You are on page 1of 76

UJ I TOKSI SI TAS EKSTRAK DAUN SI RSAK

SEBAGAI PESTI SI DA NABATI


DENGAN I KAN MAS





SKRIPSI






Oleh:
AFRI UTAMI
NPM. 04320093




















IKIP PGRI SEMARANG
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI

SEMARANG
AGUSTUS 2008
UJ I TOKSI SI TAS EKSTRAK DAUN SI RSAK
SEBAGAI PESTI SI DA NABATI
DENGAN I KAN MAS







Skripsi
Diajukan kepada IKIP PGRI Semarang
untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan
Program Sarjana Pendidikan Biologi











Oleh:
AFRI UTAMI
NPM. 04320093










IKIP PGRI SEMARANG
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI

SEMARANG
AGUSTUS 2008
LEMBAR PERSETUJUAN
Kami selaku Pembimbing I dan Pembimbing II dari mahasiswa IKIP PGRI
Semarang:
Nama : Afri Utami
NPM : 04320093
J urusan : Pendidikan Biologi
J udul Skripsi : Uji Toksisitas Ekstrak Daun Sirsak Sebagai Pestisida Nabati
Dengan Ikan mas
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang dibuat oleh mahasiswa tersebut di
atas telah selesai dan siap diujikan.

Semarang, Agustus 2008

Pembimbing I Pembimbing II


Endah Rita S. D, S.Si, M.Si. Drs. Harsoyo Purnomo, M.S.
NIP. 937 001 100 NIP. 131 098 519









LEMBAR PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN
Skripsi berjudul
UJI TOKSISITAS EKSTRAK DAUN SIRSAK
SEBAGAI PESTISIDA NABATI
DENGAN IKAN MAS

yang disusun oleh:

AFRI UTAMI
NPM. 04320093

telah dipertahankan di hadapan Sidang Panitia Dewan Penguji
Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
IKIP PGRI Semarang
pada hari J umat tanggal 22 Agustus 2008
dan dinyatakan telah memenuhi syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pendidikan


Panitia Dewan Penguji


Ketua Sekretaris





Ary Susatyo Nugroho, S.Si, M.Si. Endah Rita S. D, S.Si, M.Si.
NIP. 132 989 694 NIP. 937 001 100

Anggota Dewan Penguji


1. Endah Rita S. D, S.Si, M.Si. (.............................................)
NIP. 937 001 100

2. Drs. Harsoyo Purnomo, M.S. (.............................................)
NIP. 131 098 519

3. Dra. Eny Hartadiyati WH, M.Si.Med (..............................................)
NIP. 936 801 102

ABSTRAK
Utami, A. 2008. Uji Toksisitas Ekstrak Daun Sirsak Sebagai Pestisida Nabati
Dengan Ikan mas. Skripsi. Pembimbing I Endah Rita S. D, S.Si, M.Si.,
Pembimbing II Drs. Harsoyo Purnomo, M.S.

Penelitian ini didasarkan pada permasalahan: Berapakah dosis ekstrak daun sirsak
(Annona muricata L) yang digunakan untuk pestisida nabati dapat mematikan
50% populasi hewan uji (LD
50
) Ikan mas (Carassius auratus).

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai 96-h LD
50
95% CI ekstrak
daun Sirsak (Annona muricata L) pada Ikan mas (Carassius auratus) dan
menentukan batas aman bagi organisme yang hidup di dalam air.

Penelitian ini dilakukan dengan menguji toksisitas ekstrak daun sirsak yang
digunakan sebagai pestisida nabati. Ekstrak dibuat dari daun sirsak segar
sebanyak 20 gram diblender halus kemudian dilarutkan dalam 1 liter air dicampur
dengan 3 gram sabun colek, diendapkan semalam. Selanjutnya larutan diencerkan
dengan air sesuai dosis yang diinginkan. Uji eksplorasi dilakukan dengan cara: 50
ekor hewan uji dibagi 5 kelompok, masing-masing 10 ekor ditempatkan dalam
bejana uji dengan volume air 4 l. Selanjutnya masing-masing diberi ekstrak daun
sirsak dengan dosis 0 ppm (sebagai kontrol); 12500 ppm; 13250 ppm; 14000
ppm dan 14750 ppm. Observasi dilakukan dengan mencatat pola gerak subletal,
dan jumlah yang mati. Dosis dimana mortalitas 50% (LD
50
) selama 48 jam
terjadi, ditetapkan sebagai dosis uji sesungguhnya. Dari uji eksplorasi didapat
kisaran dosis sebesar 13750 ppm; 14000 ppm; 14250 ppm; 14500 ppm dan 14750
ppm. Selanjutnya dilakukan uji seperti prosedur uji eksplorasi selama 96 jam.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada dosis 13750 ppm terjadi mortalitas
sebesar 50%; dosis 14000 ppm mortalits 50%; dosis 14250 ppm mortalitas 60%,
dosis 14500 mortalitas 70% dan pada dosis 14750 ppm mortalitas 80%.
Sedangkan untuk kontrol mortalitas 0%. Selanjutnya data tersebut dianalisis
dengan analisa regresi linier sederhana. Dari analisis menunjukkan bahwa
pengaruh mortalitas terhadap dosis, sangat signifikan pada level probabilitas
0,9%. Interpolasi log LD
50
adalah 4,142; jika dikonversi (anti log) akan diperoleh
96-h LD
50
95% CI =13868 ppm, dengan batas aman 10% x 13868 =1387 ppm.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkana bahwa ekstrak daun sirsak yang
digunakan sebagai pestisida nabati memiliki 96-h LD
50
95% CI =13868 ppm,
dengan batas aman sebesar 1387 ppm.


KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang atas karunia-Nya telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan
baik.
Tersusunnya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan beberapa pihak, untuk
itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Ibu Endah Rita S. D, S.Si, M.Si., selaku Pembimbing I yang telah
memberikan petunjuk, arahan, waktu, tenaga dan pikiran dengan penuh
tanggung jawab hingga tersusunnyan skripsi ini.
2. Bapak Drs. Harsoyo Purnomo, M.S., selaku Pembimbing II yang telah
memberikan petunjuk, arahan, waktu, tenaga dan pikiran dengan penuh
tanggung jawab hingga tersusunnyan skripsi ini.
3. Bapak Ary Susatyo Nugroho, S.Si, M.Si., selaku Dekan FPMIPA IKIP PGRI
Semarang.
Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
penulis pada khususnya dan para pembaca pada umumnya.


Semarang, Agustus 2008

Penulis

DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ...................................................................................................... v
KATA PENGANTAR .................................................................................... vi
DAFTAR ISI ................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ........................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ......................................................... 1
B. Perumusan Permasalahan ........................................................ 3
C. Tujuan Penelitian .................................................................... 3
D. Manfaat Penelitian .................................................................. 3
E. Definisi Istilah ......................................................................... 4
BAB II TINJ AUAN PUSTAKA .................................................................... 5
A. Hama ....................................................................................... 5
B. Pestisida .................................................................................. 10
C. Penggunaan Ekstrak Daun Sirsak Sebagai Pestisida Nabati ... 16
D. Uji Toksisitas .......................................................................... 22
BAB III METODE PENELITIAN ................................................................. 29
A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian ............................ 29
B. Subyek Penelitian .................................................................... 29
C. Alat Dan Bahan ....................................................................... 29
D. Prosedur .................................................................................. 30
E. Analisis Dan Interpretasi Data ................................................ 31
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS HASIL ............................. 35
A. Uji Eksplorasi .......................................................................... 35
B. Uji Sesungguhnya ................................................................... 36
C. Prediksi Pemberian Ekstrak Daun sirsak Terhadap Mortalitas
Ikan mas .................................................................................. 37
BAB V PEMBAHASAN ................................................................................ 41
A. Uji Eksplorasi .......................................................................... 41
B. Uji Sesungguhnya ................................................................... 42
C. Prediksi Pemberian Ekstrak Daun sirsak Terhadap Mortalitas
Ikan mas .................................................................................. 47
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 51
A. Kesimpulan ............................................................................. 51
B. Saran ....................................................................................... 51
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 52
LAMPIRAN-LAMPIRAN ............................................................................. 55





DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Contoh Toksisitas Akut Atas Dasar Dosis
Dan Portal Entri ............................................................................ 26
Tabel 2. Transformasi Probit / log .............................................................. 32
Tabel 3. Analisis Varians Regresi Linear ................................................... 33
Tabel 4. Data Mortalitas Ikan mas dengan Dosis yang Berbeda
Selama 48 jam ............................................................................... 35
Tabel 5. Data Pengukuran Suhu, pH dan DO air yang Akan Digunakan
untuk Uji Toksisitas ...................................................................... 36
Tabel 6. Data Mortalitas Ikan mas dengan Dosis yang Berbeda
Selama 96 jam ............................................................................... 36
Tabel 7. Transformasi Probit / log Dosis-Respons Ekstrak Daun Sirsak ... 37











DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Tanaman Sirsak (Anona muricata L) ........................................... 17



















DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Tabel Nilai X dan Y ................................................................ 55
Lampiran 2 Analisis Regresi Linier Sederhana Dosis-Respon (Dosis
Ekstrak Daun Sirsak-Mortalitas Hewan Uji) Dengan
Transformasi Probit/Logit Data Mortalitas Ikan mas dengan
Dosis yang Berbeda ................................................................ 56

Lampiran 3 Data Koefisien ........................................................................ 57
Lampiran 4 Diagram ................................................................................... 58
a. Histogram ........................................................................... 58
b. Normal P-P Plot ................................................................. 58
Lampiran 5 Diagram Pencar (Scatterplot) .................................................. 59
a. Regression Standardized Predicted Value ......................... 59
b. Regression Studentized Residual ....................................... 59
Lampiran 6 Regression Standardized Predicted Value .............................. 60
Lampiran 7 Gambar Dokumentasi Penelitian ............................................ 61
Gambar 1. Alat Uji Toksisitas ............................................... 61
Gambar 2. Ikan mas, daun sirsak dan deterjen ...................... 61
Lampiran 8 Gambar Dokumentasi Penelitian ............................................ 62
Gambar 3. Aklimasi Hewan Uji ............................................. 62
Gambar 4. Hewan Uji pada Bejana ........................................ 62
Lampiran 9 Gambar Dokumentasi Penelitian ............................................ 63
Gambar 5. Uji Eksplorasi ....................................................... 63
Gambar 6. Mortalitas Hewan Uji pada Uji Eksplorasi .......... 63
Lampiran 10 Gambar Dokumentasi Penelitian ............................................ 64
Gambar 7. Uji Sesungguhnya ................................................ 64
Gambar 8. Mortalitas Hewan Uji pada Uji Sesungguhnya ..... 64
Lampiran 11 Proses Pembuatan Ekstrak Daun Sirsak ................................. 65



































BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Menurut Oka (2005), masalah hama tanaman dipandang sebagai fenomena yang
berdiri sendiri yang dapat diatasi dengan mengaplikasikan pestisida saja. Makin
sering dilakukan aplikasi pestisida tanaman akan makin sering terhindar dari
kerusakan yang disebabkan hama.
Mengingat kebutuhan dan kegunaan pestisida maka telah banyak produk
pestisida yang beredar di masyarakat, di mana masing-masing jenis pestisida
tersebut memiliki fungsi dan daya racun yang berbeda-beda. Di samping dapat
membantu manusia dalam usaha mengatasi gangguan hama dan penyakit, ternyata
penerapan pestisida memberi pengaruh besar terhadap organisme atau lingkungan
lain yang bukan sasaran. Hal ini dapat terjadi apabila residu pestisida masuk ke
lingkungan baik disengaja maupun tidak (Murty, 1986 dikutip oleh Lasut, 2001).
Penggunaan pestisida sintetis perlu dipertimbangkan terutama dampak
residu terhadap lingkungan, kesehatan manusia dan terhadap mahluk hidup
lainnya serta satwa-satwa liar. Pestisida yang masuk ke dalam kolam atau sawah
dalam jumlah kecil tidak membahayakan, tetapi akan terakumulasi oleh plankton
dan dapat berakibat fatal terhadap organisme tingkat tinggi yang memakan
plankton yaitu tidak secara langsung menghambat pertumbuhan ikan (Connel dan
Miller, 1995 dikutip oleh Suryana, 1999).
Oleh karena itu harus dicari cara alternatif yang lebih aman dalam
pengendalian hama agar tidak berpengaruh buruk pada organisme bukan sasaran.
Alternatif untuk pengendalian hama dengan memanfaatkan senyawa beracun
yang terdapat pada tumbuhan dikenal dengan pestisida nabati. Beberapa spesies
tanaman famili Annonaceae ternyata cukup berpotensi untuk dimanfaatkan
sebagai insektisida nabati. Bagian dari tanaman sirsak yang digunakan adalah
daun dan biji. Daun sirsak mengandung senyawa acetogenin, antara lain asimisin,
bulatacin dan squamosin. Pada konsentrasi tinggi, senyawa acetogenin memiliki
keistimewaan sebagai anti-feedent (Plantus, 2008). Selain itu daunnya juga
mengandung saponin, flavanoid dan tanin (Samsuhidayat dan Hutapea, 1991
dikutip oleh Sulistiowati, 2006).
Beberapa penelitian menyatakan bahwa daun sirsak dapat digunakan
sebagai pestisida nabati. Seperti yang dilaporkan oleh Arso pada penelitiannya
tentang potensi tanaman famili Annonaceae sebagai rapelent terhadap Aedes
aegypti menyatakan bahwa ekstrak daun sirsak dengan konsentrasi 100%
mempunyai daya proteksi menolak 53% nyamuk Aedes aegypti (Arso, 2006).
Sedangkan Simanjuntak menyatakan pada penelitiannya bahwa daun sirsak efektif
untuk mengendalikan rayap dengan dosis antara 4000 ppm sampai 6000 ppm
(Simanjuntak, 2007). Meskipun sudah terbukti bahwa daun sirsak memiliki
senyawa yang cukup efektif digunakan sebagai pestisida, namun kajian mengenai
dampak pestisida nabati pada lingkungan belum banyak dilakukan. Oleh karena
itu, perlu diteliti lebih lanjut mengenai daya toksisitas ekstrak daun sirsak
terhadap ikan mas sebagai organisme non-sasaran dalam pemanfaatannya sebagai
pestisida nabati.
B. Perumusan Permasalahan
Permasalahan yang akan dicari pemecahannya dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut.
Berapakah dosis ekstrak daun sirsak (Annona muricata L) yang digunakan untuk
pestisida nabati dapat mematikan 50% populasi hewan uji (LD
50
) Ikan mas
(Carassius auratus)?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai 96-h LD
50
95% CI
ekstrak daun sirsak (Annona muricata L) pada Ikan mas (Carassius auratus)
sebagai organisme non-sasaran dalam pemanfaatannya sebagai pestisida nabati,
dan menentukan batas aman bagi organisme yang hidup dalam perairan.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa informasi mengenai
96-h LD
50
95% CI dari ekstrak daun sirsak (Annona muricata L) terhadap hewan
uji Ikan mas (Carassius auratus) sebagai organisme non-sasaran. Setelah
mengetahui dosis efektif ekstrak daun sirsak ini, nantinya diharapkan masyarakat
atau petani pada khususnya dapat menggunakan pestisida nabati ini dengan dosis
yang aman bagi lingkungan.
E. Definisi Istilah
Untuk menghindari perbedaan pengertian dalam penelitian ini maka diperlukan
penegasan istilah yang berada dalam judul penelitian ini. Istilah-istilah tersebut
adalah sebagai berikut.
1. Uji Toksisitas / Bio assay
Suatu uji sifat relatif dari toksikan berkaitan dengan potensinya yang
mengakibatkan efek negatif bagi makhluk hidup. Penelitian menggunakan Ikan
mas (Carassius auratus) sebagai hewan uji untuk menguji toksisitas bahan
pestisida nabati berupa ekstrak daun sirsak (Annona muricata L).
2. Ekstrak Daun Sirsak
Ekstrak daun sirsak yang digunakan berasal dari daun sirsak (Annona muricata L)
segar sebanyak 20 gram diblender halus kemudian dilarutkan dalam 1 liter air
dicampur dengan 3 gram sabun colek, lantas diendapkan semalam (Kardinan,
2002). Cairan yang diperoleh merupakan larutan sediaan yang dapat diencerkan
lagi sesuai kebutuhan.
3. Pestisida Nabati
Merupakan bahan aktif tunggal atau majemuk yang berasal dari tumbuhan yang
dapat digunakan untuk mengendalikan organisme pengganggu tanaman (OPT).


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Hama
Istilah hama merupakan istilah yang berorientasi kepada kepentingan manusia,
bukan istilah ekologik. Tentunya pembatasan pengertian tersebut juga berarti
bahwa tidak semua herbivora yang ada di agro-ekosistem adalah hama. Oleh
karena itu dapat diuraikan beberapa hal mengenai hama yaitu sebagai berikut.
1. Definisi Hama
Dalam pengertian PHT tidak hanya serangga yang disebut hama, tetapi juga
spesies-spesies makhluk lainnya yaitu vertebrata (misalnya tikus, babi hutan,
gajah), tungau (berkaki 8), bakteri, virus dan cacing (nematoda). Hama adalah
semua organisme atau agensia biotik yang merusak tanaman atau hasil tanaman
dengan cara-cara yang bertentangan dengan kepentingan manusia. PHT
menyebutkan kumpulan spesies-spesies hama, dalam bahasa inggrisnya pests.
Direktorat Bina Perlindungan Tanaman menyebutnya organisme pengganggu
tanaman (OPT) (Oka, 2005).
Beberapa ahli pertanian membuat beberapa versi pengertian (definisi)
hama tanaman diantaranya, sebagai berikut:
1. organisme jahat yang mempunyai kemampuan untuk merusak, menggganggu,
atau merugikan organisme lainnya (inang);
2. organisme yang memusuhi (merugikan kesejahteraan manusia);
3. setiap spesies organisme yang dalam jumlah besar tidak kita kehendaki
kehadirannya;
4. organisme yang merugikan dari segi pandangan manusia;
5. organisme hidup yang merupakan saingan kita dalam memenuhi kebutuhan
pangan dan pakaian, atau menyerang kita secara langsung (Rukmana, 1997).
Oleh karena itu jumlah populasinya harus dikendalikan agar tidak
dianggap merugikan atau mengganggu (Oka, 2005).
2. J enis-jenis Hama
Berdasarkan kisaran bahaya yang timbul akibat serangan hama pada tanaman budi
daya, hama dapat dibagi menjadi empat kelompok sebgai berikut.
a. Hama Utama
Hama utama sering disebut sebagai hama abadi atau hama kunci, yaitu hama yang
selalu menyerang setiap musim pada suatu daerah dengan intensitas serangan
berat sehingga memerlukan pengendalian (Rukmana, 1997).
b. Hama Minor
Hama minor atau disebut hama kadang-kadang adalah hama (organisme yang
sebelumnya dianggap tidak merugikan dan telah lama berada di suatu daerah, tapi
suatu saat sebagai akibat dari adanya gangguan terhadap faktor lingkungan seperti
berkurangnnya parasit dan predator, populasinya meningkat dan menimbulkan
kerusakan terhadap tanaman (Natawigena, 1990).
c. Hama Potensial
Hama potensial adalah hama yang populasinya mampu muncul secara tiba-tiba,
terutama apabila terjadi perubahan pada mekanisme keseimbangan ekosistemnya
(Rukmana, 1997).
d. Hama Migran
Hama migran merupakan hama yang bukan berasal dari agroekosistem setempat,
melainkan datang dari luar karena sifatnya berpindah-pindah (Rukmana, 1997).
3. Pengendalian Hama
Dalam program PHT, tindakan pengendalian hama baru dilakukan jika jumlah
populasi hama yang ditemukan di lapangan telah melewati batas toleransi. Cara
pengendalian populasi hama dalam program PHT sangat beragam dan tidak
mengandalkan pada satu cara tertentu. Pengendalian hama di antaranya dilakukan
dengan cara alami, cara biologis, pestisida biologis, memakai pestisida botani,
atau dengan cara pestisida kimiawi yang dilaksanakan dalam keadaan sangat
terpaksa (Novizan, 2004).
Untuk mencapai efektivitas pengendalian hama, ada beberapa jenis yaitu
sebagai berikut.
a. Pengendalian Alami
Pengendalian alami adalah suatu proses di alam yang mampu
mempertahankan kepadatan populasi suatu organisme bergerak dalam kurun
waktu yang lama, sehingga sedikit banyak populasi tetap berada di antara suatu
batas atas dan bawah yang tertentu. Proses tersebut dipengaruhi oleh kombinasi
unsur biotik dan abiotik di lingkungan suatu hama (Triharso, 2004).
b. Pengendalian Biologis
Pengendalian hayati ialah pengaturan populasi kepadatan organisme oleh musuh-
musuh alamnya, hingga tingkat kpadatan rata-rata organisme tersebut lebih rendah
dibandingkan dengan yang tidak diatur oleh musuh alamnya. Musuh-musuh alam
tersebut dapat digolongkan sebagai berikut:
1) predator
2) parasitoid
3) patogen serangga (jamur, bakteri, virus, nematoda)
4) vertebrata (mamalia, burung, Amphibia, ikan) (DeBach, 1979 dikutip oleh
Oka, 2005).
c. Pengendalian Mekanik
Pengendalian secara mekanik ialah menggunakan berbagai alat / bahan untuk
membinasakan hama, termasuk menggunakan tangan kita untuk mengambil /
menangkap hama sebagai berikut:
1) membinasakan dengan tangan atau alat,
2) memagari tanaman dengan pagar,
3) menangkap dengan alat pengisap,
4) menggunakan alat perangkap (Oka, 2005).
d. Pengendalian Kimiawi
Pengendalian secara kimiawi ini dilakukan dengan pemberian senyawa kimia
beracun baik dengan kimia sintetis maupun dengan senyawa kimia yang berasal
dari tumbuhan (Novizan, 2004).
e. Pengendalian Hama Terpadu
PHT adalah pemberantasan hama terpadu (Integrated Pest Control) merupakan
pengendalian hama yang menggunakan semua teknik dan metoda yang sesuai
dalam cara-cara yang seharmonis-harmonisnya dan mempertahankan populasi
hama dibawah tingkat yang menyebabkan kerusakan ekonomi di dalam keadaan
lingkungan dan dinamika populasi spesies hama yang bersangkutan. J uga
dikatakan, bahwa Integrated Pest Control adalah sinonim dengan Integrated Pest
Management (Smith, 1983 dikutip oleh Oka, 2005).
PHT berdasarkan falsafah alam yang memandang, bahwa semua makhluk
hidup, termasuk yang disebut hama tanaman, adalah memang bagian dari alam.
J adi istilah hama adalah subjektif, dilihat dari kepentingan manusia itu sendiri.
Dan manusi cenderung untuk menghabiskan saja makhluk-makhluk yang
dirasakannya sangat merugikannya dengan racun-racun yang membahayakan
semua kehidupan. Dari uraian tersebut tujuan PHT adalah sebagai berikut:
1) memantapkan hasil dalam taraf yang telah dicapai oleh teknologi pertanian
maju;
2) mempertahankan kelestarian lingkungan;
3) melindungi kesehatan produsen dan konsumen;
4) meningkatkan efisiensi masukan dalam berproduksi;
5) meningkatkan kesejahteraan atau pendapatan petani (Oka, 2005).
B. Pestisida
Pestisida ialah zat-zat kimia untuk membunuh hama. J adi pestisida adalah racun.
Pestisida dapat digolongkan berdasarkan jasad sasaran adalah sebagai berikut.
1. Insektisida, yaitu pestisida yang digunakan untuk mengendalikan insekta
(seranggga).
2. Fungisida, yaitu pestisida yang digunakan untuk mengendalikan fungi
(cendawan atau jamur).
3. Rodentisida, yaitu pestisida yang digunakan untuk mengendalikan binatang
pengerat atau tikus.
4. Nematisida, yaitu pestisida yang digunakan untuk mengendalikan nematoda.
5. Mollukisida, yaitu pestisida yang digunakan untuk mengendalikan molluska
atau siput.
6. Akarisida, yaitu pestisida yang digunakan untuk mengendalikan akarina atau
tungau.
7. Herbisida, yaitu pestisida yang digunakan untuk mengendalikan herba atau
gulma.
8. Bakterisida, yaitu pestisida yang digunakan untuk mengendalikan bakteri
(Rukmana, 1997).
Insektisida dapat juga digolongkan atas dasar jenis racunnya yaitu.
1. Racun sistemik, artinya dapat diserap melalui sistem organisme misalnya
melalui akar atau daun kemudian diserap ke dalam jaringan tanaman yang
akan bersentuhan atau dimakan oleh hama sehingga mengakibatkan peracunan
bagi hama.
2. Racun kontak, langsung dapat menyerap melalui kulit pada saat pemberian
insektisida atau dapat pula serangga target kemudian kena sisa insektisida
(residu) insektisida beberapa waktu setelah penyemprotan (Tarumingkeng,
1992).
Berdasarkan asal bahan yang digunakan, saat ini pestisida dapat digolongkan
menjadi dua jenis yaitu.
1. Pestisida Kimia
Pestisida kimia identiik dengan pestisida sintetis yang dapat dengan cepat
menurunkan populasi hama dengan pengendalian (residu) yang lebih panjang.
Pestisida sintetis juga lebih mudah dan praktis dipakai. Di samping itu, pestisida
sintetis lebih mudah diproduksi secara besar-besaran, mudah diangkut dan
disimpan, dan penggunannya relatif lebih mudah. Keunggulan ini telah memikat
hati petani (Novizan, 2004).
Pemakaian pestisida sering tidak bijaksana, dosis dan konsentrasi yang
dipakai kadang-kadang ditingkatkan hingga melampaui batas yang disarankan.
Hal ini yang menyebabkan dampak negatif dari pemakaian pestisida sintetis
antara lain:
a. hama sasaran berkembang menjadi tahan (resisten) terhadap pestisida;
b. dapat timbul fenomena yang disebut breserjensi hama tersebut, yaitu jumlah
populasi keturunan-keturunan hama itu menjadi lebih banyak dibandingkan
bila tiodak diperlakukan dengan pestisida;
c. makhluk bukan sasaran seperti ikan, belut, katak, ayam, cacing, serangga
penyerbuk dan sebagainya ikut binasa;
d. musuh-musuh alamnya serangga hama yaitu predator dan parasitoid juga ikut
mati;
e. pestisida dapat menimbulkan ledakan hama sekunder;
f. pestisida tertentu dapat meninggalkan residu di dalam tanaman dan bagian-
bagian tanaman;
g. pestisida mencemari lingkungan yaitu tanah, air dan udara;
h. pestisida tertentu dapat menimbulakn pembesaran biologik artinya
konsentrasi pestisida itu dalam rantai makanan berikutnya makin tinggi;
i. pestisida menimbulkan kecelakaan bagi manusia (keracunan akut / kronik atau
kematian) (Oka, 2005).
Pencemaran pestisida yang terjadi akan memberikan pengaruh tidak saja
terhadap organisme sasaran tetapi juga terhadap organisme-organisme yang bukan
sasaran. Banyak hewan-hewan vertebrata dan invertebrata yang terkena dampak
negatif dari penggunaan pestisida yang berlebihan khususnya insektisida. Ikan
sebagai salah satu organisme yang tinggal di perairan merupakan organisme yang
paling sensitif terhadap pencemaran insektisida seperti endosulfan, endrin,
dieldrin, karbofuran, dan azinofos etil (Yunus dan Lim, 1971 dikutip oleh
Sastroutomo, 1992).
2. Pestisida Nabati
Pestisida nabati adalah bahan aktif tunggal atau majemuk yang berasal dari
tumbuhan yang dapat digunakan untuk mengendalikan organisme pengganggu
tumbuhan (OPT). Secara umum pestisida nabati diartikan sebagai suatu pestisida
yang bahan dasarnya berasal dari tumbuhan yang relatif mudah dibuat dengan
kemampuan dan pengetahuan yang terbatas. Oleh karena terbuat dari bahan alami
atau nabati maka jenis pestisida ini bersifat mudah terurai (bio-degradable) di
alam sehingga tidak mencemari lingkungan, dan relatif aman bagi manusia dan
ternak peliharaan karena residu mudah hilang. Efektivitas suatu bahan-bahan
alami yang digunakan sebagai insektisida nabati sangat tergantung dari bahan
tumbuhan yang dipakai, karena satu jenis tumbuhan yang sama tetapi berasal dari
daerah yang berbeda dapat menghasilkan efek yang berbeda pula, ini dikarenakan
sifat bioaktif atau sifat racunnya tergantung pada kondisi tumbuh, umur tanaman
dan jenis dari tumbuhan tersebut (Anonim, 2007).
Pestisida nabati dapat membunuh atau mengganggu serangan hama dan
penyakit melalui cara kerja yang unik, yaitu dapat melalui perpaduan berbagai
cara atau secara tunggal. Cara kerja pestisida nabati sangat spesifik, yaitu :
a. merusak perkembangan telur, larva dan pupa;
b. menghambat pergantian kulit;
c. mengganggu komunikasi serangga;
d. menyebabkan serangga menolak makan;
e. menghambat reproduksi serangga betina;
f. mengurangi nafsu makan;
g. memblokir kemampuan makan serangga;
h. mengusir serangga; dan
i. menghambat perkembangan patogen penyakit (Novizan, 2004).
Menurut Kardinan (2002), di Indonesia terdapat sangat banyak jenis
tumbuhan penghasil pestisida nabati. Namun, sampai saat ini pemanfaatannya
belum dilakukan dengan maksimal. Tumbuhan penghasil pestisida nabati tersebut
dibagi menjadi lima kelompok, yaitu sebagai berikut.
a. Kelompok tumbuhan insektisida nabati, adalah kelompok tumbuhan yang
menghasilkan pestisida pengendali hama insekta. Contoh tumbuhan dari
kelompok ini adalah: piretrum, aglaia, babadotan, bengkuang, bitung,
jaringau, saga, serai, sirsak, srikaya.
b. Kelompok tumbuhan antraktan atau pemikat, adalah tumbuhan yang
menghasilkan suatu bahan kimia yang menyerupai sex pheromon pada
serangga betina. Bahan kimia tersebut akan menarik serangga jantan,
khususnya hama lalat buah dari jenis Bactrocera dorsalis. Contoh tumbuhan
dari kelompok ini adalah: daun wangi dan selasih.
c. Kelompok tumbuhan rodentisida nabati, adalah kelompok tumbuhan yang
menghasilkan pestisida pengendali hama rodentia. Tumbuh-tumbuhan ini
terbagi menjadi dua jenis, yaitu sebagai penekan kelahiran (efek aborsi atau
kontrasepsi) dan penekan populasi, yaitu meracuninya. Tumbuhan yang
termasuk kelompok penekan kelahiran umumnya mengandung steroid,
sedangkan yang tergolong penekan populasi biasanya mengandung alkaloid.
Dua jenis tumbuhan yang sering digunakan sebagai rodentisida nabati adalah
jenis gadung KB dan gadung racun.
d. Kelompok tumbuhan moluskisida, adalah kelompok tumbuhan yang
menghasilkan pestisida pengendali hama moluska. Beberapa tanaman
menimbulkan pengaruh moluskisida, diantaranya: daun sembung, akar tuba,
patah tulang dan tefrosia.
e. Kelompok tumbuhan pestisida serba guna, adalah kelompok tumbuhan yang
tidak berfungsi hanya satu jenis saja, misalnya insektisida saja, tetapi juga
berfungsi sebagai fungisida, bakterisida, moluskisida, nematisida dan lainnya.
Contoh tumbuhan dari kelompok ini adalah: jambu mete, lada, mimba, mindi,
tembakau dan cengkih.
Novizan (2004) menjelaskan bahwa pestisida nabati juga mempunyai
beberapa keunggulan dan kelemahan. Keunggulan dari pestisida nabati adalah:
a. murah dan mudah dibuat oleh petani;
b. relatif aman terhadap lingkungan;
c. tidak menyebabkan keracunan pada tanaman;
d. sulit menimbulkan kekebalan terhadap hama;
e. kompatibel digabung dengan cara pengendalian yang lain; dan
f. menghasilkan produk pertanian yang sehat karena bebas residu pestisida
kimia.
Selain memiliki kelebihan pestisida nabati juga memiliki kelemahan
diantaranya adalah:
a. daya kerjanya relatif lambat;
b. tidak membunuh jasad sasaran secara langsung;
c. tidak tahan terhadap sinar matahari;
d. kurang praktis;
e. tidak tahan disimpan; dan
f. kadang-kadang harus disemprotkan berulang-ulang.
Meskipun disebut ramah lingkungan, tidak berarti pestisida alami
memiliki daya racun (toksisitas) yang rendah. Beberapa jenis pestisida botani
seperti nikotin, memiliki daya racun yang lebih tingggi dibandingkan dengan
pestisida sintetis, terutama jika termakan. Dengan demikian, kaidah keselamatan
kerja pada saat aplikasi pestisida alami tetap diperhatikan (Novizan, 2004).
C. Penggunaan Ekstrak Daun Sirsak Sebagai Pestisida Nabati
Pestisida nabati tentunya dapat digunakan sebagai alternatif pengendalian
serangga. Bahan alami itu memenuhi beberapa kriteria yang diinginkan, yaitu
aman, murah, mudah diterapkan petani dan efektif membunuh hama serta
memiliki keuntungan mudah dibuat. Bahan dari nabati ini juga mudah terurai
(biodegradable) sehingga tidak mencemari lingkungan dan relatif aman bagi
manusia dan ternak karena residunya mudah hilang.
Sebagai daerah tropis, Indonesia memiliki flora yang sangat beragam,
mengandung cukup banyak jenis tumbuh-tumbuhan yang merupakan sumber
bahan insektisida yang dapat dimanfaatkan untuk pengendalian hama. Salah satu
famili tumbuhan yang dianggap merupakan sumber potensial insektisida nabati
adalah Annonaceae. Dan salah satu tanaman yang memiliki senyawa yang dapat
digunakan sebagai insektisida nabati yaitu tanaman sirsak. Bagian dari tanaman
sirsak yang digunakan adalah daun dan biji (Plantus, 2008). Beberapa peneletian
telah melaporkan bahwa daun sirsak dapat digunakan untuk mengendalikan
beberapa jenis hama. Penggunaan insektisida nabati yang dimodifikasi dengan
berbagai jenis umpan dapat digunakan untuk mengendalikan rayap. Pemanfaatan
daun sirsak dapat digunakan untuk mengendalikan rayap pada area pertanaman
ataupun area pemukiman karena disamping efektif juga sangat mudah cara
aplikasinya. Dari hasil penelitian diperoleh hasil bahwa ekstrak daun sirsak
dengan dicampur umpan rumah rayap dapat mengendalikan rayap dengan tingkat
mortalitas yang tinggi dengan dosis 4 gr/toples (4000 ppm) (Simanjuntak, 2007).
Sedangkan penelitian lainnya tentang pemanfaatan ekstrak daun sirsak untuk
mengendalikan nyamuk Aedes aegypti juga dilakukan oleh Arso. Dari penelitian
tersebut menyatakan bahwa tumbuhan famili Annonaceae mengandung saponin,
flavanoid, dan tannin yang berpotensi sebagai repellen. Ekstrak daun sirsak
dengan konsentrasi 100%, mempunyai daya proteksi menolak dari gigitan
nyamuk Aedes aegypti sebesar 53% (Arso, 2006). Bagian tanaman lain seperti
batang, cabang dan daunnya yang dibuat ekstrak dengan etanol juga dapat sebagai
moluskisida pada B. Glabrata dengan LD
50
sebesar 0,9720,26 ppm (Anonim,
2004).
1. Klasifikasi
Klasifikasi Sirsak ( Annona muricata L), yaitu :
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta (tanaman berbiji tertutup)
Sub divisio : Angiospermae (tanaman berbunga)
Kelas : Dicotyledoneae (berkeping dua)
Ordo : Ranales
Familia : Annonaceae
Genus : Annona
Spesies : Annona muricata L
(Steenis, 2005).

Gambar 1: Tanaman Sirsak (Anona muricata L)
2. Deskripsi
Tanaman sirsak berasal dari Amerika Selatan, yaitu Meksiko. Tanaman sirsak
berbentuk perdu atau pohon, tingginya 3--8 m. Daun memanjang, bentuk lanset
atau bulat telur terbalik, ujung meruncing pendek, seperti kulit, panjang 6--18 cm,
tepi rata. Bunga berdiri sendiri berhadapan dengan daun, bau tak enak. Daun
kelopak kecil. Daun mahkota berdaging, 3 yang terluar hijau, kemudian kuning,
panjang 3,5--5 cm, 3 yang terdalam bulat telur, kuning muda. Daun kelopak dan
daun mahkota yang terluar pada kuncup tersusun seperti katup, daun mahkota
terdalam secara genting. Dasar bunga cekung sekali. Benang sari banyak.
Penghubung ruang sari di atas ruang sari melebar, menutup ruangnya, putih.
Bakal buah banyak, bakal biji 1. tangkai putik langsing, berambut. Kepala putik
silindris. Buah majemuk tidak beraturan, bentuk telur miring atau bengkok, 15--
35 kali 10--15 cm. Biji hitam dan daging buah putih. Pohon buah dari Hindia
Barat, banyak ditanam (Steenis, 2005).
3. Kandungan Kimia
Beberapa spesies tanaman famili Annonaceae ternyata cukup berpotensi untuk
dimanfaatkan sebagai insektisida nabati. Salah satu tanaman yang memiliki
senyawa yang dapat digunakan sebagai insektisida nabati yaitu daun sirsak. Para
petani di sekitar Bandung pada tahun 1940-an telah pintar meracik daun sirsak
untuk mengendalikan hama belalang dan sundep (Novizan, 2004). Hampir semua
bagian tanaman sirsak dapat dimanfaatkan sebagai bahan pestisida nabati (kecuali
buah). Bagian dari tanaman sirsak yang digunakan adalah daun dan biji. Daun
sirsak mengandung senyawa acetogenin, antara lain asimisin, bulatacin dan
squamosin (Plantus, 2008). Daun dan batang sirsak mengandung senyawa tanin
dan alkaloid murisine. Biji buah sirsak mengandung alkaloid, batangnya
mengandung dua alkaloid yaitu murisine dan murisinin, sedangkan daunnya
mengandung saponin, flavanoid dan tanin (Samsuhidayat dan Hutapea, 1991
dikutip oleh Sulistiowati, 2006).
Pada tumbuhan tingkat tinggi, flavonoid terdapat baik dalam bagian
vegetatif maupun dalam bunga. Sebagai pigmen bunga, flavonoid berperan jelas
dalam menarik burung dan serangga penyerbuk bunga. Beberapa flavonoid tanpa
warna tetapi flavonoid menyerap sinar UV, barangkali penting juga dalam
mengerahkan serangga, pengaturan tumbuhan, antivirus, dan bekerja terhadap
serangga (Robinson, 1995 dikutip oleh Sulistiowati, 2006).
Di dalam tumbuhan, letak tanin terpisah dari protein dan enzim
sitoplasma, tetapi bila jaringan rusak, misalnya bila hewan memakannya maka
reaksi penyamakan dapat terjadi. Reaksi ini menyebabkan protein lebih sukar
dicapai oleh cairan pencernaan hewan. Pada kenyatannya sebagian besar tanaman
yang bertanin dihindari oleh hewan pemakan tumbuhan karena rasanya yang sepat
(Harborne, 1987 dikutip oleh Sulistiowati, 2006). Oleh sebab itu serangga yang
memakan bagian tubuh tumbuhan dengan kandungan tanin yang tinggi akan
memperoleh sedikit makanan yang bermanfaat bagi kehidupannya, akibatnya
terjadi penurunan pertumbuhan.
Golongan senyawa saponin bersifat polar, mudah larut dengan air
sehingga cara penarikan dan aplikasinya mudah bagi petani. Selain itu, golongan
senyawa tersebut mudah mengalami degradasi setelah aplikasi sehingga
pemakaian bahan alami yang mengandung saponin ini bersifat aman lingkungan
(Suripto, 2007). Saponin bersama-sama dengan substansi sekunder tumbuhan lain
berperan sebagai pertahanan diri dari serangan serangga karena serangga yang
mengonsumsi saponin akan menurunkan aktivitas enzim pencernaan dan
penyerapan makanan.
Daun sirsak mengandung senyawa acetogenin, antara lain asimisin,
bulatacin dan squamosin. Pada konsentrasi tinggi, senyawa acetogenin memiliki
keistimewaan sebagai anti-feedent. Dalam hal ini, hama serangga tidak lagi
bergairah untuk melahap bagian tanaman yang disukainya. Sedangkan pada
konsentrasi rendah, bersifat racun perut yang bisa mengakibatkan hama serangga
mati. Ekstrak daun sirsak dapat dimanfaatkan untuk menanggulangi hama
belalang dan hama-hama lainnya (Plantus, 2008).
Acetogenin Annonaceae ini memiliki asam lemak rantai panjang C
32
atau
C
34
yang berkombinasi dengan 2-propanol C-2 dari lakton. Senyawa ini hanya
terdapat pada tanaman famili Annonaceae. Senyawa ini memperlihatkan aktivitas
sebagai antitomor, immunosuppressive, pestisida, antiprotozoa, antifeedan,
anthelmintic, dan antimikroba. Bentuk aksi biokomia dari senyawa acetogenin ini
adalah pada penghambatan I (NADH I: ubiquinone oxidoreductase) pada
mitokondria (Anonim, 2005 a). Senyawa Acetogenin (seperti squamosin) yang
terdapat pada daun berperan sebagai insektisida yang aktif mengatasi serangga
seperti: M. sanborni, L. decemlineata, M. persicae, Blatella germanica.
Para petani yang memanfaatkan daun sirsak sebagai pestisida nabati
umumnya diolah dalam bentuk ekstrak daun segar. Daun segar ini melaui metode
ekstraksi diambil cairan metabolit sekundernya. Namun dalam pengaplikasian
sehari-hari pengambilan cairan metabolit sekunder dari tanaman dilakukan dengan
ekstraksi sederhana. Untuk melarutkan cairan metabolit sekunder yang ada pada
tanaman dapat dilakukan dengan menambahkan minyak atau sabun sebagai
pengganti pelarut organik dikarenakan lebih ekonomis dan prosesnya lebih
sederhana.
D. Uji Toksisitas
1. Toksikologi Lingkungan
Semua zat beracun ataupun metabolitnya tentu akan kembali memasuki
lingkungan, sehingga kualitas lingkungan akhirnya bertambah buruk dengan
terdapatnya berbagai racun (Soemirat, 2005). Salah satu penyebab penurunan
kualitas lingkungan adalah pencemaran air, dimana air yang kita pergunakan
setiap harinya tidak lepas dari pengaruh pencemaran yang diakibatkan oleh ulah
manusia juga. Beberapa bahan pencemar seperti bahan mikrobiologik (bakteri,
virus, parasit), bahan organik (pestisida, deterjen), beberapa bahan inorganik
(garam, asam, logam) serta bahan kimia lainnya sudah banyak ditemukan dalam
air yang kita pergunakan (Mason, 1991 dikutip oleh Halang, 2004). Pestisida
adalah racun yang sengaja dibuat oleh manusia untuk membunuh organisme
pengganggu tanaman pangan dan insekta penyebar penyakit. Oleh karena itu
perlu dilakukan penelitian pestisida yang spesifik membunuh organisme target,
dan tidak mengganggu elemen lingkungan lainnya, termasuk manusia (Soemirat,
2005).
Limbah atau toksikan di alam ada yang bersifat tunggal dan ada yang
campuran. Keberadaannya di lingkungan (terutama perairan) akan berinteraksi
dengan komponen atau faktor lain. Faktor yang mempengaruhi konsentrasi
toksikan adalah sifat fisik kimia toksikan tersebut, sifat fisik kimia biologis
lingkungan, dan sumber keluaran dan kecepatan masukan toksikan ke lingkungan.
Biota dapat mengalami efek negatif toksikan tunggal atau campuran berbagai
toksikan, dalam bentuk perubahan struktural dan fungsional. Efek negatif tersebut
dapat bersifat akut atau kronis/subkronis, tergantung pada jangka waktu
pemaparan zat yang dapat mematikan 50% atau lebih populasi biota yang terpapar
(Mangkoedihardjo, 1999 dikutip oleh Halang, 2004).
Toksisitas adalah sifat relatif toksikan berkaitan dengan potensinya
mengakibatkan efek negatif bagi makhluk hidup. Toksisitas dipengaruhi oleh
beberapa faktor, antara lain komposisi dan jenis toksikan, konsentrasi toksikan,
durasi dan frekuensi pemaparan, sifat lingkungan, dan spesies biota penerima.
Toksikan merupakan zat (berdiri sendiri atau dalam campuran zat, limbah, dan
sebagainya) yang dapat menghasilkan efek negatif bagi semua atau sebagian dari
tingkat organisasi biologis (populasi, individu, organ, jaringan, sel, biomolekul)
dalam bentuk merusak struktur maupun fungsi biologis. Toksikan dapat
menimbulkan efek negatif bagi biota dalam bentuk perubahan struktur maupun
fungsional, baik secara akut maupun kronis/sub kronis. Efek tersebut dapat
bersifat reversibel sehingga dapat pulih kembali dan dapat pula bersifat
irreversibel yang tidak mungkin untuk pulih kembali (Halang, 2004).
2. Tingkatan Uji Toksisitas
Uji toksisitass dapat dibagi ke dalam tiga kelompok menjadi tiga kelompok yaitu
uji akut atau uji tingkat I, uji subkronis atau uji tingkat II dan uji kronis atau uji
tingkat III.
a. Uji Tingkat I
Uji tunggal yang dilakukan atas segala zat kimia yang ada kaitannya dengan
kepentingan biologi ialah uji toksisitas akut. Uji toksisitas akut terdiri atas
pemberian suatu senyawa kepada hewan uji pada satu saat. Maksud uji tersebut
ialah untuk menentukan suatu gejala sebagai akibat pemberian suatu senyawa dan
untuk menentukan peringkat letalitas senyawa itu. Rangkaian untuk menentukan
toksisitas akut suatu senyawa baru terdiri dari eksperimen penemuan kisaran dosis
kasar, eksperimen lanjutan untuk mempersempit kisaran dosis efektif untuk
pengukuran letalitas, dan akhirnya eksperimen definitif untuk mendaptkan kurva
dosis-respons untuk letalitas (Loomis, 1978).
Sedangkan di perairan metoda uji toksisitas akut yang menyebabkan
kematian merupakan metoda pengamatan yang sangat mudah sehingga digunakan
secara luas dalam evaluasi toksisitas suatu senyawa murni atau efluen yang
kompleks pada tahap awal penelitian. Hasil penelitian ini dinyatakan sebagai
konsentrasi dengan 50% kematian organisme uji (LD
50
) dalam waktu eksposur
relatif pendek satu sampai empat hari (Soemirat, 2005).
b. Uji Tingkat II
Uji tingkat II mewakili uji subkronis. Waktu esei biasanya dilakukan selama 30
hari untuk aplikasi pada kulit, dan 30--90 hari untuk studi inhalasi, dan 90 hari
untuk uji oral. Tujuannya adalah untuk mendapatkan nilai NOEL, atau NOAEL,
dst. Dalam uji ini perlu diperhatikan faktor-faktor lingkungan pengganggu, dan
perlu sangat hati-hati (Soemirat, 2005).
c. Uji Tingkat III
Uji tingkat III auat uji kronis, dilakukan dengan jangka panjang, melebihi separuh
hidup hewan percobaan, bahkan lebih dari satu generasi. Efek suatu zat disebut
kronis, apabila dosis yang masuk dalam unit mg/kg BB/h. Efeknya dapat
bervariasi dari sangat ringan sampai sangat berat / fatal (Soemirat, 2005).
3. Hitungan dalam Toksikologi
Telah diusulkan suatu konsep bahwa tidak ada zat kimia yang benar-benar aman,
demikian pula bahwa tidak ada zat kimia yang seharusnya dianggap sebagai
benar-benar berbahaya. Bila orang menganggap bahwa efek akhir diwujudkan
sebagai ada respons menyeluruh atau sama sekali tidak ada respons, seperti halnya
dengan matinya suatu mekanisme biologi, dan bahwa kadar minimalnya tidak ada
efek, maka haruslah terdapat suatu kisaran kadar zat kimia itu yang akan
memberikan efek bertingkat pada suatu tempat diantara dua titik ekstrim tersebut.
Sebagian besar kurva dosis-respons adalah linier dan sepanjang yang ada
hubungannya dengan bagian kurva ynag linier ini, maka timbulnya kematian
langsung berkaitan dengan kadar senyawa yang ada. Tidak bisa disangkal bahwa
berbahya atau amannya senyawa kimia itu tergantung pada dosis yang diberikan
(Loomis, 1978).
Toksisitas dapat dinyatakan dalam dosis letal (LD) atau konsentrasi letal
(LC), LC
50
dan LD
50
, Non Observebable Effect Concentration (NOEC), Inhibition
Concentration (IC
50
atau IC
25
), dll, yang merupakan hasil akhir dari penelitian
senyawa toksik yang dilakukan. Uji hewan atau bioassay akhirnya juga
dimaksudkan untuk ekstrapolasi hasil terhadap manusia untuk mencari dosis aman
(Soemirat, 2005). LD merupakan Dosis Letal. Nilai LD merupakan jumlah
bahan yang cenderung menyebabkan kematian 50% hewan. LD
50
merupakan
salah satu cara untuk mengetahui potensial racun (toksisitas racun) suatu bahan
dalam waktu yang relatif pendek (Anonim , 2005 b).
Kurva dosis-respons menggambarkan bagaimana diperoleh suatu dosis
letal bagi 50% hewan uji. Suatu dosis letal bagi 50% hewan uji dikenal sebagai
LD
50
, adalah dosis suatu senyawa yang akan menimbulkan kematian pada 50%
hewan uji. LD
50
merupakan suatu harga sebenarnya yang diperoleh secara
statistika. Ini merupakan suatu harga perhitungan yang menggambarkan estimasi
yang paling baik dari dosis yang diperlukan untuk menimbulkan kematian pada
50% hewan uji, karenanya selalu disertai dengan suatu purata estimasi dari harga
kesalahannya, seperti probabilitas kisaran nilainya.
Batas probabilitas kisaran tersebut secra sepihak dipilih oleh penelitinya,
untuk menunjukkan bahwa akan diperoleh hasil yang serupa dalam 90 atau 95
dari 100 uji yang dikerjakan dengan suatu cara yang identik dengan apa yang
dilukiskan. Terdapat beberapa metode untuk melakukan perhitungan seperti itu.
Metode yang palig lazim dipergunakan ialah metode grafik Litchifield dan
Wilcoxon (1949), metode kertas grafik probit logaritma Miller dan Tainter (1944),
dan tata cara menemukan kisaran dari Weil (1952) (Loomis, 1978).
Karena adanya kenyataan bahwa beberapa zat kimia akan menimbulkan
kematian dalam dosis mikrogram, maka zat kimia seperti itu biasanya diangggap
sebagai sangat toksik (atau beracun). Zat kimia yang lain mungkin relatif kurang
berbahaya setelah diberikan dengan dosis melebihi beberapa gram. Karena
mungkin terlibat banyak kisaran kadar atau dosis berbagai zat kimia yang
menghasilkan bahaya, maka telah dirumuskan golongan toksisitas atas dasar
jumlah besarnya zat mkimia yang diperlukan untuk menimbulkan bahaya. Tabel
dibawah ini memperlihatkan contoh toksisitas bila zat racun dimasukkan secara
oral.
Tabel 1: Contoh Toksisitas Akut Atas Dasar Dosis Dan Portal Entri
Dosis Interpretasi
1 mg/kg BB atau kurang
1 50 mg/kg BB
50 500 mg/kg BB
0,5 5 g/kg BB
5 15 g/kg BBI
Toksisitas ekstrim
Sangat toksik
Toksisitas sedang
Toksisitas rendah
Praktis tidak toksik
Sumber: McKinney, 1981
Pada dasarnya sudah jelas bahwa toksisitas adalah relatif dan harus dilukiskan
sebagai suatu kekerabatan dosis-efek antar senyawa yang relatif.
3. Ikan mas sebagai Hewan Uji
Untuk keperluan penelitian toksikologi diperlukan hewan uji, pemilihan hewan uji
dalam penelitian toksisitas dilakukan berdasarkan tingkat trofis masing-masing
hewan uji pada piramida rantai makanan. Sesuai dengan kebutuhannya maka
penelitian toksisitas ini dapat dilakukan dengan menggunakan organisme akuatik
air asin/tawar, organisme terestrial atau organisme laut. Species yang diuji harus
dipilih atas dasar kesamaan biokemis dan fisiologis dari species dimana hasil
percobaan digunakan (Price, 1979 dikutip oleh Chahaya, 2003).
Kriteria organisme yang cocok untuk digunakan sebagai uji hayati
tergantung dari beberapa faktor :
a. organisme harus sensitif terhadap material beracun dan perubahan lingkungan,
b. penyebarannya luas dan mudah didapat dalam jumlah yang banyak,
c. mempunyai arti ekonomi, rekreasi dan kepentingan ekologi baik secara daerah
maupun nasional,
d. mudah dipelihara dalam laboratorium,
e. mempunyai kondisi yang baik, bebas dari penyakit dan parasit,
f. sesuai untuk kepentingan uji hayati (American Public Health Association,
1976; Mason, 1980 dikutip oleh Chahaya, 2003).
Pada tingkat trofis empat di lingkungan akuatik diwakili oleh ikan, jenis
yang paling sering digunakan adalah Rainbow trout (Salmo gairdneri), Blue gilled
sunfish (Lepomis macrochirus). Di Indonesia digunakan Ikan mujair (Tilapia
mozambica), Ikan mas (Carassius auratus), dan Ikan nila (Orechormis niloticus)
(Shaw, 1998 dikutip oleh Soemirat, 2005). Dalam uji ini dicari LD
50
. Menurut
J ohnson and Finley (1980) Ikan mas (Carassius auratus ) dan Ikan karper
(Cyprinus carpio) dapat digunakan untuk bioassay / biological assay uji toksisitas
akut bahan pencemar. Ikan dapat menunjukkan reaksi terhadap perubahan fisik
air maupun terhadap adanya senyawa pencemar yang terlarut dalam batas
konsentrasi tertentu. Reaksi ini dapat ditunjukkan dalam percobaan di
laboratorium, di mana terjadi perubahan aktivitas pernafasan yang besarnya
perubahan diukur atas dasar irama membuka dan menutupnya rongga buccal atau
ofer kulum (Mark, 1981 dikutip oleh Chahaya, 2003). Uji akut dilakukan dalam
96 jam sedangkan bagi yang kronis dapat sampai 14 hari.


BAB III
METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan J uni sampai dengan J uli 2008 di rumah
penulis daerah Pedurungan, Semarang Timur.
B. Subyek Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah bioassay (Biological assay), yaitu
pengujian dengan menggunakan organisme sebagai hewan uji. Subyek penelitian
ini adalah Ikan mas (Carassius auratus) dengan berat badan tidak lebih dari 5 g,
ukuran panjang badan ikan terkecil dibanding ikan terbesar tidak melampaui 1 :
1,5 yang diperoleh dari penjual Ikan mas daerah Siliwangi, Semarang.
C. Alat Dan Bahan
1. Alat
Alat-alat yang digunakan antara lain bak penampung untuk aklimasi hewan uji
dengan volume 20 l, bejana dengan volume 5 l sebanyak 20 buah, blender, gelas
ukur 10 ml, beker glass 50 ml, pipet, timbangan, DO kit test Hanna, termometer
dan pH stick Hanna.
2. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan adalah daun sirsak (Annona muricata L) segar,
sabun colek, air sumur dan Ikan mas (Carassius auratus).
D. Prosedur
1. Ekstraksi Bahan
Bahan utama ekstrak berupa daun sirsak (Annona muricata L) segar yang
diperoleh dari tanaman sirsak yang ditanam di kebun rumah daerah Semarang
Timur.
Bahan-bahan ekstrak pestisida nabati terdiri dari 20 gram daun sirsak yang
diblender halus kemudian dilarutkan dalam 1 liter air dicampur dengan 3 gram
sabun colek, lantas diendapkan semalam (Kardinan, 2002). Cairan yang diperoleh
merupakan larutan pestisida nabati sesungguhnya. Selanjutnya larutan stok
diencerkan dengan air sesuai dosis yang diinginkan yaitu 0 ppm, 12500 ppm,
13250 ppm, 14000 ppm, dan 14750 ppm.
2. Aklimasi Hewan Uji
Hewan-hewan uji ikan mas yang akan digunakan dalam pengujian terlebih dahulu
dipelihara dalam kondisi laboratorik selama 10 hari, dan 2 hari menjelang
pengujian, hewan-hewan tersebut tidak diberi makan.
3. Uji Eksplorasi
Uji eksplorasi dilakukan dengan cara sebagai berikut: 50 ekor hewan uji dibagi
menjadi lima kelompok, masing-masing 10 ekor ditempatkan dalam satu bejana
uji dengan volume air 4 l. Dari lima kelompok tersebut, masing-masing diberi
bahan pencemar pestisida nabati (ekstrak daun sirsak) dengan dosis 0 ppm
(sebagai kontrol); 12500 ppm; 13250 ppm; 14000 ppm; dan 14750 ppm.
Observasi dilakukan dengan mencatat pola gerak subletal, dan jumlah
yang mati. Obseravisi ini dilakukan setelah 12 jam, 24 jam, 36 jam dan 48 jam.
Konsentrasi atau dosis dimana mortalitas 50% (LD
50
) selama 48 jam terjadi,
ditetapkan sebagai dosis uji sebenarnya, dengan interval dosis lebih pendek.
5. Uji Sesungguhnya
Lima puluh hewan uji dibagi menjadi lima kelompok, masing-masing 10 ekor
ditempatkan dalam satu bejana uji dengan volume 4 l. Ke dalam lima kelompok
tersebut, dimasukkan bahan pencemar pestisida nabati (ekstrak daun sirsak),
berdasarkan hasil uji eksplorasi.
Observasi dilakukan setiap 24 jam sekali, dengan mencatat pola gerak
subletal, dan jumlah yang mati. Penentuan LD
50
dilakukan selama 96 jam dengan
cara interpolasi atau mengestimasi berdasar pengamatan regresi estimasi.
E. Analisis dan Interpretasi Data

Data yang diperoleh dari hasil penelitian dianalisis dan diinterpretasi dengan
transformasi probit atau log dan regresi linier sederhana.
a. Transformasi Probit / log dan Regresi Linear
Dalam toksikologi, prediksi dengan persamaan regresi estimasi untuk masalah
dosis respons umumnya kurang valid. Metode interpolasi yang valid didasarkan
pada nilai skala probabilitas (probit) dan logaritmik (log). Persentase respons
(kematian hewan uji) dinyatakan dalam skala probit, dan dosis dinyatakan dalam
skala log.
J ika dosis racun skalanya diubah dalam logaritma, ketahanan banyak
organisme terhadap racun ini mendekati distribusi normal. Peningkatan dosis
mengakibatkan distribusi noramal kumulatif, sehingga sering disebut kurva dosis
kematian. Kurva ini merupakan hal yang pokok dalam seluruh bioassay.
Tabel 2: Transformasi Probit / log
% Mortalitas
(x
i
)
Probit x
i

(x
i
)
Dosis (ppm)
(y
i
)
Log y
i

(y
i
)
(x
i
)
2
X
i
y
i





J umlah
Rata-2
---
---
---
---
---
---
---
---
---
---
---
---
---
---
---
---
---
---
---
---
---
---
---
---
---
---
---
---
---
---
---
---
---
---
---
---

Perhitungan nilai regresi dilakukan dengan persamaan diatas. Interpolasi log
LD
50
di hitung dengan memasukkan nilai 5 (probit 50%). Berikut beberapa nilai
probit hasil transformasi dari persen.
b. Analisis Data
Analisis dilakukan dengan menggunakan program SPSS 13.0 for Windows, yang
secara manual dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
Y
i
=a +bx
i

Dimana : Y
i
=nilai estimasi yang disesuaikan dengan y
i
pada x
i
digunakan
persamaan :
b=
2
2
i
i i
x n x
xy n y x


x b y a =
Dimana :
a =titik potong garis regresi pada aksis y jika x =0
b =kemiringan garis ;
n =jumlah perlakuan
Tabel 3: Analisis Varians regresi Linear
Variasi J umlah kuadrat Derajat Bebas Kuadrat Tengah
(1) (2) (3) (4)
Regresi

Residu


Total

2
2
1
2
1
x n x b
selisih Dengan

2
2
1
y n y


1

2 n

1 n
(2) : (3)

(2) : (3)
2 n 1,
F



gah kudrat ten Residu
ngah kuadrat te Regresi



J ika residu kuadrat tengah pada tabel anava di atas, diganti dengan tanda S
2
,
interval kepercayaan (confidence intervals) 95 % untuk nilai a (diberi tanda A,
tanda untuk nilai yang sesungguhnya pada parameter ini) dapat dihitung dengan
persamaan :
t
n-2 =
-
( )

2
2 2
i
2
i
2
X n x n
x S
A a

t
n-2
diperoleh dari tabel distribusi t pada 0,05 level probabilitas (Purnomo, 2007).
Hipotesis:
H
0
: b =0; H
A
: b 0
Kriteria uji:
Terima H
0
jika t
hit
<t

; atau jika probabilitas / sig. t >0,05; atau jika b =0


Tolak H
0
jika t
hit
>t

; atau jika probabilitas / sig. t <0,05; atau jika b 0
















BAB IV
HASIL DAN ANALISIS HASIL PENELITIAN
Dari penelitian Uji Toksisitas Ekstrak Daun Sirsak Sebagai Pestisida Nabati
dengan menggunakan Ikan mas sebagai hewan uji diketahui hasil uji eksplorasi
LD
50
selama 48 jam =14750 ppm, yang selanjutnya ditetapkan sebagai patokan
dosis untuk uji sesungguhnya. Dari hasil analisis regresi estimasi diperoleh
persamaan regresi: Y

= a +bX, yang dapat digunakan untuk memprediksi 96-h


LD
50
95% CI. Hasil selengkapnya akan diuraikan sebagai berikut.
A. Uji Eksplorasi
Tabel 4: Data Mortalitas Ikan mas dengan Dosis yang Berbeda Selama 48 jam
Mortalitas Ikan mas jam ke Dosis
(ppm) 12 24 36 48
Mortalitas
( % )
- - - -
- - - -
- - - -
- 2 - -
0
12500
13250
14000
14750
3 2 1 -
0
0
0
20
60

Pengamatan yang dilakukan selama 48 jam selain mencatat jumlah hewan uji
yang mati juga mencatat pola gerak subletal. Pengamatan terhadap tingkah laku
Ikan mas selama percobaan memperlihatkan kepanikan ketika terkontaminasi oleh
ekstrak daun sirsak, di mana pada jam ke-6 hewan uji tampak mulai lemas.
Diawali dengan Ikan mas mulai bergerak kencang tidak teratur saat diberi larutan
ekstrak daun sirsak, lalu lebih memilih tempat bergerak di bawah permukaan air,
lama kelamaan, lalu mulai berenang miring, insang ikan banyak mengeluarkan
lendir, lemas dan akhirnya mati.
B. Uji Sesungguhnya
Pada awal penelitian dilakukan uji kualitas air untuk mengetahui kondisi air sudah
sesuai standar untuk penelitian dan air dalam kondisi tidak tercemar. Paramater
yang diuji antara lain sebagai berikut.
Tabel 5: Data pengukuran suhu, pH dan DO air yang akan digunakan untuk uji
toksisitas

Paramater Nilai
Suhu 26
o
C
pH 7,1
DO 7,0

Dari uji eksplorasi didapat kisaran dosis untuk uji sesungguhnya sebesar 13750
ppm; 14000 ppm; 14250 ppm; 14500 ppm dan 14750 ppm. Kisaran dosis ini
didapat dengan cara menurunkan dari dosis yang menyebabkan mortalitas 50%
hewan uji Ikan mas pada uji eksplorasi. Data mortalitas Ikan mas pada uji
sesungguhnya selama 96 jam adalah sebagai berikut.
Tabel 6: Data Mortalitas Ikan mas dengan Dosis yang Berbeda Selama 96 jam
Mortalitas Ikan mas jam ke Dosis
(ppm) 12 24 36 48 60 72 84 96
Mortalitas
( % )
0 - - - - - - - - 0
13750 1 1 - - 1 1 1 - 50
14000 - - - - - 1 1 3 50
14250 2 4 - - - - - - 60
14500 2 2 - 1 1 1 - - 70
14750 4 3 - 1 - - - - 80

C. Prediksi Pemberian Ekstrak Daun Sirsak Terhadap Mortalitas Ikan mas
Dari data yang didapat pada uji sesungguhnya, data di interpolasi log LD
50

dihitung dengan memasukkan nilai 5 (probit 50%), sebagai berikut.
Tabel 7: Transformasi Probit / log Dosis-Respons Ekstrak Daun Sirsak

%
Mortalitas
(x
i
)
Probit
(x
i
)
Dosis
(ppm)
(y
i
)
Log y
i
(y
i
)
(x
i
)
2
x
i
y
i

50 5,000 13750 4,138 25,000 20,690
50 5,000 14000 4,146 25,000 20,730
60 5,255 14250 4,154 27,615 21,787
70 5,525 14500 4,161 30,526 22,990
80 5,845 14750 4,169 34,164 24,368
J umlah 26,625 20,768 142,305 110,565
Mean 5,325 4,154

Dari tabel koefisien-koefisien diperoleh persamaan regresi estimasi:
Y

= a +bX
Y

= 3,982 +0,032 X
b
s
= 0,005
t = 6,094
sig. t = 0,009
Dari persamaan regesi estimasi di atas dapat diuraikan sebagai berikut.
1. Konstanta (a =3,982) merupakan rata-rata pengaruh (mean or average effect)
dari berbagai variabel yang mempengaruhi Y, tetapi tidak dimasukkan ke
dalam persamaan regresi; disebut juga dengan istilah intersep, yaitu titik
potong garis regresi pada sumbu Y, apabila nilai X =0.
2. Koefisien regresi (b) menunjukkan besarnya kelipatan unit perubahan nilai Y
apabila X berubah sebnyak satu unit. Dari persamaan di atas, diperoleh nilai
b =0,032. Artinya, jika X ditambah satu unit, maka nilai Y akan naik sebesar
0,032 unit (ppm).
3. t hitung dan probabilitas t (sig. t) menunjukkan signifikansi pengaruh variabel
independen (X) terhadap variabel dependen (Y). Nilai t =6,094 adalah sangat
signifikan (sig. t =0,009).
4. Koefisien korelasi (R) =0,962 menunjukkan tingkat keeratan antara variabel
independen (X) dengan variabel dependen (Y), yang sangat kuat dan positif.
Ini artinya jika nilai X meningkat, nilai Y juga meningkat.
5. R square (R
2
) atau koefisien determinasi = 0,925, artinya pengaruh
(sumbangan) X
i
terhadap naik turunnya nilai Y sebesar 92,5%, sedangkan
sisanya 7,5% dipengaruhi variabel lain yang tidak dimasukkan ke dalam
persamaan.
6. Adjusted R square, atau R
2
yang telah dibebaskan dari pengaruh derajat bebas
(
2
R ) = 0,900; menunjukkan pengaruh yang sesungguhnya dari variabel
independen (X
i
) terhadap variabel dependen (Y) sebesar 90%; sisanya 10%
dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dimasukkan ke dalam persamaan
regresi.
7. Standar eror estimasi 0,003845 lebih kecil daripada standar deviasi mean
dosis, yaitu 0,012178. Ini berarti bahwa model regresi estimasi yang
diperoleh lebih baik dalam bertindak sebagai estimator atau prediktor dosis,
daripada rata-rata dosis itu sendiri.
8. Dari uji F diperoleh F
hit
=37,131, dengan sig. F 0,009. J adi H
0
ditolak;
artinya hipotesis yang menyatakan bahwa b =0, atau X tidak berpengaruh
terhadap Y adalah tidak benar.
9. Kurva normal residual (e
i
) distandarisasi mendekati membentuk kurva normal
(berdistribusi normal). Ini berarti model regresi estimasi memenuhi salah satu
kriteria asumsi klasik, atau asumsi model klasik. J ika residual (e
i
) tidak
berdistribusi normal maka uji F dan uji t tidak berlaku.
10. Normal P-Plot. J ika residual didistribusikan secara normal, maka nilali
pencaran akan terletak di sekitar garis lurus. Plot probabilitas normal tersebut
menunjukkan persyaratan normalitas terpenuhi.
11. Diagram Diagram pencar (scatterplot) yang ke-1 menggambarkan hubungan
antara variabel dependen (Y) dengan nilai prediktor yang distandarisasi. J ika
R
2
(goodness of fit) mendekati 1, pencaran data pengamatan akan mendekati
garis lurus / garis regresi (pencaran data akan berada mulai dari kiri bawah
lurus ke arah kanan atas). J ika R
2
=1, hal ini berarti terdapat kecocokan yang
sempurna. Berdasarkan diagram pencar tersebut, model regresi layak
digunakan untuk memprediksi perubahan nilai Y (dalam hal ini R
2
=0,925).
12. Diagram pencar (scatterplot) yang ke-2 menggambarkan hubungan antara
variabel dependen (Y) dengan residual yang distandarisasi. J ika model regresi
memenuhi syarat, maka plot pencaran tidak akan membentuk pola yang
sistematis. Plot tersebut tidak sistematis, jadi model regresi estimasi yang
diperoleh memenuhi syarat.
13. Diagram pencar (scatterplot) yang ke-3 menggambarkan hubungan antara nilai
yang diprediksi dengan studentized deleted residualnya. J ika model regresi
layak dipakai prediksi (fit), maka data akan berpencar di sekitar angka nol,
dan tidak membentuk suatu pola atau trend garis tertentu. Berdasarkan
diagram pencar tersebut, model regresi dapat digunakan sebagai prediktor.
Hasil prediksi yang menggunakan persamaan regresi estimasi diatas
diperoleh interpolasi log LD
50
(dihitung dengan nilai 5,000probitdalam
persamaan regresi) adalah 4,142. J ika dikonversi (anti log), akan diperoleh 96-h
LD
50
95% CI sebesar 13868 ppm dan batas aman sebesar 1387 ppm (10% x
13868).

























BAB V
PEMBAHASAN
Dari data hasil penelitian dan analisis hasil yang dicantumkan pada bab IV, maka
dapat dibuat pembahasan dari data tersebut antara lain sebagai berikut.
A. Uji Eksplorasi
Uji toksisitas akut didahului dengan uji eksplorasi yang dimaksudkan untuk
menetapkan interval dosis toksikan uji yang didalamnya terdapat interval dosis
penyebab efek negatif bagi uji sesungguhnya. Hasil dari uji eksplorasi seperti
terlihat pada Tabel 4. Dari tabel tersebut terlihat bahwa pada dosis 12500 ppm
sampai dosis 13250 ppm hingga jam ke-48 tidak terjadi mortalitas Ikan mas.
Sedangkan pada dosis ekstrak daun sirsak sebesar 14000 ppm terjadi
mortalitas sebesar 20% dan pada dosis ekstrak daun sirsak sebesar 14750 ppm
terjadi mortalitas sebesar 60%. Mortalitas Ikan mas bertambah seiring dengan
meningkatnya dosis ekstrak daun sirsak yang diberikan. Dari data tabel terlihat
bahwa mortalitas Ikan mas mulai terjadi pada 24 jam pertama. Pengamatan yang
dilakukan selama 48 jam selain mencatat jumlah hewan uji yang mati juga
mencatat pola gerak subletal. Pengamatan terhadap tingkah laku Ikan mas selama
percobaan memperlihatkan kepanikan ketika terkontaminasi oleh ekstrak daun
sirsak, di mana pada jam ke-6 hewan uji tampak mulai lemas. Diawali dengan
Ikan mas mulai bergerak kencang tidak teratur, lalu lebih memilih tempat
bergerak di bawah permukaan air, lama kelamaan berjalan miring, insang ikan
banyak mengeluarkan lendir, lemas dan akhirnya mati. Pola gerak subletal hewan
uji yang diakhiri dengan mortalitas nampak berbeda pada pemberian dosis ekstrak
yang berbeda. Pada dosis tinggi akan nampak pola gerak subletal yang lebih
cepat karena hewan uji merasa stress dengan perubahan kondisi lingkungan
yang ekstrim. Namun akan nampak lambat pada dosis yang lebih rendah.
Hal utama yang menyebabkan mortalitas hewan uji adalah masuknya
ekstrak daun sirsak ke dalam tubuh hewan uji yang mengandung beberapa
senyawa yang beracun bagi hewan uji. Beberapa senyawa tersebut adalah
flavanoid, tanin, saponin dan acetogenin. Senyawa racun yang terkandung dalam
ekstrak daun sirsak tersebut bekerja sebagai insektisida kontak dan insektisida
sistemik pada ikan. Insang ikan banyak mengeluarkan lendir sebagai respon
penyaringan masuknya zat racun ke dalam tubuh. Lendir yang terlalu banyak
dapat menghambat masuknya oksigen ke dalam tubuh yang akhirnya dapat
menyebabkan kematian. Racun masuk ke dalam tubuh hewan uji dan
terakumulasi di dalam ginjal, karena keterbatasan ginjal untuk menganulir bahan
pencemar dapat menyebabkan kematian hewan uji. Faktor lingkungan yang
cukup berpengaruh terhadap mortalitas hewan uji adalah perubahan suhu, pH dan
DO air yang ekstrim akibat pemberian ekstrak daun sirsak.
B. Uji Sesungguhnya
Dari Tabel 5 yang memperlihatkan mengenai kondisi awal air yang akan
digunakan untuk penelitian dimana air yang akan digunakan memiliki suhu 26
o

C;
pH 7,1 dan DO air 7. Dari data tersebut diketahui bahwa kondisi air sudah sesuai
standar untuk penelitian dan sesuai untuk pemeliharaan ikan yaitu pH perairan
berkisar antara 7--8 dan suhu optimum 20--25
o
C. Selama proses penelitian
berlangsung dimungkinkan terjadi penurunan DO air karena adanya penggunaan
oksigen untuk proses respirasi ikan. Untuk kontrol penurunan DO dikarenakan
penggunaan oksigen untuk proses respirasi ikan namun udara dari luar masih
dapat masuk kedalam air dengan bebas. Sedangkan pada bejana yang diberi
larutan ekstrak daun sirsak penurunan DO selain untuk respirasi ikan juga karena
adanya ekstrak daun sirsak sebagai bahan pencemar air yang dapat menurunkan
DO air tersebut. Namun, penyebab utama kematian ikan uji bukan berkurangnya
oksigen akibat respirasi ikan, melainkan adanya ekstrak daun sirsak dalam bejana.
Hal ini diperjelas bahwa bahan buangan organik dapat bereaksi dengan oksigen
terlarut mengikuti reaksi oksidasi biasa; semakin banyak bahan buangan organik
di air, semakin sedikit sisa kandungan oksigen terlarut (Wardhana, 1995 dikutip
oleh Halang, 2004). Sehingga semakin tinggi konsentrasi larutan pestisida nabati
maka semakin sedikit sisa kandungan oksigen terlarut. Dimungkinkan ada
perubahan pH setelah pemberian ekstrak daun sirsak namun perubahnnya sangat
kecil, sehingga dianggap pengaruhnya terhadap hewan uji sangat kecil.
Kisaran konsentrasi yang akan digunakan pada uji sesungguhnya
ditentukan dari uji eksplorasi. Dari uji eksplorasi didapat kisaran dosis sebesar
13750 ppm; 14000 ppm; 14250 ppm; 14500 ppm dan 14750 ppm. Kisaran dosis
ini didapat dengan cara menurunkan dari dosis yang menyebabkan mortalitas 50%
hewan uji Ikan mas pada uji eksplorasi. Data mortalitas Ikan mas pada uji
sesungguhnya selama 96 jam dapat dilihat pada Tabel 6 yang memperlihatkan
perubahan mortalitas Ikan mas dari waktu ke waktu secara signifikan. Dari tabel
juga terlihat bahwa mortalitas Ikan mas meningkat seiring dengan peningkatan
konsentrasi ekstrak daun sirsak dan waktu yang ditentukan. Pada dosis 13750
ppm terjadi mortalitas sebesar 50%; dosis 14000 ppm terjadi mortalitas sebesar
50%; pada dosis 14250 ppm terjadi mortalitas sebesar 60%; pada dosis 14500
ppm terjadi mortalitas sebesar 70% dan pada dosis 14750 ppm terjadi mortalitas
sebesar 80%. Hewan uji Ikan mas mulai bereaksi terhadap ekstrak daun sirsak
setelah toksikan masuk ke dalam tubuh dalam jumlah yang banyak. Kematian
hewan uji disebabkan karena zat toksikan (ekstrak daun sirsak ) yang terjerap ke
dalam tubuh ikan berinteraksi dengan membran sel dan enzim. Hal ini sejalan
dengan pernyataan bahwa zat toksikan atau polutan dapat menghambat kerja
enzim di dalam tubuh Ikan mas (Halang, 2004).
Pengamatan terhadap tingkah laku Ikan mas selama percobaan
memperlihatkan kepanikan ketika terkontaminasi oleh ekstrak daun sirsak, di
mana pada jam ke-6 hewan uji tampak mulai lemas. Diawali dengan Ikan mas
mulai bergerak kencang tidak teratur saat diberi larutan ekstrak daun sirsak, lalu
berenang lebih memilih tempat bergerak di bawah permukaan air, lama kelamaan
berjalan miring, insang ikan banyak mengeluarkan lendir lemas dan akhirnya
mati. Perubahan lingkungan yang sangat ekstrim karena masuknya bahan
pencemar pestisida nabati dari ekstrak daun sirsak menyebabkan ikan mengalami
stress. Stress mengakibatkan sistem keseimbangan tubuh terganggu dan
meningkatnya volume plasma yang selanjutnya menyebabkan tingkah laku ikan
yang tidak wajar seperti diatas.
Pada ikan, insang merupakan jalan masuk yang penting. Sehingga dengan
masuknya ekstrak daun sirsak ke dalam insang dapat menyebabkan keracunan,
karena bereaksinya ekstrak daun sirsak tersebut dengan fraksi tertentu dari lendir
insang. Lendir yang berfungsi sebagai pelindung diproduksi lebih banyak
sehingga terjadi penumpukan lendir. Insang akan menyaring bahan pencemar
masuk ke dalam tubuh, selanjutnya didistribusikan ke seluruh tubuh melalui aliran
darah dan akhirnya terakumulasi di ginjal ikan. Peningkatan kandungan racun di
ginjal terjadi karena intensitas masuknya racun ke dalam tubuh ikan yang terus
menerus, sehingga ginjal mempunyai keterbatasan dalam menganulir bahan
pencemar yang terus masuk ke dalam tubuh. Lama kelamaan akan bisa
menyebabkan kematian ikan karena keterbatasan organ tubuh untuk
mengeliminasi bahan pencemar sangat kecil dibandingkan dengan intensitas atau
banyaknya bahan pencemar yang masuk ke dalam tubuh ikan tersebut.
Insang ikan banyak mengeluarkan lendir sebagai respon penyaringan
masuknya zat racun ke dalam tubuh. Hal ini menunjukkan aktifitas kerja dari
beberapa kandungan kimia daun sirsak yang digunakan sebagai pestisida nabati.
Karena pada penelitian ini untuk pembuatan ekstrak daun sirsak tidak dilakukan
pemisahan kandungan metabolit sekunder pada tanaman, sehingga beberapa
senyawa yang ada dalam daun sirsak memiliki peranan penting pada mortalitas
Ikan mas. Senyawa racun yang terkandung dalam daun sirsak bekerja sebagai
insektisida kontak dan sistemik pada ikan. Digunakan sebagai insektisida kontak
karena racun yang terlarut dalam air langsung terkena bagian kulit tubuh ikan.
Sedangkan perananya sebagai insektisida sistemik karena racun masuk ke dalam
tubuh bersamaan dengan masuknya air melalui insang. Sebagai insektisida nabati,
senyawa flavonoid masuk kedalam tubuh hewan uji melalui sistem pernapasan
yang selanjutnya dapat menimbulkan kelayuan pada saraf dan kerusakan pada
insang ikan sehingga tidak bisa bernafas dan akhirnya mati. Peranan senyawa
tanin disini dapat menghambat sistem pencernaan yaitu protein lebih sukar dicapai
oleh cairan pencernaan hewan sehingga hewan uji memperoleh sedikit makanan
yang bermanfaat bagi kehidupan akibatnya terjadi penurunan pertumbuhan.
Defisiensi protein pada ikan menyebabkan otot rangka rusak sehingga produksi
antibody dan pembentukan kolagen berkurang. Penurunan antibody yang
bersamaan dengan masuknya racun kedalam tubuh ikan menyebabkan ikan lama-
kelamaan mati. Aktivitas insektisida dari saponin berkaitan dengan kemampuan
saponin tersebut dalam mempengaruhi membran sel, yang menyebabkan berbagai
reaksi hewan uji akibat kontak ataupun akibat mengkonsumsi senyawa saponin.
Reaksi hewan uji terhadap aksi insektisida saponin adalah diawali dengan
mengeluarkan lendir yang bermaksud untuk mngurangi kontak lebih lanjut pada
permukaan tubuhnya dengan bahan insektisida. Namun demikian, pembentukan
lendir dalam jumlah yang berlebihan ini dapat menghambat proses pernapasannya
di mana difusi oksigen melalui insang terhalangi oleh lendir tersebut. Senyawa
lain yang sangat berperan disini adalah senyawa acetogenin yang merupakan
senyawa aktif dari famili Annonaceae yang terdapat pada tanaman sirsak. Pada
serangga hal ini menyebabkan hama serangga tidak lagi bergairah untuk melahap
bagian tanaman yang disukainya. Sedangkan pada konsentrasi rendah, bersifat
racun perut yang bisa mengakibatkan hama serangga mati (Plantus, 2008). Pada
hewan uji senyawa ini berperan sebagai racun kontak yang masuk melalui insang.
Bentuk aksi biokomia dari senyawa acetogenin ini adalah pada penghambatan I
(NADH I: ubiquinone oxidoreductase) di mitokondria, yang cara kerjanya analog
dengan insektisida rotenon.
Dengan bertambahnya dosis ekstrak daun sirsak yang dimasukkan dalam
air, maka tingkat pencemaran dalam airpun meningkat oleh karena itu produksi
lendir pada insang ikan juga semakin bertambah. Meningkatnya produksi lendir
pada insang akan memperlambat ekskresi pada insang dan terjadi peningkatan
racun di ginjal yang akhirnya menyebabkan mortalitas pada ikan.
C. Prediksi Pemberian Ekstrak Daun Sirsak Terhadap Mortalitas Ikan mas
Dilihat dari data pada tabel 6 diketahui bahwa mortalitas Ikan mas pada perlakuan
ekstrak daun sirsak pada uji toksisitas selama 96 jam dapat diketahui bahwa
terdapat hubungan antara konsentrasi ekstrak daun sirsak terhadap mortalitas Ikan
mas. Besarnya hubungan tersebut dapat diketahui dengan menganalisis data
dengan uji korelasi.
Berdasarkan analisis regresi linier sederhana didapat persamaan regresi
estimasi didapat koefisien korelasi (R) adalah 0,962 hal ini menunjukan bahwa
ada keeratan hubungan antara mortalitas Ikan mas (X) dengan konsentrasi ekstrak
daun sirsak (Y) yang sangat kuat dan positif. Hal ini berarti bahwa jika nilai X
meningkat, maka nilai Y juga akan meningkat. Nilai R square (R
2
) atau koefisien
determinasi adalah sebesar 0,925 hal ini berarti bahwa pengaruh (sumbangan) X
i

terhadap naik turunnya nilai terhadap naik turunnya nilai Y sebesar 92,5%;
sedangkan sisanya 7,5% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dimasukkan ke
dalam persamaan. Dimana kemungkinan besar variabel lain yang berpengaruh
adalah perubahan suhu, pH dan DO air akibat pemberian ekstrak daun sirsak
dengan berbagai konsentrasi. Adjusted R square, atau R
2
yang telah dibebasskan
dari pengaruh derajat bebas (
2
R ) adalah 0,9000 hal ini menunjukkan bahwa
pengaruh yang sesungguhnya dari mortalitas Ikan mas (X
i
) terhadap besarnya
dosis ekstrak daun sirsak (Y) adalah sebesar 90% sedangkan sisanya adalah 10%
dipengaruhi oleh faktor lain yang ada di lingkungan yang tidak dimasukkan dalam
persamaan regresi. Faktor lingkungan yang cukup berpengaruh kemungkinan
besarnya adalah perubahan suhu, pH dan DO air akibat pemberian ekstrak daun
sirsak dengan berbagai konsentrasi. Suhu mempengaruhi aktifitas ikan, seperti
pernapasan, pertumbuhan dan reproduksi. Suhu air sangat berkaitan erat dengan
konsentrasi oksigen terlarut dan laju konsumsi oksigen hewan air. Toksisitas
suatu senyawa kimia dipengaruhi oleh derajat keasaman suatu media. Nilai pH
penting untuk menentukan nilai guna suatu perairan. Batas toleransi organisme
air terhadap pH adalah bervariasi tergantung suhu, kadar oksigen terlarut, adanya
ion dan kation, serta siklus hidup organisme tersebut. Namun hal tersebut
memiliki persentase yang kecil dalam penelitian ini karena hal utama yang
menyebabkan kematian ikan adalah besarnya konsentrasi ekstrak daun sirsak yang
dimasukkan dalam air.
Dari hasil analisis sidik ragam (ANOVA) model regresi diperoleh F
hit
=
37,131, dengan sig. F 0,009. Hal ini menyatakan bahwa H
0
ditolak yang berarti
hipotesis yang menyatakan bahwa b =0 atau mortalitas (X) tidak berpengaruh
terhadap konsentrasi ekstrak (Y) adalah tidak benar; yang benar adalah bahwa
mortalitas hewan uji Ikan mas (X) berpengaruh terhadap konsentrasi ekstrak daun
sirsak (Y) yang sangat signifikan pada level probabilitas 0,9%. Setelah diketahui
bahwa mortalitas Ikan mas berpengaruh terhadap konsentrasi ekstrak daun sirsak
maka dianalisis pula hubungan peningkatan konsentrasi ekstrak daun sirsak
dengan peningkatan mortalitas Ikan mas dengan uji normalitas yang dianalisis
dengan analisis regresi linier sederhana. Analisis dilakukan dengan menggunakan
program SPSS 13.0 for Windows sehingga diperoleh data seperti telihat pada
lampiran ke-4 gambar 1.
Agar persamaan regresi estimassi dapat digunakan untuk memprediksi
perubahan nilai mortalitas hewan uji harus memenuhi kriteria bahwa estimator
atau prediktor yang diperoleh dengan dengan menggunakan metode OLS harus
BLUE (Best Linier Unbiased Estimator) atau estimator liniear tidak bisa terbalik.
Kondisi ini akan terjadi apabila asumsi model klasik dipenuhi, yaitu.
1. Tidak Terjadi Autokorelasi
Untuk mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi maka dilakukan pengujian
Durbin-Watson dengan ketentuan 1,65 <DW <2,35. J ika nilai DW terletak
diantara 1,65 dan 2,35 maka tidak ada korelasi. Pada persamaan regresi nilai DW
sebesar 1,634 sehingga ada autokorelasi.
2. Tidak Terjadi Heterokedastisitas
Ada tidaknya heterokedastisitas adalah dengan melihat grafik plot antara nilai
prediksi variabel terkait dengan residunya. J ika tidak ada pola yang jelas, serta
titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak
terjadi heterokedastisitas. Dan jika dari grafik plot dalam persamaan regresi titik-
titik tersebut menyebar disekitar sumbu Y dan membentuk pola tertentu yang
teratur (gelombang, melebar, kemudian menyempit) maka mengidentifikasikan
terjadi heterokedastisitas. Dari output regresi linier sederhana, grafik plot
menggambarkan titik-titik menyebar disekitar sumbu Y dan tidak ada pola yang
jelas sehingga tidak terjadi heterokedastisitas.
Ini berarti model regresi estimasi memenuhi salah satu kriteria asumsi
klasik, atau asumsi model klasik.
Dari model regresi estimasi dosis-respons (ekstrak daun sirsak-mortalitas
hewan uji) dapat digunakan sebagai prediktor terhadap variasi naik turunnya nilai
Y (dosis atau konsentrasi ekstrak daun sirsak). Interpolasi log LD
50
(dihitung
dengan nilai 5,000probitdalam persamaan regresi) adalah 4,142. J ika
dikonversi (anti log), akan diperoleh 96-h LD
50
95% CI sebesar 13868 ppm yaitu
apabila ekstrak daun sirsak yang digunakan sebagai pestisida nabati masuk dalam
perairan dengan konsentrasi 13868 ppm dimungkinkan dapat mematikan hewan
air sebesar 50%.
Ekstrak daun sirsak tersebut memiliki batas aman sebesar 1387 ppm (10%
x 13868), yaitu apabila ekstrak daun sirsak yang digunakan sebagai pestisida
nabati masuk ke dalam perairan dengan konsentrasi sebesar 1387 ppm adalah
aman bagi organisme dalam perairan tersebut.


BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
B. Kesimpulan
Dari data hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarrik beberapa
kesimpulan yaitu.
1. Besarnya konsentrasi ekstrak daun sirsak yang digunakan sebagai pestisida
nabati mempunyai pengaruh terhadap mortalitas hewan uji Ikan mas.
2. Dengan analisis regresi estimasi, maka pada penelitian ini didapat konsentrasi
yang menyebabkan kematian 50% hewan uji (LD
50
) adalah 13868 ppm.
Dengan batas aman penggunaan ekstrak daun sirsak adalah 1387 ppm (10% x
13868).
C. Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang Uji Toksisisitas Ekstrak Daun
Sirsak Sebagai Pestisida Nabati pada lingkungan sesungguhnya agar didapatkan
dosis yang benar-benar aman pada lingkungan.






DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2001. Keputusan rektor IKIP PGRI Semarang, Nomor 005 A/SK/IKIP
PGRI/III/2001 tentang pedoman penyusunan skripsi mahasiswa program
strata satu (S1) IKIP PGRI Semarang. Semarang: IKIP PGRI Semarang

------. 2004. Graviola (Annona muricata). (online). Raintree Nutrition, Inc.
Carson City. <http://www.rain-tree.com/Graviola-Monograph.pdf>.
(Diakses 14 Mei 2008).

------. 2005 a. Graviola. (online). American J ournal.
<http://www.rain-tree.com/plants.htm>. (Diakses 3 Mei 2008).

------. 2005 b. What is an LD50 and LC50. (online). Canadas National
Occupational Health and Safety Resource. <http://www.ccohs.ca/>.
(Diakses 14 Mei 2008).

------. 2007. Pestisida nabati. (online). <http://www.biovermint.com/>.
(Diakses 3 Mei 2008).

Arso, P., Septo, Sraswati, Lintang, Hestiningsih, dan Retno. 2006. Famili
Annonaceae sebagai rapellen terhadap nyamuk Aedes aegypti. Semarang:
Lembaga Penelitian UNDIP. (online).
<http//www.lemlit.undip.ac.id/index>. (Diakses 23 Mei 2008).

Chahaya, I. 2003. Ikan sebagai alat monitor pencemaran. (online). Bagian
Kesehatan Lingkungan. FKM Universitas Sumatera Utara.
<http://library.usu.ac.id/modules.php? >. (Diakses 23 J uli 2008).

Halang, B. 2004. Toksisitas air limbah deterjen terhadap ikan mas (Cyprinus
carpio). FKIP Universitas Lambung Mangkurat. (online).
<http://bioscientiae.unlam.ac.id/v1n1/v1n1_halang.PDF>. (Diakses 7 J uli
2008).

J ohnson, M.W., and M.T. Finley. 1980. Handbook of acute toxicity of chemicals
to fish and aquatic invertebrates. Washington DC: United Stated
Department of the Interior Fish and Wildlife Service/Resource Publication
137.

Kardinan, A. 2002. Pestisida nabati, ramuan dan aplikasinya. J akarta: Penebar
Swadaya.

Lasut, M.T., B. Polli., dan V.A. Kumurur. 2001. Komparasi tingkat toksisitas
beberapa petisida (endosulfan, fentoat, bpmc, glisofat, sulfosat, 2-4 D)
dengan menggunakan ikan bandeng (Chanos chanos forsk). (online).
<http://tumoutou.net/ekoton/ekoton1_1.pdf.>. (Diakses 3 Mei 2008).

Natawigena, H. 1990. Pengendalian hama terpadu (integrated pest control).
Bandung: Armico.

Novizan. 2004. Membuat dan memanfaatkan pestisida ramah lingkungan.
J akarta: AgroMedia Pustaka.

Oka, I.N. 2005. Pengendalian hama terpadu dan implementasinya di indonesia.
Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Plantus. 2008. Atasi hama belalang secara organik. (online).
http://anekaplanta.wordpress.com./2008/03/02/atasi-hama-belalang-secara
organik/trackback. (Diakses 20 April 2008).

Purnomo, H. 1990. Metode penulisan karya ilmiah. Semarang

------. 2007. Petunjuk prktikum pengetahuan lingkungan. Semarang: IKIP PGRI
Semarang.

Rukmana R dan Sugandi U. 1997. Hama tanaman dan teknik pengendalian.
Yogyakarta : Kanisius.

Sastroutomo, S. 1992. Pestisida, dasar-dasar dan dampak penggunaanya.
J akarta : Gramedia Pustaka Utama.

Soemirat, J ., D. Roosmini, I.R.S. Salami, dan K. Oginawati. 2005. Toksikologi
lingkungan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Simanjuntak, F., Maimunah, Zulheri, dan Hafni. 2007. Pemanfaatan daun sirsak
dan berbagai jenis umpan untuk mengendalikan hama rayap di
laboratorium. Sulawesi: Balai Besar Karantina Tumbuhan Belawan.
(online). <http://www.bbkt-belawan.info/pdf/karya_tulis/Sirsak.pdf.>
(Diakses 23 Mei 2008).

Steenis. 2005. Flora untuk sekolah di indonesia. J akarta: Pradnya Paramita.

Sulistiowati, D. 2006. Uji daya anibakteri ekstrak etanolik daun sirsak (Annona
muricata L) dalam sediaan deodoran cair terhadapa pertumbuhan bakteri
Staphylococcus aurens ATCC 6538. Skripsi. STI Farmasi yayasan
Pharmasi, Semarang.

Suripto, Tresnani, G., Gunawan, E. R. dan J upri, A. 2007. Pengembangan
kinerja anti moluska dari tanaman jayanti {Sesbania sesban (L.) Merr.}
untuk mengendalikan keong mas hama tanaman padi. (online).
http://bioecologyripto.blogspot.com/2007/11/bioekologi.html. (Diakses

Suryana, Y. Y. 1999. Pengaruh konsentrasi subletal insektisida furadan 3 G
terhadap pertumbuhan ikan nila (Oreochromis niloticus Trewaves).
Skripsi. J urusan Biologi Fakultas MIPA UNDIP, Semarang.

Triharso. 2004. Dasar-dasar perlindungan tanaman. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.

Tarumingkeng, Rudy C. 1992. Insektisida; Sifat, Mekanisme Kerja dan Dampak
Penggunaannya. UKRIDA Press. 250 p.







































































Lampiran 1


Tabel Nilai X dan Y

Y X
1 4,138 5,000
2 4,146 5,000
3 4,154 5,255
4 4,161 5,525
5 4,169 5,845


Keterangan:
Y (log dosis Y
i
) : Variabel dependen
X (probit mortalitas X
i
) : Variabel independen















































Lampiran 8




Gambar 3: Aklimasi Hewan Uji








Gambar 4: Hewan Uji pada Bejana







Lampiran 9




Gambar 5: Uji Eksplorasi




Gambar 6: Mortalitas Hewan Uji pada Uji Eksplorasi







Lampiran 10


Gambar 7: Uji Sesunguhnya






Gambar 8: Mortalitas Hewan Uji pada Uji Sesunguhnya






Lampiran 11


Proses Pembuatan Ekstrak Daun Sirsak



20 gr daun sirsak segar +1 liter air




Dihaluskan dengan blender




Ditambahkan 3 gr sabun colek




Diendapkan semalam




Disaring dengan kertas saring




Larutan stok ekstrak daun sirsak




Diencerkan dengan air sesuai dosis yang diinginkan
(12500 ppm, 13250 ppm, 14000 ppm, dan 14750 ppm)

You might also like