Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
thalak. Thalak adalah perbuatan yang dibolehkan namun dibenci Allah Swt.
Pada makalah ini kami akan membahas tentang thalak yang berisikan
perceraian tersebut. Dan kita dapat mengambil pelajaran. Pada bab kedua ini kami
PEMBAHASAN
A. Pengertian Thalak
sukarela ucapan thalak kepada istrinya, dengan kata-kata yang jelas ataupun
2. Suatu jalan yang amat mulia untuk mengatur rumah tangga dan keturunan.
3. Sebagai suatu tali yang amat teguh guna memperkokoh tali persaudaraan antar
kaum.
Kerabat perempuan (istri) sehingga pertalian itu akan menjadi suatu jalan
yang membawa satu kaum (golongan) untuk menolong dengan kaum yang
lainnya.
tersebut, maka hal itu akan mengakibatkan berpisahnya dua keluarga. Karena
tidak adanya kesepakatan antara suami istri, maka dengan Allah Swt, dibuka-Nya
suatu jalan keluar dari segala kesukaran itu, yakni pintu perceraian. Mudah-
mudahan dengan adanya jalan keluar itu terjadi ketertiban dan ketentraman antara
kedua belah pihak dan supaya masing-masing dapat mencari pasangan yang dapat
menanam bibit kebencian antara keduanya atau terhadap kaum kerabat mereka,
sehingga tidak ada jalan lain, sedangkan ikhtiar untuk perdamaian tidak dapat
disambung lagi, maka thalak (perceraian) itulah jalan satu-satunya yang menjadi
pemisah antara mereka, sebab menurut asalnya hukum thalak itu makruh adanya,
bersabda, Sesuatu yang halal yang amat dibenci Allah ialah thalak". (Riwayat
B. Macam-macam Thalak
Siqhat thalak adalah bentuk kalimat yang diucapkan oleh lelaki untuk
sendiri.
seperti; kamu terthalak, kamu dithalak atau setiap perkataan yang berasal
tiga yaitu:
Semua itu tersebut didalam Al-Qur'an. Sebagian ahli Dhair
mengatakan: Thalak tidak sah, kecuali dengan tiga kali lafal ini, karena
syara' hanya menggunakan ketiga lafal ini. Maka wajib membatasi lafal
qadha dan thalaknya sah. Misalnya orang yang mengucapkan kinayah itu
berkata, saya tidak berniat thalak, tetapi berniat makna lain, maka
yang dalam menjelaskan maksud dari lafal-lafal ini. Apabila orang yang
niat thalak, maka perkataan itu tidak berpengaruh apa-apa, karena orang
berkata: Tatkala lewat 40 hari dari 50 hari dan wahyu tertunda, tiba-tiba
a. Thalak Munjaz
Thalak munjaz ialah thalak yang kalimatnya tanpa disertai syarat dan
(cerai) kamu atau kamu terthalak (tercerai)". Bentuk kalimat ini menunjukkan
jatuhnya thalak seketika itu tanpa menyebutkan tempo atau tergantung pada
syarat. Hukum thalak munjaz ini berlaku dengan keluarnya kalimat thalak
b. Thalak Mudhaf
thalak diwaktu itu apabila telah tiba. Misalnya seseorang berkata, "Kamu
terthalak besok" atau "awal bulan". Abu Hanifah dan Malik menyatakan
bahwa dia terthalak seketika itu. Asy-Syafi’i dan Ahmad menyatakan bahwa
bahwa thalak itu baru thalak itu baru berlaku sesudah jatuh tempo yang
c. Thalak Muallaq
dengan suatu perkara yang terjadi dimasa mendatang. Hal itu dilakukan
dengan menggaitkan sighat thalak dengan kata yang menunjukkan syarat atau
yang semakna dengan itu, seperti: jika, apabila, bilamana, dan sebagainya.
Anu, maka engkau terthalak, "maka thalaknya tidak jatuh. Kecuali bila ia pergi
Fuqaha mazhab Hanafi dan Syafi’i berpendapat bahwa itu dianggap thalak.
Apabila terjadi perkara yang disyaratkan, maka thalak jatuh, yakni bahwa istri
wajib membayar katarat sumpah bila ada sumpah yang diucapkan, yaitu
memberi makan sepuluh orang miskin atau memberi pakaian mereka. Jika
tidak menemukan, maka berpuasa tiga hari. Dalam thalak terdapat beberapa
Thaaliq (kamu tercerai), maka jatuh thalaknya dengan ucapan ini dan bukan
begini." Menurut kesepakatan ahli bahasa dan ulama fiqh mengandung kata
sumpah.
jatuhnya thalak, maka ucapan itu adalah sumpah. Hukumnya sama dengan
fuqaha.
Jika ia menginginkan adanya balasan ketika mengemukakan syarat itu,
maka ia tidak bersumpah. Seperti kata-kata, "Jika engkau beri aku seribu
rupiah, maka engkau tercerai." Dan, "Jika engkau berzina, maka engkau
tercerai." Maka ia berarti menjatuhkan thalak bila terjadi perbuatan keji, tidak
hanya bersumpah atas dasar perbuatan itu. Ini bukan sumpah dan tidak wajib
Para ulama dahulu dan sekarang masih tetap membagi thalak menjadi
Thalak Sunni ialah, bila suami menthalak istrinya yang tidak dipergauli
yang suci dan tidak dalam keadaan hamil, bukan wanita yang masih kecil
Thalak bid’i ialah, suami menthalak istrinya dalam keadaan haid atau
nifas atau dalam keadaan suci yang menggauli istrinya dan belum jelas
kehamilannya.
seperti thalak terhadap istri yang belum digauli dan istri yang hamil dan istri
yang sudah tidak haid (menopause) dan istri yang masih kecil.
Dalil tentang talah sunnah adalah hadits yang diriwayatkan Syaikhain
(Bukhari dan Muslim) bahwa Ibnu Umar r.a. menthalak istrinya yang sedang
haid. Kemudian Umar bertanya kepada Rasulullah Saw, tentang hal itu.
menahannya sampai ia suci, kemudian haid, kemudian suci. Jika ia mau, maka
Para ulama yang lain seperti Ibnu Hazm, Ibnu Taimiyah dan Ibnu
dibawah keumuman itu, karena ia bukan thalak yang diizinkan Allah. Akan
tetapi Allah menyuruh menjauhi thalak itu, yang jelas bahwa thalak bid'ah
Ditinjau dari segi pengaruhnya thalak terbagi menjadi thalak raj’i dan
Thalak Raj’i
Artinya: "Thalak (yang dapat dirujuk) dua kali. Setelah itu boleh rujuk
lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik."
Thalak yang ditetapkan Allah berlangsung tahap demi tahap dan boleh
menahan istrinya sesudah thalak yang pertama dengan cara yang ma'ruf
mempergauli dengan cara yang baik. Hal ini tidak terwujud, kecuali bila thalak
(menunggu) tiga kali quru'. Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang
diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari
kiamat. Dan suami-suaminya berhak merujuknya dalam masa menanti itu jika
ikatan suami istri dan tidak meremehkannya. Bahwa dalam kondisi perpecahan
dan terjadinya thalak, pintu dibiarkan tetap terbuka lebar untuk kembali dalam
kembali yang tenang dan penuh pertimbangan ketika istri tingggal bersama di
emosinya.
perlindungannya, maka ini adalah bukti bahwa keputusannya sudah final dan
istrinya. Setelah berakhir iddahnya, berakhir pula sifatnya sebagai thalak raj’i,
namun tidak menimbulkan sesuatu akibat selama wanita yang dithalak masih
dirujuk. Apabila iddahnya berakhir dan suami tidak merujuknya, maka istrinya
lepas darinya.
Apabila salah satu dari keduanya meninggal dunia, maka yang lain
mewarisi hartanya selama iddahnya belum habis dan suami wajib memberinya
nafkah. Demikian pula halnya dhihar dan ilaa' yang dilakukan suami.
Thalak Baa-in
Yaitu thalak yang memisahkan istri dari suaminya secara final sehingga
tidak boleh merujuknya. Thalak baain terbagi menjadi thalak Laa-in kecil dan
Ialah thalak yang kurang dari tiga kali. Apabila suami menceraikan
istrinya untuk kali pertama dengan satu thalak, kemudian habis iddahnya dan
tidak merujuknya sebelum iddahnya habis, maka thalak ini dinamakan thalak
baa-in, tetapi itu thalak pertama dan oleh karenanya dinamakan thalak baa-in
kecil. Dalam keadaan seperti itu ia berhak mengawininya dengan mahar dan
akad baru jika terpenuhi syarat-syarat lain untuk akad perkawinan. Demikian
pula sesudah thalak yang kedua bila habis iddahnya dan suami tidak
istrinya dengan thalak ketiga, maka terpisah untuk selamanya. Karena thalak
pertama dan kedua adalah cobaan dan ujian. Jika menjadi baik sesudah thalak
pertama, maka bisa diteruskan dan jika tidak menjadi baik sesudah thalak
kedua, maka itu adalah bukti atas kerusakan asli dalam kehidupan suami-istri,
istri sama sekali dan wanita ini tidak halal bagi suaminya, kecuali bila ia kawin
dengan laki-laki lain dengan cara yang sah dan berniat melestarikannya serta
menggauli istri secara hakiki. Selang beberapa waktu, apabila suami kedua
menceraikan dengan thalak yang wajar dan habis masa iddahnya, maka suami
yang pertama boleh mengawininya lagi. Barangkali setalah mencoba lebih dari
thalak itu. Jika memulai pergaulan baru, maka masing-masing memelihara hak
Terjadinya thalak disyaratkan bila sudah tidak ada harapan untuk berdamai
thalak (suami) seorang berakal dan baligh serta suka rela. Bilamana ia gila atau
Untuk bercerai ada dua syarat yang harus dipenuhi, Pertama yang
berkaitan dengan pihak penthalak (suami) dan yang kedua berkaitan dengan yang
dithalak (istri).
D. Hukum-Hukum Thalak
ada empat:
1. Wajib. Apabila terjadi perselisihan antara suami istri, sedangkan dua hakim
bercerai.
2. Sunat. Apabila suami tidak sanggup lagi membayar dan mencukupi
dirinya.
Saw, "Hendaknya engkau ceraikan saja perempuan itu." (Dari Muhazzab, Juz
waktu si istri dalam keadaan haid. Kedua, mejatuhkan thalak sewaktu suci
PENUTUP
istrinya. Dengan kata-kata sindiran. Thalak terbagi atas beberapa macam yaitu:
1. Thalak terang-terangan
3. Thalak Mundjaz
4. Thalak Mudha
5. Thalak Muallaq
7. Thalak Raj’i
8. Thalak Baa-in
namun tetap saja tidak dapat kembali bersatu maka boleh cerai. Sedangkann syarat
yang menjatuhkan Thalak yaitu suami yang berakal dan bhaliq serta tanpa paksaan.
perlu bercerai, sunat jika istri tidak bisa menjaga kehormatan dan suami tidak dapat
memberi nafkah, haram, ketika dalam keadaan haid dan saat suci yang telah
H. Sulaiman Rasyid, Fiqih Islam, Bandung: Sinar Baru Al Gensindo, 2005. 401-
402.
Ibid., h. 402-402.
Anshori Umar, Fiqih Wanita, Semarang: CV. Asy Syifa, 1981 h. 228.