilizer lain yang tersedia di pasaran antara lain Agrobost, Tiens
Golden Harvest ,Miza Pluss.

Miza Plus adalah pupuk hayati berbasis mikoriza arbuskula dan telah diformulasi
dengan memadukan sinergisme antara mikroba simbiotik dan non simbiotik. Secara
fungsional mikroba tersebut bersinergi dalam penyediaan unsur makro P, N, dan zat
pengatur tumbuh tanaman. Perbaikan rhizosfer tanaman dibuktikan dapat
memperbaiki akar dan daerah perakaran tanaman sehingga pemberian Miza Plus
disamping secara aktif menyediakan hara tanaman juga memperbaiki lingkungan
tumbuh tanaman secara berkesinambungan. Mikroba terseleksi yang terkandung
dalam Miza Plus adalah bakteri penambat N non simbiotik, bakteri pelarut fosfat,
dan bakteri pemacu pertumbuhan tanaman. Mikoriza di samping membantu
meningkatkan status hara tanaman juga membantu meningkatkan toleransi
tanaman terhadap patogen seperti patogen tular tanah.

Spesifikasi formulasi miza pluss adalah Bahan aktif : Mikoriza arbuskula, bakteri
penambat N, bakteri pelarut fosfat, dan bakteri pemacu pertumbuhan tanaman.
Warna : Putih-abu abu Bentuk : Granul ,Kemasan : 5 dan 25 kg, Masa simpan : 12
bulan.

IV. PERKEMBANGAN PENELITIAN BAKTERI PELARUT FOSFAT

Sen dan Paul dalam Elfiati (2005) menggunakan fosfobakterin galur fosfo 24,
Bacillus subtilis , Bacterium mycoides dan B. Mesenerricus untuk melarutkan P
organik (glisero fosfat, lesitin, tepung tulang) dan P anorganik (Ca-P, Fe-P) yang
dilakukan secara in vitro. Hasilnya menunjukkan bahwa bakteri tersebut mampu
melarutkan FePO4, Ca3(PO4)2, gliserofosfat, lesitin dan tepung tulang berturut-
turut sebanyak 2-7, 3-9, 3-13, 5-21 dan 14%.Banik (1982) memanfaatkan Bacillus
sp dan dua galur Bacillus firmus, hasil percobaannya menunjukkan bahwa ketiga
bakteri tersebut masing-masing hanya mampu melarutkan berturut-turut 0,3 , 0,9
dan 0,3 % dari senyawa Ca(PO4)2 yang diberikan dan tidak mampu melarutkan
AlPO4 dan FePO4.

Rao dan Sinha (1962) mengidentifikasikan beberapa mikroba pelarut P dari lapisan
perakaran tanaman gandum. Mikroba tersebut adalah Bacillus megaterium, Bacillus
sp, Escherechia freundii dan E. Intermedia . Supadi (1991) juga mendapatkan
anggota-anggota Escherechia yang dapat melarutkan P dari lapisan perakaran
tanaman jagung. Bakteri-bakteri tersebut meningkatkan P tersedia sebanyak 0,8-
3,7 ppm pada tanah non steril dn 0,1-3,6 ppm pada tanah steril.

Premono et al (1991) yang menggunakan Pseudomonas puptida, Citrobacter


intermedium dan Serratia mesenteroides mendapatkan bahwa bakteri tersebut
mampu meningkatkan P larut yang ada dalam medium AlPO4 dan batuan fosfat
sebanyak 6-19 kali lipat, tetapi tidak mampu melarutkan FePO4. Selanjutnya hasil
penelitian Premono (1994) menunjukkan bahwa Pseudomonas fluorescens dan
P.puptida mampu meningkatkan P terekstrak pada tanah masam sampai 50%,
sedangkan pada tanah berreaksi basa P. Puptida mampu meningkatkan P yang
terekstrak sebesar 10%. Penelitian Buntan (1992) memperlihatkan bahwa bakteri
pelarut fosfat (Pseudomonas puptida dan Enerobacter gergoviae) mampu
meningkatkan kelarutan P pada tanah ultisol. Hasil penelitian Setiawati (1998)
menunjukkan bahwa Pseudomonas fluorescens yang digunakannya mampu
meningkatkan kelarutan P dari fosfat alam dari 16,4 ppm menjadi 59,9 ppm,
meningkatkan kelarutan P dari AlPO4 dari 28,5 ppm menjadi 30,6 ppm dan
meningkatkan P tersedia tanah dari 17,7 ppm menjadi 34,8 ppm.

Beberapa tanaman yang pernah digunakan sebagai bahan percobaan untuk


menguji pengaruh mikroba pelarut P antara lain adalah : gandum, bit gula, kubis,
tomat, barlei, jagung, kentang, padi, kedelai, kacang panjang dan tebu. Ahmad dan
Jha (1982) mencoba Bacillus megaterium dan B. Circulans pada tanaman kedelai.
Bacillus megaterium mampu meningkatkan serapan P pada tanaman kedelai,
sedangkan kedua bakteri tersebut dapat meningkatkan produksi kedelai berturut-
turut sebanyak 7 dan 10% jika digunakan pupuk TSP, serta meningkatkan 34% dan
18% jika digunakan batuan fosfat.

Kundu dan Gaur (1980) mengkombinasikan bakteri pelarut fosfat ( Bacillus


polymixa dan Pseudomonas striata) dengan bakteri penambat N2 udara
(Azotobacter chroococcum) pada tanaman gandum. Ternyata bakteri pelarut P
dapat menstimulir pertumbuhan bakteri Azotobacter chroococcum, tetapi bakteri
penambat N tidak mempengaruhi pertumbuhan bakteri pelarut P. Kombinasi ketiga
inokulan tersebut mampu meningkatkan hasil gandum dua sampai lima kali lipat.

Pada tanaman jagung, Citrobacter intermedium dan Pseudomonas puptida mampu


meningkatkan serapan P tanaman dan bobot kering tanaman sampai 30%
(Premono et al, 1991). Pada percobaab lain (Buntan, 1992; Premono dan
Widyastuti, 1993) Pseudomonas puptida mampu meningkatkan bobot kering
tanaman jagung sampai 20%, dan mikroba ini stabil sampai lebih dari 4 bulan pada
media pembawa zeolit, tanpa kehilangan kemampuan genetisnya dalam
melarutkan batuan fosfat. Inokulasi dengan Enterobacter gergoviae pada tanaman
jagung dapat meningkatkan bobot kering tanaman jagung sebesar 29% (Buntan,
1992).

Pada tanaman tebu penggunaan bakteri pelarut fosfat ( Pseudomonas puptida dan
P fluorescens) dapat meningkatkan bobot kering tanaman sebesar 5-40% dan
meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk P asal TSP sebanyak 60-135% (premono,
1994). Penelitian Setiawati (1998) mengisolasikan bakteri pelarut P dapat
meningkatkan serapan P dan bobot kering tanaman tembakau.

Pal (1998) melaporkan bahwa bakteri pelarut P (Bacillus sp) pada tanah yang
dipupuk dengan batuan fosfat dapat meningkatkan jumlah dan bobot kering bintil
akar serta hasil biji tanaman pada beberapa tanaman yang toleran masam (jagung,
bayam dan kacang panjang). Menurut Dubay (1997) inokulasi dengan Pseudomonas
striata dengan penambahan superfosfat maupun batuan fosfat dapat meningkatkan
pembentukan bintil dan serapan N pada tanaman kedelai dan bakteri ini dapat
dikulturkan dengan Bradyrhizobium japonicum tanpa efek yang merugikan.

Patten dan Glick (1996) mengemukakan bahwa efektifnya bakteri pelarut P tidak
hanya disebabkan oleh kemampuannya dalam meningkatkan ketersediaan P tetapi
juga disebabkan kemampuannya dalam menghasilkan zat pengatur tumbuh,
terutama mikroba yang hidup pada permukaan akar seperti Pseudomonas
fluorescens, P. Puptida dan P. Striata. Mikroba tersebut dapat menghasilkan zat
pengatur tumbuh seperti asam indol asetat (IAA) dan asam giberelin (GA3).

Beberapa bakteri pelarut posfat juga dapat berperan sebagai biokontrol yang dapat
meningkatkan kesehatan akar dan pertumbuhan tanaman melalui proteksinya
terhadap penyakit. Strain tertentu dari Pseudomonas sp dapat mencegah tanaman
dari patogen fungi yang berasal dari tanah. Pseudomonas fluorescens dapat
mengontrol perkembangan penyakit dumping-off tanaman. Kemampuan bakteri ini
terutama karena menghasilkan 2,4-diacethylphloroglucinol yang dapat
menghalangi pertumbuhan cendawan dumping-off Phytium ultium
(Hadiyanto,2007).

Hasil penelitian Wulandari (2001) menjelaskan bahwa inokulasi bakteri pelarut


fosfat jenis Pseudomonas diminuta dan Pseudomonas cepaceae yang diikuti dengan
pemberian pupuk fosfat dapat meningkatkan ketersediaan fosfat dan meningkatkan
produksi tanaman kedelai serta meningkatkan efisiensi pupuk P yang digunakan.
Pelarutan fosfat oleh Pseudomonas didahului dengan sekresi asam-asam organik,
diantaranya asam sitrat, glutamat, suksinat, laktat, oksalat, glioksilat, malat,
fumarat. Hasil sekresi tersebut akan berfungsi sebagai katalisator, pengkelat dan
memungkinkan asam-asam organik tersebut membentuk senyawa kompleks
dengan kationkation Ca2+, Mg2+, Fe2+, dan Al3+ sehingga terjadi pelarutan fosfat
menjadi bentuk tersedia yang dapat diserap oleh tanaman.

Widawati dan Suliasih (2005) meneliti tentang Augmentasi Bakteri Pelarut Fosfat
(BPF) Potensial sebagai Pemacu Pertumbuhan Caysin (Brasica caventis Oed.) di
Tanah Marginal.

Dari hasil penelitiannya didapat bahwa Empat isolat BPF jenis Bacillus
pantotheticus, Klebsiella aerogenes, Chromobacterium lividum dan B. Megaterium
sebagai inokulan padat, mampu memacu pertumbuhan tanaman caysin. Inokulan
yang berisi 4 isolat BPF jenis Bacillus pantotheticus, Klebsiella aerogenes,
Chromobacterium lividum, dan B. megaterium merupakan inokulan terbaik sebagai
biofertilizer dan menghasilkan berat daun segar 1 tanaman terbesar dari 4 tanaman
perpot (g), berat daun segar 4 tanaman per pot, dan berat tanaman segar seluruh
tanaman per pot (daun + batang + akar) sebesar 139,22 g, 575,48 g, dan 606,42 g
atau ada kenaikan 877,67%; 903,63%; 930,63 dari tanaman kontrol 3/R = tanaman
tanpa pupuk/inokulan; 354,67%; 208,30%; 217,23% dari tanaman kontrol 2/Q =
tanaman dengan pupuk kompos; dan 61,81%; 203,75%; 207,84% dari tanaman
kontrol 1/P = tanaman dipupuk kimia. Ada kenaikan pada tanaman segar seluruh
tanaman per pot (daun + batang + akar) sebesar 32,87% dari tanaman yang
diinokulasi dengan isolat BPF tunggal maupun campuran 2-3 isolat BPF.

Selanjutnya hasil penelitian Widawati dan Suliasih (2006) menyimpulkan bahwa


ketinggian area, pH tanah, vegetasi hutan dan habitat mikroba (rhizosfer dan lantai
hutan) yang berbeda bukan merupakan faktor penghambat keanekaragaman jenis
BPF dan kemampuan BPF dalam melarutkan P terikat, tetapi cenderung merupakan
faktor penghambat bagi pertumbuhan populasi BPF. Populasi tertinggi dijumpai di
area rhizosfer tanaman Altingia exelsa Norona dan Schima wallichii (Dc.) Korth (107
sel/g tanah) di Cikaniki pada ketinggian 1100 m dpl. dan di tanah lantai hutan (108
sel/g tanah) di Gunung Botol pada ketinggian 1000 m dpl. Daerah Cikaniki, Gunung
Botol, dan Ciptarasa didominansi oleh BPF jenis Pseudomonas sp., Bacillus sp.,
Bacillus megaterium, dan Chromobacterium sp. yang rata-rata mempunyai
kemapuan melarutkan P terikat di media Pikovskaya padat dengan diameter
sebesar 1,5-2,5 cm.

Hasanudin dan Gonggo (2004) meneliti tentang pemanfaatan mikrobia pelarut


fosfat dan mikoriza untuk perbaikan fosfor tersedia, serapan fosfor tanah ultisol dan
hasil jagung. Dari hasil penelitiannya terdapat pengaruh tunggal dan interaksi dari
pemberian mikrobia pelarut fosfat dan mikoriza terhadap serapan P dan hasil
jagung. Nilai tertinggi terdapat pada perlakuan mikrobia pelarut fosfat 15 ml
tanaman-1 dan mikoriza 20 g tanaman-1 terhadap serapan P dan hasil jagung
masing-masing sebesar 0,3881 ppm dan 280,15 g tanaman-1.
Hasil penelitian Junkazayama (2009) menunjukkan bakteri pelarut fosfat yang
diinokulasikan pada biji dapat meningkatkan umur berbunga, umur pembentukan
polong, umur panen, jumlah bunga, jumlah polong, jumlah biji, ukuran biji dan
produksi biji pada tanaman kedelai. Bakteri pelarut fosfat yang digunakan dalam
penelitian ini dapat meningkatkan produksi biji lebih dari 100 % dan
mengefisienkan pemakaian pupuk P anorganik lebih dari 50 % pada tanaman
kedelai.

Noor (2003) meneliti tentang pengaruh fosfat alam dan kombinasi bakteri pelarut
fosfat dengan pupuk kandang terhadap P tersedia dan pertumbuhan kedelai pada
ultisol. Dari hasil penelitiannya di dapat bahwa fosfat alam dan kombinasi bakteri
pelarut fosfat dengan pupuk kandang mampu meningkatkan P tersedia tanah ,
jumlah dan bobot kering bintil akar dan bobot kering tanaman kedelai. Pemberian
bakteri pelarut fosfat dan pupuk kandang secara sendiri-sendiri maupun
kombinasinya meningkatkan P tersedia berturut-turut 26%, 34% dan 48%
dibandingkan dengan kontrol. Kombinasi bakteri pelarut fosfat dengan pupuk
kandang meningkatkan bobot kering tanaman kedelai 29% dibandingkan kontrol.

V. KESIMPULAN

(1) Ketersediaan P didalam tanah sangat rendah karena P terjerap oleh mineral
tanah dan senyawa organik serta terfiksasi Al,Fe,Mn,Ca dan proses pelapukan yang
rendah .

(2) Bakteri Pelarut Fospat merupakan salah satu pupuk hayati yang dapat berperan
sebagai amelioran,penyedia unsur hara dan tidak terjadi pencemaran lingkungan.

(3) Pemberian Bakteri Pelarut Posfat menghasilkan asam organik yang dapat
meningkatkan ketersediaan P dan meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk
Fosfat.

(4) Jenis-jenis bakteri pelarut posfat: Bacillus substilis, Bacterium mycoides,


Bacterium mesenterricus,Bacillus firmus, Bacillus megaterium, Escherechia freundii,
Escherechia intermedia Pseudomonas putida, Citrobacter intermedium , Serratia
mesenteroides Pseudomonas fluorescens, dan Enterobacter gergovia

You might also like