You are on page 1of 26

http://himdikafkipuntan.blogspot.

com/2008/05/pemnfaatan-limbah-kulit-pisang-
sebagai.html

Mahasiswa Pendidikan Kimia FKIP UNTAN

PEMANFAATAN LIMBAH KULIT PISANG SEBAGAI SUBSTITUEN TEPUNG

12 Mei 2008

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tumbuh-tumbuhan hutan tropika adalah sumber yang sangat kaya akan senyawa-senyawa kimia
berkhasiat atau bioaktif. Banyak diantara senyawa-senyawa tersebut sangat potensial sebagai
sumber bahan baku dalam pengolahan bahan pangan. Salah satunya adalah tanaman pisang.

Kalimantan Barat merupakan salah satu daerah di Indonesia dengan hutan tropika yang sangat
luas. Di Kalimantan Barat, tanaman pisang dijumpai di beberapa daerah. Adapun data persebaran
tanaman pisang di Kalimantan Barat dapat dilihat pada tabel 1.

Berdasarkan pada tabel 1 tersebut dapat diketahui bahwa penyebaran tanaman di Kalimantan
Barat sangat luas meliputi Kabupaten Sambas, Bengkayang, Singkawang dan daerah-daerah
sekitarnya. Penyebaran terbesar tanaman pisang adalah di Kabupaten Pontianak.

Umumnya masyarakat Pontianak hanya mengkonsumsi atau memakan buah pisangnya saja dan
membuang kulitnya karena dianggap sebagai sampah (limbah buah pisang). Apabila limbah kulit
pisang tersebut dibiarkan begitu saja maka tidak menutup kemungkinan untuk terjadinya
penumpukan sampah atau limbah kulit pisang khususnya di Pontianak.

Melihat kenyataan tersebut, maka harus dicari solusi untuk menangani limbah kulit pisang tersebut.
Salah satu solusi yang dapat dilakukan adalah dengan memanfaatkan dan mengolah limbah kulit
pisang tersebut lebih lanjut menjadi suatu bahan yang bermanfaat misalnya dalam pembuatan
bahan pangan. Kandungan karbohidrat sebesar 18,50 % menyebabkan kulit pisang berpotensi
sebagai sumber pati untuk pembuatan mie. Mie merupakan salah satu jenis makanan yang paling
populer di Asia khususnya di Asia Timur dan Asia Tenggara (www.bogasari.com,2008), termasuk
Indonesia khususnya Pontianak, Kalimantan Barat.

Tabel 1. Jumlah Pohon Pisang yang Menghasilkan, Luas Panen dan Produksi Pisang menurut
Triwulan dan Kabupaten atau Kota di Kalimantan Barat Tahun 2006

No Kabupaten/

Kota Triwulan I Triwulan II

Pohon yang Menghasilkan (pohon/rumput) Luas Panen (Ha) Produksi (Ton) Pohon yang
Menghasilkan (pohon/rumput) Luas Panen (Ha) Produksi (Ton)

1. Kab. Sambas 92.259 182.33 534 86.783 171,51 483

2. Kab. Bengkayang 46.068 91,04 2.631 41.802 82,61 2.810

3. Kab. Landak 7.313 14,45 336 8.112 16,03 170


4. Kab.Pontianak 743.042 1468,46 9.520 976.196 1929,24 12.784

5. Kab.Sanggau 32.777 64,78 582 30.310 59,90 502

6. Kab.

Ketapang 39.324 77,72 5.390 59.262 117,12 3.281

7. Kab.Sintang 24.767 48,95 161 25.337 50,07 244

8. Kab.Kapuas Hulu 20.178 39,88 644 19.456 38,45 642

9. Kab.Sekadau 813 1,61 5 1.772 3,50 18

10. Kab.Melawi 0 0,00 0 0 0,00 0

11. Kota Pontianak 35.975 71,10 451 49.025 96,89 4.400

12. Kota Singkawang 35.885 70,92 953 0 0,00 0

Jumlah 1.078.401 2.131,23 21.206 1.298.055 2.565,33 25.333

(BPS, Kal-Bar, 2006)

Kurangnya produksi bahan pangan seperti beras, tepung terigu, kedelai, minyak goreng dan gula di
Kalimantan Barat, menyebabkan pedagang memasok sekitar 80 persen bahan pangan tersebut dari
Pulau Jawa. Dan transportasi pengangkutan lewat laut yang terhambat gelombang besar
menyebabkan harga bahan pangan melonjak tinggi. Seperti harga tepung terigu dari Rp 6.500 per
kilogram, naik menjadi Rp 7.000 per kilogram (www.pontianakpost.com, 2008). Hal tersebut
mengakibatkan produk pangan dengan bahan dasar tepung, seperti mie harganya juga melonjak.

Dengan adanya pemanfaatan limbah kulit pisang menjadi tepung, penulis berharap tepung pisang
ini dapat mensubstitusi tepung terigu sehingga harga tepung terigu yang mahal dapat diimbangi.
Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mengangkat tema mengenai pemanfaatan sumber daya kulit
pisang menjadi pati sebagai substituen tepung terigu dalam pembuatan mie, sebagai alternatif
bahan pangan yang dapat dikonsumsi banyak orang, khususnya di Kalimantan Barat.

1.2 Rumusan Masalah

Penyebaran tanaman pisang di Kalimantan Barat sangat luas, namun masyarakat Kalimantan Barat
khususnya Pontianak umumnya hanya mengkonsumsi buahnya saja, sedangkan kulitnya dibuang
yang akan mengakibatkan terjadinya pencemaran lingkungan. Oleh karena itu pengolahan limbah
kulit pisang menjadi pati yang dapat dimanfaatkan untuk pembuatan mie merupakan salah satu
alternatif masalah tersebut. Selain itu pati dari kulit pisang dapat menjadi substituen tepung terigu
sehingga harga tepung terigu yang melonjak dapat diatasi.

Berdasarkan hal tersebut, beberapa sub masalah yang diangkat dalam penulisan ini adalah :

1. Bagaimana potensi pati limbah kulit pisang sebagai bahan dasar pembuatan mie.

2. Sejauh mana kemampuan pati limbah kulit pisang mensubstitusi tepung terigu dalam
pembuatan mie.

1.3 Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan karya tulis ini adalah sebagai berikut:
1. Menggali potensi limbah kulit pisang sebagai salah satu sumber pati.

2. Menggali kemampuan pati kulit pisang sebagai substituen tepung terigu dalam pembuatan mie.

1.4 Manfaat

Hasil penulisan ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang potensi limbah kulit pisang
sebagai salah satu sumber pati yang mensubstituen tepung terigu dalam pembuatan mie. Sehingga
masyarakat tidak lagi membuang kulit pisang begitu saja. Dan pengolahan limbah kulit pisang ini
diharapkan dapat dikembangkan melalui home industri ataupun pabrik-pabrik pihak pemerintah
dan swasta, sehingga dapat membuka lapangan pekerjaan yang baru untuk masyarakat.

BAB 2

TELAAH PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum Tanaman Pisang (Musa sp.)

Pisang adalah tanaman buah berupa herba yang berasal dari kawasan di Asia Tenggara (termasuk
Indonesia). Tanaman pisang merupakan tanaman asli daerah Asia Tenggara dengan pusat
keanekaragaman utama wilayah Indo-Malaya.

Pisang merupakan buah yang berasal dari taksonomi:

 Divisi : Spermatophyta

 Sub Devisi : Angiospermae

 Kelas : Monocotyledonae

 Famili : Musaceae

 Genus : Musa

 Spesies : Musa sp. (http://sepaku.wordpress.com)

Famili Musaceae dari ordo Scitaminae dan terdiri dari dua genus, yaitu genus Musa dan Ensete.
Genus Musa terbagi dalam empat golongan, yaitu Rhodochlamys, Callimusa, Australimusa dan
Eumusa. Golongan Australimusa dan Eumusa merupakan jenis pisang yang dapat dikonsumsi, baik
segar maupun olahan. Buah pisang yang dimakan segar sebagian besar berasal dari golongan
Emusa, yaitu Musa acuminata dan Musa balbisiana.

Tanaman pisang termasuk dalam golongan terna monokotil tahunan berbentuk pohon yang
tersusun atas batang semu. Batang semu ini merupakan tumpukan pelepah daun yang tersusun
secara rapat teratur. Percabangan tanaman bertipe simpodial dengan meristem ujung memanjang
dan membentuk bunga lalu buah. Bagian bawah batang pisang menggembung berupa umbi yang
disebut bonggol. Pucuk lateral (sucker) muncul dari kuncup pada bonggol yang selanjutnya tumbuh
menjadi tanaman pisang. Buah pisang umumnya tidak berbiji atau bersifat partenokarpi. Tanaman
pisang dapat ditanam dan tumbuh dengan baik pada berbagai macam topografi tanah, baik tanah
datar ataupun tanah miring. Produktivitas pisang yang optimum akan dihasilkan pisang yang
ditanam pada tanah datar pada ketinggian di bawah 500 m di atas permukaan laut (dpl) dan
keasaman tanah pada pH 4.5-7.5. Suhu harian berkisar antara 250 C-270 C dengan curah hujan
2000-3000 mm/tahun (http://www.situshijau.co.id, 2008.)
Pisang merupakan tanaman yang berbuah hanya sekali, kemudian mati. Tingginya antara 2-9 m,
berakar serabut dengan batang bawah tanah (bongol) yang pendek. Dari mata tunas yang ada
pada bonggol inilah bisa tumbuh tanaman baru. Pisang mempunyai batang semu yang tersusun
atas tumpukan pelepah daun yang tumbuh dari batang bawah tanah sehingga mencapai ketebalan
20-50 cm. Daun yang paling muda terbentuk di bagian tengah tanaman, keluarnya menggulung
dan terus tumbuh memanjang, kemudian secara progersif membuka. Helaian daun bentuknya
lanset memanjang, mudah koyak, panjang 1,5-3 m, lebar 30-70 cm, permukaan bawah berlilin,
tulang tengah penopang jelas disertai tulang daun yang nyata, tersusun sejajar dan menyirip,
warnanya hijau.

Pisang mempunyai bunga majemuk, yang tiap kuncup bunga dibungkus oleh seludang berwarna
merah kecoklatan. Seludang akan lepas dan jatuh ketanah jika bunga telah membuka. Bunga
betina akan berkembang secara normal, sedang bunga jantan yang berada di ujung tandan tidak
berkembang dan tetap tertutup oleh seludang dan disebut sebagai jantung pisang.

Jantung pisang ini harus dipangkas setelah selesai berubah. Tiap kelompok bunga disebut sisir,
yang tersusun dalam tandan. Jumlah sisir betina antara 5-15 buah. Buahnya buah buni, bulat
memanjang, membengkok, tersusun seperti sisir dua baris, dengan kulit berwarna hijau, kuning,
atau coklat. Tiap kelompok buah atau sisir terdiri dari beberapa buah pisang. Berbiji atau tanpa biji.
Bijinya kecil, bulat, dan warna hitam. Buahnya dapat dipanen setelah 80-90 hari sejak keluarnya
jantung pisang. Karena bukan buah musiman, buah pisang selalu ada setiap saat. Buah pisang
kebanyakan dimakan segar, dikolak, dikukus, atau diolah lebih lanjut menjadi pisang selai, keripik,
atau tepung pisang. Yang termasuk kelompok pisang buah meja adalah Musa sapientum (banana)
karena lebih enak dimakan segar, seperti pisang ambon, ambon lumut, raja, raja sereh, mas, susu
dan barangan (http://www.pdpersi.co.id, 2008).

2.2 Kandungan dan Manfaat Buah Pisang

Pisang memiliki banyak kandungan yang berguna bagi tubuh dan memiliki banyak manfaat. Dalam
buah pisang mulai dari rhizome yang dimilikinya sampai kulit pisang dapat kita ambil manfaatnya.
Daging buahya sebagai makanan, kulit pisang dapat dimanfaatkan untuk membuat cuka pisang
dengan proses fermentasi, bonggol pisang dapat dijadikan soda sebagai bahan baku sabun dan
pupuk kalium. Batangnya dapat digunakan sebagai penghasil serat bahan baku kain dan makanan
ternak, daun pisang yang digunakan sebagai pembungkus makanan tradisional Indonesia,
kemudian air umbi batang pisang yang dapat digunakan sebagai obat disentri dan pendarahan
usus besar dan air batang pisang yang digunakan sebagai obat sakit kencing dan penawar racun.

Buah Pisang juga mengandung tiga jenis gula alami yaitu sukrosa, fruktosa dan glukosa yang
dikombinasikan dengan fiber. Pisang dapat memberikan tambahan energi langsung yang cukup
banyak. Namun bukan hanya energi yang dihasilkan, buah pisang juga dapat menjaga tubuh selalu
fit. Dan dapat membantu untuk mencegah beberapa penyakit. Berikut ini adalah beberapa
kandungan dalam buah pisang dan manfaatnya yaitu:

Tabel. 2 Kandungan dan Manfaat Pisang

No. Kandungan Zat Manfaat

1. Tryptphan Menangani depresi

2. Vitamin B Mencegah ketegangan urat syaraf

3. Vitamin B6, B12 Mencegak efek nikotin


4. Vitamin B6 Mengurangi gejala PMS (Pre Menstruation Syndrome)

5. Zat Besi (Fe) Anemia

6. Potassium Mengurangi tekanan darah tinggi, stress, dan stroke

7. Fiber pisang Sembelit dan mencegah gangguan pencernaan

8. Zat asam semut Penyakit jantung

9. Kulit pisang Gigitan nyamuk

10. Asam Folat Perkembangan sistem syaraf janin

11. Kandungan gula dalam pisang Mengurangi rasa nyeri di pagi hari

(http://catros.wordpress.com,2008)

Pisang merupakan tanaman yang banyak diminati rumah tangga petani holtikultura, yang
ditunjukkan oleh sebagian besar yaitu 273.648 rumah tangga mengusahakan pisang (BPS, Kalbar,
2003).

Produksi buah terbanyak sepanjang tahun di Kalimantan Barat adalah pisang, karena tanaman
pisang dapat berbuah sepanjang tahun dan dapat tumbuh dengan mudah terutama di daerah
beriklim tropis yang lembab, terutama di dataran rendah. Di daerah dengan hujan merata
sepanjang tahun, produksi pisang dapat berlangsung tanpa mengenal musim dan daerah yang
memiliki curah hujan.

Persebaran tanaman pisang di Kalimantan Barat ialah di Kabupaten Sambas, Kabupaten


Bengkayang, Kabupaten Singkawang, Kabupaten Landak, Kabupaten Pontianak, Kabupaten
Sanggau, Kabupaten Ketapang, Kabupaten Sintang, Kabupaten Kapuas Hulu, Kabupaten Sekadau,
Kabupaten Melawi dan Kota Pontianak. Daerah penghasil pisang terbanyak ialah di Kabupaten
Pontianak. Dengan jumlah produksi pada triwulan II (tahun 2006) yaitu 12.784 ton.

1.3 Kandungan Kimia Dalam Kulit Pisang

Buah pisang banyak mengandung karbohidrat baik isinya maupun kulitnya. Pisang mempunyai
kandungan khrom yang berfungsi dalam metabolisme karbohidrat dan lipid. Khrom bersama
dengan insulin memudahkan masuknya glukosa ke dalam sel-sel. Kekurangan khrom dalam tubuh
dapat menyebabkan gangguan toleransi glukosa. Umumnya masyarakat hanya memakan buahnya
saja dan membuang kulit pisang begitu saja. Di dalam kulit pisang ternyata memiliki kandungan
vitamin C, B, kalsium, protein, dan juga lemak yang cukup. Hasil analisis kimia menunjukkan bahwa
komposisi kulit pisang banyak mengandung air yaitu 68,90 % dan karbohidrat sebesar 18,50 %.
Hasil penelitian tim Universitas Kedokteran Taichung Chung Shan, Taiwan, memperlihatkan bahwa
ekstrak kulit pisang ternyata berpotensi mengurangi gejala depresi dan menjaga kesehatan retina
mata. Selain kaya vitamin B6, kulit pisang banyak mengandung serotonin yang sangat vital untuk
menyeimbangkan mood. Selain itu, ditemukan pula manfaat ekstrak pisang untuk menjaga retina
dari kerusakan cahaya akibat regenerasi retina. Dalam studi klinis yang dilakukan, para peneliti
membandingkan efek ekstrak kulit pisang bagi retina mata pada dua kelompok. Pertama adalah
kelompok kontrol dan kelompok kedua adalah responden yang diberi ekstrak kulit pisang dan
mereka dipapari cahaya selama enam jam dalam dua hari. Hasilnya, yang tidak mendapat ekstrak
kulit pisang sel retinanya menjadi mati, sedangkan kelompok lainnya retinanya tidak mengalami
kerusakan. Sementara itu untuk mengatasi depresi, para peneliti menyarankan untuk meminum air
rebusan kulit pisang atau membuatnya dalam bentuk jus segar selama beberapa kali dalam
seminggu karena dalam kulit pisang terdapat sumber vitamin B6 yang dibutuhkan untuk membuat
serotonin dalam otak. Serotonin berfungsi mengurangi rasa sakit, menekan nafsu makan,
menimbulkan relaks, dan mengurangi ketegangan.

Kulit pisang mengandung vitamin C, vitamin B, kalsium, protein, dan juga lemak yang cukup
(Sulffahri.2008). Hasil analisis kimia menunjukkan bahwa komposisi kulit pisang banyak
mengandung air yaitu 68,90% dan karbohidrat sebesar 18,50%.

Karbohidrat adalah suatu zat gizi yang berfungsi sebagai asupan energi utama, dimana tiap
gramnya menghasilkan 4 kalori (17 kilojoule) energi pangan per gram.

Karbohidrat adalah senyawa organik yang mengandung atom karbon, hidrogen dan oksigen. Pada
umumnya unsur hidrogen dan oksigen dalam komposisi menghasilkan H2O. Di dalam tubuh,
karbohidrat dapat dibentuk dari beberapa asam amino dan sebagian dari gliserol lemak. Akan
tetapi sebagian besar karbohidrat diperoleh dari bahan makanan yang dikonsumsi sehari-hari,
terutama sumber bahan makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan.

Klasifikasi karbohidrat yang terdapat pada makanan dapat dikelompokkan:

1. Available Carbohydrate (Karbohidrat yang tersedia)

Yaitu karbohidrat yang dapat dicerna, diserap serta dimetabolisme sebagai energi.

2. Unvailable Carbohydrate (Karbohidrat yang tidak tersedia)

Yaitu karbohidrat yang tidak dapat dihidrolis oleh enzim-enzim pencernaan manusia, sehingga tidak
dapat diabsorpsi.

Klasifikasi karbohidrat yang paling sering dipakai dalam ilmu gizi berdasarkan jumlah molekulnya:

1. Monosakarida, seperti Heksosa, Glukosa, Fruktosa, Galaktosa, Pentosa, Arabinosa, Xylosa.

2. Disakarida, seperti Sukrosa, Maltosa, Laktosa.

3. Polisakarida, seperti Amilum, Dekstrin, Glikogen, Selulosa.

Fungsi karbohidrat ialah:

1. Karbohidrat mempunyai peranan penting dalam menentukan karakteristik bahan makanan,


seperti rasa, warna dan tekstur.

2. Fungsi karbohidrat di dalam tubuh adalah:

a. Fungsi utamanya sebagai sumber energi (1 gram karbohidrat menghasilkan 4 kalori) bagi
kebutuhan sel-sel jaringan tubuh. Sebagian dari karbohidrat diubah langsung menjadi energi untuk
aktifitas tubuh, dan sebagian lagi disimpan dalam bentuk glikogen di hati dan di otot. Ada beberapa
jaringan tubuh seperti sistem syaraf dan eritrosit, hanya dapat menggunakan energi yang berasal
dari karbohidrat saja.

b. Melindungi protein agar tidak dibakar sebagai penghasil energi. Kebutuhan tubuh akan energi
merupakan prioritas pertama bila karbohidrat yang dikonsumsi tidak mencukupi untuk kebutuhan
energi tubuh dan jika tidak cukup terdapat lemak di dalam makanan atau cadangan lemak yang
disimpan di dalam tubuh, maka protein akan menggantikan fungsi karbohidrat sebagai penghasil
energi. Dengan demikian protein akan meninggalkan fungsi utamanya.

c. Sebagai zat pembangun. Apabila keadaan ini berlangsung terus menerus, maka keadaan
kekurangan energi dan protein (KEP) tidak dapat dihindari lagi.

d. Membantu metabolisme lemak dan protein dengan demikian dapat mencegah.

e. Terjadinya ketosis dan pemecahan protein yang berlebihan.

f. Di dalam hepar berfungsi untuk detoksifikasi zat-zat toksik tertentu.

g. Beberapa jenis karbohidrat mempunyai fungsi khusus di dalam tubuh. Laktosa misalnya
berfungsi membantu penyerapan kalsium. Ribosa merupakan komponen yang penting dalam asam
nukleat.

Selain itu beberapa golongan karbohidrat yang tidak dapat dicerna, mengandung serat (dietary
fiber) berguna untuk pencernaan, memperlancar defekasi (Dr. Halomon Hutagulung, 2004).

Karbohidrat atau Hidrat Arang yang dikandung oleh kulit pisang adalah amilum. Amilum atau pati
ialah jenis polisakarida karbohidrat (karbohidrat kompleks). Amilum (pati) tidak larut dalam air,
berwujud bubuk putih, tawar dan tidak berbau. Pati merupakan bahan utama yang dihasilkan oleh
tumbuhan untuk menyimpan kelebihan glukosa (sebagai produk fotosintesis) dalam jangka
panjang. Hewan dan manusia juga menjadikan pati sebagai sumber energi yang penting. Amilum
merupakan sumber energi utama bagi orang dewasa di seluruh penduduk dunia, terutama di
negara berkembang oleh karena di konsumsi sebagai bahan makanan pokok. Disamping bahan
pangan kaya akan amilum juga mengandung protein, vitamin, serat dan beberapa zat gizi penting
lainnya.

Amilum (Pati) tersusun dari dua macam karbohidrat, amilosa dan amilopektin dalam komposisi
yang berbeda-beda yaitu 10-20% amilosa dan 80-90% amilopektin. Amilosa tersusun dari molekul-
molekul α-glukosa dengan ikatan glikosida α-(1-4) membentuk rantai linier. Sedangkan amilopektin
terdiri dari rantai-rantai amilosa (ikatan α(1-4)) yang saling terikat membentuk cabang dengan
ikatan glikosida α-(1-6). Amilosa memberikan sifat keras (pera) sedangkan amilopektin
menyebabkan sifat lengket. Amilosa memberikan warna ungu pekat pada tes iodin sedangkan
amilopektin tidak bereaksi. Penjelasan untuk gejala ini belum pernah bisa tuntas dijelaskan.
Amilopektin dapat memiliki jumlah molekul glukosa mulai dari ratusan sampai puluhan
ribu.Sementara amilosa rata-rata terdiri dari 1000 molekul glukosa. Stuktur kimia amilum (pati)
secara pasti belum diketahui namun diduga bahwa bagian luar dari butiran amilum sebagai amilosa
sedangkan bagian dalam butirannya sebagai amilopektin (Johari, Rachmati, 2006, 332).

Amilum adalah jenis polisakarida (karbohidrat komplek). Polisakarida merupakan senyawa


karbohidrat kompleks, dapat mengandung lebih dari 60.000 molekul monosakarida yang tersusun
membentuk rantai lurus ataupun bercabang. Polisakarida rasanya tawar (tidak manis), tidak seperti
monosakarida dan disakarida. Pemecahan karbohidrat (misalnya pati) menghasilkan mono- dan
disakarida, terutama glukosa.

Glukosa (C6H12O6, berat molekul 180.18) adalah heksosa—monosakarida yang mengandung enam
atom karbon. Glukosa merupakan aldehida (mengandung gugus -CHO). Lima karbon dan satu
oksigennya membentuk cincin yang disebut "cincin piranosa", bentuk paling stabil untuk aldosa
berkabon enam. Dalam cincin ini, tiap karbon terikat pada gugus samping hidroksil dan hidrogen
kecuali atom kelimanya, yang terikat pada atom karbon keenam di luar cincin, membentuk suatu
gugus CH2OH. Struktur cincin ini berada dalam kesetimbangan dengan bentuk yang lebih reaktif,
yang proporsinya 0,0026% pada pH 7. Glukosa dan fruktosa diikat secara kimiawi menjadi sukrosa.
Pati, selulosa, dan glikogen merupakan polimer glukosa umum polisakarida.

Glukosa sangat penting dalam produksi protein dan dalam metabolisme lipid. Karena pada sistem
saraf pusat tidak ada metabolisme lipid, jaringan ini sangat tergantung pada glukosa. Glukosa
diserap ke dalam peredaran darah melalui saluran pencernaan. Sebagian glukosa ini kemudian
langsung menjadi bahan bakar sel otak, sedangkan yang lainnya menuju hati dan otot, yang
menyimpannya sebagai glikogen ("pati hewan") dan sel lemak, yang menyimpannya sebagai
lemak. Glikogen merupakan sumber energi cadangan yang akan dikonversi kembali menjadi
glukosa pada saat dibutuhkan lebih banyak energi. Meskipun lemak simpanan dapat juga menjadi
sumber energi cadangan, lemak tak pernak secara langsung dikonversi menjadi glukosa. Fruktosa
dan galaktosa, gula lain yang dihasilkan dari pemecahan karbohidrat, langsung diangkut ke hati,
yang mengkonversinya menjadi glukosa (www.wikipidia.com, 2008).

Mie merupakan salah satu jenis makanan yang paling populer di Asia khususnya di Asia Timur dan
Asia Tenggara. Menurut cerita, mie pertama kali dibuat dan diproduksi di daratan Cina kira-kira
2000 tahun yang lalu di bawah kekuasaan dinasti Han. Dari Cina, mie berkembang dan menyebar
ke Jepang, Korea, Taiwan, Indochina, dan Asia Tenggara, bahkan meluas ke seluruh dunia,
termasuk Amerika Serikat dan daratan Eropa. Sesungguhnya seni menggiling gandum dan
pembuatan roti telah lebih dahulu berkembang di Timur Tengah: Mesopotamia, Mesir, dan Persia.
Logikanya mie juga mula-mula dikembangkan dan diajarkan sebagai lembaran roti yang tidak
mengembang, yang di Cina tampaknya mie mendapat perhatian sangat khusus dalam
pengembangannya. Dalam bahasa Inggris mie disebut noodle, yang sebenarnya berasal dari bahas
Jerman, nudel. Asal istilah tersebut tidak jelas. Secara tradisional di antara masyarakat Cina, mie
karena bentuknya yang panjang sering digunakan simbol umur panjang, dan selalu disajikan dalam
pesta ulang tahun. Dengan berkembangnya produk mie dan teknologi pembuatan mie, maka
pembuatan mie tidak lagi terbatas hanya dari bahan mentah utama terigu (mian) saja, tetapi mie
dapat dibuat dari tepung beras yang di sebut bihun (fen), dari pati kacang hijau yang disebut so’un
(fensi), serta yang terbuat dari tepung terigu dan beras yang disebut shomein. Secara tradisional,
khususnya di Cina Utara pembuatan mie terigu dilakukan dengan cara melempar-lempar adonan ke
udara sehingga menjadi tali temali yang panjang, kemudian ditarik, dilipat, dan dipotong sehingga
menjadi benang atau tali. Adonan mie yang dibuat dengan cara tersebut dapat menghasilkan tali-
tali tebal seperti macaroni.

Kira-kira 700 tahun yang lalu manusia berhasil membuat mie berukuran kecil dengan
menggunakan alat mekanik. Revolusi pembuatan mie secara mekanik baru terjadi setelah T.
Masaki berhasil menciptakan mesin pembuat mie pada tahun 1854. Sejak memasuki abad ke-20,
mie telah banyak dikenal dan digemari oleh masyarakat di luar Cina dan Jepang. Sejak saat itu, mie
mengalami banyak perkembangan. Dari mie yang dihidangkan dingin dan sangat terkenal di Cina,
kemudian di Jepang juga dikembangkan mie instan dengan nama Chicken Ramen (1957) dan pada
tahun 1962 muncul mie instan baru dengan nama Saporo Ramen. Pada tahun 1964 bermunculan
berbagai industri yang memproduksi mie instan Cina dengan bungkus Polietilen yang dapat
direkatkan dengan panas, hingga berkembang menjadi bahan pembungkus Polysteren yang
mampu menyimpan panas cukup lama pada tahun 1971, dengan bentuk cangkir atau mangkuk.
Dengan perkembangan wadah baru tersebut, konsumen dapat memegang cangkir atau mangkuk
yang berisi produk sangat panas tanpa tangannya kepanasan. Untuk menjaga kesegaran mie
dalam waktu yang cukup lama, telah berhasil ditemukan teknologi pembekuan pada tahun 1974.
Mulai tahun 1977, teknologi pembekuan dan pengeringan diterapkan dalam produksi mie instan
secara komersial. (www.bogasari.com,2008).

BAB 3
METODOLOGI

3.1 Metode Penulisan

Suatu pola penulisan dalam bidang apapun juga menggunakan teknik-teknik tertentu untuk
menampilkan kebenaran wacana-wacana yang telah dikemukakan. Demikian pula dalam karya tulis
ini. Adapun penulisan ini bersifat deskriptif dengan studi pustaka sebagai landasan teori. Pustaka
yang diperoleh dianalisis, dibahas dan disusun berdasarkan kerangka teori penulisan.

Penulisan karya tulis ini menggunakan metode telaah pustaka. Dengan mengkaji lebih lanjut
literatur-literatur tentang kulit pisang, maka dapat dihasilkan alternatif solusi dalam upaya
memfaatkan kulit pisang dalam pembuatan mie. Dengan demikian, hasil penulisan ini benar-benar
dapat dirasakan manfaatnya dalam kehidupan manusia pada khususnya dan makhluk hidup pada
umumnya.

3.2 Sumber Literatur dan Data

Penulisan karya tulis ini dilakukan dengan menelusuri pustaka dari literatur-literatur yang
berhubungan dengan penulisan ini yakni berupa literatur primer (jurnal) dan sumber-sumber lain
yang berhubungan dengan penulisan ini. Data-data yang diperoleh merupakan data sekunder dan
tersier yang selanjutnya dianalisa sehingga dapat dijadikan sebagai bahan pendukung penulisan.
Setelah literatur dan data terkumpul dilakukan penyusunan rencana penulisan bersama dengan
dosen pembimbing. Setelah memperoleh kesepakatan mengenai rumusan rencana penulisan,
kumpulan pustaka dikelompokkan sesuai dengan keperluannya. Literatur-literatur tersebut
dicantumkan di dalam daftar pustaka.

BAB 4

ANALISIS DAN SINTESIS

4.1 Proses Pembuatan Kulit Pisang menjadi Tepung Pisang

Pisang (Musa sp) sebagai salah satu tanaman buah-buahan mempunyai potensi besar diolah
menjadi tepung sebagai substitusi tepung terigu. Tepung pisang merupakan produk yang cukup
prospektif dalam pengembangan sumber pangan lokal. Buah pisang cukup sesuai untuk diproses
menjadi tepung mengingat bahwa komponen utama penyusunnya adalah karbohidrat (17,2-38%).

Pada kulit pisang mengandung berbagai macam kandungan kimia. Salah satunya adalah amilum
(pati) atau yang biasanya dikenal dengan karbohidrat. Karena kulit pisang mengandung zat pati
maka kulit pisang dapat diolah menjadi tepung. Tepung ini dapat menggantikan atau mengurangi
jumlah tepung yang biasa dipakai dalam bahan pembuatan mie. Sebelum dibuat menjadi mie,
limbah kulit pisang terlebih dahulu dibuat menjadi tepung pisang. Sebenarnya semua jenis kulit
pisang dapat dibuat menjadi tepung pisang. Berikut ini adalah varietas pisang beserta mineral-
mineralnya.

TabeL 3. Komposisi Mineral Tujuh Varietas Pisang Dari 100 g Berat Segar

No. Varietas Ca (mg) P (mg) Fe (mg) Vit.A (SI) VitB (mg) Air (g)

1. Pisang Ambon 8 0,5 0,5 146 0,08 72,0


2. Pisang Raja 10 0,8 0,8 930 0,06 65,0

3. Pisang Lidi 10 1,9 1,9 75 0,05 69,0

4. Pisang Rotan 9 0,8 0,8 900 0,06 64,8

5. Pisang Emas 7 0,8 0,8 175 0,09 64,2

6. Pisang Raja Uli 10 0,9 0,9 75 0,05 59,1

7. Pisang Raja Sereh 7 0,3 0,3 112 0,00 67,0

(Hamzar Suyani, 1991, 86)

Kulit pisang yang dipilih untuk diolah adalah kulit pisang raja karena mengandung kalsium (Ca)
sebesar 10 mg. Selain itu kulit pisang raja lebih tebal dari kulit pisang lain (Sulfahri, 2008).
Sehingga memiliki potensi pati yang cukup besar untuk diolah menjadi substituen tepung terigu.
Cara membuat tepung pisang mudah dan sederhana. Berikut ini cara membuat tepung pisang:

Bahan:

1. Pisang raja

2. Natrium tiosulfat (dapat dibeli di toko bahan kimia)

Alat:

1. Pisau

2. Perajang

3. Alat pengering

4. Alat penghancur atau penggiling

5. Ayakan atau saringan

Fungsi masing-masing peralatan:

1. Penggiling ukuran kecil untuk kapasitas satu kwintal atau lebih sesuai yang diinginkan.
Penggilingan digunakan untuk menghancurkan potongan pisang menjadi tepung.

2. Pisau digunakan untuk memotong pisang menjadi ukuran kecil-kecil sebelum dilarutkan kedalam
bahan natrium tiosulfat

3. Saringan/ayakan sebagai alat untuk menyaring/mengayak hasil tepung, guna mendapatkan


tepung yang baik dan halus serta berkualitas.

4. Plastik yang lebar dan bersih sebagai alat untuk menaruh tepung pisang ketika dijemur agar
supaya kering untuk memudahkan dalam proses penggilingannya.

5. Sinar matahari sangat diperlukan dalam proses pembuatan tepung pisang dalam proses
pengeringan.

6. Plastik kemasan untuk membungkus tepung pisang telah jadi.

7. Plastik sealer, alat menutup kantong plastik.


Cara membuatnya:

1. Pisang yang telah tua dikupas kulitnya, dipisahkan daging buahnya.

2. Kemudian dipotong kecil-kecil berukuran kurang lebih 1cm x 0,5 cm dengan pisau atau alat
pengiris.

3. Kemudian pisang direndam dalam larutan natrium tiosulfat, setelah itu ditiriskan.

4. Kemudian potongan pisang harus dikeringkan. Jika pengeringan dengan sinar matahari perlu
waktu kurang lebih dua hari. Jika menggunakan alat pengering gabah (dengan suhu 60 derajat
celsius) proses pengeringan lebih cepat. Untuk mengeringkan dua kwintal pisang segar hanya perlu
waktu 1 jam 20 menit.

5. Setelah kering atau kadar air kurang lebih 14 %, potongan pisang dapat digiling/dihancurkan
dengan menggunakan hammer mill atau ditumbuk.

6. Hasil penggilingan kemudian diayak.

7. Tepung pisang yang lolos dari ayakan dikemas dalam kantong plastik.

(Buletin Teknopro Hortikultura Edisi 72, Juli 2004, yang diterbitkan oleh Direktorat Pengolahan dan
Pemasaran Hasil Hortikultura)

Penggunaan zat kimia Natrium tiosulfat bertujuan untuk menghambat terjadinya proses oksidasi
pada kulit pisang, sehingga dapat mencegah timbulnya pencoklatan kulit pisang.Sehingga tepung
yang dihasilkan akan lebih bersih.

Manfaat pengolahan pisang menjadi tepung antara lain :

1. Lebih tahan disimpan.

2. Lebih mudah dalam pengemasan dan pengangkutan.

3. Lebih praktis untuk diversifikasi produk olah.

4. Mampu memberikan nilai tambah buah pisang.

5. Mampu meningkatkan nilai gizi buah melalaui proses fortifikasi selama pengolahan.

6. Menciptakan peluang usaha untuk pengembangan agroindustri pedesaan.

(http://kalsel.litbang.deptan.go.id, 2008)

4.2 Proses Pembuatan Mie Pisang

Pembuatan mie pisang menggunakan komposisi 20% tepung pisang dan 80% tepung terigu,
dengan bahan tambahan lain yaitu garam, soda abu, telur, dan air. Semua bahan dibuat adonan,
dibentuk lembaran menggunakan alat pembuat mie, dipotong bentuk mie, dan direbus.
Penggunaan tepung pisang pada pembuatan mie hanya sebanyak 20%, hal ini disebabkan karena
tekstur mie yang harus bersifat kenyal (http://kalsel.litbang.deptan.go.id, 2008).

Tepung terigu merupakan bahan dasar pembuatan mie, kemudian agar menjadi mie pisang
ditambahkan tepung pisang 20 bagian kedalam tepung terigu. Tepung terigu diperoleh dari biji
gandum (Triticum vulgare). Tepung terigu berfungsi membentuk struktur mie, sumber protein dan
karbohidrat. Kandungan protein utama tepung terigu yang berperan dalam pembuatan mie adalah
gluten. Gluten dapat dibentuk dari gliadin (prolamin dalam gandum) dan glutenin. Protein dalam
tepung terigu untuk pembuatan mie harus dalam jumlah yang cukup tinggi supaya mie menjadi
elastis dan tahan terhadap penarikan sewaktu proses produksinya. Bahan-bahan lain yang
digunakan antara lain air, garam, bahan pengembang, zat warna, bumbu dan telur.

Air berfungsi sebagai media reaksi antara gluten dan karbohidrat, melarutkan garam, dan
membentuk sifat kenyal gluten. Pati dan gluten akan mengembang dengan adanya air. Air yang
digunakan sebaiknya memiliki pH antara 6–9, hal ini disebabkan absorpsi air makin meningkat
dengan naiknya pH. Makin banyak air yang diserap, mie menjadi tidak mudah patah. Jumlah air
yang optimum membentuk pasta yang baik.

Garam berperan dalam memberi rasa, memperkuat tekstur mie, meningkatkan fleksibilitas dan
elastisitas mieserta mengikat air. Garam dapat menghambat aktivitas enzim protease dan amilase
sehingga pasta tidak bersifat lengket dan tidak mengembang secara berlebihan.

Putih telur akan menghasilkan suatu lapisan yang tipis dan kuat pada permukaan mie. Lapisan
tersebut cukup efektif untuk mencegah penyerapan minyak sewaktu digoreng dan kekeruhan saus
mie sewaktu pemasakan. Lesitin pada kuning telur merupakan pengemulsi yang baik, dapat
mempercepat hidrasi air pada terigu, dan bersifat mengembangkan adonan.

Cara Pembuatan Mie

Tahap pencampuran bertujuan agar hidrasi tepung dengan air berlangsung secara merata dan
menarik serat-serat gluten. Untuk mendapatkan adonan yang baik harus diperhatikan jumlah
penambahan air (28–38%), waktu pengadukan (15–25 menit), dan suhu adonan (24–40oC). Proses
rol press (pembentukan lembaran) bertujuan untuk menghaluskan serat-serat gluten dan membuat
lembaran adonan. Pasta yang dipress sebaiknya tidak bersuhu rendah yaitu kurang dari 25oC,
karena pada suhu tersebut menyebabkan lembaran pasta pecah-pecah dan kasar. Mutu lembaran
pasta yang demikian akan menghasilkan mie yang mudah patah. Tebal akhir pasta sekitar 1,2–2
mm. Di akhir proses pembentukan lembaran, lembar adonan yang tipis dipotong memenjang
selebar 1–2 mm dengan rol pemotong mie, dan selanjutnya dipotong melintang pada panjang
tertentu, sehingga dalam keadaan kering menghasilkan berat standar. Setelah pembentukan mie
dilakukan proses pengukusan. Pada proses ini terjadi gelatinisasi pati dan koagulasi gluten
sehingga dengan terjadinya dehidrasi air dari gluten akan menyebabkan timbulnya kekenyalan
mie. Hal ini disebabkan oleh putusnya ikatan hidrogen, sehingga rantai ikatan kompleks pati dan
gluten lebih rapat. Pada waktu sebelum dikukus, ikatan bersifat lunak dan fleksibel, tetapi setelah
dikukus menjadi keras dan kuat. Pada proses selanjutnya, mie digoreng dengan minyak pada suhu
140–150oC selama 60 sampai 120 detik. Tujuannya agar terjadi dehidrasi lebih sempurna sehingga
kadar airnya menjadi 3–5%. Suhu minyak yang tinggi menyebabkan air menguap dengan cepat dan
menghasilkan pori-pori halus pada permukaan mie, sehingga waktu dehidrasi dipersingkat.

Setelah digoreng, mie ditiriskan dengan cepat hingga suhu 40 oC dengan kipas angin yang kuat
pada ban berjalan. Proses tersebut bertujuan agar minyak memadat dan menempel pada mie.
Selain itu juga membuat tekstur mie menjadi keras. Pendinginan harus dilakukan sempurna, karena
jika uap air berkondensasi akan menyebabkan tumbuhnya jamur. Pengeringan dapat juga
dilakukan menggunakan oven bersuhu 60oC sebagai pengganti proses penggorengan, dan mie
yang diproduksi dikemas dengan plastik (http://www.ebookpangan.com, 2008).

Dalam pembuatan mie ini,digunakan komposisi 20% tepung pisang dan 80% tepung terigu. Hal ini
disebabkan karena tepung pisang yang dihasilkan memiliki kandungan gluten (sifat kenyal) yang
lebih sedikit dari pada tepung terigu. Jadi, apabila tepung pisang digunakan sebagai bahan baku
akan menghasilkan mie yang terlalu lembek.Hingga tidak dapat dikonsumsi. Karena akan hancur
saat proses pemasakan.

4.3 Kelebihan dari Mie Pisang

Kelebihan dari mie pisang antara lain:

1. Dilihat dari kandungan gizi, mie pisang tidak kalah bergizinya dengan mie yang lain. Karena
selain mengandung karbohidrat, protein, mie pisang juga mengandung vitamin dan mineral yang
diperlukan oleh tubuh. Hal ini sehubungan dengan kandungan yang terdapat dalam kulit pisang
yaitu vitamin C, khrom, vitamin B, kalsium, protein, dan juga lemak.

2. Khrom yang terdapat dalam kulit pisang berfungsi dalam metabolisme karbohidrat dan lipid.
Khrom bersama dengan insulin memudahkan masuknya glukosa ke dalam sel-sel. Mie dari kulit
pisang yang mengandung khrom akan mempercepat asupan glukosa dalam tubuh.

3. Pati (amilum) pada kulit pisang akan mengalami proses pemecahan atau penguraian oleh tubuh
menjadi glukosa. Glukosa sangat penting dalam produksi protein dan dalam metabolisme lipid.
Karena pada sistem saraf pusat tidak ada metabolisme lipid, jaringan ini menjadi sangat tergantung
pada glukosa. Glukosa diserap ke dalam peredaran darah melalui saluran pencernaan. Sebagian
glukosa ini kemudian langsung menjadi bahan bakar sel otak yang dapat mendukung proses kerja
otak, sedangkan yang lainnya menuju hati dan otot, yang menyimpannya sebagai glikogen ("pati
hewan") dan sel lemak, kemudian menyimpannya sebagai lemak.

4. Mie dari kulit pisang ini dapat membantu dalam proses pembuangan sisa metabolisme tubuh.

5. Mie pisang juga mengandung vitamin B6 yang dibutuhkan untuk membuat serotonin dalam otak.
Serotonin berfungsi mengurangi rasa sakit, menekan nafsu makan, menimbulkan relaks, dan
mengurangi ketegangan.

6. Pati limbah kulit pisang mampu mensubstitusi tepung terigu dalam pembuatan mie.

BAB 5

PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Dari hasil analisis dan sintesis di atas dapat ditarik kesimpulan:

1. Pati limbah kulit pisang dapat digunakan sebagai bahan substituen tepung terigu dalam
pembuatan mie.

2. Kemampuan pati limbah kulit pisang adalah sebesar 20%.

5.2 Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menghasilkan mie yang lebih berkualitas.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pemanfaatan pati kulit pisang sebagai bahan subtituen
tepung terigu dalam pembuatan roti.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. Statistik Pertanian Tanaman Sayuran dan Buah-Buahan Provinsi Kalimantan
Barat. 2006. BPS. Kalimantan Barat.

Buletin Teknopro Holtikultura. Edisi 72, Juli 2004. Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil
Holtikultura.

HAM, Mulyono. 2005. Kamus Kimia. Bandung: Bumi Aksara.

Johari, dan Rahmawati. 2006. Kimia SMA untuk Kelas XII. Jakarta: Esis.

Lestari, Sri. 2006. Kumpulan Rumus Kimia SMA. Tangerang: Kawan Pustaka.

Parning, dan Horale. 2005. Kimia. Yudishtira.

Suyani, Hamzar. 1991. Kimia dan Sumber Daya Alam. Padang: Universitas Andalas.

http://catros.wordpress.com (28 April 2008)

http://kalsel.litbang.deptan.go.id (29 April 2008)

http://sepaku.wordpress.com (28 April 2008)

http://www.bogasari.com (29 April 2008)

http://www.ebookpangan.com (29 April 2008)

http://www.pontianakpost.com (28 April 2008)

http://www.situshijau.co.id (28 April 2008)

http://www.wikipidia.com (30 April 2008)

Oleh : Leyla Noviagustin, Ririn Sandra Yanti, Utin Febri Yantika

http://onlinebuku.com/2009/01/29/pemanfaatan-limbah-dari-tanaman-pisang/ [2009]

Pemanfaatan Limbah dari Tanaman Pisang


Filed Under Agro TechnoPark, Ekologi Industri, Tek. Pengelolaan Limbah

Pisang bisa disebutkan sebagai buah kehidupan. Kandungan kalium yang cukup banyak terdapat
dalam buah ini mampu menurunkan tekanan darah, menjaga kesehatan jantung, dan
memperlancar pengiriman oksigen ke otak. Pisang telah lama akrab dengan masyarakat Indonesia,
terbukti dari seringnya pohon pisang digunakan sebagai perlambang dalam berbagai upacara adat.
Pohon pisang selalu melakukan regenerasi sebelum berbuah dan mati, yaitu melalui tunas-tunas
yang tumbuh pada bonggolnya. Dengan cara itulah pohon pisang mempertahankan eksistensinya
untuk memberikan manfaatkan kepada manusia. Filosofi tersebutlah yang mendasari penggunaan
pohon pisang sebagai simbol niat luhur pada upacara pernikahan.

Iklim tropis yang sesuai serta kondisi tanah yang banyak mengandung humus memungkinkan
tanaman pisang tersebar luas di Indonesia. Saat ini, hampir seluruh wilayah Indonesia merupakan
daerah penghasil pisang.

Pisang mempunyai banyak manfaat yaitu dari mulai mengatasi masalah kecanduan rokok sampai
untuk masalah kecantikan seperti masker wajah, mengatasi rambut yang rusak dan menghaluskan
tangan.

Selain buahnya pisang jarang dimanfaatkan, seperti batang, bonggol, kulit dan jantungnya. Tetapi
seiring dengan bertambahnya ilmu pengetahuan dan teknologi maka banyak yang bisa
dimanfaatkan dari limbah-limbah yang jarang dimanfaatkan oleh masyarakat sehingga akan
meningkatkan kualitas dari limbah tersebut dan menambah nilai ekonomi dari limbah tersebut.

Contoh penanganan limbah pisang dengan cara guna ulang (Reuse) ialah

a. Kulit Pisang Ambon Bisa Digunakan Untuk Pengobatan. `

Pisang ambon sangat bermanfaat bagi tubuh kita. Selain mengandung vitamin C, pisang ambon
juga mengandung serat tinggi yang berfungsi melancarkan saluran pencernaaan, sehingga buang
air besar pun jadi lancar. Ternyata, selain buahnya, kulit pisang ambon pun berguna untuk
mengobati bercak-bercak hitam agak kasar ( misalnya bekas cacar) pada kulit. Caranya, gosokkan
kulit pisang ambon bagian dalam pada kulit yang terdapat bekas cacar. Biarkan beberapa saat,
setelah itu cuci dengan air hangat. Lakukan cara ini secara rutin dan penuh kesabaran. Hasilnya,
kulit akan kembali mulus seperti sediakala

b. Bonggol pisang untuk obat dan makanan

Air bonggol pisang kepok dan klutuk juga diketahui dapat dijadikan obat untuk menyembuhkan
penyakit disentri, pendarahan usus, obat kumur serta untuk memperbaiki pertumbuhan dan
menghitamkan rambut. Sedangkan untuk makanan, bonggol pisang dapat diolah menjadi
penganan, seperti urap dan lalapan

c. Batang Pisang yang dijadikan pakan ternak

Batang pisang yang tidak dipakai biasanya langsung dibuang atau untuk menahan laju air tapi
selain itu batang pisang juga bisa digunakan untuk pakan ternak karena kandungan yang
terkandung di dalam batang pisang dapat meningkatkan gizi pada ternak tersebut sehingga akan
meningkatkan kualitas dari ternak tersebut

Contoh penanganan limbah pisang dengan cara daur ulang (recycle) ialah

a. Cuka Kulit Pisang


Mula-mula kumpulkan kulit pisang sebanyak 100 kg dan lakukan proses produksi selama 4-5
minggu. Kebutuhan bahan-bahan lain mencakup: 20 kg gula pasir, 120 gr ammonium sulfit
(NH4)2S03, 0,5 kg ragi roti (Saccharomyces cerevisiae) dan 25 liter induk cuka (Acetobacter aceti).

Cara rnembuatnya, kulit pisang dipotong-potong atau dicacah, lalu direbus dengan air sebanyak
150 liter. Saring dengan kain dalam stoples. Berdasarkan uji lapangan, bahan awal kulit pisang
yang direbus itu akan menghasilkan cairan kulit pisang kira-kira 135 liter, bagian yang hilang 7,5
kg, dan sisa bahan padat sekitar 112,5 kg. Setelah disaring ke stoples, cairan kulit pisang ini perlu
ditambah ammonium sulfit dan gula pasir.

Langkah berikut, didinginkan dan tambahkan ragi roti. Biarkan fermentasi berlangsung satu
minggu. Hasilnya disaring lagi. Dari 135 liter cairan kulit pisang setelah difermentasi dan disaring
menjadi 130 liter larutan beralkohol, dan lima liter produk yang tidak terpakai. Pada larutan
beralkohol itu ditambahkan induk cuka, dan biarkan fermentasi berlangsung selama tiga minggu.

Selanjutnya, hasil fermentasi larutan beralkohol dididihkan. Nah, dalam kondisi masih panas, cuka
pisang dimasukkan ke dalam botol plastik. Lalu segera ditutup dan disimpan dalam temperatur
kamar. Biasanya pemasaran cuka pisang dikemas dalam plastik berukuran 40 ml, 60 ml, atau 80
ml. Jika dihitung, dari 100 kg kulit pisang akan diperoleh sekitar 120 liter cuka pisang.

b. Nata dari Kulit Pisang

Potensi buah-buahan lokal Nusantara untuk dikembangkan sebagai bahan makanan sudah terbukti.
Salah satu buah tersebut yakni pisang. Buah ini selain bisa dimakan saat segar juga bisa dibuat
berbagai jenis makanan, seperti ceriping, dan sale.

Sebuah penelitian terhadap buah pisang dilakukan tiga dosen Universitas Negeri Yogyakarta. Sekali
lagi untuk menjadikan pisang sebagai produk olahan yang disukai masyarakat dengan tetap
memiliki kandungan gizi.

Yang menarik, penelitian yang dilakukan Das Salirawati MSi, Eddy Sulistyowati Apt MS, dan Retno
Arianingrum MSi yang semuanya adalah dosen Jurusan Pendidikan Kimia Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam adalah bukan dilakukan pada buahnya, tetapi pada kulitnya. Penelitian ini
sukses menjadikan kulit pisang-yang selama ini lebih banyak dibuang-menjadi nata.

Nata adalah serat yang berbentuk seperti gel yang dibuat dengan memanfaatkan kerja bakteri
Acetobacter xylinum. “Selama ini masyarakat telah mengenal produk nata de coco atau nata yang
dibuat dari air kelapa. Nata dari kulit pisang sebenarnya sama dengan nata de coco, bedanya nata
pisang dibuat dari bahan dasar kulit pisang,” katanya, Rabu (8/3).

Ide membuat nata dari kulit pisang, karena terinspirasi dari penelitian sebelumnya yang bisa
membuat nata dari buah pisang. “Kenapa kemudian memilih kulit pisang karena selama ini kulit
pisang tidak termanfaatkan dan hanya dibuang begitu saja. Padahal kulit pisang ini banyak ditemui
di sekitar kita, antara lain di tempat-tempat orang jual gorengan,” ucapnya.

Proses pembuatan nata kulit pisang yang pertama adalah mengerok kulit bagian dalam buah
pisang. Hasil kerokan itu kemudian diblender dan dicampur air bersih dengan perbandingan 1 : 2,
lalu disaring guna mendapatkan air perasan. Setelah itu ditambahkan asam cuka biasa dengan
ukuran 4-5 persen dari volume air perasan. Jika menggunakan asam cuka absolut maka cukup 0,8
persen. Ditambahkan juga pupuk ZA sebanyak 0,8 persen dari larutan, dan gula pasir sebanyak 10
persen. Bahan-bahan tersebut dicampurkan untuk kemudian dipanaskan sampai mendidih.
“Asam cuka dan pupuk ZA berfungsi untuk media hidup bagi bakteri Acetobacter xylinum. Bakteri
ini membutuhkan nitrogen dari pupuk ZA dan keasaman dari cuka. Acetobacter xylinum inilah yang
nanti akan membentuk nata,” ujar Das.

Setelah mendidih lalu dituangkan dalam cetakan-cetakan. Dengan ketinggian cairan adonan lebih
kurang 2-3 cm di setiap cetakan. Setelah dingin, dimasukkan bakteri Acetobacter xylinum-yang bisa
dibeli dalam bentuk cairan-sebanyak 10 persen dari campuran. Sebelum memasukkan bakteri,
adonan harus benar-benar dingin, sebab kalau masih panas bakteri akan mati. Setelah itu, cetakan
ditutup dengan kertas koran. Ini supaya udara tetap bisa masuk melalui pori-pori kertas. Setelah
dua minggu, cetakan baru boleh dibuka. Adonan pun akan berubah menjadi berbentuk gel.

Nata lalu diiris-iris, dicuci, dan diperas sampai kering. Untuk selanjutnya direbus lagi dengan air
lebih kurang dua kali rebusan. Ini berfungsi untuk menghilangkan aroma asam cuka. Setelah
selesai, nata bisa dicampur dengan sirop atau gula sesuai selera. Campuran rasa diperlukan karena
nata berasa tawar. Nata dari kulit pisang pun siap disajikan untuk minuman, maupun makanan kecil
lain. Diketahui dari 100 gram nata kulit pisang mengandung protein sebanyak 12 mg. Das
Salirawati mengungkapkan, penelitian itu akan dilanjutkan untuk mencari ketebalan nata yang
paling optimal. Dari percobaan awal, diketahui dari ketebalan cairan adonan dua cm diperoleh nata
lebih kurang 1,5 cm. Masyarakat dipersilakan jika ingin mencoba membuat nata dari kulit pisang.
“Ini bisa untuk usaha alternatif skala kecil,” tuturnya. (RWN)

c. Roti dari Kulit Pisang

Kulit pisang kerap dibuang begitu saja di sembarang tempat. Jika dibuang sembarangan, kulit
pisang bisa membuat orang tergelincir. Namun, tiga mahasiswa Biologi ITS, tak pernah
menganggap remeh kulit pisang. Karena setelah diteliti terbukti kulit pisang memang tak bisa
dianggap barang remeh.

“Kulit pisang yang sering dianggap barang tak berharga itu, ternyata memiliki kandungan vitamin
C, B, kalsium, protein, dan juga lemak yang cukup,” kata Sulfahri, salah satu dari 3 peneliti itu.
Melihat kandungannya yang cukup tinggi, ia bersama dua rekan mencoba membuat penganan dari
bahan kulit pisang itu.

“Semula, kami hanya memproduksi keripik kulit pisang, namun lama-kelamaan timbul ide untuk
membuat tepung dari kulit pisang,” katanya. Mahasiswa angkatan 2007 itu mengatakan tepung
pisang itu akhirnya digunakan sebagai bahan baku kue bolu. Meski berkali-kali gagal, namun
akhirnya mereka menemukan formula yang pas untuk membuat bolu dari kulit pisang.

“Kalau dihitung lebih dari 50 kali, namun kami sekarang sudah puas dengan resep bolu yang kami
miliki,” katanya. Kulit pisang yang cocok dibuat tepung adalah jenis pisang raja, karena kulit pisang
raja lebih tebal dibandingkan jenis pisang lainnya.

Karya Sulfahri dan dua rekannya itu merupakan salah satu karya inovatif yang terpilih dalam
penyaringan untuk “Biological Opus Fair” yang digelar di Plaza dr Angka ITS Surabaya pada 17 dan
18 April 2008.

Delapan produk inovatif yang dipamerkan adalah karya bertajuk “Pemanfaatan Kulit Buah Pisang
Raja (Musa paradisiaca sapientum) sebagai Bahan Dasar Pembuatan Kue Bolu” (karya Sulfahri dari
Jurusan Biologi ITS Surabaya), dan “Water Electric Light Trap (WEL-T) sebagai Pengganti Pestisida
dalam Upaya Peningatan Produksi Pangan yang Ramah Lingkungan” (karya Resti Afiandinie dari
Jurusan Teknik Kimia ITS).
Karya lain adalah “Pendayagunaan Talok (Muntingia calabura Linn) sebagai Salah Satu Sumber
Alternatif Baru dalam Dunia Pangan” (Fitri Linda Sari dari Universitas Muhammadiyah Malang),
kemudian “Potensi Suweg (Amorphophallus campanulatus Bl.) sebagai Alternatif Bahan Pangan
(Upaya Menggali Potensi Pangan Lokal)” (Riana Dyah Suryaningrum dari Universitas
Muhammadiyah Malang).

Disamping itu terdapat karya lain, seperti “Konversi Limbah Padat Menjadi Produk Ramah
Lingkungan” (Sulistiono Ningsih dari Jurusan Biologi di Universitas Jember), “Pemanfaatan Mikroalga
(Fitoplankton) sebagai Subtitusi Sumber Bahan Bakar Premium” (Abdul Azis Jaziri dari Jurusan
Perikanan di Universitas Brawijaya Malang), “Diversifikasi Dioscorea Flour sebagai Sumber Alternatif
Pangan” (Zainal Arifin dari Jurusan Biologi ITS Surabaya), kemudian “Pemanfaatan buah dan daun
cersen/talok sebagai keripik dan dodol” (Ria Hayati dari Jurusan Biologi ITS Surabaya).

Tak berbeda dengan Sulfahri, Zaenal Arifin juga mencoba membuat diversifikasi pangan dari bahan
umbi uwi. “Umbi yang bernama latin dioscorea alata itu ternyata dapat menjadi bahan pangan
yang aman bagi penderita diabetes. Kadar gula uwi itu rendah, tapi karbohidratnya tinggi,” kata
mahasiswa jurusan Biologi ITS itu.

Pengolahan uwi menjadi tepung itu pun tidak memerlukan proses yang rumit, bahkan cukup
menggunakan metode tradisional.”Saya buat dari dua macam uwi, uwi putih dan juga uwi ungu
yang sama-sama berkadar gula rendah. Uwi diparut kasar, kemudian direndam dengan air kapur
untuk memisahkan parutan dengan getahnya. Air getah uwi itu bisa untuk pestisida yang ramah
lingkungan,” ucapnya.

Parutan yang sudah dikeringkan, katanya, dapat langsung diolah menjadi tepung. “Tepung dari uwi
ini dapat digunakan sebagai bahan baku berbagai macam penganan, seperti kue dan mie. Rasa
tepungnya sendiri tawar, jadi gampang divariasikan,” katanya.

d. Dendeng Jantung Pisang

Tanaman pisang tumbuh baik dan dibudidayakan di seluruh wilayah Indonesia. Jenis pohon mudah
ditanam dan hampir setiap rumah di pedesaan memiliki pohon pisang ini.

Setiap petani dapat dipastikan menanam pisang, meskipun di antaranya hanya menanam pisang
pada pekarangan.

Tak ada ruginya menanam pohon ini. Apalagi, seluruh bagian dari tanaman pisang dapat
dimanfaatkan untuk kebutuhan rumah tangga mulai dari daun, buah, sampai bonggol pohonnya.

Buah dan bagian tanaman pisang pun bisa diolah menjadi berbagai macam jenis makanan olahan.
Salah satu makanan olahan dari bagian tanaman pisang adalah dendeng jantung pisang.

Untuk membuat dendeng jantung pisang perlu disiapkan sejumlah bahan, meliputi empat buah
jantung pisang, satu sendok makan ketumbar, 50 gr ikan teri, 10 siung bawang merah, dan empat
siung bawang putih. Sedangkan kebutuhan peralatan terdiri atas pisau, kukusan, penumbuk, dan
tampah.

Cara membuatnya, ambil jantung pisang yang masih segar. Buang kelopak bagian luar hingga
tampak kelopak dalamnya berwarna putih kemerah-merahan. Jantung pisang tersebut direbus
sampai lunak. Lalu ditumbuk sampai halus.

Selanjutnya, bumbu-bumbu ditumbuk lalu dimasak dalam wajan. Setelah itu, tumbukan jantung
pisang dimasukkan ke dalam wajan berisi bumbu. Diaduk-aduk sampai merata, lalu tambahkan
gula merah. Jika sudah masak, silakan diangkat dan segera dicetak di atas tampah. Jadilah dendeng
jantung pisang yang telah dicetak. Dendeng tersebut dijemur selama 2-3 hari hingga kering.
Lantas, digoreng hingga masak, dan akhirnya dikemas dalam kantong plastik.

e. Keripik Bonggol Pisang

Kebutuhan bahan untuk membuat keripik bonggol pisang terdiri atas bonggol pisang, natrium
bisulfit, garam, bawang merah, bawang putih, minyak goreng, merica, dan air. Sedangkan piranti
yang mesti disiapkan adalah pisau, baskom, wajan, ember, kompor, talenan, dan alat penunjang
lainnya.

Cara membuatnya, ambil bonggol pisang, lalu kupas kulit luarnya, dan dicuci dengan air bersih.
Bonggol diiris menjadi irisan-irisan tipis sekitar 0,5 cm. Irisan bonggol direndam dalam larutan
natrium bisulfit satu persen selama 2-3 menit (Pedomannya: 1 gram natrium bisulfit dicairkan ke
dalam 1 liter air). Setelah direndam, irisan bonggol ditiriskan.

Selanjutnya, bumbu-bumbu ditumbuk sampai halus, lalu dimasukkan ke dalam baskom dan
tambahkan sedikit air. Rendam irisan bonggol dalam baskom yang berisi bumbu, lalu diaduk
sampai rata, dan biarkan sekitar 5-10 menit agar bumbunya meresap.

Irisan bonggol yang telah dibumbui itu digoreng, sambil dibolak-balik hingga kematangan merata.
Angkat dan tiriskan. Akhirnya, jadilah keripik bonggol pisang yang dikemas dalam kantong plastik.

f. Batang Pisang Sebagai Bahan Dasar Kertas Daur Ulang

Batang pisang juga dapat di olah menjadi kertas, yaitu setelah mengalami proses pengeringan dan
pengolahan lebih lanjut. proses pembuatan kertas dari bahan batang pisang pertama-tama yang
harus dilakukan adalah, batang pisang tadi dipotong kecil-kecil dengan ukuran berkisar 25 cm, lalu
di jemur di bawah terik matahari hingga kering. Setelah batang pisang tadi kering proses
berikutnya adalah dengan cara direbus sampai menjadi lunak, namun pada saat proses perebusan
sebaiknya di tambah dengan formalin atau kostik soda maksudnya adalah di samping untuk
mempercepat proses pelunaan juga untuk menghilangkan getah-getah yang masih menempel pada
batang pisang tadi, pada proses berikutnya batang pisang yang sudah lunak tadi disaring dan
dibersihkan dari zat-zat kimia tadi baru kemudian di buat bubur ( pulp) dengan cara di blender.
Baru kemudian dicetak menjadi lembaran-lembaran kertas.

a. Kulit Pisang Menyimpan Tegangan Listrik

Siapa yang menyangka kulit pisang bisa dijadikan pengganti batu batterai. Cara pembuatannya
pertama kulit pisang dan jeruk di buat jus, apabila tidak ada alat jus atau blender maka cukup
dihancurkan atau di aduk hingga halus kemudian dicampur dengan air secukupnya. Setelah itu di
buat sel elektrokimia dengan mengambil gelas kimia lalu larutan jus tadi ditaruh didalam gelas
tersebut. Kemudian dibuat elektroda-elektroda yang terbuat dari Cu dan Zn. Tembaga dan seng
disambung dengan kabel kemudian dibantu dengan tutup dari gabus dibuat variasi biar kelihatan
menarik.

Satu sel adalah satu wadah atau satu gelas kimia yang berisi 2 elektroda dan 1 tutup. Kita ukur V
dan I nya, V= Voltase, I= Amper setelah itu di aplikasikan atau dihubungkan kabel tersebut dengan
benda percobaan. Aplikasi yang paling sederhana dan mudah diamati adalah kalkulator dan jam
digital, begitu disambungkan ternyata kalkulator dan jam tersebut bisa hidup normal seperti
dihubungkan pakai batu batterai
Dibandingkan dengan membeli batu batere, dengan menggunakan limbah kulit pisang sebagai
pengganti batu batere akan mengurangi limbah dari pisang selain itu akan meningkatkan nilai jual
dari kulit pisang itu sendiri dan akan mengurangi penggunaan batu batere yang kurang ramahh
lingkungan

b. Daun pisang sebagai pembungkus makanan

Daun pisang digunakan untuk membungkus makanan karena dengan membungkus makanan
dengan menggunakan daun pisang akan menambah cita rasa dalam makanan tersebut contoh
bahan makanan yang sering menggunakan daun pisang sebagai pembungkus adalah tempe. Selain
itu daun pisang juga oleh masyarakan (sekitar tahun 1945) biasa digunakan untuk membungkus
rokok

Sehingga dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan daun pisang sebagai pembungkus
makanan akan mengurangi penggunaan plastic yang tidak ramah lingkungan karena yang sudah
kita ketahui bahwa plastic tidak bisa terurai dan akan berdampak pada pemanasan global.

c. Kulit pisang untuk semir sepatu

Bagian dalam dari kulit pisang mengandung potassium yang merupakan bahan penting yang
terdapat dalam semir sepatu yang ada di pasaran. Setelah menggunakan kulit pisang untuk
menyemir sepatu, bersihkan sisa kulit buah yang mengandung vitamin C, B komplek dan B6 itu
dengan menggunakan lap berbahan halus. Kandungan minyak yang terdapat dalam pisang akan
melembutkan serta mengawetkan kulit sepatu

Dengan menggunakan kulit pisang kita dapat mengurangi pemakaian semir sepatu yang bahannya
tidak alami yang lama kelamaan akan mengurangi kualitas dari sepatu itu dan selain itu dengan
mengguanakan kulit pisang kita bisa mengurangi biaya yang harus dikeluarkan untuk membeli
semir sepatu.

Dengan memanfaatkan limbah pisang sebagai bahan-bahan yang akan meningkatkan nilai tambah
dari limbah tersebut maka kita juga akan mengefisienkan biaya dan energy. Contoh dari
pengefisienan biaya adalah dengan menggunakan kulit pisang sebagai semir sepatu. Dengan
menggunakan kulit pisang sebagai pemnggati dari semir sepatu kita bisa mengurangi biaya yang
harus dikeluarkan untuk membeli semir sepatu, dengan membeli pisang kita bisa mendapatkan dua
keuntungan yaitu buah pisang yang mengandung banyak vitamin dan kulit pisang yang bisa dibuat
semir sepatu. Sedangkan contoh untuk pengefisienan energy adalah dengan menggunakan daun
pisang sebagai pembungkus makanan, dengan menggunakan daun pisang kita bisa menghemat
energy yang keluar dari plastic yang sering digunakan karena dengan menggunakan plastic
sebagai pembungkus makanan akan mengakibatkan pemanasan global.

Dengan memanfaatkan limbah pisang sebagai produk baru maka akan meningkatkan nilai tambah
dari limbah tersebut. Dan akan meningkatkan nilai jual dari limbah yang tadinya tidak berguna jadi
berguna.

Rina Rosdiana

DAFTAR PUSTAKA

http://bemteunnes.wordpress.com/2008/04/23/variabel/

http://www.coretan-adie.co.cc/2008/06/kulit-pisang-semir-sepatu.html

http://ia26.wordpress.com/2008/01/19/teknology-tepat-guna/
http://www.indospiritual.com/artikel_khasiat-kulit-pisang-untuk-depresi-dan-kesehatan-retina.html

http://js.unikom.ac.id/rb/bab7.html

http://kertas-nyeni.blogspot.com/search/label/Kertas%20Daur%20Ulang

http://tumbuh.wordpress.com/2007/10/30/daun-pisang-klutuk/

http://unnes.ac.id/v6_alpha/1/artikel_280.pdf

Jumat, 24 April 2009 http://bersamafebri.blogspot.com/2009/04/ekstraksi-pelarut.html

EKSTRAKSI PELARUT

Ekstraksi pelarut atau disebut juga ekstraksi air merupakan metode pemisahan yang paling baik
dan populer. Alasan utamanya adalah pemisahan ini dapat dilakukan baik dalam tingkat makro
ataupun mikro. Prinsip metode ini didasarkan pada distribusi zat pelarut dengan perbandingan
tertentu antara dua pelarut yang tidak saling bercampur , seperti benzen, karbon tetraklorida atau
kloroform. Batasan nya adalah zat terlarut dapat ditransfer pada jumlah yang berbada dalam kedua
fase pelarut.

Ekstraksi merupakan proses pemisahan suatu komponen dari suatu campuran berdasarkan proses
distribusi terhadap dua macam pelarut yang tidak saling bercampur. Ekstraksi pelarut umumnya
digunakan untuk memisahkan sejmlah gugus yang diinginkan dan mungkin merupakan gugs
pengganggu dalam analisis secara keseluruhan. Kadang-kadang gugus-gugs pengganggu ini
diekstraksi secara selektif.

Teknik pengerjaan meliputi penambahan pelarut organik pada larutan air yang mengandung gugus
yang bersangkutan. Dalam pemilihan pelarut organik agar kedua jenis pelarut (dalam hal ini pelarut
organik dan air) tidak saling tercamupr satu sama lain. Selanjutnya proses pemisahan dilakukan
dalam corong pisah dengan jalan pengocokan beberapa kali.

Untuk memilih jenis pelarut yang sesai harus diperhatikan faktor-faktor sebagai berikut:

1. Harga konstanta distribusi tinggi untuk gugus yang bersangkutan dan konstanta distribusi
rendah untuk gugus pengotor lainnya.
2. Kelarutan pelarut organik rendah dalam air

3. Viskositas kecil dan tidak membentuk emulsi dengan air

4. Tidak mudah terbakar dan tidak bersifat racun

5. Mudah melepas kembali gugs yang terlarut didalamnya ntk keperluan analisa lebih lanjut

Ekstraksi dapat dilakukan secara kontinue atau bertahap, ekstraksi bertahap cukup dilakukan
dengan corong pisah. Campuran dua pelarut dimasukkan dengan corong pemisah, lapisan dengan
berat jenis yang lebih ringan berada pada lapisan atas.

Dengan jalan pengocokan proses ekstraksi berlangsung, mengingat bahwa proses ekstraksi
merupakan proses kesetimbangan maka pemisahan salah satu lapisan pelarut dapat dilakukan
setelah kedua jenis pelarut dalam keadaan diam. Lapisan yang ada dibagian bawah dikeluarkan
dari corong dengan jalan membuka kran corong dan dijaga agar jangan sampai lapisan atas ikut
mengalir keluar. Untuk tujuan kuantitatif, sebaiknya ekstraksi dilakukan lebih dari satu kali.

Analisis lebih lanjut setelah proses ekstraksi dapat dilakukan dengan berbagai metode seperti
volumetri, spektrofotometri dan sebagainya. Jika sebagai metode analisis digunakan metode
spekttrofotometri, tidak perlu dilakukan pelepasan karena konsentrasi gugus yang bersangkutan
dapat ditentukan langsung dalam lapisan organik. Metode spektrofotometri dapat digunakan untuk
pelarut air maupun organik.

Ekstraksi padat cair atau leaching adalah transfer difusi komponen terlarut dari padatan inert ke
dalam pelarutnya. Proses ini merupakan proses yang bersifat fisik karena komponen terlarut
kemudian dikembalikan lagi ke keadaan semula tanpa mengalami perubahan kimiawi. Ekstraksi
dari bahan padat dapat dilakukan jika bahan yang diinginkan dapat larut dalam solven
pengekstraksi. Ekstraksi berkelanjutan diperlukan apabila padatan hanya sedikit larut dalam
pelarut. Namun sering juga digunakan pada padatan yang larut karena efektivitasnya. [Lucas,
Howard J, David Pressman. Principles and Practice In Organic Chemistry]

Faktor-faktor yang mempengaruhi laju ekstraksi adalah:

* Tipe persiapan sampel

* Waktu ekstraksi

* Kuantitas pelarut

* Suhu pelarut

* Tipe pelarut

Ekstraksi lebih efisien bila dilakukan berulang kali dengan jumlah pelarut yang lebih kecil daripada
jumlah pelarutnya banyak tetapi ekstraksinya hanya sekali (Arsyad, 2001).

A. Prinsip dasar dari Ekstraksi pelarut

Hukum fase Gibb’s menyatakan bahwa :

P+V=C+2

Keterangan : P = fase, C = Komponen, V = Derjat kebebasan


Pada ekstraksi pelarut , kita mempunyai P = 2 , yaitu fase air dan organik, C= 1, yaitu zat terlarut
di dalam pelarut dan fase air pada temperatur dan tekanantetap, sehingga V = 1, jadi kita akan
dapat :

2 + 1 = 1+2, yaitu P + V = C + 2

Menurut Hukum distribusi Nernst :

Jika [X1] adalah kosentrasi zat terlarut dalam fase 1 dan [X2] adalah kosentrasi zat terlarut dalam
fase 2, maka pada kesetimbangan,

X1, X2 didapat ; KD =

Dimana ; KD = Koefisien partisi. Partisi atau koefisien distribusi ini tidak tergantung pada kosentrasi
total zat terlarut pada kedua fase tersebut. Pada persamaan diatas , kita dapat menuliskan
koefesian aktivitas zat pada fase organik maupun pada fase air.

Kita menggunakan istilah perbandingan distribusi (D) dengan memperhitungkan kosentrasi total zat
didalam kedua fase , Perbandingan Distribusi . Dinyatakan sebagai berikut :

Hukum distribusi atau partisi dapat dirumuskan: bila suatu zat terlarut terdistribusi antara dua
pelarut yang tidak dapat campur, maka pada suatu temperatur yang konstan untuk setiap spesi
molekul terdapat angka banding distribusi yang konstan antara kedua pelarut itu, dan angka
banding distribusi ini tidak tergantung pada spesi molekul lain apapun yang mungkin ada. Harga
angka banding berubah dengan sifat dasar pelarut, sifat dasar zat terlarut, dan temperatur (Svehla,
1990).

Hukum ini dalam bentuk yang sederhana, tidak berlaku bila spesi yang didistribusikan itu
mengalami disosiasi atau asosiasi dalam salah satu fasa tersebut. Pada penerapan praktis ekstraksi
pelarut ini, terutama kalau kita perhatikan fraksi zat terlarut total dalam fasa yang satu atau yang
lainnya, tidak peduli bagaimanapun cara-cara disosiasi, asosiasi atau interaksinya dengan spesi-
spesi lain yang terlarut. Untuk memudahkan, diperkenalkan istilah angka banding distribusi D (atau
koefisien ekstraksi E).

Jika tidak tejadi asosiasi , disosiasi atau polimerisasi pada fase – fase tersebut dan keadaan yang
kita punyai adlah ideal, maka harga KD sama dengan D . Untuk utjuan praktis sebagai ganti harga
KD atau D , lebih sering digunakan istilah persen eksrtaksi (E) . Ini berhubungan dengan
perbandingan distribusi dalam persamaan sebagai berikut.

D = Dimana VW : Volume fase air

Vo : Volume fase Organik

Bila volume fase organic dan air sama , yaitu Vo = VW , D diubah menjadi :

D =Ekstraksi dianggap kuantitatif bila : E = 100 berarti

D = tidak tehingga ( jika Vo = VW )

B. Klasifikasi Ekstraksi

Beberapa cara dapat mengklasifikasikan sistem ekstraksi. Cara kalsik adalah mengklasifikasikan
berdasarkan sifat zat yang diekstraksi., sebagai khelat atau sistem ion berasosiasi. Sekarang
klasifikasi didasarkan atas proses ekstraksi. Bila ekstraksi ion logam berlangsung , maka proses
ekstraksi berlangsung dengan mekanisme tertentu .

Golongan ekstraksi berikutnya dikenali sebagai ekstraksi melalui solvasi sebab spesies ekstraksi
disolvasi ke fase organik. Golongan ekstraksi ketiga adalah proses yang melibatkan pembentukan
pasangan ion. Ekstraksi berlangsung melalui pembentukan spesies netral yang tidak bermuatan
diekstrksi ke fase organik. Sedangakan kategori terakhir merupakan ekstraksi sinergis . Nama yang
digunakan menyatakan adanya efek saling memperkuat yang berakibat pada penambahan
ekstraksi dengan memanfaatkan pelarut pengekstraksi.

Tiga metode dasar pada ekstraksi cair-cair adalah ekstraksi bertahap, ekstraksi kontinyu, dan
ekstraksi counter current. Ekstraksi bertahap merupakan cara yang paling sederhana. Caranya
cukup dengan menambahkan pelarut pengekstraksi yang tidak bercampur dengan pelarut semula
kemudian dilakukan pengocokan sehingga terjadi kesetimbangan konsentrasi yang akan diekstraksi
pada kedua lapisan, setelah ini tercapai lapisan didiamkan dan dipisahkan (Khopkar, 1990).

Kesempurnaan ekstraksi tergantung pada pada banyaknya ekstraksi yang dilakukan. Hasil yang
baik diperoleh jika jumlah ekstraksi yang dilakukan berulang kali dengan jumlah pelarut sedikit-
sedikit. Hal ini dapat dibuktikan sebagai berikut:

C. Mekanisme Ekstraksi

Proses ekstraksi pelarut berlangsung tiga tahap , yaitu :

1. Pembentukan Kompleks tidak bermuatan yang merupakan golongan ekstraksi.

2. Distribusi dari kompleks yang terektraksi

3. Interaksinya yang mngkin dalam fase organik.

* Pembentukan Kompleks tidak bermuatan

Pembentukan komleks tidak bermuatan merupakan tahap penting dalam ekstraksi . Jelaslah bahwa
kompleks bermuatan tidak akan terakstraksi sehingga mutlak kompleks diekstraksi harus tampa
muatan. Kompleks tidak bermuatan dapat di bentuk melalui proses pembentukan khelat ( yaitu;
khelat netral) , solvasi atau pembentukan pasangan ion.

Pada fenomena solvasi ataupun pada ekstraksi yang melibatkan pembentukan pasangan ion,
komleks yang terbentuk dapat berupa anion atau kation yang selanjutnya berasosiasi dengan
masing – masing kation atau anion lain untuk menghasilkan kompleks tidak bermuatan yang dapat
diekstraksi ke fase organik.

Pada tahap ini penting unruk memperhatikan sifat kompleks logam dan faktor faktor yang
mempengaruhi pembentukannya . Pertama, akan dilihat kompleks koordinasinya . Pembentukan
kompleks oleh ion logam tergantung pada kecendrungan untuk mengisi orbital atom kosong dalam
usaha mencapai konfigurasi elektron yang stabil. Sealama proses polarisasi , deformasi ion akan
lebih disukai dengan logam kation yang mempunyai muatan besar , ukuran ligan yang besar , dan
dengan ion logam yang mempunyai tipe konfigurasi atom gas yang bukan gas mulia. Biasa nya
kompleks bermuatan diusahakan untuk dinetralkan oleh muatan ion lain , untuk memudahkan
ekstraksi.
Kestabilan kompleks koordinasi tergantung pada keasaman ion logam , kebasaan ligan yang akan
berkoordinasi, pertimbangan stereokimia serta konfigurasi kompleks yang terbentuk . Jika logam
mempunyai muatan atau valensi kation yang besar , keasamannya akan lebih besar pula.
Perssamaan bohr menyatakan :

F=

Keterangan

* : Konstanta dielektrik

* R : jari – jari ion Z = muatan ionik

* F : Konstanta bolzman

Dari persamaan tampak bahwa kestabilan kompleks logam bertambah dengan makin
bertambahnya potensial ionik (Z2/2r) . Pada Umumnya , orbital – orbital atom kosong pada unsur –
unsur transisi mendukunga adanya koordinasi . Kompleks yang berasal dari unsur – unsur yang
lebih elektronegatif cendrung lebih stabil. Kita dapat memberikan skala selektivitas dari bermacam
ligan pembentuk kompleks sebagai berikut :

CN- > SCN- > F- > OH- > Cl- > Br- > I- ( Unuk aniaon)

NH3 > RNH2 > R2NH > R3N ( Untuk ligan netral)

Golongan kompleks yang paling penting adalah Khelat. Ligan pengkhelat memunyai peranan
penting dalam ekstraksi logam sebab banyak logam – logam yang dapat tereksitasi dan sekaligus
dipisahkan . Khelat logam merupakan tipe senyawa koordinasi dimana ion logam bergabung
dengan basa polifungsional yang mampu menempati dua atau lebih pposisi pada lingkaran
koordinasi dari ion logam untuk membentuk senyawa siklik.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan khelat

* Kekuatan basa dari gugus fungsi

* Elektronegativitas dari atom berkaitan

* Ukuran dan jumlah dari cicin khelat yang terbentuk

Tahap berikutnya yang penting pada mekanisme ekstraksi adalah proses distribusi dari zat yang
terekstraksi ke fase organik. Distribusi tergantung pada bermacam faktor, yaitu :

* Kebasaan ligan

* Faktor stereokimia

* Adanya garam pada sistem ekstraksi

Ada beberapa elektrolit yang mempunyai kemampuan mempertinggi ekstraksi dari kompleks.
Peran utama dari elektrolit ini adalah :

· Mempertinggi kosentrasi kompleks anion melalui mekanisme aksi massa sehingga akan
menambahkan kosentrasi kompleks dan mempertinggi ekstraksi
· Akibat ikatan molekul air dengan ion elektrolit menjadikan pelarut tidak bebas lagi.

· Konstanta dielektrik dari fase akua berkurang dengan bertambahnya kosentrasi garam,
selanjutnya akan mempertinggi pembentukan asosiasi ion.

Terakhir dalam pembahasan mekanisme ekstraksi adalah interahsi pada fase organik. Interaksi ini
mempengaruhi kosentrasi kompleks dan tingkat ekstraksi yang dihasilkan. Pada ekstraksi dengan
mekanisme solvasi , polimerisasi dapat terjadi. Pada kosentrasi yang besar , polimerisasi dapat
terjadi . Pada kosentrasi besar , polimerisasi berlangsung cepat. Polimerisasi ini mengurangi
aktivitas zat asosiasi ion dapat terjadi pada larutan polar yang encer sehingga menghasilkan
pertambahan ekstraksi .

D. Kesimpulan

1. Ekstraksi pelarut atau disebut juga ekstraksi air merupakan metode pemisahan yang paling baik

2. Ekstraksi merupakan proses pemisahan suatu komponen dari suatu campuran berdasarkan
proses distribusi terhadap dua macam pelarut yang tidak saling bercampur.

3. Tiga metode dasar pada ekstraksi cair-cair adalah ekstraksi bertahap, ekstraksi kontinyu, dan
ekstraksi counter current.

4. Proses ekstraksi pelarut berlangsung tiga tahap , yaitu :

· Pembentukan Kompleks tidak bermuatan yang merupakan golongan ekstraksi.

· Distribusi dari kompleks yang terektraksi

· Interaksinya yang mngkin dalam fase organik.

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, M. N. 1997. Kamus Kimia Arti dan Penjelasan Istilah. Gramedia. Jakarta.

Basset, J. dkk. 1994. Buku Ajar Vogel Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Penerbit Buku Kedokteran
EGC. Jakarta.

Khopkar, S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Svehla, G. 1985. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Mikro dan Semimikro. PT. Kalman Media
Pustaka. Jakarta.

Underwood, A. L dan Day A. R. 1990. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Kelima. Penerbit Erlangga.
Jakarta.

You might also like