You are on page 1of 61

Analisis atas Pengaruh LAKIP

dan Faktor Motivasi terhadap


Peningkatan Kinerja
Sekolah Tinggi Akuntansi Negara

Ellen Maharani
VIII D - 09460004964
A (Mini-)Research Report
i|Page
DAFTAR ISI

Daftar Isi ........................................................................................................................... ii


Daftar Tabel ...................................................................................................................... iii
Daftar Gambar .................................................................................................................. iv
A. Pendahuluan ................................................................................................................ 1
B. Perumusan Masalah ..................................................................................................... 5
C. Tujuan Penelitian .......................................................................................................... 5
D. Telaah Literatur ............................................................................................................ 6
D.1. New Public Management sebagai Paham Baru ......................................................... 6
D.2. Reformasi Sistem Manajemen Pemerintah Indonesia ............................................... 8
D.3. Penerapan Performance-based management di Indonesia ....................................... 10
D.4. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah .................................................... 12
D.5. Kinerja sebagai Elemen LAKIP .................................................................................. 13
D.6. Pengaruh Motivasi pada Peningkatan Kinerja ........................................................... 15
D.7. Manajemen Berbasis Kinerja pada Sekolah Tinggi Akuntansi Negara ....................... 18
E. Operasionalisasi Variable dan Pengembangan Hipotesis ............................................. 20
E.1. Operasionalisasi Variable .......................................................................................... 20
E.1.1. Independent Variable ............................................................................................. 22
E.1.1.1. LAKIP .................................................................................................................. 22
E.1.1.2. Motivasi ............................................................................................................... 23
E.1.2. Dependent Variable ................................................................................................ 25
E.2. Pengembangan Hipotesis .......................................................................................... 26
F. Pengumpulan Data ....................................................................................................... 27
F.1. Teknik Pengumpulan Data ......................................................................................... 28
F.2. Sampling .................................................................................................................... 35
G. Data Analysis .............................................................................................................. 36
H. Hasil dan Pembahasan Hipotesis ................................................................................. 46
I. Kesimpulan dan Rekomendasi ....................................................................................... 49
Literature References

ii
DAFTAR TABEL

T.1. Hasil Uji Validitas Pearson Correlation LAKIP – Piloting Kuesioner.......................... 32


T.2. Hasil Uji Validitas Pearson Correlation Motivasi – Piloting Kuesioner....................... 33
T.3. Hasil Uji Validitas Pearson Correlation Peningkatan Kinerja – Piloting Kuesioner .... 34
T.4. Hasil Uji Reliabilitas Cronbach-Alpha – Piloting Kuesioner ....................................... 34
T.5. Hasil Uji Validitas Pearson Correlation LAKIP – Kuesioner ...................................... 38
T.6. Hasil Uji Validitas Pearson Correlation Motivasi – Kuesioner ................................... 38
T.7. Hasil Uji Validitas Pearson Correlation Peningkatan Kinerja – Kuesioner................. 39
T.8. Hasil Uji Reliabilitas Cronbach-Alpha – Kuesioner ................................................... 40
T.9. Hasil Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov ................................................................ 40
T.10. Hasil Uji Linearitas (Uji F – ANOVA) LAKIP terhadap Peningkatan Kinerja .............. 41
T.11. Hasil Uji Linearitas (Uji F – ANOVA) Motivasi terhadap Peningkatan Kinerja ........... 41
T.12. Hasil Uji Kolinearitas antar independent variable LAKIP dan Motivasi ...................... 41
T.13. Hasil Uji model regresi Durbin-Watson..................................................................... 42
T.14. Hasil Uji Moderated Regression Analysis kedudukan independent variable ............ 42
T.15. Hasil Uji Regresi Linear Berganda (i) ....................................................................... 43
T.16. Hasil Uji Casewise Diagnostics ................................................................................ 44
T.17. Hasil Uji Regresi Linear Berganda (ii) ...................................................................... 44
T.18. Hasil Uji Regresi Linear Berganda (iii) ...................................................................... 45
T.19. Hasil Uji Koefisien Regresi (uji F) ............................................................................. 45
T.20. Hasil Uji Koefisien Regresi secara parsial (uji T) ...................................................... 46

iii
DAFTAR GAMBAR

G.1. Gambar Model Hubungan antar Variable .................................................................. 22


G.2. Gambar Model Operasionalisasi Independent Variable – LAKIP ............................... 22
G.3. Gambar Model Operasionalisasi Independent Variable – Motivasi ........................... 24
G.4. Gambar Model Operasionalisasi Dependent Variable – Peningkatan Kinerja ............ 25

iv
A. Pendahuluan

Jika kita tilik dari Inpres Nomor 7 Tahun 1999, LAKIP (Laporan Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah) adalah laporan sebagai cerminan capaian kinerja berpedoman pada
visi dan misi organisasi setiap organisasi publik yang ditujukan untuk
mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya serta kewenangan
pengelolaan sumberdaya dan kebijaksanaan yang dipercayakan kepadanya berdasarkan
perencanaan strategis (renstra) yang telah dirumuskan sebelumnya. Dalam rangka lebih
meningkatkan pelaksanaan pemerintahan yang lebih berdaya guna, berhasil guna, bersih
dan bertanggung jawab, dipandang perlu adanya pelaporan akuntabilitas kinerja instansi
pemerintah pada setiap akhir tahun anggaran, untuk mengetahui kemampuannya dalam
pencapaian visi, misi dan tujuan.
Pada awal penerapan diwajibkannya instansi pemerintah sampai eselon II
menyampaikan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah ke presiden, pemahaman
antar instansi yang satu dan lainnya tumpang tindih karena belum ada kesamaan peraturan
yang diacu. Penajaman formulasi peraturan kemudian ditetapkan pemerintah melalui
Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi
Pemerintah mengintegrasikan pelaporan dan penyampaian LAKIP dengan laporan
keuangan. Dalam peraturan pemerintah tersebut, setiap instansi pelaporan wajib
menyampaikan laporan keuangan dan laporan kinerja sebagai pertanggungjawaban atas
pelaksanaan APBN/APBD. Dalam peraturan pemerintah ini disajikan format baku yang wajib
dijadikan acuan setiap entitas pelaporan. Peraturan Pemerintah ini tidak secara eksplisit
menyatakan bahwa laporan kinerja atau LAKIP dapat dijadikan acuan untuk membuat target
capaian kinerja periode anggaran berikutnya, sehingga diharapkan adanya Peningkatan
Kinerja instansi dari tahun ke tahun.
Menurut Mahmudi, pembuatan laporan kinerja merupakan manifestasi dilakukannya
manajemen kinerja. Salah satu tujuan dilakukannya pengukuran, penilaian dan pelaporan
kinerja dengan output berupa LAKIP adalah sebagai sarana pembelajaran untuk perbaikan
kinerja di masa yang akan datang. Penerapan sistem pengukuran kinerja dalam jangka
panjang bertujuan untuk membentuk budaya berprestasi di dalam organisasi publik. Budaya
kerja berprestasi dapat diciptakan jika mampu membangun atmosfer organisasi dengan
perbaikan dan Peningkatan Kinerja terus menerus.
Menurut hasil kajian Tim Studi Pengembangan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah, informasi yang dikandung dalam laporan akuntabilitas kinerja (LAKIP) memiliki
dua fungsi utama yaitu :

1|Page
1. Sebagai bagian dari pertanggungjawaban penerima amanat (pemerintah yang
diwakili masing-masing instansi) kepada pemberi amanat (rakyat dan stakeholder
terkait)
2. Sebagai pemicu perbaikan kinerja pemerintah atau dengan kata lain Peningkatan
Kinerja organisasi publik.
Arti penting pelaporan kinerja dalam bentuk LAKIP diantaranya dapat dilihat dari
pemanfaatan laporan kinerja sebagai umpan balik Peningkatan Kinerja instansi pemerintah
untuk tahun berikutnya. Hasil kajian Direktorat Aparatur Negara Bappenas Tahun 2006
memperlihatkan bahwa modus (93,75%) dari hasil sample instansi pemerintah di berbagai
tingkat pemerintahan bersepakat bahwa laporan kinerja (LAKIP) telah dimanfaatkan untuk
umpan balik Peningkatan Kinerja instansi.
Menurut Tim Studi Pengembangan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah,
evaluasi (atau yang kemudian yang akan kita sebut sebagai review) LAKIP adalah aktivitas
analisis kritis, penilaian yang sistematis, pemberian atribut, pengenalan permasalahan serta
pemberian solusi untuk tujuan Peningkatan Kinerja dan akuntabilitas instansi pemerintah.
Ruang lingkup evaluasi LAKIP meliputi hal-hal yang terkait dengan pencapaian visi, misi,
tujuan dan sasaran-sasaran organisasi instansi. Oleh karenanya, informasi yang dievaluasi
mungkin saja termasuk informasi yang tidak termuat dalam LAKIP, tapi masih ada
hubungannya dengan LAKIP. Informasi kinerja yang dipertanggungjawabkan dalam LAKIP
bukanlah satu-satunya yang digunakan dalam menentukan nilai dalam evaluasi itu, akan
tetapi juga termasuk berbagai hal (knowledge) yang dapat dihimpun guna menjadi
benchmark dan mengukur ataupun mencari indikator keberhasilan ataupun keunggulan
organisasi instansi. Jadi bahan yang ada dalam LAKIP sesungguhnya merupakan bahan
pemicu kegiatan pengumpulan data (data gathering) dan analisis data agar evaluasi dapat
dilakukan secara obyektif dan memadai. Review LAKIP tidak hanya mengarah pada
Peningkatan Kinerja dan perbaikan program/kegiatan di masa datang, akan tetapi juga
untuk tujuan meningkatkan akuntabilitas kinerja setiap instansi pemerintah khususnya
Sekolah Tinggi Akuntansi Negara dalam bahasan ini.
Sekolah Tinggi Akuntansi Negara adalah satuan kerja setingkat eselon II di bawah
Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan, Departemen Keuangan. Atas kedudukannya
sebagai perangkat eselon II tersebut, menurut Instruksi Presiden No. 7 Tahun 1999,
Sekolah Tinggi Akuntansi Negara memiliki kewajiban untuk mempunyai Perencanaan
Strategik tentang program-program utama yang akan tercapai selama 1 (satu) sampai
dengan 5 (lima) tahunan, uraian tentang visi, misi, strategi dan faktor-faktor kunci
keberhasilan organisasi, tujuan, uraian tentang sasaran dan aktivitas organisasi; uraian
tentang cara mencapai tujuan dan sasaran tersebut serta wajib setiap akhir tahun anggaran
menyampaikan laporan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah kepada Presiden dan

2|Page
salinannya kepada Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan dengan
mengunakan pedoman penyusunan sistem akuntabilitas kinerja.
Dari segi teori dan hasil kajian literatur memang dikatakan bahwa LAKIP termasuk
salah satu faktor yang dijadikan acuan untuk meningkatkan kinerja suatu instansi
pemerintah yang membuatnya. Dari penelitian, kajian, jurnal, artikel di atas, dapat
disimpulkan bahwa performance-based management dengan output laporan kinerja (di
Indonesia disebut LAKIP) memang berpengaruh dalam Peningkatan Kinerja.
Dalam suatu jurnal asing Erasmus Research Institute of Management (ERIM) yang
berjudul How Feedback Can Improve Managerial Evaluations of Model-based Marketing
Decision Support Systems dikatakan bahwa the new system should aim at task-learning
processes improvement. Without it, the performance corrective feedback might only lead to
shallow learning, not deep learning, because individuals adjust behavior by using the
feedback rather than by focusing on understanding the task. Goal-setting learning with
feedback will enhance performance. Dapat disimpulkan bahwa penerapan suatu sistem baru
haris diikuti dengan proses pembelajaran individual pegawainya yang berorientasi tugas dan
Peningkatan Kinerja. Dalam jurnal ini diketahui bahwa adanya pengaruh sumber daya
manusia dengan model mental tertentu di dalam keberhasilan penerapan sistem baru.
Md. Hasan Uddin dan Md. Anisur Rahaman dari Patuakhali Science & Technology
University dalam jurnal asing lain dengan judul A comparative study on Traditional
performance management system and newly introduced performance management system
in Bangladesh Bank dikatakan bahwa Bangladesh Bank aims at becoming a modern and
dynamic Central Bank. Effective performance management is one of the means to this end.
It can be done by instrument to reinforce. The employees of the Bangladesh Bank are in a
hesitation whether the new system will bring a good luck for them or not. Atas jurnal ini dapat
dilihat bahwa suatu sistem baru yang diaplikasikan dalam sebuah organisasi akan mendapat
hambatan utama dari sumber daya manusia yang terkena dampak implementasi sistem.
Sumber daya manusia biasanya resisten terhadap suatu perubahan sistem karena merasa
tidak harus berubah, nyaman dengan status quo dan sebagainya.
Menurut jurnal berdaya Deputi Bidang Akuntabilitas Aparatur Kementerian PAN
dikatakan bahwa keberhasilan atau kegagalan implementasi sistem AKIP akan sangat
bergantung pada tingkat pemahaman, komitmen dan rasa tanggung jawab sumber daya
manusia yang terkait di dalamnya. Sumber daya manusia yang digambarkan di dalamnya
adalah pegawai (atau kelompok pegawai) dan atasan pegawai (pejabat) yang terlibat secara
langsung maupun tidak langsung dalam perencanaan, pelaksanaan, pengukuran kinerja,
pelaporan dan review LAKIP yaitu yang kemudian akan kita sebut sebagai sumber daya
manusia intern.

3|Page
Cary Coglianese dan Jennifer Nash dalam jurnal Management-Based Strategies for
Improving Private Sector Environmental Performance menyatakan bahwa Management-
based strategies can sometimes play a role in bringing about improvements in firms’
environmental performance. To be sure, the effectiveness of management-based strategies
is by no means assured or always significant; their success depends on the conditions under
which they are used as well as the way that they are designed. Kagan has found that
management style is an important factor influencing environmental performance. Kinerja
suatu organisasi, menurut jurnal ini, akan efektif jika diimplementasikan sesuai dengan
desain atau perencanaan. Implementasi ini akan dipengaruhi pula oleh gaya manajemen
organisasi tersebut. Jika kita berbicara masalah gaya manajemen, kita pun akan bermuara
pada budaya organisasi yang dibangun secara perlahan-perlahan melalui proses
pembelajaran tanpa henti.
Menurut Samuel Paul, suatu negara yang menerapkan performance-based
management harus memperhatikan hak publik untuk mendapat akses atas informasi atas
kinerja pelayanan. Menurut hasil kajiannya, apabila informasi atas kinerja pelayanan yang
tertuang dalam laporan kinerja dapat diakses publik maka menurut pengalaman di India,
umpan balik dari masyarakat dapat meningkatkan kinerja dan akuntabilitas organisasi
publik. Informasi atas kinerja pelayanan ini di Indonesia tertuang dalam Laporan
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Akses atas LAKIP harus dibuat sedemikian rupa
untuk mengoptimalkan manfaat sistem pelaporan dengan tujuan Peningkatan Kinerja. Hasil
kajian ini menyimpulkan adanya pengaruh masyarakat dalam Peningkatan Kinerja instansi
pemerintah. Faktor masyarakat ini akan kita sebut sebagai sumber daya manusia ekstern.
Menurut Leksana TH, seorang executive coach dan NLP practitioner dalam sebuah
artikel yang berjudul Motivasi Penggerak Kinerja Perusahaan, Motivasi merupakan
penopang dari pohon tindakan dan komitmen merupakan buah dari terpupuknya Motivasi
secara terus menerus. Motivasi merupakan landasan untuk menimbulkan keyakinan dan
kemauan melakukan tindakan yang produktif. Suatu organisasi yang mampu meMotivasi
pegawainya akan mampu membangun kekuatan untuk kinerja yang optimal. Faktor Motivasi
ini ternyata dapat mempengaruhi sumber daya manusia intern maupun ekstern dalam
meningkatkan kinerja organisasi publik dalam bahasan ini instansi pemerintah.
Faktor motivasi adalah penggerak pencapaian tujuan organisasi seperti menurut
jurnal Motivation Theory yang menyimpulkan bahwa definisi motivasi sebagai The
willingness to exert high level of effort to reach organizational goals, conditioned by the
efforts ability to satisfy some individual need. Dalam jurnal The Effect of Noise in a
Performance Measure on Work Motivation dinyatakan bahwa managers who are highly
motivated are much more likely to be high performers. This is the reason why managers
attach great importance to motivation in organizational setting. Rensis Likert, has called

4|Page
motivation as “the core of management”. Mereka yang memiliki motivasi akan
memperlihatkan peningkatan kinerja. Dengan kata lain motivasi mempengaruhi peningkatan
kinerja seseorang. Rocco Macchiavello dalam Public Sector Motivation and Development
Failures mengatakan bahwa the public sector can indeed be more effective in exploiting the
public service motivation of employees and can therefore be more efficient in the provision of
public good.
Atas observasi literatur ditemukan adanya faktor lain yang berpengaruh dalam
Peningkatan Kinerja suatu organisasi yaitu Motivasi. Kombinasi LAKIP dan faktor Motivasi
ini akan menghasilkan Peningkatan Kinerja. Atas asumsi awal tersebut, penelitian ini akan
menguji seberapa besar pengaruh kombinasi LAKIP dan Motivasi terhadap Peningkatan
Kinerja dalam obyek penelitian satuan kerja Sekolah Tinggi Akuntansi Negara.

B. Perumusan Masalah

Teori memperlihatkan bahwa yaitu LAKIP sebagai alat pelaporan kinerja,


pengawasan dan evaluasi merupakan salah satu sarana yang dapat dijadikan pemicu
Peningkatan Kinerja. Setelah menemukan hasil-hasil penelitian sebelumnya performance
report atau LAKIP secara statistik terbukti signifikan dalam meningkatkan kinerja.
Peningkatan Kinerja ini juga dipengaruhi oleh faktor sumber daya manusia dengan mental
model tertentu yaitu Motivasi. Motivasi di sini berfungsi sebagai motor atau penggerak
Peningkatan Kinerja. Building blocks penelitian kali ini adalah menggabungkan dua
statement penelitian sebelumnya menjadi satu penelitian inferensial mencari pengaruh antar
variable. Penelitian inferensial ini akan meng-explore mengenai seberapa besar pengaruh
positif kombinasi Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah dan Motivasi terhadap
Peningkatan Kinerja pada satuan kerja Sekolah Tinggi Akuntansi Negara. Sehingga
pertanyaan yang muncul (research question) adalah : benarkah kombinasi LAKIP dan
Motivasi sumber daya manusia dapat berpengaruh positif terhadap Peningkatan Kinerja
pada satuan kerja Sekolah Tinggi Akuntansi Negara?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh positif kombinasi
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah dan Motivasi terhadap Peningkatan
Kinerja pada satuan kerja Sekolah Tinggi Akuntansi Negara secara empirik. Jika apa yang
menjadi research question terbukti signifikan secara statistik bahwa kombinasi LAKIP dan
Motivasi mempengaruhi Peningkatan Kinerja pada satuan kerja Sekolah Tinggi Akuntansi

5|Page
Negara, maka dalam upaya penyempurnaan sistem manajemen berbasis kinerja dimana di
dalamnya terdapat unsur LAKIP dan unsur Sumber Daya Manusia dengan motivasi tertentu.
Penelitian ini dilakukan dengan objek Sekolah Tinggi Akuntansi Negara dengan harapan
dapat dijadikan acuan dan alat evaluasi sebagai salah satu sumbangan pemikiran untuk
meningkatkan kinerja institusi yang sedang terus berkembang. Selanjutnya perlu
dipertimbangkan performance-based management yang tepat dengan misi good
governance yang pelaporannya terwujud dalam Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah tidak hanya menjadi simbolistik dari sebuah reformasi dan teronggok percuma
sebagai hitung-hitungan aritmatika belaka.

D. Telaah Literatur

D.1. New Public Management sebagai Paham Baru

Ditinjau dari perspektif historis, pendekatan manajemen modern sektor publik pada
awalnya muncul di Eropa tahu 1980-an dan 1990-an sebagai reaksi terhadap tidak
memadainya model administrasi publik tradisional yang hanya menekankan pada
pendekatan input-output. Penekanan manajemen modern sektor publik pada waktu itu
adalah pelaksanaan desentralisasi, devolusi dan modernisasi pemberian pelayanan publik.
Istilah new public management mulai mengemuka pada tahun 1991 oleh Christopher Hood.
New public management adalah praktek manajemen publik yang berkeyakinan bahwa
perlunya adopsi best-practice dari sektor privat untuk diaplikasikan pada sektor publik.
Penerapan konsep new public management ini mengubah manajemen sektor publik dari
manajemen tradisional kaku, birokratis dan hierarkis menjadi model manajemen sektor
publik yang fleksibel dan lebih mengakomodasi pasar. Karakteristik-karakteristik dari new
public management sebagai berikut:
1. Manajemen profesional di sektor publik
2. Adanya standar kinerja dan ukuran kinerja
3. Penekanan yang lebih besar terhadap pengendalian output dan outcome
4. Pemecahan unit-unit kerja di sektor publik
5. Menciptakan persaingan di sektor publik
6. Pengadopsian gaya manajemen di sektor bisnis ke dalam sektor publik
7. Penekanan pada disiplin dan penghematan yang lebih besar dalam menggunakan
sumber daya
Penerapan sistem manajemen modern sektor publik tidak selalu mulus dalam
prakteknya, sekalipun mengusung idealisme pembaruan. Implementasi suatu sistem baru

6|Page
haris diikuti dengan proses pembelajaran individual pegawainya yang berorientasi tugas dan
Peningkatan Kinerja. Bahkan dalam suatu jurnal asing Erasmus Research Institute of
Management (ERIM) yang berjudul How Feedback Can Improve Managerial Evaluations of
Model-based Marketing Decision Support Systems dikatakan bahwa the new system should
aim at task-learning processes improvement. Without it, the performance corrective
feedback might only lead to shallow learning, not deep learning, because individuals adjust
behavior by using the feedback rather than by focusing on understanding the task. Goal-
setting learning with feedback will enhance performance. Dalam jurnal ini diketahui bahwa
adanya pengaruh sumber daya manusia dengan model mental tertentu di dalam
keberhasilan implementasi sistem baru yang ditawarkan.
Ada kalanya, dalam implementasi sistem baru, ditemukan kendala berupa adanya
resistensi pegawai terhadap implementasi sistem baru. Pegawai resisten terhadap adanya
perubahan karena merasa tidak harus berubah, nyaman dengan status quo dan
sebagainya. Hal tersebut disimpulkan dalam sebuah jurnal penelitian pada sektor privat
tentang A comparative study on Traditional performance management system and newly
introduced performance management system in Bangladesh Bank dikatakan bahwa
Bangladesh Bank aims at becoming a modern and dynamic Central Bank. Effective
performance management is one of the means to this end. It can be done by instrument to
reinforce. The employees of the Bangladesh Bank are in a hesitation whether the new
system will bring a good luck for them or not. Sektor privat yang terlihat begitu fleksibel pun
dapat menuai kendala resistensi, apalagi sektor publik yang sampai saat ini terkenal dengan
imejnya yang kaku.
Walaupun pada awalnya, penerapan sistem manajemen modern ini mendapatkan
beberapa kendala, buktinya selama dua dasawarsa terakhir, new public management telah
berhasil memberikan kontribusi positif dalam memperbaiki kinerja sektor publik melalui
mekanisme pengukuran kinerja yang diorientasikan pada value for money (efektif, efisien
dan ekonomis). Pengukuran kinerja merupakan doktrin yang esensial dalam konsep new
public management dibanding dengan keenam prinsip lainnya.
Pengukuran kinerja ini merupakan salah satu fase dalam performance-based
management atau manajemen berbasis kinerja yang menitikberatkan pada hasil (outcome)
bukan pada input atau output seperti sistem tradisional. Manajemen berbasis kinerja
memperlihatkan faktor sistematik dengan langkah-langkah dan tahap-tahap yang terencana
dengan baik yang menimbulkan budaya kerja dengan termin holistik jangka panjang.
Manajemen berbasis kinerja menghendaki continuous performance improvement dimana
data kinerja dan pelaporan kinerja memberikan umpan balik untuk melakukan perbaikan
kinerja. Dalam konsep manajemen berbasis kinerja ini, setiap unit kerja diharapkan dapat

7|Page
mengembangkan indikator kinerja sebagai alat untuk mengukur kemajuan dalam
pencapaian tujuan organisasi.

D.2. Reformasi Sistem Manajemen Pemerintah Indonesia

Pemerintah Indonesia selama beberapa dekade telah bergulat hanya sampai


pengukuran input-output bukan outcome. Pembahasan antara eksekutif dan legislatif hanya
berkutat pada anggaran dan realisasi anggaran. Pengukuran demikian hanya berfokus pada
penjelasan bagaimana sibuknya pemerintah namun tidak menjelaskan mengenai dampak
nyata aktivitas pemerintah terhadap masyarakat. Sistem manajemen tradisional semacam
itu tidak mencerminkan upaya pemerintah melayani masyarakat karena hanya berfokus
pada input-output saja tanpa perduli apakah hasilnya (outcome) memang benar-benar
dibutuhkan oleh atau berpengaruh pada masyarakat atau tidak.
Sistem manajemen pemerintahan tradisional (berbasis input-output) semakin lama
dirasa kurang mampu menghandle masalah-masalah yang mengemuka. Kurang mampunya
meng-handle masalah-masalah mengemuka ini terlihat semakin tajam ketika Indonesia
dilanda krisis multidimensi mulai tahun 1997. Saat itulah semua kelemahan tersingkap dari
yang sebelumnya masih dapat ditutup-tutupi pemerintah atas lubang-lubang manajemen
yang tidak produktif, tidak efisien, rendah kualitas, miskin inovasi dan kreativitas yang
semakin memperlihatkan bobroknya birokrasi. Kegagalan manajemen pemerintahan,
buruknya citra birokrasi, rendahnya penilaian kinerja oleh lembaga internasional, serta
tuntutan masyarakat untuk perbaikan kinerja, ikut meningkatkan urgensi atas akuntabilitas
sektor publik. Krisis perekonomian Indonesia yang mencapai puncaknya pada tahun 1997-
1998 itu, telah melahirkan perdebatan publik, khususnya mengenai pilihan kebijakan yang
diambil Pemerintah kala itu.
Kemajuan telah terjadi dalam penanganan berbagai masalah yang berkaitan dengan
krisis. Akan tetapi hasil yang dicapai belum mampu menumbuhkan harapan adanya
penyelesaian krisis yang diikuti pemulihan tanpa adanya ketakutan akan timbulnya masalah
baru atau terjadinya krisis baru. Permasalahan krisis di Indonesia tidak dapat dilihat secara
eksklusif sebagai masalah finansial yang muncul dari luar. Akan tetapi krisis Indonesia juga
tidak dapat dilihat secara utuh sebagai gejolak dari dalam berkaitan dengan kelemahan
struktural atau kesalahan kebijakan pemerintah. Pasti ada kontribusi atas masalah intern
dan ekstern yang kemudian meledak saling menghancurkan. Atas dasar itulah, pemerintah
Indonesia harus membenahi satu-persatu sistem manajemen dan tentu saja adanya
harapan besar Peningkatan Kinerja pemerintah secara lebih profesional.
Dunia telah berubah, organisasi yang paling beresiko adalah organisasi yang tidak
ingin ikut berubah bersama pesatnya perubahan dunia. Maka dengan semangat mengusung

8|Page
me-manage perubahan, muncullah ide me-reformasi sistem kenegaraan, sistem manajemen
pemerintahan yang diwarnai oleh adanya paham new public management. New public
management menghendaki suatu sistem pemerintahan yang seefisien, seefektif mungkin
sehingga dapat bergerak lebih fleksibel dalam mengikuti tuntutan masyarakat dan
perubahan lingkungan. Paradigma baru ini dianggap sebagai solusi atas berbagai label
negatif yang melekat pada pemerintah sehingga dalam perkembangannya pendekatan
tradisional dalam administrasi publik telah ditinggalkan dalam praktek penyelenggaraan
pemerintahan. Paham ini yang kemudian menggantikan paham klasik yang beranggapan
bahwa organisasi pemerintah sebagai institusi yang hanya fokus pada struktur formal dan
institusional. New public management beranggapan bahwa sudah semestinya ada
perubahan atas paradigma tersebut menjadi semua fungsi masyarakat dilibatkan dalam
memberikan pelayanan agar dapat mengedepankan prinsip value for money dimana
pelayanan menjadi lebih efektif, efisien dan ekonomis. Dalam mekanisme hubungan ini,
akuntabilitas yang ada tidak mengalir dari bawah ke atas yaitu dari pegawai ke atasannya
saja, namun pertanggungjawaban ini juga dilakukan kepada pihak luar organisasi publik.
Dari perspektif inilah kemudian, urgensi akuntabilitas kinerja menjadi sangat penting.
New public management tidak hanya menekankan hubungan organisasi publik
dengan pihak privat, di sisi lain, paham ini menghendaki adanya hubungan baik yang terjalin
dengan warga negaranya. Hubungan inilah yang mencakup hubungan kompleks antar
berbagai kewenangan dalam semua level pemerintahan dalam bentuk mekanisme, proses,
dan pembentukan institusi dimana masyarakat dapat menyampaikan keinginan, mengatur
perbedaan dan mendapatkan jaminan hukum sehingga proses pembangunan melibatkan
pemerintah (sebagai organisasi publik), swasta dan masyarakat yang saling terpadu dan
bekerjasama. Sinergitas interaksi inilah yang kemudian disebut governance. Komitmen
untuk selalu melaksanakan praktek-praktek terbaik dalam penyelenggaraan pemerintahan
dan sinergitas interaksi ini yang kemudian kita kenal sebagai good governance. Pada tahun
1988 dan the First International Conference of New or Restored Democracies, disepakati
tujuh karakteristik good governance yaitu :
1. Transparan mengindikasikan adanya adanya kebebasan dan kemudahan didalam
memperoleh informasi yang akurat dan memadai bagi mereka yang memerlukan.
2. Akuntabel dimana semua pihak (baik pemerintah, swasta dan masyarakat) harus
mampu memberikan pertanggungjawaban atas mandat yang diberikan kepadanya
(stakeholders-nya).
3. Adil dalam arti terdapat jaminan bagi masyarakat untuk mendapatkan pelayanan
dan kesempatan yang sama dalam menjalankan kehidupannya. Sifat adil ini
diperoleh dari aspek ekonomi, sosial dan politik.

9|Page
4. Wajar dalam arti jaminan atas pemerintah terhadap pemenuhan kebutuhan dasar
masyarakat (standar).
5. Demokratis dalam arti terdapat jaminan kebebasan bagi setiap individu untuk
berpendapat/mengeluarkan pendapat serta ikut dalam kegiatan pemilihan umum
yang bebas, langsung, dan jujur.
6. Partisipatif dalam arti terdapat jaminan kesamaan hak bagi setiap individu dalam
pengambilan keputusan (baik secara langsung maupun melalui lembaga
perwakilan).
7. Tanggap/peka/responsif bahwa dalam melaksanakan kepemerintahan semua
institusi dan proses yang dilaksanakan pemerintah harus melayani semua
stakeholders-nya secara tepat, baik dan dalam waktu yang tepat (tanggap terhadap
kemauan masyarakat).
Salah satu prinsip mengenai good governance yaitu akuntabel, semakin mengemuka sejak
ditetapkannya Inpres No. 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.
Inpres ini merupakan terobosan dalam upaya menciptakan sistem administrasi dan
manajemen organisasi publik yang profesional, efisien dan efektif untuk memperbaiki kinerja
yang arahannya menuju kepada akuntabilitas yang berorientasi hasil.
Upaya pemerintah akhir-akhir ini dengan mengeluarkan kebijakan-kebijakan
dilandasi semangat new public management demi mewujudkan good governance terlihat
dengan dilakukannya reinventing government, restrukturisasi dan pembaharuan sistem
birokrasi untuk memperbaiki efisiensi dan efektivitas sektor publik, meningkatkan daya
respons lembaga publik terhadap masyarakat, mengurangi pengeluaran publik, dan
memperbaiki akuntabilitas manajerial. Pemilihan instrumen kebijakannya terdiri dari
desentralisasi, spesifikasi kerja ketat dengan dasar system operating procedure, privatisasi
dan performance-based management.

D.3. Penerapan Performance-based management di Indonesia

Gerakan reformasi menghendaki organisasi sektor publik khususnya pemerintahan


memberikan pelayanan value for money yang efektif, efisien, ekonomis kepada masyarakat.
Konsekuensi gerakan reformasi ini yang meningkatkan kebutuhan terhadap performance-
based management atau sistem manajemen kinerja. Fokus manajemen berbasis kinerja
adalah pengukuran kinerja organisasi sektor publik yang berorientasi pada pengukuran
outcome bukan lagi sekadar pengukuran input atau output saja. Pengaturan awal mengenai
manajemen berbasis kinerja ini dikeluarkan oleh presiden BJ Habibie pada tahun 1999
dalam bentuk Instruksi Presiden No. 7 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.

10 | P a g e
Performance-based management atau yang dikenal dengan manajemen berbasis
kinerja merupakan suatu metode untuk mengukur kemajuan program atau aktivitas yang
dilakukan instansi pemerintah dalam mencapai hasil atau outcome yang diharapkan semua
pihak terkait (stakeholders). Dalam Performance Management Handbook miliknya
Departemen Energi USA, manajemen berbasis kinerja didefinisikan sebagai “Performance
based management is a systematic approach to performance improvement through an
ongoing process of establishing strategic performance objectives; measuring performance;
collecting, analyzing, reviewing and reporting performance data amd using that data to drive
performance improvement”. Dalam definisi ini dikatakan bahwa manajemen berbasis kinerja
merupakan pendekatan yang mengumpulkan data, dimana data tersebut dijadikan bahan
acuan untuk meningkatkan kinerja suatu organisasi publik. Data yang dimaksud tidak lain
tidak bukan adalah data mengenai kinerja, indikator kinerja, progress dan hasil akhir capaian
sampai akhir periode anggaran yang tertuang dalam Laporan Kinerja atau yang lebih
dikenal dengan LAKIP (Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah).
Pada proses awal perkembangannya, Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah ini
tidak memperlihatkan signifikansi terhadap perbaikan manajemen instansi pemerintah.
Kendala lainnya adalah masalah pengaturan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah yang masih belum jelas di awal penerapannya. Untuk mengatasi hal tersebut,
salah satu jalan keluarnya membutuhkan penajaman formulasi aturan-aturan dan
pengaturan sehingga memberikan pemahaman yang sama satu sama lain. Penajaman
formulasi ini dilakukan pemerintah dengan menetapkan Peraturan Pemerintah mengenai
Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah No.8 Tahun 2006. Sistem ini memiliki
beberapa fase yang membentuk siklus akuntabilitas kinerja yaitu :
1. Penyusunan rencana strategis, rencana kinerja, dan anggaran berbasis kinerja
2. Pelaksanaan dan pengukuran kinerja
3. Pelaporan kinerja
4. Pemanfaatan informasi kinerja bagi perbaikan kinerja secara berkesinambungan
Jika kita memperbandingkan Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999
tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah dan Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi
Pemerintah, peraturan terakhir terlihat lebih jelas dan spesifik. Instruksi Presiden Tahun
1999 mengakomodasi urgensi akuntabilitas kinerja instansi pemerintah, Peraturan
Pemerintah Tahun 2006 telah mengakomodasi sistemnya. Dalam peraturan pemerintah ini
telah dinyatakan bahwa pelaporan kinerja disatukan dengan pelaporan keuangan,
pelaporan lainnya seperti manajerial dan bendahara. Berbeda dengan instruksi presiden
yang menghendaki penyampaian laporan setiap akhir periode anggaran ditujukan ke
presiden dan salinannya kepada Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan,

11 | P a g e
peraturan pemerintah menghendaki penyampaian laporan ditujukan kepada kepada Menteri
Keuangan, Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional, dan Menteri Negara
Pendayagunaan Aparatur Negara yang akan dikonsolidasikan untuk disampaikan kepada
presiden. Selain kewajiban menyampaikan laporan keuangan dan kinerja setiap akhir
periode anggaran, kepala satuan kerja sebagai kuasa pengguna anggaran di masing-
masing lingkungan kementerian/lembaga wajib menyampaikan laporan keuangan dan
kinerja interim tiap triwulan serta wajib menyelenggarakan Sistem Pengendalian Intern
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan terkait. Perihal keterlambatan
dalam penyampaian laporan keuangan dan kinerja setiap akhir perode anggaran, Peraturan
Pemerintah No. 8 Tahun 2006 ini telah menyiapkan sanksi administratif berupa
penangguhan pelaksanaan anggaran atau penundaan pencairan dana dengan ketentuan
tertentu yang tidak membebaskan kewajiban penyampaian laporan.

D. 4. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2006 tentang


Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah, Laporan Kinerja berisi ringkasan
tentang keluaran dari masing-masing kegiatan dan hasil yang dicapai dari masing-masing
program sebagaimana ditetapkan dalam dokumen pelaksanaan APBN/APBD. Laporan
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah adalah laporan sebagai cerminan capaian kinerja
berpedoman pada visi dan misi organisasi setiap organisasi publik yang ditujukan untuk
mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya serta kewenangan
pengelolaan sumberdaya dan kebijaksanaan yang dipercayakan kepadanya berdasarkan
perencanaan strategis (renstra) yang telah dirumuskan sebelumnya. Dalam rangka lebih
meningkatkan pelaksanaan pemerintahan yang lebih berdaya guna, berhasil guna, bersih
dan bertanggung jawab, dipandang perlu adanya pelaporan akuntabilitas kinerja instansi
pemerintah pada setiap akhir tahun anggaran, untuk mengetahui kemampuannya dalam
pencapaian visi, misi dan tujuan. Laporan ini kemudian dikenal dengan sebutan LAKIP.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) dihasilkan dari tahap
pelaporan kinerja dalam siklus akuntabilitas kinerja. Dalam sebuah kajian literatur,
disebutkan bahwa LAKIP memiliki manfaat sebagai berikut :
1. Mengetahui tingkat ketercapaian tujuan organisasi
2. Menyediakan sarana pembelajaran pegawai
3. Memperbaiki kinerja periode berikutnya
4. Memberikan pertimbangan yang sistemik dalam pembuatan keputusan pemberian
reward and punishment
5. MeMotivasi pegawai

12 | P a g e
6. Menciptakan akuntabilitas publik
Salah satu manfaat LAKIP yakni Peningkatan Kinerja suatu organisasi dapat dicapai dengan
adanya tahap pemanfaatan informasi kinerja bagi perbaikan kinerja secara
berkesinambungan melalui setelah dilakukan review atas LAKIP yang dilakukan oleh
pejabat publik dalam rapat kerja, rapat pimpinan atau temu muka reguler dan khusus yang
menghasilkan solusi, feedback dan cara-cara atau faktor-faktor apa sajakah yang
mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan pencapaian kinerja. Review atas LAKIP ini
kemudian menjadi faktor penting karena alasan-alasan sebagai berikut :
1. Untuk meningkatkan mutu pelaksanaan pengelolaan aktivitas organisasi yang lebih
baik
2. Untuk meningkatkan akuntabilitas kinerja organisasi
3. Untuk memberikan informasi yang lebih memadai dalam menunjang proses
pengambilan keputusan
4. Meningkatkan pemanfaatan alokasi sumber daya yang tersedia
5. Sebagai dasar peningkatan mutu informasi mengenai pelaksanaan kegiatan
organisasi
6. Mengarahkan pada sasaran dan memberikan informasi kinerja
Review atas LAKIP ini dilakukan terhadap target capaian kinerja atas aktivitas yang
dilakukan oleh entitas pelaporan dan seberapa besar target tersebut dapat terealisasi
secara aktual dalam suatu periode anggaran. Review dengan pendekatan pengukuran
kinerja sebagai elemen utama manajemen berbasis kinerja untuk menilai sukses tidaknya
suatu organisasi, program atau kegiatan.

D.5. Kinerja sebagai Elemen LAKIP

Kinerja merupakan suatu konstruk yang bersifat multidimensional yang


pengukurannya bervariasi tergantung kompleksitas faktor-faktor yang membentuk kinerja.
Perhatian atas pengukuran kinerja menjadi sangat penting karena pengukuran kinerja
memiliki kaitan yang erat dengan akuntabilitas sektor publik. Hasil kerja organisasi sektor
publik harus dilaporkan dalam bentuk laporan pertanggungjawaban. Pertanggungjawaban
kepada masyarakat ini yang disebut dengan istilah akuntabilitas publik untuk meminimalisasi
resiko penyimpangan praktek pemerintahan seperti rezim terdahulu.
Kinerja atau unjuk kerja seseorang selain dipengaruhi faktor internal juga eksternal
seperti sistem, situasi, kepemimpinan atau tim. Menurut jurnal berdaya Deputi Bidang
Akuntabilitas Aparatur Kementerian PAN dikatakan bahwa keberhasilan atau kegagalan
implementasi sistem AKIP akan sangat bergantung pada tingkat pemahaman, komitmen
dan rasa tanggung jawab sumber daya manusia yang terkait di dalamnya. Sumber daya

13 | P a g e
manusia yang digambarkan di dalamnya adalah pegawai (atau kelompok pegawai) dan
atasan pegawai (pejabat) yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam
perencanaan, pelaksanaan, pengukuran kinerja, pelaporan (LAKIP) dan review LAKIP.
Motivasi positif yang mengungkit kinerja ini, menurut Cary Coglianese dan Jennifer Nash
dalam jurnal Management-Based Strategies for Improving Private Sector Environmental
Performance, diperoleh dari proses pembelajaran dan komitmen yang tiada usang dari
masing-masing personal sumber daya manusia organisasi yang dipengaruhi pula oleh
budaya organisasi yang dibangun secara perlahan-perlahan. Swanson memberikan
klasifikasi atas kinerja menjadi tiga tingkatan yaitu kinerja organisasi, kinerja proses, kinerja
individu sehingga proses penilaian kinerja sumber daya manusia individual intern diperluas
dengan penilaian kerja tim dan efektivitas manajernya. Kesemua faktor di atas kemudian
akan kita sebut sebagai sumber daya manusia intern.
Teori Vroom menyatakan bahwa performance terdiri dari fungsi yang saling
mengalikan antara ability dan Motivasi sumber daya manusia sebagai subyek. Persamaan
tersebut dinotasikan sebagai :
P=f(AxM)
Elaborasi dari notasi di atas yaitu Peningkatan Kinerja dapat disebabkan dari meningkatnya
ability dan Motivasi seseorang (atau sekelompok orang) secara bersama-sama atau salah
satu faktor saja. Ability yang dimaksud adalah knowledge baik yang berasal dari formal
maupun informal education, skill, experience, dan lainnya. Motivasi di sini dapat kembali
diuraikan menjadi dua faktor penyusun komposisi yaitu expectation dari pekerjaan yang
dilakukan dengan value yang dimiliki. Sumber daya manusia intern ini dapat meningkatkan
performance atau kinerja, jika ada peningkatan ability (asumsi jika Motivasi tetap) atau
peningkatan Motivasi (asumsi ability tetap).
Menurut Leksana TH, seorang executive coach dan NLP practitioner dalam sebuah
artikel yang berjudul Motivasi Penggerak Kinerja Perusahaan, Motivasi merupakan
penopang dari pohon tindakan dan komitmen merupakan buah dari terpupuknya Motivasi
secara terus menerus. Motivasi merupakan landasan untuk menimbulkan keyakinan dan
kemauan melakukan tindakan yang produktif. Suatu organisasi yang mampu meMotivasi
pegawainya (sumber daya manusia intern) akan mampu membangun kekuatan untuk
kinerja yang optimal.
Menurut Samuel Paul, suatu negara yang menerapkan performance-based
management harus memperhatikan hak publik untuk mendapat akses atas informasi atas
kinerja pelayanan. Menurut hasil kajiannya, apabila informasi atas kinerja pelayanan yang
tertuang dalam laporan kinerja dapat diakses publik maka menurut pengalaman di India,
umpan balik dari masyarakat dapat meningkatkan kinerja dan akuntabilitas organisasi
publik. Informasi atas kinerja pelayanan ini di Indonesia tertuang dalam Laporan

14 | P a g e
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Akses atas LAKIP harus dibuat sedemikian rupa
untuk mengoptimalkan manfaat sistem pelaporan dengan tujuan Peningkatan Kinerja. Hasil
kajian ini menyimpulkan adanya pengaruh masyarakat dalam Peningkatan Kinerja instansi
pemerintah. Faktor masyarakat ini akan kita sebut sebagai sumber daya manusia ekstern.
Faktor Motivasi selain dapat mempengaruhi sumber daya manusia intern juga mampu
mempengaruhi sumber daya manusia ekstern untuk memberikan umpan balik dalam
meningkatkan kinerja instansi pemerintah.
Pengukuran kinerja suatu periode anggaran akan dibandingkan dengan empat
kriteria pembanding yang mungkin yaitu :
1. Kinerja aktual dan kinerja yang direncanakan
2. Kinerja aktual dengan kinerja periode anggaran sebelumnya
3. Kinerja suatu instansi dengan instansi lain di bidangnya
4. Kinerja aktual dengan standar kinerja yang berlaku umum
Suatu entitas pelaporan dapat dikatakan meningkat kinerjanya atas dasar empat
pembanding di atas. Setelah melakukan pembandingan, kita pun dapat menilai apakah
suatu organisasi dapat dikatakan memiliki kinerja yang optimal atau tidak. Kinerja yang
optimal atas suatu instansi pemerintah akan terjadi jika memiliki karakteristik kinerja sebagai
berikut:
1. Produktivitas adalah ukuran seberapa besar pelayanan publik itu menghasilkan
yang diharapkan dari segi efisiensi dan efektivitas
2. Kualitas pelayanan adalah ukuran citra yang diakui masyarakat mengenai
pelayanan yang diberikan
3. Responsivitas adalah ukuran kemampuan organisasi mengenali kebutuhan
masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan, serta mengembangkan
program-program pelayanan publik sesuai kebutuhan dan aspirasi masyarakat
4. Responsibilitas adalah ukuran apakah pelaksanaan kegiatan sesuai dengan
prinsip-prinsip administrasi yang benar
5. Akuntabilitas adalah ukuran seberapa besar kebijakan dan kegiatan organisasi
sektor publik dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyat atau konsisten dengan
kehendak rakyat

D.6. Pengaruh Motivasi pada Peningkatan Kinerja

Jika kita tilik kinerja individual pegawai, menurut Gibson ada beberapa faktor utama
yang mempengaruhi salah satunya adalah Motivasi. Faktor Motivasi memiliki hubungan
langsung dengan kinerja individual karyawan. Karena kedudukan dan hubunganya itu, maka

15 | P a g e
sangatlah strategis jika pengembangan kinerja individual karyawan dimulai dari peningkatan
Motivasi kerja.
Definisi Motivasi dalam sebuah jurnal Motivation Theory dinyatakan sebagai The
willingness to exert high level of effort to reach organizational goals, conditioned by the
efforts ability to satisfy some individual need. Sedangkan Robert Dubin mendefinisikan
Motivasi sebagai the complex forces starting and keeping a person at work in an
organization. Motivation is something that moves the person to action. and continues him in
the course of action of action already initiated.
Pierre-Yves Oudeyer dan Frederic Kaplan menyatakan ada dua macam Motivasi
yaitu instrinsik dan ekstrinsik. Intrinsic motivation is defined as the doing of anactivity for its
inherent satisfaction rather than for some separable consequence. When intrinsically
motivated, a person is moved to act for the fun or challenge entailed rather than because of
external products, pressures or reward. Motivasi instrinsik ini berasal dari dalam individu
sedangkan ekstrinsik dari luar individu. Extrinsic motivation digambarkan sebagai a
construct that pertains whenever an activity is done in order to attain some separable
outcome. Extrinsic motivation thus contrasts with intrinsic motivation, which refers to doing
an activity simply for the enjoyment of the activity itself, rather than its instrumental value.
Dalam Jurnal Theory of Motivation, dipaparkan beberapa karakteristik yang dimiliki
Motivasi, seperti :
1. Motivasi adalah konsep psikologis yang berdasarkan pada needs which generate
within an individual. Needs are feelings influence the behaviour and activities of the
individual.
2. Motivasi itu meneyluruh dan tidak piece-meal. Seseorang tidak dapat diMotivasi
secara setengah-setengah atau parsial, Pegawai tidak dapat terMotivasi dengan
alasan fulfilling some of his/her needs partly.
3. Motivasi adalah proses berkelanjutan yang tidak terbatasa oleh waktu atau istilah
yang dikenal umum seperti a touch-and-go affair. Human needs are infinite. A soon
as one need is satisfied new ones arise.
4. Motivasi menyebabkan goal-directed behaviour. Dimana seseorang melakukan yang
dia dapat memenuhi keinginan dan tujuannya.
5. Motivasi dapat berwujud financial atau non-financial. The form of motivation depends
upon the type of needs. Financial incentives include pay, allowance, bonus and
prerequisites. Non-financial incentives consist of recognition, praise, responsibility,
participation in decision-making, challenging job, etc.
6. Motivation adalah complex process. There is no universal theory or approach to
motivation. Moreover, individuals differ in what motivates them. Therefore, a

16 | P a g e
manager has to analyse and understand variety of needs and has to use variety of
rewards to satisfy them. He should not expect overnight results.
Dalam konteks pekerjaan, Motivasi merupakan salah satu faktor penting dalam
mendorong seorang karyawan untuk bekerja. Motivasi adalah kesediaan individu untuk
mengeluarkan upaya yang tinggi untuk mencapai tujuan organisasi (Stephen P. Robbins,
2001). Ada tiga elemen kunci dalam Motivasi yaitu upaya, tujuan organisasi dan kebutuhan.
Upaya merupakan ukuran intensitas. Bila seseorang terMotivasi maka ia akan berupaya
sekuat tenaga untuk mencapai tujuan, namun belum tentu upaya yang tinggi akan
menghasilkan kinerja yang tinggi. Oleh karena itu, diperlukan intensitas dan kualitas dari
upaya tersebut serta difokuskan pada tujuan organisasi. Kebutuhan adalah kondisi internal
yang menimbulkan dorongan, dimana kebutuhan yang tidak terpuaskan akan menimbulkan
tegangan yang merangsang dorongan dari dalam diri individu. Dorongan ini menimbulkan
perilaku pencarian untuk menemukan tujuan, tertentu. Apabila ternyata terjadi pemenuhan
kebutuhan, maka akan terjadi pengurangan tegangan. Pada dasarnya, karyawan yang
terMotivasi berada dalam kondisi tegang dan berupaya mengurangi ketegangan dengan
mengeluarkan upaya.
Adalah menjadi tugas manajemen agar karyawan memiliki semangat kerja dan moril
yang tinggi serta ulet dalam bekerja. Berdasarkan pengalaman dan dari beberapa buku,
biasanya karyawan yang puas dengan apa yang diperolehnya dari perusahaan akan
memberikan lebih dari apa yang diharapkan dan ia akan terus berusaha memperbaiki
kinerjanya. Sebaliknya karyawan yang kepuasan kerjanya rendah, cenderung melihat
pekerjaan sebagai hal yang menjemukan dan membosankan, sehingga ia bekerja dengan
terpaksa dan asal-asalan. Untuk itu merupakan keharusan bagi perusahaan untuk
mengenali faktor-faktor apa saja yang membuat karyawan puas bekerja di perusahaan.
Pemahaman tentang jenis atau tingkat kebutuhan perorangan karyawan oleh perusahaan
menjadi hal mendasar untuk meningkatkan Motivasi. Dengan tercapainya kepuasan kerja
karyawan, produktivitas pun akan meningkat.
Ada berbagai teori yang dapat dijadikan acuan manajemen untuk bagaimana
meMotivasi pegawai. Namun ada beberapa hal yang sebaiknya dipertimbangkan tentang
how an individual reacts seperti :
1. individual’s personality characteristics, need patterns, values, and ability;
2. characteristics of job such as nature of challenge it offers, the autonomy in
performing the job, and the use of skills in performing the job.
Thus, motivation theories help in designing reward system, empowering employees,
improving quality of work life, and work design.
The notion that, in general, managers who are highly motivated are much more likely
to be high performers is widespread both in the management control and in the

17 | P a g e
organisational psychology literature. Motivation is one of the most important factors affecting
human behaviour and performance. This is the reason why managers attach great
importance to motivation in organizational setting. Rensis Likert, has called motivation as
“the core of management”. Effective directing of people leads the organization to
effectiveness, both at organizational and individual levels. The public sector can indeed be
more e¤ective in exploiting the public service motivation of employees and can therefore be
more efficient in the provision of public good.
Clive R Emmanuel, George Kominis dan Sergeja Slapnicar dalam The Impact of
Target Setting on Managerial Motivation & Performance menyatakan bahwa adanya
hubungan pengaruh positif antara Motivasi dan peningkatan kinerja melalui sebuah
mekanisme yang terstruktur dalam suatu organisasi. Motivation still seems to be the single
most important determinant of individual job performance lanjut jurnal tersebut kemudian.
Motivasi ini haris eksis di setiap level manajemen untuk memungkinkan adanya Peningkatan
Kinerja.
Menurut expectancy theory as developed by Vroom, ada tiga faktor yang
memungkinkan adanya motivasi pegawai yaitu :
1. the subjective probability that (increased) effort leads to (better) performance
(Expectancy),
2. the employee’s expectation that better performance leads to higher rewards
(Instrumentality) and
3. the attractiveness of the rewards to the employee (Valence).
Motivasi dan Peningkatan Kinerja memiliki suatu persamaan yang terukur berbanding lurus.
Suatu Organisasi dapat memacu peningkatan kinerja secara terus menerus dengan
menjaga kontinuitas motivasi pegawai-pegawainya. Faktor-faktor di atas dapat dijadikan
pertimbangan bagi institusi dengan tujuan utama meningkatkan kinerja pelayanan publik
sebagai agent yang melayani principal-nya senada dengan misi good governance.

D.7. Manajemen Berbasis Kinerja pada Sekolah Tinggi Akuntansi Negara

Reformasi birokrasi di Indonesia yang diwarnai paham new public management


dengan misi idealistik mewujudkan good governance selalu dikumandangkan di setiap lini
instansi. Hal ini disebabkan tidak inginnya pemerintah mengulang kesalahan yang sama
yang telah mengendap bertahun-tahun dalam sistem manajemen birokrasinya. Pemerintah
pun menunjukkan komitmennya dengan memperkenalkan Sistem Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah di akhir abad dua puluh demi mewujudkan cita-cita luhur good
governance. Urgensi penerapan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah mau tidak
mau meng-endorse Sekolah Tinggi Akuntansi Negara untuk ikut berperan menerapkan anak

18 | P a g e
sistem performance-based management dengan misi good governance tersebut. Paradigma
tersebut yang berusaha diakomodir Sekolah Tinggi Akuntansi Negara khususnya
melaksanakan tupoksi pemberian layanan pendidikan kedinasan dengan orientasi hasil atau
outcome-focus.
Sekolah Tinggi Akuntansi Negara sebagai salah satu satuan kerja setingkat eselon II
di bawah Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan, Departemen Keuangan. Atas
kedudukannya sebagai perangkat eselon II tersebut, menurut Instruksi Presiden No. 7
Tahun 1999, Sekolah Tinggi Akuntansi Negara memiliki kewajiban untuk mempunyai
Perencanaan Strategik tentang program-program utama yang akan tercapai selama 1 (satu)
sampai dengan 5 (lima) tahunan, uraian tentang visi, misi, strategi dan faktor-faktor kunci
keberhasilan organisasi, tujuan, uraian tentang sasaran dan aktivitas organisasi; uraian
tentang cara mencapai tujuan dan sasaran tersebut serta wajib setiap akhir tahun anggaran
menyampaikan laporan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah kepada Presiden dan
salinannya kepada Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan dengan
mengunakan pedoman penyusunan sistem akuntabilitas kinerja.
Sekolah Tinggi Akuntansi Negara sebagai satuan kerja yang memiliki hak atas
penggunaan anggaran, berkewajiban untuk menyampaikan laporan keuangan dan laporan
kinerja kepada Menteri/Pimpinan Lembaga secara interim maupun setiap akhir periode
anggaran untuk dikonsolidasikan menjadi laporan keuangan dan kinerja departemen yang
akan disampaikan kepada Menteri Keuangan, Menteri Negara Perencanaan Pembangunan
Nasional, dan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara untuk disampaikan kepada
presiden, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 2006 mengenai Sistem
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.
Kewajiban melaksanakan performance-based management dengan istilah Sistem
Akuntabilitas Kinerja Instansi pemerintah, tidak membuat satuan kerja Sekolah Tinggi
Akuntansi Negara secara otomatis meningkatkan kinerja pelayanannya. Laporan
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) pun tidak dapat dijadikan satu-satunya
acuan untuk memperlihatkan kinerja sesungguhnya dalam ranah akuntabilitas. Pun tidak
dapat diambil kesimpulan atas adanya Peningkatan Kinerja atas hasil review konsisten yang
dilakukan satuan kerja Sekolah Tinggi Akuntansi Negara dalam rapat kerja atau rapat
pimpinan bersama setingkat eselon II lainnya di bawah naungan Badan Pendidikan dan
Pelatihan Keuangan. Hubungan LAKIP dan Peningkatan Kinerja ini semestinya dipengaruhi
faktor lain yang dapat kemudian memastikan Peningkatan Kinerja dapat berjalan dengan
sesuai. Faktor lain tersebut yaitu Motivasi yang berbuah komitmen yang berasal dari sumber
daya intern satuan kerja Sekolah Tinggi Akuntansi Negara maupun ekstern.

19 | P a g e
E. Operasionalisasi Variable dan Pengembangan Hipotesis

E. 1. Operasionalisasi Variable
Variable yang akan diangkat dalam penelitian ini terdiri dari dua independent variable
dan satu dependent variable. Variable yang berada pada ranah konsep yang
memungkinkan setiap pembaca menafsirkan secara berbeda, harus dioperasionalisasikan
secara lebih terperinci ke ranah dimensi, bahkan elemen. Laporan Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah (LAKIP) dan Motivasi sebagai independent variable. Peningkatan
Kinerja adalah dependent variable. Operasionaliasasi variable ini didasarkan pada teori
yang tepat dan sesuai.
Secara teoritis, terdapat beberapa fase dalam manajemen berbasis kinerja yaitu
perencanaan, pelaksanaan dan pengukuran kinerja, pelaporan kinerja serta pemanfaatan
informasi kinerja dari hasil review laporan. Fase-fase di atas adalah sebuah siklus terhubung
yang terkait dan saling mempengaruhi. Hasil review laporan kinerja (LAKIP) berdasarkan
siklus akuntabilitas tersebut kemudian dijadikan acuan bagi perencanaan target capaian
kinerja periode anggaran berikutnya (kembali ke siklus awal). Suatu hal yang lumrah bahwa
suatu organisasi sudah semestinya menetapkan target capaian kinerja yang lebih tinggi dari
periode anggaran tahun sebelumnya dengan tujuan memenuhi tuntutan intern dan ekstern
atas pertumbuhan organisasi. Di sinilah link dimana LAKIP dapat berpengaruh dalam
meningkatkan kinerja suatu instansi.
Menurut hasil kajian Tim Studi Pengembangan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah, informasi yang dikandung dalam laporan akuntabilitas kinerja (LAKIP) memiliki
dua fungsi utama yaitu :
1. Sebagai bagian dari pertanggungjawaban penerima amanat (pemerintah yang
diwakili masing-masing instansi) kepada pemberi amanat (rakyat dan stakeholder
terkait)
2. Sebagai pemicu perbaikan kinerja pemerintah atau dengan kata lain Peningkatan
Kinerja organisasi publik.
Hasil kajian Direktorat Aparatur Negara Bappenas Tahun 2006 memperlihatkan bahwa
modus (93,75%) dari hasil sample instansi pemerintah di berbagai tingkat pemerintahan
bersepakat bahwa laporan kinerja (LAKIP) telah dimanfaatkan untuk umpan balik
Peningkatan Kinerja instansi. Erasmus Research Institute of Management (ERIM) yang
berjudul How Feedback Can Improve Managerial Evaluations of Model-based Marketing
Decision Support Systems penerapan suatu sistem baru harus diikuti dengan proses
pembelajaran individual pegawainya yang berorientasi tugas dan Peningkatan Kinerja.

20 | P a g e
Md. Hasan Uddin dan Md. Anisur Rahaman dari Patuakhali Science & Technology
University suatu sistem baru yang diaplikasikan dalam sebuah organisasi akan mendapat
hambatan utama dari sumber daya manusia yang terkena dampak implementasi sistem.
Menurut jurnal berdaya Deputi Bidang Akuntabilitas Aparatur Kementerian PAN dikatakan
bahwa keberhasilan atau kegagalan implementasi sistem AKIP akan sangat bergantung
pada tingkat pemahaman, komitmen dan rasa tanggung jawab sumber daya manusia yang
terkait di dalamnya. Menurut Samuel Paul, suatu negara yang menerapkan performance-
based management harus memperhatikan hak publik untuk mendapat akses atas informasi
atas kinerja pelayanan. Menurut hasil kajiannya, apabila informasi atas kinerja pelayanan
yang tertuang dalam laporan kinerja dapat diakses publik maka menurut pengalaman di
India, umpan balik dari masyarakat dapat meningkatkan kinerja dan akuntabilitas organisasi
publik. Informasi atas kinerja pelayanan ini di Indonesia tertuang dalam Laporan
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Akses atas LAKIP harus dibuat sedemikian rupa
untuk mengoptimalkan manfaat sistem pelaporan dengan tujuan Peningkatan Kinerja. Hasil
kajian ini menyimpulkan adanya pengaruh masyarakat dalam Peningkatan Kinerja instansi
pemerintah. Faktor masyarakat ini akan kita sebut sebagai sumber daya manusia ekstern.
Menurut Leksana TH, seorang executive coach dan NLP practitioner dalam sebuah
artikel yang berjudul Motivasi Penggerak Kinerja Perusahaan, Motivasi merupakan
penopang dari pohon tindakan dan komitmen merupakan buah dari terpupuknya Motivasi
secara terus menerus. Motivasi merupakan landasan untuk menimbulkan keyakinan dan
kemauan melakukan tindakan yang produktif. Suatu organisasi yang mampu meMotivasi
pegawainya akan mampu membangun kekuatan untuk kinerja yang optimal. Faktor Motivasi
ini ternyata dapat mempengaruhi sumber daya manusia intern maupun ekstern dalam
meningkatkan kinerja organisasi publik dalam bahasan ini instansi pemerintah. Gordon
yakin, the notion that, in general, managers who are highly motivated are much more likely
to be high performers. Motivation is one of the most important factors affecting human
behaviour and performance. This is the reason why managers attach great importance to
motivation in organizational setting. Rensis Likert, has called motivation as “the core of
management”. Effective directing of people leads the organization to effectiveness, both at
organizational and individual levels.
Florian Ederer dalam Feedback and Motivation in Dynamic Tournaments
menyatakan bahwa adanya a fundamental trade-off between evaluation and motivation
effects that firms face when deciding whether and how to provide interim performance
evaluation. Performance evaluation yang tertuang dalam LAKIP dapat memberikan efek
ganda layaknya mata pisau yaitu memotivasi atau sebaliknya demotivasi. Interim
performance evaluations motivate some employees, but at the same time the information

21 | P a g e
they convey will demotivate other workers and may also reduce equilibrium effort of all
workers.
Setelah menganalisis beberapa hubungan di atas dapat disimpulkan bahwa bahwa
LAKIP dan faktor Motivasi sama-sama mempengaruhi Peningkatan Kinerja. LAKIP dan
Motivasi menjadi independent variable dan Peningkatan Kinerja menjadi Dependent
Variable. Sehingga model hubungan antar variable sebagai berikut:

Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah

Peningkatan Kinerja

Motivasi

G.1. Gambar Model Hubungan antar Variable

Karakteristik-karakteristik yang menyusun dan memperjelas variable akan dijelaskan satu


persatu di bawah ini.

E.1.1. Independent Variable

E.1.1.1. LAKIP

Independent variable pertama adalah dalam penelitian ini adalah LAKIP. Variable ini
terdiri dari tiga dimensi yang menyusunnya yaitu pelaporan kinerja, pengawasan dan
evaluasi. Jika digambarkan dalam sebuah pohon diagram, operasionalisasi atas variable-
variable dalam penelitian ini akan terlihat sebagai berikut :

Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah

Pelaporan Kinerja Pengawasan Evaluasi

G.2. Gambar Model Operasionalisasi Independent Variable – LAKIP

Pelaporan Kinerja
Dimensi LAKIP yang pertama adalah pelaporan kinerja. Menurut Ileana Steccolini
dalam sebuah jurnal bertajuk Local Government Annual Report menyatakan bahwa dalam

22 | P a g e
annual report (yang terdiri dari gabungan laporan keuangan dan laporan akuntabilitas), local
government menyajikan pengukuran dan evaluasi atas indikator efektivitas dan efisiensi,
pelaporan kinerja, serta pengungkapan keberhasilan-keberhasilan. Dikatakan bahwa annual
report ini, selain berguna sebagai a primary medium of accountability serta merupakan
communication tools by public organisations. Sedang dalam jurnal Sustainability,
Accountability And Corporate Governance : Exploring Multinationals’ Reporting Practices,
Ans Kolk menyatakan bahwa dalam penyampaian report diperlukan adanya dimensi
pelaporan kinerja yang sustainable dan agreed-upon procedures for the independent
verification untuk menjawab kebutuhan akuntabilitas dan transparansi. David Hess dalam
Social Reporting and New Governance Regulation yakin bahwa dalam suatu tahapan new
governance model of regulation, akuntabilitas dan transparansi dapat dicapai dengan
adanya mekanisme yang mencantumkan pelaporan pencapaian kinerja.

Pengawasan
Dimensi LAKIP selanjutnya adalah pengawasan. David Hess dalam Social Reporting
and New Governance Regulation menyatakan diperlukan adanya pengawasan atas
pencapaian target kinerja suatu instansi melalui suatu media yang berbentuk report. Agrawal
dalam riset mengenai Performance Improvement Planning- Designing an Effective Leakage
Reduction and Management Program di India mengatakan bahwa The first step of any
follow-up strategy is to implement a periodic and systematic monitoring procedure. A
periodic and systematic monitoring procedure dapat dilakukan dengan media laporan yang
di dalamnya terdapat performance indicators.

Evaluasi
Dimensi LAKIP yang terakhir adalah evaluasi. Dalam suatu riset mengenai
Performance Improvement Planning-Designing an Effective Leakage Reduction and
Management Program di India, Agrawal menyatakan bahwa diperlukan adanya pertemuan
bulanan untuk melakukan reviewed and rethought for improvement for providing feedback
on the ward’s performance. Di bagian lain, dinyatakan bahwa pelayanan dapat dievaluasi
menurut keberhasilan pencapaian tujuannya, waktu pencapaiannya, dan kesesuaianya
dengan prosedur. Florian Ederer bersepakat dalam Feedback and Motivation in Dynamic
Tournaments bahwa feedback policies have two competing effects: they inform workers
about their relative position in the tournament (evaluation effect).

E.1.1.2. Motivasi

23 | P a g e
Richard Romando dalam Define Motivation menyatakan bahwa Motivasi adalah a
driving force that initiates and directs behavior or a kind of internal energy which drives a
person to do something in order to achieve something. Dimensi Motivasi menurut beliau
dibagi berdasarkan tiga spesifik aspek yaitu the arousal of behavior (willingness), the
direction of behavior (purposive), and persistence of behavior (consistency). Jika
digambarkan dalam sebuah pohon diagram, operasionalisasi atas variable-variable dalam
penelitian ini akan terlihat sebagai berikut :

Motivasi

Willingness/Commitment Purposiveness Konsisten

G.3. Gambar Model Operasionalisasi Independent Variable – Motivasi

Willingness/Commitment
Menurut Richard Romando, willingness adalah keinginan yang timbul dari internal
seseorang untuk melakukan sesuatu. Dr. Cameron Gordon dalam A Framework And
Performance Report For The Nation's Public Works yakin bahwa dalam teori managerial
motivation untuk meningkatkan performance on the basis of the Expectancy-Valence (E-V),
dibutuhkan adanya commitment. Di bagian lain, dikatakan bahwa commitment has a positive
and significant effect on managers’ performance. “In essence, target commitment is
conceptually defined as a form of behavioural choice, that is, the choice between accepting
or rejecting a target that was assigned or set participatively (Locke et al., 1981), and implicit
in this definition is the intention to extend effort toward target attainment, and an
unwillingness to lower or abandon that target (Hollenbeck & Klein, 1987).” Guthrie dan
kawan-kawan dalam sebuah jurnal bertajuk Public Sector Performance Reporting: The
Intellectual Capital Question? menyatakan bahwa Human capital is further divided into
competence, attitude and intellectual agility. ... . Attitude captures the willingness of
employees to use their skills and abilities to benefit the company. Robert Dubin defines
Motivation as the willingness to exert high level of effort to reach organizational goals,
conditioned by the efforts ability to satisfy some individual need. Motivation is something that
moves the person to action and continues him in the course of action of action already
initiated”.

Purposiveness

24 | P a g e
Menurut Richard Romando, purposiveness adalah tindakan melakukan sesuatu
dengan dasar adanya tujuan atau harapan tertentu yang ingin diraih atas tindakan tertentu.
Agrawal dalam riset mengenai Performance Improvement Planning- Designing an Effective
Leakage Reduction and Management Program dalam sebuah bagian mengatakan
diperlukan adanya challenges and awareness of potential to motivate staffs to adopt such
new strategies. Robert Dubin defines Motivation as the willingness to exert high level of
effort to reach organizational goals, conditioned by the efforts ability to satisfy some
individual need.
Konsisten
Konsisten menurut Richard Romando adalah persistence of behavior. Dr. Cameron
Gordon dalam A Framework And Performance Report For The Nation's Public Works
menyatakan untuk memungkinkan adanya Peningkatan Kinerja di federal government setiap
pihak harus secara konsisten menjalankan national policy, memperbaiki federal plans,
functions, programs, and resources. Robert Dubin defines Motivation as the complex forces
starting and keeping a person at work in an organization. Motivation is something that moves
the person to action and continues him in the course of action of action already initiated.

E.1.2. Dependent Variable


Setelah mengoperasionalisasi LAKIP sebagai independent variable, dependent
variable dalam penelitian ini adalah Peningkatan Kinerja. Variable ini terdiri dari tiga
dimensi yang menyusunnya yaitu Kualitas Layanan, Tanggungjawab, Produktivitas. Jika
digambarkan dalam sebuah pohon diagram, operasionalisasi atas variable-variable dalam
penelitian ini akan terlihat sebagai berikut :

Peningkatan Kinerja

Kualitas Layanan Tanggung Jawab Produktivitas

Sesuai Standar Tepat Waktu

G.4. Gambar Model Operasionalisasi Dependent Variable – Peningkatan Kinerja

Kualitas Layanan
Agrawal dalam riset mengenai Performance Improvement Planning-Designing an
Effective Leakage Reduction and Management Program di India mengatakan bahwa the
basic aim of the performance improvement series is ... help achieve financially viable and

25 | P a g e
sustainable improved services. ... and also improved quality and standards of service.
Kualitas layanan ini di-breakdown menjadi elemen-elemen seperti sesuai standard
(operating procedure) dan tepat waktu.
Sesuai Standar (Operating Procedure),
Lain halnya dengan Dr. Cameron Gordon dalam A Framework And Performance
Report For The Nation's Public Works yang menyatakan barang atau jasa yang disediakan
institusi pemerintah dikatakan berkualitas jika memenuhi standar yang seharusnya.
Tepat waktu
Menurut kajian Direktorat Aparatur Negara, setelah penerapan SAKIP diharapkan pelayanan
birokrasi dapat lebih tepat waktu dan efisien.

Tanggung jawab
Agrawal dalam riset mengenai Performance Improvement Planning-Designing an
Effective Leakage Reduction and Management Program menyatakan adanya peningkatan
tanggungjawab yang dirasakan pegawai dalam suatu sistem yang memungkinkan adanya
Peningkatan Kinerja. Sistem tersebut menyediakan regulatory mechanisms, institutional
responsibilities, and accountability frameworks involving suitable incentives and sanctions,
and also clearly define the assignment of roles and responsibilities at various levels of
government. Dalam sebuah Kajian Direktorat Aparatur Negara mengenai Manajemen
berorientasi Peningkatan Kinerja, salah satu dimensi untuk menilai Peningkatan Kinerja
adalah responsibiltas yang berarti apakah pelaksanaan kegiatan sesuai dengan prinsip
administrasi yang benar. Mengutip dari Dr. Cameron Gordon dalam A Framework And
Performance Report For The Nation's Public Works “ ... it is the continuing responsibility of
the Federal government to use all practicable means, consistent with other essential
considerations of national policy, to improve performance ...”

Produktivitas
Dalam sebuah Kajian Direktorat Aparatur Negara mengenai Manajemen berorientasi
Peningkatan Kinerja, salah satu indikator Peningkatan Kinerja adalah peningkatan
produktivitas yang mengukur seberapa besar pelayanan publik menghasilkan yang
diharapkan masyarakat sebagai konsumen. Pronita Chakrabarti Agrawal dalam penelitian
Performance Improvement Planning- Designing an Effective Leakage Reduction and
Management Program menemukan adanya peningkatan layanan distribusi air dengan
ditemukannya fakta bahwa mulai diterapkannya leakage management yang efektif dan
efisien.

E.2. Pengembangan Hipotesis

26 | P a g e
Setelah menerangkan hubungan antar variable yang diperoleh dari mendaftar dan
menyimpulkan bahan-bahan literature review, tahap selanjutnya adalah membangun
hipotesis. Hipotesis adalah asumsi yang diwacanakan atau pernyataan sikap peneliti setelah
melakukan tahapan literature survey. Menurut Uma, kita dapat membangun hipotesis
berdasar if-then, H0-HA maupun direksional-nondireksional. Dalam penelitian ini, peneliti
memilih merumuskan hipotesis secara direksional.
Dalam jurnal penelitian sebelumnya, peneliti melakukan hipotesis atas adanya
pengaruh performance report atau yang di Indonesia dikenal dengan Laporan Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah dengan Peningkatan Kinerja atau adanya pengaruh Motivasi
terhadap Peningkatan Kinerja. Dari acuan suatu kajian Direktorat Aparatur Negara
Bappenas didapat data bahwa Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah dapat
meningkatkan kinerja dan hal ini dihambat oleh tidak adanya faktor Motivasi pegawai dalam
memanfaatkannya. Dalam The Impact of Target Setting on Managerial Motivation &
Performance, dinyatakan bahwa adanya positive relationship antara managerial motivation
dan performance. Dikatakan lebih lanjut bahwa managers who are highly motivated are
much more likely to be high performers.
Seperti yang dikemukakan di atas atas hasil simpulan dari literature review, peneliti-
peneliti sebelumnya secara terpisah menyatakan bahwa ada pengaruh performance report
(LAKIP) kepada Peningkatan Kinerja dan ada pengaruh faktor Motivasi terhadap
Peningkatan Kinerja. Peneliti dalam hal ini ingin membangun building blocks dengan
mengkombinasikan kedua faktor yaitu LAKIP dan Motivasi dalam mempengaruhi
Peningkatan Kinerja. Sehingga, hipotesis yang dibangun dalam penelitian ini dirumuskan
secara direksional sebagai berikut : Kombinasi Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah dan Motivasi Sumber Daya Manusia akan berpengaruh positif secara statistikal
signifikan pada Peningkatan Kinerja Sekolah Tinggi Akuntansi Negara.

F. Pengumpulan Data

Setelah melakukan tahap operasionalisasi variable dan pembangunan hipotesis,


tahapan selanjutnya yang dilakukan peneliti adalah melakukan pengumpulan data.
Pengumpulan data ini ditujukan untuk menganalisis, menguji hipotesis dan menjawab apa
yang menjadi research question dalam penelitian ini yaitu benarkah kombinasi Laporan
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah dan Motivasi terhadap Peningkatan Kinerja pada
satuan kerja Sekolah Tinggi Akuntansi Negara?
Seperti yang dikutip dalam blurt definition of collecting data dikatakan bahwa the
selection of the data collector should be done with great care as a dishonest data collector

27 | P a g e
can sink the entire ship. A list of the various data collection techniques need to be prepared.
The manner in which the sample population is to be selected needs to be decided. Time
lines need to be set with respect to the entire exercise.

F. 1. Teknik Pengumpulan Data

Data merupakan salah satu komponen penelitian, sehingga data dalam penelitian
harus valid atau benar karena jika tidak valid maka akan menghasilkan informasi dan
kesimpulan yang keliru atau salah. Teknik pengambilan data akan menjadi poin penting
dalam kehatian-hatian dalam melakukan penelitian. Oleh sebab itu diperlukan teknik
pengambilan data secara benar. Beberapa teknik yang dapat digunakan untuk
mengumpulkan data adalah :
1. Kuesioner
Merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan memberikan atau menyebarkan
daftar pertanyaan kepada responden dengan harapan memberikan respon atas
daftar pertanyaan tersebut.
2. Wawancara
Merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan berhadapan
secara langsung dengan yang diwawancarai tetapi dapat juga diberikan daftar
pertanyaan dahulu untuk dijawab pada kesempatan lain.
3. Observasi
Teknik ini menuntut adanya pengamatan dari peneliti baik secara langsung maupun
tidak langsung terhadap obyek penelitian. Instrumen yang dapat digunakan adalah
lembar pengamatan, panduan pengamatan dll.
4. Tes
Untuk mengumpulkan data yang sifatnya mengevaluasi hasil suatu proses atau
untuk mengetahui kondisi awal sebelum terjadinya suatu proses maka digunakan pre
test (sebelum proses) dan sesudah proses digunakan post test (setelah proses).
Sebagian besar penelitian umumnya menggunakan kuesioner sebagai metode yang
dipilih untuk mengumpulkan data. Kuesioner memang mempunyai banyak kebaikan sebagai
instrumen pengumpul data. Memang kuesioner baik, asal cara dan pengadaannya mengikuti
persyaratan yang telah digariskan dalam penelitian. Ditambah dengan adanya pertimbangan
dua kelebihan atas pemilihan kuesioner sebagai alat bantu pengambilan data, yaitu:
1. Dapat digunakan untuk mengumpulkan dari dari sejumlah besar responden yang
menjadi sample
2. Dapat menjawab pertanyaan melalui angket responden secara lebih leluasa, karena
tidak dipengaruhi oleh sikap mental hubungan antara peneliti dengan responden.

28 | P a g e
Setiap jawaban dapat dipikirkan masak-masak terlebih dahulu, karena tidak terikat
oleh cepatnya waktu yang diberikan kepada responden untuk menjawab pertanyaan
sebagaimana wawancara
Atas beberapa pilihan teknik pengumpulan di atas dan pertimbangan kelebihan kuesioner
dibanding teknik lainnya, dalam penelitian kali ini, akan digunakan kuesioner sebagai teknik
pengumpulan data.
Secara teoritis, sebelum kita menyusun kuesioner untuk melakukan pengumpulan
data, terdapat 4 (empat) komponen inti desain dari sebuah kuesioner, yaitu :
1. Adanya subyek, yaitu individu atau lembaga yang melaksanakan penelitian.
2. Adanya ajakan, yaitu permohonan dari peneliti kepada responden untuk turut serta
mengisi atau menjawab pertanyaan secara aktif dan obyektif
3. Adanya petunjuk pengisian kuesioner, yaitu petunjuk yang tersedia harys mudah
dimengerti dan tidak bias (mempunyai persepsi yang macam-macam)
4. Adanya pertanyaan atau pernyataan beserta tempat untuk mengisi jawaban, baik
secara tertutup maupun terbuka. Dalam membuat kuesioner harus ada identitas
responden (nama responden dapat tidak dicantumkan)
Hal-hal di atas harus menjadi pertimbangan peneliti dalam menyusun desain kuesioner.
Yang harus diingat adalah a lot of thought must be given to the design of the
questionnaire. Hal penting yang perlu diperhatikan dalam menyusun kuesioner adalah
bahwa kuesioner penelitian merupakan turunan dari variable yang hendak diteliti. Sumber
kuesioner ini bersumber dari operasionalisasi variable yang telah dilakukan di bagian
sebelumnya. Sebelum kuesioner disusun, maka harus dilalui prosedur.
1. Merumuskan tujuan yang akan dicapai dengan kuesioner.
2. Mengidentifikasikan variabel yang akan dijadikan sasaran kuesioner.
3. Menjabarkan setiap variabel menjadi sub-variabel yang lebih spesifik dan tunggal.
4. Menentukan jenis data yang akan dikumpulkan, sekaligus untuk menentukan teknik
analisisnya.
Hal-hal di atas telah dilakukan peneliti dalam tahapan operasionalisasi variable yang
dijelaskan pada bagian sebelumnya dalam laporan penelitian ini.
Kuesioner anonim memang ada kebaikannya karena responden bebas
mengemukakan pendapat. Akan tetapi penggunaan kuesioner anonim mempunyai
beberapa kelemahan seperti :
1. Sukar ditelusuri apabila ada kekurangan pengisian yang disebabkan karena
responden kurang memahami maksud item.
2. Tidak mungkin mengadakan analisis lebih lanjut apabila peneliti ingin memecah
kelompok berdasarkan karakteristik yang diperlukan.

29 | P a g e
Berbagai penelitian memberikan gambaran hasil bahwa tidak ada perbedaan ketelitian
jawaban yang diberikan oleh orang dewasa, baik yang anonim maupun yang bernama.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perlu tidaknya kuesioner diberi nama adalah:
1. Tingkat kematangan responden.
2. Tingkat subjektivitas item yang menyebabkan responden enggan memberikan
jawaban (misalnya gaji untuk pria dan umur untuk wanita).
3. Kemungkinan tentang banyaknya angket.
4. Prosedur (teknik) yang akan diambil pada waktu menganalisis data.
Atas pertimbangan di atas, peneliti akan menggunakan kuesioner anonim namun dengan
pemberian informasi berupa Jenis Kelamin, Usia, Pendidikan Terakhir serta
Pangkat/Golongan untuk mengetahui tingkat penyebaran responden.
Penelitian ini menggunakan kuesioner terstruktur yaitu kuesioner yang disusun
dengan menyediakan pilihan alternatif jawaban dengan sifatnya yang tertutup ataupun
terbuka pada akhirnya. Kuesioner tidak berstruktur memungkin aneka ragam jawaban dari
responden akibat belum terperincinya alternatif jawaban yang mungkin.
Selanjutnya dalam melakukan desain kuesioner yang harus diperhatikan dalam
desain kuesioner, yaitu pengukuran dengan penentuan skala. Pengukuran yang dilakukan
terhadap kuesioner ini harus dilakukan dengan acuan yang jelas agar tidak menghasilkan
analisis yang keliru. Penelitian ini ingin mengukur pengaruh sehingga yang menjadi pilihan
skala dalam kuesioner adalah kategori skala sikap. Skala sikap yang memiliki beberapa
kategori respon dan digunakan untuk mendapatkan respons yang terkait dengan objek,
peristiwa atau orang yang dipelajari adalah skala peringkat. Yang dipilih dari beberapa jenis
skala peringkat dalam penelitian ini adalah skala likert sebagai tolak ukur. Skala Likert ini
dikembangkan oleh Rensis Likert (1932), yang dikenal juga dengan nama skala sikap.
Pemilihan skala likert ini dengan tujuan scaling the strength of person preference about all
psychological objects replace the direction and intensity of the specific objects that a
respondent has judged. Skala Likert merupakan skala yang paling banyak dipakai dalam
inventori kepribadian karena bentuknya yang simpel dan mudah dalam penggunaannya
serta tidak sulit dalam melakukan skoring.
Skala likert tidak hanya mengelompokkan individu menurut kategori tertentu dan
menentukan urutan kelompok, namun juga mengukur besaran (magnitude) perbedaan
preferensi antar individu. Likert’s Summated Rating (LSR) memiliki beberapa pilihan
biasanya 3, 5, 7, 9 dan 11. Terlalu sedikit pilihan jawaban menyebabkan pengukuran
menjadi sangat kasar. Terlalu banyak pilihan jawaban menyebabkan responden sulit
membedakan pilihan. Banyak pilihan ganjil juga menimbulkan masalah, responden yang
malas/enggan akan menjawab pilihan yang di tengah (= jawaban netral), namun dalam
prakteknya yang paling sering digunakan adalah 5. Sehingga penelitian kali ini akan

30 | P a g e
menggunakan skala likert lima pilihan yaitu Sangat Tidak Setuju (STS), Tidak Setuju (TS),
Netral (N), Setuju (S), dan Sangat Setuju (SS).
Referensi kuesioner yang digunakan adalah kuesioner kajian Direktorat Aparatur
Negara Bappenas dengan modifikasi. Modifikasi ini mengharuskan adanya piloting dan
pengujian reliabilitas dan validitas. Herbert Spencer bahkan menyatakan ”betapa seringnya
kesalahan penggunaan kata-kata menimbulkan tanggapan-tanggapan yang menyesatkan”.
Untuk itulah maka sangat dibutuhkan suatu proses penyusunan kuesioner yang
berdasarkan kepada tingkat reliability dan validity dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukan
sehingga hasil dan tujuan penelitian tercapai.
Validity adalah keadaan yang menggambarkan tingkat instrumen bersangkutan yang
mampu mengukur apa yang akan diukur. Ada dua jenis validitas, yaitu :
1. Validitas Logis
Validitas logis adalah validitas yang dinyatakan berdasarkan hasil penalaran.
Instrumen dinyatakan memiliki validitas apabila instrumen tersebut telah dirancang
dengan baik, mengikuti teori dan ketentuan yang ada. Dengan kata lain, apabila
instrumen yang sudah disusun berdasarkan ketentuan yang ada dan teori
penyusunan instrumen, maka secara logis sudah valid.
2. Validitas Empiris
Validitas empiris adalah validitas yang dinyatakan berdasarkan hasil pengalaman.
Sebuah instrumen penelitian dikatakan memiliki validitas apabila sudah teruji dari
pengalaman yaitu melalui uji coba.
Sedangkan suatu instrumen pengukuran dikatakan reliable jika pengukurannya konsisten
dan cermat akurat. Jadi uji reliabilitas instrumen dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui
konsistensi dari instrumen sebagai alat ukur, sehingga hasil suatu pengukuran dapat
dipercaya. Untuk mengkristalisasi permasalahan riset dalam bentuk berbagai pertanyaan
pada kuesioner, kriteria reliability dan validity menjadi sangat mendasar bagi setiap
pertanyaan yang diajukan. Formula yang digunakan untuk menguji reliabilitas instrumen
dalam penelitian ini adalah koefisien alpha dari cronbach.
Peneliti merumuskan kuesioner yang terdiri dari sembilan belas pernyataan uji sikap
responden menggunakan skala likert 1-5. Tujuh pertanyaan yang merupakan hasil
operasionaliasasi variable LAKIP, tujuh pertanyaan merupakan hasil operasionaliasi variabel
Peningkatan Kinerja dan lima pertanyaan merupakan hasil operasionaliasasi variable
Motivasi. Rumusan kuesioner adalah hasil modifikasi atas kuesioner penelitian sebelumnya,
sehingga diperlukan piloting terlebih dahulu sebelum menyebarkan kuesioner. Piloting
kuesioner ini direncanakan disebar kepada lima belas responden (dengan satu cadangan)
secara acak pada objek satuan kerja Sekolah Tinggi Akuntansi Negara. Namun, pada
akhirnya ke-enambelas hasil kuesioner dalam kembali seluruhnya. Hal ini membuat peneliti

31 | P a g e
kemudian melakukan uji validitas dan reliablitas dengan enam belas responden. Pengujian
validitas dan reliabilitas dilakukan dengan bantuan aplikasi SPSS versi 16. Validitas dihitung
dengan rumus Correlate-Bivariate Pearson dan Reliabilitas dihitung dengan Reliability Scale
Analysis Cronbach Alpha. Sebagai acuan yang harus dilampaui r-hitung adalah r-tabel untuk
n dengan jumlah enambelas menurut Ghozali dalam Ekonometrika, sebesar 0,468. Suatu
alat ukur kuesioner dinyatakan valid dan reliable untuk dipakai mengukur, jika r-hitung
masing-masing pertanyaan/pernyataan/kasus lebih tinggi daripada r-tabel dengan nominal
0,468. Di bawah ini dijabarkan hasil pengujian validitas dan reliabilitas alat ukur masing-
masing variable yang akan diperlihatkan dengan tabel beserta analisis hasil atas
perhitungan menurut SPSS versi 16.

Independent variable pertama, Laporan Akuntabiltas Kinerja Instansi Pemerintah


yang terdiri dari tujuh pernyataan menunjukkan angka-angka sebagai berikut :

L
**
L1 Pearson Correlation .817
Sig. (2-tailed) .000
N 16
**
L2 Pearson Correlation .664
Sig. (2-tailed) .005
N 16
*
L3 Pearson Correlation .601
Sig. (2-tailed) .014
N 16
*
L4 Pearson Correlation .556
Sig. (2-tailed) .025
N 16
**
L5 Pearson Correlation .751
Sig. (2-tailed) .001
N 16
*
L6 Pearson Correlation .574
Sig. (2-tailed) .020
N 16
*
L7 Pearson Correlation .524
Sig. (2-tailed) .037
N 16
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
T.1. Hasil Uji Validitas Pearson Correlation LAKIP – Piloting Kuesioner

Dari analisis didapat nilai korelasi pearson antara skor per item L dan skor total L yang dicari
dengan signifikansi 0,05 dengan uji dua sisi dan jumlah data enam belas (n) menunjukkan

32 | P a g e
nilai yang lebih besar dari 0,468. Hal ini menunjukkan ketujuh kasus berkorelasi signifikan
terhadap skor total atau dengan kata laindapat dinyatakan valid.

Independent variable selanjutnya, Motivasi yang terdiri dari lima pernyataan


menunjukkan angka-angka sebagai berikut :

M
**
M1 Pearson Correlation .817
Sig. (2-tailed) .000
N 16
**
M2 Pearson Correlation .644
Sig. (2-tailed) .007
N 16
**
M3 Pearson Correlation .867
Sig. (2-tailed) .000
N 16
**
M4 Pearson Correlation .716
Sig. (2-tailed) .002
N 16
M5 Pearson Correlation .422
Sig. (2-tailed) .103
N 16
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
T.2. Hasil Uji Validitas Pearson Correlation Motivasi – Piloting Kuesioner

Dari analisis didapat bahwa hampir semua nilai korelasi pearson antara skor per item M dan
skor total M yang dicari dengan signifikansi 0,05 dengan uji dua sisi dan jumlah data enam
belas (n) menunjukkan nilai yang lebih besar dari 0,468. Hal ini menunjukkan ketujuh kasus
berkorelasi signifikan terhadap skor total atau dengan kata lain dapat dinyatakan valid.
Untuk item M5 diperoleh nilai 0,422 yang artinya bahwa item tersebut tidak berkorelasi
signifikan dengan skor total sehingga harus dikeluarkan atau diperbaiki. Item M5 adalah
pernyataan yang isinya sebagai berikut : Bapak/ibu/saudara merasakan adanya kesesuaian
antara perencanaan dan pelaksanaan program/kegiatan. Pernyataan di atas diubah menjadi
Bapak/ibu/saudara melaksanakan program/kegiatan secara konsisten dari perencanaan
hingga pelaksanaan. Perbaikan pertanyaan tersebut dengan harapan adanya pengaruh
signifikan M5 setelah kuesioner disebarkan ke responden.

Dependent variable, Peningkatan Kinerja yang terdiri dari tujuh pernyataan


menunjukkan angka-angka sebagai berikut :

33 | P a g e
K
*
K1 Pearson Correlation .523
Sig. (2-tailed) .037
N 16
**
K2 Pearson Correlation .737
Sig. (2-tailed) .001
N 16
**
K3 Pearson Correlation .726
Sig. (2-tailed) .001
N 16
**
K4 Pearson Correlation .652
Sig. (2-tailed) .006
N 16
**
K5 Pearson Correlation .812
Sig. (2-tailed) .000
N 16
*
K6 Pearson Correlation .611
Sig. (2-tailed) .012
N 16
**
K7 Pearson Correlation .681
Sig. (2-tailed) .004
N 16
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
T.3. Hasil Uji Validitas Pearson Correlation Peningkatan Kinerja – Piloting Kuesioner

Dari analisis didapat bahwa hampir semua nilai korelasi pearson antara skor per item M dan
skor total M yang dicari dengan signifikansi 0,05 dengan uji dua sisi dan jumlah data enam
belas (n) menunjukkan nilai yang lebih besar dari 0,468. Hal ini menunjukkan ketujuh kasus
berkorelasi signifikan terhadap skor total atau dengan kata lain dapat dinyatakan valid.

Setelah dilakukan pengujian validitas, saatnya pengujian atas reliabilitas dilakukan.


Berdasarkan perhitungan diperoleh data sebagai berikut :

Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.880 19
T.4. Hasil Uji Reliabilitas Cronbach-Alpha – Piloting Kuesioner

Kembali, yang dijadikan acuan analisis adalah r-tabel dengan nilai 0,468. Jika dibanding
nilai acuan tersebut, jelas alat ukur kuesioner kita dapat dinyatakan reliable.

34 | P a g e
F.2. SAMPLING

Setelah memiliki kuesioner yang valid dan reliable sebagai alat ukur, yang dilakukan
dalam tahapan pengumpulan data, selanjutnya adalah sampling. Teknik sampling hanya
dikenal dalam penelitian inferensial. Berbeda dengan penelitian descriptive terbatas pada
informasi dan ukuran-ukuran yang diperoleh dari hasil pengukuran atau data yang ada di
tangan, penelitian inferensial perlu melakukan generalisasi dan tafsiran di luar data yang
dimilikinya terhadap karakteristik sejumlah subjek atau kelompok subjek yang dipandang
dapat mewakili populasinya. Secara umum, ada dua kegiatan yang dapat dilakukan oleh
statistika inferensial yaitu menaksir (to estimate) parameter populasi berdasarkan ukuran-
ukuran sample dan menguji (to test) hipotesis tentang berbagai ukuran (parameter)
populasi. Dalam melakukan kedua kegiatan tersebut, kita melakukan perhitungan-
perhitungan terdapat data hasil pengukuran untuk menemukan ukuran sample.
Populasi atau sering juga disebut universe adalah keseluruhan atau totalitas objek
yang diteliti yang ciri-cirinya akan diduga atau ditaksir (estimated). Ciri-ciri populasi disebut
parameter. Populasi mengacu pada keseluruhan kelompok orang atau kumpulan elemen,
dimana sample diambil. Populasi dalam penelitian ini adalah pegawai Sekolah Tinggi
Akuntansi Negara.
Sample adalah sebagian dari populasi. Pengambilan sample adalah proses memilih
sejumlah elemen secukupnya dari populasi, sehingga penelitian terhadap sample dan
pemahaman tentang sifat atau karakteristiknya akan membuat kita dapat
mengeneralisasikan sifat atau karakteristik tersebut dalam elemen populasi. Semua
kesimpulan yang diambil tentang sample yang diteliti, digeneralisasikan pada populasi.
Alasan pengambilan sample, dengan mengambil sample, hasil yang didapat lebih
terpercaya dan lebih sedikit kesalahan. In probability theory, the central limit theorem (CLT)
states conditions under which the mean of a sufficiently large number of independent
random variables, each with finite mean and variance, will be approximately normally
distributed. The central limit theorem also requires the random variables to be identically
distributed, unless certain conditions are met.
Ukuran sample atau besarnya sample yang diambil dari populasi, sebagaimana
diungkapkan di atas, merupakan salah satu faktor penentu tingkat kerepresentatifan sample
yang digunakan. Pada umumnya, buku-buku metodologi penelitian menyebut angka lima
persen hingga 10 persen untuk menegaskan berapa ukuran sample yang harus diambil dari
sebuah populasi tertentu dalam penelitian sosial. Untuk penelitian deskriptif, samplenya 10%
dari populasi, penelitian korelasional, paling sedikit 30 elemen populasi, penelitian
perbandingan kausal, 30 elemen per kelompok, dan untuk penelitian eksperimen 15 elemen

35 | P a g e
per kelompok. Roscoe dalam Uma Sekaran memberikan pedoman penentuan jumlah
sample sebagai berikut :
1. Sebaiknya ukuran sample di antara 30 s/d 500 elemen
2. Jika sample dipecah lagi ke dalam subsample (laki/perempuan, SD?SLTP/SMU,
dsb), jumlah minimum subsample harus 30
3. Pada penelitian multivariate (termasuk analisis regresi multivariate) ukuran sample
harus beberapa kali lebih besar (10 kali) dari jumlah variable yang akan dianalisis.
4. Untuk penelitian eksperimen yang sederhana, dengan pengendalian yang ketat,
ukuran sample bisa antara 10 s/d 20 elemen.
Atas dasar itulah, penelitian ini akan menggunakan 35 elemen sample.
Secara umum, ada dua jenis teknik pengambilan sample yaitu, sample acak atau
random sampling/probability sampling, dan sample tidak acak atau nonrandom
samping/nonprobability sampling. Yang dimaksud dengan random sampling adalah cara
pengambilan sample yang memberikan kesempatan yang sama untuk diambil kepada setiap
elemen populasi. Sedangkan yang dimaksud dengan nonrandom sampling atau
nonprobability sampling, setiap elemen populasi tidak mempunyai kemungkinan yang sama
untuk dijadikan sample.
Dua jenis teknik pengambilan sample di atas mempunyai tujuan yang berbeda. Jika
peneliti ingin hasil penelitiannya bisa dijadikan ukuran untuk mengestimasikan populasi, atau
istilahnya adalah melakukan generalisasi maka seharusnya sample representatif dan
diambil secara acak. Pada sample acak (random sampling) dikenal dengan istilah simple
random sampling, stratified random sampling, cluster sampling, systematic sampling, dan
area sampling. Dalam penelitian ini, akan digunakan teknik Simple Random Sampling atau
Sample Acak Sederhana Cara atau teknik ini dapat dilakukan jika analisis penelitiannya
cenderung deskriptif dan bersifat umum. Perbedaan karakter yang mungkin ada pada setiap
unsur atau elemen populasi tidak merupakan hal yang penting bagi rencana analisisnya.
Sebanyak 35 kuesioner disebar secara acak sederhana ke empat bidang Sekolah
Tinggi Akuntansi Negara yaitu Sekretariat, Bidang Akuntan, Bidang Ajun Akuntan, dan
Bidang Pembantu Akuntan. Penyebaran acak sederhana ini tidak menggunakan rumus
randbetween di aplikasi microsoft excel misalnya, melainkan hanya mendatangi ruangan
pegawai keempat bidang tersebut dan meminta bantuan beberapa di antara mereka yang
bersedia untuk mengisi kuesioner.

G. Data Analysis

36 | P a g e
Sebelum melakukan analisis data, dilakukan terlebih dahulu melakukan persiapan
pengolahan data pada penelitian yaitu :
a. Editing, adalah kegiatan memeriksa data yang sudah terkumpul dalam penyebaran
kuisioner, apakah sudah lengkap atau tidak. Keseluruhan lembar kuesioner berhasil
dikumpulkan secara lengkap dan terisi.
b. Handling blank response dengan melakukan pengisian kuesioner berdasar acuan
tertentu. Terdapat dua pernyataan yang ditemukan blank, berasal dari lembar
kuesioner yang berbeda. Hal tersebut di atasi dengan melakukan pengisian mean
value respond atas pernyataan yang sama.
c. Coding, adalah kegiatan mengklasifikasi kode tertentu kepada masing-masing
kategori. Sangat Tidak Setuju diklasifikasi sebagai 1 dan Sangat Setuju diklasifikasi
sebagai 5. Setiap lembar responden diberi label angka 1-35 untuk memudahkan
tabulasi.
d. Tabulasi, adalah memasukkan data ke dalam tabel-tabel dan mengatur angka-angka
sehingga dapat dihitung jumlah jawaban dalam berbagai kategori. Tabulasi tidak
langsung dilakukan dalam aplikasi SPSS, melainkan dengan alat bantu worksheet
microsoft excel. Setelah input atas setiap item pernyataan, dilakukan penjumlahan
untuk setiap variable per responden.
Analisis data yang dilakukan menggunakan bantuan program SPSS (Statistical
Program for Social Science) Versi 16. Setelah dilakukan pengelolaan data, maka
selanjutnya dilakukan untuk menganalisis pengaruh independent variable terhadap
dependent variable dengan menggunakan model analisis regresi logistik yang diolah
dengan program SPSS 10. Model ini dipilih karena ingin mengetahui besarnya kontribusi
pengaruh independent variable terhadap dependent variable. Serta faktor resiko
independent variable terhadap dependent variable. Sebelum pengujian hipotesis dilakukan,
terlebih dahulu dilakukan pengujian kualitas data dengan uji instrumen pengumpulan data,
uji asumsi dasar dan uji penyimpangan asumsi klasik.
Setelah penyebaran kuesioner, kembali dilakukan uji instrumen pengumpulan data
untuk meyakinkan feel for the data. Untuk itu, dilakukan uji validitas dan reliabilitas dengan
aplikasi SPSS versi 16 atas data yang diperoleh dari 35 responden (dengan r-tabel 0,325).
Untuk variable pertama yaitu LAKIP hasil perhitungannya sebagai berikut :

L
**
L1 Pearson Correlation .600
Sig. (2-tailed) .000
N 35

37 | P a g e
**
L2 Pearson Correlation .441
Sig. (2-tailed) .008
N 35
**
L3 Pearson Correlation .433
Sig. (2-tailed) .009
N 35
**
L4 Pearson Correlation .587
Sig. (2-tailed) .000
N 35
**
L5 Pearson Correlation .641
Sig. (2-tailed) .000
N 35
**
L6 Pearson Correlation .430
Sig. (2-tailed) .010
N 35
**
L7 Pearson Correlation .480
Sig. (2-tailed) .004
N 35
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
T.5. Hasil Uji Validitas Pearson Correlation LAKIP – Kuesioner

Dari analisis didapat bahwa hampir semua nilai korelasi pearson antara skor per item
L dan skor total L yang dicari dengan signifikansi 0,05 dengan uji dua sisi dan jumlah data
35 (n) menunjukkan nilai yang lebih besar dari 0,325. Hal ini menunjukkan ketujuh kasus
berkorelasi signifikan terhadap skor total atau dengan kata lain dapat dinyatakan valid.
Pengujian validitas untuk variable kedua yaitu Motivasi hasil perhitungannya sebagai
berikut :

M
**
M1 Pearson Correlation .687
Sig. (2-tailed) .000
N 35
**
M2 Pearson Correlation .663
Sig. (2-tailed) .000
N 35
**
M3 Pearson Correlation .724
Sig. (2-tailed) .000
N 35
**
M4 Pearson Correlation .673
Sig. (2-tailed) .000
N 35
*
M5 Pearson Correlation .390
Sig. (2-tailed) .020
N 35

38 | P a g e
M
**
M1 Pearson Correlation .687
Sig. (2-tailed) .000
N 35
**
M2 Pearson Correlation .663
Sig. (2-tailed) .000
N 35
**
M3 Pearson Correlation .724
Sig. (2-tailed) .000
N 35
**
M4 Pearson Correlation .673
Sig. (2-tailed) .000
N 35
*
M5 Pearson Correlation .390
Sig. (2-tailed) .020
N 35
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
T.6. Hasil Uji Validitas Pearson Correlation Motivasi – Kuesioner

Dari analisis didapat bahwa hampir semua nilai korelasi pearson antara skor per item
M dan skor total M yang dicari dengan signifikansi 0,05 dengan uji dua sisi dan jumlah data
35 (n) menunjukkan nilai yang lebih besar dari 0,325. Hal ini menunjukkan ketujuh kasus
berkorelasi signifikan terhadap skor total atau dengan kata lain dapat dinyatakan valid.
Untuk variable terakhir yaitu Peningkatan Kinerja hasil perhitungannya sebagai
berikut :

K
*
K1 Pearson Correlation .413
Sig. (2-tailed) .014
N 35
**
K2 Pearson Correlation .524
Sig. (2-tailed) .001
N 35
**
K3 Pearson Correlation .556
Sig. (2-tailed) .001
N 35
**
K4 Pearson Correlation .610
Sig. (2-tailed) .000
N 35
**
K5 Pearson Correlation .772
Sig. (2-tailed) .000
N 35
**
K6 Pearson Correlation .450
Sig. (2-tailed) .007

39 | P a g e
N 35
**
K7 Pearson Correlation .602
Sig. (2-tailed) .000
N 35
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
T.7. Hasil Uji Validitas Pearson Correlation Peningkatan Kinerja – Kuesioner

Dari analisis didapat bahwa hampir semua nilai korelasi pearson antara skor per item
K dan skor total K yang dicari dengan signifikansi 0,05 dengan uji dua sisi dan jumlah data
35 (n) menunjukkan nilai yang lebih besar dari 0,325. Hal ini menunjukkan ketujuh kasus
berkorelasi signifikan terhadap skor total atau dengan kata lain dapat dinyatakan valid.
Setelah dilakukan pengujian validitas atas instrumen ukur, pengujian selanjutnya
adalah pengujian reliabilitas. Hasil perhitungan SPSS versi 16 atas reliabilitas instrumen
ukur dalam penelitian ini menghasilkan data sebagai sebagai berikut:
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.787 19
T.8. Hasil Uji Reliabilitas Cronbach-Alpha – Kuesioner

Dari analisis didapat bahwa nilai cronbach alpha yang dicari dengan signifikansi 0,05
dengan uji dua sisi dan jumlah data 35 (n) menunjukkan nilai yang lebih besar dari 0,325.
Hal ini menunjukkan alat pengukuran dapat dinyatakan reliable.
Pengujian selanjutnya adalah uji asumsi dasar yang terdiri atas uji normalitas dan
linearitas. Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah populasi data berdistribusi
normal atau tidak. Uji ini digunakan untuk mengukur data berskala ordinal, interval (likert)
ataupun rasio. Jika analisis menggunakan metode parametrik, maka persyaratan normalitas
harus terpenuhi. Uji normalitas dalam penelitian ini menggunakan uji One Sample
Kolmogorov-Smirnov dengan taraf signifikansi 0,05 dengan bantuan aplikasi SPPS versi 16.
Hasil perhitungannya sebagai berikut :

Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
L .176 35 .068 .933 35 .035
K .145 35 .060 .964 35 .304
*
M .118 35 .200 .967 35 .375
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
T.9. Hasil Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov

40 | P a g e
Dari hasil di atas dapat kita lihat pada kolom Kolmogorov-Smirnov dapat diketahui bahwa
nilai signifikansi ketiga variable lebih besar dari 0,05 yaitu untuk LAKIP sebesar 0,68;
Peningkatan Kinerja sebesar 0,06; Motivasi sebesar 0,200 maka dapat disimpulkan bahwa
data variable berdistribusi normal.
Setelah dilakukan uji normalisasi, pengujian selanjutnya adalah uji linearitas.
Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui apakah dua variabel mempunyai hubungan linear
atau tidak tidak secara signifikan. Uji ini biasanya digunakan sebagai prasyarat dalam
analisis korelasi atau regresi linear. Pengujian pada SPSS dengan menggunakan Test for
Linearity dengan taraf signifikansi 0,05. Dua variable akan dikatakan memiliki hubungan
linear jika signifikansi (linearity) kurang dari 0,05.

ANOVA Table
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
K * L Between Groups (Combined) 98.769 10 9.877 1.235 .319
Linearity 69.675 1 69.675 8.713 .007
Deviation from Linearity 29.094 9 3.233 .404 .920
Within Groups 191.917 24 7.997
Total 290.686 34
T.10. Hasil Uji Linearitas (Uji F – ANOVA) LAKIP terhadap Peningkatan Kinerja

Hubungan linear antara variable K (Peningkatan Kinerja) dan variable L (LAKIP) terdapat
hubungan yang linear, karena signifikansi linearity dalam anova table menunjukkan angka
0,007 yang artinya kurang dari 0,05.

ANOVA Table
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
K * M Between Groups (Combined) 154.995 8 19.374 3.712 .005
Linearity 122.963 1 122.963 23.561 .000
Deviation from Linearity 32.032 7 4.576 .877 .538
Within Groups 135.690 26 5.219
Total 290.686 34
T.11. Hasil Uji Linearitas (Uji F – ANOVA) Motivasi terhadap Peningkatan Kinerja

Hubungan linear antara variable K (Peningkatan Kinerja) dan variable M (Motivasi) terdapat
hubungan yang linear, karena signifikansi linearity dalam anova table menunjukkan angka
0,000 yang artinya kurang dari 0,05.
Setelah dilakukan uji instrumen pengumpulan data dan uji asumsi dasar, pengujian
selanjutnya adalah uji penyimpangan asumsi klasik. Pengujian penyimpangan asumsi klasik
dalam penelitian ini terdiri dari uji multikolinearitas dan uji autokorelasi.

41 | P a g e
Uji multikolinearitas digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya penyimpangan
asumsi klasik multikolinearitas yaitu adanya hubungan linear antar independent variable
dalam model regresi. Prasyarat yang harus terpenuhi dalam model regresi adalah tidak
adanya multikolinearitas. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan SPSS versi 16
dengan regresi linear, collineartiy diagnostics. Hasilnya sebagai berikut :

a
Coefficients
Collinearity Statistics
Model Tolerance VIF
1 L .806 1.240
M .806 1.240
a. Dependent Variable: K
T.12. Hasil Uji Kolinearitas antar independent variable LAKIP dan Motivasi
Dari hasil di atas dapat diketahui nilai variance inflation factor (VIF) kedua independent
variablet yaitu LAKIP dan Motivasi adalah 1,240 lebih kecil dari 5, sehingga bisa diduga
bahwa antar independent variable tidak terjadi persoalan multikolinearitas.
Pengujian selanjutnya, uji autokorelasi digunakan untuk mengetahui ada atau
tidaknya penyimpangan asumsi klasik autokorelasi, yaitu korelasi yang terjadi antara
residual pada satu pengamatan dengan pengamatan lain pada model korelasi. Prasyarat
yang harus terpenuhi adalah tidak adanya autokorelasi dalam model regresi. Metode
pengujian yang sering digunakan adalah Uji Durbin-Watson (uji DW). Hasil Uji Durbin
Watson :

b
Model Summary
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate Durbin-Watson
a
1 .689 .474 .441 2.185 1.811
a. Predictors: (Constant), M, L
b. Dependent Variable: K
T.13. Hasil Uji model regresi Durbin-Watson

Dari hasil output di atas didapat nilai DW yang dihasilkan dari model regresi adalah 1,811.
Dari tabel DW dengan signifikansi 0,05 dan jumlah data (n) 35, seta k = 2 (jumlah
independent variable) diperoleh nilai dL 1,343 dan dU 1,584. DW (1,811) berada di antara
dU dan 4Du, maka berarti tidak ada autokorelasi.
Setelah terlebih dahulu dilakukan pengujian kualitas data (feels for data) dengan uji
instrumen pengumpulan data, uji asumsi dasar dan uji penyimpangan asumsi klasik,
pengujian hipotesis dapat dilakukan. Namun sebelum kita menginjak ke pengujian hipotesis,
kita harus menguji apakah salah satu atau kedua independent variable merupakan variable
moderasi, atau sebaliknya. Pengujian ini dilakukan dengan metode moderated regression
analysis (MRA). Hasilnya :

42 | P a g e
a
Coefficients
Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) -4.588 22.779 -.201 .842
L .724 .904 .795 .801 .429
M 1.319 1.168 1.045 1.129 .267
Mo -.025 .046 -.893 -.553 .584
a. Dependent Variable: K
T.14. Hasil Uji Moderated Regression Analysis kedudukan independent variable

Yang dilihat dari hasil di atas adalah tingkat signifikansi moderator yang lebih besar dari 0,05
merupakan independent variable. Sehingga kedua variable LAKIP dan Motivasi adalah pure
merupakan independent variable.
Hipotesis dalam penelitian ini adalah “Kombinasi antara Laporan Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah dan Motivasi Sumber Daya Manusia akan berpengaruh positif
secara statistikal signifikan pada Peningkatan Kinerja Sekolah Tinggi Akuntansi Negara”.
Dari pengembangan hipotesis tersebut terlihat bahwa penelitian ini terdiri dari dua
independent variable dan satu dependent variable. Dalam menguji hubungan ini, digunakan
analisis regresi linier berganda. Analisis ini untuk mengetahui arah hubungan antara
independent variable dengan dependent variable apakah masing-masing independent
variable berhubungan positif atau negatif dan untuk memprediksi nilai dari dependent
variable apabila nilai independent variable mengalami kenaikan dan penurunan. Data yang
digunakan biasanya berskala interval dan rasio.
Hasil analisis linear berganda sebagai berikut :

a
Coefficients
Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) 7.854 3.569 2.201 .035
L .230 .130 .252 1.767 .087
M .681 .180 .539 3.779 .001
a. Dependent Variable: K
T.15. Hasil Uji Regresi Linear Berganda (i)

Persamaan regresi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :


- Konstanta sebesar 7,854 artinya jika LAKIP dan Motivasi nilainya 0, maka
Peningkatan Kinerja nilainya 7,854
- Koefisien regresi variable L (LAKIP) sebesar 0,230 artinya adanya hubungan positif
antara LAKIP dan Peningkatan Kinerja sebesar 0,230

43 | P a g e
- Koefisien regresi variable Motivasi artinya ada hubungan positif, jika Motivasi
semakin tinggi, maka Peningkatan Kinerja akan semakin tinggi dengan besaran
0,681.
a
Casewise Diagnostics
Case Number Std. Residual K Predicted Value Residual
1 -.397 30 30.87 -.867
2 .022 25 24.95 .049
3 1.813 33 29.04 3.962
4 1.128 29 26.54 2.465
5 -.330 24 24.72 -.721
6 1.792 30 26.08 3.916
7 -.808 25 26.76 -1.765
8 -1.543 25 28.37 -3.372
9 -.502 30 31.10 -1.096
10 1.169 30 27.45 2.554
11 -.202 22 22.44 -.441
12 -.364 23 23.80 -.795
13 1.105 31 28.59 2.414
14 -.658 26 27.44 -1.438
15 .396 29 28.13 .865
16 -.845 24 25.85 -1.846
17 -1.495 26 29.27 -3.267
18 .318 27 26.31 .694
19 -.241 26 26.53 -.528
20 -1.804 21 24.94 -3.943
21 -.658 26 27.44 -1.438
22 1.335 29 26.08 2.916
23 -.970 26 28.12 -2.120
24 -.330 24 24.72 -.721
25 .711 29 27.45 1.554
26 1.379 30 26.99 3.013
27 .877 28 26.08 1.916
28 .378 26 25.17 .827
29 .941 27 24.94 2.057
30 -.289 25 25.63 -.632
31 -1.577 24 27.45 -3.446
32 -.496 25 26.08 -1.084
33 .711 29 27.45 1.554
34 -.202 22 22.44 -.441
35 -.364 23 23.80 -.795
a. Dependent Variable: K
T.16. Hasil Uji Casewise Diagnostics

Nilai Peningkatan Kinerja yang diprediksi dapat dilihat di tabel di atas. Semakin mendekati 0
maka model regresi semakin baik dalam melakukan prediksi, sebaliknya semakin menjauhi
0 atau lebih dari 1 atau -1 semakin tidak baik model regresi melakukan prediksi.
Pengujian selanjutnya adalah Analisis Korelasi Ganda (R). Analisis ini digunakan
untuk mengetahui hubungan antara dua independent variable terhadap dependent variable

44 | P a g e
secara serentak. Nilai R berkisar antara 0 dan 1, semakin mendekati 1 berarti hubungan
yang terjadi semakin kuat, sebaliknya jika mendekati nol, maka hubungannya semakin
melemah. Hasil analisis regresi, pada output model summary disajikan sebagai berikut :

b
Model Summary
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate
a
1 .689 .474 .441 2.185
a. Predictors: (Constant), M, L
b. Dependent Variable: K
T.17. Hasil Uji Regresi Linear Berganda (ii)
Angka R sebesar 0,68 menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara kombinasi LAKIP
dan Motivasi terhadap Peningkatan Kinerja.
Pengujian selanjutnya adalah Analisis Determinasi. Analisis determinasi dalam
regresi linear berganda digunakan untuk mengetahui persentase sumbangan pengaruh
independent variable secara serentak terhadap dependent variable. R2 sama dengan 0
menunjukkan tidak adanya pengaruh yang diberikan, sedikitpun. Sebaliknya pun, jika
hasilnya 1 menunjukkan sumbangan 100% pengaruh. Hasil komputasinya :

b
Model Summary
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate
a
1 .689 .474 .441 2.185
a. Predictors: (Constant), M, L
b. Dependent Variable: K
T.18. Hasil Uji Regresi Linear Berganda (iii)

Model ini menunjukkan LAKIP dan Motivasi secara serentak dapat mempengaruhi
Peningkatan Kinerja sebesar 47,4% sedangkan ternyata 52,6% dipengaruhi oleh variable
lain yang tidak terdapat dalam penelitian ini.
Pengujian koefisien regresi dilakukan untuk mengetahui apakah independent
variable secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap dependent variable.
Signifikan berarti hubungan yang terjadi dapat berlaku untuk populasi (dapat
digeneralisasikan). Hasil Uji F memperlihatkan output:

b
ANOVA
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
a
1 Regression 137.866 2 68.933 14.434 .000
Residual 152.820 32 4.776
Total 290.686 34
a. Predictors: (Constant), M, L
b. Dependent Variable: K
T.19. Hasil Uji Koefisien Regresi (uji F)

45 | P a g e
Terlihat dari hasil komputasi, didapat bahwa nilai F-hitung adalah 14,434. F-hitung akan
dibandingkan dengan F-tabel. F-tabel diketahui dengan menentukan df-1 dan df-2. Dengan
menggunakan tingkat keyakinan 95%, a = 5%, df-1 = 2 (jumlah independent variable) dan
df-2 = 32 (35-2-1). Hasil yang diperoleh dari F-tabel sebesar 3,295. Karena F-hitung > F-
tabel maka H0 ditolak. Ditolaknya H0 menyimpulkan bahwa secara bersama, kombinasi
LAKIP dan Motivasi berpengaruh positif terhadap Peningkatan Kinerja Sekolah Tinggi
Akuntansi Negara.
Pengujian Koefisien Regresi secara parsial dilakukan untuk menguji apakah kedua
independent variable secara parsial masih mempengaruhi Peningkatan Kinerja. Hasil
outputnya :

a
Coefficients
Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) 7.854 3.569 2.201 .035
L .230 .130 .252 1.767 .087
M .681 .180 .539 3.779 .001
a. Dependent Variable: K
T.20. Hasil Uji Koefisien Regresi secara parsial (uji T)

Tabel distribusi t dicari pada a = 5% : 2 = 2,5% (uji dua sisi) dengan derajat kebebasan (df)
35-2-1 = 32. Dengan pengujian dua sisi (signifikansi 2,5%) hasil diperoleh untuk t-tabel
sebesar 2,037. Untuk LAKIP, t-hitungnya 1,767. Karena t-hitung < t-tabel maka H0 diterima
yang artinya secara parsial tidak ada pengaruh Peningkatan Kinerja. Sedangkan Motivasi t-
hitungnya 3,779. Karena t-hitung > t-tabel maka H0 ditolak yang artinya secara secara
signifikan berpengaruh terhadap Peningkatan Kinerja.

H. Hasil dan Pembahasan Hipotesis

Sebelum kita membahas dan menentukan pembuktian hipotesis, akan diperlihatkan


mekanisme yang telah dilalui sebelumnya. Suatu instrumen ukur menghasilkan hasil
pengukuran yang valid dan reliable untuk dijadikan data pengambilan keputusan, harus diuji
validitas dan reliabilitasnya. Instrumen ukur yang digunakan dalam penelitian ini telah
diibangun melalui operasionalisasi variable secara rigor sehingga terbukti valid menurut
regresi Pearson dan reliable menurut Cronbach-Alpha. Sample yang diambil dengan acak
secara sederhana terbukti memenuhi syarat distribusi normal menurut Kolmogorov-
Smirnow, sehingga data hasil sampling dapat dijadikan acuan to estimate the parameter of

46 | P a g e
population dan to test hipotesis dalam analisis inferensialnya. LAKIP dan Motivasi telah
terbukti kedudukannya sebagai independent variable, salah satu atau keduanya bukan
moderating atau intervening variable. Hal tersebut telah dibuktikan melalui Moderated
Regression Analysis. Lebih jauh lagi, dependent variable dan independent variable memiliki
hubungan linear dan tidak memiliki penyimpangan asumsi klasik collinearity. Terakhir Model
regresi yang dipakai dalam penelitian ini pun telah terbukti bebas dari penyimpangan
autokorelasi Durbin-Watson. Semua hal yang menjadi pertimbangan sebelum pengujian
hipotesis telah tepat, sehingga pengujian hipotesis dapat dilakukan. Hipotesis dari penelitian
ini dirumuskan secara direksional sebagai adanya pengaruh signifikan positif kombinasi
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah dan Motivasi secara statistik terhadap
Peningkatan Kinerja pada satuan kerja Sekolah Tinggi Akuntansi Negara.
Hal pertama yang akan diuji terkait hubungan antara independent variable dan
dependent variable. Hubungan independent variable yang terdiri dari LAKIP (X1) dan
Motivasi (X2) secara bersama-sama atau serentak berpengaruh terhadap Peningkatan
Kinerja satuan kerja Sekolah Tinggi Akuntansi Negara ditunjukkan oleh R sebesar 0,689.
Hasil ini memperlihatkan ada hubungan yang kuat yang positif atas kedua independent
variable secara bersama-sama atau serentak terhadap Peningkatan Kinerja satuan kerja
Sekolah Tinggi Akuntansi Negara. Besarnya pengaruh kedua independent variable
bersama-sama atau serentak terhadap Peningkatan Kinerja satuan kerja Sekolah Tinggi
Akuntansi Negara dapat dilihat pada besanya koefisien determinasi yaitu R2 atau R square
yakni sebesar 0,474. Hal ini memperlihatkan bahwa LAKIP dan Motivasi mempengaruhi
Peningkatan Kinerja sebesar 47,4%. Persentase lainnya yaitu sebesar 52,6% adalah faktor–
faktor lain yang tidak terdapat dalam penelitian ini.
Berdasarkan atas uji statistik dengan menggunakan metode analisis regresi linier
berganda didapat persamaan regresi linier berganda :

Y = 7,854 + 0,230X1 + 0,681X2 + µ

Persamaan regresi tersebut memperlihatkan koefisien regresi dari LAKIP (X1) dan Motivasi
(X2) bertanda positif hal ini mengindikasikan independent variable mempunyai pengaruh
searah atau berbanding lurus dengan dependent variable. Artinya apabila nilai dari
independent variable meningkat atau menurun maka akan mendorong menaikkan atau
menurunkan dependent variable.
Dari persamaan regresi linier berganda di atas menunjukkan seberapa besar
pengaruh dari independent variable terhadap dependent variable dapat diketahui dari :

47 | P a g e
1. Nilai konstanta sebesar 7,854. Nilai ini mengindikasikan jika nilai X1 dan X2 tidak ada
atau sebesar nol, maka nilai variabel Peningkatan Kinerja sebesar 7,854.
2. Nilai koefisien regresi X1 sebesar 0,230. Hal ini mengandung pengertian bahwa jika
terjadi peningkatan atau penurunan nilai variabel X1 atau LAKIP sebesar 1, maka
nilai variabel Peningkatan Kinerja akan meningkat atau menurun sebesar 23%
dengan asumsi variabel lain tetap (motivasi diasumsikan ceteris paribus, tidak
berubah). Hal ini menunjukkan bahwa jika kualitas LAKIP meningkat maka
penggunaan informasi akuntansi juga meningkat.
3. Nilai koefisien regresi X2 sebesar 68,1%. Hal ini mengandung pengertian bahwa jika
terjadi peningkatan atau penurunan nilai variabel X2 atau skala usaha sebesar 1,
maka nilai variabel Peningkatan Kinerja akan meningkat atau menurun sebesar
0,681 dengan asumsi variabel lainnya tetap (LAKIP diasumsikan pada kualitas yang
tidak berubah). Hal ini menunjukkan bahwa jika adanya peningkatan Motivasi maka
Peningkatan Kinerja juga akan meningkat. Seperti penelitian managers who are
highly motivated are much more likely to be high performers.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis penelitian yang dirumuskan secara direksional
yaitu adanya pengaruh positif kombinasi Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
dan Motivasi terhadap Peningkatan Kinerja pada satuan kerja Sekolah Tinggi Akuntansi
Negara, terbukti signifikan secara statistik.
Penelitian ini mengeksploitasi pengaruh Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah dan Motivasi secara serentak berpengaruh terhadap Peningkatan Kinerja pada
satuan kerja Sekolah Tinggi Akuntansi Negara. LAKIP yang salah satu tujuannya yaitu
meningkatkan kinerja, tidak dapat bekerja secara parsial dalam mempengaruhi peningkatan
kinerja, melainkan harus adanya faktor kombinasi Motivasi sumber daya manusia dalam
menggunakan LAKIP sebagai acuan Peningkatan Kinerja. Berdasarkan penelitian
sebelumnya bahwa Peningkataan Kinerja dapat dipengaruhi LAKIP dengan syarat adanya
kualitas yang dipersyaratkan untuk sebuah LAKIP dapat berfungsi. LAKIP belum dapat
berfungsi secara optimal untuk meningkatkan kinerja, jika kualitasnya tidak memenuhi
persyaratan untuk dijadikan acuan. Ileana Steccolini dalam The role of the annual report in
rendering government menyatakan (financial and non financial) information should be not
only accessible but also generally perceive the usefulness of annual reports, rich in content
and also readable. The bad news over performance report is about the quality. Untuk
meningkatkan kualitas LAKIP dalam rangka meningkatkan kinerja, dapat dilakukan seminar
dan training dengan outcome pemanfaatan LAKIP dalam rangka peningkatan kinerja.
Florian Ederer menyatakan dalam Feedback and Motivation in Dynamic
Tournaments bahwa feedback is a key to maintaining high levels of work motivation. The

48 | P a g e
interim performance evaluations ... to exert effort after information has been revealed. Hal ini
dapat menjadi argumentasi mengapa LAKIP belum berpengaruh signifikan secara parsial
terhadap Peningkatan Kinerja. Selanjutnya yang dapat dilakukan oleh Sekolah Tinggi
Akuntansi Negara adalah secara aktif menggunakan informasi terkait kinerja to manage
employee perceptions of performance and therefore motivation. Publicity report dari LAKIP
belum dilakukan oleh organisasi. LAKIP masih menjadi sesuatu yang “tabu” untuk
diberitahukan umum atau bahkan dibahas antara atasan-bawahan bahkan antar-pegawai.
LAKIP masih menjadi barang exclusive yang tidak semua orang mengetahuinya.
Peningkatan publicity report yang tepat dapat berpengaruh positif pada Peningkatan Kinerja.
Pada dasarnya, LAKIP memberikan sumbangan lebih besar kepada peningkatan kinerja
dengan prasyarat kualitas yang baik dan adanya sistem yang memungkinkan siapapun
(intern maupun ekstern) melakukan feedback atas pelaporan kinerja.
Setelah membahas LAKIP, kita akan melanjutkan pembahasan ke Motivasi. Bruno S
Frey dan Alois Stutzer dalam Environmental Morale and Motivation mengungkapkan bahwa
intrinsic motivation yang telah dimiliki individu sebaiknya extrinsically-rewarded to crowd out.
Bahwasanya ketika tidak diperolehnya tangible rewards atas kinerja yang dipengaruhi
intrinsic motivation, pada suatu masa intrinsic motivation tersebut akan undermined in a
highly significant and very reliable way, and that the effect is moderately large. Motivasi yang
secara parsial berpengaruh statistikal signifikan terhadap Peningkatan Kinerja sebaiknya
didukung oleh adanya reward extrinsic sehingga motivasi ini keberadaannya dapat
sustainable dalam rangka meningkatkan kinerja organisasi. Terlebih lagi pada satuan kerja
Sekolah Tinggi Akuntansi Negara yang semakin hari, semakin tinggi work-loadnya,
dibutuhkan suatu extrinsic reward untuk menjaga kinerja bahkan memungkinkan
peningkatan kinerja. Extrinsic reward ini dapat berupa lingkungan kerja yang mendukung,
hubungan interpersonal antar pegawai yang terjaga dengan baik sampai dengan incentives
tambahan berupa asuransi atau bonus.

I. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Sekolah Tinggi Akuntansi Negara berada dalam tahapan pembenahan diri.


Pembenahan diri ini merupakan tuntutan publik atas dikenalnya New Public Management
yang tercermin dalam Manajemen Berbasis Kinerja di Indonesia. Belum lagi tuntutan
pemberian pelayanan prima kepada users akibat perubahan pengelolaan keungan Badan
Layanan Umum yang seharusnya dapat secara otomatis meningkatkan kinerja. Laporan
Akuntabilitas Kinerja Intern Pemerintah (LAKIP) yang selama ini disusun oleh Sekolah
Tinggi Akuntansi Negara sepertinya belum efektif memenuhi tujuan peningkatan kinerja, hal

49 | P a g e
ini semakin diperkuat oleh pembuktian hipotesis yang dilakukan dalam penelitian ini.
Kualitas LAKIP masih dipertanyakan untuk dapat menjadi acuan peningkatan kinerja. Teori
Manajemen Instansi Pemerintah Berbasis Kinerja, yang menyatakan bahaw LAKIP dapat
meningkatkan kinerja belum terlihat di satuan kerja Sekolah Tinggi Akuntansi Negara. Lain
halnya jika dimasukkan satu variable yaitu Motivasi sebagai penggerak peningkatan kinerja
yang telah dinyatakan dalam teori-teori dan telah dibuktikan dalam penelitian sebelumnya.
Kombinasi antara LAKIP dan Motivasi berpengaruh kuat secara signifikan 47,4% terhadap
Peningkatan Kinerja satuan kerja Sekolah Tinggi Akuntansi Negara.
Rekomendasi penelitian ini terhadap satuan kerja Sekolah Tinggi Akuntansi Negara
berdasar analisis variable independent dalam penelitian ini, dapat dijabarkan sebagai
berikut:
1. Adanya peningkatan kualitas LAKIP yang ditempuh melalui penyempurnaan
perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan dengan acuan indikator kinerja yang
dibangun secara komprehensif dari rencana strategis yang dimiliki satuan kerja
Sekolah Tinggi Akuntansi Negara. Penilaian indikator kinerja dan outcome sudah
seharusnya diperhatikan secara seksama, terutama dalam hal kuantifikasi dan
pemilihan satuan pencapaian. Agar indikator kinerja tidak hanya berfungsi sebagai
simbolistik keharusan perundang-undangan namun dapat menjadi salah satu sarana
peningkatan kinerja.
2. Adanya sistem dan sarana yang memungkinkan feedback atas hasil performance
report atau LAKIP baik interim maupun tahunan dari level eselon II hingga pelaksana
pada satuan kerja Sekolah Tinggi Akuntansi Negara. Karena dengan adanya
feedback tersebut, maka pegawai dapat mengevaluasi kinerja individu masing-
masing dan memungkinkan adanya proses internalisasi yang bisa memicu
peningkatan kinerja selanjutnya. Feedback dari eksternal yaitu publik yang
melaksanakan fungsi pengawasan juga dapat dijadikan pertimbangan untuk
meningkatkan kualitas dan fungsi LAKIP demi terwujudnya kontinuitas peningkatan
kinerja.
3. Meningkatnya work-load pada satuan kerja Sekolah Tinggi Akuntansi Negara akibat
penerapan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, jika tidak dikelola dengan
seksama ditakutkan dapat menjadi blunder bagi motivasi yang dimiliki dan telah ada
saat ini dalam rangka meningkatkan kinerja organisasi. Pembangunan sistem reward
and punishment yang mengacu dan bermuara pada LAKIP untuk meningkatkan dan
menjaga stabilitas motivasi intern pegawai. Reward yang ditetapkan tidak melulu
berwujud finansia, reward berupa lingkungan kerja yang mendukung, hubungan
interpersonal antar pegawai yang terjaga dengan baik sampai dengan incentives
tambahan berupa asuransi atau bonus, dapat menjadi pilihan yang menarik.

50 | P a g e
Rekomendasi untuk penelitian selanjutnya adalah penambahan faktor-faktor yang
mempengaruhi Peningkatan Kinerja selain LAKIP dan Motivasi dalam penerapan
Manajemen Berbasis Kinerja di suatu institusi. Sehingga jika ditemukan semua faktor yang
signifikan berpengaruh terhadap peningkatan kinerja di sebuah institusi, dapat dijadikan
acuan bagi institusi tersebut uintuk mempertahankan kontinuitas peningkatan kinerjanya dan
dapat dijadikan acuan bagi institusi lain dalam membenahi kinerja. Atas semua itu,
Manajemen Berbasis Kineja diharapkan tidak hanya terlihat idealis-simbolistik semata.

51 | P a g e
Literature References :

Ghozali, Imam. Ekonometrika : Teori, Konsep dan Aplikasi dengan SPSS 17. Badan
Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang. 2009.
Mahmudi. Manajemen Kinerja Sektor Publik. Yogyakarta. Unit Penerbit dan Percetakan
Akademi Manajemen Perusahaan YKPN. 2005.
Muhidin, Sambas Ali, Maman Abdurrahman. Analisis Korelasi, Regresi, dan Jalur dalam
Penelitian. CV Pustaka Setia. Bandung. 2009.
Priyatno, Duwi. Mandiri Belajar SPSS (Statistical Product and Service Solution). Mediakom.
Jakarta. 2009.
Sekaran, Uma. Research Method for Business : A Skill Building Approach. Southern Illinois
University at Carbondale. John Wiley & Sons, Inc.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan


Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah
Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah

Agrawal, Pronita Chakrabarti. Performance Improvement Planning- Designing an Effective


Leakage Reduction and Management Program. India. Water and Sanitation Program-
South Asia World Bank. April 2008.
Coglianese, Cary dan Jennifer Nash. Management-Based Strategies for Improving Private
Sector Environmental Performance. Philadhelpia. John F. Kennedy School of
Government - Harvard University.
Ederer, Florian. Feedback and Motivation in Dynamic Tournaments. America.
Massachusetts Institute of Technology. March 2008.
Emmanuel, Clive R., George Kominis, Sergeja Slapnicar. The Impact of Target Setting on
Managerial Motivation & Performance. 2008. California.
Frey, Bruno S, Alois Stutzer. Environmental Morale and Motivation. Institute for Empirical
Research in Economics. University of Zurich. April 2006.
Gordon, Dr. Cameron. A Framework And Performance Report For The Nation's Public
Works. America. US Army Corps of Engineers - Institute for Water Resources. 1993.
Greenleaf, Graham. Reforming reporting of privacy cases : A proposal for improving
accountability of Asia-Pacific Privacy Commissioners. New Zealand. Privacy Law and
Policy in New Zealand. forthcoming 2004.

52 | P a g e
Guthrie, Dr James, Dr Tyrone Carlin and K. Yongvanich. Public Sector Performance
Reporting: The Intellectual Capital Question?. Australia. Macquarie Graduate School of
Management. July 2004.
Hess, David. Social Reporting and New Governance Regulation: The Prospects of Achieving
Corporate Accountability through Transparency. Amerika. Ross School of Business
University of Michigan.
Kayande, Ujwal, Arnaud de Bruyn, Gary Lilien, Arvind Rangaswamy and Gerrit Van
Bruggen. How Feedback Can Improve Managerial Evaluations of Model-based
Marketing Decision Support Systems. The Netherlands. Erasmus Research Institute of
Management (ERIM). 2006.
Kolk, Ans. Sustainability, Accountability And Corporate Governance : Exploring
Multinationals’ Reporting Practices. Business Strategy and the Environment,
forthcoming. 2004.
Oudeyer, Pierre-Yves, Frederic Kaplan. How can we define intrinsic motivation? Ecole
Polytechnique Federale de Lausanne. Switzerland.
TH, Leksana. Motivasi Penggerak Kinerja Perusahaan. Strategic Solution Centre. Jakarta.
2003.
The Performance-Based Management Handbook. A Six-Volume Compilation of Techniques
and Tools for Implementing the Government Performance and Result Act of 1993
(GPRA). United States of America. Departement of Energy.
Tim Kajian Direktorat Aparatur Negara. Manajemen yang berorientasi pada Peningkatan
Kinerja instansi pemerintah. Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan
Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2006. Jakarta.
Tim Diklat Teknis Sustainable Capacity Building Project for Decentralization Project. 2007.
Modul 1 Good Governance dan Akuntabilitas Kinerja Institusi Pemerintah - Diklat Teknis
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.
Sloof, Randolph, C. Mirjam van Praag. The effect of noise in a performance measure on
work motivation: A real effort laboratory experiment. Amsterdam. August 2008
Smith, Ken, Lee Schiffel. Improvements in City Government Performance Reporting.
Willamette University and Valparaiso University. March 2009.
Solikin, Akhmad. 2006. Penggabungan Laporan Keuangan dan Laporan Kinerja Instansi
Pemerintah : Perkembangan dan Masalah. Jakarta. Jurnal Akuntansi Pemerintah Vol. 2
No.2.
Steccolini, Ileana. Local Government Annual Report: an Accountability Medium?. Italy. SDA
Bocconi-Bocconi University School of Management. September 2002.

53 | P a g e
Uddin, Md. Hasan and Md. Anisur Rahaman. A comparative study on Traditional
performance management system and newly introduced performance management
system in Bangladesh Bank. Bangladesh. Patuakhali Science & Technology University.
2008.

Pribadiyono. Aplikasi Sistem Pengukuran Produktivitas Kaitannya Dengan Pengupahan.


Masyarakat Produktivitas Jawa Timur (MPJ). Desember 2006. Indonesia. Diakses dari
http://puslit2.petra.ac.id/ejournal/index.php/ind/article/viewFile/16551/16543
Romando, Richard. Define Motivation. Amerika. EzineArticles. 2007. Diakses dari
http://ezinearticles.com/?Define-Motivation&id=410696
Santoso, Slamet. Metode Pengambilan Data (Materi VII). 2008. Diakses dari
http://ssantoso.blogspot.com/2008/08/metode-pengambilan-data-materi-vii.html
Simbolon, Anthon. 2003. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Diakses dari
http://www.mabesad.mil.id/artikel/artikel2/310504lakip2.htm
Susilo, Djoko. 2004. Efektivitas Kebijakan tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.
Diakses dari www.warmadewa.ac.id/.../efektifitas-kebijakan-tentang-akuntabilitas-
kinerja-instansi-pemerintah.doc
Tips Membuat Skala Likert. http://consultanthr.com/tips-membuat-skala-likert/ 2008 admin
diakses dari http://consultanthr.com/tips-membuat-skala-likert/
Wirakusuma, Made Gede. Good Questionnaire And Response Rate. 2003. Diakses dari
http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/wirakusuma.pdf Fakultas Ekonomi,
UniversitasUdayana, Denpasar
http://id.wikipedia.org/wiki/Komitmen_organisasi
http://id.wikipedia.org/wiki/Komitmen_organisasi

54 | P a g e
Kepada Yth:
Bapak/Ibu/Saudara
Di tempat

Dengan Hormat,

Dalam rangka pemenuhan tugas Mata Kuliah Metode Penelitian pada Program
Diploma IV Sekolah Tinggi Akuntansi Negara, saya melakukan penelitian ilmiah dengan
judul: “Analisis atas Pengaruh LAKIP dan faktor Motivasi terhadap Peningkatan Kinerja
Sekolah Tinggi Akuntansi Negara”. Hasil yang saya harapkan dari penelitian ini adalah untuk
mendapatkan bukti-bukti empiris mengenai pengaruh antara perubahan sistem yang terjadi
dengan kinerja individual pegawai yang juga dimoderasi oleh penolakan terhadap
perubahan.

Sehubungan dengan tujuan tersebut di atas, saya meminta bantuan


Bapak/Ibu/Saudara untuk menjadi responden guna menjawab daftar pertanyaan penelitian
ini. Saya sangat mengharap Bapak/Ibu/Saudara dapat mengisi keseluruhan kuisioner ini
dengan jujur dan sungguh-sungguh karena sangat penting artinya dalam analisa data
nantinya. Dalam pengisian kuisioner ini tidak ada jawaban salah atau benar.
Bapak/Ibu/Saudara hanya diminta untuk mengungkapkan tingkat persetujuan terhadap
pertanyaan-pertanyan yang disajikan. Dalam penelitian ini, sesuai dengan etika penelitian,
identitas Bapak/Ibu/Saudara akan dijamin kerahasiaannya. Hasil penelitian ini tidak akan
mempengaruhi penilaian pada kinerja Bapak/Ibu/Saudara sekalian.

Saya mohon maaf yang sebesar-besarnya karena telah mengganggu waktu dan
kesibukan kerja Bapak/Ibu/Saudara sekalian. Saya mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya atas partisipasi Bapak/Ibu/Saudara untuk mengisi kuisioner ini.

Jakarta, Nopember 2009

Hormat saya,

Ellen Maharani
Peneliti

55 | P a g e
QUESIONER

DATA RESPONDEN
Jenis Kelamin .........................................................................
Usia ......................................................................................
Pendidikan Terakhir ...............................................................
Pangkat/Golongan .................................................................

Keterangan :
STS Sangat Tidak Setuju
TS Tidak Setuju
N Netral (diantara tidak setuju dan setuju)
S Setuju
SS Sangat Setuju

Quesioner ini ditujukan untuk mengukur seberapa besar pengaruh LAKIP dalam meningkatkan kinerja
instansi anda, Sekolah Tinggi Akuntansi Negara.
Quesioner ini tidak akan berpengaruh pada apapu yang berhubungan dengan pekerjaan anda.
Berikan tanda thick (√) pada kotak yang anda yakin dapat mewakili pendapat.

No Item Pertanyaan STS TS N S SS


Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
Pelaporan Kinerja
1 Instansi bapak/ibu/saudara memiliki mekanisme pelaporan kinerja yang
telah diatur secara jelas, sistematis dan terjadwal secara berkala.
2 Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) yang dimiliki
instansi anda telah memenuhi substansi pertanggungjawaban
(akuntabilitas) atas kinerja pelaksanaan tupoksi dan penggunaan
sumberdaya (anggaran).
3 Data-data yang disajikan di Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah (LAKIP) sebaiknya open-access baik bagi semua pegawai dan
di-publish ke publik.
Pengawasan
4 LAKIP (interim) dijadikan acuan untuk melakukan strategi pengawasan
secara periodik (bulanan, triwulanan, semesteran) atas pelaksanaan
program/kegiatan.
5 Sistem direct monitoring atas pelaksanaan program/kegiatan yang
dilakukan dalam lingkungan instansi bapak/ibu/saudara telah berjalan
secara optimal untuk mendorong peningkatan kinerja instansi.
Evaluasi
6 Instansi bapak/ibu/saudara melakukan evaluasi berkala atas pelaksanaan
program/kegiatan, berdasarkan indikator kinerja yang telah ditetapkan
dalam LAKIP.
7 Instansi bapak/ibu/saudara memiliki sarana untuk melakukan feedback
atas evaluasi ketercapaian kinerja instansi, unit kerja dan individu atas
target kinerja.
8 Pemanfaatan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah sebagai
hasil evaluasi pelaksanaan program/kegiatan untuk kepentingan
perbaikan kinerja instansi dan acuan program/kegiatan tahun
No Item Pertanyaan STS TS N S SS
Peningkatan Kinerja
Kualitas Layanan
Sesuai Standar (Operating Procedure),
1 Setelah pengimplementasian manajemen berbasis kinerja, instansi
bapak/ibu/saudara dapat meningkatkan pelayanan publik yang sesuai
dengan standar (operating procedure)
2 Setelah pengimplementasian manajemen berbasis kinerja, standar
kinerja yang ditetapkan dapat mewujudkan peningkatan layanan publik.
Tepat Waktu
3 Setelah pengimplementasian manajemen berbasis kinerja, pegawai
memiliki acuan waktu pelayanan dalam melaksanakan setiap
program/kegiatan dalam rangka memberikan pelayanan publik.
Tanggung jawab
4 Setelah pengimplementasian manajemen berbasis kinerja, instansi
bapak/ibu/saudara lebih memiliki kejelasan wewenang petugas dalam
penyelenggaraan dan penyelesaian pelayanan publik.
5 Setelah pengimplementasian manajemen berbasis kinerja, individu
dalam instansi bapak/ibu/saudara melaksanakan tugas, mandat, delegasi
wewenang, amanah pejabat publik dengan lebih disiplin.
Produktivitas
6 Setelah pengimplementasian manajemen berbasis kinerja, terlihat
adanya peningkatan jumlah pelayanan publik khususnya jasa pendidikan
di instansi bapak/ibu/saudara.
7 Setelah pengimplementasian manajemen berbasis kinerja, terlihat
adanya peningkatan prestasi kerja individu.
Motivasi
Willingness/Commitment
1 Bapak/ibu/saudara memiliki keinginan kuat untuk dalam meningkatkan
etos kerja dengan tujuan perbaikan perilaku instansi pemerintah.
2 Bapak/ibu/saudara memiliki keinginan untuk menggunakan kemampuan
dan keahlian untuk memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi
pencapaian target kinerja institusi.
Purposiveness
3 Bapak/ibu/saudara memiliki kedisiplinan dalam melaksanakan program
dan kegiatan karena mengetahui tujuan bertindak.
4 Bapak/ibu/saudara memiliki harapan individu yang sejalan dengan
tujuan organisasi sehingga mampu memberikan dorongan peningkatan
Konsisten
5 Bapak/ibu/saudara melaksanakan program/kegiatan secara konsisten
dari perencanaan hingga pelaksanaan .
6 Bapak/ibu/saudara melaksanakan tugas secara terus-menerus, secara
konstan, dan secara teratur dengan acuan cara standar berperilaku yang

You might also like