You are on page 1of 6

POSISI HTI DALAM KONTEKS POLITIK DI INDONESIA

Diskusi bulanan CSRC UIN Jakarta berjudul Positioning Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) within
the Indonesian Politic Context dilaksanakan tanggal 14 mei 2009 dimulai pukul 14.00 di ruang
sidang CSRC UIN Jakarta. Diskusi ini mencoba mengkaji secara mendalam ideologi dan
gerakan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), khususnya posisi HTI dalam percaturan politik di tanah
air serta Bagaimana konsep khilafah Islamiyah akan diimplementasikan di Indonesia.

Pembicara yang diundang adalah: Mohamed Nawab Mohamed Osman (PhD candidate the
Department of Political and Social Change, Australian National University dan Peneliti di S.
Rajaratnam School of International Studies (RSIS), Nanyang Technological University), yang
sedang menyelesaikan desertasi dengan kajian HTI yang ada di dunia dan khususnya di
Indonesia.

Acara ini dimoderatori oleh Sukron Kamil, dengan memberikan pengantar tentang keberadaan
HTI di Indonesia. Pemutaran film “Identity Crisis Islam” yang dibawakan oleh Osman,
memberikan gambaran tentang HTI di beberapa negara Eropa, Asia dan Indonesia, dan
presentasi riset Mohamed Osman ditayangkan untuk memberi umpan awal diskusi.

Struktur kepemimpinan HTI, Osman melihat rata-rata dari kalangan educated. Banyak
anggotanya kalangan wanita dan remaja, dibandingkan dengan organisasi kewanitaan ormas
Islam keagamaan yang banyak di Indonesia, yang rata-rata lebih „tua‟.

Osman melihat bahwa yang tidak sepakat dengan kehadiran kelompok Ahmadiyah di Indonesia
adalah orang HTI di samping ormas lainya, walau orang yang terlibat tersebut tidak
menyebutkan secara langsung, nama organisasinya.

Osman melihat bahwa massa HTI yang datang ke Senayan dalam deklarasi HTI pada waktu itu,
rata-rata masuk ke Senayan dengan membayar karcis, sehingga menurut Osman, itu
menunjukkan skala ekonomi pengikut HTI kelas menengah ke atas. Mereka mau masuk dan ikut
acara itu untuk benar-benar mendengar isi khutbah tersebut. Walau opini ini juga dibantah oleh
beberapa peserta yang hadir.

Kontradiksi antara ideologi HTI dan Pancasila akan terus terjadi, Osman melihat orang
indonesia, mengikuti teori Geerts, banyak yang islam abangan. Banyak masyarakat Indonesia
yang tidak mau kepada syariah. Lebih condong pada ideologi pancasila, yang menerima seluruh
keberagaman masyarakat, dan diterima oleh semua kalangan.

HTI agak beda dengan value keindonesiaan, menurut dia. Tapi walau demikian, tetap hidup dan
berkembang sejak reformasi 1998. Ini terlihat organisasi ini menanamkan ideologinya ke semua
lapisan masyarakat. Banyaknya mobilisasi dan aktivitas yang dilakukan.
Kajian terotisme dan radikalisme, Zeyno Baran‟s, Hizb at-Tahrir: Islam‟ Political Insurgency,
(ed.), Husains the Islamis, Osman melihat bahwa ada beberapa hal yang tidak disetujui dalam
buku tersebut.

Osman mempunyai pendekatan teori sementara terhadap tesis yang sedang ditulisnya itu,

- Resource mobilization theory, kejayaan sesuatu ormas sosial adalah dari aspek mobilisasi
anggota.

- Assumption RMT ialah ormas-ormas sosial menggunakan rational choice dalam membuat
pilihan. Ormas HTI tidak memahami isu-isu hanya dari perspektif rational choice.

- Ideological concept. Michael Freeden mendefinisikan ideologi sebagai konsep yang


berubah dan tidak statik. Freeden mengatakan bahwa sukses suatu ideologi itu bergantung
kepada ideologi itu dapat mengalahkan ideologi yang bertentangan dan ideologi yang sama.

- Masalah konsep ini ialah keutuhan ideologi tidak dapat menjelaskan mengapa HT kuat di
suatu tempat dan tidak di tempat lain.

Dalam melihat ideologi Hizbut Tahrir Indonesia, Ozman berpendapat:

- Islam adalah suatu ideologi, ideologi ini melingkungi suatu ide fikrah dan metode.

- Konsep demokrasi, sekularisme, kapitalisme dan nation-state adalah bertentangan dengan


Islam.

- Percaya bahwa setiap muslim harus membangun Khilafah Islamiyah sekali lagi.

- Metode ada tiga: tatsqif, tafa‟ul, istilamul hukmi. HT percaya bahwa ini adalah cara nabi
Muhammad membangun negara Islam pertama di madinah.

HTI dalam politik indonesia:

- Konsep khilafah di Indonesia belum difahami banyak muslim di Indonesia

- HTI tidak terkenal seperti ormas lain.

- HTI adalah ormas yang muda usianya dan anggotanya muda

- Masalah demokrasi dan kapitalisme

- Kelesuhan ormas-ormas yang lebih besar

- Prediksi mengenai khilafah yang baru oleh Amerika Serikat

- Kekuatan ideologi dan strategi mobilization.


Prediski yang dilontarkan oleh pengamat dari Barat adalah akan tumbuh pemerintahan khilafah
pada 2020 atau 2050, oleh lembaga yang mulai tumbuh dari sekarang.

Diskusi dan Tanya jawab

Sukron Kamil, merangkum beberapa point penting, tentang strategi pengkaderan, interaksi, dan
pengambil alihan kekuasaan. Ini strategi yang diambil pada periode madinah zaman nabi. Yang
ditolak oleh HTI adalah demokrasi, sekularisme, dan nation state. Islam menentang kebebasan
beragama, murtad harus dihukum mati. Kedaulatan tuhan tidak ada, tapi kedaulatan syariah.

Sedang menurut Jamilah, seorang mahasiswa UIN, melihat HTI seperti kurang toleran.
Menolak demokrasi, tapi dalam proses memilih amir, apakah tidak menggunakan demokrasi
juga. Ada paradoks di sana, menurutnya.

Imelda Agusta, melihat kenapa HTI dan PKS itu tidak bergabung saja. Toh, ideologinya sama.
Namun dia melihat bahwa ada perang pengaruh di sana, dia mencontohkan, Hizbut Tahrir pernah
memfitnah Hamas. HT memfitnah perdana mentri Turki. “bahwa PM Turki adalah agen
Amerika”

Salah seorang dosen Ushuludin, mengatakan, bahwa tidak ada yang perlu dikhawatirkan dengan
HTI. Dulu komunis juga dilarang, orang pada sangat bersemangat, pada akhirnya, ketika
diperbolehkan, malah bosan, mencari bukunya gampang dan akhirnya ditinggalkan, nggak laku.
Hal tersebut dia katakan, mungkin akan sama dengan HTI.

Dia melihat, bahwa, mungkin organisasi ini menjadi tumbal. Yang masuk adalah kaum muda,
yang sedang mencari jati diri. Menurutnya, dia melihat anggota Hammas Indonesia pindah ke
HTI setelah itu akan pindah lagi, ke organisasi garis keras lainnya. HTI akan „karatan‟ ketika
menghadapi realitas seperti ini.

Zaki melihat kenapa HTI membawa khilafah Usmaniyah, apakah ada dana dari keturunan
Khilafah Usmaniyah. Apakah nanti akan menjadi salah satu provinsi dari negara HTI? Isu HTI
selalu dijadikan instrumen pemeliharaan konflik oleh pemerintah. HTI muncul isunya akan
dicounter dengan isu ahmadiyah.

Menjawab beberapa pertanyaan dan pernyataan dari peserta diskusi, Mohamed Nawab Mohamed
Osman, tidak sendiri, sebab dalam diskusi tersebut juga ada beberapa pengurus HTI, M. Rahmad
Kurnia, dan beberapa temannya.

Osman mengatakan bahwa HT melihat sistem kapitalisme dan demokrasi, nasion state itu adalah
konsep yang haram, sehingga pemilu itu sendiri adalah haram.

Konsep khilafah bukan hanya khilafah Usmaniyah, tapi khilafah yang lainnya. Khilafah itu
banyak masalah. Ada juga khalifah yang tidak islami juga. Pemikiran HTI hanya fokus pada
sistem Khilafah.
Mengapa buku yang digunakan oleh HTI, bukan hanya an-Nabhani. Mereka menjaga pemikiran
itu dengan ketat sekali. Karena ketika pemikiran itu berubah, organisasinya tidak akan berfungsi
kembali.

M. Rahmad Kurnia (ketua DPP HTI indonesia), menjawab, kurang tolerannya di mana HTI?
Teman saya juga banyak yang non muslim. Hukum halal haram, kita tidak toleran. Kita tetap
berhubungan.

Kenapa HTI menolak demokrasi, berarti HTI menolak pemimpinnya dipilih rakyat. Bukan itu.
Kedaulatan di tangah rakyat, inilah yang ditolak oleh HTI, karena bertentangan dengan akidah
Islam.

Musyawarah, yang dipahami HTI dari Qur‟an dan Hadis, dipahami dalam 3 pakem:

- Kalau hukum, dalil yang paling kuat.

- Keahlian, serahkan pada ahlinya.

- Suara terbanyak, pertama harus musyawarah.

Rahmad berpendapat bahwa HT memfitnah HAMAS, sebab HT di Palestina membuat selebaran,


agar menyatukan Hamas dan Fatah, tapi ditanggapi Hamas sinis, seolah HT adalah antek
Amerika. Sedangkan demonstrasi yang sering dilakukan HTI, adalah salah satu cara dan kegiatan
HTI.

Rahmad melihat HTI mempunyai masa depan melalui syariah dan khilafah. Selama ini, dia
sering bertemu dengan tokoh baik dari islam maupun non muslim. Kalau kapitalisme hancur,
maka solusinya adalah khilafah dan syariah islam, tandasnya. Menjawab, mengapa buku HTI
sama? Karena buku harus sama, agar peradaban itu sama.

Di dalam HTI, Rahmad menjelaskan bahwa memang anggotanya berbeda-beda, dari bermacam
aliran yang ada di Indonesia, secara ibadah, ada Persis, NU, Muhammadiyah dan sebagainya.

Hafid (pimred al-Wa‟ie, HTI), ikut menjelaskan bahwa kedaulatan itu di tangan syara‟, sumber
hukum. Yang menjadi penentu halal dan haram. As-Sulthan lil ummah, kekuasaan itu di tangan
ummat, ummat memilih khilafah. Sebaik-baik jihad adalah melontarkan kata-kata yang benar, di
depan pemimpin yang dholim. Buku yang diterbitkan HTI bukan hanya khilafah, banyak buku-
buku yang lainnya. Yang membahas khilafah Cuma 2 buku, jelasnya.

Sesi diskusi kedua, Srie Hidayati (peneliti CSRC) mempertanyakan carut marut pemilu legislatif,
dijadikan justifikasi bahwa sistem demokrasi sekarang ini jelek, dan segera harus membangun
Khilafah. Apa yang ingin dicapai oleh HTI, ketika menyerukan golput? Beda tipis, ketika
pemilihan khalifah juga oleh ummat, apa bedanya dengan demokrasi? Kita melihat HTI hanya
memunculkan ideologinya saja, sejauh mana HTI membangun ekonomi islam?
Amirudin (anggota HTI), HTI itu gerakan pemikiran islam, gerakan ideologi untuk melanjutkan
cita-cita Islam. Saya menekankan bahwa upaya dan tujuan dalam HTI yang lebih dipentingkan
adalah proses kaderisasi berjalan secara alami. Keyakinan HTI, Islam tidak pernah ditinggal
manusia. Semakin jernih kita berfikir, kita akan menemukan bahwa, nahnu muslimin.

Bagaimana membangun kader dengan membangun kesadaran ummat, harus bangga dengan
Qur‟an dan Hadis.

Jumansah (Ushuludin), mempertanyakan tentang konsep kembali ke khalifah pada zaman apa?
Khilafah itu berhenti pada Ali. Khulafah ar Rashidin itu ideal, walau Ali pun meninggal di ujung
pedang.

Bagaimana yang ideal itu bertemu dengan lokalitas indonesia. Islam di jawa bertemu dengan
lokalitasnya. Persesuaian antara unsur lokal jawa. Keterlibatan anggota HTI itu banyak dari
fakultas umum. Karena pemahaman agamanya eksak, satu tambah satu dua. Keterlibatan HTI
dalam dunia politik., afiliasi politiknya ke partai mana.

Emi Ilmiah mengusulkan pada Osman akan beberapa hal untuk desertasinya, melengkapi data
dengan jumlah anggota HTI di Indonesia, Pendanaan, apakah ada aliran dana keluar masuk.
Fundrizing itu seperti apa, Seorang datang ke mu‟tamar, dan membayar uang itu bukan hanya
HTI.

Muhalli (ushuludin) mempertanyakan, bagaimana orang HTI memahami sebuah ideologi dan
mewujudkannya dalam sebuah sistem terntentu. Bagaimana HTI memahami ideologi Islam
sebagai sistem, dibanding orang Syiah, memahami islam terlalu jauh seperti HTI, tapi dilakukan
melalui eksperimentasi terhadap negara. Apa yang dilakukan HTI dalam eksperimen terhadap
implementasi ideologinya yang kongkret.

Sri Murniati (ISAI), mempertanyakan indoktrinasi yang dilakukan oleh HTI, kenapa kok sama
dengan apa yang dilakukan dalam sistem pemerintah dan demokrasi yang dilakukan saat ini?
HTI sedang berada dalam wilayah slogan-slogan saja. Khilafah adalah slogan, walau isinya
sama. HTI harus meng-upgrade pengetahuannya tentang demokrasi, agar dapat menjadi warga
negara yang baik.

Khilafah adalah sebuah bayangan masa lalu, dan banyak yang buram. Sedangkan demokrasi
adalah proses terus menerus, dan berbeda tiap negara.

Osman, mengemukakan bahwa HTI melakukan dakwah terhadap negara Islam yang lain, kalau
tidak diterima, akan dilancarkan jihad atau diperangi. Antara syiah, HT juga bisa mengangkat
orang Syiah menjadi amirnya. Dia melihat buku-buku konsep Khilafah HTI memang abstrak
dalam menjelaskan konsep khilafah.

Anggotanya memberi infaq ke HTI. Funding dari Arab saudi, itu suatu joke. Sebab pemikiran
wahabi, sangat tidak suka dengan HTI.
Isu jumlah anggota HTI yang ada di Indonesia, menurut pimpinan HTI sendiri tidak berani
menyebutkan. Hanya memberikan perkiraan ketika ada tabligh akbar di Gelora Bung Karno
waktu itu.

Faisal mempertanyakan: Bagaimana internalisasi pandangan di dalam HTI di tingkat elit-elitnya?

Osman melihat proses indoktrinasi begitu kuat, ini yang sampai saat ini terjadi di beberapa
negara di Eropa dan Asia. HT di Britain waktu itu, Syekh omar bakri, dikeluarkan dari HT
britain.

Diskusi berakhir sampai sore hari. Menurut koordinator diskusi bulanan, Idris Hemay, acara
diskusi akan dilanjutkan bulan depan dengan pembicara Jonathan Gilbert yang akan berbicara
tentang museum aceh dan civil society.

(laporan: abdullah sajad)

Copyright © 2009 CSRC UIN Jakarta All rights reserved Anda pengunjung ke 750800

You might also like