Professional Documents
Culture Documents
Manusia adalah makhluk hidup yang dapat dilihat dari dua sisi, yaitu sebagai makhluk
biologis dan makhluk sosial. Sebagai makhluk biologis, makhluk manusia atau “homo
sapiens”, sama seperti makhluk hidup lainnya yang mempunyai peran masing-masing
dalam menunjang sistem kehidupan. Sebagai makhluk sosial, manusia merupakan bagian
dari sistem sosial masyarakat secara berkelompok membentuk budaya.
Ada perbedaan mendasar tentang asal mula manusia, kelompok evolusionis pengikut
Darwin menyatakan bahwa manusia berasal dari kera yang berevolusi selama ratusan
ribu tahun, berbeda dengan kelompok yang menyanggah teori evolusi melalui teori
penciptaan, yang menyatakan bahwa manusia itu diciptakan oleh Allah.
Pemahaman tentang hidup dan kehidupan, itu tidak mudah. Makin banyak hal yang Anda
lihat tentang gejala adanya hidup dan kehidupan, makin nampak bahwa hidup itu sesuatu
yang rumit. Pada individu dengan organisasi yang kompleks, hidup ditandai dengan
eksistensi vital, yaitu: dimulai dengan proses metabolisme, kemudian pertumbuhan,
perkembangan, reproduksi, dan adaptasi internal, sampai berakhirnya segenap proses itu
bagi suatu “individu”. Tetapi bagi “individu” lain seperti sel-sel, jaringan, organ-organ,
dan sistem organisme yang termasuk dalam alam mikroskopis, batasan hidup adalah tidak
jelas atau samar-samar.
Kehidupan adalah fenomena atau perwujudan adanya hidup, yang didukung tidak saja
oleh makhluk hidup (biotik), tetapi juga benda mati (abiotik), dan berlangsung dalam
dinamikanya seluruh komponen kehidupan itu. Ada perpaduan erat antara yang hidup
dengan yang mati dalam kehidupan. Mati adalah bagian dari daur kehidupan yang
memungkinkan terciptanya kehidupan itu secara berlanjut.
Makhluk hidup bersel satu adalah makhluk yang pertama berkembang. Jutaan tahun
kemudian kehidupan di laut mulai berkembang. Binatang kerang muncul, lalu ikan
kemudian disusul amphibi. Lambat laun binatang daratan berkembang pula muncul
reptil, burung dan binatang menyusui. Baru kira-kira 25 juta tahun yang lalu muncul
manusia kemudian berkembang berkelompok dalam suku-suku bangsa seperti saat ini,
dan hampir di setiap sudut bumi ditempati manusia yang berkembang dengan cepat.
Lingkungan hidup adalah suatu konsep holistik yang berwujud di bumi ini dalam bentuk,
susunan, dan fungsi interaktif antara semua pengada baik yang insani (biotik) maupun
yang ragawi (abiotik). Keduanya saling mempengaruhi dan menentukan, baik bentuk dan
perwujudan bumi di mana berlangsungnya kehidupan yaitu biosfir maupun bentuk dan
perwujudan dari kehidupan itu sendiri, seperti yang disebutkan dalam hipotesa Gaia.
Lingkungan hidup yang dimaksud tersebut tidak bisa lepas dari kehidupan manusia, oleh
karena itu yang dimaksud dengan lingkungan hidup adalah lingkungan hidup manusia.
Belum ada definisi tentang lingkungan sosial budaya yang disepakati oleh para ahli sosial,
karena perbedaan wawasan masing-masing dalam memandang konsep lingkungan sosial
budaya. Untuk itu digunakan definisi kerja lingkungan sosial budaya, yaitu lingkungan
antar manusia yang meliputi: pola-pola hubungan sosial serta kaidah pendukungnya yang
berlaku dalam suatu lingkungan spasial (ruang); yang ruang lingkupnya ditentukan oleh
keberlakuan pola-pola hubungan sosial tersebut (termasuk perilaku manusia di
dalamnya); dan oleh tingkat rasa integrasi mereka yang berada di dalamnya.
Oleh karena itu, lingkungan sosial budaya terdiri dari pola interaksi antara budaya,
teknologi dan organisasi sosial, termasuk di dalamnya jumlah penduduk dan perilakunya
yang terdapat dalam lingkungan spasial tertentu.
Lingkungan sosial budaya terbentuk mengikuti keberadaan manusia di muka bumi. Ini
berarti bahwa lingkungan sosial budaya sudah ada sejak makhluk manusia atau homo
sapiens ini ada atau diciptakan. Lingkungan sosial budaya mengalami perubahan sejalan
dengan peningkatan kemampuan adaptasi kultural manusia terhadap lingkungannya.
Rambo menyebutkan ada dua kelompok sistem yang saling berinteraksi dalam lingkungan
sosial budaya yaitu sosio sistem dan ekosistem. Sistem sosial tersebut meliputi: teknologi;
pola eksploitasi sumber daya; pengetahuan; ideologi; sistem nilai; organisasi sosial;
populasi; kesehatan; dan gizi. Sedangkan ekosistem yang dimaksud meliputi tanah, air,
udara, iklim, tumbuhan, hewan dan populasi manusia lain. Dan interaksi kedua sistem
tersebut melalui proses seleksi dan adaptasi serta pertukaran aliran enerji, materi, dan
informasi.
Struktur Ekosistem
Manusia sebagai mahluk sosial, tidak dapat hidup secara individu, selalu berkeinginan
untuk tinggal bersama dengan individu-individu lainnya. Keinginan hidup bersama ini
terutama berhubungan dalam aktivitas hidup pada lingkungannya. Manusia mempunyai
kedudukan khusus terhadap lingkungannya dibandingkan dengan mahluk hidup lainnya,
yaitu sebagai khalifah atau pengelola di atas bumi.
Manusia dalam hidup berkelompok ada yang membentuk masyarakat, dan tidak setiap
kelompok dapat disebut masyarakat, karena masyarakat mempunyai syarat-syarat
tertentu sebagai ikatan kelompok. Masyarakat dapat diartikan sebagai kesatuan hidup
manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat-istiadat tertentu yang bersifat
kontinyu, dan terikat oleh suatu rasa identitas bersama.
Azas-azas dan ciri-ciri kehidupan berkelompok pada mahluk hidup, juga dijalani oleh
manusia dalam bermasyarakat.
Fungsi Ekosistem
Kebudayaan dapat diartikan dengan hal-hal yang bersangkutan dengan akal. Kebudayaan
adalah keseluruhan dari kelakuan dan hasil kelakuan manusia, yang teratur oleh tata
kelakuan yang harus di dapatnya dengan belajar, yang semuanya tersusun dalam
kehidupan masyarakat. Tidak ada kebudayaan tanpa masyarakat, dan tidak ada
masyarakat tanpa kebudayaan.
Kebudayaan adalah keseluruhan pola tingkah laku dan pola bertingkah laku, baik secara
eksplisit maupun implisit, yang diperoleh dan diturunkan melalui simbol, yang akhirnya
mampu membentuk sesuatu yang khas dari kelompok-kelompok manusia, termasuk
perwujudannya dalam benda-benda materi.
Kebudayaan mencakup ruang lingkup yang luas, yang wujudnya dapat berupa
kebudayaan hasil rasa atau sistem budaya (norma, adat istiadat), hasil cipta (fisik) dan
konsep tingkah laku (sistem sosial).
Kebudayaan dimulai sejak adanya mahluk Homo Neanderthal (ras manusia yang sudah
punah) kurang lebih 200.000 tahun yang lalu. Mahluk ini diperkirakan sudah mempunyai
bahasa, dengan volume otak yang hampir sama dengan manusia. Kemudian muncul
mahluk homo sapiens kurang lebih 80.000 tahun yang lalu. Dua unsur yang
memungkinkan kebudayaan manusia bisa berevolusi adalah bahasa dan akal.
Begitu banyak unsur-unsur budaya yang ada di dunia ini, namun ada unsur-unsur
kebudayaan yang bersifat universal, yaitu tujuh unsur kebudayaan meliputi: bahasa;
sistem pengetahuan; organisasi sosial; sistem peralatan hidup dan teknologi; sistem mata
pencaharian hidup; sistem religi; dan kesenian. Ketujuh unsur budaya ini terintegrasi
sebagai satu kesatuan yang utuh dalam suatu masyarakat sebagai ciri dari suatu budaya
melalui proses penyesuaian, sehingga memungkinkan unsur-unsur tersebut berfungsi
secara seimbang. Dalam kehidupan masyarakat yang majemuk, integrasi sosial sebagai
usaha untuk menjalin hubungan yang serasi.
Komunitas
Kota adalah salah satu habitat manusia yang merupakan lingkungan alam yang telah
berubah drastik menjadi lingkungan buatan, untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia.
Batasan kota bervariasi tergantung dari sudut pandang pengamat.
Pola lokasi kota bervariasi karena banyak faktor-faktor yang mempengaruhi. Sedangkan
untuk struktur ruang kota, ada tiga pola ruang kota yaitu berupa lingkaran konsentris,
pola sektor, dan pola inti ganda.
Memahami kehidupan dan lingkungan hidup kota tak ubahnya kita memahami jasad
hidup, yaitu jasmani kota dan rohani kota. Jasmani kota ada yang berupa metabolisme
kota, peredaran makanan atau darah kota, sistem syaraf kota, dan tulang-tulang struktur
kota yang berupa infrastruktur.
Dari uraian-uraian di atas dapat diketahui ciri-ciri kota dan masyarakatnya, sebagai
berikut:
1. Kota mempunyai fungsi-fungsi khusus (satu kota bisa berbeda dengan fungsi kota
yang lain).
Kota mempunyai fungsi tertentu yang berbeda antara satu dengan kota lainnya.
Perbedaan tersebut akan menghasilkan karakter tertentu pula bagi penduduknya.
Terciptalah pula suatu masyarakat yang mempunyai ciri-ciri sosial budaya yang berbeda
dengan masyarakat di luarnya, antara satu kota dengan kota lainnya.
Populasi
Pengertian desa sebagai tempat permukiman sangat beragam tergantung dari kacamata
pengamatnya, bisa ditinjau dari aspek morfologi, aspek jumlah penduduk, aspek ekonomi,
dan aspek sosial budaya serta aspek hukum.
Masyarakat desa selalu dikonotasikan dengan ciri tradisional, kuatnya ikatan dengan
alam, eratnya ikatan kelompok, guyup rukun, gotong royong, alon-alon asal kelakon, dan
paternalistik.
Pada umumnya mata pencaharian penduduk di perdesaan adalah bercocok tanam atau
bertani. Ada pekerjaan lain seperti bertukang, kerajinan atau pekerjaan lain, tetapi
pekerjaan ini merupakan pekerjaan sambilan sebagai pengisi waktu luang.
Pembagian kerja di desa relatif sederhana bila dibandingkan dengan kota. Struktur sosial
di kota mengenal diferensiasi yang luas sedangkan di perdesaan relatif sederhana. Di
perdesaan orang lebih menghayati hidupnya, terutama pada kelompok primer dan
berorientasi pada tradisi, serta cenderung konservatif.
Pola ruang desa-desa Indonesia cukup bervariasi tergantung dari di mana lokasi desa itu
berada, yaitu: Pola Melingkar; Pola Mendatar; Pola Konsentris; Pola memanjang jalur
sungai atau Jalan; Pola Mendatar; dan Pola Konsentris Desa di Jawa Timur.
Interaksi sosial merupakan hubungan sosial yang dinamis, yang meliputi hubungan antara
masing-masing individu; antara kelompok maupun antara individu dengan kelompok.
Melihat interaksi manusia dapat dilihat dalam dua tingkat (kacamata), yaitu tingkat
hayati dan tingkat sosial atau budaya.
Interaksi sosial tidak akan terjadi bila tidak memenuhi dua syarat, yaitu: (1) Adanya
kontak sosial (social-contact); (2) adanya komunikasi (communications). Dan menurut
ahli-ahli sosial bentuk-bentuk interaksi sosial dapat berupa kerja sama (co-operation),
persaingan (competition), pertentangan atau pertikaian (conflict), dan dapat juga
berbentuk akomodasi (accommodation).
Menurut kacamata ahli ilmu alam, dasar proses interaksi manusia adalah kompetisi.
Kompetisi itu pada hakekatnya berlangsung dengan proses kerjasama yang spontan dan
tidak berencana, membentuk apa yang disebut koperasi yang kompetitif. Sebagai akibat
timbullah apa yang disebut relasi yang simbiotik.
Untuk memahami perilaku atau tingkah laku manusia dapat ditelusuri melalui persepsi
manusia terhadap lingkungannya. Persepsi adalah stimulus atau sesuatu yang dapat
memberikan rangsangan pada syaraf, yang ditangkap oleh panca indera serta diberi
interpretasi (arti) oleh sistem syaraf.
Dalam melihat persepsi ini ada dua pendekatan yaitu pendekatan konvensional dan
pendekatan ekologis dari Gibson.
Usaha menjelaskan perilaku sebagai ungkapan persepsi dapat dilihat dari interaksi antara
rangsangan (stimulus) terhadap reaksi (respons). Beberapa aliran hubungan Stimulus –
Response antara manusia dengan lingkungannya, adalah: aliran determinisme;
interaksionisme; dan transaksionisme.
Pembangunan adalah sebagai suatu usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan
perubahan yang berencana yang dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan
pemerintah, menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa.
Konsep pembangunan tersebut dapat dilihat sebagai konsep pertumbuhan (growth);
rekonstruksi (reconstruction); modernisasi (modernization); westernisasi (westernization);
pembangunan bangsa (nation building); pembangunan nasional (national development);
pembangunan sebagai pengembangan negara; dan pembangunan sebagai upaya
pemenuhan hidup, kebebasan memilih dan harga diri.
Neraca pembangunan yang terjadi saat ini dirasakan tidaklah menggembirakan. Di satu
sisi ada kemajuan, di lain sisi ditemukan kerusakan lingkungan yang secara serius
akhirnya mengganggu kehidupan manusia dan kelangsungan pembangunan itu sendiri.
Hal ini tidak hanya terjadi di negara-negara berkembang, yang sedang giat-giatnya
membangun, tetapi juga di alami oleh negara-negara maju.
Perubahan sosial adalah suatu perubahan yang terjadi pada sistem sosial yang mencakup
tata nilai sosial, sikap, dan pola perilaku kelompok. Perubahan sosial merupakan
perubahan kelembagaan masyarakat dan perubahan individu.
Ada lima bentuk perubahan sosial, yaitu: (1) perubahan evolusioner; (2) perubahan
revolusioner; (3) perubahan dialektikal; (4) perubahan dipaksakan; dan (5) perubahan
terkendali.
Sedangkan perubahan bentuk perubahan budaya adalah: (1) Alkulturasi; (2) Asimilasi; (3)
Difusi; (4) Sinkretisme; dan (5) Penetrasi.
Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan dapat dibagi dalam 2 sifat yaitu
perubahan endogenik (perubahan dari dalam), dan perubahan exogenik (dari luar).
Pada umumnya perubahan dari luar akan mempunyai dampak yang lebih besar, dan lebih
banyak berhubungan dengan aspek pembangunan, serta bersifat revolusioner. Walaupun
demikian tidak berarti bahwa perubahan dari dalam tidak bisa serius.
Di dalam suatu masyarakat yang sedang membangun, perlu terjadi suatu perubahan sosial
yang diberi nama modernisasi. Modernisasi dapat diartikan sebagai penerapan
pengetahuan ilmiah yang ada pada semua aktifitas, semua bidang kehidupan, atau semua
aspek-aspek masyarakat. Untuk mendukung modernisasi perlu suatu tata nilai modern
pada individu, yang mencakup kualitas pribadi dan tersebarnya pengetahuan ilmiah serta
keterampilan teknis. Tata nilai modern pada individu harus melembaga pula pada suatu
kelembagaan sosial yang modern. Mana yang menjadi unsur utama, para ahli masih
belum ada kesepakatan.
PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
Bagi lingkungan sosial, masalah kependudukan dan lingkungan hidup merupakan unsur
atau komponen dari masalah lingkungan sosial, yaitu masalah perubahan sosial di segala
segi kehidupan, akibat perubahan dari segi material dan teknologi yang lebih cepat dari
pada laju perubahan dari segi tata nilai atau gaya hidup.
Oleh karena itu, untuk menanggapi masalah kerusakan lingkungan hidup, pola hidup
penduduk harus berubah sehingga tumbuh masyarakat yang mampu menopang suatu
pembangunan yang dapat memperbaiki mutu kehidupan manusia dengan tetap berusaha
tidak melampaui kemampuan ekosistem yang mendukung kehidupannya.
Untuk menumbuhkan masyarakat yang seperti itu, perlu dikembangkan prinsip etika
(prinsip pertama dari prinsip-prinsip berkelanjutan) yang mengindahkan semangat
gotong royong. Di atas prinsip gotong royong dikembangkan empat prinsip berkelanjutan,
yaitu:
Kualitas hidup yang tinggi, yang memperhatikan ekologi berkelanjutan sebagai hasil dari
pembangun yang berkelanjutan, memerlukan indikator-indikator sebagai alat untuk
mengukur kemajuan ke arah masyarakat yang berkelanjutan. Mencakup: kualitas hidup;
keberlanjutan ekologi; keberlanjutan penggunaan sumber daya terbarukan dan
meminimumkan penggunaan sumberdaya tak terbarukan; dan faktor sosial ekonomi.
Konsep Pembangunan yang Berkelanjutan
Kasus-kasus pencemaran dan kerusakan seperti di laut, hutan, atmosfer, air, tanah, dan
seterusnya bersumber pada perilaku manusia yang tidak bertanggung jawab, tidak peduli
dan hanya mementingkan diri sendiri. Oleh karena itu, krisis lingkungan ini hanya bisa
diatasi dengan melakukan perubahan cara pandang dan perilaku manusia terhadap alam
yang fundamental dan radikal melalui etika lingkungan yang dibutuhkan untuk menuntun
manusia berinteraksi dengan alam semesta.
Ada dua pemahaman tentang etika, yaitu etika yang dipahami sebagai moral dan etika
yang dipahami dalam pengertian yang berbeda dengan moralitas, sehingga mempunyai
pengertian yang lebih luas dan merupakan refleksi kritis bagaimana manusia harus
bertindak dalam situasi konkret dan situasi tertentu melalui penelusuran kritis teori etika
deontologi, etika teleologi, dan etika keutamaan.
Sedangkan etika lingkungan di sini dipahami sebagai disiplin ilmu yang berbicara
mengenai norma dan kaidah moral yang mengatur perilaku manusia dalam berhubungan
dengan alam serta nilai dan prinsip moral yang menjiwai perilaku manusia dalam
berhubungan dengan alam.
Berbagai teori etika lingkungan dapat menjelaskan pola perilaku manusia dalam kaitan
dengan lingkungan. beberapa teori etika lingkungan ini merupakan perkembangan
pemikiran di bidang etika lingkungan, yaitu Shallow Environmental Ethic, Intermediate
Environmental Ethic, dan Deep Environmental Ethic. Ketiga teori ini dikenal sebagai
antroposentrisme, biosentrisme, dan ekosentrisme. Ketiga teori ini mempunyai cara
pandang yang berbeda tentang manusia, alam, dan hubungan manusia dengan alam.
Perubahan sosial merupakan bagian dari perubahan budaya. Perubahan dalam kebudayaan
mencakup semua bagian, yang meliputi kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi, filsafat dan
lainnya. Akan tetapi perubahan tersebut tidak mempengaruhi organisasi sosial masyarakatnya.
Ruang lingkup perubahan kebudayaan lebih luas dibandingkan perubahan sosial. Namun
demikian dalam prakteknya di lapangan kedua jenis perubahan perubahan tersebut sangat sulit
untuk dipisahkan (Soekanto, 1990).
Perubahan kebudayaan bertitik tolak dan timbul dari organisasi sosial. Pendapat tersebut
dikembalikan pada pengertian masyarakat dan kebudayaan. Masyarakat adalah sistem hubungan
dalam arti hubungan antar organisasi dan bukan hubungan antar sel. Kebudayaan mencakup
segenap cara berfikir dan bertingkah laku, yang timbul karena interaksi yang bersifat
komunikatif seperti menyampaikan buah pikiran secara simbolik dan bukan warisan karena
keturunan (Davis, 1960). Apabila diambil definisi kebudayaan menurut Taylor dalam Soekanto
(1990), kebudayaan merupakan kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian,
moral, hukum adat istiadat dan setiap kemampuan serta kebiasaan manusia sebagai warga
masyarakat, maka perubahan kebudayaan dalah segala perubahan yang mencakup unsur-unsur
tersebut. Soemardjan (1982), mengemukakan bahwa perubahan sosial dan perubahan
kebudayaan mempunyai aspek yang sama yaitu keduanya bersangkut paut dengan suatu cara
penerimaan cara-cara baru atau suatu perbaikan dalam cara suatu masyarakat memenuhi
kebutuhannya.
Teori historis materialisme digagas oleh Marx dan Engel. Pada dasarnya teori ini
menyoroti perubahan moda produksi sehingga melahirkan perubahan pada berbagai aspek.
Sumber perubahan kebudayaan (tentu saja perubahan sosial termasuk di dalamnya) disebabkan
oleh faktor material, yaitu teknologi. Perspektif materialistis bertumpu pada pemikiran Marx
yang menyatakan bahwa kekuatan produksi berperan penting dalam membentuk masyarakat dan
perubahan sosial. Marx memberikan penjelasan bahwa pada masa teknologi masih terbatas pada
kincir angin memberikan bentuk tatanan masyarakat yang feodal, sedangkan ketika mesin uap
telah ditemukan tatanan masyarakat menjadi bercirikan industrial kapitalis. Perspektif ini melihat
bahwa bentuk pembagian kelas-kelas ekonomi merupakan dasar anatomi suatu masyarakat.
Penjelasan Marx tentang kelas dalam masyarakat yang telah menganut moda produksi
kapitalis bertumpu pada konflik kelas sebagai akibat eksploitasi kelas bawah oleh kelas atas.
Penjelasan ini didasarkan atas pengamatan empiris pada negara-negara eropa sampai dengan
tahun 1845. Marx menggunakan perspektif historis materialisme sebagai sebuah hipotesis kerja
untuk menjelaskan peran antara ekonomi dengan masyarakat. Historis materialisme digunakan
sebagai sarana untuk mempelajari moda produksi kapitalis yang telah menggejala di negara-
negara eropa. Pengamatan sejarah perkembangan negara-negara eropa terutama Jerman
melahirkan dugaan bahwa semua perkembangan sejarah tersebut diwarnai oleh adanya konflik
kelas. Analisis sistem ekonomi terhadap moda produksi kapitalis menghasilkan teori kemunculan
dan perkembangan formasi masyarakat.
Menurut Marx terdapat tiga tema menarik ketika kita hendak mempelajari perubahan sosial,
yaitu :
1. Perubahan sosial menekankan pada kondisi materialis yang berpusat pada perubahan cara
atau teknik produksi material sebagai sumber perubahan sosial budaya.
2. Perubahan sosial utama adalah kondisi material dan cara produksi dan hubungan sosial
serta norma-norma kepemilikan.
3. Manusia menciptakan sejarah materialnya sendiri, selama ini mereka berjuang
menghadapi lingkungan materialnya dan terlibat dalam hubungan-hubungan sosial yang
terbatas dalam proses pembentukannya. Kemampuan manusia untuk membentuk
sejarahnya sendiri dibatasi oleh keadaan lingkungan material dan sosial yang telah ada.
Dalam konsepsi Marx, perubahan sosial ada pada kondisi historis yang melekat pada perilaku
manusia secara luas, tepatnya sejarah kehidupan material manusia. Pada hakikatnya perubahan
sosial dapat diterangkan dari sejumlah hubungan sosial yang berasal dari pemilikan modal atau
material. Dengan demikian, perubahan sosial hanya mungkin terjadi karena konflik kepentingan
material atau hal yang bersifat material. Konflik sosial dan perubahan sosial menjadi satu
pengertian yang setara karena perubahan sosial berasal dari adanya konflik kepentingan material
tersebut.
Perubahan dalam pandangan Marx bersifat otodinamis, terus-menerus dan berasal dari
dalam. Perubahan didorong oleh kontradiksi endemik, penindasan dan ketegangan dalam
struktur. Perubahan terjadi pada tiga tempat, yaitu :
1. Kontradiksi antara masyarakat dan lingkungan.
2. Kontradiksi antara tingkat teknologi yang dicapai dab organisasi sosial proses produksi
yang tersedia.
3. Kontradiksi antara moda produksi dan sistem politik tradisional.
Sejalan dengan pandangan dinamis Marx, model kesatuan sosial (sistem sosial) dibangun dalam
gerakan sosial internal yang konstan yaitu perubahan yang digerakkan oleh kekuatan dari dalam
sistem sosial itu sendiri. Marx melihat bahwa proses ini akan berlanjut hingga menuju pada suatu
keadaan yang sempurna. Pada kondisi tertentu, kekuatan material pada masyarakat akan
mengalami konflik dengan hubungan produksi yang ada. Marx melihat pada moda produksi
kapitalis bersifat labil dan pada akhirnya akan hilang. Hal ini disebabkan pola hubungan antara
kaum kapitalis modal dan kaum buruh bercirikan pertentangan akibat eksploitasi besar-besaran
oleh kaum kapitalis. Kaum buruh merupakan kaum proletar yang kesemuanya telah menjadi
“korban” eksploitasi kaum borjuis. Marx meramalkan akan terjadi suatu keadaan dimana terjadi
kesadaran kelas di kalangan kaum proletar. Kesadaran kelas ini membawa dampak pada adanya
kemauan untuk melakukan perjuangan kelas untuk melepaskan diri dari eksploitasi, perjuangan
ini dilakukan melalui revolusi.
Perspektif tentang Individu dalam Perubahan Sosial
Berbeda dengan kubu materialis yang memandang bahwa faktor budaya material yang
menyebabkan perubahan sosial, perspektif idealis melihat bahwa perubahan sosial disebabkan
oleh faktor non material. Faktor non material ini antara lain ide, nilai dan ideologi. Ide merujuk
pada pengetahuan dan kepercayaan, nilai merupakan anggapan terhadap sesuatu yang pantas atau
tidak pantas, sedangkan ideologi berarti serangkaian kepercayaan dan nilai yang digunakan
untuk membenarkan atau melegitimasi bentuk tindakan masyarakat.
Salah satu pemikir dalam kubu idealis adalah Weber. Weber memiliki pendapat yang
berbeda dengan Marx. Perkembangan industrial kapitalis tidak dapat dipahami hanya dengan
membahas faktor penyebab yang bersifat material dan teknik. Namun demikian Weber juga tidak
menyangkal pengaruh kedua faktor tersebut. Pemikiran Weber yang dapat berpengaruh pada
teori perubahan sosial adalah dari bentuk rasionalisme yang dimiliki. Dalam kehidupan
masyarakat barat model rasionalisme akan mewarnai semua aspek kehidupan. Menurut Webar,
rasionalitas memiliki empat macam model, yaitu :
1. Rasionalitas tradisional.
2. Rasionalitas yang berorientasi nilai.
3. Rasionalitas afektif.
4. Rasionalitas instrumental.
Weber melihat bahwa pada wilayah Eropa yang mempunyai perkembangan industrial kapital
pesat adalah wilayah yang mempunyai penganut protestan. Bagi Weber, ini bukan suatu
kebetulan semata. Nilai-nilai protestan menghasilkan etik budaya yang menunjang
perkembangan industrial kapitalis. Protestan Calvinis merupakan dasar pemikiran etika protestan
yang menganjurkan manusia untuk bekerja keras, hidup hemat dan menabung. Pada kondisi
material yang hampir sama, industrial kapital ternyata tidak berkembang di wilayah dengan
mayoritas Katholik, yang tentu saja tidak mempunyai etika protestan.
Pembangunan perdesaan dengan perspektif modernisasi berasumsi pada dua kutub yang saling
berbeda, yaitu pemerintah dalam posisi superior (pusat) dan masyarakat perdesaan sebagai posisi
inferior (periferi). Perubahan selalu berasal dari pemerintah yang “menganggap dirinya lebih
maju” dibandingkan masyarakat perdesaan. Budaya tradisional dianggap sebagai salah satu
penghambat sehingga perlu digantikan oleh budaya modern yang lebih produktif. Orientasi
utama pembangunan perdesaan adalah pada peningkatan taraf ekonomi masyarakat perdesaan
yang pada akhirnya akan meningkatkan pula taraf ekonomi bangsa. Perubahan mendasar yang
terjadi adalah semakin terkikisnya budaya tradisional oleh budaya modern. Masyarakat
tradisional pada dasarnya sudah memiliki “pola pengaturan” kehidupan sosialnya sejak lama
namun semuanya harus mengalami transformasi menuju “pola pengaturan” baru yang oleh
pemerintah dianggap lebih baik (”modern”).
Di dalam kelompok sendiri pada dasarnya telah terbangun sebuah kebiasaan-kebiasaan dan
norma-norma. Perubahan mungkin saja tidak terjadi apabila terdapat penolakan-penolakan dari
dalam kelompok. Proses perubahan membawa kelompok pada keseimbangan baru. Perubahan
terjadi apabila driving forces lebih kuat dibandingkan resistences. Pada tahap ini seringkali
terjadi konflik dan “polarisasi” di dalam kelompok. Kelompok mayoritas akan berusaha
menekan kelompok minoritas. Seringkali kebiasaan-kebiasaan yang terjadi di dalam kelompok
didasarkan pada relasi antara individu dan standar perilaku di dalam kelompok. Beberapa
individu mungkin memiliki perilaku yang berbeda dengan standar perilaku di dalam kelompok.
Apabila individu tetap mempertahankan perbedaan tersebut maka individu akan dikucilkan oleh
kelompok dan bahkan akan “dikeluarkan” dari kelompok. Oleh karenanya seringkali individu
harus berusaha untuk melakukan usaha konformis untuk menyesuaikan dengan standar
kelompoknya.
Peran pemerintah sebagai sumber perubahan tidak dapat berjalan dengan sendirinya. Salah satu
faktor pendorong yang tidak dapat diabaikan adalah teknologi. Perkembangan teknologi modern
memberikan andil yang sangat besar dalam membawa perubahan pada masyarakat perdesaan.
BIMAS dapat berjalan dengan sukses karena adanya inovasi teknologi di bidang pertanian.
Demikian pula dengan program pembangunan perdesaan lainnya. Perkembangan teknologi
kesehatan, transportasi dan komunikasi turut memberi warna dalam “keberhasilan” perubahan
kebudayaan masyarakat perdesaan.
Aspek Peran
Teknologi Sebagai pendorong perubahan, bahkan perspektif materialis
memandang teknologi sebagai sumber perubahan. Teknologi dapat
menyebabkan perubahan sosial melalui tiga cara yang berbeda,
yaitu :
1. Teknologi baru mampu meningkatkan berbagai
kemungkinan-kemungkinan dalam masyarakat. Suatu hal yang
tidak mungkin dilakukan pada masa lalu akan menjadi mungkin
dengan bantuan teknologi.
2. Teknologi baru merubah pola interaksi dalam masyarakat.
3. Teknologi baru menyebabkan terjadinya berbagai
permasalahan hidup baru bagi masyarakat.
Selain sebagai sumber perubahan, pada penelitian Soemardjan dan
Breazeale tampak bahwa teknologi dapat berperan sebagai faktor
pembawa ide atau budaya baru (”modern”) kepada masyarakat
tradisional. Salah satu contohnya adalah teknologi komunikasi dan
informasi. Masuknya televisi mampu membawa pesan (ide)
modernisasi dari pemerintah kepada masyarakat perdesaan.
Ideologi dan Sebagai pendorong perubahan, perspektif idealis memandangnya
nilai sebagai sumber perubahan. Ideologi mampu menyebabkan
perubahan paling tidak melalui tiga cara yang berbeda, yaitu :
1. Ideologi dapat melegitimasi keinginan untuk melakukan
perubahan.
2. Ideologi mampu menjadi dasar solidaritas sosial yang
dibutuhkan untuk melakukan perubahan.
3. Ideologi dapat menyebabkan perubahan melalui menyoroti
perbedaan dan permasalahan yang ada pada masyarakat.
Tahap pembangunan perdesaan yang dijalankan oleh pemerintah
diawali dengan introduksi ideologi. Peran pemerintah desa menjadi
sangat dominan dalam merubah ideologi tradisional menjadi
ideologi modern. Modernisasi sendiri dapat diartikan sebagai
turunan perspektif idealis, yang memandang pembangunan
ekonomi perlu diawali dengan perubahan budaya tradisional
menuju budaya modern.
Daftar Bacaan
Davis, Kingsley. 1960. Human Society. The Macmillan Company. New York.
Salim, Agus. 2002. Perubahan Sosial. Tiara Wacana. Yogyakarta.
Soekanto, Soerjono. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Rajawali Pers. Jakarta
Soemardjan, S dan Breazeale, K. 1993. Cultural Change in Rural Indonesia; Impact of Village
Development. UNS-YISS-East West Center. Honolulu.
Soemardjan, Selo. 1986. Perubahan Sosial di Yogyakarta. UGM Press. Yogyakarta.
Strasser, H. and S.C. Randall. 1981. An Introdustion to Theories of Social Change. London:
Routledge & Kegan Paul.
Pengertian kebudayaan
Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw
Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan
oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah
Cultural-Determinism.
Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke
generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic. Menurut Andreas Eppink,
kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial,norma sosial, ilmu pengetahuan
serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan
intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.
Menurut Edward Burnett Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di
dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan
kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.
Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa,
dan cipta masyarakat.
Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu
yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang
terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat
abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia
sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata,
misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain,
yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan
bermasyarakat.
[sunting] Unsur-unsur
Ada beberapa pendapat ahli yang mengemukakan mengenai komponen atau unsur kebudayaan,
antara lain sebagai berikut:
1. Melville J. Herskovits menyebutkan kebudayaan memiliki 4 unsur pokok,
yaitu:
○ alat-alat teknologi
○ sistem ekonomi
○ keluarga
○ kekuasaan politik
2. Bronislaw Malinowski mengatakan ada 4 unsur pokok yang meliputi:
○ sistem norma sosial yang memungkinkan kerja sama antara para
anggota masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan alam
sekelilingnya
○ organisasi ekonomi
○ alat-alat dan lembaga-lembaga atau petugas-petugas untuk
pendidikan (keluarga adalah lembaga pendidikan utama)
○ organisasi kekuatan (politik)
Teknologi menyangkut cara-cara atau teknik memproduksi, memakai, serta memelihara segala
peralatan dan perlengkapan. Teknologi muncul dalam cara-cara manusia mengorganisasikan
masyarakat, dalam cara-cara mengekspresikan rasa keindahan, atau dalam memproduksi hasil-
hasil kesenian.
Masyarakat kecil yang berpindah-pindah atau masyarakat pedesaan yang hidup dari pertanian
paling sedikit mengenal delapan macam teknologi tradisional (disebut juga sistem peralatan dan
unsur kebudayaan fisik), yaitu:
• alat-alat produktif
• senjata
• wadah
• alat-alat menyalakan api
• makanan
• pakaian
• tempat berlindung dan perumahan
• alat-alat transportasi
[sunting] Sistem mata pencaharian hidup
Perhatian para ilmuwan pada sistem mata pencaharian ini terfokus pada masalah-masalah mata
pencaharian tradisional saja, di antaranya:
• berburu dan meramu
• beternak
• bercocok tanam di ladang
• menangkap ikan
[sunting] Sistem kekerabatan dan organisasi sosial
Sistem kekerabatan merupakan bagian yang sangat penting dalam struktur sosial. Meyer Fortes
mengemukakan bahwa sistem kekerabatan suatu masyarakat dapat dipergunakan untuk
menggambarkan struktur sosial dari masyarakat yang bersangkutan. Kekerabatan adalah unit-
unit sosial yang terdiri dari beberapa keluarga yang memiliki hubungan darah atau hubungan
perkawinan. Anggota kekerabatan terdiri atas ayah, ibu, anak, menantu, cucu, kakak, adik,
paman, bibi, kakek, nenek dan seterusnya. Dalam kajian sosiologi-antropologi, ada beberapa
macam kelompok kekerabatan dari yang jumlahnya relatif kecil hingga besar seperti keluarga
ambilineal, klan, fatri, dan paroh masyarakat. Di masyarakat umum kita juga mengenal
kelompok kekerabatan lain seperti keluarga inti, keluarga luas, keluarga bilateral, dan keluarga
unilateral.
Sementara itu, organisasi sosial adalah perkumpulan sosial yang dibentuk oleh masyarakat, baik
yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum, yang berfungsi sebagai sarana
partisipasi masyarakat dalam pembangunan bangsa dan negara. Sebagai makhluk yang selalu
hidup bersama-sama, manusia membentuk organisasi sosial untuk mencapai tujuan-tujuan
tertentu yang tidak dapat mereka capai sendiri.
[sunting] Bahasa
Bahasa adalah alat atau perwujudan budaya yang digunakan manusia untuk saling
berkomunikasi atau berhubungan, baik lewat tulisan, lisan, ataupun gerakan (bahasa isyarat),
dengan tujuan menyampaikan maksud hati atau kemauan kepada lawan bicaranya atau orang
lain. Melalui bahasa, manusia dapat menyesuaikan diri dengan adat istiadat, tingkah laku, tata
krama masyarakat, dan sekaligus mudah membaurkan dirinya dengan segala bentuk masyarakat.
Bahasa memiliki beberapa fungsi yang dapat dibagi menjadi fungsi umum dan fungsi khusus.
Fungsi bahasa secara umum adalah sebagai alat untuk berekspresi, berkomunikasi, dan alat untuk
mengadakan integrasi dan adaptasi sosial. Sedangkan fungsi bahasa secara khusus adalah untuk
mengadakan hubungan dalam pergaulan sehari-hari, mewujudkan seni (sastra), mempelajari
naskah-naskah kuno, dan untuk mengeksploitasi ilmu pengetahuan dan teknologi.
[sunting] Kesenian
Kesenian mengacu pada nilai keindahan (estetika) yang berasal dari ekspresi hasrat manusia
akan keindahan yang dinikmati dengan mata ataupun telinga. Sebagai makhluk yang mempunyai
cita rasa tinggi, manusia menghasilkan berbagai corak kesenian mulai dari yang sederhana
hingga perwujudan kesenian yang kompleks.
[sunting] Sistem kepercayaan
Ada kalanya pengetahuan, pemahaman, dan daya tahan fisik manusia dalam menguasai dalam
menguasai dan mengungkap rahasia-rahasia alam sangat terbatas. Secara bersamaan, muncul
keyakinan akan adanya penguasa tertinggi dari sistem jagad raya ini, yang juga mengendalikan
manusia sebagai salah satu bagian jagad raya. Sehubungan dengan itu, baik secara individual
maupun hidup bermasyarakat, manusia tidak dapat dilepaskan dari religi atau sistem kepercayaan
kepada penguasa alam semesta.
Agama dan sistem kepercayaan lainnya seringkali terintegrasi dengan kebudayaan. Agama
(bahasa Inggris: Religion, yang berasar dari bahasa Latin religare, yang berarti "menambatkan"),
adalah sebuah unsur kebudayaan yang penting dalam sejarah umat manusia. Dictionary of
Philosophy and Religion (Kamus Filosofi dan Agama) mendefinisikan Agama sebagai berikut:
... sebuah institusi dengan keanggotaan yang diakui dan biasa berkumpul bersama untuk
beribadah, dan menerima sebuah paket doktrin yang menawarkan hal yang terkait dengan sikap
yang harus diambil oleh individu untuk mendapatkan kebahagiaan sejati.[1]
Agama biasanya memiliki suatu prinsip, seperti "10 Firman" dalam agama Kristen atau "5 rukun
Islam" dalam agama Islam. Kadang-kadang agama dilibatkan dalam sistem pemerintahan, seperti
misalnya dalam sistem teokrasi. Agama juga mempengaruhi kesenian.
[sunting] Agama Samawi
Agama Samawi atau agama Abrahamik meliputi Islam, Kristen (Protestan dan Katolik) dan
Yahudi.
Agama Yahudi
Yahudi adalah salah satu agama yang —jika tidak disebut sebagai yang pertama— tercatat
sebagai agama monotheistik dan salah satu agama tertua yang masih ada sampai sekarang. Nilai-
nilai dan sejarah umat Yahudi adalah bagian utama dari agama Ibrahim lainnya, seperti Kristen
dan Islam.
Agama Kristen
Kristen adalah salah satu agama penting yang berhasil mengubah wajah kebudayaan Eropa
dalam 1.700 tahun terakhir. Pemikiran para filsuf modern pun banyak terpengaruh oleh para
filsuf Kristen semacam St. Thomas Aquinas dan Erasmus.
Agama Islam
Islam adalah agama tertua di dunia, agama ini merupakan sumber dari beberapa agama yang
pada prosesnya berubah menjadi beberapa agama. Agama Islam merupakan agama
monotheime/atau monotheistik pertama dan tertua[rujukan?]. Agama lain merupakan modifikasi
manusia dari agama islam[rujukan?]. kita bisa lihat dari perkembangan agama dari nabi-nabi
terdahulu. Agama Islam hanya mengenal satu Tuhan yaitu Allah. Dan semua Nabi dan Rasul,
dari Nabi Adam, Idris, Nuh, Hud, Soleh,Ibrahim,Luth, Ismail, Ishak, Yakub, Yusuf, Ayyub,
Syueb,Musa,Harun, dzulkifli, Daud, Sulaiman, Yunus,Zakaria, Yahya, Isa dan para nabi serta
rasul lainnya sampai Nabi terakhir yaitu Muhammad saw mengakui bahwa " Tidak ada Tuhan
selain Allah ".
Agama Islam telah berhasil merubah cara pandang orang-orang eropa terhadap kebudayaan,
seperti ilmu-ilmu fisika, matematika, biologi, kimia dan lain-lain[rujukan?] oleh para fislsuf barat
yang kemudian hal itu diubah dan diakui oleh orang-orang eropa bahwa hal itu merupakan hasil
karya orang eropa asli, Terutama oleh kalangan para filsafat.[rujukan?] Sementara itu, nilai dan
norma agama Islam banyak mempengaruhi kebudayaan Timur Tengah dan Afrika Utara, dan
juga sebagian wilayah Asia Tenggara.
[sunting] Filosofi dan Agama dari Timur
Filosopi dan Agama seringkali saling terkait satu sama lain pada kebudayaan Asia. Agama dan
filosofi di Asia kebanyakan berasal dari India dan China dan menyebar disepanjang benua Asia
melalui difusi kebudayaan dan migrasi.
Hinduisme adalah sumber dari Buddhisme, cabang Mahāyāna yang menyebar di sepanjang utara
dan timur India sampai Tibet, China, Mongolia, Jepang dan Korea dan China selatan sampai
Vietnam. Theravāda Buddhisme menyebar di sekitar Asia Tenggara, termasuk Sri Lanka, bagian
barat laut China, Kamboja, Laos, Myanmar, dan Thailand.
Agama Hindu dari India, mengajarkan pentingnya elemen nonmateri sementara sebuah
pemikiran India lainnya, Carvaka, menekankan untuk mencari kenikmatan di dunia.
Konghucu dan Taoisme, dua filosofi yang berasal dari Cina, mempengaruhi baik religi, seni,
politik, maupun tradisi filosofi di seluruh Asia.
Pada abad ke-20, di kedua negara berpenduduk paling padat se-Asia, dua aliran filosofi politik
tercipta. Mahatma Gandhi memberikan pengertian baru tentang Ahimsa, inti dari kepercayaan
Hindu maupun Jaina, dan memberikan definisi baru tentang konsep antikekerasan dan
antiperang. Pada periode yang sama, filosofi komunisme Mao Zedong menjadi sistem
kepercayaan sekuler yang sangat kuat di China.
[sunting] Agama tradisional
Agama tradisional, atau terkadang disebut sebagai "agama nenek moyang", dianut oleh sebagian
suku pedalaman di Asia, Afrika, dan Amerika. Pengaruh bereka cukup besar; mungkin bisa
dianggap telah menyerap kedalam kebudayaan atau bahkan menjadi agama negara, seperti
misalnya agama Shinto. Seperti kebanyakan agama lainnya, agama tradisional menjawab
kebutuhan rohani manusia akan ketentraman hati di saat bermasalah, tertimpa musibah, tertimpa
musibah dan menyediakan ritual yang ditujukan untuk kebahagiaan manusia itu sendiri.
[sunting] "American Dream"
American Dream, atau "mimpi orang Amerika" dalam bahasa Indonesia, adalah sebuah
kepercayaan, yang dipercayai oleh banyak orang di Amerika Serikat. Mereka percaya, melalui
kerja keras, pengorbanan, dan kebulatan tekad, tanpa memedulikan status sosial, seseorang dapat
mendapatkan kehidupan yang lebih baik. [2] Gagasan ini berakar dari sebuah keyakinan bahwa
Amerika Serikat adalah sebuah "kota di atas bukit" (atau city upon a hill"), "cahaya untuk
negara-negara" ("a light unto the nations"),[3] yang memiliki nilai dan kekayaan yang telah ada
sejak kedatangan para penjelajah Eropa sampai generasi berikutnya.
[sunting] Pernikahan
Agama sering kali mempengaruhi pernikahan dan perilaku seksual. Kebanyakan gereja Kristen
memberikan pemberkatan kepada pasangan yang menikah; gereja biasanya memasukkan acara
pengucapan janji pernikahan di hadapan tamu, sebagai bukti bahwa komunitas tersebut
menerima pernikahan mereka. Umat Kristen juga melihat hubungan antara Yesus Kristus dengan
gerejanya. Gereja Katolik Roma mempercayai bahwa sebuah perceraian adalah salah, dan orang
yang bercerai tidak dapat dinikahkan kembali di gereja. Sementara Agama Islam memandang
pernikahan sebagai suatu kewajiban. Islam menganjurkan untuk tidak melakukan perceraian,
namun memperbolehkannya.
[sunting] Sistem ilmu dan pengetahuan
Secara sederhana, pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui manusia tentang benda,
sifat, keadaan, dan harapan-harapan. Pengetahuan dimiliki oleh semua suku bangsa di dunia.
Mereka memperoleh pengetahuan melalui pengalaman, intuisi, wahyu, dan berpikir menurut
logika, atau percobaan-percobaan yang bersifat empiris (trial and error).
Sistem pengetahuan tersebut dikelompokkan menjadi:
• pengetahuan tentang alam
• pengetahuan tentang tumbuh-tumbuhan dan hewan di sekitarnya
• pengetahuan tentang tubuh manusia, pengetahuan tentang sifat dan tingkah
laku sesama manusia
• pengetahuan tentang ruang dan waktu
Perubahan sosial budaya dapat terjadi bila sebuah kebudayaan melakukan kontak
dengan kebudayaan asing.
Perubahan sosial budaya adalah sebuah gejala berubahnya struktur sosial dan pola budaya dalam
suatu masyarakat. Perubahan sosial budaya merupakan gejala umum yang terjadi sepanjang masa
dalam setiap masyarakat. Perubahan itu terjadi sesuai dengan hakikat dan sifat dasar manusia
yang selalu ingin mengadakan perubahan. Hirschman mengatakan bahwa kebosanan manusia
sebenarnya merupakan penyebab dari perubahan.
Ada tiga faktor yang dapat mempengaruhi perubahan sosial:
1. tekanan kerja dalam masyarakat
2. keefektifan komunikasi
3. perubahan lingkungan alam.[4]
Perubahan budaya juga dapat timbul akibat timbulnya perubahan lingkungan masyarakat,
penemuan baru, dan kontak dengan kebudayaan lain. Sebagai contoh, berakhirnya zaman es
berujung pada ditemukannya sistem pertanian, dan kemudian memancing inovasi-inovasi baru
lainnya dalam kebudayaan.
Pada prakteknya, kata kebudayaan merujuk pada benda-benda dan aktivitas yang "elit" seperti
misalnya memakai baju yang berkelas, fine art, atau mendengarkan musik klasik, sementara kata
berkebudayaan digunakan untuk menggambarkan orang yang mengetahui, dan mengambil
bagian, dari aktivitas-aktivitas di atas. Sebagai contoh, jika seseorang berpendendapat bahwa
musik klasik adalah musik yang "berkelas", elit, dan bercita rasa seni, sementara musik
tradisional dianggap sebagai musik yang kampungan dan ketinggalan zaman, maka timbul
anggapan bahwa ia adalah orang yang sudah "berkebudayaan".
Orang yang menggunakan kata "kebudayaan" dengan cara ini tidak percaya ada kebudayaan lain
yang eksis; mereka percaya bahwa kebudayaan hanya ada satu dan menjadi tolak ukur norma
dan nilai di seluruh dunia. Menurut cara pandang ini, seseorang yang memiliki kebiasaan yang
berbeda dengan mereka yang "berkebudayaan" disebut sebagai orang yang "tidak
berkebudayaan"; bukan sebagai orang "dari kebudayaan yang lain." Orang yang "tidak
berkebudayaan" dikatakan lebih "alam," dan para pengamat seringkali mempertahankan elemen
dari kebudayaan tingkat tinggi (high culture) untuk menekan pemikiran "manusia alami" (human
nature)
Sejak abad ke-18, beberapa kritik sosial telah menerima adanya perbedaan antara berkebudayaan
dan tidak berkebudayaan, tetapi perbandingan itu -berkebudayaan dan tidak berkebudayaan-
dapat menekan interpretasi perbaikan dan interpretasi pengalaman sebagai perkembangan yang
merusak dan "tidak alami" yang mengaburkan dan menyimpangkan sifat dasar manusia. Dalam
hal ini, musik tradisional (yang diciptakan oleh masyarakat kelas pekerja) dianggap
mengekspresikan "jalan hidup yang alami" (natural way of life), dan musik klasik sebagai suatu
kemunduran dan kemerosotan.
Saat ini kebanyak ilmuwan sosial menolak untuk memperbandingkan antara kebudayaan dengan
alam dan konsep monadik yang pernah berlaku. Mereka menganggap bahwa kebudayaan yang
sebelumnya dianggap "tidak elit" dan "kebudayaan elit" adalah sama - masing-masing
masyarakat memiliki kebudayaan yang tidak dapat diperbandingkan. Pengamat sosial
membedakan beberapa kebudayaan sebagai kultur populer (popular culture) atau pop kultur,
yang berarti barang atau aktivitas yang diproduksi dan dikonsumsi oleh banyak orang.
[sunting] Kebudayaan sebagai "sudut pandang umum"
Selama Era Romantis, para cendekiawan di Jerman, khususnya mereka yang peduli terhadap
gerakan nasionalisme - seperti misalnya perjuangan nasionalis untuk menyatukan Jerman, dan
perjuangan nasionalis dari etnis minoritas melawan Kekaisaran Austria-Hongaria -
mengembangkan sebuah gagasan kebudayaan dalam "sudut pandang umum". Pemikiran ini
menganggap suatu budaya dengan budaya lainnya memiliki perbedaan dan kekhasan masing-
masing. Karenanya, budaya tidak dapat diperbandingkan. Meskipun begitu, gagasan ini masih
mengakui adanya pemisahan antara "berkebudayaan" dengan "tidak berkebudayaan" atau
kebudayaan "primitif."
Pada akhir abad ke-19, para ahli antropologi telah memakai kata kebudayaan dengan definisi
yang lebih luas. Bertolak dari teori evolusi, mereka mengasumsikan bahwa setiap manusia
tumbuh dan berevolusi bersama, dan dari evolusi itulah tercipta kebudayaan.
Pada tahun 50-an, subkebudayaan - kelompok dengan perilaku yang sedikit berbeda dari
kebudayaan induknya - mulai dijadikan subyek penelitian oleh para ahli sosiologi. Pada abad ini
pula, terjadi popularisasi ide kebudayaan perusahaan - perbedaan dan bakat dalam konteks
pekerja organisasi atau tempat bekerja.
[sunting] Kebudayaan sebagai mekanisme stabilisasi
Teori-teori yang ada saat ini menganggap bahwa (suatu) kebudayaan adalah sebuah produk dari
stabilisasi yang melekat dalam tekanan evolusi menuju kebersamaan dan kesadaran bersama
dalam suatu masyarakat, atau biasa disebut dengan tribalisme.
Beberapa kebudayaan di benua Afrika terbentuk melalui penjajahan Eropa, seperti kebudayaan
Sub-Sahara. Sementara itu, wilayah Afrika Utara lebih banyak terpengaruh oleh kebudayaan
Arab dan Islam.
Orang Hopi yang sedang menenun dengan alat tradisional di Amerika Serikat.
Amerika
Kebudayaan di benua Amerika dipengaruhi oleh suku-suku Asli benua Amerika; orang-orang
dari Afrika (terutama di Amerika Serikat), dan para imigran Eropa terutama Spanyol, Inggris,
Perancis, Portugis, Jerman, dan Belanda.
Asia
Asia memiliki berbagai kebudayaan yang berbeda satu sama lain, meskipun begitu, beberapa dari
kebudayaan tersebut memiliki pengaruh yang menonjol terhadap kebudayaan lain, seperti
misalnya pengaruh kebudayaan Tiongkok kepada kebudayaan Jepang, Korea, dan Vietnam.
Dalam bidang agama, agama Budha dan Taoisme banyak mempengaruhi kebudayaan di Asia
Timur. Selain kedua Agama tersebut, norma dan nilai Agama Islam juga turut mempengaruhi
kebudayaan terutama di wilayah Asia Selatan dan tenggara.
Australia
Kebanyakan budaya di Australia masa kini berakar dari kebudayaan Eropa dan Amerika.
Kebudayaan Eropa dan Amerika tersebut kemudian dikembangkan dan disesuaikan dengan
lingkungan benua Australia, serta diintegrasikan dengan kebudayaan penduduk asli benua
Australia, Aborigin.
Eropa
Kebudayaan Eropa banyak terpengaruh oleh kebudayaan negara-negara yang pernah dijajahnya.
Kebudayaan ini dikenal juga dengan sebutan "kebudayaan barat". Kebudayaan ini telah diserap
oleh banyak kebudayaan, hal ini terbukti dengan banyaknya pengguna bahasa Inggris dan bahasa
Eropa lainnya di seluruh dunia. Selain dipengaruhi oleh kebudayaan negara yang pernah dijajah,
kebudayaan ini juga dipengaruhi oleh kebudayaan Yunani kuno, Romawi kuno, dan agama
Kristen, meskipun kepercayaan akan agama banyak mengalami kemunduran beberapa tahun ini.
Timur Tengah dan Afrika Utara
Kebudayaan didaerah Timur Tengah dan Afrika Utara saat ini kebanyakan sangat dipengaruhi
oleh nilai dan norma agama Islam, meskipun tidak hanya agama Islam yang berkembang di
daerah ini.
[sunting] Referensi
1. ^ Reese, W.L. 1980. Dictionary of Philosophy and Religion: Eastern and
Western Thought, p. 488.
2. ^ Boritt, Gabor S. Lincoln and the Economics of the American Dream, p. 1.
3. ^ Ronald Reagan. "Final Radio Address to the Nation".
4. ^ O'Neil, D. 2006. "Processes of Change".