You are on page 1of 57

2007

http://www.kalbe.co.id/cdk
ISSN : 0125-913X

Hipertensi dan Komplikasi


Serebrovaskular

Imaging in Ischemic Stroke

Ensefalopati Flu Burung

Dampak Epilepsi

Gangguan Tidur Lanjut Usia

Obat Antiparkinson dan Kantuk

Tumbuhan Narkotik : Wati

Proses dalam UCB Banking

Neurologi
vol.34 no.4/157
Juli - Agustus 2007
2007

http://www.kalbe.co.id/cdk
International Standard Serial Number: 0125 – 913X

vol. 34 no. 4 /157


Neurologi

Daftar isi :
170. Editorial
172. English Summary

Artikel
173. Hipertensi dan Komplikasi Serebrovaskular – Edi Sugiyanto
181. Imaging in Ischemic Stroke – State of the Art – N.
Venketasubramanian, Myrna Justina
186. Ensefalitis/Ensefalopati akibat Flu Burung (Infeksi Virus
Influenza Tipe A) – Kiki MK Samsi
192. Dampak Epilepsi pada Aspek Kehidupan Penyandangnya – Rizaldy
Pinzon
196. Gangguan Tidur pada Lanjut Usia - Diagnosis dan Penatalaksanaan
– Nurmiati Amir
207. Efek Episode Kantuk di Siang Hari Obat-obat Antiparkinson pada
Astrosit dilihat dengan pewarnaan imunofluoresen Pasien Parkinson’s Disease – Lili Indrawati, Mila Maidarti,
Nancy Kedersha Masfar Salim
spl

211. Komponen Tumbuhan Narkotik : Wati (Piper methysticum) –


Andria Agusta, Yuliasri Jamal

217. Proses dalam Umbilical Cord Blood Banking – Maria Teresa


Wijaya, Ferry Sandra

191. Kalender Kegiatan Ilmiah


221. Kegiatan Ilmiah
223. Kapsul
224. RPPIK
Cermin Dunia Kedokteran

EDITORIAL
Masalah gangguan peredaran darah otak menjadi artikel
pembuka di edisi ini; masalah ini memang merupakan masalah utama
di bidang neurologi, bahkan juga di bidang kesehatan/kedokteran;
bukan hanya di Indonesia, tetapi juga di dunia.
Edisi Cermin Dunia Kedokteran kali ini berisi berbagai masalah
di bidang neurologi ; termasuk yang membahas komplikasi flu burung
yang bisa menyerang susunan saraf pusat. Selain itu juga ada artikel
hasil penelitian komponen tumbuhan yang bersifat narkotik.

Artikel mengenai stem cell akan kami usahakan selalu ada di tiap
penerbitan agar selalu dapat mengikuti perkembangan atas bidang
yang sedang berkembang pesat ini

Redaksi selalu berharap agar artikel yang diterbitkan dapat


berguna menambah wawasan sejawat terhadap masalah tertentu dan
dapat dimanfaatkan dalam praktek sehari-hari.

Selamat membaca, komentar sejawat selalu kami harapkan guna


perbaikan mutu majalah ini

Redaksi

170 Cermin Dunia Kedokteran No. 157, 2007


2007

International Standard Serial Number: 0125 - 913X

KETUA PENGARAH REDAKSI KEHORMATAN


Dr. Boenjamin Setiawan Ph.D
- Prof. DR. Sumarmo Poorwo Soedarmo - Prof. DR. Hendro Kusnoto, Drg, SpOrt.
PEMIMPIN UMUM Guru Besar Purnabakti Infeksi Tropik Laboratorium Ortodonti
Dr. Erik Tapan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Trisakti
Jakarta Jakarta
KETUA PENYUNTING
Dr. Budi Riyanto W. - Prof. Drg. Siti Wuryan A Prayitno, SKM, - Prof. DR. Arini Setiawati
MScD, PhD. Bagian Farmakologi
TATA USAHA Bagian Periodontologi, Fakultas Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Dodi Sumarna Universitas Indonesia, Jakarta Jakarta

ALAMAT REDAKSI
Majalah Cermin Dunia Kedokteran, Gedung KALBE
Jl. Letjen. Suprapto Kav. 4, Cempaka Putih, Jakarta
10510, P.O. Box 3117 JKT. Tlp. 021 - 4208171
E-mail : cdk@kalbe.co.id
DEWAN REDAKSI
http: //www.kalbe.co.id/cdk
- Prof. Dr. Sjahbanar Soebianto - Dr. Karta Sadana
NOMOR IJIN Zahir MSc.
151/SK/DITJEN PPG/STT/1976
- Dr. Sujitno Fadli
Tanggal 3 Juli 1976
-
PENERBIT
Grup PT. Kalbe Farma Tbk.

PENCETAK http://www.kalbe.co.id/cdk
PT. Temprint

PETUNJUK UNTUK PENULIS

Cermin Dunia Kedokteran menerima naskah yang membahas berbagai pemunculannya dalam naskah dan disertai keterangan yang jelas. Bila terpisah
aspek kesehatan, kedokteran dan farmasi, juga hasil penelitian di bidang- dalam lembar lain, hendaknya ditandai untuk menghindari kemungkinan ter-
bidang tersebut. tukar. Kepustakaan diberi nomor urut sesuai dengan pemunculannya dalam
Naskah yang dikirimkan kepada Redaksi adalah naskah yang khusus untuk naskah; disusun menurut ketentuan dalam Cummulated Index Medicus dan/
diterbitkan oleh Cermin Dunia Kedokteran; bila pernah dibahas atau dibacakan atau Uniform Requirement for Manuscripts Submitted to Biomedical Journals
dalam suatu pertemuan ilmiah, hendaknya diberi keterangan mengenai nama, (Ann Intern Med 1979; 90 : 95-9).
tempat dan saat berlangsungnya pertemuan tersebut. Contoh :
Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau Inggris; bila menggunakan 1. Basmajian JV, Kirby RL.Medical Rehabilitation. 1st ed. Baltimore, London:
bahasa Indonesia, hendaknya mengikuti kaidah-kaidah bahasa Indonesia yang William and Wilkins, 1984; Hal 174-9.
berlaku. Istilah medis sedapat mungkin menggunakan istilah bahasa Indonesia 2. Weinstein L, Swartz MN. Pathogenetic properties of invading micro-
yang baku, atau diberi padanannya dalam bahasa Indonesia. Redaksi berhak organisms. Dalam: Sodeman WA Jr. Sodeman WA, eds. Pathologic physio-
mengubah susunan bahasa tanpa mengubah isinya. Setiap naskah harus disertai logy: Mechanism of diseases. Philadelphia: WB Saunders, 1974;457-72.
dengan abstrak dalam bahasa Indonesia. Untuk memudahkan para pembaca 3. Sri Oemijati. Masalah dalam pemberantasan filariasis di Indonesia. Cermin
yang tidak berbahasa Indonesia lebih baik bila disertai juga dengan abstrak Dunia Kedokt. 1990; 64: 7-10.
dalam bahasa Inggris. Bila tidak ada, Redaksi berhak membuat sendiri abstrak Bila pengarang enam orang atau kurang, sebutkan semua; bila tujuh atau lebih,
berbahasa Inggris untuk karangan tersebut. sebutkan hanya tiga yang pertama dan tambahkan dkk.
Naskah diketik dengan spasi ganda di atas kertas putih berukuran kuarto/ Naskah dikirimkan ke alamat : Redaksi Cermin Dunia Kedokteran, Gedung
folio, satu muka, dengan menyisakan cukup ruangan di kanan kirinya, lebih KALBE, Jl. Letjen Suprapto Kav. 4, Cempaka Putih, Jakarta 10510 P.O.
disukai bila panjangnya kira-kira 6 - 10 halaman kuarto disertai/atau dalam Box 3117 JKT. Tlp. (021) 4208171. E-mail : cdk@kalbe.co.id
bentuk disket program MS Word. Nama (para) pengarang ditulis lengkap, Pengarang yang naskahnya telah disetujui untuk diterbitkan, akan diberitahu
disertai keterangan lembaga/fakultas/institut tempat bekerjanya. Tabel/skema/ secara tertulis.
grafik/ilustrasi yang melengkapi naskah dibuat sejelas-jelasnya dengan tinta Naskah yang tidak dapat diterbitkan hanya dikembalikan bila disertai
hitam agar dapat langsung direproduksi, diberi nomor sesuai dengan urutan dengan amplop beralamat (pengarang) lengkap dengan perangko yang cukup.

Tulisan dalam majalah ini merupakan pandangan/pendapat masing-masing penulis dan


tidak selalu merupakan pandangan atau kebijakan instansi/lembaga/bagian tempat kerja
si penulis.
English Summary
IMAGING IN ISCHEMIC STROKE: mental disability, epilepsy often PROCESS IN UMBILICAL CORD
STATE OF THE ART results in serious psychosocial BLOOD BANKING
consequences for the individual
N. Venketasubramanian*, Myrna Maria Teresa Wijaya, Ferry
and the family. The stigma
Justina** Sandra
attached to epilepsy prevents
individuals with epilepsy from Stem Cell and Cancer Institute,
*Senior Consultant of Neuro-
normal daily life, including Kalbe Farma Pharmaceutical
sonology, National Neuroscience
education, marriage, work and Company, Jakarta, Indonesia
Institute (NNI), Singapore
sports.
**Medical Officer, Mitra Keluar- Since its first application in
ga Bekasi Hospital, Indonesia allogeneic transplantation in
Cermin Dunia Kedokt.2007;34(4):192-5
rp 1988, umbilical cord blood has
Exciting advances in ana-
been mentioned in literatures as
tomical imaging have greatly CHEMICAL COMPONENTS OF an alternative source of stem
improved our capacity to detect PIPER METHYSTICUM cells to bone marrow. And given
pathologic process in nervous
all the advantages that it has to
system , localize these processes Andria Agusta, Yuliasri Jamal offer, umbilical cord blood is
in the nervous system precisely,
slowly gaining its position to
and predict the type of disease. Treub Laboratory, Botanical Re- replace bone marrow as the
The rapid evolution of techni- search and Development, Cen- main source of stem cells for
ques of anatomical imaging has ter for Biological Research and therapy. As its significance in the
occurred in parallel with Development, Indonesian Insti- clinical setting increases, ideas
developments in physiological tute of Science, Bogor, Indonesia start to emerge to build UCB
imaging.
banks to store the stem cells for
Cermin Dunia Kedokt.2007;34(4):181-5 Wati (P. methysticum) has
nv, mj future use. The processes in UCB
been known as a narcotic plant. banking can generally be
EFFECTS OF EPILEPSY ON Sixty-one components consisted divided into three steps: isolation
PATIENTS’ DAILY LIFE of alkanes, oxygenated hydro- of UCB, processing and
carbons, fatty acids, steroids and screening, and the long-term
Rizaldy Pinzon
alkaloids were detected from storage. In each of these
Dept. of Neurology, Dr. M. stem extract using GCMS ana- processes, there are many
Haulussy Regional Hospital, lysis. Ten major components were factors that could affect the
Ambon, Indonesia identified as 4,11,11-trimethyl-8- quality of the UCB obtained.
Epilepsy is one of the most methylen bicyclo-7,2,0- unec-4- Since the quality of the
common neurological disorders ena; 1-(2-methoxy-benzoil)-2- transplanted unit plays a very
with complex problem. Epilepsy (methoxy-methyl) pirolidina; p- crucial role in determining the
places a significant burden on undecyl anisol; dihydro-kawain; success of UCB transplantation, it
communities, especially in dihydromethystisin;yangonin; 2,3- is imperative to maximize the
developing countries where it dihydro-3,5-dihydro-xy-6-methyl- outcome of each of the steps in
may remain largely untreated. 4H-pyran-4-on, levulinic acid and UCB banking.
This review showed that injury rate 2 unknown components; the
other fifty-one are minor Cermin Dunia Kedokt.2007;34(4):217-20
and mortality rate were higher mtw, fsa
among epilepsy sufferers than in components.
normal population. Cermin Dunia Kedokt.2007;34(4):211-6
In addition to physical and aa, yj

172 Cermin Dunia Kedokteran No. 157, 2007


Hipertensi dan Komplikasi Serebrovaskular

TINJAUAN PUSTAKA

Hipertensi dan Komplikasi


Serebrovaskular
Edi Sugiyanto
Peserta didik Program Pendidikan Spesialis Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro / RS Dr Kariadi Semarang

PENDAHULUAN Tabel 1. Klasifikasi tekanan darah tinggi pada orang dewasa 18 tahun
ke atas (JNC VI).
Hipertensi merupakan kelainan kardiovaskular yang
Category Systolic (mmHg) Diastolic ( mmHg)
masih banyak dijumpai dalam masyarakat. Prevalensi
Optimal < 120 dan < 80
hipertensi dalam masyarakat Indonesia cukup tinggi meskipun Normal <130 dan < 85
tidak setinggi di negara-negara yang sudah maju yaitu sekitar Normal 130 –139 atau 85 – 89
Tinggi
10%. Penanganan penderita hipertensi di Indonesia masih Hipertensi
belum baik dan drop out terapi masih cukup tinggi, sehingga Derajat 1 140 – 159 atau 90 – 99
Derajat 2 160 – 179 atau 100 – 109
tidak mengherankan bila komplikasi hipertensi masih sering Derajat 3 ≥ 180 atau ≥110
dijumpai dalam praktek sehari-hari(1). Komplikasi hipertensi
dapat mengenai target organ jantung, otak (serebrovaskular), Hipertensi sistolik terisolasi didefinisikan sebagai tekanan
mata dan ginjal. Komplikasi hipertensi pada otak dapat sistolik 140 mmHg atau lebih dan tekanan diastolik di bawah
berupa ensefalopati hipertensi, hipertensi maligna, stroke 90 mmHg(4).
hemoragik dan stroke non hemoragik (iskemik)(1,2). Sedangkan JNC VII mengklasifikasikan hipertensi pada
Penanganan penderita hipertensi dengan komplikasi otak orang berusia 18 tahun ke atas sebagai berikut (tabel 2) (5).
dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu keadaan bukan krisis
Tabel 2. Klasifikasi tekanan darah tinggi pada orang dewasa 18 tahun
hipertensi yang terjadi pada stroke non hemoragik, dan ke atas (JNC VII).
keadaan krisis hipertensi yang didapatkan pada ensefalopati
hipertensi, stroke hemoragik dan hipertensi maligna(1,3). BP Classification
Systolic BP Diastolic BP
(mmHg ) (mmHg)
Normal ≤ 120 and < 80
HIPERTENSI Prehypertension 120 –139 or 80 –89
Stage 1 hypertension 140 –159 or 90 –99
Stage 2 hypertension ≥ 160 or ≥ 100
Definisi
The Sixth Joint National Committee on Prevention,
PATOGENESIS HIPERTENSI
Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure
Tekanan darah dipengaruhi oleh curah jantung dan
(1997) mendefinisikan hipertensi sebagai tekanan darah
tahanan perifer. Berbagai faktor yang mempengaruhi curah
sistolik 140 mgHg atau lebih atau tekanan darah diastolik 90
jantung dan tahanan perifer akan mempengaruhi tekanan darah
mmHg atau lebih atau sedang dalam pengobatan anti
(gb. 1).
hipertensi(4).
Tekanan darah membutuhkan aliran darah melalui
Klasifikasi pembuluh darah yang ditentukan oleh kekuatan pompa jatung
JNC VI membuat klasifikasi hipertensi sbb: (cardiac output) dan tahanan perifer (peripheral resistance).

Cermin Dunia Kedokteran No. 157, 2007 173


Hipertensi dan Komplikasi Serebrovaskular

Sedangkan cardiac output dan tahanan perifer HIPERTENSI DAN KOMPLIKASI SEREBROVAS-
dipengaruhi oleh faktor-faktor yang saling berinteraksi KULAR
(asupan natrium, stres, obesitas, genetik dan lain-lain). Hipertensi yang tidak diobati dengan baik akhirnya
Hipertensi terjadi jika terdapat abnormalitas faktor-faktor menyebabkan komplikasi pada target organ yaitu jantung,
tersebut(2). mata, ginjal dan otak (serebrovaskular).
Komplikasi hipertensi pada otak dapat bersifat akut atau
kronik. Komplikasi hipertensi pada otak yang sifatnya akut
biasanya karena kenaikan tekanan darah yang cepat dan
mendadak seperti pada ensefalopati hipertensi. Sedangkan
komplikasi yang bersifat kronik berupa kelainan-kelainan
pembuluh darah otak berupa:
1. Nodular atherosklerosis (atheroma)
2. Charcot-Bouchard aneurysm
3. Fibrinoid necrosis

Ad.1. Nodular atherosklerosis (atheroma)


Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko terpenting
Gambar 1. Beberapa faktor yang terlibat pada kontrol tekanan darah(2). untuk terjadinya atheroma di pembuluh darah otak. Faktor
Awalnya kombinasi faktor herediter dan faktor risiko lainnya adalah: diabetes melitus, merokok,
lingkungan menyebabkan perubahan homeostasis hiperkolesterolemia. Mekanisme terjadinya atheroma dapat
kardiovaskular (prehypertension), namun belum cukup dilihat pada gambar 6. Atheroma dapat menyebabkan
meningkatkan tekanan darah sampai tingkat abnormal; komplikasi stroke nonhemoragik(1).
walaupun demikian cukup untuk memulai kaskade yang
beberapa tahun kemudian menyebabkan tekanan darah Ad. 2. Charcot-Bouchard aneurysm
biasanya meningkat (early hypertension). Sebagian orang Hipertensi dianggap sebagai satu-satunya faktor utama
dengan perubahan gaya (pola) hidup dapat menghentikan untuk terjadinya aneurisma ini. Tekanan darah yang terus
kaskade (proses) tersebut dan kembali ke normotensi. menerus tinggi dan sudah disertai komplikasi aneurisma
Sebagian lainnya akhirnya berubah menjadi established Charcot-Bouchard dapat mengakibatkan komplikasi stroke
hypertension (hipertensi menetap), yang jika berlangsung hemoragik(1).
lama dapat menyebabkan komplikasi pada target organ(2).
Ad. 3. Fibrinoid necrosis
Komplikasi lain hipertensi pada pembuluh darah otak
adalah terjadinya fibrinoid necrosis; mekanisme terjadinya
Heredity - environment dapat dilihat pada gb. 5. Kelainan pembuluh darah ini akan
bermanifestasi klinis sebagai hipertensi maligna(1).
Prehypertension (0 – 30 th)
Berdasarkan perubahan pembuluh darah otak akibat
hipertensi, maka komplikasi serebrovaskuler hipertensi dapat
Early hypertension (20 – 40 th)
berupa : (1,6)
1. Ensefalopati hipertensi
Established hypertension (30 – 50 th)
2. Hipertensi maligna

Uncomplicated Complicated

Accelerated Cardiac Large vessel Cerebral Renal


Malignant hypertrophy aneurysm ischemia nephrosclerosis
Course failure infarction dissection thrombosis failure
hemorrhages

Gambar 2. Riwayat alamiah hipertensi primer yang tidak diterapi

174 Cermin Dunia Kedokteran No. 157, 2007


Hipertensi dan Komplikasi Serebrovaskular

3. Stroke hemoragik ↑↑ Blood pressure


4. Stroke non hemoragik

ENSEFALOPATI HIPERTENSI Intense reflex cerebral vasoconstriction


(Exaggerated autoregulation)
Hypertensive encephalopathy (HE) atau ensefalopati
hipertensi adalah sindrom klinik akut reversibel yang
dipresipitasi oleh kenaikan tekanan darah tiba-tiba sehingga
↑↑ Cerebral blood flow
melampaui batas otoregulasi otak. HE dapat terjadi pada
normotensi yang tekanan darahnya mendadak naik menjadi
160/100 mmHg. Sebaliknya mungkin belum terjadi pada
penderita hipertensi kronik meskipun tekanan arteri rata-rata
mencapai 200 atau 225 mmHg(1). Focal cerebral ischemia Vessel wall Global cerebral
- Transient focal deficits ischemia ischemia
Selain akibat kegagalan atau keterlambatan pengobatan - Focal seizure
penderita hipertensi, HE juga dapat terjadi akibat penyakit
tertentu (tabel 3).

Tabel 3. Etiologi hipertensi ensefalopati(6). Arteriolar and capillary


damage

Malignant hypertension of any cause


Acute glomerulonephritis
Eclampsia
Renovascular hypertension
Post coronary artery bypass hypertension Localized cerebral edema Petechial hemorrhages
Abrupt withdrawal of antihypertensive therapy
Monoamine oxidase inhibitor-tyramine interaction
Pheochromocytoma
Phencyclidine poisoning Gambar 3. Teori overregulasi pada Hipertensi ensefalopati(6).
Phenylpropanolamine overdose
Acute renal artery occlusion komponen plasma yang akhirnya menimbulkan edema otak
Transplant renal artery stenosis or acute rejection (gambar 4)(2,6).
Acute or chronic spinal cord injuries
Secara patologi anatomi di dalam otak akan dijumpai
adanya edema, perdarahan kecil-kecil sampai infark kecil dan
Patofisiologi HE nekrosis fibrinoid arteriol(2,6).
Ada 2 teori yang dapat menerangkan hal tersebut yaitu: Gejala klinik berupa nyeri kepala hebat, mual, muntah,
1. Reaksi otoregulasi yang berlebihan (The overregulation rasa ngantuk dan keadaan bingung. Bila berlanjut dapat
theory of hypertensive encephalopathy). terjadi kejang umum, mioklonus dan koma. Jarang
Kenaikan tekanan darah yang mendadak menimbulkan reaksi menyebabkan gangguan saraf fokal seperti hemiparesis,
vasospasme arteriol yang hebat disertai penurunan aliran afasia, kejang-kejang fokal atau kebutaan akibat kelainan
darah otak dan iskemi. Vasospasme dan iskemi akan retina atau kortikal(1,2,6).
menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler, nekrosis Jika tekanan darah tidak segera diturunkan penderita
fibrinoid, dan perdarahan kapiler yang selanjutnya akan jatuh dalam koma dan meninggal dalam beberapa jam.
mengakibatkan kegagalan sawar darah-otak sehingga dapat Sebaliknya dengan menurunkan tekanan darah secepatnya
timbul edema otak. (gambar 3)(2,6). secara dini prognosis umumnya baik dan tidak menimbulkan
gejala sisa. Nyeri kepala, bingung, mual, muntah akan cepat
2. Kegagalan otoregulasi (The breakthrough theory of menghilang dalam beberapa jam. Faal ginjal akan membaik
hypertensive encephalopathy). dalam beberapa hari. Sedangkan hilangnya papil edema akan
Tekanan darah tinggi yang melampaui batas regulasi dan memerlukan waktu beberapa minggu(1).
mendadak menyebabkan kegagalan otoregulasi sehingga tidak Pengobatan menggunakan obat antihipertensi parenteral
terjadi vasokonstriksi tetapi justru vasodilatasi. Vasodilatasi dengan obat pilihan diazoxide; dapat juga digunakan
awalnya terjadi secara segmental (sausage string pattern), nitroprusid, trimethaphan atau klonidin. Obat yang harus
tetapi akhirnya menjadi difus. Permeabilitas segmen endotel dihindari pada HE adalah reserpin dan metildopa karena efek
yang dilatasi terganggu sehingga menyebabkan ekstravasasi sedatifnya dapat menyulitkan evaluasi klinik(1,7).

Cermin Dunia Kedokteran No. 157, 2007 175


Hipertensi dan Komplikasi Serebrovaskular

HIPERTENSI MALIGNA Fibrinogen dan beberapa protein plasma lain yang


Hipertensi maligna (HM) merupakan keadaan klinik mengalami ekstravasasi akan mengaktifkan sistim pembekuan
yang berhubungan dengan terjadinya necrotizing arteriolitis darah yang akan menyebabkan deposisi fibrin pada dinding
(fibrinoid necrosis) akibat tekanan tinggi (biasanya > 200/130 dan lumen pembuluh darah yang akhirnya menyebabkan
mmHg). nekrosis fibrinoid. Denudasi endothel akan menyebabkan
trombosit melepaskan PADAGF. PADAGF akan menyebab-
kan proliferasi otot polos, yang selanjutnya mengakibatkan
Blood Pressure deposisi mukopolisakarida yang akhirnya bersama-sama
dengan nekrosis fibrinoid menyebabkan penyempitan lumen
pembuluh darah. Penyempitan pembuluh darah akan
menyebabkan iskemia pada organ target(2,6).
Failure of auto regulation
Gambaran klinis HM merupakan gabungan gejala dan
tanda yang bervariasi seperti pada tabel 4.
Forced vasodilatation Pada pemeriksaan urine didapatkan eritrosit, leukosit,
protein dan bermacam-macam silinder. Di darah perifer
sering didapatkan schistocytosis dan burr cell. Kadar ureum
Endothelial permeability - hyperperfusion
- capillary hydrostatic pressure dan kreatinin darah dapat meningkat akibat terganggunya faal
ginjal(2,6).
Prognosis tergantung tingkat gangguan faal jantung,
ginjal dan otak. Bila tidak diobati mortalitas dapat mencapai
Cerebral Edema 90 % dalam 1 tahun. Woods dan Blythe (1967) meneliti
pengobatan yang baik pada 20 penderita HM; 50 % masih
hidup setelah 1 tahun, 35 %setelah 2 tahun, 20 % setelah 5
tahun dan setelah 7 tahun 10 % dari penderita masih hidup(1)
Hypertensive Encephalopathy
(headache, nausea, vomiting, altered
mental status, convulsions) Tabel 4. Gambaran klinik hipertensi maligna(2)

Blood pressure Usually > 140 mmHg diastolic


Funduscopy Hemorrhages, exudates, papilledema
Gambar 4. Teori Breakthrough pada Ensefalopati hipertensi(6). Neurologic signs Headache, confusion, somnolence, stupor,
vision loss, local deficits, seizure, coma
Renal status Oliguria, azotemia
Fibrinoid necrosis terutama terjadi di otak dan ginjal GI status Nausea, vomiting
menyebabkan retinopati hebat (Keith-Wagener III atau IV),
Pengobatan HM tergantung keadaan kliniknya, tekanan
nefrosklerosis maligna disertai keadaan klinik yang cepat
darah perlu segera diturunkan dalam beberapa jam atau dalam
memburuk; dapat disertai dengan payah jantung kiri akut dan
beberapa hari. Untuk itu perlu obat anti hipertensi parenteral,
ensefalopati. Kadang-kadang penderita HM ditemukan
meskipun pada kasus-kasus tertentu cukup dengan pemberian
pertama kali dengan gejala transient ischemic attack (TIA),
obat antihipertensi peroral. Obat-obat antihipertensi yang
stroke atau payah jantung kiri akut(1,2)
dianjurkan: diazoxide, nitroprussid, trimetaphan dan
Mekanisme kerusakan pembuluh darah dan iskemi
clonidin(1,2).
jaringan pada hipertensi maligna dilukiskan pada gambar 5.
Hipertensi berat baik primer atau sekunder dalam jangka
GANGGUAN PEREDARAN DARAH OTAK
lama akan menyebabkan penebalan dan remodeling dinding
Tekanan darah yang sangat tinggi dapat mengakibatkan
pembuluh darah sebagai adaptasi terhadap stres mekanik oleh
terjadinya gangguan peredaran darah otak/stroke hemoragik ;
tekanan darah yang tinggi. Bila tekanan darah terus tinggi
yang dapat dibedakan atas 2 jenis yaitu: perdarahan
maka akhirnya menyebabkan vasodilatasi yang merusak
subarachnoid dan perdarahan intraserebral(3,8).
pembuluh darah.
Meningkatnya beberapa hormon lain (katekolamin,
PERDARAHAN SUBARACHNOID (PSA)
vasopresin dan lain-lain) akibat deplesi volume secara
Pada perdarahan subarachnoid, darah keluar dari dinding
sinergis menyebabkan kerusakan pembuluh darah.
pembuluh darah menuju ke permukaan otak dan tersebar

176 Cermin Dunia Kedokteran No. 157, 2007


Hipertensi dan Komplikasi Serebrovaskular

dengan cepat melalui aliran cairan otak (LCS) ke dalam menghilangkan spasme yang bahkan akan memperbanyak
ruangan di sekitar otak. Perdarahan seringkali berasal dari perdarahan. Dalam hal ini sebaiknya tekanan darah
rupturnya aneurisma di basal otak (pada sirkulasi Willisii). diturunkan hati-hati dengan selalu mengevaluasi keadaan
Umumnya PSA timbul spontan, 10% disebabkan karena neurologiknya(1,8). Prognosis tergantung dari luas kerusakan
tekanan darah yang naik dan terjadi saat aktivitas(8). jaringan otak dan lokasi perdarahannya(1). Pengobatan
sebaiknya menggunakan antihipertensi parenteral yang dapat
Gejala PSA(8,9) dititrasi efeknya seperti nitroprusid(1,3).
1) Serangan mendadak dengan nyeri kepala hebat didahului
suatu perasaan ringan atau ada sesuatu yang meletus di STROKE NON HEMORAGIK (SNH)
dalam kepala. Stroke Non Hemoragik (SNH) akibat hipertensi, terjadi
2) Kaku kuduk merupakan gejala spesifik yang timbul akibat proses tromboemboli sebagai komplikasi
beberapa saat kemudian. arteriosklerosis nodular pembuluh darah otak. Hipertensi
3) Kesadaran dan fungsi motorik jarang terganggu hanya merupakan salah satu faktor risiko arteriosklerosis di
4) CSS berwarna merah yang menunjukkan perdarahan samping faktor risiko lain seperti hiperlipidemi dan diabetes
dengan jumlah eritrosit lebih dari 1000 /mm3 melitus. Hipertensi dapat meningkatkan risiko aterotrombosis
sampai 4 kali(3,8). Menurut hipotesis response to injury, aliran
PERDARAHAN INTRASEREBRAL (PIS) darah dapat menyebabkan denudasi /kerusakan sel endotel di
Istilah perdarahan intraserebral melukiskan perdarahan tempat tertentu. Adanya faktor-faktor sistemik lain seperti
yang langsung masuk ke substansi otak. Sekitar 70-90 % dislipidemi, hipertensi, merokok, hiperglikemi dan lain-lain
kasus PIS disebabkan oleh hipertensi. Perdarahan akibat akan menyebabkan kaskade terjadinya atherosklerosis.
pecahnya arteri perforata subkortikal yaitu : a. lentikulostriata Sekarang diketahui bahwa bukan denudasi endothel
dan a. perforata thalamika (ciri anatomis khas untuk PIS melainkan disfungsi endotellah yang merupakan salah satu
akibat hipertensi)(8). manifestasi dini atherosklerosis. Disfungsi endotel yang
Patogenesis PIS adalah akibat rusakya struktur vaskuler disebabkan oleh faktor-faktor risiko tradisional tersebut dapat
yang sudah lemah akibat aneurisma, yang disebabkan oleh terjadi secara lokal, akut dengan perubahan kronik yang
kenaikan tekanan darah, atau pecahnya pembuluh darah otak menngkatkan permeabilitas plasma lipoprotein, pengurangan
akibat tekanan darah yang melebihi toleransi (Yatsu dkk.) bioavailabilitas NO, hiperadhesi lekosit, gangguan
Tole dan Utterback mengatakan bahwa penyebab PIS adalah keseimbangan zat vasoaktif, zat perangsang dan penghambat
pecahnya mikroaneurisma Charcot-Bouchard akibat kenaikan pertumbuhan, zat pro dan antithrombotik. Hal ini merupakan
tekanan darah(1,3,8). permulaan proses proliferatif di dinding arteri yang akan
Gejala dan tanda klinis berkaitan dengan lokasi, berkembang menjadi plak atherosklerosis. (Gb. 6)(2,10,11).
kecepatan perdarahan dan besarnya hematom. Serangan
selalu terjadi mendadak, saat aktif baik aktivitas fisik maupun PENANGANAN PENDERITA HIPERTENSI DENGAN
emosi, jarang saat istirahat. Gejala awal merupakan KOMPLIKASI SEREBROVASKULER
manifestasi kenaikan tekanan darah seperti : nyeri kepala, Dapat dibedakan menjadi 2 macam yaitu:
mual dan muntah, epistaksis, penurunan daya ingat. a. Keadaan bukan krisis hipertensi pada stroke non-
Penurunan kesadaran sampai koma akibat kegagalan hemoragik.
otoregulasi atau kenaikan tekanan intrakranial akibat adanya Pada keadaan tidak terjadi krisis hipertensi, pengendalian
hematom. Hematom >3 cm dapat menyebabkan penurunan tekanan darah pada prinsipnya sama seperti pada penderita
kesadaran(8,9). hipertensi biasa dengan mengingat beberapa hal yang khas;
Kejang didapatkan pada 7-11% kasus. Kaku kuduk dapat adalah dengan modifikasi gaya hidup dan obat anti hipertensi
dijumpai jika perdarahan mencapai ruang subarachnoid. Pada sesuai dengan komplikasi yang ada, dalam hal ini stroke;
umumnya penderita mengalami kelemahan/kelumpuhan maka pilihannya adalah diuretik dan ACE inhibitor(1,5,12).
separuh badan kontralateral terhadap sisi lesi dengan refleks b. Keadaan krisis hipertensi pada ensefalopati hipertensi,
Babinski positif. Defisit motorik ini berkembang dalam hipertensi maligna dan stroke hemoragik.
beberapa menit sampai beberapa jam(8). Dibedakan menjadi 2 keadaan berdasar pengelolaannya :
Di sekitar tempat perdarahan biasanya terjadi reaksi hipertensi emergensi yaitu keadaan hipertensi yang
spasme pembuluh darah; penurunan tekanan darah dapat memerlukan penurunan tekanan darah segera untuk

Cermin Dunia Kedokteran No. 157, 2007 177


Hipertensi dan Komplikasi Serebrovaskular

mencegah kerusakan organ target dan hipertensi urgensi adalah pemeriksaan kadar hematokrit dan pemeriksaan darah
yang memerlukan penurunan tekanan darah dalam beberapa hapus, urinalisis, pemeriksaan kimia darah yang meliputi
jam(7,13). kadar kreatinin, glukosa dan elektrolit. Di samping itu juga
Yang termasuk hipertensi emergensi adalah hipertensi pemeriksaan foto thorax dan elektrokardiogram(13).
ensefalopati dan hipertensi maligna dengan komplikasi stroke Obat anti hipertensi parenteral digunakan pada keadaan
hemoragik. Sedang yang termasuk hipertensi urgensi adalah hipertensi emergensi (tabel 5) ; antara lain: (2,7,13)
hipertensi maligna(13). • Sodium Nitroprusid, vasodilator yang dianggap terbaik
untuk krisis hipertensi karena efeknya mudah
dikendalikan. Sebaiknya tidak digunakan pada penderita
hamil.
• Trimetafan etamsilat, suatu penyekat ganglion ;
digunakan terutama pada diseksi aneurisma aorta.
• Labetalol, terutama digunakan pada kegawatan
perioperatif, tirotoksikosis dan faeokromositoma.
• Nitrogliserin digunakan terutama pada sebelum, saat dan
sesudah operasi pintas koroner dan jantung.
• Hidralasin, sering digunakan pada kehamilan.
• Metildopa, sering digunakan pada kehamilan.
• Diazoksid, tidak mempengaruhi aliran darah otak.
• Enalaprilat, digunakan pada penyakit jantung kongestif
• Nikardipin dan nimodipin, digunakan pada perdarahan
subarakhnoid.
• Reserpin, jarang digunakan karena efek antihipertensinya
Gambar 6. Diagram efek hipertensi pada dinding arteri(2) sukar diduga dan membutuhkan dosis besar.
Klonidin, meskipun tidak disebut sebagai obat untuk
Tujuan pengelolaan krisis hipertensi adalah menurunkan krisis hipertensi, sering digunakan karena mudah didapat di
tekanan darah secara cepat dan seaman mungkin untuk Indonesia. Obat ini dapat digunakan secara bolus intravena,
menyelamatkan jiwa penderita. Akan tetapi tetap harus diingat jika perlu dapat diulang sampai tiga kali pemberian. Selain itu
bahwa tekanan darah yang terlalu rendah akan menyebabkan dapat juga digunakan secara infus drip dengan dosis 0,9-1,05
hipoperfusi otak maupun jantung. Untuk menghindari hal ini mg. dalam larutan dekstrosa. Pemberian intramuskulerpun
sebaiknya tekanan darah diastolik tidak lebih rendah dari 100 cukup efektif (1,13).
mmHg atau penurunan mean arterial blood pressure (MAP) Selain klonidin parenteral, obat antihipertensi lain yang
tidak lebih dari 25% dalam waktu antara beberapa menit dapat digunakan adalah diltiazem intravena meskipun belum
sampai 6 jam. Diperlukan perawatan di rumah sakit karena banyak pengalaman penggunaannya. Cara ini dapat
menggunakan obat anti hipertensi secara parenteral(7,13). menurunkan tekanan darah dalam 5-10 menit dan bermanfaat
Khusus untuk hipertensi dengan komplikasi stroke untuk proteksi vaskuler otak, jantung dan ginjal(13).
hemoragik dipakai konsensus bahwa tekanan darah harus Jika pemberian parenteral tidak mungkin, dapat
diturunkan untuk menurunkan risiko pembesaran hematom digunakan preparat peroral yang juga telah terbukti
dan perdarahan ulang. Dianjurkan tekanan darah turun < 20%, menurunkan tekanan darah secara cepat; yaitu: klonidin,
sedangkan JNC VI menganjurkan kontrol tekanan darah kaptopril, labetalol dan nifedipin dengan dosis sama seperti
160/100 mgHg(14). yang digunakan pada hipertensi urgensi(2,13).
Termasuk dalam pengelolaan ini adalah anamnesis Joint National Committee on Detection Evaluation and
riwayat hipertensi, penggunaan obat antihipertensi ataupun Treatment of High Blood Pressure merekomendasikan empat
obat-obat lain, gejala serebral, kardiovaskular dan gangguan obat antihipertensi peroral untuk keadaan hipertensi urgensi
visus, pemeriksan fisik yang meliputi tekanan darah, yaitu klonidin, nifedipin, kaptopril dan labetalol.
funduskopi, status neurologi, status kardiopulmoner, dan Klonidin dapat diberikan secara loading dose 0,1-0,2 mg dan
status hidrasinya. Pemeriksaan laboratorium yang dianjurkan dapat ditambah tiap jam sampai total dosis 0,6 mg. Selain itu

178 Cermin Dunia Kedokteran No. 157, 2007


Hipertensi dan Komplikasi Serebrovaskular

dapat juga diberikan klonidin dosis awal 0,3 mg., diikuti 0,1 Report of the Joint National Committee on Prevention Detection,
Evaluation and Treatment of High Blood Pressure. JAMA 2003; 289:
mg/jam sampai 0,7 mg. Kaptopril dapat diberikan dengan
2561-2726
dosis 25-50 mg, efeknya akan terlihat setelah 30 menit, 6. Nolan CR, Linas SL. Malignant hypertension and other hypertensive
optimal setelah 50-90 menit dan bertahan selama 6 jam(4,13). crises. In Schrier RW, Schalk CW eds. Disease of the Kidney. 5 th ed.
Boston: Little Brown and Co. 1992. p. 1555-1606

Tabel 5. Obat parenteral untuk hipertensi emergensi(4)

Lama
Obat Dosis Onset Efek samping Keterangan
kerja
Sodium Hati-hati pada
0,25-10 µg/kgbb/mnt segera 1-2 mnt Mual, muntah, keringat
nitroprusid uremia, pe↑ TIK
Nikardipin
5-15 mg/jam 5-10 mnt 1-4 jam Takikardi, flushing Hati-hati pada PJK
HCl
Hati-hati pada
Fenoldepam 0,1-0,3 µg/kgbb/mnt <5mnt 30 mnt Takikardi, nausea, flushing
glaukoma
Baik pada iskemia
Nitrogliserin 5-100 µg/mnt 2-5 mnt 3-5 mnt Nyeri kepala, muntah
koroner
Baik pada gagal jtg,
Enaprilat 1,25-5 mg tiap 6 jam 15-30 mnt 6 jam TD tiba-2 turun pada hiperenimia
hindari pada IMA
Hidralazin 10-20 mg IV, 15 mnt
3-8 jam Takikardi, muntah,nyeri kepala Baik pada eklamsi
HCl 10-50 mg IM 25 mnt
Diazoksid 50-100 mg IV 2-4 mnt 6-12 mnt Nausea, muntah, angina Obat obsolete
20-80 mg IV Hindari pada gagal
Labetalol 5-10 mnt 3-6 jam Muntah, rasa terbakar di leher
bolus/10mnt jantung akut
Baik pada diseksi
Esmolol HCl 250-500 µg/kgbb/mnt 1-2 mnt 10-20 mnt Hipotensi, mual
aorta
Baik pada kelebihan
Fentamin 5-15 mg IV 1-2 mnt 3-10 mnt Takikardi, flushing, ,nyeri kepala
katekolamin

PENGELOLAAN SETELAH KRISIS HIPERTENSI


Setelah penderita terbebas dari krisis, selanjutnya
7. Endang Susalit. Penatalaksanaan krisis hipertensi. Dalam Alwi I,
dianjurkan mencari etiologi hipertensi. Umumnya hipertensi
Bawazier LA eds. Penatalaksanaan kedaruratan di bidang Ilmu Penyakit
berat adalah akibat hipertensi sekunder renovaskuler. Dalam. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit
Selanjutnya penderita akan mendapat terapi hipertensi secara Dalam FK UI. 2002. 109-116.
teratur yang pada umumnya merupakan kombinasi beberapa 8. Toole JF. Cerebrovascular disorder, Intracerebral hemorrhge. New
York: Raven Press; 1990. 365 -77
obat anti hipertensi(13).
9. Mayer SA, Bernardini GL. Subarachnoid hemorrhage. In Rowland LP
ed. Merritt’ Neurology. 10 th. ed. Philadelphia : Lippincott Williams &
Wilkins; 2000. 260-7
KEPUSTAKAAN 10. Tanuwidjoyo S. Recent development in pathogenesis of atherosclerosis.
Dalam Tanuwidjoyo, Sodiqur Rifqi eds. Atherosclerosis. Semarang:
1. Imam Parsudi A. Penyakit pembuluh darah otak dan hipertensi. Dalam Badan Penerbit Universitas Diponegoro; 2003. 13-8
Imam Parsudi A. Kumpulan karya ilmiah. Bagian Ilmu Penyakit Dalam 11. The pathogenesis of atherosclerosis. Harrison’s Principles of Internal
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Medicine 15 th ed. CD-ROM Libby P. Mc Graw-Hill; 2001
2. Kaplan NM. Kaplan’s Clinical Hypertension. 8 th ed. Philadelphia: 12. PROGRESS Collaborative group. Randomised trial of the perindropil
Lippincott Williams & Wilkins, 2002. p. 137-168 based blood pressure lowering regiment among 6105 individual with
3. Bolton CF, Young GB. Neurological complications of renal disease. previous stroke or transient ischemic attack. Lancet 2001; 358; 1033-41
Boston: Butterworths ; 1990. p 121-130 13. Arwedi Artanto. Hipertensi krisis. Dalam Soehardjono ed. Kedaruratan
4. National Institutes of Health. The Sixth Report of the Joint National Medik II. PIT V PAPDI Cabang Semarang. Semarang : Badan Penerbit
Committee on Prevention Detection, Evaluation and Treatment of High Universitas Diponegoro; 2001.203-9
Blood Pressure. NIH Publication, 1977. 14. Pranowo. Pengendalian tekanan darah dan perlindungan organ target.
5. Chobanian AV, Bakris GL, Black HR, Chusman WC. The Seventh Dalam Soehardjono ed. PIT VII –PAPDI Semarang 2003.

Cermin Dunia Kedokteran No. 157, 2007 179


Hipertensi dan Komplikasi Serebrovaskular

Essential
Hypertension SEVERE HYPERTENSION Renal Parenchymal Disease
Renal Artery Stenosis
Endocrine Hypertension

Spontaneous Critical Level


Natriuresis or Rate of Rise

Volume (Sausage String)


Depletion Forced Vasodidation ↓ Prostacyclin
↑ T-Cell Reactivity
↑ Cytosolic Calcium
↓ Kininogen
↑ Glucocorticoid
↑ Renin/ A II VASCULAR DAMAGE ↓ EDRF/ ↑ Endothelin
↑ Vasopressin HLA Bw35 / Cd
↑ Catecholamines

Denudation of ↑ Endothelial
Endothelium Permeability Coagulation
Localized
Intravascular

Platelet Fibrinogen
Adherence Extravasation

Low K Diet Proliferation Fibrin Deposition Lumen


Smooth Muscle Arteriolar Wall

Deposition of Necrosis of
Mucopolysaccharide Smooth Muscle

Musculomucoid Fibrinoid
Intimal Hyperplasia Necrosis

Renal Narrowing of
Ischemia Vascular Lumen

ISCHEMIA

RETINAL CNS CARDIAC RENAL GI PANCREATIC

- Hemorrhages - Intracerebral - LV Dysfunction - Interstitial - Hemorrhages - Hemorrhages


- Papiledema hemorrhages atrophy - Bowel - Necrosis
- Cotton-wool spots - Hypertensive - Glomerular necrosis
encephalopathy fibrosis

Gambar 5. Patofisiologi hipertensi maligna.6

180 Cermin Dunia Kedokteran No. 157, 2007


Imaging in Ischemic Stroke

REVIEW

Imaging in Ischemic Stroke


State of the Art

N. Venketasubramanian*, Myrna Justina**


* Senior Consultant of Neurosonology, National Neuroscience Institute (NNI), Singapore
**Medical Officer, Mitra Keluarga Bekasi Hospital, Indonesia

ABSTRACT

Exciting advances in anatomical imaging have greatly improved our capacity to detect
pathologic process in nervous system, localize these processes in the nervous system
precisely, and predict the type of disease. The rapid evolution of techniques of anatomical
imaging has occurred in parallel with developments in physiologic imaging.

Cerebrovascular disease and stroke symptoms, and vascular territories of ischemic stroke are
Stroke is the third most common cause of death in summarized in Table 1.2
developed countries. The age adjusted annual death rate from
Table 1. Primary Symptoms, and Vascular Territories of Ischemic
stroke is 116 per 100,000 population in the USA, some 200 Stroke
per 100,000 in the UK, some 12% of all deaths; it is higher in
Primary Symptoms Vascular Territories
black African population than in Caucasian. Stroke is Aphasia + right side weakness Middle Cerebral Artery (Dominant)
uncommon below the age of 40 years and is more common in Neglect + left side weakness Middle Cerebral Artery (Non-
dominant)
males. The death rate following a stroke is around 25%. Weakness on one side (no other Lacunar syndrome ┼
Hypertension is the most important treatable risk factors. findings)
Weakness + sensory loss on one Lacunar syndrome ┼
Stroke is decreasing in the 40-60 age range as hypertension is side (no other findings)
treated; however, in the elderly, it remains a major cause of Sensory loss on one side (no other Lacunar syndrome ┼
findings)
morbidity and mortality.1 Weakness of leg more than arm, Anterior Cerebral Artery
Stroke is a complex, heterogeneous disease with several incontinence, personality change
Isolated homonymous visual field Posterior Cerebral Artery
major subtypes. The sudden onset of focal sensory loss, deficit
weakness, or speech disorder raises the possibility of cerebral Bilateral weakness + cranial nerve Basilar artery
ischemia or infarction. The three most common causes of deficits + ataxia

cerebral infarction are atherothrombotic occlusion, embolism, ┼ Refers to strokes with defined symptom complexes that do not include
aphasia, change in consciousness, or other cortical symptoms; they appear to
and hypoperfusion.2 Rapid and accurate assessment is crucial be caused by occlusion of small subcortical or brain stem arterioles, although
for treatment, since recombinant tissue plasminogen activator they may also result from micro-emboli.

provides effective treatment for acute ischemic infarction in


the absence of cerebral hemorrhage if given within three hours Various Imaging Techniques
after onset.3 Passage of x-radiation through tissue attenuates the
Through a careful medical history and a complete radiation, and the intensity of the exiting radiation can be
physical examination, the most likely vascular territories and measured with sensitive film or detectors. X-ray computed
related causes of a particular stroke can be identified. Primary (CT) permits the examination of tissue by the same principle

Cermin Dunia Kedokteran No. 157, 2007 181


Imaging in Ischemic Stroke

as conventional x-ray imaging, except that radiation passes normal and infracted tissue, tumors, extravasated blood or
successively through tissue from multiple different directions, edema.1, 7 Currently, CT is the brain-imaging method of choice
detectors measure the degree of attenuation of the exiting for the assessment of acute ischemic injury to determine
radiation relative to the incident radiation, and computers whether hemorrhage is present, because it is highly sensitive
integrate the information and construct the images in cross to hemorrhage, rapid, widely available, relatively low cost,
section. Administration of contrast material increases x-ray and noninvasive (Fig. 1).8 Hyperdensity of major cerebral
attenuation owing to the high atomic number and electron vessels is an important sign that can be detected by CT within
density of the iodinated compounds used. CT has the minutes of vessel thrombosis and hours before parenchymal
advantages of widespread availability, short study time, changes occur.9 The finding of a hyperdense vessel can be
sensitivity for detection of calcifications and acute used in the appropriate clinical setting to consider a patient for
hemorrhages, and excellent visualization of the anatomy of aggressive endovascular lytic therapy.
bone, such as skull base and vertebrae. The use of intravenous MRI, particularly diffusion-weighed and perfusion-
contrast medium with CT allows examination of the integrity weighed MRI is more sensitive than CT, particularly for early
of the blood brain barrier, which consists of tight junctions pathologic changes of ischemic infarction because it is
between endothelial cells of blood vessels and astrocytes.4 superior in detecting brain edema.10,11 lacunar infarctions, and
Placement of tissue in a strong magnetic field causes strokes involve the brain stem region.12 MRI is superior to CT
certain naturally occurring isotopes (atoms) within the tissue in detecting small lacunar lesions, particularly those located
to line up within the field, orienting the net tissue deep within cerebral hemispheres and in brain stem and
magnetization in the longitudinal direction. Many isotopes are cerebellum (Fig. 2). Another advantage of MRI is that the
affected, but current MRI uses signals derived from 1H, the cerebral vessels can be imaged using a magnetic resonance
most plentiful endogenous isotope. When in a magnetic fields, angiography protocol, allowing non-invasive imaging of both
these atoms do not orient precisely with the axis of the field, the extracranial and intracranial large cerebral vessels.13 New
but wobble a few degrees off center. Application of different MRI technologies, such as magnetic resonance diffusion,
gradient magnetic fields to the tissue under study permits perfusion, and spectroscopy, may provide information on the
reconstruction of the signal from individual volume units in metabolic status of, and blood flow to, ischemic brain
space. Use of the intravascular contrast material gadolinium- regions.14
diethylenetriamine pentaacetic acid (gadolinium-DTPA) with Carotid ultrasound, and carotid duplex can image
MRI alters the magnetic susceptibility of adjacent tissue, atherosclerotic lesions at the bifurcation of the carotid arteries.
thereby providing information about the integrity of the blood- Continuous-wave Doppler employs two separate transducers,
brain barrier.4 one to send and one to receive the Doppler signal. Since the
Positrons are the antimatter equivalent of electrons. The transmitted Doppler signal is continuous, continuous-wave
collision of an electron and a positron annihilates both Doppler is not limited by aliasing and is particularly useful for
particles, converting their masses to energy in the form of two detecting a wide range of frequencies. Pulsed Doppler allows
photons (gamma rays) that leave the brain at an angle of 180° sampling at discrete locations in vessels and has improved
to each other and can be detected. The radioligands most depth resolutions. Duplex ultrasound combines high resolution
frequently used to emit positrons are [18F] fluorodeoxyglucose gray scale imaging of carotid vessels with physiologic blood
for measuring cerebral metabolic of glucose5 and [18O] water flow information provided by Doppler techniques (usually
for determining cerebral blood flow.6 PET and SPECT use this pulsed Doppler).15 Compared with angiography, the overall
highly versatile method of studying cerebral function. SPECT accuracy of either carotid duplex or magnetic resonance
uses principles similar to those of PET but the radioligands angiography can image atherosclerotic lesions at the
decay to emit only a single photon.4 bifurcation of the carotid arteries.16,17 Transverse carotid
images of the bifurcation help establish the optimal orientation
Preferred Imaging Procedures in the Ischemic Strokes for longitudinal scans in which Doppler spectral analysis will
Head CT scans are excellent for detecting large be performed (Fig. 3).15
hemorrhages, tumors, and other structural lesions that can Intracranial atherosclerosis is responsible for up to 10% of
produce symptoms mimicking acute stroke symptoms. The strokes and transient ischemic attacks (TIAs). When
differences in X-ray attenuation (density) between bone, brain, extracranial internal carotid disease is excluded as the
and cerebrospinal fluid (CSF) makes it possible to distinguish mechanism of these strokes and TIAs, it may be important for

182 Cermin Dunia Kedokteran No. 157, 2007


Imaging in Ischemic Stroke

clinicians to identify intracranial arterial stenosis, particularly t-PA 0.9 mg/kg BW (10% given as an intravenous loading
when warfarin is considered a therapeutic option. Initial direct dose and the remainder administered intravenously over 1
noninvasive test included continuous-wave and pulsed hour, with a maximum dose of 90 mg) within 3 hours of stroke
Doppler imaging, which quantified stenosis according to peak onset. The value of this activator administered more than three
frequency shifts, detected in a vessel. In these instances, hours after the onset of symptoms is not known.
Transcranial Doppler (TCD) is often used as a screening test
to identify patients requiring invasive cerebral arteriography.
Table 2. Major Treatment Guidelines for Using Recombinant Tissue
TCD, another noninvasive technique, provides information
Plasminogen Activator (t-PA) in Stroke Patients
about flow direction and velocities in the major intracranial
vessels.18 The use of the monitoring probe even allows Inclusion criteria
continuous and instantaneous information on changes in • Ischemic stroke in any circulation.
• Ability to establish the time of onset unambiguously.
cerebral hemodynamics. Currently, TCD is of established
• Ability to begin t-PA therapy within 3 hours of symptom onset.
value in assessing patterns and extent of collateral circulation • Head CT scan without any evidence of hemorrhage or other complicating
in patients with known regions of severe stenosis or occlusion. disease
Significant stenosis causes increased velocities maximal at the • Age 18 years or older.
site of obstruction (Fig. 4). Marked acceleration is seen at
Exclusion criteria
stenosis exceeding 80%. Reversed and markedly accelerated
• Stroke or serious head trauma within the past 3 months.
flow in the ipsilateral cerebral artery suggests the presence of • Any past history of any type of brain hemorrhage (subarachnoid or
collateral flow across the communicating artery from contra- intracerebral) or suspicion of a subarachnoid hemorrhage.
lateral circulation (Fig. 5).19 • CT scan showing evidence of hemorrhage, arteriovenous malformation,
tumor or aneurysm.
Cerebral angiography remains the gold standard for
• Systolic Blood Pressure > 185 mmHg or Diastolic > 110 mmHg (on 3
diagnosing large vessel vascular disease and intracranial occasions, 10 minutes apart).
vasculitides. It is indicated particularly in young patients with • Seizure preceding or during current stroke.
stroke, in cases of suspected vasculitis or vascular dissection • Active internal bleeding.
(Fig. 6).20 However, recent studies have shown that magnetic • Coagulopathy with abnormal prothrombin or partial thromboplastin time,
or platelet count < 100,000 per microliter.
resonance angiography (MRA) and CT angiograms are at least
• Rapidly improving or minor symptoms.
as sensitive as angiography for diagnosing dissections.21, 22 On • Coma or stupor.
the other hand, there are few prospective data that TCD and • Major surgery or invasive procedures within the past 2 weeks.
MRA in combination can effectively replace angiography at • Gastrointestinal or genitourinary hemorrhage within the past 3 weeks.
this time for identification of intracranial atherosclerosis. The • Noncompressible arterial puncture or biopsy within the past week
recently launched Stroke Outcomes and Neuroimaging of • Glucose < 50 mg/ dl or > 400 mg/ dl.
• Evidence of active pericarditis, endocarditis, septic emboli, recent
Intracranial Atherosclerosis (SONIA) study will provide some pregnancy, lactation, or inflammatory bowel disease,
answers to these concerns.19 • Active alcohol or drug abuse.

Impact on implementing guidelines


Early diagnostic testing should be selected to establish the Local intraarterial thrombolysis performed with a
anatomical regions and structures involved and the cause of microcatheter that is placed into, beyond, and proximal to an
infarction, since early intervention and subsequent secondary arterial occlusion is in use worldwide. In the past, the agent
prevention should vary accordingly.23 Because ischemic stroke most commonly studied was urokinase; intraarterial t-PA and
results from an occluded blood vessel, reversing or bypassing prourokinase have mainly been used in recent investigational
the occlusion should decrease the adverse effects of the studies. Approximately 40 percent of the patients who undergo
stroke.24 If the diagnosis of ischemic stroke without this treatment have complete arterial recanalization, and
hemorrhage can be made and all inclusion and exclusion approximately 35 percent have partial recanalization. These
criteria are met (Table 2), treatment with intravenous rates of recanalization are higher than those that have been
thrombolytic therapy may be indicated. 23 The FDA approved reported for patients who undergo intravenous thrombolytic
this treatment on the basis of the results of the National therapy.23
Institute of Neurological Disorders and Stroke (NINDS) rt-PA For patients who have a nondisabling stroke (or TIAs)
study3 in which 624 ischemic stroke patients were treated with resulting from high-grade extracranial carotid artery disease,

Cermin Dunia Kedokteran No. 157, 2007 183


Imaging in Ischemic Stroke

carotid endarterectomy (CEA) is recommended, assuming the Stroke 1992; 23: 341-6.
patient is a good surgical candidate. CEA in these patients 17. Patel MR, Kuntz KM, Klufas RA, et al. Preoperative assessment of the
carotid bifurcation. Can magnetic resonance angiography and duplex
decreases the occurrence of ipsilateral stroke or death from
ultrasonography replace contrast arteriography? Stroke 1995;26:1753-8.
26% to 9% at 2 years. The efficacy of CEA in patients with 18. Caplan LR, Brass LM, DeWitt LD et al. Transcranial Doppler
moderate stenosis (50-69%) is less than in patients with high- ultrasound: present status. Neurology 1990; 40: 696-700.
grade disease. The benefits of CEA require a low rate of 19. Babikian VL, Feldmann E, Wechsler LR, et al. Transcranial Doppler
perioperative complications. Complication rates of no more Ultrasonography: Year 2000 Update. J. Neuroimaging 2000; 10: 101-15
than 5% to 6% are desirable. Studies have evaluated the safety 20. Wolpert SM, Caplan LR. Current role of cerebral angiography in the
diagnosis of cerebrovascular disease.Am J Roentgenol 1992; 159: 191-7.
and efficacy of carotid artery angioplasty and stenting in these
21. Stringaris K, Liberopoulos K, Giaka E, Kokkinis K. Three-dimensional
patients.24 time-of-flight MR angiography and MR imaging versus conventional
angiography in carotid artery dissections. Int Angiol 1996; 15: 20-25.
REFERENCES
22. Sellar RJ. Imaging blood vessels of the head and neck. J Neurol
Neurosurg Psychiatry 1995; 59: 225-37.
1. Clarke CRA. Neurological disease. In: Kumar P, Clark M. Clinical
23. Brott T, Bogousslavsky J. Treatment of acute ischemic stroke. N Engl J
Medicine. 5th ed. Edinburgh,Toronto. WB Saunders; 2002: p.1123-224.
Med 2000; 343: 710-22.
2. Caplan LR. Diagnosis and treatment of acute ischemic stroke. JAMA
24. Albert MJ. Diagnosis and treatment of ischemic stroke. Am.J.Med.
1991; 266: 2413-18.
1999; 106: 211-21.
3. The National Institute of Neurological Disorders and Stroke rt-PA
Stroke Study Group. Tissue plasminogen activator for acute ischemic
stroke. N Engl J Med 1995; 333: 1581-87.
4. Gilman Sid. Imaging the brain. N Engl J Med 1998; 338: 812-20.
5. Meltzer CC, Zubieta JK, Brandt J, Tune LE, Mayberg HS, Frost JJ.
Regional hypometabolism in Alzheimer’s disease as measured by
positron emission tomography after correction for effects of partial
volume averaging. Neurology 1996; 47: 454-61.
6. Bottini G, Corcoran R, Sterzi R, et al. The role of the right hemisphere
in the interpretation of figurative aspects of language: a positron
emission tomography activation study. Brain 1994; 117: 1241-53.
7. Adams HP Jr, Brott TG, Crowell RM et al. Guidelines for the
management of patients with acute ischemic stroke: A statement for
healthcare professionals from a Special Writing Group of the Stroke
Council, American Heart Association. Stroke 1994; 25: 1901-14.
8. Moulin T, Cattin F, Crepin-Leblond T et al. Early CT signs in acute
middle cerebral artery infarction: predictive value for subsequent infarct
Figure 1. A CT Scan shows a large, subacute, nonhemorrhagic
locations and outcome. Neurology 1996; 47: 366-75. infarction in the territory of the left middle cerebral artery
9. Sasiadek M, Wasik A, Marciniak R. CT appearance of bilateral, acute (arrowheads). Reprint request was permitted by Dr. Gilman at
thrombosis of the main cerebral arteries. Comput Med Imaging Graph the Department of Neurology, University of Michigan, Ann
1990; 14: 89-90. Arbor, MI 48109-0316. E-mail: sgilman@umich.edu

10. Warach S, Gaa J, Siewert B, Wielopolski P, Edelman RR. Acute human


stroke studied by whole brain echo planar diffusion-weighed magnetic
resonance imaging. Ann Neurol 1995; 37: 231-41.
11. Lutsep HL, Albers GW, DeCrespigny A, Kamat GN, Marks MP,
Moseley ME. Clinical utility of diffusion weighted magnetic resonance
imaging in the assessment of ischemic stroke. Ann Neurol 1997; 41:
574-80.
12. Kertesz A, Black S, Nicholson L, Carr T. The sensitivity and specificity
of MRI in stroke. Neurology 1987; 37: 1580-85.
13. Riles TS, Eidelman EM, Litt AW et al. Comparison of magnetic
resonance angiography, conventional angiography, and duplex scanning.
Stroke 1996; 23: 341-6.
14. Fisher M, Prichard JW, Warach S. New magnetic resonance techniques
for acute ischemic stroke. JAMA 1995; 274: 908-11. Figure 2. An axial T2-weighted MRI shows a 1-cm lacunar infarction
(arrow) in the region of the left internal capsule. Reprint
15. Carroll BA. Carotid Sonography. Radiology 1991; 178: 303-13.
request was permitted by Dr. Gilman at the Department of
16. Riles TS, Eidelman EM, Litt AW et al. Comparison of magnetic Neurology, University of Michigan, Ann Arbor, MI 48109-
resonance angiography, conventional angiography, and duplex scanning. 0316. E-mail: sgilman@umich.edu

184 Cermin Dunia Kedokteran No. 157, 2007


Imaging in Ischemic Stroke

Figure 3. Early focal atherosclerotic changes (arrows) are seen at the Figure 5. Low velocity and pulsatility in the Middle Cerebral Artery
carotid bifurcation. The normal vessel wall configuration is (MCA) at 48 mm ipsilateral to an occluded Internal Carotid
seen proximally (arrowhead) on this longitudinal scan. Artery (ICA). Reprint request was permitted by Dr. Ramani at
Permission is granted by The Radiology Society of North the National Neuroscience Institute, Singapore. E-mail:
America (RSNA). E-mail: mstrassner@rsna.org Ramani_NV@nni.com.sg

Figure 6. Cerebral arteriogram in a patient with dysphasia and right


Figure 4. Stenosis of the left Middle Cerebral Artery (MCA) at 64 mm, hemiplegia shows the embolic occlusion in the trunk of the left
with V = 225 cm/s. Reprint request was permitted by Dr. middle cerebral artery (arrow). Reprint request was permitted
Ramani at the National Neuroscience Institute, Singapore. E- by Dr. Brott at the Department of Neurology, Mayo Clinic,
mail: Ramani_NV@nni.com.sg 4500 San Pablo Road, Jacksonville, FL. 32224. E-mail:
brott.thomas@mayo.edu

Cermin Dunia Kedokteran No. 157, 2007 185


Ensefalopati Flu Burung

TINJAUAN PUSTAKA

Ensefalitis/Ensefalopati
Akibat Flu Burung
(Infeksi Virus Influenza Tipe A)
Kiki MK Samsi
Bagian Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara/
Rumah Sakit Sumber Waras, Jakarta, Indonesia

PENDAHULUAN kasus demam, batuk, pilek. 3


Flu burung, atau yang dikenal dengan Avian Flu, saat ini Kasus manifestasi neurologis pada flu burung H5N1
merupakan penyakit infeksi pada manusia yang menjadi hingga saat ini belum banyak dilaporkan; sehingga untuk
perhatian di dunia termasuk Indonesia. Luasnya negara yang menilai apakah manifestasi neurologis ini merupakan kelainan
mengalami outbreak dan mortalitas yang tinggi membuat yang lazim pada infeksi flu burung atau hanya insidentil, perlu
WHO menetapkan kewaspadaan atas risiko pandemi avian ditelaah kasus ensefalitis yang berhubungan dengan flu burung
influenza.1 akibat virus influenza tipe A subtipe selain H5N1 seperti yang
Upaya deteksi dini merupakan salah satu hal penting banyak dipublikasi di Jepang atau beberapa kasus di Eropa
dalam mencegah pandemi dalam kaitannya terhadap temuan dan Amerika Serikat.4,5,6
kasus baru, pola penyebaran, dan keberhasilan membatasi
penyebaran avian influenza pada manusia. Deteksi dini VIRUS PENYEBAB FLU BURUNG
dimulai dengan temuan kasus influenza like illnesses (ILI) Flu burung atau avian influenza adalah infeksi pada
yang disertai dengan riwayat kontak dengan unggas mati atau unggas yang disebabkan oleh virus influenza tipe A. Virus
dengan korban flu burung di sekitar penderita.2 Hal ini Influenza tipe A merupakan salah satu tipe dari 2 tipe lain
didasari atas pemahaman bahwa gejala flu burung didahului yaitu tipe B dan C. Virus Influenza tipe A dibagi menjadi
oleh demam, batuk, dan pilek yang diikuti dengan perburukan beberapa subtipe berdasarkan variasi protein Haemaglutinin
progresif berupa sesak.
Pada tahun 2005, di Vietnam Selatan, dilaporkan kasus
seorang anak laki-laki berusia 4 tahun yang dirawat karena
diare berat yang diikuti dengan kejang, koma, dan akhirnya
meninggal dunia. Hasil pemeriksaan cairan serebrospinal
menunjukkan jumlah sel 1/mm3, kadar glukosa normal, dan
peningkatan kadar protein (0,81 g/L). Pada kasus ini, virus
Avian Influenza A tipe H5N1 berhasil diisolasi dari cairan
serebrospinal, feses, apus tenggorok, dan serum penderita.
Kakak perempuan penderita yang berusia 9 tahun baru saja
meninggal dunia (2 minggu sebelumnya) dengan gejala yang
sama. Baik penderita maupun kakak penderita tidak
menunjukkan adanya angguan respirasi. Kedua kasus ini
menunjukkan kemungkinan infeksi influenza tipe A subtipe Gambar 1. Distribusi Subtipe Haemaglutinin dan Neuroaminidase Virus
H5N1 memiliki spektrum klinis yang lebih luas dan skrining Influenza A
penderita flu burung harus diperluas tidak hanya mencurigai

186 Cermin Dunia Kedokteran No. 157, 2007


Ensefalopati Flu Burung

(H) dengan Neuroaminidase (N) yang terdapat pada envelope.


Sejauh ini diketahui 15 jenis H dan 9 jenis N yang semuanya
terdapat pada unggas dan beberapa kombinasi di antaranya
telah dapat menyerang mamalia termasuk manusia (gb. 1).
Beberapa subtipe Influenza A ini kemudian berubah
(bermutasi) menjadi virus manusia misalnya H1N1, H2N2,
dan H3N2 (gambar 1). Influenza tipe A subtipe H1N1 pernah
menyebabkan pandemi yang menelan korban jutaan manusia
di seluruh dunia (1918-1919). Dua pandemi lainnya dengan
jumlah korban yang lebih sedikit yaitu Influenza tipe A
subtipe H2N2 (1957) dan H3N2 (1968). Subtipe Influenza A
penyebab flu burung saat ini adalah subtipe H5N1.7

Apakah kasus flu burung di Vietnam dengan gangguan Gambar 2. Epidemi Influenza, isolasi virus, dan ensefalopati selama
neurologis tanpa gangguan respirasi merupakan kurun waktu 1994/1995 di Hokkaido.8
kebetulan? Apakah kasus demikian insidensnya jarang
pada flu burung akibat infeksi Influenza A ? Dari data epidemiologi ini dikhawatirkan bahwa bila
Sejauh ini baru 1 kejadian ensefalitis/ensefalopati akibat subtipe lain dari tipe virus yang sama (influenza A) dapat
flu burung H5N1 dilaporkan dalam New England Medical menyebabkan ensefalitis/ensefalopati, maka gangguan
Journal(2005). Sedikitnya laporan ensefalitis/ensefalopati kesadaran mungkin dapat menjadi tanda awal dari flu burung
akibat H5N1 ini mungkin akibat rendahnya insidens atau Influenza tipe A subtype H5N1.
lolosnya perhatian klinisi dalam mendiagnosis penderita
ensefalitis/ensefalopati akibat virus Influenza H5N1, Adakah gambaran klinis yang mirip antar kasus
mengingat protokol skrining hanya mencantumkan Influenza ensefalitis/ensefalopati akibat influenza tipe A ?
Like Illness (ILI) yaitu: demam, batuk, dan pilek sebagai Sesuai dengan laporan kasus flu burung dengan koma dan
gejala awal dari flu burung.2 diare tanpa sesak nafas di Vietnam akibat virus H5N1,
Di Jepang, selama musim dingin tahun 1998-1999, terjadi ternyata kasus-kasus ensefalitis/ensefalopati akibat virus
outbreak ensefalitis/ensefalopati. Berdasarkan pemeriksaan Influenza tipe A subtipe selain H5N1 memiliki manifestasi
virologi, dari total 202 kasus ensefalitis/ensefalopati, 148 klinis serupa yaitu demam, penurunan kesadaran, gangguan
kasus dinyatakan sebagai influenza associated encephalitis/ sistem pencernaan tanpa gangguan respirasi (Tabel 1).3,8
encephalopathy yang disebabkan oleh virus Influenza tipe A
(130 kasus, 87,8%) dan tipe B (17 kasus).4
Di Hokkaido Jepang sepanjang tahun 1994-1995 terdapat Tabel 1. Temuan Klinis dan Laboratoris Penderita Influenza-associated
acute encephalopathy 8
12 kasus acute onset brain dysfunction yang secara klinis
didiagnosis sebagai ensefalitis atau ensefalopati8. Tidak ada
satupun dari ke 12 kasus ini yang memiliki riwayat penyakit
kronis yang dapat memicu komplikasi infeksi virus Influenza.8
Togashi melanjutkan penelitiannya selama kurun 1995 -
2002 dan mendapatkan 89 penderita Influenza-associated
acute encephalopathy (51 laki-laki, 38 perempuan). Usia rata-
rata penderita 3,8 tahun (rentang usia 9 bulan – 12 tahun) ;
78,7% terjadi pada usia 9 bulan hingga 5 tahun. Penyebab
terbanyak adalah virus Influenza tipe A subtipe H3N2. Seperti
tampak pada gambar 2, insidens tertinggi acute onset brain
dysfunction memiliki pola yang sama dengan insidens
tertinggi virus Influenza yang diisolasi dari pasien di Sapporo
City General Hospital dan kasus Influenza Like Illnesses yang
dilaporkan di Hokkaido.8

Cermin Dunia Kedokteran No. 157, 2007 187


Ensefalopati Flu Burung

Bagaimana patogenesisnya? Mengapa ensefalitis/


ensefalopati bisa terjadi tanpa didahului sesak atau gejala
sistemik lain ?
Patogenesis gangguan neurologis akibat infeksi virus
Influenza pada manusia masih belum jelas diketahui,
mengingat virus Influenza secara alami lebih sering
bermultiplikasi di paru dan sangat jarang dapat diisolasi di
otak. Namun, terdeteksinya virus Influenza atau RNA virus
dalam cairan serebrospinal merupakan bukti adanya penetrasi
virus ke dalam susunan saraf pusat (SSP). Para ahli
meragukan penyebaran secara hematogen ke SSP mengingat
virus Influenza sangat jarang dapat diisolasi dalam darah dan
viremia pada infeksi virus influenza hanya singkat yaitu
selama masa inkubasi dan awal gejala penyakit.9 Tanaka
(2002), menemukan bahwa virus Influenza A H5N1 yang
diisolasi dari penderita flu burung di Hongkong tahun 1997 Ket.: Huruf tebal, titik, dan garis terputus menunjukan jalur aferen ke
ganglion vagal (VG), nucleus dari traktur soliter (NTS), dan nervus
(A/Hongkong/156/97 dan A/Hongkong/483/97) mampu ambiguus (NA).
menginfeksi tikus transgenik BABc. Virus berhasil dideteksi
dengan pewarnaan antibodi monoklonal di paru, otak, ganglia Gambar 2. Diagram transmisi virus dari mukosa sistem respirasi ke
trigeminal, dan ganglia vagus tetapi tidak ditemukan di darah. batang otak melalui nervus vagus11.
Temuan ini mengundang pendapat bahwa virus influenza
mungkin menyebar ke SSP melalui jalur axon misalnya nervus Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam SSP tampak
vagus seperti jalur yang dilalui oleh virus rabies. Jalur perubahan histologi di batang otak dan thoracic spinal cord.
penyebaran ini dikenal dengan istilah invasi transneural Lesi histologi di batang otak mulai tampak setelah 5 hari
(transneural invasion).10 paska inokulasi (pi) terutama di nucleus traktur soliter (NTS),
Untuk membuktikan adanya invasi transneural, Matsuda dan nervus ambiguus (NA) (gb. 3).11
(2004) melakukan penelitian dengan cara inokulasi virus
Influenza tipe A/Whistling swan/Shimane/499/83 (H5N3)
strain 24a5b secara intranasal kepada tikus transgenik
BALB/cA Jcl. Pada tikus ini kemudian salah satu n.vagusnya
dipotong (vagektomi unilateral) untuk menilai adanya
hambatan penyebaran virus di SSP (gb. 2).11

(a) (b) (c)

Gambar 3. Potongan batang otak tikus 5 hari paska inokulasi


(Matsuda, 2004).11
Kelainan histologi yang ditemukan adalah piknosis
nukleus oligodendrosit dan peningkatan jumlah sel mikroglia.
Gambar 4. Gambaran mikroskop Confocal sel neuron yang terinfeksi
virus Influenza strain 24a5b (a dan b) dan kontrol neuron
Lesi lebih lanjut berupa cuffing perivaskular sel mononuclear,
(c) pada 36 jam paska inokulasi. Dilakukan immunostaining nekrosis sel saraf, dan neuronofagia. Lesi histologi ini selalu
antigen virus (a,b ; merah) dan tubulin (b, c ; hijau). Warna bersamaan dengan ditemukannya antigen virus dalam nukleus
kuning-orange menunjukkan virus ada di dalam nucleus dan terkadang dalam sitoplasma saraf atau sel glia (warna
dan tubulin (b). Bars menunjukkan ukuran 50 mm (a,
b);100 mm (c). 12
coklat pada gambar 3).11
Antigen virus yang ditemukan pada tikus yang tidak

188 Cermin Dunia Kedokteran No. 157, 2007


Ensefalopati Flu Burung

divagektomi terdistribusi simetrik dalam ganglion di kedua lingkaran (cincin) di talamus (gb. 5).5,8
sisi. Sedangkan pada tikus yang divagektomi, antigen virus Kasus anak laki-laki, usia 10 tahun, mengalami demam,
tampak lebih dahulu (hari ke 3 pi) di sisi yang tidak kejang umum tonik-klonik, penurunan kesadaran, spastik sisi
divagektomi (sisi kiri) kemudian baru tampak di sisi kanan tubuh tanpa kaku kuduk ataupun peningkatan reflek
vagektomi (sisi kanan) pada hari ke 5 pi. Tidak tampaknya fisiologis. Beberapa hari setelah dirawat, penderita mengalami
distribusi antigen virus di sisi yang vagektomi hingga hari ke 5 hemiparesis nervus fasialis kanan. Hari ke 4 sakit, MRI
pi menunjukkan bahwa virus tidak dapat menyebar melalui menunjukkan lesi bilateral di pons dan talamus (gb. 5).
vagus yang dipotong. Setelah hari ke 5 pi, ditemukannya Pemeriksaan antibodi virus Influenza tipe A menunjukkan
antigen virus di sisi vagektomi menunjukan bahwa virus peningkatan titer 4 kali dalam periode 2 minggu pemeriksaan.
mampu menyebar melalui akson-akson di dalam batang otak Keadaan ini menunjukkan bahwa pemeriksaan CT/MRI dapat
(gb. 2 dan 3).11 lebih cepat membantu menegakkan diagnosis dibandingkan
Tahun 2005, Matsuda melaporkan hasil penelitian pemeriksaan antibodi spesifik.5
yang memperkuat bukti kemampuan virus avian Influenza tipe
A menyebar melalui akson. Penelitian ini berhasil
menunjukkan bahwa virus avian Influenza tipe A subtipe
H5N3 strain 24a5b dapat menyebar melalui sitoskeleton dan
berada dalam nukleus dari kultur sel saraf tikus BALB/c (gb.
4). Lebih lanjut diketahui bahwa bagian jaringan sitoskeleton
yang dilalui virus adalah intermediate filament dan mungkin
melalui bagian lain selain sitoskeleton seperti glia.12

Pemeriksaan yang tepat untuk


membuktikan adanya
ensefalitis/ensefalopati akibat
influenza adalah pemeriksaan
Gambar 5. Axial T2-MRI otak pada hari ke 4 sakit menunjukkan lesi
virus di cairan serebrospinal. simetris di kedua talamus dengan gambaran signal kuat dan
bentuk seperti cincin.5

Adakah pemeriksaan penunjang yang dapat membantu Outcome ensefalitis/ensefalopati berhubungan dengan
menegakkan diagnosis ensefalitis/ensefalopati akibat virus usia penderita dan temuan CT/MRI. Sekuele berat dan
Influenza ? kematian lebih banyak pada anak-anak dengan kelainan
Pemeriksaan yang tepat untuk membuktikan adanya patologi yang tampak pada CT/MRI. Meskipun demikian pada
ensefalitis/ensefalopati akibat influenza adalah pemeriksaan beberapa kasus dengan CT/MRI normal dapat juga mengalami
virus di cairan serebrospinal. Pemeriksaan yang dapat sekuele berat seperti choreoatetosis, perubahan perilaku,
mendeteksi adanya virus influenza adalah serologi dan PCR. quadriparesis spastik, dan vegetative state yang menetap.9
Pemeriksaan tambahan lain yang dapat membantu diagnosis
adalah CT-scan dan MRI (tabel 1).8 Bagaimana perjalanan penyakit dan prognosis penderita
Meskipun biasanya CT-scan dan MRI pada kasus ensefalitis/ensefalopati influenza A ?
ensefalitis akut tidak selalu dapat memberikan gambaran khas Perjalanan penyakit penderita ensefalitis/ensefalopati
etiologi, namun pada ensefalitis akibat virus Influenza tipe A, akibat Influenza sulit dinilai akibat tingginya mortalitas dan
CT-scan dan MRI dapat memberikan gambaran khas yang cepatnya proses penyakit. Interval rata-rata antara timbulnya
terletak di pons dan talamus. Kelainan khas yang tampak demam hingga timbulnya gejala neurologis adalah 1,7 hari
dalam CT otak adalah gambaran densitas rendah simetris di (rentang 0-10 hari).8 Nakai (2003), melaporkan interval antara
talamus, pons, dan batang otak. Pada pemeriksaan MRI timbulnya demam hingga kematian adalah 1,5-5 hari
dengan kontras didapatkan gambaran kelainan berbentuk sedangkan interval antara timbulnya gejala neurologis hingga

Cermin Dunia Kedokteran No. 157, 2007 189


Ensefalopati Flu Burung

kematian hanya 1,5 jam-2 hari.12 Toghasi melaporkan bahwa ensefalopati akibat influenza A masih diragukan. Meskipun
selama kurun waktu 1995-2002 di Jepang, tanpa perawatan amantadine dan oseltamivir dapat mengatasi flu burung dan
intensif, 33 (37.1%) dari 89 penderita Influenza-associated mencegah komplikasi, namun efektifitasnya dalam mencegah
acute encephalopathy meninggal, 17 (19,1%) menderita terjadinya komplikasi ensefalitis/ensefalopati masih belum
sekuele neurologis, dan 39 (43,8%) sembuh sempurna (gb.6).8 dapat diketahui. Penggunaan antiviral belum dapat
menurunkan morbiditas ataupun mortalitas ensefalitis/
ensefalopati akibat influenza tipe A.
Tatalaksana utama untuk ensefalitis/ensefalopati akibat
influenza A adalah terapi suportif yang meliputi observasi
penurunan kesadaran, pengendalian tekanan tinggi
intrakranial, mengatasi kejang, pengobatan edema otak.9,14

Kasus Flu Burung dengan


penurunan kesadaran tanpa
batuk, pilek dan sesak nafas
Ket: Bujur sangkar - laki-laki dan lingkaran - wanita. Hitam untuk kasus
fatal dan arsiran menunjukkan sequele neurologis
telah terjadi
Gambar 6. Distribusi Umur dan Outcome Influenza-associated Acute
Encephalopathy.8 PENUTUP
Kasus Flu Burung (virus Influenza tipe A subtipe) H5N1
Apa faktor risiko terjadinya ensefalitis/ensefalopati akibat dengan penurunan kesadaran tanpa didahului batuk, pilek, dan
infeksi virus Influenza tipe A ? sesak nafas telah terjadi di Vietnam. Virus Influenza tipe A
Sampai saat ini belum cukup penelitian epidemiologi memiliki kemampuan menginvasi SSP melalui jalur akson
yang mampu mengungkapkan faktor risiko, namun tampak sehingga dapat terjadi tanpa didahului batuk, pilek, ataupun
bahwa insidens ensefalitis/ensefalopati akibat influenza tipe A sesak nafas seperti beberapa kasus ensefalitis/ ensefalopati
pada anak usia di bawah 5 tahun lebih tinggi (gb. 6).8 akibat virus Influenza tipe A subtipe selain H5N1 yang
Faktor lain yang berperan dalam terjadinya dilaporkan di Jepang.
ensefalitis/ensefalopati akibat virus influenza tipe A adalah Perlu dipertimbangkan untuk memperluas skrining kasus
polimorfisme dari virus yang disebabkan adanya mutasi. Mori flu burung, tidak saja pada penderita ILI dan sesak tetapi juga
(1999) mendapatkan telah terjadi mutasi di receptor binding pada kasus demam disertai penurunan kesadaran walaupun
site protein hemaglutinin (HA) pada keenam virus influenza tanpa disertai batuk, pilek, dan sesak.
tipe A subtipe H3N2 yang diisolasi dari enam penderita
ensefalopati. Mutasi terjadi di asam amino ke 137 KEPUSTAKAAN
hemaglutinin (HA). Virus Influenza A H3N2 yang diisolasi
dari penderita ensefalopati memiliki asam amino 1. WHO. Avian Influenza, including Influenza A (H5N1), in Humans:
WHO Interim Infection Control Guideline for Health-care Facilities.
phenylalanine pada urutan 137 HA, sedangkan virus influenza
Available at http://www.who.int/csr/disease/avian_influenza/guidelines/
H3N2 yang diisolasi dari penderita nonensefalopati memiliki infectioncontrol1/en/index.html. 2006
asam amino tyrosine pada urutan 137 HA dicatat dalam 2. IDAI. Flu burung (avian influenza, bird flu): Gambaran umum, deteksi,
bentuk: 137 (tyr → phe). Adanya perbedaan asam amino ini dan penanganan awal. Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2005.
3. Jong MD, Cam BV, Qui PT, Hien VM, Thanh TT, Hue NB, et al. Fatal
diduga kuat berhubungan dengan kemampuan virus avian influenza A (H5N1) in a child presenting with diarrhea followed
menginvasi SSP.13 by coma. N Engl J Med 2005;352 :686-91.
4. Morishima T, Toghasi T, Yokota S, Okuna Y, Miyazaki C, Tashiro M,
Okabe N. Encephalitis and encephalopaty assosiated with an influenza
Tatalaksana Ensefalitis/ensefalopati akibat flu burung
epidemic in Japan. Clin Infect Dis 2002;35:512-7.
(Influenza tipe A) 5. Voudris KA, Skaardoutsou A, Haronitis I, Vagiakou EA, Zeis PM. Brain
Penderita ensefalitis akibat influenza A perlu dirawat di MRI findings in influenza A-assosiated acute necrotizing
ICU. Peranan antiviral dalam tatalaksana ensefalitis/ encephalopathy of childhood. Eur J Paed Neurol, 2001;5:199-202. doi:

190 Cermin Dunia Kedokteran No. 157, 2007


Ensefalopati Flu Burung

10.1053/ejpn.2000.0511 available online at http://www.idealibrary.com Umemura T. The vagus nerve is one route of transneural invasion for
6. Weitkamp, Hendrik J, Spring MD, Brogan T, Moses H, Bloch KC, intranasally inoculated influenza A virus in mice. Vet Pathol
Wright PF. Influenza A virus-associated acute necrotizing encephalo- 2004;41:101–7.
pathy in the United States. Ped Infect Dis J, 2004; 23(3):259-563 12. Matsuda K, Shibata T, Sakoda Y, Kida H, Kimura T, Ochiai K,
7. WHO. Avian influenza: assessing the pandemic threat. WHO/CDC UmemuraT. In vitro demonstration of neural transmission of Avian
2005; 29. Influenza A virus. J General Virol, 2005;86:1131–9.
8. Togashi T, Matsuzono Y, Narita M, Morishima T. Influenza-associated 13. Nakai Y, Itoh M, Mizuguchi M, Ozawa H, Okazaki E, Kobayashi Y, et
acute encephalopathy in Japanese children in 1994–2002. Virus Res. al. Apoptosis and microglial activation in influenza encephalopathy.
2004;103:75–8 Acta Neuropathol 2003; 105:233–9.
9. Studahl M. Influenza virus and CNS manifestations. J Clin Virol 14. Mori SI, Nagashima M, Sasaki Y, Mori K, Tabei Y, Yoshida Y, etal. A
2003;28:225-32 novel amino acid substitution at the receptor-binding site on the
10. Tanaka H, Park CH, Ninomiya A, Ozaki H,Takada A, Umemura T, Kida hemagglutinin of H3N2 influenza A viruses isolated from 6 cases with
H. Neurotropism of the 1997 Hong Kong H5N1 influenza virus in mice. acute encephalopathy during the 1997–1998 season in Tokyo. Arch
Vet. Microbiol. 2003;95;1–13 Virol. 1999;144:147–55.
11. Matsuda K, Park CH, Sunden Y, Kimura T, Ochiai K, Kida H,

KALENDER KEGIATAN ILMIAH PERIODE AGUSTUS – SEPTEMBER 2007


Bulan Tanggal Kegiatan Tempat dan Informasi
Sheraton Hotel, Porto Alegre, Brazil
International Meeting of Urology 2007 - Ph. : +51 30 28 38 78 ; Facs.: +51 30 28 38 79
23 –25
FFFCMPA E-mail : secretaria@ccmeventos.com.br
Website : www.ccmeventos.com.br
Discovery Kartika Plaza Hotel, Bali
The 1st China-Indonesia Joint Symposium on
24 – 26 Tlp.: 021-30041026 ; Fax.: 30041027, 4535833
Hepatobiliary Medicine and Surgery
E-mail : globalmedica@cbn.net.id
The Athene Congress Hall, Athena, Greece
Ph. : +30 2106889100 ; Facs.:+30 2106844777
25 – 30 25th International Congress of Pediatrics
E-mail : icp2007@acnc.gr
Website : www.icp2007.gr
AGUSTUS Brussels Expo, Belgieplein 1, Brussels, Belgium
11th Congress of The European Federation of Ph. : +41 22 908 0488 ; Facs.: +41 22 732 2850
25 – 28
Neurological Societies (EFNS 2007) E-mail : reg_efns07@kenes.com
Website : www.efns.org/efns2007
7th Nat. Congress and Annual Scientific Meeting Manado Convention Center, Manado, Sulawesi Utara
of Indonesian Physical Medicine and Tlp.: +62-21-31908614, +62-21-55960180
30 – 01/09 Rehabilitation Association (PERDOSRI) in Fax.: +62-21-31908614, +62-21-55960179
Conjunction with the 4th Congress of the ASEAN E-mail: pitperdosri@pharma-pro.com
Rehabilitation Medicine Association (ARMA) Website : www.pharma-pro.com
Hotel Horison, Bandung, Jawa Barat
KONAS Bersama PETRI/PERAPI/PKWI:
30 – 02/09 Tlp.: 022-70820078 ; Fax. : 022-2040151
Infectious Disease
E-mail : konasbersama2007@yahoo.co.id
Hotel Borobudur, Jakarta
Tlp.: 021-3004 1026 ; 391 6241
The 2nd Jakarta International Meeting on Anti
01 – 02 Fax.: 021-3004 1027 ; 3141 850
Aging Medicine & Expo 2007
E-mail : sekretariatpasti@yahoo.com
Website : www.pasti.or.id
Seoul, Korea
Ph. : +1 604 681 2153 ; Facs.: +1 604 681 1049
02 – 06 12th Wold Conference on Lung Cancer
E-mail : lungcancer@meet-ics.com
SEPTEMBER Website : 2007worldlungcancer.org
Merak Room Plennary Hall JCC, Jakarta
Tlp.: 021-021-739-4993 ; 53677981
06 – 08 Seminar Nasional PERKAPI 2007
Fax.: 021-739-4993 ; 53677983
E-mail : sekretariatperkapi@yahoo.com
Nusa Dua Resort, Bali
The 6th Asia Pacific Conference on Anti-Aging Ph. : 62-361-773 565 ; Facs.: 0361-755 699
07 – 09
Medicine : Connecting Science to Clinical Practise E-mail : info@asiaantiaging.net
Website : www.asiaantiaging.net
Informasi terkini, detail dan lengkap (jadual acara/pembicara) bisa diakses di http://www.kalbe.co.id/calendar

Cermin Dunia Kedokteran No. 157, 2007 191


Dampak Epilepsi

TINJAUAN PUSTAKA

Dampak Epilepsi pada


Aspek Kehidupan Penyandangnya
Rizaldy Pinzon
SMF Saraf RSUD Dr. M. Haulussy, Ambon, Indonesia

ABSTRAK

Epilepsi merupakan salah satu penyakit neurologi utama dengan permasalahan yang
kompleks. Epilepsi memiliki beban sakit yang signifikan, terutama di negara-negara
berkembang. Telaah pustaka ini menunjukkan bahwa tingkat cedera dan kematian lebih
tinggi pada penyandang epilepsi dibanding populasi normal. Epilepsi juga dihubungkan
dengan konsekuensi psikososial yang lebih berat bagi para penyandangnya. Stigma sosial
yang melekat pada epilepsi juga menghambat penyandangnya untuk terlibat dalam
kegiatan olahraga, pekerjaan, pendidikan, dan pernikahan.

Keywords: epilepsy – injury – death - quality of life - social stigma

PENDAHULUAN angka kematian yang tinggi, stigma sosial yang buruk,


ketakutan, kecemasan, gangguan kognitif, dan gangguan
Epilepsi merupakan salah satu penyakit neurologis yang psikiatrik(4). Pada penyandang usia anak-anak dan remaja,
utama. Epilepsi sering dihubungkan dengan disabilitas fisik, permasalahan yang terkait dengan epilepsi menjadi lebih
disabilitas mental, dan konsekuensi psikososial yang berat kompleks. Penyandang epilepsi pada masa anak dan remaja
bagi penyandangnya (pendidikan yang rendah, pengangguran dihadapkan pada masalah keterbatasan interaksi sosial dan
yang tinggi, stigma sosial, rasa rendah diri, kecenderungan kesulitan dalam mengikuti pendidikan formal(5). Mereka
tidak menikah bagi penyandangnya). Sebagian besar kasus memiliki risiko lebih besar terhadap terjadinya kecelakaan dan
epilepsi dimulai pada masa anak-anak(1,2). kematian yang berhubungan dengan epilepsi(3).
Pada tahun 2000, diperkirakan penyandang epilepsi di
seluruh dunia berjumlah 50 juta orang, 37 juta orang di Permasalahan yang muncul adalah: Bagaimana dampak
antaranya adalah epilepsi primer, dan 80% tinggal di negara epilepsi terhadap berbagai aspek kehidupan penyandangnya.
berkembang(1,2). Laporan WHO (2001) memperkirakan bahwa Tujuan penulisan makalah adalah mengkaji berbagai hasil
rata-rata terdapat 8,2 orang penyandang epilepsi aktif di penelitian terkini tentang dampak epilepsi terhadap berbagai
antara 1000 orang penduduk, dengan angka insidensi 50 per aspek kehidupan. Pelacakan kepustakaan dilakukan melalui
100.000 penduduk. Angka prevalensi dan insidensi fasilitas internet dan perpustakaan FK UGM. Kata kunci yang
diperkirakan lebih tinggi di negara-negara berkembang(3). digunakan adalah epilepsy - impact - quality of life - injury -
Epilepsi dihubungkan dengan angka cedera yang tinggi, death.

192 Cermin Dunia Kedokteran No. 157, 2007


Dampak Epilepsi

PEMBAHASAN Hasil ketiga penelitian di atas menunjukkan bahwa


Epilepsi merupakan penyakit kronis yang paling sering cedera kepala menempati urutan pertama cedera pada
menimbulkan permasalahan medik dan kualitas hidup yang penyandang epilepsi(6,8,9). Penelitian Buck dkk(8) menunjukkan
buruk bagi penyandangnya(6). Epilepsi berpengaruh luas pada bahwa faktor prediktor yang paling berperan untuk terjadinya
aspek kehidupan penyandang, keluarga, dan lingkungan cedera adalah tipe bangkitan tonik klonik umum dengan OR
sosialnya(7). Lokasi fokus, tipe bangkitan, dan frekuensi 2,7 (95% CI 1,3-5,5). Faktor prediktor lain yang ikut berperan
bangkitan merupakan hal-hal yang berpengaruh terhadap adalah jumlah bangkitan yang lebih dari 1 kali per bulannya
dampak epilepsi pada aspek kehidupan penyandangnya(4). dengan nilai OR 2,0 (95% CI 1,3-3,3).
Kajian dampak epilepsi terhadap berbagai aspek kehidupan
penyandangnya akan difokuskan pada 4 hal yaitu : (1) cedera Kualitas hidup penyandang epilepsi
akibat epilepsi, (2) kualitas hidup (Disability Adjusted Life Penyandang epilepsi memiliki kualitas hidup yang lebih
Years), (3) stigma sosial, dan (4) risiko kematian yang lebih rendah daripada populasi normal. Beberapa penelitian
tinggi dibanding populasi pembanding. terdahulu menggunakan Disablity Adjusted Life Years
(DALY) untuk menilai kualitas hidup penyandang epilepsi;
Cedera akibat bangkitan epilepsi hasilnya dapat dilihat pada tabel 2 :
Penyandang epilepsi (terutama yang bangkitannya belum Disablity Adjusted Life Years (DALY) didefinisikan
terkendali dengan baik) memiliki risiko besar untuk menderita sebagai jumlah tahun yang hilang akibat kematian dini atau
cedera akibat bangkitan epilepsi. Cedera akibat bangkitan hidup dalam disabilitas(11,13).
epilepsi didefinisikan sebagai cedera yang terjadi sebagai Penelitian tentang Disability Adjusted Life Years (DALY)
akibat langsung dari bangkitan epilepsi, dan terjadi saat yang paling menarik adalah penelitian Been, dkk (1999).
timbulnya bangkitan(6). Berbagai penelitian terdahulu yang Penelitian ini menggunakan pendekatan penilaian kuantitatif
menunjukkan cedera yang dialami penyandang akibat terhadap berbagai literatur penelitian dari tahun 1980-1999 di
bangkitan epilepsi dapat dilihat pada tabel 1 : negara berkembang dengan populasi penyandang anak-anak
(usia <15 tahun). Disability Adjusted Life Years (DALY)/
Tabel 1. Kejadian cedera akibat bangkitan epilepsi dari berbagai
1000 populasi epilepsi pada laki-laki adalah 1,1, sementara
penelitian (6,8,9)
pada perempuan adalah 1,3. Disability Adjusted Life Years
Tempat (DALY)/ 1000 populasi epilepsi usia 5-14 tahun lebih tinggi
Pene Metode
dan dibanding pada usia 0-4 tahun yaitu 1,6 : 0,5. Disability
liti pengambilan Tipe cedera
karakteristik %
(tahun) data Adjusted Life Years (DALY) / 1000 populasi epilepsi yang
subyek
Buck, Inggris, 1341 - Kuesioner - Cedera kepala paling tinggi adalah di Amerika Selatan yaitu sebesar 1,5, dan
dkk penyandang diisi sendiri (70/297) 24%
(1997) epilepsi dari oleh - Cedera mulut paling rendah di Cina yaitu 0,7(11).
31 pusat penyandang (28/290) 10%
pelayanan - 344 (25,6%) - Luka bakar
kesehatan penyandang (48/302) 16%
mengalami - Fraktur (16/278) 6% Tabel 2. Disability Adjusted Life Years (DALY) epilepsi (10,11,12)
cedera 1 tahun
terakhir Persent
Mills, Bristol, 394 Studi potong - Cedera kepala Peneliti Tempat dan ase dari Urutan
DALY
dkk penyandang lintang, (43/199) 22,5% (tahun) pengambilan data total DALY
(1997) berusia ≥16 kuesioner diisi - Cedera mulut DALY
tahun dari sendiri oleh (8/184) 4,3% ABDI Pengukuran beban - DALY laki- - Laki- 43
14 pusat penyandang - Luka bakar Australian sakit di seluruh laki: 6.668 laki
pelayanan (14/184) 7,6% Burden of Australia berdasar (000) 0,5% 48
kesehatan - Fraktur (11/185) 5,9% Disease and jenis kelamin, umur, - DALY - Perem
Injury Study dan sebab sakit perempuan : puan:
Baker, 15 negara - Kuesioner - Cedera kepala 27% (1996) 4.851 (000) 0,4%
dkk Eropa - 5211 diisi sendiri - Cedera gigi- Studi kuantitatif - DALY - 20
(1999) penyandang oleh mulut 13% Deen, dkk literatur 1980-1999 (000) pada
epilepsi penyandang - Luka bakar 8% (1999) di Asia, Afrika, dan anak < 15
berusia >16 - Lainnya 52% Amerika Selatan tahun : 1717
tahun (49% - 248 (9,5%) Cliché, dkk Kajian terhadap - DALY - 20
laki-laki; mengalami (2001) data Medical (000) : 505
51% cedera dalam 1 Research Council of
perempuan), tahun terakhir Canada tentang
median umur beban sakit (burden
35 tahun of disease)

Cermin Dunia Kedokteran No. 157, 2007 193


Dampak Epilepsi

Kematian akibat epilepsi Stigma sosial akibat epilepsi


Penyandang epilepsi memiliki risiko kematian yang relatif
Tabel 4. Stigma sosial akibat epilepsi dari berbagai penelitian(6,9)
lebih tinggi dibanding populasi normal. Berbagai penelitian
terdahulu menggunakan Standarized Mortality Ratio (SMR). Peneliti
Tempat, karakteristik subyek,
metode pengambilan data, dan Stigma sosial
Standarized Mortality Ratio (SMR) merupakan rasio antara (tahun)
instrumen penelitian
jumlah kematian pada penyandang epilepsi dalam suatu waktu Mills, dkk - Bristol, 394 penyandang epilepsi Jawaban ya untuk
(1997) berusia ≥16 tahun dari 14 buah masing-masing
tertentu dibanding kematian pada populasi normal/reference pusat pelayanan kesehatan pertanyaan :
population(14). Penyandang epilepsi juga memiliki risiko - Studi potong lintang, tiga
pertanyaan tentang stigma sosial
kematian mendadak yang tidak terjelaskan/ SUDEP (Sudden - Orang lain tidak nyaman - 26,2%
Unexplained Death in Epilepsy)(15). Gambaran Standardized dengan saya
- Akibat epilepsi saya - 18,3%
Mortality Ratio (SMR) epilepsi dari berbagai penelitian diperlakukan rendah
terdahulu dapat dilihat pada tabel 3 . - Akibat epilepsi orang lain - 16,5%
menghindari saya
Di antara berbagai penelitian di atas, penelitian
Shackleton dkk (1999) dan Camfield dkk (2002) yang paling Baker, - 15 negara Eropa - 5211 2563/ 5211 (49%)
dkk penyandang epilepsi berusia > 16 merasakan stigma
menarik untuk disimak(14,17). Penelitian ini menggunakan (1999) tahun (49% laki-laki; 51% sosial akibat epilepsi.
jumlah subyek yang besar dengan pengamatan prospektif perempuan), median 35 tahun
- Kuesioner, tiga pertanyaan tentang
jangka panjang. Hasil penelitian Shackleton dkk (1999) stigma sosial 40,1 % menjawab ya
menunjukkan bahwa angka insidensi kematian di kalangan - Orang lain tidak nyaman untuk 1 pertanyaan,
dengan saya 24% untuk 2
penyandang epilepsi adalah 6,8 per 1000 orang (17). Sementara - Akibat epilepsi saya pertanyaan, dan
hasil penelitian Silanpaa dkk (1998) adalah sebesar 6,23 per diperlakukan rendah 35,9% untuk ketiga
- Akibat epilepsi orang lain pertanyaan
1000 penyandang(20). menghindari saya
Penelitian Shackleton dkk (1999) menyimpulkan bahwa
risiko kematian meningkat pada penyandang yang berumur
kurang dari 20 tahun (RR 7,6, 95% CI 6,5-8,7). Standardized Kualitas hidup penyandang epilepsi yang rendah tidak
Mortality Ratio (SMR) pada laki-laki lebih tinggi dibanding dapat dilepaskan dari stigma sosial yang melekat pada
perempuan - 3,6 (95% CI 3,1-4,0) berbanding 2,6 (95% CI penyandang epilepsi. Beberapa penelitian tentang stigma
2,2-3,0). Penelitian Camfield dkk (2002) menunjukkan bahwa akibat epilepsi dapat dilihat pada tabel 4.
prediktor utama terjadinya kematian pada penyandang epilepsi Permasalahan epilepsi di negara-negara berkembang
anak-anak adalah adanya defisit neurologis yang menyertai (termasuk Indonesia) menjadi lebih kompleks akibat
epilepsi (RR : 22,03, 95% CI 6,97-69,65)(17). prevalensi yang relatif lebih tinggi, proporsi penyandang yang
tidak berobat secara adekuat (treatment gap) yang lebih tinggi,
dan tingginya kasus-kasus epilepsi simptomatik(21).
Tabel 3. Standardized Mortality Ratio (SMR) epilepsi (14,16,17,18,19) Permasalahan utama yang terkait dengan penatalaksanaan
Tempat epilepsi di Indonesia adalah : (1) tidak ada data epidemiologi
sumber data yang jelas, (2) stigma sosial yang tinggi, (3) tingkat
Peneliti Metode 95%
dan SMR
(tahun) pengambilan data CI pengetahuan penyandang terhadap terapi yang rendah (jumlah
karakteristik
subyek treatment gap tinggi), dan (4) kemiskinan dan kurangnya
Cockerel, Inggris, Prospektif dengan 3,0 2,5-3,7
dkk (1997) 792 pasien median follow up 7,1 akses sistem asuransi kesehatan untuk penyediaan obat(22).
tahun
Shackleton, Belanda, 38665 Prospektif dengan 3,2 2,9-3,5
dkk (1999) orang-tahun, rata-rata waktu follow
follow up up 28 tahun
lengkap pada
1355 penderita
Epilepsi dihubungkan pula
Morgan,
dkk (2000)
Glamorgan,
Inggris, 2943
Kajian retrospektif
data klinik RS
1,25 1,2-1,3
dengan risiko morbiditas,
subyek
Lhatoo, dkk Inggris, 792 Prospektif dengan 2,1 1,8-2,4 mortalitas dan stigma sosial
(2001) pasien median follow up
11,8 tahun yang tinggi di masyarakat
Camfield, Kanada, 692 Prospektif, median 5,3 2,29-
dkk (2002) pasien epilepsi follow up 13,9 tahun 8,32
anak

194 Cermin Dunia Kedokteran No. 157, 2007


Dampak Epilepsi

SIMPULAN Injury Study. Australia, 1996


11. Deen JL, Vos T, Huttly SRA, Tulloch J. Injuries and Non
Berdasarkan kajian terhadap berbagai penelitian terdahulu
Communicable Diseases: Emerging Health Problems of Children in
di atas terlihat bahwa epilepsi memiliki berbagai masalah Developing Countries. Bull. WHO 1999; 77 (6); 518-24
medis, psikososial, dan kualitas hidup sangat kompleks. 12. Cliché ML, Castilloux AM, Le Lourier J, Association Between The
Penyandang epilepsi sering dihadapkan pada berbagai masalah Burden of Disease and Research Funding by The Medical Research
Council of Canada and The National Institutes of Health : A Cross
psikososial yang menghambat kehidupan normal. Epilepsi
Sectional Study. Clin Invest Med 2001;24(2): 83-9
dihubungkan pula dengan risiko morbiditas, mortalitas, dan 13. Desai NG, Issac M. Mental Health in South East Asia : Reaching Out to
stigma sosial yang tinggi di masyarakat. The Community. Regional Health Forum 2001; 5(1): 6-13
14. Camfield CS, Camfield PR, Veugelers PJ. Death in children with
KEPUSTAKAAN epilepsy: a population-based study. Lancet 2002, April
15. Sperling MR, Bucurescu G, Kim B. Epilepsy Management : Issues in
1. WHO. Epilepsy : Epidemiology, Etiology, and Prognosis, WHO Fact Medical and Surgical Treatment. Postgrad. Med. 1997; 102(1)
Sheet No. 165, 2001 16. Cockerell OC, Johnson AL, Sander JWAS, Shorvon SD. Prognosis of
2. WHO. Epilepsy : Social Consequences and Economic Aspects, WHO Epilepsy: A Review and Further Analysis of The First Nine Years of
Fact Sheet No. 166, 2001 The British National General Practice Study of Epilepsy. A Prospective
3. WHR. Epilepsy in The World. Health Report: Mental Health : New Population Based Study. Epilepsia 1997; 38(1): 31-46
Understanding, New Hope, WHO , 2001 17. Shackleton DR, Westendrop RGJ, Trenite KN, Vandenbrouke JP,
4. Shafer PO. Improving the Quality of Life in Epilepsy: Non Medical Mortality in Patients with Epilepsy: 40 Years Follow Up in A Dutch
Issues Too Often Overlooked. Postgrad. Med. January 2002. Cohort Study. J. Neurol Neurosurg Psychiatr 1999; 66: 636-640
5. Smith PE, The Teenagers with Epilepsy. Editorial, BMJ 1998; 317; 960- 18. Morgan CL, Ahmed Z, Kerr MP, Social Deprivation and Prevalence of
61. Epilepsy and Associated Health Usage J. Neurol Neurosurg Psychiatr.,
6. Mills N, Bachmann M, Harvey I, McGrowen M, Hine I, Patient’s 2000; 69: 13-7
Experience of Epilepsy and Health Care. Family Practice 1997; 14(2): 19. Lhatoo SD, Johnson AL, Goodridge DM, MacDonald BK, Sander JW,
117-123. Shorvon SD. Mortality in Epilepsy in the First 11 to 14 Years after
7. Gilliam F. Epilepsy Outcomes : Prognosis and Predictive Factors, Diagnosis: Multivariate Analysis of a Long-term, Prospective,
Epilepsy Quarterly 2001; 9 (2) Population-Based Cohort. Ann Neurol. 2001; 49: 336–344
8. Buck D, Baker GA, Jacoby A, Smith DF, Chadwick DW, Patient’s 20. Silanpaa M, Jalava M, Kaleva O, Shinnar S. Long Term Prognosis of
Experiences of Injury as a Result of Epilepsy. Epilepsia 1997; 38 (4) : Epilepsy with Onset in Childhood. N Engl J Med. 1998; 338: 1715-22
439-44. 21. Tan CT. Epidemiology of Epilepsy. Teaching Course on Epilepsy. May-
9. Baker GA. Quality of Life of People with Epilepsy; A European Study, June, Bandung, 2001
Epilepsia 1999; 38(3): 353-62 22. Gunawan D, Dikot Y. Epilepsy Management in Indonesia. Teaching
10. ABDI. Burden of Disease and Injury. Australian Burden of Disease and Course on Epilepsy. May-June, Bandung, 2001.

Informasi Topik Utama Cermin Dunia Kedokteran Mendatang

Untuk edisi mendatang, Redaksi Cermin Dunia Kedokteran akan


memilih topik-topik :
kebidanan dan penyakit kandungan
masalah anak
informatika kedokteran
reumatologi
sebagai topik utama.

Redaksi selalu mengharapkan kesediaan sejawat untuk mengirimkan


naskah/hasil penelitian sejawat sekalian agar diterbitkan/
dipublikasikan sehingga dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya dalam
praktek dunia kedokteran.

Cermin Dunia Kedokteran No. 157, 2007 195


Gangguan Tidur Lanjut Usia

TINJAUAN PUSTAKA

Gangguan Tidur pada Lanjut Usia


Diagnosis dan Penatalaksanaan
Nurmiati Amir
Bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr Cipto Mangunkusumo, Jakarta

PENDAHULUAN dengan seseorang yang lama tidurnya antara 7-8 jam per hari.
Tidur merupakan suatu proses otak yang dibutuhkan oleh Berdasarkan dugaan etiologinya, gangguan tidur dibagi
seseorang untuk dapat berfungsi dengan baik. Masyarakat menjadi empat kelompok yaitu, gangguan tidur primer,
awam belum begitu mengenal gangguan tidur sehingga jarang gangguan tidur akibat gangguan mental lain, gangguan tidur
mencari pertolongan. Pendapat yang menyatakan bahwa tidak akibat kondisi medik umum, dan gangguan tidur yang
ada orang yang meninggal karena tidak tidur adalah tidak diinduksi oleh zat.
benar. Beberapa gangguan tidur dapat mengancam jiwa baik Gangguan tidur-bangun dapat disebabkan oleh perubahan
secara langsung (misalnya insomnia yang bersifat keturunan fisiologis misalnya pada proses penuaan normal. Riwayat
dan fatal dan apnea tidur obstruktif) atau secara tidak langsung tentang masalah tidur, higiene tidur saat ini, riwayat obat yang
misalnya kecelakaan akibat gangguan tidur. Di Amerika digunakan, laporan pasangan, catatan tidur, serta
Serikat, biaya kecelakaan yang berhubungan dengan gangguan polisomnogram malam hari perlu dievaluasi pada lansia yang
tidur per tahun sekitar seratus juta dolar. mengeluh gangguan tidur. Keluhan gangguan tidur yang sering
Insomnia merupakan gangguan tidur yang paling sering diutarakan oleh lansia yaitu insomnia, gangguan ritme tidur,dan
ditemukan. Setiap tahun diperkirakan sekitar 20%-50% orang apnea tidur2. Makalah ini akan membahas tentang diagnosis
dewasa melaporkan adanya gangguan tidur dan sekitar 17% gangguan tidur tersebut serta cara penatalaksanaannya.
mengalami gangguan tidur yang serius. Prevalensi gangguan
tidur pada lansia cukup tinggi yaitu sekitar 67 %. Walaupun KLASIFIKASI GANGGUAN TIDUR
demikian, hanya satu dari delapan kasus yang menyatakan I. Gangguan tidur primer
bahwa gangguan tidurnya telah didiagnosis oleh dokter.1 Gangguan tidur primer adalah gangguan tidur yang bukan
Lansia dengan depresi, stroke, penyakit jantung, penyakit disebabkan oleh gangguan mental lain, kondisi medik umum,
paru, diabetes, artritis, atau hipertensi sering melaporkan bahwa atau zat. Gangguan tidur ini dibagi dua yaitu disomnia dan
kualitas tidurnya buruk dan durasi tidurnya kurang bila parasomnia. Disomnia ditandai dengan gangguan pada jumlah,
dibandingkan dengan lansia yang sehat. Gangguan tidur dapat kualitas, dan waktu tidur. Parasomnia dikaitkan dengan
meningkatkan biaya penyakit secara keseluruhan. perilaku tidur atau peristiwa fisiologis yang dikaitkan dengan
Gangguan tidur juga dikenal sebagai penyebab morbiditas tidur, stadium tidur tertentu atau perpindahan tidur-bangun.
yang signifikan. Ada beberapa dampak serius gangguan tidur Disomnia terdiri dari insomnia primer, hipersomnia
pada lansia misalnya mengantuk berlebihan di siang hari, primer, narkolepsi, gangguan tidur yang berhubungan dengan
gangguan atensi dan memori, mood depresi, sering terjatuh, pernafasan, gangguan ritmik sirkadian tidur, dan disomnia yang
penggunaan hipnotik yang tidak semestinya, dan penurunan tidak dapat diklasifikasikan.
kualitas hidup. Angka kematian, angka sakit jantung dan Parasomnia terdiri dari gangguan mimpi buruk, gangguan
kanker lebih tinggi pada seseorang yang lama tidurnya lebih teror tidur, berjalan saat tidur, dan parasomnia yang tidak dapat
dari 9 jam atau kurang dari 6 jam per hari bila dibandingkan diklasifikasikan.

196 Cermin Dunia Kedokteran No. 157, 2007


Gangguan Tidur Lanjut Usia

II. Gangguan tidur terkait gangguan mental lain berlangsung antara 70 – 120 menit. Secara umum ada 4-6
Gangguan tidur terkait gangguan mental lain yaitu siklus NREM-REM yang terjadi setiap malam. Periode tidur
terdapatnya keluhan gangguan tidur yang menonjol yang REM I berlangsung antara 5-10 menit. Makin larut malam,
diakibatkan oleh gangguan mental lain (sering karena periode REM makin panjang. Tidur NREM terdiri dari empat
gangguan mood) tetapi tidak memenuhi syarat untuk stadium yaitu stadium 1,2,3,4.
ditegakkan sebagai gangguan tidur tersendiri. Ada dugaan
bahwa mekanisme patofisiologik yang mendasari gangguan STADIUM TIDUR NORMAL PADA DEWASA
mental juga mempengaruhi terjadinya gangguan tidur-bangun. Stadium 0 adalah periode dalam keadaan masih bangun
Gangguan tidur ini terdiri dari: Insomnia terkait aksis I atau II tetapi mata menutup. Fase ini ditandai dengan gelombang
dan Hipersomnia terkait aksis I atau II. voltase rendah, cepat, 8-12 siklus per detik. Tonus otot
meningkat. Aktivitas alfa menurun dengan meningkatnya rasa
III. Gangguan tidur akibat kondisi medik umum kantuk. Pada fase mengantuk terdapat gelombang alfa
Gangguan akibat kondisi medik umum yaitu adanya campuran.
keluhan gangguan tidur yang menonjol yang diakibatkan oleh Stadium 1 disebut onset tidur. Tidur dimulai dengan
pengaruh fisiologik langsung kondisi medik umum terhadap stadium NREM. Stadium 1 NREM adalah perpindahan dari
siklus tidur-bangun. bangun ke tidur. Ia menduduki sekitar 5% dari total waktu
tidur. Pada fase ini terjadi penurunan aktivitas gelombang alfa
IV. Gangguan tidur akibat zat (gelombang alfa menurun kurang dari 50%), amplitudo rendah,
Yaitu adanya keluhan tidur yang menonjol akibat sedang sinyal campuran, predominan beta dan teta, tegangan rendah,
menggunakan atau menghentikan penggunaan zat (termasuk frekuensi 4-7 siklus per detik. Aktivitas bola mata melambat,
medikasi). tonus otot menurun, berlangsung sekitar 3-5 menit. Pada
Penilaian sistematik terhadap seseorang yang mengalami stadium ini seseorang mudah dibangunkan dan bila terbangun
keluhan tidur seperti evaluasi bentuk gangguan tidur yang merasa seperti setengah tidur.
spesifik, gangguan mental saat ini, kondisi medik umum, dan Stadium 2 ditandai dengan gelombang EEG spesifik yaitu
zat atau medikasi yang digunakan, perlu dilakukan3. didominasi oleh aktivitas teta, voltase rendah-sedang,
kumparan tidur dan kompleks K. Kumparan tidur adalah
FISIOLOGI TIDUR NORMAL gelombang ritmik pendek dengan frekuensi 12-14 siklus per
Rata-rata dewasa sehat membutuhkan waktu 7½ jam untuk detik. Kompleks K yaitu gelombang tajam, negatif, voltase
tidur setiap malam. Walaupun demikian, ada beberapa orang tinggi, diikuti oleh gelombang lebih lambat, frekuensi 2-3
yang membutuhkan tidur lebih atau kurang. Tidur normal siklus per menit, aktivitas positif, dengan durasi 500 mdetik.
dipengaruhi oleh beberapa faktor misalnya usia. Seseorang Tonus otot rendah, nadi dan tekanan darah cenderung menurun.
yang berusia muda cenderung tidur lebih banyak bila Stadium 1 dan 2 dikenal sebagai tidur dangkal. Stadium ini
dibandingkan dengan lansia. Waktu tidur lansia berkurang menduduki sekitar 50% total tidur.
berkaitan dengan faktor ketuaan. Stadium 3 ditandai dengan 20%-50% aktivitas delta,
Fisiologi tidur dapat dilihat melalui gambaran frekuensi 1-2 siklus per detik, amplitudo tinggi, dan disebut
ekektrofisiologik sel-sel otak selama tidur. Polisomnografi juga tidur delta. Tonus otot meningkat tetapi tidak ada gerakan
merupakan alat yang dapat mendeteksi aktivitas otak selama bola mata.
tidur. Pemeriksaan polisomnografi sering dilakukan saat tidur Stadium 4 terjadi jika gelombang delta lebih dari 50%.
malam hari. Alat tersebut dapat mencatat aktivitas EEG, Stadium 3 dan 4 sulit dibedakan. Stadium 4 lebih lambat dari
elektrookulografi, dan elektromiografi. Elektromiografi perifer stadium 3. Rekaman EEG berupa delta. Stadium 3 dan 4
berguna untuk menilai gerakan abnormal saat tidur. disebut juga tidur gelombang lambat atau tidur dalam. Stadium
Stadium tidur - diukur dengan polisomnografi - terdiri dari ini menghabiskan sekitar 10%-20% waktu tidur total. Tidur ini
tidur rapid eye movement (REM) dan tidur non-rapid eye terjadi antara sepertiga awal malam dengan setengah malam.
movement (NREM). Tidur REM disebut juga tidur D atau Durasi tidur ini meningkat bila seseorang mengalami deprivasi
bermimpi karena dihubungkan dengan bermimpi atau tidur tidur.
paradoks karena EEG aktif selama fase ini. Tidur NREM Tidur REM ditandai dengan rekaman EEG yang hampir
disebut juga tidur ortodoks atau tidur gelombang lambat atau sama dengan tidur stadium 1. Pada stadium ini terdapat letupan
tidur S. Kedua stadia ini bergantian dalam satu siklus yang periodik gerakan bola mata cepat. Refleks tendon melemah

Cermin Dunia Kedokteran No. 157, 2007 197


Gangguan Tidur Lanjut Usia

atau hilang. Tekanan darah dan nafas meningkat. Pada pria masing tidur NREM, dihitung dalam menit. 3
terjadi ereksi penis. Pada tidur REM terdapat mimpi-mimpi. Tidur manusia bervariasi sepanjang kehidupannya. Pada
Fase ini menggunakan sekitar 20%-25% waktu tidur. Latensi anak-anak dan remaja awal, jumlah tidur gelombang lambat
REM sekitar 70-100 menit pada subyek normal tetapi pada relatif stabil. Kontinuitas dan dalamnya tidur berkurang setelah
penderita depresi, gangguan makan, skizofrenia, gangguan dewasa. Pengurangan tersebut ditandai dengan peningkatan
kepribadian ambang, dan gangguan penggunaan alkohol frekuensi bangun, tidur stadium 1, serta penurunan stadium 3
durasinya lebih pendek. dan 4. Oleh karena itu, usia harus dipertimbangkan dalam
Sebagian tidur delta (NREM) terjadi pada separuh awal mendiagnosis gangguan tidur.
malam dan tidur REM pada separuh malam menjelang pagi. Siklus sirkadian tidur-bangun dapat mempengaruhi fungsi
Tidur REM dan NREM berbeda dalam hal dimensi psikologik neuroendokrin misalnya sekresi kortisol, melatonin, dan
dan fisiologik. Tidur REM dikaitkan dengan mimpi-mimpi hormon pertumbuhan. Pada dewasa normal, temperatur tubuh
sedangkan tidur NREM dengan pikiran abstrak. Fungsi otonom juga mengikuti ritme sirkadian; puncaknya pada sore hari dan
bervariasi pada tidur REM tetapi lambat atau menetap pada paling rendah pada malam hari. Gangguan siklus temperatur
tidur NREM. dikaitkan dengan insomnia.
Jadi, tidur dimulai pada stadium 1, masuk ke stadium 2, 3,
dan 4. Kemudian kembali ke stadium 2 dan akhirnya masuk ke
periode REM 1, biasanya berlangsung 70-90 menit setelah Siklus sirkadian tidur-bangun
onset. Pergantian siklus dari NREM ke siklus REM biasanya
berlangsung 90 menit. Durasi periode REM meningkat
dapat mempengaruhi fungsi
menjelang pagi 2. neuroendokrin
Kondisi tidur siang hari dapat dinilai dengan multiple sleep
latency test (MSLT). Subyek diminta untuk berbaring di
ruangan gelap dan tidak boleh menahan kantuknya. Tes ini
diulang beberapa kali (lima kali pada siang hari). Latensi tidur Umur, pola tidur premorbid, dan status kesehatan secara
yaitu waktu yang dibutuhkan untuk jatuh tidur.Waktu ini umum mempengaruhi tidur. Apabila dibandingkan dengan
diukur untuk masing-masing tes dan digunakan sebagai indeks tidur subyek dengan usia muda, tidur lansia kurang dalam,
fisiologik tidur. Kebalikan dari MSLT yaitu maintenance of lebih sering terbangun, tidur delta berkurang, dan tidurnya
wakefulness test (MWT). Subyek ditempatkan di dalam ruangan tidak efektif.
yang tenang, lampu suram, dan diinstruksikan untuk tetap Mengantuk di siang hari sering terjadi pada lansia.
terbangun. Tes ini juga diulang beberapa kali. Latensi tidur Keadaan ini dapat mempengaruhi jadual tidur-bangunnya di
diukur sebagai indeks kemampuan individu untuk malam hari. Walaupun demikian, beberapa individu memang
mempertahankan tetap bangun. mempunyai durasi tidur lebih pendek atau kebutuhan tidurnya
lebih sedikit. Individu ini tidak mempunyai keluhan susah
Beberapa terminologi standar ukuran polisomnografi masuk tidur dan tidak ada tanda-tanda khas insomnia seperti
1. Kontinuitas tidur yaitu keseimbangan antara tidur dengan sering terbangun, letih, susah konsentrasi, dan iritabilitas.
bangun selama satu malam. Kontinuitas tidur dikatakan Fungsi siang harinya tidak terganggu meskipun ia tidur kurang
baik bila tidur lebih banyak daripada bangun dan dikatakan dari tujuh jam4.
buruk bila tidur sering terinterupsi atau terbangun. Ukuran
PERUBAHAN TIDUR PADA LANSIA NORMAL
kontinuitas tidur yang spesifik adalah latensi tidur (jumlah
Pola tidur-bangun berubah sesuai dengan bertambahnya
waktu yang dibutuhkan untuk jatuh tidur, biasanya
umur. Pada masa neonatus sekitar 50% waktu tidur total adalah
dihitung dalam menit). Terbangun intermiten yaitu jumlah
tidur REM. Lama tidur sekitar 18 jam. Pada usia satu tahun
waktu terbangun setelah onset tidur (dalam menit).
lama tidur sekitar 13 jam dan 30 % adalah tidur REM. Waktu
2. Efisiensi tidur yaitu rasio antara waktu sebenarnya yang
tidur menurun dengan tajam setelah itu. Dewasa muda
digunakan untuk tidur dengan waktu yang dihabiskan di
membutuhkan waktu tidur 7-8 jam dengan NREM 75% dan
tempat tidur - diukur dalam persentase. Angka tinggi
REM 25%. Kebutuhan ini menetap sampai batas lansia.
menunjukkan efisiensi tidur baik.
Lansia menghabiskan waktunya lebih banyak di tempat
3. Arsitektur tidur yaitu jumlah dan distribusi stadium tidur.
tidur, mudah jatuh tidur, tetapi juga mudah terbangun dari
Ukurannya adalah jumlah absolut tidur REM dan masing-

198 Cermin Dunia Kedokteran No. 157, 2007


Gangguan Tidur Lanjut Usia

tidurnya. Perubahan yang sangat menonjol yaitu terjadi Peningkatan frekuensi dan durasi mengantuk di siang hari
pengurangan pada gelombang lambat, terutama stadium 4, menunjukkan tidak adekuatnya tidur di malam hari. Pasien
gelombang alfa menurun, dan meningkatnya frekuensi mesti didorong untuk mengatur dan mengurangi waktunya di
terbangun di malam hari atau meningkatnya fragmentasi tidur tempat tidur. Selain itu, pasien mesti didorong untuk lebih aktif
karena seringnya terbangun. Gangguan juga terjadi pada di siang hari (fisik dan sosial).
dalamnya tidur sehingga lansia sangat sensitif terhadap
Lingkungan
stimulus lingkungan.
Suara gaduh, cahaya, dan temperatur dapat mengganggu
Selama tidur malam, seorang dewasa muda normal akan
tidur. Lansia sangat sensitif terhadap stimulus lingkungannya.
terbangun sekitar 2-4 kali. Tidak begitu halnya dengan lansia,
Penggunaan tutup telinga dan tutup mata dapat mengurangi
ia lebih sering terbangun. Walaupun demikian, rata-rata waktu
pengaruh buruk lingkungan. Temperatur dan alas tidur yang
tidur total lansia hampir sama dengan dewasa muda.
tidak nyaman juga dapat mengganggu tidur. Kebiasaan-
Ritmik sirkadian tidur-bangun lansia juga sering
kebiasaan yang tidak baik di tempat tidur juga harus dihindari
terganggu. Jam biologik lansia lebih pendek dan fase tidurnya
misalnya makan, menonton TV, dan memecahkan masalah-
lebih maju. Seringnya terbangun pada malam hari
masalah serius. Faktor-faktor ini mesti dievaluasi ketika
menyebabkan keletihan, mengantuk, dan mudah jatuh tidur
berhadapan dengan lansia yang mengalami gangguan tidur.
pada siang hari. Dengan perkataan lain, bertambahnya umur
Lansia mesti dianjurkan untuk menciptakan suasana yang
juga dikaitkan dengan kecenderungan untuk tidur dan bangun
nyaman untuk tidur.
lebih awal. Toleransi terhadap fase atau jadual tidur-bangun
menurun, misalnya sangat rentan dengan perpindahan jam Diet dan Penggunaan obat
kerja. Minum kopi, teh, dan soda, serta merokok sebelum tidur
Adanya gangguan ritmik sirkadian tidur juga berpengaruh dapat mengganggu tidur. Alkohol dapat mempercepat onset
terhadap kadar hormon yaitu terjadi penurunan sekresi hormon tidur tetapi beberapa jam kemudian pasien kembali tidak bisa
pertumbuhan, prolaktin, tiroid, dan kortisol pada lansia. tidur. Obat-obat tidur atau obat-obat yang diresepkan untuk
Hormon-hormon ini dikeluarkan selama tidur dalam. Sekresi gangguan kondisi medik dapat kadang-kadang dapat
melatonin juga berkurang. Melatonin berfungsi mengontrol mengganggu tidur. Pengaruhnya dapat terjadi secara berangsur-
sirkadian tidur. Sekresinya terutama pada malam hari. Apabila angsur setelah beberapa lama menggunakan obat tersebut.
terpajan dengan cahaya terang, sekresi melatonin akan Pasien dianjurkan untuk mengurangi atau mengubah jam-jam
berkurang 2. penggunaan obat atau diet yang dapat mempengaruhi tidur.
HIGIENE TIDUR PADA LANSIA Hal-hal Umum
Gangguan tidur dapat berbentuk buruknya higiene tidur Edukasi tentang tidur malam perlu diberikan kepada
dan gangguan tidur spesifik. Evaluasi keluhan tidur lansia lansia. Pasien dianjurkan untuk membuat kontak sosial dan
hendaklah selalu dilakukan. Keluhan tidur hendaknya jangan aktivitas fisik secara teratur di siang hari. Pasien harus pula
diabaikan meskipun mereka sudah tua. Buruknya higiene tidur dibantu untuk menghilangkan kecemasannya. Membaca sampai
dapat disebabkan oleh harapan yang berlebihan terhadap tidur mengantuk merupakan salah satu cara untuk menghilangkan
atau jadual tidur. Akibatnya, lansia sering menghabiskan kecemasan yang mengganggu tidur 1,2.
waktunya di tempat tidur atau sebentar-sebantar tertidur di
siang hari. Gangguan tidur pada lansia
Gangguan tidur pada lansia dapat bersifat nonpatologik
CHECKLIST HIGIENE TIDUR karena faktor usia dan ada pula gangguan tidur spesifik yang
sering ditemukan pada lansia.
Tidur bangun Ada beberapa gangguan tidur yang sering ditemukan pada
Waktu tidur yang tidak teratur menunjukkan adanya lansia.
gangguan ritmik sirkadian tidur. Pemanjangan latensi tidur
menunjukkan adanya ketegangan atau kecemasan sehingga INSOMNIA PRIMER
terjadi insomnia. Peningkatan frekuensi dan durasi terbangun di Ditandai dengan:
malam hari dikaitkan dengan nokturia, kejang otot kaki, • Keluhan sulit masuk tidur atau mempertahankan tidur atau
pernafasan pendek, dan kecemasan. Terbangun dini hari atau tetap tidak segar meskipun sudah tidur. Keadaan ini
memanjangnya durasi tidur dapat menunjukkan depresi. berlangsung paling sedikit satu bulan

Cermin Dunia Kedokteran No. 157, 2007 199


Gangguan Tidur Lanjut Usia

• Menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinik Penyebabnya tidak jelas, ada dugaan disebabkan oleh
atau impairment sosial, okupasional, atau fungsi penting ketidakseimbangan neurokimia otak di formasio retikularis
lainnya. batang otak atau disfungsi forebrain.
• Gangguan tidur tidak terjadi secara eksklusif selama ada Lansia yang tinggal sendiri atau adanya rasa ketakutan
gangguan mental lainnya. yang dieksaserbasi pada malam hari dapat menyebabkan tidak
• Tidak disebabkan oleh pengaruh fisiologik langsung bisa tidur. Insomnia kronik dapat menyebabkan penurunan
kondisi medik umum atau zat. mood (risiko depresi dan anxietas), menurunkan motivasi,
atensi, energi, dan konsentrasi, serta menimbulkan rasa malas.
Seseorang dengan insomnia primer sering mengeluh sulit Kualitas hidup berkurang dan menyebabkan lansia tersebut
masuk tidur dan terbangun berkali-kali. Bentuk keluhan tidur lebih sering menggunakan fasilitas kesehatan.
bervariasi dari waktu ke waktu. Misalnya, seseorang yang saat Seseorang dengan insomnia primer sering mempunyai
ini mengeluh sulit masuk tidur mungkin suatu saat mengeluh riwayat gangguan tidur sebelumnya. Sering penderita insomnia
sulit mempertahankan tidur. Meskipun jarang, kadang-kadang mengobati sendiri dengan obat sedatif-hipnotik atau alkohol.
seseorang mengeluh tetap tidak segar meskipun sudah tertidur. Anksiolitik sering digunakan untuk mengatasi ketegangan dan
Diagnosis gangguan insomnia dibuat bila penderitaan atau kecemasan. Kopi dan stimulansia digunakan untuk mengatasi
impairmentnya bermakna. rasa letih. Pada beberapa kasus, penggunaan ini berlanjut
Seorang penderita insomnia sering berpreokupasi dengan menjadi ketergantungan zat.
tidur. Makin berokupasi dengan tidur, makin berusaha keras Pemeriksaan polisomnografi menunjukkan kontinuitas
untuk tidur, makin frustrasi dan makin tidak bisa tidur. tidur yang buruk (latensi tidur buruk, sering terbangun,
Akibatnya terjadi lingkaran setan. efisiensi tidur buruk), stadium 1 meningkat, dan stadium 3 dan
Insomnia kronik disebut juga insomnia psikofisiologik 4 menurun. Ketegangan otot meningkat dan jumlah aktivitas
persisten. Insomnia ini dapat disebabkan oleh kecemasan; alfa dan beta juga meningkat 2,3
selain itu, dapat pula terjadi akibat kebiasaan atau pembelajaran
atau perilaku maladaptif di tempat tidur. Misalnya, pemecahan PERJALANAN GANGGUAN INSOMNIA PRIMER
masalah serius di tempat tidur, kekhawatiran, atau pikiran Faktor-faktor yang mempresipitasi insomnia berbeda-beda.
negatif terhadap tidur ( sudah berpikir tidak akan bisa tidur). Onset insomnia bisa bersifat tiba-tiba. Insomnia biasanya
Adanya kecemasan yang berlebihan karena tidak bisa tidur terjadi akibat stresor psikologik, fisik dan sosial. Insomnia
menyebabkan seseorang berusaha keras untuk tidur tetapi ia sering berlanjut meskipun kausanya sudah dapat diatasi. Hal ini
semakin tidak bisa tidur. Ketidakmampuan menghilangkan disebabkan terjadinya kondisioning negatif atau kewaspadaan
pikiran-pikiran yang mengganggu ketika berusaha tidur dapat yang meningkat. Misalnya, seorang lansia yang menderita
pula menyebabkan insomnia psikofisiologik. Selain itu, ketika nyeri dapat menghabiskan waktunya di tempat tidur dan sulit
berusaha untuk tidur terjadi peningkatan ketegangan motorik tidur karena nyerinya. Kondisioning negatif dapat terjadi.
dan keluhan somatik lain sehingga juga menyebabkan tidak Kondisi ini dapat bertahan meskipun nyeri sudah tidak ada lagi.
bisa tidur. Penderita bisa tertidur ketika tidak ada usaha untuk Insomnia juga dapat berkembang dalam konteks stresor
tidur. Insomnia ini disebut juga insomnia yang terkondisi. psikologik akut atau gangguan mental. Perjalanan insomnia
Mispersepsi terhadap tidur dapat pula terjadi. Diagnosis dapat bervariasi. Insomnia harus dibedakan dari gangguan
ditegakkan bila seseorang mengeluh tidak bisa masuk atau mental yang salah satu gambaran kliniknya insomnia
mempertahankan tidur tetapi tidak ada bukti objektif adanya (skizofrenia, gangguan depresi berat, gangguan cemas
gangguan tidur. Misalnya, pasien mengeluh susah masuk tidur menyeluruh). Insomnia primer tidak ditegakkan jika insomnia
(lebih dari satu jam), terbangun lebih lama (lebih dari 30 terjadi secara eksklusif selama adanya gangguan mental lain.
menit), dan durasi tidur kurang dari lima jam. Tetapi dari hasil Diagnosis insomnia primer dibuat jika gangguan mental lain
polisomnografi terlihat bahwa onset tidurnya kurang dari 15 tidak dapat menerangkan insomnia, atau jika insomnia dan
menit, efisiensi tidur 90%, dan waktu tidur totalnya lebih lama. gangguan mental mempunyai perjalanan yang berbeda. Jika
Pasien dengan gangguan seperti ini dikatakan mengalami insomnia merupakan manifestasi gangguan mental dan secara
mispersepsi terhadap tidur. eksklusif terjadi selama gangguan mental lain, diagnosis yang
Insomnia idiopatik adalah insomnia yang sudah terjadi lebih cocok adalah insomnia terkait gangguan mental lain.
sejak kehidupan dini. Kadang-kadang insomnia ini sudah Diagnosis dibuat jika keluhan insomnia sangat menonjol dan
terjadi sejak lahir dan dapat berlanjut selama hidup. perlu mendapat perhatian klinik tersendiri2.

200 Cermin Dunia Kedokteran No. 157, 2007


Gangguan Tidur Lanjut Usia

GANGGUAN TIDUR TERKAIT PERNAFASAN (APNEA gangguannya ini 2,5.


TIDUR)
Gangguan tidur terkait pernafasan atau Breathing-Related Sindrom apnea tidur obstruktif
Sleep Disorders atau apnea tidur ditandai dengan episode
berulang henti nafas yang menyebabkan terjadinya hipoksia adalah bentuk apnea tidur yang
dan terbangun berkali-kali. Keadaan ini dapat terjadi akibat paling sering ditemukan
gangguan ventilasi ketika tidur (hipoventilasi alveolar sentral).
Gangguan tidur ini tidak disebabkan oleh gangguan mental lain
Sindrom apnea tidur sentral ditandai dengan penghentian
dan tidak pula akibat langsung pengaruh fisiologik atau zat
episodik ventilasi ketika tidur (apnea dan hipopnea) tanpa
(termasuk medikasi).
obstruksi jalan udara. Gangguan ini sering terjadi pada lansia
Penderita sering mengeluh mengantuk berlebihan di siang
akibat gangguan jantung atau neurologik yang mengganggu
hari sehingga mengganggu fungsinya. Rasa kantuk yang
regulasi ventilasi. Mendengkur ringan sering ditemukan pada
berlebihan ini terjadi akibat seringnya terbangun di malam hari
penderita dengan gangguan tidur ini.
karena penderita berusaha untuk bernafas normal. Rasa kantuk
Sindrom hipoventilasi alveolar sentral ditandai dengan
sering muncul pada situasi santai misalnya ketika membaca dan
gangguan pengontrolan ventilasi yang mengakibatkan
menonton TV atau dalam pertemuan. Bila rasa kantuk sangat
rendahnya kadar oksigen arteri. Bentuk ini paling sering terjadi
berlebihan, penderita bisa jatuh tidur meskipun ia sedang dalam
pada orang yang sangat gemuk dan adanya keluhan tidur
keadaan aktif misalnya sedang bercakap-cakap, makan,
berlebihan di siang hari.
berjalan, atau berkendara. Tertidur sejenak tidak menyegarkan
Seseorang dengan apnea tidur sering mengeluh adanya
bahkan dapat menimbulkan nyeri kepala. Apnea tidur lebih
rasa tidak enak di dada pada malam hari, rasa tercekik, dan
sering terjadi pada laki-laki terutama bila ia tidur telentang.
kecemasan. Pasien mengalami gangguan memori, konsentrasi
Peristiwa-peristiwa respirasi abnormal yang terjadi pada
buruk, dan iritabel. Gangguan mood (gangguan depresi mayor,
apnea tidur yaitu apnea (episode berhenti nafas), hipopnea
distimia), gangguan cemas (gangguan panik) dan demensia
(respirasi lambat dan dangkal), dan hipoventilasi ( abnormal
sering dikaitkan dengan apnea tidur. Mengantuk di siang hari
kadar oksigen dan karbon dioksida darah).
dapat menyebabkan kecelakaan misalnya tertidur saat
Episode apnea dapat dieksaserbasi oleh penggunaan obat-
berkendara. Selain itu, dapat pula terjadi impairmen
obat yang mendepresi susunan saraf pusat dan alkohol.
okupasional dan sosial.
Mendengkur, hipertensi, dan penyakit kardiovaskuler berkaitan
Nokturia dan inkontinensia nokturnal merupakan salah
dengan apnea tidur. Bila sindrom apnea tidur derajatnya berat
satu gejala apnea tidur obstruktif. Hal ini terjadi karena
dan tidak diobati, gangguan fungsi jantung dapat terjadi dan
ekskresi urin meningkat dan juga karena faktor mekanik
mortalitas meningkat.
(tekanan diafragma). Nokturia juga meningkatkan risiko
Ada tiga bentuk apnea tidur yaitu: terjadinya kecelakaan (jatuh) terutama pada lansia yang
Sindrom apnea tidur obstruktif menggunakan sedatif-hipnotik. Prevalensi penyakit renal
Sindrom apnea tidur sentral kronik meningkat dengan bertambahnya umur; gangguan ini
Sindrom hipoventilasi alveolar sentral. sering menyebabkan nokturia.

Sindrom apnea tidur obstruktif adalah bentuk apnea tidur Tanda-Tanda dan Gejala Apnea Tidur Obstruktif
yang paling sering ditemukan. Sindrom ini ditandai dengan Susunan saraf pusat
episode berulang obstruksi jalan nafas atas (apnea-hipopnea) Somnolen berlebihan di siang hari
selama tidur. Biasanya terjadi pada penderita yang sangat Gelisah nokturnal
gemuk. Penderita biasanya tidur mendengkur (sangat keras) Depresi
dan nafas pendek bergantian dengan episode diam yang Deteriorasi kognitif
berlangsung sekitar 20-30 detik. Dengkuran yang keras terjadi Nyeri kepala di pagi hari
karena ia bernafas melalui aliran udara yang tersumbat Berkurangnya dorongan seksual
sebagian. Adanya periode diam atau berhenti nafas disebabkan
terjadinya obstruksi sempurna jalan nafas. Berhenti nafas Respirasi
kadang-kadang terjadi 60-90 detik sehingga bisa terjadi Mendengkur
sianosis. Sebagian besar penderita tidak menyadari Mulut dan tenggorok kering

Cermin Dunia Kedokteran No. 157, 2007 201


Gangguan Tidur Lanjut Usia

Kardiovaskuler jam biologik sirkadian internal seseorang dengan siklus tidur-


Hipertensi bangun. Hal ini terjadi karena tidak cocoknya jam sirkadian
Gagal jantung dengan tuntutan eksogen mengenai saat dan lama tidur
Atritmia misalnya karena perjalanan melintasi zona waktu yang berbeda.
Penyebab lain dapat berupa disfungsi ritmik biologik dasar.
Renal
Akibat tidak samanya siklus sirkadian, seseorang dengan
Enuresis, nokturia
gangguan ini dapat mengeluh insomnia pada waktu tertentu
Hematologi (misalnya malam hari) dan tidur berlebihan pada siang hari
Polisitemia 1,2. sehingga terjadi gangguan fungsi sosial, pekerjaan, fungsi
lainnya atau dapat menyebabkan penderitaan secara subyektif.
RESTLESS LEG SYNDROME (RLS) dan PERIODIC Diagnosis ditegakkan bila terjadi gangguan fungsi sosial,
LEG MOVEMENT (PLM) pekerjaan, atau penderitaan subyektif secara signifikan.
Lansia dapat mengalami disfungsi neuromuskular yang
berkaitan dengan tidur. Restless Leg Syndrome disebut juga Lansia cenderung tidur lebih
sindrom Ekbom. Sindrom ini ditandai dengan adanya dorongan
yang kuat untuk memindah-mindahkan kaki dengan cepat awal dan bangun juga lebih awal
ketika mau jatuh tidur. Gerakan-gerakan kaki sering bersamaan
dengan apnea tidur. Pasien sering mengeluh adanya rasa sakit Kemampuan individu beradaptasi dengan perubahan
atau parestesia yang menjalar. Kadang-kadang ada sensasi sirkadian bervariasi sangat luas. Kebanyakan individu dengan
seperti semut atau cacing menjalar di tungkai. Gagal ginjal, gejala ini tidak mencari pertolongan karena gejalanya tidak
diabetes, anemia kronik, dan gangguan saraf perifer sering berat. Ritme sirkadian dapat berkurang amplitudonya dengan
dihubungkan dengan RLS. Restless leg syndrome dapat pula bertambahnya umur. Lansia cenderung tidur lebih awal dan
diinduksi oleh neuroleptik, antidepresan, lithium, diuretik, dan bangun juga lebih awal. Dewasa normal membutuhkan dua jam
narkotik. Agonis dopamin dapat mengurangi RLS. Narkotik cahaya siang hari untuk mendapatkan ritme tidur yang stabil,
juga efektif tetapi harus hati-hati karena dapat menimbulkan tetapi lansia hanya membutuhkan sekitar 45 menit. Oleh karena
resistensi. itu, lansia disarankan menggunakan kacamata hitam bila keluar
Untuk gangguan ini belum ada terapi yang ideal. rumah di pagi hari. Pajanan cahaya terang buatan antara pukul
Benzodiazepin (clonazepam) dan temazepam dapat 7-9 malam dapat meningkatkan keterjagaan. Suara gaduh juga
mengurangi frekuensi terbangun tetapi kurang bermanfaat bisa mempengaruhi tidur. Ritme sirkadian yang dangkal
terhadap gerakan-gerakan kaki. Selain itu, obat ini dapat dikaitkan dengan gangguan tidur 2,7.
menyebabkan sedasi di siang hari. Obat-obat seperti opioid,
dan levodopa, serta carbamazepine, juga cukup bermanfaat. GANGGUAN TIDUR AKIBAT KONDISI MEDIK UMUM
Periodic Leg Movement disebut juga mioklonus nokturnal Penyakit kardiovaskuler
yaitu gerakan kaki berulang, stereotipi, dan durasinya pendek. Pasien angina dapat menderita insomnia akibat serangan
Gerakan berupa fleksi cepat dan periodik tungkai dan telapak angina di malam hari. Begitu pula pasien pasca infark jantung
kaki. Keadaan ini dapat menyebabkan terbangun berulang kali dan pasca bedah jantung sering mengeluh insomnia. Beberapa
sepanjang malam. Prevalensinya meningkat dengan pasien pasca infark jantung yang diobati dengan benzodiazepin
bertambahnya umur. Gangguan ini dihubungkan dengan sebab- dapat mengalami apnea tidur berulang dengan durasi pendek.
sebab metabolik, vaskuler, anemia, defisiensi asam folat, dan Selain itu, pasien gagal jantung kronik dapat pula mengalami
gangguan neurologik. apnea pernafasan yang sangat berat saat berbaring
Apnea tidur dan gerakan kaki periodik juga sering pada Tekanan darah secara normal menurun ketika tidur dan
lansia. Prevalensinya berkisar antara 25%-60%. Individu meningkat ketika bangun. Kejadian-kejadian kardiovaskuler
dengan gerakan kaki periodik memiliki waktu tidur satu jam atau jantung mengikuti pola sirkadian yaitu gangguannya
lebih kurang bila dibandingkan dengan kontrol normal 2,6. sering terjadi antara pukul 6-11 pagi. Aritmia juga berkaitan
dengan tidur-bangun. Takikardia ventrikel sering terjadi antara
GANGGUAN RITMIK SIRKADIAN TIDUR pukul 4 dan 9 pagi.
Gambaran penting gangguan ritmik sirkadian yaitu pola Pasien stroke akut dapat mengalami gangguan tidur baik
menetap dan berulang gangguan tidur akibat tidak sinkronnya insomnia atau hipersomnia. Sering terbangun setelah onset

202 Cermin Dunia Kedokteran No. 157, 2007


Gangguan Tidur Lanjut Usia

tidur dikaitkan dengan buruknya keluaran stroke. Pasien stroke Kanker


sering terbangun di malam hari. Nyeri kepala yang sering Insomnia sering terjadi pada penderita kanker.
terjadi saat tidur - biasanya tidur REM, dapat menginterupsi
Penyakit saluran pencernaan
tidur.
Ulkus peptikum, hernia hiatus, refleks gastroesofagus, atau
Penyakit paru kolitis dapat menimbulkan insomnia. Hal ini dikaitkan dengan
Pasien penyakit paru obstruktif kronik sering terbangun adanya nyeri nokturnal. Pasien gagal hepar juga dapat
dan mengalami penurunan efisiensi tidur, juga lebih berisiko mengalami insomnia. Insomnia memburuk bila penyakit
untuk apnea tidur; penggunaan triazolam 0,25 mg malam hari heparnya progresif. Ensefalopati hepatik ringan juga dapat
cukup aman. Selain itu, penyakit asma dan hipoventilasi juga menimbulkan insomnia. Pembatasan protein bermanfaat secara
dapat menyebabkan sindrom apnea tidur obstruktif. Insomnia klinik.
juga sering pada penderita asma; sekitar 60%-70% lansia Benzodiazepin seperti lorazepam dan oxazepam yang
terbangun tengah malam karena serangan asmanya. Obat metabolismenya tidak memerlukan sistem mikrosomal hepar
seperti xanthine, beta adrenergik, dan steroid sistemik yang dapat digunakan pada lansia gagal hepar. Tidur dapat pula
digunakan untuk asma atau penyakit paru obstruktif kronik terganggu karena diuresis nokturnal; gangguan jalan nafas dan
dapat pula menyebabkan insomnia. Bila pasien mengeluh refluks gastroesofagus dapat menyebabkan bronkospasme akut
gangguan tidur pertimbangkan kemungkinan apnea tidur. sehingga mengganggu tidur 8.
Dengkuran dapat menunjukkan adanya apnea tidur.
Penyakit muskuloskeletal
Gangguan neurodegeneratif Tidur sering terganggu akibat penyakit medik lain seperti
Sekitar 30% pasien Alzheimer mengalami gangguan tidur artritis, rematik, dan sindrom nyeri lainnya. Terapi yang sesuai
seperti kurang tidur, sering terbangun, bingung atau berjalan dapat memperbaiki tidur (misalnya, analgesik untuk nyeri).
saat tidur, dan mengantuk di siang hari. Insomnia yang terjadi Pasien sindrom fibromialgia sering mengeluh gangguan tidur.
dikaitkan dengan perubahan pola tidur siang-malam yang Gangguan tidur yang sering terjadi yaitu RLS 6.
biasanya terjadi pada awal penyakit. Agitasi nokturnal juga
GANGGUAN TIDUR AKIBAT GANGGUAN MENTAL
bisa menyebabkan insomnia. Agitasi nokturnal dan insomnia
LAINNYA
sering menjadi alasan penderita dibawa ke rumah sakit.
Gangguan cemas dan depresi
Penderita Alzheimer yang gangguan tidurnya lebih berat dapat
Pola tidur pasien depresi berbeda dengan pola tidur pasien
mengalami penurunan kognitif lebih cepat. Mereka lebih
tidak depresi. Pada depresi terjadi gangguan pada setiap
sensitif terhadap efek samping obat yang diresepkan untuk
stadium siklus tidur. Efisiensi tidurnya buruk, tidur gelombang
tidur2,8.
pendek menurun, latensi REM juga turun, serta peningkatan
Gangguan tidur dapat pula terjadi pada penyakit
aktivitas REM.
Parkinson. Gangguan tidur pada pasien ini dikaitkan dengan
Lansia dengan keluhan insomnia harus dipikirkan
nokturia, nyeri, kekakuan, sulit membalikkan tubuh di tempat
kemungkinan adanya depresi atau anksietas. Insomnia dan
tidur, dan dapat pula akibat terapi levodopa dan
mengantuk di siang hari merupakan faktor risiko depresi.
bromocriptine.Gangguan degeneratif lain seperti Huntington
Sebaliknya, penderita depresi dapat pula mengalami gangguan
atau penyakit lain yang menimbulkan mioklonus dan khorea
kontinuitas tidur; episode tidur REM-nya lebih awal daripada
dapat menimbulkan insomnia9.
orang normal. Akibatnya, ia terbangun lebih awal, tidak merasa
segar di pagi hari, dan mengantuk di siang hari. Sekitar 40%
Penyakit endokrin
penderita lansia depresi mengalami gangguan tidur. Keluhan
Hipertiroidisme sering menimbulkan insomnia. Walaupun
tidur dapat pula memprediksi akan terjadinya depresi pada
demikian, insomnia kadang-kadang dapat pula ditemukan pada
lansia10.
penderita hipotiroidisme. Gangguan tidur kronik dapat
mengganggu regulasi glukosa. Sebaliknya, diabetes melitus Demensia dan delirium
dapat pula menimbulkan insomnia. Hipoglikemia nokturnal Gangguan tidur sering ditemukan pada demensia. Berjalan
dan nokturia atau penurunan glukosa dapat meningkatkan rasa saat tidur di malam hari sering ditemukan pada delirium
kantuk. Kurang tidur merupakan sinyal untuk meningkatkan meskipun pada siang hari pasien terlihat normal. Pasien
makan. Kualitas tidur lansia penderita diabetes lebih buruk Alzheimer sering terbangun dan durasi bangunnya lebih lama.
daripada yang tidak menderita diabetes. Tidur REM dan gelombang lambat meningkat2,8.
Cermin Dunia Kedokteran No. 157, 2007 203
Gangguan Tidur Lanjut Usia

PENATALAKSANAAN GANGGUAN TIDUR eritromisin, dan fluoxetine) dapat menyebabkan sedasi


Langkah pertama untuk mengatasi insomnia sekunder berlebihan di siang hari.
terhadap gangguan medik atau psikiatrik adalah Triazolam tidak menyebabkan gangguan respirasi pada
mengoptimalkan terapi terhadap penyakit yang mendasarinya. pasien COPD ringan-sedang yang mengalami insomnia.
Cara farmakologik dan nonfarmakologik diperlukan untuk Neuroleptik dapat digunakan untuk insomnia sekunder
terapi gangguan tidur baik primer maupun sekunder 2. terhadap delirium pada lansia. Dosis rendah-sedang
benzodiazepin seperti lorazepam digunakan untuk memperkuat
Farmakologik efek neuroleptik terhadap tidur.
Benzodiazepin paling sering digunakan dan tetap Antidepresan yang bersifat sedatif seperti trazodone dapat
merupakan pilihan utama untuk mengatasi insomnia baik diberikan bersamaan dengan benzodiazepin pada awal malam.
primer maupun sekunder. Kloralhidrat dapat pula bermanfaat Antidepresan kadang-kadang dapat memperburuk gangguan
dan cenderung tidak disalahgunakan. Antihistamin, prekursor gerakan terkait tidur (RLS) 2.
protein seperti l-triptofan yang saat ini tersedia dalam bentuk Mirtazapine merupakan antidepresan baru golongan
suplemen juga dapat digunakan. noradrenergic and specific serotonin antidepressant (NaSSA).
Penggunaan jangka panjang obat hipnotik tidak Ia dapat memperpendek onset tidur, stadium 1 berkurang, dan
dianjurkan. Obat hipnotik hendaklah digunakan dalam waktu meningkatkan dalamnya tidur. Latensi REM, total waktu tidur,
terbatas atau untuk mengatasi insomnia jangka pendek. kontinuitas tidur, serta efisiensi tidur meningkat pada
Dosis harus kecil dan durasi pemberian harus singkat. pemberian mirtazapine. Obat ini efektif untuk penderita depresi
Benzodiazepin dapat direkomendasikan untuk dua atau tiga dengan insomnia tidur 12.
hari dan dapat diulang tidak lebih dari tiga kali. Penggunaan Tidak dianjurkan menggunakan imipramin, desipramin,
jangka panjang dapat menimbulkan masalah tidur atau dapat dan monoamin oksidase inhibitor pada lansia karena dapat
menutupi penyakit yang mendasari. Penggunaan benzodiazepin menstimulasi insomnia. Lithium dapat menganggu kontinuitas
harus hati-hati pada pasien penyakit paru obstruktif kronik, tidur akibat efek samping poliuria.
obesitas, gangguan jantung dengan hipoventilasi2,11. Khloralhidrat dan barbiturat jarang digunakan karena
cenderung menekan pernafasan. Antihistamin dan
Benzodiazepin paling sering difenhidramin bermanfaat untuk beberapa pasien tapi
penggunaannya harus hati-hati karena dapat menginduksi
digunakan dan tetap merupakan delirium2.
pilihan utama untuk mengatasi Melatonin merupakan hormon yang disekresikan oleh
glandula pineal. Ia berperan mengatur siklus tidur. Efek
insomnia, baik primer maupun hipnotiknya terlihat pada pasien gangguan tidur primer. Ia juga
sekunder memperbaiki tidur pada penderita depresi mayor13,14. Melatonin
juga dapat memperbaiki tidur, tanpa efek samping, pada lansia
Benzodiazepin dapat mengganggu ventilasi pada apnea dengan insomnia15. Melatonin dapat ditambahkan ke dalam
tidur. Efek samping berupa penurunan kognitif dan terjatuh makanan.
akibat gangguan koordinasi motorik sering ditemukan. Oleh
karena itu, penggunaan benzodiazepin pada lansia harus hati- Non farmakologik
hati dan dosisnya serendah mungkin. Higene tidur
Benzodiazepin dengan waktu paruh pendek (triazolam dan Memberikan lingkungan dan kondisi yang kondusif untuk
zolpidem) merupakan obat pilihan untuk membantu orang- tidur merupakan syarat mutlak untuk gangguan tidur. Jadual
orang yang sulit masuk tidur. Sebaliknya, obat yang waktu tidur-bangun dan latihan fisik sehari-hari yang teratur perlu
paruhnya panjang (estazolam, temazepam, dan lorazepam) dipertahankan. Kamar tidur dijauhkan dari suasana tidak
berguna untuk penderita yang mengalami interupsi tidur. nyaman. Penderita diminta menghindari latihan fisik berat
Benzodiazepin yang kerjanya lebih panjang dapat memperbaiki sebelum tidur. Tempat tidur jangan dijadikan tempat untuk
anksietas di siang hari dan insomnia di malam hari. menumpahkan kemarahan. Perubahan kebiasaan, sikap, dan
Sebagian obat golongan benzodiazepin dimetabolisme di lingkungan ini efektif untuk memperbaiki tidur. Edukasi
hepar. Oleh karena itu, pemberian obat-obat yang menghambat tentang higene tidur merupakan intervensi efektif yang tidak
oksidasi sitokrom (seperti simetidin, estrogen, INH, memerlukan biaya.

204 Cermin Dunia Kedokteran No. 157, 2007


Gangguan Tidur Lanjut Usia

Terapi pengontrolan stimulus perbaikan yang didapat. Teknik ini dapat dikombinasi dengan
Terapi ini bertujuan untuk memutus siklus masalah yang higene tidur dan terapi pengontrolon tidur.
sering dikaitkan dengan kesulitan memulai atau jatuh tidur.
Terapi ini membantu mengurangi faktor primer dan reaktif Terapi apnea tidur obstruktif
yang sering ditemukan pada insomnia. Apnea tidur obstruktif dapat diatasi dengan menghindari
Ada beberapa instruksi yang harus diikuti oleh penderita tidur telentang, menggunakan perangkat gigi (dental
insomnia: appliance), menurunkan berat badan, menghindari obat-obat
1. Ke tempat tidur hanya ketika telah mengantuk. yang menekan jalan nafas, menggunakan stimulansia
2. Menggunakan tempat tidur hanya untuk tidur. pernafasan seperti acetazolamide (Diamox®), nasal continuous
3. Jangan menonton TV, membaca, makan, dan menelpon di positive airway pressure (NCPAP), upper airway surgery
tempat tidur. (UAS). Nasal continuous positive airway pressure ditoleransi
4. Jangan berbaring-baring di tempat tidur karena bisa baik oleh sebagian besar pasien. Metode ini dapat
bertambah frustrasi jika tidak bisa tidur. memperbaiki tidur pasien di malam hari, rasa mengantuk di
5. Jika tidak bisa tidur (setelah beberapa menit) harus siang hari, dan keletihan serta perbaikan fungsi kognitif.
bangun, pergi ke ruang lain, kerjakan sesuatu yang tidak Uvulopalatopharyngeoplasty (UPP) merupakan salah satu
membuat terjaga, masuk kamar tidur setelah kantuk datang teknik pembedahan yang digunakan untuk terapi apnea tidur.
kembali. Efikasi metode ini kurang. Trakeostomi juga merupakan
6. Bangun pada saat yang sama setiap hari tanpa pilihan terapi untuk apnea tidur berat. Penggunaan kedua
menghiraukan waktu tidur, total tidur, atau hari (misalnya bentuk terapi bedah ini sangat terbatas karena risiko morbiditas
hari Minggu). dan mortalitas.
7. Menghindari tidur di siang hari. Keputusan untuk mengobati apnea tidur didasarkan atas
8. Jangan menggunakan stimulansia (kopi, rokok, dll) dalam frekuensi dan beratnya gangguan tidur, beratnya derajat kantuk
4-6 jam sebelum tidur. di siang hari, dan akibat medik yang ditimbulkannya
Hasil terapi ini jarang terlihat pada beberapa bulan (abnormalitas kardiorespirasi).
pertama. Bila kebiasaan ini terus dipraktikkan, gangguan tidur
akan berkurang baik frekuensinya maupun beratnya. KESIMPULAN
Tidur merupakan suatu proses di otak yang dibutuhkan
Sleep Restriction Therapy seseorang untuk dapat berfungsi dengan baik. Insomnia
Membatasi waktu di tempat tidur dapat membantu merupakan gangguan tidur yang paling sering ditemukan.
mengkonsolidasikan tidur . Terapi ini bermanfaat untuk pasien Sekitar 67% lansia mengalami gangguan tidur. Gangguan tidur
yang berbaring di tempat tidur tanpa bisa tertidur. Misalnya, yang paling sering ditemukan pada lansia yaitu insomnia,
bila pasien mengatakan bahwa ia hanya tertidur lima jam dari gangguan ritmik tidur, dan apnea tidur.
delapan jam waktu yang dihabiskannya di tempat tidur, waktu Berdasarkan dugaan etiologinya, gangguan tidur dibagi
di tempat tidurnya harus dikurangi. Tidur di siang hari harus menjadi empat kelompok yaitu, gangguan tidur primer,
dihindari. Lansia dibolehkan tidur sejenak di siang hari yaitu gangguan tidur akibat gangguan mental lain, gangguan tidur
sekitar 30 menit. Bila efisiensi tidur pasien mencapai 85% akibat kondisi medik umum, dan gangguan tidur yang
(rata-rata setelah lima hari), waktu di tempat tidurnya boleh diinduksi oleh zat.
ditambah 15 menit. Terapi pembatasan tidur, secara berangsur- Beberapa kondisi medik umum seperti penyakit
angsur, dapat mengurangi frekuensi dan durasi terbangun di kardiovaskuler, penyakit paru, neurodegenerasi, penyakit
malam hari. endokrin, kanker, dan penyakit saluran pencernaan, serta
Terapi relaksasi dan biofeedback penyakit muskuloskeletal sering menimbulkan gangguan tidur.
Terapi ini harus dilakukan dan dipelajari dengan baik. Gangguan mental seperti depresi, anksietas, demensia serta
Menghipnosis diri sendiri, relaksasi progresif, dan latihan nafas delirium dapat pula menimbulkan gangguan tidur. Pola
dalam sehingga terjadi keadaan relaks cukup efektif untuk gangguan tidur pada penderita depresi berbeda dengan yang
memperbaiki tidur. Pasien membutuhkan latihan yang cukup tidak menderita depresi; pada depresi terjadi gangguan pada
dan serius. Biofeedback yaitu memberikan umpan-balik setiap stadium gangguan tidur. Langkah pertama mengobati
perubahan fisiologik yang terjadi setelah relaksasi. Umpan gangguan tidur adalah mengoptimalkan terapi terhadap
balik ini dapat meningkatkan kesadaran diri pasien tentang penyakit yang mendasarinya. Terapi farmakologik seperti

Cermin Dunia Kedokteran No. 157, 2007 205


Gangguan Tidur Lanjut Usia

benzodiazepin merupakan pilihan utama untuk mengatasi Nasal continuous positive airway pressure ditoleransi baik
gangguan tidur; walaupun demikian, lama penggunaannya oleh sebagian besar pasien. Metode ini dapat memperbaiki
harus dibatasi karena penggunaan jangka lama malah dapat tidur pasien di malam hari, rasa mengantuk di siang hari, dan
menimbulkan masalah tidur atau dapat menutupi gangguan keletihan serta perbaikan fungsi kognitif. Beberapa tindakan
yang mendasarinya. Efek samping sedasi dapat menyebabkan bedah seperti UPP, UAS dan trakeostomi dapat pula dilakukan
kecelakaan seperti terjatuh. Obat-obat seperti antidepresan, untuk memperbaiki apnea tidur obstruktif. Penggunaannya
neuroleptik dapat pula digunakan untuk gangguan tidur. sangat terbatas karena risiko morbiditas dan mortalitas yang
cukup tinggi.
Lampiran. Tiga puluh menit wawancara tidur
KEPUSTAKAAN
Ada dua pertanyaan yang perlu ditanyakan pada lansia:
1. Apakah Anda sulit masuk tidur atau mempertahankan 1. Frost R. Sleep Disorder. Dalam: Introductory Textbook of Psychiatry,
tidur? Andreasen NC, Black DW. eds, 3rd ed. Am Psychiatric Publ. Inc,
Washington DC, London. 2001.hal. 643-66
2. Apakah Anda mengantuk di siang hari ?
2. Printz PN, Vittelo MV. Sleep disorders. Dalam: Comprehensive
Jawaban pertanyaan ini dapat menemukan masalah fisik Textbook of Psychiatry. Sadock BJ, Sadock VA, eds, 7th ed, Lippincott
dan psikologik. Williams & Wilkins. A Wolters Kluwer Co.; 2000. hal. 3053-59.
3. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, 4th ed, Text
Revision, American Psychiatric Association, 2000. hal. 579-661.
Pertanyaan selanjutnya adalah:
4. Reynolds CF, Kufer DJ, Taska LS. EEG sleep in elderly depressed,
• Berapa lama biasanya Anda tertidur ? demented, and healthy subjects. Biol Psychiatry 1985; 20: 431-42.
• Apakah Anda sering terbangun untuk ke kamar mandi ? 5. Koskenvoo M, Kaprio J, Partinen M. Snoring as risk factor for
• Apakah Anda terbangun lebih dini ? hypertension and angina pectoris. Lancet 1985;1: 893-96.
6. Salih AM, Gray RE, Mills KR. A clinical, serological, and
• Apakah Anda mengalami sensasi tidak enak di neuropsychological study of restless leg syndrome in rheumatoid and
tungkai/kaki yang menyebabkan Anda tidak bisa tidur ? arthritis. Br J Rheumatol. 1994; 33: 60-3
• Apakah gangguan tidur Anda mempengaruhi fungsi 7. Lamberg L. Illness, not age itself, most often the trigger of sleep
problems in older adults. JAMA;2003; 290(3): 319-24.
Anda di siang hari ?
8. Wellsburg JE, Winkelman JW. Sleep disorders. Dalam: Textbook of
• Apakah Anda mengantuk di siang hari ? consultation-liaison psychiatry. Psychiatry in the medically ill. Wise MG,
Rundell JR, eds. 2nd ed, 2002: 495-513.
Langkah selanjutnya adalah menanyakan riwayat tidur 9. Nausieda P, Weiner W, Kaplan LR. Sleep disruption in the course of
chronic levodopa therapy: an early feature of levodopa-induces
yang komprehensif, higene tidur, riwayat obat yang psychoses. Clin Neuropharmacol. 1982:5:183-94
digunakan, laporan teman sekamar, catatan tidur, riwayat 10. Thase ME. Depression, sleep, and antidepressants. J Clin. Psychiatry
medik dan psikiatrik. Adakalanya pasien perlu dikirim ke 1998; 59 (suppl 4) : 55-65.
pusat tidur untuk dipantau atau menjalani pemeriksaan 11. Guelleminault C. Benzodiazepine, breathing, and sleep. Am J Med 1990,
88: 25-8.
polisomnografi (1,2). 12. Thase ME. Antidepressant treatment of the depressed patients with
insomnia. J Clin Psychiatry 1999; 60 (suppl 17): 28-31.
13. Dolberg T, Hirschman S, Grunhaus L. Melatonin for the treatment of
Memperbaiki higene tidur seperti kamar tidur harus sleep disturbances in major depressive disorder. Am J Psychiatry
nyaman, tidak menonton, membaca, dan berdiskusi di tempat 1998;155: 1119-21.
tidur dapat memperbaiki tidur. Tidak meminum minuman yang 14. Dahliz M, Alvarez B, Vignan J,Parles JP, Arendt J. Delayed sleep phase
syndrome response to melatonin. Lancet 1991;337:1121-4
bersifat stimulansia juga dapat memperbaiki tidur. Terapi
15. Garfinkel D, Laidon M, Noff D. Improvement of sleep quality in elderly
pengontrolan stimulus, terapi pembatasan tidur, dan terapi people by controlled-release melatonin. Lancet 1995;346:541-4.
relaksasi serta biofeedback dapat pula dilakukan.

206 Cermin Dunia Kedokteran No. 157, 2007


Obat Antiparkinson dan Kantuk

HASIL PENELITIAN

Efek Episode Kantuk di


Siang Hari Obat-obat Antiparkinson
pada Pasien Parkinson’s Disease
Lili Indrawati, Mila Maidarti*, Masfar Salim**
Dosen Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas YARSI, Jakarta
* Dokter di RSUD Cideres Majalengka, Jawa Barat
** Dosen Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah, Jakarta

ABSTRAK

Masalah tidur terjadi pada 74-98% pada pasien Parkinson’s Disease (PD). Salah satu dari
gangguan tidur yang berhubungan dengan PD adalah rasa kantuk di siang hari yang berlebihan
(Excessive daytime sleepiness/EDS). Survai menunjukkan bahwa antara 30 sampai 75% pasien
PD melaporkan EDS yang bermakna.
Tujuan penelitian in adalah untuk mengetahui sejauh mana obat-obat antiparkinson,
tingkat keparahan penyakit, umur subjek, dan durasi penyakit menginduksi terjadinya episode
mengantuk siang hari pada pasien PD.
Pasien PD yang datang ke Poliklinik Saraf Rumah Cipto Mangunkusumo Jakarta Pusat
pada bulan Agustus sampai Oktober 2003, diminta melengkapi Epworth Sleepiness Scale.
Terapi yang diterima, usia, skala Hoehn and Yahr, dan durasi penyakit, dicatat dan dianalisis
menggunakan Spearman Correlation dan nilai p.
Pada penelitian ini tidak terdapat hubungan antara obat-obat antiparkinson, tingkat
keparahan penyakit, dan umur subyek dengan rasa kantuk di siang hari pada pasien PD, tetapi
terdapat hubungan antara durasi penyakit dengan rasa kantuk di siang hari pada pasien PD.

PENDAHULUAN dan tempat lain yang berhubungan dengan adanya deposit


Parkinson’s disease (PD) adalah gangguan neuro- protein dalam sitoplasma neuron (Lewy bodies) dan inklusi
degeneratif tersering kedua setelah Alzheimer’s disease dan protein mirip benang dalam neurit (Lewy neurites) (3) .
merupakan sebab utama kelumpuhan, merupakan penyakit Masalah tidur terjadi pada 74 - 98% pasien Parkinson’s
progresif lambat yang menyerang usia pertengahan atau lanjut, Disease (PD). Salah satu gangguan tidur yang berhubungan
dengan awitan khas pada usia limapuluhan dan enampuluhan. dengan PD adalah rasa kantuk berlebihan di siang hari
Di Amerika Serikat terdapat 500.000 orang penderita penyakit (Excessive daytime sleepiness/EDS). Survei menunjukkan
tersebut. Prevalensi PD sekitar 0,5 - 1% pada usia 65 - 69 bahwa 30-75% pasien PD melaporkan EDS yang bermakna(4).
tahun, meningkat 1 - 3% pada usia 80 tahun atau lebih (1,2,3). Dewasa ini agonis dopamin popular digunakan sebagai
Secara klinis PD ditandai oleh tremor istirahat, terapi utama maupun ajuvan pada PD. Saat ini juga diketahui
bradikinesia, rigiditas, dan instabilitas postural. Secara bahwa agonis dopamin menyebabkan gangguan tidur tipe baru
patologis ditandai oleh kerusakan neuron di substansia nigra yang disebut sleep attack. Rogers dkk. mendefinisikan sleep

Cermin Dunia Kedokteran No. 157, 2007 207


Obat Antiparkinson dan Kantuk

attack sebagai onset tidur tiba-tiba tanpa peringatan yang penyakit, umur subjek, dan durasi penyakit menginduksi
dapat menyebabkan kecelakaan. Mereka juga mengamati terjadinya episode mengantuk di siang hari pada pasien
terjadinya onset tidur yang tidak tertahankan selama aktivitas Parkinson’s Disease?
lain misalnya pada pertemuan bisnis dan saat berkomunikasi Kami ingin memberikan kontribusi melalui penelitian tentang
melalui telepon(5). masalah mengantuk pada PD, hal yang kurang berbahaya
Peningkatan rasa kantuk di siang hari telah lama dikenal dibanding sleep attack tetapi lebih sering terjadi.
sebagai efek samping obat–obat dopaminergik, meskipun
sebelum penelitian oleh Frucht dan lainnya tidak ada deskripsi PENELITIAN
tentang sleep attack tidak tertahankan yang terjadi tiba-tiba Tujuan
dalam uji klinik atau dalam database farmakovigilan nasional. Penelitian ini bertujuan mengetahui sejauh mana obat-
Pramipexole dan ropinirole adalah agonis dopamin pertama obat antiparkinson, tingkat keparahan penyakit, umur subjek,
yang berhubungan dengan kecelakaan lalu lintas, tetapi dan durasi penyakit menginduksi terjadinya episode
sekarang semua obat dopamin diimplikasikan(6). mengantuk di siang hari pada pasien PD.
Rasa kantuk di siang hari pada PD telah diketahui selama Manfaat
bertahun-tahun. Tidur yang kurang restoratif dan fatigue Secara akademis informasi dari penelitian ini diharapkan
parkinsonian mungkin berperan dalam terjadinya drowsiness dapat memperkaya pengetahuan di bidang pengobatan PD.
siang hari, sementara sebagian pasien mengalami sedasi Secara praktis penelitian klinik terhadap efek samping
sebagai efek samping obat dopaminergik. Kapasitas mengantuk pada obat antiparkinson diharapkan dapat memberi
okupasional dan kualitas hidup domestik jelas berkurang pada sumbangan pada penggunaan obat antiparkinson secara
orang yang merasa mengantuk dibanding yang rasional.
kewaspadaannya baik. Drowsiness pada PD mungkin
seharusnya diterapi terpisah dari sleep attack yang lebih jarang Rancangan:
terjadi(7). Subjek yang Diteliti:
Mengantuk di siang hari yang patologis dapat Pasien PD yang datang ke Poliklinik Saraf Rumah Cipto
membahayakan kehidupan pasien (mis. jika mengendarai Mangunkusumo Jakarta Pusat pada bulan Agustus sampai
mobil dalan keadaan mengantuk), sehingga sangat penting Oktober 2003.
untuk mengembangkan pengertian tentang penyebab yang
mendasari timbulnya rasa kantuk di siang hari(4). Rasa kantuk Pengukuran Hasil Penelitian:
berhubungan dengan ratusan hingga ribuan kecelakaan Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kendaraan bermotor di Amerika Serikat setiap tahun. Rasa kuesioner Epworth Sleepiness Scale (ESS). ESS adalah
kantuk juga diperkirakan sebagai salah satu faktor penyebab kuesioner self-report tervalidasi yang mudah dimengerti. Skor
kelalaian manusia dalam malapetaka di tempat kerja, seperti ESS merupakan penjumlahan delapan pertanyaan untuk
yang terjadi di pusat tenaga nuklir Chernobyl dan Three Mile menilai kecenderungan tertidur di berbagai situasi. Angka
Island, pusat antariksa NASA, dan Exxon Valdez oil spill. kekantukan dimulai dari nol (tidak ada kemungkinan untuk
Bencana tersebut mengakibatkan kematian, cacat, dan tertidur) sampai tiga (kemungkinan besar tertidur) untuk tiap
kerugian jutaan dolar(8,9). pertanyaan. Makin besar skor mengindikasikan makin besar
Berdasarkan hal di atas penting untuk diteliti sejauh mana kekantukan yang dinilai dari makin besar kemungkinan untuk
penggunaan obat dopaminergik, keparahan penyakit, dan jatuh tidur selama aktivitas di siang hari. Subjek sehat secara
masalah tidur pada pasien PD berpengaruh terhadap rasa tipikal mempunyai skor yang bervariasi antara 6-8.
kantuk di siang hari; faktor risiko dan intervensi yang dapat
diberikan untuk menguranginya. Pengumpulan Data
Di Indonesia agonis dopamin baru (pramipexole dan Dilakukan melalui interview terhadap subjek pasien PD
ropinirole) belum tersedia di pasaran saat penelitian ini yang baru keluar dari ruang periksa (exit interview).
dilaksanakan, sehingga penelitian hanya mengenai dopamin Analisis data
dan benserazid. Hubungan rasa kantuk di siang hari dengan dosis obat, tingkat
Perumusan Masalah keparahan penyakit, umur subjek dan durasi penyakit
Sejauh mana obat-obat antiparkinson, tingkat keparahan dianalisis menggunakan Spearman correlation dan nilai p.

208 Cermin Dunia Kedokteran No. 157, 2007


Tumbuhan Narkotik : Wati

HASIL PENELITIAN

Komponen Tumbuhan Narkotik :


Wati (Piper methysticum)
Andria Agusta, Yuliasri Jamal
Laboratorium Treub, Balai Penelitian dan Pengembangan Botani
Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Bogor

ABSTRAK

Wati (P. methysticum) telah dikenal sejak lama sebagai salah satu tumbuhan
narkotik. Dari analisis GCMS ekstrak batang wati terdeteksi sebanyak 61 komponen
kimia yang terdiri dari alkana, hidrokarbon beroksigen, asam lemak, steroida dan
alkaloida dengan 10 komponen utama yaitu 4,11,11-trimetil-8-metilen bisiklo-7,2,0-
unek-4-ena; 1-(2-metoksibenzoil)-2-(metoksi-metil)pirolidina; p-undesil anisol; dihidro-
metistisin; yangonin; 2,3-dihidro-3,5-dihidroksi-6-metil-4H-piran-4-on; asam levulinat
dan senyawa narkotik dihidrokawain serta dua senyawa yang tidak bisa diidentifikasi.
Limapuluh enam komponen minor lainnya akan didiskusikan.

Kata kunci : Tumbuhan narkotik; Piperaceae; P. methysticum; komponen kimia;


dihidrokawain; dihidrometistisin.

Key words : Narcotic plant; Piperaceae; P. methysticum; constituents; dihydro


kawain; dihydromethystisin

PENDAHULUAN vitamin E; 2’-hidroksi-4,4’,6-trimetoksi calkon; 5-(asetoksi)-


Wati atau Piper methysticum Forst. f. (Piperaceae) secara 5,6-dihidro-1-(1-okso-3-fenilpropil)-2(1H)-piperidinon; asam
empiris telah digunakan sejak lama sebagai tumbuhan yang 5-benziloksipirimidin-2-karboksilat; alternariol; 5-metil-N-
memabukkan atau bersifat narkotik. Efek narkotik ini disebab- metilhistamina dan 4-piperidina karboksamida.(3)
kan oleh beberapa senyawa yang terkandung pada akar Pada tulisan ini akan dibahas komponen kimia yang
tumbuhan ini. Senyawa tersebut adalah kawain, dihidrokawain terkandung di bagian batang wati yang dianalisis dengan
(marindinin) dan senyawa metistisin serta dihidrometistisin teknik gabungan kromatografi gas dan spektrometri massa
yang bersifat sedatif. Di samping keempat senyawa tersebut (GCMS).
akar tumbuhan ini juga mengandung yangonin.(1,2)
Seperti juga akarnya, daun tumbuhan ini juga mengandung BAHAN DAN CARA KERJA
kawain dan metistisin, di samping senyawa-senyawa lainnya Bahan
yaitu isokariofilena; sitosterol; stigmasterol; ergost-5-enol; Bahan penelitian berupa batang Wati (Piper methysticum

Cermin Dunia Kedokteran No. 157, 2007 211


Tumbuhan Narkotik : Wati

Forst) hasil pengembangbiakan di kebun percobaan Suhu kolom diprogram dari 1000C (5 menit) sampai 2500C
laboratorium Treub, Puslitbang Biologi LIPI. Wati yang (10 menit) dengan kecepatan kenaikan suhu 100C/menit.
dikembangbiakkan tersebut berasal dari desa Soa, Merauke, Spektrum massa masing-masing komponen daun Wati
Irian Jaya yang dikoleksi pada Desember 1995. Identifikasi yang diperoleh selanjutnya diidentifikasi dengan cara
jenisnya dilakukan di Herbarium Bogoriense, Bogor. membandingkannya dengan bank data NIST library yang
memuat 62.345 spektrum massa senyawa yang telah
Ekstraksi diketahui.
Batang Wati yang sudah dikeringkan di bawah sinar
matahari selama dua hari, kemudian digiling halus. Serbuk HASIL DAN DISKUSI
kering batang wati seberat 12 g diekstraksi secara ekstraksi Ekstrak Heksana
kontinu menggunakan berturut-turut pelarut heksana, Analisis kromatgrafi gas ekstrak heksana daun Wati
kloroform dan metanol. Masing-masing ekstrak yang diperoleh mendeteksi sebanyak 26 komponen kimia; hanya 23
kemudian diuapkan pelarutnya dengan rotary evaporator komponen yang bisa diidentifikasi dengan data NIST library.
sehingga diperoleh ekstrak kasar heksana sekitar 1,1 g., ekstrak Ke-23 senyawa tersebut terdiri dari 9 senyawa hidrokarbon
kloroform 1.45 g. dan ekstrak metanol 0.9 g. Selanjutnya alifatik rantai panjang (α-farnesena; 2,6,10,14-tetrametil
sebagian dari masing-masing ekstrak tersebut dilarutkan heptadekana; 7,11,15-trimetil-3-metilen heksadeka-
kembali untuk dianalisis komponen kimianya dengan 1,6,10,14-tetraena; heksatriakontana; pentatrikontana;
menggunakan teknik gabungan kromatografi gas dan triakontana; nonakosana, 2,6,10,15-tetrametil heptadekana), 6
spektrometri massa (GCMS). senyawa seskiterpena (4,11,11-trimetil-8-metilen bisiklo-
7,2,0-undek-4-ena; α-kariofilena; β-bisabolena; trans-
Analisis GCMS nerolidol; kariofilen oksida; d-kadinol), 1 asam lemak (asam
Masing-masing ekstrak yang telah diencerkan dianalisis palmitat), 2 senyawa aldehida (stearaldehida, 13-
komponen kimianya menggunakan GCMS (Shimadzu Qp- tetradekanal), 1 senyawa hidro-karbon aromatik (p-undesil
5000, Japan) dengan volume injeksi 0.1 µL dan kondisi alat anisol), 1 senyawa alkaloida (5(asetoksi) - 5,6-dihidro - 1 -
yang telah diprogram. (1-okso-3-fenilpropil-2(1H) -piperidinon), 2 senyawa dari
Untuk analisis ekstrak heksana digunakan kolom golongan steroida (δ-5-ergostenol, γ-sitosterol) dan 1 jenis
Shimadzu CBP 1(p = 25 m, φ = 0.25 mm). Gas pembawa vitamin yaitu vitamin E.
adalah helium dengan kecepatan aliran 10 ml/menit dan Pada ekstrak heksana ini hanya terdapat dua komponen
tekanan 80 kPa. Dalam analisis ekstrak heksana ini suhu kolom utama yaitu 4,11,11-trimetil-8-metilen bisiklo-7,2,0-undek-4-
diprogram dari 1000C sampai 3000C dengan 2 tahap kenaikan. ena dan senyawa yang tidak bisa diidentifikasi dengan data
Pada tahap awal suhu kolom dibuat konstan 1000C selama 5 base NIST library. Senyawa tersebut memiliki karakteristik
menit dan kemudian dinaikkan sampai suhu 2000C dengan spektrum massa sebagai berikut :
kecepatan kenaikan suhu 50C/menit. Pada suhu 2000C ini suhu Senyawa 1. Base peak senyawa ini terjadi pada m/z 127.
dipertahankan selama 1 menit dan selanjutnya dinaikkan Fragmentasi yang dominan terjadi pada m/z (rel Int.) 43
menjadi 3000C dengan kecepatan 100C/menit. Kondisi pada (25.9), 51 (14.8), 53 (10.2), 54 (15.0), 55 (26.9), 59 (11.5),
suhu 3000C ini dipertahankan selama 14 menit. Suhu injektor 65 (21.7), 67 (51.8), 68 (42.0), 69 (30.7), 71 (18.1), 77
diprogram konstan pada suhu 2800C, sedangkan suhu detektor (18.2), 78 (11.7), 79 (14.9), 81 (19.9), 82 (14.1), 91(66.5), 92
(quadrupol) diprogram konstan pada 2700C dengan energi 1.25 (20.3), 95 (25.5), 99 (20.4), 104 (13.9), 105 (15.0), 117
kV. (43.7), 128 (13.9), 140 (21.2), 155 (16.3), 173 (11.2), 200
Untuk analisis ekstrak kloroform digunakan kolom kapiler (24.9) dan 204 (10.3). Senyawa ini merupakan komponen
Shimadzu CBP 5 (p = 20 m, φ = 0.25 mm) dengan suhu awal kedua terbanyak pada ekstrak heksana setelah 4,11,-trimetil-
kolom 1000C yang dibuat konstan selama 5 menit. Kemudian 8-metilen bisiklo-7,2,0-undek-4-ena (seskuiterpena) dan
suhu dinaikkan sampai 3000C dengan kecepatan kenaikan memiliki ion molekul pada m/z 232 (18.8). Fenomena ini
100C/menit. Pada suhu 3000C ini suhu dibuat konstan selama mengindikasikan bahwa senyawa ini memiliki berat molekul
15 menit (BM) 232. Senyawa ini diperkirakan adalah dihidrokawain
Sedangkan untuk analisis ekstrak metanol digunakan yang bersifat narkotik karena jika dibandingkan dengan berat
kolom kapiler Shimadzu CBP 20 (p = 50 m, φ = 0.22 mm). molekul senyawa kawain (BM 230), hanya terdapat

212 Cermin Dunia Kedokteran No. 157, 2007


Tumbuhan Narkotik : Wati

kelebihan dua atom hidrogen. Hal ini terjadi karena hilangnya Wati ini menunjukkan adanya 21 komponen kimia dengan 7
ikatan rangkap C7 pada senyawa kawain sehingga berat komponen utama. Ketujuh komponen utama tersebut masing-
molekulnya bertambah seberat 2 atom hidrogen. Fenomena ini masing adalah 1-(2-metoksibenzoil)-2-(metoksimetil)
dapat dibuktikan dengan melihat pola fragmentasi yang paling pirolidina, p-undesil anisol, yangonin dan 4 senyawa yang
dominan terjadi pada m/z 68, 91, 117, 127, 141, 200 dan 232 tidak bisa diidentifikasi dengan data base. Sedangkan
seperti terlihat pada Gambar 1. komponen minor pada ekstrak ini terdiri dari 1 senyawa
hidrokarbon beroksigen (1,2-dimetoksi-1-feniletana), 1
+ senyawa turunan monoterpena (7-metoksi-7-(p-
CH2
metoksifenil)-2-norbonena), 3 senyawa turunan fenol (1(2-
O hidroksi-4,6-dimetoksifenil)-3-(4-hidroksifenil)-2-propen-1-
+
on; 2’,4’-dihi-droksi-5’-metoksi calkon; 2’-Hidroksi-4,4’,6-
O O O
trimetoksi calkon), 2 senyawa alkaloida (; asam 5-benziloksi
m/z = 140 + O
7 pirimidin-2-karboksilat; 5-(asetiloksi)-5,6-dihidro-1-(1-okso-
m/z = 200
3-fenil-propoksi)-2(1H)-piridinon) serta dua senyawa lakton
O yaitu kawain dan metistisin.
O O Masih terdeteksinya senyawa p-undesil anisol pada
+ ekstrak kloroform dan ekstrak heksana disebabkan karena
O senyawa ini adalah senyawa semipolar yang bersifat sedikit
M + , m/z = 232
+ O O larut pada pelarut heksana dan larut baik pada pelarut
m/z = 127 kloroform, sehingga senyawa ini akan terdistribusi pada
m/z = 117
kedua pelarut tersebut dengan kandungan lebih tinggi pada
pelarut kloroform.
CH2+ Senyawa turunan fenol yaitu 2’-hidroksi-4,4’,6-
m/z = 91 trimetoksi calkon memiliki aktifitas biologi untuk terapi
penyakit kolera di samping bersifat diuretik (Windholz et al.
Gambar 1. Fragmen senyawa 1 (dihidrokawain) (1996). Senyawa kawain merupakan senyawa narkotik pada
tumbuhan ini dan senyawa metistisin merupakan senyawa
Dua senyawa lainnya yang tidak bisa diidentifikasi pada sedatif. Akan tetapi dilihat dari pola kromatogram hasil
ekstrak ini memiliki karakteristik spektrum massa sebagai analisis dengan GCMS terlihat bahwa kedua senyawa ini
berikut : Senyawa 2. Fragmentasi senyawa ini yang dominan hanya merupakan komponen minor.
terjadi pada m/z (Rel. Int.) 41 (20.4), 43 (81.7), 51 (10.1), 71 Jika dibandingkan dengan ekstrak heksana, pada ekstrak
(56.2), 85 (26.9), 99 (9.4), 113 (8.2), 154 (13.3), 155 (10.0), kloroform ini jumlah komponen yang tidak bisa diidentifikasi
168 (13.8), 169 (11.1) dengan base peak pada m/z 57. Melihat dengan data NIST library (data base) jauh lebih banyak yaitu
karakteristik spektrum massanya, senyawa ini diperkirakan 10 komponen. Masing-masingnya memiliki karakteristik
adalah golongan hidrokarbon alifatik rantai panjang, karena spektrum massa sebagai berikut:
fragmentasi molekulnya lebih mirip dengan senyawa-senyawa Senyawa 4. Senyawa ini memiliki fragmentasi yang
dari golongan tersebut. dominan pada m/z (Rel. Int.) 43 (31.2), 45 (7.5), 51 (9.1), 53
Senyawa 3. Fragmentasi yang dominan dari senyawa ini (7.2), 65 (27.5), 67 (18.8), 92 (7.4), 97 (13.3), 116 (6.2), 141
terjadi pada m/z (Rel. Int.) 41 (20), 43 (80), 55 (23), 56 (13), (5.4), 173 (16.3) dengan base peak dan ion molekul masing-
69 (15), 71 (58), 83 (12), 85 (36), 97 (10), 99 (11) dengan base masing pada m/z 91 dan 188 (17.8).
peak pada m/z 53. Pola fragmentasi yang ditampilkan oleh Senyawa 5. Fragmentasi yang dominan dari senyawa ini
senyawa ini tidak jauh berbeda dengan pola fragmentasi dari terjadi pada m/z (Rel. Int.) 51 (20.3), 56 (11.9), 59 (12.0), 65
senyawa 2. Berdasarkan hal tersebut maka diperkirakan bahwa (24.5), 77 (15.2), 95 (10.3), 115 (22.1), 128 (19.0), 129
senyawa 3 ini segolongan dengan senyawa 2. (17.6), 141 (26.4), 155 (12.1), 173 (67.9), 186 (10.0) dengan
base peak pada m/z 91. Sedangkan ion molekulnya sama
Ekstrak Kloroform dengan ion molekul senyawa 4 yaitu pada m/z 188 (96.3).
Hasil analisis kromatografi gas ekstrak kloroform batang Fenomena ini menyatakan bahwa kedua senyawa ini (4, 5)

Cermin Dunia Kedokteran No. 157, 2007 213


Tumbuhan Narkotik : Wati

memiliki berat molekul yang sama yaitu 188. Di samping itu (32.0), 187 (16.5), 200 (11.6), 201 (24.4), 217 (64.8), 218
pola fragmentasi kedua senyawa ini juga tidak terlalu jauh (10.0) dan base peak pada m/z 232.
berbeda. Mungkin sekali dua senyawa ini merupakan isomer ; Senyawa 11. Senyawa ini merupakan salah satu
dengan kata lain kedua senyawa ini hanya berbeda pada komponen utama pada ekstrak kloroform. Pola fragmentasi
formasi struktur ruangnya saja. senyawa ini identik dengan pola fragmentasi senyawa 1
Senyawa 6. Sama dengan senyawa 4 dan 5, senyawa ini (dihidrokawain) yang muncul pada ekstrak heksana. Diduga
juga memiliki base peak pada m/z 188 yang sekaligus sebagai senyawa ini juga dihidrokawain yang memiliki sifat sedikit
ion molekulnya. Berdasarkan pola fragmentasinya, senyawa ini larut dalam pelarut heksana dan larut baik dalam pelarut
diperkirakan masih merupakan isomer senyawa 4 dan 5 dengan kloroform di samping kandungannya yang besar dalam
fragmentasi molekul yang dominan pada m/z 50 (11.1), 51 sampel, sehingga senyawa ini akan terdistribusi ke dalam dua
(25.7), 53 (15.8), 59 (20.2), 63 (10.1), 65 (22.42), 77 (22.8), 79 jenis pelarut tersebut (heksana dan kloroform).
(11), 91 (56.3), 115(29.2), 128 (24.9), 129 (26.5), 141 (37.2), Senyawa 12. Senyawa ke-sembilan yang tidak bisa
155 (12.8), 156 (10.1) 157 (15.5), 173 (56.0). diidentifikasi struktur kimianya pada ekstrak kloroform
Senyawa 7. Ion molekul senyawa ini muncul pada m/z 218 batang Wati ini memiliki fragmentasi yang dominan pada
yang juga merupakan base peak. Fragmentasi molekul m/z (Rel. Int.) 50 (9.8), 51 (24.0), 53 (9.3), 59 (15.2), 63
dominan lainnya terjadi pada m/z (Rel. Int.) 53 (10), 59 (11.8), (8.3), 69 (45.2), 77 (30.7), 102 (11.0), 103 (22.2), 115 (10.3),
78 (11.1), 78 (10.1), 91 (16.52), 115 (16.8), 121 (77.0), 128 125 (7.6), 127 (7.7), 128 (17.9), 129 (21.2), 131 (8.0), 157
(13.4), 144 (14.1), 145 (25.4), 146 (910.7), 171 (27.2), 186 (51.3), 158 (7.8), 185 (23.2), 199 (8.1), 200 (33.3), 211
(10.3), 187 (30.7), 203 (59.5). (10.8), 229 (13.7) dengan base peak pada m/z 228. Ion
Senyawa 8. Fragmentasi senyawa ini terjadi pada m/z (Rel. molekul senyawa ini muncul pada m/z 230 (2.6).
Int) 51 (23.9), 53 (16,0), 55 (15.1), 59 (15.9), 63 (11.9), 65 Senyawa 13. Senyawa terakhir yang tidak bisa
(17.2), 77 (36.4), 78 (14.0), 79 (14.9), 91 (23.0), 115 (22.3), diidentifikasi pada ekstrak kloroform ini merupakan salah
121 (77.3), 128 (13.6), 135 (48.4), 144 (14.5), 145 (27.5), 146 satu komponen utama yang tidak bisa diidentifikasi
(11.7), 159 (17.5), 161 (15.4), 171 (26.8), 172 (11.6), 173 strukturnya dengan data base. Senyawa ini memiliki
(10.8), 186 (11.8), 187 (32.6), 203 (59.7), 219 (15.5) dengan fragmentasi yang dominan pada m/z (Rel. Int.) 51 (17.0), 65
base peak pada m/z 218 dan ion molekul pada m/z 232. Pola (11.7), 67 (11.4), 69 (14.2), 77 (22.6), 91 (18.4), 127 (13.1),
fragmentasi senyawa 8 ini tidak berbeda jauh dengan senyawa 131 (25.7), 136 (33.4), 140 (23.9), 147 (10.4) 161 (23.6), 167
7. Hanya terdapat kelebihan berat molekul 14 (CH2) dari (12.7) dengan base peak pada m/z 135. Sedangkan ion
senyawa 7 (BM 218). Berdasarkan hal tersebut diduga senyawa molekulnya muncul pada m/z 276 (43.1). Jika dibandingkan
8 ini memiliki struktur inti yang sama dengan senyawa 7 , dengan spektrum massa senyawa metistisin maka terlihat
hanya berbeda pada formasi gugus samping. bahwa ion molekul senyawa ini hanya memiliki selisih dua
Senyawa 9 dan senyawa 10. Kedua senyawa ini atom hidrogen dan sama-sama memiliki base peak pada m/z
merupakan 2 di antara 7 komponen utama ekstrak kloroform 135. Jadi diduga senyawa ini adalah senyawa metistisin yang
batang Wati. Analisis spektromerti massa memperlihatkan kehilangan ikatan tidak jenuhnya (ikatan rangkap) pada
bahwa kedua senyawa ini memiliki karakteristik spektrum posisi C7 atau dihidrometistisin yaitu senyawa yang bersifat
massa yang identik satu sama lain dengan berat molekul sama sedatif (Perry)(1). Dugaan ini dapat dibuktikan dengan melihat
(232). Akan tetapi kromatogram hasil analisis kromatografi gas hasil fragmentasi senyawa ini (Gambar 2).
jelas menunjukkan bahwa kedua senyawa ini memiliki waktu
retensi yang berbeda, yang mengisyaratkan bahwa kedua Ekstrak Metanol
senyawa ini juga berbeda. Berdasarkan fenomena ini sangat Hasil analisis kromatografi gas ekstrak metanol batang
mungkin dua senyawa ini memiliki struktur yang sama, hanya Wati terlihat lebih sederhana dibanding dua ekstrak di atas
berbeda pada formasi struktur ruangnya saja (isomer) yang (heksana, kloroform). Pada ekstrak metanol ini hanya
tidak bisa dibedakan hanya dengan melihat pola terdeteksi 14 komponen kimia. Identifikasi dengan data NIST
fragmentasinya. Fragmentasi senyawa tersebut yaitu pada m/z library memperlihatkan bahwa komponen kimia pada ekstrak
(Rel. Int.) 51 (24.3), 53 (13.5), 59 (15.4), 63 (13.8), 65 (11.4), metanol ini berbeda sama sekali baik dengan komponen
77 (27.9), 79 (12.1), 115 (35.0), 116 (10.5), 135 (57.5), 143 ekstrak heksana maupun komponen ekstrak kloroform tapi
(13.9), 159 (35.5), 171 (11.2), 173 (27.0), 175 (13.7), 185 tidak berbeda dengan komponen ekstrak metanol daun

214 Cermin Dunia Kedokteran No. 157, 2007


Tumbuhan Narkotik : Wati

Wati(3). (11.6).
CH2
+
O
O
O O Batang Wati juga
O +
O O mengandung senyawa yang
CH2+
m/z = 140
m/z = 135
bersifat narkotik
O
O
O
Hubungan Struktur dengan Aktivitas
O O
+ Komponen kimia yang bersifat narkotik (kawain,
O
dihidrokawain) dan sedatif (metistisin, dihidrometistisin)
M+ , m/z = 276 O O pada batang Wati memiliki struktur dasar yang sama, begitu
+ m/z = 127 juga dengan senyawa yangonin (Gb. 3). Reaktivitas senyawa
m/z = 161 O
O dihidrometistisin lebih lambat dibanding senyawa metistisin,
tetapi akan memberikan pengaruh yang jauh lebih lama(1).
Jika dilihat dari struktur kedua senyawa tersebut, terlihat
+ bahwa efek tersebut hanya dipengaruhi oleh hilangnya ikatan
H2C
m/z = 148
rangkap pada posisi C7 senyawa metistisin (menjadi
dihidrometistisin). Hal yang sama jelas terjadi juga pada
senyawa kawain dengan dihidrokawain sehingga reaktifitas
Gambar 2. Fragmen senyawa 13 (dihidrometistisin) senyawa dihidrokawain relatif lebih lambat dari kawain akan
tetapi pengaruhnya lebih lama.
Lain halnya jika dilihat dari perbedaan struktur
senyawa kawain dan metistisin. Jelas terlihat bahwa
Pada ekstrak metanol batang Wati ini hanya terdapat 2
penambahan gugus metilendioksi pada cincin fenil
komponen utama yaitu 2,3-dihidro-3,5-dihidroksi-6-metil-4H-
senyawa kawain yang membentuk senyawa metistisin
piran-4-on dan asam levulinat. Sedangkan komponen lainnya
berakibat hilangnya sifat narkotik senyawa tersebut,
terdiri dari 4 senyawa alkohol (glisidol, 2-(Eteniloksi)-etanol,
sehingga senyawa metistisin hanya memiliki sifat sedatif;
furfuril alkohol, hidroksimetilfurfurol), 1 senyawa asam
begitu juga halnya dengan senyawa dihidrokawain dan
karboksilat (asam asetat), 2 senyawa alkaloida (5-metil-N-
dihidro-metistisin. Berdasarkan fenomena ini dapat
metilhistamin, 4-piperidina karboksamida), 2 senyawa
diramalkan bahwa senyawa yangonin yang merupakan 12-
hidrokarbon beroksigen (4-siklopentena-1,3-dion;; 5-hidroksi-
metoksikawain memiliki sifat narkotik lemah atau berada
2-(hidroksimetil)-4H-piran-4-on), 1 senyawa hidrazona
di antara sifat senyawa kawain dan metistisin. Dugaan ini
(isobutiraldehida n-propylhidrazona) di samping dua senyawa
didasarkan pada kenyataan bahwa penambahan gugus
yang tidak teridentifikasi.
samping pada cincin fenil baik dari senyawa kawain
Dua senyawa yang tidak bisa diidentifikasi tersebut
maupun dihidrokawain berakibat menurunnya sifat
masing-masing memiliki karakteristik spektrum massa sebagai
narkotik senyawa tersebut.
berikut:
Puncak 14. Fragmentasi dominan senyawa pada puncak 14 KESIMPULAN
ini terjadi pada m/z (Rel. Int.) 42 (12.1), 44 (14.0), 45 (16.7), Batang wati juga mengandung senyawa yang bersifat
55 (36.4), 73 (40.2), 74 (4.7), 85 (4.1), 95 (16.9), 101 (43.6), narkotik yaitu senyawa kawain, dihidrokawain dan
110 (6.6) dengan ion molekul pada m/z 126 (1.9) dan ion yangonin serta senyawa metistisin dan dihidrometistisin
molekul pada m/z 43. yang bersifat sedatif seperti yang terdapat pada bagian daun
Puncak 15. Senyawa ini memiliki ion molekul 128 (23.9) dan akarnya. Kandungan senyawa dihidrometistisin pada
dengan base peak pada m/z 43. Sedangkan fragmentasi yang bagian batang wati jauh lebih tinggi dibanding
dominan terjadi pada m/z (Rel. Int.) 42 (11.9), 44 (53.1), 45 kandungannya pada bagian daun sehingga efek narkotik
(54.4), 55 (15.9), 56 (8.3), 57 (41.9), 58 (9.7), 73 (8.59), 85 jauh lebih kuat pada penggunaan bagian batang dibanding

Cermin Dunia Kedokteran No. 157, 2007 215


Tumbuhan Narkotik : Wati

penggunaan daunnya. 25 1-(2-Metoksibenzoil)-2-


+
(metoksi-metil)pirolidina
Tabel. Komponen kimia batang Wati
26 7-Metoksi-7-(p-metoksifenil)-2-
+
Ekstrak norbonen
No. Komponen
Heksana Kloroform Metanol 27 5-(Asetiloksi)-5,6-dihidro-1-(1-
1 4,11,11-Trimetil-8-metilen okso-3-fenilpropoksi)-2(1H)- +
+ piridinon
bisiklo-7,2,0-undek-4-ena
2 α-kariofilen + 28 Kawain +
3 β-Bisabolena + 29 Metistisin +
4 α-Farnesena + 30 Yangonin +
5 trans-Nerolindol + 31 2’,4’-Dihidroksi-5’-metoksi
+
6 Kariofilena oksida + calkon
7 d-Kadinol + 32 2’-Hidroksi-4,4’,6-trimetoksi
+
8 2,6,10,14-Tetrametil calkon
+ 33 1(2-Hidroksi-4,6-dimetoksi
heptadekana
9 Asam eksadekanoat + fenil)-3-(4-hidroksifenil)-2- +
Propen-1-one
10 Stearaldehida +
34 Asam 5-benziloksipirimidin-2-
11 13-Tetradekanal + +
karboksilat
12 7,11,15-Trimetil-3-metilen
+ 35 Glisidol +
heksadeka-1,6,10,14-tetraena
36 Asam asetat +
13 5(Asetoksi)-5,6-dihidro-1-(1-
okso-3-fenilpropil)-2(1H)- + 37 2-(Eteniloksi)-etanol +
piperidinon 38 5-Metil-N-metilhistamin +
14 o-Undesil anisol + + 39 4-Siklopentena-1,3-dion +
15 Heksatriakontana + 40 Furfuril alkohol +
16 Pentatriakontana + 41 4-Piperidina karboksamida +
17 10-Metil eikosana + 42 Propylhidrazona isobutiraldehida +
18 Triakontana + 43 2,3-Dihidro-3,5-dihidroksi-6-
+
19 Nonakosana + metil-4H-piran-4-on
20 2,6,10,15-Tetrametil 44 Hidroksimetilfurfurol +
+ 45 5-Hidroksi-2-(hidroksimetil)-4H-
heptadekana +
21 Vitamin E + piran-4-on
46 Asam levulinat +
22 δ-5-Ergostenol +
23 γ-Sitosterol +
24 1,2-Dimetoksi-1-feniletana

O O O
12 O O

7
H H H H
H
O O O O
O

O O O O O O O O
O O

K aw a in D ihidro k aw a in M etis t is in D ihid rom e tis tis in Y a n go nin

Gambar 3. Struktur senyawa narkotik dan sedatif pada batang Wati

KEPUSTAKAAN

1. Agusta A, Jamal Y, Chairul. Analisis Komponen Kimia Daun Wati


UCAPAN TERIMA KASIH
(Piper methysticum). Berita Biologi.1997, 4(2): In Press.
2. Perry LM, Metzger J. Medicinal Plants of East and Southeast Asia:
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. B. Paul Naiola yang
Attributed Properties and Uses, The MIT Press, Cambridge,
telah membawa material penelitian dari Papua (Irian Jaya) dan
Massachusetts, London. 1980, hal 198.
mengembang biakkannya di kebun percobaan Lab. Treub, Puslitbang
3. Windholz M, Budavari S, Stroumtsos LY, Fertig MN. The Merck
Biologi LIPI serta masukannya pada tulisan ini.
Index. An Encyclopedia of Chemicals and Drugs, 12th ed, Rahway,
New York: Merck & Co., Inc.,. 1996, hal 334, 1221, 1297.

216 Cermin Dunia Kedokteran No. 157, 2007


Obat Antiparkinson dan Kantuk

HASIL DAN PEMBAHASAN 20

Terdapat 38 orang pasien PD yang datang ke Poliklinik


Saraf Rumah Cipto Mangunkusumo Jakarta Pusat pada bulan
Agustus sampai Oktober 2003. Dari 38 orang tersebut hanya
10
31 orang yang tercatat mendapat levodopa dan benserazid
dengan dosis tertentu.

Tabel 1. Statistik Deskriptif subjek penelitian dengan Parkinson’s


Disease

ESS
0
20 40 60 80 100 120 140 160
N Range Mean Std. Deviation
UMUR 36 49-82 64,36 8,57 BENSERAZ

SKALA 37 1-3 1,14 0,42


DURASI 38 1-15 5,42 3,39 Grafik 2. Scatterplot skor Epworth Sleepiness Score dengan dosis
LEVODOPA 31 100-600 303,23 87,50 benserazid pada pasien Parkinson’s Disease
BENSERAZID 31 25-150 75,81 21,87
ESS 35 1-19 7,20 4,53 Tabel 2. Spearmann Correlations antara kekantukan siang hari
(Epworth Sleepiness Score) dan variabel lain.

Rata-rata ESS pasien PD dalam penelitian ini adalah 7,2. Variabel n Sprearman Correlations p
Hasil ini lebih kecil dari yang dilaporkan oleh Wegelin et al UMUR 35 0.088 0,614
(2005) yaitu 12. Perbedaan ini mungkin disebabkan oleh SKALA 34 -0.008 0,964
perbedaan rata-rata usia; pada penelitian kami rata-rata usia DURASI 35 0,461* 0,005
LEVODOPA 30 0,352 0,057
pasien lebih muda. Penelitian pada sampel yang lebih besar
BENSERAZID 30 0,352 0,057
dan lebih bervariasi dibandingkan dua penelitian di atas
menemukan bahwa skor ESS pada pasien PD adalah 9.1. * Correlation is significant at the .01 level (2-tailed).
Definisi rasa kantuk di siang hari yang patologis pada
penelitian kami adalah jika skor ESS > 10. Hanya 17% (6/35) Dosis levodopa para pasien yang berada pada rentang
pasien PD pada penelitian ini yang masuk dalam rentang patologis untuk rasa kantuk di siang hari (ESS>10) adalah 300
patologis. Pada penelitian Wegelin et al (2005) 59% pasien mg per hari. Sedangkan dosis benserazid pada pasien yang
dinilai memiliki skor patologis. berada pada rentang patologis untuk rasa kantuk di siang hari
(ESS>10) adalah 75 mg per hari.
20 Tidak ada korelasi antara rasa kantuk di siang hari (ESS)
dengan variabel berikut: umur, skala, dosis levodopa dan
benserazid. Sebaliknya Epworth Sleepiness Score berkorelasi
positif dengan durasi penyakit (Spearman rho = 0.401; n = 38;
p = 0.013). Korelasi antara ESS dan durasi penyakit adalah
10
satu-satunya korelasi antara ESS dengan variabel lain (Tabel
2).
Kekurangan penelitian ini adalah tidak menggunakan
kontrol sehingga tidak diketahui apakah ada perbedaan yang
ESS

0 bermakna antara rasa kantuk pada pasien PD dan pada subjek


0 100 200 300 400 500 600 700
normal. Kekurangan lain adalah tidak menilai gangguan
LEVODOPA
neuropsikiatrik lain, sehingga tidak dapat ditentukan apakah
rasa kantuk yang terjadi akibat PD atau akibat gangguan
neuropsikiatrik lain yang menyertai. Kami juga tidak
Grafik 1. Scatterplot skor Epworth Sleepiness Scale dengan dosis
levodopa pada pasien Parkinson’s Disease memasukkan pengukuran insomnia malam hari yang mungkin
mempengaruhi rasa kantuk di siang hari.

Cermin Dunia Kedokteran No. 157, 2007 209


Obat Antiparkinson dan Kantuk

KESIMPULAN 2. Mycek MJ, Harvey RA, Champe PC, Gertner SB. Lippincott’s
Illustrated Reviews: Pharmacology. JB. Lippincott Co. 2000
1. Pada penelitian ini tidak terdapat hubungan antara obat-
3. Nussbaum RL. Ellis CE. Alzheimer’s Disease and Parkinson’s Disease.
obat antiparkinson, tingkat keparahan penyakit, dan umur N Engl J Med 2003; 348(14): 1356-1364.
subjek dengan rasa kantuk di siang hari pada pasien PD. 4. Wegelin J, McNamara P, Durso R, Brown A, McLaren D. Correlates of
2. Pada penelitian ini terdapat hubungan antara durasi excessive daytime sleepiness in Parkinson’s disease. Parkinsonism and
Related Disorder 2005; 11: 441-448.
penyakit dengan rasa kantuk di siang hari pada pasien PD.
5. Ravin ISP. Dopamine Agonist Induce Episodes of Irresistible Daytime
Sleepiness. Eur Neurol 2003; 49: 30-33.
UCAPAN TERIMA KASIH 6. Frucht S, Rogers JD, Greene PE, Gordon MF, Fahn S. Falling asleep at
Dengan selesainya penelitian dan penulisan makalah ini, penulis wheel: motor vehicle mishaps in persons taking pramipexole and
menyampaikan terima kasih kepada Prof. Dr. H. Jusuf Misbach, SpS(K), ropinirole. Neurology 1999; 52: 1908-1910.
Dr. Yofizal, SpS(K) dan seluruh Staf Bagian Neurologi Fakultas 7. Homann CN, Wenzel K, Suppan K, Ivanic G, Kriechbaum N, Crevenna
Kedokteran Universitas Indonesia/Rumah Sakit Umum Pusat Nasional R, Ott E. Sleep attack in patients taking dopamine agonists: review. BMJ
Dr. Cipto Mangunkusumo yang telah mengijinkan kami mengambil data 2002;324: 1483-7.
dan memberi bantuan selama penelitian di Poliklinik Neurologi. 8. O'Suilleabhain PE, Dewey RB Contributions of dopaminergic drugs and
disease severity to daytime sleepiness in Parkinson disease. Arch
KEPUSTAKAAN Neurol. 2002; 59(6):986-9
9. Leger D. The Cost of Sleep-Related Accident: A Report for the National
1. Lambardo MC. Penyakit Degeneratif dan Gangguan Lain pada Sistem
Commision on Sleep Disorders Research. Sleep 1994 ; 17(1): 84-93.
Saraf. Dalam: Price SA, Wilson LM. Patofisiologi edisi 4. EGC. 1994

For knowledge is a steep which a few may climb,


while duty is a path which all may tread
(Lewis Morris)

210 Cermin Dunia Kedokteran No. 157, 2007


Proses dalam UCB Banking

TINJAUAN PUSTAKA

Proses dalam
Umbilical Cord Blood Banking
Maria Teresa Wijaya, Ferry Sandra
Research Center, PT. Kalbe Farma Tbk., Jakarta, Indonesia

ABSTRAK

Sejak aplikasi pertamanya dalam transplantasi di tahun 1988, sel induk (stem cells) dari
darah tali pusat (umbilical cord blood atau UCB) mulai disebut-sebut sebagai pengganti sel
induk dari sumsum tulang belakang. Bahkan, dengan berbagai keuntungan yang ditawarkan,
kini UCB perlahan mulai menggantikan posisi sumsum tulang belakang sebagai sumber utama
sel induk untuk terapi. Seiring dengan meningkatnya peranan UCB, mulai muncullah UCB bank
sebagai tempat penyimpanan sel induk untuk digunakan di kemudian hari.
Proses yang dilakukan dalam UCB banking secara umum meliputi tiga tahapan, yaitu
isolasi, pemrosesan dan screening, serta penyimpanan jangka panjang. Dalam ketiga tahapan
tersebut, ada banyak faktor yang menentukan tingkat kualitas UCB yang didapatkan. Mengingat
pentingnya peranan kualitas UCB (terutama dilihat dari segi kuantitas sel induk yang
didapatkan) dalam menentukan keberhasilan transplantasi, amatlah penting untuk
memaksimalkan tiap tahap dalam proses UCB banking.

INTRODUKSI muncullah ide-ide untuk mengadakan sebuah sistem


penyimpanan UCB atau UCB banking, mirip dengan sistem
Keberadaan colony-forming cells dalam UCB pertama yang sudah ada terlebih dahulu untuk sumsum tulang
kali ditunjukkan oleh Knudtzon (1974)1. Beberapa tahun belakang. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan kesempatan
kemudian, Nakahata dan Ogawa (1982) menemukan bahwa yang lebih luas bagi pasien yang membutuhkan transplantasi
populasi colony-forming cells tersebut mengandung antara dengan menyediakan sampel UCB yang terorganisir dalam
lain, sel induk dan early hematopoietic progenitor cells2. Dan skala besar. Koike (1983) menemukan bahwa sel-sel yang
pada tahun 1988 diadakanlah, untuk pertama kalinya di dunia, diisolasi dari UCB dapat tetap bertahan hidup dan masih
transplantasi UCB pada seorang pasien anak penderita mempunyai potensi untuk berdiferensiasi menjadi berbagai
Fanconi Anemia3. Data sampai November 2004 menunjukkan macam sel dalam garis hematopoietik in vitro setelah
bahwa sudah ± 6000 transplantasi UCB dilakukan di seluruh cryopreservation5. Salah satu implikasi temuan Keiko ini
dunia4. adalah bahwa sampel UCB bisa disimpan selama bertahun-
Seiring dengan makin banyaknya riset tentang UCB, tahun dalam nitrogen cair untuk kemudian digunakan dalam
popularitas UCB sebagai alternatif sumber sel induk transplantasi di masa mendatang; ini merupakan prinsip dasar
(khususnya sel induk hematopoietik) untuk pengobatan kanker proses UCB banking. Dalam perkembangannya, UCB bank
mulai menanjak. Dengan berbagai keuntungan yang dapat digolongkan menjadi dua, yaitu public bank yang non-
ditawarkan oleh penggunaan UCB dalam transplantasi, profit dan membuka akses bagi siapa saja yang membutuhkan

Cermin Dunia Kedokteran No. 157, 2007 217


Proses dalam UCB Banking

UCB yang tersimpan di sana, dan private bank yang for- itu, mereka juga menunjukkan bahwa tingkat kontaminasi
profit, menarik biaya penyimpanan, dan membatasi akses biologi pada sampel yang diisolasi secara ex-utero relatif lebih
penggunaan sampel UCB hanya untuk klien dan keluarganya. tinggi7. Untuk kelahiran dengan operasi caesar, perbandingan
Saat ini sudah ada beberapa UCB bank yang tersebar di kedua metode koleksi juga menunjukkan superioritas metode
seluruh dunia, terutama di Amerika Serikat, di mana terdapat in-utero9. Perbedaan hasil kedua metode disebabkan oleh dua
setidaknya 15 public UCB banks6. hal: adanya jeda waktu yang signifikan antara proses cord
Proses penyimpanan UCB secara umum meliputi tiga clamping dan isolasi darah yang terkandung di dalamnya dan
tahap: (1) isolasi UCB, (2) pemrosesan dan screening, dan (3) terjadinya penggumpalan darah pada kasus isolasi ex-utero7
cryopreservation. Tahap pertama meliputi berbagai macam Namun tidak semua hasil penelitian mendukung hipotesis
teknik isolasi UCB, seperti koleksi secara in-utero atau ex- superioritas metode in-utero. Sparrow et al. menunjukkan
utero serta berbagai variabel lainnya seperti jarak antara saat tidak ada perbedaan antara kedua metode isolasi UCB pada
kelahiran dan isolasi UCB. Tahap kedua meliputi pilihan kasus kelahiran normal10. Sementara Yamada melaporkan
penggunaan open atau closed method, pengambilan sampel bahwa volume UCB dan total jumlah sel CD 34+ yang lebih
untuk screening berbagai macam penyakit, serta pemrosesan tinggi dapat dihasilkan dengan metode isolasi ex-utero dan
UCB untuk mempermudah penyimpanan. Tahap ketiga kelahiran caesar. Perbedaan hasil berbagai penelitian ini bisa
meliputi controlled-rate freezing : sampel UCB didinginkan disebabkan oleh bermacam faktor, misalnya faktor jumlah
secara bertahap sebagai persiapan untuk penyimpanan jangka sampel yang dianalisis dan perbedaan kebiasaan praktek di
panjang di suhu -196oC dalam nitrogen cair yang merupakan masing-masing rumah sakit tempat isolasi UCB dilakukan11.
tahap terakhir dalam proses penyimpanan UCB. Selain faktor pilihan metode yang digunakan, beberapa
faktor obstetrik juga dapat mempengaruhi kualitas UCB yang
ISOLASI UCB didapatkan. Penelitian menunjukkan bahwa kualitas UCB
Tahap ini memegang peranan penting dalam menentukan yang lebih baik berkorelasi dengan: (1) primigravidae, yaitu
kualitas produk UCB yang dihasilkan, seperti volume total ibu yang melahirkan untuk pertama kalinya (2) bayi berjenis
UCB, jumlah total nucleated cell (TNC), dan total sel CD34+. kelamin perempuan (3) keluarnya plasenta tidak lebih dari 10
Berdasarkan saat pengambilan, ada dua metode, yaitu in-utero menit setelah kelahiran bayi (4) isolasi UCB dilakukan tidak
dan ex-utero. Metode yang pertama berarti isolasi UCB lebih dari 5 menit setelah keluarnya plasenta (5) berat plasenta
dilakukan saat plasenta masih berada di dalam rahim, > 600 g., dan (6) usia kehamilan yang lebih dari 39
sedangkan metode yang kedua berarti isolasi dilakukan saat minggu12,13. Selain itu, satu hal yang cukup menarik adalah
plasenta sudah berada di luar rahim. Secara umum, masing- stres selama proses kelahiran, misalnya kelahiran yang sulit,
masing memiliki keuntungan dan kerugiannya sendiri-sendiri. berkorelasi dengan kualitas UCB yang lebih baik. Hal ini
Metode in-utero menghasilkan volume sampel yang lebih mungkin disebabkan oleh adanya aktivitas berbagai macam
besar karena proses isolasi dilakukan segera setelah kelahiran cytokines yang mendorong mobilisasi sel induk ke UCB14.
bayi, namun lebih sulit dilakukan dan dapat mengganggu Mengingat betapa pentingnya mendapatkan jumlah TNC
jalannya proses kelahiran. Sebaliknya, isolasi UCB ex-utero yang sebanyak-banyaknya dalam isolasi UCB, beberapa
lebih mudah dan dapat dilakukan oleh staf UCB bank yang peneliti telah mengusulkan bermacam cara isolasi baru untuk
sudah terlatih; namun biasanya jumlah sel yang bisa diisolasi meningkatkan volume UCB yang bisa diperoleh. Elchalal, et
lebih sedikit dan lebih berisiko terkontaminasi bakteri7. Mana al. mengusulkan sebuah metode yang menggunakan blood bag
yang sebenarnya lebih baik di antara kedua metode ini masih dan syringe berisi sodium klorida untuk flushing. Metode ini
menjadi subyek banyak penelitian hingga saat ini. Beberapa dianggap yang paling efektif, namun jarang dipakai karena
kelompok sudah melakukan analisis statistik mengenai adanya peningkatan kontaminasi bakteria dan sel-sel ibu15.
pengaruh metode isolasi terhadap jumlah TNC dan sel CD34+ Ada juga yang mengusulkan pengambilan UCB bukan hanya
yang merupakan dua parameter penting penentu keberhasilan dari tali pusat (cord blood) tapi juga dari plasenta. Dalam
sebuah transplantasi. Penelitian Surbek dkk. menunjukkan metode ini, UCB dikumpulkan dalam dua fraksi, yang pertama
bahwa untuk kasus kelahiran normal, isolasi in-utero dari cord blood melalui umbilical venipuncture saat plasenta
menghasilkan volume UCB dan jumlah TNC yang lebih masih di dalam rahim dan yang kedua dari hasil flushing
banyak8. Hasil ini dikonfirmasi lagi oleh temuan Solves et al., plasenta dengan saline yang telah ditambahi heparin.
yang melakukan analisis statistik retrospektif terhadap unit- Peningkatan kualitas UCB yang diisolasi terlihat dari lebih
unit UCB yang disimpan di Valencia Cord Blood Bank. Selain tingginya volume total (rata-rata 119.6 ml vs 71-98 ml dengan

218 Cermin Dunia Kedokteran No. 157, 2007


Proses dalam UCB Banking

metode lain), lebih tingginya jumlah TNC dan mononuclear sampel UCB yang telah diisolasi. Hal ini dilakukan untuk
cells, serta tidak adanya peningkatan kontaminasi bakteria dan meyakinkan bahwa UCB unit yang ada pantas untuk disimpan
sel-sel ibu16. dan mempunyai potensi untuk digunakan dalam transplantasi
di kemudian hari. Foundation for Accreditation of Cellular
PEMROSESAN DAN SCREENING Therapy (FACT-NETCORD) dan American Association of
Untuk tahap ini, ada dua pilihan sistem yang bisa Blood Banks (AABB) telah mengeluarkan guidelines yang
digunakan yaitu closed dan open system. Pemilihan sistem ini mengatur tentang apa saja informasi latar belakang kesehatan
juga harus disesuaikan dengan metode isolasi yang digunakan. keluarga dan ibu yang perlu dikumpulkan. Untuk disease
Open system adalah pemrosesan UCB dalam tube. Biasanya screening, FACT-NETCORD mengharuskan UCB bank untuk
UCB diisolasi menggunakan syringe dan ditransfer ke dalam melakukan tes atas status HIV-1 dan -2, HTLVI/II, HCV dan
tube untuk disimpan dan diproses lebih lanjut. Sistem ini HbsAg, sementara AABB hanya menyarankan untuk tes HIV-
disebut open system karena perpindahan dari satu tube ke tube 1 antigen, anti-HBc, dan sifilis6. Semua tes tersebut tidak bisa
lain memberikan ruang terbuka untuk kontak spesimen dengan dilakukan di UCB dan oleh karena itu harus dilakukan dengan
udara bebas, termasuk kontaminan yang terkandung di menggunakan sampel darah ibu. Sementara itu, sampel UCB
dalamnya15. Sebaliknya, penggunaan closed system akan dites untuk mengecek kontaminasi bakteri dan jamur,
meniadakan kontak antara spesimen dengan udara bebas golongan darah (ABO) dan rhesus. Selain itu, untuk menjaga
karena UCB sampel disimpan dan diproses dalam sebuah bag kualitas UCB yang akan disimpan, beberapa UCB bank juga
system yang tersambung satu sama lain dan karena itu transfer melakukan tes untuk menentukan jumlah TNC, jumlah sel
antar kantong dapat dilakukan tanpa membuka kantong sama CD34+ dan jumlah sel yang viable. Penghitungan jumlah TNC
sekali17. Terlihat jelas superioritas closed system dalam hal dilakukan dengan automated cell counter, kuanitifikasi sel
proteksi sampel, walaupun tentu saja hal ini dibarengi dengan CD34+ dilakukan dengan flow cytometry sementara tes
lebih mahalnya biaya yang harus dikeluarkan. Saat ini viability dilakukan dengan menggunakan trypan blue dye dan
sebagian besar UCB bank sudah menggunakan closed system hemacytometer.
mengingat pentingnya menjaga sterilitas sampel yang akan Untuk public bank, dengan target penggunaan UCB untuk
disimpan15. allogeneic transplantation, biasanya dilakukan tes tambahan
Setelah UCB tersimpan dalam container, UCB akan untuk menentukan tipe HLA tiap sampel. Ada tiga lokus yang
diproses untuk bisa mempermudah penyimpanan jangka biasanya dites, yaitu lokus HLA-A, HLA-B (MHC tipe I) dan
panjang. Ada dua jenis proses yang lazim dilakukan, yaitu DRB1 (MHC tipe II). Hal ini dilakukan karena HLA matching
volume reduction dan red blood cells depletion. Proses volume sangat penting untuk mencegah timbulnya graft vs host
reduction dilakukan terutama untuk memperkecil ruang yang disease (GvHD). Dengan melakukan tes sebelum
diperlukan untuk penyimpanan sampel dalam cryogenic tank penyimpanan, proses pencarian donor yang sesuai untuk tiap
sedangkan red blood cells depletion bertujuan untuk resipien akan menjadi lebih mudah dan cepat.
menghindari terjadinya reaksi penolakan graft akibat ABO
antigen incompatibility. Dalam open system, kedua proses ini CRYOPRESERVATION: PENYIMPANAN JANGKA
bisa dilakukan dengan pemisahan sentrifugasi berdasarkan PANJANG
gradien densitas atau melalui proses seleksi positif sel CD34+. Untuk penyimpanan jangka panjang, ada tiga hal yang
Sedangkan untuk closed system, adalah para ilmuwan dari perlu diperhatikan, yaitu controlled-rate freezing, penambahan
New York Blood Center yang mempelopori pengembangan cryoprotectant dan penyimpanan dalam tanki nitrogen cair.
teknik volume reduction dan red blood cells depletion yang Controlled-rate freezing perlu dilakukan untuk mencegah
pertama. Teknik yang mereka kembangkan didasarkan pada stres yang berlebihan pada sel-sel akibat perubahan suhu yang
pembentukan rouleaux dengan menggunakan hydroxyethyl terlalu mendadak. Tahap ini bisa dilakukan menggunakan
starch (HES) dan sentrifugasi untuk memisahkan leukosit controlled-rate freezer yang menawarkan kemudahan proses
dalam supernatant dengan sel darah merah yang terkumpul di pembekuan secara otomatis. Alternatif lain adalah
dasar18. Metode inilah yang menjadi dasar dari perkembangan memasukkan tube berisi sel ke dalam sebuah container berisi
metode-metode yang sekarang banyak dipakai di laboratorium ethanol yang kemudian dipindahkan dari kulkas bersuhu tinggi
dan UCB bank. ke yang lebih rendah secara bertahap dalam jangka waktu
Selanjutnya adalah proses screening, meliputi pencatatan tertentu. Ethanol disini berfungsi untuk mengkontrol turunnya
sejarah kesehatan keluarga dan tes terhadap darah ibu serta suhu secara bertahap.

Cermin Dunia Kedokteran No. 157, 2007 219


Proses dalam UCB Banking

Untuk cryoprotectant, ada beberapa jenis yang bisa cord blood from an HLA-identical sibling. N. Engl. J. Med.1989;
321:1174-8.
dipakai, yang paling umum digunakan adalah dimethyl
4. International cord blood society, 2006. (http://www.cordblood.org)
sulphoxide (DMSO). Fungsi cryoprotectant adalah untuk 5. Koike K. Cryopreservation of pluripotent and committed hemopoietic
melindungi sel dari kerusakan akibat suhu nitrogen cair yang progenitor cells from human bone marrow and cord blood. Acta
terlalu rendah. Untuk penyimpanan hematopoietic stem dan Paediatr. Japan 1983; 25:275-8.
6. Brunstein CG, Wagner JE. Umbilical cord blood transplantation and
progenitor cells (HSC dan HPC), penelitian menunjukkan
banking. Ann. Rev. Med. 2006; 57:403-17.
bahwa prosedur yang optimal meliputi penggunaan 10% 7. Solves P, Moraga R, Saucedo E, et al. Comparison between two
DMSO sebagai cryoprotectant ditambah dengan 2% human strategies for umbilical cord blood collection. Bone Marrow Transplant.
albumin sebagai suplemen. Cell recovery yang lebih baik bisa 2003; 31:269-73.
8. Surbek DV, Schonfeld B, Tichelli A, et al. Optimizing cord blood
didapatkan dengan penyimpanan dalam konsentrasi tinggi
mononuclear cell yield: a randomized comparison of collection before vs
(5x107 MNC/ml) dan penambahan DMSO yang dilakukan after placenta delivery. Bone Marrow Transplant. 1998; 22:311-2.
dengan cepat dan bukan secara bertahap19. 9. Surbek DV, Visca E, Steinmann C, et al. Umbilical cord blood
Dengan nitrogen cair, sel dapat disimpan selama collection before placental delivery during caesarean delivery increases
cord blood volume and nucleated cell number available for
bertahun-tahun tanpa mengalami perubahan yang signifikan.
transplantation. Am. J. Obstet. Gynecol. 2000; 183:218-21.
Sampai saat ini, spesimen UCB paling tua yang pernah diteliti 10. Sparrow RL, Cauchi JA, Ramadi LT, et al. Influence of mode of birth
berusia 15 tahun. Kobylka dan rekan menunjukkan bahwa and collection on WBC yields of umbilical cord blood units. Transfusion
setelah 15 tahun disimpan dalam nitrogen cair dan kemudian 2002; 42:210-5.
11. Yamada T, Okamoto Y, Kasamatu H, et al. Factors affecting the volume
dicairkan (thawed), 80% mononuclear cells bisa didapatkan
of umbilical cord blood collections. Acta Obstet. Gynecol. Scand. 2000;
kembali dan tidak ada kerusakan dilihat dari segi kemampuan 79: 830-3.
berproliferasi dan potensi membentuk koloni20. Untuk 12. Askari S, Miller J, Chrysler G, McCullough J. Impact of donor- and
penyimpanan dalam tempo yang lebih singkat, spesimen UCB collection-relater variables on product quality in ex utero cord blood
banking. Transplant. Cell. Eng. 2005; 45:189-94.
yang telah disimpan selama 5 tahun juga terbukti tidak
13. Mancinelli F, Tamburini A, Spagnoli A, et al. Optimizing umbilical cord
mengalami perubahan yang signifikan dalam hal potensi blood collection: impact of obstetric factors versus quality of cord blood
pembentukan sel-sel darah21. Selain itu, untuk mengurangi units. Transplant. Proc. 2006; 38: 1174-6.
jumlah sel yang rusak setelah proses thawing, sampel dalam 14. Lim FT, Scherjon SA, Van Beckhoven JM, et al. Association of stress
during delivery with increased numbers of nucleated cells and
tube dapat ditambah dengan saline dalam perbandingan 1:2.
hematopoietic progenitor cells in umbilical cord blood. Am. J. Obstet.
Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi agregasi sel Gynecol. 2000; 183: 1144-52.
granulosit22. 15. Elchalal U, Fasouliotis SJ, Shtockheim D, et al. Postpartum umbilical
cord blood collection for transplantation: a comparison of three methods.
Am. J. Obstet. Gynecol. 2000; 182: 227-32.
PENUTUP
16. Bornstein R, Flores AI, Montalban MA, et al. A modified cord blood
Dengan potensi UCB yang demikian besar untuk collection method achieves sufficient cell levels for transplantation in
digunakan dalam transplantasi, industri UCB banking saat ini most adult patients. Stem Cells 2005; 23:324-34.
telah mengalami perkembangan yang cukup pesat. 17. Adami V, Malangone W, Falasca E, et al. A closed system for the
clinical banking of umbilical cord blood. Blood Cells Mol. Dis. 2005;
Signifikansi cord blood banking terletak pada kemampuan
35: 389-97.
untuk mendapatkan UCB dengan kualitas terbaik dan 18. Rubinstein P, Dobrila L, Rosenfield RE, et al. Processing and
kemampuan untuk menyimpan dalam jangka waktu lama cryopreservation of placental/ umbilical cord blood for unrelated bone
tanpa perubahan yang berarti dalam hal kualitas sel induk marrow reconstitution. Proc. Natl. Acad. Sci. 1995; 92:10119-22.
19. Meyer TPH, Hofmann B, Zaisserer J, et al. Analysis and
yang disimpan. Dalam artikel ini telah didiskusikan secara
cryopreservation of hematopoietic stem and progenitor cells from
umum mengenai dasar-dasar proses yang perlu dilakukan umbilical cord blood. Cytotherapy 2006; 8:265-76.
dalam cord blood banking. 20. Kobylka P, Pavol I, Birgitta BV, et al. Preservation of immunological
and colony-forming capacities of long-term (15 years) cryopreserved
KEPUSTAKAAN cord blood cells. Transplantation 1998; 65:1275-8.
21. Goodwin HS, Grunzinger LM, Regan DM, McCormick KA, Johnson
1. Knudtzon S. In vitro growth of granulocytes colonies from circulating CE, Oliver DA. Long term cryostorage of UC blood units: ability of the
cells in human cord blood. Blood 1974; 43:357-61. integral segment to confirm both identity and hematopoietic potential.
2. Nakahata T, Ogawa M. Hemopoietic colony-forming cells in umbilical Cytotherapy 2003; 5:80-6.
cord blood with extensive capability to generate mono and multipotent 22. Goldman JM, Th’ng KH, Park DS, Spiers ASD, Lowenthal RM, Ruutu
hemopoietic progenitors. J.Clin.Invest. 1982; 80: 1324-8. T. Collection, cryopreservation and subsequent viability of haemopoietic
3. Gluckman E, Broxmeyer HA, Auerbach AD, et al. Hematopoietic stem cells intended for treatment of chronic granulocytic leukaemia in
reconstitution in a patient with Fanconi anemia by means of umbilical blast-cell transformation. Br. J. Haematol. 1978; 40:185-95.

220 Cermin Dunia Kedokteran No. 157, 2007


PIT IKA III IDAI 2007, Yogyakarta 7 - 9 Mei 2007 kendala teknis sehingga baru bisa dilaksanakan tanggal 21-22 April
Dr Hapsari SpA(K) 2007 di Hotel Borobudur, Jakarta. Hal ini disampaikan ketua panitia
mengingatkan para dokter dr. Frizar Irmansyah, SpOG(K) saat membuka acara PERMI.
bahwa resistensi kuman Kegiatan PERMI kali ini diikuti oleh sekitar 262 orang terdiri dari
terhadap antimikroba saat ini dokter spesialis kebidanan & kandungan, spesialis lain, mahasiswa
sudah merupakan masalah kedokteran dan kalangan yang peduli masalah menopause.
kesehatan dunia. Hal ini
sangat bisa menurunkan Laporan Temu Ilmiah Reumatologi 2007, Jakarta 20-22 April
mutu pelayanan karena 2007
meningkatkan morbiditas Baru-baru ini telah terselenggara Temu Ilmiah Reumatologi
maupun mortalitas penderita, (TIR) yang diadakan oleh Perhimpunan Reumatologi Indonesia. TIR
lanjut pengajar dari diselenggarakan setiap tahun dan kali ini diadakan di Hotel
Subbagian Infeksi & Borobudur, Jakarta pada tanggal 20-22 April 2007. Pertemuan ini
Penyakit Tropik, Bagian Ilmu Kesehatan Anak, FK UNDIP dihadiri oleh kurang lebih 700 dokter baik dari Jakarta maupun luar
Semarang. Seminar bertopik Antimicrobial Resistance ini merupakan Jakarta (Medan, Palembang, Surabaya, dan sebagainya). Selain itu, di
bagian dari PIT IKA III IDAI 2007 yang berlangsung di Grha Sabha luar ruangan pertemuan terdapat stan promosi dari berbagai pabrik
Pramana UGM Bulaksumur Yogyakarta, 7 - 9 Mei 2007. Agar farmasi di Indonesia termasuk PT. Kalbe Farma Tbk. Oleh karena itu,
pendataan lebih mudah, peserta acara ilmiah PIT dicatat melalui TIR ini terkesan sangat meriah.
barcode scanning yang terdapat di masing-masing name-tag. Metode
dan alat scan yang diperlukan, disiapkan oleh PT Kalbe Farma di Seminar IKCC: Kiat Hidup Bahagia bersama Diabetes, RS Islam
meja pendaftaran maupun di pintu-pintu masuk ruangan seminar. Jakarta Pusat, 28 April 2007

Seminar Anti Aging Medicine: Konsep Baru Pencegahan


Penuaan Dini, Jakarta 21 April 2007
Bertempat di Plaza bii, Sabtu 21 April 2007, berkumpul para
peminat Anti Aging Medicine. Acara yang bertajuk Konsep Baru
Pencegahan Penuaan Dini tersebut selain menghadirkan para pakar
dari PERKAPI juga tampil pakar Anti Aging dari Jepang, Dr
Takahiru Fujimoto, PhD MBA. Acara dibuka oleh Ketua Bidang
Pembinaan dan Pengembangan Perhimpunan Profesi Tingkat Pusat,
Dr. Heri Aminuddin, Sp.BS, mewakili Ketua Umum PB IDI.

Peluncuran Kampanye “Bantu Cegah Kanker Mulut Leher


Rahim (Serviks)”, Jakarta 18 April 2007
Pada tanggal 18 April 2007 telah diluncurkan kampanye edukasi
masyarakat tentang kanker mulut leher rahim (serviks), penyebabnya
dan upaya pencegahannya. Kampanye ini akan berlangsung setahun
penuh. Pencanangan kampanye dilakukan di Restoran Kembang
Goela, Plaza Sentral, Jakarta. Kampanye “Bantu Cegah Kanker
Mulut Leher Rahim” ini bertujuan memberikan pengetahuan kepada
para perempuan tentang penyakit ini dan konsekuensinya. Kencing manis atau sakit gula didefinisikan sebagai gangguan
metabolisme karbohidrat. Pada pasien Kencing Manis, kadar gula
Simposium Nasional Perkumpulan Menopause Indonesia darah akan meningkat karena sekresi insulin berkurang atau karena
(PERMI), Jakarta 21-22 April 2007 insulin tidak sensitif lagi. Demikian penjelasan Dr H. Pudji Rahardjo
Simposium Nasional PERMI seharusnya dilaksanakan dalam SpPD-KGH di hadapan sekitar 200 peserta seminar yang merupakan
rangka hari Menopause sedunia tgl 18 Oktober. Namun ada beberapa kerjasama dengan RS Islam Jakarta Pusat.

Cermin Dunia Kedokteran No. 157, 2007 221


Seminar International Health Regulations, Jakarta 30 April 2007 mengenai Penyakit Jantung Koroner mulai dari : gejala-gejala yang
Berbeda dengan International Health Regulations (IHR) sering dijumpai pada penderita, faktor-faktor penyebab, serangan-
terdahulu (1969, 1973, 1981), IHR tahun 2005 tidak hanya mengatur serangan yang sering terjadi serta upaya-upaya pencegahan dan
pengendalian terhadap 3 penyakit (demam kuning, pes, kolera), tapi inovasi pengobatan. Pola hidup dan konsumsi makanan, kompetisi di
mencakup semua jenis masalah kesehatan yang dianggap dapat lingkungan kerja yang mengakibatkan stress berkepanjangan,
terutama di kota-kota besar merupakan penyebab utama dari PJK.
membahayakan kesehatan masyarakat dunia, termasuk pencemaran
bahan kimia dan radioaktif. Demikian pernyataan Dr Maureen Seminar THT, NAD 12 Mei 2007
Birmingham, Communicable Diseases Expert, WHO-SEARO saat Pada hari Sabtu tanggal 12 Mei 2007 telah terselenggara sebuah
memberikan penjelasan di hadapan sekitar 200 peserta Seminar IHR, seminar di bidang THT di Hotel Swiss-Bel Banda Aceh dengan topik
Jakarta 30 April 2007. Penatalaksanaan Terkini Beberapa Permasalahaan THT pada Anak
dan Demo Timpanoplasti. Seminar ini berlangsung sangat meriah,
8th Jakarta Antimicrobial Update (JADE) 2007, Jakarta 28-29 dihadiri sekitar 135 dokter yang bertugas di seluruh Provinsi
April 2007 Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), baik dokter THT dan dokter
Pada tanggal 28 – 29 Mei 2007 diselenggarakan 8th Jakarta Anak yang bertugas di RSU Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh maupun
Antimicrobial Update (JADE) 2007. Pertemuan ini diselenggarakan beberapa dokter umum Puskesmas yang bertugas di provinsi NAD.
setiap tahun. Pertemuan ini dihadiri oleh kira-kira 900 dokter baik
dari Jakarta maupun luar Jakarta. Selain itu, di luar ruangan PIN II Neurobehavior, Surabaya 18 - 20 Mei 2007
pertemuan terdapat stan promosi dari berbagai pabrik farmasi di Telah terselenggara dengan sukses dan meriah acara Pertemuan
Indonesia termasuk PT. Kalbe Farma Tbk. JADE 2007 bertemakan Ilmiah Nasional (PIN) ke II Neurobehaviour yang diselenggarakan
“Polymicrobial Infection and Multidrugs Resistance: Between oleh Kelompok Studi Neurobehaviour Perdossi Surabaya dari tanggal
Evidence and Reality”. Pertemuan ini membahas berbagai jenis 18 - 20 Mei 2007 di Hotel Shangri-La Surabaya. Pertemuan ini
infeksi, di antaranya adalah infeksi saluran nafas, intra abdominal, merupakan lanjutan dari pertemuan sebelumnya di Hotel Savoy
sepsis, dan lain-lain; tingkat resistensi patogen terhadap antibiotik- Homman Bandung 2 tahun yang lalu. Pertemuan yang membahas
antibiotik yang beredar di Indonesia; serta antibiotik yang salah satu bidang baru di ilmu neurologi ini ternyata cukup diminati
direkomendasikan untuk infeksi-infeksi tersebut. Para ahli yang oleh para dokter neurologi dan psikiatri serta dokter umum yang
berbicara pada pertemuan ini antara lain: dr. Akmal Sya’roni, dr. merupakan ujung tombak pelayanan terdepan di masyarakat, yang
Suharto, dr. Herdiman T Pohan, dr. R.H.H. Nelwan, dr. Latre bertugas di seluruh Indonesia, terbukti dari hadirnya sekitar 250
Buntaran, dr. Primal Sudjana, dan lain-lain. dokter peserta PIN.

National Symposium on Vascular Medicine (ANVIN 2007), HUT IKCC: Nutrisi yang Tepat bagi Penderita Ginjal Kronik,
Jakarta 11-12 Mei 2007 Jakarta 26 Mei 2007
Bertempat di Hotel Mercure, Ancol, Jakarta, tanggal 11-12 Mei Di Amerika, diperkirakan 20 juta orang mengalami Penyakit
2007, berkumpul para dokter dari disiplin kardiologi, radiologi, Ginjal Kronik (PGK). Dari jumlah tersebut, pasien PGK di AS yang
bedah vaskular, neurologi, bedah saraf dan dokter umum. Mereka didialisis tahun 1998 sekitar 320.000 kemudian pada tahun 2010
menghadiri National Symposium on Vascular Medicine ke-3 yang diperkirakan akan naik menjadi 650.000. Di Indonesia sendiri, pada
diselenggarakan oleh Indonesian Society of Vascular Medicine tahun 1998 jumlah pasien hemodialisis sekitar 3000 orang dan pada
(ISVM), sebuah organisasi multidisiplin yang bertujuan meningkat- tahun 2007 naik mencapai 10.000 orang. Demikian dikatakan oleh
kan pertukaran multidisiplin ilmu untuk mencapai konsensus terapi Konsultan Gizi IKCC, Ibu Triyani Kresnawan, DCN, M.Kes.
terbaik penyakit kardiovaskular. Tema yang diangkat adalah Seminar ini diselenggarakan di Conference Room PT. Bintang
mengenai tatalaksana vaskular terkini untuk menyelamatkan hidup. Toedjoe pada tanggal 26 Mei 2007 lalu dalam rangka
menyemarakkan HUT IKCC.
Simposium Penyakit Jantung Koroner, Jakarta, 4 Mei 2007
Seminar Penyakit Jantung Koroner diselenggarakan oleh RS
Mitra Keluarga Kelapa Gading, pada Jum’at, 4 Mei 2007. Seminar
ini menghadirkan pembicara yaitu: Dr. Utojo Lubiantoro, SpJP. Laporan lengkap pelbagai simposium di atas (dalam Bahasa
Hadir sebagai peserta awam. Dalam seminar ini dibahas tuntas Indonesia/English), bisa diakses di http://www.kalbe.co.id/seminar.

A judge is a speaking law, law is a silent judge


(Cicero)

222 Cermin Dunia Kedokteran No. 157, 2007


Ruang
Penyegar dan Penambah
Ilmu Kedokteran
Dapatkah saudara menjawab
pertanyaan-pertanyaan di bawah ini?

1. Tekanan darah yang normal (JNC VII) : 6. Penyebab flu burung ialah virus influenza subtipe:
a) Sistolik ≤ 120 mmHg, diastolik ≤ 80 mmHg a) H1N1
b) Sistolik ≤ 130 mmHg, diastolik ≤ 80 mmHg b) H2N2
c) Sistolik ≤ 120 mmHg, diastolik ≤ 90 mmHg c) H3N2
d) Sistolik ≤ 130 mmHg, diastolik ≤ 90 mmHg d) H5N1
e) Sistolik ≤ 140 mmHg, diastolik ≤ 90 mmHg e) H5N2

2. Yang tidak berperan pada risiko gangguan peredaran 7. Gejala yang tidak terdapat pada flu burung :
darah otak (GPDO, stroke) : a) Kejang
a) Nekrosis fibrinoid b) Batuk
b) Ateroma c) Petekie
c) Aneurisma Charcot-Bouchard d) Nyeri kepala
d) Malformasi arteri-vena e) Mual/muntah
e) Semua berperan
8. Mimpi dialami pada tidur fase :
3. Yang tidak benar mengenai ensefalopati hipertensif : a) I
a) Reversibel b) II
b) Menyebabkan hemiparesis c) III
c) Menyebabkan kejang d) IV
d) Berkaitan dengan kenaikan mendadak tekanan darah e) REM
e) Berkaitan dengan vasospasme
9. Yang tidak termasuk golongan benzodiazepin :
4. Obat yang tidak digunakan pada hipertensi emergency : a) Zolpidem
a) Nifedipin b) Diazepam
b) Na-nitroprusid c) Mirtazapin
c) Nikardipin d) Lorazepam
d) Labetalol e) Triazolam
e) Diazoksid
10. Yang tidak dapat mengurangi insomnia :
5. Pemeriksaan tambahan yang tidak berguna pada GPDO: a) Tidur siang
a) CT scan otak b) Tidak membaca di tempat tidur
b) MRI otak c) Menghindari kopi
c) TCD d) Bangun di saat yang sama
d) EEG e) Tidak merokok
e) Carotid ultrasound

JAWABAN:
1.A 2.E 3.B 4.A 5.D 6.D 7.C 8.E 9.C 10.A

224 Cermin Dunia Kedokteran No.157, 2007


apsul
REKOMENDASI PENANGANAN STROKE PERDARAHAN INTRASEREBRAL
Recommendations for emergency diagnosis and evaluation of ICH are that ICH is a medical emergency, with frequent early, ongoing bleeding
and progressive deterioration, severe clinical deficits, and subsequent high mortality and morbidity rates. Therefore, it should be promptly
recognized and diagnosed (class I, level of evidence A). Computed tomography (CT) and magnetic resonance imaging (MRI) are each first-
choice initial imaging options (I, A), but in patients in whom MRI is contraindicated, CT should be done.

Recommendations for initial medical therapy for ICH are as follows:


Monitoring and treatment of patients should occur in an intensive care unit setting because ICH is an emergent condition with frequent
elevations in ICP and blood pressure, frequent need for intubation and assisted ventilation, and multiple complicating medical issues (I, B).
Treatment of elevated ICP should be balanced and graded, beginning with simple measures (eg, elevating the head of the bed, analgesia, and
sedation). More aggressive therapies, such as osmotic diuretics (mannitol and hypertonic saline), drainage of cerebrospinal fluid with a
ventricular catheter, neuromuscular blockade, and hyperventilation, usually require concomitant monitoring of ICP and blood pressure with a
goal to maintain cerebral perfusion pressure above 70 mm Hg (IIa, B).
Maintain euglycemia (IIa, B).
Treat fever to normal body temperature (IIa, B).
For patients who are clinically stable, early mobilization and rehabilitation are recommended (IIa, B).
Manage blood pressure based on the presently available incomplete evidence, pending results from ongoing clinical trials of blood pressure
intervention for ICH.
In 1 moderate-sized phase 2 trial, treatment with recombinant activated factor VII within the first 3 to 4 hours after onset appeared to slow
progression of bleeding. However, the efficacy and safety of this treatment must be confirmed in phase 3 trials before its use in ICH can be
recommended outside of a clinical trial (IIb, B).
Appropriate antiepileptic drugs should always be used for treatment of clinical seizures (I, B). Short-term use of prophylactic antiepileptic drugs
soon after ICH onset may decrease the risk for early seizures in patients with lobar hemorrhage (IIb, C).

Recommendations for management of coagulation and fibrinolysis issues related to ICH are as follows:
Use protamine sulfate to reverse heparin-associated ICH, with the dose depending on the time from cessation of heparin (I, B).
To reverse the effects of warfarin, treat patients who have warfarin-associated ICH with intravenous vitamin K and with treatment to replace
clotting factors (I, B).
Prothrombin complex concentrate, factor IX complex concentrate, and recombinant activated factor VII normalize the laboratory
elevation of the international normalized ratio very rapidly and with lower volumes of fluid than fresh frozen plasma. However, potential of
thromboembolism is greater. Fresh frozen plasma is an option but is associated with greater volumes and much longer infusion times (II, B).
The decision to restart antithrombotic therapy after ICH related to antithrombotic therapy depends on the risk for subsequent arterial or venous
thromboembolism, the risk for recurrent ICH, and the patient's overall condition (IIb, B).
Treatment of patients with ICH caused by thrombolytic therapy includes urgent empirical therapies to replace clotting factors and platelets (IIb,
B).

Recommendations for surgical approaches are as follows:


Patients with cerebellar hemorrhage greater than 3 cm with neurologic deterioration or brain stem.
Compression and/or hydrocephalus from ventricular obstruction should have surgical evacuation of the hemorrhage as soon as possible (I, B).
Stereotactic infusion of urokinase into the clot cavity within 72 hours apparently reduces the clot burden and risk for death. However, rebleeding
is more common and functional outcome is not improved (IIb, B).
The usefulness of minimally invasive clot evacuation with a variety of mechanical devices and/or endoscopy needs further testing in clinical
trials (IIb, B).
Consider evacuation of supratentorial ICH by standard craniotomy for patients presenting with lobar clots within 1 cm of the surface (IIb, B).
Routine evacuation of supratentorial ICH by standard craniotomy within 96 hours of ictus is not recommended (III, A).

"The first scientifically proven treatments for acute ICH are likely to become a reality during the next 5 years, and possibly sooner for some, such
as rFVIIa," the authors conclude. "New trials of antihypertensive therapy, surgical removal of ICH, and other adjunctive therapies are ongoing,
but sustained efforts are needed to decrease the high morbidity and mortality rates associated with this deadly type of stroke."

AHA and American Stroke Association, 2007. Stroke. Published online May 3, 2007.
2007; 38: 000-000.

Cermin Dunia Kedokteran No. 157, 2007 223

You might also like