Professional Documents
Culture Documents
Keterangan:
* Makalah Mata Kuliah Teknologi Pupuk Hayati, Program Studi Ilmu Tanaman,
Program Magister (S2), Program Pascasarjana, Universitas Sriwijaya, Palembang,
Indonesia.
** Program Studi Ilmu Tanaman, Program Magister (S2). Program Pascasarjana,
Universitas Sriwijaya, Palembang, Indonesia.
** Dosen Mata Kuliah Teknologi Pupuk Hayati, Program Studi Ilmu Tanaman,
Program Magister (S2). Program Pascasarjana, Universitas Sriwijaya, Palembang,
Indonesia.
I. PENDAHULUAN
Mikroba tanah lain yang berperan di dalam penyediaan unsur hara adalah mikroba
pelarut fosfat (P) dan kalium (K). Tanah pertanian kita umumnya memiliki
kandungan P cukup tinggi (jenuh). Namun, hara P ini sedikit/tidak tersedia bagi
tanaman, karena terikat pada mineral liat tanah. Di sinilah peranan mikroba pelarut
P. Mikroba ini akan melepaskan ikatan P dari mineral liat dan menyediakannya bagi
tanaman. Banyak sekali mikroba yang mampu melarutkan P, antara lain:
Aspergillus sp, Penicillium sp, Pseudomonas sp dan Bacillus megatherium. Mikroba
yang berkemampuan tinggi melarutkan P, umumnya juga berkemampuan tinggi
dalam melarutkan K.
Kelompok mikroba lain yang juga berperan dalam penyerapan unsur P adalah
Mikoriza yang bersimbiosis pada akar tanaman. Setidaknya ada dua jenis mikoriza
yang sering dipakai untuk biofertilizer, yaitu: ektomikoriza dan endomikoriza.
Mikoriza berperan dalam melarutkan P dan membantu penyerapan hara P oleh
tanaman. Selain itu tanaman yang bermikoriza umumnya juga lebih tahan terhadap
kekeringan. Contoh mikoriza yang sering dimanfaatkan adalah Glomus sp dan
Gigaspora sp.
Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) adalah salah satu tipe cendawan pembentuk
mikoriza yang akhir-akhir ini cukup populer mendapat perhatian dari para peneliti
lingkungan dan biologis. Cendawan ini diperkirakan pada masa mendatang dapat
dijadikan sebagai salah satu alternatif teknologi untuk membantu pertumbuhan,
meningkatkan produktivitas dan kualitas tanaman terutama yang ditanam pada
lahan-lahan marginal yang kurang subur atau bekas tambang/industri.
Istilah mikoriza diambil dari Bahasa Yunani yang secara harfiah berarti jamur
(mykos = miko) dan akar (rhiza). Jamur ini membentuk simbiosa mutualisme antara
jamur dan akar tumbuhan. Jamur memperoleh karbohidrat dalam bentuk gula
sederhana (glukosa) dari tumbuhan. Sebaliknya, jamur menyalurkan air dan hara
tanah untuk tumbuhan. Mikoriza merupakan jamur yang hidup secara bersimbiosis
dengan sistem perakaran tanaman tingkat tinggi. Walau ada juga yang bersimbiosis
dengan rizoid (akar semu) jamur. Asosiasi antara akar tanaman dengan jamur ini
memberikan manfaat yang sangat baik bagi tanah dan tanaman inang yang
merupakan tempat jamur tersebut tumbuh dan berkembang biak. Jamur mikoriza
berperan untuk meningkatkan ketahanan hidup bibit terhadap penyakit dan
meningkatkan pertumbuhan (Hesti L dan Tata, 2009)
Mikoriza dikenal dengan jamur tanah karena habitatnya berada di dalam tanah dan
berada di area perakaran tanaman (rizosfer). Selain disebut sebagai jamur tanah
juga biasa dikatakan sebagai jamur akar. Keistimewaan dari jamur ini adalah
kemampuannya dalam membantu tanaman untuk menyerap unsur hara terutama
unsur hara Phosphates (P) (Syib’li, 2008). Mikoriza merupakan suatu bentuk
hubungan simbiosis mutualistik antar cendawan dengan akar tanaman. Baik
cendawan maupun tanaman sama-sama memperoleh keuntungan dari asosiasi ini.
infeksi ini antara lain berupa pengambilan unsur hara dan adaptasi tanaman yang
lebih baik. Dilain pihak, cendawan pun dapat memenuhi keperluan hidupnya
(karbohidrat dan keperluan tumbuh lainnya) dari tanaman inang (Anas, 1997).
Ektomikoriza mempunyai sifat antara lain akar yang kena infeksi membesar,
bercabang, rambut-rambut akar tidak ada, hifa menjorok ke luar dan berfungsi
sebagi alat yang efektif dalam menyerap unsur hara dan air, hifa tidak masuk ke
dalam sel tetapi hanya berkembang diantara dinding-dinding sel jaringan korteks
membentuk struktur seperrti pada jaringan Hartiq.
Endomikoriza mempunyai sifat-sifat antar lain akar yang kena infeksi tidak
membesar, lapisan hifa pada permukaan akar tipis, hifa masuk ke dalam individu
sel jaringan korteks, adanya bentukan khusus yang berbentuk oval yang disebut
Vasiculae (vesikel) dan sistem percabangan hifa yang dichotomous disebut
arbuscules (arbuskul) (Brundrett, 2004).
Hampir sebagian besar jenis tumbuhan berasosiasi dengan jamur tipe AM (Arbuskul
Mikoriza), mulai dari paku-pakuan, jenis rumput-rumputan, padi, hingga pohon
rambutan, mangga, karet, kelapa sawit, dll. Sedangkan beberapa keluarga (family)
pohon tingkat tinggi yang biasa dijumpai pada tahap suksesi akhir bersimbiosa
dengan jamur EM (Ekto Mikoriza), misalnya jenis-jenis meranti, kruing, kamper
(jenis-jenis Dipterocarapaceae), pasang, mempening (jenis-jenis Fagaceae), pinus,
beberapa jenis Myrtaceae (jambu-jambuan) dan beberapa jenis legum.
Struktur anatomi AM berbeda dengan EM. Akar yang bersimbiosa dengan EM
memiliki struktur khas berupa mantel (lapisan hifa) yang dapat dilihat dengan mata
telanjang. Struktur mikoriza tersebut berfungsi sebagai pelindung akar, tempat
pertukaran sumber karbon dan hara serta tempat cadangan karbohidrat bagi jamur.
Hifa jamur EM tidak masuk ke dalam dinding sel tanaman inang. Sedangkan akar
yang bersimbiosa dengan AM, harus diamati dibawah mikroskop, karena struktur
arbuskular atau vesicular terbentuk di dalam sel tanaman inang dan hanya dapat
diamati di bawah mikroskop setelah dilakukan perlakuan khusus dan pewarnaan.
Struktur arbuskular dan vesicular berfungsi sebagai tempat cadangan karbon dan
tempat penyerapan hara bagi tanaman. Miselium eksternal terdapat pada tipe EM
dan AM, merupakan perpanjangan mantel ke dalam tanah.
Suatu simbiosis terjadi apabila cendawan masuk ke dalam akar atau melakukan
infeksi. Proses infeksi dimulai dengan perkecambahan spora didalam tanah. Hifa
yang tumbuh melakukan penetrasi ke dalam akar dan berkembang di dalam
korteks. Pada akar yang terinfeksi akan terbentuk arbuskul, vesikel intraseluler, hifa
internal diantara sel-sel korteks dan hifa ekternal. Penetrasi hifa dan
perkembangnnya biasanya terjadi pada bagian yang masih mengalami proses
diferensissi dan proses pertumbuhan. Hifa berkembang tanpa merusak sel (Anas,
1998).
Cendawan ini membentuk spora di dalam tanah dan dapat berkembang biak jika
berassosiasi dengan tanaman inang. Sampai saat ini berbagai usaha telah
dilakukan untuk menumbuhkan cendawaan ini dalam media buatan, akan tetapi
belum berhasil. Faktor ini merupakan suatu kendala yang utama sampai saat ini
yang menyebabkan CMA belum dapat dipoduksi secara komersil dengan
menggunakan media buatan, walaupun pengaruhnya terhadap pertumbuhan
tanaman sangat mengembirakan. Spora cendawan ini sangat bervariasi dari sekitar
100 mm sampai 600 mm oleh karena ukurannya yang cukup besar inilah maka
spora ini dapat dengan mudah diisolasi dari dalam tanah dengan menyaringnya
(Pattimahu, 2004).
Cendawan CMA membentuk organ-organ khusus dan mempunyai perakaran yang
spesifik. Organ khusus tersebut adalah arbuskul (arbuscule), vesikel (vesicle) dan
spora. Berikut ini dijelaskan sepintas lalu mengenai struktur dan fungsi dari organ
tersebut serta penjelasan lain (Pattimahu, 2004).
1. Vesikel (Vesicle)
Vesikel merupakan struktur cendawan yang berasal dari pembengkalan hifa internal
secara terminal dan interkalar, kebanyakan berbentuk bulat telur, dan berisi banyak
senyawa lemak sehingga merupakan organ penyimpanan cadangan makanan dan
pada kondisi tertentu dapat berperan sebagai spora atau alat untuk
mempertahankan kehidupan cendawan. Tipe CMA vesikel memiliki fungsi yang
paling menonjol dari tipe cendawan mikoriza lainnya. Hal ini dimungkinkan karena
kemampuannya dalam berasosiasi dengan hampir 90 % jenis tanaman, sehingga
dapat digunakan secara luas untuk meningkatkan probabilitas tanaman (Pattimahu,
2004).
2. Arbuskul
Cendawan ini dalam akar membentuk struktur khusus yang disebut arbuskular.
Arbuskula merupakan hifa bercabang halus yang dibentuk oleh percabangan
dikotomi yang berulang-ulang sehingga menyerupai pohon dari dalam sel inang
(Pattimahu, 2004). Arbuskul merupakan percabangan dari hifa masuk kedalam sel
tanaman inang. Masuknya hara ini ke dalam sel tanaman inang diikuti oleh
peningkatan sitoplasma, pembentukan organ baru, pembengkokan inti sel,
peningkatan respirasi dan aktivitas enzim.
Hifa intraseluler yang telah mencapai sel korteks yang lebih dalam letaknya akan
menembus dinding sel dan membentuk sistem percabangan hifa yang kompleks,
tampak seperti pohon kecil yang mempunyai cabang-cabang yang dibenamkan
Arbuskul. Arbuskul berperan dua arah, yaitu antara simbion cendawan dan tanaman
inang.
Mosse dan Hepper (1975) mengamati bahwa struktur yang dibentuk pada akar-akar
muda adalah Arbuskul. Dengan bertambahnya umur, Arbuskul ini berubah menjadi
suatu struktur yang menggumpal dan cabang-cabang pada Arbuskul lama
kelamaan tidak dapat dibedakan lagi. Pada akar yang telah dikolonisasi oleh CMA
dapat dilihat berbagai Arbuskul dewasa yang dibentuk berdasarkan umur dan
letaknya. Arbuskul dewasa terletak dekat pada sumber unit kolonisasi tersebut.
3. Spora
Spora terbentuk pada ujung hifa eksternal. Spora ini dapat dibentuk secara tunggal,
berkelompok atau di dalam sporokarp tergantung pada jenis cendawannya.
Perkecambahan spora sangat sensitif tergantung kandungan logam berat di dalam
tanah dan juga kandungan Al. kandungan Mn juga mempengaruhi pertumbuhan
miselium. Spora dapat hidup di dalam tanah beberapa bulan sampai sekarang
beberapa tahun. Namun untuk perkembangan CMA memerlukan tanaman inang.
Spora dapat disimpan dalam waktu yang lama sebelum digunakan lagi (Mosse,
1981).
Mirip dengan cendawan patogen, hifa cendawan CMA akan masuk ke dalam akar
menembus atau melalui celah antar sel epidermis, kemudian apresorium akan
tersebar baik inter maupun intraseluler di dalam korteks sepanjang akar. Kadang-
kadang terbentuk pula jaringan hifa yang rumut di dalam sel-sel kortokal luar.
Setelah proses-proses tersebut berlangsung barulah terbentuk Arbuskul,vesikel dan
akhirnya spora (Mosse, 1981).
CMA tidak memiliki inang yang spesifik. Fungi yang sama dapat mengkolonisasi
tanaman yang berbeda, tetapi kapasitas fungi untuk meningkatkan pertumbuhan
tanaman bervariasi. Satu spesies fungi dipertimbangkan efisien ketika pada
beberapa kondisi lingkungan yang berbeda: 1) dapat mengkolonisasi akar secara
cepat dan ekstensif, 2) mampu berkompetisi dengan mikroorganisme yang lain
untuk tempat menginfeksi dan mengabsorpsi nutrisi. 3) segera membentuk
miselium secara ekstensif dan ekstraradikal, 4) mengabsorpsi dan mentransfer
nutrisi ke tanaman, 5) meningkatkan keuntungan non nutrisi kepada tanaman,
seperti agregasi dan stabilisasi tanah. Walaupun demikian, biasanya evaluasi hanya
mencakup respon tanaman terhadap inokulasi fungi yang berbeda. Oleh karena itu,
jarang sekali satu spesies akan efisien pada semua kondisi lingkungan, sehingga
memungkinkan bahwa inokulasi multi-spesies menunjukan hasil yang terbaik
dibandingkan dengan hanya satu spesies. Hal ini menunjukan adanya kerjasama
coexist secara harmonis di dalam akar (Sagin Junior & Da Silva, 2006).
Kepadatan CMA tidak dipengaruhi oleh jenis tanaman penutup tetapi dipengaruhi
interaksi antara jenis tanaman penutup dengan interval kedalaman tanah.
Kepadatan CMA tertinggi terdapat pada tanaman penutup herba (Chromolaena
odorata dan Stoma malabathricum) dengan interval kedalaman 0 – 5 cm.
Sedangkan kepadatan terendah terdapat pada tanaman penutup rumput dengan
kedalaman 5-15 cm. Hal ini menunjukan bahwa kedalaman tanah merupakan faktor
penting dalam identifikasi dan isolasi propagula CMA (Handayani et al., 2002).
Tingkat kolonisasi akar merupakan prasyarat CMA pada tanaman inang. Tingkat
kolonisasi di lapangan tergantung pada spesies tanaman inang, kondisi tanah serta
spesies CMA indigen. Persentase kolonisasi juga tergantung kepada kepadatan akar
tanaman. Lebih jauh dikatakan bahwa tingkat kolonisasi memberikan gambaran
seberapa besar pengaruh luar terhadap hubungan akar dan CMA (Sieverding,
1991).
Banyak faktor biotik dan abiotik yaang menentukan perkembangan CMA. Faktor-
faktor tersebut antar lain suhu, tanah, kadar air tanah, pH, bahan organik tanah,
intensitas cahaya dan ketersediaan hara, logam berat dan fungisida. Berikut ini
faktor tersebut diuraikan satu persatu.
Suhu
Suhu yang relatif tinggi akan meningkatkan aktivitas cendawan. Untuk daerah
tropika basah, hal ini menguntungkan. Proses perkecambahan pembentukan CMA
melalui 3 tahap yaitu perkecambahan spora di tanah, penetrasi hifa ke dalam sel
akar dan perkembangan hifa di dalam korteks akar. Suhu optimum untuk
perkecambahan spora sangat beragam tergantung pada jenisnya (Mosse, 1981).
Suhu yang tinggi pada siang hari (35 0C) tidak menghambat perkembangan akar
dan aktivitas fisiologi CMA. Peran mikoriza hanya menurun pada suhu diatas 40 0C.
suhu bukan merupakan faktor pembatas utama bagi aktivitas CMA. Suhu yang
sangat tingi lebih berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman inang (Mosse,
1981).
pH tanah
Bahan Organik
Bahan organik merupakan salah satu komponen penyusun tanah yang penting
disamping bahan anorganik, air dan udara. Jumlah spora CMA tampaknya
berhubungan erat dengan kandungan bahan organik di dalam tanah. Jumlah
maksimum spora ditemukan pada tanah-tanah yang mengandung bahan organik 1-
2 persen sedangkan paada tanah-tanah berbahan organik kurang dari 0.5 persen
kandungan spora sangat rendah (Anas, 1997).
Residu akar mempengaruhi ekologi cendawan CMA, karena serasah akar yang
terinfeksi mikoriza merupakan sarana penting untuk mempertahankan generasi
CMA dari satu tanaman ke tanaman berikutnya. Serasah tersebut mengandung hifa,
vesikel dan spora yang dapat menginfeksi CMA. Disaamping itu juga berfungsi
sebagai inokulan untuk generasi tanaman berikutnya (Anas, 1997).
Anas (1997) menyimpulkan bahwa intensitas cahaya yang tinggi dengan kekahatan
nitrogen ataupun fospor sedang akan meningkatkan jumlah karbohidrat didalam
akar sehingga membuat tanaman lebih peka terhadap infeksi oleh cendawaan CMA.
Derajat infeksi terbesar terjadi pada tanah-tanah yang mempunyai kesuburan yang
rendah. Pertumbuhan perakaran yang sangat aktif jarang terinfeksi oleh CMA. Jika
pertumbuhan dan perkembangan akar menurun infeksi CMA meningkat.
Pada percobaan dengan menggunakan tiga jenis tanah dari wilayah iklim sedang
didapatkan bahwa pengaruh menguntungkan karena adanya CMA menurun dengan
naiknya kandungan Al di dalam tanah. Alumunium di ketahui menghambat muncul
jika ke dalam larutan tanah ditambahkan kalsium (Ca). Jumlah Ca di dalam larutan
tanah rupa-rupanya mempengaruhi perkembangan CMA. Tanaman yang
ditumbuhkan pada tanah yaang memilik derajat infeksi CMA yang rendah (Happer
et al., 1984 dalam Anas, 1997). Hal ini mungkin karena peran Ca2+ dalam
memelihara integritas membran sel.
Beberapa spesies CMA diketahui mampu beradaptasi dengan tanah yang tercemar
seng (Zn), tetapi sebagian besar spesies CMA peka terhadap kandungan Zn yang
tinggi. Pada beberapa penelitian lain diketahui pula bahwa strain-strain cendawan
CMA tertentu toleran terhadap kandungan Mn, Al, dan Na yang tinggi (Mosse,
1981).
Fungisida
Pemakaian fungisida menjadi dilematis, di satu pihak jika fungisida tidak dipakai
maka tanaman yang terserang cendawan bisa mati atau merosot hasilnya, tetapi
jika dipakai membunuh cendawan CMA yang sangat berguna bagi pertumbuhan
tanaman. Pada masa depan perlu dicari satu cara untuk mengendalikan penyakit
tanaman tanpa menimbulkan pengaruh yang merugikan terhadap jasad renik
berguna di dalam tanah. Praktek pengendalian secara biologis perlu mendapat
perhatian lebih serius karena memberikan dampak negatif yang mampu bertindak
sebagai pengendali hayati yang aktif terhadap serangan patogen akar (Marx, 1982
dalam Anas, 1997).
Ekosistem alami mikoriza di daerah tropika (tropical rain forest), dicirikan oleh
keragaman spesies yang sangat tinggi, khususnya dari jenis ektomikoriza
(Munyanziza et al 1997). Hutan alami yang terdiri dari banyak spesies tanaman dan
umur yang tidak seragam sangat mendukung perkembangan mikoriza. Konversi
hutan untuk lahan pertanian akan mengurangi keragaman jenis dan jumlah
propagul cendawan, karena perubahan spesies tanaman, jumlah bahan organik
yang dihasilkan, unsur hara dan struktur tanah. Hutan multi spesies berubah
menjadi hutan monokultur dengan umur seragam sangat berpengaruh terhadap
jumlah dan keragaman mikoriza. Selang waktu antara pembukaan lahan dengan
tanaman komersial berikutnya biasanya cukup lama dan tanah dibiarkan dalam
keadaan kosong sehingga terjadi perubahan drastis pada iklim mikro yang
cendrung kering. Akumulasi perubahan lingkungan mulai dari pembabatan hutan,
pembakaran, kerusakan struktur dan pemadatan tanah akan mengurangi propagul
cendawan mikorisa.
Inokulasi CMA pada apel dapat meningkatkan kandungan P pada daun dari 0,04
menjadi 0, 1 9% (Gededda et al. 1984). Penggunaan CMA (Glomus etunicatum dan
Gigaspora margarita) dapat meningkatkan pertumbuhan beberapa jenis bibit apel
dan mendorong pertumbuhan tanaman di pembibitan (Matsubara et al. 1996). Pada
tanaman pisang, inokulasi mikoriza juga mampu meningkatkan pertambahan tinggi
tanaman serta kandungan hara N, P, K, dan Ca pada daun (Muas dan Jumjunidang
1994). Inokulasi CMA pada bibit jeruk dapat memacu pertumbuhannya (Jawal et al.
2005).
Dalam pemanfaatan CMA pada suatu tanaman, jenis dan macam inokulum yang
digunakan cukup menentukan dalam keberhasilan pencapaian sasaran.
Penggunaan inokulum CMA campuran yang terdiri dari beberapa spesies
tampaknya lebih efektif daripada penggunaan spesies tunggal (Camprubi dan
Calvet, 1996). Untuk tanaman manggis, CMA campuran yang berasal dari daerah
Padang, Sawahlunto Sijunjung, dan Limapuluh Kota mampu mempercepat
pertumbuhan semaian manggis sekitar 40% dibandingkan dengan semaian yang
tidak diinokulasi dengan mikoriza (Muas et al. 2002).
Inokulasi species CMA juga berpengaruh terhadap tinggi bibit hanya pada umur 4
dan 20 MST, jumlah daun pada umur 4, 8 dan 28 MST, bobot kering tajuk, bobot
kering total dan serapan P-tajuk bibit kelapa sawit. Secara umum pemberian CMA
belum dapat meningkatkan pertumbuhan bibit kelapa sawit dan serapan P-tajuk
Inokulasi G. manihotis pada perakaran bibit kelapa sawit menurunkan secara nyata
tinggi bibit pada umur 4 dan 20 MST berturut-turut sebesar 37.7% dan 4.5%
dibandingkan dengan kontrol, sedangkan inokulasi G. aggregatum tidak berbeda
dengan kontrol. Demikian pula terhadap jumlah daun pada umur 4 dan 8 MST, G.
manihotis menurunkan jumlah daun berturut-turut sebesar 40% dan 8.7%
dibandingkan dengan kontrol, sedangkan inokulasi G. aggregatum tidak berbeda
dengan kontrol. Pada umur 28 MST kedua species CMA meningkatkan jumlah daun
secara nyata masing- masing sebesar 5.2% dibandingkan dengan kontrol.
Tanaman yang bermikoriza tumbuh lebih baik dari tanaman tanpa bermikoriza.
Penyebab utama adalah mikoriza secara efektif dapat meningkatkan penyerapan
unsur hara baik unsur hara makro maupun mikro. Selain daripada itu akar yang
bermikoriza dapat menyerap unsur hara dalam bentuk terikat dan yang tidak
tersedia bagi tanaman (Anas, 1997).
Selain daripada membentuk hifa internal, mikoriza juga membentuk hifa ekternal.
Pada hifa ekternal akan terbentuk spora, yang merupakan bagian penting bagi
mikoriza yang berada diluar akar. Fungsi utama dari hifa ini adalah untuk menyerap
fospor dalam tanah. Fospor yang telah diserap oleh hifa ekternal, akan segera
dirubah manjadi senyawa polifosfat. Senyawa polifosfat ini kemudian dipindahkan
ke dalam hifa internal dan arbuskul. Di dalam arbuskul. Senyawa polifosfat ini
kemudian dipindahkan ke dalam hifa internal dan arbuskul. Di dalam arbuskul
senyawa polifosfat dipecah menjadi posfat organik yang kemudian dilepaskan ke
sel tanaman inang.
Adanya hifa ekternal ini penyerapan hara terutama posfor menjadi besar dibanding
dengan tanaman yang tidak terinfeksi dengan mikoriza. Peningkatan serafan posfor
juga disebabkan oleh makin meluasnya daerah penyerapan, dan kemampuan untuk
mengeluarkan suatu enzim yang diserap oleh tanaman. Sebagai contoh dapat
dilihat pengaruh mikoriza terhadap pertumbuhan berbagai jenis tanaman dan juga
kandungan posfor tanaman (Anas, 1997).
Cumming dan Ning (2003) mengemukakan bahwa simbiosis CMA berperan penting
dalam resistansi tanaman terhadap Al. Pengaruh ini terutama terlihat pada
peningkatan serapan hara yang diperlukan tanaman (P, Cu, dan Zn). Selain itu, CMA
mereduksi akumulasi elemen lain seperti Al, Fe, dan Mn yang menjadi masalah
pada tanah masam. Penelitian oleh Lee dan George (2001) menunjukkan bahwa
hara P, Zn, dan Cu diserap dan ditransportasikan ke tanaman inang oleh hifa CMA
dan sebaliknya unsur-unsur Cd dan Ni tidak ditransportasikan oleh hifa ke tanaman
inang. Hal ini menunjukan bahwa kolonisasi CMA dapat melindungi tanaman dari
pengaruh toksik unsur Cd dan Ni tersebut.
Pada kedelei, infeksi CMA menstimulasi penyerapan Zn. Dengan adanya CMA,
konsentrasi Zn pada daun lebih tinggi. Konsentrasi Cu lebih tinggi pada tanaman
dengan CMA dibandingkan dengan tanaman tanpa CMA pada tahap awal
pertumbuhan, tetapi menurun pada saat berbunga dan setelah itu meningkat lagi
(Raman dan Mahadevan, 2006). Hal ini sejalan dengan Pacovsky et al. (1986) yang
mengemukakan bahwa adanya penurunan penyerapan Mn dan Fe sedangkan P, Zn
dan Cu meningkat.
Jaringan hifa ekternal dari mikoriza akan memperluas bidang serapan air dan hara.
Disamping itu ukuran hifa yang lebih halus dari bulu-bulu akar memungkinkan hipa
bisa menyusup ke pori-pori tanah yang paling kecil (mikro) sehingga hifa bisa
menyerap air pada kondisi kadar air tanah yang sangat rendah (Killham, 1994).
Serapan air yang lebih besar oleh tanaman bermikoriza, juga membawa unsur hara
yang mudah larut dan terbawa oleh aliran masa seperti N, K dan S. sehingga
serapan unsur tersebut juga makin meningkat.
Kendala pokok pembudidayaan lahan kering ialah keterbatasan air, baik itu curah
hujan maupun air aliran permukaan. Notohadinagoro (1997) mengatakan bahwa
tingkat kekeringan pada lahan kering sampai batas tertentu dipengaruhi oleh daya
tanah menyimpan air. Tingkat kekeringan berkurang atau lamanya waktu tanpa
kekurangan air (water stress) bertambah panjang apabila tanah mempunyai daya
simpan air besar. Sebaliknya tingkat kekeringan meningkat, atau lamanya waktu
dengan kekurangan air bertambah panjang apabila tanah mempunyai daya simpan
air kecil. Lama waktu tanpa atau dengan sedikit kekurangan air menentukan masa
musim pertumbuhan tanaman, berarti lama waktu pertanaman dapat
dibudidayakan secara tadah hujan.
Inokulasi mikoriza yang mempunyai hifa akan membantu proses penyerapan air
yang terikat cukup kuat pada pori mikro tanah. Sehingga panjang musim tanam
tanaman pada lahan kering diharapkan dapat terjadi sepanjang tahun. Sejumlah
percobaan telah membuktikan hubungan saling menguntungkan, yaitu adanya
cendawan mikoriza sangat meningkatkan efisiensi penyerapan mineral dari tanah.
Cendawan MVA mempunyai hubungan mutualistik dengan tanaman inang, dengan
jalan memobilisasi fosfor dan hara mineral lain dalam tanah, kemudian menukarkan
hara ini dengan karbon inang dalam bentuk fotosintat.
2. Lebih Tahan terhadap Serangan Patogen Akar
Mikoriza juga dapat melindungi tanaman dari ekses unsur tertentu yang bersifat
racun seperti logam berat (Killham, 1994). Mekanisme perlindungan terhadap
logam berat dan unsur beracun yang diberikan mikoriza dapat melalui efek filtrasi,
menonaktifkan secara kimiawi atau penimbunan unsur tersebut dalam hifa
cendawan. Khan (1993) menyatakan bahwa VAM dapat terjadi secara alami pada
tanaman pioner di lahan buangan limbah industri, tailing tambang batubara, atau
lahan terpolusi lainnya. Inokulasi dengan inokulan yang cocok dapat mempercepat
usaha penghijauan kembali tanah tercemar unsur toksik.
Mikoriza juga bisa memberikan kekebalan bagi tumbuhan inang. Mikoriza ini
menjadi pelindung fisik yang kuat, sehingga perakaran sulit ditembus penyakit
(patogen), sebab jamur ini mampu membuat bahan antibotik untuk melawan
penyakit. Mikoriza sangat mengurangi perkembangan penyakit busuk akar yang
disebabkan oleh Phytopthora cenamoni. Demikian pula mikoriza telah dilaporkan
dapat mengurangi serangan nematode.
Penggunaan mikoriza lebih menarik ditinjau dari segi ekologi karena aman dipakai,
tidak menyebabkan pencemaran lingkungan. Bila mikoriza tertentu telah
berkembang dengan baik di suatu tanah, maka manfaatnya akan diperoleh untuk
selamanya. Mikoriza juga membantu tanaman untuk beradaptasi pada pH yang
rendah. Demikian pula vigor tanaman bermikoriza yang baru dipindahkan kelapang
lebih baik dari yang tanpa mikoriza (Anas, 1997).
Mikoriza berpegaruh juga dari segi fisik, yaitu dengan adanya hifa eksternal
mikoriza banyak mengandung logam berat, dan daerah tambang memberikan
harapan tersendiri untuk digunakan pada proyek rehabilitasi/reklamasi daerah
bekas tambang. Bahkan ada mikoriza yang menginfeksi tanaman yang tumbuh di
dalam air. Hasil penelitian sementara staf Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian IPB
menunjukkan bahwa dari akar padi sawah juga dapat diinokulasi mikoriza tertentu.
Bila ini benar, maka tidak mustahil mikoriza akan memegang peranan sangat
penting dalam pengembangan pertanian di Indonesia (Anas, 1997).
Mikoriza merupakan salah satu dari jenis jamur. Jamur merupakan suatu alat yang
dapat memantapkan struktur tanah. Cendawan mikoriza melalui jaringan hifa
eksternal dapat memperbaiki dan memantapkan struktur tanah. Sekresi senyawa-
senyawa polisakarida, asam organik dan lendir oleh jaringan hifa eksternal yang
mampu mengikat butir-butir primer menjadi agregat mikro. "Organic binding agent"
ini sangat penting artinya dalam stabilisasi agregat mikro. Kemudian agregat mikro
melalui proses "mechanical binding action" oleh hifa eksternal akan membentuk
agregat makro yang mantap.
Prinsip kerja dari mikoriza ini adalah menginfeksi sistem perakaran tanaman inang,
memproduksi jalinan hifa secara intensif sehingga tanaman yang mengandung
mikoriza tersebut akan mampu meningkatkan kapasitas dalam penyerapan unsur
hara (Iskandar, 2002).
Konsentrasi glomalin lebih tinggi ditemukan pada tanah-tanah yang tidak diolah
dibandingkan dengan yang diolah. Glomalin dihasilkan dari sekresi hifa eksternal
bersama enzim-enzim dan senyawa polisakarida lainnya. Pengolahan tanah
menyebabkan rusaknya jaringan hifa sehingga sekresi yang dihasilkan sangat
sedikit.
Pembentukan struktur yang mantap sangat penting artinya terutama pada tanah
dengan tekstur berliat atau berpasir. Thomas et al (1993) menyatakan bahwa
cendawan VAM pada tanaman bawang di tanah bertekstur lempung liat berpasir
secara nyata menyebabkan agregat tanah menjadi lebih baik, lebih berpori dan
memiliki permeabilitas yang tinggi, namun tetap memiliki kemampuan memegang
air yang cukup untuk menjaga kelembaban tanah.. Struktur tanah yang baik akan
meningkatkan aerasi dan laju infiltrasi serta mengurangi erosi tanah, yang pada
akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan tanaman. Dengan demikian mereka
beranggapan bahwa cendawan mikoriza bukan hanya simbion bagi tanaman, tapi
juga bagi tanah.
Pembentukan struktur tanah yang baik merupakan modal bagi perbaikan sifat fisik
tanah yang lain. Sifat-sifat fisik tanah yang diperbaiki akibat terbentuknya struktur
tanah yang baik seperti perbaikan porositas tanah, perbaikan permeabilitas tanah
serta perbaikan dari pada tata udara tanah.
Hal sangat penting, yaitu Mikoriza juga diketahui berinteraksi sinergis dengan
bakteri pelarut fosfat atau bakteri pengikat N. Inokulasi bakteri pelarut fosfat (PSB)
dan mikoriza dapat meningkatkan serapan P oleh tanaman tomat (Kim et al,1998)
dan pada tanaman gandum (Singh dan Kapoor, 1999). Adanya interaksi sinergis
antara VAM dan bakteri penambat N2 dilaporkan oleh Azcon dan Al-Atrash (1997)
bahwa pembentukan bintil akar meningkat bila tanaman alfalfa diinokulasi dengan
Glomus moseae. Sebaliknya kolonisasi oleh jamur mikoriza meningkat bila tanaman
kedelai juga diinokulasi dengan bakteri penambat N, B. japonicum.cendawan
mikoriza ini memiliki enzim pospatase yang mampu menghidrolisis senyawa phytat
(my-inosital 1,2,3,4,5,6 hexakisphospat). Phytat adalah senyawa phospat komplek,
phytat tertimbun didalam tanah hingga 20%-50% dari total phospat organik,
merupakan pengikat kuat (chelator) bagi kation seperti Kalsium (Ca++),
Magnesium (Mg++), Seng (Zn++), Besi (Fe++), dan protein.
Secara alami mikoriza terdapat secara luas, mulai dari daerah artik tundra sampai
ke daerah tropis dan dari daerah bergurun pasir sampai ke hutan hujan tropis, yang
melibatkan lebih dari 80% tumbuhan yang ada (Subiksa, 2002). Perkembangan
kehidupan mikoriza berlangsung di dalam jaringan akar tanaman inang, setelah
didahului dengan proses infeksi akar. Prihastuti et al., (2006) menyatakan bahwa
lahan kering masam di Lampung Tengah banyak mengandung mikoriza vesikular-
arbuskular, yang diindikasikan dengan tingginya tingkat infeksi akar, yaitu
mencapai 70,50–90,33%. Lahan kering masam merupakan lahan yang kurang
produktif, namun sangat luas ketersediaannya dan berpotensi untuk dikembangkan
(Sudaryono, 2006). Lahan kering masam merupakan lahan yang perlu diupayakan
kesuburannya untuk digunakan sebagai areal tanam komoditi pangan.
Mikoriza mampu tumbuh dan berkembang dengan baik pada lingkungan yang
kurang menguntungkan bagi pertumbuhan mikroba tanah lainnya (Keltjen, 1997).
Semakin banyak tingkat infeksi akar yang terjadi, memungkinkan jaringan hifa
eksternal yang dibentuk semakin panjang dan menjadikan akar mampu menyerap
fosfat lebih cepat dan lebih banyak (Stribley, 1987). Mikoriza mempunyai peranan
yang cukup besar dalam meningkatkan produktivitas tanaman di lahan marginal
maupun dalam menjaga keseimbangan lingkungan (Aher, 2004).
Bagi tanaman inang, adanya asosiasi ini, dapat memberikan manfaat yang sangat
besar bagi pertumbuhannya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara
tidak langsung, cendawan mikoriza berperan dalam perbaikan struktur tanah,
meningkatkan kelarutan hara dan proses pelapukan bahan induk. Sedangkan
secara langsung, cendawan mikoriza dapat meningkatkan serapan air, hara dan
melindungi tanaman dari patogen akar dan unsur toksik.
Nuhamara (1994) mengatakan bahwa sedikitnya ada 5 hal yang dapat membantu
perkembangan tanaman dari adanya mikoriza ini yaitu :
1. Mikoriza dapat meningkatkan absorpsi hara dari dalam tanah
2. Mikoriza dapat berperan sebagai penghalang biologi terhadap infeksi patogen
akar.
3. Meningkatkan ketahanan tanaman terhadap kekeringan dan kelembaban yang
ekstrim
4. Meningkatkan produksi hormon pertumbuhan dan zat pengatur tumbuh lainnya
seperti auxin.
6. Menjamin terselenggaranya proses biogeokemis.
RFMD = [ (BK. tanaman bermikoriza - BK. tanaman tanpa mikoriza) / BK. Tanaman
tanpa mikoriza ] x 100 %
Kemasaman dan Al-dd tinggi bukan merupakan faktor pembatas bagi cendawan
mikoriza tersebut, tapi merupakan masalah besar bagi tanaman/tumbuhan. Dengan
demikian cendawan mikoriza ini dapat dimanfaatkan untuk pengembangan
tanaman pangan. Kabirun dan Widada (1994) menunjukkan bahwa inokulasi MVA
mampu meningkatkan pertumbuhan, serapan hara dan hasil kedelai pada tanah
Podsolik dan Latosol. Pada tanah Podsolik serapan hara meningkat dari 0,18 mg
P/tanaman menjadi 2,15 mg P/tanaman., sedangkan hasil kedelai meningkat dari
0,02 g biji/tanaman menjadi 5,13 g biji/tanaman. Pada tanah Latosol serapan hara
meningkat dari 0,13 mg P/tanaman menjadi 2,66 mg P/tanaman, dan hasil kedelai
meningkat dari 2,84 g biji/tanaman menjadi 5,98 g biji/tanaman. Penelitian
pemupukan tanaman padi menggunakan perunut 32P pada Ultisols menunjukkan
bahwa serapan hara total maupun yang berasal dari pupuk meningkat nyata pada
tanaman yang diinokulasikan dengan cendawan VAM (Ali et al, 1997).
Tanaman yang bermikoriza terbukti mampu bertahan pada kondisi stres air yang
hebat. Hal ini disebabkan karena jaringan hipa eksternal akan memperluas
permukaan serapan air dan mampu menyusup ke pori kapiler sehingga serapan air
untuk kebutuhan tanaman inang meningkat.
Cendawan VAM seperti Glomus spp mampu hidup dan berkembang dibawah kondisi
salinitas yang tinggi dan menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap penurunan
kehilangan hasil karena salinitas (Lozano et al, 2000). Mekanisme perlindungannya
belum diketahui dengan pasti, tapi diduga disebabkan karena meningkatnya
serapan hara immobil seperti P, Zn dan Cu (Al-Kariki, 2000). Lebih lanjut Al-Kariki
(2000) mendapatkan bahwa tanaman tomat yang diinokulasi dengan mikoriza
pertumbuhannya lebih baik dibanding dengan tanpa mikoriza. Konsentrasi P dan K
rata-rata lebih tinggi sedangkan konsentrasi Na rata-rata lebih rendah dibandingkan
dengan tanaman tanpa mikoriza. Hal ini berarti bahwa cendawan VAM dapat
sebagai filter bagi unsur hara tertentu yang tidak dikehendaki oleh tanaman.
Peneliti lain, Lozano et al (2000) membandingkan efektivitas Glomus deserticola
dengan Glomus sp lainnya yang merupakan cendawan autochthonous lahan salin.
Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa Glomus deserticola lebih efektif dari
Glomus sp.
Polusi logam berat pada ekosistem hutan sangat berpengaruh terhadap kesehatan
tanaman hutan khususnya perkembangan dan pertumbuhan bibit tanaman hutan
(Khan, 1993). Hal semacam ini sangat sering terjadi disekitar areal pertambangan
(tailing dan sekitarnya). Kontaminasi tanah dengan logam berat akan meningkatkan
kematian bibit dan menggagalkan prgram reboisasi. Penelitian Aggangan et al
(1997) pada tegakan Eucalyptus menunjukkan bahwa Ni lebih berbahaya dari Cr.
Gejala keracunan Ni tampak pada konsentrasi 80 umol/l pada tanah yang tidak
dinokulasi dengan mikoriza sedangkan tanah yang diinokulasi dengan Pisolithus sp.,
gejala keracunan terjadi pada konsentrasi 160 umol/l. Isolat Pisolithus yang diambil
dari residu pertambangan Ni jauh lebih tahan terhadap kadar Ni yang tinggi
dibandingkan dengan Pisolithus yang diambil dari tegakan eucaliptus yang tidak
tercemar logam berat.
Upaya bioremediasi lahan basah yang tercemar oleh limbah industri (polutan
organik, sedimen pH tinggi atau rendah pada jalur aliran maupun kolam
pengendapan) juga dapat dilakukan dengan memanfaatkan tanaman semi akuatik
seperti Phragmites australis. Oliveira et al, (2001) menunjukkan bahwa P. australis
dapat berasosiasi dengan cendawan mikoriza melalui pengeringan secara gradual
dalam jangka waktu yang pendek. Hal ini dapat dijadikan strategi pengelolaan
lahan terpolusi (phytostabilisation) dengan meningkatkan laju perkembangan
spesies mikotropik. Penelitian Joner dan Leyval (2001) menunjukkan bahwa
perlakuan mikoriza pada tanah yang tercemar oleh polysiklik aromatic hydrocarbon
(PAH) dari limbah industri berpengaruh terhadap pertumbuhan clover, tapi tidak
terhadap pertumbuhan reygrass. Dengan mikoriza laju penurunan hasil clover
karena PAH dapat ditekan. Tapi bila penambahan mikoriza dibarengi dengan
penambahan surfaktan, zat yang melarutkan PAH, maka laju penurunan hasil clover
meningkat.
Penelitian yang dilakukan oleh Balai Penelitian Tanaman Tropika (2007), tentang
pengembangan tanaman manggis dalam skala luas masih terkendala pada
lambatnya laju tumbuh tanaman, baik pada fase bibit maupun setelah tanam di
lapang. Lambatnya laju pertumbuhan tersebut akibat kurang baiknya sistem
perakaran. Tanaman manggis memiliki sistem perakaran lateral yang relatif sedikit
dan miskin akan bulu-buku akar, mengakibatkan penyerapan hara dan air dari
dalam tanah sangat terbatas. Penggunaan CMA sebagai alat biologis dalam bidang
pertanian dapat memperbaiki pertumbuhan, produktivitas, dan kualitas tanaman
tanpa menurunkan kualitas ekosistem tanah.
Spora CMA yang dikemas dalam kapsul ini mempunyai daya simpan cukup lama,
karena dalam waktu 18 bulan masih cukup infektif dan efektif dalam memacu
pertumbuhan bibit manggis. Cara aplikasi kapsul ini juga sangat mudah yaitu
dengan membuat lubang dengan sebilah bambu sebesar pensil di sebelah kiri atau
kanan bibit manggis sedalam 4-5 cm, selanjutnya kapsul bermikoriza tersebut
dimasukkan ke dalam lubang dan lubang ditutup kembali dengan tanah.
Penelitian yang dilakukan oleh Husnal et al (2007), tentang peranan mikoriza pada
tanaman jati, misalnya jati bukti keunggulannya dengan menggunakan pupuk
hayati mikoriza. Hanya dalam usia kurang dari lima tahun, diameter batang
tanaman jati bermikoriza di lahan penelitiannya seluas satu hektare, telah
mencapai sekitar 10 sentimeter. Ukuran ini sama dengan tanaman jati berumur 12
tahun yang dibudidayakan tanpa menggunakan mikoriza.
Indikasi tersebut membuat usia tebang tanaman jati muna maupun spesies jati
lainnya dapat lebih singkat dari 40-60 tahun menjadi 15-20 tahun dengan garis
tengah 30 sentimeter. "Untuk apa menanam jati super yang belum teruji
kualitasnya. Selain itu, jati super bukan spesies khas Sulawesi Tenggara," ujar
Husna yang menentang pengembangan jati super dalam upaya melindungi spesies
genetik jati muna. Dengan teknologi mikoriza, berharap jati muna yang telah
dikenal berkualitas tinggi itu dapat dikembangkan sebagai tanaman massal seperti
tanaman komoditas perkebunan. Tujuannya, selain untuk meningkatkan
pendapatan rakyat juga sekaligus melestarikan serta meningkatkan populasi kayu
jati muna sebagai ciri khas daerah Sulawesi Tenggara. Untuk mewujudkan
harapannya, ia mengelola persemaian jati seluas dua hektare yang menghasilkan
bibit jati muna bermikoriza. Bibit tersebut disalurkan kepada warga yang berminat
mengembangkan tanaman jati muna.
Aplikasi pupuk hayati cendawan mikoriza arbuskula pada budidaya tanaman ubi
kayu sangat berpengaruh positif terhadap pertumbuhan tanaman. Penerapan
teknologi produksi inokulum cendawan mikoriza arbuskula secara langsung di
lapangan (on farm production) akan sangat banyak membantu, mengingat
beberapa kendala apabila inokulum tersebut dibutuhkan dalam jumlah yang cukup
banyak. Dengan teknologi ini beberapa keuntungan yang diperoleh diantaranya
ialah dapat segera langsung diaplikasikan tanpa tranportasi yang cukup jauh dan
dapat diperoleh inokulum dalam jumlah yang banyak yaitu sekitar 4 ton per 25 m 2
lahan produksi inokulum.
Alur Pembuatan
Metoda atau cara produksi inokulum mikoriza dan aplikasi secara langsung di lahan
atau on farm production adalah sebagai berikut :
1. Persiapan Lahan
Diperlukan bedengan berukuran 25 m 2 untuk menghasilkan 4 000 kg inokulum
berupa campuran tanah, spora dan akar terinfeksi. Sebaiknya dipilih lahan yang
kurang subur yang dekat dengan areal penanaman.
2. Sterilisasi Lahan
Pada lahan di atas disebarkan 50-60 g dazomet granular per m2, diaduk merata,
lalu disiram air untuk melarutkan butiran dazomet dan ditutup plastik. Perlakukan
berikutnya adalah pencangkulan, selain untuk meratakan hasil, juga untuk
menguapkan sisa fumigasi.Lima hari kemudian, bedeng tersebut dapat digunakan.
3. Inokulasi
Pada tiap lubang yang dibuat, diberikan starter inokulumdari jenis cendawan
mikoriza yang akan dikembang biakkan. Tanaman inang dapat berupa jagung,
sorgum atau pueraria. Untuk menjamin terjadinya infeksi pada media
pengecambahan dapat diberi inokulum sebagai perlakuan pra-inokulasi sebelum
ditanam di bedeng perbanyakan.
4. Multiplikasi
Perawatan tanaman perlu dilakukan selama pertumbuhan tanaman di lahan atau
bedeng pembiakan. Setelah tanaman inang keluar bunga (jantan atau betina)
sebaiknya digunting agar tanaman dapat merangsang terbentuknya spora
cendawan mikoriza di lahan tersebut.
5. Panen Inokulum
Setelah tanaman inang mengering, tanah bedeng tersebut sudah dapat digunakan
sebagai inokulum. Pengambilan tanah sebagai inokulum dilakukan hingga
kedalaman sebatas lapisan olah yang telah dilakukan sebelumnya (20-30 cm).
6. Pemakaian hasil
Hasil panen dapat langsung diaplikasikan pada tanaman ubi kayu dengan dosis 200
g per tanaman. Stek ubi kayu ditanamkan pada lubang tersebut tepat diatas
permukaan inokulum yang diberikan.
Manfaat
1. Mengurangi ketergantungan petani pada pupuk kimia yang harganya relatif
mahal
2. Aplikasi inokulum cukup dilakukan satu kali untuk beberpa musim tanam.
3. Memberikan respon yang positif pada tanaman (Balai Penelitian Ilmu dan
Teknologi, 2008).
Dalam teknik pemberian mikoriza, dapat dilakukan dengan berbagai cara antara
lain:
(1) menggunakan tanah yang sudah mengandung mikoriza
(2) menggunakan akar yang mengandung mikoriza
(3) menggunakan miselia cendawan, dan
(4) menggunakan spora mikoriza yang sudah dikemas dalam bentuk kapsul.
Pil mikoriza ini hanya cocok untuk bibit tanaman. Aturan pakainya sederhana, satu
tablet untuk satu bibit. Setelah itu pil dipecah-pecah, dicampurkan dengan tanah
yang dipakai untuk menumbuhkan bibit tanaman. Setelah diberikan pada bibit
tanaman, cendawan akan tumbuh dan menempel pada akar tanaman. Miselianya
dapat menutup permukaan akar dan tumbuh mengikuti perkembangan akar, lebih
mudah menangkap air tanah dan zat-zat hara, dengan demikian tanaman tumbuh
lebih bongsor. Pengaruh yang jelas terlihat karena adanya mikoriza adalah tanaman
pinus. Benang-benang miselia yang menempel pada akar pinus, mampu menambah
daya serap akar terhadap hara fosfor (P), sampai 230%, Kalium (K) bertambah 86%,
dan Nitrogen (N) 75%. Dengan adanya hal tersebut dapat meningkatkan efisiensi
pemupukan. Kehadiran mikoriza ternyata membuat tanaman tidak sensitif, karena
tanah asam yang disebabkan mikoriza justru menyukai tanah-tanah asam. Dengan
demikian, penggunaan jasa mikoriza ini dapat mengatasi kesulitan penghutanan
kembali pada tanah asam.
Jumlah takaran VA mikoriza yang digunakan yaitu 0,50; 1,00; 1,50 dan 2,00 gram.
Biakan VA mikoriza diinfeksikan pada tanaman tomat yang berumur 14 hari.
Sebagai pembanding, ditanan tomat yang tanpa inokulasi VA mikoriza . Pada hari
ke 29 tanaman tomat diberi suspensi nematoda Meloidogyne spp sebanyak 1 ml
per tanaman.Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan VA mikorisa dapat
mengendalikan serangan nematoda Meloidogyne spp pada juml;ah takaran 1,00;
1.500 dan 2.00 gram. Sedangkan hasil yang paling baik dan efektif terjadi pada
penggunaan VA mikoriza 2,00 gram (Hardiatmi S.J.M, 2008)
Teknik ini memberikan manfaat pada tanaman untuk bisa tumbuh dan berproduksi
dengan baik pada lahan marginal melalui peningkatan ketersediaan unsur hara bagi
tanaman, perbaikan kesuburan lahan dan peningkatan daya tahan pada
kekeringan. Salah satu jenis pupuk hayati yang telah dan sedang dikaji BPPT adalah
TECHNOFERT 2001 yaitu pupuk hayati yang memanfaatkan kerja Mikoriza. Pupuk
hayati ini diproduksi di P3 Biotek, Kawasan PUSPIPTEK Serpong. Mikroba-mikroba
bermanfaat tersebut ada juga diformulasikan dalam bahan pembawa khusus dan
digunakan sebagai biofertilizer. Hasil penelitian yang dilakukan oleh BPBPI
mendapatkan bahwa biofertilizer setidaknya dapat mensuplai lebih dari setengah
kebutuhan hara tanaman. Biofertilizer yang tersedia di pasaran antara lain: Emas,
Rhiphosant, Kamizae, OST dan Simbionriza.
Prinsip kerja dari mikoriza ini adalah menginfeksi sistem perakaran tanaman inang,
memproduksi jalinan hifa secara intensif sehingga tanaman yang mengandung
mikoriza tersebut akan mampu meningkatkan kapasitas dalam penyerapan unsur
hara. Secara umum manfaat yang diberikan dengan penggunaan pupuk hayati
mikoriza adalah :
a. Meningkatkan Penyerapan Unsur Hara (Unsur P)
Tanaman yang bermikoriza (endo-mikoriza) dapat menyerap pupuk P lebih tinggi
(10-27%) dibandingkan dengan tanaman yang tidak bermikoriza (0.4-13%).
Penelitian terakhir pada beberapa tanaman pertanian dapat menghemat
penggunaan pupuk Nitrogen 50%, pupuk phosfat 27% dan pupuk Kalium 20%.
Pengaruh penggunaan mikoriza pada pertumbuhan tanaman adanya perbedaan
Pertambahan tinggi tanaman dibanding kontrol (Tabel 1).
Tabel 1. Hasil pengujian terhadap tinggi tanaman coklat, sengon dan kedelai umur
4 bulan di green house PPP Biotek-Serpong.
-------------------------------------------------------------------
Jenis Tanaman Tinggi Persentase
Tanaman (cm) kenaikan (%)
-------------------------------------------------------------------
Coklat (kakao)
Tanpa Mikoriza 28,14
Dengan Mikoriza 43,64 35,50
Sengon buto
Tanpa Mikoriza 32,12
Dengan Mikoriza 48,50 33,70
Kedelei
Tanpa Mikoriza 18,44
Dengan Mikoriza 28,28 34,70
-------------------------------------------------------------------
Pupuk hayati mikoriza produksi BPPT ini digunakan dalam memproduksi 20.000
tanaman kehutanan sengon (Paraserianthe falcataria) yang ditanam di lahan
marginal di propinsi Lampung. Pupuk mikoriza juga digunakan untuk penanaman
tanaman hijauan makanan ternak gamal (Gliricidia maculata) pada lahan kering di
Kabupaten Karangasem bekerjasama dengan Dinas Peternakan dan Pemda
Karangasem, Bali.
Dengan penggunaan mikoriza ternyata pertumbuhan sengon dan gamal pada lahan
kering dan kurang subur meningkat dibanding dengan tanaman dengan pupuk
kandang atau kontrol (tanpa pemupukan). Simbiosis jamur dengan tanaman gamal
ternyata memberikan pengaruh positif terhadap pertumbuhan gamal, seperti
terlihat pada gambar 2 dan 3.
Dengan peranan dan manfaat mikoriza tersebut, aplikasinya pada gamal dapat
meningkatkan pertumbuhan tinggi dan diameter tanaman gamal melalui
peningkatkan penyerapan unsur hara (terutama unsur P) dan peningkatan
penyerapan air. Dengan kondisi seperti itu diharapkan produksi daun tanaman
gamal yang menjadi pakan ternak dapat meningkat meskipun tanaman tersebut
ditanam pada lahan kering dan kurang subur.
Tablet ini dibuat dari cendawan, dengan cara diambil dari mikoriza yang
dibentuknya, kemudian dimurnikan dari jamur-jamur lain yang berada
disekelilingnya. Setelah teruji kemurniannya, jamur ini ditumbuhkan pada media
buatan dari tanah dan bahan-bahan organik untuk dijadikan bahan baku pil. Untuk
membuat tablet, biomassa jamur yang terdiri dari benang-benang miselia itu,
ditumbuk halus bersama media tumbuhnya. Selanjutnya bubuk yang mengandung
bibit jamur itu dicetak menjadi batang-batang silinder panjang dengan diameter 0,7
sentimeter. Untuk melindungi dari kontaminasi cendawan jenis lain, racikan bubuk
itu dimasukan kedalam kapsul.
Pil mikoriza ini hanya cocok untuk bibit tanaman. Aturan pakainya sederhana, satu
tablet untuk satu bibit. Setelah itu pil dipecah-pecah, dicampurkan dengan tanah
yang dipakai untuk menumbuhkan bibit tanaman.
Setelah diberikan pada bibit tanaman, cendawan akan tumbuh dan menempel pada
akar tanaman. Miselianya dapat menutup permukaan akar dan tumbuh mengikuti
perkembangan akar, lebih mudah menangkap air tanah dan zat-zat hara, dengan
demikian tanaman tumbuh lebih bongsor.
Pengaruh yang jelas terlihat karena adanya mikoriza adalah tanaman pinus.
Benang-benang miselia yang menempel pada akar pinus, mampu menambah daya
serap akar terhadap hara fosfor (P), sampai 230%, Kalium (K) bertambah 86%, dan
Nitrogen (N) 75%. Dengan adanya hal tersebut dapat meningkatkan efisiensi
pemupukan. Kehadiran mikoriza ternyata membuat tanaman tidak sensitif, karena
tanah asam yang disebabkan mikoriza justru menyukai tanah-tanah asam. Dengan
demikian, penggunaan jasa mikoriza ini dapat mengatasi kesulitan penghutanan
kembali pada tanah asam. Hasil pemanfaatan mikoriza untuk beberapa jenis
tanaman kehutanan dapat dilihat pada tabel berikut ini (Hardiatmi J.M.S, 2008).
Spora yang terkumpul dan tercampur bersama media sangat halus kemudian
dihitung jumlahnya dan dikeringkan sampai berbentuk tepung halus. Carrier yang
digunakan bisa tanah hitam atau tanah merah. Tanah hitam yang digunakan adalah
tanah liat berwarna hitam diambil dari dasar sungai, sedangkan tanah merah
adalah tanah podsolik merah kuning berwarna. Sebelum digunakan, tanah hitam
atau tanah merah terlebih dahulu disterilkan di dalam autoklaf pada suhu 259°F
dan tekanan 20 psi selama 1 jam. Setelah itu, tanah hitam atau tanah merah
ditumbuk sampai berbentuk tepung halus. Langkah selanjutnya adalah mencampur
spora yang telah diketahui jumlahnya dengan carrier yang telah disiapkan dengan
cara sebagai berikut:
(1) Timbang carrier sesuai dengan jumlah spora yang tersedia, misalnya: spora
yang tersedia sebanyak 1 00.000 spora, setiap kapsul akan diisi 1 00 spora berarti
akan dibutuhkan 1.000 kapsul, setiap kapsul dibutuhkan 0,5 g carrier, berarti
dibutuhkan 500 g carrier.
(2) Campurkan 500 g carrier dengan 1 00.000 spora secara merata.
(3) Masukkan campuran spora dengan carrier ke dalam kapsul kemudian kapsul di
simpan dalam kantong plastik atau kantong kertas pada suhu kamar sambil
menunggu saat penggunannya.
Pengemasan inokulan mikoriza dalam bentuk tablet dan kapsul bertujuan untuk :
(3) Dapat di produksi secara khusus. Lahan yang akan dipakai untuk pembangunan
hutan tanaman, pH tanahnya sangat bervariasi. Apabila dikemas dalam bentuk
tablet, maka komponen penyusun tablet dapat diatur sedemikian rupa supaya
dapat sesuai dengan pH tanah stempat yang diproduksi secara khusus.
Mengingat begitu luasnya target HTI dengan berbagai permasalahan yang ada
maupun target luas kegiatan reboisasi dan rehabilitasi lahan di Indonesia,
pengembangan industri mikoriza mempunyai prospek dan peluang yang besar.
Bahkan prospek dan peluang ini diperbesar apabila melihat kegiatan pembangunan
serupa dibeberapa negara tetangga yang mempunyai masalah yang relatif sama.
2. Mikoriza dapat dimanfaatkan sebagai pupuk hayati yang sangat penting dalam
memenuhi kebutuhan hara tanaman sehingga kebutuhan akan pupuk anorganik
dapat dikurangi, serta dapat menjaga kelestarian lingkungan dan bisa dimanfaatkan
secara berkelanjutan.