Professional Documents
Culture Documents
I.1. Pengantar
Analisis sayatan tipis batuan dilakukan karena sifat-sifat fisik, seperti tekstur,
komposisi dan perilaku mineral-mineral penyusun batuan tersebut tidak dapat
dideskripsi secara megaskopis di lapangan.
Contoh batuan-batuan tersebut adalah:
1. Batuan beku yang bertekstur afanitik atau batuan asal gunungapi
2. Batuan sedimen klastika berukuran halus, seperti batugamping,
batupasir, napal, lanau, fragmen batuan dan lain-lain
3. Batuan metamorf: sekis, filit, gneis dan lain-lain
Jadi mineralogi optis adalah suatu metode yang sangat mendasar yang berfungsi
untuk mendukung analisis data geologi. Untuk dapat melakukan pengamatan secara
optis atau petrografi diperlukan alat yang disebut mikroskop polarisasi. Hal itu
berhubungan dengan teknik pembacaan data yang dilakukan melalui lensa yang
mempolarisasi obyek pengamatan. Hasil polarisasi obyek selanjutnya dikirim
melalui lensa obyektif dan lensa okuler ke mata (pengamat). Ada beberapa jenis
mikroskop polarisasi, yaitu mikroskop terpolarisasi binokuler (Gambar I.1.a) dan
trilokuler (Gambar I.1.b), baik non-digital maupun yang digital (Gambar I.2-3).
a b.
1
Gambar I.1. Kiri: Bagian-bagian dari mikroskop polarisasi binokuler secara garis
besar (sumber ZEISS, 1961). Kanan: Bagian-bagian dari mikroskop
polarisasi trilokuler secara garis besar (sumber ZEISS, 1961).
Lampu terpisah dari mikroskup. Sinar lampu dipantulkan melalui cermin (mirror)
lalu dilanjutkan ke lensa polarizer. Sinar menembus obyek yang diletakkan di atas
meja obyektif. Sinar membawa data dari obyek (sayatan tipis) dikirimkan ke lensa
obyektif, ditangkap oleh okuler dan diterima mata.
Gambar I.2. Mikroskup digital dengan layar video; data pengamatan sayatan tipis
dikirim ke layar LCD dan dapat disimpan di dalam hard disk.
2
Gambar I.3. Mikroskup polarisasi binokuler digital dengan layar video yang lain
(kiri) dan mikroskup polarisasi standar yang kini tersimpan di
laboratorium Geologi ISTA (kanan).
I.2. Bagian-Bagian dari Mikroskup Polarisasi
(a) Lensa Ocular (eye piece; Gambar I.5)
Yaitu lensa dengan perbesaran yang biasanya mencapai 10x. Lensa ini berhubungan
langsung dengan mata saat mengamati sayatan tipis batuan di bawah mikroskup.
Dalam lansa ini terdapat benangsilang yang dapat membantu menentukan posisi
utara-selatan (U-S) dan timur-barat (T-B). Benang silang juga sering digunakan
untuk mengetahui sudut pemadaman suatu mineral, apakah miring atau tegak lurus.
Perbesaran dari obyek sayatan tipis di atas meja obyektif (gambar samping)
dihasilkan dari perbesaran okuler dan lensa obyektif (gambar bawah). Contoh: jika
sayatan tipis dilihat dengan menggunakan lensa obyektif dengan perbesaran tertulis
4X, dan okuler 10X, maka memiliki perbesaran total 40X.
3
Lensa okuler lensa obyektif
Gambar I.4. Lensa okuler dan lensa obyektif yang terdapat dalam mikroskup
polarisasi.
4
Gambar I.6. Prisma nikol, lensa obyektif dan lensa okuler pada mikroskup
polarisasi.
5
• Meja ini terletak di atas polarizer dan di bawah lensa obyektif
• Merupakan tempat meletakkan sayatan tipis untuk diamati
• Pada meja dilengkapi dengan sekala besaran (mikrometer) yang melintang
meja dan koordinat sumbu hingga 360O
• Bagian pusat meja harus satu garis dengan pusat optis dari tube.
• Centering dilakukan dengan memutar scroll (screws), centring 90o berada
di bawah tube.
• Setelah posisinya centering, sayatan tipis diletakkan di atas meja obyektif,
agar tidak bergeser-geser maka dapat dijepit dengan kedua penjepit.
• Meja obyektif dapat dinaik-turunkan sesuai dengan kebutuhan dan posisi
sentringnya
• Kini, mikroskop modern telah dilengkapi monitor LCD
Pembacaan akan dapat dilakukan jika salah satu sisi kristal sejajar dengan benang
silang kanan-kiri, selanjutnya meja obyektif diputar sampai benang silang yang lain
sejajar dengan arah lain dari meja obyektif tetapi berlawanan dengan center-nya.
6
Benang
silang
Gambar I.7. Benang silang yang terdapat pada lensa okuler dalam mikroskup
polarisasi.
7
• Untuk obyektif yang memiliki power rendah, maka focal length-nya di atas
13 mm dan perbesarannya kurang dari 15 x; untuk power menengah focal
length antara 12- 5 mm dan perbesarannya 40 x; dan power tinggi focal
length kurang dari 4,5 mm dan perbesarannya mencapai 40 x.
• Lensa obyektif yang sering digunakan adalah yang berukuran 3 dan 7 mm
• Dalam satu sayatan tipis sering terdiri atas suatu seri bidang yang saling
menumpang, dan hanya salah satunya saja yang dapat diamati.
• Dalam lens obyektif low-power, dapat dilihat obyek yang menumpang
bidang yang berbeda lainnya, tetapi dengan lensa high-power hal itu tidak
mungkin dilakukan.
• Tingkat kecerahan (brightness) dari image akan meningkat jika hitungan
aperturenya dapat diketahui dalam luasan pesegi.
8
• Pada penggunaan alat ini, juga dilengkapi dengan tabel warna interference
(Gambar I.8).
(k) Mikrometer
9
• Berfungsi untuk mengukur jarak dalam sekala yang sempit, contoh:
diameter mineral.
• Terletak di atas meja obyektif.
• Pada pembacaan langsung dalam meja obyektif, sekala dalam ratusan mm.
• Jadi, dalam suatu pengamatan sayatan tipis dapat diketahui seberapa ratus
mm dalam suatu divisi kristal.
• Agar familier dalam penggunaannya, siswa dapat membuat sendiri
mikrometer tersebut
Adjustment screw
Gambar I.9. Adjustment screw, mikrometer dan prisma nikol
Latihan Soal
Gambarkan penggunaan alat ini
Tentukan bagian-bagiannya dan fungsi masing-masing
Letakkan sehelai rambut di atas meja obyektif dan amati secara fokus
struktur dan tekstur rambut tersebut
11
12
BAB II. SIFAT OPTIS MINERAL PADA PENGAMATAN NIKOL SEJAJAR
II.1. Relief
Relief adalah sifat optis mineral atau batuan yang menunjukkan tingkat / besarnya
pantulan yang diterima oleh mata (pengamat). Semakin besar sinar yang
dipantulkan atau semakin kecil sinar yang dibiaskan oleh lensa polarisasi, maka
makin rendah reliefnya, begitu pula sebaliknya. Jadi, relief mineral berhubungan
erat dengan sifat indek biasnya; Ngelas < Nobyek. Relief kadang-kadang juga
diimplikasikan oleh tebal-tipisnya sayatan. Sayatan yang telah memenuhi
standarisasi, tentunya memiliki relief yang standar juga, sehingga besarnya tertentu.
Relief mineral dapat digunakan untuk memisahkan antara batas tepi mineral yang
satu dengan yang lain. Suatu batuan yang tersusun atas berbagai macam mineral
yang berbeda, masing-masing mineral tersebut tentunya memiliki sifat optis yang
berbeda pula. Jadi, kesemua itu akan membentuk relief; ada yang tinggi, sedang
atau rendah (Gambar II.1). Pada prinsipnya; kaca / air / udara memiliki indeks bias
sempurna, sehingga memantulkan seluruh sinar yang menembusnya. Namun, suatu
mineral memiliki indeks bias yang lebih rendah dibandingkan kaca / air / udara,
sehingga reliefnya lebih tinggi.
13
Bandingkan indeks bias yang dipantulkan oleh mineral dengan indeks bias yang
dipantulkan oleh kanada balsam. Kanada balsam memantulkan seluruh sinar yang
menembusnya. Mineral menyerap sebagian sinar dan memantulkannya sebagian.
Makin tidak berwarna sinar yang dipantulkan makin besar, sehingga reliefnya
makin rendah.
relief tinggi
relief rendah
14
Gambar II.1. Sifat optis relief tinggi pada mineral olivin (atas) dan relief rendah
(bawah) yang diamati pada posisi nikol sejajar
II.2. Pleokroisme
Yaitu sifat penyusupan mineral anisotropic dalam menyerap sinar mengikuti sistem
kristalografinya. Ditunjukkan oleh beberapa kali perubahan warna kristal setelah
diputar hingga 360O. Dapat diamati pada posisi terpolarisasi maupun nikol sejajar.
Mineral uniaxial disebut dichroic: dua warna yang berbeda dari vibrasi sinar yang
parallel terhadap sumbu vertikal dan sumbu dasar. Mineral biaksial: trichroic, 3
perubahan warna berhubungan dengan 3 sumbu elastisitas utama. Ct: horenblende
pleokrois kuat dan piroksen tak-pleokrois
a.
15
b.
Gambar II.2. a: warna interferensi biotit sejajar sumbu C; Pleokroisme biotit
berwarna coklat kekuningan Orde 1. b. pleokroismenya pada sudut
putaran 90O ; Pleokroisme biotit berwarna coklat gelap Orde I
16
Px: subhedral
Px: subhedral
Px: euhedral
Px: anhedral
Gambar II.3. Gambar atas: bentuk kristal subhedral pada piroksen dan anhedral
pada horenblenda dan gambar bawah: bentuk kristal euhedral,
subhedral dan anhedral pada mineral piroksen (HBL: horenblenda
dan Px: piroksen).
Bentuk mineral tidak harus sama dengan bentuk kristal. Bentuk mineral adalah
bentuk secara fisik, seperti takteratur (irregular), memanjang, prismatik, fibrous,
membulat dan lain-lain (Gambar II.4). bentuk-bentuk mineral tersebut tidak
17
berhubungan dengan tingkat kristalisasinya. Bentuk mineral secara sempurna dapat
mengikuti bentuk pertumbuhan kristalnya, namun tidak dapat digunakan sebagai
parameter tingkat kristalisasi.
acicular
anhedral/irregular
bladed
blocky
elongate
euhedral
fibrous
prismatic
rounded
tabular
II.5. Belahan
Belahan adalah sifat mineral yang berhubungan dengan sistem kristalnya juga. Pada
umumnya, suatu mineral memiliki bentuk kristal dari suatu sistem kristal tertentu,
sesuai dengan pertumbuhan kristalnya. Pertumbuhan kristal sendiri dibentuk /
dibangun oleh susunan atom di dalamnya. Dengan demikian, sisi-sisi susunan atom-
atom tersebut menjadi lebih lemah dibandingkan dengan ikatannya. Hal itu
berpengaruh pada tingkat kerapuhannya. Saat mineral mengalami benturan /
terdeformasi, maka pecahannya akan lebih mudah mengikuti arah belahannya.
18
Belahan lebih mudah diamati pada posisi nikol sejajar tetapi beberapa mineral juga
dapat diamati pada posisi nikol silang. Tidak semua belahan mineral dapat diamati
di bawah mikroskup, contoh: kuarsa dan olivin (Gambar II.5). Tetapi, sebenarnya
keduanya memiliki pecahan yang jelas. Kuarsa, secara megaskopis memiliki
pecahan konkoidal (seperti kaca) akibat bentuk kristalnya yang bipiramidal, namun
di bawah mikroskup belahan konkoidal-bipiramidal sulit dapat diamati. Olivin
kadang-kadang menunjukkan belahan dua arah miring, namun karena bentuknya
yang membotol, jadi sulit diamati juga di bawah mikroskup.
a.
b.
Gambar II.5. a. Contoh mineral dengan susunan acak (belahan tidak jelas) atau
tanpa belahan: olivin; b. Contoh mineral kuarsa tanpa belahan
19
o belahan jelas 1 arah: kelompok mika
o belahan jelas 2 arah: piroksen dan amfibol
o mineral dengan sudut belahan 2 arah membentuk perpotongan
dengan sudut 60°/120°: amfibol / horenblende (Gambar II.6 atas) dan mineral
dengan sudut belahan dua arah membentuk sudut 90° piroksen (Gambar II.6
bawah)
90O
120°
60°
miring
90O
Gambar II.6. a. Belahan jelas pada dua arah miring; b. Belahan kurang jelas pada
dua arah dengan sudut 90O
20
Tugas Latihan:
1. Sebutkan sifat-sifat optis meineral! Apa hubungan antara sifat optis mineral
dengan sistem kristal?
2. Merangkum macam-macam mineral dengan sifat-sifat optisnya; sumber data
bebas, boleh dari internet atau text book. Tugas wajib: komponen mineral-
mineral dalam deret reaksi Bowen, selengkap-lengkapnya dan dijilid serapi-
rapinya.
21
BAB III. SIFAT OPTIS MINERAL PADA POSISI NIKOL SILANG
Pengamatan nikol silang dilakukan jika sayatan berada pada diagonal sumbu C,
yaitu dengan memasang prisma polarisasi bagian atas. Sifat-sifat optis mineral yang
diamati pada posisi nikol silang adalah birefringence (interference ganda), twinning
(kembaran): tipe kembaran dan arah orientasinya dan sudut gelapan: sejajar / miring
pada sudut berapa.
Standardisasi sayatan tipis memiliki ketebalan 0,03 mm. Dalam sayatan tipis,
interference mineral harus dapat diamati, yang hanya dapat dalam sayatan tipis 0,03
mm. Ct. warna interference kuarsa terrendah berada pada orde pertama putih (abu-
abu) atau mendekati warna kuning orde I. Warna interference dapat dilihat dari
posisi horizontal sayatan. Setelah warna interference diketahui, pengamatan
dilanjutkan melalui garis diagonalnya hingga didapatkan sifat birefringence (BF).
Dari posisi birefringence, dengan meluruskan ke bawah melalui garis diagonal ke
perpotongannya, akan diketahui ketebalan standarnya, apakah lebih tebal atau tidak
dari 0,03 mm. Orde warna interference dan birefringence menggunakan tabel warna
Michel-Levy (Gambar III.1).
Birefringence ditentukan dari refraksi ganda pada pantulan sinar maximum (warna
orde tertinggi). BF dapat dilihat jika posisi sayatan berada pada sudut pemadaman
45O terhadap nikol. BF dapat digunakan (bertujuan) untuk menguji ketebalan
sayatan kristal. Sifat BF mineral dapat dilihat pada tabel sifat-sifat mineral (Bloss,
1961; Kerr, 1959; Larsen and Berman, 1964; Rogers and Kerr, 1942) yang disertai
dengan perubahan antara indeks refraksi tertinggi dan terrendahnya.
Sifat difraksi maximum biasanya juga dapat diperikan dalam sifat ini. Jika obyek
memiliki belahan jelas atau bentuk kristalnya terorientasi pada keping gelas
dasarnya, beberapa partikel harus disusun ulang hingga berorientasi baru, yaitu
dengan membuka cover glass dan mineral didorong secara horizontal. Birefringence
secara relatif sama pada setiap kelompok (kelas) mineral yang sama, ct. piroksen,
22
amfibol dan plagioklas. Indeks refraksi dan warna mungkin berbeda di antara satu
kelompok mineral, namun warna BF-nya hampir sama.
23
24
25
Gambar III.2. Warna interferene maksimum yang dapat dilihat setelah lensa
Bertrand (keping/prisma gips) dipasang
26
Nikol silang sebelum Gips dipasang setelah Gips dipasang
Gambar III.3. Contoh warna birefringence kuarsa pada sudut pemadaman diputar
45o
setelah didapatkan warna BF 1, lalu putar meja obyektif dan kristal pada sudut 90 o
® Ngyp || nxl (D masih = 100 nm)
Ngyp || nxl ® PENGURANGAN
Sinar kristal yang parallel terhadap Ngyp dimajukan oleh gips
100nm dan dihambat oleh keping gypsum 550mm ® maka kristal
berada pada 450nm di belakang
Warna BF menjadi 1o orange
27
N
Gambar III.4. Contoh warna birefringence kuarsa pada posisi sudut pemadaman
mineral 90o
Latihan:
Deskripsikan warna BF mineral-mineral dalam sayatan tipis di bawah:
28
Gambar III.5. Warna birefringence plagioklas pada berbagai kedudukan sudut
pemadalam dalam suatu sayatan tipis
Yaitu sifat yang ditunjukkan oleh mineral akibat pertumbuhan bersama kristal saat
pengkristalannya. Berbentuk kisi-kisi yang dibentuk oleh orientasi pertumbuhan
kristalografi. Sifat ini dapat diamati pada posisi pengamatan nikol silang.
Berhubungan dengan sifat pemadamannya.
Bentuk Kembaran berhubungan dengan bentuk simetri dari dua atau lebih bagian-
bagian (bayangan kembar, sumbu rotasi). Macam-macam kembaran:
1) Refleksi (berbentuk bidang kembar); Ct: model kembaran gypsum “fish-
tail”, 102 dan 108
2) Rotasi dengan memutar meja obyektif (biasanya 180o) memiliki bentuk
kembaran sumbu: normal parallel. Ct: kembaran carlsbad, model 103
3) Inversi (kembaran ke pusat)
29
Kembaran Multiple (> 2 segmen memiliki kesamaan sifat optis yang
terulang)
Kembaran Cyclic - kembaran berulang yang bidang-bidang
kembarannya tidak parallel; ct: kembaran polisintetik Albite pada
plagioklas (Gambar III.6).
Jenis-jenis kembaran lain yang umum dijumpai dalam beberapa mineral adalah:
• Kembaran Albit: terbentuk oleh pertumbuhan bersama feldspar plagioklas
dengan sistem kristal: Triclinic; merupakan kembaran yang umum dijumpai
pada plagioklas pada 010
30
Posisi nikol silang diputar 90o
Gambar III.6. Kembaran Polisintetik Albit pada Plagioklas
31
Gambar III.8. Kembaran sederhana pada Clinopiroksen (augite) posisi {100}
Gambar III.9. Kembarran sederhana Carlsbad, Polisintetik albit dan Pericline pada
Plagioklas
32
Adalah fungsi hubungan orientasi indikatrik dan orientasi kristalografik. Mineral
anisotropik menunjukkan gelapan pada posisi nikol silang dengan rotasi tiap 90O.
Gelapan muncul ketika kedudukan salah satu vibrasi sejajar polarizer bawah.
Dampaknya adalah seluruh sinar datang ditahan oleh polarizer atas sehingga tidak
membentuk getaran. Seluruh sinar yang melalui mineral terserap pada polarizer
atas, dan mineral terlihat gelap. Pada putaran posisi 45°, komponen maximum dari
sinar cepat dan sinar lambat mampu dirubah menjadi vibrasi pada polarizer atas.
Hanya perubahan warna interference saja yang menjadi lebih terang atau lebih
gelap saja, warna sebenarnya tidak berubah.
Banyak mineral secara umum membentuk butiran memanjang dan dengan mudah
dikenali kedudukan belahannya, ct. biotit, horenblenda, plagioklas. Sudut
pemadaman adalah sudut antara panjang atau belahan mineral dan kedudukan
vibrasi mineral. Nilai sudut pemadaman masing-masing mineral bervariasi
mengikuti arah orientasi butirannya.
Tipe Pemadaman
Pemadaman Parallel; Mineral menjadi gelap ketika belahannya atau
sumbu panjang searah terhadap salah satu benang silangnya. Sudut
pemadaman (EA) = 0°; contoh:
Orthopiroksen dan Biotite
Pemadaman Miring; mineral gelap ketika belahan membentuk sudut
dengan benang silang, (EA) > 0° ; contoh:
Klinopiroksen dan Horenblenda
Pemadaman Simetri; mineral menunjukkan belahan 2 arah atau dua
perbedaan muka kristal---- memungkinkan untuk mengukur dua sudut
gelapan antara masing-masing belahan atau muka dan kedudukan vibrasi.
Jika 2 sudut sama maka akan dijumpai pemadaman simetri, (EA1 = EA2);
contoh:
Amfibol dan Kalsit
Tanpa belahan: mineral yang tidak memanjang atau tidak memperlihatkan
belahan yang mencolok, akan memberikan pemadaman setiap diputar 90°,
tetapi tidak dapat diukur sudut pemadamannya; contoh:
33
Kuarsa dan olivin
a. Pemadaman Paralel
• semua mineral uniaxial menunjukkan pemadaman parallel
• mineral-mineral orthorhombik menunjukkan pemadaman parallel (hal itu
karena sumbu kristal dan sumbu indicatrik serupa)
c
Z
c=Z
nε
nω
a=X
b=Y
b
Y
a
Pemadaman paralel X Pemadaman miring
Gambar III.10. Ilustrasi pemadaman paralel (kiri) dan pemadaman miring (kanan)
34
Pemadaman orthopiroksen
X
PPL
N
Sudut
pemadaman
35
BAB IV. PENGAMBILAN CONTOH BATUAN
Jika tujuan pengamatan adalah untuk mengetahui sifat optis mineral, komposisi dan
sifat fisik batuannya, maka diperlukan contoh batuan yang segar. Ciri-ciri batuan
yang segar adalah:
• Warnanya segar, tidak dijumpai warna alterasi (lapuk). Contoh: andesit dan
diorit berwarna abu-abu terang-agak gelap; warna lapuk keputih-putihan,
kemerah-merahan, kekuning-kuningan atau kecoklat-coklatan. Warna segar
dasit abu-abu agak keunguan; warna lapuk abu-abu terang bintik-bintik
hijau, putih dan merah. Batupasir kuarsa segar warna putih dengan butiran-
butiran transparan; warna lapuk putih terang agak kecoklatan hingga
kekuningan. Batugamping dolomit warna segar abu-abu kemerahan cerah
dengan pecahan tajam dan sangat keras; warna lapuk abu-abu kekuningan-
kecoklatan (merah bata) dengan pecahan tumpul dan mudah hancur.
• Jika dipukul berbunyi “cling”; batuan yang lapuk jika dipukul berbunyi
“bug” atau “blug”; pada batuan beku luar (bersifat gelasan) batuan yang
segar sangat keras tetapi lebih mudah pecah, pecahannya runcing-runcing
tajam, tetapi batuan yang lapuk tidak tajam feldsparnya (putih)
mengembang sehingga ukurannya menjadi lebih besar.
• Tidak terdeformasi, massif (inti lava / intrusi); batuan yang segar tidak
dijumpai rekahan-rekahan baik akibat deformasi saat pembekuan,
36
pembebanan, tektonik maupun pelapukan; usahakan mengambil batuan
yang betul-betul masif (tak-terdeformasi).
37
mikrotektonik, maka contoh harus ditandai arah pengambilannya (N …. O E)
dan arah pemotongan yang diinginkan
• Lapuk; saran: sebaiknya jika tidak ada singkapan lain dicari batuan
yang paling masif; kecuali jika tujuan pengamatan batuan adalah untuk
mengetahui tingkat pelapukan.
• Tidak insitu : bongkah yang tidak jelas asalnya (Gambar IV.2 kiri);
kecuali jika telah jelas dketahui asalnya dari mana dan kondisinya segar.
Saran: lakukan pengambilan bongkah hanya di daerah quarry yang sedang
digali
38
Pengambilan contoh batuan juga dapat dilakukan pada inti bor:
1. Pilih batuan yang paling segar
2. Jangan mengambil bagian kontak (ditunjuk pena), karena ada kemungkinan
mengandung fragmen lain (batuan yang lebih tua atau lebih muda) dan
biasanya tidak segar
Gambar IV.3. Contoh batuan yang diambil dari inti bor; yaitu pada bagian yang
paling segar (dilingkari), bukan pada bagian yang ditunjuk pena
39
Gambar IV.4. Contoh diorit yang direkomendasikan untuk penyayatan (segar dan
masif)
Contoh batuan yang telah di dapatkan dari lapangan dilabeli, meliputi no lokasi
pengambilan, tahun pengambilan dan kode tujuan pengambilan. Untuk contoh yang
ditujukan untuk analisis petrografi dengan tujuan pengamatan tertentu, diberi tanda
khusus seperti arah penyayatan, posisi utara / timur dan kode-kode pendukung yang
lain.
40
Gambar IV.5. Contoh diorit yang telah dipotong berukuran 10-15x10x2,5 cm,
pemotongan bertujuan untuk menghilangkan bagian yang lapuk.
Gambar IV.6. Contoh diorit yang telah disayat berukuran 4x2,5x0,003 cm dan
dipoles selanjutnya ditempelkan di atas gelas obyek, dan ditutup
dengan gelas penutup (deg glass). Sayatan siap untuk dianalisis.
Tugas: Membuat sayatan tipis batuan; dibagi menjadi 3 kelompok: batuan beku,
sedimen dan metamorf !
41
BAB V. SIFAT-SIFAT OPTIS MINERAL PLAGIOKLAS
Gambar V.1 adalah sifat-sifat secara fisik mineral plagioklas, terdiri dari albit,
oligoklas, andesin, bitownit, labradorit dan anortit.
• Belahan : [001] baik, [010] baik
• Warna: putih, abu-abu, putih kebiruan, putih kemerahan dan putih
kehijauan.
• Density: 2,61 – 2,76, rata-rata = 2,68
• Diaphaniety: Transparent sampai translucent
• Pecahan: Brittle – umumnya mirip dengan gelas dan mineral-mineral
non-metallik.
• Perlakuan: Massive - Granular – banyak dijumpai dalam granit dan
batuan beku lainnya.
• Kekerasan: 6-6,5 - Orthoclase-Pyrite
42
• Luminescence: Non-fluorescent.
• Luster: Vitreous (Glassy)
• Streak: putih
albit
albit anorthite
andesine
labradorit
bitownite
oligoclase
oligoclase
Gambar V.1. Sifat-sifat fisik mineral plagioklas dari anorthit hingga albit
(www.webminerals.com/specimens)
43
Gambar V.2 adalah mineral plagioklas dalam sayatan tipis
1. Metode Michel-Levy
Ditentukan dengan berdasarkan besarnya sudut pemadaman yang dibentuk
oleh kembaran albit dalam plagioklas
44
Kembaran albit memiliki bidang (010) dalam kembaran polysynthetik
Prosedurnya adalah:
1. Pertama-tama tentukan kembaran polisintetik pada bidang (010), tegak
lurus terhadap meja obyektif mikroskup (pada sumbu vertikal).
• Perilaku kristal dapat diidentifikasi dengan memfokuskan bidang
kembaran lamelae gelap maksimum, selanjutnya diputar perlahan
untuk mencari gelap maksimum / terang maksimum berikutnya.
• Jika bidang kembaran pada kedudukan vertikal (sejajar sb C), maka
akan terlihat sama.
• Jika bidang kembaran pada kedudukan miring (membentuk sudut
dengan sb. C), maka akan nampak bergerak dari sisi yang satu ke sisi
yang lain, seakan-akan pada bidang/bagian sayatan yang lain.
2. Selanjutnya putar kembali bidang kembaran ke arah utara-selatan.
3. Putar meja obyektif berlawanan arah jarum jam hingga garis-garis
kembaran albit pada kondisi gelap maksimum, dan catat sudut putarannya.
4. Teliti kembali sudut putaran tersebut, dengan mengukur sudut sinar cepat
(fast ray) dengan memutar meja obyektif 45o searah jarum jam dari posisi
awalnya. Pada kondisi sinar cepat (fast ray), kristal berwarna kuning orde I.
5. Putar kembali bidang kembaran pada arah orientasi utara-selatan.
6. Putar meja obyektif searah jarum jam, hingga lamelae gelap maksimum,
catat kembali sudut putarannya; jika kedua hasil pencatatan sudut putaran
bidang kembaran memiliki perbedaan ~ 4o, maka hitung rata-ratanya.
7. Ulangi prosedur nomor (6-10) untuk mendeterminasi sudut gelapan
maksimum.
8. Gunakan sudut gelapan maksimum untuk mengetahui jenis plagioklasnya
dengan menggunakan diagram Michel-Levy
45
Gambar V.3. Kembaran polisintetik albit pada plagioklas yang akan digunakan
sebagai dasar untuk mengetahui jenis plagioklasnya menggunakan
metode Michel-Levy
1. Pada Gambar V.3 kiri; meja obyektif telah diputar berlawanan arah dengan
jarum jam, sehingga nampak kembaran polisintetik albit. Sudut kembaran
didapatkan 24,9o.
2. Pada gambar kanan nampak kristal yang sama setelah diputar searah jarum
jam hingga lamelae gelap maksimum, didapatkan sudut gelapan 26,2o.
3. Diketahui, bahwa selisih dari kedua data sudut gelapan adalah 2o, sehingga
dapat menggunakan metode Michel-Levy untuk mengetahui jenis
plagioklasnya. Sudut pemadaman rata-rata 25,55o.
4. Plot besarnya sudut pemadaman tersebut pada sumbu vertikal diagram
Michel-Levy, dan ketahui nama mineralnya dengan menarik secara
lateralnya hingga memotong garis lengkung (Gambar V.4). Didapatkan
nilai An-44, sehingga nama mineralnya andesin.
• Untuk plagioklas dari batuan beku plutonik, kurva suhu rendah
(garis tegas) didapatkan An-44: Andesin
• Untuk batuan vulkanik, berlaku kurva suhu tinggi (garis putus-
putus), didapatkan angka An-38: Andesin
Michel-Levy Diagram
46
Albit (An-0-10)
Oligoklas (An-10-30)
Andesin (An-30-50)
Labradorit (An-50-70)
Bitownit (An-70-90)
Anortit (An-90-100)
Gambar V.5. Kembaran Carlsbad pada mineral plagioklas; sisi kanan garis
kuning memiliki kembaran polisintetik dan sisi kiri kembaran
sederhana Carlsbad.
1. Reverse zoning (zoning terbalik) tersusun atas mineral yang makin ke dalam
(inti) makin kaya An-.
2. Oscillatory Zoning; zoning yang terbentuk dari osilasi repetitif bersekala
halus, antara 1-2 sampai 20-25 mol % An.
3. Discontinuous Zoning; suatu runtunan zona-zona lembut yang konsentris
(secara tak-menerus) dengan komposisi mol % An berubah (10-30 mol %
An) dari inti ke luar rim.
4. Sector Zoning; zoning yang terletak pada tepian-tepian orientasi
kristalografi dengan komposisi yang berbeda pada masing-masing
sektornya.
5. Patchy Zoning; zoning secara lokal dalam beberapa bagian mineral, tanpa
mengikuti sistem kristalografinya.
48
a. Reverse zoning b. Reverse zoning dan sector zoning
c. Sektor zoning
Gambar V.7. Beberapa contoh struktur zoning pada mineral plagioklas
49
BAB VI. SIFAT-SIFAT OPTIS PADA MINERAL-MINERAL UNCONTINUS
FORM BIAKSIAL
a) Komposisi Kimia
Terdiri dari tiga mineral dengan komposisi kimia:
Forsterite = Mg2SiO4
Olivine (Chrysolite) = (Mg,Fe)2SiO4
Fayalite = Fe2SiO4
Olivin jarang / tidak pernah ditemukan dalam batuan beku intermediet.
Mineral Tephroite (Mn2SiO4), merupakan seri Forsterite.
Komposisi: Magnesium iron silicate, seri magnesium Forsterite, seri menengah
Chrysolite), dan seri fero Fayalite.
b) Sifat-Sifat Fisik
Warna: hijau-oliv, kuning-hijau, hijau terang, hijau, hijau-coklat, abu-abu
Pertumbuhan dan bentuk kristal: orthorombik, prismatik. Ditemukan
sebagai butiran, dalam agregat padatan dan massa yang terrekahkan.
Transparansi Transparan sampai translucent
Specific Gravity 3,2 – 4,2
Luster Vitreous
50
Belahan 2,1 ; 3,1- membentuk sudut 90º ; pecahan: Conchoidal
Pecahan Brittle
Tipe Lokasinya:
1. Peridotit Olivin dari St. Johns Island (Zebirget), Laut Merah (Mesir),
Mogok (Myanmar), Burma; Soppat, Kohistan, Pakistan; Pegunungan Ural
(Russia); Snarum, Norway; Mt. Vesuvius (Italy); dan daerah Eifel (Jerman)
2. San Carlos (San Carlos Indian Reservation), Gila dan Graham, Arizona.
3. Butiran yang lebih besar dijumpai di Fort Defiance (Buell Park dan Garnet
Ridge),
d) Klasifikasi Olivin
51
Merupakan mineral jenis Orthosilikat – SiO4
Rumus kimia umum – (Mg,Fe)2SiO4
Terdiri dari 2 kelompok:
Forsterite – Mg2SiO4
Fayalit – Fe2SiO4
Pembentukannya di alam mengikuti diagram fasa Gambar VI.1.
Ditemukan dalam basalt dan gabbro, serta dalam batuan metamorf
ekuivalennya terutama batuan ultramafik dan marmer
Teralterasi menjadi serpentin
Karena komposisi olivin bervariasi, maka sifat fisik dan optisnya pun juga
berbeda
52
Belahan sangat buruk, tidak terlihat pada sayatan tipis sehingga tidak dapat
menghubungkannya dengan sumbu indikatrik kristalografinya
Indeks refraksi:
Forsterit Fayalit
nα 1.636 1.827
nβ 1.651 1.869
nγ 1.669 1.872
Gambar VI.2. Olivin dalam sayatan tipis pada posisi nikol silang dan warna BF-
nya
53
Gambar VI.3. Fayalit dalam sayatan tipis pada posisi nikol silang dan warna BF-
nya
VI.3. Sifat-Sifat Optis Piroksen
a) Sifat umum
• Merupakan mineral inosilikat (single chain) – Si2O6
• Memiliki dua kelompok besar, yaitu Orthopiroksen (Orthorhombik;
Piroksen miskin Ca) dan Klinopiroksen (Monoklinik; Piroksen kaya Ca)
• Keduanya memiliki sifat fisik, optis, kimia dan lingkungan
pembentukan yang berbeda
54
Gambar VI.4. Diagram klasifikasi mineral piroksen berdasarkan kandungan Ca, Fe
dan Mg
55
Gambar VI.5. Klasifikasi Ortopiroksen berdasarkan derajad kristalisasinya
Bentuk Kristal
Euhedral biasanya prismatik gemuk
Jika disayat memotong sumbu c memiliki 4 atau 8 sisi dengan belahan dua
arah membentuk sudut 90°
Jika disayat memanjang sejajar sumbu c memiliki belahan searah
Sayatan memotong sumbu c
memperlihatkan: dua belahan 90° dan pemadaman simetri
56
Gambar VI.6. Bentuk kristal dan belahan mineral Ortopiroksen
57
Miskin En tak berwarna, tetapi dengan penambahan Fe, warnanya menjadi
bervariasi
OPX kaya Fe pleochroisme
X = pink, coklat dan kuning pucat
Y = krem-coklat muda, kuning, kuning pinky
Z = hijau muda dan hijau keabu-abuan
58
Memotong sumbu c Memotong sumbu a Memotong sumbu b
(2) Klino-Piroksen
Komposisi kimia: ABSi2O6
Mineral A B
Diopside Ca2+ Mg2+
Hedenbergite Ca2+ Fe2+
Jadeite Na+ Al3+
Acmite Na+ Fe3+
Spodumene Li+ Al3+
Melimpah pada batuan beku ultra basa dan batuan metamorf tingkat
menengah-tinggi
59
Gambar VI.9. Warna interference, pleokroisme dan birefringence Pigeonit
(klinopiroksen miskin Ca)
60
Orientasi optis X^a = +3 sampai -19°, Y = b, Z^c = +12 sampai +34°,
bidang optis = (010)
Sayatan sejajar sumbu c memiliki pemadaman simetris: slow ray parallel
terhadap panjang diagonal antara belahan, sayatan longitudinal: length slow
Alterasi: dapat teralterasi menjadi biotit, chlorite atau mineral silikat Fe-Mg
yang lain
Kelimpahan: dalam batuan beku, metamof dan sedimen
Bentuk pembeda: belahan dan bentuk mineral membutir, pemadaman miring
dan pleochroisme
b) Klasifikasi Amfibol
Terdiri dari dua kelompok, yaitu:
Orthoamfibol
Klinoamfibol
Sama dengan piroksen, keduanya memiliki susunan rantai silica tetrahedra,
bedanya:
Piroksen memliki susunan rantai tunggal
Amfibol bersusunan ganda memanjang ┴ sumbu c
Memperlihatkan susunan komposisi berangsur yang mempengaruhi sifat
optisnya
Fe-Mg Amfibol
Anthophyllite (O) (Mg,Fe)7Si8O22(O H)2
Gedrite (O) (Mg,Fe)5Al2 (Al2Si6)O22(O H)2
Cummingtonite-grunerite (M) (Fe, Mg)7Si8O22(O H)2
Ca-Amfibol (M)
Tremolite-actinolite Ca2(Mg,Fe2+)5Si8O22(OH)2
Hornblende (Na,K)0-1Ca2(Mg,Fe2+,Fe3+,Al)5(Si,Al)8O22(OH)2
Oxyhornblende
(Na,K)0-1Ca2(Mg,Fe2+,Fe3+,Al)5(Si,Al)8O22(O,OH)2
Kaersutite NaCa2(Mg,Fe2+)4TiSi6Al2O22(OH)2
Na-Ca-Amfibol (M)
61
Katophorite Na(Na,Ca)(Mg,Fe2+,Fe3+,Al)5(Si7AlO22(OH)2
Richertite Na(Na,Ca)(Mg,Fe2+)5Si8O22(OH)2
Na-Amfibol (M)
Glaucophane Na2(Mg,Fe2+)3Al2Si8O22(OH)2
Riebeckite Na2(Mg,Fe2+)3Fe3+
2Si8O22(OH)2
Arfedsonite-eckermanite NaNa2(Mg,Fe2+)4(Fe3+,Al)Si8O22(OH)2
Sistem Kristal
Monoklinik
Orientasi optis:
X^a = +3 sampai -19°
Y=b
Z^c = +12 sampai +39°
OAP ║ pada 010
Bentuk Kristal
Pada arah sayatan memotong sumbu c memiliki pemadaman simetri,
rambat cahaya lambat pada ║ terhadap panjang diagonal antar belahannya
63
Sayatan memanjang length slow, sudut pemadaman Z^c biasanya digunakan
untuk memerikan hornblende
Gambar VI.10. Bentuk kristal dan sudut belahan mineral horenblenda, disayat
sejajar sumbu b, sumbu a dan sumbu c
Gambar VI.11. Sifat optis mineral horenblenda, disayat tegak lurus sumbu c
64
Sifat Optis: Normal Z^c = +12-34°
Dipotong ┴ sb. a
• Pemadaman paralel
• ~ Bxa
Gambar VI.13. Sifat optis mineral horenblenda, disayat tegak lurus sumbu a
Sifat Lain
Alterasi
Dapat teralterasi menjadi biotit, chlorite or silikat Fe-Mg yang lain
65
Limpahan
Melimpah pada:
Batuan beku (granit, gabbro, syenit ultramafik)
Batuan metamorfik
Hadir sebagai mineral asal primer maupun sekunder
Ciri khusus / pembeda mineral lain:
Mirip dengan klinopiroksen memiliki 2 belahan miring
Bentuknya butiran
Pemadaman miring
Pleokroisme
66
BAB VII. SIFAT-SIFAT OPTIK MINERAL-MINERAL BIAKSIAL MIKA
DAN FELDSPAR
68
Gambar VII.1. Sifat optis biotit (warna interference) tegak lurus sumbu C (atas)
dan sejajar sumbu C (bawah) pada sayatan tipis.
Orientasi Optis:
Pemadaman parallel atau mendekati parallel, dengan sudut pemadaman
maksimum beberapa derajad
Belahan searah length slow
Bentuk kristal dan belahan
Kristal euhedral crystals sampai butiran anhedral
Belahan tabular parallel pada 001, memanjang sejajar 001
Pada sayatan yang dipotong memotong sumbu c berbentuk hexagonal
69
Gambar VII.2. Bentuk kristal dan belahan mineral biotit.
Indeks refraksi:
nα = 1.552 - 1.580
nβ = 1.582 - 1.620
nγ = 1.587 - 1.623
Relief: positif sedang
Birefringence: 0.036-0.049
Colour: tidak berwarna dan Pleokroisme: tidak pleokroisme
70
Warna Interference: biru dan hijau hidup orde 2
Gambaran Interference biaksial, tanda optis 2V negatif 30-47°
Bentuk : serpih mika atau tablet dengan tepian irregular
Belahan: sempurna pada {001}
Orientasi Optis: pemadaman parallel, belahan searah length slow
Pemadaman
Muskovit
Limpahan
Segala jenis batuan metamorf, batuan beku felsik dan sebagai butiran
detritus pada batuan sedimen
Alterasi: tidak teralterasi
71
VII.2. Kelompok Feldspar
Alkali Feldspars
Terbagi atas 3 jenis mineral
Microcline -Triclinic
Orthoclase -Monoclinic
Sanidine -Monoclinic
Semuanya memiliki komposisi kimia yang sama KAlSi3O8
Beberapa mengalami substitusi dengan Na dan Ca hingga 5 mole %
Kini, terdapat mineral baru yaitu Anorthoclase, gabungan antara albite dan
orthoclase (K,Na)AlSi3O8
72
Birefringence rendah, warna interference maksimal putih orde 1
Semuanya biaxial negatif, variabel 2V
Limpahan:
Microcline melimpah pada batuan plutonik: granitik, granodiorit,
syenit; tidak dijumpai dalam batuan vulkanik
Orthoclase melimpah pada batuan beku plutonik granitik, biasanya
pada batuan intrusi dangkal
Sanidin banyak dijumpai dalam batuan vulkanik riolitik dan trakitik
Belahan: semuanya memiliki dua belahan
1 sempurna ║ bidang 001
1 bagus ║ bidang 010
Microcline: 001^010 = 90° 41'
Orthoclase, sanidine: 001^010 = 90°
Sering dijumpai tekstur:
Perthite - eksolusi lamellae Albit dalam K-Feldspar.
Anti-perthite - exsolusi lamellae K-spar dalam albit.
Perbedaan mencolok masing-masing Alkali feldspar adalah pada susunan Si
dan Al dalam bidang tetrahedral
1) Microcline
Triklinik
Dicirikan oleh sifat pola kembaran menetak / melintang (tartan plaid)
Bidang optis hampir ┴ bidang 010
Sifat optis negatif 2VX = 65-88°,
73
Gambar VII.6. Sifat optis mineral mikroklin dalam sayatan tipis
2) Ortoklas
monoclinic
Sifat optis negatif dengan 2VX = 40-~70°;
Bidang optis ┴ pada 010.
3) Sanidin
Monoklinik
74
Sifat optis negatif, 2VX - 0 - 40°
Bidang optis║pada 010
Sanidine sudut tinggi: monoklin optis negatif 2VX 0 - 47° dan bidang
optis ┴ pada 010
75
BAB VIII. PETROGRAFI BATUAN BEKU
Batuan beku adalah batuan yang terbentuk dari hasil pembekuan magma. Karena
hasil pembekuan, maka ada unsur kristalisasi material penyusunnya. Komposisi
mineral yang menyusunnya merupakan kristalisasi dari unsur-unsur secara kimiawi,
sehingga bentuk kristalnya mencirikan intensitas kristalisasinya.
76
Gambar VIII.1. Macam-macam morfometri intrusi batuan beku, yaitu batholith,
stock, sill dan dike
Jenis dan sifat batuan beku ditentukan dari tipe magmanya. Tipe magma tergantung
dari komposisi kimia magma. Komposisi kimia magma dikontrol dari limpahan
unsur-unsur dalam bumi, yaitu Si, Al, Fe, Ca, Mg, K, Na, H, dan O yang mencapai
hingga 99,9%. Semua unsur yang berhubungan dengan oksigen (O) disebut sebagai
oksida, SiO2 adalah salah satunya. Sifat dan jenis batuan beku dapat ditentukan
dengan didasarkan pada kandungan SiO2 (Tabel VIII.1).
Batuan
Tipe Batuan Kandungan
Vulkani Komposisi Kimia Suhu Kekentalan
Magma Plutonik Gas
k
SiO2 45-55 %: Fe,
1000 - 1200
Basaltic Basalt Gabbro Mg, Ca tinggi, o Rendah Rendah
C
K dan Na rendah
SiO2 55-65 %, Fe,
800 - 1000
Andesitic Andesit Diorit Mg, Ca, Na, K o Intermediat Intermediat
C
sedang
SiO2 65-75 %, Fe,
650 - 800
Rhyolitic Rhyolit Granit Mg, Ca rendah, o Tinggi Tinggi
C
K dan Na tinggi
Basaltik-
intrusi dangkal Dasit - Riodasit Andesit
andesitik
Vulkanik: Busur magmatik Riolitik Andesitik Basaltik
Dengan
Tatanan Belakang busur Trakitik Trakitik Basalt trakitik
77
Mid oceanic
- - Lava basalt
tektonik ridges
Tabel VIII.3. Bowen reaction series yang berhubungan dengan kristalisasi mineral
penyusun dalam batuan beku
Kelompok batuan ini terbentuk pada suhu 1000-1200o C, dan melimpah pada
wilayah dengan tatanan tektonik lempeng samudra, antara lain pada zona
78
pemekaran lantai samudra dan busur-busur kepulauan tua. Dicirikan oleh warnanya
gelap hingga sangat gelap, mengandung mineral mafik (olivin dan piroksen klino)
lebih dari 2/3 bagian; batuan faneritik (plutonik) berupa gabro dan batuan afanitik
(intrusi dangkal atau ekstrusi) berupa basalt dan basanit. Didasarkan atas tatanan
tektoniknya, kelompok batuan ini ada yang berseri toleeit, Kalk-alkalin maupun
alkalin, namun yang paling umum dijumpai adalah seri batuan toleeit.
79
Gambar VIII.2. Klasifikasi batuan beku basa (mafik) dan ultra basa (ultra mafik;
sumber IUGS classification)
80
Gambar VIII.3. Klasifikasi batuan beku bertekstur kasar yang memiliki persentasi
kuarsa, alkali feldspar, plagioklas dan feldspathoid lebih dari 10%
(sumber IUGS classification)
Tata nama tersebut bukan berarti ke empat unsur mineral harus menyusun suatu
batuan, dapat salah satunya saja atau dua mineral yang dapat hadir bersama-sama.
Di samping itu, ada jenis mineral asesori lain yang dapat hadir di dalamnya, seperti
horenblende (amfibol), piroksen ortho (enstatit, diopsid) dan biotit yang dapat hadir
sebagai mineral asesori dengan plagioklas dan feldspathoid.
82
piroksen, dan membentuk batuan basanit dan trakit-trakiandesit. Batuan yang
mengandung plagioklas dalam jumlah yang besar, jarang atau sulit hadir bersama-
sama dengan mineral feldspar, seperti dalam batuan beku riolit.
83
Gambar VIII.5. Struktur batuan beku masif; terbentuk karena daya ikat masing-
masing mineral sangat kuat, contoh pada granodiorit dengan
komposisi mineral plagioklas berdiameter >1 mm (gambar atas)
dan granit (gambar bawah) dengan komposisi kuarsa dan ortoklas
anhedral dengan diameter >1 mm
84
rongga
rongga
rongga
rongga
rongga
rongga
85
VIII.4. Tekstur Batuan Beku
Tabel VIII.3. Tekstur batuan beku pada batuan beku intrusi dalam, intrusi dangkal
dan ekstrusi dan pada batuan vulkanik
Jenis batuan
Intrusi dalam Intrusi dangkal dan
Batuan Vulkanik
(plutonik) Ekstrusi
Tekstur
Fabrik Equigranular Inequigranular Inequigranular
Subhedral-
Bentuk kristal Euhedral-anhedral Subhedral-anhedral
anhedral
a) Tekstur trakitik
• Dicirikan oleh susunan tekstur batuan beku dengan kenampakan adanya
orientasi mineral ---- arah orientasi adalah arah aliran
86
• Berkembang pada batuan ekstrusi / lava, intrusi dangkal seperti dike dan sill
• Gambar VIII.7 adalah tekstur trakitik batuan beku dari intrusi dike trakit di
G. Muria; gambar kiri: posisi nikol sejajar dan gambar kanan: posisi nikol
silang
Gambar VIII.7. Tekstur trakitik pada traki-andesit (intrusi dike di Gunung Muria).
Arah orientasi dibentuk oleh mineral-mineral plagioklas. Di
samping tekstur trakitik juga masih menunjukkan tekstur porfiritik
dengan fenokris plagioklas dan piroksen orto.
b) Tekstur Intersertal
• Yaitu tekstur batuan beku yang ditunjukkan oleh susunan intersertal antar
kristal plagioklas; mikrolit plagiklas yang berada di antara / dalam massa
dasar gelas interstitial.
87
Gambar VIII.8. Tekstur intersertal pada diabas; gambar kiri posisi nikol sejajar dan
gambar kanan posisi nikol silang. Butiran hitam adalah magnetit
c) Tekstur Porfiritik
• Yaitu tekstur batuan yang dicirikan oleh adanya kristal besar (fenokris) yang
dikelilingi oleh massa dasar kristal yang lebih halus dan gelas
• Jika massa dasar seluruhnya gelas disebut tekstur vitrophyric .
• Jika fenokris yang berkelompok dan tumbuh bersama, maka membentuk
tekstur glomeroporphyritic.
Gambar VIII.9. Gambar kiri: Tektur porfiritik pada basalt olivin porfirik dengan
fenokris olivin dan glomerocryst olivin (ungu) dan plagioklas yang
tertanam dalam massa dasar plagioklas dan granular piroksen
berdiameter 6 mm (Maui, Hawaii). Gambar kanan: basalt olivin
porfirik yang tersusun atas fenokris olivin dan glomerocryst olivin
(ungu) dan plagioklas dalam massa dasar plagioklas intergranular
dan piroksen granular berdiameter 6 mm (Maui, Hawaii)
d) Tekstur Ofitik
Yaitu tekstur batuan beku yang dibentuk oleh mineral plagioklas yang tersusun
secara acak dikelilingi oleh mineral piroksen atau olivin (Gambar VIII.10). Jika
plagioklasnya lebih besar dan dililingi oleh mineral ferromagnesian, maka
membentuk tekstur subofitic (Gambar VIII.11). Dalam suatu batuan yang sama
kadang-kadang dijumpai kedua tekstur tersebut secara bersamaan.
88
batuan beku basa-ultra basa, contoh basalt. Perubahan tekstur dari intergranular ke
subofitic dalam basalt dihasilkan oleh pendinginan yang sangat cepat, dengan
proses nukleasi kristal yang lebih lambat. Perubahan terstur tersebut banyak
dijumpai pada inti batuan diabasik atau doleritik (dike basaltik). Jika
pendinginannya lebih cepat lagi, maka akan terjadi tekstur interstitial latit antara
plagioclase menjadi gelas membentuk tekstur intersertal.
Gambar VIII.10. Tekstur ofitik pada doleritik (basal); mineral plagioklas dikelilingi
oleh mineral olivin dan piroksen klino
Gambar VIII.11. Tekstur subofitik pada basal; mineral plagioklas dikelilingi oleh
mineral feromagnesian yang juga menunjukkan tekstur poikilitik
Tabel VIII.4. Nama-nama batuan beku baik intrusi, ekstrusi dan batuan gunung api
yang didasarkan atas kandungan mineral mafik dan felsiknya; mineral-
mineral mafik: piroksen (olivin, klino- dan ortho-piroksen, amfibol
dan biotit) dan mineral-mineral felsik: K-Feldspar, kuarsa
Nama batuan
Afinitas batuan Mafik Felsik
Intrusif Ekstrusif Vulkanik
Andesit, Andesit,
Intermediet 1/3-2/3 1/3-2/3 Diorit
trakit trakit
Komposisi mineral juga dapat menunjukkan seri magma asalnya, yaitu toleeit, kalk-
alkalin atau alkalin. Batuan-batuan dengan seri magma toleeit biasanya banyak
mengandung mineral rendah Ca, batuan-batuan seri kalk-alkalin biasanya
mengandung mineral tinggi Ca (seperti augit, amfibol dan titanit), sedangkan
batuan seri alkalin banyak mengandung mineral-mineral tinggi K (seperti mineral
piroksen klino). Tabel V.6 menunjukkan sifat-sifat mineral penyusun dalam seri
batuan toleeit, kalk-alkalin dan alkalin. Ketiga seri batuan tersebut hanya dapat
terbentuk pada tatanan tektonik yang berbeda; seri toleeit berkembang pada zona
punggungan tengah samudra (MOR); seri kalk-alkalin berkembang dengan baik
pada busur magmatik; dan seri alkalin berkembang pada tipe gunung api rifting.
90
Tabel VIII.6. Tiga tipe seri magmatik batuan beku dengan limpahan mineral
penunjuknya
SERI MAGMATIK
NORMS
Tipe Toleeitik Tipe Kalk-alkalin Tipe Alkalin
Ortopiroksen Ortopiroksen Tanpa Ortopiroksen
Piroksen Sebagai fenokris
Sebagai fenokris Jarang
rendah Ca dan massa dasar
Magnetit Terbentuk di akhir Terbentuk di awal Bervariasi
Magnetit dan
Oksida Fe-Ti Biasanya ilmenit Bervariasi
ilmenit
Hanya berasal dari Melimpah, kecuali Dijumpai di semua
Amfibol
diferensiasi silika dari magma primitif jenis
Ca+Na > Mg
Ca > Mg (Ca pada
Mg > Ca (Mg untuk (Ca+Na pd CPX,
Sifat kimia augit, amfibol,
Ol, OPX dan CPX) amfibol, aegirin,
titanit)
dll)
MOR Ya Tidak Tidak
Busur
kepulauan/
Ya Tidak Tidak
busur
magmatik
Gunung api di
belakang
Ya Ya Ya
busur
magmatik
Tabel V.7. Beberapa tipe magma dari batuan gunung api berdasarkan kandungan
silika dan keterdapatannya dari tatanan tektoniknya
91
65-70 Asam / felsik Dasit Busur magmatik: lempeng benua
rendah Si dengan dapur magma tengah (B)
>70 Asam / felsik Riolit Busur magmatik: segregasi pada
kaya Si lempeng benua dengan dapur
magma dalam (A)
Tugas:
Kelompok I: Menyiapkan bahan untuk presentasi petrografi batuan beku didasarkan
pada hasil pengamatan sayatan tipis batuan tugas sebelumnya
92
BAB IX. PETROGRAFI BATUAN VULKANIK, SEDIMEN DAN
METAMORF
Lebih dari 80% permukaan bumi, baik di dasar laut hingga daratan tersusun atas
batuan gunung api. Di Indonesia saja, terdapat 128 gunung api aktif yang tersebar
dari Sabang sampai Merauke, dan sebanyak 84 di antaranya menunjukkan aktivitas
eksplosifnya sejak 100 tahun terakhir. Di samping itu, batuan gunung api berumur
Tersier atau yang lebih tua juga samgat melimpah di permukaan, bahkan jauh lebih
banyak dari pada batuan sedimen dan metamorf.
Pada dasarnya batuan gunung api (vulkanik) dihasilkan dari aktivitas vulkanisme.
Aktivitas vulkanisme tersebut berupa keluarnya magma ke permukaan bumi, baik
secara efusif (ekstrusi) maupun eksplosif (letusan). Batuan gunung api yang keluar
dengan jalan efusif mengahasilkan aliran lava, sedangkan yang keluar dengan jalan
eksplosif menghasilkan batuan fragmental (rempah gunung api). Sifat-sifat batuan
gunung api yang dihasilkan secara efusif telah dijelaskan pada Bab VIII
93
sebelumnya, jadi pada Bab ini membahas batuan gunung api fragmental yang
dihasilkan dari aktivitas gunung api secara eksplosif.
Menurut Pettijohn (1975), endapan gunung api fragmental bertekstur halus dapat
dikelompokkan dalam tiga kelas yaitu vitric tuff, lithic tuff dan chrystal tuff.
Menurut Fisher (1966), endapan gunung api fragmental tersebut dapat
dikelompokkan ke dalam lima kelas didasarkan atas ukuran dan bentuk butir batuan
penyusunnya. Gambar IX.1 adalah klasifikasi batuan vulkanik menurut keduanya.
Gambar IX.1. Klasifikasi batuan gunung api fragmental menurut Pettijohn (1975;
kiri) dan Fisher (1966; kanan)
94
plagioklas
plagioklas
Litik Litik
teralterasi teralterasi
Gambar IX.2. Batuan tuf gunung api dalam sayatan tipis (kiri: nikol silang dan
kanan: nikol sejajar). Dalam sayatan menunjukkan adanya fragmen
litik dan kristal dengan sifat kembaran pada hancuran plagioklas,
dan klastik litik teralterasi berukuran halus.
2) Lapili: adalah batuan gunung api (vulkanik) yang memiliki ukuran butir
antara 2-64 mm; biasanya dihasilkan dari letusan eksplosif (letusan kaldera)
berasosiasi dengan tuf gunung api. Lapili tersebut kalau telah mengalami
konsolidasi dan pembatuan disebut dengan batu lapili. Komposisi batu lapili
terdiri atas fragmen pumis dan (kadang-kadang) litik yang tertanam dalam
massa dasar gelas atau tuf gunung api atau kristal mineral. Gambar IX.3 adalah
batu lapili yang tersusun atas fragmen pumis dan kuarsa yang tertanam dalam
massa dasar tuf.
Gambar IX.3. Breksi pumis (batu lapili) yang hadir bersama dengan kristal kuarsa
dan tertanam dalam massa dasar tuf halus..
95
3) Batuan gunung api tak-terelaskan (non-welded ignimbrite): Glass shards,
dihasilkan dari fragmentasi dinding gelembung gelas (vitric bubble) dalam
rongga-rongga pumis. Material ini nampak seperti cabang-cabang slender yang
berbentuk platy hingga cuspate, kebanyakan dari gelas ini menunjukkan tekstur
simpang tiga (triple junctions) yang menandai sebagai dinding-dinding
gelembung gas. Dalam beberapa kasus, walaupun gelembung gas tersebut tidak
terelaskan, namun dapat tersimpan dengan baik di dalam batuan (Gambar IX.4).
Gambar IX.4. Tuf tak-terelaskan dari letusan Gunung Krakatau tahun 1883 dengan
glass shards yang sedikit terkompaksi.
96
Gambar IX.5. Tuf Rattlesnake, berasal dari Oregon pusat, menampakkan shards
yang sedikit memipih dan gelembung gelas yang telah hancur
membentuk garis-garis oval.
4) Batuan gunung api yang terelaskan (welded ignimbrite): yaitu gelas shards
dan pumis yang mengalami kompaksi dan pengelasan saat lontaran balistik
hingga pengendapannya. Biasanya pumis dan gelas tersebut mengalami
deformasi akibat jatuh bebas, yang secara petrografi dapat terlihat dengan: (1)
bentuk Y pada shards dan rongga-rongga bekas gelembung-gelembung gas /
gelas, arah jatuhnya pada bagian bawah Y, (2) arah sumbu memanjang kristal
dan fragmen litik, (3) lipatan shards di sekitar fragmen litik dan kristal, dan (4)
jatuhnya fragmen pumis yang memipih ke dalam massa gelasan lenticular yang
disebut fiamme (Gambar IX.6.c). Derajad pengelasan dalam batuan gunung api
dapat diketahui dari warnanya yang kemerahan akibat proses oksidasi Fe. Pada
kondisi pengelasan tingkat lanjut, massa yang terelaskan hampir mirip dengan
obsidian. Batuan ini sering berasosiasi dengan shards memipih yang
mengelilingi fragmen litik dan kristal.
a. b. c.
Gambar IX.6. a. Tuf terelaskan dari Idaho, b. Tuf terelaskan dari Valles, Mexiko
utara, c. tuf terelaskan dengan cetakan-cetakan fragmen kristal
97
• Batuan sedimen klastik; didiskripsi berdasarkan komposisi dan fraksi
butirannya
• Batuan sedimen non-klastik --- menyesuaikan dengan kondisi batuannya
a. Batuan sedimen klastik fragmental
• Struktur sedimen:
– Masif: tidak dijumpai struktur yang lain dalam >40 cm
– Gradasi: diameter butir fining up (menghalus ke atas atau gradasi
normal) dan gradasi terbalik jika diameter butir coarsing up
(mengasar ke atas)
– Berlapis: memiliki struktur perlapisan >2 cm
– Laminasi: perlapisan dengan tebal lapisan < 2 cm
– Silangsiur: struktur lapisan saling memotong dengan lapisan yang
lain, jika tebal silangsiur <2 mm disebut crosslammination
• Antidune: berlawanan arah dengan arah sedimentasi
• Dune: searah dengan sedimentasi
• Tekstur sedimen
– Hubungan antar butir (kemas): terbuka / tertutup
– Pemilahan/keseragaman ukuran butir (Sortasi): baik, buruk atau
sedang
– Diameter butir (dengan menggunakan parameter Wentworth grain
size analizer)
• Komposisi:
– Fragmen: litik / kristal mineral
– Matriks: lempung / lanau / pasir
– Semen: silika / karbonat / oksida besi
98
Gambar IX.7. Klasifikasi batuansedimen (Dott, 1964 dan Raymond, 1995)
99
CONTOH SAYATAN TIPIS BATUAN SEDIMEN (Gambar IX.8-11)
Gambar IX.8. Foto sayatan tipis batugamping kalkarenit pada nikol silang
Gambar IX.9. Foto sayatan tipis batugamping Ooid pada nikol silang
100
Gambar IX.11. Foto sayatan tipis batupasir kuarsa pada nikol sejajar (atas) dan nikol
silang (bawah)
101
Gambar IX.12. Foto sayatan tipis Ooid (kiri) dan ilustrasinya (kanan)
IX.3. Batuan Metamorf
IX.3.1 Sifat Umum Batuan Metamorf
Batuan metamorf terbentuk dari proses metamorfisme. Kata "Metamorfisme"
berasal dari bahasa Yunani yaitu: Meta = berubah, Morph = bentuk, jadi
metamorfisme berarti berubah bentuk. Dalam geologi, hal itu mengacu pada
perubahan susunan / kumpulan dan tekstur mineral, yang dihasilkan dari perbedaan
tekanan dan suhu pada suatu tubuh batuan.
• Walaupun diagenesis juga merupakan perubahan bentuk dalam batuan
sedimen, namun proses ubahan tersebut berlangsung pada suhu di bawah
200oC dan tekanan di bawah 300 MPa (MPa: Mega Pascals) atau sekitar
3000 atm.
• Jadi, metamorfisme berlangsung pada suhu 200oC dan tekanan 300 Mpa
atau lebih tinggi. Batuan dapat terkenai suhu dan tekanan tersebut jika
berada pada kedalaman yang sangat tinggi. Sebagaimana kedalamannya
pusat subduksi atau kolisi.
Pertanyaannya adalah: mungkinkah batas atas metamorfisme tersebut terjadi pada
tekanan dan suhu yang sama dengan proses lelehan batuan (wet partial melting).
Saat pelelehan terjadi, justru proses ubahan yang terjadi adalah pembentukan batuan
beku ketimbang metamorfik.
102
1. Serpih – terbentuk pada derajad metamorfik rendah, ditandai dengan
pembentukan mineral klorit dan lempung. Orientasi lembaran silikat
menyebabkan batuan mudah hancur di sepanjang bidang parallel yang
disebut belahan menyerpih (slatey cleavage), slatey cleavage berkembang
pada sudut perlapisan asal (Gambar IX.13).
103
Gambar IX.15. Mineral-mineral dengan tekstur gneissic banding, orientasi mineral
tegak lurus dengan arah gaya maksimum (Nelson, 2003)
4. Granulite – adalah metamorfisme tingkat tertinggi, semua mineral hydrous
dan lembaran silikat menjadi tidak stabil sehingga muncul penjajaran
beberapa mineral. Batuan yang terbentuk menghasilkan tekstur granulitik
yang sama dengan tekstur faneritik pada batuan beku.
104
1. Foliasi: struktur pemipihan akibat pembebanan
2. Non foliasi: tanpa adanya pemipihan
b) Tekstur Batuan
105
3. Tekstur Porphyroklas: tekstur batuan metamorf yang dicirikan oleh
adanya kristal besar (umumnya K-feldspar) dalam massa dasar mineral yang
lebih halus. Bedanya dengan porphyroblastik adalah, porphyroklastik
tidak tumbuh secara in-situ, tetapi sebagai fragment sebelum mineral-
mineral tersebut hancur / terubah saat prosesn metamorfisme, contoh:
blastomylonit dalam gniss granitik.
106
Gambar IX.20. Tekstur schistose pada batuan metamorf
6. Tekstur Phyllitik: foliasi kuat dalam batuan metamorf berbutir halus.
107
Gambar IX.22. Tekstur granoblastik pada batuan metamorf
108
Tugas: Kelompok II dan III Menyiapkan bahan presentasi dari Tugas sebelumnya
109
DAFTAR BACAAN WAJIB
110