You are on page 1of 11

dasar teori praktikum ilmu ukur tanah

BAB II
DASAR TEORI
Dalam pekerjaan pengukuran progress mining atau survey perlu digunakan alat-alat untuk
mempermudah penyelesaian pengambilan data-data. Jenis alat yang digunakanpun sangat
mempengaruhi kecepatan dan ketepatan dalam peker
jaan tersebut. Alat yang umum digunakan dalam pengukuran ini adalah theodolite.
2.1. Peralatan Pengukuran
2.1.1 Theodolite
Secara garis besar theodolit terbagi 2
Theodolit bagian atas, terdiri dari :ν
1. Plat atas yang langsung dipasang pada sumbu vertical
2. Sumbu HOR
3. Nivo tabung
4. Telescop (teropong)
Pada teropong ini terdapat dua lensa, depan yang disebut lensa objektif dan
belakang yang disebut lensa okuler, dimana kedua lensa diletakkan sedemikian
rupa sehingga sumbu optisnya berimpit. Agar teropong bisa digunakan sebagai alat
bidik pada bagian belakang dilengkapi dengan dua garis salib sumbu yang terbuat
dari benang laba- laba atau dengan cara digoreskan pada kaca. Garis salib sumbu
biasanya berupa garis tegak dan tiga garis mendatar yang biasanya digunakan
untuk pembacaan.
Theodolit bagian bawah, terdiri dariν
1. Plat bawah
2. Lingkaran horizontal
3. Tabung sumbu luar dari sumbu vertical
4. Sekrup pengikat datar ( penyetel nivo)
5. Statip atau tripot atau kaki tiga yang berguna untuk menyangga theodolit
6. Centring.
2.1.1.1. Bagian – bagian dari theodolit dan kegunnannya
A. Tombol Focus yang berguna untuk memper jelas objek yang dituju
B. Nivo
Pada alat theodolit biasanya terdapat dua buah nivo yaitu nivo kotak yang terletak
dibawah dan nivo tabung yang terletak diatas dimana nivo sendiri berfungsi untuk
mengetahui kedudukan theodolit dalam keadaan waterpas dari kedua arah.
1. Teropong kecil untuk melihat bacaan horizontal dan vertical
Biasanya terletak disebelah kanan dari teropong besar yang berguna untuk
membaca sudut horizontal dan vertical.
2. Mikrometer
Alat ini terletak pada bagian kanan atas dari theodolit yang berguna untuk
mempaskan bacaan sudut horizontal dan vertical dengan cara diputar kedepan
atau kebelakang agar sudut horizontal dan vertical pas pada pembacaan sudut.
3. Centring
Berguna untuk melihat posisi alat apakah sudah tepat berada diatas patok. ¬Pada
alat model lama tidak ada centringnya masih menggunakan unting¬unting yang
dihubungkan dengan benang dan digantung di bawah alat ukur.
4. Statip
Berfungsi menopang alat ukur theodolit agar ketinggiannnya sesuai dengan
ketinggian pembacanya dimana kaki statip bisa digerakkan naik tunin.
5. Bak atau Rambu
Berupa garis garis yang tebalnya 1 cm yang berguna untuk menghitung jarak yang
diukur yaitu jarak antara alat berdiri dengan bak yang menghasilkan jarak miring.

Gambar 2.1. Bak Rambu Ukur

2.1.1.2 Pemasangan theodolit dan Pembacaan Alat Ukurnya :


Sebelum theodolit digunakan harus distel terlebih dahulu agar posisi theodolit bisa
waterpas atau level kesegala arah dan cara penggunaannya sebagai berikut :
Sebelum alat dikeluarkan dari tempatnya maka harus diperhatikan terlebih dahulu
posisi alat tersebut pada tempatnya, karena dikhawatirkan apabila tidak
diperhatiakan posisinya,, setelah dipakai dan akan disimpan kembali akan
mengalami kesulitan . Untuk mempermudah pada setiap alat pasti ada tandanya
berupa titik merah atau hitam dan biasanya kedua titik tersebut dalam keadaan
sejajar bila akan dimasukkan pada tempatnya. Setelah posisi tandanya sudah kita
perhatikan lalu letakkan pesawat diatas statip atau kaki tiga lalu diikat dengan baut
yang ada pada statip. Setelah pesawat tereikat dengan sempurna pada statip baru
pesawat yang sudah terikat pada statip diangkat dan diletakkan diatas patok yang
sudah ada pakunya.
Pertama tancapkan salah satu kaki di tripod sambil tangan dua memegang kedua
kaki di tripod lihat paku dibawah dengan bantuan centring, setelah paku terlihat
baru kedua kaki yang kita pegang ditaruh pada tanah (kalau sudah mahir tanpa
melihat centring sudah bisa menentukan posisi alat sudah tepat diatas patok atau
palu (walaupun tidak pas). Setelah statip ditaruh semua dan patok serta pakunya
sudah kelihatan (walau tidak tepat)baru diinjak ketiga kaki di statip agar posisinya
kuat menancap ditanah dan alat tidak mudah digoyang . Setelah posisi statip kuat
dan tidak goyang barulah dilihat paku lowat centring, apabila paku tidak tepat maka
kejar pakunya dengan menggunakan sekrup penyetel sambil melihat centring,
karena dengan memutar sekrup penyetel. lingkaran petunjuk yang ada pada
centring akan berubah dan arahkan lingkaran tersebut pada paku yang ada dipatok.
Setelah itu barulah dilihat nivo kotak¬(bagian bawah).
Apabila nivo mata sapinya tidak ada ditengah maka posisi alat dalam keadaan
miring. Untuk melihat dimana posisi alat yang lebih tinggi maka lihat gelembung
yang ada pada nivo kotak apabila nivo mata sapinya ada di Timur maka posisi alat
tersebut lebih tinggi disebelah Timur (kaki sebelah Timur dipendekkan atau yang
sebelah Barat dinaikkan ). Setelah posisi gelembung pads nivo kotak ada ditengah
maka alat sudah dalam keadaan waterpas (walau masih dalam keadaan kasar),
untuk menghaluskan agar posisinya lebih level maka gunakan nivo tabung
caranya : karena dibawah alat theodolit terdapat tiga sekrup penyetel maka sebut
saja sekrup A, B, C. Pertama sejajarkan nivo tabung dengan kedua sekrup penyetel
(bebas dan tidak terikat harus sekrup yang mana). Misalnya saja A dan B, setelah
itu baru dilihat posisi gelembungaya. Apabila tidak ditengah maka posisi alat
tersebut belum level maka harus ditengahkan dengan menggunakan sekrup A dan
B (kalau belum mahir disarankan untuk menggunakan satu sekrup saja A atau B
karena dikhawatirkan sekrup yang A akan menarik nivo kekiri dan sekrup yang B
akan menarik nivo tabung kekanan ). Setelah nivo tabung ada ditengah baru
diputar 90° atau 270° dan nivo tabung ditengahkan dengan menggunakan sekrup
yang C, setelah ditengah berarti posisi nivo tabung dan kotak sudah sempurna dan
keduanya ada ditengah. Setelah itu baru dilihat centring apabila paku sudah tepat
pada lingkaran kecil berarti alat tersebut sudah tepat diatas patok apabila belum
tepat maka alat harus digeser dengan cara mengendorkan baut pengikat yang
berada dibawah alat ukur. Setelah kendor geser alat tersebut agar tepat di atas
paku. Perlu diingat untuk merubah posisi alat agar tepat diatas paku harus digeser
sekali lagi digeser dan jangan diputar, sebab kalau diputar posisi nivo pasi akan
berubah banyak. Setelah posisi alas tepat diatas patok maka pengaturan nivo
tabung diulangi seperti semula sehinga posisinya ditengah lagi, seperti pada waktu
penyetelan pertama. Setelah itu baru angka bacaan pada Skala horizontal disetel
dan diatur pada angka 000'0" dan selanjutnya sejajarkan arah teropong, dan arah
Utara dengan menggunakan kompas arah, setelah itu di ukur tingginya alat dan
alat siap digunakan.
2.1.1.3 Pembacaan Mistar
Dalam pengukuran dengan menggunakan theodolit data yang diperleh salah
satunya adalah jarak. Jarak ini didapat dengan pembacaan Benang Atas (BA),
Benang Tengah (BT) dan Benang Bawah (BB).
Contoh : BA = 1750
BT = 1500
BB = 1250
Untuk mengetahui bacaan rambu salah atau benar dapat dicek dengan
menggunakan rumus :
(BA +BB = BT)/2
BB + BA = 2BT
BB = 2BT – BA
BA = 2BT – BB
Contoh :
Diketahui, benang atas 1750 mm, benang bawah 1250
Jadi benang tengah =(1750 + 1250)/2 = 1500

Dalam hal ini Benang Tengah diusahakan menggunakan bilangan bulat. Contoh
1500, 1450, 1520, 1480 karena dengan dibulatkan akan memudahkan dalam
perhitungan selanjutnya. Hasil dari (BA – BB) x 100 merupakan Jarak Miring.
2.1.1.4 Koreksi Sudut Horizontal dan Vertical ( biasa dan luar biasa)
Dalam pembacaan sudut baik yang horizontal maupun vertiakal ada koreksinya-
Cara pengkoreksiannya adalah dengan pembacaan luar biasa. Setelah theodolit
tepat pada posisi yang dituju maka dibaca sudut horizontal maupun yang vertical.
Contoh :
Sudut Horizontal 179°37'28" (biasa)
Sudut vertikal 93°28 48 " (biasa)
Maka untuk mendapatkan pembacaan luar biasa alai theodolit kita putar
180°secara horizontal dan teropong diputar 180° secara vertical maka akan didapat
bacaan sebagai berikut :

Sudut Horizontal 359°37'10"( luar biasa) 266°31'03"( luar biasa) Hasilnya


359037'10" 93°28'48"
179°37'28" - 266°31'03" +
179059'42" 359°59'51 "
Kalau hasilnyu baik untuk pembacaan sudut horizontal luar biasa- sudut biasa =
180°. Sedang untuk koreksi pembacaan sudut vertikal biasa dan luar biasa maka
sudut biasa + luar biasa = 360°. Koreksi yang diijinkan adalah 200 dan apabila
koreksinya > 20° maka alat survey tersebut harus dikalibrasi. Setelah itu baru
angka bacaan pada skala, horizontal distel dan ddiatur pada angka 0°0'0" dan
selanjutnya sejajarkan arah teropong dan arah Utara dengan menggunakan kompas
arah Setelah itu diukur tingginya alat dan alat siap kerja.
2.2 . Pengukuran. (Survey)
2.2.1. Survey Original
Dalam kegiatan penambangan sebelum dimulai kegiatan yang lainnya, maka
terlebih dahulu akan dilakukan kegiatan survey original yang bertujuan untuk
menggambarkan keadaan permukaan tanah yang belum berubah karena belum
ada kegiatan penambangan. Survey original sebagai acuan untuk perhitungan
volume progress. Dalam pekerjaan survey original atau progress digunakan sistem
line, dimana jarak dan data yang dihasilkan dari pengukuran ini adalah jarak miring
dan beda tinggi dan selanjutnya akan diketahui jarak datar dan beda tinggi dari
rumus tersebut diatas. Sebelm survey original dimulai biasanya terlebih dahulu
dilakukan kegiatan clearing agar mempermudah pekerjaan survey original . Hasil
dari perhitungan original berupa potongan melintang dimana setelah peta selesai
barulah pekejaan penambangan dapat dilakukan.
2.2.1.1 Pengukuran (survey) original
Cari atau tentukan titik dipatok simpanan pada lahan yang belum ditambang
karena biasanya surveyor pasti mempunyai simpanan titik atau patok yang
disimpan didalam hutan agar tidak hilang dan tidak dicabut . Setelah itu baru ditarik
pada daerah yang akan dikembangkan dan dipasangi patok dengan jarak tiap 10m
dan patok tersebut didirikan alat dan dihitung jaraknya. Didirikan alat pada patok-
patok yang jaraknya kelipatan 10, akan didirikan alat untuk menembak kiri dan
kanan dengan menggunakan rambu untuk mengetahui jarak maupun beda tinggi.-
Dengan data original dapat digunakan untuk menggambar propil melintang dari
daerah yang diukur. Kegiatan ini merupakan dasar atau acuan untuk menghitung
progress setelah tambang dikerjakan.
3.2.2 Pengukuran (Survey) Progress
Survey progress adalah survey yang diakukan setiap bulan yang bertujuan untuk
menghitung berapa volume overburden (lapisan tanah penutup) yang telah diambil
dan dipindahkan dari lokasi tambang yang akan diambil batubaranya ketempat
lokasi yang tidak ada batubaranya (disposal area). Dari basil survey progress
digunakan untuk menghitung berapa uang yang dibayarkan dari pemilik lahan
(owner) kepada kontraktor. Mengingat pentingnya pekerjaan survey progress maka
biasanya dilakukan oleh dua team survey yaitu kontraktor dan owner. Hasil
perhitungan kedua team survey akan dibandingkan dan dirata--ratakan. Data yang
diperoleh dan pengukuran survey progress adalah jarak datar, Beda Tinggi dan data
ini akan diplotkan pada peta yang sebelumnya sudah diplotkan data original pada
line yang sama.
2.2.2.1 Cara Pengukuran Survey Progress
Metode pengukuran progress yang dilakukan pads PT. Alas Watu Utama adalah
menggunakan sistem penampang melintang atau sistem line dengan jarak antar
line adalah 10 m. Untuk mempermudah perhitungan line-line tersebut dibuat pada
angka kelipatan 10, sedangkan arahnya tidak terikat dan tinggal mengikuti survey
yang sudah dilakukan sebelumnya baik itu arah Timur Barat atau Utara Selatan.
Pertama cari dua buah titik simpanan yang masih baik. Contoh titik D 340 dan E
340 (biasanya disimpan di hutan, agar tidak terganggu ). Salah satu dititik -tersebut
dijadikan untuk mendirikan alat dan satunya untuk back sigh. Dari kedua titik
tersebut tarik titik ketempat lokasi dimana pada lokasi tersebut banyak terjadi
perubahan karena diambil lapisan atasnya atau overburden selama satu bulan. Dari
tarikan tersebut dibuat baseline dimana jarak tiap- tiap baseline 10 m. Dari baseline
tersebut didirikan alat satu persatu untuk mengambil detail baik kearah 900 atau
2700 dimana detail-detail tersebut diplot gambar- gambarnya yang akan dijadikan
acuan dalam menghitung luas areal tersebut . Hasil perhitungan luas dijumlahkan
dan dikalikan dengan 10 m (jarak antar line) yang akan menghasilkan volume.

Gambar 2.2. Contoh Pembuatan Baseline


Dalam pengambilan data, daerah yang diukur adalah seluruh daerah Yang berubah,
cara pengambilan data harus mengikuti lekuk- lekuk permukaan tanpa harus ada
yang terlewati.
2.2.3 Arah
Dalam pekeerjaan survey, baik untuk survey geologi, pemetaan topografi. situasi
maupun untuk survey progress, arah atau azimuth merupakan hal yang harus dicari
dilapangan. Ada dua cara untuk mencari arah :
1. Dengan cara setiap alat berdiri, arah Utara disejajarkan dengan 00 pada piringan
skala HOR. Kelebihan dari cara ini tidak perlu menghitung besarnya sudut dari titik-
titik yang ditembak karena begitu ditembak skala horizontal sudah menunjukan
arah sebenarnya. Sedangkan k-ekurangannya adalah pada setiap berdiri alat harus
mensejajarkan arah Utara dengan arah 0° pada alat. Dengan demikian setiap
berdiri alat harus memasang kompas arah, dan mensejajarkan arah Utara dengan
0° pada piringan skala horizontal. Seperti diketahui magnet pada kompas arah peka
sekali terhadap bahan logam atau besi, sedangkan disekitar alat banyak perangkat
survey terbuat dari besi misalnya parang, tongkat payung dan lain- lain. Jadi
dengan demikian benda-benda tersebut mempengaruhi jarum kompas, arah Utara
pada kompas, sehingga berpotensi menimbulkan kesalahan arah.
Gambar 2.3. Pengukuran Dengan Menggunakan Arah Utara Sebagai Acuan
2. Setiap berdiri alat arah 0° pads Skala horizontal diarahkan ketitik sebetumnya.
Keuntungan dari cara ini adalah penggunaan kompas arah hanya pada waktu
pemassangan alat untuk penembakkan pertama kali atau pada awal pekerjaan¬.
Kerugian dari cara ini terlalu banyak menghitung sudut- sudut yang menggunakan
bilangan derajat (0), menit (‘) dan detik (") sedangkan bilangan derajat, menit dan
detik merupakan bilangan yang sulit untuk dihitung kecuali bagi yang sudah
terbiasa menggunakannya.

Gamar 2.4. Pengukuran Dengan Patok Sebelumya Sebagai Acuan


2.2.4 Jarak miring atau jarak optik
Dalam pekejaan pengukuran yang menggunakan alat ukur iheodolit, yang
tidakkalah pentingnya selain arah dan azimuth adalah jarak. Jarak yang dimaksud
adalah jarak optis. Jarak optis didapat dari pembacaan mistar, bak atau rambu.
Jarak miring atau optis dapat dicari dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Dimana: BA =BenangAtas
BB = Benang Bawah
100 adalah bilangan konstanta pengali teropong.
Contoh : BA = 1750 mm
BT =1500 mm
BB = 1250 mm
Jarak Miring = (1750 mm- t250 mm ) x 100
= 50.000 mm
= 59 m
2.2.5 Jarak Datar
Untuk mencari jarak datar dapat dihitug dengan menggunakan rumus seperti
dibawah ini.
Cara 1:
Jarak Datar = Cos 2 α x Jarak miring

Contoh :
Diketahui :BA = 1750 Pembacaan vertikal 95 ° 23' 48
BB = 1250
JM= 50 m
Maka slope atau sudut kemiringannya = 95°23'48"
90°00’00” -
5°23’48”
Jarak Datarnya Cos 5°23'48" = 0,9955674382
= 0,991154523 x Jarak Miring
= 0,991154523 x 50 m
= 49,557726 m

Cara 2:
Apabila yang digunakan untuk menghitung bukan sudut kemiringan tapi
pembacaan sudut vertikal dan yang terbaca adalah 95023'48" maka rumus yang
digunakan adalah :

Diketahui :BA = 1750 Pembacaan vertikal 95 023' 48”


BB = 1250 JM= 50 m
Jarak- Datarnya Sin 2 95 023’ 48" = 0,995567438`
= 0,991154523 x Jarak Miring = 0,991154523 x 50 m
= 49,557726 m
2.2.6 Beda Tinggi
Beda tinggi merupakan hal yang juga sangat penting apalagi dalam pekeerjaan
bangunan gedung dan irigasi, kalau tidak teliti akan mengakibatkan kemiringan
pada gedung atau aliran air yang tidak sesuai dengan perencanaan. Pada pekerjaan
pengukuran beda tinggi dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
Cara 1 :
BT=1/2Sin 2 α x Jarak Miring
Contoh.
Diketahui BA = 1750 mm BB = 1250
pembacaan sudut vertikal 9523'48" JM= 50 m.
Makasudut kemiringannya adalah 95023'48"
90°00'00"
05023'48"
Beda tinggi = 5°23'48" x 2
= 10°47'36" Sin
= 0,1 872670 1 9 x V2
=0,093633509 x JM
= 0,093633509 x 50m
= 4,681675 m
= - 4,681675 m
Karena pembacaan sudut vertikal lebih dari 90° maka beda tingginya diberi tanda
minus.
Cara 2
Apabila yang digunakan untuk menghitung bukan sudut kemiringan tapi
pembacaan sudut vertikal dan yang terbaca adalah 95023'48” maka minus yang
digunakan adalah :

Diketahui BA = 1750 mm BB = 1250


pembacaan sudut vertikal 95023'48" JM = 50 m Beda tinggi =1/2 (95"23'48" x 2) x
50m
= 1/2 Sin 190'47' 361 ~ x 50m
=1/2(- 0,187267019) x 50m
= -0,093633509 x 50m = 4,681675 m
2.3 Kesalahan Dalam Pengukuran
Dalam pengukuran ada bermacam- macam kesalahan dan yang sering terjadi
dilapangan ada tiga macam kesalahan dalam pengukuran yaitu :
2.3.1 Kesalahan yang disebabkan karena alam
Dalam hal ini kesalahan disebabkan karena keadaan bumi yang sebenarnya
melengkung atau berbentuk bola tapi kita menggapnya lurus. Hal ini bisa ter jadi
karena jarak yang diukur tidak terlalu jauh sekitar 50 m sampai 80 m. Tapi karena
jarak yang diukur tersebut berulang kali maka dari jarak yang pendek-¬pendek
tersebut digabung yang akan menjadi panjang dengan sendirinya kelengkungan
bumi akan berpengaruh terhadap ketelitian pengukuran. Tapi kesalahan karena
alam tidak terlalu berpengaruh terhadap penngukuran progress karena dalam
pengukuran progress jarak yang diambil tidak telalu jauh maksimal ± 70m sampai
dengan ±100m. Jadi dalam hal ini faktor alam bisa diabaikan. Faktor alam juga bisa
disebabkan sinar matahari dimana pada bagian nivo yang mudah mengembang jika
terkena panas matahari . Maka dalam pekerjaansurvey harus memaki payung jika
cuaca dalam keadaan panas.
2.3.2 Kesalahan yang disebabkan oleh alat
Kesalahan karena alat ukut theodolit yang sangat peka terhadap goncangan dan
tekanan maka alat ukur ditempatkan pada kotak yang sedemiklan rupa. Karena
sering berpindah- pindah maka theodoit juga, akan terguncang- guncang bahkan
terbanting dan akan mengalami perubahan misalnya nivo tidak bisa ditengah waktu
distel, centring akan berubah jika dilihat disisi lain, pembacaan biasa dan luar biasa
pada pembacaan sudut horizontal dan vertikal akan mengamlami selisih yang
besar, maka alat tersebut harus dikalibrasi. Kesalahan juga bisa karena rambu ukur
misalnya pada waktu memegang rambu letakkya tidak vertikal, bagian bawah
rambu sudah rusak, rambu terbenam dilumpur sambungan rambu yang tidak tepat,
rambu sudah rusak sehingga tulisannya tidak jelas yang menyulitkan surveyor
untuk-membacanya.
2.3.3 Kesalahan yang disebabkan manusia
Kesalahan disini lebih sering terjadi karena, orangnya belum mahir atau kondsi
sudah dalam kelelahan. Apabila, lokasinya jauh dan memerlukan perjalanan yang
melelahkan. Untuk itu disararankan apabila lokasinya jauh didalam hutan dan
mernerlukan perjalanan yang jauh dan melelahkan, lebih baik membuat basecamp
dilokasi sekitar tempat kerja, agar bisa menyingkat waktu dan menghemat biaya
maupun tenaga. Adapun macam-macam kesalahan yang ditimbulkan oleh
manusianya, meliputi kesalahan dalam penyetelan alat, kesalahan dalam
pembacaan. Untuk mengatasinya perlu mencari surveyor yang mahir dan
diusahakan tempat menginap tidak jauh dari lokasi kerja dan disediakan fasilitas
yang memadai.
2.4 Luas Penampang
Yang dimaksud dengan luas (L) adalah suatu nominal yang didapat dari perkalian
antara panjang (p) dan lebar (1) dari suatu bidang.
Dalam hal ini, luasnya adalah luas yang dihitung dalam peta atau gambar yang
merupakan keadaan bumi dengan proyeksi orthogonal. Luas penampang dapat
dihitung secara mekanis menggunakan alat ukur theodolite dan dioleh dengan
menggunakan planimeter.
Ada bebempa cara yang dapat digunakan untuk menghitung luas, yaitu antara lain:
1. Dengan menggunakan kertas milimeter
Cara ini dilakukan dengan menghitung banyaknya kotak kecil per milimeter yang
termasuk dalam area pengukuran.
L= Luas
n= Banyaknya kotak per milimeter
2. Dengan menggunakan data koordinat
Cara ini dilakulan dengan menggunakan data-data koordinat (koordinat X, Y dan z)

L = Luas, Z = Elevasi, X= Koordinat X, n = point titik pengukuran


3. Dengan menggunakan alat Planimeter
Cara ini lebih mudah, karena dengan mengelilingi area penelitian (dalam bentuk
peta) sudah dapat diketahui nilai luas area tersebut.
4. Dengan menggunakan Software
Cara ini yang paling mudah yaitu dengan memasukkan data pengukuran dari
theodolite ke dalam komputer (software) seperti surfac,surfer, kemudian diolah
dengan perintah-perintah yang tersedia, maka dengan sendirinya akan dapat
diketahui besaran luas dari daerah penelitian.
3.5 . Volume Tanah Penutup
Untuk menentukan volume tanah penutup, dapat diperoleh diantaranya melalui
peta topografi yaitu dengan cara membuat penampang melintang (cross section).
Penampang melintang dibuat tegak lurus terhadap kontur struktur batubara dengan
interval tertentu antar penampang dengan batas-batas sesuai rencana-rencana
penambangan.
Adapun cara yang dapat digunakan untuk menghitung volume tanah penutup,
antara lain adalah sebagai berikut :
1. Menentukan luas area per penampang (section) kemudian luas 1 ditambah luas 2
dibagi 2 kemudian dikalikan jarak per penampang- Atau dapat denggan
meuggunakan rumus:

V = Volume tanah penutup


A= Luas area
L = Jarak per area

You might also like