You are on page 1of 35

PERAN DAN PROSPEK MIKORIZA*

Oleh: Novriani ** dan Madjid***


(Bagian 1 dari 5 Tulisan)

Keterangan:
* Makalah Mata Kuliah Teknologi Pupuk Hayati, Program Studi Ilmu Tanaman,
Program Magister (S2), Program Pascasarjana, Universitas Sriwijaya, Palembang,
Indonesia.
** Program Studi Ilmu Tanaman, Program Magister (S2). Program Pascasarjana,
Universitas Sriwijaya, Palembang, Indonesia.
** Dosen Mata Kuliah Teknologi Pupuk Hayati, Program Studi Ilmu Tanaman,
Program Magister (S2). Program Pascasarjana, Universitas Sriwijaya, Palembang,
Indonesia.

(Bagian 1 dari 5 Tulisan)

I. PENDAHULUAN

Mikroba-mikroba tanah banyak yang berperan di dalam penyediaan maupun


penyerapan unsur hara bagi tanaman. Tiga unsur hara penting tanaman, yaitu
Nitrogen (N), Fosfor (P), dan Kalium (K) seluruhnya melibatkan aktivitas mikroba.
Hara N tersedia melimpah di udara. Kurang lebih 74% kandungan udara adalah N.
Namun, N udara tidak dapat langsung dimanfaatkan tanaman. N harus ditambat
atau difiksasi oleh mikroba dan diubah bentuknya menjadi tersedia bagi tanaman.
Mikroba penambat N ada yang bersimbiosis dan ada pula yang hidup bebas.
Mikroba penambat N simbiotik antara lain : Rhizobium sp yang hidup di dalam bintil
akar tanaman kacang-kacangan (leguminose). Mikroba penambat N non-simbiotik
misalnya: Azospirillum sp dan Azotobacter sp. Mikroba penambat N simbiotik hanya
bisa digunakan untuk tanaman leguminose saja, sedangkan mikroba penambat N
non-simbiotik dapat digunakan untuk semua jenis tanaman.

Mikroba tanah lain yang berperan di dalam penyediaan unsur hara adalah mikroba
pelarut fosfat (P) dan kalium (K). Tanah pertanian kita umumnya memiliki
kandungan P cukup tinggi (jenuh). Namun, hara P ini sedikit/tidak tersedia bagi
tanaman, karena terikat pada mineral liat tanah. Di sinilah peranan mikroba pelarut
P. Mikroba ini akan melepaskan ikatan P dari mineral liat dan menyediakannya bagi
tanaman. Banyak sekali mikroba yang mampu melarutkan P, antara lain:
Aspergillus sp, Penicillium sp, Pseudomonas sp dan Bacillus megatherium. Mikroba
yang berkemampuan tinggi melarutkan P, umumnya juga berkemampuan tinggi
dalam melarutkan K.

Kelompok mikroba lain yang juga berperan dalam penyerapan unsur P adalah
Mikoriza yang bersimbiosis pada akar tanaman. Setidaknya ada dua jenis mikoriza
yang sering dipakai untuk biofertilizer, yaitu: ektomikoriza dan endomikoriza.
Mikoriza berperan dalam melarutkan P dan membantu penyerapan hara P oleh
tanaman. Selain itu tanaman yang bermikoriza umumnya juga lebih tahan terhadap
kekeringan. Contoh mikoriza yang sering dimanfaatkan adalah Glomus sp dan
Gigaspora sp.

Beberapa mikroba tanah mampu menghasilkan hormon tanaman yang dapat


merangsang pertumbuhan tanaman. Hormon yang dihasilkan oleh mikroba akan
diserap oleh tanaman sehingga tanaman akan tumbuh lebih cepat atau lebih besar.
Kelompok mikroba yang mampu menghasilkan hormon tanaman, antara lain:
Pseudomonas sp dan Azotobacter sp.

Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) adalah salah satu tipe cendawan pembentuk
mikoriza yang akhir-akhir ini cukup populer mendapat perhatian dari para peneliti
lingkungan dan biologis. Cendawan ini diperkirakan pada masa mendatang dapat
dijadikan sebagai salah satu alternatif teknologi untuk membantu pertumbuhan,
meningkatkan produktivitas dan kualitas tanaman terutama yang ditanam pada
lahan-lahan marginal yang kurang subur atau bekas tambang/industri.

Istilah mikoriza diambil dari Bahasa Yunani yang secara harfiah berarti jamur
(mykos = miko) dan akar (rhiza). Jamur ini membentuk simbiosa mutualisme antara
jamur dan akar tumbuhan. Jamur memperoleh karbohidrat dalam bentuk gula
sederhana (glukosa) dari tumbuhan. Sebaliknya, jamur menyalurkan air dan hara
tanah untuk tumbuhan. Mikoriza merupakan jamur yang hidup secara bersimbiosis
dengan sistem perakaran tanaman tingkat tinggi. Walau ada juga yang bersimbiosis
dengan rizoid (akar semu) jamur. Asosiasi antara akar tanaman dengan jamur ini
memberikan manfaat yang sangat baik bagi tanah dan tanaman inang yang
merupakan tempat jamur tersebut tumbuh dan berkembang biak. Jamur mikoriza
berperan untuk meningkatkan ketahanan hidup bibit terhadap penyakit dan
meningkatkan pertumbuhan (Hesti L dan Tata, 2009)

Mikoriza dikenal dengan jamur tanah karena habitatnya berada di dalam tanah dan
berada di area perakaran tanaman (rizosfer). Selain disebut sebagai jamur tanah
juga biasa dikatakan sebagai jamur akar. Keistimewaan dari jamur ini adalah
kemampuannya dalam membantu tanaman untuk menyerap unsur hara terutama
unsur hara Phosphates (P) (Syib’li, 2008). Mikoriza merupakan suatu bentuk
hubungan simbiosis mutualistik antar cendawan dengan akar tanaman. Baik
cendawan maupun tanaman sama-sama memperoleh keuntungan dari asosiasi ini.
infeksi ini antara lain berupa pengambilan unsur hara dan adaptasi tanaman yang
lebih baik. Dilain pihak, cendawan pun dapat memenuhi keperluan hidupnya
(karbohidrat dan keperluan tumbuh lainnya) dari tanaman inang (Anas, 1997).

Cendawan Mikoriza Arbuskular merupakan tipe asosiasi mikoriza yang tersebar


sangat luas dan ada pada sebagian besar ekosistem yang menghubungkan antara
tanaman dengan rizosfer. Simbiosis terjadi dalam akar tanaman dimana cendawan
mengkolonisasi apoplast dan sel korteks untuk memperoleh karbon dari hasil
fotosintesis dari tanaman (Delvian, 2006). CMA termasuk fungi divisi Zygomicetes,
famili Endogonaceae yang terdiri dari Glomus, Entrophospora, Acaulospora,
Archaeospora, Paraglomus, Gigaspora dan Scutellospora. Hifa memasuki sel kortek
akar, sedangkan hifa yang lain menpenetrasi tanah, membentuk chlamydospores
(Morton, 2003). Marin (2006) mengemukakan bahwa lebih dari 80% tanaman dapat
bersimbiosis dengan CMA serta terdapat pada sebagian besar ekosistem alam dan
pertanian serta memiliki peranan yang penting dalam pertumbuhan, kesehatan dan
produktivitas tanaman.

Berdasarkan struktur dan cara cendawan menginfeksi akar, mikoriza dapat


dikelompokkam ke dalam tiga tipe :
1. Ektomikoriza
2. Ektendomikoriza
3. Endomikoriza

Ektomikoriza mempunyai sifat antara lain akar yang kena infeksi membesar,
bercabang, rambut-rambut akar tidak ada, hifa menjorok ke luar dan berfungsi
sebagi alat yang efektif dalam menyerap unsur hara dan air, hifa tidak masuk ke
dalam sel tetapi hanya berkembang diantara dinding-dinding sel jaringan korteks
membentuk struktur seperrti pada jaringan Hartiq.

Ektendomikoriza merupakan bentuk antara (intermediet) kedua mikoriza yang lain.


Ciri-cirinya antara lain adanya selubung akar yang tipis berupa jaringan Hartiq, hifa
dapat menginfeksi dinding sel korteks dan juga sel-sel korteknya. Penyebarannya
terbatas dalam tanah-tanah hutan sehingga pengetahuan tentang mikoriza tipe ini
sangat terbatas.

Endomikoriza mempunyai sifat-sifat antar lain akar yang kena infeksi tidak
membesar, lapisan hifa pada permukaan akar tipis, hifa masuk ke dalam individu
sel jaringan korteks, adanya bentukan khusus yang berbentuk oval yang disebut
Vasiculae (vesikel) dan sistem percabangan hifa yang dichotomous disebut
arbuscules (arbuskul) (Brundrett, 2004).

Hampir sebagian besar jenis tumbuhan berasosiasi dengan jamur tipe AM (Arbuskul
Mikoriza), mulai dari paku-pakuan, jenis rumput-rumputan, padi, hingga pohon
rambutan, mangga, karet, kelapa sawit, dll. Sedangkan beberapa keluarga (family)
pohon tingkat tinggi yang biasa dijumpai pada tahap suksesi akhir bersimbiosa
dengan jamur EM (Ekto Mikoriza), misalnya jenis-jenis meranti, kruing, kamper
(jenis-jenis Dipterocarapaceae), pasang, mempening (jenis-jenis Fagaceae), pinus,
beberapa jenis Myrtaceae (jambu-jambuan) dan beberapa jenis legum.
Struktur anatomi AM berbeda dengan EM. Akar yang bersimbiosa dengan EM
memiliki struktur khas berupa mantel (lapisan hifa) yang dapat dilihat dengan mata
telanjang. Struktur mikoriza tersebut berfungsi sebagai pelindung akar, tempat
pertukaran sumber karbon dan hara serta tempat cadangan karbohidrat bagi jamur.
Hifa jamur EM tidak masuk ke dalam dinding sel tanaman inang. Sedangkan akar
yang bersimbiosa dengan AM, harus diamati dibawah mikroskop, karena struktur
arbuskular atau vesicular terbentuk di dalam sel tanaman inang dan hanya dapat
diamati di bawah mikroskop setelah dilakukan perlakuan khusus dan pewarnaan.
Struktur arbuskular dan vesicular berfungsi sebagai tempat cadangan karbon dan
tempat penyerapan hara bagi tanaman. Miselium eksternal terdapat pada tipe EM
dan AM, merupakan perpanjangan mantel ke dalam tanah.

Suatu simbiosis terjadi apabila cendawan masuk ke dalam akar atau melakukan
infeksi. Proses infeksi dimulai dengan perkecambahan spora didalam tanah. Hifa
yang tumbuh melakukan penetrasi ke dalam akar dan berkembang di dalam
korteks. Pada akar yang terinfeksi akan terbentuk arbuskul, vesikel intraseluler, hifa
internal diantara sel-sel korteks dan hifa ekternal. Penetrasi hifa dan
perkembangnnya biasanya terjadi pada bagian yang masih mengalami proses
diferensissi dan proses pertumbuhan. Hifa berkembang tanpa merusak sel (Anas,
1998).

Hampir semua tanaman pertanian akarnya terinfeksi cendawan mikoriza.


Gramineae dan Leguminosa umumnya bermikoriza. Jagung merupakan contoh
tanaman yang terinfeksi hebat oleh mikoriza. Tanaman pertanian yang telah
dilaporkan terinfeksi mikoriza vesikular-arbuskular adalah kedelai, barley, bawang,
kacang tunggak, nenas, padi gogo, pepaya, selada, singkong dan sorgum. Tanaman
perkebunan yang telah dilaporkan akarnya terinfeksi mikoriza adalah tebu, teh,
tembakau, palem, kopi, karet, kapas, jeruk, kakao, apel dan anggur (Rahmawati,
2003).

Cendawan ini membentuk spora di dalam tanah dan dapat berkembang biak jika
berassosiasi dengan tanaman inang. Sampai saat ini berbagai usaha telah
dilakukan untuk menumbuhkan cendawaan ini dalam media buatan, akan tetapi
belum berhasil. Faktor ini merupakan suatu kendala yang utama sampai saat ini
yang menyebabkan CMA belum dapat dipoduksi secara komersil dengan
menggunakan media buatan, walaupun pengaruhnya terhadap pertumbuhan
tanaman sangat mengembirakan. Spora cendawan ini sangat bervariasi dari sekitar
100 mm sampai 600 mm oleh karena ukurannya yang cukup besar inilah maka
spora ini dapat dengan mudah diisolasi dari dalam tanah dengan menyaringnya
(Pattimahu, 2004).
Cendawan CMA membentuk organ-organ khusus dan mempunyai perakaran yang
spesifik. Organ khusus tersebut adalah arbuskul (arbuscule), vesikel (vesicle) dan
spora. Berikut ini dijelaskan sepintas lalu mengenai struktur dan fungsi dari organ
tersebut serta penjelasan lain (Pattimahu, 2004).

1. Vesikel (Vesicle)

Vesikel merupakan struktur cendawan yang berasal dari pembengkalan hifa internal
secara terminal dan interkalar, kebanyakan berbentuk bulat telur, dan berisi banyak
senyawa lemak sehingga merupakan organ penyimpanan cadangan makanan dan
pada kondisi tertentu dapat berperan sebagai spora atau alat untuk
mempertahankan kehidupan cendawan. Tipe CMA vesikel memiliki fungsi yang
paling menonjol dari tipe cendawan mikoriza lainnya. Hal ini dimungkinkan karena
kemampuannya dalam berasosiasi dengan hampir 90 % jenis tanaman, sehingga
dapat digunakan secara luas untuk meningkatkan probabilitas tanaman (Pattimahu,
2004).

2. Arbuskul

Cendawan ini dalam akar membentuk struktur khusus yang disebut arbuskular.
Arbuskula merupakan hifa bercabang halus yang dibentuk oleh percabangan
dikotomi yang berulang-ulang sehingga menyerupai pohon dari dalam sel inang
(Pattimahu, 2004). Arbuskul merupakan percabangan dari hifa masuk kedalam sel
tanaman inang. Masuknya hara ini ke dalam sel tanaman inang diikuti oleh
peningkatan sitoplasma, pembentukan organ baru, pembengkokan inti sel,
peningkatan respirasi dan aktivitas enzim.

Hifa intraseluler yang telah mencapai sel korteks yang lebih dalam letaknya akan
menembus dinding sel dan membentuk sistem percabangan hifa yang kompleks,
tampak seperti pohon kecil yang mempunyai cabang-cabang yang dibenamkan
Arbuskul. Arbuskul berperan dua arah, yaitu antara simbion cendawan dan tanaman
inang.

Mosse dan Hepper (1975) mengamati bahwa struktur yang dibentuk pada akar-akar
muda adalah Arbuskul. Dengan bertambahnya umur, Arbuskul ini berubah menjadi
suatu struktur yang menggumpal dan cabang-cabang pada Arbuskul lama
kelamaan tidak dapat dibedakan lagi. Pada akar yang telah dikolonisasi oleh CMA
dapat dilihat berbagai Arbuskul dewasa yang dibentuk berdasarkan umur dan
letaknya. Arbuskul dewasa terletak dekat pada sumber unit kolonisasi tersebut.

3. Spora

Spora terbentuk pada ujung hifa eksternal. Spora ini dapat dibentuk secara tunggal,
berkelompok atau di dalam sporokarp tergantung pada jenis cendawannya.
Perkecambahan spora sangat sensitif tergantung kandungan logam berat di dalam
tanah dan juga kandungan Al. kandungan Mn juga mempengaruhi pertumbuhan
miselium. Spora dapat hidup di dalam tanah beberapa bulan sampai sekarang
beberapa tahun. Namun untuk perkembangan CMA memerlukan tanaman inang.
Spora dapat disimpan dalam waktu yang lama sebelum digunakan lagi (Mosse,
1981).

Mirip dengan cendawan patogen, hifa cendawan CMA akan masuk ke dalam akar
menembus atau melalui celah antar sel epidermis, kemudian apresorium akan
tersebar baik inter maupun intraseluler di dalam korteks sepanjang akar. Kadang-
kadang terbentuk pula jaringan hifa yang rumut di dalam sel-sel kortokal luar.
Setelah proses-proses tersebut berlangsung barulah terbentuk Arbuskul,vesikel dan
akhirnya spora (Mosse, 1981).

Schubler et al. (2001) dengan menggunakan data molekuler telah menetapkan


kekerabatan diantara CMA dan cendawan lainnya. CMA sekarang menjadi filum
tersendiri, yang memiliki perbedaan tegas, baik ciri-ciri genetika maupun asal-usul
nenek moyangnya, dengan Ascomycota dan Basidiomycota. Taksonomi CMA
berubah menjadi filum Glomeromikota yang memiliki empat ordo yaitu 1)
Archaeosporales (famili Arachaeosporaceae dan Geosiphonaceae), 2)
Paraglomerales (famili Para-glomerace), 3) Diversisporales (famili Acaulosporaceae,
Diversisporaceae, Gigaspora-ceae, dan Pacisporaceae) dan 4) Glomerales (famili
Glomerace). Dewasa ini filum Glomeromikota disepakati memiliki dua belas genus
yaitu Archaeo-spora, Geosiphon, Paraglomus, Gigaspora, Scutellospora,
Acaulospora, Kuklospora, Intraspora, Entrophospora, Diversipora, Pacispora, dan
Glomus sp.

CMA tidak memiliki inang yang spesifik. Fungi yang sama dapat mengkolonisasi
tanaman yang berbeda, tetapi kapasitas fungi untuk meningkatkan pertumbuhan
tanaman bervariasi. Satu spesies fungi dipertimbangkan efisien ketika pada
beberapa kondisi lingkungan yang berbeda: 1) dapat mengkolonisasi akar secara
cepat dan ekstensif, 2) mampu berkompetisi dengan mikroorganisme yang lain
untuk tempat menginfeksi dan mengabsorpsi nutrisi. 3) segera membentuk
miselium secara ekstensif dan ekstraradikal, 4) mengabsorpsi dan mentransfer
nutrisi ke tanaman, 5) meningkatkan keuntungan non nutrisi kepada tanaman,
seperti agregasi dan stabilisasi tanah. Walaupun demikian, biasanya evaluasi hanya
mencakup respon tanaman terhadap inokulasi fungi yang berbeda. Oleh karena itu,
jarang sekali satu spesies akan efisien pada semua kondisi lingkungan, sehingga
memungkinkan bahwa inokulasi multi-spesies menunjukan hasil yang terbaik
dibandingkan dengan hanya satu spesies. Hal ini menunjukan adanya kerjasama
coexist secara harmonis di dalam akar (Sagin Junior & Da Silva, 2006).

CMA beradaptasi secara edaphoclimatic serta dengan kondisi kultur teknis


tanaman. CMA yang beradaftasi dengan baik tersebut merupakan fungi indigen
yang terseleksi dari ekosistem pada tanaman tersebut. Selanjutnya fungi indigen
yang terisolasi harus dievaluasi dalam kaitan respon inokulasi untuk meningkatkan
pertumbuhan tanaman pada kondisi tanah yang berbeda. (Sagin Junior & Da Silva,
2006). Hal ini sejalan dengan penelitian lapangan yang dilakukan Lukiwati (2007)
dan Sieverding (1991) bahwa keberhasilan inokulasi CMA tergantung kepada
spesies CMA indegen serta potensi dari inokulan sendiri. Lebih jauh dikemukakan
bahwa keefektifan populasi CMA indigen berhubungan dengan beberapa faktor
seperti status hara tanah, tanaman inang, kepadatan propagula, serta kompetisi
antara CMA dan mikroorganisme tanah lainnya.

Kepadatan CMA tidak dipengaruhi oleh jenis tanaman penutup tetapi dipengaruhi
interaksi antara jenis tanaman penutup dengan interval kedalaman tanah.
Kepadatan CMA tertinggi terdapat pada tanaman penutup herba (Chromolaena
odorata dan Stoma malabathricum) dengan interval kedalaman 0 – 5 cm.
Sedangkan kepadatan terendah terdapat pada tanaman penutup rumput dengan
kedalaman 5-15 cm. Hal ini menunjukan bahwa kedalaman tanah merupakan faktor
penting dalam identifikasi dan isolasi propagula CMA (Handayani et al., 2002).

Tingkat kolonisasi akar merupakan prasyarat CMA pada tanaman inang. Tingkat
kolonisasi di lapangan tergantung pada spesies tanaman inang, kondisi tanah serta
spesies CMA indigen. Persentase kolonisasi juga tergantung kepada kepadatan akar
tanaman. Lebih jauh dikatakan bahwa tingkat kolonisasi memberikan gambaran
seberapa besar pengaruh luar terhadap hubungan akar dan CMA (Sieverding,
1991).

II. PERKEMBANGAN PENELITIAN MIKORIZA

Banyak faktor biotik dan abiotik yaang menentukan perkembangan CMA. Faktor-
faktor tersebut antar lain suhu, tanah, kadar air tanah, pH, bahan organik tanah,
intensitas cahaya dan ketersediaan hara, logam berat dan fungisida. Berikut ini
faktor tersebut diuraikan satu persatu.

Suhu

Suhu yang relatif tinggi akan meningkatkan aktivitas cendawan. Untuk daerah
tropika basah, hal ini menguntungkan. Proses perkecambahan pembentukan CMA
melalui 3 tahap yaitu perkecambahan spora di tanah, penetrasi hifa ke dalam sel
akar dan perkembangan hifa di dalam korteks akar. Suhu optimum untuk
perkecambahan spora sangat beragam tergantung pada jenisnya (Mosse, 1981).

Suhu yang tinggi pada siang hari (35 0C) tidak menghambat perkembangan akar
dan aktivitas fisiologi CMA. Peran mikoriza hanya menurun pada suhu diatas 40 0C.
suhu bukan merupakan faktor pembatas utama bagi aktivitas CMA. Suhu yang
sangat tingi lebih berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman inang (Mosse,
1981).

Kadar Air tanah

Untuk tanaman yang tumbuh di daerah kering, adanya CMA menguntungkan


karena dapat meningkatkaan kemampuan tanaman untuk tumbuh dan bertahan
pada kondisi yang kurang air. Adanya CMA dapat memperbaiki dan meningkatkan
kapasitas serapan air tanaman inang. Vesser et al., (1984) mengamati kenampakan
aneh pada bibit tanaman alpukat (Acacua raddiana) yang dinikolasi dengan
CMA.pada tengah hari, saat kelembapan air rendah, daun bibit alpukat ber CMA
tetap terbuka sedangkan tanaman yang tidak dinokulasi tertutup. Hal ini
manandakan bahwa tanaman yang tidak berCMA memiliki evapotranspirasi yang
lebih besar dari tanaman ber CMA. Meningkatnya kapasitas serapan air pada
tanaman alpukat ber CMA menyebabkan bibit lebih tahan terhadap pemindahan.

Ada beberapa dugaan mengapa tanaman bermikoriza lebih tahan terhadap


kekeringan diantaranya adalah : (1) adanya mikoriza menyebabkan resistensi akar
terhadap gerakan air menurun sehingga transport air ke akar meningkat, (2)
tanaman kahat P lebih peka terhadap kekeringan, adanya CMA menyebabkan
status P tanaman meningkat sehingga menyebabkan daya tahan terhadap
kekeringan meningkat pula, (3) adanya hifa ekternal menyebabkan tanaman ber
CMA lebih mampu mendapatkan air daripada yang tidak ber CMA, tetapi jika
mekanisme ini yang terjadi berarti kandungan logam-logam tanah lebih cepat
menurun. Penemuan akhir-akhir ini yang menarik adalah adanya hubungan antara
potensial air tanah dan aktivitas mikoriza. Pada tanaman ber mikoriza jumlah air
yang dibutuhkan untuk memproduksi 1 gram bobot kering tanaman lebih sedikit
dari pada tanaman yang tidak bermikoriza, karena itu (4) tanaman bermikoriza
lebih tahan terhadap kekeringan barangkali karena pemakaian air yang lebih
ekonomis, (5) pengaruh tidak langsung karena adanya miselium ekternal
menyebabkan CMA mampu dalam mengagregasi butir-butir tanah sehingga
kemampuan tanah menyimpan air meningkat (Rotwell, 1984).

pH tanah

Cendawan pada umunya lebih tahan terhadap perubahan pH tanah. Meskipun


demikian daya adaptasi masing-masing spesies cendawan CMA terhadap pH tanah
berbeda-beda karena pH tanah mempengaruhi perkecambahan, perkembangan
dan peran mikoriza terhadap pertumbuhan tanaman (Mosse, 1981).

Bahan Organik
Bahan organik merupakan salah satu komponen penyusun tanah yang penting
disamping bahan anorganik, air dan udara. Jumlah spora CMA tampaknya
berhubungan erat dengan kandungan bahan organik di dalam tanah. Jumlah
maksimum spora ditemukan pada tanah-tanah yang mengandung bahan organik 1-
2 persen sedangkan paada tanah-tanah berbahan organik kurang dari 0.5 persen
kandungan spora sangat rendah (Anas, 1997).

Residu akar mempengaruhi ekologi cendawan CMA, karena serasah akar yang
terinfeksi mikoriza merupakan sarana penting untuk mempertahankan generasi
CMA dari satu tanaman ke tanaman berikutnya. Serasah tersebut mengandung hifa,
vesikel dan spora yang dapat menginfeksi CMA. Disaamping itu juga berfungsi
sebagai inokulan untuk generasi tanaman berikutnya (Anas, 1997).

Cahaya dan Ketersediaan Hara

Anas (1997) menyimpulkan bahwa intensitas cahaya yang tinggi dengan kekahatan
nitrogen ataupun fospor sedang akan meningkatkan jumlah karbohidrat didalam
akar sehingga membuat tanaman lebih peka terhadap infeksi oleh cendawaan CMA.
Derajat infeksi terbesar terjadi pada tanah-tanah yang mempunyai kesuburan yang
rendah. Pertumbuhan perakaran yang sangat aktif jarang terinfeksi oleh CMA. Jika
pertumbuhan dan perkembangan akar menurun infeksi CMA meningkat.

Peran mikoriza yang erat dengan penyedian P bagi tanaman menunjukan


keterikatan khusus antara mikoriza dan status P tanah. Pada wilayah beriklim
sedang konsentrasi P tanah yang tinggi menyebabkan menurunnya infeksi CMA
yang mungkin disebabkan konsentrasi P internal yang tinggi dalam jaringan inang
(Anas., 1997).

Penagruh Logam Berat dan Unsur lain

Pada tanah-tanah tropika sering permasalahan salinitas dan keracunan alumunium


maupun mangan. Sedikit diketahui pangaruh CMA pada pengambilan sodium, klor,
alumunium dan mangan. Disamping itu pengetahuan mengenaai pengaruh masing-
masing ion tersebut terhadap terhadap CMA secara langsung maupun dalam
hubungannya dengan pertumbuhan tanaman atau metabolisme inang belum
banyak yang diketahui. Mosse (1981) mengamati infeksi CMA lebih tinggi pada
tanah yang mengalami kekahatan Mn daripada yang tidak.

Pada percobaan dengan menggunakan tiga jenis tanah dari wilayah iklim sedang
didapatkan bahwa pengaruh menguntungkan karena adanya CMA menurun dengan
naiknya kandungan Al di dalam tanah. Alumunium di ketahui menghambat muncul
jika ke dalam larutan tanah ditambahkan kalsium (Ca). Jumlah Ca di dalam larutan
tanah rupa-rupanya mempengaruhi perkembangan CMA. Tanaman yang
ditumbuhkan pada tanah yaang memilik derajat infeksi CMA yang rendah (Happer
et al., 1984 dalam Anas, 1997). Hal ini mungkin karena peran Ca2+ dalam
memelihara integritas membran sel.

Beberapa spesies CMA diketahui mampu beradaptasi dengan tanah yang tercemar
seng (Zn), tetapi sebagian besar spesies CMA peka terhadap kandungan Zn yang
tinggi. Pada beberapa penelitian lain diketahui pula bahwa strain-strain cendawan
CMA tertentu toleran terhadap kandungan Mn, Al, dan Na yang tinggi (Mosse,
1981).

Fungisida

Fungisida merupakan racun kimia yang dirakit untuk membunuh cendawan


penyebab penyakit pada tanaman. Rupa-rupanya di samping mampu memberantas
cendawan penyebab penyakit, fungisida Agrosan, Benlate, Plantavax, meskipun
dalam konsentrasi yang sangat rendah (2.5 mg per g tanah) menyebabkan
turunnya kolonisasi CMA yang mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan
tanaman dan pengambilan P (Manjunath dan Bagyaraj, 1984).

Pemakaian fungisida menjadi dilematis, di satu pihak jika fungisida tidak dipakai
maka tanaman yang terserang cendawan bisa mati atau merosot hasilnya, tetapi
jika dipakai membunuh cendawan CMA yang sangat berguna bagi pertumbuhan
tanaman. Pada masa depan perlu dicari satu cara untuk mengendalikan penyakit
tanaman tanpa menimbulkan pengaruh yang merugikan terhadap jasad renik
berguna di dalam tanah. Praktek pengendalian secara biologis perlu mendapat
perhatian lebih serius karena memberikan dampak negatif yang mampu bertindak
sebagai pengendali hayati yang aktif terhadap serangan patogen akar (Marx, 1982
dalam Anas, 1997).

Faktor lingkungan sangat berpengaruh terhadap perkecambahan spora cendawan


mikoriza. Kondisi lingkungan dan edapik yang cocok untuk perkecambahan biji dan
pertumbuhan akar tanaman biasanya juga cocok untuk perkecambahan spora
cendawan. Cendawan pada umumnya memiliki ketahanan cukup baik pada rentang
faktor lingkungan fisik yang lebar. Mikoriza tidak hanya berkembang pada tanah
berdrainase baik, tapi juga pada lahan tergenang seperti pada padi sawah
(Solaiman dan Hirata, 1995). Bahkan pada lingkungan yang sangat miskin atau
lingkungan yang tercemar limbah berbahaya, cendawan mikoriza masih
memperlihatkan eksistensinya (Aggangan et al, 1998). Sifat cendawan mikoriza ini
dapat dijadikan sebagai dasar dalam upaya bioremidiasi lahan kritis.

Ekosistem alami mikoriza di daerah tropika (tropical rain forest), dicirikan oleh
keragaman spesies yang sangat tinggi, khususnya dari jenis ektomikoriza
(Munyanziza et al 1997). Hutan alami yang terdiri dari banyak spesies tanaman dan
umur yang tidak seragam sangat mendukung perkembangan mikoriza. Konversi
hutan untuk lahan pertanian akan mengurangi keragaman jenis dan jumlah
propagul cendawan, karena perubahan spesies tanaman, jumlah bahan organik
yang dihasilkan, unsur hara dan struktur tanah. Hutan multi spesies berubah
menjadi hutan monokultur dengan umur seragam sangat berpengaruh terhadap
jumlah dan keragaman mikoriza. Selang waktu antara pembukaan lahan dengan
tanaman komersial berikutnya biasanya cukup lama dan tanah dibiarkan dalam
keadaan kosong sehingga terjadi perubahan drastis pada iklim mikro yang
cendrung kering. Akumulasi perubahan lingkungan mulai dari pembabatan hutan,
pembakaran, kerusakan struktur dan pemadatan tanah akan mengurangi propagul
cendawan mikorisa.

Praktek pertanian seperti pengolahan tanah, cropping sistem, ameliorasi dengan


bahan organik, pemupukan dan penggunaan pestisida sangat berpengaruh
terhadap keberadaan mikoriza (Zarate dan Cruz, 1995). Pengolahan tanah yang
intensif akan merusak jaringan hifa ekternal cendawan mikoriza. Penelitian
McGonigle dan Miller (1993), menunjukkan bahwa pengolahan tanah minimum akan
meningkatkan populasi mikoriza dibanding pengolahan tanah konvensional.
Usahatani tumpangsari jagung-kedelai juga diketahui meningkatkan
perkembangbiakan cendawan VAM. Ameliorasi tanah dengan bahan organik sisa
tanaman atau pupuk hijau merangsang perkembangbiakan cendawan VAM.
Dalam budidaya tradisional, pengolahan tanah berulang-ulang dan panen
menyebabkan erosi hara dan bahan organik dari lahan tersebut dan ini
berpengaruh terhadap populasi AM. Dalam pertanian modern yang menggunakan
pupuk dan pestisida berlebihan (Rao, 1994) serta terjadinya kompaksi tanah oleh
alsintan (McGonigle dan Miller, 1993) berpengaruh negatif terhadap mikoriza.
Konsekuensinya adalah produktivitas sistem pertanian akan sangat tergantung
pada pupuk buatan dan pestisida.

Pemanfaatan CMA termasuk ke dalam kelompok endomikoriza pada beberapa


tanaman komersial telah menunjukkan hasil yang cukup baik terlihat dari beberapa
penelitian berikut ini:

Inokulasi CMA pada apel dapat meningkatkan kandungan P pada daun dari 0,04
menjadi 0, 1 9% (Gededda et al. 1984). Penggunaan CMA (Glomus etunicatum dan
Gigaspora margarita) dapat meningkatkan pertumbuhan beberapa jenis bibit apel
dan mendorong pertumbuhan tanaman di pembibitan (Matsubara et al. 1996). Pada
tanaman pisang, inokulasi mikoriza juga mampu meningkatkan pertambahan tinggi
tanaman serta kandungan hara N, P, K, dan Ca pada daun (Muas dan Jumjunidang
1994). Inokulasi CMA pada bibit jeruk dapat memacu pertumbuhannya (Jawal et al.
2005).
Dalam pemanfaatan CMA pada suatu tanaman, jenis dan macam inokulum yang
digunakan cukup menentukan dalam keberhasilan pencapaian sasaran.
Penggunaan inokulum CMA campuran yang terdiri dari beberapa spesies
tampaknya lebih efektif daripada penggunaan spesies tunggal (Camprubi dan
Calvet, 1996). Untuk tanaman manggis, CMA campuran yang berasal dari daerah
Padang, Sawahlunto Sijunjung, dan Limapuluh Kota mampu mempercepat
pertumbuhan semaian manggis sekitar 40% dibandingkan dengan semaian yang
tidak diinokulasi dengan mikoriza (Muas et al. 2002).

Inokulasi species CMA juga berpengaruh terhadap tinggi bibit hanya pada umur 4
dan 20 MST, jumlah daun pada umur 4, 8 dan 28 MST, bobot kering tajuk, bobot
kering total dan serapan P-tajuk bibit kelapa sawit. Secara umum pemberian CMA
belum dapat meningkatkan pertumbuhan bibit kelapa sawit dan serapan P-tajuk
Inokulasi G. manihotis pada perakaran bibit kelapa sawit menurunkan secara nyata
tinggi bibit pada umur 4 dan 20 MST berturut-turut sebesar 37.7% dan 4.5%
dibandingkan dengan kontrol, sedangkan inokulasi G. aggregatum tidak berbeda
dengan kontrol. Demikian pula terhadap jumlah daun pada umur 4 dan 8 MST, G.
manihotis menurunkan jumlah daun berturut-turut sebesar 40% dan 8.7%
dibandingkan dengan kontrol, sedangkan inokulasi G. aggregatum tidak berbeda
dengan kontrol. Pada umur 28 MST kedua species CMA meningkatkan jumlah daun
secara nyata masing- masing sebesar 5.2% dibandingkan dengan kontrol.

III. PEMANFAATAN MIKORIZA

Tanaman yang bermikoriza tumbuh lebih baik dari tanaman tanpa bermikoriza.
Penyebab utama adalah mikoriza secara efektif dapat meningkatkan penyerapan
unsur hara baik unsur hara makro maupun mikro. Selain daripada itu akar yang
bermikoriza dapat menyerap unsur hara dalam bentuk terikat dan yang tidak
tersedia bagi tanaman (Anas, 1997).

Selain daripada membentuk hifa internal, mikoriza juga membentuk hifa ekternal.
Pada hifa ekternal akan terbentuk spora, yang merupakan bagian penting bagi
mikoriza yang berada diluar akar. Fungsi utama dari hifa ini adalah untuk menyerap
fospor dalam tanah. Fospor yang telah diserap oleh hifa ekternal, akan segera
dirubah manjadi senyawa polifosfat. Senyawa polifosfat ini kemudian dipindahkan
ke dalam hifa internal dan arbuskul. Di dalam arbuskul. Senyawa polifosfat ini
kemudian dipindahkan ke dalam hifa internal dan arbuskul. Di dalam arbuskul
senyawa polifosfat dipecah menjadi posfat organik yang kemudian dilepaskan ke
sel tanaman inang.

Adanya hifa ekternal ini penyerapan hara terutama posfor menjadi besar dibanding
dengan tanaman yang tidak terinfeksi dengan mikoriza. Peningkatan serafan posfor
juga disebabkan oleh makin meluasnya daerah penyerapan, dan kemampuan untuk
mengeluarkan suatu enzim yang diserap oleh tanaman. Sebagai contoh dapat
dilihat pengaruh mikoriza terhadap pertumbuhan berbagai jenis tanaman dan juga
kandungan posfor tanaman (Anas, 1997).

Beberapa keuntungan yang diperoleh dengan adanya simbiosis ini adalah:


1) miselium fungi meningkatkan area permukaan akuisisi hara tanah oleh tanaman,
2) meningkatkan toleransi terhadap kontaminasi logam, kekeringan, serta patogen
akar,
3) memberikan akses bagi tanaman untuk dapat memanfaatkan hara yang tidak
tersedia menjadi tersedia bagi tanaman (Gentili & Jumpponen, 2006).

Selanjutnya Sagin Junior dan Da Silva (2006) mengungkapkan bahwa adanya


mikoriza berpengaruh terhadap:
1) adanya peningkatan absorpsi hara, sehingga waktu yang diperlukan untuk
mencapai akar lebih cepat,
2) meningkatkan toleransi terhadap erosi, pemadatan, keasaman, salinitas,
3) melindungi dari herbisida, serta
4) memperbaiki agregasi partikel tanah.

Cumming dan Ning (2003) mengemukakan bahwa simbiosis CMA berperan penting
dalam resistansi tanaman terhadap Al. Pengaruh ini terutama terlihat pada
peningkatan serapan hara yang diperlukan tanaman (P, Cu, dan Zn). Selain itu, CMA
mereduksi akumulasi elemen lain seperti Al, Fe, dan Mn yang menjadi masalah
pada tanah masam. Penelitian oleh Lee dan George (2001) menunjukkan bahwa
hara P, Zn, dan Cu diserap dan ditransportasikan ke tanaman inang oleh hifa CMA
dan sebaliknya unsur-unsur Cd dan Ni tidak ditransportasikan oleh hifa ke tanaman
inang. Hal ini menunjukan bahwa kolonisasi CMA dapat melindungi tanaman dari
pengaruh toksik unsur Cd dan Ni tersebut.

Pada kedelei, infeksi CMA menstimulasi penyerapan Zn. Dengan adanya CMA,
konsentrasi Zn pada daun lebih tinggi. Konsentrasi Cu lebih tinggi pada tanaman
dengan CMA dibandingkan dengan tanaman tanpa CMA pada tahap awal
pertumbuhan, tetapi menurun pada saat berbunga dan setelah itu meningkat lagi
(Raman dan Mahadevan, 2006). Hal ini sejalan dengan Pacovsky et al. (1986) yang
mengemukakan bahwa adanya penurunan penyerapan Mn dan Fe sedangkan P, Zn
dan Cu meningkat.

Perbaikan pertumbuhan tanaman karena mikoriza bergantung pada jumlah fosfor


yang tersedia di dalam tanah dan jenis tanamannya. Pengaruh yang mencolok dari
mikoriza sering terjadi pada tanah yang kekurangan fosfor. Efisiensi pemupukan P
sangat jelas meningkat dengan penggunaan mikoriza. Hasil penelitian Mosse (1981)
menunjukkan bahwa tanpa pemupukan TSP produksi singkong pada tanaman yang
tidak bermikoriza kurang dari 2 g, sedangkan ditambahkan TSP pada takaran setara
dengan 400 kg P/ha, masih belum ada peningkatan hasil singkong pada perlakuan
tanpa mikoriza. Hasil baru meningkat bila 800 kg P/ha ditambahkan. Pada tanaman
yang diinfeksi mikoriza, penambahan TSP setara dengan 200 kg P/ha saja telah
cukup meningkatkan hasil hampir 5 g, penambahan pupuk selanjutnya tidak begitu
nyata meningkatkan hasil.

Manfaat lain pada tanaman yang diberi mikoriza adalah :

1. Peningkatan Ketahanan terhadap Kekeringan


Tanaman yang bermikoriza lebih tahan terhadap kekeringan dari pada yang tidak
bermikoriza. Rusaknya jaringan korteks akibat kekeringan dan matinya akar tidak
akan permanen pengaruhnya pada akar yang bermikoriza. Setelah periode
kekurangan air (water stress), akar yang bermikoriza akan cepat kembali normal.
Hal ini disebabkan karena hifa cendawan mampu menyerap air yang ada pada pori-
pori tanah saat akar tanaman tidak mampu lagi menyerap air. Penyebaran hifa
yang sangat luas di dalam tanah menyebabkan jumlah air yang diambil meningkat
(Anas, 1997).

Jaringan hifa ekternal dari mikoriza akan memperluas bidang serapan air dan hara.
Disamping itu ukuran hifa yang lebih halus dari bulu-bulu akar memungkinkan hipa
bisa menyusup ke pori-pori tanah yang paling kecil (mikro) sehingga hifa bisa
menyerap air pada kondisi kadar air tanah yang sangat rendah (Killham, 1994).
Serapan air yang lebih besar oleh tanaman bermikoriza, juga membawa unsur hara
yang mudah larut dan terbawa oleh aliran masa seperti N, K dan S. sehingga
serapan unsur tersebut juga makin meningkat.

Kendala pokok pembudidayaan lahan kering ialah keterbatasan air, baik itu curah
hujan maupun air aliran permukaan. Notohadinagoro (1997) mengatakan bahwa
tingkat kekeringan pada lahan kering sampai batas tertentu dipengaruhi oleh daya
tanah menyimpan air. Tingkat kekeringan berkurang atau lamanya waktu tanpa
kekurangan air (water stress) bertambah panjang apabila tanah mempunyai daya
simpan air besar. Sebaliknya tingkat kekeringan meningkat, atau lamanya waktu
dengan kekurangan air bertambah panjang apabila tanah mempunyai daya simpan
air kecil. Lama waktu tanpa atau dengan sedikit kekurangan air menentukan masa
musim pertumbuhan tanaman, berarti lama waktu pertanaman dapat
dibudidayakan secara tadah hujan.

Inokulasi mikoriza yang mempunyai hifa akan membantu proses penyerapan air
yang terikat cukup kuat pada pori mikro tanah. Sehingga panjang musim tanam
tanaman pada lahan kering diharapkan dapat terjadi sepanjang tahun. Sejumlah
percobaan telah membuktikan hubungan saling menguntungkan, yaitu adanya
cendawan mikoriza sangat meningkatkan efisiensi penyerapan mineral dari tanah.
Cendawan MVA mempunyai hubungan mutualistik dengan tanaman inang, dengan
jalan memobilisasi fosfor dan hara mineral lain dalam tanah, kemudian menukarkan
hara ini dengan karbon inang dalam bentuk fotosintat.
2. Lebih Tahan terhadap Serangan Patogen Akar

Mikoriza dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman melalui perlindungan tanaman


dari patogen akar dan unsur toksik. Imas et al (1993) menyatakan bahwa struktur
mikoriza dapat berfungsi sebagai pelindung biologi bagi terjadinya patogen akar.
Terbungkusnya permukaan akar oleh mikoriza menyebabkan akar terhindar dari
serangan hama dan penyakit. Infeksi patogen akar terhambat. Tambahan lagi
mikoriza menggunakan semua kelebihan karbohidrat dan eksudat akar lainnya,
sehingga tercipta lingkungan yang tidak cocok bagi patogen. Dilain pihak,
cendawan mikoriza ada yang dapat melepaskan antibiotik yang dapat mematikan
patogen (Anas,1997). Mekanisme perlindungan dapat diterangkan sebagai berikut :
1. Adanya selaput hifa (mantel) dapat berfungsi sebagai barier masuknya patogen.
2. Mikoriza menggunakan hampir semua kelebihan karbohidrat dan eksudat
lainnya, sehingga tercipta lingkungan yang tidak cocok untuk patogen.
3. Cendawan mikoriza dapat mengeluarkan antibiotik yang dapat mematikan
patogen.
4. Akar tanaman yang sudah diinfeksi cendawan mikoriza, tidak dapat diinfeksi oleh
cendawan patogen yang menunjukkan adanya kompetisi.

Mikoriza juga dapat melindungi tanaman dari ekses unsur tertentu yang bersifat
racun seperti logam berat (Killham, 1994). Mekanisme perlindungan terhadap
logam berat dan unsur beracun yang diberikan mikoriza dapat melalui efek filtrasi,
menonaktifkan secara kimiawi atau penimbunan unsur tersebut dalam hifa
cendawan. Khan (1993) menyatakan bahwa VAM dapat terjadi secara alami pada
tanaman pioner di lahan buangan limbah industri, tailing tambang batubara, atau
lahan terpolusi lainnya. Inokulasi dengan inokulan yang cocok dapat mempercepat
usaha penghijauan kembali tanah tercemar unsur toksik.

Mikoriza juga bisa memberikan kekebalan bagi tumbuhan inang. Mikoriza ini
menjadi pelindung fisik yang kuat, sehingga perakaran sulit ditembus penyakit
(patogen), sebab jamur ini mampu membuat bahan antibotik untuk melawan
penyakit. Mikoriza sangat mengurangi perkembangan penyakit busuk akar yang
disebabkan oleh Phytopthora cenamoni. Demikian pula mikoriza telah dilaporkan
dapat mengurangi serangan nematode.

Jika terhadap jasad renik berguna, CMA memberikan sumbangan yang


menguntungkan, sebaliknya terhadap jasad renik penyebab penyakit CMA justru
berperan sebagai pengendali hayati yang aktif terutama terhadap serangan
patogen akar (Huang et al., 1993). Interaksi sebenarnya antara CMA, patogen akar,
dan inang cukup kompleks dan kemampuan CMA dalam melindungi tanaman
terhadap serangan patogen tergantung spesies, atau strain cendawan CMA dan
tanaman yang terserang (Mosse, 1981).
Namun demikian tidak selamanya mikoriza memberikan pengaruh yang
menguntungkan dari segi patogen. Pada tanaman tertentu, adanya mikoriza
menarik perhatian zoospora Phytopthora, sehingga tanaman menjadi lebih peka
terhadap penyakit busuk akar.

3. Produksi Hormon dan zat Pengatur Tumbuh

Telah banyak penelitian yang menunjukkan bahwa cendawan mikoriza dapat


menghasilkan hormon seperti, sitokinin dan giberalin. Zat pengatur tumbuh seperti
vitamin juga pernah dilaporkan sebagai hasil metabolisme cendawan mikoriza
(Anas, 1997). Cendawan mikoriza bisa membentuk hormon seperti auxin, citokinin,
dan giberalin, yang berfungsi sebagai perangsang pertumbuhan tanaman.

4. Manfaat Tambahan dari Mikoriza

Penggunaan inokulum yang tepat dapat menggantikan sebagian kebutuhan pupuk.


Sebagai contoh mikoriza dapat menggantikan kira-kira 50% kebutuhan fosfor, 40%
kebutuhan nitrogen, dan 25% kebutuhan kalium untuk tanaman lamtoro (De la
cruz, 1981 dalam Husin dan Marlis, 2000).

Penggunaan mikoriza lebih menarik ditinjau dari segi ekologi karena aman dipakai,
tidak menyebabkan pencemaran lingkungan. Bila mikoriza tertentu telah
berkembang dengan baik di suatu tanah, maka manfaatnya akan diperoleh untuk
selamanya. Mikoriza juga membantu tanaman untuk beradaptasi pada pH yang
rendah. Demikian pula vigor tanaman bermikoriza yang baru dipindahkan kelapang
lebih baik dari yang tanpa mikoriza (Anas, 1997).

Mikoriza berpegaruh juga dari segi fisik, yaitu dengan adanya hifa eksternal
mikoriza banyak mengandung logam berat, dan daerah tambang memberikan
harapan tersendiri untuk digunakan pada proyek rehabilitasi/reklamasi daerah
bekas tambang. Bahkan ada mikoriza yang menginfeksi tanaman yang tumbuh di
dalam air. Hasil penelitian sementara staf Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian IPB
menunjukkan bahwa dari akar padi sawah juga dapat diinokulasi mikoriza tertentu.
Bila ini benar, maka tidak mustahil mikoriza akan memegang peranan sangat
penting dalam pengembangan pertanian di Indonesia (Anas, 1997).

5. Perbaikan Struktur Tanah.

Mikoriza merupakan salah satu dari jenis jamur. Jamur merupakan suatu alat yang
dapat memantapkan struktur tanah. Cendawan mikoriza melalui jaringan hifa
eksternal dapat memperbaiki dan memantapkan struktur tanah. Sekresi senyawa-
senyawa polisakarida, asam organik dan lendir oleh jaringan hifa eksternal yang
mampu mengikat butir-butir primer menjadi agregat mikro. "Organic binding agent"
ini sangat penting artinya dalam stabilisasi agregat mikro. Kemudian agregat mikro
melalui proses "mechanical binding action" oleh hifa eksternal akan membentuk
agregat makro yang mantap.

Wright dan Uphadhyaya (1998) mengatakan bahwa cendawan VAM mengasilkan


senyawa glycoprotein glomalin yang sangat berkorelasi dengan peningkatan
kemantapan agregat.. Menurut Hakim, et al (1986) faktor-faktor yang terlibat dalam
pembentukan struktur adalah organisme, seperti benang-benang jamur yang dapat
mengikat satu partikel tanah dan partikel lainnya Selain akibat dari perpanjangan
dari hifa-hifa eksternal pada jamur mikoriza, sekresi dari senyawa-senyawa
polysakarida, asam organik dan lendir yang di produksi juga oleh hifa-hifa eksternal,
akan mampu mengikat butir-butir primer/agregat mikro tanah menjadi butir
sekunder/agregat makro. Agen organik ini sangat penting dalm menstabilkan
agregat mikro dan melalui kekuatan perekat dan pengikatan oleh asam-asam dan
hifa tadi akan membentuk agregat makro yang mantap (Subiksa, 2002).

Prinsip kerja dari mikoriza ini adalah menginfeksi sistem perakaran tanaman inang,
memproduksi jalinan hifa secara intensif sehingga tanaman yang mengandung
mikoriza tersebut akan mampu meningkatkan kapasitas dalam penyerapan unsur
hara (Iskandar, 2002).

Konsentrasi glomalin lebih tinggi ditemukan pada tanah-tanah yang tidak diolah
dibandingkan dengan yang diolah. Glomalin dihasilkan dari sekresi hifa eksternal
bersama enzim-enzim dan senyawa polisakarida lainnya. Pengolahan tanah
menyebabkan rusaknya jaringan hifa sehingga sekresi yang dihasilkan sangat
sedikit.

Pembentukan struktur yang mantap sangat penting artinya terutama pada tanah
dengan tekstur berliat atau berpasir. Thomas et al (1993) menyatakan bahwa
cendawan VAM pada tanaman bawang di tanah bertekstur lempung liat berpasir
secara nyata menyebabkan agregat tanah menjadi lebih baik, lebih berpori dan
memiliki permeabilitas yang tinggi, namun tetap memiliki kemampuan memegang
air yang cukup untuk menjaga kelembaban tanah.. Struktur tanah yang baik akan
meningkatkan aerasi dan laju infiltrasi serta mengurangi erosi tanah, yang pada
akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan tanaman. Dengan demikian mereka
beranggapan bahwa cendawan mikoriza bukan hanya simbion bagi tanaman, tapi
juga bagi tanah.

Pembentukan struktur tanah yang baik merupakan modal bagi perbaikan sifat fisik
tanah yang lain. Sifat-sifat fisik tanah yang diperbaiki akibat terbentuknya struktur
tanah yang baik seperti perbaikan porositas tanah, perbaikan permeabilitas tanah
serta perbaikan dari pada tata udara tanah.

Perbaikan dari struktur tanah juga akan berpengaruh langsung terhadap


perkembangan akar tanaman. Pada lahan kering dengan makin baiknya
perkembangan akar tanaman, akan lebih mempermudah tanaman untuk
mendapatkan unsur hara dan air, karena memang pada lahan kering faktor
pembatas utama dalam peningkatan produktivitasnya adalah kahat unsur hara dan
kekurangan air. Akibat lain dari kurangnya ketersediaan air pada lahan kering
adalah kurang atau miskin bahan organik. Kemiskinan bahan organik akan
memburukkan struktur tanah, lebih-lebih pada tanah yang bertekstur kasar
sehubungan dengan taraf pelapukan rendah.

6. Meningkatkan Serapan Hara P

Hal sangat penting, yaitu Mikoriza juga diketahui berinteraksi sinergis dengan
bakteri pelarut fosfat atau bakteri pengikat N. Inokulasi bakteri pelarut fosfat (PSB)
dan mikoriza dapat meningkatkan serapan P oleh tanaman tomat (Kim et al,1998)
dan pada tanaman gandum (Singh dan Kapoor, 1999). Adanya interaksi sinergis
antara VAM dan bakteri penambat N2 dilaporkan oleh Azcon dan Al-Atrash (1997)
bahwa pembentukan bintil akar meningkat bila tanaman alfalfa diinokulasi dengan
Glomus moseae. Sebaliknya kolonisasi oleh jamur mikoriza meningkat bila tanaman
kedelai juga diinokulasi dengan bakteri penambat N, B. japonicum.cendawan
mikoriza ini memiliki enzim pospatase yang mampu menghidrolisis senyawa phytat
(my-inosital 1,2,3,4,5,6 hexakisphospat). Phytat adalah senyawa phospat komplek,
phytat tertimbun didalam tanah hingga 20%-50% dari total phospat organik,
merupakan pengikat kuat (chelator) bagi kation seperti Kalsium (Ca++),
Magnesium (Mg++), Seng (Zn++), Besi (Fe++), dan protein.

Phytat di dalam tanah merupakan sumber phosphat, dengan bantuan enzim


phospatase phytat dapat dihidrolisis menjadi myoinosital, phosphor bebas dan
mineral, sehingga ketersediaan phosphor dan mineral dalam tanah dapat terpenuhi.
Dengan demikian cendawan mikoriza terlibat dalam siklus dan dapat memanen
unsur P.

Di beberapa negara terungkap bahwa beberapa jenis tanaman memberikan respon


positif terhadap inokulasi cendawan mikoriza (MVA). Tanaman bermikoriza dapat
menyerap P, dalam jumlah beberapa kali lebih besar dibanding tanaman tanpa
mikoriza, khususnya pada tanah yang miskin P. Disamping itu tanaman yang
terinfeksi MVA ternyata daya tahan tanaman dan laju fotosintesis lebih tinggi
dibanding tanaman tanpa MVA, meskipun konsentrasi P pada daun rendah
(kekurangan). Dengan adanya hifa (benang-benang yang bergerak luas
penyebarannya), maka tanaman menjadi lebih tahan kekeringan. Hifa cendawan ini
memiliki kemampuan istimewa, disaat akar tanaman sudah kesulitan menyerap air,
hifa jamur masih mampu meyerap air dari pori-pori tanah.

Secara alami mikoriza terdapat secara luas, mulai dari daerah artik tundra sampai
ke daerah tropis dan dari daerah bergurun pasir sampai ke hutan hujan tropis, yang
melibatkan lebih dari 80% tumbuhan yang ada (Subiksa, 2002). Perkembangan
kehidupan mikoriza berlangsung di dalam jaringan akar tanaman inang, setelah
didahului dengan proses infeksi akar. Prihastuti et al., (2006) menyatakan bahwa
lahan kering masam di Lampung Tengah banyak mengandung mikoriza vesikular-
arbuskular, yang diindikasikan dengan tingginya tingkat infeksi akar, yaitu
mencapai 70,50–90,33%. Lahan kering masam merupakan lahan yang kurang
produktif, namun sangat luas ketersediaannya dan berpotensi untuk dikembangkan
(Sudaryono, 2006). Lahan kering masam merupakan lahan yang perlu diupayakan
kesuburannya untuk digunakan sebagai areal tanam komoditi pangan.

Mikoriza mampu tumbuh dan berkembang dengan baik pada lingkungan yang
kurang menguntungkan bagi pertumbuhan mikroba tanah lainnya (Keltjen, 1997).
Semakin banyak tingkat infeksi akar yang terjadi, memungkinkan jaringan hifa
eksternal yang dibentuk semakin panjang dan menjadikan akar mampu menyerap
fosfat lebih cepat dan lebih banyak (Stribley, 1987). Mikoriza mempunyai peranan
yang cukup besar dalam meningkatkan produktivitas tanaman di lahan marginal
maupun dalam menjaga keseimbangan lingkungan (Aher, 2004).

Dengan demikian inokulasi mikoriza diharapkan dapat membantu dalam


merehabilitasi lahan kritis, yang sampai saat ini belum ada usaha pelestarian lahan
kritis secara maksimal.
Hubungan timbal balik antara cendawan mikoriza dengan tanaman inangnya
mendatangkan manfaat positif bagi keduanya (simbiosis mutualistis). Karenanya
inokulasi cendawan mikoriza dapat dikatakan sebagai 'biofertilization", baik untuk
tanaman pangan, perkebunan, kehutanan maupun tanaman penghijauan (Killham,
1994).

Bagi tanaman inang, adanya asosiasi ini, dapat memberikan manfaat yang sangat
besar bagi pertumbuhannya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara
tidak langsung, cendawan mikoriza berperan dalam perbaikan struktur tanah,
meningkatkan kelarutan hara dan proses pelapukan bahan induk. Sedangkan
secara langsung, cendawan mikoriza dapat meningkatkan serapan air, hara dan
melindungi tanaman dari patogen akar dan unsur toksik.

Nuhamara (1994) mengatakan bahwa sedikitnya ada 5 hal yang dapat membantu
perkembangan tanaman dari adanya mikoriza ini yaitu :
1. Mikoriza dapat meningkatkan absorpsi hara dari dalam tanah
2. Mikoriza dapat berperan sebagai penghalang biologi terhadap infeksi patogen
akar.
3. Meningkatkan ketahanan tanaman terhadap kekeringan dan kelembaban yang
ekstrim
4. Meningkatkan produksi hormon pertumbuhan dan zat pengatur tumbuh lainnya
seperti auxin.
6. Menjamin terselenggaranya proses biogeokemis.

Dalam kaitan dengan pertumbuhan tanaman, Plencette et al dalam Munyanziza et


al (1997) mengusulkan suatu formula yang dikenal dengan istilah "relatif field
mycorrhizal depedency" (RFMD) :

RFMD = [ (BK. tanaman bermikoriza - BK. tanaman tanpa mikoriza) / BK. Tanaman
tanpa mikoriza ] x 100 %

Namun demikian, respon tanaman tidak hanya ditentukan oleh karakteristik


tanaman dan cendawan, tapi juga oleh kondisi tanah dimana percobaan dilakukan.
Efektivitas mikoriza dipengaruhi oleh faktor lingkungan tanah yang meliputi faktor
abiotik (konsentrasi hara, pH, kadar air, temperatur, pengolahan tanah dan
penggunaan pupuk/pestisida) dan faktor biotik (interaksi mikrobial, spesies
cendawan, tanaman inang, tipe perakaran tanaman inang, dan kompetisi antar
cendawan mikoriza). Adanya kolonisasi mikoriza dengan respon tanaman yang
rendah atau tidak ada sama sekali menunjukkan bahwa cendawan mikoriza lebih
bersifat parasit (Solaiman dan Hirata, 1995).

7. Peranan Mikoriza Pada Perbaikan Lahan Kritis

7.1. Lahan yang ditumbuhi tanaman Alang-Alang

Padang alang-alang tersebar luas di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan pulau


besar lainnya. Lahan alang-alang pada umumnya adalah tanah mineral masam,
miskin hara dan bahan organik, kejenuhan Al tinggi. Disamping itu padang alang-
alang juga memiliki sifat fisik yang kurang baik sehingga kurang menguntungkan
kalau diusahakan untuk lahan pertanian. Alang-alang dikenal sebagai tanaman
yang sangat toleran terhadap kondisi yang sangat ekstrim. Diketahui bahwa alang-
alang berasosiasi dengan berbagai cendawan mikoriza arbuscular seperti Glomus
sp., Acaulospora dan Gigaspora (Widada dan Kabirun ,1997).

Kemasaman dan Al-dd tinggi bukan merupakan faktor pembatas bagi cendawan
mikoriza tersebut, tapi merupakan masalah besar bagi tanaman/tumbuhan. Dengan
demikian cendawan mikoriza ini dapat dimanfaatkan untuk pengembangan
tanaman pangan. Kabirun dan Widada (1994) menunjukkan bahwa inokulasi MVA
mampu meningkatkan pertumbuhan, serapan hara dan hasil kedelai pada tanah
Podsolik dan Latosol. Pada tanah Podsolik serapan hara meningkat dari 0,18 mg
P/tanaman menjadi 2,15 mg P/tanaman., sedangkan hasil kedelai meningkat dari
0,02 g biji/tanaman menjadi 5,13 g biji/tanaman. Pada tanah Latosol serapan hara
meningkat dari 0,13 mg P/tanaman menjadi 2,66 mg P/tanaman, dan hasil kedelai
meningkat dari 2,84 g biji/tanaman menjadi 5,98 g biji/tanaman. Penelitian
pemupukan tanaman padi menggunakan perunut 32P pada Ultisols menunjukkan
bahwa serapan hara total maupun yang berasal dari pupuk meningkat nyata pada
tanaman yang diinokulasikan dengan cendawan VAM (Ali et al, 1997).

Disamping untuk tanaman pangan, penghutanan kembali lahan alang-alang juga


sangat diperlukan untuk memperbaiki kondisi hidrologi di wilayah tersebut dan
daerah hilirnya. Kegagalan program reboisasi yang dilakukan di lahan alang-alang
dapat diatasi dengan menginokulasikan mikoriza pada bibit tanaman penghijauan.
Bibit yang sudah bermikorisa akan mampu bertahan dari kondisi yang ekstrim dan
berkompetisi dengan alang-alang. Penelitian Ba et al (1999) yang dilakukan pada
tanah kahat hara menunjukkan bahwa inokulasi ektomikoriza pada bibit tanaman
Afzelia africana dapat meningkatkan pertumbuhan bibit dan serapan hara oleh
tanaman hutan tersebut (Tabel 1 ). Pentingnya mikoriza didukung oleh penemuan
bahwa tanaman asli yang berhasil hidup dan berkembang 81% adalah bermikoriza.
Pada lahan alang-alang yang sistem hidrologinya telah rusak, persediaan air bawah
tanah menjadi masalah utama karena tanahnya padat, infiltrasi air hujan rendah,
sehingga walaupun curah hujan tinggi tapi cadangan air bawah permukaan tetap
sangat terbatas. Pengalaman menunjukkan bahwa kondisi ini merupakan salah satu
sebab kegagalan program transmigrasi lahan kering. Petani transmigran kesulitan
untuk mendapatkan air bersih dan tanaman (khususnya tanaman pangan) sering
gagal panen karena stres air.

Tanaman yang bermikoriza terbukti mampu bertahan pada kondisi stres air yang
hebat. Hal ini disebabkan karena jaringan hipa eksternal akan memperluas
permukaan serapan air dan mampu menyusup ke pori kapiler sehingga serapan air
untuk kebutuhan tanaman inang meningkat.

Morte et al (2000) menunjukkan bahwa tanaman Helianthenum almeriens yang


diinokulasi dengan Terfesia claveryi mampu berkembang menyamai tanaman pada
kadar air normal yang ditandai berat kering tanaman, net fotosintesis, serta
serapan hara NPK.

Penelitian lain menunjukkan bahwa tanaman narra (Pterocarpus indicus) (Castillo


dan Cruz, 1996) dan pepaya (Cruz et al, 2000) bermikoriza memiliki ketahanan
yang lebih besar terhadap kekeringan dibandingkan tanaman tanpa mikoriza yang
ditandai dengan kandungan air dalam jaringan dan transpirasi yang lebih besar,
meningkatnya tekanan osmotik, terhidar dari plasmolisis, meningkatnya kandungan
pati dan kandungan proline (total dan daun) yang lebih rendah selama stress air.

7.2 Lahan dengan Salinitas Tinggi


Tanah yang memiliki salinitas sedang sampai tinggi banyak ditemukan di daerah
yang beriklim kering dimana curah hujan jauh lebih rendah dari laju
evapotranspirasi sehingga terjadi akumulasi garam mudah larut di dekat
permukaan tanah. Salinitas tinggi juga dapat ditemukan di daerah-daerah pantai
dimana air pasang laut secara periodik akan menggenangi lahan tersebut. Di
daerah tertentu dimana air tawar susah didapat, kadang-kadang terpaksa
menggunakan air bersalinitas tinggi sebagai air irigasi. Dalam kondisi salinitas
tinggi, jarang ada tanaman yang dapat tumbuh dengan baik, karena keracunan
NaCl atau potensial osmotik yang rendah dalam sel dibandingkan dengan larutan
tanah. Dengan demikian maka perlu dicari tanaman yang toleran terhadap salinitas
atau memodifikasi lingkungan sehingga tanaman mampu bertahan dibawah kondisi
demikian.

Cendawan VAM seperti Glomus spp mampu hidup dan berkembang dibawah kondisi
salinitas yang tinggi dan menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap penurunan
kehilangan hasil karena salinitas (Lozano et al, 2000). Mekanisme perlindungannya
belum diketahui dengan pasti, tapi diduga disebabkan karena meningkatnya
serapan hara immobil seperti P, Zn dan Cu (Al-Kariki, 2000). Lebih lanjut Al-Kariki
(2000) mendapatkan bahwa tanaman tomat yang diinokulasi dengan mikoriza
pertumbuhannya lebih baik dibanding dengan tanpa mikoriza. Konsentrasi P dan K
rata-rata lebih tinggi sedangkan konsentrasi Na rata-rata lebih rendah dibandingkan
dengan tanaman tanpa mikoriza. Hal ini berarti bahwa cendawan VAM dapat
sebagai filter bagi unsur hara tertentu yang tidak dikehendaki oleh tanaman.
Peneliti lain, Lozano et al (2000) membandingkan efektivitas Glomus deserticola
dengan Glomus sp lainnya yang merupakan cendawan autochthonous lahan salin.
Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa Glomus deserticola lebih efektif dari
Glomus sp.

3. Bioremediasi Tanah Tercemar


Pencemaran lingkungan tanah belakangan ini mendapat perhatian yang cukup
besar, karena globalisasi perdagangan menerapkan peraturan ekolabel yang ketat.
Sumber pencemar tanah umumnya adalah logam berat dan senyawa aromatik
beracun yang dihasilkan melalui kegiatan pertambangan dan industri. Senyawa-
senyawa ini umumnya bersifat mutagenik dan karsinogenik yang sangat berbahaya
bagi kesehatan (Joner dan Leyval, 2001). Bioremidiasi tanah tercemar logam berat
sudah banyak dilakukan dengan menggunakan bakteri pereduksi logam berat
sehingga tidak dapat diserap oleh tanaman. Hasil-hasil penelitian menunjukkan
bahwa cendawan memiliki kontribusi yang lebih besar dari bakteri, dan
kontribusinya makin meningkat dengan meningkatnya kadar logam berat (Fleibach,
et al, 1994).

Cendawan ektomikoriza dapat meningkatkan toleransi tanaman terhadap logam


beracun dengan melalui akumulasi logam-logam dalam hifa ekstramatrik dan
"extrahyphae slime" ( Galli et al, 1994 dan Tam, 1995 dalam Aggangan et al, 1997)
sehingga mengurangi serapannya ke dalam tanaman inang. Namun demikian, tidak
semua mikoriza dapat meningkatkan toleransi tanaman inang terhadap logam
beracun, karena masing-masing mikoriza memiliki pengaruh yang berbeda.
Pemanfaatan cendawan mikoriza dalam bioremidiasi tanah tercemar, disamping
dengan akumulasi bahan tersebut dalam hifa, juga dapat melalui mekanisme
pengkomplekan logam tersebut oleh sekresi hifa ekternal.

Polusi logam berat pada ekosistem hutan sangat berpengaruh terhadap kesehatan
tanaman hutan khususnya perkembangan dan pertumbuhan bibit tanaman hutan
(Khan, 1993). Hal semacam ini sangat sering terjadi disekitar areal pertambangan
(tailing dan sekitarnya). Kontaminasi tanah dengan logam berat akan meningkatkan
kematian bibit dan menggagalkan prgram reboisasi. Penelitian Aggangan et al
(1997) pada tegakan Eucalyptus menunjukkan bahwa Ni lebih berbahaya dari Cr.
Gejala keracunan Ni tampak pada konsentrasi 80 umol/l pada tanah yang tidak
dinokulasi dengan mikoriza sedangkan tanah yang diinokulasi dengan Pisolithus sp.,
gejala keracunan terjadi pada konsentrasi 160 umol/l. Isolat Pisolithus yang diambil
dari residu pertambangan Ni jauh lebih tahan terhadap kadar Ni yang tinggi
dibandingkan dengan Pisolithus yang diambil dari tegakan eucaliptus yang tidak
tercemar logam berat.

Upaya bioremediasi lahan basah yang tercemar oleh limbah industri (polutan
organik, sedimen pH tinggi atau rendah pada jalur aliran maupun kolam
pengendapan) juga dapat dilakukan dengan memanfaatkan tanaman semi akuatik
seperti Phragmites australis. Oliveira et al, (2001) menunjukkan bahwa P. australis
dapat berasosiasi dengan cendawan mikoriza melalui pengeringan secara gradual
dalam jangka waktu yang pendek. Hal ini dapat dijadikan strategi pengelolaan
lahan terpolusi (phytostabilisation) dengan meningkatkan laju perkembangan
spesies mikotropik. Penelitian Joner dan Leyval (2001) menunjukkan bahwa
perlakuan mikoriza pada tanah yang tercemar oleh polysiklik aromatic hydrocarbon
(PAH) dari limbah industri berpengaruh terhadap pertumbuhan clover, tapi tidak
terhadap pertumbuhan reygrass. Dengan mikoriza laju penurunan hasil clover
karena PAH dapat ditekan. Tapi bila penambahan mikoriza dibarengi dengan
penambahan surfaktan, zat yang melarutkan PAH, maka laju penurunan hasil clover
meningkat.

Tanaman yang tumbuh pada limbah pertambangan batubara diteliti Rani et al


(1991) menunjukkan bahwa dari 18 spesies tanaman setempat yang diteliti, 12
diantaranya bermikoriza. Tanaman yang berkembang dengan baik di lahan limbah
batubara tersebut, ditemukan adanya "oil droplets" dalam vesikel akar mikoriza. Hal
ini menunjukkan bahwa ada mekanisme filtrasi, sehingga bahan beracun tersebut
tidak sampai diserap oleh tanaman.

Hasil Penelitian-Penelitian dalam Pemanfaatan Mikoriza


Dari penelitian ini dilakukan untuk mengetahui respon tanaman jagung terhadap
inokulasi jamur Mikoriza Vesikular Arbuskular (Gigaspora margarita) dan sludge cair
di tanah Andisol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa inokulasi Gigaspora
margarita memberikan hasil yang terbaik terhadap hampir semua parameter
meningkatkan kandungan P dalam jaringan tanaman, efisiensi penyerapan P,
mempercepat umur berbunga tanaman jagung, meningkatkan N tanah setelah
percobaan, dan meningkatkan hasil tanaman jagung (Bintoro M et al., 2000).

Menurut Wachjar et al (2002), dari hasil percobaan yang dilakukan bahwa


pemberian CMA berpengaruh terhadap jumlah daun, bobot kering dan serapan P
pada tajuk bibit kelapa sawit, tetapi tidak terhadap pertumbuhan bibit kelapa sawit
pada umur 20 MST.

Penelitian yang dilakukan oleh Balai Penelitian Tanaman Tropika (2007), tentang
pengembangan tanaman manggis dalam skala luas masih terkendala pada
lambatnya laju tumbuh tanaman, baik pada fase bibit maupun setelah tanam di
lapang. Lambatnya laju pertumbuhan tersebut akibat kurang baiknya sistem
perakaran. Tanaman manggis memiliki sistem perakaran lateral yang relatif sedikit
dan miskin akan bulu-buku akar, mengakibatkan penyerapan hara dan air dari
dalam tanah sangat terbatas. Penggunaan CMA sebagai alat biologis dalam bidang
pertanian dapat memperbaiki pertumbuhan, produktivitas, dan kualitas tanaman
tanpa menurunkan kualitas ekosistem tanah.

Hasil dari penggunaan CMA untuk pembibitan manggis di Sawahlunto, dapat


memacu pertumbuhan bibit manggis sekitar 50% lebih cepat dibandingkan dengan
tidak diinokulasi CMA. Inokulasi CMA pada tanaman dilakukan dengan cara
meletakkannya ke bidang perakaran. Inokulum tersebut merupakan media
pengadaan spora (biasanya pasir atau zeolit) yang mengandung spora CMA dan
potongan-potongan akar tanaman inang. Cara ini mempunyai kelemahan di
antaranya bobotnya cukup berat sehingga kurang praktis, sulit dan cukup mahal
transportasinya. Untuk itu para peneliti mengemas spora CMA ke dalam bentuk
yang lebih prakits dan sederhana dengan dosis spora yang diketahui secara pasti
agar mudah diaplikasikan. Spora CMA dikemas ke dalam kapsul dengan
menggunakan Carier (bahan pencampur) yang tebaik dari tanah hitam.

Spora CMA yang dikemas dalam kapsul ini mempunyai daya simpan cukup lama,
karena dalam waktu 18 bulan masih cukup infektif dan efektif dalam memacu
pertumbuhan bibit manggis. Cara aplikasi kapsul ini juga sangat mudah yaitu
dengan membuat lubang dengan sebilah bambu sebesar pensil di sebelah kiri atau
kanan bibit manggis sedalam 4-5 cm, selanjutnya kapsul bermikoriza tersebut
dimasukkan ke dalam lubang dan lubang ditutup kembali dengan tanah.

Percobaan untuk mengetahui serapan P dan pertumbuhan tanaman tembakau Deli


dengan inokulasi berbagai jenis mikoriza vesikular arbuskular dan pemberian pupuk
kandang ayam pada tanah Inceptisol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa isolat
koleksi IPB dengan pemberian pupuk kandang ayam ternyata memberikan
pengaruh yang lebih besar terhadap serapan P, derajat infeksi akar dan
pertumbuhan tanaman tembakau Deli dibandingkan dengan inokulasi berbagai
jenis mikoriza vesikular arbuskular yang lain (Simangunsong S.S, 2005).

Penelitian yang dilakukan oleh Husnal et al (2007), tentang peranan mikoriza pada
tanaman jati, misalnya jati bukti keunggulannya dengan menggunakan pupuk
hayati mikoriza. Hanya dalam usia kurang dari lima tahun, diameter batang
tanaman jati bermikoriza di lahan penelitiannya seluas satu hektare, telah
mencapai sekitar 10 sentimeter. Ukuran ini sama dengan tanaman jati berumur 12
tahun yang dibudidayakan tanpa menggunakan mikoriza.

Indikasi tersebut membuat usia tebang tanaman jati muna maupun spesies jati
lainnya dapat lebih singkat dari 40-60 tahun menjadi 15-20 tahun dengan garis
tengah 30 sentimeter. "Untuk apa menanam jati super yang belum teruji
kualitasnya. Selain itu, jati super bukan spesies khas Sulawesi Tenggara," ujar
Husna yang menentang pengembangan jati super dalam upaya melindungi spesies
genetik jati muna. Dengan teknologi mikoriza, berharap jati muna yang telah
dikenal berkualitas tinggi itu dapat dikembangkan sebagai tanaman massal seperti
tanaman komoditas perkebunan. Tujuannya, selain untuk meningkatkan
pendapatan rakyat juga sekaligus melestarikan serta meningkatkan populasi kayu
jati muna sebagai ciri khas daerah Sulawesi Tenggara. Untuk mewujudkan
harapannya, ia mengelola persemaian jati seluas dua hektare yang menghasilkan
bibit jati muna bermikoriza. Bibit tersebut disalurkan kepada warga yang berminat
mengembangkan tanaman jati muna.

Penelitian lain tentang varietas tebu menggunakan Ps 58 dan pupuk mikoriza


digunakan Biofer 2000-N. Lokasi penelitian ditetapkan pada tanah Alfisol, dengan
kadar P tersedia "rendah" ; 8,72 ppm dan tanah Inceptisol, dengan kadar P tersedia
"sangat tinggi" ; 69,5 ppm. Pupuk mikoriza mampu meningkatkan kadar P nira,
sebesar 38,84 % - 71,65 %. Peningkatan kadar P nira, diikuti dengan peningkatan
rendemen tebu sebesar 4,76 % -21,15 %. Pupuk mikoriza mampu meningkatkan
produktivitas gula (hablur) sebesar 13,66 % - 67,90 %. Kenaikan produktivitas
hablur di tanah dengan P tersedia "rendah" lebih tinggi sebesar 27,80 % - 40,11 %
dibanding di tanah dengan P tersedia "sangat tinggi". Cara aplikasi pupuk mikoriza
terbaik dengan cara dicampur dengan pupuk dasar. Aras takaran pupuk mikoriza
adalah 8 ku/ha di tanah dengan P tersedia rendah dan 4 ku/ha di tanah dengan P
tersedia tinggi. Pemakaian pupuk mikoriza dapat mengurangi aras takaran pupuk
SP-36 sebesar 25 – 50 % (Adinurani et al., 2008).

Aplikasi pupuk hayati cendawan mikoriza arbuskula pada budidaya tanaman ubi
kayu sangat berpengaruh positif terhadap pertumbuhan tanaman. Penerapan
teknologi produksi inokulum cendawan mikoriza arbuskula secara langsung di
lapangan (on farm production) akan sangat banyak membantu, mengingat
beberapa kendala apabila inokulum tersebut dibutuhkan dalam jumlah yang cukup
banyak. Dengan teknologi ini beberapa keuntungan yang diperoleh diantaranya
ialah dapat segera langsung diaplikasikan tanpa tranportasi yang cukup jauh dan
dapat diperoleh inokulum dalam jumlah yang banyak yaitu sekitar 4 ton per 25 m 2
lahan produksi inokulum.

Alur Pembuatan

Metoda atau cara produksi inokulum mikoriza dan aplikasi secara langsung di lahan
atau on farm production adalah sebagai berikut :

1. Persiapan Lahan
Diperlukan bedengan berukuran 25 m 2 untuk menghasilkan 4 000 kg inokulum
berupa campuran tanah, spora dan akar terinfeksi. Sebaiknya dipilih lahan yang
kurang subur yang dekat dengan areal penanaman.

2. Sterilisasi Lahan
Pada lahan di atas disebarkan 50-60 g dazomet granular per m2, diaduk merata,
lalu disiram air untuk melarutkan butiran dazomet dan ditutup plastik. Perlakukan
berikutnya adalah pencangkulan, selain untuk meratakan hasil, juga untuk
menguapkan sisa fumigasi.Lima hari kemudian, bedeng tersebut dapat digunakan.

3. Inokulasi
Pada tiap lubang yang dibuat, diberikan starter inokulumdari jenis cendawan
mikoriza yang akan dikembang biakkan. Tanaman inang dapat berupa jagung,
sorgum atau pueraria. Untuk menjamin terjadinya infeksi pada media
pengecambahan dapat diberi inokulum sebagai perlakuan pra-inokulasi sebelum
ditanam di bedeng perbanyakan.

4. Multiplikasi
Perawatan tanaman perlu dilakukan selama pertumbuhan tanaman di lahan atau
bedeng pembiakan. Setelah tanaman inang keluar bunga (jantan atau betina)
sebaiknya digunting agar tanaman dapat merangsang terbentuknya spora
cendawan mikoriza di lahan tersebut.

5. Panen Inokulum
Setelah tanaman inang mengering, tanah bedeng tersebut sudah dapat digunakan
sebagai inokulum. Pengambilan tanah sebagai inokulum dilakukan hingga
kedalaman sebatas lapisan olah yang telah dilakukan sebelumnya (20-30 cm).

6. Pemakaian hasil
Hasil panen dapat langsung diaplikasikan pada tanaman ubi kayu dengan dosis 200
g per tanaman. Stek ubi kayu ditanamkan pada lubang tersebut tepat diatas
permukaan inokulum yang diberikan.

Manfaat
1. Mengurangi ketergantungan petani pada pupuk kimia yang harganya relatif
mahal
2. Aplikasi inokulum cukup dilakukan satu kali untuk beberpa musim tanam.
3. Memberikan respon yang positif pada tanaman (Balai Penelitian Ilmu dan
Teknologi, 2008).

APLIKASI MIKORIZA VESIKULAR ARBUSKULAR DALAM PROGRAM


REBOISASI

Perhatian utama pada cendawan mikoriza vesikular arbuskular, karena peranannya


sebagai simbion perakaran dari hampir semua jenis tanaman, dan kesuksesannya
sebagai jaringan penyerap nutrisi utama dari beragam tanaman, termasuk yang
digunakan dalam program reboisasi di Indonesia. Dalam rangka pelaksanaan
program ini, telah diberikan Asosiasi Mycorrhizal Indonesia, yang memberikan
informasi dan berbagai teknik untuk para ilmuwan Indonesia yang meneliti dan
bekerja dengan objek jamur ini secara kelompok di IPB. Proyek reboisasi juga
mendukung pengadaan koleksi germ plasm dari spesies asli jamur mikoriza
arbuskular di IPB, yang akhirnya dikembangkan secara komersil.

Dalam teknik pemberian mikoriza, dapat dilakukan dengan berbagai cara antara
lain:
(1) menggunakan tanah yang sudah mengandung mikoriza
(2) menggunakan akar yang mengandung mikoriza
(3) menggunakan miselia cendawan, dan
(4) menggunakan spora mikoriza yang sudah dikemas dalam bentuk kapsul.

Inokulum (bahan yang mengandung mikoriza) diberikan bersama pada waktu


persemaian. Pada lahan yang sudah pernah diinokulasi dengan inokulum mikoriza,
untuk penanaman berikutnya tidak perlu diinokulasi lagi, karena masih dapat
bertahan untuk periode selanjutnya.

Banyak ahli dari berbagai negara mencoba menumbuhkan (menginokulasikan)


mikoriza secara buatan. Di IPB, ahli mikoriza telah membuatnya dalam bentuk
tablet dan sudah diujicobakan pada tanah di daerah Lampung, Kalimantan, dan di
kebun percobaan kampus Dermaga. Percobaan diterapkan pada bibit-bibit tanaman
industri, dan hasilnya tanaman yang diberi pil tablet mikoriza pada akarnya, dapat
tumbuh dua sampai tiga kali lebih cepat.
Tablet ini dibuat dari cendawan, dengan cara diambil dari mikoriza yang
dibentuknya, kemudian dimurnikan dari jamur-jamur lain yang berada
disekelilingnya. Setelah teruji kemurniannya, jamur ini ditumbuhkan pada media
buatan dari tanah dan bahan-bahan organik untuk dijadikan bahan baku pil. Untuk
membuat tablet, biomassa jamur yang terdiri dari benang-benang miselia itu,
ditumbuk halus bersama media tumbuhnya. Selanjutnya bubuk yang mengandung
bibit jamur itu dicetak menjadi batang-batang silinder panjang dengan diameter 0,7
sentimeter. Untuk melindungi dari kontaminasi cendawan jenis lain, racikan bubuk
itu dimasukan kedalam kapsul.

Pil mikoriza ini hanya cocok untuk bibit tanaman. Aturan pakainya sederhana, satu
tablet untuk satu bibit. Setelah itu pil dipecah-pecah, dicampurkan dengan tanah
yang dipakai untuk menumbuhkan bibit tanaman. Setelah diberikan pada bibit
tanaman, cendawan akan tumbuh dan menempel pada akar tanaman. Miselianya
dapat menutup permukaan akar dan tumbuh mengikuti perkembangan akar, lebih
mudah menangkap air tanah dan zat-zat hara, dengan demikian tanaman tumbuh
lebih bongsor. Pengaruh yang jelas terlihat karena adanya mikoriza adalah tanaman
pinus. Benang-benang miselia yang menempel pada akar pinus, mampu menambah
daya serap akar terhadap hara fosfor (P), sampai 230%, Kalium (K) bertambah 86%,
dan Nitrogen (N) 75%. Dengan adanya hal tersebut dapat meningkatkan efisiensi
pemupukan. Kehadiran mikoriza ternyata membuat tanaman tidak sensitif, karena
tanah asam yang disebabkan mikoriza justru menyukai tanah-tanah asam. Dengan
demikian, penggunaan jasa mikoriza ini dapat mengatasi kesulitan penghutanan
kembali pada tanah asam.

Penelitian ini merupakan salah satu upaya pengembangan ilmu-ilmu pertanian


khususnya pemanfaatan VA mikoriza untuk memacu pertumbuhan dan
pengendalian serangan nematoda bengkak akar Meloidogyne spp pada tanaman
tomat. Penggunaan VA mikoriza merupakan salah satu alternatif untuk
pengendalian hama dan penyakit secara biologi yang aman terhadap lingkungan

Jumlah takaran VA mikoriza yang digunakan yaitu 0,50; 1,00; 1,50 dan 2,00 gram.
Biakan VA mikoriza diinfeksikan pada tanaman tomat yang berumur 14 hari.
Sebagai pembanding, ditanan tomat yang tanpa inokulasi VA mikoriza . Pada hari
ke 29 tanaman tomat diberi suspensi nematoda Meloidogyne spp sebanyak 1 ml
per tanaman.Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan VA mikorisa dapat
mengendalikan serangan nematoda Meloidogyne spp pada juml;ah takaran 1,00;
1.500 dan 2.00 gram. Sedangkan hasil yang paling baik dan efektif terjadi pada
penggunaan VA mikoriza 2,00 gram (Hardiatmi S.J.M, 2008)

IV. TEKNOLOGI PUPUK HAYATI

Pada ekstensifikasi lahan-lahan marginal tersebut, peningkatan produktivitas lahan


dengan bantuan pemakaian pupuk buatan seringkali kurang efektif karena
memerlukan biaya tinggi, pada rentang waktu tertentu tingkat produktivitas lahan
akan menurun dan seringkali menyebabkan pencemaran ling-kungan yang
berakibat lebih jauh terjadinya degradasi kualitas lahan dan kualitas ling-kungan.
Sedangkan hutan yang sekarang banyak terbakar perlu penanganan lahan yang
intensif untuk menumbuhkan kembali tanaman hutan dan tetap diupayakan
sebagai salah satu sektor penghasil devisa yang cukup besar bagi negara.

Sejalan dengan peningkatan kesadaran manusia akan pemanfaatan segala sesuatu


yang bersahabat dengan alam, penggunaan pupuk kimia untuk peningkatan
kesuburan tanah, daya tumbuh dan produktivitas tanaman semakin dikurangi dan
sebagai gantinya mulai digunakan pupuk hayati (biofertilizer). Prinsip penggunaan
pupuk tersebut adalah memanfaatkan kerja mikroorganisme tertentu dalam tanah
yang berperan sebagai penghancur bahan organik, membantu proses mineralisasi
atau bersimbiosis dengan tanaman dalam menambat unsur-unsur hara sehingga
dapat memacu pertumbuhan tanaman.

Teknik ini memberikan manfaat pada tanaman untuk bisa tumbuh dan berproduksi
dengan baik pada lahan marginal melalui peningkatan ketersediaan unsur hara bagi
tanaman, perbaikan kesuburan lahan dan peningkatan daya tahan pada
kekeringan. Salah satu jenis pupuk hayati yang telah dan sedang dikaji BPPT adalah
TECHNOFERT 2001 yaitu pupuk hayati yang memanfaatkan kerja Mikoriza. Pupuk
hayati ini diproduksi di P3 Biotek, Kawasan PUSPIPTEK Serpong. Mikroba-mikroba
bermanfaat tersebut ada juga diformulasikan dalam bahan pembawa khusus dan
digunakan sebagai biofertilizer. Hasil penelitian yang dilakukan oleh BPBPI
mendapatkan bahwa biofertilizer setidaknya dapat mensuplai lebih dari setengah
kebutuhan hara tanaman. Biofertilizer yang tersedia di pasaran antara lain: Emas,
Rhiphosant, Kamizae, OST dan Simbionriza.

4.1 Keunggulan Pupuk Hayati Mikoriza

Mikoriza adalah suatu bentuk hubungan simbiosis mutualistis (saling


menguntungkan) antara cendawan/jamur (mykes) dan perakaran (rhiza) tanaman.
Mikoriza mempunyai kemampuan untuk berasosiasi dengan hampir 90% jenis
tanaman (pertanian, kehutanan, perkebunan dan tanaman pakan) dan membantu
dalam meningkatkan efisiensi penyerapan unsur hara (terutama fosfor) pada lahan
marginal.

Prinsip kerja dari mikoriza ini adalah menginfeksi sistem perakaran tanaman inang,
memproduksi jalinan hifa secara intensif sehingga tanaman yang mengandung
mikoriza tersebut akan mampu meningkatkan kapasitas dalam penyerapan unsur
hara. Secara umum manfaat yang diberikan dengan penggunaan pupuk hayati
mikoriza adalah :
a. Meningkatkan Penyerapan Unsur Hara (Unsur P)
Tanaman yang bermikoriza (endo-mikoriza) dapat menyerap pupuk P lebih tinggi
(10-27%) dibandingkan dengan tanaman yang tidak bermikoriza (0.4-13%).
Penelitian terakhir pada beberapa tanaman pertanian dapat menghemat
penggunaan pupuk Nitrogen 50%, pupuk phosfat 27% dan pupuk Kalium 20%.
Pengaruh penggunaan mikoriza pada pertumbuhan tanaman adanya perbedaan
Pertambahan tinggi tanaman dibanding kontrol (Tabel 1).

b. Menahan Serangan Patogen Akar


Akar yang bermikoriza lebih tahan terhadap patogen akar karena lapisan mantel
(jaringan hypa) menyelimuti akar dapat melindungi akar. Di samping itu beberapa
mikoriza menghasilkan antibiotik yang dapat menyerang bakteri, virus, jamur yang
bersifat patogen.

Tabel 1. Hasil pengujian terhadap tinggi tanaman coklat, sengon dan kedelai umur
4 bulan di green house PPP Biotek-Serpong.

-------------------------------------------------------------------
Jenis Tanaman Tinggi Persentase
Tanaman (cm) kenaikan (%)
-------------------------------------------------------------------
Coklat (kakao)
Tanpa Mikoriza 28,14
Dengan Mikoriza 43,64 35,50

Sengon buto
Tanpa Mikoriza 32,12
Dengan Mikoriza 48,50 33,70

Kedelei
Tanpa Mikoriza 18,44
Dengan Mikoriza 28,28 34,70
-------------------------------------------------------------------

c. Memperbaiki Struktur Tanah dan Tidak Mencemari Lingkungan


Mikoriza dapat meningkatkan struktur tanah dengan menyelimuti butir-butir tanah.
Stabilitas agregat meningkat dengan adanya gel polysakarida yang dihasilkan
cendawan pembentuk mikoriza. Karena bukan merupakan bahan kimia pupuk ini
tidak mencemari lingkungan.

d. Pemupukan Sekali Seumur Tanaman


Karena mikoriza merupakan mahluk hidup maka sejak berasosiasi dengan akar
tanaman akan terus berkembang dan selama itu pula berfungsi membantu
tanaman dalam peningkatan penyerapan unsur hara yang diperlukan untuk
pertumbuhan tanaman.

Teknik Penggunaan Pupuk Hayati Mikoriza


Pupuk mikoriza Technofert 2001 berupa spora mikoriza dan potongan akar yang
terinfeksi jamur yang dicampur dengan zeolith sebagai media. Penggunaan pupuk
ini efektif digunakan pada saat tanaman masih dipersemaian (tanaman muda) yang
akarnya belum mengalami penebalan. Hal tersebut memberikan peluang lebih
besar untuk mikoriza menginfeksi akar tanaman. Pemberian pupuk diberikan
dengan cara menaburkan pupuk pada lubang sebelum penanaman, menempelkan
pupuk/akar terinfeksi pada akar tanaman muda atau mencampur mikoriza pada
tanah untuk pembibitan tanaman.

4.2 Penerapan Technofert 2001

Pupuk hayati mikoriza produksi BPPT ini digunakan dalam memproduksi 20.000
tanaman kehutanan sengon (Paraserianthe falcataria) yang ditanam di lahan
marginal di propinsi Lampung. Pupuk mikoriza juga digunakan untuk penanaman
tanaman hijauan makanan ternak gamal (Gliricidia maculata) pada lahan kering di
Kabupaten Karangasem bekerjasama dengan Dinas Peternakan dan Pemda
Karangasem, Bali.

Dengan penggunaan mikoriza ternyata pertumbuhan sengon dan gamal pada lahan
kering dan kurang subur meningkat dibanding dengan tanaman dengan pupuk
kandang atau kontrol (tanpa pemupukan). Simbiosis jamur dengan tanaman gamal
ternyata memberikan pengaruh positif terhadap pertumbuhan gamal, seperti
terlihat pada gambar 2 dan 3.

Dengan peranan dan manfaat mikoriza tersebut, aplikasinya pada gamal dapat
meningkatkan pertumbuhan tinggi dan diameter tanaman gamal melalui
peningkatkan penyerapan unsur hara (terutama unsur P) dan peningkatan
penyerapan air. Dengan kondisi seperti itu diharapkan produksi daun tanaman
gamal yang menjadi pakan ternak dapat meningkat meskipun tanaman tersebut
ditanam pada lahan kering dan kurang subur.

4.3 Tablet Mikoriza

Banyak ahli dari berbagai negara mencoba menumbuhkan (menginokulasikan)


mikoriza secara buatan. Di IPB, ahli mikoriza telah membuatnya dalam bentuk
tablet dan sudah diujicobakan pada tanah di daerah Lampung, Kalimantan, dan di
kebun percobaan kampus Dermaga. Percobaan diterapkan pada bibit-bibit tanaman
industri, dan hasilnya tanaman yang diberi pil tablet mikoriza pada akarnya, dapat
tumbuh dua sampai tiga kali lebih cepat.

Tablet ini dibuat dari cendawan, dengan cara diambil dari mikoriza yang
dibentuknya, kemudian dimurnikan dari jamur-jamur lain yang berada
disekelilingnya. Setelah teruji kemurniannya, jamur ini ditumbuhkan pada media
buatan dari tanah dan bahan-bahan organik untuk dijadikan bahan baku pil. Untuk
membuat tablet, biomassa jamur yang terdiri dari benang-benang miselia itu,
ditumbuk halus bersama media tumbuhnya. Selanjutnya bubuk yang mengandung
bibit jamur itu dicetak menjadi batang-batang silinder panjang dengan diameter 0,7
sentimeter. Untuk melindungi dari kontaminasi cendawan jenis lain, racikan bubuk
itu dimasukan kedalam kapsul.

Pil mikoriza ini hanya cocok untuk bibit tanaman. Aturan pakainya sederhana, satu
tablet untuk satu bibit. Setelah itu pil dipecah-pecah, dicampurkan dengan tanah
yang dipakai untuk menumbuhkan bibit tanaman.

Setelah diberikan pada bibit tanaman, cendawan akan tumbuh dan menempel pada
akar tanaman. Miselianya dapat menutup permukaan akar dan tumbuh mengikuti
perkembangan akar, lebih mudah menangkap air tanah dan zat-zat hara, dengan
demikian tanaman tumbuh lebih bongsor.

Pengaruh yang jelas terlihat karena adanya mikoriza adalah tanaman pinus.
Benang-benang miselia yang menempel pada akar pinus, mampu menambah daya
serap akar terhadap hara fosfor (P), sampai 230%, Kalium (K) bertambah 86%, dan
Nitrogen (N) 75%. Dengan adanya hal tersebut dapat meningkatkan efisiensi
pemupukan. Kehadiran mikoriza ternyata membuat tanaman tidak sensitif, karena
tanah asam yang disebabkan mikoriza justru menyukai tanah-tanah asam. Dengan
demikian, penggunaan jasa mikoriza ini dapat mengatasi kesulitan penghutanan
kembali pada tanah asam. Hasil pemanfaatan mikoriza untuk beberapa jenis
tanaman kehutanan dapat dilihat pada tabel berikut ini (Hardiatmi J.M.S, 2008).

4.4 Cara Mengemas Spora CMA

Pengemasan diawali dengan penyediaan spora melalui penggandaan spora CMA


menggunakan tanaman inang Pueraria javanica yang ditanam di dalam pot dengan
media pasir steril. Selain P. javanica, jagung dan sorgum dapat juga digunakan
sebagai tanaman inang. Empat bulan kemudian tanaman inang dikeringkan dan
dipanen serta spora yang berada dalam media pasir dan akar tanaman inang
dikumpulkan dengan metode pengayakan basah.

Spora yang terkumpul dan tercampur bersama media sangat halus kemudian
dihitung jumlahnya dan dikeringkan sampai berbentuk tepung halus. Carrier yang
digunakan bisa tanah hitam atau tanah merah. Tanah hitam yang digunakan adalah
tanah liat berwarna hitam diambil dari dasar sungai, sedangkan tanah merah
adalah tanah podsolik merah kuning berwarna. Sebelum digunakan, tanah hitam
atau tanah merah terlebih dahulu disterilkan di dalam autoklaf pada suhu 259°F
dan tekanan 20 psi selama 1 jam. Setelah itu, tanah hitam atau tanah merah
ditumbuk sampai berbentuk tepung halus. Langkah selanjutnya adalah mencampur
spora yang telah diketahui jumlahnya dengan carrier yang telah disiapkan dengan
cara sebagai berikut:
(1) Timbang carrier sesuai dengan jumlah spora yang tersedia, misalnya: spora
yang tersedia sebanyak 1 00.000 spora, setiap kapsul akan diisi 1 00 spora berarti
akan dibutuhkan 1.000 kapsul, setiap kapsul dibutuhkan 0,5 g carrier, berarti
dibutuhkan 500 g carrier.
(2) Campurkan 500 g carrier dengan 1 00.000 spora secara merata.
(3) Masukkan campuran spora dengan carrier ke dalam kapsul kemudian kapsul di
simpan dalam kantong plastik atau kantong kertas pada suhu kamar sambil
menunggu saat penggunannya.

4.5 PROSPEK PENGEMBANGAN INDUSTRI MIKORIZA

Pemberian inokulan mikoriza tenyata dapat meningkatkan pertumbuhan di


persemaian dan bahkan setelah di lapangan tanaman. Hal ini tentu dapat
diharapkan bahwa pemberian mikoriza bagi tanaman jenis Hutan Tanaman Industri,
akan dapat membantu meningkatkan keberhasilan pembangunan HTI dan
pembangunan hutan lainnya.

Pengemasan inokulan mikoriza dalam bentuk tablet dan kapsul bertujuan untuk :

(1) Penghematan inokulan dan meningkatkan keefektifan. Pada praktek


sebelumnya, penularan mikoriza dilakukan melalui pemakaian tanah yang berasal
dari tegakan hutan maupun dipersemaian yang dibawa dan dipindahkan kelubang
tanaman dilapang. Apalagi hal ini akan dilakukan untuk bahan yang sangat luas
tentunya akan sangat merepotkan dan sangat tidak praktis. Selain itu setiap tanah
yang berasal dari tegakan hutan belum tentu ada spora atau hifa cendawan
mikoriza.

(2) Mempermudah penanganannya. Pembangunan hutan tanaman yang sangat luas


membutuhkan inokulan mikoriza yang sangat banyak. Apabila dikemas dalam
bentuk kapsul atau tablet akan mempermudah dalam pengangkutannya dan
penyimpanannya karena biasanya lapangan tanaman berada pada lokasi terpencil
yang kurang fasilitas.

(3) Dapat di produksi secara khusus. Lahan yang akan dipakai untuk pembangunan
hutan tanaman, pH tanahnya sangat bervariasi. Apabila dikemas dalam bentuk
tablet, maka komponen penyusun tablet dapat diatur sedemikian rupa supaya
dapat sesuai dengan pH tanah stempat yang diproduksi secara khusus.

Mengingat begitu luasnya target HTI dengan berbagai permasalahan yang ada
maupun target luas kegiatan reboisasi dan rehabilitasi lahan di Indonesia,
pengembangan industri mikoriza mempunyai prospek dan peluang yang besar.
Bahkan prospek dan peluang ini diperbesar apabila melihat kegiatan pembangunan
serupa dibeberapa negara tetangga yang mempunyai masalah yang relatif sama.

Tabel 3. Pupuk hayati komersial di Indonesia dan kandungan mikroorganismenya


-------------------------------------------------------------------------
Nama Produk Pupuk Hayati Kandungan mikroorganisme
-------------------------------------------------------------------------
Legin Rhizobia

Rhizo-plus Emas Bradyrhizobium, Sinorhizobium,


Bacillus, Mikrococcus,
Azzospirillum lipoverum,
Azotobacter, Beijerinckie,
Aeromonas punctata,
Aspergillus niger

Gion 100x Bradyrhizobium japonicum

Biofer 2000-K Jamur ektomikoriza

Biofer 2000-N Jamur endomikoriza

E-2001 Azotobacter vinelendii,


Clostridium pasterianum,
Nitrosomonas, Nitrobacter,
Ankia alni, Nostoc muscorum,
Anabaena azollae

OST Azotobacter, Rhizobium,


(Organic soil treatment) Agrobacterium, Azospirillium,
(pupuk hayati rajawali) Bakteri palrut fosfat, protein
dan humus aktif

Biota Bacillus spp, Lactobacillus spp,


Micrococcus sp
V. KESIMPULAN

1. Mikoriza adalah jenis jamur yang mempunyai peranan penting dalam


memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah dalam meningkatkan pertumbuhan dan
produksi tanaman.

2. Mikoriza dapat dimanfaatkan sebagai pupuk hayati yang sangat penting dalam
memenuhi kebutuhan hara tanaman sehingga kebutuhan akan pupuk anorganik
dapat dikurangi, serta dapat menjaga kelestarian lingkungan dan bisa dimanfaatkan
secara berkelanjutan.

3. Mikoriza dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman karena mampu


meningkatkan daya tahan tanaman terhadap serangan patogen tanah (penyakit
akar) dan pada kondisi kritis (kekeringan).

You might also like