Professional Documents
Culture Documents
x b y a =
Dimana :
a =titik potong garis regresi pada aksis y jika x =0
b =kemiringan garis ;
n =jumlah perlakuan
Tabel 3: Analisis Varians regresi Linear
Variasi J umlah kuadrat Derajat Bebas Kuadrat Tengah
(1) (2) (3) (4)
Regresi
Residu
Total
2
2
1
2
1
x n x b
selisih Dengan
2
2
1
y n y
1
2 n
1 n
(2) : (3)
(2) : (3)
2 n 1,
F
gah kudrat ten Residu
ngah kuadrat te Regresi
J ika residu kuadrat tengah pada tabel anava di atas, diganti dengan tanda S
2
,
interval kepercayaan (confidence intervals) 95 % untuk nilai a (diberi tanda A,
tanda untuk nilai yang sesungguhnya pada parameter ini) dapat dihitung dengan
persamaan :
t
n-2 =
-
( )
2
2 2
i
2
i
2
X n x n
x S
A a
t
n-2
diperoleh dari tabel distribusi t pada 0,05 level probabilitas (Purnomo, 2007).
Hipotesis:
H
0
: b =0; H
A
: b 0
Kriteria uji:
Terima H
0
jika t
hit
<t
= a +bX
Y
= 3,982 +0,032 X
b
s
= 0,005
t = 6,094
sig. t = 0,009
Dari persamaan regesi estimasi di atas dapat diuraikan sebagai berikut.
1. Konstanta (a =3,982) merupakan rata-rata pengaruh (mean or average effect)
dari berbagai variabel yang mempengaruhi Y, tetapi tidak dimasukkan ke
dalam persamaan regresi; disebut juga dengan istilah intersep, yaitu titik
potong garis regresi pada sumbu Y, apabila nilai X =0.
2. Koefisien regresi (b) menunjukkan besarnya kelipatan unit perubahan nilai Y
apabila X berubah sebnyak satu unit. Dari persamaan di atas, diperoleh nilai
b =0,032. Artinya, jika X ditambah satu unit, maka nilai Y akan naik sebesar
0,032 unit (ppm).
3. t hitung dan probabilitas t (sig. t) menunjukkan signifikansi pengaruh variabel
independen (X) terhadap variabel dependen (Y). Nilai t =6,094 adalah sangat
signifikan (sig. t =0,009).
4. Koefisien korelasi (R) =0,962 menunjukkan tingkat keeratan antara variabel
independen (X) dengan variabel dependen (Y), yang sangat kuat dan positif.
Ini artinya jika nilai X meningkat, nilai Y juga meningkat.
5. R square (R
2
) atau koefisien determinasi = 0,925, artinya pengaruh
(sumbangan) X
i
terhadap naik turunnya nilai Y sebesar 92,5%, sedangkan
sisanya 7,5% dipengaruhi variabel lain yang tidak dimasukkan ke dalam
persamaan.
6. Adjusted R square, atau R
2
yang telah dibebaskan dari pengaruh derajat bebas
(
2
R ) = 0,900; menunjukkan pengaruh yang sesungguhnya dari variabel
independen (X
i
) terhadap variabel dependen (Y) sebesar 90%; sisanya 10%
dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dimasukkan ke dalam persamaan
regresi.
7. Standar eror estimasi 0,003845 lebih kecil daripada standar deviasi mean
dosis, yaitu 0,012178. Ini berarti bahwa model regresi estimasi yang
diperoleh lebih baik dalam bertindak sebagai estimator atau prediktor dosis,
daripada rata-rata dosis itu sendiri.
8. Dari uji F diperoleh F
hit
=37,131, dengan sig. F 0,009. J adi H
0
ditolak;
artinya hipotesis yang menyatakan bahwa b =0, atau X tidak berpengaruh
terhadap Y adalah tidak benar.
9. Kurva normal residual (e
i
) distandarisasi mendekati membentuk kurva normal
(berdistribusi normal). Ini berarti model regresi estimasi memenuhi salah satu
kriteria asumsi klasik, atau asumsi model klasik. J ika residual (e
i
) tidak
berdistribusi normal maka uji F dan uji t tidak berlaku.
10. Normal P-Plot. J ika residual didistribusikan secara normal, maka nilali
pencaran akan terletak di sekitar garis lurus. Plot probabilitas normal tersebut
menunjukkan persyaratan normalitas terpenuhi.
11. Diagram Diagram pencar (scatterplot) yang ke-1 menggambarkan hubungan
antara variabel dependen (Y) dengan nilai prediktor yang distandarisasi. J ika
R
2
(goodness of fit) mendekati 1, pencaran data pengamatan akan mendekati
garis lurus / garis regresi (pencaran data akan berada mulai dari kiri bawah
lurus ke arah kanan atas). J ika R
2
=1, hal ini berarti terdapat kecocokan yang
sempurna. Berdasarkan diagram pencar tersebut, model regresi layak
digunakan untuk memprediksi perubahan nilai Y (dalam hal ini R
2
=0,925).
12. Diagram pencar (scatterplot) yang ke-2 menggambarkan hubungan antara
variabel dependen (Y) dengan residual yang distandarisasi. J ika model regresi
memenuhi syarat, maka plot pencaran tidak akan membentuk pola yang
sistematis. Plot tersebut tidak sistematis, jadi model regresi estimasi yang
diperoleh memenuhi syarat.
13. Diagram pencar (scatterplot) yang ke-3 menggambarkan hubungan antara nilai
yang diprediksi dengan studentized deleted residualnya. J ika model regresi
layak dipakai prediksi (fit), maka data akan berpencar di sekitar angka nol,
dan tidak membentuk suatu pola atau trend garis tertentu. Berdasarkan
diagram pencar tersebut, model regresi dapat digunakan sebagai prediktor.
Hasil prediksi yang menggunakan persamaan regresi estimasi diatas
diperoleh interpolasi log LD
50
(dihitung dengan nilai 5,000probitdalam
persamaan regresi) adalah 4,142. J ika dikonversi (anti log), akan diperoleh 96-h
LD
50
95% CI sebesar 13868 ppm dan batas aman sebesar 1387 ppm (10% x
13868).
BAB V
PEMBAHASAN
Dari data hasil penelitian dan analisis hasil yang dicantumkan pada bab IV, maka
dapat dibuat pembahasan dari data tersebut antara lain sebagai berikut.
A. Uji Eksplorasi
Uji toksisitas akut didahului dengan uji eksplorasi yang dimaksudkan untuk
menetapkan interval dosis toksikan uji yang didalamnya terdapat interval dosis
penyebab efek negatif bagi uji sesungguhnya. Hasil dari uji eksplorasi seperti
terlihat pada Tabel 4. Dari tabel tersebut terlihat bahwa pada dosis 12500 ppm
sampai dosis 13250 ppm hingga jam ke-48 tidak terjadi mortalitas Ikan mas.
Sedangkan pada dosis ekstrak daun sirsak sebesar 14000 ppm terjadi
mortalitas sebesar 20% dan pada dosis ekstrak daun sirsak sebesar 14750 ppm
terjadi mortalitas sebesar 60%. Mortalitas Ikan mas bertambah seiring dengan
meningkatnya dosis ekstrak daun sirsak yang diberikan. Dari data tabel terlihat
bahwa mortalitas Ikan mas mulai terjadi pada 24 jam pertama. Pengamatan yang
dilakukan selama 48 jam selain mencatat jumlah hewan uji yang mati juga
mencatat pola gerak subletal. Pengamatan terhadap tingkah laku Ikan mas selama
percobaan memperlihatkan kepanikan ketika terkontaminasi oleh ekstrak daun
sirsak, di mana pada jam ke-6 hewan uji tampak mulai lemas. Diawali dengan
Ikan mas mulai bergerak kencang tidak teratur, lalu lebih memilih tempat
bergerak di bawah permukaan air, lama kelamaan berjalan miring, insang ikan
banyak mengeluarkan lendir, lemas dan akhirnya mati. Pola gerak subletal hewan
uji yang diakhiri dengan mortalitas nampak berbeda pada pemberian dosis ekstrak
yang berbeda. Pada dosis tinggi akan nampak pola gerak subletal yang lebih
cepat karena hewan uji merasa stress dengan perubahan kondisi lingkungan
yang ekstrim. Namun akan nampak lambat pada dosis yang lebih rendah.
Hal utama yang menyebabkan mortalitas hewan uji adalah masuknya
ekstrak daun sirsak ke dalam tubuh hewan uji yang mengandung beberapa
senyawa yang beracun bagi hewan uji. Beberapa senyawa tersebut adalah
flavanoid, tanin, saponin dan acetogenin. Senyawa racun yang terkandung dalam
ekstrak daun sirsak tersebut bekerja sebagai insektisida kontak dan insektisida
sistemik pada ikan. Insang ikan banyak mengeluarkan lendir sebagai respon
penyaringan masuknya zat racun ke dalam tubuh. Lendir yang terlalu banyak
dapat menghambat masuknya oksigen ke dalam tubuh yang akhirnya dapat
menyebabkan kematian. Racun masuk ke dalam tubuh hewan uji dan
terakumulasi di dalam ginjal, karena keterbatasan ginjal untuk menganulir bahan
pencemar dapat menyebabkan kematian hewan uji. Faktor lingkungan yang
cukup berpengaruh terhadap mortalitas hewan uji adalah perubahan suhu, pH dan
DO air yang ekstrim akibat pemberian ekstrak daun sirsak.
B. Uji Sesungguhnya
Dari Tabel 5 yang memperlihatkan mengenai kondisi awal air yang akan
digunakan untuk penelitian dimana air yang akan digunakan memiliki suhu 26
o
C;
pH 7,1 dan DO air 7. Dari data tersebut diketahui bahwa kondisi air sudah sesuai
standar untuk penelitian dan sesuai untuk pemeliharaan ikan yaitu pH perairan
berkisar antara 7--8 dan suhu optimum 20--25
o
C. Selama proses penelitian
berlangsung dimungkinkan terjadi penurunan DO air karena adanya penggunaan
oksigen untuk proses respirasi ikan. Untuk kontrol penurunan DO dikarenakan
penggunaan oksigen untuk proses respirasi ikan namun udara dari luar masih
dapat masuk kedalam air dengan bebas. Sedangkan pada bejana yang diberi
larutan ekstrak daun sirsak penurunan DO selain untuk respirasi ikan juga karena
adanya ekstrak daun sirsak sebagai bahan pencemar air yang dapat menurunkan
DO air tersebut. Namun, penyebab utama kematian ikan uji bukan berkurangnya
oksigen akibat respirasi ikan, melainkan adanya ekstrak daun sirsak dalam bejana.
Hal ini diperjelas bahwa bahan buangan organik dapat bereaksi dengan oksigen
terlarut mengikuti reaksi oksidasi biasa; semakin banyak bahan buangan organik
di air, semakin sedikit sisa kandungan oksigen terlarut (Wardhana, 1995 dikutip
oleh Halang, 2004). Sehingga semakin tinggi konsentrasi larutan pestisida nabati
maka semakin sedikit sisa kandungan oksigen terlarut. Dimungkinkan ada
perubahan pH setelah pemberian ekstrak daun sirsak namun perubahnnya sangat
kecil, sehingga dianggap pengaruhnya terhadap hewan uji sangat kecil.
Kisaran konsentrasi yang akan digunakan pada uji sesungguhnya
ditentukan dari uji eksplorasi. Dari uji eksplorasi didapat kisaran dosis sebesar
13750 ppm; 14000 ppm; 14250 ppm; 14500 ppm dan 14750 ppm. Kisaran dosis
ini didapat dengan cara menurunkan dari dosis yang menyebabkan mortalitas 50%
hewan uji Ikan mas pada uji eksplorasi. Data mortalitas Ikan mas pada uji
sesungguhnya selama 96 jam dapat dilihat pada Tabel 6 yang memperlihatkan
perubahan mortalitas Ikan mas dari waktu ke waktu secara signifikan. Dari tabel
juga terlihat bahwa mortalitas Ikan mas meningkat seiring dengan peningkatan
konsentrasi ekstrak daun sirsak dan waktu yang ditentukan. Pada dosis 13750
ppm terjadi mortalitas sebesar 50%; dosis 14000 ppm terjadi mortalitas sebesar
50%; pada dosis 14250 ppm terjadi mortalitas sebesar 60%; pada dosis 14500
ppm terjadi mortalitas sebesar 70% dan pada dosis 14750 ppm terjadi mortalitas
sebesar 80%. Hewan uji Ikan mas mulai bereaksi terhadap ekstrak daun sirsak
setelah toksikan masuk ke dalam tubuh dalam jumlah yang banyak. Kematian
hewan uji disebabkan karena zat toksikan (ekstrak daun sirsak ) yang terjerap ke
dalam tubuh ikan berinteraksi dengan membran sel dan enzim. Hal ini sejalan
dengan pernyataan bahwa zat toksikan atau polutan dapat menghambat kerja
enzim di dalam tubuh Ikan mas (Halang, 2004).
Pengamatan terhadap tingkah laku Ikan mas selama percobaan
memperlihatkan kepanikan ketika terkontaminasi oleh ekstrak daun sirsak, di
mana pada jam ke-6 hewan uji tampak mulai lemas. Diawali dengan Ikan mas
mulai bergerak kencang tidak teratur saat diberi larutan ekstrak daun sirsak, lalu
berenang lebih memilih tempat bergerak di bawah permukaan air, lama kelamaan
berjalan miring, insang ikan banyak mengeluarkan lendir lemas dan akhirnya
mati. Perubahan lingkungan yang sangat ekstrim karena masuknya bahan
pencemar pestisida nabati dari ekstrak daun sirsak menyebabkan ikan mengalami
stress. Stress mengakibatkan sistem keseimbangan tubuh terganggu dan
meningkatnya volume plasma yang selanjutnya menyebabkan tingkah laku ikan
yang tidak wajar seperti diatas.
Pada ikan, insang merupakan jalan masuk yang penting. Sehingga dengan
masuknya ekstrak daun sirsak ke dalam insang dapat menyebabkan keracunan,
karena bereaksinya ekstrak daun sirsak tersebut dengan fraksi tertentu dari lendir
insang. Lendir yang berfungsi sebagai pelindung diproduksi lebih banyak
sehingga terjadi penumpukan lendir. Insang akan menyaring bahan pencemar
masuk ke dalam tubuh, selanjutnya didistribusikan ke seluruh tubuh melalui aliran
darah dan akhirnya terakumulasi di ginjal ikan. Peningkatan kandungan racun di
ginjal terjadi karena intensitas masuknya racun ke dalam tubuh ikan yang terus
menerus, sehingga ginjal mempunyai keterbatasan dalam menganulir bahan
pencemar yang terus masuk ke dalam tubuh. Lama kelamaan akan bisa
menyebabkan kematian ikan karena keterbatasan organ tubuh untuk
mengeliminasi bahan pencemar sangat kecil dibandingkan dengan intensitas atau
banyaknya bahan pencemar yang masuk ke dalam tubuh ikan tersebut.
Insang ikan banyak mengeluarkan lendir sebagai respon penyaringan
masuknya zat racun ke dalam tubuh. Hal ini menunjukkan aktifitas kerja dari
beberapa kandungan kimia daun sirsak yang digunakan sebagai pestisida nabati.
Karena pada penelitian ini untuk pembuatan ekstrak daun sirsak tidak dilakukan
pemisahan kandungan metabolit sekunder pada tanaman, sehingga beberapa
senyawa yang ada dalam daun sirsak memiliki peranan penting pada mortalitas
Ikan mas. Senyawa racun yang terkandung dalam daun sirsak bekerja sebagai
insektisida kontak dan sistemik pada ikan. Digunakan sebagai insektisida kontak
karena racun yang terlarut dalam air langsung terkena bagian kulit tubuh ikan.
Sedangkan perananya sebagai insektisida sistemik karena racun masuk ke dalam
tubuh bersamaan dengan masuknya air melalui insang. Sebagai insektisida nabati,
senyawa flavonoid masuk kedalam tubuh hewan uji melalui sistem pernapasan
yang selanjutnya dapat menimbulkan kelayuan pada saraf dan kerusakan pada
insang ikan sehingga tidak bisa bernafas dan akhirnya mati. Peranan senyawa
tanin disini dapat menghambat sistem pencernaan yaitu protein lebih sukar dicapai
oleh cairan pencernaan hewan sehingga hewan uji memperoleh sedikit makanan
yang bermanfaat bagi kehidupan akibatnya terjadi penurunan pertumbuhan.
Defisiensi protein pada ikan menyebabkan otot rangka rusak sehingga produksi
antibody dan pembentukan kolagen berkurang. Penurunan antibody yang
bersamaan dengan masuknya racun kedalam tubuh ikan menyebabkan ikan lama-
kelamaan mati. Aktivitas insektisida dari saponin berkaitan dengan kemampuan
saponin tersebut dalam mempengaruhi membran sel, yang menyebabkan berbagai
reaksi hewan uji akibat kontak ataupun akibat mengkonsumsi senyawa saponin.
Reaksi hewan uji terhadap aksi insektisida saponin adalah diawali dengan
mengeluarkan lendir yang bermaksud untuk mngurangi kontak lebih lanjut pada
permukaan tubuhnya dengan bahan insektisida. Namun demikian, pembentukan
lendir dalam jumlah yang berlebihan ini dapat menghambat proses pernapasannya
di mana difusi oksigen melalui insang terhalangi oleh lendir tersebut. Senyawa
lain yang sangat berperan disini adalah senyawa acetogenin yang merupakan
senyawa aktif dari famili Annonaceae yang terdapat pada tanaman sirsak. Pada
serangga hal ini menyebabkan hama serangga tidak lagi bergairah untuk melahap
bagian tanaman yang disukainya. Sedangkan pada konsentrasi rendah, bersifat
racun perut yang bisa mengakibatkan hama serangga mati (Plantus, 2008). Pada
hewan uji senyawa ini berperan sebagai racun kontak yang masuk melalui insang.
Bentuk aksi biokomia dari senyawa acetogenin ini adalah pada penghambatan I
(NADH I: ubiquinone oxidoreductase) di mitokondria, yang cara kerjanya analog
dengan insektisida rotenon.
Dengan bertambahnya dosis ekstrak daun sirsak yang dimasukkan dalam
air, maka tingkat pencemaran dalam airpun meningkat oleh karena itu produksi
lendir pada insang ikan juga semakin bertambah. Meningkatnya produksi lendir
pada insang akan memperlambat ekskresi pada insang dan terjadi peningkatan
racun di ginjal yang akhirnya menyebabkan mortalitas pada ikan.
C. Prediksi Pemberian Ekstrak Daun Sirsak Terhadap Mortalitas Ikan mas
Dilihat dari data pada tabel 6 diketahui bahwa mortalitas Ikan mas pada perlakuan
ekstrak daun sirsak pada uji toksisitas selama 96 jam dapat diketahui bahwa
terdapat hubungan antara konsentrasi ekstrak daun sirsak terhadap mortalitas Ikan
mas. Besarnya hubungan tersebut dapat diketahui dengan menganalisis data
dengan uji korelasi.
Berdasarkan analisis regresi linier sederhana didapat persamaan regresi
estimasi didapat koefisien korelasi (R) adalah 0,962 hal ini menunjukan bahwa
ada keeratan hubungan antara mortalitas Ikan mas (X) dengan konsentrasi ekstrak
daun sirsak (Y) yang sangat kuat dan positif. Hal ini berarti bahwa jika nilai X
meningkat, maka nilai Y juga akan meningkat. Nilai R square (R
2
) atau koefisien
determinasi adalah sebesar 0,925 hal ini berarti bahwa pengaruh (sumbangan) X
i
terhadap naik turunnya nilai terhadap naik turunnya nilai Y sebesar 92,5%;
sedangkan sisanya 7,5% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dimasukkan ke
dalam persamaan. Dimana kemungkinan besar variabel lain yang berpengaruh
adalah perubahan suhu, pH dan DO air akibat pemberian ekstrak daun sirsak
dengan berbagai konsentrasi. Adjusted R square, atau R
2
yang telah dibebasskan
dari pengaruh derajat bebas (
2
R ) adalah 0,9000 hal ini menunjukkan bahwa
pengaruh yang sesungguhnya dari mortalitas Ikan mas (X
i
) terhadap besarnya
dosis ekstrak daun sirsak (Y) adalah sebesar 90% sedangkan sisanya adalah 10%
dipengaruhi oleh faktor lain yang ada di lingkungan yang tidak dimasukkan dalam
persamaan regresi. Faktor lingkungan yang cukup berpengaruh kemungkinan
besarnya adalah perubahan suhu, pH dan DO air akibat pemberian ekstrak daun
sirsak dengan berbagai konsentrasi. Suhu mempengaruhi aktifitas ikan, seperti
pernapasan, pertumbuhan dan reproduksi. Suhu air sangat berkaitan erat dengan
konsentrasi oksigen terlarut dan laju konsumsi oksigen hewan air. Toksisitas
suatu senyawa kimia dipengaruhi oleh derajat keasaman suatu media. Nilai pH
penting untuk menentukan nilai guna suatu perairan. Batas toleransi organisme
air terhadap pH adalah bervariasi tergantung suhu, kadar oksigen terlarut, adanya
ion dan kation, serta siklus hidup organisme tersebut. Namun hal tersebut
memiliki persentase yang kecil dalam penelitian ini karena hal utama yang
menyebabkan kematian ikan adalah besarnya konsentrasi ekstrak daun sirsak yang
dimasukkan dalam air.
Dari hasil analisis sidik ragam (ANOVA) model regresi diperoleh F
hit
=
37,131, dengan sig. F 0,009. Hal ini menyatakan bahwa H
0
ditolak yang berarti
hipotesis yang menyatakan bahwa b =0 atau mortalitas (X) tidak berpengaruh
terhadap konsentrasi ekstrak (Y) adalah tidak benar; yang benar adalah bahwa
mortalitas hewan uji Ikan mas (X) berpengaruh terhadap konsentrasi ekstrak daun
sirsak (Y) yang sangat signifikan pada level probabilitas 0,9%. Setelah diketahui
bahwa mortalitas Ikan mas berpengaruh terhadap konsentrasi ekstrak daun sirsak
maka dianalisis pula hubungan peningkatan konsentrasi ekstrak daun sirsak
dengan peningkatan mortalitas Ikan mas dengan uji normalitas yang dianalisis
dengan analisis regresi linier sederhana. Analisis dilakukan dengan menggunakan
program SPSS 13.0 for Windows sehingga diperoleh data seperti telihat pada
lampiran ke-4 gambar 1.
Agar persamaan regresi estimassi dapat digunakan untuk memprediksi
perubahan nilai mortalitas hewan uji harus memenuhi kriteria bahwa estimator
atau prediktor yang diperoleh dengan dengan menggunakan metode OLS harus
BLUE (Best Linier Unbiased Estimator) atau estimator liniear tidak bisa terbalik.
Kondisi ini akan terjadi apabila asumsi model klasik dipenuhi, yaitu.
1. Tidak Terjadi Autokorelasi
Untuk mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi maka dilakukan pengujian
Durbin-Watson dengan ketentuan 1,65 <DW <2,35. J ika nilai DW terletak
diantara 1,65 dan 2,35 maka tidak ada korelasi. Pada persamaan regresi nilai DW
sebesar 1,634 sehingga ada autokorelasi.
2. Tidak Terjadi Heterokedastisitas
Ada tidaknya heterokedastisitas adalah dengan melihat grafik plot antara nilai
prediksi variabel terkait dengan residunya. J ika tidak ada pola yang jelas, serta
titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak
terjadi heterokedastisitas. Dan jika dari grafik plot dalam persamaan regresi titik-
titik tersebut menyebar disekitar sumbu Y dan membentuk pola tertentu yang
teratur (gelombang, melebar, kemudian menyempit) maka mengidentifikasikan
terjadi heterokedastisitas. Dari output regresi linier sederhana, grafik plot
menggambarkan titik-titik menyebar disekitar sumbu Y dan tidak ada pola yang
jelas sehingga tidak terjadi heterokedastisitas.
Ini berarti model regresi estimasi memenuhi salah satu kriteria asumsi
klasik, atau asumsi model klasik.
Dari model regresi estimasi dosis-respons (ekstrak daun sirsak-mortalitas
hewan uji) dapat digunakan sebagai prediktor terhadap variasi naik turunnya nilai
Y (dosis atau konsentrasi ekstrak daun sirsak). Interpolasi log LD
50
(dihitung
dengan nilai 5,000probitdalam persamaan regresi) adalah 4,142. J ika
dikonversi (anti log), akan diperoleh 96-h LD
50
95% CI sebesar 13868 ppm yaitu
apabila ekstrak daun sirsak yang digunakan sebagai pestisida nabati masuk dalam
perairan dengan konsentrasi 13868 ppm dimungkinkan dapat mematikan hewan
air sebesar 50%.
Ekstrak daun sirsak tersebut memiliki batas aman sebesar 1387 ppm (10%
x 13868), yaitu apabila ekstrak daun sirsak yang digunakan sebagai pestisida
nabati masuk ke dalam perairan dengan konsentrasi sebesar 1387 ppm adalah
aman bagi organisme dalam perairan tersebut.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
B. Kesimpulan
Dari data hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarrik beberapa
kesimpulan yaitu.
1. Besarnya konsentrasi ekstrak daun sirsak yang digunakan sebagai pestisida
nabati mempunyai pengaruh terhadap mortalitas hewan uji Ikan mas.
2. Dengan analisis regresi estimasi, maka pada penelitian ini didapat konsentrasi
yang menyebabkan kematian 50% hewan uji (LD
50
) adalah 13868 ppm.
Dengan batas aman penggunaan ekstrak daun sirsak adalah 1387 ppm (10% x
13868).
C. Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang Uji Toksisisitas Ekstrak Daun
Sirsak Sebagai Pestisida Nabati pada lingkungan sesungguhnya agar didapatkan
dosis yang benar-benar aman pada lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2001. Keputusan rektor IKIP PGRI Semarang, Nomor 005 A/SK/IKIP
PGRI/III/2001 tentang pedoman penyusunan skripsi mahasiswa program
strata satu (S1) IKIP PGRI Semarang. Semarang: IKIP PGRI Semarang
------. 2004. Graviola (Annona muricata). (online). Raintree Nutrition, Inc.
Carson City. <http://www.rain-tree.com/Graviola-Monograph.pdf>.
(Diakses 14 Mei 2008).
------. 2005 a. Graviola. (online). American J ournal.
<http://www.rain-tree.com/plants.htm>. (Diakses 3 Mei 2008).
------. 2005 b. What is an LD50 and LC50. (online). Canadas National
Occupational Health and Safety Resource. <http://www.ccohs.ca/>.
(Diakses 14 Mei 2008).
------. 2007. Pestisida nabati. (online). <http://www.biovermint.com/>.
(Diakses 3 Mei 2008).
Arso, P., Septo, Sraswati, Lintang, Hestiningsih, dan Retno. 2006. Famili
Annonaceae sebagai rapellen terhadap nyamuk Aedes aegypti. Semarang:
Lembaga Penelitian UNDIP. (online).
<http//www.lemlit.undip.ac.id/index>. (Diakses 23 Mei 2008).
Chahaya, I. 2003. Ikan sebagai alat monitor pencemaran. (online). Bagian
Kesehatan Lingkungan. FKM Universitas Sumatera Utara.
<http://library.usu.ac.id/modules.php? >. (Diakses 23 J uli 2008).
Halang, B. 2004. Toksisitas air limbah deterjen terhadap ikan mas (Cyprinus
carpio). FKIP Universitas Lambung Mangkurat. (online).
<http://bioscientiae.unlam.ac.id/v1n1/v1n1_halang.PDF>. (Diakses 7 J uli
2008).
J ohnson, M.W., and M.T. Finley. 1980. Handbook of acute toxicity of chemicals
to fish and aquatic invertebrates. Washington DC: United Stated
Department of the Interior Fish and Wildlife Service/Resource Publication
137.
Kardinan, A. 2002. Pestisida nabati, ramuan dan aplikasinya. J akarta: Penebar
Swadaya.
Lasut, M.T., B. Polli., dan V.A. Kumurur. 2001. Komparasi tingkat toksisitas
beberapa petisida (endosulfan, fentoat, bpmc, glisofat, sulfosat, 2-4 D)
dengan menggunakan ikan bandeng (Chanos chanos forsk). (online).
<http://tumoutou.net/ekoton/ekoton1_1.pdf.>. (Diakses 3 Mei 2008).
Natawigena, H. 1990. Pengendalian hama terpadu (integrated pest control).
Bandung: Armico.
Novizan. 2004. Membuat dan memanfaatkan pestisida ramah lingkungan.
J akarta: AgroMedia Pustaka.
Oka, I.N. 2005. Pengendalian hama terpadu dan implementasinya di indonesia.
Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Plantus. 2008. Atasi hama belalang secara organik. (online).
http://anekaplanta.wordpress.com./2008/03/02/atasi-hama-belalang-secara
organik/trackback. (Diakses 20 April 2008).
Purnomo, H. 1990. Metode penulisan karya ilmiah. Semarang
------. 2007. Petunjuk prktikum pengetahuan lingkungan. Semarang: IKIP PGRI
Semarang.
Rukmana R dan Sugandi U. 1997. Hama tanaman dan teknik pengendalian.
Yogyakarta : Kanisius.
Sastroutomo, S. 1992. Pestisida, dasar-dasar dan dampak penggunaanya.
J akarta : Gramedia Pustaka Utama.
Soemirat, J ., D. Roosmini, I.R.S. Salami, dan K. Oginawati. 2005. Toksikologi
lingkungan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Simanjuntak, F., Maimunah, Zulheri, dan Hafni. 2007. Pemanfaatan daun sirsak
dan berbagai jenis umpan untuk mengendalikan hama rayap di
laboratorium. Sulawesi: Balai Besar Karantina Tumbuhan Belawan.
(online). <http://www.bbkt-belawan.info/pdf/karya_tulis/Sirsak.pdf.>
(Diakses 23 Mei 2008).
Steenis. 2005. Flora untuk sekolah di indonesia. J akarta: Pradnya Paramita.
Sulistiowati, D. 2006. Uji daya anibakteri ekstrak etanolik daun sirsak (Annona
muricata L) dalam sediaan deodoran cair terhadapa pertumbuhan bakteri
Staphylococcus aurens ATCC 6538. Skripsi. STI Farmasi yayasan
Pharmasi, Semarang.
Suripto, Tresnani, G., Gunawan, E. R. dan J upri, A. 2007. Pengembangan
kinerja anti moluska dari tanaman jayanti {Sesbania sesban (L.) Merr.}
untuk mengendalikan keong mas hama tanaman padi. (online).
http://bioecologyripto.blogspot.com/2007/11/bioekologi.html. (Diakses
Suryana, Y. Y. 1999. Pengaruh konsentrasi subletal insektisida furadan 3 G
terhadap pertumbuhan ikan nila (Oreochromis niloticus Trewaves).
Skripsi. J urusan Biologi Fakultas MIPA UNDIP, Semarang.
Triharso. 2004. Dasar-dasar perlindungan tanaman. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Tarumingkeng, Rudy C. 1992. Insektisida; Sifat, Mekanisme Kerja dan Dampak
Penggunaannya. UKRIDA Press. 250 p.
Lampiran 1
Tabel Nilai X dan Y
Y X
1 4,138 5,000
2 4,146 5,000
3 4,154 5,255
4 4,161 5,525
5 4,169 5,845
Keterangan:
Y (log dosis Y
i
) : Variabel dependen
X (probit mortalitas X
i
) : Variabel independen
Lampiran 8
Gambar 3: Aklimasi Hewan Uji
Gambar 4: Hewan Uji pada Bejana
Lampiran 9
Gambar 5: Uji Eksplorasi
Gambar 6: Mortalitas Hewan Uji pada Uji Eksplorasi
Lampiran 10
Gambar 7: Uji Sesunguhnya
Gambar 8: Mortalitas Hewan Uji pada Uji Sesunguhnya
Lampiran 11
Proses Pembuatan Ekstrak Daun Sirsak
20 gr daun sirsak segar +1 liter air
Dihaluskan dengan blender
Ditambahkan 3 gr sabun colek
Diendapkan semalam
Disaring dengan kertas saring
Larutan stok ekstrak daun sirsak
Diencerkan dengan air sesuai dosis yang diinginkan
(12500 ppm, 13250 ppm, 14000 ppm, dan 14750 ppm)