Professional Documents
Culture Documents
NU menganut paham Ahlussunah wal jama'ah, sebuah pola pikir yang mengambil jalan
tengah antara ekstrim aqli (rasionalis) dengan kaum ekstrim naqli (skripturalis). Karena itu
sumber pemikiran bagi NU tidak hanya al-Qur'an, sunnah, tetapi juga menggunakan kemampuan
akal ditambah dengan realitas empirik. Cara berpikir semacam itu dirujuk dari pemikir terdahulu
seperti Abu Hasan Al-Asy'ari dan Abu Mansur Al-Maturidi dalam bidang teologi. Kemudian
dalam bidang fikih mengikuti empat mazhab: Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan Hanbali. Sementara
dalam bidang tasawuf, mengembangkan metode Al-Ghazali dan Junaid Al-Baghdadi, yang
mengintegrasikan antara tasawuf dengan syariat.
Gagasan kembali ke khittah pada tahun 1984, merupakan momentum penting untuk
menafsirkan kembali ajaran Ahlussunnah wal jamaah, serta merumuskan kembali metode
berpikir, baik dalam bidang fikih maupun sosial. Serta merumuskankembali hubungan NU
dengan negara. Gerakan tersebut berhasil kembali membangkitkan gairah pemikiran dan
dinamika sosial dalam NU.
NU memiliki tujuan organisasi, yaitu Menegakkan ajaran Islam menurut paham Ahlussunnah
waljama'ah di tengah-tengah kehidupan masyarakat, di dalam wadah Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Di bidang sosial budaya, mengusahakan kesejahteraan rakyat serta kebudayaan yang sesuai
dengan nilai keislaman dan kemanusiaan.
2
Jumlah warga NU yang merupakan basis pendukungnya diperkirakan mencapai lebih dari 80
juta orang, yang mayoritas di pulau jawa, kalimantan, sulawesi dan sumatra dengan beragam
profesi, yang sebagian besar dari mereka adalah rakyat jelata, baik di kota maupun di desa.
Mereka memiliki kohesifitas yang tinggi karena secara sosial ekonomi memiliki problem yang
sama, selain itu mereka juga sangat menjiwai ajaran ahlususunnah wal jamaah. Pada umumnya
mereka memiliki ikatan cukup kuat dengan dunia pesantren yang merupakan pusat pendidikan
rakyat dan cagar budaya NU.
Muhammadiyah
Berdasarkan situs resmi Muhammadiyah, Muhammadiyah didirikan oleh K.H. Ahmad
Dahlan di Kampung Kauman Yogyakarta pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H/18 November 1912.
Persyarikatan Muhammadiyah didirikan untuk mendukung usaha KH Ahmad Dahlan untuk
memurnikan ajaran Islam yang dianggap banyak dipengaruhi hal-hal mistik. Kegiatan ini pada
awalnya juga memiliki basis dakwah untuk wanita dan kaum muda berupa pengajian Sidratul
Muntaha. Selain itu peran dalam pendidikan diwujudkan dalam pendirian sekolah dasar dan
sekolah lanjutan, yang dikenal sebagai Hooge School Muhammadiyah dan selanjutnya berganti
nama menjadi Kweek School Muhammadiyah.
Muhammadiyah adalah sebuah organisasi Islam yang besar di Indonesia. Tujuan utama
Muhammadiyah adalah mengembalikan seluruh penyimpangan yang terjadi dalam proses
dakwah. Penyimpangan ini sering menyebabkan ajaran Islam bercampur-baur dengan kebiasaan
di daerah tertentu dengan alasan adaptasi.
Salafi
Sejarah
Struktur organisasi
Ketua umum, Jam’iyah ‘Umumiyah, Majlis Idarah Syu’un al’Jama’ah, al Haiah at-Tanfidziyah
Tujuan
- Tidak mencerminkan gerakan yang memiliki sistem pendidikan, pembinaan, dan strategi.
- Tidak memiliki tujuan berjangka tertentu.
- Tidak memiliki pengorganisasian yang mengikat satu anggota dengan anggota lain.
- Terbatas pada sekelompok kecil orang yang komit kepada agama (mutadayyinin).
- Tenaga terkuras pada masalah furu’ agama.
- Sistem dan organisasi adalah bid’ah modern.
- Bai’at kepada imam merupakan bid’ah modern.
Tujuan HT
Aspek Aqidah
HTI bersandar pada apa yang dapat dijangkau dan diterima oleh pikiran. Aqidah tidak diambil
kecuali dari sumber yang yakin. Haram hukumnya mengambil aqidah atas dasar dalil yang
bersifat zhanni.
HT tidak memandang pelaksanaan amal apapun, sebab hukum-hukum ini merupakan tugas
negara Islam setelah tegak.
HT tidak memberikan perhatian utama pada akhlak utama atau membuka lahan bagi peningkatan
taraf pendidikan dan keilmuan umat.
Aspek Fiqh
HT memiliki sebuah kitab ensiklopdi yang di dalamnya tercakup pembahasan fiqh, khususnya
yang berkaitan dengan masalah khilafah, jihad, dan politik luar negeri Islam.
Aspek Politik
Dalam aspek politik, HT memiliki banyak visi tentang berbagai persoalan politik kontemporer.
Serta memiliki dustur yang memuat politik negara masa mendatang.
Evaluasi objektif
HTI hanya membatasi diri pada sebagian tujuan dan arahan Islam, dengan mengabaikan tujuan
dan arahan lainnya. HTI juga membalik urutan sarana Rasulullah dalam mencapai pemerintahan.
Pemikiran
HTI tidak memiliki fase pembentukan (takwin), sehingga muncul pemikiran bahwa status HTI
adalah sebagai kutlah siyasiyah, bukan kutlah akhlaqiyah, ibadiyah, dan amaliyah.