You are on page 1of 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Pengertian Dalil


Dalam bahasa arab, dalil bararti “penunjuk bagi segala sesuatu yang
bersifat konkrit maupun abstrak, yang baik maupun yang buruk”. Menurut istilah
Ahli Ushul, pengertian dalil adalah “sesuatu yang dipakai sebagai hujjah
berdasarkan perundang-undangan yang benar atas hukum syara’ tentang tindakan
manusia, baik secara qath’i maupun zhanni”. Yang dimaksud dengan dalil-dallil
hukum, pokok-pokok hukum dan sumber-sumber hukum Islam ialah lafazh-lafazh
yang sinonim (sama artinya) antara yang satu dan lainnya.

1.2. Mengenal Dalil-dalil Syar’iyyah


Berdasarkan penyelidikan yang handal, hukum-hukum amaliyah yang
diambil dari dalil-dalil syar’iyyah berdasarkan kepada empat dasar pokok, yaitu
al-Qur’an, as- Sunnah, al-Ijma’ dan al-Qiyas. Oleh sebagian besar ulama keempat
landasan tersebut disepakati sebagai dalil, disamping kesepakatan mengenai cara
penggunaan dalil tersebut, secara kronologis dengan susunan : (1) al-Qur’an, (2)
as- Sunnah, (3) al-Ijma’ dan (4) al-Qiyas.
Dengan kata lain, jika terdapat permasalahan, maka upaya yang dilakukan
pertama adalah mencari dalil atau hukum di dalam al-Qur’an. Jika di dalam al-
Qur’an terdapat hukum maka hukum tersebut harus dilaksanakan. Jika di dalam
al-Qur’an tidak terdapat hukumnya, maka harus melihat kepada as-Sunnah. Jika
di dalam as-Sunnah terdapat ketetuan hukumnya, maka hukum itu harus
dilaksanakan. Jika di dalam as-Sunnah tidak terdapat ketentuan hukumnya, maka
harus melihat ijma’, jika di dalam ijma’ terdapat hukumnya itu juga harus
dilaksanakan. Atau jika tidak melaksanakan ijma’ tersebut, harus melakukan
ijtihad sendiri dalam rangka menemukan hukum atas suatu permasalahan dengan
jalan qiyas kepada hukum yang terdapat nashnya. Alasan mengenai penggunaan
empat dalil tersebut, adalah firman Allah :

1
      
          
        
   
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul
(Nya), dan ulil amri di antara kamu, kemudian jika kamu berlainan pendapat
tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (al-Qur’an) dan Rasul
(sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian.
yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”. (Q.S. an-
Nisaa’ : 59)

Sumber hukum Islam adalah al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah. Dua


sumber tersebut disebut juga dalil-dalil pokok hukum Islam karena keduanya
merupakan petunjuk (dalil) utama kepada hukum Allah. Ada juga dalil-dalil lain
selain al-Qur’an dan Sunnah seperti qiyas, istihsan dan istishlah,, tetapi tiga dalil
disebut terakhir ini hanya sebagai dalil pendukung yang hanya merupakan alat
bantu untuk sampai kepada hukum-hukum yang dikandung oleh al-Qur’an dan
Sunnah Rasulullah. Karena hanya sebagai alat bantu untuk memahami al-Qur’an
dan Sunnah, sebagian ulama menyebutnya sebagai metode istinbat. Imam al-
Ghozali misalnya, menyebut qiyas sebagai metode istinbat. Dalam tulisan ini,
isthilah sumber sekaligus dalil kita gunakan untuk al-Qur’an dan Sunnah,
sedangkan untuk selain al-Qur’an dan Sunnah seperti ijma’, qiyas, istihsan,
maslahah mursalah, istishab, ‘urf dan sadd az-zari’ah “dalil-dalil pendukung” di
atas pada sisi lain disebut juga sebagai metode istinbat, maka ketika menjelaskan
pembahasan mengenai metode istinbat melalui maqasid syari’ah, akan dijelaskan
sepintas kaitan dalil-dalil tersebut dengan metode istinbat.

BAB II
PERMASALAHAN

2
2.1. Obyek Kajian Ushul fiqh
Banyak obyek yang dikaji dalam ilmu ushul fiqh, namun kali ini kita akan
membahas tentang sumber dan dalil-dalil hukum tentang al-Qur’an dan as-
Sunnah, secara terperinci dapat disimpulkan mengenai hal tersebut, yakni :
1. Pembahasan tentang pengertian dalil-dalil syara’
2. Pembahasan tentang dari mana asal-usul sumber dalil tersebut.
3. Meresume mengenai penjelasan dalil-dalil hukum al-Qur’an dan as-Sunnah
.
2.2 Kegunaan Obyek Kajian
Dalam mengkaji obyek ini, maka terdapat beberapa kegunaan yang dapat
dikemukakan, diantaranya sebagai beriklut :
1. Dengan mempelajari ini, maka kita dapat mengetahui tentang sumber dan
dalil-dalil tentang al-Qur’an dan as-Sunnah.
2. Setelah mengetahui sumber dan dalil-dalil tersebut, kita juga dapat
menggunakannya sebagai dasar-dasar ilmu untuk suatu ketentuan atau
permasalahan.

2.3. Perumusan Pokok Permasalahan


Dari keterangan di atas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwasanya
terdapat beberapa permasalahan diantaranya sebagai beruikut :
1. Apa pengertian tentang dalil?
2. Mengapa al-Qur’an dan as-Sunnah dijadikan dalil yang pertama dan utama?
3. Apa yang menjadikan hujjah bahwasanya al-Qur’an dan Sunnah dianggap
menjadi dalil yang pokok?
4. Apa saja masalah yang dibahas dalam al-Qur’an?

BAB III
METODE PENULISAN

3
3.1. Metode Pemahaman
Dalam pemahaman penulisan ini, penulis merangkum beberapa kaidah-
kaidah yang terdapat dalam beberapa karangan Ushul Fiqh dari para ulama’,
dimasudkan agar mudah dibaca dan dipelajari oleh kita semua, sehingga kita
dapat memahami dan mengaplikasikan dalil-dalil hukum yang terdapat dalam al-
Qur’an dan as-Sunnah.

3.2. Hasil Observasi


Seluruh hukum syar’iyyah yang berkaitan dengan berbagai tindakan
manusia, ucapan atau perbuatan, diambil dari nash-nash yang telah ada. Di
samping itu istinbat dalil-dalil syari’ah Islam yang tidak terdapat nashnya disusun
dalam sebuah ilmu fiqh. Dengan demikian, pengetahuan tentang hukum-hukum
Islam mengenai perbuatan manusia yang diambil berdasarkan dalil-dalil secara
detail.
berdasarkan hasil observasi, penulis memaparkan bahwa ulama telah
menetapkan tentang dalil-dalil itu sebagai dasar acuan hukum syari’ah tentang
perbuatan manusia dikembalikan kepada empat sumber, al-Qur’an, as-Sunnah, al-
Ijma’ dan al-Qiyas. Kemudian yang dijadikan sebagai dalil pokok atau sumber
hukum syari’ah, pertama adalah al-Qur’an, kemudian as-Sunnah, sekaligus
sebagai penjelas serta pelengkap bagi keglobalan al-Qur’an.
Untuk pembahasan tentang dalil-dalil ini digunakan sebagai hujjah bagi
kita umat manusia dan juga sebagai sumber hukum syari’at Islam yang setiap
ketetapannya harus diikuti dan dilaksanakan.

BAB IV
PEMBAHASAN

4
4.1. Dalil Pertama : al-Qur’an

a. Pengertian al-Qur’an
Al-Qur’an dalam kajian Ushul Fiqh merupakam objek pertama dan
utama pada kegiatan penelitian dalam memecahkan suatu hukum. al-
Qur’an menurut bahasa berarti “bacaan” dan menurut istilah Ushul Fiqh
al-Qur’an berarti “kalam” (perkataan) Allah yang diturunkan-Nya dengan
perantaraan Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad saw. dengan bahasa
Arab serta dianggap beribadah membacanya.

b. Keistimewaan al-Qur’an
Al-Qur’an itu dikompilasikan di antara dua ujung yang dimulai
dari surat al-Fatihah, dan ditutup dengan surat an-Naas, yang sampai
kepada kita secara tertib dalam bentuk tulisan maupun lisan dalam
keadaan utuh atau terpelihara dari perubahan dan pergantian, sekaligus
dibenarkan oleh Allah di dalam firman-Nya :

       


Artinya : “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan al-Qur’an, dan
Sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya”. (Q.S. al-Hijr : 9)

Beberapa kekhususan al-Qur’an, ialah dari segi lafazh dan


maknanya yang datang dari Allah swt. dan sesungguhnya lafazh yang
berbahasa Arab itu diturunkan Allah kepada kalbu Rasulullah saw.
sedangkan Rasulullah hanya membacakan al-Qur’an dan menyampaikan
kepada umat manusia. Kekhususan lainnya adalah :
a. Bahwa al-Qur’an itu diturunkan secara mutawatir.
b. Keindahan uslub atau gaya bahasanya, makna, hukum, dan
pandangan-pandangannya.

5
c. Keselarasan ayat-ayat al-Qur’an dengan teori-teori ilmiyah yang
diungkapkan dalam ilmu pengetahuan.
d. Pemberitaan peristiwa-peristiwa yang tidak diketahui, melainkan Allah
yang mengetahui hal-hal yang gaib itu. Serta masih banyak lagi
keistimewaan yang terkandung di dalamnya.

c. Kehujjahan al-Qur’an
Argumentasi bahwa al-Qur’an adalah hujjah bagi umat manusia,
dan hukum-hukumnya merupakan undang-undang yang wajib dipatuhi,
ialah karena al-Qur’an diturunkan oleh Allah swt. secara qath’i yang
kebenarannya tidak diragukan.

d. Ayat-ayat Makkiyah dan Madaniyah


Al-Qur’an diturunkan dalam dua periode, yaitu pertama periode
Mekkah sebelum Rasululullah hijrah ke Madinah dan ayat yang
diturunkan pada periode ini dikenal ayat Makkiyah, dan periode kedua
setelah Rasulullah hijrah ke Madinah yang dikenal dengan ayat-ayat
Madaniyah, ayat-ayat yang diturunkan di Mekkah pada umumnya yang
menjadi inti pembicaraannya adalah masalah-masalah keyakinan (akidah),
dalam rangka meluruskan keyakinan umat dimasa jahiliyah dan
menanamkan ajaran tauhid. Kenapa masalah akidah yang harus lebih dulu
ditanamkan, karena tanpa itu syariat Islam belum diterima oleh umat.
Misalnya firman Allah :

         
     
Artinya : “Dan Kami tidak mengutus seorang Rasulpun sebelum kamu
melainkan Kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan
(yang hak) melainkan Aku, Maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku".
(Q.S. al-Anbiya’ : 25)

6
Disamping itu ayat-ayat Makkiyah juga berbicara tentang kisah
umat-umat masa lampau sebagai pelajaran bagi umat Nabi Muhammad
saw.
Peristiwa hijrah Rasulullah ke Madinah adalah garis pemisah
antara dua periode tersebut di mana pada saat hijrah ini masalah iman
telah tertanam ke dalam hati segenap pribadi yang ikut hijrah bersama
Rasulullah. Dari kelompok kecil inilah kemudian menjadi komunitas yang
besar menjadi masyarakat Islam. Maka mulailah turun ayat-ayat
Madaniyah yang banyak terkait dengan hukum dari berbagai aspeknya.
Misal tentang perintah untuk membayar zakat, Allah berfirman :

     


 
Artinya : “Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta
orang-orang yang ruku'”. (Q.S. al-Baqarah : 43).

Dan banyak lagi masalah-masalah hukum yang turun yang disebut


dengan ayat-ayat Madaniyah, diantaranya mengenai perintah berpuasa,
menunaikan ibadah haji, larangan memakan harta orang lain, masalah
pernikahan, dan lain sebagainya.

e. Hukum-hukum yang Terkandung dalam al-Qur’an


Al-Qur’an sebagai petunjuk hidup secara umum mengandung tiga
ajaran pokok :
1. Ajaran-ajaran yang berhubungan dengan akidah (keimanan)
membicarakan tentang hal-hal yang wajib diyakini, seperti masalah
tauhid, masalah kenabian, kitab-kitab-Nya, Malaikat, dan sebagainya.
2. Ajaran-ajaran yang berhubungan dengan akhlak, yaitu hal-hal yang
harus dijadikan perhiasan oleh setiap mukalaf berupa sifat-sifat
keutamaan dan menghindarkan diri dari hal-hal yang membawa
kepada kehinaan.

7
3. Hukum-hukum amaliyah, yaitu ketentuan-ketentuan yang
berhubungan dengan amal perbuatan mukalaf. Dari hukum-hukum
amaliyah inilah timbul dan berkembangnya ilmu fiqh.

Dengan demikian di dalam istilah syara’ hukum-hukum selain ibadah


disebut hukum mu’amalah. Abdul Wahhab Khallaf memerinci macam
hukum-hukum bidang mu’amalat dan jumlah ayatnya sebagai berikut :
1. Hukum keluarga, mulai dari terbentuknya pernikahan, sampai masalah
talak, rujuk, ‘iddah, warisan dan lain-lain. Ayat-ayat yang mengatur
masalah ini tercatat sekitar 70 ayat.
2. Hukum perdata, yakni yang berhubungan mu’amalh antar individu,
masyarakat dan kelompok, misalnya masalah jual-beli, sewa-
menyewa, penggadaian, utang-piutang, dan lain sebagainya. Ayat-ayat
yang mengatur masalah ini tercatat sekitar 70 ayat.
3. Hukum jinayat (pidana), yaitu hukum-hukum yang menyangkut
dengan tindakan kejahatan dan sanksi pidananya. Terdapat sekitar 30
ayat yang membicarakan hal ini.
4. Hukum al-murafa’at (acara), yakni berhubungan dengan masalah
peradilan, kesaksian dan sumpah. Hukum-hukum seperti ini
dimaksudkan agar keputusan hakim dapat seobjektif mungkin. Ayat-
ayat yang mengatur masalah ini tercatat sekitar 13 ayat.
5. Hukum ketatanegaraan, yaitu kretentuan-ketentuan yang berhubungan
dengan pemerintahan. Hukum-hukum seperti ini dimaksudkan untuk
mengatur hubungan pemerintah dengan rakyatnya. Ayat-ayat yang
mengatur masalah ini tercatat sekitar 10 ayat.
6. Hukum antar bangsa (internasional), yaitu hukum-hukum yang
mengatur hubungan antara Negara Islam dengan non-Islam, dan juga
tata cara pergaulan di dalamnya. Ayat-ayat yang mengatur masalah ini
tercatat sekitar 25 ayat.
7. Hukum ekonomi dan keuangan, yaitu hukum yang mengatur
kewajiban-kewajiban dan hak-hak antara si kaya dan si miskin, juga

8
mengatur sumber-sumber pendapatannya dan pembelanjaannya. Ayat-
ayat yang mengatur masalah ini tercatat sekitar 10 ayat.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa ketentuan-ketentuan


hukum dalam al-Qur’an sebagian besarnya disampaikan dalam bentuk
prinsip-prinsip dasar, umum, dan bersifat global, kecuali dalam beberapa
hal, seperti dalam masalah kaffarat dan hukum keluarga serta beberapa hal
yang lainnya.

4.2. Dalil Kedua : as-Sunnah

a. Pengertian as-Sunnah
Kata sunnah secara bahasa berarti “perilaku seseorang tertentu,
baik perilaku yang baik atau perilaku yang buruk”. Menurut istilah Ushul
Fiqh, Sunnah Rasulullah, seperti dikemukakan oleh Muhammad ‘Ajjaj al-
Khatib (guru besar hadits Universitas Damaskus), berarti segala perilaku
Rasulullah yang berhubungan dengan hukum, baik berupa ucapan
(Sunnah qauliyyah), perbuatan (Sunnah Fi’liyyah), atau pengakuan
(sunnah Taqririyah)”.

b. Kehujjahan as-Sunnah
Umat Islam sepakat bahwa apa saja yang datang dari Rasulullah
saw. baik ucapan, perbuatan dan taqrir membentuk suatu hukum, dengan
kata lain hukum-hukum yang ada pada as-sunnah adalah hukum yang ada
dalam al-Qur’an sebagai peraturan perundangan yang harus ditaati.
Kehujjahan as-Sunnah ini dapat dibuktikan sebagai berikut :
a. Adanya nash-nash al-Qur’an, yang dalam hal ini Allah
memerintahkan melalui ayat-ayat-Nya untuk taat kepada
Rasulullah saw. yang taat kepada Rasullullah ini berarti mentaati
kepada Allah swt. Alllah swt. berfirman :

       ……… 

9
Artinya : “Barang siapa yang mentaati Rasul itu, sesungguhnya
ia telah mentaati Allah”. (Q.S. an-Nisaa’ : 80)
b. Ijma’ para sahabat ketika Rasul masih hidup dan sepeninggal
beliau tentang keharusan taat kepada Rasulullah saw. atau sunnah
Rasul.
c. Di dalam al-Qur’an, Allah swt. telah mewajibkan kepada umat
manusia untuk melakukan sesuatu dengan lafazh yang ‘am, dan
yang menjelaskan keumuman tersebut adalah Rasuluyllah saw.
dengan sunnah qauliyah maupun amaliyah. Seperti ibadah shalat,
firman Allah :
    …..  ..…
Artinya : “......Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat.....”.
(Q.S. an-Nisaa’ : 77)

c. Pembagian Sunnah atau Hadits


Sunnah atau hadits dari segi sanadnya atau periwayatnya dalam
kajian Ushul Fiqh dibagi kepada dua macam, yaitu hadits mutawatir dan
hadits ahad.
Hadits Mutawatir ialah hadits yang diriwayatkan dari Rasulullah
oleh sekelompok perawi yang menurut kebiasaan individu-individunya
jauh dari kemungkinan berbuat bohong, karena banyak jumlah mereka dan
diketahui sifat masing-masing mereka yang jujur serta berjauhan tempat
antara yang satu dengan yang lain.
Hadits Ahad ialah hadits yang diriwayatkan oleh seseorang atau
lebih tetapi tidak sampai kebatas hadits mutawatir. Hadits Ahad terbagi
kepada tida macam, pertama hadits masyhur, yaitu hadits yang pada masa
sahabat diriwayatkan oleh tiga orang perawi, tetapi kemudian pada masa
tabi’in dan seterusnya hadits itu menjadi hadits mutawatir dilihat dari segi
jumah perawinya. Kedua, hadits ‘aziz, yaitu hadits yang pada satu periode
diriwayatkan oleh dua orang meskipun pada periode-periode yang lain
diriwayatkan oleh banyak orang. Contoh :

10
) ‫طلب العلم فريضة على كل مسلم ومسلمة ( رو اه البيهقى‬
Artinya : “Menuntut ilmu itu adalah merupakan kewajiban bagi tiap-tiap
orang Islam baik laki-laki atau perempuan”. (HR. al-Baihaqi)

Ketiga, hadits gharib yaitu hadits yang diriwayatkan orang perorangan


pada setiap periode sampai hadits itu dibukukan.

d. Fungsi Sunnah Terhadap Ayat-ayat Hukum


Secara umum fungsi sunnah adalah sebagai bayan (penjelasan)
atau tabyin (menjelaskan ayat-ayat hukum dalam al-Qur’an) seperti
ditunjukkan oleh 44 Surat an-Nahl :
     
      

Artinya : “Keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. dan Kami
turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat
manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka, dan supaya mereka
memikirkan”. (Q.S. an-Nahl : 44)

Ada beberapa fungsi as-sunnah terhadap al-Qur’an, diantaranya :


1. Menjelaskan isi al-Qur’an, antara lain dengan merinci ayat-ayat
global. Misalnya hadits fi’liyah (dalam bentuk perbuatan)
Rasulullah yang menjelaskan cara melakukan shalat yang
diwajibkan dalam al-Qur’an, demikian pula tentang masalah haji.
Di samping itu juga sunnah Rasulullah berfungsi utuk mentakhsis
ayat-ayat umum dalam al-Qur’an yaitu menjelaskan bahwa yang
dimaksud oleh Allah adalah sebagian dari cakupan lafal umum itu,
bukan seluruhnya.
2. Membuat aturan tambahan yang bersifat teknis atas suatu
kewajiban yang disebutkan pokok-pokoknya di dalam al-Qur’an.
Misalnya masalah li’an, bilamana seseorang menuduh istrinya

11
berzina tetapi tidak mampu mengajukan empat orang saksi
padahal istrinya itu tidak mengakuinya, maka jalan keluarnya
adalah dengan cara li’an. Li’an adalah sumpah empat kali dari
pihak suami bahwa tuduhannya benar dan pada kali yang kelima ia
berkata : “laknat (kutukan) Allah atasku jika aku termasuk ke
dalam orang-orang yang berdusta”. Setelah itu istri pula
mengadakan lima kali sumpah membantah tuduhan tersebut
sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah :

     


     
      
       
      
       
       
 
Artuinya : “6. Dan orang-orang yang menuduh isterinya
(berzina), padahal mereka tidak ada mempunyai saksi-saksi selain
diri mereka sendiri, maka persaksian orang itu ialah empat kali
bersumpah dengan nama Allah, sesungguhnya dia adalah
termasuk orang-orang yang benar.
7. dan (sumpah) yang kelima: bahwa la'nat Allah atasnya, jika dia
termasuk orang-orang yang berdusta.
8. Istrinya itu dihindarkan dari hukuman oleh sumpahnya empat
kali atas nama Allah Sesungguhnya suaminya itu benar-benar
termasuk orang-orang yang dusta.
9. dan (sumpah) yang kelima: bahwa laknat Allah atasnya jika
suaminya itu termasuk orang-orang yang benar”. (Q.S. an-Nur :
6-9)
Sehingga dengan li’an yang dilakukannya, suami lepas dari
hukuman qazaf (depalan puluh kali dera atas orang yang menuduh

12
lain berzina tanpa saksi) dan istripiun bebas dari tuduhan berzina
itu. Namun dalam ayat tersebut tidak dijelaskan apakah hubungan
suami istri antara keduanya masih lanjut atau terputus. Sunnah
Rasulullah menjelaskan hal itu yaitu bahwa diantara keduanya
dipisahkan buat selamanya. (HR. Ahmad dan Abu Daud)
3. Menetapkan hukum yang belum disinggung dalam al-Qur’an.
Contohnya : hadits riwayat al-Nasa’i dari Abu Hurairah bahwa
Rasulullah bersabda mengenai keharaman memakan binatang
buruan yang mempunyai taring dan burung-burung yang
mempunyai cakar sebagaimana disebutkan dalam hadits :

‫ كل ذى ناب من السباع فأكله‬: ‫عن أبى هريرة عن النبى ص م قال‬

) ‫حرام ( رو اه النسا ئى‬

Artinya : Dari Abu Hurairah, dari Nabi saw. bersabda : “Semua


jenis binatang buruan yang mempunyai taring dan burung yang
mempunyai cakar, maka hukum memakannya adalah haram”.
(HR. an-Nasa’i)

13
BAB V
KESIMPULAN

Dari penjelasan-penjelasan sebelumnya maka kami penulis dapat meresume dan


menyimpulkan beberapa kesimpulan, diantara kesimpulan-kesimpulan tersebut adalah :
1. Dalil adalah merupakan sesuatu yang dapat dijadikan bukti dengan sudut pandang
yang benar atas hukum syara’ mengenai perbuatan manusia, baik secara qath’i
maupun zhanni.
2. Sumber hukum Islam adalah al-Qur’an dan as-Sunnah, dua dalil ini juga disebut
dalil-dalil pokok hukum Islam karena keduanya merupakan petunjuk (dalil) utama
kepada hukum Allah.
3. al-Qur’an dan as-Sunnah disebut dalil yang paling pokok juga karena ada
kehujjahannya, yaitu :
a. al-Qur’an, yang menjadi hujjah bagi umat manusia, dan hukum-hukumnya
merupakan undang-undang yang wajib dipatuhi ialah karena al-Qur’an
diturunkan dari Allah secara qath’i dan kebenarannya tidak diragukan lagi,
dan tidak ada satupun makhluk yang mampu menirunya.
b. Dalam as-Sunnahpun demikian terdapat hujjah yang dibuktikan dengan
beberapa alasan :

14
 Adanya nash-nash al-Qur’an yang memerintahkan kepada umat Islam
untuk mentaati Rasulullah saw. karena dengan mentaati Rasulullah,
maka ini berarti mentaati Allah swt.
 Ijma’ para sahabat
 Sunnah juga berfungsi sebagai penjelas dan perinci tentang ayat-ayat
dalam al-Qur’an yang mujmal (umum)
4. Beberapa masalah yang terdapat di dalam al-Qur’an adalah secara garis besar yang
disampaikan dalam bentuk prinsip-prinsip dasar, umum, dan bersifat global, kecuali
dalam beberapa hal tertentu.

DAFTAR PUSTAKA

Depertemen Agama RI (al-Jumanatul ‘Ali), Al-Qur’an dan Terjemahannya, Bandung :


CV. Penertbit J-Art, 2005

Effendi, Satria, Ushul Fiqh, Jakarta : Kencana, 2008, Cet. II

Effendi, Satria, Pengantar Ushul Fiqh dan Ushul Fiqh Perbandingan, Jakarta : Pustaka
Hidayah, 1993, Cet. I

Khallaf, Abdul Wahhab, Ilmu Ushul Fiqh, Bandung : Gema Risalah Press, 1996, Cet. II

15
CURRICULUM VITAE

Nama : M. Akhi Yusuf

Alamat : Jl. Asrama Zeni AD No. 62

Lubang Buaya, Jakarta Timur

Tempat dan Tanggal Lahir : Lampung, 04 Maret 1990

Semester : III (Tiga)

Jurusan : PAI (Pendidikan Agama Islam)

16
17

You might also like