You are on page 1of 31

TATA KALIMAT

A. Frase
Frase adalah satuan gramatik yang terdiri dari dua kata atau lebih yang tidak melampaui batas fungsi.
Misalnya: akan datang, kemarin pagi, yang sedang menulis.

Dari batasan di atas dapatlah dikemukakan bahwa frase mempunyai dua sifat, yaitu
1. Frase merupakan satuan gramatik yang terdiri dari dua kata atau lebih.
2. Frase merupakan satuan yang tidak melebihi batas fungsi unsur klausa, maksudnya prase itu
selalu terdapat dalam satu fungsi unsur klausa yaitu: S, P, O, atau K.

Macam-macam frase:
a. Frase Endosentrik
Frase endosentrik adalah frase yang mempunyai distribusi yang sama dengan unsurnya. Frase
endosentrik dapat dibedakan menjadi tiga golongan yaitu:
1. Frase endosentrik yang koordinatif, yaitu frase yang terdiri dari unsur-unsur yang setara, ini
dibuktikan oleh kemungkinan unsur-unsur itu dihubungkan dengan kata penghubung.
Misalnya: kakek-nenek pembinaan dan pengembangan
laki bini belajar atau bekerja
2. Frase endosentrik yang atributif, yaitu frase yang terdiri dari unsur-unsur yang tidak setara.
Karena itu, unsur-unsurnya tidak mungkin dihubungkan.
Misalnya: perjalanan panjang
hari libur
Perjalanan, hari merupakan unsur pusat, yaitu: unsur yang secara distribusional sama dengan
seluruh frase dan secara semantik merupakan unsur terpenting, sedangkan unsur lainnya
merupakan atributif.
3. Frase endosentrik yang apositif, yaitu frase yang atributnya berupa aposisi/ keterangan
tambahan.
Misalnya: Susi, anak Pak Saleh, sangat pandai.
Dalam frase Susi, anak Pak Saleh secara sematik unsur yang satu, dalam hal ini unsur anak Pak
Saleh, sama dengan unsur lainnya, yaitu Susi. Karena, unsur anak Pak Saleh dapat
menggantikan unsur Susi. Perhatikan jajaran berikut:
Susi, anak Pak Saleh, sangat pandai
Susi, …., sangat pandai.
…., anak Pak Saleh sangat pandai.
Unsur Susi merupakan unsur pusat, sedangkan unsur anak Pak Saleh merupakan aposisi (Ap).

b. Frase Eksosentrik
Frase eksosentrik ialah frase yang tidak mempunyai distribusi yang sama dengan unsurnya.
Misalnya:
Siswa kelas 1A sedang bergotong royong di dalam kelas.
Frase di dalam kelas tidak mempunyai distribusi yang sama dengan unsurnya. Ketidaksamaan itu
dapat dilihat dari jajaran berikut:
Siswa kelas 1A sedang bergotong royong di ….
Siswa kelas 1A sedang bergotong royong …. kelas

c. Frase Nominal, Frase Verbal, Frase Bilangan, Frase Keterangan.


1. Frase Nominal: frase yang memiliki distributif yang sama dengan kata nominal.
Misalnya: baju baru, rumah sakit
2. Frase Verbal: frase yang mempunyai distribusi yang sama dengan golongan kata verbal.
Misalnya: akan berlayar
3. Frase Bilangan: frase yang mempunyai distribusi yang sama dengan kata bilangan.
Misalnya: dua butir telur, sepuluh keping
4. Frase Keterangan: frase yang mempunyai distribusi yang sama dengan kata keterangan.
Misalnya: tadi pagi, besok sore
5. Frase Depan: frase yang terdiri dari kata depan sebagai penanda, diikuti oleh kata atau frase
sebagai aksinya.
Misalnya: di halaman sekolah, dari desa

1
d. Frase Ambigu
Frase ambigu artinya kegandaan makna yang menimbulkan keraguan atau mengaburkan maksud
kalimat. Makna ganda seperti itu disebut ambigu.
Misalnya: Perusahaan pakaian milik perancang busana wanita terkenal, tempat mamaku bekerja,
berbaik hati mau melunaskan semua tunggakan sekolahku.
Frase perancang busana wanita dapat menimbulkan pengertian ganda:
1. Perancang busana yang berjenis kelamin wanita.
2. Perancang yang menciptakan model busana untuk wanita.

B. Klausa
Klausa adalah satuan gramatika yang terdiri dari subjek (S) dan predikat (P) baik disertai objek (O),
dan keterangan (K), serta memilki potensi untuk menjadi kalimat. Misalnya: banyak orang
mengatakan.
Unsur inti klausa ialah subjek (S) dan predikat (P).
Penggolongan klausa:
1. Berdasarkan unsur intinya
2. Berdasarkan ada tidaknya kata negatif yang secara gramatik menegatifkan predikat
3. Berdasarkan kategori kata atau frase yang menduduki fungsi predikat

C. Kalimat
a. Pengertian
Kalimat adalah satuan bahasa yang terdiri dari dua kata atau lebih yang mengandung pikiran
yang lengkap dan punya pola intonasi akhir.
Contoh: Ayah membaca koran di teras belakang.
b. Pola-pola kalimat
Sebuah kalimat luas dapat dipulangkan pada pola-pola dasar yang dianggap menjadi dasar
pembentukan kalimat luas itu.
· Pola kalimat I = kata benda-kata kerja
Contoh: Adik menangis. Anjing dipukul.
Pola kalimat I disebut kalimat ”verbal”
· Pola kalimat II = kata benda-kata sifat
Contoh: Anak malas. Gunung tinggi.
Pola kalimat II disebut pola kalimat ”atributif”
· Pola kalimat III = kata benda-kata benda
Contoh: Bapak pengarang. Paman Guru
Pola pikir kalimat III disebut kalimat nominal atau kalimat ekuasional. Kalimat ini
mengandung kata kerja bantu, seperti: adalah, menjadi, merupakan.
· Pola kalimat IV (pola tambahan) = kata benda-adverbial
Contoh: Ibu ke pasar. Ayah dari kantor.
Pola kalimat IV disebut kalimat adverbial

D. Jenis Kalimat
1. Kalimat Tunggal
Kalimat tunggal adalah kalimat yang hanya terdiri atas dua unsur inti pembentukan kalimat
(subjek dan predikat) dan boleh diperluas dengan salah satu atau lebih unsur-unsur tambahan
(objek dan keterangan), asalkan unsur-unsur tambahan itu tidak membentuk pola kalimat baru.

Kalimat Tunggal Susunan Pola Kalimat


Ayah merokok. S-P
Adik minum susu. S-P-O
Ibu menyimpan uang di dalam S-P-O-K
laci.

2
2. Kalimat Majemuk
Kalimat majemuk adalah kalimat-kalimat yang mengandung dua pola kalimat atau lebih.
Kalimat majemuk dapat terjadi dari:
a. Sebuah kalimat tunggal yang bagian-bagiannya diperluas sedemikian rupa sehingga
perluasan itu membentuk satu atau lebih pola kalimat baru, di samping pola yang sudah
ada.
Misalnya: Anak itu membaca puisi. (kalimat tunggal)
Anak yang menyapu di perpustakaan itu sedang membaca puisi.
(subjek pada kalimat pertama diperluas)
b. Penggabungan dari dua atau lebih kalimat tunggal sehingga kalimat yang baru mengandung
dua atau lebih pola kalimat.
Misalnya: Susi menulis surat (kalimat tunggal I)
Bapak membaca koran (kalimat tunggal II)
Susi menulis surat dan Bapak membaca koran.
Berdasarkan sifat hubungannya, kalimat majemuk dapat dibedakan atas kalimat majemuk
setara, kalimat majemuk bertingkat, dan kalimat majemuk campuran.
1) Kalimat majemuk setara
Kalimat majemuk setara adalah kalimat majemuk yang hubungan antara pola-pola
kalimatnya sederajat. Kalimat majemuk setara terdiri atas:
a. Kalimat majemuk setara menggabungkan. Biasanya menggunakan kata-kata tugas: dan,
serta, lagipula, dan sebagainya.
Misalnya: Sisca anak yang baik lagi pula sangat pandai.
b. Kalimat majemuk serta memilih. Biasanya memakai kata tugas: atau, baik, maupun.
Misalnya: Bapak minum teh atau Bapak makan nasi.
c. Kalimat majemuk setara perlawanan. Biasanya memakai kata tugas: tetapi, melainkan.
Misalnya: Dia sangat rajin, tetapi adiknya sangat pemalas.

2) Kalimat majemuk bertingkat


Kalimat majemuk yang terdiri dari perluasan kalimat tunggal, bagian kalimat yang
diperluas sehingga membentuk kalimat baru yang disebut anak kalimat. Sedangkan kalimat
asal (bagian tetap) disebut induk kalimat. Ditinjau dari unsur kalimat yang mengalami
perluasan dikenal adanya:

a. Kalimat majemuk bertingkat dengan anak kalimat penggati subjek.


Misalnya: Diakuinya hal itu
P S
Diakuinya bahwa ia yang memukul anak itu.
anak kalimat pengganti subjek

b. Kalimat majemuk bertingkat dengan anak kalimat pengganti predikat.


Misalnya: Katanya begitu
S P
Katanya bahwa ia tidak sengaja menjatuhkan gelas itu.
anak kalimat pengganti predikat

c. Kalimat majemuk bertingkat dengan anak kalimat pengganti objek.


Misalnya: Mereka sudah mengetahui hal itu.
S P O
Mereka sudah mengetahui bahwa saya yang mengambilnya.
anak kalimat pengganti objek

d. Kalimat majemuk bertingkat dengan anak kalimat pengganti


keterangan.
Misalnya: Ayah pulang malam hari
S P K
Ayah pulang ketika kami makan malam
anak kalimat pengganti keterangan

3
3) Kalimat majemuk campuran
Kalimat majemuk campuran adalah kalimat majemuk hasil perluasan atau hasil gabungan
beberapa kalimat tunggal yang sekurang-kurangnya terdiri atas tiga pola kalimat.
Misalnya: Ketika ia duduk minum-minum, datang seorang pemuda berpakaian bagus, dan
menggunakan kendaraan roda empat.
Ketika ia duduk minum-minum
pola atasan
datang seorang pemuda berpakaian bagus
pola bawahan I
datang menggunakan kendaraan roda empat
pola bawahan II

3. Kalimat Inti, Luas, dan Transformasi


a. Kalimat inti
Kalimat inti adalah kalimat mayor yang hanya terdiri atas dua kata dan sekaligus menjadi
inti kalimat.
Ciri-ciri kalimat inti:
a. Hanya terdiri atas dua kata
b. Kedua kata itu sekaligus menjadi inti kalimat
c. Tata urutannya adalah subjek mendahului predikat
d. Intonasinya adalah intonasi ”berita yang netral”. Artinya: tidak boleh
menyebabkan perubahan atau pergeseran makna laksikalnya..
b. Kalimat luas
Kalimat luas adalah kalimat inti yang sudah diperluas dengan kata-kata baru sehingga tidak
hanya terdiri dari dua kata, tetapi lebih.
c. Kalimat transformasi
Kalimat transformasi merupakan kalimat inti yang sudah mengalami perubahan atas
keempat syarat di atas yang berarti mencakup juga kalimat luas. Namun, kalimat
transformasi belum tentu kalimat luas.
Contoh kalimat Inti, Luas, dan Transformasi
a. Kalimat Inti. Contoh: Adik menangis.
b. Kalimat Luas. Contoh: Radha, Arief, Shinta, Mamas, dan Mila sedang belajar dengan
serius, sewaktu pelajaran matematika.
c. Kalimat transformasi. Contoh:
• Dengan penambahan jumlah kata tanpa menambah jumlah inti, sekaligus juga
adalah kalimat luas: Adik menangis tersedu-sedu kemarin pagi.
• Dengan penambahan jumlah inti sekaligus juga adalah kalimat luas: Adik
menangis dan merengek kepada ayah untuk dibelikan komputer.
• Dengan perubahan kata urut kata. Contoh: Menangis adik.
• Dengan perubahan intonasi. Contoh: Adik menangis?

4. Kalimat Mayor dan Minor


a. Kalimat mayor
Kalimat mayor adalah kalimat yang sekurang-kurangnya mengandung dua unsur inti.
Contoh: Amir mengambil buku itu.
Arif ada di laboratorium.
Kiki pergi ke Bandung.
Ibu segera pergi ke rumah sakit menengok paman, tetapi ayah menunggu kami
di rumah Rati karena kami masih berada di sekolah.
b. Kalimat Minor
Kalimat minor adalah kalimat yang hanya mengandung satu unsur inti atau unsur pusat.
Contoh: Diam!
Sudah siap?
Pergi!
Yang baru!

4
Kalimat-kalimat di atas mengandung satu unsur inti atau unsur pusat.
Contoh: Amir mengambil.
Arif ada.
Kiki pergi
Ibu berangkat-ayah menunggu.
Karena terdapat dua inti, kalimat tersebut disebut kalimat mayor.

5. Kalimat Efektif
Kalimat efektif adalah kalimat berisikan gagasan pembicara atau penulis secara singka, jelas,
dan tepat.
Jelas : berarti mudah dipahami oleh pendengar atau pembaca.
Singkat : hemat dalam pemakaian atau pemilihan kata-kata.
Tepat : sesuai dengan kaidah bahasa yang berlaku.

6. Kalimat Tidak Efektif


Kalimat tidak efektif adalah kalimat yang tidak memiliki atau mempunyai sifat-sifat yang
terdapat pada kalimat efektif.
Sebab-Sebab Ketidakefektifan Kalimat
1. Kontaminasi= merancukan 2 struktur benar 1 struktur salah
Contoh:
o Diperlebar, dilebarkan diperlebarkan (salah)
o Memperkuat, menguatkan memperkuatkan (salah)
o Sangat baik, baik sekali sangat baik sekali (salah)
o Saling memukul, pukul-memukul saling pukul-memukul (salah)
o Di sekolah diadakan pentas seni. Sekolah mengadakan pentas seni
Sekolah mengadakan pentas seni (salah)
2. Pleonasme= berlebihan, tumpang tindih
contoh :
o Para hadirin (hadirin sudah jamak, tidak perlu para)
o Para bapak-bapak (bapak-bapak sudah jamak)
o Banyak siswa-siswa (banyak siswa)
o Saling pukul-memukul (pukul-memukul sudah bermakna ‘saling’)
o Agar supaya (agar bersinonim dengan supaya)
o Disebabkan karena (sebab bersinonim dengan karena)
3. Tidak memiliki subjek
contoh:
o Buah mangga mengandung vitamin C.(SPO) (benar)
o Di dalam buah mangga terkandung vitamin C. (KPS) (benar) ??
o Di dalam buah mangga mengandung vitamin C. (KPO) (salah)
4. Adanya kata depan yang tidak perlu
o Perkembangan daripada teknologi informasi sangat pesat.
o Kepada siswa kelas I berkumpul di aula.
o Selain daripada bekerja, ia juga kuliah.
5. Salah nalar
o Waktu dan tempat dipersilahkan. (siapa yang dipersilahkan)
o Mobil pak dapit mau dijual. (apakah bisa menolak?)
o Silakan maju ke depan. (maju selalu ke depan)
o Adik mengajak temannya naik ke atas. (naik selalu ke atas)
o Pak, saya minta izin ke belakang. (toilet tidak selalu berada di belakang)
o Saya absen dulu anak-anak. (absen: tidak masuk, seharusnya presensi)
o Bola gagal masuk gawang. (ia gagal meraih prestasi) (kata gagal lebih
untuk subjek bernyawa)
6. Kesalahan pembentukan kata
o Mengenyampingkan seharusnya mengesampingkan
o Menyetop seharusnya menstop
o Mensoal seharusnya menyoal

5
o Ilmiawan seharusnya ilmuwan
o Sejarawan seharusnya ahli sejarah

7. Pengaruh bahasa asing


o Rumah di mana ia tinggal … (the house where he lives …) (seharusnya
tempat)
o Sebab-sebab daripada perselisihan … (cause of the quarrel) (kata
daripada dihilangkan)
o Saya telah katakan … (I have told) (Ingat: pasif persona) (seharusnya
telah saya katakan)
8. Pengaruh bahasa daerah
o … sudah pada hadir. (Jawa: wis padha teka) (seharusnya sudah hadir)
o … oleh saya. (Sunda: ku abdi) (seharusnya diganti dengan kalimat pasif
persona)
o Jangan-jangan … (Jawa: ojo-ojo) (seharusnya mungkin)
.

E. Konjungsi
Konjungsi antarklausa, antarkalimat, dan antarparagraf.
Konjungsi atau kata sambung adalah kata-kata yang menghubungkan bagian-bagian kalimat,
menghubungkan antarkalimat, antarklausa, antarkata, dan antarparagraf.
1. Konjungsi antarklausa
a. Yang sederajat: dan, atau, tetapi, lalu, kemudian.
b. Yang tidak sederajat: ketika, bahwa, karena, meskipun, jika, apabila.
2. Konjungsi antarkalimat: akan tetapi, oleh karena itu, jadi, dengan demikian.
3. Konjungsi antarparagraf: selain itu, adapun, namun.

6
TATA KATA
A. Kata
Kata berdasarkan bentuknya dapat dibagi atas:
a. Kata dasar yang biasanya terdiri dari morfem dasar. Seperti: kebun, lihat,
anak.
b. Kata berimbuhan dapat dibagi atas:
- Awalan : berjalan, menulis
- Bersisipan : gemetar, gerigi
- Berakhiran : timbangan, langganan
- awalan dan akhiran : persatuan, kebenaran
c. Kata ulang: main-main, berjalan-jalan
d. Kata majemuk: matahari, sapu tangan
Catatan: Kata adalah satuan bahasa terkecil yang diperoleh sesudah kalimat dibagi atas bagian-
bagiannya dan mengandung sebuah ide.

Jenis Kata:
1. Kata Benda
Kata yang menyatakan nama-nama benda atau segala sesuatu yang dibendakan. Misalnya:
Pohon itu roboh diterjang badai.
Kata benda berimbuhan
a. pe- : petani, pedagang, penyanyi
b. peng- : pengawas, pengirim, pemilih
c. -an : anjuran, bacaan, kiriman
d. peng—an : pemberontakan, pendaftaran, pengakuan,
e. per—an : pertanian, perjuangan (hal), perkelahian, percakapan
(perbuatan), perikanan, persuratkabaran (yang berkaitan),
perapian, perkotaan (tempat)
f. ke—an : kepergian, kedatangan (hal yang berhubungan), kekosongan,
keberanian (keadaan), kebangsaan, kemanusiaan (hal
mengenai), kedutaan, kelurahan (kantor/wilayah)
g. -el-, -er-, -em-, -in- : telunjuk (tunjuk), gerigi (gigi), gemetar (getar), kemuning
(kuning)
h. -wan/-wati : ilmuwan, karyawati
i. -at/-in, -a/-i : muslimin/muslimat, dewa/dewi
j. -isme, -(is)asi, -logi, -tas : komunisme, kolonialisasi, biologi,
kualitas

2. Kata Kerja
Kata yang menyatakan perbuatan atau pekerjaan. Misalnya kakak belajar di kamar.
Kata kerja berimbuhan:
meng- : mengambil , mengikat, mengolah
a. per- : peringan, perlebar, perluas
b. ber- : berunding, berantai, bekerja, berkarya
c. ter- : terasa, terpercaya, tepercik
d. di- : dibeli, diambil, didalami
e. –kan : letakkan, buatkan, kumpulkan
f. -i : pukuli, tangisi

3. Kata Sifat
Kata yang menyatakan sifat khusus, watak, keadaan benda, atau yang dibendakan. Misalnya:
Kami kedinginan malam ini.
Kata sifat berimbuhan:
7
a. -i, -iah, -wi : abadi, ilmiah, duniawi,
b. -if, -er, -al, -is : aktif (aksi), komplementer (komplemen), normal (norma), teknis
(teknik)

4. Kata Keterangan
Kata yang memberi keterangan pada kata kerja atau pada kata sifat. Misalnya: Karena malu, ia
segera berlari pulang.

Kata keterangan berimbuhan:


a. se—nya : sebaiknya, sebenarnya, secepatnya
b. -nya : rasanya, agaknya, rupanya, biasanya

5. Kata Ganti
Kata ganti adalah kata yang menggantikan kata benda atau sesuatu yang dibendakan. Kata
ganti, antara lain terdiri atas:
a. Kata ganti orang, yang meliputi:
1. Kata ganti orang pertama tunggal. Misalnya: Saya sedang belajar Bahasa Indonesia.
2. Kata ganti orang pertama jamak. Misalnya: Kami tidak akan membuat keributan lagi.
3. Kata ganti orang kedua tunggal. Misalnya: Silakan Anda temui anak itu.
4. Kata ganti orang kedua jamak. Misalnya: Kalian harus memperbaiki diri sebaik-
baiknya.
5. Kata ganti orang ketiga tunggal. Misalnya: Sejak sakit, ia menjadi anak pendiam.
6. Kata ganti orang ketiga jamak. Misalnya: Apakah mereka menyadari kesalahannya?
7. Kata ganti orang pertama dan kedua. Misalnya: Jika demikian, ya kita tinggal berdo’a.
b. Kata ganti empunya
Misalnya: ku, mu, nya.
c. Kata ganti penunjuk
Misalnya: ini, itu, sana, sini.
d. Kata ganti penghubung
Misalnya: yang
e. Kata ganti penanya
Misalnya: bagaimana, siapa

6. Kata bilangan
Kata yang menunjukkan bilangan atau jumlah suatu benda. Misalnya: delapan, seekor,
sepucuk.
7. Kata depan
Kata yang menghubungkan benda dengan kata-kata yang lain. Kata depan biasanya terletak di
depan kata benda. Misalnya: di, dari, untuk.
8. Kata sambung
Kata yang menghubungkan dua kalimat menjadi satu yang utuh. Misalnya: dan, meskipun,
melainkan.
9. Kata sandang
Kata yang menentukan atau membatasi kata benda. Kata sandang biasanya terletak di depan
kata benda. Misalnya: si, sang, para, hang.
10. Kata seru
Kata yang menyatakan luapan emosi atau perasaan. Misalnya: ah, amboi, astaga.

Pembagian Jenis Kata Baru


1. Kata benda adalah segala macam kata yang dapat diterangkan atau diperluas dengan
yang+kata sifat.
Misalnya: perumahan yang baru, pohon yang besar.

2. Kata kerja atau verba. Kata kerja adalah segala macam kata yang dapat diperluas
dengan kelompok kata dengan+kata sifat.
Misalnya: Adik tidur dengan nyenyak, Andi berlari dengan kencang.

3. Kata sifat. Segala kata yang mengambil bentuk se+reduplikasi+nya, serta dapat
diperluas dengan paling, lebih, sekali.

8
Misalnya: se-tingi-tinggi-nya, paling sakit, sakit sekali.

4. Kata tugas.
a. Bentuk
Dari segi bentuk umumnya kata-kata tugas sukar sekali mengalami perubahan bentuk, seperti:
dengan, telah, dan tetapi tidak bisa mengalami perubahan. Tetapi di samping itu ada
segolongan kata yang jumlahnya sangat terbatas, walaupun termasuk kata tugas yang dapat
mengalami perubahan bentuk, misalnya: tidak, sudah, dapat berubah menjadi: meniadakan,
menyudahkan.

b. Kelompok kata
Dari segi kelompok kata, kata-kata tugas hanya memiliki tugas untuk memperluas atau
mengadakan transformasi kalimat. Kata tugas dapat dibagi atas dua macam, yaitu:
• Kata tugas yang monovalen (bernilai satu), yaitu semata-mata bertugas
memperluas kalimat. Misalnya: dan, tetapi, sesudah, di, ke, dari.
• Kata-kata tugas yang ambivalen (bernilai dua), yaitu di samping berfungsi
sebagai kata tugas yang monovalen dapat juga bertindak sebagai jenis kata lain, baik dalam
membentuk kalimat minim maupun dalam merubah bentuknya. Misalnya: sudah, tidak.

c. Partikel kah, tah, lah, pun.


Partikel adalah semacam kata tugas yang mempunyai bentuk yang khusus yaitu sangat ringkas
atau kecil, dengan mempunyai fungsi tertentu. Bentuk-bentuk kah, tah, lah, pun, adalah partikel
penentu atau pengeras.
Fungsi dan makna partikel-partikel tersebut di atas dapat dirinci sebagai berikut:
1. Partikel kah
Fungsi partikel kah.
a. Memberikan tekanan pada pertanyaan, kata yang dihubungkan dengan kah itu
dipentingkan. Misalnya: Belajar atau tidurkah dia?
b. Dapat dipakai pula untuk menyatakan hal yang tidak tentu. Misalnya: Datanglah
atau tidakah saya tidak tahu.

2. Partikel tah
Fungsi partikel tah.
Fungsi partikel tah ini sama dengan kah, tetapi lebih terbatas pemakaiannya hanya pada
kata tanya saja. Misalnya: apatah, manatah, siapatah. Bentuk-bentuk ini lebih sering
dijumpai dalam bahasa Melayu lama. Maka pertanyaan dengan memepergunakan partikel
tah adalah meragukan atau kurang tentu.

3. Partikel lah
Fungsi partikel lah adalah:
a. Menegaskan sastra perbuatan baik dalam kalimat berita, kalimat perintah,
maupun dalam permintaan atau harapan. Misalnya: Bukalah dengan rapi!
b. Mengeraskan satu satra keterangan. Misalnya: Tiadalah aku mau
diperlakukan seperti itu.
c. Menekankan satra pangkal. Dalam hal ini biasanya ditambah dengan partikel
yang. Misalnya: Engkaulah yang bertanggung jawab atas kejadian ini.

4. Partikel pun
Fungsi dari partikel pun adalah:
a. Mengeraskan atau memberi tekanan pada kata yang bersangkutan. Misalnya:
Tak seorang pun keluarganya menghadiri pesta itu.
b. Dalam penguatan atau pengerasan dapat terkandung arti atau pengertian
berlawanan. Misalnya: mengorbankan nyawa sekalipun aku rela.
c. Gabungan antara pun+lah dapat mengandung aspek inkoaktif. Misalnya:
Setelah mereka pergi, ayah pun tibalah.

B. Kata Ulang

9
Kata-kata ulang disebut juga reduplikasi. Pada dasarnya kupu-kupu bukanlah termasuk kata ulang,
tetapi ada sebagian ahli bahasa tetap kokoh dengan pendapatnya dengan mengatakan kupu-kupu,
kura-kura, termasuk ke dalam kata ulang.

 Pada prinsipnya pengulangan mempunyai syarat di antaranya:


1. Selalu mempunyai dasar yang diulang
2. Proses pengulangan tidak mengubah jenis (kelas) kata.
3. Bentuk dasarnya adalah kata yang lazim (umum) dipakai dalam tindak berbahasa.
 Macam-macam kata ulang:
a. Kata ulang dwipurwa. Ulangan atas suku kata awal. Contoh: leluasa, tetangga.
b. Kata ulang utuh/ asli. Yaitu ulang atas bentuk dasar yang berupa kata dasar.
Seperti: pencuri-pencuri, anak-anak.
c. Kata ulang dwilingga salin suara atau berubah bunyi. Kata ulang yang terjadi
perubahan bunyi pada bagian berulangnya. Seperti: bolak-balik, gerak-garik.
d. Kata ulang berimbuhan. Kata ulang yang pengulangannya mendapat imbuhan,
baik pada lingga pertama maupun pada lingga kedua. Seperti: pukul-memukul, berpukul-
pukulan.

Fungsi kata ulang


Menentukan fungsi kata ulang di sini sangat sulit, sebab fungsi dan arti terjalin erat. Bila hanya
dilihat dari proses terjadinya kata ulang tersebut maka akan ditemukan adanya fungsi morfologis.
Hal tersebut disebabkan oleh konsep bahwa prinsip perulangan tidak mengubah jenis kata. Artinya,
bila kata dasar dari jenis kata benda maka tetap akan kita dapatkan kata benda dari kata
ulangannya, demikian pula untuk jenis kata yang lain. Adapun arti yang didukung oleh perulangan
adalah:
1. Banyak yang tidak tentu
 Buku-buku itu telah kusimpan dalam lemari
 Kuda-kuda itu berkejar-kejaran.
2. Bermacam-macam
 Pohon-pohonan: banyak dan bermacam-macam pohon
 Buah-buahan: banyak dan bermacam-macam buah.
3. Menyerupai
 Kuda-kuda
 Langit-langit
4. Agak
 Kemalu-maluan
 Kebarat-baratan
5. Menyatakan intensitas
a. Intensitas kualitatif. Contoh: belajar segiat-giatnya. Gunung itu yang setinggi-
tingginya di Pulau Jawa.
b. Intensitas kuantitatif. Contoh: kuda-kuda, buah-buah.
c. Intensitas frekuentatif. Contoh: Bapak menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia
mondar-mandir saja sejak tadi.
d. Menyatakan saling/ berbalas-balasan/ resiprok
o Mereka bersalam-salaman.
o Kedua saudara itu hidup tolong menolong.
6. Menyatakan kolektif/ kumpulan
o Anak itu berbasis dua-dua.
o Pertandingan itu diikuti tiga-tiga regu.

C. Kata Serapan
Contoh
Benar Asal Benar Asal Benar Asal
aktif active indeks index praktik practice
aktivitas activity karier carier rasional rational
analisis analysis karisma charisma sistem system
atlet athlete kolera cholera teknik technique

10
ekspor export konkret concret teknologi technology
hierarki hierarchy kualitas quality varietas

TATA MAKNA

A. Makna Leksikal dan Makna Gramatikal


Makna leksikal ialah makna kata secara lepas, tanpa kaitan dengan kata yang lainnya dalam sebuah
struktur (frase klausa atau kalimat). Makna leksikal kata-kata tersebut dimuat dalam kamus.
Contoh:
rumah : bangunan untuk tempat tinggal manusia
makan : mengunyah dan menelan sesuatu
makanan : segala sesuatu yang boleh dimakan

Makna gramatikal (struktur) ialah makna baru yang timbul akibat terjadinya proses gramatikal
(pengimbuhan, pengulangan, pemajemukan).
Contoh:
berumah : mempunyai rumah
rumah-rumah : banyak rumah
rumah makan : rumah tempat makan
rumah ayah : rumah milik ayah

B. Makna Denotasi dan Konotasi


Makna denotatif (referensial) ialah makna yang menunjukkan langsung pada acuan atau makna
dasarnya.
Contoh:
merah : warna seperti warna darah.
ular : binatang menjalar, tidak berkaki, kulitnya bersisik.

Makna konotatif (evaluasi) ialah makna tambahan terhadap makna dasarnya yang berupa nilai rasa
atau gambar tertentu.
Contoh:
Makna dasar Makna tambahan
(denotasi) (konotasi)
merah : warna berani; dilarang
ular : binatang menakutkan/ berbahaya

Makna dasar beberapa kata misalnya: buruh, pekerjaan, pegawai, dan karyawan, memang sama,
yaitu orang yang bekerja, tetapi nilai rasanya berbeda. Kata buruh dan pekerja bernilai rasa rendah/
kasar, sedangkan pegawai dan karyawan bernilai rasa tinggi.

Konotasi dapat dibedakan atas dua macam, yaitu konotasi positif dan konotasi negatif.
Contoh:
Konotasi positif Konotasi negatif
suami istri laki bini
tunanetra buta
pria laki-laki

Kata-kata yang bermakna denotatif tepat digunakan dalam karya ilmiah, sedangkan kata-kata yang
bermakna konotatif wajar digunakan dalam karya sastra.

11
C. Hubungan Makna
1. Sinonim
Sinonim ialah dua kata atau lebih yang memiliki makna yang sama atau hampir sama.
Contoh:
a. yang sama maknanya
∼ sudah - telah
∼ sebab - karena
∼ amat - sangat
b. yang hampir sama maknanya
∼ untuk – bagi – buat – guna
∼ cinta – kasih – sayang
∼ melihat – mengerling – menatap – menengok

2. Antonim
Antonim ialah kata-kata yang berlawanan maknanya/ oposisi.
Contoh:
∼ besar >< kecil
∼ ibu >< bapak
∼ bertanya >< menjawab

3. Homonim
Homonim ialah dua kata atau lebih yang ejaannya sama, lafalnya sama, tetapi maknanya
berbeda.
Contoh:
∼ bisa I : racun
∼ bisa II : dapat
∼ kopi I : minuman
∼ kopi II : salinan

4. Homograf
Homograf adalah dua kata atau lebih yang tulisannya sama, ucapannya berbeda, dan maknanya
berbeda.
Contoh:
∼ tahu : makanan
∼ tahu : paham
∼ teras : inti kayu
∼ teras : bagian rumah

5. Homofon
Homofon ialah dua kata atau lebih yang tulisannya berbeda, ucapannya sama, dan maknanya
berbeda.
Contoh:
∼ bang dengan bank
∼ masa dengan massa

6. Polisemi
Polisemi ialah suatu kata yang memilki makna banyak.
Contoh:
∼ Didik jatuh dari sepeda.
∼ Harga tembakau jatuh.
∼ Peringatan HUT RI ke-55 jatuh hari Minggu.
∼ Setiba di rumah dia jatuh sakit.
∼ Dia jatuh dalam ujiannya.

7. Hiponim
Hiponim ialah kata-kata yang tingkatnya ada di bawah kata yang menjadi superordinatnya/
hipernim (kelas atas).

12
Contoh: Kata bunga merupakan superordinat, sedangkan mawar, melati, anggrek,
flamboyan, dan sebagainya merupakan hiponimnya. Hubungan mawar, melati,
anggrek, dan flamboyan disebut kohiponim.

D. Makna Idiomatis
Idiom ialah ungkapan bahasa berupa gabungan kata (frase) yang maknanya sudah menyatu dan
tidak dapat ditafsirkan dengan unsur makna yang membentuknya.
Contoh:
(1) selaras dengan (2) membanting tulang
insaf akan bertekuk lutut
berbicara tentang mengadu domba
Pada contoh (1) terlihat bahwa kata tugas dengan, akan, tentang, dengan kata-kata yang
digabungkannya merupakan ungkapan tetap. Jadi, tidak tepat jika diubah atau digantikan, misalnya
menjadi:
selaras tentang
insaf dengan
berbicara akan

Demikian pula contoh (2), idiom-idiom tersebut tidak dapat diubah misalnya menjadi:
membanting kulit
bertekuk paha
mengadu kambing

E. Perubahan Makna
1. Perluasan Makna (Generalisasi)
Perluasan makna ialah perubahan makna dari yang lebih khusus atau sempit ke yang lebih
umum atau luas. Cakupan makna baru tersebut lebih luas daripada makna lama.
Contoh:
Makna lama Makna baru
Bapak : orang tua laki-laki  semua orang laki-laki yang lebih
tua atau berkedudukan lebih tinggi.
Saudara : anak yang sekandung  semua orang yang sama umur/
derajat.

2. Penyempitan Makna (Spesialisasi)


Penyempitan makna ialah perubahan makna dari yang lebih umum/ luas ke yang lebih khusus/
sempit. Cakupan baru/ sekarang lebih sempit daripada makna lama (semula).
Contoh:
Makan lama: Makna baru:
Sarjana : cendikiawan  lulusan perguruan tinggi
Pendeta : orang yang berilmu  guru Kristen
Madrasah : sekolah  sekolah agama Islam

3. Peninggian Makna (Ameliorasi)


Peninggian makna ialah perubahan makna yang mengakibatkan makna yang baru dirasakan
lebih tingg/ hormat/ halus/ baik nilainya daripada makna lama.
Contoh:
Makna lama: Makna baru:
Bung : panggilan kepada orang laki-laki panggilan kepada pemimpin
Putra : anak laki-laki lebih tinggi daripada anak

4. Penurunan Makna (Peyorasi)


Penurunan makna ialah perubahan makna yang mengakibatkan makna baru dirasakan lebih
rendah/ kurang baik/ kurang menyenangkan nilainya daripada makna lama.
Contoh:
Makna Lama: Makna Baru:
Bini : perempuan yang sudah dinikahi lebih rendah daripada istri/
nyonya
Bunting : mengandung lebih rendah dari kata hamil
13
5. Persamaan (Asosiasi)
Asosiasi ialah perubahan makna yang terjadi akibat persamaan sifat antara makna lama dan
makna baru.
Contoh:
Makna Lama: Makna Baru:
Amplop : sampul surat Uang sogok
Bunga : kembang gadis cantik
Mencatut : mencabut dengan catut menarik keuntungan

6. Pertukaran (sinestesia)
Sinestesia ialah perubahan makna akibat pertukaran tanggapan dua indera yang berbeda dari
indera penglihatan ke indera pendengar, dari indera perasa ke indera pendengar, dan
sebagainya.
Contoh:
suaranya terang sekali (pendengaran penglihatan)
rupanya manis (penglihat perasa)
namanya harum (pendengar pencium)

F. Kata Umum dan Kata Khusus


Kata umum ialah kata yang luas ruang lingkupnya dan dapat mencakup banyak hal, sedangkan kata
khusus ialah kata yang sempit/ terbatas ruang lingkupnya.
Contoh:
Umum : Darta menggendong adiknya sambil membawa buku dan sepatu.
Khusus : Darta menggendong adiknya sambil mengapit buku dan sepatu.
Umum : Bel berbunyi panjang tanda pelajaran habis.
Khusus : Bel berdering panjang tanda pelajaran habis.

14
TATA TULIS
A. Penulisan Huruf
1. Huruf kapital atau huruf besar
A. Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai huruf pertama kata
pada awal kalimat.
Misalnya:
Kami menggunakan barang produksi dalam negeri.
Siapa yang datang tadi malam?
Ayo, angkat tanganmu tinggi-tinggi!

B. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama petikan langsung.


Misalnya:
Adik bertanya, ”Kapan kita ke Taman Safari?”
Bapak menasihatkan, ”Jaga dirimu baik-baik, Nak!”

C. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama ungkapan yang


berhubungan dengan nama Tuhan dan nama kitab suci, termasuk ganti untuk Tuhan.
Misalnya:
Allah, Yang Mahakuasa, Islam, Kristen, Alkitab, Quran, Weda, Injil.
Tuhan akan menunjukkan jalan yang benar kepada hambanya.
Bimbinglah hamba-Mu, ya Tuhan, ke jalan yang Engkau beri rahmat.

D. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama gelar


kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang diikuti nama orang.
Misalnya:
Haji Agus Salim, Imam Syafii, Nabi Ibrahim, Raden Wijaya.

E. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama jabatan


dan pangkat yang diikuti nama orang atau yang dipakai sebagai pengganti nama orang,
nama instansi, atau nama tempat.
Misalnya:
Presiden Yudhoyono, Mentri Pertanian, Gubernur Bali.
Profesor Supomo, Sekretaris Jendral Deplu.
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama jabatan dan pangkat yang tidak
diikuti nama orang, nama instansi, atau nama tempat.
Misalnya:
Siapakah gubernur yang baru dilantik itu?
Kapten Amir telah naik pangkat menjadi mayor.
Keponakan saya bercita-cita menjadi presiden.

F. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur-unsur nama


orang.
Misalnya:
Albar Maulana
Kemal Hayati

15
Muhammad Rahyan
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama orang yang digunakan sebagai
nama jenis atau satuan ukuran.
Misalnya:
mesin diesel
10 watt
2 ampere
5 volt

G. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku


bangsa-bangsa dan bahasa. Perlu diingat, posisi tengah kalimat, yang dituliskan dengan
huruf kapital hanya huruf pertama nama bangsa, nama suku, dan nama bahasa; sedangkan
huruf pertama kata bangsa, suku, dan bahasa ditulis dengan huruf kecil.
Penulisan yang salah:
Dalam hal ini Bangsa Indonesia yang ….
…. tempat bermukim Suku Melayu sejak ….
…. memakai Bahasa Spanyol sebagai ….
Penulisan yang benar:
Dalam hal ini bangsa Indonesia yang ….
…. tempat bermukim suku Melayu sejak ….
…. memakai bahasa Spanyol sebagai ….
Huruf kapital tidak dipakai sebagi huruf pertama nama bangsa, suku, dan bahasa yang
dipakai sebagai bentuk dasar kata turunan.
Misalnya:
keinggris-inggrisan
menjawakan bahasa Indonesia

H. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama tahun, bulan,


hari, hari raya, dan peristiwa sejarah.
Misalnya:
tahun Saka
bulan November
hari Jumat
hari Natal
perang Dipenogoro
Huruf kapital tidak dipakai sebagi huruf pertama peristiwa sejarah yang tidak dipakai
sebagai nama.
Misalnya:
Ir. Soekarno dan Drs. Moehammad Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
Perlombaan persenjataan nuklir membawa risiko pecahnya perang dunia.

I. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama khas dalam


geografi.
Misalnya:

Salah Benar
teluk Jakarta Teluk Jakarta
gunung Semeru Gunung Semeru
danau Toba Danau Toba
selat Sunda Selat Sunda

Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama istilah geografi yang tidak menjadi unsur
nama diri.
Misalnya:
Jangan membuang sampah ke sungai.
Mereka mendaki gunung yang tinggi.
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama geografi yang digunakan sebagai
nama jenis.
Misalnya:
16
garam inggris
gula jawa
soto madura

J. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua unsur nama


negara, nama resmi badan/
lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan, serta nama dokumen resmi.
Misalnya:
Departemen Pendidikan Nasional RI
Majelis Permusyawaratan Rakyat
Undang-Undang Dasar 1945
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata yang bukan nama resmi lembaga
pemerintah, ketatanegaraan, badan, serta nama dokumen resmi.
Perhatikan penulisan berikut.
Dia menjadi pegawai di salah satu departemen.
Menurut undang-undang, perbuatan itu melanggar hukum.
K. Huruf kapital dipakai sebagai huruf kapital setiap unsur bentuk
ulang sempurna yang terdapat pada nama badan/ lembaga.
Misalnya:
Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial.

L. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua kata


(termasuk semua unsur kata ulang sempurna) dalam penulisan nama buku, majalah, surat
kabar, dan judul karangan, kecuali kata seperti di, ke, dari, dan, dalam, yang, untuK yang
tidak terletak pada posisi awal.
Misalnya:
Idrus menulis buku Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma.
Bacalah majalah Bahasa dan Sastra.
Dia agen surat kabar Suara Pembaharuan.
Ia menulis makalah ”Fungsi Persuasif dalam Bahasa Iklan Media Elektronik”.

M. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk


hubungan kekerabatan seperti Bapak, Ibu,
Saudara, Kakak, Adik, Paman, yang dipakai dalam penyapaan dan pengacuan.
Misalnya:
”Kapan Bapak berangkat?” tanya Nining kepada Ibu.
Para ibu mengunjungi Ibu Febiola.
Surat Saudara sudah saya terima.
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan
yang dipakai dalam penyapaan.
Misalnya:
Kita semua harus menghormati bapak dan ibu kita.
Semua kakak dan adik saya sudah berkeluarga.

N. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur singkatan


nama gelar, pangkat, dan sapaan.
Misalnya:
Dr. : doktor
M.M. : magister manajemen
Jend. : jendral
Sdr. : saudara

O. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata ganti Anda.


Misalnya:
Apakah kegemaran Anda?
Usulan Anda telah kami terima.

2. Huruf Miring

17
A. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan nama
buku, majalah, dan surat kabar yang dikutip dalam karangan.
Misalnya:
majalah Prisma
tabloid Nova
Surat kabar Kompas
B. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menegaskan atau
mengkhususkan huruf, bagian kata, atau kelompok kata.
Misalnya:
Huruf pertama kata Allah ialah a
Dia bukan menipu, melainkan ditipu
Bab ini tidak membicarakan penulisan huruf kapital.
C. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan kata
ilmiah atau ungkapan asing, kecuali yang sudah disesuaikan ejaannya.
Misalnya:
Nama ilmiah padi ialah Oriza sativa.
Politik devide et impera pernah merajalela di benua hitam itu.
Akan tetapi, perhatikan penulisan berikut.
Negara itu telah mengalami beberapa kudeta (dari coup d’etat)

B. Penulisan Kata

1. Kata Dasar
Kata yang berupa kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan.
Misalnya:
Kantor pos sangat ramai.
Buku itu sudah saya baca.
Adik naik sepeda baru
(ketiga kalimat ini dibangun dengan gabungan kata dasar)

2. Kata Turunan
a. Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran) ditulis serangkai
dengan kata dasarnya.
Misalnya:
berbagai ketetapan sentuhan
gemetar mempertanyakan terhapus

b. Jika bentuk dasar berupa gabungan kata, awalan, atau


akhiran ditulis serangkai dengan kata yang langsung mengikuti atau mendahuluinya.
Misalnya:
diberi tahu, beri tahukan
bertanda tangan, tanda tangani
berlipat ganda, lipat gandakan

c. Jika bentuk dasar yang berupa gabungan kata mendapat


awalan dan akhiran sekaligus, unsur gabungan kata itu ditulis serangkai.
Misalnya:
memberitahukan
ditandatangani
melipatgandakan

3. Bentuk Ulang
Bentuk ulang ditulis secara lengkap dengan menggunakan tanda hubung.
Misalnya:
anak-anak, buku-buku, berjalan-jalan, dibesar-besarkan, gerak-gerik, huru-hara, lauk-pauk,
mondar-mandir, porak-poranda, biri-biri, kupu-kupu, laba-laba.

4. Gabungan Kata

18
a. Gabungan kata yang lazim disebutkan kata majemuk,
termasuk istilah khusus, unsur-unsurnya ditulis terpisah.
Misalnya:
duta besar, kerja sama, kereta api cepat luar biasa, meja tulis, orang tua, rumah sakit, terima
kasih, mata kuliah.

b. Gabungan kata, termasuk istilah khusus, yang mungkin


menimbulkan salah pengertian dapat ditulis dengan tanda hubung untuk menegaskan
pertalian unsur yang berkaitan.
Misalnya:
alat pandang-dengar (audio-visual), anak-istri saya (keluarga), buku sejarah-baru
(sejarahnya yang baru), ibu-bapak (orang tua), orang-tua muda (ayat ibu muda) kaki-tangan
penguasa (alat penguasa)

c. Gabungan kata berikut ditulis serangkai karena


hubungannya sudah sangat padu sehingga tidak dirasakan lagi sebagai dua kata.
Misalnya:
acapkali, apabila, bagaimana, barangkali, beasiswa, belasungkawa, bumiputra, daripada,
darmabakti, halal-bihalal, kacamata, kilometer, manakala, matahari, olahraga, radioaktif,
saputangan.
d. Jika salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam
kombinasi, gabungan kata itu ditulis serangkai.
Misalnya:
adibusana, antarkota, biokimia, caturtunggal, dasawarsa, inkonvensional, kosponsor,
mahasiswa, mancanegara, multilateral, narapidana, nonkolesterol, neokolonialisme,
paripurna,
prasangka, purna-wirawan, swadaya, telepon, transmigrasi.
Jika bentuk terikan diikuti oleh kata yang huruf awalnya kapital, di antara kedua unsur kata
itu
ditulisakan tanda hubung (-).
Misalnya: non-Asia, neo-Nazi

5. Kata Ganti ku, kau, mu, dan nya


Kata ganti ku dan kau sebagai bentuk singkat kata aku dan engkau, ditulis serangkai dengan
kata yang mengikutinya.
aku bawa, aku ambil menjadi kubawa, kuambil
engkau bawa, engkau ambil menjadi kaubawa, kauambil
Misalnya:
Bolehkan aku ambil jeruk ini satu?
Kalau mau, boleh engkau baca buku itu.
Akan tetapi, perhatikan penulisan berikut ini.
Bolehkah kuambil jeruk ini satu?
Kalau mau, boleh kaubaca buku itu.

6. Kata Depan di, ke, dan dari


Kata depan di, ke, dan dari ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya, kecuali di dalam
gabungan kata yang sudah dianggap kata yang sudah dianggap sebagai satu kata seperti kepada
dan daripada.
Misalnya:
Tinggalah bersama saya di sini.
Di mana orang tuamu?
Saya sudah makan di rumah teman.
Ibuku sedang ke luar kota.
Ia pantas tampil ke depan.
Duduklah dulu, saya mau ke dalam sebentar.
Bram berasal dari keluarga terpelajar.
Akan tetapi, perhatikan penulisan yang berikut.
Kinerja Lely lebih baik daripada Tuti.
Kami percaya kepada Ada.

19
Akhir-akhir ini beliau jarang kemari.

7. Kata Sandang si dan sang


Kata si dan sang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya.
Misalnya:
Salah Benar
Sikecil si kecil
Sipemalu si pemalu
Sangdiktator sang diktator
Sangkancil sang kancil

8. Partikel
a. Partikel –lah dan –kah ditulis serangkai dengan kata yang
mendahuluinya.
Misalnya:
Bacalah peraturan ini sampai tuntas.
Siapakah tokoh yang menemukan radium?

b. Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang


mendahuluinya.
Misalnya:
Apa pun yang dikatakannya, aku tetap tak percaya.
Satu kali pun Dedy belum pernah datang ke rumahku.
Bukan hanya saya, melainkan dia pun turut serta.
Catatan:
Kelompok berikut ini ditulis serangkaian, misalnya adapun, andaipun, bagaimanapun,
biarpun, kalaupun, kendatipun, maupun, meskipun, sekalipun, sungguhpun, walaupun.
Misalnya:
Adapun sebab-musababnya sampai sekarang belum diketahui.
Bagaimanapun juga akan dicobanya mengajukan permohonan itu.
Baik para dosen maupun mahasiswa ikut menjadi anggota koperasi.
Walaupun hari hujan, ia datang juga.

c. Partikel per yang berarti (demi), dan (tiap) ditulis terpisah


dari bagian kalimat yang mendahului atau mengikutinya.
Misalnya:
Mereka masuk ruang satu per satu (satu demi satu).
Harga kain itu Rp 2.000,00 per meter (tiap meter).

C. Pemakaian Tanda baca


1. Tanda titik (.)
a. Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan
pertanyaan atau seruan.
Misalnya:
Ayahku tinggal di Aceh.
Anak kecil itu menangis.
Mereka sedang minum kopi.
Adik bungsunya bekerja di Samarinda.

b. Tanda titik dipakai di belakang angka atau huruf


pengkodean suatu judul bab dan subbab.
Misalnya:
III. Departemen Dalam Negeri
A. Direktorat Jendral PMD
B. Direktorat Jendral Agraria
1. Subdit ….
2. Subdit ….
I. Isi Karangan 1. Isi Karangan
A. Uraian Umum 1.1 Uraian Umum
20
B. Ilustrasi 1.2 Ilustrasi
1. Gambar 1.2.1 Gambar
2. Tabel 1.2.2 Tabel
3. Grafik 1.2.3 Grafik
Catatan:
Tanda titik tidak dipakai di belakang angka pada pengkodean sistem digit jika angka itu
merupakan yang terakhir dalam deret angka sebelum judul bab atau subbab.

c. Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka, jam, menit,


dan detik yang menunjukan waktu dan jangka waktu.
Misalnya:
pukul 12.10.20 (pukul 12 lewat 10 menit 20 detik)
12.10.20 (12 jam, 10 menit, dan 20 detik)

d. Tanda titik tidak dipakai untuk memisahkan bilangan


ribuan atau kelipatannya yang tidak menunjukkan jumlah.
Misalnya:
Ia lahir pada tahun 1956 di Bandung.
Lihat halaman 2345 dan seterusnya.
Nomor gironya 5645678.

e. Tanda titik dipakai di antara nama penulis, judul tulisan


yang tidak berakhir dengan tanda tanya dan tanda seru, dan tempat terbit dalam daftar
pustaka.
Misalnya:
Lawrence, Marry S, Writting as a Thingking Process. Ann Arbor: University of
Michigan Press, 1974.

f. Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan


atau kelipatannya.
Misalnya:
Calon mahasiswa yang mendaftar mencapai 20.590 orang.
Koleksi buku di perpustakaanku sebanyak 2.799.

g. Tanda titik tidak dipakai pada akhir judul, misalnya judul


buku, karangan lain, kepala ilustrasi, atau tabel.
Misalnya:
Catur Untuk Semua Umur (tanpa titk)
Gambar 1: Bentuk Surat Resmi Indonesia Baru (tanpa titik)

h. Tanda titik tidak dipakai di belakang (1) alamat pengirim


atau tanggal surat atau (2) nama dan alamat penerima surat.
Misalnya:
Jakarta, 11 Januari 2005 (tanpa titik)
Yth. Bapak. Tarmizi Hakim (tanpa titik)
Jalan Arif Rahman Hakim No. 26 (tanpa titik)
Palembang 12241 (tanpa titik)
Sumatera Selatan (tanpa titik)
Kantor Pengadilan Negeri (tanpa titik)
Jalan Teratai II/ 61 (tanpa titik)
Semarang 17350 (tanpa titik)

2. Tanda koma (,)


a. Tanda koma dipaki di antara unsur-unsur dalam suatu
perincian atau pembilangan.
Misalnya:

21
Reny membeli permen, roti, dan air mineral.
Surat biasa, surat kilat, ataupun surat khusus, memerlukan prangko.
Menteri, pengusaha, serta tukang becak, perlu makan.

b. Tanda koma dipakai untuk memisahkan kalimat setara


yang satu dari kalimat setara berikutnya yang didahului oleh kata seperti tetapi atau
melainkan.
Misalnya:
Saya ingin datang, tetapi hari hujan.
Didik bukan anak saya, melainkan anak Pak Daud.

c. Tanda koma dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari


induk kalimat jika anak kalimat itu mendahului induk kalimatnya.
Misalnya:

Anak Kalimat Induk Kalimat


Kalau hujan tidak reda saya tidak akan pergi
Karena sakit, kakek tidak bisa hadir

Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak itu
mengiringi induk kalimatnya.
Misalnya:

Induk Kalimat Anak Kalimat


Saya tidak akan pergi kalau hujan tidak reda.
Kakek tidak bisa hadir karena sakit.

d. Tanda koma harus dipakai di belakang kata atau


ungkapan penghubung antarkalimat yang terdapat pada awal kalimat, seperti oleh karena
itu, jadi, lagi pula, meskipun begitu, akan tetapi.
Misalnya:
Meskipun begitu, kita harus tetap jaga-jaga.
Jadi, masalahnya tidak semudah itu.

e. Tanda koma dipakai untuk memisahkan kata seperti o,


ya, wah, aduh, kasihan dari kata yang lain yang terdapat di dalam kalimat.
Misalnya:
O, begitu?
Wah, bagus, ya?
Aduh, sakitnya bukan main.

f. Tanda koma dipakai untuk memisahkan petikan langsung


dari bagian lain dalam kalimat.
Misalnya:
Kata ibu, ”Saya berbahagia sekali”.
”Saya berbahagia sekali,” kata ibu.
Tanda koma dipakai di antara (i) nama dan alamat, (ii) bagian-bagian alamat, (iii) tempat
dan tanggal, dan (iv) nama tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis berurutan.
Misalnya:
Surat ini agar dikirim kepada Dekan Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, Jalan
Raya Salemba 6, Jakarta Pusat. Sdr. Zulkifli Amsyah, Jalan Cempaka Wangi VII/11,
Jakarta Utara 10640
Jakarta, 11 November 2004
Bangkok, Thailand

g. Tanda koma dipakai di antara bagian-bagian dalam


catatan kaki.
Misalnya:

22
Lamuddin Finoza, Komposisi Bahasa Indonesia, (Jakarta: Diskusi Insan Mulia, 2001),
hlm. 27.

h. Tanda koma dipakai di antara orang dan gelar akademik


yang mengikutinya untuk membedakannya dari singkatan nama diri, keluarga, atau marga.
Misalnya:
A. Yasser Samad, S.S.
Zukri Karyadi, M.A.

i. Tanda koma dipakai untuk mengapit keterangan


tambahan yang sifatnya tidak membatasi.
Misalnya:
Guru saya, Pak Malik, Pandai sekali.
Di daerah Aceh, misalnya, masih banyak orang laki-laki makan sirih.
Semua siswa, baik yang laki-laki maupun yang perempuan, mengikuti praktik
komputer.
Bandingkan dengan keterangan pembatas yang tidak diapit oleh tanda koma.
Semua siswa yang berminat mengikuti lomba penulisan resensi segera mendaftarkan
namanya kepada panitia.

j. Tanda koma dipakai untuk menghindari salah baca di


belakang keterangan yang terdapat pada awal kalimat.
Misalnya:
Dalam pembinaan dan pengembangan bahasa, kita memerlukan sikap yang bersunguh-
sungguh.
Atas pertolongan Dewi, Kartika mengucapkan terima kasih.

k. Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan petikan


langsung dari bagian lain yang mengiringinya dalam kalimat jika petikan langsung itu
berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru.
Misalnya:
”Di mana pameran itu diadakan?” tanya Sinta.
”Baca dengan teliti!” ujar Bu Guru.

3. Tanda Titik Koma (;)


a. Tanda titik koma untuk memisahkan bagian-bagian kalimat yang sejenis dan setara.
Misalnya:
Hari makin siang; dagangannya belum juga terjual.

b. Tanda titik koma dipakai sebagai pengganti kata penghubung untuk memisahkan kalimat
yang setara di dalam kalimat majemuk.
Misalnya:
Ayah mencuci mobil; ibu sibuk mengetik makalah; adik menghapal nama-nama
menteri; saya sendiri asyik menonton siaran langsung pertandingan sepak bola.

c. Tanda titik koma dipakai untuk memisahkan unsur-unsur dalam kalimat kompleks yang
tidak cukup dipisahkan dengan tanda koma demi memperjelas arti kalimat secara
keseluruhan.
Misalnya:
Masalah kenakalan remaja bukanlah semata-mata menjadi tanggung jawab para orang
tua, guru, polisi, atau pamong praja; sebab sebagian besar penduduk negeri ini terdiri
atas anak-anak, remaja, dan pemuda di bawah umur 21 tahun.

23
Pembelajaran Bahasa Indonesia
Untuk mendapatkan pemahaman yang komprehensif tentang strategi pembelajaran Bahasa
Indonesia dan efektivitasnya terhadap pencapaian tujuan belajar, kajian pustaka penelitian ini akan
difokuskan pada (1) pembelajaran bahasa, (2) strategi pembelajaran Bahasa Indonesia, meliputi
metode dan teknik pembelajaran Bahasa Indonesia, dan (3) hasil pembelajaran

2.1 Pembelajaran Bahasa


Pembelajaran merupakan upaya membelajarkan siswa Degeng (1989). Kegiatan pengupayaan
ini akan mengakibatkan siswa dapat mempelajari sesuatu dengan cara efektif dan efisien. Upaya-upaya
yang dilakukan dapat berupa analisis tujuan dan karakteristik studi dan siswa, analisis sumber belajar,
menetapkan strategi pengorganisasian, isi pembelajaran, menetapkan strategi penyampaian
pembelajaran, menetapkan strategi pengelolaan pembelajaran, dan menetapkan prosedur pengukuran
hasil pembelajaran. Oleh karena itu, setiap pengajar harus memiliki keterampilan dalam memilih
strategi pembelajaran untuk setiap jenis kegiatan pembelajaran. Dengan demikian, dengan memilih
strategi pembelajaran yang tepat dalam setiap jenis kegiatan pembelajaran, diharapkan pencapaian
tujuan belajar dapat terpenuhi. Gilstrap dan Martin (1975) juga menyatakan bahwa peran pengajar
lebih erat kaitannya dengan keberhasilan pebelajar, terutama berkenaan dengan kemampuan pengajar
dalam menetapkan strategi pembelajaran.

24
Belajar bahasa pada hakikatnya adalah belajar komunikasi. Oleh karena itu, pembelajaran
bahasa diarahkan untuk meningkatkan kemampuan pebelajar dalam berkomunikasi, baik lisan maupun
tulis (Depdikbud, 1995). Hal ini relevan dengan kurikulum 2004 bahwa kompetensi pebelajar bahasa
diarahkan ke dalam empat subaspek, yaitu membaca, berbicara, menyimak, dan mendengarkan.
Sedangkan tujuan pembelajaran bahasa, menurut Basiran (1999) adalah keterampilan
komunikasi dalam berbagai konteks komunikasi. Kemampuan yang dikembangkan adalah daya
tangkap makna, peran, daya tafsir, menilai, dan mengekspresikan diri dengan berbahasa. Kesemuanya
itu dikelompokkan menjadi kebahasaan, pemahaman, dan penggunaan. Sementara itu, dalam
kurikulum 2004 untuk SMA dan MA, disebutkan bahwa tujuan pemelajaran Bahasa dan Sastra
Indonesia secara umum meliputi (1) siswa menghargai dan membanggakan Bahasa Indonesia sebagai
bahasa persatuan (nasional) dan bahasa negara, (2) siswa memahami Bahasa Indonesia dari segi
bentuk, makna, dan fungsi,serta menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk bermacam-macam
tujuan, keperluan, dan keadaan, (3) siswa memiliki kemampuan menggunakan Bahasa Indonesia untuk
meningkatkan kemampuan intelektual, kematangan emosional,dan kematangan sosial, (4) siswa
memiliki disiplin dalam berpikir dan berbahasa (berbicara dan menulis), (5) siswa mampu menikmati
dan memanfaatkan karya sastra untuk mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan kehidupan,
serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa, dan (6) siswa menghargai dan
membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia.
Untuk mencapai tujuan di atas, pembelajaran bahasa harus mengetahui prinsip-prinsip belajar
bahasa yang kemudian diwujudkan dalam kegiatan pembelajarannya, serta menjadikan aspek-aspek
tersebut sebagai petunjuk dalam kegiatan pembelajarannya. Prinsip-prinsip belajar bahasa dapat
disarikan sebagai berikut. Pebelajar akan belajar bahasa dengan baik bila (1) diperlakukan sebagai
individu yang memiliki kebutuhan dan minat, (2) diberi kesempatan berapstisipasi dalam penggunaan
bahasa secara komunikatif dalam berbagai macam aktivitas, (3) bila ia secara sengaja memfokuskan
pembelajarannya kepada bentuk, keterampilan, dan strategi untuk mendukung proses pemerolehan
bahasa, (4) ia disebarkan dalam data sosiokultural dan pengalaman langsung dengan budaya menjadi
bagian dari bahasa sasaran, (5) jika menyadari akan peran dan hakikat bahasa dan budaya, (6) jika
diberi umpan balik yang tepat menyangkut kemajuan mereka, dan (7) jika diberi kesempatan untuk
mengatur pembelajaran mereka sendiri (Aminuddin, 1994).

2.2 Strategi Pembelajaran Bahasa Indonesia


Pembicaraaan mengenai strategi pembelajaran bahasa tidak terlepas dari pembicaraan
mengenai pendekatan, metode, dan teknik mengajar. Machfudz (2002) mengutip penjelasan Edward
M. Anthony (dalam H. Allen and Robert, 1972) menjelaskan sebagai berikut.

2.2.1 Pendekatan Pembelajaran


Istilah pendekatan dalam pembelajaran bahasa mengacu pada teori-teori tentang hakekat
bahasa dan pembelajaran bahasa yang berfungsi sebagai sumber landasan/prinsip pengajaran bahasa.
Teori tentang hakikat bahasa mengemukakan asumsi-asumsi dan tesisi-tesis tentang hakikat bahasa,
karakteristik bahasa, unsur-unsur bahasa, serta fungsi dan pemakaiannya sebagai media komunikasi
25
dalam suatu masyarakat bahasa. Teori belajar bahasa mengemukakan proses psikologis dalam belajar
bahasa sebagaimana dikemukakan dalam psikolinguistil. Pendekatan pembelajaran lebih bersifat
aksiomatis dalam definisi bahwa kebenaran teori-teori linguistik dan teori belajar bahasa yang
digunakan tidak dipersoalkan lagi. Dari pendekatan ini diturunkan metode pembelajaran bahasa.
Misalnya dari pendekatan berdasarkan teori ilmu bahasa struktural yang mengemukakan tesis-tesis
linguistik menurut pandangan kaum strukturalis dan pendekatan teori belajar bahasa menganut aliran
behavioerisme diturunkan metode pembelajaran bahasa yang disebut Metode Tata Bahasa (Grammar
Method).

2.2.2 Metode Pembelajaran


Istilah metode berarti perencanaan secara menyeluruh untuk menyajikan materi pelajaran bahasa
secara teratur. Istilah ini bersifat prosedural dalam arti penerapan suatu metode dalam pembelajaran
bahasa dikerjakan dengan melalui langkah-langkah yang teratur dan secara bertahap, dimulai dari
penyusunan perencanaan pengajaran, penyajian pengajaran, proses belajar mengajar, dan penilaian
hasil belajar.
Dalam strategi pembelajaran, terdapat variabel metode pembelajaran dapat diklasifikasikan
menjadi tiga jenis, yaitu strategi pengorganisasian isi pembelajaran, (b) strategi penyampaian
pembelajaran, dan (c) startegi pengelolaan pembelajaran (Degeng, 1989). Hal ini akan dijelaskan
sebagai berikut.

(a) Strategi Pengorganisasian Isi Pembelajaran


Adalah metode untuk mengorganisasikan isi bidang studi yang telah dipilih untuk pembelajaran.
“Mengorganisasi” mengacu pada tindakan seperti pemilihan isi, penataan isi, pembuatan diagram,
format, dan lain-lain yang setingkat dengan itu. Strategi penyampaian pembelajaran adalah metode
untuk menyampaikan pembelajaran kepada pebelajar untuk menerima serta merespon masukan yang
berasal dari pebelajar. Adapun startegi pengelolaan pembelajaran adalah metode untuk menata
interaksi antara pebelajar dengan variabel pengorganisasian dan penyampaian isi pembelajaran.
Strategi pengorganisasian isi pembelajaran dibedakan menjadi dua jenis, yaitu strategi
pengorganisasian pada tingkat mikro dan makro. Strategi mikro mengacu pada metode untuk
mengorganisasian isi pembelajaran yang berkisar pada satu konsep atau prosedur atau prinsip.
Sedangkan strategi makro mengacu pada metode untuk mengorganisasi isis pembelajaran yang
melibatkan lebih dari satu konsep atau prosedur atau prinsip. Strategi makro lebih banyak berurusan
dengan bagaimana memilih, menata ururtan, membuat sintesis, dan rangkuman isi pembelajaran yang
paling berkaitan. Penataan ururtan isi mengacku pada keputusan tentang bagaimana cara menata atau
menentukan ururtan konsep, prosedur atau prinsip-prinsip hingga tampak keterkaitannya dan menjadi
mudah dipahami.

(b) Strategi Penyampaian Pembelajaran

26
Strategi penyampaian pembelajaran merupakan komponen variabel metode untuk melaksanakan
proses pembelajaran. Strategi ini memiliki dua fungsi, yaitu (1) menyampaikan isi pembelajaran
kepada pebelajar, dan (2) menyediakan informasi atau bahan-bahan yang diperlukan pebelajar untuk
menampilkan unjuk kerja (seperti latihan tes).
Secara lengkap ada tiga komponen yang perlu diperhatikan dalam mendeskripsikan strategi
penyampaian, yaitu (1) media pembelajaran, (2) interaksi pebelajar dengan media, dan (3) bentuk
belajar mengajar.
(1) Media Pembelajaran
Media pembelajaran adalah komponen strategi penyampaian yang dapat dimuat pesan yang
akan disampaikan kepada pebelajar baik berupa orang, alat, maupun bahan. Interkasi pebelajar dengan
emdia adalah komponen strategi penyampaian pembelajaran yang mengacu kepada kegiatan belajar.
Adapun bentuk belajar mengajar adalah komponen strategi penyampaian pembelajaran yang mengacu
pada apakah pembelajaran dalam kelompok besar, kelompok kecil, perseorangan atau mandiri
(Degeng, 1989).
Martin dan Brigss (1986) mengemukakan bahwa media pembelajaran mencakup semua sumber
yang diperlukan untuk melakukan komunikasi dengan pembelajaran.
Essef dan Essef (dalam Salamun, 2002) menyebutkan tiga kriteria dasar yang dapat digunakan
untuk menyeleksi media, yaitu (1) kemampuan interaksi media di dalam menyajikan informasi kepada
pebelajar, menyajikan respon pebelajar, dan mengevaluasi respon pebelajar, (2) implikasi biaya atau
biaya awal melipui biaya peralatan, biaya material (tape, film, dan lain-lain) jumlah jam yang
diperlukan, jumlah siswa yang menerima pembelajaran, jumlah jam yang diperlukan untuk pelatihan,
dan (3) persyaratan yang mendukungh atau biaya operasional.
(2) Interaksi Pebelajar Dengan Media
Bentuk interaksi antara pembelajaran dengan media merupakan komponen penting yang kedua
untuk mendeskripsikan strategi penyampaian. Komponen ini penting karena strategi penyampaian
tidaklah lengkap tanpa memebri gambaran tentang pengaruh apa yang dapat ditimbulkan oleh suatu
media pada kegiatan belajar siswa. Oleh sebab itu, komponen ini lebih menaruh perhatian pada kajian
mengenai kegiatan belajar apa yang dilakukan oleh siswa dan bagaimana peranan media untuk
merangsang kegiatan pembelajaran.

(3) Bentuk Belajar Mengajar


Gagne (1968) mengemukakan bahwa “instruction designed for effective learning may be
delivered in a number of ways and may use a variety of media”. Cara-cara untuk menyampaikan
pembelajaran lebih mengacu pada jumlah pebelajar dan kreativitas penggunaan media. Bagaimanapun
juga penyampaian pembelajaran dalam kelas besar menuntu penggunaan jenis media yang berbeda
dari kelas kecil. Demikian pula untuk pembelajaran perseorangan dan belajar mandiri.

(c) Strategi Pengelolaan Pembelajaran


Strategi pengelolaan pembelajaran merupakan komponen variabel metode yang berurusan dengan
bagaimana interaksi antara pebelajar dengan variabel-variabel metode pembelajaran lainnya. Strategi
27
ini berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang strategi pengorganisasian dan strategi
penyampaian tertentu yang digunakan selama proses pembelajaran. Paling sedikit ada empat
klasifikasi variabel strategi pengelolaan pembelajaran yang meliputi (1) penjadwalan penggunaan
strategi pembelajaran, (2) pembuatan catatan kemajuan belajar siswa, dan (3) pengelolaan
motivasional, dan (4) kontrol belajar.
Penjadwalan penggunaan strategi pembelajaran atau komponen suatu strategi baik untuk strategi
pengorganissian pembelajaran maupun strategi penyampaian pembelajaran merupakan bagian yang
penting dalam pengelolaan pembelajaran. Penjadwalan penggunaan strategi pengorganisasian
pembelajaran biasanya mencakup pertanyaan “kapan dan berapa lama siswa menggunakan setiap
komponen strategi pengorganisasian”. Sedangkan penjadwalan penggunaan strategi penyampaian
melibatkan keputusan, misalnya “kapan dan untuk berapa lama seorang siswa menggunakan suatu
jenis media”.
Pembuatan catatan kemajuan belajar siswa penting sekali bagi keperluan pengambilan keputusan-
keputusan yang terkait dengan strategi pengelolaan. Hal ini berarti keputusan apapun yang dimabil
haruslah didasarkan pad ainformasi yang lengkap mengenai kemajuan belajar siswa tentang suatu
konsep, prosedur atau prinsip? Bila menggunakan pengorganisasian dengan hierarki belajar, keputusna
yang tepat mengenai unsur-unsur mana saja yang ada dalam hierarki yang diajarkan perlu diambil.
Semua ini dilakukan hanya apabila ada catatan yang lengkap mengenai kemajuan belajar siswa.
Pengelolaan motivasional merupakan bagian yang amat penting dari pengelolaan inetraksi siswa
dengan pembelajaran. Gunanya untuk meningkatkan motivasi belajar siswa. Sebagian besar bidang
kajian studi sebenarnya memiliki daya tarik untuk dipelajari, namun pembelajaran gagal
menggunakannya sebagai alat motivasional. Akibatnya, bidang studi kehilangan daya tariknya dan
yang tinggal hanya kumpulan fakta dan konsep, prosedur atau prinsip yang tidak bermakna.
Jack C. Richards dan Theodore S. Rodgers (dalam Machfudz, 2002) menyatakan dalam bukunya
“Approaches and Methods in Language Teaching” bahwa metode pembelajaran bahasa terdiri dari (1)
the oral approach and stiuasional language teaching, (2) the audio lingual method, (3) communicative
language teaching, (4) total phsyical response, (5) silent way, (6) community language learning, (7)
the natural approach, dan (8) suggestopedia.
Saksomo (1984) menjelaskan bahwa metode dalam pembelajaran Bahasa Indonesia antara lain (1)
metode gramatika-alih bahasa, (2) metode mimikri-memorisasi, (3) metode langsung, metode oral, dan
metode alami, (4) metode TPR dalam pengajaran menyimak dan berbicara, (5) metode diagnostik
dalam pembelajaran membaca, (6) metode SQ3R dalam pembelajaran membaca pemahaman, (7)
metode APS dan metode WP2S dalam pembelajaran membaca permulaan, (8) metode eklektik dalam
pembelajaran membaca, dan (9) metode SAS dalam pembelajaran membaca dan menulis permulaan.
Menurut Reigeluth dan Merril (dalam Salamun, 2002) menyatakan bahwa klasifikasi variabel
pembelajaran meliputi (1) kondisi pembelajaran, (2) metode pembelajaran, dan (3) hasil pembelajaran.
(1) Kondisi Pembelajaran
Kondisi pembelajaran adalah faktor yang mempengaruhi efek metode dalam meningkatkan hasil
pembelajaran (Salamun, 2002). Kondisi ini tentunya berinteraksi dengan metode pembelajaran dan
hakikatnya tidak dapat dimanipulasi. Berbeda dengan halnya metode pembelajaran yang didefinisikan
28
sebagai cara-cara yang berbeda untuk mencapai hasil pembelajaran yang berbeda di bawah kondisi
pembelajaran yang berbeda. Semua cara tersebut dapat dimanipulasi oleh perancang-perancang
pembelajaran. Sebaliknya, jika suatu kondisi pembelajaran dalam suatu situasi dapat dimanipulasi,
maka ia berubah menjadi metode pembelajaran. Artinya klasifikasi variabel-variabel yang termasuk ke
dalam kondisi pembelajaran, yaitu variabel-variabelmempengaruhi penggunaan metode karena ia
berinteraksi dengan metode danm sekaligus di luar kontrol perancang pembelajaran. Variabel dalam
pembelajaran dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu (a) tujuan dan karakteristik bidang
stuydi, (bahasa) kendala dan karakteristik bidang studi, dan (c) karakteristik pebelajar.

(2) Metode Pembelajaran


Machfudz (2000) mengutip penjelasan Edward M. Anthony (dalam H. Allen and Robert, 1972)
menjelaskan bahwa istilah metode dalam pembelajaran Bahasa Indonesia berarti perencanaan secara
menyeluruh untuk menyajikan materi pelajaran bahasa secara teratur. Istilah ini lebih bersifat
prosedural dalam arti penerapan suatu metode dalam pembelajaran bahasa dikerjakan dengan melalui
langkah-langkah yang teratur dan secara bertahap, dimulai dari penyusunan perencanaan pengajaran,
penyajian pengajaran, proses belajar mengajar, dan penilaian hasil belajar. Sedangkan menurut
Salamun (2002), metode pembelajaran adalah cara-cara yang berbeda untuk mencapai hasil
pembelajaran yang berbeda di bawah kondisi yang berbeda. Jadi dapat disimpulkan bahwa metode
pembelajaran adalah sebuah cara untuk perencanaan secara utuh dalam menyajikan materi pelajaran
secara teratur dengan cara yang berbeda-beda untuk mencapai hasil pembelajaran yang berbeda di
bawah kondisi yang berbeda.
(3) Hasil Pembelajaran
Hasil pembelajaran adalah semua efek yang dapat dijadikan sebagai indikator tentang nilai dari
penggunaan metode pembelajaran (Salamun, 2002). Variabel hasil pembelajaran dapat diklasifikasikan
menjadi tiga bagian, yaitu kefektifav, (2) efisiensi, dan (3) daya tarik.
Hasil pembelajaran dapat berupa hasil nyata (actual outcomes), yaitu hasil nyata yang dicapai dari
penggunaan suatu metode di bawah kondisi tertentu, dan hasil yang diinginkan (desired outcomes),
yaitu tujuan yang ingin dicapai yang sering mempengaruhi keputusan perancang pembelajaran dalam
melakukan pilihan metode sebaiknya digunakan klasifikasi variabel-variabel pembelajaran tersebut
secara keseluruhan ditunjukkan dalam diagram berikut.

Kondisi Tujuan dan karakteristik bidangKendala dan karakteristik bidangKarakteristik siswa


studi studi

Metode Strategi pengorganisasianStrategi penyampaianStrategi pengelolaan pembelajaran


pembelajaran: strategi makro danpembelajaran
strategi mikro

Hasil Keefektifan, efisiensi, dan daya tarik pembelajaran

Diagram 1: Taksonomi variabel pembelajaran (diadaptasi dari Reigeluth dan Stein: 1983)

29
Keefektifan pembelajaran dapat diukur dengan tingkat pencapaian pebelajar. Efisiensi
pembelajaran biasanya diukur rasio antara jefektifan dan jumlah waktu yang dipakai pebelajar dan atau
jumlah biaya pembelajaran yang digunakan. Daya tatik pembelajaran biasanya juga dapat diukur
dengan mengamati kecenderungan siswa untun tetap terus belajar. Adapaun daya tarik pembelajaran
erat sekali dengan daya tarik bidang studi. Keduanya dipengaruhi kualitas belajar.

2.2.3 Teknik Pembelajaran


Istilah teknik dalam pembelajaran bahasa mengacu pada pengertian implementasi perencanaan
pengajaran di depan kelas, yaitu penyajian pelajaran dalam kelas tertentu dalam jam dan materi
tertentu pula. Teknik mengajar berupa berbagai macam cara, kegiatan, dan kiat (trik) untuk
menyajikan pelajaran dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Teknik pembelajaran bersifat
implementasi, individual, dan situasional.
Saksomo (1983) menyebutkan teknik dalam pembelajaran Bahasa Indonesia antara lain (1)
ceramah, (2) tanya—jawab , (3) diskusi, (4) pemebrian tugas dan resitasi, (5) demonstrasi dan
eksperimen, (6) meramu pendapat (brainstorming), (7) mengajar di laboratorium, (8) induktif, inkuiri,
dan diskoveri, (9) peragaan, dramatisasi, dan ostensif, (10) simulasi, main peran, dan sosio-drama, (11)
karya wisata dan bermain-main, dan (12) eklektik, campuran, dan serta—merta.

DAFTAR PUSTAKA
Basiran, Mokh. 1999. Apakah yang Dituntut GBPP Bahasa Indonesia Kurikulum 1994?. Yogyakarta:
Depdikbud
Darjowidjojo, Soenjono. 1994. Butir-butir Renungan Pengajaran Bahasa Indonesia sebagai Bahasa
Asing. Makalah disajikan dalam Konferensi Internasional Pengajaran Bahasa Indonesia sebagai
Bahasa Asing. Salatiga: Univeristas Kristen Satya Wacana
Degeng, I.N.S. 1997. Strategi Pembelajaran Mengorganisasi Isi dengan Model Elaborasi. Malang:
IKIP dan IPTDI
Depdikbud. 1995. Pedoman Proses Belajar Mengajar di SD. Jakarta: Proyek Pembinaan Sekolah
Dasar
Machfudz, Imam. 2000. Metode Pengajaran Bahasa Indonesia Komunikatif. Jurnal Bahasa dan Sastra
UM
Moeleong, Lexy J. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosyda Karya.
Saksomo, Dwi. 1983. Strategi Pengajaran Bahasa Indonesia. Malang: IKIP Malang
Salamun, M. 2002. Strategi Pembelajaran Bahasa Arab di Pondok Pesantren. Tesis.. Tidak
diterbitkan
Sholhah, Anik. 2000. Pertanyaan Tutor dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing
di UM. Skripsi. Tidak diterbitkan.
Subyakto, Sri Utari. 1988. Metodologi Pengajaran Bahasa. Jakarta: Dirjen Dikti Depdikbud
Sugiono, S. 1993. Pengajaran Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Asing. Makalah disajikan dalam
Konferensi Bahasa Indonesia; VI. Jakarta: 28 Oktober—2 Nopember 1993
Suharyanto. 1999. Pembelajaran Bahasa Indonesia di SD. Yogyakarta: Depdikbud

30
31

You might also like